Upload
ahmad-arif-nur-yuwono
View
177
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Gizi Buruk
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun
1992 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang, agar terwujud kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai
tujuan tersebut, diselenggarakan upaya-upaya yang bersifat menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 2004).
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu
membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sesuai dengan
Kepmenkes No.128/Menkes/SK/II/2004. Puskesmas merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang merupakan ujung
tombak penyelenggara pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah
kerjanya. Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan puskesmas perlu
dikelola melalui pencapaian manajemen puskesmas secara optimal. Namun
prinsipnya manajemen tersebut merupakan siklus yang tidak terputus, artinya
evalusi hasil kegiatan yang dilaksanakan harus dapat digunakan untuk
menyusun perencanaan yang akan datang dan dapat dipantau dan dinilai
hasilnya (Depkes RI, 2004).
Berdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2007
diperkirakan sekitar 5,4% anak menderita gizi buruk dan 13,0% menderita
gizi kurang (berat badan menurut umur), atau 18,4% menderita gizi buruk dan
kurang. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar
20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5% maka secara nasional
target-target tersebut sudah terlampaui. Sedangkan persentase anak dengan
gizi baik mencapai 77,2% dan gizi lebih mencapai 4,3%.
1
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak
negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia,
Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi
buruk adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat
825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000-2002, dan 815 juta
diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang
mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan
provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan
data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005
memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005
telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa provinsi dan
yang tertinggi terjadi di dua provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat (Depkes RI, 2008).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan
gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya
disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA), tuberkulosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO
menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi
buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan
32% penyebab lainnya (Depkes RI, 2007).
Untuk wilayah NTB, mendapatkan gambaran sesungguhnya keadaan
gizi masyarakat; secara resmi digunakan data hasil PSG (Pemantauan Status
Gizi), yang dilaksanakan setiap tahun secara nasional. Data hasil PSG ini
digunakan sebagai acuan RPJMD. Data hasil PSG dalam 2 tahun terakhir
menunjukkan adanya perbaikan, dimana tahun 2009 prevalensi gizi buruk di
NTB sebesar 5,49% dan tahun 2010 turun menjadi 4,77%. Angka tahun 2011
belum dikeluarkan, karena pengolahan data sedang dilakukan di Kabupaten /
Kota, dan diperkirakan akan selesai bulan April 2012 (30.000 sampel lebih).
Target tahun 2013 (akhir RPJMD) adalah 2,5%. Dengan trend yang ada,
diperkirakan target tersebut dapat dicapai. Data prevalensi gizi buruk
berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur atau BB/U per Kabupaten /
2
Kota tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut : Kota Mataram 4,21%;
Lombok Barat 4,56%; Lombok Tengah 2,91%; Lombok Timur 4,88%;
Lombok Utara 6,19%; Sumbawa Barat 1,95%; Sumbawa 5,08%; Dompu
4,70%; Bima 6,17% dan Kota Bima 5,12% (Pemprov NTB, 2012).
Secara umum dalam 2 tahun terakhir (2009-2010) terjadi perbaikan
gizi pada balita, dimana dari 10 Kabupaten / Kota, 8 Kabupaten / Kota
mengalami penurunan prevalensi gizi buruk, dan ada 2 Kabupaten yang
meningkat yaitu Kabupaten Lombok Utara dan Dompu (Pemprov NTB,
2012).
Dari pernyataan-pernyataan di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai ”Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Ibu
Dengan Kejadian Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang
Kota Mataram Periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Sosial Ekonomi Dan
Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Gizi Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjung Karang Kota Mataram Periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014 “.
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui sosial ekonomi dan pengetahuan ibu dengan
kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang kota
Mataram periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui faktor resiko kejadian gizi buruk di wilayah
kerja Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1
Januari 2013 – 31 Juli 2014.
3
1.3.2.2 Untuk mengetahui distribusi kasus gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1 Januari
2013 – 31 Juli 2014.
1.3.2.3 Untuk mengetahui penatalaksanaan gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1 Januari
2013 – 31 Juli 2014.
1.3.2.4 Untuk mengetahui tindakan pencegahan gizi buruk di wilayah
kerja Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1
Januari 2013 – 31 Juli 2014.
1.3.2.5 Untuk mengetahui program asuhan gizi di wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Karang kota Mataram periode 1 Januari
2013 – 31 Juli 2014.
1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat Teori
Pada penelitian ini aspek yang diteliti adalah faktor resiko,
distribusi, penatalaksanaan dan tindakan pencegahan gizi buruk serta
program asuhan gizi di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang kota
Mataram periode 1 Januari 2013 – 31 Juli 2014.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah Kota
Mataram dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan,
penatalaksanaan dan pencegahan gizi buruk serta program
asuhan gizi di Puskesmas Tanjung Karang Kota Mataram.
1.4.2.2 Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas di Kota Mataram,
khususnya Puskesmas Tanjung Karang dalam penatalaksanaan
dan penceghan gizi buruk serta peningkatan dalam program
asuhan gizi.
4
1.4.2.3 Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam
memperluas wawasan dan pengetahuan penelitian tentang gizi
buruk di Puskesmas Tanjung Karang.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak
sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit
keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema
seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut
buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan.
Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda
gabungan dari marasmus dan kwashiorkor (Depkes RI, 2008).
Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Departemen Kesehatan RI 2003 marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk
dengan gambaran klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala
klinik kwashiorkor dan marasmus dengan BB/U <60% baku median WHO-
NHCS disertai edema yang tidak mencolok (Depkes RI, 2006).
2.2 FAKTOR RESIKO
Menurut dr. Subagyo, Sp.P., gizi buruk disebabkan oleh beberapa
faktor. Pertama adalah faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi
suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi
alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan
sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme
atau penyerapan makanan.
Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah
menyebutkan ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk,
yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah.
Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di
rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya
asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.
6
UNICEF dalam Soekirman (2002) juga telah memperkenalkan dan
sudah digunakan secara internasional mengenai berbagai faktor penyebab
timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu :
a. Penyebab langsung
Yaitu makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi
yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup
tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat
menderita gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik,
daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan
lingkungan, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat
akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.
b. Penyebab tidak langsung
Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota
keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya.
Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh
lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan memberi kasih
sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu
(fisik dan mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat
kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya.
Ketiga, faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi,
penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan
posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit (Depkes RI,
2008).
c. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan
sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung
maupun tidak langsung.
7
d. Akar masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya
pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis
ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak
tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu munculnya kasus-kasus gizi
buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak
memadai.
Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak
faktor resiko terjadinya KEP pada balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis
kelamin, umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi
tidak lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial
ekonomi yang rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah,
jumlah anggota keluarga yang besar dan lain-lain (Simanjuntak E, 2008).
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah
sebagai berikut:
Penyakit infeksi
Tingkat pendapatan orang tua yang rendah
Konsumsi energi yang kurang
Perolehan imunisasi yang kurang
Konsumsi protein yang kurang
Kunjungan ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.
Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor penting, yaitu karena ketidaktahuan serta karena bagitu
lekatnya tradisi dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya
dibidang makanan, cara pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu
masyarakat kita dengan segala tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi
(kurang gizi) diantaranya karena faktor ekonomi yaitu daya beli yang rendah
dari para keluarga yang kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat
antara pendapatan keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu
8
juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi pada balita, karena
masih banyak orang yang beranggapan bahwa bila anaknya sudah kenyang
berarti kebutuhan mereka terhadap gizi sudah terpenuhi (Marizza, 2008).
2.3 PATOGENESIS
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup,
dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak
serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada
saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD s/d -3SD), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition). Pada kondisi ini
penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi
pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-
kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai
dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi kronik
/compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :
gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum,
penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesa enzim (Boerhan, 2009).
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis albumin,
sehingga terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus
kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan
gastroenteritis. Infeksi akan mengalihakan penggunaan asam amino ke
sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah berkurangnya sintesis
albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk
memenuhi kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
essensial lainnya seperti asam amino. Kurangnya kalori dalam diet akan
meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Hal ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada
9
awalnya, kelainan ini merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan
yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh
sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi
kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak cairan sebagai
akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema (Shetty, 2006).
2.4 MANIFESTASI KLINIS
a. Marasmus
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai
hubungan orang tua – anak terganggu.
Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis
pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas (Depkes RI,
2007).
b. Kwashiorkor
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake
protein yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan
kwashiorkor antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan
anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan
mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung
protein/asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dariASI yang diberikan ibunya, namun
10
bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain
(susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan
penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan
ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil ataupun adanya
pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah
berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan
terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara
KEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya KEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi (Depkes RI, 2006).
c. Marasmic – kwashiorkor
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua
penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi
primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi
yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi
dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh
(Pudjiadi, 2000).
2.5 DIAGNOSIS
11
Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, dan antropometrik (Gulden,
2004).
a. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh
kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik.
Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di
samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan
kwashiorkor lainnya.
b. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb
memperlihatkan anemia ringan sampai sedang. Pada pemeriksaan faal
hepar, kadar albumin serum sedikit menurun. Kadar elektrolit seperti
Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah,
sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan Cuprum bisa normal atau menurun.
Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau
meninggi, nilai β-lipoprotein dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol
serum rendah. Kadar asam aminoesensial plasma menurun. Kadar hormon
insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar normal,
rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang
ringan, jarang dijumpai kasus dengan perlemakan yang berat. Pada
pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang terlambat
dan terdapat osteoporosis ringan.
c. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang /
tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk
perbandingan seperti BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),
BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas
menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat
diklasifikasikan menurut Wellcome Trust Party, klasifikasi menurut
Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan
Depkes RI.
