Upload
hoangngoc
View
256
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY i
HALAMAN JUDUL
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY ii
TIM PENYUSUN
Dr. Jangkung Handoyo Mulyo, M. Ec.
Prof. Dr. Ir. Didik Indradewa, Dip.Agr.St.
Sugiyarto, M. Sc.
Arif Wahyu Widada, S.P.
Ali Hasyim Al Rosyid, S.P.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan
hidayah-Nya semata, maka penyusunan Master Plan Pengembangan Pertanian Organik
Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY ini dapat terselesaikan dengan baik.
Master Plan ini memuat strategi pengembangan sayuran organik komoditas terpilih
yang dihasilkan dengan pertimbangan nilai ekonomi, aspek teknis, serta pasar. Strategi
pengembangan dirancang selama lima tahun dengan perincian kegiatan serta pemangku
kepentingan yang terlibat.
Penyusunan Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran
Umur Pendek di DIY diharapkan dapat menjadi acuan rencana kerja untuk
mengembangkan pertanian organik yang dapat meningkatkan kualitas produk pertanian
dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Berbagai pihak telah banyak membantu dalam rangka penyusunan master plan ini,
sehingga Dinas Pertanian DIY dalam kesempatan ini mengucapkan penghargaan dan
terimakasih.
Yogyakarta, Desember 2015
Dinas Pertanian DIY
Kepala,
Ir. Sasongko, M. Si.
NIP. 195912161986031007
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................i
TIM PENYUSUN ..............................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..............................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................ vii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Tujuan dan Sasaran Master Plan......................................................................... 4
1.3. Dasar Hukum....................................................................................................... 5
1.4. Pengertian ........................................................................................................... 6
1.5. Ruang Lingkup Master Plan................................................................................. 6
BAB II. KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI........................................................................8
2.1. Kerangka Pikir Penyusunan Master Plan............................................................. 8
2.2. Metodologi Penyusunan Master Plan .................................................................. 8
BAB III. ARAH DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK
TANAMAN SAYURAN UMUR PENDEK DI DIY .....................................................11
3.1. Visi Misi Dinas Pertanian Provinsi DIY............................................................... 11
3.2. Master Plan sebagai Pedoman Pengembangan................................................ 15
3.3. Review Kebijakan Pengembangan Pertanian Organik Umur Pendek di DIY...... 15
BAB IV. IDENTIFIKASI SAYURAN UNGGUL UNTUK PERTANIAN ORGANIK .................20
4.1. Kondisi Pertanian Sayuran di Daerah Istimewa Yogyakarta ............................ 20
4.2. Analisis LQ Pengembangan Sayur Organik Umur Pendek di DIY...................... 23
4.3. Rencana Perwilayahan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman
Sayuran Umur Pendek di DIY............................................................................ 27
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY v
BAB V. ISU STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN SAYURAN ORGANIK UMUR
PENDEK DI DIY ...........................................................................................................29
5.1. Prinsip GOAP (Good Organic Agricultural Practices)......................................... 29
5.2. Peluang dan Permasalahan dalam Pengembangan Pertanian Organik............. 38
BAB VI. KERANGKA MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI DIY...........63
6.1. Model Pengembangan Berbasis Sistem Agribisnis............................................ 63
6.2. Quadruple Helix Inovation ................................................................................. 65
6.3. Golden Triangle Strategy................................................................................... 67
BAB VII. RANCANGAN PROGRAM KERJA PENGEMBANGAN SAYURAN
ORGANIK ......................................................................................................................72
7.1. Prinsip Perancangan Program Kerja Pengembangan Sayuran Organik ............ 72
7.2. Penahapan Waktu dan Isu Strategis dalam Pengembangan Sayuran Organik.. 75
7.3. Matriks Program Kerja Pengembangan Sayuran Organik di DI Yogyakarta....... 79
7.4. Peran Pemangku Kepentingan (Stakeholders) dalam Pengembangan
Pertanian Sayuran Organik di DIY..................................................................... 87
7.5. Indikator Keberhasilan dan mekanisme pengembangan pertanian organik
tanaman sayuran umur pendek di DIY............................................................... 93
BAB VIII. KUNCI KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PROGRAM MASTER PLAN
PERTANIAN ORGANIK ..............................................................................................95
Daftar Pustaka ................................................................................................................................98
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY vi
DAFTAR TABEL
Table 4. 1. Produksi Beberapa Sayuran di DIY Tahun 2008-2015 ................................ 21
Table 4. 2 Nilai Rerata Location Quotient (LQ) Komoditas Hortikultura (Tanaman
Sayuran Umur Pendek) di Daerah Istimewa Yogyakarta 2010-2014. ............ 23
Tabel 5. 1 Bahan yang diperbolehkan, dibatasi, dan dilarang dalam GOAP.................. 32
Tabel 7. 1 Rencana Program Kerja Pengembangan Sayuran Organik .......................... 81
Tabel 7. 2 Peran Stakeholder dalam Pelaksanaan Program Kerja Pengembangan
Pertanian Sayuran Organik di DIY ................................................................ 87
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 1 Persentase Kontribusi Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultura
terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi DIY tahun 2014. ................. 20
Gambar 4. 2 Perkembangan Luas Panen 5 Komoditas Hortikultura di DIY dari
Tahun 2010-2014 (dalam hektar) ............................................................. 21
Gambar 4. 4 Peta Rencana Perwilayahan Pengembangan Pertanian Organik ............. 27
Gambar 6. 1 Bentuk Sinergi ABCG ............................................................................... 65
Gambar 6. 2 Golden Triangle Strategy ........................................................................... 68
Gambar 7. 1 Prinsip pengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta............. 74
Gambar 7. 2 Isu Strategis dan Penahapan Pengembangan Pertanian Sayuran
Organik..................................................................................................... 79
Gambar 8. 1 Kunci Keberhasilan dalam Implementasi Program Kerja Master Plan
Pertanian Sayuran Organik ...................................................................... 95
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangSeiring dengan meningkatnya taraf hidup, kesejahteraan dan tingkat pendidikan
serta kesadaran masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan
kimia sintetis dalam pertanian, menyebabkan meningkatnya tuntutan akan produk
pangan bermutu dan aman seperti produk pertanian organik semakin meningkat. Untuk
itu petani selaku produsen diharapkan dapat menjawab dan memenuhi tuntutan
tersebut. Untuk memperoleh produk pangan bermutu dan aman harus dimulai dari tahap
awal proses produksi, yaitu dari persiapan lahan, benih, penanaman, pemeliharaan
(pemupukan, perlindungan dan pengairan) sampai kepada kegiatan panen, pasca panen,
pengolahan, distribusi dan penyajian sampai pangan siap dikonsumsi. Keseluruhan
proses produksi produk pangan tersebut harus memenuhi syarat sesuai dengan yang
ditetapkan (Dinas Pertanian Provinsi Bali, 2014).
Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi yang bertujuan untuk
produksi yang sehat dengan menghindari penggunaan bahan kimia sintetis dalam bentuk
pupuk kimia, pestisida kimia, dan zat pengatur tumbuh kimia sintetis untuk menghindari
pencemaran udara, tanah dan air juga hasil produksi pertanian pada khususnya. Selain
itu, pertanian organik juga menjaga keseimbangan ekosistem dan sumber daya alam
yang terlibat langsung dalam proses produksi.
Ada dua pemahaman tentang pertanian organik yaitu dalam arti sempit dan dalam
arti luas. Pertanian organik dalam arti sempit yaitu pertanian yang bebas dari bahan –
bahan kimia sintetis. Mulai dari perlakuan untuk mendapatkan benih, penggunaan pupuk,
pengendalian hama dan penyakit sampai perlakuan pascapanen tidak sedikit pun
melibatkan zat kimia sintetis, semua harus bahan hayati, alami. Sedangkan pertanian
organik dalam arti yang luas, adalah sistem produksi pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami dan menghindari atau membatasi penggunaan bahan kimia sintetis
(pupuk kimia/pabrik, pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh dan bahan aditif). Dengan
tujuan untuk menyediakan produk – produk pertanian (terutama bahan pangan) yang
aman bagi kesehatan produsen dan konsumen serta menjaga keseimbangan lingkungan
dengan menjaga siklus alaminya (Winarno, 2002).
Pertanian Organik merupakan salah satu teknologi yang berwawasan lingkungan.
Pertanian organik dipahami sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan
daur ulang hara secara hayati (Sutanto, 2002). Perkembangan pertanian organik di
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 2
Indonesia dimulai pada awal 1980-an yang ditandai dengan bertambahnya luas lahan
pertanian organik, dan jumlah produsen organik Indonesia dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) yang diterbitkan oleh
Aliansi Organis Indonesia (AOI) tahun 2009, diketahui bahwa luas total area pertanian
organik di Indonesia tahun 2009 adalah 231.687,11 ha. Luas area tersebut meliputi luas
lahan yang tersertifikasi, yaitu 97.351,60 ha (42 persen dari total luas area pertanian
organik di Indonesia) dan luas lahan yang masih dalam proses sertifikasi (pilot project
AOI), yaitu 132.764,85 ha (57 persen dari total luas area pertanian organik di Indonesia).
Sistem pertanian organik berorientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal, tanpa
aplikasi pupuk buatan dan pestisida kimiawi (kecuali bahan yang diperkenankan),
sebaliknya menekankan pada pemberian pupuk organik (alam), dan pestisida hayati,
serta cara-cara budidaya lainnya yang tetap berpijak pada peningkatan produksi dan
pendapatan, serta berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (Tandisau dan Herniwati,
2009).
Pertanian organik merupakan suatu proses yang bergantung pada unsur-unsur
alam dan tenaga kerja manual. Hasil pertanian organik yang baik dapat lebih tinggi
dibanding konvensional, bila dikatakan sedikit dapat memperlemah keinginan petani.
Pertanian organik jauh lebih sehat karena tidak adanya bahan kimia sintetik dan
perubahan genetik (Avery, 2006). Buah-buahan dan sayuran yang tumbuh di suatu lahan
pertanian organik ini semua alami dan diperlakukan dengan hati-hati. Pengawasan yang
ketat dilakukan untuk memastikan makanan tersebut aman untuk konsumen dan petani.
Buah dan sayuran yang ditanam secara organik memiliki lebih banyak nutrisi dan
kandungan vitamin (Francis dan van Wart, 2009). Seperti pada pertanian berkelanjutan,
terdapat berbagai definisi pertanian organik. Hal ini disebut sebagai pandangan holistik
pertanian yang bertujuan untuk mencerminkan keterkaitan mendalam yang ada antara
biota pertanian, produksi dan lingkungan secara keseluruhan (Feber et al., 1997).
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2002), Organik adalah istilah pelabelan yang
menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar produk organik
dan telah disertifikasi oleh otoritas atau lembaga sertifikasi resmi. Pertanian organik
didasarkan pada penggunaan masukan eksternal yang minimum, serta menghindari
penggunaan pupuk dan pestisida sintesis. Praktek pertanian organik tidak bisa menjamin
bahwa produknya bebas sepenuhnya dari residu karena adanya polusi lingkungan
secara umum. Namun beberapa cara digunakan untuk mengurangi polusi dari udara,
tanah dan air.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 3
Menurut peraturan menteri Pertanian Tentang Sistem Pertanian Organik Nomor
64/Permentan/Ot.140/5/2013 Pasal 1, produk organik adalah suatu produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar sistem pangan organik termasuk bahan baku pangan
olahan organik, bahan pendukung organik, tanaman dan produk segar tanaman, ternak,
dan produk peternakan, produk olahan tanaman, dan produk olahan ternak (termasuk
non pangan).
Tanaman sayuran umur pendek termasuk ke dalam tanaman semusim sebab
tanaman ini mempunyai masa hidup yang sangat singkat yaitu kurang lebih 90 hari atau
sekitar tiga bulan. Tanaman ini hanya dapat dipanen satu kali dan setelah itu akan mati
dan diganti dengan tanaman baru, walaupun ada beberapa sayuran yang dapat dipanen
berkali-kali misalnya tomat, cabai, bayam dan kangkung potong.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi
menyebabkan bertambahnya permintaan sayuran, dan jenis sayurannya pun semakin
bervariasi. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan produksi tanaman sayuran
antara lain dengan cara mengembangkan pertanian organik yang diharapkan dapat
menghasilkan produk pertanian yang mampu bersaing di pasaran, karena pertanian
organik selain mempunyai biaya produksi rendah, juga hasil panen umumnya
mengandung residu bahan kimia yang relatif rendah, sehingga hasilnya digemari oleh
masyarakat. Saat ini banyak konsumen yang menuntut kualitas produk pertanian yang
aman untuk dikonsumsi, sehingga pengembangan pertanian organik ke depan
mempunyai prospek yang bagus, jika dikelola dengan baik, dan menerapkan prinsip-
prinsip pertanian berkelanjutan (Sustainable Agricultural Development) (Anonim, 2004 cit.
Sarjan, 2007).
Permintaan komoditas sayuran olahan oleh pasar global dunia dilaporkan mencapai
sekitar 10 juta ton per tahun. Dengan demikian kemungkinan untuk meningkatkan
pangsa pasar ekspor sayuran dari Indonesia di masa yang akan datang masih sangat
besar. Keberhasilan Indonesia dalam meraih pangsa pasar yang lebih besar akan sangat
tergantung pada kemampuan memproduksi jenis-jenis sayuran yang diinginkan dan
mempunyai kualitas yang sesuai dengan standar mutu internasional (Anwar dkk., 2005).
Penelitian penerapan pupuk kandang matang pada sayuran pada umumnya dan sayuran
buah tomat pada khususnya telah banyak dilakukan. Hasil penelitian Iskandar (2003),
tanaman sayuran (pakchoy dan selada hijau) memberikan respon yang positif terhadap
aplikasi bokashi. Produktivitas bawang merah juga meningkat setelah aplikasi bahan
organik (Pangaribuan, 1998). Penelitian tomat oleh Hilman dan Nurtika (1992)
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 4
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang 20 t/ha dapat meningkatkan bobot buah
dan jumlah buah tomat. Pupuk kandang dalam penelitian di atas tidak dijadikan kompos
terlebih dahulu atau tanpa bantuan suatu mikroorganisme. Demikian juga penelitian
Rahardjo et al. (2003), pemberian pupuk organik berupa sampah kota dan sampah desa
dapat meningkatkan tinggi tanaman dan produksi buah tomat (Pangaribuan dan
Pujisiswanto, 2008).
Hasil penelitian Priastuti dkk. (2014) menunjukkan bahwa semakin luasnya lahan
sayuran organik di Indonesia dari tahun 2007 sampai 2011 yang mengalami peningkatan
luas lebih dari 180.000 ha, mengidentifikasikan semakin banyaknya permintaan
konsumen akan sayuran organik. Manfaat yang diberikan untuk tubuh akan lebih baik bila
dibandingkan sayuran yang di tanam dengan menggunakan pestisida, maka dari itu,
ditunjang dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi
sayuran sehat serta kemudahan dan kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi
sayuran organik ini, maka potensi yang dimiliki oleh Indonesia dalam memproduksi
sayuran-sayuran organik dan selalu meningkatnya permintaan pasar akan sayuran
tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang bergerak di bidang agribisnis
sayuran organik untuk memenuhi permintaan pasar serta mengembangkan usahanya.
Meningkatnya pelaku usaha sayuran organik berarti meningkat pula persaingan dalam
memenangkan pasar. Oleh karena itu diperlukan analisis untuk merumuskan strategi
terbaik dan tepat untuk dapat meningkatkan keunggulan kompetitif tersebut.
1.2. Tujuan dan Sasaran Master Plan1.2.1. Tujuan
Secara umum tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun Master Plan
pengembangan pertanian organik tanaman sayuran unggulan umur pendek. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Menganalisis komoditas unggulan tanaman sayuran umur pendek di DIY.
b. Mengidentifikasi permasalahan dan peluang dalam pengembangan pertanian
organik tanaman sayuran unggulan umur pendek di DIY.
c. Menyusun rencana kegiatan dalam rangka pengembangan pertanian organik
tanaman sayuran unggulan umur pendek dalam jangka waktu 5 tahun ke
depan.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 5
1.2.2. Sasaran
Master Plan yang disusun akan menjadi pedoman umum dalam rangka :
a. Pengembangan pertanian organik khususnya tanaman sayuran umur pendek
berbasis kawasan.
b. Perubahan pola pikir petani menuju pengelolaan pertanian organik tanaman
sayuran umur pendek yang berbasis agribisnis.
1.3. Dasar Hukuma. Undang-Undang No 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta;
b. Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 2008;
c. Undang - Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
d. Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;
e. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
f. Peraturan Presiden Nomor : 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
g. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas
Perpres Nomor 54 Tahun 2010;
h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman
Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan tugas Pembantuan;
j. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 72/PMK.02/2014 tentang Standar Biaya
Masukan Tahun Anggaran 2015;
k. Peraturan Daerah Provinsi DIY No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Daerah Prov. D.I.Y.;
l. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 38 Tahun 2008 tentang
Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas
Pertanian;
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 6
m. Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi
Dinas dan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Pertanian;
n. Kerangka Acuan Kerja (KAK) Penyusunan Master Plan Pengembangan
Pertanian Organik DIY Tahun 2015;
1.4. PengertianPengertian dalam Master Plan ini adalah sebagai berikut:
a. Master Plan adalah rencana induk pengembangan tanaman sayuran umur
pendek yang berisi uraian kebijakan dan program.
b. Road Map adalah peta jalan dalam pengembangan sayuran organik umur
pendek di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk periode 5 tahun, dari tahun 2015-
2020.
c. Hortikultura adalah cara atau teknik bercocok tanam yang menggunakan media
kebun atau pekarangan sebagai lahan. Tanaman hortikultura meliputi tanaman
sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan obat-obatan.
d. Sayuran umur pendek adalah komoditas sayuran tanaman semusim yang
mempunyai masa hidup yang singkat yaitu kurang lebih 90 hari atau sekitar tiga
bulan.
e. Daerah pengembangan sayuran umur pendek merupakan daerah sentra
pengembangan komoditas terpilih yang merupakan daerah dengan komoditas
terpilih menjadi komoditas basis.
1.5. Ruang Lingkup Master Plan1.5.1. Ruang Lingkup Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi di
wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Secara geografis
terletak antara 7º.33´ - 8º.12´ Lintang selatan dan 110º.00´ – 110º.50´ Bujur Timur .
Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi oleh Lautan Indonesia,
sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah
provinsi Jawa Tengah yang meliputi (Badan Pusat Statistik DIY, 2015) :
a. Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten.
b. Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo.
d. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 7
Luas wilayah Propinsi D. I. Yogyakarta adalah 3.185,80 km2 atau 0,17 persen
luas wilayah Indonesia (1.890.754 km2). Propinsi D.I. Yogyakarta terbagi dalam
empat kabupaten dan satu kota,yang terdiri dari (Badan Pusat Statistik DIY, 2015):
a. Kabupaten Kulonprogo dengan luas wilayah 586,27 km2 (18,40 persen).
b. Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 506,85 km2 (15,91 persen).
c. Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah 1.458,36 km2 (46,63 persen).
d. Kabupaten Sleman dengan luas wilayah 574,82 km2 (18,04 persen).
e. Kota Yogyakarta dengan luas wilayah 32,50 km2 (1,02 persen).
Berdasarkan informasi dari Badan Pertanahan Nasional, dari 3.185,80 km2
luas D.I. Yogyakarta 35,93 persen merupakan jenis tanah Lithosol, 10,45 persen
Grumusol, 10,30 persen Mediteran, 2,23 persen Alluvial, dan 1,74 persen adalah
tanah jenis Rensina. Dan sebagian besar wilayah D.I. Yogyakarta terletak pada
ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 63,18
persen, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 31,56 persen, ketinggian antara
500 m – 999 m sebesar 4,79 persen dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0,47
persen.
1.5.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Pengembangan pertanian organik tanaman sayuran di DIY perlu
mempertimbangkan berbagai elemen untuk dapat berjalan sebagaimana yang
direncanakan. Pembangunan ini tidak hanya mencangkup sektor on farm saja, tetapi
juga mencangkup pemerintahan dan berbagai pemangku kepentingan di bidang input
pertanian hingga pemasarannya. Untuk itu, perlu disusun suatu road map yang efektif
dan efisien di dalam master plan pengembangan pertanian organik tanaman sayuran
umur pendek di DIY.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 8
BAB II. KERANGKA PIKIR DAN METODOLOGI
2.1. Kerangka Pikir Penyusunan Master PlanKerangka pikir pengembangan pertanian organik tanaman sayuran umur
pendek di DIY didasarkan pada visi dan misi Dinas Pertanian DIY dalam mewujudkan
pertanian tangguh berdaya saing, berbasis potensi lokal, dan berkelanjutan, sebagai
penggerak perekonomian regional. Penyusunan master plan ini dimulai dengan
memperhatikan kondisi saat ini dan apa yang diharapkan pada 5 tahun mendatang.
Kondisi pertanian organik di DIY saat ini belum optimal dengan rendahnya kuantitas
produksi, masih sedikit jumlah petani yang membudidayakan secara organik, pola
pikir petani yang masih berorientasi pada pertanian konvensional/produksi (belum
berorientasi pada bisnis), hingga sulitnya pemasaran sayuran organik yang sudah
ada. Pada lima tahun yang akan datang diharapkan pertanian organik di DIY
khususnya sayuran umur pendek dapat meningkat kuantitas dan kualitas
produksinya, bertambahnya petani maupun kelompok tani yang berusahatani secara
organik dan berorientasi pada bisnis, serta semakin mudahnya produk organik untuk
masuk ke dalam pasar. Untuk menjembatani kondisi saat ini dan yang diharapkan
pada lima tahun yang akan datang maka disusunlah program kerja dan kebijakan
yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan berkembangnya pertanian organik
tanaman sayuran umur pendek di DIY.
2.2. Metodologi Penyusunan Master Plan2.2.1. Metode Dasar
Metode penyusunan Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman
Sayuran Umur Pendek di DIY dilakukan dengan metode dasar deskriptif analisis.
Metode dasar yang digunakan merupakan metode penelitian deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilaksanakan untuk meneliti status
kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu
peristiwa pada saat sekarang (Nasir, 2011).
2.2.2. Jenis Data
Data yang digunakan meliputi data kuantitatif dan data kualitatif yang meliputi
data teknis, data sosial ekonomi, dan data pendukung lainnya. Data kuantitatif
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 9
didapatkan dari berbagai sumber yaitu data primer (survei lapangan) dan data
sekunder yang relevan dengan penyusunan Master Plan.
2.2.3. Metode Pengambilan Data
a. Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung dengan petani pertanian organik dan
non organik untuk mencari data secara aktual baik kuantitatif dan kualitatif.
Wawancara ditujukan untuk mendapatkan informasi mendalam berkaitan dengan
usahatani organik yang sejauh ini telah dilakukan seperti motivasi petani, teknik
budidaya, perkembangan harga panen, hingga pemasaran sayuran organik.
b. Diskusi Terfokus / Forum Group Discussion
Diskusi Terfokus atau Forum Group Discusion secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah
atas suatu isu atau masalah tertentu. Metode ini digunakan untuk melengkapi data
riset kuantitatif (survei). Hasil diskusi terfokus memang tidak bisa dipakai untuk
melakukan generalisasi, karena FGD memang tidak bertujuan sebagai representasi
suara masyarakat. Meski demikian, arti penting diskusi terfokus bukan terletak pada
representasi hasil dengan populasi, tetapi pada kedalamannya. Melalui diskusi
terfokus dapat diketahui alasan, motivasi, argumentasi atau dasar dari pendapat
seseorang sehingga akan sangat bermanfaat dalam penyusunan laporan hasil
kajian (Paramita dan Kristiana, 2013). Diskusi terfokus yang dilaksanakan dalam
penyusunan master plan ini adalah diskusi terfokus yang sifatnya terbatas, yaitu
hanya melibatkan stakeholder yang berkepentingan dalam master plan ini, dalam
hal ini Dinas Pertanian DIY dan Akademisi Fakultas Pertanian UGM menjadi
peserta diskusi terfokus. Tujuan dari dilaksanakan diskusi terfokus ini adalah untuk
menjaring aspirasi dari para pemangku kebijakan dalam hal pengembangan
pertanian organik sayuran umur pendek di DIY. Sehingga diharapkan master plan
ini dapat menjadi acuan kebijakan pengembangan sayuran organik umur pendek
yang aplikatif.
c. Penelusuran Data Sekunder
Data sekunder adalah data relevan yang telah tersedia pada berbagai sumber
data yang dapat digunakan. Data sekunder yang digunakan meliputi data produksi,
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 10
produktivitas, dan luas panen tanaman sayuran di DIY, harga tanaman sayuran,
jumlah petani, lembaga pertanian, dan berbagai data lainnya.
2.2.4 Metode Analisis Data
Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis komoditas sayuran
unggulan adalah metode Location Quotient (LQ). Secara umum teknik LQ
membandingkan nilai produksi sayuran/nilai tambah untuk sektor tertentu di suatu
daerah dibandingkan dengan nilai produksi sayuran/nilai tambah untuk sektor yang
sama di daerah yang jenjangnya lebih tinggi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai LQ adalah sebagai berikut (Bendavid, 1974):
=Berdasarkan rumus tersebut, apabila nilai LQ ≥ 1 berarti bahwa nilai produksi
sektor i di daerah analisis (kecamatan/kabupaten) terhadap total produksi daerah
analisis (kecamatan/kabupaten) adalah lebih besar dibandingkan dengan produksi
sektor i kabupaten/provinsi terhadap total produksi kabupaten/provinsi. Jika LQ ≥ 1
memberikan indikasi bahwa sektor atau komoditas sayuran tersebut adalah basis,
sedangkan apabila LQ < 1 berarti sektor atau komoditas sayuran tersebut adalah
non basis.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 11
BAB III. ARAH DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK TANAMANSAYURAN UMUR PENDEK DI DIY
3.1. Visi Misi Dinas Pertanian Provinsi DIY3.1.1. Visi Dinas Pertanian DIY
Pembangunan sub sektor hortikultura khususnya tanaman sayuran umur
pendek menjadi tanggung jawab empat pilar utama yaitu pemerintah (government),
akademisi (academician), dunia usaha (business), dan masyarakat hortikultura
khususnya tanaman sayuran umur pendek. Peran pemerintah dalam pembangunan
sayuran organik umur pendek dilaksanakan pada pengembangan tugas dan fungsi
Dinas Pertanian. Pembangunan sub sektor hortikultura khususnya tanaman organik
umur pendek diarahkan pada terwujudnya budidaya tanaman sayuran organik umur
pendek yang bersifat komersial dan efisien, dengan menerapkan prinsip-prinsip
agribisnis dan teknologi tepat guna, yang berimplikasi pada peningkatan nilai tambah
dan perbaikan pendapatan masyarakat sayuran umur pendek. Berdasarkan hasil
pencermatan terhadap terhadap kondisi sub sektor hortikultura khususnya sayuran
umur pendek di DIY dan berbagai isu strategis, visi pembangunan sayuran organik
umur pendek di DIY secara umum dirumuskan sebagai berikut : Terwujudnya
pertanian tangguh sebagai penyedia produk pertanian yang aman, berkualitas,
berdaya saing, dan berkelanjutan (Dinas Pertanian DIY, 2011).
