Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
395
HAK-HAK KONSUMEN SELAMA MENIKMATI JASA TAYANGAN FILM
(Studi Kasus: Pada Larangan Membawa Makanan dan Minuman Saat Menonton Film
di Cinema XXI)
Gusti Ngurah Bagus Dharma Adi
Email: [email protected]
Universitas Tadulako
Abstrak
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana legalitas larangan membawa
makanan dan minuman dan untuk mengetahui tanggung jawab Cinema XXI terhadap hak
konsumen. Untuk mencapai tujuan ini, peneliti menggunakan penelitian hukum empiris,
pengambilan informan dengan menggunakan metode, stratified sampling dan purposive
sampling. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yang diperoleh
melalui penelitian lapangan dan berkomunikasi dengan konsumen film di lokasi tempat
penelitian. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal hukum, situs web internet, dokumentasi dan undang-undang perlindungan
konsumen. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian ini
mengungkap larangan membawa makanan dan minuman di bioskop cinema XXI adalah tidak
legal karena tidak memertimpangkan prinsip-prinsip hukum, asas-asas hukum, undang-
undang perlindungan konsumen dan Tanggung jawab bioskop Cinema XXI terhadap hak
konsumen saat menikmati jasa tayangan film hanya sebatas tanggung jawab keselamatan
konsumen. Namun, tanggung jawab perusahaan pada hak konsumen untuk memilih, hak
kenyamanan, hak menikmati jasa tayangan film, hak berpendapat, hak menyampaikan kritik
dan saran itu belum ada bahkan dibatasi.
Kata Kunci: Hukum Konsumen; Jasa Tayangan Film
PENDAHULUAN
Film merupakan media elektronik
paling tua daripada media lainnya, apalagi
film telah berhasil mempertunjukan gambar-
gambar hidup yang seolah-olah
memindahkan realitas ke atas layar besar.
Keberadaan film telah diciptakan sebagai
salah satu media komunikasi massa yang
benar-benar disukai bahkan sampai
sekarang.1
1 Lliliweri, “Pengertian Film Definisi Fungsi, Jenis, Sejarah
Menurut Para Ahli”, dalam,
https://destaniamovie.blogspot.com/2018/12 (Akses pada 12
Desember 2018, pukul 09.03) hlm. 153.
Perkembangan Film di Indonesia
mendapat respon yang cukup baik di
masyarakat. Cineplex 21 Group adalah
sebuah jaringan bioskop di Indonesia, dan
pelopor jaringan Cineplex di Indonesia.
Cineplex 21 Group memulai kiprahnya di
industri hiburan sejak tanggal 21 Agustus
1987, hingga Februari 2019, Cineplex 21
Group memiliki total 1240 layar yang
tersebar di 33 kota di 146 lokasi di seluruh
Indonesia. Group ini didirikan oleh
Sudwikatmono bekerjasama dengan Benny
Suherman dan Harris Lesmana. Cineplex 21
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
396
Group telah melakukan sejumlah
pembenahan dan pembaharuan, di antaranya
adalah dengan membentuk jaringan
bioskopnya menjadi 4 merek terpisah, yakni
Cinema XXI, The Premiere, Cinema 21, dan
IMAX untuk target pasar berbeda.2
PT. Nusantara Sejahtera Raya
merupakan pengelola Cinema XXI yang
bergerak di dalam bidang perfilman dan
memiliki kantor cabang yang tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu
cabangnya adalah PT. Nusantara Sejahtera
Raya cabang Palu Sulawesi Tengah. Cinema
XXI di Palu berdiri pada tanggal 10 Juli
2015 merupakan bagian dari PT. Nusantara
Sejahtera Raya yang bernaung dibawah
Cineplex 21 Group di Jakarta. Akan tetapi,
dalam perkembangannya cukup banyak
konsumen yang tingkat kesadaran akan hak-
haknya masih rendah, dan pada umumnya
konsumen, sebagai bagian dari masyarakat
Indonesia, memiliki kultur “nrimo” (tidak
mau ambil pusing), selain itu tidak sedikit
suatu peristiwa selalu menempatkan
konsumen sebagai korban ketidakadilan
pihak pelaku usaha maupun pemerintah.3
Contoh nyata yang terjadi di Bioskop
Cinema XXI Palu, Konsumen dapat
2 Wikipedia, “Cineplex 21 Group”, dalam
https://wikipedia.com/2019/09 (Akses pada 09 Januari
2019, pukul 09.28) 3 Seringkali konsumen mendapatkan produk yang
dikonsumsinya menimbulkan kerugian bahkan
mengakibatkan kematian. Kerugian yang diakibatkan oleh
kebijakan pemerintah, sebagai contoh adalah naiknya harga
kebutuhan pokok, naiknya tarif, bahan bakar minyak, atau
konversi migas yang menimbulkan kecelakaan/ kematian
akibat meledaknya kompor tabung gas 3 kg.
