Upload
didik-sugiyanto
View
758
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Keuntungan dan hambatan komputasi numerik
1.3 Jenis-jenis persamaan diferensial
Bab 2 Persamaan Atur dan Penurunannya
2.1 Persamaan spesies kimia
2.2 Persamaan kontinyuitas
2.3 Persamaan momentum
2.4 Persamaan energi
Bab 3 Dasar-dasar Komputasi Numerik
3.1 Metode diskretisasi
3.1.1 Metode beda hingga
3.1.2 Metode volume hingga
3.1.3 Metode elemen hingga
3.2 Pembuatan grid
3.3 Syarat batas
3.4 Syarat awal
3.5 Bilangan tak berdimensi
3.6 Ilustrasi urutan komputasi numerik
Bab 4 Komputasi model eliptik 1 dimensi
4.1 Diskretisasi
4.2 Syarat batas dan syarat awal
4.3 Penyelesaian persamaan aljabar simultan
Eliminasi Gauss
Gauss-Jordan
Tri-Diagonal Matrices Algorithm
4.4 Contoh pemrograman
Bab 5 Komputasi model parabolik 1 dimensi
5.1 Diskretisasi
5.1.1 Diskretisasi ruang
5.1.2 Diskretisasi waktu
Metode eksplisit
Metode implisit
5.2 Syarat batas dan syarat awal
5.3 Iterasi
5.3 Contoh pemrograman
Bab 6 Komputasi model hiperbolik
6.1 Diskretisasi
6.2 Syarat batas dan syarat awal
6.3 Contoh pemrograman
Bab 7 Komputasi multi-dimensi
7.1 Persamaan diskretisasi 2 dimensi
7.2 Persamaan diskretisasi 3 dimensi
7.3 Metode penyelesaian persamaan aljabar simultan
7.3.1 Metode langsung
7.3.2 Metode tidak langsung
Metode Gauss-Seidel
Metode Line-by-line
7.4 Contoh pemrograman
Bab 8 Komputasi Aliran Konveksi
8.1 Problem diskretisasi suku konveksi
8.2 Metode Upwind
8.2.1 First order
8.2.2 Second order
8.2.3.High order
8.3 Metode Hybrid
8.4 Metode Power Law
8.5 Metode QUICK
8.5.1 Metode QUICKER
8.5.2 Metode QUICKEST
Bab 9 Komputasi Medan Aliran
8.1 Persamaan atur dan permasalahan pemecahannya
8.2 Metode Vorticity-Stream Function
8.3 Metode MAC
8.4 Metode SIMPLE, SIMPLEC, SIMPLER
8.5 Contoh pemrograman
Bab 10 Model turbulen
10.1 Latar belakang
10.2 Reynolds-Averaged Model
10.3 Reynolds-Stress Model
10.4 Large Eddy Simulation (LES)
Bab 11 Metode visualisasi
11.1 Pengenalan MATLAB
11.2 Visualisasi vektor kecepatan
11.3 Visualisasi kontur
11.4 Visualisasi path-line
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Keuntungan dan hambatan komputasi numerik
Keuntungan komputasi numerik
Biaya murah karena hanya membutuhkan komputer. Keuntungan ini semakin besar
dengan semakin kompleksnya obyek yang akan diteliti.
Waktu yang lebih pendek.
Informasi yang komplit. Dalam eksperimen pengukuran untuk suatu variabel
dilakukan dari satu posisi ke posisi yang lain, dan bergantian dengan variabel yang
lain. Sebaliknya dalam koputasi numerik karena variabel-variabel semuanya telah
masuk dalam persamaan matematis yang akan diselesaikan. Juga informasi pada
bagian dimana alat ukur tidak dapat mencapai dapat dengan mudah didapatkan.
Kemampuan untuk mensimulasikan kondisi yang sebenarnya. Pengukuran dibatasi
oleh misalnya temperatur yang sangat tinggi, adanya gas yang berbahaya dsb,
sedangkan komputasi numerik tidak terbatasi hal-hal tersebut.
Kemampuan untuk mensimulasikan kondisi ideal. Dalam tahapan desain sangat
diperlukan untuk mengetahui pengaruh dari satu variabel terhadap kondisi operasional
suatu alat. Tetapi pada kondisi yang aktualnya satu variabel dengan variabel yang
lainnya biasanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan mudah. Hal ini
dalam komputasi dengan mudah dipisahkan.
1.3 Hambatan/Kekurangan Komputasi Numerik
Apabila informasi yang dibutuhkan sedikit maka komputasi numerik membutuhkan
biaya dan waktu yang lebih besar
Tidak pada semua fenomena tersedia persamaan matematis yang established (mis.
fenomena aliran turbulen, aliran non-newtonian, produksi NOx pada pembakaran
turbulen, aliran dua fasa dll). Pada kondisi seperti ini persamaan matematis yang ada
merupakan pemodelan dengan masih mengandung penyederhanaan yang cukup
banyak.
Bab 2 Persamaan Atur dan Penurunannya
2.1 Deskripsi Matematis Fenomena Alam
Banyak fenomena alam dapat dinyatakan secara matematis dalam persamaan
diferensial, baik yang biasa (ordinary) atau parsial. Setiap persamaan mengandung satu
variabel tidak bebas yang bervariasi terhadap variabel-variabel bebasnya. Variabel tidak bebas
biasanya berupa properti spesifik (yaitu properti berbasis massa), seperti fraksi massa,
kecepatan (momentum per unit mass), specific enthalpy, dan lain-lain.
Pada fenomena yang menyangkut aliran fluida dan perpindahan kalor, persamaan
diferensial ini terdiri dari beberapa suku yang terjaga kesetimbangannya sehingga persamaan
diferensial ini juga menyatakan sifat kekekalan (massa, momentum, energi dll). Dalam
persamaan diferensial ini, ada dua suku pokok. Yang pertama adalah suku-suku yang
menunjukkan pengaruh suatu flux persatuan volume pada variabel tidak bebas . Yang kedua
adalah suku yang menunjukkan perubahan variabel persatuan waktu.
Kekekalan Spesies Kimia
Apabila Yi menyatakan fraksi massa dari sebuah spesies kimia, maka kekekalan fraksi
massa Yi dalam sebuah bidang kecepatan u dapat dinyatakan sebagai berikut,
di sini adalah suku yang menunjukkan laju perubahan fraksi massa spesies kimia
persatuan volume. Besaran uYi adalah flux spesies kimia akibat konveksi. Ji adalah flux
akibat difusi. Besaran Ri menunjukkan laju pertumbuhan spesies kimia persatuan volume.
Pertumbuhan ini akibat adanya reaksi kimia sehingga dapat bernilai positif, negatif atau nol.
Apabila flux akibat difusi dinyatakan dengan hukum Fick:
maka persamaan di atas berubah menjadi
Persamaan Kekekalan Energi
Dalam persamaan energi banyak sekali faktor yang berpengaruh. Tetapi di sini hanya
dimasukkan faktor-faktor yang berpengaruh sangat besar saja. Dengan kondisi steady, aliran
kecepatan rendah, viscosity dissipation dapat diabaikan, maka persamaan kekekalan energi
dapat dinyatakan,
Apabila diasumsikan kalor jenis konstan maka h=cpT, didapatkan persamaan berikut,
Perpindahan panas yang terjadi secara konduksi saja dapat dinyatakan dengan membuat
kecepatan u sama dengan nol, sehingga
Persamaan Kekekalan Momentum
Persamaan untuk kekekalan momentum untuk fluida Newtonian didapatkan dengan cara
yang sama dengan persamaan-persamaan sebelumnya. Apabila u adalah kecepatan arah x,
maka persamaan kekekalan momentum arah x dapat dinyatakan sebagai berikut,
Di sini adalah viskositas, p adalah tekanan, Bx adalah body force arah x, dan Vx adalah suku
viskos selain yang dinyatakan oleh .