12
2.6 PENATALAKSANAAN
Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena
terdapat berbagai komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang
dilakukan berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting,
yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu (Depkes RI, 2007):
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi.Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:
a. Pasang O2 1-2L/menit
b. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan
perbandingan 1:1 (RLG 5%)
c. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan
dengan ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu:
a. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
b. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50 ml
c. 2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB
setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan
Rencana III, dengan tindakan segera, yaitu:
a. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
b. 2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB
setiap pemberian
13
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan
segera, yaitu:
a. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
b. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT
sebanyak 50ml
c. 2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan
berat badan (NGT)
catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare
atau dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:
a. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
b. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4
fase yangharus dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8-
14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3-6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7-26).
Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:
14
2.7 KOMPLIKASI
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :
Masalah pada mata
Anemia berat
Lesi kulit pada kwashiorkor
Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,
diare osmotik)
2.8 PROGNOSIS
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,
kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan
15
antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis
tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa
hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif
kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang
irreversibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.
16
2.9 KERANGKA KONSEP
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif
Observasional, yaitu melakukan deskripsi mengenai fenomena yang
ditemukan. Dimana penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi buruk (Sastroasmoro, 2005).
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tanjung Karang Kota
Mataram.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tanjung Karang
Kota Mataram pada bulan Agustus sampai dengan September
2014.
3.3 SUMBER DATA
Untuk menjamin validitas dan reliabilitas data maupun informasi yang
diperoleh maka diambil dari sumber :
1. Wawancara mendalam (indepth interview) adalah metode pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara melakukan dialog langsung dengan orang
tua asuh penderita gizi buruk.
2. Penelusuran dokumen merupakan metode pengumpulan data yang
dilakukan berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu yakni berupa
catatan laporan tahunan program gizi.
3. Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data berupa gambar atau
foto.
18
3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
3.4.1 Data Primer
Data mengenai gizi buruk diperoleh dari orang tua asuh yakni
orang tua/pengasuh penderita gizi buruk melalui wawancara mendalam
(indepth interview) dengan menggunakan Kuosioner (terlampir).
3.4.2 Data Sekunder
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder mengenai gizi
buruk di Puskesmas Tanjung Karang serta Profil Puskesmas Tanjung
Karang Tahun 2013-2014.
3.5 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Analisa data merupakan bagian penting dari suatu penelitian. Dimana
tujuan dari analisis ini adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang
diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis dengan
menggunakan program komputer. Menurut Arikunto (2005), Adapun
langkah-langkah pengolahan data meliputi:
1) Editing adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk, seperti
memeriksa kelengkapan menjawab kuesioner dan kejelasan jawaban.
2) Coding adalah suatu kegiatan memberi tanda atau kode tertentu
terhadap data yang telah diedit dengan tujuan mempermudah
pembuatan tabel.
3) Entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam
program komputer yang ditetapkan (SPSS 16).
Analisis data disajikan dalam bentuk naskah (content analysis), tabel
dan grafik. Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini guna
membahas permasalahan yang dirumuskan digunakan tehnik analisis
kualitatif. Dalam teknik analisis kualitatif, untuk menganalisis
permasalahannya dilakukan secara deskriptif (Cunselo, 1997).
19
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
4.1.1 Gambaran Kependudukan Dan Keadaan Wilayah
Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang pada Tahun 2013
menggunakan 6 Kelurahan sebagai dasar analisa yaitu, Kelurahan
Ampenan Selatan, Taman Sari, Banjar, Tanjung Karang Permai,
Kekalek Jaya dan Tanjung Karang. Dengan jumlah penduduk dan
kepadatan masing-masing Kelurahan pada tahun 2013 adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Karang
20
No Kelurahan PendudukKK Jumlah Gakin %
Laki Perempuan Total1 Ampenan
Selatan2.790 4.976 5.401 10.37
73.460 33
2 Taman Sari 1.332 2.633 2.770 5.403 1.027 19
3 Banjar 1.570 2.802 2.912 5.714 2.392 424 Tj. Karang
Permai1.560 3.191 2.865 6.056 751 12
5 Kekalek Jaya 803 1.435 1.471 2.906 2.529 876 Tanjung
Karang1.155 2.305 2.329 4.634 4.215 91
Total 9.210 17.342
17.748 35.090
14.374 41
Sumber: Profil Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013
Tanjung Karang berada di wilayah Kecamatan Sekarbela
dengan luas dengan wilayah kerjanya 746 km2, yang berbatasan dengan
:
- Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ampenan Tengah,
wilayah kerja Puskesmas Ampenan.
- Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Mataram, wilayah
kerja Puskesmas Pagesangan.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan karang Pule, wilayah
kerja Puskesmas Karang Pule.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Lombok
4.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Tanjung Karang
4.1.2.1 Visi
Terwujudnya Puskesmas Tanjung Karang dengan
wilayah kerja yang sehat dan mandiri tahun 2015.
4.1.2.2 Misi
Untuk mewujudkan Visi di atas, maka misi Puskesmas
Tanjung Karang adalah :
1. Mewujudkan petugas yang sehat dan mandiri melalui upaya
peningkatan kompetensi dan pemberdayaan tenaga
berdasarkan pertanggungjawaban wilayah kerja
2. Mewujudkan pelayanan yang sehat dan mandiri pada
pelaksanaan upaya kesehatan wajib dan pilihan melalui
upaya bimbingan program, pengawasan, dan pengendalian
3. Mewujudkan masyarakat di wilayah kerja menjadi sehat
dan mandiri melalui upaya pemberdayaan optimal UKBM
21
4. Mewujudkan manajemen yang sehat dan mandiri melalui
mekanisme perencanaan, pencatatan dan pelaporan serta
evaluasi
4.1.3 Sumber Daya Kesehatan
4.1.3.1 Ketenagaan
Jumlah tenaga pada lingkup Puskesmas Tanjung
Karang tahun 2012 adalah 69 orang yang terdiri dari 42
(60,86%) tenaga PNS, 2 orang tenaga Non PNS honor daerah
yang masuk dalam Data Based Kepegawaian K2 (2,89%), 3
orang (4,34%) tenaga Honorer Daerah K1 data based, 3 orang
tenaga kontrak Dikes Kota Mataram (4,34%) dan 19 (27,53%)
tenaga Non PNS tanpa ikatan/mengabdi/Tenaga Sukarela.
Dari jumlah 42 orang tenaga PNS yang ada, sebagian
besar adalah tenaga paramedis perawatan (perawat, perawat
gigi dan bidan) dan paramedis non perawatan (sarjana
kesehatan, sanitarian, ahli gizi, laboran dan asisten apoteker).
Dari segi kuantitas tenaga relatif cukup, namun dari segi
kualitasnya masih perlu dianalisa karena masih banyaknya
terdapat petugas yang mempunyai tanggungjawab
program/kegiatan lebih dari satu, bahkan diluar latar belakang
disiplin ilmu yng dimiiki. Sehingga perlu perlahan-lahan ditata
lebih baik lagi.
Dan jika mengacu pada Kepmenkes No. 81/
MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan SDM Kesehatan di tingkat Propinsi,
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, maka Puskesmas Tanjung
Karang termasuk model Puskesmas Perawatan di Daerah
Strategis yang tenaganya baik secara jumlah maupun jenis
tenaga dapat dikatakan sudah cukup. Namun dari analisa
produktivitas Puskesmas berdasarkan kepmenkes yang sama,
tahun 2012 output Puskesmas induk belum sesuai (Total
22
kunjungan 42.169) dengan jumlah tenaga yang ada. Masih
harus ditingkatkan sampai 70.000 orang pertahun.
Adapun jumlah tenaga PNS menurut jenis dan unit
kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2. Jumlah Tenaga di Puskesmas Tanjung Karang
23
No Jenis Tenaga * Jumlah1. Medik
- Dokter Umum 2 (termasuk Ka Pusk)- Dokter Gigi 1
2. Sarjana Kesehatan- S. Kep -
-SKMSarjana Kes. Ling 1
3. Paramedik Perawatan- S. Kep. Ners -- Akper 11- SPK -- Akbid 7- Bidan 1- Akad. Perawat gigi 3
4..Paramedik Non Perawatan- AKL/APK 1
- AAK 4 - AKZI 3 - DIII Farmasi 1 - SPAG - - SPPH - - SMF/SAA 1 - Pekarya Kesehatan -
- SMAK 15. Non Medik - Sarjana (S1) 2 - Sarjana Muda (DIII) 2 - SMU 1 - SMP - - SD - Jumlah 42
Sumber: Profil Puskesmas Tanjung Karang tahun 2013
4.1.3.2 Sarana
Sarana pelayanan kesehatan lingkup Puskesmas
Tanjung Karang selain Puskesmas Induk, juga 2 Puskesmas
Pembantu yaitu PUSTU di Ampenan Selatan dan PUSTU
Tanjung Karang di PERUMNAS. Dengan 2 buah Poskesdes
dengan Bidan Desa yang menetap yaitu Ampenan Selatan dan
Kekalek Jaya.
Selain itu sebagai salah satu Puskesmas dalam lingkup
Kota Mataram, keberadaan alat dan bahan kesehatan relatif
lengkap dan sesuai dengan standar pelayanan saat ini dan
kemungkinan pengembangan fungsi Puskesmas kedepannya.