menikmati atau membeli makanan dan
minuman yang disediakan Perusahaan
Bioskop dengan harga yang 2 atau 3 kali
lebih mahal dari harga sebenarnya. Tentunya
kebijakan tersebut memberikan dampak yang
sangat merugikan bagi konsumen. Apalagi
kebijakan perusahaan XXI sangat
bertentangan dengan hak-hak konsumen
yang dilanggar berupa hak hak untuk
memilih, hak untuk didengar, hak untuk
mendapatkan barang sesuai dengan nilai
tukar yang diberikannya. Hak ini
dimaksudkan untuk melindungi konsumen
dari kerugian akibat permainan harga secara
tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu
konsumen dapat saja membayar harga suatu
barang yang jauh lebih tinggi daripada
kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang
atau jasa yang diperolehnya. Penegakan hak
konsumen ini didukung pula oleh ketentuan
dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat dan termuat juga dalam Undang
Undang Perlindungan Konsumen.
Terkait dengan aturan diatas, banyak
pelaku usaha yang menyampingkan urusan
asas kekeluargaan dan lebih mengutamakan
keuntungan bagi perusahaan. Ternyata,
urusan makanan dan minuman di Bioskop
Cinema XXI Palu meninggalkan persoalan
pelik. Dalam bidang ekonomi misalnya,
kekuatan terhadap pasar tersebut dikenal
sebagai “market power”. Perdebatan
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
397
mengenai market power bersumber pada
kontradiksi antara makna persaingan
(competition) dan makna kerjasama
(coorperation), yang mana masing-masing
didasari pada argumentasi yang sama
kuatnya. Posisi market power yang
ambivalen diantara praktek usaha yang
prokompetisi dan praktek usaha yang
antikompetisi, juga menciptakan persoalan
lain, yaitu terkait pada kepentingan
konsumen. Penguasaan market power dan
keunggulan komparatif dalam hal finansial,
jangkauan akses, efisiensi optimal, teknologi
mutakhir, keterampilan manajerial, dan
sebagainya, dapat membuat suatu pelaku
usaha memiliki posisi yang dominan di suatu
pasar tertentu.4
Posisi dominan merupakan prestasi
tersendiri bagi pelaku usaha. Posisi dominan
bukan merupakan kejahatan, juga tidak
dilarang dalam hukum. Namun demikian,
oleh karena pelaku usaha yang memiliki
posisi dominan dapat mempengaruhi
dinamika pasar (penawaran dan permintaan)
sehingga berkonsekuansi pada harga baik
langsung maupun tidak langsung maka
pemilik posisi dominan tersebut berpotensi
mengancam keberlangsungan persaingan
usaha yang kondusif.5
4 Patterson, Mark R, 2000, “The Market Power Requirement
in Antitrust Rule of Reason Cases: A Rhetorical History”,
San Diego Law Review, artikel dari
www.westlaw.international.com 5Vegitya Ramadhani Putri, Hukum Bisnis Konsep dan
Kajian Kasus (Kajian Perbandingan Hukum Bisnis
Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat, (Malang:
Setara Press, 2013), Hlm. 4.