Karena momentum adalah besaran vektor maka persamaan momentum mempunyai 3
buah persamaan, yaitu arah x, y, dan z.
Persamaan Diferensial Umum
Persamaan-persamaan di atas kalau dilihat secara detail, akan mempunyai bentuk yang
mirip. Apabila variabel tak bebas dinyatakan sebagai maka,
Di sini adalah koefisien difusi, dan S adalah suku produksi. Jadi suku-suku yang ada adalah
suku unsteady, suku konveksi, suku difusi, dan suku produksi. Besaran dapat berupa fraksi
massa, temperatur, kecepatan, dan lain-lain. Besaran yang muncul di persamaan umum
dapat dicari dari persamaan keadaan. Selanjutnya, aliran harus memenuhi persamaan
kekekalan massa atau persamaan kontinyuitas yang dinyatakan sebagai berikut,
Persamaan-persamaan di atas ditulis dengan bentuk vektor. Cara lain untuk
menuliskannya adalah dengan cara tensor, sehingga persamaan umum berubah bentuk
penulisan menjadi,
Di sini suku konveksi dan suku difusi mempunyai arti sebagai berikut,
Dalam penulisan dengan notasi tensor hal yang perlu diperhatikan adalah,
Apabila suatu indeks muncul satu kali di suatu suku, ini berarti bahwa persamaan ini
mempunyai komponen sesuai dengan dimensinya.
Apabila suatu indeks muncul dua kali di suatu suku, ini berarti bahwa suku tersebut
mengandung komponen-komponen yang harus digabung menjadi satu.
2.2 Jenis-jenis Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan diferensial dapat dinyatakan secara umum sebagai,
Berdasarkan harga B2-4AC maka persamaan diferensial diklasifikasikan sebagai berikut,
Jenis parabolis (B2-4AC = 0)
Persamaan konduksi 1D-unsteady
Persamaan difusi viskosisitas
Persamaan boundary layer
Di sini distribusi awal variabel tidak bebas dan dua set syarat batas dibutuhkan untuk
menyelesaikan persamaan jenis ini. Penyelesaian persamaan parabolis hanya berjalan ke arah
hilir dalam domain komputasi dari nilai awal dengan memenuhi syarat batas (boundary
conditions). Dengan kata lain harga saat ini hanya tergantung kepada harga saat lampau
dan mempengaruhi harga saat mendatang. Penentuan kondisi awal (initial conditions)
sangat penting.
Jenis ellips (B2-4AC < 0)
Persamaan konduksi 2D-steady atau persamaan Laplace
Persamaan Poisson
Persamaan Navier-Stokes (NS-equations)
Di sini pengaruh dari sebuah titik akan menyebar ke seluruh domain komputasi yang bersifat
tertutup yang dibatasi oleh syarat batas. Penentuan kondisi batas (boundary conditions) sangat
penting.
Jenis hiperbolis (B2-4AC > 0)
Persamaan gelombang
Persamaan aliran compressible
Di sini diperlukan dua set syarat awal dan dua set syarat batas. Pengaruh dari sebuah titik
menyebar ke arah tertentu dengan lingkup tertentu.
Bab 3 Dasar-dasar Komputasi Numerik
3.1 Diskretisasi
Dalam persamaan diferensial yang telah disinggung pada bab sebelumnya, terdapat
suku-suku yang mengandung turunan. Suku-suku ini tidak dapat diselesaikan oleh komputer
kalau tidak diubah menjadi suatu persamaan yang hanya mengandung operasi aritmetik (, ,
, ). Proses pengubahan ini disebut diskretisasi. Secara garis besar, metode diskretisasi ada
3 yaitu metode beda hingga (finite difference), metode volume hingga (finite volume), dan
metode elemen hingga (finite element).
Metode beda hingga
Diskretisasi berdasar metode beda hingga menggunakan deret Taylor (Taylor series)
yang dipangkas orde tingginya. Apabila ada fungsi f(x) seperti di gambar di bawah,
maka deret Taylor sendiri didefinisikan sebagai berikut,
Pada domain komputasi didefinisikan titik-titik perhitungan (nodes) dimana persamaan hasil
diskretisasi nantinya akan diselesaikan. Apabila terdapat deretan titik perhitungan seperti di
bawah,
x x+x
x-x
f(x)
x
x x
i-1 i i+1
x
maka harga dapat dinyatakan dengan deret Taylor menggunakan harga sebagai
berikut,
Dari persamaan ini bisa didapatkan persamaan untuk dengan memotong suku
yang mengandung , sehingga
Metode ini disebut beda muka (forward difference) berorde 1 (menunjukkan pangkat x
dari suku yang dipotong). Orde di sini menunjukkan tingkat error jika dilihat dari deret
Taylor, di mana semakin besar ordenya menunjukkan hasilnya semakin akurat. Di lain pihak
harga dapat dinyatakan dengan harga sebagai berikut,
sehingga
Cara ini disebut beda belakang (backward difference) yang juga berorde 1. Apabila
persamaan yang menyatakan dikurangi dengan persamaan yang menyatakan
kemudian suku dengan dipotong maka akan didapatkan,
Metode ini disebut sebagai beda tengah (central difference) yang berorde 2.
Dengan cara yang mirip maka juga dapat dicari turunan kedua dengan metode beda
depan, beda belakang, dan beda tengah, yaitu
Beda depan
Beda belakang
Beda tengah
Persamaan yang menunjukkan nilai turunan pertama dan turunan kedua apabila
dimasukkan ke dalam persamaan atur yang berupa persamaan diferensial maka suku-suku
yang mengandung turunan menjadi bisa diselesaikan secara numerik.
Metode beda hingga ini mempunyai keunggulan berupa kemudahan penerapannya.
Tetapi di lain pihak tidak mempunyai arti fisis yang jelas.
Metode Volume Hingga atau Metode Volume Atur (Control Volume)
Di sini satu buah titik perhitungan dilingkupi oleh sebuah volume atur. Domain
komputasi dibagi menjadi volume atur-volume atur yang tidak saling overlapping. Dalam
metode volume hingga, persamaan atur didiferensialkan sepanjang volume atur. Sebagai
contoh perhatikan persamaan konduksi satu dimensi,
di sini k, T, S masing-masing adalah konduktivitas, temperatur, dan laju pembangkitan panas
persatuan volume persatuan waktu. Apabila persamaan konduksi 1D di atas didiskretisasi
dengan menggunakan metode volume hingga pada volume atur dengan titik perhitungan P
seperti gambar di bawah,
di mana e dan w masing-masing adalah batas volume atur timur dan barat, maka
persamaannya berubah sebagai berikut,
(x)w (x)e
W P E
x
ew
x
Di sini diasumsikan arah y dan z adalah tebal unit yang besarnya sama dengan 1 sehingga
volume dari volume atur adalah x 1 1. Tahap berikutnya adalah mengintegralkan suku
ke 1 dan ke 2 pada batas volume atur e dan w. Pada tahap ini dibutuhkan informasi mengenai
bagaimana distribusi temperatur di batas volume atur. Apabila diasumsikan temperatur
berubah secara linear maka didapatkan,
Di sini adalah harga rata-rata pada volume atur. Sampai di sini jelas kelihatan bahwa
persamaan atur telah berubah menjadi persamaan yang dapat diselesaikan secara aritmetik.
Pemilihan Metode Beda Hingga atau Metode Volume Hingga
Hal pertama yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua penyelesaian persamaan
diferensial yang diselesaikan secara numerik adalah realistis. Hal ini terkait dengan metode
diskretisasi, metode penyelesaian persamaan aljabar, jumlah dan bentuk mesh, dan lain-lain.
Hal ini dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah.
Hal kedua adalah bahwa metode diskretisasi yang akan dipilih harus selalu memenuhi
sifat kekekalan dari masing-masing persamaan atur.