4.2 UPAYA PROGRAM PUSKESMAS TANJUNG KARANG
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas,
yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas
bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan
nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan
tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
4.2.1. UPAYA KESEHATAN WAJIB
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang
ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta
yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus
diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah
Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
4.2.1.1. Upaya Promosi Kesehatan
24
Promkes adalah salah satu dari program yang ada
pada intitusi kesehatan kususnya puskesmas Promkes
termasuk dalam Basix six ( 6 Program utama ) pada
Puskesmas. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
dasar dan pembangunan bidang kesehatan yang paling
terdepan ,Serta pusat informasi kesehatan bagi masyarakat
di wilayah kerja.
a. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan POA
Promkes dan jadwal Kegiatan Lintas Program di
Puskesmas. Kegiatan yang sudah dilaksanakan antara
lain :
1. Penyuluhan Kelompok, Penyuluhan Keliling dan
Pertemuan .
Pada tahun 2013 Penyuluhan kelompok
lebih banyak dilaksanakan pada saat kegiatan
Posyandu sesuai jadwal Posyandu di masing-
masing lingkungan dengan sasaran pengunjung
Posyandu. Metode yang digunakan adalah metode
ceramah dan untuk materi penyuluhan petugas
berkoordinasi dengan petugas lintas program
disesuaikan dengan permasalahan yang ada di
masing-masing lingkungan.
Penyuluhan kelompok juga dilakukan di
sekolah dengan tema PHBS, PSN dan Gizi
seimbang untuk penyuluhan di SD, dan Kespro
untuk penyuluhan di SMP dan SMA. Selain itu
penyuluhan tentang Kespro juga dilakukan di Kost-
kostan dengan mempertimbangkan banyaknya
kejadian karna permasalahan pergaulan bebas
dikalangan remaja. Beberapa hal yang dibahas
25
dalam penyuluhan tersebut antara lain tentang
Banyaknya Kasus Kehamilan Tidak Diinginkan
(KTD) yang terjadi di wilayah Puskesmas Tanjung
Karang serta tentang perkembangan organ
reproduksi, cara menjaga kesehatan organ
reproduksi dan beberapa jenis penyakit menular
seksual.
Penyuluhan Keliling dilakukan dengan
menggunakan Mobil Puskel dan materi penyuluhan
disampaikan melalui pengeras suara yang ada di
Puskel. Kegiatan ini dilaksanakan dengan memilih
lingkungan yang mengalami permasalahan
kesehatan seperti kejadian DBD, Diare, Flu burung
dan lain-lain. Penyuluhan keliling telah
dilaksanakan pada bulan Januari, Februari, Maret,
April, Mei, September dan Oktober 2013.
Pertemuan yang telah dilaksanakan yaitu
pertemuan lintas program dan lintas sektor antara
lain :
- Pembahasan MPBM di Kantor camat
Ampenan dan Sekarbela
- Saka Bakti Husada di Bapelkes Mataram
- Pengelolaan Desa Siaga di masing-masing
Kelurahan
- Musyawarah Masyarakat Desa di masing-
masing Kelurahan
- Pertemuan tentang 1000 hari pertama
kehidupan di Bapelkes Mataram
2. Pemberdayaan Masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
pembelajaran ,pendidikan tentang kesehatan
26
kepada masyarakat terutama masyarakat yang
mempunyai potensi, kemauan dan kemampuan
untuk diajak membangun wilayahnya terutama di
bidang kesehatan, dimana masyarakat yang telah
mendapatkan ilmu pengetahuan tetang kesehatan
bisa mengajak dan memberikan motivasi kepada
warga dilingkunganya untuk bisa hidup sehat
secara mandiri terutama yang berkaitan dengan
penyakit menular dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Pemberdayaan masyarakat yang telah
dilaksanakan antara lain:
a. Pembinaan Posyandu
Pembinaan Posyandu dilakukan untuk
menilai dan meningkatkan kemandirian
Posyandu serta meningkatkan peran serta
masyarakat dalam kegiatan Posyandu. Pada
Posyandu yang dikunjungi telah dilakukan
pembinaan agar dapat meningkatkan strata
kemandirian Posyandu tersebut. Beberapa hal
yang dinilai antara lain :
- Jumlah Kade yang Bertugas
- Frekwensi Penimbangan dalam 1 tahun
- Cakupan KB (%)
- Cakupan KIA (%)
- Cakupan Imunisasi (%)
- D/ S (%)
- Program Tambahan
- Dana Sehat
Posyandu yang telah dilakukan
pembinaan antaralain Posyandu lingkungan
Gatep Indah, lingkungan Banjar, lingkungan
Tangsi, Lingkungan Gatep, Kr. Panas dan Kr
27
Buyuk. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan
Maret dan bulan Juli 2012.
Puskesmas Tanjung Karang memiliki 34
posyandu:
Posyandu pratama: tidak ada
Posyandu madya : 12
Posyandu purnama : 22
Posyandu mandiri : tidak ada
b. Pembinaan PHBS Institusi Rumah Tangga
Pembinaan PHBS ditujukan untuk
mengetahui keadaan pola hidup dimasyarakat
terutama Pola Hidup Bersih dan Sehat, di
tatanan rumah tangga,pengkajian ini sasaranya
adalah Kepala Keluarga dengan 10 (sepuluh)
indikator yang harus dipenuhi.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan
mendatangi beberapa rumah di setiap
lingkungan, kemudian memberikan penyuluhan
dan penilaian status PHBS di rumah tersebut. 10
Indikator yang di nilai yaitu :
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
2) Bayi diberi asi eksklusif
3) Menimbang bayi dan balita setiap bulan
4) Menggunakan air bersih
5) Mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun
6) Menggunakan jamban sehat
7) Memberantas jentik di rumah
8) Tidak merokok di dalam rumah
9) Melakukan aktifitas fisik setiap hari
10) Makan buah dan sayur setiap hari
28
Setelah dilakukan penyuluhan dan
penilaian status PHBS kemudian dilakukan
penempelan stiker yang menggambarkan Status
PHBS Rumah tersebut pada saat dikunjungi.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas Tanjung Karang yaitu Petugas
Promkes, Petugas Pustu dan 2 orang petugas
pengobatan. Selain itu kegiatan ini juga
dilaksanakan oleh kader di masing-masing
lingkungan yang dikunjungi.
c. Pembinaan Desa Siaga
Pembinaan Desa Siaga ditujukan untuk
meningkatkan strata Desa Siaga yang ada
berdasarkan 8 indikator penilaian sesuai dengan
Kepmenkes No. 1529/ MENKES/ SK/ X/2010.
Kegiatan dilaksanakan dengan melakukan
pembinaan dan malaksanakan MMD di masing-
masing Kelurahan.
4.2.1.2. Upaya Kesehatan Lingkungan
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara optimal sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Faktor penyebab penyakit yang sangat besar kontribusinya
adalah lingkungan, karena faktor ini berpengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada kesehatan
manusia, dengan cara menjangkiti manusia secara akut
ataupun kronis.
Dengan demikian maka perlu adanya pengawasan
secara intensif terhadap faktor lingkungan tersebut sehingga
tidak akan menyebabkan pengaruh negatif terhadap
kesehatan manusia. Serta diharapkan dapat meningkatkan
29
derajat kesehatan manusia yang menghasilkan sumber daya
manusia yang berpotensi.baik bagi dirinya, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
Program kesehatan lingkungan berusaha
mengatasi permasalahan faktor lingkungan yang merupakan
kontribusi terbesar mempengaruhi derajat kesehatan,
melalui program :
1. Pengawasan Lingkungan Pemukiman (PLP)
Meliputi pengawasan Keadaan Rumah, Jamban
Keluarga (JAGA), Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL), Pembuangan Sampah, Keadaan Pekarangan,
Kandang Ternak dan Binatang Penular Penyakit.
2. Pengawasan Sarana Air Bersih (SAB )
Meliputi Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih,
Pengambilan Sampel Air dan Kaporisasi. Kegiatan
Pengawasan Sarana Air Bersih difokuskan pada sarana
sumur gali, mengingat keadaannya yang cukup rawan
dari pencemaran septik tank karena jarak rumah yang
satu dengan lainnya berdekatan. Selain itu kualitas
lingkungan yang buruk juga mempengaruhi kualitas
Air sumur gali seperti daerah pantai, dekat dengan
kandang ternak, dekat dengan sungai dan dekat dengan
pembuangan sampah.
Sehingga pemanfaatan sumur gali oleh masyarakat
dengan terpaksa hanya digunakan untuk mencuci,
mandi dan menyiram tanaman. Sedangkan untuk
minum dan memasak digunakan sarana Sambungan
Rumah atau Kran Umum dari PDAM. Pada tabel di
bawah ini dapat dilihat hasil pengawasan Sarana Air
Bersih di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Karang
tahun 2013
30
3. Pengawasan Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan
(TPM)
Di wilayah kerja puskesmas Tanjung Karang
Tempat Pengelolaan makanan tidak begitu banyak,
karena tidak berada pada pusat perdagangan dan
industri.
4. Pengawasan Sanitasi Tempat Tempat Umum (TTU)
5. Pengawasan Sanitasi Tempat Tempat Usaha Industri
(TTUI)
6. Klinik Sanitasi
4.2.1.3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga
Berencana
Dari tahun ke tahun cakupan KIA-KB Tanjung
Karang tetap berhasil melampaui target yang ditentukan dan
tetap mengalami trend kenaikan. Hal ini sangat banyak
didukung oleh kinerja para bidan tentunya yang sangat baik.
Dimulai dari kelompok kegiatan-kegiatan :
a. Kesehatan Ibu hamil
b. Kesehatan Ibu Melahirlan
c. Kesehatan Neonatus
d. Kesehatan Bayi
e. Kesehatan Balita dan pra sekolah
f. Kesehatan Remaja
Di Puskesmas Tanjung Karang ditetapkan pilot
project yang berbeda untuk tiap kelurahan dan berusaha
melakukan inovasi yang berbeda di masing-masing
kelurahan
4.2.1.4. Upaya Perbaikan Gizi
31
Berdasarkan SK Menkes No.123 Tahun 2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
Pelayanan Gizi Puskesmas adalah salah satu pelayanan
kesehatan perorangan maupun masyarakat yang merupakan
salah satu upaya wajib puskesmas. Puskesmas sebagai
tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama bertanggung
jawab memberikan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan gizi. Pelayanan kesehatan gizi meliputi
pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung.