Penyalahgunaan posisi dominan adalah
dilarang. Pengaturan mengenai posisi
dominan di Indonesia tertuang dalam UU
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Logika bisnis pengusaha adalah
meraih untung sebanyak mungkin, dengan
modal sedikit mungkin.6 Pihak bioskop
tentulah mencari distributor barang paling
murah untuk kemudian barangnya mereka
jual dengan menambahi nilai pada harga
jualnya demi profit. Pengunjung seharusnya
merupakan peluang pasar terbuka bagi
pedagang camilan, bukan konsumen tertutup
bagi pengelola bioskop. Pengelola bioskop
dan konter camilan di lobi bioskop bisa
dipandang sedang melakukan integrasi
vertikal.7
Tayangan film dan camilan adalah
barang dan jasa yang saling komplementer,
pengelola bioskop dan pengelola counter
camilan melakukan integrasi vertikal untuk
menguasai pasar. Sedangkan menurut UU
No. 5 Tahun 1999 melarang integrasi
vertikal untuk menguasai pasar yang
dilakukan melalui, (1) menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan, dan (2) melakukan
6 Ade Irwansyah, “Larangan Membawa Makanan dan
Minuman dari luar di sebuah bioskop”, dalam
Https://tabloidbintang.com/2011/02 (Akses pada 10 Maret
2019, pukul 16.43) 7 Kompasiana Beyond Blogging, “Setujukah Anda Makanan
di Bioskop Terlalu Mahal?”, dalam
Https://tribunnews.com/2018/03 (Akses pada 10 Maret
2019, pukul 16.50)
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
398
praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu.8
Berdasarkan aturan tersebut Hukum
sebagai suatu sistem berarti hukum itu harus
dilihat, harus diterima, dan harus diterapkan
sebagai suatu keseluruhan yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling kait-mengait satu
sama lain.9 Kerugian yang diderita
konsumen selama ini, cenderung dianggap
biasa/ wajar baik oleh pelaku usaha,
pemerintah maupun oleh konsumen sendiri.
Bahkan konsumen menganggap kerugian
atau penderitaan akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa dianggap sebagai
musibah/ nasib yang sudah seharusnya
terjadi (tidak bisa ditawar). Konsumen
barang dan/ atau jasa tidak hanya dihadapkan
pada persoalan ketidaktahuan akan manfaat
atau guna barang dan/atau jasa yang
ditawarkan/ disediakan pelaku usaha, akan
tetapi masalah daya beli yang terbatas dari
sebagian besar masyarakat konsumen
Indonesia mengakibatkan belum tercapainya
kemampuan untuk membeli barang-barang
yang benar-benar memenuhi persyaratan
mutu.10
Terbatasnya kemampuan konsumen
tersebut seringkali dimanfaatkan oleh pelaku
usaha untuk menentukan harga/ tarif barang
8 Ibid., Hlm 3-4. 9 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Asas-Asas Hukum
Pembuktian Perdata, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015),
Hlm. 1 10 Firman Turmantara Endipradja, Hukum Perlindungan
Konsumen (Filosofi Perlindungan Konsumen Dalam
Perspektif Politik Hukum Negara Kesejahteraan) (Malang:
Setara Press, 2016), Hlm. 7.
dan/atau jasa tanpa memperhatikan
kepentingan konsumen. Selain itu, kenyataan
dalam praktik bisnis di negara kita masih
banyak konsumen yang tidak bebas memilih
barang dan/atau jasa yang diperlukan. Hal ini
diakibatkan karena upaya pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung,
mendorong/ menggiring konsumen untuk
hanya memilih barang/produk yang
dihasilkannya.
Praktik kehidupan masyarakat pada
umumnya, norma-norma yang berlaku dan
larangan sering sekali dilanggar. Pelanggaran
yang terjadi dikemudian hari dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, perekonomian yang
sangat lemah maupun karakter manusia yang
mempunyai itikad buruk. Kemajuan
teknologi dewasa ini, pola kehidupan
masyarakat akan terpengaruh dan
berkembang secara pesat, sehingga dampak
negatif yang muncul sangat mempengaruhi
kondisi dan tatanan kehidupan setiap
individu. Termasuk kegiatan bisnis perfilman
saat ini, jika terjadi adanya pihak yang
merasa dirugikan maka timbul perselisihan
para pihak mengadakan karena tidak
terpenuhi prestasi, maka menimbulkan
dampak negatif yang sangat merugikan bagi
masing-masing pihak tersebut.11
Berdasarkan uraian di atas, maka
rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
11 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH
Perdata Buku I, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 72.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
399
1. Bagaimana legalitas larangan membawa
makanan dan minuman oleh Cinema XXI
saat konsumen menikmati jasa tayangan
film ?
