33
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit hiperparatiroid merupakan karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia jika kekurangan cairan fosfat. Hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2) Pada 80% kasus,hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroidisme jinak, 18% kasus diakibatkan oleh hyperplasia kelenjar paratiroid dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid. Pevalensi 1 dari 500 wanita,1 dalam 2000 pria >40. Pada pasien dengan batu kalsium saluran kencing 2,5%-15% paling umum pada usia 40-70 tahun. (Carl E Speicher,1996). Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun.. Penderita hiperparatiroid primer mengalami penigkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang. (Charlotte L Mollerup, 2002, Volume 325:807) Sebagai seorang perawat tentunya harus mengerti terkait penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin, sehingga untuk memahaminya hal-hal terkait dengan hipertiroidisme akan kami bahas dalam makalah ini sekaligus penatalaksanaan yang harus diberikan kepada pasien agar

Hi Per Parati Roid is Me

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hi Per Parati Roid is Me

Citation preview

BAB 1 

PENDAHULUAN

 

1.1     LATAR BELAKANG

Penyakit hiperparatiroid merupakan karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia  jika kekurangan cairan fosfat. Hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2)

               Pada 80% kasus,hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroidisme jinak, 18% kasus diakibatkan oleh hyperplasia kelenjar paratiroid dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid. Pevalensi 1 dari 500 wanita,1 dalam  2000 pria >40. Pada pasien dengan batu kalsium saluran kencing 2,5%-15% paling umum pada usia 40-70 tahun. (Carl E Speicher,1996). Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun.. Penderita hiperparatiroid primer mengalami penigkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang. (Charlotte L Mollerup, 2002, Volume 325:807)               Sebagai seorang perawat tentunya harus mengerti terkait penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin, sehingga untuk memahaminya hal-hal terkait dengan hipertiroidisme akan kami bahas dalam makalah ini sekaligus penatalaksanaan yang harus diberikan kepada pasien agar perawat mampu memberikan asuhan keperwatan secara tepat dan komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi kelenjar paratiroid?2. Bagaimana fisiologi kelenjar paratiroid?  3. Apakah definisi hiperparatiroidisme?4. Jelaskan patofisiologi hiperparatiroid !5. Sebutkan klasifikasi hiperparatiroid?6. Jelaskan pemeriksaan diagnostik pada hiperparatiroidisme?7. Jelaskan Web of Caution dari hiperparatiroid !8. Jelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroidisme !

 

1.3 Tujuan

1. Mengetahui anatomi kelenjar paratiroid2. Mengetahui fisiologi kelenjar paratiroid3. Mengetahui definisi hiperparatiroidisme4. Menjelaskan patofisiologi hiperparatiroid5. Menyebutkan klasifikasi hiperparatiroid6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada hiperparatiroidisme7. Menjelaskan Web of Caution dari hiperparatiroid 8. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroidisme

 

1.3 Manfaat

Bagi mahasiswa:

1. Dapat mengetahui anatomi kelenjar paratiroid2. Dapat mengetahui fisiologi kelenjar paratiroid3. Dapat mengetahui definisi hiperparatiroidisme4. Dapat menjelaskan patofisiologi hiperparatiroid5. Dapat menyebutkan klasifikasi hiperparatiroid6. Dapat menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada hiperparatiroidisme7. Dapat menjelaskan Web of Caution dari hiperparatiroid 8. Dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroidisme

 

Bagi perawat:

Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperparatiroid seaca tepat dan komprehensif.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID 

 

      2.1.1  Anatomi  

Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali posisinya

sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada di mediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid. (R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695).

Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub inferiornya. Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell) yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH).

 

2.1.2 Fisiologi 

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695).

