67
KANDUNGAN POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON (PAH) DI WILAYAH PERAIRAN TELUK DORERI MANOKWARI SKRIPSI FITRIYANTI JUMAETRI SAMI SKRIP JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2009

Documenthc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penentuan hidrokarbon dengan gc

Citation preview

Page 1: Documenthc

KANDUNGAN POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON

(PAH) DI WILAYAH PERAIRAN TELUK DORERI

MANOKWARI

SKRIPSI

FITRIYANTI JUMAETRI SAMI

SKRIP

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PAPUA

MANOKWARI

2009

Page 2: Documenthc

ABSTRAK

Fitriyanti Jumaetri Sami. Kandungan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di

Wilayah Perairan Teluk Doreri Manokwari, di bawah bimbingan Achmad Taher

dan Markus H. Langsa.

Penelitian kandungan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) pada air dan

sedimen dilakukan di beberapa lokasi perairan Teluk Doreri Manokwari.

Kandungan PAH ditentukan dengan menggunakan Kromatografi Gas detektor

FID. Hasil penelitian menunjukkan terdapat senyawa-senyawa PAH yaitu Me-

naphthalene, acenaphthylene, acenaphthalene, fluorene, phenanthrene, anthracene,

fluoranthene, pyrene, benzo-A-anthracene, chrysene, dan benzo-B-fluorantene.

Total PAH pada air stasiun A (Galangan Kapal AL) sebesar 0.0396 ppb, stasiun B

(Pelabuhan Perikanan Sanggeng) sebesar 0.0058 ppb, stasiun C (Pelabuhan Pelni)

sebesar 0.5055 ppb. Sedangkan pada sedimen diperoleh total PAH stasiun A

(Galangan Kapal AL) sebesar 3.9817 ppb, stasiun B (Pelabuhan Perikanan

Sanggeng) sebesar 2.1919 ppb, stasiun C (Pelabuhan Pelni) sebesar 5.8821 ppb

dan pada stasiun D (Belakang Pulau Lemon) tidak ditemukan senyawa PAH baik

pada air maupun sedimen. Analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan

yang sangat erat antara kandungan PAH dalam air dan sedimen, dimana

kandungan PAH dalam air sangat berkontribusi terhadap kandungan PAH dalam

sedimen. Selain itu terdapat keterkaitan asal sumber pencemar pada sedimen dari

masing – masing stasiun.

Page 3: Documenthc

KANDUNGAN POLISIKLIK AROMATIK HIDROKARBON

(PAH) DI WILAYAH PERAIRAN TELUK DORERI

MANOKWARI

FITRIYANTI JUMAETRI SAMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains dari Universitas Negeri Papua

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PAPUA

MANOKWARI

2009

Page 4: Documenthc

LEMBAR PERSEMBAHAN

Nilai tidak selamanya menggambarkan keberhasilan dimasa mendatang. Yang membuat seseorang akan tetap berhasil adalah niat, kemauan, dan rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan

Jika menghadapi rintangan, janganlah pernah mengeluh, Jika mengalami kesulitan, janganlah larut dalam kesedihan Tetapi tetaplah bersyukur, berdoa, dan berilah kepercayaan hanya kepada Dia Sang Khalik Karena Dialah yang akan memberi kekuatan untuk mengatasi segala cobaan dan menjadikan kita sebagai pemenang …..

Mengiringi kebahagiaan dan rasa syukur, secara khusus penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan tulisan ini kepada Ayahanda (Moh. Ola Sami) dan Ibunda (Mislina) atas segala doa, pengorbanan dan kesetiaan yang tulus dalam menanti keberhasilan penulis. Tak lupa kepada saudara-saudaraku (Kak Hendra dan Fitra) juga kepada segenap keluarga besar yang telah membantu baik moril maupun material.

Dialah Allah yang telah menjadikan sesuatu indah pada waktunya ……..

Page 5: Documenthc

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kandungan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di

Wilayah Perairan Teluk Doreri Manokwari

Nama : Fitriyanti Jumaetri Sami

NIM : 200439008

Jurusan : Kimia

Program Studi : Kimia

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Achmad Taher, S.Si, M.Si Markus H. Langsa, S.Si, M.Sc

Diketahui,

Ketua Jurusan Kimia Dekan Fakultas MIPA

Dra. Apriani Sulu Parubak, M.Si Ir. Benidiktus Tanujaya, M.Si

Tanggal Lulus : 18 Februari 2009

Page 6: Documenthc

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya yang

senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Kandungan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Wilayah Perairan

Teluk Doreri Manokwari”. Tak lupa sholawat serta salam semoga tetap tercurah

kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir

jaman.

Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)

pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Papua. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Achmad Taher, S.Si, M.Si dan Markus H. Langsa S.Si, M.Sc

selaku pembimbing yang telah mengarahkan dengan penuh kesabaran,

mencurahkan waktu dan pikiran serta bimbingan moril hingga selesainya skripsi

ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dra. Khosanah

Munawir selaku teknisi di Laboratorium LIPI Jakarta yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian. Selain itu kepada teman-teman seangkatan Chem 04

(Maris, Christoffel, Nur, Lince, Sari, Harni, Lidia, Tiwi, Lila, Putut, Bayu, Ani,

Selvi, Siska, Fajar), Chem 03 (K Kino, Mas Eko, K Arsyad, K Ludia) dan

SeHMJ-Kimia atas bantuan dan kebersamaannya yang sudah terjalin selama ini.

Tak lupa buat teman-temanku Hendra, Nahor, Sensil, Risman, Chris, Amelian,

Lissa, Fatimah, Wanda, Muji, Ratna, dan K Hony atas segala motivasi, doa dan

saran-sarannya.

Secara khusus kebanggaan dan kebahagiaan yang tulus penulis

persembahkan kepada keluarga tercinta Ayahanda dan Ibunda serta saudara-

saudaraku, thank you for always encouraged me to study hard and follow my

dreams, always believing me, and do to make me feel better on tough days. Juga

kepada keluarga besar Ashari Ratoe, om Komaruddin, om Ahmad, keluarga

Sukimin, dan keluarga Bambang Setiawan yang selalu memberi motivasi kepada

penulis serta doa yang dipanjatkan.

Page 7: Documenthc

Semoga Allah SWT meridhoi kita semua. Akhir kata tak ada sesuatu yang

sempurna, kesempurnaan hanyalah milik-Nya begitu juga dengan skripsi ini. Oleh

karena itu dengan segala kerendahan hati semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang memerlukannya. Amin.

Manokwari, Februari 2009

Fitriyanti J. Sami

Page 8: Documenthc

RIWAYAT HIDUP

Fitriyanti Jumaetri Sami, dilahirkan di Manokwari pada tanggal 3 Juni 1986.

Anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Moh. Ola Sami dan Mislina.

Penulis memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD N 01 Amban

Manokwari (1992-1998). Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama penulis tempuh pada

tahun (1998-2001) di SLTP N 01 Manokwari. Pada tahun 2001 penulis

melanjutkan pendidikannya ke SMU N 01 Manokwari dan selesai tahun 2004.

Setelah itu pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas

Negeri Papua masuk melalui jalur SESAMA pada Jurusan Kimia. Selama kuliah

Penulis pernah mengikuti Loka Karya Pemberdayaan Minyak Atsiri sebagai

peserta pada tahun 2006. Pada semester VII penulis melaksanakan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) di PT. Coca-cola Bottling Indonesia Southern Sulawesi

Makassar. Organisasi yang pernah diikuti penulis selama kuliah yakni pada Unit

Kegiatan Mahasiswa-Forum Komunikasi Mahasiswa Islam (UKM-FKMI),

Himpunan Mahasiswa Jurusan Kimia (HMJ-Kimia), serta penulis aktif sebagai

asisten praktikum Kimia baik pada mahasiswa MIPA maupun pada mahasiswa

Fakultas lain (jenjang D3 dan S1).

Page 9: Documenthc

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................

DAFTAR GAMBAR …………………………....……………………...

DAFTAR TABEL ....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………....………....

I PENDAHULUAN …………………………………………………….

1.1 Latar Belakang ………………...………………………………..

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………. ......

1.3 Tujuan dan Manfaat ……………...…………………….………

II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

2.1 Perairan Laut dan Deskripsi Perairan Teluk Doreri .....................

2.2 Pencemaran Air Laut ...................................................................

2.2.1 Sumber Pencemar ...............................................................

2.2.2 Bahan Pencemar ..................................................................

2.2.2.1 Polutan Tak Toksik .................................................

2.2.2.2 Polutan Toksik ........................................................

2.3 Minyak Bumi dan Hidrokarbon ...................................................

2.4 Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) .....................................

2.5 Sumber Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Laut ...........

2.6 Kromatografi Gas (KG) ...............................................................

viii

x

xi

xii

1

1

2

3

4

4

5

5

6

6

7

8

10

12

13

III METODE PENELITIAN .................................................................... 15

3.1 Waktu dan Tempat ………………….…………………………..

3.2 Bahan dan Alat ……………………….…………………………

3.3 Prosedur Penelitian ………………….………………………….

3.3.1 Pengambilan dan Preparasi Sampel ………………………

3.3.2 Penentuan Kadar Air …………………….………………..

3.3.3 Ekstraksi …………………………………………………..

3.3.4 Pembersihan Ekstrak dengan Metode Kolom

Kromatografi .......................................................................

3.3.5 Fraksionasi dengan Metode Kolom Kromatografi ..............

3.3.6 Analisis PAH dengan Kromatografi Gas ............................

3.3.7 Analisis Data .......................................................................

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................

4.1 Kandungan PAH pada Air ...........................................................

4.2 Kandungan PAH pada Sedimen ...................................................

4.3 Korelasi Kandungan PAH dalam Air dan Sedimen .....................

15

15

15

15

16

16

17

17

18

18

19

20

23

28

Page 10: Documenthc

ix

V PENUTUP ............................................................................................

5.1 Kesimpulan ..................................................................................

5.2 Saran .............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….…….....

LAMPIRAN .............................................................................................

30

30

30

31

33

Page 11: Documenthc

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Bagan Kromatografi Gas .....................................................................

4.1 Penyebaran Jenis-jenis PAH pada Air dari Keempat Stasiun ...................

4.2 Penyebaran Jenis-jenis PAH pada Sedimen dari Keempat

Stasiun ..................................................................................................

4.3 Perbandingan Antara Fluor/Pyr pada Sedimen Setiap

Stasiun ..................................................................................................

4.4 Korelasi Air dan Sedimen pada Ketiga Stasiun ...................................

14

21

25

27

29

Page 12: Documenthc

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Fraksi Minyak Bumi ……..……..........……………………................

2.2 Beberapa Jenis PAH dan Berat Molekulnya ........................................

2.3 Estimasi Tumpahan Senyawa Hidrokarbon Minyak Bumi ke

Lingkungan Laut …....…………………..……....................................

4.1 Parameter Sekunder Air .......................................................................

4.2 Kandungan PAH pada Air ...................................................................

4.3 Kandungan PAH pada Sedimen ...........................................................

4.4 Kadar Air pada Sedimen ......................................................................

4.5 Kandungan PAH pada Air Berdasarkan Jumlah Cincin Aromatik.......

4.6 Kandungan PAH pada Sedimen Berdasarkan Jumlah Cincin

Aromatik ..............................................................................................