Untuk mengantisipasi tantangan dan perkembangan ke depan baik pada
tingkat lokal, nasional, regional, maupun global, Dinas Pertanian Daerah Istimewa
Yogyakarta perlu melakukan perubahan ke arah perbaikan dengan menetapkan visi,
yaitu : Mewujudkan pertanian tangguh berdaya saing, berbasis potensi lokal, dan
berkelanjutan, sebagai penggerak perekonomian regional.
Penjelasan visi tersebut adalah sebagai berikut (Dinas Pertanian DIY, 2011):
a. Pertanian yang dimaksud adalah sistem pengusahaan lahan dan ternak yang
pada pokoknya terdiri atas aktivitas budidaya dan perbibitan dengan
memanfaatkan semua potensi sumber daya serta sarana dan prasarana yang
diperlukan. Di samping itu, aspek pengolahan dan pemasaran produk yang
terjamin organiknya juga harus dilakukan secara simultan. Dengan demikian
sistem budidaya sayuran umur pendek secara organik yang akan dikembangkan
bersifat komprehensif, berwawasan agribisnis, yang meliputi sub sistem hulu (up
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 12
stream), yakni input atau sarana; sub sistem usahatani (on farm), yakni kegiatan
menggunakan input, sarana sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas
sayuran organik umur pendek, sub sistem pengolahan hilir (down stream), yakni
industri mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk antara atau produk
akhir; subsistem pemasaran (marketing), yakni kegiatan untuk memperlancar
pemasaran komoditas sayuran organik umur pendek; subsistem jasa, yakni
penyediaan data bagi subsistem hulu ke hilir, seperti penelitian dan
pengembangan, perkreditan, asuransi, transportasi, penyuluhan, sistem informasi
dan dukungan kebijakan pemerintah.
b. Tangguh berarti mampu menghadapi berbagai goncangan, yang dimungkinkan
oleh kemandirian petani sayuran organik umur pendek karena tidak harus
bergantung pada faktor-faktor luar. Pertanian sayuran organik yang tangguh
berarti pertanian yang efisien, berbasis pada pengetahuan dan teknologi yang
ramah lingkungan, dengan meminimalkan ketergantungan pada input eksternal
dan pihak luar, melalui penggunaan sarana produksi pertanian organik secara
bijaksana yang bisa menjamin kelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Pertanian sayuran organik yang tangguh dicirikan oleh
kemampuannya dalam menyediakan produk sayuran organik yang berkualitas
dalam jumlah cukup, mutu yang terjamin, dan berkelanjutan, dan pada saat yang
sama terjadi peningkatan kesejahteraan petani sayuran organik umur pendek.
c. Berdaya saing dicirikan antara lain oleh pilihan komoditas yang unggulan dan
bentuk ketersediaan berdasarkan orientasi pasar (market oriented), upaya terus-
menerus untuk meningkatkan kualitas produk agar mampu merebut pangsa pasar
dan mengandalkan produktivitas dan nilai tambah melalui pemanfaatan modal,
inovasi teknologi serta kreativitas sumber daya manusia dan bukan lagi
mengandalkan kelimpahan sumber daya alam dan tenaga kerja yang tidak
terdidik.
d. Berbasis potensi lokal adalah bahwa pengembangan sayuran organik umur
pendek di DIY harus berdasar pada seperangkat kekuatan nilai positif dan
kearifan yang dapat digali dari khazanah budaya yang adiluhung, seperi
semangat gotong-royong, kebersamaan, hubungan saling memberi dengan alam,
dan penyelarasan praktek pertanian dengan perilaku alam.
e. Berkelanjutan maksudnya adalah terus bergerak tanpa henti
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 13
f. Penggerak perekonomian regional adalah memiliki arti yang penting untuk
menggerakkan perekonomian petani sayuran organik di Daerah Istimewa
Yogyakarta maupun daerah di sekitarnya.
g. Pertanian dengan atribusi atau kualitas semacam itu akan terjamin
keberlanjutannya karena berlandaskan pada perangkat nilai yang luhur.
3.1.2. Misi Dinas Pertanian DIY
Pernyataan misi dimaksudkan agar seluruh aparat Dinas mengetahui peran
yang akan dilakukan Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mencapai
tujuan. Pernyataan misi mengandung hal-hal yang diemban oleh Dinas Pertanian
Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mewujudkan visi yang telah
ditetapkan. Mengingat pernyataan visi di muka mendasarkan diri pada peran yang
bisa dilakukan oleh Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka
mewujudkan pertanian tangguh, maka misi Dinas perlu mencakup dua sudut
pandang, yakni sudut pandang ke dalam (inward looking) dan sudut pandang keluar
(outward looking). Selengkapnya, misi Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta
adalah sebagai berikut (Dinas Pertanian DIY, 2011):
a. Meningkatkan profesionalisme aparatur Dinas Pertanian Daerah Istimewa
Yogyakarta
b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani, dan
c. Mendorong peningkatan produksi, kualitas, dan nilai tambah produk pertanian
melalui peningkatan ketersediaan dan optimasi pemanfaatan sarana atau
prasarana pertanian daerah, teknologi yang spesifik dan ramah lingkungan.
Pengembangan subsektor hortikultura khususnya sayuran organik umur
pendek, termasuk pengembangan kuantitas dan kualitas sayuran organik umur
pendek sesuai dengan misi Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta yang ketiga
yaitu mendorong peningkatan produksi, kualitas, dan nilai tambah produk pertanian
melalui peningkatan ketersediaan dan optimasi pemanfaatan sarana atau prasarana
pertanian daerah, teknologi yang spesifik dan ramah lingkungan. Misi mendorong
peningkatan produksi, kualitas, dan nilai tambah produk pertanian melalui
peningkatan ketersediaan dan optimasi pemanfaatan sarana atau prasarana
pertanian daerah, teknologi yang spesifik dan ramah lingkungan dimaknai sebagai
misi yang diemban untuk meningkatkan daya saing produk hortikultura khususnya
untuk sayuran organik umur pendek guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 14
yang berkualitas dan berwawasan ramah lingkungan. Misi ini juga mengemban upaya
untuk meningkatkan produktivitas petani sayuran organik di DIY agar lebih
berkontribusi dalam pembangunan daerah dan menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, mengurangi tingkat kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan,
meminimalkan pengangguran, membangkitkan daya saing, serta yang tak kalah
penting adalah meningkatkan konsumsi sumber makanan yang sehat bagi konsumen,
petani dan lingkungan.
3.1.3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian DIY
Berdasarkan Peraturan Daerah DIY Nomor: 6Tahun 2008 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah DIY dan Peraturan Gubernur Nomor :38 Tahun 2008
Bab II Pasal 2 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pertanian, maka tugas, fungsi, dan struktur organisasi Dinas Pertanian DIY
adalah sebagai berikut (Dinas Pertanian DIY, 2011):
a. Tugas Pokok
Dinas Pertanian DIY diberikan tugas untuk melaksanakan urusan
Pemerintah Daerah di bidang pertanian, kewenangan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah.
b. Fungsi
1) Penyusunan program dan pengendalian bidang pertanian
2) Perumusan kebijakan teknis bidang pertanian
3) Pelaksanaan, Pengembangan, Pengolahan, dan Pemasaran tanaman
pangan, hortikultura, peternakan.
4) Pelaksanaan koordinasi perizinan di bidang pertanian.
5) Pelaksanaan pelayanan umum sesuai dengan kewenangannya.
6) Pemberian fasilitasi penyelenggaraan bidang pertanian kabupaten/kota.
7) Penyelenggaraan kegiatan di bidang pertanian lintas kabupaten/kota.
8) Pemberdayaan sumber daya pertanian dan mitra kerja di bidang pertanian.
9) Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan.
10) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Dinas pertanian DIY mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan
pembangunan pertanian yang salah satunya dituangkan dalam program
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 15
pengembangan pertanian organik sayuran umur pendek di DIY yang bertujuan salah
satunya untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
3.2. Master Plan sebagai Pedoman PengembanganMaster Plan merupakan dokumen yang menjadi pedoman atau acuan yang
merupakan penjabaran dari arah pengembangan kebijakan yang terdapat di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) di bidang pengembangan sayuran organik umur pendek.
Master Plan ini merupakan rujukan dalam penyusunan kebijakan umum anggaran,
prioritas program, dan program yang akan dilaksanakan setiap tahunnya untuk
pengembangan sayuran organik umur pendek di DIY. Anggaran prioritas untuk
melaksanakan program ini dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Master Plan ini juga digunakan sebagai dasar penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Oleh karena itu muatan utama dalam master plan
ini adalah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh bidang pertanian khususnya
bidang hortikultura dalam konteks akuntabilitas kinerja dan manajerial yang mencakup
kegiatan yang dibiayai dengan dana APBD, dana dekonsentrasi, serta sumber dana lain
yang tidak mengikat. Master Plan ini akan menjadi arah pengembangan dan tolok ukur
dalam penilaian pertanggungjawaban Bidang Pertanian khususnya hortikultura untuk
pengembangan sayuran organik umur pendek pada setiap akhir tahun anggaran.
3.3. Review Kebijakan Pengembangan Pertanian Organik Umur Pendek di DIYSetiap program yang disusun termasuk penyusunan master plan pengembangan
tanaman organik sayuran umur pendek di DIY harus berlandaskan pada pembangunan
sektor pertanian yang tidak mengesampingkan perhatian terhadap sisi ekonomi,
lingkungan dan kesehatan. Tinjauan rencana pembangunan sektor pertanian ditujukan
untuk melihat dan menentukan rekomendasi mengenai langkah strategis untuk
meningkatkan taraf hidup petani, kualitas lingkungan serta kesehatan pangan, petani,
dan konsumen. Review Kebijakan Pengembangan Pertanian Organik Umur Pendek di
DIY didasarkan pada rencana pembangunan pemerintah DIY yang tercantum dalam
RPJP dan RPJMD DIY.
Tinjauan ini diawali dengan uraian mengenai arahan kebijakan pembangunan
jangka panjang DIY sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 16
DIY 2005-2025. Uraian berikutnya adalah arahan kebijakan yang lebih spesifik pada
pembangunan jangka menengah DIY yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DIY. Tinjauan terhadap kedua acuan pembangunan
ini ditujukan untuk mendapatkan pertimbangan yang komprehensif dalam pembangunan
sektor pertanian dengan program pengembangan tanaman organik sayuran umur
pendek di DIY.
3.3.1. RPJP DIY 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Istimewa Yogyakarta (RPJP
DIY) merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20
tahun ke depan (2005-2025). Di dalamnya memuat visi, misi, arah kebijakan
pembangunan yang digunakan sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembangunan Daerah. Penyusunan RPJP DIY mendasarkan pada kondisi
obyektif, potensi riil, permasalahan serta kebutuhan nyata daerah yang merangkum
seluruh aspirasi masyarakat DIY dengan segala konsekuensi pertumbuhan dan
perkembangannya, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi DIY.
RPJP DIY dibuat untuk menjadi dasar bagi penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan dan dokumen lainnya, dan juga dijadikan “acuan”
sebagai dasar penyusunan dokumen perencanaan pembangunan di tingkat
kabupaten/kota. Rencana yang termuat di dalam RPJP DIY merupakan rencana
jangka panjang dari semua aspek pembangunan yang akan dilaksanakan dengan
memperhatikan arah kebijakan dan prioritas pembangunan.
Terkait dengan kegiatan penyusunan master plan pengembangan tanaman
organik sayuran umur pendek, di dalam RPJP DIY telah dituliskan pada harapan
capaian pembangunan lima tahun ketiga 2015-2019 sebagai berikut (DPPKA Provinsi
DIY, 2007):
“Membentuk sikap petani yang berorientasi kemajuan dan keuntungan (petani
progressive) serta mudah menerima pengenalan metode tanam, teknologi, maupun
komoditas yang lebih maju, dengan prioritas:”
a. Peningkatan jiwa usaha, progressivitas dan adoptivitas petani dalam meresponpermintaan dan peluang pasar didukung perbaikan infrastruktur danpermodalan.
b. Mempertahankan lahan pertanian untuk meningkatkan produktivitas pertanian.c. Pengembangan benih unggul menuju pasar dalam negeri.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 17
d. Perkuatan pembangunan industri pengolahan dan peningkatan keanekaragaman
yang mempunyai nilai komersial dan menguntungkan.
Dalam capaian RPJP yang diharapkan pada lima tahun ketiga 2015-2019
diharapkan terbentuknya sikap petani yang berorientasi pada kemajuan dan
keuntungan. Pengembangan pertanian organik menuntut petani untuk berpikiran
maju, yaitu maju dalam hal penggunaan input, budidaya, pemanenan, serta
kesadaran terhadap pentingnya menjaga lingkungan demi keberlanjutan.
RPJP DIY menegaskan petani juga harus berorientasi pada keuntungan, yaitu
pengembangan pertanian organik harus bisa memberikan nilai tambah kepada petani
dibandingkan dengan pertanian konvensional. Dengan kata lain, kebijakan yang
diambil bukanlah suatu insidensial tetapi merupakan kebijakan pembangunan yang
dapat mengakomodasi kepentingan pemerintah, petani, dan masyarakat pada
umumnya.
RPJP DIY juga memiliki harapan yaitu pada capaian pembangunan lima tahun
keempat 2020-2025 : “Membentuk petani yang dinamis, mandiri, berlandaskan
semangat gotong-royong dan berorientasi kesejahteraan, dengan prioritas perkuatan,
pengembangan, dan pemantapan kelembagaan petani yang berorientasi kemajuan,
keuntungan, dan kesejahteraan serta berdasarkan kekhasan kultur gotong-royong.”
Hal ini berarti pada tahun 2020-2025 petani dituntut untuk mulai berorientasi pada
pasar dan mengembangkan komoditas pertanian yang memberikan keuntungan lebih
baik. Mengingat keadaan status petani yang mayoritas adalah petani gurem, maka
sudah saatnya dituntut adanya optimalisasi fungsi kelompok tani sebagai wadah
transfer informasi dan teknologi serta menjalankan fungsinya sebagai pemacu kinerja
pemasaran produk pertanian yang dihasilkan.
RPJP DIY tahun 2005-2015 menekankan bahwa petani harus bisa
berorientasi pada kemajuan dan keuntungan dan dapat menerima teknologi. Tetapi
dalam perencanaan belum secara eksplisit menyebutkan bahwa salah satu cara
untuk menuju pada tujuan adalah dengan mengembangkan pertanian organik
tanaman sayuran umur pendek.
3.3.2. RPJMD 2012-2017
Pengembangan pertanian organik harus sejalan pula dengan pembangunan
jangka menengah yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) DIY. RPJMD DIY 2012 – 2017 adalah dokumen perencanaan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 18
daerah untuk periode lima tahun setelah Gubernur dilantik pada tanggal 10
Oktober 2012, yang dimaksudkan untuk memberikan visi, misi, tujuan, sasaran,
dan strategi bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Daerah
Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2012 – 2017 yang harus dilaksanakan secara
terpadu, sinergis, harmonis, dan berkesinambungan.
RPJMD DIY memuat berbagai rencana pembangunan yang salah satu di
dalamnya memuat permasalahan dan harapan terhadap bidang pertanian.
Pengembangan pertanian organik tentunya harus bisa menjadi jawaban dari
permasalahan di bidang pertanian dan memberi harapan sebagai berikut:
a. Agribisnis pertanian yang didukung pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan
nilai tambah dan daya saing produk pertanian melalui pola pertanian
berkelanjutan dan ramah lingkungan masih kurang optimal. Pola pertanian
berkelanjutan dapat ditempuh dengan memperhatikan keselarasan dengan
lingkungan yaitu salah satunya dengan bertani secara organik.
b. Kualitas SDM dan kelembagaan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan
petani masih kurang. Bertani organik menuntut petani untuk mengembangkan
berbagai teknologi untuk mengefisienkan penggunaan input agar bisa
berkelanjutan dan juga sebagai peningkatan mutu dan nilai produksi pertanian.
c. Produksi, produktivitas, dan mutu tanaman pangan khususnya hortikultura
dalam rangka berkontribusi pada pencapaian swasembada nasional belum
mengalami peningkatan yang signifikan. Bertani organik dengan mengandalkan
berbagai teknologi yang diterapkan, selain dapat menjaga produksi dan
produktivitas maka tentu akan meningkatkan mutu produksi hortikultura yang
semakin diminati oleh pasar yang semakin sadar terhadap kebutuhan akan
kesehatan.
d. Pengembangan pertanian ramah lingkungan
Pertanian ramah lingkungan adalah sistem manajemen produksi terpadu yang
menekan penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia, dan menekan pencemaran
udara, tanah, serta air. Pengembangan pertanian ramah lingkungan dilakukan dari
hulu ke hilir mulai dari bibit, cara budidaya, pengairan, pengendalian hama, hingga
pengolahan pasca panen. Pengembangan pertanian ramah lingkungan di DIY yang
sudah dilakukan meliputi pemanfaatan bahan organik untuk pertanian mulai dari bibit
yang bukan merupakan hasil rekayasa genetik, penggunaan pupuk organik,
pemanfaatan agensia hayati dalam pengendalian hama terpadu, hingga
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 19
pengembangan Integrated Farming yang mengintegrasikan pengembangan pertanian
tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perikanan dalam kawasan tertentu
yang mengedepankan zero waste (nihil limbah).
Integrated Farming (IF) menurut RPJMD D I Y tahun 2012-2017, merupakan
keseluruhan pengelolaan usahatani secara terpadu untuk mengusahakan produksi
yang efisien dan menguntungkan sekaligus ramah lingkungan. Integrated Farming
merupakan usahatani yang memenuhi kaidah- kaidah sebagai berikut:
a. Meminimalkan dampak negatif pertanian modern.
b. Meminimalkan pencemaran oleh bahan kimia beracun (pupuk, pestisida dan
herbisida).
c. Mencegah resistensi hama.
d. Menghindari berkurangnya keragaman spesies hewan dan tumbuhan akibat
pertanian monokultur.
e. Mengurangi ketergantungan pada input luar tak terbarukan.
f. Meningkatkan efisiensi usahatani melalui minimisasi input luar.
Belum terdapat uraian secara eksplisit tentang pengembangan pertanian
organik tanaman sayuran umur pendek sebagai salah satu rencana kegiatan untuk
mencapai tujuan RPJMD DIY tahun 2012-2017. Agar tujuan dari pengembangan
pertanian organik sayuran umur pendek dapat tercapai, maka sangat perlu adanya
keselarasan program dengan rencana pembangunan dan harapan yang tertuang
dalam RPJP dan RPJMD DIY. Hal tersebut dapat tercapai dengan sistem yang saling
terintegrasi mulai dari perubahan mind set petani dan konsumen, penanganan
teknologi input, budidaya, pasca panen dan prosesing, penciptaan pasar, serta
optimalisasi kelembagaan dalam pengembangan pertanian organik khususnya untuk
sayuran umur pendek di DIY.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 20
BAB IV. IDENTIFIKASI SAYURAN UNGGUL UNTUK PERTANIAN ORGANIK
4.1. Kondisi Pertanian Sayuran di Daerah Istimewa YogyakartaSektor pertanian termasuk ke dalam sektor utama yang menjadi perhatian
dalam rencana pembangunan di DIY. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah
penyumbang ketiga terbesar PDRB DIY setelah sektor perdagangan dan jasa.
Penyumbang terbesar sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan yang di
dalamnya termasuk tanaman hortikultura. Sayuran termasuk ke dalam tanaman
hortikultura.
Gambar 4. 1 Persentase Kontribusi Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikulturaterhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi DIY tahun 2014.
Sumber : Badan Pusat Statistik DIY, 2015 (diolah).
Dapat diketahui pada Gambar 4.1 bahwa kontribusi subsektor tanaman pangan
dan hortikultura terhadap sumbangan PDRB dari sektor pertanian cukup besar yaitu
sebesar 5,91 persen. Artinya bahwa petani di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
mayoritas mengusahakan pertanian di bidang tanaman pangan dan hortikultura.
Rata-rata produksi tertinggi untuk sayuran di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta selama 8 tahun dari tahun 2008 sampai tahun 2015 adalah cabai merah
dan bawang merah. Pada Tabel 4.1 tersaji beberapa komoditas sayuran yang
Lain-lain,90,56
Pangan &Hortikultura,
5,91
Perkebunan,0,26
Peternakan,1,86
Jasa Pertanian,0,19
Kehutanan,0,86
Perikanan, 0,36
Pertanian9,44
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 21
produksinya tertinggi dan stabil dibudidayakan terus oleh petani selama delapan tahun
ini. Selama 8 tahun ini cabai merah dan bawang merah produksinya paling tinggi
dengan rata-rata produksi 132.392 kuintal untuk cabai merah dan produksi bawang
merah sebesar 118.419, akan tetapi pada tahun 2015 terjadi penurunan pada kedua
komoditas sayuran ini, sedangkan untuk komoditas sawi, kangkung dan bayam relative
terjadi peningkatan di tahun 2015.
Table 4. 1. Produksi Beberapa Sayuran di DIY Tahun 2008-2015
KomoditasProduksi (Kuintal)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah Rata-rata
CabeBesar 121,81 130,48 130,48 144,03 164,57 171,33 177,59 18,80 1,059,13 132,39
BawangMerah 168,67 199,50 199,50 39,53 118,55 95,40 123,59 2,58 947,35 118,41
Petsai/Sawi 48,05 67,56 67,56 71,62 66,02 64,47 56,05 92,61 533,96 66,74
Kangkung 20,89 28,09 28,09 26,22 21,20 31,29 24,67 50,72 231,20 28,90Bayam 96,22 24,60 24,60 14,42 12,56 15,52 13,21 54,64 255,79 31,97
Sumber : Dinas Pertanian Prov. DIY, 2015.
Gambar 4. 2 Perkembangan Luas Panen 5 Komoditas Hortikultura di DIY dari Tahun2010-2014 (dalam hektar)
Sumber : Badan Pusat Statistik DIY, 2015 (diolah).
Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui bahwa luas panen yang paling tinggi
adalah luas panen untuk komoditas cabe merah, dengan perkembangan luas panen
2010 2011 2012 2013 2014
2.02
7
1.27
1
1.18
0
893
1.28
7
613
635 708
525
523
2.13
9 2.54
1
2.68
3
3.46
3
2.79
1
377
335
275
321
29756
6
396
323
376
352
Bawang Merah Sawi Cabe Besar Kangkung Bayam
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 22
cabe merah cenderung naik dari tahun 2010-2013 dan terjadi penurunan pada tahun
2014. Sedangkan untuk komoditas bawang merah justru dalam lima tahun ini luas
panennya cenderung menurun dan sedikit mengalami kenaikan pada tahun 2014. Untuk
komoditas sawi, kangkung, dan bayam yang termasuk sayur daun perkembangan luas
lahan yang terjadi selama lima tahun terakhir cenderung stabil atau tidak mengalami
perubahan yang cukup besar.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 23
4.2. Analisis LQ Pengembangan Sayur Organik Umur Pendek di DIYKomoditas sayuran yang dibudidayakan oleh petani di DIY cukup beragam.
Metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan komoditas sayuran utama
yang dikembangkan di DIY. Berikut disajikan beberapa komoditas sayuran yang menjadi
basis atau komoditas sayuran utama di DIY.
Table 4. 2 Nilai Rerata Location Quotient (LQ) Komoditas Hortikultura (TanamanSayuran Umur Pendek) di Daerah Istimewa Yogyakarta 2010-2014.
Jenis SayuranRerata Nilai LQ 2010-2014
Kulon Progo Bantul Gunungkidul SlemanBawang Merah 0,888 6,348 0,567 0,022Bawang Putih 0,000 0,000 4,748 0,000Bawang daun 0,815 0,000 0,000 1,616Kentang 0,000 0,000 0,000 1,776Kubis 0,000 0,000 0,000 3,232Sawi 1,316 0,227 0,553 1,422Kacang Panjang 0,215 0,095 2,531 3,133Cabe Besar 1,386 0,300 0,641 0,912Cabe Rawit 0,302 0,265 3,674 2,397Tomat 0,200 0,061 2,031 3,212Terung 0,511 0,172 6,769 1,750Buncis 0,000 0,000 0,036 3,228Ketimun 0,077 0,006 3,392 3,386Kangkung 0,152 0,576 1,952 2,729Bayam 0,156 0,580 4,294 2,458
Sumber : Badan Pusat Statistik DIY, 2015 (diolah).
Nilai rerata LQ komoditas sayuran umur pendek di Kabupaten Kulon Progo yang
bernilai lebih dari satu adalah sawi (1,316) dan cabe besar (1,386). Itu menandakan
bahwa kontribusi sayuran sawi dan cabe besar di dalam PDRB Kabupaten Kulon Progo
lebih besar dibandingkan dengan kontribusi sektor yang sama dalam PDRB Provinsi
DIY, selain itu sayuran sawi dan cabe merah telah mampu memenuhi kebutuhan lokal
dan tidak harus mengimpor dari daerah lain.
Berdasarkan nilai LQ sayuran yang merupakan sub sektor basis bagi Kabupaten
Kulon Progo hanya sawi dan cabe merah sedangkan yang lainnya merupakan komoditas
non basis. Hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi kedua komoditas tersebut dalam
PDRB Kabupaten Kulon Progo lebih besar daripada kontribusi komoditas yang sama
dalam PDRB Provinsi DIY. Selain itu, dapat dikatakan bahwa Kabupaten Kulon Progo
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 24
mampu memenuhi permintaan produk yang dihasilkan oleh komoditas sawi dan cabe
merah serta tidak membutuhkan impor dari daerah lain.
Nilai rerata LQ komoditas sayuran umur pendek di Kabupaten Bantul yang
bernilai lebih dari satu adalah bawang merah (6,348). Hal ini menandakan bahwa
kontribusi sayuran bawang merah di dalam PDRB Kabupaten Bantul lebih besar
dibandingkan dengan kontribusi sektor yang sama dalam PDRB Provinsi DIY, selain itu
sayuran bawang merah telah mampu memenuhi kebutuhan lokal dan tidak harus
mengimpor dari daerah lain.