Secara normal total kalsium serum pada individu dewasa adalah 4,5- 5,5 mEq/L. Nilai ini termasuk jumlah kalsium terionisasi (56%) dan tidak terionisasi(44%). Adapun total kalsium terionisasi dalam serum adalah sekitar 2,5 mEq/L. Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang dan transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, koagulasi darah, serta aktivasi beberapa enzim (ex:lipase pankreas, dan fosfolipase). Selain itu kalsium juga diperlukan dalam penyerapan vitamin B12. Hanya sekitar 1% kalsium yang ditemukan dalam cairan ekstraseluler. (Manuaba, 2007)

            Dalam tubuh kalsium diekskresikan melalui urine, feses, empedu, sekresi GI, dan keringat.  Konsentrasi kalsium dikontrol langsung oleh hormon paratiroid. Hormon ini bertindak langsung pada tulang untuk melakukan dekalsifikasi apabila kadar kalsium dalam tubuh berkurang. Sebaliknya jika deposit kalsium tulang habis, hormon paratiroid akan mempengaruhi ginjal dan saluran pencernaan untuk meningkatkan reabsorpsi kalsium. Hormon lain yang berperan dalam distribusi kalsium adalah kalsitoninyang bekerja berlawanan dengan fungsi paratiroid. (Manuaba, 2007).

 2.2 KONSEP DASAR 

2.2.1  Definisi Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks

tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).

Hiperparatiroidisme terjadi akibat produksi berlebihan hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid yang ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. (Smeltzer& Bare, 2002).

Hiperparatiroidisme adalah peningkatan hormon paratiroid yang dapat mempengaruhi keseimbangan elektrolit khususnya kalsium, magnesium, dan fosfor dalam serum ibu hamil. Selain itu hormon paratiroid dapat mempengaruhi tumbang janin termasuk perkembangan kelenjar paratiroid sendiri. Pengaruh hiperparatiroid terhadap kehamilan:

1. Hiperkalsemia darah: dapat menimbulkan gangguan pengiriman nutrisi dan O2 menuju janin sehingga menyebabkan abortus, persalinan prematur, kematian janin intrauteri yang didahului dengan tetani janin termasuk organ vital jantung dan paru

2. Peningkatan hormon maternal dapat menekan pengeluaran hormon paratiroid janin sehingga janin mengalami:

Hipokalsemia dan penurunan kadar 1,25 dihroxyvitamin D.

Gangguan ini menimbulakan gangguan keseimbangan elektrolit dalam janin dan menimbulkan tetani otot yang diakhiri dengan kematian akibat gangguan kontraltilitas jantung janin. Hiperparatiroid dapat menimbulkan “krisis paratiroid “ apabila peningkatan konsentrasi kalsium dalam darah melampaui 12mg/dl

Gejala paratiroid krisis adalah:

1. Nyeri tulang dan punggung akibat resorsi terlalu tinggi

2. Pembentukan batu ginjal

3. Gangguan jainin intra uteri (Manuaba, 2007).

 

2.2.2 Patofisiologi   

Hiperparatiroidisme merupakan gangguan mineralisasi tulang dan kelemahan otot yang dsebabkan oleh tingginya kadar hormon paratiroid bersirkulasi. Biasanya peningkatan kadar hormone paratiroid disebabkan oleh tumor kelenjar paratiroid atau kelenjar lain. Akibat hormon paratiroid yang berlebihan, resorbsi tulang distimulasi sehingga kadar kalsium  dalam serum tinggi. Kadar fosfat serum yang rendah menyertai kadar hormone paratiroid yang tinggi sehingga tulang menjadi rapuh dan lemah.

 

2.2.3 Klasifikasi Hiperparatiroid

1. Primary Hiperparathyroidism (Hiperparatiroidisme Primer)

a. Definisi

Terjadi dua atu tiga kali lebih sering pada wanita daripada laki-laki dan paling sering ditemukan pada pasien yang berusia 60-70 tahun. Kurang lebih 100.000 kasus hiperparatiroid baru terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Separuh dari pasien yang terdiagnosis hiperparatiroid tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).(Smeltzer& Bare, 2002 ).

Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostic yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormone paratiroid dan ion kalsium. (Stephen J. Marx, M.D, 2000, Volume 343:1863-1875)

Penderita hiperparatiroidisme primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang. (Charlotte L Mollerup, 2002, Volume 325:807).

b. Etiologi

Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:

1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer   disebabkan oleh adenoma tunggal.

