35
HERPES ZOSTER I. PENDAHULUAN Infeksi virus Herpes simplex merupakan penyakit menular seksual yang paling sering terjadi di dunia. Virus Herpes Simplex Tipe 2 ( HSV-2) adalah penyebab herpes genital dan hamper kesemuanya menular secara seksual.Virus Herpes Simples Tipe 1 (HSV-1) menular from childhood dan tidak menular secara seksual. However, Virus Herpes Simples Tipe 1 (HSV-1) telah menjadi agen penyebab utama herpes genital di negara-negara maju. Journal Manifestasi utama virus herpes ini adalah infeksi mukocutaneus dengan HSV Tipe 1 sering terkait dengan penyakit orofacial manakala HSV-2 sering terkait dengan infeksi perigenital.fitz Di Amerika Serikat agen penyebab utama herpes genital adalah virus Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) 1 | Page

Herpes Simplex

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ffff

Citation preview

Page 1: Herpes Simplex

HERPES ZOSTER

I. PENDAHULUAN

Infeksi virus Herpes simplex merupakan penyakit menular seksual yang

paling sering terjadi di dunia. Virus Herpes Simplex Tipe 2 ( HSV-2) adalah

penyebab herpes genital dan hamper kesemuanya menular secara

seksual.Virus Herpes Simples Tipe 1 (HSV-1) menular from childhood dan

tidak menular secara seksual. However, Virus Herpes Simples Tipe 1 (HSV-1)

telah menjadi agen penyebab utama herpes genital di negara-negara maju.

Journal

Manifestasi utama virus herpes ini adalah infeksi mukocutaneus dengan

HSV Tipe 1 sering terkait dengan penyakit orofacial manakala HSV-2 sering

terkait dengan infeksi perigenital.fitz

Di Amerika Serikat agen penyebab utama herpes genital adalah virus

Herpes Simplex Tipe 1 (HSV-1) dan semakin menular di kalangan mahasiswa

universitas. herpevarisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi

ini merupakan

reaktivasi virus yang terjadi sebagai reaktivasi virus varisela zoster

yang masuk melalui saraf kutan selama episode awal cacar air, kemudian

menetap di ganglion spinalis posterior. Herpes zoster umumnya terjadi pada

1 | P a g e

Page 2: Herpes Simplex

orang dewasa, terutama orang tua dan individu yang mengalami imunitas

tubuh yang kurang. Adapun faktor penting yang mempengaruhi penyakit ini

adalah Umur,obat imunosupresif, limfoma, kelelahan, gangguan emosional,

danterapi radiasi yang berdasarkan hasil penelitian terbukti juga dapat terlibat

dalam pengaktifan kembali virus herpes, yang kemudian perjalanan kembali

kesaraf sensorik dan menginfeksi. (1,5)

Varisella-zoster virus (VZV) saat pertama kali menyerang kulit dan

mukosa manusia sebagai suatu infeksi akut primer akan memberikan

gambaran berupa ruam vesikuler yang simetris bilateral pada sebagian besar

bagian tubuh terutama dibagian sentral tubuh, disertai rasa gatal, dengan

penyembuhan yang cepat, dan sebagian besar terkena pada anak-anak. Setelah

virus ini menyerang manusia sebagai virus penyebab cacar air kemudian virus

mengalami reaktivasi dan menyebabkan penyakit herpes zoster dengan

gambaran berupa ruam vesikuler yang berbatas pada satu dermatom disertai

dengan keluhan nyeri.Pemberian antivirus secara dini sangat penting, karena

mampu meminimalisir resiko komplikasi berat akibat penyakit herpes zoster. (1,5)

II. EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster merupakan reaktifasi varisela laten dan berkembang

sekitar 20% pada orang dewasa dan 50% pada orang yang mengalami

penurunan system imun, namun banyak laporan kasus yang menunjukkan

bahwa herpes zoster juga dapat terjadi pada remaja bahkan pada anak-ana. .(1)

Pada anak-anak denganherpes zoster yang tidak memiliki riwayat cacar

air, kemungkinan mereka telah memperoleh penyakit cacar air sebelumnya

2 | P a g e

Page 3: Herpes Simplex

melalui transplasenta. Pada individu dengan imunitas menurun,herpes zoster

mungkin cukup parah dan dapat memiliki gambaran klinis yang tidak

biasa,misalnya persisten, crusted, lesi verukosa pada pasien AIDS, atau

hiperhidrosis pasca herpetik. Penyakit kulit diseminata(didefinisikan sebagai

lebih dari 20 vesikel diluar area dermatom primer atau berdekatan) dan atau

keterlibatan viseral terjadi pada sekitar 10% dari orang yang memiliki

imunitas menurun.(2,5)

III. ETIOLOGI

VZV adalah anggota keluarga virus herpes. 23 spesies lainnya patogen

bagi manusia termasuk HSV-l dan HSV-2, sitomegalovirus, Epstein-Barr,

human herpes virus-6 (HHV-6) dan HHV-7, yang menyebabkan roseola, dan

sarkoma Kaposi yang terkait virus herpes yang disebut HHV-8.Virus varisella

zoster ini mengandung kapsid yang berbentuk isokahedral dikelilingi dengan

amplop lipid yang menutupi genom virus, dimana genom ini mengandung

molekul linear dari double-stranded DNA.Diameternya 150-200 nm dan

memiliki berat molekul sekitar 80 million. Meskipun virus ini memiliki

kesamaan structural dan fungsional dengan virus herpes simpleks, namun

keduanya memiliki perbedaan dalam representasi, ekspresi, dan pengaturan

gen, sehingga keduanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan gen.(1,10)

Varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama, yang

disebut sebagai Virus varicella-zoster .Varisela merupakan infeksi

primerdengan tahap viremik setelah virus menetap di dalam sel saraf ganglion

sensoris yang menular pada paparan awal dan biasanya terjadi pada anak-

anak. Sedangkan virus herpes zoster adalah reaktivasi dari sisa virus laten.

3 | P a g e

Page 4: Herpes Simplex

Virus ini memasuki host melalui sistem pernapasan (nasofaring) infiltrat pada

sistem retikuloendotelial dan akhirnya masuk kedalam aliran darah. Bukti

viremia bermanifestasi sebagai lesi pada tubuh yang menyebar.(1)

IV. PATOGENESIS

Patogenesis herpes zoster pada umumnya belum diketahui. Pada

awalnya virus mencapai ganglion diduga dengan cara hematogenik, transport

neural retrograde atau keduanya, menjadi laten pada sel ganglion. Virus ini

berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi ganglion kranialis. Kadang-

kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranial

sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.(7,8)

Selama infeksi varisela primer, virus di dalam darah akan bereplikasi

dalam kelenjar getah bening regional selama 2-4 hari. Viremia sekunder

berkembang setelah siklus kedua replikasi virus dihati, limpa, dan organ lain.

Perjalanan virus ke epidermis yang menginvasi sel-sel endotel kapiler sekitar

14-16 hari. Setelah paparan VZV kemudian perjalanan dari lesi kulit dan

mukosa untuk menyerang akar ganglion dorsalis dimana virus tersebut masih

dapat teraktivasi dikemudian hari.(7,8)

Pada keadaan reaktivasi, gen translasi dan trsnkripsi mampu mencapai

DNA virus di nucleus sel dan mengaktifkan replikasi virus serta memproduksi

virus yang infeksius.Virus tersebut kemudian keluar dari ganglion dan

menginfeksi sel epitel disekitarnya dan membentuk lesi herpes

zoster.Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan

daerah persarafan ganglion tersebut.Herpes zoster menstimulasi system imun

yang mampu mencegah reaktifasi pada ganglion lainnya serta reaktivasi klinis

4 | P a g e

Page 5: Herpes Simplex

berikutnya. Oleh karena itu herpes zoster umumnya hanya menyerang satu

atau sejumlah kecil ganglion serta hanya sekali muncul seumur hidup.(8,10)

Penyebab reaktivasi tidak diketahui secara pasti tetapi insideni herpes

zoster berhubungan erat dengan menurunnya imunitas terhadap VZV. Herpes

zoster juga dapat terjadi secara spontan atau dapat diinduksi oleh stress,

demam, terapi radiasi, kerusakan jaringan (misalnya trauma). Selama herpes

zoster virus terus berepikasi pada akar ganglion dorsalis yang terkena akan

menyebabkan nyeri ganglionistis. Peradangan dan nekrosis saraf dapat

mengakibatkan neuralgia berat yang dapat menyebabkan virus menyebar ke

saraf sensoris.(2)

Infeksi virus VZV memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam

mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes

zoster.Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada

pasien HIV dengan jumlah CD4 yang menurun, dibandingkan dengan orang

normal.Latensi adalah tanda utama virus varisela zoster yang tidak diragukan

lagi peranannya dalam patogenisitas. Sifat latensi ini menandakan virus dapat

bertahan seumur hidup di host dan pada suatu saat akan masuk dalam fase

reaktivasi yang mampu menjadi media transmisi penularan kepada seorang

yang rentan.(1,8)

V. GEJALA KLINIS

Penyakit ini dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase pre-eruptif, fase

eruptif akut dan fase kronis (neuralgia post herpetik).(2,5)

i. Fase pre-eruptif atau preherpetik neuralgia

5 | P a g e

Page 6: Herpes Simplex

Gejala prodomal yang timbul ialah rasa terbakar, gatal dan nyeri yang

terlokalisir mengikut dermatom atau belum timbul erupsi difus setelah 4-5

hari berikutnya. Tanda-tanda prediktif pada herpes zoster ialah adanya

hiperesthesi pada daerah kutaneus pre erupsi yang lunak sejajar dengan

dermatom.Disertai juga gejala demam, nyeri kepala dan malaise yang terjadi

beberapa hari sebelum gejala lesi timbul, limfadenopati regional juga bisa

terjadi pada pasien. Nyeri segmental dan gejala lain secara bertahap mereda

apabila erupsi mulai muncul .Gejala prodromal mungkin tidak didapatkan

pada anak-anak. (5)

ii. Fase eruptif

Erupsi pada kulit diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus

kemudian makulopapular muncul secara dermatomal.Lesikulit yang sering

dijumpai adalah vesikel herpetiformis berkelompok dengan distribusi

segmental unilateral.Kemudian, vesikel-vesikel ini terumblikasi dan rupture

sebelum menjadi krusta yang terjadi dalam waktu 2 hingga 3 minggu. Dalam

12-24 jam tampak lesi jernih, biasanya timbul di tengah plake ritematosa,

dalam masa 2-4 hari vesikel bersatu, setelah 72 jam akan terbentuk pustul.

Vesikel baru akan tumbuh terus dan berlangsung selama 1-7 hari. Biasanya

pada penderita lansia dan memiliki daya imunitas lemah, masa perbaikan lebih

lama dan erupsinya lebih luas, vesikel hemoragik, ada nekrosis kulit, infeksi

sekunder bakteri atau skar yang biasa berubah menjadi keloid dan hipertrofik. (1,5)

Erupsi pada kulit boleh terjadi pada satu atau dua dermatom yang

berdekatan.Kadang-kadang, beberapa vesikel muncul di garis tengah dan

6 | P a g e

Page 7: Herpes Simplex

erupsi pada dermatom jarang terjadi simestris bilateral atau asimetris.

Sebanyak 50% penderita dengan uncomplicated zosterterjadi viremia dengan

gambaran 20 hingga 30 vesikel tersebar dipermukaan kulit dan diluar

dermatom.(4,7)

Bagian sering terkena adalah dada (55%), kranial (20% dengan

keterlibatan N.Trigeminal), lumbal (15%) dan sakral (5%). Erupsi yang

sedikit dapat mencapai keseluruhan dermatom.(4,7)

Pada kondisi parah, rasa nyeri dapat didiagnosis salah yaitu sebagai

infark miokard, pleuritis. Kadang rasa nyeri tidak diikuti oleh erupsi kulit

herpes zoster dan manifestasi klinis ini dikenal sebagai “zoster sine

herpete”(yaitu zoster tanpa ruam). Dalam beberapa kasus, wajah, leher, kulit

kepala atau ekstremitas mungkin terlibat.(2)

Gambar 1.papuleritematosa(2) Gambar 2 .Vesikel(1)

7 | P a g e

Page 8: Herpes Simplex

Gambar 3. Jaringan Nekrotik (1)

iii. Fase kronis atau fase neuralgia post herpetik

Fase ini ditandai dengan adanya nyeri menetap setelah semua lesi

menjadi krusta atau setelah infeksi akut atau sering rekurens yang berlangsung

selama sebulan.Keterlibatan N.Trigeminal sering terjadi pada penderita

berumur diatas 40 tahun.Nyerinya dapat di bagi menjadi 2 tipe yaitu rasa

terbakar terus menerus dengan hyperaesthesia dan tipe shooting

spasmodic.Allodinia adalah nyeri akibat dari stimuli yang tidak berbahaya dan

disebabkan oleh simptom stress.(3)

Variasi dari sindroma zoster tergantung dorsal root yang terkena, dan

intensitasnya tergantung reaksi inflamasi yang terjadi pada motor root dan

anterior horn cells. Nyeri abdominal, pleura atau gangguan elektrokardiografi

yang disebabkan keterlibatan viseral. Beberapa sindrom yang disebabkan oleh

Herpes Zoster, yaitu:

a. Keterlibatan motorik

Onset terjadinya pada 5% kasus dengan penderita yang tua dan

melibatkan nervus spinalis.Erupsi dan nyeri diikuti dengan penurunan

motorik. Biasanya mengikuti dermatom yang disebabkan oleh virus dan bias

8 | P a g e

Page 9: Herpes Simplex

juga terjadi pada segmen dermatom yang berbeda. Herpes zoster pada

anogenital bisa menyebabkan adanya gangguan defekasi dan urinasi.(3)

b. Herpes zoster trigeminal

Pada kasus herpes zoster trigeminal yang biasa terjadi adalah sebanyak

dua pertiga kasus terjadi pada bagian mata, jika ada vesikel pada hidung akan

melibatkan N.nasosiliar (hutchinson’s sign). Komplikasi yang terjadi pada

okularadalah uveitis, keratitis, konjunctivitis, edema konjunctiva (chemosis),

palsy ototokular, proptosis, skleritis, oklusi vaskular pada retina dan ulkus,

skar dan bias terjadi nekrosis pada kelopak mata. Keterlibatan ganglia siliaris

dapat menyebabkanArgyll-Robertson pupil.Jika terjadi pada bagian maksilaris

terdapa vesikel pada uvula dan tonsil.Vesikel pada lidah, basal mulut dan

mukosa buccal menunjukkan adanya keterlibatan divisi mandibularis.Pada

Zoster orofasial, sakit gigi adalah petandanya.(3)

Gambar 4. Herpes Zoster oftalmikus (5,9)

c. Herpes zoster otikus

N. fasialis merupakan saraf yang utama berjalan dengan fiber-

fibersensoris vestigial pada telinga bagian eksternal (pinna dan meatus) dan

9 | P a g e

Page 10: Herpes Simplex

fossa tonsilaris. Biasa menyebabkan rasa nyeri dan vesikel biasanya terdapat

pada daerah meatus auditorius eksterna saja, jarang melibatkan bagian lebih

yang dalam. Adapun faktor tertekannya N.fasialis merupakan salah satu factor

terjadinya facial palsy disertai dengan nyeri pada telinga dan yang berkaitan

dengan sindroma Ramsay-Hunt. Tertekannnya N.vestibulokoklearis

menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural, vertigo dan keterlibatan

N.intermedius mengakibatkan gangguan pengecapan padadua pertiga lidah

dan mengubah system lakrimasi.(3)

Gambar 5.Bell’s Palsy.(4)

d. Sindroma Ramsay-Hunt

Sindrom ini adalah akibat dari gangguan N.fasialis dan otikus, sehingga

memberikan gejala paralisis otot muka (bell’s palsy), kelainan kulit sesuai

dengan perjalanan saraf, tinnitus, vertigo, gangguan p endengaran, nistagmus

dan nausea,juga gangguan pengecapan.(3,14)

e. Reaktivasi VZV pada penderita dengan system imun yang rendah

(immunocompromised).

Herpes zoster pada penderita immunokompromais dapat mengakibatkan

keterlibatan organ dalam.Organ yang biasa terkena adalah paru, lambung, hati,

10 | P a g e

Page 11: Herpes Simplex

otak dan terjadi Disseminated Intravascular Coagulopathy.Lesi kulit yang

atipik, hiperkeratotik, verukosa,dan ektima sering dijmpai pada pasien AIDS.(5)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Herpes zoster dapat didiagnosa secara klinis berdasarkan lesi kulit yang

terlibat pada kebanyakan kasus.Namun, pada keadaan khusus memerlukan

pemeriksaan laboratorium seperti:

a. Tes Smear Tzank

Hapusan lesi ditempatkan pada slide kaca dan diwarnai dengan Giemsa.

Jika hapusan positif akan menunjukan sel keratinosit yang berinti balon dan

selmultinuklear raksasa. Tes ini cepat dan murah.(2,3,4)

Gambar 6. Tzank Smear.(5)

b. Biopsi

Biopsi dari lesi herpes zoster menunjukkan gambaran patonogmonik,

tetapi biasanya dilakukan hanya untuk mengetahui gambaran histopatologi

11 | P a g e

Page 12: Herpes Simplex

lesi atipikal. Biopsi tidak dapat membedakan HZV dan HSV-1 atau HSV-2

juga terhadap lesi secara diagnosis klinis.(9)

Secara histopatologis terlihat peradangan nekrosis ganglion, kadangkala

terlihat perdarahan ganglia, Pada masa vesikulasi dapat ditemukan virus di

vesikel epidermis dan vaskulitis di lapisan dermis. Lima tanda spesifik secara

histopatologis yaitu vesikel di intraepidermal, degenarasi balon, degenerasi

retikuler, sel raksasa berinti banyak dan badan inklusi eosinofil intranukleus

yang sering disebut Lipschutz bodies.(9)

Gambar 7. Gambaran Biopsi. (5)

c. Polymerase Chain Reaction

Tes PCR dilakukan dari spesimen yang menunjukkan sensitivitas 97%

dimana tes ini lebih baik daripada kultur. PCR memberikan hasil yang cepat

dan dapat membedakan HZV dan HSV-1 dan HSV-2. Dengan PCR, HCZ dan

HSV dapat dibedakan dalam waktu 6 jam.(9)

d. Kultur virus

Kultur virus dapat dilakukan dengan biakan dari cairan vesikel, darah,

cairan serebrospinalis, jaringan yang terinfeksi atau melalui identifikasi

12 | P a g e

Page 13: Herpes Simplex

langsung antigen VZV atau asam nukleat pada spesimen.Pengambilan virus

yang infeksius dapat juga merupakan cara yang dipakai untuk analisa

berikutnya misalnya uji sensitivitas obat antivirus. Kultur harus dilakukan

pada saat lesi berupa vesikel agar didapatkan sel hidup dan virus akan segera

rusak jika lesi telah menjadi pustular. Pada keadaan imun rendah, VZV dapat

bertahan sampai seminggu. Meskipun kultur sangat spesifik tetapi masih

memiliki sensitivitas yang rendah dan pada gejala klinis yang khas kultur

dapat dilakukan dan biasanya Tes Tzank sudah boleh mengkonfirmasi Herpes

zoster.(8,9)

e. Tes serologik

Tes ini digunakan untuk mendiagnosa riwayat varisela dan herpes

zoster dan untuk membandingkan stadium akut dan konvalesen.Tes ini juga

dapat mengidentifikasi dan mengisolasi individu yang diduga mengalami

herpes zoster sehingga dapat digunakan sebagai pencegahan.Teknik yang

paling sering digunakan adalah solid-phase enzyme-linked immunoabsorbent

assay.Kekurangan dari tes ini adalah tidak memiliki sensitivitas dan spesifitas

terhadap orang yang memiliki antibodi herpes zoster dan menunujukkan hasil

positif palsu pada orang tersebut.(1)

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis Herpes Zoster dapat di tegakkan dengan gejala klinis dan

pemeriksaan tes penunjang yang di anjurkan seperti di atas.

13 | P a g e

Page 14: Herpes Simplex

VIII. DIAGNOSIS BANDING

a. Herpes Simpleks

Herpes zoster dapat muncul di daerah genital sehingga harus

didiagnosis banding dengan herpes simpleks.Sering ditemukan gejala

prodromal local sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, nyeri, dan gatal.(8,12)

Gambar 11. Lesi pada penderita herpes simpleks (4)

b. Dermatitis kontak

Herpes zoster juga bisa di diagnosa dengan dermatitis kontak

alergi.Pada dermatitis kontak alergi, penderita umumnya mengeluh gatal.Pada

yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas

kemudiannya diikuiti oleh edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel

atau bula dapat pecah dan menimbulkan erosi atau eksudasi. Pada yang

14 | P a g e

Page 15: Herpes Simplex

kronik terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga

fisur, dan batasnya tidak jelas.(7)

Gambar 1 .Lesi pada penderita dermatitis kontak alergi.(1)

c. Gigitan serangga

Her pes zoster juga bisa didiagnosa dengan gigitan serangga. Sebagai

contoh, penyakit kulit dermatitis marin menyerupai gejala yang dimiliki oleh

herpes zoster. Lesi dermatitis marin ini sering didapatkan sesudah mandi di

laut. Lesi mula timbul dalam waktu 4 hingga 24 jam selepas terpapar dengan

air laut dengan gejala seperti eritema, papula, macula dan urtikaria yang

disertai dengan rasa nyeri dan sensasi panas. Lesi akan berlanjutan menjadi

vesikulopapul yang akan pecah menjadi krusta, seterusnya akan sembuh

dalam jangka waktu 7 smpai 10 hari. Dermatitis marin ini juga turut disertai

dengan gejala sistemik seperti sub-febril, menggigil serta mual, muntah, nyeri

kepala, spasma otot, dan malaise.(1)

15 | P a g e

Page 16: Herpes Simplex

Gambar 13.lesi pada penderita dermatitis marin. (1)

IX. PENATALAKSANAAN

1. Terapi topical

Pada herpes zoster fasa akut, aplikasi kompresi dingin, losen calamine,

tepung jagung, atau soda bikarbonat mampu mengurangi gejala luka dan

mempercepat pengeringan pada lesi vesikuler.Salep yang oklusif, krem, atau

losen yang mengadungi glukokortikoid tidak boleh diaplikasikan pada lesi

herpes zoster. Lidocaine patch 10 cm x 14 cm mengandungi 5% basa

lidocaine, adhesive, dan bahan-bahan lain. Selain mudah digunakan, tidak

disertai dengan efek toksisitas sistemik. Pemberian lidocaine patch bisa

mencapai maksimal 3 kali sehari pada bagian yang terkena lesi herpes selama

12 jam sehari. (1)

2. Antivirus

Tujuan utama terapi herpes zoster adalh (1) mengurangkan ekstensi,

durasi, dan severitas nyeri dan ruam pada dermatom primer; (2) megelakkan

16 | P a g e

Page 17: Herpes Simplex

terjadinya penyakit di bagian tubuh yang lain; (3) mengelakkan dari terjadinya

post-herpetic neuralgia.Asiklovir yang diperkenalkan pada awal 1980, saat ini

menjadi standard pengobatan untuk herpes zoster dewasa.setelah itu

dikembangkan pengobatan generasi kedua yang memperbaiki faramakokinetik

dan farmakodinamik yaitu famsiklovir dan valasiklovir. Ketiga pengobatan ini

tentunya memperbaiki penyembuhan kulit, yang slenajutnya berdampak baik

terhadap nyeri herpes zozter, yang disebut juga zoster associated pain. Nyeri

ini bersifat akut dan kronis, walaupun tidak ada satu obatpun yang bisa

mengurangi nyeri pasca herpes zoster yang menetap. Untuk mendapatkan

hasil yang memuaskan, sifat lipofilik harus ditingkatkan, sehingga obat ideal

mampu mengeradikasi replikasi awal virus pada ganglia basalis.(1,7)

Pada pasien yang normal, pemberian asiklovir oral (800 mg 5 kali

sehari selama 7 hari), famsiklovir (500 mg setiap per 8 jam untuk 7 hari), dan

valasiklovir (1 g 3 kali sehari selama 7 hari) mampu mempercepat proses

penyembuhan lesi dan durasi serta severitas nyeri akut yang dialami oleh

pasien herpes zoster (pasien dengan umur kurang dari 50 tahun) yang dirawat

dalam jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit. Pasien

dengan umur lebih dari 50 tahun dan disertai dengan lesi herpes zoster pada

bagian oftalmikus pula diberikan pengobatan seperti berikut, asiklovir (800mg

peroral sebanyak 5 kali sehari selama 7 hari), atau valasiklovir (1g peroral

setiap per 8 jam selama 7 hari) atau famsiklovir (500mg peroral setiap per 8

jam selama 7 hari). Pengobatan ini diberikan pada pasien yang dirawat dalam

jangka waktu 72 jam selepas timbulnya gejala pada kulit.(1)

17 | P a g e

Page 18: Herpes Simplex

Pada pasien dengan penurunan tingkat imunitas yang ringan atau pasien

HIV, diberikan asiklovir (800 mg peroral sebanyak 5 kali sehari selama 7-10

hari) atau valasiklovir atau famsiklovir. Pada pasien dengan penurunan tingkat

imunitas yang berat, diberikan asiklovir (10 mg/kg secara intravena setiap per

8 jam selama 7-10 hari).(1)

Asiklovir, famsiklover, dan valasiklovir adalah analog nukleosida yang

menghambat replikasi virus herpes, termasuk VZV. Bila diberikan secara oral,

obat ini mngurangi durasi pelepasan virus, mempercepat, mengurangi

keparahan dan rasa nyeri yang akut serta mengurangi resiko untuk menjadi

post-herpetic neuralgia. (13)

3. Kortikosteroid

Tingkat nyeri hebat yang tinggi merupakan factor yang dapat

menyebabkan terjadinya post herpetic neuralgia dan nyeri akut juga

menyebabkan sensitisasi sentral serta genesis untuk terjadinya nyeri yang

kronik. Oleh sebab itu nyeri pada herpes zoster harus dikontrol secara

agresif.Tingkat nyeri hebat ditentukan dengan menggunakan skala nyeri yang

standar dan mudah. Analgetik yang diberikan adalah analgetik yang opioid

dan non-opioid dengan tujuan untuk membatasi nyeri di bawah skala 3 atau 4

dari skala 0 smpai 10 serta tidak mengganggu siklus tidur pasien. Pilihan

pengobatan, dosis, dan waktu pemberian analgetik adalah berdasarkan

tingkatan nyeri, penyakit yang menyertai dan respon terhadap obat.Apabila

nyeri masih tidak berkurang, anastesi regional atau lokal bisa dilakukan untuk

mengontrol nyeri akut. (1)

18 | P a g e

Page 19: Herpes Simplex

Prednison memiliki manfaat dalam mereduksi nyeri dalam waktu

jangka pendek tetapi menghilang dalam waktu jangka panjang. Prednison

menigkatkan jumlah pasien yang sembuh dari nyeri herpes pada bulan

pertama (resiko relatif 2.28), dan tidak didasari dengan pemberian asiklovir

atau tidak.Asiklovir dan prednison memberikan efek yang signifikan terhadap

pasien agar kembali beraktifitas seperti biasa.Kortikosteroid dapat segera

diberikan pada pasien dengan nyeri sedang hingga berat setelah diagnosa

ditegakkan.Pasien dengan kontraindikasi pemberian kortikosteroid seperti

hipertensi, diabetes, gastritis, osteoporosis, dan psikosis harus dievaluasi

dengan teliti.Terapi kortikosteroid hanya diberikan dengan kombinasi obat

antiviral.(15)

Adapun kortikosteroid yang bisa diberikan adalah sebagai berikut:(15)

Analgesik opiod (oxycodone) diberikan dengan dosis permulaan 5 mg

setiap 4 jam dan diberikan apabila diperlukan. Dosis bisa ditambahkan

5 mg sebanyak 4 kali sehari setiap 2 hari.

Tramadol diberikan dengan dosis permulaan 50 mg sebanyak sekali

atau dia kali per hari. Dosis bisa ditambahkan 50 mg hingga 100 mg

setiap hari dalam dosis yang terbagi pada setiap 2 hari.

Gabapentin diberikan sebanyak 300 mg setiap kali sebelum tidur malam

hari atau 100 mg atau 300 mg sebanyak 3 kali sehari. Dosis bisa

ditambahkan 100 mg hingga 300 mg 3 kali sehari setiap 2 hari.

Pregabalin diberikan dengan dosis permulaan sebanyak 75 mg pada

waktu sebelum tidur atau dua kali sehari. Dosis bisa ditambahkan

sebanyak 75 mg 2 kali sehari setiap setiap 3 hari.

19 | P a g e

Page 20: Herpes Simplex

Antidepresi trisiklik (terutamanya nortryptilin) diberikan dengan dosis

permulaan sebanyak 25 mg pada waktu sebelum tidur. Dosis bisa

ditambah sebanyak 25 mg setiap hari setiap 2 atau 3 hari.

Kortikosteroid oral (Prednison) diberikan dengan dosis permulaan 60

mg setiap hari selama 7 hari. Selepas pemberian 60 mg setiap hari

selama 7 hari, dosis siturunkan sehingga 30 mg setiap hari selama 7

hari, kemudia diturunkan lagi sehingga 15 mg selama 7 hari. Setelah

itu pengobatan dihentikan.

X. KOMPLIKASI

Komplikasi herpes zoster tergantung dari lokasi kerusakan saraf

sensorik atau motorik atau invasi virusnya sendiri, mungkin juga karena

terjadi vaskulopati.

Komplikasi yang lain dari herpes zoster adalah gangguan N.Trigeminus

cabang pertama ganglion trigeminalis, vaskular di otak, nukleur sensorik, dan

meninges. Komplikasi ke mata akan timbul apabila terjadinya invasi virus,

peradangan, reaksi granulomatosis, iskemia atau proses autoimun. Gangguan

pada mata antara lainnya berupa konjungtivitis, ptosis paralitik, keratitis

epitalia, skleritis, iridosiklitis, uveitis, dan glaukoma. Sedangkan pada kulit

sendiri juga dapat timbul komplikasi antara lain parut (scar), keloid, dermatitis

granulomatosis, vaskulitis granulomatosis, komedo. (7)

Selain itu, komplikasi akan timbul apabila terdapat gangguan pada

gangguan N.Trigeminus cabang ketiga atau saraf kranial cabang 5, 7, 9, dan

10. Komplikasi yang akan timbul berupa otikus zoster dengan manifestasi

20 | P a g e

Page 21: Herpes Simplex

klinis berupa sakit kepala, tinnitus, vertigpo, tuli, nyeri telinga, dan nyeri

wajah (Sindroma Ramsay-Hunt).(8)

Seterusnya, herpes zoster bisa mengakibatkan kelumpuhna

motorik.Kelemahan pada otot yang berhubungan dengan dermatom yang

terinfeksi dapat diamati sebelum, selama, atau setelah suatu episode herpes

zoster. Kelumpuhan biasanya terjadi dalam 2 hingga 3 minggu pertam setelah

onset ruam dan dapat bertahan selama beberapa minggu.(11)

Nyeri setelah terkena herpes zoster disebut post-herpetic neuralgia

(PHN).Ini adalah komplikasi yang paling umum dan menjadi penyebab utama

morbiditas. Resiko PHN terjadi seiring dengan peningkatan usia (terutama

pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun) dan meningkat pada pasien yang

mengalami sakit parah atau minculnya ruam yang berat. Rasa sakit ini sering

memberat dan bertambah parah.(5)

Gejala neurologi muncul dalam 2 minggu pertama dari onset lesi kulit,

ada kemungkinan bahawa ensefalitis dimediasi oleh imunitas dari hasil invasi

virus.Pasien yang paling beresiko adalah pasien dengan herpes zoster

trigeminal dan imunosupresi. Angka kematian mencapai 10% dan untuk

sembuh total 20%.(5)

Pada lansia, malnutrisi, pasien lemah atau imunosupresi, virus lebih

cenderung untuk menjadi virulen dan penyakit lebih meluas. Seluruh area

kulit dari dermatom akan menghilang akibat vesikel yang melebar. Krusta

yang lebar akan menjadi infeksi dan bertambah parah. Jaringan parut kadang-

kadang hipertrofi atau keloid.(5)

21 | P a g e

Page 22: Herpes Simplex

XII. PROGNOSIS

Prognosa bagi penyakit herpes zoster umumnya baik. Pada herpes

zoster oftalmikus, prognosis nya bergantung pada tindakan perawatan secara

dini.(7)

DAFTAR PUSTAKA

1. Straus,SE.Oxman,MN.Schmader,KE. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff KG,LA. Katz, SI. Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffeld, DJ. Fitzpatrick’s Deramatology In General Medicine. 7thed: McGraw Hill; 2008. Pg. 1886-98

2. Bolognia JL, Jprizzo JL, Rapini RP. Dermatology. 2nded. New York: William Coleman III retains copyright of his original figures in chapter 156; 2008. 3:1-8

3. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Australia: Blackshell Publishing Company; 2005. Pg. 22.25-4

22 | P a g e

Page 23: Herpes Simplex

4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Disease of the Skin: Clinical Dermatology. 9th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. Pg.91,103

5. Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. USA: mosby; 2003. Pg.394-406

6. Alwinn R, Buxbaum S, Doerr HW. Epidemiology and Control of Herpes Zoster. In: Gross GD, HW.,editor. Herpes Zoster Recent Aspect of Diagnosis and Control. Monogr Virol: Karger; 2006. Pg. 154-63

7. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Pg.60-1,110,130-3,382

8. Jacoeb T. Herpes Zoster pada Pasien Immunokompeten. In : Baili SI, BW., editor. Infeksi Virus Herpes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. Pg. 190-9

9. Trozak DJ, Tennenhouse J, Russell JJ. Dermatology Skills for Primary Care. Totowa, New Jersey: Human Press; 2006. Pg. 335-44

10. Oxman, MN. Levin, MJ. Johnson, GR. & et.al. the New England Journal of Medicine:A Vaccine to Prevent Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia in Older Adults.June 2,2005;Vol.352:2271-84

11. Wolff K. Jhonson,RA. Fitzpatrick’s Color Atlas and Sypnosis of Clinical Dermatology. 6thed. New York:McGraw Hill;2009. Pg. 614,837-45

12. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Color Text. 3rd ed. London: Churchill Livingstone;2003.Pg.51

13. Dworkin RH. Journal of Recommendations for the management of Herpes Zoster. United States: 2007.

14. Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia; Diagnosis and Therapeutic Considerations. Alternative Medicine Review;2006. 11;102-11

15. Galluzi,KE. Management Strategies for Herpes Zoster: [cited]from website JAOA org

23 | P a g e