163
ADIAN HUSAINI . DAMM l STU-DIISLAM· "- DI PERGURU·AN llNGGI

Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

ADIAN HUSAINI .

DAMMl

STU-DIISLAM·"-

DI PERGURU·AN llNGGI

Page 2: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi
Page 3: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi
Page 4: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI

KRI~TfN·~ARATDALAM

STUDIISLAMDI PERGURUAN llNGGI

Page 5: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI

KRI~TfN·~ARA TDALAM

STUDIISLAM01 PERGURUAN TINGGI

ADIAN HUSAINI

GEMA INSANIJakana, 2006

Page 6: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

Perpi.1stakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

HUSAIN!, AdianHegemoni kristen-barat dalam studi Islam di perguruan tinggi; penulis,

Adian Husaini; penyunting, Nuim Hidayat--eet. 1-- Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

xviii, 298 hlm. ; 20,3 em.ISBN 979-56-0098-2

1. Pemikiran 1. Judul II. Hidayat, Nuim

Pasal2

(1) Hak cipta merupakan hak ekslusifbagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan ataumemperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpamengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasaln

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal2 ayat (1) atau pasal 49 ayat 9 (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing palingsingkat I (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidanapenjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliarrupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umumsuatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pactaayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

UU No. 19 Tahun 2002

HEGEMONI KRISTEN-BARATDALAM STUDI ISLAM DI PERGURUAN TINGGI

PenulisAdian Husaini, M.A.

PenyuntingNuim HidayatPerwajahan IsiImamsobarPenata Letak

JatmikoDesain SampulEja AssagafPenerbit

GEMA INSANIDepok: Jl. Ir. H. Juanda, Depok 16418Telp. (021) 7708891, 7708892, 7708893 Fax. (021) 7708894http://www.gemainsani.eo.id e-mail:[email protected] SMS: 0815 86 86 86 86Jakarta: Jl. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740Telp. (021) 7984391, 7984392, 7988593 Fax. (021) 7984388

Anggota IKAPI

Cetakan Pertama, Muharram 1427 H / Februari 2006 M

DAFTARISI

PENGANTAR PENERBIT .

PENGANTAR PENULIS .

MUKADDIMAH: Belajar dari Imam al-GhazaliPeran al-Ghazali .

Jihad al-Nafs dan Masalah Ilmu .

Komprehensif .

BAB I: KEMUNKARAN ILMU .

1. Urgensi Amar Ma'ruf Nahi Munkar .2. Kasus Perkawinan dan Homoseksual .

3. Kekeliruan dan Kejahilan .

4. Perlu Tindakan yang Adil.. .

BAB II: MENABUR BENIH

ORIENTALISME DARI CIPUTAT .

1. Peringa tan Prof. Rasjidi .2. Harun Nasution dan Infiltrasi Orientalisme

BAB III: STUDI ISLAM DI lAIN: MAU

KE MANA? .

Vll

IX

16

11

16

27

27

35

45

60

63

63

73

101

Page 7: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

1. Problem Terminologis 'Islam Inklusif' 1012. Kerancuan: Inklusivisme atau Pluralisme? 117

3. Liberalisasi lAIN: quo vadit? 122

4. Taushiyah Dewan Dakwah IslamiyahIndonesia (DDII) 126

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAINDAN DAMPAKNYA .

1. Mencurigai Ulama dan Ulumuddin .2. Dekonstruksi Konsep Wahyu .3. Hermeneutika dan 'Relativisme

Kebenaran' .4. Dari Tradisi Bibel Dibawa ke AI-Qur'an .

5. Kritik terhadap Hermeneutika Feminis .

LAMPlRAN .

DAFTAR PUS TAKA .

Bibel dan Interpretasinya .

INDEKS .

RIWAYATHIDUP .

133

133

151

194

215252

275

279

287

288

294

Kewajiban seorang Muslim sebelum beramal adalahberilmu. Bahkan agar aqidahnya lums dan terjaga kualitas­nya, ia hams senantiasa memupuknya dengan ilmu. Bilailmu yang memupuk keimanannya ini benar, maka ia akantumbuh sebagai seorang muslim yang penuh dengan sifat­sifat terpuji. Sebaliknya bila ilmu yang memupuk aqidah­nya ini adalah msak atau bersifat racun, maka ia akan men­jadi muslim yang keimanannya ragu-ragu atau sesat.

Karena itu, kemunkaran terbesar dalam pandanganIslam, adalah kemunkaran di bidang aqidah Islamiyah ataukemunkaran yang mengubah dasar-dasar Islam. Kemun­karan ini berawal dari kemsakan ilmu-ilmu Islam, yangterkait dengan asas-asas pokok dalam Islam. Kemunkaranjenis ini jauh lebih dahsyat dari kemunkaran di bidang amal.Sebagai gambaran, dosa orang yang mengingkari kewajib­an shalat lima wakhl, lebih besar dari pada dosa orang yangmeninggalkan shalat karena malas, tetapi masih meyakinikewajiban shalat. Dosa orang yang tidak mengamalkan se­bagian ayat-ayat AI-Qur'an lebih ringan dibandingkandengan orang yang mengampanyekan bahwa ada ayat-ayatAI-Qur' an yang tidak valid.

[VII]

Page 8: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Kerusakan di bidang ilmu-ilmu dasar Islam ini temyatatelah puluhan tahun merambah perguruan-perguruan ting­gi Islam. Bahkan di kampus umum yang terdapat jurusanstudi Islam, juga mengalami hal yang sama. Tentu kejadianini bukan kebetulan. Ada skenario dan grand design di balikitu semua. Adian Husaini mencoba memaparkan fakta­fakta merunut sejarah kerusakan ilmu-ilmu Islam di per­guruan-perguruan tinggi di Indonesia. Paparan yangobyektif dan aktual dari cendekiawan muda muslim ini,Insya Allah bermanfaat bagi kita semua.

[VIII]

Buku ini ditulis bukan untuk mencaci maki lAIN dan

perguruan tinggi Islam lainnya. Buku ini saya tulis sebagaiupaya taushiyah sesama Muslim. Juga, sebagai upaya pe­maparan, bahwa ada satu masalah besar yang sedang di­hadapi oleh kaum Muslim Indonesia, khususnya kalanganakademisi Muslim di Perguruan Tinggi Islam, yakni tan­tangan keilmuan Islam yang dirumuskan oleh paraorienta lis dan masalah pengembangan ilmu-ilmu Islam(ulumuddin) yang berkualitas tinggi di kampus-kampusIslam.

Harus diakui, untuk sekian lama, Studi Islam bukanlah

mata kuliah yang diminati banyak mahasiswa. Jurusan­jurusan dirasah Islamiyah jauh lebih kurang peminatnyadibandingkan bidang Komunikasi, Ekonomi, Hukum,Kedokteran, Teknik, dan sebagainya. Belajar Ilmu-ilmuIslam di perguruan tinggi Islam dianggap tidak dapatmenjamin masa depan. Karena itu, biasanya, yang memilihjurusan ini pun 'mahasiswa-mahasiswa sisa' yang tidak di­terima di jurusan-jurusan lain. Sudah lama masalah inimenjadi perbincangan di kalangan tokoh dan akademisiMuslim di Indonesia. Mengapa orang tidak tertarik belajar

[IX]

Page 9: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

ushul fiqih, tafsir, hadits, fiqih, sejarah -Islam, dan sebagai­nya. Pelajar-pelajar unggulan lebih diarahkan oleh orangtuanya untuk menimba 'ilmu dunia', dan bukan 'ilmuagama'.

Berpuluh tahun masalah inimenjadi kronis. Ketidakber­dayaan menghinggapi banyak akademisi Muslim. Banyakyang terjebak ke dalam sikap apatis dan menyerah padakeadaan. Yang penting jalan, yang penting buat kampus,meskipun seadanya, sehingga orang dapat gelar sarjanaagama, apa pun kualitas keilmuannya. Ilmu agama kurangdihargai. Banyak yang belajar agama sekedar sambilan, di­anggap semacam rekreasi rohani, atau sekedar cari gelaruntuk cari kerja. Padahal, mencari ilmu itu adalah wajibbagi setiap Muslim, dari lahir sampai mati. Mencari ilmubutuh energi besar, butuh keseriusan. Bukan hanya dalamilmu fisika atau matematika, tetapi juga ilmu-ilmu agama.Kata Imam al-Syafii, seseorang tidak akan dapat ilmukecuali dengan enam hal: kecerdasan, kemauan keras, ke­sabaran, biaya, bimbingan guru, dan waktu yang panjang.

1/ Dan Imam al-Ghazali juga mengingatkan dalam KitabIhya' Ulum ai-Din, agar kaum Muslim bersungguh-slmgguhdalam masalah ilmu, baik dalam mencari maupun meng­

ajarkan ilmu. Satu lagi, al-Ghazali mengingatkan penting­nya niat yang benar dalam mencari ilmu. Dalam Mukad­dimah Kitab Bidayatui Hidayah dia menulis: jika and amencari ilmu dengan niat dan tujuan mengumpulkan hartabenda, untuk mencari pujian manusia, untuk hebat-hebatandi hadapan manusia, maka 'fa anta s'in fi hadmi dinika wa

ihiki nafsika wa bay'i khiratika bi dunyka" (anda telah berjalanuntuk menghancurkan agama and a, merusak diri anda sen­diri, dan menjual akhirat dengan dunia anda). Lebih jauh,kata al-Ghazali, dengan niat dan tujuan seperti itu, maka

[X]

PENGANTAR PENULIS

and a juga rugi, perniagaan anda hancur, dan guru andatelah menolong anda untuk bermaksiat. Al-Ghazali selalume-nekankan agar orang mencari ilmu laksana orang yangkehausan. Mencari ilmu agama haruslah serius, sebab iniilmu yang wajib diketahui oleh setiap Muslim. Belajar aqaid,ulumul Quran, hadits, fiqih, adalah fardhu 'ain bagi setiapMuslim, dengan tingkat pelajaran sesuai dengan kemam­puan, posisi, dan kebutuhan masing-masing.

Dalam sebuah ceramah di lAIN Bandlmg saya bawakanKitab Bidayatui Hidayah itu. Saya tanyakan kepada paramahasiswa: Sudah benarkah niat kita belajar agama? Untuk

apakah jurusan-jurusan di lAIN kita bentuk? Untuk men­dalami ilmu keislaman atau untuk memenuhi tuntutan

pasar kerja semata? Apa pun, faktanya, kini, belajar ke­ilmuan Islam di berbagai tempat tampak tidak menarik.Tradisi ilmu Islam tidak berkembang. Tokoh dihargai dandihormati oleh masyarakat luas, bukan karena kedalamanilmu dan kesalehan amalnya, tetapi karena kepandaianbicaranya, sejalan dengan budaya pop yang merasukimasyarakat. Gelar K.H. yang merupakan simbol dariidentitas 'ulama' diumbar, tanpa mempedulikan kualitaskeilmuan seseorang, apakah seorang memiliki ilmu agama

yang mendalam sehingga pantas disebut ulama atau tidak.Semua itu sudah menjadi masalah yang panjang. Umat

Islam Indonesia seperti tidak peduli. Tidak melihat masalahyang amat serius ini dengan cermat. Setiap tahun, ratusansarjana agama dikirim untuk belajar tentang Islam ke pusat­pusat studi Islam di Barat. Mereka banyak belajar agamaIslam kepada para orientalis Yahudi dan Kristen. Setiapwaktu hal ihl berlangsung, tanpa upaya yang memadaiuntuk mengatasinya. Tentu tidak bijak jika umat hanya me­nyalahkan Barat dalam hal ini. Lebih baik menuding diri

[Xl]

Page 10: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

sendiri, mengapa umat Islam tidak serius menyiapkansarjana-sarjana agama yang unggul, yang tidak kalah kua­litasnya dengan para orientalis? Mengapa mereka tidakmenyediakan dana besar untuk membangun pusat studiIslam yang tidak kalah kualitasnya dengan studi Islam diBarat? Apakah umat Islam tidak mampu? Tentu tidakseperti ihl. Jika mau, maka tentu bisa.

Man jadda wajada, kata orang pesantren, siapa yangbersungguh-sungguh pasti akan mencapai hasil.

Untuk mengangkat martabat kampus, saat ini adaupaya-upaya perguruan tinggi Islam untuk membesarkandiri - dalam arti kuantitas - dengan cara memekarkan diri­nya menjadi universitas. Fakultas-fakultas jurusan umumdibuka. Ternyata, justru fakultas baru itulah yang kebanjir­an peminat, jauh melampaui minat masuk ke fakultasagama. Konsep integrasi ilmu agama dan ilmu umum,seperti ditulis oleh sejumlah akademisi UINjIAIN belummenemukan wujudnya yang tepat. Martabat kampus masihdiukur dari jumlah mahasiswa yang kuliah di situ. Jika pu­luhan ribu jumlahnya, maka akan dikatakan itu kampusyang hebat. Masalah kualitas·.'keilmuan dan pendidikanIslam ini memang sangat pelik, dan merembet sampai ketingkat pendidikan dasar dan menengah, menyangkutkualitas dan integritas guru-guru agama Islam. Masalahnyamemang pelik, karena kampus Islam harus hidup dari pem­bayaran mahasiswa. Semakin banyak mahasiswa, makaakan semakin ringan beban biaya yang ditanggung penge­lola kampus.

Tetapi, masalahnya kini semakin pelik lagi, karena darijurusan-jurusan agama, justru muncul pemikiran-pemikir­an yang justru dekonstruktif terhadap keilmuan Islam ihlsendiri. Gagasan-gagasan pengembangan ilmu-ilmu Islam

[XII]

PENGANTAR PENULIS

dengan mengadopsi metodologi studi agama gaya Baratatau orientalis telah memicu masalah yang lebih serius dari

masalah sebelumnya, yang hanya sekedar masalah kualitaskeilmuan dan staf pengajar. Serbuan pemikiran dan meto­dologi studi agama yang telah dirumuskan oleh para orien­talis Barat dan diterima dalam studi agama di kalanganagama Kristen membanjir laksana air bah ; sulit dibendung,karena dilakukan oleh para petinggi dan dosen-dosen sen­diri. Jika kekeliruan dalam ilmu ini tidak diluruskan, makadi masa yang akan datang, akan semakin banyak sarjanaagama yang mungkin menjadi guru agama, yang meng­ajarkan ilmu yang tidak benar kepada siswa, sesuai denganpemahaman yang dianggapnya benar.

Ilmu yang keliru tetapi diyakini oleh sebagian dosen dibidang studi Islam sebagai ilmu yang benar dan bermanfaatbagi pengembangan keilmuan Islam, merupakan masalahterberat yang dihadapi akademisi Muslim saat ini. Meng­uraikan kekeliruan itu sendiri perlu energi yang sangat

besar, berupa daya pikir, kemampuan ilmu, dan literaturyang memadai. Justru, di sinilah juga yang menjadi ken­dalanya. Semangat ilmiah yang lemah, tekanan ekonomiyang semakin berat, dan minimnya fasilitas pendidikanmenyebabkan banyak yang kemudian berpikir dan meng­ambil jalan pintas: ambil saja dana-dana penelitian danpendidikan dari lembaga-Iembaga donor Barat, tanpa mem­perhihmgkan dampaknya terhadap masa depan keilmuandan pendidikan Islam. Proyek-proyek pesanan apa sajaditerima, tanpa seleksi, bermanfaat unhlk umat Islam atautidak. Sebagian, malah meyakini, bahwa konsep-konsepdan tema-tema yang disokong oleh sang donor untuk di­teliti dan dikembangkan - seperti pluralisme agama, teologiinklusif, dekonstruksi syariah, dekonstruksi konsep wahyu,

[XIII]

Page 11: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-B~RAT

dan sebagainya- sebagai konsep dan wacana yang agung,yang perlu dikembangkan di dalam perguman tinggi Islam.Jadi, tanpa dipaksa, pikirannya sendiri sudah kelim, dandengan bangga menyebarkan pemikiran yang kelim.

Semua masalah ini perlu dikaji dengan cermat, diana li­sis dengan hati-hati, dan kemudian dicarikan solusinya.Sebagai bangsa Muslim terbesar di dunia, sudah saatnyakaum Muslim Indonesia ikut andil dalam menentukan arah

keilmuan Islam. Dalam era globalisasi dan perkembangankajian Islam yang luar biasa pesatnya di kalangan orientalisBarat,jelas tidak mungkin kaum Muslim menufup diri, danmenutup akses semua hal yang berbau Barat dalam bidangkajian Islam.

Yang paling mungkin dikembangkan adalah sikapkritis, sebagaimana dikembangkan para ulama terdahulu,seperti Imam al-Ghazali, yang dengan cermat mengkajipemikiran dan ilmu yang datangnya dari luar Islam, lalumemberikan analisis dan kritiknya dengan tajam. Manayang baik diterima, dan mana yang destruktuf ditolak. Tapi,bagaimana mau dan mampu bersikap kritis, jika semangatdan perangkat untuk bersikap kritis itu sendiri tidak di­miliki para sarjana Muslim? Bagaimana mau mengritisi her­meneutika, jika belum apa-apa, sudah mengimani bahwaapa yang datang dari Barat adalahbaik ? Bagaimana maubersikap kritis, jika ilmu tentang hermeneutika tidak di­miliki dan buku-buku yang diperlukan untuk mengritisiitu pun tidak tersedia di perpustakaan kampus ?

Inilah tugas besar dan sangat berat yang hams diselesai­kan oleh umat Islam Indonesia. Tiga tantangan besar yangditimpakan peradaban Barat terhadap umat Islam saat iniadalah kristenisasi, orientalisme, dan imperialisme modem.Pola kerjanya secara umum masih sarna dengan zaman

[XIV]

PENGANTAR PENUUS

kolonialisme klasik. Kampus-kampus Islam saat ini begihlbanyak mengadopsi konsep, metode, dan istilah Barat da­lam studi Islam, yang disadari atau tidak, telah dan akanmembawa perubahan besar dalam wacana dan corakkeagamaan umat Islam Indonesia di masa datang.

Tentu, ini adalah sebuah tantangan yang besar dan me­narik. Mengatasinya bukan hal yang mudah. Sangat sulit.Tetapi, beserta kesulitan akan ada kemudahan.Tantanganterbesar justm dari dalam kampus Islam sendiri. Paraakademisi, baik dosen maupun mahasiswa - juga alumni­yang sudah tercengkeram oleh pemikiran sekular-liberaldalam studi Islam, tidak sedikit yang kini mendudukiposisi-posisi terhormat di lembaga-Iembaga pendidikantinggi dan organisasi Islam. Mereka menjadi penguasa­penguasa kampus yang memiliki otoritas birokrasi dan ke­ilmuan untuk menentukan arah dan corak sarjana agamayang akan dibentuknya. Paparan-paparan dalam buku inimenunjukkan, bagaimana kuatnya hegemoni wacanapemikiran Kristen-Barat dalam bidang studi Islam saat ini.

Tentu saja,dengan dukungan dana yang melimpah darilembaga-Iembaga donor -seperti The Asia FOlmdation danFord Foundation serta negara-negara Barat lain- misiliberalisasi kampus-kampus Islam menjadi sangat di­untungkan. Sementara pada saat yang sarna, organisasi­organisasi Islam yang tidak sejalan dengan pemikiran itudicekik dengan penghambatan masuknya dana-dana daridonatur umat Islam sendiri, sejalan dengan merebaknyaisu terorisme. Belum lagi, cap dan stigma bumk yang terus­menems ditimpakan kepada kaum Muslim lainnya yangdianggap tidak sejalan dengan kebijakan pengembanganpemikiran ala orientalis Barat.

Pada tanggal 20-22Desember 2005,Universitas Islam

[XV]

Page 12: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Negeri (UIN)Jakarta menyelenggarakan acara International

Workshop for Islamic Higher Learning in Indonesia. Acara inidiselenggarakan atas kerjasama Pasca Sarjana UIN Jakarta,PPIM, dan Ditperta Depag, dan diikuti oleh dosen-dosenlAIN, UIN, dan STAINdari berbagai propinsi di Indonesia.Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), termasuksalah sahllembaga dakwah yang dimintakan masukan pen­dapatnya dalam acara tersebut. Maka, pada Hari Kamis,22 Desember 2005,mewakili DDII, saya memberikan pre­sentasi makalah berjudul"Studi Islam di UIN/IAIN: QuoVadit?" (Studi Islam di IAIN/UIN: Mau ke Mana?, yangmemberikan kritik-kritik terhadap arah studi dan per­kembangan pemikiran keislaman di lingkungan lAIN /UIN/STAIN di Indonesia.

Makalah dalam acara workshop tersebut kemudiansaya revisi dan dimasukkan dalam salah satu bab dalambuku ini. Niat baik dari UIN Jakarta yang bersedia me­nerima masukan-masukan dari pihak luar UIN itu perludihargai dan dikembangkan lebih jauh, sehingga ke depan,bisa dicegah mlillculnya polarisasi yang semakin tajam,dimana banyak umat Islam melihat kampus UIN/IAIN dansejenisnya sebagai agen neo-liberal di Indonesia. Dalambeberapa kali diskusi dan seminar di Malaysia, Thailand,dan Indonesia, banyak yang menanyakan tentang kondisipemikiran Islam di lAIN. Banyak pertanyaan, mengapasejumlah dosen dan mahasiswanya justru merusak Islam?

Sebenarnya, saya telah berusaha menjelaskan akarmasalah ini dalam buku"Wajah Peradaban Barat: Dari Hege­moni Kristen ke Dominiasi Sekular-Liberal (Jakarta:GIP,2005).Alhamdulillah, banyak pembaca buku ini yang menemuisaya dan mengirim surat ke penerbit meminta untuk berdis­kusi lebih jauh tentang sejumlah hal. Selama beberapa

[XVI]

PENGANTAR PENUUS

bulan, sejak Juni sampai Desember 2005, berbagai acarabedah buku dan diskusi seputar tema hegemoni Baratdalam studi Islam juga sudah saya hadiri. Semua acara itukemudian mendorong saya untuk lebih menajamkan lagiisi bagian ketiga dari buku tersebut, yaitu tema invasipemikiran Barat dalam studi dan pemikiran Islam. Maka,selamabeberapa bulan belakangan, sejak kembali dariMalaysia, sambil mengumpulkan data-data bahan disertasi,saya sempatkan menyelesaikan buku ini.

Tentu saja saya sangat belum puas tentang isi buku ini,terutama karena adanya keterbatasan literatur-literaturpenting dalam pemikiran Islam. Tetapi,alhamdulillah, sayasangat terbantu dengan tulisan-tulisan yang berkualitasdari Prof. Dr. WanMohd Nor, Dr. Syamsuddin Arif, AdninArmas MA, dan lain-lain, yang telah diterbitkan di Indo­nesia, baik dalam bentuk buku, maupun dalam bentukartikel di majalah dan surat kabar. Kepada mereka semuasaya mengucapkan terimakasih. Insya Allah, di masa yangakan datang, buku ini akan disempurnakan lagi.

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 1Januari 2006.

[XVll ]

Page 13: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

lMAHi Imam al-Ghazali

Rasulullah saw. bersabda:

(Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu,

jiwamu, dan lisan-lisanmu).

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa'i,Ahmad, al-Darimi, dengan sanad yang sangat kuat. IbnHibban, aI-Hakim, dan al-Nawawiy menyatakan, bahwahadits ini sahih.'l

Melalui hadits tersebut, Rasulullah saw. menekankanpentingnya kaum Muslimin melakukan jihad secara kom­prehensif, dengan menggunakan berbagai potensi yangdimiliki, baik harta, jiwa, maupun lisan. Dalam arenaperjuangan, atau arena jihad, sebenamya tiga aspek: harta,jiwa, dan lisan, saling terkait satu dengan yang lain. Pe-

1Musa b. Ismail, Sunan Abu Oawud, (Istanbul: Kitab aI-Jihad, bab. 17, 1992,22-23).

[ 1 ]

Page 14: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

perangan fisik adalah salah satu bagian dari sebuah per­juangan yang luas dan panjang an tara al-haq dan al-bathil.

Bahkan, dalam hadits lainnya, Rasulullah saw. juga me­

nekankan pentingnya jihad melawan hawa nafsu. Rasu­lullah saw. bersabda:

~ J;-j ~ ~ ~~ ~ ~~\t(Mujahid adalah seseorang yang melakukan jihad melawan

hawa nafsunya di jalan Allah).

Al-Iraqiy menyatakan, bahwa hadits ini sahih, dan

diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. 2

Jadi, dalam arena perjuangan atau arena jihad, kaum

Muslim sebenarnya diminta untuk menggabungkanseluruh kemampuan atau potensi - baik potensi jiwa, harta,maupun lisan (intelektual) dan menempatkan masing­masing pada proporsi yang sebenarnya. Kapan kekuatanfisik digunakan, kapan kemampuan intelektual, dan kapanpotensi harta benda diperlukan. Semua itu harus dilandasidengan niat yang ikhlas karena Allah swt. Semua potensijihad ihl tidak bisa digunakan jika manusia dikuasai olehhaw a nafsunya. Maka, perang melawan hawa nafsu secaraotomatis menjadi faktor penting dalam bentuk-bentukperjuangan lainnya. Jika kaum Muslim mampu meng­gabungkan semua potensi tersebut, maka dalam sejarah­nya, kaum Muslim mampu tampil sebagai umat yang hebat,gemilang dan terbilang. Jika potensi itu terpecah belah dan

2 Muhammad bin Muhammad al-I-Iusayniy al-Zabidiy, Ithaf al-Sadah al­

Muttaqin bi al-Sharh Ihya " 'U/um aI-Din: (Beirut: 'Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah),397,657.

[2 ]

MUKADIMAH

tidak teratur dengan baik, maka kekalahan menimpa kaumMuslimin.

Itulah yang terjadi dalam kasus Perang Salib. Perangyang dimulai pada 1095 ini pada 50 tahun pertama berhasildimenangkan oleh pasukan salib. Kekuatan kaum Muslimporak-poranda. Sebagian jantung negeri Islam, seperti Syriadan Palestina ditaklukkan. Ratusan ribu kaum Muslim

dibantai. Pasukan Salib yang memasuki Jerusalem (1099)kemudian melakukan pembantaian besar-besaran terhadappenduduk Kota Suci itu. Fulcher of Chartress menyatakan,bahwa darah begitu bartyak tertumpah, sehingga mem­banjir setinggi mata kaki: "If you had been there your feet would

have been stained to the ankles in the blood of the slain." Seorangtentara Salib menulis dalam Gesta Francorum, bagaimanaperlakuan ten tara Salib terhadap kaum Muslim dan pen­duduk Jerusalem lainnya, dengan menyatakan, bahwabelum pernah seorang menyaksikan atau mendengarpembantaian terhadap 'kaum pagan' yang dibakar dalamtumpukan manusia seperti piramid dan hanya Tuhan yangtahu berapa jumlah mereka yang dibantai: "No one has ever

seen or heard of such a slaughter of pagans, for they were burned

on pyres like pyramid, and no one save God alone knows how

many there were."3

Diperkirakan, pendudukJerusalem yang dibantai pasu­kan Salib sekitar 30.000 orang. Puluhan ribu kaum Muslimyang mencari penyelamatan di atap Masjid al-Aqshadibantai dengan sangat sadis. Kekejaman pasukan Salib diKota Jerusalem memang sangat sulit dibayangkan akal

3 David R. Blanks and Michael Frassetto (ed), Western Views of Islam in

Medieval and Early Modern Europe, (New York, St. Martin's Press, 1999), hat. 62­63.

[3 ]

Page 15: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI \(RISTEN-BARAT

sehat. Setahun sebelumnya, pada 1098, tentara Salib itu jugatelah membtmuh ratusan ribu kaum Muslim di Marra't un­

Noman, salah satu kota terpadat di Syria. Paus Urbanus IImenyebut musuh kaum Kristen itu sebagai "The Seljuq

Turks". "Seljuq Turks", kata Paus, adalah bangsa barbar dariAsia Tengah yang baru saja menjadi Muslim. Bangsa initelah menaklukkan sebagian wilayah kekaisaran ImperiumKristen Bizantium. Paus mendesak agar para ksatria Eropamenghentikan pertikaian antar mereka dan memusatkanperhatian bersama, untuk memerangi musuh Tuhan.Bahkan, kata Paus, bangsa Turki itu adalah bangsa terkutukdan jauh dari Tuhan. Maka, Paus menyerukan, "membunuhmonster tak bertuhan seperti itu adalah suatu tindakan suci;adalah suatu kewajiban kristiani untuk memusnahkanbangsa jahat itu dari wilayah kita." (Killing these godless

monsters was a holy act: it was a Christian duty to exterminate

this vile racefrom our lands).4

Tahap-tahap awal Perang Salib merupakan babak yangpahit dalam sejarah Islam. Dan tampilnya Shalahuddin al­Ayyubi sebagai pemimpin umat Islam waktu itu, membaliksituasi, menjadi mimpi buruk bagi tentara Salib. Sebuahfilm yang cukup bagus dalam menggambarkan kisahsukses Shalahuddin merebut Jerusalem adalah sebuah film

berjudul Kingdom of Heaven arahan Ridley Scott. Film inicukup berhasil menampilkan sosok pahlawan IslamShalahuddin al-Ayyubi secara lebih obyektif. Wajar, jika filmyang menampilkan sisi-sisi hitam sejarah Kristen itu

4 Karen Armstrong, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London:Harper Collins Publishers, 1997), hal. 3-4, 299; Ameer Ali, A Short History of the

Saracens, (New Delhi, Kitab Bhavan, 1981), hal. 322-326; Mustafa A Hiyari,"Crusader Jerusalem 1099-1187 AD", dalam KJ Asali (ed.), Jerusalem in History,

(Essex: Scorpion Publishing Ltd, 1989), hal. 139-141.

[4 ]

MUKADIMAH

memeranjatkan banyak orang di Barat. Sebab, selama ini

sosok Shalahuddin memang dipersepsikan sebagai""momok", yang dibenci. Jenderal Geraud, saat berhasil

menaklukkan Damaskus, pada tahun 1920, menginjakkankakinya di makam Shalahuddin, sambil berteriak: "Saladin,wake up. We are back!"

Karen Armstrong, dalam bukunya,"Holy War: The

Crusades and Their Impact on Today's World, menguraikandampak Perang Salib dalam membentuk persepsi masya­rakat Barat terhadap Muslim. Film Kingdom of Heaven meng­ungkap fakta yang sangat kontras antara. sikap pasukanKristen dan pasukan Islam sa at merebut Jerusalem. Tahun

1099, saat menduduki Jerusalem, pasukan Salib membantaihampir semua kaum Muslim dan yahudi. Sekitar 30 ribu

orang dibantai di Jerusalem, sehingga di Masjid al-Aqshaterjadi genangan darah setinggi mata kaki. Tapi, saat Shala­huddin merebut kembali Jerusalem, ia membebaskan kaum

Kristen untuk meninggalkan Jerusalem dengan aman.Sosok Shalahuddin, telah berabad-abad melegenda

dalam tradisi masyarakat Barat. Jo Ann Hoeppner MoranCruz, dalam tulisannya "Popular Attitudes towards Islam in

Medieval Europe'"'(Lihat, David R. Blanks and Michael

Frassetto (ed), Western Views of Islam in Medieval and EarlyModern Europe, 1999), memaparkan cerita-cerita menarik

seputar legenda-Iegenda yang hidup di kalangan masya­rakat Barat pada Zaman Pertengahan terhadap Islam.

Misal, legenda ten tang Eleanor of Aquitaine yangdiisukan memiliki affair dengan Shalahuddin al-Ayyubi,saat ia menemani suaminya, Louis VII, dalam Perang SalibII. Ada pula legenda tentang Shalahuddin yang dikabarkanmerupakan keturunan dari anak perempuan Count ofPonthieu di Utara Perancis. Juga, legend a bahwa Shala-

[5 ]

Page 16: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

huddin telah dibaptis pada akhir hayatnya.Apa pun persepsi Barat tentang Shalahuddin, bagi

kaum Muslim, Shalahuddin al-Ayyubi dipandang sebagaipahlawan. Hingga kini, banyak orang Muslim banggamemberi nama anaknya "Shalahuddin". Aktivis Islam diKampus Gajah Mada j\J.gabangga menamakan dirinya'Jamaah Shalahuddin'. Sarna halnya dengan namaMuhammad al-Fatih, Sultan Turki Uthmani yang menak­lukkan Konstantinopel pada tahun 1453.

Namun, film Kingdom of Heaven hanya menggambarkansukses Shalahuddin pada ujung peristiwa, 4 tahun sebelumjatuhnya Jerusalem ke tangan Shalahudin pada 1187.Filmini tidak menggambarkan proses bagaimana umat Islambangkit dari keterpurukan. Shalahuddin sebenamya tidak­lah sendirian tampil sebagai hero. Ketika Pasukan Salibmasuk ke dunia Islam, kondisi umat Islam memang sedangmemprihatinkan. Perpecahan politik dan kelemahan dalamberbagai bidang sedang melanda. Sebelum Shalahuddintampil, sudah mtmcul pahlawan bemama Nur aI-DinZengiyang berhasil meratakan jalan bagi penaklukan Jerusalem.Sukses Nur aI-Din Zengi dalam membalik sihlasi PerangSalib 50 tahun kemudian, tidak terlepas dari peran seorangulama bemama Syekh Ali al-Sulami dan Imam al-Ghazali.

Peran al~Ghazali

Sepeninggal Rasulullah saw.,umat Islam ditinggali duaperkara, yang jika keduanya dipegang teguh, maka umatIslam tidak akan tersesat selamanya. Keduanya, yakni, AI­Qur'an dan Sunnah Rasululullah. Tapi, di samping itu,Rasulullah saw. juga mewariskan para ulama kepada umatIslam. Ulama adalah pewaris nabi. Ulama-ulamalah yang

[6 ]

MUKADIMAH

diamanahkan untuk menjabarkan, mengaktualkan, mem­bimbing, menerangi, dan memimpin umat dalam bidangkehidupan. Banyak ulama yang mensyaratkan 'kemampu­an berijtihad' bagi kepala negara (khalifah).

Adalah ideal jika ulama dan umara sarna-sarna baik.Dalam sejarahnya, Islam akan cepat berkembang jika ulamadan umaranya baik. Tapi, ada fase-fase dalam sejarah, dimana salah satu dari dua pilar umat itu bobrok atau rusak.Ketika itu, keberadaan ulama yang baik lebih diperlukan.Ketika Khalifah al-Makmun memaksakan paham Mukta­zilah, para ulama Ahlu Sunnah melakukan perlawananyang gigih. Umat selamat, dan lebih mengikuti ulamaketimbang umara. Dizaman penjajahan Belanda,umaranyajelas rusak. Tetapi, ulama-ulama Islam ketika itu gigihmempertahankan ad-Dinul Islam. Alhamdulillah, meski­pun Belandaberusaha sekuat tenaga menghancurkan Islam,umat Islam lebih mengikuti ulamanya.

Maka, yang perlu diperhatikan dan dicermati, -disamping kerusakan umara-adalah kerusakan ulama.Lahirp.ya ulama-ulama yang jahil, yang tidak kapabelkeilmuannya, yang korupsi ilmu agama, yang berfatwatanpa ilmu yang memadai, yang akhlaknya rusak, dansebagainya, adalah bencana terbesar yang dihadapi olehumat Islam. Jika kondisi seperti ini sudah terjadi, makaumat Islam harus bersiap-siap mengalami kebangkrutan.Lebih rusak lagi jika para ulama sudah mencintai dunia,menjual agama dengan harta benda dunia, dan yang me­rusak ilmu-ilmu agama dengan dalih menyesuaikan Islamdengan tuntutan zaman. Ilmu agama dirusak sekadarmemenuhi tuntutan para "penyandang dana" asing. IlmuUshuluddin diganti dengan 'Studi agama-agama berbasisPluralisme Agama', Ilmu Tafsir diganti dengan herme-

[7 ]

Page 17: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

neutika, dan sebagainya.Adalah musibah dan fitnah besar, jika dari Fakultas

Ushuluddin justru lahir orang-orang yang berpaham ateisatau pluralis agama, yang meyakini kebenaran semuaagama. Adalah kecelakaan besar, jika orang-orang yangbelajar Syariah akhirnya justru anti-Syariah Islam. Juga, takkalah mengerikan adalah m~culnya sarjana-sarjana agamadari kampus-kampus Islam yang kini aktif menyerangKesucian dan Keotentikan Al-Qur'an.

Jika ilmu agama sudah dirusak, maka akan lahir ulamayang rusak (ulama as-su'); yakni ulama, yang harusnyamenjadi penjaga agama, justru menjadi penghancur agama.Ketika ilmu-ilmu Islam dirusak, maka tidak ada jalankembali bagi peradaban Islam untuk bangkit lagi. Karenaitu sangat bisa dipahami, jika kini negara dan lembaga­lembaga donor tertentu menggelontorkan dana besar­besaran untuk program merusak ilmu-ilmu Islam itumelalui proyek liberalisasi, sekularisasi, dan perombakankurikulum pesantren dan perguruan tinggi.

Jika semua itu sudah terjadi di kampus-kampus dan

lembaga pendidikan tinggi berlabel Islam, maka sebaiknyakita semua merenung, berpikir serius, mengkaji kembaliorientasi dan arah perjuangan Islam. Terlalu berat danterlalu berlebihan dalam aspek politik - dengan meninggal­kan dan mengecilkan aspek ilmu dan ulama - akan menjadibumerang bagi perjuangan Islam di masa depan. UmatIslam perlu-'Shalahuddin al-Ayyubi', pahlawan perangdan negarawan yang tangguh. Tapi, di masa perang ilmu,uma t juga sanga t perlu 'al-Ghazali', yakni ulama-ulama dancendekiawan yang berilmu tinggi, saleh, dan gigih dalammenjaga dan mengembangkan Ulumuddin.

Kekalahan umat Islam dalam babak-babak awal Perang

[8 ]

MUKADIMAH

Salib memunculkan banyak keanehan. Islam yang ketikaitu tampil sebagai peradaban yang jauh lebih tinggidibandingkan peradaban Barat, justru mengalami kekalah­an, d~mJerusalem bisa ditaklukkan oleh pasukan Salib daritahun 1099-1187. Banyak analisis tentang masalah ini. Yanghendak dibahas pada masalah pada bagian ini adalahseputar peran Imam Ghazali dalam Perang Salib. Hinggakini, banyak kontroversi dan perbincangan di an tara parailmuwan seputar peran Imam Ghazali.

Al-Ghazali (450/1058-505/1111) - dalam sejarah Islamdikenal sebagai seorang pemikir besar, teolog terkemuka,filosof, faqih, sufi, dan sebagainya. Ia menulis begitu banyakbuku yang mencakup berbagai bidang seperti aqidah, fiqih,ushul fiqih, filsafat, kalam, dan sufisme. Satu hal yangmenarik adalah bahwasanya al-Ghazali sempat mengalamisatu peristiwa besar dalam sejarah umat Islam, yaitu Perang

Salib. (Crusade). ~amun, di dalam karya besarnya, Ihya''Ulum al-Din, ia justru tidak menulis satu bab tentang jihad.Malah, dalam kitab yang ditulis sekitar masa Perang Salibitu, al-Ghazali menekankan pentingnya apa yang disebutjihad al-nafs (jihad melawan haw a nafsu).

Karena itulah, banyak sarjana Muslim memberikankritik - setidaknya mempertanyakan - sikap dan posisi al­Ghazali dalam hal Perang Salib dan juga konsepsinyaten tang jihad, dalam makna qital (perang) melawan musuhyang jelas-jelas sudah menduduki negeri Muslim. Apalagi,

sejumlah hadits yang dikutip al-Ghazali dalam soal ji~adal-nafs, dinilai pakar hadits sebagai hadits yang lemah ataudha'if.

Sebagai contoh, Robert Irwin, dalam artikelnya ber­judul'" Muslim responses to the Crusades", (April 1997),menyebutkan, bahwa meskipun al-Ghazali sempat

[9 ]

Page 18: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

berktmjlmg ke berbagai tempat suci Islam, termasuk Masjidal-Aqsha pad a tahun 1096, tetapi ia tidak pernah menyebuttentang masalah pasukan Salib dalam berbagai tulisannya.(Other Muslim writers, however, willfully or inadvertently

ignored the crusader presence. The great Sufi thinker, al-Ghazali

(d. 1111), resigned a professorship in Baghdad to travel and pray

in various holy places. Although he spent some time meditating

at the Dome of the Rock in Jerusalem in 1096, he never mentioned

the Franks anywhere in his prolific writings, preferring to

concentrate on the alleged heresies and evils of the Shi'is).5

Tidak diragukan lagi, sebagai seorang tokoh dalammazhab Syafii, al-Ghazali memahami kewajiban jihadmelawan kawn penjajah. Dalam pandangan ulama mazhabSyafii, jihad adalah fardhu kifayah, dengan perkecualian jikapenjajah sudah memasuki wilayah kaum Muslim, makastatus jihad menjadi fard al- 'ain. Wahbah al-Zuhayli men­catat: "Fa al-jihd fard al-kifyah, wa ma'nahu innahu yuftaradhu

'ala jami'i man ahlun li al-jihd. Lakin idza qama biha al-ba'dhu

saqatha 'an al-baqin.'''' (Jihad adalah fardu kifayah. Makna­nya, jihad diwajibkan kepada semua orang yang mampudalam jihad. Tetapi, jika sebagian sudah menjalankannya,maka kewajiban ihl gugur buat yang lain). Tetapi, jika mu­suh sudah memasuki negeri Muslim, maka jihad menjadifardu ain.6

Karena itu, sejumlah cendekiawan mengritik kerassikap al-Ghazali dalam soal Crusade. Dalam disertasidoktornya, Dr. Zaki Mubarak menyalahkan kecendenmgan

5http://www.findarticles.com/dO Im1373 I n4 v47 /19308695 Ip1 Iarticle.jhtml?term.

6 Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, (Damascus: Dar al­Fikr, 1997),8:5848-5850.

[ 10]

MUKADIMAH

al-Ghazali terhadap sufisme sebagai sebab utama mengapaal-Ghazali tidak memainkan peran dalam jihad melawanpasukan Salib. Ia menulis:

"AI-Ghazali had sunk into his retreat (khalwah), and was

preoccupied with his recitations (awrad) not knowing his duty

to call for jihad." (Al-Ghazali telah tenggelam dalam

khalwatnya, dan didominasi oleh wirid-wiridnya. Iatidak memahami kewajibannya untuk menyerukanjihad).

Dalam bukunya, Abu Hamid al-Ghazali wa al- Tashawuf,

,Abd aI-Rahman Dimashqiyyah juga menyalahkan sufismeal-GhazalU Menurut Abu-Sway, salah satu sarjana Muslimyang mencoba menjelaskan posisi al-Ghazali dalamperspektif sufisme tanpa menyalahkannya adalah Yusuf al­Qaradhawi. Namun, al-Qaradhawi menyebut bahwa posisial-Ghazali dalam Perang Salib masih dipertanyakan(puzzling). Tentang posisi al-Ghazali, Qaradhawi menulis,bahwa, "hanya Allah yang tahu fakta dan alasan Imam al­Ghazali."8

Jihad al,nafa dan ffiaaalah IImu

Adalah hal yang menarik, bahwa dalam karya terbesar­nya, Ihya' 'Ulum aI-Din, al-Ghazali justru menekankanpentingnya jihad al-nafs. Walaupun tidak menempatkan satubab khusus ten tang jihad dalam Ihya', al-Ghazali menekan­kan pentingnya jihad bagi kaum Muslim. Ia mengutip

7 Mustafa Abu-Sway, Al-Ghazzaliyy: A Study in Islamic Epistemology, (KualaLumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1996), 12-13.

8 Yusuf al-Qaradhawi, AI-Imam al-Ghazali Bayn Madihihi wa Naqidihi (Al­Mansurah: Dar al-Wafa', 1988), 174.

[ 11 ]

Page 19: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

sejumlah ayat AI-Qur' an yang menyebut tentang kewajibanjihad bagi kaum Muslim, seperti firman Allah swt.:

"Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan

jiwanya atas orang-orang yang duduk." (QS al-Nisa: 95).

Dalam bab al-Amr bi al-Ma'rufwa an-nahyu 'an al-Munkar

al-Ghazali menyebutkan sejumlah hadits atau atsar tentangjihad. Misal, ucapan Ibnu Mas'ud, "Lakukan jihad terhadap

kaum kafir dengan tanganmu. Jika kamu tidak mampu, kecuali

hanya dengan meludahi muka mereka, lakukan itU!"9 Tetapi,adalah benar, bahwa dalam Ihya', al-Ghazali sangat me­nekankan pentingnya jihad an-nafs, merujuk kepada se­jumlah hadits Rasulullah saw ..

Adalah menarik untuk menganalisis, mengapa al­Ghazali menekankan tentang jihad al-nafs dalam Ihya', dantidak membahas makna jihad sebagai qital (perang),sebagaimana banyak dibahas oleh para fuqaha. Tentu tidakdapat dikatakan bahwa al-Ghazali tidak mengetahui artijihad sebagai perang. Sebab, dalam karya-karyanya yanglain, al-Ghazali telah banyak menjelaskan makna jihaddalam arti perang, seperti dalam al-Wajiz fi Fiqh Madzhab

aI-Imam as-Shafi'iy.lO

Ini dapat disimpulkan bahwa sebagai pakar fiqh, al­Ghazali memahami sangat baik tentang kewajiban jihad,dan ia telah banyak menulis tentang hal ini. Menurut ulamaash-Shafi'iyyah, jihad adalah perang melawan kaum kafiruntuk menolong Islam. (huwa qital al-kuffar Ii nushrah al-

9 AI-Ghazali, Ihya Ulum ai-Din (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2001), 2:274,285.

10 AI-Ghazali, al-Wajiz i Fiqh Madzhab ai-Imam as-Shafi'iy, (Beirut: Oar al­Fikr, 1994 M/1414 H), 236-239.

[12 ]

MUKADIMAH

Islam.11 Mengutip hadits Rasulullah saw., "Jahid al-mushri­

kina bi amwalikum wa anfusikum wa alsinatikum", al-Zuhayliymenyebutkan definisi jihad: "badhl al-wus'i wa-al-thaqati fi

qital al-kuffari wa mudafi' atihim bi al-nafsi wa al-mali wa al­

lisani." Gihad adalah mengerahkan segenap kemampuanuntuk memerangi kaum kafir dan berjuang melawan me­reka dengan jiwa, harta, dan lisan mereka).

Posisi al-Ghazali dalam soal jihad-bahwa ia juga sangatmenekankan pentingnya jihad dalam makna qital-menjadi

jelas jika menelaah-Kitab aI-Jihad yang ditulis oleh SyekhAli al-Sulami. Dalam naskah Kitab yang diringkas oleh NiallChristie, al-Sulami mengutip ucapan Imam al-Shafi'i danal-Ghazali tentang jihad. Diantaranya, al-Ghazali menyata­kan, bahwa jihad adalah fardu kifayah. Jika sahl kelompokyang berjuang me law an musuh sudah mencukupi, makamereka dapat berjuang keras melawan musuh. Tetapi, jikakelompok ihllemah dan tidak memadai unhlk menghadapimusuh dan menghapuskan kejahatannya, maka kewajibanjihad itu dibebankan kepada negara terdekat, seperti Syria,misalnya. Jika musuh menyerang salah satu kota di Syria,dan penduduk di kota itu tidak mencukupi untuk meng­hadapinya, maka adalah kewajiban bagi seluruh kota diSyria untuk mengirimkan penduduknya untuk berperangmelawan penjajah sampai jumlahnya memadai.'12

11Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, , 8:5846.

12 Dikutip dari "A Translation of Extracts from the Kitab ai-Jihad of 'Ali ibn

Tahir AI-Sulami (d. 1106) " oleh Niall Christie. http://www.arts.comell.edu/prh3/ 447 /texts/Sulami.html.

Agak mengherankan, bahwa banyak sarjana Muslim terkemuka -sepertial-Qaradhawi, Abu Sway, Zaki Mubarak, dan lainnya- tidak merujuk karya Alial-Sulami dalam menganalisis posisi al-Ghazali dalam Perang Salib.

[13 ]

Page 20: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Penjelasan al-Ghazali yang dikutip Ali al-Sulami itumenunjukkan, posisi al-Ghazali dalam soal jihad melawanpasukan Salib sangatlah jelas. Dalam karya al-Sulami,jelaslahbagaimana pendapat al-Ghazalidalam menghadapiPasukan Salib yang ketika itumenguasai Jerusalem dansebagian wilayah Syria. AI-Sulami tidak menyebutkansumber kutipan ungkapan al-Ghazali tersebut. AI-Ghazalijuga tidak menuliskan kutipan itu dalam Ihya'. Adalahsangat mungkin bahwa Ali al-Sulami, yang ketika itu men­jadi imam di Masjid Umayyad di Damaskus, menghadirikuliah al- Ghazali di Masjid tersebut. Kemungkinan lain,manuskrip al-Ghazali tentang Perang Salib belum di­temukan.

Mengapa al-Ghazali tidak menjelaskan masalah jihadmelawan Pasukan Salib dalam Ihya'. Ihya' ditulis al-Ghazalidalam masa yang disebut oleh banyak penulis sebagai'masa krisis' al-Ghazali. Abu-Sway menyebutkan, bahwaselama 'masa krisis' al-Ghazali menulis 28buku. Diantara­

nya ialah: Ihya' 'Ulum aI-Din, Bidayat al-Hidayah, al- Wajiz,

Faisal al-Tafriqah bayn aI-Islam wa al-Zandaqah, Nashihat al­Mulk, dan Talbis Iblis .13

Dalam Ihya', al-Ghazali menjelaskan hampir seluruhaspek kehidupan manusia dalam perspektif Islam. Ia me­nulis begitu banyak topik, seperti masalah ilmu, ibadah,etika sosial, hal-hal yang merusak (al-muhlikat), dan jugayang menyelamatkan (al-munjiyat). Metode al-Ghazali

13Melihat produktivitas al-Ghazali, tidak dapat dikatakan bahwa al-Ghazalimelakukan praktik monastisisme (rahbaniyyah) sebagaimana disebutkan olehAbu-Sway. AI-Ghazali ketika itu jelas tidak menarik diri dari kehidupan pubIik,tetapi ia meninggalkan posisinya yang tinggi di Baghdad dan melakukanperjalanan penting ke sejumlah negeri Islam. Ia juga tetap menjaga hubungandan melaksanakan tanggung jawab terhadap keluarganya.

[ 14]

(

MUKADIMAH

dalam menulis Ihya' adalah asing dibandingkan denganbanyak buku pada wakhl itu.'14Dengan menganalisis Ihya',

dapat disimpulkan bahwa buku ini disiapkan al-Ghazaliuntuk melakukan reformasi intelektual dan moral kaum

Muslim dalam perspektif yang lebih luas dari sekedarmasalah Perang Salib ketika itu. 15

Dalam kasus sufisme, misalnya, ketika ihl tampak jelasbahwa sufisme al-Ghazali dan ulama lainnya bukan me­rupakan hambatan dalam jihad secara fisik (qital) melawanpasukan Salib. Bahkan, sebaliknya, sufisme ketika itu me­mainkan peran penting dalam mendukung jihad melawanpasukan Salib. Sebagai contoh, pahlawan Islam dalamPerang Salib Nur aI-Din Zengi, telah membangun rumah­rumah sufi, sekolah-sekolah, rumah sakit, masjid, danrumah anak yatim: Carole Hillenbrand mencatat tentangdiskursus "the greater jihad" (jihad al-nafs) di masa PerangSalib:

"The concept of the spiritual struggle, the greater jihad, was

well developed by the time of the Crusade and any discussion

of jihad in this period should always take into account the

spiritual dimension without which the military struggle, the

smaller jihad, is rendered hollow and without foundation."

The twelfth-century mystic'''Ammar al-Bidlisi (d. between590 and 604/1194 and 1207) analyzed the greater jihad,

declaring that man's lower soul (nafs) is the greatest enemy

to befought." Abu Shama speaks of Nur aI-Din in just these

14Mustafa Abu-Sway, Al-Ghazzaliyy, 107.

15Dr. Majid Irsan Kailani menjelaskan posisi pemikiran al-Ghazali dalamperjuangan kaum muslim untuk merebut kembali Jerusalem melalui bukunya,Hakadha Zahara Jaylu Salahu ai-Din wa Hakadha 'Adat al-Quds. Buku iniditerjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan diterbitkan oleh IIIT Malaysiabekerjasama dengan Thinkers's Library SDN.BHD, Kuala Lumpur, tahlill 2000.

[ 15 ]

Page 21: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

terms: "He conducts a double jihad against enemy and againsthis own soul. ""16

(Konsep tentang perjuangan jiwa, yakni jihad akbar, te­lah dikembangkan dengan baik di masa Perang Salib,dan berbagai diskusi tentang jihad pada masa itu senan­tiasa memperhitungkan dimensi spiritual, di manatanpa itu maka perjuangan militer akan menjadi hampaatau tanpa fondasi. Tokoh sufi abad ke-12, Ammar al­Bidlisi menyatakan bahwa jihad akbar adalah memak­lumkan hawa nafsu manusia sebagai musuh terbesar

yang harus diperangi. Abu Shama menggambarkanNur aI-Din dalam ungkapan: Ia menjalankan jihad­

ganda, melawan musuh dan melawan hawa nafsunyasendiri)

KomprehenaiF

Sebagai Muslim sunni, al-Ghazali ketika itu menduktmgkekhalifahan di Baghdad. Ia tidak mendukung dinastiFatimiyah di Mesir. Pada umur 20-an, al-Ghazali pergi keAkademi Nidhamiyah di Nisabhur untuk belajar di bawah

bimbingan Abu al-Ma'ali al-Juwayni yang dikenal sebagaiImam al-Haramayn. Pada umur 28 tahun, Imam al-Hara­

mayn meninggal (478/1085). Kepakaran al-Ghazali dalamhukum Islam, teologi, dan filsafat, sangat mengesankanNizham al-Mulk, sehingga ia diangkat sebagai guru besardi Nizhamiyyah Academy (didirikan 458-60/1065-67) di

Baghdad tahun 484 /1091. Ketika itu ia berumur 34 tah un." (16 Carole Hillenbrand, The Crusades: Islamic Perspectives, (Edinburg:

Edinburg University Press, Ltd., 1999), 161.17 M.M Sharif, History of Muslim Philosophy, (Karachi: Royal Book Company,

1983),584.

[ 16]

MUKADIMAH

Ada satu periode dalam kehidupan al-Ghazali yangbisanya disebut oleh banyak penulis sebagai 'periode krisis'(critical period), yaitu antara 1095-1106.W. Montgomery Wattmenulis satu subjudul "The Crisis of 1095" di bukunyaMuslim Intellectual, A Study of Al-Ghazali. Mustafa Abu-Swayjuga menulis satu sub judul "Teaching at the Nizamiyyah; the

"Spiritual Crisis" dalam bukunya Al-Ghazzaliyy: A Study in

Islamic Epistemology. Banyak sarjana yang menganalisis ten­tang" the crisis." dan memberikan interpretasi yang berbeda­beda tentang hakikat dan sebab kepergian al-Ghazali dariBaghdad pada November 1095.18

Berkaitan dengan masalah jihad melawan PasukanSalib, 'periode krisis' ini sangat penting dianalisis sebabpada periode itulah tahap pertama dari Perang Salib ber­langsung (1096-1102). Tahlm 1099, pasukan Salib merebutJerusalem. Setelah meninggalkan Baghdad tahun 1095,pada akhir 1096, al-Ghazali pergi ke Jerusalem. Pad a bulanNovember-Desember 1096, al-Ghazali menunaikan ibadah

haji dan mengunjungi Alexandria. Tetapi, pada 1099 iakembali ke Thus.19

Salah satu tahap penting dari perjalanan al-Ghazali ada­lah kunjungannya ke Damaskus dan Jemsalem, di manapasukan Salib sukses menaklukkan sebagian wilayah Syriadua tahun sesudah itu. Kunjungan al-Ghazali ke Damaskussangat penting ditelaah sebab berkaitan dengan penulisan

18 Kojiro Nakamura menulis satu artikel "An Approach to al-Ghazali's

Conversion". Sarjana lain yang mendiskusikan masalah ini antara lain Carra deVoux, Margareth Smith, Samuel M. Zwemmer, RJ. McCarthy, Duncan BlackMacdonald, dsb. Abu Sway mendiskusikan masalah ini dengan mendalammelalui artikelnya berjudul Al-Ghazali's "Spiritual Crisis" Reconsidered. (Al­

Shajarah, Journal of ISTAC, Vol. 1 No.1 & 2, 1996).

19 W. Montgomery Watt, Muslim Intellectual: A Study of al-Ghazali, (Edin­burgh: The Edinburgh University Press, 1963), 147.

[ 17]

Page 22: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

buku Kitab aI-Jihad pad a awal periode Perang Salib. Bukuini dihllis 'Ali b. Thahir al-Sulami an-Nahwi (1039-1106),

seorang imam bermazhab Syafii dari Damaskus. Ia adalahseorang yang aktif menggalang jihad melawan pasukanSalib melalui pertemuan-pertemuan umum pada 1105 (498H), enam tahun setelah penaklukan Jerusalem oleh pasukanSalib. Adalah sangat mlmgkin al-Sulami bertemu denganal-Ghazali di Masjid Ummayad, sebab Ali al-Sulami adalahimam di Masjid tersebut dan al-Ghazali juga sempat tinggaldi tempat yang sarna pada awal-awal periode Perang Salib.20

Dalam Kitabnya itu, Ali al-Sulami mencatat, bahwasahl-sahmya solusi yang dapat menyelamatkan wilayah­wilayah Muslim, adalah menyeru kaum Muslim kepadajihad. Ada dua kondisi yang harus disiapkan sebelumnya.Pertama, "reformasi moral" lmhlk mengakhiri "degradasispirihlal" kaum Muslim ketika ihl. Invasi pasukan Salibharus dilihat sebagai hukuman Allah, sebagai peringatanagar kaum Muslim bersahl. Kekalahan Muslim, menurutal-Sulami, adalah sebagai hukuman Allah atas kealpaanmenjalankan kewajiban agama, dan di atas semua itu,adalah kealpaan menjalankan jihad. Tahap kedua, peng­galangan kek.uatan Islam untuk mengakhiri kelemahankaum Muslim yang telah memlmgkirlkan pasukan Salibmenguasai negeri-negeri Islam. Dalam kitabnya, al-Sulamimenyebutkan dengan jelas tentang situasi saat itu danstrategi lmtuk mengalahkan pasukan Salib. 21

isseef, "The Reaction of the Syrian Muslim after the Founda bon Iof the First Latin Kingdom of Jerusalem", dalam Maya Shatzmiller (ed), \"Crusaders & Muslims in Twelfth-Century Syria", (Leiden: E.J. Brill, 1993), 163. W.Montgomery Watt, Muslim Intellectual, 144.

21Nikita Elisseef, The Reaction, 164; Carole Hillenbrand, The Crusades: Islamic

Perspectives,107.

[ 18 ]

MUKADIMAH

Konsep al-Sulami dalam melawan pasukan Salib bempa"reformasi moral" dari al-Ghazali memainkan peran pen­ting. Sebab, menumt al-Sulami, melakukan jihad melawan

pasukan Salib akan hampa jika tidak didahului dengan the

greater jihad (aI-jihad al-akbar). Ia juga mengimbau agarpemimpin-pemimpin Muslim memimpin jalan ini. Dengandemikian, perjuangan melawan haw a nafsu, adalah

prasyarat mutlak sebelum melakukan perang melawanpasukan Salib (Franks). 22

Peran al-Ghazali dalam membanglm moral kaum Mus­

lim disebutkan oleh Elisseef. Bahwa, kelemahan spiritualdi kalangan Muslim pada awal Perang Salib ditekankanoleh al-Ghazali, yang ketika itu mengajar di Damaskus. AI­Ghazali menekankan jihad melawan haw a nafsu, melawan

kejahatan, di atas jihad melawan musuh. Tujuannya adalahuntuk membanhl kaum Muslim mereformasi jiwa mereka.

(The spiritual laxness existing in Islam on the eve of theCrusades was underlined by al-Ghazali, in 1096. The

illustrious philosopher who, at the time, was teaching inDamascus, emphasized the priority of jihad of the soul, the

jihad al-akbar (the major jihad) - struggle against evil- over

the jihad al-asghar (the minor jihad), i.e. the struggle againstinfidel. His aim was to help the Muslim rediscover his soul.

At this time, it was necessary to effect the reform of morals

and beliefs and to create ways of combating the various

heterodoxies existing in the very bosom of Islam). 23

Faktanya, sekitar 50 tahun kemudian, di masa Nur aI-Din

Zengi, kaum Muslim mampu melaksanakan jihad efektif.Elisseef mencatat:

22 Carole Hillenbrand, The Crusades: lslamic Perspectives, 107.

23 Nikita Elisseef, The Reaction, 164.

[ 19]

Page 23: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

"The person who would realize the ideal of the jihad whichas-Sulami, Ghazali, and the 'ulama of Damascus had

advocated, was Nur ad-Din. "24

Titik balik Perang Salib terjadi dengan kejatuhan Edessadi tangan Muslim pada 539/1144, di bawah komandanImam aI-Din Zengi, ayah Nur aI-Din. Dua tahun sesudahitu, Zengi wafat, tahun 1146. Ia telah meratakan jalan buatanaknya, Nur aI-Din, untuk memimpin perjuangan me­lawan Pasukan Salib. Pada 544/1149, Nur aI-Din meraih

kemenangan melawan pasukan Salib dan pada 549/1154ia sukses menyahlkan Syria di bawah kekuasaan Muslim.Nur aI-Din digambarkan sebagai sosok yang sangat relighls,pahlawan jihad, dan model penguasa sunni. Setelah me­ninggalnya Nur aI-Din pada 569/1174, Shalahuddin al­Ayyubi, keponakan Nur aI-Din, memegang kendali ke­pemimpinan Muslim dalam melawan pasukan Salib. Iakemudian dikenal sebagai pahlawan Islam yang berhasilmembebaskan Jerusalem pada tahun 1187. 25

Istilah jihad, secara yuridis Islam, kemudian berkem­

bang menjadi makna khusus, dan telah dipahami oleh parasarjana Muslim dalam pengertian "perang" (qital). Dalammakna khusus dalam bidang fiqih inilah, istilah jihad me­

miliki makna syariat. Semisal, ada ketentuan-ketentuan hu­kum di mana orang yang mati dalam jihad -dengan maknaqital- diperlakukan jenazahnya sebagai syahid. Namun,memang terdapat berbagai hadits Nabi saw. yang me­

mmjukkan berbagai jenis jihad dalam makna yang umum, Iseperti jihad dengan mengeluarkan kata-kata yang benar \

24 Nikita Elisseef, The Reaction, 165.

25 Carole Hillenbrand, The Crusades: Islamic Perspectives, 112-131.

[20 ]

MUKADIMAH

di depan penguasa yang zalim. Begitu juga dengan jihadmelawan haw a nafsu, dengan lisan, dan harta.

Secara ringkas dapat dipahami, bahwa di masa PerangSalib, kaum Muslim berhasil menggabungkan konsep jihadal-nafs dan jihad melawan musuh dengan baik. Karya­karya al-Ghazali dalam soal jihad menekankan pentingnyamensimultankan berbagai jenis potensi dalam perjuanganumat, baik potensi jiwa, harta, dan juga keilmuan. Adalahmenarik, bagaimana dalam situasi perang seperti itu, ImamGhazali mampu melihat masalah umat secara kompre­hens if. Dan melalui Ihya' Ulum aI-Din, al-Ghazali juga me­nekankan pentingnya masalah ilmu. Ia membuka kitabnyaitu dengan "Kitabul Ilmi". Aktivitas al-Ghazali yang aktifdalam memberikan kritik-kritik keras terhadap berbagaipemikiran yang dinilainya menyesatkan umat, juga me­nunjukkan kepeduliannya yang tinggi terhadap masalahilmu dan ulama. AI-Ghazali seperti berpesan kepada umat,ketika itu, bahwa problem umat Islam sa at itu tidak begitusaja bisa diselesaikan dari faktor-faktor permukaan saja,seperti masalah politik atau ekonomi. Tetapi, masalah umatperlu diselesaikan dari masalahnya yang sangat mendasar,yang dikatakan olehAli al-Sulami sebagai tahap "reformasimoral". Tentu, tahap kebangkitan dan reformasi jiwa initidak dapat dilakukan tanpa melalui pemahaman keilmuanyang benar. Ilmu adalah asas dari pemahaman dan ke­imanan. Ilmu yang benar akan menuntun kepada keimananyang benar dan juga amal yang benar. IImu yang salah akanmenuntun pada pemahaman yang salah. Jika pemahamansudah salah, bagaimana mungkin amal akan benar?

Jadi, dalam perjuangan umat, diperlukan pemahamansecara komprehensif terhadap problematika yang dihadapioleh umat Islam. Ketika itu, umat Islam menghadapi ber-

[21 ]

Page 24: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

bagai masalah: politik, keilmuan, moral, sosial, dan sebagai­nya. Problema ihl perlu dianalisis dan didudukkan secaraproporsional dan adil. Yang penting ditempatkan padaposisinya, begihl juga yang huang penting. Di situlah, al­Ghazali menulis kitab Ihya' Ulum aI-Din, dengan makna

"Menghid upkan kembali ilmu-ilmu agama". Ketika ihl, diaseperti melihat, seolah-olah ilmu-ilmu agama sudah mati,sehingga perlu dihidupkan. Dalam kitabnya, ia sangat me­nekankan pada aspek niat dan pembagian keilmuan sertapenempatannya sesuai dengan proporsinya.

Problema politik umat ketika itu merupakan masalahyang sangat serius. Tetapi, problematika keilmuan danakhlak merupakan masalah yang lebih mendasar, sehinggasolusi dalam bidang politik, tidak dapat dicapai jika ke­rusakan dalam bidang yang lebih mendasar itu tidak di­selesaikan terlebih dahulu. Al-Ghazali dan para ulamaketika itu berusaha keras membenahi cara berpikir ulamadan umat Islam serta menekankan pada pentingnya aspekamal dari ilmu, sehingga jangan menjadi ulama-ulama yangjahat. Sebab, ilmu yang rusak, dan ulama yang jahat,adalah sumber kerusakan bagi Islam dan umatnya. NabiMuhammad saw. memberi amanah kepada para ulama

untuk menjaga agama ini. Tentu saja, itu harus merekalakukan dengan cara menjaga keilmuan Islam dengan baik.Bahkan, Rasulullah saw. mengingatkan akan datangnya

satu zaman yang penuh dengan fitnah dan banyaknyaorang-orang jahil yang memberi fatwa. Sabda Rasulullahsaw.: Bahwasanya Allah swt. tidak akan mencabut ilmu dengan

sekaligus dari manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama

. dengan mematikan para ulama. Apabiia sudah ditiadakan para

ulama, orang banyak akan memilih orang-orang bodoh sebagai

pemimpinnya. Apabiia pemimpin yang bodoh itu ditanya, mereka

[22 ]

MUKADIMAH

akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan

menyesatkan. (HR Muslim). Sepanjang sejarah Islam, paraulama sejati sangat aktif dalam mempertahankan konsep­konsep dasar Islam, mengembangkan ilmu-ilmu Islam, danmenjaganya dari perusakan yang dilakukan oleh ulama­ulama su', atau ulama jahat. Penyimpangan dalam bidangkeilmuan tidak ditolerir sarna sekali, dan senantiasa men­

dapatkan perlawanan yang kuat, secara ilmiah.Banyak kaum Muslimin yang berpikir bahwa jika aspek

politik direbut oleh gerakan Islam tertentu, maka akanselesailah masalah umat. Pendapat ini sebagian benar. Tapikurang sempurna. Kekuasaan politik adalah bagian darimasalah penting umat Islam. Sebab, ad-daulah adalahpenyokong penting perkembangan agama. Bukan hanyaIslam. Tetapi, juga agama-agama lain. Agama Kristenberkembang pesat di Eropa atas jasa besar Kaisar Konstan­tin yang mengeluarkan Dekrit 'Edict of Milan' (tahun 313)dan Kaisar Theodosius yang menjadikan Kristen sebagaiagama resmi negara Romawi (Edict of Theodosius, tahun392). Perkembangan agama Budha juga tidak lepas dariperan Raja Asoka. Begitu juga eksistensi dan perkembanganagama-agama lain, sulit dipisahkan dari kekuatan politik.Sarna halnya, dengan ideologi-ideologi modern yangberkembang saat ini. Eksistensi dan perkembangan merekajuga sangat ditopang oleh kekuasaan politik. Komunismemenjadi kehilangan pamornya setelah Uni Soviet runtuh.Sulit membayangkan Kapitalisme akan diminati oleh umatmanusia jika suahl ketika nanti Amerika Serikat mengalamikebangkrutan sebagaimana Uni Soviet.

Tetapi, perlu dicatat, bahwa kekuasaan politik bukanlahsegala-galanya. Banyak peristiwa membuktikan, bahwapemikiran, keyakinan, dan sikap masyarakat, tidak selalu

[23 ]

Page 25: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

sejalan dengan penguasa. Di masa Khalifah al-Makmun,yang Muktazily, umat Islam lebih mengikuti para ulamaAhlu Sunnah, ketimbang paham Muktazilah. Di masa pen­jajahan Belanda, umat Islam tidak mengikuti agama pen­jajah, dan lebih mengikuti kepemimpinan ulama. Banyaklagi contoh lain.

Karena itu, ulama dan umara memang dua tiang pe­

nyangga umat yang penting. Kedua aspek itu harus men­dapatkan perhatian yang penting. Para aktivis politik umatharus memiliki pemahaman yang benar tentang Islam. Jikatidak, para pemimpin politik justru bisa menjadi perusakIslam yang signifikan. Karena ketidaktahuannya, bisa sajamelakukan tindakan yang keliru. Sebagai contoh, merekamati-matian merebut kursi kepemimpinan di daerah atau

departemen tertenhl, sedangkan kemungkaran di bidangaqidah Islamiyah dianggap sepele. Ribuan orang dikerah­kan unhlk berdemonstrasi karena faktor kursi kekuasaan,

tetapi tidak demonstrasi apa-apa ketika ada penyimpangandalam aqidah Islam, semisal kasus Ahmadiyah, penyebaranpaham Pluralisme Agama, atau kezaliman yang sangatmencolok, semisal pembangunan patung yang memakandana rakyat milyaran rupiah, di saat rakyat sedang dililitkesulitan hidup dan berbagai penyakit yang mematikan.

Jadi, tidaklah benar jika dalam perjuangan mengabai­kan salah satu aspek kehidupan. Tetapi, semuanya harusditempatkan dalam proporsi dan tempatnya. Itulah yangnamanya adil. Nabi Muhammad saw. memulai dakwahIslam dengan aspek ilmu, memberikan pemahaman yangbenar kepada masyarakat ten tang konsep-konsep dasardalam Islam, seperti konsep ten tang Tuhan, nabi, wahyu,adil, agama, dan sebagainya. Pondasi pemikiran (afkar),

pemahaman (mafahim), standar-standar nilai (maqayis), dan

[24 ]

MUKADlMAH

ketundukan (qana'at), yang Islami ditanamkan secara kokoholeh Nabi Muhammad saw. kepada para sahabat ketika itu.Mereka tampil sebagai sosok-sosok ulama dan cendekia­wan serta pejuang yang tangguh dalam berbagai bidangkehidupan. Bisa dilihat, bagaimana hebatnya argumentasiJa'far bin Abi Thalib ketika berdebat dengan Raja Najasyidan orang-orang kafir Quraisy Mekkah di Habsyah. Ja'fardan kaum Muslimin yang sedang dalam kondisi terjepitmeminta perlindungan kepadsa Najasyi, mampu memberi­

kan argumen-argumen yang canggih seputar masalah Isaa.s. yang menjadi titik sentral kontroversi Islam denganKristen.

Ringkasnya, perjuangan Islam dalam menghadapiproblematika yang dihadapi umat ini, perlu memadukandan mensinergikan berbagai aspek, yakni aspek keilmuan,kejiwaan, harta benda, dan sebagainya. Jihad melawanhaw a nafsu atau berjuang dalam bidang keilmuan, tidak

perlu dipertentangkan dengan jihad melawan musuh. Se­mua perlu dipadukan, sebagaimana telah dilakukan dizaman Rasulullah saw., Perang Salib, dan sebagainya, se­

hingga kaum Muslim berhasil mengukir kemenangan yanggemilang dalam berbagai arena perjuangan.

Saat ini, tantangan gejala-gejala kehancuran ilmu-ilmuIslam di perguruan-perguruan tinggi berlabel Islam sudahbegitu mencolok. Bab-bab berikutnya dalam buku ini me­

mfparkan bagaimana mencoloknya serangan-seranganpara sarjana lulusan perguruan tinggi Islam terhadapaqidah Islam, melalui penghancurim konsep- konsep dasarIslam tentang aqidah, kebenaran, AI-Qur' an, syariat Islam,dan sebagainYa. Inilah tugas raksasa yang harus dilakukanoleh umat Islam, khususnya para ulama dan cendekiawan­nya, yakni membangun satu sistem keilmuan Islam yang

(25 ]

Page 26: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

-I-NI<ARAN

LMU

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

berkualitas tinggi, berbasis pada pandangan hidup Islam(Islamic worldview), dan mampu menjawab tantangan

keilmuan yang disodorkan oleh para orientalis Barat. Tugasini merupakan tugas 'kifayah' yang perlu dikerjakan olehsebagian kalangan Muslim, khususnya para cendekiawandan ulamanya.

Wallahu a'lam.

1. Urgenai Rmar rna'ruf nahi rnunkar

Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa saat inisedang terjadi peristiwa yang sangat besar dalam sejarahumat Islam Indonesia. Sebuah peristiwa besar dalam duniailmu-ilmu Islam ('ulumuddin) sedang terjadi. Serbuan Baratdalam ilmu-ilmu Islam sedang berlangslmg besar-besaran- dengan dukungan fasilitas dana yang-'gila-gilaan' dansokongan para ilmuwan dalam studi Islam sendiri yanggandrung membuat perubahan dalam keilmuan Islam.Serbuan (invasi) itu telah menjadi kenyataan dan menemu­

kan reali~asnya dalam dunia perguruan tinggi Islam diIndonesfa., baik di Institut Agama Islam Negeri (lAIN), Uni­versitas Islam Negeri (UIN), Sekolah Tinggi Islam Negeri(STAIN), dan Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS). Sua­sananya menjadi hegemonik. Penerbitan buku-buku dalamstudi Islam ala orientalis Barat membanjir di pasaran-pasar­

an dan menjadi rujukan para mahasiswa bidang studi Islamdalam penulisan makalah, skripsi, tesis, atau disertasimereka.

[26 ] [27 ]

Page 27: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Hegemoni Barat dalam studi Islam di Indonesia -dandunia Islam lainnya- tentulah sangat aneh dan seharusnyamenjadi pelecut bagi umat Islam untuk mau bercermin danmelakukan introspeksi total terhadap agenda dan rencanaperjuangan mereka. Jika dalam studi Islam saja, umat Islamharus 'terjajah' dan terhegemoni, maka sangat bisa di­mengerti, jika dalam berbagai aspek lain, seperti ekonomi,politik, militer, dan sebagainya, umat Islam juga sulit keluardari cengkeraman hegemoni, dan sulit mengembangkankemandirian.

Hegemoni orientalis Barat dalam studi Islam terbuktitelah membawa dampak yang serius dalam kehidupankeagamaan di Indonesia. Berbagai keanehan dan kemun­karan dalam dtmia ilmu keislaman telah bermunculan dari

tubuh berbagai perguruan tinggi Islam. Tidak sedikit orang­orang yang belajar ilmu-ilmu Islam kemudian justrumenjadi penentang Islam yang tangguh dan aktif melaku­kan dekonstruksi (penghancuran) konsep-konsep dasarIslam. Kemunkaran ilmu bukanlah kemunkaran yangringan, karena berdampak sang at serius dalam amalperbuatan.

Salah satu kewajiban penting yang diamanahkan olehRasulullah saw. kepada kaum Muslim adalah al amru bil

ma'ruf dan al-nahyu anil munkar (memerintahkan yangma'ruf dan mencegah kemunkaran). Secara umum, kaumMuslim wajib mendukung tegaknya kebaikan dan melawankemunkaran. Tugas ini wajib dilakukan oleh seluruh kaumMuslimin, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.Sebab, Rasulullah saw. sudah mengingatkan, agar siapa punjika meliha t kemunkaran, maka ia harus mengubah dengantang an, dengan lisan, atau dengan hati, sesuai kapasitasnya.Namtm, secara kolektif, umat juga diwajibkan melakukan

[28 ]

BAB l: KEMUNKARAN lLMU

aktivitas ini secara jama'iy. Sebab, ada hal-hal yang tidakdapat dilaksanakan secara individual (jardhiy).

Dalam kitabnya, Ihya' Ulum al-Din, Imam al-Ghazalimenu lis bab khusus ten tang amar ma'ruf nahi munkar. Iamenekankan, bahwa aktivitas amar ma'ruf dan nahi

munkar adalah kutub terbesar dalam urusan agama. Iaadalah sesuatu yang penting, dan karena misi itulah, makaAllah mengutus para nabi. Jika aktivitas amar ma'ruf nahimunkar hilang, maka syiar kenabian hilang, agama men­jadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan merajelela,satu negeri akan binasa. Begitu juga umat secara kese­luruhan.'1

Jadi, mencegah atau menanggulangi kemunkaranadalah sesuahl perkara yang sangat serius kedudukannyadalam ajaran Islam. Allah swt. berfirman, yang artinya:

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

(kamu)menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah kemunkaran,

serta beriman kepada Allah."(Ali Imran: 110)

"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang

menyeru kepada kebaikan, menyusuh kepada yang ma'ruf dan

mencegah kemunkaran. Merekalah orang-orang yang beruntung."

(Ali Imran: 104) ~

"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,

sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka

menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah kemunkaran, men­

dirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat kel?adaAllahdan Rasul-Nya."(at-Taubah: 71)

"Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan 'lisan

1 Lihat, AI-Ghazali, Ihya' "U/um ai-Din, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,2001),2:274,285.

[29 ]

Page 28: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Daud dan [saPutra Maryam. Yangdemikian itu disebabkan mereka

durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu

tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguh­

nya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu." (al­Maidah: 78-79)

Jadi, karena tidak melarang tindakan mlmkar di antaramereka, maka kaum Bani Israel itu dikutuk oleh Allah.

Bagaimana lmtuk mencegah agar azab Allah swt. tidak me­nimpa masyarakat? Tidak ada jalan lain kecuali kaumMuslimin harus melaksanakan gerakan amar ma'ruf dannahi munkar lmtuk memberantas kemaksiatan yang me­

rajalela tersebut. Sejumlah hadits Nabi saw. menceritakanakan datangnya azab Allah jika praktik-praktik kemlmkar­an dibiarkan merajalela dan kaum Muslimin tidak me­laksanakan amar ma'ruf nahi munkar.

Rasulullah saw. bersabda:

"Tidaklah dari satu kaum berbuat maksiat, dan diantara

mereka ada orang yang mampu untuk melawannya, tetapi dia tidak

berbuat itu, melainkan hampir-hampir Allah meratakan mereka

dengan azab dari sisi-Nya." (HR Abu Dawud, at-Turmudzi,dan Ibnu Majah)

Juga, sabda beliau saw.:

"Hendaklah kamu menjalankan amar ma'ruf dan nahi munkar,

atau Allah akan memberikan kekuasaan atasmu kepada orang­

orang jahat di antara kamu, dan kemudian orang-orang yang baikdi an tara kamu berdoa, lalu tidak dikabulkan doa mereka itu. (HR

al-Bazzar dan at-Thabrani)

"Sesungguhnya manusia, jika mereka melihat kemunkaran,

sedangkan mereka tidak mengubahnya, maka datanglah saatnya

Allah menjatuhkan siksa-Nya secara umum." (HR Abu Dawud)

[30 ]

BAB I: KEMUNKARAN ILMU

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ImamBukhari, Nabi saw. membuat paparan tentang sekelompokpenumpang kapal sebagai tamsil sebuah masyarakat. Pe­numpang menempati tempat duduknya masing-masing,ada yang di bagian atas dan ada yang di bagian bawah. Pe­numpang yang di bagian bawah, enggan naik ke atas, lmtukmengambil air. Daripada repor-repot, maka ia lobangi sajabagian bawah tempat duduknya, untuk mengambil air.Digambarkan oleh Nabi saw., jika para penumpang lainnyamendiamkan saja tindakan si penumpang, maka akanbinasalah si penumpang, dan juga binasa seluruh penum­pang kapal itu.

Menyimak berbagai ayat dan hadits Nabi saw. ten tangkewajiban amar ma'ruf nahi munkar, wajar sekali jika kaumMuslim menjadikan amar ma'ruf dan nahi munkar sebagaihal yang serius. Kaum Muslim tidak pemah berhenti me­lakukan tindakan itu, dengan berbagai cara, seperti yangdijelaskan oleh Nabi saw., yaitu mengubah kemunkarandengan (1) tangan, (2) lisan, (3) hati. Sabda Nabi saw.:

"Barangsiapa di antara kamu ya~g melihat suatu kemunkaran,maka hendaklah ia mengubah den~an tangannya; jika ia tidak

mampu, maka ubahlah dengan lisannya; dan jika tidak mampu,

(ubahlah) dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman." (HRMuslim dan Ashabus Sunan)

Jadi, amar ma'ruf nahi munkar memang merupakan

kewajiban yang sangat ditekankan oleh Allah swt. danRasul-Nya. Bahkan, disebutkan, sejumlah dampak burukbagi masyarakat, jika amar ma'ruf nahi munkar tidak di­tegakkan. Siksaan dan azab Allah akan turun kepadaseluruh warga masyarakat, baik yang baik maupun yangzalim. Tanpa pandang bulu. Disebutkan dalamAI-Qur'an:

[31 ]

Page 29: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

"Dan jagalah dirimu dari bencana yang tidak khusus menimpa

orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah, Allah

sangat keras siksanya." (al-Anfal: 25)

Perintah mengubah kemunkaran dengan tang an (ke­kuasaan) ditujukan kepada orang-orang yang mempunyaikekuasaan dan kemampuan (istitha'ah) untuk melakukan­

nya, apakah ia seorang penguasa atau rakyat biasa. Jika iatidak mampu, maka ia diperintahkan untuk mengubahdengan lisan (pendapat); dan jika tidak mampu juga, makaia diperintahkan mengubah dengan hati (tidak ridha) ter­hadap kemunkaran tersebut. Banyak kalangan ulama yangsudah membahas persoalan ini.

Sebab itu, langkah pertama setelah menyadari begitupentingnya melakukan perlawanan terhadap kemunkaran,adalah memahami ten tang makna dan fakta 'kemtmkaran'itu sendiri. Yang mana yang dimaksud dengan munkar.Kemudian, setelah paham, sesuai dengan 'fiqhul awlawiyyat'

(fiqh prioritas), dilakukan pemetaan dan skala prioritas,kemunkaran mana yang wajib dicegah dan ditanggulangiterlebih dulu. Saat ini begitu banyak kemunkaran ber­tebaran di muka bumi. Melalui media televisi, sebagiankemunkaran itu menyelusup masuk ke pojok-pojok kamarrumah kaum Muslimin, tanpa permisi. Perjudian, porno­grafi, penindasan, perzinahan, penyebaran minuman keras,narkoba, dan sebagainya, adalah kemunkaran yang tampakkasat mata, dan dengan mudah dibaca oleh umat Islam.

Tentu saja, kemunkaran terbesar dalam pandanganIslam, adalah kemunkaran di bidang aqidah Islamiyah,seperti penyebaran paham syirik atau paham-paham yangmenghancurkan aqidah Islam. Dalam kaitan inilah, kemun­karan yang mengubah dasar-dasar Islam, adalah kemun-

[32 ]

BAB I: KEMUNKARAN lLMU

karan yang terbesar. Inilah kemunkaran yang berawal darikerusakan ilmu-ilmu Islam, yang menyangkut asas-asaspokok dalam Islam. Kemunkaran jenis ini jauh lebih dah­syat dari kemunkaran di bidang amal. Sebagai gambaran,dosa orang yang mengingkari kewajiban shalat lima waktu,lebih besar daripada dosa orang yang meninggalkan shalatkarena malas, tetapi masih meyakini kewajiban salat. Dosaorang yang menjadi pelacur masih lebih ringan dibanding­kan dengan orang yang mengampanyekan paham, bahwamenjadi pelacur adalah tindakan mulia. Karena itu, adalahmerupakan tindakan kemunkaran yang sangat serius,ketika seorang mahasiswi sebuah kampus Islam di Yogya­karta menuliskan memoarnya dengan judul"Tuhan, Izinkan

Aku Menjadi Pelacur". Si penulis buku tak mer as a salahdengan tindakan zinanya, bahkan membela diri dan me­legitimasi perbuatannya.

Buku itu memberikan legitimasi terhadap pelrcurandan free sex. Buku seperti ini membawa misi pe~gaburanantara yang haq dan yang bathil. Ironinya, ketika dibedahdi kampusnya, banyak sekali mahasiswa yang mendukung­nya. Buku-buku, tulisan-tulisan, atau ucapan-ucapan yangkeliru yang disebarkan melalui media massa juga merupa­kan kemunkaran yang besar, lebih dari kemunkaran amal.Pornografi adalah munkar. Tetapi, pemikiran yang me­nyatakan, bahwa pornografi adalah tindakan mulia, me­rupakan kemunkaran yang lebih besar.

Inul atau penyanyi erotis lainnya, memang bersalahdalam melakukan aksi-aksi yang tidak sopan dan me­

ngumbar aurat di depan khalayak umum. Semua ulamapaham akan hal itu. Tetapi, orang-orang yang diposisikansebagai 'tokoh Islam' yang memberikan legitimasi terhadaphal-hal semacam itu, jelas melakukan kemunkaran yang

[33 ]

Page 30: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

lebih besar daripada pelaktmya. Seorang pengasong ideliberal di Indonesia mengecam tokoh-tokoh Islam yangmenilai Inul Daratista dengan menggunakan standar nilai­nilai Islam. Ia menulis ten tang Inul ini dalam epilog bukuFX Gunawan berjudul 'Mengebor Kemunafikan';

"Agama tidak bisa "seenak udelnya" sendiri mas uk ke dalam

bidang-bidang itu (kesenian dan kebebasan berekspresi) dan

memaksakan sendiri standarnya kepada masyarakat. Agama

hendaknya tahu batas-batasnya."

Saat ini, bukan rahasia lagi, banyak kaum Musliminyang mengabaikan ajaran-ajaran AI-Qur' an. Tetapi, selamaini, mereka tetap yakin bahwa AI-Qur' an adalah Kitab Suci.AI-Qur'an adalah firman Allah swt.. Tindakan mengabai­kan ajaran AI-Qur'an adalah munkar. Tetapi, penerbitanbuku-buku dan artikel yang meragukan kesucian AI-Qur' anadalah kemunkaran yang lebih besar. Kaum Musliminmarah besar ketika terpetik berita bahwa tentara AS diGuantanamo membuang AI-Qur' an ke kloset. Tetapi, res­pan kaum Muslimin pada umumnya dingin-dingin saja,ketika banyak cendekiawan beramai-ramai menghujat AI­Qur'an. Mungkin karena tidak paham atau kurang pedulidengan masalah-masalah pemikiran dan keilmuan, karenahal ihl memerlukan energi pemikiran yang tinggi.

Kemunkaran ilmu merupakan kemunkaran yangterbesar dalam perspektif Islam. Sebab, jika ilmu salah,maka akan muncul ulama yang salah. Jika ulama salah,maka umara (penguasa) dan uma t pun akan salah. Kemun­karan ilmu adalah sumber kesalahan asasi dalam Islam.

Ilmu yang salah mengacaukan batas antara al-haq dan al­bathil. Orang yang batil tidak menemukan jalan untukbertaubat, sebab dia merasa apa yang dilakukannya adalah

[34 ]

BAB I: KEMUNKARAN ILMU

tindakan yang baik. Dia tidak tahu lagi, mana yang benardan mana yang salah. Yang benar dianggapnya salah,sedangkan yang batil dianggapnya benar. Ada pejabat yangdengan bersemangat menyatakan memiliki keimanan danketaqwaan kepada Allah dan serius dalam meningkatkankesejahteraan rakyat. Tapi, pada saat yang sarna, ketikabanyak rakyat yang kelaparan dan kesulitan menanggungbiaya kesehatan dan pendidikan, dia dengan bangga me­resmikan patung Pangeran Diponegoro (Di Jalan Dipo­negoro Jakarta), yang harganya mencapai Rp 10 milyar.Sama sekali tidak ada ekspresi kesalahan dalam soal itu.Di tengah kemiskinan dan kebangkrutan ekonomi, padabulan Desember 2005, PT Pertamina juga secara banggamengumumkan pembuatan logo barunya yang memakanbiaya Rp 2,5 milyar.

2. KaBUB Perkawinan dan HomoaekBual

Ada lagi seorang yang jelas-jelas melakukan kesalahanmenurut hukum Islam, karena melakukan perkawinan

antar-agama, antara Muslimah dengan laki-Iaki non­Muslim. Tetapi, karena yang mengawinkannya adalahseorang doktor dalam bidang filsafat Islam dan dosenFakultas Ushuluddin, maka si mempelai merasa telahmelakukan tindakan yang benar. Tabloid Cek dan Ricek edisi28 Februari-06 Maret 2005, membuat laporan utama tentang

perkawinan Deddy Corbuzier (Katolik) dan Kalina (Mus­limah), dengan penghulu Dr. Zainlm Kamal, dosen FakultasUshuluddin UIN Jakarta. Setelah dikawinkan, Deddy me­

nyatakan, "Yang penting, kami sah dulu secara agama."Jadi, Dedd y merasa perkawinannya telah sah secara agama,karena yang mengawinkan 'bukan orang sembarangan'.

[3S]

Page 31: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Sejak dulu sudah banyak Muslimah yang diam-diammenikah dengan laki-laki non-Muslim. Karena perkawin­annya bertentangan dengan UU No 1/1974, dan tidak dapatmendapatkan pengesahan di Indonesia, mereka biasanyamelaksanakan perkawinannya di luar negeri, seperti yangdilakukan oleh artis Yuni Shara dan Henry Siahaan. Setelahitu mereka meminta pengesahan melalui Catatan Sipil diIndonesia. Meskipun banyak yang melakukan perkawinanharam itu, sejak dulu tidak ada ulama atau cendekiawanyang merusak konsep Islam tentang hukum perkawinanantara Muslimah dengan laki-laki non-Islam. Tetapi, sejakarus liberalisasi menggerus kaum Muslim, berbondong­bondonglah kemudian orang-orang yang mengaku liberalmerusak konsep ilmu dalam Islam tentang perkawinanantar-agama. Mereka yang melakukan ini sering dipromosi­kan sebagai pemikir liberal, progresif, non-literal, inklusif,dan sebagainya.

Prof. Dr. Musdah Mulia, dosen UIN Jakarta, dengan

berani membongkar konsep perkawinan ini, dan menulisdalam buktmya, bahwa larangan menikah antara Muslimahdengan lelaki non-Muslim sudah tidak berlaku lagi.2 BukuFiqih Lintas Agama terbitan Yayasan Wakaf Paramadina danThe Asia Foundation, juga membongkar konsep perkawin­an antar agama ini.

"Soal pernikahan laki-Iaki non-Muslim dengan wanita

Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan

konteks tertentu, di antaranya konteks dakwah Islam pada

saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat

ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu

2 Musdah Mulia, Muslimah Reformis, (Bandrmg: Mizan, 2005), hal. 63).

[36 ]

BAB I: KfMUNKARAN IlMU

yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang

lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila di­

cetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslim boleh menikah

dengan laki-Iaki non-Muslim, atau pernikahan beda agama

secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan

aliran kepercayaannya. "3

Posisi orang-orang itu adalah sebagai ulama, karenamereka -selain mempelajari ulumuddin- juga mendudukiposisi-posisi 'ulama' di berbagai lembaga yang memakailabel Islam. Masyarakat melihat mereka sebagai ulama, dansering dipromosikan oleh media massa sebagai cende­kiawan Muslim. Tetapi, karena mereka merusak konsepdasar Islam dalam bidang perkawinan, merusak ilmu-ilmuIslam, maka mereka telah menutup jalan kebenaran. Merekamemutarbalikkan yang haq dengan yang bathil. Seharusnyapara ulama atau cendekiawan Muslim tidak boleh melaku­kan hal-hal seperti ini, yakni merusak ilmu-ilmu Islam. Se­bagai contoh, meskipun sebagian besar masyarakat rnen­jalankan praktik perjudian atau mendukung kemaksiatantersebut, tidak boleh ada ulama yang menyatakan, bahwajudi adalah tindakan yang halal. Sama sekali tidak boleh.Para ulama harus menyatakan, yang haq adalah haq, 'danyang salah adalah salah. Jika yang salah dikatakan benar,dan yang benar dikatakan salah, maka akan timbul ke­kacauan ilmu. Pemah terbetik cerita bahwa di satu lokalisasi

pelacuran, ada pelacur-pelacur yang rajin salat dan mem­baca Al-Qur' an. Mereka ingin keluar dari lingkaran kemak­siatan tersebut. Tetapi belum ada jalan keluar. Di bulanRamadhan, kadangkala mereka melakukan salat tarawih.

3 Mun'im A. Sirry (ed.), Fiqih Untas Agama, (Jakarta: Paramadina, 2004),hal. 164.

[37 ]

Page 32: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Mereka juga menyekolahkan anaknya ke pesantren,dengan harapan tidak mengikuti jejak ibunya. Mereka plmmalu kepada keluarga dan masyarakat, karena merasa telahmelakukan perbuatan dosa. Mereka tahu itu dosa, karenailmu belum dirusak. Jika ilmu dirusak, maka dosa dan

pahala menjadi kabur. Maka, bisa jadi, para pelacur merasabangga dengan profesinya sebagai pelacur, karena terpaksamelacurkan hlbuhnya derni menghidupi keluarga. Merekabisa merasa lebih mulia ketimbang para koruptor, karenamereka merasa tidak merugikan orang lain: Itulah bahaya­nya jika ilmu keislaman dirusak. Halal-haram menjadikabur dan rusak. Jadilah manusia tidak tahu lagi kebenarandan kesalahan. Jadilah manusia kehilangan jalan untukmenuju Allah swt. Akibat kerusakan ilmu, manusia akanbisa terjerumus dalam tindakan yang bathil, tetapi merasaberada dalam kebaikan. Ia tidak sadar, bahwa apa yang ialakukan adalah salah.

Allah swt. berfirman:

"Katakanlah, akankah Kami beritahukan kepadamu tentang

orang-orangyang paling merugi amal perbuatannya?" Yaitu orang­

orangyang telah sesat amal perbuatannya di dunia ini, tetapi mereka

menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya."" (al­Kahfi: 103-104)

AI-Qur'an menjelaskan nasib orang-orang kafir diakhirat nanti yang dijebloskan ke dalam api neraka, gara­gara mengikuti para pemimpin dan pembesar yang sesat.Karena kebodohan dan kerusakan ilmu, maka mereka

[33 ]

BAB I: KEMUNKARAN ILMU

tersesat, diseret ke neraka oleh para pemimpin, pembesar,dan para tokoh, tanpa sadar. Allah swt..berfirman:

"Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan me­

nyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala. Mereka kekal di

dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang

pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketikamuka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata:

'Alangkah baiknya andaikan kami taat kepada Allah dan taat

kepada RasuZ: Dan mereka berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguh­

nya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar­

pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yangbenar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua

kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.'" (al­Ahzab: 64-68)

Jika ilmu rusak, maka jalan mencari kebenaran tertutup.Hal-hal yang munkar dibiarkan bahkan diduktmg. Bukanhanya dalam kasus perkawinan antar agama, umat Islamsedang dirusak konsepsinya. Tetapi, dalam kasus homo­seksual, hal semacam itu juga sedang terjadi. Bahkan, dalammasalah homoseksual dan lesbian, Indonesia kini me­

masuki babak-babak yang menentukan. Sebagai sebuah

[39 ]

Page 33: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

negeri Muslim terbesar, Indonesia menjadi ajang pertaruh­an penting perguliran kasus ini. Anehnya, hampir tidak adaorganisasi yang serius menanggapi masalah ini. Padahatibarat penyakit, masalahnya sudah semakin kronis, karenabelum mendapatkan terapi serius.

Pemah Front Pembela Islam (FPI) pada Ahad (26/6/2005), memprotes penyelenggaraan Miss Waria Indonesia,di Gedung Sarinah. Namun, protes FPI tidak digubris.Kontes itu tetap jalan. Ini merupakan kontes yang kedua.Pemenang kontes Miss Waria tahun lalu, Meggie Mega­watie (bemama asli Totok Sugiarto), berhasil masuk dalamjajaran 10 besar dalam kontes waria se-dunia di Thailand.Menurut LaporanJawa Pos (25/6/2005), kali ini, GubemurSutiyoso menyumbang Rp 100juta untuk penyelenggaraankontes waria.

Persoalan homoseks bukanlah persoalan 'kodrat'manusia. Tapi, menyangkut masalah orientasi dan praktikseksual sesama jenis. Kodrat bahwa seorang berpotensisebagai 'homo' atau 'lesbi' adalah anugerah dan ujianTuhan. Tetapi, penyaluran seksual sesama jenis merupakan

dosa yang dikecam keras dalam ajaran agama. Belum lamaini (8/6/2005), Paus Benediktus XVI menegaskan, bahwaGereja Katolik melarang pemikahan sesama jenis dan me­nentang aborsi. Sikap ini disampaikan menjelang referen­dum di Italia soal reproduksi dan inseminasi buatan.Meskipun banyak pastor yang terjerat skandal homoseksuatPaus tetap bersikap tegas terhadap masalah homoseksual.

Pada 18 Juni lalu, lebih dari 500.000 umat Katolik

berkampanye didukung sekitar 20 uskup senior untukmenentang hukum baru di Spanyol yang mengesahkanperkawinan sesama jenis. Meskipun mayoritas Katolik,Spanyol kini merupakan negara kedua yang melegalkan

[40 ]

BAB l: KEMUNKARAN lLMU

pasangan homoseksual -setelah Belanda dan Belgia.Mayoritas kaum Katolik di Spanyol tampaknya tidak meng­gubris larangan Paus. Kaum Kristen di Barat pada umum­nya, memang sudah lama menghadapi dilema dan masalahberat dalam soal homoseksual. Prinsip sekular-liberal yangdiimani sebagai pedoman dan pandangan hidup mereka,telah merelatifkan dan meliberalkan nilai-nilai moral. Maka,

praktik homoseksual yang dikutuk oleh Bibel dan paratokoh Gereja sejak dulu, kini semakin merajalela.

Di kalangan Yahudi, praktik homoseksual juga semakinmenggejala dan menggurita. Tahun lalu, di Israet dalamsatu acara perkumpulan yang digalang oleh kelompokhomoseksual/lesbian (Agudah), tokoh Partai Likud pun·ikut mendukung agenda kaum homoseks itu. Bat-ShevaShtauchler, tokoh Likud, menyatakan: "We will support

everything. Who said the Likud doesn't cooperate with the

community?" Biasanya, Likud termasuk yang menentangkeras praktik homoseksuat karena dalam Bibel memangdisebutkan, pelaku homoseksual harus dihukum mati.

Dalam Kitab Imamat (Leviticus) 20:13, disebutkan: "Bila

seorang laki-Iaki tidur dengan laki-Iaki secara orangbersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukansuatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darahmereka tertimpa kepada mereka sendiri."

Dalam Islam, hingga kini, praktik homoseksual tetap

dipandang sebagai tindakan bejat. Di dalam EnsiklopediHukum Islam disebutkan bahwa praktik homoseks merupa­kan satu dosa besar dan sanksinya sangat berat. Rasulullahsaw. bersabda, "Siapa saja yang menemukan pria pelaku

homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut." (HR AbuDawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, aI-Hakim, dan

al-Baihaki). Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homo-

[41 ]

Page 34: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRIsnN-BARAT

seksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpamembedakan apakah pelakunya masih bujangan atausudah menikah.

Unhlk pelaku praktik lesbi (wanita dengan wanita), di­berikan ganjaran hukuman kunmgan dalam rumah sampaimereka menemui ajalnya. (QS 4:15). Para fuqaha membeda­kan hukuman antara pelaku homoseksual (sesama laki-laki)dengan lesbian (sesama wanita). Pelaku lesbi tidak

dihukum mati. Dalam Kitab Fathul Mu'in -kitab fiqih yangdikaji di pesantren-pesantren Indonesia- dikatakan, bah­wa pelaku lesbi (musaahaqah) diberi sanksi sesuai dengankepuhlsan penguasa (ta'zir). Bisa jadi, penguasa atauhakimmembedakan jenis hukuman an tara pelaku lesbi yang'terpaksa' dengan yang profesional. Apalagi, tmtuk parapromotor lesbi. Apapun, hingga kini, praktik homoseksualdan lesbian tetap dipandang sebagai praktik kejahatankriminal, dan tidak pahlt dipromosikan apalagi dilegalkan.

Menyimak posisi ajaran Islam dan Kristen yang tegasterhadap masalah homoseksual, harusnya berbagai pihaktidak memberi kesempatan untuk mempromosikanya.Karena itu, adalah ajaib, jika saat ini, begitu banyak mediamassa yang membuat opini seolah-olah homoseksual ada­lah suatu 'tindakan mulia' (amal saleh) yang perlu diterimaoleh masyarakat. Promosi dan kampanye besar-besaranlegalisasi homoseksual ini berusaha menggiring opini ma­syarakat unhlk menerima praktik homoseksual.

Pada Hari Senin, 13 Juni 2005, pukul 08.30 WIB, dalamacara Good Morning, Trans TV melakukan kampanye legali­sasi perkawinan sesama jenis. Ketika itu ditampilkan sosokwanita lesbi bernama Agustin, yang mengaku sudah 13tahun hidup bersama pasangannya - yang juga seorangwanita. Agustin, yang mengaku menyukai sesama wanita

[42 ]

BAB I: KEMUNKARAN IlMU

sejak umur 12 tahun, ditampilkan sebagai sosok yang "ter­tindas", diusir oleh keluarganya, pindah dari satu pekerjaanke pekerjaan lain, gara-gara dirinya seorang lesbi. Kini iabekerja di LSM Koalisi Perempuan Indonesia.

Ketika ditanya, mengapa dia berani membuka dirinya,sebagai seorang lesbi, Agustin menyatakan, bahwa diasudah capek berbohong. Dia ingin jujur dan mengimbaumasyarakat bisa memahami dan menerimanya. Praktikhubungan seksual dan perkawinan sesama jenis, katanya,adalah sesuatu yang baik. Seorang psikolog yang juga se­orang wanita (tidak dijelaskan apakah dia lesbi atau tidak)juga menjelaskan bahwa homoseksual dan lesbian bukanpraktik yang abnormal, tetapi merupakan orientasi danpraktik seksual yang normal.

Acara Trans TV itu tentu saja perlu diberi perhatianserius oleh kaum Muslimin. Sebab, ini merupakan kam­panye dan promosi perkawinan sesama jenis yang bersifatmassal dan terbuka. Selama ini, banyak TV yang menayang­kan acara -baik sinetron, komedi, film- yang secara ter­selubung berisi kampanye duktmgan buat kaum homo.Hanya saja, biasanya tidak sampai kepada bentuk dukung­an terhadap perkawinan sesama jenis.

Kasus leluasanya kampanye besar-besaran legalisasihomoseksual dan dukungan (pendiaman) terhadap kontesMiss Waria bisa dilihat sebagai satu gejala 'mulai lumpuh­nya' peran 'nahi-mtmkar' organisasi dan tokoh-tokoh Islamdi Indonesia. Mungkin banyak tokoh sedang sibuk ngurus'yang lain', atau sedang mengalami "kegagapan" meng­hadapi arus globalisasi dan hegemoni media televisi yangsaat ini menjadi "penguasa moral" dan penenhl nilai-nilaimoral baru di tengah masyarakat. Salah satu dampak glo­balisasi adalah lahirnya sikap "ketidakberdayaan" (power-

[43 ]

Page 35: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

less) yang gagap dan gamang dalam menyikapi kedigdaya­an media informasi seperti TV.Penjungkirbalikan nilai-nilaihaq dan bathil melalui perusakan keilmuan Islam ini,merupakan masalah paling serius yang dihadapi kaumMuslim saat ini. Harusnya, organisasi Islam besar -NU,Muhammadiyah, MUI, Al- Irsyad, DDII, PKS, PPP, dansebagainya- memahami, bahwa masalah pencegahankemtmkaran dalam bentuk perzinahan atau homoseksualadalah persoalan besar dan serius, yang tidak kalahseriusnya dibandingkan masalah korupsi uang. Para tokohorganisasi itu pasti paham, beratnya sanksi perzinahandalam Islam. Urusan menghentikan kemunkaran bukanlahhanya tug as lembaga dakwah tertenhl semata. Diharapkan,kemenangan partai Islam di wilayah terentu berbandinglurus dengan pengurangan tindakan kemunkaran di wi­layah itu. Jangan sampai politiknya menang, tapi kemun­karan malah berkembang, yang mendekatkan masyarakatpada huunnya azab Allah swt.

Mengikuti jejak kalangan Kristen, di kalangan Islam,bahkan di lingkungan pendidikan tinggi Islam, juga sudahmuncul suara yang menduktmg perkawinan sejenis. Tahun2004, "Jurnal Justisia" yang terbit atas ijin Dekan FakultasSyariah lAIN Walisongo Semarang, menulis cover story

dengan judul "Indahnya Kawin Sesama Jenis". Dikatakan diJurnal ini, bahwa "Hanya orang primitif saja yang melihatperkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal danberbahaya."

Kini, dalam soal homoseksual, manusia seperti me­mutar jarum sejarah: menganggap enteng, memberikanlegitimasi, dan ujungnya adalah azab Allah. Kasus homo­seksual, sebagaimana kasus perkawinan antar-agama, telahmenjadi sasaran kampanye liberalisasi Islam, melalui pe-

[44 ]

BAB I: KEMUNKARAN ILMU

rusakan konsep-konsep keilmuan Islam, yang ironisnyajustru dilakukan oleh kalangan perguruan tinggi Islam(lAIN dan sejenisnya). Ini sangat menyedihkan. Kemun­karan apa lagi yang lebih besar daripada kemunkaran ilmusemacam ini? Yakni, menghalalkan hal-hal yang telah jelasdiharamkan oleh Allah?

3. Kekeliruan dan Kejahilan

Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh banyak kalanganakademisi dalam bentuk kekeliruan atau pengeliruankonsepsi keilmuan Islam, juga merupakan'satu jenis ke­bodohan (kejahilan). Di dalam Majalah ISLAMIA edisi ke­5/2005, yang membahas tentang "Epistemologi Islam",Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, pakar pemikiran Islam(Islamic thought) dan guru besar tamu di Universiti Ke­bangsaanMalaysia(UKM) menguraikan bahaya kekeliruandan kejahilan dalam ilmu. Menurut Konsepsi Islam tentangkejahilan seperti diuraikan Ibn Manzur dalam karyanya,Lisan Al-' Arab, bahwa kejahilan itu terdiri daripada duajenis. Pertama, kejahilan yang ringan, yaitu kurangnya ilmutentang apa yang seharusnya diketahui; dan kedua,kejahilan yang berat, yaitu keyakinan salah yang berten­tangan dengan fakta ataupun realita, meyakini sesuatu yangberbeda dengan sesuatu itu sendiri, atauptm melakukansesuatu dengan cara yang berbeda dengan yang seharus­nya. Jelaslah bahwa kejahilan dalam kedua-dua konteks diatas adalah penyebab utama terjadinya kesalahan, ke­kurangan, atau kejahatan manusia. Kejahilan yang ring andapat dengan mudah diobati dengan pengajaran biasa

ataupun pendidikan, tetapi kejahilan yangberat, me­rupakan sesuatu yang sangat berbahaya dalam pem-

[45 ]

Page 36: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

bangunan keilmuan, keagamaan, dan akhlak individu danmasyarakat. Sebab kejahilan jenis ini bersumber dari dirirohani yang tidak sempurna, yang dinyatakan dengan sikappenolakan terhadap kebenaran.

Demikian kutipan ringkas pendapat Prof. Wan MohdNor. Bisa dipahami, kejahilan jenis kedua justru terjadi dikalangan para cendekiawan/ulama. Sebagian merekasudah menjuluki dirinya ilmuwan (bergelar doktor, pro­fesor, cendekiawan, Kyai Haji dan sebagainya). Tetapi, ilmuyang mereka punyai dan mereka sebarkan ke tengahmasyarakat, adalah ilmu yang keliru. Bisa saja, merekapaham akan hal itu, tetapi karena tidak tahan dengangodaan dunia, mereka menjual kebenaran dengan kesesat­an. Bisa juga mereka memang tidak paham. Bisa jadi iaseorang profesor bidang sejarah atau politik, tetapi karenaposisinya sebagai tokoh Islam, maka ia merasa tahu ten tangIslam dan menulis atau berbicara semaunya ten tang Islam,meskipun dia sebenarnya tidak memahami ulumuddin

dengan baik.Kejahilan di kalangan cendekiawan ini tidak mudah

diobati. Di zaman Nabi Muhammad saw., tantangan kerasterhadap misi kenabian justru datang dari para bangsawandan cerdik pandai. Mereka pandai berhujjah dan memutar­balikkan fakta kebenaran, sehingga mampu mempengaruhimasyarakat luas. Ketika hujjah mereka sudah dipatahkan,mereka pun enggan mengikuti kebenaran, karena berbagaikepentingan dtmiawi. Tidak ada niat sungguh-sungguhuntuk mencari kebenaran, karena memang niat awalnyauntuk mengacau kebenaran atau memang tidak tahuten tang kebenaran. Bahkan, ada yang menyebarkan paham,bahwa manusia tidak dapat mencapai dan memahamikebenaran wahyu Tuhan, karena manusia bersifat relatif.

[46 ]

BAB I: K.EMUNKARAN IlMU

Maka semua pemahaman yang keluar dari akal manusia

adalah relatif, sehingga tidak ada pemikiran yang mutlak,tidak ada yang absolut. Semuanya relatif. Masalah 'relativis­me kebenaran' ini akan dibahas dalam bagian lain dalambuku ini.

Salah satu fenomena yang menonjol dari kekacauan

ilmu dalam ulumuddin saat ini adalah munculnya orang­orang yang merasa dirinya sejajar dengan para mujtahiddan ulama-ulama besar, padahal sejatinya belum sampaiderajat itu. Pada 27 Desember 2003, saya menu lis satuartikel di Harian Republika, berjudul "MendudukkanTradisi". Artikel itu saya tulis karena melihat fenomena

yang merata di berbagai tempat, di mana banyak gagasan'kreatif' yang mencoba mengajak kaum Muslim untuk

melakukan reformasi dan reevaluasi terhadap "pemaham­an klasik". Biasanya, gagasan klasik dikategorikan sebagaikuno, kolot, ortodoks, dan sebagainya; bahkan beberapadiantaranya dikonotasikan sebagai "fundamentalis" atau

"radikal" yang menjijikkan. Atau, ada yang menyebutpandangan yang mempertahankan tradisi Islam sebagai"Islam norma tif", "Islam u top is", "tidak realistis", "Islam

masa lalu", "romantisisme Islam", dan sebagainya.Salah satu hal penting sebelum menilai atau menawar­

kan gagasan baru, harusnya terlebih dahulu melakukan

evaluasi yang serius terhadap gagasan sebelumnya. Apakahgagasan lama itu benar-benar sudah tidak layak dipakai?Sejarah Islam memmjukkan, para ulama dan ilmuwan besar

Islam, menjaga tradisi dengan sikap ilmiah yang tinggi.Bahkan mereka memelihara adab yang luhur dalam duniailrniah. Tengoklah sosok al-Ghazali (m. 1111).Sebelum diamemperkenalkan gagasan tajdidnya (Ihya' Wum al-Din), diamempelajari dulu filsafat, kalam dan tasawuf, secara kritis

[47 ]

Page 37: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

dan menuliskannya dalam karya-karya tulis yang dapatdibaca orang. Karena itu kepakarannya di bidang filsafatkalam, kesehatan, ushul fiqih, fiqih, tasawuf, pendidikan,dan sebagainya, membuatnya layak menggagas pem­baharuan pemikiran.

Hingga kini, dunia Islam dan dunia Baratmasih belumhabis meneliti dan mengkaji ratusan karya al-Ghazali.Ribuan buku dan tesis ilmiah telah dihllis. Para orientalisdan ilmuwan Muslim masih terus-menerus menggali danmendiskusikan karyanya, hingga kini. Simaklah nama­nama ilmuwan besar Islam lainnya, seperti Fakhruddin al­

Razi,yang menulis kitab-kitab besar di bidang kalam, tafsir,sains, dan sebagainya. Sebuah tesis di ISTAC-IIUMyangditulis oleh Adnin Armas MA, membuktikan, bahwa teori

al-Razi tentang "waktu" lebih maju 500tahun dibandingkanteori Newton. Siapakah ilmuwan di Indonesia yang benar­benar menguasai pemikiran Ibnu Sina, al-Ghazali, IbnRushd, Fakhruddin al-Razi, Ibn Taimiyah,Ibn Khaldun dansebagainya? Sudahkah pemikiran-pemikiran mereka dikajisecara serius dan dikembangkan dalam konteks peradabanIslam masa kini sebelum mengambil kesimpulan bahwasemua itu adalah kuno dan usang. Apakah framework kajianilmuwan Muslim terhadap para ulama tersebut tidakterdistorsi oleh pemikiran orientalis yang memiliki carapandang Barat?

Apakah sosok-sosok pemikir seperti Fazlur Rahman,Moh. Arkoen, Abid al-Jabiri, Hasan Hanafi, Nasr HamidAbu Zaid, yang mengritik ulama terdahulu dengan meng­gunakan framework filsafat dan pemikiran Barat layakmenggantikan mereka? Sebutlah kasus Nasr Hamid AbuZeid. Pemikir Mesir yang mendapat banyak kritikan dinegerinya sendiri dan lari ke Balanda itu, justru mendapat

[48]

BAB [: KEMUNKARAN [lMU

sambutan hangat dari para orientalis dan para pemikir li­beral di Indonesia. Tapi kemudian ia malah muncul sebagaitokoh popular yang di Indonesia pemikirannya diagung­agungkan secara tidak kritis.

Mendudukkan seseorang ilmuwan seperti Nasr Hamid,al-Jabiri, Hasan Hanafi, Syahrur, dan sebagainya, dalamposisi yang semestinya, adalah penting. Dengan begitu,umat Islam juga dapat bersikap kritis terhadap mereka."Singa" haruslah ditempatkan sebagai "singa". Jangansampai "kucing" dipromosikan sebagai "singa". Puyuhakan patah sayapnya, jika dipaksa terbang seperti elang.Contoh lain, adalah al-Jabiri. Nama ini begihl popular diIndonesia. Mungkin melebihi popularitasnya di negeriasalnya. Berbagai bukunya diterjemahkan. Sayangnya,buku-buku al-Jabiri tidak diterbitkan bersama denganbuku-buku yang mengritiknya. Sebagai contoh, bukunyaTakwin al-Aql al-Araby, yang memuat analisis tentang sifataqidah Abu Hanifah yang dikatakannya sejalan denganmu'tazilah, sangatlah perlu dikritisi. Juga, pendapatnya,bahwa kerugian terbesar bagi tradisi Arab adalah hilangnyabuku-buku Mu'tazilah pada tahap-tahap permulaan, sangatbisa diperdebatkan, dan aneh. Sebab, sejarah Islam yanggilang gemilang selama beratus-ratus tahun bukanlahkarena mengikuti paham Mu'tazilah, tetapi mengikutipaham Ahlu Sunnah wal-Jamaah.

Mengapa sikap adil dan beradab sangat penting dalamdunia ilmiah?Jikaseseorang berani bersikap kritis terhadapal-Syafii, al-Ghazali, Ibn Taimiyah, dan sebagainya, se­yogyanya dia lebih berani bersikap kritis terhadap Arkoun,al-Jabiri,Nasr Hamid, Fazlur Rahman, Montgomerry Watt,William C. Chittik, Foucoult, Derrida, Wilfred C. Smith,Goldziher, Joseph Sacht, Arthur Jeffry, dan sebagainya.

[49 ]

Page 38: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Sikap tidak kritis itu, misalnya, bisa dilihat bagaimanapengikut para pemikir modern dan orienta lis itu engganmengecek, meneliti, dan membandingkan rujukan-rujukanyang digunakan para tokoh idolanya. Artinya, dalam halini pun terjadi taqlid. Di sini kadang terjadi kejanggalan.Seseorang menolak taqlid kepada al-Syafii, tetapi kemudiantaqlid kepada Josep Sacht, Fatimah Mernisi, Amina Wadud,Nasr Hamid Abu Zayd, Fazlur Rahman, dan sebagainya,dalam soal fiqih. Seorang aktivis Islam Liberal, LuthfieAssyaukani, pernah menulis satu artikel berjudul Sapere

Aude, yang mengajak kaum Muslim untuk mengritisipemikiran-pemikiran para ulama, sahabat Nabi saw, bah­kan Nabi Muhammad saw. Dia menulis:

"Beranikah kita menggunakan hasil pemahaman kita sendiri

berhadapan dengan pandangan-pandangan di luar kita?

Misalnya berhadapan dengan Sayyid Qutb, al-Banna,

Qardawi, Nabhani, Rashid Ridha, Muhammad bin Abd al­

Wahab, Ibn Taymiyyah, al-Ghazali, Imam Syafii, al-Bukhari,

para sahabat, dan bahkan bisa juga Nabi Muhammad sendiri."

Anehnya, dalam hllisannya, dia sendiri menjiplak kata-kata Immanuel Kant, tanpcy kritik sarna sekali. Dia berani

mengajak untuk mengritisi pemikiran Nabi Muhammadsaw., tetapi tidak mau mengritik Kant, dan mengutip kata­katanya sebagai judul tulisannya: Sapere Aude (artinya:Beranilah Berpikir). Tentu saja di sini tidak ada keadilandan proporsionalitas. Masalahnya, si penulis mengaku se­~ai cendekiawan Muslim, lulusan pesantren, pergunlantinggi Islam terkenal, dan kandidat doktor bidang pemikir­an Islam. Jadi, posisinya sebagai 'ulama' tidak digunakandengan baik unhlk mendidik dan menjaga umat, sebagai­mana amanah Rasulullah saw., tetapi malah digunakan

[ 50]

f

BAB I: KEMUNKARAN ILMU

untuk melawan ulama, sahabat, dan Nabi Muhammad saw.

Dengan kata lain, dia telah melakukan perusakan terhadapilmu-ilmu Islam yang sangat mendasar.

Dalam bidang lain, misalnya, dalam kasus 'gender equa­

lity', ditemukan, ada aktivis gender equality yang mengutipbegitu saja pendapat Fatima Mernisi, feminis asal Maroko,

tentang ketidaklayakan sahabat Abu Bakrah sebagai perawihadits. Dengan alasan, dia dicambuk oleh Sayyidina Umarbin Khathab, karena kasus kesaksian tuduhan zina. Pada­

hal, cerita sebenarnya tidak seperti itu. Para ulama hadits,seperti Imam Bukhari dan lain-lain menerima kesaksian dan

keadilan Abu Bakrah justru karena kejujurannya, yaitukarena dia enggan mencabut kesaksiannya dalam salah satukasus perbuatan zina, meskipun dia harus menerima cam­

bukan akibat tidak cukupnya jumlah saksi dalam laporanzina. Mernisi merasa perlu menghantam Abu Bakrah,karena hadits 'Lan yufliha al-qawmu wallaw amrahu imra'atan,

disampaikan oleh Abu Bakrah.4

4 Pembahasan ten tang kasus Abu Bakrah ini, bisa dilihat dalam buku saya,Presiden Wan ita: Pertaruhan Sebuah Negeri Muslim (Jakarta: Pus taka Darul Falah,2001). Pemutarbalikan fakta dan penafsiran yang serampangan terhadap faktatradisi Islam, misalnya, bisa dilihat dalam beberapa buku yang menuduh Umarbin Khathab r.a., sebagai cikap akal pemikiran liberal. Sebagai contoh, dalamsebuah buku yang ditulis alumnus S-2 lAIN Walisongo Semarang, disebutkan:"Namun, sebelumnya, perlu dicatat bahwa khalifah II, Umar bin al-Khattab,yang dikenal kontroversial karena kebijakan dan putusan-putusan hukumnyayang menyalahi mainstream dan common sense, pada waktu itu. Ia dikenalsebagai salah seorang tokoh yang mengedepankan penggunaan rasio (ra'yu)ketimbang aturan naqli Al-Quran dan al-Sunnah. Bahkan Umar salah satudiantara kalangan sahabat yang tidak begitu menyukai Sunnah. Dari kasusthalaq, menciptakan tradisi tarawih berjamaah, merubah ketetapan ghanimah,muth'ah haji dan wanita, pengurangan kalimah adzan, zakat muallaf, laranganmenangisi mayat dan lainnya, terkesan tidak mempertimbangkan 5unnahbahkan Quran. Namun, bila dicermati pemikiran Umar itu sangat filosofis,sosiologis, dan hermeneutics. " (Imam Chana fie al-Jauhari, Hermeneutika Islam:

[ 51 ]

Page 39: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Adalah menarik menengok sosok-sosok ilmuwan besarIslam terdahulu. Dengan segala kehebatannya dalam duniakeilmuan, tengoklah bagaimana sikap "tahu diri" seorangal-Ghazali. Ia tetap menempatkan dirinya di bawah mazhabal-Syafii dalam soal metodologi ushul fiqih. Ia tidak merasalebih hebat dari al-Syafii. Banyak ilmuwan besar Islam yangtetap memelihara sikap adil dan beradab dalam mengkajidan menyebarkan ilmu kepada masyarakat. Dalam tradisiilmu hadits hal itu sangat terpelihara. Seseorang belumberani menyiarkan satu hadits, jika belum mendapat izindari gunmya. Dunia keilmuan Islam juga menjunjung ting­gi akhlak dan moralitas. Sese orang yang didapati bermoral J,

jahat tidak dipercaya lagi periwayatannya, dan akan ter­lempar dari sistem keilmuan Islam.

Para ulama Islam juga dikenal sangat hati-hati dalamberpendapat. Itu bisa dilihat dalam kisah-kisah para Imammazhab. Imam Malik -guru Imam Syafii-, misaJnya,dikenal sangat berhati-hati dalam berpendapat dan bahkan

lebih banyak menjawab "Saya belum tahu", ketika ditanyapendapatnya ten tang berbagai hal. Imam Syafii mencerit51­kan, "Sungguh aku telah menyaksikan pada Imam Malik,bahwa beliau pernah ditanya masalah-masalah sebanyak

Membangun Peradaban Tuhan di Pentas Global, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 1999),haI. 73, TuIisan serupa yang menuduh Sayyidina Vmar bin Khatab berpikiranliberal bisa dijumpai dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia, (Jakarta:Jaringan Islam Liberal, 2002). Paparan penulis itu tentang Vmar r.a., tentu sangattidak benar dan melampaui batas kepatutan intelektuaI. Kasus-kasus yangdikerjakan Vmar r.a. seperti itu sudah banyak dibahas para ulama. SayyidinaVmar sarna sekali tidak meninggalkan nash-nash AI-Qur'an atau hadits Nabisaw. Beliau tidak memberikan zakat kepada mualla£, karena memang ada syarat­syarat tertentu bagi muallaf untuk menerima zakat. Tidak setiap muallaf wajibdiberikan zakat. Kajian tentang kasus ijtihad Vmar r.a. ini misalnya telahdilakukan oleh Ahmad Husnan, melalui bukunya, Hukum Islam tidak MengiJfwl

Reaktualisasi, (Solo: Pus taka Mantiq, 1989).

[52 ]

I

BAB I: KEMUNKARAN ILMU

48 masalah. Beliau menjawab 32 masalah dengan perkataan,"Saya belum tahu". Imam Abu Mash' ab juga menceritakan,"Aku belum pernah memberi fatwa tentang satu masalah,sehingga aku mengambil saksi dengan 70 orang ulama,bahwa aku memang ahli dalam soal yang demikian itu."Imam Abu Musa juga menceritakan, bahwa ketika ber­

kunjung ke Irak, Imam Malik ditanya 40 masalah, danhanya 5 yang dijawabnya. "Tidak ada perkara yang lebihberat atas diriku, selain daripada ditanya tentang hukum­

hukum halal dan haram," kata Imam Malik. Terkadang,untuk menemukan jawaban atas sesuatu, Imam Malik sam­pai tidak dapat makan dan tidur pulas. 5

Kepandaian dan kefaqihan Imam Malik tidaklah di­ragukan. Akan tetapi, ia begitu berhati-hati dalam menentu­

kan "haram-halc,f!'-nya suatu masalah. Ia tidak begitu sajamenjawab haram atau halal. Dapat dibandingkan, betapajauhnya sikap Imam Malik dengan sikap sejumlah ulamadan tokoh masyarakat yang dengan serta memberikanjawaban (fatwa) jika ditanya, padahal ia belum mendalamipersoalan yang ditanyakan kepadanya. Bahkan, ada jugayang dengan mudahnya mengeluarkan pendapat, danesoknya sudah lupa akan pendapat yang dikeluarkannyahari itu, sehingga ia berubah pendapat dalam waktu ter­amat singkat. Kadangkala ada yang beralasan, bahwa siprofesor atau anak-anak muda Islam yang mengaku pro­

gresif atau liberal itu sedang mencari dan hanya berwacan~Alasan itu sulit diterima dan berbahaya. Sebab, jika sedangmencari,Jdan serius dalam mencari kebenaran, maka tidak

mudah begitu saja menyebarkan pemikirannya kepada

5 Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, (Jakarta: BulanBintang, 1994), haI. 121-122.

[53 ]

Page 40: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

masyarakat luas. Sebab, jika dia salah dalam pemikirannya,dan diikuti oleh orang banyak, maka dia bukan saja me_­mikul dosanya sendiri, tetapi juga memikul dosa orang lainyang mengikuti pendapatnya. Jika sedang mencari, tentutidak merasa dan berlagak bagai imam mujtahid, yangmenghantam para ulama-ulama besar, dengan semena­mena, tanpa pertanggungjawaban ilmiah yang kuat. Jikaseseorang merasa mendapatkan hal-hal baru yang berbedadengan para ulama besar, seyogyanya, jangan dulu me­nyebarkan pendapatnya kepada khalayak umum, sebelum \ia mendikusikan dengan para pakar di bidangnya. Dalamsetiap cabang ilmu ada otoritas. Dalam fisika, misalnya,tidak bisa setiap lulusan sarjana fisika dengan semena-menamencaci maki Newton atau Einstein, sebelum ia membukti­

kan dirinya telah menemukan sesuatu teori atau penemuanyang besar, yang melampaui para 'raksasa' itu. Sarna hal­nya, dalam bidang iImu fiqih Islam. Tidak bisa begitu saja,setiap orang -meskipun telah mendapatkan gelar doktoratau profesor- asal bicara atau asal tulis saja menghantampara imam mazhab, jika ia sendiri belum memiliki kuali­fikasi keilmuan dan belum menu lis satu buku pun tintangushul fiqih, misalnya.

Imam Syafii pemah menyatakan, "Tidaklah aku men­datangkan kebenaran dan alas an yang terang pada sese­orang, lalu ia menerimanya dengan baik dari aku, melain­kan aku mesti menghormati kepadanya; dan tidaklah sese­orang yang menyombongi kebenaran dan menolak alasanyang benar dari aku, melainkan pasti aku usir dan musnah­kan dari pandangan mataku."6

6 Ibid, hal. 223.

[S4 ]

lAB I: KEMUNKARAN ILMU

Para ulama mazhab sangat dikenal ketinggian ilmu danakhlaknya. Para muridnya membanggakan mereka sebagaiorang-orang yang sangat alim dan saleh. Mereka mengajar­kan ilmu sekaligus ketaqwaan yang tinggi. Sebab, tujuanutama ilmu dalam Islam adalah untuk mencapai derajat

. taqwa. Hanya para ulama yang takut kepada Allah. (Fathir:28). IImu dan taqwa adalah satu kesatuan. Karena itu, dalamsa.tu syaimya yang terkenat Imam Syafii menyatakan: "Ilmu

itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada

orang yang maksiat." Dalam syaimya yang lain, Imam Syafiimengatakan: "Wa dzaatul fataa, wallaahi, bil'ilmi wat tuqaa;idzaa lam yakuunaa laa i'tibaara lidzaatihi" (Demi Allah,

kehidupan seorang pemuda itu harus;l;erbekal ilmu dantaqwa; jika kedua bekal itu tidak dikilikinya, maka takpantas disebut pemuda). 7

/ 7Lihat Ko/eksi Syair Imam Syafi'i oleh YusufSyekh Muhammad al-Baqi, (terj.Abdul Ra'lIf Jabir), (Jakarta: Pustaka Amani, 1995). Anehnya, mengikuti jejakNasr Hamid Abu Zayd, banyak yang ikllt-ikutan menuduh dan merendahkanmartabat Imam Syafii dengan mengatakannya sebagai ideolog Arab sukuQuraisy. Salah seorang almunus fakllitas Syariah lAIN Walisongo Semarangmenulis: "Syafii memang sangat serius melakukan pembelaan terhadap al-Quranmushaf usmani, lIntuk mempertahankan hegemoni Quraisy ... sikap moderatSyafii adalah moderat semu. Dan sebenarnya, sikap Syafii yang demikian itu,tak lepas dari bias ideologis Syafii terhadap suku Quraisy. " (Lihat, bukuDekonstruksi Islam Mazhab Ngaliyan, hal. 84-86). Anehnya, penulis ini banyakaktif dalam organisasi di lingkungan NU, yang menganut paham Asy'ariyahdan mazhab Syafii. Sikap melecehkan Imam Syafii dengan cara kllrang ilmiah'­dan hanya merujuk pada karya NasI Hamid Abu Zayd, sangatlah tidakproporsional dan tidak etis. Sikap semacam ini seperti tidak memperhitungkanbetapa seriusnya para lIlama Islam selama beratus tahun dalam menghormati

1'an menghargai jasa Imam Syafii terhadap agama Islam. Ribuan ulama, termasuk1mam Bukhari, al-Ghazali, mengakui kehebatan Imam Syafii, sehingga beliaudipanggillmam. Nasr Hamid Abu Zayd sendiri jauh dari pantas untuk diberijulukan seperti itu, jika dibandingkan dengan Imam Syafii, atas jasa-jasanyaterhadap Islam. Kecaman terhadap Imam Syafii juga bisa dilihat dalam bukuFiqih Lintas Agama: "Kaum Muslim lebih suka terbmi dengan kerangkeng dan

[SS]

Page 41: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Imam al-Ghazali, dalam muqaddimah Kitab Bidayatul

Hidayah, juga menekankan tujuan ilmu, yaitu untukmendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt. Jika orangmencari ilmu bukan dengan niat untuk mendekatkan diri,kepada Allah -tetapi untuk mencari popularitas, pujianmanusia, dan sebagainya- maka, kata Imam al-Ghazali,orang itu telah menghancurkan dirinya, menghancurkanagamanya, dan menghancurkan juga guru yang tela!:,:mengajarkan ilmu kepadan~. Jadi, ilmu dan amal memangtidak boleh dipisahkan, dalam konsepsi keilmuan Islam. \

Konsepsi ilmu seperti ini tentu sangat berbeda dengantradisi keilmuan di Barat. Paul Johnson, dalam bukunya"Intellectuals" (1988), memaparkan kebejatan moralsejumlah ilmuwan besar yang menjadi rujukan keilmuandi Barat dan dunia internasional saat ini, seperti Ruosseau,Henrik Ibsen, Leo Tolstoy, Ernest Hemingway, Karl Marx,Bertr'and Russel, Jean-Paul Sartre, dan beberapa lainnya.Ruosseau, misalnya, dicatatnya sebagai "manusia gila yangmenarik" (an interesting madman). Pada tahun 1728, saatberumur 15 tahun, dia bertukar agama menjadi Katolik,

agar dapat menjadi peliharaan Madame Francoise-Loui§,e'de Warens. Ernest Hemingway, seorang ilmuwan jenius,

belenggu pemikiran fiqih yang dibuat imam Syafi'i. Kita lupa, imam Syafi'imemang arsitek ushul fiqih yang paling brilian, tapi juga karena Syafi'ilahpemikiran-pemikiran fiqih tidak berkembang selama kurang lebih dua belasabad. Sejak Syafi'i meletakkan kerangka ushul fiqihnya, para pemikir fiqihMuslim tidak mampu keluar dari jeratan metodologinya. Hingga kini, rumusanSyafi'i itu diposisikan begitu agung, sehingga bukan saja tak tersentuh kritik,tapi juga lebih tinggi ketimbang nash-nash Syar'i (AI-Qur'an dan hadits).Buktinya, setiap bentuk penafsiran teks-teks selalu tunduk di bawah kerangkaSyafi'i." (Fiqih Untas Agama, hal. 5). Sikap penulis buku Fiqih Lintas Agamajelas sangat tidak adil ketika mengagungkan Nurcholish Madjid setinggi langit,sementara Imam Syafii direndahkan.

[56 ]

BAB l: KEMUNKARAN ILMU

tidak memiliki agama yang jelas. Kedua orang tuanya ada­lah pengikut Kristen yang taat. Istri pertamanya, Hadley,menyatakan, ia hanya melihat Hemingway sembahyangselama dua kali, yaitu saat perkawinan dan pembaptisananaknya. Untuk menyenangkan istri keduanya, Pauline, diaberganti agama menjadi Katolik Roma. Kata Johnson, diabukan saja tidak percaya kepada Tuhan, tetapi menganggap"organized religion" sebagai ancaman terhadap kebahagia­an manusia (He not only did not believe in God, but regarded

organized religion as a menace to human happiness), fMeskipun begitu, tradisi keilmuan di Bara masihmenghormati tradisi mereka sendiri. Buku-buku'sejarahmereka penuh dengan p~ngagtmgan tradisi mereka sendiri,yang bisanya dimulai dari tradisi keilmuan Yunani. Misal,buku World of Masterpieces, memuat karya-karya ilmuwanklasik yang dianggap sebagai pemikir besar oleh Barat,

seperti Homer, Jenophanes, Thucydides, Euripides, Plato,Aristotle, Cicero, Catullus, St. Agustine, Dante, Erasmus,Niccolo Machavelli, dan sebagainya.

Tahun 2002, The Cranlana Programme di Australia, me­nerbitkan dua jilid buku berjudul 'Powerful Ideas: Perspective

on Good Society', Buku itu menjadi panduan untuk mendidikpara pemikir. Isinya berupa petikan-petikan pemikiran daripara pemikir yang mereka anggap besar dan penting untukmembanglm masyarakat ideal yang mereka citakan. Parapemikir besar yang pemikirannya dijadikan bahan kajianadalah Sopochles (495-406 SM), Thucydides (460-400 SM),

Plato (428-348 S~), Aristotle (384-322 BC), Confucius (551­479 SM), Mencius (371-289 SM), Xunzi (310-220 SM), Injil

Matius, St. Agustine (354-430), Machiavelli, Thomas Hobes,John Locke, Ruosseau, Adam Smith, Imanuel Kant, KarlMarx, John Stuart Mill, dan seterusnya sampai Nelson

[57 ]

Page 42: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRISTEN-BARAT

Mandela, Martin Luther KingJr,VaclavHavel, Edward Said,dan sebagainya.

Sebagai satu peradaban besar yang masih bertahanhingga kini, Islam juga memiliki akar sejarah dan tradisiintelektual yang khas. Biasanya setiap peradaban akan me­m,lis sejarah peradabannya sesuai dengan perspektifmereka. Para ilmuwan Muslim seharusnya tidak mudahbersikap apriori terhadap tradisi Islam, dan mudah meng­

hujat atau mengritik para ilmuwan besar Islam tanpa me- \lakukan kajian yang serius dan mendalam. Padahal kritikanmereka ihl hanyalah mem "beo" kritikan yang diajukanoleh orientalis.

Adalah sangat memprihatinkan, jika ada ilmuwandengan mudahnya menyatakan, bahwa sudah saatnya kitameninggalkan kitab-kitab tafsir klasik, ushul fiqih, dansebagainya, padahal ia sendiri bukan pakar dalam bidangitu dan tidak pula menyatakan itu berdasarkan kajian danpemahamannya yang serius dan mendalam. Para ilmuwanMuslim terdahulu juga bersenhman dengan pemikiran darikebudayaan asing, dan mereka juga mengadapsi pemikiran

asing. Tapi tentu sesudah mereka menguasai benar tradisi Jintelekt\tal dalam pandangan hidup Islam. Sehingga yangterjadi justru Islamisasi konsep-konsep asing. Demikianpula para pemikir Barat. Mereka mengambil pemikiranpara cendekiawan Muslim dalam berbagai bidang, tapikemudian mereka transfer ke dalam pandangan hidupBarat dan terjadilah pembaratan. Oleh sebab pemikiranBarat, meskipun di antaranya berasal dari tradisi Islam,banyak yang sudah tidak sesuai lagi dengan paradigmaIslam. Dan untuk mengambilnya diperlukan perubahanparadigma, agar tidak merusak epistemologi Islam itusendiri.

[S8 ]

BAB I: KEMUNKARAN lLMU

Kemunkaran dan kerusakan ulumuddin akibat hege­moni kaum orientalis Barat ini merupakan pemahamanpersoalan yang paling rumit dan paling serius yang di­hadapi umat Islam saat ini. Problemnya menjadi lebihrumit, karena kurangnya persiapan umat Islam sendiridalam menghadapi tantangan besar di bidang keilmuanIslam ini. Para ulama. Islam dulu -di samping menguasai

dengan baik ajaran-ajaran Islam- juga menguasai denganbaik-baik paham-paham atau ilmu-ilmu yang munkar.Mereka bukan saja menulis tentang Islam, tetapi juga rImenulis apa yang membahayakan atau menyerang Islam.Karena memahg antara haq dan bathil akan selalu terjadikonfrontasi. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah, misalnya, disamping menulis ratusan kitab di bidang aqidah, syariah,dan akhlaq, beliau juga menulis tentang hal-hal yang ber­tentangan dengan Islam. Beliau menu lis kitab yang sangattebal berjudul "AI-Jawab al-Shahih liman Baddala Din al­

Masih" (Jawaban yang Benar terhadap Orang Yang Meng­ubahAgama al-Masih).Pemahaman beliau tentang masalahKristen sangat mendalam. Di masa lalu, para ulama Islammempelajari dengan sangat mendalam paham-paham yangberkembang ketika itu. Imam Syahrastani menulis Kitabyang sangat fenomenal hingga saat ini, yaitu "al-Milal wal­

Nihal", yang diakui sebagai Kitab perbandingan agamapertama. Bahkan,pakar fisika dan astronomi, AI-Binmijugamenulis kitab yang sangat mendalam tentang agamaHindu .•

Maka, di tengah-teng\ih era globalisasi dan hegemoniperadaban Barat saat ini, seyogyanya para ulama dancendekiawan Muslim juga memahami paham-paham yangberasal dari Baratyang kini menghegemoni pemikiran umatmanusia, termasuk dalam bidang Shldi Islam. Paham dan

[S9 ]

Page 43: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

pemikiran Pluralisme Agama, relativisme, sofisme, herme­neutika, sekularisme,liberalisme, dan sebagainya, kini telahdiajarkan dan disebarkan oleh para tokoh dan lembaga­lembaga pendidikan Islam sendiri. Sementara itu, begitubanyak kalangan cendekiawan Muslim atau ulamanya yangtidak dapat melakukan respon yang tepat, karena tidakpaham dengan apa yang sebenarnya terjadi.

~. Perlu Tindakan yang Rdil

Akibat ketidaktahuan terhadap hakikat kemunkaranyang terjadi, bisa muncul respon-respon yang tidak adil.Sebagian kalangan Muslim melihat masalah politik sebagaiproblema utama umat, sehingga berjuang mati-matianuntuk menggolkan tujuannya. Milyaran rupiah dana di­kucurkan untuk perjuangan ini. Seorang calon walikota diJawa Barat dari partai Islam, memerlukan dana sekitar Rp10 milyar untuk biaya kampanyenya. Biaya trilyunan

rupiah jl(ga tidak ragu-ragu dikucurkan untuk merebutjabatan Ptesiden.

Apakah kaum Muslim mau mengeluarkan dana sebesar (itu untuk mencetak ulama yang unggul, membuat TV J

Islam, radio Islam, atau membangun institusi penelitianIslam yang berkualitas? Kaum Muslim marah ketika men­dengar berita AI-Qur'an dilelecehkan di Guantanamo,tetapi tenang-tenang saja, ketika di Indonesia sendirimuncul buku-buku atau artikel yang menghujat AI-Qur'an.Banyak cendekiawan Muslim yang tidak merasa perluuntuk mengkaji masalah ini dengan serius, dengan me­ngumpulkan semua literatur yang berkaitan dengan studiAI-Qur'an. Malah, bukan tidak sedikit, organisasi Islamyang membiarkan tokoh-tokohnya menyebarkan pemikir-an yang keliru tentang Islam.

[60 ]

BAB I: KEMUNKARAN IlMU

Banyak organisasi Islam yang sibuk luar biasa men­jelang acara pemilihan presiden, tetapi bungkam sajaketikaberbagai kemunkaran besar berseliweran. Aktivitas danperilaku adalah cerminan dari cara berpikir. Jika cara ber­pikir keliru, maka tindakan yang muncul juga akan keliru.Karena itu, sudah saatnya, tokoh-tokoh umat, organisasiIslam, lembaga pendidikan Islam, merumuskan kembalitantangan dan strategi dakwah di "zaman baru" ini. Zamanyang sangat berbeda dengan era sebelumnya. Zaman dimana orang-orang yang diamanahi.menjaga Islam (ulama)justru banyak di antara mereka yang menyerang Islam.Zaman di mana dari lembaga-Iembaga perguruan tinggiIslam, justru muncul orang-orang yang bekerja untukmerobohkan Islam. Zaman di mana orang-orang yang

belajar dan mengajar ushululdin (dasar-dasar agama),:~.banyak diantaranya yang justru mengajarkan ilmu-ilmuyang meragukan kebenaran Islam. Zaman di mana begitubanyak yang belajar syariah tetapi justru akhirnya antipatiterhadap syariah.

Zaman seperti ini benar-benar zaman baru. Para tokohdan organisasi-organisasi Islam seharusnya sadar akan halini. Dan kemudian berusaha sekuat tenaga mencegah agar'penyakit' ini tidak semakin meluas dan memakan korban.Tanpa pemahaman yang benar dan memadai ten tang'"hakikat al-munkar" dewasa ini, maka akan sulit umatIslam menerapkan konsep keadilan dalam menjalankanamar ma'ruf nahi munkar. Kem'b.nkaranilmu membutuh­

kan pemahaman yang agak rumit, sehingga cara penangan­annya pun tidak mudah dan serampangan. Prioritas per­tama adalah melakukan pelatihan dan pendidikan yangserius untuk mencetak ulama-ulama dan cendekiawan

Muslimyang unggul dalam pemikiran tslam, yang berakhlak

[61 ]

Page 44: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

-II -

URBENIHTALISMECIPUTAT

1. Peringatan Prof. Raajidi

Suatu hari, berdasarkan hasil rapat rektor lAIN se­

'ndonesia pada Agustus 1973 di Ciumbuluit Bandung,Departemen Agama RI memutuskan: buku "Islam Ditinjau

dari Berbagai Aspeknya" (IDBA) karya Prof. Dr. HarunNasution direkomendasikan sebagai "buku yang akanbermanfaat terutama untuk mata kuliah Pengantar Agama

Islam - mata kuliah komponen Institut yang w~ib diambiloleh setiap mahasiswa lAIN, apa pun fakultas dan jurusan­nya". Demikian antara lain pengantar Dr. MuljantoSumardi, Kepala Direktorat Perguruan Tinggi DepartemenAgama, tahun 1974, untuk penerbitan buku tersebut olehUI Press.

Harun Nasution sendiri mengakui ketika itu tidak se­mua rektor menyetujuinya. Sejumlah rektor senior menen­tang keputusan tersebut. Tapi, entah kenapa, keputusan itutetap dijalankan. Buku IDBA dijadikan buku rujukan dalam

mulia, dan memiliki semangat dakwah yang tinggi. Kedua,membangun institusi pendidikan tinggi dalam bidang studi

Islam yang canggih dan serius, dilengkapi dengan saranaperpustakaan yang lengkap dan berkualitas internasional.

Dengan itu, ~lmat Islam tidak lagi memiliki ketergantungandalam studi Islam terhadap para orienta lis Barat. Bahkan,dengan cara itu, para orientalis dapat diundang untuI<mengajar dan diambil ilmunya, karena 'framework' 'keilmu­an Islam sudah tertata dengan baik. Dari pusat studi Islam

yang benar dan berkualitas itulah, diharapkan akan lahirpara cendekiawan dan ulama yang berkualitas tinggi, yangmampu menjalankan amanah Rasulullah saw., sebagaipewaris para Nabi, yang mampu menghadapi serangandari para ulama atau cendekiawan yang'su' (jahat), yangkerjanya merusak dan menghancurkan ilmu-ilmu dan

konsepsi Islam. ~Jadi, sebagai satu bentuk kemunkaran yang sangat

besar, 'kemunkaran ilmu' berupa kerusakan dan perusakanilmu-ilmu Islam (ulumuddin) semacam ini perlu ditanganisecara serius. Ini bukan pekerjaan ringan. Ini pekerjaan rak­

sasa yang membutuhkan penanganan secara simultan danberkelanjutan. Meskiplm tantangannya begitu besar, umatIslam dilarang Imtuk menyerah dan berputus asa. Tantang­an yang besar justru sekaligus menjadi peluang besar unhlkmewujudkan kembali sahl peradaban Islam yang agung.Insya Allah.

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

[62 ] [63 ]

Page 45: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

studi Islam. Karena ada instruksi dari pemerintah (Depag)yangmenjadi penaung dan penanggungjawab lAIN-lAIN,maka materi dalam buku HarM Nasution itu pun dijadikanbahan kuliah dan bahan ujian untuk perguruan swasta yangmenginduk kepada Departemen Agama. Suka atau tidak,penguasa ikut menentukan dan mempengaruhi.

Tentubanyak kritik terhadap isibuku Harun itu sendiri.Bahkan, termasuk kualitas ilmiah dari buku itu, yang

banyak diantaranya tidak meneantumkan sumber-sumberrujukan. Satu kritik yang penting diajukan oleh Prof. HMRasjidi. Pada tanggal 3 Desember 1975,Prof. HM Rasjidimenulis laporan rahasia kepada Menteri Agama dan be­berapa eselon tertinggi di Depag. Dalam bukunya, Koreksi

terhadap Dr. Harun Nasution tentang 'Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya', Prof. Rasjidi keneeritakan isi suratnya:

"Laporan Rahasia tersebut berisi kritik terhadap bukuSdr. Harun Nasution yang berjudul Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya. Saya menjelaskan kritik saya fasaldemi fasal dan menunjukkan bahwa gambaran Dr.Harun tentang Islam itu sangat berbahaya, dan sayamengharapkan agar Kementerian Agama mengambiltindakan terhadap buku tersebut, yang oleh Kemen­terian Agama dan Direktorat Perguruan Tinggi dijadi­kan sebagai buku wajib di seluruh lAIN di Indonesia."l

Pemyataan Prof. Rasjidi, bahwa buku IDBASANGATBERBAHAYA perlu digarisbawahi dengan tebal. Dalambukunya, Rasjidi memberikan kritik-kritik yang sangattajam terhadap buku Hanm tersebut. Padahal, kedua orang

1 HM Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution ten tang 'Islam Ditinjau

dari Berbagai Aspeknya', (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hal13.

[64 ]

BAB ll: MENABUR BENIH ORIENTAUSME DARI CIPUTAT

itu (Rasjidi dan Harun Nasution) memiliki jalinan per­sahabatan yang panjang. Hubungan keduanya sudah se­perti keluarga. Rasjidi juga prihatin dengan sikap Depagyang dengan gegabah menjadikan buku Harun -yangdinilainya berbahaya itu- sebagai buku rujukan wajib.Maka, Rasjidi berharap, pejabat Depag mau mengubahkeputusannya. Ketika itu, di tahun 1970-an,Rasjidibersamatokoh-tokoh Islam lainnya juga sudah aktif mengritik pe­mikiran Nureholish Madjid, yang sedang gandrung me­nyebarkan pemikiran sekularisasi di tubuh umat Islam. 2

Di samping itu, perhatian Rasjidi dan para tokoh umatIslam,juga sedang disibukkan dengan gerakan Kristenisasi.Pun, pemerintah Orde Baru sedang bergairah melakukanproyek sekularisasi politik, de-Islamisasi, dan de-ideologi­sasi. Di saat-saat seperti itulah, umat Islam justru diserang

seeara pemikyan dari dalam; dari tubuh umat Islam sendiri.Dari Yogyakarta, kelompok Limited Group3 melanearkan

2 "j"'entangpemikiran Nurcholish dan kritik Rasjidi terhadap NurcholishMadjid bisa dibaca buku saya: Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan

Jawabannya (Jakarta: GIP, 2002), Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke

Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: GIP, 2005), dan Kontroversi Kematian dan

Pemikiran Nurcholish Madjid, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005. Juga Majalah MEDIA

DAKWAH, edisi Oktober 2005). '-3 Lingkaran Diskusi Limited Group di bawah bimbingan Mukti Ali, sangat

terpengaruh oleh "The Secular City" nya Harvey Cox. Diantara sejumlah aktivisdalam diskusi itu adalah Dawam Rahardjo, Djohan Effendi, dan Ahmad Wahib.(Lihat, Karel Steenbrink, "Patterns of Muslim-Christian Dialogue in Indonesia, 1965­

1998 ", dalam Jacques Waardenburg," Muslim-Christian Perceptions of Dialogue

Today, (Leuven:Peeters, 2000), hal. 85. Steenbrink menggunakan redaksi "The

book The Secular City by Harvey Cox had a great impact in these young students."

Dalam Catatan Hariannya, Ahmad Wahib menulis: "Sejauh yang aku amatiselama ini, agama terjadi telah kehilangan daya serap dalam masalah-masalahdunia. Petunjuk-petunjuk Tuhan tidak mampu kita sekularkan. Padahal, seku­larisasi ajaran-ajaran Tuhan mutlak bagi kita kalau kita tidak ingin sekularistis."Wahib adalah anak asuh Romo Willenborg dan Romo He. Stolk SJ. Ketika itu ia

[6S]

Page 46: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

gerakan sekularisasi, sejak akhir 1960-an. Dari kalanganorganisasi Islam Nurcholish Madjid 'menikam' umat Islammelalui gagasan sekularisasi. Tentu saja ini peristiwa pen­ting dalam sejarah. Karena sejak perdebatan sengit diBPUPKI tentang Islam dan Dasar Negara, tidak pernahmuncul dari kalangan organisasi Islam atau tokoh Islamyang secara terbuka dan lantang menyuarakan perlunyamelakukan sekularisasi Islam. Kemudian, menyusul kasusNurcholish itu, yang tak kalah memilukan, dari insitusiPerguruan Tinggi Islam (lAIN) -di mana HM Rasjidi yangmerupakan Menteri Agama pertama RI dan berperan besardalam membina IAIN- justru mlillcul gagasan pembakuanmetode studi Islam ala orientalis. Ironisnya, justru gagasandan ide mlillcul dari Harun Nasutior{ orang yang dibantu­nya ketika belajar di Islamic Studies di McGill University.Tentu bisa dipahami, bagaimana seorang Rasjidi yang'kenyang' akan pergaulan dan diskusi dengan orientalis diBarat, justru menghadapi tikaman-tikaman pemikiran disekitarnya, yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal­nya dengan baik.

Karena itulah, Rasjidi tidak bisa tinggal diam. Sebagaicendekiawan yang lama bergulat dalam pemikiran Islamia merasa bertangglillg jawab. Ia kemudian berusaha melobidan mengetuk hati dan pikiran pejabat Departemen Agama,agar meninjau kembali kepuhlsan yang menjadikan bukuIDBA sebagai buku wajib dalam studi agama Islam. Karenaitulah, ia mengirimkan suratnya ke Departemen Agama

sudah menyatakan dirinya sebagai penganut pluralisme, sarna dengan RomoStolk. Wahib juga membahas tentang sekularisme dan sekularisasi. (Lihat, DjohanEfendi & Ismet Natsir Ahmad (ed), Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian

Ahmad Wahib, Qakarta: LP3ES dan Freedom Institute, 2003, cet ke-6), hal. 37-41,79.

[66 ]

BAB [I: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI CIPUTAT

secara rahasia. Tapi, apa mau dikata, harapan Rasjidi agarDepartemen Agama mengambil tindakan terhadap bukuHarun Nasution ternyata tidak digubris. Menurut Rasjidi,ada dua kemungkinan sikap Depag tersebut: (a) Depag,khususnya Diperta, setuju dengan isi buku tersebut dan

ingin mencetak sarjana lAIN menurut konsepsi Dr. HarunNasution tentang Islam. (2) Pihak-pihak tersebut tidakmampu menilai buku tersebut dan bahayanya bagi eksis­tensi Islam di Indonesia serta umatnya.4

Kedua kemungkinan yang disebutkan Rasjidi tersebutsarna-sarna buruknya. Pertama, jika benar, pejabat Depar­temen Agama sehlju dengan isi buku Harun, maka berartipara pejabat itu telah melakukan kesalahan yang sangatfatal, membiarkan perusakan keilmuan Islam secara siste­

matis melalui pendidikan tinggi. Mungkin mereka setujutetapi tidak tahu bahJa yang disehljuinya itu adalah keliru.Jadi, di sini ada unsur kejahilan. Tidak tahu bahwa yangsalah itu salah. Yang salah dianggap benar. Tapi, tampaknyaana lisis ini tidak sepenuhnya benar. Sebab, Rasjidi yangmerupakan tokoh senior di Departemen Agama, akhirnyamenerbitkan bukunya, dan tetap saja tidak digubris. Arti­nya, jelas ada kesengajaan untuk mengabaikan kritikRasjidi. Mungkin, sebagaimana Harun Nasution, pejabatDepartemen Agama, juga punya maksud memperbaikimutu keilmuan di lAIN. Jika begitu, seyogyanya, adajawaban terhadap buku Rasjidi. Tapi, ihl semua tidak ter­jadi. Sayang, tidak ada dialog ilmiah antara Rasjidi denganpejabat Depag ten tang buku Harun Nasution. Selama satutahun lebih surat Prof. Rasjidi tidak diperhatikan. Rasjidi

4 Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution ten tang 'Islam Ditinjau dari

Berbagai Aspeknya', hal13.

[67 ]

Page 47: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

akhimya mengambil jalan lain rmtuk mengingatkan Depag,lAIN, dan umat Islam Indonesia pada umumnya. Setelah

nasehatnya tidak diperhatikan, ia menerbitkan kritiknyaterhadap buku Harun tersebut. Maka, tahun 1977,lahirlahbuku Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tersebut.

Membaca riwayat hidup dan kisah perjalanan intelek­tual Prof. Rasjidi memang menarik. Selain ia seorang sosokyang gigih dalam perjuangan mencari ilmu, ia pun gigihdalam menentang gagasan-gagasan sekularisme dan orien­talisme yang dikembangkan di tengah masyarakat, ter­masuk di perguruan tinggi Islam. Tidak banyak ilmuwanMuslim seperti Prof. HM Rasjidi. Setelah mengenyam ber­bagai pendidikan tinggi di Barat, akhimya justru bersikapsangat kritis terhadap Barat dan orientalis. I~ sempat belajardan mengajar di sarang orientalis di Barat. Bahkan, iasempat berdebat dengan seorang dedengkot orientalis diMcGill, yaitu Joseph Schacht. Wartawan kawakan RosihanAnwar melukiskan sosok Rasjidi sebagai "lembut, kalem,dengan suara tenang, sopan." Tapi, tulis Rosihan, "Dibalikwajah dan penampilan demikian terdapat semangat kerjakeras bagaikan baja, apalagi persoalan prinsip dan keyakin­an yang menjadi urusan."

Munawir Sjadzali juga mengakui sikap gigih Rasjididalam soal-soal prinsip. Ia menulis pengantar untuk buku70 Tahun Prof Dr. HM Rasjidi :

"Banyak hal yang kita, khususnya para ilmuwan Islamdan cendekiawan Muslim seangkatan Jaya dan ang­

katan-angkatan sesudahnya, perlu belajar dari BapakRasjidi, antara lain keyakinan beliau yang mutlak akankebenaran Islam, disertai disiplin ilmiah yang tinggi.Keyakinan beliau yang mutlak akan kebenaran MillahMuhammad dan integritas ilmiah beliau, sering me-

[68 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTAllSME DARI CIPUTAT

nimbulkan kesan bahwa beliau seorang yang keras dankaku. Demi ilmu, beliau tidak segan rmtuk "bertengkar"ilmiah dengan sahabat-sahabat dekatnya."s

Prof. Rasjidi pemah belajar di Darul Ulum dan Univer­sitas Kairo pada awal 1930-an. Tahun 1946, ia diangkatmenjadi Menteri Agama RI pertama di bawah KabinetSutan Syahrir. Jabatan Duta Besar di beberapa negara jugasempat dienyamnya. Gelar doktor diperolehnya denganpredikat 'cum laude' di Universitas Sorb one, Paris. Hebat­nya, Rasjidi menyelesaikan doktomya, saat ia menjabatsebagai anggota perwakilan Indonesia di PBB tahun 1950­an, yang ketika itu bermarkas di Paris. Tahun 1956, iasempat menyelesaikan disertasinya di Sorbonne di bawahsupervisi Prof. Louis Massignon, seorang orientalis terkenal.Dua tahun kemudian, ~9'sjidi diangkat sebagai Dubes RIuntuk Pakistan.

Ketika situasi negara sedang dilanda kemelut, Rasjidimemutuskan menerima tawaran rmtuk menjadi guru besar(Assiciate Professor) di McGill University. Ia mengajar matakuliah hukum Islam dan sejarah. Ketika itulah dia mem­bantu Harrm Nasution rmtuk melanjutkan kuliahnya di McGill. Rasjidi menuturkan, bahwa ia membutuhkan ternandi Kanada, karena dia seorang diri. Saat itu, Harun sedangkesulitan ekonomi. Rasjidi mengatakan padanya, "Datangsajalah ke Kanada, nanti saya carikan jalan." Di MontreatKanada, Harun diajak tinggal di rumahnya. Baru setelahistri Harun menyusut mereka berpisah. 6

5 Endang Basri Ananda (ed.), 70 Tahun Prof Dr. H.M. Rasjidi, (Jakarta: HarianUmum Pelita, 1985), hal x.

6 Lihat, Refleksi Pembaharuan Pemikiran Is/am: 70 Tahun Harun Nasution,

(Jakarta: LSAF, 1989), hal. 265.

[69 ]

Page 48: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON! KRISTEN-BARAT

Rasjidi mengaku tidak terlalu mencermati pemikiranHarun. Ia baru mengetahui corak pemikiran Harun setelahpulang dari McGill. Menurut Rasjidi, Harun -bukan hanyakurang kritis terhadap pemikiran orientalis- tetapi malahmengikuti dan mengembangkannya di Indonesia. KataRasjidi : "Menurut penilaian saya, Harun Nasution kurangkritis dalam menerima kuliah di universitas itu. Di Islamic

studies, di negara-negara Barat, pengaruh orientalismepada umumnya besar." Maka, menurut Rasjidi, kalau punterpaksa mengirim tenaga dosen ke Barat, mestinya tidakperlu banyak-banyak. Tapi, pada akhir 1980-an, Rasjidimengakui pengaruh pemikiran Harun Nasution di lAIN·Jakarta sudah cukup besar, meskipun juga ada pro kontra­

nya. Masalahnya dosen-dosen itu 'sangat tergantung'. 7

Dalam buku Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70

Tahun Harun Nasution itu, (1989), Rasjidi juga menuturkansebuah kisah menarik ten tang perdebatannya denganJoseph Schacht. Di McGill, tutumya, ia pemah ditud uh anti­orienta lis, karena ia tidak sependapat dengan Schacht.Bahkan, ia sempat diadili sebagai 'terdakwa'.

Suatu ketika, Joseph Schacht berceramah di McGill.Profesor ini mempersamakan an tara hukum Islam denganhukum masyarakat Arab Jahiliyah di Arabia. Menurutnya,sistem hukum di Arabia sebelum Islam adalah 'arbitrage',karena tidak ada hukum tertulis. Arbritage dalam bahasaArab adalah 'hakama'. Yang bertindak sebagai hakim (pe­nengah) bukan hanya kepala suku, tetapi juda tiap orangyang dianggap bijaksana. Oleh karena itu, meskipun NabiMuhammad mempunyai kekuasaan politik dan militer, iaselalu bertindak sebagai 'arbitre' (penengah) dan tidak

7 Ibid, hal. 268-269.

[70 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTAUSME OARI CIPUTAT

mempunyai kekuasaan legislatif.Mendengar ceramah Prof. Scahcht, kata Rasjidi, para

guru besar nampak puas dan bangga. Tetapi sebaliknya,para mahasiswa yang kebanyakan beragama Islam kelihat­an gelisah. Mereka ingin bertanya, namun wibawa Schachtmenghalangi. Ketika itulah, Rasjidi tampil mendebatShacht. Uraian Schacht, kata Rasjidi, lahir dari kekeliruandalammemahami bahasaArab. Kata 'hakama' dan 'qadha'(memutuskan) dalam Al-Qur' an adalah sinonim. Dan me­

mang 'hakama' secara khusus juga berarti 'arbitrage'.Tanggapan Rasjidi berbuntut panjang. Direktur Institut,

Wilfred Cantwell Smith memutuskan untuk mengadakanlibur satu hari, digantikan dengan perdebatan ten tang teori

Schacht tersebut. Rasjidi dihadapkan kewrda forum untukmembahas segala tanggapan. "Saya dianggap telah me­rongrong wibawa para pemimpin orientalisme," paparRasjidi.

Dalam forum itu, Rasjidi tampil gigih. Dia menjelaskan,bahwa tidak mtmgkin setelah menerima wahyu, Nabi Mu­hammad akan menggunakan sistem hukum Arab sebelumIslam (Jahiliyah). Arbitrage hanya mungkin dilakukan jikatidak ada teks hukum Al-Qur' an. Schacht hanya ingin me­nyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak menghendakiuntuk membentuk sistem hukum; yang membentuk sistemhukum adalah para khalifah sesudah Nabi. Rasjidi kembalimenegaskan, bahwa kata 'hakama' dan' qadha' memangsinonim. Setelah mendengar uraian Rasjidi, para guru besardi situ berkata, "Bahasa Arab memang sukar. Ada kata-katayang sarna tetapi berlainan arti, bahkan ada satu kata yangberarti dua yang bertentangan."

Ketika itu Rasjidi merasa seluruh guru besar di IslamicStudies di McGill menentangnya. Tetapi, tiba-tiba, seorang

[ 71 ]

Page 49: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON! KRISTEN-BARAT

guru besar berkebangsaan Jepang, Prof. Toshihiko Izutsu,memecahkan sua sana tegang tersebut, dengan menyatakan,"Yang benar adalah Rasjidi." Guru-guru besar orang Baratmerasa tidak mampu mendebat penjelasannya.

Akhimya, setelah lima tahun di McGill, kontrak Rasjiditidak diperpanjang. la melanjutkan aktivitasnya untukmengelola satu Islamic Centre di Washington, yang me­miliki masjid, perpustakaan dan lembaga pendidikan.

Sederet aktivitasnya di dunia Barat tidak membuatRasjidi silau dan terpukau dengan Barat. Sekembalinya keIndonesia, ia aktif mengajar, menulis, dan mengritisi pe­mikiran-pemikiran dan metodologi studi Islam gayalorien­talis yang sering dihadapinya di Barat. Sejumlah buku-bukupenting diterjemahkannya. Meskipun buku-buku karyanyasendiri tidak terlalu tebal, tetapi buku-bukunya memilikinilai ilmiah yang tinggi.

Rasjidi memang memilih jalan pikiran dan hidupnyadalam keyakinan Islamnya. la rela berhadapan dengan arusglobal sekularisme-liberalisme yang mencengkeram begi tubanyak cendekiawan kalangan Muslim. Karena itu, bisadimengerti jika sosok dan pemikirannya tidak dieksposebesar-besaran oleh media mass a sebagaimana sosok danpemikiran Nurcholish Madjid. Dan ketika ia wafat, 30Januari 2001, media massa pun tidak terlalu gegap gemp,itamemberitakannya. ,

Namun, emas tetap emas; mutiara tetaplah mutiara; danloyang tetaplah loyang. Yang asli dan timan lama-lama akanketahuan juga. Rasjidi adalah teladan dan mutiara cende­kiawan Muslim yang gigih dan kokoh dalam pendiriannyadalam mempertahankan kebenaran. la tidak silau dengangebyar dan gemerlapnya pemikiran kaum orientalis. la ti­dak terpukau dengan kulit luar. la berani berbeda dan

[72 ]

I

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI CIPUTAT

melawan arus pemikiran, dengan resiko disudutkan dantidak populer. ltulah sosok dan pendirian Prof. HM Rasjidi,putra Yogya kelahiran Kotagede, 20 Mei 1915.

2. Harun naautian dan Infiltraai Drientaliame

Jika Prof. DR. HM Rasjidi bersikap sangat kritis ter­hadap pemikiran orientalis, sikap sebaliknya terjadi padaProf. Dr. Harun Nasution. Pembaruan Islam di lAIN -yangkemudian dilanjutkan ke DIN, STAIN, dan berbagai per­

guruan tinggi Islam lainny?-- memang tidak bisa dilepas­kan dari peran Harun N asuhon. Adalah menarik membacapengakuan Harun Nasution tentang sosok pribadi danpemikirannya ten tang Islam, sebagaimana ditulis dalambuku "Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun

Nasution" (Jakarta: LSAF, 1989).

Menyimak riwayat hidupnya, Harun Nasution terkesansebagai orang yang gigih dalam memperjuangkan hidupdan menuntut ilmu. la mampu eksis di tengah berbagaikesulitan hidup yang dialaminya. Dalam hal ini, ia tak bedadengan Rasjidi. Tetapi, memang riwayat pendidikan IslamRasjidi lebih jelas dan lebih mendalam. Karena itu, tidakterlalu aneh, jika Harun kemudian terjebak dalam pemikir­an orientalis. Dan ia memang mengakui hal itu. la mengertiIslam dari orientalis. la tidak puas dengan kondisi pen­didikan Islam di tempatnya menuntut ilmu di Mesir. Ten­tang hal ini, Harun menuturkan:

"Sewaktu di Belgia setiap ada uang, aku pergi ke tokobuku. Mencari buku-buku Islam. Aku membeli, lalu

kubaca. Aku tahu di Belanda banyak buku mengenaiIslam. Karena Belanda de kat, aku pun pergi ke sana.Kebetulan ada temanku di Kedutaan Indonesia di Den

[73 ]

Page 50: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Hagg. Dia yang membawaku ke toko buku. Aku men­eari buku-buku mengenai Islam. Banyak buku Islamditulis oleh orang orientalis. Itu kubaea dan baru akumengerti: Oh ini Islam.Aku semakin tertarik. Aku membaea buku-buku itu dan

mempelajarinya. Kemudian aku meneari majalah­majalah yang berbahasa inggris, yangdikarang olehorang Islam. Yang kudapatkan adalah surat-kabar

ahmadiyah terbitan london. Nah, di sana aku menl:\mu­kan Islam yang rasional. Di situ aku mulai tertarik schnaIslam.8

Harun berangkat ke Me. Gill University untuk belajarIslam pada tanggal20 September 1962. Ia berangkat ke sanamemang atas jasa HM Rasjidi. Di pusat studi Islam yangdidirikan oleh Wilfred Cantwell Smith 9 inilah, Harun Nasu-

8 Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution"

(Jakarta: LSAF, 1989), hal. 31.

9 Wilfred Cantwell Smith adalah profesor emeritus 'comparative study ofreligion' di Harvard University dan man tan direktur The Center for the Study of

World Religions. Tahun 1953, ia mendirikan Institute of Islamic Studies di I

Montreal's McGill University. Tahun 1973, ia pindah ke Halifax, Nova Scolia,dan mendirikan satu 'department of comparative religion di Dalhous'eUniversity. Ia menulis lusinan buku, diantaranya adalah Towards a World Theologyand The Meaning and End of Religion. w.e. Smith adalah seorang Presbyterian.Yakni, Kristen penganut tokoh reformis John Calvin (1509-64). GerejaPresbyterian lebih liberal dibandingkan gereja Lutheran. Calvin berpendapatbahwa Bibel memiliki otoritasnya sendiri dalam semua bidang kepercayaan danpraktik ritualitas. Ia menolak otoritas keuskupan, dan semua jenis dekorasidalam gereja, begitu juga dengan hampir semua musik dan seremonial. Anggotagereja ini tidak banyak, hanya sekitar 24 juta, dan merupakan jenis Kristendominan di Scotland, Belanda, dan Switzerland. (Tentang Presbyterian, lihat,John Young, Christianity, (London: Hodder Headline Ltd., 2003), hal. 178-179.Sangat mungkin, pemikiran bercorak liberal Smith dalam soal makna Islam,ada kaitannya dengan kepercayaanya sebagai seorang Presbiter. Sebagai reformisdalam tubuh Kristen yang sarna-sarna menolak otoritas Paus, Calvin memang

[74 ]

BAB Il: MENABUR BENIH ORIENTALISME DAR! CIPUTAT

tion mengaku benar-benar puas belajar Islam. Ia senangdengan situasi ilmiah di kampus itu. Harun menuturkan:

"Di situlah aku betul-betul puas belajar Islam. Aku men­dapat beasiswa selama beberapa tahun. Di sana jugaaku memperoleh pandangan Islam yang luas. BukanIslam yang diajarkan diAI-Azhar Mesir. Di Me. Gill akupuny a kesempatan. Baik seeara ekonomimaupun wak­tu. Aku membeli buku-buku modern, karangan orang

Pakistan atau orang orientalis. Baik dalam bahasaInggris, Peraneis, atau Belanda. Di sana liberal. Bebas.Jadi, mudah menearinya.Di sana baru kulihat Islam beeorak rasional. Bukan

Islam irasional seperti didapatkan di Indonesia, Mekahdan AI-Azhar. Aku bisa mengerti kalu orang berpen­didikan Barat mengenal Islam dengan baik melaluibuku-buku karangan orientalis. Bisa kumengerti me­ngapa orang tertarik Islam karena karangan orientalis.Aku memang tidak tertarik dengan karangan orangIslam sendiri. Keeuali yang modern seperti AhmadAmin. Tapi bagaimana intelektual kita? Mana bisa mem-

lebih liberal dari Luther, meskipun mereka masih mengakui otoritas Bibel dan

memegang corak interpretasi bersuat literal terhadap Bibel. Menurut Interpretasiliteral, teks Bibel haruslah diinterpretasikan sesuai dengan makna yang jelas(plain meaning), sesuai konstruksi tata bahasa dan konteks sejarahnya. Modelini dilakukan unluk menyesuaikan dengan kemauan penulis Bibel. Merekapercaya bahwa kata-kata yang tercantum dalam Bibel adalah berasal dari Tuhan.Model interpretasi ini dianut oleh banyak tokoh dalam sejarah Kristen, sepertiJerome (pakar Bible pada abad ke-4 M), Thomas Aquinas, Nicholas of Lyra, JohnColet, Martin Luther, dan John Calvin. (Lihat The New Encyclopaedia Britanica.

(Chicago: Encyclopaedia Britanica Inc., 1985).Namun, Gavin D'Costa, menyebut,bahwa WC Smith, sebagaimana John Hick, adalah pendukung kuat gagasanReligious Pluralism, yang berusaha menyusun justifikasi teologisnya. (Lihat,Gavin D'Costa, Theology and Religious Pluralism, (Oxford:Basis Blackwell Ltd,1986), hal. 15.

[7S]

Page 51: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

baca serupa buku-buku dari Inggris, Pakistan, India,

dan sebagainya? Karangan dari Indonesia tak ada yangmenarik.

Tapi aku tidak dipengaruhi oleh pemikiran orientalis.Aku dipengaruhi pemikiran rasional dalam Islam. Oleh

filsafat, Ilmu kalam yang ada dalam Islam. Kupikir,barangkali pengertian atau ajaran Islam yang sudahdiajarkan di Timur, banyak mesti kita ubah. Tidak bisabegitu saja. Kulihat, penafsiran-penafsiran yang kubacaitu rasional sekali. Islam rasional sekali.

Di McGill itulah aku sadar: pengajaran Islam di dalamdan diluar Islam berbeda betul. Kuliah dengan dialog.Semua mata kuliah diseminarkan. Aku benar-benar

merasakan manfaatnya. Aku tak hanya menerimapelajaran, tetapi terlibat untuk mengerti.Di situlah aku baru mengerti Islam ditinjau dari ber­bagai aspeknya.

Apa yang diajarkan sebenarnya ya itu-itu juga. Tidakjauh dari sejarah. Begitu juga yang dipelajari mahasiswadi McGill. Tapi dari studi sejarah aku melihat hallain.Rupanya antara Islam dari sejarah dengan Islam daribuku-buku kuning berbeda. Islam yang di sejarah lebihmenarik dari yang di buku-buku kuning. Buku-bukukuning itu kaku. Itu yang kuperhatikan."10

Di McGill, Harun menulis tesis masternya tentangkonsep negara dalam Islam. Atas permintaan pembimbing­nya, ia menulis konsep negara Islam menurut tokoh-tokohIslam di Indonesia, seperti M. N atsir, Zainal Abidin Ahmad,dan Isa Anshari. Usai mengambil master, Harun menerus-

10 Refleksi Pembaharuan Pemikiran Is/am: 70 Tahun Harun Nasution, hal. 34.

[76 ]

BAB II: MENABUR BENlH ORlENTALlSME OARl CIPUTAT

kan jenjang Ph.D. Ia menulis disertasi doktornya ten tang'pengaruh Muktazilah pada Muhammad Abduh'. Ia me­mang mengaku gandrung dengan pemikiran Muktazilah.

Ia ingin mengetahui apa pendapat Abduh tentang Muk­tazilah. Tentang hal ini, Harun menuturkan:

~ "Aku ingin mengetahui apa sebenarnya pendapatAbduh? Kalau coraknya Muktazilah, maka pemikiran­nya sangat berarti bagi perkembangan Islam. Tapi, kalauAsy' ariyah, kunilai tidak berarti apa-apa. Aku maumelihat siapa dia. Sepintas lalu, tampaknya ia Mukta­zilah. Tapi aku ingin membuktikan apakah ia benar­benar Muktazilah.

Sejak awal di McGill, aku sudah melihat pemikiranMuktazilah maju sekali. Kaum Muktazilah-Iah yangbisa mengadakan satu gerakan pemikiran dan peradab­an Islam. Selanjutnya malah mendirikan universitas diEropa. Ini yang membuatku berfikir: kalau Islam zamandJlu begitu, mengapa Islam sekarang tidak. Sebaiknya

\ Islam zaman sekarang lebih didorong lagi ke sana.Sejak itu harapanku cuma satu: pemikiran Asy'ariyahmesti diganti dengan pemikiran-pemikiran Muktazilah,pemikiran para filosof atau pemikiran rasional. Ataudalam istilah sekarang, metodologi rasional Muktazilah.Sebaliknya, metodologi tradisional Asy' ariyah harusdiganti.Aku pun memilih pengaruh Muktazilah pada Mu­hammad Abduh sebagai obyek studiku. Tapi pilihanini dinilai berbahaya oleh Adams, Direktur Institut."Nanti dunia Islam mengatakan kami disini mempelo­pori paham Muktazilah. Itu berbahaya," kata Adams.Kupikir ia sudah kacau, bukan lagi ilmuwan ... Kesim­pulanku membuat kelas menjadi ribut. Terutama

[77 ]

Page 52: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

mahasiswa dari kalangan Islam. Mereka menganggap­ku membuat tuduhan salah terhadap Abduh. Tapi ku­katakan, itulah kesimpulanku. Abduh tidak menganutpemikiran al-Maturidi, apalagi al-Asy'ari. Jadi, ia tentuke Muktazilah.

Setelah kupelajari, Muhammad Abduh memang jauhlebih Muktazilah daripada Muktazilah. Di sini orang­orang mengklaim bahwa Muhammadiyah menyerappemikiran Abduh. Itu tidak benar. Muhammadiyahjauh dari Muhammad Abduh. Jauh sekali ...Aku kata­

kan, Muhammad Abduh adalah seorang Muktazilah.Salah seorang (tokoh) dari mereka langsung me­nanggapl,

"Naudzubillah," katanya. Lalu aku bilang,

"Pak Hatta! Bagaimana jadinya kalau hal itu saya kata­kan kepada orang lain. Jagonya saja mengatakanbegitu."Sejak itulah aku mulai berbeda pendapatdengannya."11

11 Ibid, hal. 37-38. Kesimpulan Harun bahwa Muktazilah membawa

kemajuan bagi umat Islam, sebenarnya naif dan a-historis. Pemikiran yangmemuja Muktazilah ini bisa dilihat juga pada pemikiran para pemikir liberal diTimur Tengah, seperti Nasr Hamid Abu Zayd dan Muhammad Abid al-Jabiri.Jabiri, dalam bukunya Takwinul al-Aql aI-Arab, juga menyesalkan hilangnyakhazanah Muktazilah. Pemujaan terhadap Muktazilah tentulah berlebihan.Sejarah Islam membuktikan, selama berabad-abad dunia Islam mencapaikegemilangan bukan di bawah Muktazilah, tetapi justru di bawah pemikiranAhlu Sunnah. Soal kebebasan pemikiran yang diagung-agungkan kaumMuktazilah dan pemujanya, juga tidak sesuai dengan kenyataan. Sejarahmembuktikan, ketika berkuasa, Muktazilah melakukan penindasan terhadapulama-ulama AWu Sunnah. Salah satu yang terkenal ialah Imam Ahmad binHanbal. Karena bertahan dengan pendapatnya, bahwa AI-Qur'an bukanmakWuk, maka Imam Ahmad dijebloskan ke penjara dan dijatuhi berbagaisiksaan. Mitos bahwa Muktazilah adalah aliran rasional, sedangkan AWu Sunnahtidak rasional juga terlalu sederhana. Sebab, para ulama AWu Sunnah terbuktibanyak menjawab pemikiran Ahlu Sunnah, juga dengan tingkat rasio dan

[78 ]

BAB [I: MENABUR BENIH ORIENTAlISME DARl CIPUTAT

Tahun 1968 Harun Nasution menyelesaikan gelar PhD­

nya. Cita-citanya~ntuk merombak pendidikan Islam,melalui pendidikan tinggi, sesuai gagasan pembaruan alaMuktazilah, menemui jalannya ketika ia mulai menapakkankakinya di lAIN Jakarta. Semula, ada dua tawaran, untukmengajar di DI atau lAIN. Ia mengajukan syarat: disediakanrumah dan ongkos pulang. Ternyata lAIN yang sanggupmenyediakannya. Maka, sejak Januari 1969, ia bergabungdengan lAIN Jakarta. Ketika masuk lAIN, Hanm sudah siapdengan konsep untuk merombak lAIN. Tentang ini, iamenuturkan:

"Ternyata hanya lAIN yang sanggup menyediakannya.Pada 27 Januari 1969, aku tiba di Tanjung Priok, Jakarta.'IAku naik kapal lau't bekas pengangkut jamaah haji.

Kapal itu koson\;, hanya mengangkut diriku dan isteri­ku berdua ke Jakarta. Aku lalu dibawa ke kompleks pe­rumahan dosen di lAIN Ciputat, menempati rumahyang dulu ditempati dosen Fakultas Adab. Ia akanpulang ke Mesir. Rumah itulah yang diberikan padaku.Maka sejakJanuari itu, aku mulai bekerja di lAIN SyarifHidayatullah - Jakarta. Tak berarti aku menolaktawaran Dr. Apalagi aku sudah kenaI lama dengan HMRasjidi, ketika kami sarna-sarna di Mesir dulu. Aku

sudah siap dengan konsep. Soalnya, sejak aku masih diluar negeri aku sudah mendengar kondisi lAIN. Bahwapemikiran di lAIN sangat sempit. Buku-buku karanganMuhammad Abduh tak boleh diajarkan di sini. Akutahu keadaan itu karena mendengar langsung dari

argumentasi yang tinggi. (Tentang kisah Imam Ahmad bin Hanbal bisa dilihat,Moenawar Cholil, (Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, hal. 275-277)

[79 ]

Page 53: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

beberapa orang lAIN yang studi di Mesir. Dari merekaaku tahu bahwa pemikiran di lAIN masih tradisional.Spesialisasinya ke fiqih.//1l2

Harun cukup beruntung, karena pergaulannya cukupluas di kalangan birokrat. Menurutnya, gagasan pembaruandalam Islam, yang ingin digulirkannya, mendapat duktmg­an darin petinggi Departemen Agama. Menteri Agama,ketika itu, KH Moh. Dahlan, kata Harun, setuju dengangagasannya. Dahlan juga membantu pengangkatan Harunmenjadi pegawai negeri, setelah mendengar Harun akanmengajar di Malaysia, jika tidak diterima sebagai pegawainegeri karena umurnya sudah lewat. 13

Harun mengaku, sebenamya banyak dosen lAIN yangtidak sehlju dengan pemikiran dan langkah-Iangkahnya.Tetapi, mereka segan berbicara. //Barangkali karena dibelakangku ada Menteri Agama,// katanya. Naiknya Golkarke panggung kekuasaan hlrut memuluskan gagasan pem­baruan Islam Harun Nasution. Tentang hal ini, dia berkisah:

"Naiknya Golkar ke pentas politik dalam pemilu 1971,membuat situasi agak goncang. NU hlrrm ke bawah.Departemen Agama tidak di tang an kita lagi, tetapiberada di tangan teknokrat. Tapi tak seperti didugasemula. Temyata Prof. Dr. Mukti Ali diangkat sebagaiMenteri Agama menggantikan KH. Moh. Dahlan. Ber­arti aku sudah sealiran dengannya.Ketika ihl aku Wakil Rektor I di lAIN Jakarta. Rektor

lama, Thaha Yahya, tiba-tiba sakit, dan terserang

12 Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun Nasution, hal. 39.

13 Pengakuan Harun ini agak aneh, sebab Moh. Dahlan adalah tokoh NU,yang tentu saja berpaham Ahlu Surmah wal-Jamaah, dan sangat kritis terhadappaham Muktazilah.

[80 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI C1ruTAT

lumpuh. Diusulkan agar Menteri Agama menggantirektor dengan yang baru. Karena aku bukan orangGolkar, kupikir tamatlah jalan pikiranku di lAIN. Rektorlama kemudian tidak bisa aktif lagi. Kukatakan padaMenteri Agama bahwa aku akan pindah mengajar ke­IKIP saja, atau ke Fakultas Sastra UI. Harsya Bakhtiarbeberapa kali memintaku mengajar di sana. Kupikir,aku bisa berkembang di sana, sebab pemikiranku di­terima. Semen tara di lAIN aku ditolak. Tapi MenteriAgama Melarang."Pak Harrm mesti tetap di lAIN, nanti diangkat menjadirektor," katanya. Barangkali itu sebabnya MenteriAgama cepat-cepat mengangkatku sebagai ~ktorlAIN, pada 1973."14

'\ 14 Ibid, hal. 40-41. Ungkapan Harun Nasution, bahwa Mukti Ali sudahsealiran dengannya, cukup menarik untuk direnungkan. Sebagaimana HarunNasution, Mukti Ali juga murid dan pengagum Wilfred Cantwell Smith. Dalambuku 70 Tahun H.A. Mukti Ali: Agama dan Masyarakat, diceritakan keterkesananMukti Ali ketika ia datang ke McGill, 1955. Ketika itu, Smith sendiri yangmenjemputnya. Ditulis dalam buku ini: "Benar-benar kaget dia. "Welcome, Mr.Ali!" demikian Wilfred Cantwell Smith menyapanya. Dia merasa heran juga,mengapa Smith, Direktur Institute of Islamic Studies ketika itu, datang sendirimenjemputnya ... A. Mukti Ali sangat tertarik dengan perkuliahan yang diberikanoleh Prof. Smith: pertama dari segi penyajiannya, dan kedua cara penganalisis­annya ...Pengaruh Smith yang lain pada dirinya adalah sikap toleransi yang besarterhadap agama lain. Karena sikapnya ini sampai ada mahasiswa yang berkatabahwa Prof. Smith itu "salah satu kakinya sudah masuk pintu Islam, hanya yanglain belum." Dijawab oleh Smith, bahwa Islam itu tidak memplmyai pintu, ataudalam Islam tidak ilda pintu. Notabene; konsep 'Islam'versi Smith - bahwaIslam bukan nama satu agama' - banyak berpengaruh pada pemikir pembaru diIndonesia. Dalam bukunya, "The Meaning and End of Religions", Smith meletakkanpembahasan tentang konsepsi dan makna Islam ke dalam bab khusus berjudul"The Special Case of Islam". Menurutnya, Islam adalah satu-satunya agama yang"built-in name". Kata 'Islam' terdapat dalam Al-Qur'an itu sendiri, dan kaumMuslim tetap bertahan untuk menggunakan istilah itu untuk menjelaskan systemkeagamaan mereka. Namun, meskipun demikian, Smith memberikan penjelasanyang bersifat reduktif terhadap makna Islam itu sendiri.

[81 ]

Page 54: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Dengan dukungan Menteri Agama Mukti Ali, gagasanHarun Nasution untuk me-'mu'tazilahkan' lAIN berjalancukup mulus. Adalah menarik mencermati situasi politikketika itu, dimana program sekularisasi politik sedang gen­car-gencarnya dilakukan. Dalam bahasa Jenderal Soemitro,setelah runtuhnya komunisme, maka kekuatan Islam me-.mang sedang naik daun. Maka, pemerintah arde Baruberusaha menekan umat Islam. Kata Soemitro, mantan

Pangkopkamtib:

"Terhadap Islam, pemerintah arde Baru dan AngkatanDarat khususnya sejak awal menyadari mengenai ke­mungkinan naiknya pamor politik kekuatan Islam.Jatuhnya kekuasaan ekstrim kiri PKI -yang kemudiansecara formal diperkuat dengan keputusan pembubar­an PKI- secara politis mengakibatkan naiknya pamorpolitik Islam, sehingga terjadilah ketidakseimbangan(imbalance). Sayap Islam yang sedang mendapat anginkemudian cenderung hendak memperkuat posisinya.Padahal disadari oleh Angkatan Darat ketika ihl bahwadi dalam sayap Islam masih terdapat bibit-bibit ekstri­misme yang amat potensial. Sehingga policy umum

Istilah Islam, menurutnya, jika ditelaah secara cermat dalam AI-Qur'an,kurang begitu banyak digtmakan. Contohnya, istilah 'Cod' muncul 2697 kali,sedangkan Islam hanya muncul8 kali dalam AI-Qur'an. Dan jika istilah Islamdigtmakan, maka bisa jadi bermakna -dan dalam banyak kasus pasti bermakna-bukan nama suatu sistem agama, tetapi mempakan tanda aktivitas personal.Smith menulis: "Islam ia a verbal noun, occurring about a third as often as its foundation

verb aslama ( to submit, to surrender oneself wholly, to give oneself in total commit­

ment) ... It is a verbal noun: the name of an action, not of an institution; of a personal

decision, not a social system." "Oalam beberapa hal, katanya, bentuk verbal dariIsla~ jelas terlihat (QS 9:74, 49:17). Smith mengartikan QS 3:85 sebagai berikut:"Ifanyone opts for anything other than self surrender as a norm, it shall not be accepted

from him." (W.e. Smith, The Meaning and End of Religion, (Minneapolis: FortressPress, 1991), hal. 111-113.1 I).

[82 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME OARI CIPUTAT

militer ketika itu sebenarnya adalah menghancurkankekuatan ekstrim kiri PKI,dan menekan (bukan meng­hancurkan) sayap Soekarno pada umumnya, sambilsecara amat berhati-hati mencegah naiknya sayapIslam."15

Tekanan terhadap kekuatan-kekuatan politik Islamdilakukan dengan sistematis, dan dilaksanakan melaluiberbagai cara. Pada periode inilah peran kelompok CSISdalam politik Indonesia sangat dominan. Tokoh-tokoh CSISseperti Ali Moertopo, LB Moerdani, Harry Tjan Silalahi,

Liem Bian Kie (Yusuf Wanandi), dan LiemJian Koen(Sofyan Wanandi). Mereka-mereka inilah yang selama

puluhan tahun mendominasj politik Indonesia dan me­nerapkan g~is sekularisa§0lan marjinalisasi umat IslamIndonesja. Sa1ahsatu potensi yang dianggap ancaman ter­besar dalam politik arde Baru ketika itu adalah bangkitnyakekuatan politik Islam melalui kekuatan Masyumi, se­hingga ketika itu, upaya rehabilitasi Masyumi tidak men­dapat restu dari pemerintah.

Selama periode 1967-1987, menurut aktivis angkatan'66, Hussein Vmar, pemerintah arde Baru melakukan de­ideologisasi, depolitisasi, dan sekularisasi. "De-Islamisasipolitik dan depolitisasi Islam adalah bagian dari kebijakankekuasaan yang mencerminkan sikap Islamofobia," kataHussein Vmar dalam sebuah seminar dakwah di Gedung

Perpustakaan Nasional Jakarta, 24Juni 1995.ltulah babak paling gelap dalam sejarah umat Islam di

masa arde Baru. Kristenisasi merajalela. Berbagai programpendangkalan aqidah - seperti rencana pengajaran Panca

15 Hem Cahyono, Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974, (Jakarta: PustakaSinar Harapan, 1998), hal. 46.

[83 ]

Page 55: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Agama, penyelenggaraan SDSB,Pendidikan Moral Panca­sila, penghapusan libur Ramadhan - dilaksanakan. Jilbabdilarang. Berbagai rekayasa politik terhadap umat Islamdijalankan. Ekstremisasi Islam dijalankan. "Berbagaiperistiwa yang dialami gerakan dakwah pada era AliMoertopo-Sujono Humardani mengingatkan kita kepadasaran Snouck Hurgronje kepada pemerintah imperialisBelanda untuk memadamkan cita-cita umat Islam yangdipimpin para ulama," kata Hussein Umar.

Harry Tjan Silalahi (tokoh CSIS),seperti dikutip Kris­santono dalam satu tulisannya di edisi khusus MajalahPrisma yang berjudul "Ali Moertopo di Atas PanggungOrde Baru" menyatakan, bahwa Ali Moertopo adalah arsi­tek terbesar Orde Baru sesudah Pak Harto. Sedangkan LeeKuan Yewmengakui Ali Moertopo sebagai "the most power­

ful assistance of President".

Selain dikenal sebagai aktor dan operator politik yanghandal, Ali Moertopo juga dikenal dengan pemikiran­pemikirannya yang bercorak sekularistik. Dalam bukunya,Strategi Pembangunan Nasional, Ali Moertopo, membuattujuh penafsiran terhadap sila Ketuhanan YangMaha Esa,yang mengarah kepada terbentuknya sebuah negarasekular.

Ketujuh penafsiran itu adalah: (a) Negara RepublikIndonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudukuntuk memeluk agamanya masing-masing dan untukberibadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu(pasal 29 ayat 2 DUD 1945); (b) dalam Negara RepublikIndonesia diakui kebebasan agama-agama dan diakuikebebasan beragama bagi setiap individu; (c)agama dalamNegara Republik Indonesia adalah lembaga swasta danbukan lembaga negara, maka dari itu tidak diatur, diurus,

[84 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME OARI CIPUTAT

atau diselanggarakan oleh negara, (d) Negara RepublikIndonesia menghargai dan menghormati agama-agamatanpa mengadakan diskriminasi atau perbedaan.

Pada poin (e) disebutkan, Negara Republik Indonesiamemberi hak, fasilitas, jaminan, perlindungan, dan kesem­patan yang sarna kepada setiap agama dan kepada setiappemeluk agama; (f)bagi para warga negara, hak untuk me­milih, memeluk, atau ibadah agama adalah hak yang palingasasi, dan hak ini tidak diberikan oleh negara, maka dariitu Negara Republik Indonesia tidak mewajibkan, ataumemaksakan, atau melarang siapa saja untuk me\nilih,memeluk, atau pindah agama apa saja; (g)Negara RImen­junjung tinggi dan mewajibkan toleransi agama, maka tidakmengizinkan, bahkan harus melarang langsung segalamacam propaganda antiagama pada umumnya; dan setiappropaganda antiagama tertentu pada khususnya, lebih­lebih di muka umum.

Poin (c), (d), (e), dan (f)dari gagasan Ali Moertopo itumerupakan gagasan negara sekular, yakni agar negara da­pat netral atas keberagaman agama dan keyakinan negaraitu sendiri, dan agama tidak diharapkan menjadi instrumenagama tertentu dan tidak disakralkan.16

Pada era dominasi peran CSIS itulah, maka terjadibanyak peristiwa yang menyedihkan pada umat Islam.TokohCSIS,Pater Beek,mempunyai kebijakanyang dikenaldengan lesser evil theory (teori setan kedl). Setelah komunisdihancurkan, Beek melihat ada dua dua ancaman (setan)yang dihadapi umat Katolik di Indonesia. Kedua ancamansarna-sarna berwama hijau, yaitu Islam dan tentara. Tapi

16 Ali Moertopo, Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: CSIS, 1982), hal.21-22.

[8S]

Page 56: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Beek yakin, tentara adalah ancaman yang lebih kecil (lesser

evil) dibanding-dengan Islam yang dilihatnya sebagai setanbesar. Berdasarkan hal itu, maka perintah Beek kepadakader-kadernya, "rangkul tentara dan gunakan merekauntuk menindas Islam!"

Dalam versi serupa, Mantan Pangkopkamtib Jenderal(Pur) Soemitro menjelaskan bahwa berdasarkan informasiyang diperolehnya, CSIS dibentuk oleh Ali Moertopo danSoedjono Humardani bersama-sama dengan sebagian go­longan Katolik dan sekelompok nonpri Cina yang umum­nya berafiliasi kepada Pater Beek yang dikenal sebagaipastor dari Ordo Jesuit. Kabarnya, Moertopo diduktmg oleh200 sarjana Katolik yang umumnya man tan Jesuit. Di tahun1960-an, Pater Beek tingal di Jalan Gejayan, Yogyakarta,memimpin asrama mahasiswa Katolik.

Melalui jalur opsus, beberapa sarjana dari kelompokPater Beek mulai tahun 1969 juga memasuki Bakin, sebagaianggota organik di sana. Soemitro menemukan sebuahdokumen yang dikeluarkan kelompok Pater Beek bahwa

Indonesia pasca Soekarno akan terdapat dua setan yangperlu diperhatikan kekuatannya. Sejenis dengan lmgkapanAdi~ondro, Soemitro juga menglmgkap teori "teori setankecil" versi Beek, yang disebutnya sebagai "the lesser oftwo devils". Maksudnya adalah kekuatan" setan" ABRI danIslam. Di dokumen ihl disebutkan, bahwa "memegang"Islam tentu saja tidak mungkin, maka kemlmgkinan lainyang lebih terbuka adalah memegang ABRI.

Moertopo sendiri sebenarnya mengakui bahwa kelom­

pok Jesuit adalah berbahaya. Ketika seorang anak buahnyabertanya kenapa ia bekerjasama dengan Jesuit, Moertopomenjawab, "Asal kamu tahu saja, kelompok itu lebih ber­bahaya dari komunisme dan mereka kelompok avonturir.

[86 ]

BAB ll: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI C\rUTAT

Makanya ketimbang liar, lebih baik saya kandangkan." 17

"Lesser evil theory" sebenarnya merupakan teori sejenisdengan "politik belah bambu" atau "devide et impera"yang digunakan penjajah. Tapi, itulah yang pernah terjadipada diri Ali Moertopo, Soedjono Humardani. Perlu dicatat,bahwa pada periode inilah Nurcholish Madjid mengeluar­kan gagasan sekularisasinya, dengan salah satu jargon ter­kenalnya, "Islam yes, partai Islam No!". Mukti Ali sendiriadalah pemrakarsa dan pelindung kelompok LimitedGroup di Yogyakarta, yang para aktivisnya kemudian se­cara aktif memperjuangkan gagasan sekularisme dan plura­lisme agama. Ketika buku Catatan Harian Ahmad Wahib

menuai banyak kecaman dari para tokoh Islam, pada awal1980-an, Mukti Ali tampil sebagai pembela.

Mukti Ali mengatakan: " ... orang boleh sehlju atau me­nolak pemikiran-pemikiran almarhum Ahmad Wahib,tetapi ia yang berperawakan kecil, walau meninggal dalamusia yang masih muda, ternyata hidupnya tidak sia­sia ... "18

Dengan posisi dan pemikirannya seperti itu, Mukti Alimemang patut mendapatkan dukungan dari kekuatan­kekuatan sekular di Indonesia, khususnya kelompok CSIS,

untuk menempati posisi Menteri Agama ketika itu. Di satusisi, pemerintah sedang membutuhkan dukungan cende-

17 Heru Cahyana, op cit, hal. 36-37.

18 Dikutip dari Mu'arif, Muslim Liberal, (Yagyakarta: Tajidu Press, 2003),hal. 91-4. Perlu dicatat, selama beberapa tahun, Wahib diasuh aleh dua orang

tua angkatnya, yaitu Rama HC Stalk dan Rama Willenberg. Tahun 1971, iapindah ke Jakarta dan mengikuti kuliah-kuliah di Sekalah Tinggi Filsafat(Katalik) Driyarkara. Dalam catatan hariannya, 7 Januari 1973, Wahibmengimbau umat Islam, agar: (1) tidak mengidentikkan AI-Qur' an dengan Islam,(2) AI-Qur'an adalah abstrak, tidak kankrit; (3) AI-Qur'an adalah wajah Islamterbaik pada masanya; (4) sumber memahami Islam adalah sejarah Muhammad.

[87 ]

Page 57: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

kiawan Muslim yang sejalan dengan gagasan sekularisasidan deideologisasi Islam. Pada sisi lain, Mukti Ali, HarunNasution, dan Nurcholish Madjid, bisa dikatakan secaraumum sejalan dengan proyek besar pemerintah Orde Barutersebut. Maka, pada bulan September 1971, sehari setelahmemberikan kuliah di Goethe Institut Jakarta, Mukti Ali

dipanggil ke Jakarta. Setiba di stasiun Gambir, dia dijemputten tara, lalu pada malam harinya ia diantar oleh SoedjonoHumardani, tokoh CSIS, unhlk menghadap Presiden.

Dengan duduknya Mukti Ali sebagai Menteri Agama,sebagaimana dituturkan Harun Nasution, maka ia lebihleluasa menerapkan ide-idenya. Seger a, setelah dikokohkansebagai rektor lAIN Jakarta, Harun Nasution melakukan

gerakan perubahan di dalam. Ia menuturkan tentangmasalah ini:

"Langkah pertama kami di lAIN adalah mengubahkurikulum. Kami para Rektor lAIN mengadakan per­temuan di Ciumbuleuit. Pengantar Ilmu Agama di­masukkan dengan harapan akan mengubah pandanganmahasiswa. Filsafat, tasawuf, ilmu kalam, tauhid, sosio­

logi, metodologi riset kita masukkan pula.Semula, usulku unhlk mengadakan pembaharuan kuri­kulum ditolak para rektor tua. Oleh H. Isma'il Ya'kub,oleh K.H. Bafaddal. Tapi dalam perkembangan selanjut­nya aku didukung oleh kalangan atas seperti MulyantoSumardi ketika menjadi Direktur Jenderal PerguruanTinggi Islam Departemen Agama. Juga Zarkawi Suyutisebagai sekretaris Dirjen Bimas Islam. Akhirnya, kamikompromi. Para rektor hla menerima usulku. Tetapimereka meminta tafsir, hadis dan fiqih tak ditinggalkan.Kata mereka, supaya kelihatan agamanya ...

[88 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTAlISME DARI CIrUTAT

lAIN singkatan Institut Agama Islam Negeri. Karenaagama adalah normatif, maka institut mencari alasanuntuk banyak memakai yang normatif. Kami memasuk­kan mata kuliah Pengantar Ilmu Agama (PIA) danfilsafat, itu supaya kita tidak hanya berfikir normatif

saja. Tetapi juga berpikir rasional. Kalau mereka takutkepada Pengantar IImu Agama, kepada filsafat, makakita akan kembali ke cara pikir normatif mas a lampau.

Akibatnya, umat Islam tidak akan maju ...Baru setelah kembali, aku mengarang dalam bahasa

Indonesia untuk masyarakat Indonesia. Buku Islam

Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, berasal dari pertemuanpara rektor lAIN, di Bandung, pada bulan Agushls1973.Dalam pertemuan itu diputuskan, mahasiswa perludiberi pengetahuan komprehensif ten tang Islam. Akudiminta menulis materinya.Semula, secara ringkas isinya telah diberikan kepada

para peserta penataran guru dalam proyek kerjasamaPT Stanvac Indonesia Pendopo dengan IKIP Jakarta,

pada bulan November 1972.Lalu kutulis lagi secara luashanya untuk lAIN Jakarta, dan dicetak stensilan. Ter­nyata kemudian Penerbit Bulan Bintang berhasrat me­nerbitkannya. Menurut laporan, buku itu laku sepertikacang goreng. Barangkali, karena buku itu dapatmemberikan pengetahuan yang luas ten tang Islam. "'19

Gagasan-gagasan Harun untuk mengubah lAIN se-benarnya hal biasa dalam kajian orientalis tentang Islam.Tetapi, masalahnya, yang menjalankan ide-ide itu bukanlagi kaum orientalis, tetapi cendekiawan dari kalangan

1970 Tahun Hantn Nasution, haJ. 41-50.

[89 ]

Page 58: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Muslim sendiri. Kondisi semacam ini ten hI saja, jauh lebihberat ketimbang yang mengembangkan ide orienta lis ituadalah kaum orientalis sendiri yang sudah dikenal beradadi luar tembok Islam. Ibarat musuh, maka satu musuh di

di dalam benteng akan jauh lebih rumit ketimbang 30musuh di luar benteng. Misalnya, pendapatnya tentangIjtihad Vmar bin Khatab yang dinilainya melanggar nashAI-Qur'an. Kata Hanm:

"Dalam kas!-Is-kasus tertentu, Vmar tidak melaksana­

kan nas Quran. Suahl kali, ia dihadapkan pada masalah .

YaihI, soal kaum mualaf. Ia mengambil kepuhIsan yangbertentangan dengan nas. Ia tidak memberikan uangkepada kaum muallaf, seperti dilakukan Nabi Mu­

hammad dulu. Ketika diprates, ia mengaku tidak

melihat 'illat lagi ImhIk memenuhi prates ihl. TenhI sajapara muallaf marah. Menurut Vmar, semasa Nabi paramuallaf diberi uang karena umat Islam masih lemah.

Maksudnya, agar mereka mau memperkuat umat Islam.Tapi, kini umat Islam sudah kuat. "Kalau mau terus

Islam, silahkan. Dan kalau mau berpura-pura, jugasilahkan," kata Vmar. KepuhIsan Vmar ihI bertentang­an dengan nas, dari sunnah Nabi maupun Quran. Ialanggar semua ihl. Ia berani melakukannya, karena iamengetahui falsafat hukumnya. "20

Sebenarnya, dalam kasus Vmar bin Khatab ihI sudah

sering para ulama membahasnya. Sebagai sahabat Nabi

Muhammad saw, Vmar bin Khatab bukanlah meninggalkannas AI-Qur'an, tetapi karena beliau memahami, bagaimanapemahaman nas tersebut selayaknya. Muallaf memang

20 Ibid, haJ. 53.

[90 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME OARI CIPUTAT

berhak mendapatkan zakat, tetapi tidak semua jenis muallafmendapatkannya. Pencuri memang hams dipotong tang an­nya, tetapi tidak semua pencuri dipotong tangannya, karenasemua itu ada syarat-syarat yang hams dijalankannya. Se­bagai misal, dalam kasus pencurian, maka dikenal adanyahad (batas) nilai barang yang dicuri. Sabda Rasulullah saw:"Tidaklah dipotong tangan pencuri kecuali bila ia mencuri

seperempat dinar ke atas," (HR Ahmad, Muslim, dan IbnuMajah). \..

. Bagi sebagian kalangan, kasus Vmar bin Khatab itudijadikan alasan seolah-olah, Vmar r.a. adalah tokoh awalIslam Liberal yang berani meninggalkan nash AI-Qur'anyang sharih, karena nash itu bertentangan dengan akalnya.Jadi, kata mereka, akal harus didulukan daripada nash.Padahal, yang terjadi tidaklah demikian. Semua ijtihad yangdilakukan para ulama tidaklah mlmgkin meninggalkanmakna nash. Yang menjadi masalah, adalah bagaimana me­mahami nash-nash AI-Qur'an yang beragam. Di sinilahpara ulama telah menetapkan metodologi ijtihad : Mananash yang umum, mana yang khusus, mana yang nasakh,dan mana yang mansukh, dan sebagainya. Bukan dibuatpemahaman yang sembarangan, jika ada ayat AI-Qur'anyang bertentangan akal manusia, maka tinggalkanlah ayatihI, dan ikutilah aka!. Jangan ikuti nash lagi ! Pemahamanseperti ini - selain berbahaya - juga sangat naif. Betapatidak, akal manusia ihI juga bermacam-macam. Akal siapayang akan dijadikan standar ? Akal Inul Daratista, tenhIberbeda dengan akal Imam Syafii. Akal Snouck Hourgronjesangat berbeda dengan akal Imam al-Ghazali. Akal GeorgeBush sangat berbeda dengan akal Yusuf Qaradhawi. Danlain sebagainya. Masalah metodologi pemahaman terhadapnash AI-Qur'an dan sunnah Nabi ini perlu mendapatkan

[91 ]

Page 59: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

perhatian yang seksama. Sebab, diantara kaum sekular­

liberal ada yang melakukan liberalisasi Islam bukan dengancara menolak wahyu, tetapi dengan cara mengubah caraatau metodologi pemahaman terhadap nash-nash Al­

Qur'an. Sehingga, meskipun nashnya tetap, tetapi hasilpemahaman yang diperolehnya akan berbeda juga. Padabagian kajian terhadap hermeneutika, hal ini akan dibahaslebih jauh.

Dalam upaya pembaruannya, Harun Nasution jugatidak segan-segan menolak hadits sahih dalam masalah

aqidah Islamiyah, seperti ten tang rukun iman keenam. Dia

katakan, bahwa kalau umat Islam mau maju, maka rukun

Islam yang keenam, yaitu beriman kepada taqdir harusditinggalkan. Dia katakan:

"Tetapi, di bidang aqidah, sebagai qath'i al-dilalah. Se­bagiannya ada yang zhanni al-dilalah dan zhanni al­

wurud. Misalnya, tentang rukun iman keenam. Rukun ­

iman ini membawa kita kepada sikap pasif dan menye­rah. Padahal, zaman sekarang menghendaki keaktifan,

dinamika. Maka, karena hadisnya zhanni al-wurud kita.tinggalkan saja.

Ini bukan hal baru dalam sejarah Islam. Kaum

Muktazilah, Muhammad Abduh dan Ahmad Khan,Jamaluddin aI-Afghani, semua menolaknya.

Tetapi, mereka tak terang-terangan menolaknya. Yangmereka tolak adalah paham jabariyyah. Jadi kalau kitamau maju, rukun keenam harus ditinggalkan.Bagiku, rukun iman itu tinggallima, seperti disebutkandalam Quran. Di Quran tak disebutkan iman keenam:

qadla dan qadar. Yang ada, hanyalah kata-kata qadhayna

atau qaddarna. Tetapi ihl bukan rukun iman. Begitulah

[92 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTAlISME OARI CIPUTAT

contohnya dibidang aqidah."21

Ada masalah lain yang cukup mendasar dalam pemikir­

an Harun yang dituangkan dalam buku IDBA, yaitumasalah otentisitas hadits Nabi Muhammad saw. Pandang­annya sangat khas gaya orientalis, yakni meragukan otenti­sitas hadits Nabi saw. Dalam soal ini, Harun menulis: "Ka­

rena hadits tidak dihafal dan tidak dicatat dari sejak semula,tidaklah dapat diketahui dengan pasti mana hadits yangbetul-behtl berasal dari Nabi dan mana hadits yang dibuat­buat... tidak ada kesepakatan kata antara umat Islamtentang keorisinilan semua hadits dari Nabi."

Pemyataan Harun ini dikritik oleh Rasjidi: "KeteranganDr. Harun Nasution tersebut sudah cukup unhlk memasuk­kan rasa goyah dalam keimanan generasi muda kita, sesuaidengan yang dimaksudkan oleh kaum orienta lis yang tidaksuka Islam menjadi kuat."22

Sebenamya, tidaklah benar, hadits sejak awal tidakdicatat oleh para sahabat. Prof. Musthafa Azhami, dalamdisertasinya di Cambridge, berjudul"Studies in Early Hadits

Literature" membuktikan proses pencatatan hadits, disam­ping proses hafalannya. Banyak ilmuwan Muslim lainnyatelah membuktikan keragu-raguan para orientalis terhadapotentisitas hadits Nabi. Memang, ada dua tokoh orientalisyang aktif menyebarkan keraguan ini, yakni Ignaz Goldziherdan Joseph Schacht. Mereka berpendapat bahwa haditsadalah fabrikasi, atau buatan kaum Muslim dari abad kedua

dan ketiga Hijriah. Teori sanad adalah suatu rekayasa atau'back projection' para ulama untuk membuat teori otentisitas

21 Ibid, hal. 58.

22 Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution ... , hal. 32.

[93 ]

Page 60: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

hadits. Intinya, hadits Nabi perlu diragukan otentisitasnya.Pendapat dua orientalis ini sebenamya sudah banyak

dimentahkan oleh para orientalis sesudahnya, tetapi aneh­nya, ada saja orang dari kalangan Muslim yang mengikutipendapat mereka. Nabia AbboCmisalnya, dalam bukunya,Studies in Literary Papyri: Qur' anic Commentary and Tradition(1957),menegaskan bahwa hadits Nabi Muhammad saw.dapat ditelusuri keberadaannya hingga pada masa Nabidan ~ukan merupakan buatan umat Islam setelah abadpertama Hijriah. (Kajian singkat dan cukup baik tentangmasalah ini, misalnya, bisa dilihat dalam buku Hadits di

Mata Orientalis, karya Wahyudin Darmalaksana (2004).Dalam kesimpulannya, penulis buku ini mencatat, bahwaupaya objektivikasi dan purifikasi hadits dari Goldziherdan Schacht jelas didasari pada kedengkian dan lebih me-

k ." If" B 11" "rupa an arogansl se nya arat yang se a u mgm men-distorsikan realitas Islam sebagai "others". Seperti yangdiwacanakan orientalisme itu sendiri).

Jika cara Harun dalam penyajian masalah hadits lebihmengikuti metode orientalis ketimbang metodologi ulamaIslam, seharusnya memang buku Harun dikritik dan di­revisi. Tapi, sayangnya nasehat Rasjidi tidak diindahkan.Entah dengan motif apa.

Gaya khas kaum orientalis dalam studi Islam adalah

memulai dengan keraguan dan berakhir dengan keraguan.Para orientalis memang melakukan studi Islam bukanlmtuk mencari kebenaran dan mengimani kebenaran. Prof.Dr. Ali Husny al-Kharbuthly, Guru Besar di 'Ain Syams,menyebutkan, bahwa ada tiga tujuan orienta lis dalammelakukan studi Islam, yaitu (1)Untuk penyebaran agamaKristen ke negeri-negeri Islam. (2) Untuk kepentinganpenjajahan. (3) Untuk kepentingan ilmu pengetahuan

[94 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI CIPUTAT

semata. (al-Mustasyriquna wa al- Tarikhul Islam, dikutip dariHamka).23

Karena itu, wajar jika dalam studi Islam ala metodeorienta lis ini, masalah keimanan dan keyakinan akan ke­benaran Islam, bukanlah menjadi tujuan. Bahkan, sejumlahorientalis dengan jelas-jelas secara sistema tis menyerangsendi-sendi ajaran Islam. Dalam kasus buku Harun Nasu­tion,bukan hanya soal kebenaran Islam, tetapi juga masalahotentisitas hadits, dan juga keragu-keraguan terhadap ke­agungan syariat Islam pun ditanamkan. Prof. Rasjidisangatjeli membaca gaya Hanm ini, sehingga dia menekankanbahaya buku Harun bagi mahasiswa.

Salah satu gaya orientalis dalam studi Islam adalahmengangkat image (citra) bahwa dalam Islam senantiasapenuh dengan perbedaan dan konflik. Dinyatakan paraulama Islam tidak pemah sepakat dalam hal-hal pokokajaran Islam. Senantiasa ada perbedaan dan pertikaiandalam berbagai masalah: aqidah, sumber hukum Islam,maupun dalam aspek politik. Mereka berusaha membuatkesan bahwa Islam memang banyak, Islam tidak satu, dankarena itu tidak perlu meyakini paham Islam tertentu.Ujung-ujungnya digiring untuk menerima PluralismeAgama, semua agama adalah benar.

Dalam masalah hukum Islam, Harun menulis: "Dari

uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tidak adakesepakatan kata di antara ulama-ulama hukum tentangsumber-sumber tersebut; apa yang diterima oleh satu go­longan ditolak oleh golongan lain, selanjutnya ayat-ayatatau hadits-hadits zhanny juga menimbulkan perbedaan

23 Harnka, Stud! Islam, (Jakarta: Pustaka Panjirnas, 1985), hal. 12.

[9S]

Page 61: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

pendapat. Hal ini menimbulkan perbedaan mazhab dalamIslam."

Rasjidi melihat gaya menulis Harun dalam menyajikangambaran perbedaan dalam Islam, sebagai bentuk yangtidak proporsional. Bagaikan orang yang sedikit pendekditulis cebol, dan yang sedikit tinggi ditulis jangkung. "Pro­porsinya dibesar-besarkan," tulis Rasjidi. "Metode se­macam ini adalah metode orientalis yang secara halus ber­akibat meragukan umat Islam, khususnya generasi mudaterhadap Islam dan hukum Islam."24

Salah satu masalah mendasar yang terdapat dalambuku Harun Nasution (IDBA)adalah masalah pandanganHarun terhadap agama-agama. Masalah ini secara khusus

dibahas dalam bab berikutnya, sejalan dengan kritik yang ""'­pernah saya sampaikan dalam acara workshop di UINJakarta, 22 Desember 2005.

Kini, setelah 30 tahun peringatan Prof. Rasjidi tentangmetode orienta lis yang dapat menciptakan sarjana 'ragu­ragu' terhadap Islam dalam berbagai bidang keilmuanIslam, telah menjadi bukti. Dari kampus-kampus lAIN ­sebagian telah menjadi Universitas Islam - lahir beragamsarjana, yang yakin dan yang ragu-ragu terhadap Islam.Bahkan, tidak sedikit yang aktif mengampanyekan ke­raguan dan penghancuran terhadap Islam dan kadang kalaada yang lebih orienta lis daripada sebagian orienta lissendiri. Ibaratnya, Harun Nasution telah membuka pinhl,kemudian berjubellah para mahasiswa atau doktor, gurubesar dalam studi Islam yang berlomba-Iomba menjadiekstrim dalam menyerang dan meragukan kebenaranIslam, jauh lebih ekstrim daripada Hanm Nasution sendiri.

24 Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution ... , hal. 99-100.

[96 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI CIPUTAT

Tentu saja, tidak semua lAIN memang rusak. Dan tidaksemua akademisi Muslim yang berada di lAIN juga me­lakukan perusakan terhadap agama. Tetapi, karena se­jumlah akademisi -baik dosen maupun mahasiswa- ketikamerusak keilmuan Islam menggunakan atribut sebagairektor, dosen, atau mahasiswa lAIN, maka kesan yangditimbulkannya pun seolah-olah semua dosen atau kampuslAIN/UIN bersifat seperti itu.

"Proyek" perusakan lAIN yang paling serius adalahperusakan pada metodologi studi agama. Studi Islamberubah, dari cara yang dianggap 'klasik' menjadi caramodern yang berbasiskan pad a paradigma keilmuansekular-liberal. Jika Nurcholish Madjid melakukan aksipembaruan/ sekularisasi Islam melalui jalur publik, makaHarun Nasution melakukannya secara sistema tis melaluiinstitusi pendidikan tinggi Islam yang sangat strategis, yaitulAIN. Institusi ini dibangtm dengan satu niat baik, mengem­bangkan pendidikan dan keilmuan Islam. Karena itu, jikadari kampus ini lahir cendekiawan yang saleh dan tinggiilmunya, tentunya bukan hal yang aneh. ltu bukan berita.Karena memang sudah sehanlsnya.

Tetapi sejak lama kaum Muslim Indonesia menyimpantanda tanya, mengapa dari kampus berlabel Islam justrumuncul ide-ide destruktif terhadap Islam. Mengapa idepenghancuran aqidah Islam, syariat Islam, dan akhlakIslam, justru bisa mlmcul dari sebagian kalangan lAIN /UI N? Bukankah kampus ini melahirkan gelar-gelar SarjanaAgama (S.Ag),Magister Agama (M.Ag) dan doktor dalambidang agama? Para sarjana agama ihllah yang diharapkanmemosisikan dirinya sebagai "ulama", yang melanjutkanamanah risalah. Sebab, memang para ulama diharapkanmenjadi pewaris para Nabi. Ulama, disamping memiliki

[97 ]

Page 62: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

kualifikasi keilmuan yang tinggi, juga wajib memiliki ke­

taqwaan yang tinggi pula.Maka, betapa terkejutnya kaum Muslimin, ketika pada

27 September 2004, di Fakultas Ushuluddin lAIN Bandungmenyeruak sebuah kasus 'ajaib'. Hari itu ada acara ta' arufmahasiswa baru. Banyak mahasiswa terbelalak oleh aksi

sebagian mahasiswa lAIN Bandung. Sejak mahasiswa barumemasuki ruangan fakultas ini dan menaiki panggung,seorang dari mahasiswa yang menjadi pembawa acarauntuk fakultas ihl, memulai dengan perkataan, "Selamatbergabung di area bebas hlhan".

Jurusan Sosiologi Agama plmya gaya sendiri menyam-but Ylmiornya. "Mahasiswa sosiologi agama adalah ins ankreatif inovatif yang sosialis demokratis. Beri kesempatan "kepada ternan-ternan kami yang senantiasa mencari hman,"ungkap ketua himpunan jurusan sosiologi agama. Per­nyataan yang lebih menakutkan keluar dari mulut salahsahl diantara mereka. "Kami tidak ingin punya tuhan yangtakut pada akal manusia," katanya. Namun perkataan itutidaklah berarti ketika seorang mahasiswa dari jurusan Aqi­dah Filsafat, mengepalkan tang an dan meneriakkan, "Kitaberdzikir bersama anjing hu akbar," teriaknya lantang.

Kerusakan ilmu agama yang disistematiskan ke dalamkurikulum dan materi pendidikan agama lmtuk mahasiswalAIN /UIN atau perguruan tinggi Islam lainnya adalahmasalah terbesar yang dihadapi umat Islam Indonesia saat

ini. Namanya kemunkaran ilmu, tentu saja perlu dihadapidengan ilmu. Para ulama, cendekiawan, tokoh masyarakatIslam, dan pejabat pemerintah perlu menyadari akan tan­tang an besar umat Islam Indonesia ini. Tidak boleh terlenadengan masalah lain. Sebab ini menyangkut masalaheksistensi Islam dan umatnya, sebagaimana diingatkan

[98 ]

BAB II: MENABUR BENIH ORIENTALISME DARI CIPUTAT

Prof. HM Rasjidi, 30 tahlm lalu. Wallahu a'lam.Jadi,' setelah 30 tahun berlalu, peringatan dan nasehat

Prof. Rasjidi telah menjadi kenyataan. Banyak pemikirananeh-aneh muncul dari kampus lAIN. Hal-hal yang pokokdan mendasar dalam agama digugat. Harun Nasution,Nurcholish Madjid, dan Mukti Ali, adalah ibarat pembukapintu pertama arus sekularisasi dan liberalisasi pemikirandan pendidikan Islam. Sayangnya, ketika membuka pintu,mereka tidak menyiapkan alat-alat pengendalinya, berupakerangka pemikiran Islam yang canggih, sehingga aruspertahanan pemikiran jebol. Belakangan, muncullah arusbesar serbuan gelombang pemikiran orientalis yang se­makin dahsyat dan semakin sulit dibendung lagi. Jika di­telaah dalam wacana liberalisme saat ini, pemikiran Harunbenar-benar "tidak ada apa-apanya". Harun tidak sampaimenghujat AI-Qur' an atau mengubah konsep wahyu dalamIslam. Harrm juga tidak berani merombak sistem hukumIslam sebagaimana dilakukan oleh para pengguna metodehermeneutika lmtuk menafsirkan AI-Qur'an.

Memang, aspek pendidikan memerlukan waktu pan­jang lmhlk menciptakan perubahan. Tetapi, jika perubahansudah terjadi ibarat penyakit, maka sudah bersifat kronis,dan tidak mudah untuk menyembuhkannya. Bisa jadi,

penyakit ihl sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupanseseorang. Metode orienta lis dalam studi Islam yang' de­struktif terhadap Islam' justru oleh banyak orang, kinidianggap sebagai kebenaran dan metode ampuh untukmemahami Islam. Dalam AI-Qur'an diceritakan orang­

orang yang merasa berbuat baik, padahal amalnya sesat,adalah orang-orang yang paling merugi amal perbuatannyadi dunia. (QS 18 :103-104).

Wallahu a'lam.

[99 ]

Page 63: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

-III -

LAM DI lAIN:ffiMANA?*

1. Problem Terminologis 'Islam Inklusif'

Menumt Term of Reference (TOR) yang disusun panitia,di antara latar belakang diselenggarakannya workshop iniadalah, bahwa "UIN, lAIN, STAIN have to be a center of

learning that provides inclusive understanding of Islam, which

are necessary for facing global situation" (UIN, lAIN, STAIN

hams menjadi pusat studi yang menyediakan pemahamanyang inklusif terhadap Islam, yang diperlukan untuk meng­hadapi situasi global). Karena dalam TOR tersebut tidak

* Pada tanggal20-22 Desember 2005, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakartamenyelenggarakan acara International Workshop for Islamic Higher Learningin Indonesia. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama Pasca Sarjana UINJakarta, PPIM, dan Ditperta Depag, dan diikuti oleh dosen-dosen lAIN, UIN,dan STAIN dari berbagai propinsi di Indonesia. Dewan Dakwah IslamiyahIndonesia (DOlI), termasuk salah satu lembaga dakwah yang dimintakanmasukan pendapatnya dalam acara tersebut. Maka, pada Hari Kamis, 22Desember 2005, mewakili DOlI, saya memberikan presentasi makalah berjudul"Stlldi Islam di UINIIAIN: QlIoVadit?" (Stlldi Islam di IAIN/UIN: Mall Ke­

mana?", yang memberikan kritik-kritik terhadap arah studi dan perkembanganpemikiran keislaman di lingkungan IAIN/UIN/STAIN di Indonesia. Bab iniadalah penyempurnaan dari makalah di UIN tersebut. "

[ 101 ]

Page 64: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

dijelaskan apa yang dimaksud dengan istilah "inclusive

understanding of Islam"", maka saya mencoba menggalimakna istilah itu dari sejumlah sarjana agama di Indonesia,

baik yang merupakan lulusan lAIN, UIN, STAIN -selanjut­nya disebut lAIN sa.ja- maupun yang bukan lulusan lAIN.

Tapi, sebelumnya, ada baiknya kita telusuri, asal-usulperkembangan istilah 'Islam inklusif' yang sekarang dikem­bangkan secara luas oleh banyak cendekiawan di kalanganMuslim, termasuk yang ingin dihasilkan dalam workshopkali ini. Karena istilah ini tidak dikenal dalam tradisi ke­

ilmuan Islam - istilah-'teologi inklusif' sekarang diter­jemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi al-lahut al-munfatih

- maka kita bisa menelusuri perkembangan istilah ini padaperkembangan pemikiran agama dalam Kristen. Sejak '\berakhimya Konsili Vatikan II (1962-1965), di mana KatolikRoma melakukan perubahan konsep teologinya, dari eks­klusif (dengan jargon terkenalnya 'extra ecclesiam nulla salus')

menjadi 'teologi inklusif'.Sebenamya, teologi Konsili Vatikan II lebih terkesan

ambigu, apakah inklusif atau eksklusif. Terhadap Islam,misalnya, disebutkan dalam dokumen 'nostra aetate':

"Upon the Moslems, too, the Church looks with esteem. They

adore one God, living and enduring, merciful and all­

powerful, Maker of heaven and earth ... Although in the cause

of the centuries many quarrels and hostilities have arisen

between Christians and Moslems, this most sacred Synod

urges alls to forget the past and to strive sincerely for mutual

understanding. On behalf of all mankind, let them make

common cause of safeguarding and fostering social justice,

moral values, peace, and freedom.

(Dengan penghargaan Gereja memandang juga kepada

[ 102 ]

BAB Ill: STUDIlsLAM DI lAIN MAu KE MANA?

umat Islam, yang menyembah Allah yang Mahaesa, Yanghidup dan ada, Yang Mahapengasih dan Mahakuasa, Pen­dpta langit dan bumi ... Mengingat bahwa dalam peredaranjaman, telah timbul pertikaian dan permusuhan yang tidaksedikit antara orang Kristen dan Islam, maka Konsili Sud

mengajak semua pihak untuk melupakan yang sudah-su­dah, dan mengusahakan dengan jujur saling pengertian danmelindungi lagi memajukan bersama-sama keadilan sosial,nilai-nilai moral serta perdamaian dan kebebasan untuk

semua orang).1Tapi, pada dokumen lain, ad gentes, Konsili tetap me­

nekankan kewajiban melakukan pembaptisan pada seluruhumat manusia. Jadi, pada satu sisi, Gereja Katolik men­deklarasikan bahwa kebenaran dan keselamatan dapat

diraih bukan hanya pada dan dengan Gereja Katolik, bahwapenyelamatan Jesus adalah untuk semua manusia, bukanhanya untuk kaum Kristen saja. Bahkan, Paus YohannesPaulus II, dalam Redemptor Hominis (1979), mendeklarasi­

kan: "man - every man without exception whatever - has been

redeemed by Christ, ... because with man - with each man without

any exception whatever - Christ is in a way united, even when

man is unaware of it.2 Tetapi, pada saat yang sarna, Konsilijuga menekankan kewajiban aksi misi Kristen. Dalam doku­men 'The Decree on the Missionary Activity of the Church (Ad

Gentes), disebutkan: "the Church has been divinely sent to all

1 Walter M. Abbot (gen.ed.), The Documents of Vatican II, (America Press,1966), hal. 663. Naskah terjemah dikutip dari Tonggak Sejarah Pedoman Arah:

Dokumen Konsili Vatikan II (Oleh Dr. J. Riberu), Jakarta, Dokpen MAWl, 1983,hal. 289.

2John Hick, "The Non-Absoluteness of Christianity", dalam John Hick danPaul F.Knitter, (ed., The Myth of Christian Uniqueness: Toward a Pluralistic Theology

of Religions, (New York: Orbis Book, 1987), hal. 21.

[ 103 ]

Page 65: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

nations that she might be 'the universal sacrament of salvation"',dan "to proclaim the gospel to all men".3 Dokurnen Ad Gentesjuga rnendesak:

"This missionary activity derives its reason from the will ofGod, who wishes all men to be saved and to come to the

knowledge of the truth. For there is one God, and one mediator

between God and men, Himself a man, Jesus Christ, who gaveHimself as a ransom for all" (1 Tim. 2:4-6), "neither is there

salvation in a;zy other" (Acts 4:12). Therefore, all must be

converted to Him, made known by the Church's prea­

ching, and all must be incorporated into Him by bap­

tism and into the Church which is His body ... And hence

missionary activity today as always retains its power andnecessity." (Landasan karya rnisioner ini diarnbil dari

kehendak Allah, Yang "rnenginginkan bahwa sernuarnanusia diselarnatkan dan rnengakui kebenaran.Karena Allah itu esa dan esa pilla Perantara an tara Allah

dengan rnenusia yaihl Manusia Kristus Yesus, Yangrnenyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi sernuaorang" (1 Tim 2:4-6)," dan tidak ada keselarnatan selain

Dia (Kisah 4:12). Maka haruslah sernua orang berbalikkepada Dia, Yang dikenallewat pewartaan Injil, lalurnenjadi anggota Dia dan Anggota Gereja, yang adalahTubuhnya, rnelalui pernandian ... Oleh sebab ihl, karyamisioner dewasa ini seperti juga selalu, tetap rnernpunyaikearnpuhannya dan tetap diperlukan seutuhnya).4

3 Walter M. Abbott (gen.ed.), The Documents of Vatican II, hal. 585.

4 Walter M. Abbott (gen.ed.), The Documents of Vatican II, hal. 593. Naskahterjemah di kutip dari Tonggak SeJarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili Vatikan II,hal. 377-478.

[ 104]

BAB III: STUDI ISLAM DI lAIN MAu KE MANA?

Akibat tekanan-tekanan psikologis atas beban sejarah­berupa kekejarnan Gereja dan konflik -konflik agarna - rnakaGereja terpaksa rnerevisi konsep teologisnya, agar sesuaidengan hmtutan rnodernitas. Bagi banyak ilmuwan Kristen,perubahan dari eksklusll rnenjadi inklusif rnasih dianggapbelurn cukup. Setelah Konsili Vatikan II, gelornbang per­kernbangan 'teologi pluralis' serna kin kencang dalarn tubuhGereja, sehingga akhirnya Paus Yohanes Paulus II rnenge­luarkan dekrit 'Dorninl:ls Jesus' (2001) yang rnenegaskan

\penolakan Gereja terhadap Pluralisrne Agarna (Religious~luralism).5

Perubahan atau evolusi teologis dalarn Kristen sernacarnini sangat rnernungkinkan, sebab, Kristen rnernang satuagarna sejarah (historical religion) 6 yang konsep-konsep teo-

5 Frans Magnis Suseno menulis, bahwa pIuralisme agama itu sesuai dengan"semangat zaman". Ia merupakan warisan filsafat Pencerahan 300 tahun laludan pada hakikatnya kembali ke pandangan Kant tentang agama sebagailembaga moral, hanya dalam bahasa diperkaya oleh aliran-aliran New Age yang,berlainan dengan Pencerahan, sangat terbuka terhadap segala macam dimensi""metafisik", "kosmis", "holis tik", "mistik", dsb. PIuralisme sanga t sesuai dengananggapan yang sudah sangat meluas dalam masyarakat sekuler bahwa agamaadalah masalah selera, yang termasuk "budaya hati" individual, mirip misalnyadengan dimensi estetik, dan bukan masalah kebenaran. Mengklaim kebenaranhanya bagi diri sendiri dianggap tidak toleran. Kata "dogma" menjadi katanegatif. Masih berpegang pada dogma-dogma dianggap ketinggalan zaman.Dengan keluarnya Dominus Jesus, maka selain menolak paham PIuralismeAgama, Vatikan juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu­satunya pengantara keselamatan llahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapaselain melalui Yesus. (Lihat, Frans Magnis Suseno, Menjadi Saksi Kristus di Tengah

Masyarakat Majemuk, (Jakarta: Obor, 2004), hal. 138-142.

6 Menurut Huston Smith, "Christianity is basically a historical religion ... it isfounded not in abstract principles, but in concrete events, actual historical happenings.

(Huston Smith, The Worlds Religions,'(New York: Harper CollinsPubliser, 1991),hal. 317). Hal serupa terjadi pada Judaisme. Tahun 1937, rabbi-rabbi Yahudi diAmerika sepakat mendefinisikan: "Judaism is the historical religious experience of

the Jewish people. " (Judaisme adalah pengalaman keagamaan sejarah bangsaYahudi). (Pilkington,"Judaism, (London: Hodder Headline Ltd., 2003), hal. 7.

[ 105]

Page 66: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

logis dan ritualnya dibenhlk melalui proses sejarah. Bebansejarah dan problem teologis Kristen telah melahirkan 'Kris­ten-Kristen' (Kristen yang banyak), sehingga satu sama lain,saat ini tidak dapat melakukan 'truth claim'. Tidak ada satuKristen yang benar. Kebenaran menjadi relatif, menurutmasing-masing orang (Sufasthaiyyah 'indiyyah). Kondisi se­mpa terjadi pada Budha, Hindu, dan' cultural and historical

religion' lainnya. 7

Berbeda dengan agama-agama lain, Islam memiliki konsep-konsep dasar teologisdan ritual yang tetap dan tuntas sejak masa kenabian Muhammad saw.

7 Sejumlah ilmuwan dari kalangan Muslim kemudian ikut-ikutanmengembangkan konsep 'Islams' (Islam-islam), Islam yang banyak. Bahwa,Islam itu tidak satu. Islam itu banyak, sebagaimana Kristen, Yahudi, Hindu,Budha, juga banyak. Azyumardi Azra, misalnya, menyatakan: "Memang secarateks Islam adalah satu tetapi ketika akal sudah mulai mencoba memahami itu,belum lagi mengaktualisasikan, maka kemudian pluralitas itu adalah suatu ke­nya taan dan tidak bisa dielakkan ... ketika kita mencoba memahami Islam, makamemahami Al-Qur'an akan ada perbedaan pemahaman yang tidak bisadielakkan. (Lihat buku "Nilai-nilai Plura/isme dalam Islam", (Jakarta: FatayatNU&Ford Founda tion, 2005), hal. 150-151). Adeng Muchtar Ghazali, dosen lAINBandung, juga menulis: "Agama adalah seperangkat doktrin, kepercayaan, atausekumpulan norma dan ajaran Tuhan yang bersifat universal dan mutlakkebenarannya. Adaplill keberagamaan, adalah penyikapan atau pemahamanpara penganut agama terhadap doktrin, kepercayaan, atau ajaran-ajaran Tuhanitu, yang tentu saja menjadi bersifat relatif, dan sudah pasti kebenarannyamenjadi bernilai relatif. (Adeng M. Ghazali, Ilmu Studi Agama, (Bandung:Pustaka Setia, 2005), hal. 20). Paham ini berawal dari paham relativisme aka!,bahwa akal manusia adalah relatif, sehingga semua produknya juga relatif. Jikakonsep ini dikembangkan, maka akan memlillculkan Islam yang relatif, ragu­ragu, dan hilang keyakinan akan kebenaran agama sendiri. Tentu saja, pemaham­an ini tidak benar, sebab ada pemahaman manusia yang pasti, dan tidak me­nimbulkan keraguan. Oalam epistemologi Islam, itu dikenal sebagai konsepmutawatir. Keyakinan tanpa keraguan itulah yang dituntut dalam konsep iman.Sebagai agama wahyu, Islam telah sempurna konsep-konsep dasar teologis danibadahnya sejak awal. Islam tidak mengalami evolusi. Umat Islam sepanjangsejarah tidak pernah berbeda pendapat tentang hal-hal pokok dalam Islam,seperti konsep bahwa Allah itu satu, Muhammad adalah utusan Allah danmanusia biasa, bahwa Nabi Isa adalah manusia dan utusan Allah, Shalat lima

waktu itu wajib -bukan haram-, babi dan khamr adalah haram, ibadah haji

[ 106]

BAB Ill: 5TUDI ISLAM DI lAIN MAU KE MANA?

Perkembangan teologi yang evolutif pada Kristen, darieksklusif menjadi inklusif, lalu pluralis, misalnya dapatdilihat dalam kasus konflik antara Luther dan Paus. Ketika

ihl, Luther (1483-1546), menyatakan, "We know that Christ

will come on the Last Day and will destroy all His enemies: the

Turk, the Jews, the pope, the cardinals, the bishops, and whatever

ungodly men they are, who either persecute the Word or proudly

despise and disrega.l!i. it. We also know that meanwhile Christwill be with His church and will preserve sound doctrine and the

true forms ofworship.8Paus juga melakukan pengucilan dan rencana pengadil-

an Inkuisisi terhadap Luther, atas tuduhan heresy, Pandang­

an yang menyatakan 'extra ecclesiam nulla salus' terbuktitelah menyengsarakan masyarakat Barat. MahkamahInquisisi diakui sebagai institusi paling hitam dalam sejarahGereja. Konflik agama -Katolik dan Protestan- telah me­nimbulkan luka yang amat dalam dalam sejarah masya­rakat Kristen Barat. Belum lagi, problem teologi - khusus­

nya konsep trinitas - yang mmit. Ditambah lagi denganproblem otentisitas dan rasionalitas teks Bible. Semua itumenjadikan agama Kristen hams mengubah dirinya meng­ikuti ams sejarah, sesuai dengan tuntutan hegemonik dari

paham sekularisme dan liberalisme Barat. 9

dilakukan di Tanah Suci dan bukan di Ancol, dan sebagainya. Semua itu

menunjukkan, ada Islam yang satu. Ada yang qath'iy, dan tidak semuanya relatif,atau zhanniy. Kritik yang komprehensif terhadap konsep relativisme akal dankebenaran bisa disimak dalam Majalah ISLAMIA edisi 5/2005.

8 Jaroslav Pelikan (ed), Luther's Works, Volume 2, Lectures on Genesis

Chapters 6-14, (Missouri: Concordia Publishing House, 1960), hal. 256.9 Karen Armstrong menyatakan: "Most of us would agree that one of the most

evil of all Christian institutions was the Inquisition, which was an instrument of terrorin the Catholic Church until the end of the seventeenth century. Its methods were also

used by Protestants to persecute and control the Catholics in their countries." (Karen

[ 107]

Page 67: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON! KRISTEN-BARAT

Kajian kritis dan mendalam ten tang sejarah, konsep,dan fenomena kontemporer terhadap Kekristenan dan aga­ma-agama lain, diperlukan, agar tidak mudah melakukangeneralisasi dalam memandang agama. Banyak ilmuwanagama di Barat yang kemudian mengembangkan metodo­

logi studi agama, dengan menyamaratakan semua agama,dan menempatkan Islam sebagai objek kajian ~ng posisidan kondisinya seolah-olah sarna dengan agama-agamalain. Buku-buku metodologi studi agama semacam ini se­

karang menjamur dan berjubel di lingkungan perguruantinggi Islam di Indonesia. Padahal, banyak teori-teori danmetodologi studi agama itu lahir dari latar belakang yangkhas sejarah Kristen dan peradaban Barat, yang tidak begitusaja diaplikasikan unhlk studi terhadap Islam, yang me­rupakan agama wahyu. 10

Armstrong, Holy War: The Crusades and Their Impact on Today's World,(London: McMillan London Limited, 1991). Richard McBrien, juga mencatat,"by ail reasonable standards, the Inquisition was one of the shabbiest chapters in the

entire history of the Church." (Richard McBrien, Catholicism, (London: GeoffreyChapman, 1994), Lebih jauh tentang latar belakang sejarah sekularisme di Barat,lihat: Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi

Sekular-Liberal, (Jakarta: GIP, 2005). Sebagai contoh perubahan sikap Katolikterhadap pemeluk non-Kristen, bisa disimak pernyataan Reverend MichaelParise (Katolik): "Tetapi bagaimana orang Katolik memandang berjuta-juta orangKristen yang bukan Katolik? .. Mereka tentu dapat masuk surga dan mem­peroleh keselamatan, meskipun itu menjadi lebih sulit tanpa bimbingan dansakramen-sakramen Gereja." (Reverend Michel Parise, Apakah Kita Satu-satunyaGereja yang Benar?, Jakarta: Obor, 1996), hal. 21.

10Sejumlah contoh buku-buku semacam ini di Indonesia, misalnya: HarunNasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Gakarta: UI Press), Ahmad NormaPermata (ed), Metodologi Studi Agama (pengantar M. Amin Abdullah),(Yogyakarta: Pus taka Pelajar, 2000); M. Amin Abdullah, Studi Islam: Normativitas

atau Historisitas? (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cetakan keempat, 2004); PeterCorlliolay (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKIS, 2002); RichardC. Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, (Surakarta: MuhammadiyahUniversity Press, 2001); Adeng Muchtar Ghazali, llmu Studi Agama, (Bandung:

[ 108]

BAB 1Il: STUDI ISLAM DI lAIN MAu KE MANA?

Jika ditelaah secara serius perbedaan konsep teologi,

sejarah peradaban antara Islam dan Kristen, serta perbeda­an antara AI-Qur'an dan Bible, maka sebenarnya, adopsiistilah "inclusive understanding of Islam" tidaklah tepat,bahkan bisa misleading. Istilah yang mengacu pada tradisiKristen ini tidak tepat jika diterapkan untuk Islam. Istilahitu -yang kemudian dikembangkan oleh beberapa sarjanadi Indonesia menjadi 'Islam Inklusif' atau 'Teologi Inklu­sif"- sebenarnya sangat khas Kristen dan sesuai tradisiBarat yang berpikir traumatic terhadap agama, dan tidaktepat diterapkan untuk Islam.

Sebab, Islam tidak mengalami problem teologis, historis,atau problem otentisitas teks wahyu, sebagaimana dalamKristen. Jadi, seyogyanya, para sarjana Muslim tidak latahuntuk mengadopsi sahl 'istilah asing', tanpa melakukankajian mendalam terhadap latar belakang historis, dankemudian diterapkan begitu saja untuk Islam. Denganmengadopsi istilah 'Islam Inklusif' dan sejenisnya, makasecara tidak langsung sudah membuat stigmatisasi dankategorisasi bahwa di sana ada Islam yang tidak inklusif(yaitu Islam eksklusif) yang seolah-olah harus dimusnah­kan dari muka bumi. Kerancuan terminologis inilah awaldari kerancuan dalam pengembangan konsep- konsep Islam

pada semua aspek kehidupan.Salah satu telaah kritis atas penggunaan istilah 'Teologi

Inklusif' dan redefinisi makna Islam oleh para pemikir dari

kalangan Muslim dilakukan oleh Nirwan Syafrin, kandidatdoktor bidang pemikiran Islam di International Instituteof Islamic Thought and Civilization (ISTAC)-International

Pus taka Setia, 2005), Sumanto al-Qurthuby dkk., Dekonstruksi Islam Mazhab

Ngaliyan, (Semarang: RaSAIL Press, 2005), dan sebagainya.

[ 109]

Page 68: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Islamic University Malaysia, dalam artikelnya yang ber­judul "WC Smith, Nurcholish Madjid, dan Teologi Inklusif', diMajalah Media Dakwah, edisi Januari 2006. Gagasan 'IslamInklusif' atau 'Teologi Inklusif' dan sejenisnya, tidak lepasdari upaya pendefinisan ulang akan makna Islam itu sen­

diri. Menurut Nirwan, usal1a pendefinisian ulang terhadapmakna' 'Islam' itu sebenamya sudah lama digagas oleh paraorienta lis Barat. Salah seorang pengasas ide ini adalah orien­

talis kawakan Wilfred C. Smith. Smith telah mengasas idesejak tahun 1960-an.

Smith merasa gelisah dengan perkembangan agamayang terjadi sesudah perang dunia kedua. Dia melihat be­tapa banyaknya agama yang sedang berkembang pada saatini dimana setiap penganutnya menganggap diri merekasebagai kebenaran tunggal. Dalam pandangannya agamabukanlah sebagai kekuatan penyatu manusia (unifyingforce

of human kind) akan tetapi sebaliknya sebagai pemecahpersaudaran kemanusian. Oleh sebab itulah, menurut dia,

sudah sepantasnya dilakukan studi kritis terhadap perkata­an 'agama' ini, dan tidak seharusnya menerima terma ini"taken for granted", tanpa mempertanyakan historisitasterbentuknya istilah tersebut.

Dalam bukunya, The Meaning and End of Religion(London, SPCK, 1978 -pertama kali terbit tahun 1962),

Smith berusaha mengungkapkan bagaimana istilah agamaitu terbentuk. Bagi Smith istilah 'religion' hanyalah merupa­kan istilah baru yang muncul pada dua dekade terakhir inisaja dan sampai sekarang tidak ada satu definisi tunggalpunyang dapat dijadikan acuan. There has been in recent decades

a bewildering variety definitions; and no one of them has comman­

ded wide acceptance. (1978: 17) Disebabkan perbedaan tajaminilah dia terus mengkonklusikan bahwa terma ini dibuang

[ 110 ]

BAB [II: STUDI [SLAM DI lAIN MAU KE MANA?

saja dari perbendaharaan kita. Baginya "it is a distorted

concept not really corresponding to anything definite or distinctive

in the objective world." (1978:17)

Bagi Smith agama yang kita kenaI selama ini hanyalahmerupakan hasil dari process of reification (proses graduasidalam sejarah). Ia adalah akumulasi pengalaman individuatau kelompok yang terinstitusikan dalam sejarah. (OnUnderstanding Islam, (The Hague: Mouton Publisher, 1981:45 dan 46) Semua agama mengalami proses ini tak ter­kecuali Islam. Bahkan dengan berani dia mengatakan kalauIslam itu adalah "the most of all reified of all the world's

religion)" (p. 44).Klaim Smith ini dicoba dibuktikan melalui artikelnya

berjudul The Historical Development in Islam of the Concept of

Islam as an historical Development yang dirangkum dalam

bukunya On Understanding Islam. Dalam artikel ini diamenulis "[T]he history of Muslim religion has yet to bewritten". (1981:46). Untuk itu usaha.mempelajari kembali

sejarah penggunaan dan pemaknaan perkataan 'Islam'­konotasi apa saja yang telah ditujukan oleh istilah ini dalamsejarah harus dilakukan. Inilah yang disebutnya sebagai'the rewarding task'.

Dalam kajiannya Smith memberikan kesan seolah-olahdia memang telah menemukan perkembangan yangberlaku dalam pemaknaan perkataan Islam. Makna Islampad a masa awalnya tidak sarna dengan masa sesudahnya.Dengan ini dia selanjutnya memaknai Islam dengan tigamakna. Pertama Islam sebagai komitmen individu Muslim

unhlk menyerahkan dirinya kepada Islam. Kedua, Islamsebagai ide platonic yang transenden. Dan ketiga, adalahIslam sebagai aktualisasi sebuah sistem yang terinstitusikandalam sejarah. (1981: 43). Menurutnya apabila perkataan

[ 111 ]

Page 69: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Islam disebutkan, maka yang dimaksud adalah maknapertama (1981: 47). Namun Islam sebagai nama sebuahagama hanya dikonotasikan oleh makna kedua dan ketiga.Dan iniptm hanya mempakan perkembangan terakhir saja.(1981: 45).

Keinginan Smith untuk melakukan definisi ulang ter­hadap istilah 'agama' sebenarnya tidak terlepas dari bebansejarah dan pisikologi yang harus ditanggungnya sebagaibagian dari peradaban Barat. Smith benar bahwa sampaisekarang tidak ada satu definisi tuggal mengenai 'agama'yang dapat di jadikan rujukan dalam tradisi intellektual

Barat. Di dalam The Encyclopedia of Philosophy, William P.Altson (Paul Edwards (ed. In Chief), New York: Macmillan

Publishing Co., Inc & The Free Press, 1972, vol. 7, hal.140)misalnya menurunkan paling sedikit sembilan definisi

agama. Kesemua definisi ini adakalanya hanya secaraparsial mengungkap hakikat sebenar agama ataupun terjadikontradiksi diantara mereka. Inilah yang membuat Smith

fmstasi sehingga dia menyarankan agar terma ini dibuangsap.

Kenyataan yang dialami Smith ini tentu tidak bisabegitu saja diaplikasikan kepada Islam. Dalam tradisi

intelektual Islam, istilah 'din' mempunyai konotasi yangcukup jelas. 'Din' yang berderivasi dari humf dal ya dannun dapat diuraikan dengan terperinci sehingga secarakomprehensive merefleksikan arti Islam sebagai Din. Halini telah diuraikan dengan panjang lebar oleh Prof. SyedMuhammad Naquib al-Attas dalam bukunya Islam: The

Concept of Religion and The Foundation of Ethics and Morality

yang sudah dirangkum dalam bukunya Islam and Secularism

dan Prolegomena to the Metaphysics of Islam.

Berbeda dengan Kristen, Yahudi, dan agama-agama

[ 112 J

BAB Ill: STUDI ISLAM DI lAIN MAU KE MANA?

lain, nama Islam bukanlah produk sejarah atau kreasimanusia. Dia blikan dicipta oleh Nabi Muhammad (saw)atau ummat Islam unhlk memmjukkan identitas diri me­reka akan tetapi diberi oleh sang Pencipta Allah (swt). Allah­lah yang menamakan agama yang dibawa oleh Muhammadsaw ihl sebagai Islam (al-Maidah: 19). Bukan hanya ihl.Bahkan Dia juga yang menentukan muatan (risalah) yangdibawa agama ini. Sehingga dengan demikian tidak benarhlduhan Smith bahwa agama Islam adalah the most reified

religion. Dalam hllisannya yang kita kutip di atas. Smithgagal menunjukkan aspek di mana Islam ini telah me­ngalami proses graduasi. Sejak dari zaman Rasul hinggasekarang, salat, puasa, zakat, dan haji adalah wajib. Ber­dusta, mengkhianat, membunuh, berzina dan setemsnyaadalah haram. Di manakah proses reification ihl terjadi.

Tidak bisa dinafikan bahwa ada bagian-bagian dari fiqihIslam - hasil ijtihad para ulama terdahulu - yang telahmengalami pembahan seiring dengan berubahnya "pijak­an" penetapan hukum ('illatul hukmi). Tapi perubahantersebut tidak terjadi pada persoalan-persoalan funda­mental dalam Islam seperti yang disebutkan di atas. Sesung­guhnya kesediaan beberapa bagian fiqih Islam untuk me­lakukan perubahan sejalan dengan pembahan "illatulhukmi", telah menjadikan Syari' at Islam salih li kulli zaman

wa makan (applicable in all times and places).

Sebenamya Smith mengakui akan ketmikan Islam ini. Halini dapat dilihat dengan jelas sekali dalam buktmya The

Meaning and End of Religion. Oleh sebab ihliah dia telah memilisbab khusus unhlk mendiskusikan Islam dengan judul Special

Case of Islam. Dalam pembukaan bab ini dengan jelas diamemiliskan "This particular case has been reserved for separatetreatment because it is both unusual and intricate." (1978:80)

[ 113 ]

Page 70: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Ketidakbiasaan Islam itu terletak pada nama agama itu.

Lanjutnya lagi, "In contrast to what has happened with other

religious communities ..., this is not a name devised by outsiders ...

this name for religious system, moreover has the sanction not ofthe Muslims and their tradition but, they aver, of God Himself"

(1978: 80-81)Kesadarannya ini bagaimanapun tidak secara intelek­

tual diikutinya secara jujur. Oleh sebab itu dalam buku yangsarna, ia mencoba mencari-cari celah di mana dia dapat

menyamakan Islam dengan agama lain. Hasilnya, argumenyang dikemukannya sarna sekali tidak meyakinkan (convin­

cing) dan memang terkesan dibuat-buat.Kebingungan tokoh orienta lis Barat ini juga dapat di­

pahami dari faktor pisikologis yang dialami masyarakatBarat sendiri. Di awal kebangkitan kebudayaan Barat, para

penguasa gereja dengan mengatasnamakan agama telahmelakukan tekanan terhadap kalangan saintis yang menen­

tang ajaran-ajaran gereja. Akhirnya inkusisi diberlakukandan jatuhlah - misalnya, Calileo Calilei - sebagai korban­nya. Calileo diadili oleh Mahkamah Inkuisisi pada 1633 dandipaksa merala t pendapa tnya bahwa 'bumi beredar menge­lilingi matahari'. Sebab, dalam doktrin gereja, bumi adalahpusat tata surya. (Robert Lomas, The Invisible College,2002:18).

Peristiwa seperti yang dialami Calileo itu menjadikan

masyarakat Barat trauma dengan agama. Oleh karena itukata Scott Peck, pakar psikologi terkenal abad ini, dalambuku best seller-nya Roadless Traveled, jika perkataan agamadisebutkan di dunia Barat maka ia akan segera mengajak

orang berpikir ten tang inkuisisi, ketahyulan, pelemahansemangat, dogmatisme, kebodohan, hipokrasi, kebaikansendiri, rigiditas, keganasan, pembakaran buku dan tukang

[ 114 ]

BAB III: STUDI ISLAM DI lAIN MAU KE MANA?

sihir wanita, halangan, ketakutan, konfirmasi, kesalahan

yang tidak normal. (1990,237-238). Disebabkan ketakutanini akhirnya me~'eka memilih untuk melemparkan agama'cjauh-jauhnya dari kehidupan mereka dan sejak itu ber­mulalah proses sekularisasi.

Keadaan psikologis ini juga tidak dapat begitu sajadiaplikasikan untuk menilai Islam. Islam tidak pernahmengalami trauma sejarah seperti yang dialami oleh per­adaban Barat. Memang benar sejarah Islam pernahmencatat adanya penyiksaan terhadap beberapa orangtokoh intelekhlal. Tapi ini bukan disebabkan ajaran Islam

menghalang mereka untuk berpendapat demikian. Keada­an ini lebih disebabkan oleh sikap penguasa yang ketikaitu tidak toleran dengan perbedaan. Berbeda dengan

Kristen yang dari awal sudah menyatakan oposan kepadapenemuan sains.

Tentang 'Islam clan Konsep Ketuhanan', NirwanSyafrh"l menguraikan, bahwa memang benar Islam secaragenerik berarti "pasrah dan tunduk". Akan tetapi ia tidakberhenti sampai di situ saja. Islam juga mengajarkan caradan bentuk ketundukan. Melalui Malaikat Jibril yang diuhlS

Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad saw, pengartikulasi­an Islam diajarkan dengan sempurna kepada manusia. Disamping mengucapkan dua kalimah Syahadat, sikap ke­islaman (ketundukan) itu juga harus diikuti dengan shalat,

puasa, zakat dan haji, dan berbagai ibadah lainnya. Denganitu, barulah sifat kehmdukan itu sempurna. J adi pasrah saja

tidak cukup, tapi hendaklah diikuti dengan perbuatansesuai dengan yang digariskan Allah.

Karena itulah, seorang Muslim dilarang keras mem­buat-buat tata cara ibadah kepada Allah. Allah mengutuk

kaum musyrik Mekkah karena mereka membuat-buat sen-

[ 115 ]

Page 71: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

diri cara penyerahan diri kepada Allah. Mereka menyem­bah pahmg yang mereka anggap sebagai perantara kepadaTuhan. Karena itulah, tidak tepat sarna sekali menyebutKristen, Yahudi dan yang lain sebagai Muslim. Karenabentuk penyerahan yang mereka lakukan tidak sesuai

dengan yang diperintahkan Allah. Allah jelas mengkate­gorikan mereka sebagai kafir, karena mengingkari perintah­Nya. (QS 5:72-75, QS 98:1).

Demikian juga tidak tepat memasukkan dalam kategoriIslam, hanya semata-mata melakukan kehmdukan kepadaTuhan. Ini karena Tuhan yang mereka maksud berbedadengan Tuhan yang diajarkan Islam. Islam mengajarkanbahwa Tuhan adalah Maha Esa, Dia tidak beranak dan tidak

diperanakkan. Sementara Tuhan Kristen adalah trinitas,mengakui Satu dalam tiga. Mereka mengimani bahwa Isaadalah anak Tuhan sebagaimana juga Yahudi yang men­dakwa Uzair anak Allah. Jadi Tuhan yang menjadi tempatpenyerahan kaum beragama berbeda antar satu denganyang lain.

Artinya sampai pada level yang transendence-pun semuaagama tidak bisa sarna, apatah lagi pada level eksetoris yangmerupakan manifestasi dari yang transendence tadi. Per­

bedaan ini sangat signifikan. Karena pada akhirnya sepertiyang diungkapkan oleh Prof. AI-Attas konsep Ketuhanan­lah yang akan menentukan cara dan bentuk ketundukan

kepada Tuhan (Prolegomena to Metaphysics of Islam, 1995).

Jelaslah, ide persamaan agama yang semata-mata dibangunatas dasar prinsip' "ketundukan dan kepasrahan" sarnasekali tidak tepat, baik dari sudut pandang teologis maupunsyari'at.

Demikianlah tinjauan kritis Nirwan Syafrin tentangupaya redefinisi Islam yang akhir-akhir ini banyak dilaku-

[ 116 ]

BAB Ill: STUDI ISLAM DI lAIN MAU KE MANA?

kan oleh sejumlah kalangan, dengan merujuk pada pemikir­an para orienta lis, seperti Wilfred Cantwell Smith. Tinjauankritis semacam ini perlu dipahami oleh para cendekiawan

yang memiliki niat baik untuk 'memperbaiki' pendidikandan pemikiran Islam, khususnya yang berada dalam kam­pus-kampus Islam. Sebab, jika tidak memahami latarbelakangnya, yang terjadi bisa sebaliknya. Alih-alih yangterjadi adalah peningkatan kualitas dan pendalaman Islam,tetapi bisa jadi malah penghancuran Islam. Sebagaimanadalam dunia kedokteran. Seorang dokter, sebelum mem­berikan terapi, harus mampu melakukan diagnosa dengantepat apa sebenarnya penyakit yang diderita oleh pasien­nya. Jika salah diagnosa, maka tidak mungkin bisa mem­berikan obat yang tepat. Setelah diagnosa dilakukan dengantepat, harus dipilih obat yang tepat juga. Jangan sampainiatnya ingin memberikan obat, ternyata yang diberikanjustru merupakan racun, karena tidak memahami manaobat dan mana yang racun. Pemikiran-pemikiran paraorientalis yang jelas-jelas meragukan kebenaran Islam,perlu dilihat sebagai racun, meskipun dikemas dengan ke­masan yang menarik dan dipromosikan dengan cara-carayang sangat simpatik. Pernik iran pluralisme agama yangberbasiskan pada relativisme akal dan key akin an, adalahcontoh nyata 'racun' yang ironisnya oleh banyak cendekia­wan justru dipandang sebagai obat.

2. Kerancuan: InkluBiviBme atau PluraliBme?

Kerancuan terminologis dalam penggtmaankata 'inklu­sif' untuk Islam, tampak dalam berbagai literatur studi danpemikiran Islam di Indonesia. Nurcholish Madjid menyebutteologinya sebagai 'Teologi Inklusif', tapi dalam faktanya,

[ 117 ]

Page 72: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

yang dikembangkan adalah Teologi Inklusif dan TeologiPluralis sekaligusY Alwi Shihab, meskipun menu lis buku

berjudul 'Islam Inklusif', tetapi faktanya, gaga san yangtermuat di dalamnya merupakan gagasan PluralismeAgama. 12 Fatimah Husein, dosen UIN Yogyakarta, dalam

11 Sukidi Mulyadi, alumnus Fakultas Syariah UIN Jakarta, menyebut bahwa'Te%gi lnk/usif Cak Nur', merupakan alternatif dari "teologi eksklusif" yangmenganggap bahwa kebenaran dan keselamatan (truth and salvation) suatuagama, menjadi monopoli agama tertentu. Karena itu, dalam perspektif "TeologiInklusif", klaim bahwa hanya agamanya saja yang benar dan menjadi jalankeselamatan, adalah teologi yang dianggap salah. Hampir semua agama formal(organized religion), kata Sukidi, memiliki klaim keselamatan: "Hanya agamasayalah yang memberikan keselamatan, sementara agama Anda tidak, danbal1kan menyesatkan. Klaim-klaim keselamatan seperti itu bersifat latent, danterkadang juga manifes, terekspresikan ke luar, ke berbagai tradisi agama-agama,sehingga mengakibatkan perang (keselamatan) antargama. Padahal, bukankahklaim keselamatan itu tidak saja mengakibatkan sikap menutup diri terhadapkebenaran agama lain, tetapi juga berimplikasi serius atas terjadinya konflikatas nama agama dan Tuhan?" (Lihat, Sukidi, Te%gi lnk/usif Cak Nur, Jakarta:Kompas, 2001, hal. xii-xiii). Nurcholish Madjid sendiri menulis: "Sebagai sebuahpandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkantafsirannya ke arah yang serna kin pluralis. Sebagai contoh, filsafat perenial yangbelakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesiamerentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agamasebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sarna. Ibaratroda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagaiAgama. Filsafat perenial juga membagi agama pada level esoterik (batin) daneksoterik (lahir). Satu Agama berbeda dengan agama lain dalam level eksoterik,tetapi relatif sarna dalam level esoteriknya. Oleh karena itu ada istilah "SatuTuhan Banyak Jalan"." (Buku Tiga Agama Satu Tuhan, (Bandung: Mizan, 1999),hal. xix). Pada tempat lain, ia menulis: "Jadi Pluralisme sesungguhnya adalahsebuah Aturan Tuhan (Sunnat Allah, "Sunnatullah") yang tidak akan berubah,sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari." (Nurcholish Madjid,ls/am

Ooktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1995), hal. lxxvii).

12Alwi Shihab menulis dalam buku ini: "Prinsip lain yang digariskan olehAI-Qur' an, adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalamsetiap komunitas beragama dan, dengan begitu, layak memperoleh pahala dariTuhan. Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai Pluralisme keagamaandan menolak eksklusivisme. Dalam pengertian lain, eksklusivisme keagamaan

[ 118 ]

BAB Ill: STUDIISLAM DIIAIN MAu KE MANA?

disertasinya di Melbourne University, yang diterbitkandengan judul "Muslim-Christian Relations in The New OrderIndonesia: The Exclusivist and Inclusivist Muslims Perspec­

tives", menggunakan istilah yang rancu antara inklusif danpluralis, dengan memasukkan sejumlah pemikir dan aktivisliberal-pluralis seperti Budhy Munawar Rahman dan UlilAbshar Abdalla, sebagai kelompok Muslim Inklusif.B

tidak sesuai dengan semangat AI-Qur'an. Sebab AI-Qur'an tidak membeda­bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya." (Lihat, Alwi Shihab, IslamInklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung: Mizan, 1997), hal.108-109.

13 Kriteria eksklusif dan inklusif yang digunakan dalam disertasi ini punsangat rancu dan peyoratif. Diantara ciri-ciri kaum eksklusif, menurut dia (1)mereka menerapkan model penafsiran literal terhadap AI-Qur'an dan Sunnahdan berorientasi masa lalu. Karena menggunakan pendekatan literal, maka

ijtihad bukanlah hal yang sentral dalam kerangka berpikir mereka; (2) merekaberpendapat bahwa keselamatan hanya bisa dicapai melalui agama Islam. Bagimereka, Islam adalah agama final yang datang untuk mengoreksi agama-agamalain. Karena itu mereka menggugat otentisitas Kitab suci agama lain. (ExclusivistMuslims: ... They apply a literal approach in understanding the foundation textsof Islam, namely the Quran and the Slmna of the Prophet, and are past oriented.As this approach emphasises the literal meaning of the texts, the role of ijtihad(individual inquiry to establish the ruling of Islamic law upon a given point) isnot central in their frame ofthought.

Sedangkan yang dia masukkan sebagai kaum Inklusif, merniliki ciri-ciri:(1) Karena mereka memaharni Islam sebagai agama yang berkembang, makamereka menerapkan metode kontekstual dalam memahami AI-Qur'an danSunnah, melakukan reinterpretasi teks-teks asas dalam Islam, dan ijtihad beperansentral dalam pernikiran mereka (2) Kaum Inklusif memandang, Islam adalahagama terbaik bagi mereka; namun mereka berpendapat bahwa keselamatan diluar agama Islam adalah hal yang mungkin. (Inclusivist Muslims: ... As theyperceive Islam as an evolving religion they apply a contextual reading to theQuran and sunna. This approach advocates reinterpreting the fOlirldation textsof Islam. In this context, the role of ijtihad is central in their thinking.

(Lihat, Fatimah Husein, Muslim-Christian Relations in The New OrderIndonesia:The Exclusivist and lnclusivist Muslims' Perspectives, (Bandung: Mizan,

2005), hal. 29-31.Ulil dan Budhy Munawar Rahman bukanlah termasuk kategoriMuslim inklusif, karena sudah terbuka menyebarkan paham Pluralisme Agama.Ulil Abshar Abdalla mengatakan: "Semua agama sarna. Semuanya menuju jalan

[ 119]

Page 73: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Kerancuan terminologis antara Inklusif dan Pluralis

dalam teologi berdampak pada pengembangan konsep­konsep pemikiran Islam. Pluralisme Agama yang dikem­bangkan sejumlah dosen lAIN telah berdampak langsungpada perombakan besar-besaran terhadap konsep syariatIslam. Kampanye besar-besaran ten tang dekontsruksi kon­sep syariat Islam dan hukum-hukum Islam yang oleh umatIslam telah dipandang 'mapan"- dengan pijakan inklusi­visme dan pluralisme agama - menambah posisi dikotomis

kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar." (Majalah GATRA, 21 Desember2002). Budhy Munawar Rahman, penulis buku Islam Pluralis, di buku WajahLiberal Islam di Indonesia (terbitan JIL), menulis, satu artikel berjudul "Basis

Teologi Persaudaraan Antar-Agama" (hal. 51-53). Di sini, ia mempromosikan teologipluralis. Ia menulis bahwa "Konsep teologi semaeam ini memberikan legitimasikepada "kebenaran semua agama", bahwa pemeluk agama apa pun layakdisebu t sebagai "orang yang beriman", dengan makna "orang yang pereaya danmenaruh pereaya kepada Tuhan". Karena itu, sesuai QS 49:10-12, mereka semuaadalah bersaudara dalam iman. Budhy menyimpulkan, "Karenanya, yangdiperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah Phiralisme antar agama,yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman - tanpa harus melihat Agama­nya apa - adalah sarna di hadapan Allah. Karena, Tuhan kita semua adalah TuhanYang Satu."

Disertasi Fatimah ini menmljukkan, bahwa istilah "Islam inklusif" yangsebenarnya masih sangat raneu pengertiannya, tetapi sudah diadopsi seeara luasdi kalangan akademisi IAIN/UIN/STAIN. Kaum Muslimin digerojok denganliteratur-literatur yang ditulis kalangan akademisi untuk menerima istilah ter­sebut sebagai satu bentuk Islam yang ideal. Dr. Hamim Ilyas, dosen di FakuItas'Syariah UIN Yogyakarta, misalnya, mengglmakan paradigma inklusif untukmenelaah tafsir AI-Manar. Ia dengan provokatif menerbitkan bukunya denganjudul "Dan Ahli Kitab pun Masuk Sorga". Menurutnya, "Paradigma Inklusif kritisyang dimaksud adalah penafsiran ten tang ahli kitab sebagaimana disebutkanpada bab sebelumnya, yang memberikan apresiasi positif dengan mengatakan,bahwa umat beragama lain yang masuk dalam kategori ahli kitab memilikikeselamatan yang sarna dengan Islam sepanjang beriman dan beramal saleh.Betapa pun kalah terbuka dengan teologi agama-agama humanis denganparadigma inklusif-pluralis yang berkembang dalam post-modernisme Islam,teologi agama-agama yang dikembangkan Abduh dan Ridha tetap pentingdalam hubungan antar-agama sekarang. (Hamim Ilyas,"Dan Ahli Kitab Pun

Masuk Surga, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2005), hal. 349).

[ 120]

BAB III: STUDI ISLAM DI lAIN MAU KI MANA?

antafa lAIN dengan berbagai Ormas Islam di Indonesia.Sebagai contoh, kampanye dan gerakan legalisasi per­kawinan Muslimah dengan pria non-Muslim yangdilaku­kan oleh Paramadina dan sejumlah dosen UIN Jakarta,

misalnya, telah menambah wajah buruk lAIN di mata ba­nyak kaum Muslim Indonesia. Seolah-olah, para dosen ituadalah adalah representasi institusi pendidikan Islam ini.

Bagaimana mungkin, sebuah hukum yang telah begitu jelasnash-nya, yang qath'iy, dan tidak pernah menimbulkanperbedaan pendapat di kalangan ulama Islam, tiba-tiba di­rombak dengan satu jurus yang asal-asalan, bernama "kon­tekstualisasi" yang ekstrim dengan meninggalkan maknaliteral teks sarna sekali. Ironisnya, para perombak hukurn

Islam dikampanyekan sebagai pemikir Muslim terkemuka- bahkan ada yang menyebutnya mujtahid. Padahal, daritangannya belum pernah lahir satu Kitab Ushul Fiqih pun.14

14Lihat buku Muslimah Reformis karya Musdah Mulia. Dengan mengguna­kan metode kontekstualisasi untuk QS 60:10, Musdah kemudian dengan berani

menyatakan, bahwa karena konteksnya telah berubah, maka hukum pernikahanantara wanita muslimah dengan laki-laki non-Muslim, sudah boleh. Masalahini akan dibahas dalam bagian berikutnya. (Musdah Mulia, Muslimah Reformis,

(Bandung: Mizan, 2005), hal. 63. Buku Fiqih Untas Agama terbitan Paramadinadan The Asia Foundation juga membongkar konsep-konsep dasar fiqih Islamdan seeara serampangan memberikan eap negatif terhadap Imam Syafii. "KaumMuslim lebih suka terbuai dengan kerangkeng dan belenggu pemikiran fiqih

yang dibuat imam Syafi'i. Kita lupa, imam Syafi'i memang arsitek ushul fiqihyang paling brilian, tapi juga karenaSyafi'ilah pemikiran-pemikiran fiqih tidakberkembang selama kurang lebih dua belas abad. Sejak Syafi'i meletakkankerangka ushul fiqihnya, para pemikir fiqih Muslim tidak mampu keluar darijeratan metodologinya. Hingga kini, rumusan Syafi'i itu diposisikan begituagung, sehingga bukan saja tak tersentuh kritik, tapi juga lebih tinggi ketimbangnash-nash Syar'i (AI-Qur'an dan hadits). Buktinya, setiap bentuk penafsiranteks-teks selalu tunduk di bawah kerangka Syafi'i. " (Mun'im Sirry (ed), Fiqih

Untas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, (Jakarta: Yayasan WakafParamadina, 2004), hal. 5.)

[ 121 ]

Page 74: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

3. Liberaliaaai IRIn: quo vadit?

Sebagai bagian dari masyarakat global, lAIN memangtidak mungkin menutup diri dari perkembangan keilmuan

Islam dan keilmuan agama dari mana pun juga, khususnyayang dikembangkan oleh para Orientalis di Barat. Studi­

Shldi agama yang berkembang pesat di Barat perlu dikajidengan cermat dan kritis. Konsep-konsep, istilah-istilah,

dan metodologi studi agama kalangan Orienta lis, perlu di­cermati dan tidak begitu saja diadopsi tanpa 'diislamkan'terlebih dahulu. Karena itu, alternatif pembaruan Islamyang ditawarkan oleh para pemikir di kalangan Muslim,seperti M. Arkotm, Fazlur Rahman, Muhammad Abid al­

J9-biri, Nasr Hamid Abu Zayd, Hasan Hanafi, Fatimah Mer­

nisi, dan sebagainya, perlu dicermati dan dikaji dengan adil.Pemikiran mereka perlu ditelaah bersama-sama dengankritik-kritik yang telah dilakukan para ilmuwan Muslimterhadap mereka. Sebagai contoh, pengembangan teori Al­Qur'an Nasr Hamid Abu Zayd dan lain-lain yang melaku­kan dekonstruksi konsep wahyu dan otentisitas Al-Qur' an,seharusnya ditelaah dengaR sangat kritis.

Di lingkungan lAIN saat ini, sejalan dengan pengem­bangan metodologi hermeneutika sebagai alternatif dari!lletode tafsir klasik tmhlk Al-Qur' an 15, telah bermunculan

15 Dr. Abu Hafsin, MA, dosen lAIN Walisongo Semarang menulis, bahwa­"pada akhir dekade sembilan puluhan, "kiblat" lAIN telah berubah. Perubahanarah kiblat ini ditandai dengan pengiriman para dosen muda untuk meneruskan

studi lanjut, tidak ke Timur Tengah tetapi ke beberapa perguruan tinggi diAmerika Utara, Eropa dan Australia. Kebijakan ini bukan hanya terjadi secarakebetulan, tetapi direncanakan secara sistema tis dan matang oleh beberapabirokrat "intelek" Departcmen Agama." (Lihat, pengantar Abu Hafsin untuk

buku "Qekol1struksi Islam Mazhab Ngaliyan: Pergulatan Pemikiran Keagamaan Anak-_al1ak Muda Semarang, (Semarang: RaSAIL, 2005). Masalah hermeneutika akan

[ 122]

BAB Ill: STUOI ISLAM DI lAIN MAU KE MANA?

pemikiran-pemikiran yang membongkar konsep otentisitasdan kesucian Al-Qur' an sebagai Kitab Sud kaum Muslimin.Ini tentu bukan hal yang sepele, sebab dilakukan olehorang-orang yang dianggap memiliki otoritas dalam ke­agamaan.16

dibahas pada bab berikutnya. Memang, buku-buku tentang hermeneutika AI­Qur'an akhir-akhir ini semakin banyak bermunculan. Fenomena ini menunjuk­kan ironi yang sangat besar dalam dunia intelektual Muslim di Indonesia, sebabmemunculkan dua fenomena paradoks. Satu sisi, ada kegandrungan menggusurmetode tafsir klasik dengan hermeneutika yang belum jelas benar konstruksiepistemologisnya. Para pengaplikasi hermeneutika (hermeneut) yang seringdijadikan rujukan;5eperti Fazlur Rahman, Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd,misalnya, masih belum tuntas dalam merumuskan teorinya, dan lebih banyakbaru pada tahap dekonstruksi. Tetapi, pada sisi lain, ada fenomena ketidaksiapanpakar-pakar tafsir klasik untuk memahami dan merespon tantangan metodehermeneutika ini. Hingga kini, misalnya, belum ada satu workshop yang seriusyang mengkaji masalah ini. Padahal, dampak yang ditimbulkan dari perubahanmetodologi -dari tafsir klasik ke hermeneutika- sangat serius. Itu bisa dilihatclari contoh-contoh prod uk hukum para hermeneut, seperti Fazlur Rahman, NasrHamid Abu Zayd, dan Amina Wadud. Amin Abd ullah, rnernandang herrneneu­tika sebagai kebenaran yang harus disampaikan kepada umat Islam. (Lihat,Pengantar Amin Abdullah untuk buku Hermeneutika AI-Qur'an: Tema-tema

Kontoversial, karya Fahrudin Faiz, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005)

16Sebagai contoh, ide dari Taufik Adnan Arnal, dosen Ulumul Quran lAINMakasar untuk menggagas AI-Qur'an baru bemama "Edisi Kritis AI-Qur'an".(Lihat, makalah "Taufik berjudul ""Edisi Kritis AI-Qur'an", dalam buku Wajah

Liberal Islam di Indonesia""Qakarta: JIL, 2002), hal. 78). Pemikiran yang menggugatotentisitas AI-Qur' an juga dapat dilihat dalam bukunya, yang berjudul Rekons­

truksi SeJarah AI-Qur'an " (Yogyakarta: FKBA, 2001). Dari kampus Islam Para­madina, muncul pemikiran dari Luthfie Asyaukani, dosen pemikiran Islam:"Sebagian besar kaum Muslim ml?1Jakinibahwa AIQuran dari halaman pertama hingga

terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara

verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma'nan). Keyakinan semacam

itu sesungguhnya /ebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al­

dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam.

Hakikat dan sejarah penulisan AIQuran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai

nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik

(tipu daya), dan rekayasa." (www.islamlib_com).- Dari lAIN Yogyakarta, munculbuku (dari tesis master) yang ditulis Aksin Wijaya, alumnus lAIN Yogyakartamenulis sebuah buku berjuduI: "Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan" (Yogya-

[ 123]

Page 75: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Dekonstruksi konsep Al-Qur'an sebagai Kalamullah,yang berkembang dari kampus berlabel Islam, tentu me­nimbulkan tanda tanya besar bagi kaum Muslim, terutamabagi kalangan organisasi dakwah, yang secara intsitusional

karta: Safiria Insania Press, 2004): "Setelah kita kembalikan wacana Islam Arab ke

dalam dunianya dan melepaskan diri kita dari hegemoni budaya Arab, kini saatnya,

kita melakukan upaya pencarian pesan Tuhan yang terperangkap dalam MushafUtsmani,

dengan suatu metode dan pendekatan baru yang lebih kreatif dan produktif.. Tanpa

menegasikan besarnya peran yang dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentrans­

formasikan pesan Tuhan, kita terlebih dulu menempatkan Mushaf Utsmani itu setara

dengan teks-teks lain. Oengan kata lain, Mushaf itu tidak sakral dan absolute, melainkan

profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di

dalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu, kini kita diperkenankan

bermain-main dengan Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas,

yang melingkupi perasaan dan pikiran kita. ".(hal. 123) - Dari Fakultas Syariah lAINSemarang, muncul pemikiran Sumanto al-Qurtuby, yang menulis: "Maka, pen­

jelasan mengenai AI-Qur'an sebagai "Firman Allah" sungguh tidak memadai

justru dari sudut pandang internal, yakni proses kesejarahan terbentuknya teksAl-Qur'an (dari komunikasi lisan ke komunikasi tulisan) maupun aspek material

dari Al-Qur'an sendiri yang dipenuhi ambivalensi. Karena itu tidak pada

tempatnya, jika ia disebut "Kitab Suei" yang disakralkan, dimitoskan."

(Yogyakarta: Ilham Institute-Rumah Kata, 2005), hal. 66. Dalam Jurnal Justisia­yang terbit atas rekomendasi Dekan Fakultas Syariah lAIN Semarang - Sumantomenulis: "Dengan demikian, wahyu sebetulnya ada dua: "wahyu verbal"("wahyu eksplisit" dalam bentuk redaksional bikinan Muhammad) dan "wahyunon verbal" ("wahyu implisit" berupa konteks sosial waktu itu). (Jurnal Justisia,

edi3! 27/2005, Cover Text: Melawan Hegemoni Wahyu: Upaya MeneguhkanOtoritas Akal). Dalam buku Oekonstruksi Islam Mazhab Ngaliyan: Pergulatan

Pemikiran Keagamaan Anak-anak Muda Semarang, (Semarang: RaSAIL, 2005),dimuat satu artikel dari Sumanto al-Qurtuby, berjudul: "Kesucian Palsu SebuahKitab".

Penyebaran pemikiran yang dekonstruktif terhadap Al-Qur'an olehkalangan aka demisi lAIN dan kampus sejenisnya ini merupakan fenomena barudi kalangan masyarakat muslim Indonesia. Sepanjang 350 tahun di jajah Belanda,kaum penjajah pun tdak berani melakukan tindakan semacam ini. Seyogyanya,kalangan akademisi Muslim tidak berdiam diri, dan memberikan res pons yangakademis juga. Pihak lAIN, harusnya juga tidak mudah meluluskan beredarnyagagasan ini ke tengah masyarakat. Dosen, mahasiswa, dan alumnus lAIN yangmenyebarkan paham semacam ini perlu diminta pertanggungjawaban secarailmiah. Sebab, nama lAIN memang dijadikan legitimasi dalam penyebaranpemikiran dekonstruktif terhadap Al-Qur'an.

[ 124]

BAB III: STUDIISLAM D1IAIN MAU KE MANA?

berkewajiban menjalankan amar ma'ruf nahi mlmkar ditengah masyarakat Muslim. Penyebaran paham tersebu~yang sanga t masif dan agresif, sulit dika takan sekedar ise!:lgatau sekedar 'berwacana' saja. Ada juga yang menyatakan,anak-anak muda - banyak juga yang tua yang mendukung­- itu sedang mencari, jadi biarkan saja mereka menyebarkanpemikirannya. Ungkapan seperti itu, tidak seluruhnyabenar. Dalam pencarian ilmu, bukan hanya ada kebebasan,tetapi juga ada 'adab'. Jika satu gagasan belum matangbenar dan belum didiskusikan di antara para ilmuwan yang

otoritatif, maka sebaiknya gagasan ihl tidak terburu-burudisebarkan ke tengah masyarakat. Di samping untuk men­didik tradisi ilmiah yang sehat dan bertanggung jawab, hal .itu juga untuk menghindarkan dari 'dosa jariyah', akibatpenyebaran ilmu yang salah.

Apalagi, di tengah-tengah di era globalisasi yang salahsatu muatannya adalah liberalisasi nilai-nilai moral agama,dari lingkungan lAIN dan sejumlah perguruan Islam lain­nya, iustru muncul ide-ide yang dekonstruktif terhadapmoral masyarakat Muslim yang saat ini sedang pada posisi'tidak berdaya' menghadapi serbuan arus liberalisasi moraltersebut melalui media massaY Serbuan-serbuan gagasan

17Dari lAIN Yogyakarta, muncul nama Muhidin M. Dahlan, yang menulisbuku memoar berjudul "Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur", yang memuat kata­kata berikut: "Pernikahan yang dikatakan sebagai pembirokrasian seks ini, tak lain tak

bukan adalah lembaga yang berisi tong-tong sampah penampung sperma yang secara

anarkis te/ah membelah-belah manusia dengan klaim-klaim yang sangat menyakitkan.

Istilah pelacur dan anak haram pun muncul dari rezim ini. Perempuan yang melakukan

seks di luar lembaga ini dengan sangat kejam diposisikan sebagai perempuan yang sangat

hina, tuna, lacur, dan tak pantas menyandang harga diri. Padahal, apa bedanya pelacur

dengan perempuan yang berstatus istri? Posisinya sama. Mereka adalah penikmat dan

pelayan seks laki-laki. Seks akan tetap bernama seks meski dilakukan dengan satu atau

ban yak orang. Tidak, pernikahan adalah konsep aneh, dan menurutku mengerikan untuk

bisa kupercaya. " (Buku: Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pe/acur: Memoar Luka Seorang

[ 125 ]

Page 76: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

dekontsruksi moral dan hukum Islam - yang dilakukaI!oleh sebagian alumni lAIN atau sejenisnya - tentu sajame­rupakan serbuan yang lebih dahsyat daripada yang dilaku­kan oleh kalangan di luar Islam. Sebab, para alumni atauakademisi lAIN dan sejenisnya memiliki legitimasi ke­agamaan. Posisi mereka adalah sebagai 'ulama' yang se­harusnya menjaga agama, sebagaimana diamanahkan olehRasulullah saw.

4. TauBhiyah Dewan Oakwa~ IBlamiyah IndoneBia [0011]

Sekitar 30 tahun lalu, seorang tokoh Dewan DakwahIslamiyah Indonesia (DDII), Prof. Dr. HM Rasjidi sudah

Muslimah, SriptaManent dan Melibas, 2005, cetakan ke-7). Penulis yang samajuga telah menerbitkan novel Adam Hawa (2005), yang sangat jorok danmelecehkan Tuhan, Nabi Adam, dan Siti Hawa. Ia misalnya, menulis dalam novelini: "Kedua tangannya membelai kepala Adam yang ditumbuhi rambut lebat ketiak

Tuhan. Oia menggaruk-garuk ketiak Tuhan yang lebat dan busuk itu hingga berantakantak keruan .. "

Dari Fakultas Syariah lAIN Semarang, bahkan muncul gerakan legalisasiperkawinan homo seksuai. Mereka menerbitkan buku berjudul: lndahnya Kawin

Sesama lenis: Oemokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual,

(Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).Buku ini adalah kumpulan artikel di Jurnal Justisia Fakultas Syariah lAIN

Semarang edisi 25, Th XI, 2004. Dalam buku ini ditulis strategi gerakan yangharus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homo seksual di Indonesia:

"Bentuk riil gerakan yang harus dibangun adalah (1) mengorganisir kaumhomo seksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telahdirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apayang terjadi pada diri kaum homo seksual adalah sesuatu yang normal danfitrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya,masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homo seksual dalammenuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan(tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yangmendefinisikan perkawinan harus antara laki-Iaki dan wanita." (hai. 15).

[ 126]

BAB lll: STUDI ISLAM 01 lAIN MAU KE MANA?

mengingatkan kalangan akademisi di lAIN dan pejabatDepartemen Agama, tentang dampak dari digunakannyabuku Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya karya Prof.Harun Nasution sebagai buku rujukan bagi studi Islam dilingkungan lAIN dan kampus-kampus afiliasinya. Konon,menurut Harun Nasution, Keputusan itu diambil berdasar­kan hasil rapat rektor lAIN se-Indonesia pada Agustus 1973di Ciumbuluit Bandung.

Prof. Rasjidi sudah lama menilai bahwa buku IslamDitinjau dari Berbagai Aspeknya adalah SANGAT BER­BAHAYA bagi keteguhan aqidah Islam. Rasjidi telah mem­berikan kritik-kritik yang sangat tajam terhadap bukuHarun tersebut, meskipun keduanya memiliki ikatan per­sahabatan yang panjang. Kini, pada 22 Desember 2005,didepan para dosen lAIN /UIN /STAIN, yang berkumpul diPascaSarjanaUIN Jakarta, saya berkesempatan mengingat­kan kembali kritik Rasjidi terhadap lAIN dan DepartemenAgama, 30 tahun lalu. Kritik DDII terhadap lAIN danbahaya orientalisme dalam studi Islam juga telah ditulisdalam majalah Media Dakwah edisi Desember 2005 danJanuari 2006.

Memang, dulu kritik Rasjidi tidak didengar oleh pe­merintah Orde Baru, karena Islam model orientalis lebih

cocok dengan kebijakan ideologi dan politik pemerintahyang sedang gencar-gencarnya melakukan sekularisasi.Padahal, Rasjidi bicara tentang masalah yang mendasardalam aqidah Islam, yaitu soal kebenaran Islam. Rasjidimemang kemudian menulis satu buku penting yang jugamenjadi bahan kuliah di berbagai perguruan tinggi, yaituEmpat Kuliah Agama di Perguruan Tinggi. Dalam buku inilahRasjidi mengupas sejarah dan perkembangan paham pe­nyamaan agama, dan memberikan kritiknya secara men-

[127 ]

Page 77: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

dasar.18 Tampaknya, Rasjidi merasa sangat terganggudengan gaya Harun dalam menyajikan gambaran tentangagama-agama, yang ia katakan sebagai cara pengarangBarat yang dalam fikiran mereka menyimpan suahl perasa­an bahwa semua agama itu pada dasarnya sama dan me­

rupakan gejala sosial yang dal?at ditemukan pada tiap-tiapkelompok manusia." Menurut Rasjidi, studi agama Islamharusnya menjelaskan, bahwa agama Islam yang dibawaoleh Nabi Muhammad saw. adalah agama yang terakhiryang mengoreksi agama-agama sebelumnya. 19 Sedangkancara yang ditempuh Harun dinilainya tidak menanamkan

keyakinan akan kebenaran Islam, sebagai satu-satunyaagama yang diridhai oleh Allah (QS 3:19, 85). Cara-cara

orientalis Barat dalam studi agama tersebar pada berbagaibagian dari buku Harun Nasution tersebut. Masalahnya,Rasjidi memang membentur tembok dengan kebijakanpenguasa wakhl itu. Namun, Rasjidi telah sempat meng­ingatkan, 30 tahun lalu: "Uraian Dr. Harun Nasution yangterselubung uraian ilmiyah sesungguhnya mengandungbahaya bagi generasi muda Islam yang ingin dipudarkankeimanannya."20

Cara atau metodologi untuk mempelajari Islam sangatpenting unhlk ditelaah kembali. Jangan sampai pintu ke­bebasan yang dibuka dalam pemikiran Islam akhirnyaberjalan terlalu jauh dan melebar ke mana-mana tanpa bisadikendalikan lagi, yang akhirnya justru menjadi kontra­produktif dari hljuan pendidikan Islam itu sendiri. Saat

18 Rasjidi, Empat Ku/iah Agama di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Bulan Bintang,1985), hal. 24-33. -

19 Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Hanln Nasution haI15-16.

20 Rasjidi, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution ha124.

[ 128].-

BAB Ill: STUOI ISLAM DI lAIN MAU KE MANA?

inilah seyogyanya lAIN /UIN /STAIN dan kampus-kampusIslam lainnya melakukan perenungan yang mendalam danserius serta bertanggung jawab - dunia dan akhirat - atasmuatan, metodologi, kualitas, dan arah pendidikan studiIslam di kampus-kampus kita.

Tujuan utama pendidikan Islam, khususnya padatingkat tinggi, adalah untuk melahirkan sarjana-sarjanaMuslim yang memiliki kualifikasi keilmuan Islam yangmumpuni dan sekaligus mampu menjadi panutan dalamamal. Dari kampus-kampus Islam inilah kita harapkan lahircendekiawan yang mencintai ilmu dan kebenaran dan gigihmemperjuangkan kebenaran. Adalah tragedi besar dankehancuran besar dalam masyarakat Islam, jika dari kam­pus- kampus Islam justru lahir sarjana yang aktif menyerangpemikiran-pemikiran Islam dan tidak bisa dijadikan teladandalam amal. Kita ingin, agar kampus-kampus kita menjadipusat kajian ilmu-ilmu keislaman sebagai jalan untukmembangun kembali peradaban Islam yang agung, ber­basis ilmu pengetahuan. Karena itu, tugas pertama yangharus dilakukan adalah membangun tradisi ilmu di ling­kungan kampus. Dari tradisi ilmu ini diharapkan munculsikap kritis terhadap khazanah keilmuan asing yang masukke dalam struktur keilmuan Islam.

Dengan itu, mudah-mudahan kampus lAIN /UIN /STAIN/PTIS tidak menjadi satelit atau agen pengembanganpaham neo-liberalisme di bidang agama yang sedang gencar­gencarnya dijejalkan ke institusi-insitusi pendidikan Islamdengan tawaran duniawi yang menggiurkan. Jika kita

'terjajah' dan terhegemoni dalam berbagai aspek kehidupan­politik, budaya, militer, ekonomi - seyogyanya kita merdekadalam melakukan kajian keilmuan agama kita sendiri. Pikirankita seharusnya merdeka untuk menyusun metodologi

[ 129]

Page 78: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

penafsiran AI-Qur'an, kitab suci agama kita sendiri. Kitaharusnya merdeka untuk meyakini kebenaran agama kitasendiri, dan tidak perlu malu dan rendah diri untukmembuktikan, bahwa Islam memang satu-satunya agamayang benar. Kita seyogyanya merasa sangat berduka, jikapendidikan Islam kita justru menghas~ sarjana-sarjanayang ragu-ragu dan tidak yakin dengan kebenaran agamanyasendiri. Hilangnya keyakinan dalam diri sese orang, katapenyair Pakistan, Moh. Iqbal, lebih buruk dati perbudakan.Ihtlah yang diingatkan Iqbal, berpuluh tahun lalu:

II Conviction enabled Abraham to wade into thefIre; conviction

is an intoxicant which makes men self-sacrificing; Know you,

oh victims of modern civilization! Lack of conviction is worse

than slavery. II 21

21 Mazheruddin Siddiqi, The Image of the West in Iqbal, (Lahore: Baz-i-Iqbal,1964), hal. 51,71-72. Bukan hanya Iqbal yang melihat bencana kehilangankeyakinan, sebagai bahaya besar bagi satu peradaban. Dengan nada yang hampirsarna dalam melihat peradaban Barat, Paus Benediktus XVI juga mengingatkanbahaya relativisme bagi iman Katolik. Ia menyatakan, bahwa Eropa kini sedangdalam bahaya besar, karena paham relativisme iman yang mendalam. (Lihat,Libertus Jehani, PallS Benediktus XVI, Palang Pintu Iman Katolik, (Jakarta:Sinondang Media, 2005), hal. 32. Dalam bukunya, The Rise of Benedict XVI, (NewYork: Doubleday, 2005), John 1. Allen, J.R. menempatkan satu bab berjudulBattling A "Dictatorship of Relativism". Menurut Kardinal Francis George dariChicago, terpilihnya Ratzinger sebagai Paus di awal abad ke-21 sangat tepat,sebab, setelah Komunis runtuh,' saat ini tantangan terbesar dan tersulit justrudatang dari peradaban Barat. Benediktus XVI adalah orang yang datang dariBarat dan memahami sejarah dan kebudayaan Barat. (Today the most difficult

challenge comes from the West, and Benedict XVI is a man who comes from the West,

who understands the history and the culture of the West). Tahun 1978, saat terpilihnyaPaus Yohannes Paulus II, tantangan terberat yang dihadapi Katolik adalahKomunisme. Dan tahun 2005, para Kardinal telah memilih seorang Paus yangtepat untuk menghadapi apa yang disebut oleh Benediktus XVI sebagai "dictator­

ship of relativism" in the West". (hal. 165-166). Dalam pengantar bukunya, Reason,

Relativism, and God, (London: Macmillan Press Ltd, 1986), Joseph Runzo menulis:"We /ive in an age of relativism". Juga dia katakan: "relativism has become a dominant

element in twentieth century theology". (hal. 10)

[ 130]

BAB III: STUDIISLAM DlIAlN MAU KE MANA?

Demikian paparan, kritik, dan taushiyah singkat ten­

tang lAIN dan realitas serta tren pemikiran keagamaanyang saat ini berkembang di lingklmgan lAIN. Tradisi }<ritikdi dalam lAIN perlu dikembangkan dalam suasana ilmiahdan keseriusan. Inilah-!trngan besar yang dihadapi semua

perguruan tinggi Islam, dalam rangka menghadapi hege­moni wacana yang berasal dari tradisi Kristen dan Barat.

Tantangan ini tidak mungkin dihadapi oleh kampus-kam­pus itu send irian, sebab masih ada kondisi pendanaansemangat keilmuan yang sangat lemah. Maaf, jika ada kritik

yang kurang berkenan. Semoga kritik ini bisa diambilmanfaatnya.

[ 131 ]

Page 79: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

- IV-

"Tujuan: Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan

ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian AI-Qur' andan Hadis".

(Tujuan mata kuliah Hermeneutika dan Semiotika diProgram Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin danFilsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1. mencurigai Ulama dan Ulumuddin

Pada 24 Juni 2005, Harian Republika menurunkan sebuahartikel M. Zainal Abidin, mahasiswa S-3 lAIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, yang berjudul "Ketika Hermeneutika

• Kajian secara kritis dan komprehensif terhadap penggunaan hermeneutikadalam studi Al-Qur' an telah dibahas dalam majalah ISLAMIA edisi 1 dan 2 tahun2004. Lihat, artikel saya 'Hermeneutika dan Problematika Teks Bibel' (lslamia1/2004), dan bab 'Invasi Barat dalam Pemikiran Islam: Hermeneutika dan Studi

Quran' dalam buku Wajah Peradaban Barat: Oari Hegemoni Kristen ke Oominasi

Sekular- Liberal, (Jakarta: GIP, 2005).

[133 ]

Page 80: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON! KRISTEN-BARAT

Menggantikan Tafsir Al-Qur'an." Ketika artikel itu terbit, sayasedang berada di Pamekasan Madura, memberikan cera­mah tentang liberalisasi Islam di Pendopo KabupatenPamekasan, Madura. Pagi itu, seorang pengacara terkenaldi Jakarta menelepon saya dan memberitah~ahwa adaartikel tentang hermeneutika di Republika yang perlu di­tanggapi. Sampai dihllisnya buku ini, saya belum sempatmenanggapi artikel tersebut.

Jika ditelaah, artikel Zainal itu memberikan banyakinformasi menarik seputar perkembangan pemikiran ten­tang hermeneutika di lingkungan lAIN/UIN /STAIN dankampus-kampus Islam lainnya. Pada bulan Maret-April2005,Tim INSISTSsempat berkeliling ke sejumlah kampusIslam di Jawa dalam rangka mengadakan workshop tentangpemikiran Islam dan pemikiran Barat. Ketika itu, kamisudah menemukan fakta bahwa metodologi hermeneutikamemang sedang mengalami laju perkembangan yangsangat pesat. Banyak kalangan muda mauplm tua darikalangan akademisi kampus-kampus Islam yang sudahmenganggap bahwa hermeneutika adalah satu alternatifunhlk mengubah dan memajukan Islam. Ramadhan 1425H, saya bersama Hamid Fahmy Zarkasyi dan Adnin Armas,berbicara dalam satu acara workshop di Hotel SantikaYogyakarta. Banyak pesertanya yang merupakan dosensejumlah kampus di Yogyakarta. Materi yang paling alotpembahasannya adalah materi hermeneutika. Bahkan, se­belum acara itu dimulai, kami sudah mendapat cerita dariseorang panitia, bahwa sejumlah dosen menyatakan, bagilAIN Yogya,masalah hermeneutika sudah selesai. Istilah­nya, "pencarian kami sudah selesai dan ketemu deng~hermeneutika." Meskipun sudah ada sikap semacam itudari kalangan akademisi lAIN Yogya, kami tetap me-

[134 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

nyampaikan pendapat, bahwa penerapan hermeneutikauntuk penafsiran AI-Qur'an adalah keliru dan beresikotinggi.

Dalam lingkungan akademis yang sangat terhegemonipenggunaan wacana hermeneutika dalam studi AI-Qur' anitulah Zainal menulis artikel yang cukup kritis dan mem­buka mata banyak orang yang belum memahami apa danbagaimana akibatnya jika hermeneutika diterapkan untukAI-Qur'an. Dalam artikelnya, Zainal yang juga dosenFakultas Ushuluddin lAIN Antasari Banjarmasin, menulis:

"Dalam pemikiran Islam kontemporer, wacana herme­neutika sebagai solusi atas 'kebuntuan' tafsir dalammenghadapi tantangan zaman seolah menjadi sesuahlyang niscaya dan satu-satunya pilihan (the only alter­native). Terma ini bahkan nyaris sudah menjadi bagiandari wacana pemikiran Islam kontemporer ihl sendiri.Para pemikir Islam kontemporer seperti Arkoun, FazlurRahman, Nasr Abu Zayd, Hassan Hanafi, Khaled AbuFadhl, dan Amin Abdullah serta para aktivis IslamLiberal senantiasa menyinggung pentingnya metodeml.Asumsi kuat dari para pendukung hermeneutika,bahwa tafsir konvensional sudah tidak relevan lagilmhlk konteks sekarang, karenanya perlu diganti de-

ngan hermeneutika."

Jadi, seperti dihllis dosen lAIN Antasari itu, herme­neutika sepertinya sudah menjadi tren yang sulit diben­dung; sudah menjadi wabah. Sambil menyebarkan herme­neutika, sambil menyebarkan 'virus' berupa pendapat,bahwa tafsir klasik sudah dianggap bunhl, sehingga perludihadirkan alternatif metode baru untuk menafsirkan AI-

[ 135 ]

Page 81: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Qur'an. Tentang hermeneutika ini, Dr. Abu Hafsin, dosen

lAIN Walisongo Semarang, menulis:'''Hermeneutika yangselama ini sering dituduh kalangan literalis sebagai "pelieinjalan ke arah pemurtadan" di lAIN malah semakin di-

o "1gemarl. ~

M. Amin Abdullah, rektor lAIN Yogyakarta - sudah ber­

ubah menjadi UIN - memang dikenal sangat gigih dalam

memperjuangkan penggunaan hermeneutika dalam pe­nafsiran Al-Qur'an. Ia bahkan menyebut hermeneutika

sebagai kebenaran yang harus disampaikan kepada umatIslam, meskipun banyak yang mengritiknya. Ia pun men­jadi begitu kritis terhadap metode tafsir klasik, meskipundia sendiri belum pemah menulis sebuah tafsir berdasarkan

hermeneutika. Amin Abdullah menulis banyak kata peng­antar unhlk buku-buku yang membahas ten tang herme­neutika Al-Qur'an. Dalam salah satu tulisan pengantaruntuk buku Hermeneutika Pembebasan, dia menulis:

"Metode penafsiran Al-Qur'an selama ini senantiasa hanya

memperhatikan hubungan penafsir dan teks Al-Qur' an tanpa

pernah mengeksplisitkan kepentingan audiens terhadap teks.

Hal ini mungkin dapat dimaklumi sebab para mufasir klasik

lebih menganggap tafsir Al-Qur' an sebagai hasil kerja-kerja

kesalehan yang dengan demikian harus bersih dari kepen­

tingan mufasirnya. Atau barangkali juga karena trauma

mereka pada penafsiran-penafsiran teologis yang pernah

melahirkan pertarungan politik yang maha dahsyat pada

masa-masa awal Islam. Terlepas dari alasan-alasan tersebut,

1 Lihat, pengantar Abu Hafsin untuk buku Oekonstruksi Islam Mazhab

Ngaliyan: Pergulatan Pemikiran Keagamaan Anak-anak Muda Semarang, (Serna rang:RasAIL, 2005).

[ 136]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

tafsir-tafsir klasik AI-Qur' an tidak lagi memberi makna

dan fungsi yang jelas dalam kehidupan umat Islam."

Dalam buku yang sarna, penulis buku itu sendiri jugaseeara serampangan memberikan hlduhan terhadap tafsir­tafsir Al-Qur'an:

"Apalagi sebagian besar tafsir dan ilmu penafsiran yangdiwarisi umat Islam selama ini, sadar atau tidak, telah turut

melanggengkan status quo, dan kemerosotan umat Islam

secara moral, politik, dan budaya. "2

Jadi, sosialisasi metode hermeneutika memang disertaidengan kampanye penghaneuran persepsi positif terhadaptafsir Al-Qur' an. Bahwa, tafsir-tafsir klasik tidak mampulagi menjawab tantangan zaman. Jadi, perlu diganti denganmetode barn yang bemama hermeneutika. Bahkan, kadang­kala, yang ikut dikritik adalah ilmu-ilmu keagamaan (ulu­

muddin) seeara keseluruhan dan serampangan, denganmenimbulkan sikap tidak pereaya dan kadangkala meleeah­kan kredibilitas ulama-ulama besar yang meletakkan dasar­dasar keilmuan Islam, seperti Imam al-Syafii, ImamGhazali, dan sebagainya. Amin Abdullah, misalnya, meng­ajak umat Islam untuk meneurigai ilmu-ilmu keagamaan,tanpa membedakan antara ilmu keagamaan dalam Islam,

dengan ilmu keagamaan yang muneul dalam tradisi per­adaban Barat yang berlatar belakang sejarah Yahudi danKristen. Ia tulis, misalnya:

"Dari studi empiris-historis terhadap fenomena ke­agamaan diperoleh masukan bahwa agama seslmgguh­nya juga sarat dengan berbagai "kepe'ntingan" yang

I2 Lihat, Ilharn B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan, (Jakarta: Teraju, 2002),

hal. xxv-xxvi, 10.

[ 137]

Page 82: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

menempel dalam ajaran dan batang tubuh ilmu-ilmukeagamaan itu sendiri. Campur aduk dan berkelit

kelindannya "agama" dengan berbagai "kepentin~n"sosial kemasyarakatan pada level historis empnismerupakan salah satu persoalan keagamaan kontem­porer yang paling rumit untuk dipeeahkan. Hampirsemua agama mempunyai "institusi" dan"" organisasi"pendukung yang memperkuat, menyebarluaskan ajar­an agama yang diembannya ... Jika memang demikianhalnya, maka sangat sulit menjumpai sebuah agamatanpa terkait dengan "kepentingan" kelembagaan, ke­kuasaan, dan interest-interest tertentu, betapa puntingginya nilai transendental dan sosialyang dikandungoleh kepentingan tersebut ... Unsur sakralitas (taqdis al­

afkar al-diniyyah) yang termuat dalam agama menambahrumitnya persoalan. Dalam hal ini, semua wilayahperbineangan dan persoalan keagamaan yang sebenar­nya bersifat profan (mu'amalah ma'a al-nas) ikut-ikutandisakralkan. "3

Pernyataan Amin Abdullah semaeam itu tidak salah

sarna sekali. Ada benarnya juga, tetapi bisa mengelirukan(misleading). Amin tidak memberikan definisi dan deskripsiyang jelas, mana ilmu agama yang bermuatan kepentingan. i'

Ia eenderung melakukan generalisasi terhadap semuaagama. Cara pandang sernaearn ini sangat rentan me­muneulkan pemahaman yang keliru tentang ulumuddin danulama-ulama Islam pada umumnya. Bagimahasiswa barudalam bidang studi Islam, pemyataan-pemyataan profesor

3 Pengantar M. Amin Abdullah untuk buku Ahmad Norma Permata (ed),Metodologi Studi Agllmll (Yogyakarta: Pus taka Pelajar, 2000), hal. 2-3.

[ 138]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

dan rektor sebuah kampus berlabel Islam terkenal semaeamitu, bisa jadi melenakan. Sebab, kata-kata yang ditebareukup halus. Jauh lebih halus dan sistematis daripada gayaanak-anak muda liberal yang sebagian diantaranya sudahberani seeara terang-terangan menyerang AI-Qur'an. Jadi,menurut Amin, ulama dan ilmuwan keagamaan, apa punagamanya, adalah manusia biasa. Karena itu, mereka pastipunya kepentingan dengan ilmu-ilmu nyang disusunnya.Sepintas, kata-kata Amin Abdullah itu logis. Padahal, jikadidalami, ada kekeliruan mendasar dalam eara berpikir,karena metodologi generalisasi, "gebyah uyah" (seram­pangan) dalam menyamakan antara tradisi keilmuan Islamdengan tradisi keilmuan Barat.

Di dalam Islam, ada tradisi penyatuan antara ilmudengan amaL Ada konsep "fasiq", dimana seorang yang ­meskipun berilmu tinggi- tetapi berbuat jahat, dapatterkena ketegori fasiq, dan karena itu, periwayatan danberitanya perlu diklarifikasi. Jika dia fasiq, maka sebagianulama melarangnya menjadi saksi di dalam pemikahanatau pengadilan. Di dalam ilmu hadis, ada ilmu-Jarah wa

Ta'dil, yang seeara terbuka membeberkan sifat-sifat burukperawi hadits, seperti pembohong, dan sebagainya. Karenaitu, di dalam tradisi keilmuan Islam, dijumpai ilmuwan­ilmuwan yang sangat tinggi ilmunya, sekaligus juga sangatsaleh dalam beragama. Itu bisa kita jumpai pada imam­imam mazhab, Imam Bukhari, Imam AI-Ghazali, IbnuTaymiyah, dan sebagainya. Mereka bukan hanya ilmuwan,tetapi juga mujahid dan ahli ibadah.

Tradisi seperti itu tidak terjadi dalam sistem keilmuandi Barat yang sekular. Di dalam tradisi ilmu yang berakarpada tradisi keilmuan Yunani, ada pemisahan antara orangpintar dan orang saleh.

[139 ]

Page 83: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Banyak ilrnllwan pintar dan dihormati oleh rnasyarakat­nya, meskiplln amalnya bejat. Seorang ilrnllwan di Barat,

tetap dianggap sebagai ilrnuwan yang dihormati, meskiplilltidak jelas agamanya dan amalan-amalan agamanya. Padabagian sebelllmnya, slldah dibahas paparan Paul Johnson,

dalam bukunya "Intellectuals" (1988), memaparkan ke­

hidllpan dan moralitas sejllmlah ilmuwan besar yang men­jadi mjukan keilrnuan di Barat dan dlillia internasional saat

ini, seperti Ruosseau, Henrik Ibsen, Leo Tolstoy, ErnestHemingway, Karl Marx, Bertrand Russel, Jean-Paul Sartre,dan beberapa lainnya.

Sebagai ilrnuwan, seyogyanya Rektor UIN Yogya itumemberikan klarifikasi dan penjelasan yang bertanggungjawab terhadap tulisannya, bahwa "Dari studi empiris­historis terhadap fenomena keagamaan diperoleh masukan

bahwa agama seslillgguhnya juga sarat dengan berbagai"kepentingan" yang menempel dalam ajaran dan batanghlbuh ilmu-ilrnu keagamaan ihl sendiri."

Jika dia katakan, agama - termasuk Islam - adalah sarat

dengan berbagai kepentingan yang menempel pada ajarandan batang tubuh ilmu-ilmu keagamaan, maka dia hams

menjelaskan, apa kepentingan Sayyidina Utsman meng­himplill Mushaf AI-Qm' an; apa kepentingan Imam Bukhari

mengumpulkan dan menyeleksi hadits-hadits Nabi; apakepentingan Imam Syafii menulis Kitab Risalah? Apakahkita hams mencmigai tindakan keilmuan sahabat-sahabat

Rasulullah dan ulama-ulama Islam yang begitu besar jasa­nya terhadap pengembangan keilrnuan Islam, sehingga kitaharus menyatakan, bahwa mereka semua pasti punyakepentingan. Apakah kita tidak bisa berprasangka ba~terhadap mereka, dan mengakui keikhlasan dan jasa

mereka yang luar biasa dalam menyuslill ilmu-ilrnu agama/

[ 140]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

(ulumuddin)? Apalagi, Amin Abdullah, dalam penjelasan­nya tidak membeda-bedakan antara sahabat Nabi Mu­hammad saw. dengan para ilmuwan dari agama danperadaban lain.

AminAbdullah memang sangat halus dalam mengotak­atik logika manusia. Dia dikenal piawai dalam komunikasilis an maupun tulisan. Di kalangan akademisi MuslimIndonesia, nama Prof. Dr. M. Amin Abdullah tidak asinglagi. Selain menjabat sebagai rektor Universitas IslamNegeri Yogyakarta (dulunya lAIN Yogya), dia juga pernahmenjabat posisi penting di PP Muhammadiyah, sebagaiKetua Majlis Tarjih dan Pemikiran Islam. Tetapi, dalamMuktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, tahlill 2005,namanya terpental dari jajaran pimpinan pusat Muhamma­diyah, karena tidak mendapat dukungan warga Mu­hammadiyah. Dia berlatarbelakang pendidikan bidangfilsafat Islam. Lulus Ph.D. dari Department of Philosophy,Faculty of Art and Sciences, Middle East Technical Univer­

sity (METU), fnkara, Tmki, tahlill 1990.Sebagai akademisi dan penulis, tulisan Amin Abd ullah

tersebar di berbagai buku, jurnal, dan media massa. Bidangyang sering ditulisnya temtama masalah filsafat danepistemologi Islam. Tapi, karena sangat gencar mempro­mosikan pengglillaan hermeneutika dalam penafsiran AI­Qur'an, dia kadang kala juga dijuluki "Bapak Herme­neutika Indonesia". Komitmennya dan kegigihannya dalammempromosikan hermeneutika sebagai metode "tafsirbam" pengganti metode tafsir AI-Qur/an yang klasik,tampak dalam berbagai tulisannya tentang hermeneutika.Di UIN Yogyakarta, penggunaan metodologi hermeneutikadalam tafsir AI-Qur' an memang sangat digalakkan, sampai­sampai seorang mahasiswa yang bermaksud mengritik

[ 141 ]

Page 84: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

metode ini mengaku "akan membentur tembok". Ada juga \yang menyatakan, bahwa di kampus itu, penggunaanhermeneutika untuk menafsirkan AI-Qur' an sudah menjadiharga mati.4

Di kalangan mahasiswa lAIN, fenomena menyeranguiumuddin dan ulama-ulama klasik juga sudah mulai ber­kembang. Seorang mahasiswa fakultas Syariah lAIN

4 Salah satu buku studi agama yang penting karya M. Amin Abdullahberjudul Studi Agama: Normativitas atau Historisitas7 (Yogyakarta: Pus taka Pelajar,cetakan keempat, 2004). Cara pandang Amin dalam buku ini tidak beda denganban yak ilmuwan Bara t dalam studi agama yang menempatkan Islam pada posisisama dan sejajar dengan agama-agama lain. Seolah-olah problema teologis danhistoris yang dialami Kristen di Barat sama saja dengan Islam. Dalam babberjudul 'Keimanan Universal di Tengah Pluralisme Budaya: Tentang KlaimKebenaran dan Masa Depan Ilmu Agama', Amin menulis: "Dengan demikian,selfcriticism, bahkan religious criticism sangat diperlukan, jika manusia mengakuibahwa tak ada lembaga keagamaan, teologi, atau kepercayaan yang tak bisasalah. Filsafat ilmu pasca positivisme dapat membantu manusia beragamamemasuki relung-relung mekanisme kerja akal pikiran manusia dalammenyusun bangunan ilmu pengetahuan, termasuk teologi. Tuntutan akankebenaran final (final truth) yang melekat pada institusi-institusi agama dansistem teologi yang sudah mapan (ortodoks) perlu dipertanyakan ulang jikamanusia beragama ingin menghindarkan diri dari tindakan memutlakkan yang"relatif". Nabi-nabi sepanjang masa menerima dan memberi kritik pedas untukkebaikan masyarakat. Komitmen pada teologi tak harus mengenyampingkanrefleksi kritis filsafat, jika pemikiran manusia tidak mau jatuh pada pemutlakanrelatif. " (hal. 52). Ia juga menulis: "Perlu dicatat: teologi bukanlah agama. Teologiadalah hasil rumusan akal pikiran manusia sesuai dengan waktu dan situasisosial yang ada. Itulah yang melatarbelakangi munculnya teologi Mu'tazilah,Asy' ariyah, Karl Barth, Paul Tillich, Martin Buber dan lainnya. Rumusan teologiterkait dengan ruang dan waktu; tingkat pengetahuan manusia dan situasi politiksaat itu. Meski sumbernya kitab suci, namun teologi adalah karya manusia yangfallible (bisa salah)." (hal. 48). Tentu, bisa dipertanyakan: Apakah teologi PaulTillich bersumber kitab suci? Karl Barth, dalam pengantarnya untuk buku teologiTillich, menulis:"" ... Tillich's theological answers are not only taken from the Bibel,

but with equal emphasis from church history, the history of cultural generally, and the

history of religion." (Lihat, Alexander J. McKelway, The Systematic Theology of Paul

Tillich, q..ondon: Lutterworth Press, 1964), hal. 13. Menyamakan danmenempatkan posisi teologi Tillich dan Asy' ariyah adalah tidak tepat.

[ 142]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Semarang, M. Kholidul Adib Ach, menulis sebuah artikelberjudul "AI-Qur' an dan Hegemoni Arabisme". Ia secaraterbuka menyerang integritas kepribadian dan keilmuanImam al-Syafii. Ia menuduh bahwa pemikiran-pemikiranImam Syafii dirumuskan unhlk mengokohkan hegemoniQuraisy. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian se­belumnya, ia menulis:

"Syafi'i memang terlihat sangat serius melakukan pem­belaan terhadap AI-Qur'an Mushaf Utsmani, untukmempertahankan hegemoni Quraisy ... Maka, denganmelihat realitas tersebut di atas, sikap moderat Syafi'iadalah moderat semu. Dan sebenarnya, sikap Syafi'iyang demikian itu, tak lepas dari bias ideolpgis Syafi'iterhadap suku Quraisy."5

Penulis artikel itu dengan berani menyerang ImamSyafii hanya berdasarkan kepada buku Nasr Hamid Abu

Zayd berjudul Al Imam JI-Syafii: wa ta'sis al-IduIujiyah al­Wasithiyah. Padahal, ia sendiri aktif di lingkungan Nahdha­tul Ulama sebagai Ketua LPI PMII Cabang Semarang danpe~gurus PW IPNU Jawa Tengah. NU adalah organisasiyang jelas-jelas mendasarkan diri pada pemikiran AhluSunnah wal-Jamaah, yang sangatmenghormati pribadi danpemikiran Imam Syafii. Jika anak-anak muda NU yangbelajar syariah Islam saja sudah berani menghujat ImamSyafii,maka bisa dipertanyakan, bagaimana dengan yanglain. Jika pemikiran anak muda ini benar, alangkah bodohdan tololnya para kyai NU selama ini, yang masih meng­hormati Imam Syafii dan mengajarkan kitab-kitabnya di

5 Sumanto al-Qurthuby dkk., Dekonstruksi Islam Mazhab Ngaliyan, (Se­marang: RaSAIL Press, 2005), hal. 84,86)

[ 143 ]

Page 85: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

pesantren-pesantren, bahkan menjadikan mazhabnyasebagai rujukan metodologis penentuan hukum Islam.

Lebih jauh lagi, bukan hanya Imam Syafii yang di­serangnya, tetapi juga sahabat Nabi Muhammad saw.,

Utsman bin Affan, yang berjasa besar menghimpun MushafAI-Qur' an, juga dengan menggunakan teori hegemoniQuraisy. Ia menulis:

"Kalau dianalisis wacana ala Michel Foucault dan teori

hegemoni ala Antonio Gramsci tersebut kita kaitkandengan usaha Usman bin Affan ketika membukukan

AI-Qur'an. Maka kita tahu bahwa Usman, sebagai Kha­lifah (regime) mempunyai keinginan (will) unhlk me­nyusun AI-Qur' an dalam satu mushaf, memakai dialek

Quraisy. Sikap Usman ini didukung sepenuhnya olehmayoritas sahabat, terutama keturunan Quraisy(power). Dengan otoritas selaku Khalifah, Usman jugamembakar mushaf lain yang berbeda dengan mushaf­nya. Akibatnya, mushaf Usmani tanpa saingan, dandengan mudah menyebar di seluruh pendudukan

Islam. Sehingga dominasi dan otoritas suku Quraisysemakin kuat, baik atas kekuasaan, agama maupunbudaya (hegemoni)."6

Apakah tulisan seperti itu sebuah tulisan ilmiah? Jelas,

sangat keliru. Aplikasi teori hegemoni dengan mengutip­tanpa kritis - Foucault dan Gramsci adalah sebuah ketidak­

adilan ilmiah. Usman r.a. dan Imam Syafii dikecam, tetapiilmuwan Barat dirujuk tanpa kritis. Jika Sayyidina Usmanmelakukan apa yang dituduhkan anak-anak lAIN ini, maka/'

betapa jahatnya Usman r.a. Padahal, beliau adalah sahabat

6 Ibid, hal. 79.

[ 144]

,BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

N abi yang dijanjikan akan masuk sorga. Jasanya dalammengumpulkan AI-Qur' an dipuji dan disetujui oleh semuasahabat, bukan hanya yang Quraisy. Tuduhan-tuduhanterhadap Sayyidina Usman adalah khas orientalis Baratyang memiliki kedengkian terhadap Islam, karena Islambersikap sangat kritis terhadap kepercayaan Yahudi danNasrani.

Entah virus apa yang melanda sebagian lingkunganlAIN, sehingga muncul pemikiran dan orang-orang yangsampai hati menyerang para ulama dan sahabat N abi yangmulia. Jika Mushaf Utsmani diragukan dan Sayyidina

Utsman dilecehkan, apakah lagi yang tersisa dari Islam?Bukankah ini sarna saja meruntuhkan pondasi Islam yangpaling mendasar, yaitu AI-Qur/an? Pad aha I, tindakanSayyidina Utsman dalam memprakarsai penghimpunan AI­Qur' an diakui dan dihormati oleh kaum Muslimin. Semua

sahabat Nabi ketika itu menyetujuinya. Bahkan, Sayyidina

Ali r.a. yang juga memiliki Mushaf pribadi menyataka~r"Demi Allah, dia (Utsman r.a.) ti~ak melakukan apa-apa dengan

Mushaf tersebut, kecuali dengan persetujuan kami semua."7

Ulama besar Abu 'Ubayd (w. 224/838) juga pernah

berkata: "Usaha Utsman ir.a.) mengkodifikasi AI-Qur'an akantetap dan sentiasa dijunjung tinggi, karena hal itu merupakan

sumbangannya yang paling besar. Memang di kalangan orang­

orang yang menyeleweng ada yang mencelanya, namun kecacatan

7 Dikutip dari buku Mustafa Azami, The History of The Qur' anic Text (Terj.),(Jakarta: GIP, 2005), hal. 106). Buku Azami ini sangat penting dalam memberikanklarifikasi dan menjawab berbagai tuduhan-tuduhan orientalis seputar MushafUtsmani. Satu lagi buku yang sangat penting dalam menjawab tuduhan orientalisdan pemikir-pemikir liberal seperti Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, dansebagainya adalah buku Adnin Armas, Metodologi Bibel dalam Studi AI-Qur'an

(Jakarta: GIP, 2005).

[ 145 ]

Page 86: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

merekalah yang tersingkap, dan kelemahan merekalah yang

terbongkar. "8

Pendapat yang mengaitkan upaya Utsman r.a. dalammengkodifikasi Al-Qur' an dengan kepentingan politik kaumQuraisy, selain dilakukan oleh para orientalis, juga dilakukanoleh kaum sekular-Marxis di Timur Tengah, seperti KhalilAbdul Karim. Dia menulis buku berjudul "Daulah Yatsrib:

Basa'ir fi 'Am al-Wufud". Buku ini diterjemahkan ke dalambahasa Indonesia dengan judul: "Negara Madinah: Politik

Penaklukan Masyarakat Suku Arab", (Yogyakarta: LKIS, 2005).Tenhl saja, bagi kaum Muslim Indonesia, buku ini memberi­kan kesan, bahwa penulisnya adalah seorang ulama yangotoritatif bemama Khalil Abdul Karim. Padahal, ia dikenal

sebagai penulis sekular-Marxis, sehingga bias ideologisnyatampak dalam buktmya ini. Tapi, sayangnya, penerjemahtidak menjelaskan siapa sebenamya Khalil Abdul Karim.Bahkan, dalam pengantar penerbit, ditulis kata-kata yangsecara tajam menyerang integritas kepribadian SayyidinaUtsman r.a. dan para sahabat Nabi yang telah berjasa besarmenghimptm Mushaf Utsmani:

"Pembukuan AI-Qur'an dalam satu versi mushhaf

'Utsmani juga mempakan praktik kekuasaan pelanjutnegara Quraisy, dan ini juga hasil dari Tahun Delegasiyang mengokohkan negara bam Quraisy. Tujuh versidialek (sab'atu ahruj) dan beberapa periwayatan yangberbeda dari AI-Qur' an, dihmtaskan dengan despotis­me 'Utsman. Mereka yang tidak tunduk pada Quraisy/

8 Dikutip dari makalah Dr. Ugi Suharto berjudul' Ahlul Bida' MenggugatOtoritas Mushaf Utsmani dan Tafsir Qat'i', dalam buku Pemikiran Mul1amma­

diyal1: Respons terl1adap Liberalisasi Islam (Surakarta: Mul1ammadiyal1 University

Press, 2005), hal. 85.

[ 146]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

dikejar-kejar. Salah satunya adalah Ibnu Mas'ud, se­orang sahabat nabi yang sangat dekat dan ahli AI­Qur'an yang kemudian dikirim ke Irak, ketika mem­prates tindakan despotis menunggalkan corpus mush­haf AI-Qur'an dengan kepanitiaan yang dibentuk'Utsman, harus menjalani berbagai cambukan dan

tempelengan. Salah satu riwayat yang masih sampaikepada generasi kita kini dari Ibnu Mas'ud adalah ayatyang sangat penting: "Inna ad-dina" 'indallahi AI­Islam ... " (dalam korpus resmi Utsman). Dalam riwayatIbnu Mas'ud, yang juga ada di buku ini, sehamsnya ayatitu berbunyi: Inna ad-dina 'indallahi al-hanifiyyah ...

Adanya korpus resmi ini, dalam istilah buku ini, disebutsebagai "pajak Tahtm Delegasi", atau konsekuensi darikokohnya negara Quraisy dan ditundukkannya kabi­lah- kabilah non-Quraisy, bahkan setelah mereka masukIslam sekalipun. Pelanjut-pelanjut Muhammad dari rnegara Quraisy dan hasil dari Tahun Delegasi (tunduk­nya kabilah-kabilah lain), telah melangkah terlampaujauh dalam soal pembuatan korpus resmi ini, denganmencambuk dan menempelengi m~reka yang ber­beda."Membakari mushhaf lain lain dari para sahabat,dan contoh di atas, adalah soal Ibnu Mas'ud. Padahal

Ibnu Mas'ud adalah seorang pakar AI-Qur'an, salahsatu tokoh sahabat senior yang dekat dengan nabi.

Padahal, 4 pembuat korpus resmi itu, dalam istilah bukuini, adalah "anak-anak belia" dan "bau kencur". Mereka

tidak mengikut-sertakan satu pun sahabat-sahabatsenior, termasuk Sayyidina Ali, Ibnu Mas'ud, danIbnu" Abbas. 9

9 Khalil Abdul Karim, Negara Madinal1: Politik Penaklukan Masyarakat Suku

[ 147]

Page 87: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Sebagian kalangan menyatakan, bahwa anak-anak inisedang berwaeana dan sedang meneari. Pendapat serna earnini tidak sepenuhnya benar. Logikanya, jika seseorang me­rasa sedang meneari atau sekadar berwaeana, maka merekatidak begitu giat dan genearnya menyebarkan tulisan­tulisan yang menyerang integritas ulama dan para sahabatNabi Muhammad saw. Dalam ilmu ada adab dan ada

tanggung jawab ilmiah. Bahkan, dalam konsep Islam, adatanggung jawab dunia dan akhirat. Jika seseorang menye­barkan pemikiran yang salah, maka dia bertanggung jawabdunia dan akhirat.

Jika anak-anak lAIN dan para dosen yang mendukungide dekonstruksi konsep wahyu ini serius dalam menearikebenaran ilmiah, mereka seharusnya juga meneari opinipembanding yang membahas masalah yang sarna. Se­panjang sejarah Islam, sudah ribuan buku ditulis oleh paraulama dan eendekiawan Muslim untuk membahas masalah

otentisitas AI-Qur' an. Buku-buku itu begitu mudah didapatdalam berbagai bahasa. Tetapi, anehnya, sikap ilmiah initidak dilakukan oleh penyerang Mushaf Utsmani dan

Arab", (Yogyakarta: LKIS, 2005), hal. vii-viii.). Penggunaan istilah "anak-anakbelia " dan "bau kencur" untuk panitia penyusun Mushaf Utsmani sungguhtidak beradab. Panitia itu terdiri dari 12 orang yang merupakan sahabat-sahabatNabi terkemuka, yaitu Said bin al-' Ash, Nafi' bin Zubair, Zaid bin Tsabit, Ubaybin Kaab, Abdullah bin Zubair, Abdurrahman bin Hisham, Katsir bin Aflah,Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, Abdullah bin Umar,

IAbdullah bin Amr bin Ash. Jasa Utsman bin Affan sungguh luar biasa dalammenyatukan umat Islamdi bawah satu teks. Ini tidak terjadi pada kaum Kristenyang tidak mampu bersatu dalam teks Bibel yang sarna. Proses penyusunanMushaf Utsmani merupakan upaya kerja yang luar biasa. Meskipun AI-Qur'antelah dihafal oleh ribuan orang Muslim, tetapi dalam menuliskan ayat ke dalamsatu mushaf, disyaratkan ada dua orang saksi, bahwa bacaan itu langsung datangdari Rasulullah saw. (Tuduhan-tuduhan yang berasal dari karya para orienta lisini telah dibahas dengan sangat terperinci oleh M.M. A"zami, dalam bukunya,The History of The Quranic Text).

[ 148]

BAB IV: WABAH HERMENEUTlKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Sayyidina Utsman. Informasi yang sepihak dan setengahmatang, bahkan yang masih mentah sarna sekali, disebar­kan dengan eara-eara yang tidak bertanggung jawab.Harusnya, mereka mendiskusikan informasi yang diper­olehnya dengan para dosen atau ulama yang memangpakar dalam studi AI-Qur' an, dan tidak mudah begitu sajamenelan informasi dari para orientalis. Sebabnya, ini me­nyangkut masalah keimanan dan status keMusliman sese­orang. Sangat disesalkan, jika potensi intelektual yangtinggi akhimya justru dijadikan sebagai alat untuk merusakIslam. Tampak, masalahnya bukan pada persoalan logikasaja, tetapi juga soal 'mental', yang sudah merasa nyamandengan gagasan para orienta lis Barat dan sinis terhadappara sahabat Nabi dan para ulama Islam sendiri. Sikap se­perti ini sangat tidak positif untuk mengembangkan tradisiilmiah di kampus yang seeara terang-terangan mengguna­kan label Islam.

Sebenamya, sangat mudah untuk mematahkan argu­mentasi kaum orientalis dan pengikutnya, soal MushafUtsmani dan kaitannya dengan hegemoni atau kepentinganQuraisy. Jika memang Mushaf Utsmani dihimpun terkaitdengan rekayasa politik Utsman r.a. untuk mengokohkankedudukannya dan kedudukan kaum Quraisy, maka 10­

gikanya, sepeninggal beliau, tentunya akan datang silihberganti penguasa-penguasa yang membuat Mushaf baru.Sepeninggal Bani Umayyah, mestinya Bani Abbasiyah jugamembuat AI-Qur'an baru. Begitu juga Bani Fatimiyah, BaniUtsmaniyah, dan seterusnya. Tapi, semua ini tidak terjadidalam sejarah kaum Muslimin. Bagaimana pun kerasnyapertentangan politik, tidak sampai mereka terpikir untukmembuat AI-Qur'an baru, menghujat Sayyidina Utsman,apalagi menghinanya.

[ 149]

Page 88: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Salah satu orienta lis yang banyak dirujuk dalam ma­salah penghujatan Mushaf Utsmani adalah Arthur Jeffery.Ironisnya, pendapat Jeffery sering dikutip tanpa kritis.Artinya, Jeffery begihl dihormati, tetapi para sahabat Nabi,khususnya Sayyidina Utsman dicaci maki. Padahal, sudahbegitu banyak kajian kritis terhadap karya-karya ArthurJeffery tentang Al-Qur'an. Prof. A'zami sendiri dalam buku­nya banyak memberikan kritik-kritik dan membongkarkekeliruan Jeffery. Berwacana memang tidak dilarang.Tetapi, menyebarkan pemikiran-pemikiran yang salah,mengandung konsekuensi tanggl.mg jawab yang berat diakhirat nanti. Sayang sekali jika potensi akal cerdas yangdiberikan oleh Allah swt. justru digunakan untuk menyesat­kan umat manusia. Kasihan dirinya, kasihan orang hlanyayang nantinya hanya mengharapkan doa dari anak yangsaleh, bukan anak yang salah. Jika ada gagasan baru, se­baiknya gagasan ini didiskusikan secara terbatas, dikajimendalam, dikonsultasikan dengan para ulama yang otori­tatif dalam keilmuan, sebelum dilemparkan keluar.

Apakah tanggung jawab pimpinan kampus-kampusIslam dan akademisi Muslim pada umumnya, jika darikampusnya keluar sarjana-sarjana bidang agama yangjustru menmtuhkan dasar-dasar agama? Nabi Muhammadsaw. sudah mengingatkan, bahwa setiap kamu adalah

remimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggl.mg­jawaban. Jabatan adalah amanah, di dunia dan akhirat.Tantangan keilmuan yang diakibatkan oleh hegemoniwacana Kristen dan tradisi orientalis Barat ini seyogyanyadikaji dengan serius dan matang, sebelum disebarluaskanke tengah masyarakat. Tidaklah bijak berlagak menjadi'mujtahid' dan pemikir besar dengan menghujat-hujat paraimam kaum Muslimin dalam keilmuan, padahal, maqam-

[ 150]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

nya masih jauh dari itu. Dalam ilmu Fisika, misalnya, akandilihat sebagai hal yang lucu dan menggelikan, jika seorangbaru belajar pengantar Ilmu Fisika lalu dengan banggamenuding bahwa Einstein adalah orang Yahudi yangmerumuskan teori relativitasnya l.mtuk kepentingan bangsa

Yahudi. Berpikir dan mencari ilmu adalah wajib, tetapi adaadab dalam ilmu, sebagaimana dibahas dalam bagian se­

belumnya. Jangan sampai seseorang hanya menggunakanjargon: khalif tu'raf1 (Nyelenehlah kamu, maka kamu akanterkenal!).

2. Dekonatrukai Konaep Wahyu

Dalam artikelnya di Republika (24/6/2005) tentanghermeneutika -sebagaimana disebutkan sebelumnya­Zainal Abidin menjelaskan dampak serius jika hermeneu­

tika diterapkan unhlk menafsirkan Al-Qur' an. Sebelumnya,ia menjelaskan secara ringkas apa yang dimaksud denganhermeneutika. Menurut Zainal, secara umum, herme­

neutika dapat didefinisikan sebagai suatu teori atau filsafatten tang interpretasi makna (Josef Bleicher, ContemporaryHermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and

Critique, 1980:1). Namun, ia lazim dimaknai sebagai senimenafsirkan (the art of interpretation). Konon, dalam tradisikitab suci, kata ini sering dirujuk pada sosok Hermes, yang

dianggap menjadi juru tafsir Tuhan. Sosok Hermes ini olehSayyed HossenNasr (Knowledge and Sacred, 1989: 71), kerapdiasosiasikan sebagai Nabi Idris. Sebagai sebuah metode

penafsiran, hermeneutika memiliki aliran yang sangat be­ragam, yang bahkan kadang saling kontradiktif antarsesamanya. Namun setidaknya ada dua polarisasi utama,yakni aliran objektivitas dan aliran subjektivitas. Tradisi

[ 151 ]

Page 89: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

objektivitas yang digawangi oleh Emilio Bettimenekankanotonomi objek interpretasi dan mungkinnya objektivitashistoris dalam membuat suatu interpretasi yang valid.Sedangkan, tradisi subjektivitas dengan Gadamer sebagaitokohnya, lebih mengarahkan pemikirannya pada per­tanyaan yang lebih filosofis tentang hakikat memahami itusendiri. Menurutnya, berbicara tentang penafsiran objekti­vitas yang valid adalah sesuatu yang mustahil (Richard EPalmer,Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher,

Dilthey, Heidegger and Gadamer, 1969: 45-65).

Lepas dari banyaknya varian dalam hermeneutika, me­nurut Zainal, ada kesamaan pola umum yang dikenalsebagai pola hubungan segitiga (triadic) antara teks, si pem­buat teks dan si pembaca (penafsir teks). Dalam hermeneu­tika, sea rang penafsir (hermeneut) dalam memahamisebuah teks -baik itu teks kitab suci maupun teks umum­dihmtut unhlk tidak sekadar melihat apa yang ada padateks, tetapi lebih kepada apa yang ada di balik teks. Pe­mahaman umum yang dikembangkan, sebuah teks selainproduk si pengarang (pembuat atau penyusun teks), jugamerupakan produk budaya atau (meminjam bahasaFoucault) episteme suatu masyarakat. Karenanya, kontekshistoris dari teks menjadi sesuatu yang sangat signifikanuntuk dikaji.

I Metode hermeneutika ini sebenarnya sesuatu yanglumrah dalam kajian-kajian seperti filsafat, sejarah, danfilologi, hanya menjadi bermasalah ketika ia dihadapkankepada teks Al-Qur'an, bahkan dicanangkan untuk men­substitusi tafsir. Hal ini tidak lain, karena Al-Qur'an se­

bagaimana jamak dipahami adalah wahyu Tuhan yanglafadz dan maknanya seluruhnya berasal dari Allah swt.Ketika Al-Qur'an dianggap sebuah kalam Ilahi, dapatkah

[ 152]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

si penafsir kemudian memasuki alam si pembuat teks(Tuhan)? Menyelami maksud dan kehendak Tuhan ketikamenurunkan Al-Qur'an, mungkinkah itu?

Demikian paparan singkat seorang dosen lAIN tentanghermeneutika. Selanjutnya, yang lebih penting disimak,Zainal menjelaskan tentang dampak yang diakibatkan olehhermeneutika dalam penafsiran Al-Qur'an:

"Sikap kritis yang diajarkan dalam hermeneutikaterhadap semua teks jelas menjadi daya pikat sendiribagi kalangan intelektual mud a yang lagi bersemangat'memberontak' terhadap kemapanan. Terlebih,kalang­an ulama Muslim sendiri cenderung kurang agresifdalam mempopulerkan kekayaan khazanah tafsir se­bagai sebuah metode yang khas dalam Islam. Selamaini, bahkan yang muncul kepermukaan dan kerapdiekspose oleh media massa, adalah model tafsir yangkaku (rigid) terhadap teks, yang kemudian melahirkanproduk tafsir yang cenderung patriarkal dan biasgender, kurang menghargai terhadap hak-hak ke­manusiaan dan tidak peka terhadap masalah-masalahsosial. Adapun tafsir-tafsir yang humanis, liberatif,transformatif dan moderat, hanya tersimpan di rak-rak,dan kurang begihl diapresiasi. Akibatnya, ketika herme­neutika ditawarkan, ia seolah menjadi oase di tengahgersangnya tafsir-tafsir yang ada, tanpa peduli bahwaada persoalan besar ketika hermeneutika hendak di­terapkan dalam Al-Qur' an."

Penulis melihat setidaknya ada tiga persoalan besarketika hermeneutika diterapkan pada teks Al-Qur' an.Hal ini terjadi karena adanya spirit yang inheren dalamhermeneutika itu sendiri. Pertama, hermeneutika

[ 153]

Page 90: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

menghendaki sikap yang kritis dan bahkan cenderungcuriga. Sebuah teks bagi seorang hermeneut tidak bisalepas dari kepentingan-kepentingan tertentu, baik dari

si pembuat teks maupun budaya masyarakatpada saat

teks itu dilahirkan. Ungkapan klasik Nietszhe seringdijadikan pegangan, bahwa "jangan lihat apa yangdikatakan, tetapi lihat siapa yang mengatakan danmengapa itu dikatakan serta apa kepentingan di baliksem ua ihI."

Dalam konteks Al-Qur'an, upaya pengumpulannaskah-naskahAl-Qur'an pada masa Khalifah Utsman

bin Affan, yang dikenal dengan Mushaf Ustmani seringkemudian dicurigai sebagai upaya hegemoni budayaArab Quraisy terhadap budaya-budaya yang lain.Karenanya, semangat arabisme yang sangat kuat iniperlu diwaspadai. Yang perlu diambil dari Al-Qur'an

adalah prinsip-prinsip pokok yang merupakan ajaranuniversal Islam, seperti nilai-nilai persaman, keadilan

dan sebagainya. Adapun yang sifatnya tehnis-praksis,ihllebih merupakan upaya Nabi mengkontekskan Al­

Qur' an pad a masyaraka t Arab abad ke-7, sesua tu yangtenhmya tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang.

Kedua, hermeneutika cenderung memandang teks

sebagai produk budaya (manusia), dan abai terhadaphal-hal yang sifatnya trensenden (ilahiyyah). Dalambingkai hermerieutika, Al-Qur'an jelas tidak mungkindipandang sebagai wahyu Tuhan, lafadz dan makna

sebagaimana dipahami mayoritas umat Islam, tetapi iamerupakan produk budaya atau setidaknya wahyu Tu­han yang dipengaruhi oleh budaya Arab, yakni budayadi mana wahyu dihlnmkan. Anggapan adanya berbagaikemukjizatan dalam bahasa Al-Qur' an kemudian men-

[ 154]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

jadi sesuahl yang tereduksi dan cendenmg dipandangsebelah mata.

Ketiga, aliran hermeneutika sangat plural, karenanyakebenaran tafsir ini menjadi sangat relatif, yang padagilirannya menjadi repot untuk diterapkan. Secarawacana boleh jadi ia sangat bagus, tetapi kadang sangatsulit untuk diterapkan di lapangan. Padahal dalamIslam, ada semacam kehanlsan, bahwa sebuah wacana

selain pas dengan logika penalaran (thinkable), jugaharus seirama dengan logika kesejarahan (aplicable). Al­Qur'an diturunkan tidak hanya lmtuk diwacanakan,tetapi lebih dari ihl, bagaimana agar ia bisa diterapkan.

Paparan Zainal tentang dampak hermeneutika ini sa-ngat menarik dan memberikan penjelasan yang cukup kritistentang aplikasi hermeneutika terhadap penafsiran Al­Qur'an. Pada bagian ini, akan ditelaah dampak pertamadan kedua yang ditirnbulkan dari penerapan hermeneutikaterhadap Al-Qur' an. PERTAMA, masalah kecurigaan ter­hadap teks Al-Qur' an dan motif Utsman dalam menghim­pun Mushaf Utsmani, yang saat ini sudah bermunculan dikalangan sivitas akademika lAIN, sebagairnana dicontoh­kan sebelumnya. Begitu banyak mahasiswa yang kini tidaksegan-segan lagi dalam menghujat Utsman r.a. Ada dosen­dosen lAIN yang menganggap enteng pendapat-pendapatyang menghujat otentisitas Al-Qur'an. Misalnya, Dr. AbuHafsin, Pembantu Dekan I Fakultas Syariah lAIN Se­

marang, yang memberi kata pengantar lmtuk buku 'Dekon­struksi Islam Mazhab Ngaliyan'. Ia menulis:

"Berdasarkan dua alasan tersebut di atas, maka tidak

mengherankan jika gagasan-gagasan yang tertuangdalam buku ini akan banyak mendapatkan penolakan.

[ 155 ]

Page 91: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Meskipun demikian, kami yakin dari sekian banyakpembaca akan ada beberapa orang yang mau me­nerimanya, atau mungkin terkagum-kagum saat mem­baca pikiran-pikiran inovatif dan "nakal" dari maha­

siswa Sl Fak. Syariah lAIN Walisongo, yang rata-ratamasih berusia muda ini. Perbedaan pendapat, sebagai­mana dikatakan di atas, merupakan hal yang pastiterjadi. Jangankan pada mas a sekarang, pada masa Nabipun perbedaan pendapat seringkali terjadi."l0

Dengan pengantar seperti itu, maka tulisan anak-anakmahasiswa Fakultas Syariah lAIN yang jelas-jelas begitu

10 Pengantar Abu Hafsin untuk buku Dekonstruksi Islam Mazhab Ngaliyan:

Pergulatan Pemikiran Keagamaan Anak-anak Muda Semarang, hal. xix-xx. Tindakananak-anak fakultas Syariah lAIN Semarang ini dalam menyerang Al-Qur'anmemang dilakukan sangat serius, karena berulangkali Jurnal Justisia FakultasSyariah lAIN Semarang memuat artikel yang menyerang AI-Qur'an dan parasahabat Nabi Muhammad saw. Sebagai contoh, Jurnal Justisia, Edisi 23 Th XI,2003, memuat pengantar Redaksi sebagai berikut: "Dalam studi kritik Qur'an,pertama kali yang perlu dilakukan adalah kritik historisitas Qur'an. Bahwa

Qur'an kini sudah berupa teks yang ketika hadir bukan bebas nilai dan tanpakonteks. Justru konteks Arab 14 abad silam telah mengkonstruk Qur'an. AdalahMuhammad saw, seorang figur yang saleh dan berhasil mentransformasikannalar kritisnya dalam berdialektika dengan realitas Arab. Namun, setelahMuhammad wafat, generasi pasca Muhammad terlihat tidak kreatif. Jangankanmeniru kritisisme dan kreativitas Muhammad dalam memperjuangkanperubahan realitas zamannya, generasi pasca-Muhammad tampak kerdil danhanya membebek pada apa saja yang asalkan itu dikonstruk Muhammad. Dari

s'!'kian banyak daftar ketidakkreatifan generasi pasca-Muhammad, yang palingmencelakakan adalah pembukuan Qur' an dengan dialek Quraisy, oleh KhalifahUsman Ibn Affan yang diikuti dengan klaim otoritas mushafnya sebagai musfahterabsah dan membakar (menghilangkan pengaruh) mushaf-mushaf miliksahabat lain. Imbas dari sikap Usman yang tidak kreatif ini adalah terjadinyamiliterisme nalar Islam untuk tunduk/mensakralkan Qur'an prodllk Quraisy.Karenanya, wajar jika mlfficul asumsi bahwa pembukllan Qur'an hanya siasatbangsa Quraisy, melalui Usman, wltuk mempertahankan hegemoninya atasmasyarakat Arab [dan Islam]. Hegemoni itu tampak jelas terpllsat pada ranahkekuasaan, agama dan budaya. Dan hanya orang yang mensakralkan Qur' anlahyang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut."

[ 156]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA OI lAIN & DAMPAKNYA

banyak yang membongkar asas-asas agama Islam, men­dapatkan legitimasi dari seorang doktor dan pejabat tinggidi lAIN Semarang. Abu Hafsin juga seorang Wakil KetuaPWNU Jawa Tengah. Oleh para penulis dalam buku ter­sebut, Abu Hafsin dikatakan sebagai orang tua yang baik,"di saat mayoritas sesepuh lAIN dan NU belum bisa me­nerima pemikiran liberal yang kami usung". (hal. xi).

Pandangan Abu Hafsin dalam pengantar itu tentu sajajelas keliru dan sangat fatal. Pertama, dia seolah-olah me­nutup mata terhadap kekeliruan fatal dalam sejumlahpemikiran di dalam buku tersebut dan bahkan dia berharapagar pemikiran-pemikiran yang ditulis dalam buku itu ­termasuk yang menghujat kesucian dan otentisitas MushafUtsmani, Sayyidina Utsman, dan Imam Syafii - ada yangmenerima. Ia sendiri merasa yakin, bahwa akan ada yangmenerima pemikiran-pemikiran tersebut. Jika demikian,bagaimana tanggung jawabnya sebagai seorang akademisiMuslim dan sekaligus seorang tokoh NU? Kebebasan me­mang diidamkan. Tetapi, jika kebebasan sudah melampauibatas, tentu bukan lagi kebebasan yang positif. Jika anakkecil bermain-main dengan senjata tajam, seyogyanyadicegah, meskipun pada hakekatnya dia bebas melakukanihl. Seorang anak bebas bicara apa saja. Tetapi, ketika bicaradengan orang tuanya, maka dia terbatasi dengan sopansantun dengan adab. Dia tidak boleh bicara dengan tanganmenuding-nuding ke muka orang tuanya sambil memaki­maki. Jika dengan orang tua saja ada adab, ada sopan san­tun, maka lebih-Iagi dengan Allah, Nabi, sahabat Nabi, danpara ulama pewaris Nabi. Sebagai aka demisi, harusnya AbuHafsin memberikan catatan-catatan kritis terhadap pe­

mikiran yang keliru dan menyimpang dari pokok-pokokajaran Islam, yang tertuang dalam buku tersebut, dan tidak

[ 157]

Page 92: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

begitu saja mendukung penerbitan buku yang mengan­dung pemikiran yang destrukif terhadap ajaran Islam.Kedua, sebagai akademisi dan dosen syariah, seharusnyadia memahami akan makna tanggung jawab penyebaranilmu yang salah kepada masyarakat. Apalagi, dia sendiriyakin akan ada yang mengikuti pendapat dalam buku itu.Abu Hafsin tentu paham akan makna 'dosa jariyah', jikasampai ada yang terpengaruh dengan pemikiran yangmeragukan otentisitas Mushaf Utsmani, dan kemudianragu-ragu akan kebenaran Al-Qur'an. Ketiga, Abu Hafsinterlalu gegabah dalam menulis tentang masalah perbedaanpendapat di kalangan Muslim. Memang, sejak zaman NabiMuhammad saw. pun sudah ada perbedaan pendapat, se­perti yang dihllisnya, yaitu dalam kasus salat Ashar di BaniQuraidhah. Tetapi, perlu dicatat dengan baik, bahwa umatIslam tidak pemah berbeda pendapat tentang otentisitasMushaf Utsmani. Bahkan, kelompok Mu' tazilah pun tidakberbeda dalam soal otentisitas Mushaf Utsmani. Mereka

tidak pemah berpikir lmtuk menyerang Sayyidina Utsman,karena telah melakukan tindakan bermotifkan kepentingankekabilahan Quraisy. Ini bukanlah perbedaan yangdibenarkan. Tetapi jelas-jelas, perbedaan antara al-haq danbathil, bukan antara al-shawab dan al-khatha'. Bukan

perbedaan dalam masalah ijtihadiyah atau furu'iyyah.TIdak ada seorang tokoh NU pun selama ini yang dengangegabah mencurigai dan menuduh Imam Syafii sebagaiideolog Quraisy. Mestinya, sebagai dosen lAIN, Abu Hafsindengan jujur mengakui masalah perbedaan dalam Islamill!.

Dengan duktmgan dari doktor dalam bidang agamaIslam seperti yang dilakukan Dr. Abu Hafsin, maka legi­timasi terhadap pemikiran yang menyerang dasar-dasar

[ 158]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

agama Islam, seolah-olah menjadi absah secara akademisdan ilmiah. Hal serupa terjadi pada buku yang ditulis oleh

Aksin Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan, (Yogya­karta: Safiria Insania Press, 2004). Buku ini merupakan tesis

master di lAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang secara

terang-terangan juga menyerang otentisitas Al-Qur'anMushaf Utsmani (lihat, catatan kaki no 16pada bab sebelum­

nya). Bisa saja orang menyatakan, bahwa buku ini ditulisoleh mahasiswa yang sedang mencari. Tetapi, masalahnya,buku ini diberi kata pengantar dua orang doktor, yaitu Dr.Phil. M. Nur Kholis S., MA dan Dr. Hamim Ilyas, MA.

Dalam pengantamya, Nur Kholis mencatat:"Buku yang diberi judul "Menggugat Otentisitas

Wahyu Tuhan: Kritik Atas Nalar Tafsir Gender" karya AksinWijaya yang ada di tangan pembaca ini merupakan modelkegelisahan "baru" akan dominasi nalar Arab dalam tekskeagamaan, dalam hal ini Al-Qur' an. Dikatakan "kegelisah­an baru" mengingat pikiran-pikiran yang dilontarkan turut"mempermasalahkan" mushaf Utsman yang oleh sebagianbesar pengkaji Al-Qur' an justru tidak lagi dipermasalahkan.Sederet pemikir kon temporer seperti Amin al-Khuli, FazlurRahman, Hassan Hanafi, Nasr Abu Zayd, Abdul KarimShooush, dan Muhammad Syahrur, misalnya, dengan se­abrek tawaran metodologis serta pemikiran kritis lainnya

tentang Al-Qur'an, justru tidak menyinggung mushafUtsman sebagai korpus yang pantas "digugat", meski se­benamya mereka mengakui proses kodifikasi masa Utsmantersebut sejatinya bisa menimbulkan pertanyaan."ll

11 Lihat, pengantar Nur Kholish untuk buku Aksin Wijaya, Menggugat

Otentisitas Wahyu Tuhan, (Yogyakarta: Safiria lnsania Press, 2004), hal. ix-x.

[ 159]

Page 93: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Kasus serupa juga terjadi pada buku Sumanto al-Qur­

tuby, Lubang Hitam Agama, yang secara vulgar menyerangotentisitas Al-Qur'an Mushaf Utsmani. Buku ini secara

kualitas ilmiah sangat tidak memadai. Tapi, untuk me-.ningkatkan imej bahwa buku ini ilmiah dan otoritatif, maka

diberikan puji-pujian oleh sejumlah tokoh terkenal. Dibagian sampul belakang, misalnya, ditulis komentar Dr.

Moeslim Abdurrahman, yang dikenalkan sebagai cende­kiawan Muhammadiyah. Kata Moeslim, buku ini, "perludibaca oleh siapa saja yang ingin bertaqarrub untuk mencarikebenaran." Ahmad Tohari, budayawan terkenal, jugamenulis, "Buku ini menawarkan ruang luas bagi pe­mahaman agama yang manusiawi karena asas pluralismeyang diusungnya." Penulis buku ini juga disebut di bagianawal buku sebagai pemikir muda Indonesia "paling me­nonjol" saat ini, terutama dalam bidang sosiologi agama'.Dalam pengantar buku, Ulil Abshar Abdalla, seorang Direk­

hIr Freedom Institute, menyebutkan, bahwa buku ini perludiapresiasi dan disambut dengan baik.

Jadi, dampak hermeneutika yang berujung pada gugat­an-gugatan terhadap otentisitas teks Al-Qur'an sebagaiKalamullah, tentu saja bukan hal yang sepele, karena halini dilakukan dengan masif, sengaja dikampanyekan ketengah masyarakat Muslim, dengan dukungan media cetakdAn pendanaan yang tidak sedikit. Tapi, dukungan yangpaling signifikan adalah dukungan intelektual dari kalang­an aka demisi lAIN yang bergelar doktor dan mengajarkanmata kuliah ten tang Islam kepada para mahasiswa di lAIN

dan sebagainya. Padahal, kadangkala, kata-kata yang di­gunakan dalam buku-buku itu sudah sangat vulgar danjauh dari semangat akademis untuk mencari kebenaran

ilmiah. Sumanto, misalnya, menulis dalam bukunya:

[ 160]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

"Dalam konteks ini, anggapan bahwa Al-Qur' an itu suciadalah keliru. Kesucian yang dilekatkan pada Al­Qur' an (juga kitab lain) adalah "kesudan palsu" - pseudo

sacra. Tidak ada teks yang secara ontologis itu suci." ...Setiap teks memiliki keterbatasan sejarah. Karena itu,setiap generasi selalu muncul" agen-agen sejarah" yangmerestorasi sebuah teks. Musa, Jesus, MuhammadSidharta, Lao Tze, Konfusius, Zarasthutra, Martin

Luther, dan lainnya adalah sebagian kedl dari contohagen-agen sejarah yang melakukan restorasi teks. Tapiproduk restorasi teks yang mereka lakukan bukanlahsebuah "resep universal" yang shalih likulli zaman wamakaan (kompatibel di setiap waktu dan ruang). Me­reka tidak hadir di ruang hampa, mereka datang ditengah-tengah kehidupan manusia yang beragamdengan cita rasa yang berlainan pula. Jika mereka sudahmelakukan restorasi teks atas teks sebelumnya, maka

generasi pasca mereka mestinya melakukan hal yangsarna dengan apa yang telah mereka lakukan: restorasiteks. Berpegang teguh secara utuh terhadap sebuah tekssarna saja dengan berpegangan barang rongsokan yangsudah usang."12

Inikah sikap ilmiah dan pemikiran Islam yang ingindikembangkan di lingkungan lAIN? Apakah para peng­guna hermeneutika untuk menggantikan tafsir Al-Qur'antidak berpikir panjang bahwa dampak yang ditimbulkandari pengglmaan metode ini bisa sangat serius?Tentu saja,akan ada yang berpendapat, bahwa tidak semua pengglmahermeneutika melakukan dekonstruksi terhadap konsep

12Sumanto Al Qurtuby, Lubang Hitam Agama, Yogyakarta: Ilham Institute­Rumah Kata, 2005), hal. 67-71.

[ 161 ]

Page 94: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

wahyu dalam AI-Qur' an. Tetapi, pemikiran itu masih koma,belum titik, sebab kenyataannya, mereka membiarkan sajaide-ide yang menyerang otentisitas AI-Qur'an lahir darikampus-kampus mereka. Meskipun ini bukan sikap resmikampus, tetapi para penulis itu membawa legitimasi kam­pus Islam. Jika sahl orang saja memiliki pemikiran semacamihl, dan disebarkan kepada para mahasiswa, maka sudahcukuplah kiranya virus keraguan akan kebenaran dankesucian AI-Qur'an ditebarkan, yang sebagaimana dikata­kan Dr. Abu Hafsin, pasti ada yang mengikuti pendapatsemacam itu.

Dampak KEDUA yang diangkat Zainal dari pengguna­an hermeneutika dalam penafsiran AI-Qur'an adalahbahwa hermeneutika cenderung memandang teks sebagaiproduk budaya (manusia), clan abai terhadap hal-hal yangsifatnya trensenden (iIahiyyah). Dalam bingkai hermeneu­tika, AI-Qur'an jelas tidak mungkin dipandang sebagaiwahyu Tuhan lafadz dan makna sebagaimana dipahamimayoritas umat Islam, tetapi ia merupakan produk budaya

a~u setidaknya wahyu Tuhan yang dipengaruhi oleh bu­daya Arab, yakni budaya dimana wahyu diturunkan. Ang­gapan adanya berbagai kemukjizatan dalam bahasa AI­Qur'an kemudian menjadi sesuatu yang tereduksi dancenderung dipandang sebelah mata.

Penjelasan Zainal ini cukup tepat. Inilah, misalnya, yangdilakukan oleh Nasr Hamid Abu Zayd, dengan pandang­

annya bahwa AI-Qur'an adalah 'produk budaya Arab'(muntaj tsaqafi/cultural product). Abu Zayd adalah seorangpengaplikasi hermeneutika (hermeneut). Dia tidak bisamelakukan penafsiran ala hermeneutika, kecuali denganterlebih dulu menurunkan derajat status teks AI-Qur' andari teks wahyu menjadi teks yang memanusiawi; bahwa

[ 162]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

AI-Qur' an yang sudah keluar dari mulut Nabi Muhammadadalah bahasa Arab biasa, yang dipahami oleh orang-orangArab ketika itu. Karena bahasa adalah produk budaya,

makaAI-Qur'an yang berbahasa Arab adalah juga produkbudaya Arab. Teori ini secara tersamar atau terang-teranganmenyatakan, bahwa Muhammadlah sebenamya yang me­rumuskan kata-kata AI-Qur'an yang berasal dari wahyu(inspirasi) yang berasal dari Allah.

Menyimak sejumlah buku Abu Zayd, dengan mudahdapat dibaca ia begitu menaruh perhatian pada aspek"teks" (nash, khithab). Ia katakan, misalnya, bahwa peradab­an Arab Islam adalah 'peradaban teks' (hadharah al-nash).

Maka, ia tulis buku-buku yang mengupas persoalan teksdan kritik terhadapnya, seperti Majhum aI-Nash Dirasah fi

'Ulum AI-Qur'an dan Naqd al-Khithab al-Dini.13

Dalam melakukan kajian terhadap AI-Qur'an, disam­

ping merujuk kepada pendapat-pendapat Mu'tazilah, AbuZayd banyak menggunakan metode hermeneutika. Sebagaiseorang hermeneut, maka tahap terpenting dalam melaku­kan kajian terhadap makna teks, adalah melakukan analisisterhadap corak teks itu sendiri. Ia harus mendefinisikan apaitu "teks". Dengan ihllah, dapat diketahui kondisi penga­rang teks tersebut. Untuk Bibel, hal ini tidak terlalu menjadimasalah, sebab semua Kitab dalam Bibel memang ada

pengarangnya. Tetapi, bagaimana untuk AI-Qur' an; apakahada yang disebut sebagai pengarang AI-Qur'an? Tokohher­meneutika modem, Friedrich Schleiermacher (1768-1834),merumuskan teori hermeneutikanya dengan berdasarkan

pada analisis terhadap pengertian tata bahasa dan kondisi

13 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum a/-Nash: Dirasah Ii 'Ulum a/-Qur'an,

(Beirut: al-Markaz al-Thaqafiy ai-Araby, 1994), hal. 9.

[ 163 ]

\"

Page 95: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

(sosial, budaya, kejiwaan) pengarangnya. Analisis terhadapfaktor pengarang dan kondisi lingktmgannya ini sangatpenting untuk memahami makna suatu teks.

Di sinilah Abu Zayd kemudian menempatkan NabiMuhammad saw -penerima wahyu- pada posisi semacam"pengarang" AI-Qur' an. Ia menulis dalam bukunya, MafhumaI-Nash, bahwa AI-Qur' an diturunkan melalui Malaikat Jibril

kepada seorang Muhammad yang manusia. Bahwa,Muhammad, sebagai penerima pertama, sekaligus penyam­pai teks adalah bagian dari realitas dan masyarakat. Ia adalahbuah dan produk dari masyarakatnya. Ia tumbuh danberkembang di Mekkah sebagai anak yatim, dididik dalamsuku Bani Sa'ad sebagaimana anak-anak sebayanya diperkampungan badui. Dengan demikian, kata Abu Zayd,membahas Muhammad sebagai penerima teks pertama,berarti tidak membicarakannya sebagai penerima pasif.Membicarakan dia berarti membicarakan seorang manusiayang dalam dirinya terhadap harapan-harapan masyarakatyang terkait dengannya. Intinya, Muhammad adalah bagianclari sosial budaya, dan sejarah masyarakatnya. 14

Tentang konsep wahyu dan Muhammad versi AbuZayd dan sejenisnya ini, ditulis dalam buku karya HilmanLathif (alumnus lAIN Yogyakarta) yang berjudul "Nasr

Hamid Abu Zaid: Kritik Teks Keagamaan" (2003:70): Merekamemandang AI-Qur' an - setidaknya sampai pada tingkatperkataan - bukanlah teks yang turun dari langit (surga)dalam benhlk kata-kata aktual- sebagaimana pernyataanklasik yang masih dipegang berbagai kalangan -, tetapimerupakan spirit wahyu yang disaring melalui Mu­hammad dan sekaligus diekspresikan dalam tapal batas

14 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum ai-Nash, hal. 59, 65.

[ 164]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

intelek dan kemampuan linguistiknya."Dengan definisi seperti itu, jelas bahwa Nabi Muham­

mad saw diposisikan Nasr Hamid sebagai semacam"pengarang" AI-Qur' an. Artinya, redaksi AI-Qur' an adalahversi Nabi Muhammad saw. Karena beliau dikatakan hanya

menerima wahyu dalam bentuk inspirasi. Nabi Muham­mad saw, sebagai seorang 'ummiy, dikatakan bukanlahpenerima pasif wahyu, tetapi juga mengolah redaksi AI­Qur' an, sesuai kondisinya sebagai manusia biasa yang di­

pengaruhi oleh budayanya. Konsep Abu Zayd yang me­nyatakan bahwa teks AI-Qur' an sebagai 'spirit wahyu dariTuhan' begitu identik dengan konsep teks Bibel, bahwa "The

whole Bible is given by inspiration of God". Dan pandanganseperti ini, akan berujung pada apa yang banyak dilakukanoleh orientalis generasi-generasi awal yang menyebut

agama Islam sebagai "agama Muhammad", dan hukumIslam disebut sebagai "Mohammedan Law", umat Islamdisebut sebagai Mohammedan. Penganut konsep Quranversi Abu Zayd ini biasanya tidak mau menyatakan: "Allahberfirman dalam AI-Qur'an.", sebab mereka menganggap

AI-Qur'an adalah kata-kata Muhammad. Atau, AI-Qur'anadalah karya bersama an tara Muhammad dengan Tuhan­nya.'lS

15Dalam sampul buku Mafhum ai-Nash edisi terjemahan bahasa Indonesia,ditulis: "Dengan pembongkaran ini, kajian atas Al-Qur'an menjadi serna kinmenarik, merangsang perdebatan ini melahirkan konsep baru yang radikalterhadap eksistensi Al-Qur'an." Upaya liberalisasi teks wahyu dalam Al-Qur'an_ dengan menurunkan derajat Al-Qur'an sebagai produk budaya - tampakterpengaruh oleh pendekatan kaum Liberal Kristen terhadap Bibel, yangmemiliki sejumlah prinsip: (1) 'mentalitas modern' yang harus menentukan cara

pendekatan terhadap Bibel, (2) mendefinisi ulang makna ilham; keterlibatanhal yang adikodrati dalam penulisan Bibel disangkal, (3) Bibel harus ditafsirkansecara historis. Salah satu teolog liberal, Karl Barth, mempunyai sejurnlah prinsip

[ 165 ]

II!I

Page 96: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Pendapat Abu Zayd dan kalangan dekontsruksionis ini

memang menjebol konsep dasar tentang AI-Qur'an yangselama ini diyakini kaum Muslim, bahwa AI-Qur'an, baikmakna maupun lafaz-nya adalah dari Allah. Dalam kon­sepsi Islam, Nabi Muhammad saw. hanyalah sekedar me­nyampaikan, dan tidak mengapresiasi atau mengolahwahyu yang diterimanya, untuk kemudian disampaikankepada umatnya, sesuai dengan interpretasinya yang di­pengaruhi oleh kondisi kejiwaan, sosial, dan budaya, setem­pat dan seketika itu. Posisi beliau saw dalam menerima danmenyampaikan al-wahyu memang pasif, hanya sebagai"penyampai" apa-apa yang diwahyukan kepadanya. Beliautidak menambah dan mengurangi apa-apa yang disampai­kan Allah kepada beliau melalui Malaikat Jibril. Beliau punterjaga dari segala kesalahan, karena beliau ma'shum. AI­Qur'an menyebutkan: "Dan dia (Muhammad saw) tidakmenyampaikan sesuatu, kecuali (dari) wahyu yang di­wahyukan kepadanya." (AI-Najm: 3). Muhammad saw.memang seorang manusia biasa, tetapi beliau berbedadengan manusia lainnya, karena beliau menerima al­wahyu. (Fushiilat:6). Bahkan, dalam surat al-Haaqqah ayat44-46, Allah memberikan ancaman kepada Nabi Mu­hammad saw.:

"Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian

perkataan atas (nama) Kami, niscaya Kami pegang dia pada tangan

penafsiran, antara lain: (1) sifat Bibel yang tidak mung kin salah dan diilhamkanoleh Tuhan ditolak, (2) doktrin tidak dapat dibuat berdasarkan kutipan-kutipankhusus dari Bibel; metode harfiah tidak dapat memberikan arti yang sebenarnyadari Bibel, (3) berbagai cerita dalam Bibel belum tentu merupakan peristiwasejarah, melainkan sebagai cerita mitos, (4) seorang penafsir harus bersikapsubyektif dan berorientasi pada pengalaman dalam membahas Bibel. (Lihat,KevinJ. Corner dan Ken Malmin, Interpreting the Scriptures: Hermeneutik (Terjm.),(Malang: Gandum Press, 2004), hal. 86-88).

[ 166]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

kanannya, kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantung­

nya."

Dalam keyakinan Muslim selama ini, Nabi Muhammadsaw hanyalah sebagai penyampai wahyu. Teks-teks AI­Qur'an memang dalam bahasa Arab dan beberapa diantaranya berbicara ten tang budaya ketika itu. Tetapi, AI­Qur'an tidak tunduk pada budaya. AI-Qur'an justru me­rombak budaya Arab dan membangun sesuatu pola pe­mikiran dan peradaban baru. Istilah-istilah yang dibawaAI-Qur'an, meskipun dalam bahasa Arab, tetapi membawamakna baru, yang berbeda dengan yang dipahami kaumMusyrik Arab waktu itu. Bahkan, AI-Qur' an datang dengankonsep-konsep yang disimbolkan dengan istilah-istilahtertentu yang berbeda maknanya dengan yang dipahamikaum jahiliyah ketika itu.

Banyak cerita yang menunjukkan bagaimana tokoh­tokoh Musyrik Arab begitu terpesona dengan keindahandan keluarbiasaan gay a bahasa AI-Qur' an, sehingga merekamenyatakan, bahwa mereka belum pernah mendengar halserupa sebelumnya. Karena itu, mereka kemudian me­nuduh Muhammad saw sebagai 'penyihir' atau 'penyair'.

Banyak hadits Nabi yang menyebutkan, bahwa setiaptahun, Malaikat Jibril membacakan AI-Qur' an kepada Nabi

Muhammad saw. Menjelang wafat beliau, Malaikat Jibrildatang dua kali dalam setahun. Dalam hadits-hadits ihldisebutkan bahwa Malaikat Jibril dan Nabi Muhammadsaw. membaca AI-Qur'an secara bergantian. 16

Dengan menempatkan posisi Muhammad saw. sebagai'pengarang' AI-Qur'an dan menyebut AI-Qur'an sebagai

16 Mustafa A'zhami, The History of the Qur'anic Text ... hal. 52.

[ 167]

Page 97: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

'cultural product', maka sebenarnya Abu Zayd telah me­lepaskan AI-Qur'an dari posisinya sebagai 'kalam Allah'yang suci, yang maknanya khas dan Nabi Muhammad saw.adalah yang paling memahami makna ayat-ayat AI-Qur' an.Makna AI-Qur'an tidak bisa dilepaskan begitu saja daripemahaman yang diberikan N abi Muhammad saw. Tetapi,Abu Zayd menekankan, bahwa 'teks', apa pun bentuknya,adalah produk budaya .. Teks-teks AI-Qur' an terbenh1k da­lam realita dan budaya selama kurun lebih dari 20 tahun.AI-Qur'an jelas menggunakan bahasa Arab, dan tidaklahmungkin berbicara ten tang bahasa terlepas dari realitasmasyarakat dan budayanya. Dengan demikian, tidaklahmungkin berbicara tentang teks AI-Qur' an terlepas darirealita dan budaya masyarakat ketika itu. 17

Sosok dan pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd ini begitu

penting uptuk dibahas, karena buku-bukunya banyakditerjemahkan di Indonesia. Tahlill 2004, ia pun berkelilingdi sejumlah kampus di Indonesia, dan mengadakan diskusidi berbagai tempat. Hampir semua diskursus tentang de­konstruksi konsep wahyu dalam AI-Qur' an, tidak melepas­kan diri untuk memjuk kepada pendapat Abu Zayd. Tokoh­tokoh liberal penerap hermeneutika di Indonesia sering me­mjuk dan memuji Abu Zayd. Berikut ini contoh pandanganAmin Abdullah terhadap Abu Zayd, dalam wawancaranyayang dimuat di website www.islamlib.com (30/08/2004).

Wawancara yang dilakukan untuk mengapresiasi rencanakedatangan Abu Zayd di Indonesia itu ditulis dengan judul"Bedakan antara Agama dan Pemikiran Keagamaan!"

Ditulis dalam pengantar wawancara Amin Abdullahdan Ulil Abshar Abdalla sebagai berikut:

17 NasI Hamid Abu Zaid, Mafhum ai-Nash, hal. 24.

[ 168]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA OJ lAIN & DAMPAKNYA

"Perbedaan pandangan dalam soal-soal keagamaan tidak

mesti divonis secara hitam-putih. Keragaman pandangan

wacana keagamaan juga tidak mengandaikan salah satu pan­

dangan mesti berada di jalur sesat, alias keluar dari pakem

agama. Sebab, tak jarang persoalannya masih berada pada

bentang horison pemikiran keagamaan yang amat luas.

Demikian hasil perbincangan Wil Abshar-Abdalla dari Ja­

ringan Islam Liberal (fIL) dengan Prof. Dr. M. Amin

Abdullah, Rektor UIN Yogyakarta. "

ULIL ABSHAR-ABDALLA (UAA): Pak Amin, Anda

tentu mengenal Nasr Hamid Abu Zayd sebagai seorangpemikir terkemuka di dunia Islam saat ini. Bagaimanakisah perkenalan Anda dengan beliau?M. AMIN ABDULLAH (MAA): Perkenalan saya di­

mulai saat mengajar di pascasarjana lAIN Yogyakartatahun 1994, melalui bacaan terhadap buku-bukunya.

Uniknya, buku Abu Zayd justm saya temukan saat sayaberkunjung ke Paris. Saya hanya bertemu bukunya disana, bukan orangnya. Ketika itu, saya menemukanbuku dengan judul yang membuat saya tertarik, sepertiNaqd al-Khitab al-Dini (Kritik Wacana Agama), Naqd al­Nash (Kritik Teks), dan lain-lain. Buku itu saya bawa ke

tanah air, lalu saya telaah. Ternyata isinya memangbagus dan sesuai dengan perkembangan studi Islamkontemporer. Saya kira, tema seperti Naqd al-Khitabal-Dini mempakan tema yang cocok untuk dibahas di

lingkungan lAIN atau PTAI (Perguman Tinggi AgamaIslam).

UAA: Sebagai Rektor UIN Yogyakarta, apakah Andatelah mengadopsi sejumlah pendekatan yang digunakanAbu Zayd, khususnya di lingkungan akademik UIN?

[ 169]

Page 98: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

MAA: Kalau melihat sebagian eorak tesis atau skripsimahasiswa, kita akan dapat menemukan tema-tema

yang mengarah ke sihl. Jadi di UIN Yogya, tema-temaseperti itu sudah dibahas eukup luas. Kalau lAIN laindi Indonesia saya tidak tahu. Tapi paling tidak, di Yogyaada komunitas yang menekuni karena memang eoeokuntuk lingkungan akademik.

UAA: Abu Zayd sering mengatakan bahwa AI-Qur'anpada batas tertentu bisa dikatakan sebagai "produkbudaya" (muntaj tsaqafi). Tapi sekaligus, dia juga dapatdisebut "produsen budaya" (muntij tsaqafi). KomentarAnda?

MAA: Posisi AI-Qur'an sebagai muntaj tsaqafi danmuntij tsaqafi itu sudah barang tentu. Yang namanyakitab suei, selalu bisa menggerakkan orang dan masya­rakat. Kita bisa melihat bagaimana budaya Arab bisabergerak dari abad VII sampai abad XI.ltu kan luar biasa!Jadi, dia ikut memproduksi budaya baru. Hanya dalamper-jalanan sejarah, setelah abad XIII,Abad Pertengahan,khususnya setelah Amerika ditemukan oleh Columbus,dan perkembangan ilmu kealaman (natural science) yangluar biasa pada abad 16-17, sudah terjadi pergeseran(peradaban) lagi. Tapi, statemen bahwa AI-Qur'an jugaikut membentuk budaya itu memang benar.

UAA: AI-Qur' an berperan dalam mengubah atau men­transformasikan peradaban. Lantas bagaimana pulahubungan an tara AI-Qur'an dan sejarah, khususnyakon-teks sosial di sekitamya?MAA: Dalam ilmu AI-Qur'an klasik, kita mengenalistilah asbabunnuzul (konteks atau sebab-sebab turun

ayat AI-Qur'an, Red). Sebab-sebab turunnya ayat,

[ 170 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DIIAIN & DAMPAKNYA

menurut pendekatan historis kontemporer jelas sekaliterkait dengan isu-isu yang berkembang dalam masya­rakat. Jadi sebetulnya AI-Qur' an memang tidak bisa ter­lepas dari kesejarahan, dari aspek historisitas atautarikhiyyah-nya. Jika kita lihat kasus Umi Maktum,misalnya, tampak jelas bahwa ada dimensi historisitasdalam AI-Qur' an.

UAA: Kita mengimani bahwa AI-Qur'an itu firman

Tuhan yang konon "datang dari langit". Nah, bagai­mana firman itu bisa dipengaruhi konteks historis yangdi bumi ini; dan apakah dengan begitu akan menurun­kan martabatnya yang azali dan transendental itu?MAA: Cara melihat semaeam itu, sebetulnya kalau

dibagi menurut klasifikasi pendekatan sejarah, kelihat­an sudah ada pada periode klasik Islam. Tapi yang men­jadi masalah menurut Abu Zayd sebetulnya bagaimanatafsiran terhadap teks kitab sud itu sendiri. Yang men­

jadi konsen Abu Zayd adalah penafsiran terhadap tekskitab sud (Alquran) itu dari sahl fase ke fase lain yangberubah-ubah. Nah, sebetulnya yang lebih menarikadalah dimensi historisitas penafsiran itu sendiri.

UAA: Abu Zayd sering dikaitkan dengan praktikhermeneutika. Dia dianggap mempraktikkan suatu

pendekatan yang mungkin ilharnnya dari Barat ter­hadap kitab sud. Komentar Anda?MAA: Sebagian orang mungkin bisa memandang

dengan perspektif seperti itu. Tapi perspektif lain jugatidak bisa dicegah. Kalau (praktik hermeneutika) dikait­kan dengan tradisi Barat, kelihatannya Islam koktidakpunya tradisi seperti itu. Padahal tradisi Islam sebetul­nya kaya sekali dengan apa yang disebut hermeneutika

[ 171 ]

Page 99: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

atau aspek al-qira'ah al-muntijah (bacaan produktif)terhadap kitab suci. Tapi memang, kalau dikait-kaitkandengan tradisi hermeneutika Barat, saya kira memangagak berbeda. Ayat Alquran yang menyebut "wa-fauqakulli dzi 'ilmin 'alim" tegas-tegas merupakan embriohermeneutika.

UAA: Anda meny~ut istilah al-qira' ah al-muntijah ataupembacaan yang produktif atas kitab suci. Anda bisajelaskan lebih lanjut?MAA: Istilah al-qira' ah al-muntijah akan jelas posisinyaketika berhadapan atau berdialektika dengan al-qira' ahal-mutakarrirah (membaca turats, atau warisan masa

lamp au dengan cara mengulang-ulang; cara mutakar­rirah atau repetitif). Kedua istilah ini memang daribahasa Arab, tapi sebetulnya bisa kita cermati dalambudaya kita masing-masing. Bacaan yang mutakarrirahitu, kalau kita baca dari buku Abu Zayd atau pemikir­pemikir kontemporer lain, adalah telaah atau bacaanyang agak kehilangan dimensi historisitas pemahamanatas teks itu sendiri. Yang dimaksud dengan historisitasadalah adanya dimensi perubahan (sosial-politik­ekonomi-budaya) dalam sebuah masyarakat.Kalau kita mengglmakan paradigma Alfin Tofter, miripseperti pergantian era dari agraris, industri, dan infor­masi. Dalam peralihan-peralihan itu terjadi proseschange atau perubahan. Aspek-aspek perubahan ituturut diperhatikan dalam penelaahan terhadap kitabsud. Nah, al-qira'ah al-muntijah adalah membaca de­ngan mempertimbangkan pemahaman seseorang ataukelompok terhadap perubahan-perubahan sejarah itu.Yang dimaksud sebetulnya adalah sesederhana itu. Inti-

[ 172]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

nya, pembacaan yang produktif akan selalu memper­timbangkan aspek historisitas (tarikhiyyah), baik darisisi sosiat budaya, ekonomi, maupun politik.

UAA: Bagaimana bentuk al-qiraah al-mutakarrirah ataupembacaan yang repetitif?MAA: Pembacaan yang repetitif adalah bacaan yangdilakukan dengan (sekadar) mengulang-ulang masalampau atau the golden age of Islam. Masa keemasan itulalu diidealisasi sedemikian rupa, untuk kemudiandibaca kembali persis seperti itu adanya, untuk diterap­kan di era sekarang. Tapi soalnya, kalau bacaan ter­hadap masa lampau yang diidealisasikan itu difungsi­kan unhlk era sekarang, akan kelihatan sekali kekurang­jelian kita terhadap aspek historisitas tadi.

UAA: Apakah yang disebut al-qira'ah al-muntijah itubisa disejajarkan dengan isu penafsiran yang konteks­tual atas AI-Qur' an?

MAA: Ya, mirip-mirip dengan beberapa komponenyang kita sebutkan tadi. Jadi yang diperhitungkan didalam penelaahan itu adalah aspek sosiologi, sejarah,dan lain-lain. Konteks historis itu menjadi pertimbang­an pokok dalam pembacaan.

UAA: Di awal pembicaraan, Anda menyebut Abu Zaydtelah melakukan naqd al-khitab al-dini atau kritik ataswacana agama. Kira-kira apa yang dia mau; kok agamadikritik-kritik?

MAA: Agama tidak boleh dikritik, tapi pemikiran ke­agamaan sah untuk dikritik. Kedua hal itu harusdibedakan. Kalau dalam dunia akademik yang agakkompleks, ked uanya harus dibeda-bedakan. Jadi, antaraaI-din (agama) dan al-afkar al-diniyyah (pemikiran

[ 173 ]

r~ II

I

IIIII

Page 100: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

keagamaan) itu berbeda. KetikaAnda menyebut firmanTuhan, mungkin itu masuk wilayah aI-din yang abso­lut, mutlak, tidak boleh diganggu gugat, qath'iy (pasti),dan bagian dari al-tsawabit (yang tetap). Tapi ketikarumusan-rumusan keagamaan itu disusun oleh ulama,cerdik cendekia, atau organisasi sosial keagama-anmanapun, maka secara otomatis itu masuk kategori al­intaj al-tsaqafi (produk kebudayaan) tadi. Pemikirankeagamaan selalu qabilli al-niqasy wa al-taghyir; bisadicermati ulang, dipertanyakan, dan jangan-jangantidak cocok dengan yang diinginkan agama itu sendiri.Jadi itu bagian dari pemikiran keagaman yang kadangsusah dibedakan dengan agama ihl sendiri.

UAA: Lantas, bagian mana yang dikritik Abu Zayd?MAA: Menurut bacaan saya, kritiknya lebih kepadayang kedua, yaihl pada aspek pemikiran keagamaan.Kita tahu, kondisi kultural Mesir (negaraasalAbu Zayd)itu kan luar biasa unik. Mesir berada pad a titik temuantarperadaban: Timur-Tengah, Barat, Afrika, danEropa. Karena pertemuan kultur dari berbagai macamperadaban, maka lalu-lintas pemikiran keagamaanIslam di sana luar biasa perkembangannya. Selain luarbiasa perkembangannya, juga luar biasa kompleks dankonfliknya. Nah, ketika pelbagai peradaban itu berebutsoal mana yang paling otentik, maka terjadilah residu­residu, rigiditas atau kekakuan-kekakuan. Sebetulnya,yang ditajami bahasannya oleh Abu Zayd terletak padasoal itu: pemikiran keagamaan yang kaku dan tidakhistoris itu tadi.

UAA:Tapipendapatnya dianggap melenceng dari orto­doksi Islam, lalu dia dikafirkan. Makanya, Abu Zayd

[ 174]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Of lAIN & DAMPAKNYA

sangat gundah dengan soal takfir (pengkafiran) yangberlawanan dengan etos tafkir (kreativitas berpikir)dalam dunia Islam. Apa komentar Anda?MAA: Aktivitas tafkir (berpikir) itu selalu melaluiproses epistemologi atau menapaki tangga nadlariyyatal-'ilm. Makanya, konstruksi ilmu pengetahuan itukemudian rumit dan kompleks. Yangnamanya ilmu itukan sistema tis, teoretis, dan tidak mudah. Sementaraternan-ternan dialog Abu Zayd inginnya tidak usahyang rumit-rumit, langsung clear-cut, dan jelas-jelassaja. Padahal menurut Abu Zayd, setelah dipikir-pikirpersoalannya memang kompleks sekali.

UAA: Abu Zayd menyebut tantangan di dunia Islamsaat ini adalah al-tafkir fi zaman al-takfir, berpikir dalamera pengkafiran. Kita sedang mengalami abad peng­kafiran. Nah, apakah masalah pengkafiran ini me­rupakan masalah serius di dunia Islam?.MAA: Untuk wilayah-wilayah tertentu, di Timur­Tengah dan di beberapa tempat lain, mung kin ya. Tapidi Asia Tenggara saya kira tidak begitu rigid, meskipunada satu-dua kasus yang serius. Tapi memang istilahtakfir yang berkembang saat ini bukan takfir dalamwilayah akidah, tetapi lebih pada wilayah perbedaanepistemologi, perbedaan cara pandang keilmuan.Makanya, mengapa sebagian orang mudah mengarahke isu takfir? Ada apa? Padahal, tak jarang persoalan­nya hanya pada perbedaan pada bahan dan sumberbacaan dan perbedaan dalam melihat persoalan. Yangsatu melihat persoalan dari atas, yang satu lagi daribawah; yang satu dari kanan, yang satu dari kiri. Jadisebetulnya ini persoalan multiperspektif. Makanya

[ 175 ]

..,

Page 101: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

ketika berbeda, masak mesti berimplikasi pada takfir?Itulah yang dipermasalahkan Abu Zayd sebetulnya.Perbedaan dalam pemikiran kemudian dianggapperbedaan dalam agama.

UAA: Terakhir, bagaimana pengalaman Anda dalammemperkenalkan beberapa pendekatan Abu Zaydkepada mahasiswa Muslim di Indonesia, dan bagai­mana respon mereka?

MAA: Perasaan saya, ketika saya mengajar di UGM danUIN, mereka merasa senang. Artinya, mereka merasamendapatkan sesuatu yang bam. Mungkin karena adakombinasi pendekatan antara hadlaratun-nash (per­adaban teks) dan hadlaratul-'ilm (peradaban penge­tahuan). Bagian hadlaratul-'ilm ini terkait sekali dengansoal tafkir, seperti pendekatan sosiologis, antropologis,dan lain sebagainya. Kemudian ditambah lagi dengankombinasi hadlaratul-falsafah (peradaban falsafah).Yang dimaksud hadlaratul-falsafah di sini adalah akh­lak bam yang membebaskan. Jadi kombinasi dari tigaramuan itu cukup menggairahkan mereka. Makanya,respon mahasiswa tampaknya positif. Hal itu dapatdilihat dari penulisan tesis mereka yang cukup berkem­bang wilayah penelitiannya.

Dari penjelasan Amin Abdullah, tampak jelas, bahwapemikiran-pemikiran Abu Zayd didukung dan sudahdiajarkan kepada para mahasiswa, seolah-olah pemikiranAbu Zayd itu tidak bermasalah. Padahal, faktanya, tidaklahdemikian. Pemikiran Abu Zayd sangat bermasalah biladihadapkan dengan konsep keilmuan Islam. Ribuan ulamadan cendekiawan memberikan kritik keras terhadap teori­teorinya. Dr. Syamsuddin Arif, peneliti Institute for the Study

[ 176]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Of lAIN & DAMPAKNYA

of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), menulis sebuahartikel yang tajam di Harian Republika (30/9/2004), berjudul"Kisah Intelektual Abu Zayd", berkaitan dengan ke­datangan Abu Zayd ke Indonesia.

Artikel Syamsuddin tersebut sangat penting, karenaitulah artikel pertama di Indonesia yang isinya sangat tajamdalam mengupas sisi kehidupan dan pemikiranAbu Zayd.Karena sosok Abu Zayd adalah salah satu sosok sentral da­lam pengembangan hermeneutika di Indonesia -temtamadi lingkungan IAIN- maka tulisan Syamsuddin ini perluditelaah dengan baik. Berikut ini artikel Syamsuddin Arif,yang kemudian sempat memicu kontroversi dan kehebohandi sejumlah kalangan komunitas liberal di Indonesia.

Kisah Intelektual Abu ZaydOleh: Dr. Syamsuddin Arif

Beberapa waktu lalu, sebuah workshop bertemakan"Kritik Wacana Agama" digelar di Jakarta. Penyeleng­garanya, Jaringan Islam Liberal (JIL) dan InternationalCenter for Islam and Pluralism (ICIP), menghadirkan

Nasr Hamid Abu Zayd sebagai pembicara utama.Tulisan ini bermaksud mengkritisi sosok tokoh yangsedang tenar di Indonesia ini.

Nama Nasr Hamid Abu Zayd, intelekhlal asal Mesiryang 'kabur' ke Belanda dan kini mengajar di Univer­sitas Leiden itu, pertama kali saya dengar dari ProfesorArif Nayed, seorang pakar hermeneutika yang pernahmenjadi gum besar tamu di ISTAc, Malaysia, sekitartujuh tahun yang lalu. Perkembangan kasusnya sayaikuti dari liputan media dan laporan jurnal.

[ 177]

Page 102: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

/

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Terus-terang saya tidak begitu tertarik oleh teori danide-idenya mengenai ana lis is wacana, kritik teks, apa­lagi hermeneutika. Sebabnya, saya melihat apa yang dialontarkan kebanyakan -untuk tidak mengatakan se­luruhnya- adalah gagasan-gagasan nyeleneh yangdiimpor dari tradisi pemikiran dan pengalaman in­telekhlal masyarakat Barat.

Promosi guru besar

Nasr Hamid Abu Zayd adalah orang Mesir asli, lahirdi Tantra, 7 Oktober 1943. Pendidikan tinggi, dari Sl

sampai S3, jurusan sastra Arab, diselesaikannya diUniversitas Kairo, tempatnya mengabdi sebagai dosensejak 1972. N amlill ia pernah tinggal di Amerika selamadua tahun (1978-1980), saat memperoleh beasiswa

unhlk penelitian doktoral-nya di Institute of MiddleEastern Studies, University of Pennsylvania, Phila­delphia. Karena ihl ia menguasai bahasa Inggris lisanmaupun tulisan. Ia juga pernah menjadi dosen tamu diUniversitas Osaka, Jepang. Di sana ia mengajar BahasaArab selama empat tahun (Maret 1985-Juli 1989).

Karya tulisnya yang telah diterbitkan antara lain: (1)Rasionalisme dalam Tafsir: Studi Konsep Metafor Me­nurut Mu'tazilah (al-Ittijah al-' Aqliy fi-t Tafsir: Dirasahfi Mafhum al-Majaz 'inda al-Mu'tazilah, Beirut 1982);(2) Filsafat Hermeneutika: Studi Hermeneutika AI­Qur'an menurut Muhyiddin ibn 'Arabi' (Falsafat at­Ta'wil: Dirasahfi Ta'wilAI-Qur'an 'inda Muhyiddinibn,Arabi, Beirut, 1983); (3) Konsep Teks: Studi UlumulQur'an (Mafhum an-Nashsh: Dirasah fi 'Ulum AI­Qur'an, Kairo, 1987); (4) Problematika Pembacaan danMekanisme Hermeneutik (Isykaliyyat al-Qira'ah wa

[ 178]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Aliyyat at-Ta'wil, Kairo, 1992); (5) Kritik Wacana Agama(Naqd al-Khithab ad-Diniy, 1992); dan (6) Imam Syafi'idan Peletakan Dasar Ideologi Tengah (aI-Imam asy­

Syafi'i wa Ta'sis Aidulujiyyat al-Wasathiyyah, Kairo,1992). Kecuali nomor satu dan dua, yang berasal daritesis master dan doktoralnya, tulisan-tulisah Abu Zaydtelah memicu kontroversi dan berbunhlt panjang.

Ceritanya bermula di bulan Mei 1992. Abu Zaydmengajukan promosi untuk menjadi guru besar difakultas sastra Universitas Kairo. Beserta berkas yang

diperlukan ia melampirkan semua karya tulisnya yangsudah diterbitkan. Enam bulan kemudian, 3 Desember

1992, keluar keputusannya: promosi ditolak. Abu Zayd

tidak layak menjadi profesor, karya-karyanya dinilaikurang bermutu bahkan menyimpang dan merusakkarena isinya melecehkan ajaran Islam, menghinaRasulullah saw., meremehkan AI-Qur'an, dan meng­

hina para ulama salaf. Abu Zayd tidak bisa menerimadan protes. Beberapa bulan kemudian, pada Jumat, 2April 1993, Profesor Abdushshabur Syahin, yang jugasalah seorang anggota tim penilai, dalam khutbahnyadi Mesjid 'Amru bin' Ash, menyatakan Abu Zaydmurtad. Pernyataan Ustadz Syahin diikuti oleh parakhatib di masjid-masjid pada Jumat berikutnya. Mesirpunheboh.

Harian al-Liwa' al-Islami dalam editorialnya 15 April

1993 mendesak pihak Universitas Kairo agar Abu Zaydsegera dipecat karena dikhawatirkan akan meracunipara mahasiswa dengan pikiran-pikirannya yang sesatdan menyesatkan. Pada 10 Juni 1993 sejumlah peng­acara, dip imp in oleh M Samida Abdushshamad, mem­perkarakan Abu Zayd ke pengadilan Giza. Pengadilan

[ 179]

Page 103: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

membatalkan hmtutan mereka pada 27 Januari 1994.Namun di tingkat banding hmtutan mereka dikabul­kan. Pada 14Juni 1995,dua minggu setelah UniversitasKairo mengeluarkan surat pengangkatannya sebagaiprofesor, keputusan Mahkamah al-Isti'naf Kairo me­nya takan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtaddan, karena itu, perkawinannya dibatalkan. Ia diharus­kan bercerai dari istrinya (Dr Ebtehal Yunis), karenaseorang yang murtad tidak boleh menikahi wanitaMuslimah. Abu Zayd mengajukan banding.

Ulama al-Azhar

Sementara itu, Fron Ulama al-Azhar yang berang­

gotakan 2.000orang, meminta pemerintah tunm tangan:Abu Zayd mesti disuruh bertaubat atau -kalau yangbersangkutan tidak mau- ia harus dikenakan hukum­an mati. Tidak lama kemudian, 23 Juli 1995,bersama

istrinya, Abu Zayd terbang pergi ke Madrid, Spanyol,sebelum akhirnya menetap di Leiden, Belanda, sejak 2Oktober 1995 sampai sekarang. Mahkamah AgungMesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusanyang sama: Abu Zayd dinyatakan murtad dan per­kawinannya dibatalkan.

Dalam putusan tersebut, kesalahan-kesalahan AbuZayd disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, berp'endapat dan mengatakan bahwa

perkara-perkara gaib yang disebut dalam Al-Qur'anseperti 'arasy, malaikat, setan, jin, surga, dan nerakaadalah mitos belaka. Kedua, berpendapat dan mengata­kan bahwa Al-Qur'an adalah produk budaya (muntaj

tsaqafi), dan karenanya mengingkari status azali Al­Qur'an sebagai Kalamullah yang telah ada dalam al-

[ 180]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Lawh al-Mahfuz. Ketiga, berpendapat dan mengatakanbahwa Al-Qur' an adalah teks linguistik (nash lughawi).Ini sama dengan mengatakan bahwa Rasulullah saw.telah berdusta dalam menyampaikan wahyu dan Al­Qur' an adalah karangan beliau. Keempat, berpendapatdan mengatakan bahwa ilmu-ilmu Al-Qur'an adalah"tradisi reaksioner" serta berpendapat dan mengatakanbahwa syariah adalah faktor penyebab kemunduranumat Islam. Kelima, berpendapat dan mengatakanbahwa iman kepada perkara-perkara gaib merupakanindikator akal yang larut dalam mitos. Keenam, berpen­dapat dan mengatakan bahwa Islam adalah agamaArab, dan karenanya mengingkari statusnYil sebagaiagama universal bagi seluruh umat manusia. Ketujuh,berpen-dapat dan mengatakan bahwa teks Al-Qur"anyang ada merupakan versi Quraisy dan ihl sengaja demimempertahankan supremasi suku Quraisy. ~edelapan,mengingkari otentisitas Sunnah Rasulullah saw.Kesembilan, mengingkari dan mengajak orang keluardari otoritas "teks-teks agama". Kesepuluh~ berpen­dapat dan mengatakan bahwa patuh dan hmduk ke­pada teks-teks agama adalah salah satu bentuk per­budakan.

Reaksi pro dan kontra bermunculan, dari k~langanintelektual maupun aktivis HAM. Pelbagai media diBarat kontan mengecam keputusan tersebut serayamemihak dan membela Abu Zayd. Mereka menuduhAbu Zayd telah dizalimi dan ditindas, bahwa hakasasinya dirampas, bahwa kebebasan berpendapat danberekspresi telah dipasung. The Middle East StudiesAssociation of North America, misalnya, melalui Ko­mite Kebebasan Akademis melayangkan surat kepriha-

[ 181 ]

Page 104: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRISTEN-BARAT

tinan kCi(padaPresiden Mesir, Husni Mubarak. Namunkeputusan tersebut sudah final, tidak dapat diganggu­gugat dan tidak dapat dicabut lagi.

Di Belanda Abu Zayd justru mendapat sambutanhangat dan diperlakukan istimewa. RijksuniversiteitLeiden langsung merekrutnya sebagai dosen sejakkedatangannya (1995) sampai sekarang. Ia bahkandiberi kesempatan dan kehormatan untuk mendudukithe Cleveringa Chair in Law Responsibility, Freedomof Religion and Conscience, kursi profesor prestisius diuniversitas itu. Tidak lama kemudian, Institute of

Advanced Studies (Wissenschaftskolleg) Berlin meng­angkatnya sebagai Bucerius/ZEIT Fellow untuk pro­yek Hermeneutika Yahudi dan Islam. Pihak Amerikatidak mau ketinggalan. Pad a 8 Juni 2002, the Franklinand Eleanor Roosevelt Institute menganugrahkan "theFreedom of Worship Medal" kepada Abu Zayd. Lem­baga ini menyanjung Abu Zayd terutama karena pikir­an-pikiranya yang dinilai 'berani' dan 'bebas' (cou­

rageous independence of thought) serta sikapnya yangapresiatif terhadap tradisi falsafah dan agama Kristen,modemisme dan humanisme Eropa.

Di Indonesia, Abu Zayd diundang dan disambutmeriah. Gagasan-gagasannya diadopsi dan dipropa­gandakan secara besar-besaran, buku-bukunya diter­jemahkan, lokakarya dan seminar digelar. Prof Dr MAmin Abdullah dari lAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,dalam sebuah wawancara dengan JIL, mengaku cukuptertarik dengan karya-karya Abu Zayd seperti Naqd al­Khithab ad-Dini yang dinilainya cocok untuk dibahas(diajarkan?) di lingkungan lAIN atau PTAI (PerguruanTinggi Agama Islam). Ia dan cendekiawan lainnya di

[ 182 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Tanah Air tampaknya lupa atau sengaja menganggapsepi keputusan Mahkamah Agung Mesir, men gang gapkeputusan tersebut berlatar-belakang politik, dan ka­renanya tidak valid secara akademis. Padahal, keputus­an hukum tersebut diambil berdasarkan fakta-fakta dan

hasil kesimpulan penelitian tim dan saksi ahli yangpakar di bidangnya. Jadi keputusan tersebut sah danmengikat (valid and binding) baik secara hukum mau­pun secara akademis. Lebih jauh dari ihl, karena dicapaimelalui prosedur ilmiah, musyawarah dan kesepakat­an para ahli (ulama) di bidangnya, maka keputusantersebut seslmgguhnya merupakan ijma', bukan lagipendapat pribadi. Dan itu diperkuat dengan pemyataansikap ulama yang tergabung dalam Jabhat Ulama al­Azhar.

Dalam otobiografinya yang baru diterbitkan, Voice of

an Exile: Reflections on Islam (Westport, Connecticut/London: Praeger, 2004), Abu Zayd 'blak-blakan' meng­ungkapkan latar belakang dan sumber inspirasinya.Berikut ini cuplikannya.

Usai bermukim di AS. Abu Zayd mengakui peng­alamannya belajar di Amerika temyata membuahkanhasil. Di sanalah ia mengenal dan mempelajari filsafatdan hermeneutika. Baginya, hermeneutika adalah ilmubaru yang telah membuka matanya: "My academic

experience in the [United] States turned out to be quite

fruitful. I did a lot of readir:g on my own, especially in thefields of philosophy and hermeneutics. Hermeneutics, the

science of interpreting texts, opened up a brand-new world

for me" (him. 95).

Seperti anak kecil yang barn dapat pistol mainan, iasegera mencari sasaran tembak di sekitarnya. Kalau

[ 183 ]

Page 105: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

pisau hermeneutika bisa dipakai untuk membedahBibel,mengapa tidak kita glmakan untuk mengupas AI­Qur'an. Toh keduanya sarna, sarna-sarna kitab suci.Demikian logika Abu Zayd.

Para sarjana Barat (Yahudi maupun Kristen) sejaklama telah menerapkan metode-metode kritis dalammengkaji Bibel, seperti metode textual criticism, source

criticism, form criticism, dan sebagainya. SebagaimanaBibel, AI-Qur'an juga dinilai sebagai produk budayasetempat yang tidak terlepas dari konteks masyarakat,sejarah, dan zaman di mana ia lahir dan berkembang.Di sihl tentu ada campurtangan manusia. Berkata AbuZayd: "Classical Islamic thought believes the Qur'an existed

before it was revealed."! argue that the Qur' an is a cultural

product that takes its shape from a particular time in history.

The historicity of the Qur'an implies that the text is human.

Because the text is grounded in history, I can interpret and

understand that text. We should not be afraid to apply all the

tools at our disposal in order to get at the meaning of thetext" (hIm. 99).

Dengan menganggap AI-Qur' an sarna dengan Bibel,Abu Zayd lantas menurunkan status AI-Qur' an ­bukan lagi Kalamullah. Baginya, AI-Qur'an adalah se­buah teks, tidak lebih dari itu. Statusnya, menurut AbuZayd, sarna dengan buku-buku lainnya, yang dikarangoleh manusia, terbentuk dalam konteks budaya dansejarah, dan sebagai wacana, tidak memiliki maknayang tetap dan baku: "The divine text became a humantext at the moment it was revealed to Muhammad. How else

could human beings understand it? Once it is in human form,

a text becomes governed by the principles of mutability or

change. The text becomes a book like any other. Religious texts

[ 184]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Ol lAIN & DAMPAKNYA

are essentially linguistic texts. They belong to a specific

culture and are produced within that historical setting. The

Qur'an is a historical discourse-it has no fixed, intrinsic

meaning" (hIm. 97). Pendapat-pendapatnya mengenaihermeneutika, tekstualitas, dan historisitas AI-Qur'anini diakuinya adalah 'oleh-oleh' hasil mukimnya diAmerika: "I owe much of my understanding of hermeneutics

to opportunities offered me during my brief sojourn in theUnited States" (hIm. 101).

Orang macam Abu Zayd ini cukup banyak. Ia jatuhke dalam lubang rasionalisme yang digalinya sendiri.Ia seperti istri Aladdin, menukar lampu lama denganlampu baru yang dijajakan oleh si tukang sihir.(Syamsuddin Arif)

-- 000--

Apa yang dipaparkan Syamsuddin Arif sangatlahpenting untuk ditelaah, mengingat 'virus' pemikiran AbuZayd sudah begitu meluas dan dipuja di berbagai ling­kungan perguman tinggi Islam.Apalagi, hermeneutika jugatelah masuk ke dalam kurikulum perguruan tinggi Islam,eperti di UIN Jakarta. Di kampus ini, mata kuliah herme­

neutika dan semiotika diajarkan unhlk mahasiswa ProgramStudi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, se­mester VI. Ada pun hljuan diajarkannya mata kuliah iniialah, agar: "Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan

ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian AI-Qur'andan Hadis".

Dengan tujuan seperti itu, tentunya, hermeneutikabukan lagi diajarkan sebagai metodologi untuk dikritisi,tetapi dipandang sebagai metode yang sah untuk menafsir­kan AI-Qur' an. Beberapa topik yang diajarkan sesuai pedo-

[ 185 ]

Page 106: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

man kurikulum Jurusan Tafsir Hadis UIN Jakarta, adalah:

(1) Pengertian dan ruang lingkup, sejarah kemtmculan danperkembangan hermeneutika modern, prinsip-prinsipdasar, hermeneutika Romantisisme, hermeneutika filosofis,dan hermeneutika kritis, (2) F.Schleirmacher (3) W. Dilthey,(4) Hans G. Gadamer, (5) Jurgen Habermas, (6) Paul Ricour(7) Pengertian dan Sejarah Semitika modern (8) CharlesSanders Peirce (9) Umberto Eco (10) Roland Bartes.

Adapun referensi yang dianjurkan: (1) Josef Bleicher,Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method,

Philosophy and Critique, (2) Umberto Eco, Semiotics ang the

Philosophy of Language, (3) H.G. Gadamer, L'art de conpre­

hende: Hermeneitique et tradition philosophique.

Dari kurikulum itu tampak, mahasiswa tidak diajakuntuk berpikir kritis dalam menyikapi penerapan metodehermeneutika untuk penafsiran AI-Qur'an. Padahal, ma­salah penerapan hermeneutika ini sangat serius dampaknyabagi AI-Qur'an dan tafsir AI-Qur'an. Dengan cara meng­ganti tafsir dengan hermeneutika, akan terjadi perubahanbesar-besaran dan mendasar dalam ulumuddin, atau keilmu­

an agama Islam. Inilah cara yang digunakan dulu oleh parateolog liberal Kristen, seperti F. Schleirmacher, unhlk me­liberalkan agama mereka. Sekarang, cara ini juga sedangdigunakan unhlk diterapkan ke dalam Islam, oleh kalanganakademisi di lingkungan lAIN, seperti yang dilakukan olehUIN Yogya, UIN Jakarta, dan berbagai kampus lainnya.Padaha!, masalah hermeneutika ini juga menimbulkanmasalah dalam penafsiran Bibe!. Hal ini akan dibahas padabagian berikutnya.

The New Encyclopedia Britannica menulis, bahwa herme­neutika adalah studi prinsip-prinsip general tentang inter­pretasi Bibel (the study of the general principle of biblical

[ 186]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

interpretation). Tujuan dari hermeneutika adalah untukmenemukan kebenaran dan nilai-nilai dalam Bibe!. Dalam

sejarah interpretasi Bibe!, ada lima model utama interpretasiBibel, yaitu (1) literal interpretation, (2) moral interpretation,

(3) allegorical interpretation, (4) anagogical interpretation.Nasr Hamid Abu Zayd sendiri mengaku sebagai se­

orang sekular. Seorang murid Abu Zayd di Indonesia,Moch. Nur Ichwan, yang juga mahasiswa Indonesia di Uni­versitas Leiden, menulis sebuah buku yang menjelaskan

konsep hermeneutika Abu Zayd. Judul bukunya, Meretas

Kesarjanaan Kritis Al-Qur' an: Teori Hermeneutika Nasr Abu

Zayd (2003). Ditulis dalam buku ini:

Abu Zayd berupaya tmtuk memformulasikan sebuahperangkat metodologis yang dapat dipergtmakan tmhlkmendeteksi pembacaan-pembacaan ideologis atas teks­teks keagamaan. Dalam hal ini, pendapat Abu Zaydyang berkaitan dengan pembacaan ideologis meng­ingatkan kita kepada "hermeneutic of innocent" nya ED.Hirsch, Jr, walaupun tak persis sama, yang sesungguh­

nya, menurut saya, tidak dapat lagi dipertahankan padaera pasca-Gadamer- tokoh yang dianggap justru ba­nyak mempengamhinya.Abu Zayd secara berulang-ulang mengatakan bahwasebuah pembacaan ideologis dan subjektif atas AI­Qur' an tidak lebih daripada manipulasi makna, yang

bertentangan dengan objektivitas ilmiah. Bahkan, ideo­

logi itu sendiri, menurutnya, adalah sebuah "penyakit"yang hams diberantas. Pada titik ini, pengaruh konsepMarxis tentang ideologi, sebagaimana disinyalir oleh

para penentangnya, bagaimana pun terbukti adanya.Para Marxis melihat ideologi sebagai sebuah 'distorsi'

realitas, dan mereka juga mengkontraskannya dengan

[ 187]

Page 107: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONf KRISTEN-BARAT

'kesadaran sejati' (true consciousness) ...

Meskipun Abu Zayd sangat kritis terhadap pembacaan­pembacaan ideologis atas teks-teks keagamaan, se­bagian besar tulisannya, pada kenyataannya, bersifatideologis pula. Ada dua ideologi penting yang men­dasari karya-karyanya, yaitu sekularisme dan akade­misme, dengan tanpa mengatakan bahwa kedua ideo­logi ini, dan pengaruh dari keduanya, berdampaknegatif. Saya hanya bermaksud menunjukkan bahwa,secara sadar atau tidak ideologi dan subjektivitas AbuZayd hadir dalam tulisan-tulisannya. Artinya, 'klaimideologis' itu dapat dikenakan kepada siapa saja,karena'klaim' itu sendiri merefleksikan ideologi tertentu. Se­bagaimana tertulis dalam bab pertama, Abu Zaydmemosisikan dirinya sebagai seorang intelektual Mus­lim sekularis. Meskipun dia mendefinisikan sekularis­me sebagai sebuah "interpretasi sejati dan ilmiah atasagama", tidaklah berarti bahwa sekularisme bukansebuah ideologi ... 18

Salah satu produk hasil penggunaan metode herme­neutika ala Abu Zayd, misalnya, adalah pendapatnya,bahwa jin dan setan tidak ada dalam realitas dan hanyaada dalam mitos. Karena melihat wahyu sebagai prosesevolusioner transformasi dari sebuah pandangan duniamitologis kepada pandangan dunia rasionalistik, maka diakhir analisisnya tentang jin, setan, sihir, dan hasad, AbuZayd berkesimpulan, bahwa semua itu pada hakikatnya

18 Mach. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis AI-Qur'an: Teori Hermeneu­

tika Nasr Abu Zayd, (Jakarta: Teraju, 2003), hal 158-161. Pengaruh Marxismeterhadap Nasr Hamid Abu Zayd juga diungkap aleh Muhammad Imarah dalambukunya "At-Tafsir Markisi iii-Islam".

[ 188]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Of lAIN & DAMPAKNYA

bersifat mitologis, 'hidup' dalam konsep mental saja, dantidak ada dalam realitas.1l9 Menurut Moch. Nur Ichwan,"Pengaruh Ferdinad de Saussure jelas dalam interpretasitentang kekuatan-kekuatan jahat di atas, khususnya yangterkait dengan tanda-tanda linguistik. De Saussure berpen­dapat bahwa "tanda-tanda linguistik bukanlah hubungan(link) antara sebab benda dengan sebuah nama, namunantara sebuah konsep dengan sebuah pola suara.""20Pen­dapat lain Abu Zayd dari produk metode hermeneutikaadalah, bahwa bunga dalam sistem perbankan sekarangtidaklah terkait dengan riba, poligami haram, perempuanmendapatkan bagian waris yang sama dengan laki-laki. 21

Membaca kesimpulan dan analisis murid Abu Zayd diLeiden tersebut, tampak bahwa apa yang dilakukan AbuZayd dengan mengadopsi metode hermeneutika untukmenafsirkan Al-Qur'an temyata hanya digunakan untukmelegitimasi tujuan perombakan konsep dan hukum Islamyang sering dinilai tidak sesuai dengan selera dan konsepperadaban sekular Barat modem. Cara seperti ini banyaksekali dilakukan. Jika Abu Zayd menuduh Imam Syafii se­bagai ideolog Arab, dengan mudah tuduhan itu dibalikkankepada dirinya, bahwa dia adalah ideolog sekular Barat.

Abu Zayd sendiri belum menghasilkan karya tafsir Al­Qur'an. Dan memang para hermeneut, seperti FazlurRahman, Arkmill, Hassan Hanafi, atau Abu Zayd, sejauhini masih berkutat pada tataran dekonstruksi dan belumselesaimembangun teori rekonstruksinya. Merekaberusahamenjebol epistemologi Islam yang sudah sangat kokoh

19 Ibid., hal. 119.

20 Ibid., hal. 126.

21 Ibid., hal. 129-148.

[ 189]

Page 108: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON 1 KRISTEN-BARAT

tersusun sejak zaman Nabi dan ulama-ulama besar umatIslam. Mereka ingin merekonstruksi, tapi belum sampaimenjadi kenyataan. Teori-teori mereka masih tambal sulam,meminjam teori hermeneutika Barat, dan ujung-ujungnyamereka hanya menjadi pembenar (legitimator) teori dankonsep-konsep keilmuan Barat, yang lahir dari setting se­jarah dan realitas Kristen. Dampak seriusnya, ketika merekabelum menemukan teori baru yang menggantikan meto­dologi ushul fiqih, misalnya, mereka sudah mengam­panyekan bahwa Imam Syafii adalah ideolog Arab, se­hingga perlu dicurigai.

Seorang ilmuwan Muslim yang sangat tegas dalam me­nyikapi dalam masalah penggunaan hermeneutika adalahProf. Syed Muhamamd Naquib al-Attas, pendiri kampusInternational Institute of Islamic Thought and Civilization

(ISTAC). AI-Attas tanpa ragu menyatakan, bahwa herme­neutiuka berbeda dengan tafsir AI-Qur' an, dan karena itutidak dapat diterapkan untuk menggantikan ilmu tafsir.Pandangan al-Attas dielaborasi dengan panjang lebar olehProf. Wan Mohd Nor Wan Daud, mantan wakil Direktur

ISTAC yang sebelumnya pemah berguru kepada FazlurRahman.

Apakah metode hermeneutika bisa diterapkan untukAI-Qur'an? Untuk menjawabnya, ada dua hal yang perluditelaah. Pertama, perlu dilakukan studi komparasi antarakonsep teks AI-Qur'an dan konsep teks Bibel. Dan kedua,

perbandingan antara sejarah peradaban Islam dan peradab­an Barat (Kristen-Eropa). Kajian terhadap kedua hal inidengan serius akan memberikan jawaban, bahwa ada per­bedaan yang mendasar antara konsep teks dan perkem­bangan peradaban Islam dan Barat. Seyogyanya ini di­sadari, sehingga tidak terjadi sikap latah, seperti buih,

[ 190]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

mengikuti kemana saja arah angin bertiup.Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, menilai bahwa

tafsir "benar-benar tidak identik dengan hermeneutika

Yunani, juga tidak identik dengan hermeneutika Kristen,dan tidak juga sarna dengan ilmu interpretasi kitab sucidari kultur dan agama lain." Ilmu Tafsir AI-Qur'an adalah

penting karena ini benar-benar merupakan ilmu as as yangdi atasnya dibangun keseluruhan struktur, tujuan, penger­tian pandangan dan kebudayaan agama Islam. Itulahsebabnya mengapa al-Tabari (wafat 923 M) menganggap­nya sebagai yang terpenting dibanding dengan seluruhpengetahuan dan ilmu. Ini adalah ilmu yang dipergunakanumat Islam unhlk memahami pengertian dan ajaran Kitabsuci AI-Qur'an, hukum-hukumnya dan hikmah-hikmah­

nya. Prof. Wan juga mengritik dosen pembimbingnya diChicago University, yaitu Prof. Fazlur Rahman, yang meng­aplikasikan hermeneutika untuk menafsirkan ayat-ayat AI­Qur'an. Kata Prof. Wan Mohd Nor:

"Konsekuansi dari pendekatan hermeneutika ke atassistem epistemologi Islam termasuk segi perundangan­

nya sangatlah besar dan saya fikir agak berbahaya. Yangpaling utama saya kira ialah penolakannya terhadappenafsiran yang final dalam sesuatu masalah, bukanhanya masalah agama dan akhlak, malah juga masalah­masalah keilmuan lainnya. Keadaan ini dapat me­nimbulkan kekacauan nilai, akhlak dan ilmu penge­

tahuan; dapat memisahkan hubungan aksiologi antargenerasi, antar agama dan kelompok manusia. Herme­neutika teks-teks agama Barat bermula dengan masalahbesar: 1) ketidakyakinan tentang kesahihan teks-tekstersebut oleh para ahli dalam bidang itu sejak dari awal

[ 191 ]

Page 109: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

karena tidak adanya bukti materiil teks-teks yang palingawal, 2) tidak adanya laporan-Iaporan tentang tafsiranyang boleh diterima umum, yakni ketiadaan tradisimutawatir dan ijma, dan 3) tidak adanya sekelompokmanusia yang menghafal teks-teks yang telah hilangitu. Ketiga masalah ini tidak terjadi dalam sejarah Islam,khususnya dengan AI-Qur'an. Jika kita mengadopsisatu kaedah ilmiah tanpa mempertimbangkan latarbe­lakang sejarahnya, maka kita akan mengalami kerugianbesar. Sebab kita akan meninggalkan metode kita sen­diri yang telah begitu sukses membantu kita memahamisumber-sumber agama kita dan juga telah membantukita menciptakan peradaban intemasional yang ungguldan lama." 22

Penerapan hermeneutika untuk AI-Qur'an jelas-jelasterbukti bermasalah. Ihl bisa dilihat dari produk pemikiranpara hermeneut - seperti Nasr Hamid Abu Zayd, FazlurRahman, Amina Wadud, dan sebagainya - yang akan di-

22 Lihat, artikel Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud di Majalah Islamia edisiI, tahun 2004 dan wawancaranya di majalah yang sarna pada edisi 2, tahun2004. Dalam bukunya The Educational Philosophy and Practice ofSyed Muhammad

Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur:ISTAc, 1998), Wan Mohd Nor menulis satu judul sub bab, "Tafsir is not Herme­

neutics"- Ia menulis: "AI-Attas is perhaps the first contemporary Muslim scholar who

has understood the unique nature of the Islamic science of tafsir and distinguishes it

from the Western concept and practice of hermeneutics, wether on Biblical sources or

other texts. In this respect al-Attas differs substantively from Fazlur Rahman and other

modernist or post modernist Muslims like Arkoun, Hasan Hanafi and A. Karim

Shoroush." Dalam Konferensi International Kedua tentang Pendidikan Islam diIslamabad, AI-Attas menekankan bahwa ilmu pertama di kalangan Muslim,yakni I1mu Tafsir, tetap sangat berharga dan bisa diaktualisasikan sebab adanyakarakteristik ilmiah dari bahasa Arab. Tafsir tidaklah identik dengan herme­neutika Yunani atau hermeneutika Kristen atau metode interpretasi kitab sucidari budaya atau agama apa pun. (hal. 343-344).

[ 192]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

paparkan pada bagian berikutnya. Yang jelas, sikap me­rendahkan teks-AI-Qur' an menjadi sekedar teks budaya

atau bukan teks suci, sudah tampak di manq-mana. Ketikasaya menunjukkan bukti-bukti buku-buku yang menyerangAI-Qur'an, dalam acara di Pendopo Kabupaten Pamekasan(24Juni 2005), di luar dugaan saya, ada seorang mahasiswadan aktivis sebuah organisasi Islam yang mendukung isibuku-buku tersebut, dengan menyatakan, bahwa 'memangAI-Qur'an bukan Kalamullah', karena AI-Qur'an adalah

kalam Muhammad atau Kalam Jibril. Sebab, katanya, AI­Qur'an adalah berbahasa Arab, sedangkan Allah tidakberbicara dalam bahasa Arab. Saya katakan, ketika itu, hati­hatilah jika berbicara, dan mengaji dulu yang baik. Yangmengatakan bahwa AI-Qur'an adalah Kalamullah, adalah

Rasulullah saw. sendiri. Beliau memisahkan mana yang AI­Qur' an dan mana yang hadits. Karena itu, AI-Qur' an tidaksarna dengan hadits, meskipun keduanya sarna-sarnakeluar dari mulut Rasulullah saw. Jika dikatakan bahwa

AI-Qur' an bukan Kalamullah, maka itu sarna saja denganmenuduh Rasulullah saw. telah berdusta. Lalu, kalau me­

nuduh Rasul berdusta, apa artinya bersyahadat bahwaMuhammad adalah utusan Allah? Tanpa sadar, si maha­siswa sudah terjebak oleh pemikiran filsafat "universal"dan" partikular. Bahwa, karena Tuhan adalah "tmiversal"maka Tuhan tidak tahu yang "partikular". Karena bahasaArab adalah hal yang partikular, sehingga Tuhan tidak tahuyang partikular. Padahal, manusia tidak diperintahkanuntuk memahami bahasa Tuhan. Dan itu pun tidak mung­kin. Itu di luar jangkauan manusia. Sebagai Muslim, kalaumasih mengaku Muslim, harusnya cukup percaya, bahwaMuhammad saw. adalah Rasul Allah, utusan Allah. Itu saja.Titik. Jika tidak percaya lagi, bahwa Nabi Muhammad

[ 193]

Page 110: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

adalah utusan Allah yang memiliki sifat-sifat shiddiq,amanah, tabligh, dan fathonah, maka tentu saja, secaraotomatis syahadat dan keislamannya batal. Orang yangmenuduh Muhammad saw. berdusta secara otomatis telah

mengafirkan dirinya sendiri. Sebab, syahadat adalah pintugerbang masuk Islam.

Beberapa bulan kemudian, saya tidak terkejut lagi, jikaada yang berani menyerang AI-Qur'an, karena 'wabah' inisudah menyebar ke mana-mana. Jika Abu Zayd secara halusmenyerang konsep AI-Qur' an, maka para pemuja danpengikutnya di Indonesia tidak lagi malu-malu dan takutunhlk menyerang kesucian Kitab Suci AI-Qur' an. Bahkan,ada yang secara terang-terangan menulis, bahwa AI-Qur' anadalah 'bikinan Muhammad'. Dalam Jumal Justisia - yangterbit atas rekomenda::;i Dekan Fakultas Syariah lAIN Se­marang - Suman to Al Qurtuby menulis:-"Dengan de­mikian, wahyu sebetulnya ada dua: "wahyu verbal" ("wahyueksplisit" dalam bentuk redaksional bikinan Muhammad)dan "wahyu non verbal" ("wahyu implisit" berupa kontekssosial waktu itu). Uurnal Justisia, edisi 27/2005, Cover Text:

MELAWAN HEGEMONI WAHYU: Upaya MeneguhkanOtoritas Akal). Dalam buku Dekonstruksi Islam Mazhab

Ngaliyan: Pergulatan Pemikiran Keagamaan Anak-anak MudaSemarang, (Semarang: RaSAIL, 2005), dimuat satu artikeldari Suman to al-Qurtuby, berjudul: "Kesucian PalsuSebuah Kitab".

3. Hermeneutika dan 'Relativiame Kebenaran'

Salah satu dampak yang ditimbulkan hermeneutikaadalah mlmculnya keraguan terhadap kebenaran Islam,yang bersifat mutlak dan absolut. Biasanya, para pen-

[ 194]

BAB IV: WABAH HERMENEUTlKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

dukung hermeneutika sangat akrab dengan istilah danjargon-jargon populer "bedakan antara agama dan keber­agamaan", "jangan mensucikan pemikiran keagamaan","agama adalah mutlak, sedangkan pemikiran keagamaanadalah relatif", "manusia adalah relatif, karena itu semua

pemikiran produk akal manusia adalah relatif juga", "tafsirtidaklah semutlak seperti wahyu ihl sendiri", dan sebagai­nya. Ungkapan-lmgkapan semacam itu dengan mudahdidengar dan dibaca mahasiswa lAIN di dalam ruangkuliah atau di buku-buku mata kuliah dan buku-buku ten­

tang pemikiran keagamaan lainnya. Sepintas, cara berpikirsemacam ini logis dan masuk akal. Padahal, hasilnya sangatberbahaya, karena akan merelatifkan semua hasil pemikiranmanusia ten tang kebenaran. Berikut ini sejumlah contohhllisan para akademisi IAIN/UIN ten tang relativisme ke­benaran.

Amin Abdullah menulis tentang hal ini:

"Dengan sangat intensif hermeneutika mencoba mem­

bongkar kenyataan bahwa siapa pun orangnya, kelom­pok apapun namanya, kalau masih pada level manusia,pastilah" terbatas, "parsial-kontekstual pemahaman­nya", serta "bisa saja keliru". Hal ini tentu berseberang­an dengan keinginan egois hampir semua orang untuk"Selalu Benar". 23

Berangkat dari paham relativisme ini, maka tidak adalagi sahl kebenaran yang bisa diterima semua pihak. Semuamanusia bisa salah. Bagaimana dengan Nabi, Ijma' Sahabat?Bukankah ada hadits Nabi yang menyatakan: "Umatku

23Lihat, Pengantar M. AminAbdullah untuk buku Hermeneutikn AI-Qur'an:

Tema-tema Kontroversial,'karya Fahrudin Faiz, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005)

[ 195 ]

Page 111: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

tidak akan bersepakat dalam kesesatan"? Apakah semuaihl harus dibongkar dengan hermeneutika? Imam Bukharidan para ulama had its lainnya banyak menyepakati tentangkesahihan dan kemutawatiran banyak hadits Nabi. Merekamenuangkan pemikiran mereka ke dalam kitab-kitabhad its, hasil akal pikiran mereka. Jika konsep hermeneutikaseperti dirumuskanAminAbdullah itu diterima, maka jelasakan membongkar dasar-dasar Ulumuddin. Dalam bidangtafSli';misalnya, maka akan mereka katakan bahwa semuaproduk tafsir adalah produk akal manusia, dan karena itusifatnya pasti "terbatas", "parsial kontekstual" dan "bisasaja keliru". Dengan demikian, menurut hermeneutika ini,maka tidak ada tafsir yang qath'iy, tidak ada yang pastikebenarannya, semuanya relatif, semuanya zhanniy.

Tentang masalah kebenaran (truth, al-haqq) dari agama­agama, Amin Abdullah menyebutkan, ada tiga pilihansikap dan keyakinan yang tersedia bagi umat beragama,yaihl: Pertama, keyakinan bahwa memang ada kebenaransecara absolut mutlak. Unhlk itu, seorang agamawan yangbaik harus berupaya dan yakin betul bahwa dia suatu saatkelak dapat mencapai kebenaran yang absolut tersebut.Cara yang ditempuh bermacam-macam. Yangpaling agakmencolok adalah memandang rendah dan menegasikan ke­beradaan dan hidup orang lain. Inilah, kata Amin Abdullah,sikap dan keyakinan beragama yang bersifat absolut. Parapengikut pendirian absolutis ini baik, tetapi akan meng­hadapi berbagai kendala psikologis, sosiologis, maupunfilosofis, jika Kebenaran - dengan K besar - hanya di­maksudkan berlaku untuk ajaran agamanya sendiri. Radi­kalisme, fundamentalisme, dan ekstrimisme diperkirakandengan dapat mudah muncul dari sikap ini.

Kedua, keyakinan bahwa kebenaran (truth) itu tidak

[ 196]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

ada. Jika pun ada, ia hanya ada pada benak diri seseorang,yang "kebetulan" membutuhkan dan memikirkannya,tetapi kebenaran dimaksud belum tentu ada dalam benak

orang lain. Dengan begitu, tidak ada standar moral yangtegasyang dapat dipegang bersama-sama. Yangada hanya­lah "kebetulan" dan "ketidakteraturan" secara radikal.

Paham kedua inilah yang disebut-sebut sebagai penduktmgrelativisme radikal dan dapat dengan mudah mengarah kenihilisme moral.

Ketiga, inilah pendapat yang dipilih oleh AminAbdullah, yakni sikap dan keyakinan hidup ini berasumsi,bahwa "Kebenaran" - dengan K besar - itu memang ada.Namun, sayang hanya-"sebagian kecil" Kebenaran - de­ngan K besar - tersebut yang dapat dipahami, diperoleh,jraih dan dinikmati oleh umat manusia pada umumnya

dan umat beragama khususnya. Sebagian besar "Kebenar­an" tersebut, tidak atau belum terjangkau oleh akal budimanusia karena keterbatasan "bahasa", "akal pikiran","budaya", "pendidikan", dan sebagainya.

Sikap ketiga ini, menurut Amin Abdullah, paralellcngan makna terdalam dari ayat AI-Qur'an dalam surah

,11-Kahfi:"'Katakanlah: kalau sekiranya lautan menjadi tinta

IIntuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku (Kebenaran dengan K/wsar - penulis (Amin Abdullah)) sungguh habislah air lautan

if II sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipunnmi datangkan tambahan air laut sebanyak itu pula."

Menurut Amin Abdullah:

"Ayat ini sungguh memberi inspirasi yang luar biasadan yang tak kenaI batas, sekaligus mendorong umatmanusia untuk berbuat yang terbaik menurut ukuranperiode sejarah dan tantangan pergumulan sosial yangdilaluinya. Jika ayat tersebut dapat memberi secer-

[ 197]

Page 112: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

eah "kebenaran", maka "kebenaran" - dengan k kecil­

tersebut harus dapat diuji oleh-Community of Religious

Studies, Community of Researchers pada umumnya. Tidakada klaim di situ karena semua "kebenaran" yang bisa

dieapai oleh manusia hanyalah kebenaran-kebenaranyang bersifat "parsial", "aspektual", dan "fragmen­taris", yaitu kebenaran-kebenaran dengan k keeil.Dengan begihl kebenaran perlu terus digali, dibicarakanulang, didiskusikan, dikritisi, diuji dengan kepaladingin, serta dimengerti dan dipahami seeara arif."24

Meskipun pandangannya dirumuskan dengan bahasayang agak 'eanggih', tetapi dengan mudah dapat dipahami,bahwa pandangan Amin Abdullah seperti itu, akhirnyaberujung pada pandangan dan sikap skeptis ten tang ke­benaran. Jika kebenaran yang dipahami oleh manusiasenantiasa ditempatkan pada posisi kebenaran dengan kkecil yang mungkin salah dan bisa dikritisi, maka manusiatidak akan pernah sampai pada tahap keyakinan akan satukebenaran yang dipahaminya. Padahal, AI-Qur' an diturun­kan untuk dipahami manusia yang memang tidak di­

perintahkan Imhlk menjadi Tuhan. Manusia diperintahkanmeyakini kebenaran yang mutlak, pada tataran manusia,bukan pada tataran Tuhan. Sebab, itu tidak mungkin. Apa­kah kebenaran dengan K besar atau k kecil, yang terpentingadalah bahwa akal manusia bisa saja meneapai tahap

kepastian dan keyakinan ('ilm). Para mufassir AI-Qur'an,meskipun mereka berbeda dalam beberapa hal, menyang­kut penafsiran ayat-ayat yang memang zhanny al-dalaIah,

tetapi mereka juga banyak bersepakat dalam berbagai hal.

24 M. Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural, (Bandung: Mizan, 2000),haI. 86-88.

[ 198]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Pemahaman mereka untuk ayat-ayat tertentu, tidak ber­beda, dan sampai pada tahap kepastian kebenaran. Sebagaimisal, pemahaman para mufassir bahwa Nabi Muhammadsaw. adalah nabi terakhir, bahwa Allah adalah satu (ahad),

Allah tidak punya anak dan tidak diperanakkan, pe­mahaman bahwa shalat lima waktu wajib, zakatwajib, haji

wajib, puasa Ramadhan wajib, riba, babi, zina, judi adalahharam, dan sebagainya, adalah eontoh-eontoh pemahamanyang tidak 'parsial-kontekstual' dan 'tidak mungkin keliru'.Pemahaman mufassir tentang hal-hal yang pokok danmendasar dalam Islam semaeam itu, tidak pemah berbeda,

dan pasti kebenarannya. Sampai hari kiamat, para ulamadan umat Islam pasti memahami bahwa salat lima wakhlitu wajib, bahwa puasa Ramadhan itu dilakukan di bulanRamadhan, dan bukan di bulan Muharram. Umat Islam di

mana pun, dan kapan pun, akan sarna pikirannya dalammemahami hal itu. Tidak tergantung kepada tempat ataukonteks sosial-historis tertentu. Jika semua itu dibongkar

dengan metode hermeneutika, sehingga kebenaran pe­mahaman menjadi relatif, maka bukankah itu sarna sajadengan mengatakan, bahwa semua ayat AI-Qur'an ituzhanny? Bukankah itu sarna saja dengan membubarkanIslam? Jadi, selain keliru, eara pandang ten tang kebenaran

yang relatif itu juga sangat naif. Ketika seseorang menyata­kan, bahwa semua pemikiran manusia itu relatif dan parsialkontekstual, maka ueapan atau tulisan orang itu sendiri pun

merupakan hal yang relatif, dan tidak perlu dijadikan pe­doman, karena tidak pasti kebenarannya. Dengan kata lain,

jika sese orang sudah ragu-ragu dengan kebenaran ueapanatau pendapatnya sendiri, mengapa keraguan itu harusdiikuti olehorang lain. Imam Nawawi, dalamhadits ke-ll,Kitab aI-Arbain Nawawiyah, menyebutkan sahl hadits Rasu-

[ 199]

Page 113: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

lullah saw: "Tinggalkanlah hal yang meragukan, menuju kepada

kepada hal yang tidak meragukan." (HR. Tirmidzi dan Nasai).

Jadi, untuk hal-hal yang bersifat fi'liyyah saja, diperintah­kan oleh Rasulullah saw., agar orang Muslim memilih yangtidak meragukan. Apalagi dalam masalah ,keyakinan ke­imanan. Tentu saja, hal yang yakin, pasti (' ilm) menjadisyarat keimanan, la rayba fiihi; tidak boleh ada keraguan didalarnnya.

Masalah "akal" dan "kebenaran" sebenarnya telah men­jadi perbincangan yang panjang dalam sejarah umat ma­mlSia. Di kalangan kaum Muslim, juga sudah lama munculpemikiran semacam ini, dan sudah banyak ulama yangmenjelaskannya. Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud menulissebuah artikel yang padat dan jelas, yang menguraikanmasalah ini, di Harian Republika, (Senin, 04 April 2005).

Berikut ini artikel Prof. Wan tersebut:

Apakah Manusia Bisa Mencapai Kebenaran?Oleh: Wan Mohd Nor Wan Daud

(Gum Besar ISTAC-IIUM dan Gum Besar Tamu

di ATMA -UKM Malaysia)

Manusia adalah relatif. Maka, kebenaran yangdicapainya pun bersifat relatif, tidak mutlak. Sebab itu,seseorang jangan memutlakkan pendapatnya. Sese­orang tidak patut mengklaim pendapatnya benarsendiri, dan menyalahkan pendapat lain.

Pendapat semacam ihl secara sepintas tampak logisdan indah. Padahal, jika ditelaah secara mendalam,pendapat ini sangat keliru, bahkan berbahaya. Denganpendapat itu, maka seolah-olah manusia tidak dapatsampai kepada keyakinan tertentu. Padahal, sebenar-

[200 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

nya tidaklah demikian. Para cerdik cendekia sudahmendiskusikan masalah ini selama ribuan tahun. Di

kalangan ulama Islam, sejak ratusan tahun lalu, sudah

ramai diskusi tentang apa yang disebut sebagai sophistatau sufastaiyyah. Golongan ini berpaham skeptik,relativistik, yang sebenarnya adalah golongan anti-ilmu.

Para sarjana Muslim zaman silam, seperti AI-Bagh­dadi (103718 M), AI-Nasafi (1142 M), AI-Taftazani(138718 M), dan Nur AI-Din AI-Raniri (1658 M), dan

yang kontemporer seperti Naquib al-Attas, telah men­jelaskan bahwa i1mu pengetahuan (ilmjknowledgel

certainty), sebagai sesuatu yang mungkin dan menolakpendapat para sofis yang menganggapnya sebagaisuatu kemustahilan. Mereka membagi para sofis ke da­lam tiga kelompok. Kelompok pertama disebut dengankelompok al-Ia adriyyah atau gnostik, karena selalumengatakan tidak tahu atau selalu ragu-ragu tentangkeberadaan sesuatu sehingga menolak kemungkinansese orang meraih ilmu pengetahuan. Orang yangseperti ini, pada gilirannya juga akan meragukansikapnya yang serba meragukan keberadaan segalasesuatu. Kelompok yang kedua ialah kelompok al­

indiyyah, yaitu mereka yang selalu bersikap subjektif.Kelompok ini menerima kemungkinan ilmu penge­tahuan dan kebenaran, tetapi menolak tujuan ilmupengetahuan dan kebenaran. Bagi mereka, tujuan ilmupengetahuan dan kebenaran adalah subjektif (indi',

yaitu "menumt saya"), bergantung pada pendapatmasing-masing.

Kelompok yang ketiga ialah kelompok al-inadiyyah,

yaitu mereka yang keras kepala, yang menafikan rea­litas segala sesuatu dan menganggapnya sebagai fantasi

[201 ]

Page 114: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRISTEN-BARAT

(auham) dan khayalan semata-mata. Kelompok terakhirini lebih mirip dengan kelompok kedua.

Sofis clan iman

Para sofis tidak dapat dan tidak akan pernah men­jelaskan kedudukan mereka. Kalau pun dapat, satu­sahmya kedudukan yang sesuai untuk mereka adalahmendekonstruksi setiap wacana keilmuan. Sikap parasofis sudah jelas tidak Islami, karena para ahli filsafatMuslim sekalipun, seperti AI-Farabi, menempatkankeberhasilan dalam mencapai suatu keyakinan sebagaitahap akhir daripada proses belajar.

Para sofis Yunani adalah contoh klasik dari mereka

yang selalu menolak ilmu dan keyakinan, dari ilmu ataukeyakinan terhadap pengalaman yang paling mudahsehingga realiti spirihlal. Xenophanes (hidup 550 SM)adalah seorang di antara ahli sofis generasi pertamayang sambil menentang amalan tahayul agama Ylmani,dengan mengatakan bahwa tidak seorang plm yangtelah atau akan sampai pada kebenaran yang pastiten tang hlhan dan para dewa.

Heraclihls, yang biasanya disebut sebagai guru parasofis, yang lebih muda, tetapi hidup sezaman denganXenophanes, mensejajarkan konsepsinya tentangrelativitas ilmu pengetahuan dengan parameter yangdiambil dari pengalaman yang sangat sederhana, yaitubahwa air laut adalah sumber kehidupan bagi ikan,tetapi sumber bencana bagi manusia (jika diminum).Kemudian datang Protagoras, ahli sofis pertama danterbesar zaman Yunani Klmo, yang menurut Plato telahmengeluarkan salah sahl penyataan yang berpengaruhdalam falsafah relativisme: Tentang Tuhan dan para

[202 ]

BAB IV; WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

dewa, saya tidak tahu apakah mereka itu ada atau tidakdan bagaimana bentuk mereka. Sebab, terlalu banyakfaktor yang menghalangi ilmu pengetahuan ten tangperkara ini, seperti ketidakjelasan permasalahan dansingkatnya hidup manusia. Sikap skeptis yang moderatdalam masalah spiritual ini lebih diradikalkan lagi olehGiorgias yang berkata, "Tidak ada sesuatu pun yangmaujud; jika ada yang maujud, ia tentunya tidak ter­jangkau. Jika terjangkau, ia tentunya tidak dapatdisampaikan kepada orang lain."

Ahli sofis dengan segala bentuknya masih terus me­nebarkan pengaruhnya hingga hari ini. Inti permasalah­an yang ditimbulkan dalam kajian filsafat dan agamamasa kini banyak yang sarna dengan permasalahanyang telah dihadapi oleh para nabi dan sarjana zamansilam; tetapi liputannya jauh lebih luas daripada yangada pada masa lalu. Disebabkan banyak di an tarapermasalahan ini yang telah dijawab dengan tepat danbehll oleh sarjana Muslim terdahulu, maka mengetahuijawaban mereka akan mempermudah dan menghemat­kan usaha kita dalam menghadapi permasalahan yangsecara hmdamental sarna dengan yang ada sekarang.

Sebagai contoh, pelbagai tren baru yang munculdalam evolusi biologis dan historis sekarang ini hanya­lah versi terbaru daripada ide yang mengatakan bahwaalam adalah kekal, yang pada abad ke-ll M seringdihadapi oleh AI-Ghazali. Lebih khusus lagi, hal yangsarna juga terjadi dalam dunia filsafat dan pendidikansekarang, yang di dalamnya banyak sarjana modenmenganggap kaum sofis sebagai pelopor teori pendidik­an di Barat. Menurut Jarrett, para ahli sofis meradi­kalkan pendidikan dengan cara mempopularkan pe-

[203 ]

Page 115: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON 1 KRISTEN-BARAT

ngembaraan intelektual, menilai pentingnya retorikasecara berlebihan, dan memperluas pendidikan formal

kepada para remaja. Mereka akan menggunakan logika,retorik, bahasa, dan sejarah untuk mempengaruhi danmemenangkan perdebatan yang mengarah pada

kehidupan sekular. Richard Rorty, seorang ahli filsafatmoden yang cukup berpengaruh, mengungkapkanprinsip ahli sofis yang baru ten tang ilmu pengetahuan,bahwa hakikat ilmu adalah tidak memiliki hakikat, dan

karenanya, tidak ada yang disebut dengan teori-teoriilmu. Sangat sedikit yang dapat dibahas tentang hakikatkebenaran, manusia, Tuhan, dan sebagainya. Dia me­

nawarkan sesuatu yang disebutnya sebagai filsafat yang

memupukkan (edi-fying philosophy) yang, seperti pen­dapat para ahli sofis pada zaman dahulu, hanya bersifatreaktif dan hanya menawarkan sederetan penjelasan

yang bersifat tidak merigikat.Terdapat kelompok sofis modern jenis la adriyyah,

baik yang terdapat di kalangan pendidik Muslimkontemporer yang sekular, maupun yang terdapatdalam komunitas lain. Mereka cenderung menyempit­

kan ruang lingkup agama pada permasalahan iman saja,tanpa amal. Mereka percaya bahwa iman adalahmasalah hati, dan karenanya, bersifat pribadi. Artinya,

tidak seorang pun yang dapat mengatakan kepada

orang lain bahwa imannya salah atau benar. Sedangkan,para sarjana Muslim, rata-rata berpendapat bahwaagama adalah gabungan antara iman dengan Islam danmenerima bahwa ilmu pengetahuan dan amal saleh

merupakan bahagian yang tidak terpisahkan daripadaIman.

[204 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

Jauhi skeptis

Iman itu sendiri memiliki tingkat yang berbeda-beda.Untuk mengilustrasikan tingkat iman yang berbeda­beda ini, sarjana Muslim kadang-kadang menganalogi­kannya dengan cahaya yang memiliki tingkat dankualitas yang berlainan. Cahaya matahari adalah cahayayang paling terang, sementara cahaya bulan danpantulannya adalah tingkat dan kualitas yang berbedadengal'l cahaya matahari yang sarna. Adanya tingkat­tingkat keimanan juga dapat dilihat dalam sabda NabiMuhammad saw. yang mengatakan bahwa jika sese­orang melihat kejahatan, dia harus mengubahnyadengan tangannya; jika tidak mampu, dengan lidahnya;dan jika masih tidak mampu, dengan hatinya, dan ini(yang terakhir) adalah selemah-lemah iman.

Dalam konteks ini, penyataan bahwa iman terdiridaripada kepercayaan dalam hati dan pengetahuandalam pikiran, yang ditulis dalam Wasiyah Abi Hanifah,

Fiqh Akbar II, dan Akidah Al- Tahawi sebagai artikelpertama, ke-18, dan ke-ll, dapat dipahami sebagai ben­tuk iman tingkat pertama atau yang terlemah. Al­Baghdadi, didukung oleh artikel ke-15 dalam Aqa'id,karya Al-Nasafi, mendefinisikan iman sebagai memper­cayai (tashdiq) dan mengikrarkan (taqrir) kebenaranyang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Mereka juga membenarkan bahwa iman dan Islamsebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.Dari sini, dapat dikatakan bahwa keimanan sese orangakan diketahui melalui perkataan dan perbuatannya,suahl kedudukan yang menjadikan pendidikan agamasebagai sesuatu yang diperlukan.

[205 ]

J-../,.

Page 116: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

Sofisme telah merasuk jauh ke pelbagai sektor ke­

hidupan moden. Manusia diarahkan pada konsep relati­vitas moral serta sikap hidup yang pesimis dan me­lemahkan sendi-sendi moral, baik pada dataran peng­alaman individu, masyarakat maupun politik. Satu diantara contoh yang paling ketara adalah sikap netralPerserikatan Bangsa-Bangsadalam kasus Bosnia-Herze­govina yang mengakibatkan terjadinya pembantaianbesar-besaran, pemerkosaan, dan penyiksaan, yangdalam sejarah modern, merupakan tragedi palingdahsyat sejak Perang Dunia II. Perlu digarisbawahibahwa keadilan menurut konsepsi Islam tidak sama

dengan sikap netral, sebab keadilan itu adalah berpihakpada kebenaran. Masalahnya adalah bagaimana sese­orang itu dapat berpihak pada kebenaran jika kewujud­an kebenaran itu sendiri masih diragukan?

Karena itu, kita perlu berhati-hati dengan pernyata­an bahwa manusia hanya memahami kebenaranrelatif. Sebab, Allah swt. menganugerahi akal manusiauntuk berpikir, dan untuk sampai pada derajat ke­yakinan yang tentu saja pada level manusia, bukanpad a level Tuhan. Dengan akal dan keyakinan itulahkita paham mana yang haq dan mana yang bathil,mana iman dan mana kufur, mana tauhid dan mana

syirik, mana pendapat yang lemah dan mana pendapatyang kuat. Dengan keyakinan itulah, kita tergerakuntuk memperjuangkan yang haq dan melawan yangbathil. Keyakinan itu pula yang akan mengantarkanmanusia kepada kekhusyukan dan kenikmatan ibadahserta kebahagiaan yang sejati. Sikap skeptis danrelativistik terhadap kebenaran sudah seharusnyadijauhi oleh setiap Muslim, sebab itu menggerogoti

[206 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DlIAIN & DAMPAKNYA

sendi-sendi akidah Islam. 25

-- 000--

Pemikiran Wan Mohd Nor sangat penting untuk di­simak, mengingat, dia adalah seorang intelektual yangmengalami perkembangan pemikiran penting. Prof. Dr.WanMohd Nor WanDaud menyelesaikan Ph.D. di ChicagoUniversity dengan tesis berjudul "The Concept of Knowledge

in Islam and Its Implications for Education in the Malaysian

Concept" di bawah bimbingan Prof. Fazlur Rahman. Beliausejak 1988ikut merintis ISTACdan membantu Prof.Naquibal-Attas dalam setiap aspek akademis dan pelajar. Tahun1998 menjabat Deputy Director ISTAC. Buku-buku danmakalahya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa:Persia,Rusia,Bosnia,Turki,Jepang, dan Indonesia. Diantarabukunya: Budaya Ilmu: Konsep, Prasyarat dan Pelaksanaan di

Malaysia, The Concept of Knowledge in Islam and Its Implications

for Education in a Developing Country, Penjelasan Budaya Ilmu,The Beacon on the Crest of a Hill: A Brief History and Philosophy

of the International Institute of Islamic Thought and Civilization

(ISTAC), Konsep Ilmu Dalam Islam, Konsep Pengetahuan dalam

Islam, The Educational Philosophy and Practice of Syed Mu­

hammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept

of Islamization (telah diterjemahkan ke dalam bahasaIndonesia dan Melayu), Pembangunan Di Malaysia: Ke Arah

Satu Kefahaman Baru Yang Lebih Sempurna. Buku puisinyamengenai agama, filsafat, dan masyarakat yang berjudul"Mutiara Taman Adabi" dipuji oleh sastrawan senior Ma­laysia, Afandi Hasan, sebagai "berhasil memberikan bara

25Uraian lebih lengkap paparan Wan Mohd Nor tentang masalah akal dankebenaran ini dapat dilihat di Majalah ISLAMIA, edisi 5/2005.

[207 ]

Page 117: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN~BARAT

intelektual" dan kualitas sajak-sajaknya tidak kalah dengan

sajak Sutan Takdir Alisyahbana. Buku pusi ke duanya,"Dalam Terang", juga telah diterbitkan.

Wan Mohd Nor telah mengalami pergeseran pemikiranketika kemudian berinteraksi dan berguru kepada Prof.

Naquib al-Attas. Setelah itu, di antara murid-murid FazlurRahman lainnya -seperti Nurcholish Madjid dan SyafiiMaarif- Wan Mohd Nor kemudian be rani bersikap kritis

terhadap gurunya itu. Naquib al-Attas secara terbuka be­berapa kali mengritik pemikiran Fazlur Rahman. Tetapi,uniknya, pertemanan AI-Attas dengan Rahman terusberlangslmg. Setelah meninggalnya, koleksi perpustakaanpribadi Fazlur Rahman, semuanya diserahkan ke al-Attas.Kini, perpustakaan pribadi Rahman dipelihara secarakhusus di perpustakaan ISTAC. Tentang penggunaan her­meneutika, Wan Mohd Nor dengan tegas menyatakan:

"Konsekuensi dari pendekatan hermeneutika ke atas

sistem epistemologi Islam, termasuk segi perundangan­nya sangatlah besar dan saya fikir agak berbahaya. Yangpaling utama saya kira ialah penolakannya terhadappenafsiran yang final dalam sesuatu masalah, bukanhanya masalah agama dan akhlak, malah juga masalah­masalah keilmuan lainnya."26

Jadi, paham relativisme kebenaran -yang sebagian di­antaranya dihasilkan oleh metodologi hemeneutika dalampenafsiran AI-Qur' an- ini sebenamya memang sangat naif

26 Kritik yang tajam dan komprehensif terhadap hermeneutika FazlurRahman dilakukan oleh mahasiswa ISTAc, Dr. Ahmad Bazali bin Shafie, yang

menulis disertasi doktor berjudul A Modernist Approach to the Quran: A Critical

Study of the Hermeneutics ofFazlur Rahman, di bawah bimbingan Prof. Wan MohdNor sendiri.

[208 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

dan absurd. Paham sofis ini telah lama dikritik oleh paraulama Islam.-AbuHafs 'Vmar AI-Nasafi (w.1142 M), dalamKitab Aqaid al-Nasafiah, telah menolak paham ini, dan

mengawali kitabnya dengan ungkapan:"Haqaiq al-asyy'

tsabitatun wa al-'ilm biha mutahaqqiqun, khilafan Ii al-sufasthiy­

yah". Bahwa hakikat sesuatu adalah pasti dan meyakininya('ilm) adalah nyata sebenarnya, (prinsip ini) berbedadengan Sofis. 27

Kekeliruan paham "Islam ragu-ragu" yang berdasarkan

pada konsep relativisme akal dan tafsir itu begitu jelas,tetapi anehnya, di lingkungan lAIN, paham ini berkembangpesat dan terus-menerus disebarluaskan ke tengah masya­rakat. Jika para profesor dalam studi Islam sudah me­nyebarkan paham relativisme kebenaran, maka secara

otomatis paham ini dengan mudah berpengaruh kepadamahasiswa. Sejalan dengan Amin Abdullah, AzyumardiAzra juga "terpeleset" dengan paham relativisme akalsemacam ini. Dia tulis dalam sebuah buku:

"Islam itu memang pluralis, Islam itu banyak, dan tidak

satu. Memang secara teks, Islam adalah satu tetapi ke­tika akal sudah mulai mencoba memahami itu, belum

lagi mengaktualisasikan, maka kemudian pluralitas ituadalah suatu kenyataan dan tidak bisa dielakkan."28

Dalam buku Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam, seorangbemama M. Khairul Muqtafa menulis tentang paham relati-...Vlsme illl:

27 S.M.Naquib al-Attas, The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century

Malay Translation of the Aqa' id of Al-Nasllfi (Kuala Lumpur: The University ofMalaya, 1988), him. 101.

28Lihat buku Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam, (Jakarta: Fatayat NU&FordFoundation, 2005), hal. 150.

[209 ]

Page 118: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRISTEN-BARAT

"Penafsiran atas sebuah agama (baca: Islam) sendiri

tidaklah hmgga1."Dengan demikian, upaya memper­samakan dan mempersatukan di bawah payung (satu

tafsir) agama menjadi kontraproduktif. Dan pada gilir­annya agama kemudian menjadi sangat relatif ketikadijelmakan dalam praktik kehidupan sosial sehari­hari."29

Ia juga menulis apa yang disebutnya sebagai "relativis-me epistemologis", yaitu:

Pada wilayah ini maka yang selayaknya menjadi pe­

gangan adalah bahwa kita tidak dapat mengetahuikebenaran absolut. Kita dapat mengetahui kebenaran

hanya sejauh ihl absah bagi kita. Artinya, kebenaranyang selama ini kita pahami tak lain adalah kebenaransepihak."30

Tentang relativisme teleologis, ia menulis:

"Dalam konteks ini, maka Islam tak lain adalah sahl

jalan kebenaran di an tara jalan-jalan kebenaran yanglain ... artinya jalan menuju kebenaran tidak selamanyadan musti hams melalui jalan 'agama', tapi juga bisamemakai medium yang lain. Karena sifatnya yangdemikian maka Islam kemudian berdiri sejajar dengan

praktik budaya yang ada. Tidak ada perbedaan yangsignifikan kecuali hanya sihlalistik simbolistik. Sedang­kan esensinya sarna, yakni menuju kebenaran transen­denta1." 31

29 Ibid., hal. 58.

30 Ibid., hal. 58.

31 Ibid., hal. 58-59.

[210 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Paham relativisme kebenaran ini ujtmg-ujungnya me­mang paham Pluralisme Agama; paham yang tidak me­yakini kebenaran satu agama; paham yang menyatakan,bahwa semua agama adalah sarna-sarna benar dan mempa­kan jalan yang sarna-sarna sah menuju Tuhan. Hal ini, misal­nya, tampak pada pemikiran seorang dosen lAIN Bandung,yang menyatakan, bahwa kebenaran memang relatif. Drs.Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag (lAIN Bandung), sangdosen, menulis: .

"Agama adalah seperangkat doktrin, kepercayaan, atausekumpulan norma dan ajaran Tuhan yang bersifattmiversal dan mutlak kebenarannya. Adaptm keberaga­maan, adalah penyikapan atau pemahaman parapenganut agama terhadap doktrin, kepercayaan, atauajaran-ajaran Tuhan itu, yang tenhl saja menjadi bersifatr~latif, dan sudah pasti kebenarannya menjadi bernilairela tif." 32

Dengan pandangan relativisme seperti itu, kemudiansang dosen masuk dalam pemikiran Pluralisme Agama,yang mengecam keras klaim kebenaran mutlak suatu

32 Adeng Muchtar Ghazali, Ilmu Studi Agama, (Bandung: Pustaka Setia,2005), hal. 20. Dalam bukunya yang lain, Pemikiran Islam Kontemporer: Suatu

Refleksi Keagamaan yang Dialogis, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hal. 18, ditulis,bahwa kebenaran agama memiliki dua pengertian, yakni (1) kebenaran tekstualatau wahyu, yakni kebenaran-kebenaran yang ada dalam kitab-kitab suci, (2)kebenaran empirik, yakni keyakinan manusia beragama berdasarkanpenyikapan, pemahaman, dan interpretasi kebenaran tekstual wahyu. Kebenaranpertama bernilai mutlak, sedangkan kebenaran kedua bernilai relatif. Buku inidiberi kata pengantar oh"h Prof. Dr. H.A. Hidayat, Direktur Pascasarjana lAINSunan Glmung Djati Bandung. Tampak dari penjelasan penulis buku ini, bahwakebenaran akal bersifat relatif, sehingga manusia tentu saja tidak akan pernahsampai pada kebenaran mutlak. Lalu, kapan manusia, dengan pemahamanakalnya, akan sampai pad a irnan?

[211 ]

Page 119: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

agama. Dia menulis:

"Keyakinan bahwa agama sendiri yang paling benarkarena berasal dari Tuhan, sedangkan agama lain

hanyalah konstruksi manusia, mempakan contoh peng­gunaan standar ganda itu. Dalam sejarah, standar gandaini biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain,dalam derajat keabsahan teologis di bawah agamanyasendiri. Melalui standar ganda inilah, terjadi perang danklaim-klaim kebenaran dari satu agama atas agamalain."33

Jadi, para pengusung metode hermeneutika untuk AI-

33 Ibid, haI. 24. Kritik terhadap paham Pluralisme Agama yang sangat

komprehensif telah dilakukan oleh Dr. Anis Malik Thoha, melalui disertasinyadi Universitas Islam Internasional Islamabad, yang telah diterbitkan dengan

judul Tren Pluralisme Agama (Jakarta: GIP, 2005). Fakta-fakta dan bukti-buktipengembangan paham ini di Indonesia dan penjelasan ten tang fatwa MUItentang paham Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Agama, telah sayatulis dalam buku Pluralisme Agama : Haram (Jakarta: Pustaka AI-Kautsar, 2005).Paham Pluralisme Agama mendapat tantangan keras dari semua agama. SelainIslam dan Vatikan, di kalangan Kristen Protestan di Indonesia juga muncul

penentangan keras terhadap paham ini. Pdt. Dr. Stevri Indra Lumintang menulissebuah buku tebal (706 hall, berjudul Theologia Abu-Abu Pluralisme Agama:

Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme Dalam Teologi Kristen Masa Kini (Malang:Gandum Press, 2004). Ditulis dalam buku ini: "Teologi Abu-Abu adalah posisi teologi

kaum pluralis. Karena teologi yang mereka bangun merupakan integrasi dari pelbagai

warna kebenaran dari semua agama, filsafat dan budaya yang ada di dunia. Alkitab

dipakai hanya sebagai salah satu sumber, itu pun dianggap sebagai mitos. Dan perpaduanmulti kebenaran ini, lahirlah teologi abu-abu, yaitu teologi bukan hitam, bukan juga

putih, bukan teologi Kristen, bukan Juga teologi salah satu agama yang ada di dunia

ini. lnilah teologi abu-abu yang dengan bangga ditawarkan oleh kaum pluralis, sebagai

teologi yang sempurna dan sangat tepat untuk menjawab persoalan fenomena pluralitas

agama dan budaya di dunia. Namun teologi ini sedang meracuni, baik agama Kristen,

maupun semua agama, dengan cara mencabut dan membuang semua unsur-unsur

absolut yang diklaim oleh masing-masing agama. Kaum pluralis sedang bermimpi untuk

mengulangi keindahan taman Eden, dan membangun kembali menara Babel (Utopia),

namun sayang teologi mereka yang abu-abu tersebut hancur bersama dengan hancurnyamenara Babel. n

[212 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTlKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Qur' an, pada akhirnya terjebak kepada pemahaman relati­visme tafsir, relativisme kebenaran, perlunya dekonstmksikonsep wahyu untukAI-Qur'an, dan ujung-ujungnya ada­lah Pluralisme Agama, pembenaran terhadap semuaagama. Inikah yang dikehendaki dari penggunaan metodehermeneutika sebagai pengganti tafsir AI-Qur'an di kam­pus-kampus lAIN /UIN /STAIN dan sebagainya? Seyogya­nya, para dosen mengkaji dengan serius masalah herme­neutika ini. Mereka bertanggung jawab terhadap apa yangmereka lakukan, dan yang mereka biarkan. Kemunkaranilmu adalah kemtmkaran yang terbesar, karena akan dapatmenyeret orang lain untuk mengikuti keilmuan yang salah.Dukungan dan penyebaran pemikiran Abu Zayd - yangjelas-jelas melakukan berbagai pembongkaran dalam kon­sep agama Islam - mestinya dilakukan dengan hati-hati danserius. Jika buku-buku Abu Zayd didatangkan dan diter­jemahkan serta diajarkan di kampus-kampus, mestinyabuku-buku dan para cendekiawan yang telah mengritikAbu Zayd juga diterjemahkan dan diajarkan, agar tercapaikeseimbangan ilmiah dan suasana ilmiah yang tinggi dikampus. Tidaklah semestinya, pemikiran Abu Zayd dibiar­kan melenggang begitu saja tanpa kritik, dan diajarkandalam bentuk indoktrinasi terhadap mahasiswa-mahasiswaIslam di lAIN dan sebagainya. Jangan sampai orang sepertiAbu Zayd dijadikan mjukan utama dalam pemikiran dankeberislaman tanpa kritik yang berarti. Selain pemikirannyasudah jelas kelim, cara penyebaran sepihak terhadap pe­mikiran Nasr Hamid Abu Zayd juga tidak membanguntradisi ilmiah yang tinggi di lingkungan akademik. Gejalapemujaan terhadap para pemikir sekular-liberal ini tampakmenyedihkan. Pendapat-pendapat mereka dikutip tanpasikap kritis, karena memang sarana tmtuk itu tidak disiap-

[213 ]

Page 120: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

kan. Kasus adopsi pemikiran Muhammad Abid al-Jabiri­misalnya tentang metodologi tafsir bayani, burhani, irfani- telah begihl meluas. Ironisnya, buku-buku yang mengritikpemikiran Jabiri tidak diterjemahkan dan dikembangkandalam waktu yang sarna. Begihl juga dalam pengembanganpemikiran ArkOlm, Fazlur Rahman, dan sebagainya. Ka­dangkala, yang terjadi sangat ironis. Para pemikir sekular­liberal ihl dipuja-puja melebihi para sahabat Nabi dan imammazhab. Seolah-olah, merekalah yang telah berjasa besardalam membangun kebangkitan peradaban Islam. Padahal,yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka membangunpemikirannya berdasarkan cara pikir yang telah terhege­moni oleh 'framework' berpikir Barat yang hegemonik.Seorang doktor yang mengikuti workshop Abu Zayd diJakarta, menyebut Abu Zayd sebenamya bukanlah pemikirprogresif. Dia justm seorang pemikir konservatif karenapemikirannya terhegemoni ideologi besar - sekular-liberal­- yang sedang berkuasa. Dia tidak mampu keluar darijebakan hegemoni pemikiran Barat. Dia akhimya menjadipembenar bagi hegemoni pemikiran Barat. Artinya, dialebih memihak kepada-'penguasa', sehingga secara riil, diamemang pro-stahls quo, dan konservatif.

Tapi, yang penting untuk direnungkan adalah dampakserius dari masa depan kehidupan keagamaan di Indonesia,akibat penyebaran penggunaan hermeneutika lmtuk AI­Qur'an dan penyebaran paham relativisme kebenaran dilingkungan lAIN jUIN jSTAIN atau perguruan Islamswasta. Jika dari kampus berlabel Islam justru munculsarjana-sarjana yang ragu-ragu terhadap kebenaran Islamdan lebih menghormati orientalis ketimbang para sahabat

.Nabi Muhammad saw., maka ini merupakan bencana besarbagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Tujuan pendidikan

[214 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Islam - idealnya - adalah menanamkan keyakinan akansuatu kebenaran Islam dan mengamalkannya dalam ke­hidupan sehari-hari, sehingga masyarakat Muslim merasatenang, nyaman, dan bersyukur dengan kehadiran parasarjana agama (SAg, MAg, Dr) yang berilmu tinggi danberamal shalih. Wallahu a'lam.

~. Dari Tradiai Bibel Dibawa ke RI..Qur'an

Dalam buktmya "Metodologi Bibel dalam Studi AI-Qur'an"(Jakarta: GIP, 2005), Adnin Armas telah melakukan

penelitian yang cukup mendalam ten tang realitas infiltrasiatau adopsi metodologi Shldi Bibel dalam studi AI-Qur' an;termasuk dalam metodologi penafsiran AI-Qur' an. Di masalalu, tokoh-tokoh Kristen berusaha keras menaklukkan

kaum Muslim dengan berbagai cara. Mereka dulu meng­gunakan cara-cara yang kasar dalam menghujat AI-Qur' andan Nabi Muhammad saw. Mereka lakukan studi-shldi

pada taraf awal terhadap Islam. Tujuannya tak lain dan takbukan adalah lmtuk menaklukkan umat Islam. Itu bisa

dipahami. Sebab, AI-Qur' an adalah satu-sahmya kitab sucidi muka bumi ini yang memberikan kritik-kritik yangsangat tajam terhadap dasar-dasar kepercayaan Yahudi danKristen. AI-Qur' an pun memberikan penjelasan terhadapumat manusia tentang kecurangan dan penyimpanganyang dilakukan kaum Yahudi terhadap kitab mereka, se­hingga menyesatkan begitu banyak manusia. 34

34 Al-Qur'an memang banyak menyebutkan, bahwa Kitab kaum Yahudidan Kristen tidak otentik lagi, karena telah diubah-ubah. Kritik-kritik keras Al­Qur'an ini tentu menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak suka padakalangan Yahudi dan Kristen. AI-Qur'an menyebutkan: "Sebagian dari orang-orang

Yahudi mengubah kalimat-kalimat dari tempatnya. "(an Nisa': 46). " Maka apakah kamu

ingin sekali supaya mereka beriman karena seruanmu, padahal sebagian mereka ada

[ 215 ]

Page 121: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Sejak Perang Salib berlangsung mulai tahun 1095, adasebagian tokoh Kristen yang menilai Perang Salib merupa­kan cara yang tidak tepat untuk menaklukkan kaum mus­lim. Salah satu tokoh terkenal adalah Peter The Venerable

atau Petrus Venerabilis (1094-1156M). Peter adalah tokoh

misionaris Kristen pertama di dunia Islam, yang merancang

bagaimana menaklukkan umat Islam dengan pemikiran,bukan dengan senjata. Ketika itu, ia seorang kepala BiaraCluny, Perancis - sebuahbiara yang sangat berpengaruhdi Eropa Abad Pertengahan.

Sekitar tahun 1141-1142, Peter mengunjungi Toledo,

Spanyol. Di situ ia menghimpun sejumlah cendekiawanuntuk menerjemahkan karya-karya kaum Muslim ke dalambahasa Latin. Terjemahan itu akan digunakan sebagai bahanuntuk misionaris kristen terhadap dunia Islam. Salah satusukses usaha Peter adalah terjemahan AI-Qur'an dalambahasa Latin oleh Robert of Ketton (selesai tahun 1143),yang

diberi judul "Liber Legis Saracenorum quem AlcorantVocant" (Kitab Hukum Islam yang disebut AI-Qur' an). Inilah

terjemahan pertama Al-Qur' an dalam bahasa Latin, yangselama beratus-ratus tahun menjadi rujukan kaum kristen

di Eropa dalam melihat Islam. Barulah pada tahun 1698,Ludovico Maracci, melakukan kritik terhadap terjemahan

Robert of Ketton dpn menerjemahkan Al-Qur' an sekali lagike dalam bahasa Latin dengan judul "Alcorani Textus Receptus".

yang mendengar firman Allah, lalu mengubahnya sesudah mereka memahaminya,

sedangkan mereka mengetahuinya." (al-Baqarah: 75). "5ungguh celakalah orang-orang

yang menu/is al-kitab dengan tangan mereka, lalu mereka katakan: "Ini adalah dariAllah." (mereka lakukan itu) untuk mencari keuntungan sedikit. 5ungguh celakalah

mereka karena aktivitas mereka menu/is kitab-kitab (yang mereka katakan dari Allah

itu), dan sungguh celakalah mereka akibat tindakan mereka." (al-Baqarah: 79). "KaumYahudi dan Nasrani seka/i-kali tidak akan pernah rela terhadap kamu sampai kamu

mengikuti millah mereka.'''(al-Baqarah: 120).

[216 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

Menurut Peter Venerabilis, pengkajian Islam (Islamic

Studies) perlu dilakukan oleh kaum kristen, agar merekadapat "membaptis pemikiran kaum Muslimin". Jadi, kaumMuslim bukan saja perlu dikalahkan dengan ekspedisimiliter, melainkan juga harus dikalahkan dalam pemikiranmereka. Di tengah berkecamuknya Perang Salib, Peter

membuat pemyataan: " ... aku menyerangmu, bukan se­bagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] seringmelakukan, dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukandengan kekuatan, namun dengan pikiran; bukan dengankebencian, namun dengan cinta ... ''''(But I attack you not, as

some of us [Christians] often do, by arms, but by words; not by

force, but by reason; not in hatred, but in love ... ).

Petrus Venerabilis mengajak orang Islam ke jalan ke­selamatan Kristen dengan cara mengalahkan pemikiran Islam.Ia berangkat dari kepercayaan Kristen bahwa di luar Gerejatidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla salus). Islam,

menurutnya, adalah sekte kafir terkutuk sekaligus berbahaya(execrable and noxious heresy), doktrin berbahaya (pestilential

doctrine), ingkar (impious) dan sekte terlaknat (a damnable sect);

dan Muhammad adalah orang jahat (an evil man).Selain menugaskan para sarjana Kristen menerjemah­

kan naskah-naskah bahasa Arab ke dalam bahasa Latin,

Peter juga menu lis dua buku yang menyerang pemikiianIslam. Tentang AI-Qur'an, Peter menyatakan, bahwa Al­Qur' an tidak terlepas dari para setan. Setan telah mem­persiapkan Muhammad, orang yang paling nista, menjadianti-Kristus. Setan telah mengirim informan kepada Mu­

hammad, yang memiliki kitab setan (diabolical scripture). 35

35 Riset yang serius ten tang Peter Venerabilis ini bisa dibaca dalam bukuAdnin Armas, Metodologi Bibel dalam 5tudi Al-Qur'an, (Jakarta: GIP, 2005).

[217 ]

Page 122: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRlSTEN-BARAT

Strategi Peter Venerabilis ini kemudian menjadirujukan kaum misionaris Kristen terhadap kaum mus­limin. Henry Martyn, tokoh misionaris berikutnya, jugamembuat pernyataan, "Aku datang untuk menemui ummat

Islam, tidak dengan senjata tapi dengan kata-kata, tidak dengan

kekwztan tapi dengan logika, tidak dalam benci tapi dalam cinta. "

Hal senada dikatakan tokoh misionaris lain, Raymond

Lull, "Saya melihat banyak ksatria pergi ke Tanah Suei,dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya dengankekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua haneur se­belum mereka meneapai apa yang mereka pikir bisa di­peroleh." Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat di­taklukkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan eintakasih dan doa.

Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel MZwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah,dalam buku Islam: A Challenge to Faith (edisi pertama tahun1907). Buku yang berisi resep lillhlk "menaklukkan" duniaIslam ihl disebut Zwemmer sebagai "beberapa kajian ten­tang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikutMuhammad dari sudut pandang missi Kristen". Zwemmermenyebut bukunya sebagai "studies on the Mohammedan

religion and the needs and opportunities of the Mohammedan

World From the standpoint of Christian Missions", Di akhirpenjelasannya ten tang Al-Qur' an, Zwemmer meneatat: "Inthis respect the Koran is inferior to the sacred books of ancient

Egypt, India, and China, though, unlike them, it is monotheistic.

It can not be compared with the Old or the New Testament."

(Dalam masalah ini, Al-Qur'an adalah inferior dibanding­kan dengan buku-buku suei Mesir Kuno, India, Cina.Meskiplill, tidak seperti mereka, Al-Qur'an adalah mono­teistik. Ini tidak bisa dibandingkan dengan Perjanjian Lama

[ 218 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

dan Perjanjian Bam). 36

Strategi penaklukan Islam melalui pemikiran ini ke­mudian dikembangkan oleh para orientalis Barat. Sebagiandari mereka memang membawa semangat lama kaummisionaris, sebagian lagi melakukannya untuk kepentinganpenjajahan (kolonialisme) dan sebagian lagi bermotifkansemata-mata untuk kajian ilmiah. Kini, setelah berahls-rahlStahlill, kaum Orientalis telah berhasil meraih sukses besar

dalam bidang studi Islam. Bukan saja mereka berhasilmendirikan pusat-pusat studi Islam di Barat dan menerbit­kan ribuan buku tentang Islam, tetapi mereka juga berhasilmenghimpun literatur-literahu Islam dalam jumlah yangsangat besar.

Tidak hanya sampai di sihl, kerja keras mereka pun,ratusan tahlill kemudian, membuahkan hasil yang sangatmengagumkan, yaihl tereiptanya kader-kader eendekiawandan pemikir dari kalangan Muslim sendiri, yang getol sekalimengais-ngais dan membongkar serta menyerang bangun­an pemikiran Islam dan umat Islam, tanpa ilmu yangmemadai. Bisa jadi mereka keliru dalam hal ini, karena ke­

tidaktahuan. Maksudnya baik, tetapi salah atau tersesatjalan. Tapi, bisa jadi juga ada yang sengaja melepaskankebenaran yang sudah diketahuinya. Apalagi, dengan earaitu, mereka juga mendapatkan berbagai keuntunganduniawi: popularitas dan berbagai kenyamanan hidupduniawi.37

36 Samuel M. Zwernrner, Islam: A Challenge to Faith (London: Darf PublisherLimited, 1985), hal. 91. '

37 AI-Qur'an menggambarkan kasus orang-orang yang melepaskankebenaran yang dipahaminya, ini dengan kata-kata yang sangat tajam, denganmembuat perumpamaan laksana anjing. "Dan bacakanlah kepada mereka berita

orang-orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia

[ 219]

Page 123: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Misi Kristen tidak pernah berhenti, sebab ini adalah

tugas pokok dalam agama Kristen. Dalam Katolik, adaperintah menjalankan misi Kristen, sebagaimana ditetapkandalam dokumen Konsili Vatikan II, ad gentes:

"Landasan karya misioner ini diambil dari kehendakAllah, Yang "menginginkan bahwa semua manusiadiselamatkan dan mengakui kebenaran. Karena Allahitu esa dan esa pula Per an tara antara Allah dengan ma­

nusia yaitu ManusiauKristus Yesus, Yang menyerahkandiri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang (1 Tim 2:4­6),"" dan tidak ada keselamatan selain Dia" (Kisah 4:12).Maka haruslah semua orang berbalik kepada Dia, Yangdikenallewa t pewartaan Injil, lalu menjadi anggota Diadan Anggota Cereja, yang adalah Tubuhnya, melaluipemandian ... Oleh sebab itu, karya misioner dewasaini seperti juga selalu, tetap mempunyai keampuhannyadan tetap diperlukan seutuhnya." 38

Dalam Protestan, Ketua Umum Persekuhlan Cereja­

gereja Indonesia (PCI), Dr. Andreas A. Yewangoe menegas­kan: "Setiap agama mengklaim diri sebagai yang mem­punyai misi dari Tuhan, yang mesti diteruskan kepadamanusia. Klaim ini adalah klaim imaniah yang tidak dapat

melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia dijadikan oleh Syaitan sebagai peng­

ikutnya, maka jadilah dia termasuk orang.-orang yang sesat. Dan kalau Kami kehendaki,

sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung

kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya

seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkannya lidahnya dan jika kamu

membiarkannya dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang­

orang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu, agar mereka

berpikir. ""(al-A'raf: 175-176).

38 Dikutip dari Tonggak SeJarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili Vatikan II,

(Dokpen Mawi, 1983), hal. 377-478.

[220 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

diganggu gugat. Memang, tidak dapat dibayangkan sebuahagama tanpa misi, sebab dengan demikian, tidak mungkinagama itu eksis. Agama tanpa misi bukanlah agama ...Tanpa misi, gereja bukan lagi gereja."39

Dan diakui oleh J. Christy WiuIson, seorang misionarisKristen, bahwa menjalankan misi kristen kepada kaumMuslim adalah tugas terberat di antara semua tugas misio­naris. (Evangelism for Mohammedans is probably the most

difficult of all missionary tasks).40Tetapi, semangat misi kristendi negeri-negeri Muslim tak pernah padam. Adalahmenarik menyimak semangat dan strategi misi kristen diIndonesia yang dirumuskan oleh Dr. Berkhof:

"Boleh kita simpulkan, bahwa Indonesia adalah suatudaerah Pekabaran Indjil yang diberkati Tuhan dengan

hasil yang indah dan besar atas penaburan bibit FirmanTuhan. Djumlah orang Kristen Protestan sudah 13jutalebih, akan tetapi jangan kita lupa .... di tengah-tengah150 juta penduduk! Djadi tugas Sending gereja-gerejamuda di benua ini masih amat luas dan berat. Bukan

sadja sisa kaum kafir yang tidak seberapa banyak itu,yang perlu mendengar kabar kesukaan, tetapi jugakaum Muslimin yang besar, yang merupakan bentengagama yang sukar sekali dikalahkan oleh pahlawan2Indjil. Apalagi bukan saja rakyat djelata, lapisan bawah,yang harus ditaklukkan untuk Kristus, tetapi djuga danterutama para pemimpin masjarakat, kaum cendikia­wan, golongan atas dan tengah". Pelaksanaan tugasraksasa itu selajaknya djangan hanya didjalankan de­

ngan perkataan sadja tetapi djuga dengan perbuatan.

39 Harian Suara Pembaruan, 26/12/2005, hal. 9.

40 The Moslem World Journal, October 1946.

[221 ]

Page 124: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Segala us aha Pekabaran Indjil jang sudah dimulai pad amasa lalu, hendaknya dilandjutkan, bahkan harus di­tambah. Penerbitan dan penjiaran kitab2 kini mendapatperhatian istimewa. Penterdjemahan Alkitab kedalambahasa daerah oleh ahli2 bahasa Lembaga Alkitab, yangsudah menjadi suatu berkat rohani jang tak terkatakanbesarnya, harus terus diusahakan dengan radjin. Pe­rawatan orang sakit tetap mendjadi suatu djalan jangindah lmtuk menjatakan belas-kasihan dan pertolonganTuhan Jesus terhadap segala jang tjatjat tubuhnya.Pengadjaran dan pendidikan Kristen plm sekali2 takboleh diabaikan oleh Geredja ... Dengan segala djalandan daja upaja ini Geredja Jesus Kristus hendak ber­gumul untuk merebut djiwa-raga bangsa Indonesia daritjengkeraman kegelapan rohani dan djasmani, supajadjalan keselamatan jang satu2nya dapat dikenal danditempuh oleh segenap rakjat." 41

Semua misi itu wajar dijalankan, karena memang Kris­ten mewajibkan umatnya untuk menjalankan misi, sebagai­mana umat Islam berkewajiban menjalankan dakwah.Karena itu gerakan misi tidak pernah berhenti, termasukke dunia Islam dan ke umat Islam. Hanya caranya yangberubah dari masa ke masa, dari tempat satu ke tempatlain, tergantung situasi dan kondisi. Dulu, hlgas itu pernahdijalankan dengan cara-cara yang kasar dan terkadangsangat sadis, dengan membunuh orang-orang Muslim danyahudi yang menolak masuk kristen, seperti yang dilaku­kan oleh Rahl Isabella dan Raja Ferdinand, ketika pada'1492mengeluarkan perintah pengusiran (Edict of Expel). Di

41 H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sedjarah Geredja, (Djakarta: Badan PenerbitKristen, 1962), haJ. 276-277.

[222 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

zaman sekarang, tugas itu dijalankan dengan cara yang jauhberbeda dengan yang dulu. Seringkali tidak lagi dengancara-cara terbuka untuk melakukan proselitisasi (pindahagama), tetapi melalui tahap-tahap yang halus, untukmelemahkan iman kaum Muslim. Salah satu cara baru yangdigunakan kaum misionaris dalam menyerang Islamadalah merusak ilmu-ilmu keislaman (orientalisme). Dulu,

di zaman penjajahan fisik, para pengkaji Islam dari kalang­an misionaris menjadi bagian dari semangat penjajahanbersemboyan 'Gold, Gospel, dan Glory'. Mereka mengkajimasalah ketimuran, khususnya Islam, bukan dalam ruangyang kosong, tetapi menjadi bagian dari proyek untukmenaklukkan Islam dan dunia Islam. Kini, di zaman

modern, Orientalisme juga tidak terlepas dari kepentinganBarat dalam mengokohkan hegemoninya. Sebagian diantaranya juga terjadi kerjasama antara misi Kristen denganorientalisme. Prof. Dr. AliHusny al-Kharbuthly (Guru Besardi 'Ain Syams) menyebutkan, ada tiga tujuan dari orientalis­me di dunia Islam, yaitu: (1) Untuk penyebaran agamaKristen ke negeri-negeri Islam, (2) Untuk kepentinganpenjajahan, (3) Untuk kepentingan ilmu pengetahuansemata.'42

Dalam bukunya, Adnin Armas telah memaparkansejarah perjalanan para orienta lis dalam menyerang AI­Qur'an dengan cukup rinei berdasarkan rujukan-rujukanyang otoritatif. Dulu, mereka menggunakan cara-cara dankata-kata yang kasar. John of Damascus (m. 750 M), misal­nya, menyatakan, bahwa "Muhammad, sebagaimana telahdisebutkan, menulis banyak cerita bodoh ... ". Abdul Masih

42 Dikutip dari Hamka, Studi Islam, (Jakarta: Pus taka Panjimas, 1985), haJ.12.

[223 ]

I

""

Page 125: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

al-Kindi (873), seorang tokoh Kristen Mesir, juga menyata­kan: "Orang yang percaya kepada bahwa Al-Qur' an berasaldari Tuhan adalah tolol. Muhammad sarna sekali tidak

membawa mukjizat sebagaimana Nabi Musa yangmembelah laut dan Kristus yang menghidupkan orang matiserta menyembuhkan penyakit kusta." Ricoldo da MonteCroce (1243-1320),punmenulis tentangAl-Qur'an: "Penga­rangnya bukanlah manusia tetapi setan, yang dengankejahatannya serta izin Tuhan dengan pertimbangan dosamanusia, telah berhasil memulai karya Anti-Kristus."Martin Luther (1483-1546), juga tidak ketinggalan dalam

menyerang Al-Qur'an. Luther menyatakan, bahwa "The

devil is the ultimate author of the Quran." Al-Qur' an, katanya,mengajarkan kebohongan, pembunuhan, dan tidak meng­hargai perkawinan. Bohong, karena menolak kematianYesus dan Ketuhanan Yesus sebagaimana diajarkan dalamBibel. Luther bahkan menerjemahkan karya Ricoldo (Con­

futatio Alcorani) ke dalam bahasa Jerman, 1542. Luther tidakpercaya ada manusia yang mau mempercayai ketololan danketakhayulan Al-Qur'an. Luther juga menulis katapengantar untuk karya Theodore Bibliander (1504-1564)tentang Al-Qur' an (Vorrede zu Theodor Bibliandus Koranaus­

gabe).

Luther dikenal dengan pandangannya yang sangatburuk terhadap Islam, yang memandang kaum Muslim(yang disebut sebagai Turks), adalah bangsa yang dimurkaiTuhan. George W. Forrell, dalam tulisannya, Luther and the

War Against the Turks: Church History 14 (1945), menulis:"Luther, like many other preachers, both Protestant and Catholic,

believed that "The Turks are the people of the wrath of God".

David R. Blanks, menarik garis ideologis dalam pan­dangan yang buruk terhadap Islam mulai dari Peter the

[224 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

Vunerable - Raymund Lull - Martin Luther - SamuelZwemmer. Menurut Blanks, ini bukanlah berlebihan, ber­dasarkan tulisan-tulisan Zwemmer di Jurnal The Moslem

World, yang dirintisnya sejak tahun 1911, yang memujiperan Lull dan Peter Veneralibis dalam aktivitas misi Kris­ten di dunia Islam. -(This is not hyperbole. The idea was put

forth in 1931 in the pages of the journal that Zwemmer edited:

"In vain do we search for a somewhat objective account of the

religion of the false Prophet in the Middle Ages. There is much

abuse and vituperation; but only afew, such as Raymund Lull or

the noble Peter Venerabilis, try to arouse Christianity for missio­

nary work among the Moslems). "43

Serangan-serangan kasar yang dilakukan para tokohKristen itu tidak banyak membawa hasil. Para orientalisdan misionaris kemudian mengubah strateginya. Merekamelakukan pendekatan baru dalam menyerang Al-Qur' an.Era studi Al-Qur'an dengan wajah lebih ilmiah kemudiandilakukan. Sejak lama, misalnya, para orientalis berusahamenunjukkan kelemahan Al-Qur'an, seolah-olah adamasalah mendasar dalam Al-Qur'an. Awal abad ke-20,

Bergstrasser, Arthur Jeffery, dan Otto Pretzl berusaha mem­buat Al-Qur' an baru yang disebut sebagai "a critical editionof the Qur'an" (Edisi Kritis Al-Qur'an). Tetapi gagasan itugagal. Sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya,gagasan ini kemudian dibangkitkan lagi antara lain olehTaufik Adnan Amal, dosen di lAIN Makasar.

Tahun 1927,Prof. Alphonse Mingana sudah mengimbauuntuk melakukan Shldi kritis terhadap AI-Qur' an. Beberapadekade sesudah itu, metodologi studi kri tis teks Al-Qur' an,

43 David R. Blank, "Western Views of Islam in the Premodern Period" inDavid R. Blanks, and Michael Frassetto (ed), "Western Views of Islam in Medieval

and Early Modern Europe, (New York, St. Martin's Press, 1999), hal. 16-17.

[225 ]

I~

Page 126: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

yang berasal dari studi kritis Bibet mulai diterapkan olehsejumlah ilmuwan dari kalangan Muslim, seperti Moham­med Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd. (The time has surely

come to subject the text of the Kur' an to the same criticism as

that to which we subject the Hebrew and Aramaic of the Jewish

Bible, and the Greek of the Christian scriptures).44 Di Indonesia,

di lingkungan akademisi lAIN, kini berjubel orang-orangyang membanggakan pemikiran dekonstruktif Abu Zayd,Arkoun, tanpa menyadari asal-usul dan dampak yangditimbulkannya terhadap keimanannya terhadap Islam.

Dalam tradisi Kristen, Shldi tentang kritik Bibel dankritik teks Bibel memang telah berkembang pesat. Dr. ErnestC. Colwell, dari School of Theology Claremont, misalnya,selama 30 tahun menektmi Shldi ini, dan menulis satu buku

berjudul "Studies in Methodology in Textual Criticism on the

New Testatement". Buku-buku karya Prof. Bruze M. Metzger,guru besar The New Testament di Princeton Theological Semi­nary, menunjukkan, bagaimana kuatnya tradisi kajian kritisterhadap Teks Bibel. Juga, Werner Georg Kume, The New

Testament: The History of the Investigation of Its Problem,

(Nashville: Abingdon Press, 1972). Oxford Concise Dictionary

of the Christian Church" (Oxford University Press, 1996)menu lis tentang'" critical Shldy of the Bible' yang berkem­bangpesat abad ke-19: "It sets out from the belief that an ancient

writing must be interpreted in its historical perspective and related

to the circumstances of its composition and its meaning and

purpose for its author and first readers." Reginald H. Fuller,

44 Bulletin of the John Rylands Library (Manchester, 1927) XI:77, seperti dikutipDr. Syamsuddin Arif dalam artikelnya di Jurnal Al-Insan, edisi 1, Januari 2005,yang berjudul Al-Qur'an, Orientalisme, dan Luxenberg.

[226 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA OI lAIN & DAMPAKNYA

dalam bukunya berjudul A Critical Introduction to the New

Testament, (London: Gerald Duckworth & Co Ltd, 1979),menulis: "That is why if we are to understand what the New

Testament texts were meant to say by the authors when they were

first written ... we must first understand the historical situation

in which they were first written. "

Fenomena dalam tradisi kristen itu sangat berbeda

dengan apa yang terjadi dalam tradisi Islam. Kaum Muslim,sepanjang sejarahnya, tidak pernah menggugat ataumempersoalkan otentisitas teks AI-Qur'an. Kaum Muslimyakin, bahwa AI-Qur'an adalah -lafdhan wa ma'nan- dariAllah swt. AI-Qur' an telah tercatat dengan baik sejak masaNabi Muhammad saw. CatatanAI-Qur'an berbeda denganal-Hadits. Bahkan, untuk menjaga otentisitas dan kemurni­an AI-Qur' an, Nabi Muhammad saw. pernah menyatakan:­

"Jangan tulis apa pun yang berasal dari ku kecuali AI-Qur'an,dan siapa pun yang telah menulis dari ku selain AI-Qur'an,hendaklah ia menghapusnya." 45

Ada sebagian kalangan yang dengan gegabah mencobamenyamakan - sadar atau tidak - antara problema teksBibel dengan AI-Qur' an. Padahal, Bibel (The New Testament)dihllis antara tahun 60-90M, atau sekitar 30-60 tahun setelah

45 Makna hadits ini telah banyak dibahas pakar hadits. Imam Bukharimenyatakan, bahwa itu adalah ungkapan pribadi Abu Sa'id al-Khudri, karenabertentangan dengan banyak hadits lainnya. Bisa juga dipahami, bahwa laranganNabi tersebut bersifat khusus, dalam kondisi atau untuk orang tertentu, sebab

pada saat yang sama Nabi juga memerintahkan pencatatan ten tang berbagaihal, seperti surat-surat beliau kepada sejtunlah kepala negara. Bisa jadi, yangdilarang adalah mencatat Al-Qur'an dan Hadits di tempat yang sama. Lihat:M.M. Azhami, Studies in Early Hadits Literature, (Kuala Lumpur: Islamic BookTrust, 2000), hal. 21-24. Kajian yang komprehensif ten tang otentisitas MushafUtsmani dan perbandingannya dengan Bibel, bisa dilihat buku The History of

the Qur'anic Text, karya Musthafa A'zharni.

[227 ]

JIII

Page 127: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

masa Jesus. John Young, dalam Christianity, menyebutbahwaGospel Markus adalah yang tertua dan selesai ditulissekitar.tahun 65 M. Sedangkan Dr. C. Groenen OFM, dalambukunya, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, menulis: "Ka­rangan tertua (1Tes) ditulis sekitar tho41 dan yang terakhir

(entilh yang mana) sekitar tho 120." 46Dalam bukunya, Groenen menjelaskan perbedaan

antara Konsep AI-Qur'an sebagai 'firman Allah' dan Bibelse}Jagai 'firman Allah'. Dia menulis, bahwa di kalanganKrIsten, Bibel juga disebut" firman Allah-yang tertulis'. Te­tapi, beda dengan AI-Qur' an, Bibel adalah "Kitab suci yangdiinspirasikan oleh Allah."47 Tentang makna "inspirasi",Groenen menulis:

"Kadang kadang "inspirasi" itu diartikan seolah-olahAllah "berbisik-bisik" kepada penulis. Seolah-olahAllah mendiktekan apa yang hams ditulis. Lalu orangberkata bahwa Kitab Sud mirip dengan "suararekaman". Boleh jadi saudara-saudara Muslimin dapatmemahami kiasan macam itu sehubungan dengan AI­

Qur'an. Tetapi, ucapan itu kurang tepat kalau dipakaisehubungan dengan Alkitab umat Kristen. Sejarah

46 Young, Paul, Christianity, (London: Hodder Headline Ltd., 2003), hal. 57.Dr. C. Groenen OFM, Pengantar ke Oa/am Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK, 1984),hal. 19. Sebagaimana dalam kajian bidang teoIogi ada kecenderungan banyakkalangan cendekiawan Muslim yang mengikuti konsep dan penggunaan istilah­istilah teologi eksklusif, inklusif, dan pluralis, di dalam studi tentang Kitab Suciagama-agama, juga AI-Qur'an disejajarkan dengan Kitab-kitab agama lain,seolah-olah semua kitab suci itu adalah sama-sama posisinya. Secara sederhana,Ulil Abshar Abdalla menulis: "Tapi, bagi saya," all scriptures are miracles, semuakitab suci adalah mukjizat. (Jawa Pos, 11 Jan. 2004).

47 DaIam doktrin Kristen dikatakan: "The. wha/e Bibel is given by inspiration

of God." Dalam I Korinthus 2:13, disebutkan, Paulus mengucapkan kata-katayang diajarkan oleh Roh Kudus." Lihat: Louis Berkhof, A Summary of ChristianDoctrine, (London: The Banner of Truth Trust, 1978), hal. 16-17.

[228 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

terbentuknya Alkitab memustahilkan kiasan semacamitu. Adakalanya orang sampai menyebut Kitab Sucisebagai "sura t Allah kepada uma t-N ya". Tetapi pikiranitu sedikit kekanak-kanakan dan tidak sesuai dengan

kenyataan. Tidak dapat dikatakan bahwa (semua)penulis sud "mendengar suara Allah yang mendikte­kan" sesuatu. Mereka malah tidak sadar bahwa sedangmenulis Kitab SUd!"48

Masalah "inspirasi" ini mendapat kajian luas dalamstudi Bibel. Stefen Leks, dalam bukunya,"Inspirasi dan Kanon

Kitab Suci, menulis sejarah panjang perdebatan dan pe­mahaman di kalangan Kristen ten tang makna "inspirasi"itu. Akhimya, setelah mengoleksi sejumlah pendapat tokoh­tokoh Gereja tentang makna "inspirasi", penulis buku inimenulis satu sub bab berjudul: "Inspirasi: Masalah YangBelum Tuntas". Ditulis dalam buku ini:

"Dalam "The Catholic Biblical Quarterly" 1982, No. 44,Thomas A. Hoffman SJ (Inspiration, Normativeness,

Canonicity and the Unique Sacred Character of the Bible)

menulis bahwa ajaran tentang inspirasi biblis telahmemasuki masa yang sulit. Pada tahun 50-an dan awal60-an, beberapa '!lhli Katolik temama (K. Rahner, JLMckenzie, P. Benoit, LA Schoekel) bukan hanya me­

nyibukkan diri dengan masalah inspirasi, melainkanjuga mencetuskan sejumlah gagasan barn. Tetapi kini,sejumlah besar teolog berpendapat bahwa masalah itusesungguhnya tak terpecahkan. (" there is no solution to

this problem")."49

48 C. Groenen, Pengantar ke Oa/am Perjanjian Baru, hal. 27.

49 Stefen Leks, lnspirasi dan Kanan Kitab Suci, (Yogyakarta: Kanisius, 1992),hal. 128.

[229 ]

~

11

Page 128: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Dalam bukunya ini, Leks juga mengutip ungkapan C.Groenen: "Apa iht inspirasi dan bagaimana jadinya, kurangjelas!" ... "Konsili Vatikan II membiarkan halnya kabur danhanya berkata tentang beberapa akibat inspirasi yang me­nyangkut hasilnya. Antara lain, secara tradisional, Allah

dikatakan "author" (=pengarang) Kitab Suci, tetapi entah­lah bagaimana kata itu mesti dipahami." Selain iht, "Vati­kan II menggarisbawahi bahwa inspirasi tidak mematikan

aktivitas pribadi para penulis, sehingga betapa suci punAlkitab, ia tetap manusiawi (bdk. DV No. 13).""50

Persoalan otentisitas teks Bibel selalu menjadi perbin­cangan hangat di kalangan Kristen. Begitu juga banglmanteologis yang dibangun di atasnya. Ketika terjadi perdebat­an ten tang film "The Passion of the Christ" karya Mel Gibson,Paus menyatakan film iht sebagai "It is as it was", karenaceritanya memang banyak memjuk pada The New Testament.

Namlm, News week edisi 16 Febmari 2004 menulis, bahwa

justm Bibel iht sendiri yang boleh jadi mempakan sumbercerita yang problematis (But the Bible can be a problematic

50 Ibid, hal. 128-129. Cetak tebal dari penulis. Ungkapan Groenen ini perJudigarisbawahi, sebab konsep "wahyu yang telah memanusia dan menyejarah"dari Kristen inilah yang tampak mempengaruhi pemikiran Nasr Hamid AbuZayd, sehingga juga mendasari konsep barunya tentang Al-Qur'an yang diakatakan sebagai produk budaya. Dengan begitu, dia bisa menerapkan metodekajian historis kritis terhadap teks Al-Qur'an. Oxford Concise Dictionary of the

Christian Church" (Oxford University Press, 1996) menulis tentang'" critical studyof the Bibel' yang berkembang pesat abad ke-19: "It sets out from the belief that an

ancient writing must be interpreted in its historical perspective and related to the

cirClimstances of its composition and its meaning and purpose for its author and first

readers." Vatikan sendiri memandang salah satu aspek dari teks-teks Bibel adalah

bahwa "teks-teks tersebut merupakan karya pengarang manusia, yangmengglU1akan kemampuan mereka untuk mengungkapkan sesuatu dan sarana­sarana yang tersedia pada zaman dan konteks sosial mereka." (Lihat, Penafsiran

Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab Suci Kepausan, (Yogyakarta: Kanisius, 2003),hal. 115.

[230 ]

l BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

source). Jika Paus menyatakan film itu sesuai dengan apaadanya, sebagaimana paparan dalam Bibel, justm dalamfilm itu ditemukan berbagai penyimpangan dari cerita versiBibel.

Stefen Leks juga membahas satu masalah yang menariktentang "ketidaksalahan" Bibel. Dia menulis, bahwa ber­abad-abad lamanya Gereja Katolik menggunakan jargon"sine ullo errore" (tanpa kekeliman apa pun). Selama ber­abad-abad Gereja lebih sering berbicara tentang Kitab Sudyang tidak kelim, daripada ten tang kebenarannya. Setelahkeluamya Konstitusi 'Dei Verbum' dalam Konsili VatikanII, Gereja mulai lebih mementingkan kebenaran Kitab Sud,daripada ketidaksesatannya. Selanjutnya dihtlis:

"Buku ini tidak dipandang lagi sebagai kumpulan ke­benaran semata-mata melainkan lebih-Iebih sebagaikarya ajaib yang penuh dinamika. Kitab Sud bukanpertama-tama buku pengajaran belaka melainkan lebih­lebih buku kebenaran yang menyelamatkan. Kebenarandalam arti demikian melekat pada teks-teks asli KitabSud saja (yang tentu saja tidak ada lagi!), sedangkansegala terjemahannya tumt serta dalam nilai utamaKitab Sud itu sejauh dengan setia mengungkapkan apayang diinspirasikan Allah dan diungkapkan dalam teks­nya. Ketidakkeliman melekat pad a keseluruhan KitabSud, bukan pada penulis kitab tertentu ataupun padakitab tertentu saja. Ketidakkeliman dalam arti mutlakhanya melekat pada kebenaran penuh yaitu YesusKristus."51

51 Stefen Leks, lnspirasi dan Kanan Kitab Suci, hal. 94-95.

[231 ]

Page 129: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Dengan kondisi teks Bibel seperti itu, maka, seeara prin­sip, teks AI-Qur'an tidak mengalami problema sebagai­mana problema yang dialarni teks Bibel. Norman Danieldalam bukunya, Islam and The West: The Making of an Image,

menegaskan: "The Quran has no parallel outside Islam."52 Dikalangan Kristen, hanya kelompok fundamentalis saja yangmasih mempereayai bahwa Bibel adalah 'The Word of God/

dei verbum'. 53I.J. Satyabudi, alumnus Universitas KristenSatya Waeana, menulis dalam bukunya, Kontroversi Nama

Allah, bahwa penemuan arkeologi biblika sejak tahun 1890M, sampai 1976 M, telah menghasilkan 5366 temuan nas­kah-naskah purba kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunaniyang berasal dari tahun 135 M sampai tahun 1700 M yangterdiri dari 3157 manuskrip yang bervariasi ukurannya;mulai dari yang dari seearik keeil seukuran kartu kreditdari Papirus tahun 135 M sampai dengan manuskrip berisikeseluruhan kitab Perjanjian Baru yang berasal dari Kodek

Perk amen tahun 340 M; dan 2209 leksionari yang berisiperikop Perjanjian Baru yang digunakan sebagai baeaanliturgi di Gereja. Dari 5366 salinan naskah itu, jika diper­bandingkan, beberapa sarjana Perjanjian Baru menyebutkanadanya 50.000 perbedaan kata-kata. Bahkan ada beberapasarjana yang menyebutkan angka 200.000-300.000 perbeda­an kata-kata. Jadi, simpul IISatyabudi, "Maka, dari ke-3angka perbedaan kata-kata di atas mana pun yang kita pilihakan tetap menghasilkan sebuah kesimpulan, yaitu sebuahkenyataan bahwa perbedaan kata-kata yang ada dalam ke-

52 Norman Daniel, Islam and The West: The Making of an Image, (Oxford:Oneworld Publications, 1997), hal. 53.

53 Hans Kung, "What Is True Religion?" dalam Leonard Swidler (ed), Toward

a Universal Theology of Religion, (New York: Orbis Book, 1987), hal. 200-201.

[232 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

5366 naskah-naskah tersebut berkisar antara Q - 2 kali

lebih banyak jika dibandingkan dengan 138.162 kata yangada dalam Kitab Perjanjian Baru itu sendiri."54

Melihat kondisi Bibel semaeam itu, sebagian eendekia­wan kristen kemudian berupaya mengajak kaum Muslimjuga untuk juga mengritisi teks AI-Qur'an sebagaimanatelah disebutkan sebelumnya, semisal oleh AlphonseMingana, pendeta Kristen asal Irak dan guru besar di Uni­versitas Birmingham Inggris. Setelah itu, berbondong­bondonglah orientalis yang melakukan kajian kritis ter­hadap teks AI-Qur' an, sebagaimana sudah terjadi padaBibel. Menurut mereka, bukankah AI-Qur' an juga sebuah"teks" yang tidak berbeda dengan "teks Bibel". Toby Lesterdalam The Atlantic Monthly, Januari 1999, mengutip pen­dapat Gerd R. Joseph Puin, seorang orientalis pengkaji AI­Qur' an, yang menyarankan perlunya ditekankan soal aspekkesejarahan Al-Qur' an. "So many Muslims have this belief that

everything between the two covers of the Koran is just God's

unaltered word," (Dr. Puin) says. "They like to quote the textual

work that shows that The Bible has a history and did not fall

straight out of the sky, but until now the Koran has been out of

this discussion. The only way to break through this wall is to

prove that the Koran has a history too. ""

Jadi, orang seperti Lester ini ingin agar kaum Muslimmelepaskan keyakinannya, bahwa AI-Qur' an adalah kata­kata Tuhan (kalam Allah) yang tidak berubah. Untuk men­jebol tembok keyakinan umat Islam itu, menurut Puin,maka harus dibuktikan bahwa AI-Qur'an juga merniliki

aspek kesejarahan. Aspek historisitas Al-Qur' an inilah yang

54 1.J.Satyabudi, Kontroversi Nama Allah, Oakarta: Wacana Press, 2004), hal.150-152.

[233 ]

Page 130: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRlSTEN-BARAT

harus ditekankan dalam pengkajian AI-Qur'an, sebagai­mana juga telah dilakukan orang-orang Kristen dan Yahudidi Barat terhadap Bibel.

Di samping merujuk kepada sederet orientalis, Lesterjuga menyatakan kegembiraannya bahwa di duma Islam,sejumlah orang telah melakukan usaha "revisi" terhadappaham ten tang teks AI-Qur'an sebagai kalam Allah. Di­antaranya, ia menyebut nama Nasr Hamid Abu Zaid,Arkoun, dan beberapa lainnya.

Michael Cook, dalam bukunya, The Koran: A VenJ Short

Introduction, (2000:44), mengutip pendapat Nasr HamidAbu Zayd - yang dia tulis sebagai "a Muslim secularist" ­ten tang AI-Qur' an sebagai produk budaya: "If the text was

a message sent to the Arabs of the seven century, then of necessity

it was formulated in a manner which took for granted historically

specific aspects of their language and culture. The Koran thus

took shape in human setting. It was a ' cultural product' - a phrase

Abu Zayd used several times, and which was highlighted by the

Court of Cassation when it determined him to be an un believer. 55

Mohammed ArkOlm juga tercatat sebagai sarjana yangaktif mengajak kaum Muslim Imtuk mengritisi AI-Qur' an.Bahkan, ia secara terang-terangan menyayangkan, me­ngapa kaum Muslim tidak mau mengikuti jejak kaumYahudi-Kristen. Kata ArkOlm:

"Sayang sekali kritik-kritik filsafat tentang teks-teks sud- yang telah diaplikasikan kepada Bibel Ibrani danPerjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konse-

55 Pendapat Lester dan Cook dikutip dari buku The Histonj of the Qur'anic

Text, From Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New

Testament, karya Musceafa A'zhami (Leicester: UK Islamic Academy, 2003), hal.8-9.

[234 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DIIAIN & DAMPAKNYA

kuensi nega tif untuk ide wahyu, terus ditolak oleh pen­dapat kesarjanaan Muslim." 56

Sejumlah cendekiawan dari kalangan Muslim yangkemudian mengaplikasikan hermeneutika dalam penafsir­an AI-Qur' an, kemudian - entah terjebak atau menjebakkan

diri - menggunakan teori inspirasi dalam Bibel untuk AI­Qur' an. Salah satu masalah pelik yang dihadapi uma t Islamsaat ini adalah masalah hegemoni keilmuan Barat (Kristen)dalam metodologi penafsiran teks AI-Qur' an. Di tengahsihlasi hegemoni Barat dalam studi Islam, termasuk studiAI-Qur'an, lahirlah orang-orang yang secara tekun dan

cukup mendalam, berusaha keras menggusur tafsir klasikdan menggantikannya dengan hermeneutika. Jelas, inimemang berasal dari tradisi Bibel. Di lingkungan Kristen ­termasuk di Indonesia - pengglmaan metodologi herme-

56 Mohammed Arkoun, Rethingking Islam, dikutip dari buku Adnin Armas,

Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur'an, hal. 63. Banyak mahasiswa UIN/lAINyang kemudian menjiplak begitu saja pemikiran Abu Zayd dan Arkolffi, tanpasikap kritis. Sebagai contoh, pada tahun 2004, penerbit Kompas menerbitkan bukuAhmad Fuad Fanani, aluITUlusFakultas Ushuluddin UIN Jakarta, berjudul "Islam

Mazhab Kritis", yang sama sekali tidak kritis dalam mengutip pemikiran Abu

Zayd dan Arkoun. Ditulisnya, "AI-Qur'an sebagai sebuah teks, menurut NasrHamid Abu Zayd, pada dasarnya adalah prodllk budaya. (Tekstualitas Al Quran,2000). Hal ini dapat dibuktikan dengan rentang waktu terkumpulnya teks AI­Qur' an dalam 20 tahun lebih yang terbentllk dalam realitas sosial dan budaya."(hal. 91). "Di zaman modern ini, ada dua mufassir terkemuka yang menggunakanmetode hermenelltika yaitu Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun ...Mohammed Arkoen mungkin orang yang secara tuntas mencoba menggunakanhermeneutika dalam penafsiran AI-Qur'an. Untuk kepentingan analisisnya,Arkoun meminjam teori hermeneutika dari Paul Ricouf, dengan memperkenal­kan tiga level "perkataan Tuhan" atau tingkatan Wahyu." (hal. 94). Pemberiangelar "mufassir terkemuka" kepada Rahman dan Arkoun adalah sesuatu pe­mujaan yang berlebihan dan tidak kritis, sebab kedua orang itu, belum pernahmenghasilkan kitab tafsir, dan teori hermeneutikanya pun meminjam darisejumlah pemikir Barat dalam hermeneutika.

[235 ]

Page 131: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I l(RISTEN-BARAT

neutika untuk interpretasi Bibel memang sudah sangatlazim. Memang, hermeneutika tidak lepas dari pengalamandan sejarah Kristen. The New Encyclopedia Britannica me­nulis, bahwa hermeneutika adalah studi prinsip-prinsipgeneral tentang interpretasi Bibel (the study of the general

principle of biblical interpretation).

Dalam buku berjudul Penafsiran Alkitab dalam Gereja

yang disusun oleh Komisi Kitab Suci Kepausan, dibahaspanjang lebar sikap Gereja Katolik terhadap penggunaanhermeneutika dalam interpretasi Bibel. Sebagaimanaditekankan oleh Groenen, adanya unsur manusiawi dalamBibel, orang-orang seperti Abu Zayd juga menekankanadanya unsur 'manusiawi' dalamAl-Qur'an. Bahkan, darilingkungan lAIN, muncul orang yang secara terang-terang­an menuduh, Muhammadlah yang membikin Al-Qur'an.Padahal, tuduhan semacam ini sudah terlalu sering di­lontarkan para orienta lis, dan mereka tidak memiliki buktiapa pun tentang itu. 57

Memang, sebagian kalangan Kristen, juga mengimbaudengan halus, agar kaum Muslim modern meninggalkankonsep lama mereka tentang Al-Qur' an, bahwa teks Al-

57 Dalam konsep Islam, posisi Nabi Muhammad saw. dalam menerima danmenyampaikan al-wahyu memang pasif, hanya sebagai "penyampai" apa-apayang diwahyukan kepadanya. Beliau tidak menambah dan mengurangi apa­apa yang disampaikan Allah kepada beliau melalui Malaikat Jibril. Beliau punterjaga dari segala kesalahan, karena beliau ma'shum. AI-Qur' an menyebutkan:"Dan dia (Muhammad saw.) tidak menyampaikan sesuatu, kecuali (dari) wahyuyang diwahyukan kepadanya." (QS AI-Najm: 3). Muhammad saw. memangseorang manusia biasa, tetapi beliau berbeda dengan manusia lainnya, karenabeliau menerima al-wahyu. (QS Fushilat:6). Bahkan, dalam surat al-Haaqqahayat 44-46, Allah memberikan ancaman kepada Nabi Muhammad saw.:""Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,

niscaya Kami pegang dia pada tangan kanannya, kemudian benar-benar Kami po tongurat tali jantungnya."

[236 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

Qur' an adalah Kalamullah, lafazh dan maknanya dari Allahswt., dan sarna sekali bebas dari unsur manusiawi, ter­masuk redaksi dari Nabi Muhammad saw.MichelJ. Scanlon(Professor of systematic theology at the Washington Theological

Union and president of the Catholic Theological Society of

America), menyatakan, bahwa, karakter absolut Al-Qur'ansebagai Kata-kata Tuhan adalah sikap tradisional kaumMuslim ortodoks (The absolute character of the Quran as the

Word of God is a traditional tenet of Islamic orthodoxy). la men­dukung gagasan, sebagaimana dalam Bibel, bahwa Al­Qur'an adalah "reception of revelation", sejenis inspirasidari wahyu, sebagaimana dalam konsep Kristen. 58

Hans Kung, pakar teologi Kristen, juga mengusulkanagar kaum Muslimin mau mengakui elemen kemanusiaanyang ikut bermain pada Al-Qur' an. Kenneth Cragg, seorangpemimpin Gereja Anglikan, mendesak kaum Musliminuntuk memikirkan ulang konsep wahyu tradisional Islam,sebagai konsesi kaum Muslimin dalam semangat pluralis­me dialog antar agama saat ini. 59

Perbedaan "konsep teks" antara Al-Qur'an dan Bibelini perlu dicermati oleh para cendekiawan Muslim, sebabini akan berdampak pada penggunaan metode penafsiran.Para pemikir post-modernis, sebagaimana Arkoun, AbuZayd, Amina Wadud, sengaja atau tidak telah melakukangeneralisasi konsep teks, ketika mengadopsi teori-teorihermeneutika unhlk penafsiran Al-Qur'an. Padahal, adakarakter yang sangat berbeda antara konsep teks Ah-Qul/'an

58 Michel J. Scanlon, "Fidelity to Monotheism", ins Ellis, Kail C. (ed), The

Vatican, Islam, and the Middle East, Syracuse University Press, Syracuse, 1987, pp.27-41.

59 Dikutip dari M.M. A"zhami, The History of The Quranic Text (Terj.), hal.354-355.

[237 ]

Page 132: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

dan Bibel. Pengembangan metodologi "tafsir kontekstual"di kalangan IAIN, rnisalnya, kadangkala keluar dari maknateks sarna sekali, sehingga menghasilkan produk hukumyang sarna sekali baru. Problem teks Bibel telah melahirkanbanyak teori penafsiran yang bersifat kontekstual dankeluar dari makna teks secara literal. Secara serampangan,istilah "literalis" dan""kontekstualis" yang lahir dari tradisiBibel ini kemudian juga diaplikasikan untuk kaum Muslim.Peradaban Islam sering disebut sebagai peradaban teks (ha­

dharah al-nash), sehingga ada sebagian kalangan cendekia­wan yang dengan mudahnya mengatakan, "Kita janganmau dijajah oleh teks".

Sikap seperti ini bisa berlaku pada ilmuwan Barat, yangmemang tidak lagi mempunyai teks suci untuk dijadikanpegangan. Mereka menolak teks Bibel, dan menggunakansegala cara agar teks Bibel itu tidak mengikat kehidupanmereka. Itu terjadi dalam kasus perzinahan, homoseksual,dan juga berbagai makanan yang diharamkan dalam Bibel.Ini sudah berlaku sejak dulu."The Letter of Barnabas (sekitar

100 M), misalnya, menginterpretasikan undang-undangtentang makanan dalam Kitab Imamat (Leviticus), bukansebagai larangan lmtuk memakan daging hewan tertentu,tetapi lebih merupakan sifat-sifat buruk yang s~cara imaji­natif diasosiasikan dengan hewan-hewan itu. Jika dibacadalam Bibel, Kitab Imamat 11:1-46, disebutkan daftar bina­

tang yang haram dimakan, seperti unta, pelanduk, kelinci,babi, 60 burung rajawali, burung onta, bunmg camar, elang,

60 Tentang binatang babi ini cukup menarik jika dicermati sejumlah versiteks Kitab Imamat 11:7-8. DalamAlkitab versi Lembaga Alkitab Indonesia (LAI),tahilll 1971 ditulis: "dan lagi babi, Imrena sungguh pun kukunya terbelah dua, ia itu

bersiratan kukunya, tetapi dia tiada memamah biak, maim haramlah ia kepadamu.

[238 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

bunmg pungguk, tikus, katak, landak, biawak, bengkarung,siput, dan bunglon. "Daging binatang-binatang itu jangan­lah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh;haram itu semuanya bagimu." (ayat 8). DalamAlkitab versiLembaga Alkitab Indonesia tahun 2000, pasal11 ini diletak­kan di bawah tajuk "Binatang yang haram dan yang tidakharam." Dalam ayat 35 disebutkan: "Kalau bangkai seekordari binatang-binatang itu jatuh ke atas sesuatu benda, itu

menjadi najis; pembakaran roti dan anglo haruslah di­remukkan, karena semuanya itu najis dan haruslah najisjuga bagimu." 61

Bisa dibayangkan, jika konsep makanan haram dan

najis, ini diterapkan secara literal, apa jadinya orang Baratyang hobi makan babi dan memakan binatang yang jelas­jelas diharamkan dalam Bibel. Dengan kondisi fakhlal teksBibel semacam itu, jelas sekali penafsiran secara literal tidakmemungkinkan, sehingga hanya kalangan Kristen funda-

Ojanganlah Immu makan daripada dagingnya dan djangan pula Immu mendjamah

bangkainya, maka haramlah ia kepadamu." "Tetapi," dalam Alkitab versi LAI tahun2004, kata "babi sudah berubah menjadi babi hutan: "Oemikian juga babi hutan,

Imrena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah

biak, haram itu bagimu. Oaging binatang-binatang itu janganlah Immu makan dan

bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu. "Dalam teks bahasaInggris, versi The New Jerusalem Bibel (1985), ayat itu ditulis: "you will regard

the pig as unclean, because though it has a cloven hoof, divided into two parts, it is not

a ruminant. You will not eat the meat of these or touch their dead bodies; you will regard

them as unclean." "Dari ketiga teks itu bisa dilihat, bagaimana problem leks Bibelsangat rumit dan pelik, karena tidak ada kitab standar dalam rujukanpenerjemahan Bibel. Dalam Kamus Indonesia-Inggris karya Jolm M. Echols danHassan Shadily (Jakarta: Gramedia, 1994), kata babi diterjemahkan menjadi pig,hog, pork. Sedangkan kata 'babi hutan' diterjemahkan dengan 'wild boar'. DalamGood News Bibel, terbitan United Bibel Societies, 1976, ayat itu ditulis: "Do not eat

pigs. They must be considered unclean; they have devided hoofs, but do not clew the

cud. Do not eat these animals or even touch their dead bodies; they are unclean. ""

61 Contoh-contoh problematika teks Bibel telah banyak saya paparkandalam buku saya Tinjauan Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam (Jakarta: GIP, 2004).

[239 ]

Page 133: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

mentalis yang sangat naif, yang menafsirkan Bibel secaraliteral. 62

Kondisi dan problem teks Bibel semacam itu tentusangat berbeda dengan teks AI-Qur'an. Tentang makananharam, misalnya, jelas dikatakan dalamAI-Qur'an, bahwababi itu haram dimakan. Teks-nya jelas: "Diharamkan bagimu

bangkai, darah, dan daging babi." (QS AI-Maidah: 3). Tidak adamasalah bagi umat Islam memahami ayat itu secara teks­tual, sebab memang secara teks, babi itu diharamkan. Tidakada perbedaan teks dalam soal ini. Karena AI-Qur' an adalahberbahasa Arab, dan selain yang berbahasa Arab bukanlahAI-Qur'an. Tidak ada perbedaan pendapat di kalanganumat Islam, bahwa babi adalah haram. Dan pemahamanitu dilakukan dengan melalui penafsiran secara tekstual.

Kaum Muslimin selama ini juga paham, bahwa banyakayat-ayat AI-Qur'an yang tidak dapat dipahami secaratekstual begitu saja. Misalnya, ayat dalam surat al-Jumuah:"Fa idzaa qudhiyatishshalaatu fa intasharuu fi al-ardhi" (apabilaselesai ditunaikan salat Qumat), maka bertebaranlah kamu

62 Vatikan juga mengritik keras cara penafsiran literal ala kaum funda­mentalis Kristen. Dikatakan, " ... fundamentalisme cenderung menganggapbahwa teks alkitabiah seolah-olah didektekan kata demi kata oleh Roh Kudus.

Mereka tidak mampu mengakui bahwa sabda Allah telah dirumuskan dalambahasa dan ungkapan manusia yang terbentuk melalui berbagai periode. Dengandemikian, mereka juga tidak memperhatikan bentuk-bentuk sastra dan caraberpikir manusiawi yang ditemukan dalam teks alkitabiah, yang sebagian besarmerupakan hasil dari suatu proses yang panjang selama periode waktu yangpanjang dan yang memuat tanda situasi-situasi historis yang sangat beragam. "(Lihat, Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab 5uci Kepausan, hal. 92-93).Paus Benediktus XVI, melalui bukunya, Biblical Interpretation in Crisis: The

Ratzinger Conference on Bibel and Church (1989), malah secara tajam menyata­kan, bahaya flmdamentalisme dalam penafsiran Bibel. Ia mengajak untuk me­nafsirkan Bibel dengan bijak sesuai konteks sejarah proses penyuslman teks Bibel.(Libertus Jehani, Paus Benediktus XVI, Palang Pintu Iman Katolik, (Jakarta:Sinon dang Media, 2005), hal. 32.

[240 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTlKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

di muka bumi), oleh kaum Muslimin tidak dipahami bahwasetelah usai menunaikan salat Jumat maka mereka di­wajibkan untuk bertebaran di muka bumi, dan tidak boleh

tinggal berdiam diri di Masjid. Meskiplill redaksi ayat ituadalah perintah (jiil amar), tetapi tidak dipahami secaratekstual, bahwa bertebaran di muka bumi setelah salat

Jumat adalah wajib.Tapi, sayangnya, di kalangan kaum Muslim saat ini,

karena tidak cermat atau tidak memahami hakekat per­bedaan konsep teks AI-Qur' an dan teks Bibel, banyak yangkeliru dalam menerapkan istilah "tekstual" dan "konteks­

tual'. Mereka menjiplak dan kadang membeo saja peng­gunaan istilah dalam tradisi penafsiran Bibel itu untukditerapkan dalam Al-Qur' an. Istilah ini kemudian dikaitkan

dengan istilah 'fundamentalis', 'eksklusif', 'inklusif', 'plu­ralis', dan sebagainya. Kaum fundamentalis Kristen dikenalsebagai orang yang menerapkan metode 'tekstual' atau'literal' dalam penafsiran Bibel. Sedangkan yang tidakmenerapkan metode 'literal' disebut kristen yang inklusif,progresif, liberal, dan sebagainya.63

Istilah 'tekstual-kontekstual' ini kemudian juga dikem­bangkan dan diterapkan untuk Islam. Sehingga, orang-

63Dalam Kongres Alkitab Amerika di Niagara, New York, tahun 1895, kaumprotestan konservatif merumuskan "lima pokok fundamentalisme": (1) ketidak­salahan verbal dari Kitab Sud (inerrancy), (2) keallahan Kristus, (3) kelahiran­Nya dari seorang perawan, (4) ajaran ten tang silih (vicarious expiation), (5)

kebangkitan badan pada saat kedatangan Kristus yang kedua. Vatikan mengritikcara penafsiranAlkitab kaum fundamentalis Kristen yang menggunakan metodeliteral pad a semua detailnya. Kaum fundamentalis menolak penggunaan metodehistoris-kritis dan menolak penggunaan metode ilmiah lmtuk menafsirkan KitabSuci. Penafsiran literal ala fundamentalis ini muncul sebagai suatu bentengmelawan penafsiran liberal. (Lihat, Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab

5uci Kepausan, hal. 91).

[241 ]

Page 134: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

orang Muslim yang menerapkan metode literal dalam me­nafsirkan Al-Qur' an juga disebut sebagai orang fundamen­talis, radikal, dan sebagainya. Dalam era di mana radikalis­me, fundamentalisme, militansi, dikaitkan dengan 'teroris­me', maka wacana ini perlu ditelaah dengan cermat. Sebab,kesalahan dan kerancuan penggunaan terminologi dapatberdampak fatal dalam pemmusan kebijakan sosial-politik,di mana orang-orang Muslim yang taat menjalankan aga­many a, menjalankan syariatnya, dapat dituduh sebagaikaum radikal, karena dituduh telah menerapkan pemaham­an Islam secara tekstual/literal. Sayang sekali, banyakcendekiawan yang kurang kritis dalam mengadopsi istilah­istilah yang muncul dari tradisi Shldi agama di kalanganmasyarakat kristen dan mengaplikasikannya begitu sajaterhadap masyarakat Muslim. Mestinya para cendekiawanitu hati-hati dan tidak begitu saja menggunakan istilah ataumenerima proyek penelitian pesanan dari lembaga donortanpa memperhihmgkan dampak dan tanggung jawabnya,di dunia dan akhirat. Melakukan kezaliman terhadap kaumMuslim dengan memberikan cap-cap negatif dan peyoralif,hanya karena enggan mengadopsi pola pikir dan pandang­an hid up sekular-Barat adalah tindakan yang sangat tidakterpuji.64

64 Dalam seminar di Jakarta Media Center, 29 Navember 2005, yangmengambil tema "Masa Depan Pluralisme di Indonesia", Dr. M. Syafii Anwar,menggunakan istilah Gerakan Salafi Radikal untuk menyebut kelampak­kelampak Islam seperti MMI, HizbutTahrir, Laskar Hizbullah, Laskar Jundullah,Darul Islam, Laskar Jihad, Ikhwanul Muslimin, Hammas, dan sebagainya.Frase"" dan sebagainya" menunjukkan, bahwa cap Islam radikal bisa dilebarkankepada arganisasi Islam apa saja yang tidak mau menerima paham PluralismeAgama. Dalam makalahnya yang berjudul "The State, Shari'a and TheChallenge of Pluralism in Post Suharto Era", Syafii menulis empat kriteriagerakan Salafi Radikal, yaitu (1) cenderung memperjuangkan 'peradaban Islam

[242 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

Salah sahl cara yang fatal dalam penerapan metode kon­tekstual- untuk menghindari metode tekshlal- dilakukan,

misalnya, oleh Prof. Dr. Musdah Mulia. Dalam bukunya,Muslimah Reformis, Musdah menguraikan metode konteks­

tualisasi untuk QS 60:10, yang menjadi landasan peng-

tekstual', (2) memperjuangkan farmalisasi syariat Islam pada semua aspekkehidupan, (3) cenderung memperjuangkan agenda an ti-p Iuralisme, (4) memilikipersepsi yang keliru tentang jihad, (5) memiliki kepercayaan yang kuat ten tangteori kanspirasi dan Muslim adalah karban kanspirasi Yahudi, Kristen, dan Barat.

Syafii menulis, "Cansidering the fact that emergence af RSM (Radical SalafiMavement) groups and their actians has created seriaus problem to. theIndanesian Saciety, a group af yaung Muslim intellectuals established the sa­

called JIL (Jaringan Islam Liberal)." Syafii mengistilahkan kelampak-kelampakyang memperjuangkan Islam Liberal di Indanesia sebagai Progressive-LiberalIslam (PLI), seperti Paramadina, LkiS, P3M, Lakpesdam NU, Jaringan IntelektualMuda Muhammadiyah (JIMM),"Internatianal Center far Islam and Pluralism

(ICIP) dimana Syafii sebagai Direkturnya, dan sebagainya. Ia dengan tegasmenulis, bahwa setelah era Saeharta, maka yang terjadi adalah pertarunganan tara RSM dan PLI. Pada akhir makalahnya, ia menu lis: "Althaugh I am stillaptimist with the future af Islam in Indanesia, it is impartant to. state here thatthe Indanesian gavernment has to.protect the Indanesian Muslims from the threataf religio.us canservatism and radicalism."

Jadi, pada akhirnya, orang yang mengaku liberal dan pluralis, dan sukamengecam kaum Muslimin yang ~mperjuangkan aspirasinya secara palitis,pun merasa bahwa hanya pendapatnya sendiri yang benar, dan menganggappendapat lain yang bertentangan dengan pendapatnya, sebagai "berbahaya"dan tidak baleh hidup di bumi Indanesia.

Tahun 2004, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas IslamNegeri (UIN) Jakarta sudah menerbitkan hasil penelitiannya dalam bentuksebuah buku berjudul,"Gerakan Sa/aft Radika/ di Indonesia" (Penyunting: Jarnharidan Jajang Jahroni). Ada empat kelampak yang mendapat cap "salafi radikal"dalam buku ini, yaitu Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad, Majelis MujahidinIndanesia (MMI), dan Hizbuttahrir.

Tentang idealagi 'Islam radikal', buku ini mengutip pendapat Jahn L.Espasita (dari bukunya, 'Is/am: The Straight Path), yang lebih suka menggunakanistilah 'Islam revivalis'. Pertama, mereka berpendapat bahwa Islam adalahsebuah pandangan hid up yang kamprehensif dan bersifat tatal, sehingga Islamtidak dipisahkan dari palitik, hukurn, dan masyarakat. Kedua, mercka seringkalimenganggap bahwa idealagi masyarakat Barat yang sekular dan cenderungmaterislistis harus ditalak. Ketiga, mereka cenderung mengajak pengikutnya

[243 ]

Page 135: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON! KRISTEN-BARAT

haraman pernikahan Muslimah dengan pria non-Muslim.

Katanya:

"Jika kita memahami konteks waktu turunnya ayat itu,

larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Qu­raisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktuitu konteksnya adalah peperangan an tara kaum muk­min dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubung­an dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelasmana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini

harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi pe­perangan itu tidak ada lagi, maka larangan dimaksudtercabut dengan dengan sendirinya."65

Secara literal/ tekstual, ayat itu jelas memberikan pe­mahaman bahwa wanita Muslimah haram menikah dengan

laki-Iaki non- Muslim (kafir). Sepanjang sejarah Islam, tidakada ulama yang berpikir seperti Musdah Mulia itu. Selamalebih dari 1200 tahun, kaum Muslim hidup damai dengan

Yahudi, tetapi tidak ada ulama yang berpikir, bahwa wanitaMuslimah boleh menikah dengan laki-Iaki yahudi. CaraMusdah mulia menafsirkan ayat ini jelas sangat 'sem­barangan' dan menjiplak cara sebagian kaum Kristen yangmenafsirkan Bibel secara kontekshlal, dengan meninggal-

untuk 'kembali kepada Islam' sebagai sebuah usaha untuk perubahan sosial.Keempat, karena ideologi masyarakat Barat harus ditolak, maka secara otomatisperaturan-peraturan sosial yang lahir dari tradisi Barat, juga harus ditolak.Kelima, mereka tidak menolak modernisasi sejauh tidak bertentangan denganstandar ortodoksi keagamaan yang telah mereka anggap mapan, dan tidak me­rusak sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran yang sudah final. Keenam,mereka berkeyakinan, bahwa upaya-upaya Islarnisasi pada masyarakat Muslimtidak akan berhasil tanpa menekankan aspek pengorganisasian ataupunpembentukan sebuah kelompok yang kuat.

65 Musdah Mulia, Muslimah Reformis, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 63.

[244 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

kan makna teks sarna sekali. Cara penafsiran kontekstualsemacam ini juga membongkar dasar-dasar Islam, danmerusak keilmuan Islam. Musdah bukanlah pakar dalambidang ushul fiqih dan belum pernah menu lis satu bukupun tentang ushul fiqih, tetapi dia sudah berani menge­luarkan pendapat hukum Islam. Kekeliruannya yang sangatfatal adalah pada keterpengaruhannya terhadap ideologi'gender equality' yang dianggapnya sebagai kebenaran, se­hingga semua ajaran Islam harus disesuaikan dengan kon­sep" gender equality' yang belum tenhl sesuai dengan konsepIslam tentang hubungan laki-Iaki dan wanita. Pengaruhhermeneutika di kalangan feminis Kristen terhadap konsep'hermeneutika' feminis yang digagas oleh Amina Waduddapat disimak pada bagian berikutnya.

Di kalangan Kristen, pengglmaan hermeneutika dalam

interpretasi Bibel sudah sangat lazim. Salah sahl ~ku yangbanyak dirujuk kalangan akademisi lAIN dalam menu lis

hermeneutika adalah buku E. Sumaryono berjudul Herme­

neutika: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Penerbit Kani­sius, 1999). Buku ini memuat kesa1ahan yang fatal dalammemandang konsep teks kitab suci agama-agama dan me­nyatakan bahwa tafsir (AI-Qur'an) sarna dengan herme­neutika. Dihllis dalam buku ini :

Disiplin ilmu yang pertama yang banyak menggtmakanhermeneutik adalah ilmu tafsir kitab suci. Sebab semua

karya yang mendapatkan inspirasi Ilahi seperti AI­Qur'an, kitab Taurat, kitab-kitab Veda, dan Upanishadsupaya dapat dimengerti memerlukan interpretasi atauhermeneu tik.66

66E. Sumaryono, Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: PenerbitKanisius, 1999), hal. 28. Kajian yang cukup luas tentang hermeneutika dalam

[245 ]

Page 136: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Cara pandang Sumaryono sebagai orang Katolik me­mang khas konsep Kristen tentang BibeLTetapi, Sumaryonojelas tidak cermat, karena di kalangan Kristen seperti C.Groenen, banyak yang sadar akan perbedaan an tara konsepteks Al-Qur'an dengan BibeL Al-Qur'an bukanlah kitabyang mendapatkan inspirasi dari Tuhan sebagaimana da­lam konsep Bibel, tetapi AI-Qur'an adalah kitab yang"tanzil', lafzhan wa ma'nan (lafaz dan maknanya) dariAllah.Konsep ini berbeda dengan konsep teks dalam Bibel,sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Konsep inilah yangselama ini diyakini oleh kaum Muslim, yang ironisnya, saatini sedang gencar-gencarnya dicoba lmtuk diruntuhkanoleh sebagian orang dari kalangan Muslim sendiri, entahkarena ketidaktahuan atau karena kesengajaan.

Vatikan sendiri sudah menenhlkan sikap terhadap her­meneutika. Secara umum, hermeneutika sudah diterima

Bibel dituJis dalam buku Interpreting the Scriptures: Hermeneutik (Terjm.), karyaKevin J. Corner dan Ken Malmin (Malang: Gandum Press, 2004). Ditulis dalambuku ini, bahwa banyaknya perpeeahan dalam agama Kristen terjadi bukanhanya karena hal-hal jasmaniah atau adanya sekta-sekta (heresy), melainkanjuga karena perbedaan-perbedaan dalam bidang hermeneutik. Harus dipahami,bahwa sudut pandang teologis seseorang ditentukan terutama oleh hcrmeneutik­nya. Karena itu, perbedaan hermeneutik paling besar kemlmgkinan akan mem­bawa kepada perbedaan doktrin. (hat. 15). Meskipun menekankan kepadakebenaran Bibel sebagai kitab yang diilhamkan, tetapi buku ini mengakui adanyaproblem yang rumit dalam penafsiran teks Bibel, yaitu bahwa naskah asli tidakada lagi dan salinan-salinan yang ada ternyata banyak sekali dan berbeda-bedakualitasnya. (ha1. 13). Buku dari kalangan Kristen konservatif ini menyebutkansyarat-syarat yang ketat bagi penafsir Bibel, diantaranya: (1) hams dilahirkanoleh Roh dan Firman (2) harus memiliki kerinduan yang kuat terhadap FirmanAllah (3) harus memiliki sikap rendah hati (4) harus mempunyai sikap meng­hormati dan menghargai Firman Allah (5) harus mengakui bahwa ayat-ayat KitabSuei sepenuhnya diilhamkan, (6) harus menghampiri firmanAllah dengan imanyang benar, (7) perlu bergantung kepada peneerahan Roh Kudus, (8) perlumemelihara semangat dan sikap doa, (9) harus jujur seeara intelektual, dansebagainya.

[246 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

oleh kaum katolik sebagai cara resmi dalam interpretasiBibeL Dalam buku Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi

Kitab Suci Kepausan, ditulis:

"Alkitab adalah sabda Tuhan sepanjang segala abad.Oleh karena itu, mutlak dibutuhkan sebuah teori her­

meneutik yang memungkinkan penggablmgan metode­metode sastra dan kritik historis dalam suatu model

penafsiran yang lebih luas. Persoalannya adalah bagai­mana mengatasi jarak waktu yang terbentang antaraperiode si penulis dengan mereka yang pertama kalimenjadi hljuan teks alkitabiah dan periode zaman kita,dan bagaimana melaksanakannya dengan cara tertentuyang memlmgkinkan suatu aktualisasi yang tepat daripesan alkitabiah sehingga kehidupan iman Kristianidapat dipupuk. Karena itu, semua eksegese tentang teksdiharapkan melengkapi dirinya dengan suahl "herme­

neutika" seperti yang dipahami oleh makna mod~ ini.Alkitab sendiri serta sejarah penafsirannya menunjukpada pentingnya suatu hermeneuti~a - yaitu suatupenafsiran yang berasal dari dan menyapa dunia duniakita sekarang."67

Meskiplm menerima hermeneutika filsafat sebagai alatpenafsir Bibel, tetapi Vatikan juga menolak teori herme-

67 Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab Suei Kepallsan, hal. 100-101.

Sikap Vatikan iill menunjukkan, kaum Katolik telah siap memberikan sikapterhadap hermeneutika filsafat. Di Indonesia, tampak banyak eendekiawanMuslim ketinggalan dalam menyikapi masalah hermeneutika, yang jelas-jelassudah merasuk ke dalam tubuh kaum Muslimin dan diajarkan di jurusan tafsir

hadits di kampus-kampus Islam. Seharusnya, para eendekiawan dan ulamaIslam, segera mengkaji dan menentukan sikap seeara ilmiah terhadaphermeneutika, sehingga tidak mudah terjebak ke dalam dua sikap yang sama­sarna ekstrim: tidak tahu dan tidak peduli sarna sekali dan terjebak ke dalamarus besar hegemoni hermeneutika untuk penafsiran AI-Qm'an.

[247 ]

Page 137: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

neutika tertentu yang dianggap tidak memadai untuk me­nafsirkan Kitab Sud, seperti hermeneutika eksistensialis

Rudolf Bultman, karena cenderung mengungkung pesan­pesan kristiani dalam suatu filsafat tertentu dan sekedar

pesan anthropologis belaka. Buku ini juga mendiskusikansecara kritis metode historis-kritis dan metode literal dalam

penafsiran teks Bibel. Vatikan menolak cara penafsiranliteral yang melulu subjektif dan melekatkan makna apasaja pad a teks Bibel. " ... kita harus menolak penafsiran yangtidak autentik, setiap tafsiran yang asing bagi makna yangdiungkapkan oleh penulis dalam teks tertulis. Mengakuikemungkinan adanya makna yang asing semacam itu sarnahalnya dengan mencabut pesan Injil dari akarnya, yaitusabda Allah dalam komlillikasi historisnya; dan juga berartimembuka pinhl bagi penafsiran liar yang bersifat sangatsubjektif."68

Jadi, meskiplill menerima metode hermeneutika filsafatdalam penafsiran Bibel, Vatikan tetap bersifat selektif dan

tidak membiarkan penafsiran liar yang dengan seenaknyamemasukkan makna yang bertentangan dengan ideologiKatolik. Padahal, Bapak hermeneutika modern, FriedrichSchleiermacher (1768-1834) menyatakan, bahwa di antaratugas hermeneutika itu adalah untuk memahami teks "sebaik

atau lebih baik daripada pengarangnya sendiri."69 Herme­neutika modern yang dipelopori oleh Schleiermacher me­mang memunculkan persoalan bagi kalangan Kristensendiri. Sebab, hermeneutika modern menempatkan semuajenis teks pada posisi yang sarna, tanpa mempedulikan

68 Ibid, hal. 104-108.

69 Lihat E. Sumaryono, Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta:Penerbit Kanisius, 1999),41.

[248 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DlIAlN & DAMPAKNYA

apakah teks itu "Divine" (dari Tuhan) atau tidak, dan tidak

lagi mempedulikan adanya otoritas dalam penafsirannya.Semua teks dilihat sebagai produk pengarangnya. Peng­gunaan hermeneutika modern untuk Bibel bisa dilihat se­

bagai bagian dari upaya liberalisasi di kalangan Kristen.Bagi Schleiermacher, faktor kondisi dan motif pengarangsangatlah penting untuk memahami makna suahl teks, disamping faktor gramatikal (tata bahasa).70

Namun, sebelum Schleiermacher, upaya melakukan"liberalisasi" dalam interpretasi Bibel sudah muncul sejakzaman Enlightenment di abad ke-18. The University ofHalle merna ink an peranan penting. Yang terkenal adalahJohann Solomo Semler (1725-1791). Para teolog liberal inimemainkan peranan penting dalam melakukan reapresiasiterhadap "akal manusia" dan tumbuhnya perlawanan ter­hadap otoritas yang tidak masuk akal (unr~onable autho­

rity). Semler melakukan pendekatan radikal terhadap Bibel"dan sejarah dogma, dengan mengajukan program herme-neutika dari perspektif "Shldi kritis sejarah". Ia mengajukangagasan transformasi radikal terhadap dasar-dasar herme­nutika teologis. Interpretasi Bibel, kata Semler, harusdihentikan dari sekedar upaya untuk menverifikasi dogma­dogma tertentu. Dengan kata lain, interpretasi dogmatisterhadap teks Bibel, harus diakhiri, dan perlu dimulai satumetode bam yang ia sebut "truly critical reading". Herme­neutika, menumtnya, mencakup banyak hal, seperti tatabahasa, retorika, logika,. sejarah tradisi teks, penerjemahan,dan kritik terhadap teks. Tugas utama hermeneutika adalahuntuk memahami teks sebagaimana dimaksudkan oleh

70 Mircea Eliade (ed), The Encyclopedia of Religion, (Chicago: EncyclopediaBritannica Inc, 15 th edition).

[249 ]

Page 138: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

)

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

para penulis teks itu sendiri. (The main task of hermeneutics,however, was to understand the texts as their authors had under­

stood them). 71

Bagi kaum Kristen, realitas teks Bibel memang mem­butuhkan hermeneutika untuk penafsiran Bibel mereka.Para hermeneut dapat menelaah dengan kritis makna teksBibel- yang memang teks manusiawi - mencakup kondisipenulis Bibel, kondisi historis, dan makna literal suatu teksBibel. Perbedaan realitas teks antara teks AI-Qur' an dan

teks Bibel juga membawa konsekuensi adanya perbedaandalam metodologi penafsirannya. Metode historis kritis dananalisis penulis teks, tidak dapat diterapkan untuk tekswahyu seperti AI-Qur' an, yang memang merupakan kitabyang tanzil. Masalah ini akan dikaji lebih terperinci padabagian berikutnya. Yang jelas, ada sabda Nabi Muhammadsaw. yang perlu diremmgkan secara mendalam oleh paraaka demisi Muslim, khususnya yang sedang bergelut dalamdunia studi Islam di kampus-kampus Islam. Mereka se­harusnya menyiapkan diri dengan serius menyambuttantangan besar dalam bidang studi Islam yang ditimbul­kan oleh kajian para orientalis terhadap Islam. Sebelummengadopsi metodologi baru dalam ilmu tafsir, harusnyamereka mengkaji dengan serius, mengerti apa hakekatnya,dan apa bedanya dengan Islam. Sebab, ketika wacana asingitu sudah masuk dan diikuti banyak orang, maka tidakmudah lagi menghentikan dan mengkoreksinya. Sebagiansudah mempunyai kepentingan untuk mempertahankan,meskipun terbukti keliru. Padahal, Rasululah saw. pernahmengingatkan:

71 Werner G. Jeandrond, Theological Hermeneutics, (London:MacmiIlanAcademic and Professional Ltd, 1991), hal. 39.

[250 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

"Kalian sungguh akan mengikuti jalan-jalan kaum sebelum

kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, sehingga

apabila mereka masuk lubang biawak sekali pun kalian akan

mengikutinya juga. Kemudian Rasulullah saw. ditanya:" "Apakah

mereka [yang diikuti J itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Rasulullah

menjawab: "Siapa lagi [kalau bukan merekaJ." (HR. Bukhari,Muslim, Ibnu Majah, Ahmad).

Umat Islam diperintahkan tmtuk tidak bersikap a priori

terhadap hal-hal yang asing. Hikmah, di mana pun adanyadan dari mana pun asalnya, adalah harta orang mukmin

yang hilang. Maka, pungutlah hikmah itu. Masalahnya,yang wajib dipahami terlebih dulu, adalah apa yang di­maksud dengan 'hikmah' dan untuk apa digunakan. Dalamistilah Dr. Syamsuddin Arif, harus tahu mana oli dan manasampo, agar tidak salah: oli dibuat sampo, dan sampodijadikan olioHarus tahu mana yang mujtahid, dan manayang muqallid. Harus tahu mana yang mujaddid dan manayang merusak. Di kebun binatang saja~ hew an-hew an di­tempatkan pada tempatnya. Ular jangari dicampur denganayam dalam satu kandang. Hermeneutika cocok untuk di­gunakan berbagai teks lain yang merupakan teks manu­siawi, dan bukan untuk AI-Qur' an, yang jelas-jelas merupa­

kan teks wahyu, yang lafaz dan maknanya dari Allah.Hermeneutika adalah ilmu yang perlu diketahui, tetapi

perlu ditempatkan pada tempatnya. Umat Islam sudahmemiliki ilmu tafsir yang mestinya dikembangkan olehaka demisi Muslim dengan serius. Tidak perlu terburu-buru

silau dengan hal-hal yang baru. Orang Jawa bilang, "ojogumunan", jangan mudah kagum dan terpesona oleh halyang tampak menyilaukan mata, lalu buru-buru mem­buang khazanah lama yang sudah tahan uji selama ratusan

[251 ]

Page 139: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

tahun. Jangan sampai terkesan dan tampak'flndeso' atau'kampungan', yang karena ingin disebut modem dan dipujipenguasa dunia sebagai 'Muslim inklusif', 'Muslim progre­sif' dan sebagainya,lalu membuang dan membubarkan hal­hal yang prinsip dalam agama.

5. Kritik terhadap Hermeneutika Feminia

Pada Hari Jumat, 18 Maret 2005, dunia Islam disuguhi

satu tontonan yang ganjil. Ketika itu, Amina Wadud, se­orang feminis, memimpin salat Jumat di sebuah Gereja Ka­tedral di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, NewYork. Wadud, seorang profesor Islamic Studies di VirginiaCommonwealth University, menjadi imam sekaligus khatib,dalam salat Jumat yang diikuti sekitar 100 jamaah,laki-Iakidan wanita. Shaf laki-Iaki dan wanita bercampur. Sang

Muazin, pun, seorang wanita, mengumandangkan azantanpa mengenakan kerudlmg.

Wadud adalah seorang feminis. Ia menulis buku ber­

judul Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Text from a

woman's Perspective. Melalui bukunya, Wadud berusahamembongkar cara menafsirkan AI-Qur'an 'model klasik'yang dinilainya menghasilkan tafsir yang bias gender, alias·menindas wanita. Ia tidak menolak AI-Qur' an. Tetapi, yangdia lakukan adalah membongkar metode tafsir klasik dan

menggantinya dengan metode tafsir gaya baru yang diaberi nama "Hermeneutika Tauhid". Dengan metode tafsir

gaya baru itu"-meskipunAI-Qur'annya sama -maka pro­duk hukum yang diperoleh juga sangat berbeda.

Tulisan ini akan mencoba menyimak apa yang di­maksud dengan-'hermeneutika tauhid' Amina Wadud,pandangan Wadud ten tang tafsir AI-Qur'an, dan bagai-

[252 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

mana hubungan metode ini dengan perkembangan pe­mikiran sempa di kalangan feminis Kristen dalam menafsir­kan Bibel. Sebelum Amina Wadud membuat momentum

bersejarah, 18 Maret 2005 itu, sebenamya gagasannya telahbanyak dikaji dan didukung oleh kalangan aka demisi dikampus-kampus Islam. Misalnya, setahlm sebelum kasussalat Jumat itu, Program Magister Studi Islam UniversitasMuhammadiyah Surakarta telah menerbitkan sebuahartikel yang mengupas 'hermeneutika tauhid' AminaWadud. Artikel berjudul "Hermeneutika Tauhid AminaWadud-Muhsin" itu ditulis oleh Ahmad Baidowi, dan

diterbitkan dalam Jumal Studi Islam PROFETIKA, Vol 6,

No.1, Januari 2004. Konsep 'hermeneutika tauhid' Wadudyang dipaparkan di sini disarikan dari Jumal tersebut.

Dalam merumuskan konsep 'hermeneutika tauhid',Amina Wadud berangkat dari asumsi dasar tentang 'relati­visme tafsir'. Menurut Wadud, sebenamya tidak ada suatu

metod~ penafsiran pun yang benar-benar objektif, karenaseorang penafsir seringkali terjebak prejudice-prejudice­nya, sehingga kandungan teks ihl menjadi tereduksi danterdistorsi maknanya. Setiap pemahaman atau penafsiranterhadap suatu teks, termasuk kitab sud AI-Qur' an, me­nurutnya, sangat dipengaruhi oleh perspektif mufassir,cultural background, prejudice yang melatarbelakanginya.Itulah yang disebut oleh Wadud sebagai"'prior texts".Maka, setiap produk tafsir dari seorang mufassir, tentulahterkait dengan konteks sosiologis dan individualitasnya.

Karena itu, satu pemahaman atau penafsiran terhadap

ayat tertentu, tidak bisa begitu saja melampui ruang danwakhl. Jadi, tidak ada interpretasi atau pemahaman yangbisa digeneralisasikan, melampaui ruang dan waktu ter­sebut. Maka tidak boleh memaksakan pemahaman AI-

[253 ]

Page 140: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Qur' an dari perspektif kebudayaan hmggal- apalagi pers­pektif masyarakat Islam abad pertama. Hal itu akan me­nyebabkan terjadinya pembatasan dalam penerapannya,sekaligus berlawanan dengan tujuan universal AI-Qur' anihl sendiri.

Melalui teorinya ini, Wadud menegaskan adanyarelativisme dalam penafsiran AI-Qur'an. Ayat-ayat danprinsip-prinsip AI-Qur'an memang tidak berubah, tetapiyang berubah adalah kapasitas pemahaman dan perefleksi­an terhadap ayat-ayat tersebut dalam sebuah masyarakat.Jadi, meskiplm teks itu hmggal, tetapi penafsirannya senan­tiasa bervariasi. Katanya, "Although each reading is unique,

the understanding of various readers of single text will converge

on many points." Katanya lagi, "No method ofQuranic exegesis

fully objectives. Each exegete makes some subjective choices."

Untuk meminimalkan subjektivitas, menurut Wadud,maka seorang penafsir harus kembali pada prinsip-prinsipdasar dalam AI-Qur'an sebagai kerangka paradigmanya.Maka, seorang mufassir perlu memahami weltanchauungatau worldview AI-Qur'an. Dan untuk memahaminya,maka AI-Qur' anharus dipahami sesuai dengan konteksnya.Hal ini diperlukan, karena penggtmaan kata-kata dalamAI-Qur' an tidak terlepas dari konteks yang melingkupinya.Karena itu, untuk sebuah teks, maka sihlasi dan kondisi

sosiologis-historis (sya'n al-nuzul), ketika wahyu ihl diturun­kan menjadi mutlak untuk diketahui. Dalam kaitan denganayat-ayat perempuan, maka perspektif atau suara perem­puan menjadi sangat diperlukan dalam memahaminya.Selama ini, para mufassir laki-Iaki tidak mampu memahamiayat-ayat AI-Qur' an dalam perspektif perempuan, sehinggabanyak tafsir yang bias gender.

Menurut Wadud, AI-Qur'an merupakan sumber nilai

[254 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA 01 lAIN & DAMPAKNYA

tertinggi yang secara adil mendudukkan laki-Iaki danwanita secara setara (equal). Namun, AI-Qur'an diturunkandalam kondisi sosiologis-historis yang sangat spesifik,yakni pada abad ke-7 di tanah Arab ketika bangs a Arabmemiliki persepsi yang keliru ten tang perempuan dan ter­biasa memperlakukan perempuan bukan sebagai "ma­nusia". Pemahaman terhadap worldview AI-Qur'anmemungkinkan AI-Qur' an ditafsirkan terus sesuai denganperkembangan zaman. Tanpa kehilangan prinsip-prinsipdasar AI-Qur'an, penafsiran akan menjadi fleksibel tanpakehilangan prinsip dasamya. Inilah cara pandang AminaWadud terhadap tafsir dan metode penafsiran AI-Qur'an.

Ada pun 'Hermeneutika Tauhid' adalah model penafsir­an yang diajukan oleh Wadud. Gagasan ini menekankanbetapa kesatuan AI-Qur'an mengatasi seluruh bagian-ba­giannya (the unity of the Quran permeates all its parts). Selainmengandung pesan universal, ayat-ayat AI-Qur' an bersifatpartikular, yang dibatasi ruang dan waktu. Wadud me­ngaku terinspirasi oleh metode serupa yang ditawarkanFazlur Rahman, yang menyatakan bahwa semua ayat AI­Qur'an menggunakan ungkapan yang relatif mengenaikedaan tersebut. N amun, pesan-pesan AI-Qur' an tidaklahdibatasi oleh waktu atau keadaan yang bersifat historis.

Menurut Wadud, hermeneutika merupakan satu me­tode penafsiran - yang di dalam pengoperasiannya di­maksudkan untuk memperoleh kesimpulan makna suatuteks atau ayat - yang senantiasa berkaitan dengan tigaaspek, yaitu: (1) dalam konteks apa suatu teks ditulis - ber­kaitan dengan ayat AI-Qur' an, perlu diketahui dalam kon­teks apa suatu ayat diturunkan; (2) susunan atau komposisitata bahasanya, dan (3) memahami worldview keseluruhanteks AI-Qur'an.

[255 ]

Page 141: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRISTEN-BARAT

Itulah paparan ringkas ten tang metodologi penafsiran

'hermeneutika tauhid' yang diajukan oleh Amina Wadud,sebagaimana disarikan dari Jurnal PROFETIKA. Artikel diJurnal Magister Shldi Islam sebuah lmiversitas Islam ter­kenaI itu memberikan apresiasi positif terhadap metodehermeneutika tauhid Wadud. Ini menunjukkan, di

Indonesia, pemahaman hermeneutika model Wadud telahmendapatkan pasar di kalangan akademisi Muslim dilingktmgan perguruan tinggi Islam swasta. Karena itu, satutelaah kritis terhadap metode hermeneutika kaum feminis,termasuk yang dilakukan oleh Arnina Wadud, perlu dibuat.Dengan metode hermeneutikanya, Wadud kemudian me­lakukan perombakan terhadap hukum-hukum Islam yangselama ini dikenal secara luas oleh kaum Muslimin, sepertimasalah waris, peran wanita, nusyuz, termasuk masalahimam dan kha tib shala t Juma t.

Jika ditelusuri, jelas, ide "gender equality" (kesetaraangender) yang dianut oleh Wadud dan kaum feminis lainnya,bersumber dari pengalaman Barat dengan pandanganhidup sekular-liberal. Sejarah Barat terhadap wanita adalahsejarah hitam dan penuh noda. Pola pandang ala Barat yangberlandaskan pada sikap ketidakpuasan dan berbau den­dam ini bisa dikatakan sebagai 'prior text' bagi AminaWadud, ketika dia mencoba menafsirkan ayat-ayat AI­Qur'an dalam perspektif kaum feminis, seperti dirinya.Sehingga penafsirannya pun bersifat subjektif, partikular,dan relatif.

Menurut Ratna Megawangi, ide kesetaraan gender inibersumber pada ideologi Marxis, yang menempatkanwanita sebagai kelas tertindas dan laki-Iaki sebagai kelaspenindas. Paradigma Marxis melihat institusi keluarga se­bagai "musuh" yang pertama-tama harus dihilangkan atau

[256 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTlKA DllAlN & DAMPAKNYA

diperkecil perannya apabila masyarakat komunis ingin di­tegakkan, yaitu masyarakat yang tidak ada kaya-miskin,dan tidak ada perbedaan peran antara laki-Iaki dan perem-

puan. Keluarga dianggap sebagai cikal-bakal segala ketim­pangan sosial yang ada, terutama berawal dari hublmganyang timpang antara suami dan istri. Sehingga bahasa yangdipakai dalam gerakan feminisme mainstream adalahbahasa baku yang mirip dengan gerakan kekiri-kirianlainnya. Yaitu, bagaimana mewujudkan kesetaraan gender

melalui proses penyadaran bagi yang tertindas, pember- /dayaan kiaum tertindas, dan sebagainya. 72

Menurut Ratna, agenda feminis mainstream, semenjakawal abad ke-20, adalah bagaimana mewujudkan kesetara­

an gender secara kuantitatif, yaitu pria dan wanita harussama-sama (fifty-fifty) berperan baik di luar mauplm didalam rumah. Untuk mewujudkan kesetaraan seperti itu,

para feminis sampai sekarang masih percaya bahwa per­bedaan peran berdasarkan gender adalah karena produkbudaya, bukan karena adanya perbedaan biologis, atauperbedaan nature, atau genetis. Para feminis yakin dapatmewujudkannya melalui perubahan budaya,legislasi, ataupun praktik-praktik pengasuhan anak. 73

Perspektif Marxis inilah yang senantiasa melihat laki­laki dalam nuansa kecurigaan. Di kalangan Muslim, ini bisadilihat dalam cara pandang kaum feminis yang senantiasamelihat para mufassir atau fuqaha dalam kacamata ke­curigaan, bahwa mereka menafsirkan ayat-ayat AI-Qur'anatau hadits dalam kerangka melestarikan hegemoni atau

72 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? (Bandlmg: Mizan, 1999), hal.11.

73 Ibid, hal. 9-10.

[257 ]

Page 142: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

kepentingan laki-Iaki atas wanita. Para pendukung idegender equality menolak penafsiran yang bersifat tafadul,

yang memberikan kelebihan kepada laki-Iaki atas dasarjenis kelamin. Pada tahun 2003, sekelompok aktivis dan ula­ma yang tergabung dalam Forum Kajian Kitab Kuning telahmenerbitkan satu buku bertajuk "Wajah Baru Relasi Suami­

Istri: Telaah Kitab 'Llqud al-Lujayn" yang memperjuangkan

gender equality dan menolak segala macam hukum yangmereka anggap bersifat diskriminatif terhadap wanita.Menurut mereka, QS an-Nisa:34, harus diartikan, bahwakelebihan ihl bukanlah karena jenis kelamin, tetapi karena

prestasi yang dicapai oleh setiap orang tanpa melihat jeniskelamin, apakah laki-Iaki atau wanita. Menurut para pen­dukung ide kesetaraan gender ini, banyak ajaran agamayang selama ini ditafsirkan berdasarkan pada kepentinganlaki-Iaki, sehingga merugikan wanita. Kelompok ini

beranggotakan beberapa nama yang terkenal, seperti SintaNuriyah Abdurrahman Wahid, Masdar F.Mas'udi, dan KHHusein Muhammad.'74

Sebenarnya, cara pandang 'gender equality' tidakterlepas dari latar belakang sejarah peradaban Barat yangdi masa lalu berlaku sangat kejam terhadap wanita. Be­

lakangan, mereka kemudian bergerak dari sam kumb eks­trim ke kumb ekstrim lain dalam memperlakukan wanita.

Philip J. Adler, dari East Carolina University, dalam buku­nya World Civilizations, menggambarkan bagaimanakekejaman Barat dalam memandang dan memperlakukanwanita. Sampai abad ke-17, di Eropa, wanita masih di­

anggap sebagai jelmaan setan atau alat bagi setan untuk

74 M. Idrus Ramli (ed.), Menguak Kebatilan dan Kebohongan Sekte FK3,

Rabithah Ma'ahid Islamiyah Cabang Pasuruan, Pasuruan, 2004.

[258 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

menggoda manusia. (Mungkin ini terpengaruh oleh konsepKristen ten tang Eva yang digoda oleh Setan sehingga men­jerumuskan Adam) Sejak awal penciptaannya, wanita me­mang sudah tidak sempurna. Mengutip seorang penulisJerman abad ke-17, Adler menulis: It is afact that women has

only a weaker faith (In God). Adalah fakta bahwa wanita itulemah dalam kepercayaannya kepada Tuhan. Dan itu, katamereka, sesuai dengan konsep etimologis mereka ten tangwanita, yang dalam bahasa mereka disebut 'female' berasaldari bahasa Ylmani 'femina'. Kata 'femina' berasal dari kata

'fe' dan 'minus'. 'Fe' artinya 'fides', 'faith' (kepercayaan atau

iman). Sedangkan 'mina' berasal dari kata 'minus', artinya )'kurang'. Jadi 'femina' artinya"seseorang yang imannyakurang' (one with less faith). Karena ihl, kata penulis Jermanabad ke-17 ihl: Therefore, the female is evil by nature. (Karenaitu, wanita memang secara alami merupakan makhlukjahat).75

Masyarakat Barat seperti terjebak dalam berbagai titikekstrim dan lingkaran setan yang tiada ujung pangkaldalam soal nilai. Mereka berangkat dari sam titik ekstrimke titik ekstrim lainnya. Dalam kasus homoseksual, dulumereka memperlakukan mereka dengan sangat kejam dansadis. Robert Held, dalam bukunya, "Inquisition", memuatfoto-foto dan lukisan-Iukisan yang sangat mengerikan ten­tang kejahatan Inkuisisi yang dilakukan tokoh-tokoh Gerejaketika ihl. Dia paparkan lebih dari 50 jenis dan model alat­alat siksaan yang sangat brutal, seperti pembakaran hidup­hid up, pencungkilan mata, gergaji pembelah tubuh ma­nusia, pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengebor

75 Philip J. Adler, World Civilization, (Belmont: Wasworth, 2000), hal. 289.

[259 ]

Page 143: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

vagina, dan berbagai alat dan model siksaan lain yang sa­ngat brutal. Ironisnya lagi, sekitar 85 persen korban pe­nyiksaan dan pembunuhan adalah wanita. Antara tahun1450-1800, diperkirakan an tara dua-empat juta wanita di­bakar hidup-hidup di dataran Katolik maup1.m ProtestanEropa. Dalam buku ini juga digambarkan, bahwa pelakuhomoseksual digergaji hidup-hidup. Dalam kasus gerakanfeminisme Barat juga terjebak ke dalam titik-titik ekstrim.Jika dulu mereka menindas wanita habis-habisan, makakemudian mereka memberikan kebebasan tanpa bataskepada wanita.

Kaum feminis juga berusaha keras bagaimana agargerakan mereka mendapatkan legitimasi dari Bibel. Merekatidak lagi menulis God, tetapi juga Goddes. Sebab, gam­baran Tuhan dalam agama mereka adalah Tuhan maskulin.Mereka ingin Tuhan yang perempuan. Dalam buku "Femi­

nist Aproaches to The Bible", seorang aktivis perempuan,Tivka Frymer-Kensky, menulis makalah dengan judul:"Goddesses: Biblical Echoes". Aktivis lain, Pamela J. Milne,

mencatat, bahwa dalam tradisi Barat, Bibel manjadi sumberterpenting bagi penindasan terhadap perempuan. Tahun1895, Elizabeth Cady Stanton menerbitkan buku The

Women's Bible, dimana ia mengkaji seluruh teks Bible yangberkaitan dengan perempuan. Kesimpulannya, Biblemengandung ajaran yang menghinakan perempuan, dandari ajaran inilah terbentuk dasar-dasar pandangan Kristenterhadap perempuan. Berikutnya, Stanton berusaha me­yakinkan, bahwa Bibel bukanlah kata-kata Tuhan, tetapisekedar koleksi tentang sejarah dan mitologi yang ditulisoleh kaum laki-Iaki. Sebab itu, perempuan tidak memilikikewajiban moral untuk mengikuti ajaran Bibel. Para tokoh

agama Kristen kemudian memandang karya Stanton

[260 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DlIAlN & DAMPAKNYA

sebagai karya setan.76

Pemberontakan besar dalam soal posisi dan peran wa­nita dalam Kristen dilakukan oleh Dan Brown melalui

novelnya "The Da Vinci Code". Novel ini menggugat asasajaran Kristen, yakni persepsi tentang Jesus sebagai Tuhan.Brown berusaha meyakinkan jutaan pembaca novel ini,bahwa Jesus telah menikahi Mary Magdalena dan mem­plmyai ketunman. Bukan hanya itu, Jesus juga mewariskanGerejanya kepada Magdalena dan bukan kepada St. Peter,seperti dipercayai kaum Kristen saat ini. Brown menyodor­kan data dari Injil Philip, bahwa Jesus memang mengawiniMary Magdalena dan mempunyai anak keturunan. Di

Gospel of Philip tertulis: /IAnd the companion of the Saviour

is Mary Magdalene. Christ loved her more than all the disciples

and used to kiss her often on her mouth. The rest of the disciples

were offended by it and expressed disapproval. They said tohim,'"'Why do you love her more than all of us?/I

Jadi, kata Bible ini, Jesus memplmyai pasangan bemamaMary Magdalena dan terbiasa mencium Magdalena dibibimya. Jesus mencintai Magdalena lebih dari pengikut­nya yang lain, sehingga menyulut rasa iri hati.

Ihtlah yang akhimya memicu pelarian Mary Magdalenadari Jerusalem ke Perancis dengan bantuan orang-orangYahudi. Martin Lunn, melalui bukunya, Da Vinci CodeDecoded (diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Isma B.

Koesalamwardi), mengungkap sejumlah bukti tambahanten tang perkawinan Jesus dengan Mary Magdalena.

Dalam diskursus "gender equality" saat ini, wacanatentang pewarisan Gereja oleh Jesus kepada seorang wanita

76 Phyllis Trible (et.a!.), Feminist Aproaches to The Bibe!, (Washington: BiblicalArcheology Society, 1995).

[ 261 ]

Page 144: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

tentu saja sangat menarik. Sebab, hingga kini, Gereja Katoliktetap tidak mengizinkan wanita ditahbiskan menjadipelayan gereja. Hingga kini, wanita menjadi warga 'kelasdua' dalam Gereja Katolik. Menyusul perdebatan sengitma­salah ini, tahun 1994, Paus Yohannes Paulus IImenge­

luarkan deklarasi "Ordinatio Sacerdotalis" yang menegas­kan: "Gereja tidak mempunyai otoritas untuk memberitahbisan imam kepada wanita dan bahwa keputusan iniharus ditaati oleh semua umat beriman."

Begitu juga dengan doktrin "larangan menikah bagipastor" (celibacy), masih tetap dipertahankan, meskipunsekarang mulai banyak teolog Katolik yang menggugat la­rangan kawin ini. Prof. Hans Kung, teolog terkenal, me­nyebut doktrin celibacy bertentangan dengan Bibel (Matius,19:12, 1 Timotius, 3:2). Doktrin ini, katanya, juga menjadisalah sahl sumber penyelewengan seksual di kalangan pas­tor. Penduktmg novel Dan Brown tentu akan setuju dengangagasan Prof. Hans Klmg dan ide bolehnya wanita menjadipastor. Logikanya, jika Jesus saja kawin dan mewariskanGerejanya kepada wanita, mengapa pengikutnya dilarangkawin dan melarang wanita menjadi pastor. 77

Herrneneutika FerniniB

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, salah satu carapemberontakan kaum feminis terhadap doktrin-doktrinKristen yang dinilai menindas wanita adalah denganmerombak metode penafsiran Bibel. Salah sahmya melaluimetode hermeneutika. Kaum feminis Kristen juga meng­

glmakan metode ini Imhlk mengubah ketentuan-ketentuan

77 Hans Kung, The Catholic Church: A Short History, (New York: ModernLibrary, 2003).

[262 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

agama Kristen yang mereka pandang menindas kaum wa­nita. Sebuah buku berjudul Metode Penafsiran Alkitab, yangditulis Dr. A.A. Sitompul dan Dr. Ulrich Beyer, menjelaskanmasalah hermeneutika kaum feminis ini.

Berikut ini ringkasan hermeneutika feminis yangdisarikan dalam buku tersebut. Dijelaskan, bahwa metodepenafsiran ala feminisme memang belakangan ini berkem­bang di kalangan Kristen. Asumsi utama yang munculdisebabkan teks Alkitab yang ditulis dalam konteks budayapatriarkal yang diterjemahkan dan ditafsirkan dalam bu­daya patriarkal pula. Konteks patriarkal ini telah menyebab­kan wanita menjadi terdehumanisasi dan menjadi terping­girkan, serta memperlakukan mereka sebagai warga kelasdua yang inferior. Semua penafsiran feminis berusaha me­ngurangi sistem patriarkal tidak saja teks Alkitabiah tetapijuga tradisi teologi yang didasarkan pada teks patriarkal.

Prinsip hermeneutika feminis: (1) Semua kritik feminismenempatkan kepentingan ekstrim terhadap kesadaranfeminis, termasuk di dalamnya pengalaman Imik sebagaisuatu cara memahami kitab suci. Kesadaran mendalam

adalah ten tang kesamaan dan keseimbangan, serta tuntutanmemperlakukan wanita sarna dengan pria, (2) Semua wa­nita adalah manusia seutuhnya, (3) Karena wanita telahmenemukan penafsiran tradisional mengenai identitasmereka dengan teratur bertentangan dengan kesadaranidentitas mereka dan pengalaman sendiri, kriteria dasaruntuk menghakimi wanita adalah pengalaman wanita itusendiri.

Dalam analisis Fiorenza,78yang terjadi selama ini adalah

78 Elisabeth Schussler Fiorenza adalah cendekia Ka tolik Amerika kelahiran

Jerman. Ia adalah perempuan pertama yang menjadi Presiden Ikatan Sastra

[263 ]

Page 145: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

pelecehan terhadap wanita dengan memakai teks Alkitabsebagai alat tmhlk menghadang perjuangan wanita menujukebebasan. Karena itu, suatu hermeneutika feminis menen­

tang kuasa teks patriarkal dan pemakaian mereka sebagaialat menentang perjuangan wanita. Dia lalu mengusulkanlima unsur kunci dalam hermeneutika feminis: (1) Kritikfeminis harus menerima suatu bentuk kecurigaan pene­rimaan wibawa Alkitab; (2) Kritik feminis hams meng­evaluasi lebih daripada koreksi. Artinya, banyak teks danpenafsiran hams ditolak jika teks-teks tersebut diabadikandan mensahkan struktur patriarkal; (3) Penafsiran adalahterpisah dari proklamasi atau pemberitaan Firman Tuhan.Teks atau tradisi yang mengabadikan struktur penindasanpa triar kal dilarang diproklamasikan sebagai "firman Allah"unhlk bangsa-bangsa pada mas a kini. Sebelum teks diter­jemahkan dengan bahasa yang inklusif, suatu proses seleksiyang cermat hams dilakukan; (4) Teks yang mengabadikandan mengesahkan struktur patriarkal akan penindasanharus diubah. Hermeneutika irti bertujuan untuk merekon­struksi kemurnian dan sejarah Kristen mula-mula dariperspektif wanita; (5) Penafsiran harus meliputi perayaandan rihlS, mengakhlalisasikan teks kepada situasi masa kini.Cerita Alkitab diceritakan kembali dari perspektif imajinasifeminis, khususnya sisa-sisa non-patriarkal.

Jadi, yang penting dalam penafsiran feminisme adalah

Alkitabiah, 1987. Karyanya yang terkenal adalah In Memory of Her: A Feminist

Reconstruction of Christian Origin (1983). 1a mengembangkan satu jenis herme­

neutika yang disebut sebagai 'hermeneutika kecurigaan'. Hermeneutika feminismengacu kepada teori, seni dan ketrampilan, serta praktik penafsiran Kitab Sucidan teks-teks kuno non Kitab Suci lainnya demi kepentingan kaum perempuan.(Lihat, Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis (terj), (Maumere:Penerbit Ledalero, 2002), hal. 93-94, 106.

[264 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

bagaimana teks Alkitab ditafsirkan secara benar tanpa me­lupakan nilai kemanusiaan seuhthnya. Untuk itu diperlu­kan studi kritis secara sastra Alkitab maupun dari perspektifyang lain agar penafsiran itu berlangstmg secara tepat. 79

Fotokopi dan Kebablaaan

Jika ditelaah, metode hermeneutika tauhid Amina

Wadud bisa dikatakan fotokopi dari metode sejenis dalamtradisi penafsiran Bibel di kalangan kaum feminis Kristen.Di sini ada dua masalah yang perlu dianalisis. Pertama,

validitas dan kebenaran konsep 'gender equality' itu sen­diri. Ked ua, perbedaan sifa t antara teks Al-Qur' an dan teksBibel.

Pertama, masalah konsep 'gender equality' yang di­gagas kaum femirtis Islam' -seperti Wadud, Musdah Mulia,dan sebagainya- saat ini sudah terbukti merupakan kon­sep yang kebablasan dan membubarkan syariat Islam.Konsep ini berangkat dari ideologi Marxis yang tidak me­nerima perbedaan fithri dan jasadiah antara laki-laki danwanita. Meskiptm, kaum feminis ihl sendiri tidak konsisten

dalam menyikapi pembedaan (diskriminasi) antara priadan wanita.

Dalam lapangan olah raga, misalnya, kaum feministidak memprotes diskriminasi gender. Tetapi, dalam la­pangan ibadah, mereka menolak. Olah raga mempakancontoh yang jelas, bahwa pria dan wanita memang berbeda.Cabang olah raga tinju, sepakbola, gulat, bultm tangkis, dansebagainya, membedakan antara kelompok wanita dan

kelompok pria. Wanita ditempatkan dalam kelas yang lebih

79A.A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiron Alkitab, (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2005), hal. 337-340.

[265 ]

Page 146: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

rendah dari kelas pria. Kaum feminis tidak prates dan me­minta agar dalam cabang-cabang olah raga itu mereka di­sejajarkan dengan pria. Mereka tidak merasa terhina dengandiskriminasi semacam itu. Tetapi, orang seperti AminaWadud, merasa terhina karena tidak boleh khutbah Jumat

dan dalam shaf shalat harus berada di belakang laki-Iaki.Jika konsep-' gender equality' dijadikan sebagai standar

berpikir dalam menafsirkan teks AI-Qur' an, maka akan ter­jadi perombakan hukum Islam secara besar-besaran. Itulah,misalnya, yang dilakukan oleh Musdah Mulia dan kawan­kawan. Tahun 2004, Tim Pengarusutamaan Gender Depar­temen Agama Republik Indonesia menerbitkan sebuahbuku bertajuk "Pembaruan Hukum Islam: Counter Legal Draft

Kompilasi Hukum Islam". Buku ini telahmenjadi perdebatanhebat di Indonesia, sebab Imtuk pertama kali dalam sejarahIndonesia, sekelompok cendekiawan dari kalangan Muslimyang concern terhadap masalah gender equality dan beradadi bawah naungan Departemen Agama mengeluarkan legal

draft yang sangat kontroversial. Diantara pijakan pembuat­an buku ini ialah paham Pluralisme Agama, di sampingkonsep gender equality.

Beberapa pasal yang menimbulkan kontraversi hebatdiantaranya: Pertama, bahwa asas perkawinan adalahmonogami (pasal3 ayat 1), dan perkawinan di luar ayat 1(poligami) adalah tidak sah dan hams dinyatakan batal se­cara hukum (pasal3 ayat 2). Kedua, batas umur calon suamiatau calon istri minimal 19 tahun (pasal7 ayat 1). Artinya,perkawinan yang dilakukan oleh laki-Iaki dan wanita dibawah usia tersebut - meskipun keduanya sudah baligh­tetap dinyatakan tidak sah.-Ketiga, perkawinan bed a aga­ma antara Muslim atau Muslimah dengan orang nonMuslim disahkan (pasal 54). Keempat, calon suami atau

[266 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DIIAIN & DAMPAKNYA

istri dapat mengawinkan dirinya sendiri (tanpa wali), asal­kan calon suami atau istri itu berumur 21 tahun, berakal

sehat, dan rasyid/rasyidah. (pasal7 ayat 2). Kelima, ijab-qabulboleh dilakukan oleh istri-suami atau sebaliknya suami­istri. (pasaI9). Keenam, masa iddah bukan hanya dimilikioleh wanita tetapi juga untuk laki-Iaki. Masa iddah bagilaki-Iaki adalah seratus tiga puluh hari (pasal88 ayat 7(a)).Ketujuh, talak tidak dijahlhkan oleh pihak laki-Iaki, tetapiboleh dilakukan oleh suami atau istri di depan SidangPengadilan Agama (pasal 59). Kedelapan, bagian warisanak laki-Iaki dan wanita adalah sarna (pasal 8 ayat 3,bagian Kewarisan).

Kedua, masalah perbedaan sifat an tara teks AI-Qur'andan teks Bibel. Metode kontekshtalisasi yang mengabaikanteks bisa dilakukan dalam tradisi Bibel, karena teks Bibel

memang bukan merupakan teks wahyu. Dalam bukuberjudul Kontekstualisasi: Makna, Metode dan Model, karyaDavid J. Hesselgrave dan Edward Rommen (terj. StephenSuleeman), yang diterbitkan oleh penerbit Kristen, BPK,dijelaskan ten tang perbedaan an tara karakter teks Bibeldengan teks AI-Qur'an. Dihllis dalam buku ini: "Para pe­laku kontekshlalisasi Islam diperhadapkan dengan serang­kaian masalah yang unik. Apakah yang dapat dilakukanterhadap kitab yang" dibuat di sorga" dalam bahasa Allahdan tidak mengakui unsur manusia sedikit pun? Kitab itu .boleh disampaikan, ditafsirkan, dikhotbahkan, diajarkan,dihafalkan, namun tidak boleh diterjemahkan. Orang Islamberkata bahwa Quran yang diterjemahkan ke dalam bahasalain bukanlah Quran yang sesungguhnya."80

80 David J. Hesselgrave dan Edward Rommen, Kontekstualisasi: Makna,Metode dan Model, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 169.

[267 ]

Page 147: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

Dalam keyakinan kaum Muslim, Al-Qur' an -lafadz danmaknanya- adalah dari Allah. Tidak ada campur tanganmanusia. Termasuk dari Nabi Muhammad saw sendiri.

Karena Rasulullah saw senantiasa memisahkan, mana yang

merupakan teks AI-Qur' an yang berasal dari wahyu, danmana yang ucapan beliau sendiri (had its N abi). Dalam bukuKontekstualisasi itu juga disimpulkan keyakinan kaumMuslimin seperti itu: //Memang Allah telah berbicaramelalui sejumlah nabi, tetapi dalam menyatakan firman­

Nya kepada Nabi Muhammad, Ia memberikan firkman­Nya yang terakhir. Firman itu adalah firman Allah, NabiMuhammad hanyalah penerima atau pencatat yang pasif.Pikiran, hati, perasaannya - tak satu pun dari semua ini

yang mas uk ke dalam pencatatan kata-kata AI-Qur'an. AI­Qur'an adalah firman Allah yang kekal dan tidak dibuat,

yang telah ada sepanjang mas a sebagai ungkapan kehen­dak-Nya. Lebih lanjut, mengingat kerusakan yang dialamipemyataan-pemyataan sebelumnya, Allah berusaha men­jamin bahwa pemyataan akhir ini tidak akan rusak sampaiselamanya.//81

Dalam kondisi AI-Qur'an sebagai teks wahyu, makahampir menutup kemungkinan adanya kontekstualisasi.Di kalangan Kristen, menurut buku ini, hampir tidak adaorang Kristen yang yang berpikiran mirip dengan orangIslam, yakni bahwa teks Bibel adalah sepenuhnya me­rupakan teks wahyu. Hills (1956), misalnya, berpikir ten­

tang pelestarian Alkitab oleh Allah melalui Gereja Yunani,dengan menjadikan teks Byzantium sebagai 'Textus Recep­hIS' (Teks yang umumnya diterima), dan kemudian ter-

81 Ibid., hal. 168.

[268 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Dl lAIN & DAMPAKNYA

jemahannya ke dalam bahasa Inggris dikenal sebagai KingJames Version (1611). Karena itu, Bible King James Versiondianggap sebagai satu-satunya terjemahan dalam bahasaInggris yang berwibawa. 82

Tentang klaim Hills semacam itu, buku ini memberikomentar: //Meskipun motivasi Hills baik, jelas bahwapandangannya jauh melampaui tuntutan Alkitab dankekristenan historis ten tang kewibawaan Alkitab. Pandang­annya sangat terbuka terhadap kritik dari dalam dan dariluar tradisi Kristen. Lagi pula pandangan ini hampir me­nutup kemungkinan untuk kontekstualisasi.//'83

Berbeda dengan AI-Qur' an, Bibel memang ditulis olehpara penulis Bibel, yang menurut konsep Kristen, mendapat~inspirasi dari Tuhan. Meskipun demikian, diakui, bahwaunsur-unsur personal dan budaya berpengaruh terhadappara penulis Bibel. Karena yang dianggap merupakanwahyu Tuhan adalah makna dan inspirasi dalam Bibel ­dan bukan teks Bibel itu sendiri - maka kaum Kristen tetapmenganggap terjemahan Bibel dalam bahasa apa punadalah firman Tuhan (dei verbum). Dalam tradisi penafsiranBibel, sebagian teolog melalukan kontekstualisasi yangekstrim, seperti Bultmann, yang menganggap Bibel sebagaimitos. Dengan ini, hampir setiap bentuk kontekstualisasi

82King James di sini adalah Raja Inggris yang dikenal dengan nama StuartKing James VI of Scotland, dan menjadi King James I of England. Dia seorangyang kontroversial. Pada satu sisi, atas jasanya memelopori penulisan Bibel "KingJames Version", ia sangat dihormati dan mendapatkan julukan yang sangat muliasebagai "Defender of Faith", "Sang Pembela Agama". Namun, sejarawan Barat,seperti Philip J. Adler, menyebutnya sebagai seorang yang arogan dan pelakuhomoseks yang terang-terangan (blatant homosexual).

83 David J. Hesselgrave dan Edward Rommen, Kontekstua/isasi: Makna,Metode dan Model, hal. 174-175.

[269 ]

Page 148: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

adalah mungkin, karena ada banyak cara untuk memahamisejarah. 84

Dengan karakter Bibel semacam itu, maka para peng­aplikasi hermeneutika untuk AI-Qur'an senantiasa - baiksecara terbuka atau tidak - berusaha menempatkan posisidan sifat teks AI-Qur'an sebagaimana halnya teks Bibel.Bahwa, teks AI-Qur' an adalah teks budaya, teks yang sudah

memanusiawi, dan sebagainya. Salah satu pelopor usahaini adalah Nasr Hamid Abu Zayd, yang terkenal dengan

pendapatnya bahwa AI-Qur'an adalah 'produk budaya'(muntaj tsaqafi/cultural product).

Dengan menempatkan posisi teks AI-Qur'an setaradengan teks Bibel, dan memasukkan unsur konteks budayadan sosial dalam penafsiran teks AI-Qur' an, maka yang ter­

jadi adalah pembuangan teks itu sendiri. Jika AI-Qur'andiakui sebagai teks wahyu, maka makna yang dikandung­

nya adalah makna universal. Dan penafsiran AI-Qur'anharus berangkat dari pemahaman terhadap makna teks itusendiri. Sebaliknya, metodologi kontekstualisasi yangdilakukan para pengaplikasi hermeneutika AI-Qur'an,

justru akhimya lebih berpegang pada konteks dengan me­ninggalkan teks wahyu ihl sendiri. Sebagai contoh, laranganpemikahan wanita Muslimah dengan pria non-Muslimdalam QS Mumtahanah:10, yang dengan tegas menyatakan:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah

kepadamu perempuan-perempuan beriman, maka hendaklah kamu

uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan

84 Tentang perbedaan antara Ai-Qur'an dan Bibei, seperti dibahas se­beiurrmya, Dr. C. Groenen OFM menekankan adanya perbedaan konsep antarateks Ai-Qur'an dan Bibelo (c. Groenen, Pengantar ke dalam PerjanJian Baru,

(Yogyakarta: Kanisius, 1984), halo 19-37.

[270 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA Df lAIN & DAMPAKNYA

mereka; maka jika kami telah mengetahui bahwa mereka (benar­

benar) beriman, maka janganlah kamu mengembalikan mereka

kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal

bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula

bagi mereka."

Tetapi, dengan pendekatan kontekstualisasi, maknaayat tersebut bisa berubah total. Aktivis gender dan Plura­lisme Agama, Musdah Mulia, seperti dibahas dalam bagiansebelumnya, menggunakan pendekatan konstekshlalisasi,dan ujungnya adalah merombak hukum Islam yang sudahbersifat qath'iy. Argumentasi "kontekstual" ihl sangatlahlemah dan keliru. Dengan logika semacam ihl, maka ketikadamai, seorang Mrrslfmah halal menikah dengan laki-Iakikafir. Lalu, ketika perang, nikahnya jadi haram. Dan jikadamai lagi, maka nikahnya halallagi. Bayangkan, nikahnyaYuni Shara dengan Henry Siahaan, atau Deddy Corbuzierdengan Kalina. Kedua istri ihl mengaku beragama Islam.Ketika Perang Muslim-Kristen melehls di Maluku, padawaktu pagi hari, maka pemikahan mereka haram. Jika soreharinya sudah damai, maka pemikahan mereka jadi halal.Sebab, halal-haramnya terganhmg konteks, bukan tergan­tung teks.

Argumentasi "kontekstual" semacam ini juga bisamenjadi pemikiran yang "liar". Contoh: "Mengapa dagingbabi diharamkan?" Maka, harus dilihat konteksnya, bukanhanya teksnya. Secara sosio-ekonomis, daging babi haram,karena babi adalah binatang langka di Arab ketika ayat ituditurunkan. Padahal, babi saat ini adalah binatang yang

paling mengunhmgkan jika ditemakkan. Karena itu, secara"kontekstual" sosio-ekonomis, temak babi adalah halal saat

ini, karena sangat maslahat bagi umat Islam. Mengapa

[271 ]

Page 149: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT

khamr ha:ram? Secara kontekstual, Arab adalah daerah

panas. Maka, wajar khamr diharamkan. Jika konteksnyaberubah (udara dingin), khamr bisa saja halal.

"Hermeneutika kecurigaan" yang digunakan Fiorenzadan kaum feminis untuk menafsirkan Bibel, misalnya,

teguh berkeyakinan bahwa dominasi kehadiran laki-Iakidi dalam cerita-cerita Bibel merupakan hasil dari faktor­faktor kultural yang menjadi bagian dari struktur patriarkat

yang telah berurat berakar dari masyarakat dimana Bibeldibentuk, dan bukannya ketidakmampuan kaum perem­

puan untuk menjalin relasi dengan Tuhan serta mengakuikehadiran-Nya di dalam kehidupan mereka. 85

Dari paparan Fiorenza itu tampak cara pandangnyaterhadap konsep teks Bibel yang jelas-jelas terkait denganunsur budaya. Kondisi serupa ini tidak terjadi pada AI­Qur'an, sebab AI-Qur'an adalah Kitab yang"tanzil'. NabiMuhammad saw. sarna sekali tidak campur tang an dalamredaksi AI-Qur' an. Karena itu, AI-Qur' an bukanlah produk

budaya, sebagaimana dikatakan oleh Abu Zayd, dan parapengaplikasi hermeneutik lainnya.

Dari pembahasan ini tampak bagaimana kecerobohankaum feminis di kalangan Muslim dalam menjiplak - sadaratau tidak - metodologi penafsiran Bibel di kalangan femi­nis Kristen. Pertama, mereka tidak menyadari akan hakekat

perbedaan sifat antara teks Bibel dan teks AI-Qur'ansehingga menyamakan begitu saja metodologi penafsiran­nya. Kedua, mereka sendiri terjebak dalam 'pra-pemaham­an' subjektif dari konsep 'gender equality' sekular-liberalyang jelas-jelas bukan merupakan produk peradaban Islam.

85 Anne M. Clifford, Memperkenalkan Teologi Feminis (terj), (Maumere:Penerbit Ledalero, 2002).

[272 ]

BAB IV: WABAH HERMENEUTIKA DI lAIN & DAMPAKNYA

'Keadilan' menurut Islam, misalnya, bukanlah sarna-ratasarna-rasa. Laki-Iaki dan wanita, bagaimana pun, tidaksarna.

Harusnya, para feminis itu membangun kerangka ber­fikimya dari 'worldview Islam', yang terSUSl.illatas konsep­kosep dasar Islam tentang Tuhan, manusia, kebenaran,ilmu, kenabian, wahyu, dan sebagainya. Jika worldview parafeminis itu sudah terkooptasi oleh worldview bukan Islam,maka dia otomatis akan meletakkan Islam dan AI-Qur'an

dalam kerangka pikir yang bukan Islam. Dan itulahakibatnya. Mereka akhirnya berani meninggalkan danmembuat hukum-hukum baru yang bertentangan denganmakna sebenamya dari nash-nash AI-Qur'an dan SunnahRasul. ----------

Para feminis menuduh para mufassir dan ulama fiqihlaki-Iaki telah menyusun tafsir dan kitab fiqih yang biasgender. Tuduhan itu tentu saja sangat tidak benar. Bisa sajasebagian pendapat mereka keliru. Tetapi menuduh merekamemiliki motif jahat lilltuk menindas wanita dan melestari­

kan hegemoni laki-Iaki atas wanita, merupakan kecurigaanyang bias gender. Lagi pula, sepanjang sejarah, telah lahirulama-ulama wanita dalam berbagai bidang. Pendapatmereka tidak berbeda dengan pendapat ulama laki-Iaki.

Sebagai contoh, ulama fiqih wanita terbesar, yakni SitiAisyah r.a., tidak berbeda pendapatnya dengan pendapatpara sahabat laki-Iaki dalam berbagai masalah hukum yangkini digugat kaum feminis. Belum lama ini telah terbitsebuah buku karya Sa'id Fayiz al-Dukhayyil, Mawsu'ah Fiqh

'Aisyah Umm al-Mu'minin, Hayatiha wa Fiqhiha, (Dar al­Nafes, Beirut, 1993),yangmenghimpun pendapat-pendapatSiti Aisyah r.a. tentang masalah fiqih. Hingga kini, ribuanulama dan cendekiawan wanita Muslimah tetap maslh aktif

[273 ]

Page 150: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRlSTEN-BARAT

menentang ide-ide ekstrim dari para feminis dari kalanganMuslim, yang terinspirasi atau terhegemoni oleh pandang­an hidup sekular-liberal atau Marxisme. Wallahu a'lam. LAMP IRAN

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFATUNllrnRSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

A. IDENTITAS MATA KULIAH

Mata Kuliah : Kajian Orientalisme terhadapAI-Qur'an dan Hadits

KodeMKSemester

MK Prasyarat

Komponen KegiatanKuliahPraktikum

Praktek LapanganJumlah

VIII

Sejarah AI-Qur' an dan MetodePemahaman Hadits

2 SKS1 SKS

SKS3 SKS

[ 2741

B. TUJUANMahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan kajianorientalis terhadap AI-Qur'an dan Hadits.

[275 ]

Page 151: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARAT LAMPI RAN

B. TUJUANMahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan ilmuHermeneutika dan Serniotika terhadap kajian al-Qur' an danHadits.

PROGRAM STUDI TAFSIR HAD ITSFAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

VI

Dasar-dasar Ilmu AI-Qur'andan Hadits

2 SKS1 SKS

SKS3 SKS

C. TOPIK INTI

1. Pengertian dan Ruang Lingkup. Sejarah Kemunculandan Perkembangan Hermeneutika Modern: Prinsip­prinsip dasar, Hermeneutika Romantisisme, Herme­neutika Filosofis, dan Hermeneutika Kritis

2. F. Schleiematcher

3. W. Dilthey4. Hans G. Gadamer

5. Jurgen Habermas6. Paul Ricour

Komponen KegiatanKuliahPraktiku~

Praktek LapanganJumlah

A. IDENTITAS MATA KULIAHMata Kuliah : Hermeneutika dan SemiotikaKodeMKSemester

MK Prasyarat

D. REFERENSI

Arkoun, Mohammed, Rethinking Islam: Common Ques­tions, Uncommon Answers

Calder, Norman, Studies in Early Muslim JurisprudenceCragg, Kenneth, The Event of the Qur'an: Islam in Its

ScriptureEssack, Farid, Qur'an Liberation & Pluralism: An Islamic

Perspective of Interreligious Solidarity againts Oppres­SIOn

C. TOPIK INTI

1. Pengertian dan Ruang Lingkup2. Sejarah Perkembangan Orientalis dari awal sampai

sekarang3. Kritik terhadap orientalisme I : Edward Said4. Kritik terhadap orientalisme II: Hasan Hanafi5. Kajian al-Qur'an6. Kajian Hadis7. Kajian Hukum8. Kajian Kalam9. Kajian Filsafat, science dan atau sufisme

10. Kajian masyarakat dan negara11. Kajian sejarah dan peradaban12. Kajian tokoh Muslim

[276 ] [277 ]

Page 152: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

7. Pengertian dan Sejarah Semiotika Modem8. Ferdinand de Saussure9. Charles Sanders Peirce

10. Umberto Uco11. Roland Barthes

D. REFERENSI

Bleicher, Josef, Contemporery Hermeneutics: Hermeneuticsas Method, Philosophy and Critique

Eco Umberto, Semiotics and the Philosophy of LanguageGadamer, H.G., L'art de Comprehendre: Hermeneitique et

Tradition Philosophique

[278 ]

DAFTAR PUSTAI<A

Abbot, Waltm:.-M: (gen.ed.), The Documents of Vatican II,

(America Press, 1966).

Abdurrahman (dkk.,), 70 Tahun H.A. Mukti Ali: Agama dan

Masyarakat, (Yogyarakarta : lAIN Sunan Kalijaga Press,1993).

Abu Zayd, Nasr Hamid, Mafhum al-Nash: Dirasah fi 'Ulum

al-Qur'an, (Beirut: al-Markaz al-Thaqafiy aI-Araby,1994).

Abu-Sway, Musthafa, Al-Ghazzaliyy: A Study in Islamic

Epistemology, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa danPustaka, 1996).

A'zhami, Musthafa M., The History of The Qur'anic Text

(Terj.), (Jakarta: GIP, 2005).---------------, Studies in Early Hadith Literature, (Kuala

Lumpur: Islamic Book Trust, 2000).Abdullah, M. Amin, Studi Islam: Normativitas atau Histori­

sitas? (Yogyakarta: Pus taka Pelajar, cetakan keempat,2004).

___ m , Dinamika Islam Kultural, (Bandung: Mizan,2000).

Adib Ach, M. Kholidul dkk., Indahnya Kawin Sesama ]enis:

[279 ]

Page 153: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

· HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homo­

seksual, (Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005).

Adler, Philip J, World Civilization, (Belmont: Wasworth,2000).

Al-Attas, S.M.Naquib, The Oldest Known Malay Manuscript:

A 16th Century Malay Translation of the Aqa' id of AI-Nasafi

(Kuala Lumpur: The University of Malaya, 1988).Al-Baqi, Yusuf Syekh Muhammad, Koleksi Syair Imam Syafi'i,

(Jakarta: Pustaka Amani, 1995).Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, (Surabaya: Maktabatil

Hidayah, tanpa tahun)----------------, Ihya' 'Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Kutub al­

Ilmiyah,2001).----------------, AI- Wajiz i Fiqh Madzhab aI-Imam as-Shafi'iy,

(Beirut: Dar al-Fikr, 1994 M/1414 H).Ali, Ameer, A Short History of the Saracens, (New Delhi, Kitab

Bhavan,1981).Al-Jauhari, Imam Chanafie, Hermeneutika Islam: Membangun

Peradaban Tuhan di Pentas Global, (Yogyakarta: IttaqaPress, 1999).

Allen, John L., The Rise of Benedict XVI, (New York:Doubleday, 2005).

Al-Qaradhawi, Yusuf, Al-Imam al-Ghazali Bayn Madihihi wa

Naqidihi (Al-Mansurah: Dar al-Wafa', 1988).Al-Qurthuby, Sumanto, dkk., Dekonstruksi Islam Mazhab

Ngaliyan, (Semarang: RaSAIL Press, 2005).Al-Qurhlby, Suman to, Lubang Hitam Agama, (Yogyakarta:

Ilham Institute-Rumah Kata, 2005).

Al-Zabidiy, Muhammad bin Muhammad al-Husayniy, !thaf

al-Sadah al-Muttaqin bi al-Sharh Ihya' 'Ulum aI-Din,'

(Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah).

[280 ]

DAFTAR PUSTAKA

Al-Zuhayliy, Wahbah, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu,(Damascus: Dar al-Fikr, 1997).

Amal, Taufik Adnan, "Edisi Kritis al-Quran", dalam buku

Wajah Liberal Islam di Indonesia""(Jakarta: JIL, 2002),---------------, Rekonstruksi Sejarah al-Quran" (Yogyakarta:

FKBA,2001).

Ananda, Endang Basri (ed.), 70 Ta!tun Prof Dr. H.M. Rasjidi,

(Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985).Armas, Adnin, Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur'an

(Jakarta: GIP, 2005).Armstrong, Karen, Holy War: The Crusades and Their Impact

on Today!s-Watld, '(London: McMillan London Limited,1991).

___ n , A History of Jerusalem: One City, Three Faiths,

(London: Harper Collins Publishers, 1997)

Assyaukani, Luthfie (ed), Wajah Liberal Islam di Indonesia,(Jakarta: Jaringan Islam Liberal, 2002).

Bazali bin Shafie, Ahmad, A Modernist Approach to the Quran:

A Critical Study of the Hermeneutics of Fazlur Rahman,

(Disertasi doktoral di ISTAC-IIUM).Berkhof, H., dan Enklaar, LH., Sedjarah Geredja, (Djakarta:

Badan Penerbit Kristen, 1962).

Berkhof, Louis, A Summary of Christian Doctrine, (London:The Banner of Truth Trust, 1978).

Blank, David R, "Western Views of Islam in the PremodernPeriod" dala David R. Blanks dan Michael Frassetto (ed),

Western Views of Islam in Medieval and Early Modern

Europe, (New York, St. Martin's Press, 1999).Cahyono, Heru, Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974,

(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998)Chalil, Moenawar, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1994).

[281 ]

Page 154: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Clifford, Anne M., Memperkenalkan Teologi Feminis (terj),(Maumere: Penerbit Ledalero, 2002).

Connolay, Peter, (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama (Terj.),

(Yogyakarta: LKIS, 2002).Comer, Kevin J., dan Malmin, Ken, Interpreting the Scriptures:

Hermeneutik (Terjm.), (Malang: Gandum Press, 2004).Dahlan, Muhidin M., Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur:

Memoar Luka Seorang Muslimah, SriptaManent danMelibas, 2005).

__m_mmm_., Adam Hawa, (Yogyakarta: Scriptamanent,2005).

Daniel, Norman, Islam and The West: The Making of an Image,

(Oxford: Oneworld Publications, 1997).

D'Costa, Gavin, Theology and Religious Pluralism, (Oxford:Basis Blackwell Ltd, 1986).

Efendi, Djohan & Ahmad, Ismet Natsir (ed), Pergolakan

Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib, (Jakarta:LP3ES dan Freedom Institute, 2003, cet ke-6).

Eliade, Mircea (ed), The Encyclopedia of Religion, (Chicago:Encyclopedia Britannica Inc, 15th edition).

Elisseef, Nikita, "The Reaction of the Syrian Muslim afterthe Founda tion of the First Latin Kingdom of Jerusalem",dalam Maya Shatzmiller (ed), "Crusaders& Muslims in

Twelfth-Century Syria", (Leiden: E.J. Brill, 1993).Faiz, Fahrudin, Hermeneutika al-Quran: Tema-tema Kontover­

sial, karya Fahrudin Faiz, (Yogyakarta: eLSAQ Press,2005)

Fanani, Ahmad Fuad, Islam Mazhab Kritis, (Jakarta: Kompas,2005).

Ghazali, Adeng M., Ilmu Studi Agama, (Bandung: PustakaSetia, 2005).

_____m m_, Pemikiran Islam Kontemporer: Suatu Refleksi

[282 ]

DAFTAR PUSTAKA

Keagamaan yang Dialogis, (Bandung: Pustaka Setia, 2005).Groenen, c., Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, (Yogya­

karta: Kanisius, 1984).Grose, George B.& Hubbard, Benjamin J., Tiga Agama Satu

Tuhan, (Bandung: Mizan, 1999).Hamka, Studi Islam, (Jakarta: Pus taka Panjimas, 1985).Hans Kung, The Catholic Church: A Short History, (New York:

Modem Library, 2003).______ m , "What Is True Religion?" dalam Leonard

Swidler (ed), Toward a Universal Theology of Religion,

(New York: Orbis Book, 1987).

Hesselgrave, David J., dan Rommen, Edward, Kontekstua­

lisasi: Makna, Metode dan Model (Terj.) , (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2004).

Hick, John, "The Non-Absoluteness of Christianity", dalamJohn Hick dan Paul F.Knitter, (ed., The Myth of Christian

Uniqueness: Toward a Pluralistic Theology of Religions,

(New York: Orbis Book, 1987).Hillenbrand, Carole, The Crusades: Islamic Perspectives,

(Edinburg:Edinburg University Press, Ltd., 1999).Hiyari, Mustafa A., "Crusader Jerusalem 1099-1187 AD",

dalam KJ Asali (ed.), Jerusalem in History, (Essex: Scor­

pion Publishing Ltd, 1989).Husaini, Adian, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyim­

pangan dan Jawabannya (Jakarta: GIP, 2002).m m , Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen

ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: GIP, 2005).______ m __ m __ , Kontroversi Kematian dan Pemikiran Nurcholish

Madjid, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005)._n_m_m , Tinjauan Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam

(Jakarta: GIP, 2004).____m_n_m __, Presiden Wanita: Pertaruhan Sebuah Negeri

[283 ]

Page 155: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT

Muslim (Jakarta: Pustaka Darul Falah, 2001).

-----------------, Pluralisme Agama : Haram (Jakarta: PustakaAI-Kautsar,2005).

Husein, Fatimah, Muslim-Christian Relations in The NewOrder Indonesia:The Exclusivist and Inclusivist Muslims'

Perspectives, (Bandung: Mizan, 2005).Husnan, Ahmad, Hukum Islam tidak Mengenal Reaktualisasi,

(Solo: Pus taka Mantiq, 1989).Ichwan, Moch. Nur, Meretas Kesarjanaan Kritis al-Quran: Teori

Hermeneutika Nasr Abu Zayd""(Jakarta: Teraju, 2003).Ilyas, Hamim, Dan Ahli Kitab Pun Masuk Surga, (Yogyakarta:

Safiria Insania Press, 2005).

Jamhari & Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia

(Jakarta: PPIM, 2004)Jeandrond, Werner G., Theological Hermeneutics, (London:

Macmillan Academic and Professional Ltd, 1991).

Jehani, Libertus, Paus Benediktus XVI, Palang Pintu Iman

Katolik, (Jakarta: Sinondang Media, 2005).Johnson, Paul, Intellectuals, (New York Harper & Rowe

Publisher, 1988).

Karim, Khalil Abdul, Negara Madinah: Politik Penaklukan

Masyarakat Suku Arab (Terj.), (Yogyakarta: LKIS, 2005).Leks, Stefen, Inspirasi dan Kanon Kitab Suci, (Yogyakarta:

Kanisius,1992).

Lumintang, Stevri Indra, Theologia Abu-Abu Pluralisme

Agama : Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme Dalam

Teologi Kristen Masa Kini (Malang :Gandum Press, 2004).Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta:

Paramadina, 1995).Martin, Richard c., Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Aga­

ma, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001).McBrien,Richard,Catholicism,(London:Geoffrey01apman, 1994).

[284 ]

DAFTAR PUSTAKA

McKelway, Alexander J., The Systematic Theology of Paul

Tillich, (London: Lutterworth Press, 1964).

Megawangi, Ratna, Membiarkan Berbeda? (Bandung: Mizan,1999).

Moertopo, Ali, Strategi Pembangunan Nasional, (Jakarta: CSIS,1982).

Mulia, Musdah, Muslimah Reformis, (Bandung: Mizan, 2005).Mu'arif, Muslim Liberal, (Yogyakarta: Tajidu Press, 2003).Musa b. Ismail, Sunan Abu Dawud, (Istanbul: Kitab aI-Jihad,

bab. 17, 1992).

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Ja-"karta: UI Press~

Parise, Reverend MIchel, Apakah Kita Satu-satunya Gereja

yang Benar?, (Jakarta: Penerbit Gbor, 1996).Pelikan, Jaroslav (ed), Luther's Works, Volume 2, Lectures on

Genesis Chapters 6-14, (Missouri: Concordia PublishingHouse, 1960).

Permata, Ahmad Norma (ed), Metodologi Studi Agama,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000);Pilkington, Judaism, (London: Hodder Headline Ltd., 2003).Ramli, M. Idrus (ed.), Menguak Kebatilan dan Kebohongan

Sekte FK3, (Pasuruan: Rabithah Ma'ahid IslamiyahCabang Pasuruan, 2004).

Rasjidi, HM, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang

'Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya', (Jakarta: BulanBintang,1977).

---------------, Empat Kuliah Agama di Perguruan Tinggi,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1985).Riberu, J., Tonggak Sejarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili

Vatikan II (Jakarta: Dokpen MAWI, 1983).Runzo, Joseph, Reason, Relativism, and God, (London: Mac­

millan Press Ltd, 1986).

[285 ]

Page 156: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMON I KRISTEN-BARAT

Saenong, Ilham B., Hermeneutika Pembebasan, (Jakarta:Teraju, 2002).

Scanlon, MichelL "Fidelity to Monotheism", ins Ellis, Kaile. (ed), The Vatican, Islam, and the Middle East, (Syracuse,Syracuse University Press, 1987).

Satyabudi, II, Kontroversi Nama Allah, (Jakarta: Wacana Press,2004).

Sharif, MM, History of Muslim Philosophy, (Karachi: Royal

Book Company, 1983).Shihab, Alwi, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam

Beragama, (Bandung: Mizan, 1997).Siddiqi, Mazheruddin, The Image of the West in Iqbal, (Lahore:

Baz-i-Iqbal, 1964).Sirry, Mun'imA. (ed.),'Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Parama­

dina,2004).

Sitompul, AA dan Beyer, Ulrich, Metode Penafsiran Alkitab,

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).Smith, Huston, The World's Religions,'(New York: Harper

CollinsPubliser,1991).

Smith, W.e. The Meaning and End of Religion, (Minneapolis:Fortress Press, 1991).

Steenbrink, Karel "Patterns of Muslim-Christian Dialogue in

Indonesia, 1965-1998", dalam Jacques Waardenburg,"Muslim-Christian Perceptions of Dialogue Today, (Leuven:Peeters, 2000).

Suharto, Ugi,''' Ahlul Bida' Menggugat Otoritas MushafUtsmani dan Tafsir Qat'i', dalam Pemikiran Muhamma

diyah: Respons terhadap Liberalisasi Islam (Surakarta:Muhammadiyah University Press, 2005).

Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001).Sumaryono, E., Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat

(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1999).

[286 ]

DAFTAR PUSTAKA

Suminto, Aqib, dkk., Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam:

70 Tahun Harun Nasution, (Jakarta: LSAF, 1989).Sururin (ed), Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam, (Jakarta:

Fatayat NU&Ford Foundation, 2005).Suseno, Frans Magnis, Menjadi Saksi Kristus di Tengah Masya­

rakat Majemuk, (Jakarta: Penerbit Obor, 2004).Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama (Jakarta: GIP,2005).Trible, Phyllis (et.a!.), Feminist Aproaches to The Bible, (Wa­

shington: Biblical Archeology Society, 1995).Wan Daud, Wan Mohd Nor, The Educational Philosophy and

~ractice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition

of the Original I Concept of Islamization (Kuala Lumpur:ISTAC, 1998).

Watt, W. Montg mery, Muslim Intellectual: A Study of al­

Ghazali, (Edinburgh: The Edinburgh University Press,1963).

Wijaya, Aksin, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan, (Yogya­karta: Safiria Insania Press, 2004).

Young, John, Christianity, (London: Hodder Headline Ltd.,2003).

Zwemmer, Samuel M., Islam: A Challenge to Faith (London:Darf Publisher Limited, 1985).

Bible dan InterpretaBinya:

Alkitab, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1971).Alkitab, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004).The New Jerusalem Bible (1985),

Good News Bible, (United Bible Societies, 1976).

Penafsiran Alkitab dalam Gereja: Komisi Kitab Suci Kepausan,

(Yogyakarta: Kanisius, 2003).

[287 ]

Page 157: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

INDEKS

INDEI(S

'Abd aI-Rahman Dimashqiyyah,11

Abid al-Jabiri, 48, 122, 214

Abu al-Ma'ali al-Juwayni, 16Abu Bakrah, 51Abu Dawud, 1, 30, 41Abu Hafsin, 122, 136, 155, 156,

157, 158, 162Abu Hanifah, 49

Abu Shama, 15, 16

Abu-Sway, 11, 14, 17Adian Husaini, 108Adnin Armas, 48, 134, 215, 223

Ahlu Sunnah, 7, 24, 49, 143Ahmad, 1, 24, 75, 110, 143, 147,

151, 207, 255, 277

Ahmad Husnan, 52Ahmad Wahib, 65, 66

Akademi Nidhamiyah, 16Aksin Wijaya, 123, 159

al-Asy'ari, 78AI-Azhar, 75

al-Azhar, 180, 183al-Baihaki, 41

al-Bazzar, 30al-Darimi, 1

al-Ghazali, 1, 6, 8, 9, 10, 11, 12,13,14,15, 16,17, 18,19,21,22, 29, 47, 48, 49, 50, 52,56, 91

aI-Hakim, 1, 41

AI-Iraqiy, 2al-Maturidi, 78aI-Mila I wal-Nihal, 59

al-Nasa'i, 1

al-Nawawiy, 1al-Razi, 48Alexandria, 17

Ali Husny al-Kharbuthly, 94, 223Ali Moertopo, 83, 84, 85, 86, 87Alwi Shihab, 118Amerika Serikat, 23Amin Abdullah, 108, 123, 135,

136, 137, 138, 139, 141, 142,168, 169, 176, 182, 195,196, 197, 198, 209

Amina Wadud, 50, 192, 237,245, 252, 253, 255, 256,

[288 ]

265, 266

Angkatan Darat, 82Aristotle, 57

Arthur Jeffry, 49at-Thabrani, 30at-Turmudzi, 30

Azyumardi Azra, 209

Bafaddal, 88

Baghdad, 10, 16, 17, 205Bandung, 63, 89, 98, 127, 211Bat-Sheva Shtauchler, 41Belanda, 7, 24, 41, 73, 75, 84,

177, 180, 182 IBenediktus XVI, 130,p40Bertrand Russel, 56, 140

Bidayatul Hidayah, 56Bizantium, 4

Budhy Munawar Rahman, 119Bukhari, 31, 50, 51, 139, 140,

196, 251

Cambridge, 93Carole Hillenbrand, 15

Catatan SipiI, 36Catullus, 57Cicero, 57Count of Ponthieu, 5

Crusade, 5, 9, 10, 15, 19CSIS, 83, 84, 85, 86, 87, 88

Damaskus, 5, 14, 17, 18, 19Dante, 57

Dawam Rahardjo, 65Deddy Corbuzier ,35, 271Departemen Agama, 67, 266

DepartemenAgama, 63, 64, 66,

67, 80, 88, 127, 266

Derrida, 49

Diponegoro, 35Djohan Effendi, 65

Edict of Milan, 23

Einstein, 54, 151

Eleanor of Aquitaine, 5Erasmus, 57

Ernest Hemingway, 56, 140Euripides, 57

Fathul Mu'in, 42Fatimah Husein, 118

Fatimah Mernisi, 50

Fatimiyah, 16, 149Fazlur Rahman, 48, 49, 50, 122,

135,159,189, 190, 191,192,207,208, 214, 255

Foucoult, 49, 152FPI, 40

Frans Magnis Suseno, 105free sex, 33Fulcher of Chartress, 3FX Gunawan, 34

Galileo, 114

George Bush, 91Gereja Katolik 40, 103, 231,

236, 262

Gereja Presbyterian, 74Gesta Francorum, 3

Goldziher, 49, 93, 94Guantanamo, 34, 60

Habsyah, 25Hamim Ilyas, 120

[289 ]

Page 158: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONl KRlSTEN-BARAT INDEKS

Harry Tjan Silalahi, 83, 84Harsya Bakhtiar, 81Harun Nasution, 63, 64,65, 66,

67, 68, 69, 70, 73, 79, 80,82, 88, 92, 93, 96, 97, 99,127, 128

Harvey Cox, 65Hasan Hanafi, 48, 49, 122, 276Henrik Ibsen, 56, 140

Henry Siahaan, 36, 271hermeneutika, 7, 60, 92, 99, 122,

134, 135, 136, 137,141,142,

51, 152, 153, 154, 155, 160,161, 162, 163,168,171,172,

177, 178, 183, 184, 185, 186,187, 189,190,191,192,194,195, 196,199,208,212,213,214, 235, 236,237,245,246,247, 248, 249, 250, 252, 253,255,256, 262,263,264,265,270

HM Rasjidi, 64, 66, 68, 73,74, 79, 99, 126

Homer, 57

Hussein Umar, 83, 84

lAIN, 27, 44, 45, 63, 64,66,67,

68, 70, 73, 79, 80, 81, 82,88, 89, 96, 97, 98, 99, 101,

102, 120, 121, 122, 125, 126,127,129, 131,133,134, 135,136, 141, 142, 144,145, 148,153, 155, 156, 158, 159,160,161, 164,169, 170, 177, 182,186,194, 195, 209,211,213,214,225, 226, 236,238,245

lAIN Semarang, 124, 126, 156

Ibn Hibban, 1Ibn Khaldun, 48

Ibn Manzur, 45Ibn Rushd, 48

Ibn Taimiyah, 48, 49Ibnu Majah, 30, 41, 91, 251Ibnu Mas'ud, 12, 147Ibnu Sina, 48!DBA, 63, 64, 66, 93, 96

Ignaz Goldziher, 93

Ihya' 'Ulum aI-Din, 9, 11, 14,21, 22, 29, 47

IKIP Jakarta, 89Ilmu Tafsir, 7, 191Imam al-Ghazali 1, 6, 11,29,56,

91

Imam Chanafie al-Jauhari, 51Imam Malik, 52, 53Imam Tirmidzi, 2

Inggris, 74, 75, 76, 178, 233, 269Inkuisisi, 107, 114, 259Inul, 33, 34, 91

Iqbal, 130Isa Anshari, 76Isma'il Ya'kub, 88ISTAC, 48, 109, 177, 190,200,

207, 208

ISTAC-IIUM, 48, 200

Ja'far bin Abi Thalib, 25

Jamaluddin aI-Afghani, 92Jawa Pos, 40Jean-Paul Sartre, 56, 140

Jenderal Geraud, 5Jerusalem, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 14,

17, 18, 20, 261

jihad al-nafs, 9, 11, 12, 15, 21

[290 ]

Jo Ann Hoeppner Moran Cruz,5

John Hick, 75, 103

Joseph Sacht, 49

Kairo 69, 178, 179, 180Kaisar Konstantin, 23Kaisar Theodosius, 23Kalina, 35, 271Kanada, 69

Kant, 50, 57

Karen Armstrong, 4, 5, 107

Karl Marx, 56, 57, 14~

Khalifah al-Makmun,!, 24Kingdom of Heaven, 4, 5, 6Kitab Imamat, 41, 238

Kojiro Nakamura, 17Konsili Vatikan, II 102, 105,220,

230, 231

LB Moerdani, 83

Leo Tolstoy, 56, 140Liem Bian Kie, 83Liem Bian Koen, 83

Limited Group, 87Louis Massignon, 69Louis VII,S

LSM,43

Luthfie Assyaukani, 50

M. Natsir, 76

M.M Sharif, 16Madame Francoise-Louise de

Warens, 56

Majalah ISLAMIA, 45Majid Irsan Kailani, 15Maroko, 51

Marra't un-Noman, 4

Masjid al-Aqsha, 3, 5, 10Masyumi, 83

Mazheruddin Siddiqi, 130McGill University, 66, 69Meggie Megawatie, 40Mekkah, 25, 115, 164Mesir, 16, 48, 73, 75, 79, 80,

174,177, 178, 179, 180,182,183, 218, 224

Moenawar Chalil, 53Moh. Arkoen, 48Moh. Oahlan, 80Muhammad Abduh, 78, 79, 92Muhammad saw., 22, 24, 25, 46,

50,51,93,128,144,148,150,

158, 165, 166, 167,168,193,194, 199, 205, 214, 215,227, 237, 250, 272

Muhidin M. Dahlan, 125Mliktazilah, 7,24, 77, 78, 79, 92Mukti Ali, 65, 81

MlIljanto Slimardi, 63Munawir Sjadzali, 68Mlisdah Mlilia, 36, 243, 244,

265, 266, 271Musdah mlilia, 244

Mlishaf Utsmani, 124, 145, 146,148, 227

Musthafa Azhami, 93

Nabia Abbot, 94

Naquib al-Attas, 112, 190, 201,207, 208

Nasr Hamid Abu Zaid, 48, 164,Newton, 48, 54

Niall Christie, 13

[291 ]

Page 159: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI KRISTEN-BARATINDEKS

Niccolo Machavelli, 57

Nirwan Syafrin, 109, 115, 116Nisabhur, 16Nur AI-Din, 201Nur ai-Din, 6, 15, 16, 19, 20

Nur ai-Din Zengi, 6, 15, 19Nurcholish Madjid, 56, 65, 118,

121

Orde Baru, 65, 82, 83, 84, 88,127

Ordo Jesuit, 86

Paramadina, 36, 121Paris, 69, 169Partai Likud, 41Pater Beek, 85, 86Paus Benediktus XVI, 40

Paus Urbanus II, 4Paus Yohannes Paulus II, 103,

262

Perancis, 5, 75, 216, 261

Perang Salib, 3, 4, 5, 6, 8,9, 11, 14, 15, 16, 17, 18,19, 20, 21, 25, 216, 217

Pertamina, 35PKI, 82, 83Plato, 57, 202

Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud,

45, 190, 200PTIS, 27, 129

Raja Asoka, 23

Raja Najasyi, 25Ratzinger, 130, 240Republika, 47, 133, 134, 151,

177, 200

Ridley Scott, 4Robert Irwin, 9Romawi, 23

Romo H.C. Stolk SJ, 65

Romo Willenborg, 65Rosihan Anwar, 68Ruosseau, 56, 57, 140

Shalahuddin, 4, 5, 6, 8, 20

Shalahuddin al-Ayyubi, 4, 5, 6,8, 20

Smith, 49, 57, 71, 74, 110, 111,112,113, 117

Snouck Hourgronje, 91Soedjono Humardani, 86, 87, 88Soemitro, 82, 86

St. Agustine, 57STAIN, 27, 73, 101, 102, 127,

129, 134, 213, 214

Sukidi Mulyadi, 118Sutiyoso, 40Syafii, 10, 18, 41, 49, 50,52, 54,

55, 91, 137, 140, 143, 144,157, 158, 189, 190, 208

Syahrastani, 59

Syahrur, 49, 159Syekh Ali al-Sulami, 6, 13Syria, 3, 4, 13, 14, 17, 20

Tabloid Cek dan Ricek, 35

Taufik Adnan Ama!, 123The Asia Foundation, 36

The Cranlana Programme, 57the Dome of the Rock, 10

Thucydides, 57Thus, 17

thus, 234

[292 ]

Trans TV, 42, 43Turki 4, 6, 141, 207

UIN, 27, 35, 36, 73, 96, 97, 98,101, 102, 118, 121,127, 129,

133,134, 136, 140, 141,169,170, 176, 185, 186, 195,213,214

UKM, 45, 200

Ulil Abshar Abdalla'1119 160,168

Umar bin Khathab, 1

Uni Soviet, 23Universitas Sorb one, 69Ushuluddin, 7, 8, 35, 98, 133,

135, 185

W. Montgomery Watt, 17Wahbah al-Zuhayli, 10Waria, 40, 43

Wilfred C. Smith, 49, 110Wilfred Cantwell Smith, 71, 74,

117

William C. Chittik, 49

World of Masterpieces, 57

Xenophanes, 57, 202

Yogyakarta, 33, 65, 86, 87, 118,133, 134, 136, 141, 146, 159,164, 169, 182, 245

Yuni Shara, 36, 271Yusuf al-Qaradhawi, 11

Zainal Abidin, 76, 133, 151Zainal Abidin Ahmad, 76Zainun Kama!, 35Zaki Mubarak, 10

Zaman Pertengahan, 5

Zarkawi Suyuti, 88

[293 ]

Page 160: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

RIWAYAT HIDUP

Adian Husaini, lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 17Desember 1965. Saat ini sebagai Kandidat Doktor bidang

pemikiran dan peradaban Islam di International Institute of

Islamic Thought and Civilization-International Islamic

University Malaysia (ISTAC-IIUM).

Aktivitas saat ini adalah sebagai Ketua Dewan DakwahIslamiyah Indonesia (DDII), Wakil Ketua Komisi Kerukun­an Umat Beragama MUI, Pengurus Majlis Tabligh PPMuhammadiyah, anggota Dewan Direktur di Institute for

the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) danredaksi Majalah ilmiah ISLAMIA, serta pemimpin redaksiJurnal AI-Insan. Juga, secara rutin, menulis Catatan AkhirPekan (CAP) untuk Radio DAKTA 107 FM dan website

www.hidayahlllah.com.Pendidikan agama ditempuhnya di Langgar al-Muhsin

Desa Klillcen Pandangan Bojonegoro, Madrasah DiniyyahNurul Ilmi Padangan Bojonegoro, Pondok Pesantren Ar­Rosyid Kendal Bojonegoro, Masjid al-Ghifari IPB Bogor, danPondok Pesantren Ulil Albab Bogor, dan Kursus BahasaArab di LIPIAJakarta. Pendidikan Umum dijalaninya ber­

samaan dengan pendidikan agama, mulai dari SDN Negeri

[294 ]

RlWAYAT HIDUP

Banjarjo 1,SMPN 1Padangan Bojonegoro, SMPPN Bojo­negoro, Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bogor, ProgramPasca Sarjana Hubungan Intemasional (Konsentrasi StudiTimur Tengah) di Universitas Jayabaya Jakarta. Pemahmenjadi wartawan di sejumlah media massa dan menjadidosen jumalistik di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.

Menikah dengan Megawati dan dikaruniai enam anak:Muhammad Syamil Fikri, Bana Fatahillah, Dina Farhana,Fatiha Aqsha Kamila, Fatih Madini, dan Alima Pia Rasyida.

Adian Husaini t~ menulis lebih dari 20 buku dalambidang pemikiran dan peradaban Islam. Buku-bukunyayang diterbitkan antara lain: Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi,

Penyimpangan dan Jawabannya (Jakarta: GIP, 2002), Tinjauan

Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam (Jakarta: GIP, 2004), danWajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke DominasiSekular-Liberal, (Jakarta: GIP, 2005).

[295 ]

Page 161: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

(

Page 162: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

,

. ,

. ,

t"

/

(i

Page 163: Hegemoni Kristen-Barat Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi

HEGEMONI

KRI~T~N·~ARATDALAM

STUDIISLAMDI PERGURUAN llNGGI

Tiga puluh tahun lalu, cendekiawan muslim Prof. Dr. HM Rasjidimengingatkan bahaya penggunaan metode Orientalis dalam studiIslam di lAIN dan perguruan tinggi Islam lainnya. Nasihat danperingatan Rasjidi itu tidak diperhatikan. Kini, peringatan Rasjidimenjadi kenyataan.

Dari kampus-kampus berlabel Islam bermunculan pemikiran dangerakan 'aneh'. Dari lAIN Bandung, muncul teriakan yangmenghebohkan,"Selamat bergabung di area bebas tuhan." Tahun 2004,lAIN Yogyakarta membuat sejarah bam dalam tradisi keilmuan Islam,dengan meluluskan sebuah tesis master yang menyerang kesucian danotentisitas Al-Qur'an. Dari Fakultas Syariah lAIN Semarang, lahir jurnalyang menyerang Al-Qur'an dan memperjuangkan legalisasiperkawinan homoseksual. Pluralisme agama dan relativisme kebenaran-paham syirik modern yang menyerukan kebenaran semua agama­justru disebarkan dan diajarkan di lingkungan perguruan tinggi Islam.Dari UIN Jakarta, sejumlah dosennya justru menjadi pendukunggerakan perkawinan antaragama. Ada apa sebenarnya dengan kondisidan arah studi Islam di perguruan tinggi Islam di Indonesia saat ini?Mengapa begitu mudahnya framework Orientalis dalam studi Islammenghegemoni wacana studi Islam?

ADIAN HUSAINI, lahir di Bojonegoro,Jawa Timur, 17 Desember 1965. Saatini adalah Kandidat Doktor bidang Pemikiran dan Peradaban Islam diInternational Institute of Islamic Thought and Civilization-International Islamic

University Malaysia (ISTAC-IIUM).

ISB~ 979-56-U098-2

1111111119117 9 9 7 9 5 6 0 0 9 8 4

i«.1, ••• 'GEMA INSANI