2.Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan endokrin lainnya. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.

3.Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.

 

c. Patofisiologi

    Adapun patofisiologi hiperparatiroid primer adalah:

Mungkin akibat dari hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.  Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.(Saputra, Lyndon dr, 2002, 164).

Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid . Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenjar membesar. Karena diagnosa adenoma

atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.

d. Manifestasi  Klinis

Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum. Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penentuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783). Gejala yang terdapat pada pasien dengan Hiperparatiroidisme( Tamsuri, 2009 ):

1.Cepat lelah (Letargi).

2.Penurunaan tonus otot sehingga otot menjadi lemah.

3.Konstipasi.

4.Reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat sehingga terjadi hiperkalsemia dalam darah.

5.Hiperkalsemia menyebabkan:

a    Poliuri dan polidipsi

b    Neprolithiasis ginjal

c    Pankreatitis bahkan ulkus peptikum

6.Resorbsi kalsium tulang meningkat sehingga tulang mudah fraktur di berbagai tempat.

7.Nyeri pinggang karena batu ginjal.

8.Henti jantung karena krisis hiperkalsemia.

9. Depresi reflek tendon profunda.

e. Penyembuhan

1. Operasi

Paratiroidektomi adalah pengangkatan sebagian atau total kelenjar paratiroid. Eksplorasi bedah terindikasi pada semua keadaan harus diperikas secara cermat jika ditemukan adenoma harus segera diambil, sejumlah kecil kasus karsinoma diketahui ada pada anak-anak. Kebanyakan neonatus dengan hiperkalsemia berat memerlukan paratiroidektomi total (Tamsuri, 2007). Operasi pengangkatan kelenjar yang semakin membesar adalah

penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4).

Penatalaksanaan Preoperasi:

a. Farmakoterapi

Sebelum dilakukan pembedahan perlu dilakukan upaya untuk mencegah perdarahan selama periode pascaoperatif, obat-obat yang dapat memperpanjang waktu pembekuan  misal aspirin harus dihentikan beberapa minggu sebelum pembedahan untuk mengurangi resiko perdarahan pascaoperatif.

 

b.Pengurangan ansietas

Pendekatan penting preoperasi adalah mendapatkan kepercayaan pasien untuk mengurangi ansietasnya. Pasien harus dilindungi dari ketegangan, iritabilitas dan ketegangan. Beberapa terapi dapat digunakan untuk membuat pasien rileks seperti distraksi,hipnocaring,dll.

c. Dukungan Nutrisi

Asupan nutrisi harus mencakup karbohidrat dan protein yang memadai

1. Persiapan Preoperatif

Pemeriksaan diagnostik perlu dilakukan sebelum pembedahan, pasien perlu tahu tujuan pemeriksaan dan persiapan operasi sehingga dapat mengurangi kecemasan.

e. Pendidikan Pasien

Mencakup memeperlihatkan cara menyangga leher dengan kedua tangan untuk mengurangi tarikan pada luka insisi sesudah pembedahan. Mengangkat siku dan meletakkan kedua belah tangan di belakan leher sehingga memberikan efek menyangga dan mengurangi tarikan serta regangan pada otot-otot leher dan luka insisi.

2.  Pascaoperatif

a.Pasien harus dipindahkan dengan hati-hati untuk menyangga kepala serta regangan pada jahitan luka. Posisi paling nyaman bagi pasien biasanya adalah semi fowler.

b.Pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.

c.Pemberian O2 dapat diberikan unuk mempermudah pernafasan dan memberi penjelasan pada pasien bahwa pemberian oksigen untuk mempermudah pernafasan serta memberikan kelembaban.

d.Cairan infus selama periode pascaoperatif; air dapat diberikan lewat mulut setelah keluhan mual berkurang. Biasanya terdapat kesulitan untuk menelan, cairan yang dingin lebih mudah

diminum dibandingkan cairan lain. Pasien menyukai makanan lunak daripada makanan cair periode pascaoperatif.