Berdasarkan nilai LQ sayuran yang merupakan sub sektor basis bagi Kabupaten
Kulon Progo hanya bawang merah sedangkan yang lainnya merupakan komoditas non
basis. Hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi komoditas tersebut dalam PDRB
Kabupaten Bantul lebih besar daripada kontribusi komoditas yang sama dalam PDRB
Provinsi DIY. Selain itu, dapat dikatakan bahwa Kabupaten Bantul mampu memenuhi
permintaan produk yang dihasilkan oleh komoditas bawang merah serta tidak
membutuhkan impor dari daerah lain.
Nilai rerata LQ komoditas sayuran umur pendek di Kabupaten Gunungkidul yang
bernilai lebih dari satu adalah kangkung (3,729), bayam (3,294), cabe rawit (3,674)
kacang panjang (2,531), tomat (2,031), dan kangkung (1,952) . Itu menandakan bahwa
kontribusi sayuran bawang putih, bayam, cabe rawit, kacang panjang, kangkung, dan
tomat di dalam PDRB Kabupaten Gunungkidul lebih besar dibandingkan dengan
kontribusi sektor yang sama dalam PDRB Provinsi DIY, selain sayuran-sayuran tersebut
telah mampu memenuhi kebutuhan lokal dan tidak harus mengimpor dari daerah lain.
Berdasarkan nilai LQ sayuran yang merupakan sub sektor basis bagi Kabupaten
Gunungkidul adalah bawang putih, bayam, cabe rawit, kacang panjang, kangkung, dan
tomat sedangkan yang lainnya merupakan komoditas non basis. Hal ini memperlihatkan
bahwa kontribusi komoditas-komoditas tersebut dalam PDRB Kabupaten Gunungkidul
lebih besar daripada kontribusi komoditas yang sama dalam PDRB Provinsi DIY. Selain
itu, dapat dikatakan bahwa Kabupaten Gunungkidul mampu memenuhi permintaan
produk yang dihasilkan oleh komoditas-komoditas tersebut serta tidak membutuhkan
impor dari daerah lain.
Nilai rerata LQ komoditas sayuran umur pendek di Kabupaten Sleman yang
bernilai lebih dari satu adalah mentimun (3,386), buncis (3,228), tomat, (3,212), kacang
panjang (3,133), kangkung (2,729), bayam (2,458), cabe rawit (2,397), kentang (1,776),
terung (1,750), bawang daun (1,616), sawi (1,422). Itu menandakan bahwa kontribusi
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 25
sayuran mentimun, buncis, tomat, kacang panjang, kangkung, bayam, cabe rawit,
kentang, terung, bawang daun, dan sawi di dalam PDRB Kabupaten Sleman lebih besar
dibandingkan dengan kontribusi sektor yang sama dalam PDRB Provinsi DIY, selain
sayuran-sayuran tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan lokal dan tidak harus
mengimpor dari daerah lain.
Berdasarkan nilai LQ sayuran yang merupakan sub sektor basis bagi Kabupaten
Sleman adalah mentimun, buncis, tomat, kacang panjang, kangkung, bayam, cabe rawit,
kentang, terung, bawang daun, dan sawi sedangkan yang lainnya merupakan komoditas
non basis. Hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi komoditas-komoditas tersebut dalam
PDRB Kabupaten Sleman lebih besar daripada kontribusi komoditas yang sama dalam
PDRB Provinsi DIY. Selain itu, dapat dikatakan bahwa Kabupaten Sleman mampu
memenuhi permintaan produk yang dihasilkan oleh komoditas-komoditas tersebut serta
tidak membutuhkan impor dari daerah lain.
Setelah diketahui nilai LQ pada masing-masing kabupaten di DIY, maka
selanjutnya dipilih beberapa komoditas yang akan dikembangkan dalam master plan
pengembangan pertanian organik sayuran umur pendek dalam jangka waktu 5 tahun ke
depan. Setelah dilakukan diskusi dengan berbagai pihak maka diputuskan 3 komoditas
yang akan dikembangkan dalam master plan ini yaitu bawang merah, sawi, dan bayam.
Ketiga komoditas ini dipilih berdasarkan nilai yang dihasilkan dari analisis LQ dan melihat
potensi pasar untuk komoditas-komoditas yang dipilih. Selain itu pemilihan komoditas ini
diperkuat dari masukan dari pihak akademisi dan pihak pemerintah yang telah
berpengalaman di bidang hortikultura, serta berdasarkan pengalaman empiris para
pemangku kepentingan di bidang pertanian organik.
Dilihat dari sisi teknis budidaya komoditas bawang merah, sawi dan bayam juga
memiliki keunggulan masing-masing apabila dijadikan komoditas yang dikembangkan
secara organik. Berikut beberapa keunggulan ketiga komoditas tersebut.
a. Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti
penting bagi masyarakat baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi maupun dari
kandungan gizinya. Hampir setiap hari, bawang merah digunakan oleh masyarakat
sebagai salah satu bumbu masakan di Indonesia. Bawang merah juga termasuk
salah satu tanaman obat yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit seperti
gatal-gatal, alergi, mencegah kanker, dan sangat baik bagi penyembuhan penyakit
jantung (Pangaribuan, 1998).
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 26
Berdasarkan data dari Kementrian Pertanian tahun 2014, jumlah produksi
bawang merah pada tahun 2014 mencapai 1.233.984 ton dengan rerata pertumbuhan
sebesar 22,08%. Kebutuhan bawang merah di Indonesia sendiri mencapai 90.000 ton
per tahun dengan nilai ekspor sejumlah US$ 2.977.696 untuk bahan segar dan
olahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditas bawang merah merupakan
komoditas yang cukup diunggulkan dalam ekspor negara.
Tanaman bawang merah tumbuh baik di daerah beriklim kering, peka terhadap
curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan
kelembaban nisbi 50-70%. Hal tersebut sesuai dengan iklim yang dimiliki di Indonesia
sehingga bawang merah akan tumbuh dengan baik di sebagian besar lahan pertanian
di Indonesia. Dengan iklim yang sesuai, Indonesia kemudian menjadi negara
penghasil bawang merah terbesar di dunia (Litbang Deptan, 2014). Sehingga,
komoditas ini sangat penting artinya bagi ketahanan pangan di Indonesia.
b. Sawi
Sawi merupakan salah satu sayuran yang banyak mengandung vitamin A,
sehingga berdaya guna mengatasi masalah kekurangan vitamin A yang sampai saat
ini menjadi masalah untuk kesehatan. Sawi merupakan komoditas yang memiliki nilai
komersial dan prospek yang baik. Ditinjau dari aspek klimatologi, aspek teknis,
ekonomis serta sosial juga sangat memungkinkan untuk diusahakan di Indonesia.
Sebagai salah satu tanaman hortikultura, sawi merupakan tanaman yang prospektif
untuk dikembangkan sebagai sayur organik karena penggunaannya sangat luas oleh
berbagai kalangan (Rahman dkk., 2008).
c. Bayam
Stok bayam untuk pasar-pasar tradisional maupun pasar modern (supermarket)
masih kurang. Hal ini terlihat dari harga bayam yang relatif stabil per ikatnya. Apalagi
bayam sangat mungkin dan mudah untuk dibudidayakan secara organik, karena
tanaman ini belum mengalami serangan hama maupun penyakit yang berat yang
dapat mengakibatkan gagal panen. Selain itu kebutuhan pupuk untuk bayam juga
sangat minim (cukup pupuk organik saja). Karena dua alasan tersebut sangat
memungkinkan untuk kita produksi bayam secara organik.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 27
4.3. Rencana Perwilayahan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman SayuranUmur Pendek di DIY
Gambar 4. 3 Peta Rencana Perwilayahan Pengembangan Pertanian Organik
Nilai LQ pada masing-masing kabupaten di DIY tersebut dipilih beberapa
komoditas yang akan dikembangkan dalam master plan pengembangan pertanian
organik sayuran umur pendek dalam jangka waktu 5 tahun ke depan. Setelah dilakukan
diskusi dengan berbagai pihak maka diputuskan 3 komoditas yang akan dikembangkan
dalam master plan ini yaitu bawang merah, sawi, dan bayam. Kemudian dipilih
kabupaten-kabupaten yang akan menjadi lokasi pengembangan pertanian organik
sayuran umur pendek di Propinsi DIY. Terdapat 4 kabupaten yang dipilih sebagai lokasi
pengembangan pertanian organik sayuran umur pendek untuk 3 komoditas unggulan
terpilih. Pemilihan kabupaten ini didasarkan pada nilai LQ yang diperoleh dari nilai
produksi hortikultura pada masing-masing kabupaten dibandingkan dengan nilai produksi
hortikultura di tingkat propinsi DIY. Selain itu penentuan ini juga berdasarkan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 28
kesesuaian lahan dan agroklimat pada masing-masing kabupaten serta berdasarkan
pemerintah dan expert opinion (pendapat para ahli) yang telah berpengalaman di bidang
hortikultura dan pertanian organik yang diperoleh per kabupaten di DIY. Hasilnya untuk
Kabupaten Kulon Progo menjadi lokasi pengembangan sayuran sawi organik, Kabupaten
Bantul menjadi lokasi pengembangan sayuran bawang merah organik, selanjutnya
Kabupaten Sleman menjadi lokasi pengembangan sayuran sawi dan bayam organik, dan
terakhir untuk Kabupaten Gunungkidul menjadi lokasi pengembangan sayuran bayam
organik. Diharapkan pemerintah di tingkat kabupaten dapat mengembangkan komoditas
sayuran unggulan terpilih yang telah di tetapkan sebagai komoditas yang akan
dikembangkan secara organik agar pengembangan pertanian organik ini didasarkan
pada potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 29
BAB V. ISU STRATEGIS DALAM PENGEMBANGAN SAYURAN ORGANIKUMUR PENDEK DI DIY
5.1. Prinsip GOAP (Good Organic Agricultural Practices)Produk organik merupakan hasil pertanian yang berada di bawah sistem pertanian
tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida dengan pendekatan secara lingkungan
dan sosial. Metode pertanian organik dilakukan dengan pertimbangan mulai dari
persiapan lahan hingga pasca panen untuk melestarikan kapasitas produksi dan
regenerasi tanah, nutrisi tanaman yang baik, pengelolaan tanah, menghasilkan makanan
bergizi, dan memiliki ketahanan terhadap penyakit (Badan Standarisasi Nasional, 2013).
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk organik yang
mempunyai nilai tambah yang cukup nyata, maka muncul pelaku usaha yang melakukan
tindak tindakan yang tidak terpuji dengan melabel dan menjual produk konvensional
mereka sebagai produk organik. Untuk menekan kerugian masyarakat konsumen produk
organik, maka Pemerintah dalam hal ini Badan Standarisasi Nasional bersama-sama
dengan Otoritas Kompeten Pertanian Organik (OKPO) telah menyosialisasikan aturan
sertifikasi dan mengharuskan bagi semua pelaku usaha pertanian organik untuk
menyertifikasikan semua produk organiknya ke Lembaga Sertifikasi Organik (LSO)
nasional yang telah terakreditasi secara nasional oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
ataupun LSO Internasional. Sampai saat ini di Indonesia ada delapan LSO yang
terdaftar dan terakreditasi oleh KAN antara lain Sucofindo, MAL, INOFICE, Sumbar,
Lesos, Biocert, Persada, dan SDS.
Mutu dan kualitas dari produk pertanian hasil pertanian organik harus tetap dijaga
mulai dari awal penanaman hingga sampai ke tangan konsumen. Pengendalian mutu
dan kualitas produk pertanian organik tersebut harus didasari oleh suatu standar yang
memang dapat menjaga kualitas produk organik. Standar tersebut bertujuan untuk
(Badan Standarisasi Nasional, 2013):
a. Melindungi konsumen dari manipulasi atau penipuan bahan tanaman/bibit/benih
ternak dan produk pangan organik di pasar.
b. Melindungi produsen pangan organik dari penipuan bahan tanaman/bibit/benih
ternak dan produk pangan organik lain yang diaku sebagai produk organik.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 30
c. Memberikan pedoman dan acuan kepada pedagang/pengecer bahan
tanaman/benih/bibit ternak dan produk pangan organik dari produsen kepada
konsumen.
d. Memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan,
pengangkutan, dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar
e. Harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, identifikasi dan
pelabelan produk pangan organik.
f. Menyediakan standar pangan organik yang diakui secara nasional dan juga berlaku
untuk tujuan ekspor, dan
g. Memelihara serta mengembangkan sistem pertanian organik di Indonesia sehingga
menyumbang terhadap pelestarian ekologi lokal dan global.
Berdasarkan tujuan di atas, sertifikasi hasil pertanian organik sangat perlu
dilakukan untuk menjaga mutu dan kualitas produk pertanian organik sehingga dapat
dikatakan produk tersebut telah sesuai dengan syarat Good Organic Agriculture
Practices. Di dalam pemasarannya, produk pertanian yang telah disertifikasi organik
dapat diberikan logo atau label yang menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi
secara organik. Pelabelan adalah pencantuman atau pemasangan segala bentuk tulisan,
cetakan atau gambar yang ada pada label yang menyertai produk pangan,yang berisi
keterangan identitas produk tersebut atau dipajang dekat dengan produk pangan,
termasuk yang digunakan untuk tujuan promosi penjualan atau pembuangannya.
Pemasangan label logo organik hanya dapat dilakukan setelah produk itu dinyatakan
“organik” (disertifikasi organik) oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Namun
demikian, produsen dapat menyatakan (claim) bahwa produknya organik asalkan tidak
mencantumkan logo organik dimaksud. Hal ini berdasarkan prinsip pernyataan diri (self
claim), pernyataan pihak kedua (second parties) dan sistem penjaminan partisipatif
(participatory guarantee system).
Tanda atau logo organik memberikan informasi bahwa proses produksi dan
pascapanen produk organik sudah memenuhi standar organik. Sertifikasi produk pangan
organik memberikan tiga manfaat sebagai berikut (Badan Standarisasi Nasional, 2013):
a. Memberikan jaminan atau asuransi kepada konsumen bahwa produk yang dijual
yang penampilannya tidak dapat dibedakan dari produk non organik yang telah
diproses, diproduksi, dan dikemas sesuai dengan standar nasional terhadap produk
organik.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 31
b. Memberikan jaminan kepada konsumen dari tindakan yang bermoral dan penipuan
seperti menyertifikasi produk pertanian menjadi organik sehingga diperoleh harga
jual lebih tinggi, padahal produksi tersebut bukanlah produk organik.
c. Mengurangi tidak sampainya informasi dari produsen ke konsumen ketika
pendistribusian produk organik.
Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang pangan organik yaitu
Standar Nasional Indonesia (SNI) 6729 2013 tentang Sistem Pangan Organik. Standar
ini merupakan suatu acuan bagi produsen yang akan menyertifikasi produk pertanian
organiknya jika akan dilepas ke pasar. Terdapat dua jenis input yang nyata-nyata
dilarang dalam sistem pangan organik yaitu bahan kimia sintetis dan bahan/bibit/produk
GMO (genetically modified organism). Bahan kimia sintetis dilarang digunakan dalam
sistem pertanian organik, mencakup pada proses budidaya dan pengolahan hasil hingga
pada sistem perdagangannya. Seluruh bahan dan/atau produk yang dihasilkan dengan
rekayasa genetika/modifikasi genetik (GEO/GMO) adalah tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip produksi organik (baik budidaya, proses manufaktur atau pengolahannya).
Selain menghasilkan produk yang bermutu tinggi, Sistem Pertanian Organik
bersifat ramah lingkungan dengan mencegah segala bentuk pencemaran kimia baik
melalui air maupun udara. Dalam budidaya organik, para pelaku usaha atau produsen
organik dilarang melakukan pembakaran lahan yang umum terjadi pada sistem ladang
berpindah, serta wajib mengendalikan erosi pada lahan yang berlereng bertanam
dengan sistem kontur, penggunaan tanggul dan pengolahan tanah secara minimal dan
terbatas. Sebagai negara tropis yang tergolong subur, dan bisa menanam sepanjang
tahun, Indonesia sangat potensial menjadi produsen produk pertanian organik utama
dunia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pemerintah dalam hal ini Kementrian
Pertanian telah meluncurkan program Go Organik 2010 pada Mei 2010 yang lalu
meskipun belum berhasil, dan Nawacita 1000 desa organik 2020.
Secara umum, proses sertifikasi pertanian organik di Indonesia termasuk, mudah,
namun demikian, kurangnya pemahaman dan beragamnya kesiapan para calon
produsen atau pelaku usaha pertanian organik terhadap butir-butir aturan yang terdapat
di dalam SNI Pertanian Organik yang menyebabkan terhambatnya proses sertifikasi
tersebut. Materi SNI 6729 2013 dengan mudah dapat diunduh dari www.bsn.go.id, atau
langsung bisa mendapatkan dari LSO pada saat pendaftaran. Di dalam SNI 6729:2013
Lampiran B dicantumkan tata cara dan aturan penggunaan bahan yang dilarang,
diperbolehkan, dan yang diperbolehkan secara terbatas (Tabel 1), sedangkan aturan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 32
tata cara inspeksi dan sertifikasi dapat dilihat pada Lampiran C. Aturan penggunaan
bahan yang diterbitkan bisa berbeda antar negara produsen. Sebagai contoh, di
Indonesia dan beberapa negara yang mayoritasnya beragama Islam melarang
penggunaan pupuk yang berasal dari kotoran babi dan manusia.
Tabel 5. 1 Bahan yang diperbolehkan, dibatasi, dan dilarang dalam GOAP.
Bahan yang diperbolehkan Bahan yang diperbolehkan tapidibatasi
Bahan yangdilarang
1. Pupuk hijau 1. Kotoran ternak non organik 1. Urea2. Kotoran ternak organik 2. Urine ternak non organik 2. S/D/T Fosfat3. Urine ternak organik 3. Kompos sisa tanaman
budidaya non organik (BNO)3. Amonium sulfat
4. Kompos sisa tanamanbudidaya organik (BO)
4. Kompos media jamur merangBNO
4. Kalium klorida
5. Kompos media jamurmerang BO
5. Kompos limbah sayuran BNO 5. Kalium nitra
6. Kompos limbah sayuranBO
6. Dolomit 6. Kalsium nitrat
7. Ganggang hijau 7. Gipsum 7. Pupuk kimia lain8. Azola 8. Kapur 8. EDTA sintetis9. Ganggang hijau 9. Kapur khlorida 9. ZPT sintetis10. Molase 10. Batuan posfat 10. Biakan mikroba
menggunakanmedia sintetis
11. Pupuk hayati 11. Guano 11. Kotoranmanusia
12. Rhizobium 12. Terak Baja 12. Kotoran babi13. Bakteri pengurai 13. Batuan Mg 13. Sodium nitrat
sintetis14. ZPT alami 14. Batuan Kalium
15. Batuan Kalium sulfat16. Batuan Magnesium sulfat17. Batuan Natrium khlorida18. Batuan unsur mikro19. Stone meal20. Liat (bentonit, perlit, zeolit)21. Vermikulit22. Batu apung23. Gambut24. Rumput laut25. Vinase26. Hasil samping industri
pengolahan tanamanperkebunan
27. Sodium nitrat alami28. Mulsa plastik
Sumber: SNI 6729 2013 (Badan Standarisasi Nasional, 2013).
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 33
Peraturan mengenai semua kegiatan dalam pertanian organik sudah dijelaskan
melalui Badan Standarisasi Nasional dalam terbitan SNI 6729 2013 dan melalui
Permentan 64/Permentan/OT.140/5/ 2013. Sehingga penerapan pertanian organik yang
baik harus di dasarkan pada kriteria-kriteria yang ada dalam peraturan SNI dan
Permentan. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan komponen-komponen yang harus
dilakukan dalam model pertanian organik di Indonesia.
5.1.1. Jenis dan Varietas
Berdasarkan Permentan tahun 2013 dan SNI tahun 2013 dalam hal
penggunaan varietas tanaman untuk pertanian organik harus disesuaikan dengan
agroekosistem setempat, penggunaan jenis dan varietas yang sesuai dengan
agroekosistem akan mempermudah daya adaptasi varietas tersebut terhadap
lingkungan. Selain itu pemilihan varietas dan jenis tanaman juga harus di dasarkan
pada daya tahan varietas tersebut terhadap serangan organisme pengganggu
tanaman.
Sampai saat ini belum ditemukan varietas khusus organik untuk penerapan
sistem pertanian organik padahal dalam penerapan pertanian organik tidak boleh
menggunakan varietas GMO (Genetically Modified Organisms) sehingga untuk solusi
sementara saat ini adalah dengan menggunakan varietas tradisional, varietas
konvensional, varietas konservasi atau varietas lokal bila varietas tersebut dihasilkan
atau ditemukan sebelum tahun 1960. Penggunaan varietas tradisional sebagai
pengganti varietas khusus organik yang belum ditemukan karena Varietas tradisional
dianggap mempunyai efisiensi serapan hara tinggi pada keadaan input rendah,
diperoleh dari adaptasi varietas lokal yang telah diseleksi oleh petani secara turun-
temurun. Sedangkan pertimbangan varietas konvensional adalah karena varietas ini
mempunyai ciri responsif terhadap pemupukan terutama nitrogen, atau oleh kelompok
organik dinyatakan mempunyai efisiensi pupuk yang rendah pada kondisi input yang
rendah.
Proses pemilihan varietas dan jenis tanaman dalam pertanian organik tidak
hanya berdasarkan pertimbangan teknis saja akan tetapi juga harus didasarkan pada
pertimbangan permintaan pasar atas jenis komoditas tersebut dan juga tanaman yang
diusahakan tersebut harus yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Karena
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 34
pengembangan pertanian organik yang baik adalah juga mendasarkan pada nilai
ekonomi dan kebutuhan pasar.
5.1.2. Benih
Syarat dalam menggunakan benih untuk sistem budidaya pertanian organik
adalah menggunakan benih yang telah diproduksi secara organik minimal 2 generasi
dan apabila benih organik tidak tersedia maka pada tahap awal penerapan pertanian
organik dapat digunakan benih tanpa perlakuan pestisida sintetis, dan apabila benih
yang akan digunakan sudah mendapat perlakukan pestisida sintetis, maka perlu
dilakukan tindakan pencucian untuk meminimalkan residu pestisida. Hal ini dilakukan
untuk melindungi tanaman-tanaman dari zat-zat sintesis yang akan mengontaminasi
tanaman yang dibudidayakan.
5.1.3. Zat Pengatur Tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) memiliki peran yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat Pengatur Tumbuh atau hormon
(fitohormon) tumbuhan merupakan senyawa organik yang bukan hara, ZPT dalam
jumlah sedikit dapat memacu, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi
tumbuhan. Zat Pengatur Tumbuh memberikan kontribusi penting dalam dunia
pertanian. Pemahaman tentang fungsi dan peran hormon terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah hal yang perlu untuk dipelajari. Sebab penggunaan
hormon tersebut harus dilakukan dengan tepat.
Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam budidaya pertanian organik
diperbolehkan akan tetapi harus menggunakan zat-zat alami yang ramah lingkungan.
Contoh zat-zat yang dapat digunakan sebagai zat pengatur tumbuh adalah urin, air
kelapa, ekstrak kecambah, ekstrak bawang merah. Tanaman-tanaman atau zat ini
dapat digunakan untuk memacu perkecambahan atau pertumbuhan tanaman.
5.1.4. Lahan dan Tanah
Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian organik harus bebas dari
bahan kimia sintetis (pupuk dan pestisida). Terdapat dua pilihan lahan: lahan
pertanian yang baru dibuka atau lahan pertanian intensif yang telah dikonversi
menjadi lahan pertanian organik. Lama masa konversi cukup lama sampai bahan
kimia habis misalkan untuk tanaman semusim 2 tahun (4 musim tanam), untuk
tanaman tahunan 3 tahun. Proses konversi lahan dapat dilakukan secara bertahap
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 35
dan masa konversi tersebut dapat diperpanjang dan diperpendek berdasarkan
pertimbangan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) akan tetapi tidak boleh kurang dari
12 bulan. Setelah selesai masa konversi maka areal tersebut dapat digunakan untuk
pertanian organik dan tidak diperbolehkan digunakan secara bergantian antara
metode produksi pangan organik dan konvensional.
Salah satu model pengaturan lahan dalam pertanian organik, adalah model
budidaya tanaman organik harus dilakukan dalam satu blok atau kelompok luasan
lahan. Blok luasan lahan tidak ditentukan berdasarkan luasnya akan tetapi yang
penting memiliki pembatas yang jelas antara lahan pertanian organik dan lahan
konvensional misalkan sungai, parit, atau pagar berupa pohon. Karena apabila lahan
pertanian organik tidak berbentuk blok dan tidak memiliki batas yang jelas akan
meningkatkan risiko lahan pertanian organik tersebut akan tercemar dari lahan
konvensional yang ada di sekitarnya.
Pencemaran lahan pertanian organik dapat melalui berbagai sumber
diantaranya melalui air dan udara. Sehingga diperlukan penahan atau teknologi
untuk melindungi lahan tersebut dari pencemaran zat-zat yang berbahaya. Pada
lahan pertanian organik yang belum terpisah jelas dengan lahan pertanian
konvensional pencemaran udara dapat dikurangi dengan menanam tanaman
berhabitus tinggi dan rapat sedangkan pencemaran air dengan kolam pengendapan.
Persiapan lahan untuk pertanian organik pada umumnya sama dengan
pertanian konvensional hanya saja dalam pertanian organik tenaga perlu
dipertimbangkan apakah menggunakan mesin atau ternak. Penggunaan mesin tidak
dilarang namun perlu dipertimbangkan karena menggunakan energi tidak terbarukan
dan menimbulkan polusi. Penggunaan ternak mempunyai keuntungan karena dapat
menghasilkan pupuk kandang. Tidak banyak lagi petani menggunakan tenaga ternak
karena dianggap tidak efisien
5.1.5. Sistem pertanaman
Sistem pertanaman yang diterapkan dalam pertanian organik adalah sistem
pertanaman ganda yaitu tumpangsari, tumpang gilir. Tumpang sari adalah sistem
penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada satu waktu pada satu tempat,
misalnya sawi dengan kacang tanah. Selain itu dalam pertanian organik pola
pergiliran tanaman dalam satu tahun di tanam lebih dari satu jenis tanaman bawang
– bayam - kedelai. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kesuburan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 36
tanah karena penyerapan hara oleh tanaman yang berbeda, menekan hama/penyakit
karena siklus hama terputus, meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi resiko
bila terjadi bencana, karena kepekaan terhadap serangan OPT berbeda, penyerapan
hara yang berbeda dan tanaman legum dapat melepaskan hara N kepada tanaman
lain non legum. Penerapan pola tanam tanaman di pematang dapat dipilih tanaman
berbunga yang disukai serangga musuh alami atau yang mengeluarkan bau yang
tidak disukai hama : kenikir, kemangi, bawang daun.