2. Bagaimana tanggung jawab Cinema XXI
terhadap hak konsumen saat menikmati
jasa tayangan film ?
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan oleh
peneliti adalah penelitian Hukum Empiris.
Penelitian Hukum Empiris ini menggunakan
penalaran induksi, yaitu penarikan
kesimpulan berawal dari proposisi khusus
(hasil pengamatan) yang berakhir pada suatu
kesimpulan umum (pengetahuan baru)
berupa asas umum. Penelitian hukum
empiris ini menggunakan kajian terhadap
data primer sebagai sumber data utama yang
diperoleh dengan cara wawancara dengan
responden serta data sekunder berupa bahan
hukum yang digunakan sebagai sumber data
pendukung.
Jenis dan sumber bahan hukum dalam
penelitian ini adalah :
1. Bahan Hukum Primer terdiri dari
Observasi, Interview, dan Kuesioner.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa
buku-buku teks, literatur, kamus-kamus
hukum, jurnal-jurnal hukum, situs web
internet, dokumentasi dan undang-undang
perlindungan konsumen
Teknik pengolahan data yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu Data
mentah yang telah dikumpulkan perlu
dipecah-pecahkan dalam kelompok-
kelompok, diadakan kategorisasi, dilakukan
manipulasi serta diperas sedemikian rupa
sehingga data tersebut mempunyai makna
untuk menjawab masalah dan bermanfaat
untuk menguji pertanyaan penelitian. Setelah
data disusun dalam kelompok-kelompok
serta hubungan-hubungan yang terjadi
dianalisa, perlu pula dibuat penafsiran-
penafsiran terhadap hubungan antara
fenomena yang terjadi dan
membandingkannya dengan fenomena-
fenomena lain di luar penelitian tersebut.
Metode dan teknik pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kwesioner
berstruktur tertutup dan terbuka dan juga
dengan alat pengumpulan data yang
lain.12
Analisis data dalam penelitian masalah
hukum adalah mengumpulkan data-data
untuk mendapatkan pengertian tentang
adanya hubungan, persamaan, perbedaan,
pertautan, sebab akibat dan sebagainya
tentang masalah hukum yang diteliti.
Analisis yang digunakan dalam tesis ini
adalah Analisis Kualitatif. Analisis Kualitatif
dianut aliran fenomenologi yang metode dan
teknik pengumpulan datanya memakai
metode observasi yang berperan serta dengan
wawancara terbatas terhadap beberapa
responden, dengan membuat catatan
pertanyaan sebagai pegangan dalam
12 Ibid., hlm. 94.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
400
wawancara, dalam lokasi yang terbatas.
Analisis kualitatif ini ditujukan terhadap
data-data yang sifatnya berdasarkan kualitas,
mutu dan sifat yang nyata berlaku dalam
masyarakat.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Jasa Perfilman Konsumen
pada PT. Nusantara Sejahtera Raya
(Bioskop Cinema XXI) Cabang Palu
Pelaksanaan jasa perfilman konsumen
pada Bioskop Cinema XXI cabang Palu
dalam hal keselamatan dan kenyamanan
sudah memberikan fasilitas yang lengkap,
bersih, dan berstandar SNI. Hal tersebut
terbukti dengan Bioskop Cinema XXI
menyediakan dan mengutamakan
keselamatan konsumen dengan menyediakan
2 pintu darurat, tabung pemadam kebakaran,
kotak P3K, dan jalur evakuasi jika terjadi
kebakaran atau bencana alam atau hal-hal
yang dapat membahayakan konsumen.
Tujuannya agar dapat memberikan rasa
perlindungan bagi konsumen saat menonton
film. Namun, Bioskop Cinema XXI cabang
Palu belum memberikan perlindungan
hukum bagi konsumen dalam hal hak untuk
memilih barang/produk yang diinginkan
serta hak menikmati jasa tayangan film
dengan membawa makanan/cemilan
sehingga mempengaruhi hak kenyamanan
saat menonton tayangan film.
Hal ini terbukti dengan sebelum
konsumen masuk ke Bioskop Cinema XXI
untuk membeli tiket, konsumen harus
diperiksa oleh satpam dan barang makanan
dan minuman bermerk akan ditahan di depan
pintu masuk dengan alasan bahwa aturan
perusahaan. Setelah konsumen membeli
tiket, dengan durasi 2 sampai 3 jam
konsumen akan diarahkan untuk membeli
produk makanan dan minuman yang dijual di
kafe XXI dengan harga 2 sampai 3 kali lebih
mahal dengan harga sebenarnya. Hal ini
tentu saja akan memberikan dampak yang
cukup merugikan bagi konsumen khususnya
konsumen dengan penghasilan rendah,
karena dengan tidak minum dan makan tentu
saja hak konsumen di rampas oleh pelaku
usaha, maka hak menikmati jasa film, hak
kenyamanan, dan hak untuk memilih sudah
terganggu.
Perlindungan konsumen harus
mendapat perhatian yang lebih, karena
investasi asing telah menjadi bagian
pembangunan ekonomi Indonesia, di mana
ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan
ekonomi dunia. Persaingan internasional
dapat membawa implikasi negatif bagi
konsumen.13
Tujuan hukum adalah untuk
mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum.14
Dalam hal mewujudkan
13 Erman Rajagukguk, Pentingnya Hukum Perlindungan
Konsumen dalam Era Perdagangan Bebas, dalam Husni
Syawali dan Neni Sri Imaniyati (Penyunting), Hukum
Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, (Bandung, 2000),
hlm. 2. 14 Ahmad Ali, Op. cit., hlm. 85.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
401
keadilan, John Rawls melahirkan ajaran
mengenai keadilan yang menerangkan
keadilan sebagai kesetaraan dimana tidak ada
yang lebih dominan dalam struktur
masyarakat. Teori John Rawls ini
melindungi pihak-pihak yang paling kurang
beruntung di masyarakat. Teori hukum
bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai
hukum dan postulat-postulatnya hingga
dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.
Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang
abstrak, namun dalam manifestasinya dapat
berwujud konkret. Suatu ketentuan hukum
dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang
dihasilkan dari penerapannya adalah
kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-
besarnya dan berkurangnya penderitaan.15
Konsep Hukum yang Berlaku dalam
Pelaksanaan Hak-Hak Konsumen Selama
Menikmati Jasa Tayangan Film di
Cinema XXI Cabang Palu
Hak konsumen adalah hak yang
didasarkan pada perlindungan konsumen
antara pelaku usaha dan konsumen. Pada
pelaksanaan perlindungan konsumen, hak
konsumen adalah memperoleh fasilitas,
kenyamanan dan hak untuk memilih dan
mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan dari perusahaan jasa
15 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu
Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 79.
perfilman. Di mana konsumen adalah
pembeli barang . Di samping hak tersebut,
terdapat pula hak konsumen yang perlu
diperhatikan oleh pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya, yaitu :
a. Hak untuk berbicara dan didengar
Pelaku usaha seringkali merasa bahwa
mereka mengetahui lebih banyak dan merasa
memiliki hak untuk mengendalikan. Mereka
lupa bahwa tanpa konsumen, pelaku usaha
tidak akan mendapatkan apa-apa. Hubungan
antara pelaku usaha dan konsumen harusnya
berdasarkan hubungan saling tergantung satu
sama lain, hubungan yang bersifat setara.