e.Kasa penutup luka harus dikaji secara periodik dan dikuatkan kembali pemasangannya jika diperlukan. Apabila pasien pada posisi berbaring, bagian samping posterior dan anterior harus diobservasi untuk mencegah perdarahan. Selain itu tetap waspada pada vberbagai keluhan seperti sensasi tekan atau rasa penuh pada tempat insisi. Gejala semacam itu dapat menunjukkan perdarahan serta pembentukan hematom subkutan dan harus seggera dilaporkan.

f.Kesulitan bernafas dapat disebabkan oleh edema glotis, pembentukan hematom, atau cedera pada syaraf laringeus kambuhan. Komplikasi ini menyebabkaan distres pernafasan sehingga peralatan trakheostomi harus selalu tersedia dan adnya dokter bedah yang dapat segera dipanggil begitu ditemukan tanda distres pernafasan.

g.Anjurkan klien untuk tidak banyak berbicara, namun ketika pasien berbicara dan terdapat perubahan suara maka harusdicatat karena mengindikasikan cedera pada syaraf laringeus.

h.Tempatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien di tempat yang mudah dijangkau oleh pasien. Jahitan operasi biasanya diangkat pada hari kedua, pasien dapat dipulangkan pada hari pembedahan atau sesudahnya jika tanpa komplikasi.

3. Komplikasi pascaperioperatif

Perdarahan, pembentukan hematom, edema glotis, dan cidera saraf laringeus rekuren. Kadang pembedahan kelenjar paratiroid yang terangkatsehingga menimbulkan gangguan metabolisme kalsium tubuh. Dengan penurunan kadar kalsium akan terjadi hiperiritabilitas saraf yang disertai spasme tangan serta kaki dan twiching (kedutan otot) kelompok gejala ini disebut tetanus dan harus segera dilaporkan. Tetanus jenis ini dialami dengan penyuntikan kalsium glukonas intravena.

Pendidikan Pasien dan Perawatan di Rumah

Diajarkan secara mandiri pada keluarga mengenai istirahat, relaksasi dan nutrisi. Anjurkan pasien untuk secara teratur periksa ke dokter untuk memantau keadaan paratiroid pasien. Jika diperlukan anjurkan perawatan di rumah. Jika operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:

1. Hidrasi

Karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi maka penderita hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu pasien dianjurkan minum air 2000ml cairan atau lebih untuk mencegah terjadinya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terbukti dapat menurunkan pH urin. Pasien diminta untuk melaporkan adanya nyeri abdomen dan hematuria. Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari karena dapat menyebabkan penurunan ekskresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi karena adanya resiko hiperkalsemia dan segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menunjukkan tanda dehidrasi(muntah,diare).

2. Diet dan Obat-obatan

Pasien dianjurkan menghindari kalsium terbatas atau kalium berlebih. Jika pasien menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein khusus. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai penungkatan asupan cairan akan membantu mengurangi resiko konstipasi pada paien post operasi yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.

3. Mobilitas

Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau menggunakan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stres normal akan melepaskan kalsium dalam jumlah sedikit. Tirah baring dan peningkatan ekskresi kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal. (Smeltzer& Bare, 2002).

 

2. Secondary Hyperparathyroidisme (Hiperparatiroidisme Sekunder)

a. Definisi

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5). Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780)

Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia. (Clivge R. Taylor, 2005, 781).

Hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang serupa terjadi pada pasien gagal ginjal kronis. Rakitis ginjal akibat retensi fosfosr akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Smeltzer& Bare, 2002).

Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelenjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama. Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999).

b. Etiologi

Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005,section 5)

c. Patofisiologi

Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulang yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5).

Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.

Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.

d. Manifestasi Klinis

Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh hiperkalsemia. (Clivge R. Taylor; 2005, 783).

e. Penyembuhan

Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure

membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5).

f. Hasil dan prognosis

Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005,.section 5).