Kebijakan Program Perbaikan Gizi :
a) Upaya perbaikan gizi diarahkan terutama untuk
menanggulangi empat masalah gizi kurang, yaitu :
Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A, dan
Anemia Gizi Besi.
b) Upaya penanggulangan masalah gizi dilaksanakan
dalam bentuk pelayanan langsung terhadap kelompok
sasaran dan pelayanan tidak langsung dimasyarakat.
Pelayanan langsung terhadap kelompok sasaran
dilaksanakan di puskesmas dan posyandu. Sedangkan
pelayanan tidak langsun dimasyarakat dilaksanakan
dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat.
c) Penanggulangan kasus gizi buruk seperti kwarshiorkor,
marasmus, maupun kwarshiorkor-marasmus
dilaksanakan sesuai Pedoman Tata Laksana yang ada
secara tepat dan cepat dengan mengikut sertakan secara
aktif lintas program dan peran serta keluarga penderita.
d) Upaya penanggualngan GAKY dilaksanakan secara tidak
langsung dengan cara mengefektifkan pemanfaatan
garam melalui Kegiatan Pemantauan Garam Beryodium.
e) Upaya penanggulangan KVA dilakukan melalui
suplementasi dalam bentuk kapsul vitamin A. Sedangkan
32
upaya tidak langsung dilakukan dengan pemanfaatan
bahan makanan sumber vitamin A (suvital).
f) Upaya penanggulangan Anemia Gizi dilakukan melalui
suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD). Sedangkan
upaya tidak langsung dilakukan dengan pemanfaatan
bahan makanan alami sumber zat besi
g) Peningkatan status gizi keluarga dilakukan melalui
pemberdayaan keluarga dan masyarakat yang
dilaksanakan melalui revitalisasi posyandu. Agar
kemandirian melalui revitalisasi posyandu dapat dicapai
sesuai dengan yang diharapkan, maka diperlukan
pemberdayaan ditingkat keluarga, masyarakat dan
provider.
4.2.1.4.1. KEGIATAN DALAM GEDUNG
a) Penyuluhan / Konseling Gizi di Puskesmas
Kegiatan konseling perorangan dilakukan pada hari
Selasa dan Kamis setiap minggunya. Tujuan diadakan
konseling ini adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan masyarakat tentang gizi dan kesehatan,
membantu mengatasi masalah gizi dan kesehatan yang
tengah dihadapi pasien, memudahkan petugas memantau
perkembangan dan status pasien.
Sasaran konseling adalah : Ibu penderita gizi
buruk, gizi kurang, balita dengan masalah tumbuh
kembang, penderita penyakit- penyakit degeneratif seperti
hipertensi, Diabetes Melitus, Hyperkolesterol, jantung, dll
b) Penanganan Balita Gizi Buruk Rawat Inap
Puskesmas Tanjung Karang merupakan salah satu
Puskesmas dengan TFC (Therapeutic Feeding Centre)
berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan
secara intensif, dengan melibatkan ibu atau keluarga
33
dalam perawatan anak. Kegiatan Pelaksanaan TFC anatara
lain :
1) Pelayanan medis, keperawatan dan konseling gizi
sesuai dengan penyakit penyerta/penyulit.
2) Pemberian formula dan makanan tambahan sesuai
dengan fase (fase stabilisasi, fase transisi, fase
rehabilitasi dan fase tindak lanjut)
c) Penyelenggaraan Makanan Untuk Pasien Rawat Inap
Puskesmas Tanjung Karang merupakan Puskesmas
Perawatan sehingga menyelenggarakan pemberian makan
bagi pasien rawat inap. Pelaksanaan pemberian makanan
bagi pasien rawat inap dilaksanakan oleh petugas gizi
Puskesmas dibantu oleh seorang pramusaji.Dalam
kegiatan penyelenggaraan makan pasien rawat inap di
Puskesmas Tanjung Karang menggunakan siklus menu 5
hari.
4.2.1.4.2. KEGIATAN LUAR GEDUNG
a. Penimbangan Balita Di Posyandu
Jumlah Posyandu yang ada di wilayah Puskesmas
Tanjung Karang ada 34 Posyandu, terdiri dari posyandu
pratama, madya dan mandiri.
1) Cakupan Program (K/S)
Cakupan program (K/S) merupakan suatu indikator
mengenai kemampuan program untuk menjangkau
balita yang ada di masing-masing wilayah.K adalah
jumlah balita yang memiliki KMS dan S adalah jumlah
seluruh balita yang ada di suatu wilayah/posyandu.
Data S yang digunakan merupakan angka proyeksi jika
dibandingkan dengan data S real terdapat perbedaan
yang signifikan sehingga cakupan K/S menjadi rendah
2) Partisipasi Masyarakat (D/S)
34
Partisipasi merupakan indikator yang menunjukkan
sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam
kegiatan penimbangan balita di posyandu.
3) Hasil Penimbangan (N/D)
Hasil Penimbangan merupakan indikator keadaan
gizi balita pada suatu waktu (bulan) di suatu wilayah
tertentu. Hasil penimbangan yang digunakan adalah
N/D-O-B
4) BGM/D (BALITA BAWAH GARIS MERAH)
BGM/D merupakan angka yang dapat memberikan
rambu-rambu adanya rawan gizi.
5) DO (Drop Out)
Drop Out merupakan angka yang dapat
memberikan gambaran jumlah balita yang drop out/
tidak datang ke posyandu di wilayah Puskesmas
b. Penyuluhan Gizi
Sasaran penyuluhan gizi adalah seluruh masyarakat
terutama ibu hamil, ibu menyusui, orang tua balita, wanita
usia subur, anak sekolah dan remaja.Kegiatan penyuluhan
gizi di puskesmas Tanjung Karang dilakukan secara
periodik di 34 posyandu setiap kegiatan posyandu. Khusus
untuk Kelurahan Banjar dan Tanjung Karang yang
merupakan lokasi proyek NICE melaksanakan kegiatan
penyuluhan kelompok dengan jadwal khusus yang
dilaksanakan pada sore hari, setiap bulan satu
lingkungan/posyandu mendapat penyuluhan gizi satu kali
sehingga selam tahun 2012 setiap lingkungan/posyandu
mendapat 12 kali kegiatan penyuluhan gizi.
Materi penyuluhan yang diberikan berupa :
1) Tiga Belas Pesan Dasar Gizi
35
2) ASI Ekslusif dan Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI).
3) Makanan Ibu Hamil dan Menyusui
4) Pemasyarakatan Garam Beryodium
5) Pemasyarakatan Bahan Makanan Sumber Vitamin A
dan zat besi
6) Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita
7) Penyebab dan tanda- tanda kelainan gizi
Tenaga penyuluh dilakukan oleh tenaga gizi
Puskesmas, Paramedis Puskesmas maupun oleh Kader.
Media penyuluhan yang digunakan antara lain : KMS,
Food Model, Leaflet. Penyuluhan dilakukan dengan cara
perorangan maupun kelompok.
Selain di Posyandu Penyuluhan juga dilaksanakan
di Sekolah Dasar yang ada di wilayah Puskesmas Tanjung
Karang (17 SD) dengan materi gizi seimbang, agar siswa-
siswa dapat mengetahui, mengerti dan melaksanakan gizi
seimbang dalam kehidupan sehari-hari.Kegiatan
Penyuluhan gizi seimbang di SD bersumber dana dari
APBD dan BOK Puskesmas Tanjung Karang.
c. Pemberian Tablet Besi Untuk Ibu Hamil
Pemberian tablet besi untuk ibu hamil dan ibu nifas
merupakan kegiatan penanggulangan anemia gizi besi
dengan tujuan menurunkan prevalensi Anemia Gizi Besi
melalui upaya peningkatan konsumsi zat besi (Tablet Fe)
dan konsumsi bahan makanan sumber zat besi.Sasaran
kegiatan tersebut adalah semua ibu hamil dan ibu nifas
yang ada di wilayah Puskesmas Tanjung Karang. Dosis
pemberian yaitu diberikan 1 tablet setiap hari minimal 90
tablet selama kehamilan sampai masa nifas. Hasil
pencapaiannya :
1) Fe 1 Ibu Hamil
36
Fe1 yaitu kegiatan pemberian tablet tambah darah
(Fe) pada ibu hamil pada kunjungan pertama selama
kehamilan.
2) Fe 3 Ibu Hamil
Fe 3 yaitu kegiatan pemberian tablet tambah
darah (Fe) pada ibu hamil pada kunjungan keempat
dan telah mendapatkan 90 tablet Fe selama
kehamilan.
3) Fe Ibu Nifas
Fe ibu nifas yaitu kegiatan pemberian tablet
tambah darah (Fe) pada ibu nifas selam masa nifas
d. Pemberian Kapsul Vitamin A Untuk Balita dan Ibu
Nifas
Penaggulangan kekurangan Vitamin A adalah
kegiatan menurunkan prevalensi kekurangan Vitamin A
melalui upaya meningkatkan konsumsi vitamin A melalui
makanan sumber vitamin A dan Suplemen kapsul
vitamin A.