Adapun dalam hubungan yang setara,
konsumen berhak menyampaikan apa yang
ada dalam benak mereka, dan tugas pelaku
usaha adalah mendengarkan. PT. Nusantara
Sejahtera Raya dalam pelaksanaan
pertunjukan film, sebagaimana hasil
wawancara peneliti kepada beberapa
konsumen, yaitu Bapak Nanda Avianto,16
Argamanda17
dan Abdi Rayatman18
, bahwa
ternyata masih ada konsumen yang belum
mendapatkan haknya untuk bertanya,
berbicara maupun menyampaikan keinginan
atau keluhan mereka. Pihak PT. Nusantara
Sejahtera Raya dalam melakukan jam-jam
pemutaran film tidak melakukan interview
16 Nanda Avianto, pekerjaan Honorer PU Kementerian,
wawancaraTanggal 20 Mei 2019 Pukul 18.00 WITA. 17 Argamanda, mahasiswa Fakultas Teknik Perminyakan
Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta, wawancara Tanggal
28 Mei 2019 pukul 17.00 WITA. 18 Abdi Rayatman, mahasiswa Fakultas Teknik Elektro
Universitas Tadulako , wawancara Tanggal 27 Mei 2019
Pukul 15.00 Wita
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
402
langsung kepada konsumen, bagian
informasi hanya berada di loket tiket
premiere dan hanya melayani pembelian
tiket premiere sehingga terkadang tidak
memberikan ruang kepada konsumen untuk
bertanya, berbicara maupun menyampaikan
keinginan atau keluhan konsumen, misalnya
mengenai harga produk makanan dan
minuman, alasan mengenai larangan
membawa makanan dan minuman pribadi,
cara menggunakan kursi premiere, resiko dan
denda bagi konsumen dan tanggung jawab
perusahaan yang berhubungan dengan
kenyamanan, keamanan dan keselamatan
konsumen.
Pihak pelaku usaha hanya lebih
mementingkan apa yang menjadi tujuan
utama mereka yaitu melihat apakah layak
atau tidaknya konsumen tersebut dalam
menerima fasilitas Cinema XXI tanpa
memperhatikan keinginan dari konsumen.
Konsumen memiliki hak untuk didengarkan
kebutuhan dan klaim, karena hak ini terkait
dengan hak untuk memperoleh informasi.
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan
barang dan/atau jasa Sesuai dengan nilai
tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan
Pelaku usaha seringkali merasa bahwa
mencapai keuntungan perusahaan sebanyak-
banyaknya harus lebih diutamakan dan
merasa memiliki hak untuk mengendalikan.
Mereka lupa bahwa tanpa konsumen, pelaku
usaha tidak akan mendapatkan keuntungan.
Dalam pelaksanaanya pihak
perusahaan melarang konsumen membawa
makanan dan minuman pribadi ke dalam
Bioskop Cinema XXI dengan alasan dapat
menggangu konsumen lain saat menikmati
pertunjukan film. Kemudian pihak perusahan
menyediakan Cafe XXI yang menjual
berbagai cemilan dan minuman dengan harga
yang 2 atau 3 kali lebih mahal dari harga
sebenarnya. Hal tersebut yang menjadi
polemik ketika hak-hak konsumen telah
dirugikan ditambah lagi harus mengeluarkan
uang yang cukup banyak untuk menikmati
makanan dan minuman. Benar, bahwa jika
konsumen tidak membeli apa yang mereka
jual maka tidak harus mengeluarkan uang
lagi, akan tetapi dengan waktu pertunjukan
film sekitar 2 sampai 3 jam lebih tidak
mungkin konsumen tidak membutuhkan air
dan makanan untuk memenuhi kebutuhanya.
c. Konsep kewajiban konsumen
Kewajiban membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi
keamanan dan keselamatan. Kewajiban
konsumen ini dimaksudkan untuk dapat
memberikan informasi dan manfaat.Namun,
tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali
konsumen tidak memperoleh manfaat yang
maksimal, atau bahkan dirugikan dari
mengkonsumsi suatu barang/ jasa. Namun
setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi
karena konsumen tidak mengikuti petunjuk
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
403
informasi dan prosedur pemakaian yang
telah disediakan oleh pelaku usaha.
Sebagaimana yang terjadi dalam praktek
pertunjukan film pada Cinema XXI Cabang
Palu, menurut Dana Sunandar, masalah yang
timbul adalah penyalahgunaan pemakaian
barang, di mana barang produk makanan
tersebut beraroma tajam, sehingga
mengganggu konsumen lain yang sedang
menonton film.19
Konsumen tersebut juga
membawa minuman keras yang terkadang
mengganggu konsumen lain.20
d. Konsep hak pelaku usaha
Hak menerima pembayaran yang
sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang atau jasa yang
diperdagangkan. Hak produsen ini
dimaksudkan untuk dapat menerima
pembayaran/transaksi sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Hak ini
sudah sangat jelas ada uang ada barang.
e. Konsep kewajiban pelaku usaha
Beritikad baik dalam kegiatan usaha.