3. Hyperparathyroidism Tersier (Hiperparatiroidisme Tersier)

a. Definisi

Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 6).

b. Etiologi

Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

c. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5).

d. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder akut. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

e. Pengobatan

Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5).

f. Perawatan sendiri

Keadaan pasien dilihat selama 1-2 minggu pascaoperasi, sehingga diperoleh kadar kalsium dan level hormon paratiroid pada pasien. Setelah masa pascaoperasi, follow-up terbatas pada masa tekanan serum kalsium untuk mendeteksi adanya sisa penyakit hiperparatiroidisme. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4) Jika kamu dan dokter yang merawatmu memilih untuk memonitor daripada mengobati hiperparatiroidisme yang diderita, berikut ini dapat mencegah komplikasi:

1. Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.

2. Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuat dan memperlambat pengrapuhan tulang.

3. Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.

4. Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk  kanker. Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.

 

2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik 

Total kalsium serum pada individu dewasa adalah 4,5- 5,5 mEq/L, gambaran laboratorium penyakit hiperparatiroid yaitu kalsium serum >5,5 mEq/L. Hiperparatiroid dapat menimbulkan “krisis paratiroid“ apabila peningkatan konsentrasi kalsium dalam darah melampaui 12mg/dl. Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi.(Manuaba,2007)

Tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karenakekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroid yang serius dan terjadi pada 55% penderita

hiperparatiroid. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal(Smeltzer& Bare, 2002). Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.

Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion kalsium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum didirikan diagnosis. Ujicoba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis. Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran normal, namun bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (15-20mg/dl). Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 4).

 

2.2.5 Penatalaksanaan pada lansia 

Secara umum penanganan Hiperparatiroid pada lansia adalah memberika edukasi, pengaturan diet, istirahat dan pengobatan. Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis di buat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agen antiinflamasi, obat yang dapat di lihat adalah aspirin. Namun efek antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet per hari, yang dapat menyebabkan gejala system gastrointestinal dan system saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetapi di anjurkan untuk menggunakan dosis yang di rekomendasikan oleh pabrik atau pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu di lakukan. Tetapi kortikosteroid yang di infeksi melalui sendi mungkin di gunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Infeksi secara cepat di hubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya injeksi yang di berikan ke dalam sendi apapuntidak boleh di ulangi lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya untuk satu sampai enam bulan. (Stanley, 1999)

Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman pasien  dan kelompok serta tahapan-tahapan yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Pasien harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi nyeri sendi, mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mensegah deformitas sendi, suatu program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi. (Stanley, 1999).

Penatalaksanaan gangguan kronis ini di mulai dengan menemukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin ikut berperan terhadap tekanan pada sendi yang sakit, memberikan alat bantu pada klien, untuk mengurangi beban berat pada sendi yang sakit, mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ini, dan merencanakan penatalaksanaan nyeri yang sesuai. Jika fisioterapi dan alat bantu tidak mendorong kearah perbaikan yang berarti dan

nyeri yang telah melumpuhkan, operasi penggantian sendi mungkin di indikasikan.(Stanley, 1999).

Keperawatan untuk hiperparatiroid pada lansia termasuk pencegahan melalui pendidikan kesehatan dengan menekankan pada pengurangan fraktur risiko, asupan kalsium dan nutrisi yang adekuat, aktivitas fisik dan terapi sulih hormone.(Aru W. Sudoyo, 2006)

Tersier

Hiperparatiroid sekunder kronis

 

hipokalsemia

 

PTH

 

hiperkalsemia

 

Kel.PTH otonom

 

hiperplasia

 

Ca di otot

 

Kontraksi otot

 

Tonus otot

 

miopati

 

Intoleransi aktivitas

 

Absorbsi usus

 

HIPERPARATIROID

 

Aktivasi enzim pankreas

 

Konstipasi

 

Aktivasi enzim pankreas

 

pankreatitis

 

dispnea

 

Mual,muntah

 

Perubahan nutrisi

 

Pola nafas tidak efektif

 

Absorbsi ca di usus

 

Hiperkalsemi darah

 

Kalsifikasi koroner

 

PK:Cardiac Arrest

 

Sekunder

 

Gagal ginjal  akut

 

PTH

 

Hiperplasia kompensatonik

 

Resorbsi PTH diginjal

 

Hiperkalsiuria

 

nefrolithiasis

 

nefrokalsinosis

 

Debris Ca sel ginjal

 

Oklusi tubulus

 

Drainase urin terganggu

 

Perubahan pola eliminasi urin

 

Defisiensi vit.D

 

  Ca di ekstrasel

 

Nyeri,tendonitis

 

Depresi reflek  tendon

 

Atrofi korteks

 

PK:CKD

 

Krisis hiperkalsemia

 

Primer

 

Adenoma,

Hiperplasia dan karsinoma

 

Klj.PTH

 

Resorbsi tulang

 

Osteitis fibrosa sistik

 

Demineralisasi tulang

 

Resiko cedera:Fraktur patologis

 

Pemendekan tubuh

           

2.2.6 WOC

Pem.diagnostik

 

Hiperparatiroid

 

Indikasi pembedahan

 

operasi

 

Non-operasi

 

1. Cek Laboratorium              1. Kalsium serum>1mg/dl dari norma    Pre-operasi                  1. Hidrasi

2. Sinar X                                  2. Komplikasi nefrolithiasis,dll.                   1. Farmakoterapi       2. Diet dan obat

3. USG                                       3. Hiperkalsiuria>400mg/hr                        2.      Ansietas             3. Mobilitas

4. MRI                                       4. Hiperkalsemi mengancam jiwa             3. Pem. Diagnostik

5. Biopsi jarum halus              5. Umur<50tahun                                                          4. Edukasi

                                                                                                       Post-Operasi

                                                                                                         1. Posisi

                                                                                                       2. Analgesik

                                                                                                        3. O2

                                                                                                      4. Infus

                                                                                                      5. Rawat luka

                                                                                                      6. Batasi bicara

Kasus Semu:

Ny.B berusia 40 tahun MRS dengan kondisi lemah, nyeri pinggang yang hebat dan sakit kepala serta  jantungnya berdebar keras, sering merasa gerah dan cepat merasa capek. Pasien mengeluh perut terasa mual dan muntah,sulit buang air besar, sebelum sakit BB pasien 56kg dan ketika MRS menjadi 50kg, setiap kali makan tersisa setengah porsi. Terasa nyeri pada persendian dan tulang setiap kali digunakan beraktifitas. Mudah lupa dan sulit tidur serta mudah marah terhadap hal-hal biasa. Pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran pada daerah tiroid selain itu ditemukan frekuensi denyut jantung meningkat, terdapat penurunan tonus otot dan pasien tampak tremor, dan lemas, nafas terasa cepat dan dalam. Hasil pemeriksaan laboratorium adanya peningkatam kadar kalsium serum sementara kadar kalsium dan fosfat urine meningkat. Pemeriksaan radiologi diperoleh hasil tampak penipisan pada tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang. Ny.B mengaku mengalami batu ginjal dan sulit untuk berkemih, setahun yang lalu juga pernah masuk rumah sakit karena sakitnya tersebut.

 

Dari pengkajian diperoleh data:

TD: 190/80

RR:  24x/menit

Suhu: 37 0

 

ASUHAN KEPERAWATAN 

 

1. A.    PENGKAJIAN2. Identitas :

Nama: Ny.B

Umur: 40 tahun

1. Keluhan Utama : Nyeri pinggang hebat, sakit kepala, letargi, kelelahan otot.2. Riwayat penyakit Sekarang : Anoreksia, konstipasi, nyeri tulang dan sendi.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah mengalami batu ginjal.

1. Pemeriksaan Fisik: Adanya pembesaran pada daerah tiroid

B1 : Nafas pendek, dispnea, peningkatan frekuensi /kedalaman nafas( Kussmaul).

B2 : Hipertensi, perubahan irama jantung, palpitasi, disritmia jantung.

B3 : Menurunnya daya ingat, emosi tidak stabil, gangguan tidur.