Tujuannya adalah : Mencegah kekurangan Vitamin A
1) Menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A pada
balita
2) Meningkatkan status vitamin A ibu nifas
Sasaran pemberian kapsul vitamin A :
a) Bayi yaitu semua bayi berumur 6-11 bulan baik sehat
ataupun sakit dengan dosis 1 kapsul vitamin A
100.000 SI (Biru) dan diberikan secara serentak pada
bulan Februari dan Agustus.
b) Anak balita yaitu semua anak balita yang berumur 1 –
5 tahun baik sehat maupun sakit dengan dosis 1
kapsul vitamin A 200.000 SI (merah) tiap 6 bulan dan
37
diberikan secara serentak setiap bulan Februari dan
Agustus.
c) Ibu nifas yaitu semua ibu yang baru melahirkan (masa
nifas) sehingga bayinya mendapatkan vitamin A yang
cukup melalui ASI. Dengan dosis 1 kapsul vitamin A
200.000 SI yang diberikan segera setelah melahirkan
dan kapsul lagi paling lambat 1 x 24 jam.
d) Kejadian tertentu yaitu Bayi dan balita yang
menderita campak, pneumonia, diare dan gizi buruk
segera diberikan kembali kapsul vitamin A sebanyak
tambahan sesuai dosis yang dianjurkan.
Waktu pemberian serentak dilakukan pada bulan
Februari dan Agustus sebagai bulan utama pemberian
kapsul paling lambat 1 bulan berikutnya diupayakan untuk
menjaring kelompok sasaran yang belum mendapatkan
kapsul vitamin A yang dilaksanakan di sweeping.
e. ASI Ekslusif
ASI Ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu
(ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan
tanpa diberikan makanan atau minuman lain, kecuali obat,
vitamin dan mineral. Bayi dikatakan ASI Eklsusif, jika
pada saat survey dilakukan masih diberi ASI secara
Ekslusif. Cakupan ASI Ekslusif disuatu wilayah dapat
diketahui dengan rumus berikut :
Cakupan ASI Ekslusif 0-6 bulan
= ∑ bayi umur 6 bulan yang diberi ASI Ekslusif x 100 %
∑ bayi umur 6 bulan disuatu wilayah
f. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
38
Semua penderita gizi buruk yang terjaring dengan
BB/U kemudian di ferivikasi BB/TB. Penderita dengan
status sangat kurus dan atau tanda klinis (Marasmus,
Kwashiorkor, Marasmus- Kwashiorkor) dirujuk ke
Puskesmas Tanjung Karang untuk ditangani sesuai dengan
tatalaksana gizi buruk (rawat inap/rawat jalan).
Penanganan kasus gizi buruk dan gizi kurang bersumber
dari dana APBD dan BOK Puskesmas Tanjung Karang.
g. Pendistribusian MP-ASI
Selain pemberian makanan tambahan untuk pasien
gizi buruk, juga ada pendistribusian MP-ASI berupa bubur
dan biskuit dengan sasaran balita usia 6-24 bulan dengan
berat badan kurang dan prioritas balita Gakin.
h. Pemantauan Garam Beryodium
Masalah GAKY merupakan salah satu masalah gizi
yang cukup serius. Kekurangan zat yodium dalam jangka
waktu tertentu akan menimbulkan gangguan
perkembangan fisik dan keterbelakangan mental,
penurunan kecerdasan yang berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia (SDM). Dalam rangka
penanggulangan GAKY tersebut maka program yang
digalakkan adalah melalui program jangka panjang yaitu
distribusi garam beryodium dengan kadar 30 – 80 ppm
untuk mencapai target garam beryodium untuk semua,
maka pemasyarakatan konsumsi garam beryodium harus
dilakukan secara berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk
mencegah timbulnya kasus Kretin pada balita,
menurunkan prevalensi Total Goitert Rate (GTR) dan
Iodisasi garam secara nasional melalui iodisasi semua
garam. Kegiatan yang dilakukan adalah pemantauan
39
penggunaan garam beryodium untuk memperoleh
gambaran berkala tentang cakupan konsumsi garam
beryodium yang memenuhi syarat di masyarakat sehingga
mendapatkan gambaran :
a. Konsumsi garam beryodium ditingkat desa dengan
pengujian garam
b. Bentuk garam yang digunakan ditingkat masyarakat
c. Tempat pembelian garam yang digunakan di
masyarakat
d. Ada atau tidaknya merek dagang produsen garam yang
dikonsumsi masyarakat.
i. Pemantauan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
Keluarga mandiri Sadar Gizi (KADARZI) adalah
keluarga yang mampu mengenali masalah gizi dan mampu
mencegah serta mengatasi masalah gizi setiap anggota
keluarga.
Tujuan dari pembinaan Kadarzi adalah agar setiap
keluarga :
1. Menimbang balita secara rutin ke Posyandu
2. Mampu mengenali tanda-tanda sederhana keadaan
kelainanm gizi (gizi kurang dan gizi lebih)
3. Mampu menerapkan susunan hidangan keluarga yang
baik dan benar sesuai PUGS.
4. Mampu mencegah dan mengatasi kejadian atau
mencari rujukan bila terjadi kelainan gizi
5. Menghasilkan makanan melalui pemanfaatan
pekarangan.
Indikator yang dipakai dalam kegiatan pendataan
keluarga sadar gizi adalah :
1. Menimbang berat badan secara teratur
2. Makan beraneka ragam
3. Menggunakan garam beryodium
40
4. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi
sejak lahir sampai enam bulan (ASI Ekslusif).
5. Mendapatkan dan memberikan suplemen gizi bagi
anggota keluarga.
Kader melakukan pendataan ke keluarga sampel
dengan menggunakan 5 indikator diatas, apabila indikator
tersebut tidak dilaksanakan, kader dan petugas memberi
penyuluhan agar keluarga tersebut sadar dan mau
melaksanakan kelima indikator kadarzi.
j. Pekan Penimbangan
Kegiatan pekan penimbangan dimaksudkan untuk
melakukan penjaringan (screening / deteksi dini ) kasus
balita gizi buruk yang ada di Puskesmas Tanjung Karang
sehingga kasus lebih cepat dan tepat mendapatkan
penanganan. Kegiatannya berupa penimbangam berat
badan terhadap seluruh balita yang ada di posyandu di
Wilayah Puskesmas Tanjung Karang. Selanjutnya dari
hasil tersebut diketahui jumlah balita gizi buruk
berdasarkan indikator BB/U, kemudian dilakukahn
verifikasi data balita gizi buruk dengan indikator BB/TB.
Sejak tahun 2012 Pekan penimbangan di Puskesmas
Tanjung Karang diakukan 4 kali setahun yaitu setiap bulan
Februari, Juni, Agustus dan Nopember. Berbeda dengan
Pekan penimbangan pada tahun 2011, dilaksanakan pada
bulan Februari dan Agustus.
k. Kegiatan Kelas Gizi
Kegiatan kelas gizi adalah sebagai bentuk kegiatan
intervensi secara langsung dan tidak langsung dalam
upaya penanggulangan kasus gizi buruk/gizi kurang di
Puskesmas Tanjung Karang.
Tujuan kegiatan ini adalah agar para ibu memiliki
keterampilan menyediakan makan yang bergizi bagi
41
balita, serta memiliki keterampilan pola asuh balita yang
baik, sehingga dapat meningkatkan status gizi balitanya.
Jenis luaran yang dihasilkan dalam kegiatan Kelas Gizi di
wilayah Puskesmas Tanjung Karang adalah :
1. Kelas Gizi sebagai model pembelajaran ibu balita
tentang gizi, pola makan, dan pola asuh untuk
mebentuk balita yang sehat, cerdas dan berkarakter.
2. Bertambahnya jumlah balita yang mengalami
peningkatan status gizi.
3. Bertambahnya pengetahuan para ibu balita tentang
gizi, Posyandu,pengolahan bahan makanan dan pola
asuh anak.
Sasaran kegiatan ini adalah ibu balita
berdasarkan kriteria:
1) Memiliki anak balita dengan kasus gizi kurang
(BGM)
2) Bersedia mengikuti kegiatan kelas gizi secara utuh
3) Bersedia dipantau dan dievaluasi hasil yang diperoleh
selama mengikuti kegiatan kelas gizi.
l. Kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)
Pemantauan status gizi (PSG) sebagai salah satu
komponen system Kewaspadaan Pangan dan Gizi yang
bertujuan untuk memberikan informasi status gizi balita
secara berkala guna evaluasi perkembangan status gizi
penduduk, penetapan kebijakan dan perencanaan jangka
pendek. Hasil PSG ini diharapkan dapat memberikan
masukan yang berguna bagi pemerintah Kota Mataram
tentang situasi gizi, sehingga dapat dijadikan dasar
perencanaan program gizi dan prioritas pembinaan.
4.2.1.5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular
42
1) Program Imunisasi.
Pada Program imunisasi masing masing Kelurahan
mempunyai target sasaran bayi yang harus di capai.
Hasil kegiatan imunisasi akan di katakan berhasil
apabila presentasi cakupan mencapai program UCI
(Universal Child Immunization) > 80%.
2) Program P2 TB
Tujuan penanggulangan TB adalah menurunkan
angka kesakitan dan angka kematian penyakit TB.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan
cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Target dalam penanggulangan TB adalah:
1. Proporsi pasien TB BTA Positif diantara suspek 5-
15%
2. Proporspasien TB paru BTA positif diantara semua
pasien TB di obati > 65%
3. Angka penemuan kasus (case Detection Rate = CDR
) Minimal 70%.
4. Angka konversi (Conversion Raite) Minimal 80%.
5. Angka Kesembuhan (Cure Rate) Minimal 85%.
3) Program P2 Kusta.
Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang
menahun. Walaupun penyakit Kusta sejak th 2000 telah
berstatus eliminasi namun program ini tetap berjalan
untuk terus di pertahankan sehingga kusta tidak
merupakan persoalan kesehatan masyarakat di
kemudian hari.
4) Program diare
Kegiatan progam ini tidak beda dengan program
lain.
5) Program ISPA.