10

11

13

19

20

23

26

28

28

Page 13: Documenthc

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram Alir Sampel Air ….........………………………......................

2 Diagram Alir Sampel Sedimen ..............................................................

3 Baku Mutu Air Laut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

No. 51/2004 ......................................................................................

4 Struktur Molekul Jenis-jenis PAH .........................................................

5 Lokasi Pengambilan Sampel ...……………………...………................

6 Kromatogram Standar PAH pada Air ………….…………..….............

7 Kromatogram Air Stasiun A ....………...…………...............................

8 Kromatogram Air Stasiun B ……………...…………...........................

9 Kromatogram Air Stasiun C …………...….........……..........................

10 Kromatogram Air Stasiun D ..………………………...........................

11 Kromatogram Standar PAH pada Sedimen ..........................................

12 Kromatogram Sedimen Stasiun A .........................................................

13 Kromatogram Sedimen Stasiun B .........................................................

14 Kromatogram Sedimen Stasiun C .........................................................

15 Kromatogram Sedimen Stasiun D .........................................................

16 Penentuan Kadar PAH pada Air ...........................................................

17 Penentuan Kadar PAH pada Sedimen ...................................................

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

46

47

48

49

50

52

Page 14: Documenthc

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi kimia merupakan salah satu konsekuensi dari

kemajuan teknologi saat ini, dimana perkembangan tersebut mengakibatkan

meningkatnya produksi dan penggunaan bahan-bahan kimia untuk keperluan

manusia. Penggunaan bahan kimia dan bahan bakar minyak untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat semakin meluas dan meningkat di berbagai bidang

diantaranya di bidang perindustrian, pertanian, pertambangan dan pelayaran.

Kenyataan ini menyebabkan emisi sejumlah besar bahan kimia beracun ke

lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan ekspos bahan-bahan kimia ini ke

tubuh manusia dan ekosistem yang ada di dalamnya (Sastrawijaya, 1991).

Salah satu kontaminan lingkungan yang penting dan termasuk dalam

kelompok bahan kimia beracun adalah Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH).

PAH merupakan komponen organik yang mengandung lebih dari satu cincin

aromatik dalam satu molekul hidrokarbon (Effendi, 2003). Senyawa ini dapat

dijumpai di hampir seluruh kompartemen lingkungan, mulai dari udara, danau,

lautan, tanah, sedimen dan biota. PAH masuk ke lingkungan perairan lebih

banyak disebabkan oleh aktivitas manusia, diantaranya proses industri,

transportasi, buangan aktivitas manusia di daratan melalui muara sungai, serta

dapat pula berasal dari darat tetapi melalui udara (Law, et al., 1997). Penelitian

dan penyelidikan mengenai PAH di lingkungan akuatik merupakan proses yang

sangat penting untuk menentukan kualitas suatu lingkungan melalui penentuan

status kontaminannya dan kemungkinan pengaruhnya terhadap suatu ekosistem.

Dikarenakan sifatnya yang beracun, tahan lama, dan karsinogenik, maka

sumber dan distribusi PAH dalam suatu wilayah telah menjadi perhatian/kajian

utama penelitian dan penyelidikan, baik di wilayah perairan, sedimen bawah air,

tanah maupun udara. Sifat PAH bervariasi mulai dari yang bersifat mudah

menguap hingga tak mudah menguap (Effendi, 2003). Menurut Maskaoui, et al.,

(2001) senyawa ini pada perairan laut ditemukan dalam bentuk minyak

Page 15: Documenthc

2

mengapung, emulsi dan fraksi terendap di dasar perairan serta dapat berinteraksi

dengan partikel lain sehingga bersifat persisten terhadap lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Wilayah perairan yang dijadikan sebagai tempat galangan kapal, pelabuhan

perikanan dan pelabuhan transportasi laut (PELNI) merupakan bagian dari

perairan Manokwari yang merupakan pusat aktivitas industri galangan kapal,

pelabuhan perikanan tangkap nelayan dan pelabuhan laut baik untuk kapal

domestik nasional ataupun antar pulau di Papua. Pemanfaatan wilayah perairan

tersebut sangat ekonomis untuk dikembangkan, namun di lain pihak dapat

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan daerah pesisir laut tersebut.

Jika hal ini terjadi terus-menerus tidak hanya berdampak pada menurunnya

kualitas perairan pesisir, namun juga akan menyebabkan turunnya fungsi dan

peranan perairan sebagai suatu ekosistem. Penelitian di beberapa lokasi yang

sama oleh Wiyono (2008), mendapati adanya kandungan hidrokarbon dalam

sedimen berupa hidrokarbon alifatik dan alisiklik. Hingga saat ini kandungan dan

penyebaran senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon di perairan tersebut belum

di ketahui. Dengan dimasukkannya PAH sebagai salah satu parameter penentu

kualitas air laut, baik untuk keperluan perairan pelabuhan, wisata bahari dan biota

laut oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Nomor 51

Tahun 2004, maka perlu adanya pemantauan terhadap keberadaan PAH di

perairan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh

gambaran tentang jenis dan kandungan PAH di beberapa lokasi perairan Teluk

Doreri diantaranya Galangan Kapal, Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Pelni dan

perairan belakang Pulau Lemon. Metode analisis yang cukup akurat untuk

menentukan jenis dan kadar PAH adalah dengan menggunakan Kromatografi Gas

(KG).

Page 16: Documenthc

3

1.3 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan kandungan polisiklik

aromatik hidrokarbon (PAH) pada air dan sedimen di perairan Galangan Kapal,

Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Pelni dan perairan belakang Pulau Lemon.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah bagi

masyarakat dan pemerintah daerah serta sebagai data dasar bagi penelitian

selanjutnya mengenai keberadaan PAH di lokasi-lokasi tersebut dan perairan

Teluk Doreri pada umumnya.

Page 17: Documenthc

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perairan Laut dan Deskripsi Perairan Teluk Doreri

Perairan berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas

tinggi dapat bercampur dengan air tawar (Sastrawijaya, 1991). Kombinasi

pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang

khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain 1). tempat

bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan menyebabkan

suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika

lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya. 2). pencampuran kedua

macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak

sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3). perubahan yang terjadi

akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian

secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4). tingkat kadar garam di

daerah tergantung pada pasang surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-

arus lain, serta topografi daerah muara sungai tersebut.

Aktivitas yang ada dalam rangka memanfaatkan potensi yang terkandung di

wilayah pesisir, seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang

pemanfaatan sumberdaya tersebut justru menurunkan atau merusak potensi yang

ada. Hal ini karena aktivitas-aktivitas tersebut, baik secara langsung maupun tidak

langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir, melalui

perubahan lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, adanya limbah

buangan baik dari pemukiman maupun aktivitas industri, walaupun limbah ini

mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem

pesisir di atas, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya.

Teluk Doreri telah dikenal sebagai pintu masuk kota Manokwari melalui

laut. Teluk ini letaknya cukup strategis yang dibatasi oleh tanjung Arowi

disebelah utara yang terletak pada 0o52

’18.03

’’ Lintang Utara dan 134

o08

’00.63

’’

Bujur Timur. Sebelah selatan dibatasi oleh tanjung Warkapi pada posisi geografis

1o01

’48.32

’’ Lintang Utara dan 134

o04

’14.62

’’ Bujur Timur. Sebelah barat

berbatasan dengan wilayah darat Manokwari dan sebelah timur berbatasan dengan

Page 18: Documenthc

5

laut pasifik dan perairan Taman Nasional Teluk Cendrawasih (Pattiselanno,

2007).

Di seluruh pantai Barat Manokwari sampai teluk Wandama, cuaca dapat

berubah pada bulan Mei dan Juni ketika angin tenggara dari tanjung Sawaibu.

Pada mulanya angin bertiup tidak kencang (sedang), kemudian kuat, tetapi sedikit

gelombang terutama pada bulan Desember. Teluk Doreri merupakan perairan

pantai yang memiliki karakteristik khas karena terlindung oleh pulau Mansinam

dan pulau Lemon sehingga tidak berhubungan langsung dengan laut lepas.

Kondisi ini menyebabkan keadaan perairannya cenderung tidak didominasi oleh

pengaruh gelombang dan arus laut yang kuat. Dengan adanya pengaruh

gelombang dan arus laut, padatan tersuspensi menjadi tidak stabil sehingga akan

terjadi proses transpor yang mengakibatkan terjadinya pengendapan (Zein, dkk.,

2005).

Teluk Doreri dan pulau Mansinam yang berbukit adalah bagian pantai yang

penting untuk pelayaran umum. Di belakang pulau Mansinam terdapat Pelabuhan

Manokwari yang merupakan tempat berlabuh yang sedikit terlindung dari arus

dan angin dengan kedalaman 30 – 40 m dengan kedalaman sepanjang dermaga

pada saat air surut rata-rata adalah 41 m. Hasil analisis Suhaemi (2006)

menunjukkan bahwa, pola sirkulasi arus dalam sistem teluk Doreri mengikuti pola

elevasi muka laut, dimana sirkulasi arus bergerak dengan kecepatan tertinggi

dicapai pada saat massa air bergerak menuju pasang purnama dengan kecepatan

maksimum mencapai 0.22 m/s.

2.2 Pencemaran Air Laut

Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau

komponen lainnya ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu.

Kualitas air yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna

(Rukaesih, 2004). Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya

melalui atmosfer, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan pertokoan,

pembuangan limbah industri dan sebagainya.

Page 19: Documenthc

6

2.2.1 Sumber Pencemar

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source)

atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar point source

misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri.

Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal, efek yang ditimbulkan

dapat ditentukan berdasarkan karateristik spasial kualitas air.

Sumber pencemar non-point source dapat berupa point source dalam jumlah

yang banyak. Misalnya limpasan dari daerah pertanian yang mengandung

pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), dan limpasan

dari daerah perkantoran.

2.2.2 Bahan Pencemar (Polutan)

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam

atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan

ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2003).

Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan (misalnya badan air), polutan

dibagi atas dua kelompok, yaitu polutan alamiah misalnya akibat letusan gunung

berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang

memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan.

Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat

manusia, misalnya kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat

dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya

polutan tersebut. Berdasarkan sifat toksiknya, polutan/pencemar dibedakan

menjadi dua yaitu polutan tak toksik dan polutan toksik.

2.2.2.1 Polutan tak Toksik

Polutan/pencemar tak toksik biasanya telah berada pada ekosistem secara

alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang

berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui

perubahan proses fisika-kimia perairan. Polutan tak toksik terdiri atas bahan-

bahan tersuspensi dan nutrien. Bahan tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika

perairan antara lain meningkatkan kekeruhan sehingga menghambat penetrasi

Page 20: Documenthc

7

cahaya matahari. Dengan demikian intensitas cahaya matahari pada air menjadi

lebih kecil dari intensitas yang dibutuhkan untuk melangsungkan proses

fotosintesis. Keberadaan nutrien/unsur hara yang berlebihan dapat memacu

terjadinya eutrofikasi perairan dan dapat memacu pertumbuhan mikroalga dan

tumbuhan air secara pesat (blooming) yang selanjutnya dapat mengganggu

kesetimbangan ekosistem akuatik secara keseluruhan.

2.2.2.2 Polutan Toksik

Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian maupun bukan kematian,

misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi

berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini biasanya berupa bahan-bahan yang

bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan lainnya. Polutan

berupa bahan yang bukan alami ini dikenal dengan istilah xenobiotik (polutan

artificial), yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia.

Polutan yang berupa bahan-bahan kimia bersifat stabil dan tidak mudah

mengalami degradasi sehingga bersifat persisten di alam dalam kurun waktu yang

lama, polutan ini disebut rekalsitran. Mason dalam effendi, (2003)

mengelompokkan pencemar toksik sebagai berikut : logam (metals), meliputi

timbal, kadmium, timah, tembaga, dan merkuri. Logam berat diartikan sebagai

logam dengan nomor atom >20, tidak termasuk logam alkali, alkali tanah,

lantanida dan aktinida. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin,

herbisida, PCB (polychlorinated biphenil), hidrokarbon alifatik berklor,

hidrokarbon petroleum, aromatik polinuklir dan sebagainya. Gas, misalnya klorin

dan amonia. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat.

Bintoro, (1998) menyatakan bahwa setelah memasuki perairan pesisir dan

laut sifat bahan pencemar ditentukan oleh beberapa faktor atau beberapa jalur

dengan kemungkinan perjalanan bahan pencemar sebagai berikut :

1. Terencerkan dan tersebar oleh adukan turbulensi dan arus laut

2. Dipekatkan melalui proses biologis dengan cara diserap ikan, plankton nabati

atau oleh ganggang laut bentik biota ini pada gilirannya dimakan oleh

mangsanya, dan melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara absorpsi,

Page 21: Documenthc

8

pengendapan, pertukaran ion dan kemudian bahan pencemar itu akan

mengendap di dasar perairan

3. Terbawa langsung oleh arus dan biota.

Menurut Rao dalam Effendi (2003), secara garis besar sumber pencemar di

perairan dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu, limbah yang

mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste),

limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit (disease causing agents),

senyawa organik sintesis, nutrien tumbuhan, senyawa anorganik dan mineral,

sedimen, radioaktif, panas (thermal discharge), dan minyak. Bahan pencemar

yang masuk ke dalam badan air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa

jenis pencemar yang saling berinteraksi. Komposisi limbah organik ada beberapa

yaitu, lemak, selulosa, protein, asam amino, lignin dan sebagainya. Selain jenis-

jenis bahan organik tersebut, limbah organik juga mengandung bahan-bahan

organik sintesis yang toksik. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik

terhadap organisme akuatik adalah pestisida, surfaktan, PCB, polisiklik aromatik

hidrokarbon (PAH) dan fenol. Berbeda dengan limbah organik alami yang relatif

mudah diuraikan secara biologis, senyawa organik sintesis pada umumnya tidak

dapat diuraikan secara biologis. Senyawa organik sintesis juga bersifat persisten

atau bertahan dalam waktu yang lama di dalam badan air serta bersifat kumulatif.

2.3 Minyak Bumi dan Hidrokarbon

Kehidupan manusia di zaman modern ini tidak dapat dibayangkan tanpa

minyak bumi. Dewasa ini minyak bumi, termasuk gas alam merupakan sumber

utama energi dunia (meliputi 65.5% dari konsumsi energi dunia), disusul oleh

batubara (23.5%), tenaga air (6%) serta sumber-sumber lainnya. Menurut

Soepanan, (2002) minyak bumi adalah suatu campuran kompleks yang terjadi

secara alamiah yang terutama terdiri dari senyawa hidrokarbon dan senyawa-

senyawa lainnya seperti belerang, nitrogen dan oksigen. Minyak bumi terbentuk

dari pelapukan tumbuhan, hewan, dan jasad-jasad renik yang tertimbun di dalam

lapisan kerak bumi selama berjuta-juta tahun. Oleh karena itu, minyak bumi

bersama gas alam dan batubara disebut sebagai bahan bakar fosil.

Page 22: Documenthc

9

Minyak bumi memiliki densitas yang lebih ringan dari pada air laut sehingga

akan terapung dan mudah menyebar keseluruh perairan. Penyebaran ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain angin, arus, penguapan, biodegradasi

dan sebagainya. Minyak tersebar di perairan dalam bentuk lapisan film yang tipis

yang terdapat di permukaan, emulsi, dan fraksi terserap. Di perairan interaksi dari

bentuk minyak ini sangat kompleks, dipengaruhi oleh penguapan, tekanan

permukaan, dan kelarutan. Penguapan merupakan proses yang penting dalam

tumpahan minyak bumi karena hampir seluruh atom C kurang dari 15 akan

teruapkan dari permukaan laut, sedangkan jumlah atom C diatas 15 akan sulit

menguap dan selanjutnya akan mengendap membentuk sedimen (National

Academic Of Science dalam Sarni, 2002). Pada proses degradasi minyak bumi

tidak terurai secara sempurna hanya beberapa konstituen minyak saja yang dapat

terdegradasi. Mikroorganisme hanya mampu mendegradasi hidrokarbon jenis n-

alkana, alkana bercabang, sikloalkana dan aromatik dengan cincin sedikit.

Hidrokarbon petroleum termasuk polutan. Minyak mentah mengandung

ratusan macam senyawa organik dengan sifat toksik yang bervariasi, mulai dari

yang bersifat mudah menguap hingga tak mudah menguap, yang bersifat mudah

larut hingga tidak larut, dan yang bersifat persisten hingga mudah terurai. Air

yang diperuntukkan bagi keperluan domestik sebaiknya bebas dari kandungan

minyak dan lemak karena air dengan petroleum tinggi menimbulkan rasa dan bau

yang tidak enak.

Hidrokarbon dalam minyak bumi dibedakan atas tiga katagori yakni n-

alkana, sikloalkana, dan aromatik. N-alkana dengan rumus CnH2n+2 (alifatik),

contohnya n-heptana, isooktana, heksana, metil-oktana dan sebagainya, golongan

sikloalkana meliputi sikloheksana, metil-sikloheksana, propil-sikloheksana dan

lain-lain. Sedangkan golongan aromatik terdiri dari aromatik satu cincin dan

aromatik lebih dari satu cincin, contohnya benzena, toluena, etil-benzena,

nafthalene (C10), dimetil-nafthalene (C11 dan C12), fluorene (C13), metil-fluorene

(C14), anthracene (C14), metil-penanthrene (C15), fluoranthene (C16),

benzo(a)pirene (C20).

Page 23: Documenthc

10

Tabel 2.1 Fraksi Minyak Bumi

Fraksi minyak bumi Jumlah atom C Titik didih

Gas alam (LNG)

Elpiji (LPG)

Petroleum eter

Bensin

Nafta

Kerosin (minyak tanah)

Solar

Minyak pelumas

Vaselin dan lilin

Aspal

C1-C2

C3-C4

C5-C6

C7-C8

C9-C10

C11-C13

C14-C16

C17-C20

C21-C24

C36 dst

-160oC - -88

oC

-40oC – 0

oC

20oC – 70

oC

70oC – 140

oC

140oC – 180

oC

180oC – 250

oC

250oC – 350

oC

Di atas 350oC

Sumber : Minyak Bumi, Wikipedia (2008)

2.4 Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH)

Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) merupakan hidrokarbon yang

mengandung lebih dari satu cincin aromatik dalam satu molekul, misalnya

phenanthrene, benzo-A-antracene, benzo-A-pyrene dan sebagainya yang termasuk

dalam bahan-bahan berbahaya karena bersifat karsinogenik. PAH dikelompokkan

menjadi dua, yaitu PAH dengan bobot molekul rendah yang berupa senyawa

dengan cincin aromatik ≤ 3 dan PAH dengan bobot molekul tinggi yang berupa

senyawa dengan cincin aromatik > 3. PAH dengan bobot molekul rendah lebih

mudah didegradasi secara biologis dibandingkan PAH dengan bobot molekul

tinggi. Selain itu PAH dengan bobot molekul rendah bersifat lebih mudah larut

dan mudah menguap, dibandingkan PAH dengan bobot molekul tinggi yang

bersifat hidrofobik dan memiliki daya larut rendah.

Jenis PAH yang biasa terdapat di perairan adalah PAH naphthalene,

anthracene, benzoanthracene dan benzopyrene. PAH cenderung berasosiasi

(berikatan) dengan bahan organik dan anorganik tersuspensi sehingga banyak

terdapat pada sedimen dasar. PAH dihasilkan oleh pembakaran bahan organik dan

bahan bakar fosil yang tidak sempurna. Senyawa ini juga terdapat dalam gas

cerobong asap dan aktivitas gunung berapi. Effendi, (2003) mengemukakan

bahwa PAH digunakan pada bahan bakar kendaraan, oli, aspal dan bahan

pengawet kayu. Keberadaan PAH di perairan juga disebabkan oleh sumber

antropogenik (aktivitas manusia) berupa penggunaan bahan bakar dan petroleum.

Tabel 2.2 menunjukkan beberapa jenis PAH dan bobot melekulnya.

Page 24: Documenthc

11

Tabel 2.2 Beberapa Jenis PAH dan Bobot Molekulnya

Jenis PAH Bobot molekul Jumlah Cincin

Nafthalene

Acenafthylene

Acenafthene

Fluorene

Antracene

Fenanthrene

Fluoranthene

Pyrene

Benzo(a)antracene

Chrysene

Benzo(b)fluoranthene

Benzo(a)pyrene

Benzo(e)perylene

Dibenzo(b)chrycene

Coronene

128.2

152.2

154.2

170.0

178.2

178.2

202.2

202.2

228.3

228.3

252.3

252.3

276.3

278.4

302.4

2

2

2

3

3

3

4

4

4

4

5

5

5

6

6

Keberadaan minyak bumi di laut terjadi karena banyaknya pengeboran lepas

pantai yang berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran laut serta kebocoran

yang terjadi pada kapal tangker pengangkut minyak bumi. Sedangkan penggunaan

bahan bakar berasal dari transportasi laut yang menggunakan kendaraan yang

menghasilkan partikel-partikel kecil hasil pembakarannya.

Pencemaran lingkungan oleh senyawa PAH terus mengalami peningkatan

dan akan menimbulkan dampak yang berarti bagi kesehatan organisme hidup.

Adanya PAH di laut menyebabkan akan mengganggu kehidupan organisme di

dalam air karena menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air dan

menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air. Selain itu air yang tercemar

oleh PAH juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena terdapat zat-zat

beracun seperti senyawa phenantrene, dan fluoranthene (Wardhana, 1995).

Limbah PAH di lingkungan perairan berasal dari berbagai sumber dan dapat

terdiri atas berbagai jenis salah satunya yaitu minyak, khususnya pencemaran oleh

produk minyak bumi (Mulyono, 1991). Produk minyak bumi antara lain adalah

minyak tanah, minyak solar dan minyak pelumas.

Hidrokarbon petroleum pada perairan laut ditemukan dalam bentuk minyak

mengapung, minyak emulsi, atau fraksi yang terlarut dalam air. Minyak yang

mengapung dapat menghambat proses difusi udara dan proses fotosintesis,

mencegah respirasi, serta mengganggu kehidupan burung dan mamalia laut.

Page 25: Documenthc

12

Emulsi minyak dapat mengganggu fungsi insang melalui penempelan pada epitel

insang dan menutupi seluruh permukaan sel algae maupun zooplankton. Minyak

yang mengendap di dasar perairan dapat menutupi permukaan tubuh organisme

bentos. Fraksi minyak terlarut dalam air, khususnya hidrokarbon aromatik bersifat

sangat toksik bagi ikan dan organisme akuatik lainnya.

2.5 Sumber Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Laut

Secara umum hidrokarbon yang berada di lautan berasal dari dua sumber

yakni hidrokarbon alamiah dan hidrokarbon antropogenik. Hidrokarbon

antropogenik merupakan hidrokarbon yang sangat kompleks dengan struktur yang

besar dan bervariasi, komposisi aromatik dan sikloalkananya banyak serta

berasosiasi dengan logam. Sumber hidrokarbon antropogenik di laut ini antara lain

berasal dari beberapa operasi kapal, docking (perbaikan/perawatan kapal),

kecelakaan kapal tanker, dan bangunan lepas pantai (Mulyono, 1992).

Sedangkan hidrokarbon alamiah adalah hidrokarbon yang berasal dari alam

yang mana hidrokarbon ini biasanya sedikit deret homolognya, sederhana

komponen penyusunnya, tidak berasosiasi dengan logam, dan komposisi aromatik

dan sikloalkananya kurang. Hidrokarbon ini dibedakan atas sumber biogenik,

pirolitik, diagenetik dan geokimia. Hidrokarbon biogenik adalah hidrokarbon

yang dihasilkan dari metabolisme dan sintesa oleh mikroorganisme. Hidrokarbon

ini dilepas ke dalam lingkungan laut dengan cara ekskresi organisme hidup

melalui dekomposisi organisme mati. Contohnya plankton dan beberapa jenis ikan

lainnya.

Hidrokarbon pirolitik merupakan hidrokarbon hasil pembakaran hutan

maupun bahan bakar minyak yang terbawa ke udara berupa partikel-partikel kecil

yang kemudian masuk ke lingkungan laut. Hidrokarbon diagenetik adalah

hidrokarbon yang berasal dari proses kimia dan sedimen di laut dalam jangka

waktu yang pendek. Sedangkan hidrokarbon geokimia yaitu hidrokarbon yang

terjadi karena proses geologi yang berlangsung berjuta-juta tahun di bawah

permukaan tanah maupun laut seperti penyusunan minyak.

Page 26: Documenthc

13

Tabel 2.3 Estimasi Tumpahan Senyawa Hidrokarbon Minyak Bumi

ke Lingkungan Laut

Sumber Juta/tahun Persentase (%)

Rembesan geologi 0.6 9.8

Produksi lepas pantai 0.08 1.3

Transportasi

Tanker

Drydocking

Operasi terminal

Kebocoran

1.08

0.25

0.003

0.5

17.7

4.0

0.1

8.2

Kecelakaan

Tanker lain-lain

Refinary

Atmosfer

Limbah industri, rumah tangga, sungai

dan lainnya

0.2

0.1

0.2

0.6

2.5

3.2

1.6

3.3

9.9

40.8

Total 6.113 100

Sumber : National Academic of Sciense dalam Edward dan Taringan, 1997.

2.6 Kromatografi Gas (KG)

Kromatografi adalah suatu metoda pemisahan dimana komponen-komponen

yang akan dipisahkan terdistribusi di antara 2 fase yang tidak saling bercampur

yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak yang berupa gas atau cairan yang

dialirkan melalui kolom akan membawa campuran tadi. Proses yang terjadi adalah

absorpsi yang berulang kali dari komponen yang akan dipisah pada fase gerak dan

fase diam. Pemisahan terjadi karena adanya perbedaan kecepatan migrasi dari

masing-masing komponen yang didasarkan pada perbedaan nilai koefisien

distribusi dari komponen tersebut di antara dua fase (fase gerak dan fase diam).

Setiap komponen dari suatu campuran akan berinteraksi secara berbeda

dengan fase diam dan fase gerak. Oleh karena itu setiap komponen akan terelusi

keluar dengan waktu yang berbeda. Apabila konsentrasi masing-masing

komponen dalam fase disesuaikan terhadap banyaknya fase gerak (mL) yang

dibutuhkan untuk membawa keluar komponen dari kolom, maka akan diperoleh

kurva yang disebut kromatogram.

Volume fase gerak yang diperlukan untuk mencapai puncak maksimum

pada kromatogram disebut volume retensi (Vr), yang merupakan kisaran spesifik

bagi setiap komponen. Jadi volume retensi dapat digunakan untuk

mengidentifikasi secara kualitatif. Oleh karena pada alat kromatografi aliran fase

gerak dapat dikontrol secara tepat maka volume retensi (Vr) dapat dikonversikan

Page 27: Documenthc

14

pada satuan waktu yang disebut waktu retensi (tr). Luas permukaan setiap puncak

sebanding dengan banyaknya tiap-tiap komponen dan perhitungan luas puncak

dapat digunakan sebagai analisa kuantitatif.

Pada proses pemisahan secara kromatografi, contoh harus berada dalam fase

gas. Senyawa berupa larutan harus diubah menjadi gas sehingga diperlukan

temperatur yang tinggi pada bagian penyuntikan, kolom dan juga detektor. Fase

gerak digunakan yaitu gas yang bersifat inert misalnya helium dan nitrogen. Fase

gerak ini akan membawa senyawa contoh melalui fase diam yang berada dalam

kolom.

Dengan bantuan fase gerak, senyawa contoh diteruskan ke dalam kolom dan

akhirnya ke detektor. Selama dalam kolom terjadi proses yaitu pada suatu suhu

tertentu dengan kecepatan arus yang konstan, senyawa contoh akan dielusi oleh

fase gerak dengan waktu karakteristik (waktu retensi).

Gambar 2.1 Bagan Kromatografi Gas

Page 28: Documenthc

III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA Universitas Negeri

Papua dan di Laboratorium Organik Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta,

serta berlangsung selama 2 bulan yaitu dari bulan Juli hingga Agustus 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel air, sedimen, silika

gel 60 MERCK, alumina, kertas saring, glass woll, aquades, Na2SO4 anhidrous,

raksa (II) klorida, sikloheksana, pentana, dan diklorometana. Semua pelarut yang

digunakan dalam penelitian ini tipe pro analisis, p.a. Silika gel dan alumina untuk

kolom kromatografi diaktifkan dalam oven pada suhu 120oC selama 8 jam dan

dibilas dengan pelarut sebelum digunakan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat peralatan gelas

laboratorium, oven, pemanas, neraca analitik, cawan porselin, seperangkat alat

ekstraksi, termometer, refraktometer, corong pisah, kolom fraksinasi,

Kromatografi Gas (KG), dan penyaring millipore model Nylon Acrodisc 0,45 m.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan dan Preparasi Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di empat stasiun sebagai berikut :

Stasiun A terletak di Galangan Kapal AL

Stasiun B terletak di Pelabuhan Perikanan Sanggeng

Stasiun C terletak di Pelabuhan Pelni

Stasiun D terletak di belakang Pulau Lemon

Pada tiap lokasi ditentukan pula 3 titik sampling, dimana jarak tiap titik

sampling pada stasiun A ± 7 m, stasiun B ± 7 m, stasiun C ± 20 m dan stasiun D ±

7 m. Pengambilan sampel air laut dilakukan dengan metode komposit, yaitu

sampel air diambil pada bagian permukaan, pertengahan dan dekat dasar perairan.

Sampel diambil dengan menggunakan alat kemmerer water sampler dengan cara

Page 29: Documenthc

16

alat dalam posisi terbuka dimasukkan tegak lurus ke dalam perairan sampai pada

kedalaman yang dikehendaki, kemudian dengan meluncurkan pemberat sehingga

kedua tutup karet dikedua ujung tabung tersebut akan menutup. Sampel

selanjutnya digabungkan dan dimasukkan ke dalam wadah steril, kemudian

ditambahkan raksa (II) klorida untuk menghambat aktivitas mikroorganisme dan

disimpan pada suhu 4oC. Sampel sedimen diambil dengan menggunakan ekmen

grab dengan kedalaman 0-5 cm dari permukaan sedimen. Sampel diambil kurang

lebih 200 gram kemudian disimpan dalam wadah yang ditutupi dengan

alumunium foil dan disimpan dalam ice box. Untuk pengukuran suhu, salinitas,

kecerahan, pH dan DO air dilakukan langsung dimasing-masing lokasi (in situ).

3.3.2 Penentuan Kadar Air pada Sedimen

Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat sampel sebelum dan

sesudah dikeringkan. Cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan dalam

oven terlebih dahulu ± 1 jam pada suhu 105oC, lalu dinginkan dalam desikator

selama 30 menit dan timbang hingga beratnya tetap. Sampel ditimbang sebanyak

10 gram dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu

105oC selama 24 jam. Cawan yang berisi sampel tersebut kemudian didinginkan

di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang hingga beratnya tetap. Kadar

air dihitung dengan rumus :

Dimana : A = Bobot cawan dan sampel sebelum pengeringan

B = Bobot cawan dan sampel setelah pengeringan

C = Bobot sampel

3.3.3 Ekstraksi

Sebelum ekstraksi sampel air terlebih dahulu disaring dengan millipore.

PAH pada air diperoleh dengan cara, sampel air sebanyak 400 mL direfluks

selama 3-4 jam dengan 100 mL sikloheksana. Setelah itu sampel didinginkan pada

suhu kamar dan dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian dilakukan

Kadar Air (%) = C

BA X 100%

Page 30: Documenthc

17

pemisahan antara fase organik dan air. Ekstrak yang diperoleh ditambahkan

Na2SO4 anhidrous untuk menghilangkan kadar air. Selanjutnya pelarut dalam

ekstrak diuapkan dengan water bath sampai diperoleh 2-3 mL ekstrak.

Sampel sedimen ditimbang sebanyak 40 gram berat basah tambahkan

Na2SO4 anhidrous dan digerus halus sampai agak kering. Kemudian dimasukkan

ke dalam soklet dan ekstrak selama ± 8 jam dengan 150 mL diklorometana.

Selanjutnya pelarut dalam ekstrak diuapkan sampai diperoleh 2-3 mL ekstrak.

3.3.4 Pembersihan Ekstrak dengan Metode Kolom Kromatografi (Grave and

Grevenstuk dalam Muchtar, 1992)

Pembersihan ekstrak dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi

yang panjangnya 12 cm, diameter 6 mm, dengan menggunakan alumina yang

telah diaktivasi. Alumina yang telah disiapkan dimasukkan ± 2 gram ke dalam

kolom, kolom tersebut diatur sampai homogen dengan cara mengetuk dinding

kolom. Selanjutnya kolom dielusi dengan 10 mL diklorometana dan 10 mL n-

pentana sebagai pembilas. Kemudian 1 mL sampel dimasukkan dengan pipet ke

dalam kolom dan bilas bekas sampel dengan 1 mL n-pentana lalu dimasukkan ke

dalam kolom. Selanjutnya ditambahkan 10 mL 4% diklorometana dalam n-

pentana, penambahan ini harus menunggu sampai pelarut yang ada dalam kolom

berada pada batas alumina. Hasilnya ditampung dan pelarut diuapkan sampai 1

mL.

3.3.5 Fraksionasi dengan Metode Kolom Kromatografi (Holden and Marsden

dalam Muchtar, 1992)

Fraksionasi dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi yang

panjangnya 12 cm, diameter 6 mm, dengan menggunakan silika gel yang telah

diaktivasi. Silika gel yang telah disiapkan dimasukkan ± 2 gram ke dalam kolom,

kolom tersebut diatur sampai homogen dengan cara mengetuk dinding kolom.

Selanjutnya kolom dielusi dengan 10 mL diklorometana dan 10 mL n-pentana

sebagai pembilas. Kemudian 1 mL sampel dimasukkan dengan pipet ke dalam

kolom untuk mendapatkan dua fraksi. Fraksi alifatik hidrokarbon dielusi dengan

n-pentana (10 mL) dan tampung sebagai F1, dan fraksi aromatik diperoleh dengan

Page 31: Documenthc

18

mengelusi 15 mL campuran 10% diklorometana dalam n-pentana dan tampung

sebagai F2. Fraksi F2 diuapkan sampai volume ± 1 mL, selanjutnya F2

dimasukkan ke dalam tabung injeksi dan tepatkan 1 mL dengan penambahan n-

heksana kemudian sampel siap diinjeksi ke dalam kromatografi gas.

3.3.6 Analisis PAH dengan Kromatografi Gas (Duinker and Hillebrand

dalam Muchtar, 1992)

Kondisi alat kromatografi gas yang digunakan untuk PAH jenis alat

Hewlett-Packard 5890 series II dengan detektor FID (flame ionisation detector)

serta automatic sampler. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler-fused silica

(WCOT- 25 m x 0,25 mm i.d x 0,25 μm). Suhu oven 60oC (waktu awal 2 menit)

dinaikkan 180oC dengan laju peningkatan suhu 10

oC/menit, kemudian didiamkan

selama 3 menit, suhu dinaikkan 220oC – 270

oC laju peningkatan 4

oC/menit. Suhu

injektor 240oC dan suhu detektor 325

oC dengan gas pembawa helium 29 cm/sec

serta volume injek 1 μL. Sebelum analisis standar relevan dialirkan terlebih

dahulu sebagai identifikasi dan kuantifikasi terhadap sampel yang diperoleh. Hasil

fraksinasi kemudian siap diinjeksikan ke alat kromatografi gas yang telah

dikondisikan. Analisis kuantitatif PAH dilakukan dengan menggunakan

perhitungan sebagai berikut :

3.3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Sedangkan

untuk mengetahui bentuk dan keeratan hubungan antara kandungan PAH dalam

air dan sedimen, maka data yang diperoleh dianalisis dengan analisis regresi

menggunakan SPSS 13.

Kadar sampel = Luas peak sampel x konsentrasi standar x multifaktorial

Luas peak standar

Page 32: Documenthc

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis dan kandungan senyawa

polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) pada air dan sedimen di beberapa lokasi

perairan teluk Doreri, yang pengambilan sampelnya dilakukan pada saat air

pasang. Hasil pengukuran menggunakan kromatografi gas terdeteksi senyawa-

senyawa PAH seperti: Me-naphthalene, acenaphthylene, acenaphthene, fluorene,

phenanthrene, anthracene, fluoranthene, pyrene, benzo-A-anthracene, chrysene

dan benzo-B-fluoranthene. Selain dilakukan pengukuran terhadap PAH pada air

dan sedimen juga dilakukan pengukuran beberapa parameter sekunder diantaranya

suhu, kecerahan, salinitas, pH, dan DO. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa parameter-

parameter tersebut masih baik bagi kehidupan organisme perairan pada umumnya.

Tabel 4.1 Parameter Sekunder Air

Lokasi Stasiun A Stasiun B Stasiun C Stasiun D

Koordinat LS 00o 52' 10.9" 00

o 51' 57.58" 00

o 52' 0.10" 00

o 52’ 5.56”

LU 134o 04' 10.2" 134

o 04' 10.2" 134

o 04' 20.3" 135

o 04’ 31.3”

Suhu oC 28 29 28 30

Kecerahan (m) 6 6 6 7

Salinitas (o/oo) 30 31 30 33

pH 7 8 8 8

DO (mg/L) 6 7 7 7.5 Ket : Stasiun A : Galangan Kapal AL

Stasiun B : Pelabuhan Perikanan Sanggeng

Stasiun C : Pelabuhan Pelni

Stasiun D : Belakang Pulau Lemon

Suhu air pada keempat sampel stasiun pengamatan di perairan teluk Doreri

selama penelitian yaitu berkisar 28 – 30oC. Suhu merupakan salah satu faktor

yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran

organisme. Suhu perairan dapat mempengaruhi keberadaan dan sifat bahan

tercemar. Tingginya intensitas penyinaran matahari, menyebabkan tingginya

tingkat penyerapan panas ke dalam perairan. Derajat keasaman (pH) sangat

penting sebagai parameter kualitas air karena parameter ini mengontrol tipe dan

laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Nilai pH perairan teluk Doreri

berkisar antara 7 - 8. Sedangkan kisaran salinitas yang diperoleh 30 – 33 0/00.

Page 33: Documenthc

20

Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan. Oksigen

terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam

perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh

organisme untuk tumbuh dan berkembangbiak, DO pada lokasi penelitian berkisar

6 –7.5 mg/L.

4.1 Kandungan PAH pada Air

Hasil kuantifikasi sampel air menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi

PAH pada masing-masing stasiun. Kandungan PAH pada masing-masing stasiun

di tunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kandungan PAH pada Air

NO JENIS PAH KONSENTRASI (ppb)

Stasiun A Stasiun B Stasiun C Stasiun D

1 Me-Naphthalene 0.0039 0.0016 0.1386 TT

2 Acenaphthylene 0.0022 0.0009 0.0701 TT

3 Acenaphthene TT 0.0033 0.1596 TT

4 Fluorene 0.0028 TT 0.0633 TT

5 Phenanthrene 0.0022 TT 0.0209 TT

6 Anthracene TT TT 0.0005 TT

7 Fluoranthene 0.0018 TT 0.0418 TT

8 Pyrene TT TT 0.0009 TT

9 Benzo-A-Anthracene 0.0213 TT 0.0098 TT

10 Chrysene TT TT TT TT

11 Benzo-B-Fluoranthene 0.0054 TT TT TT

12 Benzo-K-Fluoranthene TT TT TT TT

13 Benzo-A-Pyrene TT TT TT TT

14 Indeno-123-cd-Pyrene TT TT TT TT

15 Dibenzo-AH-Anthracene TT TT TT TT

Σ PAH 0.0396 0.0058 0.5055 - Ket : TT : Tidak Terdeteksi

Stasiun A : Galangan Kapal AL

Stasiun B : Pelabuhan Perikanan Sanggeng Stasiun C : Pelabuhan Pelni

Stasiun D : Belakang Pulau Lemon

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada stasiun A terdapat tujuh jenis PAH

yaitu Me-naphthalene, acenaphthylene, fluorene, phenanthrene, fluoranthene,

benzo-A-anthracene, dan benzo-B-fluoranthene, dengan kandungan PAH tertinggi

terdapat pada jenis benzo-B-fluoranthene. Pada stasiun B terdapat tiga jenis PAH

Page 34: Documenthc

21

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

Me-Napt Acthy Acen Fluor Phen Antra Fluorth Pyr BaA Cry BbF

Jenis PAH

Ko

nsen

trasi

(pp

b)

SA

SB

SC

SD

yaitu Me-napthalene, acenaphthylene dan acenaphthene, dengan kandungan PAH

tertinggi terdapat pada jenis acenaphthene. Stasiun C terdapat sembilan jenis PAH

yaitu Me-naphthalene, acenaphthylene, acenaphthene, fluorene, phenanthrene,

anthracene, fluoranthene, pyrene dan benzo-B-fluoranthene, dengan kandungan

PAH tertinggi terdapat pada jenis acenaphthene. Sedangkan pada stasiun D tidak

ditemukan adanya senyawa PAH. Hasil analisis PAH pada air, menunjukkan

bahwa kandungan PAH berkisar 0.0005 - 0.1596 ppb untuk semua stasiun.

Dengan total PAH pada stasiun A sebesar 0.0396 ppb, stasiun B sebesar 0.0058

ppb, dan stasiun C sebesar 0.5055 ppb. Nilai yang diperoleh ini masih jauh di

bawah batas ambang yang diijinkan oleh Menteri Lingkungan Hidup untuk air

laut bagi kehidupan biota laut yaitu 3 ppb.

Gambar 4.1 Penyebaran Jenis-jenis PAH pada Air dari Keempat Stasiun

Berdasarkan penyebarannya terlihat bahwa pada umumnya jenis PAH Me-

napththalene, acenaphthylene, acenaphthene, fluorene, phenanthrene, anthracene,

fluoranthene, dan pyrene terbesar terdapat pada stasiun C. Sedangkan jenis

senyawa benzo-A-antracene dan benzo-B-fluorantene terbesar terdapat pada

stasiun A.

Pada stasiun D jenis senyawa PAH tidak terdeteksi, selain karena di lokasi

tersebut belum banyak terdapat aktivitas manusia, kondisi perairan pesisir dan laut

menyebabkan bahan pencemar akan terencerkan dan tersebar oleh adukan

turbulensi dan arus laut. Berdasarkan data yang diperoleh di atas bahan pencemar

Page 35: Documenthc

22

PAH di pesisir mempunyai nilai yang rendah dan belum melewati batas ambang,

sehingga pencemaran PAH di sekitar teluk Doreri belum terjadi hal ini

menyebabkan bahan pencemar yang terbawa keluar teluk Doreri di sekitar pulau

Lemon tidak terdapat senyawa PAH. Dimana arus kuat terjadi pada bagian yang

dalam, di batas terbuka timur dan batas terbuka selatan, serta pada bagian yang

mengalami penyempitan antara pulau Lemon dan Mansinam sehingga bahan

pencemar bisa terencerkan. Pola sirkulasi arus di dalam sistem teluk Doreri

mengikuti pola elevasi muka laut yaitu dipengaruhi oleh gelombang pasang surut.

Secara garis besar pergerakan arus ketika massa air memasuki pantai melewati

pantai Kwawi hingga memasuki tanjung Sanggeng dan bergerak ke arah

pelabuhan Pertamina, kemudian massa air berputar keluar perairan laut lepas ke

arah selatan. Ketika angin dari selatan massa air masuk dari rendani menuju pantai

mendekati tanjung Sanggeng, kemudian ke luar ke arah timur pantai Kwawi.

Dengan posisi yang cukup terlindung dari arus kuat yaitu pada galangan

Fasharkan dimana letak perairan ini mengalami penyempitan ke arah dalam teluk

sehingga sirkulasi arus yang masuk kecil (Suhaemi, 2006). Ini berarti melalui

pergerakan arus yang terjadi pada beberapa perairan teluk Doreri dapat

menyebabkan bahan pencemar tersebut tidak menetap dan terpencar mengikuti

pergerakannya. Hal ini yang dapat menyebabkan penyebaran PAH pada air kecil

selain bersifat volatil penyebarannya sangat dipengaruhi oleh topografi dan

sirkulasi arus di perairan, sehingga bahan pencemar dapat terbawa arus ataupun

mengalami sedimentasi.

Keberadaan PAH dalam air terutama yang berasal dari

pembuangan/tumpahan minyak dapat dilihat secara fisik dari terbentuknya emulsi

di permukaan air laut. Minyak yang membentuk lapisan di permukaan air laut

akan mengganggu organisme yang hidup di bawahnya. Selain menghalangi difusi

oksigen ke dalam air, juga menghambat proses fotosintesis karena terhalangnya

cahaya matahari masuk ke dalam air. Akibat jangka pendek dari pencemaran PAH

antara lain adalah bahwa molekul-molekul hidrokarbon minyak dapat merusak

membran sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya

bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan

Page 36: Documenthc

23

berbau minyak, sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak akan

menyebabkan kematian pada ikan disebabkan kekurangan oksigen, keracunan

karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya. Sedangkan

akibat jangka panjang dari pencemaran PAH adalah terutama bagi biota laut yang

masih muda. PAH di dalam laut dapat termakan oleh biota-biota laut. Sebagian

senyawa PAH dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi

dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat

dipindahkan dari organisme satu ke organisme lain melalui rantai makanan. Jadi,

akumulasi PAH di dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya.

Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-

hewan laut lainnya, dan bahkan manusia.

4.2 Kandungan PAH pada Sedimen

Kandungan PAH pada sedimen menunjukkan adanya perbedaan pada

masing-masing stasiun. Hasil kuantifikasi PAH pada sedimen ditunjukkan pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kandungan PAH pada Sedimen

NO JENIS PAH KONSENTRASI (ppb)

Stasiun A Stasiun B Stasiun C Stasiun D

1 Me-Naphthalene 0.1929 0.2083 0.9781 TT

2 Acenaphthylene 0.1725 0.1361 1.4046 TT

3 Acenaphthalene 0.2308 0.2035 1.3292 TT

4 Fluorene 0.0146 0.1174 1.4836 TT

5 Phenanthrene 1.2386 1.0103 0.1758 TT

6 Anthracene 0.0784 0.0226 TT TT

7 Fluoranthene 0.4799 0.0044 0.0646 TT

8 Pyrene 1.4043 0.1544 0.0811 TT

9 Benzo-A-Anthracene 0.1599 0.0504 0.3418 TT

10 Chrysene 0.0073 0.0179 TT TT

11 Benzo-B-Fluoranthene 0.0025 0.2666 0.0233 TT

12 Benzo-K-Fluoranthene TT TT TT TT

13 Benzo-A-Pyrene TT TT TT TT

14 Indeno-123-cd-Pyrene TT TT TT TT

15 Dibenzo-AH-Anthracene TT TT TT TT

Σ PAH 3.9817 2.1919 5.8821 - Ket : TT : Tidak Terdeteksi

Stasiun A : Galangan Kapal AL

Stasiun B : Pelabuhan Perikanan Sanggeng Stasiun C : Pelabuhan Pelni

Stasiun D : Belakang Pulau Lemon

Page 37: Documenthc

24

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada stasiun A terdapat sebelas jenis PAH

yaitu Me-naphthalene, acenaphthylene, acenaphthene, fluorene, phenanthrene,

anthracene, fluoranthene, pyrene, benzo-A-anthracene, chrysene dan benzo-B-

fluoranthene, dengan kandungan tertinggi adalah jenis pyrene. Pada stasiun B

terdapat sebelas jenis PAH yaitu Me-naphthalene, acenaphthylene, acenaphthene,

fluorene, phenanthrene, anthracene, fluoranthene, pyrene, benzo-A-anthracene,

chrysene dan benzo-B-fluoranthene, kandungan PAH tertinggi pada jenis

phenantrene. Pada stasiun C diperoleh sembilan jenis PAH yaitu Me-naphthalene,

acenaphthylene, acenaphthene, fluorene, phenanthrene, fluoranthene, pyrene,

benzo-A-anthracene, dan benzo-B-fluoranthene, dengan kandungan PAH tertinggi

adalah jenis fluorene. Sedangkan pada stasiun D tidak ditemukan adanya senyawa

PAH. Kandungan PAH pada sedimen berkisar 0.0044 - 1.4836 ppb untuk semua

stasiun, dengan PAH tertinggi terdapat pada stasiun C yaitu sebesar 5.8821 ppb,

kemudian stasiun A sebesar 3.9817 ppb, dan stasiun B sebesar 2.1919 ppb.

Apabila dibandingkan dengan standar kualitas air oleh kementerian lingkungan

hidup (Ministry of Environment, 1999) untuk sedimen yaitu 7 ppb, maka dapat

dikatakan bahwa kandungan PAH dalam sedimen pada perairan tersebut masih di

bawah batas ambang yang diperbolehkan.

Kandungan PAH yang tinggi pada stasiun C berkaitan dengan tingginya

kandungan PAH pada air, dimana PAH yang ada dalam air akan mengalami

pengendapan atau sedimentasi di dasar perairan. Selain itu lokasi ini merupakan

tempat pelabuhan Pelni dimana sumber pencemar dapat berasal dari aktivitas

transportasi laut, berupa buangan dan proses di kapal serta tumpahan yang

dihasilkan mesin-mesin yang menggunakan minyak bumi sebagai penggerak

motornya. Stasiun A menempati urutan kedua, stasiun ini merupakan tempat

galangan kapal dan dekat dengan PLTU, Law R.J et., al (1997) menyatakan PAH

dapat berasal dari proses industri kapal, bahan bakar kendaraan, dan limbah

PLTD-PLTU. Stasiun B menempati urutan ketiga, pada daerah ini selain

merupakan tempat perikanan nelayan tradisional, aktivitas pasar ikan di sekitarnya

turut mempengaruhi keberadaan pencemar karena menghasilkan limbah organik.

Page 38: Documenthc

25

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Me-Napt Acthy Acen Fluor Phen Antra Fluorth Pyr BaA Cry BbF

Jenis PAH

Ko

nsen

trasi

(pp

b)

SA

SB

SC

SD

Muchtar (1992), menyatakan aktivitas pasar dan pemukiman turut menghasilkan

senyawa PAH dalam perairan.

Tingginya kandungan PAH pada sedimen disebabkan sifat PAH yang tidak

menguap akan mengendap membentuk sedimen. Selain itu PAH pada perairan

juga cenderung berasosiasi dengan bahan-bahan anorganik maupun padatan

tersuspensi sehingga mengendap di dasar perairan (Effendi, 2003). Secara garis

besar penyebaran PAH di perairan dapat bertahan lama dan secara bertahap dapat

terjadi sedimentasi atau terdampar di pantai. Sedimentasi ini diakibatkan karena

bahan pencemar tidak dapat larut dalam air laut dan terbentuk emulsi dengan air

sehingga menjadi berat dan tenggelam ke dasar perairan, hal ini yang

menyebabkan PAH banyak terdapat pada sedimen dasar. Penurunan tingkat

pencemaran PAH oleh mikroorganisme dapat berjalan, meskipun dalam waktu

yang lama. PAH yang akan mengendap di dasar perairan dapat mengganggu

pertumbuhan ikan maupun reproduksi serta dapat menutupi zooplankton.

Gambar 4.2 Penyebaran Jenis-jenis PAH pada Sedimen dari Keempat Stasiun

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa penyebaran PAH dalam sedimen pada

umumnya didominasi oleh stasiun C dengan jenis PAH yaitu Me-napthalene,

acenapthylene, acenapthene, fluorene, dan benzo-A-antracene. Jenis senyawa

PAH phenentrene, antracene, fluoranthene, dan pyrene terbesar terdapat pada

stasiun A. Sedangkan jenis senyawa PAH crysene dan benzo-B-fluorantene

Page 39: Documenthc

26

terbesar terdapat pada stasiun B. Pada stasiun D tidak ditemukan adanya senyawa

PAH.

Tabel 4.4 Kadar Air pada Sedimen

Lokasi Kadar air (%)

Stasiun A 40.12

Stasiun B 52.22

Stasiun C 56.90

Stasiun D 44.05 Ket : Stasiun A : Galangan Kapal AL

Stasiun B : Pelabuhan Perikanan Sanggeng Stasiun C : Pelabuhan Pelni

Stasiun D : Belakang Pulau Lemon

Akumulasi senyawa PAH ke dalam sedimen dipengaruhi oleh jenis sedimen,

yaitu ukuran besar kecilnya partikel penyusun sedimen. Berdasarkan data hasil

pengukuran kadar air dalam sedimen (Tabel 4.4), pada stasiun C memiliki kadar

air tertinggi 56.90% dengan tipe sedimen lumpur, stasiun B 52.22% lumpur

dengan sedikit pasir, stasiun C 40.12% berupa lumpur dengan sedikit pasir dan

stasiun D 44.05% berupa lumpur berpasir. Sedimen di ketiga lokasi pengamatan

secara visual terlihat berwarna hitam. Kondisi ini turut menggambarkan tingginya

kandungan PAH sebagaimana dikemukakan oleh Razak (1997), bahwa tipe

sedimen dapat mempengaruhi kandungan bahan pencemar dalam sedimen dengan

katagori kandungan bahan pencemar dalam lumpur > lumpur berpasir > berpasir.

Dari penelitian mengenai komposisi, sumber dan distribusi PAH di perairan

dengan membandingkan jenis PAH dari sumber yang diketahui pasti (misalnya

minyak) dengan bentuk terdegradasinya, maka dari perbandingan senyawa PAH

tertentu dapat diketahui sumber pencemarannya (Gschwend and Hites, 1981;

Readman et al., 1987; Klamer and Fomsgaard, 1993 dalam Maskaoui K, et al.,

2001). Hubungan ini dapat dilihat dari perbandingan phenantrene/antracene atau

perbandingan antara fluorantene/pyrene, dimana apabila nilai perbandingan jenis

PAH ini < 1 maka sumber pencemarnya berasal dari aktivitas laut (Scolo et al.,

1997 dalam Tolun L, et al., 2006), 1.2 - 5 berasal dari kebakaran hutan, 8 - 15

berasal dari pembakaran minyak bumi yang terbawa oleh udara melalui partikel-

partikel kecilnya (Gschwend and Hites, 1981; Readman et al., 1987; Klamer and

Fomsgaard, 1993 dalam Maskaoui K, et al., 2001), > 25 berasal dari minyak

Page 40: Documenthc

27

mentah (petrogenik) (Tolun L, et al., 2006). Dari hasil penelitian ini di peroleh

perbandingan antara fluorantene/pyrene stasiun A 0.34, stasiun B 0.02, stasiun C

0.79. Rata-rata perbandingan fluorantene/pyrene untuk semua stasiun sebesar

0.38, nilai ini menunjukkan bahwa sumber PAH berasal dari aktivitas laut berupa

aktivitas antropogenik yaitu aktivitas operasi kapal, docking (perbaikan/perawatan

kapal), dan bangunan lepas pantai. Dengan korelasi antara fluorantene/pyrene R =

0.986, artinya terdapat keterkaitan yang kuat antara sedimen pada masing-masing

stasiun.

Gambar 4.3 Perbandingan Antara Fluor/Pyr pada Sedimen Setiap Stasiun

Hasil PAH pada air dan sedimen yang diperoleh di wilayah perairan teluk

Doreri ini masih lebih rendah. Bila dibandingkan dengan hasil PAH pada air dan

sedimen yang dilakukan Munawir (2007), pada teluk Klabat Bangka berkisar

0.375 – 44.486 ppb bulan maret dan 1.329 – 27.826 ppb pada bulan Juli dalam air.

Serta 0.209 – 22.029 ppb bulan Maret dan 1.002 – 44.729 ppb bulan Juli pada

sedimen.

Senyawa PAH tidak hanya bersifat toksik pada organisme akuatik saja tetapi

juga pada manusia, contoh phenantrene dapat menyebabkan kerusakan pada hati

yang parah (Syaequ, 2005). Senyawa inipun telah terbukti bersifat karsinogenik,

penelitian lanjut Syaequ senyawa tersebut dapat menghasilkan tumor pada tikus

dalam waktu yang sangat singkat meskipun hanya sedikit dioleskan pada kulitnya,

contohnya salah satu karsinogen yang paling kuat dari jenis ini adalah benzo-A-

pyrene. Hidrokarbon karsinogenik ini tidak hanya terdapat pada minyak bumi

Page 41: Documenthc

28

melainkan pemanasan batubara, jelaga, kebakaran hutan, letusan gunung berapi

dan asap tembakau serta pada daging yang dibakar pada suhu tinggi dari tetesan

daging pada arang panas dan menempel ke makanan melalui asap (Zakaria dan

Mahat, 2006).

Data kadar PAH yang didapat ini memang masih di bawah batas ambang

yang diijinkan, namun dengan perkembangan dan peningkatan penduduk

Manokwari sejalan dengan berkembangnya daerah ini sebagai ibukota propinsi

tidak menutup kemungkinan terjadi bioakumulasi yang disertai biomagnifikasi.

Kalau hal ini terjadi tentunya akan memberikan dampak negatif. Namun,

mengingat di lingkungan juga terjadi proses biodegradasi oleh mikroorganisme

meskipun secara bertahap namun setidaknya dapat mengurangi bahan pencemar.

4.3 Korelasi Kandungan PAH dalam Air dan Sedimen

Tabel 4.5 dan 4.6 menunjukkan kandungan PAH dalam air dan sedimen

berdasarkan jumlah cincin aromatik. Nevenka et al., (2007) dan Uthe (1991),

menyatakan hubungan kandungan PAH pada air dan sedimen dapat dilihat dari

jumlah cincin aromatik dan total dari senyawa-senyawa PAH. Dimana hasil yang

didapat jenis PAH 2 cincin (Me-naphthalene, acenaphthylene, acenaphthalene), 3

cincin (fluorene, phenanthrene, anthracene), 4 cincin (fluoranthene, pyrene,

benzo-A-anthracene, chrysene), dan 5 cincin (benzo-B-fluorantene). Korelasi

antara kandungan PAH pada air dan sedimen ditampilkan pada Gambar 4.4.

Tabel 4.5 Kandungan PAH pada Air Berdasarkan Jumlah Cincin Aromatik

Tabel 4.6 Kandungan PAH pada Sedimen Berdasarkan Jumlah Cincin Aromatik

Jenis PAH

Lokasi 2 cincin 3 cincin 4 cincin 5 cincin Total

Stasiun A 0.5962 1.3316 2.0514 0.0025 3.9817

Stasiun B 0.5479 1.1503 0.2271 0.2666 2.1919

Stasiun C 3.7119 1.6594 0.4875 0.0233 5.8821 Ket : Stasiun A : Galangan Kapal AL Stasiun B : Pelabuhan Perikanan Sanggeng

Stasiun C : Pelabuhan Pelni

Jenis PAH

Lokasi 2 cincin 3 cincin 4 cincin 5 cincin Total

Stasiun A 0.0061 0.005 0.0231 0.0054 0.0396

Stasiun B 0.0058 0 0 0 0.0058

Stasiun C 0.3683 0.0847 0.0525 0 0.5055

Page 42: Documenthc

29

Stasiun A Stasiun B

Stasiun C

Gambar 4.4 Korelasi Air dan Sedimen pada Ketiga Stasiun

Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat

antara kandungan PAH pada air dan sedimen. Dimana kandungan PAH dalam air

sangat berkontribusi terhadap kandungan PAH dalam sedimen. Maka atas dasar

analisis regresi di atas, dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kandungan PAH

dalam air maka makin tinggi pula kandungan PAH yang dapat terakumulasi dalam

sedimen. Hal ini sejalan dengan Muchtar (1992), bahwa senyawa-senyawa PAH

dalam perairan cenderung diabsorpsi oleh partikel-partikel bahan dan terdeposit di

dalam sedimen.

Page 43: Documenthc

30

V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari data hasil analisis didapatkan bahwa air dan sedimen di beberapa lokasi

perairan Teluk Doreri terkandung polisiklik aromatik hidrokaron dengan senyawa

Me-naphthalene, acenaphthylene, acenaphthalene, fluorene, phenanthrene,

anthracene, fluoranthene, pyrene, benzo-A-anthracene, chrysene, dan benzo-B-

fluorantene. Dengan total pada air stasiun A sebesar 0.0396 ppb, stasiun B sebesar

0.0058 ppb, stasiun C sebesar 0.5055 ppb. Total PAH pada sedimen diperoleh

pada stasiun A sebesar 3.9817 ppb, stasiun B sebesar 2.1919 ppb dan stasiun C

sebesar 5.8821 ppb, sedangkan kandungan PAH dalam air maupun sedimen pada

stasiun D tidak ditemukan.

Dari hasil analisis korelasi setiap stasiun menunjukkan bahwa ada hubungan

yang sangat erat antara air dan sedimen pada masing-masing stasiun. Rata-rata

perbandingan jenis PAH fluor/pyr sebesar 0.38 mengindikasikan bahwa hubungan

sumber PAH pada setiap stasiun berasal dari aktivitas laut berupa aktivitas

antropogenik. Bila dibandingkan dengan standar PAH pada air dan sedimen oleh

kementerian lingkungan hidup, maka air dan sedimen pada lokasi-lokasi tersebut

masih di bawah batas ambang yang ditentukan yaitu 3 ppb untuk air dan 7 ppb

untuk sedimen. Hal ini menunjukkan bahwa perairan teluk Doreri, secara

keseluruhan belum tercemar oleh senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon

(PAH).

5.2 Saran

Perlu dilakukan pemantauan mengenai pencemaran polisiklik aromatik

hidrokarbon (PAH) pada perairan-perairan Manokwari di waktu mendatang secara

berkala pada air, sedimen, dan biota untuk mengetahui perkembangan tingkat

pencemar tersebut. Data yang didapatkan dalam penelitian ini dapat digunakan

sebagai data dasar (base line), sehingga sangatlah perlu untuk pemantauan di

waktu mendatang minimal setiap tahunnya untuk mendapatkan suatu data base

cemaran PAH di perairan Manokwari.

Page 44: Documenthc

DAFTAR PUSTAKA

Bintoro.1998. Pencemaran Lingkungan. http://www.bkusumoh.com/. Download

20 Mei 2008.

Duinker, J.C. and M.Th.J. Hillebrand. 1981. Minimizing Blank in Chlorinated

Hydrocarbon and Petroleum Hydrocarbon Analysis. Journal

Chromatography. 150 : 195-199.

Edward dan Taringan, Z. 1997. Kandungan Hidrokarbon dalam Sedimen di

Perairan Sorong Irian Jaya. Balitbang Sumberdaya Laut. P30 LIPI. Ambon.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta.

Grave, P.V. and W.B.F. Grevenstuk. 1980. Aconvenient Small-scale Cleanup

Method for Extracts of Fatty Samples with Basic Alumina before GLC

Analysis on Organochlorine and Petroleum. Meded faculty landbouwwed.

40 : 1115-1124.

Holden, A.V. and K. Marsden. 1983. Single Stage Clean-up of Animal Tissue

Extracts for Organochlorine Residue Analysis. J. Chromat. 44 : 481-492.

Law, R.J., V.J. Dawes., and P. Matthiessen. 1997. Polycyclic Aromatic

Hydrocarbons (PAH) in Seawater around England and Wales. Marine

Pollution Buletin, Vol. 34, No. 5, pp. 306-322.

Maskaoui, K., J.L. Zhou., H.S Hong., and Z.L. Zhang. 2001. Contamination by

Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in the Jiulong River Estuary and

Western Xiamen Sea, China. Evironmental Pollutian 118 : 109-202

Ministry of Environment. 1999. Water Quality Standar by Ministri of Live

Environment for Sediment. Goverment of U.S.

Muchtar, Musweery. 1992. Penentuan Zat Organik: Pestisida, Polikloro Bifenil

(PCB), dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) dengan Gas

Khromatografi. Puslitbang Oseanografi LIPI. Jakarta.

Mulyono, M. 1992. Hidrokarbon di dalam Lingkungan Perairan. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Lemigas. Jakata.

Munawir, K. 2007. Distribusi Kadar Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH)

dalam Air, Sedimen dan Beberapa Sampel Biota di Perairan Teluk Klabat,

Bangka. Puslit Oseanografi LIPI. Jakarta.

Nevenka, B., F. Maya., and P.Vanda. 2007. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons

and Ecotoxicological Characterization of Seawater, Sediment and Mytylus

galloprovincialis from the Gulf of Rijeka, the Adriatic Sea, Croatia. Achives

of Environmental Contamination and Toxicology 52 (3) : 379-387.

Page 45: Documenthc

32

Pattiselanno, F. 2007. Merenda Harapan Mencapai Teluk Doreri yang Asri.

http://www.wetlands.or.id/wklb/.pdf. Download 15 April 2008.

Razak, H. 1997. Polisiksik Aromatik Hidrokarbon (PAH) di Perairan Sungai Siak,

Riau. Prosiding Seminar Nasional Wilayah Pantai : Aspek Manajemen dan

Dinamika Biogeofisik. Puslit Oseanografi LIPI. Jakarta.

Rukaesih, Ahmad. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit : Andi. Yogyakarta

Sarni. 2002. Analisis Hidrokarbon Aromatik Sedimen Permukaan pada Pulau

Lumu-lumu Kepulauan Supermonde. UNHAS. Makassar.

Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta

Suhaemi. 2006. Simulasi Model Numerik Hidrodinamika Teluk Doreri Kabupaten

Manokwari dengan Metode Beda Hingga Eksplisit. Skripsi Sarjana Ilmu

Kelautan. Universitas Negeri Papua. Manokwari. (tidak diterbitkan)

Soepanan. 2002. Crude Oil (Minyak Bumi). Pusat Pengembangan Tenaga

Perminyakan dan Gas Bumi (PPT MIGAS). Cepu.

Syaequ. 2006. Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dan Kanker. Jurusan Kimia

FMIPA. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Tolun, L., D. Martens., O.S. Okay., and K.W. Schramn. 2006. Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons Contamination in Coastal Sediments of the Izmit

Bay (Marmara Sea) Case Studies Before and After the Izmit Earthquake.

Environment International 32 : 758-765

Uthe, J.F., 1991. Polycyclic Aromatic Hydrocarbon in the Environment. Marine

Chemistry Division, Departement of Fisher and Oceans. Halifax. Canadian

Chemical news : 25-27.

Wadhana, A.W. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.

Yogyakarta.

Wikipedia. 2008. Minyak Bumi. http://id.wikipedia.org/wiki/minyak bumi.

Download 20 April 2008.

Wiyono, Eko. 2008. Analisis Hidrokarbon Sedimen Permukaan pada Perairan

Teluk Doreri. Skripsi Sarjana Kimia. Universitas Negeri Papua. Manokwari.

(tidak diterbitkan)

Zakaria, M.P., and A.A. Mahat. 2006. Distribution of Polycyclic Aromatic

Hydrocarbons (PAH) in Sediments in the Langet Estuary. Coastal Marine

Science 30 (1) : 387-395.

Zein, S.R., A.H.A. Toha., L. Sembel., dan H. Koplit. 2005. Uji Salinitas Terhadap

Distribusi Kecepatan Pengendapan Partikel Tersuspensi, Studi Kasus di

Perairan Teluk Doreri Manokwari. Universitas Negeri Papua. Manokwari.

Page 46: Documenthc

33

L A M P I R A N

Page 47: Documenthc

34

Lampiran 1 Diagram Alir Sampel Air

Disaring dengan Millipore

o 400 mL sampel air

o 100 mL Sikloheksana

o Refluks 3 – 4 jam

o Dinginkan dan masukkan pada

corong pisah

o Tambahkan Na2SO4 anhidrous

o evaporasi

o kromatografi kolom dengan alumina

o elusi dengan 4% diklorometana dalam n-pentana

o Kromatografi kolom dengan silika gel

o Elusi dengan n-pentana

o Elusi dengan 10% diklorometana dalam n-pentana

o Evaporasi

o Pengukuran dengan kromatografi gas

Sampel air

Refluks

Fraksi aromatik Fraksi alifatik

Data

Analisis data

Ekstraksi

Fase organik Fase air

Pembersihan ekstrak

Fraksi organik

Fraksionasi

Page 48: Documenthc

35

Lampiran 2 Diagram Alir Sampel Sedimen

Timbang 40 gram

Tambah Na2SO4 anhidrous

Tambahkan 150 mL diklorometana

Ekstrak ± 8 jam

Evaporasi

o kromatografi kolom dengan alumina

o elusi dengan 4% diklorometana dalam n-pentana

o Kromatografi kolom dengan silika gel

o Elusi dengan n-pentana

o Elusi dengan 10% diklorometana dalam n-pentana

o Evaporasi

o Pengukuran dengan kromatografi gas

Sampel sedimen

Ekstraksi

Pelarut organik Ekstrak bahan

organik

Pembersihan ekstrak

Fraksi organik

Fraksionasi

Fraksi alifatik Fraksi aromatik

Data

Analisis data

Page 49: Documenthc

36

Lampiran 3 Baku Mutu Air Laut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

51/2004

No Parameter Satuan Baku Mutu

1

2 3

4

5

6 7

1

2

3

4 5

6

7 8

9

10

11

12

13 14

15

16

17

18 19

20

21 22

23 24

1

2

3

1

FISIKA

Kecerahan

Kebauan Kekeruhan

Padatan tersuspensi total

Suhu

Sampah Lapisan minyak

KIMIA

pH

Salinitas

Oksigen Terlarut (DO)

BOD5 Amoniak bebas (NH3-N)

Fosfat (PO4-P)

Nitrat (NO3) Sianida (CN-)

Sulfida (H2S)

PAH (polisiklik aromatik hidrokarbon)

Senyawa fenol total

PCB (poliklor bifenil)

Surfaktan (deterjen) Minyak & Lemak

Pestisida

TBT (tributil tin)

Logam terlarut

Raksa (Hg)

Kromium heksavalen (Ca(VI)) Arsen (As)

Cadmium (Cd)

Tembaga (Cu) Timbal (Pb)

Seng (Zn) Nikel (Ni)

BIOLOGI

Coliform (total)

Patogen

Plankton

RADIO NUKLIDA

Komposisi yang tidak diketahui

m

- NTU

mg/L

oC

- -

-

0/00

mg/L

mg/L mg/L

mg/L

mg/L mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L

mg/L MBAS mg/L

mg/L

mg/L

mg/L mg/L

mg/L

mg/L mg/L

mg/L mg/L

MPN/100 mL

sel/100 mL

sel/100 mL

Bq/L

Coral : >5<10% perubahan cuphotic depth mangrove

lamun : >3

Alami <5

Coral:20<10% perubahan

konsentrasi rata-rata musiman mangrove :80

lamun:20

Alami Coral: 28-30 mangrove:28-

32 lamun:28-30

Nihil Nihil

7-8.5

Alami coral : 33-34

mangrove:s/d 34 lamun : 33-34

>5>6)>80-90% kejenuhan)

20 0.3

0.015

0.008 0.5

0.01

0.003

0.002

1

1 1

0.01

0.01

0.001

0.005 0.012

0.001

0.008 0.008

0.05 0.05

1000

Nihil

Tidak bloom

4

Page 50: Documenthc

37

Lampiran 4 Struktur Molekul Jenis-jenis PAH

Napthalene Acenapthylene Acenapthene Fluorene

Phenanthrene Antracene Fluoranthene Pyrene

Benzo-A-antracene Chrysene Benzo-B-fluoranthene Benzo-K-fluoranthene

Benzo-A-pyrene Indeno-cd-123-pyrene Coronene

Page 51: Documenthc

38

Lampiran 5 Lokasi Pengambilan Sampel

Page 52: Documenthc

39

Lampiran 6 Kromatogram Standar PAH pada Air

Page 53: Documenthc

40

Lampiran 7 Kromatogram Air Stasiun A

Page 54: Documenthc

41

Lampiran 8 Kromatogram Air Stasiun B

Page 55: Documenthc

42

Lampiran 9 Kromatogram Air Stasiun C

Page 56: Documenthc

43

Lampiran 10 Kromatogram Air Stasiun D

Page 57: Documenthc

44

Lampiran 11 Kromatogram Standar PAH pada Sedimen

Page 58: Documenthc

45

Page 59: Documenthc

46

Lampiran 12 Kromatogram Sedimen Stasiun A

Page 60: Documenthc

47

Lampiran 13 Kromatogram Sedimen Stasiun B

Page 61: Documenthc

48

Lampiran 14 Kromatogram Sedimen Stasiun C

Page 62: Documenthc

49

Lampiran 15 Kromatogram Sedimen Stasiun D

Page 63: Documenthc

50

Lampiran 16 Penentuan Kadar PAH pada Air

Rumus :

Stasiun A

1. Me- Naphtalene = 20888 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0039 ppb

1322165

2. Acenapthylene = 10695 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0022 ppb

1201470

3. Fluorene = 13847 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0028 ppb

1211441

4. Phenantrene = 41312 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0022 ppb

4620467

5. Fluoranthene = 3563 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0018 ppb

488544

6. Benzo-A-antracene = 12606 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0213 ppb

147666

7. Benzo-B-fluorantene = 5668 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0054 ppb

263265

Stasiun B

1. Me-Naphtalene = 8319 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0016 ppb

1322165

2. Acenapthylene = 4456 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0009 ppb

1201470

3. Acenapthene = 6310 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0033 ppb

475956

Kadar sampel = Luas peak sampel x konsentrasi standar x multifaktorial

Luas peak standar

Page 64: Documenthc

51

Stasiun C

1. Me-Napthalene = 732845 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.1386 ppb

1322165

2. Acenapthylene = 336771 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0700 ppb

1201470

3. Acenapthene = 303822 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.1596 ppb

475956

4. Fluorene = 306688 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0633 ppb

1211441

5. Phenanthrene = 385697 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0209 ppb

4620467

6. Antracene = 1636 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0005 ppb

815372

7. Fluoranthene = 81620 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0418 ppb

488544

8. Pyrene = 2222 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0009 ppb

567353

9. Benzo-A-antracene = 5761 x 100 ppb x 1 mL/400 mL = 0.0097 ppb

147666

Page 65: Documenthc

52

Lampiran 17 Penentuan Kadar PAH pada Sedimen

Rumus :

Stasiun A

Kadar Air = 52.22%

Bobot Air = 100 – kadar air x berat sampel

100

= 100 – 52.22 x 40 gram

100

= 19.111 mL

MF = 1 mL/19.111 mL = 0.052

1. Me-Napthalene = 45666 x 100 ppb x 0.052 = 0.1929 ppb

1231122

2. Acenapthylene = 36203 x 100 ppb x 0.052 = 0.1725 ppb

1091641

3. Acenapthene = 57007 x 100 ppb x 0.052 = 0.2308 ppb

1284231

4. Fluorene = 3136 x 100 ppb x 0.052 = 0.0146 ppb

1113012

5. Phenanthrene = 211960 x 100 ppb x 0.052 = 1.2386 ppb

889761

6. Antracene = 45949 x 100 ppb x 0.052 = 0.0784 ppb

3048822

7. Pyrene = 232659 x 100 ppb x 0.052 = 1.4043 ppb

861498

8. Fluoranthene = 26496 x 100 ppb x 0.052 = 0.4799 ppb

287112

9. Benzo-A-antracene = 4225 x 100 ppb x 0.052 = 0.1599 ppb

137336

10. Chrysene = 1787 x 100 ppb x 0.052 = 0.0073 ppb

1269579

11. Benzo-B-fluorantene = 696 x 100 ppb x 0.052 = 0.0025 ppb

144822

Kadar sampel = Luas peak sampel x konsentrasi standar x multifaktorial

Luas peak standar

Page 66: Documenthc

53

Stasiun B

Kadar Air = 40.12%

Bobot Air = 100 – kadar air x 100%

100

= 100 – 40.12 x 100%

100

= 23.954 mL

MF = 1 mL/23.954 mL

= 0.042

1. Me-Napthalene = 61058 x 100 ppb x 0.042 = 0.2082 ppb

1231122

2. Acenapthylene = 35370 x 100 ppb x 0.042 = 0.1361 ppb

1091641

3. Acenapthene = 62229 x 100 ppb x 0.42 = 0.2035 ppb

1284231

4. Fluorene = 31130 x 100 ppb x 0.042 = 0.1174 ppb

1113012

5. Phenanthrene = 214036 x 100 ppb x 0.042 = 1.0103 ppb

889761

6. Anthracene = 16407 x 100 ppb x 0.042 = 0.0226 ppb

3048822

7. Pyrene = 914 x 100 ppb x 0.042 = 0.0044 ppb

861498

8. Fluoranthene = 10561 x 100 ppb x 0.042 = 0.1544 ppb

287112

9. Benzo-A-antracene = 1649 x 100 ppb x 0.042 = 0.0504 ppb

137336

10. Chrysene = 5429 x 100 ppb x 0.042 = 0.0179 ppb

1269579

11. Benzo-B-fluoranthene = 9195 x 100 ppb x 0.042 = 0.2666 ppb

144822

Page 67: Documenthc

54

Stasiun C

Kadar Air = 56.90%

Bobot Air = 100 – kadar air x berat sampel

100

= 100 – 56.90 x 40.276 gram

100

= 17.357 mL

MF = 1 mL/17.357 mL

= 0.058

1. Me-Naphtalene = 207624 x 100 ppb x 0.058 = 0.9781 ppb

1231122

2. Acenapthylene = 264376 x 100 ppb x 0.058 = 1.4046 ppb

1091641

3. Acenapthene = 294303 x 100 ppb x 0.058 = 1.3292 ppb

1284231

4. Fluorene = 284710 x 100 ppb x 0.058 = 1.4836 ppb

1113012

5. Phenanthrene = 26980 x 100 ppb x 0.058 = 0.1758 ppb

889761

6. Fluoranthene = 584 x 100 ppb x 0.058 = 0.0646 ppb

287112

7. Pyrene = 12044 x 100 ppb x 0.058 = 0.0811 ppb

861498

8. Benzo-B-antracene = 8094 x 100 ppb x 0.058 = 0.3418 ppb

137336

9. Benzo-B-fluorantene = 2197 x 100 ppb x 0.058 = 0.0233 ppb

144822