B4 : Menurunnya frekuensi urine, adanya batu ginjal.

B5 : Anoreksia, mual muntah, konstipasi, distensi abdomen.

B6 : Adanya kelemahan otot, penurunan tonus otot, lethargi.

 

1. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik, termasuk :

1. Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hyperperetiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar serum ; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat

2. Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang, tulang menipis, ada dekalsifikasi.

ANALISA DATA: 

Data Etiologi Masalah KeperawatanDS : Pasien mengeluh sakit pada persendian dan tulang saatbberaktifitas.

Adenoma, hiperplasia

 

Risiko cidera: fraktur patologi

 

 

DO: Pemeriksaan radiologi tampak penipisan tulang, terbentuk kista dan trabekula pada tulang.

 

 

 

DS: Pasien mengaku sulit berkemih

DO: Hasil pemeriksaan menunjukkan pasien terkena batu ginjal

 

 

DS: Nafsu makan menurun,mengeluh badab terasa lemah, mual muntah setiap kali makan.

DO: BB pasien turun, badan tampak lemah, porsi makan tersisa setengah.

 

DS: Pasien mengeluh sulit BAB.

DO: Bising usus turun.

 

 

PTH naik

 

Resorbsi tulang naik

 

 

Osteitis fibrosa sistik

 

 

Demineralisasi tulang

 

Risiko cidera

 

 

Resorbsi PTH diginjal

 

Hiperkalsiuria

 

Nefrolithiasis, nefrokalsinosis

 

Oklusi tubulus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Perubahan eliminasi urine

 

 

 

 

 

 

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

 

 

 

 

 

 

Konstipasi

 

 

Drainase urine terganggu

 

 

Hiperkalsemi

 

Absorbsi usus naik

 

Aktivasi enzim pankreas

 

Pankreatitis

 

Mual, muntah

 

 

 

Absorbsi Ca di usus

 

Pemadatan feses

 

Konstipasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1. B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN 

Berdasarkan kasus diatas ,diagnose yang dapat ditegakkan yaitu:

1.  Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

2.  Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

3.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anorexia dan mual.

4. Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.

5. Intervensi :

Diagnosa:Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.Tujuan   :Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologi.Kriteria hasil:Intervensi Rasional1.Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.

2.Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.

3.Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.

4. Taruh barang-barang

1.Untuk mencegah terjadinya cidera pada pasien.

 

 

 

 

2.Mencegah terjadinya dekubitus

 

 

3.Agar klien tetap dapat memenuhi ADL nya meski

kebutuhan pasien di tempat yang dapat dijangkau oleh pasien.

5.Istirahatkan pasien secara teratur

 

6.Kolaborasi dengan fisioterapi untuk aktifitas dan cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien agar berjalan secara perlahan-lahan.

7.Kolaborasi pemberian vitamin D.

 

8.Health Education: Mengajarkan pasien dan keluarga secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan ADL pasien. Anjurkan pasien untuk tidak merokok karena dapat meningkatkan penerapuhan tulang.

terjadi proses penyakit.

 

4.Membantu proses pemenuhan ADL.

 

 

5.Penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi.

6.Mengajarkan pasien agar dapat beraktifitas normal meski terserang sakit.

 

 

7.Asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.

8.Mengajarkan pasien dan keluarga untuk turut berpartisipasi dalam proses penyembuhan penyakit.

Diagnosa:Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.Tujuan  :Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu.Kriteria hasil: Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, tidak terbentuk nya batu ginjal.Intervensi Rasional1.Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalisum serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.

2.Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam.

1.Untuk mencegah terjadinya batu ginjal pada pasien.

 

 

 

 

Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukkan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa.

3. Koreksi ( rehidrasi ) cepat per infuse

 

4. Kolaborasi pemberian obat-obat diuretik: furosemide untuk hiperlkalsemia berat(> 15 mgr % atau 3,75 mmol / L).

 

 

2.Un

Tinggalkan Komentar

Nama :

E-mail :

Web : tanpa http://

Komentar :

Verification Code

: