26
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas, substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang sama. Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada hal-hal yang atau tidak masuk logika. Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi in terbentuk, yaitu : Halusinasi visual Halusinasi auditori Halusinasi olfaktori Halusinasi gustatori Halusinasi taktil 2. Tujuan Penulisan

askep HALUSINASI

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Halusinasi adalah terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang

nyata terhadap indera. Kualitas dari persepsi itu dirasakan oleh penderita sangat jelas,

substansial dan berasal dari luar ruang nyatanya. Definisi ini dapat membedakan

halusinasi dengan mimpi, berkhayal, ilusi dan pseudohalusinasi (tidak sama dengan

persepsi sesungguhnya, namun tidak dalam keadaan terkendali). Contoh dari fenomena

ini adalah dimana seseorang mengalami gangguan penglihatan, dimana ia merasa melihat

suatu objek, namun indera penglihatan orang lain tidak dapat menangkap objek yang

sama.

Halusinasi juga harus dibedakan dengan delusi pada persepsi, dimana indera

menangkap rangsang nyata, namun persepsi nyata yang diterimanya itu diberikan makna

yang dan berbeda (bizzare). Sehingga orang yang mengalami delusi lebih percaya kepada

hal-hal yang atau tidak masuk logika.

Halusinasi dapat dibagi berdasarkan indera yang bereaksi saat persepsi in terbentuk,

yaitu :

Halusinasi visual

Halusinasi auditori

Halusinasi olfaktori

Halusinasi gustatori

Halusinasi taktil

2. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang

lain dan lingkungan.

b. Tujuan Khusus

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan,

membalas salam, mau duduk dekat perawat.

3. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah bagi penulis dalam rangka penyusunan karya tulis ini. Dan

supaya penyusunan karya tulis ini terlihat sistematis, maka penulis membagi bahasan

menjadi tiga bab, yaitu :

Bab I. Pendahuluan

Terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Masalah, dan Sistematika

Penulisan.

Bab II. Landasan Teoritis

Asuhan Keperawatan Jiwa pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

yang terdiri dari pengertian halusinasi, klasifikasi halusinasi, Etiologi halusinasi,

Psikopatologi, factor pencetus halusinasi, tanda gejala klien dengan halusinasi,

Penatalaksanaan halusinasi dan rencana asuhan keperawatan.

Bab III. SPTK (Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan)

Yang terdiri dari tahap tahap dan tekhnik komunikasi terapeutik.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera

tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system

penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.

Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung,

tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk

kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan

mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.

Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi

itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara

keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya

bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari

setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang

menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat

ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi,

Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan

substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah

sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis

merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan

keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

B. Klasifikasi

Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :

1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang

membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal

tidak ada suara di sekitarnya.

2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang,

binatang atau sesuatu yang tidak ada.

3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan.

Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau

bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.

4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan

halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di

mulutnya.

5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan

merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini

merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C. Etiologi

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada

klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan

delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan

alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan

epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi

juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang

meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,

sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi

sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat

keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,

perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya

permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara

spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya

seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya

adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping

dan mekanisme koping.

D. Psikopatologi

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak

teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,

fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga

yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari

dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi

yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau

tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau

patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau

preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya

keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah

retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan

tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

E. Faktor Pencetus

A. Faktor predisposisi

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.

Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan

otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi

pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan

perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter

yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor

dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak

manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,

ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian

depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan

anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan

yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah

penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

B. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan

setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan

tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap

stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan

kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi

adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak

untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

perilaku

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stressor

F. Proses Terjadi Halusinasi

Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat

fase yang terdiri dari:

1. Fase Pertama

Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian,

klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal

menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi

hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat

mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas

persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal

dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada

halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan

sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien

membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan

memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau

tempat lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi

lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang

halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

4. Fase Keempat

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol

halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi

mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan

dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien

hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat

atau bahkan selamanya.

G. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan

duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum

atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,

gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga

keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa

yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),

seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-

gejala yang khas yaitu:

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.

Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.

Gerakan mata abnormal.

Respon verbal yang lambat.

Diam.

Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.

Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.

Penyempitan kemampuan konsenstrasi.

Dipenuhi dengan pengalaman sensori.

Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi

dengan realitas.

Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya

daripada menolaknya.

Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.

Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.

Berkeringat banyak.

Tremor.

Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

Perilaku menyerang teror seperti panik.

Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.

Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan

agitasi.

Menarik diri atau katatonik.

Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.

Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat

kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,

sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan

usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di

pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap

perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan

pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di

beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.

Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang

perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,

misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan

permainan.

2. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat

yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di

terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.

Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,

serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang

ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan

data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain

yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk

melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau

melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien

ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien

di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data

pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses

keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila

sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi

bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.

Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan

diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya

di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak

membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak

bertentangan.

I. Pengkajian Fokus

Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada

formulir pengkajian proses keperawatan.

1. Halusinasi

a. Pendengaran

o Melirik mata ke kanan/ ke kiri untuk mencari sumber suara

o Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang

berbicara/ benda mati didekatnya

o Terlibat pembicaraan dengan benda mati ayau orang yang

tidak nampak

o Menggerakkan mulut seperti mengomel

b. Penglihatan

o Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda

mati atau stimulus yang tak terlihat

o Tiba lari ke ruang lain

c. Pengecepan

o Meludahkan makanan atau minuman

o Menolak makanan atau minum obat

o Tiba-tiba meninggalkan meja makan

d. Penghirup

o Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tidak

enak

o Menghirup bau tubuh

o Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain

o Berespon terhadap bau dengan panic

e. Peraba

o Menampar diri sendiri seakan-akan sedang memadamkan api

o Melompat-lompat di lantai seperti menghindari sesuatu yang

menyakitkan

f. Sintetik

o Mengverbalisasi terhadap proses tubuh

o Menolak menyelesaikan tugas yang menggunakan bagian

tubuh yang diyakini tidak berfungsi

2. Menarik diri

o Kurang spontan

o Apatis (acuh terhadap lingkungan)

o Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)

o Afek tumpul

o Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri

o Komunikasi verbal menurun/ tidak ada

o Mengisolasi diri (menyendiri)

o Aktivitas menurun

o Kurang energy

o Menolak berhubungan dengan orang lain

3. Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan

o Merusak barang

o Ada ide untuk membunuh/ bunuh diri

o Melakukan kekerasan Masalah keperawatan dan data yang perlu

dikaji

J. Pohon Masalah

Core Problem

K. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

2. Isolasi sosial : menarik diri

3. Perubahan sensori perseptual : halusinasi

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan dan

Pendengaran

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep diri : Harga Diri Rendah

L. Nursing Care Plan

No DX

PERENCANAAN

TUJUANKRITERIA EVALUASI

INTERVENSI RASIONAL

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,

2. jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

2. Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

3. Agar klien merasa diperhatikan.

2. Isolasi social menarik diri

• Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat

• Klien mengenal halusinasi yang di alaminya

1.Kaji Pengetahuan

klien tentang

perilaku menarik

diri.

2. Dorong klien

untuk menyebutkan

kembali penyebab

menarik diri.

3. Beri

reinforcement

positif atas

keberhasilan klien

dalam

mengungkapkan

penyebab menarik

diri.

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.

2. Membantu

mengetahui

penyebab

menarik diri

sehingga

membantu dlm

melaksanakan

intervensi

selanjutnya.

3. Membantu

mengetahui

penyebab

menarik diri

sehingga

membantu dlm

melaksanakan

intervensi

selanjutnya.

3.Perubahan sensori perceptual halusinasi

1. Adakan kontak sering dan singkat.

2.Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.

3.Terima

halusinasi klien

sebagai hal yang

nyata bagi klien,

tapi tidak nyata

bagi perawat.

4. Beri

reinforcement

positif atas

keberhasilan klien

dalam

mengungkapkan

penyebab menarik

diri.

Rasional:

Meningkatkan

harga diri klien

1.Menghindari

waktu kosong

yang dapat

menyebabkan

timbulnya

halusinasi

2.Halusinasi

harus kenal

terlebih dahulu

agar intervensi

efektif

3.Meningkatkan

realita klien dan

rasa percaya

klien dan klien

dapat

menyebutkan

situasi yg dapat

menimbulkan

dan tidak

menimblkan

halusinasi

4.Meningkatkan

harga diri klien

BAB III

STRAREGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

KLEN DENGAN PSP : HALUSINASI DENGAR

PERTEMUAN I

1. Kondisi klien

Tertawa dan bicara sendiri

Klien mengatakan mendengar kakenya berbicara dengannya

2. Diagnosis : RESIKO MENCEDERAI DIRI

3. Tujuan :

Klien dapat membina hubungan salingt percaya dengan perawat

Klien mengenal halusinasi yang di alaminya

4. Tindakan keperawatan

Bina hubungan saling percaya dengan tekhnik komunikasi terapetik

Diskusikan dengan klen halusinasi yang di alaminya

5. Strategi komunikasi

a. Orientasi

Salam terapetik : “ slamat pagi ibu/bapak. Perkenalkan namasaya

………..saya senang di panggil……… saya yang akan merawat

ibu/bapak slama di rumah sakit ini. Nama ibu/ bapak siapa ?

ibu/bapak biasa dipanggil apa” ?

Evaluasi / validitas : “bagaimana perasaan ibu/bapak hari ini ?”

Kontrak : “bagai mana kalau sekarang kita berbincang – bincang

tentang suara – suara yang sering ibu/bapak dengar ? berapa lama

kita akan berbincang – bincang ? bagaimana kalau 20 menit ?

dimana tempat yang menurut ibu /bapak cocok untuk kita berbincang

– bincang / bagai mana kalau di sini ?

b. Kerja : “ coba ibu/bapak ceritakan suara – suara yang ibu/bapak sering

dengar ! apakah ibu/bapak bias mengenali suara – suara tersebut ? kalau

ibu/bapak tau suara itu suara siapa? Kapan saja suara itu ibu/bapak

dengar? situasi yang bagai mana yang menurut ibu/bapak yang menjadi

pencetus munculnya suara tersebut ? berapa kali suara itu ibu/bapak

dengar dalam sehari ? apakah ibu/bapak merasa terganggu dengan suara

– suara tersebut ? apakah yang ibu/bapak lakukan jika suara –suara itu

muncul ? apakah ibu mengikuti suara-suara yang ibu/bapak dengar ?

bagaimana perasaan ibu jika suara suara itu dating ?”

c. Terminasi :

Evaluasi Subjektif. “ saya senang sekali ibu/bapak sudah

menceritakan suara-suara yang ibu/bapak dengar selama ini. Bagai

mana perasaan ibu/bapak setelah kita berbincang-bincang ini ?”

Evaluasi Ojektif. “ jadi seperti yang ibu/bapak katakana tadi suara

yang ibu/bapak dengar adalah suara………. Suara itu muncul pada

saat……… dalam sehari ibu/bapak mendengar suara-suara itu

sebanyak…… dan ibu/bapak rasakan dan lakukan setelah mendengar

suara-suara adalah……”

Tindak lanjut. “ kalau ibu/bapak mendengar suara-suara itu lagi

tolong panggil perawat agar di bantu!”

Kontrak yang akan dating. “ nanti besok kita bercakap-cakap lagi

yah bu/pak. Kita akan diskusikan bagai mana suara-suara itu di

kendalikan. Nanti kita bercakap-cakap di taman, setuju ?”.

DAFTAR PUSTAKA