5.1.6. Pengairan
Proses pengairan dalam pertanian organik menggunakan air yang bebas bahan
kimia sintetis, tidak berwarna, tidak berbau. Penerapan pengairan pertanian organik
yang bebas dari zat sintetis sangat sulit karena air irigasi bercampur dengan areal
konvensional dan air tanah pada umumnya sudah tercemar nitrat dari pupuk urea
yang berlebihan dari areal konvensional. Oleh karena itu apabila akan menerapkan
pertanian organik yang terjamin kualitas airnya maka harus dibuat kolam
pengendapan dengan diberi arang, tanaman eceng gondok dll.
5.1.7. Menjaga Kesuburan
Esensi pengendalian kesuburan tanah dalam pertanian organik dilakukan untuk
menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang terutama dengan daur ulang nutrisi
dari sumber lokal, meminimalkan penggunaan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dan meminimalkan polusi, mengoptimalkan aktivitas biologis tanah,
keadaan fisik dan mineral tanah yang menyediakan nutrisi seimbang bagi tanaman
dan ternak dan melindungi sumber daya tanah. Hara makro dan mikro yang terangkut
panen dikembalikan dengan menambahkan sisa tanaman secara periodik ke dalam
tanah dalam bentuk kompos.
Daur ulang nutrisi tanaman dilakukan dengan mendaur ulang limbah yang
berasal dari tumbuhan dan hewan dan merupakan bagian penting dari strategi
penyuburan tanah. Bahan yang dapat didaur ulang antara lain limbah pertanian,
pasar dan rumah tangga. Kompos pupuk kandang dari hewan yang makan pakan
organik, pupuk telah diolah. Kotoran ternak dari factory farming tidak boleh digunakan
karena ada beberapa komponen dalam produksi ternak yang menggunakan bahan-
bahan sintetis. Sedangkan urin ternak yang dibudidayakan secara organik bebas
digunakan, urin dari ternak dibudidayakan secara konvensional digunakan secara
terbatas, setelah diencerkan atau difermentasi. Urin dari ternak factory farming tidak
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 37
boleh digunakan. Factory farming adalah industri peternakan yang sangat bergantung
kepada pakan, obat-obatan dan bahan kimia sintetis lain
Pupuk kompos dari limbah dan sampah tanaman organik, yang tidak
mengandung logam berat, bila tidak jelas jumlah dibatasi, pupuk telah diolah. Sampah
yang dapat digunakan adalah sampah pasar, sampah rumah tangga. Sedangkan
limbah tanaman yang dapat digunakan dalam pertanian organik adalah jerami,
sekam padi, bonggol jagung, serbuk gergaji, kulit kacang, kulit kopi, kulit kakao dan
untuk limbah media jamur yang dapat digunakan adalah serbuk gergaji, jerami, dll.
Penggunaan pupuk hijau akan menunjang keberhasilan produksi dengan model
pertanian organik. Gulma merupakan sumber bahan organik potensial yang perlu
dimanfaatkan melalui pengomposan, namun perlu ber hati-hati karena dapat
mengandung senyawa alelopat yang meracun tanaman.
Pupuk hijau tanaman semusim yang dapat digunakan adalah orok-orok,
sedangkan untuk tanaman tahunan adalah turi, lamtoro, sesbania, sengon dan legum
lain, dan untuk jenis tanaman tingkat rendah adalah azolla ganggang hijau, ganggang
biru hijau dari tanaman organik, bila tidak jelas jumlah dibatasi, dapat langsung
dibenam Pupuk hayati hayati merupakan substansi yang mengandung
mikroorganisme untuk meningkatkan ketrsediaan hara seperti Rhyzobium, Mikoriza
Rhyzobium Legin untuk kedelai, kacang tanah untuk menambat N2 udara. Inokulum
Mikoriza untuk pelarut fosfat dan unsur hara lain.Penerapan pertanian organik secara tiba-tiba dikhawatirkan menurunkan hasil
tanaman sehingga perlu dilakukan secara bertahap. Pada tahap konversi dilakukan
dengan menambah pupuk organik takaran tinggi - di atas 10 t/ha, mengurangi takaran
pupuk anorganik bertahap 75%,50%, 25%, 0%. Setelah kesuburan tanah pulih
takaran pupuk organik dikurangi - 5 t/ha.
5.1.8. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma
Konsep pengendalian dalam pertanian organik adalah pengendalian OPT
(organisme pengganggu tanaman) menggunakan cara PHT (pengendalian hama
terpadu). Konsep Pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang
dilakukan dengan menggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu
mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang
merugikan. Cara pengendalian hama terpadu adalah dengan memacu hubungan
seimbang antara inang dengan predator, peningkatan serangga berguna,
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 38
pengendalian biologis dan cara budidaya, pengendalian mekanis. Pengendalian
secara biologis yaitu dengan menggunakan musuh alami parasit, predator dan
patogen serangga. Pengendalian secara mekanis yaitu melalui pengolahan tanah,
pemangkasan, mulsa, perangkap, penghalang cahaya, suara, panas. Sedangkan
pengendalian secara kimiawi adalah dengan menggunakan pestisida hayati, selain
tembakau. Budidaya: varietas tahan, pergiliran tanaman, tumpang sari, tanaman
perangkap.
Selain itu perlu juga penyediaan habitat yang cocok pembuatan pagar hidup,
tempat berlindung musuh alami. Zona penyangga ekologi dan penyangga vegetasi
asli. Untuk mengendalikan hama dan penyakit, dapat ditanam kenikir, kemangi,
kacang babi, tephrosia, lavender, dan nimba di antara bedengan serta menjaga
kebersihan areal pertanaman. Tanaman obat dan rempah seperti tanaman rimpang-
rimpangan, babandotan, lada, dan sirih dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan
pestisida nabati yang aman dan ramah lingkungan selain mudah pembuatannya.
5.1.9. Pengemasan
Pengemasan dalam pertanian organik adalah dengan menggunakan bahan
yang dapat diurai mikrobia (Bio-degradable materials), bahan hasil daur ulang
(Recycled materials), atau bahan yang dapat didaur ulang (Recyclable materials).
Selain itu produk harus dilindungi agar tidak tercampur dengan produk konvensional
dan produk organik yang tidak tersertifikasi, diberi label. harus dilindungi agar tidak
tersentuh dengan bahan yang tidak diizinkan. Tempat penyimpanan dan
pengangkutan harus dibersihkan dengan metode dan bahan yang diizinkan.
Sehingga produk organik tersebut akan tetap terjaga kondisinya sampai ke tangan
konsumen.
5.2. Peluang dan Permasalahan dalam Pengembangan Pertanian Organik5.2.1. Biaya Sertifikasi Sayuran Organik
Setiap konsumen menginginkan hidup yang sehat. Kehidupan yang sehat ini
dapat diperoleh salah satunya dengan mengkonsumsi bahan makanan yang sehat.
Salah satu bahan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi dan mineral adalah
dari bahan makanan sayuran. Bahan makanan sayuran yang sehat dapat diperoleh
dari sayuran yang dibudidayakan dengan cara organik. Seperti yang kita ketahui
bahwa untuk membedakan antara produk sayuran organik dan non organik bukanlah
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 39
perkara mudah bagi konsumen awam. Bagi konsumen, haruslah ada suatu bentuk
penjaminan terhadap mutu dan produk sayuran tersebut benar-benar diproduksi
secara organik. Bentuk penjaminan ini salah satunya adalah berbentuk adanya suatu
sertifikasi oleh lembaga khusus dan ahli yang melakukan uji terhadap segala sesuatu
dalam proses produksi sayuran yang mengikuti kaidah organik. Pengujian ini mulai
dari penggunaan input, prasarana dan sarana pertanian, proses budidaya, serta
penanganan pasca panen yang aman dan terhindar dari bahan sintetis berbahaya.
Sertifikasi sebagai bentuk penjaminan terhadap kualitas dan keamanan produk
sayuran organik ternyata menjadi kendala tersendiri untuk petani sebagai produsen.
Hal ini terjadi karena petani harus mengeluarkan biaya ekstra hingga puluhan juta
untuk periode beberapa tahun untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Hingga saat ini
terdapat 7 Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang diakui oleh Komite Akreditasi
Nasional (KAN) untuk melakukan sertifikasi produk pangan organik. Keadaan ini pula
yang membuat hanya sedikit petani organik yang dapat memasukan produknya ke
pasar dan mendapatkan harga yang layak karena produk sayuran organik yang tidak
berlabel atau tidak memiliki sertifikat akan mendapatkan apresiasi berupa harga yang
sama dengan sayuran non organik. Hal inilah yang membuat motivasi petani untuk
Go Organik masih rendah.
Selain harga, kendala lain untuk mendapatkan sertifikat adalah status petani
yang sebagian besar memiliki lahan pertanian yang sempit. Nilai produksi yang kecil
ini tidak sebanding dengan biaya sertifikasi yang sangat mahal. Kendala ini perlu
dihadapi bersama antara petani dengan pemerintah sebagai pemegang kebijakan.
Petani yang sebagian besar adalah petani gurem harus berbentuk kelompok,
sehingga biaya yang dikeluarkan dapat efisien dengan nilai produksi yang besar, atau
dengan kata lain biaya ini ditanggung bersama oleh petani sayuran organik. Selain
itu, kendala ini dapat dihadapi dengan memberi bantuan keringanan biaya hingga
kelompok tani tani tersebut dapat mandiri untuk meneruskan praktek pertanian
organik dengan SOP yang semestinya dan tersertifikasi. Bantuan terkait dengan
biaya sertifikasi dapat diberikan kepada kelompok tani yang belum berbadan usaha
seperti berbentuk CV atau PT. Diharapkan ke depan semua kelompok tani yang
berusahatani secara organik dapat memiliki sertifikat dan memberikan label organik
pada produk pertaniannya khususnya sayuran umur pendek, sehingga petani dapat
secara penuh merasakan manfaat dari pertanian organik terutama secara ekonomi.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 40
5.2.2. Hulu/Input
a. Tenaga Kerja
Pertanian organik merupakan salah satu model pertanian yang
membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Dari persiapan lahan yang
konvensional menuju organik, pembuatan pestisida alami sendiri dan
penanggulangan hama serta penyakit, pemeliharaan, penyemaian, dan panen
semuanya dilakukan melalui tenaga kerja manusia atau menggunakan mesin
dengan mempertimbangkan emisi yang dihasilkan.
Tetapi hal ini sangat baik bagi DIY khususnya dan Indonesia pada
umumnya karena memiliki sumber daya manusia yang melimpah. Sehingga
sistem pertanian organik memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan
tenaga kerja di sektor pertanian. Selain itu, sistem pertanian organik juga dapat
menjadi salah satu cara untuk membangun pedesaan yang mandiri dalam hal
pangan karena teknik produksinya yang mudah diakses dan tanpa modal yang
besar. Tentu hal ini perlu upaya khusus mengingat tenaga kerja di bidang
pertanian dewasa ini cukup sulit ditemukan dan yang sudah ada saat ini sudah
berumur lanjut.
b. Kuantitas dan Kualitas pupuk organik yang tersedia
Pupuk organik secara umum dibuat dari sisa-sisa makhluk hidup berupa
sampah organik, seresah tumbuhan, dan kotoran hewan. Pupuk yang dibuat dari
sisa-sisa aktivitas organik makhluk hidup tentunya akan selalu tersedia, namun
jumlahnya tergantung dari seberapa banyak aktivitas makhluk hidup tersebut
hingga menghasilkan sisa (waste) yang dapat digunakan sebagai pupuk organik.
Sisa atau waste dari aktivitas makhluk hidup berupa bahan organik tersebut tidak
dapat langsung digunakan untuk pupuk, melainkan harus diproses dalam
beberapa tahap. Tahapan yang paling penting adalah pada fermentasi, dimana
bahan organik yang masih mentah atau masih berupa sisa segar dari aktivitas
makhluk hidup diberi suatu starter agar bahan organik tersebut dapat terurai
dengan sempurna, bebas dari senyawa-senyawa yang bersifat racun, dan
mengurangi resiko tanaman terkena panas berlebih yang ditimbulkan oleh bahan
organik yang belum matang.
Pupuk organik terdiri dari pupuk hijau, kompos dan pupuk kandang. Pupuk
hijau yang biasa digunakan dari tanaman legum semusim misal orok-orok,
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 41
tahunan misalnya lamtoro, paku air misalnya Azolla. Pupuk hijau mempunyai
C/N < 12 dapat langsung digunakan tanpa pengomposan. Kompos dapat berasal
dari limbah pertanian, limbah pasar, limbah rumah tangga atau gulma, setelah
melalui proses pengomposan. Pupuk kandang dari kotoran ternak bercampur
dengan kotoran kandang yang telah dikomposkan. Pupuk hayati, pada umumnya
merupakan organisme hidup, misalnya rhizobium dan mikoriza.
Pupuk organik yang dibuat oleh petani biasanya berasal dari seresah
dedaunan dan kotoran hewan seperti sapi, kambing, ataupun ayam. Pupuk-
pupuk tersebut tentunya memiliki kandungan unsur yang berbeda-beda. Menurut
Lingga (1991), pupuk kandang sapi memiliki rasio C/N paling tinggi dibandingkan
dengan pupuk kandang kambing, ayam, dan kerbau. Kandungan unsur hara
yang berbeda-beda dari sumber bahan organik yang berbeda-beda inilah yang
menyebabkan kualitas pupuk kandang tidak sama satu dengan yang lain.
Apalagi, jika sumber bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk kandang
berasal dari sumber yang berbeda-beda. Beberapa kendala penggunaan kualitas
pupuk organik adalah sifatnya yang bulky, kandungan air yang cukup tinggi dan
kandungan hara yang rendah. Kebutuhan unsur hara tanaman juga berbeda-
beda satu dengan yang lainnya. Hal tersebut tentunya akan menyebabkan
penggunaan pupuk kandang harus melebihi jumlah yang telah ditentukan jika
petani menginginkan hasil yang tinggi.
Pembuatan pupuk kandang memerlukan waktu yang cukup lama agar
bahan organik dapat matang secara merata dan dapat digunakan oleh petani
sebagai penyedia nutrisi bagi tanaman. Pupuk organik biasanya diberikan dalam
jumlah yang cukup agar dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Kendala-
kendala tersebut berakibat pada besarnya biaya untuk pembelian atau
pembuatan kompos, biaya transportasi, dan biaya aplikasi/tenaga kerja. Untuk
tanaman bawang merah saja, kebutuhan pupuk organiknya mencapai 10-20
ton/ha (Litbang Deptan, 2015), untuk tanaman sawi 20 ton/ha, dan tanaman
bayam 15 ton/ha (Litbang Deptan, 2014). Kebutuhan pupuk yang besar dalam
satu kali tanam tersebut kerap harus diberikan secara cukup untuk hasil yang
lebih baik. Bahan baku yang terbatas, menyebabkan jumlah pupuk yang
dihasilkan sedikit sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk
organik petani. Pada beberapa daerah, pupuk organik tidak dapat diproduksi
sendiri karena petani tidak memiliki hewan ternak sebagai sumber pembuatan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 42
bahan organik, sehingga petani harus membeli pupuk organik dari daerah lain.
Pembelian dari daerah lain tentu kerap memperhitungkan akses transportasi dan
ketersediaan barang atau stok, sehingga jika terdapat beberapa hambatan pada
transportasi maupun stok, petani tidak dapat menggunakan pupuk kandang. Hal
tersebut menyebabkan petani masih enggan untuk menggunakan pupuk organik
secara penuh bagi tanamannya tanpa ada campuran dari pupuk kimia.
Masalah utama dalam memproduksi pupuk yang berasal dari sampah
aktivitas manusia atau sampah rumah tangga adalah terdapatnya unsur-unsur
berbahaya yang mungkin berbahaya bagi pertumbuhan tanaman dan/atau
kesehatan manusia. Sumber utama unsur-unsur berbahaya ini adalah sampah
dan limbah kota yang sering mengandung logam berat arsenat, timbal, dan
kadmium yang tinggi. Oleh karena itu perlu berhati-hati menggunakan sampah
dan limbah kota sebagai pupuk organik.
c. Kuantitas dan kualitas pestisida organik yang tersedia
Penggunaan pestisida organik oleh petani lebih banyak didasarkan kepada
kearifan lokal yang telah mereka dapatkan turun-temurun dari nenek moyang.
Contohnya pada penggunaan ekstrak daun mimba dan ekstrak daun widuri bagi
pengendalian ulat grayak di bawang merah. Penggunaan pestisida nabati ini
sangat bergantung pada keberadaan bahan yang digunakan. Bahan baku
pestisida nabati yang relatif masih terbatas tersebut karena kurangnya dukungan
pemerintah dan kesadaran petani terhadap penggunaan pestisida nabati masih
rendah, sehingga enggan menanam atau memperbanyak tanamannya.
Masih terbatasnya penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida
nabati, dari mulai teknik penyediaan bahan baku sampai produksi juga menjadi
salah satu kendala tersedianya pestisida organik. Sampai saat ini tanaman
penghasil pestisida nabati belum ada yang dibudidayakan petani. Belum
dibudidayakannya tanaman tersebut di Indonesia antara lain disebabkan oleh
penguasaan teknologi yang masih rendah, baik teknik budidayanya maupun
teknologi pengolahan produk siap pakai. Oleh karena itu untuk memasyarakatkan
penggunaannya, pemilihan bahan baku, teknik budidaya, manipulasi bahan dan
atau teknologi tepat guna lainnya perlu diteliti dan dikaji sebelum dikembangkan
untuk pestisida nabati, tidak hanya berdasarkan kearifan lokal saja.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 43
Tidak semua OPT dapat dikendalikan oleh pestisida nabati. Hanya OPT
tertentu saja yang dapat dikendalikan oleh pestisida tersebut. Pada umumnya,
pestisida organik tidak membunuh langsung hama sasaran, akan tetapi hanya
bersifat mengusir dan menyebabkan hama menjadi tidak berminat mendekati
tanaman budidaya. Pestisida organik juga memiliki daya kerja yang lambat, tidak
membunuh organisme sasaran secara langsung, kurang tahan terhadap sinar
matahari, kurang praktis, tidak tahan lama dalam penyimpanan, dan kadang kala
harus diaplikasi berkali-kali. Hal tersebut menyebabkan petani lebih memilih
untuk mengaplikasikan pestisida kimia yang lebih cepat efeknya kepada OPT.
Oleh sebab itu, perlunya peningkatan kualitas pestisida organik agar dapat
digunakan oleh petani secara menyeluruh.
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa OPT tidak harus
dikendalikan dengan dimusnahkan. Metode pengendalian hama terpadu (PHT)
menjadi salah satu pilihan terbaik dengan mengatur populasi OPT di bawah
batas merugikan secara ekonomi.
d. Sumber air sudah banyak yang tercemar bahan berbahaya
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus
kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain
mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Air biasanya disebut
tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan ketika tidak bisa
mendukung kehidupan manusia, seperti air minum, dan/atau mengalami
pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung komunitas
penyusun biotik, seperti ikan (Herlambang, 2006).
Akibat penggunaan air tercemar untuk pertanian bagi tanaman pertanian,
paling tidak dapat diklasifikasikan menjadi dua akibat yaitu, 1) akibat terhadap
hasil produksi pertanian, 2) akibat terhadap mutu produksi pertanian, seperti
kehadiran polutan dalam hasil pertanian, perubahan rasa, dan lain-lain. Harus
diakui bahwa hampir sebagian besar air tercemar mengandung zat-zat yang
dapat menyuburkan tanaman, namun kondisi sebenarnya dalam air tercemar
biasanya zat ini dalam jumlah yang berlebihan, akibat dari hal ini yaitu
menyebabkan kerusakan pada tanaman. Sebagai contoh kelebihan kandungan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 44
nitrogen pada tanaman akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman secara
vegetatif menjadi meningkat dari pada menghasilkan buah, selain itu dampak
lainnya adalah mengakibatkan penundaan kemasakan buah, temuan ini biasanya
ditemukan pada tanaman padi, jagung dan beberapa tanaman lain, bila hal ini
terjadi maka dapat menimbulkan kerugian bagi petani karena turunnya produksi
dan mutu hasil pertanian. Ancaman lain yang dihadapi adalah terkontaminasinya
tanaman pertanian oleh logam-logam berat dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman itu sendiri dan manusia yang mengonsumsinya.
Dalam konsep pertanian organik, penggunaan air juga termasuk yang
menjadi salah satu perhatian utama. Air yang digunakan untuk menyiram atau
menggenangi lahan pertanian organik harus air yang terbebas dari zat-zat kimia
berbahaya. Sehingga akan menjadi sia-sia apabila menerapkan pertanian
organik sementara air yang mengaliri lahan kita banyak mengandung residu
bahan kimia. Tentunya lahan menjadi beresiko tercemar zat-zat tersebut. Pada
akhirnya produk pertanian organik tidak steril dari racun-racun kimia.
Terkait dengan hal tersebut salah satu langkah yang terpenting adalah
usaha untuk menyingkirkan polutan-polutan yang terlanjur tercampur di dalam air
tercemar tersebut. Salah satu langkah yang dapat diambil terkait dengan hal ini
adalah dengan melakukan treatment pada air yang sudah tercemar untuk
menurunkan kadar polutan dalam air sehingga layak untuk dimanfaatkan bagi
kehidupan sehari-hari manusia termasuk irigasi pertanian.
Saringan arang atau dapat dikatakan sebagai saringan pasir arang dengan
tambahan satu buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif dalam
menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang yang digunakan
dapat berupa arang kayu atau arang batok kelapa. Untuk hasil yang lebih baik
dapat digunakan arang aktif.
Air limbah didiamkan di kolam eceng gondok selama 24 jam. Setiap batang
eceng gondok sanggup membersihkan air limbah domestik. Setelah sehari
penuh, katup penutup saluran air di ujung kolam eceng dibuka untuk mengalirkan
air ke bak penampungan ketiga di bawah tanah. Di dalam bak itu mereka
menyusun saringan berlapis dengan karbon aktif. Selain itu, akar tanaman ini
juga dapat menghasilkan zat alleopathy yang mengandung zat antibiotoka dan
juga mampu membunuh bakteri coli. Eceng gondok juga mampu menjernihkan
atau menurunkan kekeruhan suatu perairan hingga 120 mg per liter silika selama
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 45
48 jam sehingga cahaya matahari dapat menembus perairan dan dapat
meningkatkan produktivitas perairan melalui proses fotosintesis bagi tanaman air
lainnya. Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga
mampu menyerap residu pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat. Akar
dari tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) mempunyai sifat biologis
sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri.
Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya di dalam air
kurang mencukupi, tetapi responsnya terhadap kadar unsur hara yang tinggi juga
besar. Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan yang
cukup besar, menyebabkan eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai
pengendali pencemaran (Rukmi et al., 2013).
Ikan dapat digunakan sebagai bioindikator karena mempunyai kemampuan
merespon adanya bahan pencemar. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap
perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut
dalam batas konsentrasi tertentu. Kemampuan ikan merespon bahan pencemar
sering digunakan dalam pengujian penanganan limbah. Penanganan air tercemar
limbah pada umumnya melewati beberapa tahapan pengolahan seperti
penyaringan secara mekanis (secara fisik), pengendapan dan penjernihan
dengan bahan kimia (secara kimia) serta penghilangan senyawa berbahaya
dengan bakteri pengurai limbah (secara biologis) setelah melewati ketiga tahapan
tersebut air limbah yang sudah diolah dilewatkan dalam kolam kecil berisi ikan.
Apabila masih terdapat bahan pencemar maka ikan akan bereaksi mulai dari
gerakan renang, percepatan gerakan operculum hingga kematian pada air yang
masih beracun (Kusriani, 2012). Ikan yang biasanya digunakan sebagai indikator
ketercemaran air adalah ikan mas koki. Selain harganya yang terjangkau, ikan
mas koki merupakan salah satu ikan yang sensitif terhadap perubahan kondisi
air. Sehingga apabila air yang diberi perlakuan itu menunjukkan perilaku yang
tidak biasa atau bahkan mati menunjukkan bahwa air tersebut masih
mengandung bahan-bahan yang berbahaya. Bila kondisi ikan tersebut baik-baik
saja, maka air tersebut sudah aman untuk digunakan untuk pertanian organik.
e. Benih
Benih yang digunakan dalam sistem pertanian organik belum tentu
diproduksi dengan cara organik. Produksi benih memerlukan berbagai tahapan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 46
dan proses sehingga menghasilkan benih yang berkualitas baik. Namun,
beberapa tahap produksi benih kerap kali tidak menggunakan cara organik. Oleh
sebab itu, masih sulit bagi petani untuk mendapatkan benih yang diproduksi
secara organik tanpa adanya tambahan bahan kimia pada saat penanaman
tanaman asalnya.
Benih yang ditangkar oleh petani secara individu memang dapat
dimungkinkan akan diproses secara organik, namun hal tersebut akan
menyebabkan asal benih tidak jelas. Benih kemudian menjadi benih varietas lokal
yang tidak diketahui asal, jumlah produksi, dan ketahanannya terhadap penyakit.
Selain itu, benih yang diperoleh tidak langsung digunakan sebagai bahan tanam,
sehingga harus disimpan dalam jangka musim tanam tertentu. Penyimpanan
benih dalam waktu yang lama tanpa adanya teknologi penyimpanan benih akan
menyebabkan benih cepat busuk, ditumbuhi jamur, terkena OPT, atau akan
menurunkan daya tumbuhnya. Oleh sebab itu petani akan memberikan zat kimia
sebagai pengawet benih agar benih terhindar dari kerusakan seperti dengan
pemberian fungisida.
Belum tersosialisasinya sertifikasi benih organik juga menjadi salah satu
kendala budidaya tanaman organik dari hulu. Benih yang terjamin diproduksi dan
diproses secara organik belum dapat diverifikasi kebenarannya jika belum
memiliki sertifikasi benih organik. Namun bagaimana cara mendapatkan sertifikat
benih organik masih belum disosialisasikan pada petani. Padahal, sertifikasi
benih organik tersebut akan berguna untuk memberikan informasi mengenai asal
benih, teknis budidaya benih, dan daya tumbuh benih, sehingga penyimpanan
benih dapat dilakukan secara tepat agar benih tidak rusak. Belum adanya
sertifikasi benih organik inilah yang menyebabkan benih masih diproses dalam
cara konvensional.
