Upload
agung-prasetyo-nugroho
View
61
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
he
Citation preview
HEAT CONDUCTION
Heat transfer
Heat transfer merupakan peralihan dari energi panas dari objek yang panas
kepada objek yang lebih dingin "objek" dalam pengertian ini merupakan kompleks
kumpulan partikel yang mampu menyimpan energi dalam berbagai cara). Ketika
sebuah benda atau cairan yang berbeda suhu ditempatkan pada suatu lingkungan yang
sama atau objek lain, maka transfer energi panas, juga dikenal sebagai heat transfer,
atau tukar panas, terjadi sehingga objek dan sekitarnya mencapai keseimbangan
panas. Heat transfer selalu terjadi dari suhu yang lebih tinggi-obyek yang dingin suhu
satu, hasil dari kedua hukum termodinamika. Dimana terdapat perbedaan antara
temperatur objek di dekatnya, heat transfer antara mereka tidak akan dapat
dihentikan,.akan.tetapi.hanya.dapat.kita.diperlambat.
HEATER
Heater merupakan suatu alat penukar kalor yang memanfaatkan panas gas
asap untuk memanaskan udara pembakaran agar didapatkan proses pembakaran
bahan bakar yang sempurna di ruang bakar. Heater pun terdiri dari beberapa jenis,
tergantung dari fungsinya masing-masing dalam suatu instalasi. Yang akan dibahas
dalam penulisan ini adalah penelitian dalam mendesain salah satu dari jenis heater,
yaitu Heat exchanger
HEAT EXCHANGER
Heat exchanger adalah alat yang digunakan untuk mentransfer panas dari
suatu media ke media yang lain yang mempunyai perbedaan temperatur. Alat ini
selain sering dijumpai pada industri yang menggunakan Ketel Uap (Boiler),
kondenser, cooling tower, juga digunakan dalam peralatan rumah tangga seperti Air
Conditioner (AC), Lemari Es, serta pada radiator kendaraan.
Jika Heat exchanger dapat bekerja dengan baik, maka tentunya sangat
mempengaruhi siklus kerja instalasi secara keseluruhan. Contohnya, proses kerja
yang terjadi pada pada mesin Ketel Uap (Boiler), sangat diperngaruhi oleh Heater
(Heat exchanger) agar proses mengubah air menjadi uap dapat terjadi. Dan hal yang
cukup mempengaruhi efektifitas serta performa kerja dari Heat exchanger tersebut
adalah rancangan atau desain awal dari Heat exchanger itu sendiri.
Untuk mendapatkan suatu rancangan / desain dari Heat exchanger,
sebelumnya perlu diketahui unsur-unsur terkait yang bekerja dalam Heat exchanger
tersebut nantinya. Karena hal tersebut tentunya akan mempengaruhi perkiraan-
perkiraan yang patut dipertimbangkan dalam mendesain Heat exchanger. Seperti
diantaranya adalah penjelasan mengenai jenis fluida yang bekerja, besarnya
temperatur masuk dan keluar, besarnya tekanan, kapasitas, dan lain sebagainya.
Setelah mengetahui hal tersebut, proses mendesain kemudian dapat dilakukan
dengan memperkirakan berapakah besarnya luas bidang pemanasan efektif pada Heat
exchanger dan penjelasan lain mengenai jenis-jenis komponen-komponen pendukung
di dalamnya.
Peralatan utama pada sistem pencairan dan pendinginan pada suhu rendah
umumnya terdiri dari heat exchanger Kompresor, dan Expander. Ketiga alat tersebut
memiliki prinsip kerja dan fungsi yang berbeda pada sistem kriogenik. Kinerja sistem
kriogenik akan tergantung pada kinerja dan susunan dari alat-alat utama tersebut.
Stabilitas fasa fluida pada HE suhu rendah sangat penting mengingat aliran
panas/dingin harus dapat mengalir dengan baik (viscositas optimal). Pengaruh suhu,
tekanan, dan jenis kriogenik akan sangat menentukan efektivitas pertukaran panas
yang terjadi. Beberapa kriteria utama HE yang dibutuhkan untuk penggunaan pada
suhu rendah:
1. Perbedaan suhu aliran panas dan dingin yg kecil guna meningkatkan efisiensi
2. Rasio luas permukaan terhadap volume yg besar untuk meminimalkan kebocoran
3. Perpindahan panas yang tinggi untuk mengurangi luas permukaan
4. Massa yg rendah untuk meminimalkan waktu start up
5. Kemampuan multi channel untuk mengurangi jumlah HE
6. Kemampuan menerima tekanan yg tinggi
7. Pressure Drop yg rendah
Minimalisasi beda suhu aliran panas & dingin harus juga memperhatikan
pengaruh suhu terhadap panas spesifik (Cp) fluida. Jika Cp menurun dengan
menurunnya suhu fluida (contoh Hidrogen), maka perbedaan suhu inlet & outlet
harus ditambah dari harga minimal beda suhu aliran. Gambar proses dapat dilihat pada
Gambar 5.1.