43
Program ispa bertujuan menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian pada balita yang di
sebabkan karena kasus pneumonia
6) Program DBD
Program pemberantasan DBD mempunyai tujuan
mengeliminasi kasus DBD. Yang di lakukan pada
program ini yaitu :
1. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
2. PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala)
PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala) di
laksanakan oleh petugas puskesmas serta di bantu
oleh kader dalam waktu 3 bulan sekali pada tempat-
tempat umum (SD, tempat ibadah, dll) serta
perumahan.
Target PJB adalah angka bebas jentik
sebesar 95% sehingga di harapkan dapat
memutuskan siklus hidup nyamuk yang beresiko
terjadinya kasus DBD.
7) Program P2 Malaria
Malaria merupakan penyakit menular yang masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Kegiatan program malaria yang telah di lakukan:
1. Penemuan penderita
2. Penegakan diagnosa melalui mikroskopis dan RDT
(Rapid Dagnostic Test)
3. Pengobatan menggunakan Artemisinin
Combination Therapy (ACT)
4. Pembagian kelambu anti nyamuk.
8) Program Kecacingan.
44
Penyakit Kecacingan termasuk penyakit yang
berbasis lingkungan. Kegiatan yang dilakukan pada
program ini disamping pemeriksaan dan pengobatan
pada masyarakat umum juga melakukan kegiatan
pemeriksaan dan pengobatan pada anak sekolah (SD )
yang di lakukan dua kali dalam setahun.
Pencapaian yang di harapkan pada prgram ini dari
semua sampel yang di periksa :
Bila pemeriksaan prevalansi cacingan:
1. < 20% Maka di lakukan pengobatan selektif.
2. 20%_50% Pengobatan masal di lakukan satu kali
setahun.
3. > 50% Maka pengobatan masal di lakukan dua kali
setahun.
9) Program Survaeilans
Survaeilans adalah proses pengumpulan pengolahan
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan
informasi ke penyelenggara program dan instansi
terkait secara sistimatis dan terus menerus tentang
situasi dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit agar dapat di
lakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efesien.
Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah :
1. Laporan Mingguan (W2).
2. Survaeilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas
(Kasus Baru).
3. Survaeilans PTM Berbasis Puskesmas Sentinel
(Kasus Baru).
4.2.1.6. Upaya Pengobatan
1. Loket
45
2. Poliklinik Umum
3. IGD
4. Farmasi
5. Lansia
6. MTBS
7. Poliklinik Tumbuh Kembang
8. Poliklinik Gigi Mulut
9. Laboratorium
4.2.2. UPAYA KESEHATAN PENGEMBANGAN
4.2.2.1. Upaya kesehatan gigi dan mulut
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya
yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang
ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan puskesmas. Salah satu program upaya kesehatan
pengembangan di puskesmas adalah program kesehatan gigi dan
mulut. Program upaya kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
terdiri atas pelayanan kesehatan gigi di balai pengobatan gigi,
usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS), dan usaha kesehatan gigi
masyarakat (UKGM).
4.2.2.2. Upaya kesehatan sekolah
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya terpadu
lintas program dan lintas sektor dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan serta membentuk perilaku hidup sehat anak usia
sekolah yang berada di sekolah. Pelayanan kesehatan pada UKS
adalah pemeriksaan kesehatan umum dan kesehatan gigi dan
mulut. Tenaga Kesehatan adalah tenaga medis, keperawatan atau
petugas Puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga
pelaksana UKS/UKGS. Guru UKS adalah guru kelas atau guru
yang ditunjuk sebagai pembina UKS di sekolah dan telah dilatih
tentang UKS.
46
Pengertian program dan fingsi UKS kepanjangan dari
Usaha Kesehatan Sekolah adalah suatu wadah yang mengurus
berbagai hal terkait dengan kesehatan masyarakat sekolah yaitu
siswa, guru, kepala sekolah dan semua pegawai sekolah. UKS
juga merupakan wadah /sarana yang digunakan oleh program-
program kesehatan untuk mencapai pembangunan kesehatan.
4.2.2.3. Upaya kesehatan olah raga
Kesehatan olahraga diperlukan untuk tercapainya derajat
kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat yang optimal
dengan melakukan olahraga atau latihan fisik secara baik, benar,
terukur dan teratur serta berkesinambungan sebagai modal
penting dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja
sumber daya manusia.
4.2.2.4. Upaya kesehatan lanjut usia
Pelaksanaan pembinaan kesehatan usia lanjut di
puskesmas perlu dilakukan dengan manajemen yang baik, dengan
memperhatikan aspek perencanaan, pelaksanaan, pamantauan dan
evaluasi. Penilaian keberhasilan suatu program harus dimulai dari
awal kegiatan meliputi masukan proses dan luaran dengan melihat
aspek termasuk penyediaan sarana dan prasarana. Hasil
pemantauan yang dilakukan merupakan bahan dasar untuk
dilakukan pevaluasi keberhasilan kegiatan, telaah terhadap
kendala dan hambatan yang terjadi termasuk juga faktor
pendukung yang ada. Selanjutnya informasi yang diperoleh dapat
dipergunakan untuk perencanaan lebih lanjut ataupun melakukan
perbaikan-perbaikan.
Secara khusus upaya ini mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dalam
pembinaan kesehatan usia lanjut yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan
dan penilaian, termasuk pembinaan dan pengembangan
47
2. Meningkatkan kamampuan petugas puskesmas dalam
memberikan pelayanan kepada usia lanjut
3. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas untuk
menggalang peranseta masyarakat dalam pembinaan
kesehatan usia lanjut
4. Meningkatkan kerjasama dengan petugas lintas sector terkait
dalam pembinaan kesehatan usia lanjut
5. Meningkatkan peran serta usia lanjut, keluarga, tokoh
masyarakat, organisasi social dan lembaga swadaya
masyarakat dalam penyelenggaraan pembinaan kesehatan
usia lanjut
4.2.2.5. Upaya kesehatan penyakit tidak menular
Program Pengendalian Penyakit Tidak Menular sebagai
bagian dari Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan pada Renstra Kemenkes 2010- 2014 adalah
Persentase provinsi yang melakukan pembinaan pencegahan dan
penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Penyakit Tidak
Menular merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses
infeksi (tidak infeksius). Faktor risiko PTM adalah suatu kondisi
yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya
PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang
dimaksud antara lain kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat
dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas,
Hyperglikemia, Hipertensi, Hiperkolesterol, dan perilaku yang
berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku
berlalu lintas yang tidak benar.
4.2.2.6. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) adalah
suatu bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran serta aktif masyarakat, serta mengutamakan
pelayanan promotif, preventif secara berkesinambungan tanpa
48
mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara
menyeluruh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sebagai suatu kesatuan yang utuh,
melalui proses keperawatan untuk meningkatkan fungsi
kehidupan manusia secara optimal sehingga mandiri dalam upaya
kesehatannya.
Keperawatan kesehatan masyarakat, merupakan salah satu
kegiatan pokok Puskesmas yang sudah ada sejak konsep
Puskesmas di perkenalkan. Perawatan Kesehatan Masyarakat
sering disebut dengan PHN (Public Health Nursing) namun pada
akhir-akhir ini lebih tepat disebut CHN (Community Health
Nursing). Perubahan istilah public menjadi community, terjadi di
banyak negara karena istilah “public” sering kali di hubungkan
dengan bantuan dana pemerintah (government subsidy atau public
funding), sementara keperawatan kesehatan masyarakat dapat
dikembangkan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh
masyarakat atau swasta, khususnya pada sasaran individu (UKP),
contohnya perawatan kesehatan individu di rumah (home health
nursing).
Perawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan
oleh Puskesmas khususnya pelayanan yang dilakukan perawat
kepada masyarakat. Perkesmas dilakukan dengan penekanan pada
upaya pelayanan kesehatan dasar. Pelaksanaan Perkesmas
bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, sehingga tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Menurut WHO Perkesmas merupakan lapangan perawatan
khusus yang merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan,
ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial, sebagai bagian
dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna
meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial,
49
perbaikan lingkungan fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan
bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada individu, keluarga,
yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi
masyrakat secara keseluruhan.
Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat dapat
diberikan secara langsung pada semua tatanan pelayanan
kesehatan, yaitu:
1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas,
dll) yang mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat nginap
2. Di rumah
Perawat “home care” memberikan pelayanan secara
langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit akut
maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan fungsi
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai
resiko tinggi masalah kesehatan.
3. Di sekolah
Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day
care) diberbagai institusi pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan
Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah
melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan
kesehatan, dan pendidikan kesehatan
4. Di tempat kerja/industri
Perawat dapat melakukan kegiatan perawatan langsung
dengan kasus kesakitan/kecelakaan minimal di tempat
kerja/kantor, home industri/ industri, pabrik dll. Melakukan
pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan kerja,
nutrisi seimbang, penurunan stress, olah raga dan penanganan
perokok serta pengawasan makanan.
5. Di barak-barak penampungan
Perawat memberikan tindakan perawatan langsung
terhadap kasus akut, penyakit kronis, dan kecacatan fisik
ganda, dan mental.
50
6. Dalam kegiatan Puskesmas keliling
Pelayanan keperawatan dalam puskesmas keliling diberikan
kepada individu, kelompok masyarakat di pedesan, kelompok
terlantar. Pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah
pengobatan sederhana, screening kesehatan, perawatan kasus
penyakit akut dan kronis, pengelolaan dan rujukan kasus
penyakit.
7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak,
panti wreda, dan panti sosial lainya serta rumah tahanan (rutan)
atau lembaga pemasyarakatan (Lapas).