Kewajiban pelaku usaha ini dimaksudkan
untuk dapat mengarahkan produsen dalam
melakukan kegiatan usaha dengan baik dan
jujur tidak curang dan mencari keuntungan
yang berlebih ataupun memonopoli usaha.
Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak
19Wawancara, Dana Sunandar, Manager Office PT.
Nusantara Sejahtera Raya Cabang Palu, Tanggal 23 Mei
2019 Pukul 20.30 WITA. 20Wawancara, Magawati, Staff Office PT. Nusantara
Sejahtera Raya Cabang Palu, Tanggal 25 Mei 2019 pukul
16.00 WITA.
diskriminatif. Kewajiban pelaku usaha ini
dimaksudkan untuk dapat mengetahui
pelayanan konsumen yang baik lebih
diutamakan.
Dalam wawancara dengan Manager
Officer, membenarkan bahwa benar
konsumen dilarang membawa makanan dan
minuman ke dalam bioskop. Ketentuan
tersebut terdapat dalam aturan perusahaan
Cinema XXI yang pengambi keputusanya
berada di Head Office (HO) Jakarta.
Makanan dan minuman tersebut tidak boleh
dibawa konsumen karena dapat merugikan
pemasukan dan keuntungan perusahaan pada
Cafe Cinema XXI. Jelas bahwa jika
konsumen diperbolehkan membawa
makanan dan minuman pribadi ke dalam
bioskop, Cafe XXI akan mengalami kerugian
bahkan kebangkrutan. Pihak perusahaan
memberikan juga kelonggaran kepada
konsumen namun hanya sebatas air minum
yang tidak bermerek (didalam botol biasa/
Tupperware).21
Memperhatikan hasil wawancara
tersebut, hal ini berdasarkan pada kajian teori
keadilan John Rawls, sebagaimana telah
diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa tidak
adil mengorbankan hak dari satu atau
beberapa orang hanya demi keuntungan
ekonomis yang lebih besar bagi masyarakat
secara keseluruhan. Rawls beranggapan
21Wawancara, Dana Sunandar, Manager Office Cinema XXI
PT. Nusantara Sejahtera Raya Cabang Palu, Tanggal 23 Mei
2019 Pukul 20.30 WITA.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
404
sikap tersebut bertentangan dengan keadilan
yang menghendaki prinsip kebebasan yang
sama bagi semua orang.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Penerapan larangan membawa makanan
dan minuman pada PT. Nusantara
Sejahtera Raya (Cinema XXI) Cabang
Palu saat konsumen menikmati jasa
tayangan film adalah tidak legal karena
tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip
hukum, asas-asas hukum dan undang-
undang perlindungan konsumen dimana
hak-hak konsumen di jamin dalam
undang-undang tersebut. Pelaku usaha
film hanya mencari keuntungan tertinggi
dengan membatasi hak-hak konsumen
tersebut karena pemasukan keuntungan
tertinggi berada pada penjualan produk
makanan dan minuman yang di jual di
kafe bioskop Cinema XXI.
2. Tanggung jawab Bioskop Cinema XXI
terhadap hak konsumen saat menikmati
jasa tayangan film hanya sebatas
tanggung jawab keselamatan konsumen
saat menonton film. Namun, tanggung
jawab perusahaan Bioskop Cinema XXI
pada hak konsumen untuk memilih, hak
kenyamanan, hak menikmati jasa
tayangan film, hak berpendapat, hak
menyampaikan kritik dan saran itu
belum ada bahkan dibatasi. Jika dilihat
dari konsep hak dan kewajiban para
pihak, lebih sempit dan berat sebelah.
Konsep hak dan kewajiban yang berlaku
pada PT. Nusantara Sejahtera Raya
(Cinema XXI) Cabang Palu tidak
memberikan kedudukan yang seimbang
kepada para pihak tetapi lebih
melindungi kepentingan usahanya agar
mendapatkan keuntungan dan tidak
membuat rugi perusahaannya. pelaku
usaha bebas menentukan apa yang ia
kehendaki di dalam sebuah perusahaan
bioskop film, sedangkan konsumen tidak
berada dalam keadaan yang betul-betul
bebas untuk menentukan kebutuhan apa
yang diinginkan saat menonton film.