Pemilihan HE untuk suhu rendah akan tergantung pada :
1. Kebutuhan disain proses
2. Batasan disain mekanik dan ekonomi
Jenis-jenis Heat Exchanger :
1. Chiller
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperatur sangat
rendah. Temperatur pendingin di dalam chiller jauh lebih rendah bila di bandingkan
dengan pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air.media pendinginnya adalah
amoniak atau Freon.
2. Condensor
Alat ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran
uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang di pakai air,uap
atau campuran uap itu akan melepaskan panas latent kepada pendingin.
3. Cooler
Alat ini digunakan untuk mendinginkan ( menurunkan suhu ) cairan atau gas
dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Pada alat ini tidak terjadi
perubahan fase tidak seperti kondensor.
4. Reboiler
Alat ini di gunakan untuk mendidihkan kembali seta menguapkan sebagian cairan
yang di proses. Media pemanasnya uap atau zat panas yang di proses itu sendiri.
5. Shell and Tube Exchanger
Alat ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk pamanasan
aliran fluida yang lain.
6. Heater
Alat ini betujuan untuk memanaskan/menaikan suhu suatu fluida proses. Zat
pemanas yang di gunakan uapa atau fluida panas lain. Pada alat ini uap tersebut
melepaskan sensible heat sehingga menjadi kondensat.
7. Steam generator atau pembangkit uap
Alat ini dikenal dengan ketel uap dimana terjadi pembentukan uap dalam unit
pembangkit .
8. Superheater
Alat ini digunakan untuik mengubah saturated steam menjadi superheated steam.
9. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan cairan yang ada pada larutan sehingga dari
suatu larutan diperoleh thick liquor. Media pemanasnya adalah uap dengan tekanan
rendah yang di gunakan adalah latent heat.
10. Vaporizer
Sama seperti evaporator tetapi untuk menguapkan cairan pelarut yang bukan air.
11. Ekonomizer
Pemanas air pengisi ketel untuk menaikan suhu air pengisi ketel, sebelum air
masuk kedalam drum uap guna meringankan beban ketel. Perpindahan panas yang
terjadi secara konveksi dan konduksi.
Pada dasarnya sebuah Shell and Tube Heat Exchanger tersusun dari 7 (tujuh)
komponen utama, yaitu:
1. Tube
2. Tube Sheet
3. Shell dan Shell Side Nozzle
4. Tube Side Channel dan Nozzle
5. Channel Cover
6. Pass Divider
7. Baffle
HE tabung konsentrik dan tipe Collins
Untuk skala laboratorium umumnya digunakan tabung konsentrik dan Extended
Surface (Collins-type) exchanger Sedangkan untuk Industri banyak digunakan Coiled
tube, Plate-fin, Reversing dan tipe exchanger Regenerator. Gambar 5.2 menunjukkan
beberapa konfigurasi HE Tabung konsentrik sedangkan Gambar 5.3 menunjukkan
HE tipe Collins
Gb 5.2 Beberapa HE tabung konsentrik (a) HE sederhana; (b) HE tabung berganda;
(c) Tabung konsentrik dengan kawat penyanggah; (d) Bundle HE
Gambar 5.3 HE Collins; LP = Aliran tekanan rendah ; HP = aliran tekanan tinggi.
Efektifitas Heat Exchanger
Shell-and-tube heat exchanger merupakan jenis alat penukar panas yang
banyak digunakan. Untuk membuat perpindahan panas lebih baik dan untuk
menyangga tube yang ada di dalam shell, maka sering dipasang baffle. Perpindahan
panas yang lebih baik sangat diharapkan dalam suatu heat exchanger. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan baffle terhadap efektifitas dan
penurunan tekanan dalam heat exchanger. Dari hasil penelitian didapat bahwa
efektifitas meningkat dengan dipasangnya baffle. Efektifitas meningkat seiring
dengan mengecilnya jarak antar baffle hingga suatu jarak tertentu, kemudian
menurun.
Dalam suatu shell and tube heat exchanger, fluida yang satu mengalir dalam
pipa-pipa kecil (tube) dan fluida yang lain mengalir melalui selongsong (shell).