8. Pelayanan pada kelompok kelompok resiko tinggi:
a. Pelayanan perawatan pada kelompok wanita, anak-anak,
lansia mendapat perlakukan kekerasan
b. Pelayanan keperawatan di pusat pelayanan kesehatan jiwa
c. Pelayanan keperawatan dipusat pelayanan penyalahgunaan
obat
d. Pelayanan keperawatan ditempat penampungan kelompok
lansia, gelandangan pemulung/pengemis, kelompok
penderita HIV (ODHA/Orang Dengan Hiv-Aids), dan
WTS.
4.3 IDENTIFIKASI MASALAH
4.3.1. DAFTAR MASALAH KESEHATAN PKM TANJUNG KARANG
(UPAYA KESEHATAN WAJIB)
4.3.1.1. Promkes
1). RT yang dikunjungi 59.55% dengan cakupan rumah tangga
sehatnya adalah 28.68 %
4.3.1.2. Upaya Kesehatan Lingkungan
1) Cakupan jamban keluarga : 92,31 %
2) Cakupan saluran pembuangan air limbahg : 88,34 %
3) Cakupan sarana air bersih : 90,06 %
4) Cakupan pengawasan tempat pengelolaan makanan : 51,35 %
51
5) Cakupan pengawasan tempat umum : 68,55 %
4.3.1.3. KIA
1) KN1 : 98 %
2) KN2 : 98 %
3) Komplikasi neonatal tertangani : 84 %
4) Kunjungan bayi 1 : 94 %
5) Kunjungan bayi 4 : 94 %
6) Kunjungan balita 1 : 75 %
7) Kunjungan balita 4 : 75 %
4.3.1.4. Gizi
1) D/S : 83,21 %
2) N/S : 46,97%
3) N/DOB : 53,48 %
4) N/D : 58,03 %
5) K/S : 78,45 %
6) DO : 0,87 %
7) T2/D : 1,18 %
8) BGM/D : 1,24 %
9) Vit A ( biru ) : 100 %
10) Vit A ( merah ) : 100 %
11) Garam beryodium : 68,25 %
12) Fe 1 ( ibu hamil ) : 100,45 %
13) Fe 3 ( ibu hamil) 95,90 %
14) Vit A ( ibu nifas) : 87,59 %
15) Fe 3 ( ibu nifas ) : 87,59 %
16) Kadarzi : 62,50 %
17) Asi ekslusif : 45,33 %
18) Pekan penimbangan :
a) BB/U :
Gizi buruk : 1,48 %
Gizi kurang : 12,21 %
52
Gizi baik : 85,09 %
Gizi lebih : 1,22 %
b) PB/U atau TB/U:
Sangat pendek : 14,84 %
Pendek : 59,57 %
Normal : 25,52 %
c) BB/PB atau BB/TB:
Sangat kurus : 0 %
Kurus : 65,56 %
Normal ; 34,04 %
4.3.1.5. P2M
1) ISPA 96 %
2) Pnemonia 96 %
3) Diare 122,6 %
4) Imunisasi HB 1 : 100,2 % ( PKM : 97,2 %)
5) Imunisasi BCG 108,2 % ( PKM : 105 %)
6) Imunisasi polio 1 108,2 % ( PKM : 105 %)
7) Imunisasi DPT 97,8 % ( PKM 95,90 %)
8) Imunisasi DPT 101% ( PKM 95,90 %)
9) Imunisasi polio 3 101% ( PKM 98 %)
10) Imunisasi DPT / HB combo 3 106,5 % ( PKM 103,20%)
11) Imunisasi polio 4 106,5 % ( PKM 103,20%)
12) Imunisasi campak 105,7 % (PKM 104,90 %)
Tabel. 4.3. KRITERIA A : BESARNYA MASALAH
No Program Target Pencapaia
n
Besar
masalah
1. KIA
a. Kunjungan balita 1 90 % 75 % 15 %
b. Kunjungan balita 4 90 % 75 % 15 %
2. Gizi
53
a. N/S 90 % 46,97% 43,03 %
b. N/DOB 90 % 53,48 % 36,52 %
c. K/S 90 % 78,45 % 11,55 %
d. N/D 90 % 58,03 % 31,97 %
e. DO 0,87 %
f. BGM/D < 5 % 1,24 %
g. ASI ekslusif 80 % 45,33 % 34,67 %
h. Garam beryodium 90 % 68,25 % 21,75 %
i. KADARZI 62,50 %
j. Pekan penimbangan
BB/U :
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
PB/U atau TB/U:
Sangat pendek
Pendek
Normal
BB/PB atau BB/TB:
Sangat kurus
Kurus
Normal
1,48 %
12,21 %
85,09 %
1,22 %
14,84 %
59,57 %
25,52 %
0 %
65,56 %
34,04 %
3. Kesehatan lingkungan
a. Cakupan pengawasan tempat
pengelolaan makanan
75 % 51,35 % 23,65 %
b. Cakupan pengawasan tempat umum 75 % 68,55 % 6,45 %
4. P2M
a. ISPA-Pnemonia umur 0 -5 tahun 100 % 96 % 4 %
54
Interval = nilai terbesar−nilai terkecil
k
= 43,03 – 4 / 5,09
= 39,03/4,67
= 8,36
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 13
= 4,67
= 5 kelas
Kelas (ada 5)
I = 4 – 12,36
II = 12,37 – 20,73
III = 20,74 – 29,1
IV = 29,11 – 37,47
V = 37,48 – 45,84
Tabel. 4.4. KRITERIA A: BESARNYA MASALAH (5 KELAS)
Masalah Kesehatan
Besarnya masalah terhadap presentase pencapaian Nilai
Interval
I
Interval
II
Interval
III
Interval
IV
Interval
V
1. KIA
a) Kunjungan balita 1 √ 2
b) Kunjungan balita 4 √ 2
2. Gizi
a) N/S √ 5
b) N/DOB √ 4
c) K/S √ 1
d) N/D √ 4
e) Asi ekslusif √ 4
f) Garam beryodium √ 3
55
g) Gizi buruk + gizi
kurang
√ 2
3. Kesehatan
lingkungan
a) Cakupan
pengawasan
tempat
pengelolaan
makanan
√ 3
b) Cakupan
pengelolaan
tempat umum
√ 1
4. P2M
a. ISPA-Pnemonia
umur 0 -5 tahun
√ 1
Tabel. 4.5. KRITERIA B: KEGAWATAN MASALAH
Masalah Kesehatan Kegawatan Tingkat
urgensi
Biaya yang
dikeluarkan Nilai
1. KIA
a) Kunjungan balita 1 4 4 4 12
b) Kunjungan balita 4 4 4 4 12
2. Gizi
a) N/S 5 4 1 10
b) N/DOB 3 2 3 8
c) K/S 3 3 3 9
d) N/D 3 2 2 7
e) Asi ekslusif 5 4 4 13
f) Garam beryodium 3 3 3 9
g) Gizi buruk + gizi
kurang
5 5 4 14
56
3. Kesehatan lingkungan
a) Cakupan pengawasan
tempat pengelolaan
makanan
3 2 3 8
b) Cakupan pengelolaan
tempat umum
3 2 3 8
4. P2M
b. ISPA-Pnemonia umur 0 -5
tahun
3 3 3 9
KETERANGAN :
Skor kegawatan :
Sangat gawat : 5
Gawat : 4
Cukup gawat : 3
Kurang gawat : 2
Tidak gawat : 1
Skor tingkat urgensi :
Sangat mendesak : 5
Mendesak : 4
Cukup mendesak : 3
Kurang mendesak : 2
Tidak mendesak : 1
Skor biaya yang dikeluarkan :
Sangat murah : 5
Murah : 4
Cukup murah : 3
Mahal : 2
Mahal sekali : 1
Tabel. 4.6. Kriteria C. kemudahan dalam penganggulangan
57
Masalah Kesehatan Nilai
1.KIA
a) Kunjungan balita 1 3
b) Kunjungan balita 4 3
2.Gizi
a) N/S 4
b) N/DOB 4
c) K/S 3
d) N/D 3
e) Asi ekslusif 3
f) Garam beryodium 3
g) Gizi buruk + gizi kurang 4
3.Kesehatan lingkungan
a) Cakupan pengawasan tempat
pengelolaan makanan
2
b) Cakupan pengelolaan tempat umum 2
1. P2M
a) ISPA-Pnemonia umur 0 -5 tahun 3
KETERANGAN :
Skor penanggulangan :
Sangat mudah : 5
Mudah : 4
Cukup mudah : 3
Sulit : 2
Sangat sulit : 1
Tabel. 4.7. Kriteria D. PEARL faktor
Masalah Kesehatan P E A R LHasil
Kali
1. KIA
58
a) Kunjungan balita 1 1 1 1 1 1 1
b) Kunjungan balita 4 1 1 1 1 1 1
1. Gizi
a) N/S 1 1 1 1 1 1
b) N/DOB
c) K/S 1 1 1 1 1 1
d) N/D 1 1 1 1 1 1
e) Asi ekslusif
f) Garam beryodium 1 1 1 1 1 1
g) Gizi buruk + gizi
kurang1 1 1 1 1 1
2. Kesehatan lingkungan
a) Cakupan pengawasan
tempat pengelolaan
makanan
1 1 1 1 1 1
b) Cakupan pengelolaan
tempat umum1 0 1 1 1 0
3. P2M
a) ISPA-Pnemonia umur
0 -5 tahun1 0 1 1 1 0
KETERANGAN :
PEARL faktor:
Propriety (Kesesuaian)
Economic (Ekonomi Murah)
Acceptability (Dapat Diterima)
Resources Availability (Tersedianya Sumber)
Legality (Legalitas Terjamin)
Skor PEARL :
1 = dapat dilaksanakan
59
0= tidak dapat dilaksanakan
3.3 Prioritas masalah
NPD = (A+B) x C
NPT = (A+B) x C x D
Tabel 4.8. URUTAN PRIORITAS BERDASARKAN PERHITUNGAN
HANLON KUANTITATIF
Masalah Kesehatan A B C D NPD NTPUrutan
Prioritas
1. KIA
a) Kunjungan balita 1 2 12 3 1 42 42 5a
b) Kunjungan balita 4 2 12 3 1 42 42 5b
2. Gizi
a) N/S 5 10 4 1 60 60 2
b) N/DOB 4 8 4 1 48 48 4
c) K/S 1 9 3 1 30 30 8
d) N/D 4 7 3 1 33 33 7
e) Asi ekslusif 4 13 3 1 51 51 3
f) Garam beryodium 3 9 3 1 36 36 6
g) Gizi buruk + gizi
kurang2 14 4 1 64 64 1
3. Kesehatan lingkungan
a) Cakupan pengawasan
tempat pengelolaan
makanan
3 8 2 1 22 22 9
b) Cakupan pengelolaan
tempat umum1 8 2 0 20 0 10 a
60
4. P2M
a) ISPA-Pnemonia
umur 0 -5 tahun1 9 3 0 30 0 10b
Urutan Prioritas
1. Gizi buruk + gizi kurang
2. N/S
3. Asi ekslusif
4. N/DOB
5. a) Kunjungan balita 1
b) Kunnjungan balita 4
6. Garam beryodium
7. N/D
8. K/S
9. Cakupan pengawasan tempat pengelolaan makanan
10. a) Cakupan pengelolaan tempat umum
b)ISPA-Pnemonia umur 0 -5 tahun
Tabel 4.9. JUMLAH ANAK RAWAT INAP GIZI BURUK
No Nama Kelurahan Jumlah gizi buruk yg dirawat tahun 2013 - 2014
1 Kekalik Jaya 1 orang
2 Tj. Kr Permai 1 orang
3 Tj. Karang 6 orang
4 Banjar 1 orang
5 Ampenan Selatan 5 orang
6 Taman Sari 0
JUMLAH 14 orang
61
4.4. HASIL PENELITIAN
tidak tamat SD SD SMP SMA Sarjana0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0.00%
42.90%
0.00%
42.90%
14.30%
pendidikan ayah penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014
62
tidak tamat SD SD SMP SMA Sarjana0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
14.30%
64.30%
7.10% 7.30% 7.30%
pendidikan ibu penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014
< Rp 1.200.000,00 > Rp 1.200.000,000.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
64.30%
34.70%
penghasilan orang tua/bulan penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014
63
<2.500 gr > 2500 gr0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
21.40%
78.40%
Berat lahir penderita gizi buruk tahun 2013 - Juni 2014
kurang cukup0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
100%
0%
Sumber Informasi orang tua mengenai gizi buruk
64
kurang cukup0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
57.10%
42.90%
pengetahuan ibu mengenai gizi buruk
kurang cukup0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
21.40%
78.60%
Sikap Responden
65
kurang cukup0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
42.90%
57.10%
Tradisi setempat
kurang cukup0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
100%
fasilitas kesehatan
66
kurang cukup0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
7.10%
92.90%
Petugas Kesehatan
kurang cukup0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
100%
Tindakan orang tua
Keterangan :
Skoring :
Skala Gutman
a) skor terendah : skoring terendah x jumlah pertanyaanb) skor tertinggi : skoring tertinggi x jumlah pertanyaan
67
kriteria objektif : interval (I), range (R), katagori (K)I : R/KR : skor tertinggi-skor terendahK : banyak kriteria yang di susun
a. skor terendah : 0 x 39 : 0 %b. skor tertinggi : 1x39 : 39 %c. R :100% - 0 % : 100 %d. I : 100/2 : 50 %e. Kriteria penilaian : skor teringgi – interval
100 – 50 : 50 %
4.4.1. Analisis Penyebab Masalah
4.4.1.1. Input
Tabel 4.10. : Input Analisis Penyebab Masalah
INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN
Man Tersedianya petugas
gizi
Adanya kader di
masing-masing
posyandu
Ada beberapa kader
yang tidak bisa hadir
pada saat posyandu
Kurang pengetahuan
ibu
Ada beberapa kader
yang tidak aktif
Money Ada dana BOK Penghasilan keluarga
yang masih kurang
Methode Mengajak peran aktif
masyarakat
Penyuluhan
Tidak menarik
perhatian masyarakat
Kurang efektif
Kurang kooperatif
68
Material Tersedia poster Kurang informasi
Machine Ada timbangan/dacin
Ada alat ukur panjang
badan
Kurang banyak alat
Kalibrasi alat kurang
diperhatikan
LINGKUNGAN Adanya posyandu di
masing –masing
lingkungan
Kebiasaan masyarakat
yang masih buruk
Pola pikir masyarakat
yang susah di ubah
Kurangnya kesadaran
dan perhatian akan
pentingnya posyandu
masyarakat
Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap
kebersihan rumah
sendiri
Sanitasi lingkungan
kurang dan sarana air
bersih kurang
4.4.1.2. Proses
Tabel 4.11. : Proses Analisis Penyebab Masalah
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN
P1 (Perencanaan
Tingkat Puskesmas
(PTP))
Ada basic program Kurang intensive
petugas di beberapa
tempat
Kurang edukasi dan
evaluasi terhadap
pemberian makanan
69
untuk gizi buruk
P2 (Langkah
Penggerakan Dan
Pelaksanaan)
Ada motivasi untuk
pelaksanaannya
Organisasi sudah jelas
P3 (Pengawasan,
Pengendalian Dan
Penilaian)
Tetap mengadakan
pengawasan
Kurang survelance
gizi buruk
70
Gizi buruk
Kurang survalance gizi buruk
Kurang pengawasan
petugas
P3
Method
Kurang kooperatif
Kurang efektif
Tidak menarik
perhatian masyarakat
Money
Penghasilan keluarga
masih kurang
Material
Kurang informasi
Man
Kurang pengetahuan
ibu
Kebiasaan masyarakat yang masih buruk
Sanitasi kurang
Lingkungan
Pola pikir msyarakat yang susah
di ubah
Kurangnya kesadaran dan perhatian pentingnya posyandu
P2
Kurang intensive
Kurang edukasi dan evaluasi
P1
Machine
4.4.1.3. FISH BONE ANALISIS
71
Kurang banyak alat
dan alat tidak di kalibrasi
Kader tidak aktif
Tabel 4.12. Alternatif Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Masalah Alternatif pemecahan masalah
1. Ada beberapa kader yang
tidak aktif
Mengganti kader yang tidak aktif
2.Kurang pengetahuan ibu Memberikan penyuluhan yang lebih
intensif
3. Penghasilan keluarga yang
masih kurang
Memberikan makanan pendamping ASI
gratis
4. Kurang banyak alat Memperbanyak alat
5.Kalibrasi alat kurang
diperhatikan
Menyediakan teknisi kalibrasi alat atau
bekerjasama dengan instansi
tersertifikasi dalam kalibrasi alat
6.Pola pikir masyarakat yang
susah di ubah
Melibatkan pemuka adat atau kepala
lingkungan untuk memberikan
penyuluhan
7.Kurangnya kesadaran dan
perhatian akan pentingnya
posyandu dalam masyarakat
Melakukan penyuluhan intensif ( door to
door)
8.Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap kebersihan
rumah sendiri
Penyuluhan intensif
9.Sanitasi lingkungan kurang
dan sarana air bersih kurang
Mengembangkan program lintas sektor
10.Petugas kurang intensif di
beberapa tempat
Evaluasi petugas lebih ditingkatkan
72
11.Kurang edukasi dan evaluasi
terhadap pemberian makanan
untuk gizi buruk
Pelatihan ibu – ibu anak gizi buruk agar
lebih paham terhadap pemberian
makanan untuk gizi buruk
12.Kurang surveilance gizi
buruk
Melakukan skrining yang lebih intensif
dari awal
73
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Karang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Banyak faktor yang dapat menyebabkan gizi buruk diantaranya
pendidikan orang tua, penghasilan kekuarga, pengetahuan ibu, sumber
informasi, sikap ibu dan tradisi setempat.
2. Pendidikan ayah penderita gizi buruk paling banyak SD dan SMA sebesar
42,90 % dan pendidikan ibu penderita gizi buruk paling banyak SD
sebesar 64,30 %.
3. Penghasilan orang tua penderita gizi buruk banyak dibawah UMP
sebanyak 64,30 %.
4. Berat badan lahir penderita gizi buruk di atas BBLR sebanyak 78,40 %.
5. Sumber informasi mengenai gizi buruk masih sangat kurang sebesar
100%.
6. Pengetahuan ibu mengenai gizi buruk masih kurang sebesar 57,10 %.
7. Sikap responden dan tradisi setempat masih cukup baik sebesar 78,60 %
dan 57,10 %.
8. Fasilitas kesehatan dan tindakan orang tua dalam menanggulangi kasus
gizi buruk sangat baik sebesar 100 %.
9. Petugas kesehatan dalam menyikapi kasus gizi buruk juga sangat baik
sebesar 92,90 %.
5.2 SARAN
1. Masih ditemukan anak balita dengan status gizi buruk, oleh karena itu
dalam mempertahankan dan peningkatan status gizi, disarankan
kepada ibu untuk tetap memperhatikan asupan gizi anak, baik asupan
74
energi maupun protein, selain itu perlu juga peningkatan kesadaran
ibu dengan diberikan penyuluhan oleh petugas kesehatan agar dapat
memperbaiki status gizi anak yang buruk. Dalam hal ini menyangkut
tentang praktek pemberian makan dan praktek kesehatan.
2. Kepada ibu yang sudah menerapkan pola pengasuhan anak seperti
praktek pemberian makan dan praktek kesehatan yang sudah baik
diharapkan agar tetap mempertahankannya.
75