Upload
adilgeo08
View
295
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan
pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan. Tingginya permintaan
masyarakat atas kebutuhan daging membuat pemerintah harus melaksanakan
swasembada daging.
Data Dirjen Peternakan (2008) pada tahun 2006-2007 menyatakan bahwa
kebutuhan nasional daging sapi pada tahun 2006 adalah 395,80 ton. Hal ini juga
terjadi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 418,20 ton akibatnya terjadi perlambatan
peningkatan produksi daging. Kekurangan daging sapi tersebut dapat dipenuhi
lewat penggemukan sapi bakalan ekspor -import dan daging beku import. Hal ini
tentu merugikan pemerintah dan konsumen karena harus mengeluarkan biaya
untuk mengimport daging.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi
tersebut adalah meningkatkan program IB dengan memanfaatkan teknologi
dibidang reproduksi serta memberdayakan sapi lokal hasil peternakan rakyat yaitu
dengan penggemukan serta perbaikan manajemen pemeliharaan sehingga dapat
menghasilkan sapi-sapi yang bermutu dengan berat badan yang tinggi.
Jenis sapi yang umum dipelihara dan digemukkan adalah jenis sapi Bali
yang mempunyai banyak keistimewaan. Salah satunya adalah mudah beradaptasi
baik terhadap lingkungan maupun pakan serta dapat digunakan sebagai tenaga
kerja. Keunikan lain dari sapi Bali sekaligus kelebihannya yaitu tingkat
1
kesuburannya tinggi. Hal ini menyebabkan sapi Bali berpotensi untuk
dikembangkan di seluruh Indonesia.
Penggemukan yang dilakukan oleh peternak rakyat belum maksimal.
Faktor penyediaan hijauan pakan ternak masih merupakan kendala bagi peternak.
Pada musim hujan, pakan akan melimpah tetapi pada musim kemarau, pakan
sangat sulit didapatkan sehingga dapat berpengaruh terhadap sapi Bali bunting.
Perbaikan manajemen pemeliharaan sangat dibutuhkan karena dapat
meningkatkan mutu dan produktivitas ternak dengan memberikan pakan yang
dapat memacu pertumbuhan ternak yaitu daun kelor.
Tanaman kelor mengandung gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat untuk
perbaikan gizi. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah kekurangan
gizi di beberapa negara. Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah tanaman berkhasiat
sejati (miracle tree), artinya tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar, batang, buah
dan daun serta mengandung gizi tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar
(lalapan), setara dengan; 4 kali vitamin A yang dikandung wortel, 7 kali vitamin
C yang terkandung pada jeruk, 4 kali mineral kalsium dari susu, 3 kali mineral
potassium pada pisang, 3/4 kali zat besi pada bayam, dan 2 kali protein dari
yogurt. Daun kelor juga mempunyai fungsi pengobatan karena banyak
mengandung kalsium dan pospor (Firsonigosa, 2008).
Zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai
fungsi penting di dalam tubuh. Dibutuhkan dengan jumlah konsumsi sekitar 1.5-
2.2 mg per- harinya, zat besi mempunyai fungsi penting di dalam tubuh antara
lain sebagai media transportasi bagi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan
2
tubuh serta juga akan berfungsi sebagai katalis dalam proses penpindahan energi
di dalam sel. Besi adalah unsur penting untuk produksi darah. Sekitar 70 persen
zat besi ditemukan dalam darah. Hemoglobin sangat penting untuk mentransfer
oksigen dalam darah dari paru ke jaringan.
Perumusan Masalah
Ternak di Kabupaten Bantaeng yang sedang bunting mengalami banyak
hal, seperti keguguran, lama bunting dan birahi terlambat yang diakibatkan oleh
kekurangan zat nutrisi. Daun kelor ditambahkan pada pakan sapi bunting untuk
memperbaiki pertumbuhan, angka konversi serta meningkatkan ketersediaan
vitamin dan zat makanan lainnya. Pemberian daun kelor pada pakan ternak akan
mempengaruhi fisiologi darah ternak tersebut karena darah berfungsi untuk
mempertahankan tubuh ternak dari invasi mikroorganisme dan untuk reaksi
immunologis akibat masuknya benda asing sehingga mampu mempertahankan
tubuh dari penyakit. Namun penelitian mengenai pengaruh pemberian daun kelor
dalam pakan ternak sapi masih terbatas sehingga dilakukanlah penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh pemberian daun kelor terhadap fisiologi darah ternak sapi
Bali bunting.
Hipotesa
Diduga terdapat pengaruh pemberian daun kelor pada pakan ternak
terhadap status hematologi sapi Bali yang sedang bunting.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hematologis sapi Bali
bunting yang diberikan pakan daun kelor dan tidak diberikan pakan daun kelor.
3
Kegunaannya adalah diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perubahan status hematologist sapi Bali bunting yang diberikan pakan daun kelor
dan tidak diberikan pakan daun kelor, khususnya pada tingkat kesehatan ternak
serta sebagai bahan informasi bagi peternak dalam upaya peningkatan mutu dan
produktivitas ternak sapi.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Sapi Bali
Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi asli Indonesia yang diduga
sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin
bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi Bali.
Sebagai keturunan banteng, sapi Bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis
seperti banteng liar (Guntoro,2002)
Sapi Bali lebih unggul dibandingkan bangsa sapi lainnya, misalnya sapi
Bali akan memperlihatkan perbaikan performan pada lingkungan baru dan
menunjukkan sifat-sifat yang baik bila dipindahkan dari lingkungan jelek ke
lingkungan yang lebih baik. Selain cepat beradaptasi pada lingkungan yang baru,
sapi Bali juga cepat berkembang biak dengan angka kelahiran 40% - 85%
(Martojo, 1988).
Salah satu sapi asli di dunia adalah sapi Bali dan merupakan sapi yang
mempunyai beberapa karakteristik. Ciri khas sapi Bali (Bos sondaicus) adalah
warna bulunya merah bata dan mempunyai garis belut di sepanjang punggungnya.
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh sapi Bali yaitu terletak pada kemampuan
reproduksinya yang tinggi, mampu menghasilkan kualitas daging dan karkas yang
baik. Persentase produksi karkas juga paling tinggi sehingga cocok untuk
dikembangkan sebagai sapi potong (Guntoro, 2002).
5
Keunggulan lain sapi Bali adalah sangat disenangi oleh petani karena
memiliki kemampuan kerja yang baik, reproduksinya sangat subur, tahan caplak,
mampu berkembang biak pada lingkungan yang jelek dan dapat mencapai
persentase karkas 56,6% apabila diberi pakan tambahan konsentrat (Moran,
1978).
Pakan Ternak
Pemberian pakan, baik berupa hijauan maupun konsentrat harus
diperhitungkan dengan cermat. Jika jumlah pakan yang diberikan sangat terbatas,
akan menyebabkan terjadinya kompetisi dalam memperebutkan pakan. Akibatnya
sapi-sapi yang kuat akan pesat pertumbuhannya, sedangkan sapi yang lemah
pertumbuhannya lambat. Sebaliknya, jika pemberian pakan sangat berlebihan,
tidak ada kompetisi dalam memperebutkan pakan. Akibatnya sapi-sapi yang kuat
akan pesat pertumbuhannya, sedangkan sapi yang lemah pertumbuhannya lambat.
Sebaliknya, jika pemberian pakan sangat berlebihan, tidak ada kompetisi, tetapi
sisa pakan yang tidak terkonsumsi merupakan pemborosan (Abidin,2002)
Abidin (2002) menyatakan bahwa ada beberapa syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh suatu pakan yang akan diberikan pada ternak yaitu murah, disukai
oleh ternak (palatabilitas) dan mudah diperoleh serta tidak bersaing dengan
kebutuhan pakan manusia
Salah satu cara baru yang dapat diterapkan dalam upaya penggemukan
sapi potong adalah dengan menggunakan pakan tambahan. Pakan tambahan
berupa suatu bahan yang mengandung koloni mikrobe terpilih dan digunakan
6
untuk mengatur keseimbangan mikroorganisme di dalam rumen (alat pencernaan)
(Guntoro, 2002)
Pemberian pakan tambahan merupakan salah satu upaya teknologi
penggemukan sapi modern. Mikrobe didalam pakan tambahan akan menghasilkan
enzim yang menguraikan serat kasar pada pakan sapi, dengan begitu daya cerna
pakan oleh sapi lebih efesien sehingga akan meningkatkan berat badan ( Sugeng,
2006).
Manfaat daun Kelor (Moringa oliefera)
Tumbuhan yang mempunyai nama latin Moringa oleifera atau dalam bahasa
inggris disebut drumstick plant ini masuk kedalam famili Moringaceae. Tanaman
kelor diberbagai belahan dunia menjadi tanaman yang merupakan jenis sayuran
yang sarat nutrisi dan mempunyai berbagai jenis kegunaan. Secara fisik sosok
tanama kelor dapat tumbuh mencapai tinggi 10 meter, akan tetapi seringkali
dipotong secara rutin agar ketinggiannya tetap 1 meter agar daun dan
buahnya dapat dicapai oleh tangan. Tanaman kelor ini dapat tumbuh dari daerah
tropika panas hingga daerah subtropik dan dapat tumbuh dengan baik pada tanah
berpasir akan tetapi mampu beradaptasi pada tanah yang miskin unsure hara dan
daerah pantai. (Firsonigosa, 2008)
Berdasarkan data kelor di atas merupakan tanaman yang paling multiguna,
hampir semua bagian dari tanaman kelor ini dapat dijadikan sumber makanan.
Sebagai pakan ternak dan unggas dan di beberapa kawasan ada bagian yang
dijadikan serbuk untuk mengobati penyakit-penyakit endemis. Seringkali kita
jumpai ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sayuran dari tanaman kelor
7
merupakan tanaman yang tidak bergengsi, makanan kambing dan tanaman pagar.
Perlu diketahui bahwa tanaman kelor ini justru merupakan tanaman yang
potensial untuk mengatasi gizi buruk, meningkatkan ketahanan pangan, mendoron
pembangunan pedesaan dan mendukung pengelolaan tanah yang berkelanjutan.
(Anonim, 2007).
Daun tanaman kelor mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi
dengan kandungan beta karoten, vitamin C, Protein, besi dan Kalium. Daun kelor
ini dapat dimasak seperti ketika memasak bayam yang dimasak ketika masih
segar. Selain dimasak dalam keadaan segar, daun kelor dapat pula dikeringkan
dan dibuat serbuk untuk dijadikan bumbu dan sup. Daun kelor juga mempunyai
fungsi pengobatan karena banyak mengandung kalsium dan pospor. Berikut ini
fakta tersembunyi dari daun kelor :
Kandungan Vitamin C-nya setara dengan 6 kali vitamin C buah jeruk,
sangat bermanfaat untuk mencegah berbagai macam penyakit termasuk flu
dan demam
Kandungan Vitamin A-nya 4 kali lipat dari wortel untuk mencegah
penyakit mata, kulit, hati dan diare
Kandungan kalsiumnya 4 kali kalsium susu, berguna untuk membentuk
tulang dan gigi yang kuat
Kandungan Kaliumnya 3 kali kandungan kalium dalam pisang yang sangat
penting untuk perkembangan otak dan syaraf.
Kandungan proteinnya sama dengan kandungan protein telur, penting
untuk daya tahan sel tubuh kita.
8
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa tanaman kelor penting dalam
mengatasi gizi buruk terutama bagi bayi dan balita serta ibu menyusui. Tiga
lembaga swadaya yang mempunyai perhatian terhadap nutrisi mengklaim bahwa
tanaman kelor merupakan nutrisi untuk daerah tropis. Daunnya dapat dikonsumsi
segar, dimasak atau disimpan dalam bentuk serbuk untuk persediaan beberapa
bulan tanpa harus dimasukkan kedalam lemari pendingin tanpa kehilangan
kandungan nutrisi. Dasar rekomendasi kelor sebagai sumber nutrisi di daerah
tropis karena kelor di daerah tropis mempunyai daun yang lebat bahkan sampai
akhir musim kemarau ketika bahan makanan relatif langka. (Anonim, 2007)
Sejak dahulu, tanaman kelor telah digunakan oleh nenek moyang kita
sebagai tanaman untuk sayur, obat atau sebagai lalapan. Tanaman ini adalah
tanaman yang toleran terhadap musim kemarau yang panjang, dan bertahan hidup
dengan merontokkan daunnya pada saat kemarau. Kelor termasuk jenis tumbuhan
perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 5 -11 meter. Pohon Kelor tidak
terlalu besar, batang kayunya mudah patah dan cabangnya agak jarang tetapi
mempunyai akar yang kuat. Daunnya berbentuk bulat telur (oval) dengan ukuran
kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. (Anonim, 2007)
Daun kelor juga telah banyak digunakan sebagai pakan ternak, terutama
sapi dan kambing maupun pupuk hijau karena terdapat zat-zat nutrisi di dalamnya
seperti, protein, karbohidrat, mineral serta vitamin. Akar kelor sering digunakan
sebagai bumbu campuran untuk merangsang nafsu makan, tetapi bila terlalu
banyak dikonsumsi ibu yang sedang mengandung dapat menyebabkan keguguran.
Dikenal sebagai jenis tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak lama.
9
Daunnya majemuk, menyirip ganda, dan berpinak daun membundar kecil-kecil.
Bunganya berwarna putih kekuningan. Buahnya panjang dan bersudut-sudut pada
sisinya. Remasan daunnya dipakai sebagai parem penutup bekas gigitan anjing dan
dapat dibalurkan pada payudara ibu yang menyusui untuk menahan mengucurnya
ASI yang berlebihan. (Firsonigosa,2008).
Tanaman kelor mengandung gizi yang tinggi dan sangat bermanfaat untuk
perbaikan gizi. Terbukti bahwa kelor telah berhasil mencegah wabah kekurangan
gizi di beberapa negara di Afrika dan menyelamatkan banyak nyawa anak-anak dan
ibu-ibu hamil. Dilihat dari nilai gizinya kelor adalah tanaman berkhasiat sejati
(miracle tree), artinya tanaman ini bisa dimanfaatkan dari akar, batang, buah dan
daun serta mengandung gizi tinggi. Kandungan gizi daun kelor segar (lalapan),
setara dengan; 4x vitamin A yang dikandung wortel, 7x vitamin C yang
terkandung pada jeruk, 4x mineral Calsium dari susu, 3x mineral Potassium pada
pisang, 3/4x zat besi pada bayam, dan 2x protein dariyogurt. Sedangkan kandungan
gizi daun kelor yang dikeringkan setara dengan; 10x vitamin A yang dikandung
wortel, 1/2x vitamin C yang terkandung pada jeruk, 17x mineral Calsium dari
susu, 15x mineral Potassium pada pisang, 25x zat besi pada bayam, dan 9x protein
dari yogurt (Firsonigosa, 2008).
10
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan Gizi yang
terdapat pada Tanaman Kelor.
Tabel 1. Kandungan Gizi Tanaman Kelor (Moringa Oleifera) (Per 100 g)
Kandungan Biji Daun Tepung daunKadar Air (%)CaloriProtein (g)Lemak (g)Carbohydrate (g)Fiber (g)Minerals (g)Ca (mg)Mg (mg)P (mg)K (mg)Cu (mg)Fe (mg)S (mg)Oxalic acid (mg)Vitamin A - B carotene (mg)Vitamin B -choline (mg)Vitamin B1 -thiamin (mg)Vitamin B2 -riboflavin (mg)Vitamin B3 -nicotinic acid (mg)Vitamin C -ascorbic acid (mg)Vitamin E -tocopherol (mg)Arginine (g/16g N)Histidine (g/16g N)Lysine (g/16g N)Tryptophan (g/16g N)Phenylanaline (g/16g N)Methionine (g/16g N)Threonine (g/16g N)Leucine (g/16g N)Isoleucine (g/16g N)Valine (g/16g N)
86.9262.50.13.74.82.030241102593.15.313710
0.114230.050.070.2
120-
3.61.11.50.84.31.43.96.54.45.4
75.0926.71.713.40.92.344024702591.17
1371016.84230.210.050.8
220-
6.02.14.31.96.42.04.99.36.37.1
7.520527.12.338.219.2
-2,003368204
1,3240.5728.2870
1.6%16.3
-2.6420.58.2
17.3113
1.33%0.61%1.32%0.43%1.39%0.35%1.19%1.95%0.83%1.06%
Sumber : Firsonigosa, 2008
11
Lama Bunting
Fetus dalam kandungan perut induknya selalu berkembang, perkembangan
terakhir dengan pertambahan berat badan rata-rata 1- 1,5 poun/hari bahkan
kadang lebih. Secara sederhana kebuntingan dapat diamati 21 setelah tanda-
tanda birahi, berarti kebuntingan telah terjadi namun apabila tanda-tanda birahi
muncul lagi berarti perkawinan perlu diulang. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah dengan perabaan yang hanya dilakukan oleh petugas yang terlatih dan
berpengalaman. Lama bunting sapi bali berkisar 280-285 hari. Setelah anak
sapi lahir, induk sapi dapat dikawinkan lagi setelah 3 bulan melahirkan. Untuk
menjaga kebuntingan , sapi bunting harus dipisahkan dari sapi lainnya.
Hematologis Sapi Bali
Frandson (1996), menyatakan bahwa darah terdiri dari sel-sel yang
terendam dalam cairn yang disebut plasma. Sebagian besar sel-sel darah berada di
dalam pembuluh-pembuluh, akan tetapi leukosit dapat bermigrasi melintasi
dinding pembuluh darah guna melawan infeksi.
Darah mempunyai beberapa fungsi yang penting untuk tubuh. Darah
mengangkut zat-zat makanan dari alat pencernaan ke jaringan tubuh, hasil limbah
metabolisme dari jaringan tubuh ke ginjal dan hormone dari kelenjar endokrin ke
target organ tubuh (Swenson, 1984) selanjutnya dikatakan bahwa darah juga
berpartisipasi dalam pengaturan kondisi asam-basa, keseimbangan elektrolit dan
temperature tubuh serta sebagai pertahanan suatu organisme terhadap penyakit.
12
Darah mengandung sekitar 80% air dan 20% bahan organic, sedangkan
bahan anorganik kurang dari 1%. Viskositas darah adalah 3 sampai 5 kali
viskositas air, derajat keasaman (pH) berkisar antara 7 – 7,8, mempunyai sistem
buffer, kemampuan mempertahankan pH darah di dalam batas-batas yang relatif
sempit karena adanya buffer kimia terutama natrium bikarbonat (Swenson, 1984).
Hemoglobin(Hb)
Menurut Srigandono (1996) hemoglobin merupakan senyawa organik
yang mengandung ferrum (zat besi) dan yang memberi warna merah pada eritrosit
dalam darah. Hemoglobin berperan sangat penting dalam mengangkut O2 dari
paru-paru ke jaringan.
Mitruka dan Rawnsley (1981) ,menyatakan bahwa hemoglobin adalah zat
besi yang mengandung gabungan protein (heme + globin). Molekul hemoglobin
terdiri dari satu molekul globin dihubungkan dengan empat molekul heme dan
masing-masing dapat diputar mengikat empat molekul oksigen membentuk
oksihemoglobin.
Fungsi utama dari hemoglobin adalah sebagai transport oksigen dari paru-
paru ke jaringan dan sebaliknya membawa karbodioksida darah dan membantu
regulasi asam-asam melalui CO2 dalam paru-paru serta buffer dari imidazole histidin
hemoglobin (Benjamin, 1994), selanjutnya Phillis (1976) menyatakan bahwa
hemoglobin berfungsi sebagai pigmen respiratoris darah dan sebagai bagian dari
system buffer intrinsik darah. Oksigen tersedia dan dibebaskan secara mudah oleh
kandungan atom Fe dalam molekul hemoglobin sambil darah melintasi kapiler paru-
paru.
13
Penentuan Nilai Hematokrit
Hematokrit value adalah volume eritrosit (butiran darah merah) terhadap
volume darah secara keseluruhan. Penentuan nilai hematokrit (dengan pemberian
zat anti gumpal), setelah itu disentrufuge. Sel-sel darah merah akan berkumpul
pada bagian bawah tabung dan sebagai patokan kasar nilai hematokrit sapi 40 %
sel darah merah.
Volume sel dalam sirkulasi darah biasanya lebih sedikit dari pada volume
plasma dan pada hewan normal hematokrit secara langsung berhubungan dengan
jumlah eritrosit dan kandungan hemoglobin (Swenson, 1984). Lebih lanjut
Mitruka dan Rawsley (1981) menyatakan bahwa hematokrit merupakan ukuran
proporsi dari sel darah merah dengan plasma dalam darah periperial. Hematokrit
tubuh memberi ratio dari massa total eritrosit dengan volume total darah.
Gambaran hematologi sapi : Hematokrit dan Hemoglobin
Ada banyak variasi nilai normal dalam spesies hewan. Umumnya pada
sebagian besar darah hewan normal nilai hemoglobinnya antara 13 sampai 15
gram per 100 mililiter (Swenson,1970; Benyamin, 1978; Mitruka dan Rawnsley,
1981; Phillis, 1976). Sedangkan sebagian besar hewan piaraan mempunyai nilai
hematokrit dari 38 sampai 40% dengan rata-rata 40% (Swenson,1984).
Ditekankan bahwa jika hewan eksperimen tidak dipelihara dibawah
kontrol kondisi dengan hati-hati, maka nilai hematologis dapat bervariasi.
Hematokrit dan hemoglobin relatife tinggi pada kelahiran dan menurun setelah
sapi mendapatkan colostrums sebagai akibat dari pengenceran plasma (Mitruka
dan Rawnsley, 1981). Jumlah hemoglobin berubah-ubah seperti jumlah eritrosit
14
dengan hypoxia sebagai stimulus utama peningkatan produksi hemoglobin
(Phillis, 1976).
Nilai total hematokrit dan kadar hemoglobin sapi-sapi Indonesia oleh
beberapa peneliti, disajikan pada table 1.
Tabel 2. Nilai Total Hematokrit dan Kadar Hemoglobin Sapi-sapi
Indonesia oleh Beberapa peneliti
no Uraian PCV (%) Hb (g/100 ml)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sapi Bali di Bali (Wahyuni dan Matram, 1983)
Sapi Bali umur satu tahun (Wahyuni dan Matram, 1983)
Sapi Bali jantan 1 tahun (Wahyuni dan Matram, 1983)
Sapi Frisian Holstein(Ginting, 1984)
Sapi ongole (Ginting, 1987)
Sapi Madura (Ginting, 1987)
Sapi Bali (Thahar dan Moran, 1978)
Sapo Ongole (Thahar dan Moran, 1978)
29,06
29,6
30,1
33,9
33,5
31,8
42,00
39,00
8,97
9,20
9,49
14,7
11,5
11,31
17,28
15,04
Sumber : Data hasil penelitian Marcelinus V, 1994
15
Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit mengandung hemaglobin dan berfungsi sebagai transpor oksigen.
Eritrosit berbentuk bikonkaf dengan lingkaran tepi tipis dan tebal ditengah,
eritrosit kehilangan intinya sebelum masuk sirkulasi. Pembentukan sel darah
merah (”erithropoiesis”) terjadi di sum-sum tulang. Pada fetus eritrosit dibentuk
juga di dalam hati dan limpa. Eritrhopoiesis merupakan suatu proses yang kontinu
dan sebanding dengan tingkat pengrusakan sel darah merah. Erithtopoiesis diatur
oleh mekanisme umpan balik dimana prosesnya dihambat oleh peningkatan level
sel darah merah yang bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia (Swenson, 1984).
Leukosit (Sel Darah Putih)
Perbedaan sel darah putih dengan eritrosit adalah leukosit selalu
mempunyai inti sel dan sitoplasma serta mampu bergerak bebas. Jumlah leukosit
lebih sedikit dari eritrosit yaitu 5000-9000/mm3. Leukosit diklasifikasikan
berdasarkan ada tidaknya granula di dalam sitoplasma dibagi menjadi granulosit
dan agranulosit. Granulosit terdiri dari netrofil , basofil dan eosinofil, sedangkan
agranulosit atas limposit dan monosit. Jumlah total sel darah putih dinyatakan
dengan 109/l, sedangkan jumlah total darah merah dinyatakan dengan 1012/l
(Swenson, 1984).
Jumlah total sel darah putih beserta masing-masing jenisnya banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Jumlah sel darah putih pada hewan mempunyai
variasi yang berbeda dari pada manusia yaitu tergantung antara lain kepada jenis
16
hewan,bangsa (breed), umur, jenis kelamin dan kondisi hewan tersebut
(Sonjaya,2005).
Faktor Nutrisi dalam Status Hematologi
Pengaruh pakan telah dilaporkan dapat menyebabkan perubahan status
hematologi ternak (Anonim,2007). Rata-rata jumlah sel darah merah yang rendah
di Pulau Jawa di duga adalah akibat malnutrisi terutama mineral Fe (Ginting,
1984).
Menurut Hoffbrand dan Pettit (1987) bahwa oleh karena sangat besar
jumlah sel darah yang harus di produksi setiap hari, maka sum-sum memerlukan
banyak prekursor untuk mensintesis sel baru dan sejumlah besar hemoglobin.
Golongan zat yang dibutuhkan dalam pembentukan darah adalah : 1) logam : besi,
mangan dan kobalt, 2) vitamin : cianokobalamin, folafat, piridoksin, tiamin,
riboflavin, asam pantotenat, vitamin C dan vitamin E, 3) asam amino, 4) hormon :
erithropoietin, androgen dan tiroksin. Mineral Ca dan Vitamin K diperlukan
dalam pembekuan darah (Anggorodi,1984).
17
Tabel 3. Nilai Total Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Sapi-sapi
Indonesia oleh Beberapa Peneliti
No Uraian SDM(juta/mm3)
SDP (ribu/mm3)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Sapi Bali di Bali(Wahyuni dan Matram, 1983)
Sapi Bali umur 1 tahun(Wahyuni dan Matram, 1983)
Sapi Bali jantan umur 1 tahun(Wahyuni dan Matram, 1983)
Sapi Friesien Holstein(Ginting,1984)
Sapi Ongole (Ginting,1987)
Sapi Bali di Sulawesi Selatan(Jatman, 1993)
Sapi Bali (Tahar dan Moran,1978)
Sapi Ongole (Tahar dan Moran, 1978)
5,649
5,790
5,900
5,600
6,500
4,899
5,690
7,010
6,87
6,886
7,026
6,300
9,000
6,852
8,940
8,460
Sumber : Data hasil penelitian Hikmah,1994
Faktor Umur dan Jenis Kelamin dalam Status Hematologis
Status hematology ternak menyangkut nilai-nilai parameter darah seekor
ternak. Parameter darah yang umum digunakan adalah kadar hemoglobin, nilai
hematokrit, jumlah sel darah merah dan sel darah putih serta deferensiasi sel darah
putih. Nilai parameter darah tersebut dapat berbeda oleh karena berbagai factor
dan Faktor penting yang mempengaruhi status hematology adalah: umur, jenis
kelamin, status, ketinggian wilayah atau tempat, pakan dan keseimbangan air
tubuh (Dallmann dan Brown, 1989).
18
Hughes dan Wickramasinghe (1995), menyatakan bahwa pada umur muda
hampir semua rongga-rongga sumsum tulang berisi sel-sel hemopoiesis darah
merah dan sedikit sel-sel lemak. Setelah tua hemopoiesis aktif kira-kira setengah
dari jumlah sum-sum tulang terdiri atas sel-sel lemak.
Menurut Trankle dan Marple (1983), jenis kelamin merupakan faktor yang
penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan ternak, dimana perbedaan jenis
kelamin erat hubungannya dengan aktifitas fisiologi dari ternak tersebut dan ada
kecendurungan dengan bertambahnya umur, nilai parameter darah semakin
menurun dan nilai pada jantan lebih tinggi dibanding dengan betina.
19
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011
bertempat di Kelurahan Tanah Loe, Kacamatan Pajjukukang, Kab. Bantaeng,
Propinsi Sulawesi Selatan dan di laboratorium Fisiologi Ternak.
Materi Penelitian
Materi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sapi Bali bunting 6
– 7 bulan sebanyak 20 ekor induk sapi Bali bunting yang dialokasikan dalam dua
perlakuan. Pemberian dedak sebanyak 1 kg/ekor/hari dengan penambahan daun
kelor (Moringa oliefera) yang sudah kering sebanyak 0,25 kg/ekor/hari serta
larutan HCl 0,1 N, larutan hayem, larutan turk, antikoagulan.
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah adalah kandang jepit,
tabung raeksi, spoit, tabung Sahli, mikro hematokrit, venojet, pipa kapiler, termos
es, kamar hitung dan pipet tetes.
Metode Penelitian.
Penelitian ini akan menggunakan 20 ekor sapi Bali bunting yang dibagi
dalam dua kelompok yaitu :
Kelompok pertama adalah kelompok perlakuan menggunakan 10 induk
sapi bali bunting pemberian dedak yang di tambahkan dengan daun kelor
pada pagi hari, dan pakan hijauan berupa rumput pada sore hari secara ad-
libitium.
20
Kelompok kedua adalah kelompok kontrol menggunakan 10 induk sapi
Bali bunting pemberian dedak pada pagi hari tanpa daun kelor dan pakan
hijauan berupa rumput pada sore hari ad-libitium.
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah nilai hematokrit, kadar
hemoglobin (Hb), sel darah merah dan sel darah putih.
Prosedur Kerja
1. Nilai Hematokrit (Swenson, 1984)
Pengambilan sampel darah dilakukan pada sapi Bali bunting. Nilai
hematokrit ditentukan dengan memasukan darah yang telah diberi anti koagulan
kedalam pipa kapiler sekitar tiga perempat kemudian salah satu ujung kapiler
ditutup dengan wax (malam), setelah itu kadar hematokrit dibaca dengan
menggunakan tabel mikrohematikrit.
2. Kadar Hemoglobin (Swenson, 1984)
Kadar hemoglobin (Hb) darah di ukur dengan menggunakan metode
Sahli. Kedalam tabung Sahli diisi HCl 0,1 N sampai garis bawah (tanda 2 gms)
lalu dengan pipa haemometer, darah diisap dari tabung penampungan dan
dimasukaan kedalam tabung yang berisi HCl. Kocok tabung hingga terbentuk
warna coklat setelah itu masukan aquades setetes demi setetes sampai warna
larutan sama dengan dengan warna tabung kaca standar yang ada pada alat
Haemometer.
21
3. Sel Darah Merah (Swenson, 1984)
Menghitung jumlah sel darah merah dilakukan dengan cara mengisap
darah dengan pipet sampai angka 0,5, kemudian mengisap cairan hayem sampai
angka 101, lalu melepaskan pembuluh karet dari pipet, memegang pipet dengan
ibu jari kemudian mengeceknya. Setelah itu meletakkan pada kamar hitung, dan
mengamatinya di bawah mikroskop. Perhitungan dilakukan pada bagian bertanda
R dengan lima buah kotak, kemudian menghitung sel darah merah yang terletak
dan menyinggung garis batas sebelah kiri atas, jumlah sel darah merah yang
diperoleh kemudian dikalikan dengan angka 10.000 dengan faktor pengenceran
200 kali.
4. Sel Darah Putih (Swenson, 1984)
Menghiung jumlah sel darah putih dengan cara mengisap darah
hingga angka 0,5 dengan menggunakan pipet, lalu mengisap larutan turk sampai
angka 11, kemudian melepas pembuluh karet dari pipet dan pipet dipegang
dengan ibu jari dan telunjuk kemudian mengeceknya. Setelah itu meletakkan ke
dalam kamar hitung dan mengamati dibawah mikroskop. Perhitungan dilakukan
pada kotak persegi bertanda W (W1, W2, W3,W4) kemudian mengalikan 50
dengan menggunakan pengenceran 50 kali.
22
Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan keadaan status hematologis ternak yang
digunakan Uji T-Student (Sudjana, 1996). Rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
t =
s2 =
Keterangan:
t = Parameter yang di ukur
x1 = Rata-rata perlakuan sapi Bali bunting yang diberi daun kelor
x2= Rata-rata perlakuan sapi Bali bunting yang tidak diberi daun kelor
s = Simpangan baku rataan
s1 = Simpangan baku sapi Bali bunting yang diberi daun kelor
s2= Simpangan baku sapi Bali bunting yang tidak diberi daun kelor
n1 = Banyaknya jumlah sapi Bali bunting yang diberi daun kelor
n2= Banyaknya jumlah sapi Bali bunting yang tidak diberi daun kelor
Hasil Analisis Bahan
No Kode Air Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
BETN Abu Ca P
1 Daun Kelor 15,75 27,93 9,22 24,43 28,00 10,42 2,58 0,382 Rumput 10,08 11,84 4,24 36,43 37,05 10,44 0,51 0,373 Dedak Kasar 9,80 6,02 2,38 47,76 22,69 21,15 0,17 0,46
Sumber : Data Hasil Laboratorium Kimia Dan Makanan Ternak, 2011
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Hemoglobin
Data pengamatan kadar hemoglobin pada sapi Bali bunting dengan
berbagai perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap kadar hemoglobin sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 8,16 8,48
2 8,84 9,88
3 9,56 10,8
4 9,88 11,56
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa pakan yang diberi daun kelor dengan pakan tanpa daun kelor berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap kadar hemoglobin, dilanjutkan dengan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode IV lebih tinggi dari pada periode I, II, dan III. Hal
ini disebabkan karena sapi yang diberi pakan dengan tambahan daun kelor lebih
mudah dalam mencerna makanannya dengan kata lain zat-zat nutrisi lebih banyak
diserap oleh tubuh sehingga proses pembentukan sel-sel darah berlangsung
dengan baik akibatnya kadar hemoglobin pada pakan yang hal ini sesuai dengan
pendapat Bakar (2001) yang menyatakan bahwa daun kelor merupakan
mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi pakan
24
ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen daun kelor
dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat mutasi pada ternak. Pendapat tersebut
didukung oleh Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa daun kelor merupakan
pakan tambahan yang dapat meningkatkan efesiensi pakan yang dapat membantu
proses fermentasi dalam rumen sehingga berjalan lebih efesien dan aktivitas
mikroba rumen pencerna dinding sel akan meningkatkan penyerapan zat-zat
nutrisi lebih baik.
Adanya perlakuan penambahan daun kelor pada pakan membuat
perubahan kadar hemoglobin sehingga kemungkinan dapat juga dipengaruhi oleh
faktor perbaikan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schalm (1975) bahwa
kadar hemoglobin dapat mengalami perubahan karena pengaruh pakan, sistem
pemeliharaan dan pengendalian penyakit.
Terdapatnya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa
perlakuan dengan pakan tambahan daun kelor memberikan hasil tertinggi terhadap
kadar hemoglobin. Penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan kadar hemoglobin.
25
Nilai Hemaktokrit
Data pengamatan nilai hemaktokrit pada sapi Bali bunting dengan
berbagai perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap nilai hemaktokrit sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 27 27,2
2 29,6 39
3 33,2 46,8
4 36 50,4
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap pada Tabel 5 menunjukkan
bahwa pakan yang diberi daun kelor dengan pakan tanpa daun kelor berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap nilai hematokrit, dilanjutkan dengan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode IV jauh lebih tinggi dari pada periode I, II, dan III.
Hal ini disebabkan karena sapi yang diberi pakan dengan tambahan daun kelor
lebih mudah dalam mencerna makanannya dengan kata lain zat-zat nutrisi lebih
banyak diserap oleh tubuh sehingga proses pembentukan sel-sel darah
berlangsung dengan baik akibatnya nilai hematokrit pada pakan yang hal ini
sesuai dengan pendapat Bakar (2001) yang menyatakan bahwa daun kelor
merupakan mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi
pakan ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen daun
kelor dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat mutasi pada ternak. Pendapat
26
tersebut didukung oleh Guntoro (2002) yang menyatakan bahwa daun kelor
merupakan pakan tambahan yang dapat meningkatkan efesiensi pakan yang dapat
membantu proses fermentasi dalam rumen sehingga berjalan lebih efesien dan
aktivitas mikroba rumen pencerna dinding sel akan meningkatkan penyerapan zat-
zat nutrisi lebih baik.
Adanya perlakuan penambahan daun kelor pada pakan membuat
perubahan nilai hematokrit sehingga kemungkinan dapat juga dipengaruhi oleh
faktor perbaikan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schalm (1975) bahwa
nilai hematokrit dapat mengalami perubahan karena pengaruh pakan, sistem
pemeliharaan dan pengendalian penyakit.
Terdapatnya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa
perlakuan dengan pakan tambahan daun kelor memberikan hasil tertinggi terhadap
nilai hematokrit. Penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan nilai hematokrit.
27
Sel Darah Merah
Data pengamatan sel darah merah pada sapi Bali bunting dengan berbagai
perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap sel darah merah sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 3466000 5672000
2 4670000 6612000
3 5672000 7512000
4 6574000 8676000
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 1% (P<0,01).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa pakan
yang diberi penambahan daun kelor dan pakan tanpa daun kelor menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,01) terhadap sel darah merah, dilanjutkan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode I lebih tinggi dari pada periode II, III dan IV.
Keadaan ini dapat dikatakan bahwa pada kelompok sapi yang diberi pakan
tambahan daun kelor mengalami kemudahan dalam mencerna pakan sehingga zat-
zat nutrisi yang diserap oleh tubuh lebih mudah dalam memproses pembentukan
sel darah merah.
Peningkatan jumlah sel darah merah mungkin merupakan akibat langsung
dari perbaikan pakan dan manajemen yaitu tersedianya zat gizi untuk
eritrhropoiesis dalam jumlah yang cukup (Hofbrand dan Pettit, 1987). Faktor lain
yang mungkin mempengaruhi adalah peningkatan kebutuhan oksigen untuk laju
28
metabolisme sehingga akan merangsang erithropoiesis untuk memproses
pembentukan sel darah merah (Frandson, 1996).
Variasi jumlah sel darah merah dapat pula dipengaruhi oleh faktor
fisiologi dan patologis (Schalm, 1975). Hal ini dapat meningkatkan penggunaan
energi dan nutrient untuk pertumbuhan.
Adanya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan
dengan pakan tambahan daun kelor menyebabkan tingginya jumlah sel darah
merah sehingga penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan jumlah sel darah merah. Hal ini
didukung oleh Yasa, dkk (2004) yang menyatakan bahwa pemberian daun kelor
dapat meningkatkan jumlah eritrosit (sel darah merah), hemoglobin, leukosit (sel
darah putih), protein total darah dan nilai hematokrit sapi Bali sehingga
berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.
29
Sel Darah Putih
Data pengamatan sel darah putih pada sapi Bali bunting dengan berbagai
perlakuan dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 7. Nilai rataan pengaruh pemberian daun kelor terhadap sel darah putih sapi bali bunting.
Periode Kontrol Perlakuan
1 5380 7950
2 6040 8330
3 7080 8700
4 7510 9080
Keterangan : Rataan yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Berdasarkan hasil uji rancangan acak lengkap menunjukkan bahwa pakan
yang diberi penambahan daun kelor dan pakan tanpa daun kelor menunjukkan
perbedaan nyata (P<0,05) terhadap sel darah putih, dilanjutkan hasil uji-BNT
menunjukkan bahwa periode I lebih tinggi dari pada periode II, III dan IV.
Keadaan ini dapat dikatakan bahwa pada kelompok sapi yang diberi pakan
tambahan daun kelor mengalami kemudahan dalam mencerna pakan sehingga zat-
zat nutrisi yang diserap oleh tubuh lebih mudah dalam memproses pembentukan
sel darah putih.
Peningkatan jumlah sel darah putih mungkin merupakan akibat langsung
dari perbaikan pakan dan manajemen yaitu tersedianya zat gizi untuk
eritrhropoiesis dalam jumlah yang cukup (Hofbrand dan Pettit, 1987). Faktor lain
yang mungkin mempengaruhi adalah peningkatan kebutuhan oksigen untuk laju
30
metabolisme sehingga akan merangsang erithropoiesis untuk memproses
pembentukan sel darah putih (Frandson, 1996).
Variasi jumlah sel darah putih dapat pula dipengaruhi oleh faktor fisiologi
dan patologis (Schalm, 1975). Hal ini dapat meningkatkan penggunaan energi dan
nutrient untuk pertumbuhan.
Adanya perbedaan nyata pada perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan
dengan pakan tambahan daun kelor menyebabkan tingginya jumlah sel darah
putih sehingga penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian pakan
tambahan berupa daun kelor dapat meningkatkan jumlah sel darah putih. Hal ini
didukung oleh Yasa, dkk (2004) yang menyatakan bahwa pemberian daun kelor
dapat meningkatkan jumlah eritrosit (sel darah merah), hemoglobin, leukosit (sel
darah putih), protein total darah dan nilai hematokrit sapi Bali sehingga
berdampak positif terhadap pertumbuhan ternak.
31
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa :
- Sapi Bali yang diberikan pakan daun kelor mempunyai nilai kadar hemoglobin
dan hematokrit yang meningkat
- Nilai sel darah merah dan sel darah putih pada pakan yang diberikan daun
kelor masih dalam kisaran darah sapi normal.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abidin.Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta
Agustina, D.2006. Pemberian Suplemen Katalitik dan Daun Kelor pada Domba. Tesis. Sekolah Pascarsajana IPB. Bogor.
Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi Kedua. PT Gramedia, Jakarta.
Anonim. 2007. The Merc Veteriner Manual. 5th Ed. Merck and Co. Inc, Rahway, New york.
BAKAR, A.2001. Karakteristik Karkas dan Kualitas Daging Sapi yang Mendapat Pakan Mengandung Daun Kelor, Prosiding Seminar Nasional Puslitbang Peternakan, Balai Penelitian Pengembangan Pertanian , Bogor
Benjamin, M .M dalam Marcelinus V. 1994. Outline o f Veterinary Clinical Pathology. 3 rd Ed. The lowa State University Pres, Lowa.
Dallmann, H.D. and E. M. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Jilid I. Edisi III. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Data Dirjen Peternakan, 2008 Potret Komoditas Daging Sapi. http://docs.geogle.com
Firsonigosa. 2008. Kelor (Moringa oliefera) Tanaman Bermanfaat Berantas Gizi Buruk. http://www. blogster.com. Diakses 20 Mei 2010.
Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Fuller, R., 1999. Probiotics for farm animal. In Gerald W. Tannock, 1999. Probiotics ACritical Review. Horizon Scientific Press, Wymondham, U.K.
Ginting, N. 1984. Gambaran Darah Sapi Frisien Holstein diBogor dan Pontianak. Penyakit Hewan 16 : 2224-227
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Guyton. 1986. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Gadjah Mada University. Press. Yogyakarta.
Hanafi, 2007. Cara Menggemukkan Sapi Potong. http://www.poultry.com diakses tanggal 22 maret 2011.
33
Hikmah, 1994. Pertumnuhan, Jumlah Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Saoi Bali Bunting dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan yang Dipelihara Intensif. (Skripsi) Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang
Hughes, N. C. dan Wickramasinghe, S. N. 1995. Catatan Kuliah Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hoffbrand, A. V. dan J. E. Pettit. 1987. Kapita Selekta Haematologi. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh : I Darmawan. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Marcelinus, V.1994. Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit dan Pertumbuhan Sapi Bali Bunting dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan Yang dipelihara Intensif. (Skripsi) Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Mitruka, B. M. and H.M. Rawnsley. 1981. Clinical Biochemical and Haematological Reference Values in Normal Experimental Animals and Normal Humans 2 nd Ed. Massons Publishin USA Inc. New York.
Martojo, H. 1988. Performans Sapi Bali dan Persilanggannya. Dalam “Seminar Eksport Ternak Potong”. Jakarta.
Moran, J.B. 1978. Growth and Carcass Development of Indonesian Beef Breeds. Dalam “Pros. Sem. Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.
Phillis, J. W. 1976. Veterinary Physiology. Bristol Wright. Scientechnica.
Sarwono.2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjad Mada University Press. Yogyakarta.
Sugeng. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Sarwono. 2001. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.
Swenson, M.J.1984. Dukes Physiologi of Domestic Animals, 10th ed. Ithaca. Cornel University Press.
Trenkle, A and D. N. Marple. 1983. Growt and Development of meat Animal. J. Anim. Sci, 57 : 273-280.
34
Yasa, 2004. Pengaruh Penambahan Daun Kelor pada Sapi Bali. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.
35
36
Lampiran 1. Kadar Hemaglobin Sapi Bali Bunting Yang Diberi Kontrol
No Kadar Hemoglobin KontrolRata-rataI II III IV
1 8 9,4 9,4 10,2 9,252 9,6 9,4 10,2 10,2 9,853 8,8 9,4 9,4 9,4 9,254 7,2 8 9,4 10,2 8,75 7,2 8 9,4 9,4 8,5
Jumlah 40,8 44,2 47,8 49,4 45,55Rata-rata 8,16 8,84 9,56 9,88 9,11
Lampiran 1. Kadar Hemoglobin Sapi Bali Bunting Yang Diberi Perlakuan
No
kadar Hemoglobin yang diberi Perlakuan
Rata-rataI II III IV1 8 9,4 10,2 11,2 9,72 8,8 10,2 11,2 11,8 10,53 8,8 10,2 11,2 11,8 10,54 8 9,4 10,2 11,2 9,75 8,8 10,2 11,2 11,8 10,5
Jumlah 42,4 49,4 54 57,8 50,9Rata-rata 8,48 9,88 10,8 11,56 10,18
37
Lampiran 2. Nilai Hematokrit Sapi Bali Bunting Yang Diberi Kontrol
No Nilai Hematokrit Kontrol Rata-rata I II III IV1 26 29 34 36 31,252 27 30 33 35 31,253 28 31 32 36 31,754 29 30 31 34 315 25 28 36 39 32∑ 135 148 166 180 157,25x 27 29,6 33,2 36 31,45
Lampiran 2. Nilai Hematokrit Sapi Bali Bunting Yang Diberi Perlakuan
No
Nilai Hematokrit yang diberi Perlakuan
Rata-rata
I II III IV1 24 34 43 47 372 27 36 45 43 37,753 30 42 40 54 41,54 29 40 52 56 44,255 26 43 54 52 43,75
Jumlah 136 195 234 252 204,25Rata-rata 27,2 39 46,8 50,4 40,85
38
Lampiran 3 : Nilai Sel Darah Merah Sapi Bali Bunting Yang Diberi Kontrol
NoNilai Sel Darah Merah Kontrol
Rata-rataI II III IV1 3200000 4350000 5380000 6420000 48375002 3350000 4520000 5450000 6550000 49675003 3520000 4820000 5710000 6670000 51800004 3430000 4690000 5870000 6350000 50850005 3830000 4970000 5950000 6880000 5407500
Jumlah 1730000 23350000 28360000 32870000 25477500Rata-rata 3466000 4670000 5672000 6574000 5095500
Lampiran 3 : Nilai Sel Darah Merah Sapi Bali Bunting Yang Diberi Perlakuan
NoNilai Sel Darah Merah yang diberi Perlakuan Rata-rata
I II III IV1 5720000 6450000 7100000 8760000 70075002 5350000 6750000 7720000 8970000 71975003 5850000 6320000 7260000 8350000 69450004 5970000 6720000 7650000 8550000 72225005 5470000 6820000 7830000 8750000 7217500
Jumlah 28360000 33060000 37560000 43380000 35590000Rata-rata 5672000 6612000 7512000 8676000 7118000
39
Lampiran 4: Nilai Sel Darah Putih Sapi Bali Bunting Yang Diberi Kontrol
NONilai Sel Darah Putih Kontrol Rata-rata
I II III IV1 5500 5900 6150 7250 62002 4850 5750 6950 7150 61753 4900 5600 7100 7400 62504 5600 6350 7550 7850 6837,55 6050 6600 7650 7900 7050
Jumlah 26900 30200 35400 37550 32512,5Rata-rata 5380 6040 7080 7510 6502,5
Lampiran 4 : Nilai Sel Darah Putih Sapi Bali Bunting Yang Diberi Perlakuan
No Nilai Sel Darah Putih Yang diberi Perlakuan Rata-rataI II III IV
1 7650 8050 8450 8750 82252 7950 8250 8500 8950 8412,53 7750 8200 8750 9100 84504 8050 8500 8850 9250 8662,55 8350 8650 8950 9350 8825
Jumlah 39750 41650 43500 45400 42575Rata-rata 7950 8330 8700 9080 8515
Lampiran 1. Tabel Anova Kadar Hemoglobin Darah Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
40
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:HB
SourceType III Sum
of Squares DfMean Square F Sig.
Corrected Model 8.854a 3 2.951 5.914 .006
Intercept1659.842 1 1659.842
3.326E3
.000
Kontrol 8.854 3 2.951 5.914 .006
Error 7.984 16 .499
Total 1676.680 20
Corrected Total 16.838 19
a. R Squared = .526 (Adjusted R Squared = .437)
Lampiran 2. Hasil Uji BNT Kadar Hemoglobin Darah Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
41
Multiple Comparisons
HBLSD
(I) Kontrol
(J) Kontrol
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
1 2 -.6800 .44677 .148 -1.6271 .2671
3 -1.4000* .44677 .006 -2.3471 -.4529
4 -1.7200* .44677 .001 -2.6671 -.7729
2 1 .6800 .44677 .148 -.2671 1.6271
3 -.7200 .44677 .127 -1.6671 .2271
4 -1.0400* .44677 .033 -1.9871 -.0929
3 1 1.4000* .44677 .006 .4529 2.3471
2 .7200 .44677 .127 -.2271 1.6671
4 -.3200 .44677 .484 -1.2671 .6271
4 1 1.7200* .44677 .001 .7729 2.6671
2 1.0400* .44677 .033 .0929 1.9871
3 .3200 .44677 .484 -.6271 1.2671
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .499.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 3. Tabel Anova Kadar Hemoglobin Darah Sapi Yang Diberi Perlakuan
42
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:HB
SourceType III Sum of
Squares DfMean Square F Sig.
Corrected Model 26.344a 3 8.781 44.350 .000
Intercept 2072.648 1 2072.648 1.047E4 .000
Perlakuan 26.344 3 8.781 44.350 .000
Error 3.168 16 .198
Total 2102.160 20
Corrected Total 29.512 19
43
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:HB
SourceType III Sum of
Squares DfMean Square F Sig.
Corrected Model 26.344a 3 8.781 44.350 .000
Intercept 2072.648 1 2072.648 1.047E4 .000
Perlakuan 26.344 3 8.781 44.350 .000
Error 3.168 16 .198
Total 2102.160 20
a. R Squared = .893 (Adjusted R Squared = .873)
44
Lampiran 4. Uji BNT Kadar Hemoglobin Darah Sapi Yang Diberi Perlakuan
Multiple Comparisons
HBLSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference
(I-J)Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Periode I Periode II -1.4000* .28142 .000 -1.9966 -.8034
Periode III -2.3200* .28142 .000 -2.9166 -1.7234
Periode IV -3.0800* .28142 .000 -3.6766 -2.4834
Periode II Periode I 1.4000* .28142 .000 .8034 1.9966
Periode III -.9200* .28142 .005 -1.5166 -.3234
Periode IV -1.6800* .28142 .000 -2.2766 -1.0834
Periode III Periode I 2.3200* .28142 .000 1.7234 2.9166
Periode II .9200* .28142 .005 .3234 1.5166
Periode IV -.7600* .28142 .016 -1.3566 -.1634
Periode IV Periode I 3.0800* .28142 .000 2.4834 3.6766
Periode II 1.6800* .28142 .000 1.0834 2.2766
Periode III .7600* .28142 .016 .1634 1.3566
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .198.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
45
Lampiran 5. Tabel Anova Kadar Hematokrit Darah Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Hematokrit
SourceType III Sum of
Squares DfMean
Square F Sig.
Corrected Model 234.950a 3 78.317 28.479 .000
Intercept 19782.050 1 19782.050 7.193E3 .000
Kontrol 234.950 3 78.317 28.479 .000
Error 44.000 16 2.750
Total 20061.000 20
Corrected Total 278.950 19
a. R Squared = .842 (Adjusted R Squared = .813)
Lampiran 6. Hasil Uji BNT Kadar Hematokrit Darah Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
46
Multiple Comparisons
HematokritLSD
(I) Kontrol (J) Kontrol
Mean Difference (I-
J)Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Periode I Periode II -2.6000* 1.04881 .025 -4.8234 -.3766
Periode III -6.2000* 1.04881 .000 -8.4234 -3.9766
Periode IV -9.0000* 1.04881 .000 -11.2234 -6.7766
Periode II Periode I 2.6000* 1.04881 .025 .3766 4.8234
Periode III -3.6000* 1.04881 .003 -5.8234 -1.3766
Periode IV -6.4000* 1.04881 .000 -8.6234 -4.1766
Periode III Periode I 6.2000* 1.04881 .000 3.9766 8.4234
Periode II 3.6000* 1.04881 .003 1.3766 5.8234
Periode IV -2.8000* 1.04881 .017 -5.0234 -.5766
Periode IV Periode I 9.0000* 1.04881 .000 6.7766 11.2234
Periode II 6.4000* 1.04881 .000 4.1766 8.6234
Periode III 2.8000* 1.04881 .017 .5766 5.0234
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.750.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 7. Tabel Anova Kadar Hematokrit Darah Sapi Yang Diberi Perlakuan
47
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Hematokrit
SourceType III Sum
of Squares DfMean Square F Sig.
Corrected Model 1581.750a 3 527.250 24.900 .000
Intercept 33374.450 1 33374.450 1.576E3 .000
Perlakuan 1581.750 3 527.250 24.900 .000
Error 338.800 16 21.175
Total 35295.000 20
Corrected Total 1920.550 19
a. R Squared = .824 (Adjusted R Squared = .791)
Lampiran 8. Hasil Uji BNT Kadar Hematokrit Darah Sapi Yang Diberi Perlakuan
48
Multiple Comparisons
Dependent Variable:Hematokrit
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
LSD Periode I Periode II -11.8000* 2.91033 .001 -17.9696 -5.6304
Periode III -19.6000* 2.91033 .000 -25.7696 -13.4304
Periode IV -23.2000* 2.91033 .000 -29.3696 -17.0304
Periode II Periode I 11.8000* 2.91033 .001 5.6304 17.9696
Periode III -7.8000* 2.91033 .016 -13.9696 -1.6304
Periode IV -11.4000* 2.91033 .001 -17.5696 -5.2304
Periode III Periode I 19.6000* 2.91033 .000 13.4304 25.7696
Periode II 7.8000* 2.91033 .016 1.6304 13.9696
Periode IV -3.6000 2.91033 .234 -9.7696 2.5696
Periode IV Periode I 23.2000* 2.91033 .000 17.0304 29.3696
Periode II 11.4000* 2.91033 .001 5.2304 17.5696
Periode III 3.6000 2.91033 .234 -2.5696 9.7696
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 21.175.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
49
Lampiran 9. Tabel Anova Jumlah Sel Darah Merah Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SDM
SourceType III Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.677E7a 3 8924391.667 160.706 .000
Intercept 5.193E8 1 5.193E8 9.351E3 .000
Kontrol 2.677E7 3 8924391.667 160.706 .000
Error 888520.000 16 55532.500
Total 5.469E8 20
Corrected Total 2.766E7 19
a. R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .962)
Lampiran 10. Hasil Uji BNT Jumah Sel Darah Merah Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
50
Multiple Comparisons
Dependent Variable:SDM
(I) Kontrol
(J) Kontrol
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
99% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
LSD Periode I Periode II
-1204.0000* 1.49040E2 .000 -1639.3141 -768.6859
Periode III
-2206.0000* 1.49040E2 .000 -2641.3141 -1770.6859
Periode IV
-3108.0000* 1.49040E2 .000 -3543.3141 -2672.6859
Periode II
Periode I 1204.0000* 1.49040E2 .000 768.6859 1639.3141
Periode III
-1002.0000* 1.49040E2 .000 -1437.3141 -566.6859
Periode IV
-1904.0000* 1.49040E2 .000 -2339.3141 -1468.6859
Periode III
Periode I 2206.0000* 1.49040E2 .000 1770.6859 2641.3141
Periode II
1002.0000* 1.49040E2 .000 566.6859 1437.3141
Periode IV
-902.0000* 1.49040E2 .000 -1337.3141 -466.6859
Periode IV
Periode I 3108.0000* 1.49040E2 .000 2672.6859 3543.3141
Periode II
1904.0000* 1.49040E2 .000 1468.6859 2339.3141
Periode III
902.0000* 1.49040E2 .000 466.6859 1337.3141
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 55532.500.
*. The mean difference is significant at the .01 level.
Lampiran 11. Tabel Anova Jumlah Sel Darah Merah Sapi Yang Diberi Perlakuan
51
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SDM
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.465E7a 3 8215920.000 122.791 .000
Intercept 1.013E9 1 1.013E9 1.514E4 .000
Perlakuan 2.465E7 3 8215920.000 122.791 .000
Error 1070560.000 16 66910.000
Total 1.039E9 20
Corrected Total 2.572E7 19
a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .951)
Lampiran 12. Hasil Uji BNT Sel Darah Merah Sapi Yang Diberi Perlakuan
52
Multiple Comparisons
SDMLSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Periode I Periode II -940.0000* 1.63597E2 .000 -1286.8103 -593.1897
Periode III -1840.0000* 1.63597E2 .000 -2186.8103 -1493.1897
Periode IV -3004.0000* 1.63597E2 .000 -3350.8103 -2657.1897
Periode II Periode I 940.0000* 1.63597E2 .000 593.1897 1286.8103
Periode III -900.0000* 1.63597E2 .000 -1246.8103 -553.1897
Periode IV -2064.0000* 1.63597E2 .000 -2410.8103 -1717.1897
Periode III Periode I 1840.0000* 1.63597E2 .000 1493.1897 2186.8103
Periode II 900.0000* 1.63597E2 .000 553.1897 1246.8103
Periode IV -1164.0000* 1.63597E2 .000 -1510.8103 -817.1897
Periode IV Periode I 3004.0000* 1.63597E2 .000 2657.1897 3350.8103
Periode II 2064.0000* 1.63597E2 .000 1717.1897 2410.8103
Periode III 1164.0000* 1.63597E2 .000 817.1897 1510.8103
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 66910.000.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 13. Tabel Anova Jumlah Sel Darah Putih Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
53
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SDP
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.411E7a 3 4704125.000 20.706 .000
Intercept 8.457E8 1 8.457E8 3.722E3 .000
Kontrol 1.411E7 3 4704125.000 20.706 .000
Error 3635000.000 16 227187.500
Total 8.634E8 20
Corrected Total 1.775E7 19
a. R Squared = .795 (Adjusted R Squared = .757)
Lampiran 14. Hasil Uji BNT Sel Darah Putih Sapi Yang Tidak Diberi Perlakuan (Kontrol)
54
Multiple Comparisons
SDPLSD
(I) Kontrol (J) KontrolMean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Periode I Periode II -660.0000* 3.01455E2 .044 -1299.0556 -20.9444
Periode III -1700.0000* 3.01455E2 .000 -2339.0556 -1060.9444
Peiode IV -2130.0000* 3.01455E2 .000 -2769.0556 -1490.9444
Periode II Periode I 660.0000* 3.01455E2 .044 20.9444 1299.0556
Periode III -1040.0000* 3.01455E2 .003 -1679.0556 -400.9444
Peiode IV -1470.0000* 3.01455E2 .000 -2109.0556 -830.9444
Periode III Periode I 1700.0000* 3.01455E2 .000 1060.9444 2339.0556
Periode II 1040.0000* 3.01455E2 .003 400.9444 1679.0556
Peiode IV -430.0000 3.01455E2 .173 -1069.0556 209.0556
Peiode IV Periode I 2130.0000* 3.01455E2 .000 1490.9444 2769.0556
Periode II 1470.0000* 3.01455E2 .000 830.9444 2109.0556
Periode III 430.0000 3.01455E2 .173 -209.0556 1069.0556
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 227187.500.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 15. Tabel Anova Jumlah Sel Darah Putih Sapi Yang Diberi Perlakuan
55
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SDP
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.534E6a 3 1178166.667 19.822 .000
Intercept 1.450E9 1 1.450E9 2.440E4 .000
Perlakuan 3534500.000 3 1178166.667 19.822 .000
Error 951000.000 16 59437.500
Total 1.455E9 20
Corrected Total 4485500.000 19
56
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:SDP
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.534E6a 3 1178166.667 19.822 .000
Intercept 1.450E9 1 1.450E9 2.440E4 .000
Perlakuan 3534500.000 3 1178166.667 19.822 .000
Error 951000.000 16 59437.500
Total 1.455E9 20
a. R Squared = .788 (Adjusted R Squared = .748)
57
Lampiran 16 . Hasil Uji BNT Sel Darah Putih Sapi Yang Diberi Perlakuan
Multiple Comparisons
SDPLSD
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Periode I Periode II -380.0000* 1.54191E2 .025 -706.8712 -53.1288
Periode III -750.0000* 1.54191E2 .000 -1076.8712 -423.1288
Periode IV -1130.0000* 1.54191E2 .000 -1456.8712 -803.1288
Periode II Periode I 380.0000* 1.54191E2 .025 53.1288 706.8712
Periode III -370.0000* 1.54191E2 .029 -696.8712 -43.1288
Periode IV -750.0000* 1.54191E2 .000 -1076.8712 -423.1288
Periode III Periode I 750.0000* 1.54191E2 .000 423.1288 1076.8712
Periode II 370.0000* 1.54191E2 .029 43.1288 696.8712
Periode IV -380.0000* 1.54191E2 .025 -706.8712 -53.1288
Periode IV Periode I 1130.0000* 1.54191E2 .000 803.1288 1456.8712
Periode II 750.0000* 1.54191E2 .000 423.1288 1076.8712
Periode III 380.0000* 1.54191E2 .025 53.1288 706.8712
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 59437.500.
*. The mean difference is significant at the .05 level.
58
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Daun Kelor (Moringa Oliefera) Terhadap Status Hematologi pada Sapi Bali Bunting
Bidang Penelitian : Fisiologi TernakPeneliti
Nama : Muh Yusuf MalleNo. Pokok : I 111 06 014Jurusan : Produksi TernakTempat Penelitian : Kelurahan Tanah Loe, Kecamatan Pajjukukang,
Kabupaten Bantaeng dan Laboratorium Fisiologi Ternak, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Komisi PembimbingNo Nama/Nip Status Tanda
59
Pembimbing Tangan1. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc
Nip. 19540505 198103 1 010Pembimbing
Utama
2. Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya DEA, DES Nip. 19570129 198003 1 001
Pembimbing Anggota
Makassar, April 2011MengetahuiPembimbing Peneliti
Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc. Muh Yusuf MalleNip. 130 906 973 I 111 06 014
Diketahui oleh Telah disetujui olehKetua Jurusan Produksi Ternak Panitia Seminar Hasil
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. Ir. Johana C. Likadja, MSNip. 19641231 198903 1 025 Nip. 19480224 197509 2 001
60