Perpindahan panas dapat terjadi di antara kedua fluida, dimana panas akan mengalir
dari fluida bersuhu lebih tinggi ke fluida bersuhu lebih rendah. Umumnya, aliran
fluida dalam shell and tube heat exchanger adalah paralel atau berlawanan. Untuk
membuat aliran fluida dalam shell-and-tube heat exchanger menjadi cross flow
biasanya ditambahkan penyekat atau baffle. Aliran cross flow yang didapat dengan
menambahkan baffle akan membuat luas kontak fluida dalam shell dengan dinding
tube makin besar, sehingga perpindahan panas di antara kedua fluida meningkat.
Selain untuk mengarahkan aliran agar menjadi cross flow, baffle juga berguna untuk
menjaga supaya tube tidak melengkung(berfungsi sebagai penyangga) dan
mengurangi kemungkinan adanya vibrasi
atau getaran oleh aliran fluida.
Secara teoritis, baffle yang dipasang terlalu berdekatan akan meningkatkan
perpindahan panas yang terjadi di antara kedua fuida, namun hambatan yang terjadi
pada aliran yang melalui celah antar baffle menjadi besar sehingga penurunan tekanan
menjadi besar. Sedang jika baffle dipasang terlalu berjauhan penurunan tekanan yang
terjadi akan kecil, namun perpindahan panas yang terjadi kurang baik dan timbul
bahaya kerusakan pipa-pipa karena melengkung atau vibrasi. Hal ini menunjukkan
bahwa jarak antar baffle tidak boleh terlalu dekat ataupun terlalu jauh, ada
jarak tertentu yang optimal untuk heat exchanger tertentu.
Menurut Frank P. Incropera dan David P.Dewitt (1981), efektivitas suatu heat
exchanger didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan panas yang
diharapkan (nyata) dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi
dalam heat exchanger tersebut.
Perpindahan panas maksimum mungkin terjadi bila salah satu fluida
mengalami perbedaan suhu sebesar beda suhu maksimum yang terdapat dalam Heat
exchanger tersebut, yaitu selisih antara suhu masuk fluida panas dan fluida dingin.
Fluida yang mungkin mengalami perbedaan suhu maksimum ini ialah fluida yang
mempunyai nilai kapasitas panas minimum.
Kecepatan aliran yang meningkat membuat bilangan Reynold aliran
membesar (lebih turbulen), dimana hal ini membawa dampak yang menguntungkan
yaitu kenaikan koefisien perpindahan panas konveksi yang pada akhirnya
meningkatkan koefisien perpindahan panas total dalam heat exchanger. Namun,
kenaikan laju aliran massa juga membuat waktu kontak/singgung antara kedua fluida
(dalam hal ini udara panas dan udara dingin) menjadi lebih singkat. Jadi, dengan
meningkatnya laju aliran massa perpindahan panas dalam heat exchanger lebih baik
namun waktu kontak lebih singkat. Fenomena ini memungkinkan adanya nilai
optimum dari efektifitas pada laju aliran massa tertentu
Pengaruh penggunaan baffle terhadap efektifitas pemanasan juga dapat dilihat
dari gambar 3. Heat exchanger yang dioperasikan tanpa baffle ternyata memiliki
efektifitas terendah. Semakin kecil jarak antar baffle yang dipasang membuat
efektifitas meningkat namun kemudian menurun. Hal ini menunjukkan adanya nilai
optimum pula untuk jarak baffle yang dipasang dalam suatu heat exchanger.
Penggunaan atau penambahan baffle membuat kecepatan udara dingin dalam shell
meningkat karena luas penampang yang tegak lurus dengan aliran udara semakin
kecil. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, koefisien perpindahan panas akan
meningkat. Oleh karena itu dengan bertambahnya jumlah baffle yang dipasang, atau
semakin kecil jarak antar baffle, efektifitas meningkat. Namun, dengan bertambahnya
jumlah baffle membuat fraksi aliran melintang (cross flow) menurun. Menurut
Hewitt, G.F., Shires, G.L., and Bott, T.R. (1994), perpindahan panas yang paling
efektif dalam heat exchanger adalah pada aliran jenis melintang (cross flow). Dengan
berkurangnya fraksi aliran melintang berarti perpindahan panas dari udara panas ke
udara dingin menjadi berkurang. Jadi, jarak antar baffle yang lebih kecil menaikkan
koefisien perpindahan panas namun mengurangi fraksi aliran melintang. Fenomena
ini membuat adanya harga optimum dari efektifitas pada jarak antar baffle tertentu.
Parameter lain yang penting yang terpengaruh dengan dipasangnya baffle
adalah penurunan tekanan aliran di sisi shell. Penurunan tekanan aliran sisi shell dari
eksperimen dapat dilihat pada gambar 4. Dari gambar 4 terlihat bahwa penurunan
tekanan aliran sisi shell meningkat dengan naiknya laju aliran massa dan mengecilnya
jarak antar baffle yang digunakan. Semakin banyak baffle yang dipasang, luas
penampang aliran melintang (cross flow) dari udara semakin kecil. Lintasan yang
ditempuh udara dingin semakin panjang dan untuk laju aliran massa yang sama,
dibanding dengan jika jumlah baffle sedikit, akan membuat kecepatan udara dingin
meningkat sehingga penurunan tekanan membesar. Faktor yang mempengaruhi
adanya penurunan performansi heat exchanger adalah adanya kerak/korosi dan
pengurangan jumlah tube yang digunakan, karena laju aliran massa dan temperatur
masuk dan keluar fluida panas relatif tetap.
Efektivitas perpindahan panas mengikuti urutan sbb :
HE sederhana < HE tabung berganda < Tabung konsentrik dengan kawat penyanggah
< Bunddle HE < HE Collins.
Coiled tube heat exchanger
HE jenis ini disusun dari tabung-tabung (tubes) dengan jumlah besar mengelilingi
tabung inti, dimana setiap HE terdiri dari lapisan-lapisan tabung sepanjang arah
aksial maupun radial. Aliran tekanan tinggi diberikan pada tube diameter kecil,
sementara untuk tekanan rendah dialirkan pada bagian luar tube diameter kecil.
HE jenis ini memiliki keuntungan untuk kondisi suhu rendah antara lain:
1. Perpindahan kalor dapat dilakukan lebih dari dari dua aliran secara simultan.
2. Memiliki jumlah unit heat transfer yang tinggi
3. Dapat dilakukan pada tekanan tinggi.
Geometri HE Coiled Tube sangat bervariasi, tergantung pada kondisi aliran dan
drop pressure yang dibutuhkan. Parameter yang berpengaruh antara lain: kecepatan
aliran pada shell dan tube, diameter tube, jarak antar tube (tube pitch), layer spacer
diameter. Factor lain yang juga harus diperhitungkan yaitu jumlah fasa aliran,
terjadinya kondensasi dan evaporasi pada shell atau tube.
Aplikasi HE Coiled Tube untuk skala besar telah banyak diterapkan pada LNG
Plant, dimana alat HE ini memiliki kapasitas 100,000 m3/h pada 289 K dan 0.101
Mpa. Luas permukaan heat transfer 25,000 m2 dan panjang keseluruhan 61 m,
diameter 4.5 m dan berat 180 ton.
Plate-fin heat exchanger
HE Plat-Fin umumnya mempunyai susunan plat alumunium bergelombang
dimana aliran-aliran panas/dingin dialirkan pada celah gelombang tersebut. Setiap
lapisan gelombang dibatasi dengan plate pemisah (separator plate). Bentuk Plat-Fin
ini sembilan kali lebih lebih kecil dibanding HE Shell & tube konvensional untuk
luas permukaan yANg sama. Tekanan operasi dapat mencapai 6 MPa pada suhu 4
hingga 340 K. Gambar 5.6 menggambarkan skema sederhana Plate-Fin HE dan pola
aliran. Untuk dapat melakukan multi aliran dan multi arah aliran, maka Plate-Fin
harus dilengkapi dengan Internal seal, distributor, dan external header. Untuk tipe
cross flow akan sesuai jika harga beda suhu rata-rata efektif pada aliran silang dan
harga LMTD nya tidak berbeda jauh. Tipe ini banyak didapat pada liquefiers
(pencairan), hanya sedikit terjadi perbedaan suhu pada sisi kondensing dan aliran gas
yg besar pada sisi panas.
Dasar perancangan heat exchanger
Ada dua pendakatan untuk perancangan HE yaitu :
1. Pendekatan Efektivitas NTU: digunakan jika suhu masuk dan laju alir HE
diketahui
2. Pendekatan LMTD: membutuhkan data semua aliran, dimana ukuran HE
ditentukan
Laju perpindahan panas dapat dirumuskan sbb :
Q = U.A.DTm (5.1)
Untuk pendekatan LMTD:
DTm = LMTD = (DTmax - DTmin)/ln(DTmax - DTmin ) (5.2)
dimana DTmax adalah beda suhu lokal max, dan DTmin adalah beda suhu lokal
minimal antara dua aliran fluida pada inlet dan outlet HE. Ditribusi suhu sepanjang
HE ditunjukkan Gambar 5.7. Beda suhu konstan untuk aliran panas dan dingin jika
yang terjadi adalah kondensasi di satu aliran dan evaporasi pada aliran lainnya
Kelebihan utama aliran Countercurrent dibanding Cocurrent adalah suhu keluar aliran
dingin dapat lebih tinggi dibanding suhu aliran panas keluar HE.
Sebagai.gambaran.awal,.Anda.bisa.menggunakan.salah.satu.dari.jenis .kondensor:
a. Fin.heat.exchanger
b. Shell.and.tube.heat.exchanger
c. Plate heat exhanger
Fluida pendingin yang digunakan bisa air atau udara. Kalau udara yang
digunakan sebagai fluida pendingin, lebih baik menggunakan fin heat exchanger.
Kalau air, bisa shell and tube atau plate heat exchanger. Untuk menekan biaya saya
kira fin heat exchanger yang lebih cocok.
Heat Exchanger adalah alat yang difungsikan untuk mengakomodasi
perpindahan sejumlah tertentu panas dari fluida panas ke fluida dingin. Tujuan
penggunaan Heat Exchanger dalam industri proses diantaranya adalah:
a. Memanaskan atau mendinginkan fluida sehingga mencapai temperatur tertentu
yang digunakan dalam proses selanjutnya, seperti : pemanasan reaktan, pendinginan
produk dan lain-lain.
b. Mengubah sifat fluida, yaitu : distilasi, evaporasi, kondensasi dan lain-lain.
Berdasarkan arah relatif aliran kedua fluida tersebut, Shell and Tube Heat Exchanger
Standarisasi Shell and Tube Heat Exchanger Menurut TEMA
Tubular Exchanger Manufacturer Association (TEMA) telah menetapkan standar Shell
and Tube Heat Exchanger mengenai penamaan, tolerasi dimensi, petunjuk instalasi
dan operasi desain.
Berdasarkan kondisi kerjanya, Shell and Tube Heat Exchanger diklasifikasikan dalam
3 (tiga) kelas besar, yaitu:
1. Kelas R
Kelas yang dioperasikan pada kondisi relatif berat, biasanya digunakan dalam
industri petroleum.
2. Kelas B
Kelas yang dioperasikan pada kondisi ringan.
3. Kelas C
Kelas yang dioperasikan pada kondisi sedang dan biasanya digunakan dalam
industri proses kimia.
Di dalam pemilihan Heat Exchanger Shell and Tube, harus diperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerjanya, yaitu:
1. Fouling
Fouling adalah peristiwa terakumulasinya padatan yang tidak dikehendaki di
permukaan Heat Exchanger yang berkontak dengan fluida kerja, termasuk permukaan
heat transfer. Peristiwa tersebut adalah pengendapan, pengerakan, korosi,
polimerisasi dan proses biologi.
Fouling mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan
biaya, baik investasi, operasi maupun perawatan. Akibat terjadinya fouling, ukuran
Heat Exchanger menjadi lebih besar, kehilangan energi meningkat, waktu shutdown
lebih panjang dan biaya perawatan meningkat.
Antisipasi terhadap terjadinya fouling dalam perancangan dengan memilih
variabel operasi dan konfigurasi yang tepat. Variabel operasi yang berpengaruh
terhadap fouling adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan Linier Fluida (Velocity)
Semakin tinggi kecepatan linier fluida, semakin rendah kemungkinan terjadinya
fouling. Semakin tinggi kecepatan linier fluida semakin tinggi pressure drop fluida
dan semakin tinggi biaya pemompaan yang dibutuhkan
b. Temperatur Permukaan dan Temperatur Fluida
Fouling terbentuk dari hasil reaksi, baik di permukaan maupun di dalam fluida.
Kecepatan terbentuknya fouling akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.
Fouling dapat dicegah dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1) Menekan potensi fouling, misalnya dengan penyaringan.
2) Menggunakan bahan kontruksi yang tahan terhadap korosi.
3) Menempatkan nozzle dipermukaan tertinggi atau terendah pada Heat
Exchanger.
Fouling tidak dapat sama sekali dihindari, maka tindakan penanggulangan harus
dipikirkan sejak perancangan Heat Exchanger, seperti:
1) Mengalirkan fluida berpotensi fouling yang relatif tinggi di dalam tube.
2) Menggunakan stationary head yang dilengkapi dengan channel cover yang mudah
dibuka.
3) Meletakkan Heat Exchanger pada posisi horizontal.
2. Kebocoran di dalam Heat Exchanger
Kebocoran kecil dari sisi tube ke shell dan sebaliknya dapat berkibat fatal,
sehingga perancang harus memahami proses yang akan melibatkan Heat Exchanger yang
dirancangnya. Kebocoran diakibatkan oleh keretakan sambungan dan penipisan
permukaan yang disebabkan oleh tegangan termal dan mekanik, korosi, vibrasi dan
erosi.
a. Tegangan Termal
Keretakan sambungan tube dan tubesheet dapat disebabkan oleh adanya tegangan
termal akibat, yaitu:
1).Perbedaan ekspansi termal tube dan shell.
2).Siklus termal akibat frekuensi shutdown yang tinggi/ pada operasi batch. Heat
Exchanger tipe floating head dan U tube bundle merupakan pilihan utama pertama
untuk operasi dengan kemungkinan ekspansi termal yang tinggi. Kebocoran dapat
dicegah dengan penggunaan double tubesheet, tetapi akan menimbulkan persoalan
perawatan, cara ini diterapkan apabila pencampuran fluida shell dan tube benar-
benar tidak dikehendaki.
b. Korosi
Korosi dapat dibatasi dengan penggunaan bahan konstruksi yang sesuai, seperti pada tabel
berikut ini:
No Sifat/ Jenis Fluida Bahan Konstruksi
1. Hidrokarbon Carbon Steel
2. Fluida Akuatik
(Aqueous)
Cu-Ni
3. Fluida Korosif,
Temperature Tinggi
Stainless Steel
4. Fluida Sangat Korosif,
Temperature Sangat
Tinggi
Paduan Khusus:
Hasteloy, dan lain-lain
Tabel 4.1 Bahan Kontruksi
c. Vibrasi
Penyebab utama vibrasi tube pada Shell and Tube Heat Exchanger adalah persilangan
aliran fluida shell dan fluida tube. Vibrasi dapat menyebabkan penipisan tube pada
bagian baffle dan bagian tersangga lainnya. Penipisan lebih lanjut akan berakibat
kebocoran tube. Cara-cara yang diajurkan untuk menanggulangi vibrasi antara lain,
yaitu:
1) Pengurangan kecepatan fluida shell dengan meperhatikan faktor fouling.
2) Penambahan jumlah baffle dengan memperhatikan batas maksimum pressure
drop yang diperbolehkan.
3) Penggunaan baffle dan tube yang lebih tebal dibandingkan dengan standar
TEMA.
4) Pemasangan penyangga tambahan pada bagian belokan U jika tipe yang
digunakan adalah U tube bundle.
5) Penggunaan Heat Exchanger tipe jendela baffle tanpa tube (no tube in baffle
window).
Upaya menekan kehilangan energi, fouling, korosi, vibrasi, dan biaya perawatan dapat
dilakukan dengan mengalokasikan fluida secara tepat, yaitu:
1). Fluida bertekanan tinggi dialirkan di dalam tube karena tube standar cukup kuat
menahan tekanan yang tinggi. Apabila ingin mengalirkan fluida bertekanan tinggi di
dalam shell, maka harus dipilih diameter shell yang kecil dengan panjang yang dapat
memenuhi luas heat transfer yang dibutuhkan.
2). Fluida berpotensi fouling dialirkan di dalam tube agar pembersihan lebih mudah
dilakukan.
3). Fluida korosif dialirkan di dalam tube karena pengaliran di dalam shell
membutuhkan bahan konstruksi yang mahal yang lebih banyak. Apabila korosif
tidak dapat dihindarkan, maka diusahakan perbaikan dapat secara mudah
dilakukan.
4). Fluida bertemperatur tinggi dan diinginkan untuk memanfaatkan panasnya
dialirkan di dalam tube karena dengan ini kehilangan panas dapat dihindarkan.
5). Fluida dengan viskositas yang lebih rendah dialirkan di dalam tube karena
pengaliran fluida dengan viskositas tinggi di dalam penampang alir yang kecil
membutuhkan energi yang lebih besar.
6). Fluida dengan laju alir rendah dialirkan di dalam tube. Diameter tube yang kecil
menyebabkan kecepatan linier fluida masih cukup tinggi, sehingga menghambat
fouling dan mempercepat perpindahan panas
Beberapa Jenis Heat Exchanger
1. AES
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif sehingga tidak mudah terjadi
korosi.
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat one pass sheel
2. AEP
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat one pass sheel.
3. CFU
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan sedang dan rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat two pass sheel.
4. AKT
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Dapat digunakan pada fluida yang mudah menguap
i) Berfungsi sebagai alat penguapan.
5. AJW
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran, aliran masuk dipecah menjadi dua aliran
sehingga terdapat dua tempar keluar
h) Besar panas yang dibawanya besar
6. BEM
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat one pass sheel
7. AFS
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan sedang
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat two pass sheel.
8. BEU
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat one pass sheel
i) Aliran baliknya lancer dan melalui tube langsung.
9. CES
Pada Heat Exchanger jenis ini dapat digunakan pada keadaan :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
f) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran
h) Aliran bersifat one pass sheel
TEMA
(TUBULAR EXCHANGER MANUFACTURERS ASSOCIATION)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan type heat exchanger
untuk suatu proses, yaitu antara lain :
a. Fouling Factor
b. Viscosity
c. Heat Flux
d. Rate transfer of heat
e. Pressure drop
Oleh karena itulah ada beberapa jenis atau type-type head, body, adn rear dari heat
exchanger yang dapat digunakan untuk suatu kondisi operasi tertentu.
1. Front End Stationary Head Types
a. Tipe A (CHANNEL AND REMOVABLE)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif sehingga tidak mudah
terjadi korosi.
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya terdapat “jendela” yang dapat dibuka untuk
membersihkan fouling-fouling yang terbentuk didalan tube.
f) Pada bagian tengah terdapat sekat yang berfungsi menjegah aliran untuk tidak jatuh
kebawah.
g) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
h) Tidak menyatu dengan tube, sehingga menggunakan bandel untuk
menghubungkannya dengan tube
b. Tipe B (BONNET INTEGRAL COVER)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif sehingga tidak mudah terjadi
korosi.
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya tertutup, karena tekanan yang digunakan
f) Pada bagian tengah terdapat sekat yang berfungsi menjegah aliran untuk tidak jatuh
kebawah.
g) Apa bila terjadi fouling dapat dibersihkan secara kimia
h) Tidak menyatu dengan tube, sehingga menggunakan bandel untuk
menghubungkannya dengan tube
c. Tipe C
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya terdapat “jendela” yang dapat dibuka untuk
membersihkan fouling-fouling yang terbentuk didalan tube.
f) Pada bagian tengah terdapat sekat yang berfungsi menjegah aliran untuk tidak jatuh
kebawah.
g) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
h) Menyatu dengan tube, tetapi bundle yang digunakan dapat dilepas.
d. Tipe N
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya terdapat “jendela” yang dapat dibuka untuk
membersihkan fouling-fouling yang terbentuk didalan tube.
f) Pada bagian tengah terdapat sekat yang berfungsi menjegah aliran untuk tidak jatuh
kebawah.
g) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
h) Menyatu dengan tube, dan tidak menggunakan bandel karena untuk menghindari
terjadinya korosi.pad sela-sela tube.
d. Tipe D (SPECIAL HIGH PRESSURE CLOSURE)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang sangat tinggi sehingga digunakan sekat dan penutup
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada bagian tengah terdapat sekat yang berfungsi menjegah aliran untuk tidak jatuh
kebawah, dan mengontrol aliran fluida
f) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
g) Menyatu dengan tube, dan tidak menggunakan bandel karena untuk menghindari
terjadinya korosi.pad sela-sela tube.
2. Sheel Pass
a. Tipe E
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang sedang
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya tidak terlalu besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak
mudah terbentuk fouling.
e) Digunakan buffle untuk memecah aliran.
f) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang sedang.
g) Aliran bersifat sekali lewat
h) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
b. Tipe F (TWO PASS SHEEL WITH LONGITUDINAL BAFFLE)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak
mudah terbentuk fouling.
e) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang sedang.
f) Digunakan buffle longitudinal atau membujur untuk memecah aliran sehingga waktu
kontak lama.
g) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
h) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
c. Tipe G (DOUBLE SPLIT FLOW)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak
mudah terbentuk fouling.
e) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang sedang.
f) Digunakan buffle utnuk memecah aliran menjadi dua aliran sehingga waktu kontak
lama.
g) Selian menggunakan buffle digunakan sekat untuk memisahkan aliran supaya tidak
langsung jatuh kebawah dan aliran menjadi dua tingkat
h) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
i) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
d. Tipe H (DOUBLE SPLIT FLOW)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak
mudah terbentuk fouling.
e) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang besar
f) Terdapat dua aliran masuk dan dua aliran keluar
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran menjadi dua aliran sehingga waktu kontak
lama.
h) Selian menggunakan buffle digunakan sekat untuk memisahkan aliran supaya tidak
langsung jatuh kebawah dan aliran menjadi dua tingkat
i) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
j) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
f. Tipe J (DIVIDED FLOW)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak
mudah terbentuk fouling.
e) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang besar
f) Terdapat satu aliran masuk dan dua aliran keluar
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran menjadi dua aliran sehingga waktu kontak
lama.
h) Selian menggunakan buffle digunakan sekat untuk memisahkan aliran supaya tidak
langsung jatuh kebawah dan aliran menjadi dua tingkat
i) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
j) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
g. Tipe X (CROSS FLOW)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak mudah
terbentuk fouling.
e) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang besar
f) Terdapat satu aliran masuk dan Satu aliran keluar
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran menjadi dua aliran sehingga waktu kontak
lama.
h) Selian menggunakan buffle digunakan sekat untuk memisahkan aliran supaya tidak
langsung jatuh kebawah dan aliran menjadi dua tingkat
i) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
j) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
h. Tipe K
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan yang tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida tidak bersifat korosif.
c) Besar besar enthalpy yang dibawanya besar
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah atau tidak
mudah terbentuk fouling.
e) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang besar
f) Terdapat satu aliran masuk dan Satu aliran keluar untuk vapor dan satu untuk aliran
liquid
g) Digunakan buffle untuk memecah aliran menjadi dua aliran sehingga waktu kontak
lama.
h) Apabila pressur drop yang dihasilkan besar maka dapat terjadi vibrasi mekanik.
i) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
j) Merupakan alat yang digunakan untuk menguapkan, didalam tube dialiri steam dan
didalam shell dialiri liquid yang akan diuapkan. Aliran liquid berasal dari bawah.
3. Rear End Head Types
a. Tipe L (FIXED TUBUSHEET LIKE “A”
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif sehingga tidak mudah terjadi
korosi.
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya terdapat “jendela” yang dapat dibuka untuk
membersihkan fouling-fouling yang terbentuk didalan tube.
f) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran
g) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
h) Tidak menyatu dengan tube, sehingga menggunakan bandel untuk
menghubungkannya dengan tube.
i) Memiliki bentuk yang sama dengan type A pada type HEAD
b. Tipe M (FIXED TUBUSHEET LIKE “B” STATOINARY HEAD)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang tidak bersifat korosif sehingga tidak mudah
terjadi korosi.
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya tertutup, karena tekanan yang digunakan
f) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran.
g) Apa bila terjadi fouling dapat dibersihkan secara kimia
h) Tidak menyatu dengan tube, sehingga menggunakan bandel untuk
menghubungkannya dengan tube
i) Memiliki bentuk yang sama dengan type B pada type HEAD.
c. Tipe N
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya terdapat “jendela” yang dapat dibuka untuk
membersihkan fouling-fouling yang terbentuk didalan tube.
f) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran.
g) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
h) Menyatu dengan tube, dan tidak menggunakan bandel karena untuk menghindari
terjadinya korosi.pad sela-sela tube.
i) Memiliki bentuk yang sama dengan type N pada type HEAD.
d. Tipe P (OUTSIDE PACKED FLOATING)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang tinggi atau mudah
terbentuk fouling.
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada tipe ini bagian kepalanya terdapat “jendela” yang dapat dibuka untuk
membersihkan fouling-fouling yang terbentuk didalan tube.
f) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran.
g) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara mekanik atau secara kimia
h) Menyatu dengan tube, dan tidak menggunakan bandel karena untuk menghindari
terjadinya korosi.pad sela-sela tube.
e. Tipe S (FLOATING HEAD WITH BACKING DEVICE)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan normal atau rendah
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran.
f) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
g) Menyatu dengan tube, dan tidak menggunakan bandel karena untuk menghindari
terjadinya korosi.pad sela-sela tube.
h) Di gunakan alat pembantu yang berfungsi untuk membelokkan aliran, agar tidak ada
fluida yang tertinggal.
f. Tipe T (PULL THROUGH FLOATING)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yang rendah
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran.
f) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
g) Menyatu dengan tube, dan tidak menggunakan bandel karena untuk menghindari
terjadinya korosi.pad sela-sela tube.
h) Tidak ada fluida yang tertinggal dalam pembelokan aliran.
g. Tipe U (U-TUBE FLOATING)
Pada tipe ini biasanya digunakan pada kondisi operasi sebagai berikut :
a) Pada tekanan tinggi
b) Dapat digunakan pada fluida yang bersifat sangat korosif
c) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki sifat fouling yangrendah
d) Dapat digunakan pada fluida yang memiliki viskositas yang rendah maupun tinggi.
e) Pada bagian tengah tidak terdapat sekat karena terdapat satu arah aliran.
f) Cara pembersihan fouling dapat digunakan secara kimia
g) Menyatu dengan tube, dan dinamakan dengan U-tube Bundel.
h) Tidak ada fluida yang tertinggal dalam pembelokan aliran.
h. Tipe W