Upload
aira-putri-mardela
View
381
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. Tinjauan Umum Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi
pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang
salah).
Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik
tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan
menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan
dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan
yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health
Nursing, 1987).
2. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,
demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping
dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi
dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada
saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu
masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
3. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi
yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri
atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara
dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar
atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik
dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal
otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun
dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke
alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya
kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan
keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
4. Manifestasi Klinik
5. Klasifikasi halusinasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /
atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang
terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.(Yosep Iyus, 2007)
6. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari
gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling
sering berupa kata – kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi
tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara
sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap
mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian
pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan
schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa
mania depresif dan syndroma otak organik
7. Faktor – faktor penyebab halusinasi
a. Faktor predisposisi
1. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf –
syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin
timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul
perilaku menarik diri.
2. Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3. Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Tahap-tahap tampilan klien perilaku yang diperlihatkan adalah :
Tahap I
- Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum,
halusinasi merupakan suatu kesenangan.
- Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
- Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
- Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran,
nonpsikotik.
- Tersenyum, tertawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara
- Pergerakkan mata yang cepat
- Respon verbal yang lambat
- Diam dan berkonsentrasi
Tahap II
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan
perasaan antipati
- Pengalaman sensori menakutkan
- Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
- Mulai merasa kehilangan kontrol
- Menarik diri dari orang lain non psikotik
- Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
- Perhatian dengan lingkungan berkurang
- Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
- Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
Tahap III
- Mengontrol
- Tingkat kecemasan berat
- Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
- Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
- Isi halusinasi menjadi atraktif
- Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
- Perintah halusinasi ditaati
- Sulit berhubungan dengan orang lain
- Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
- Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat
Tahap IV
- Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
- Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak ada intervensi terapeutik.
- Perilaku panik
- Resiko tinggi mencederai
- Agitasi atau kataton
- Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
Hubungan Skhizoprenia dengan halusinasi
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia,
suara – suara biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif.
Halusinasi ini menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti yang
telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan
perilaku yang dapat diamati
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di BPK
RSJ Propinsi Bali dan klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga
mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Maramis,2004)
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting
didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif
dan sebagai pengawas minum obat (Maramis,2004)
1. Farmakoterapi
a. Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri
dari :
a. Therapy aktivitas
1. Therapy musik
Focus : mendengar,memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
2. Therapy seni
Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
3. Therapy menari
Focus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4. Therapy relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam
kehidupan.
b. Therapy sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
c. Therapy kelompok
Group therapy (therapy kelompok)
1. Therapy group (kelompok terapiutik)
2. Adjunctive group activity therapy (therapy aktivitas kelompok)
d. Therapy lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga (home
like atmosphere) (www.blogskripsiperawat.com)
B. Tinjauan umum tentang karaketristik penderita halusinasi
1. Usia
Usia disini dimaksud adalah masa pada keadaan tertentu yang dapat mendukung
terjadinya gangguan jiwa antara lain :
a. usia bayi
Yang dimaksud masa adalah menjelang usia 2-3 tahun, dasar perkembangan
yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini timbul
dua masalah yang penting yaitu :
- cara mengasuh bayi
cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat aman/ bagi bayi
dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan
bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan
menolak dan dikemudian hari akan berkembang kepribadian yang bersifat
menolak dan menentang terhadap lingkungan.
- Cara memberi makanan
Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa
aman dan dilindungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-
gesa akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
b. Usia prasekolah ( antara 2-7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh displin dan
otoritas, hal-hal yang penting pada fase ini adalah :
- hubungan orang tua- anak
penolakan orang orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan,
akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia akan mengembangkan cara
penyerahan penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri
atau malah menentang dan memberontak.
- Perlindungan yang berlebihan
Menunukkan anak atau memaksakan kehendak/mengatur dalam segala
hal, mengakibatkan kepribadian si anak tidak berkembang secara wajar
ketika dewasa memiliki kepribadian yang mantap, cenderung
mementingkan diri sendiri dan akibatnya kurang berhasil sebagai
orangtua.
- Perkawinan tidak harmonis dan kehancuran rumah tangga.
Anak tidak mendapat kasih sayang. Tidak dapat menghayati displin tidak
ada panutan, pertengkaran dan keributan membingungkan dan
menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. Hal tersebut merupakan
dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan
kepribadian pada anak dikemudian.
- Otoritas dan disiplin
Disiplin diberikan sesuai dengan kemampuan dan tingkat kematangan
anak, diberikan dengan cara yang baik, tegas, dan konsisten, sehingga
anak menerima sebagai hal yang wajar. Disiplin yang diluar kemampuan
sianak , dipaksakan dengan cara yang keras kaku, menyebabkan anak
akan melawan memberontak atau menuntut berlebihan. Sebaliknya
disiplin yang tidak tegas secara mental, latihan keras, akan menyebabkan
rasa cemas, rasa tidak aman dan kemudian hari mungkin menjadi nakal,
keras kepala dan selalu ingin kesempurnaan (perfeksionios).
- Perkembangan seksual
Pendekatan yang sehat, kesediaan untuk memberi jawaban secara jelas,
terus terang wajar dan obyektif terhadap masalah seksual pada anak akan
mengembangkan sikap positif. Reaksi orang tua yang menyebabkan anak
menganggap seks adalah tabu, menjijikan, memalukan dan sebagainya
akan merupakan awal kesulitan seksual dikemudian hari.
- Agresi dan permusuhan
Merupakan hal yang wajar seorang anak akan mengembangkan pola-pola
yang berguna. Pengawasan yang berlebihan, menyebabkan anak akan
mengekang, sehingga timbul tingkah laku mengganggu. Agresi dan
permusuhan yang diterima anak akan menyebabkan sikap defend dan mau
menang sendiri. Sedangkan sikap yang longgar akan menyebabkan anak
menjadi nakal dan terbiasa dengan perbuatan-perbuatan yang
mengganggu ketertiban.
- Hubungan kakak – adik
Persaingan yang sehat antara adik-kakak merupakan hal yang wajar dan
menjadi dasar untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Persaingan
yang tidak sehat dan berlebihan (pilih kasih, menghukum tanpa meneliti,
prasangka, kompensasi berlebihan, dan sebagainya) akan merupakan
dasar terbentuknya sifat-sifat yang merugikan.
- Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan
Kematian, kecelakaan, sakit perut, perceraian, perpindahan yang
mendadak, kekecewaan yang berlarut-larut dan sebagainya, akan
mempengaruhi perkembangan kepribadian, tapi juga tergantung pada
keadaan sekitarnya (orang, lingkungan atau suasan saat itu) apakah
mendukung atau mendorong dan tergantung pada pengalamannya dalam
menghadapi masalah tersebut.
c. Usia anak sekolah
Masa ini tandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada
masa ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-
batas kelurga
d. Usia remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang penting
yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-
lakian) sedang secara kejiwaan, pada masa ini pterjadi pergolakan yang hebat.
Pada masa ini, seorang remaja mulai (hak-hak seperti orang dewasa), sedang
dilain pihak belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas
semua perbuatannya. Egosentrik bersifat menentang terhadap otoritas, senang
berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan
yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu proses kematangan
kepribadian di usia remaja.
e. Usia dewasa muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia akan
cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umunya ia akan
berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang
mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah
pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan-gangguan jiwa. Masalah-
masalah yang penting pada masa ini adalah :
1. hubungan dengan lawan jenis; masa ini dimulai dari masa pancaran.
Menikah dan menjadi
2. beberapa faktor yang mungkin menyulitkan suatu perkawinan :
o perasaan takut yang bersalah mengenai perkawinan dan kehamilan
o perasaan takut untuk berperan sebagai orang tua, ketidak sanggupan
mempunyai anak.
o Perbedaan harapan akan berperan masing-masing (tak ada
penyesuaian baru dalam tingkah laku/berpikir)
o Masalah-masalah keuangan
o Pemilihan dan penyesuaian pekerjaan.
f. Usia dewasa tua
Sebagai patokan, masa ini dicapai apabila status pekerjaan dan sosial
seseorang sudah mantap. Masalah-masalah yang mungkin timbul :
- menurunnya keadaan jasmaniah
- perubahan susunan keluarga (anak yang mulai berumah tangga atau
bekerja ) maka orang tua sering kesepian.
- Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan yang baru dalam bidang
pekerjaan atau perbaikan kesalahan yang lalu.
- Penurunan fungsi seksual dan reproduksi
Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan
seperti rendah diri dan pesimis. Keluhan psikomatik sampai berat seperti
murung, kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan
mungkin usaha bunuh diri.
g. Usia tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan masa ini berkurangnya daya
tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan
kemampuan sosial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman
serta sering mengakibatkan kesalah pahaman orangtua terhadap orang
dilingkungannya. Persaan terasing karena kehilangan teman sebaya,
keterbatasan gerak, dapat menimbulkan kesulitan emosional cukup hebat
(Yosep Iyus, 2007)
Didalam mendapatkan laporan umur atau usia pada masyarakat
pedesaan yang masih banyak didapatkan buta huruf. Untuk keperluan
perbandingan maka WHO mengajurkan pembagian pembagian umur sebagai
berikut:
- Menurut tingkat kedewasaan yakni bayi dan anak-anak (0-14 tahun)
- Intervel 5 tahun yakni 1-4 dan 5-9 dan seterusnya.
Untuk mempelajari penyakit anak (Budiarto, Eko. 2003).
2. Jenis Kelamin
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki
maupun perempuan. Tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi
antara laki-laki dan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan
pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika atau kondisi fisiologis.
Angka-angka diluar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih
tinggi dikalangan perempuan, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada pria.
Sebab-sebab adanya angka kematian yang lebih tinggi dikalangan wanita. Di
Amerika Serikat dihubungankan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas
untuk mencari perawatan (Budiarto, Eko. 2003).
Hal tersebut menggambarkan adanya perbedaan tingkat kejadian suatu
penyakit pada masing-masing jenis kelamin laki-laki dan perempuan demikian
pula dalam hal penyakit kejiwaan .
3. Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stress yang kedua setelah masa
perkawinan. Banyak orang menderita depresi dan kecemasan karena masalah
pekerjaan ini, misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi,
jabatan, kenaikan pangkat, pensiun kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain
sebagainya.
Pekerjaan sebaiknya dipilih berdasarkan bakat dan minat sendiri,
pemilihan yang semata-semata dipaksa /disuruh/kompensasi atau karena
“kesempatan dan kemudahan” sering mempermudah gangguan penyesuaian dalam
pekerjaan. Gangguan berupa rasa malas, sering bolos, timbul bermacam keluhan
jasmani (sering sakit) sering mengalami kecelakaan dalam pekerjaan dan terlihat
ketegangan-ketegangan dalam keluarga karena jadi pemarah dan mudah
tersinggung. (Yosep Iyus, 2007).
Kebanyakan pekerjaan dengan waktu yang sangat sempit ditambah lagi
dengan tuntutan yang harus serba cepat dan tepat membuat orang hidup dalam
keadaan ketegangan (stress). Suatu penelitian dikalangan karyawan amerika yang
tergolong white collar employees. Menyebutkan bahwa 44% dari mereka termasuk
yang dibebani pekerjaan yang terlampau berat (over load). Mereka menunjukkan
berbagai kelainan yang dapat dikelompokkan dalam impaiment of behavior atau
emotional disturbances. Dalam pada itu para pemimpin perusahaan dikejutkan
oleh besranya ongkos yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan / perawatan dan
kehilangan jam kerja. Dalam suatu penelitian nasional yang dilakukan,
dikemukakan bahwa kerugian dari sektor ini saja diperkirakan meliputu jimlah
antara 50 hingga sampai 75 miliar dollar setahunnya. Hal ini berati lebih dari 750
dollar amerika untuk siap rata-rata karyawan amerika.
Pengangguran membawa pengaruh bagi kesehatan jiwa. Sumber stress
terpenting bukanlah hakikat kehilangan pekerjaan itu sendiri tetapi lebih bersifat
perubahan-perubahan domesti psikologis yang berjalan secara perlahan-lahan. Hal
ini lambat laun mambahayakan kesehatan individu yang bersangkutan .
4. Pendidikan
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya dan
diluar faktor dalam diri meliputi semua potensi individu sejak lahir , setiap manusia
mempunyai potensi yang mengembangkan pikiran, perasaan segi sosial bakat dan
minat dalam potensi ini akan tetep terpendam jika tidak dikembangkan melalui
pendidikan, sehingga ditinjau dari potensi pendidikan mempunyai tugas untuk
mengaktualisasikan potensi tersebut. Melalui pendidikan diharapkan terbentuk
kepribadian seseorang yang boleh dikatakan hampir semua kelakuan individu
dipengaruhi dan pada orang lain (Nasution 1995)
Menurut Tirtaraharja (2000), pendidikan dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk
yaitu :
1. Pendidikan formal ( lingkungan sekolah )
dilingkungan sekolah, peserta didik untuk memeperluas bekal yang telah
diperoleh dari lingkungan kerja keluarganya berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Bekal dimaksud baik berupa bekal dasar lanjutan (dari
SD dan sekolah lanjutan) ataupun bekal kerja yang langsung dapat digunakan
secara aplikatif (sekolah menengah kejuruan dan perguruan tinggi). Kedua
macam bekal tersebut dipersaipkan secara formal dan berguna sebagai sarana
penunjang pembangunan diberbagai bidang.
2. Pendidikan Informal (lingkungan keluarga)
didalam lingkungan keluarga anak dilatih bertbagai kebiasaan yang baik (habit
information) tentang hal-hal yang berhubungan dengan kecekatan, kesopanan
dan moral. Disamping itu, kepada mereka ditanamkan keyakinan-keyakinan
yang penting utamnya hal-hal yang bersifat religius. Hal-hal tersebut sangat
tepat dilakukan pada masa kanak-kanak sebelum perkembangannya rasio
mendominasi perilakunya. Kebiasaan baik dan dan keyakinan-keyakian
penting yang mendarah dading merupakan landasan yang sangat diperlukan
untuk pembangunan
3. pendidikan non formal (lingkungan masyarakat)
dilingkungan masyarakat, peserta didik memperoleh bekal praktis untuk
berbagai jenis pekerjaan khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan
proses belajarnya melalui jalur formal. Pada masyarakat kita (sebagai
masyarakat yang sedang berkembang). Sistem pendidikan non formal
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini bertalian erat dengan
semakin berkembangnya sektor swasta yang menunjang pembangunan. Disegi
lain, hal tersebut dapat diartikan bernilai positif karena dapat
mengkonpensasikan keterbatasan lapangan kerja formal dilembaga-lembaga
pemerintah. Disamping itu juga dapat memperbesar jumlah angka kerja tingkat
dan menengah yang sangat diperlukan untuk memelihara proporsi yang selaras
antara pekerja rendah, menengah dan tinggi. Hal demikian dapat dipandang
sebagai upaya untuk menciptakan kestabilan nasional.
Menurut Unesco yang dikutip oleh lunardi, pendidikan orang dewasa
apapun isi tingkatan serta metodenya baik formal maupun informal
merupakan lanjutan atau pengganti pendidian disekolah ataupun diluar
sekolah hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan atau adanya
perubahan kemampuan , penampilan atau perilaku, selanjutnya perubahan
perilaku didasari oleh adanya perubahan penambahan pengetahuan, sikap atau
keterampilan namun demikian perubahan sikap dan pengetahuan ini belum
tentu merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku sebab perilaku baru
tersebut kadang-kadang memerlukan dukungan materil misalnya seorang ibu
memerlukan uang untuk dapat mengelola dan memberikan makanan yang
bergizi pada anak-anaknya (Notoatmodjo, 2003)
DIAGNOSIS GEJALA KLINIS PENGOBATAN TINDAK LANJUT
1. GANGGUAN
PSIKOSIS:adalah suatu
keadaan yang menyebabkan
timbulnya ketidakmampuan
berat pada seseorang untuk
menilai realitas.
Gaduh, gelisah; Perilaku abnormal;
Gangguan tidur; Rasa curiga; Keluhan
somatic yang aneh; Rasa sedih yang
tak wajar; Waham/halusinasi;
Hilangnya perhatian terhadap
kebersihan, keluarga dan pekerjaan.
Major tranquilizer
sepertiChlorpromazine hingga
gejala klinis berkurang. Dosis awal
dapat dimulai dengan 3 x 50
mg/hari, ditingkatkan secara
bertahap 3 x 100 mg dan seterusnya
hingga pasien tenang. Dosis optimal
dipertahankan sampai 4 minggu.
Bila dalam 4 minggu
tidak menunjukkan
kemajuan atau pasien
sangat gaduh gelisah dan
membahayakan diri atau
orang lain disekitarnya,
rujuk ke RSJ terdekat.
( EMPAT) TAHAPAN HALUSINASI, KARAKTERISTIK DAN PERILAKU YANG DITAMPILKAN
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
- Memberi rasa nyaman tingkat ansietas
sedang secara umum, halusinasi
merupakan suatu kesenangan.
- Mengalami ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan ketakutan.
- Mencoba berfokus pada pikiran yang
dapat menghilangkan ansietas
- Fikiran dan pengalaman sensori masih ada
dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.
- Tersenyum, tertawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara
- Pergerakkan mata yang cepat
- Respon verbal yang lambat
- Diam dan berkonsentrasi
Tahap II
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan berat secara
umum halusinasi menyebabkan
perasaan antipati
- Pengalaman sensori menakutkan
- Merasa dilecehkan oleh pengalaman
sensori tersebut
- Mulai merasa kehilangan kontrol
- Menarik diri dari orang lain non psikotik
- Terjadi peningkatan denyut jantung,
pernafasan dan tekanan darah
- Perhatian dengan lingkungan berkurang
- Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
- Kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dengan realitas
Tahap III
- Mengontrol
- Tingkat kecemasan berat
- Pengalaman halusinasi tidak dapat
ditolak lagi
Klien menyerah dan menerima pengalaman
sensori (halusinasi)
- Isi halusinasi menjadi atraktif
- Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
psikotik
Perintah halusinasi ditaati
- Sulit berhubungan dengan orang lain
- Perhatian terhadap lingkungan berkurang
hanya beberapa detik
- Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat,
tremor dan berkeringat
Tahap IV
- Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
- Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan
jika individu tidak mengikuti perintah
halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa
jam atau hari apabila tidak ada intervensi
terapeutik.
Perilaku panik
- Resiko tinggi mencederai
- Agitasi atau kataton
- Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
Hubungan Skhizoprenia dengan halusinasi
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh
kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini
menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat
diamati).
6. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat –
obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
b.
Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
A. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Faktor perkembangan terlambat
• Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
• Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
• Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
• Komunikasi peran ganda
• Tidak ada komunikasi
• Tidak ada kehangatan
• Komunikasi dengan emosi berlebihan
• Komunikasi tertutup
• Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
6. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
B. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah,
bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
C. FISIK
1. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi,
tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
2. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
5. Fungsi sistim tubuh
• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
• Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur
D. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
E. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang
motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
F. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.
III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya • Salam terapeutik • Perkenalkan diri • Jelaskan tujuan interaksi • Buat kontrak yang jelas • Menerima klien apa adanya • Kontak mata positif • Ciptakan lingkungan yang terapeutik 2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati. Rasional 1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien 2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat 3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien Evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya Intervensi : 1. Adakan kontak secara sering dan singkat 2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan). 3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat. 4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi. 5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul. 6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi. Rasional : 1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri. 2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi. 3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien. 4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya. 5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya. 6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi. Evaluasi : 1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata. 2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan. 3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan. TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya Intervensi : 1. Identifikasi tindakan klien yang positif. 2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi. 5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi. 6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat. 7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih. 8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan. 9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih. Rasional : 1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif. 2. Menghargai respon atau upaya klien. 3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi. 4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien. 5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya. 6. Meningkatkan rasa percaya diri klien. 7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan. 8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi. TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya. 2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter. 3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping. 4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat . Rasional : 1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya. 2. Memastikan klien meminum obat secara teratur. 3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan. 4. Memastikan efek obat – obatan yang tidak diharapkan terhadap klien. Evaluasi : Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter. TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi. Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. 2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat klien. 3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien. 4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda dan cara merawat halusinasi. 5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif. Rasional : 1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga. 2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya. 3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien. 5. Pujian untuk menghargai keluarga. Evaluasi : 1. Keluarga dapat menyebutkan cara – cara merawat klien halusinasi.
Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri. Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Intervensi : 1. Bina hubungan saling percaya • Menyapa klien dengan ramah • Mengingatkan kontrak • Terima klien apa adanya • Jelaskan tujuan pertemuan • Sikap terbuka dan empati Rasional : Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat. Evaluasi : Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat. TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri. Intervensi : 1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. 2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri. 3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya. 4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. Rasional : 1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya. 2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri. 3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya. Evaluasi : Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri. TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain. Intervensi : 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. 3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain. Rasional : 1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain. 2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan. 3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain • Mendapat teman • Dapat mengungkapkan perasaan
• Membantu memecahkan masalah
TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Intervensi : 1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain : • Klien-perawat • Klien-perawat-perawat lain • Klien-perawat-perawat lain-klien lain • Klien-kelompok kecil (TAK) • Klien-keluarga 3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan 4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien. Rasional : 1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan. 2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain. 3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal. 4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya : • Membalas sapaan perawat • Kontak mata positif • Mau berinteraksi TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain. Intervensi : 1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga 3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi. 4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien. 5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit. 6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien. Rasional : 1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien. 2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga. 3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga. 4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus. 5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan lingkungannya. 6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan. Evaluasi : 1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga. 2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.
Diagnosa keperawatan 3 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah. Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya. 2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien. 3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan. 4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien. 5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien. 6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki. Rasional : 1. Mengidentifikasikan hal – hal positif yang masih dimiliki klien. 2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan. 3. Menghadirkan realita pada klien. 4. Memberikan harapan pada klien. 5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi. 6. Agar klien tidak merasa putus asa. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan. TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai. 2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Beri kesempatan klien untuk berhasil. 4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. Rasional : 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien. 2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis. 3. Meningkatkan percaya diri klien. 4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif. Evaluasi : Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali pertemuan. TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi : 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya. 2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut. 3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan. 4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya. 5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Rasional : 1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal. 2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri. 3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien. 4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien. 5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan. TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis. Intervensi : 1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya. 2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien. 3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya. 4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. 5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien. 6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok. 7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok. Rasional : 1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis. 3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan. 4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien. 5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai. 6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya. 7. Meningkatkan harga diri klien. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan. TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya. Intervensi : 1. Diskusikan dengan keluarga tanda – tanda harga diri rendah. 2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi. 3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien. 4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya. 5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga. Rasional : 1. Mengantisipasi masalah yang timbul. 2. Menyiapkan support sistem yang akurat. 3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses. 4. Membantu meningkatkan harga diri klien. 5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga. Evaluasi : 1. Keluarga dapat menyebutkan tanda – tanda harga diri rendah. • Mengatakan diri tidak berharga • Tidak berguna dan tidak mampu • Pesimis dan menarik diri dari realita 2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan.
Diagnosa keperawatan 4 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir. Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya. TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya. Intervensi : 1. Adakan kontrak sering dan singkat. • Gunakan teknik komunikasi terapeutik. • Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas. 2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional : Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa. Evaluasi : Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x pertemuan. TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya. Intervensi : 1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman. 2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata. 3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain. Rasional : 1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam. 2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah. Evaluasi : 1. Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan. TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi : 1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya. 2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan. 3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan 4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi 5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Rasional : 1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal. 2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri 3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien 4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha. Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan. TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis. Intervensi : 1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya. 2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien. 3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya. 4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. 5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien. 6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok. Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Mempertahankan klien agar tetap realistis. 3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan. 4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien. 5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai. 6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya. Diagnosa keperawatan 5 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis. Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri. TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya 2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien 3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan. 4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki. 5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki Rasional : 1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien 2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan 3. Menghadirkan harapan pada klien 4. Agar klien tidak merasa putus asa Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan 2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai 2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya 3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil 4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai Rasional : 1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien. 2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis 3. Meningkatkan rasa percaya diri klien 4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif Evaluasi : 1. Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x pertemuan.
Diagnosa keperawatan 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Tujuan umum : Klien dapat melakukan perawatan diri TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri Intervensi : 1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri 2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri 3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri 2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan 3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien Evaluasi : Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar. TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri Intervensi : 1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri 2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri. Rasional : 1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri. 2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi : Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit mendapat teman. TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri Intervensi : 1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri 2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri Rasional : 1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri 2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri. Evaluasi : Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.