Benih sawi dan bayam mungkin berasal dari varietas hibrida sehingga tidak
dapat diperbanyak lagi oleh petani. Hibida yang beredar adalah generasi F2 bila
diperbanyak akan menjadi F3 dengan sifat kembali ke F1 yang berbeda beda,
sehingga tidak baik. Akibatnya petani harus menggunakan benih hibrida yang
tidak organik.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 47
f. Tidak semua varietas adaptif dengan model pertanian organik
Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua tanaman yang berbeda
secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka hibrida
turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua
tetua tersebut. Varietas hibrida memiliki kelebihan yaitu hasil yang lebih tinggi
daripada hasil varietas unggul inbrida. Namun, varietas hibrida harga benihnya
mahal dan tidak dapat ditanam kembali oleh petani, harus membeli lagi. (Balai
Besar Penelitian Padi. 2015). Benih varietas hibrida dihasilkan dari budidaya
konvensional bukan organik, sehingga sebenarnya tidak memenuhi syarat. Jalan
keluarnya dicuci, ini tentu saja tidak menghilangkan residu bahan kimia sintetis.
Umumnya varietas hibrida merupakan varietas yang dikatakan “boros”
unsur hara. Hal ini berarti varietas hibrida merupakan varietas yang kebutuhan
unsur haranya sangat tinggi, sehingga dibutuhkan berbagai unsur hara tambahan
agar produksinya tinggi. Hal tersebut tidak dapat dipenuhi jika petani hanya
memberikan pupuk kandang sebagai unsur hara utama pada budidaya dengan
varietas hibrida. Petani akan kehilangan hasil yang cukup besar jika varietas
hibrida tidak dicukupi kebutuhan nutrisinya untuk dapat menghasilkan produksi.
Pupuk yang digunakan untuk meningkatkan produksi varietas hibrida adalah
pupuk kimia. Semakin banyak pupuk kimia yang diberikan, maka residu pupuk
yang dihasilkan akan semakin besar. Hal tersebut akan menyebabkan
pencemaran lingkungan dan berdampak buruk secara ekologi. Selain itu
kebutuhan pupuk yang tinggi akan mengakibatkan biaya produksi akan
meningkat, sehingga penerimaan petani akan berkurang.
Ada mekanisme yang lebih rumit dari sekedar pupuk organik sebagai
sumber hara. Peran pupuk organik adalah memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologis. Hasil penelitian menunjukkan hasil pertanian organik dapat lebih tinggi
karena pemberian pupuk organik memperbaiki berbagai sifat tanah bukan hanya
kandungan haranya.
Beberapa varietas juga rentan terhadap OPT tertentu dan memerlukan
areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu. Misalnya pada bawang merah
varietas Bima Brebes yang peka terhadap penyakit busuk ujung daun. Penyakit
ini akan menyerang jika kelembaban udara di lingkungan penanaman tinggi. Jika
penyakit ini menyebar hingga melebihi batas ambang ekonomi, petani akan lebih
memilih untuk mengendalikan OPT tersebut dengan pengendalian kimiawi.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 48
Tentunya residu yang dihasilkan dari pestisida kimia tersebut akan memberikan
dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Pemberian pestisida kimia yang terlalu
banyak justru menyebabkan tanaman resisten terhadap OPT. Hal tersebut juga
terjadi pada beberapa varietas lain yang peka terhadap OPT tertentu.
5.2.3. On Farm/Budidaya
a. Teknologi penanganan OPT dalam pertanian organik
Penanganan OPT pada komoditas sayur organik tentunya harus dilakukan
tanpa melibatkan bahan-bahan kimia sintesis. Hal ini tentunya sulit dilakukan saat
ini, mengingat tingginya ketergantungan petani dalam penggunaan pestisida
kimia agar OPT dapat ditangani dengan mudah dan cepat. Padahal,
pengendalian OPT seharusnya mengikuti gatra pengelolaan ekosistem, yaitu
teknis, ekologis, ekonomis, dan sosial budaya (Marwoto, 2008). Produksi yang
tinggi tanpa adanya gangguan dari OPT menjadi latar belakang utama
penggunaan pestisida kimia yang bahkan melebihi ambang batas rekomendasi.
Untuk dapat mengejar produksi tinggi tersebut, petani memilih cara pengendalian
kimiawi dikarenakan biaya yang lebih murah (ekonomis), mudah, dan memiliki
efek langsung yang kentara bagi pengendalian OPT. Hal tersebut tentunya justru
akan berdampak buruk bagi lingkungan atau ekosistem sekitar.
Pengendalian OPT pada sistem pertanian organik dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain dengan pengendalian mekanis, pengendalian fisik,
pengendalian hayati, menerapkan teknologi tepat guna yang disesuaikan dengan
metode tanpa adanya pemberian bahan kimia dan dengan kearifan lokal yang
telah dimiliki oleh suatu wilayah ataupun masyarakat dalam pengendalian OPT.
Pengendalian tersebut diharapkan dapat menggantikan pengendalian secara
kimiawi yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan, serta dapat mengurangi
tingkat pencemaran yang disebabkan oleh penggunaan bahan kimia pada
pengendalian OPT.
Berdasarkan INPRES No. 3 Tahun 1986 dan Undang-undang No. 2 Tahun
1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pengendalian OPT untuk semua
tanaman adalah menggunakan prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). Sistem PHT memiliki empat prinsip dasar, yaitu:
a. Budidaya tanaman sehat : tanaman yang sehat mampu mengatasi
kerusakan dan kerugian hasil yang diakibatkan serangan OPT.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 49
b. Pemanfaatan dan pelestarian ungsi musuh alami : kemampuan musuh alami
dalam mengendalikan populasi OPT sangat kuat, sehingga keberadaannya
selalu harus dijaga, dilestarikan dan didayagunakan.
c. Pemantauan lahan secara rutin atau mingguan : ekosistem lahan berubah
sangat dinamis. Kombinasi faktor-faktor lingkungan tertentu dapat
menimbulkan pertumbuhan populasi OPT. Oleh karena itu pemantauan
lahan secara rutin perlu selalu dilakukan.
d. Petani sebagai ahli PHT : petani bersama dengan kelompoknya perlu dicetak
menjadi ahli PHT sehingga mampu menjadi pengamat, penganalisis
ekosistem, pengambil keputusan dan sekaligus pelaksana pengendalian
OPT di lahannya sendiri.
1) Bawang Merah
Hama penyakit yang menyerang tanaman bawang merah antara lain
adalah ulat grayak Spodoptera, Trips, Bercak ungu Alternaria (Trotol);
Colletotrichum, busuk umbi Fusarium dan busuk putih Sclerotum, busuk daun
Stemphylium dan virus. Menurut Sumarni dan Hidayat (2005), petani kerap
memberikan pestisida yang tidak tepat dosis dan tidak tepat waktu dalam
penanganan OPT bawang merah, misalnya saja pencampuran 2-3 jenis
pestisida dalam satu kali pemberian, dosis yang tidak tepat, spuyer (nozzle)
yang tidak standar, dan interval waktu yang terlalu dekat bahkan hampir setiap
hari. Hal tersebut akan menyebabkan masalah yang serius antara lain
kesehatan, pemborosan, resistensi OPT, residu pestisida, dan pencemaran
lingkungan.
a) Penggunaan Teknologi pada pengendalian OPT
Balai Penelitian Tanaman Sayuran telah mengembangkan Bio
insektisida untuk mengendalikan hama ulat bawang (Spodoptera exigua
Hubn.). Insektisida dengan bahan aktif SeNPV (Spodoptera exigua
Nuclear Polyhedrosis Virus), ini relatif aman untuk lingkungan dan
makhluk hidup lainnya, karena sangat selektif, hanya menjadi patogen
untuk ulat bawang (Moekasan 1998). Selain itu pengendalian OPT ini
dapat dilakukan dengan menggunakan agen hayati seperti NPV,
Metarrhizium sp, dan Beauveria sp.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 50
Teknologi lain yang dapat digunakan adalah dengan penggunaan
Trap atau jebakan. Penggunaan trap telah diteliti dan dianggap sebagai
teknologi cukup efektif untuk dapat mengendalikan salah satu OPT
bawang merah, yaitu Trips (Thrips tabaci). Trap dibuat dari kertas yang
berwarna merah muda, lengket dan diberi suhu panas yang dapat
menarik perhatian dari Trips. Hasil penelitian dari ATTRA (2007)
menunjukkan bahwa hama Trips sangat tertarik dengan warna merah
muda dan suhu yang relatif panas, sehingga jebakan tersebut akan
sangat efektif dalam penanganan hama Trips.
Penggunaan varietas unggul tahan OPT juga merupakan salah satu
teknologi yang dapat mencegah serangan OPT seperti Bauji (agak tahan
dengan Spodoptera exigua), Sumenep (tahan terhadap penyakit
Fusarium, bercak ungu (Alternaria porri) dan antraknose (Colletotrichum
spp.)), maupun Bima Brebes (Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi
(Botrytis alli)).
b) Penggunaan kearifan lokal, pengendalian mekanis, dan pengendalian fisik
Penggunaan kearifan lokal dalam pengendalian OPT ini dapat
dilakukan dengan pola penanaman (UC-IPM, 2008) dan pemanasan
tanah (ATTRA, 2007). Menurut UC-IPM (2008), pengendalian secara
kultural atau kearifan lokal yang telah dilakukan pada beberapa daerah
yaitu dengan tidak menanam bawang merah di samping lahan
penanaman tanaman padi. Hal ini disebabkan karena beberapa hama
memiliki inang hama dan gulma yang sering muncul pada tanaman padi,
sehingga penanaman bawang merah di dekat tanaman padi dicurigai
dapat menyebabkan populasi OPT seperti Trips dan Alternaria porii
meningkat. Pemilihan musim tanam juga sangat menentukan tingkat
serangan OPT. Jika bawang merah ditanam pada musim penghujan,
tingkat populasi OPT seperti Trips dan antraknosa akan meningkat.
Beberapa kearifan lokal lain yang saat ini dilakukan oleh petani dalam
pengendalian OPT adalah penggunaan akar tuba, akar kelor, sambiloto,
daun pepaya, daun srikaya, dan daun mindi. Bahan-bahan tersebut
ditumbuk dan diperas airnya, kemudian disemprotkan ke tanaman yang
terkena serangan OPT. Selain itu, beberapa petani juga menggunakan air
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 51
gula dalam pengendalian ulat grayak. Air gula akan mendatangkan semut
yang merupakan predator alami ulat grayak, sehingga serangan ulat
grayak pada tanaman akan berkurang.
Pemanasan tanah pada saat pengolahan tanah dimaksudkan agar
OPT yang ada di dalam tanah dapat hilang dan mengurangi adanya OPT
yang masih tertinggal di dalam tanah yang dapat muncul dari tanaman
sebelumnya. Menurut ATTRA (2007), pemanasan tanah hingga suhu
60°F dapat menyebabkan telur-telur Trips yang berada di dalam tanah
akan mati sehingga populasi Trips akan menurun.
Beberapa negara maju telah menerapkan berbagai model
penanaman bawang merah organik yang di tanam di rumah kaca yang
memiliki beberapa teknologi seperti pengatur suhu, pengatur penyiraman
air, pengatur intensitas cahaya, dan lain sebagainya. Hal ini tentu sulit
dilakukan di Indonesia karena biaya produksi akan sangat mahal dan
terbatas pada skala kecil saja. Tingginya biaya produksi akan berimbas
pada tingginya harga jual, sehingga hanya beberapa kalangan saja yang
dapat membeli hasil produksi tersebut. Terbatasnya akses dalam
implementasi teknologi pengendalian OPT ini menyebabkan petani masih
memilih pengendalian secara kimiawi sebagai pengendalian utama OPT
bawang merah. Selain itu, teknologi tersebut dirasa memiliki efek yang
lama dalam pengendalian OPT, proses yang memakan waktu, dan biaya
yang tidak murah, sedangkan petani menginginkan suatu proses yang
cepat dan ekonomis, sehingga pengendalian OPT non kimiawi masih sulit
untuk dapat diterima dan diterapkan.
2) Bayam
Penyakit yang sering dijumpai kemungkinannya adalah penyakit rebah
kecambah di pembibitan disebabkan oleh cendawan Pythium sp. Dan atau
Rizoctonia solani, penyakit busuk basah batang muda dan daun
Choaenophora sp., bercak daun Erospora beticola dan karat putih Albugo bliti.
Penyakit tanaman biasanya banyak menyerang pada musim hujan. Hama
tanaman yang mungkin harus dihadapi antara lain adalah ulat Plusia sp. dan
Prodenia litura, lalat polifogus Liriomyza sp., kutu daun Thrips spp. dan Myzus
persicae dan tungau daun Polyphagotarsonemus latus. Hama tanaman
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 52
kebanyakan menyerang hebat pada waktu musim kemarau. Menurut Thamrin
dan Asikin (2009), permasalahan utama pada pengendalian OPT pada
tanaman bayam adalah petani kerap menyemprotkan pestisida kimia melebihi
dosis yang dianjurkan dengan interval waktu yang sangat pendek (hampir
setiap hari), sehingga daun bayam banyak yang rusak bukan dikarenakan oleh
OPT, melainkan terkena zat kimia dari pestisida.
Pada umumnya kerugian yang disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit bayam tergolong ringan sampai sedang. Hal tersebut mungkin
disebabkan karena umur petani bayam cabut yang relatif singkat yaitu sekitar
21 hari, apabila terjadi kerusakan berat (puso) segera dapat diganti dengan
tanaman baru karena biaya produksi usaha bayam relatif murah. Bayam yang
ditanam di dataran tinggi dan medium, sering dirusak oleh lalat Liriomyza sp.
Berbagai jenis belalang juga sering ditemukan merusak daun bayam,
mengakibatkan kualitas bayam merosot. Hama tersebut di atas lebih banyak
ditemui menyerang bayam yang ditanam pada musim kemarau (Soeganda,
1996).
a) Penggunaan Teknologi pada pengendalian OPT
Terdapat beberapa cara dalam pengendalian OPT pada bayam,
antara lain penggunaan perangkap berwarna kuning (Thamrin dan Asikin,
2009) dan penggunaan bio insektisida. Menurut Nurdin dkk. (1999),
perangkap kuning dari bahan plastik yang diolesi dengan pelumas lebih
efektif mengendalikan lalat korok daun. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh warna kuning pada plastik lebih kontras dan mengkilap sehingga lalat
lebih tertarik dibandingkan jenis perangkap kuning lainnya. Dan di
samping itu pula plastik kuning tersebut lebih tahan terhadap hujan dan
cahaya matahari, sehingga mengakibatkan lebih melekatnya lebih awet
atau lebih lama.
Penggunaan bio insektisida pada pengendalian OPT bawang merah
dapat dilakukan dengan beberapa organisme. Asikin dan Thamrin (2002)
melaporkan bahwa hasil inventarisasi beberapa tanaman yang berpotensi
sebagai pestisida nabati terhadap hama ulat yaitu Lukut (Patycerium
bifurcatum), Kapayang (Pangium edule), Kalalayu (Eriogiosum
rubiginosum), Lua (Ficus glomerata), Galam (Melaleuca leucandra),
rumput minjangan (Chromolaema odoratum), Sarigading (Nyctanthes
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 53
arbortritis), Jingah (Glutha rengas), Mamali dan Maya. pestisida nabati
tersebut diduga bersifat racun perut, karena pada hari pertama terjadi
kontak belum memperlihatkan gejala keracunan, tetapi setelah larva-larva
tersebut makan sehingga mengakibatkan gejala keracunan bagi larva
tersebut. Daya toksisitas/racun tertinggi yaitu pada bahan tumbuhan
Pangium edule, Palatycerium bifurcatum dan Eriglossum rubiginosum
yaitu daya racunnya berkisar antara 70-85%. Meskipun keefektifan
senyawa kimia nabati jauh di bawah senyawa kimia sintetik, tetapi
senyawa tersebut mempunyai kelebihan, yaitu kurang menimbulkan
dampak negatif antara lain residu yang terjadi melalui rantai makanan
yang membahayakan manusia dan lingkungan. Menurut Campbell (1933)
dan Burkill (1935) jenis tumbuhan telah diketahui berfungsi sebagai
insektisida dan repelen atau attraktan mengandung senyawa bio aktif
seperti alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tanin.
b) Penggunaan kearifan lokal, pengendalian mekanis, dan pengendalian fisik
Menurut Thamrin dan Asikin (2009), taktik pengendalian dengan
menggunakan asap sudah seringkali dilakukan tetapi hasilnya kurang
memuaskan. Dengan mengganti bahan pengasapan tersebut dengan
menggunakan bahan tumbuhan mercon menunjukkan hasil yang cukup
memuaskan, karena bahan tersebut dapat menimbulkan bau sehingga
dapat mempengaruhi aktivitas dari hama-hama sayuran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan asap dari bahan tumbuhan mercon
dapat menekan intensitas kerusakan oleh hama daun dan beberapa hama
lainnya. Hal ini diduga bahwa bau asap dari bahan tersebut dapat
mengusir hama-hama tersebut, karena pada lokasi pertanaman sayuran
yang dikendalikan dengan insektisida hampir tidak menunjukkan adanya
perbedaan dari tingkat kerusakan tanamannya.
Jika penanaman tanaman bayam di lakukan dalam skala kecil atau
tidak terlalu luas, pengendalian hama dapat dilakukan secara mekanis,
yaitu mengambil langsung hama yang hinggap di tanaman. Sanitasi
lingkungan pertanaman juga sangat penting dijaga agar tanaman
terhindar dari OPT yang menyerang.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 54
Bayam merupakan tanaman yang memiliki umur panen yang pendek,
yaitu 20 hari setelah tanam atau ketika tinggi tanaman telah mencapai 20
cm. Dalam penanaman skala besar, pengendalian OPT menggunakan bio
insektisida dapat dilakukan, namun efek yang terjadi lebih lama
dibandingkan dengan pestisida kimia. Umur panen yang pendek
menyebabkan petani lebih memilih untuk menggunakan pestisida kimia
agar OPT dapat hilang sebelum panen tiba.
3) Sawi
Serangan berat organisme pengganggu pada tanaman menyebabkan
daun rusak atau habis termakan sehingga dapat menurunkan produksi sampai
mematikan tanaman. Hama ulat pemakan daun Spodoptera sp. dan Plutella
sp. paling banyak menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan
kerusakan sekitar 12,5 % (Sriniastuti, 2005). Menurut Sastrosiswodjo dan Oka
(1997), Salah satu kendala utama dalam usahatani sawi adalah masalah
hama. Hama utama yang menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Ulat ini
seringkali menyebabkan kerugian yang sangat besar dan dapat mencapai
100% apabila tidak dikendalikan.
Umur panen yang relatif pendek pada tanaman sawi hijau menyebabkan
tanaman sangat peka terhadap respon pemberian pupuk serta gangguan
hama dan penyakit tumbuhan. Oleh karena itu, petani menggunakan pupuk
dan pestisida yang sangat intensif. Petani sering kali menggunakan pestisida
kimia dengan interval yang relatif pendek, misalnya setiap 2 hari sekali.
Bahkan, dalam satu kali aplikasi petani mencampur 2 jenis pestisida atau lebih
untuk menanggulangi hama yang menyerang.
a) Penggunaan Teknologi pada pengendalian OPT
Penggunaan senyawa alelopat sebagai insektisida nabati dari bahan
culan dan kenikir masing-masing 100 gr/liter dan Azadirachtin (ekstrak biji
nimba) 1,5 ml/liter. Penggunaan senyawa sebagai bio insektisida juga
ditemukan di tanaman pepaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Konno (2004), getah pepaya mengandung kelompok enzim sistein
protease seperti papain dan kimopapain. Getah pepaya juga
menghasilkan senyawa – senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid
dan asam amino non protein yang sangat beracun bagi serangga
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 55
pemakan tumbuhan. Ekstrak daun pepaya merupakan salah satu bahan
alami yang dapat dijadikan insektisida yang efektif dan aman bagi
lingkungan.
Agens Trichoderma harzianum, Trichoderma viride (GR isolat),
Streptomyces rochei, dan Bacillus subtilis (UK-9) sangat efektif terhadap
penanganan Alternaria brassicae, Alternaria brassicicola dan
Plasmodiophora brassicae. Predator seperti Coccinella septempunctata
dikenal sebagai agen biokontrol yang efisien terhadap kutu sawi (Meena
et al., 2004). Induksi resistensi sistemik pada tanaman sawi yang rentan
dapat diperoleh dengan inokulasi sebelum tanam dengan isolat Albugo
candida (Singh et al., 1999). Penelitian tersebut menunjukkan efek yang
baik bagi pengendalian kutu sawi (kutu aphid) (Patni et al., 2005).
b) Penggunaan kearifan lokal, pengendalian mekanis, dan pengendalian fisik
Sama halnya dengan tanaman bayam, pengendalian OPT pada
tanaman sawi dapat dilakukan dengan mengambil secara manual hama
yang hinggap di tanaman. Penggunaan varietas yang umur pendek
memungkinkan tanaman dapat terhindar dari serangan pathogen penyakit
(Kolte et al., 2000), dan pemberian mikronutrien seperti boron dan seng
sangat berguna dalam menangani hama kutu. Penyakit akar gada dapat
dikendalikan pada pH tanah 7,2 dengan menambahkan 3t ha-1 kapur di
tanah.
5.2.4. Keterbatasan teknologi pengemasan yang memenuhi syarat organik
Pada dasarnya, tidak ada perlakuan yang dapat meningkatkan kualitas hasil
tanaman, tetapi kita dapat menjaga kualitas hasil tersebut agar tidak menurun.
Namun, hal tersebut ternyata sulit dilakukan pada penanganan pasca panen secara
organik. Petani ataupun pedagang kerap menambahkan senyawa kimia seperti
fungisida agar hasil panen dapat bertahan lama tanpa ada resiko busuk. Namun
tentunya hal tersebut akan menimbulkan residu pestisida yang akan membahayakan
konsumen.
Pengemasan komoditas organik tanpa adanya penambahan senyawa kimia
dapat dilakukan dengan menggunakan kemasan yang kedap udara, berkualitas baik,
tidak menyebabkan memar atau luka, tidak menimbulkan tekanan dan suhu yang
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 56
panas (overheating), menjamin komoditas tetap bersih dan mencegah terjadinya
infeksi mikroorganisme, mempertahankan mutu penjualan komoditas, dan mudah
didapatkan dengan harga relatif murah. Namun kenyataannya, pengemasan
komoditas sayuran masih dilakukan dengan tidak memperhatikan teknis pengemasan
yang baik, sehingga banyak hasil yang rusak. Alasan penyimpanan dan
pengangkutan yang lama, serta efisiensi waktu pengemasan membuat pedagang
maupun petani tidak menjalankan teknik pengemasan yang baik. Pengemasan yang
terlalu rumit akan menyebabkan biaya produksi ikut meningkat dan pemasaran akan
semakin lama, sehingga petani akan mengalami penurunan keuntungan.
Pengemasan produk pertanian organik dapat dilakukan dengan menggunakan
cardboard packaging, EPS boxes, dan Collapsible Pallet Sleeves yang telah sesuai
dengan standar pengemasan produk pertanian organik negara maju. Namun
kemasan tersebut memiliki harga yang cukup mahal, sehingga jika petani ingin
mengemasnya dengan kemasan tersebut, petani harus menaikkan harga jual
produknya. Bertambahnya biaya produksi dan waktu pengerjaan yang lama menjadi
alasan utama petani ataupun penjual enggan melakukan pengemasan. Pengemasan
tersebut sebetulnya hanya diperuntukkan untuk penjualan ke supermarket ataupun
pasar modern yang memang mensyaratkan adanya standar pengolahan produk
pertanian organik. Padahal, tidak semua petani dapat menjadi pemasok produk
pertanian di pasar modern tersebut, sehingga pengemasan sesuai standar tidak
dilakukan dan lebih memilih untuk memasarkannya ke pasar tradisional atau
tengkulak.
Sebenarnya, pengepakan atau pengemasan yang baik akan menjaga kualitas
sayuran sampai ke tangan konsumen. Contohnya pada pengemasan dengan
menggunakan film plastic. Kegunaan dari kemasan dalam bentuk ini adalah tampilan
akan tampak bersih dan mewah, mengurangi penguapan yang berlebihan untuk
memperpanjang shelf life, dan melindungi sayur dari kontaminasi silang. Pengemasan
yang baik juga akan menambah nilai jual pada konsumen.
5.2.5. Pemasaran
Setiap kegiatan bisnis akan selalu berorientasi pada keuntungan. Berorientasi
pada keuntungan berarti petani dalam praktek usahataninya harus untung dengan
cara pengalokasian input yang optimal dan didukung dengan pasar yang prospektif.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 57
Pasar memegang peranan yang sangat penting karena merupakan ujung tombak
aliran barang atau jasa dalam saluran pemasaran.
Setiap orang memerlukan makan. Makanan yang dikonsumsi tidaklah cukup
hanya memenuhi dari segi jumlahnya, tetapi juga harus terpenuhi dari segi gizinya
dari makanan yang beragam. Salah satu sumber bahan makanan yang memasok
sumber gizi yang beragam adalah dari jenis sayuran. Dewasa ini, dengan semakin
meningkatnya pengetahuan dan tingkat ekonomi, masyarakat tidak hanya menuntut
mengkonsumsi bahan makanan yang berkualitas dengan kandungan gizi yang cukup,
tetapi juga makanan yang layak atau sehat bila dikonsumsi. Makanan yang sehat
dikonsumsi dan memiliki nilai gizi yang dibutuhkan tubuh dapat dipenuhi dari
mengkonsumsi sayuran yang diproduksi secara organik.
Potensi pasar untuk sayuran organik sesungguhnya ada dan merupakan produk
yang dicari-cari di masa yang akan datang dan merupakan peluang meningkatkan
taraf hidup petani melalui peningkatan nilai produksi. Keadaan ini akan terjadi saat
semua lapisan masyarakat dari petani hingga konsumen menyadari pentingnya nilai
kesehatan dan keberlanjutan lingkungan untuk produksi pangan. Tetapi, untuk
mencapai keadaan tersebut tidaklah mudah, terutama keuntungan yang tinggi itu
hanya akan tercapai saat sayuran organik juga mempunyai pasar yang baik. Saat ini
terdapat kendala yaitu konsumen sayuran organik masih sangat terbatas, yaitu
konsumen yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas dan sebagian besar
memiliki pendidikan tinggi dan berjumlah kurang lebih 20% dari total konsumen
sayuran. Untuk menghadapi kendala ini, sangat diperlukan transfer pengetahuan dan
penyadaran terhadap khususnya konsumen untuk berpola hidup sehat. Transfer
pengetahuan dapat dilakukan dengan memasukkannya ke dalam proses
pembelajaran baik secara formal di sekolah atau secara informal dengan penyuluhan.
Perubahan mind set ini diharapkan selain dapat meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat, juga dapat membuka pasar yang lebih luas untuk produk sayuran
organik.
Tempat untuk memasarkan produk organik juga masih sangat terbatas, yaitu di
pasar modern seperti supermarket. Konsumen sayuran organik yang rata-rata
berpendidikan dan golongan ekonomi menengah ke atas sebagian besar lebih
banyak membeli kebutuhan bahan makanannya di pasar modern. Keadaan ini
menjadi kendala karena hanya pemasok bermodal besar dan mempunyai chanel
yang bisa masuk ke pasar modern. Selain itu, pasar modern juga membatasi jumlah
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 58
pemasok sayuran yang dapat memasokkan produk sayuran organik mereka karena
selain pesaing yang sudah banyak, hal ini akan memudahkan manajemen kontrol
kualitas untuk memastikan produk sayuran organik dalam keadaan baik dan tidak
membusuk karena kelebihan stok. Pasar sayuran organik seperti pasar modern tidak
meminta produk dalam jumlah yang besar tetapi hanya dalam jumlah sedikit tetapi
dapat menjaga kontinuitas suplai produk. Perlu dipikirkan untuk solusi menghadapi
kendala ini.
Solusinya tentu saja dengan membuka pasar potensial baru yang dapat
menyerap produksi sayuran organik. Pasar potensial ini meliputi rumah sakit,
restoran, dan perhotelan. Rumah sakit setiap hari harus memberi asupan makanan
yang sehat dan bergizi bagi pasiennya. Asupan makanan yang sehat dan bergizi ini
dapat dicukupi dari sayuran yang dibudidayakan secara organik. Hal ini dapat dicapai
salah satunya dengan penerbitan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan sebagai salah satu pemegang kebijakan yang ditujukan kepada rumah
sakit negeri maupun swasta di Indonesia sebagai salah satu bentuk penjaminan
kepada pasien.
Restoran dan perhotelan merupakan pasar potensial karena setiap restoran
atau rumah makan akan selalu berusaha menyajikan makanan yang berkualitas dari
segi rasa, warna, manfaat kesehatan yang didapatkan oleh konsumen. Begitu pula
dengan hotel yang akan menyajikan makanan yang berkelas kepada tamu sebagai
salah satu bentuk pelayanan yang bermutu. Konsumen untuk pasar ini tentu sebagian
besar adalah konsumen yang berpendidikan sehingga memiliki kesadaran akan
kualitas kesehatan dari makanan dan memiliki kemampuan finansial untuk membeli.
Keberlanjutan dari pasar ini juga cukup menjanjikan.
Kendala dalam pemasaran sayuran organik berikutnya adalah informasi pasar.
Setiap produsen termasuk di dalamnya petani yang menjalankan bisnis dan
berorientasi pada keuntungan akan memproduksi produk pertanian yang jenis dan
jumlahnya dibutuhkan oleh pasar. Petani dalam keadaan ini tidaklah bersifat
marketing myopi (menjual produk yang bisa diproduksi bukan menjual produk yang
dibutuhkan oleh pasar). Informasi terhadap pasar bisa ditempuh dengan adanya
forum khusus produsen dan konsumen sayuran organik.
Di zaman digital saat ini, solusi tersebut dimudahkan dengan membuat situs
khusus yang difasilitasi oleh pemerintah dan dapat dimanfaatkan oleh petani untuk
mengetahui kebutuhan pasar, serta bagi konsumen untuk mengetahui jumlah stok
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 59
dan perkembangan harga sayuran organik yang diinginkan. Fasilitas situs forum
berbasis internet ini memungkinkan untuk dapat dikembangkan menjadi pasar
elektronik (e-market) untuk memudahkan transaksi antara petani dan konsumen
sayuran organik.
5.2.6. Kelembagaan
Salah satu masalah utama yang harus dituntaskan dalam pengembangan
pertanian organik khususnya di DIY adalah belum berdayanya lembaga serta
kelembagaan. Baik berupa lembaga petani, lembaga pengadaan sarana produksi,
lembaga pemasaran produk, dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga
konsumen produk organik. Sebenarnya sudah banyak lembaga yang telah dibentuk
oleh pemerintah, akan tetap hanya sebagian kecil saja yang bertahan.
Berkembangnya kondisi seperti ini karena kurang tepatnya metode pendekatan yang
digunakan dan kurangnya perencanaan yang baik. Selain itu komitmen dan usaha
pemerintah sangat dibutuhkan, dimana untuk pengembangan usaha pertanian
organik membutuhkan alokasi anggaran yang memadai, terutama dalam upaya
pengembangan kelembagaan usaha pertanian organik.
Kelembagaan utama yang eksis dalam pengembangan pertanian organik pada
tingkat pelaku di DIY adalah organisasi petani yang diwujudkan dalam bentuk
kelompok tani. Para petani dihimpun dalam sebuah organisasi untuk memudahkan
pemerintah bagi aparat untuk melaksanakan pembinaan di lapangan. Dari segi
kualitas memang kelompok tani yang sudah dibentuk telah berorganisasi dengan baik
dan menjalankan fungsinya sebagai sebuah lembaga, akan tetapi apabila dilihat dari
segi kuantitas, jumlah kelompok tani organik di DIY masih sangat sedikit sekali
apalagi untuk kelompok tani organik yang membudidayakan komoditas hortikultura.
Faktor yang menjadi lemahnya antusiasme para petani untuk membuat lembaga
pertanian organik sebenarnya dipengaruhi oleh lemahnya ketertarikan petani dalam
membudidayakan tanaman sayuran dengan cara organik, seperti produktivitas
tanaman organik yang berjalan lambat karena kualitas sarana produksi yang
digunakan, curahan waktu dan tenaga kerja untuk sistem organik lebih intensif
walaupun sebenarnya biaya yang dikeluarkan lebih rendah.
Selain lembaga di tingkat pelaku atau petani, di Propinsi DIY juga belum ada
organisasi yang membina Kelompok Tani Organik atau suatu organisasi persatuan
petani organik. Sebenarnya manfaat dibentuknya organisasi persatuan petani organik
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 60
dapat dijadikan sarana bagi pemerintah untuk membina dan melatih para petani-
petani untuk dijadikan petani pakar dalam bidang pertanian organik. Nantinya para
pakar itu yang akan membina dan melatih petani-petani yang tertarik untuk
berusahatani secara organik.
Dalam pengembangan pertanian organik sayuran umur pendek di DIY
dibutuhkan lembaga-lembaga pendukung lainnya yang harus terintegrasi antara satu
dengan yang lainnya untuk mendukung berjalannya pengembangan pertanian
organik sayuran umur pendek dari hulu sampai ke hilir. Berikut adalah beberapa
contoh lembaga yang dapat dikembangkan untuk mendukung pertanian organik
seperti kelembagaan sarana produksi, kelembagaan peningkatan motivasi,
kelembagaan penyuluhan, dan kelembagaan pemasaran. Pada paragraf selanjutnya
akan dijabarkan masing-masing lembaga pendukung tersebut.
Dalam penyediaan sarana produksi pertanian organik, sebagian besar petani
sudah mampu menyediakan pupuk organik secara mandiri akan tetapi untuk
kebutuhan sarana produksi lainnya seperti pupuk daun, pestisida alami dan lain-lain
dirasakan perlu adanya sebuah lembaga yang menyediakan sarana produksi
tersebut. Karena salah satu kendala dalam pertanian organik adalah tidak tersedianya
sarana produksi yang alami di pasaran. Sehingga untuk skala pengembangan
pertanian organik ini, petani perlu diberi kemudahan akses terhadap sumber-sumber
sarana produksi alami tersebut dalam bentuk lembaga penyedia sarana produksi.
Pada skala pengembangan pertanian organik, motivasi bagi petani menjadi
sangat penting untuk menjamin keberlanjutan penerapan sistem pertanian organik.
Sehingga diperlukan lembaga yang mampu meningkatkan motivasi bagi petani
organik agar mau melanjutkan bertani secara organik misalnya dengan cara insentif
harga pupuk organik, kompensasi untuk tidak membakar jerami, dana bantuan untuk
sertifikasi dan yang lainnya.
Kelembagaan penyuluhan sangat dibutuhkan dalam rangka merubah mindset
petani untuk beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Selain itu
peranan lembaga penyuluhan dalam pengembangan pertanian organik diantaranya
adalah untuk menyadarkan masyarakat atas peluang pertanian organik mulai dari
perencanaan sistem pertanian organik sampai pada tahap menikmati hasil pertanian
organik, memberikan kemampuan petani untuk menentukan program pertanian
organik.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 61
Untuk menunjang aktivitas usahatani organik, pemerintah diharapkan
membangun jaringan kelembagaan pemasaran. Kegiatan membangun jaringan
pemasaran dapat dimulai dengan memfasilitasi petani dengan pengusaha dilanjutkan
dengan fasilitasi untuk promosi ke konsumen. Lembaga yang dibentuk berperan
mengumpulkan produk sayuran organik untuk diteruskan pada konsumen. Kemudian
dengan memfasilitasi pengadaan outlet produk sayuran dan pangan organik lainnya
untuk diteruskan pada konsumen. Harga yang berlaku berdasarkan keputusan dari
produsen. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemasaran, selain kualitas dan
kuantitas produk pertanian adalah konsistensi atau keberlanjutan pasokan produk
sayuran organik. Karena konsumen pada umumnya menuntut keberlanjutan
ketersediaan produk sehingga konsumen tidak akan kecewa karena apabila
konsumen kecewa maka konsumen akan kembali mengkonsumsi produk pertanian
yang konvensional.
Selain itu pemerintah juga dapat menginisiasi pembentukan konsumen produk
organik khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan adanya lembaga
yang menaungi konsumen produk pertanian organik, maka konsumen akan dapat
lebih mudah untuk mendapatkan informasi produk organik serta lebih mendapatkan
kepastian bahwa produk yang dikonsumsinya itu adalah produk yang diolah dengan
sistem organik, karena salah satu masalah bagi konsumen organik adalah di mana
mereka bisa mendapatkan produk organik itu. Terbatasnya produk organik seringkali
menyebabkan konsumen sulit mendapatkannya. Seiring perkembangan waktu pun,
seringkali konsumen juga mendapatkan produk organik yang palsu. Lembaga
Konsumen ini nantinya dapat menjalin kerja sama dengan para petani atau pelaku
pasar organik sehingga petani dan pelaku pasar komoditas organik mendapatkan
pasar yang jelas (melalui lembaga konsumen organik) dan konsumen juga
mendapatkan informasi yang lengkap dan keberlanjutan ketersediaan produk organik.
Sistem berbelanja bersama komunitas bisa menjadi solusi bagi konsumen dan
produsen organik bertemu dan bertransaksi. Masing-masing bisa mendapatkan
manfaat. Konsumen bisa mendapatkan produk organik asli dan berkualitas dengan
harga lebih terjangkau. Petani juga bisa memasarkan produknya dengan harga yang
selayaknya. Dengan adanya komunitas bersama untuk berbelanja organik ini,
konsumen dapat terhindar dari pemalsuan produk organik dan bisa lebih optimal
dalam menerapkan pola hidup organik yang telah dipilihnya. Petani organik pun bisa
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 62
menghindari kerugian akibat tidak terjualnya produknya dan mendapatkan
keuntungan dari usahanya.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 63
BAB VI. KERANGKA MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK DI DIY
6.1. Model Pengembangan Berbasis Sistem AgribisnisSecara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas,
mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan
pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang
saling terkait satu sama lain. Dengan demikian pengembangan pertanian organik
sayuran umur pendek melalui sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai subsistem yaitu (Maulidah, 2012):
a. Subsistem Agribisnis Hulu
Meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih
organik, pupuk ,teknologi hayati pemberantas hama dan penyakit, bahan bakar, alat-
alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan
dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah,
dan koperasi. Industri yang menyediakan sarana produksi pertanian disebut juga
sebagai agroindustri hulu (up stream).
b. Subsistem Budidaya / On Farm
Usaha tani pertanian organik sayuran umur pendek menghasilkan produk
pertanian organik berupa bahan pangan organik, khususnya sayuran umur pendek.
Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani
khususnya dalam pengembangan program ini adalah petani hortikultura untuk
komoditas sayuran organik umur pendek (bawang merah, sawi, dan bayam).
c. Subsistem Pengolahan/ Processing
Pengolahan produk pertanian dapat menaikkan atau manambah nilai dari
produk tersebut. Naiknya nilai produk pertanian akan berdampak pada produk yang
lebih disukai oleh konsumen dan konsumen bersedia membayar lebih atas produk
pertanian tersebut. Subsistem pengolahan termasuk didalamnya terdapat proses
sortasi, grading, pengemasan bahkan mengolah menjadi produk turunan yang
disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 64
d. Subsistem Agribisnis Hilir seperti Pemasaran (Tata niaga) Produk Pertanian dan
Olahannya
Dalam subsistem ini terdapat rangkaian pengolahan mulai dari pengumpulan
produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk
yang dihasilkan dari usahatani didistribusikan langsung ke konsumen. Sebagian
lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke
konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem pertanian organik sayuran umur pendek
ini ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke konsumen dalam
bentuk outlet-outlet, pengemasan, dan lain-lain. Industri yang mengolah produk
usahatani disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila
ditempatkan di perdesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian
di pedesaan, dengan cara menyerap/menciptakan lapangan kerja sehingga dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
e. Subsistem Pendukung (Perbankan, Penyuluhan dan lain-lain)
Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau supporting
institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan
melayani serta mengembangkan kegiatan subsistem hulu, subsistem usaha tani, dan
subsistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah penyuluh,
konsultan, keuangan, dan penelitian dari akademisi atau lembaga penelitian dari
pemerintah. Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang
dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan
manajemen pertanian. Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura,
dan asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan
penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian baik
yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan
informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil
penelitian dan pengembangan.
Agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat jelas bahwa subsistem-subsistem
tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain.
Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha tani agar
dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya
pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan subsistem usaha tani pertanian
organik sayuran umur pendek di DIY bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 65
oleh subsistem agribisnis hilir. Oleh karena itu sinergi antara subsistem dengan
subsistem yang lainnya perlu dilakukan dan perlunya komunikasi antar subsistem
untuk meminimalkan terjadinya kegagalan dalam pengembangan sistem agribisnis
pertanian organik sayuran umur pendek di DIY.
6.2. Quadruple Helix Inovation6.2.1. Sinergi ABCG
Menurut Quadruple Helix Inovation Teory (QHIT) (Elias G. Carayannis and
David F.J. Campbell, 2012)., struktur ekonomi suatu kawasan terletak pada empat
pilar/helix, yaitu ABCG yang terdiri dari Academician (akademisi), Businessman
(pembisnis), Civil Society (masyarakat), dan Goverment (pemerintah). Pembangunan
kawasan dengan konsep ini berarti pembangunan dilakukan dengan memperhatikan
potensi lokalitas dari kawasan yaitu dengan masuknya masyarakat yang tidak lagi
hanya menjadi obyek tetapi juga sebagai bagian dari subyek penggerak
pembangunan.
Gambar 6. 1 Bentuk Sinergi ABCGSumber: Elias G. Carayannis and David F.J. Campbell (2012).
Akademisi, sektor bisnis, serta stakeholder dalam teknologi inovasi,
menyediakan inovasi yang terintegrasi di mana segala bentuk pengembangan ide
dalam pembangunan dapat meningkat. Pada gilirannya, pemerintah memberikan
dukungan finansial dan sistem regulasi untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan.
BPembisnis
AAkademisi
CMasyarakat
GPemerintah
Manajemen
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 66
Masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai sumber kajian dan pengembangan
inovasi serta sebagai pelaku program di kawasan target pengembangan.
Dalam Quadruple Helix Inovation sangat diperlukan sinergi yang kuat dari
keempat pilar pembangunan. Pembangunan haruslah selalu berinovasi,
menguntungkan secara ekonomi, dan berkelanjutan sehingga tujuan dari pemerintah
untuk memberikan kesejahteraan (welfare) kepada seluruh lapisan masyarakat dapat
tercapai. Dalam pengembangan tanaman organik sayuran umur pendek di DIY,
konsep Quadruple Helix Inovation dapat diaplikasikan sebagai dasar penyusunan
model pengembangan.
6.2.2. Peran Masing-masing Pemangku Kepentingan
a. Academician (Akademisi)
Pembangunan berkelanjutan memerlukan inovasi yang terus berkembang. Begitu
juga tanaman organik sayuran umur pendek yang tentu mempunyai peluang dan
halangan dalam pengembangannya. Akademisi bertugas melakukan berbagai kajian
komprehensif untuk bisa mengoptimalkan peluang dan meminimalkan hambatan
yang ada. Program pembangunan merupakan sebuah investasi untuk masa depan.
Setiap investasi memiliki resiko dan akademisi dengan berbagai fasilitas melakukan
riset untuk meminimalkan resiko dan memberikan berbagai pilihan strategis sebagai
rekomendasi kebijakan kepada pemerintah untuk diterapkan pada program
pembangunan. Akademisi melakukan perannya dengan melakukan kajian,
menemukan teknologi inovatif, hingga menerapkan teknologi dan pendampingan
kepada masyarakat.
b. Businessman (Pembisnis)
Setiap pembangunan pada akhirnya bertujuan pada kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan ini dapat diketahui salah satunya dengan meningkatnya tingkat
ekonomi masyarakat. Untuk meningkatkan ekonomi masyarakat maka harus ada
kegiatan bisnis. Peran pembisnis tentu tidak dapat dikesampingkan salah satunya
sebagai fasilitator kegiatan ekonomi yaitu penyerap dan pemasar sayuran organik
yang diproduksi oleh petani sehingga kegiatan ekonomi dapat tumbuh dan
berkembang.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 67
c. Civil Society (Masyarakat)
Masyarakat di sini adalah petani yang selain menjadi objek pembangunan juga
menjadi subyek dan mempunyai peran langsung dalam program pengembangan
tanaman organik sayuran umur pendek di DIY. Petani menjadi kesatuan organisasi
atau komunitas yang melakukan pertanian organik sayuran umur pendek dengan
mengimplementasikan teknologi inovasi dari akademisi, melakukan pengembangan
ekonomi bersama dengan pembisnis yang difasilitasi oleh pemerintah. Masyarakat
juga termasuk didalamnya konsumen baik perorangan maupun institusi yang juga
perlu adanya perubahan pola pikir untuk lebih menghargai produk organik yang
berorientasi pada nilai kesehatan untuk hidup yang lebih baik.
d. Goverment (Pemerintah)
Pengembangan tanaman sayuran umur pendek di DIY adalah salah satu tujuan
pembangunan pemerintah yang akan di implementasikan selama 5 tahun ke depan.
Dalam hal ini pemerintah menjadi salah satu pilar pembangunan sentral, yaitu
regulasi, mengoordinasi dan memfasilitasi 3 pilar yang lain yaitu Akademisi,
Pembisnis, dan Masyarakat. Salah satu fasilitas yang dapat diberikan adalah fasilitas
finansial untuk melakukan berbagai kajian kebijakan dan teknologi inovasi hingga
fasilitas regulasi untuk memaksimalkan implementasi dan tercapainya tujuan
pengembangan tanaman organik sayuran umur pendek di DIY.
6.3. Golden Triangle StrategyStrategi yang dapat dilakukan dalam pengembangan pertanian organik sayuran
umur pendek adalah strategi segitiga emas atau Golden Triangle Strategy (Mulyo dan
Irham, 2015). Dalam strategi ini terdapat tiga komponen utama yaitu agribisnis berbasis
sumberdaya lokal (rural agribusiness), pemberdayaan masyarakat (community
empowerment) dan Kewirausahaan berbasis masyarakat (rural agribusiness). Ketiga
komponen ini harus saling terintegrasi dan bersinergi demi tercapainya masyarakat yang
sejahtera. Strategi ini dapat digambarkan seperti Gambar 6.2:
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 68
Gambar 6. 2 Golden Triangle StrategySumber: Mulyo dan Irham, 2015.
6.3.1. Kewirausahaan Berbasis Masyarakat
Membangun jiwa kewirausahaan berbasis kelompok masyarakat akan menjadi
salah satu model dalam pengembangan pertanian organik sayuran umur pendek di
DIY. Pengembangan kewirausahaan pertanian organik sayuran umur pendek perlu
menjadi model karena dapat menumbuhkembangkan masyarakat dalam bidang
pertanian (agribisnis), serta dapat mengurangi laju migrasi penduduk desa ke kota,
selain itu dengan adanya pengembangan kewirausahaan berbasis masyarakat akan
tercipta kondisi usaha pertanian organik yang stabil dan tetap menguntungkan dalam
jangka panjang.
Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam pengembangan kewirausahaan
berbasis masyarakat adalah menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada masyarakat
dengan merubah pola pikir masyarakat yang awalnya berorientasi pada produksi
pertanian menjadi masyarakat yang berorientasi pada pasar atau kebutuhan
konsumen (shifting paradigm from production oriented to market oriented). Selain itu
prinsip yang ada dalam model pengembangan ini adalah dengan memberikan
kemampuan pada masyarakat (petani) untuk membaca peluang dengan
menyesuaikan kebutuhan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah (added value)
baik dalam kegiatan on farm, prossesing, maupun marketing.
Kewirausahaan yang dibangun atas dasar kelompok atau komunitas yaitu
kegiatan yang dirintis oleh sekelompok warga/komunitas, pengambilan keputusan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 69
yang tidak didasari oleh kepemilikan modal, sifatnya partisipatif, pembagian
keuntungan yang terbatas, tujuan manfaat komunitas yang secara eksplisit
dinyatakan.
6.3.2. Agribisnis Berbasis Sumber Daya Lokal
Rural agribusiness menjadi perhatian utama karena sektor pertanian organik
masih dan akan tetap menjadi rencana pembangunan ekonomi masyarakat pedesaan
kawasan agribisnis khususnya sayuran organik harus dikembangkan di wilayah
pedesaan terutama dalam skala kecil dan menengah dengan memanfaatkan hasil
pertanian masyarakat setempat. Prinsip-prinsip pokok yang ada dalam rural agribisnis
adalah untuk menggali pertanian atau agribisnis lokal yang akan dijadikan basis
pengembangan agribisnis, selain itu perlu melakukan pemilihan terhadap komoditas-
komoditas yang potensial untuk dikembangkan sehingga pengembangan suatu
daerah tersebut didasarkan pada keunggulan komoditas yang ada di daerah tersebut.
Pengembangan sayuran organik tanaman umur pendek di DIY ini dilakukan melalui
proses produksi organik dan melalui pendekatan agribisnis. Pengembangan sayuran
organik berumur pendek ini akan menjadikan suatu daerah terfokus untuk
mengembangkan masing-masing komoditas yang potensial dikembangkan secara
organik sehingga nantinya setiap daerah memiliki keunggulan daerah masing-masing.
Menurut Riyadi (2003) pengembangan kawasan agribisnis di pedesaan memiliki
peran yang strategis mengingat alasan berikut: pertama, kegiatan agribisnis memiliki
basis sumber daya yang kuat dan beraneka ragam serta merupakan basis kegiatan
ekonomi masyarakat yang luas; kedua, kegiatan agribisnis dan agroindustri mampu
meningkatkan nilai tambah produk dan menyerap banyak tenaga kerja serta relatif
lebih mudah dikendalikan dari pencemaran lingkungan; ketiga, produk-produknya
menghasilkan komoditas yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
serta ekspor secara bersaing.
Pengembangan agribisnis berbasis sumber daya lokal dalam kerangka
pengembangan pertanian organik sayuran umur pendek akan memperkuat posisi
pertanian organik di pasar, karena akan mewujudkan agribisnis yang memiliki daya
saing komparatif dalam arti bahwa komparatif menjadi keunggulan bersaing karena
memiliki potensi sumber daya lokal yang tidak dimiliki oleh daerah lain.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 70
6.3.3. Pemberdayaan Masyarakat
Komponen berikutnya dalam strategi pengembangan pertanian organik umur
pendek adalah pemberdayaan masyarakat/ community empowerment. Dalam konsep
pendampingan dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Menurut Chambers (1995) konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat “people-centered,
participatoy, empowering and sustainable”. Pendampingan dalam pemberdayaan
merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pendampingan dalam
pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberadaan kelompok lemah dalam masyarakat sedangkan sebagai
tujuan pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai dari
sebuah perubahan sosial. Dapat disimpulkan bahwa metode pendampingan dalam
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan melalui serangkaian
kegiatan untuk memperkuat keberdayaan kelompok lemah yang terdapat di
masyarakat agar dapat mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pendampingan
dalam rangka memberdayakan masyarakat mencakup tiga aspek, yaitu menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling),
memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering) dan
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat
atas yang lemah (protecting).
Pemberdayaan menjadi pilihan tepat dalam pengembangan pertanian organik
sayuran umur pendek di DIY karena melalui pendampingan dalam pemberdayaan
masyarakat akan tercipta masyarakat petani organik yang dapat mengembangkan
semua potensi yang dimiliki, dan akan tercipta suatu suasana persaingan yang sehat
dalam kegiatan pengembangan pertanian organik sayuran organik di DIY serta
terhindar sistem jaringan pemasaran komoditas pertanian organik yang monopolistik.
Pengembangan rural agribusiness harus dilaksanakan secara terpadu melalui
pemberdayaan masyarakat sehingga pembangunan ekonomi pedesaan/lokal akan
semakin terarah dan sumber daya yang serba terbatas dapat dimanfaatkan secara
optimal. Dengan demikian diharapkan disparitas pertumbuhan wilayah antara wilayah
perbatasan dengan wilayah bukan perbatasan dapat diperkecil, tercipta lapangan
kerja yang produktif serta terwujud kondisi sosial ekonomi rakyat di pedesaan yang
kokoh dan dapat tumbuh secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan kawasan
agribisnis pedesaan/ rural agribusiness melalui pemberdayaan masyarakat/
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 71
community empowerment akan mewujudkan terciptanya community entrepreneur.
Agribisnis dapat menjadi motor penggerak ekonomi pedesaan masyarakat secara
berkelanjutan dengan partisipasi aktif masyarakat.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 72
BAB VII. RANCANGAN PROGRAM KERJA PENGEMBANGAN SAYURAN ORGANIK
7.1. Prinsip Perancangan Program Kerja Pengembangan Sayuran OrganikIdentifikasi isu-isu strategis yang menjadi kunci dalam rencana pengembangan
pertanian sayuran organik, sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya,
selanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan rancangan program kerja.
Mengacu dan mengadopsi konsep yang dikemukakan oleh Doran (1981), ada
beberapa prinsip yang dipakai dalam perancangan sekaligus pelaksanaan program
kerja dalam rangka pengembangan sayuran organik di Yogyakarta. Prinsip-prinsip
tersebut disingkat SMART, yaitu,
a. Specific (Spesifik), yang memberikan makna bahwa program-program kerja yang
disusun dalam rangka pengembangan sayuran organik ini harus spesifik, dimana
kespesifikan ini dapat dimaknai dari jenis komoditas atau lokasi pengembangan.
Tujuannya adalah agar pelaksanaan program terfokus dengan baik. Dalam rangka
menspesifikkan program kerja, maka penyusunan program kerja dan pelaksanaan
program memakai model konsep pengembangan agribisnis yang terbagi menjadi 5
(lima) subsistem agribisnis.
b. Measurable (Terukur), yaitu bahwa setiap program kerja hendaknya dapat diukur
tingkat keberhasilan pelaksanaannya melalui indikator-indikator tertentu yang
ditetapkan.
c. Assignable (Dapat dikerjakan), bahwasanya dalam setiap program yang dirancang
ini dapat dilaksanakan dan jelas siapa saja pihak/stakeholders yang terlibat,
termasuk tugas masing-masing. Terkait karakteristik ini maka pengembangan
sayuran organik melibatkan stakeholders yang terangkum dalam konsep quadruple
helix yang bersinergi dalam menjalankan peran masing-masing guna mencapai
keberhasilan program.
d. Realistic (Realistis), bermakna bahwa program kerja yang disusun merupakan hal
yang realistis dan tidak mustahil untuk dilaksanakan dengan ketersediaan sumber
daya yang ada (SDM, modal, waktu, dan sebagainya). Berdasarkan jangka waktu
yang ditetapkan untuk penyusunan master plan ini yaitu 5 (lima) tahun, menjadi
tidak realistis jika program pengembangan mencakup komoditas yang banyak atau
jangkauan wilayah yang sangat luas, disebabkan karena keterbatasan dukungan
sumber daya yang ada.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 73
e. Time-related (Target waktu). Mendasarkan pada prinsip ini, maka setiap program
kerja memiliki target atau kerangka waktu (time frame) yang jelas dalam
pelaksanaannya. Sehingga ketepatan penyelesaian sesuai dengan kerangka waktu
yang telah ditetapkan juga menjadi salah satu indikator keberhasilan sekaligus
sebagai bahan evaluasi.
Selain prinsip SMART diatas, ada pengembangan 2 (dua) prinsip lain yaitu:
a. Expandable (Dapat diperluas), bahwa model pengembangan sayuran organik yang
dimulai pada skala yang tidak terlalu luas namun excellent dan diharapkan pada
akhirnya dapat diperluas skala dan cakupan wilayah dan atau komoditasnya.
b. Replicable (Dapat direplikasi), bahwa model pengembangan yang telah diuji di
lapangan pada skala kecil/terbatas dan berhasil dengan baik, ke depan dapat
direplikasi pada lokasi lain atau pada komoditas lain.
Dengan adanya tambahan 2 (dua) prinsip tersebut, maka prinsip dalam
pengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta adalah prinsip SMARTER.
Mengacu pada prinsip SMARTER tersebut, maka master plan pengembangan
pertanian sayuran organik disusun untuk skala usaha yang tidak terlalu luas namun
diharapkan dapat berhasil, sehingga ke depan dapat diperluas dan direplikasi di
berbagai wilayah sentra pertanian di Yogyakarta, dan dapat menjadi contoh bagi
daerah lain.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 74Gambar 7. 1 Prinsip pengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta
PertanianOrganik
Specific(spesifik)
Measurable(terukur)
Assignable(dapat dikerjakan)
Realistic(realistis)
Time-related(target waktu)
Expandable(Dapat diperluas)
Replicable(Dapat direplikasi)
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
Daerah A
Daerah B
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
Daerah C
PertanianOrganik
PertanianOrganik
Daerah D dst
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
PertanianOrganik
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 75
7.2. Penahapan Waktu dan Isu Strategis dalam Pengembangan Sayuran OrganikPengembangan pertanian sayuran organik dari pertanian konvensional
membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dalam dokumen master plan ini,
pengembangan pertanian sayuran organik dirancang untuk kurun 5 (lima) tahun, yang
selanjutnya dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yaitu 2 (dua) tahun pertama sebagai tahap
dasar (foundation stage), tahun ketiga sebagai tahap antara/transisi (transition stage)
dan tahun keempat dan kelima sebagai tahap pematangan (maturity stage).
Tahap dasar (foundation stage) yang dilaksanakan pada 2 (dua) tahun pertama
ditujukan untuk memberikan dasar yang kuat bagi pembangunan dan pengembangan
pertanian sayuran organik. Berdasar pada tujuan tersebut, program kegiatan yang
dilaksanakan pada tahap awal ini adalah yang berkait dengan isu-isu strategis, yang
menjadi prioritas utama. Tahun ketiga disebut sebagai tahap transisi, yang merupakan
tahapan peralihan dari sistem pertanian konvensional (non organik) menuju pada
sistem pertanian organik. Tahap pematangan (maturity stage) dimaksudkan untuk
pelaksanaan program-program lanjutan dalam rangka mengkonsistenkan sistem
budidaya pertanian secara organik dan menjamin keberlanjutan pengembangan
pertanian organik.
Rencana pengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta ini didasarkan
pada hasil identifikasi peluang dan potensi permasalahan yang mungkin dihadapi. Dari
sekian banyak isu-isu terkait pengembangan pertanian sayuran organik, kemudian
diidentifikasi beberapa isu utama yang merupakan isu strategis dalam rencana
pengembangan sayuran organik di Yogyakarta. Isu-isu strategis ini merupakan faktor-
faktor kunci, yang jika isu (permasalahan) tersebut dapat diatasi maka akan menjadi
penggerak utama dalam pengembangan pertanian organik serta membuka jalan bagi
penyelesaian permasalahan-permasalahan yang lain atau menjadi dasar/pijakan bagi
pelaksanaan mata program kerja lain dalam rangka pengembangan pertanian sayuran
organik.
Berdasarkan hasil identifikasi, isu strategis meliputi tiga subsistem yaitu pada
subsistem on farm, pemasaran (marketing) dan penunjang. Secara rinci ada beberapa
isu pada setiap subsistem tersebut yang harus dijadikan fokus utama sebagai dasar
dalam pengembangan pertanian sayuran organik. isu-isu terebut adalah sebagai
berikut:
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 76
7.2.1. Subsistem on farm
Pada subsistem budidaya (on farm), salah satu faktor yang dinilai krusial dalam
pengembangan pertanian sayuran organik adalah pengendalian hama dan penyakit
sayuran. Sebagaimana diketahui, tanaman hortikultura khususnya sayur (daun)
sangat rawan terhadap serangan hama dan penyakit. Jika sudah terserang, maka
hama dan penyakit sangat cepat menyebar sehingga menyebabkan kerusakan pada
sayuran, terutama sayuran daun. Pada pertanian konvensional, penggunaan
pestisida sangat intensif dalam rangka menanggulangi kerugian akibat serangan
hama dan penyakit. Selain menyebabkan pembengkakan pada komponen biaya
usahatani, penggunaan pestisida juga tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip
pertanian organik karena penggunaan pestisida kimia akan meninggalkan residu
kimia pada sayuran sehingga jika dikonsumsi manusia dalam jangka panjang dapat
berdampak buruk pada kesehatan.
Bertolak pada keadaan tersebut, upaya pengembangan pertanian organik dari
sisi on farm harus diiringi upaya penyadaran petani untuk meninggalkan kebiasaan
penggunaan pestisida kimia ke penggunaan pestisida organik. Hanya saja hingga kini
menurut petani, pestisida organik masih kurang ampuh dalam membasmi hama dan
penyakit yang menyerang (tidak efektif untuk tindakan kuratif), dan sejauh ini
penggunaan pestisida organik masih terbatas oleh sebagian kecil petani sayuran dan
sifatnya hanya sebagai upaya preventif. Selain upaya peningkatan kesadaran
penggunaan pestisida organik, juga harus diiringi upaya penelitian untuk menemukan
formula pestisida organik yang memberikan efek kuratif yang sama ampuhnya
dengan pestisida kimiawi.
7.2.2. Subsistem pemasaran (marketing)
Produk pangan organik, termasuk diantaranya sayuran organik, memiliki
potensi perkembangan yang bagus di masa mendatang seiring dengan tumbuhnya
kesadaran konsumen akan pentingnya produk pangan sehat yang menunjang
kebutuhan gizi dan kesehatan. Namun demikian, saat ini segmen pasar sayuran
organik masih terbatas (segmented) yaitu utamanya golongan rumah tangga
perkotaan yang sudah cukup terdidik (well educated), sadar kesehatan dan memiliki
pendapatan rumah tangga yang cukup tinggi, hal ini ditunjukkan bahwa sayuran
organik umumnya dijual di pasar modern (supermarket/mall).
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 77
Saluran pemasaran yang terbatas di jaringan pasar modern juga ditambah
dengan persoalan bahwa pasar modern tersebut juga menerapkan persyaratan yang
ketat dalam menjalin kerja sama pemasaran produk terkait jaminan pada aspek
kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang mana tidak mampu di penuhi oleh setiap
produsen (pemasok). Di sisi lain masih banyak potensi dalam pemasaran selain
ditempuh melalui pasar modern. Potensi konsumen bisa dari masyarakat umum dan
juga dari pasar yang sangat khusus (specialized market) diantaranya rumah sakit,
hotel dan restoran besar.
Dalam rangka menembus pasar yang sudah ada, yaitu pasar modern, dalam
jangka pendek perlu ditempuh melalui upaya kerja sama dengan pemasok sayuran
organik yang sudah menjalin kerja sama dengan jaringan pasar modern. Sementara
itu, dalam upaya memperluas basis konsumen dari masyarakat umum perlu ditempuh
sosialisasi pada masyarakat, khususnya ditargetkan pada ibu-ibu rumah tangga,
anak-anak, serta siswa sekolah dasar, bidan, guru, yaitu mengenai pentingnya
mengkonsumsi pangan (termasuk sayuran) yang sehat dan membiasakan makan
sayuran pada anak-anak.
Upaya-upaya tersebut juga harus dibarengi dengan upaya meningkatkan akses
secara fisik pada sayuran organik, antara lain dengan menambah pilihan tempat
untuk membeli sayuran organik. Hal ini bisa ditempuh dengan pembukaan outlet/kios
sayuran organik yang khusus menjual sayuran organik, namun dapat juga ditempuh
dengan kerja sama pemasaran dengan kios sayuran biasa yang sudah menjamur di
beberapa lokasi di Yogyakarta. Dengan menyediakan sayuran organik di kios
sayuran, konsumen akan dapat membandingkan antara sayur biasa dan organik.
Upaya ini akan memberikan dampak dalam meningkatkan pengetahuan bagi
konsumen tentang sayur organik, baik dari segi fisik maupun harga. Upaya perluasan
pemasaran pada pasar khusus (specialized market) diantaranya rumah sakit, hotel
dan restoran memerlukan dukungan regulasi dari pemerintah daerah. Kegiatan-
kegiatan lain yang mungkin dapat diselenggarakan dalam rangka sosialisasi
konsumsi sayuran organik antara lain dengan mengadakan event-event yang menarik
misalnya lomba memasak sayuran organik, pameran/festival pangan organik yang
dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan, semisal mall, supermarket, dan lain
sebagainya.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 78
7.2.3. Subsistem penunjang
Faktor kelembagaan menjadi isu strategis yang perlu menjadi salah satu fokus
dalam meletakkan dasar yang kuat dalam pembangunan pertanian sayuran organik.
Kelembagaan subyek pengembangan pertanian organik harus dibentuk secara solid,
yaitu kelompok petani produsen organik. Kelembagaan kelompok tani organik yang
solid akan memberikan keuntungan bagi produsen dalam hal kekuatan tawar
(bargaining power), juga dalam rangka menjamin keberlanjutan (kontinuitas) produksi
sayur organik. Kelembagaan kelompok juga akan meringankan beban sertifikasi yang
saat ini masih dirasakan sangat mahal.
Faktor penunjang dari sisi regulasi juga dibutuhkan terutama dalam rangka
mendukung perkembangan pertanian organik, melindungi pelakunya serta
memperluas jangkauan pasar, sekaligus sebagai bentuk nyata keberpihakan
pemerintah pada produsen (petani). Salah satu dukungan regulasi yang diharapkan
adalah adanya peraturan yang mendorong (atau mewajibkan) pihak pengelola rumah
sakit, hotel, dan restoran besar untuk membeli produk sayuran organik dari petani
organik di Yogyakarta. Pada sisi lain, dinas teknis terkait dapat menjalin kerjasama
dengan asosiasi produsen sayur organik untuk dapat memberikan jaminan kontinuitas
pasokan sayuran organik, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Melalui
regulasi ini dapat diatur sampai seberapa besar sayuran organik harus dibeli dari
petani organik Yogyakarta (persentase minimal dari total pembelian sayur untuk
konsumsi rumah sakit, hotel dan restoran besar).
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 79
Gambar 7. 2 Isu Strategis dan Penahapan Pengembangan Pertanian Sayuran Organik
7.3. Matriks Program Kerja Pengembangan Sayuran Organik di DI YogyakartaPengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta dalam kurun 5 (lima)
tahun ke depan harus dilakukan secara bertahap dan menyeluruh pada semua aspek.
Pada bagian sebelumnya telah diuraikan mengenai isu-isu strategis yang harus
dikerjakan terlebih dahulu dalam rangka memberikan fondasi yang kuat dalam
pembangunan pertanian organik. Namun demikian, masih ada isu-isu yang lain yang
harus mendapat perhatian ketika isu-isu strategis tersebut telah berhasil dilaksanakan.
Pada bagian ini akan disajikan mengenai rancangan program-program kerja yang
diperlukan dalam pengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta, termasuk
Pengendalian HamaPenyakit
Pemasaran kepasar modern
Penelitian
Pengkreasian/pembentukan pasar
baru
Pengembangankelembagaantingkat petani
Pendampinganusaha
Dukungan Regulasi
Perluasanbasis
konsumenPra sertifikasiPembiayaan
Pen-dampingan
usaha
Pengelolaanair irigasi
Teknikpembenihan
Aplikasipupuk
Sertifikasi
Penelitian
Teknologi pasca panen
Tahap Pematangan(Tahun ke-4 dan ke-5)
Tahap Transisi(Tahun ke-3)
Tahap Dasar(Tahun ke-1 dan ke-2)
Pengembangankelembagaantingkat petani
Pengolahan dankonservasi lahan
Pendampinganusaha
Penelitian
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 80
menyangkut pemangku-pemangku kepentingan (stakeholders) serta peran masing-
masing dalam setiap program kerja yang dirancang.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 81
Tabel 7. 1 Rencana Program Kerja Pengembangan Sayuran Organik
No Subsistem Isu strategis Rencana Program Kerja
Targetpelaksanaan
tahun ke- Stakeholder yang terlibat
1 2 3 4 5A. Prioritas UtamaA.1 On farm 1. Pengolahan
dan konservasilahan
1. Introduksi teknologipengolahan lahanpertanian organik sesuaistandar: Penyiapan blok lahan
pertanian organik Penanaman barrier tree
berhabitus tinggi, Penyiapan selokan
penghalang (blocking)lahan organik
▲ ▲ ▲Akademisi/peneliti
- Universitas- BPTP
Kelompok Tani/Operator OrganikPemerintah (SKPD terkait)
- Dinas Pertanian- Badan Penyuluhan
2. PengendalianHama PenyakitSayuran
1. Penelitian danpengembangan pestisidaalami/organik yang ampuh
2. Pelatihan pembuatanpestisida organik,
3. Pelatihan pengaplikasianpestisida organik yangtepat,
4. Sekolah lapangpengendalian hamaterpadu secara organik(SLPHT-O)
5. Pengembangan metode-
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
Akademisi/peneliti- Universitas- BPTP- BPPT- LIPI
Kelompok Tani/Operator OrganikPemerintah (SKPD terkait)
- Dinas Pertanian- Badan Penyuluh
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 82
No Subsistem Isu strategis Rencana Program KerjaTarget
pelaksanaantahun ke- Stakeholder yang terlibat
1 2 3 4 5metode pelengkap dalampengendalian hamapenyakit yang ekonomisdari sisi biaya,
A.2 Pemasaran 1. Menembuspasar modern,
1. Inisiasi kerja sama denganpemasok sayuran organikdi supermarket/pasarmodern,
2. Inisiasi kerja samalangsung dengansupermarket/pasar modern,
3. Pemantapan kerja samadengan supermarket,
▲ ▲ ▲ ▲
▲ ▲
▲
Pemerintah (SKPD terkait) danakademisiKelompok tani organik danpengusaha (pemasok sayur organikdan manajemen supermarket)
2. Pembentukanpasar baru
1. Pembukaan outlet sayuranorganik,
2. Kerja sama dengan kiospenjual sayuran,
3. Inisiasi kerja samapemasaran sayuranorganik ke Hotel, RumahSakit, Restoran
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
Kelompok Tani OrganikPemerintah (SKPD terkait)AkademisiPemilik kiosManajemen Hotel, Rumah Sakit,Restoran
A.3 Penunjang 1. Kelembagaan, 1. Pembentukanasosiasi/kelompok petanisayur organik,
2. Mendesain sistem danmanajemen pertanian
▲
▲ ▲
Petani Sayuran OrganikAkademisiPemerintah (SKPD terkait)
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 83
No Subsistem Isu strategis Rencana Program KerjaTarget
pelaksanaantahun ke- Stakeholder yang terlibat
1 2 3 4 5kolektif,
2. Regulasi 1. Perancangan draf Perdamengenai pembeliansayuran organik darikelompok tani sayuranorganik bagi rumah sakit,hotel, restoran di DIY,
2. Sosialisasi Perdamengenai pembeliansayuran organik darikelompok tani sayuranorganik bagi rumah sakit,hotel, restoran di DIY
3. Pemberlakuan Perda bagirumah sakit, hotel danrestoran besar tentangPembelian sayur organik
▲ ▲
▲ ▲
▲
Pemerintah Daerah (DPRD)AkademisiManajemen Hotel, Rumah Sakit danRestoranKelompok Tani Organik
B. Prioritas lanjutanB.1 Input 1. Pengembangan
benih sayurorganik unggul
1. Kerja sama denganperusahaan dan pemuliabenih untukpengembangan benihsayur organik,
▲ ▲ ▲ ▲ Kelompok Tani OrganikIndustri BenihPemerintah (SKPD terkait)AkademisiLembaga Perbankan/Pembiayaan
2. Pengembanganpupuk organik
1. Pelatihan pembuatanpupuk organik,
▲ ▲
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 84
No Subsistem Isu strategis Rencana Program KerjaTarget
pelaksanaantahun ke- Stakeholder yang terlibat
1 2 3 4 52. Pemberian bantuan kredit
lunak peralatandekomposer danpembuatan pupuk organik
▲ ▲
B.2 On farm 1. Manajemen airirigasi
Introduksi manajemen danpengelolaan air irigasipertanian organik sesuaistandar
▲ ▲ Kelompok Tani OrganikPemerintah (SKPD terkait)Akademisi
1. Pengaplikasianpupuk organik
Introduksi teknologipemupukan yang tepat untukpertanian organik
▲ ▲
3. Pembenihan Introduksi teknologipembenihan sayuran organik
▲ ▲
B.3 Pemrosesan 1. Perlakuanpasca panendanpengemasan,
1. Studi banding pelakupelaku pemroses sayuranorganik,
2. Pelatihan pemrosesanpasca panen sayuranorganik,
3. Pelatihan pengemasanyang baik,
▲ ▲
▲
▲
Kelompok Tani OrganikPerusahaan/Produsen Sayur Organik(sukses, modern)Pemerintah (SKPD terkait)Akademisi
2. Pra-sertifikasi 1. Pra-sertifikasi oleh asosiasi ▲ ▲ Kelompok Tani Organik
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 85
No Subsistem Isu strategis Rencana Program KerjaTarget
pelaksanaantahun ke- Stakeholder yang terlibat
1 2 3 4 5pertanian organik &/penyuplai sayuran organik&/ dinaspertanian/kesehatan,
Asosiasi Pertanian OrganikPemerintah (SKPD terkait)Akademisi
3. Sertifikasi 1. Serifikasi oleh LembagaSertifikasi Organik (LSO)
▲ Kelompok Tani OrganikLSOPemerintah (SKPD terkait)Akademisi
B.4 Pemasaran Perluasan basiskonsumen
1. Sosialisasi peningkatankesadaran konsumsipangan organik
2. Kampanye pangan organikke sekolah-sekolah
3. Lomba masak panganorganic
4. Pameran/festival organik dimall (pusat-pusatperbelanjaan)
5. Mengembangkan e-marketing / web marketing
▲ ▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
Masyarakat / konsumenIbu rumah tanggaSiswa TK dan SDGuru, BidanAkademisiPemerintah (SKPD terkait)Dinas PertanianDinas PendidikanBadan Ketahanan PanganPusat-pusat peerbelanjaan
B.5 Penunjang 1. Pembiayaan
2. Pendampingan
1. Kredit lunak untuk prosessertifikasi
2. Kredit lunak untukpengembangan usaha
1. Pendampingan dariakademisi, pemerintah
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲ ▲
Kelompok Tani OrganikLembaga Pembiayaan (Bank, KSP)Pemerintah (SKPD terkait)AkademisiLembaga Perbankan/Pembiayaan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 86
No Subsistem Isu strategis Rencana Program KerjaTarget
pelaksanaantahun ke- Stakeholder yang terlibat
1 2 3 4 5
3. Pengembanganriset pertanianorganik
daerah, mitra usaha,1. Riset teknologi benih
organik unggulproduktivitas tinggi
2. Riset pengembanganpupuk organik kaya hara
3. Riset formula pestisidaorganik
4. Riset teknologipenanganan pasca panenuntuk sayuran
5. Riset rantai pemasaran6. Riset perilaku dan
preferensi konsumenterhadap produk organik
7. Riset tentang efisiensi danmanajemen usahapertanian organik
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
▲
Keterangan: Pada kolom 1 (No), kode A : prioritas utama, B : prioritas lanjutan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 87
7.4. Peran Pemangku Kepentingan (Stakeholders) dalam PengembanganPertanian Sayuran Organik di DIY
Pengembangan pertanian sayuran organik di Yogyakarta dalam kurun 5
(lima) tahun ke depan harus mengedepankan 3 (tiga) kata kunci yaitu
sinergi,integrasi dan networking (SIN) di antara stakeholders. Berikut adalah
identifikasi peran yang harus dijalankan oleh setiap stakeholder tersebut,
Tabel 7. 2 Peran Stakeholder dalam Pelaksanaan Program Kerja PengembanganPertanian Sayuran Organik di DIY
No. Program Stakeholder dan perannya
1 Introduksi teknologipengolahan lahanpertanian organik sesuaistandar:
Penyiapan bloklahan pertanianorganik
Penanaman barriertree berhabitustinggi,
Penyiapan selokanpenghalang(blocking) lahanorganik
Akademisi/peneliti (Universitas, BPTP)- Mengembangkan teknologi
pengolahan/penyiapan lahan- Identifikasi tanaman barrier yang paling optimum
dan memberikan manfaat terbesar- Penelitian dan pengembangan teknologi untuk
mempercepat atau mengefektifkan prosespembersihan bahan kimiawi dalam tanah
- Melatih dan mendampingi petani dalam penyiapanlahan
Kelompok Tani/Operator Organik- Menjalankan prinsip pengelolaan/penyiapan lahan
pertanian organikPemerintah (SKPD terkait) (Dinas Pertanian, BadanPenyuluhan)
- Mendiseminasi, melatih dan mendampingi dalampenyiapan/pengolahan lahan
- Memfasilitasi kebutuhan kelompok petani/operatororganik terkait kebutuhan alsintan pengolah tanah
2 a. Penelitian danpengembanganpestisida alami/organikyang ampuh,
b. Pelatihan pembuatanpestisida organik,
c. Pelatihanpengaplikasianpestisida organik yangtepat,
d. Sekolah LapangPengendalian HamaTerpadu-Organik
e. Pengembanganmetode alternatif
Akademisi/peneliti (Universitas, BPTP, BPPT, LIPI)- Mengembangkan teknologi pengendalian hama
dan penyakit dengan bahan organik- Identifikasi bahan-bahan organik yang berpeluang
menjadi bahan pestisida organik- Penelitian dan pengembangan teknologi-teknologi
pelengkap dalam pengendalian hama danpenyakit yang efektif dan ekonomis
- Melatih dan mendampingi petani dalampembuatan dan pengaplikasian pestisida organik
- Melaksanakan SLPHT-O bersama dinas teknisterkait
Kelompok Tani/Operator Organik- Menjalankan pengendalian hama dan penyakit
secara organik
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 88
No. Program Stakeholder dan perannya
dalam pengendalianhama penyakit yangekonomis,
Pemerintah (SKPD terkait) (Dinas Pertanian, BadanPenyuluh)
- Mendiseminasi, melatih dan mendampingi dalampembuatan pestisida organik
- Bersama perguruan tinggi melaksanakan SLPHT-O
3 a. Inisiasi kerja samadengan pemasoksayuran organik disupermarket/pasarmodern,
b. Inisiasi kerja samalangsung dengansupermarket/pasarmodern,
c. Pemantapan kerjasama dengansupermarket,
Pemerintah (SKPD terkait) dan akademisi- Melakukan kajian dan inisiasi awal kerjasama
pemasaran sayur organik- Menyusun draf kerjasama yang saling
menguntungkan bagi petani dan pemasarKelompok tani organik dan pengusaha (pemasoksayur organik dan manajemen supermarket)
- Berpartisipasi dalam penyusunan draf kerjasamayang saling menguntungkan
- Menyepakati kerjasama pemasaran- Mematuhi dan melaksanakan kerjasama sesuai
dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku4 a. Pembukaan outlet
sayuran organik,b. Kerja sama dengan
kios penjual sayuran,c. Inisiasi kerja sama
pemasaran sayuranorganik ke Hotel,Rumah Sakit, Restoran
Pemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi- Menyusun dan mengembangkan model alternatif
pemasaran sayuran organik- Menginisiasi kerjasama pemasaran- Menyusun draf kesepakatan kerjasama yang
saling menguntungkan- Memfasilitasi pembukaan kios/outlet pemasaran
sayur organikKelompok Tani Organik & Pemilik kios & ManajemenHotel, Rumah Sakit, Restoran
- Berpartisipasi dalam penyusunan draf kerjasamayang saling menguntungkan
- Menyepakati kerjasama pemasaran- Mematuhi dan melaksanakan kerjasama sesuai
dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku5 a. Pembentukan
asosiasi/kelompokpetani sayur organik,
b. Mendesain sistem danmanajemen pertaniankolektif,
Petani Sayuran Organik- Bekerja sama membentuk kelompok/asosiasi
petani organik- Menaati aturan kelompok- Berkontribusi untuk kemajuan kelompok
Akademisi & Pemerintah (SKPD terkait)- Memfasilitasi dan mendampingi pembentukan
kelompok/asosiasi petani organik- Mendesain sistem dan manajemen pertanian
kolektif yang adil6 a. Perancangan draf
Perda mengenaipembelian sayuranorganik dari kelompok
Pemerintah Daerah (DPRD)AkademisiManajemen Hotel, Rumah Sakit dan RestoranKelompok Tani Organik
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 89
No. Program Stakeholder dan perannya
tani sayuran organikbagi rumah sakit, hotel,restoran di DIY,
b. Sosialisasi Perdamengenai pembeliansayuran organik darikelompok tani sayuranorganik bagi rumahsakit, hotel, restoran diDIY
c. Pemberlakuan Perdabagi rumah sakit, hoteldan restoran besartentang Pembeliansayur organik
Secara bersama-sama:- Menyusun draf Perda pembelian produk sayuran
petani- Sosialisasi Perda pembelian sayuran organik- Melaksanakan ketentuan Perda dengan
bertanggung jawab
7 Kerja sama denganperusahaan dan pemuliabenih untukpengembangan benihsayur organik,
Kelompok Tani Organik- Melaksanakan kerjasama dengan bertanggung
jawabPemulia Benih
- Menemukan atau mengembangkan varietas- Melaksanakan kerjasama dengan bertanggung
jawabIndustri Benih
- Memperbanyak varietas temuan pemulia menjadibenih sebar
- Melaksanakan kerjasama dengan bertanggungjawab
Pemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi- Menginisiasi kerjasama pengembangan benih
sayur organik antara petani dengan perusahaanbenih atau pemulia tanaman
- Mendesain sistem kerjasama yang salingmenguntungkan
- Mendampingi pelaksanaan kerjasama danmelakukan evaluasi
Lembaga Perbankan/Pembiayaan- Memberikan kemudahan dan keringanan pada
akses permodalan/pembiayaan8 a. Pelatihan pembuatan
pupuk organik,b. Pemberian bantuan
kredit lunak peralatandekomposer danpembuatan pupukorganik
Kelompok Tani Organik- Melaksanakan kerjasama dengan bertanggung
jawab- Mengikuti pelatihan pembuatan pupuk organik- Mengimplementasikan pembuatan pupuk organik
sendiriIndustri Pupuk Organik
- Melaksanakan kerjasama dengan bertanggungjawab
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 90
No. Program Stakeholder dan perannya
Pemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi- Menginisiasi kerjasama penyediaan pupuk
organik antara petani dengan perusahaan pupukorganik
- Mendesain sistem kerjasama yang salingmenguntungkan
- Melaksanakan pelatihan pembuatan pupukorganik
- Mendesain peralatan dekomposer tepat guna- Mendampingi pelaksanaan kerjasama dan
melakukan evaluasiLembaga Perbankan/Pembiayaan
- Memberikan kemudahan dan keringanan padaakses permodalan/pembiayaan
9 Introduksi manajemen danpengelolaan air irigasipertanian organik sesuaistandar
Kelompok Tani Organik- Melaksanakan pengelolaan air irigasi sesuai
standarPemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi
- Mendesain sistem air irigasi sesuai standarpertanian organik
- Menyusun prosedur manajemen dan pengelolaanair irigasi
- Mendampingi pelaksanaan pengelolaan air irigasidan melakukan evaluasi
10 Introduksi teknologipemupukan yang tepatuntuk pertanian organik
Kelompok Tani Organik- Melaksanakan teknologi pemupukan sesuai
standarPemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi
- Melakukan penelitian teknologi pemupukan- Melakukan introduksi teknologi pemupukan- Mendampingi pelaksanaan pemupukan secara
tepat dan melakukan evaluasi berkala11 Introduksi teknologi
pembenihan sayuranorganik
Kelompok Tani Organik- Melaksanakan teknologi pembenihan sesuai
standarPemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi
- Melakukan penelitian teknologi pembenihan- Melakukan introduksi teknologi pembenihan- Mendampingi pelaksanaan aplikasi teknologi
pembenihan dan melakukan evaluasi berkala12 a. Studi banding pelaku
pelaku pemrosessayuran organik,
b. Pelatihan pemrosesanpasca panen sayuranorganik,
c. Pelatihan pengemasan
Kelompok Tani Organik- Mengikuti studi banding ke usaha pertanian
organik yg telah maju/berhasil- Mengikuti pelatihan pemrosesan pasca panen dan
pengemasan sayuran organikPerusahaan/Produsen Sayur Organik (sukses,modern)
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 91
No. Program Stakeholder dan perannya
yang baik, - Menjadi mitra studi banding usaha pertanianorganik
- Sharing metode/teknologi/cara pemrosesan pascapanen dan pengemasan sayuran organik
Pemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi- Menginisiasi studi banding ke usaha pertanian
organik yg telah maju/berhasil- Memberikan pelatihan pemrosesan pasca panen
dan pengemasan sayuran organik13 Pra-sertifikasi oleh
asosiasi pertanian organik&/ penyuplai sayuranorganik &/ dinaspertanian/kesehatan,
Kelompok Tani Organik dan Asosiasi PertanianOrganik
- Mengikuti pra sertifikasi guna persiapan sertifikasiorganik
- Menjalankan perbaikan sistem pertanian menujupertanian organik secara bertahap namunkonsisten
Pemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi- Memfasilitasi dalam proses pra sertifikasi guna
penyiapan menuju sertifikasi organik- Menyusun kriteria dan standar pra sertifikasi
dengan mengacu pada standar sertifikasi organik14 Serifikasi oleh Lembaga
Sertifikasi Organik (LSO)Kelompok Tani Organik
- Mengikuti sertifikasi organik- Menjalankan prinsip-prinsip pertanian organik
secara menyeluruhLSO
- Melakukan sertifikasi pertanian organikPemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi
- Mendampingi dan memfasilitasi proses sertifikasiorganik
15 a. Sosialisasipeningkatan kesadarankonsumsi panganorganik
b. Kampanye panganorganik ke sekolah-sekolah
c. Lomba masak panganorganic
d. Festival/pameranproduk pertanian danpangan organik dipusat-pusatperbelanjaan
e. Mengembangkan e-marketing / webmarketing
Masyarakat / konsumen Ibu rumah tangga Siswa TK dan SD Guru, Bidan
- Bersama-sama mengikuti sosialisasi dan upayapeningkatan kesadaran konsumsi panganorganik
- Secara aktif ikut memberikan penyuluhandisisipkan dalam pelajaran sekolah ataupelayanan di puskesmas/RS
Akademisi Pemerintah (SKPD terkait) Dinas Pertanian Dinas Pendidikan Badan Ketahanan Pangan Manajemen pusat-pusat perbelanjaan
- Bersama-sama melaksanakan sosialisasi
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 92
No. Program Stakeholder dan perannya
peningkatan kesadaran konsumsi panganorganik
- Bersama-sama menyelenggarakan event-eventmenarik dalam rangka sosialiasi pangan organik
- Mengembangkan web marketing16 a. Kredit lunak untuk
proses sertifikasib. Kredit lunak untuk
pengembangan usaha
Kelompok Tani Organik- Mengakses pembiayaan melalui kerjasama
dengan lembaga pembiayaan- Menaati kesepakatan kerjasama permodalan
Pemerintah (SKPD terkait) dan Akademisi- Menginisiasi dan sebagai fasilitator dalam
kerjasama pembiayaan pertanian organikLembaga Perbankan/Pembiayaan lainnya
- Bekerja sama menyediakan kredit lunak untukpengembangan usaha pertanian organik
17 Pendampingan dariakademisi, pemerintahdaerah, mitra usaha,
Pemerintah (SKPD terkait)AkademisiMitra usaha
- Bersama-sama memberikan pendampingandalam pengembangan usaha
- Memberikan solusi alternatif atas permasalahanyang muncul dalam pengembangan pertanianorganik
18 a. Riset teknologi benihorganik unggulproduktivitas tinggi
b. Riset pengembanganpupuk organik kayahara
c. Riset formula pestisidaorganik
d. Riset teknologipenanganan pascapanen untuk sayuran
e. Riset rantai pemasaranf. Riset perilaku dan
preferensi konsumenterhadap produkorganik
g. Riset tentang efisiensidan manajemen usahapertanian organik
Akademisi dan Lembaga Penelitian- Melaksanakan kajian-kajian secara terus
menerus guna penyempurnaan teknologi yangmendukung pengembangan pertanian organikyang lebih baik dan menguntungkan
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 93
7.5. Indikator Keberhasilan dan mekanisme pengembangan pertanian organiktanaman sayuran umur pendek di DIY
Keberhasilan penyusunan master plan dapat dilihat dari berbagai aspek.
7.5.1. Aspek Manajemen
a. Dijadikannya Master Plan sebagai pedoman pengembangan pertanian
organik sayuran umur pendek komoditas bawang merah, sawi, dan bayam
untuk kurun waktu 2016-2020.
b. Adanya alokasi APBD untuk pengembangan pertanian organik sayuran umur
pendek komoditas bawang merah, sawi dan bayam sebagai bagian dari
budidaya masyarakat pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta.
c. Adanya alokasi APBN untuk pengembangan pertanian organik sayuran umur
pendek komoditas bawang merah, sawi, dan bayam di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
7.5.2. Aspek Teknis
a. Peningkatan produksi komoditas sayuran organik terpilih (bawang merah,
sawi, dan bayam) di Daerah Istimewa Yogyakarta.
b. Meningkatnya kualitas produk pertanian organik sayuran umur pendek, dan
kualitas lingkungan pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta.
c. Meningkatnya aktivitas pembudidayaan pertanian organik sayuran umur
pendek dan nilai tambah produk sayuran organik, serta sertifikasi produk
sayuran organik di Daerah Istimewa Yogyakarta.
d. Meningkatnya jaringan pemasaran produk sayuran organik di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
e. Meningkatnya pendapatan petani dari sayuran organik umur pendek.
f. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja di bidang pertanian organik.
7.5.3. Aspek Kelembagaan
a. Peningkatan kualitas dan kuantitas lembaga kelompok tani, kelompok
pemasar untuk komoditas sayuran organik.
b. Adanya sekolah lapangan mengenai teknik budidaya pertanian organik
sayuran umur pendek komoditas terpilih.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 94
c. Adanya sosialisasi untuk pengembangan pertanian organik sayuran umur
pendek di DIY untuk komoditas terpilih yang di adakan di masing-masing
kabupaten.
d. Peningkatan nilai NTP sub sektor hortikultura budidaya sayuran organik di
DIY.
e. Terbentuknya komunitas atau organisasi pencinta dan konsumen makanan
organik, khususnya sayuran organik.
f. Terbentuknya asosiasi petani organik pada umumnya dan petani organik
hortikultura pada khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
g. Berdirinya outlet-outlet ataupun pusat penjualan produk organik di Daerah
Istimewa Yogyakarta yang secara rutin menjual produk-produk organik.
7.5.4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara rutin dan bertahap dengan
pemantauan pelaksanaan program dan capaian kinerja besarnya setiap triwulan,
berdasarkan indikator kinerja. Monitoring dan evaluasi tiap tahun dituangkan
dalam Laporan Tahunan. Akumulasi dan evaluasi selama lima tahun tersebut
menjadi dasar Laporan Akhir Kegiatan.
7.5.5. Pelaporan
Pelaporan dilakukan dari hasil pengawasan dan evaluasi, dirangkum setiap
triwulan, kemudian disusun rekapitulasi Laporan Besar Tahunan. Laporan
Tahunan disusun untuk tahun 2016, 2017, 2018, 2019, 2020. Laporan Tahunan
kemudian dirangkum dalam Laporan Akhir Kegiatan pada akhir tahun 2020. Hasil
pengawasan dan evaluasi menjadi bahan bagi penyusunan rencana Laporan
Tahunan dan Laporan Akhir Kegiatan.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 95
BAB VIII. KUNCI KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PROGRAM MASTER PLANPERTANIAN ORGANIK
Tahapan selanjutnya setelah pekerjaan penyusunan Master Plan adalah
mengimplementasikan program-program kerja yang telah disusun ke dalam bentuk
kegiatan-kegiatan nyata. Pelaksanaan program-program kerja tersebut bukanlah
pekerjaan yang ringan, namun juga bukanlah hal yang mustahil untuk dikerjakan. Berikut
ini adalah 5 (lima) kunci keberhasilan yang diperlukan agar implementasi program
berjalan dengan baik:
Gambar 8. 1 Kunci Keberhasilan dalam Implementasi Program Kerja Master PlanPertanian Sayuran Organik
1. Sosialisasi BerkelanjutanProgram kerja yang akan dilaksanakan harus disosialisasikan kepada para
stakeholder yang representatif dan dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 96
bertujuan agar seluruh stakeholders dan elemen masyarakat yang terkait dalam
program memperoleh gambaran yang jelas mengenai program kegiatan dan
diharapkan memperoleh dukungan yang nyata dari pihak-pihak tersebut.
2. Sinergi, Kerja sama dan KoordinasiKonsep quadruple helix dalam pengembangan pertanian organik
menunjukkan bahwa program kerja harus melibatkan semua stakeholder dengan
pembagian tugas yang jelas dan proporsional sesuai dengan kompetensi bidang
dan wewenangnya masing-masing. Pada pelaksanaannya perlu ditegaskan
bahwa quadruple helix tidak hanya berbicara mengenai siapa pelaku utama dalam
kegiatan tersebut, namun yang tidak kalah penting adalah bagaimana semua
stakeholder mampu bekerja sama, terkoordinir dengan baik sehingga mampu
bersinergi satu sama lain dan saling melengkapi.
3. Pendekatan KomprehensifSalah satu kunci keberhasilan program berkait dengan pendekatan yg
digunakan. Master plan ini tidak boleh hanya dilihat dari perspektif bagaimnana
memproduksi sayuran secara organik (production approach), namun yang jauh
lebih penting adalah untuk melihat program dengan pendekatan agribisnis secara
utuh dan terintegrasi (agribusiness approach). Contohnya adalah bagaimana
program ini mampu membangkitkan kesadaran konsumen/consumer awareness
program tentang konsumsi pangan organik (baik konsumen aktual maupun
konsumen potensial) baik melalui iklan/kampanye/promosi/pameran,namun juga
melalui media pendidikan, terutama anak didik mulai tingkat pendidikan usia dini
(PAUD) hingga tingkat menengah atas (SMA). Untuk mendukung proses
penyadaran (awareness process) ini penting bekerjasama dengan
Kemdikbud/Dinas Pendidikan sehingga mindset anak didik mengalami perubahan
dari kurang aware terhadap produk organik menjadi aware terhadap produk
organik.
4. Dukungan Pendanaan yang MemadaiPelaksanaan program kerja dalam rangka pengembangan pertanian organik
niscaya memerlukan dukungan pendanaan. Guna menjamin keberhasilan
implementasi program, pemerintah daerah seyogyanya tidak setengah hati (tidak
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 97
tanggung-tanggung) dalam penyediaan anggaran program kerja. Mengingat
kebutuhan pendanaan tidaklah kecil, maka program kerja harus dilaksanakan
dengan menetapkan program-program kerja prioritas yang dinilai strategis dan
berdampak besar dalam rangka mendukung langkah kerja selanjutnya.
5. Monitoring dan Evaluasi RutinMonitoring dan evaluasi merupakan upaya nyata dalam rangka menjamin
pelaksanaan program kerja sejalan dan tidak menyimpang dari arah dan tujuan
yang telah ditetapkan. Guna menjamin proses monitoring dan evaluasi program
kerja yang baik, maka diperlukan pembentukan semacam kelompok kerja (tim task
force) yang beranggotakan unsur-unsur quadruple helix yang melaksanakan tugas
monitoring dan evaluasi secara rutin, obyektif dan berkelanjutan.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 98
Daftar Pustaka
Anonim, 2004. Buku Pedoman Non Kimia. Departemen Pertanian. Jakarta.
Anwar, A., Sudarsono, dan S. Ilyas. 2005. Perbenihan sayuran di Indonesia: kondisiterkini dan prospek bisnis benih sayuran. Buletin Agronomi 1 : 38 – 47.
Appropriate Technology Transfer for Rural Areas (ATTRA). 2007. An overview of organiccrop production, fundamentals of sustainable agriculture, ATTRA, Fayetteville.
Avery, A. 2006. The Truth About Organik Foods Volume 1, Series 1. HendersonCommunications, L.L.C.
Balai Besar Penelitian Padi. 2015. Pengertian Umum Varietas, Galur, Inbrida, danHibrida. <http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id>. Diakses pada 26 November 2015.
Bendavid, Avrom. 1974. Regional Economic Analysis For Practicioners (An IntroductionTo Common Descriptive Methodes Revised Edition). Preager Publisher, UnitedStates of America.
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY. 2015. Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta
BSN. 2013. Badan Standarisasi Nasional Sistem Pertanian Organik. BSN. Jakarta.
Burkill, J.H. 1935. A Dictionary Of Economic Products Of The Malay Peninsulla.Government of the Straits Settlement, Milbank, London S.W. 340 pp.
Chambers, R. 1995. Poverty and Livelihoods : Whose Reality Counts?. Discussion Paper347. Brghton, UK. Institute of Development Studies.
Campbell, F.L. 1933. The Relative Toxicity Of Nicotine, Methyl Anabasine And LupinineFor Culicine Mosquito Larvae. J. Con. Entomol. 26(3): 910918.
Deptan. 2014. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayur Organik. Badan Penelitian danPengembangan Departemen Pertanian.
Deptan. 2014. Panduan Pemupukan Organik. Badan Penelitian dan PengembanganDepartemen Pertanian.
Deptan. 2015. Pedoman Penggunaan Pestisida Pertanian. Badan Penelitian danPengembangan Departemen Pertanian.
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Provinsi DIY. 2007. RPJP DIY 2005-2025. <http://dppka.jogjaprov.go.id/>. Diakses pada tanggal 23 November 2015.
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah Provinsi DIY. 2013. RPJMD 2012-2017DIY. <http://dppka.jogjaprov.go.id/>. Diakses pada tanggal 23 November 2015.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 99
Dinas Pertanian Provinsi Bali. 2014. Pertanian Organik Sebagai Sistem yangBerkelanjutan. <http://distanprovinsibali.com/pertanian-organik-sebagai-sistem-pertanian-berkelanjutan/>. Diakses pada tanggal 23 November 2015.
Dinas Pertanian Provinsi DIY, 2011. Visi-Misi Dinas Pertanian DIY.<http://distan.jogjaprov.go.id/index.php>. Diakses pada tanggal 25 November2015.
Doran, G. T. 1981. There's a S.M.A.R.T. Way to Write Management's Goals andObjectives. Management Review.
Elias G. Carayannis and David F. J. Campbell. 2012. Mode 3 Knowledge Production inQuadruple Helix Innovation Systems. Springer Briefs in Business 7. DOI10.1007/978-1-4614-2062-0_1.
Feber, R. E., Bell, J., Johnson, P. J., Firbank, L. G., and Macdonald, D. W. 1998. TheEffects Of Organik Farming On Surface-Active Spider (Araneae) Assemblages InWheat In Southern England, Uk. The Journal of Arachnology 26 : 190-202.
Francis, C., and J. van Wart. 2009. History Of Organik Farming And Certification, InOrganik Farming: The Ecological System. American Society of Agronomy 2 : 3 –18.
Hilman, Y dan N. Nurtika. 1992. Pengaruh Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan danProduksi Tomat. Bulletin Penelitian Hortikultura 1 : 96-101.
Iskandar, S. 2003. Pengaruh Bokashi Produktivitas Tanaman Sayuran dalam KegiatanPertanian Organik. Jurnal Agrotropika 2 : 6 - 10.
Katama, E. 2013. Sistem Pertanian Organik. <http://jurnalorganik.blogspot.co.id>.
Diakses pada tanggal 23 November 2015.
Kolte, S. J., R.P. Awasthi, and Vishwanath. 2000. Divya mustard: A Useful Source ToCreate Alternaria Black Spot Tolerant Dwarf Varieties Of Oilseed Brassicas. PlantVarieties and seeds (U.K.). 13: 107-111.
Konno, K. 2004. Papain Protects Papaya Trees From Hervivorous Insect: Role OfCysteine Proteases In Latex. Plant Journal 3: 370- 378.
Kusriani, P., P. Widjanarko, N. Rohmawati. 2012. Uji Pengaruh Sublethal PestisidaDiazinon 60 Ec terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) DAN Pertumbuhan IkanMas (Cyprinus carpio L.)
Maulidah, S. 2012. Sistem Agribisnis. Modul Manajemen Agribisnis. UniversitasBrawijaya, Malang.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 100
Marwoto. 2008. Strategi dan komponen teknologi pengendalian ulat grayak (Spodopteralitura) pada tanaman kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan danUmbi-Umbian. Jurnal Litbang Pertanian 27 : 4.
Meena, S., R.K. Gothwal, Krishna, Mohan, and M., Ghosh, P. 2014. Production AndPurification Of A Hyperthermostable Chitinase From Brevibacillus Formosus BISR-1 isolated from the Great Indian Desert soils. Extremophiles, 18: 451- 62.
Moekasa, T.K. 1998. Insektisida Mikroba untuk Pengendalian Hama Ulat Bawang,Spodoptera exigua. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat Penelitian danPengembangan Hortikultura.
Mulyo, J.H., Irham. 2015. “Pengembangan Industri Agribisnis Berbasis Kerakyatan padaKomoditas Lokal untuk Ekspor di Daerah Perbatasan Pulau Sebatik KabupatenNunukan Kalimantan Utara. Penelitian Unggulan Universitas Gadjah Mada.Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Nasir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor.
Nurdin, F., Syafril., Nusyirwan H. dan Yulimasni. 1999. Efektivitas perangkap kuningdalam pengendalian hama lalat korok daun (Liriomyza spp) pada Kentang.Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yangRamah Lingkungan dan Ekonomis.
Pangaribuan, D. 1998. Peningkatan produktivitas bawang merah melalui penambahanbahan organik pada tanah. Jurnal Tanaman Tropika 2 : 98 – 107.
Pangaribuan, D., dan H. Pujisiswanto. 2008. Pemanfaatan kompos jerami untukmeningkatkan produksi dan kualitas buah tomat. Prosiding Seminar NasionalSains dan Teknologi-II Universitas Lampung.
Paramita, A. dan Kristiana, L. 2013. Teknik Focus Group Discussion dalam PenelitianKuantitatif. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 16 No. 2. April 2013. Hal 117-127.
Patni C.S., S.J. Kolte and R.P. Awasthi. 2005. Efficacy Of Botanicals Against AlternariaBlight (Alternaria Brassicae) Of Mustard. Indian Phytopath 58:426 - 430.
Priastuti, D., A.I. Suroso, dan M. Najib. 2014. Analisis Strategi Peningkatan Daya SaingSayuran Organik. Jurnal Manajemen dan Organisasi 3 : 1 - 16.
Rahardjo, B. T.,L. P. Astuti, L. K. Putra, E. S. Handani. 2003. Pengaruh PemberianBahan Organik terhadap Perkembangan Populasi Nematode Puru Akar(Meloidogyne sp.) pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum M.). Agrivita2 :120 – 125.
Rahman, A., Hermaya, dan Lisa. 2008. Pertumbuhan dan produksi tanaman sawi denganpemberian bokashi. Jurnal Agrisisten 2: 75-80.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 101
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Pertanian Nomor64/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertaian Organik. SekretarisNegara. Jakarta.
Riyadi, D. M. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan KawasanAgribisnis: Pembangunan Pertanian Berbasis Kewilayahan. Jurnal PembangunanWilayah No 32/April-Juni 2003.
RPJMD. 2013. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah DIY Tahun 2012-2017. Yogyakarta.
RPJP. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang DIY Tahun 2005-2025.Yogyakarta.
Rukmi, D. Puspito, Ellyke, R. Sri Pujiastuti. 2014. Efektifitas Eceng Gondok (EichorniaCrassipes) dalam menurunkan Kadr Deterjen, BOD, dan COD pada Air LimbahLimbah Loundry. Artikel Ilmiah Penelitian Mahasiswa. Universitas Negeri Jember.
Saragih, S. E. 2008. Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan.Penerbit Swadaya, Depok.
Sarjan, M. 2014. Potensi Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hamapada Budidaya Sayuran Organik. Program Studi Hama dan Penyakit TumbuhanFakultas Pertanian Universitas Mataram.
Sastrosiswodjo, S. dan I.N. Oka. 1997. Implementasi pengelolaan serangga secaraberkelanjutan. Makalah Kongres ke V dan Simposium Entomologi. PEI. Bandung.
Singh, R.P., S. Dabas, A. Choudhary and R. Maheshwari. 1997. Effect of lead on nitratereductase activity and alleviation of lead toxicity by inorganic salts and 6-benzylaminopurine. Biol. Plant., 40: 339-404.
Soeganda, A. 1996. Penurunan Hasil Beberapa Varietas Lombok Akibat Infeksi CMV diRumah Kaca. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hortikultura Lembang.
Sriniastuti, 2005. Efektifitas Penggunaan Bacillus thuringiensis terhadap Serangan UlatDaun (Plutella xylostella) pada Tanaman Sawi (Brassica juncea) di SungaiSelamat, Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Sutanto. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Keberlanjutan. PenerbitKanisius, Yogyakarta.
Tandisau, P. Dan Herniwati. 2009. Prospek pengembangan pertanian organik di SulawesiSelatan. Prosiding Seminar Nasional Serealia.
Thamrin, M. dan S. Asikin. 2009. Ekstrak tumbuhan yang berpotensi mengendalikan ulatkubis Plutella xylostella. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman.Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 102
UC IPM. 2008. University of California Integrated Pest Management Guidelines for Alfalfa.
<http://ipm.ucdavis.edu/PMG/selectnewpest.alfalfa-hay.html>. Diakses pada 26
November 2008.
Untung, K. 1997. Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan yang BerwawasanLingkungan. Seminar Nasional Pertanian Organik.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Master Plan Pengembangan Pertanian Organik Tanaman Sayuran Umur Pendek di DIY 103
Lampiran
Contoh Pertanaman Organik di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY