227
i Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia 2016 BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

i

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

2016

BUKU AJAR MATA KULIAH WAJIB UMUM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Page 2: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

ii

Tim Penyusun:

Paristiyanti Nurwardani

Dr. Daniel Nuhamara

Dr. Daniel Stefanus

Drs. Swarsono MM

Edi Mulyono

Evawany

Fajar Priyautama

Ary Festanto

Catatan Penggunaan:

Tidak ada bagian dari buku ini yang dapat direproduksi atau disimpan dalam bentuk

apapun misalnya dengan cara fotokopi, pemindaian (scanning), maupun cara-cara

lain, kecuali dengan izin tertulis dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Kristen

Hak Cipta pada Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Dilindungi Undang-Undang

Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Page 3: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

iii

Disklaimer: Buku ini merupakan Buku Bahan Ajar Mata Kuliah Wajib Umum yang

dipersiapkan pemerintah untuk menjadi salah satu sumber nilai dan bahan dalam

penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan

kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia seutuhnya. Buku bahan ajar ini disusun

dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Direktorat Jenderal

Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan

Tinggi, berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Buku Bahan Ajar Bahasa Indonesia ini merupakan “bahan ajar yang dinamis” yang

senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika

kebutuhan dan perubahan zaman, terakhir diperkaya dengan muatan kesadaran

pajak. Masukan dari berbagai kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

buku ini.

Cetakan ke-1: 2016

Disusun dengan huruf HP Simplified Light, 12 pt

Page 4: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

iv

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN

Amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 35 ayat 3 tentang kurikulum

menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi dikembangkan oleh setiap

Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib

memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa

Indonesia yang merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

Sejalan dengan agenda revolusi karakter bangsa dalam Nawacita, Mata Kuliah

Wajib Umum (MKWU) di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman dalam

pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan

mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu

mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan

cinta tanah air sepanjang hayat.

Pada kesempatan ini saya menghimbau kepada semua Perguruan Tinggi agar

segera menggunakan Buku Ajar MKWU ini sebagai salah satu sumber bahan ajar

dalam upaya pembentukan karakter kuat dan keIndonesiaan, yang akan menjadi

masyarakat yang siap menghadapi tantangan dan peluang kehidupan yang

semakin kompleks di abad ke-21, berkepribadian dan siap bersaing dan eksis

dalam masyarakat global.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun buku bahan ajar ini, terima

kasih atas kerja kerasnya. Saya memberikan apresiasi kepada Direktorat Jenderal

Pajak Kemenkeu yang telah berkontribusi dalam memperkaya materi buku MKWU

ini dengan penguatan kesadaran pajak. Terima kasih kepada semua pihak yang

telah memberikan masukan yang berharga dan dedikasinya.

Akhir kata semoga buku ajar ini bermanfaat bagi perguruan tinggi dan dapat

digunakan sebagai bahan kuliah di pendidikan tinggi yang dapat membentuk sikap

insan Indonesia yang beradab, berilmu, profesional dan berkepribadian Indonesia

yang kokoh di era MEA dan global, serta berkontribusi terhadap kesejahteraan

kehidupan bangsa.

Jakarta, Juni 2016

Direktur Jenderal,

Intan Ahmad

Page 5: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

v

KATA PENGANTAR

DIREKTUR PEMBELAJARAN

Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Kristen pada Perguruan

Tinggi memiliki posisi strategis dalam melakukan transmisi pengetahuan dan

transformasi sikap dan perilaku mahasiswa Indonesia melalui proses pembelajaran

mata kuliah Pendidikan Agama Kristen. Dalam upaya meningkatkan mutu dan

pembentukan karakter bangsa perlu dilakukan peningkatan dan perbaikan materi

yang dinamis mengikuti perkembangan yang senantiasa dilakukan perbaikan terus

menerus, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan

perubahan zaman, dan semangat belanegara dan terakhir diperkaya dengan

muatan kesadaran pajak.

Salah satu upaya meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Kristen

adalah dengan mengembangkan kurikulum baru Pendidikan Agama Kristen yang

berorientasi pada pengembangan sikap beragama yang moderat dan berwawasan

keindonesiaan dan berwawasan global. Di samping itu, kurikulum baru tersebut

diarahkan untuk mentransendenkan ajaran Kristen menjadi nilai-nilai universal

yang dapat diimplementasikan dalam konteks dunia modern. Kurikulum baru

tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penulisan buku yang dapat dijadikan

sumber aktivitas pembelajaran bagi mahasiswa. Sesuai dengan Standar Nasonal

Pendidikan Tinggi dan mengacu kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).

Pokok-pokok bahasan di dalam buku ini sengaja disajikan dengan pendekatan

aktivitas pembelajaran, pembelajaran yang diselenggarakan merupakan proses

yang mendidik, yang di dalamnya terjadi pembahasan kritis, analitis, induktif.

deduktif, dan reflektif melalui dialog kreatif partisipatori untuk mencapai

pemahaman tentang kebenaran substansi dasar kajian, . berkarya nyata. dan

menumbuhkan motivasi belajar sepanjang hayat.

Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada tim penulis, atas dedikasi dan kerja kerasnya .

Akhirnya, semoga Buku ini bermanfaat dalam upaya mewujudkan cita cita revolusi

karakter bangsa. Buku ini masih banyak kekurangan dan kealpaan, untuk itu, kami

mengharapkan masukan dan kritik dari para pembaca untuk perbaikan buku ini.

Jakarta, Juni 2016

Direktur Pembelajaran,

Paristiyanti Nurwardani

Page 6: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

vi

DAFTAR ISI

SAMBUTAN ....................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vi

BAB I AGAMA DAN FUNGSINYA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA ....................................... 1

Pendahuluan ...................................................................................................................... 1

A. Menelusuri Pengertian Agama dari Berbagai Sudut Pandang ............................ 2

B. Fenomena Agama dalam Sejarah Umat Manusia ................................................. 6

C. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia ............................................................. 8

1. Agama memberikan kedamaian mental (mental peace). .......................... 10

2. Agama menanamkan kebajikan-kebajikan sosial. ..................................... 10

3. Agama meningkatkan solidaritas sosial. ..................................................... 10

4. Agama adalah agen sosialisasi dan kontrol sosial. .................................... 10

5. Agama meningkatkan kesejahteraan. .......................................................... 11

6. Agama memberikan rekreasi kepada manusia. .......................................... 12

7. Agama berfungsi memperkuat rasa percaya diri. ....................................... 12

8. Agama juga mempunyai pengaruh kepada ekonomi serta sistem politik.

........................................................................................................................... 12

D. Membangun Argumen tentang Pengertian Agama dan Fungsi Positifnya

dalam Kehidupan Manusia .................................................................................. 13

E. Mendeskripsikan Pengertian Agama dan Fungsinya agar Selalu Positif ........ 15

F. Rangkuman ............................................................................................................ 15

G. Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian .................................................................... 16

BAB II ALLAH DALAM KEPERCAYAAN KRISTEN ............................................................. 17

Pendahuluan ................................................................................................................... 17

A. Menelusuri Kesaksian Alkitab tentang Allah yang Dipercayai oleh

Umat Kristen ......................................................................................................... 18

1. Allah Sang Pencipta ........................................................................................ 20

2. Allah Penyelamat ............................................................................................ 23

3. Allah Pembaharu Ciptaan-Nya ...................................................................... 31

B. Implikasi Kepercayaan kepada Allah sebagai Pencipta, Penyelamat, dan

Pembaharu Ciptaan-Nya ..................................................................................... 36

1. Implikasi Kepercayaan kepada Tuhan sebagai Pencipta ........................... 37

Page 7: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

vii

2. Implikasi Kepercayaan kepada Allah sebagai Penyelamat bagi Kehidupan

Praktis............................................................................................................... 38

3. Implikasi Kepercayaan bahwa Allah adalah Pembaharu dalam Roh Kudus

........................................................................................................................... 40

C. Menggali Teologi Kristen: Isu Krusial yang Diperdebatkan tentang Hakikat

Allah ........................................................................................................................ 41

1. Agustinus ......................................................................................................... 42

2. Karl Barth ......................................................................................................... 43

D. Ibadah: Sikap dan Tanggung Jawab Moral Kita .................................................. 45

E. Kepercayaan kepada Allah dalam Pengalaman Keberagamaan! .................... 46

F. Rangkuman ............................................................................................................ 46

G. Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian .................................................................... 47

BAB III MANUSIA MENURUT AJARAN KRISTEN .............................................................. 48

Pendahuluan ................................................................................................................... 48

A. Menelusuri Pemikiran-Pemikiran Modern tentang Manusia ............................ 50

1. Manusia Komunis ............................................................................................ 50

2. Manusia Humanis ............................................................................................ 51

B. Pandangan Kristen tentang Hakikat Manusia .................................................... 52

1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah (lih Kej. 1 dan Kej. 2) .................... 52

2. Manusia diciptakan menurut Gambar Allah (Imago Dei) ............................ 53

3. Manusia sebagai Makhluk Sosial ................................................................... 55

4. Manusia sebagai Makhluk Rasional dan Berbudaya ................................... 58

5. Manusia sebagai Makhluk Etis ....................................................................... 59

C. Paradoks dalam Kehidupan Manusia dan Masyarakat ..................................... 61

D. Membaharui Hubungan dengan Allah, Sesama, dan Alam Ciptaan ................ 64

E. Pandangan-Pandangan Teologi Kontemporer tentang Manusia dan Masa

Depannya ............................................................................................................... 65

F. Rangkuman ............................................................................................................ 66

G. Tugas Belajar Lanjutan dan Penyajian ................................................................ 67

BAB IV ETIKA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER KRISTIANI ............................................ 68

Pendahuluan ................................................................................................................... 68

A. Menelusuri Pengertian Etika dan Moralitas ........................................................ 70

B. Membangun Norma untuk Membuat Penilaian Moral ...................................... 73

1. Teori Teleologis ............................................................................................... 74

2. Teori Deontologis ............................................................................................ 75

Page 8: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

viii

C. Menggali dan Membangun Karakter Kristiani, dan Hubungan Karakter

dengan Iman dan Etika Kristen ........................................................................... 78

D. Sistem Etika Kristen dan Prinsip Utamanya ....................................................... 86

E. Etika Teologis dan Etika Filsafati ......................................................................... 88

1. Etika Teologis .................................................................................................. 88

2. Etika Filsafati ................................................................................................... 89

F. Rangkuman ............................................................................................................ 89

G. Tugas Belajar Lanjutan dan Penyajian ................................................................ 90

BAB V HUBUNGAN IMAN KRISTIANI DENGAN ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI,

DAN SENI ........................................................................................................................ 91

Pendahuluan ................................................................................................................... 91

A. Tipologi Hubungan Iman dan Ilmu Pengetahuan dalam Sejarah

Kekristenan............................................................................................................ 92

1. Dominasi Iman/Agama terhadap llmu Pengetahuan/Sains ...................... 94

2. Dominasi llmu Pengetahuan terhadap Agama ........................................... 95

B. Pengertian Teknologi Modern ............................................................................ 101

C. Tipologi Respons Kristen terhadap Teknologi Modern ................................... 102

1. Teknologi sebagai Pembebas (Liberator) .................................................. 111

2. Teknologi sebagai Ancaman ........................................................................ 115

3. Teknologi sebagai Instrumen Kekuasaan .................................................. 118

D. Hubungan Teknologi dan Kekuasaan Politis .................................................... 118

E. Membangun Sikap Kristen yang Lebih Realistis terhadap Teknologi ........... 119

F. Rangkuman .......................................................................................................... 120

G. Tugas Belajar Lanjutan dan Penyajian .............................................................. 121

BAB VI MENCIPTAKAN KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA .................................. 122

Pendahuluan ................................................................................................................. 122

A. Menelusuri Konsep Kerukunan Antarumat Beragama ................................... 122

B. Menanya Bentuk-Bentuk Kerukunan Antarumat Beragama ......................... 126

C. Menggali Sumber Alkitab tentang Kerukunan Antarumat Beragama .......... 130

1. Allah sebagai Pencipta dan Manusia sebagai Ciptaan .............................. 135

2. Umat Allah sebagai Pelayan Kebersamaan Manusia ............................... 137

D. Membangun Argumen tentang Pluralisme Agama sebagai Persoalan Teologis

.............................................................................................................................. 139

Page 9: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

ix

E. Mendeskripsikan Peran Umat Beragama dalam Mengembangkan

Kerukunan Antarumat Beragama..................................................................... 146

F. Rangkuman .......................................................................................................... 152

G. Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian .................................................................. 152

BAB VII PENJAGA CIPTAAN ALLAH ............................................................................... 153

A. Menelusuri Hubungan antara Ekonomi dan Ekologi ....................................... 154

B. Manusia dalam Alam ........................................................................................... 163

C. Menggali Dasar Teologis dari Pemahaman mengenai Keutuhan Ciptaan ... 170

D. Membangun Argumen tentang Kedudukan Manusia dalam Lingkungan

Alam ..................................................................................................................... 178

E. Mendeskripsikan Sikap Manusia terhadap Alam .............................................. 186

F. Rangkuman .......................................................................................................... 204

G. Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian .................................................................. 205

BAB VIII CARA BERGAUL YANG BAIK ............................................................................ 206

Pendahuluan ................................................................................................................. 206

A. Menelusuri Konsep Seni Bergaul ....................................................................... 207

B. Menjadi Sahabat Sejati ........................................................................................ 214

C. Menggali Sumber Alkitab tentang Pergaulan .................................................. 219

D. Membangun Argumen tentang Suka dan Duka Pergaulan ............................ 227

E. Mendeskripsikan Tahap-Tahap Pergaulan ....................................................... 229

F. Rangkuman .......................................................................................................... 234

G. Tugas Belajar Lanjut dan Penyajian .................................................................. 235

DAFTAR ACUAN ............................................................................................................ 236

Page 10: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

1

BAB I AGAMA DAN FUNGSINYA DALAM

KEHIDUPAN MANUSIA

Agama adalah suatu fenomena yang

selalu hadir dalam sejarah umat

manusia, bahkan dapat dikatakan

bahwa sejak manusia ada, fenomena

agama telah hadir. Walaupun demikian,

tidaklah mudah untuk mendefinisikan

apa itu agama. Mengapa?

Pertama, karena pengalaman manusia

tentang agama sangat bervariasi, mulai

dengan yang paling sederhana seperti

dalam agama animisme/dinamisme

sampai ke agama-agama politeisme

dan monoteisme. Kedua, selain begitu

variatifnya pengalaman manusia

tentang agama, dan begitu variatifnya

disiplin ilmu yang digunakan untuk memahami fenomena agama. Misalnya,

agama bisa ditinjau dari sudut psikologi, antropologi, sosiologi, ekonomi,

bahkan teologi.

Melalui bab ini, Anda diharapkan mencapai tiga tujuan pembelajaran. Adapun

tujuan pembelajaran yang diharapkan dicapai adalah: (i) bersikap rendah hati

dan bergantung kepada Tuhan yang diwujudkan antara lain dalam ibadah yang

teratur; (ii) menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam

kepelbagaian agama, suku dan budaya; (iii) menjelaskan pengertian agama,

mengidentifikasi fungsi-fungsi agama dalam kehidupan manusia baik yang

positif maupun negatif, merumuskan pengertian agama dengan kata-kata

sendiri, dan menalar perbedaan fungsi agama yang positif dan negatif.

Sumber:

http://www.smh.com.au/lifestyle/losing

-my- religion-20130625-2ouww.html

Page 11: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

2

Sekarang, cobalah Anda melakukan refleksi pribadi berdasarkan

pengalaman beragama Anda selama ini, rumuskan agama itu. Kalau bukan

suatu definisi, cobalah sebutkan unsur-unsur yang membentuk pengalaman

beragama Anda! Setelah itu bandingkanlah pengertian Anda dengan

pandangan para ahli mengenai agama itu!

Cobalah Anda amati pengertian agama dari disiplin ilmu psikologi,

antropologi, sosiologi, dan teologi. Lihatlah buku psikologi, antropologi,

sosiologi, dan teologi yang mengulas tentang pengertian agama.

Bandingkanlah masing-masing definisi tersebut dan diskusikanlah dalam

kelas!

Fenomena agama merupakan fenomena yang tak bisa dijelaskan secara

tuntas dengan kategori ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun begitu,

Arnold Toynbee, seorang ahli sejarah ternama, mengatakan bahwa:

“in religion the whole of human being personality is involved: the emotional and moral facets of the human psyche above all, but the intellectual facet as well. And the concern extends to the whole of Man’s World; it is not limited to that part of which is accessible to the human senses and which can therefore be studied scientifically and can be manipulated by technology (John Goley 1968, v).

Jadi menurut Toynbee, dalam agama, keseluruhan kepribadian manusia

terlibat antara lain: segi-segi emosional, segimoral dan kejiwaan, dan segi

intelektual juga. Keprihatinan agama mencakup keseluruhan “dunia manusia”;

tidak hanya dibatasi pada bagian yang bisa diakses oleh indra manusia yang

pada gilirannya dapat dipelajari secara ilmiah tetapi juga yang dapat

dimanipulasi oleh teknologi. Singkatnya, seluruh kemanusiaan kita terlibat di

dalam pengalaman beragama manusia. Cobalah Anda amati hal-hal apa saja

dalam diri manusia yang terlibat di dalam pengalaman beragama manusia!

Kita mencoba menelusuri berbagai pengertian agama sebagaimana

dikemukakan oleh berbagai ahli dari berbagai perspektif. Jika ditelusuri,

ternyata ada begitu banyak definisi/pengertian agama dari yang sifatnya

sangat positif sampai ke yang sifatnya sangat negatif. Begitu bervariasinya

definisi agama karena, antara lain, ada yang memasukkan agama-agama

yang sangat sederhana atau primitif, seperti dalam bentuk

animisme/dinamisme, sampai ke agama-agama yang lebih rumit dan

kompleks, seperti dalam agama-agama yang monoteisme ke dalam definisi

mereka. Pada umumnya definisi-definisi tersebut bersifat positif dan tidak

menilai benar atau salahnya suatu keyakinan religius. Namun, ada juga

Page 12: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

3

definisi-definisi yang sangat kritis bahkan cenderung merendahkan

pengalaman agamawi manusia. Cobalah Anda amati dan kemukakan beberapa

definisi tentang agama yang sangat kritis!

Berikut ini kita akan melihat beberapa contoh definisi, dan dengan menelusuri

beberapa definisi mudah-mudahan kita menangkap pengertian agama.

Beberapa definisi yang diberikan oleh berbagai kamus antara lain seperti

berikut; Penguin Dictionary of Religion (1970) mendefinisikan agama sebagai

suatu istilah umum yang dipakai untuk menggambarkan semua konsep

tentang kepercayaan kepada ilah (ilah-ilah) dan keberadaan spiritual yang

lain atau keprihatinan ultima yang transendental. Britanica Concise

Encyclopedia (online, 2006) mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia

kepada Allah atau ilah-ilah, atau apa saja yang dianggap sakral, atau dalam

beberapa kasus hal-hal yang supernatural. Encyclopedia Britanica (online,

2006) mendefinisikan agama sebagai hubungan manusia dengan apa yang

dianggap sebagai suci, sakral, spiritual atau ilahi.

Selain definisi-definisi dari kamus yang sifatnya netral, ada juga pengertian

agama yang sifatnya negatif. Berikut tiga contoh definisi negatif tentang

agama:

1. Karl Marx mendefinisikan agama adalah vitamin untuk masyarakat yang

tertindas ... agama adalah candu bagi masyarakat.

2. Sigmund Freud dalam New Introductory Lectures on Psychoanalysis,

mengatakan bahwa agama adalah ilusi dan menarik kekuatannya dari

fakta bahwa ia berasal dari keinginan-keinginan instingtif manusia.

3. Bertrand Russel berpendapat bahwa agama adalah sesuatu yang

terbawa/tertinggal dari masa kanak-kanak dari inteligensi kita, agama

akan lenyap ketika kita mengadopsi penalaran dan ilmu pengetahuan

sebagai penuntun kita.

Dari penelusuran beberapa definisi di atas, dapatkah Anda membuat

kesimpulan sendiri mengenai apa yang dipahami para ahli di atas

tentang agama? Amatilah apa yang menyebabkan para ahli

mendefinisikan agama seperti itu! Apakah definisi-definisi tersebut

sesuai dengan pengalaman keagamaan Anda? Buatlah catatan kritis

terhadap definisi tersebut!

Untuk lebih memperjelas pemahaman kita mengenai agama secara umum,

sebenarnya ada empat pendekatan definisai agama yakni: substantif,

fungsional, verstehen, dan formal. Pendekatan subtantif dan pendekatan

fungsional akan dibahas pada alinea berikut. Dua pendekatan lain (verstehen

Page 13: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

4

dan formal) tidak dibahas di sini, Anda dipersilakan mencari di buku lain untuk

memahami pendekatan verstehen dan formal!

Sumber: http://putriempuutri.blogspot.com/2012/

Definisi-definisi substantif adalah definisi yang melihat apa substansi agama.

Misalnya, Tyler mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan kepada

keberadaan spiritual.” Ini menunjukkan substansi agama sebagai kepercayaan

kepada yang hal spiritual/rohaniah. Namun, kadang definisi substantif dipakai

juga untuk analisis fungsional. Misalnya saja Ross (1901:197) melihat agama

sebagai sesuatu yang memberi kontrol sosial tertentu. Dalam konsep ini,

agama sudah bersifat fungsional, meskipun Tyler sebenarnya mendefinisikan

agama secara substantif. Ia mengatakan bahwa agama sebagai suatu

kepercayaan kepada yang tak terlihat, dengan perasaan takut, kagum, hormat,

rasa syukur, dan kasih, demikian pun institusinya seperti doa, ibadah, dan

pengorbanan.

Definisi fungsional menekankan pada fungsi agama, atau apa yang dilakukan

agama. Contoh dari definisi-definisi fungsional adalah definisi yang

dikemukakan Ward dan Cooley berikut. Ward (1898) berpendapat bahwa

agama adalah suatu substitusi dalam dunia yang rasional terhadap insting

pada dunia yang subrasional. Cooley (1909:372) juga mendefinisikan agama

sebagai suatu kebutuhan bagi hakikat manusia, untuk menjadikan hidup

kelihatan lebih rasional dan baik.

Page 14: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

5

Cobalah Anda amati perbedaan antara definisi substantif dan fungsional!

Pertanyaannya adalah apakah definisi-definisi di atas menggambarkan

dengan akurat pengalaman agamawi Anda sendiri? Definisi manakah yang

paling cocok dengan pengalaman agamawi Anda.

Sumber: http://livinglifewithoutanet.com/2011/05/26/atlantas-apologist-examiner-calls-for-

christian-education-i-disagree/

Penulis setuju dengan definisi yang diberikan oleh Thomas H. Groome dalam

bukunya Christian Religious Education. Ia mengatakan bahwa agama adalah:

“human quest for the transcendent in which one’s relationship with an ultimate

ground of being is brought to consciousness and somehow given expression”

(Groome 1980, 22). Penulis setuju dengan definisi ini karena tiga alasan.

Pertama, semua agama tentu berurusan dengan yang transenden dan

manusia mencari yang transenden tersebut karena dalam dirinya ada suatu

kesadaran religius untuk mengakui adanya suatu kodrat yang melampaui

manusia. Kedua, yang transenden itu juga bisa menjadi dasar keberadaannya,

dan dalam arti itu sangat imanen dengan manusia. Jadi, definisi ini

menjaga keseimbangan antara yang transenden dan imanen. Tuhan tak

semata transenden jauh di sana, yang bisa membuat manusia merasa

teralienasi dari berbagai hal bahkan dengan diri sendiri karena mencari-Nya,

tetapi juga tidak sekadar imanen karena bisa juga manusia lalu menyamakan

dirinya dengan Tuhan. Imanensi Tuhan menyatakan kedekatan-Nya dengan

ciptaan-Nya. Ketiga, dalam pencarian itu manusia berusaha berelasi dengan

Tuhan sebagaimana Tuhan juga berelasi dengan manusia, tetapi relasi-relasi

itu diberi manifestasi dengan berbagai cara: iman, ritual, ibadah dan ketaatan

terhadap apa yang dikehendaki oleh sang Pencipta yang transenden dan dasar

keberadaan tadi.

Page 15: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

6

Silakan Anda amati kelebihan dan kekurangan definisi agama yang

dikemukakan oleh Groome! Silakan Anda membangun definisi sendiri yang

dapat menolong pemahaman Anda sendiri, tetapi dalam hubungan dengan

komunitas iman tempat Anda tergabung dan menjadi bagiannya, serta dalam

terang Kitab Suci yang Anda anut!

Pembahasan tentang agama selalu berkaitan dengan pokok tentang Allah

atau yang dianggap Allah. Setiap manusia pada dasarnya mempunyai

kesadaran religius, yakni kesadaran bahwa ada suatu kodrat Ilahi di atas

realitas dunia ini dan dalam berbagai agama diberi nama yang bermacam-

macam. Memang menarik untuk dicatat bahwa gejala yang kita sebut agama

sudah ada sejak dahulu kala hingga sekarang pun gejala itu masih tetap ada.

Memang agama mengalami pasang surut bahkan kadang agama tertentu

mengalami kemerosotan dalam konteks tertentu (dalam masyarakat sekuler

misalnya), namun secara umum agama tetap hadir dalam kehidupan manusia.

Bahkan ada ahli yang meramalkan “kebangkitan agama-agama.” Silakan

Anda mengajukan beberapa pertanyaan kritis yang berkenaan dengan

kebangkitan agama-agama dan setiap manusia pada dasarnya mempunyai

kesadaran religius.

Pertanyaan yang perlu kita renungkan dan diskusikan adalah: mengapa

gejala agama selalu hadir sebagai suatu fenomena dalam kehidupan

masyarakat? Jawaban terhadap pertanyaan itu tentu saja tak mudah, lagi pula

bermacam-macam. Ada yang berpendapat bahwa kenyataan tersebut

disebabkan oleh karena manusia menyadari keterbatasannya, dan dalam

keterbatasan itu maka ia berpaling kepada “sesuatu yang dianggap tak

terbatas.” Oleh karena itu, agama tidak lebih dari suatu pelarian. Atau bahkan

dianggap merupakan ciptaan manusia. Itulah sebabnya ketika ilmu

pengetahuan dan teknologi semakin berkembang dan dapat berfungsi untuk

mengatasi berbagai keterbatasan manusia, fenomena agama mengalami

kemerosotan, setidaknya di negara-negara Barat yang dibangun atas dasar

perkembangan ilmu dan teknologi modern. Meskipun ada kemerosotan, gejala

agama tak pernah hilang sama sekali, bahkan ada tanda-tanda kebangkitan

kembali dari fenomena agama. Mengapa? Sebab pertanyaan- pertanyaan

manusia yang terdalam tidak bisa seluruhnya dijawab oleh ilmu pengetahuan

dan teknologi. Silakan Anda bertanya secara kritis tentang kemerosotan

agama di negara- negara Barat!

Page 16: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

7

Pendapat lain beranggapan, bahwa agama tak pernah akan bisa lenyap,

karena ia berfungsi untuk menjawab pertanyaan mendasar manusia yang tak

bisa dijawab oleh ilmu dan teknologi. Pertanyaan mendasar tersebut antara

lain arti dan tujuan kehidupan (untuk apa kita hidup), serta bagaimana sesudah

kematian ini? Pertanyaan mendasar seperti itu tak dapat dijawab kecuali

melalui iman yang ditawarkan oleh keyakinan agamawi.

Dalam kekristenan, kita percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia

sedemikian rupa sehingga ada kesadaran religius dalam dirinya yakni suatu

kesadaran akan adanya kodrat Ilahi di atas manusia, dengan nama yang

bermacam-macam sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Kesadaran

itulah yang kemudian mendorong manusia untuk mewujudkan relasinya

dengan kodrat Ilahi yang pada gilirannya memunculkan fenomena agama.

Itulah sebabnya fenomena agama tak mungkin bisa dihapus sama sekali,

walaupun bisa ditekan ke tingkat yang serendah-rendahnya oleh berbagai

faktor dalam kehidupan manusia dan masyarakat.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila, gejala

agama merupakan suatu gejala yang amat penting. Karena sila pertama

dari Pancasila, semua warga negara diasumsikan mempunyai kepercayaan

kepada Tuhan meskipun dengan konsep yang berbeda-beda. Di Indonesia,

agama telah meresapi berbagai aspek kehidupan: sosial, politik, pendidikan,

dan lain-lain. Karena itu, masyarakat Indonesia tidak dapat dipahami dengan

baik tanpa memahami peranan agama di dalam masyarakatnya. Silakan

Anda mengajukan pertanyaan kritis tentang peranan agama di dalam

masyarakat!

Cobalah Anda memikirkan secara kritis, dari perspektif Anda sendiri mengapa

fenomena agama bertahan meskipun dalam dunia yang sudah maju dan

dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern, khususnya mengapa di

Indonesia fenomena agama sangat nyata dan memengaruhi berbagai bidang

lain juga termasuk politik dan ekonomi! Di mana-mana rumah-rumah ibadat

dan banyak sekali aktivitas keagamaan bermunculan dan memenuhi

nusantara ini. Berilah contoh-contohnya (?) dalam berbagai agama, dan coba

beri penjelasan mengapa demikian!

Page 17: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

8

Semua yang dikatakan di atas barulah sebagian pertanyaan yang muncul

dalam memikirkan apa itu agama dan fungsinya dalam kehidupan manusia.

Anda bisa menambahkan lagi sejumlah

pertanyaan yang muncul dalam benak

Anda dalam kaitan pembicaraan kita

tentang pengertian agama dan

fungsinya!

Jadi, kita bisa menyimpulkan dalam

masyarakat Indonesia, fenomena

agama sulit diabaikan untuk memahami

masyarakat Indonesia.

Masih banyak lagi pertanyaan-

pertanyaan yang Anda bisa munculkan.

Silakan saja dan diskusikan itu dengan

teman-temanmu serta pengajarmu!

Anda telah mencoba merumuskan sendiri pengertian agama

berdasarkan pengalaman beragama Anda sendiri. Tentu saja hal ini penting!

Sekarang kita coba menggali lebih jauh dari berbagai sumber, apa fungsi

agama terutama fungsinya yang positif. Dalam kenyataan konkret kadang

kala agama juga juga disalah mengerti dan karena itu dapat berfungsi

destruktif. Silakan Anda mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang

berkenaan dengan fungsi agama yang positif dan negatif. Diskusikan dalam

kelas bersama rekan-rekanmu!

Sudah ada sejarah yang panjang dalam menilai dan usaha menjelaskan fungsi

agama. Karl Marx dan Engels misalnya berpendapat bahwa fungsi agama

Sumber: http://theology101.org/world.htm.

Fungsi Agama?

Page 18: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

9

adalah untuk menutupi realitas yang mendasari sistem ekonomi dan

mengurangi rasa sakit penderitaan dari massa pekerja. Durkheim berpendapat

bahwa fungsi agama adalah untuk memungkinkan terjadinya ritual-ritual yang

mengikat atau menyatukan masyarakat bersama-sama. Freud, pada pihak

lain, mengatakan bahwa fungsi agama tak lebih dari mengatasi rasa takut

serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan emosional. Silakan Anda

mengumpulkan informasi yang lain dari teolog-teolog mengenai fungsi

agama.

Banyak ahli berpendapat bahwa fungsi agama adalah untuk memajukan serta

mempertahankan perilaku-perilaku moral. Para pendukung teori evolusi

modern melihat agama terutama sebagai adaptasi yang berfungsi untuk

meningkatkan kohesi kelompok, dan inilah juga yang dikemukakan oleh

Durkheim.

Philip Goldberg yang merangkum berbagai fungsi agama memberi daftar

fungsi agama sebagai berikut:

1 Transmisi atau pewarisan: yakni untuk meneruskan ke setiap generasi

suatu “sense of identity” melalui kebiasaan-kebiasaan, cerita, dan

kelanjutan historis yang dimiliki bersama.

2 Translasi atau penerjemahan: yakni untuk menolong individu-individu

menafsirkan peristiwa-peristiwa kehidupan, mendapatkan suatu rasa

bermakna dan bertujuan, dan memahami hubungan-hubungannya

dengan keseluruhan yang lebih besar (baik dalam arti sosial maupun

kosmis).

3 Transaksi: yakni untuk menciptakan dan mempertahankan suatu

komunitas yang sehat, dan memberi penuntun terhadap perilaku-perilaku

moral dan hubungan-hubungan etis.

4 Transformasi: yakni sebagai pengembangan kedewasaan dan

pertumbuhan yang terus- menerus, menolong umat beragama untuk

merasa lebih penuh dan komplet.

5 Transendensi: yakni untuk memuaskan kerinduan untuk memperluas

batasan-batasan diri yang dipersepsikan, menjadi lebih sadar terhadap

aspek kehidupan yang lebih sakral, dan mengalami persekutuan/

penyatuan dengan dasar keberadaan yang mutlak.

Daftar di atas kurang lebih mencoba merangkum berbagai definisi fungsional

dari agama dan daftar itu masih bisa lebih panjang lagi. Silakan Anda

mengumpulkan informasi yang lain lagi mengenai fungsi agama dari

sosiolog! Tentu saja tidak setiap orang memaknai agama yang dianutnya

Page 19: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

10

dengan keseluruhan fungsi seperti di atas, atau memberi tekanan yang sama

terhadap semua fungsi di atas, karena memang pengalaman agamawi setiap

orang itu unik dan individual. Itulah sebabnya ada ahli lain yang membuat

daftar fungsi agama secara lebih panjang lagi. Dalam suatu tulisan, ada ahli

yang memberikan daftar mengenai 10 fungsi agama yang penting, baik dari

segi individual maupun sosial. Delapan dari 10 fungsi agama tersebut akan

dikemukakan di bawah ini. Dua fungsi agama yang lain, Anda cari sendiri dari

berbagai buku.

1. Agama memberikan kedamaian mental (mental peace).

Menurut pendapat ini, kehidupan manusia sangat tak menentu. Manusia

bergumul untuk tetap hidup di tengah-tengah ketidakpastian, ketidakamanan,

dan bahaya- bahaya. Kadang-kadang ia merasa tak berdaya maka agama lah

yang memberikan penghiburan dan dorongan dalam masa-masa krisis

tersebut. Agama memberi tempat perlindungan yang benar bagi manusia

maka manusia memeroleh kedamaian mental dan dukungan emosional.

Agama memberi dorongan kepada manusia untuk menghadapi kehidupan dan

masalah-masalahnya.

2. Agama menanamkan kebajikan-kebajikan sosial.

Agama mempromosikan kebajikan-kebajikan sosial yang utama, misalnya,

kebenaran, kejujuran, sikap nirkekerasan, pelayanan, cintakasih, disiplin, dsb.

Seorang pengikut agama tertentu menginternalisasi kebajikan-kebajikan ini

dan menjadi warga masyarakat yang berdisiplin.

3. Agama meningkatkan solidaritas sosial.

Agama membangkitkan semangat persaudaraan/persaudarian. Durkheim

berpendapat bahwa agama memperkuat solidaritas sosial. Ahli lain

menunjukkan bahwa agama mempunyai kekuatan mengintegrasikan dalam

masyarakat manusia. Hal ini benar karena orang beragama mempunyai

kepercayaan yang sama, sentimen yang sama, ibadah yang sama,

berpartisipasi dalam ritual bersama dan seterusnya merupakan faktor-faktor

perekat yang penting yang memperkuat kesatuan dan solidaritas.

4. Agama adalah agen sosialisasi dan kontrol sosial.

Dikatakan oleh Parson bahwa agama adalah salah satu agen paling penting

untuk sosialisasi dan kontrol sosial. Agama mempunyai peranan penting

dalam mengatur/mengorganisasikan dan mengarahkan kehidupan sosial.

Page 20: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

11

Agama juga menolong menjaga norma-norma sosial dan kontrol sosial. Ia

mensosialisasikan individu dan melakukan kontrol baik terhadap individu

maupun kelompok dengan berbagai cara. Organisasi seperti gereja, masjid,

dan sejenisnya juga mengontrol perilaku dari individu pada tingkat yang

berbeda-beda.

5. Agama meningkatkan kesejahteraan.

Agama mengajarkan kepada umatnya agar melayani masyarakat serta meningkatkan

kesejahteraan masayarakat. Ia mengajarkan bahwa pelayanan kepada sesama

manusia adalah juga pelayanan kepada Tuhan. Karena itulah manusia menggunakan

uangnya untuk memberi makan kepada yang miskin dan yang membutuhkan.

Agama-agama tertentu seperti Hindu, Islam dan Kristen, dan lain-lainnya, memberi

tekanan kepada tujuan memberi kepada yang miskin dan peminta-minta. Agama

mengembangkan sikap filantropis manusia dan dengan demikian mendorong ide

saling menolong dan bekerjasama. Karena dipengaruhi oleh kepercayaan agamawi,

berbagai organisasi agamawi melibatkan diri dalam berbagai aktivitas

menyejahterakan orang lain. Mungkin saja tidak semua orang beragama sependapat

dengan hal ini, tetapi hampir pasti bahwa ada ajaran seperti ini ada dalam berbagai

agama.

Pemberian Kartu Keluarga Sejahtera dan Kartu Indonesia Sehat merupakan salah satu

sarana untuk meningkatkan kesejahteraan bersama yang dananya berasal dari pembayaran

Pajak. Membayar pajak merupakan salah satu perwujudan pelayanan kepada sesama

manusia untuk menyejahterakan manusia lain yang kurang mampu

Sumber: jateng.tribunnews.com

Page 21: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

12

Manfaat pembayaran pajak yang dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari

Sumber: Kementerian Keuangan RI

6. Agama memberikan rekreasi kepada manusia.

Apa maksud dari fungsi ini? Agama memainkan peranan yang mempesona

atau mengagumkan dalam memberikan rekreasi kepada umat. Misalnya,

dalam ritus agamawi maupun festival-festival/perayaan agamawi yang

diselenggarakan oleh berbagai agama memberikan kelegaan atau kebebasan

kepada umatnya dari berbagai tekanan mental. Hal ini juga terjadi bilamana

ada kuliah atau khotbah-khotbah agamawi atau konser musik agamawi yang

diiringi oleh lagu-lagu pujian, memberikan lebih banyak kesenangan kepada

umat dan menyediakan rekreasi abadi kepada umat.

7. Agama berfungsi memperkuat rasa percaya diri.

Agama dianggap sebagai cara efektif untuk mengukuhkan atau memperkuat

rasa percaya diri. Ada kepercayaan-kepercayaan tertentu seperti “kerja

sebagai ibadah”, “tanggungjawab atau tugas adalah bersifat ilahi,” dan lain-lain

ajaran yang ada dalam berbagai agama memberi penguatan kepada individu-

individu dan sekaligus memperkuat rasa percaya diri.

8. Agama juga mempunyai pengaruh kepada ekonomi serta sistem

politik.

Max Weber misalnya mempunyai tesis yang membuktikan hubungan antara

etika Protestan dan perkembangan kapitalisme. Begitu pula ada yang kita

kenal dengan ekonomi syariah. Contoh bahwa agama memengaruhi sistem

politik misalnya sangat banyak, baik pada zaman dulu maupun pada zaman

modern ini. Ada negara yang didasarkan pada agama (negara agama), bahkan

Page 22: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

13

dalam negara-negara modern dan demokratis, pengaruh agama tak

terhindarkan dalam dunia politik.

Demikianlah penggalian beberapa sumber tentang fungsi agama yang sangat

kompleks. Rasanya tak cukup menggali dari berbagai sumber, perlu juga

membuat refleksi kritis terhadap fungsi agama yang cenderung negatif atau

destruktif dari contoh pengalaman konkret. Misalnya mengapa kadang agama

mempunyai fungsi negatif dan destruktif? Mengapa misalnya timbul konflik-

konflik sosial yang bernuansa agama? Mengapa dengan dalih agama atau

kemurnian ajaran, orang beragama cenderung menggunakan kekerasan

dalam menghadapi orang-orang lain yang dianggap mengajarkan ajaran

agama yang menyimpang dari apa yang selama ini dianut? Mengapa pula,

kadang, demi ajaran tertentu yang diyakini benar, orang bisa mengabaikan

hidup konkret di dunia ini, dan rela mati demi menantikan apa yang diharapkan

dalam keyakinan agamawinya? Apakah fungsi-fungsi tersebut karena

kesalahan ajaran agama ataukah manusia yang memberi penafsiran yang

salah terhadap ajaran tertentu? Silakan Anda mengumpulkan informasi

sebanyak mungkin yang berkenaan dengan penyebab agama berfungsi

negatif.

Walaupun penelusuran dan pertanyaan-pertanyaan di atas membantu kita

untuk lebih memahami apa itu agama dan fungsinya, kita perlu juga

membangun argumen sendiri tentangnya. Silakan Anda mengasosiasi dan

membangun argumen sendiri tentang pengertian dan fungsi agama.

Berikut ini penulis memberi contoh bagaimana membangun argumen sendiri

tentang fungsi agama yang berfungsi positif tetapi kadang berfungsi

destruktif.

Untuk itu kita secara khusus akan memberi perhatian pada dua hal saja, yakni(i)

fungsi agama sebagai pemberi identitas, dan (ii) sebagai penuntun moral, etika

dan karakter. Silakan Anda mengemukakan argumen sendiri yang

membuktikan agama sebagai pemberi identitas dan penuntun moral!

Agama sebagai pemberi identitas sangat penting, karenanya agama menjadi

sumber acuan untuk memahami dan menemukan apa makna hidup manusia.

Dari perspektif Kristen, makna hidup manusia adalah bertumpu pada

menjalankan kehendak- Nya. Apakah kehendak-Nya? Yang paling mendasar

Page 23: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

14

ada di dalam perintah utama dan pertama: yakni hukum kasih baik kasih

kepada Allah maupun kasih terhadap sesama (Matius 22: 37-40). Dalam

hukum utama itulah segala kehendak Tuhan tersirat. Sesama manusia tidak

ditentukan oleh kesamaan suku, ras atau agama, walaupun ketiga tersebut

adalah pemberi identitas sosial bagi manusia (ingat akan Perumpamaan Orang

Samaria yang baik hati). Jadi identitas yang menyamakan kita dengan orang

lain tak peduli agama, ras dan sukunya adalah identitas kemanusiaan. Yang

menyamakan semua orang adalah kemanusiaannya, itulah sebabnya perintah

itu berbunyi kasihilah sesamamu manusia.

Namun terkadang, identitas suku, ras dan agama menjadi lebih diprioritaskan

dari identitas kemanusiaan, dan akhirnya identitas-identitas itu cenderung

menjadi tembok- tembok yang memisahkan dan menjauhkan manusia dari

sesamanya. Teori identitas memang mengatakan bahwa identitas: suku, ras

dan agama kadang berfungsi menjadi tembok pemisah antara kita yang sama

suku, ras dan agama dengan mereka yang berbeda ras, suku dan agama.

Apabila dipicu oleh masalah ketidakadilan ekonomi atau politik maka identitas-

identitas tersebut menjadi alasan untuk melakukan konflik yang bernuansa

kekerasan. Sangat disayangkan bukan?

Fungsi kedua adalah fungsi penuntun moral dan karakter yang

dibentuk/dibangun berdasarkan kebajikan-kebajikan moral yang bersumber

dari agama. Semua agama mengakui fungsi ini, dan seharusnya fungsi ini tak

boleh dipisahkan dari fungsi agama sebagai pemberi identitas. Misalnya, dari

perspektif Kristen, fungsi agama sebagai pemberi identitas adalah pemberi

makna hidup yang diwujudkan dalam kasih kepada Tuhan dan sesama. Dalam

pengertian seperti itu, fungsi agama sebagai pemberi identitas menjadi sama

dengan fungsi agama sebagai penuntun moral dan pembangunan karakter

yakni berdasarkan prinsip utama tadi yakni kasih.

Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan suatu prinsip dalam pembangunan

karakter moral/etis: seperti engkau suka orang lain perbuat padamu,

perbuatlah itu terhadap orang lain (Lukas 6:31).

Nah sekarang giliran Anda membuat argumen sendiri mengapa agama

kadang bersifat ambigu dalam fungsinya: memberi hal-hal positif tetapi

kadang juga memberi alasan untuk melakukan hal negatif. Silakan Anda

berargumentasi!

Page 24: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

15

Sumber: http://www.foodforthepoor.org/prayer/

Adalah tugas Anda sekarang untuk membuat suatu deskripsi dengan kata-kata

sendiri tentang apa yang Anda ketahui mengenai apa itu agama dan apa saja

fungsinya dalam kehidupan manusia setelah mendiskusikan hal-hal yang

sudah ditelusuri, ditanya, dan digali dari berbagai sumber. Dalam deskripsi itu,

apa saja yang mengalami perkembangan dari apa yang sebelumnya Anda

pahami? Apakah ada pemahaman Anda sebelumnya yang Anda koreksi?

Ataukah ada hal baru dari arti dan fungsi agama yang belum disinggung dan

mungkin mau Anda tambahkan? Apa saja itu? Buatlah deskripsi Anda sendiri,

bukan karena orang lain mengatakan. Hal ini penting karena yang beragama

atau beriman itu Anda sendiri dan bukan orang lain.

Hakikat agama sangatlah kompleks dan pemahaman seseorang tentang

agama sangat bergantung pada pengalaman pribadinya. Ada yang

sangat sederhana, ada juga yang sangat kompleks. Demikian pula fungsi

agama tidaklah sederhana, karena hakikat agama itu sendiri dipahami secara

berbeda-beda dan fungsinya juga dimengerti secara berbeda-beda. Walaupun

begitu, setidaknya ada sesuatu yang sama, yaitu agama selalu berurusan

dengan Tuhan atau yang dianggap Tuhan dan berfungsi sekurang-kurangnya

sebagai pemberi identitas dan tuntunan moral dan karakter.

Page 25: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

16

Dalam konteks masyarakat Indonesia, agama sangat penting dalam

kehidupan manusia dan masyarakatnya, karena agama meresapi setiap aspek

kehidupan manusia: ekonomi, politik, budaya, pendidikan dll. Jadi, masyarakat

Indonesia tidak bisa dipahami lepas dari fenomena agamanya. Mengapa? Salah

satunya karena sila pertama dari Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara

dipahami sebagai kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, artinya semua

orang diharapkan beragama. Namun, sesungguhnya nilai yang ada dalam sila

itu adalah kebebasan beragama yang menjamin hak setiap orang untuk

beragama sesuai dengan pilihannya sendiri dan juga untuk tidak beragama

bilamana ia memilih demikian. Untuk yang terakhir ini, orang-orangnya tidak

melakukan aktivitas antiagama.

Buatlah deskripsi Anda sendiri setelah belajar bab ini: apa itu agama dan

fungsinya, serta jelaskan pula mengapa agama kadang berfungsi destruktif?

Apa yang berkembang dan dikoreksi dari pemahaman Anda dan apa yang

masih kurang dan perlu ditambahkan? Presentasikan kepada dosen dan

rekan-rekan yang lain!

Page 26: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

17

BAB II ALLAH DALAM KEPERCAYAAN KRISTEN

Dari manakah kita mulai percakapan kita tentang mata kuliah agama Kristen?

Pada umumnya bilamana seseorang berbicara tentang agama, mau tak mau

orang berbicara tentang Allah. Semua agama mempercayai adanya Allah atau

sejenisnya, dan kepercayaan tentang Allah inilah yang membedakan agama

dengan fenomena lainnya. Demikianpun dengan agama Kristen (kekristenan).

Karena itu, adalah penting untuk mempelajari dan memikirkan kembali

kepercayaan yang mendasar tentang siapakah Allah yang kita percayai sebagai

orang Kristen. Pemahaman dan penghayatan kita akan substansi kajian ini akan

memengaruhi bagaimana orang Kristen hidup ditengah- tengah dunia ini.

Misalnya, kalau kita percaya kepada Allah yang sewenang- wenang, hidup

kristiani kita adalah usaha untuk “taat secara terpaksa” kepada kehendak-Nya,

mungkin dengan cara menyogok-Nya dengan berbagai sesajen.

Walaupun setiap agama

mempunyai kepercayaan

tentang Allah atau yang

dianggap Allah, tiap-tiap

agama mempunyai

konsepnya sendiri-sendiri

tentang siapakah Allah yang

dipercayainya. Demikian

pula agama Kristen, sudah

tentu mempunyai konsep

tersendiri tentang Allah

yang dipercayainya. Konsep tersebut didasarkan pada kesaksian Alkitab yang

dipercayai sebagai dasar untuk kepercayaan dan perilaku kristiani. Harus diakui

bahwa Alkitab tentu mempunyai ungkapan-ungkapan yang sangat kaya

tentang siapakah Allah. Meskipun kekristenan percaya akan “Satu Allah”

Page 27: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

18

akan tetapi Allah yang dipercayai itu menyatakan diri dengan berbagai cara

yakni sebagai Bapa, Pencipta segala sesuatu, sebagai penyelamat dalam Yesus

Kristus, dan sebagai pembaharu dalam Roh Kudus. Kekayaan penyataan diri

Allah seperti inilah yang biasanya oleh Gereja pada zaman dahulu dikenal

dengan ungkapan Trinitas (Tritunggal). Ungkapan itu bukanlah istilah Alkitab,

tetapi mengandung kebenaran alkitabiah.

Pokok-pokok (substansi kajian) ini akan dibahas secara lebih rinci dalam sub-

subpokok bahasan berikut ini dengan memberi tekanan khusus kepada

implikasi atau konsekuensinya terhadap kehidupan Kristiani di dunia ini

terutama pengembangan karakter Kristiani.

Melalui bab tentang siapakah Allah, Anda diharapkan dapat mencapai beberapa

tujuan pembelajaran. Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah

bersyukur kepada Tuhan yang telah mencipta, menyelamatkan,

memelihara dan membarui ciptaan-Nya; bersikap rendah hati dan bergantung

kepada Tuhan yang diwujudkan antara lain dalam ibadah yang teratur;

mengembangkan sikap kasih kepada Tuhan sebagai Pencipta, Penyelamat,

Pemelihara dan Pembaru ciptaan-Nya; berpengharapan akan masa depan

yang lebih baik; peduli dan bertanggung jawab memelihara ciptaan Tuhan;

menganalis karya Tuhan sebagai Pencipta dunia dan isinya berdasarkan

kesaksian Alkitab; menjelaskan karya Tuhan sebagai Penyelamat manusia

berdasarkan kesaksian Alkitab; menganalisis ajaran tentang karya Tuhan

sebagai Pemelihara dan Pembaharu ciptaan-Nya berdasarkan kesaksian

Alkitab; merumuskan hasil penelaahan dasar-dasar Alkitab yang menunjukkan

Tuhan sebagai Pencipta; merumuskan dengan kata-kata sendiri hasil

penelaahan dasar-dasar Alkitab yang menunjukkan Tuhan sebagai

Penyelamat manusia; dan menyajikan hasil penelaahan dasar-dasar Alkitab

yang memperlihatkan Tuhan sebagai Pemelihara dan Pembaharu ciptaan-Nya.

Silakan Anda membuka Alkitab, khususnya Kitab Kejadian pasal 1-2 dan

Keluaran pasal 1-15. Siapakah Allah yang dipercayai oleh umat Kristen

menurut Kitab Kejadian pasal 1-2 dan Keluaran pasal 1-15? Anda juga perlu

membaca buku Ikhtisar Dogmatika karangan R. Soedarmo, khususnya topik

yang membahas tentang Allah. Siapakah Allah yang dipercayai oleh umat

Kristen menurut R. Soedarmo? Pembahasan tentang agama bagaimanapun

selalu berkaitan dengan pokok tentang Allah atau yang dianggap Allah. Itulah

Page 28: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

19

kesimpulan dari penelusuran kita terhadap definisi agama pada bab

sebelumnya. Setiap manusia pada dasarnya mempunyai kesadaran religius,

yakni kesadaran bahwa ada suatu kodrat Ilahi di atas realitas dunia ini dan

dalam berbagai agama diberi nama yang bermacam-macam.

Dalam kekristenan, kita percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia

sedemikian rupa sehingga ada kesadaran religius dalam dirinya yakni suatu

kesadaran akan adanya kodrat Ilahi di atas manusia, dengan nama

yang bermacam-macam sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Kesadaran itulah yang kemudian mendorong manusia untuk mewujudkan

relasinya dengan kodrat Ilahi itu yang pada gilirannya memunculkan fenomena

agama. Itulah sebabnya fenomena agama tak mungkin bisa dihapus sama

sekali walaupun bisa ditekan ke tingkat yang serendah-rendahnya oleh

berbagai faktor dalam kehidupan manusia dan masyarakat.

Dalam upaya penelusuran kesaksian Alkitab tentang Allah, perlu kita

menyinggung juga topik Allah dan penyataan-Nya. Pertanyaan yang cukup

penting bagi kita adalah: “Dapatkah manusia mengenal Allah dan hakikat-

Nya?” Terhadap pertanyaan itu, ada dua kemungkinan jawaban. Yang pertama,

manusia tak mungkin dapat mengenal Allah dan hakikat-Nya, karena manusia

adalah terbatas dan karenanya tidak mungkin mengenal Allah yang tak

terbatas. Kemungkinan kedua, mengatakan bahwa manusia mungkin

mengenal Allah dan hakikat-Nya hanya apabila Ia menyatakan diri-Nya. Di atas

telah dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia sedemikian rupa, sehingga

ada kesadaran religius dalam dirinya. Kesadaran religius (kesadaran akan

adanya kodrat Ilahi) itu tak sama dengan pengenalan akan Tuhan. Kesadaran

akan adanya kodrat Ilahi melalui Penciptaan itulah, yang biasanya disebut

penyataan Allah yang umum. Penyataan umum adalah cara Allah menyatakan

diri-Nya melalui penciptaan, sejarah dunia, dan suara hati. Artinya, melalui

pengamatan manusia akan alam ciptaan yang begitu luar biasa dan teratur itu,

manusia dapat tiba pada kesadaran akan adanya Pencipta atau arsitek di balik

ciptaan ini. Pandangan ini terutama didasarkan pada kata-kata Rasul Paulus

antara lain yang mengatakan bahwa: “…apa yang dapat mereka ketahui

tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada

mereka. Sebab apa yang tidak nampak daripada- Nya, yaitu kekuatan-Nya yang

kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak

dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (lih. Rm. 1:19-20).

Pemazmur juga berulang kali menyaksikan bahwa “segala langit menceritakan

kemuliaan Allah” (lih. Mzm. 19). Pertanyaannya, apakah mungkin manusia

Page 29: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

20

mencapai pengenalan yang benar akan Allah hanya melalui penyataan umum?

Tidak selalu! Artinya kesadaran religius saja tak cukup. Itulah sebabnya

menurut kepercayaan Kristen, manusia membutuhkan penyataan yang

khusus.

Sumber: http://chrispypaul.blogspot.com/2013/09/religion-and-me-photo- essay.html

Penyataan khusus adalah cara Allah menyatakan diri dan kehendak-Nya

melalui firman-Nya dan mencapai puncaknya dalam diri Tuhan Yesus Kristus.

Walaupun demikian, melalui penyataan Allah yang khusus pun belum dapat

membuat manusia mengenal Allah secara tuntas, oleh karena Allah lebih dari

apa yang Allah nyatakan, apakah melalui firman-Nya maupun Yesus Kristus.

Karenanya, Allah masih tetap merupakan misteri yang tidak pernah

habis diselidiki dan dipahami. Hal itu membuat kita mempunyai sikap kagum

dan heran akan kebesaran-Nya. Silakan Anda mengamati perbedaan antara

penyataan umum dan khusus!

Marilah sekarang kita menelusuri tentang Allah dalam kepercayaan Kristen

sebagaimana disaksikan oleh Kitab Suci Alkitab. Dalam kepercayaan Kristen

Allah dikenal dari tindakannya: Allah sebagai Pencipta, Penyelamat dalam

Yesus Kristus, dan pembaharu dalam Roh Kudus.

1. Allah Sang Pencipta

Dari manakah pembicaraan tentang Allah dimulai? Ada berbagai pendekatan

dalam pembicaraan tentang Allah. Pertama, ada yang memulai dengan

Page 30: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

21

membicarakan kodrat dan sifat-sifat-Nya, lalu dilanjutkan dengan karya-

karya-Nya. Kedua, ada yang mulai dengan membicarakan karya-karya-Nya lalu

dilanjutkan dengan kodrat dan sifat-sifat-Nya. Pendekatan kedua mungkin

lebih berguna. Artinya melalui pembahasan tentang karya-karya (apa yang

dilakukan Allah), kita akan sampai kepada kodrat dan sifat-sifat-Nya. Ada

pendapat yang mengatakan bahwa “Allah adalah apa yang Allah lakukan,

tetapi apa yang Allah lakukan belum seluruhnya menjelaskan tentang siapa

Allah sesungguhnya.”Apakah yang dilakukan Allah yang menunjuk kepada

hakikat dan sifat-Nya? Alkitab memulai kesaksiannya tentang Allah sebagai

Pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya termasuk manusia (lih. Kej. 1 dan

2). Demikianpun Pengakuan Iman Rasuli dimulai dengan pengakuan bahwa

Allah, Bapa adalah Khalik/Pencipta langit dan bumi. Karena itu, bagi orang

Kristen Allah pertama- tama dikenal sebagai Pencipta alam semesta beserta

isinya termasuk manusia. Silakan Anda mengamati Pengakuan Iman Rasuli

secara saksama.

Hal ini perlu mendapat tekanan oleh karena kita berhadapan dengan

bermacam-macam pandangan tentang asal usul dunia ini, termasuk teori

evolusi Darwin. Kita tahu sekurang-kurangnya ada dua teori besar mengenai

asal usul segala sesuatu yang ada. Teori pertama, adalah yang dikenal dengan

teori evolusi sebagaimana diperkenalkan oleh Darwin dan pengikut-

pengikutnya. Teori ini pada dasarnya menolak adanya “Pencipta atau arsitek”

di balik keajaiban dunia ini, dan menyatakan bahwa segala sesuatu

berkembang secara evolusi dalam kurun waktu jutaan tahun. Sedangkan

teori asal usul kedua adalah yang biasanya dikenal dengan “teori Penciptaan”

(Creation theory), yang menerima adanya pencipta di balik semua ciptaan yang

menakjubkan ini. Agama-agama menerima teori asal usul penciptaan ini

termasuk agama Kristen.

Kekristenan percaya akan adanya pencipta di balik keberadaan dunia yang

begitu menakjubkan ini (lih. Kej. 1 dan 2; Mzm. 33:6). Penciptaan yang

dilakukan oleh Allah jelas berbeda dengan ciptaan atau karya manusia,

karena Allah mencipta dari yang tidak ada menjadi ada dengan firman-Nya (lih.

Rm. 4:17 dan Ibr. 11:13). Menerima bahwa ada pencipta di balik keberadaan

langit dan bumi serta isinya, tak berarti menolak sama sekali bahwa ada

evolusi dari ciptaan- ciptaan itu.

Allah Pencipta, adalah Sang Pribadi yang Mahakuasa. Dengan membahas

karya Allah sebagai Pencipta maka kita juga dapat tiba pada hakikat dan sifat

Allah. Salah satu simpulan yang dapat dibuat adalah bahwa Allah adalah Sang

Page 31: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

22

Pribadi yang Mahakuasa. Allah dalam kebijaksanaan-Nya membuat keputusan

untuk menciptakan alam semesta dan isinya termasuk manusia menunjukkan

bahwa Ia adalah pribadi yang berpikir dan membuat keputusan. Ia juga

membangun relasi/hubungan dengan ciptaan-Nya, khususnya dengan

manusia. Kapasitas seperti yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa

Allah adalah suatu pribadi dalam arti berpikir, membuat keputusan dan

membangun relasi dengan pihak lain. Silakan Anda mengamati keputusan

yang diambil Allah dalam Kitab Kejadian pasal 1-2 dan Kitab Keluaran pasal 1-

15.

Memang sangat sulit membayangkan kepribadian Allah, namun kita akan

sedikit tertolong bilamana kita membayangkan kepribadian manusia, karena

manusia diciptakan menurut gambar Allah. Ini tidak berarti bahwa kepribadian

manusia menjadi patokan untuk mengukur kepribadian Allah, karena

kepribadian manusia hanyalah refleksi dari kepribadian Allah. Namun

demikian, kepribadian manusia mengandung tanda-tanda yang sama dengan

kepribadian Allah.

Sumber: https://www.behance.net/Gallery/Christian-Artwork-Part-1/111811

Lebih jauh, Allah bukan sekadar pribadi, tetapi pribadi yang Mahakuasa.

Kemahakuasaan Allah jelas dari karya ciptaan-Nya bukan saja dari yang tiada

menjadi ada melainkan juga dalam keteraturan dan kebesaran ciptaan.

Kemahakuasaan-Nya menunjukkan bahwa Allah tak terbatas oleh ruang dan

waktu, dan karenanya Ia kekal adanya. Dari sini dapatlah ditambahkan

Page 32: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

23

sejumlah atribut/sifat Allah yang sempurna dan tak terbatas misalnya:

Kemahahadiran Allah, Mahatahu, Mahaadil, Mahabesar, dan lain-lain. Semua

atribut ini hanya ingin menekankan perbedaan yang hakiki antara Pencipta

(Allah) dan ciptaan (manusia dan ciptaan lain). Silakan Anda amati perbedaan

yang lain antara Pencipta (Allah) dan ciptaan (manusia dan ciptaan lain).

2. Allah Penyelamat

Silakan Anda membaca Injil Yohanes 3:16. Siapakah Allah yang

dipercayai umat Kristen menurut Injil Yohanes 3:16? Ide tentang keselamatan

mempunyai tempat dalam setiap agama. Mulai dari agama primitif yang

percaya roh-roh, maupun agama politeisme yang percaya banyak ilah/dewa/i,

sampai ke agama monoteisme, ajaran mengenai keselamatan dan Allah

sebagai penyelamat selalu hadir. Memang maknanya berbeda dari satu agama

ke agama lain. Bahkan maknanya dalam satu agama pun cukup bervariasi dan

luas. Keselamatan dalam agama tertentu bisa melulu, merupakan

pengalaman masa kini dan di sini, bisa juga melulu pengalaman nanti, di

masa yang akan datang sesudah kehidupan ini, tetapi bisa juga kedua-duanya.

Ajaran atau ide tentang keselamatan mungkin merupakan salah satu faktor

yang mendorong orang untuk beragama. Sebagai contoh, kita dapat menunjuk

kepada berbagai upacara keagamaan dalam berbagai agama. Banyak upacara

dalam agama-agama suku misalnya, dilakukan dalam rangka atau sebagai

upaya untuk memeroleh keselamatan, apa pun maknanya. Misalnya sebelum

seseorang bepergian jauh, maka upacara selamatan dilakukan agar

memeroleh keselamatan di jalan atau di tempat pekerjaan. Orang-orang

mengadakan serangkaian upacara menjelang musim menanam agar selamat,

dalam arti terhindar dari kegagalan apakah karena iklim atau wabah hama.

Dalam kasus-kasus di atas, keselamatan semata-mata mempunyai dimensi

masa kini dan di sini.

Sebaliknya, banyak juga upacara keagamaan yang dilakukan dalam rangka

memeroleh keselamatan di akhirat yakni sesudah kematian, misalnya untuk

masuk surga atau hidup yang kekal, apa pun arti yang diberikan kepada surga

dan kehidupan kekal tersebut. Dengan demikian, ada hubungan erat antara

keselamatan, agama, dan Allah. Hal ini tak berarti bahwa mereka yang tidak

beragama atau tidak percaya kepada Tuhan tak mempunyai konsep

keselamatan. Setidak-tidaknya bagi mereka, keselamatan merupakan situasi

terlepas atau terhindar dari bermacam-macam bahaya, ancaman, penyakit,

dan lain-lain. Memang patut diakui bahwa semakin maju dan berkembangnya

Page 33: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

24

ilmu dan teknologi, banyak persoalan manusia dapat diatasi. Namun, ketika

manusia menyadari baik keterbatasan manusia maupun ilmu dan teknologi,

manusia cenderung kembali kepada kepercayaan akan Tuhan atau yang

dianggap Tuhan.

Dalam ajaran Kristen, ajaran tentang keselamatan dan Allah sebagai

penyelamat khususnya dalam Yesus Kristus mempunyai tempat yang sangat

penting bahkan sentral. Sedemikian sentralnya sehingga dalam Pengakuan

Iman Rasuli, fakta Kristus, mulai dari praeksistensi-Nya, kelahiran, pekerjaan,

penderitaan, kematian, kenaikan ke surga, dan kedatangan-Nya kembali,

mengambil tempat yang sangat banyak. Silakan Anda mengamati Pengakuan

Iman Rasuli secara saksama. Sesungguhnya agama Kristen lahir karena

kepercayaan akan Allah sebagai Penyelamat di dalam Yesus Kristus. Sebutan

Kristen justru dikenakan kepada orang-orang yang menjadi pengikut Kristus.

Kepercayaan kepada Allah sebagai Penyelamat bukan berarti bahwa orang

Kristen menyembah lebih dari satu Allah, karena Allah Pencipta adalah juga

Allah yang menyelamatkan. Silakan Anda mengamati Alkitab yang

memperlihatkan bahwa Allah yang menyelamatkan umat manusia.

Daftarkanlah nama kitab yang memperlihatkan dengan jelas bahwa Allah yang

menyelamatkan umat manusia.

Perlu dicatat bahwa konsep tentang Allah sebagai Penyelamat bukan

monopoli Perjanjian Baru, tetapi sudah ada dalam Perjanjian Lama. Umat

Perjanjian Lama mempunyai syahadat (pengakuan percaya) bahwa Allah itu

menyelamatkan. Silakan Anda membaca dan mengamati Kel. 14:13 dan Mzm.

3:8; 62:2-3.

Ada berbagai istilah yang dipakai oleh PL yang menunjuk kepada konsep

keselamatan. Konsep ini dihubungkan dengan Tuhan sebagai yang melakukan

tindakan penyelamatan terhadap umat-Nya. Ada berbagai tindakan

penyelamatan Allah terhadap umat-Nya. Kitab Keluaran 15 merupakan pasal

pertama yang mengungkapkan tindakan penyelamatan Allah dalam sejarah

umat Israel. Musa dalam lagunya untuk merayakan peristiwa pembebasan

umat Allah dari perbudakan di Mesir, antara lain berkata: “Tuhan telah

menjadi keselamatannya” (Kel. 15:2). Tindakan penyelamatan Allah dalam

peristiwa keluar dari Mesir melalui Laut Teberau ini, telah memberi kesan yang

sangat mendalam dalam sanubari dan ingatan bangsa Israel. Oleh karena itu,

peringatan akan peristiwa tersebut dirayakan setiap tahun dalam perayaan

Paskah (lih. Ul. 16:1). Pembebasan dari Mesir justru merupakan bukti paling

Page 34: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

25

utama dan kuat tentang kasih setia Tuhan, karena hal itu merupakan tanda

yang sentral dari PL tentang anugerah penyelamatan bagi umat yang baru

kelak. Silakan Anda mengamati proses keluarnya umat Israel dari Mesir dalam

Kitab Keluaran 1-15.

Itu pula sebabnya dalam pembukaan Dekalog (Sepuluh Perintah),

peristiwa pembebasan dari Mesir juga disebutkan kembali dan menjadi dasar

dari respons moral kepada Tuhan. Dengan kata lain, hukum-hukum Tuhan

yang merupakan refleksi kehendak Tuhan tentang bagaimana umat Allah

seharusnya menjalani hidupnya, didasarkan pada peristiwa penyelamatan

Allah melalui pembebasan dari Mesir.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah makna dari konsep keselamatan dalam

PL tatkala Allah sebagai Penyelamat? Harus diakui bahwa dalam PL, makna

atau arti konsep keselamatan itu mengalami perkembangan. Kalau kita

bertanya “dari apakah Allah menyelamatkan umat-Nya?” Maka jawaban yang

umum, khususnya pada sejarah awal dari umat Allah dalam PL, adalah

“keselamatan dari segala bentuk ketidakberuntungan, perbudakan, sakit

penyakit, kekeringan dan kelaparan, musuh-musuh, dan seterusnya.” Secara

umum dalam PL, tekanannya jatuh kepada apa yang bisa kita sebut sebagai

aspek negatif dari keselamatan, daripada aspek positifnya. Keselamatan

dianggap sebagai kelepasan dari kuasa jahat dan bahaya dari pemilikan atas

berkat-berkat khusus. Walaupun begitu, adalah salah juga kalau yang terakhir

itu dianggap tak ada sama sekali khususnya dalam kitab-kitab Mazmur. Silakan

Anda membaca dan mengamati Mzm. 28:9, 31:16, 5l:2!

Pada bagian-bagian kemudian dari PL, jelas ada pergeseran dari ide

keselamatan sebagai tindakan-tindakan kelepasan dalam wilayah atau bidang

materiil, fisik semata-mata, menuju kepada aspek moral dan spiritual (lih.

Yes.59:7, 62:10). Yang paling menonjol dari antara aspek spiritual dan moral

ini adalah ketaatan kepada kehendak Allah. Mereka yang benar dan adil yang

mempunyai pengharapan akan pertolongan keselamatan dari Allah.

Sebaliknya, bilamana umat menyimpang dari jalan Tuhan dan menyerahkan

diri kepada kuasa jahat, keselamatan hanya dimungkinkan dengan jalan

perubahan hati, melalui pertobatan. Dengan demikian, jelaslah bahwa tekanan

utama adalah kebebasan dari tirani (kuasa) dosa.

Nabi-nabi besar memberitakan kesiapan Allah untuk menyelamatkan dari

perspektif baru. Berkat-berkat eksternal masih juga diharapkan, namun

tekanannya kini lebih kepada kebutuhan akan suatu perubahan hati,

Page 35: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

26

pengampunan, kebenaran, dan pembaharuan hubungan dengan Allah.

Keselamatan masih mempunyai implikasi sosial, namun tekanannya lebih

kepada perjanjian dengan individu daripada dengan bangsa. Itu berarti bahwa

keselamatan terutama menjadi pengalaman dari setiap individu. Dengan

demikian, kita dapat membaca pengakuan Yesaya, misalnya bahwa: “Allah

adalah keselamatanku” (Yes. 12:2), sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai

Allah yang benar dan Juruselamat; tidak ada Allah lain selain Dia (Yes. 45:21,

43:11). Karena itu, dalam Kitab Yesaya, istilah Allah sama dengan Juruselamat.

Dengan menggunakan kata pengharapan, keselamatan dari Allah

dipikirkan sebagai sesuatu yang akan terjadi kelak. Bahwa “Allah akan

mendatangkan keselamatan di Sion” (Yes. 46:13) menunjuk ke masa yang

akan datang. Keselamatan yang demikian bukan lagi hanya untuk Israel

sendiri, melainkan dengan datangnya “Hamba Allah,” maka keselamatan

akan menjangkau sampai ujung bumi. Artinya, untuk semua bangsa (Yes.

49:6). Dengan demikian, maka seluruh bumi akan melihat keselamatan dari

Allah kita (Yes. 52:10). Dengan demikian, janji Allah tentang keselamatan

menjadi semakin besar dan mendalam.

Sebagai simpulan, ketika kita memerhatikan PL, ide tentang keselamatan

dalam sejarah awal umat Allah (lsrael) adalah bahwa Allah menyelamatkan

orang yang baik dari berbagai kesukaran. Akan tetapi, dengan pemahaman

yang berkembang tentang hubungan antara keselamatan dan dosa, dalam

konteks kebutuhan akan pertobatan, topik ini memeroleh pengertian yang

lebih rohani dan moral. Hal ini menuntun kita kepada doktrin tentang

keselamatan yang khas dalam Perjanjian Baru, yakni bahwa Allah

menyelamatkan orang jahat dari dosa- dosanya dan membenarkan mereka.

Pembicaraan mengenai Allah sebagai penyelamat dalam agama Kristen tak

dapat dilepaskan dari pribadi Yesus Kristus. Yesus bahkan di dalam Perjanjian

Baru dikenal dengan sebutan Juruselamat. Karena itu, kita dapat mengatakan

bahwa Allah di dalam Yesus Kristus adalah Allah Penyelamat. Keselamatan

menjadi tujuan utama dari kedatangan dan pelayanan Yesus Kristus. Yesus

maupun para penulis PB menggunakan istilah “menyelamatkan” sebagai suatu

yang menyeluruh untuk menggambarkan misi-Nya. Ia disambut dalam arena

sejarah dunia dengan pernyataan para malaikat bahwa “Ia akan dinamai Yesus,

yang berarti yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka” (Mat.

1:21).

Page 36: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

27

Apabila dalam Perjanjian Lama Allah juga menyatakan diri sebagai

Penyelamat, dalam Perjanjian Baru secara jelas Allah menyatakan diri sebagai

Penyelamat di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Karena itulah, Gereja mula-mula

ketika merumuskan pengakuan imannya memberi tempat yang sangat sentral

kepada fakta Yesus Kristus mulai dengan pengakuan bahwa Ia Anak Tunggal

Allah dan Tuhan (prainkarnasi), kelahiran-Nya (inkarnasi), pekerjaan-Nya

khususnya penderitaan, penyaliban, dan kematian-Nya, kebangkitan-Nya,

kenaikan-Nya ke surga dan kedatangan-Nya kembali untuk menjadi Hakim.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa seluruh fakta Kristus merupakan

perwujudan dari karya penyelamatan Allah bagi manusia yang telah jatuh ke

dalam dosa dan karena itu terputus atau rusak hubungannya dengan Allah.

Memang mustahil bagi kita untuk membahas seluruh aspek dari pribadi Yesus

Kristus. Namun, dari fakta Kristus yang kita sebutkan di atas, jelas bahwa di

dalam diri Yesus tergabung sifat keilahian dan kemanusiaan sekaligus. Hal ini

jelas sangat unik dan sulit dipahami. Apabila pengakuan Iman Rasuli mulai

dengan pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dan Tuhan,

ini menunjuk kepada keilahian-Nya yakni sebagai Allah dan sehakikat dengan

Allah. Kemudian dilanjutkan dengan pengakuan bahwa Ia telah dikandung oleh

Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, menunjukkan penjelmaan-Nya menjadi

manusia. Memang ajaran tentang penjelmaan sudah merupakan persoalan

sejak Gereja mula-mula. Dalam suatu pertemuan Gerejawi di Khalcedon pada

tahun 451, para pemimpin gereja merumuskan masalah yang sulit ini sebagai

berikut: “Tuhan kita Yesus Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati,

sehakikat dengan Bapa dalam segala sesuatu yang menyangkut keilahian-

Nya, namun dalam kemanusiaan-Nya sama seperti kita, kecuali tanpa dosa.

Jadi, Yesus dikenal dalam dua tabiat: ilahi dan manusiawi. Kedua tabiat itu

berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini tidak dilenyapkan oleh

penyatuan keduanya, tetapi ciri-ciri khusus masing-masing tabiat tetap

dipelihara.”

Rumusan di atas adalah suatu contoh dari usaha para pemimpin Gereja untuk

memahami pribadi Yesus yang unik itu sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab

Perjanjian Baru. Akan tetapi, rumusan itu tidak dengan sendirinya

menghilangkan rahasia penjelmaan ini. Karena itu, kita dapat mengamini

kekaguman Paulus, misalnya, dalam kata-kata berikut ini:“Dan sesungguhnya

agunglah rahasia ibadah kita: “Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa

manusia .…” (1 Tim.3:16).

Page 37: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

28

Jadi, apabila kita berbicara tentang kodrat ilahi dan manusiawi Kristus, hal ini

menunjuk kepada keadaan atau kenyataan-Nya. Kalau kita berkata bahwa

Yesus memiliki kodrat ilahi, yang kita maksudkan ialah bahwa semua sifat atau

ciri khas yang dapat digunakan untuk menggambarkan Allah juga berlaku bagi

Dia. Dengan demikian, Ia adalah Allah dan bukan sekadar menyerupai Allah,

melainkan Allah sejati.

Apabila kita, mengatakan bahwa Yesus mempunyai kodrat manusiawi, yang

kita maksudkan adalah bahwa Ia bukanlah Allah yang berpura-pura menjadi

manusia, melainkan Ia adalah Allah yang sejati. Ia bukan hanya Allah atau

hanya manusia, melainkan Ia adalah Allah “yang menjadi manusia dan diam

diantara kita” (Yoh. 1:14). Ia tidak menukar keilahian-Nya dengan

kemanusiaan. Ia malah mengambil keadaan manusia. Artinya Ia menambah

tabiat manusia pada tabiat Ilahi-Nya. Jadi, dengan penjelmaan ini, Ia adalah

Allah sejati dan manusia sejati.

Walaupun Yesus memiliki semua sifat atau ciri yang dimiliki manusia termasuk

ciri-ciri fisik atau jasmani, tetapi kita tak dapat mengatakan bahwa pada

hakikat-Nya yang terdalam, Ia adalah manusia. Ia adalah pribadi Ilahi dengan

kodrat manusia. Kepribadian Ilahi itulah hakikat-Nya yang terdalam, karena itu

kita dapat menyembah Dia sebagai Allah yang patut disembah. Jadi, dalam diri

Yesus sebagai penjelmaan Allah, Ia menyatakan keilahian yang sejati dan

kemanusiaan sejati dalam satu pribadi. Dalam Dia terdapat keterpaduan sifat-

sifat, sehingga apa pun yang kita katakan tentang Dia sesuai dengan apa yang

dapat dikatakan tentang Allah dan manusia.

Pertanyaan yang segera muncul adalah “Mengapa Allah menjelma menjadi

manusia dalam diri Yesus Kristus?” Di atas kita telah menyinggung bahwa

tujuan kedatangan dan pelayanan Yesus adalah untuk menyelamatkan

manusia berdosa. Namun, pertanyaan selanjutnya adalah “Mengapa untuk

menyelamatkan manusia berdosa, Allah harus menjelma menjadi manusia?”

Terhadap pertanyaan seperti ini, harus diakui bahwa kita tak mungkin

menjawabnya dengan tuntas dan memuaskan. Sebagaimana Allah tak

mungkin kita pahami secara sempurna, begitu pula maksud-maksud-Nya tak

terselami. Penjelasan berikut ini, mungkin dapat menolong kita untuk

membuka sebagian dari selubung misteri Allah dan rencana-Nya.

Untuk dapat menjadi penyelamat atau Juruselamat manusia berdosa dari

hukuman dosanya, Ia harus dapat menanggung penderitaan dan hukuman

itu. Untuk tugas seperti itu, Juruselamatnya haruslah juga manusia sejati.

Page 38: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

29

Dibutuhkan Juruselamat yang menjadi korban yang tak bercacat. Oleh karena

semua manusia telah berdosa dan bercacat, Allah sendirilah yang tak bercacat

itu menjelma menjadi manusia agar dapat berperan sebagai Juruselamat.

Dosa selalu membawa hukuman, ini adalah keadilan Allah. Namun, mengapa

Ia sendiri yang mau menanggung hukuman itu? Di sinilah hakikat Allah yang

terdalam, yakni bahwa Allah adalah kasih. Ia tak sekadar memiliki kasih, tetapi

merupakan kasih itu sendiri. Jadi, pada satu sisi, Allah menjadi manusia untuk

menjadi Juruselamat karena keadilan-Nya, namun pada sisi yang lain karena

kasih-Nya. “Karena demikianlah Allah mengasihi isi dunia sehingga diberikan-

Nya anak-Nya yang tunggal itu….” (lih. Yoh. 3:16).

Di samping itu, penjelmaan Allah di dalam Yesus Kristus juga hendak

menyatakan Allah dalam segala keunggulan dan keindahan-Nya yang tak ada

bandingnya. Silakan Anda membaca dan mengamati Yoh.14:7-11. Itulah

sebabnya kita percaya bahwa dalam Yesus Kristus penyataan Allah mencapai

klimaks atau puncaknya. Tak ada wujud penyataan diri Allah yang paling jelas

dan langsung melebihi penyataan-Nya dalam diri Yesus Kristus, Allah

penyelamat itu. Penyataan diri yang paling jelas dari hakikat-Nya yang adalah

kasih dan juga adil. Silakan Anda mengamati Yoh. 15:13.

Di dalam penjelmaan, Tuhan Yesus menjadi teladan yang paling sempurna

mengenai hidup yang dikehendaki Allah. Dengan demikian, sebagai makhluk

pencari makna, kita dapat belajar dari hidup Kristus bagaimana kita menjalani

hidup kita secara bermakna sesuai dengan kehendak Allah. Kehidupan Kristen,

yakni kehidupan mengikut Kristus yang menjadi teladan yang sempurna.

Sebelum kita mengakhiri pembahasan tentang Allah Sang Penyelamat, maka

ada baiknya kita mengkaji kesaksian Perjanjian Baru tentang makna atau

arti keselamatan yang dikerjakan Allah dalam Yesus Kristus. Konsep

keselamatan dalam Perjanjian Baru adalah khas Kristen dan mendapat tempat

yang sangat utama, kendatipun PB penuh dengan ajaran-ajaran moral dan

kehidupan Kristen. Harus diakui bahwa berbagai kitab atau surat dalam PB

menjelaskan keselamatan itu dengan istilah-istilah yang bervariasi, akan tetapi

ada kesamaan makna atau pengertian. Keselamatan diungkapkan dengan

istilah yang bermacam-macam, misalnya hidup kekal, masuk atau mewarisi

Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga, dan sebagainya. Apakah makna atau arti

keselamatan ini? Sayangnya Perjanjian Baru bukan merupakan uraian yang

sistematis dari konsep keselamatan itu. Karena itu, uraian berikut ini hanyalah

sekadar menangkap secara ringkas makna yang mendasar dari konsep itu,

Page 39: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

30

sebagaimana dimaksudkan baik oleh Yesus dalam Injil-injil maupun dalam

surat-surat para rasul.

Salah satu perkembangan makna keselamatan dibandingkan dengan ajaran

Perjanjian Lama adalah bahwa baik Yesus maupun para rasul memberi arti

yang lebih rohani dan universal kepada konsep keselamatan itu. Artinya,

meskipun keselamatan mengandung juga aspek fisik, tetapi lebih-lebih aspek

rohani mendapat tekanan yang penting. Dengan demikian, keselamatan

menaruh perhatian terhadap manusia seutuhnya. Keselamatan bukan hanya

bagi satu bangsa saja tetapi bagi seluruh umat manusia melampaui batas

bangsa. Berkali- kali kita katakan di atas bahwa Allah di dalam Yesus Kristus

datang untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya atau tepatnya dari

hukuman dosa. Apakah hukuman dosa yang paling nyata? Bagaimana

manusia diselamatkan? Hukuman dosa adalah maut, kata Paulus (Rm. 6:23).

Maut atau kematian di sini lebih bersifat rohani, yakni keterasingan dari Allah,

putus atau rusaknya hubungan atau persekutuan manusia dengan Allah.

Dalam pengertian seperti itu, kita dapat memahami pengalaman Yesus yang

paling hebat dan mengerikan ketika dalam karya penyelamatan-Nya Ia

mengalami ditinggalkan oleh Allah, Bapa-Nya. Di atas kayu salib Ia berseru

“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Dengan demikian,

keselamatan yang dikerjakan Allah pada dasarnya adalah restorasi

(pembaharuan, perbaikan) hubungan dengan Allah, suatu pengalaman

hubungan atau persekutuan yang benar dengan Allah.

Sumber: http://evangelistic.blog.com/files/2011/09/SalibKristus.gif

Oleh karena itu, di dalam Yesus Kristus kita yang percaya boleh menyebut Allah

itu Bapa, dalam arti kita memiliki hak untuk menjadi anak-anak Allah,

Page 40: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

31

suatu kualitas hubungan yang intim dengan Allah. Dalam hubungan itu, kita

dapat memahami mengapa Yesus mengajarkan murid-murid-Nya untuk

berdoa dan menyapa Allah itu: Bapa kami. Hidup kekal bukan saja suatu

keabadian, melainkan suatu kualitas hidup yang baru, yakni pengalaman

hubungan yang benar dan intim dengan Allah melalui Yesus Kristus. Paulus

kadang menyebutkan hidup yang demikian sebagai hidup dalam Kristus, hidup

dalam damai sejahtera dengan Allah.

Dalam kaitan dengan penjelasan di atas, dapatlah kita pahami bahwa

keselamatan menurut PB khususnya dalam surat-surat para rasul merupakan

pengalaman yang sudah kita alami pada masa kini, bukan hanya pada masa

yang akan datang sesudah kematian. Merupakan pengalaman masa kini,

karena memang keselamatan atau hidup kekal merupakan suatu kualitas

hidup baru, yakni hidup dalam hubungan dan persekutuan yang benar dengan

Allah. Akan tetapi, keselamatan juga mengandung aspek masa depan, yakni

bahwa penyempurnaan-Nya masih akan terjadi di masa yang akan datang,

ketika Yesus datang kembali untuk menggenapkan dan menyempurnakan

segala sesuatu. Itulah sebabnya keselamatan mengandung aspek

pengharapan juga, meskipun ia telah merupakan pengalaman masa kini.

Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Ef.2:4-9. Pekerjaan Yesus

menunjukkan lebih dari segi rohani saja, karena Yesus memberi makan orang

lapar, menyembuhkan orang sakit, membebaskan orang yang dibelenggu oleh

kuasa jahat, tetapi juga membebaskan mereka yang tertindas dan sebagainya.

Hal ini berarti bahwa keselamatan dalam kekristenan adalah suatu yang

komprehensif atau menyeluruh, sama halnya Injil atau kabar baik adalah kabar

baik yang menyeluruh. Kita harus menolak pembatasan keselamatan hanya

sebagai yang spiritual saja. Ini yang kita sebut despiritualisasi keselamatan.

Bukan berarti bahwa keselamatan tidak mempunyai dimensi spiritual,

melainkan menolak pembatasannya hanya pada dimensi yang spiritual (Baum

1975, 202).

3. Allah Pembaharu Ciptaan-Nya

Pokok kepercayaan mendasar ketiga tentang Allah adalah Allah sebagai

pembaharu ciptaan-Nya yang menyatakan diri dalam Roh Kudus. Banyak

orang menyangka bahwa Allah baru hadir dan bekerja dalam Roh Kudus pada

Perjanjian Baru yakni ketika Roh Kudus dicurahkan pada hari Pentakosta di

Yerusalem. Hal ini tidak benar. Kehadiran maupun tindakan Allah dalam Roh

Kudus telah berlangsung jauh sebelumnya bahkan sejak awal, karena pada

Page 41: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

32

hakikatnya Allah adalah Roh. Pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi

beserta isinya, Allah dalam Roh yang berkarya dalam penciptaan tersebut.

Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Kej.l:7-2:25.

Roh Kudus dalam PL tidak saja dikaitkan dengan penciptaan, tetapi juga

dengan nubuat. Sudah jelas bahwa Roh Allah adalah berbeda dengan roh

manusia, sebab Roh Allah adalah Allah itu sendiri. Dalam PL juga ditekankan

bahwa Roh Allah itu mengilhamkan nubuatan. Ini adalah salah satu tema

utama Alkitab. Allah yang melampaui kita tetapi masuk dalam dunia manusia,

bukanlah dengan maksud untuk menakuti, tetapi justru untuk berkomunikasi.

Roh Allah merupakan suatu kekuatan, namun kekuatan yang dirancang untuk

mengomunikasikan kehendak Allah dan membawa ciptaan kepada hidup yang

sesuai dengan kehendak-Nya. Itulah sebabnya dalam Alkitab sering ada

hubungan yang erat antara Roh Allah dan firman Allah. Roh Allah dan firman

Allah tak dapat dipisahkan. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan

Mzm.33:6 dan 2 Sam. 23:2.

Contoh konkret dari hubungan ini adalah pengalaman Raja Saul. Ketika Saul

menolak firman Allah, konsekuensinya “Roh Allah meninggalkannya. Silakan

Anda mengamati dan menafsirkan 1 Sam. 15:26 dan 16:14. Hubungan ini

sangat penting, dan Gereja sering membuat perbedaan tajam dan karena itu,

kehilangan suatu perspektif alkitabiah yang cukup penting. Memang hubungan

ini sangat kuat di dalam Perjanjian Lama. Bilamana Roh Allah datang kepada

seseorang, Ia mengomunikasikan maksud berita dari Allah. Berita ini dapat saja

mengambil bentuk-bentuk yang misterius. Ia dapat datang melalui mimpi

seperti dalam peristiwa Yusuf yang dimampukan untuk menafsirkan arti

mimpi Firaun melalui Roh Allah yang ada dalam dirinya. Silakan Anda

mengamati dan menafsirkan Kej. 41:38. Ia bisa juga datang melalui

penglihatan. Orang-orang seperti Abraham, Yakub, Yehezkiel, dan Daniel

menangkap maksud Allah melalui suatu penglihatan. Silakan Anda mengamati

dan menafsirkan Kej. 15:1, Kej. 46:2, Yeh. 1:1, Dan. 1:17; 4:5; 7:7.

Akan tetapi, harus disadari bahwa bukan pengalaman misterius yang

menentukan seseorang dapat bernubuat atau tidak, tetapi Allah datang

dengan Roh-Nya yang membuat manusia dimampukan untuk

mengomunikasikan maksud dan firman Allah kepada sesamanya. Hal ini nyata,

misalnya, dalam nabi-nabi yang lebih kemudian seperti Amos, Mikha, Zakaria,

dan lain-lain. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Am. 3:8, Mi.3:5

danZa.7:12. Singkatnya bilamana seseorang bernubuat, itu karena Roh Allah

Page 42: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

33

datang ke atasnya dan mengomunikasikan maksud atau berita dari Allah

melaluinya.

Hal lain yang juga cukup penting kita catat sepanjang itu berkaitan dengan Roh

Allah di dalam PL adalah tentang kepribadian Roh Allah. Di dalam PL, Roh itu

tidak tampak sebagai keberadaan yang Ilahi. Ia lebih dilihat sebagai kehadiran

dan intervensi (pelibatan diri) pribadi Allah. Silakan Anda mengamati dan

menafsirkan Yes. 31:3. Di dalam kata-kata ini, Yesaya bukan

mempertentangkan daging dan roh sebagai bagian luar dan dalam dari

seseorang yang sama. Yang ia lakukan adalah mengelompokkan “daging dan

manusia bersama-sama, dengan Roh dan Allah bersama-sama.” Roh

merupakan realitas (kenyataan) pada pihak Allah yang berbeda dengan pihak

manusia. Apabila Roh Allah hadir di dalam manusia, itu berarti intervensi Allah

sendiri yang Mahakasih dan pribadi. Dalam Yesaya 63, Roh merupakan

ekspresi pribadi dan Allah sendiri. Ia adalah suci, bukan saja merupakan kuasa

Ilahi tetapi sifat moral dari Allah. Ia adalah Allah yang bekerja untuk

kepentingan umat-Nya. Perlu dicatat bagaimana Roh itu disamakan dengan

“lengan” Allah dan yang hendak dikatakan adalah bahwa Roh itu merupakan

aktivitas penyelamatan-Nya. Roh itu adalah kuasa yang personal dan

aktif dari Tuhan Allah.

Walaupun dalam PL kita menjumpai fakta Roh Allah yang berintervensi dalam

kehidupan manusia, baru dalam Perjanjian Barulah dinyatakan fakta tentang

Roh Kudus secara lebih luas oleh para penulisnya. Meskipun dalam Injil- injil

sekalipun sangat sedikit diungkapkan tentang Roh Kudus, kalau diperhatikan

baik, Roh Kudus justru berpusat dalam diri Tuhan Yesus Sang Mesias dan

kemudian juga dicurahkan kepada orang-orang percaya, terutama pada

peristiwa Pentakosta. Mungkin ada baiknya kita bertanya mengapa Yesus pada

suatu ketika mengatakan kepada para murid-Nya: “Adalah lebih berguna bagi

kamu jika Aku pergi. “Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Yoh. 16:7.

Kata-kata ini diucapkan dalam konteks janji pemberian Penolong atau

Penghibur yakni Roh Kudus. Kita tahu bahwa meskipun Yesus adalah Allah

sejati, tetapi Ia juga adalah manusia sejati. Sebagai manusia, Ia terbatas dalam

hal kehadiran-Nya pada satu tempat di suatu saat. Dengan kehadiran atau

kedatangan Roh Kudus, Ia tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu dan

juga dalam pekerjaan-Nya.

Roh Kudus adalah sesungguhnya Roh Allah dan juga Roh Yesus Kristus dan

dengan demikian Ia adalah Allah itu sendiri. Karena memang Allah adalah Roh

adanya. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Yoh. 4:24. Roh Kudus

Page 43: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

34

memiliki semua ciri keilahian sama seperti yang dimiliki oleh Allah, yakni

Mahahadir, Mahatahu, dan Mahakuasa. Silakan Anda mengamati dan

menafsirkan l Kor. 2:10-16; Luk. 1:35; Kis. 1:8. Karena itu, kalau kita

menyembah Allah, sesungguhnya kita menyembah Allah yang menyatakan diri

sebagai Bapa Pencipta, Yesus Penyelamat, dan Roh Kudus Pembaharu dan

Penolong.

Walaupun Roh Kudus tidak dapat kita

batasi pekerjaan-Nya dalam dunia ini,

dalam kesempatan ini kita akan

membatasi pembahasan kita tentang

pekerjaan-Nya di dalam kehidupan

orang beriman dan persekutuan

orang- orang beriman yang kita sebut

Gereja. Memang membatasi peranan

Roh Kudus sebagai Pembaharu dan

Penolong juga tidak tepat, karena Ia

terlibat bersama Bapa dalam karya

Penciptaan dan terlibat bersama

Yesus Kristus dalam karya

Penyelamatan. Akan tetapi, dua

peranan itu sangatlah menonjol dalam Perjanjian Baru. Marilah kita melihat

peranan tersebut secara lebih mendalam.

Bagaimanakah karya Allah di dalam Roh Kudus yang memperbaharui?

Pertama-tama kita harus akui bahwa kita menjadi orang percaya karena karya

pembaharuan-Nya. Sebagai orang berdosa, kita telah mati secara rohani.

Namun oleh pekerjaan Roh Kudus, kita mengalami kelahiran kembali atau

kelahiran baru secara rohani. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Yoh.

3:5-7. Hal ini memungkinkan kita menjadi orang beriman kepada Allah di

dalam Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia. Bandingkan

juga dengan peristiwa Pentakosta setelah khotbah Petrus, ada ribuan orang

menjadi percaya dan dibaptis (Kis. 2).

Pembaharuan itu tidak hanya menyangkut kepercayaan kita, tetapi

menyangkut juga sifat dan tabiat kita. Di dalam Kristus kita menjadi ciptaan

baru. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan 2 Kor.5:17. Sebagai ciptaan

baru, yang lama telah lenyap dan yang baru telah terbit, termasuk sifat atau

watak kita. Itulah sebabnya Paulus menekankan bahwa kalau kita hidup oleh

Roh, kita tidak akan menuruti keinginan daging. Silakan Anda mengamati dan

Sumber: http://rhrenunganhidup.com/holy-

Page 44: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

35

menafsirkan Gal. 5:16. Sebagai ganti perbuatan daging (Gal. 5:19-21), kita

akan menghasilkan buah Roh yakni “kasih, sukacita, damai sejahtera,

kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan

diri” (Gal. 5:22-23). Silakan Anda mengamati diri Anda sendiri buah Roh apa

saja yang telah ada dalam diri Anda! Sifat atau ciri-ciri ini adalah buah atau

karya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Walaupun demikian, kita

harus mengatakan bahwa karya Roh Kudus ini merupakan suatu proses yang

tidak sekali jadi, karena kita masih juga berperang melawan kemanusiaan kita

yang lama yang dikuasai oleh keinginan daging.

Karya pembaharuan Allah tidak saja bagi orang percaya secara individu,

melainkan juga bagi persekutuan orang-orang percaya yang kita namakan

Gereja. Oleh kuasa dan karya Roh Kudus, terbentuklah suatu persekutuan

orang-orang percaya yang tekun dalam persekutuan, bersaksi dan melayani

dalam kasih persaudaraan. Karya pembaharuan Roh Kudus memungkinkan

adanya suatu persekutuan yang baru, yang setia dan tekun melaksanakan

tugas panggilannya untuk bersaksi dan melayani. Silakan Anda mengamati

dan menafsirkan Kis.2:41-47. Jadi, ketekunan mereka dalam persekutuan

mencakup juga dimensi kehidupan rohaniah, yakni untuk berdoa dan

melaksanakan sakramen perjamuan, juga dalam memperdalam pengetahuan

dan pemahaman mereka akan pengajaran para rasul. Mereka juga bertekun

dalam pelayanan kasih kepada sesamanya yang membutuhkan.

Selanjutnya, dalam seluruh Kisah Para Rasul kita membaca bagaimana oleh

pimpinan Roh Kudus, bukan saja para rasul tetapi juga persekutuan orang

percaya bertekun dalam kesaksian mereka, baik melalui kata-kata maupun

perbuatan nyata, sehingga jumlah orang percaya terus bertambah. Dengan

menggambarkan peranan Roh Kudus yang membaharui, baik orang

percaya secara individu maupun secara bersama-sama sebagai gereja, kita

sesungguhnya telah menunjukkan bagaimana Roh Kudus merupakan

penolong yang dijanjikan oleh Yesus Kristus. Roh Kudus menolong kita untuk

membuka mata rohani kita sehingga kita dapat percaya kepada misteri kasih

Allah dalam Yesus Kristus yang menyelamatkan, menolong kita untuk

mengubah sifat-sifat kita sesuai dengan kehendak-Nya, tetapi juga

menolong Gereja untuk setia dan mampu melaksanakan tugas

panggilannya untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani.

Akan tetapi, kita juga dapat berbicara mengenai pertolongan-Nya dalam

bentuk-bentuk yang lain. Misalnya: menghibur di kala duka, memberi kekuatan

di kala menghadapi penganiayaan, menyatakan kebenaran Allah, menolong

Page 45: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

36

kita untuk berdoa dengan benar, dan sebagainya. Silakan Anda mengamati dan

mendaftar pertolongan-Nya yang lain dalam kehidupan Anda! Jadi, ketika kita

berdoa kepada Allah untuk memohon pertolongan-Nya, sesungguhnya kita

mengharapkan pertolongan Allah melalui Roh Kudus.

Pada akhirnya, kita harus menyebut satu hal lagi tentang peranan Roh Kudus

yang membaharui. Setelah kenaikan Yesus ke surga dan kemudian turunlah

Roh Kudus, sesungguhnya sejarah dunia telah memasuki suatu era baru yakni

era Roh Kudus yang mencapai puncaknya ketika Yesus datang untuk kedua

kalinya. Pada saat itulah karya Allah disempurnakan, Ia akan membaharui

segala sesuatu (lih. Why. 21:5-6). Dalam ayat ini, Tuhan mengatakan: “Lihatlah,

Aku menjadikan segala sesuatu baru! ”Kemudian dilanjutkan dengan

mengatakan “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir.” Allah

yang dipercayai oleh umat Kristen, adalah Allah yang sejak awal menjadi

Pencipta segala sesuatu dan memeliharanya tidak saja dengan hukum alam

tetapi dengan intervensi langsung, dan adalah Allah yang sama yang

menyelamatkan dalam Yesus Kristus. Allah ini adalah juga yang membaharui

hidup manusia, baik secara individu maupun bersama-sama sebagai orang

percaya, dan pada akhirnya membaharui segala sesuatu pada akhir sejarah. Ia

akan menghadirkan langit dan bumi yang baru. Ia akan menyempurnakan

pemerintahan-Nya sebagai Raja yang menghadirkan kasih, damai sejahtera,

keadilan, kebebasan, keutuhan, kesamaderajatan, dan lain-lain.

Ada teolog yang mengatakan bahwa “now more than ever it is vital that we

know what we believe, because what we believe determines how we live”

(Donald English 1982). Kalau benar seperti pernyataan ini, bahwa apa yang kita

percayai menentukan bagaimana kita menjalani hidup kita, pertanyaan yang

penting bagi kita bukan hanya apa pandangan Alkitab tentang Allah, melainkan

bagaimana kepercayaan kita kepada Allah menentukan bagaimana kita

menjalani hidup kita secara praktis. Karena itu, pada bagian ini kita akan

menanya atau bertanya secara kritis, apa implikasi kepercayaan kepada Allah

sebagai Pencipta, Penyelamat dan Pembaharu bagi kehidupan praktis sehari-

hari. Silakan Anda menanya secara kritis dan sebebas-bebasnya yang

berkenaan dengan implikasi kepercayaan kepada Allah sebagai Pencipta,

Penyelamat dan Pembaharu ciptaan- Nya.

Page 46: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

37

1. Implikasi Kepercayaan kepada Tuhan sebagai Pencipta

Dalam rangka menanya secara kritis apa implikasi kepercayaan kepada Tuhan

sebagai Pencipta, ada baiknya kita menarik beberapa implikasi dari

kepercayaan terhadap Allah sebagai Pencipta dalam kaitannya dengan

kehidupan kita sebagai orang percaya.

Pertama, bahwa sebagai Pencipta, Allah adalah sumber kehidupan dan

keberadaan kita. Karena itu, hidup kita sepenuhnya bergantung kepada Allah,

dan kita adalah milik Allah Sang Pencipta. Ini berarti juga bahwa Allah berdaulat

atas hidup dan tujuan hidup kita. Hanya Allah yang berhak menentukan untuk

apa kita hidup di dunia, dan kita tak akan menemukan kedamaian sampai kita

menemukan Allah sumber dan tujuan kehidupan kita. Sebagai milik Allah,

adalah kewajiban kita untuk memuliakan Allah dengan hidup kita.

Silakan Anda mengamati dan menafsirkan 1 Kor. 6:20. Coba baca baik-baik

bagian Alkitab ini dan diskusikan apa hubungan kepemilikan Allah atas hidup

kita dengan bagaimana kita menjalani hidup kita. Ajukanlah pertanyaan kritis

Anda yang bisa timbul setelah membaca 1 Kor. 6:20! Jelaskanlah apa

alasan tuntutan seperti itu? Apakah tuntutan seperti itu wajar?

Bagaimana pendapat Anda?

Allah tak hanya berdaulat atas hidup kita tetapi atas tujuan hidup kita. Manusia

adalah makhluk yang mencari tujuan dan makna hidup, dan kita hanya dapat

menemukan tujuan hidup kita dalam Tuhan yang menciptakan kita. Tujuan

hidup kita tak lain adalah untuk memuliakan Allah (lih. Rm. 11:36). Di atas telah

dibahas bahwa agama berfungsi sebagai pemberi identitas, dan identitas

adalah sumber makna. Jadi, kalau kita hendak menemukan apa makna

hidup kita, di dalam Tuhan, pencipta yang berdaulat menentukan tujuan hidup

kita itulah, kita memeroleh makna dan tujuan hidup kita. Hal ini penting ketika

kita membahas masalah karakter nanti. Untuk apa kita hidup berkarakter?

Kedua, pengakuan dan kepercayaan akan kemahakuasaan dan kebesaran

Allah mendorong kita untuk mengagumi kebesaran penciptaan Tuhan. Hal ini

mendorong kita kepada sikap bersyukur dan beribadah kepada Tuhan.

Perasaan kagum, heran dan syukur mendorong kita bukan saja untuk memuji

Tuhan tetapi juga untuk selalu berdoa dan memohon pertolongan-Nya.

Semua ini menjadi dasar dari kehidupan ibadah kita sebagai orang beriman.

Anda bisa mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kritis, mengapa agama

harus memiliki ritus atau ibadah. Kekristenan juga tidak sepi dari ibadah

sebagaimana juga agama-agama yang lain. Apa dasar dan tujuan dari ibadah

kristiani?

Page 47: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

38

Ketiga, karena Allah Pencipta adalah juga pribadi, manusia terpanggil untuk

menjawab penyataan diri Allah dengan memasuki hubungan yang bersifat

pribadi dengan-Nya. Jadi, pengetahuan saja tidak cukup, melainkan

dibutuhkan hubungan pribadi. Hubungan ini dipelihara dan dikembangkan

melalui ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Kita terpanggil bukan saja untuk

mengetahui siapa Dia, melainkan untuk mengenal-Nya dan mengenal dalam

arti alkitabiah berarti masuk dalam hubungan pribadi dengan-Nya (Groome

1980, 141).

Injil Yohanes dan surat-suratnya secara eksplisit menegaskan bahwa “for

John to know the Lord is to love, obey and believe” (lih. 1 Yohanes 4:8).

Coba baca baik-baik bagian Alkitab ini dan tariklah kesimpulan Anda sendiri

apa hubungan mengenal Allah dan mengasihi Allah! Bandingkan juga 1

Yohanes 2:3, dan jelaskan hubungan antara mengenal dan mentaati

perintah-perintah-Nya. Silakan Anda menanya secara kritis berkaitan

dengan mengenal Allah berarti mengasihi, mentaati dan percaya kepada

Allah!

2. Implikasi Kepercayaan kepada Allah sebagai Penyelamat bagi

Kehidupan Praktis

Apa implikasinya bila kita percaya kepada Allah sebagai Sang Penyelamat

dalam Yesus Kristus? Hal ini perlu kita renungkan oleh karena kepercayaan

Kristen sebenarnya bertumpu pada kepercayaan akan Tuhan Yesus dan

mengikutiteladan-Nya.

Sumber: http://www.google.com/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fgodsbreath.

iles.wordpress.com%2F2010%2F05%2Fimage_of_god_love.

Page 48: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

39

Pertama, kepercayaan Kristen kepada Allah tidak terbatas kepada Allah yang

Mahakuasa, Agung, dan Hebat yang wajib kita sembah tetapi juga kepada Allah

sebagai Penyelamat menunjuk kepada hakikat Allah yang adalah kasih.

Allah tidak hanya mengasihi tetapi Ia adalah kasih itu sendiri (lih. 1 Yohanes

4:8b). Bacalah dengan teliti bagian Alkitab 1 Yoh. 4: 7-8 dan bertanyalah

kepada diri sendiri apa implikasinya bila seseorang percaya kepada Allah yang

adalah kasih. Percaya adalah suatu respons manusia, dan percaya kepada

Allah yang adalah kasih berarti merespons kasih Allah dengan jalan mengasihi

Allah melalui kasih kita terhadap sesama manusia. Silakan Anda menanya

secara kritis dan sebebas-bebasnya mengenai Allah adalah kasih!

Kedua, kita percaya kepada Allah yang mengasihi manusia, yang berinisiatif

mencari dan mendatangi manusia. Oleh karena kasih-Nya, yang persuasif

(memberikan dorongan, tidak memaksa), kepercayaan kita merupakan

jawaban terhadap Allah yang mengasihi kita. Jawaban terhadap kasih Allah tak

bisa lain adalah kasih kepada Allah melalui kasih kepada sesama dan alam

ciptaan-Nya. Kita tidak hanya percaya akan Allah yang jauh di sana, tetapi Allah

yang hadir dan dekat dengan manusia, dan manusia dapat memasuki

hubungan yang intim dengan-Nya dalam Kristus yang diberi nama Imanuel

yang berarti Allah beserta kita. Pengalaman inilah yang memungkinkan para

murid dapat bertahan meskipun menghadapi berbagai tantangan dan

kesulitan hidup. Kita perlu menjaga keseimbangan antara gambaran tentang

Allah yang transenden dan Allah yang berada di antara kita dan bersama kita

dalam arti imanensi-Nya. Bila kita hanya menekankan dimensi transendental,

kita bisa teralienasi. Bila kita hanya menekankan imanensi-Nya, kadang bisa

berakibat bahwa Allah sama dengan ciptaan-ciptaan lain.

Ketiga, bila kita mengatakan percaya kepada Allah sebagai Sang Penyelamat

dalam Yesus Kristus, kepercayaan ini harus dipahami bahwa keselamatan

adalah karya Allah, anugerah Allah dan bukan hasil karya manusia yang dicapai

karena prestasinya. Kita boleh mengatakan bahwa dasar keselamatan adalah

anugerah Allah sedangkan saluran keselamatan adalah iman yang

menyelamatkan. Iman bukan semata-mata pengakuan akal kita bahwa Allah

ada dan menyelamatkan, melainkan bahwa kita menerima-Nya sebagai

pengganti kita dalam menanggung hukuman dosa kita. Realisasi (wujud nyata)

keselamatan itu adalah suatu hubungan yang diubahkan dan hidup yang

diperbaharui. Artinya, kita memasuki suatu kualitas hidup baru, hidup dalam

hubungan dan persekutuan yang benar dengan Allah, yang mendapat

ekspresi dalam kedekatan hubungan kita dengan sesama, dan tanggung

Page 49: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

40

jawab memelihara alam semesta. Silakan Anda menanya secara kritis dan

sebebas-bebasnya mengenai Allah Sang Penyelamat dalam Yesus Kristus!

Kekristenan menolak pemisahan antara ibadah kepada Allah melalui ritus-

ritus keagamaan dengan sikap terhadap sesama dalam arti berlaku adil (lih.

Mi. 6: 6-8, Yak. 1:26-27). Bacalah kedua perikop tersebut dengan teliti dan

diskusikan maknanya khususnya hubungan ibadah dengan perbuatan baik:

berlaku adil dan memerhatikan para janda dan yatim piatu! Ajukanlah

pertanyaan-pertanyaan kritis yang timbul setelah membaca Mi. 6:6-8 dan

Yak. 1:26-27!

Ekspresi keselamatan adalah suatu pengalaman penebusan dari hukuman

dosa, penebusan dari hidup tanpa makna ke dalam hidup yang bermakna.

Meskipun Yesus adalah manusia sejati, Ia juga Allah sejati. Karena itu, dalam

ibadah, baik melalui doa, puji-pujian, kita dapat mengarahkannya kepada Allah

Sang Bapa Pencipta, tetapi juga kepada Yesus Sang Anak Penyelamat. Pada

dasarnya, sasaran kita adalah kepada Allah yang satu, yang menyatakan Diri

baik sebagai Bapa Pencipta maupun sebagai Anak Sang Penyelamat.

3. Implikasi Kepercayaan bahwa Allah adalah Pembaharu dalam Roh

Kudus

Apakah implikasinya bila kita percaya kepada Allah yang menyatakan diri

dalam Roh Kudus sebagaimana digambarkan di atas? Ajukanlah pertanyaan-

pertanyaan kritis Anda dari implikasi kepercayaan bahwa Allah adalah

Pembaharu dalam Roh Kudus! Berikut ini kita hanya akan mengemukakan

beberapa implikasi yang cukup penting.

Pertama, kepercayaan kepada Allah yang menyatakan diri dalam Roh Kudus

berarti bahwa manusia percaya kepada kuasa Allah yang tidak dibatasi oleh

ruang dan waktu, dan dapat bekerja dalam diri manusia untuk melakukan

pembaharuan-pembaharuan. Pembaharuan itu dapat mencakup iman atau

kepercayaan seseorang, misalnya, dari tidak percaya menjadi percaya akan

Allah yang Mahakasih dalam Yesus Kristus. Suatu perubahan dan

pembaharuan akan orientasi hidup, prioritas kehidupan dan sebagainya.

Kedua, kuasa Allah melalui Roh Kudus juga dapat memperbaharui orientasi

nilai dan sikap hidup etis seseorang. Sebagai contoh, dari kecenderungan hidup

yang menuruti keinginan daging menuju kepada kecenderungan hidup yang

menuruti Roh Kudus, sehingga menghasilkan buah Roh seperti kasih, damai

sejahtera, sukacita, kesabaran, dan sebagainya (lih. Gal. 5:22-23). Bacalah

dengan teliti ayat tersebut serta bertanyalah pada diri sendiri secara kritis

Page 50: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

41

apa implikasi bila orang percaya bahwa Allah membaharui hidup manusia

melalui Roh Kudus-Nya!

Ketiga, kuasa Allah yang bekerja melalui Roh Kudus dapat membawa

pembaharuan di dalam kehidupan persekutuan orang-orang percaya sehingga

mereka dituntun kepada kebenaran, dan dimungkinkan untuk tekun dan setia

mengemban tugas panggilannya di dunia ini untuk bersekutu, bersaksi, dan

melayani. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Yoh. 16:1 dst.

Keempat, kepercayaan akan karya Allah di dalam Roh Kudus yang akan

memperbaharui segala sesuatu kelak, memberi dasar kepada kehidupan yang

berpengharapan bagi orang-orang percaya. Pengharapan akan

penyempurnaan pemerintahan Allah sebagai Raja, di mana ada nilai-nilai

Kerajaan Allah. Pengharapan ini tidak membuat manusia menjadi pasif

menunggu pembaruan dan penyempurnaan melainkan bertekun untuk

mewujudkan pengharapannya kini dan di sini yang mencakup juga pembaruan

tatanan sosial politik, ekonomi, menjadi lebih adil seperti yang diharapkan,

yakni perjuangan menghadirkan masa depan yang diharapkan dalam

kehidupan kini dan di sini. Inilah yang disebut oleh ahli- ahli sosiologi sebagai

utopia yang konkret, yang tidak hanya tinggal diam mengharapkan apa

diharapkan terjadi begitu saja. Inilah yang disebut utopia yang abstrak oleh

Ernst Bloch (Baum 1975).

Kepercayaan kepada Allah seperti digambarkan di atas, menantang orang

percaya untuk menjalani hidupnya sebagai respons kepada Kerajaan Allah,

yakni respons kepada Allah yang memerintah sebagai Raja. Hal ini akan

menuntun kita kepada dasar-dasar kepercayaan berikutnya, yakni tentang

siapakah manusia?

Pada bagian ini, kita diajak untuk menoleh ke belakang untuk memahami

bagaimana para teolog Kristen menggumuli dan memperdebatkan beberapa

isu sekitar hakikat dan sifat Allah. Tujuannya terutama untuk memahami bahwa

isu- isu yang pada masa kini diperdebatkan itu bukanlah hal baru, dan

memahami bagaimana para pendahulu mencoba memecahkan hal-hal yang

sulit dan rumit.

Ajaran yang paling sulit dimengerti dan dijelaskan adalah ajaran tentang

Trinitas. Suatu ajaran yang sudah menjadi pokok perdebatan sejak awal

Page 51: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

42

kehadiran kekristenan. Sesuatu yang tidak bisa juga dihindari karena memang

Alkitab sebagai dasar kepercayaan Kristen menggambarkan Allah

dengan berbagai cara. Dari aktivitas-Nya kita telah menyebutkan bahwa Allah

mencipta (dalam Allah Bapa), menyelamatkan (dalam Yesus Kristus) dan

membaharui (melalui Roh Kudus-Nya). Hal ni saja sudah menunjukkan nuansa

Trinitas, ketiga macam penyataan diri Allah yang adalah tunggal atau satu.

Menurut Alister E. McGrath “the Trinity is a remarkably difficult area of Christian

Theology” (McGrath 1994, 257). Ia juga mencoba mengemukakan 4 model

pendekatan terhadap isu ini baik yang klasik maupun modern. Yang paling

penting dari pendekatan klasik adalah pendekatan Agustinus sedangkan dari

model modern adalah Karl Barth.

Kita hanya akan membahas dua pendapat yakni Agustinus dan Barth. Silakan

Anda mengumpulkan informasi mengenai kelebihan dan kelemahan

pandangan Agustinus dan Barth dari buku-buku teologi atau sumber belajar

yang lain.

1. Agustinus

Menurut McGrath, “Agustinus mengambil banyak unsur dari konsensus yang

sedang muncul tentang Trinitas (Tritunggal). Hal ini dapat dilihat dalam

penolakannya yang keras atas bentuk subordinasisme apapun (misalnya yang

menganggap Sang Anak dan Roh Kudus sebagai inferior/lebih rendah dari

Sang Bapa di dalam keallahan). Agustinus berpendapat bahwa tindakan dari

ketiga unsurTrinitas harus dipahami di belakang tindakan dari setiap unsur.

Misalnya, manusia diciptakan bukan saja menurut imago dei (gambar Allah)

melainkan juga menurut gambar Trinitas.

Perbedaan penting dibuat antara keallahan yang kekal dari Sang Anak dan Roh,

dan tempatnya dalam urusan keselamatan. Meskipun Sang Anak dan Roh

kelihatannya lebih kemudian dari sang Bapa, penilaian ini hanya berlaku dalam

peranan proses penyelamatan. Dan meskipun Sang Anak dan Roh tampak

lebih rendah terhadap Sang Bapa dalam sejarah, dalam kekekalan semuanya

sederajat.

Menurut McGrath, elemen yang paling khusus dari pendekatan Agustinus

terhadap Tritunggal adalah pemahamannya tentang pribadi dan tempat Roh

Kudus. Menurutnya, Sang anak diidentifikasikan dengan “kebijaksanaan”

(wisdom), dan Roh Kudus dengan “Kasih”. Walaupun ia mengakui bahwa ia tak

memiliki dasar alkitabiah terhadap identifikasi ini; ia menganggap hal itu

sebagai kesimpulan yang masuk akal dari bahan-bahan Alkitab. “Roh

Page 52: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

43

membuat kita tinggal dalam Tuhan dan Tuhan dalam kita.” Identifikasi yang

eksplisit dari Roh sebagai dasar kesatuan dari Allah dan orang-orang

percaya itu penting sebagaimana ia menunjuk kepada ide Agustinus tentang

Roh sebagai pemberi komunitas/persekutuan. Roh adalah karunia ilahi yang

mengikat kita dengan Allah. Karenanya, ada hubungan dalam Allah Tritunggal

tersebut. Singkatnya, Agustinus ingin mengatakan bahwa “Roh Kudus

membuat kita tinggal dalam Allah, dan Allah dalam kita. Tetapi, itu adalah

akibat dari kasih. Karena Roh Kudus adalah Allah yang adalah kasih”.

Salah satu ciri yang paling khas dari pendekatan Agustinus terhadap Trinitas

adalah upaya mengembangkan “analogi-analogi psikologis. ”Ia berpendapat

bahwa dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah telah meninggalkan

jejak yang khas dalam ciptaan-Nya. Jejak itu ada pada manusia sebagai

ciptaan tertinggi. Oleh karena itu, kita perlu berpaling kepada

kemanusiaan dalam upaya kita mencari gambaran tentang Allah.

Agustinus mengambil langkah lebih jauh yang sangat disayangkan oleh

banyak pihak. Atas dasar pandangan dunia yang dipengaruhi oleh Neo-

Platonis, ia kemudian mengatakan bahwa “pikiran (mind) manusia adalah

puncak dari kemanusiaan.” Karena itu, terhadap pikiran manusia individual,

dan ke arah itulah seharusnya para teolog berpaling dalam mencari penjelasan

tentang misteri Tritunggal dalam penciptaan. Individualisme yang radikal dari

pendekatan ini, digabungkan dengan intelektualisme yang nyata, berarti

bahwa ia memilih jalan untuk menemukan Trinitas dalam dunia mental

individu-individu, daripada misalnya dalam hubungan-hubungan personal.

2. Karl Barth

Kini kita beralih ke contoh modern tentang penjelasan dari misteri Trinitas. Karl

Barth mengemukakan pandangannya sebagai reaksi terhadap rivalnya

Schleirmacher. Bagi Schleirmacher, Trinitas adalah kata terakhir yang dapat

diucapkan tentang Allah, sedangkan bagi Barth justru Trinitas adalah kata yang

harus dibicarakan sebelum kita bicara tentang penyataan sebagai suatu

kemungkinan (McGrath 1994, 261).

Intisari dari pendapat Barth bisa kita sajikan dengan lebih sederhana walaupun

sulit dipahami. Kenyataan bahwa penyataan tersebut membutuhkan suatu

penjelasan. Bagi Barth, hal ini mengandung arti bahwa manusia adalah

pasif dalam proses penerimaan penyataan. Proses penyataan dari awal

sampai akhir ada di bawah kekuasaan Allah sebagai Tuhan. Jadi, untuk

terwujud penyataan, Allah harus mampu mengakibatkan penyataan diri

Page 53: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

44

kepada manusia berdosa, walaupun mereka berdosa. Menurut Barth, ada

hubungan yang langsung antara yang menyatakan diri dan penyataan itu. Jika

Allah menyatakan diri sebagai Tuhan, Allah mestinya adalah Tuhan lebih

dahulu dalam dirinya. Penyataan, menurut Barth, adalah pengulangan

(reiteration) pada waktu tertentu tentang apa yang sesungguhnya sudah ada

dalam kekekalan.

Karena itu, ada hubungan yang langsung antara dua hal berikut. Pertama, Allah

yang menyatakan diri. Kedua, penyataan diri sendiri dari Allah. Dalam bahasa

teologi Trinitas hal ini berarti Sang Bapa dinyatakan di dalam sang Anak. Lalu

bagaimana dengan Sang Roh Kudus? Di sinilah kita berhadapan dengan

aspek yang paling sulit dari doktrin Barth tentang Trinitas/Tritunggal: ide

tentang “revealedness” (hal dinyatakan). Terjemahan dari konsep revealedness

adalah sulit. Mungkin harus menggunakan ilustrasi yang tidak dipakai oleh

Barth sendiri. Konsep tadi bisa dijelaskan dengan contoh sebagai berikut.

Bayangkanlah ada dua orang berjalan di luar Yerusalem pada sekitar tahun 30

AD (sesudah Masehi). Mereka melihat tiga orang yang disalibkan, dan mereka

berhenti sejenak untuk memandang ketiga orang itu. Orang pertama

menunjuk kepada sang tersalib yang di tengah, dan berkata: “ada seorang

pelaku kriminal yang sama yang disalibkan.” Namun orang kedua menunjuk

kepada tersalib yang di tengah dan berkata: “ada Anak Allah yang rela mati

untukku.” Jadi, ia mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah penyataan diri

Allah tak ada artinya apa-apa pada dirinya sendiri; harus ada semacam cara

dengan mana Yesus diakui sebagai penyataan diri Allah. Pengakuan akan

penyataan sebagai penyataan yang membentuk “ide revealedness.”

Bagaimanakah pemahaman ini dicapai? Barth sangat jelas dalam hal ini:

kemanusiaan yang berdosa (orang berdosa) tak mampu mencapai

pemahaman itu tanpa bantuan. Barth sama sekali tak memberi peluang bahwa

ada peranan positif manusia dalam menafsirkan penyataan, karena percaya

bahwa hal ini sangat tergantung kepada penyataan ilahi terhadap teori-teori

pengetahuan manusia. Interpretasi penyataan sebagai penyataan haruslah

pada dirinya merupakan karya Allah atau lebih akurat lagi adalah pekerjaan

Roh Kudus. Manusia tidak mempunyai kemampuan mendengar Firman

Tuhan, dan karenanya mendengarkan firman; mendengar dan kapasitas untuk

mendengar adalah pemberian dalam satu tindakan oleh Roh Kudus.

Page 54: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

45

Bagaimanakah Anda mencoba memahami penjelasan dua teolog besar yang mewakili zaman klasik dan modern? Apakah penjelasan mereka dapat dipahami secara tuntas? Dari refleksi kritis Anda, apakah yang dapat Anda simpulkan tentang doktrin Allah Tritunggal? Silakan Anda mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai doktrin Allah Tritunggal dari buku-buku teologi dan sumber belajar yang lain.

Lebih jujur bila kita katakan bahwa kita tak seluruhnya bisa memahami misteri

Tritunggal itu, meskipun sudah ada berbagai upaya dilakukan oleh para teolog

dari dulu sampai sekarang. Bukankah sesungguhnya Allah walau sudah

menyatakan diri tetap saja merupakan misteri yang tak terselami dan tak

tuntas untuk dimengerti.

Bila ada orang percaya kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus

Kristus, menurut Barth hal itu karena dinyatakan oleh Allah sendiri melalui Roh

Kudus karena pada dasarnya manusia berdosa tak mempunyai kemampuan

untuk melakukan hal itu. Segala bentuk penjelasan tentang Tritunggal tak

akan memuaskan rasio manusia apalagi dalam dunia yang sangat

mengagungkan penalaran. Apa yang kita butuhkan adalah iman yang bukan

bertentangan dengan rasio melainkan iman yang melampaui rasio kita. Setiap

orang bukan saja berkewajiban memahami apa yang dipercayai, tetapi itu juga

merupakan hak untuk menjelaskan apa yang dipercayai. Silakan Anda

merumuskan dengan cara sendiri bagaimana ajaran tentang Tritunggal itu

Anda mengerti! Yang jelas: Allah menyatakan diri-Nya secara amat kaya, baik

sebagai Bapa pencipta dan pemelihara, Anak sebagai penyelamat, dan Roh

Kudus sebagai pembaharu, dan semuanya menunjuk kepada Allah yang sama

dan satu.

Fenomena agama dinilai atau diukur dari ibadah atau ritual keagamaan apakah

memadai? Silakan Anda mengemukakan argumen Anda yang menunjukkan

bahwa agama tidak memadai bila hanya bila diukur dari ritual keagamaan.

Bagaimana pemahaman Anda sebagai orang percaya terhadap

kecenderungan pemisahan kedua hal ini?

Cobalah Anda membangun argumen sendiri mengapa pemisaan antara ibadah

agamawi tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari sikap dan tanggung jawab

moral/etis kita baik terhadap sesama, diri sendiri, dan alam ciptaan Tuhan!

Cobalah cari dasar-dasar Alkitab untuk membangun argumen Anda!

Page 55: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

46

Pengalaman keberagamaan adalah sesuatu yang sangat pribadi, meskipun

praktik keberagamaan bisa saja bersifat komunal. Oleh sebab itu, Anda

dipersilakan untuk mengomunikasikan atau mendeskripsikan dengan bahasa

dan kata-kata sendiri mengena kepercayaan kepada Allah sebagai dialami dan

dihayati dalam pengalaman keberagamaan Anda. Silakan mengomunikasikan

beberapa pengalaman keberagamaan Anda kepada rekan-rekan sekelas.

Akan tetapi apa yang dipahami dan dihayati tentang Allah apalagi Allah

Tritunggal bukanlah sesuatu yang mudah untuk dideskripsikan dengan bahasa

dan kata-kata kepada orang lain.

Agama selalu berurusan dengan yang transenden atau dasar keberadaan yang

mutlak. Karena itu, semua agama mempunyai konsepnya sendiri-sendiri

tentang yang transenden atau dasar keberadaan yang mutlak itu. Dalam

kekristenan, yang transenden itu adalah Allah atau Tuhan yang menyatakan

diri secara sangat kaya. Misalnya, Allah Sang Pencipta yang sering disebut Bapa

sebagaimana diajarkan dalam Doa Bapa Kami oleh Tuhan Yesus.

Allah yang kita percayai adalah juga Allah Penyelamat dalam Yesus Kristus.

Rupanya kepercayaan ini mempunyai tempat yang sentral dalam kepercayaan

Kristen. Itulah sebabnya dalam Pengakuan Iman Rasuli, Ia mempunyai tempat

yang utama. Allah Penyelamat menyatakan hakikat-Nya sebagai kasih yang

berkorban, dengan menjelma menjadi manusia untuk dapat menanggung

hukuman dosa manusia. Karena itu, iman sebagai jawaban terhadap kasih

Allah memanggil manusia untuk mengasihi Allah melalui kasih kepada sesama

dan makhluk ciptaan-Nya. Keselamatan yang dikerjakan-Nya pada hakikatnya

membawa manusia kepada hubungan yang baru dengan Allah dan

persekutuan yang benar dengan-Nya, tetapi juga pembebasan dari segala

yang menghalangi kita menghayati kemanusiaan kita secara penuh.

Keselamatan merupakan pengalaman masa kini tetapi juga masa yang

akan datang. Keselamatan juga sangat komprehensif dan holistik artinya

tidak hanya bersifat spiritual, melainkan juga kesejahteraan manusia kini dan

di sini. Berita Injil yang diberitakan tidak hanya untuk keselamatan jiwa tetapi

juga pengalaman hidup yang bebas dari segala bentuk penindasan dan

dominasi. Injil adalah kabar baik yang menyeluruh untuk manusia seutuhnya.

Kita memberitakan Injil yang utuh untuk manusia yang utuh juga. Kita menolak

Page 56: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

47

spiritualisasi keselamatan dalam arti bahwa keselamatan yang dikerjakan

Kristus hanya terbatas pada keselamatan jiwa, maupun pengertian bahwa

keselamatan adalah pengalaman nanti di seberang kematian.

Allah juga menyatakan diri sebagai Roh yang membaharui semua ciptaan dan

juga setiap individu yang percaya agar dapat menjalani hidup kekiniannya

dengan sukacita, damai sejahtera, kasih, keadilan dan sebagainya sebagai

dasar dari karakter kristianinya. Selain itu, janji untuk membaharui semua

ciptaan pada suatu kali kelak menjadi dasar pengharapan yang merupakan

daya penggerak sejarah untuk bekerjakeras mewujudkan apa yang

diharapkan dalam kekinian meskipun tak secara sempurna.

Carilah sejumlah ungkapan dalam Alkitab yang berbeda-beda tentang

bagaimana gambaran yang diberikan tentang Allah! Dari situ buatlah

kesimpulan sendiri tentang bagaimana Anda menyapa Allah dalam doa,

ibadah, dan puji- pujian! Presentasikan di depan kelas!

Page 57: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

48

BAB III MANUSIA MENURUT AJARAN KRISTEN

Pembicaraan tentang manusia adalah hal yang sangat pokok dan

sentral dalam kekristenan karena manusia ada di pusat kehidupan

beragamadan pengambilan keputusan etis. Pembahasan tentang manusia

dari perspektif Kristen dapat menolong kita untuk memahami berbagai aspek

dalam kehidupan beragama, bermasyarakat maupundalam pengembangan

ilmu dan teknologi modern, termasuk berbagai permasalahan yang muncul

dalam kehidupan manusia.

Sumber: http://www.slideshare.net/ijalmustofa/1hakekat-manusia

Pertama-tama harus diakui bahwa pertanyaan “siapakah manusia?” dalam arti

apa hakikatnya “menantang setiap masa atau abad.” Berbagai pihak apakah

dia filsuf, teolog, biolog, maupun sosiolog telah mencoba menjawab

pertanyaan itu dan masing-masing memberikan jawaban yang berbeda. Hal

Page 58: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

49

itu sah-sah saja, karena memang setiap pihak berusaha memberi jawaban dari

perspektifnya masing-masing. Pada dasarnya jawaban terhadap pertanyaan

siapakah manusia akan membawa dampak atau konsekuensi serius bagi

berbagai aspek penting terutama yang berkaitan dengan sikap dan perlakuan

kita terhadap sesama maupun diri sendiri. Misalnya, bila manusia dianggap

sebagai “makhluk ekonomis” yang menghasilkan barang dan jasa, nilai

manusia tergantung pada produktivitasnya. Begitu pula, bila manusia diangap

sebagai makhluk biologis, perhatian utamanya adalah bagaimana memenuhi

kebutuhan-kebutuhan yang bersifat biologis dan kebutuhan-kebutuhan lain

dianggap tidak ada atau tidak penting.

Agama Kristen pun melalui para teolognya sepanjang abad telah juga

memberikan jawaban terhadap pertanyaan tentang hakikat manusia. Ini tidak

berarti bahwa pandangan para teolog Kristen bersifat seragam atau

monolitik. Ada perbedaan-perbedaan misalnya saja tentang arti

sesungguhnya dari ungkapan Alkitab, bahwa manusia diciptakan menurut

gambar Allah (imago Dei).

Pada bab III ini, Anda diharapkan mencapai empat belas tujuan

pembelajaran. Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah (i)

bersyukur kepada Tuhan yang telah mencipta, menyelamatkan, memelihara

dan membarui ciptaan-Nya; (ii) bersikap rendah hati dan bergantung kepada

Tuhan yang diwujudkan antara lain dalam ibadah yang teratur; (iii)

menumbuhkembangkan sikap sabar, tangguh dan pembawa damai; (iv)

menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam kepelbagaian agama,

suku dan budaya;(v) bersikap peduli terhadap sesama manusia; (vi) bersikap

jujur dan adil dalam kehidupan bermasyarakat; (vii) menganalisis ajaran

Alkitab tentang manusia sebagai ciptaan Imago Dei dan makhluk religius; (viii)

menganalisis ajaran Alkitab tentang manusia sebagai makhluk sosial,

rasional dan berbudaya; (ix) menerangkan dengan contoh bahwa manusia

adalah makhluk etis/moral berdasarkan ajaran Alkitab; (x) menganalisis arti

dosa baik personal dan sosial berdasarkan ajaran Kristen; (xi) menalar hasil

penelaahan ajaran Alkitab tentang manusia sebagai ciptaan Imago Dei dan

makhluk religius; (xii) menyajikan hasil penelaahan ajaran Alkitab tentang

manusia sebagai makhluk sosial, rasional dan berbudaya; (xiii)

menggunakan hasil penelaahan ajaran Alkitab tentang manusia sebagai

makhluk etis/moral; dan (xiv) mengkreasi peta konseptual dan/atau

operasional tentang dimensi dosa yang bersifat personal dan sosial menurut

ajaran Alkitab.

Page 59: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

50

Sebelum kita membahas beberapa aspek penting dari hakikat manusia

berdasarkan kesaksian Alkitab, ada baiknya kita melihat beberapa pernyataan

modern tentang siapakah manusia itu. Silakan Anda mengamati beberapa

pandangan filsuf abad ke-20 tentang manusia dari buku-buku filsafat dan

sumber belajar yang lain! Hal ini penting karena karena kita hidup dalam

konteks kemodernan dan pandangan-pandangan yang berkembang

sedikit banyak memengaruhi pandangan kepercayaan. Kita hanya akan

melihat beberapa saja yang relevan. McDonald dalam bukunya The

Christian View of Man menyebutkan beberapa pemikiran modern yang

penting yang relevan dengan pengkajian kita (McDonald 1981, 115). Berbagai

pandangan yang relevan adalah sebagai berikut:

1. Manusia Komunis

Filsafat sosial dan politis komunis bersumber dari teori antropologis Karl Marx

(1818-1883). Pemahamannya mengenai hakikat manusia, menempatkan

manusia pada pusat kepentingannya, dan karena itu berpendapat bahwa

karena manusia adalah ciptaan dirinya sendiri, hanya manusia yang dapat

menjawab kepada dirinya sendiri, dan mampu dengan upaya sendiri

menemukan tujuannya dengan kebebasan yang absolut. Marx juga

menerima pendapat Ludwig Feuerbach bahwa “Allah orang Kristen hanya

suatu refleksi fantastis, suatu gambaran dalam cermin dari dirinya sendiri.”

Karena itu Marx percaya bahwa Allah adalah khayalan atau pemenuhan

kebutuhan manusia. Hanya dengan membersihkan diri sendiri dari pengertian

suatu hubungan dengan Allah, manusia mampu mengaktualisasikan dan

menjadi diri yang sesungguhnya. Silakan Anda mengamati dan menilai

pandangan Marx yang menyatakan manusia adalah ciptaan dirinya sendiri.

Ada tiga ciri dari antropologi Marxist. Pertama, manusia sebagai suatu produk

alami (natural): karena tiada Tuhan, ditolak juga pendapat bahwa manusia

adalah ciptaan yang khusus. Alternatif cerita asal kehidupan manusia ialah

hipotesis Darwin mengenai evolusi. Satu-satunya fakta adalah dunia materiil

yang dipersepsi oleh indra. Karena itu, pikiran adalah hasil produksi dari hal-

hal kebendaan, dan karenanya manusia adalah “a lump of thinking matter”

yang artinya bahwa manusia sekadar bongkahan bahan yang berpikir. Secara

esensial manusia adalah satu dengan alam. Dalam proses evolusi, manusia

tiba pada titik saat ia membedakan dirinya dari dunia binatang karena manusia

memiliki kemampuan membuat peralatan dan menggunakannya sebagai

Page 60: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

51

organ tambahan untuk menguasai alam. Manusia dalam proses sampai pada

suatu titik saat mereka bisa mengatakan sesuatu satu terhadap yang lainnya.

Manusia tiba pada eksistensi sebagai makhluk sosial tergantung pada kerja

sosialnya. Silakan Anda mengamati dan menilai pandangan Marx yang

menyatakan manusia adalah “a lump of thinking matter”!

Kedua, manusia sebagai ciptaannya sendiri yang bekerja. Dalam istilah Marx,

manusia adalah “homo faber” (pembuat). Hakikatnya adalah untuk bekerja dan

menjadi pencipta. Manusia berkembang ketika ia mengubah tatanan alam

dalam kerjasama yang harmonis dengan spesies-spesies lainnya. Jadi bagi

Marx, kerja dianggap otonomi. Manusia adalah pekerja, dan karena itu, nilai

manusia juga tergantung pada produktivitasnya. Silakan Anda mengamati

dan menilai pandangan Marx yang menyatakan bahwa manusia adalah

“homo faber”!

Ketiga, manusia sebagai unit yang teralienasi. Ide alienasi adalah tema yang

terulang sejak Hegel dan filsafat pasca Hegelian, dan juga mempunyai

tempat yang sentral dalam antropologi masa kini. Bagi Marx, alienasi adalah

kategori kunci, dan ia menjelaskan hal itu dalam istilah sosio-ekonomis.

Yang menyebabkan manusia teralienasi adalah sistem hubungan dan nilai-

nilai kapitalis. Manusia menderita berbagai macam alienasi: dari hasil

produksinya sendiri, dirinya sendiri, dan dari sesamanya. Yang paling tragis

adalah alienasi dengan diri sendiri, yang membuat manusia menjadi tak

manusiawi secara total. Silakan Anda mengamati dan menilai pandangan Marx

yang menyatakan bahwa manusia sebagai unit yang teralienasi!

2. Manusia Humanis

Tak ada pola tunggal pemikiran humanis. Ia bisa mencakup eksistensialis,

ilmiah, positivisme, liberal atau popular yang kadang-kadang saling

bertentangan satu sama lain Dalam pengertian yang luas, humanisme

berpusat pada realitas manusia yang memberi manusia semua kepentingan

dan inspirasinya yang memadai/cukup. Semua humanis percaya bahwa

manusia adalah bentuk eksistensi yang paling tinggi dan, karenanya, adalah

satu-satunya objek yang pantas disembah dan dilayani. Humanisme adalah

suatu pengakuan akan rasa percaya kepada hakikat manusia yang menolak

ide tentang Allah sebagai hal yang perlu karena manusia bisa membentuk

kembali dirinya sendiri.

Amati dan bandingkanlah kedua pandangan tentang manusia di atas, manakah

yang lebih mengagungkan manusia, pandangan Marxisme atau humanisme?

Page 61: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

52

Diskusikan dan sesudah itu bandingkanlah dengan pandangan yang

bersumber dari Alkitab! Amatilah di manakah posisi Tuhan dalam pemahaman

kedua pandangan di atas dalam hubungannya dengan hakikat manusia?

Ada anggapan bahwa hanya dalam relasi dengan Tuhan manusia

memahami hakikat kemanusiaannya dan menemukan arti serta tujuan

hidupnya. Seberapa benar pernyataan itu? Cobalah ajukan beberapa

pertanyaan kritis lainnya yang berkenaan dengan hakikat manusia! Pada

bagian berikut, kita akan membahas beberapa aspek mendasar dari kesaksian

Alkitab tentang hakikat manusia menurut pandangan Kristen.

1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah (lih Kej. 1 dan Kej. 2)

Bacalah dengan teliti cerita penciptaan manusia baik dalam Kejadian

pasal 1 maupun2! Ajukanlah beberapa pertanyaan kritis setelah

membaca Kejadian pasal 1 dan 2. Bandingkanlah pemahaman Anda

dari bacaan tersebut dengan uraian berikut ini!

Fakta yang pertama dari kesaksian Alkitab tentang manusia adalah bahwa

manusia makhluk ciptaan Allah. Hal ini perlu ditegaskan untuk menolak

anggapan bahwa semua hal, termasuk manusia, terjadi dalam proses evolusi,

dan karenanya sulit untuk memberi landasan mengapa manusia adalah

makhluk pencari makna. Sebagai makhluk, ia tetap makhluk dan tidak pernah

menjadi sama dengan khaliknya. Apa implikasi kemakhlukan manusia?

Sebagai makhluk, pertama-tama, ia tergantung kepada Allah khalik dan

sumber kehidupannya. Sebagai khalik, Allah berdaulat atas hidup dan tujuan

hidup manusia. Karena itu, manusia yang menerima kemakhlukkannya akan

menerima kedaulatan Allah atas hidup dan tujuan hidupnya. Itulah sebabnya

secara hakiki, manusia selalu mendambakan relasi dengan-Nya. Sebagai

makhluk, manusia bukan saja tergantung kepada Allah sebagai sumber hidup,

tetapi bahwa Allah berdaulat atas hidup dan tujuan hidup manusia.

Alkitab menggambarkan hubungan manusia dengan Allah pencipta-Nya,

sebagai tanah liat di tangan penjunan. Allah berhak dan berdaulat untuk tujuan

apa benda-benda atau peralatan tanah liat yang dibuat-Nya. Demikianlah

manusia di tangan Allah pencipta, tujuan hidupnya ditentukan oleh khalik-Nya.

Agustinus, seorang teolog terkenal mengatakan bahwa “jiwaku gelisah

sampai aku menemukan kedamaian dalam Tuhan.” Ketika manusia menolak

Page 62: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

53

kemakhlukkannya dan penciptaannya oleh Allah, tidak ada alasan apa pun

untuk mencarimakna hidup ini di luar diri sendiri atau masyarakatnya.

Dalam hal ini Marx konsisten, karena ia menolak keberadaan Allah Pencipta, ia

juga menolak mencari makna dan hakikat manusia di luar diri manusia itu

sendiri.

Sebagaimana disampaikan pembahasan tentang penciptaan alam semesta

dan segala isinya, Alkitab menolak teori evolusi sebagai teori asal usul,

termasuk asal usul manusia, yang sejak awal manusia berbeda secara hakiki

dengan ciptaan Tuhan yang lain. Manusia tidak berasal dari kera! Manusia

bagaimanapun tetap ciptaan dan tak bisa menyamai penciptanya meskipun

dengan daya rasionalitas yang luar biasa apapun. Yang diciptakan tidak akan

menyamai pencipta, yang mencipta dari yang tidak ada menjadi ada (creatio ex

nihilo).

2. Manusia diciptakan menurut Gambar Allah (Imago Dei)

Salah satu aspek hakikat manusia berdasarkan ajaran Alkitab adalah bahwa

manusia diciptakan menurut gambar Allah. Gambar Allah inilah yang dikenal

dengan istilah “Imago Dei.”

Tradisi Kristen yang mendasarkan dirinya pada cerita Alkitab dalamKejadian 1,

telah menafsirkan makna kesegambaran manusia dengan Allah dengan

bermacam-macam arti. Hal ini bisa juga diartikan secara salah, seolah- olah

manusia mirip dengan Allah. Sebagai makhluk yang diciptakan, manusia akan

ALLAH

Manusia

Imagodei SosialRasional/Ber

budayaEtis

Page 63: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

54

tetap berbeda dengan Allah Sang Pencipta. Sudah ada banyak arti diberikan

kepada konsep ini, antara lain sebagai wakil Allah di dunia, dalam arti

pelaksana atau mandataris Allah untuk tugas kebudayaan. Akan tetapi, tugas

mandataris menunjuk kepada relasi manusia dengan ciptaan yang lain serta

alam semesta ini. Pada zaman bapa-bapa Gereja ide ini ditafsirkan sebagai

kemampuan rasional manusia yang membedakannya dengan makhluk-

makhluk yang lain. Ada juga yang mengartikan kesegambaran itu sebagai

kemiripan dalam sifat-sifat Allah.

Dari berbagai arti yang ditawarkan oleh para ahli, arti yang paling mendasar

yakni: potensi/kemampuan manusia untuk berhubungan atau merespons

Allah, dan dalam arti ini manusia adalah makhluk religius. Manusia diciptakan

sebagai gambar Allah berarti manusia diciptakan sedemikian rupa untuk

menjadi pihak lain yang diajak komunikasi oleh Allah (Allah menyatakan diri

dan kehendak-Nya serta menuntut responsnya). Kenyataan bahwa Alkitab

menyatakan bahwa Allah berfirman/memberi perintah kepada manusia

adalah bukti bahwa manusia dengan satu dan lain cara dapat menyatakan

hubungannya dengan Allah. Penciptaan manusia sebagai gambar Allah

memungkinkan terjadinya sesuatu antara Allah dan manusia, yaitu makhluk

yang berhubungan dengan Allah dan kepada siapa Ia berfirman. Silakan Anda

mengamati dan menafsirkan Kej. 1:27! Lalu, Anda diberi kesempatan untuk

bertanya secara kritis setelah membaca Kej. 1:27

Implikasinya bagi tanggung jawab

manusia adalah bahwa manusia

selalu mendambakan relasinya

dengan Allah atau yang dianggap

Allah. Inilah yang kita sebut orientasi

religius manusia yang

memungkinkan fenomena agama

selalu hadir dalam sejarah umat

manusia: fenomena agama selalu

hadir dalam kehidupan manusia dari

dulu hingga sekarang. Fenomena

agama bisa mengalami

kemerosotan, namun kesadaran

religius manusia dalam arti

kesadaran akan adanya suatu kodrat Ilahi di atas manusia yang penuh dengan

misteri yang tidak dapat secara tuntas diselidiki dan dipahami oleh manusia.

Sumber:

http://metouganda.blogspot.com/

Page 64: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

55

Kesadaran akan adanya kodrat Ilahi di atas manusia dan tak terbatas ini,

mendorong manusia untuk selalu kagum, takjub, dan rendah hati, yang

mendorong manusia untuk beribadah kepada-Nya.

Potensi ini dapat mengarah kepada yang positif yakni merespons dengan

percaya kepada Allah atau yang dianggap Allah, namun juga bisa mengarah

kepada yang negatif yakni penolakan dan penyangkalan akan eksistensi Allah

dengan segala konsekuensinya. Potensi ini sebagaimana potensi yang lain

perlu dipupuk, diarahkan serta dikembangkan agar dimanifestasikan secara

bertanggung jawab dan menuju kepada pertumbuhan yang sehat.

Kecenderungan untuk terus berorientasi kepada kodrat Ilahi di atas dirinya

itulah yang disebut “dimensi religius” dari manusia yang menjadikan manusia

makhluk religius. Jadi, ada kaitan erat antara manusia yang diciptakan

menurut gambar Allah dengan potensi religius/kesadaran religius yang

membuatnya sebagai makhluk religius. Silakan Anda menanya secara kritis

yang berkenaan dengan adanya kaitan erat antara manusia yang diciptakan

menurut gambar Allah dengan potensi religius/kesadaran religius yang

membuatnya sebagai makhluk religius!

3. Manusia sebagai Makhluk Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial menunjuk kepada kenyataan bahwa manusia

adalah tidak sendirian dan selalu dalam keterhubungan dengan orang lain dan

berorientasi kepada sesama (Kej.2:18). Perdebatan mengenai hakikat manusia

dalam dimensi individual dan kolektif telah berjalan lama yang menghasilkan

dua ideologi besar yang memengaruhi sistem kemasyarakatan, politik, dan

ekonomi dari penganutnya. Negara-negara dunia pertama yang sangat

mengagungkan dimensi individual dengan memperjuangkan kemerdekaan

dan kebebasan individu telah melahirkan sistem masyarakat dan ekonomi

yang kapitalis dengan ideologi pasar bebasnya. Ideologi ini berpendapat

bilamana manusia diberi kebebasan, manusia akan bekerja keras untuk

menjadi efisien, dan kalau semua bekerja efisien, semua akan maju. Jadi, pasar

bebas pada akhirnya akan memajukan semua. Benarkah? Atau dengan

ideologi ini jurang antara yang kaya dan miskin semakin menjadi lebar?

Manakah yang benar? Ajukanlah beberapa pertanyaan kritis yang berkenaan

dengan kebebasan individu telah melahirkan sistem masyarakat dan ekonomi

yang kapitalis.

Demikian juga pihak yang sangat mengagungkan dan menomorsatukan

dimensi sosial dari kemanusiaan telah melahirkan sistem kemasyarakatan

Page 65: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

56

yang dikenal dengan sosialisme. Pada sistem ini hak-hak dan kebebasan

individu harus tunduk kepada kepentingan kelompok atau masyarakat.

Persaingan ideologis seperti ini telah terjadi dan dikenal dengan perang dingin.

Meskipun perang dingin itu kini telah berakhir dan kelihatannya sistem

kemasyarakatan dan ekonomi kapitalis tampak unggul, hal ini tidak berarti

bahwa pemutlakan dimensi individual manusia adalah suatu kebenaran

yang didukung oleh kekristenan. Bagaimanakah sesungguhnya sikap

Kristen yang bertanggung jawab dalam hal ini? Ajukanlah beberapa

pertanyaan kritis yang berkenaan dengan dampak mengagungkan dan

menomorsatukan dimensi sosial dari kemanusiaan telah melahirkan

sosialisme.

Teologi Kristen yang banyak berkembang di Barat tempat dimensi individu itu

sangat diunggulkan. Kita harus mengkritik terhadap segala bentuk privatisasi

ajaran Kristen yang fundamental seperti: privatisasi dosa dan keselamatan

maupun pemahaman diri yang sangat individualistik (Baum 1975, 196). Pada

Kitab Kejadian 2 dinyatakan bahwa tak baik kalau manusia itu sendiri, oleh

karena itu Allah menciptakan penolong yang sepadan. Hal ini tidak hanya

terbatas pada manusia jenis kelamin yang lain, tetapi juga bahwa manusia

sendirian adalah tidak baik. Allah menghendaki manusia hidup dengan

sesamanya.

Manusia sebagai Mahluk Sosial Sumber: http://aabied.wordpress.com/2010/10/14/hakikat-manusia/

Manusia

Dorongan untuk

membutuhkan

Dorongan untuk belajar

Dorongan untuk

berinteraksi sosial

REAKSI ATAS PENILAIAN

ORANG LAIN

Page 66: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

57

Ada ahli teologi bahkan yang mengatakan bahwa hanya dalam hubungan

dengan orang lain kita memahami dan menemukan hakika tkita sebagai

manusia. Hal ini membawa implikasi bahwa manusia selamanya dan selalu

berorientasi kepada sesamanya. Manusia tak tahan dalam kesendirian.

Orientasi kepada sesama juga menyebabkan lahirnya berbagai pranata dan

lembaga sosial (misalnya keluarga, komunitas darilokal sampai internasional,

maupun pranata politik, ekonomi, dan lain-lain). Dengan kata lain, lahirnya

berbagai pranata sosial merupakan konsekuensi logis dari penciptaan manusia

sebagai makhluk sosial. Orientasi kepada sesama manusia juga turut berperan

dalam berbagai tindakan religius dan pertimbangan serta pengambilan

keputusan etis. Itulah sebabnya orang tidak bisa beragama sendiri. Agama

selalu merupakan fenomena sosial, walaupun hubungan seseorang dengan

Tuhan, atau yang dianggap Tuhan sangat bersifat pribadi.

Inilah yang melahirkan komunitas iman: seperti Islam, Kristen, Hindu, Buddha

dll. Beragama tak bisa lepas dari komunitas, karena tak mungkin beragama

secara sendiri. Agama selalu punya dimensi sosial atau komunitas. Hal ini

sehat sejauh komunitas-komunitas dengan identitas agamawi yang berbeda-

beda tersebut tidak membangun tembok-tembok pemisah apalagi prasangka

dalam hubungan antarmereka.

Kita harus berhati-hati dengan pandangan yang memutlakkan dan

mengunggulkan dimensi sosial serta meremehkan dimensi individu, dan

karenanya jatuh ke dalam kolektivisme. Sebaliknya, ada juga pendapat yang

begitu mengutamakan dimensi individu di atas dimensi sosial, dan karenanya

jatuh ke dalam individualisme. Sikap yang lebih bertanggung jawab adalah

bahwa kita adalah individu dalam kolektivitas, ada keseimbangan antara

dimensi individu dan kolektivitas manusia. Individu tidak boleh dikorbankan

demi kolektivitas, sebaliknya kolektivitas tidak bisa diabaikan demi

individualitas. Kita dipanggil untuk percaya secara individu, namun kita juga

terpanggil untuk menjadi orang percaya dalam kolektivitas yang kita sebut

Gereja. Kita perlu memerhatikan pertumbuhan dan kepentingan individu,

sebaliknya kita juga bertanggung jawab untuk pertumbuhan bersama-sama.

Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Efesus 4:11-16, setelah itu,

ajukanlah beberapa pertanyaan kritis yang timbul.

Page 67: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

58

4. Manusia sebagai Makhluk Rasional dan Berbudaya

Allah (menurut Alkitab) memberi perintah kepada manusia untuk memerintah,

menaklukkan serta memelihara alam semesta., menunjukkan adanya

hubungan yang tidak terpisahkan antara manusia dengan alam semesta ini.

Inilah yang biasanya disebut sebagai tugas kemandatarisan manusia

(manusia sebagai mandataris Allah) dalam arti pelaksana dan wakil Allah

dalam memerintah dan memelihara alam semesta ini. Jadi, berbudaya adalah

perintah atau mandat yang kita sebut dengan mandat kebudayaan. Mandat itu

hanya bisa dilaksanakan karena Tuhan memperlengkapi manusia dengan

potensi rasional (kemampuan rasional) yang menjadi salah satu ciri khas

manusia dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang lain, bahkan dengan

binatang paling cerdas sekalipun. Konsisten dengan tugas sebagai mandataris

Allah, manusia diperlengkapi oleh Allah dengan potensi rasional dan karena itu

dapat berbudaya. Ini juga salah satu keunikan manusia yang membedakan

manusia dengan ciptaan yang lain. Bahwa rasionalitas adalah keunikan

manusia ternyata dalam fakta bahwa kebudayaan manusia (dalam arti yang

sempit) sebagaibuah rasionalitasnya mengalami perkembangan maju, dan

perkembangan itu telah membawa kita pada apa yang dikenal dengan zaman

ilmu dan teknologi modern (lih. Kej. 1:16-18; Kej. 2:15). Dengan kata lain,

kemajuan manusia yang membawa manusia kepada abad ilmu dan teknologi

modern adalah konsekuensi logis dari rasionalitas manusia (penciptaan

manusia sebagai makhluk rasional), dan itu sesuai dengan kehendak Tuhan.

Hanya saja perlu dipertanyakan, untuk apa dan untuk siapa kemajuan kita

dalam bidang ilmu dan teknologi modern. Di sinilah berbagai macam isu etis

modern muncul yang membutuhkan pemikiran dan pergumulan yang serius.

Potensi akal ini sangat mengagumkan sehingga manusia bukan saja dapat

menciptakan teknologi modern, tetapi bahkan dapat memecahkan rahasia

yang selama ini belum terpecahkan termasuk bepergian ke planet yang lain.

Potensi ini juga sangat mengerikan, dan kita telah menyaksikan bahwa potensi

akal manusia yang luar biasa dapat menciptakan persenjataan modern dan

canggih yang cukup untuk menghancurkan planet bumi kita. Masih ingatkah

Anda akan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki? Apa

dampaknya? Dapatkah dibayangkan bahwa dahsyatnya potensi rasional

manusia itu bisa sangat positif dan bisa juga sangat negatif.

Dalam kekristenan, kita mengenal “Hukum Kasih” yakni yang kita sebut

“Hukum Utama.” Dalam hukum utama Tuhan Yesus menuntut agar

kita “mengasihi Allah dengan segenap hati, dan dengan segenap jiwa, dan

Page 68: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

59

dengan segenap akal budi” (lih. Mat.22:37-38). Jadi, potensi rasional manusia

dengan segala produk dan hasilnya, perlu dipakai untuk mengasihi Allah juga.

Tanpa itu, kita akan berulang kali menyaksikan pemusnahan umat manusia

dan peradabannya seperti dalam pemboman Hiroshima dan Nagasaki pada

waktu yang lalu.

5. Manusia sebagai Makhluk Etis

Secara klasik, Alkitab menggambarkan bahwa manusia diberi “hukum”

(nomos) oleh Allah dalam bentuk larangan memakan buah pohon

pengetahuan hal yang baik dan jahat. Silakan Anda mengamati dan

menafsirkanKej. 2:17. Setelah itu, ajukanlah beberapa pertanyaan kritis yang

timbul. Nomos ini menempatkan manusia pada persimpangan jalan ketika ia

dapat memilih di antara dua alternatif. Dua alternatif itu adalah ketaatan atau

pelanggaran terhadap nomos (dapat juga berarti berbuat yang baik atau jahat).

Kesempatan untuk memilih ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai

kebebasan untuk memilih dari dua alternatif yang diperhadapkan kepadanya.

Dengan kata lain, manusia tidak secara determinatif harus memilih salah

satunya. Memang ada pandangan yang mengatakan bahwa manusia tidak bisa

berbuat lain kecuali mengikuti nalurinya. Ajaran Kristen mengedepankan

adanya pilihan yang bebas, dan hanya karena adanya pilihan bebas itulah

manusia tidak saja bertanggung jawab atas pilihannya tetapi juga diminta

mempertanggungjawabkan pilihannya itu. Sebab tanpa pilihan bebas,

manusia tidak dapat dituntut untuk bertanggung jawab. Kesadaran untuk

membedakan yang baik dan yang jahat menunjuk kepada hakikat manusia

sebagai makhluk etis. Ajukanlah beberapa pertanyaan kritis Anda yang

berkenaan dengan manusia sebagai makhluk etis!

Bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk etis berarti manusia mempunyai

kesadaran etis: kesadaran untuk membedakan mana yang baik dari yang

buruk, yang benar dari yang salah, dan yang bertanggung jawab dari yang

sebaliknya. Manusia tidak hanya dilengkapi dengan kesadaran etis, tetapi juga

dilengkapi dengan kebebasan untuk memilih dari alternatif baik dan buruk,

benar dan salah, bertanggung jawab dan tidak bertanggung jawab. Hanya

apabila manusia mempunyai kebebasan etis (memilih secara etis), manusia

dapat dituntut pertanggungjawaban etis. Dengan demikian, kita dapat

mengatakan bahwa manusia adalah makhluk etis dalam arti sebagai berikut.

Pertama, manusia mempunyai kesadaran etis yakni kesadaran untuk

membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang

Page 69: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

60

bertanggung jawab dan yang tidak bertanggung jawab. Kedua, manusia

mempunyai kebebasan etis yakni memilih secara bebas dari alternatif di atas.

Ketiga, manusia mempunyai pertanggungjawaban etis, yakni bertanggung

jawab atas pilihannya.

Sumber: http://www.dreamstime.com/royalty-free- stock-images-wrong-right-ethical-question-

Untuk sementara kita dapat menarik beberapa simpulan dari uraian tersebut.

Dari deskripsi tentang hakikat manusia di atas, kita dapat memahami mengapa

Kitab Kejadian 1:31 mengatakan “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-

Nya itu, sungguh amat baik….” Dari deskripsi tersebut kita juga dapat menarik

simpulan bahwa pada dasarnya manusia ditempatkan oleh Allah dalam

hubungan multidimensional (hubungan yang berdimensi banyak): yaitu

dengan Allah, sesama manusia, diri sendiri, dan dengan alam semesta. Karena

manusia juga adalah makhluk etis, setiap dimensi hubungan itu mempunyai

konsekuensi dan tanggung jawab etis. Ada tuntutan dan tanggung jawab etis

manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama, diri sendiri, dan alam

semesta. Dari sini, kita mencoba menarik suatu “ultimate principle” yang

berhubungan dengan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam merangkum

berbagai hukum dan kebajikan dalam suatu prinsip pokok: “Kasihilah Tuhan,

Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan

segenap akal budimu ... Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”

(Mat.22:37, 39b). Dengan memerhatikan ajaran Tuhan Yesus seperti tertulis

dalam kitab-kitab Injil dan ajaran para rasul, kita dapat juga merumuskan

Page 70: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

61

kedua hukum kasih dengan satu hukum saja: kasih kepada Allah melalui kasih

kita kepada sesama dan alam ciptaan Tuhan. Tuhan Yesus mengidentifikasikan

dirinya dengan mereka yang menderita, telanjang, sakit dan dalam penjara (lih.

Mat. 25:31-46). Rasul Yohanes malah mengatakan bahwa mereka yang

mengatakan mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya (sesamanya)

adalah suatu kebohongan (lih. 1 Yoh. 4:20). Dalam Perjanjian Lama, Nabi Mikha

mengecam ibadah kepada Tuhan yang tak disertai dengan berlaku adil

terhadap sesama manusia. Silakan Anda mengamati dan menafsirkan Mikha

6:1-8. Setelah itu, ajukanlah beberapa pertanyaan kritis yang muncul!

Kita hidup dalam suatu dunia yang penuh dengan kontradiksi. Bagaimana

mungkin dunia dan manusia yang digambarkan begitu luar biasa di atas,

ternyata dalam kenyataan hidup kini penuh dengan peperangan,

kekerasan, yang dimotivasi oleh keserakahan, pementingan diri, dan

kebencian? Hal ini membawa kita kepada pokok antropologi lain yakni bahwa

manusia, menurut kesaksian Alkitab adalah makhluk berdosa.

Yang dimaksudkan paradoks adalah pada satu sisi penciptaan manusia

sebagai makhluk religius, sosial, rasional dan berbudaya serta etis

menunjukkan sisi keagungan manusia dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan

Tuhan yang lain. Kitab Kej. 1:31 mengatakan: “maka Allah melihat segala

sesuatu yang dijadikan- Nya itu, sungguh amat baik.” Pada sisi yang lain, kita

juga belajar atau menyaksikan dan bahkan mengalami sendiri sisi-sisi kelam

dari kehidupan manusia. Berapa perang yang terjadi karena alasan agama atau

ideologi? Berapa banyak koruptor di tanah air ini yang tega memperkaya diri

dan membuat orang lain menderita? Berapa banyak orang tamak yang hanya

menumpuk kekayaan sendiri kalau perlu dengan eksploitasi orang lain atau

alamini? Apakah kata-kata Mahatma Gandi masih mempunyai arti: “the earth

provides enough for everybody’s need but not for everybody’s greed.” Kita

umumnya tahu juga apa yang baik yang seharusnya kita lakukan tetapi kita

tidak berdaya melakukannya bahkan yang sebaliknya yang kita lakukan (lih.

Rm 7: 21-24). Inilah paradoks kehidupan manusia. Lalu bagaimana

menjelaskannya? untuk membedakan yang baik dari yang jahat, yang benar

dari yang salah, serta memiliki kebebasan untuk memilih melakukan yang baik

atau yang jahat. Hal-hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang bersifat

netral dan terdapat pada pengalaman manusia. Semua yang diuraikan di atas

menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang mulia dan baik. Lebih dari

Page 71: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

62

itu, manusia juga mempunyai kemajuan yang mengagumkan dalam bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mempermudah hidup manusia,

dan menjadikan hidupnya lebih manusiawi. Anehnya pada sisi lain, manusia

juga dihadapkan pada berbagai permasalahan akibat berbagai ulahnya sendiri

yang tidak bertanggung jawab. Paradoks ini membawa kita kepada pertanyaan

mengapa? Banyak jawaban diberikan oleh berbagai disiplin ilmu pengetahuan,

maupun filsafat, termasuk juga agama.

Dalam kekristenan dipercayai bahwa paradoks ini terjadi karena manusia telah

jatuh ke dalam dosa (lih. Kej. 3). Silakan Anda mengumpulkan informasi dari

buku-buku dan sumber belajar yang lain yang menunjukkan bahwa paradoks

ini terjadi karena manusia telah jatuh ke dalam dosa. Dosa dipahami bukan

sekadar pelanggaran moral, tetapi sikap memberontak kepada Allah, yakni

menolak otoritas Allah yang menentukan tujuan hidup manusia. Dosa dapat

dikatakan sebagai pelanggaran terhadap kehendak Allah seperti tercermin

dalam hukum utama-Nya. Dosa memang mengandung konsekuensi-

konsekuensi etis dan moral dalam berbagai dimensi hubungan manusia:

dalam hubungan dengan sesama, diri sendiri, dan alam semesta. Inilah yang

sering kali disebut sebagai persoalan-persoalan etis yang rumit dan

menentukan kelangsungan hidup planet bumi dan masyarakat kita. Memang

dosa mengambil bentuk dalam dosa pribadi tetapi juga dosa sosial. Dalam

tradisi agama, lebih banyak ditekankan dosa pribadi dibandingkan dengan

dosa sosial. Kita perlu mengakui dosa-dosa pribadi kita dan juga dosa kolektif

atau sosial. Dosa pribadi seperti ketamakan dapat membawa konsekuensi

penderitaan sesama, namun dosa sosial berupa sistem dan struktur yang tidak

adil bahkan lebih merusak dan membawa konsekuensi yang lebih berat bagi

lebih banyak orang. Silakan Anda mengumpulkan informasi lebih lanjut

mengenai contoh-contoh dosa pribadi dan sosial!

Karena hakikat manusia sebagai makhluk sosial, dosa tidak dapat dibatasi

hanya sebagai dosa pribadi/individu, tetapi juga harus dipahami sebagai dosa

sosial. Gregory Baum dalam Religion and Alienation, mengartikan dosa sosial

dalam kaitan dengan pelakunya: yakni kolektivitas suatu kelompok, suatu

komunitas, suatu umat. Jadi, yang dia maksudkan dosa sosial ialah dosa yang

dihasilkan tanpa sengaja atau pilihan bebas. Dosa tersebut menghasilkan

konsekuensi yang jahat tetapi pelakunya tidak merasa bersalah dalam

pengertian yang biasa. Jadi, dosa sosial dilakukan karena

kebutaan/ketidaksadaran kolektif. Orang terlibat dalam tindakan destruktif

tanpa menyadarinya.

Page 72: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

63

Masyarakat mampu tetapi tidak membayar pajak, merupakan salah satu bentuk dosa sosial

yang dapat merusak tatanan ekonomi negara.

Sumber: poskotanews.com

Dalam kaitan itu, Baum (1975, 201) juga mencoba mendeskripsikan dosa

sosial dalam berbagai level atau tingkatan. Tingkatan pertama dari dosa sosial

terdiri atas kecenderungan-kecenderungan yang tidak adil dan tidak

manusiawi (dehumanizing) yang terbangun dalam berbagai institusisosial,

politis, ekonomi, agamawi, yang merupakan perwujudan dari kehidupan

kolektif manusia. Pada saat kita melakukan pekerjaan harian, kita memenuhi

kewajiban-kewajiban kita, kecenderungan yang destruktif yang terbangun

dalam institusi kita, akan merusak semakin banyak orang dan akhirnya

menghancurkan kemanusiaan kita. Kejahatan sosial ini bisa saja berjalan terus

tanpa benar-benar disadari. Konsekuensinya, butuh waktu yang lama untuk

disadari.

Tingkatan kedua dari dosa sosial mengambil bentuk simbol-simbol kultural

dan agamawi, yang hidup dalam imajinasi dan didukung oleh masyarakat,

yang membenarkan serta memperkuat (reinforce) lembaga-lembaga

(institutions) yang tidak adil, dan karena itu memperburuk kerugian/ kerusakan

terhadap banyak orang. Lagi-lagi dalam hal inipun kita tak menyadari

akibatnya.

Tingkatan ketiga, dosa sosial merujuk kepada kesadaran palsu yang diciptakan

oleh institusi-institusi dan ideologi-ideologi yang digunakan umat untuk

melibatkan diri mereka secara kolektif, dalam tindakan-tindakan destruktif

seolah-olah mereka melakukan hal yang benar. Kesadaran palsu ini

Page 73: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

64

meyakinkan kita bahwa kejahatan yang kita buat adalah justru hal yang baik

untuk menjaga tujuan demi kesejahteraan bersama.

Menurut Baum, contoh-contoh dari masyarakat kita sendiri misalnya orientasi

“achievement” (pencapaian/kesuksesan) dari budaya dominan, spiritnya yang

individualistis dan kompetitif, dan juga arogansi kolektif tentang

pemahaman diri sendiri bersama dengan rasismenya. Sudah tentu kesadaran

palsu ini ada atau mengambil bentuk dengan intensitas yang bermacam-

macam derajatnya, mulai dari identifikasi total dengan tren dominan dari

masyarakat, termasuk semua efek sosialnya, ke pembuatan jarak yang

semakin lebar dengan tren-tren tadi serta kesadaran yang semakin

bertumbuh tentang ketidakadilan di dalamnya. Pada tingkat inilah perlawanan

kita terhadap dosa sosial mulai. Banyak ahli mengkaitkannya dengan kritik

ideologi, atau dalam bahasa Freire, konsientisasi. Secara kristiani, di sini,

bilamana seseorang terbuka pada pekerjaan Roh Kudus, dia dimampukan

untuk menyadari dan berpaling dari ketidakadilan yang terjadi tanpa sadar di

dalam masyarakatnya. Pada level tiga inilah terjadi pertobatan menurut Baum.

Tingkatan keempat, pada tingkat ini dosa sosial terdiri dari keputusan-

keputusan kolektif, yang diperkuat oleh kesadaran yang didistorsi, yang

meningkatkan ketidakadilan dalam masyarakat dan memperkuat kekuasaan

dari tren-tren dehumanisasi. Keputusan-keputusan kolektif oleh parlemen,

atau pengurus yayasan baik sekuler maupun agamawi, tampaknya seolah

didasarkan pada pilihan bebas. Dosa dapat mengambil bentuk secara sosial

dan struktural, misalnya dengan berbagai ketidakadilan yang ada dalam

berbagai tatanan sosial kemasyarakatan dalam bidang ekonomi, politik,

kebudayaan, hubungan antaragama, dan lain-lain.

Cobalah Anda diskusikan pemahaman tentang dosa sosial ini, serta berilah contoh-contohnya pada setiap level dalam konteks masyarakat kita atau komunitas iman kita! Silakan Anda mengumpulkan informasi lebih lanjut dari buku-buku dan sumber belajar yang lain mengenai contoh-contoh dosa sosial pada setiap level dalam konteks masyarakat kita atau komunitas iman kita dan dampak dari dosa sosial.

Bagaimanakah Anda membangun argumen bahwa hubungan yang rusak tadi

dapat diperbaiki dan dibaharui? Argumen di bawah hanyalah sekadar contoh

saja. Yang lebih penting Anda sendiri membangun argumen Anda sendiri

Page 74: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

65

berdasarkan pemahaman Anda tentang karya penyelamatan Allah dalam

Yesus Kristus!

Alkitab tidak mengakhiri kesaksiannya dan meninggalkan manusia dalam

kegelapan yang tidak berpengharapan. Alkitab menyaksikan bahwa ada

pengharapan akan kemungkinan restorasi hubungan-hubungan yang telah

rusak oleh dosa. Konsisten dengan kepercayaan akan Allah sebagai

penyelamat dan pembaharu, kekristenan percaya akan penyelamatan dan

pembaharuan relasi dengan Allah melalui Kristus dan Roh-Nya. Keselamatan

tidak boleh dipahami hanya bersifat individual dan di seberang sana tetapi juga

dipahami secara sosial, dan berlaku kini dan di sini. Orang Kristen terpanggil

untuk menolak berbagai ketidakadilan dalam tatanan sosial (sosial, ekonomi,

politik) dan memperjuangkan adanya keadilan di dalamnya sehingga ada

perdamaian.

Coba Anda baca 2 Korintus 5:18-21! Bagaimanakah perbaikan hubungan itu

terjadi? Inisiatif siapakah yang utama? Apa dampak pendamaian dengan

Allah terhadap tanggungjawab kita untuk tugas pendamaian yang

dipercayakan Tuhan kepada kita? Apa saja dimensi dari pendamaian itu?

Silakan Anda membangun argumen yang solid bahwa manusia

dimungkinkan untuk membaharui hubungan dengan Allah, sesama dan alam

ciptaan.

Salah satu aspek yang penting dalam membicaraan manusia dan

hakikatnya adalah manusia dan pengharapannya. Akhir-akhir ini ada tekanan

yang kuat tentang dimensi pengharapan baik dalam pemikiran filosofis

maupun dalam teologi. Maksudnya adalah hakikat manusia harus dikaitkan

dengan pengharapannya. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang

berharap akan masa depan yang lebih baik. Karena itu perlu mencari deskripsi

mengenai tekanan ini dalam dua tokoh penting yakni orang ateis seperti Ernst

Bloch dan orang beriman seperti Jurgen Moltman.

Ernst Bloch seorang filsuf ateis berpendapat bahwa manusia hidup dalam

suatu dunia yang sedang menjadi, yang belum terjadi. Karena itu, selalu ada

kemungkinan baru. Manusia pada dirinya sendiri adalah makhluk dengan

bermacam kemungkinan (creature of possibility). Ia dapat menciptakan dunia

yang lebih baik bagi dirinya dan dia sendiri menjadi keberadaan yang lebih baik

tanpa batas (McDonald 1981, 123-124).

Page 75: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

66

Teolog ternama Jurgen

Moltman dengan Theology of

Hope dipengaruhi oleh

prinsip pengharapan dari

Bloch. Teologi-teologi yang

lebih awal memandang

penggenapan dari

pengharapan eskatologis

melulu merupakan tindakan

dan karunia Allah. Moltman

justru sebaliknya memberi

tempat kepada peranan

manusia untuk mewujudkan

pengharapan eskatologis

tersebut, bukan saja pada dunia di seberang sana, melainkan juga kini dan di

sini. Artinya, bahwa pengharapan eskatologis tidak hanya menyangkut

keselamatan jiwa saja di seberang sana, tetapi juga perdamaian, keadilan,

kebebasan dari penindasan harus diusahakan diwujudkan kini dan di sini

meskipun penyempurnaannya adalah karya Tuhan. Jadi, pengharapan itu

menjadi kekuatan penggerak sejarah untuk mewujudkan apa yang diharapkan

kini dan di sini atau dalam bahasa Moltman “membawa masa depan yang

diharapkan ke masa kini.” Tentu saja pengharapan itu tidak melulu dengan

kekuatan dan kehebatan manusia tetapi dalam persekutuan dengan

Tuhan. Bila tidak, pengharapan Kristen akan menjadi ideologis secara

peyoratif (negatif) bagaikan candu bagi mereka yang menderita

ketidakadilan. Silakan Anda mengomunikasikan pemikiran Anda terhadap

pandangan Ernst Bloch dan Jurgen Moltman.

Kita telah menelusuri, menanya dan menggali dari berbagai sumber khususnya

sumber Alkitab dan tradisi teologi Kristen mengenai siapakah manusia dalam

pandangan Kristen. Singkatnya dapat dikatakan bahwa manusia adalah

makhluk ciptaan Tuhan yang dikaruniai hakikat sebagai makhluk religius yang

selalu sadar akan adanya kodrat ilahi. Manusia juga sebagai makhluk sosial

yang selalu berorientasi kepada sesama. Hal ini seharusnya membuat kita

melihat sesama sebagai sesama dalam hubungan antar subjek bukan subjek

dengan objek dan bebas dari dominasi. Manusia juga adalah makhluk rasional

yang berbudaya dan perkembangan kebudayaan sudah mencapai tingkatnya

Sumber:http://grannymountain.blogspot.com/2010/0

7/future-past-or-present.html

Page 76: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

67

yang sangat canggih, namun rentan dipakai secara salah. Karena itu, harus

dipakai secara bertanggungjawab karena memang manusia adalah juga

makhluk etis. Namun dosa membuat keagungan manusia ternodai, dan

membawa dampak rusaknya relasi dengan Tuhan, sesama, diri sendiri serta

alam yang tampak dalam berbagai patologi sosial dan alam. Kabar baiknya

adalah bahwa manusia dimungkinkan hidup dalam relasi yang diperbaharui

oleh karena penyelamatan Allah dalam Kristus dan Roh Kudusnya. Sebagai

makhluk yang mempunyai pengharapan, pengharapan kepada Allah harus

menjadi kekuatan penggerak sejarah untuk mewujudkan apa yang diharapkan

kini dan di sini meski diakui tidak akan sempurna karena penyempurnaan

adalah karya dan anugerah Tuhan.

Buatlah suatu puisi atau syair yang menggambarkan kepercayaan Anda

tentang siapakah manusia itu berdasarkan kesaksian Alkitab! Carilah contoh

sebanyak mungkin mengenai pokok-pokok ajaran tentang manusia dari

perspektif Alkitab atau Kristen. Presentasikan di depan kelas!

Page 77: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

68

BAB IV ETIKA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER

KRISTIANI

Setiap hari dan setiap saat dalam kehidupan yang sadar, kita selalu dihadapkan

dengan berbagai pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Tentu saja pilihan-pilihan tersebut terjadi dalam berbagai bidang kehidupan,

seperti makan apa, pakai apa, belajar apa, pergi ke mana dan sebagainya. Dari

berbagai pilihan tersebut, tidak semua pilihan berkaitan dengan masalah etika,

tetapi bisa jadi berkaitan dengan selera, kesukaan dan atau yang lain. Tidak

dapat disangkal bahwa banyak sekali pilihan yang kita hadapi adalah pilihan-

pilihan dalam bidang etika yakni

berkaitan dengan apa yang baik,

benar, bertanggungjawab atau

sebaliknya.

Pilihan dan keputusan etis tentu

saja sangat penting dalam

kehidupan manusia karena

bukan hanya berkaitan dengan

kepentingan diri sendiri,

melainkan juga berkaitan dengan

kepentin gan orang banyak yang

lain dan bahkan berkaitan dengan

kelestarian alam lingkungan

hidup. Apalagi bagi mereka yang mempunyai jabatan publik, keputusan dan

kebijakannya sangat menentukan kehidupan banyak orang, dan karenanya

tuntutan dan pertimbangan etis sangat penting.

Sumber:

http://thepropheticbooksofbible.org/all-

aboutchristianity/

bible-study-lesson-on-fruit-of-the-spirit

Page 78: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

69

Pejabat publik yang amanah selalu membuat kebijakan pembangunan yang ditujukan untuk

sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat karena dana pembangunan diperoleh

dari rakyat melalui pajak (Sumber: finance.detik.com)

Seorang ahli etika yang bernama David W. Gill mengatakan bahwa kini kita

hidup dalam suatu masa yang sulit ketika orang tidak sepakat mengenai apa

yang baik dan buruk, bukan saja di kalangan akademisi, filsuf, tetapi juga pada

akar rumput. Dalam ketidaksepakatan itu muncullah saling menyerang dan

menyalahkan bahkan dengan cara- cara yang kasar (Gill 2000, 12-13).

Page 79: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

70

Karena itulah, perlu pengkajian yang lebih saksama apa sesungguhnya yang

baik dan benar, dan bagaimana hal itu terbangun dalam diri kita menjadi

karakter. Karakter menjadi sangat penting bukan saja bagi individu dan

keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat dan bangsa. Bangsa yang kuat

hanya mungkin, bilamana karakter masyarakatnya juga kuat termasuk

pemimpinnya.

Dalam bab ini kita akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan etika dan

moralitas, serta karakter kristiani. Sesudah mempelajari bab ini Anda

diharapkan mencapai beberapa tujuan pembelajaran. Adapun tujuan

pembelajaran yang hendak dicapai adalah (i) mengembangkan sikap kasih

kepada Tuhan sebagai Pencipta, Penyelamat, Pemelihara dan Pembaru

ciptaan-Nya; (ii) menumbuhkembangkan sikap sabar, tangguh dan pembawa

damai; (iii) menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam

kepelbagaian agama, suku dan budaya; (iv) bersikap peduli terhadap sesama

manusia; (v) bersikap jujur dan adil dalam kehidupan bermasyarakat; (vi)

bersikap terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak dalam rangka

mendatangkan kebaikan bersama; (vii) menjelaskan hubugan iman Kristen

dengan etika/moralitas dan karakter Kristiani; serta (viii) menyajikan hasil

telaah tentang hubungan iman Kristen dengan moralitas dan karakter

Kristiani.

Hal-hal yang dibahas dalam bab ini adalah pengertian etika dan moralitas,

teori-teori yang berkaitan dengan bagaimana orang membangun nilai sebagai

standar atau norma menilai perilaku dan motivasi manusia, berbagai macam

pengelompokkan etika berdasarkan sumber normanya, hubungan antara

pandangan tentang manusia dan nilai moral, prinsip utama dalam etika

Kristen, dan keputusan etis dalam kasus yang bersifat dilematis. Bagian kedua

yang sama pentingnya adalah pengertian karakter, hubungan karakter dan

moralitas, dan elemen karakter (character traits) yang perlu dibangun.

Silakan Anda mengamati dan menilai pengertian etika dan moralitas yang

terdapat dalam buku-buku etika! Apa pengertian etika dan moralitas? Kata

etika berasal dari bahasa Yunani ethos dan ‘ethos atauta ethika dan ta

‘ethika.

Kata ethos berarti kebiasaan atau adat dan tentu saja yang sesuai kebiasaan

dan adat dianggap baik. Sedangkan ‘ethos dan ‘ethikos lebih berarti kesusilaan,

Page 80: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

71

perasaan batin, atau kecenderungan hati yang menyertai seseorang terdorong

untuk melakukan suatu perbuatan (Verkuyl 1993, 15).

Kata etika muncul pertama kali dalam buku Etika Nikomachea yang dikarang

oleh Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani. Buku tersebut memuat kaidah-

kaidah perbuatan manusia. Dari buku itu, kata etika menjadi istilah teknis

khusus untuk “ilmu pengetahuan yang mempelajari/menyelidiki soal kaidah-

kaidah dalam rangka mengukur perilaku dan perbuatan manusia.”

Untuk mendefinisikan apa itu etika, ada baiknya terlebih dahulu dibedakan

antara pertimbangan etis dan nonetis. Bilamanakah suatu pertimbangan itu

berkaitan atau tidak berkaitan dengan etika.

Sebagai contoh pertimbangan

dan keputusan seseorang untuk

memilih makan nasi goreng

atau KFC didasarkan pada

pertimbangan etis? Bisa ya, bisa

tidak. Tidak merupakan

pertimbangan etis bila tindakan

itu semata-mata didasarkan

pada pertimbangan selera. Jadi,

seseorang yang memilih makan

nasi goreng dan bukan KFC tidak

bisa kita adili, apakah dia itu baik

atau jahat. Bila pertimbangan untuk makan nasi goreng dan bukan KFC

didasarkan pada pertimbangan kesehatan, karena menjaga kesehatan,

tindakan itu adalah tindakan yang dianggap bertanggungjawab. Dengan

contoh ini, jelaslah bahwa pertimbangan dan keputusan etis adalah

pertimbangan dan keputusan yang terkait dengan masalah baik, benar atau

bertanggungjawab atau sebaliknya. Pertimbangan nonetis adalah

pertimbangan yang didasarkan bukan pada pertimbangan baik, benar,

bertanggungjawab atau tidak, melainkan didasarkan pada, misalnya: selera

makan atau mode pakaian dan sebagainya.

Hal ini berbeda dengan ungkapan “sikap/tindakan etis dan tindakan yang tidak

etis.” Keduanya adalah sikap dan tindakan yang didasarkan pada

pertimbangan etis. Yang pertama bermakna bahwa sikap dan tindakannya itu

baik secara etis, sedangkan yang kedua adalah sikap dan tindakannya itu

tidak baik secara etis.

Page 81: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

72

Apakah penilaian etis itu hanya sebatas perilaku yang kelihatan? Bagaimana

suatu tindakan yang kelihatannya baik tetapi didorong oleh motivasi

menginginkan pujian atau motivasi tersembunyi yang bersifat egoistis?

Masihkah kita menilai perilaku yang kelihatan itu suatu hal yang baik jika

akhirnya ketahuan bahwa motivasinya hanya ingin mencari pujian atau

mempunyai kepentingan pribadi? Tentu saja tidak. Apa yang dinilai baik, tidak

sebatas terhadap perilaku yang kelihatan saja melainkan juga motivasi yang

mendorong perilaku itu harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kaitan ini,

masih perlu dibedakan lagi antara istilah baik dan benar sebab baik dan benar

tidak selalu berkonotasi etis. Misalnya dalam ungkapan bahwa “apel ini

masih baik” atau dalam ungkapan “2+2= 4 adalah benar” keduanya tidak ada

konotasi etis.

Dengan demikian, disimpulkan bahwa penilaian dan pertimbangan etis itu

selalu berkaitan dengan penilaian atau pertimbangan mengenai baik, benar,

bertanggungjawab atau sebaliknya, tentang perilaku dan motivasi manusia.

Karena itu, sebagai ilmu, etika didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari

nilai- nilai atau norma-norma sebagai dasar untuk menilai perilaku dan

motivasi manusia itu dikatakan baik, benar, bertanggungjawab atau

sebaliknya. Definisi lain yang diberikan oleh Albert Schweitzer yakni “etika

adalah nama yang kita berikan kepada keprihatinan kita untuk perilaku yang

baik. Kita merasa suatu kewajiban untuk mempertimbangkan bukan saja

kesejahteraan diri kita sendiri, namun juga orang-orang lain bahkan

masyarakat manusia secara keseluruhan” (Ryan dan Bohlin1999, ix). Dimensi

studinya yang serius tidak ditampakkan, namun saya yakin bahwa ada dimensi

itu apabila seseorang sungguh prihatin. Pandangan Gill mungkin lebih

menolong karena ia membedakan antara an ethic dengan ethics dalam bahasa

Inggris. Maksudnya an ethic ‘suatu etika’ (yang sama dengan suatu moralitas)

adalah “a working set of guidelines concerning what is good and bad (or evil),

right and wrong, sedangkan maksud ethics (or moral philosophy) is the serius

study of such guidance and its justification (Gill 2000,12). Silakan Anda

mengamati dan menilai perbedaan antara definisi etika yang dikemukakan

oleh Albert Schweitzer dan Gill! Gill membedakan “suatu etika” (suatu etika

atau moralitas) sebagai suatu perangkat penuntun tentang apa yang baik dan

buruk/jahat, benar dan salah, sedangkan studi yang serius terhadap penuntun

itulah disebut etika (ethics atau disebut juga moral philosophy). Penulis lebih

suka menyebut “an ethic” sebagai “suatu sistem etika” seperti sistem etika

Kristen, sistem etika Hindu, sistem etika Buddha, sistem etika Islam (sistem

etika-sistem etika teologis), begitu pula sistemetika yang bersumber dari

Page 82: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

73

filsafat. Masing-masing sistem etika sudah tentu mempunyai seperangkat

penuntun (guidelines) untuk menilai tentang apa yang baik atau jahat, yang

benar atau yang salah, yang bertanggungjawab atau sebaliknya.

Sumber: http://thepastwithanewoutfit.wordpress.co m/2010/12/26/golden-rule/

Dalam sistem etika Kristen, ada sangat banyak perangkat penuntunnya,

meskipun dapat juga didasarkan pada “prinsip utamanya” atau “golden rule”

(kaidah kencananya) saja. Silakan Anda mengamati dan menilai sistem etika

Kristen yang berlaku hingga dewasa ini!

Silakan Anda mengajukan beberapa pertanyaan kritis yang berkenaan dengan

cara manusia membangun norma untuk membuat penilaian moral! Misalnya,

bagaimanakah caranya manusia membangun kaidah atau norma penilaian

moral? Pertanyaan seperti ini sebenarnya telah menggiring kita untuk studi

yang lebih serius tentang “penuntun” penilaian moral. Pada bagian kedua

kita telah memasuki wilayah etika sebagai ilmu atau disebut filsafat moral.

Bila manusia tidak bisa tidak harus melakukan penilaian moral atau etis,

dari manakah norma penilaian itu? Atau, bagaimanakah norma itu dibangun?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut pembicaraan beralih pada

beberapa teori dalam rangka pembangunan kaidah atau norma penilaian etis.

Beberapa akan kita bahas dalam bagian ini.

Bila etika sebagai ilmu mempelajari norma-norma sebagai ukuran untuk

menilai secara etis (menilai baik, benar dan bertanggungjawab),

pertanyaannya adalah bagaimanakah orang membangun normanya/penilaian

etisnya? Dalam kaitan itu maka ada dua kategori teori yang berbeda yakni yang

oleh filsuf moral disebut teori teleologis dan teori deontologist (Wagner1991,

1-13).

Page 83: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

74

1. Teori Teleologis

Teori Teleologis adalah teori yang berpendapat bahwa kebaikan atau

kebenaran itu ditentukan oleh tujuan yang baik (telos = tujuan). Jadi, kalau

seseorang mempunyai tujuan yang baik yang mendorong suatu tindakan

apapun tindakan itu pasti dinilai baik, melulu karena tujuannya baik. Namun

muncul pertanyaan: tujuan yang baik untuk siapa? Untuk pelakunya kah atau

untuk orang banyak? Dalam hal ini ada dua subteori lagi yakni yang dinamakan

etika egoisme (egoism ethics) dan etika universalisme (universalism ethics).

Etika egoisme berpendapat bahwa tujuan yang baik adalah bagi pelakunya

(orang itu sendiri atau setidaknya kelompoknya). Walaupun tujuan yang baik

untuk diri sendiri atau kelompoknya tidak selalu jahat atau buruk, teori ini bisa

melahirkan suatu sistem etika yang disebut “hedonisme” yakni kenikmatan

hidup dengan prinsip nikmatilah hidup ini selagi masih hidup, besok Anda akan

mati dan tidak ada apa-apa lagi yang bisa dinikmati.

Etika universalisme adalah teori etika yang berpendapat bahwa

kebenaran/kebaikan itu ditentukan oleh tujuan yang baik untuk jumlah

terbesar. Misalnya kebijakan-kebijakan pemerintah untuk kepentingan orang

banyak bisa mengorbankan kepentingan pribadi dan jumlah orang yang lebih

sedikit. Kita ingat akan proyek waduk Kedung Ombo, juga dengan penalaran

seperti di atas. Kita mendapatkan contoh sistem etika utilitarianisme (utility)

seperti yang dikembangkan oleh John Stuart Mill, yakni yang berprinsip

bahwa tindakan yang terbaik yang membawa dampak atau kegunaan bagi

jumlah terbesar itulah yang dinilai baik, benar dan bertanggungjawab

(prinsipnya the greatest good for the greatest number).

Teleologis > Kebaikan/Kebenaran = Tujuan Baik

Page 84: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

75

2. Teori Deontologis

Teori Deontologis pada prinsipnya berpendapat bahwa suatu tindakan itu

baikbila memenuhi kewajiban moral (deon=kewajiban). Untuk teori inipun

terbagi dua bagian lagi berkaitan dengan kewajiban itu siapa yang

menentukan? Kalau kewajiban itu ditentukan oleh aturan-aturan yang sudah

ada (darimana pun datangnya) teori itu disebut sebagai “deontologis aturan”

(rule deontologist). Untuk itu, kebanyakan etika yang bersifat legalistik yang

didasarkan pada legalisme, termasuk dalam teori ini. Apakah etika-etika

keagamaan yang sangat legalistis bisa dimasukkan dalam kategori ini? Namun

ada juga yang berpendapat bahwa

kewajiban ditentukan bukan oleh aturan

yang sudah ada melainkan oleh

situasi/keadaan, teori ini disebut

“deontologis tindakan” (act deontologist).

Dalam hal ini kita mendapatkan contoh

sistem etika yang dikenal dengan nama

etika situasi (situation ethics) yang

dikembangkan oleh Joseph Fletcher.

Pertanyaan untuk didiskusikan:

bagaimanakah sistem etika keagamaan

yang Anda anut, masuk dalam kategori

manakah? Di manakah letak etika Kristen

dalam kerangka teori di atas? Apakah orang

Kristen dalam proses pertimbangan dan

penilaian etis mendasarkan diri pada tujuan atau pemenuhan kewajiban-

kewajiban moral/etis? Kalau berdasarkan tujuan yang baik, maka kebaikan

untuk siapakah? Kalau berdasarkan pemenuhan kewajiban moral, darimana

kah datangnya kewajiban moral itu? Apakah dari aturan-aturan moral yang

sudah ada (dari manapun datangnya) atau dari situasi tertentu? Silakan Anda

mengajukan beberapa pertanyaan kritis yang lain.

Cobalah analisis contoh kasus-kasus berikut ini dengan menggunakan teori-

teori di atas dan buatlah kesimpulan atau penilaian etis atas kasus tersebut!

Kasus 1:

Pada masa kekuasaan Nazi, orang-orang Yahudi dikejar-kejar untuk

dimusnahkan. Cory ten Boom seorang Kristen yang saleh menyembunyikan

beberapa orang Yahudi di rumahnya. Ketika tentara Nazi mendatangi rumahnya

Page 85: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

76

dan bertanya apakah ada orang Yahudi berdiam di tempat tinggalnya? Ia

dihadapkan dengan pertimbangan moral dan harus membuat keputusan moral.

Ia memilih untuk berbohong meskipun ia ingat betul salah satu dari Dekalog

(10 Perintah yang merupakan acuan moral orang Kristen) adalah larangan:

”janganlah menjadi saksi dusta.”

Menurut hemat Anda apa yang menjadi dasar pertimbangan moral Cory ten

Boom dalam membuat keputusan etisnya? Apakah ia mendasarkan diri kepada

tujuan yang baik atau pemenuhan kewajiban moral yang ditentukan oleh

hukum-hukum yang sudah ada seperti kesepuluh hukum Tuhan dalam dekalog

tersebut?

Contoh Kasus 2:

Dilema Heinz dalam penelitian Lawrence Kohlberg

Berikut adalah versi cerita yang sudah diringkas dan dimodifikasi untuk

keperluan diskusi kita.

Ada satu pasang keluarga yakni keluarga Heinz, orangnya sederhana saja.

Istrinya menderita sakit yang sulit diobati, dan tinggal menunggu waktu. Di

kota yang sama, hiduplah seorang apoteker atau tukang obat yang berhasil

menemukan sejenis obat yang bisa mengobati penyakit yang diderita oleh istri

Heinz melalui kerjakeras dan penelitiannya. Heinz dengan harap-harap cemas

berusaha membeli obat itu, namun harganya tidak terjangkau oleh Heinz.

Walaupun ia sudah berusaha dengan berbagai cara, si apoteker tidak rela

memberi obat itu untuk istri Heinz. Lalu dalam keputusasaan dan didorong oleh

kecintaan kepada sang istri, ia akhirnya mencoba mencuri obat itu dan

tertangkap, lalu dipenjara.

Coba diskusikan: siapakah yang salah dalam kasus ini? Tentu saja ada hukum

negara yang melarang mencuri bukan? Apakah sikap Heinz salah karena

berusaha menyelamatkan sang istri tercinta? Apakah sang apoteker benar

mempertahankan harga obat yang mahal itu karena telah berkorban meneliti

dan membuatnya? Adakah prinsip- prinsip yang lebih utama yang dipakai Heinz

untuk membenarkan tindakannya? Apakah ada prinsip mendasar yang

barangkali diabaikan oleh si apoteker dalam menentukan sikapnya? Cobalah

eksplorasi pertanyaan-pertanyaan kritis lain yang berhubungan dengan kasus

tersebut.

Kedua contoh disebut sebagai keadaan dilematis. Suatu keadaan ketika

seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama mempunyai

konsekuensi melanggar aturan atau norma yang berlaku, namun orang harus

memilih salah satu dari antaranya. Banyak contoh pilihan etis tetapi tidak

Page 86: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

77

berada dalam situasi dilematis. Contoh kasus ke-3 berikut ini akan mencoba

menolong Anda untuk melihat sisi lain dari moralitas dan karakter.

Contoh Kasus 3:

Osceola McCarthy, seorang tukang laundry yang pensiun

Osceola McCarthy menjadi agak terkenal pada tahun 1995 di Amerika Serikat,

pada usianya yang ke-87 tahun, ketika seseorang dari Universitas Southern

Missisippi menceritakan apa yang ia perbuat. McCarthy, seorang tua dan miskin

Amerika yang berasal dari Afrika telah memberikan tabungannya selama

bertahun- tahun menjadi tukang cuci pakaian yang berjumlah US$ 150,000 atau

setara dengan 1,5 milyar rupiah kepada universitas tersebut. Tujuan donasinya

kepada universitas tersebut adalah untuk mendukung beasiswa bagi mahasiswa

Amerika yang berasal dari Afrika. Ia menabung satu sen dari upahnya mencuci

dan mengeringkan pakaian untuk para ningrat di daerahnya, dan ia ingin

menolong orang-orang muda dalam komunitasnya. Ia mengatakan kepada

pejabat universitas, ”I am giving my savings to the young generation ... I want

them to have an education” (Ryan and Bohlin: 1999, 3). Luar biasa bukan?

McCarthy tidak mempunyai pendidikan formal yang cukup, karena waktu kelas 6

SD ia meninggalkan sekolah untuk merawat tantenya yang sakit. Ia juga menolong

ibu serta neneknya dalam bisnis cuci pakaian di belakang rumah. Ketika tantenya

sudah sehat kembali, ia merasa bahwa kembali ke sekolah sudah tak pantas lagi

karena pastilah ia kelihatan lebih besar dari kawan-kawan sekelasnya. Ia kemudian

menjadi pembantu dalam bisnis cuci pakaian itu, bangun bersama terbitnya

matahari, dan bekerja hingga tenggelamnya matahari. Dunianya hanya terdiri

dari tiga, yakni tempat cucian/bak air, papan seterika, dan Alkitabnya. Tidak

pernah menikah dan tidak mempunyai anak. Ketika menderita arthritis,

McCarthy memutuskan untuk memberikan kesempatan yang tidak ia dapatkan.

Ia berkata saya harus bekerja keras sepanjang hidupku agar mereka dapat

memiliki kesempatan yang tidak saya miliki. Beasiswa McCarthy diberikan kepada

lulusan sekolah menengah yang tidak bisa melanjutkan studinya ke Perguruan

Tinggi. Pemberian McCarthy telah memberi inspirasi begitu banyak orang untuk

melakukan tindakan kemurahhatian, tetapi beberapa orang jadi bingung. Ia selalu

ditanya mengapa ia tak menggunakan tabungannya untuk dirinya sendiri? Ia

menjawab secara sederhana, “aku telah menggunakannya bagi diriku.” Dari kata-

katanya kita bisa menafsirkan bahwa dengan menyumbangkan tabungannya bagi

mereka yang kurang beruntung, ia telah menemukan makna hidupnya, dan

dengan begitu, ia bahagia. Kasus ini benar-benar terjadi. Kesempatan

menggunakan uangnya cukup besar, tetapi uang itu ia sumbangkan untuk

mengambil kembali kesempatannya yang hilang dengan memberi kesempatan

bagi orang lain untuk tidak menjadi seperti dia.

Page 87: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

78

Anda dapat menanya secara kritis prinsip apakah yang menuntun

keputusannya? Darimanakah prinsip itu ia dapatkan dan kembangkan dalam

hidupnya? Apa hubungan iman dan moralitas serta karakter di sini? Topik etika

dan moralitas yang dibahas di atas selalu berkaitan dengan karakter kristiani

karena berhubungan dengan sifat/karakter individu dan komunitas yang

membentuknya. Di bawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai karakter

tersebut.

Today’s students are tomorrow’s leaders and citizens. If the schools educate

the students to be young people of high character, our country will

eventually become a nation of high character” (Ryan dan Bohlin 1999, xi).

Kutipan ini ingin menunjukkan bahwa karakter itu sangat penting, bukan hanya

bagi individu tetapi juga bagi masyarakat bahkan bangsa. Karena itu, kita

perlu menggali dan mengkaji karakter, hubungan karakter dengan iman dan

Etika Kristen, serta bagaimana membangun karakter. Silakan Anda

mengumpulkan banyak informasi dari berbagai buku dan sumber belajar yang

lain mengenai pengertian karakter, hubungannya dengan iman dan Etika

Kristen serta bagaimana membangun karakter.

Apakah karakter itu? Mengapa karakter itu penting? Inilah beberapa

pertanyaan awal kita. Gill adalah seorang yang dengan teliti mencoba

menggali dari berbagai sumber apa itu karakter dan juga menunjukkan

hubungan antara karakter dan iman Kristen.

Mengapa kita melakukan hal

yang kita lakukan? Ini suatu

pertanyaan penting dan

kompleks. Pilihan-pilihan

kita tentang baik dan buruk

mempunyai sejumlah faktor

penyumbang: misalnya

kondisi mental dan

psikologis kita. Kalau kita

sedang stres, kita berbicara

dan bertindak lain

dibandingkan waktu kita

Sumber: http://qbq.com/3-traits-of-accountable-

people/

Page 88: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

79

tidak stres. Lingkungan sosial banyak berperan dalam keputusan dan tindakan

etis kita. Hubungan-hubungan masa lampau kita juga bisa memengaruhi

kita, begitu pula orang-orang sekitar kita bisa memberi tekanan atau

mendukung yang pada gilirannya memengaruhi kita. Kadang kita juga

mengatakan pikiran-pikiran jahat selalu membisikkan kepada kita untuk

melakukan sesuatu, atau sebaliknya Tuhan mengatakan agar kita

melakukannya (Gill,2000:27).

Sebelum lebih jauh dibicarakan tentang karakter, perlu diperhatikan beberapa

konsep penting berikut ini: prinsip-prinsip (principles), nilai-nilai (values) dan

kebajikan-kebajikan (virtues). Silakan Anda mengumpulkan informasi

sebanyak mungkin yang dapat menunjukkan dengan jelas perbedaan antara

prinsip-prinsip (principles), nilai- nilai (values) dan kebajikan-kebajikan (virtues).

Manakala seseorang melakukan sesuatu yang secara moral terpuji atau

sebaliknya, perhatian orang tertuju kepada prinsip-prinsip moral mereka

(apakah tinggi, rendah atau tidak ada). Prinsip-prinsip moral diartikan sebagai

pernyataan singkat (brief statement) yang berfungsi sebagai penuntun

tindakan yang menentukan hal benar apa yang harus dilakukan (atau

sebaliknya yang tak boleh dilakukan). Pada dasarnya prinsip- prinsip bersifat

luas, umum, dan inklusif seperti halnya apa yang sering disebut sebagai kaidah

kencana (Do unto others as you would have them do unto you). Sama seperti

engkau suka orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah itu kepada orang lain,

kata Yesus (lih. Luk.6:31). Contoh lain adalah “principle of utility” (Do what

results in the greatest happiness for the greatest number).

Akan tetapi, masalah dalam pengambilan keputusan etis ini tidak terletak pada

kurangnya prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang baik. Mereka yang korupsi

uang rakyat dari pajak atau membunuh orang yang tak berdosa pasti juga tahu

perintah jangan mencuri dan jangan membunuh. Karena itu menurut Gill, kalau

ada orang yang baik seperti Mother Theresa dll., mungkin prinsip-prinsip yang

baik saja tak cukup menjelaskan mengapa mereka melakukan apa yang

dilakukan. Di mana-mana kita menyaksikan kemerosotan prinsip- prinsip

moral dalam berbagai tindakan manusia, namun ada banyak bukti pula bahwa

memiliki prinsip-prinsip moral tidak dengan sendirinya akan menuntun kepada

pelaksanaannya.

Menurut Gill, ada sesuatu yang lebih mendasar daripada sekadar prinsip-

prinsip: yaitu karakter. Prinsip cenderung melayang-layang di atas eksistensi

kita seperti formula- formula yang terpisah dari diri kita. Kita berkonsultasi

Page 89: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

80

dengan mereka; kadang juga terkait dalam ingatan kita. Prinsip tidak selalu

diaplikasikan terhadap situasi konkret. Dibutuhkan motivasi dan upaya

keras untuk mengingat, menafsirkannya, dan menerapkan serta menghidupi

prinsip-prinsip tersebut. Pada sisi lain, karakter Anda selalu ada bersama Anda,

selalu secara segera hadir dalam situasi apapun. Kekuatan karakter dapat

menolong membawa kita melalui situasi-situasi saat kita tidak dapat

mengingat suatu prinsip pun. Jadi, apakah karakter itu? Bill Hybels, seorang

pendeta, mengatakan karaktermu adalah “siapa Anda ketika tidak seorangpun

melihatmu,” maksudnya adalah bahwa Anda harus tetap jujur bahkan ketika

tidak seorangpun tahu apa yang Anda lakukan. Misalnya, Anda tidak akan

mengambil barang bukan milik Anda meskipun tidak seorangpun tahu bahwa

Anda yang mengambilnya, karena karakter Anda selalu bersama Anda, yakni

karakter kejujuran itu. Kita baru mengatakan seseorang itu jujur, bukan karena

ia tahu dan memiliki prinsip kejujuran, melainkan karena ia mempraktikkan

kejujuran dan telah menjadi pola hidupnya.

Karakter adalah apa dan siapa kita tanpa orang lain melihat kita atau tidak.

Karakterku adalah orang macam apa saya (siapa saya). Ada macam-macam

karakter: fisik, emosional, intelektual, dll. Yang terutama adalah karakter moral

(moral character). Mungkin, suatu latihan yang baik, kalau kita membayangkan

apa kata orang kelak pada saat penguburan kita. Bukan gelar, harta yang

mereka katakan tetapi karakter kita, bahwa kita seorang yang murah hati

suka menolong atau orang akan mengatakan kita sangat pelit.

Kedua, nilai-nilai (values). Konsep lain yang perlu kita bahas dalam upaya

memahami apa itu karakter dan pembentukannya, adalah konsep mengenai

nilai-nilai (values). Sekali lagi perhatian kita dalam bagian ini adalah tentang

karakter moral dan etis. Suatu cara modern untuk berbicara tentang etika kita

adalah bertanya “apa saja nilai- nilai” kita. Apakah yang kita jawab tentang

nilai-nilai kita? Atau, nilai-nilai apa saja yang secara aktual menuntun kita

(meskipun implisit dan tidak dianalisis)? Istilah nilai- nilai (values) ini menunjuk

kepada fakta bahwa kita menganggap atau memandang atribut-atribut

tertentu dari karakter kita sebagai “layak” (penting) bagi kita, sebagai hal yang

kita setujui.

Page 90: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

81

Sumber: http://onapitupulu70.wordpress.com/2013/05/21/pendidikan- karakter-berbasis-nilai-

nilai-kristiani-3/

Persoalan kita dengan bahasa nilai-nilai (values), bukanlah pada apa yang kita

katakan melainkan pada apa yang tidak kita katakan. Ia menyungguhkan sisi

yang subjektif dari isu (walau adalah penting untuk menghargai beberapa

atribut karakter). Namun ia mengesampingkan pertanyaan apakah “nilai-nilai

saya ini” adalah layak dianut, dan secara aktual memang baik. Kita juga harus

mencatat fakta bahwa kita mengambil dari suatu istilah ekonomi (value), dan

menerapkannya secara total kepada isu-isu karakter. Hal ini menunjuk kepada

konsumerisme dari perspektif kita dan bahwa hal ini tidak terlalu

menggembirakan.

Ketiga, kebajikan-kebajikan (virtues). Menurut Gill lebih baik menggunakan

bahasa nilai-nilai secara terbatas saja, dan berusaha menemukan kembali

bahasa klasik yang penting: virtues (kebajikan-kebajikan). Pada waktu lalu

umum untuk berbicara tentang atribut atau ciri (trait) dari karakter yang baik

sebagai virtues (kebajikan- kebajikan) sedangkan karakter yang buruk disebut

dengan vices (sifat buruk). Virtues berasal dari bahasa Latin virtus yang secara

harfiah berarti sesuatu seperti “power” (kekuatan/kuasa). Jadi, virtues pada

dasarnya bukan sekadar values (nilai-nilai) yakni ciri-ciri (traits) yang kita

rasakan berguna/layak, tetapi kekuatan-kekuatan yang merupakan

kemampuan yang riil untuk mencapai sesuatu yang baik. Silakan Anda

Page 91: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

82

mengumpulkan informasi yang lain sebanyak-banyaknya dari berbagai buku

dan sumber belajar yang lain mengenai pengertian kebajikan-kebajikan.

Dari perspektif kebajikan ini, pertanyaannya yang muncul adalah “apa saja

kekuatan-kekuatan (virtues) yang perlu dikembangkan untuk mencapai suatu

kehidupan yang baik?

Sebenarnya, menurut Gill, sebelum istilah Latin virtus sudah ada konsep Yunani

yang disebut arête (yang oleh orang Romawi diterjemahkan dengan virtus).

Karena itulah para filsuf moral menterjemahkan “the ethics of character” (etika

karakter) sebagai “aretaic ethics” (etika aretaic). Sedangkan arête dalam

bahasa Yunani mungkin paling baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris

sebagai excellence ‘keunggulan‘. Keunggulan ini bukan keunggulan dalam

semua hal, melainkan hanya keunggulan dalam terang tujuan yang sudah

ditentukan. Karena itu, virtue sebagai arête ‘keunggulan’ merujuk kepada

kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan yang kita miliki–bukan

semua kekuatan dan kemampuan, melainkan hanya yang memungkinkan kita

mencapai secara unggul tujuan-tujuan kita. Dapat juga dikatakan bahwa

virtues adalah keterampilan yang dibutuhkan untukmencapai tugas kehidupan

(yang baik). Ketika kebajikan-kebajikan seperti itu terjalin dalam karakter kita,

kebajikan-kebajikan itu tidak menjadi sekadar komponen-komponen

pengalaman hidup kita tetapi sudah menjadi kebiasaan-kebiasaan,

kecenderungan-kecenderungan, dan watak-watak yang terus-menerus.

Ketika bermacam- macam tantangan muncul, kita tidak hanya berkonsultasi

dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai, tetapi kita sudah mempunyai

kecenderungan dan keinginan untuk bereaksi dengan kebaikan, keadilan, atau

dengan kebajikan-kebajikan lain yang tepat- kita juga telah memeroleh

keterampilan dan kemampuan untuk bertindak dengan cara yang tepat.

Kembali lagi kepada pertanyaan awal: apakah sesungguhnya karakter itu?

Ryan dan Bohlin mencoba dengan cara yang agak beda menjelaskan tentang

apa itu karakter. Dengan mengutip Exupery yang mengatakan “It is only

with the heart that one seesrightly; what is essential is invisible to the eye.”

Dari kutipan itu mereka berdua ingin mengatakan bahwa karakter adalah satu

dari hal-hal yang esensial tersebut. Karakter adalah salah satu dari kata-

kata yang biasa kita dengar, tetapi yang sulit dijelaskan. Seperti halnya

semua hal abstrak, kita tak bisa melihat, menjamah, maupun merasakannya.

Bilamana kita berada di dekat seseorang yang mempunyai karakter yang baik,

kita bisa menyadarinya (Ryan 1999, 5).

Page 92: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

83

Kata bahasa Inggris “character” berasal dari bahasa Yunani charassein yang

berarti ’mengukir, memahat ‘seperti tindakan mengukir pada lempengan lilin,

batu permata, atau permukaan logam. Dari akar tersebut, berkembanglah arti

karakter sebagai suatu tanda atau petunjuk yang khusus, dan dari situ

bertumbuhlah konsepsi bahwa karakter adalah pola perilaku individu yakni

keadaan moralnya. Setiap manusia ditandai oleh berbagai campuran khas

antara hal-hal negatif, kesabaran, kelambanan, keprihatinan, kebaikan dan

sejenisnya. Menurut Ryan dan Bohlin, suatu karakter yang sudah tetap–

misalnya karakter yang baik–jauh melebihi sekadar pola perilaku dan

kebiasaan bertindak yang tetap.

Mereka menyimpulkan bahwa karakter yang baik adalah sifat mengetahui apa

yang baik, mencintai yang baik, dan melakukan apa yang baik. Ketiganya

secara dekat berhubungan. Kita lahir dengan orientasi yang berpusat pada diri

sendiri, dan tidak tahu apa-apa di mana dorongan-dorongan primitif kita

menguasai penalaran kita. Semua upaya pendidikan dan pengasuhan adalah

untuk membawa kecenderungan, perasaan, dan cita-cita dalam harmoni

dengan penalaran.

Untuk mengetahui yang baik, tibalah pada pemahaman akan yang baik dan

jahat. Tindakan ini berarti mengembangkan kemampuan untuk menilai situasi,

dan secara sadar memilih hal yang benar untuk dilakukan dan melakukannya.

Inilah yang disebut oleh Aristoteles sebagai penalaran praktis (practical

reason). Ini tidak hanya bijaksana mengatur waktu tetapi juga menentukan

prioritas, dan memilih dengan baik dalam semua bidang kehidupan.

Mencintai yang baik berarti mengembangkan suatu perasaan dan emosi moral

yang penuh, termasuk mencintai apa yang baik dan membenci yang jahat,

termasuk suatu kemampuan untuk berempati dengan orang lain. Ini adalah

masalah menyukai untuk melakukan yang baik. Mencintai yang baik

memungkinkan kita menghargai dan mengasihi meski kita tahu tindakan-

tindakannya salah. Ia mengizinkan kita mencintai orang yang berdosa dan

membenci dosanya.

Melakukan yang baik berarti, bahwa setelah pertimbangan yang teliti dan

sungguh-sungguh atas semua keadaan dan fakta-fakta yang relevan, kita

mempunyai kemauan untuk berbuat/bertindak. Dunia kita penuh dengan

orang-orang yang tahu hal benar apa yang harus dilakukan, tetapi kurang

sekali kemauan untuk melakukannya. Mereka tahu apa yang baik, tetapi tak

dapat menghantar mereka kepada melakukan yang baik.

Page 93: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

84

Pertanyaannya adalah apakah yang baik? Kebudayaan sangat majemuk dan

pendapat orang mengenai yang baik itu juga kadang majemuk, walaupun ada

tumpang tindihnya di sana sini. Semua budaya mempunyai semacam bentuk

“golden rule” (Ryan dan Bohlin 1999, 6-7). Biasanya apa yang baik melampaui

batas-batas budaya dan bahkan batas-batas agama.

Namun dari perspektif Kristen, yang baik adalah yang dikehendaki Tuhan. Apa

yang dikehendaki Tuhan? Sangat banyak dan tersebar dalam seluruh Alkitab.

Intinya adalah “kasih” atau mengasihi karena itulah hukum utama dan

pertama. Apa artinya mengasihi itu? Tentu saja masih membutuhkan

penjelasan. Bisa juga kita katakan bahwa hukum kasih yakni “mengasihi Tuhan

Allah dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri” (lih. Mat. 22:37-40)

adalah prinsip utama dan terdalam. Hal ini masih bisa dijabarkan secara lebih

spesifik seperti dalam kata-kata Tuhan Yesus dalam Lukas yang mengatakan:

“sama seperti kamu suka orang lain perbuat kepadamu, maka perbuatlah itu

kepada orang lain.”

Bagaimanakah hubungan antara iman dan etika Kristen dan karakter Kristen?

Hubungan di antara ketiganya sangat erat dan bahkan menyatu. Iman Kristiani,

bilamana dipahami dengan betul, tidak hanya menyangkut kepercayaan dalam

arti kognitif, sebagai pengakuan intelektual kita mengenai kebenaran dari yang

kita percayai. Iman Kristiani juga mencakup pengertian mempercayakan diri

kepada yang dipercayai dan membangun sikap dalam hubungan dan

komitmen dengan yang dipercayai. Pada akhirnya, pengetahuan dan sikap

saja tidak cukup untuk mewujudkan iman Kristiani itu. Kita perlu melakukan

apa yang kita percayai dan kita ketahui bahwa hal itu baik.

Tuhan Yesus setelah selesai membasuh kaki para murid-Nya, menantang

mereka dengan pertanyaan: mengertikah mereka akan apa yang sudah

dilakukan-Nya? Dan tanpa menunggu jawaban mereka, Tuhan Yesus

langsung melanjutkan dengan kata-kata berikut ini: “Setiap orang yang

mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang

bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu” (Mat. 7:24).

Intinya jelas bahwa karakter Kristen tidak hanya terbatas pada tahu apa yang

baik, tetapi juga mempunyai kecintaan, dan keinginan melakukannya, serta

melakukannya dalam tindakan nyata. Berkali-kali Alkitab mempertegas hal ini,

misalnya dalam Yakobus 2:26 yang mengatakan bahwa “sama seperti tubuh

tanpa roh adalah mati, demikianpun iman tanpa perbuatan adalah mati.” Di

Page 94: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

85

sini seolah-olah iman dan perbuatan dipisahkan, mungkin saja iman dalam arti

tahu apa yang baik.

Gill kembali lagi menegaskan perlunya memahami konsep “hati” di dalam

Alkitab. Bagi mereka yang percaya akan Alkitab sebagai Firman Tuhan, “hati”

adalah pusat yang mengontrol kehidupan seseorang. Tuhan Yesus

mengatakan, “sebab dari dalam, dari hati orang timbul segala pikiran jahat,

percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan,

kelicikan, hawa nafsu, irihati, hujat, kesombongan, kebebalan. ”Semua hal

jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang (lih. Markus 7:21-23).

Karena itu, kita butuh hati yang baru, cara pandang baru, yang berasal dari

Allah dan diasuh oleh firman-Nya serta didukung oleh komunitas orang

berkarakter baik, sehingga seseorang terbangun karakter Kristianinya.

Hati kita adalah hakikat paling inti dari keberadaan kita, dari jiwa kita, dan

menjadi pusat yang mengontrol karakter kita. Hati menjadi sumber mata air

dari motivasi-motivasi dan perilaku kita. Anda dapat melihat betapa dekat

hubungannya dengan karakter kita. Dalam membangun dan membangun

kembali karakter kita, hati kita harus terkait dengan hati baru, dan hidup baru

yang dijanjikan Allah.

Bagaimanakah pembangunannya? Inilah yang kita sebut pendidikan

karakter. Tanggungjawab siapakah pendidikan karakter itu? Pertama, dari

sudut pandang manapun, terutama teologis, pendidikan karakter adalah

tanggungjawab utama dan pertama dari orang tua, karena setiap anak pada

umumnya terlahir dalam keluarga, dan dipercaya anak sebagai karunia

Tuhan. Karena itu, orang tua lah penanggungjawab utama untuk pendidikan

karakter bagi anak-anaknya.

Kedua, secara tradisional, komunitas agamawi juga bertanggungjawab

terhadap pendidikan karakter umatnya. Fungsi agama, antara lain, sebagai

penuntun moral, termasuk karakter moralnya. Di sinilah dipertanyakan

apakah keluarga maupun komunitas iman benar-benar telah menjalankan

tanggungjawab ini? Apa hambatan dan halangannya? Coba Anda diskusikan

dengan rekan Anda, apa yang salah dengan keluarga dan Gereja sebagai pihak

yang bertanggungjawab terhadap pendidikan karakter. Apa solusi yang Anda

hendak berikan?

Ketiga, sekolah bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter. Belakangan

ini, sekolah diingatkan untuk mengerjakan tanggungjawab ini khususnya

Page 95: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

86

masyarakat Amerika yang sudah menjadikan pendidikan karakter sebagai

suatu gerakan nasional.

Seperti sudah dikatakan sebelumnya, bahwa karakter adalah “tahu apa yang

baik, mencintai apa yang baik, serta melakukan apa yang baik”. Pendidikan

karakter adalah upaya sengaja untuk menolong naradidik di dalam konteks

manapun untuk mengetahui apa yang baik, mencintai apa yang baik serta

maumelakukan apa yang baik itu.

Sudah dikatakan bahwa suatu kebajikan itu baru akan menjadi kebiasaan

bilamana hal-hal itu sudah terjalin dalam pengalaman kehidupan. Jadi, untuk

menjadi orang berkarakter baik dibutuhkan pembiasaan, pengajaran dan

dorongan. Pembiasaan itu hanya bisa terwujud bilamana para pendidik apakah

orang tua, pemimpin umat, dan guru dapat menjadi teladan yang berwibawa

dan bisa menegakkan disiplin dan kebiasaan yang baik.

Di sinilah dibutuhkan dukungan komunitas karakter. Keluarga, sekolah dan

gereja/komunitas agamawi dapat menjadi komunitas karakter. Hal ini hanya

bisa terjadi bila keluarga, sekolah/universitas, serta komunitas agamawi

mempunyai budaya berkarakter: adil, memberi perhatian, disiplin, terbuka, dll.

Pendidikan agama hanyalah salah satu unsur kecil dalam keseluruhan budaya

suatu komunitas keluarga, gereja dan sekolah. Alangkah baiknya bila ketiga

pilar tadi bekerjasama secara sinergis sehingga karakter anak didik benar-

benar terbangun. Ingat bahwa dunia melalui berbagai industri budaya dan

hiburan/mainan menawarkan dan membangun karakter anak-anak muda

tetapi karakternya yang bertentangan dengan kebajikan yang dianut keluarga,

sekolah dan gereja.

Berbicara tentang etika, yang akan

dibicarakan adalah sistem etika yakni

sistem etika Kristen, sistem etika

Islam, sistem etika Hindu, sistem etika

Buddha, atau sistem etika filsafati

seperti utilitarianisme, positivisme dan

sebagainya. Fokus tulisan ini adalah

etika Kristen. Etika Kristen yakni ilmu

yang mempelajari norma-norma atau

Sumber:

http://ethicalframeworks.wikispaces.com/

Ethical+Frameworks

Page 96: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

87

nilai-nilai yang digunakan oleh orang Kristen untuk menilai tindakan dan

motivasi manusia itu dapat dikatakan baik, benar, dan bertanggungjawab atau

sebaliknya. Untuk itu, acuannya adalah kitab suci Alkitab yang dipercayai

sebagai standar bagi kepercayaan dan perilaku/motivasi orang Kristen. Apakah

etika Kristen itu masuk dalam kategori teleologis atau deontologis? Atau

keduanya? Apakah Alkitab langsung memberi hukum-hukum dan aturan mana

yang boleh dan mana yang tidak boleh? Ataukah pernyataan Alkitab hanya

memberi prinsip umum yang harus diaktualisasikan dalam situasi yang

konkret? Misalnya, menghadapi masalah nilai kesetaraan gender, dari bagian

manakah nilai kesetaraan gender itu diambil? Tentu tidak ada hukum

kesetaraan gender, tetapi prinsipnya ada yakni bahwa manusia diciptakan oleh

Tuhan menurut gambar-Nya dan mereka diciptakan sebagai laki-laki dan

perempuan. Karena keduanya diciptakan segambar dengan khaliknya,

manusia laki-laki maupun perempuan setara dan sederajat, jadi ada

kesetaraan gender (equality=kesamaderajatan manusia laki-laki dan

perempuan). Kesetaraan dalam harkat, martbat dan hak-hak paling asasi, dan

tidak dimaksudkan setara atau sama dalam segala fungsi. Laki-laki tentu tidak

bisa mengandung dan melahirkan, mengandung dan melahirkan adalah

kodrat perempuan dan tidak ada kaitannya dengan perbedaan derajat.

Dekalog/sepuluh perintah Tuhan memuat larangan-larangan dan bisa

dianggap sebagai hukum-hukum. Kalau dibaca dari kaca mata Perjanjian Baru,

dekalog tetap merupakan acuan moral dan karakter orang percaya.

Walaupun Tuhan Yesus memperbaharuinya dengan mengatakan bahwa

hanya ada satu hukum utama yakni hukum kasih, baik kasih kepada Allah dan

dan kasih kepada sesama manusia (atau lebih akurat dikatakan: kasih kepada

Allah melalui kasih kepada sesama dan pemeliharaan terhadap ciptaan Allah).

Inilah jiwa dari sepuluh hukum dalam dekalog tersebut. Tanpa kasih, ketaatan

terhadap kesepuluh hukum itu akan kehilangan roh dan justru bisa

mengorbankan esensinya yakni kasih.

Setiap sistem etika ada prinsip utamanya (ultimate principle). Demikian pun

dalam sistem etika Kristen ada prinsip utamanya: yakni prinsip kasih. Silakan

Anda memberikan argumentasi Anda yang memperlihatkan kesetujuan Anda

bahwa prinsip utama dalam sistem etika Kristen adalah kasih! Kasih lebih dari

sekadar tidak melakukan kepada orang lain apa yang tidak kita suka orang lain

lakukan kepada kita, melainkan terutama sebuah prinsip “sama seperti kita

suka orang lain lakukan kepada kita demikianlah juga kita melakukan kepada

orang lain” (lih. Lukas 6:3). Jadi, kaidah kencana itu bisa kita ambil dari Matius

Page 97: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

88

22:37-40 tentang Hukum Kasih (prinsip kasih) dan Lukas 6:31 sebagai prinsip

umumnya. Keduanya tidak hanya prinsip yang abstrak di luar diri manusia

melainkan harus ditumbuhkembangkan sehingga terjalin dalam pengalaman

keseharian manusia. Itulah yang menjadi dasar karakter Kristiani.

Kasih adalah melakukan apa yang terbaik bagi yang dikasihi. Kasih tanpa

syarat, bukan kasih karena…, melainkan kasih walaupun….

Bila etika adalah ilmu yang mempelajari norma-norma sebagai ukuran

untuk menilai perilaku dan motivasi manusia apakah baik atau tidak,

pertanyaan yang muncul adalah dari manakah sumber norma manusia itu?

Untuk menjawab pertanyaan ini, ada dua kategori jawaban. Pertama, dari Allah

atau yang dianggap Tuhan. Kedua, dari manusia sendiri melalui kontrak sosial

atau penalarannya.

Berikut ini adalah deskripsi tentang etika teologis dan filsafati. Amatilah

perbedaan antara etika teologis dan filsafati dalam uraian berikut. Setelah itu,

Anda diminta untuk mengomunikasikan perbedaan antara etika teologis dan

filsafati dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri di kelas.

1. Etika Teologis

Etika teologis adalah sistem etika yang sumber normanya dipercayai berasal

dari Tuhan atau setidak-tidaknya lahir dari asumsi-asumsi teologis baik

tentang Tuhan dan manusia yang sumber utamanya dari kitab suci masing-

masing agama. Pernyataan- pernyataan dari kitab suci masing-masing agama

itu masih perlu ditafsirkan dalam konteks dan sejarahnya agar menemukan arti

serta nilai-nilai yang bisa dijadikan norma perilaku dan motivasi manusia. Etika

Kristen, etika Islam, etika Hindu, etika Buddha, dll. termasuk dalam kategori

etika teologis. Memang cara orang percaya menggunakan kitab suci untuk

menyimpulkan nilai moral sebagai norma etis berbeda antara satu

orang/kelompok dengan orang/kelompok lain. Walaupun demikian, tidak

dapat disangkal bahwa dari berbagai etika teologis itu banyak sekali nilai-nilai

yang tumpang tindih atau sama. Mengapa demikian? Bisakah Anda memberi

penjelasan berupa deskrispsi yang memadai? Menurut Anda, adakah masalah

ketika seseorang menganut suatu sistem etika yang sumber normanya

dipercayai berasal dari Tuhan? Berilah contoh dalam deskripsi atau jawaban

Anda! Mungkinkah seseorang dapat melakukan kesalahan/pelanggaran serius

Page 98: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

89

melulu karena yakin bahwa nilai moralnya dari Tuhan dan diterapkan secara

harafiah tanpa memahami konteksnya dulu maupun sekarang?

Bagi sistem etika Kristen, acuan utamanya adalah pada tokoh dan teladan

Kristus sendiri, melalui ajaran-ajaran-Nya terutama melalui contoh kehidupan-

Nya. Karakter yang ideal sesuai kehendak Allah terwujud dan tercermin dalam

keseluruhan hidup-Nya. Jadi, apa yang sudah dijelaskan di atas, tidak ada etika

Kristen dan karakter Kristen kalau tidak dikaitkan dengan Yesus Kristus baik

melalui ajaran-Nya dan teladan-Nya.

2. Etika Filsafati

Etika filsafati adalah etika yang dibangun atas dasar pemikiran filsafati

manusia maupun berdasarkan kontrak sosial. Etika filsafat ini sudah ada sejak

dulu, bahkan setiap kebudayaan melahirkan sistem nilai yang menjadi norma

perilaku dan motivasi yang baik. Yang menjadi persoalan, apakah sistem etika

teologis/keagamaan tidak membutuhkan sistem etika filsafati atau setidaknya

pemikiran filsafati keagamaan, atau sebaliknya? Mungkinkah?

Yang masuk dalam kategori etika filsafati adalah positivisme, hedonisme,

utilitarianisme dan lain-lain. Dalam kaitan dengan etika filsafati, di manakah

letak sistem etika Kristen? Apakah sistem etika Kristen hanya menjadikan

kitab suci agamanya (Alkitab) sebagai sumber satu-satunya. Sebagai suatu

sistem, dibutuhkan koherensi dan penalaran sehingga pasti butuh penalaran

filsafati juga walaupun etika Kristen tidak bisa dikatakan sebagai produk

penalaran manusia saja. Bila produk penalaran manusia saja, etika Kristen

kekurangan daya pendorong untuk dilakukan.

Agama tanpa dimensi etis, moral, dan karakter, hampir tidak ada fungsi yang

signifikan bagi kemanusiaan dan dunia ciptaan Tuhan. Agama mungkin hanya

berfungsi memberi penghiburan di kala duka, dan pengharapan di kala putus

asa sambil menggiring orang masuk surga. Pada bab ini, secara agak panjang

lebar telah dibahas etika, moral, dan karakter serta kaitannya dengan iman

Kristiani. Walau etika sebagai ilmu mempelajari prinsip-prinsip dan bagaimana

prinsip-prinsip tersebut dibangun, etika juga kurang berguna bila suatu sistem

etika tidak memberi seperangkat penuntun untuk bertindak konkret. Etika

Kristen sebagai suatu sistem memang menjadi seperangkat penuntun untuk

bertindak secara moral di tengah-tengah nilai-nilai yang bertabrakan di sana

sini yang membuat manusia bingung. Sudah tentu etika Kristen bukan satu-

Page 99: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

90

satunya penuntun yang berlaku di masyarakat karena masing-masing sistem

etika menawarkan penuntun. Meski sumber penuntun moral itu adalah

Alkitab, dan tersebar di mana-mana, ada prinsip utama yang menjadi Kaidah

Kencananya, yakni yang terdapat dalam Hukum Kasih: kasih kepada Allah

melalui kasih kepada sesama dan alam ciptaan Tuhan. Bisa juga sumber

penuntun moral diambil dari kata-kata Tuhan Yesus: sebagaimana kamu

kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada

mereka. Pada akhirnya etika dan moralitas harus menunjukkan kebajikan-

kebajikan (virtues) yang kemudian melalui pendidikan membangun karakter

kebajikan-kebajikan tersebut terjalin dengan pengalaman keseharian kita.

Itulah karakter yang baik, sehingga tujuan pendidikan semula untuk menjadi

naradidik “smart and good” menjadi suatu kenyataan yang pada gilirannya

menyumbang untuk menjadikan bangsa dan masyarakat ini berkarakter.

Coba Anda telusuri bagaimana karakter dari masyarakat kita terutama para

pejabat publik, apakah menurut Anda karakter mereka cukup

menggembirakan? Ataukah memprihatinkan? Beri alasan atas jawaban Anda!

Apakah Anda mempunyai solusi jika hal itu memprihatinkan? Apa solusi

Anda? Presentasikan di depan kelas!

Page 100: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

91

BAB V HUBUNGAN IMAN KRISTIANI DENGAN

ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN

SENI

Sumber: http://www.blogs.hss.ed.ac.uk/science-and-religion/

Kita hidup pada zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan dalam banyak hal

persoalan-persoalan manusia banyak teratasi walaupun masalah-masalah

baru terus bermunculan. Kemajuan ilmu pengetahuan juga membawa

dampak bagi kehidupan manusia termasuk kehidupan beragamanya.

Beberapa negara barat, yang dibangun atas dasar industri, atas dasar

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengalami kemerosotan dalam

hal kehidupan beragama. Manusia cenderung sulit mengambil sikap yang

tepat dalam kaitan antara imannya dan ilmu pengetahuan yang sangat maju.

Kita juga hidup dalam suatu dunia saat teknologi telah mencapai kemajuan

yang tidak terbayangkan dalam berbagai bidang terutama teknologi

komunikasi. Sudah banyak dampaknya baik yang lebih memanusiakan

manusia, maupun yang kurang atau tidak memanusiakan manusia.

Page 101: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

92

Seni adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia termasuk

kehidupan agamawinya. Ada pengaruh timbal baliknya di antara keduanya.

Bab ini akan mempelajari bagaimana hubungan iman dengan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mencari hubungan yang bermakna di

antara ketiganya.

Setelah Anda mempelajari bab ini, Anda diharapkan mencapai beberapa tujuan

pembelajaran. Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah: (i)

bersikap rendah hati dan bergantung kepada Tuhan yang diwujudkan antara

lain dalam ibadah yang teratur; (ii) berpengharapan akan masa depan yang

lebih baik; (iii) berdisiplin dan bertanggung jawab dalam menuntut,

mengembangkan, serta menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

(iv) menjelaskan tanggung jawab etis kristiani dalam konteks kehidupan sosial

kemasyarakatan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; serta (v)

menggunakan hasil rumusan tanggung jawab etis kristiani dalam konteks

kehidupan sosial kemasyarakatan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Silakan Anda mengamati dan menilai hubungan antara iman dan ilmu

pengetahuan dalam sejarah kekristenan dari berbagai buku dan sumber

belajar yang lain. Amati juga apa yang menjadi pokok persoalan dalam

membahas topik llmu pengetahuan dan teknologi dalam hubungannya

dengan pendidikan agama di perguruan tinggi. Pada satu sisi, perguruan tinggi

adalah tempat ilmu pengetahuan dan teknologi dipelajari sekaligus

dikembangkan. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi tidak

hanya untuk menguasainya, namun agar dapat menyumbang baik untuk

perkembangan manusia secara pribadi maupun untuk masyarakat secara

bersama-sama. Bila ilmu pengetahuan dan teknologi dijadikan salah satu

substansi kajian, ada asumsi, bahwa agama memberi sumbangan yang berarti

dalam rangka memotivasi manusia untuk mempelajari dan

mengembangkannya demi kegunaan bagi manusia dan masyarakat.

Selain itu, tantangan terbesar dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

adalah bahwa agama bisa menjadi kurang atau tidak relevan lagi dalam

memecahkan persoalan hidup manusia dan masyarakatnya. Disadari benar

bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dibuktikan

secara empiris, dapat saja memerosotkan iman seseorang sehingga tidak

percaya lagi pada kebenaran agama bilamana temuan ilmu pengetahuan

Page 102: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

93

ternyata berbeda dengan deskripsi Kitab Suci. Singkatnya, kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi dapat menjadi ancaman bagi kehidupan

beragama.

Jadi, bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi tetap diusahakan

berkembang, tetapijuga iman dan takwa manusia dalam kehidupan

beragamanya ditingkatkan. Karena itu, haruslah dicari hubungan yang

bermakna antara iman, ilmu pengetahuan dan teknologi. Hubungan yang

bagaimanakah di antara keduanya yang dapat dipertanggungjawabkan?

Tantangan dari kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi

belum begitu terasa di Indonesia.

Karena ideologi Pancasila

mengasumsikan semua orang

percaya kepada Tuhan, secara

publik jarang ada orang

mempertanyakan eksistensi

Tuhan dan kebenaran dari apa

yang dianggap penyataan Ilahi

dalam kitab-kitab suci

keagamaan. Hal ini tidak berarti

bahwa secara individual orang

tidak secara kritis

mempertanyakan dasar iman

mereka. Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional juga secara tegas merumuskan tujuan pendidikan

nasional pertama-tama untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan

kepada Tuhan, dan juga memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bagaimanakah sifat hubungan antara iman (agama) dan ilmu pengetahuan

dalam sejarah (khususnya sejarah kekristenan)? Hubungan yang

bagaimanakah yang dapat kita kembangkan agar berguna bagi kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta sekaligus meningkatkan keimanan dan

ketakwaan manusia kepada Tuhan? Inilah persoalan substansial kajian ini.

Sebelum kita menelusuri tipologi hubungan iman dan ilmu pengetahuan

menurut Ian Barbour, baiklah secara sederhana dilihat dua tipe hubungan yang

terlihat tidak membangun.

Sumber: http://www.google.com/iFreligion- and-

science.jpg&imgrefurl=d

Page 103: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

94

1. Dominasi Iman/Agama terhadap llmu Pengetahuan/Sains

Di Barat, tempat kekristenan berasal, selama berabad-abad lamanya,

khususnya selama Abad Pertengahan, dapat disaksikan dominasi iman atas

ilmu pengetahuan atau sains. Teologi yang menjadi acuan kehidupan iman

orang Kristen, dianggap sebagai ratu ilmu pengetahuan, telah

menempatkannya sebagai ukuran kebenaran untuk segala hal, bukan hanya

untuk soal iman danetika.

Tragisnya, ketika Galileo mengemukakan temuan ilmu pengetahuannya

bahwa bukan matahari yang beredar dari timur ke barat, melainkan bumilah

yang beredar mengelilingi matahari, gereja sebagai pemegang otoritas

kebenaran ajaran teologi menjatuhkan hukuman yang mengerikan terhadap

dia. Penemuannya justru dianggap bertentangan dengan deskripsi Alkitab

yang ditafsirkan secara literal (harfiah) dan dikenal dengan istilah Biblical

Literalism, tanpa memerhatikan konteks budaya ketika Alkitab ditulis.

Alkitab ditulis dalam konteks masyarakat agraris dan masih sederhana,

dan deskripsi tentang fenomena alam berdasarkan pengamatan semata-

mata. Secara awam sudah tentu deskripsi bahwa matahari yang beredar

mengelilingi bumi adalah hal yang wajar tetapi tentu maksud Alkitab bukanlah

untuk memberi deskripsi tentang gejala-gejala alam dan menjadi buku teks

ilmu pengetahuan alam. Tujuannya jauh lebih tinggi dari deskripsi seperti itu.

Penulis hendak menyaksikan bahwa di balik semua yang ada, ada penciptanya.

Suatu pengakuan tentang eksistensi Tuhan dan bahwa Tuhan adalah Allah

yang hidup dan bertindak dalam sejarah umat manusia. Silakan Anda amati

dan nilai dampak negatif dominasi iman/agama terhadap ilmu pengetahuan/

sains.

Page 104: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

95

Untungnya, setelah beberapa abad

kemudian Gereja mengakui bahwa

hukuman terhadap Galileo Galilei

adalah suatu kekeliruan, dan Gereja

telah meminta maaf atas hal tersebut.

Umumnya, pada masa kini tidak ada

yang beranggapan bahwa mataharilah

yang beredar mengelilingi bumi dan

bukan bumi yang mengelilingi matahari,

walaupun tidak berani menolak otoritas

Alkitab, karena Alkitab bukan buku teks

ilmu pengetahuan. Lalu bagaimana

sebaiknya hubungan iman/agama

dengan ilmu pengetahuan?

2. Dominasi llmu Pengetahuan terhadap Agama

Sejak zaman Pencerahan, dominasi iman atas ilmu mulai dipertanyakan,

malahan berkembang menjadi dominasi ilmu atas iman. Tantangan utama

atas agama atau iman dalam abad ilmu pengetahuan adalah keberhasilan

metode ilmu pengetahuan. Tampaknya ilmu pengetahuan memberikan satu-

satunya jalan yang dapat dipercaya menuju kepada pengetahuan (knowledge).

Banyak orang menganggap sains (ilmu pengetahuan) bersifat objektif,

universal, rasional, dan didasarkan pada bukti observasi/pengamatan yang

kuat. Sedangkan agama pada sisi yang lain, bersifat sangat subjektif, lokal

(sempit skopnya), emosional, dan didasarkan pada tradisi atau sumber

kewibawaan yang saling bertentangan satu sama lain. Lama-kelamaan,

orang lebih yakin akan metode ilmu pengetahuan, mulai meragukan

keyakinannya, dan bahkan meninggalkannya sebagai suatu yang tidak

berdasar. Rasio manusia menjadi ukuran atas segala-galanya bukan hanya

dalam bidang sains (ilmu pengetahuan) tetapi juga dalam hal-hal yang bersifat

imaniah dan kepercayaan.

Sebagai akibatnya, para teolog ada juga yang mencoba menyesuaikan

pernyataan Alkitab dengan temuan ilmu pengetahuan, dan dengan demikian

iman tunduk kepada ilmu pengetahuan. Inilah dominasi ilmu atas iman.

Silakan Anda amati dan nilai dampak negatif dominasi ilmu pengetahuan atas

iman/agama!

Page 105: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

96

Dari dua sifat hubungan di atas, dapat dikatakan bahwa keduanya kurang

sehat baik untuk agama dan iman maupun untuk ilmu pengetahuan.

Ian Barbour membagi tipe hubungan iman dan ilmu pengetahuan masa

sekarang dalam 4 tipe hubungan. Liek Wilardjo telah membuat suatu

ringkasan yang sangat baik tentang keempat tipe itu serta menerbitkannya

dalam Jurnal Waskita (Wilardjo 2004, 15-29).

Menurut Wilardjo, keempat pengelompokkan yang dibuat Barbour itu, dapat

disingkat dengan empat (4) P, yakni: Pertentangan (Conflict), Perpisahan

(lndependence), Perbincangan (Dialogue), dan Perpaduan (lntegration).

Wilardjo lebih jauh menjelaskan makna dari keempat tipologi hubungan

iman dan ilmu di atas sebagai berikut.

a. Pertentangan (conflict)

Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan iman dan ilmu

yang pertama, yakni pertentangan. Pertentangan ialah hubungan yang

bertentangan (conflicting), dan dalam kasus yang ekstrem mungkin bahkan

bermusuhan (hostile). Barbour menunjukkan bahwa contoh historis dari konflik

ini adalah kasus Galileo. Lebih jauh dia katakan bahwa pada satu sisi mereka

yang menganut Materialisme Ilmiah (pada pihak ilmu pengetahuan) berada

pada pertentangan yang tidak terdamaikan dengan mereka dari pihak

agama/iman yang menganut Literalisme Alkitabiah. Baik Materialisme IImiah

dan Literalisme Alkitabiah percaya bahwa ada konflik yang serius antara ilmu

pengetahuan masa kini dengan kepercayaan-kepercayaan agamawi klasik.

Keduanya mencari pengetahuan dengan fondasi yang pasti: pada satu sisi

berdasarkan pada data logika dan indrawi, sedang pada sisi yang lainnya

berdasarkan pada kitab suci yang tidak ada salahnya (infallible scripture).

Keduanya mengklaim bahwa baik ilmu pengetahuan maupun teologi

membuat pernyataan-pernyataan yang bertentangan tentang hal yang sama,

misalnya sejarah dari alam ini, dan seseorang harus memilih salah satunya.

Menurut Barbour, keduanya justru mewakili penyalahgunaan ilmu

pengetahuan. Penganut Materialisme Ilmiah mulai dengan ilmu pengetahuan

tetapi kemudian berakhir dengan membuat klaim-klaim filosofis yang luas.

Sebaliknya, penganut Literalisme alkitabiah bergerak dari teologi lalu

membuat klaim-klaim tentang hal-hal yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan. Kedua aliran/kubu kurang memberi penghargaan yang

memadai kepada perbedaan-perbedaan kedua disiplin ilmu itu.

Page 106: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

97

b. Perpisahan (independence)

Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan iman dan ilmu

yang kedua, yakni perpisahan. Perpisahan berarti ilmu dan agama berjalan

sendiri-sendiri dengan bidang garapan, cara, dan tujuannya masing-masing

tanpa saling mengganggu atau mempedulikan. Ini salah satu cara untuk

menghindari konflik atau saling menyalahkan. Masing-masing mempunyai

bidang yang berbeda, dan dengan metode yang khas yang dapat dibenarkan

atas dasar terminologinya sendiri-sendiri. Pendukung dari pandangan ini

berpendapat bahwa ada dua yuridiksi (otoritas) dan tiap pihak tidak boleh

campur urusan pihak yang lain, melainkan berurusan dengan urusannya

sendiri. Setiap cara inkuiri (penelitian) bersifat selektif dan mempunyai

keterbatasan. Perpisahan yang tajam ini dimotivasi atau didorong bukan saja

oleh keinginan untuk menghindari konflik yang tidak perlu, melainkan oleh

keinginan untuk setia kepada sifat yang berbeda dari setiap bidang kehidupan

dan pemikiran. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa ilmu dan agama

mempunyai perspektif yang berbeda atas bidang yang sama, ketimbang

bidang penelitian yang berbeda. Apakah ini cara terbaik untuk melihat

hubungan keduanya? Pada satu sisi tampaknya cara ini agak aman, namun

bagaimanakah seorang ilmuwan yang juga adalah seorang beriman?

Mungkinkah cara ini berfungsi?

c. Perbincangan (dialogue)

Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipologi hubungan iman dan ilmu

yang ketiga, yakni perbincangan. Perbincangan ialah hubungan yang saling

terbuka dan saling menghormati, karena kedua belah pihak ingin memahami

perbedaan dan persamaan antara keduanya. Dalam kategori ini pun ada

berbagai kelompok pendapat yang masih ada perbedaan di sana sini. Ada

banyak tokoh baik bidang ilmu pengetahuan maupun teologi yang menjadi

pendukung dari tipe ini. Salah satu argumen dari tipe ini menurut Barbour ialah

adanya kesejajaran metodologis dalam kedua disiplin ini: ilmu

pengetahuan dan teologi/iman. Sebelum tahun 1950-an, ada pembedaan

yang tajam antara sifat dan metode ilmu pengetahuan dan teologi. Ilmu

pengetahuan dikatakan bersifat objektif, yang berarti bahwa teori-teorinya

divalidasi dengan kriteria yang jelas, diuji oleh persetujuan data yang tidak

dapat dibantah dan bebas teori/nilai. Baik kriteria maupun data ilmu

pengetahuan diakui tidak tergantung pada subjek individual, dan tidak

dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh budaya. Pada sisi yang lain menurut

pendapat itu, agama atau teologi bersifat subjektif karena ada keterlibatan

Page 107: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

98

pribadi di dalamnya. Sesudah tahun 1950-an, kontras atau perbedaan yang

tajam ini secara berangsur-angsur dipertanyakan. Ilmu pengetahuan tidak

seluruhnya objektif, agama tidak seluruhnya subjektif sebagaimana diduga

sebelumnya. Memang ada perbedaan-perbedaan dalam tekanan di antara

kedua bidang ini, tetapi perbedaannya tidak semutlak seperti yang diduga.

Data-data ilmiah didasarkan pada teori/anggapandan bukan bebas nilai.

Asumsi- asumsi teoretis ikut bermain dalam menyeleksi, melaporkan, dan

menafsirkan apa yang dianggap sebagai data. Lebih lagi, teori-teori tidaklah

lahir dari analisis data yang logis, melainkan melalui tindakan imajinasi kreatif

kadang-kadang analogi dan model-model memainkan peranan. Model-model

konseptual menolong kita membayangkan apa yang tidak dapat diamati

secara langsung.

Pada sisi yang lain, banyak dari ciri-ciri ini juga dapat ditemukan dalam agama

khususnya dalam berteologi. Kalau data agama termasuk pengalaman

agamawi, ritus- ritus, dan teks kitab suci, data-data seperti itu bahkan lebih

dipengaruhi oleh interpretasi konseptual. Bahasa-bahasa agamawi juga penuh

dengan metafora-metafora dan model-model. Sudah jelas bahwa

kepercayaan religius tidaklah tunduk terhadap pengujian empiris yang ketat,

namun dapat didekati dengan semangat yang sama yang terdapat di dalam

penelitian ilmu pengetahuan. Kriteria ilmiah mengenai koherensi, menyeluruh,

dan kegunaannya mempunyai kesejajaran dalam pemikiran agamawi.

Barbour juga mengutip Thomas Khun yang mengatakan bahwa baik teori-teori

dan data dalam ilmu pengetahuan tergantung pada paradigma dari komunitas

ilmiah (keilmuan). Khun mengartikan paradigma sebagai suatu kelompok

presuposisi (praanggapan) konseptual, metafisik dan metodologis yang

terwujud dalam suatu tradisi pekerjaan ilmiah. Dengan paradigma baru, data

lama direinterpretasikan dan dilihat dengan cara baru, dan data baru dicari.

Dalam memilih paradigma, tidak ada aturan untuk menerapkan kriteria ilmiah.

Evaluasinya merupakan suatu tindakan menilai oleh komunitas ilmu (ilmiah).

Tradisi agamawi dapat juga dipandang sebagai komunitas- komunitas yang

berpegang pada paradigma yang sama. Penafsiran data (seperti pengalaman

agamawi dan peristiwa sejarah), bahkan lebih bergantung kepada paradigma

dibandingkan dengan ilmu pengetahuan.

Banyak cara dan wilayah yang dapat digunakan oleh ilmu pengetahuan dan

teologi/iman untuk berdialog satu sama lain yang dapat memperkaya

keduanya dalam memenuhi panggilannya untuk memanusiakan manusia,

menjaga kelestarian alam semesta, dan pada saat yang sama memperkuat

Page 108: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

99

ketakwaan dan keimanannya kepada Allah. Salah satu yang diusulkan

adalah mengembangkan spiritualitas yang berpusat kepada alam (nature).

Teologi Kristen sebaiknya menjaga keseimbangan antara imanensi Ilahi (Allah)

dalam alam, dan pada saat yang sama transendensi Ilahi (Allah) atas alam.

Belajar dari ilmu-ilmu sosial khususnya teori sosial kritis, para teolog

Pembebasan misalnya mengembangkan teologi yang memberi perhatian

kepada ketidakadilan dan dominasi, dan membaca Alkitab secara kritis serta

melakukan kritik sosial maupun kritik agamawi khususnya kritik terhadap

teologi yang mengalienasi manusia baik dari diri sendiri, sesama, alam

semesta, bahkan dari Tuhan.

d. Perpaduan (Integration)

Amati dan nilailah apa yang akan terjadi pada tipe hubungan iman dan ilmu

yang keempat, yakni perpaduan. Beberapa penulis berpendapat bahwa

semacam integrasi antara ilmu dan iman/agama adalah mungkin. Ada tiga

versi yang berbeda dari integrasi menurut Ian Barbour. Yang pertama, dalam

teologi natural (alamiah), diklaim bahwa eksistensi Allah dapat disimpulkan

dari bukti-bukti rancangan dalam alam. Bahwa alam sedemikian teratur

menunjukkan adanya suatu perancang di baliknya. Ia tidak mungkin terjadi

dengan sendirinya. Ilmu pengetahuan menolong kita untuk lebih

menyadarinya. Yang kedua, dalam teologi tentang alam, sumber utama dari

teologi terletak di luar ilmu pengetahuan, namun teori-teori ilmiah dapat

memengaruhi perumusan ulang dari doktrin- doktrin tertentu dalam agama,

khususnya doktrin tentang penciptaan dan hakikat manusia. Yang ketiga,

dalam sintesa sistematis, baik ilmu maupun agama, menyumbang untuk

pengembangan dari suatu metafisik yang inklusif, seperti dalam filsafat

proses.

Barbour memberi penjelasan yang panjang lebar dari ketiga macam versi

integrasi ilmu dan agama di atas, namun tidak dimuat di sini. Liek Wilardjo

menyimpulkan bahwa Barbour berpendapat bahwa “perpaduan” adalah

hubungan yang bertumpu pada keyakinan bahwa pada dasarnya kawasan

telaah, rancangan penghampiran, dan tujuan ilmu dan agama adalah sama

dan menyatu. Perpaduan itu menurut Barbour seperti disimpulkan oleh

Wilardjo, dapat diusahakan dengan bertolak dari sisi ilmu (Natural Theology),

atau dari sisi agama (Theology of Nature).

Page 109: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

100

Tipe manakah yang seharusnya dipakai? Barbour sangat mendukung tipe

keempat yakni perpaduan (integrasi) walaupun ia juga pro

perbincangan/dialogue. Wilardjo cenderung ke tipe ketiga yakni perbincangan

(dialog), karena di antara keduanya ada perbedaan yang menipiskan

kemungkinan perpaduan, tetapi juga ada persamaan sebagai dasar

perbincangan. Wilardjo tidak menolak tipe perpaduan, dan terbuka terhadap

kemungkinan itu, namun menurutnya tidak perlu dipaksakan. Tampaknya

memang untuk sementara tipe perbincangan lebih memungkinkan, walaupun

kita tetap terbuka pada tipe perpaduan, tetapi tidak perlu dipaksakan.

Secara alkitabiah dan imaniah, kita pada satu sisi menerima bahwa ilmu

pengetahuan dapat dikembangkan manusia, karena hal ini adalah mandat

kebudayaan. Untuk melaksanakan mandat itu Tuhan, memperlengkapi

manusia dengan kemampuan rasional dan kemampuan yang lain. Pada saat

yang sama, manusia adalah juga makhluk religius dan karenanya agama tidak

bisa tidak hadir dalam kehidupan manusia dan menjadi kebutuhan manusia

untuk berelasi dengan Tuhan. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana

kedua potensi itu dipakai untuk membentuk kepribadian yang utuh, dan

bagaimana keduanya saling menunjang dan mendukung? Lebih-lebih

bagaimana pengembangan ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas demi ilmu

itu sendiri tetapi demi kemaslahatan manusia dan kelestarian alam, dan

karena dengan demikian kita telah melaksanakan kehendak Tuhan yang telah

menciptakan dunia dan isinya dengan perintah untuk mengasihi sesama, dan

memelihara alam ciptaan Tuhan. Tujuan akhir agama adalah transformasi

manusia dan masyarakat dalam rangka mentaati kehendak Tuhan.

Page 110: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

101

Kini kita akan mengalihkan perhatian kita kepada teknologi sebagai aplikasi

ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah.

Reaksi dan tanggapan terhadap perkembangan teknologi modern dan canggih

bermacam-macam. Oleh sebab itu, silakan Anda mengajukan beberapa

pertanyaan kritis yang berkaitan dengan manfaat dan dampak negatif

teknologi modern.

Ada tiga kelompok dalam merespon perkembangan teknologi modern.

Kelompok pertama melihat perkembangan teknologi modern sebagai sumber

yang memungkinkan standar kehidupan lebih tinggi, meningkatkan kesehatan,

dan komunikasi yang lebih baik maupun mudah. Pokoknya, teknologi modern

dianggap memberi dampak peningkatan kesejahteraan manusia. Klaim bahwa

persoalan apa pun yang diakibatkan oleh teknologi modern pada dirinya sendiri

tunduk atau dapat dikontrol oleh solusi teknologis. Kelompok kedua bersikap

kritis terhadap teknologi, karena teknologi modern dapat menyebabkan

alienasi dari alam, penghancuran lingkungan hidup, mekanisasi dari kehidupan

manusia, dan hilangnya kebebasan manusia. Kelompok ketiga berpendapat

bahwa teknologi bersifat ambigu, dampaknya bervariasi tergantung pada

konteks sosial karena teknologi dirancang dan digunakan, dan menjadi produk

maupun sumber dari kekuatan ekonomis dan politis.

Terlepas dari bervariasinya respons terhadap teknologi modern, persoalan

pokoknya adalah kita hidup di dalam situasi teknologi modern dan kita

tidak dapat menghindarinya. Cepat atau lambat, pengaruh dan dampaknya

akan dirasakan oleh semua orang. Lebih repot lagi mereka yang tertinggal oleh

teknologi akan semakin tertinggal dalam kesejahteraan hidupnya. Bagaimana

sikap agamawi (kristiani) terhadap pengembangan maupun penggunaan

teknologi modern. Selanjutnya akan dibicarakan pengertian teknologi modern

dan diteruskan dengan beberapa tipe respons manusia terhadap teknologi

modern dengan mengikuti kategori Ian Barbour.

Menurut Eka Darmaputera, tujuan akhir dari sains adalah mengetahui

sebanyak-banyaknya tentang dunia dan alam semesta, sedangkan tujuan

akhir dari teknologi mengubah dunia dalam arti bagaimana pengetahuan dari

sains tadi dapat diaplikasikan dalam peralatan untuk memecahkan masalah

(Supardan 1991, 241). Ada yang mengatakan bahwa teknologi adalah aplikasi

sains untuk memecahkan masalah manusia. Dalam pengertian itu ada kaitan

erat antara ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi. Tanpa sains tidak mungkin

Page 111: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

102

teknologi berkembang, sebaliknya tanpa teknologi, sains menjadi mandul.

Teknologi, menurut Darmaputera, tidak pernah cukup dijelaskan hanya

dengan kategori-kategori sains saja. Teknologi mengimplikasikan pilihan, dan

pilihan menuntut keputusan yang tidak hanya menyangkut aspek ilmiah,

namun juga yang berdimensi etis dan religius. Misalnya, secara ilmiah,

teknologi kloning dapat diterapkan juga kepada manusia, tetapi apakah

seorang ilmuwan/wati boleh melakukan hal tersebut? Ada banyak sekali

pertimbangan dalam membuat keputusan apakah seseorang dapat

melakukan kloning manusia, dan perdebatan mengenani hal ini masih terus

berjalan.

Barbour mengutip pendapat ahli yang mengatakan bahwa teknologi dapat

didefinisikan sebagai aplikasi dari pengetahuan yang terorganisir kepada

tugas- tugas praktis dengan atau melalui sistem-sistem yang tertata, dan

mesin-mesin (Barbour 1993, 3). Menurut Barbour ada tiga kekuatan dan

keuntungan dari definisi luas ini. Pertama, “organizedknowledge”

(pengetahuan yang terorganisir) memungkinkan untuk mencakup teknologi-

teknologi yang didasarkan pada pengalaman dan penemuan praktis, tetapi

juga didasarkan pada teori-teori keilmuan (ilmiah). Kedua, istilah “practical

tasks” (tugas-tugas praktis) dapat mencakup baik produksi dari barang-

barang materiil (seperti dalam industri dan pertanian), dan penyediaan

pelayanan (melalui komputer, media komunikasi, bioteknologi, dan lain-lain).

Ketiga, istilah “ordered systems of people and machine” (sistem tertata dari

orang-orang dan mesin-mesin) mengarahkan perhatian kita kepada institusi-

institusi sosial maupun perangkat keras teknologi. Luasnya definisi itu juga

mengingatkan kita akan adanya perbedaan-perbedaan yang besar di antara

berbagai teknologi.

Singkatnya teknologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dalam peralatan demi

memecahkan masalah. Semua ini terjadi dalam sistem tertata dari orang-

orang dan mesin-mesin.

Menurut Anda masalah-masalah apa saja yang dapat dipecahkan dengan

teknologi? Berilah contoh konkret dari jawaban Anda! Khususnya dalam bidang

komunikasi, apa saja dampaknya yang Anda rasakan?

Rupanya respons orang Kristen terhadap teknologi modern tidaklah sama

sepanjang sejarah. Oleh sebab itu, silakan Anda mengumpulkan informasi

Page 112: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

111

sebanyak- banyaknya dari berbagai buku dan sumber belajar yang lain

mengenai respons orang Kristen terhadap teknologi modern!

Pada satu sisi, ada yang sangat positif dan menganggap teknologi sebagai

pembebas, tetapi sebaliknya ada juga yang sangat pesimis dan menganggap

teknologi sebagai ancaman. Ada juga yang berada di jalan tengah dan sangat

berhati-hati dalam merespons teknologi modern. Kita akan menggali

pandangan-pandangan tersebut dalam bagian berikut ini. Ada tiga respons

terhadap teknologi, menurut Ian Barbour (Barbour 1993:4-21).

1. Teknologi sebagai Pembebas (Liberator)

Sepanjang sejarah modern, perkembangan teknologi telah disambut secara

bersemangat oleh karena potensinya untuk membebaskan kita dari kelaparan,

penyakit, dan kemiskinan. Teknologi telah dirayakan sebagai sumber dari

kemajuan materiil dan pemenuhan kemanusiaan kita. Silakan Anda

mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari buku-buku dan

sumber belajar yang lain tentang tokoh-tokoh yang menganut pandangan

teknologi sebagai liberator. Berikut ini diidentifikasi beberapa kegunaan

teknologi.

Sumber: http://nirkabeld3mi09.blogspot.com/

Page 113: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

112

Pertama, standar kehidupan yang lebih tinggi. Obat-obat baru, perhatian

medis yang lebih baik, sanitasi dan nutrisi yang meningkat telah meningkatkan

masa/lama kehidupan manusia lebih dari dua kali di negara-negara industri

sepanjang abad yang lalu. Mesin-mesin, misalnya, telah membebaskan

manusia dari pekerjaan berat yang menghabiskan waktu dan energi. Kemajuan

materiil berarti pula pembebasan manusia dari tirani alam. Impian kuno untuk

hidup bebas dari kelaparan maupun penyakit sedang mulai terealisasi melalui

teknologi. Jadi, banyak orang di negara-negara sedang berkembang kini

berpaling kepada teknologi sebagai sumber pengharapan yang utama.

Produktivitas dan pertumbuhan ekonomi akhirnya akan membawa manfaat

bagi setiap orang.

Kedua, kesempatan untuk memilih. Pilihan individu mempunyai cakupan yang

lebih luas dewasa ini dibandingkan sebelumnya karena teknologi telah

menghasilkan opsi baru yang belum tersedia sebelumnya, dan juga

menghasilkan berbagai barang dan jasa. Mobilitas geografis dan sosial

memungkinkan suatu pilihan yang lebih besar baik untuk pekerjaan ataupun

tempat. Dalam masyarakat industri urban (perkotaan), pilihan atau opsi

seseorang tidaklah terlalu dibatasi oleh ekspektasi/harapan orangtua

maupun komunitas seperti pada masyarakat pedesaan yang bersifat

agraris. Dinamisme teknologi dapat membebaskan manusia dari tradisi yang

statis dan membelenggu untuk bertanggung jawab atas kehidupan mereka

sendiri. Kekuasaan atas alam memberi kesempatan yang lebih besar untuk

mewujudkan kebebasan manusiawi.

Ketiga, lebih banyak waktu luang. Peningkatan dalam produktivitas telah

membawa kita kepada jam kerja yang lebih pendek. Komputer dan otomasi

menjanjikan untuk mengurangi banyak dari pekerjaan yang bersifat monoton

yang merupakan ciri dari industrialisasi fase awal. Sejak lama, waktu luang

untuk menikmati hal-hal yang bersifat kultural (nonton pertunjukan misalnya)

hanyalah hak istimewa dari segelintir masyarakat kelas atas, sedangkan

kebanyakan warga masyarakat masih bergumul bagaimana bisa tetap hidup.

Dalam masyarakat maju ada waktu untuk mengikuti pendidikan yang

berkelanjutan, seni, pelayanan sosial, olah raga, dan berpartisipasi dalam

kehidupan masyarakat. Teknologi dapat menyumbang untuk memperkaya

kehidupan manusia, dan berkembangnya kreativitas. Peralatan yang

membuat hemat tenaga dan waktu kerja membebaskan kita untuk

melakukan apa yang tidak dapat dikerjakan oleh mesin-mesin.

Page 114: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

113

Pendukung dari pandangan ini mengatakan bahwa manusia dapat mengatasi

materialisme ketika kebutuhan-kebutuhan materiil mereka telah terpenuhi.

Keempat, komunikasi-komunikasi yang meningkat. Dengan bentuk-

bentuk baru transportasi, seseorang dalam waktu beberapa jam saja dapat

bepergian ke tempat-tempat yang jauh yang sebelumnya butuh waktu

berbulan- bulan untuk mencapainya. Dengan teknologi elektronik (radio,

televisi, jaringan komputer, telepon genggam, dan sebagainya), kecepatan,

jangkauan, dan skop komunikasi telah berkembang dengan pesat. Kombinasi

antara gambar dan berita yang didengar mempunyai tingkat kesegeraan yang

tidak terdapat dalam kata-kata yang tercetak. Media yang baru ini

menawarkan kemungkinan komunikasi sedunia yang instan, interaksi dan

pemahaman yang lebih besar, dan saling menghargai dalam apa yang kita

sebut “global village” (desa global). Jadi, menurut pendukung dan pembela

tipe ini, teknologi membawa kegunaan psikologis maupun sosial, bahkan

kemajuan material.

Di samping membuat daftar kegunaan teknologi sebagai liberator, ada banyak

penulis dari dunia sekuler maupun dunia agama mengemukakan

pandangan yang sangat optimis tentang teknologi. Berikut ini disampaikan

beberapa contoh pandangan para teolog Kristen yang mendukung tipe ini.

Mereka pada dasarnya melihat teknologi bukan saja sebagai sumber standar

hidup yang lebih tinggi, melainkan juga sumber kebebasan yang lebih besar

dan ekspresi kreatif.

Harvey Cox, misalnya, dalam tulisan awalnya berpendapat bahwa kebebasan

untuk menguasai dan membentuk dunia melalui teknologi membebaskan kita

dari kungkungan tradisi. Kekristenan menyebabkan desakralisasi dari alam,

dan memungkinkannya dikontrol dan dipakai untuk kesejahteraan manusia.

Norris Clarke juga berpendapat bahwa teknologi merupakan suatu alat

pemenuhan manusiawi dan ekspresi diri dalam menggunakan inteligensi

karunia Tuhan untuk mengubah dunia. Pembebasan dari perbudakan alam

adalah kemenangan roh atas hal yang materiil. Sebagai kokreator Allah, kita

dapat merayakan kontribusi akal/pikiran manusia untuk memperkaya

kehidupan manusia. Teolog-teolog lain malah mengonfirmasi bahwa

teknologi sebagai alat atau instrumen kasih dan belas kasih dalam

meringankan penderitaan manusia sebagai suatu respons modern terhadap

perintah Alkitab untuk memberi makan kepada yang lapar, dan menolong

kebutuhan sesama.

Page 115: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

114

Pierre Teilhard de Chardin berpendapat bahwa membangun dunia adalah

suatu hal yang penting karena tindakan itu berarti ikut bekerja sama dalam

pekerjaan kreatif Allah. Teknologi adalah suatu partisipasi dalam kreativitas

Ilahi. Teknologi memberi visi tentang masa depan planet yang di di dalamnya

teknologi dan perkembangan spiritual dihubungkan satu sama lain. Walaupun

demikian, tidak kurang pula yang merespons secara kritis terhadap pihak yang

sangat optimis terhadap perkembangan teknologi. Ada sejumlah respons

terhadap para pendukung teknologi yang optimis. Barbour

mengidentifikasikan beberapa contoh.

Pertama, risiko kerugian manusiawi dan kerugian pada lingkungan hidup yang

diakibatkan oleh teknologi tidak terlalu diperhatikan oleh mereka yang

bersikap optimis. Menurut mereka yang optimis, solusi teknis dapat ditemukan

untuk masalah lingkungan hidup. Limbah beracun bisa mengotori air tanah

beberapa dekade kemudian setelah dikuburkan. Lubang pada lapisan ozon

belum terlalu dipikirkan oleh para ilmuwan. Selain itu, erosi tanah dan

penggundulan hutan secara besar-besaran mengancam sumber-sumber

biologis yang sangat esensial/penting untuk kehidupan manusia.

Kedua, perusakan lingkungan hidup adalah gejala dari masalah yang lebih

mendalam, yakni keterasingan dari alam. Ide tentang dominasi manusia atas

alam mempunyai banyak akar. Misalnya, tradisi agamawi Barat sering menarik

garis pemisah yang tajam antara manusia dan ciptaan yang lain. Lembaga-

lembaga ekonomi memperlakukan alam sebagai suatu sumber untuk

dieksploitasi oleh manusia. Mereka yang bersemangat dalam teknologi

menambah evaluasi dari dunia alamiah karena mereka memandangnya

sebagai objek untuk dikontrol dan dimanipulasi. Para ahli teknologi kurang

sensitif terhadap alam dibandingkan dengan para pengkritiknya.

Ketiga, teknologi ternyata menyumbang kepada pemusatan kekuasaan

ekonomi dan politis. Hanya kelompok dan bangsa kaya yang bisa memiliki

teknologi mutakhir. Dengan demikian, jurang antara yang kaya dan miskin

telah dipertahankan dan dalam banyak kasus diperlebar oleh perkembangan

teknologi. Bangsa-bangsa kaya memakai energi dan kekayaan dunia secara

tidak proporsional. Komitmen untuk keadilan membutuhkan suatu analisis

yang lebih serius mengenai kerugian dan keuntungan dari teknologi. Banyak

macam teknologi yang keuntungannya dinikmati satu kelompok sedangkan

kelompok lain dihadapkan pada risiko dan biaya sosialnya.

Page 116: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

115

Keempat, teknologi berskala besar penuh risiko. Sifatnya padat modal dan

bukan padat karya sehingga menimbulkan pengangguran di mana-mana.

Sistem berskala besar sangat rentan terhadap kesalahan, kecelakaan, ataupun

sabotase. Contoh paling konkret adalah malapetaka Chernobyl pada tahun

1986, yang merupakan produk dari kesalahan manusia, peralatan yang cacat,

rancangan yang buruk, dan prosedur keamanan yang tidak dapat diandalkan.

Kelima, ketergantungan kepada ahli untuk membuat keputusan mengenai

kebijakan, tentu tidak diharapkan. Para teknokrat mengklaim bahwa

pertimbangan mereka bersifat bebas nilai; dan para elite teknis diharapkan

bersikap nonpolitis. Mereka yang punya kuasa, jarang menggunakan kuasanya

secara rasional dan objektif, khususnya kalau kepentingannya terancam.

Walaupun kita masih bisa menambah lagi deretan pertanyaan terhadap

pendukung tipe pertama, untuk sementara cukup dulu. Kita kini beralih kepada

tipe kedua: teknologi sebagai ancaman.

2. Teknologi sebagai Ancaman

Pada ekstrem yang berlawanan adalah kritik terhadap teknologi modern yang

melihatnya sebagai ancaman terhadap kehidupan manusia yang autentik.

Silakan Anda mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari buku-

buku dan sumber belajar yang lain tentang tokoh-tokoh yang

menganut pandangan teknologi sebagai ancaman. Kita akan membatasi diri

hanya pada kritik terhadap kemanusiaan, daripada kritik terhadap lingkungan

hidup. Ada lima ciri teknologi industri yang dijadikan dasar kritik mereka

khususnya yang berkaitan dengan pemenuhan kemanusiaan.

Pertama, uniformitas (keseragaman)

dalam masyarakat yang bersifat

massal. Produksi besar-besaran

menuntut adanya hasil yang

distandarkan, dan media massa

cenderung menghasilkan budaya

nasional yang seragam. Individualitas

hilang dan perbedaan-perbedaan

lokal atau regional dihilangkan dalam

keseragaman industrialisasi.

Ketidakmampuan menyesuaikan diri

dianggap tidak efisien, sehingga

pekerja yang bisa bekerja sama diberi

Page 117: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

116

hadiah. Identitas individu ditentukan oleh peranannya dalam organisasi.

Penyesuaian diri dengan masyarakat merusak spontanitas dan kebebasan.

Kedua, kriteria yang sempit tentang efisiensi. Teknologi membimbing ke arah

organisasi yang rasional dan efisien, yang pada gilirannya menuntut

fragmentasi, spesialisasi, kecepatan, hasil yang maksimum. Kriterianya adalah

efisiensi dalam mencapai suatu tujuan tunggal atau suatu rangkaian tujuan-

tujuan yang sempit. Sedangkan efek sampingan ataupun kerugian manusiawi

diabaikan. Kriteria kuantitatif lebih diutamakan daripada kriteria kualitatif.

Pekerja menjadi budak dari mesin ketika menyesuaikan diri dengan jadwal

kerjanya dan temponya, menyesuaikan diri dengan tuntutannya. Peranan-

peranan kerja yang bermakna hanya dimiliki oleh segelintir orang dalam

masyarakat industri kini. Reklame menciptakan kebutuhan (demand) untuk

produk baru, tidak peduli apakah produk itu sungguh dibutuhkan atau tidak.

Tujuannya tidak lain adalah hanya supaya mendorong volume produksi yang

lebih besar.

Ketiga, tidak bersifat pribadi (impersonality) dan manipulasi. Hubungan-

hubungan dalam masyarakat teknologi dijadikan spesialisasi dan fungsional.

Komunitas yang sesungguhnya dan interaksi antarpribadi terancam. Ketika

mentalitas teknologis begitu dominan, orang diperlakukan sebagai objek-

objek.

Keempat, tidak dapat dikontrol. Teknologi-teknologi yang terpisah membentuk

suatu sistem yang saling terkait, suatu jaringan kerja yang menyeluruh,

saling memperkuat, yang tampaknya berjalan sendiri tanpa bisa dikontrol.

Beberapa pengkritik mengatakan bahwa teknologi bukan hanya satu set

peralatan yang dapat disesuaikan untuk dipakai manusia, melainkan sudah

menjadi suatu bentuk kehidupan yang mencakup segalanya, suatu struktur

yang persuasif dengan logika dan dinamikanya sendiri.

Kelima, keterasingan pekerja. Keterasingan dari pekerja adalah tema sentral

dari tulisan Karl Marx. Ditempatkan di bawah kapitalisme, katanya, pekerja tak

memiliki alat dan mesinnya, dan mereka sangat tidak berdaya dalam kehidupan

pekerjaannya. Mereka dapat menjual tenaga kerjanya sebagai suatu komoditi,

tetapi pekerjaan mereka bukan suatu bentuk yang bermakna untuk ekspresi

diri. Marx berpendapat bahwa keterasingan semacam itu merupakan produk

dari pemilikan kapitalis yang dengan sendirinya akan hilang di bawah

kepemilikan negara. Banyak penulis kini sadar bahwa keterasingan itu juga

tetap saja ada dalam kepemilikan negara atas modal dan alat-alat produksi.

Dengan begitu, perasaan kecewa, frustrasi, dan rasa tidak berdaya adalah

Page 118: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

117

gejala umum dari pekerja-pekerja di mana saja termasuk dalam negara

kapitalis. Dalam kaitan ini, kita catat seorang filsuf Perancis yang sangat keras

memberi kritik terhadap teknologi yakni Jacques Ellul. Menurutnya, teknologi

adalah suatu kekuatan yang otonom dan tidak dapat dikontrol yang

merendahkan martabat manusia siapa saja yang disentuhnya. “Tehnique”

suatu istilah yang luas yang dipakai Ellul untuk merujuk kepada mentalitas dan

struktur teknologis yang meresapi bukan saja proses industri, melainkan juga

kehidupan sosial, politik, dan ekonomi pun telah dipengaruhi olehnya. Efisiensi

dan organisasi diterapkan dalam semua aktivitas.

Ahli-ahli lain mengatakan bahwa dalam negara yang kaya atau maju,

keprihatinan yang sah untuk mencapai kemajuan materiil, dengan mudah

menjadi tujuan hidup tertinggi dan dikejar habis-habisan. Obsesi seperti itu akan

mendistorsi nilai-nilai dasar kemanusiaan, maupun relasi-relasi kita dengan

orang lain. Teknologi, selanjutnya, bersifat imperialistis dan membuat manusia

kecanduan (adiktif).

Beberapa teolog juga ada yang menganut tipe ini dan melancarkan kritiknya

terhadap kemajuan teknologi, terutama dalam kaitan dengan dampaknya

terhadap kehidupan spiritual. Paul Tillich, misalnya, mengatakan bahwa

rasionalitas serta impersonality dari sistem-sistem teknologi merendahkan

atau mengabaikan praanggapan pribadi dari komitmen agamawi. Gabriel

Marcel juga mengatakan bahwa cara pandang teknologis yang sangat

memengaruhi hidup manusia akan mengabaikan “rasa sakral” (sense of

sacred). Teknisi memperlakukan segala sesuatu sebagai masalah yang dapat

dipecahkan dengan teknik manipulatif tanpa harus ada keterlibatan pribadi.

Hal ini akan mengabaikan misteri dan eksistensi manusia, yang hanya dapat

diketahui melalui keterlibatan sebagai manusia yang utuh atau menyeluruh.

Barbour khususnya juga memberi respons terhadap para pesimis dalam

bidang teknologi. Rupanya para pengkritik terlalu membuat generalisasi atas

teknologi yang begitu bervariasi itu. Selain itu, mereka seolah menyangkal

kemungkinan bahwa teknologi dapat diarahkan kembali (redirect). Kemudian

mereka lupa bahwa teknologi dapat menjadi pelayan manusia.

Page 119: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

118

3. Teknologi sebagai Instrumen Kekuasaan

Posisi atau respons ketiga

berpendapat bahwa teknologi tidak

secara inheren baik atau jelek/jahat,

tetapi teknologi adalah instrumen

kekuasaan yang ambigu/mendua,

yang konsekuensi-konsekuensinya

tergantung pada konteks sosialnya.

Beberapa teknologi tampaknya

netral jika mereka dapat dipakai

untuk kebaikan atau kejahatan

sesuai dengan tujuan pemakainya.

Pisau dapat dipakai untuk operasi

atau membunuh, dan seterusnya.

Tetapi analisis historis

memperkuat kesimpulan bahwa

kebanyakan teknologi sudah

dibentuk oleh interes/kepentingan

dan tujuan-tujuan institusional yang khusus. Teknologi adalah konstruksi

sosial, dan jarang sekali bersifat netral sebab tujuan khusus sudah terjalin

dalam rancangannya. Tujuan alternatif akan menuntun kepada rancangan

alternatif. Beberapa rancangan masih memungkinkan beberapa pilihan

tentang bagaimana menggunakannya. Barbour mengemukakan dua hal

dalam kaitan dengan posisi ketiga ini. Pertama, tentang hubungan teknologi

dengan kekuasaan politik. Kedua adalah mengarahkan kembali teknologi.

Silakan Anda mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari buku-

buku dan sumber belajar yang lain tentang tokoh-tokoh yang menganut

pandangan teknologi sebagai instrumen kekuasaan.

Menurut Anda, apakah teknologi memiliki hubungan yang erat dengan

kekuatan politis? Coba kemukakan argumentasi Anda jika Anda menyatakan

teknologi memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan politis.

Pada satu sisi, para pendukung teknologi memiliki hubungan dengan politik

bersikap kritis terhadap teknologi. Mereka juga menawarkan pengharapan

bahwa teknologi dapat dipakai untuk tujuan yang lebih manusiawi, baik oleh

kekuatan politis maupun ekonomi. Menurutnya, ada dua kekuatan yang

Sumber:

http://rido_prasojo2403.blog.ugm.ac.i

d/2011/10/19/teknologi-yang-semakin-maju/

Page 120: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

119

sangat menentukan perkembangan teknologi yakni para pembuat keputusan

dalam perusahaan-perusahaan besar (Trans-National Corporations) dan

pemerintah. Karena itu, merekalah yang paling bertanggung jawab untuk apa

teknologi dikembangkan. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, kita

dapat berharap bahwa keputusan politis yang dibuat oleh para birokrat dapat

sungguh-sungguh memerhatikan kepentingan rakyat banyak dan bukan

hanya kepentingan perusahaan-perusahaan besar. Dengan perkataan lain,

sesungguhnya rakyatlah yang harus mengontrol teknologi macam apa yang

dikembangkan dan untuk tujuan apa dikembangkan. Sayangnya, kerja sama

antara penguasa ekonomi yakni perusahaan-perusahaan besar dan birokrat

telah begitu kuat dan saling menguntungkan sehingga tak bisa lagi dikontrol

oleh rakyat. Karena itu, kepentingan rakyat banyak sulit dijamin dalam

pengembangan teknologi modern.

Salah seorang yang secara optimis percaya bahwa teknologi dapat diarahkan

kembali adalah Victor Ferkis, seorang ahli ilmu politik. Bagi dia, baik yang

optimis maupun yang pesimis terhadap teknologi, telah mengabaikan

keragaman di antara teknologi, dan khususnya peranan potensial dari struktur

politik dalam mereformulasikan kebijakan-kebijakan. Pada masa lalu,

katanya, teknologi telah menjadi instrumen keuntungan, dan keputusan-

keputusan dimotivasikan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang

berjangka pendek dari perusahaan-perusahaan. Kebebasan yang dipahami

secara individualistis telah menjadi lisensi bagi mereka yang secara ekonomi

berkuasa. Hak individu diutamakan di atas kepentingan dan kebaikan bersama,

walaupun disadari bahwa manusia semakin saling tergantung. Ferkis masih

percaya bahwa kriteria ekonomi dapat ditempatkan di bawah kriteria sosial

seperti keseimbangan ekologis dan kebutuhan manusia. Ini adalah peranan

dari kekuatan politis yang dalam sistem demokratis dikontrol oleh rakyatnya.

Setelah mendeskripsikan ketiga macam respons terhadap teknologi, yang

manakah yang dapat kita anggap sebagai sikap Kristen yang bertanggung

jawab? Silakan Anda mengomunikasikan sikap Anda terhadap teknologi

kepada rekan- rekan di kelas dengan menggunakan kata-kata sendiri. Tentu

masing-masing dapat menentukan pilihannya. Sejalan dengan pandangan Ian

Barbour, sikap ketiga terlihat lebih realistis dan sejalan dengan sikap etis

Kristen. Pertama, kita tidak dapat terlalu optimis dan mengagungkan teknologi

sebagai penyelamat, karena hanya Tuhan yang dapat menyelamatkan.

Page 121: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

120

Keasyikan dengan teknologi dapat berkembang menjadi sikap mendewakan

teknologi, suatu penyangkalan dari kedaulatan dan kekuasaan Allah, dan juga

suatu ancaman terhadap eksistensi manusia yang khas. Akan tetapi, kita juga

jangan terlalu pesimis dengan teknologi, sebab teknologi yang diarahkan

untuk memenuhi kebutuhan manusia yang sesungguhnya adalah perwujudan

dan ekspresi yang sah dari kapasitas kreatif manusia dan merupakan

kontribusi esensial bagi kesejahteraannya. Dalam dunia yang penuh dengan

penyakit dan kelaparan, teknologi yang secara benar digunakan dapat menjadi

ekspresi keprihatinan yang luar biasa kepada manusia. Pemahaman alkitabiah

tentang hakikat manusia adalah realistis tentang penyalahgunaan kuasa, dan

pelembagaan dari kepentingan pribadi. Alkitab juga sangat menekankan

pentingnya keadilan sosial dalam mendistribusikan buah dari teknologi.

Apa saja kriteria yang dapat menuntun setiap pihak dalam pengembangan dan

penggunaan teknologi modern? Ada yang berpendapat bahwa pengembangan

dan penggunaan teknologi modern haruslah menjamin tiga hal berikut ini.

1. adanya jaminan bahwa harkat dan martabat manusia dijunjung tinggi,

termasuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.

2. haruslah menjamin adanya kelestarian alam, yakni menjaga

keseimbangan antara kepentingan manusia kini dan manusia yang akan

datang.

3. adanya jaminan keadilan sosial dari distribusi hasil dari teknologi.

Silakan Anda menambahkan dan mengomunikasikan kriteria-kriteria lain

yang sejalan dengan nilai dan keyakinan religius Anda kepada rekan-rekan

di kelas.

Kita tidak mungkin menghindar berhadapan dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, maupun seni. Semuanya menuntut respons kita

sebagai orang percaya bagaimana mengembangkan pola hubungan yang

positif antara iman dengan ilmu, teknologi dan seni.

Pertama, hubungan yang positif antara iman dan ilmu bisa disimpulkan

pertama dengan mensyukuri karunia Tuhan kepada manusia untuk berakal

budi dan berpikir rasional sehingga ilmu dapat berkembang. Ilmu tidak

bisa berkembang tanpa kriteria dan kontrol yakni harus membawa

kemaslahatan manusia dan dunia ini sehingga dengan demikian Allah

dimuliakan.

Page 122: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

121

Kedua, hubungan positif atara iman dan teknologi juga harus disyukuri dan

diterima secara positif, karena melaluinya Allah menyatakan kasih-Nya kepada

manusia melalui kemajuan teknologi. Jangan pernah berilusi bahwa teknologi

tidak membawa dampak negatif yang tidak memanusiakan manusia. Karena

itu, harus dikritisi dan ada upaya meminimalkan dampak negatifnya. Teknologi

tak perlu dielu-elukan sebagai liberator, karena akhirnya hanya Tuhanlah sang

Liberator sesungguhnya.

Ketiga, seni adalah karunia Tuhan dalam kehidupan yang harus disyukuri. Kita

perlu menikmati keindahan. Seni dapat dipakai sebagai ekspresi iman,

melalui puji-pujian, dan berbagai manifestasi seni yang lain. Beragama tanpa

melibatkan unsur seni sangatlah kering dan membosankan, tidak imajinatif.

Tak ada ekspresi keagamaan yang bebas dari seni. Seni memperkaya

kehidupan keagamaan dan mendekatkan manusia kepada Tuhan. Sebaliknya,

agama dan iman juga perlu mewarnai seni dan mengontrolnya agar

dikembangkan untuk mendatangkan kebaikan dan bukan kejahatan, seperti

pornografi dll.

Mahasiswa terlebih dahulu melakukan ekplorasi dalam kelompok-

kelompok kecil bagaimana hubungan iman dan ilmu pengetahuan dalam

perspektif historis, untuk dapat mengidentifikasi kecenderungan saling

mendominasi dan karenanya saling menghambat. Kemudian

mahasiswa/i ditantang untuk melakukan penyelidikan bagaimana hubungan

yang bermakna dibangun antara iman dan ilmu, teknologi dan seni, dalam arti

mengembangkan alasan imaniah mengenai tanggung jawab pengusahaan,

pengembangan, dan pemanfaatan ilmu, teknologi dan seni demi

kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup, yang pada gilirannya

untuk kemuliaan Tuhan. Presentasikan hasil penyelidikan yang Anda lakukan!

Page 123: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

122

BAB VI MENCIPTAKAN KERUKUNAN

ANTARUMAT BERAGAMA

Sebenarnya persoalan kerukunan hidup umat beragama bukanlah sesuatu

yang baru sama sekali. Kerukunan hidup umat beragama adalah sesuatu yang

didambakan, dan sekaligus juga dibutuhkan perjuangan berat untuk

mewujudkannya. Hal ini tidak mengherankan karena agama-agama dapat

menimbulkan ketegangan, bahkan konflik. Segala ketegangan bahkan konflik

tidaklah semata-mata disebabkan oleh agama. Unsur kekuasaan serta

dominasi politik dan ekonomi dapat memainkan peranan yang sangat

menentukan dalam menyulut api konflik. Dalam keadaan demikian, agama

diperalat untuk mencapai tujuan yang bertentangan dengan misi agama itu

sendiri.

Melalui bab ini, Anda diharapkan mencapai beberapa tujuan pembelajaran.

Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah: (i)

menumbuhkembangkan sikap sabar, tangguh, dan pembawa damai; (ii)

menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain dalam kepelbagaian agama,

suku dan budaya; (iii) bersikap peduli terhadap sesama manusia; (iv) bersikap

terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak dalam rangka

mendatangkan kebaikan bersama; (v) mengevaluasi kerukunan antarumat

beragama dewasa ini; dan (vi) mencipta kerukunan antarumat beragama

dewasa ini.

Menurut Anda, apakah pernah terjadi dalam sejarah dunia peperangan yang

didorong agama? Jika pernah terjadi, apa yang menyebabkan terjadinya

konflik antarumat beragama tersebut? Untuk dapat menjawab pertanyaan

tersebut, Anda bisa melihat buku karangan A. A. Yewangoe yang berjudul Iman,

Agama dan Masyarakat dalam Negara Pancasila atau buku yang lain.

Page 124: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

123

Indonesia adalah sebuah bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk,

demikian pula agamanya. Indonesia sangat potensial untuk terpecah-belah.

Pancasila sebagai ideologi negara dan sekaligus sebagai “payung”

mengabsahkan bahwa benarlah bangsa ini sebuah keluarga besar.

Permasalahan-permasalahan yang muncul di dalam masyarakat mestinya

merupakan persoalan bersama. Demikian juga, segala sesuatu yang telah

dicapai haruslah dilihat sebagai hasil bersama. Tidak ada satu golongan agama

pun yang merasa dirinya lebih berjasa dalam membangun bangsa Indonesia.

Ketegangan akan terjadi apabila satu golongan agama mementingkan

kepentingan golongannya sendiri dan mengabaikan golongan-golongan

lainnya.

Pancasila telah menyediakan ruangan bagi terciptanya kerukunan di antara

bangsa Indonesia. Agaknya istilah “kerukunan” jauh lebih positif dan dinamis

ketimbang istilah “toleransi” yang statis (Yewangoe 2002, 4). Toleransi

lebih mengisyaratkan adanya persetujuan satu pihak untuk memberikan hak

hidup kepada pihak lain. Artinya, keberadaan satu pihak hanya dapat terjadi

lantaran pihak lain menghendakinya. Andaikata pihak itu tidak berkenan, pihak

lain dengan mudah ditiadakan. Perhatikan ilustrasi berikut ini. Sebuah kutil

yang terdapat di kulit Anda pada hakikatnya bukan merupakan bagian normal

dari kulit tersebut. Ia adalah unsur asing yang mengganggu. Anda tetap

membiarkannya di situ, bukan karena Anda suka, melainkan karena Anda

“berkenan.” Itulah makna toleransi. Sedangkan “kerukunan” mengandung

pengertian bahwa walaupun kita berbeda, kita mempunyai hak dan kewajiban

yang sama. Hak hidup Anda tidak tergantung pada izin pihak lain. Kita justru

secara bersama-sama tergantung pada sesuatu yang lebih luhur, yaitu cita-

cita bernegara, berbangsa dan bermasyarakat untuk mewujudkan masyarakat

adil dan makmur, damai sejahtera berdasarkan Pancasila, yang akhirnya

tergantung pada Tuhan. Oleh sebab itu, istilah “kerukunan” lebih dipopulerkan

daripada toleransi. Kerukunan tidak mengharuskan kita seragam dalam

segala sesuatu. Kerukunan memang memungkinkan kita supaya “sepakat”

justru dalam persoalan yang kelihatannya sulit disepakati.

Page 125: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

124

Kerukunan antarumat beragama

Sumber: blog.uad.ac.id

Kerukunan yang kita kehendaki adalah kerukunan yang autentik dan dinamis

(Darmaputera 2011, 105). Kerukunan yang autentik adalah kerukunan yang

lahir dari penghayatan iman masing-masing. Kerukunan yang dinamis adalah

kerukunan yang secara aktif dan kreatif berjalan bersama mengupayakan

kesepakatan-kesepakatan baru. Selain itu, kerukunan yang kita kehendaki

adalah kerukunan yang berada dalam interaksi yang seimbang dengan

kebebasan. Kerukunan dan kebebasan saling menghidupi. Hanya bila ada

kerukunan, kebebasan terpelihara. Hanya dalam kebebasan, ada kerukunan

yang sejati. Kerukunan beragama dan kebebasan beragama dalam arti

kebebasan untuk memeluk, menyiarkan, dan berpindah agama perlu

diperjuangkan bersama-sama. Ukuran bagi kedewasaan kita beragama dan

kesiapan kita untuk menyambut positif kepelbagaian agama-agama adalah

kemampuan untuk menciptakan kerukunan di samping penghormatan

terhadap kebebasan agama (Ngelow 1993, 73). Kerukunan tidak dikorbankan

untuk kebebasan, dan sebaliknya kebebasan tidak dikorbankan untuk

kerukunan. Kerukunan yang kita kehendaki adalah kerukunan yang tidak

mengurangi atau membatasi, melainkan malah justru mengembangkan

kebebasan beragama di tanah air kita. Artinya harus dalam keseimbangan

yang dinamis, kebebasan tidak merusak kerukunan dan sebaliknya kerukunan

tidak mematikan kebebasan. Silakan Anda amati dan analisis dampak positif

konsep kerukunan yang kita kehendaki!

Page 126: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

125

Kerukunan yang tidak kita kehendaki adalah kerukunan hanya dipahami

sebagai keadaan tanpa konflik. Konflik tidak dengan sendirinya buruk.

Misalnya konflik antara Yesus dan Orang Farisi, Paulus dan Petrus, Elia dan

Ahab dan lain- lain. Tentu saja benar yang dinasihatkan Paulus, “sedapat-

dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian

dengan semua orang” (Rm.12:8). Kerukunan harus dilandaskan pada

kebenaran, dan tidak boleh dipakai sebagai alasan untuk menindas

kebenaran. Kerukunan sejati terjadi ketika semua pihak dalam interaksi intens

terus mencari pemahaman kebenaran yang lebih tinggi. Dalam proses itu, bisa

terjadi perbedaan yang tajam, bahkan ketegangan, namun tidak perlu merusak

kerukunan selama segala sesuatu bisa dan boleh dibicarakan dengan terbuka,

bukan basi-basi dalam semangat, terus- menerus berusaha mencapai

kesepakatan yang lebih maju.

Kerukunan yang tidak dikehendaki adalah bila kerukunan dipahami sebagai

tujuan pada dirinya. Kerukunan penting dan dikehendaki Allah sejak awal karya

penciptaan-Nya, bukan yang terpenting. Kerukunan bukan satu-satunya dan

segala-galanya dan tidak boleh dijadikan tujuan akhir dan satu-satunya pada

dirinya. Nilai-nilai kehidupan yang lain tidak boleh dikorbankan demi

kerukunan. Yang benar adalah yang sebaliknya: ketika kebenaran dijunjung

tinggi, ketika keadilan diperjuangkan dan diwujudkan secara tulus dan murni

dan ketika kebebasan asasi dialami, di situlah kerukunan yang sejati dengan

sendirinya akan terjadi.

Kerukunan yang tidak kita kehendaki adalah bila kerukunan hendak

dipaksakan dari luar. Kerukunan yang sejati harus tumbuh secara bebas dan

sadar dalam diri masing-masing. Tidak bisa dipaksakan oleh pemerintah. Tidak

bisa diwujudkan dengan undang-undang. Kerukunan harus menjadi urusan

masing- masing agama. Kekuatan-kekuatan eksternal dapat menciptakan

kondisi yang kondusif bagi terangsangnya kesadaran dari dalam.

Sebaliknya, kekuatan eksternal juga bisa merusak kemungkinan itu. Sikap

berpihak dan pilih kasih, misalnya, amat merusak. Kerukunan dapat didorong

dari luar, namun harus tumbuh dari dalam. Kerukunan yang dipaksakan atau

disebabkan oleh faktor- faktor eksternal, biasanya akan tipis dan sementara

saja, tidak mendalam dan tidak awet.

Kerukunan yang tidak dikehendaki adalah bila kerukunan harus dibayar

dengan hilangnya perbedaan dan kebebasan. Usaha untuk menghilangkan

perbedaan dan kebebasan itulah yang justru merusak kerukunan. Menekan

ketegangan dan menyembunyikan konflik ke bawah permukaan. Silakan Anda

Page 127: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

126

amati dan analisis dampak negatif konsep kerukunan yang tidak kita

kehendaki!

Simaklah gaya hidup jemaat Galatia yang saling menggigit dan saling menelan

yang terdapat dalam Galatia 5:13-15. Menurut Anda, bolehkah antarumat

beragama saling menggigit dan saling menelan? Mengapa tidak boleh? Apa

akibatnya jika antarumat beragama saling menggigit dan menelan? Silakan

Anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang lain lagi! Setelah

menyimak gaya hidup jemaat Galatia tersebut dan paparan di bawah ini,

Andapun diberi kesempatan lagi untuk mengajukan pertanyaan kritis yang lain

sebanyak- banyaknya yang berkaitan dengan kerukunan antarumat beragama

di Indonesia.

Untuk mencapai kerukunan antarumat beragama, pemerintah telah

melakukan berbagai program antara lain program “Pembinaan Kerukunan

Hidup Umat Beragama” yang dalam Pelita I-V mengambil bentuk dalam

kegiatan- kegiatan Dialog, Studi Kasus, Kerja Sama Sosial, Kunjungan

Silaturahmi dan lain-lain. Pembentukan Wadah Musyawarah Antarumat

Beragama tanggal 30 Juni 1980 dilihat sebagai usaha yang sangat penting

dalam hubungan dengan pembinaan kerukunan antarumat beragama (Sairin

1996, 187).

Dari antara bentuk-bentuk kegiatan yang berhubungan dengan kerukunan

antarumat beragama, bentuk dialog adalah bentuk yang paling awal

dilaksanakan dengan prakarsa pemerintah dan telah dilakukan di berbagai

kota di Indonesia. Dialog adalah suatu percakapan yang bertolak pada upaya

untuk mengerti mitra percakapan dengan baik, saling mendengarkan

pendapat mitra percakapan. Dialog menunjuk pada adanya percakapan antara

dua orang atau lebih mengenai berbagai permasalahan yang menyangkut

kepentingan bersama. Dialog antarumat beragama adalah pertemuan yang

disengaja untuk bertukar pikiran, informasi dan pengalaman tentang

keyakinan masing-masing tanpa pretensi menganggap diri lebih benar. Yang

berdialog adalah manusia. Oleh sebab itu, dalam konteks kepelbagaian agama

yang ada di Indonesia, bukanlah dialog agama, tetapi dialog antarorang

beragama. Banyak pemikiran keagamaan yang dapat disumbangkan oleh

umat beragama seandainya ada wadah dialog. Banyak kecurigaan yang tidak

wajar dalam hubungan antarumat akan lenyap, akan berganti dengan

pergaulan yang akrab.

Page 128: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

127

Dialog antarumat beragama di Indonesia mulai mendapat perhatian sejak

tahun 1960-an, khususnya setelah berdirinya Orde Baru. Musyawarah

kerukunan beragama yang diprakarsai oleh Departemen Agama telah

berlangsung pada tahun 1967. Kemudian berbagai pertemuan di tingkat

pemuka agama berlangsung di banyak daerah, sekitar masalah kerukunan dan

toleransi beragama. Mukti Ali, semasa menjabat Menteri Agama, paling gencar

mengupayakan terciptanya dialog antarumat beragama (Sitompul 2006, 8).

Semboyannya yang terkenal ialah “dialog dan bukan apolog”

Dari sifatnya dialog dapat dibedakan menjadi dialog formal dan informal.

Dialog formal adalah suatu dialog yang membahas suatu tema tertentu dalam

suatu pertemuan yang pembahasannya bertolak dari visi teologis masing-

masing. Dialog informal adalah suatu dialog yang terjadi dalam bentuk-bentuk

pergaulan, kerja sama, dan hubungan social antarumat yang berbeda agama.

Melalui kesempatan itu mereka saling mengenal satu sama lain.

Dalam dialog informal inilah warga gereja banyak terlibat karena mereka

sehari-hari bertemu serta bergaul dengan umat dari berbagai agama. Untuk

melakukan dialog, ada empat hal yang harus diperhatikan. Pertama, kita

memerlukan pendalaman tentang isi kepercayaan/agama kita sendiri. Kita

mesti mampu menjelaskan dengan jujur pokok-pokok iman kita, tradisi gereja

kita dan lain-lain yang berkaitan dengan agama kita sendiri. Kedua, kita

memerlukan pemahaman tentang agama mereka. Ketiga, kita harus

bersikap saling menghormati tanpa memandang latar belakang “mayoritas

dan minoritas” dan lain-lain. Keempat, dialog tidak berarti merelatifkan

kebenaran Injil atau menuju ke sinkretisme.

Pada umumnya kita membedakan antara dialog verbal dan dialog karya.

Dialog verbal sudah sangat populer, bukan saja di Indonesia melainkan juga di

bagian lain di dunia. Dialog dengan segala kesulitannya memang merupakan

sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Interaksi antara penganut agama-

agama sudah sedemikian rupa sehingga berbagai kesulitan dapat saja muncul

jika tidak tercapai pengertian yang mendalam. Sesungguhnya, dialog bisa

terjadi karena berbagai faktor. Pertama, pengetahuan dan pemahaman

terhadap agama-agama makin lama makin luas dan menyeluruh, terutama

akibat makin canggihnya alat- alat komunikasi. Kedua, muncul masyarakat

majemuk di seluruh dunia. Homogenitas yang merupakan ciri masyarakat

tradisional sudah mulai ditinggalkan.

Page 129: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

128

Dialog juga bisa menimbulkan berbagai ketegangan. Misalnya, apakah kita

boleh mempercakapkan dogma-dogma dalam dialog? Bukankan dogma-

dogma agama selalu bersifat kaku sehingga tidak mungkin dipercakapkan

dengan penganut agama lain? Di kalangan Kristen misalnya, timbul

pertanyaan apakah dialog bisa menggantikan Pekabaran Injil? Dengan kata

lain, setelah mengadakan dialog, apakah kita masih membutuhkan Pekabaran

Injil? Tidak jarang pula dialog dicurigai sebagai upaya terselubung untuk

menobatkan mereka yang beragama lain. Tuduhan yang lebih fatal lagi adalah

bahwa dialog merupakan upaya mencampuradukkan agama-agama

(sinkretisme).

Kekhawatiran bahwa dialog akan menyinggung perasaan orang lain membuat

kita enggan untuk berdialog. Kekhawatiran lain secara tidak disadari ialah kita

takut seandainya yang kita percayai itu tidak benar, kita khawatir jangan-

jangan kepercayaan kita menjadi goyah.

Humanitas dan keprihatinan sosial sebagai dasar dialog (Singgih 1999, 101).

Yang dimaksud dengan “humanitas” adalah apa yang mewujudkan

keberadaan manusia. Oleh sebab itu, humanitas meliputi segala komponen

yang menyebabkan kita menamakan diri kita manusia. Tentu, hal ini terdengar

aneh. Sebab, bukankah dengan sendirinya kita tahu bahwa kita adalah

manusia, yang berbeda dari binatang misalnya? Tentu, pada satu pihak

kesadaran bahwa kita adalah manusia bersifat prareflektif. Artinya tidak perlu

dipikir dalam-dalam, sudah jelas bahwa kita adalah manusia. Namun, pada

pihak lain, ada masalah apakah kesadaran bahwa kita adalah manusia juga

menyebabkan kita mau mengakui bahwa orang lain juga manusia? Dalam

sejarah dunia, kita melihat betapa sulitnya bagi manusia untuk mengakui

bahwa mereka yang lain dari dia adalah juga sesama manusia, misalnya yang

berwarna kulit lain, berambut dan bermata lain, yang berkeyakinan lain, yang

berideologi lain, yang beragama lain, yang termasuk suku atau bangsa lain,

pada pokoknya, kelompok lain. Pokok humanitas berhubungan dengan

persoalan bagaimana mengakui kemanusiaan orang lain juga, dan dari sana

bertolak untuk menggumuli permasalahan bersama manusia dan aspirasi

bersama manusia.

Keprihatinan sosial bersangkut-paut dengan masalah-masalah sosial yang

dihadapi bersama oleh umat beragama: kemiskinan yang parah dan

penderitaan yang disebabkannya. Di samping itu, penderitaan oleh karena

keterasingan manusia yang disebabkan tekanan dari struktur masyarakat

modern yang memperlakukan manusia sebagai sekadar “mur” atau “baut” dari

Page 130: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

129

mesin produksi. Oleh banyak orang, keprihatinan sosial ini dimasukkan ke

dalam dialog karya. Kelihatannya, tahap dialog di Indonesia baru bersifat tukar

pikiran terutama di kalangan pejabat dan intelektual. Dari situ, baru ada ajakan

agar melakukan dialog karya sebagai sesuatu yang lebih konkret daripada

dialog yang bersifat tukar pikiran.

Dalam perjalanan pemikiran mengenai dialog, orang tidak terlalu puas dengan

istilah “dialog karya”. Seakan-akan orang-orang dari agama yang berbeda-

beda hanya berkumpul pada satu saat tertentu untuk “bekerja bakti”, lalu

pulang kembali ke rumahnya masing-masing. Dalam rangka kehidupan yang

memungkinkan kerukunan beragama dalam arti kata yang sebenarnya, orang

dari agama yang berbeda-beda perlu berkumpul dan bergaul bersama. Bukan

hanya sebagai warga negara di tempat pekerjaan kita bersama, melainkan juga

dalam pergaulan sehari-hari. Oleh karena itu, ada yang mengusulkan supaya

istilah dialog karya diperluas menjadi “dialog kehidupan”. Dalam pengertian ini

orang dari berbagai agama diajak untuk hidup berdampingan secara damai

dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan secara menyeluruh yang

meliputi baik aspek rohani maupun jasmani.

Akan tetapi, segera jelas bahwa dialog karya atau dialog kehidupan, kerja sama

di bidang penanganan masalah-masalah sosial masyarakat dan peningkatan

mutu kehidupan yang biasanya dianggap sebagai “aras horizontal” dan tidak

berhubungan dengan masalah ajaran, tidak bisa begitu saja dilepaskan dari

“aras vertikal”, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan masalah ajaran. Mau

tidak mau orang akan menghubungkan kedua aras itu. Bagi banyak orang

beragama, keterlibatan dalam aras horizontal tidak akan dilakukan kalau tidak

ada amanat dari aras vertikal. Alasan untuk menjamin mulusnya kerukunan

pada akhirnya tidak dapat dicari di luar tubuh agama saja, tetapi seharusnya

juga dari dalam tubuh agama. Meskipun segala wujud dialog yang disebutkan

di atas merupakan hal yang baik dan harus dilakukan oleh kalangan umat

beragama sehingga tidak terasing satu dengan yang lain, tampaknya belum

cukup kalau setiap agama tidak melakukan upaya teologis untuk

melegitimasikan upaya-upaya kerukunan beragama.

Halangan terbesar dari upaya teologis ini adalah asumsi bahwa suatu agama

dalam segi ajaran pasti tidak akan sesuai atau cocok dengan agama lain. Tidak

ada agama yangsama ajarannya. Bahkan, bisa saja orang berpendapat

bahwa ajaran agama yang satu pasti bertentangan dengan ajaran agama yang

lain. Di pihak lain, percuma saja apabila asumsi ini dilawan dengan asumsi lain,

yaitu yang menganggap bahwa semua agama sama saja. Jalan keluar yang

Page 131: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

130

paling baik adalah memulai dari asumsi bahwa banyak hal yang tidak sama

dalam agama- agama, tetapi ada juga hal-hal yang sama, yang dapat menjadi

titik temu dalam kepelbagaian yang ada. Dalam setiap agama ada hal-hal yang

khas, yang partikular, tetapi sekaligus ada juga hal-hal yang umum, yang

universal.

Dialog perlu terus diupayakan, bukan saja karena perkembangan internasional

dan nasional, melainkan juga karena komitmen sebagai umat beragama

mendorong kita melakukannya. Pertama, upaya membangun kesejahteraan

tidak dapat terlaksana dengan mengabaikan eksistensi orang lain. Masalah-

masalah kehidupan di sekitar kita yang semakin kompleks adalah masalah

bersama. Kepercayaan kita kepada Allah, pertama-tama harus membuat kita

mengakui dengan rendah hati bahwa pluralitas masyarakat adalah karunia

Tuhan untuk dikembangkan dengan maksimal melalui dialog. Dialog akan

membuka perspektif baru dalam menjalankan komitmen keagamaan. Kedua,

adalah tepat untuk mengupayakannya di kalangan pemuda. Sebab pemuda

memiliki potensi besar untuk membangun masa depan bersama yang lebih

dinamis, terbuka dan penuh kemungkinan. Ketiga, kalau agama-agama ingin

tetap berperan di dalam arah pembangunan bangsa, dialog adalah cara yang

tepat untuk menggalang potensi. Jika tidak ada dialog, kehidupan akan

semakin terfragmentasi dan pada gilirannya akan diabaikan oleh masyarakat.

Keempat, dialog bukan saja sarana untuk makin saling mengenal, melainkan

membuat kita makin mengenal jati diri kita sendiri.

Menurut Anda, apa pandangan Alkitab mengenai kerukunan antarumat

beragama? Dapatkah hubungan kita dengan orang-orang yang beragama lain

lebih daripada sekadar hubungan antara orang yang memberi kesaksian dan

yang menerimanya? Dapatkah hubungan itu merupakan hubungan kerja sama

yang saling membantu dengan kedudukan yang sejajar? Silakan Anda

mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari buku-buku dan sumber

belajar yang lain mengenai kerukunan antarumat beragama dalam Alkitab.

Umat manusia sebagai keluarga besar Allah harus hidup rukun. Salah satu

penyebab mengapa orang mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan baik

dengan yang berbeda agama adalah karena kecenderungan manusia untuk

mempertuhankan agama dan kebenaran agama masing-masing. Bahwa

hanya agama kita saja yang benar dan oleh karena itu, semua agama yang lain

Page 132: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

131

itu salah. Hanya kita saja yang akan masuk ke surga dan oleh karena itu, semua

orang yang beragama lain pasti akan masuk ke neraka. Kalau sudah begini

pemahaman kita, tentu sulit kita menghargai orang yang beragama lain. Kalau

kita tidak dapat menghargai orang yang beragama lain, mustahil kita dapat

menjalin hubungan yang baik dengan mereka. Allah memang mutlak, tetapi

agama tidak mutlak! Kita menyembah Allah, bukan menyembah agama.

Agama tidak sama dengan Allah dan Allah tidak sama dengan agama. Tentu

saja agama adalah “jalan” untuk menyembah Allah. Benar! Oleh karena itu,

agama penting, tetapi “jalan” itu bukan “tujuan.” Jalan itu tidak sama dengan

tujuan. Kita tidak boleh mengidentifikasi jalan dengan tujuan.

Akibat dari sikap melihat agama sebagai tujuan itu tragis. Ada keluarga yang

pecah karena agama. Orang saling membenci, bahkan saling membunuh

karena agama. Tragis dan ironis karena semua agama mengajarkan belas

kasih dan kasih sayang. Karena penganut- penganutnya memutlakkan agama

sendiri sebagai tujuan, agama lalu berwajah seram.

Anda tidak percaya bahwa agama itu relatif, tidak mutlak? Dalam percakapan

dengan perempuan Samaria, Yesus berkata, ”Percayalah kepada- Ku, hai

perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di

gunung ini dan bukan juga di Yerusalem” (Yoh. 4:21). Lalu ayat 24, “Allah itu

roh dan barang siapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan

kebenaran.” Orang cenderung

memutlakkan agamanya masing-

masing. Kalau mau menyembah

Tuhan, mesti di sini, mesti begini,

lain dari itu salah, sesat dan dosa.

Tentang agama, Yesus

mengatakan bukan di mana orang

itu menyembah itu yang penting,

bukan pula dengan cara apa orang

menyembah itu yang paling

menentukan, tetapi apakah ia

menyembah Allah.

Dalam Kisah Para Rasul 10, ada sebuah kisah yang amat menarik tentang

bagaimana Tuhan mendidik Petrus agar ia lebih terbuka terhadap orang yang

berbeda agama dan kritis terhadap ajaran agamanya sendiri. Petrus

diperintahkan oleh Tuhan untuk pergi bahkan bermalam di rumah Kornelius,

seorang perwira tentara Roma, yang baik tetapi menurut ajaran agama

Page 133: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

132

dikategorikan sebagai kafir. Petrus tentu saja amat ragu-ragu untuk

melaksanakan perintah ini. Berkunjung, apalagi bermalam di rumah dan

kemudian makan bersama-sama dengan orang kafir adalah haram. Sampai

tiga kali, Tuhan harus mempersiapkan Petrus, supaya hatinya lebih terbuka.

Tiga kali Tuhan menurunkan dari langit, benda berbentuk kain lebar yang isinya

adalah binatang-binatang yang halal dan haram. Dua kali Petrus disuruh

makan, Petrus menolak. “Tidak Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan

sesuatu yang haram dan yang tidak tahir” (ay. 14). Tetapi apa kata Tuhan? “Apa

yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram” (ay. 15).

Menurut aturan agama, Kornelius itu kafir, haram dan najis. Pada ayat 28,

Petrus mengatakan begitu kepada Kornelius, “Kamu tahu, betapa kerasnya

larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan

Yahudi atau masuk ke rumah mereka. Allah telah menunjukkan kepadaku,

bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir.”

Agama itu dapat mengotak-ngotakkan manusia, menyekat-nyekat manusia,

memisah-misahkan manusia. Agama dapat membuat seseorang saling

menajiskan satu dengan yang lain, penuh prasangka., tidak dapat saling

menerima seperti apa adanya. Padahal Tuhan tidak begitu. Tuhan menerima

orang seperti apa adanya, yang baik Ia katakan baik, yang buruk Ia katakan

buruk. Ada hal yang amat penting dalam Kisah Para Rasul 10:34-35, ketika

Petrus akhirnya berkata, ”Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak

membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia

dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya” (Galatia 3:26-27).

Begitulah kita harus memandang sesama kita yang beragama lain.

Dalam Yohanes 3:16 tertulis, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,

sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang

yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Pada kutipan tersebut dikatakan, bahwa yang dikasihi oleh Allah adalah dunia

ini, semua orang, seluruh umat manusia. Allah tidak membedakan orang.

Artinya, Allah tidak pilih kasih. Allah tidak hanya mengasihi sekelompok orang.

Allah tidak hanya mengasihi orang Kristen. Lebih dari itu, Allah menerima

semua orang tanpa memandang bangsa atau agama.

Jangan memusuhi orang lain, atau menganggap siapa pun sebagai musuh.

Surat Paulus kepada jemaat di Roma (12:18) mengajarkan sebuah perilaku

kristiani yang amat penting, “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung

padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” Bahkan bila ada

orang bermaksud jahat kepada kita pada ayat 19, dikatakan bahwa,” janganlah

Page 134: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

133

kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka

Allah” Berusahalah hidup damai dengan semua orang, oleh karena Yesus

sendiri mengatakan, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena

mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat. 5:9).

Dalam 1 Raja-raja 5: 1-12 diceritakan kerja sama yang indah antara Salomo,

Raja Israel, dengan Hiram, Raja Tirus. Kerja sama antara dua bangsa yang

beragama lain. Yang satu biasa disebut sebagai “umat Allah,” yang lain disebut

“bangsa kafir.” Yang mungkin mengejutkan, ini bukan saja kerja sama yang

bersifat sosial saja (misalnya kerja sama atau gotong royong membangun

jembatan atau memperbaiki jalan), tetapi kerja sama untuk membangun Bait

Allah.

Bagi orang-orang Kristen yang ekstrem hal ini sulit sekali diterima. Kita sering

ditanya, “Boleh tidak orang Kristen bekerja di sebuah percetakan yang

mencetak kitab-kitab agama lain? Apa dengan begitu, orang Kristen tersebut

tidak membantu menyebarkan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran

Kristen?” Begitu pertanyaan mereka.

Menurut 1 Raja-raja 5:1-12 orang kafir, dalam hal ini Hiram, Raja Tirus, malah

diundang oleh Salomo untuk ikut membangun Bait Allah. Kerja sama yang

indah sekali menandakan adanya kerukunan antarumat beragama.

Hiram memasok bahan dan tukang untuk Salomo, sedangkan Salomo

memasok bahan pangan untuk Hiram. Kalau orang kafir boleh ikut

membangun Bait Allah, tentu saja adil kalau orang Kristen juga boleh

membantu membangun rumah ibadah orang lain. Tidak adil namanya, kalau

orang itu hanya mau dibantu, tetapi tidak mau membantu.

Apakah di percetakan LAI, tempat Alkitab kita itu dicetak, ada orang- orang

beragama lain yang ikut bekerja? Pasti ada! Kalau ada, baru adil, jika orang

Kristen boleh bekerja di percetakan yang mencetak kitab-kitab agama lain.

Sekadar untuk cari nafkah kan boleh? Tentu boleh! Kecuali kalau ada yang

begitu ekstremnya sampai ada yang berpendapat, kalau mau membangun

gedung gereja, tukang-tukangnya harus Kristen semua. Kalau tidak, haram!

Mungkin ini biasa. Bila mau konsisten betul, semennya juga mesti semen

yang dibuat oleh orang Kristen, kayunya mesti berasal dari orang Kristen, juga

genteng, paku, dan sebagainya. Mungkinkah?

Alkitab tidak menghendaki kita berpikiran serta bersikap eksklusif seperti itu.

Seolah-olah semuanya mesti dari Kristen, oleh Kristen dan untuk Kristen.

Dalam masyarakat majemuk seperti masyarakat Indonesia, kerja sama antara

Page 135: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

134

pemeluk berbagai agama bukan hanya mungkin, tetapi bahkan tak

terelakkan. Oleh sebab itu, umat beragama harus mengembangkan

kerukunan antarumat beragama.

Dalam kehidupan masyarakat, kerja sama itu juga merupakan hal yang tak

terhindarkan sebab dalam banyak hal kita menghadapi masalah yang sama.

Masalah keamanan kampung, misalnya, bukan hanya dihadapi oleh orang-

orang Kristen, tetapi juga orang-orang Islam, Buddha, Hindu dan Khonghucu.

Karena itulah, orang-orang dari berbagai agama harus bersama-sama ikut

siskamling. Dalam mengurus kepentingan-kepentingan kita sendiri, kita mau

tidak mau melibatkan orang-orang beragama lain. Waktu penahbisan

pendeta, kita minta bantuan beberapa hansip dan polisi yang bukan beragama

Kristen. Dari contoh- contoh tersebut, jelaslah bahwa kerja sama kita dengan

orang-orang yang beragama lain merupakan hal yang bukan hanya mungkin

tetapi bahkan, mau tidak mau harus. Masalahnya sekarang adalah sejauh

mana kita boleh dan dapat bekerja sama dengan para penganut agama lain?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baiklah kita belajar dari kisah Salomo

yang terdapat dalam 1 Raja-raja 11:1-13. Dalam kitab 1 Raja-raja 11:1-13 kita

diperingatkan bahwa kita harus mau bekerja sama seerat-eratnya, sebanyak-

banyaknya dan setulus-tulusnya dengan siapa saja tetapi ada batasnya.

Salomo tidak salah bekerja sama dengan Hiram, Raja Tirus, atau bekerja sama

dengan siapa saja. Dalam 1 Raja-raja 11 kita membaca bahwa Salomo

akhirnya jatuh, tidak diperkenankan Allah dan dihukum oleh Allah. Karena

apa? Karena ia melanggar batas itu! Dikatakan dalam ayat 1, “Adapun raja

Salomo mencintai banyak perempuan asing.” Ayat 3, “Ia mempunyai tujuh

ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu

menarik hatinya dari pada TUHAN.” Ayat 4, “Sehingga ia tidak dengan sepenuh

hati berpaut kepada TUHAN.”

Kerja sama baik dan harus, tetapi jangan kita mengkhianati keyakinan dan

kepercayaan kita sendiri. Jangan kita kalah pengaruh, jangan sampai

kepercayaan kita hilang. Menghormati kepercayaan orang lain, ya, tetapi juga

menghormati dan menjaga kepercayaan serta keyakinan kita sendiri adalah

harus! Kita harus ingat bahwa di samping sebagai mitra dari orang-orang yang

beragama lain, pertama-tama kita adalah mitra Allah. Oleh karena itu, kerja

sama kita dengan manusia harus kita tempatkan di bawah kerja sama kita

dengan Allah. Bahkan kerja sama kita dengan orang lain seharusnya kita

lakukan dalam rangka menjadi rekan sekerja Allah. Kesetiaan kita terhadap

Allah tidak boleh menghalangi kita dalam bersikap terbuka dan mau bekerja

Page 136: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

135

sama dengan orang-orang yang beragama lain. Kesetiaan kita dalam kerja

sama dengan orang-orang yang beragama lain tidak boleh mengurangi

sedikit pun kesetiaan kita terhadap Allah.

Berdasarkan uraian tentang dasar Alkitab mengenai kerukunan antarumat

beragama di atas, kita dapat mengatakan bahwa Alkitab mendorong umat

Kristen untuk hidup rukun dengan penganut agama yang lain. Selain itu,

Alkitab tidak mendorong umat Kristen ke arah sikap eksklusif. Bahkan dalam

beberapa hal, Alkitab menganjurkan sikap yang terbuka dan toleran. Memang

ada sikap yang keras terhadap pengaruh luar tetapi hal itu dilihat dalam

pengaruh yang merusak kehidupan dan ditujukan bukan kepada penganut

lain, tetapi kepada umat Allah sendiri.

Setelah Anda menelusuri dasar Alkitab mengenai kerukunan antarumat

beragama, Anda juga perlu mengetahui dasar teologis bagi kerukunan

antarumat beragama. Di bawah ini akan dikemukakan dua buah dasar teologis

bagi kerukunan antarumat beragama, yakni sebagai berikut:

1. Allah sebagai Pencipta dan Manusia sebagai Ciptaan

Dasar yang pertama adalah apa yang kita baca terutama dalam Kitab Kejadian

pasal 1-11, tetapi juga dalam banyak bagian-bagian Alkitab yang lain, yaitu

pengakuan iman bahwa Allah adalah Pencipta alam semesta dan bahwa

manusia adalah makhluk ciptaan-Nya. Bagi banyak orang, pokok pengakuan

ini akan terdengar sangat biasa saja. Kesan “biasa” ini didapatkan karena kita

selalu menghubungkan pokok penciptaan dengan masalah adanya Allah dan

bagaimana manusia harus hidup di hadapan Allah, bukan dengan masalah

kerukunan antarumat beragama dan kebersamaan manusia sebagai sesama

ciptaan Allah. Dalam konteks percakapan mengenai kerukunan antarumat

beragama, kita memerlukan perspektif baru yang khas Indonesia, yang bisa

menyoroti pokok penciptaan secara baru pula. Dalam kerangka ini, penting

sekali bagi kita untuk menyadari bahwa “Adam” bukanlah sekadar nama dari

manusia pertama. Memang dalam Kejadian 4:25 “Adam” adalah nama orang,

akan tetapi sebelum itu “Adam” selalu berarti “Manusia.”

Page 137: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

136

Dalam Kejadian 1:26-28

manusia disebut “gambar

Allah.” Biasanya, orang

memulai pendekatan

terhadap “gambar Allah”

secara keliru, yaitu mulai

mempertanyakan apakah

yang dimaksud bahwa

manusia adalah gambar

Allah?

Padahal, kisah Kejadian mau

memperlihatkan bahwa gambar Allah adalah manusia. Hanya manusia dari

seluruh ciptaan Allah yang lain yang disebut gambar Allah. Itu berarti, pada

satu pihak manusia adalah ciptaan sama seperti makhluk lainnya, tetapi tetap

ada keunikannya. Di mana letak keunikannya? Gambar Allah menunjuk pada

kemanusiaan manusia. Dalam situasi mana pun manusia berada, dia tetap

gambar Allah, dia tetap manusia. Tidak dapat dibinatangkan oleh siapa pun.

Dalam teologi tradisional calvinisme, gambar Allah yang ada pada manusia

sudah rusak oleh karena kejatuhannya dalam dosa. Baru oleh karya Yesus

Kristus yang adalah gambar Allah yang sejati, hakikat manusia sebagai gambar

Allah dipulihkan kembali. Tanpa bermaksud menentang teologi yang

tradisional ini, ada baiknya kita menyadari bahwa dalam Kejadian 1-11 secara

eksplisit tidak dikemukakan bahwa gambar Allah sudah rusak. Penentangan

atau pemberontakan manusia terhadap Allah pun tidak merusak kemanusiaan

manusia. Bila kita menghubungkan Kejadian 1-11 dengan ayat-ayat mengenai

Imago Dei dalam Perjanjian Baru, penafsiran mengenai gambar Allah yang

sudah rusak dapat dikonstruksikan. Bila kita tetap mau mengikuti teologi

tradisional, jalan ke luar yang dapat diambil adalah mengakui bahwa, pada

satu pihak, dosa menyebabkan manusia kehilangan gambar Allah, tetapi oleh

Yesus Kristus, gambar Allah ini dipulihkan kembali. Dipulihkannya ini tidak

mesti sesudah manusia menerima Kristus. Sesuai dengan apa yang dikatakan

oleh Paulus, ”Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus

telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:8).

Masih ada satu segi dari pokok penciptaan yang perlu menjadi perhatian kita,

yakni manusia sering disebut sebagai “daging” (basar). Maksudnya, bukan

pertama-tama mau mengungkapkan aspek kejasmanian manusia, melainkan

aspek kerapuhannya sebagai makhluk fana yang dapat mati. Tradisi Hikmat

Page 138: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

137

yang berada di belakang Kitab-kitab Kejadian, Ayub, Amsal, Pengkhotbah dan

juga sebagian Mazmur memuat pelbagai macam himbauan mengenai apa

yang harus dibuat oleh manusia untuk menerima kefanaannya. Namun, itu

sekaligus juga membuat hidup manusia yang singkat ini menjadi berharga.

Dalam tradisi ini, pergumulan universal manusia sebagai makhluk dari darah

dan daging, yang meliputi harapan dan sukacita, tetapi juga amat menonjolkan

kekecewaan dan keputusasaannya. Kefanaan manusia dan kerinduan manusia

untuk imortalitas merupakan masalah fundamental bagi agama-agama. Oleh

karena itu, pokok mengenai manusia sebagai “daging” dapat menjadi dasar

untuk pemahaman yang membantu memotivasi kerukunan antarumat

beragama.

2. Umat Allah sebagai Pelayan Kebersamaan Manusia

Dasar yang kedua adalah pemahaman mengenai umat Allah. Pokok ini sering

dianggap sebagai sesuatu yang eksklusif sifatnya. Abraham dipanggil keluar

dari Ur supaya menjadi cikal bakal umat Israel, sedangkan umat Israel dipanggil

keluar (Exodus) supaya menjadi umat kesayangan Tuhan. Demikian kita

baca di dalam Ulangan 7:6. Pemahaman mengenai Israel sebagai umat

kesayangan Tuhan, umat yang dipilih Tuhan dari antara bangsa-bangsa yang

lain memang amat menonjol di dalam Alkitab. Bahkan, dalam Perjanjian Baru

yang sudah berwawasan universal, ide ini tetap kuat juga. Keselamatan

datang dari orang Yahudi (Yoh. 4:22). Dalam Surat Paulus kepada jemaat di

Roma pasal 11, Paulus tetap mempertahankan bahwa Israel adalah umat

Allah sedangkan orang Kristen non-Yahudi cuma “cangkokan” saja (Rm.

11:17). Ide umat Allah kemudian diteruskan dalam Surat-surat Petrus. Orang

Kristen menjadi bagian dari “imamat yang rajani” (1 Ptr. 2:9). Berbeda dengan

Israel yang mempunyai golongan imam dan awam, Israel baru, jemaat Tuhan,

semuanya adalah imam. Dalam Perjanjian Baru tidak banyak ayat yang

mengungkapkan kelompok Kristen sebagai umat (laos). Yang banyak dipakai

adalah “persekutuan” (koinonia). Dalam teologi tradisional, Gereja biasanya

digambarkan menggantikan tempat Israel sebagai umat Allah. Gereja adalah

Israel baru, yang menjadi kesayangan Tuhan.

Yang jarang disadari adalah, bahwa di dalam Alkitab juga ada pemahaman

mengenai umat Allah yang tidak menekankan status sebagai “kesayangan

Tuhan.” Hal ini terutama terdapatn pada ayat-ayat yang dekat sekali dengan

masa pembuangan dan yang berasal dari zaman pembuangan. Dalam Zefanya

3:12 umat Israel yang luput dari hukuman Tuhan akan dibiarkan, menjadi

“suatu umat yang rendah hati dan lemah.” Maksudnya, umat yang tidak bisa

Page 139: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

138

membanggakan status mereka sebagai umat terpilih, sedangkan dalam

Kitab Yesaya terdapat 4 buah syair yang oleh para penafsir disebut “syair-

syair Hamba Tuhan” (ebed Yahweh), yaitu Yesaya 42:1-4, 49:1-6, 50:4-11

dan 52:13-53:12. Pada pokoknya, dalam keempat syair ini direfleksikan

bagaimana Israel harus memandang penderitaan masa lalunya berupa

kehinaan pembuangan yang telah memalukan mereka, bagaimana mereka

harus bersikap sekarang dan bagaimana Israel di masa depan sesudah

pembuangan berakhir, dapat menjadi bangsa-bangsa, bagaimana harus hidup.

Model ini bukanlah model yang triumfalistik, eksklusif ataupun intoleran,

melainkan model yang rendah hati, inklusif dan toleran. Biasanya seorang

tokoh tertentu disebut sebagai hamba. Israel secara keseluruhan sebagai

umat disebut Hamba. Tekanan tidak lagi pada umat kesayangan, sebab

pembuangan telah diinterpretasikan sebagai hukuman yang layak bagi umat

yang berdosa dan tidak bisa mempertanggung- jawabkan keberadaan mereka

sebagai umat terpilih.

Dalam syair terakhir (Yesaya 52:13-53:12) yang sangat padat makna dan

karena itu juga bersifat multitafsir, penderitaan Israel dilihat sebagai sesuatu

yang bermakna, bukan hanya bagi Israel sendiri, melainkan juga bagi yang lain.

Israel tidak dilihat sebagai model penampilannya menarik dan mengagumkan,

tetapi model yang sebetulnya pantas dipertanyakan, apakah layak menjadi

model. Penggambaran yang menjijikkan bermakna sebagai metafor dari Israel

dalam pembuangan yang menderita malu yang amat sangat. “Kita” dalam

syair terakhir ini adalah dunia (bangsa-bangsa) yang menyaksikan penderitaan

Israel. Meskipun menderita malu yang amat sangat, penderitaan ini tidak

berdampak traumatik, yang menyebabkan Israel nantinya membangun

konsep umat terpilih yang triumfalis, eksklusif dan intoleran sebagai

kompensasi atas penderitaan masa lalu dan tidak mau menderita lagi atas

alasan apa pun sehingga daripada menderita lebih baik menderitakan orang

lain, tetapi penderitaan dilihat sebagai penebusan bagi dunia ini. Israel

menderita untuk dunia dalam rangka melayani dunia.

Di dalam narasi Matius kita mencatat ada Khotbah di Bukit (pasal 5-7) yang

ditujukan baik kepada para murid dan siapa pun yang mau mendengar dan

yang isinya berkaitan dengan bagaimana manusia yang satu berelasi dengan

manusia yang lain. Dalam Matius 7:13 Yesus meringkaskan isi seluruh hukum

Taurat dan kitab para nabi sebagai berikut: “Segala sesuatu yang kamu

kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada

mereka.” Ratusan tahun sebelumnya Khong Hu Cu sudah berkata demikian,

Page 140: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

139

tetapi dengan perumusan yang berbentuk negatif, “yang tidak kamu

kehendaki.” Mereka yang berpola pikir partikular akan mengatakan bahwa

ucapan Yesus tetap unik oleh karena dirumuskan secara positif, sedangkan

ucapan Khong Hu Cu kurang dibandingkan ucapan Yesus oleh karena

dirumuskan secara negatif. Di sini terjadi kerancuan berpikir yang menganggap

sebuah rumusan yang berbentuk negatif sebagai bermakna negatif! Mengapa

tidak menerima saja bahwa baik Yesus maupun Khong Hu Cu mengambil

inspirasi dari kebenaran universal yang laku sepanjang masa?

Pada akhir Injil Matius kita menjumpai pasal yang terkenal mengenai

penghakiman terakhir (Mat. 25:31-46). Menarik sekali bahwa di sini Yesus

mengidentikkan pelayanan kepada-Nya dengan pelayanan kepada mereka

yang tersisih dalam masyarakat. Pada penghakiman terakhir “semua bangsa”

harus mempertanggungjawabkan tindak-tanduk mereka. Perikop ini tidak

berbicara mengenai penghakiman orang yang tidak percaya, tetapi

penghakiman orang yang tidak menolong sesama yang membutuhkan

pertolongan konkret. Itu makna dari perikop ini. Dalam sejarah makna ini sering

diselubungi dengan makna partikular yang sangat berat sebelah. Pada ayat 32

dan 33 disebutkan mengenai “domba” dan “kambing.” Domba ditempatkan di

sebelah kanan sedangkan kambing di sebelah kiri. Yang di sebelah kanan

masuk ke hidup yang kekal, tetapi yang di sebelah kiri masuk ke siksaan yang

kekal (ayat 46). Otomatis “domba” diidentikkan dengan partikularitas umat!

Dalam rangka mencari dasar Alkitab bagi kerukunan umat antarumat

beragama, sudah mendesak adanya upaya menafsirkan kembali ayat- ayat

yang universal sifatnya, tetapi yang terang universalnya lama terselubung

oleh penafsiran tradisional yang tidak sesuai dengan makna harfiahnya. Uraian

di dalam Alkitab mengenai kekhasan umat tidak pernah dapat dilepaskan dari

keuniversalan manusia. Kekhasan umat bukanlah tujuan pada dirinya sendiri.

Orang terpanggil untuk menyadari jati dirinya, supaya dapat berkembang

bersama yang lain menuju keuniversalan manusia. Oleh karena itu, pembinaan

keumatan tidak dapat dilaksanakan terlepas dari pembinaan kemanusiaan.

Menurut Anda, bagaimana sikap orang Kristen terhadap kemajemukan agama-

agama? Adakah titik temu antara agama Kristen dengan agama lain?

Bagaimana Anda menyikapi umat lain sementara pokok-pokok kepercayaan

sangat berbeda atau bertentangan? Silakan Anda menyatakan argumentasi

Anda yang menunjukkan bahwa pluralisme agama sebagai persoalan teologis.

Page 141: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

140

Setiap umat beragama, tentu saja, akan menganggap agama yang

dianutnya sebagai agama yang benar. Ini tidak bisa disalahkan. Bahkan

seharusnya begitu. Agama adalah soal kepercayaan sehingga orang itu tidak

layak ragu-ragu terhadap agama yang dianutnya.

Hal yang dikemukakan terakhir ini tidak akan menjadi soal besar andaikata

agama yang diturunkan Tuhan hanya satu. Dengan kata lain, andaikata Tuhan

menyatakan diri atau kehendak-Nya hanya melalui satu saluran saja. Dalam

kenyataannya tidaklah demikian. Ada sekian banyak agama yang kita kenal.

Hebatnya lagi, agama-agama itu selalu mengajarkan hal-hal luhur, walaupun

kenyataannya para penganut agama sering membelokkan ajaran-ajaran

agama demi tujuan mereka sendiri. Hal inilah yang menyebabkan agama-

agama dicemarkan, bahkan tidak jarang mendapat cap yang tidak

mengenakkan. Misalnya, Karl Marx, yang memandang agama sebagai candu

bagi masyarakat.

Pluralisme agama bukan saja merupakan sebuah kenyataan yang sudah

ada selama berabad-abad, melainkan juga merupakan persoalan teologis.

Kalau orang berkata-kata mengenai persoalan teologis, yang dimaksudkan

adalah persoalan tentang “kebenaran” itu sendiri. Artinya, jika kita

memerhatikan banyak agama haruskah kita berkata bahwa ada satu agama

yang benar dengan konsekuensi bahwa agama lain dianggap tidak benar?

Sebuah pertanyaan yang menarik tetapi jawabannya tidak mudah.

G.E. Lessing, seorang filsuf dan teolog yang hidup pada abad XVIII di Jerman,

juga dihantui pertanyaaan seperti itu (Yewangoe 2002, 17). Dalam sebuah

drama yang berjudul Nathan, der Weise, ia mencoba menguraikan

pendapatnya. Konon hiduplah seorang ayah yang mempunyai tiga orang

putra. Ketiga-tiganya dikasihi. Tidak ada dari ketiganya yang lebih dikasihi

dibanding yang lain. Sebelum meninggal si ayah bermaksud mewariskan

sesuatu yang paling berharga bagi ketiga anaknya. Apakah yang paling

berharga yang dimiliki sang ayah? Ternyata ia memiliki sebuah cincin yang

sangat indah dan mahal. Kalau cincin itu hanya diberikan kepada salah

seorang dari ketiganya, terbukti bahwa hanya satu orang yang dikasihi. Ini

bertentangan dengan sifat sang ayah yang mengasihi ketiganya. Kalau cincin

tersebut dibagi tiga, cincin itu tidak berharga lagi. Akhirnya, sang ayah

mendapat akal. Ia memanggil seorang jauhari dan menyuruhnya membuat

dua cincin lain yang sama persis dengan cincin yang asli. Begitu sempurnanya

tiruan cincin tadi sehingga si ayah pun tidak tahu lagi mana cincin yang

sungguh-sungguh asli. Ketika meninggal, sang ayah mewariskan kepada

Page 142: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

141

masing-masing anak sebuah cincin dengan klaim bahwa itulah yang asli.

Demikian cerita itu.

Tentu saja, tiga cincin yang dimaksud adalah ibarat tiga agama besar yang

sudah dikenal waktu itu: Yahudi, Kristen dan Islam. “Dari ketiga agama ini tentu

harus ada satu yang sungguh-sungguh merupakan agama yang benar,”

demikian kata Sultan Saladin yang juga merupakan tokoh dalam drama

tersebut. Ia lalu bertanya kepada Nathan, “Seorang yang bijaksana seperti

Anda,” kata Saladin selanjutnya, “Tidak bisa tetap berdiri saja di tempat Anda

dilahirkan. Kalau pun Anda tetap berdiri di situ, pilihan tersebut harus dapat

dijelaskan sebagai yang sungguh-sungguh lebih baik.” Dengan kata lain, Anda

harus dapat meyakinkan dengan bukti mengapa Anda memilih agama ini,

bukan agama itu. Perlu Anda ketahui bahwa Lessing hidup dalam suatu zaman

ketika segala sesuatu harus disertai bukti-bukti yang masuk akal.

Cincin mana yang sejati? Jawaban yang diberikan Nathan adalah bahwa

pertanyaan itu tidak berguna, hendaknya mereka bertiga bersama-sama

bersikap bijak dan memerintah negara. Kesimpulan dari cerita ini tentunya

bahwa segala pertengkaran tentang agama mana yang lebih benar adalah

tidak relevan dan kampungan (Suseno 2004, 135-136).

Kembali ke perumpamaan tiga cincin tadi. “Jikalau cincin sejati tidak dapat

dibuktikan, biarlah kekuatan cincin sejati itu yang membuktikan dirinya sendiri,”

kata Nathan. Dengan kata lain, biarlah setiap orang membuktikan melalui

pengalaman hidupnya bahwa “cincin” yang dipegangnya adalah sungguh-

sungguh cincin sejati. “Biarlah setiap orang berperilaku sesuai dengan kasih

yang tidak cacat dan cinta yang tanpa iri hati.” Puas? Inikah jawaban yang

dinantikan? Ternyata tidak semudah itu. Sebab pertanyaan lanjutan yang

muncul adalah apakah memang kebenaran dapat disamakan begitu saja

dengan manfaat sebuah agama. Dapatkah kebenaran sebuah agama direduksi

hanya lantaran agama itu bermanfaat, menolong, dan memuaskan

kebutuhan-kebutuhan?

Anda yang jeli akan segera melihat bahwa pertanyaan tersebut tidak dapat

dilepaskan dari persoalan-persoalan teologis. Artinya, kita tidak dapat

menyelesaikan begitu saja pertanyaan tersebut dengan satu atau dua jawaban

yang kedengarannya sederhana. Kita ditempatkan pada posisi yang terus-

menerus mencari, walaupun tidak berarti bahwa kita harus mengisolasi diri

dari sesama yang berbeda agama dari kita. Kita bisa menyebutnya sebagai

penjelajahan teologis.

Page 143: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

142

Adalah Hans Kung, seorang teolog Katolik kondang, yang menggambarkan

empat posisi dasar relasi antaragama (Yewangoe 2002, 19).

Posisi pertama adalah tidak ada agama yang benar atau semua agama sama-

sama tidak benar. Tentu saja Kung tidak sedang mempromosikan sebuah

pandangan yang bersifat ateis di sini. Memang inilah tantangan yang diajukan

kepada semua agama. Dalam bentuknya yang ekstrem, dunia pernah

mengenal seorang Nietzsche yang memproklamirkan bahwa “Allah Telah

Mati.” Barangkali kita tidak perlu cepat-cepat mencela Nietzsche akibat ucapan

ini, tetapi kita perlu merenungkannya secara mendalam apa makna beragama

dan percaya kepada Tuhan. Posisi kedua adalah bahwa hanya ada satu agama

yang benar atau semua agama lain tidak benar. Pendirian ini langsung

mengingatkan kita pada pendirian Gereja tradisional yang pada masa awalnya

diperkembangkan oleh Origenes, Cyprianus dan Augustinus. Belakangan

dalam Konsili Lateran IV (1215) pendirian itu dikenal secara luas sebagai

slogan Extra Ecclesia Nulla Salus (Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan).

Konsili Florence (1442) kembali menegaskan

bahwa Gereja percaya dengan teguh sambil

mengaku dan menyatakan bahwa tidak ada

seorang pun di luar Gereja yang akan

mengambil bagian dalam kehidupan kekal.

Sebaliknya mereka, yaitu orang kafir dan

orang Yahudi serta semua orang yang tidak

percaya telah dikutuk supaya masuk ke

dalam api yang kekal kecuali apabila mereka

masuk dan ambil bagian dalam Gereja

sebelum mereka meninggal. Tentu saja,

pendirian ini telah menjadi “masa lalu” dari

Gereja. Konsili Vatikan II (1962-1965) dalam

konstitusinya mengenai gereja menjelaskan

bahwa mereka yang bukan karena kesalahan

mereka sendiri tidak mengenal Injil Kristus dan

gereja- Nya, tetapi tetap mencari Allah dengan hati yang jujur serta berupaya

memenuhi kehendak-Nya sebagaimana diakui di dalam perintah-perintah

suara hati dan dalam perbuatan-perbuatan yang didorong oleh karya

anugerah-Nya, akan mencapai keselamatan kekal. Kemudian dalam deklarasi

mengenai agama-agama non-Kristen terdapat perhargaan terhadap agama

Sumber:

http://protectthepope.com/?p=2673

Page 144: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

143

tersebut yang memuncak pada kalimat berikut: “Gereja Katolik tidak menolak

apa yang benar dan kudus di dalam agama-agama ini.”

Posisi ketiga adalah bahwa setiap agama adalah benar atau semua agama

sama-sama benar. Jelas pendirian ini cenderung menyamaratakan semua

agama yang sebenarnya tidak mungkin. W.C. Smith, seorang pakar ilmu agama

asal Kanada, berkata bahwa bahkan dalam satu agama saja tidak mungkin

agama itu tetap sama sepanjang masa. Seiring dengan perjalanan waktu,

kebudayaan dan peradaban umat manusia berkembang sehingga agama pun

ikut berkembang. Jadi, kalau dalam satu agama sudah terjadi perbedaan

antara “dulu” dan “sekarang,” mana mungkin setiap agama dapat dianggap

sebagai sama-sama benar. Kalau begitu posisi ketiga agama ini memang

mustahil. Posisi keempat beranggapan bahwa hanya satu agama yang benar

dan semua agama mempunyai andil dalam kebenaran agama yang satu ini.

Pendirian semacam ini, terutama kita temukan pada agama yang berasal dari

India. Semua agama adalah empiris. Artinya, pengalaman sehari-hari hanya

menampilkan satu segi tertentu dari sebuah kebenaran universal. Agama

tersebut bukannya tidak benar, tetapi hanya bersifat sementara. Semuanya

mempunyai bagian dalam kebenaran universal. Pandangan yang lazim disebut

inklusivisme ini juga ditemukan dalam kekristenan. Karl Rahner, seorang

teolog Katolik dari Jerman, memperkenalkan anonymous Christian (‘Orang

Kristen Anonim’). Menurutnya, semua orang Yahudi, Hindu, Muslim dan

Buddha akan diselamatkan. Sebab, pada akhirnya mereka juga Kristen atau

lebih tepat Orang Kristen Anonim.

Keempat posisi yang dikemukakan Kung mungkin tidak memuaskan dalam

upaya memahami kemajemukan agama-agama itu. Penjelasan itu telah makin

meyakinkan kita bahwa persoalan ini tetap akan diketengahkan sebab ia

menyangkut eksistensi manusia itu sendiri. Kemajemukan agama bukanlah

masalah teoretis atau akademis belaka, melainkan ia berkaitan dengan

kebutuhan manusia yang sering tidak berjalan mulus. Ada orang yang tidak

mau bersusah payah mempertanyakan secara teologis persoalan ini dan

hanya mendorongnya ke arah praktis belaka. Tidak dapat dihindarkan bahwa

orang akan mempertanyakan hakikat pluralisme itu sendiri. “Bila hanya ada

satu Tuhan, tidakkah seharusnya hanya ada satu agama saja?” demikian

pernah orang bertanya kepada Gandhi. Apa jawaban Gandhi? Ia berkata:

“Sebatang pohon punya sejuta daun. Ada banyak agama sebagaimana ada

banyak pria dan wanita, tetapi semuanya berakar pada satu Tuhan saja.”

Jawaban Gandhi ini barangkali tidak tepat betul. Ia hendak memperingatkan

Page 145: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

144

bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengklaim kebenaran sebagai

miliknya sendiri. Demikian juga Allah tidak mungkin diklaim sebagai milik dari

satu agama tertentu. Sayangnya, kata Wesley Ariarajah, seorang Pendeta

Metodis di Sri Lanka, Tuhan telah didorong begitu rupa supaya menjadi Tuhan

dari “suku” tertentu, padahal Ia adalah Tuhan dari segala suku, bangsa dan

umat (Ariarajah 1989, 14-15).

Menyadari bahwa kebenaran tidak mungkin dapat diklaim, akhir-akhir ini,

khususnya di kalangan teolog Protestan, ada usul yang kuat sekali untuk

membuat sebuah “Revolusi Copernicus” dalam teologi. Secara khusus hal itu

diketengahkan oleh John Hick, seorang teolog dari Inggris. Kalau dulu

Copernicus melawan teori Ptolemeus yang menempatkan “bumi” sebagai

pusat alam semesta dan menggantikannya dengan “matahari” yang dikelilingi

planet- planet lain, perubahan berpikir yang radikal juga harus terjadi dalam

teologi. Sudah tiba masanya, kata Hick, meninggalkan pandangan bahwa

agama Kristen adalah pusat sedangkan agama-agama lain hanya berputar-

putar mengelilingi pusat. Sekarang “kebenaran” harus ditempatkan pada

pusat, sedangkan agama Kristen bersama agama-agama lain beredar di

sekitar “Kebenaran” itu.

Setiap agama percaya bahwa Allah adalah mahakuasa, mahamurah dan

maharahim. Pendeknya, Ia adalah Allah yang tidak menghendaki kebinasaan

manusia. Allah senantiasa memberi kesempatan kepada manusia supaya

bertobat. Bagaimana kita mengetahui bahwa Allah sungguh-sungguh

menghendaki manusia selamat? Hampir setiap agama mengajarkan bahwa

hal ini hanya dapat diketahui kalau Allah sendiri memberitahukannya kepada

manusia. Pemberitahuan ini dalam agama Kristen disebut “Penyataan,”

sedangkan dalam agama Islam disebut “Wahyu.” Tentu saja, setiap agama

akan mengklaim bahwa pemberitahuan Allah kepadanyalah yang paling

autentik dan lengkap. Sekali lagi klaim ini tetap sulit dibantah karena ia

merupakan perkara keyakinan.

Namun demikian, kita harus tetap mempunyai pemikiran bahwa Allah pun

dapat memakai kemungkinan lain untuk menyatakan kehendak-Nya kepada

manusia. Artinya, karena Allah adalah mahakuasa, kemahakuasaan-Nya tidak

mungkin dapat dibatasi hanya ke satu “saluran” saja. Allah lebih besar

dibanding agama-agama dan segala perumusan agama tentang Allah

Page 146: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

145

Ada tiga model hubungan antarumat berbeda agama, yakni konfrontasi,

koeksistensi damai dan pluralisme. Pada pola yang pertama, yang dahulu

lazim dianut agama-agama besar dunia, pendekatannya adalah konfrontatif:

berupaya dengan segala cara mengenyahkan yang lain. Tidak ada tempat bagi

agama- agama lain, agama-agama lain adalah kafir. Pola yang kedua adalah

koeksistensi (kebersamaan statis). Di dalam pola ini mereka hidup bersama

tanpa kebersamaan, mereka sering bekerja bersama-sama namun tidak

terjadi interaksi, mereka bercakap-cakap tetapi tidak ada dialog sejati. Apa

yang terjadi adalah “Kuhidupi hidupku dan kau hidupilah hidupmu,” atau

“Jangan ganggu aku dan tak akan kuganggu kau.” Orang hidup bersama secara

sosial dan praktis, tetapi tidak secara teologis. Pola yang ketiga adalah prinsip

dan sikap pluralisme, yakni kebersamaan kreatif. Dengan prinsip ini perbedaan

agama tidak dilihat semata-mata sebagai sesuatu yang secara praktis tidak

terhindarkan, melainkan sesuatu yang bermakna dan teologis. Dalam

wawasan pluralisme ini, yakni yang menerima serta menghayati kepelbagaian

secara positif, misi masing-masing agama tidak dihapuskan, melainkan

dikembangkan dari monolog (dengarlah aku) ke dialog (marilah kita saling

mendengarkan). Demikian juga perbedaan asasi antara agama-agama tidak

dinisbikan, melainkan ditonjolkan untuk saling memperkaya wawasan. Dalam

dialog dan interaksi dengan penganut agama-agama lain penghayatan iman

saya diperdalam dan komitmen sosial saya diperkokoh. Wawasan pluralis akan

menciptakan hubungan antarumat berbeda agama yang lebih rukun

dan berinteraksi secara positif dalam kemanusiaan bersama yang kreatif dan

keberagamaan yang dinamis. Wawasan primordial digantikan wawasan

kemanusiaan, yang antara lain terungkap dalam perjuangan bersama untuk

melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga Negara, menegakkan

demokrasi, hak-hak asasi, keadilan sosial dan kedaulatan hukum, bertolak dari

sumber keagamaan masing-masing yang dikembangkan secara sehat dan

dinamis.

Konfrontasi, Koeksistensi, Pluralisme

Page 147: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

146

Ada tiga posisi dasar beragama dewasa ini (Suseno 2004, 137-139). Pertama,

eksklusivisme agama. Sikap ini bertolak dari keyakinannya akan wahyu yang

diterima dari Allah dan karena itu yakin bahwa agamanya sendiri adalah agama

yang benar. Agama-agama lain tidak benar dan bahwa keselamatan kekal

hanya terbuka bagi mereka yang menyembah Allah menurut wahyu Allah itu.

Menurut eksklusivisme, di luar agamanya sendiri tidak ada keselamatan.

Pendek kata, menurut eksklusivisme hanya ada satu agama yang benar, ialah

agamaku sendiri dan hanya penganut agamaku itu dapat masuk surga. Kedua,

inklusivisme agama. Inklusivisme agama tidak melepaskan keyakinan bahwa

yang benar adalah agamanya sendiri. Jadi, bagi orang Kristen, bahwa hanyalah

karena Yesus dari Nazaret semua orang dapat selamat. Inklusivisme tidak

mengakui semua agama lain sebagai sama-sama benar. Akan tetapi,

disebut inklusivisme karena mereka menerima bahwa orang dari agama-

agama lain juga dapat selamat. Ketiga, pluralisme agama. Pluralisme agama

diperjuangkan di kalangan Kristen oleh teolog-teolog seperti John H. Hick,

Paul F. Knitter dari Protestan dan Raimundo Pannikar dari Katolik. Mereka

menolak eksklusivisme kebenaran. Bagi mereka, anggapan bahwa hanya

agamanya sendiri yang benar merupakan kesombongan. Agama-agama

hendaknya pertama-tama memperlihatkan kerendahan hati, tidak

menganggap diri lebih benar daripada yang lain-lain. Teologi yang

mendasari anggapan itu adalah, kurang lebih, dan dengan rincian berbeda,

anggapan bahwa agama-agama merupakan ekspresi religiositas umat

manusia. Para pendiri agama, seperti Buddha, Yesus dan Muhammad

merupakan genius-genius religius. Mereka menghayati dimensi religius secara

mendalam. Salah satu implikasi pluralisme adalah penolakan terhadap misi.

Apabila agama-agama sekadar ungkapan dimensi religius semesta, mau

“mempertobatkan” umat beragama lain tidak masuk akal. Yang dapat

mereka benarkan paling-paling saling memperkenalkan penghayatan

rohani masing-masing untuk saling memperkaya, saling membantu dalam

mengatasi unsur-unsur sempit yang tidak memadai dan mengembangkan

semacam sinergi kepositifan antara agama-agama.

Menurut Anda, haruskah agama yang mempunyai nilai-nilai luhur ditundukkan

begitu saja ke bawah nafsu rendah manusia untuk mencapai tujuan yang

sering kali bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri? Haruskah agama

dipurukkan sebagai topeng bagi kemunafikan serta menjadi alat manipulasi

Page 148: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

147

psikologis yang menanamkan fanatisme sempit dan menyebarkan kebencian

kepada sesama manusia serta tidak jarang menjadi sumber legitimasi bagi

pertumpahan darah? Bagaimana bisa agama dijadikan alat manipulasi

psikologis yang menanamkan fanatisme sempit dan menyebarkan kebencian

kepada sesama manusia? Apa akibatnya jika agama dijadikan sumber

legitimasi bagi pertumpahan darah? Silakan Anda mengomunikasikan

dengan kata-kata dan gagasan Anda sendiri mengenai peran umat

beragama dalam mengembangkan kerukunan antarumat beragama.

Untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama empat hal berikut ini

harus diperhatikan oleh umat beragama. Pertama, tanggung jawab yang lebih

besar pada yang lebih besar. Jika kerukunan hanya menjadi urusan dan

perjuangan yang kecil akan menjadi sia-sia. Tidak ada perubahan yang

berarti bisa terjadi tanpa dukungan umat mayoritas yang banyak dan militer

yang kuat. Lebih mulus lagi bila juga memeroleh dukungan dari birokrasi yang

berkuasa. Seperti tidak mungkin ada demokrasi tanpa mereka, juga tidak akan

ada kerukunan tanpa mereka. Kedua, kerukunan harus diupayakan terus-

menerus. Tidak hanya menjadi topik seminar setelah ada konflik, melainkan

dirawat dan ditumbuhkan terus-menerus melalui pengalaman bersama. Saat

mengupayakan kerukunan terus-menerus kebebasan harus ditata. Kebebasan

yang liar dan binal akan menghancurkan kebebasan itu sendiri. Masing-masing

menata kebebasannya sendiri dengan bertanggung jawab, dan dengan ini

masing-masing mewujudkan kerukunan beragama dan sekaligus memelihara

kebebasan itu sendiri. Selain itu, kerukunan harus diupayakan langkah demi

langkah dengan mengupayakan kesepakatan-kesepakatan minimal yang

semakin maju melalui pengalaman perjalanan bersama. Ketiga, tugas

mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama adalah tugas bersama:

lembaga-lembaga keagamaan, umat beragama serta pemerintah. Keempat,

kita harus menerobos dan merobohkan tembok prasangka religius (Ismail

2002, 47). Hal tersebut kita lakukan dalam rangka meneladani sikap Yesus

Kristus.

Yesus Kristus telah menerobos dan merobohkan tembok prasangka rasial dan

religius sebagaimana tercatat dalam Yohanes 4:1-42. Menurut ayat 3 Tuhan

Yesus dan para murid berniat meninggalkan Yudea (Israel bagian selatan)

menuju Galilea (Israel bagian utara). Lalu, di ayat 4 tertulis, “Ia harus melintasi

daerah Samaria.” Perhatikan kata harus dalam kalimat itu. Samaria adalah

bagian tengah Israel. Sebenarnya sangat wajar bila orang melintasi wilayah

tengah dalam perjalanan dari selatan ke utara atau sebaliknya. Orang Yahudi

Page 149: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

148

menghindari wilayah Samaria kecuali bila sangat terpaksa. Mereka lebih

bersedia berputar jalan daripada harus melintasi daerah orang Samaria, sebab

mereka enggan bertemu dengan orang Samaria. Ada tembok prasangka

antara kedua etnik itu.

Sumber: http://buktidansaksi.com/blogs/1/2009/12/-Did-Allah-Exist-

Tembok pemisah itu tergambar dalam kalimat, “Masakan Engkau, seorang

Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (ay. 9a). Lalu pengarang

Injil memberi keterangan, “Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang

Samaria” (ay. 9b). Prasangka antara orang Yahudi dengan orang Samaria itu

ternyata sudah berlangsung lebih dari 500 tahun. Awalnya begini. Pada tahun

722 sM., Asyur menaklukkan wilayah Samaria. Penduduk Samaria yang

berjumlah sedikit itu dicampur dengan beberapa bangsa pendatang sehingga

agamanya pun tercampur (lih. 2 Raj. 17:24-41).

Ketika kemudian orang Yudea membangun ulang Bait Allah di Yerusalem,

orang Samaria menawarkan bantuan. Namun, bantuan itu ditolak, sebab orang

Yudea menganggap orang Samaria sebagai bukan Yahudi murni lagi akibat

kawin campur dengan bangsa-bangsa lain. Ini menjadi benih kebencian antara

etnik Yahudi dengan etnik Samaria. Apalagi ketika kemudian orang

Samaria membangun sebuah Bait Allah sendiri di Gunung Gerizim. Akibatnya

orang Samaria dianggap bukan orang Yahudi lagi dan bukan beragama

Page 150: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

149

Yahudi lagi. Sejak itu orang Samaria menjadi kelompok minoritas yang

dijadikan tumpahan kebencian dan kedengkian. Bahkan pernah pula pada

tahun 129 sM. orang Yahudi menyerang orang Samaria (Ismail 2002, 46).

Sebagai seorang yang berbangsa Yahudi dan beragama Yahudi,

sebenarnya bisa dimengerti seandainya Yesus juga berprasangka terhadap

orang Samaria. Ternyata Yesus tidak berprasangka demikian! Sebaliknya,

Yesus malah mengambil langkah yang menerobos dan merobohkan tembok

prasangka itu. Ia menyapa seorang Samaria (lih. ay. 7). Tentu saja para murid-

Nya menjadi heran (lih. ay. 27). Lalu Yesus melakukan terobosan yang lebih

mengejutkan lagi. Ia menerima baik ajakan orang Samaria untuk menginap

di rumah orang Samaria (lih. ay. 40). Bayangkan kebingungan para murid-Nya

ketika tiba waktu makan. Seumur-umur mereka belum pernah makan dari

piring dan mangkok orang Samaria sebab menurut aturan agama Yahudi

pinggan dan cawan orang beragama lain adalah najis atau haram.

Selain empat hal di atas, untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama

umat beragama perlu mengembangkan sikap proeksistensi ketimbang

koeksistensi (Sitompul 2006, 49). Di dalam koeksistensi kita memang

mengakui orang lain dan merasa cukup kalau tidak saling mengganggu.

Sedangkan proeksistensi mencakup saling menghargai dan berupaya

mengembangkan kehidupan bersama yang harmonis dan dinamis. Ini

berkait erat dengan pengakuan bahwa umat beragama lain mempunyai

“legitimasi religius” yang tidak berhak kita nilai apakah benar atau salah.

Umumnya umat beragama masih terjebak pada sikap superior atau

eksklusivisme, merasa diri sendiri satu-satunya yang benar, sedangkan yang

lain salah. Walaupun tidak diungkapkan terang- terangan, paling tidak “di

kalangan sendiri” gencar diucapkan. Sikap merelatifkan agama bahwa semua

agama itu sama juga tidak baik. Menyamakan semua agama berarti

merendahkan penghayatan religius kita sendiri. Penghayatan agama atau

spiritualitas adalah sesuatu yang personal, eksistensial dan menentukan bagi

kualitas hidup kita, sesuatu yang tidak mungkin disamaratakan begitu saja

dengan penghayatan orang lain.

Kita perlu merenungkan kembali cara kita menghayati agama kita masing-

masing. Meskipun agama adalah pilihan pribadi, ia juga berdampak bagi

hubungan-hubungan sosial. Di dalam keluarga besar Bangsa Indonesia yang

pluralistik, cara-cara kita menghayati dan mengungkapkan iman memainkan

peranan penting agar kita terhindar dari konflik-konflik yang tidak perlu dan

tidak produktif.

Page 151: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

150

Kerukunan yang kita usahakan dan kembangkan bukanlah sekadar “rukun-

rukunan,” melainkan kerukunan yang benar-benar autentik dan dinamis.

Kerukunan yang autentik bukanlah kerukunan yang diusahakan hanya oleh

karena alasan-alasan praktis, pragmatis dan situasional, tetapi semangat

kerukunan yang benar-benar keluar dari hati yang tulus dan murni. Kerukunan

itu benar-benar dapat keluar dari hati yang tulus dan murni karena ia didorong

dari suatu keyakinan iman yang dalam sebagai perwujudan dari ajaran agama

yang diyakini. Oleh sebab itu, kerukunan bukanlah sekadar masalah politis atau

teknis. Kerukunan juga tidak kurang adalah masalah teologis atau masalah

keyakinan iman. Bertolak dari situ, umat beragama yang lain bukan saingan

atau ancaman apalagi musuh, melainkan sebagai saudara-saudara sesama

ciptaan Tuhan yang oleh Tuhan ditempatkan untuk hidup bersama dan bekerja

bersama bagi kebaikan bersama dan oleh karena itu untuk dikasihi. Kerukunan

yang autentik akan terwujud oleh keyakinan yang eksistensial seperti ini dan

bukan hanya oleh kesepakatan-kesepakatan formal saja.

Kerukunan yang dinamis bukan sekadar kerukunan yang berdasarkan

kesediaan untuk menerima eksistensi yang lain dalam suasana hidup bersama

tetapi tanpa saling menyapa. Kerukunan yang dinamis adalah kerukunan yang

didorong oleh kesadaran bahwa meskipun berbeda, semua umat beragama

mempunyai tugas dan tanggung jawab bersama yang satu, yaitu

mengusahakan kesejahteraan lahir batin yang sebesar-besarnya bagi semua

orang (bukan hanya umatnya sendiri), dan oleh karena itu mesti bekerja sama

dan bukan hanya sama- sama bekerja.

Salah satu tantangan terhadap pengembangan kerukunan adalah adanya

peristiwa-peristiwa lokal yang mengarah pada peningkatan benturan dan

konflik SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan). Adanya cara-cara

melaksanakan dakwah, penginjilan, dan misi yang melecehkan dan

menghakimi agama lain juga merupakan tantangan terhadap pengembangan

kerukunan. Selain itu, adanya fundamentalisme agama dalam masyarakat

majemuk juga merupakan tantangan terhadap pengembangan kurikulum.

Fundamental berbeda dari Fundamentalisme. Fundamentalisme tidak hanya

terdapat dalam satu agama. Fundamentalisme adalah gejala yang dapat

terjadi dalam setiap agama. Berdasarkan asal usulnya, fundamentalisme

adalah gerakan yang muncul dalam gereja pada abad ke-19 dan awal abad ke-

20 di Eropa. Pada abad ke-19 gereja berhadapan dengan ilmu pengetahuan

Page 152: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

151

yang makin lama makin menguasai kehidupan banyak orang. Gereja yang

selama ini berperanan besar dalam kehidupan sehari-hari menjadi terdesak.

Bahkan muncul kecenderungan bahwa gereja sudah mulai ditinggalkan, entah

karena ajarannya dianggap tidak relevan lagi atau karena pengaruhnya yang

selama ini sangat dominan dianggap tidak sesuai lagi dengan roh zaman yang

menghendaki kebebasan yang lebih besar bagi manusia. Perkembangan

semacam itu dianggap berbahaya bagi kelanjutan hidup gereja.

Untuk mengatasi kesulitan, muncullah fundamentalisme yang bertujuan

membangun benteng yang kokoh demi mempertahankan diri dari serangan

dunia luar yang dianggap membahayakan gereja. Di dalam benteng itu gereja

berupaya mengokohkan pokok-pokok ajaran Kristen sekaligus juga peri

kehidupan sehari- hari sebagai tandingan perilaku kehidupan masyarakat yang

sangat dipengaruhi oleh perkembangan yang sekularistis. Setelah benteng itu

dibangun, mereka dengan sendirinya mengurung dirinya dari orang-orang lain

yang berada di luar benteng. Dialog tidak mungkin dilakukan. Yang terjadi

adalah pemaksaan kehendak yang dalam bentuk ekstremnya dapat berupa

konflik bersenjata.

Dalam penampilan yang militan, fundamentalisme merumuskan segala

sesuatu dalam terminologi-terminologi yang serba mutlak. Kemutlakan itu

dipaksakan kepada setiap orang. Dengan demikian, fundamentalisme

menuntut komitmen orang atas kebenaran yang absolut, kalau perlu

mempertaruhkan segala sesuatu.

Tentu saja fundamentalisme sangat berbahaya, apalagi dalam suatu

masyarakat majemuk seperti Indonesia. Kalau kelompok agama A

memaksakan kehendaknya kepada kelompok agama B, pemaksaan-

pemaksaan yang absolut pasti terjadi yang akan menimbulkan ketegangan

atau bahkan konflik. Pemaksaan itu bukan saja terjadi antara agama A dan

agama B, melainkan dapat pula terjadi di dalam agama itu sendiri secara intern.

Kalau ini terjadi, kecenderungan perpecahan tidak dapat dihindarkan.

Gejala fundamentalisme dapat bermacam-macam. Secara umum dapat

dikatakan bahwa sikap agresivitas sangat menonjol dalam cara penyebaran

ajaran mereka. Bahkan muncul kecenderungan bahwa fundamentalisme

keagamaan ini terpisah sama sekali dari asas-asas kemanusiaan, spiritual dan

etika yang justru bagi kebanyakan agama merupakan unsur yang terpenting.

Terdapat juga kecenderungan fanatisme yang berlebih-lebihan yang akhirnya

Page 153: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

152

merupakan ancaman bagi keserasian sosial, keadilan dan hak-hak asasi

manusia.

Istilah “kerukunan” jauh lebih positif dan dinamis ketimbang istilah “toleransi”

yang statis. Kerukunan yang kita kehendaki adalah kerukunan yang autentik

dan dinamis. Kerukunan yang tidak kita kehendaki adalah bila kerukunan harus

dibayar dengan hilangnya perbedaan dan kebebasan.

Dari antara bentuk-bentuk kegiatan yang berhubungan dengan kerukunan

antarumat beragama, bentuk dialog adalah bentuk yang paling awal

dilaksanakan dengan prakarsa pemerintah dan telah dilakukan di berbagai

kota di Indonesia. Dari sifatnya, dialog dapat dibedakan menjadi dialog formal

dan informal. Selain itu, pada umumnya kita membedakan antara dialog verbal

dan dialog karya.

Alkitab mendorong umat Kristen untuk hidup rukun dengan penganut agama

yang lain. Alkitab tidak mendorong umat Kristen ke arah sikap eksklusif.

Bahkan dalam beberapa hal, Alkitab menganjurkan sikap yang terbuka dan

toleran. Memang ada sikap yang keras terhadap pengaruh luar tetapi hal itu

dilihat dalam pengaruh yang merusak kehidupan dan ditujukan bukan kepada

penganut lain, tetapi kepada umat Allah sendiri.

Pluralisme agama bukan saja merupakan sebuah kenyataan yang sudah ada

selama berabad-abad, melainkan juga merupakan persoalan teologis. Kalau

orang berkata-kata mengenai persoalan teologis, yang dimaksudkan adalah

persoalan tentang “kebenaran” itu sendiri.

Untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama empat hal berikut ini

harus diperhatikan oleh umat beragama. Pertama, tanggung jawab yang lebih

besar pada yang lebih besar. Kedua, kerukunan harus diupayakan terus-

menerus. Ketiga, tugas mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama

adalah tugas bersama: lembaga-lembaga keagamaan, umat beragama serta

pemerintah. Keempat, kita harus menerobos dan merobohkan tembok

prasangka religius.

Buatlah makalah sebanyak 15 halaman tentang kerukunan antarumat

beragama di tempat Anda tinggal! Tugas ini juga dipresentasikan di depan

kelas.

Page 154: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

153

BAB VII PENJAGA CIPTAAN ALLAH

Teknologi canggih yang diterapkan dalam dunia bisnis tidak semuanya

bersahabat dengan lingkungan alam. Sejak tahun 1960-an, kita sudah sangat

sering mendengar teriakan tentang menipisnya sumber alam, pengotoran

udara, air dan tanah, pemanasan bumi, musim yang berubah tanpa aturan lagi,

hutan- hutan menjadi gundul, efek rumah kaca dan lain-lain. Semuanya itu

membuat kita berpikir untuk menemukan suatu relasi yang benar dalam

perspektif hubungan yang tidak saling mematikan antara dunia bisnis,

manusia dan alam lingkungan. Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (WCC), yang

pada bulan Februari 1992 menyelenggarakan Sidang Raya yang ke-8 di

Canberra-Australia, menyerukan agar upaya kita tidak berorientasi lagi kepada

manusia (man oriented) tetapi kepada kehidupan (life oriented). Manusia

diserukan supay sadar bahwa dia bukanlah tujuan penciptaan. Upaya-upaya

untuk mengeksploitasi bumi bagi kepentingannya sendiri harus diganti oleh

sikap dasar bahwa manusia pada hakikatnya tidak mempunyai arti apa-apa

bila dilepaskan dari makhluk-makhluk lainnya dalam suatu lingkaran ekologis

yang tidak putus-putusnya.

Melalui bab ini, Anda diharapkan mencapai beberapa tujuan pembelajaran.

Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah: (i) bersyukur kepada

Tuhan yang telah mencipta, menyelamatkan, memelihara dan membarui

ciptaan- Nya; (ii) mengembangkan sikap kasih kepada Tuhan sebagai Pencipta,

Penyelamat, Pemelihara dan Pembaru ciptaan-Nya; (iii) berpengharapan

akan masa depan yang lebih baik; (iv) peduli dan bertanggung jawab

memelihara ciptaan Tuhan; (v) menganalis karya Tuhan berdasarkan

kesaksian Alkitab; (vi) menganalisis ajaran tentang karya Tuhan berdasarkan

kesaksian Alkitab; (vii) menerapkan tanggung jawab etis Kristen dalam

pemeliharaan lingkungan hidup; (viii) merumuskan hasil penelaahan dasar-

dasar Alkitab yang menunjukkan Tuhan sebagai Pencipta; (ix) menyajikan

hasil penelaahan dasar-dasar Alkitab yang memperlihatkan Tuhan sebagai

Page 155: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

154

Pemelihara dan Pembaharu ciptaan-Nya; serta (x) melakukan tindakan

pemeliharaan lingkungan hidup sebagai tanggung jawab etisnya.

Gambar kerusakan alam berupa polusi udara akibat penerapan teknlogi

Sumber: fransiscofaldo.wordpress.com

Simaklah pernyataan sejarawan Amerika, Lynn White, berikut. Ia menyatakan

bahwa “kekristenan bukan saja mentahbiskan dualisme manusia dan alam,

tetapi juga menggarisbawahi kehendak Allah bahwa manusia mengeksploitasi

alam demi kepentingan pribadinya. Kekristenan memikul beban kesalahan

yang maha besar” (Stott 2005, 158-159). Menurut Anda, apakah benar

pernyataan White tersebut? Mengapa White mengeluarkan pernyataan seperti

itu? Apa yang perlu Anda lakukan untuk mematahkan pernyataan White

tersebut? Silakan Anda mengamati dan menganalisis hubungan antara

ekonomi dan ekologi yang terjadi dewasa ini di Indonesia!

Hubungan antara ekonomi dan ekologi menjadi pusat perhatian, sebab pada

dasarnya masalah ekologi timbul sebagai akibat serta menjadi korban dari

kegiatan ekonomi (Sumartana 1994, 110). Kegiatan ekonomi yang menjadi

tulang punggung pembangunan sering dianakemaskan sebegitu rupa

sehingga ia menjadi terlalu manja dan kurang diawasi, kenakalan mereka

dibiarkan. Hubungan antara ekonomi dan ekologi kemudian menampakkan

Page 156: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

155

wajah yang buruk. Dalam tayangan televisi dapat disaksikan rusaknya

lingkungan laut yang menyebabkan matinya ikan, kerang dan kepiting, serta

merugikan para nelayan dan petani kerang. Mereka sangat dirugikan oleh

pembuangan limbah pabrik yang seenaknya sehingga mematikan dan

merusak lingkungan. Tingkah para pencari untung tersebut mencerminkan

sikap etik tertentu yang perlu dipertimbangkan secara kritis. Mereka

menganggap seolah-olah mereka hidup tanpa tetangga, tanpa orang lain,

tidak mau tahu bahwa perilaku mereka telah amat merugikan orang lain,

merusak lingkungan hidup. Para pemilik pabrik yang tidak bertanggung jawab

dan pencari untung tersebut telah berbuat seolah-olah mengejar keuntungan

diri sendiri layak membuat rugi orang lain. Hubungan antara ekonomi dan

ekologi dalam praktik dipertentangkan satu terhadap yang lain. Inilah

awal dari malapetaka itu.

Sebenarnya hubungan antara ekonomi dan ekologi bisa dijabarkan dari

pengertian etimologis yang justru bisa saling membantu dan membina.

Ekonomi berasal dari kata oikos dan nomos. Oikos berarti ’rumah tangga‘ dan

nomos berarti ’aturan, hukum.’ Ekonomi bisa diartikan sebagai upaya untuk

mengatur atau penatalayanan rumah tangga (housekeeping). Sedang ekologi

gabungan dari kata oikos dan logos. Oikos berarti ’rumah tangga‘, logos berarti

‘perkataan, pemahaman dan pengertian.’ Hubungan antara ekonomi dan

ekologi tergabung dalam pemahaman bahwa kita tidak bisa menata

masyarakat dan alam ini tanpa mengerti dan memeliharanya. Dengan kata

lain, maka usaha untuk melakukan housekeeping harus dibarengi

naturekeeping.

Berbicara tentang ekonomi dan ekologi, khususnya dari perspektif Indonesia,

harus dimulai dengan mengatakan bahwa ia tidak merupakan masalah pilihan

“ini atau itu,” seolah-olah dengan bebasnya dapat dipilih antara ekonomi atau

ekologi. Atau andai dipaksa untuk memilih, yang harus kita katakan adalah

bahwa ini bukanlah pilihan yang mudah atau sederhana. Akar masalahnya

memiliki sejarah yang cukup panjang. Selama lebih dari 200 tahun,

pertumbuhan industri yang menjadi sakaguru pertumbuhan ekonomi Barat,

telah didukung oleh tersedianya bahan bakar yang murah, sumber alam yang

melimpah ruah serta lingkungan yang seakan-akan tanpa batas mampu

menyerap semua limbah (Daraputera 1996, 120). Keadaan seperti ini

Page 157: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

156

tidak hanya terjadi di Barat. Selama dasawarsa pertama pembangunan di

Indonesia, kita juga dibuai oleh asumsi yang sama: persediaan minyak dan gas

bumi yang melimpah, simpanan sumber alam yang kaya raya, dan tidak

sedikit pun terpikirkan bahwa limbah industri akan menjadi masalah.

Kesadaran bahwa industrialisasi juga menciptakan masalah datangnya amat

lambat. Pengalaman Amerika Serikat memberikan ilustrasi yang menarik.

Pada tahun 1960-an, mereka telah mulai menyadari terjadinya degradasi

lingkungan yang disebabkan oleh industrialisasi. Namun demikian, pada

waktu itu, mereka masih yakin bahwa teknologi pada akhirnya pasti akan

mampu memecahkan masalah tersebut. Baru kemudian, sebelum dasawarsa

itu berakhir, mereka menyadari bahwa walaupun teknologi mampu membantu

dalam menemukan sumber daya alternatif, teknologi menciptakan masalah

lingkungan yang amat serius. Oleh karena itu, pada awal tahun 1970-an,

disahkanlah beberapa perangkat peraturan untuk mengendalikan polusi serta

melindungi kelestarian alam. Pada pertengahan tahun 1970-an, kembali

terjadi titik balik. Pada waktu itu, Amerika Serikat menderita akibat embargo

minyak dan resesi ekonomi. Menghadapi keadaan seperti itu, banyak orang

beranggapan bahwa masalah energi serta pertumbuhan ekonomi jauh lebih

penting ketimbang masalah lingkungan. Pada akhir tahun 1970-an, peraturan

mengenai lingkungan mulai dikendorkan demi pertumbuhan ekonomi.

Indonesia juga mempunyai cerita yang hampir sama. Selama Pelita I-III, fokus

pembangunan Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi. Baru kemudian kita

terkejut menyadari betapa tingginya harga yang harus dibayar untuk itu:

kelestarian ekologi yang telah kita kurbankan demi pertumbuhan ekonomi.

Didorong oleh kesadaran ini lahirlah konsep “Pembangunan Berwawasan

Lingkungan,” “Amdal” (Analisis dampak atas lingkungan), dan sebagainya.

Belakangan ini, untuk lebih menarik para investor asing ke Indonesia, ada

kecenderungan untuk mengendurkan masalah ekologi lagi.

Alasan yang paling banyak dikemukakan untuk mengendurkan aturan- aturan

mengenai lingkungan hidup adalah ekonomi: demi pertumbuhan ekonomi,

penanaman modal asing, industrialisasi, menciptakan lapangan kerja,

persaingan global dan sebagainya. Alasan-alasan itu ada benarnya. Namun

demikian, harus dipertanyakan alasannya yang paling dasar: apakah

memang dapat dibenarkan bila kita mengurbankan ekologi demi ekonomi?

Page 158: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

157

Mengurbankan sesuatu hanya sah apabila: kita harus melakukannya demi

tujuan yang lebih luhur dan kita yakin bahwa manfaatnya lebih besar daripada

yang kita kurbankan.

Tampak jelas bahwa di balik isu ekonomi dan ekologi, sesungguhnya ada

konflik-konflik kepentingan, konflik-konflik kekuasaan, dan konflik-konflik

nilai- nilai yang pelik. Betapa sulitnya menentukan kebijakan yang secara

seimbang sekaligus menjamin baik lingkungan hidup, pertumbuhan ekonomi,

tersedianya lapangan kerja, maupun kesehatan manusia.

Di satu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia membutuhkan

pertumbuhan ekonomi dan industri untuk menciptakan lapangan kerja.

Indonesia juga membutuhkan teknologi pertanian yang baru untuk

memproduksi bahan pangan yang lebih banyak, bahkan teknologi tinggi untuk

mampu bertahan dalam persaingan global. Pada sisi lain, kita mengetahui

bahwa semua itu juga akan menguras habis sumber daya alam kita,

menciptakan polusi terhadap lingkungan hidup kita, serta membahayakan

kesehatan manusia, dan sebagainya.

Kompleksitas masalah ini penting kita sadari terus-menerus, agar kita tidak

terjerembab pada penyederhanaan masalah yang berlebihan. Namun

demikian, kita juga tidak boleh hanya berhenti dalam frustasi lalu tidak mampu

bertindak apa-apa, sementara tindakan begitu dibutuhkan. Untuk mampu

bertindak secara benar dan tepat, kita perlu melakukan analisis biaya dan

manfaat. Analisis ini akan membantu Anda untuk mengetahui kerumitan

permasalahannya.

Namun demikian, analisis ini hanyalah awal saja, yang segera harus diikuti

dengan analisis etis. Analisis etis akan membantu menentukan tindakan yang

benar, baik dan tepat.

Analisis biaya dan manfaat mengasumsikan bahwa semuanya dapat dihitung

dengan pasti. Di dalam beberapa kasus, kalkulasi seperti itu memang

mungkin. Misalnya, kita dapat menghitung dengan hampir pasti berapa

biaya yang harus dikeluarkan untuk membersihkan air laut dari tumpahan

minyak mentah dari sebuah kapal tanker yang tenggelam. Dalam banyak

kasus yang lain, terutama apabila polusi itu melibatkan kerugian bagi

Page 159: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

158

kesehatan manusia atau kematian, kerugian itu tidak pernah dapat diukur

dengan angka. Berapakah harga sebuah kehidupan?

Masalah pokoknya adalah bagaimana memperkirakan dan menghitung risiko.

Penghitungan risiko merupakan masalah karena ada begitu banyak teknologi

mutakhir yang tidak pernah dapat kita perkirakan risikonya dengan tepat,

baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.

Contohnya penggunaan teknologi nuklir. Persoalan etis mendasar yang harus

kita kemukakan sehubungan dengan analisis biaya dan manfaat adalah

sebagai berikut. Misalnya diasumsikan bahwa kita dapat membuktikan

manfaat dari teknologi tertentu memang jauh lebih besar dari kerugiannya.

Apakah ini dengan sendirinya memperbolehkan kita memaksakannya kepada

semua orang, termasuk kepada mereka yang berkeberatan? Bagaimana

dengan hak-hak moral mereka yang paling dasar? Bukankah setiap orang

mempunyai hak untuk diperlakukan atas sesuatu oleh orang lain, hanya

setelah ia menyatakan persetujuannya? Bila orang dengan jelas telah

menyatakan ketidaksetujuannya, bukankah hak moral dasar mereka itu

dilanggar bila dipaksakan juga?

Ketika analisis biaya dan manfaat tidak mampu memberikan petunjuk yang

pasti mengenai bagaimana harus bertindak, keputusan mengenai hal itu

haruslah diserahkan kepada masyarakat yang bersangkutan. Ini tentu saja

benar! Namun demikian, di dalam kenyataan, prinsip ini amat sulit

diterapkan. Orang akan dapat memberikan persetujuannya hanya apabila ia

sebelumnya mengetahui benar apa yang harus disetujuinya dan apa saja

risiko dari persetujuannya itu. Harus diingat bahwa teknologi mutakhir itu

sering begitu kompleksnya sehingga masyarakat awam tidak mungkin

menguasai seluk-beluk persoalannya, apalagi risiko-risiko yang mungkin

dapat ditimbulkannya. Bahkan di kalangan para ahli pun, ketidaksepakatan

mengenai ini adalah sesuatu yang lazim. Bila kita tidak mampu mengetahui,

bagaimana kita harus mengambil keputusan?

Kita memerlukan pendekatan yang lain, yakni pendekatan yang tidak

sepenuhnya cuma bergantung pada analisis biaya dan manfaat. Kehidupan,

pada akhirnya, selalu melampaui kalkulasi angka-angka. Dalam hal ini, yang

kita butuhkan adalah sebuah komitmen moral. Komitmen moral yang

Page 160: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

159

En

viro

ntm

ent

menghormati kehidupan di atas segala-galanya, termasuk melampaui

keuntungan ekonomi.

Bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa keuntungan ekonomi itu tidak

penting bagi kehidupan. Sebaliknya, ekonomi adalah bagian kehidupan yang

amat penting. Ekonomi mempunyai fungsi yang amat vital bagi kehidupan, dan

oleh karena itu jangan kita meremehkannya. Yang hendak dikatakan adalah

ekonomi itu penting sepanjang menopang kehidupan. Oleh sebab itu,

persoalan kita bukanlah ekonomi atau kehidupan, melainkan ekonomi untuk

kehidupan

Walaupun bermanfaat, suatu tindakan tidak dapat digantungkan sepenuhnya

pada kalkulasi untung rugi. Ketika biaya atau risiko tidak dapat dipastikan

sebelumnya, kehidupan harus ditempatkan di depan, menjadi pertimbangan

kita satu-satunya.

Bagaimana menerjemahkan prinsip ini ke dalam tindakan? Ada beberapa

kemungkinan. Beberapa ahli mengusulkan bahwa ketika risiko tidak mungkin

diperkirakan dengan pasti, jalan terbaik adalah memilih proyek-proyek yang

tidak mengandung risiko kerusakan yang tidak mungkin diperbaiki. Sekalipun

sebuah teknologi baru dapat diharapkan memberikan manfaat yang

Ecology

EconomySociety

Page 161: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

160

maksimum, tetapi bila ia juga mengandung risiko penghancuran yang fatal,

proyek ini harus mutlak kita tolak.

Beberapa ahli lain mengusulkan cara lain, demi keadilan diidentifikasikan

siapa-siapa yang akan paling dibahayakan atau menanggung risiko yang

terbesar sekiranya kemungkinan yang paling buruk terjadi, dan kemudian

direncanakan langkah-langkah untuk memastikan bahwa mereka terlindungi.

Generasi mendatang dan anak-anak, misalnya, termasuk dalam kategori yang

mesti dijamin perlindungannya.

Pendekatan lain lagi adalah sebagai berikut. Ketika risiko tidak mungkin

diperhitungkan dengan pasti sebelumnya, harus diasumsikan kemungkinan

yang paling buruk, dan kemudian mempertanyakan apakah dalam situasi yang

seperti itu, kehidupan terlindungi. Tentu saja risiko adalah bagian yang tidak

terelakkan dari kehidupan. Namun demikian, hidup ini bukan permainan

untung-untungan. Ketika yang dipertaruhkan adalah kehidupan itu sendiri, kita

tidak punya pilihan lain. Ketika hidup itu sendirilah yang menghadapi risiko

kehancuran, manfaat apa lagi yang masih mungkin kita harapkan?

Bisnis memang bertujuan untuk mencari untung. Dan harus diakui bahwa

mencari untung tidak haram. Seorang pengusaha bekerja untuk mencari

untung. Tujuan hidup (termasuk pengusaha) adalah mencari untung serupa

dengan analogi bahwa tujuan hidup adalah bernafas. Kita tidak bisa hidup

tanpa bernafas, tetapi agaknya sulit diterima kalau dikatakan bahwa tujuan

hidup “hanya” untuk bernafas. Di samping itu, ada batasan moral mengenai

keuntungan, sebab jual beli manusia, jual beli obat terlarang, jual beli minuman

keras, jual beli pornografi, sekalipun mungkin amat menguntungkan; jelas-

jelas bertentangan dengan moral masyarakat. Termasuk di dalamnya menipu

pajak, memperkerjakan anak-anak, menindas buruh, memanipulasi peraturan;

semuanya bisa menguntungkan, akan tetapi bukan itu bisnis yang bercorak

etis.

Dalam kaitan dengan ekologi, ekonomi sering berjalan sendiri. Ekonomi sering

dikelola dengan naluri atau dorongan ketamakan, ketidaksabaran,

kerakusan, kebodohan dan kecerobohan. Kalangan bisnis sering menganggap

bahwa alam ini adalah suatu aset modal yang didapat dengan gratis. Di pihak

lain, tenaga manusia yang melimpah menyebabkan sumber daya manusia itu

Page 162: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

161

dihargai seminimal mungkin, ditekan serendah mungkin sebagai “faktor

produksi.” Bisnis dijalankan seolah-olah “tidak ada hari esok,” mengeruk

dan mengeruk keuntungan, seolah-olah manusia tidak mempunyai anak-

anak yang harus tetap hidup. Bisnis dilakukan seolah-olah perusahaan sedang

mengalami likuidasi. Cara kita mengeksploitasi alam dan sesama manusia,

bagaikan menjelang mengalami proses kebangkrutan, sehingga dilakukan

pengurasan habis-habisan terhadap sumber daya alam dan sumber daya

manusia.

Melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab warga

negara untuk turut serta dalam membangun bangsa dan negara

Sumber: bisnis.liputan6.com

Kebebasan dalam berbisnis, ternyata ada batas-batasnya. Kebebasan itu

berakhir ketika ia mengancam kehidupan orang lain, dan sekarang ini

dengan amat nyata ditambahkan aspek baru yang sangat menonjol yaitu

kelestarian lingkungan. Hubungan antara ekonomi dan ekologi berkenaan

dengan batas-batas ini. Kebebasan kita berakhir ketika kebebasan itu sudah

mulai mengancam hak hidup orang lain. Menyangkut soal lingkungan, lebih

fundamental lagi, karena yang dipertaruhkan bukan hanya kehidupan orang

lain belaka, akan tetapi seluruh umat manusia dalam seluruh sejarahnya.

Untuk menghadapi destruksi alam dan kemanusiaan di masyarakat,

pendekatan etika ekologis dimulai dari asumsi mengenai keterikatan yang

menyatu antara semua unsur kehidupan di muka bumi. Kehidupan ini bukan

Page 163: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

162

hanya kehidupan untuk manusia (lebih-lebih bukan untuk segelintir orang),

akan tetapi semuanya merupakan sebuah komunitas, yaitu “komunitas

biotik.” Kita perlu mencari keseimbangan antara kebebasan individu yang

merupakan asumsi dari dunia bisnis, dengan seluruh lingkungan biotik, baik

dalam bentuk alam lingkungan dan masyarakat. Dilihat dari perspektif

ekologis, setiap individu berada dalam suatu jaringan kehidupan yang saling

bergantung satu dengan yang lain. Keseluruhan kehidupan itu merupakan satu

kesatuan organis yang memberikan kepada setiap “warganya” hak yang sama

untuk hidup. Ada “kodeterminasi” yang dinamis antara individu dan

masyarakat, ada saling ketergantungan antara ekonomi dan ekologi, antara

manusia dan alam, antara buruh dan majikan.

Pada akhirnya, segala persoalan yang kita hadapi berkaitan dengan kerusakan

lingkungan, adalah bertemu dengan musuh terbesar kita, yaitu diri kita sendiri.

Manusia yang batil, serakah dan yang tidak mempedulikan alam serta sesama.

Manusia berada di dalam sistem, struktur serta institusi yang ia ciptakan

sendiri, yang menguras sesamanya dan alam sekitarnya. Dalam segala upaya

kita untuk memperbaiki kualitas lingkungan, kita juga bertemu dengan partner

yang terbaik dan terpercaya, yaitu diri kita sendiri. Manusia merindukan

perbaikan dirinya dan percaya pada kebaikan, baik sebagai lawan maupun

sebagai kawan. Kita disadarkan bahwa alam lingkungan sekitar kita dan

mereka yang menjadi korban dari penganiayaan adalah tanggung jawab

seluruh warga masyarakat bersama. Etika haruslah kritis terhadap segala

keputusan yang kena-mengena dengan manusia dan menyangkut integritas

alam. Kelemahan-kelemahan manusiawi dalam dirinya maupun institusinya

haruslah tetap ditempatkan di bawah kritik etika terus-menerus. Etika

lingkungan menuntut agar kita belajar untuk menghormati alam. Kita juga

harus membatinkan suatu perasaan tanggung jawab khusus terhadap

lingkungan lokal kita sendiri. Kita harus merasa bertanggung jawab terhadap

kelestarian biosfer. Etika lingkungan memuat larangan keras untuk merusak,

mengotori dan meracuni. Selain itu, sikap solidaritas dengan generasi-

generasi yang akan datang juga dituntut oleh etika lingkungan.

Kita harus menolak pandangan bahwa bila diperlukan kita harus

mengurbankan ekologi demi ekonomi, seolah-olah ekonomi itu lebih luhur

daripada ekologi. Sebaliknyalah, dalam mempertimbangkan situasi ekologis

Page 164: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

163

secara global sekarang ini, kita harus mengatakan ekonomilah yang harus

melestarikan ekologi! Apabila kita mesti mengurbankan ekologi, pengurbanan

ini hanya dapat dibenarkan apabila itu benar-benar diperlukan demi kehidupan

itu sendiri. Kehidupan adalah sesuatu yang lebih luhur ketimbang ekonomi

ataupun ekologi. Kehidupan itu lebih dari sekadar “ada” secara fisik. Yang kita

maksudkan dengan “kehidupan” adalah apa yang dijanjikan oleh Yesus “hidup

dalam segala kepenuhannya.” Dengan demikian, jelaslah bahwa baik ekonomi

maupun ekologi adalah bagian-bagian yang penting dari kehidupan.

Pentingnya masing-masing ditentukan oleh sumbangan masing-masing, baik

kuantitatif maupun kualitatif bagi hidup dalam segala kepenuhannya itu.

Simaklah renungan yang berjudul Maka Alam Menjadi Murka berikut ini

(Ismail 2002, 120-122).

Maka Alam Menjadi Murka

Sengsara. Semua orang jadi sengsara. Banjirnya makin lama makin gawat. Di

rumah ini seumur-umur belum pernah banjir, 10 tahun lalu banjir 5 cm, lima

tahun lalu 40 cm, eh sekarang 80 cm! Di sana lebih parah lagi, tinggi air dalam

rumah sampai 140 cm! Ranjang, meja makan dan lemari pakaian terendam

air lumpur. Orang mengungsi naik perahu. Rumah yang tidak kena banjir juga

ikut sengsara. Listrik padam. Telepon putus. Air bersih tidak ada. Tidak bisa

keluar rumah. Jalan jadi sungai. Mobil mogok. Lalu lintas macet. Sampah

berserakan. Kantor tutup. Pasar tutup. Toko tutup. Ekonomi lumpuh total.

Penduduk desa lebih sengsara lagi. Bukit longsor. Rumah tertimbun.

Bendungan jebol. Pohon tumbang. Jembatan roboh. Sawah membusuk.

Ternak mati. Ikan hanyut. Penyakit merajalela.

Pokoknya, semua orang merasa sengsara. Kalau alam menjadi murka kita

semua menderita. Mengapa alam menjadi murka?

Cobalah bermawas diri dan lihat apa yang telah kita perbuat terhadap alam.

Kita mulai dengan perkara kecil yaitu sehelai kantong plastik yang kita buang

di sembarangan tempat. Kantong plastik itu masuk ke got, lalu terbawa ke

kali lalu bertumpuk di waduk. Got jadi mampat, kali jadi dangkal dan pompa

waduk jadi macet. Akibatnya meluaplah air. Lihat contoh lain. Tanah terbuka

kita lapisi semen dan beton. Taman dan situ kita timbun, lalu di atasnya kita

bangun rumah, kantor, sekolah, dan sebagainya. Padahal wilayah itu adalah

Page 165: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

164

daerah resapan air atau tempat parkir bagi air. Akibatnya air hujan jadi liar

dan menggenangi kita. Lihat juga apa yang kita perbuat terhadap alam di

pedalaman. Hutan digunduli. Bukit digaruk. Akibatnya semua air hujan

langsung masuk ke sungai. Terjadilah longsor. Terjadilah banjir.

Pokoknya kita telah menggerayangi gunung, menyakiti hutan, mencekik

sungai, melukai danau, mencemari waduk dan membekap tanah.

Kita telah mengusik alam, maka sekarang alam mengusik kita. Kita telah

memusuhi alam, maka sekarang alam memusuhi kita.

Padahal sebenarnya alam adalah sahabat dan mitra kita. Baik alam maupun

kita adalah sama-sama ciptaan Allah. Tuhan menempatkan kita di tengah

alam supaya kita hidup bersama dengan alam.

Hal itu sudah ditulis sejak halaman pertama dalam Alkitab. Dalam Kitab

Kejadian terdapat dua cerita penciptaan. Cerita pertama terdapat dalam

Kejadian 1:1 sampai dengan 2:4a, ditulis oleh para pengarang kelompok

imam pada abad ke-5 sM. Menurut cerita pertama ini manusia bertugas

menguasai dan menggarap alam. Istilah yang digunakan adalah “taklukkanlah

... berkuasalah” (1:28). Cerita kedua terdapat dalam Kejadian 2:4b

sampai dengan 25, ditulis oleh para pengarang kelompok Yahwist empat

abad sebelum cerita pertama. Menurut cerita kedua tugas manusia adalah

“mengusahakan dan memelihara” (Kej. 2:15). Dalam bahasa Ibrani abad

(menghambakan diri, melayani) dan shamar (menjaga, merawat,

melestarikan).

Kemudian dengarkan pengakuan pemazmur: “Tuhanlah yang empunya bumi

serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mzm. 24:1) dan

“Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah

yang mendasarkannya” (Mzm. 89:12).

Alam ini bukan milik kita, melainkan milik Tuhan. Kita hanya menumpang

tinggal, tanpa bayar sewa atau kontrak. Kita punya tugas memelihara

gunung, hutan, sungai, laut, waduk, danau, serta tanah kepunyaan Tuhan ini,

bukan merusaknya.

Kita telah merusak dan mengotori alam ini. Kita kurang ramah terhadap alam.

Kita makin serakah dalam menggaruk alam. Akibatnya alam murka. Makin

lama ia makin murka dan kita makin menjadi sengsara.

Bukankah lebih baik kita berdamai dengan alam? Sebetulnya alam bisa

bersahabat dengan kita, kalau kita juga mau bersahabat. Lebih baik kita

bersahabat dengan alam supaya hidup kita di tengah alam bukan menjadi

Page 166: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

165

sengsara melainkan sejahtera. Setelah menyimak renungan di atas yang

berjudul Maka Alam Menjadi Murka dan paparan di bawah ini, Anda diberi

kesempatan untuk menanya sebanyak-banyaknya pertanyaan kritis yang

berkenaan dengan tugas manusia dalam alam.

Skala pencemaran lingkungan pada abad ke-21 ini menjadi semakin besar.

Pada masa lampau masalah lingkungan itu nyata di kota-kota besar saja,

misalnya dalam hal pencemaran udara dan air. Jumlah perusahaan dan

industri memang masih sangat terbatas. Sementara dalam abad ke-21 ini

pengaruh pencemaran lingkungan memang meningkat dengan sangat pesat

dan bukan hanya terjadi di kota-kota besar saja.

Di samping itu, laju perkembangan produksi sintetis-organis dari bahan- bahan

kimia tidak dapat dibendung, dan merupakan suatu hal yang baru. Semakin

meningkatnya jumlah kebutuhan produksi kimia ikut mendorong agar

penanganan atas masalah lingkungan dilakukan pada tingkat

internasional. Masalah lingkungan juga semakin rumit: bukankah rumah kaca

untuk pembibitan tanaman juga mengandung berbagai macam bahan kimia

yang dapat merusak kesehatan, belum lagi robeknya lapisan ozon, hujan

asam, peracunan udara, air dan dasar bumi dan sebagainya. Penyebab utama

krisis ekologi adalah keserakahan manusia yang pernah diungkapan sebagai

mendapat laba ekonomis melalui rugi ekologis. Mahatma Gandhi menyatakan,

“Bumi ini mempunyai cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang, namun

tidak cukup untuk memenuhi keserakahan semua orang.” Sumber-sumber

alam secara global cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar semua orang,

apabila dimanfaatkan secara bijak dan didistribusikan secara adil. Kecukupan

bagi semua orang harus didahulukan ketimbang kelimpahan bagi segelintir

orang (Darmaputera 1996, 128).

Perusakan lingkungan hidup mempunyai banyak sebab. Polusi dari industri

dan kendaraaan bermotor merupakan salah satu sebab yang ditemukan di

mana-mana. Ada juga sebab yang berlaku khusus untuk suatu wilayah

tertentu. Sampai sekarang kita mendapat kesan bahwa persoalan spesifik bagi

Indonesia di bidang lingkungan hidup adalah penebangan hutan tropis

(dengan izin maupun liar) dan kebakaran hutan yang hampir setiap musim

kemarau terjadi di beberapa tempat. Tanah air kita sebagai negara kepulauan

dulu dianggap diganggu oleh penebangan hutan bakau yang secara alamiah

Page 167: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

166

melindungi keutuhan pantai di belakangnya. Kini kita menyadari bahwa ada

sebab lebih dahsyat lagi, yaitu pengerukan pasir laut yang menghilangkan

ratusan hektar tanah dari tujuh pulau kecil di Kalimantan Timur dan merusak

seluruh ekosistem di sekitarnya sehingga para nelayan pun banyak

dirugikan, karena menangkap ikan menjadi semakin sulit (Bertens 2004,

213-214). Sekaligus kita dengar bahwa cara merusak ini sudah berlangsung

lama dan tidak sebatas Kalimantan Timur saja. Di Kepulauan Riau rupanya

sebelumnya sudah terjadi hal yang sejenis. Tenggelamnya Pulau Nipah disebut

sebagai contohnya. Di daerah perbatasan ini akibat perusakan jelas lebih parah

lagi sebab selain pengaruh destruktif atas lingkungan hidup, hilangnya pulau,

timbulnya persoalan territorial. Sebuah pulau berperanan pula sebagai titik

pangkal penentuan batas RI dengan negara-negara tetangga.

Pada bulan Juni 1992, di Rio de Janairo, Brazilia, diselenggarakan KTT Bumi

yang dihadiri oleh hampir seluruh Kepala Negara di dunia. KTT tersebut

mencetuskan tekad untuk menyelamatkan bumi dari malapetaka yang bakal

datang oleh ulah manusia. Bersamaan dengan KTT tersebut, diselenggarakan

pula pertemuan tokoh-tokoh agama yang terkenal di dunia: Katolik, Protestan,

Islam, Buddha dan Yahudi. Tokoh agama tersebut secara bersama-sama

mengaku dosa mereka atas kealpaan mereka selama ini. Mereka mengaku

bahwa selama ini mereka sibuk dengan pertentangan dan pertengkaran di

antara mereka untuk memperebutkan anggota-anggota, sedangkan masalah

bumi yang tercemar sangat diabaikan. Mereka bertekad untuk memperbarui

komitmen. Mereka sepakat untuk bekerja sama seerat-eratnya untuk mencari

jalan bagaimana caranya menyelamatkan “Ibu Bumi” yang setia mengayomi

dan merangkul anak-anaknya, kendati anak-anaknya telah memperkosanya

selama bertahun-tahun.

Sesuatu yang dipercayakan kepada kita tentu kita jaga baik-baik. Merawat

kehidupan tidak cukup hanya dengan pengendalian polusi. Kita juga harus

berbicara mengenai konservasi. Memelihara kelestarian sesuatu itulah yang

disebut konservasi. Ancaman terbesar terhadap umat manusia bisa saja pada

akhirnya bukan perang nuklir, melainkan risiko yang datangnya dari suatu

masa damai, yakni perusakan sumber daya alami bumi oleh kebodohan,

kerancuan berpikir dan keserakahan manusia. Konservasi merupakan tindakan

penyelamatan atau penjatahan sumber-sumber alam untuk penggunaan yang

Page 168: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

167

kemudian. Oleh karenanya, konservasi melihat ke depan: kebutuhan untuk

membatasi konsumsi sekarang agar kita mempunyai persediaan bagi hari

esok, bagi generasi-generasi yang akan datang. Dua pertanyaan dapat

dikemukakan sehubungan dengan konservasi. Pertama, mengapa kita mesti

melakukan konservasi bagi generasi-generasi mendatang? Kedua, berapa

banyak yang harus kita konservasikan?

Pertanyaan ini kedengarannya aneh. Namun demikian, pertanyaan ini harus

kita sampaikan sebab ada beberapa ahli yang mengemukakan bahwa kita

tidak mempunyai dasar rasional untuk menyesuaikan tindakan kita sekarang

demi kepentingan generasi yang akan datang. Kita tidak dapat dengan pasti

mengetahui, begitu kata mereka, apakah generasi yang akan datang itu

akan betul-betul ada, kita juga tidak dapat mengetahui secuil pun

bagaimana mereka itu nanti. Apa yang mereka butuhkan dan apa yang

mereka inginkan, bisa saja amat berbeda dari kita. Siapa tahu mereka sudah

dapat memperkembangkan sumber-sumber daya pengganti yang murah dan

cukup banyak guna menggantikan sumber-sumber yang langka yang kita

miliki sekarang. Karena kita tidak mengetahui dengan pasti mengenai hal-hal

ini, begitu kata mereka selanjutnya, salahlah kita bila kita mesti mengurbankan

kebutuhan-kebutuhan kita sekarang dengan risiko menghancurkan seluruh

peradaban hanya demi kepentingan masa depan yang sama sekali di luar

pengetahuan kita.

Tentu saja benar untuk mengatakan bahwa kita tidak memiliki kepastian apa-

apa mengenai generasi-generasi yang akan datang. Namun demikian, tidak

berarti kita lalu tidak mempunyai kewajiban moral untuk bersikap adil

terhadap mereka. Tentu saja tidak adil bila kita secara berlebihan

mengurbankan generasi sekarang demi kepentingan generasi-generasi yang

akan datang. Sama tidak adilnya apabila generasi sekarang tidak

meninggalkan apa pun bagi generasi- generasi mendatang. Kita mempunyai

kewajiban moral untuk mewariskan kepada generasi yang akan datang suatu

kondisi kehidupan yang lebih baik daripada kondisi sewaktu kita

menerimanya dahulu dari generasi yang sebelum kita. Sudah waktunya kita

menyadari tanggung jawab kita terhadap generasi-generasi yang akan datang.

Setiap orang tua yang baik berusaha untuk menjaga rumah, perabot, dan

tanah yang dimiliki sebagai warisan bagi anak cucu mereka. Sikap ini harus

Page 169: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

168

menjadi sikap umum manusia terhadap generasi-generasi yang akan datang.

Kita dibebani kewajiban berat untuk mewariskan ekosistem bumi ini dalam

keadaan baik dan utuh kepada anak, cucu, dan cicit kita.

Kalau begitu, berapa banyak yang mesti kita konservasikan agar kebutuhan-

kebutuhan kita sekarang terpenuhi dan sekaligus hak-hak generasi

mendatang terlindungi? Apakah Anda dapat mengusulkan angka-angka?

Sebenarnya yang dibutuhkan bukanlah angka-angka, tetapi sebuah

pergeseran paradigma. Perubahan seluruh cara berpikir kita. Kita mesti

bergeser dari paradigma lama ke paradigma baru. Paradigma lama adalah

paradigma era industri yang memiliki komponen-komponen sebagai berikut:

harapan akan kemajuan material yang tidak terbatas serta konsumsi yang

terus bertumbuh, keyakinan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan

mampu memecahkan semua persoalan, mencapai sasaran efisiensi,

pertumbuhan dan produktivitas dalam segala hal, penguasaan atas alam,

serta hidup yang diwarnai oleh persaingan dan individualisme. Paradigma

inilah yang telah menyeret dunia kepada degradasi lingkungan, pengurasan

sumber-sumber alam, hilangnya makna hidup, distribusi yang tidak merata

serta tidak terkendalinya teknologi dengan efektif. Paradigma baru adalah

paradigma era pascaindustri yang memiliki komponen-komponen sebagai

berikut: kecukupan material yang didasarkan pada terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan dasar, hemat dalam pemanfaatan sumber- sumber alam, sedikit

demi sedikit beralih kepada sumber-sumber yang dapat didaur ulang,

pergeseran dari hak milik pribadi kepada pemerataan melalui pembayaran

pajak, dari orientasi jangka pendek ke jangka panjang, dari isu-isu nasional ke

isu-isu global, tekanan kepada etika lingkungan dan penatalayanan

terhadap alam, tujuan diarahkan kepada perkembangan dan realisasi diri

manusia, serta pertumbuhan kesadaran dan kreativitas dan kerja sama serta

solidaritas sebagai pengganti persaingan dan individualisme. Paradigma era

pascaindustri sebagai dasar bagi terbentuknya sebuah masyarakat yang

lestari.

Kita harus berusaha berpikir dan bertindak ekologis. Kita bertobat dari segala

tindakan yang bersifat menghambur-hamburkan sumber daya alam,

mencemarkan dan merusak tanpa alasan. Kita sadar bahwa bagi manusia

lebih mudah menaklukkan bumi daripada menaklukkan dirinya sendiri.

Page 170: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

169

Allah memberi alam kepada manusia dan memberi manusia kepada alam. Dari

satu segi, hasil bumi diberikan kepada manusia sebagai makanan dan

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lain (Kej. 1:29). Dari segi yang lain,

manusia diberi tugas untuk berkuasa di bumi dan memelihara bumi (Kej. 2:15)

sesuai dengan kehendak Tuhan. Hubungan ini berfaedah bagi manusia dan

juga bagi alam.

Tugas pertama adalah manusia diberi tugas untuk menggunakan alam dan

berkuasa atas alam. Waktu Allah menciptakan manusia, Ia berkata kepada

mereka, “Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di

laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di

bumi” (Kej.1:28). Manusia diberi tugas untuk membimbing dan menjinakkan

alam.

Pandangan Alkitab ini sering dikritik oleh orang-orang yang merasa bahwa

pandangan ini menyebabkan manusia merusak dan kurang menghargai alam.

Perlu diingat bahwa perintah untuk menaklukkan dunia diberikan kepada

manusia sebagai wakil Allah. Manusia diletakkan dalam dunia sebagai sarana

pemerintahan Allah. Manusia dimaksudkan untuk berkuasa sesuai dengan

kehendak Allah, bukan dengan sewenang-wenang. Dia bertanggung jawab

untuk menggunakan alam bukan dengan mengutamakan dirinya sendiri tetapi

dalam pelayanan kepada sesamanya dan penghargaan kepada alam.

Tugas kedua ialah memelihara alam. Manusia harus menjaga alam sehingga

tidak rusak. Menurut Alkitab alam tanpa pemeliharaan manusia tidak lengkap.

Manusia dibutuhkan untuk mengatur alam bukan demi keuntungan manusia

saja tetapi juga demi kebaikan alam. Manusia bertanggung jawab untuk

memelihara alam sebagai karunia dari Allah, yang juga mencintai alam itu.

Sumber: http://naturenesia.wordpress.com/about/

Page 171: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

170

Tugas manusia untuk menggunakan alam dan berkuasa di atas alam perlu

dipisahkan dari tugasnya untuk memelihara alam. Di negara-negara industri

tugas menaklukkan alam sering diutamakan dengan mengabaikan tugas

menjaga, merawat, dan mengagumi alam. Sebagai akibat teknologi dan

industri, penaklukan alam sering disertai sikap yang terlalu keras dan

eksploitatif terhadap alam. Manusia modern sering kehilangan sikap yang

lembut dan ramah terhadap alam. Ia menggunakan alam tetapi kurang

menyayangi alam.

Tugas manusia dalam dunia diberikan oleh Allah, dan ia bertanggung jawab

kepada Allah atas pelaksanaan tugas itu. Prinsip utama yang mendasari

pandangan orang Kristen tentang lingkungan ialah bahwa dunia adalah milik

Tuhan. Ia yang menciptakan dan memelihara dunia juga memiliki alam dan

mempunyai kewibawaan tertinggi atasnya. “Tuhanlah yang empunya bumi

serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang

mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai”

(Mzm. 24:1-2). Manusia tidak mempunyai hak milik yang mutlak atas bumi. Ia

hanya menjadi pengurus atau manajer. Bumi dipercayakan kepada manusia

untuk diolah dan diurusnya.

Simaklah renungan berikut ini yang berjudul Lagi-lagi Bencana Alam (Ismail

2012, 65-67). Negeri apa yang paling banyak gunung berapinya? Indonesia.

Gunung apinya ada 129. Negeri apa yang frekuensi gempanya paling kerap

dan paling kontinu sepanjang tahun? Juga Indonesia.

Lagi-lagi Bencana Alam

“Para ahli geologi memperkirakan bahwa kepulauan Indonesia tercipta sedikit

demi sedikit sejak 55 juta tahun lalu melalui benturan-benturan lempeng bumi

yang sudah berlangsung 136 juta tahun. Proses penciptaan ini masih berlangsung

hingga kini, misalnya terciptanya gunung api yang baru seperti Gunung Anak

Krakatau yang setiap tahun bertambah tinggi dan bertambah aktif kepundannya

sejak munculnya pasca tahun 1883. Sebuah lempeng adalah bagian kulit bumi

setebal 50 sampai 250 km. Tiga buah lempeng, yakni lempeng Eurasia,

Indoaustralia, dan Pasifik bertemu di bawah bumi Indonesia. Benturan ketiga

lempeng mendongkrak kerak bumi ke atas dan mencuatkan deretan gunung api.

Page 172: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

171

Di peta tampak gunung api berderet sepanjang Sumatera terus ke Jawa, Nusa

Tenggara, Banda, Sulawesi, dan Halmahera. Selain itu, benturan lempeng juga

mengakibatkan adanya zona sesar yang lemah sehingga rawan gempa. Di peta

geologi terlihat sayatan sesar itu bagaikan menyayat perut bumi Indonesia sampai

ke Papua. Oleh sebab itulah, kita sering terkena bencana letusan gunung api dan

gempa yang kadang-kadang juga mengakibatkan tsunami.

Tetapi, itu baru sedikit. Sebagian besar bencana alam justru terjadi di luar kaitan

gunung api dan gempa. Di Indonesia 65% dari bencana alam adalah bencana

hidrometeorologi, yaitu berhubungan dengan iklim dan curah hujan seperti banjir,

longsor, angin topan, air pasang, kekeringan, kebakaran hutan, dan gelombang

laut.

Berbeda dengan letusan gunung dan gempa yang tidak dapat dicegah, sebaliknya

kebanyakan bencana iklim dan hujan sebetulnya dapat dicegah karena

penyebabnya adalah kita sendiri. Banjir terjadi karena kita menebangi pohon,

sehingga air hujan tidak tersimpan di dalam tanah. Lalu kita pun sembarangan

membuang sampah, sehingga saluran air tersumbat dan sungai dangkal. Longsor

terjadi karena kita menebangi pohon di lereng. Naiknya air pasang ke daratan

terjadi karena kita merusak hutan bakau di pesisir.

Akhir-akhir ini muncul pula jenis bencana alam lain. Di tengah musim kemarau

tiba-tiba turun hujan lebat dan badai berhari-hari. Atau sebaliknya, di tengah

musim hujan terjadi kekeringan. Akibatnya panen gagal. Jenis bencana alam ini

karena pemanasan global atau krisis iklim, dan pemanasan global ini yang paling

berbahaya karena mengancam keberlangsungan hidup di bumi.

Duduk perkaranya begini. Es yang ada di Kutub Utara dan Selatan sejak ribuan

tahun lalu kini mulai mencair karena suhu semakin panas. Akibatnya, permukaan

air laut di seluruh dunia sedikit demi sedikit naik. Ada kemungkinan permukaan

laut akan naik sampai tujuh meter sehingga pantai dan dataran rendah di seluruh

dunia akan tenggelam. Gejala lain adalah terjadinya cuaca ekstrem. Cuaca jadi sulit

diprediksi. Terjadi banjir di satu tempat dan kekeringan di lain tempat atau suhu

sangat dingin di satu tempat dan sangat panas di tempat lain.

Siapa penyebabnya? Kita! Pemanasan global dan krisis iklim terjadi akibat

perbuatan kita. Asap mobil dan motor, pabrik, pembangkit tenaga listrik,

peternakan, dan penumpukan sampah memproduksi beberapa macam gas yang

memicu pemanasan global.

Kebanyakan bencana alam terjadi akibat sikap kita yang keliru. Kita merasa diri

mampu berbuat sewenang-wenang terhadap alam. Kita merasa diri kuat

sehingga bersikap kasar terhadap alam, sama seperti kita merasa diri kuat

Page 173: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

172

sehingga bersikap kasar terhadap kelompok minoritas. Bagaikan hukum karma,

bencana demi bencana timbul.

Kita memang mempunyai dua pilihan dalam bersikap terhadap bumi, yaitu

bersikap kasar dan sewenang-wenang, atau bersikap harmonis. Cerita penciptaan

di Alkitab bagaikan menawarkan dua macam pilihan itu. Cerita penciptaan

menurut mazhab Imam (Kej. 1:1-2:4a) yang ditulis pada awal masa pembuangan

Babel abad ke-6 SM menawarkan manusia untuk “menaklukkan dan menguasai”

(Kej. 1:28; Ibrani kabash artinya ‘mengalahkan,’ dan radah artinya ‘menginjak-

injak’). Sebaliknya, cerita penciptaan menurut mazhab Yahwis (Kej. 2:4b-3:24)

yang ditulis pada masa kerajaan Daud abad ke-10 SM, menawarkan manusia

untuk “mengusahakan dan memelihara” (Kej. 2:15; Ibrani abad artinya

‘mengabdi,’ dan syamar artinya ‘melestarikan’). Cerita penciptaan tradisi imam

berkonteks bumi yang basah dan hijau, sedangkan cerita tradisi Yahwis berkonteks

bumi yang gersang. Lalu kedua versi itu disambung menjadi satu sebagaimana

yang ada pada kita sekarang oleh para editor di Babel pada akhir masa

pembuangan, atau pasca pembuangan sekitar tahun 530 SM.”

Memang ada dua pilihan. Pertama, kita mencemari dan merusak bumi. Kedua,

kita menyayangi dan memelihara bumi. Kita boleh memilih. Pilihannya

terpulang pada kita. Setelah menyimak renungan tersebut, menurut Anda,

mengapa pemanasan global dan krisis iklim terjadi? Apa akibatnya

jika pemanasan global dan krisis iklim terjadi? Apa yang perlu Anda lakukan

agar pemanasan global dan krisis iklim tidak terjadi? Silakan Anda

mengumpulkan informasi yang sebanyak-banyaknya dari berbagai buku dan

sumber belajar yang lain mengenai dasar teologis dari pemahaman mengenai

keutuhan ciptaan.

Seorang sejarawan Amerika Serikat yang bernama Lynn White, Jr. pernah

mengajukan pertanyaan berikut ini (Singgih 1993, 245). Apakah ada kesalahan

yang dibuat di dalam sistem ajaran Kristen mengenai manusia dan dunia

sehingga menyebabkan terangsangnya orang Kristen di masa lalu untuk

mengeksploitasi dunia ini sehabis-habisnya “demi nama Tuhan?” Ia menjawab

sendiri pertanyaan tersebut secara positif “ya.”

Menurut dia kesalahan itu terdapat dalam doktrin penciptaan di dunia Kristen

Barat yang membedakan tajam sekali di antara manusia sebagai gambar Allah

(imago Dei) dan dunia sebagai ciptaan yang bukan gambar Allah. Penghayatan

terhadap doktrin ini menghasilkan rasa superioritas dan transenden dari

Page 174: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

173

manusia terhadap alam yang sedemikian rupa, sehingga manusia dilihat

sebagai penguasa alam, sedangkan alam hanya menjadi objek untuk

kepentingan manusia. Apa yang dikatakan White menimbulkan kegemparan di

kalangan orang Kristen. Kegemparan tersebut dapat dimengerti sebab orang

mempertanyakan suatu doktrin atau interpretasi suatu doktrin keagamaan,

yang biasanya oleh kalangan penganut agama tersebut tidak

dipermasalahkan sama sekali. Biasanya doktrin dianggap “tidak bisa salah.”

John Macquarrie dan James Barr berusaha membuktikan bahwa tuduhan

mengenai Alkitab sebagai pokok gara-gara yang menyebabkan kerusakan

alam bukan merupakan tuduhan yang kuat, sekaligus kedua orang ini bersedia

mengakui bahwa dalam perkembangan sejarah ada penafsiran tertentu

terhadap manusia sebagai penguasa yang eksploitatif, dan bahwa gambaran

ini tidak cocok dengan apa yang terdapat dalam teks Alkitab itu. Penafsiran ini

sama sekali tidak sesuai dengan teks Alkitab. Manusia diakui sebagai yang

utama, sebagai penguasa, tetapi pengakuan ini oleh penafsir tertentu di

kemudian hari diberi penekanan berlebih-lebihan, sehingga akhirnya

“menguasai” berarti “mengeksploitasi.”

Menurut Macquarrie ada hubungan organik antara Allah dan dunia. Macquarrie

memulai uraiannya dengan mencatat kecenderungan para teolog modern

untuk mengusut asal-usul ilmu pengetahuan dan teknologi dari Alkitab dan

dari doktrin Kristen mengenai penciptaan. Kalau alam dilihat sebagai ciptaan,

alam yang tadinya dianggap ilahi dapat dilihat secara objektif sebagai alam

semata-mata. Dengan demikian, alam dapat dipelajari dan dimanfaatkan

untuk kepentingan manusia.

Pada waktu mereka merumuskan pandangan ini, dunia berada dalam dekade

60-an. Orang sedang jenuh terhadap tekanan pada keselamatan di dalam

sejarah dan mulai kembali memerhatikan pokok penciptaan. Belum ada kritik

terhadap teknologi. Bahkan teknologi dihargai tinggi sekali. Kalau teknologi

yang mulia ini dapat diusut sebagai berasal dari penghayatan iman Kristen

atau bahkan dari penghayatan iman di Alkitab, agama Kristen dapat dihargai

tinggi pula oleh dunia.

Tanpa diduga sebelumnya, segera timbul reaksi keras terhadap

kecenderungan teologis ini. Teknologi tiba-tiba menjadi bulan-bulanan,

Page 175: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

174

dianggap sebagai sumber pelbagai kesulitan dan kerugian manusia, misalnya

kerusakan serius pada lingkungan hidup dan hancurnya hidup

kebersamaan dalam masyarakat akibat perkembangan individualisme

yang diakibatkan oleh penerapan teknologi. Ironisnya, reaksi yang muncul

itu tetap mempertahankan bahwa teknologi berasal dari Alkitab dan doktrin

penciptaan. Hanya saja kalau pandangan sebelumnya menilainya amat positif,

kecenderungan baru ini menilainya amat negatif. Kalau iptek menghasilkan

begitu banyak kerugian, pasti ada yang salah pada sumbernya.

Kecenderungan baru ini menganjurkan penggantian tekanan dalam hubungan

antara Allah, manusia dan dunia. Hubungan ini harus dirumuskan ulang.

Masalah-masalah yang merupakan dampak penerapan teknologi tidak dapat

diselesaikan dengan hanya menciptakan teknologi yang lebih baik, melainkan

dengan menyediakan suatu struktur pemikiran yang dapat menjadi landasan

bertolak bagi tingkah laku manusia. Di sinilah menurut Macquarrie seorang

teolog dapat berperan di dalam krisis ekologi. Bagaimana bentuknya

sumbangan itu? Yang harus dilakukan ialah meninjau kembali tradisi Kristen

dan memeriksa mana tahap-tahap perkembangan tradisi itu yang telah terjadi

distorsi karena tekanan yang terlampau dilebih-lebihkan, dan menanyakan

apakah di dalam tradisi ini tidak ada sumber-sumber yang laten, yang dapat

menjawab kebutuhan masa kini. Tindakan selanjutnya adalah mengoreksi

tekanan yang berlebih-lebihan ini dan mempromosikan apa yang tadinya

laten. Macquarrie mengajak untuk melihat ke penciptaan di dalam Alkitab.

Bahwa konsep penciptaan akan melahirkan teknologi tidak dapat dibuktikan

jika ditinjau dari Alkitab. Orang Ibrani tidak menelurkan teknologi. Mesir dan

Mesopotamia lah yang menjadi pelopor teknologi. Orang Kristen mula-mula

juga tidak melahirkan teknologi meskipun mengambil alih doktrin penciptaan

dari Perjanjian Lama. Hal itu malah terjadi di Yunani. Ini berarti bahwa

hubungan antara doktrin penciptaan dengan teknologi baru terjadi sebagai

perkembangan kemudian, di dalam kebudayaan Eropa Barat.

Ada kecenderungan untuk melihat hubungan antara Allah – manusia – dunia

sebagai hubungan penguasaan. Model ini disebut model monarkhis. Model ini

dominan, ditekankan secara berlebih-lebihan. Menurut model monarkhis Allah

tanpa dunia = Allah. Sebaliknya dunia tanpa Allah = nol. Kita bisa setuju bahwa

dunia tanpa Allah = nol, namun kita tidak bisa setuju bahwa Allah tanpa dunia

Page 176: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

175

= Allah. Tanpa dunia/bumi/ciptaan, Allah tidak bermakna apa-apa. Allah

berada dalam hubungan dengan bumi sejak semula. Hakikat Allah adalah

bahwa Ia pencipta. Tanpa hakikat-Nya sebagai Pencipta, Ia bukan Allah.

Macquarrie menyatakan bahwa ada model lain yang laten, yakni model

organis. Model organis inilah yang perlu dipromosikan. Menurut model organis,

dunia ini berhubungan secara organis dengan Tuhan. Bahkan Tuhan berada di

dalam dunia ini. Macquarrie tidak menganjurkan panteisme yang

berpandangan Allah = Dunia, tetapi model organis menuntut agar paling tidak

Tuhan dilihat secara integral, sebagai yang transenden sekaligus yang imanen.

Selama ini apologetika Kristen mencoba membela dan mempertahankan

doktrin penciptaan dari tuduhan sebagai sumber penyebab kerusakan ekologi

dengan menunjuk pada konsep penatalayanan (stewardship). Bagi Macquarrie

hal ini belum memuaskan sebab penatalayanan masih menganggap bahwa

dunia ini milik manusia, jadi berarti manusia masih lebih tinggi daripada alam,

masih tetap penguasa alam. Padahal model organis menaikkan derajat alam

dan menurunkan derajat manusia, sehingga hasil akhir adalah suatu

keseimbangan. Manusia dan alam, kedua-duanya bersumberkan Tuhan.

Menurut James Barr perlu ada penafsiran baru terhadap pemahaman manusia

mengenai “gambar Allah.” Barr sadar bahwa terdapat tuduhan-tuduhan serius

yang melemparkan tanggung jawab kerusakan ekologis masa kini ke atas

Perjanjian Lama. Kerusakan ini disebabkan oleh teknologi, yang dilahirkan oleh

ilmu pengetahuan, sedangkan pada gilirannya ilmu pengetahuan lahir dari

sikap religius Yahudi-Kristen terhadap alam. Sikap ini adalah menganggap

alam sebagai objek yang harus dikuasai dan dilumpuhkan oleh manusia. Sama

seperti Macquarrie, ia mencatat bahwa para teolog pada umumnya

menganggap hubungan IPTEK dengan Alkitab sebagai sesuatu yang positif,

sedangkan para sejarawan menilainya sebagai sesuatu yang negatif. Barr

mengusulkan untuk melihat kembali ke dalam Kitab Kejadian secara khusus

dan Perjanjian Lama secara umum, agar dapat dipastikan apakah hubungan di

antara keduanya ini betul merupakan hasil penafsiran yang tepat dan apakah

dalam sejarah memang ada hubungan antara Alkitab dan IPTEK.

Oleh karena White mengkritik doktrin Kristen dengan bertitik tolak dari pokok

yang disetujui juga oleh para teolog, yakni hubungan di antara Alkitab dan

Page 177: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

176

IPTEK, menurut Barr kita harus meninggalkan pokok ini. Sebab kritik terhadap

suatu pokok dari titik tolak yang sama biasanya sulit ditangkis. Untuk

melakukan hal ini kita tidak perlu memutuskan hubungan antara konsep

penciptaan dan IPTEK. Pandangan hidup Kristen bisa memengaruhi

perkembangan IPTEK. Kenyataan berbicara bahwa IPTEK mengalami

perkembangannya di dunia Barat yang berlatar belakang Kristen. Agak

berlebih-lebihan kalau kita merumuskan bahwa konsep penciptaan

mengakibatkan lahirnya IPTEK.

Barr meninjau masalah istilah “gambar Allah” yang terdapat di dalam

Kejadian 1:26-28. Kecenderungan umum adalah melihat di dalam istilah ini

ada dominasi atas alam. Karena Tuhan memerintahkan segala sesuatu,

demikian juga manusia sebagai gambar Allah memerintahkan ciptaan lain.

Gambar Allah memperlihatkan relasi yang bersifat analogikal. Menurut Barr,

tafsiran seperti ini tidak tepat. Istilah gambar Allah sebenarnya mau memberi

jalan keluar bagi permasalahan di Israel, sampai seberapa jauh kemiripan

manusia dengan Allah. Memang ada hubungan antara gambar Allah dan

penguasaan alam, tetapi bukan dalam arti bahwa gambar itu semata-mata

terdiri dari penguasaan. Relasinya lebih bersifat konsekuential: oleh karena

manusia adalah gambar Allah, biarlah ia berkuasa.

Berbicara mengenai penguasaan, tekanan umumnya diletakkan pada

kekuatan manusia dan kegiatan-kegiatannya yang eksploitatif. Jadi kata rada,

‘berkuasa’ ditarik sampai ke etimologinya yang memang melukiskan proses

penginjak-injakkan buah anggur untuk dijadikan minuman. Demikian pula kata

kabasy, ’menaklukkan’ diartikan sebagai “menindas.” Sebenarnya konteks

tidak menunjuk makna yang sekeras itu. Dalam Kejadian 1, manusia adalah

vegetarian. Baru sesudah Air Bah, manusia boleh makan daging (Kej. 9).

Jadi di dalam Kejadian 1 penguasaan terhadap alam tidak mengandung unsur

kekuatan yang mengorbankan binatang dan bagian dunia yang lain. Rada lebih

baik diartikan sebagai ’menaungi,’’mengayomi.’ Kabasy menurut etimologinya

memang berarti menginjak-injak, menindas. Konteksnya di sini berhubungan

dengan bumi, “penuhilah bumi dengan anak cucumu dan taklukanlah

itu.” Apakah mengusahakan bumi/tanah dapat dianggap sebagai eksploitasi?

Dapat saja ditafsirkan seperti itu jika menuruti tafsiran yang dominan, tetapi

tidak mesti begitu. Salah satu prinsip penafsiran Alkitab yang elementer

Page 178: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

177

adalah bahwa arti kata-kata tidak boleh semata-mata ditetapkan berdasarkan

etimologinya saja, melainkan juga berdasarkan caranya kata-kata itu dipakai

dalam konteksnya.

Jadi, kalau kita mau menjawab tuduhan White, di masa depan pemahaman

terhadap kata-kata rada dan kabasy haruslah melepaskan tekanan yang

berlebih- lebihan pada nada keras dan kuat yang eksploitatif. Kalau pada

mulanya kedua kata ini tidak eksploitatif, sebenarnya teks Kejadian 1:26-28

tidak dapat dijadikan bulan-bulanan sebagai penyebab kerusakan terhadap

alam. Kisah-kisah penciptaan Perjanjian Lama tidak memperlihatkan perhatian

teknologis dan metode-metodenya. Jika ada uraian mengenai hal itu, seperti

misalnya dalam kisah Kain dan Habel serta keturunan Kain, bagian itu

diinspirasikan oleh cerita- cerita kuno di luar Israel yang memang gemar

pada teknologi. Menurut Barr tradisi Yahudi-Kristen tidak langsung

berhubungan dengan teknologi, dan karena itu terlebih-lebih lagi tidak

bersangkut paut dengan kerusakan ekologi. Barr tidak mengungkapkan hal ini

untuk melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi sebagai bagian dari

tanggung jawab akademis untuk mengungkapkan kebenaran ilmiah. Kalau

begitu siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan ekologis? Menurut Barr,

eksploitasi habis-habisan terhadapalam dilakukan di dalam alam humanisme

liberal yang berpandangan manusia tidak lagi menganggap diri sebagai berada

di bawah naungan sang Pencipta. Pengaruh humanisme liberal inilah yang

dimasukkan ke dalam pemahaman mengenai Kejadian 1:26-28 dan

pada pandangan Perjanjian Lama terhadap alam. Kalau begitu, apa peran kisah

penciptaan bagi masa kini yang sedang mengalami krisis ekologis?

Sumber: http://smpksantostanislaus.wordpress.com/2013/06/05/dampak-rokok-pada-

peringatan-hari-lingkungan-hidup-sedunia-di-smpk-st-stanislaus/

Page 179: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

178

Pertama kita menekankan bahwa ciptaan itu baik adanya. Kita

bertanggung jawab untuk mengontrol dan membatasi pelbagai usaha kita

untuk mengelola danmemanfaatkan alam ini, sehingga kebaikan alam

ciptaan tetap terjaga. Kedua, kisah penciptaan di dalam Kitab Kejadian

mengungkapkan dunia ini sebagai dunia yang teratur. Alam dibagi-bagi atas

fungsi dan jenis. Prinsip- prinsip IPTEK tidak berasal dari Kitab Kejadian,

tetapi apa yang kita lihat di dalam Kitab Kejadian mempunyai keparalelan

dengan apa yang kita lihat di bidang IPTEK. Ketiga, kerangka Kejadian 1

menunjukkan tempat manusia. Manusia adalah manusia apabila ia berada

pada tempatnya di dalam alam. Tempatnya adalah tempat yang utama, tetapi

sebagai pemelihara alam. Keempat, kita melihat bahwa Israel melakukan alih

teknologi dari luar Israel. Orang Israel tidak mengklaim teknologi sebagai

“anak” mereka. Mereka bisa hidup dengan “orang lain.” Bukankah ini contoh

yang baik bagi kita yang memiliki tradisi penciptaan Yahudi-Kristen untuk

hidup berdampingan dengan dunia IPTEK tanpa mengklaimnya sebagai

“anak?”

Bumi ini milik Allah sekaligus milik manusia. Bumi adalah milik Allah sebab Ia

yang menciptakannya, milik kita sebab Ia telah memberikannya kepada kita

(lih. Mzm. 115:16). Jelas Allah bukan memberikannya kepada kita

sedemikian tuntas sehingga Ia sama sekali tak punya hak dan tak punya

kontrol lagi atasnya, melainkan memberikannya kepada kita supaya kita

menguasainya atas nama Dia. Itulah sebabnya penguasaan kita atas bumi ini

adalah berdasarkan hak pakai, bukan berdasarkan hak milik. Kita hanya

penggarap saja, Allah sendiri tetap “Tuan tanahnya,” Tuan atas semua tanah.

Simaklah renungan berikut ini yang berjudul Bumi Hampir Punah? (Ismail

2009, 65-68).

Bumi Hampir Punah?

Apalagi kalau hujan, tidak ada hujan pun terjadi banjir. Kenapa? Karena muara sungai meluap. Kenapa meluap? Karena air laut pasang kian tinggi tiap tahunnya. Kenapa? Karena permukaan laut di seluruh dunia kian naik. Kenapa? Karena bongkah-bongkah es di kutub yang membeku sejak ratusan ribu tahun lalu kini

Page 180: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

179

mulai mencair secara mencolok. Kenapa? Karena suhu udara kian panas. Kenapa? Karena kita menebang pohon, mencemari udara dengan knalpot kendaraan, cerobong asap pabrik, pembakaran sampah, dan banyak pencemaran lain. Itu gambaran sederhana tentang mata rantai kerusakan lingkungan hidup kita.

Emangnye gue pikirin? Tunggu dulu, sebab kita semua akan kena akibatnya. Lihat gambaran sederhana berikut ini.

Mengapa penebangan pohon dan asap knalpot atau pabrik menyebabkan suhu kian panas? Karena udara jadi tercemar, sehingga dalam lapisan udara yang disebut lapisan ozon timbul semacam “tenda” yang menyelubungi bumi. Akibatnya, segala macam asap beracun dan udara panas dari bumi terperangkap oleh selubung itu. Ini disebut efek rumah kaca.

Apa itu rumah kaca? Para petani di negeri bermusim dingin bercocok tanam dalam rumah yang berdinding dan beratap kaca agar udara pengap di situ menimbulkan suhu hangat bagi tanaman sebab di luar turun salju. Inilah juga yang sedang terjadi dengan lapisan udara bumi. Selubung di udara kita mengakibatkan udara menjadi pengap dan panas. Lalu ini disebut efek rumah kaca atau pemanasan global.

Knalpot kendaraan, cerobong asap, penebangan pohon dan berbagai gas racun lainnya telah mencemarkan ozon sehingga mengacaukan keseimbangan kadarnya. Asap berkabut menggantung di udara. Akibatnya ozon yang selama berjuta-juta tahun telah melindungi dan menopang kehidupan di bumi kini malah menjadi ancaman. Tanaman cepat menguning dan rusak. Hewan dan manusia terkena cacat lahir, kanker, atau penyakit lainnya. Kehidupan alam, tanaman, hewan, dan manusia terancam. Bumi bisa menjadi tandus.

Apa yang telah diciptakan oleh Allah selama berabad-abad kini rusak dengan cepat akibat kecerobohan dan keserakahan kita. Dalam Guinness Book of World Record Indonesia tercatat sebagai perusak hutan tercepat di dunia, yaitu lima lapangan sepak bola per menit. Batubara yang digali dalam setahun adalah hasil endapan alami selama 400.000 tahun. Tidak heran bahwa bumi sedang menjadi tandus.

Ketika Nabi Yesaya menggambarkan kedahsyatan kuasa Allah atas hidup manusia, ia menggambarkan bahwa bumi akan menjadi tandus jika manusia melanggar ketetapan Tuhan. Dalam pasal 24-27, Yesaya menulis puisi bergaya bahasa apokaliptik. Tulisnya, “TUHAN akan menanduskan bumi dan akan menghancurkannya ... Bumi akan ditanduskan setandus- tandusnya ...” (Yes. 24:1, 3). Tentang lambang kehidupan, yaitu pohon anggur, ia menulis. ”..pohon anggur merana” (ay. 7). Tulisnya, “Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi” (ay. 4). Tetapi sebagai penutup nubuat akhir zaman, Yesaya memberi pengharapan jika manusia bertobat, yaitu: “kalau putri malu dan rumput ... mencari damai dengan Aku, ya mencari damai dengan Aku! ... Yakub akan berakar, Israel akan berkembang dan bertunas” (27:5-6).

Page 181: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

180

Manusia ditempatkan di bumi untuk memelihara bumi. Tetapi jika manusia merusak dan mencemarkan bumi, bumi akan menjadi tandus lalu manusia akan terkena akibatnya. Kelangsungan hidup terancam punah.

Dalam buku Dunia di Ambang Kepunahan, Antony Milne menulis, “Sejarah menunjukkan bahwa awal menurunnya peradaban adalah gangguan iklim. Bangsa-bangsa seluruhnya terjepit oleh gerakan penekan udara dingin dari utara dan perluasan gurun pasir ke selatan, atau jika mereka tinggal di pantai mereka harus melarikan diri dari gelombang pasang yang terus bergerak cepat. Generasi sekarang menghadapi ancaman yang sama.”

Apakah kita bisa mencegah kepunahan ini? Ya! Kita masing-masing bisa berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bumi.

Tanamlah pohon di halaman rumah, sekolah, mesjid, gereja, dan kantor kita. Hijaukan lingkungan! Dalam hal kehijauan lingkungan, Indonesia tertinggal di peringkat 102, kalah dari Malaysia (26) dan Sri Lanka (50).

Berhematlah dengan air meskipun itu air sumur yang gratis! Di muka bumi memang ada banyak air, tetapi hanya 1% yang bisa diminum.

Jangan tinggalkan ruangan dengan lampu atau alat elektronik yang menyala. Tenaga listrik dibuat dengan membakar banyak bahan energi.

Jika bisa berjalan kaki atau bersepeda, jangan gunakan kendaraan bermotor. BBM yang kita gunakan dalam sejam adalah hasil dari proses alam selama ratusan ribu tahun.

Jangan buang sampah sembarangan supaya sampah tidak jatuh ke got lalu masuk ke sungai yang mengakibatkan sungai itu dangkal dan airnya berbau busuk serta berwarna hitam pekat.

Berhematlah dengan plastik dan styrofoam karena sampahnya susah terurai. Jika semua sampah plastik ditebar, seluruh daratan permukaan bumi akan tertutup oleh plastik.

Sedapat mungkin pakailah penyemprot yang dipompa, bukan penyemprot aerosol, sebab aerosol ikut merusak ozon.

Ada gereja yang berlitani, “Bapa surgawi, begitu nyaman kami berbakti di sini,

tetapi kami tidak peduli pada lingkungan hidup yang telah Engkau kerjakan

selama berabad-abad dan kini sedang kami rusakkan dalam sekejap.” Ada pula

gereja yang berlitani, “Sesamaku ciptaan Tuhan, yaitu gunung, hutan, laut,

hewan dan tanaman, ampunilah dosa kami terhadap bumi dan surga.” Setelah

menyimak renungan tersebut, menurutAnda, mengapa bumi hampir punah?

Apa akibatnya jika bumi punah? Apa yang akan Anda lakukan untuk

mencegah bumi tidak punah? Silakan Anda memberikan argumentasi Anda

Page 182: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

181

yang menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk yang mempunyai

tempat bersama dengan makhluk-makhluk yang lain dalam ciptaan.

Kita perlu menyajikan satu batasan

istilah “alam” karena arti istilah

alam cenderung kabur yang

disebabkan faktor-faktor berikut.

Manusia adalah bagian dari “alam”

dalam arti kita ikut serta dalam

proses-proses biologis dan

fisiologis, sama seperti binatang

dan makhluk hidup lainnya.

Sebaliknya, manusia juga

“terpisah” dari alam karena kita

memiliki kesadaran dan sanggup

mengambil keputusan secara

sadar tentang cara mengubah

alam di sekitar kita. Oleh sebab itu,

istilah alam yang dimaksud dalam

bagian ini dibatasi pada ciptaan

bukan manusia.

Nilai alam bagi manusia tidak bisa disangkal. Makanan yang dimakan manusia,

minuman yang diminumnya, udara yang dihirupnya, serta bahan untuk

pakaiannya, perumahannya, alat-alatnya dan tenaga yang menjalankan

mesin- mesinnya semuanya disediakan dari alam.

Yang menjadi pertanyaan ialah apakah alam mempunyai nilai terlepas dari

gunanya bagi manusia. Jawaban pertama kepada pertanyaan ini ialah bahwa

nilai alam yang utama dalam rencana Allah ialah nilainya untuk manusia. Alam

bernilai tetapi nilai manusia jauh lebih tinggi daripada tumbuh-tumbuhan atau

binatang-binatang. Dalam Kejadian 2 semua makhluk diciptakan untuk

dinikmati dan digunakan oleh manusia.

Keistimewaan manusia itu perlu ditekankan karena banyak buku yang penuh

angan-angan tentang lingkungan menilai alam setinggi manusia atau lebih

tinggi dari manusia. Manusia dilihat sebagai benalu yang mengganggu karunia

Sumber:

http://hettyherawati2704.wordpress.com/auth

or/hettyherawati2704/page/4/

Page 183: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

182

alam, merampas kekayaan alam dan mengotorkan keindahan alam. Hutan

yang indah tidak dapat diganti dalam seribu tahun tetapi manusia dapat lekas

melahirkan anak-anak. Maka pohon mempunyai nilai yang tidak dipunyai

orang. Keindahan alam makin susah ditemui tetapi orang-orang sukar

dihindari karena mereka ada di mana-mana. Hak-hak alam sama pentingnya

dengan hak-hak manusia. Keindahan bukit atau lembah lebih penting daripada

perut yang kenyang.

Kepada pandangan semacam ini kita perlu menjawab bahwa orang lebih

berharga daripada pohon atau binatang. Walaupun keindaham alam itu

penting, kebutuhan manusia lebih penting. Setiap orang unik dan tidak dapat

diganti. Oleh sebab itu, tepatlah kalau ekologi menjadi manusia sentris.

Keselarasan alam perlu dijaga terutama demi kesejahteraan manusia.

Pencemaran udara dan air merugikan manusia. Penghanyutan tanah dan

penghabisan pohon-pohon di hutan menghambat usaha untuk menyediakan

makanan dan perumahan untuk manusia. Nilai alam yang utama ialah gunanya

untuk manusia.

Namun demikian, perlu ditambah bahwa alam juga bernilai terlepas dari

nilainya bagi manusia. Allah menganggap ciptaan-Nya baik sebelum manusia

dijadikan (Kej. 1:10, 12, 18, 21, 25). Salah satu alasan mengapa Allah

menciptakan manusia adalah untuk memelihara kebaikan alam. Sesudah air

bah Allah membuat perjanjian bukan saja dengan Nuh dan keturunannya tetapi

juga “dengan segala makhluk hidup” (Kej. 9:10). Walaupun perjanjian

dinyatakan kepada Nuh sebagai wakil makhluk-makhluk lain, tetapi Allah

mempunyai hubungan dengan semua makhluk. Bahkan Ia mempunyai

kewajiban kepada makhluk-makhluk itu berdasarkan perjanjian-Nya.

Walaupun alam dimaksudkan untuk digunakan manusia, alam tidak semata-

mata untuk maksud itu. Hutan lebih dari sekadar sumber kayu bagi manusia.

Binatang-binatang lebih dari sekadar sumber daging untuk dimakan. Setiap

unsur alam mempunyai nilai dalam dirinya sebagai ciptaan Tuhan. Dalam alam

semesta ada banyak bintang yang begitu jauh dari bumi sehingga tidak dapat

dilihat manusia. Astronom mengatakan bahwa mungkin sekali di planet yang

lain dalam alam semesta ada makhluk-makhluk hidup lainnya. Karena itu

menjadi nyata bahwa alam memiliki nilai terlepas dari gunanya bagi manusia.

Meskipun manusia mempunyai tempat yang terpenting dalam maksud

Page 184: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

183

Allah bagi dunia, tidak bisa dikatakan bahwa alam semesta berada semata-

mata bagi manusia.

Kita perlu mengingat dasar nilai alam. Alam tidak bernilai karena keramat atau

karena mempunyai kepribadian seperti manusia, tetapi karena sifat-sifatnya

sebagai alam. Suatu pohon bernilai bukan karena penuh dengan zat ilahi atau

karena mempunyai perasaan atau kebajikan manusiawi tetapi karena

diciptakan oleh Tuhan dengan ciri khasnya sebagai pohon, dan sebagai pohon

ia mempunyai fungsi dalam maksud Tuhan.

Para ahli etika lingkungan menganggap alam memiliki tiga nilai (Drummond

2001, 78). Kalau kita memandang alam sebagai sumber untuk dikelola bagi

kepentingan manusia, alam mempunyai nilai instrumental (instrumental

value). Kalau kita yakin bahwa alam memiliki nilai di dalam dan dari dirinya

sendiri, alam mempunyai nilai bawaan (inherent value). Nilai bawaan ini sering

digunakan oleh para ahli etika sebagai acuan pada nilai sesuatu, dengan

asumsi bahwa ada nilai subjek. Misalnya, kayu mempunyai nilai bawaan bagi

pemiliknya selama ia ada. Sebaliknya, kalau kita yakin bahwa alam memiliki

nilai hakiki (intrinsic value), nilai itu ada terbebas dari manusia atau kehadiran

manusia sebagai subjek yang menilai.

Dalam Alkitab manusia adalah bagian dari alam. Ia terikat dalam kesatuan

dengan bagian-bagian alam yang lain. Manusia juga berbeda dengan makhluk-

makhluk yang lain. Ia mempunyai kedudukan khas di atas alam.

Pada satu segi manusia itu sebagian dari ciptaan Tuhan. Seperti unsur- unsur

ciptaan yang lain, ia tidak ilahi dan tidak mahakuasa. Seperti makhluk-

makhluk yang lain, manusia ialah makhluk biologis-alamiah. Ia harus takluk

kepada hukum-hukum alam. Ia harus makan, minum dan tidur. Ia memeroleh

keturunan melalui proses kehamilan dan kelahiran seperti binatang menyusui

yang lain. Akhirnya manusia seperti binatang-binatang yang lain akan mati.

Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang

penciptaan. “Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah” (Kej. 2:7)

seperti Ia juga “membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala

burung di udara” (Kej. 2:19). Dalam bahasa Ibrani kata untuk manusia,

yaitu adam, mempunyai akar yang sama dengan kata untuk tanah yaitu

adamah. Manusia, adam, dibentuk dari tanah, adamah. Manusia

Page 185: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

184

“mengusahakan tanah” (Kej. 3:23) dan hidup dari tanah, dan manusia kembali

menjadi tanah (Kej. 3:19).

Pandangan bahwa manusia ialah salah satu makhluk di antara makhluk-

makhluk yang lain paling jelas terlihat dalam Mazmur 104:20-24. Pemazmur

tersebut mencatat, “Apabila Engkau mendatangkan gelap, maka hari pun

malamlah; ketika itulah bergerak segala binatang segala binatang hutan.

Singa- singa muda mengaum-aum akan mangsa, dan menuntut makanannya

dari Allah. Apabila matahari terbit, berkumpullah semuanya dan berbaring di

tempat perteduhannya; manusia pun keluarlah ke pekerjaannya, dan ke

usahanya sampai petang. Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN,

sekaliannya Kau jadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-

Mu.”

Dengan demikian Alkitab menggambarkan manusia sebagai makhluk yang

mempunyai tempat bersama dengan makhluk-makhluk yang lain dalam

ciptaan. Pandangan ini sesuai dengan pandangan ekologi. Manusia dan

makhluk- makhluk yang lain terikat bersama dalam hubungan timbal balik.

Kita hidup dalam suatu ekosistem yang terdiri dari semua faktor dalam

lingkungan kita. Dalam ekosistem ini binatang-binatang, tanam-tanaman,

air, udara, cuaca dsb. serta manusia dan kebudayaannya saling

memengaruhi. Kalau satu faktor diganggu, semua faktor ikut terganggu.

Karena itu manusia tidak bisa merusak alam tanpa merugikan dirinya sendiri.

Walaupun demikian manusia juga berbeda dengan unsur-unsur alam yang

lain. Ia mempunyai kuasa lebih besar daripada makhluk-makhluk yang lain.

Sama seperti Allah ialah Raja di sorga, manusia dinobatkan sebagai raja di

dunia. Ia dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat sehingga kedudukannya

hanya sedikit lebih rendah daripada penghuni-penghuni sorga (Mzm. 8:6).

Manusia diciptakan dalam gambar Allah (Kej. 1:26-27). Walaupun ia tidak ilahi,

ia mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan Allah sendiri. Ia menjadi wakil Allah

di antara makhluk-makhluk yang lain. Ia hidup di dunia ini sebagai duta dari

Allah. Sebagai duta dari Allah itu ia diberi tugas untuk mengatur dunia sesuai

dengan kehendak Allah.

Apakah ciri khas manusia yang membedakannya dari semua makhluk yang

lain? Secara jasmani ia mempunyai otak yang lebih besar, dan ia mampu

Page 186: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

185

berjalan lebih tegak daripada binatang-binatang yang lain. Tetapi ciri-ciri

jasmani ini bukan hal yang menentukan statusnya. Banyak orang merasa

bahwa keunggulan manusia terletak dalam kemampuannya untuk berpikir

secara rasional dan membentuk konsep-konsep yang abstrak. Orang-orang

lain menekankan kemampuan manusia untuk berbahasa, membuat dan

menggunakan alat-alat dan membentuk kebudayaan sehingga ia tidak hanya

hidup dalam lingkungan alam tetapi juga menciptakan lingkungannya sendiri

dan bisa belajar dari manusia yang lain. Ada juga orang-orang yang

menganggap bahwa ciri khas manusia terletak dalam keinsafan dirinya yaitu

kemampuannya untuk menyadari proses pemikirannya dan menujukan proses

itu sesuai dengan kehendak-Nya.

Secara teologis perlu dikatakan bahwa manusia hanya sungguh-sungguh

menjadi manusia jikalau iamenyadarihubungannya dengan Tuhan dan dapat

berdoa. Menurut cerita penciptaan, walaupun manusia seperti binatang-

binatang yang lain diciptakan dari debu dan tanah, tetapi hanya manusia

mempunyai nafas hidup yang dihembuskan ke dalam hidungnya langsung

dari Allah sendiri (Kej. 2:7). Seperti makhluk-makhluk yang lain, kehidupan

biologis manusia bergantung kepada tanah dan Allah. Berbeda dengan

makhluk-makhluk yang lain manusia mempunyai kehidupan khusus yang

datang langsung dari Allah. Manusia memerlukan roti dan nasi, tetapi

makanan itu tidak cukup. Ia juga hidup dari firman Allah (Mat. 4:4). Hanya

manusia bisa berdoa dan beribadah kepada Allah. Hanya manusia bisa

mentaati atau tidak mentaati Allah. Hanya manusia bisa berbicara dengan

Allah dan mengerti kehendak Allah.

Singkatnya manusia mempunyai dua segi. Sebagai ciptaan Allah ia bersatu

dengan makhluk-makhluk yang lain. Ia juga dapat bersatu dengan Allah. Ia

terlibat dalam alam tetapi ia berwibawa atas alam. Sebagai gambar Allah ia

mewakili Allah dalam ciptaan. Sebagai makhluk termulia ia mewakili ciptaan di

depan Allah. Walaupun Allah berhubungan langsung dengan seluruh ciptaan-

Nya, salah satu cara hubungan yang pokok ialah melalui manusia. Oleh sebab

itu, manusia perlu mengembangkan kemampuannya untuk mengasihi Allah

tanpa melupakan kekerabatannya dengan makhluk-makhluk yang lain.

Page 187: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

186

Sumber:http://1.bp.blogspot.com/-

OoyHZx4zg1w/TyJIk8Lsw7I/AAAAAAAAARg/18CiSg8SV1w/s1600/care_eart h.png

Simaklah tulisan berikut ini yang termuat di Kompas pada hari Rabu, 12

Maret 2014. Tulisan tersebut berjudul Rakyat Menuntut Keadilan Ekologis.

Isi tulisannya adalah sebagai berikut.

Rakyat Menuntut Keadilan Ekologis

Rakyat menuntut keadilan lingkungan dari penyelenggara pemerintah.

Kehancuran hutan dan punahnya kekayaan alam, serta pangan lokal akibat

aktivitas tambang, perkebunan sawit, dan pencemaran laut merupakan potret

wajah Indonesia dari wilayah barat hingga timur, dan kini mengancam Papua.

Sekitar 2.000 orang, Selasa (11/3), mengikuti Rapat Akbar Wahana Lingkungan

Hidup (Walhi) di Gedung Tenis Indoor, Senayan, Jakarta. Mereka aktivis

lingkungan, buruh, petani, nelayan, dan masyarakat sipil lain. Mereka

membawa pesan bagi para pemilih: “tolak perusak lingkungan.” Direktur Eksekutif

Nasional Wahli Abetnego Tarigan membacakan Platform Politik Gerakan

Lingkungan Hidup Indonesia, ditandai pemukulan kentongan bersama. Platform

yang dicanangkan, menurut Abetnego, merupakan hasil advokasi dan proses

gerakan perjuangan bersama masyarakat adat, korban kekerasan, nelayan, petani,

mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil lain. Terdapat lima agenda perubahan

pada platform itu, yaitu pengembalian mandat negara di mana pemimpin memiliki

agenda eksplisit dan bersih dari jejak kekerasan, penataan ulang relasi negara –

modal – rakyat, penyelesaian secara adil konflik sumber daya alam, pemulihan

Page 188: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

187

keseimbangan alam, dan penyelesaian utang luar negeri untuk menciptakan

kemandirian rakyat. Menurut Abetnego, krisis ekologi terjadi karena pemerintah,

pemodal, dan ilmu pengetahuan membuat sumber daya alam menjadi komoditas

untuk memeroleh keuntungan ekonomi. Semua berujung krisis multidimensi:

ekonomi, sosial budaya, politik, dan ekologi yang kian sulit dipulihkan. Itu

ditandai absennya keadilan sosial ekologis dan keadilan antargenerasi.

Setelah menyimak tulisan tersebut, menurut Anda, mengapa rakyat menuntut

keadilan ekologis dari penyelenggara pemerintah? Bagaimana cara

penyelenggara pemerintah menciptakan keadilan ekologis? Apa yang perlu

dilakukan oleh Anda agar terjadi keadilan ekologis? Silakan Anda

mengomunikasikan sikap Anda terhadap alam kepada rekan-rekan di kelas.

Karena alam bernilai, manusia perlu menghargai alam. Ia patut menggemari

keindahan alam. Ia mengiakan penilaian Allah waktu Dia memandang

ciptaan-Nya dan “melihat bahwa semuanya itu baik.” Ia patut memeroleh

pembaruan semangat dan beriang hati karena keelokan alam.

Penghargaan ini disertai dengan rasa kagum terhadap alam. Manusia perlu

mengindahkan keajaiban alam. Rasa kagum sangat penting dalam zaman

teknologi dan ilmu pengetahuan ini. Pengertian kita tentang alam tidak usah

menghilangkan kesadaran kita tentang keajaiban alam. Malahan pengertian

kita dapat menjadikan kita lebih sadar akan sifat-sifat alam yang dahsyat dan

megah.

Menghargai alam tidak sama dengan menyembah alam. Pemazmur menulis:

“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung, dari manakah akan datang

pertolonganku?” Pertolongannya datang bukan dari gunung-gunung tetapi

“dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi” (Mzm. 121:1-2). Karena

alam tidak ilahi, alam tidak layak disembah. Penghargaan kita kepada alam

disertai dengan rasa syukur kepada Penciptanya.

Kalau kita memperlakukan alam seolah-olah alam itu tidak bernilai, kita

mengurangi nilai diri kita sendiri. Kalau kita mengabaikan arti yang ada dalam

alam, kehidupan kita kehilangan sebagian artinya. Kalau kita memperlakukan

alam seperti mesin, kehidupan kita menjadi lebih seperti mesin. Kalau kita

hanya melihat alam sebagai sumber keuntungan bagi kita sendiri, kehidupan

kita menjadi lebih egois dan kering.

Page 189: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

201

Penghargaan kepada alam tidak berarti bahwa kita tidak boleh

menggunakan alam, tetapi penggunaan kita jangan merosot sehingga menjadi

perkosaan. Kita boleh saja menebang pohon untuk membangun rumah, tetapi

kita jangan menebang pohon-pohon dengan sembarangan atau tanpa

memikirkan bagaimana hutan dapat dipelihara. Kita boleh saja membunuh

binatang untuk makanan, tetapi kita jangan membunuh binatang-binatang

dengan membabi buta. Kita juga perlu berusaha supaya kita tidak

menyebabkan penderitaan binatang (Ul. 22:6-7). Kita boleh saja memakai

hewan untuk membajak tanah tetapi kita wajib memerhatikan kebutuhan-

kebutuhan hewan itu (Ul. 25:4; Ams. 12:10).

Manusia juga perlu bersahabat dengan alam. Ia mencintai alam. Kesan

yang diberikan oleh Kejadian 2:18-20 ialah bahwa Allah memberi binatang-

binatang dan burung-burung untuk manusia supaya manusia dapat hidup

dalam persekutuan dengan binatang-binatang dan burung-burung itu. Tentu

persekutuan itu kurang memenuhi kebutuhan manusia untuk persahabatan

dan persekutuan, karena di antara binatang-binatang dan burung-burung

tidak ada “penolong yang sepadan dengan” manusia (Kej. 2:20). Persekutuan

manusia yang lengkap hanya mungkin dengan Allah dan manusia yang lain.

Namun demikian, persahabatan manusia dengan alam juga penting.

Istilah “sesama makhluk” patut dipakai dalam membicarakan hubungan

kita dengan makhluk-makhluk yang lain. Sesama makhluk berbeda dengan

sesama manusia. Ada orang-orang yang ingin menambah hukum ketiga

kepada kesimpulan hukum Taurat dalam Matius 22:37-39. Menurut mereka

kita harus mengasihi Allah, sesama manusia dan alam. Saran mereka kurang

memerhatikan perbedaan antara manusia dan makhluk-makhluk yang lain.

Saran itu juga mengurangi makna kasih. Dalam Perjanjian Baru kasih

mengandung kesanggupan untuk berkorban bagi orang yang dikasihi. “Tidak

ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan

nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 17:13). Kasih semacam ini hanya

patut kepada manusia atau Allah. Walaupun demikian, perlu dikatakan bahwa

kita harus menyayangi sesama makhluk kita. Kita perlu merasakan kesatuan

antara kita dan makhluk-makhluk lain berdasarkan penciptaan kita oleh Allah.

Umumnya ada tiga sikap manusia terhadap alam (Brownlee 1993, 152-

157). Pertama, orang dapat memandang alam sebagai ruang kuasa-kuasa

Page 190: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

202

yang menakutkan sehingga manusia perlu tunduk kepada alam dan

menyenangkan kuasa-kuasa alam dengan sesajen, kenduri atau upacara-

upacara. Kedua, sebaliknya dari yang pertama, alam dipandang bukan

sebagai subjek (dan manusia sebagai objek) yang menentukan nasib

manusia, alam dipandang sebagai objek (dan manusia sebagai subjek) yang

dapat diselidiki dan dipergunakan oleh manusia. Alam berada untuk kita,

bukan kita untuk alam. Ketiga, baik alam maupun manusia dilihat sebagai dua

subjek yang saling memengaruhi. Manusia dan alam perlu berjalan bersama

dalam hubungan yang selaras karena manusia adalah satu dengan alam.

Sikap ketiga lebih lazim di Indonesia, terutama di Jawa. Dalam

kebudayaan Jawa, alam merupakan suatu keseluruhan yang sakral. Tentu

tidak semua bagian dari alam sama kesuciannya. Ada bagian-bagian alam

misalnya puncak bukit tinggi, jurang yang curam, kuburan dan pohon-pohon

(beringin, bunga gading, pohon aren) yang lebih indah daripada bagian-bagian

yang lain. Seluruh alam bersifat sakral tetapi sifat itu terserak, bukan

homogen, tetapi heterogen. Dalam pandangan ini manusia bersatu dengan

alam. Ia tidak berdiri berhadapan dengan kosmos, melainkan ia sebagian

daripadanya.

Karena alam bersifat keramat, manusia ingin mencari keselarasan dengan

alam. Ia cenderung lebih menyesuaikan diri dengan alam daripada menguasai

dan menggarap alam. Tentu kecenderungan ini tidak mutlak karena setiap

bangsa harus menggunakan alam. Namun dalam kebudayaan-kebudayaan

Indonesia, terutama kebudayaan Jawa, ada kecenderungan yang kuat untuk

lebih mencari keselarasan dengan alam daripada menaklukkan alam.

Dalam pandangan modern manusia berusaha menguasai dan

mempergunakan alam sama dengan sikap kedua di atas. Bagi

pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, alam perlu dilihat bukan

sebagai kosmos yang sakral tetapi sebagai bidang untuk diselidiki dan digarap

oleh manusia. Manusia tidak menyesuaikan diri dengan alam yang keramat

tetapi berhasrat mengerti hukum-hukum alam dan menaklukkan alam. Dalam

pandangan Barat umumnya manusia berdiri di luar alam sebagai subjek yang

dapat mengatur dan menguasai alam. Manusia bukan sebagian dari alam

tetapi pengolah dan penguasa alam.

Page 191: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

203

Manusia membentuk peradaban, yaitu suatu lingkungan yang tidak alamiah

untuk mempertahankan manusia melawan kekerasan alam.

Sumber: http://trianawuri.blogspot.com/2011_04_01_archive.html

Pandangan tradisional itu menekankan keselarasan manusia dengan alam

tetapi kurang mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya sendiri

serta kebudayaannya dan masyarakatnya. Pandangan itu kurang menolong

manusia mengatasi kesulitan-kesulitan dan halangan-halangan yang

disebabkan oleh alam. Pada pihak lain pandangan modern mendorong

kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sehingga manusia dapat mengatur

alam dan menggunakan sumber-sumber alam untuk membangun

masyarakat yang lebih sejahtera.

Namun dengan mengabaikan kesatuan manusia dengan alam, pandangan

modern membuka pintu bagi perusakan alam oleh manusia. Manusia yang

menganggap dirinya sebagai penakluk alam merasa bebas untuk

memperlakukan alam dengan sewenang-wenang demi keuntungan manusia

itu. Karena ia tidak lagi menghormati alam sebagai lingkungan keramat, maka

ia merasa bebas untuk memperkosa alam. Karena ia dibebaskan dari

keharusan untuk menyesuaikan diri dengan alam, ia menghancurkan dan

memeras alam. Ia hanya melihat alam sebagai sumber keuntungan. Masalah-

masalah ekologi masa kini, seperti misalnya pencemaran air dan udara serta

pengurasan sumber-sumber alam, menunjukkan bahwa pandangan modern

tentang lingkungan alam, walaupun penting bagi pengembangan teknologi

Page 192: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

204

dan ilmu pengetahuan, disertai dengan kelemahan- kelemahan yang perlu

diperbaiki.

Sikap terhadap alam yang seharusnya dipunyai manusia disimpulkan dalam

Kejadian 2:15: “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya

dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” Manusia

harus mengusahakan alam tetapi ia juga harus memeliharanya. Walaupun

alam bukan Allah, alam menunjukkan Allah. Walaupun alam tidak mempunyai

kuasa keramat, alam bernilai. Walaupun manusia harus menaklukkan alam,

manusia harus menghargai alam.

Hubungan antara ekonomi dan ekologi bisa dijabarkan dari pengertian

etimologis yang justru bisa saling membantu dan membina. Ekonomi berasal

dari kata oikos dan nomos. Oikos berarti ’rumah tangga‘ dan nomos berarti

’aturan, hukum.’ Ekonomi bisa diartikan sebagai upaya untuk

mengatur atau penatalayanan rumah tangga (housekeeping). Sedang

ekologi gabungan dari kata oikos dan logos. Logos berarti perkataan,

pemahaman dan pengertian. Sehingga hubungan antara ekonomi dan

ekologi tergabung dalam pemahaman bahwa kita tidak bisa menata

masyarakat dan alam ini tanpa mengertinya dan memeliharanya. Dengan

kata lain, usaha untuk melakukan housekeeping harus dibarengi

naturekeeping.

Ada dua tugas manusia dalam alam. Pertama manusia diberi tugas untuk

menggunakan alam dan berkuasa atas alam. Tugas kedua ialah memelihara

alam. Tugas manusia dalam dunia diberikan kepadanya oleh Allah, dan ia

bertanggung jawab kepada Allah atas pelaksanaan tugas itu. Prinsip utama

yang mendasari pandangan orang Kristen tentang lingkungan ialah bahwa

dunia adalah milik Tuhan. Ia yang menciptakan dan memelihara dunia juga

memiliki alam dan mempunyai kewibawaan tertinggi atasnya. “Tuhanlah yang

empunya bumi serta segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya.

Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di

atas sungai-sungai” (Mzm. 24:1-2). Manusia tidak mempunyai hak milik yang

mutlak atas bumi. Ia hanya menjadi pengurus atau manajer. Bumi

dipercayakan kepada manusia untuk mengolah dan mengurusnya.

Page 193: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

205

John Macquarrie dan James Barr berusaha membuktikan bahwa tuduhan

mengenai Alkitab sebagai pokok gara-gara yang menyebabkan kerusakan

alam bukan merupakan tuduhan yang kuat. Tetapi sekaligus kedua orang ini

bersedia mengakui bahwa dalam perkembangan sejarah ada penafsiran

tertentu terhadap manusia sebagai penguasa yang eksploitatif, dan bahwa

gambaran ini tidak cocok dengan apa yang terdapat dalam teks Alkitab itu

sendiri. Penafsiran ini bukannya sama sekali tidak kena dengan teks Alkitab.

Sebab dalam teks, manusia diakui sebagai yang utama, sebagai penguasa.

Pengakuan ini oleh penafsir tertentu di kemudian hari diberi penekanan

berlebih-lebihan, sehingga akhirnya “menguasai” berarti “mengeksploitasi”

dan mereka melupakan fungsi memeliharanya.

Dalam Alkitab manusia adalah bagian dari alam. Ia terikat dalam kesatuan

dengan bagian-bagian alam yang lain. Manusia berbeda dengan makhluk-

makhluk yang lain. Ia mempunyai kedudukan khas di atas alam.

Umumnya ada tiga sikap manusia terhadap alam. Pertama, orang dapat

memandang alam sebagai ruang kuasa-kuasa yang menakutkan sehingga

manusia perlu tunduk kepada alam dan menyenangkan kuasa-kuasa alam

dengan sesajen, kenduri atau upacara-upacara. Kedua, sebaliknya dari yang

pertama. Alam dipandang bukan sebagai subjek (dan manusia sebagai objek)

yang menentukan nasib manusia. Alam dipandang sebagai objek (dan manusia

sebagai subjek) yang dapat diselidiki dan dipergunakan oleh manusia. Alam

berada untuk kita, bukan kita untuk alam. Ketiga, baik alam maupun manusia

dilihat sebagai dua subjek yang saling memengaruhi. Manusia dan alam perlu

berjalan bersama dalam hubungan yang selaras karena manusia adalah satu

dengan alam.

Buatlah daftar jenis perubahan gaya hidup yang Anda bersedia lakukan dalam

rangka hidup dengan cara yang lebih harmonis dengan lingkungan dan

presentasikan di depan kelas!

Page 194: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

206

BAB VIII CARA BERGAUL YANG BAIK

Setiap orang ingin dikasihi dan diterima oleh orang-orang lain. Seseorang

senang bilaia mempunyai teman-teman yang dapat bergaul dengannya. Ia

senang bila terikat pada orang lain dalam hubungan tolong-menolong.

Manusia diciptakan sebagai hewan sosial atau social animal. Artinya, kita

diciptakan sebagai makhluk yang paling bergaul. Kita ingin berhubungan dan

berteman. Kita diciptakan untuk mengasihi orang lain seperti Tuhan mengasihi

kita. Kita bisa bersyukur atas hubungan-hubungan sosial kita. Kita bisa

bersyukur atas sahabat-sahabat kita yang memperkaya kehidupan kita

dengan perkataan-perkataan mereka, permainan mereka, keseriusan mereka

dan pertolongan mereka. Kehidupan kita sungguh lebih kering bila kita tidak

ikut serta dalam suka dan duka teman-teman kita dan bekerja sama dengan

orang lain untuk mencapai suatu tujuan yang mulia.

Melalui bab ini, Anda diharapkan mencapai beberapa tujuan pembelajaran.

Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah:(i) memuliakan

Allah dalam pergaulan muda-

mudi; (ii) menunjukkan sikap

hormat terhadap orang lain

dalam kepelbagaian

agama,suku,dan budaya; (iii)

bersikap peduli terhadap sesama

manusia; (iv) bersikap terbuka

untuk bekerja sama dengan

semua pihak dalam rangka

mendatangkan kebaikan

bersama; (v) menerapkan

tanggung jawab etis kristiani

dalam pergaulan muda-mudi;

dan (vi) menggunakan prinsip-

prinsip etis kristiani dalam pergaulan muda-mudi.

Sumber:http://nadhasocial.blogspot.com/2010/09

/kehidupan-sosial-manusia.html

Page 195: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

207

Ada orang yang disukai atau tidak disukai dalam pergaulan. Menurut Anda,

apa yang menyebabkan orang tersebut disukai atau tidak disukai dalam

pergaulan? Apa yang perlu dilakukan agar Anda disukai dalam pergaulan?

Apa akibatnya jika Anda tidak disukai dalam pergaulan? Silakan Anda

mengamati dan menilai pergaulan muda-mudi di gereja Anda sendiri!

Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa hubungan dengan orang lain. Oleh

sebab itu, adanya individu-individu lain merupakan suatu keharusan. Manusia

diciptakan sebagai makhluk sosial yang selalu akan hidup dalam suatu

hubungan keterikatan dengan individu lainnya. Seorang manusia selalu

membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya agar dapat mencapai taraf

tingkah laku manusia.

Dalam perkembangan usia, pola hubungan seseorang juga berkembang. Pola

itu jelas pada usia remaja dan terus bertahan sampai usia lanjut. Pola itu

terdiri atas lima dimensi (Ismail 2007, 109). Pertama, dimensi persamaan. Kita

memilih teman yang mempunyai persamaan dalam kepribadian, nilai-nilai

hidup, perilaku, minat dan latar belakang. Kedua, dimensi timbal balik. Kita

mencari teman yang bisa saling mengerti, saling percaya, saling tolong, saling

mengakui keunggulan dan saling memaklumi kelemahan masing-masing.

Ketiga, dimensi kecocokan. Kita berteman karena merasa cocok dan senang

berada bersama dia. Keempat, dimensi struktur. Kita mencari teman yang

berjarak dekat, mudah dihubungi dan bisa langgeng. Kelima, dimensi model.

Kita berteman karena kita respek dan mengagumi kualitas kepribadiannya.

Sejalan dengan berkembangnya kemampuan, kematangan dan kebutuhan,

pola hubungan antarorang berkembang dalam tujuh tahap. Adapun ketujuh

tahap tersebut adalah: tahap bayi, tahap anak kecil (3-6 tahun), tahap anak

besar (6-12 tahun), tahap remaja dan pemuda (12-25 tahun), tahap dewasa

muda (25-40 tahun), tahap dewasa (40-65) dan tahap usia lanjut.

Tahap bayi. Bayi berusia setahun terheran-heran melihat bayi lain. Biasanya ia

melihat orang dewasa, tiba-tiba ia melihat makhluk kecil. Ia tertarik pada

temannya dengan cara meraba, menyentuh atau memukul. Ia ikut menangis

ketika temannya menangis. Menjelang usia dua tahun ia bisa menghibur

temannya dengan cara membelai atau memberikan mainan. Bayi yang sekali-

kali didekatkan pada bayi lain belajar berteman.

Page 196: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

208

Sumber:http://biokuasyik.blogspot.com/2012/03/pertumbuhan-dan-perkembangan-manusia.html

Tahap anak kecil (3-6 tahun). Pada tahap ini anak hanya melihat dari sudut

pandang dan kepentingannya sendiri. Ia mengukur teman dari faktor

kebendaan. Katanya, “Si Daniel temanku, ia punya sepeda merah.” Pada usia

ini perangai mulai tampak. Anak yang menerima cukup kehangatan, pujian,

dan perlakuan baik dari orang tuanya akan lebih terbuka dan berprakarsa

mendekati teman. Sebaliknya, ada anak yang malu dan ragu-ragu, bahkan

bermasalah, misalnya merasa terancam, curiga, iri, merampas, menjerit,

mengejek atau membentak.

Tahap anak besar (6-12 tahun). Keberhasilan atau kegagalan berteman

pada tahap ini akan mewarnai hidup kita seterusnya. Pergaulan dengan

teman pada tahap ini membentuk kepribadian kita. Ketika ada teman yang

lebih pandai, apakah kita ikut bangga ataukah mendengki? Di sinilah letak

faedah utama bersekolah. Anak yang mendapat ilmu secara pribadi di rumah,

mungkin akan menjadi orang dewasa yang hipersensitif terhadap ejekan,

perlakuan iseng dan persaingan, atau menjadi orang dewasa yang cuma mau

menang sendiri, sulit bergaul dan sulit bekerja sama.

Tahap remaja dan pemuda (12-25 tahun). Pada tahap ini kita membentuk jati

diri sambil menjauhkan diri dari pengaruh orang tua, sehingga pengaruh teman

menjadi dominan. Tanpa teman kita merasa kurang percaya diri. Demi

memelihara persahabatan, kita meniru perbuatan teman dan menaati seluruh

suruhannya. Akibatnya kita kurang kritis dalam memilih teman. Kita

mengalami sejumlah ambivalensi. Di satu pihak kita merasa mandiri, di lain

pihak kita merasa bergantung, terutama pada teman. Di satu pihak, kita

Page 197: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

209

tidak mau diatur oleh orang tua, tetapi pada kenyataannya kita justru diatur

oleh teman.

Tahap dewasa muda (25-40 tahun). Jumlah kawan kita memuncak pada

usia ini karena teman di lingkungan perumahan, kantor, gereja dan sesama

orang tua anak di sekolah. Biasanya pada usia ini kita sulit mempunyai intimasi

karena tidak mau mencampuri urusan pribadi teman. Pergaulan yang sehat

ditandai oleh teratasinya kesulitan itu, sehingga kita bisa intim dengan kawan,

namun tidak mencampuri urusan pribadinya. Mereka yang sudah menikah

juga akan menikmati “persahabatan ganda,” yaitu dua pasang suami-istri

yang cocok satu sama lain.

Tahap dewasa (40-65 tahun). Pada tahap ini kita cenderung sibuk dengan

kepentingan sendiri, karena kita berada pada puncak karier. Kita tidak

mendapat banyak teman baru, kecuali tetangga atau teman organisasi.

Tahap usia lanjut. Pada usia ini biasanya jumlah teman berkurang namun mutu

persahabatan menjadi lebih matang dan murni. Dengan teman segolongan

usia, kita bisa saling ikut merasakan dan saling menopang dalam suka maupun

duka. Sedangkan dengan teman yang lebih muda kita bisa menjadi sumber

hikmat dan bijak dalam menghadapi persoalan sehari-hari, karena kita telah

mengalami semua itu.

Manusia selalu akan terlibat dalam pergaulan. Pergaulan bila disorot secara

khusus akan memberikan gambaran yang berbeda-beda dari segi kualitas

waktu, misalnya, pergaulan yang hanya bersifat sementara, meliputi jangka

waktu yang pendek dan yang meliputi jangka panjang. Demikian pula, sifat

pergaulan tidak selalu sama. Ada pergaulan yang menggambarkan hubungan

reaktif saja, seolah-olah antara dua individu atau lebih hanya terjalin hubungan

bagaikan tanya jawab saja. Ada pula pergaulan yang individu-individunya aktif

dan kreatif menciptakan hubungan, masing-masing individu saling memajukan

taraf kehidupannya, dan saling menyempurnakan martabatnya.

Pergaulan merupakan suatu hubungan yang meliputi tingkah lebih dari

seorang individu (Gunarsa dan Gunarsa 1997, 36). Pergaulan merupakan suatu

hubungan antarmanusia yang tidak dapat dihindarkan. Pergaulan ini acap kali

menimbulkan persoalan sehingga justru menimbulkan kesulitan bagi orang

yang bersangkutan. Pergaulan yang mengakibatkan timbulnya kesulitan,

kurang membantu kelancaran hidup bahkan menimbulkan keguncangan jiwa

yang menghambat dan merugikan perkembangan individu yang

bersangkutan.

Page 198: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

210

Pergaulan yang sebenarnya diperlukan demi penyempurnaan martabat

manusia, tidak selalu mengarah ke kehidupan yang positif dalam rangka

pembangunan mental, akan tetapi sebaliknya sering berakibat negatif dan

menghambat kelancaran hidup sosial. Pergaulan yang matang, dewasa dan

positif membantu kelancaran kehidupan sosial tidak mudah dicapai.

Seni bergaul adalah cara bagaimana membuat diri kita disukai oleh sesama

(Selan 1991, 103). Keinginan untuk disukai merupakan kodrat manusia.

Oleh sebab itu, manusia mencurahkan segenap akal budinya untuk

menemukan cara- cara yang jitu agar dirinya disukai oleh banyak orang.

Faktor utama dalam memupuk seni bergaul adalah pengertian dari kita sendiri

tentang pribadi orang lain. Sering terjadi kita tidak menyenangi seseorang,

karena kita salah mengerti motif, kemampuan, sikap dan kepribadian orang

tersebut.

Hubungan antarpribadi yang baik akan meningkatkan nilai dan arti dari

seseorang. Hubungan tersebut akan menghasilkan kepuasan bagi mereka

yang tahu seni bergaul. Untuk meningkatkan seni bergaul, Anda perlu

memerhatikan empat belas pedoman berikut ini (Selan 1991, 104-105).

Pertama, dalam pergaulan pada setiap individu perlu adanya keterbukaan diri:

melalui pertimbangan menerima apa yang diberikan oleh orang lain dalam

bentuk pendapat dan pandangan. Keterbukaan mengharuskan kita

berhubungan dengan orang lain tanpa bersembunyi di balik topeng.

Keterbukaan merupakan kunci menuju persahabatan (Kesler 1994, 975).

Kedua, melihat seseorang sebagaimana Tuhan memandangnya. Ketiga,

mengenal individu lain sebagai seorang individu yang lain yang tidak sama

dengan diri kita sendiri. Mengenal individu lain berarti berusaha mengetahui

sifat-sifat, sikap, pandangan dan latar belakangnya yang telah membentuk

individu lain itu dan yang mendasari kepribadiannya maupun tingkah lakunya.

Sering kali usaha mencari latar belakang sebab-sebab yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan tidak tercapai. Usaha

membuka tabir rahasia yang menyelubungi seseorang tidak selalu dan tidak

sepenuhnya berhasil. Keempat, mengerti bahwa individu lain memiliki ciri khas,

sifat khusus dan latar belakang masing-masing. Adanya perbedaan ini tidak

berarti bahwa perbedaan tersebut perlu diubah dengan maksud agar orang

lain dipaksa menyamakan dirinya dengan diri kita. Kita perlu menerima individu

lain dengan kekhususannya, dalam arti masih dalam batas-batas wajar dan

dapat diterima oleh umum. Kelima, memerhatikan orang lain dalam berbagai

keadaan. Keenam, ambillah waktu untuk bersahabat dengan dia dan

Page 199: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

211

membiarkan dia berbicara tentang hobinya serta problemnya, teman-

temannya dan pokok-pokok yang menarik baginya. Ketujuh, memahami

faktor psikologis yang mendorong kelakuannya. Mengapa seseorang

bertindak demikian? Dengan mengerti keadaan psikologisnya, kita lebih dapat

menerima orang lain sebagaimana adanya. Kedelapan, berusaha untuk

menghindari sifat atau sikap yang kurang menyenangkan seseorang.

Kesembilan, perbuatlah apa yang menurut pendapat Anda harus diperbuat

orang lain kepada Anda. Kesepuluh, setiap orang mendambakan pujian. Usaha

manusia yang terbesar adalah untuk mendapatkan pujian. Alasannya, tentu

saja, adalah bahwa pujian yang tulus membuat kita merasa diterima,

menambah keyakinan diri kita dan membantu menghilangkan keragu-raguan

kita. Pujian adalah ungkapan penghargaan yang diberikan secara tulus, tanpa

pamrih untuk kepentingan pribadi. Memberikan pujian selalu lebih efektif

daripada kritik. Pujian menghasilkan banyak perbuatan baik daripada keluhan.

Manusia bertindak lebih baik sebagai reaksi terhadap pujian yang positif

daripada terhadap ucapan yang negatif. Pujian sebaiknya jangan dimentahkan

dengan kata tetapi, “Pekerjaan Anda bagus sekali, dan saya sangat

menghargainya, tetapi ada satu hal yang tidak Anda lakukan secara benar.”

Kata “tetapi” ini menghilangkan semua kegembiraan dan menghilangkan

efektivitas pujian. Orang yang tidak menerima diri sendiri, atau yang

sebenarnya tidak menyukai diri sendiri, sulit untuk memberikan pujian

(Osborne 1996,13). Kesebelas, hindarilah perbantahan. Ini bukan berarti

menjadi, yes-man, melainkan bahwa Anda terlalu bijaksana untuk terseret

dalam perbantahan yang sia-sia, yang tidak seorang pun akan menang.

Keduabelas, jangan merusak kesenangan orang lain. Salam yang hangat,

pujian atau penghargaan dapat memberikan kesenangan dan membuat

seseorang merasa enak sepanjang hari. Ketigabelas, bersahabatlah dengan

pemuda atau pemudi yang akan membawa Anda ke hidup yang baik, jangan

yang jahat. Keempatbelas, pupuklah rasa humor. Rasa humor dapat

membuat suasana gembira dan santai. Banyak konflik dan ketegangan dalam

pergaulan dapat diatasi dengan sikap yang suka humor. Humor haruslah yang

sopan, dan tidak berkesan menghina, menyindir, atau mengejek orang lain.

Humor yang sehat dapat mempererat persahabatan, tetapi humor yang kasar

dapat merusak pergaulan yang baik (Fances 1993, 84). Hati-hatilah!

Page 200: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

212

Sumber: http://inspirably.com/quotes/by-siti-marnina/sahabat sejati- adalah-tertawa-bersama-

dalam-kegembiraan-dan

Seorang sahabat adalah dia yang menerima kita sebagaimana adanya. Ia

menyelami kelemahan kita dan rela menolong kelemahan itu. Sekaligus ia

mengagumi keunggulan kita dan mau memetik pelajaran dari keunggulan itu.

Hanya orang yang berjiwa besar bisa bersikap bersahabat. Ia bersih dari iri dan

dengki. Ia sama sekali tidak punya pikiran untuk menjegal dan menjatuhkan

kita. Ia beriktikad baik. Yang diinginkannya terjadi pada kita adalah hal yang

terbaik untuk kepentingan kita.

Mendapatkan sahabat bukanlah perkara yang mudah. Oleh sebab itu, kita

perlu mengetahui cara mendapatkan sahabat dengan mudah. Bagaimanakah

Anda mendapatkan sahabat dengan mudah? Berikut ini ada beberapa hal

praktis yang dapat menolong Anda mendapatkan sahabat dengan mudah:

1. Memusatkan perhatian Anda pada orang lain. Pikirkanlah tentang

bagaimanakah Anda dapat menolong mereka. Jika berbicara dengan orang

lain, janganlah berbicara diri Anda. Tunjukkanlah bahwa Anda menikmati

kehadiran mereka.

2. Menghargai orang lain. Belajarlah untuk membuat orang lain berharga.

Perlakukanlah mereka sebagai gambar dan rupa Allah yang sama dengan

Anda. Penampilan, kedudukan sosial dan keadaan ekonomi bukanlah

dasar penghargaan kita. Hargailah mereka sebagai ciptaan Allah.

3. Mengubah cara berpikir tentang orang lain. Kecurigaan adalah senjata yang

ampuh untuk melumpuhkan atau memutuskan tali persahabatan.

Page 201: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

213

Berpikiran negatif tentang orang lain akan mendorong tindakan yang

negatif pula.

4. Mencari orang yang terlantar dan sedih. Dunia penuh dengan orang yang

tidak mempunyai teman, orang yang menderita kesakitan dan yang

menjadi korban kekejian orang lain sehingga mereka penuh dengan

dendam.

Dengan menerapkan keempat hal di atas, tentu kita dapat mendapatkan

sahabat dengan mudah. Bagaimana bersahabat dengan seteru? Benyamin

Franklin pernah berkata, “Kasihilah musuhmu sebab ia yang menunjukkan

kesalahan- kesalahanmu. Tuhan Yesus Kristus mengajar para pengikut-Nya:

“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”

(Matius 5:44). Bagaimanakah perintah ini dapat terwujud dalam kehidupan kita

sehari-hari sebagai pengikut-pengikut Yesus Kristus? Berikut ini beberapa hal

praktis yang dapat menolong Anda bersahabat dengan seteru:

1. Pusatkan perhatian Anda pada bagaimana Anda dapat menolong mereka.

Hal yang pasti mereka butuhkan adalah seorang sahabat. Salah satu

kebutuhan yang mendasar dari manusia ialah untuk bersosialisasi, yaitu

bergaul dengan sesama. Bantulah musuh Anda dan lakukanlah itu seperti

Anda melakukannya bagi Tuhan. Pikirkanlah tentang yang sedang

dikerjakan oleh Tuhan dalam hidupnya. Selanjutnya, pikirkanlah tentang

bagaimanakah Anda dapat memupuk persahabatan dan bagaimana

musuh Anda dapat memanfaatkan persahabatan Anda dan bukan berpikir

tentang manfaat atau keuntungan yang Anda harapkan dari persahabatan

Anda dengan dia.

2. Daftarkanlah kebaikan-kebaikan yang Anda lihat dari orang yang kurang

menyenangkan hati Anda. Setiap manusia yang diciptakan Tuhan

mempunyai kebaikan. Sejahat-jahatnya seseorang, di dalam lubuk hatinya

tersimpan kebaikan yang belum sempat dinyatakan.

3. Bawalah mereka yang pernah menyakiti hati Anda kepada Tuhan dalam

doa.

Mengucap syukurlah kepada Tuhan atas apa yang menyenangkan dalam

pribadi mereka serta memohon berkat dan pertolongan Tuhan bagi mereka.

Kemudian, nikmatilah sukacita dariTuhan. Anda telah taat kepada firman

Tuhan untuk mengasihi musuh Anda.

Page 202: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

214

Simaklah kisah persahabatan antara Andar Ismail dan Syarif yang dikisahkan

oleh Andar Ismail dalam bukunya yang berjudul Selamat Panjang Umur (Ismail

1995, 49-53). Andar Ismail menceritakannya sebagai berikut.

Apa yang dapat diperbuat seseorang untuk memelihara kenangan tentang seorang sahabat lama yang sudah sekian tahun hilang jejaknya? Yang saya perbuat adalah mengabadikan nama sahabat itu pada nama anak sendiri. Begitulah ketika anak kami lahir, tanpa ragu-ragu kami menamakan dia Syarif, yaitu nama seorang sahabat saya di kelas 5 Sekolah Dasar Kristen di Bandung.

Sebenarnya ada banyak perbedaan antara Syarif dengan saya. Syarif tinggal di rumah besar, berlantai dua, terbuat dari tembok dan terletak di tepi jalan raya. Sebaliknya rumah saya kecil, terbuat dari bilik bambu dan terletak pinggir gang. Syarif anak keluarga dokter dan bergelar raden, sebaliknya orang tua saya orang bersahaja. Syarif beragama Islam, saya beragama Kristen. Syarif orang Jawa, saya orang Cina.

Segala perbedaan itu tidak kami rasakan. Tiap hari Syarif dan saya bermain dan membuat pekerjaan rumah bersama. Kami berdua menjadi ketua dan wakil ketua kelas. Kala menghadapi ulangan berhitung, Syarif yang mengajar saya karena dia juara kelas. Bila belajar sejarah dan ilmu bumi sayalah yang mengajar dia. Hasil ulangan cepat-cepat kami bandingkan. Kalau saya mendapat nilai buruk untuk berhitung (dalam kenyataannya memang hampir selalu begitu), Syarif tampak kecewa. Ketika saya menjadi juara untuk sejarah dan ilmu bumi, ia menepuk pundak saya dan memuji, “Hoe kan je nou zoveel weten?” (‘Bagaimana kamu bisa tahu sebanyak itu?’).

Syarif sering datang ke rumah saya, kadang-kadang kami makan bersama. Saya masih ingat bagaimana dia mengerinyutkan dahi sambil memerhatikan makanan di piring lalu bertanya dengan nada gurau, “Zit er een varkentje in deze soep?” (‘Apa ada anak babi di sayur ini?’). Lalu kami tertawa terbahak-bahak. Ibu saya pun ikut tertawa, sebab di piring itu sama sekali tidak ada daging apa-apa. Keluarga kami memang hampir tidak pernah makan daging, sebab harganya terlalu mahal.

Saya pun sering datang ke rumah Syarif dan menginap di situ. Kami tidur seranjang dan mengobrol sampai larut malam. Dengan berbisik kami saling bertanya siapa teman perempuan yang kami senangi. Lalu kami tertawa bercekikikan dan cepat-cepat menaruh jari telunjuk di bibir sebagai janji saling menyimpan rahasia ini.

Pada suatu hari Syarif mendapat seekor anak ayam yang sangat mungil. Bulu ayam itu kuning dan terasa sangat halus, siang malam kami sibuk membuat kandang dan mengurus ayam itu. Yang sulit adalah menyambung kawat dan memasang lampu untuk menghangatkan ayam itu. Kalau ayam itu kedinginan, segera kami dekatkan lampu pada ayam itu. Kemudian ketika

Page 203: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

215

ayam itu kegerahan, kami jauhkan lampu itu. Beberapa hari kemudian kami mendapatkan ayam itu sudah kaku dan mati. Kami tersentak dan saling memandang. Lama kami duduk di depan kandang itu dengan kepala tertunduk. Syarif terdiam, saya pun begitu. Kami saling berpegangan. Lalu kami menangis bersama-sama.

Persahabatan menyatukan perasaan. Kita senang bersama dan sedih bersama. Persahabatan tumbuh dari keterbukaan dan rasa percaya. Kita merasa dekat. Kita saling mengagumi, tetapi ita berani berterus terang menegur kesalahan masing-masing. Kita saling membutuhkan, tetapi tidak saling memanfaatkan. Sahabat tidak membujuk, tetapi juga tidak menuntut. Antara sahabat tidak ada iri dan dengki. Keberhasilannya menjadi kebanggaanku, kegagalannya menjadi kekecewaanku. Sahabat saling mau mendengarkan, menyelami dan mengerti. Sahabat saling peduli. Untuk bersahabat kita perlu berjiwa besar dan berhati ikhlas. Terhadap sahabat kita boleh mengeluarkan perasaan sebagaimana adanya, tanpa pura-pura ramah dan memasang senyum buatan. Persahabatan dipupuk oleh iktikad dari kedua belah pihak. Dalam persahabatan ada kedekatan. Atau dengan kata-kata Amsal: “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran” (Ams. 17:17)

Demikian, kisah persahabatan antara Andar Ismail dan Syarif. Setelah

membaca kisah persahabatan antara Andar Ismail dan Syarif serta paparan

di bawah ini, Anda diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan

kritis sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan cara menjadi sahabat

sejati.

Sumber: http://www.dreamstime.com/royalty-free-stock-photography-relationship-friends-

friend-need-friend-indeed-image30173487

Page 204: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

216

Sahabat adalah sebuah kata yang tidak asing dalam hidup manusia. Kata ini

mempunyai makna yang sangat mendalam. Setiap orang pasti

membutuhkannya dan senantiasa berusaha mendapatkan sahabat, bahkan

bila orang tersebut telah memilikinya, ia akan senantiasa memeliharanya.

Menjadi sahabat bagi orang lain dan mempunyai seorang sahabat adalah

sesuatu yang sangat berarti dan berharga dalam hidup seseorang, karena

memang Sang Pencipta menata manusia untuk hidup bersama dengan orang

lain. Bagi orang Inggris, arti seorang sahabat diungkapkan dalam sebuah

pepatah: afriend in need is a friend indeed, artinya sahabat yang sejati ialah

sahabat yang selalu siap menolong ketika seseorang memerlukannya

(Chandra 2006, 97).

Alasan utama mengapa orang sulit menjalin persahabatan adalah

kenyataan bahwa mereka tidak pernah benar-benar menerima diri mereka

sendiri. Jika kita tidak menerima diri kita sendiri, kita akan mendapatkan

kesulitan untuk menerima orang lain, dan kebiasaan negatif ini akan tercermin

dalam hubungan kita. Untuk membangun persahabatan ada tujuh prinsip

berikut ini yang perlu diperhatikan. Pertama, perhatikan setiap orang baru di

sekitar Anda. Kedua, kembangkan ekspresi yang membuat suasana ceria.

Ketiga, berlatih menyapa orang dengan nama. Keempat, ajukan pertanyaan

yang tepat. Kelima, menjadi pendengar yang baik. Keenam, jangan congkak

dan merasa lebih baik dari orang lain. Apakah Anda pernah bertemu dengan

orang yang gila hormat? Ia tentu ingin dikenal sebagai orang istimewa dan

penting, bukan orang sembarangan. Pasti selalu ingin mendapat

kesempatan menceritakan kehebatan, kekayaan dan lain- lain yang lebih

meninggikan dirinya. Setelah beberapa saat, pasti ia tidak berkesempatan lagi.

Setiap orang mulai menghindari sejauh-jauhnya. Dari pengalaman itu,

bersikaplah biasa. Meskipun mungkin Anda merasa memiliki kemampuan-

kemampuan yang lebih daripada biasanya, hendaknya jangan congkak dan

merasa lebih baik dari orang lain. Ketujuh, hendaknya sopan santun dalam

tingkah laku.

Persahabatan yang baik berawal dari perkenalan dengan orang yang memiliki

suatu persamaan dengan kita. Ada daya tarik timbal balik. Anda senang

berada bersama-sama dengannya. Anda merasa orang yang lain itu

menyegarkan, memberi dorongan dan menyenangkan. Anda melihat dia

mau mendengarkan Anda, memberi dorongan yang tepat kepada Anda.

Persahabatan pun tumbuh. Persahabatan itu memerlukan waktu. Anda

mungkin bertemu seseorang dan segera berhubungan. Sebelum hubungan itu

Page 205: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

217

bisa tumbuh menjadi persahabatan yang sungguh, Anda harus saling

mengenal selama suatu jangka waktu. Persahabatan jangan seluruhnya

bergantung pada perasaan. Perasaan memang penting, tetapi jengkel atau

kecewa terhadap seseorang jangan sampai merusak hubungan itu. Kita

hendaknya tidak membuang atau mematikan persahabatan hanya karena

ternyata tidak semuanya menyenangkan.

Jika Anda berpikir untuk

menjalin persahabatan,

ketahuilah bahwa tidak

semua orang ingin menjadi

sahabat Anda. Orang

mempunyai kebebasan

untuk membuat pilihan itu.

Jikalau Anda berusaha

memaksakan persahabatan,

akan timbul masalah.

Persahabatan harus tercipta

dengan sukarela. Adapun ciri-ciri persahabatan yang baik adalah sebagai

berikut. Pertama, persahabatan yang baik tidak mementingkan diri sendiri.

Amsal 17:17 mengatakan bahwa “seorang sahabat menaruh kasih setiap

waktu.” Seorang sahabat yang berkata, “Aku mengasihimu jika ...” atau “Aku

mengasihimu bila ...” bukan sahabat seperti yang dilukiskan oleh Alkitab.

Sahabat sejati akan berkata, “Aku mengasihimu setiap waktu.” Kasihku tidak

bersyarat dan tidak mementingkan diri sendiri. Kedua, persahabatan sejati

bersifat teguh. Jika Anda ingin sungguh-sungguh mengetahui berapa banyak

sahabat yang Anda miliki dan siapa mereka, buatlah kesalahan dan lihatlah apa

yang terjadi. Setelah Anda mengalami kesulitan, coba lihat berapa banyak

sahabat Anda yang masih setia kepada Anda? Persahabatan sejati itu teguh.

Ketiga, persahabatan sejati bersedia berkorban. Kalau Anda ingin menjadi

sahabat, Anda harus hidup dengan bersedia berkorban bagi orang yang

menerima persahabatan Anda. Keempat, persahabatan sejati bersifat

menyucikan. Amsal 27:17 berkata, “Besi menajamkan besi, orang

menajamkan sesamanya.” Seorang sahabat sejati akan menjadikan Anda

orang yang lebih baik. Persahabatan sejati membuat hidup Anda lebih maju,

mempertajam kecerdasan Anda dan membuat Anda lebih giat. Anda akan

menjadi orang yang lebih baik dan lebih berguna karena persahabatan itu.

Persahabatan sejati tidak akan menumpulkan kerohanian Anda. Seorang

sahabat sejati adalah orang yang cukup peduli sehingga ia akan menegur Anda

Page 206: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

218

bila Anda salah. Alkitab berkata dalam Amsal 27:6, “Seorang kawan memukul

dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-

limpah.”

Kita harus membangun persahabatan denganorang-orang non-Kristen juga.

Ini hendaknya tidak merupakan hubungan dengan maksud penginjilan

(persahabatan demi satu jiwa), melainkan persahabatan karena kita benar-

benar mengasihi orang-orang tersebut. Bila Anda mempunyai sahabat orang-

orang non- Kristen, Anda perlu bertanya kepada diri Anda sendiri, apakah

persahabatan ini memungkinkan Anda tetap dekat dengan Tuhan atau

dapat memisahkan Anda dari Tuhan. Jikalau Anda mulai melihat bahwa

persahabatan Anda dengan seorang non-Kristen tertentu menjauhkan

Anda dari Tuhan, Anda harus melakukan sesuatu.

Sulit rasanya membayangkan hidup tanpa kehadiran sahabat di samping

Anda. Ya, tanpa kehadiran sahabat, hari-hari Anda akan terasa kosong dan

hampa. Oleh sebab itu, hubungan persahabatan harus dipupuk dengan baik.

Apakah Anda sudah merasa menjadi sahabat yang sejati bagi sahabat

Anda?

Pertama, sahabat sejati adalah sahabat yang bersedia mendengarkan segala

macam cerita dan keluh kesah sahabatnya. Oleh sebab itu, jadilah pendengar

yang baik untuk sahabat-sahabat Anda. Jika mereka membutuhkan masukan,

berilah pendapat Anda secara perlahan-lahan tanpa bersikap menggurui.

Kedua, belajarlah menghargai segala macam perbedaan sifat sahabat Anda.

Ingat setiap orang memiliki berbagai macam kepribadian yang berbeda.

Cobalah mengerti bagaimana karakter sahabat Anda. Jika Anda mengalami

perbedaan pendapat, selesaikanlah masalah tersebut dengan baik-baik.

Sebab, semua masalah pasti ada jalan keluarnya.

Ketiga, jagalah baik-baik kepercayaan yang telah diberikan oleh sahabat Anda.

Jangan pernah sekali pun Anda membocorkan rahasia penting sahabat Anda,

apalagi yang berupa aib. Banyak kejadian sahabat berubah menjadi musuh

karena telah membocorkan rahasia penting sahabatnya.

Keempat, jadilah sahabat yang selalu siap memberikan dukungan. Jika

sahabat Anda melakukan kesalahan, jadilah orang pertama yang

menyemangatinya. Jika perlu sebisa mungkin Anda jangan menyalahkannya.

Berilah sahabat Anda motivasi agar dapat bangkit dari kesalahannya.

Kelima, jangan jadikan sahabat Anda sebagai saingan terberat Anda. Hilangkan

perasaan iri atas keberhasilan sahabatAnda. Jadikanlah rasa iri tersebut

Page 207: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

219

sebagai cambuk bagi Anda agar berbuat lebih baik lagi. Lalu, jangan lupa

ikutlah berbahagia dengan keberhasilan yang telah dicapainya.

Keenam, jangan pernah ragu untuk minta maaf pada sahabat saat Anda

melakukan sebuah kesalahan padanya. Setelah itu, berusahalah perbaiki

kesalahan Anda. Begitu pula sebaliknya, berikanlah maaf dan lupakan

kesalahan sahabat Anda jika ia bersalah.

Simaklah 1 Korintus 5:9-11. Dalam 1 Korintus 5:9-11 tersebut, Paulus

melarang jemaat di Korintus untuk bergaul dengan orang cabul, kikir,

penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu. Menurut Anda,

mengapa Paulus melarang jemaat di Korintus untuk bergaul dengan orang

cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu. Apa

maksud dan makna perkataan Paulus yang terdapat dalam 1 Korintus 5:9-11

“Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul

dengan orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua

orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan

penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu

harus meninggalkan dunia ini. Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah,

supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya

saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk

atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan

bersama-sama.”

Silakan Anda mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari berbagai buku

dan sumber belajar yang lain mengenai pergaulan yang sehat dan benar

menurut Alkitab.

“Jangan dipengaruhi oleh orang-orang lain” adalah nasihat yang sia-sia.

Setiap orang dipengaruhi oleh orang-orang lain. Yang menjadi masalah ialah

orang-orang macam apa yang memengaruhi kita. Selain itu, yang menjadi

masalah ialah bagaimana kita dipengaruhi. Kita perlu bergaul dengan orang-

orang yang dapat menolong kita mengembangkan suatu pandangan hidup

yang lebih luas, lebih manusiawi dan lebih sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita

juga perlu mempunyai suatu integritas yang tidak diombang-ambingkan

oleh setiap pengaruh, suatu pendirian yang sekaligus terbuka dan teguh.

Ada dua bahaya yang menyangkut hubungan kita dengan teman-teman kita

(Brownlee 1986, 77-78). Bahaya pertama adalah keeksklusifan, yaitu

kecenderungan untuk menolak orang-orang dari kalangan tertentu. Mungkin

Page 208: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

220

orang itu ditolak karena suku bangsanya, kemiskinannya, dianggap bodoh atau

terlalu pintar, atau karena alasan yang lain. Sikap eksklusif ini merugikan baik

orang yang menolak maupun orang yang ditolak. Sikap itu mengembangkan

kesombongan dalam hati orang-orang yang menolak. Kesombongan itu

merusak kepribadian seseorang. Karena kesombongannya, orang yang lemah

lembut dapat menjadi keras hati dan kejam. Sikap eksklusif juga merugikan

orang yang ditolak. Ia merasa sepi karena terputus hubungannya dengan

sekelompok sesamanya manusia. Setiap kali ia berhadapan dengan orang-

orang yang menolaknya, ia merasa dihina. Mungkin ia merasa rendah diri dan

sering bertanya dalam hatinya mengapa ia dinilai kurang.

Allah bekerja untuk mempersatukan orang-orang. Ia mengasihi semua orang.

Kasih kita perlu mencerminkan kasih Allah yang sangat inklusif itu. Orang

Kristen perlu menerima dan mengasihi sebanyak mungkin orang, bukan

menolak mereka. Terutama orang Kristen perlu mengasihi orang-orang yang

dianggap hina oleh masyarakat. Yesus bergaul dengan orang-orang yang

dibenci oleh kebanyakan orang dalam masyarakat-Nya. Kalau kita yakin

bahwa kita diterima dan dikasihi oleh Allah, kita tidak usah mengangkat harga

diri kita dengan menganggap rendah orang lain. Bila kita ditolak oleh orang-

orang lain, kita bisa merasa yakin bahwa kita masih diterima dan dianggap

penting oleh Tuhan.

Bahaya kedua yang menyangkut hubungan kita dengan teman-teman ialah

tekanan untuk menyesuaikan diri dengan pendapat dan perbuatan yang tidak

baik. Sering orang-orang membenarkan suatu perbuatan yang diragukan

benar salahnya dengan berkata, “Semua orang berbuat demikian.” Kalau

kebanyakan orang dalam kalangan kita sudah berbuat demikian, seseorang

akan dianggap kolot bila ia berkata, “Aku tidak boleh berbuat demikian.” Kalau

kebanyakan orang dalam suatu kelas menyontek, orang yang tidak

menyontek dianggap aneh. Kalau semua orang di kantor menerima suap,

orang yang tidak menerima suap dihindari.

Sering orang-orang menyerah kepada dorongan-dorongan dari teman-

temannya, walaupun dorongan-dorongan itu bertentangan dengan suara hati

mereka. Kalau demikian, kebutuhan untuk diterima oleh teman-teman

menjadi lebih penting daripada iman dan pendirian diri sendiri. Pemuda-

pemuda yang memiliki kebebasan untuk mengambil keputusannya sendiri

tanpa tekanan dari orang tua atau lembaga-lembaga sering dengan rela

membuang kebebasan itu untuk mengikuti keinginan teman-temannya.

Penyesuaian dengan orang lain dapat menjadi ganti bagi pikiran. Orang yang

Page 209: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

221

ikut-ikutan tidak lagi berpikir bagi diri sendiri. Ia mengikuti arus tanpa

mengembangkan cara hidup berdasarkan pandangan sendiri.

Sangat sukar untuk berdiri sendirian berlawanan dengan tekanan-tekanan dari

orang-orang lain. Karena itu, kita memerlukan teman-teman yang juga

berusaha untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka dapat

menolong kita menggumuli masalah-masalah dan menentang godaan-

godaan yang kita hadapi.

Manusia adalah makhluk sosial, tidak terkecuali orang Kristen. Sebab itu, sudah

seharusnya manusia itu memiliki teman atau sahabat dalam kehidupan ini.

Orang yang membenci pergaulan adalah orang yang tidak normal. Orang yang

seperti itu biasanya disebut antisosial. Mereka tidak membutuhkan pergaulan,

bahkan membenci pergaulan.

Tanpa sahabat rasanya hidup ini gersang dan sepi. Namun dalam 1 Korintus

diberitahukan agar kita berhati-hati dalam pergaulan. Karena pergaulan yang

buruk dapat merusak kehidupan kita. Misalnya, kita bisa terlibat dalam seks

bebas, minum minuman keras

dan memakai narkotika. Di dalam

Amsal 18:24 dikatakan, “Ada

teman yang mendatangkan

kecelakaan, tetapi ada juga

sahabat yang lebih karib daripada

seorang saudara.” Ada sahabat

yang lebih baik daripada saudara

sendiri.

Ayat di atas bukan mengajak kita

hanya bersahabat dengan orang

Kristen saja. Siapa saja boleh

menjadi sahabat kita. Dengan

kata lain, pergaulan Kristen bukanlah eksklusif pada orang Kristen saja.

Sebaliknya, pergaulan Kristen juga bukan “asal bergaul” sehingga dapat

merusak kehidupan dan kesaksian kita, melainkan harus memerhatikan

prinsip bergaul yang benar.

Pergaulan yang berprinsip bukan pergaulan yang eksklusif. Tetapi pergaulan

yang bertanggung jawab, beretiket pergaulan yang sesuai dengan prinsip

Firman Tuhan. Motif dalam pergaulan Kristen adalah “kasih yang sudah kita

Page 210: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

222

terima dari Kristus,” bukan “kasih yang sekuler,” misalnya kasih yang dikuasai

oleh hawa nafsu, kasih yang materialistis atau kasih yang egoistis.

Beberapa prinsip pergaulan yang berdasarkan kasih Kristus dan yang sesuai

dengan kebenaran Alkitab adalah sebagai berikut. Pertama, kemuliaan bagi

Allah. Motif tertinggi yang patut dimiliki orang yang menyebut dirinya anak-

anak Allah ialah melakukan segala sesuatu demi kemuliaan Allah. Hanya Dialah

yang layak beroleh pujian tertinggi. Di dalam 1 Korintus 10:31 dikatakan, .”..

jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semua itu untuk

kemuliaan Allah.” Selain itu, di dalam Kolose 3:23 dikatakan, “Apapun juga yang

kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan

bukan untuk manusia.”

Kedua, demi kebaikan orang lain. Dalam 1 Korintus 10:24 dikatakan, “Jangan

seorang pun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap- tiap

orang mencari keuntungan orang lain.” Jadi dalam pergaulan kita tidak boleh

merugikan sesama, melainkan melakukan sesuatu yang mendatangkan

berkat bagi sesama.

Ketiga, kebaikan bagi diri sendiri. Dalam 1 Korintus 10:23 dikatakan, “Segala

sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. Segala

sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.”

Manusia memang diberi Tuhan kebebasan, tetapi harus diingat bahwa tidak

semua yang boleh dan dapat kita lakukan, berguna bagi sesama dan diri kita

sendiri. Oleh karena itu, kalau hendak melakukan sesuatu hendaklah yang

bermanfaat bagi manusia.

Keempat, saling mempercayai. Sikap saling mempercayai ini akan

membangun persahabatan yang baik. Sebaliknya, sikap saling mencurigai

akan menghancurkan persahabatan. Sikap “saling curiga” membuat seseorang

menjadi terlalu sensitif, cemburu buta, penyebar gosip, atau tidak jujur.

Hindarilah sikap saling curiga.

Kelima, saling menghargai. Sikap saling menghargai menghasilkan sifat suka

menghormati orang lain, lebih banyak mendengar daripada berbicara,

toleransi, berani menerima pendapat orang lain dan tidak suka memperalat

orang lain. Sebaliknya, orang yang “suka menghina” akan terlihat dari sifatnya

yang kurang menghargai pribadi orang lain, suka mencela, emosinya tidak

stabil, ceroboh, kasar, pemarah, dan terlalu agresif. Hindarilah sikap suka

menghina.

Page 211: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

223

Keenam, saling mengasihi. Kasih yang benar adalah kasih yang berasal dari

Kristus. Kasih yang seperti itu terlihat dari sifat tenggang rasa, tidak suka

perhitungan dengan teman, tahan diri untuk tidak selalu membicarakan diri

sendiri, rela berkorban dan suka mengalah untuk menang. Kasih yang seperti

itu mendasari pergaulan yang menjadi sahabat lebih baik daripada saudara,

karena orang yang seperti itu rela menerima sahabatnya sebagaimana dia

adanya. Dalam keadaan bagaimanapun, pada saat kapanpun dan di mana pun

tempatnya, dia tetap menjadi “sahabat yang baik.”

Sumber: http://himpalaunas.com/artikel/etalase/2012/02/05/hati-hati-situs-jejaring-sosial-

dapat-mengubah-otak-manusia

Dalam hidup ini ada banyak sekali hal yang indah. Agaknya, salah satu yang

paling indah adalah persahabatan seperti yang dirasakan oleh orang lumpuh

dalam Injil Markus 2:1-12 (Ismail 2002, 20-23).

“Pada saat Tuhan Yesus sedang mengajar tiba-tiba terjadi gangguan

yang mengejutkan. Secara tiba-tiba ada tilam diturunkan dengan tali dari atas

atap. Di tilam itu terbaring seorang lumpuh. Orang lumpuh itu digotong

oleh empat orang kawannya untuk disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Pasti

berat menggotongnya. Rumahnya mungkin jauh dari tempat itu. Lalu ternyata

Page 212: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

224

tempat itu sudah dipenuhi banyak orang sehingga tidak ada lagi jalan masuk.

Untunglah keempat kawannya mempunyai akal. Mereka menggotong dia naik

ke atap. Kemudian mereka mengikat tilam pembaringan orang lumpuh itu

dengan empat utas tali. Sesudah itu mereka membuka atap. Lalu mereka

mengulur tali itu dan menurunkan orang lumpuh itu perlahan-lahan ke lantai

dasar. Pasti susah. Pasti harus berhati- hati dan seimbang. Bayangkan betapa

susahnya menurunkan orang sakit yang terbaring di tilam dengan tali dari atas

atap rumah. Apa jadinya kalau salah satu utas tali itu terlalu cepat turunnya,

pasti tilam itu miring dan orang itu jatuh. Atau apa jadinya kalau salah satu

utas tali itu tiba-tiba putus. Tetapi ternyata mereka berhasil. Hebat sekali.

Bukan main cakapnya para sahabat orang lumpuh itu. Hebat!

Sungguh menarik bahwa perhatian Yesus tertuju pada kawan- kawan orang

lumpuh tersebut. Mereka masih ada di atas atap. Mereka tidak bisa turun.

Mereka menatap dan menunggu di atas. Rupanya Yesus juga langsung melihat

ke atas. Yesus bisa melihat mereka. Mungkin Yesus memerhatikan wajah

keempat orang itu. Mereka mungkin tampak agak takut, sebab mereka tahu

bahwa mereka mengganggu Yesus yang sedang mengajar. Di wajah mereka

juga tampak dambaan untuk belas kasih agar kawan mereka yang lumpuh itu

bisa disembuhkan. Yesus menatap wajah mereka. Lalu Yesus melihat ke bawah

dan menatap wajah orang lumpuh itu yang tampak cemas harap-harap dalam

ketidakberdayaannya.

Sungguh beruntung orang lumpuh itu. Ia mempunyai kawan- kawan. Mereka

itulah yang menggotong dia. Mereka memberi semangat dan pengharapan.

Hidup terasa bermakna lagi. Tanpa kawan-kawan ini, orang lumpuh itu

hanya terkulai seorang diri di rumah. Sungguh baik hati sahabat-sahabatnya.”

Di bagian Alkitab yang lain terdapat juga contoh pergaulan dan persahabatan

yang baik. Contoh pergaulan dan persahabatan yang baik tersebut terlihat

dengan jelas pada kisah pergaulan dan persahabatan antara Yonatan dan

Daud yang dipaparkan oleh Andar Ismail dalam buku Selamat Berteman

(Ismail 2007, 10-14). Ceritanya begini. Selamat Berteman.

“Yonatan adalah putra sulung Raja Saul. Pada waktu itu, yakni sekitar tahun 1000 sM., kerajaan Israel sedang ditekan oleh tentara Filistin yang jauh lebih besar. Hampir seluruh wilayah kerajaan dikuasai tentara Filistin. Mereka menjarah rumah orang Israel. Mereka menyita semua senjata orang Israel. Bahkan semua peralatan tukang besi disita dengan maksud mencegah orang Israel membuat senjata. Para petani harus pergi kepada orang Filistin untuk mengasah alat pertanian dengan bayaran yang tinggi. Hanya Yonatan dan Raja Saul yang masih mempunyai senjata (lih. 1 Sam. 13:19-22).

Page 213: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

225

Dalam pasukan kerajaan yang nyaris lumpuh itu, Yonatan menjadi komandan. Ia berprestasi dengan gemilang. Ia mengalahkan pasukan Filistin di Gerba. Raja Saul memanfaatkan kemenangan itu untuk menimbulkan percaya diri pada rakyat (lih. 1 Sam. 13:3-4).

Prestasi Yonatan yang kedua adalah di Mikhmas. Ia meminta tanda pertolongan Tuhan. Kata Yonatan, “Mungkin TUHAN akan bertindak untuk kita, sebab bagi TUHAN tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang” (1 Sam. 14:6). Dengan hanya ditemani oleh seorang pembantunya, Yonatan mendekati perkemahan musuh. Yonatan berpegang pada tanda bahwa jika musuh mengusir dia, maka itu pertanda TUHAN tidak berkenan, namun jika musuh menantang, maka itu pertanda TUHAN akan menolong. Yonatan dan pembantunya menaiki bukit perkemahan musuh. Dari kaki bukit itu Yonatan memperlihatkan diri. Tentara musuh berteriak, “Naiklah ke mari, maka kami akan menghajar kamu.” Segeralah Yonatan dan pembantunya merangkak ke puncak bukit. Mereka bertarung. Pasukan musuh itu tewas di tangan Yonatan. Penyerbuan Yonatan itu berdampak sebagai perang urat syaraf yang menjatuhkan moral pihak musuh (lih. 1 Sam. 14-15). Tetapi kemenangan itu masih bersifat lokal. Tentara musuh masih menguasai sebagian besar wilayah kerajaan.

Pada suatu hari, di istananya, Yonatan melihat seorang pemuda berkulit “kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok” yang menjadi pegawai baru di istana. Pegawai itu bertugas sebagai pemain kecapi yang menghibur Raja Saul. Yonatan menyukai pemain kecapi itu. Sejak itu mereka berteman. Pemuda itu bernama Daud. Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya Daud sudah diurapi oleh Nabi Samuel untuk kelak menjadi raja atas seluruh Israel (lih. 1 Sam. 16:1-13).

Sementara itu pasukan Israel semakin terdesak musuh. Seorang pendekar musuh bernama Goliat menantang untuk berduel. Tidak ada yang berani. Lalu Daud menawarkan diri. Ternyata Daud menang.

Selanjutnya Yonatan menjadi lebih berteman dengan Daud. Tertulis, ”..berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri” (1 Sam. 18:1). Lalu mereka berdua mengikat perjanjian persahabatan. Yonatan menanggalkan jubah dan pedangnya lalu diserahkannya kepada Daud sebagai tanda persahabatan.

Setelah itu Yonatan mengikutsertakan Daud dalam pasukannya. Daud selalu berprestasi gemilang. Penduduk kota menyambut Daud dengan nyanyian dan tarian, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Raja Saul cemas bahwa kedudukannya akan goyah oleh popularitas Daud. Ia “selalu mendengki Daud.” Dua kali ia mencoba membunuh Daud (lih. 1 Sam. 18:8-12).

Yonatan juga tahu bahwa popularitas Daud melebihi dirinya. Sebenarny popularitas Daud merugikan kedudukan Yonatan sebagai putra mahkota. Tetapi Yonatan tidak mendengki. Tolok ukur kepribadian yang bisa

Page 214: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

226

bersahabat adalah bersih dari iri dan dengki. Yonatan malah membela Daud. Ujar Yonatan kepada ayahnya, “Janganlah raja berbuat dosa terhadap Daud, hambanya, sebab ia tidak berbuat dosa terhadapmu ...” (1 Sam. 19:4).

Pada kesempatan lain Yonatan membela lagi Daud di hadapan raja. Yonatan tahu bahwa dengan demikian ia mempertaruhkan nyawanya sendiri demi membela nyawa Daud. Ternyata benar, rajamenjadi marah sehingga “melemparkan tombaknya kepada Yonatan untuk membunuhnya” (1 Sam. 20:33).

Sekarang Yonatan tahu bahwa Daudbetul-betul dalam keadaan terancam. Lalu Yonatan merelakan Dau untuk mengungsi dan mengembara supaya tidak bisa dilacak oleh raja. Sebelum berpisah mereka mengulangi lagi sumpah persahabatan mereka. Tercatat, “Dan Yonatan menyuruh Daud sekali lagi bersumpah demi kasihnya kepadanya, sebab ia mengasihi Daud seperti dirinya sendiri” (1 Sam. 20:17). Lalu dicatat juga, “Mereka bercium-ciuman dan bertangis-tangisan” (1 Sam. 20:41). Kehilangan sahabat adalah derita berat.

Ketika kemudian Yonatan mengetahui bahwa Daud terus dikejar pasukan ayahnya, ia berusaha untuk menemukan Daud. Di gurun Zif, Yonatan dan Daud bertemu lagi. Di situ Yonatan “menguatkan kepercayaan Daud kepada Allah” dan meneguhkan komitmennya bahwa meskipun ia berhak atas jabatan raja, namun jabatan itu ia peruntukkan bagi Daud. Kata Yonatan, “Janganlah takut, sebab tangan ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu” (1 Sam. 23:17). Dalam ayat berikutnya dicatat, “Kemudian kedua orang itu mengikat perjanjian di hadapan TUHAN.”

Bayangkan konflik batin Yonatan. Sahabatnya begitu dibenci oleh ayahnya. Lalu bagaimana sikap Yonatan terhadap kedua orang itu? Ia tetap mencintai keduanya. Ia terus mendampingi ayahnya dalam pertempuran melawan Filistin. Pada suatu pertempuran, baik Yonatan maupun Raja Saul dibantai oleh musuh.

Mendengar berita kematian itu merataplah Daud. Ratapannya dicatat dalam 2 Samuel 1:19-27. Salah satu syairnya berbunyi, “Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib daripada cinta perempuan.”

Ketika kemudian Daud menjadi raja, ia mencari keluarga Yonatan. Ia menampung di istananya Mefiboset, putra Yonatan yang cacat kaki karena jatuh dalam serbuan tentara musuh. Kata Daud kepada Mefiboset, “Janganlah takut, sebab aku pasti akan menunjukkan kasihku kepadamu oleh karena Yonatan, ayahmu; aku akan mengembalikan kepadamu segala ladang Saul, nenekmu, dan engkau akan tetap makan sehidangan dengan aku” (2 Sam. 9:7).

Page 215: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

227

Maka, persahabatan antara Yonatan dan Daud diteruskan melalui

keturunannya. Sahabat sejati menjadi sahabat abadi. Sahabat abadi terpatri

sampai mati.”

Simaklah Amsal 13:20, “Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak,

tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” Menurut Anda,

apa sukanya bergaul dengan orang bijak dan apa dukanya bergaul dengan

orang bebal? Apa akibatnya jika Anda bergaul dengan orang bijak dan orang

bebal? Apa yang perlu Anda lakukan agar bisa bergaul dengan orang bijak

dan tidak berteman dengan orang bebal? Apa maksud dan makna Amsal

13:20? Silakan Anda mengemukakan argumen Anda yang menunjukkan

bahwa ada suka dan duka dalam pergaulan.

Setiap orang mesti bergaul. Orang yang sama sekali tidak bergaul akan

lekas mati. Oleh para ahli sosiologi, pergaulan disebut interaksi. Interaksi bisa

bersifat luas (bergaul dengan banyak orang) atau bersifat frekuen (sering

bergaul dengan orang). Dua orang yang bersahabat secara kental tidak

bergaul secara luas tetapi frekuen, sedangkan seorang ekstrovert bergaul

secara luas tetapi hanya sebentar saja (Brouwer 1981, 2).

Sejak dilahirkan manusia memang sudah mempunyai naluri untuk hidup

berkumpul dengan orang-orang lain. Bahkan pada suatu saat orang

tadi dipisahkan dari orang-orang lain, kemungkinan besar keseimbangan

jiwanya akan mengalami gangguan. Manusia mempunyai naluri untuk hidup

berkumpul dengan orang-orang lain, karena memang manusia itu tidak

diperlengkapi dengan alat-alat yang cukup untuk dapat hidup sendiri di dunia.

Oleh karena itu, gejala yang wajar jika manusia selalu akan mencari kawan, baik

semas dia baru dilahirkan, maupun sampai dewasa. Selain itu, tidaklah

terlalu mengherankan bila muda- mudi senang hidup berkumpul dan

bergaul dengan kawan-kawannya, walaupun hal tersebut tidak selalu akan

membawa pengaruh-pengaruh yang baik. Sebab sukar untuk disangkal

bahwa di samping pengaruh-pengaruh baik atau positif, pergaulan juga

memiliki banyak pengaruh-pengaruh buruk atau negatif. Apalagi kalau kawan-

kawannya berasal dari lingkungan sosial yang kurang baik.

Sebagai salah satu buktinya, mengendarai kendaraa bermotor dengan ugal-

ugalan adalah hasil dari pengaruh tidak baik dari lingkungan. Salah satu

penyebab penyalahgunaan narkotika adalah pengaruh yang tidak baik dari

lingkungan yang negatif sifatnya.

Page 216: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

228

Orang yang ekstrovert mempunyai bakat bergaul. Selain itu, orang yang

mempunyai bakat bergaul biasanya adalah orang yang menyukai keramaian

dan suka bertemu dengan banyak orang. Sebaliknya, orang yang tidak bisa

bergaul dengan orang lain adalah orang yang bertipe introvert. Orang yang

tidak bisa bergaul dengan orang lain biasanya kalau bertemu orang lain

merasa tegang dan membenci keramaian. Di samping itu, perlu diperhatikan

juga adanya beberapa sifat yang menghalangi pergaulan, seperti sikap

sombong, egois, cerewet, kecenderungan suka memaksa orang lain dan

sebagainya.

Suka dan duka dalam pergaulan tentu saja ada, bahkan boleh dikatakan

banyak. Contoh sukanya adalah sebagai berikut. Anda sedang sendirian di

rumah karena anggota keluarga yang lain sedang pergi. Sendiri adalah sesuatu

yang tidak menyenangkan. Tiba-tiba datang seorang teman dan akhirnya

Anda asyik ngobrol. Dengan bergaul Anda juga dapatmencari jalan untuk

memecahkan persoalan yang Anda hadapi bersama dengan teman.

Mengatasi kesulitan bersama-sama tentu lebih mudah daripada mengatasi

sendirian. Sukanya bergaul yang lain adalah saat Anda sakit. Teman-teman

Anda akan mengunjungi Anda dengan segera. Selain itu, ketika Anda dalam

keadaan sedih dan susah teman dapat menghibur dan memberikan nasihat-

nasihat.

Pergaulan mendatangkan banyak keuntungan. Misalnya, setelah Anda mulai

bergaul lebih dekat dengan teman-teman kuliah, Anda memeroleh keterangan

bahwa dahulu mereka menganggap bahwa Anda merupakan pribadi yang

sombong, lebih senang bermain dengan teman yang sama sekali tidak

setingkat dengan Anda. Keuntungan yang lain adalah bergaul dengan teman-

teman sangat menyenangkan sebab dengan bergaul Anda dapat

menghilangkan kekesalan yang ada dalam hati Anda. Anda dapat bergembira

bersama, bertukar pendapat dan dapat juga menambah pengetahuan tentang

hal-hal yang ada dalam masyarakat. Anda butuh teman juga untuk

menumpahkan seluruh isi hati Anda yang memang belum tentu teman Anda

dapat membantu, tetapi minimal Anda merasa seolah-olah bebas bila Anda

telah mencurahkan isi hati Anda.

Dalam pergaulan Anda tidak boleh terlalu acuh atau akrab sebab dalam

pergaulan ada duka. Misalnya, Anda telah akrab dengan seseorang. Apabila

terjadi perselisihan dengan orang tersebut, rahasia Anda bisa dibongkar

semua. Sikap tersebut tidaklah benar bagi persahabatan. Adapun duka

pergaulan yang lain yang bisa Anda alami ialah jika seseorang dari teman-

Page 217: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

229

teman Anda menjauhi Anda dengan alasan yang tidak jelas, mungkin iri

atau yang lain yang Anda sendiri tidak tahu pasti. Duka lain, misalnya, ada

teman yang mulai mengucapkan fitnah supaya nama Anda menjadi jelek dan

dijauhi oleh teman lain. Duka pergaulan yang lain lagi adalah terjadi salah

paham dalam pergaulan antara Anda dengan teman dan mengakibatkan

hubungan menjadi agak terganggu. Ada pula yang mau menghargai teman

yang bermobil saja, kaya raya, dan sebagainya, tetapi tidak mau

menghargai teman yang kurang mampu sehingga dalam pergaulan, Anda

dapat melihat adanya kelompok-kelompok dalam pergaulan. Yang kaya

dengan yang kaya, sedangkan yang miskin dengan yang miskin. Di dalam

bergaul, kita juga sering mendapat kesukaran karena tidak semua orang

mempunyai sifat yang sama, ada yang sombong, ada yang genit, ada yang

egois dan sebagainya.

Simaklah Amsal 20:19! Dalam Amsal 20:19 terdapat nasihat agar Anda jangan

bergaul dengan orang yang bocor mulut. Menurut Anda, mengapa Anda

dilarang bergaul dengan orang yang bocor mulut? Apa akibatnya jika Anda

bergaul dengan orang yang bocor mulut? Apa yang perlu Anda lakukan agar

tidak bergaul dengan orang yang bocor mulut? Apa maksud dan makna Amsal

20:19 yang menyatakan, “Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu

janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut.” Silakan Anda

mengomunikasikan kepada rekan-rekan di kelas tahap-tahap pergaulan yang

harus dilewati dalam kehidupan manusia!

Tulus Tu’u (1988, 33-36) membagi pergaulan muda-mudi ke dalam lima

tahap. Pertama, sifatnya terbatas pada persahabatan biasa. Dalam tahap ini,

hubungan seorang dengan yang lain masih bebas tanpa ikatan. Seseorang

dapat bergaul dengan siapa saja. Tahap pertama ini adalah persahabatan

biasa baik dengan teman-teman sejenis maupun teman-teman lawan jenis.

Pada tahap ini, tidak ada pikiran tentang pernikahan atau hubungan seksual

dengan sahabat- sahabat itu. Pergaulan tahap ini dapat terjadi di sekolah, di

gereja, di rumah teman-teman, dan di tempat-tempat yang lain. Tahap ini

penting sekali karena di dalamnya kita mengenal teman lawan jenis sebagai

manusia dan bukan sebagai objek seksual saja. Di dalam persahabatan ini, kita

bertukar pikiran, bekerja sama, dan mengalami saat-saat biasa dan istimewa

dengan orang-orang lawan jenis tanpa hubungan asmara.

Page 218: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

230

Sumber:http://www.google.com/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fm.hai

Kedua, persahabatan yang lebih istimewa. Adalah lumrah apabila ada dua jenis

manusia yang berbeda kelamin itu menjalin persahabatan yang lebih akrab

dan istimewa. Hubungan ini berdasarkan keinginan untuk lebih mengenal

seorang atau beberapa orang lawan jenis karena kita merasa tertarik kepada

mereka. Kita berusaha untuk mengenal mereka dengan lebih baik dengan

bercakap-cakap bersama di gereja, di kampus pada waktu santai. Pada tahap

ini pertemuan- pertemuan tidak selalu terjadi secara kebetulan saja, tetapi

berdasarkan usaha dan rencana untuk bertemu. Namun, pertemuan-

pertemuan ini tidak mengikat dua orang yang bertemu. Selalu ada kebebasan

untuk tidak bertemu lagi. Pertemuan- pertemuan semacam ini juga tidak

usah terbatas kepada satu orang lain saja. Seorang laki-laki bisa berusaha

untuk lebih mengenal beberapa orang wanita. Begitu juga seorang wanita

bisa berusaha untuk lebih mengenal beberapa orang laki-laki. Pada tahap

persahabatan yang lebih istimewa ini tidak ada kemesraan yang intim. Pada

tahap ini pertemuan diadakan dalam kelompok, bukan sebagai pasangan

yang terlepas dari kelompok. Misalnya, malam ini di pertemuan Pemuda

Gereja, Budi dapat bercakap-cakap dengan Tini dan Dewi. Besok di sekolah

ia bercakap-cakap dengan Yuli. Pada hari Sabtu, ia akan berenang dengan

rombongan pemuda. Ia mengetahui bahwa Tini juga akan mengikuti

rombongan itu, dan ia mempunyai harapan untuk berbicara dengan Tini,

walaupun ia juga akan bergaul dengan kawan-kawannya yang lain. Dengan

pertemuan-pertemuan seperti ini, ia dapat lebih mengenal beberapa orang

tanpa membentuk hubungan erat yang mengikat. Hubungan-hubungan pada

tahap ini masih dicurigai oleh banyak orang. Tahap ini sangat perlu

Page 219: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

231

dikembangkan oleh pemuda-pemudi yang memerlukan kesempatan untuk

mengenal baik lebih banyak orang dari lawan jenis. Dengan demikian, mereka

dapat memilih bakal jodoh mereka dengan lebih matang. Perkembangan

tahap ini dapat juga mencegah kecenderungan untuk terlalu lekas

membentuk hubungan yang terlalu intim dengan seorang dari lawan jenis.

Tidak jarang terjadi bahwa dua orang yang masih muda jatuh cinta. Dengan

cepat mereka menjadi mesra sekali. Hubungan ini menghilangkan

kesempatan mereka untuk mengenal orang-orang lain dari lawan jenis dengan

lebih baik. Hubungan ini juga dapat menimbulkan godaan untuk mengadakan

hubungan seksual yang belum patut.

Ketiga, pacaran. Pergaulan tahap ini sepasang pemuda pemudi melakukan

suatu persetujuan bahwa mereka akan mengadakan hubungan khusus dan

akan menghentikan semua hubungan khusus dan akrab yang lain dengan

orang-orang dari lawan jenisnya. Mereka masih ingin saling mengenal dengan

lebih baik, tetapi sekarang ada unsur yang baru. Mereka masih bebas untuk

memutuskan hubungan mereka, tetapi sekarang tindakan putus itu perlu

disertai pembicaraan bersamadan keterangan bersama yang lebih dalam

daripada yang diperlukan pada tahap- tahap sebelumnya. Karena tujuan pokok

tahap ini adalah lebih mengenal pacar, mereka perlu banyak berbicara

bersama dan banyak menjalankan aktivitas- aktivitas bersama. Tahap ini perlu

makan waktu yang cukup lama sehingga mereka dapat mengetahui apakah

mereka benar-benar tepat untuk meneruskan hubungan mereka ke tahap

yang lebih dalam. Tahap pacaran ini tidak selamanya diakhiri dengan

perkawinan. Mungkin juga terjadi perpisahan apabila ternyata ada

ketidakcocokan yang hakiki. Oleh sebab itu, prinsip yang berlaku dalam

pacaran adalah tidak melangkah jauh kepada kemesraan yang membuat tidak

dapat mengendalikan diri, harus menjaga kesucian diri masing-masing dan

dapat menahan diri tidak terbuai oleh cinta berahi. Karena hubungan pacaran

jelas masih dapat putus!

Keempat, bertunangan. Berbeda dengan semua tahap sebelumnya,

pertunangan biasanya berdasar atas perjanjian resmi yang diumumkan

kepada orang-orang lain. Perjanjian ini berbunyi bahwa sepasang pemuda

pemudi akan menuju pernikahan. Tahap ini merupakan masa ujian. Mereka

memperdalam hubungan mereka dengan menguji apakah mereka tepat

menikah atau cocok membangun suatu rumah tangga. Ada persetujuan bahwa

mereka akan menikah kecuali kalau ternyata suatu alasan kuat untuk tidak

menikah. Pertunangan dapat dibatalkan, tetapi pembatalan harus disertai

Page 220: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

232

dengan alasan-alasan yang penting yang penuh tanggung jawab. Biasanya

pertunangan akan berakhir dalam pernikahan. Bila ternyata bahwa mereka

sebaiknya tidak menikah, mereka sebaiknya berpisah sebelum pernikahan

mereka terjadi.

Kelima, pernikahan. Pada tahap ini, ada dua unsur baru. Pertama, hubungan

antara dua orang itu sekarang tidak boleh diceraikan. Menurut ajaran Kristen

mereka yang telah menikah tidak boleh dipisahkan kecuali oleh kematian.

Kedua, mereka mulai hidup bersama dan bersenggama. Unsur kedua

berhubungan erat dengan unsur pertama, karena senggama hanya tepat

kalau dilindungi oleh hubungan yang tidak dapat dihentikan. Dengan demikian,

senggama memperkuat hubungan itu. Sebaiknya, pernikahan di catatan sipil

diadakan pada waktu yang sama atau hampir sama dengan pemberkatan

pernikahan oleh gereja. Bila pemberkatan dua orang ditunda sesudah

pernikahan di catatan sipil, timbul kebingungan tentang status hubungan

mereka dalam mata orang banyak dan mungkin juga dalam pikiran mereka

sendiri.

Pada setiap tahap dalam proses ini ada derajat kesetiaan dan kemesraan yang

patut. Pada tahap-tahap pertama, hubungan tidak begitu mesra dan dapat

dibatalkan dengan aga mudah. Pada tahap-tahap terakhir hubungan menjadi

makin mesra dan makin sukar untuk dibatalkan. Dua orang perlu berusaha

supaya kemesraan dan keintiman mereka berjalan sejajar dengan kesetiaan

mereka. Kalau derajat kemesraan menjadi lebih tinggi daripada derajat

kesetiaan, banyak masalah bisa muncul. Pemuda-pemudi Kristen sering

bertanya, “Perilaku macam apa yang patut antara pemuda dan pemudi

sebelum mereka menikah? Kami tahu bahwa persetubuhan tidak baik.

Bagaimana dengan berciuman, berpeluk-pelukan dan meraba-raba?” Praktik

berciuman, berpeluk-pelukan dan meraba-raba dianggap oleh kaum muda

sebagai suatu tindakan “yang biasa,” yang “tidak perlu diganggu gugat lagi,”

yang “tidak usah dijadikan bahan cerita lagi.” Menurut Anda, benarkah

demikian?

Pertanyaan ini penting tetapi, sayang, tidak bisa dijawab dengan mudah.

Soalnya, arti perbuatan-perbuatan seperti mencium dan memeluk tidak sama

untuk semua orang. Misalnya bagi Tono mencium sekali waktu mengucapkan

“Selamat malam,” cuma sebagai tanda terima kasih, dan ia sama sekali tidak

merasa terangsang. Bagi Matius mencium dalam situasi yang sama adalah

tanda kemesraan yang sangat dalam yang sangat merangsang nafsu berahi.

Dalam masalah ini, seperti banyak masalah yan lain, Alkitab tidak memberikan

Page 221: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

233

petunjuk-petunjuk yang menerangkan secara spesifik bagaimana kita

seharusnya berbuat. Namun ada hal-hal yang perlu kita pertimbangkan.

Misalnya, Matius 5:28 bisa dijadikan salah satu pertimbangan kita.

Ada pemuda-pemudi yang mencium, memeluk dan meraba-raba hanya

untuk mengalami sensasi tubuh. Kita perlu bertanya, “Kalau tubuhku adalah

bait Roh Kudus (1 Kor. 6:19), apakah aku patut menggunakan tubuhku dan

tubuh orang lain hanya untuk iseng-iseng?” Kemesraan seksual adalah

hubungan antara dua orang manusia. Kemesraan seksual seharusnya

menjadi tanda bahwa satu orang ingin memberikan dirinya kepada yang lain.

Kalau perbuatan-perbuatan seksual dipakai hanya untuk mencari sensasi

saja, makna hubungan antara pria dan wanita dikorbankan demi kepuasan

sementara dan dangkal.

Masalah menjadi lebih kompleks kalau dua orang sungguh-sungguh saling

mencintai. Wajarlah kalau kita ingin menyentuh orang yang kita cintai. Wajarlah

kalau kita ingin mengutarakan cinta kasih kita secara jasmani. Bila kita

sungguh- sungguh mencintai orang lain, kita menginginkan yang terbaik

baginya. Seorang wanita yang sungguh-sungguh mencintai seorang pria

tidak mau menciptakan situasi yang membuat pria itu sukar untuk membatasi

dirinya. Bila seorang pria sungguh-sungguh mengasihi seorang wanita, ia tidak

mau membawanya kepada perbuatan-perbuatan yang membuat dia merasa

malu pada esok harinya. Ada tiga pertanyaan kepada diri sendiri yang dapat

menolong kita memutuskan apakah suatu perbuatan baik atau buruk

dalam hubungan kita dengan orang yang lain jenis kelaminnya. Pertama,

apakah saya berbuat demikian hanya untuk memuaskan nafsu seks saya

atau apakah perbuatan itu menyatakan hormat dan kasih saya kepada partner

saya? Kedua, dengan perbuatan demikian, apakah hubungan kita menjadi lebih

mulia atau apakah perbuatan itu merosotkan penghargaan partner saya

terhadap saya? Ketiga, sesudah perbuatan itu, apakah kita berdua akan

merasa puas dan dapat menguasai diri atau apakah perbuatan itu dapat

merangsang nafsu yang sukar untuk dikuasai dan menyebabkan perbuatan-

perbuatan yang akan kita sesali?

Pria dan wanita yang bergaul bersama perlu bersikap jujur. Misalnya, kalau kita

mempunyai banyak teman yang lain jenis kelaminnya di tahap kedua, kita

jangan berkata kepada salah satu orang, “Engkau yang satu-satunya bagiku.”

Kejujuran menjadikan hubungan kita lebih wajar dan memungkinkan dua

orang menentukan hubungan mereka tanpa kekecewaan yang berlebihan.

Page 222: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

234

Ada empat ciri persahabatan yang baik. Pertama, persahabatan yang baik tidak

mementingkan diri sendiri. Kedua, persahabatan sejati bersifat teguh. Jika

Anda ingin sungguh-sungguh mengetahui berapa banyak sahabat yang Anda

miliki dan siapa mereka, buatlah kesalahan dan lihatlah apa yang terjadi.

Setelah Anda mengalami kesulitan, coba lihat berapa banyak sahabat Anda

yang masih setia kepada Anda. Persahabatan sejati itu teguh. Ketiga,

persahabatan sejati bersedia berkorban. Kalau Anda ingin menjadi sahabat,

Anda harus hidup dengan bersedia berkorban bagi orang yang menerima

persahabatan Anda. Keempat, persahabatan sejati bersifat menyucikan.

Ada enam prinsip pergaulan yang sesuai dengan kebenaran Alkitab. Pertama,

kemuliaan bagi Allah. Kedua, demi kebaikan manusia. Ketiga, kebaikan bagi diri

sendiri. Keempat, saling mempercayai. Kelima, saling menghargai. Keenam,

saling mengasihi. Kasih yang benar adalah kasih yang berasal dari Kristus.

Kasih yang seperti itu terlihat dari sifat tenggang rasa, tidak suka perhitungan

dengan teman, tahan diri untuk tidak selalu membicarakan diri sendiri, rela

berkorban dan suka mengalah untuk menang. Kasih yang seperti itu

mendasari pergaulan yang menjadi sahabat lebih baik daripada saudara.

Karena orang yang seperti itu rela menerima sahabatnya sebagaimana dia

adanya. Dalam keadaan bagaimanapun, pada saat kapanpun dan di mana pun

tempatnya, dia tetap menjadi “sahabat yang baik.”

Suka dan duka dalam pergaulan tentu saja ada, bahkan boleh dikatakan

banyak. Pergaulan mendatangkan banyak keuntungan. Misalnya, setelah Anda

mulai bergaul lebih dekat dengan teman-teman sekelas Anda memeroleh

keterangan bahwa dahulu mereka menganggap bahwa Anda merupakan

pribadi yang sombong, lebih senang bermain dengan teman yang sama sekali

tidak setingkat dengan Anda. Dalam pergaulan, Anda tidak boleh terlalu

acuh atau akrab sebab dalam pergaulan ada duka. Misalnya Anda telah akrab

dengan seseorang dan apabila terjadi perselisihan, bisa dibongkar semua

rahasia padahal sikap tersebut tidaklah benar bagi persahabatan.

Ada lima tahap dalam pergaulan muda-mudi. Pertama, sifatnya terbatas pada

persahabatan biasa. Kedua, persahabatan yang lebih istimewa. Ketiga,

pacaran. Keempat, bertunangan. Kelima, pernikahan.

Page 223: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

235

Amatilah pergaulan muda-mudi yang terjadi di daerah sekitar Anda tinggal.

Setelah itu buatlah makalah dan presentasikan kepada dosen dan rekan-rekan

Anda di kelas!

Page 224: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

236

DAFTAR ACUAN

Ariarajah, Wesley. 1989. Alkitab dan Orang-orang yang Berkepercayaan

Lain. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Barbour, Ian. 1993.Ethics in an Age ofTechnology. San Francisco: Harper.

Barbour, Ian. 1997.Religion and Science: Historical and Contemporary

Issues.San Francisco: Harper.

Barbour, Ian. 2000. When Science Meets Religion. San Francisco: Harper.

Baum, Gregory. 1975. Religion and Alienation: A Theological Reading of

Sociology. New York: Paulist Press.

Bertens, K. 2004. Sketsa-Sketsa Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Boland B.J. dan Niftrik. 1980. Dogmatika Masa Kini. Jakarta: BPK

GunungMulia. Brouwer, M.A.W. 1981. Pergaulan. Jakarta:

Gramedia.

Brownlee, Malcolm. 1986. Hai Pemuda, Pilihlah! Jakarta: BPK Gunung

Mulia.

Brownlee, Malcolm. 1993. Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan.

Jakarta: BPK GunungMulia.

Chandra, Robby I. 2006. Pendidikan Menuju Manusia Mandiri.

Bandung: Generasi Infomedia.

Cogley, John. 1968. Religion in a Secular Age: The Search for Final

Meaning. New York: Frederik A Praeger Publishers.

Darmaputera, Eka. 1987.Etika Sederhana Untuk Semua. Jakarta: BPK

Gunung Mulia.

Darmaputera, Eka. 1996. “Ekonomi dan Ekologi” dalam Banawiratma, J.B.

(eds.). 1996.Iman, Ekonomi, danEkologi. Yogyakarta: Kanisius

(hal.120-133.)

Page 225: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

237

Darmaputera, Eka. 2011. “Bentuk dan Dimensi Kerukunan Hidup

Antarumat Beragama di Indonesia” dalam Weinata Sairin (ed.).

2011. Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan

Berbangsa: Butir- butir Pemikiran. Jkarta: BPK Gunung Mulia.103-

106

Drummond, Celia Deane. 2001. Teologi & Ekologi. Jakarta: BPK Gunung

Mulia. Fances, Eddy. 1993. Bertumbuh Menuju Kesempurnaan.

Yogyakarta: Yayasan ANDI.

Fletcher, Verne H. 2007.Lihatlah Sang Manusia: Suatu Pendekatan pada Etika

Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Gill, David W. 2000. Becoming Good: Building Moral

Character.DownerGrove: InterVarsity Press.

Groome, Thomas H. 1980. Christian Religious Education: Sharing Our Story and

Vision.SanFrancisco: Harper.

Gunarsa, Singgih D., dan Yulia Singgih D. Gunarsa. 1997. Psikologi untuk

Muda- Mudi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hauwerwas, Stanley. 1981. A Community of Character: Toward a Constructive

Christian Social Ethics. Notre Dame: University of Notre Dame Press.

Ismail, Andar. 1995. Selamat Panjang Umur: 33 Renungan tentang Hidup.

Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ismail, Andar. 2002. Selamat Sejahtera: 33 Renungan tentang Kedamaian.

Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ismail, Andar. 2007. Selamat Berteman: 33 Renungan tentang Hubungan.

Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Ismail, Andar. 2012. Selamat Berjuang: 33 Renungan tentang Perjuangan

Hidup.Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Kesler, Jay. 1994. “Keterbukaan: Kunci Menuju Persahabatan” dalam Kesler,

Jay (ed.) 1994. Pola Hidup Kristen. Malang: Gandum Mas (hal.975-

977).

Page 226: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

238

Lickona, Thomas. 2004. Pendidikan Karakter.Yogyakarta: Kreasi Wacana.

McDonald, H.D. 1981.The Christian View of Man. Westchester: Crossway Book.

McGrath, Alister E. 1994.Christian Theology: An Introduction. Oxford: Blacwell

Publisher.

Ngelow, Zakaria J. 1993. “Dari Kerukunan Sampai Kritik Profetis: Fungsi

SosialAgama-agama di Indonesia Dewasa ini” dalam Sumartana

Th. (eds.). 1993. Terbit Sepucuk Taruk: Teologi Kehidupan 60

Tahun Dr. Liem Khiem Yang. Jakarta: P3M STTJ Balitbang PGI

(hal.70-84).

Niebuhr, Reinhold. 1964.The Nature and Destiny of Man. New York: Charles

Scribner’s Son.

Osborne, Cecil G. 1996. Seni Bergaul. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Pelikan, Jaroslav. 1990. The World Treasure of Modern Religious Thought.

Boston: Litle Brown and Company.

Polkinghorne, John. Belief in God in the Age of Science. New Haven: Yale

University Press.

Robun, Keely dkk. 1982. An Introduction to the Christian Faith. Oxford: Lynx.

Ryan, Kevin dan Bohlin, Karen E. 1999.Building Character in

Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San

Francisco: Jossey- Bass.

Sairin, Weinata. 1996. Iman Kristen dan Pergumulan Kekinian. Jakarta: BPK

Gunung Mulia.

Selan, Ruth F. 1991. Membina Kepribadian yang Menarik. Jakarta: Yayasan

Pekabaran Injil “Immanuel.”

Singgih, E. G. 1999. “Hidup Kristiani dalam Masyarakat Keagamaan

yangBersifatMajemuk” dalam Tim Balitbang PGI (eds.). 1996.Meretas

Jalan Teologi Agama-agama di Indonesia: Theologia Religionum.

Jakarta: BPK Gunung Mulia (hal.100-121).

Page 227: Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan agama kristen perguruan tinggi mahasiswa

239

Singgih, E.G. 1993. “Dasar Teologis dari Pemahaman mengenai Keutuhan

Ciptaan” dalam Sumartana, Th. (eds.). 1993. Terbit Sepucuk Taruk:

Teologi Kehidupan 60 Tahun Dr. Liem Khiem Yang. Jakarta: P3M

STTJ Balitbang PGI (hal. 241-258).

Sitompul, Einar M. 2006. Gereja Menyikapi Perubahan. Jakarta: BPK Gunung

Mulia.

Smith, Huston. 2008.Agama-agama Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.

Sproul, R.C. 1995.Sifat Allah: Mencari dan Menemukan Allah. Jakarta: BPK

Gunung Mulia.

Sreight, David. Ed. 2008.Parenting for Character: Five Experts, Five Practices.

Portland: CSEE.

Stott, John. 2005. Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani.

Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

Sumartana, Th. 1994. “Ekonomi, Ekologi dan Etika” dalam Banawiratma,

Y.B. (eds.) Merawat & BerbagiKehidupan. Yogyakarta: Kanisius

(hal.109-123).

Supardan, ed. 1991.Ilmu, Teknologi dan Etika. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Suseno, Franz Magnis. 2004. Menjadi Saksi Kristus di Tengah Masyarakat

Majemuk. Jakarta: Obor.

Tu’u, Tulus. 1988. Etika dan Pendidikan Seksual. Bandung: Kalam Hidup.

Wagner, Michael F. An Historical Introduction to Moral Philosophy. New

Jersey: Prentice Hill.

Wilardjo, Liek. 2004. “Ilmu dan Agama di Perguruan Tinggi: Dipadukan atau

Diperbincangkan?” dalam Jurnal Waskita, Vol 1. No.1.

Yewangoe, A.A. 2002. Iman, Agama dan Masyarakat dalam Negara Pancasila.

Jakarta: BPK Gunung Mulia.