Dari kedua hal tersebut diatas maka dipilih metode volume hingga karena mempunyai
beberapa kelebihan. Metode volume hingga selalu menjaga sifat kekekalan dari semua
persamaan atur baik persamaan kontinyuitas, momentum, energi, dan spesies kimia pada
setiap volume atur. Hal ini dapat dilihat ketika dilakukan diskretisasi terhadap persamaan-
persamaan atur pada setiap volume atur. Diskretisasi dengan metode beda hingga sama sekali
tidak menunjukkan sifat kekekalan pada setiap titik-titik grid (walaupun tidak selalu berarti
tidak tercapainya sifat kekekalan secara keseluruhan domain komputasi).
Juga metode volume hingga selalu menghasilkan penyelesaian dengan kecenderungan
atau tren yang sama untuk berbagai ukuran mesh. Ukuran mesh yang semakin kecil (atau
jumlah mesh semakin banyak) menghasilkan hasil yang lebih akurat. Sedangkan ukuran mesh
yang semakin besar tidak membuat hasilnya menjadi tidak masuk akal, tetapi hanya menjauh
dari hasil teoritis/analitis dengan tetap menjaga kecenderungan yang sama. Di lain pihak
metode beda hingga hanya menghasilkan penyelesaian yang masuk akal kalau ukuran mesh
cukup kecil.
3.2 Pembuatan mesh
Prosedur pembuatan mesh dilakukan dengan memprediksi hasil yang akan didapat.
Dalam kasus perpindahan panas, karena di awal eksekusi program distribusi ruang dari T
belum diketahui, maka dibuat mesh yang kasar yang uniform (ukuran besar, jumlah sedikit).
Dari hasil dengan mesh yang kasar (dengan metode volume hingga memungkinkan hasil
dengan tren yang realistis) maka kemudian mesh dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.
Misalnya daerah dengan gradien yang besar di buat mesh lebih halus, kemudian untuk
menyeimbangkan dibuat mesh yang tidak uniform, dan sebagainya. Aktualnya akan dibahas
pada praktek modifikasi program.
Pembuatan mesh dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
A. Menentukan titik-titik perhitungan (nodes) pada domain komputasi terlebih dahulu, baru
kemudian menentukan volume atur (CV) di mana batas CV diletakkan di tengah-tengah
antara 2 titik perhitungan. Dengan metode ini pada batas domain komputasi diletakkan
titik-titik perhitungan dengan membuat half-CV. Keuntungan dari metode ini adalah
perhitungan heat flux bisa dilakukan dengan tepat. Kerugiannya adalah pada mesh yang
tidak uniform titik perhitungan tidak merepresentasikan secara tepat nilai suatu CV.
W EP
Volume atur biasa
Half-CV
B. Menentukan dari awal CV pada domain komputasi, baru kemudian menentukan titik
perhitungan di tengah-tengah CV.
3.3 Syarat awal
Syarat atau kondisi awal sangat dibutuhkan persamaan diferensial yang berjenis
parabolis atau yang mengandung perubahan terhadap waktu. Untuk lebih mempercepat
perhitungan, nilainya ditetapkan kira-kira sama dengan nilai yang dominan. Antara satu
bagian daerah perhitungan (computational domain) dengan bagian yang lain tidak harus sama,
tetapi lebih praktis dibuat sama. Misalnya pada semua domain komputasi
Sedangkan untuk persamaan yang berjenis ellips atau yang tidak mengandung
perubahan terhadap waktu, maka secara numerik juga dibutuhkan syarat awal. Syarat awal
di persamaan jenis ellips harus ditetapkan lebih hati-hati dengan memperhatikan syarat
batasnya. Terkadang seseorang lebih suka melakukan perhitungan yang unsteady daripada
steady karena alasan penetapan syarat awal yang lebih sulit.
3.4 Syarat batas
Syarat batas sangat dibutuhkan untuk tiap paramater yang ada. Misalnya:
Bagian inlet:
kec. konstan, uniform Uin = U ; Vin = 0m/s
kec. konstan, non-uniform Uin = y/L x Uwall ; Vin = 0m/s
tekanan konstan pin = p
temperatur konstan Tin = T
Bagian dinding:
non-slip U = Uwall
gradien temperatur nol T/y = 0
temperatur konstan T = Twall
W EP
Volume atur biasa
Bagian outlet:
tekanan konstan p = pb
gradien kecepatan nol U/x = 0
gradien temperatur nol T/x = 0
Bab 4 Komputasi Model Parabolis Dengan Beda Hingga
4.1 Metode Diskretisasi waktu
Bayangkan sebuah persamaan parabolis yang dinyatakan secara umum sebagai,
Suku sebelah kiri apabila dinyatakan dengan pendekatan beda muka, maka didapatkan
Suku difusi di sebelah sebelah kanan apabila dinyatakan dengan beda tengah maka persamaan
parabolis di atas berubah menjadi,
Di sini yang satu-satunya suku yang belum diketahui adalah yaitu harga pada waktu
sekarang n+1, sedangkan yang lainnya sudah diketahui (karena merupakan harga pada waktu
lampau n). Metode diskretisasi terhadap suku waktu seperti ini yang hanya menyisakan satu
suku yang belum diketahui disebut metode eksplisit. Dengan menentukan kondisi awal dan
dua syarat batas, maka persamaannya dapat diselesaikan sendiri-sendiri tanpa harus
diselesaikan secara simultan. Gambar di bawah menunjukkan hubungan antar titik
perhitungan dengan metode eksplisit.
Karakteristik dari metode eksplisit dapat dilihat dari gambar di bawah. Asumsikan
penyelesaian sudah sampai level waktu n+4. Dari gambar ini jelas bahwa pada level waktu
n+4 harga syarat batas yang digunakan adalah harga pada level waktu n+3.
unknown n+1
known n
i + 1i - 1 i
Di sisi lain apabila pendekatan beda belakang digunakan untuk suku waktu dan beda tengah
digunakan untuk suku difusi, maka didapatkan
Pada persamaan ini didapatkan tiga suku , , yang belum diketahui, sehingga
disebut sebagai metode implicit. Hal ini dapat diilustrasikan dengan gambar berikut,
Penyelesaian persamaan diskretisasi yang menggunakan metode implicit perlu melibatkan
titik-titik yang lain yang juga belum diketahui. Oleh karena itu persamaan di atas perlu
disederhanakan menjadi bentuk umum,
Persamaan terakhir ini ada untuk setiap titik perhitungan, yang kesemuanya harus
diselesaikan secara simultan.
Metode eksplisit, selain dengan cara di atas (disebut juga The Forward Time/Central
Space (FTCS) Method), juga dapat dilakukan dengan cara
The Richardson Method
unknown n+1
known n
i + 1i - 1 i
The DuFort-Frankel Method
The Crank-Nicolson Method
Diskretisasi secara volume hingga
Sebagai persamaan parabolis, persamaan konduksi 1D unsteady dapat dinyatakan
sebagai berikut,
Persamaan di atas apabila diintegralkan pada volume atur seperti pada soal konduksi steady,
dan sepanjang t t+t
Ketika mengintegralkan suku kiri, apabila diasumsikan T konstan sepanjang volume atur
maka
di sini upperscript (1) dan (0) masing-masing adalah harga pada waktu sekarang dan pada
waktu lampau. Integral pertama suku kanan menghasilkan,
Pada tahap ini perlu mengasumsikan bagaimana perubahan TP, TE, TW. Di sini diasumsikan
perubahannya adalah sebagai berikut,
sehingga,
Dengan menyederhanakan persamaan terakhir dan menggabungkan hasil suku waktu
sekaligus menghilangkan upperscript (1) maka didapatkan,
di mana,
Diskretisasi waktu
Di sini perlu ditentukan harga dari faktor pemberat f. Apabila f=0 disebut sebagai
metode eksplisit, f=0,5 disebut sebagai metode Crank-Nicolson, f=1 disebut sebagai metode
fully implicit. Pengaruh perubahan TP terhadap t dapat diilustrasikan seperti gambar berikut,
Metode eksplisit mengasumsikan harga TP0 dominan sepanjang t kecuali pada t+t, sehingga
persamaan diskretisasi berubah menjadi,
Hal ini berarti TP tidak berhubungan dengan TE dan TW yang belum diketahui, tetapi didapat
dari TP0, TE
0, TW0 yang sudah diketahui pada tahap sebelumnya (sehingga disebut eksplisit). Ini
artinya bahwa setiap persamaan diskretisasi bisa langsung diselesaikan tanpa melibatkan
persamaan diskretisasi di sekelilingnya. Kepraktisan metode eksplisit ini dibatasi oleh syarat
yang ketat. Dari persamaan terakhir di atas, maka harga koefisien TP0 bisa berharga negatif.
Untuk membuat berharga positif maka butuh t yang cukup kecil sehingga harga aP0 dapat
melebihi aW + aE. Untuk kondisi konduktifitas uniform dan x=(x)e=(x)w maka syarat ini
dapat dinyatakan sebagai,
Persamaan ini merupakan kriteria kestabilan untuk metode eksplisit. Apabila persamaan ini
dilanggar maka akan terjadi hasil yang tidak realistis. Dari persamaan ini juga bisa dikatakan
untuk mendapatkan keakurasian hasil secara bidang (x diperkecil), maka juga butuh t
diperkecil.
Dengan metode implisit (f 0) maka TP berhubungan dengan TE dan TW yang belum diketahui
sehingga perlu penyelesaian secara simultan. Pada metode Crank-Nicolson, yang merupakan
metode yang mungkin dianggap paling mendekati hasil yang realistis secara fisis, akan terjadi
hasil yang tidak realistis apabila harga t cukup besar. Metode Crank-Nicolson hanya cocok
apabila t cukup kecil.
Dengan mengingat karakteritik perubahan temperatur terhadap waktu yang bersifat
eksponensial pada awal perubahan, maka metode fully implicit (f=1) dapat menghasilkan
penyelesaian yang realistis (belum tentu akurat) pada rentang t yang lebar. Hal ini karena
pada f=1 harga koefisien dari TP0 akan selalu berharga positif. Penyelesaian dengan metode
fully implicit harus diselesaikan secara simultan karena melibatkan harga-harga yang belum
diketahui. Di sini yang perlu diperhatikan adalah pada t yang kecil penyelesaian dari metode
fully implicit kurang akurat dibanding dengan metode Crank-Nicolson.
4.2 Contoh kasus - pemrograman dengan metode beda hingga dan eksplisit -
Perhatikan persamaan konduksi, unsteady
Di sini k, cp, dan masing-masing adalah konduktifitas, kalor jenis, dan densitas medium.
Apabila persamaan konduksi ini digunakan untuk persoalan satu dimensi maka dapat
disederhanakan menjadi,
Di sini adalah thermal conductivity (k/cp) yang merupakan perbandingan antara panas
yang dihantarkan dan panas yang disimpan. Untuk memudahkan analisa, pada persamaan di
atas dilakukan non-dimensionalisasi. Apabila didefinisikan panjang referensi L, temperatur
referensi T0 maka besaran non-dimensinal dapat didefinisikan sebagai berikut,
Dari definisi besaran non-dimensional ini didapatkan persamaan non-dimensional
Untuk selanjutnya tanda ( ) dihilangkan untuk penyederhanaan. Selanjutnya persamaan non-
dimensional ini didiskretisasikan dengan metode beda hingga maka didapatkan,
Apabila disederhanakan maka didapatkan,
di sini . Persamaan ini diaplikasikan pada domain komputasi seperti gambar di
bawah dengan syarat awal pada t = 0, 0 x 1 maka T = 1, dan syarat batas pada t > 0, x =
0 dan x = 1 maka T = 0.
Apabila domain komputasi dibagi menjadi 20, yaitu x = 0,05, dan selang waktu t =
0,00025, sehingga r = 0,1 maka akan didapatkan Gambar A. Di sini terdapat beberapa kurva
yang merupakan hasil perhitungan secara analitik dan titik-titik hasil perhitungan secara
numerik, di mana kurva semakin bawah adalah semakin jauh dari kondisi awal. Kemudian
Gambar B menunjukkan apabila r = 0,51.
Gambar A (eksplisit r=0,1) Gambar B (eksplist r=0,51)
Dari Gambar A dan B di atas diketahui bahwa pada harga r yang relatif kecil maka hasil
komputasi menunjukkan hasil yang sama dengan hasil analitik. Tetapi apabila r cukup besar
maka semakin jauh dari kondisi awal maka hasil komputasi menunjukkan osilasi dan semakin
jauh dari hasil analitik. Juga diketahui apabila r = 1 maka perhitungan komputasi menjadi
divergen.
C**********************************************************************C DIFFUSION EQUATION EXPLICIT METHOD *C********************************************************************** PARAMETER(NX=51) DIMENSION U(NX),UU(NX)CC**** INPUT & CALCULATE PARAMETERS WRITE(*,*) 'Input number of mesh. (20)' READ(*,*) KX MX = KX + 1 WRITE(*,*) 'Input number of time steps. (250)' READ(*,*) KM WRITE(*,*) 'Input time increment DELTA T. (0.001)' READ(*,*) DTC DX = 1./FLOAT(MX-1) R = DT/DX**2 IH = (MX+1)/2CC**** INITIAL CONDITION DO 10 I = 1,MX X = FLOAT(I-1)/FLOAT(MX-1) IF(I.LE.IH) THEN U(I) = X ELSE U(I) = 1.-X END IF 10 CONTINUECC**** MAIN LOOP DO 20 K = 1,KM U(1) = 0. U(MX)= 0.
C DO 30 I = 2,MX-1 UU(I) = R*U(I-1)+(1.-2*R)*U(I)+R*U(I+1) 30 CONTINUE DO 40 I = 2,MX-1 U(I) = UU(I) 40 CONTINUEC IF(ABS(U(IH)).GE.10000.) THEN WRITE(*,*) 'DIVERGE!' STOP END IFC 20 CONTINUEC STOP END
Array U : variabel terikat (sepadan dengan T) yang merupakan fungsi dari x dan berdimensi waktu sekarang (t)
Array UU : U pada waktu berikutnya (t+1)Var NX : panjang arrayVar KX : jumlah meshVar MX : jumlah nodes (titi perhitungan)Var KM : jumlah step waktuVar DT : selang waktuVar DX : jarak antar nodeVar R : DT/DX^2Var IH : nomor nodesVar X : koordinat x nodes
4.3 Contoh kasus - pemrograman dengan metode beda hingga dan implisit -
Persamaan konduksi 1D unsteady seperti di atas apabila dideskritisasi dengan motode beda
hingga secara implisit didapatkan,
Apabila disederhanakan maka didapatkan,
Dari persamaan terakhir ini, untuk mendapatkan suku terbaru pada lokasi x, yaitu , maka
diperlukan harga pada dan (sedangkan harga sudah diketahui pada tahapan
sebelumnya). Dengan kata lain dibutuhkan penyelesaian secara simultan dengan persamaan
diskretisasi pada titik-titik di sebelahnya.
Metode konvensional penyelesaian persamaan aljabar secara simultan adalah metode
eliminasi Gauss ataupun Gauss-Jordan. Karena bentuk persamaan yang khusus, yaitu
koefisien-koefisien yang tidak nol membentuk lajur khusus secara diagonal, maka
penyelesaiannya menjadi lebih mudah dengan algoritma Thomas atau juga disebut Tri
Diagonal Matrix Algorithm (TDMA). Apabila persamaan diskretisasi dituliskan ulang dengan
persamaan umum
maka akan didapatkan matriks sebagai berikut,
Dengan TDMA maka matriks di atas akan diselesaikan urutan
1. Menghitung P1 dan Q1 dengan persamaan sebagai berikut,
,
2. Menghitung Pi dan Qi dengan persamaan sebagai berikut,
3. Hitung
4. Hitung TN-1, TN-2, …, T3, T2, T1 dengan persamaan
Dari persoalan seperti di atas didapatkan hasil seperti Gambar C. Di sini walaupun harga r
cukup besar tetapi hasilnya sangat mendekati nilai analitisnya dengan perbedaan kurang dari
1%. Hal ini menunjukkan bahwa metode implisit dapat menggunakan selang waktu yang
cukup besar dibandingkan dengan metode eksplisit.
Gambar C (implicit r=1)
C**********************************************************************C DIFFUSION EQUATION IMPLICIT METHOD *C********************************************************************** PARAMETER(NX=51) DIMENSION U(NX),UU(NX),A(NX),B(NX),C(NX),D(NX)CC**** INPUT & CALCULATE PARAMETERS WRITE(*,*) 'Input number of mesh (<51)... (40) ' READ(*,*) KX MX = KX + 1 WRITE(*,*) 'Input number of time steps (50)' READ(*,*) KM WRITE(*,*) 'Input time increment DELTA T. (0.01)' READ(*,*) DTC DX = 1./FLOAT(MX-1) R = DT/DX**2 IH = (MX+1)/2CC**** INITIAL CONDITION DO 10 I = 1,MX X = 100. IF(I.LE.IH) THEN U(I) = X ELSE U(I) = X END IF 10 CONTINUECC**** IMPLICIT METHOD DO 20 K = 1,KM U(1) = 500. U(MX) = 100.C DO 90 I = 1,MX A(I) = R B(I) = -2.*R-1. C(I) = R D(I) = -U(I) 90 CONTINUEC CALL THOMAS(1,MX,A,B,C,D)
C DO 50 I = 2,MX-1 U(I) = D(I) print *,u(i) 50 CONTINUE 20 CONTINUEC STOP ENDCC**********************************************************************C SUBROUTINE FOR SOLVING TRI-DIAGONAL MATRIX *C********************************************************************** SUBROUTINE THOMAS(IL,IU,A,B,C,D) DIMENSION A(51),B(51),C(51),D(51)C IP=IL+1 DO 10 I = IP,IU R = C(I)/B(I-1) B(I) = B(I)-R*A(I-1) D(I) = D(I)-R*D(I-1) 10 CONTINUEC D(IU) = D(IU)/B(IU) DO 20 I = IP,IU J = IU-I+IL D(J) = (D(J)-A(J)*D(J+1))/B(J) 20 CONTINUEC RETURN END
Array U : variabel terikat (sepadan dengan T) yang merupakan fungsi dari x dan berdimensi waktu sekarang (t)
Array UU : U pada waktu berikutnya (t+1)Array A : koefisien Ui-1 (i=2,N) dari persamaan diskretisasiArray B : koefisien Ui (i=2,N) dari persamaan diskretisasiArray C : koefisien Ui+1 (i=2,N) dari persamaan diskretisasiArray D : konstanta dari persamaan diskretisasiVar NX : panjang arrayVar KX : jumlah meshVar MX : jumlah nodes (titi perhitungan)Var KM : jumlah step waktuVar DT : selang waktuVar DX : jarak antar nodeVar R : DT/DX^2Var IH : nomor nodesVar X : koordinat x nodes
Bab 5 Konduksi 1D, Steady Dengan Volume Hingga
5.1 Diskretisasi
Persamaan konduksi 1D, steady ditunjukkan oleh persamaan berikut,
Persamaan di atas apabila didiskretisasi dengan metode volume hingga akan didapatkan
Harga suku produksi biasanya adalah merupakan suku yang tergantung dari besarnya
variabel tidak bebas (dalam hal ini adalah temperatur). Sehingga sangat wajar kalau
dinyatakan sebagai fungsi temperatur. Walaupun secara umum suku produksi bukan
merupakan fungsi linear dari temperatur, tetapi karena persamaan diskretisasi yang
didapatkan akan berupa persamaan aljabar linear yang diselesaikan secara simultan, maka
akan menguntungkan kalau dinyatakan sebagai,
Dari dua persamaan terakhir ini maka kalau setiap suku diuraikan dan dikelompokkan
berdasar variabel tidak bebas maka akan didapatkan persamaan diskretisasi sebagai berikut,
di sini
Di sini dalam perhitungan koefisien-koefisien persamaan diskretisasi perlu diperhatikan
empat hal penting sebagai berikut,
1. Pada batas volume atur yang berimpitan maka fluks yang melintas harus dinyatakan
dengan persamaan yang sama. Hal ini dapat diilustrasikan dengan gambar di bawah.
2. Koefisien-koefisien harus bertanda sama (dengan konvensi berharga positif). Hal ini
karena pengaruh dari satu mesh harus mempengaruhi mesh sekitarnya.
3. Harga harus bernilai negatif untuk menjamin harga positif.
4. Untuk menjamin sifat kekekalan maka .
5.2 Perhitungan Konduktivitas di Batas Volume Atur
Apabila dua volume atur (CV) yang bersebelahan mempunyai harga konduktivitas k
yang mirip, maka untuk menentukan harga k dapat digunakan perhitungan sebagai berikut,
di sini fe adalah faktor pemberat yang didefinisikan sebagai berikut,
Di sini harga dan didefinisikan dari gambar berikut,
Apabila batas CV terletak di tengah-tengah antara titik perhitungan maka harga fe adalah 0,5
yang artinya harga ke merupakan harga rata-rata kE dan kP.
Tetapi apabila terdapat perbedaan konduktivitas yang sangat besar, maka pendekatan
dengan persamaan di atas menghasilkan hasil yang tidak realistis (bayangkan kalau salah satu
material mempunyai konduktivitas mendekati nol). Oleh karena itu ditentukan dengan
persamaan berikut,
5.3 Sifat Non-linear
Walaupun persamaan diferensial yang bersifat non-linear dapat diubah menjadi
persamaan diskretisasi yang bersifat linear, sifat ketidaklinearan masih dapat muncul misalnya
karena konduktivitas atau suku produksi merupakan fungsi temperatur. Akibatnya koefisien
persamaan diskretisasi juga merupakan fungsi temperatur. Untuk mengatasi hal ini perlu
dilakukan perhitungan secara iterasi.
5.4 Linearisasi Suku Produksi
Secara umum suku produksi biasanya merupakan fungsi yang tidak linear terhadap
variabel tidak bebas (dalam hal ini terhadap temperatur). Akan tetapi, seperti telah dijelaskan
pada bagian sebelumnya, persamaan diskretisasi yang didapatkan adalah persamaan linear
sehingga lebih menguntungkan kalau suku produksi dilinearisasi sebagai S = Sc + SpT di mana
harga Sc dan Sp selalu diperbaharui pada setiap iterasi. Di sini persoalannya adalah bagaimana
menentukan Sc dan Sp.
Beberapa contoh bagaimana menentukan Sc dan Sp. Upperscript (*) menunjukkan harga
pada iterasi sebelumnya.
misal S = 5- 4T
1. Sc = 5 dan Sp = -4. Ini adalah cara termudah dan dapat direkomendasikan.
2. Sc = 5 – 4T*p dan Sp = 0. Cara ini (Sp dibuat nol) menghilangkan pengaruh T terhadap
suku produksi, hanya apabila suku produksi sangat kompleks sehingga tidak mudah
dilinearisasi.
3. Sc = 5 + 7T*p dan Sp = -11. Cara ini membuat perhitungan iterasi menjadi lebih lambat
(butuh lebih banyak perhitungan untuk konvergen), tetapi menguntungkan kalau suku
produksinya sangat tidak linear (perhitungan sangat mudah divergen).
misal S = 4 – 5T3
1. Sc = 4 – 5T*p3 dan Sp = 0. Penjelasannya sama dengan poin b di atas.
2. Sc = 4 dan Sp = – 5T*p2. Ini akan mempercepat iterasi dengan konsekuensi
kemungkinan divergen.
3. Cara yang direkomendasikan:
sehingga Sc = 4 + 10 T*p3, dan Sp = -15 T*
p2
4. Sc = 4 + 20T*p3 dan Sp = – 25T*
p2. Cara ini memperlambat iterasi.
5.5 Syarat Batas
Syarat batas adalah sangat penting dalam penyelesaian persamaan diferensial.
Penggunaan persamaan yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda apabila syarat
batasnya berbeda. Dalam komputasi perpindahan kalor konduksi dikenal ada 3 jenis syarat
batas, yaitu
1. Batas dengan temperatur diketahui
2. Batas dengan heat flux diketahui
3. Batas dengan heat flux yang dipengaruhi oleh temperatur dan konveksi fluida di
sekitarnya.
Pada mesh yang dibuat dengan metode A seperti di atas, apabila syarat batasnya adalah
temperatur diketahui maka tidak dibutuhkan tambahan persamaan untuk melakukan
perhitungan. Apabila syarat batasnya adalah heat flux diketahui maka perlu dilakukan
diskretisasi persamaan konduksi pada half-CV seperti di bawah sehingga didapatkan,
Karena adalah heat flux qB, maka hasilnya adalah,
Apabila harga qB diketahui maka persamaan diskretisasi menjadi,
di mana,
Apabila harga qB ditentukan dengan koefisien konfeksi h dan temperatur fluida sekeliling,
misal
sehingga persamaan koefisisen persamaan diskretisasinya menjadi,
BAB 6 KONDUKSI 2D DAN 3D
Persamaan atur untuk persoalan konduksi 2D dapat dinyatakan sebagai berikut,
Apabila persamaan ini didiskretisasi pada CV seperti gambar di bawah maka didapatkan
persamaan diskretisasi sebagai berikut,
di mana
Dengan cara yang maka apabila konduksi 3D didapatkan,
di mana
6.1 Penyelesaian persamaan aljabar
Metode penyelesaian langsung (termasuk TDMA) persamaan aljabar simultan tidak
mudah dikembangkan untuk persoalan 2 dimensi atau 3 dimensi. Algoritma menjadi sangat
kompleks dan membutuhkan memori yang besar dan waktu yang lama. Pada persoalan yang
linear (penyelesaian persamaan aljabar sekali jalan), penggunaan metode langsung masih bisa
diterima. Tetapi untuk persoalan non-linear penggunaan metode langsung sangat tidak
ekonomis. Sebagai alternatifnya adalah metode iterasi.
Metode iterasi dimulai dengan mengasumsikan harga variabel tidak bebas (misal T)
untuk kemudian memperbaharui/mendapatkan harga variabel tidak bebas yang lebih baik.
Pengulangan lebih lanjut akhirnya dapat menghasilkan penyelesaian yang mendekati harga
yang diinginkan. Metode iterasi biasanya tidak membutuhkan tambahan memori yang besar
dan sangat menguntungkan ketika persoalannya non-linear.
Metode Gauss-Seidel ( point-by-point method )
Metode ini adalah metode iterasi paling sederhana di mana harga dari variabel tidak
bebas dihitung pada setiap titik dengan suatu urutan arah tertentu. Apabila persamaan
diskretisasi dinyatakan sebagai berikut,
di mana indeks nb menyatakan titik-titik sebelahnya, maka TP dihitung sebagai,
di mana menunjuk harga T pada titik-titik sebelahnya yang tersimpan di memori (yang
sudah dilewati/dihitung maka harga terbaru, yang belum dilewati adalah harga iterasi
sebelumnya). Apabila semua titik telah dilewati/dihitung maka satu iterasi metode Gauss-
Seidel telah selesai.
Metode Gauss-Seidel ini tidak selalu konvergen. Ada syarat cukup (bukan syarat butuh)
untuk kestabilannya, yaitu
Syarat cukup ini disebut Scarborough criterion yang kalau tidak terpenuhi belum tentu
divergen (bisa konvergen). Dengan memperhatikan 4 aturan dalam menghitung koefisien-
koefisien syarat ini dapat terpenuhi. Walaupun begitu, karena konvergensinya sangat lambat
akibat rambatan informasi dari syarat batas berjalan pertitik maka metode ini tidak
direkomendasikan.
Metode Line-by-line
Merupakan gabungan TDMA dan metode Gauss-Seidel. Di sini akan dipilih lajur grid
(misalnya arah y) dan mengasumsikan harga variabel tidak bebas pada lajur-lajur sebelahnya
(arah x dan z) diketahui dari harga terbaru. Harga variabel tidak bebas pada lajur yang dipilih
kemudian diselesaikan dengan TDMA. Setelah selesai satu lajur maka kemudian diselesaikan
lajur sebelahnya dan seterusnya.
Metode ini dapat diilustrasikan dengan gambar di bawah. Apabila lajur yang dipilih
ditandai dengan tanda dot maka lajur-lajur sebelahnya ditandai dengan tanda silang. Maka
apabila harga variabel bebas pada lajur-lajur sebelahnya (hasil dari iterasi terakhir)
dimasukkan pada persamaan diskretisasi yang ada pada lajur yang dipilih (tanda dot), maka
pada lajur ini dapat dijalankan TDMA. Apabila lajur ini telah selesai maka kemudian pindah
pada lajur sebelahnya (arah x). Karena metode ini rambatan informasi syarat batas berjalan
perlajur maka konvergensinya lebih cepat dibandingkan metode point-by-point. Untuk
menyeimbangkan pengaruh syarat batas pada sisi yang lain bisa dilakukan dengan variasi arah
TDMA (pada suatu interasi dari atas, sedangkan pada iterasi berikutnya dari bawah).
Sedangkan untuk mempercepat penyampaian informasi syarat batas, perlu juga diperhatikan
arah sweep. Dalam kasus seperti gambar di bawah, arah sweep dari kiri ke kanan (yang lebih
kiri lebih dahulu diselesaikan dibanding yang kanan) lebih menguntungkan karena informasi
syarat batas dengan temperatur yang diketahui cepat menyebar ke domain komputasi. Hal ini
karena syarat batas sebelah kanan (adiabatis) tidak menyediakan informasi yang jelas.
Untuk menentukan apakah lajur yang dipilih horisontal atau vertikal maka dapat dilihat
dari besarnya koefisien suatu titik. Apabila koefisien arah vertikal lebih besar dibanding arah
horisontal maka dipilih lajur vertikal.
6.2 Over-relaxation dan Under-relaxation
Pada penyelesaian dengan menggunakan metode iterasi, kadang dibutuhkan proses
mempercepat atau memperlambat konvergensi pada suatu atau seluruh tahapan iterasi. Proses
ini disebut sebagai over-relaxation apabila variabel tidak bebasnya dipercepat, dan under-
relaxation apabila diperlambat konvergensinya. Over-relaxation sering digunakan bersama-
sama dengan metode Gauss-Seidel sehingga menghasilkan apa yang disebut metode
Successive Over-Relaxation (SOR). Under-relaxation sangat menguntungkan apabila
persoalannya sangat tidak linear. Under-relaxation sering digunakan dalam metode iterasi
untuk menghindari terjadinya divergensi.
Apabila persamaan diskretisasi dinyatakan seperti di bawah,
maka TP dapat dinyatakan sebagai,
Apabila di sisi kanan ditambahkan dan dikurangkan (harga iterasi sebelumnya),
di sini harga di dalam kurung menunjukkan perubahan harga TP selama iterasi terbaru.
Perubahan ini dapat dimodifikasi dengan menggunakan faktor relaksasi , sehingga
atau
Apabila faktor relaksasi berkisar antara 0 dan 1 maka disebut under-relaxation di mana
harga TP dijaga tetap dekat dengan TP* atau dengan kata lain perubahan TP sangat kecil.
Sedangkan apabila lebih besar dari 1 maka disebut over-relaxation.
Tidak ada aturan yang jelas mengenai harga . Harga optimumnya tergantung kepada
berbagai faktor seperti sifat persoalannya, jumlah mesh, jarak antar mesh, dan prosedur iterasi
yang digunakan. Dengan pengalaman dapat digunakan harga yang optimum. Di sini yang
perlu diperhatikan bahwa harga tidak harus sama selama keseluruhan perhitungan. Artinya
harga dapat bervariasi dari satu iterasi ke iterasi berikutnya.
Bab 7 Konveksi dan Difusi
Pada bab-bab sebelumnya, persamaan atur (governing equations) telah mengandung suku
unsteady, suku difusi dan suku produksi, tetapi belum mengandung suku konveksi. Ini karena
perpindahan panas yang terjadi hanya terjadi secara konduksi. Suku konveksi harus
dimasukkan dalam persamaan atur apabila yang menjadi obyek simulasi diiringi perpindahan
panas secara konveksi atau aliran fluida. Penambahan suku konveksi menimbulkan
permasalahan dalam hal diskretisasi persamaan atur.
Di sini yang perlu diklarifikasi adalah definisi dari suku difusi. Dalam hal ini difusi bukan
hanya difusi unsur kimia karena perbedaan konsentrasi ( ), tetapi juga mencakup
besaran yang menunjukkan heat flux ( ) atau tegangan viskos ( ).
Dalam persamaan atur umum maka akan terdapat suku difusi yang dinyatakan sebagai (
( ). Dalam koordinat 3 dimensi maka suku difusi merupakan gabungan pada
masing-masing arah. Secara lengkap maka persamaan atur akan menjadi berikut.
7.1 Konveksi-konduksi Satu Dimensi, Steady
Pada kasus ini persamaan atur yang ada adalah:
di sini u adalah kecepatan dalam arah x. Persamaan kontinyuitas yang ada adalah:
atau
Untuk mendapatkan persamaan diskretisasi dari suatu sistem seperti di bawah, maka
persamaan konveksi-konduksi di atas diintegralkan terhadap volume kontrol sehingga
didapatkan
Apabila di batas volume kontrol diasumsikan perubahan secara linear (yaitu dengan central
difference atau beda tengah) maka,
dan
sehingga hasil integral persamaan di atas adalah:
Untuk menyederhanakan penampilan persamaan digunakan notasi F dan D yang didefiniskan
sebagai berikut,
dan
dimana F menunjukkan intensitas konveksi dan D menunjukkanseberapa mudah difusi terjadi.
D selalu positif, sedangkan F besarnya tergantung kepada arah aliran. Dengan menggunakan
notasi baru ini maka persamaan diskretisasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
di sini
Apabila di sini De = Dw = 1 dan Fe = Fw = 4 dan harga E dan W diketahui maka harga P
dapat dicari. Misalnya,
(a) E=200 dan W=100 maka P= 50
(b) E=100 dan W=200 maka P= 250
Kenyataannya bahwa harga P adalah ditentukan oleh harga pada titik-titik yang mengapitnya
yaitu antara 100200. Oleh karena itu harga P pada contoh di atas adalah tidak realistis.
Hasil yang tidak realistis ini bisa dianalisa dengan melihat bahwa koefisien diskretisasi di atas
dapat mempunyai harga negatif tergantung kepada kondisinya. Yaitu apabila F D dan
tergantung kepada tanda F maka harga aW atau aE dapat menjadi negatif yang hal ini
menyalahi aturan dasar. Dengan kata lain bahwa aplikasi beda tengah (central difference)
untuk suku konveksi hanya cocok untuk kasus-kasus dengan bilangan Reynolds yang rendah
atau F/D rendah.
Apabila harga konstan maka persamaan atur di atas dapat diselesaikan secara analitis.
Dengan daerah analitis 0 x L dan syarat batas:
x=0 maka = 0
x=L maka = L
maka solusinya adalah:
di sini P adalah bilangan Peclet yang didefinisikan sebagai berikut:
dan menunjukkan perbandingan intensitas konveksi dan difusi.
Solusi di atas apabila diplot dalam sebuah grafik maka akan didapatkan gambar seperti di
bawah. Dari gambar ini diketahui:
apabila P=0 (persoalan difusi atau konduksi murni) maka antara hubungan x- adalah
linear.
apabila P positif maka harga dipengaruhi oleh harga pada hulu (upstream) 0, dan
apabila P sangat besar maka sebagian besar harga sangat dekat dengan harga 0.
apabila P negatif maka harga L menjadi harga hulu
Untuk mengatasi persoalan yang timbul maka dikembangkan metode-metode seperti di
bawah untuk melakukan diskretisasi suku konveksi.
(a) Metode Upwind
Pada suku konveksi, apabila
Fe > 0 maka e = P
Fe < 0 maka e = E
Dengan cara yang sama w dapat ditentukan. Apabila digunakan notasi baru [[a,b]] yang
ekuivalen dengan max(a,b) dalam FORTRAN maka Fee dapat dinyatakan sebagai berikut:
Fee = P [[Fe,0]] - E [[-Fe,0]]
Sehingga persamaan diskretisasi berdasar metode upwind adalah:
di sini
(b) Metode Hybrid
Dari metode eksponensial (tidak dibahas) diketahui hubungan aE/De dapat dinyatakan sebagai
berikut:
yang apabila diplot akan didapatkan gambar seperti di bawah.
Dari kurva yang didapatkan diketahui bahwa:
apabila Pe maka aE/DE 0
apabila Pe - maka aE/DE -Pe
apabila Pe = 0 maka aE/DE =1- PeI2
Metode eksponensial pada persoalan steadi dan satu dimensi menghasilkan hasil yang sama
dengan hasil analitis pada berbagai ukuran mesh dan pada berbagai harga bilangan Peclet.
Tetapi karena sangat kompleks dan pada persoalan 2 atau 3 dimensi atau apabila ada suku
produksi hasil yang didapatkan adalah tidak eksak maka jarang dipergunakan.
Metode hybrid adalah penyederhanaan dari metode eksponensial, dimana
apabila Pe < -2 maka aE/DE = - Pe
apabila -2 < Pe < 2 maka aE/DE = 1 - Pe/2
apabila Pe > 2 maka aE/DE = 0
Syarat-syarat ini apabila digabung menjadi satu maka dapat dituliskan,
aE = De [[ -Pe, 1 – Pe/ 2, 0]]
atau
aE = [[ -Fe, De – Fe/ 2, 0]]
Metode hybrid ini dapat diinterpretasikan sebagai:
a) pada -2 Pe 2 metodenya identik dengan beda tengah (central difference).
b) diluar ini metodenya identik dengan upwind.
sehingga metode ini diberi nama hybrid (campuran).
Apabila metode hybrid ini diaplikasikan untuk men-diskretisasi persamaan yang
mengandung suku konveksi dan difusi maka didapatkan:
(c) Metode Pangkat (Power Law)
Dari gambar sebelumnya diketahui penggunaan metode hybrid pada Pe=2 menghasilkan
perbedaan yang besar dibandingkan hasil analitis, juga ketika Pe sedikit melebihi 2 maka
efek difusi sudah langsung hilang. Metode ini adalah modifikasi dari metode hybrid untuk
mendekati hasil analitis. Di sini,
apabila Pe < -10 maka aE/DE = - Pe
apabila -10 < Pe < 0 maka aE/DE = (1 + 0,1Pe )5 - Pe
apabila 0 < Pe < 10 maka aE/DE = (1 - 0,1Pe )5
apabila Pe > 10 maka aE/DE = 0
Dalam bentuk umum metode power law dapat dituliskan sebagai berikut,
Power ExpPower Exp
Bab 8 METODE SOLVER DALAM PERSOALAN KONVEKSI
Dalam simulasi numerik aliran fluida incompressible, hal yang paling sukar adalah bagaimana
menentukan distribusi tekanan dari persamaan momentum dan kontinyuitas. Hal ini terlihat
ketika akan menyelesaikan persamaan kekekalan momentum maka informasi mengenai
tekanan harus didapatkan dari persamaan kontinyuitas (kekekalan massa) yang didalamnya
tidak terdapat suku tekanan. Pada awal perkembangan CFD, untuk mengatasi hal ini adalah
dengan menggunakan metode Stream Function-Vorticity Method. Metode ini mengeliminasi
suku tekanan p dari persamaan momentum dengan menggunakan definisi vorticity dan
stream function yaitu,
Dengan menggunakan dan maka dua persamaan momentum (kasus 2D) akan berubah
menjadi satu buah persamaan, yaitu
Satu persamaan lain yang dibutuhkan didapatkan dengan cara memasukkan persamaan ke
persamaan sehingga didapatkan,
Kelebihan metode ini tidak perlu informasi mengenai tekanan, syarat batas di mana tidak ada
vortex maka dapat dibuat nol. Sedangkan kekurangannya susahnya syarat batas di
permukaan dinding, kadang-kadang tekanan diperlukan untuk menghitung densitas atau
properti yang lain atau tekanan adalah informasi akhir yang diinginkan (perlu menghitung
tekanan dari ), tidak ada definisi dalam kasus 3D.
Pada perkembangan berikutnya dikembangkan metode Marker and Cell (MAC).
Persamaan momentum fluida incompressible yang dinyatakan dengan ekspresi vektor,
Persamaan kontinyuitas:
di sini Re adalah bilangan Reynolds. Untuk memudahkan, persamaan momentum dinyatakan
sebagai fungsi v dan p.
Persamaan momentum apabila didiskretisasi secara eksplisit menghasilkan,
Apabila kedua sisi di-divergenkan
Di sini pada waktu n+1 apabila terpenuhi persamaan kontinyuitas:
maka didapatkan apa yang disebut persamaan Poison untuk tekanan,
Ini artinya tekanan dapat dicari dari persamaan kontinyuitas.
SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equations)
Metode SIMPLE merupakan metode implisit dengan pertama-tama mengasumsikan distribusi
tekanan dan kecepatan untuk kemudian dikoreksi dengan sebuah korektor dalam suatu
langkah iterasi. Metode ini bisa langsung digunakan hanya dengan menambahkan satu
persamaan koreksi tekanan yang merupakan modifikasi persamaan kekekalan massa. Secara
garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut.
Persamaan-persamaan aliran fluida untuk dua dimensi yang ada dapat dituliskan
dalam bentuk persamaan umum sebagai berikut,
Apabila pada bidang aliran diterapkan model grid staggered seperti ditunjukkan seperti
gambar berikut,
maka persamaan umum di atas akan dapat diselesaikan sebagai berikut,
Apabila integral waktu menggunakan metode fully implicit maka diskretisasi persamaan di
atas akan berubah menjadi seperti berikut,
Disini indeks P, E, W, S, N masing-masing menunjukkan posisi definisi variabel, posisi
tetangga di timur, barat, selatan, dan utara. Sedangkan indeks e, w, s, n menunjukkan posisi di
batas/dinding volume atur. Upperscript 0, notasi fe, fw, fn, fs masing-masing berarti nilai
variabel pada waktu t, koefisien pemberat untuk dinding timur, barat, utara, dan selatan. V
menunjukkan volume atur dimana V = xy. S di sini merangkum suku-suku yang tidak
digolongkan dalam suku konveksi dan difusi, dan bisa dituliskan sebagai berikut, S = Sc + SP
P
Persamaan yang telah didiskretisasi akan bisa dirubah seperti berikut,
Untuk persamaan momentumnya diperlukan perlakuan khusus dimana akan menjadi seperti
berikut,
Persamaan Momentum Arah x
Persamaan Momentum Arah y
Kedua persamaan momentum di atas hanya bisa diselesaikan apabila bidang tekanan
diketahui atau bisa dihitung dengan suatu cara.
Dalam metode SIMPLE yang dilakukan pertama kali adalah mengasumsikan bidang
tekanan p* sehingga bidang kecepatan yang didapatkan adalah bidang kecepatan yang belum
sempurna,
Hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah membuat bidang kecepatan yang belum sempurna
di atas bisa memenuhi pers. kontinyuitas. Dengan cara iterasi bidang kecepatan dan tekanan
yang sebenarnya bisa dituliskan sebagai berikut,
disini (*) adalah prediksi dan (') adalah koreksinya.
Persamaan gabungan nilai prediksi dan koreksi ini apabila dimasukkan dalam persamaan
momentum arah x kemudian dikurangi dengan persamaan momentum yang dimasuki dengan
nilai prediksi (*) maka akan menghasilkan,
disini suku ke-2 sisi sebelah kanan yang merupakan suku koreksi tekanan akan menjadi
dominan sehingga suku ke-1 sebelah kanan bisa diabaikan(ini karena perhitungan akan
dilakukan dengan cara iterasi sehingga nilai prediksi akan menuju ke nol).
Dari sini akan didapatkan persamaan koreksi kecepatan,
Untuk persamaan momentum arah y-pun akan didapatkan persamaan koreksi kecepatan
dengan cara yang sama.
Kedua persamaan koreksi kecepatan di atas juga bisa dituliskan sebagai berikut,
Persamaan koreksi kecepatan di atas kemudian dimasukkan dalam persamaan kontinyuitas:
sehingga didapatkan persamaan koreksi tekanan.
dimana,
Sampai disini dapat dipahami bahwa persamaan koreksi tekanan adalah merupakan bentuk
modifikasi dari pers. kontinyuitas, dimana dengan menyelesaikan persamaan koreksi tekanan
ini maka asumsi bidang tekanan akan bisa dikoreksi dan asumsi bidang kecepatan bisa
dikoreksi dengan persamaan koreksi kecepatan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dari
algoritma metode SIMPLE seperti berikut,
a. Tentukan p* (tekanan asumsi).
b. Selesaikan persamaan momentum untuk mendapatkan kecepatan asumsi u*, v*.
c. Selesaikan persamaan koreksi tekanan untuk mendapatkan tekanan koreksi p'.
d. Masukkan p' ke persamaan koreksi kecepatan untuk mendapatkan u’ dan v’, kemudian
hitung u, v dengan menggunakan u=u*+u’ ; v=v*+ v’.
e. Hitung p dengan menambahkan p' ke p*.
f. Selesaikan persamaan yang lain (energi, species kimia, dsb).
g. Balik ke step (b) sampai perhitungan iterasi konvergen.
Secara bagan akan bisa digambarkan sebagai berikut,
SIMPLEC (SIMPLE-Consistent)
Dibandingkan dengan SIMPLE maka metode ini akan mempunyai kecepatan konvergen yang
lebih cepat. Ini karena dalam SIMPLEC persamaan koreksi tekanan
menggunakan faktor relaksasi sama dengan 1.
Pemilihan metode solver di sini bisa dipertimbangkan dari hal-hal di bawah,
Untuk aliran yang tidak rumit (laminar) SIMPLEC > SIMPLE
Untuk aliran yang rumit (turbulen, separasi aliran) SIMPLE > SIMPLEC
solve momentum to get velocity prediction
solve mass eqn. (pressure correction) eqn. to get pressure predictorupdate velocity and pressure
solve active scalar equationupdate scalar
update fluid properties
check convergence
STARTEND