5
Tes Serologi dan Virologi Sudah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan LCS untuk antigen cryptococcus karena meningkatnya insidensi infeksi jamur. Kadang kala, didapati reaksi false-positif pada pasien dengan rhematoid atau pada antibodi antitreponema (pasien syphilis), tetapi test ini lebih akurat dari test konvensional dengan menggunakan tinta india. Test antibodi anti treponema pada darah, VDRL (Venereal Disesase Research Laboratories), RPR (Rapid Plasma Reagent) dapat juga dilakukan untuk memeriksa LCS. Pemeriksaan positif pada; pasien dengan /neurosyphilis, tetapi reaksi false- positive dapat terjadi pada penyakit kollagen, malaria dan penderita Syphilis atau dengan LCS dengan darah seropositif. Test yang bergantung pada penggunaan antigen Treponema, termasuk test imobilisasi Treponema Pallidum dan test floresens antibodi Treponema ternyata lebih spesifik dalam membantu interpretasi reaksi false-positif. Pemeriksaan Treponema pada LCS sudah bukan lagi tes rutin. Tes serologi pada Spirochaeta bermanfaat dalam kasus suspek infeksi pada sistem saraf pusat dengan agen Spirochaeta. Manfaat tes serum serologi untuk virus terbatas pada waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hasil tes. Namun hasil yang didapat dapat juga digunakan secara retrospektif untuk menentukan penyebab meningitis atau encephalitis. Tes yang memberikan hasil yang lebih cepat dengan menggunakan PCR (polymerase Chain Reaction) pada LCS dimana tes ini memperbanyak fragmen DNA virus, saat ini telah luas digunakan sebagai penunjang diagnosa terutama pada virus Herpes dan Cytomegalovirus.tes ini lebih bermanfaat dalam minggu pertama infeksi dimana pada minggu ini virus sedang bereplikasi dan materi- materi genom virus sudah banyak. Setelah waktu ini berlalu tehnik pemeriksaan serologi untuk infeksi viral lebih menunjukkan hasil lebih sensitif. Amplifikasi DNA dengan PCR ternyata lebih sensitif dan cepat dalam deteksi TB, pada kultur bakteri secara konvensional dibutuhkan beberapa minggu untuk mendapatkan hasil. Pemeriksaan baru untuk deteksi protein prion oada cairan spinal sudah ditemukan dan dapat membantu menegakkan diagnosa pada Spongioform Encephalopati namun hasilnya masih kurang memuaskan. Glukosa

Glukosa, Serologik Virologi Dll Dan LP Benz

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Glukosa, Serologik Virologi Dll Dan LP Benz

Tes Serologi dan Virologi

Sudah menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan LCS untuk antigen cryptococcus karena meningkatnya insidensi infeksi jamur. Kadang kala, didapati reaksi false-positif pada pasien dengan rhematoid atau pada antibodi antitreponema (pasien syphilis), tetapi test ini lebih akurat dari test konvensional dengan menggunakan tinta india. Test antibodi anti treponema pada darah, VDRL (Venereal Disesase Research Laboratories), RPR (Rapid Plasma Reagent) dapat juga dilakukan untuk memeriksa LCS. Pemeriksaan positif pada; pasien dengan /neurosyphilis, tetapi reaksi false- positive dapat terjadi pada penyakit kollagen, malaria dan penderita Syphilis atau dengan LCS dengan darah seropositif. Test yang bergantung pada penggunaan antigen Treponema, termasuk test imobilisasi Treponema Pallidum dan test floresens antibodi Treponema ternyata lebih spesifik dalam membantu interpretasi reaksi false-positif. Pemeriksaan Treponema pada LCS sudah bukan lagi tes rutin. Tes serologi pada Spirochaeta bermanfaat dalam kasus suspek infeksi pada sistem saraf pusat dengan agen Spirochaeta.

Manfaat tes serum serologi untuk virus terbatas pada waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan hasil tes. Namun hasil yang didapat dapat juga digunakan secara retrospektif untuk menentukan penyebab meningitis atau encephalitis. Tes yang memberikan hasil yang lebih cepat dengan menggunakan PCR (polymerase Chain Reaction) pada LCS dimana tes ini memperbanyak fragmen DNA virus, saat ini telah luas digunakan sebagai penunjang diagnosa terutama pada virus Herpes dan Cytomegalovirus.tes ini lebih bermanfaat dalam minggu pertama infeksi dimana pada minggu ini virus sedang bereplikasi dan materi- materi genom virus sudah banyak. Setelah waktu ini berlalu tehnik pemeriksaan serologi untuk infeksi viral lebih menunjukkan hasil lebih sensitif. Amplifikasi DNA dengan PCR ternyata lebih sensitif dan cepat dalam deteksi TB, pada kultur bakteri secara konvensional dibutuhkan beberapa minggu untuk mendapatkan hasil. Pemeriksaan baru untuk deteksi protein prion oada cairan spinal sudah ditemukan dan dapat membantu menegakkan diagnosa pada Spongioform Encephalopati namun hasilnya masih kurang memuaskan.

Glukosa

LCS normal mengandung glukosa dengan konsentrasi berkisar antara 45-80 mg/dl atau duapertiga dari konsentrasi yang terdapat dalam darah (0,6-0,7 serum concentrations). Pada kondisi dimana kadar glukosa pada darah meningkat dalam batas hiperglikemia, rasio untuk glukosa pada LCS –darah berkurang (0,5-0,6). Pada kondisi serum glukosa darah yang sangat rendah, rasio meningkat, kira-kira 0,85. Umumnya kadar glukosa pada LCS dibawah 35mg/dl adalah abnormal. Setelah injeksi glukosa intravena, untuk mencapai nilai normal kembali pada LCS dibutuhkan waktu 2-4 jam, waktu yang sama juga dibutuhkan dalam tindakan menurunkan kadar glukosa. Untuk itu untuk menentukan nilai glukosa sampel LCS dan darah dianjurkan diambil ketika saat puasa. Nilai rendah pada LCS (hipoglikorrhachia) pada sampel yang mengandung jumlah sel yang tinggi umumnya menggambarkan kondisi piogenik, tuberkulosis, atau meningitis akibat infeksi jamur, namun penurunan kadar glukosa dapat juga ditemukan pada pasien dengan Carcinoma stadium lanjut yang sudah mengalami infiltrasi yang luas pada meningen dan kadang- kadang dengan sarkoidosis dan perdarahan subaraknoid (umumnya pada minggu pertama).

Page 2: Glukosa, Serologik Virologi Dll Dan LP Benz

Pada kasus- kasus dengan peningkatan angka asam lactat di LCS pada meningitis purulent menjelaskan terjadinya aktivitas pemecahan glukosa/glikolisis secara anaerob oleh leukosit polimorfonuklear dan sel-sel meningen dan jaringan otak lainnya. Sebelumnya diasumsikan bahwa bakteria penyebab meningitis menurunkan kadar glukosa karena ikut memakai glukosa untuk metabolisme, namun faktanya glukosa bertahan pada ambang subnormal pada minggu pertama dan kedua setelah pengobatan adekuat, hal ini menjelaskan bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi penurunan kadar glukosa dalam LCS. secara sederhana dapat dijelaskan secara teoritis bahwa kondisi ini mungkin dapat dijelaskan karena sistem pada transfer membran sel tidak dapat berjalan dengan baik. Hal lain pada infeksi viral pada meningen dan otak tidak menurunkan kadar glukosa di LCS. pada kasus pasien dengan mumps komplikasi meningoensephalitis dilaporkan kadar glukosa di LCS yang rendah dan juga oleh infeksi Herpes simplex dan Zoster namun kasus ini jarang.

Perubahan dalam komposisi cairan atau komponen lain

Osmolalitas rata-rata pada LCS (295 mosmol/L) nilainya hampir sama dengan plasma. Osmolalitas pada plasma meningkat pada injeksi larutan hipertonik secara intravena seperti Mannitol atau urea, pada LCS peningkatan nilai osmolalitas terjadi setelah beberapa jam. Pada selang waktu ini darah yang hiperosmolar mengambil cairan otak secara pasif dan menyebabkan penurunan volume LCS.

Tingkat konsentrasi sodium, potasium, calcium dan magnesium;

LCS serumosmolaritas 295 mosmol/L 295mosmol/L

sodium 138,0 meq/L 138,0 meq/Lpotasium 2,8 meq/L 4,1 meq/Lkalsium 2,1 meq/L 4,8 meq/L

magnesium 2,3 meq/L 1,9 meq/L

Penyakit neurologis tidak mempengaruhi nilai- nilai ini, rendahnya konsentrasi klorida yang terjadi pada infeksi meningen oleh bakteri bukan akibat spesifik namun karena terjadinya hipokloremia pada plasma dan meningkatnya kadar protein pada LCS.

Keseimbangan asam basa dalam LCS sangat berhubungan dengan keadaan metabolik asidosis dan alkalosis. Normal PH LCS adalah 7,31 yaitu lebih rendah dari PH darah arteri, PCO2 LCS berkisar antara 45mmhg-49mmhg yaitu lebih tinggi dari PCO2 pada darah arteri (40mmHg).kadar bikarbonat kedua cairan kurang lebih sama; 23 meq/L. PH pada LCS diregulasi dengan tepat dan cendrung stabil walaupun terjadi kondisi alkalosis atau asidosis sistemik. Pemeriksaan keseimbangan asam-basa dalam LCS hanya memberikan nilai klinis yang terbatas. Perubahan asam –basa pada LCS tidak menggambarkan perubahan yang bermakna pada otak, karena pemeriksaan ini lebih mudah dilakukan oleh darah arterial dan lebih murah.

Kadar ammonia pada LCS 1/3 atau ½ kadar ammonia pada darah arteri. Meningkat pada encephalopati hepatik, huperammonemia yang diturunkan, dan pada Reye sindrom. Nilai kadar ammonia menggambarkan tingkat keakutan ensephalopati. Konsentrasi asam urat pada LCS 5% dari kadar asam urat serum dapat juga bervariasi dengan perubahan pada konsentrasi serum ( pada gout, uremia, dan meningitis dan rendah pada penyakit Wilson). Konsentrasi urea pada LCS sedikit lebih rendah dari kadar urea pada serum darah; pada uremia terjadi peningkatan kadar urea pada

Page 3: Glukosa, Serologik Virologi Dll Dan LP Benz

cairan LCS maupun serum. Pada pemberian ureau secara intravena meningkatkan kadar urea darah secar cepat namun untuk kadar dalam cairan LCS terjadi secara perlahan-lahan. 24 komponen asam amino kadarnya terisolir pada cairan LCS. konsentrasi asam amino pada LCS adalah 1/3 dari plasma. Meningkatnya kadar glutamin terjadi pada keadaan koma hepatik dan sindrom Reye dan pada fenilalanin, histidin, vlain, leusin, isoleusin, tirosin, homosistin kadarnya berhubungan pada keadaan amonisiduria.

Terdapat juga peningkatan enzim-enzim pada LCS maupun serum dalam kondisi penyakit tertentu.hal ini berhubungan juga dengan peningkatan kadar protein dalam LCS.perubahan pada nilai enzim terbukti tidak menggambarkan keadaan neurologis yang spesifik, terkecuali dengan enzim laktik dehidrogenase. Terutama isozim 4 dan 5, yang merupakan turunan dari granulosit dan meningkat pada meningitis bakterial namun tidak pada meningitis viral. Laktik dehidrogenase juga meningkat pada kasus carcinoma meningitis, dimana merupakan karsinoembrionik antigen. Kadar lemak pada LCS tidak signifikan dan juga sangat kecil sehingga sangat sulit untuk dinilai.

Katabolit seperti katekolamin sudah dapat diukur pada cairan LCS. HVA (asam Homovanilik) adalah katabolit dopamin dan asam 5-hidroksiindoleasetat (5-HIAA), serotonin, normal terdapat pada cairan spinal, kadarnya 5-6 kali lebih tinggi pada ventrikel. Nilai kadar katabolit ini lebih rendah pada pasien dengan idiopatik parkinson dan parkinson oleh karena pemakaian obat.

Indikasi pemeriksaan Lumbal Pungsi

1. Untuk menilai tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksaan sel, sitologik, kimia, dan bakteriologi.

2. untuk membantu dalam terapi dapat berupa pemberian anastesi spinal dan obat antibiotik atau antitumor, atau dengan mengurangi tekanan LCS.

3. sebagai pemberian kontras untuk pemeriksaan radiologi, dalam myeolografi, atau agen radioaktif pada pemeriksaan sisternografi.

LP (lumbal pungsi) beresiko dilakukan jika tekanan LCS sangat tinggi ( tanda-tandanya berupa nyeri kepala dan papiledema), dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya herniasi serebellar atau transtentorial yang berakibat fatal. Resiko LP dapat dipertimbangkan pada pasien dengan papiledema akibat massa intrakranial. Namun resiko jauh lebih rendah pada pasien dengan perdarahan subarakhnoid atau pseudotumor serebri, pada kasus ini LP dapat dilakukan berulangkali dengan tujuan therapi. Pada pasien dengan meningitis purulen dapat terjadi herniasi namun pemeriksaan kuman penyebab lebih menjadi prioritas karena penangan serta pemberian antibiotik yang tepat sangat menentukan prognosis kedepannya. Jika LP tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan CT (Computed Tomografi) atau MRI ( Magnetic Ressonance Imaging) bila terjadi peningkatan intrakranial. Jika dengan pemeriksaan radiologi ditemukan massa yang menyebabkan penekanan jaringan otak yang menyebabkan midline shift atau herniasi, untuk memastikan lebih lanjut dapat dipertimbangkan pemeriksaan LP namun dengan persetujuan pasien. LP dapat dilakukan dengan jarum no. 22-24 jika tekanan intrakranial sangat tinggi yaitu diatas 400 mmH2O pengambilan sampel dilakukan secukupnya dan dengan pertimbangan kondisi pasien dan suspek penyakit dapat diberikan Mannitol dan lakukan observasi penurunan tekanan dengan Manometer.

Page 4: Glukosa, Serologik Virologi Dll Dan LP Benz

Dexametasone atau Kortokosteroid dapat juga menjadi pertimbangan terapi, dengan dosis inisial 10 mg dilanjutkan dengan 4-6 mg/ 6 jam dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan intrakranial.

Pungsi Sisterna dan Pungsi servikal subakahnoid lateral dapat juga dilakukan namun terbatas untuk pemeriksa yang ahli dan sangat berbahaya untuk pemeriksa yang tidak biasa melakukan pemeriksaan ini.

Adams and Victor principles of neurology Eighth Edition 2005

Iain Wilkinson and Graham Lennox Essential Neurology Fourh Edition 2005