Sikap pelaku usaha yang tidak
memberikan kedudukan seimbang
kepada pihak konsumen tersebut tidak
sama dengan konsep keadilan dalam
teori keadilan John Rawls yang
menuntut nilai keadilan, yaitu tidak
mengorbankan hak dari satu atau
beberapa orang hanya demi keuntungan
ekonomis yang lebih besar bagi
masyarakat secara keseluruhan.
Saran
1. Pelaku usaha khususnya Cinema XXI
seyogyanya berusaha mewujudkan
keseimbangan dalam keseluruhan tahap
pelaksanaan perlindungan konsumen,
dengan memperhatikan hak dan
kewajiban para pihak.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
405
2. Pelaksanaan pertunjukan film untuk
konsumen, seyogyanya pihak
PT.Nusantara Sejahtera Raya (Cinema
XXI) Cabang Palu menjelaskan secara
detail dan terperinci kepada konsumen
mengenai ketentuan yang telah
ditetapkan yaitu mengenai hak dan
kewajiban konsumen, serta tidak
diskriminatif.
3. PT. Nusantara Sejahtera Raya (Cinema
XXI) Cabang Palu sebelum menetapkan
aturan perusahaan dan melaksanakan
aturantersebut selalu
mempertimbangkan juga persetujuan
atau pendapat kepadakonsumen
(customer) maka pihak PT. Nusantara
Sejahtera Raya (Cinema XXI) Cabang
Palu seyogyanya melakukan analisis
perlindungan konsumen sebelum
menetapkan aturan perusahaan yang
justru merugikan hak-hak primer dari
konsumen.
4. Bagi konsumen yang menggunakan jasa
pertunjukan film di PT. Nusantara
Sejahtera Raya Cabang Palu,
seyogyanya mempergunakan fasilitas
perusahaan bioskop tersebut dengan
sebaik-baiknya dan tidak
menyalahgunakan fasilitas yang telah
diberikan tersebut, sehingga tidak
merugikan pihak Cinema XXI.
REFERENSI
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, Asas-Asas
Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta:
Prenada media Group, 2015.
Irwansyah, Ade, “Larangan Membawa
Makanan dan Minuman dari luar di
sebuah bioskop”, dalam
https://tabloidbintang.com/2011/02,
Akses pada 10 Maret 2019.
Ramadhani Putri, Vegitya, Hukum Bisnis
Konsep dan Kajian Kasus (Kajian
Perbandingan Hukum Bisnis
Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika
Serikat, Malang: Setara Press, 2013.
Rasjidi, Lili dan L.B Wysa Putra, Hukum
Sebagai Suatu Sistem, Bandung:
Remaja Rusdakarya, 1993.
Rasjidi, Lili dan L.B Wysa Putra, Hukum
Sebagai Suatu Sistem, Bandung:
Remaja Rusdakarya, 1993.
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak
Diluar KUH Perdata Buku I, Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Syawali, Husni dan Neni Sri Imaniyati,
Hukum Perlindungan Konsumen,
Bandung: Mandar Maju, 2000.
Turmantara Endipradja, Firman, Hukum
Perlindungan Konsumen (Filosofi
Perlindungan Konsumen Dalam
Perspektif Politik Hukum Negara
Kesejahteraan), Malang: Setara Press,
2016.
Website:
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
406
Kompasiana Beyond Blogging, “Setujukah
Anda Makanan di Bioskop Terlalu
Mahal?”, dalam
https://tribunnews.com/2018/03, Akses
pada 10 Maret 2019.
Lliliweri, “Pengertian Film Definisi Fungsi,
Jenis, Sejarah Menurut Para Ahli”,
dalam,
https://destaniamovie.blogspot.com/20
18/12, Akses 12 Desember 2018.
Wikipedia, “Cineplex 21 Group”, dalam
https://wikipedia.com/2019/09, Akses
pada 09 Januari 2019.