Upload
others
View
19
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
HIBAH DAN WASIAT DALAM PEMBAGIAN WARIS
(Studi Kasus Masyarakat Suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan
Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Ricky Halim
11140440000076
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1441H/2019M
iv
ABSTRAK
Ricky Halim. 11140440000076. HIBAH DAN WASIAT DALAM
PEMBAGIAN WARIS (Studi Kasus Masyarakat Suku Betawi Kampung Baru
Kelurahan Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat) Skripsi,
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/ 2019 M, hal.ix+57
Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui praktek pembagian
waris pada keluarga yang didalamnya melakukan praktek hibah dan wasiat di
Kampung Baru, kemudian mengetahui analisis perbedaan antara praktek hibah,
wasiat dan waris secara Islam dan Praktek hibah, wasiat dan waris masyarakat suku
Betawi Kampung Baru. Yang diwawancarai adalah 6 orang yang keluarganya
melakukan praktek hibah sebagai warisan, 3 orang yang keluarganya melakukan
praktek wasiat sebagai warisan dan 1 orang yang keluarganya melakukan praktek
pembagian waris secara Islam.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan empiris. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer berupa hasil wawancara yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Dari hasil wawancara diketahui setidaknya ada beberapa alasan yang
mendasari hibah dan wasiat sebagai cara pembagian waris tersebut yaitu: menjaga
persaudaraan keluarga agar tidak putus, faktor ekonomi, faktor pendidikan agama
khusunya dalam hal waris, dan menghormati orang tua. Data sekunder berupa data
yang sudah tersusun dalam buku atau literatur lainnya yang mempunyai hubungan
dengan fokus penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui
wawancara dan studi kepustakaan. Analisa data dilakukan dengan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) 6 dari 10 sampel dalam penelitian ini
melakukan pembagian warisan dilakukan dengan mempraktikan hibah dengan
pembagian yang berbeda, 3 dari 10 sampel dalam penelitian ini melakukan
pembagian warisan dilakukan dengan mempraktikan wasiat dengan pembagian yang
melebihi 1/3. 1 dari 10 sampel dalam penelitian ini melakukan pembagian warisan
dilakukan dengan mempraktikan waris secara Islam tetapi terjadi kendala dalam
prakteknya, b) praktek diatas dilihat dari aspek hukum Islam adalah hal yang belum
sesuai dengan hukum Islam karena menurut hukum Islam hibah dilakukan secara
sertamerta sedangkan masyarakat suku Betawi Kampung Baru tidak sertamerta,
wasiat diberikan kepada yang bukan ahli waris sedangkan masyarakat suku Betawi
Kampung Baru untuk ahli waris.
Kata kunci : Hibah, Wasiat, Waris, Betawi, Kampung Baru, Tradisi Betawi
Pembimbing :Dr. Abdurrahman Dahlan, MA.
Daftar Pustaka : 1972 – 2014
v
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Segala puji bagi Allah Swt, tuhan semesta alam, yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunianya kepada umat manusia di muka bumi ini,
khususnya kepada penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, keluarga serta para sahabatnya yang merupakan suri tauladan
bagi seluruh umat manusia.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menerima bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dapat terselesainya atas izinya-Nya. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya
kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil
Dekan I, II, dan III fakultas Syariah dan Hukum
2. Dr. Mesraini, M.Ag. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta Sekretaris
Prodi Hukum Keluarga, yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi
kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
3. Dr. Abdurrahman Dahlan, MA ., sebagai dosen pembimbing skripsi penulis,
yang telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Atep Abdurofiq, S.Ag, M.Si ., Dosen penasehat akademik penulis, yang telah
sabar mendampingi hingga semester akhir dan telah membantu penulis dalam
merumuskan desain judul skripsi ini dan seluruh Dosen Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
membimbing penulis selama masa perkuliahan. yang tidak bisa penulis sebut
semuanya tanpa mengurangi rasa hormat penulis.
vi
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahaan,
yang tidak bisa penulis sebut semuanya tanpa mengurangi rasa hormat
penulis
6. Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Staf
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Staf Perpustakaan Daerah
Sumenep yang telah memberikan pelayanan kepada penulis serta memberikan
fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
7. Para narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data-
data terkait penelitian ini, bapak Rahmatullah Umar S.Pd, bapak Ahmad
Kayis S.Si, bapak Abdul Haris, ibu Maimunah, ibu Hj. Afiyyah, bapak
Sarbini, bapak H. M Atta, bapak Damin, bapak Khusairi, dan bapak Amrulloh
S.O.S.
8. Teristimewa buat keluarga, ayah H. Supyan dan ibu Hj. Aryanah, yang tak
pernah berhenti untuk memberikan dukungan dan mendoakan penulis dalam
menempuh pendidikan. Adik Ichsan Maulana dan Annisa Humairah yang tak
pernah berhenti memberikan support kepada penulis. Nenek Hj. Aliyah,
Paman Ahmad Aryadi. yang telah memberikan support langsung secara moril
maupun materil.
9. Teman-teman seperjuangan penulis Alvin Saputa, Ilham Nur Hakim, Ahmad
Bayhaqi S.H, Irfan Anshori S.H, Chairil Fuadi S.H, Faris Hilmawan,
Faizuluddin, Rifky Akbari S.H, Riski Ade Putra S.H, Fabian Hutamaswara
Susilo S.H, Fajri Ilhami S.H, Renaldi Irawan, Pernanda Priatna yang
senantiasa meluangkan waktu berdiskusi dengan penulis perihal skripsi ini.
10. Teman-teman Hukum Keluarga UIN Jakarta khususnya angkatan 2014, yang
telah berbagi ilmu dan bertukar pikiran dengan penulis. Semoga ilmu yang
kita dapatkan menjadi ilmu yang bermanfaat.
11. The Jakmania Kebon Jeruk, The Jakmania Kebon Jeruk Zona Sukabumi
Selatan, dan Jakampus UIN yang selalu memberikan semangat kepada
penulis.
vii
12. Annesya Novia Nuraini yang selalu membantu dan memberikan support
kepada penulis.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
semoga Allah membalasnya. Aamin
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya khususnya untuk
mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, 30 September 2019
Penulis
Ricky Halim
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...........................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................iii
ABSTRAK ........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................v
DAFTAR ISI .....................................................................................................ix
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 3
C. Tujuan dan Manfaat Penulis .................................................. 4
D. Kajian Studi Terdahulu ......................................................... 5
E. Metode Penelitian .................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 9
BAB II HIBAH, WASIAT DAN KEWARISAN DALAM ISLAM
A. Hibah Dalam Islam ................................................................ 11
1. Pengertian Hibah .............................................................. 11
2. Dasar Hukum Hibah ......................................................... 12
3. Rukun dan Syarat Hibah ................................................... 13
4. Hikmah Melaksanakan Hibah ........................................... 14
B. Wasiat Dalam Islam .............................................................. 14
1. Pengertian Wasiat ............................................................. 14
2. Dasar Hukum Wasiat ........................................................ 15
3. Rukun dan Syarat Wasiat .................................................. 17
4. Hikmah Melaksanakan Wasiat ......................................... 18
ix
C. Waris Dalam Islam
1. Pengertian Waris ............................................................. 19
2. Dasar Hukum Kewarisan ................................................. 20
3. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam ................................ 23
4. Sejarah Kewarisan Islam ................................................. 24
5. Hikmah melaksanakan Ilmu Waris ................................. 26
BAB III PROFIL KELURAHAN SUKABUMI SELATAN
KECAMATAN KEBON JERUK JAKARTA BARAT
A. Kondisi Geografis dan Letak Wilayah .................................. 27
B. Demografis ............................................................................ 28
C. Sejarah Kebudayaan Betawi .................................................. 33
BAB IV PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT SUKU
BETAWI KAMPUNG BARU
A. Penemuan Penelitian ............................................................. 37
B. Analisa Penelitian .................................................................. 45
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 56
B. Saran-Saran ............................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta
benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya, setelah digunakan untuk
keperluan pewaris selama sakit sampai meningalnya, biaya pengurusan jenazah
(tajhiz), pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat. Sedangkan pewaris adalah
orang yang pada saat meninggal atau dinyatakan meninggal berdasarkan putusan
Pengadilan beragama islam meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
Sedangkan ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam dan
tidak terhalang karna hukum untuk menjadi ahli waris1.
Hak Waris Seseorang tidaklah muncul secara tiba tiba, tetapi keberadaannya
didasari oleh sebab-sebab tertentu yang berfungsi mengalihkan dari pada hak hak
yang telah meninggal dunia. Ahli waris merupakan perseorangan yang akan
menerima pembagian warisan seperti karena adanya hubungan perkawinan dan
hubungan darah (keturunan).2
Ditinjau dari jumlah bagian yang di peroleh saat menerima hak waris,
memang terdapat ketidaksamaan. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tidak adil,
karna keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang
didapat saat menerima hak waris tetapi juga kepada kegunaan dan kebutuhan.
Warisan peralihan harta setelah orang tua meninggal, ada juga peralihan harta yang
mana pemberian tersebut bersifat sukarela, tanpa mengharapkan adanya
1Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, pasal 171 ayat a-e (Jakarta:CV
AkademikaPressindo,2010), h. 155. 2M.Ali Hasan, Hukum Warisan Dalam Islam (Jakarta, Karya Unipress, 1996), Cet.6, h. 12.
2
kontraprestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada
saat si pemberi masih hidup disebut dengan hibah.3
Hukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau menghadiahkan
sebagian atau seluruh kekayaannya ketika masih hidup kepada orang lain yang
disebut “Intervivos”. Di dalam Hukum Islam jumlah harta seseorang yang dapat
dihibahkan itu tidak terbatas. Berbeda dengan pemberian melalui surat wasiat yang
terbatas pada sepertiga dari harta peninggalan yang bersih.4
Seperti yang terjadi pada masyarakat suku Betawi Kampung Baru kelurahan
Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat ini misalnya, seperti sudah
menjadi tradisi turun menurun dari zaman dahulu hingga sekarang, para orang tua
akan membagikan harta kekayaan mereka kepada anak-anaknya ketika ia masih
hidup atau setelah anak-anaknya menikah.
Namun ketika di kemudian hari orang tua meninggal maka harta yang masih
ada (selain yang dihibahkan) juga akan dibagi kepada ahli warisnya. Akan tetapi
pembagiannya tidak sesuai dengan ketentuan hukum waris. Misal harta hanya dibagi
kepada anak-anaknya saja, sedangkan ahli waris lainnya seperti istri, bapak/ibu, dan
lain-lain yang menurut al-Quran berhak atas harta warisan tidak mendapat bagian.
Bagian anak pun tidak pula sesuai dengan bilangan yang ditetapkan al-Quran yaitu
antara anak laki-laki dan perempuan 2:1 (dua untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan)
tetapi dibagi sama rata atau sesuai kesepakatan.
Tidak jarang pembagian harta sepeninggal orang tua akan menimbulkan
perselisihan diantara mereka (anak-anaknya), karna perbedaan bagian, adanya
keinginan menguasai dan sebagainya.
Maka dari itu para orang tua lebih memilih cara hibah untuk membagikan
harta kekayaannya.Walaupun hukum waris yang ditetapkan al-Quran telah
menetapkan secara rinci bagian-bagian para ahli waris yang berhak. Namun karena
3Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2015),
cet.2, h. 125. 4Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW (Bandung:
PT RefikaAditama,2007), Cet.2, h. 81.
3
alasan-alasan tertentu masyarakat terkadang mengesampingkan hukum waris dan
memilih jalan hibah sebagai cara untuk membagikan harta kekayaannya. Karena
dirasa lebih dapat menghindarkan terjadinya perselisian.
Dari uraian diatas penulis ingin mengetahui alasan atau faktor yang membuat
masyarakat memilih cara hibah dalam praktek pembagian warisan. Berangkat dari
latar belakang diatas maka penulis akan melakukan penelitian tarhadap permasalahan
tersebut. Kemudian hasil peneliatian tersebut akan penulis tuangkan dalam sebuah
karya ilmiah berbentuk skripsi yang berjudul “HIBAH DAN WASIAT DALAM
PEMBAGIAN WARIS (Studi Masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan
Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat)”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan masalah
1. Identifikasi Masalah
Masyarakat Betawi melakukan pembagian warisnya semasa orang tua
masih hidup, yang mana apabila pemberian harta ketika masih hidup itu disebut
hibah, dan ada juga yang memberikan suatu pesan dengan mempeta petakan
hartanya untuk dikemuadian hari tidak terjadi saling iri, yang mana sering disebut
wasiat. Praktek hibah dan wasiat pada masyarakat Betawi tetap dianggap sebagai
pembagian warisan.
2. Pembatasan Masalah
Keluasan kajian skripsi ini tidak hanya pada satu kelompok masyarakat
tertentu saja, tetapi sangat luas. Untuk itu perlu adanya pembatasan pada suatu
tema yaitu “Hibah Dan Wasiat Dalam Pembagian Warisan”. Dan agar
penelitian ini dapat terarah dan tersusun secara sistematis maka penulis
membatasi penelitian permasalahan tersebut pada masyarakat suku Betawi
Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta
Barat.
Berdasarkan luasnya masalah di atas dan mempermudah pembahasan
dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah skripsi ini sebagai
berikut:
4
a. Praktek hibah dan wasiat dalam pembagian waris masyarakat suku Betawi
Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk,
Jakarta Barat.
b. Perbedaan konsep hibah dan waris.
c. Peneliti hanya memfokuskan penelitian dari tahun 2010 sampai 2019.
3. Perumusan Masalah
Rumusan Masalah tersebut penulis rinci dalam beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
a. Bagaimana pemahaman suku Betawi masyarakat Kampung Baru tentang
konsep hibah,wasiat dan waris menurut hukum Islam?
b. Bagaimana praktek hibah dalam pembagian waris masyarakat suku Betawi
Kampung Baru?
c. Bagaimana kedudukan hukum praktek hibah dalam pembagian waris
masyarakat suku Betawi Kampung Baru dalam pandangan hukum Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penilitian ini betujuan untuk mengungkap fakta hukum tentang alasan
atau faktor pengutamaan hibah dan wasiat dalam pembagian harta yang
dipraktekan masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi
Selatan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang sering kali diasumsikan
sebagai harta warisan.
Selanjutnya peneliti diharapkan untuk menemukan jawaban-jawaban
sebagai berikut:
a. Untuk mendeskripsikan pemahaman masyarakat suku Betawi Kampung
Baru Kelurahan Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat
tentang hukum hibah, wasiat dan waris.
5
b. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui bagaimana praktek pembagian harta
warisan masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi
Selatan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
c. Menganalisis kedudukan hukum Islam pada praktek hibah, wasiat dan waris
masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
2. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat umum khususnya
masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan
Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat dalam menambah wawasan,
pengalaman, dan pengetahuan tentang materi kajian yang akan dibahas
dalam permasalahan tersebut.
b. Hasil Penelitian ini agar dapat dijadikan sebagai acauan untuk Peneletian
selanjutnya.
D. Review Studi Terdahulu
Sebelum penentuan judul bahasan dalam skripsi ini, penulis melakukan
review kajian terdahulu yang berkaitan dengan judul yang penulis bahas. Review
kajian terdahulu yang berkaitan dengan penulis diantaranya:
Skripsi dengan judul “Hibah dan Wasiat dalam analisis Perbandingan antara
Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam” Muhammad Abduh,,
jurusan AhwalSyakhsiyyah Fakultas Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
2008. Dalam penelitian tersebut, Muhammad Abduh lebih cenderung membahas
perbedaan dan persamaan antara Hibah dan wasiat5.
Skiripsi dengan judul “Tinjauan Mengenai sistem Hibah Harta kepada Anak
Angkat menurut Kompilasi Hukum Islam” oleh Solikul Mutohar, Fakultas Hukum
5 Muhammad Abduh, “Hibah Dan Wasiat Dalam Analisis Perbandingan Antara Undang-
Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam.” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Universitas
Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2008)
6
Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010,Mutohar lebih Fokus kepada Kompilasi
Hukum Islam, tanpa melihat dan meneliti praktek yang sebenarnya6.
Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Hukum Kewarisan di Perkampungan
Budaya Betawi Srengseng Sawah, Jakarta Selatan” oleh Achmad Fachmi Ramdhan,
jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2014, Achmad lebih focus kepada pelakasanaan pembagian warisan di
Srengseng Sawah, Jakarta Selatan7.
Jurnal Diskursus Islam dengan judul “Eksistensi Hukum Waris Adat Dalam
Masyarakat Muslim Di Kota Gorontalo Dalam Prespektif Sejarah”. Yang ditulis oleh
Hamid Pongoliu, Usman Jafar, Mawar Djalaluddin, Nur Taufiq Sanusi dosen IAIN
Gorontalo8. Jurnal ini membahas tentang hukum waris adat Gorontalo yang
bertentangan dengan hukum waris Islam.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum dengan judul “Hukum Waris Islam Dipandang
Dari Perspektif Hukum Berkeadilan gender”. Yang ditulis oleh Maryati Bachtiar9.
Jurnal ini membahas tentang kesamaan hak dalam waris anatara laki-laki dan
perempuan.
Jurnal Hukum Keluarga Islam dengan judul “Integritas Hukum Islam Dan
Hukum Adat Dalam Pewarisan Masyarakat Bugis Bone (Studi di Kecamatan
Palakka)”. Yang ditulis oleh Asni Zubair, Muljan dan Rosita. Jurnal ini membahas
6 Solikul Mutohar, “Hibah Orang Tua Terhadap Terhadap Anak Antara Pemerataan Dan
Keadilan Perspektif Hukum Islam.” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakata,
2010). 7 Achmad Fachmi Ramdhan, “Pelaksanaan Hukum Kewarisan di Perkampungan Budaya
Betawi Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014). 8Hamid Pongoliu dkk, ”Eksistensi Hukum Waris Adat Dalam Masyarakat Muslim Di Kota
Gorontalo Dalam Prespektif Sejarah” Jurnal Diskursus Islam, volume 6, No 2, (Agustus 2018).
9Maryati Bachiar “Hukum Waris Islam Dipandang Dari Perspektif Hukum Berkeadilan
Gender” Jurnal ilmiah ilmu hukum, volume 3, No 2, (2012).
7
tentang integritas hukum Islam dan hukum adat dalam pewarisan yang dijalankan
masyarakat Bugis.10
Jurnal Yuridis dengan judul “Kedudukan Ahli Waris Yang Penerima Hibah
Dari Orang Tua terhadap Ahli Waris Lainnya Pada Proses Pembagian Waris”. Yang
ditulis oleh Umar Haris Sanjaya dan Muhammad Yusuf Suprapton. Jurnal ini
membahas tentang keberadaan dari ahli waris yang mendapatkan hibah dari orang tua
semasa hidupnya, sehingga ahli waris lainnya dan belum menerima hibah.11
Sementara itu, penyusun dalam penelitian ini menitikberatkan pada masalah
Pemahaman masyarakat tentang hukum waris dan alasan mengapa masyarakat lebih
mengutamakan hibah dan wasiat dari pada waris untuk membagikan hartanya di
Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
E. Metode Penelitian
Metode (Yunani-methodos) Adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan
upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami obyek
yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
penelitian hukum kualitatif yaitu dinyatakan dengan pernyataan dan tentu tidak
dinyatakan dengan angka. Penelitian kualitatif merupakan strategi inquiry yang
menekankan pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala, simbol
maupun deskripsi tentang suatu fenomena12
.
bersifat kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan
hasil dari penelitian yang penulis dapatkan melalui hasil penelitian. Selain itu,
10
Asni Zubair dkk “Integritas Hukum Islam Dan Hukum Adar Dalam Pewarisan Masyarakat
Bugis Bone ( Studi di Kecamatan Palakka )” Jurnal hukum keluarga Islam, volume II. No 2 ( Januari -
Juni 2016 ).
11Umar Haris Sanjaya dan Muhammad Yusuf Suprapton “Kedudukan Ahli Waris Yang
Penerima Hibah Dari Orang Tua terhadap Ahli Waris Lainnya Pada Proses Pembagian Waris”
Jurnal Yuridis, volume 4, No 2 ( Desember 2017 ). 12
A. Muri Yusuf. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan
(Jakarta: Kencana, 2014), h. 329.
8
penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan
sebagaimana adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan data.13
2. Pendekatan Penelitian
Penulis dalam hal ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum yang
melihat hukum sebaliknya bahwa hukum tidak bisa lepas dari kehidupan
masyarakat, kedua-duanya adalah saling menguatkan ketika proses pembuatan
maupun ketika diberlakukan. Sehingga muncul istilah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup ditengah masyarakat.14
3. Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dandata sekunder yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Data Primer adalah sumber data yang didapat langsung dari sumber asli.
Dengan demikian, data primer merupakan data yang diperoleh dari lokasi
penelitian yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Peneliti akan
mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian,
dengan cara mengumpulkan secara langsung informasi lisan masyarakat.
b. Data sekunder adalah data yang mencakup buku-buku, hasil-hasil penelitian
yang berwujud laporan dan sebagainya. Berupa tulisan para pakar bidang
hibah, wasiat dan kewarisan.
c. Data tersier yaitu berbagai data yang bersumber dari masyarakat.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan dua teknik, yaitu:
a. Dokumentasi, yakni pengumpulan data melalui studi kepustakaan atau
penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan judul, dimana penelitian
tersebut dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, dokumen-dokumen,
artikel, jurnal dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan pembahasan.
13
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1992) h. 10. 14
M. Chairul Basrun Umanallo, Sosiologi Hukum (Fam Publishing, 2016), cet.2, h. 57.
9
b. Wawancara, yakni melakukan penelitian lapangan dengan cara datang secara
langsung ke lapangan yang menjadi objek penelitian dan melakukan
wawancara dengan para pihak terkait, seperti tokoh-tokoh masyarakat atau
para pelaku. Metode wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam.
5. Teknik Pengolahan Data
a. Seleksi Data: setelah memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam
penulisan ini baik melalui wawancara maupun dokumentasi, kemudian data
dan informasi tersebut diperiksa agar tidak terjadi kekeliruan
b. Klarifikasi Data: setelah data-data dan informasi diperiksa, lalu diklarifikasi
dalam bentuk jenis tertentu, kemudian diambil satu kesimpulan.
c. Analisis data dilakukan setelah data-data dan informasi telah tekumpul,
selanjutnya dianalisa untuk membuat suatu konklusi (kesimpulan).
6. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dan penyusunan skripsi ini merujuk pada
prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan secara garis besar dapat dikategorikan sebagai
berikut:
Bab pertama tentang pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan menguraikan
latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab kedua tentang waris dan hibah. Meliputi pengertian dan dasar hukum
hibah, wasiat dan waris, serta syarat dan rukun hibah, wasiat dan waris.
Bab ketiga tentang profil Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan
Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sejarah kebudayaan betawi, dan deskripsi
objek penelitian. Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan letak geografis, keadaan
10
demografis, dan keadaan sosiologis masyarakat Kampung Baru Kelurahan Sukabumi
Selatan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Bab keempat tentang analisa praktek penggunaan hibah dan wasiat dalam
pembagian harta waris.
Bab lima tentang penutup berisi kesimpulan dan saran.
11
BAB II
HIBAH, WASIAT DAN KEWARISAN DALAM ISLAM
A. Hibah Dalam Islam
1. Pengertian Hibah
Hibah secara etimologi adalah semilirnya angin, maksudnya perpindahan
kepemilikan barang dari seseorang ke yang lainnya.1Hibah secara terminologi
adalah suatu pemberian yang bersifat sukarela, tanpa mengharapkan adanya
kontraprestasi dari pihak penerima pemberian dan pemberian itu dilangsungkan
pada saat si pemberi masih hidup.2
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 ayat G Hibah adalah
pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada
orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.3
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 211 hibah dari orang tua
dapat diperhitungkan sebagai waris.4
Hibah dalam artian luas, yaitu hibah mencakup sedekah dan hadiah.
Hibah yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa imbalan (pengganti).
Sedekah yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain karena mengharapkan
pahala di akhirat, sementara hadiah yaitu memberikan sesuatu kepada orang lain
untuk memuliakan atau menghormati orang yang menerimanya. Oleh karna itu,
setiap sedakah dan hadiah itu hibah, dan tidak setiap hibah itu sedekah atau
hadiah.5
2. Dasar Hukum Hibah
1Imam Abubakar „Usman bin Muhammad Syato Addimyati Albakri, I‟anatu At Tholibin Juz
(Semarang: Pustaka „alawiyyah, 1996), h. 141. 2Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia, h. 125.
3Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 156.
4Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 164.
5Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia, h.126.
12
Untuk Menentukan dasar hukum hibah dalam al-Quran secara langsung
tidak di temukan. Dalam al-Quran, kata hibah digunakan dalam konteks
pemberian anugerah Allah SWT kepada utusan-utusannya, doa-doa yang
dipanjatkan oleh hamba-hambanya, terutama para nabi dan menjelaskan sifat
Allah yang maha member karunia. Namun dapat digunakan petunjuk petunjuk
dan anjuran secara umum agar seseorang memberikan sebagian rezekinya kepada
orang lain.6 Allah SWT berfirman:
سكي و ا بن …ال على حبو ذوى القر ىب و اليتمى و امل
...ئل السبشيل و السا واتى امل
(711)البقرة :
….“dan memberikan harta yang dicintainya, kepada kerabat, anak yatim,
orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-
minta”…(Al-Baqarah 177).7
Kerabat adalah orang keluarga dekat dan yang paling dekat, yatim adalah
mereka yang tidak dibiayai hidupnya dan bapaknya sudah meninggal, mereka
orang-orang lemah dan belum baligh, masakin (miskin) adalah mereka orang-
orang yang tidak tercukupi sandang, pangan, dan papannya, musafir adalah
mereka yang melakukan perjalan yang bukan maksiat, yang sudah tidak
mempunyai biaya.8
د فيما ي عطى ولده ال يل لرجل أن ي عطى عطية أو ي هب ىبة ف ي رجع فيها إال الوال
“Tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian kemudian ia
memintanya kembali kecuali ayah pada apa yang ia berikan kepada anaknya
(maka boleh diminta kembali).(HR. Imam Ahmad & Abu Daud, An-Nasa‟i,
Tirmidzi, Ibnu Majah)9
6
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2013), cet.1, h. 375. 7 Al-Quran Terjemah.
8Al-imam Imaduddin Ismail bin Umar bin Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 1, (Libanon:
Alqutub alilmiah), h.191. 9Imam Ibnu Hajar al-asqalani, Bulughum Maram No 856,(Surabaya: Darul Ilmu), h. 192.
13
Para ulama berpendapat tentang hibah yang ditarik kembali oleh orang
tua. Menurut Imam Malik, orang tua diperbolahkan rujuk dalam hibah yang telah
diberikan kepada anaknya. Kecuali bila barang yang dihibahkan telah berubah
keadaannya, maka bila demikian dia tidak boleh merujuknya.10
Menurut Imam
Abu Hanifah dan Imam Al Hadawiyah, hibah boleh diambil kembali kecuali
hibah yang diberikan kerabat. Menurut Imam Syafi‟I dan jumhur ulama
berpendapat haram mengambil kembali barang hibah.11
3. Rukun dan Syarat Hibah
Rukun adalah unsur yang harus dipenuhi ketika sesuatu hendak
dilaksanakan. Apabila rukun hibah tersebut belum terpenuhi maka belum
dikatakan sebagai hibah. Karena rukun ini lah suatu perbuatan bisa dikatakan
hibah.12
a. Rukun Hibah
1) Orang yang menghibahkan.
2) Orang yang menerima hibah.
3) Harta yang dihibahkan.
4) Lafadz hibah.13
b. Syarat Hibah
1) Orang yang memberi hibah, syaratnya:berakal sehat, dan bertindak
tanpa paksaan.
2) Orang yang menerima hibah, penerima hibah adalah setiap orang, baik
perorangan maupun badan hukum, serta layak untuk memiliki barang
yang dihibahkan kepadanya, cakap melakukan perbuatan hukum.
3) Barang yang di hibahkan tidak ada batasan.
a) Barang tersebut ada sewaktu terjadinya hibah.
10
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: PT Al Ma‟arif, 1987), h. 191. 11
Imam Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yamani, Sulubussalam jilid 3,(t.t., t.p.,t.th), h.
1251. 12
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 378. 13
Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 129.
14
b) Barang tersebut berharga dalam kajian Islam.
c) Barang tersebut dapat diserahterimakan.
d) Barang itu adalah milik pemberi hibah.
4) Sighat/Ikrar, hibah pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan
dihadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat dengan serah terima,
dan bersifat singkronisasi antara apa yang diucapkan dan yang diserah
dan terima.14
4. Hikmah Melaksanakan Hibah
Islam menganjurkan agar umat Islam suka memberi, karna dengan
memberi lebih baik dari pada menerima. Pemberian harus ikhlas, tidak ada
pamrih/motif apa-apa, kecuali untuk mencari keridhoan Allah dan untuk
mempererat tali persaudaraan/persahabatan.15
Hikmah dan manfaat
disyariatkannya hibah adalah sebagai berikut:
a. Memberikan hibah dapat menghilangkan penyakit dengki, yakni penyakit
yang terdapat dihati dan dapat merusak nilai-nilai keimanan.
b. Hibah dapat mendatangkan rasa saling mengasihi dan menyayangi.
c. Hibah atau hadiah dapat menghilangkan rasa dendam.16
B. Wasiat Dalam Islam
1. Pengertian Wasiat
Wasiat berasal dari kata bahasa Arab yaitu washiyyah ( الىصية ) yang
menurut fiqh Islam bermacam macam pengertian yang diberikan wasiat.17
Wasiat
secara etimologi adalah, mempertemukan sesuatu dengan hal lain, yang diambil
14
Imam Abubakar „Usman bin Muhammad Syato Addimyati Albakri, I‟anatu AtTholibin Juz
3, h.144. 15
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid 3: Muamalat, (Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 1993), h.
75. 16
Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h.132. 17
Idris ramulyo, Hukum kewarisan Islam (t.t, Ind-Hill,Co, 1984), cet.1, h.232.
15
dari kata al iishol ( اإليصال ).18
Wasiat secara termonologi adalah penyerahan harta
secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah wafat, baik
harta itu berbentuk materi maupun berbentuk manfaat.19
Dilingkungan fuqaha, istilah washiyyah dibedakan dengan istilah isha‟
atau pemberian ( تبرع) ‟Istilah washiyyah didefisinikan sebagai tabarru .عصاء
suatu hak kepemilikan secara gratis yang direalisasikan pasca kematian,
sedangkan istilah isha‟ didefisinikan sebagai membuat komitmen „ahdu (عهد)
atau menetapkan otoritas tasaruf isbat at-tasarruf (إثبات التصرف ) kepada pihak
tertentu yang akan merealisasikan urusan tertentu pasca kematian.20
2. Dasar Hukum Wasiat
a. Al-Quran
Wasiat merupakan salah satu ajaran Islam yang bersumber dari al-
Quran, yang pada bagian awal dari datangnya ajaran Islam, wasiat adalah
suatu kewajiban bagi setiap orang yang meninggal apabila meninggalkan
harta.21
Allah SWT berfirman:
را الوصية للوالدين والق ربي كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ت رك خي ) ٠٨١بالمعروف حقا على المتقي )
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.(Al-Baqarah:180)
18
Imam Abubakar „Usman bin Muhammad Syato Addimyati Albakri, I‟anatu At Tholibin Juz
3, h.198. 19
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada,2004), cet.1, h. 128. 20
Sulaiman bin Muhammad al-Bujayrimi, Hasiyat al-Bujayrimi „ala Sarh Manhaj At-
Tullab,(Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah Juz 4, 2013), cet.2, h. 45. 21
Kementrian Agama Republik Indonesia, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem pembagian harta
peningalan (Jakarta:Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012), cet.1, h. 48.
16
Ketentuan wajibnya wasiat di-nasakh dengan firman Allah SWT yang
berbunyi:
﴾٠٠﴿النساء:من ب عد وصية يوصي با أو دين
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang
ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.(An-Nisa‟:11)22
Mansukhnya ayat tersebut ditegaskan oleh sabda Nabi Muhammad SAW
yang berbunyi:
شرحبيل بن مسلم قال سعت أبا أمامة قال سعت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ي قول
إن اللو عز وجل قد أعطى كل ذي حق حقو فل وصية لوارث
Syurahbil bin Muslim ia berkata : saya mendengar Abu Umamah berkata
"Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "
sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla telah memberikan kepada setiap
yang memiliki hak, maka tidak ada wasiat bagi pewaris.23
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas. Ibnu Umar pun
mengakatakan, “ayat mengenai wasiat di-nasakh dengan ayat tentang
warisan‟. Setelah hukum wajib wasiat di-nasakh, maka tetaplah hukum
disunnahkan wasiat untuk diberikan kepada orang yang tidak memiliki hak
waris.24
b. Hadits
لت ي إال ووصيتو مكتوبة عنده ما حق امرئ مسلم لو شيء يوصي فيو يبيت لي
22
Al-Quran Terjemah. 23
Muhammad „Abdul Aziz al-Halidi, Sunan Abi Dawud (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-
Ilmiyah,2011), cet. 3, h.503. 24
WahbahAZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jakarta:Gema Insani,2011),cet. 1, h.158.
17
Artinya: Tidaklah seseorang mewasiatkan suatu hak untuk seorang
muslim, lalu wasiatnya belum ditunaikan hingga dua malam, kecuali
wasiatnya itu ditulis di sisinya (HR Bukhori dan Muslim)25
Apabila ingin berwasiat kepada seseorang atau atas nama lembaga,
maka hendaknya wasiat itu telah ditulis dalam akta otentik sekurang-
kurangnya dalam dua malam artinya sesegera mungkin wasiat itu dibuat
sejak niat wasiat itu telah menjadi keputusannya.26
c. Ijma‟
Para ulama sepakat bahwa hukum wasiat itu sunnah muakkadah.27
3. Rukun dan Syarat Wasiat
Fuqaha berbeda pendapat tentang rukun dan syarat-syarat wasiat sehingga
wasiat itu sah dilaksanakan. Menurut Sayyid Sabiq bahwa rukun wasiat itu hanya
menyerahkan dari orang yang berwasiat saja, selebihnya tidak perlu.28
Namun
pada umumnya para fuqaha membagi menjadi 4 rukun wasiat:
a. Orang yang berwasiat, Syarat orang yang berawasiat adalah baliqh (dewasa),
berakal sehat (aqil), bebas menyatakan kehendak, merupakan tindakan
Tabarru‟, beragama Islam.29
b. Orang yang menerima wasiat, Syarat orang yang menerima wasiat adalah dia
bukan ahli waris yang memberikan wasiat, orang yang diberi wasiat ada
pada saat pemberi wasiat mati,baik mati secara benar-benar maupun secara
perkiraan, penerima wasiat tidak membunuh orang yang memberi wasiat.30
c. Harta yang diwasiatkan, Syarat harta yang diwasiatkan adalah harta itu
kepunyaan sendiri pewasiat secara penuh, hartanya bernilai menurut Islam,
25
Imam Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yamani, Sulubussalam jilid 3, (t.t., t.p.,t.th), h.
1284. 26
Kementrian Agama Republik Indonesia, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem pembagian
harta peningalan, h. 60. 27
Imam Abubakar „Usman bin Muhammad Syato Addimyati Albakri, I‟anatu At Tholibin Juz
3, h.198. 28
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006), h. 315. 29
Idris ramulyo, Hukum kewarisan Islam (t.t, Ind-Hill,Co, 1984), cet.1, h 235. 30
Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia, h.113.
18
bermanfaat bagi yang menerima wasiat, ada pada saat wasiat berlangsung,
jumlah harta yang diwasiatkan tidak melebihi sepertiga dari seluruh
kekayaan pewasiat, kecuali semua ahli waris menyetujuinnya.31
d. Sighat/Ijab merupakan perkataan yang dapat dipahami tentang wasiat yang
keluar dari pemberi wasiat32
4. Hikmah Wasiat
Banyak sekali hikmah-hikmah penting yang kita dapat dalam
menjalankan syariat Allah SWT, khususnya pemberian wasiat, berwasiat sama
halnya dengan memberi bahkan Rosulullah SAW bersabda
اوية مع بن ق رة بن عن أبيو قال قال رسول اللو عليو وسلم من حضرتو الوفاة فأوصى وكانت عن
وصيتو على كتاب اللو كانت كفارة لما ت رك من زكاتو ف حياتو
dari Mu'awiyah bin Qurrah, dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa ketika diambang
kematian berwasiat dengan wasiat yang dibenarkan oleh kitabullah maka
wasiatnya akan menjadi pelebur bagi apa yang dia tinggalkan dari zakatnya
pada masa hidupnya”.33
Antara lain:
a. Wasiat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah SWT.
b. Wasiat dapat menambah kebaikan pewasiat
c. Wasiat dapat menolong dan memberikan. keluasan ekonomi kepada
penerima wasiat.34
C. Waris Dalam Islam
1. Pengertian Waris
31
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia (Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press,2011), cet.1, h. 85-86. 32
WahbahAZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h.160. 33
Abi „Abdillah Muhammad bin Yazin, Sunan Ibnu Majah (Kairo:Dar al-Ilmiyah,2017), h.
302. 34
Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia, h.112.
19
Kewarisan merupakan bentuk dasar dari kata waris yang mendapatkan
imbuhan ke- dan akhiran –an. Waris al irtsu (اإلرث ) secara etimologi adalah
sebuah ketetapan al mafrudhoh (المفروضة) karna didalamnya terdapat bagian-
bagian yang sudah ditetapkan kepada ahli waris.35
Waris secara terminologi adalah suatu hak yang bisa diserakan yang
menetap pada penerima hak setelah matinya pewaris.36
Namun secara
terminologi demikian memiliki definisi lain diantaranya: menurut Prof. Dr. Amir
Syarifuddin di dalam bukunya Hukum Kewarisan Islam, hukum kewarisan islam
adalah “seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu Allah SWT dan
sunnah Nabi Muhammad SAW tentang hal ihwal peralihan harta dari yang telah
mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
untuk semua yang beragama Islam”.37
Harta warisan adalah segala sesuatu benda
atau yang bernilai kebendaan yang dapat dimiliki, yang ditinggalkan oleh orang
yang meninggal dunia yang dibenarkan oleh syara‟ dan dapat diwarisi oleh para
ahli waris. Segala sesuatu benda atau yang bernilai kebendaan harus diartikan
dalam cakupan yang lebih luas yaitu:
a. Kebedaan atau sifat yang bernilai kebendaan, seperti benda tetap, benda
bergerak, piutang orang yang mati yang menjadi tanggungan orang lain, dan
lain sebagainya.
b. Hak-hak kebendaan, seperti hak paten terhadap karya seni, buku, merek, dan
lain sebagainya.
c. Hak-hak diluar kebendaan, seperti hak khiyar, hak syufa ‟ ah, hak
memanfaatkan barang, dan lain sebagainya.
d. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, seperti benda yang
sedang digadaikan, benda maskawin yang terhutang, barang yang dibeli dan
35
Syekh Sulaiman bin Muhammad, Hasiyah al-Bujairomi Alasyarah Manhajutullab Juz 3, h.
273. 36
Hasan bin Ahmad al-Kaf, Takrirot Assadidah Qismul Buyu‟walfaraidl (Tarim: Darul Mirots
an-Nabawi, t.th), h. 203. 37
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), cet. 2, h.8.
20
telah dibayar tetapi barangnya belum diterima ketika mati, dan lain
sebagainya.38
2. Dasar Hukum Kewarisan
Adapun penggalian hukumnya adalah dari al-Quran, al,Hadits dan Ijma‟:39
a. Al-Quran
Ayat-ayat suci al-Quran yang berisi ketentuan hukum waris
sebahagian besar terdapat dalam surat An-Nisa, dianataranya sebagai
berikut:40
Allah SWT berfirman:
نصيب ما ت رك الوالدان والق ربون ما قل للرجال نصيب ما ت رك الوالدان والق ربون وللنساء ﴾٧﴿النساء: نصيبا مفروضا منو أو كث ر
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.”(An-Nisa:7)41
Dalam ayat di atas merupakan salah satu sumber hukum dari hukum
waris yang menjelaskan seorang anak pasti akan memperoleh hak waris dari
harta peninggalan yang dijadikan Allah (sebagai hak yang telah ditetapkan)
artinya hak yang pasti yang harus diserahkan kepada mereka dari kedua orang
tuanya baik laki-laki ataupun perempuan.
Asbabun nuzul dari ayat di atas ialah sahabat Sa‟id bin Jubair dan
Qotadah berkata orang orang musrik pada zamannya menyerahkan seluruh
38
Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, (Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia), h. 27. 39
WahbahAZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h.160. 40
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Prespektif Islam, dan BW (Bandung:
PT.Refika Aditama, 1985), h. 11. 41
Al-Quran Terjemah.
21
hartanya kepada laki-laki dewasa saja dan tidak mewarikan harta kepada
wanita dan anak-anak kecil seperserpun,42
Ayat al-Quran yang lainnya pun menjelaskan tentang bagian-bagian
hak waris,43
Allah SWT berfirman:
ساء ف وق اث نت ي ف لهن ث لثا فإن كن ن للذكر مثل حظ الن ث ي ي يوصيكم اللو ف أوالدكم هما السدس ما ت رك إن وإن كانت واحدة ف لها النصف ما ت رك ولب ويو لكل واحد من
فإن كان لو إخوة فلمو لث فإن ل يكن لو ولد وورثو أب واه فلمو الث كان لو ولد آباؤكم وأب ناؤكم ال تدرون أي هم أق رب لكم من ب عد وصية يوصي با أو دين السدس
﴾٠٠﴿النساء: إن اللو كان عليما حكيما فريضة من اللو ن فعا
“Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”44
Allah mewasiatkan atau memerintah mengenai bagian dari hak anak-
anak yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua anak
perempuan. Jika ketiga mereka itu berkumpul, maka bagi yang laki-laki
seperdua harta dan bagi kedua anak perempuan seperdua pula. Sedangkan jika
42
Al-Imam Imaduddin Ismail bin Umar bin Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Juz 1, h.412. 43
Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syukur, Ilmu Waris al-Faraidl deskripsi Berdasarkan
Hukum Islam Praktis dan Terapan (Yogyakarta: Pustaka Hukmah Perdana,2005), h. 4. 44
Al-Quran Terjemah.
22
hanya laki-laki itu tunggal, maka ia menghabisi semua harta yang disebut
ashobah. Jika anak perempuan lebih dari dua orang maka bagi mereka dua
pertiga harta yang ditinggalkan. Ini merupakan ketetapan dari Allah
sesungguhnya allah maha mengetahui terhadap makhluknya ( lagi maha
bijaksana ) tentang peraturan-peraturan yang diberikannya kepada mereka;
artinya dia tetap bersifat bijaksana dalam semuanya itu.
b. Hadits
Keutamaan ilmu waris besar. Nabi Muhammad SAW memerintahkan
umat Islam untuk belajar muwari/faraidl Nabi Muhammad saw, bersabda:
ي رفع من امت )رواه ت علموا الفريض وعلموىا فان ها نصف العلم وىو ي نسى وىو اول شيئ ابن ماجة والدرقطىن(
“Belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia maka
sesungguhnya (ilmu) faraidh adalah separoh ilmu agama dan ia akan
dilupakan (oleh manusia) dan merupakan ilmu yang pertama diambil dari
ummatku (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)45
Penisbatannya kepada ilmu-ilmu lain. Ia adalah bagian dari ilmu, lebih
spesifik dari pada ilmu hisab namun berbeda dengan keduanya. Sebagaimana
diketahui, bahwa objek ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf, sementara
pembagian peninggalan warisan termasuk pekerjaan mereka.46
c. Ijma‟
Ijma‟ adalah kesepakatan para sahabat dan para ulama tentang
ketentuan warisan dalam al-Quran dan hadist karna telah disepakati oleh
para sahabat dan ulama.47
45
Imam Jalaluddin as-Suyuti, al-Jami al-soghir (Indonesia: Dar Al-qutub Al-arabiyyah, t.th)
h. 131 46
WahbahAZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h.160. 47
Suparman Usman dan Yusuf somawitana, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2002), cet.2, h. 21.
23
3. Rukun dan Syarat Kewarisan Islam
a. Orang yang memberikan waris. Yakni, orang mati yang meniggalkan harta.
Syaratnya: Dalam masalah Muwarrits ulama membedakan mati itu ada 3
macam:
1) Mati yang bersifat haqiqi (mati yang sebenarnya)
2) Mati secara hukmy, yaitu terhadap orang yang hilang yang oleh
pengadilan di anggap telah mati.
3) Mati taqdiri (mati menurut dugaan), ialah suatu kematian yang bukan
haqiqi dan hukmy, tetapi semata-mata berdasarkan dugaan keras.
Misalnya kematian seorang bayi yang baru di lahirkan akibat terjadinya
pemukulan terhadap perut ibunya atau pemaksaan agar ibunya
meminum racun. Kematian tersebut semata-mata berdasarkan dugaan
keras, sebab dapat juga disebabkan oleh yang lain, namun keras jugalah
perkiraan atas akibat perbuatan semcam itu.
b. Orang yang mewarisi. Yakni, orang yang berhak mendapatkan warisan
karena sebab-sebab yang akan di jelaskan, meskipun dia tidak benar-benar
mengambilnya karena suatu halangan. Dia berhak mendapatkan warisan dari
orang lain karna kedekatannya baik secara hakiki maupun hukmi. Syaratnya:
Orang yang menerima warisan (ahli waris) masih hidup, pada saat kematiaan
Muwarrits.Tidak ada penghalang untuk mendapatkan warisan.Tidak terhijab
atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih dekat.48
Perkawinan.
Hubungan kekerabatan/Nasab, ditinjau dari garis keras yang
menghubungkan nasab antara yang mewarisi dengan pewaris, dapat di
golongkan dalam tiga golongan:
1) Furu‟, yaitu anak turun (cabang) dari si mati.
2) Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asal) yang menyebabkan adanya si mati
48
Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia, h.29.
24
3) Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan si meninggal dunia melalui
garis menyamping seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunnya
dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan.
a) Hubungan sebab Al-Wala‟
b) Hubungan semasa Islam49
Yang menjadi penghalang penerima waris, Perbudakan,
pembunuhan, berlainan agama, murtad50
c. Yang diwarisi. Yakni, peninggalan. Al-Mauruts dinamakan juga Miraats dan
Irts, yaitu harta yang ditinggalkan oleh orang yang di tinggalkan oleh orang
yang mewariskan atau hak-hak yang mungkin diwariskan. Seperti hak
qishash, hak menahan barang yang dijual karena sudah terpenuhinya harga,
dan hak barang gadaian karena terpenuhinya pembayaran utang.51
4. Sejarah kewarisan Islam
a. Kewarisan pada masa pra-keIslaman
Pada zaman Jahiliyah Bangsa Arab tergolong salah satu Bangsa yang gemar
mengembara dan perang.Mata pencarian mereka yang utama adalah berdagang
yang dilakukan dengan cara menempuh jarak yang sangat jauh dan berat.
Permusahan anatara kabilah dengan kabilah lain sering kali menyebabkan
peperangan, yang menang berhasil membawa harta rampasan. Pada tradisi
pembagian harta waris mereka berpegang teguh pada tradisi nenek moyang mereka
yang mana anak-anak yang belum dewasa dan anak perempusan dilarang
mempusakai harta peninggalan ahli warisnya yang telah meninggal, karna kaum
wanita, anak kecil dan orang lanjut usia tidak mampu mencari nafkah, tidak
sanggup berperang dan merampas harta musuh, Sebab-sebab mereka berhak
menerima harta warisan adalah sebagai berikut:
1) Karna hubungan kerabat
49
Moh.Muhubbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam”Sebagai Pembaruan Hukum
Positif di Indonesia”(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet.1, h. 72. 50
Idris ramulyo, Hukum kewarisan Islam, h. 40. 51
WahbahAZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h. 346.
25
2) Karena janji setia
3) Karna pengangkatan anak52
b. Kewarisan pada masa awal Islam
Pada awal islam ada beberapa sebab pusaka-mempusakai disamping
karena adanya hubungan kerabat atau pertalian nasab, yaitu sebagai berikut:
1) Pertalian kerabat, nasab
2) Pengangkatan anak
3) Janji prasetia
4) Hijrah dari Mekah ke Madinah
5) Persaudraan antara Muhajirin dan Anshor53
Para Muslimin di Makkah, berada dalam keadaan lemah dan
berjumlah kecil memerlukan pertolongan. Tatkala Rasulullah telah hijrah ke
Madinah, Rosulullah mengikat tali persaudaraan antara golongan Muhajirin
dengan Anshor, maka apabila seseorang muhajirin apabila meninggal tidak
mempunyai seseorang wali muhajirin yang sama-sama berhijrah maka harta
peninggalannya diwarisi oleh saudaranya yang Anshori.54
5. Hikmah melaksanakan ilmu waris
Sesuatu hal yang mutlak perlu diingat orang islam ialah bahwa harta itu
sejatinya bukan untuk di nikmati seorang diri, melainkan untuk dinikmati
bersama-sama anggota keluarga yang lain, bahkan kadar dan keadaan tertentu,
dalam harta kekayaan itu tersedia hak-hak sosial yang harus diberikan kepada
yang berhak.55
a. Memperkuat hubungan kerabat dan kasih saying yang bersifat tabiat
52
Moh.Muhubbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam”Sebagai PembaruanHukum
Positif di Indonesia”, h. 32. 53
Ashari Abta dan Djunaidi Abd. Syukur, Ilmu Waris al-Faraidl deskripsi Berdasarkan
Hukum Islam Praktis dan Terapan, h. 4. 54
T.M Hasbi Ash;shiddieqy, Fiqhul Mawaris Hukum;Hukum Warisan Dalam Syari‟at Islam
(Jakarta: Bulan Bintang,1972), cet.1, h. 16. 55
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 127.
26
b. Menghilangkan kesubhatan yang berada dalam harta warisan yang sering
kali terjadi didalam harta warisan dan melepaskan rasa was-was yang
muncul dari gangguan setan.56
56
Ali Ahmad al-Jarjawi, Hikmatutasyri‟wasfalsafatuhu Juz 2 (T.tp., Dar al-Fikr t.th ), h. 2.
27
BAB III
PROFIL KELURAHAN SUKABUMI SELATAN KECAMATAN
KEBON JERUK JAKARTA BARAT
A. Kondisi Geografis dan Letak Wilayah
Wilayah kecamatan Kebon Jeruk merupakan salah satu kecamatan di wilayah
Administri Jakarta Barat, terdiri atas 7 kelurahan, 70 RW dan 713 RT. Berdasarkan
surat keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 171 tahun 2007, luas wilayah
kecamatan Kebon Jeruk adalah 17,63 km2
dengan masing masing kelurahan;
kelurahan Sukabumi Selatan 1,57 km2, kelurahan Sukabumi Utara 1,57 km
2,
kelurahan Kelapa Dua 1,50 km2, kelurahan Kebon Jeruk 3,69 km
2, kelurahan Duri
Kepa 3,87 km2, kelurahan Kedoya Selatan 2,28 km
2, kelurahan Kedoya Utara 3,15
km2. Dengan letak wilayah 106
022’42’’ BT – 106
058’18’’ BT, 5
019’12’’ LS –
6023’54’’ LS. Dengan batas wilayah Utara: kelurahan Wijaya Kesuma kecamatan
Grogol Petamburan Jakarta Barat, Timur: kelurahan Kemanggisan kecamatan
Palmerah Jakarta Barat, Selatan: kecamatan Kebayoran lama Jakarta Selatan,
kecamatan Ciledug Banten, dan Barat : kecamatan Kembangan Jakarta barat.1
Sukabumi Selatan dahulu dikenal masyarakat umum dengan nama Sukabumi
Udik. Hingga saat ini tidak ditemui dokumen apapun yang dapat menjelaskan latar
belakang maupun alasan di balik pemilihan nama Sukabumi Udik, Secara resmi
Sukabumi Udik berganti nama menjadi Sukabumi Selatan pada tahun 1987 melalui
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1746 Tahun
1987 tentang Pemecahan Kelurahan Ciganjur Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan,
dan Kelurahan Kedoya, Kembangan, Kota Bambu, Tanjung Duren, Serta Penggantian
Nama Kelurahan Sukabumi Udik, Sukabum iIlir, Meruya Udik, Meruya Ilir, Wilayah
Kota Administrasi Jakarta Barat. Dengan letak wilayah Sukabumi Selatan terletak di
6o13’4.26’’ LS dan 106
o46’11.27’’ BT, luas dan batas wilayah Sukabumi Selatan
1Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB.
28
berdasarkan keputusan gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 171
tahun 2007 tentang penataan, penetapan batas dan luas Wilayah Kelurahan di
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kelurahan Sukabumi Selatan memiliki luas
wilayah 156,88 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara: Pos
Pengumben, Kel. Kelapa Dua, dan Kel. Sukabumi Utara, Selatan: Jl. Al Falah I, II,
dan Jl. Persatuan Amal Mulia, Barat: Kali Pesanggrahan, Kel. Srengseng, Timur: Jl.
Raya Kebayoran Lama, Kel. Grogol Selatan. Secara geologis, seluruh daratan terdiri
dari endapan Pleistocene yang terdapat pada± 50 m di bawah permukaan tanah.
Kondisi topografi Sukabumi Selatan seluruhnya merupakan dataran rendah dengan
ketinggian permukaan berkisar antara 12 hingga 21 meter di atas permukaan laut.2
B. Demografis
Wilayah kelurahan Sukabumi Selatan sama halnya dengan kelurahan lainnya,
dalam hal kependudukan, tiap tahun jumlah penduduk di Kelurahan Sukabumi
Selatan terus bertambah, begitu juga dengan pembangunan fisik kian berkembang,
mengikuti arus perubahan dan perkembangan zaman. Data yang penulis peroleh dari
buku laporan kelurahan Sukabumi Selatan sebagai barikut;
Grafik 1: Penduduk Kecamatan Kebon Jeruk
2Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB.
Penduduk Kecamatan Kebon Jeruk
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
29
Grafik 2: Penduduk Kelurahan Sukabumi Selatan
Lingkungan geografis meliputi iklim, tanah, dan sumber-sumber mineral yang
terkandungdi dalamnya akan mempengaruhi sifat mata pencaharian penduduknya.
Sedangkan tingkat kebudayaan akan mempengaruhi kegiatan penduduk dalam
usahanya. Begitu pula mata pencaharian penduduk di wilayah kelurahan Sukabumi
Selatan berbeda-beda.3
Beberapa pekerjaan masyarakat yang tercatat dalam laporan volume by system
bedasarkan pekerjaan kelurahan Sukabumi Selatan sebagai berikut.
Grafik 3: Jenis Pekerjaan Penduduk Kelurahan Sukabumi Selatan
3Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB.
Penduduk Kelurahan Sukabumi Selatan
Jumlah Penduduk
Laki-laki
Perempuan
IRT Pelajar/Mahasiswa PNS TNI
Polisi Besi Logam Karyawan Swasta Karyawan BUMN
DPRD Pedagang Wirausaha Industri
Kontruksi Transportasi Karyawan Honorer Buruh Harian Lepas
Tukang Jahit Penata Rambut Seniman Pendeta
30
Berdasarkan bagan diatas bahwa masyarakat kelurahan Sukabumi Selatan
lebih mendominasi dalam sektor swasta.4
Dalam segi agama secara obyektif, agama yang dianut di wilayah Kebon
Jeruk beranekaragam yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha dan aliran kepercayaan
lainnya. Akan tetapi dapat dikatakan bahwa mayoritas penduduk Kelurahan
Sukabumi Selatan beragama Islam. Dari segi sosial keagamaan, masyarakat
Sukabumi Selatan cukup ramah dan bersahaja. Kepedulian mereka terhadap sesama
sangatlah tinggi. Pada saat merayakan Maulid, tahlilan dan kegiatan keagamaan
lainnya, mereka biasanya bergotong-royong dengan saling membawa berbagai jenis
makanan atau bahan pokok makanan seperti beras, minyak dan lain sebagainya.5
Kepedulian mereka juga tampak disaat musibah datang, seperti banjir,
meninggalnya seorang warga, dan lain-lain. Mereka beramai-ramai membantu korban
musibah tersebut dengan mengumpulkan uang secara kolektif tanpa adanya batasan
materi. Bantuan yamg mereka tujukan kepada semua yang membutuhkan tanpa
melihat status sosial dan agama. Pembinaan bidang keagamaan di kelurahan ini dapat
berjalan dengan baik karena ditopang oleh banyaknya tempat pendidikan, tempat
ibadah dan fasilitas lainnya yang cukup memadai.6
Dari sumber yang didapatkan diketahui bahwa sarana peribadatan kebon jeruk
berjumlah 257 buah, dengan rincian masjid 11 buah, mushallah 31 buah, dan majlis
ta’lim 215 buah. Tidak dapat dipungkiri, dalam hal keagamaan masyarakat Sukabumi
Selatan ialah masyarakat yang agamis. Banyaknya masjid, mushallah, dan majlis
ta’lim menjadi wadah tersendiri atas kegiatan keagamaan mereka. Daerah yang
memiliki banyak kyai, ustadz, dan ustadzah, maupun guru ngaji ini menjadikannya
kental dengan nuansa Islam. Jumlah Penduduk di Kecamatan Kebon Jeruk menurut
agama yang dianut:
4Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB. 5Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB. 6Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB.
31
Grafik 4: Agama yang dianut di Kecamatan Kebon Jeruk
Sedangakan jumlah penduduk menurut agama yang dianut di Kelurahan
Sukabumi Selatan
Grafik 5: Agama yang dianut di Kelurahan Sukabumi Selatan
Islam 79%
Katolik 7%
Protestan 10%
Budha 4%
Konghucu 0% Hindu
0%
Agama yang dianut di Kecamatan Kebon Jeruk
Islam
Katolik
Protestan
Hindu
Budha
32
Masyarakat betawi di kelurahan Sukabumi Selatan mayoritas beragama
Islam, bermazhab imam Syafi’i. Jumlah keseluruhan penduduk menurut agama yang
dianut di Kelurahan Sukabumi Selatan mencapai 42.448 jiwa.7
Pendidikan Salah satu penunjang keberhasilan tujuan pembangunan nasional,
majunya tingkat dan mutu pendidikan serta sumber daya manusia akan
mempengaruhi suasana pembangunan. Begitu pula di wilayah Kelurahan Sukabumi
Selatan tingkat pendidikan dan sumber daya manusia akan mempengaruhi suasana
pembangunan, berikut ini beberapa pendidikan masyarakat yang tercatat dalam
laporan volume by system bedasarkan pendidikan kelurahan Sukabumi Selatan
sebagai berikut: 8
Grafik 6: Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sukabumi Selatan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
diwilayah Kelurahan Sukabumi Selatan Jakarta barat sudah cukup tinggi dan
memadai sehingga sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan terutama di
bidang hukum. Pembangunan di bidang hukum dikatakan berhasil apabila tercipta
7Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB. 8Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB.
Tingkat Pendidikan di kelurahan Sukabumi Selatan
Belum Sekolah
SD
SMP
SMA
S-1
33
suasana baru yaitu penduduk yang mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.
Kesadaran hukum akan melekat di hati masyarakat apabila masyarakat memiliki
pendidikan formal dan informal yang cukup baik. Karena tingkat pendidikan yang
cukup tinggi dan memadai, seharusnya warga di wilayah Kelurahan Sukabumi
Selatan lebih mengutamakan hukum waris islam yang sudah ditentukan di al-quran.9
Jumlah penduduk di Kelurahan Sukabumi Selatan tercatat pada akhir tahun
2016 sebanyak 42.883 jiwa dan 11.964 KK dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 0,76 persen. Penyebaran penduduk di Kelurahan Sukabumi Selatan terbesar
berada di RW.03 dengan 20,1persen sedangkan yang terendah berada di RW.06
sebesar 1,8 persen. Sementara tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Sukabumi
Selatan mencapai angka 27.334 jiwa per km2.10
C. Sejarah Kebudayaan Betawi
Betawi adalah suku bangsa yang berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan
wilayah sekitarnya yang termasuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Suku bangsa ini
biasa pula disebut “Orang Betawi”, “Melayu Betawi”, atau “Orang Jakarta” (atau
Jakarte menurut logat setempat). Nama Betawi itu berasal dari kata Batavia nama
yang diberikan oleh Belanda pada zaman penjajahan dulu. Etnik Betawi memiliki
latar belakang sejarah yang telah melewati rentang waktu yang cukup panjang. Sejak
lebih dari 400 tahun yang lalu, masyarakat Betawi yang kemudian menjadi
masyarakat seperti yang dikenal sekarang merupakan hasil dari suatu proses
asimilasi. Masyarakat itu dengan budayanya merupakan hasil pembauran berbagai
unsur budaya berbagai bangsa, dan suku bangsa yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia.11
9Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB. 10
Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 Mei 2019 jam 13.30
WIB. 11
M. J. Melalatoa, Betawi dalam Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h. 6.
34
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta
dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya.
Mengenai asal mula kata Betawi, menurut para ahli dan sejarahwan ada beberapa
acuannya:
1. Pitawi (bahasa Melayu Polynesia Purba) yang artinya larangan. Perkataan ini
mengacu pada komplek bangunan yang dihormati di Batu Jaya. Menurut
Ridwan Saidi sejarahwan Betawi mengaitkan bahwa Kompleks bangunan di
Batu Jaya, Karawang merupakan sebuah Kota suci yang tertutup, sementara
Karawang, merupakan kota yang terbuka.
2. Betawi (Bahasa Melayu Brunei) di mana kata "Betawi" digunakan untuk
menyebut giwang. Nama ini mengacu pada ekskavasi di Babelan, Kabupaten
Bekasi, yang banyak ditemukan giwang dari abad ke-11 M.
3. Flora guling Betawi (cassia glauca), famili papilionaceae yang merupakan jenis
tanaman perdu yang kayunya bulat seperti guling dan mudah diraut serta
kokoh. Dahulu kala jenis batang pohon Betawi banyak digunakan untuk
pembuatan gagang senjata keris atau gagang pisau. Tanaman guling Betawi
banyak tumbuh di Nusa Kelapa dan beberapa daerah di pulau Jawa dan
Kalimantan. Sementara di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, guling Betawi
disebut Kayu Bekawi. Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi"
pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu,
pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.12
Sebagai suatu tempat yang terletak di pinggir pantai, dalam proses perjalanan
sejarahnya, menjadi kota pelabuhan dan dagang. Kota ini kemudian menjadi pusat
kota administrasi, politik, dan bahkan menjadi salah satu pusat untuk memperoleh
pendidikan di Indonesia. Sifat dan ciri Kota Jakarta yang demikian itu telah
memungkinkan menjadi arena tempat pembauran berbagai etnik yang ada di
12
https://budaya-indonesia.org/Suku-Betawi diakses Rabu 23 Agustus 2019 jam 14.00 WIB.
35
Indonesia, dan bahkan berbagai bangsa yang berasal dari berbagai penjuru dunia.
Mereka datang dengan berbagai macam kepentingan, dan juga dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda pula. Pembauran itu telah melahirkan suatu masyarakat dan
kebudayaan baru bagi penghuni Kota Jakarta tadi, yang kemudian dikenal sebagai
“Orang Betawi”.13
Bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa yang berbaur dan yang kemudian
mewujudkan kebudayaan baru tadi dalam periode waktu yang berbeda-beda. Pihak-
pihak yang datang itu antara lain ialah orang Portugis, Cina, Belanda, Arab, India,
Inggris, Jerman; dan dari daerah-daerah di Indonesia, misalnya Jawa, Melayu, Bali,
Bugis, Sunda, Banda, dan lain-lain. Pada periode yang lebih akhir variasi suku bangsa
yang datang menjadi lebih banyak lagi. Kemudian diketahui bahwa berbagai unsur
budaya terpadu menjadi satu budaya yang disebut kebudayaan Betawi tadi.
Perpaduan itu tercermin dalam bahasa, kepercayaan, kesenian, teknologi, seperti
pakaian, makanan, dan lain-lain. Sebagai contoh, kebudayaan Betawi diselipi unsur
budaya Portugis terutama dalam hal bahasa. Sampai dengan abad ke-18 bahasa
Portugis pernah menjadi bahasa pergaulan (lingua franca) di kalangan masyarakat
yang tinggal di Jakarta tadi. Pengaruh Portugis ini terasa pula dalam seni musik, yang
kemudian dikenal menjadi musik keroncong, juga tari-tarian, pakaian warna hitam,
dan lain-lain. Kebudayaan Portugis ini masuk melalui orang Mardijkers, yaitu orang
yang semula berasal dari Malabar, India, yang telah menyerap budaya Portugis.14
Demikian pula kebudayaan Cina telah banyak pula memberikan pengaruhnya di
kalangan penduduk Jakarta. Orang-orang Cina yang datang ke Jakarta sebenarnya
berasal dari etnik yang ,berbeda di daerah asalnya di daratan Cina. Masing-masing
etnik itu menggunakan bahasa tersendiri, yaitu bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka,
dan Katon. Di Jakarta, unsur budaya Cina yang terserap ke dalam budaya Betawi
13
M. J. Melalatoa, Betawi dalam Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h.7. 14
M. J. Melalatoa, Betawi dalam Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h. 7.
36
adalah unsur bahasa, kesenian, dan makanan. Pengaruh kesenian Cina tercermin
dalam irama-irama lagu, alat-alat musik, bahkan nama-nama keseniannya sendiri.15
Kesenian memang merupakan salah satu unsur budaya yang pada hakikatnya
lebih mudah dinikmati dan diterima oleh pihak-pihak yang berlatar budaya berbeda.
Penikmatan keindahan itu tidak terhalang oleh batas suku bangsa atau bangsa.
Rupanya hal inilah yang menyebabkan tidak terhalang masuknya kesenian Cina,
seperti gambang rancag, atau rebana sebagai unsur budaya Arab, atau topeng dari
unsur budaya Sunda, dan lain-lain. Pengaruh kebudayaan Arab masuk melalui orang
Moors (berasal dari kata Mouro, yaitu istilah Portugis untuk orang Muslim).
Pengaruh Arab ini sudah berlangsung sejak abad ke-19, dan pengaruh itu tampak
dalam bahasa, kesenian, dan lain-lain. Pengaruh lain berasal dari Belanda, misalnya
dalam sistem mata pencaharian, pendidikan.16
15
M. J. Melalatoa, Betawi dalam Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h 8. 16
M. J. Melalatoa, Betawi dalam Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1995), h. 8.
37
BAB IV
DESKRIPSI DAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP
PEMAHAMAN DAN PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS MASYARAKAT
SUKU BETAWI KAMPUNG BARU
A. Penemuan Penelitian
1. Segi Pemahaman
Pemahaman Hibah, Wasiat dan Waris Masyarakat Suku Betawi Kelurahan
Sukabumi Selatan. Bagaimana caranya untuk mengetahui pemahaman masyarakat
Suku Betawi Kampung Baru tentang hibah, wasiat dan waris peneliti mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai berikut apa itu hibah? Apa itu wasiat? Apa itu waris?
Dan diantara jawaban responden dalam memahami konsep hibah, wasiat dan waris
sebagai berikut:
a. Rahmatullah menjelaskan bahwa hibah merupakan suatu pemberian yang
diberikan secara cuma cuma dari orang tua yang sudah meninggal kepada
ahli warisnya semasa orang tuanya masih hidup dan yang tidak
mempunyai satu kekuatan hukum secara pasti dalam al quran atau
sunnah. Wasiat adalah suatu pesan yang harus dilaksanakan oleh
warisnya, yang mana pesan tersebut merupakan titipan perintah dari
orang tua mereka sebelum meninggal dalam hal harta peninggalan.
Warisan adalah Suatu tatacara yang diberikan allah melalui nash alquran
dalam hal proses pembagian harta peninggalan dari harta orang tua yang
sudah meninggal.1
b. Ahmad kayis menjelaskan bahwa hibah adalah hadiah yang diberikan
kepada seseorang dan tidak ada syarat orang itu family atau bukan bisa
juga penerima hibah ini suatu lembaga. Wasiat adalah sesuatu yang di
amanatkan untuk diberikan kepada orang tertentu atau lembaga setelah si
1Rahmatullah Umar, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 9 Juli 2019.
38
musi(orang yang memberi wasiat) wafat. Waris adalah harta peninggalan
orang tua yang diberikan kepada anak atau cucu atau sanak famili
menurut ketentuan tertentu dalam aturan islam.2
c. Abdul Haris menjelaskan bahwa hibah adalah hadiah yang diberikan
kepada seseorang ketika si pemberi masih hidup, pemberiannya sesuai
keinginan si pemberi. Wasiat adalah amanah yang diberikan ke seseorang
yang harus dilaksanakan setelah orang tua meninggal. Waris adalah harta
yang dibagikan setelah orang tua meninggal laki satu prempuan
setengah.3
d. Maimunah menjelaskan bahwa hibah adalah apa saja yang diberikan
kepada seseorang secara cuma cuma. Wasiat adalah pesan orang yang
harus dilakukan sesuai ketentuankapan harus dilakukannya. Waris adalah
harta warisan yang diperuntukan anak anaknya.4
e. Sarbini menjelaskan bahwa hibah adalah pemberian secara sukarela untuk
seseorang dan berlaku setelah akad hibah dilakukan. Wasiat adalah
ucapan orang tua yang ingin meninggal dan dilakukan diwaktu yang
sudah ditentukan. Waris adalah harta yang dipunyai orang tua dan
dibagikan setelah salah satu meninggal. Misal ayah meningal ya yang
dapet ibu dan anak anaknya.5
f. Hj. Afiyyah menjelaskan bahwa hibah adalah pembagian harta ketika
orang tua masih hidup. Wasiat adalah amanah orang tua kepada anaknya
harus dilakukan sesuai waktu yang disepakati. Waris adalah pembagian
harta dari orang tua (sudah meniggal) kepada ahli waris.6
g. Atta menjelaskan bahwa hibah adalah sebelum orang tua meninggal
sudah membagikan harta warisannya. Wasiat adalah amanah tentang apa
2Ahmad kayis, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 9 Juli 2019
3Abdul Haris, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
4Maimunah, Masyakat, Wawacara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
5Sarbini, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
6Hj. Afiyyah, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
39
saja yang harus dilakukan sesuai dengan waktu yang disepakati. Waris
adalah setelah orang tua meniggal harta peninggalannya di bagikan sesuai
ketentuan alquran.7
h. Damin menjelaskan bahwa hibah adalah orang tua masih hidup dan
hartanya sudah dibagikan kepada anak anaknya tapi belom boleh di
suratin, dan belom boleh dikuasai sebelum orang tua itu meninggal.
Wasiat adalah amanah yang disampaikan kepada seseorang yang berlaku
sesuai kesepakatan pada saat mengucapkan wasiat. Waris adalah setelah
orang tua meninggal harta orang tua baru di bagikan sesuai ketentuan
islam.8
i. Ahmad Khusair menjelaskan bahwa hibah adalah pemberian hadiah
sesuatu keseseorang atau lembaga. Wasiat adalah pesan atau amanah
yang diberikan orang tua dan harus dilakukan setelah orang tua
meninggal. Waris adalah adalah pembagian harta yang ditinggalkan orang
tua setelah orang tua meninggal.9
j. Amrullah menjelaskan bahwa hibah adalah pemberian secara cuma cuma
yang diberikan kepada seseorang ataupun lembaga. Wasiat adalah pesan
yang diberikan kepada seseorang yang harus dilakukan. Waris adalah
harta yang dibagiakan setelah orang tua meninggal.10
Dari uraian diatas dapat diketahui dalam hal pemahaman hibah, wasiat dan
waris masyarakat suku Betawi Kampung Baru terdapat variasi sebagai berikut:
Masyarakat suku Betawi Kampung Baru memberikan pendapat tentang hibah bahwa
hibah itu adalah suatu pemberian atau hadiah yang diberikan kepada seseorang atau
lembaga secara cuma-cuma. Wasiat adalah pesan atau amanah yang diberikan
sesorang dan berlaku setelah sipemberi wasiat meninggal. Waris adalah pembagian
harta orang tua yang dilakukan setelah orang tua meninggal.
7H.M. Atta, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
8M. Damin, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
9Khusairi, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
10Amrullah, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
40
Ada perbedaan pendapat tentang hibah ada yang berpendapat bahwa
penyerahan harta dilakukan setelah akad hibah selesai dilakukan, ada yang
berpendapat harta hibah belum boleh dikuasai atau diberikan sebelum orang tua
meninggal. Perbedaan pendapat juga terdapat dari pemahaman waris, ada yang
berpendapat bahwa waris hanya diperuntukan untuk anak-anaknya saja,
sedangkan ada juga yang berpendapat bahwa waris diperuntukan bukan hanya
anak-anak saja akan tetapi famili lain yang tidak terhalang akan mendapatkan
waris juga.
2. Segi Praktek
Praktek-praktek hibah dan wasiat dalam pembagian masyarakat suku Betawi
Kampung Baru adalah sebagai berikut:
a. Praktik Pembagian waris yang dilakukan keluarga Rahamtullah,
informasi yang diberikan oleh Rahamatullah lebih cenderung azas
musyawarah keluarga, dengan alasan karena dari orang tua tinggal bapak
dan sudah tua maka keluarga Rahmatullah melakukan musyawarah dalam
pembagian hibah untuk warisan, dan semua sepakat pada apa yang
diberikan orang tua, akan tetapi tetap berlakunya nanti setelah bapak
meninggal.11
b. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Ahmad Kayis,
informasi yang diberikan Ahmad Kayis melakukan hibah harta yang
dipunyai oleh orang tua dibagi sesuai musyawaroh keluarga. seperti anak
pertama dan kedua yang sudah nikah saya sudah dikasih rumah, dan
begitpun adik adik nanti sudah dikasih jatah tanah atau tempat yang
nantinya akan dibangun rumah ketika mereka berkeluarga, dan apabila
nanti setelah orang tua meninggal masih ada sisah harta maka akan kami
11
Rahmatullah Umar, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 9 Juli 2019.
41
lakukan musyawarah setelah urusan dunia orang tua seperti utang piutang
terlaksanakan.12
c. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Abdul Haris, informasi
yang berikan oleh Abdul Haris melakukan praktik hibah, cara
pembagiannya pertama saya menyebutkan harta yang saya punya
kemudian kami musyawarah untuk menetukan bagian yang anak anak
inginkan, tanpa ada paksaan ataupun intimidasi, sebenarnya saya yang
ingin menentukan bagian bagian mereka tapi karna mereka semua sudah
dewasa dan menikah saya mempersilahkan mereka musyawarah dan
memilih bagiannya masing masing.13
d. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Maimunah, Informasi
yang diberikan oleh Maimunah melakukan praktek hibah dengan alasan
adanya faktor yang mana dulu tanah yang didepan mau dijual dan tanah
yang depan ada bagian anak laki lakinya maka dari itu sehabis dijual hasil
duitnya yang laki langsung kasih sedangkan yang prempuan dikasih
tanah, tapi nih dikeluarga saya tetep prempuan yang paling tua dan kecil
sama atau setara dengan laki laki, ya memang anak laki-laki, kakak
pertama dan adik paling kecil dikeluarga saya mempunyai ekonomi jauh
dibawah saya, sedangkan saya dan adik saya yang satu dibagi lebih kecil
dari pada yang lain dan praktek ini disaksikan oleh ulama setempat.14
e. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Sarbini, Informasi
yang diberikan oleh Sarbini melakukan praktek pembagian secara Islam,
akan tetapi dikeluarga kami banyak yang tidak sepakat, ada yang
meminta sama rata, ada yang meminta dirinya lebih banyak karna
menjaga orang tua, kalo saya tetap berpedoman pada syariat islam yakni
satu untuk laki laki setengah untuk prempuan, akan tetapi keluarg kami
12
Ahmad kayis, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 9 Juli 2019 13
Abdul Haris, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019. 14
Maimunah, Masyarakat, Wawacara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
42
masih belum menemukan titik terang dalam pembagian waris yang sudah
terjadi sejak lama, berbagai cara sudah kami tempuh melalui musyawarah
keluarga dan menghadirkan ulama setempat untuk meminta petunjuk dan
meminta bantuan membagikan harta waris orang tua kami,tetapi tetap saja
adik adik saya masih ingin pembagian harta waris ini sesuai dengan
ketentuan mereka masing-masing, sejak tahun 2010 masalah pembagian
waris dikeluarga saya belum kelar karna masing masing mempunyai ego
yang sangat tinggi.15
f. Praktek pembagian waris yang dilakukan dalam keluarga Hj. Afiyyah,
informasi yang diberikan oleh Hj. Afiyyah melakukan praktek wasiat,
dengan alasan orang tua saya sudah meninggal sejak saya kecil, sebelum
saya menikah baru diadakan musyawarah tentang apa yang diwasiatkan
orang tua saya kepada abang saya dahulu sebelum mereka meninggal, dan
semua yang sudah ditentukan oleh wasiat orang tua kepada anak anaknya
kami terima dan sepakati, demi keharmonisan keluarga.16
g. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga H. Atta, informasi
yang diberikan oleh H. Atta melakukan praktek wasiat, sebelum orang tua
saya meninggal anak yang paling tua yakni abang saya dipanggil dan
diajak bicara oleh orang tua, dan setelah orang tua saya meninggal dan
utang piutang sudah selesai, abang saya mengadakan musyawarah
bersama adik adiknya untuk memberi tahu bahwa orang tua sebelum
meninggal sudah memberikan harta waris sesuai bagian masing masing
melalui surat wasiat yang berikan kepada abang saya, sempat tejadi
perselisihan kecil antar adik abang, akan tetapi perselihan itu dapat
diselesaikan dengan cara baik-baik, dan semua sepakat dengan apa yang
15
Sarbini, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019. 16
Hj. Afiyyah, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
43
dituliskan didalam surat wasiat walaupun tidak sesuai harapan masing
masing anak.17
h. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Damin, informasi yang
diberikan Damin melakukan praktek hibah, dengan alasan orang tua saya
dulu sudah sakit sakitan, anak anaknya dikumpulkan dan memberi tau
harta orang tua berapa dan dimana saja, setelah ditanya sama ayah, mau
dibagiin sekarang ama nanti saja kalian yang atur setelah ayah meninggal,
Kami belum ada yang bisa menjawab pada hari itu, selang satu minggu
kakak tertua saya mengumpulkan adik-adiknya untuk mencari jawaban
dari pertanyaan ayah, setelah musyawarah kami sepakat untuk dibagikan
sekarang sebelum orang tua meninggal karena takut ada masalah ketika
nanti pembagian dilakukan setelah ayah meninggal, ya memang
kendalanya kami tidak terlalu mengerti metode pembagian waris secara
Islam yang sebenarnya, walaupun memang banyak ulama, tapi kan malu
nanti kalau cuma gara-gara harta aja berantem. tiga hari kemudian kami
ngadep ke ayah, musyawarah dilakukan dengan kondisi anak-anak
lengkap demi mencari kesamaan dan keikhlasan jumlah harta sesuai
bagiannya masing masing.18
i. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Khusairi, informasi
yang diberikan Khusairi melakukan praktek wasiat secara lisan, ibu saya
menyampaikan pesan keabang saya yang tertua bahwa dahulu sebelum
ayah meninggal sudah meninggalkan pesan kepada ibu saya, dan setelah
ibu saya sudah sangat tua ibu saya menyapaikan wasiat tentang harta
untuk anak anaknya dengan jumlah yang sudah ditentukan. Setelah ibu
saya meninggal abang saya mengumpulkan adik-adikya dan
menyampaikan apa yang disampaikan oleh ibu saya tentang harta yang
sudah ditentukan oleh ayah dan ibu saat mereka masih hidup, akan tetapi
17
H.M. Atta, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019. 18
M. Damin, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
44
setelah dibagikan bagiannya masing masing dengan abang saya, saya
merasa ada yang janggal dibagian saya, setelah saya hitung dengan
hukum waris Islam bagian saya terlalu banyak yakni tiga banding satu,
saya takut ada yang iri dengan saya, setelah itu saya meminta untuk
musyawarah kembali dan menyampaikan bahwa harta saya kalau dihitung
dengan syariat Islam kelebihan, akan tetapi abang, kakak, dan adik saya
menerima hal tersebut karena hal itu sudah diwasiatkan oleh orang tua
kami.19
j. Praktek pembagian waris yang dilakukan keluarga Amrulloh, informasi
yang diberikan oleh Amrulloh melakukan praktek hibah dengan alasan
ketika orang tua sudah tua dan mulai sakit sakitan. Bapak saya
memberikan hak kepada anak anaknya untuk menentukan bagiannya
masing masing karna bapak saya tidak mau terjadi keributan. Setelah satu
tahun orang tua saya meninggal kakak saya meninggal, kakak saya
memberikan tanggung jawab harta hibah yang sudah diberikan oleh orang
tua saya ke kakak saya kepada saya ketika kakak saya sudah sakit parah
dan sampai saat ini saya bingung kakak-kakak saya sudah meninggal,
yang pertama ada yang mempunyai ahli waris tapi kakak saya sebelum
meninggal memberikan amanah kepada saya untuk mengelolah harta
kakak saya, sayapun tetap memberikan nafkah ke anak kakak saya, dan
satu lagi kakak saya tidak mempunyai ahli waris, dan sebelum kakak saya
meninggal tidak meninggalkan pesan apapun.20
Dari uraian diatas dapat diketahui dalam hal praktek pembagian waris suku
Betawi Kampung Baru terdapat variasi sebagai berikut: Praktek masyarakat suku
Betawi Kampung Baru ada yang melakukan praktek hibah dengan bertujuan agar
anak-anaknya mengetahui harta yang dimiliki orang tuanya dan memberikan hak-hak
19
Khusairi, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019. 20
Amrullah, Masyarakat, Wawancara Pribadi, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
45
mereka secara langsung. Praktek wasiat yang dilakukan masyarakat suku Betawi
Kampung Baru dikarenakan orang tua mereka sudah sangat tua dan mempercayai
hanya kepada satu anak yang menurut orang tua dapat memegang amanah, ada juga
yang melakukannya karna orang tua sudah sakit-sakitan dan anak-anak mereka masih
ada yang belum cukup umur untuk dibagikan hibah pada saat itu. Ada juga yang
melakukan praktek waris Islam akan tetapi terjadi kendala karena adanya keegoisan
sesama saudara.
B. Analisa Penelitian
Masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi Selatan
melakukan pembagian harta warisnnya sebelum orang tua meninggal yang mana
sering disebut hibah, oleh karena itu penulis akan melakukan peninjauan persamaan
dan perbedaan pembagian harta waris secara syariat Islam dengan praktek
pembagian harta waris masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan Sukabumi
Selatan
1. Segi Pemahaman
Persamaan Perbedaan
Pemahaman masyarakat suku Betawi
Kampung baru tentang hibah sama
dengan apa yang disyariatkan Islam,
menurut masyarakat suku Betawi
tentang pengertian hibah adalah
memberikan harta atau sesuatu yang
bermanfaat ketika pihak pemberi
masih hidup. Sedangkan hibah
menurut Islam adalah suatu pemberian
yang bersifat sukarela, tanpa
mengharapkan adanya imbalan dari
pihak penerima pemberian dan
pemberian itu dilangsungkan pada saat
si pemberi masih hidup.
Pemahaman masyarakat suku Betawi
Perbedaan yang sangat terlihat dari
pemahaman masyarakat suku Betawi
Kampung Baru tentang hibah adalah,
sebagian masyarakat suku Betawi
Kampung Baru berpendapat bahwa
hibah itu bersifat mengikat kecuali
antara orang tua dan anak, sebagian
lainnya berpendapat bahwa hibah itu
tidak bersifat mengikat baik antara
orang tua dan anak maupun dengan
orang lain. Menurut salah satu
respondent yang peneliti wawancara
menyebutkan bahwa hibah tidak
mempunyai satu kekuatan hukum
secara pasti dalam al-Quran dan
46
Uraian tentang persamaan dan perbedaan pemahaman hibah, wasiat dan wasiat
menurut hukum Islam dan masyarakat suku Betawi Kampung Baru Kelurahan
Sukabumi Selatan, berdasarkan uraian dari bab dua dan bab tiga maka dapat diliat
persamaan dan perbedaan sebagai berikut.
2. Segi Praktek
Selanjutnya uraian tentang persamaan dan perbedaan praktek hibah, wasiat
dan wasiat menurut hukum Islam dan masyarakat suku Betawi Kampung Baru
Kelurahan Sukabumi Selatan diuraikan sebagai berikut.
Kampung baru tentang wasiat sama
dengan apa yang disyariatkan Islam,
menurut masyarakat suku Betawi
Kampung Baru wasiat adalah pesan
atau amanah yang disampaikan
kepada seseorang dalam bentuk
ucapan atau lisan dan dilaksanakan
sesuai waktu yang disebutkan dalam
isi wasiat tersebut. Sedangkan wasiat
menurut Islam adalah penyerahan
harta secara sukarela dari seseorang
kepada pihak lain yang berlaku setelah
wafat, baik harta itu berbentuk materi
maupun berbentuk manfaat.
Pemahaman masyarakat suku Betawi
Kampung baru sama dengan apa yang
disyariatkan hukum Islam tentang
waris adalah, menurut masyarakat
suku Betawi Kampun Baru waris
adalah harta yang dimiliki orang tua
dan dibagikan sesuai bagian yang
sudah ditetapkan di al-Quran dan
hadist. Sedangkan menurut hukum
Islam waris adalah suatu hak yang
bisa diserakan yang menetap pada
penerima hak setelah matinya pewaris.
hadits. Sedangkan dalam islam itu
bersifat mengikat, al-Quran jelas ada
petunjuk dan anjuran secara umum
agar seseorang memberikan sebagian
rezekinya kepada orang lain.
Sedangkan dalam pemahaman tentang
wasiat dan waris tidak ada perbedaan
antara pemahaman wasiat dan waris
menurut hukum Islam dan
pemahaman wasiat dan waris menurut
masyarakat suku Betawi Kampung
Baru yaitu berlakunya wasiat dan
waris setelah pemberi wasiat dan
pewaris meninggal.
47
Segi Persamaan Segi Perbedaan
Dalam praktek hibah masyarakat suku
Betawi kampung Baru dilakukan oleh
orang tua kepada anak-anaknya yang
mana biasanya dilakukan untuk
mempermudah ekonomi anak tersebut.
Sedangkan praktek hibah menurut
hukum Islam yang mana hibah
dilakukan ketika yang memberikan
dan yang diberi hibah masih hidup dan
adanya barang yang dihibahkan.
Dalam praktek wasiat masyarakat
suku Betawi Kampung Baru sama
seperti apa yang diajarkan oleh
syariat, yang mana pelaksanaan
praktek wasiat dilakukan setelah
pemberi wasiat itu meninggal, atau
sesuai waktu yang ditentukan pada isi
wasiat tersebut.
Dalam praktek waris, sebagian
masyarakat suku Betawi Kampung
Baru sama seperti apa yang diajarkan
oleh syariat, yang mana pelaksanaan
praktek pembagian waris dilakukan
setelah orang tua meninggal dan
bagian-bagiannya susuai apa yang ada
di al-Quran.
Perbedaan dari Praktek hibah, pada
sebagian masyarakat Betawi
Kampung Baru ada perbedaan yang
sangat mendasar antara hibah secara
syariat Islam dan hibah yang berlaku
pada masyarakat suku Betawi
Kampung Baru dalam hal praktek
hibah yaitu praktek hibah secara
syariat Islam harta yang dihibahkan
berlaku sertamerta. Sedangkan praktek
hibah yang belaku pada sebagian
masyarakat suku Betawi Kampung
Baru berpindahnya harta yang
dihibahkan bukan sertamerta akan
tetapi setelah orang tua meninggal.
Perbedaan selanjutnya hibah secara
Islam adalah harta yang dihibahkan
kepada anak tetap berlaku sertamerta
tetapi tidak mengikat dan dapat di
ambil kembali kecuali kepada selain
anak. Sedangkan sebagian masyarakat
Kampung Baru harta yang dihibahkan
kepada anak tidak berlaku sertamerta
atau berlaku setelah orang tua
meninggal.
Perbedaan praktek wasiat secara Islam
dengan praktek wasiat masyarakat
suku Betawi Kampung Baru adalah
wasiat secara Islam itu dipergunakan
untuk seseorang yang tidak termasuk
ahli waris yang mendapatkan warisan
baik itu ahli waris yang terhijab
maupun orang lain, suatu lembaga
yang mana harta yang diwasiatkan
tidak lebih dari sepertiga harta warisan
sedangkan prakteknya adalah wasiat
yang dilakukan masyarakat Kampung
Baru adalah wasiat harta untuk ahli
waris.
Perbedaan selanjutnya adalah tentang
jumlah harta yang diwasiatkan,
48
menurut Islam jumlah harta yang
boleh diwasiatkan adalah sepertiga
dari harta kekayaan pewasiat apabila
lebih dari sepertiga maka harus dapat
persetujuan ahli waris. Sedangkan
praktenya pada masyarakat Kampung
Baru adalah harta yang diwasiatkan
lebih dari sepertiga dan tanpa adanya
persetujuan ahli waris.
Perbedaan praktek pembagian waris
secara Islam dengan praktek
pembagian waris masyarakat suku
Betawi Kampung Baru adalah warisan
dalam Islam dibagikan setelah pewaris
meninggal sedangkan praktek
pembagian waris masyarakat
Kampung Baru melakukan praktek
hibah dan wasiat yang mana harta
dibagikan dan ditentukan sebelum
pewaris meninggal, dan dimaksudkan
sebagai harta warisan
Perbedaan selanjutnya tentang jumlah
harta yang dibagikan, jumlah harta
yang dibagikan dalam kewarisan
Islam sudah ditentukan dalam al-
Quran dan hadist, sedangkan praktek
yang dilakukan masyarakat Kampung
Baru adalah sama rata, atau sesuai
keinginan pewaris atau ahli waris,
dikarenakan praktek pembagian waris
dilakukan dengan hibah dan wasiat.
Perbedaan selanjutnya adalah tentang
ahli waris. Ahli waris pada Islam ada
macam-macam ahli waris, seperti
pewaris mempunyai bagian-bagian
yang sudah ditentutan seperti al-
furudh al-muqaddarah ( bagian yang
sudah ditentukan ) dalam jumlah atau
porsi pembagian waris yaitu; 1/2, 1/4,
1/8, 2/3, 1/3, 1/6, dan ashobah. Dalam
segi golongan tentang ahli waris sudah
diatur, seperti; ashabul furudh/dzawil
49
Sebagaimana hasil jawaban-jawaban wawancara, diperoleh analisa bahwa
pada prinsipnya masyarakat suku Betawi Kampung Baru mengetahui tentang masalah
hukum kewarisan baik hukum kewarisan Islam ataupun hukum kewarisan adat.
Hukum adat yang dimaksud oleh peneliti adalah hukum yang dilakukan secara turun
temurun oleh sekelompok masyarakat. Hukum kewarisan adat yang dimaksud adalah
hukum kewarisan Betawi.
Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat suku Betawi Kampung Baru
masih sangat minim. Hal ini dilatarbelakangi dengan proses sosialisasi hukum yang
tidak sampai kepada masyarakat, kurangnya proses sosialisasi yang dilakukan, seperti
aturan-aturan produk hukum yang telah dihasilkan tetapi hasil produk hukum itu
tidak sampai kepada masyarakat. Padahal masyarakat memiliki peranan penting.
Aturan produk hukum tersebut tidak hanya proses sosialisasi yang menjadi penyebab
kurangnya pemahaman masyarakat. Selain itu, penyebab lainnya yaitu kurangnya
kesadaran masyarakat tentang masalah kewarisan.
Secara umum memang masyarakat mengetahui tentang hukum kewarisan
Islam. Pengetahuan yang diperoleh masyarakat berasal dari ustadz/kyai. Ternyata
masyarakat masih berkeyakinan ustadz/kyai sebagai media pembelajaran. Sedangkan
sumber informasi aturan kewarisan Betawi berasal dari kebiasaan keluarga yang
dilakukan secara turun temurun, karena alasan inilah masyarakat lebih memilih
menggunakan hukum kewarisan adat dibanding hukum kewarisan Islam.
Dalam masyarakat Betawi Kampung Baru khusus hibah kepada anak
dianggap sekaligus sebagai waris hal ini terbukti bahwa berpindahnya objek-objek
hibah tidak berlaku sertamerta akan tetapi berlaku setelah orang tua meninggal, pada
furud, ashobah, dan gabungan.
Sedangkan dalam masyarakat
Kampung Baru tidak ada macam-
macam ahli waris, hanya anak yang
berhak mendapatkan harta waris dari
pewaris (orang tua).
50
dasarnya hal ini bukan hibah akan tetapi wasiat, akan tetapi disebut wasiat juga
keberatan karena wasiat tidak berlaku untuk ahli waris maka disini terlihat adanya
penyimpangan pada satu sisi hibah harus berlaku sertamerta sedangkan wasiat hanya
berlaku untuk bukan ahli waris sedangkan warisan berlaku setelah pewaris meninggal
dan bagiannya sesuai dalam al-Quran, disini masyarakat pada umumnya memahami
bahwa hibah yang dilaksanakan orang tua kepada anak dianggap sebagai yang
ditentukan ketika orang tua masih hidup dan seolah-olah hibah padahal yaitu hampir
sama cara pembagian warisan.
Masyarakat suku Betawi Kampung baru dalam memahami konsep hibah yaitu
hibah dilakukan ketika seseorang masih hidup dan boleh memberikan apa saja yang
tidak bertentangan oleh syariat kepada seseorang. Akan tetapi dalam memahami
konsep hibah masyarakat suku Betawi Kampung Baru tidak memahami bahwa hibah
secara Islam dilakukan secara sertama, masyarakat suku Betawi Kampung Baru
hanya memahami konsep pemahamannya saja tidak memahami tentang kapan
berlakunya harta yang sudah dihibahkan. Sedangkan yang dikatakan Menurut
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 ayat G Hibah adalah pemberian suatu
benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang
masih hidup untuk dimiliki.21
Dalam memahami konsep wasiat masyarakat suku Betawi Kampung baru
yaitu wasiat adalah pesan yang disampaikan tentang pemberian harta kepada anak
yang berlakunya pesan tersebut setelah orang tua atau pewasiat meninggal.
Sedangkan konsep wasiat menurut Islam wasiat adalah pesan yang disampaikan
tentang pemberian harta kepada yang bukan ahli waris berlakunya pesan tersebut
setelah sipewasiat meninggal dan harta yang diwasiatkan maksimal satu pertiga dari
harta pewasiat.
Dalam memahami konsep waris masyarakat suku Betawi Kampung baru yaitu
waris yaitu berpindahnya harta setelah orang tua meninggal kepada anak-anaknya.
21
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h. 156.
51
Sedangkan konsep waris menurut Islam waris yaitu segala sesuatu benda atau yang
bernilai kebendaan yang dapat dimiliki, yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal
dunia yang dibenarkan oleh syara’ dan dapat diwarisi oleh para ahli waris.22
Berpindahnya harta setelah pewaris meninggal, yang disebut pewaris bukan hanya
orang tua akan tetapi bisa juga dari anak, dan yang disebut ahli waris bukan hanya
anak akan tetapi orang tua bisa disebut juga ahli waris apabila anak yang meninggal.
Praktek hibah yang dilakukan masyarakat suku Betawi kampung Baru yakni
bagi rata atau anak-anaknya menentukan bagiannya masing-masing dan berlaku
setelah orang tua meninggal, akan tetapi ada juga dari salah satu responden yang
kecewa atas hibah yang diberikan oleh orang tuanya karena mendapatkan harta yang
lebih sedikit dari anak perempuan lainnya.
Praktek wasiat masyarakat suku Betawi Kampung Baru, yakni sering sekali
diberikan wasiat oleh orang tuanya untuk masa masa yang akan datang. Sebagian
orang tua yang melakukan praktek wasiat dalam hal pembagian waris dengan cara
orang tua mempercayai satu anaknya dalam memegang kendali harta orang tuanya,
bahkan dengan satu anak itu orang tua juga sering memberi wasiat dalam penetepan
hak-hak dalam bagian pembagian warisan.
Praktek hibah dan wasiat dalam pembagian waris masyarakat suku Betawi
Kampung Baru bukanlah hal yang baru dilakukan, praktek ini sudah dilakukan dari
orang tua dahulu, praktek ini dilakukan karna ada berbagai macam faktor yang mana
faktor yang paling utama adalah mengindari keributan yang akan terjadi antar
keluarga, ada juga faktor lainnya seperti untuk membantu ekonomi anak yang rendah,
ada juga yang tidak mengerti tentang pembagian waris yang benar secara Isla
Praktek hibah dan wasiat pada masyarakat Kampung Baru belum sejalan
dengan sistem hibah dan wasiat secara Islam, karna dalam prakteknya pembagian
hibah berlaku sertamerta dan wasiat berlaku bukan untuk ahli waris dan bagiannya
maksimal satu pertiga dari harta pewasiat,
22
Sidik Tono, Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan, h. 27.
52
Wasiat dalam pembagian waris sebenarnya dilakukan untuk orang yang
terhijab dalam pembagian waris, seperti untuk cucu yang orang tuanya masih hidup,
akan tetapi wasiat yang digunakan pada masyarakat suku betawi Kampung Baru tetap
untuk ahli warisnya melalui anak tertua atau yang dipercaya oleh orang tua, praktek
yang dilakukan masyarakat suku Betawi Kampung Baru tidak sesuai dengan sabda
Nabi Muhammad SAW tentang tidak adanya wasiat bagi ahli waris yang berbunyi:
شرحبيل بن مسلم قال سعت أبا أمامة قال سعت رسول الل ه صل ى الل ه عليه وسل م ي قول إن الل ه عز
وجل قد أعطى كل ذي حق حق ه فل وصي ة لوارث
Syurahbil bin Muslim ia berkata : saya mendengar Abu Umamah berkata
"Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "
sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla telah memberikan kepada setiap yang memiliki
hak, maka tidak ada wasiat bagi pewaris.23
Hibah dan wasiat mempunyai kedudukan yang hampir sama dalam pembagian
waris pada masyarakat suku Betawi Kampung Baru yang pada dasarnya wilayah
Kampung Baru yang mana mayoritas beragama Islam, banyak pengajian, pesantren
dan ulama betawi.
Masyarakat suku Betawi Kampung Baru dalam pembagian waris secara Islam
belum mempraktekan dengan baik dan benar, masyarakat suku Betawi Kampung
Baru mempraktekan pembagian waris dengan melakukan praktek hibah dan wasiat,
akan tetapi prakteknya pun tidak sesuai dengan praktek hibah dan wasiat secara
Islam.
Adapun salah satu dari sepuluh masyarakat yang penulis wawancarai
melakukan praktek pembagian waris secara Islam mendapatkan kendala, yang mana
keluarganya saling iri tentang pembagian harta secara Islam, sudah hampir 9 tahun
masalah waris ini belum selesai dikeluarganya. Keluarga tersebut sudah meminta
ulama setempat untuk membagikan bagian bagian secara Islam dengan ketentuan
yang ada pada al-Quran dan hadits, akan tetapi sebagian dari keluarga masih tetap
ingin mendapakan lebih dari apa yang ditentukan.
23
Muhammad ‘Abdul Aziz al-Halidi, Sunan Abi Dawud, h.503.
53
Praktek pembagian waris secara Islam seharusnya menjadi pelajaran bagi
keluarga bahwa ketentuan yang sudah ada pada al-Quran seharusnya dijalankan
dengan baik, bukan malah terjadi pertengkaran atau kesalah pahaman antar keluarga.
Dengan itu, dapat dikatakan bahwa esensi kewarisan dalam Al-Qur’an adalah
proses pelaksanaan hak-hak pewaris kepada ahli warisnya dengan pembagian harta
pusaka melalui tata cara yang telah ditetapkan oleh nash. Atau lebih khusus dapat
dicatat bahwa apabila seseorang telah wafat, maka siapa ahli warisnya yang terdekat
dan berapa saham yang diterima setiap ahli waris. Dalam pembagian waris harus ada
dan diketahui wafatnya pemberi waris secara hakiki atau menurut hukum.
Pembandingan tirkah tidak mungkin dilaksanakan, sehingga muwaris
(pemberi waris) nyata-nyata telah mati, atau hakim telah menetapkan kematiannya.
Inilah yang dimaksud dengan mati secara hukum. Apabila hakim menetapkan
kematiannya berdasarkan butki-bukti, maka ketika itu dimungkinkan membagikan
harta peninggalannya kepada ahli waris. Bahwa pembagian hibah dan wasiat dalam
pembagian waris suku Betawi Kampung Baru nampaknya tidak sinkron tidak seperti
apa yang dijelaskan dalam Islam tentang hibah, wasiat, dan waris bahwa hibah harus
dilakukan secara sertamerta, wasiat bukan untuk ahli waris dan maksimal harta yang
diberikan satu per tiga (1\3).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti diketahui bahwa walaupun
dalam pembagian waris masyarakat suku Betawi Kampung Baru merujuk kepada
agama, tetapi pada kenyataan lain berbeda. Perbedaan tersebut antara lain dalam
pewarisan yakni pewaris masih hidup atau yang disebut dengan perencanaan waris
berupa hibah yang telah dibagikan masing-masing kepada ahli waris, dengan alasan
ketika pewaris masih hidup lebih mengerti dan lebih nurut, untuk mengantisipasi
terjadi pertengkaran dan saling membunuh.
Dalam hukum waris Islam pewarisan baru berlaku ketika ada seseorang yang
meninggal dunia. Wasiat dan hibah berkaitan dengan pembagian waris, memiliki
beragam variasi dalam praktik, yaitu: Seseorang menentukan kepada siapa saja harta
yang dimilikinya nantinya akan berpindah tangan setelah ia meninggal dunia, seorang
54
melakukan pembagian hartanya kepada keluarganya dan pembagian ini berlaku,
setelah ia mati dan seketika.
Sedangkan persamaan dalam pembagian harta waris suku Betawi Kampung
Baru dengan hukum Islam yakni meskipun bagian laki-laki lebih besar dibandingkan
perempuan pada suku Betawi tetap berbeda karena dalam Islam bagiannya dua
banding satu. Sedangkan dalam suku betawi lebih besar tetapi belum tentu dua
banding satu, karena anak laki-laki adalah umara dan tanggung jawab yang besar bagi
keluarganya, persamaan yang lain yakni, harta warisan yang ditingalkan oleh pewaris
dapat diwarisi kepada ahli waris setelah hak-haknya orang tua terpenuhi seperti;
pembayaran hutang serta kewajiban sadaqah dan kewajiban lain yang belum sempat
dilakukan semasa hidupnya pewaris.
Kesimpulannya adalah masyarakat suku Betawi Kampung Baru melakukan
praktek pembagian waris dengan sistem musyawarah atau mereka lebih kenal dengan
hibah dan wasiat, akan tetapi praktek tersebut sebenarnya tidak sama dengan
ketentuan Islam, karena dalam Islam sudah mengatur siapa saja yang mendapatkan
waris dan bagian-bagiannya.24
Praktek yang dilakukan dengan sistem hibah dan
wasiat di masyarakat suku Betawi Kampung Baru juga belum sesuai aturan hibah dan
wasiat secara Islam.
Hibah yang dilakukan masyarakat Kampung Baru tidak dilakukan sertamerta
akan tetapi menunggu orang tua meninggal. tentang porsi pebagiaanya ada yang sama
rata antara laki-laki dan perempuan ada juga yang laki-laki mendapat lebih dari dua
bagian, ada juga sebagian anak perempuan medapatkan sama seperti laki-laki
sedangkan sebagiannya lagi lebih sedikit. Praktek wasiat yang dilakukan masyarakat
Kampung Baru juga berbeda dengan ketentuan wasiat dalam Islam dimana praktek
wasiat yang masyarakat Kampung Baru lakukan untuk ahli waris dan porsinya tidak
sesuai dengan aturan wasiat yang sebenarnya adalah untuk orang yang terhijab untuk
24
Syekh Sulaiman bin Muhammad, Hasiyah al-Bujairomi Alasyarah Manhajutullab Juz 3, h.
273.
55
mendapatkan waris, kerabat dekat, lembaga dan bagiannya tidak lebih dari satu per
tiga (1\3).25
25
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia, h. 85-86.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab sebelumnya sebagai jawaban atas rumusan masalah maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari segi pemahaman tentang hibah wasiat dan waris sebagian besar masyarakat
Betawi Kampung Baru memahami makna yang sesuai dengan apa yang terdapat
dalam syariat Islam, tetapi ada juga yang memahami berbeda dari apa yang ada
dalam syariat Islam.
2. Dari segi praktek sebagian besar masyarakat suku Betawi Kampung baru
menggunakan istilah waris padahal istilah waris yang mereka maksud sebenarnya
adalah praktek hibah, hal itu terbukti dari sebagian besar masyarakat
membagikan harta warisan ketika hidup kepada anak-anaknya, dan itu
dimaksudkan sebagai pembagian warisan, padahal yang dimaksud waris secara
Islam adalah pembagian harta yang dilakukan setelah pewaris meninggal, hanya
sebagian kecil saja yang mempraktekan waris secara Islam. Pada umumnya
masyarakat Betawi Kampung Baru tidak mau melaksanakan waris Islam karena
apabila melakukan praktek Islam akan terjadi perselisihan antar keluarga.
Sebagian kecil masyarakat Betawi Kampung Baru, dari mereka yang
mendapatkan bagian waris paling kecil memberi alasan bahwa hukum waris
Islam tidak memenuhi rasa keadilan karena adanya perbedaan bagian. perbedaan
lain, adalah dalam waris Islam apabila ada saudara sedangkan yang meninggal
hanya meninggalkan istri dan anak perempuan sehingga tidak terjadi ashobah
maka saudara dapat, sedangkan dalam praktek masyarakat Betawi Kampung
Baru saudara tidak dapat warisan.
3. Praktek hibah dan wasiat dalam pembagian waris sebenarnya belum sesuai dari
arti kata makna waris secara syariat Islam, karena harta warisan itu dibagikan
57
setelah pewaris meninggal, hibah dilakukan ketika yang memberikan hibah
masih hidup sedangkan wasiat diberikan bukan untuk ahli waris dan
pelaksanaannnya setelah pemberi wasiat meninggal dan porsi dari pemberian
wasiat maksimal satu per tiga (1/3) harta pemberi wasiat.
B. Saran-saran
Saran-saran yang penulis anggap relevan adalah sebagai berikut: Perlu adanya
penyuluhan yang lebih luas dan komprehensif kepada masyarakat Islam khususnya
masyarakat tentang hibah, wasiat dan waris terutama tentang keadilan substansi
dalam bidang warisan
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abd. Syukur, Djunaidi Ashari Abta dan, Ilmu Waris al-Faraidl deskripsi
Berdasarkan Hukum Islam Praktis dan Terapan. Yogyakarta: Pustaka Hukmah
Perdana. 2005
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: CV Akademika
Pressindo. 2010
al-Halidi, Muhammad „Abdul Aziz. Sunan Abi Dawud. Lebanon: Dar Al-Kotob Al-
Ilmiyah. 2011
al-Jarjawi, Ali Ahmad. Hikmatutasyri‟wasfalsafatuhu Juz 2. T.tp., Dar al-Fikr t.th
al-Kaf, Ahmad bin Hasan, Takrirot Assadidah Qismul Buyu‟walfaraidl. Tarim: Darul
Mirots an-Nabawi, t.th
Al-Quran Terjemah
Anshori, Abdul Ghofur. Filsafat Hukum Hibah dan Wasiat di Indonesia. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 2011
Ash shiddieqy, T.M Hasbi. Fiqhul Mawaris Hukum;Hukum Warisan Dalam Syari‟at
Islam. Jakarta: Bulan Bintang.1972
Hasan. M.Ali. Hukum Warisan Dalam Islam. Jakarta: Karya Unipress. 1996
Ismail, Al-imam Imaduddin bin Umar bin Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir Juz 1.
Libanon: Alqutub alilmiah
Kementrian Agama Republik Indonesia. Kedudukan Wasiat Dalam Sistem
pembagian harta peningalan. Jakarta:Kementrian Agama Republik Indonesia.
2012
Mardani, Hukum Kewarisan islam Di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
2015
Melalatoa, M. J. Betawi dalam Ensiklopedi Suku Bangsa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995
Muhammad bin Yazin, Abi„Abdillah. Sunan Ibnu Majah. Kairo:Dar al-Ilmiyah.2017
Muhammad, Imam bin Ismail al-Amir al-Yamani. Sulubussalam jilid 3
Ramulyo, Idris. Hukum kewarisan Islam. IND-HILL.CO.1984
Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.2013
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah 4. Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2006
Somawitana, Yusuf dan Suparman Usman. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Gaya
Media Pratama. 2002
Sulaiman bin Muhammad al-Bujayrimi, Hasiyat al-Bujayrimi „ala Sarh Manhaj At-
Tullab,(Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah Juz 4. 2013
Sulaiman, Syekh bin Muhammad. Hasiyah al-Bujairomi Alasyarah Manhajutullab
Juz 3. Beirut Libanon: Darul Qutub al-Ilmiah, t.th
Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2004
Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW.
Bandung: PT Refika Aditama. 2007
Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana.2005
Tono, Sidik. Kedudukan Wasiat Dalam Sistem Pembagian Harta Peninggalan.
Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia
Umanallo, M. Chairul Basrun, Sosiologi Hukum. Fam Publishing. 2016
Usman, Imam Abubakar bin Muhammad Syato Addimyati Albakr, I‟anatu At
Tholibin Juz 3. Semarang: Pustaka „alawiyyah. 1996
Wahid, Abdul dan Moh.Muhubbin. Hukum Kewarisan Islam”Sebagai Pembaruan
Hukum Positif di Indonesia”. Jakarta: Sinar Grafika. 2009
Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 1992
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan.
Jakarta: Kencana. 2014
Zuhdi. Masjfuk. Studi Islam Jilid 3: Muamalat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1993
B. Skripsi dan Jurnal
Abduh, Muhammad. “Hibah Dan Wasiat Dalam Analisis Perbandingan Antara
Undang-Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam. Skripsi S-1
Fakultas Syariah. Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang.
2008)
Bachiar, Maryati. “Hukum Waris Islam Dipandang Dari Perspektif Hukum
Berkeadilan Gender” Jurnal ilmiah ilmu hukum. 2012
Mutohar, Solikul. “Hibah Orang Tua Terhadap Terhadap Anak Antara Pemerataan
Dan Keadilan Perspektif Hukum Islam. Skripsi S-1 Fakultas Hukum.
Universitas Sebelas Maret Surakata, 2010
Pongoliu dkk, Hamid. ”Eksistensi Hukum Waris Adat Dalam Masyarakat Muslim Di
Kota Gorontalo Dalam Prespektif Sejarah” Jurnal Diskursus Islam Agustus
2018
Ramdhan, Achmad Fachmi. “Pelaksanaan Hukum Kewarisan di Perkampungan
Budaya Betawi Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.”. Skripsi S-1 Fakultas
Syariah. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014
Suprapton, Muhammad Yusuf dan Umar Haris Sanjaya. “Kedudukan Ahli Waris
Yang Penerima Hibah Dari Orang Tua terhadap Ahli Waris Lainnya Pada
Proses Pembagian Waris” Jurnal Yuridis. Desember 2017
Zubair dkk, Asni. “Integritas Hukum Islam Dan Hukum Adar Dalam Pewarisan
Masyarakat Bugis Bone. Studi di Kecamatan Palakka.” Jurnal hukum keluarga
Islam 2016
C. Internet
https://budaya-indonesia.org/Suku-Betawi diakses Rabu 23 Agustus 2019 jam 14.00
WIB
Katalog Kecamatan Kebon Jeruk BPS:11020013174020 diakses 15 mei 2019 jam
13.30WIB
D. Wawancara
Interview Pribadi dengan Abdul Haris, Masyarakat, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan Afiyyah, Masyarakat, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan Ahmad kayis, Masyarakat, Kampung Baru, 9 Juli 2019
Interview Pribadi dengan Amrullah, Masyarakat, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan H.M. Atta, Masyarakat, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan Khusairi, Masyarakat, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan M. Damin, Masyarakat, Kampung Baru, 11 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan Maimunah, Masyakat, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
Interview Pribadi dengan Rahmatullah Umar, Masyarakat, Kampung Baru, 9 Juli
2019.
Interview Pribadi dengan Sarbini, Masyarakat, Kampung Baru, 10 Juli 2019.
Peratanyaan wawancara:
1. Apakah bapak/ibu mengetahui pengertian waris menurut islam?
2. Apakah bapak/ibu mengetahui pengertian hibah menurut islam?
3. Apakah bapak/ibu mengetahui pengertian wasiat menurut islam?
4. Bagaimana cara bapak/ibu mempratekkan pembagian waris pada keluarga?
5. Apa saja yang mempengaruhi praktek hibah dan wasiat dalam pembagian waris?
6. Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam
pembagian waris di keluarga bapak/ibu?
7. Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan
wasiat dari pada pembagian waris?
Rahmatullah Umar S.Pd
Warisan adalah Suatu tatacara yang diberikan allah melalui nash alquran dalam hal proses
pembagian harta peninggalan dari harta orang tua yang sudah meninggal.
Hibah adalah merupakan suatu pemberian yang diberikan secara cuma cuma dari orang
tua yang sudah meninggal kepada ahli warisnya semasa orang tuanya masih hidup dan
yang tidak mempunyai satu kekutatan hukum secara pasti dalam al quran atau sunnah.
Wasiat adalah suatu pesan yang harus dilaksanakan oleh warisnya, yang mana pesan
tersebut merupakan titipan perintah dari orang tua mereka sebelum meninggal dalam hal
harta peninggalan.
Praktik pembagian hibah/wasiat dalam keluarga? kalo dari keluarga saya kemarin lebih
cenderung azas musyawarah keluarga, karna dari orang tua saya tinggal bapak dan sudah
tua maka saya dan adik adik saya musyawarah dalam pembagian hibah untuk warisan,
apabila semua sepakat bisa dilaksanakan hibahnya, dan alhamdulillah keluarga kami
sepakat dalam penentuan hibah dari bapak kami, tapi tetap berlakunya nanti setelah bapak
kami meninggal.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik hibah dalam pembagian harta
waris? faktor pendidikan agama dan pemahan pendidikan tentang ilmu waris, faktor
lingkungan, faktor kekuatan kerjasama dan keharmonisan keluarga. Ada juga yang
pemahaman dalam ilmu agama dan ilmu warisnya cukup mengerti tapi karna keluarga dan
orang tua maunya hibah ya kita mau tidak mau harus mengikuti, dari pada tidak dikasih,
begitu pula sebaliknya apabila dari orang tuanya paham dalam ilmu agama dan waris tapi
anak-anaknnya ingin melakukan hibah orang tuapun terpaksan mengikuti keinginan anak
anaknya.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? dampaknya ada posistif dan negatif, positifnya sisi keharmonisan
keluarga tetap baik, negatifnya akan dilihat dikeluarga itu ada suatu permasalahan dalam
pembagian waris yang mana harus kembali ke alquran dan hadits, bahkan walaupun sudah
mengikuti apa yang ada di al quran/sunnah tatacara pembagainnya keluarga itu tetap
bertengkar saling memusuhi satu sama lain bahkan dari dulu hingga sekarang, bahkan ada
juga yang permasalahan pembagian waris dengan mengikuti al quran/sunnah ada yang
belum kelar.
Sejarah: memang terjadi dari dari orang orang terdahulu. Maka dari itu para ahli waris
memegang pedoman bakti kepada orang tua.
Salah atau tidak: tidak salah karna tidak ada larangannya untuk melakukan hibah sebagai
waris dan perintah secara langsung untuk mengikuti syariat islam dalam pembagian harta
peninggalan, karna dari tata bahasa kalimat di alquran itu kalimat khobar bukan
amer/perintah.
Ahmad Kayis S.si
Waris adalah harta peninggalan orang tua yang diberikan kepada anak atau cucu atau
sanak famili menurut ketentuan tertentu dalam aturan islam.
Hibah adalah hadiah yang diberikan kepada seseorang dantidak ada syarat orang itu family
atau bukan bisa juga penerima hibah ini suatu lembaga.
Wasiat adalah sesuatu yang di amanatkan untuk diberikan kepada orang tertentu atau
lembaga setelah si musi(orang yang memberi wasiat) wafat).
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Melakukan hibah harta yang di punyai oleh
orang tua dibagi sesuai musyawaroh keluarga . Kaya saya dan abang saya yang sudah
nikah saya sudah dikasih rumah, dan begitpun adik adik saya nanti sudah dikasih jatah
tanah/tempat yang nantinya akan dibangun rumah ketika mereka berkeluarga, dan apabila
nanti setelah orang tua meninggal masih ada sisah harta maka akan dilakukan musyawarah
setelah urusan dunia orang tua seperti utang piutang terlaksanakan.
Apa saja yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktek hibah dalam pembagian
waris? ada beberapa faktor: yang pertama karena dalam keluarga mempunyai anak dengan
sifat yang berbeda beda, misal kaya kasus 1 banding setengah ada yang tidak menerima
takut ada rasa iri, maka melakukan hibah dulu sisahnya baru pecah waris. Kedua jaga
perasaan bukan menafikan agama tapi disini lah orang tua yang mempunyai rasa kasih
sayang kepada anak anaknya dan tidak mau anak-anaknya salah pengertian kepada orang
tua kalo ada pembedaan kasih sayang kesalah satu anaknya.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? sesuai pendidikan agama yang dikasih orang tuanya, kalo pengetahuan
dari anak anaknya kurang mengerti bahkan tidak mengetahui tatacara waris besar
kemungkinan anak anaknya saling ribut karna pengetahuan anak anaknya belum sampai
mana yang dapet lebih besar mana yang lebih kecil.
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? biasanya orang orang dulu punya harta banyak dan punya
anak banyak, kalo pecah waris bisa saling iri.
Salah atau tidak? ada ikhtilaf besar atau kecilnya pembagian harta ke anak, apakah boleh
100% ke 1 anak atau tidak boleh.
Abdul Haris
Waris adalah harta yang dibagikan setelah orang tua meninggal laki 1 prempuan setengah
Wasiat adalah amanah yang diberikan ke seseorang yang harus dilaksanakan setelah orang
tua meninggal
Hibah adalah hadiah yang diberikan kepada seseorang ketika si pemberi masih hidup,
pemberiannya sesuai keinginan si pemberi..
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Dikeluarga saya memakai praktek hibah,
dikeluarga saya memakai praktik hibah, cara pembagiannya pertama saya menyebutkan
harta yang saya punya kemudian musyawarah bagian bagian yang anak anak inginkan,
tanpa ada paksaan ataupun intimidasi.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik hibah dalam pembagian harta
waris? Pendidikan agama dari keluarga saya dan ekonomi anak-anak saya.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Ya ribut.
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? kurang tau sih, tapi ya taunya dari kakek ke orang tua saya
dari orang tua saya ke saya.
Salah atau tidak? Tidak karna ya orang punya harta kan ada yang banyak ada yang tidak
kalau yang banyak enak bisa hibah, bisa wasiat kalo yang tidak punya harta ya gak tidak
bagi bagi warisan.
Maimunah
Waris adalah harta warisan yang diperuntukan anak anaknya.
Wasiat adalah pesan orang yang harus dilakukan sesuai ketentuan kapan harus
dilakukannya.
Hibah adalah apa saja yang diberikan ke seseorang secara cuma cuma.
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Dulu tanah yang didepan mau dijual dan yang
depan ada bagian anak laki lakinya maka dari itu sehabis dijual hasil duitnya yang laki
langsung kasih sedangkan yang prempuan dikasih tanah, tapi nih dikeluarga saya tetep
prempuan yang paling tua dan kecil sama/setara dengan laki laki, ya memang anak laki-
laki, kakak pertama dan adik paling kecil dikeluarga saya mempunyai ekonomi jauh
dibawah saya dan kakak saya yang diatas saya, dan disaksikan ada kiai setempat.
Apa yang mempengaruhi keluarga ibu melakukan praktik hibah dalam pembagian harta
waris? ya karna ada keperluan, keluarga saya karena tanah mau dijual jadi langsung
sekalian dibagi bagi jatahnya, juga faktor pendidikan agama dan pengetahuan tentang
waris Islam.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Ya berantem, tuh enyak dari dulu emaknye dah meninggal ampe
sekarang udah meninggal ya perebutan warisan dan permusuhannye turun ke anak
anaknya.
Apakah ibu tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? Ya taunya dari nenek saya, keatasnnya tidak tau.
Sarbini
Waris adalah harta yang dipunyai orang tua dan dibagikan setelah salah satu meninggal.
Misal ayah meningal ya yang dapet ibu dan anak anaknya.
Wasiat adalah ucapan orang tua yang ingin meninggal dan dilakukan diwaktu yang sudah
ditentukan.
Hibah Adalah pemberian secara sukarela untuk seseorang dan berlaku setelah akad hibah
dilakukan.
Praktek pembagian harta waris dikeluarga? Memakai praktik pembagian secara Islam,
akan tetapi dikeluarga kami banyak yang tidak sepakat, ada yang meminta sama rata, ada
yang meminta dirinya lebih banyak karna menjangga orang tua, kalo saya tetap
berpedoman pada syariat islam yakni satu untuk laki laki setengah untuk prempuan, akan
tetapi pembagian waris ini sudah sejak lama kami tempuh melalui musyawarah keluarga
dan menghadirkan ulama Kampung baru untuk meminta petunjuk dan meminta bantuan
membagikan harta waris orang tua kami, sejak tahun 2010 masalah waris di keluarga saya
juga belum kelar karna masing masing mempunyai keegoisan.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik waris secara Islam dalam
pembagian harta waris? ya karena memang harta warisan dibagikan setelah orang tua
meninggal dengan bagian-bagian yang sudah ditentukan oleh Allah SWT, tapi ya seperti
inilah keluarga saya banyak yang tidak paham dengan ilmu waris.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Ya biasanya berantem ada juga yang sampe lapor polisi, ada juga yang
ke orang pintar (dukun) buat aneh anehin orang yang hartanya lebih banyak.
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? saya kurang tau sejarahnnya kaya gini dilakuin dari zaman
orang tua dulu.
Hj. Afiyyah
Waris adalah pembagian harta dari orang tua (sudah meniggal) kepada ahli waris.
Wasiat adalah amanah orang tua kepada anaknya harus dilakukan sesuai waktu yang
disepakati.
Hibah adalah pembagian harta ketika orang tua masih hidup.
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Pakai cara wasiat, Karena orang tua saya
sudah meninggal sejak saya kecil, sebelum saya menikah baru diadakan musyawarah
tentang apa yang diwasiatkan orang tua saya kepada abang saya dahulu sebelum mereka
meninggal, dan semua yang sudah ditentukan oleh wasiat orang tua kepada anak anaknya
kami terima dan sepakat, demi keharmonisan keluarga.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik wasiat dalam pembagian
harta waris? karena masih ada anak kecil seperti saya yang kala itu misalkan tidak ada
wasiat dari orang tua mungkin saya tidak dapat harta warisan.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Ya pasti berantem, apalagi yang ngerasa ngurusin orang tua dimasa
tuanya dengan tujuan dapet harta warisan yang lebih banyak, pasti kan terus
memperjuangkan demi mendapatkan harta warisan yang banyak.
Apakah ibu tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? dari dulu udah ada, emang diajarinnye ama orang tua dulu
suruh bagiin harta kita kalo kira kira kalo udah tua.
H.M. Atta
Waris adalah setelah orang tua meniggal harta peninggalannya di bagikan sesuai ketentuan
alquran
Wasiat adalah amanah tentang apa saja yang harus dilakukan sesuai dengan waktu yang
disepakati
Hibah adalah sebelum orang tua meninggal sudah membagikan harta warisannya
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Keluarga saya memakai praktik wasiat karna
sebelum orang tua saya meninggal anak yang paling tua yakni abang saya dipanggil dan
diajak bicara oleh orang tua, dan setelah orang tua saya meninggal dan utang piutang
sudah selesai, abang saya mengadakan musyawarah bersama adik adiknya untuk memberi
tahu bahwa orang tua sebelum meninggal sudah memberikan harta waris sesuai bagian
masing masing melalui surat wasiat yang berikan kepada abang saya, dan semua sepakat
dengan apa yang dituliskan didalam surat wasiat walaupun tidak sesuai harapan masing
masing anak.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik wasiat dalam pembagian
harta waris? Saya tidak tau apa yang mempengaruhi orang tua saya melaukan praktik
seperti itu, yang saya tau setelah orang tua meninggal abang saya bilang ada wasiat yang
diberikan melaluinya, dan kami sepakat mengikuti wasiat dari orang tua kami.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Ya berantem karna pasti ada yang serakah dan ada yang gak mau kalah.
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? ya memang dari dulu cara itu dipakai oleh orang tua kami.
M.Damin
Waris adalah setelah orang tua meninggal harta orang tua baru di bagikan sesuai ketentuan
islam
Wasiat adalah adalah amanah yang disampaikan kepada seseorang yang berlaku sesuai
kesepakatan pada saat mengucapkan amanah
Hibah adalah orang tua masih hidup dan hartanya sudah dibagikan kepada anak anaknya
tapi belom boleh di suratin, dan belom boleh dikuasai sebelum orang tua itu meninggal
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Memakai hibah, karna orang tua saya dulu
sudah sakit sakitan, anak anaknya dikumpulkan dan memberi tau harta orang tua berapa
dan dimana saja dan langsung dimusyawarahkan dengan seluruh keluarga dengan mencari
kesamaan dan keikhlasan jumlah harta sesuai bagiannya masing masing.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik hibah dalam pembagian harta
waris? Karena anak orang tua saya banyak, dari pada bertengkar dikemudian hari, lebih
baik dikasih tau bagian-bagiannya, jaga jaga supaya tidak terjadi saling iri satu sama lain
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Ya pasti berantem, karna dipembagian pasti ada yang tidak menerima
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? sejarahnya ya memang ada dari orang tua dulu
Khusairi
Waris adalah adalah pembagian harta yang ditinggalkan orang tua setelah orang tua
meninggal
Wasiat adalah pesan atau amanah yang diberikan orang tua dan harus dilakukan setelah
orang tua meninggal.
Hibah adalah pemberian hadiah sesuatu keseseorang atau lembaga.
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Keluarga saya memakai cara wasiat secara
lisan ke abang saya yang paling tua, tapi setelah saya itung bagian saya bukan 2 banding 1
tapi 3 banding 1. Setelah itu saya musyawarah, kakak-kakak saya nerima dengan
pemberian wasiat yang sudah di buat oleh orang tua.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik wasiat dalam pembagian
harta waris? ya karena menghormati isi wasiat dari orang tua, dan yang saya tau tanah
orang tua saya itu banyak, makanya orang tua saya memberi wasiat melalu anak tertua
yang dipercayai bisa memberikan teladan kepada adik-adiknya dalam hal wasiat tersebut.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Sesuai keegoisan masing masing anak, kalo ada satu yang serakah ya
pasti bakal ada pertengkaran.
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? kurang tau sih, tapi kayanya memang dari dulu, soalnya ya
praktik seperti ini memang sudah dilakuin dari jaman dulu.
Amrulloh
Waris adalah harta yang dibagiakan setelah orang tua meninggal
Wasiat adalah pesan yang diberikan kepada seseorang yang harus dilakukan
Hibah adalah pemberian secara cuma cuma yang diberikan kepada seseorang ataupun
lembaga.
Praktek pembagian harta waris di keluarga? Memakai praktik hibah ketika orang tua sudah
tua dan mulai sakit sakitan. Bapak saya memberikan hak kepada anak anaknya untuk
menentukan bagiannya masing masing karna bapak saya tidak mau terjadi keributan.
Setelah 1 tahun ayah saya meninggal kakak saya meninggal, kakak saya memberikan
tanggung jawab harta hibah yang sudah diberikan oleh orang tua saya ke kakak saya
kepada saya dan sampai saat ini saya bingung kakak-kakak saya sudah meninggal, yang
pertama mempunyai ahli waris, tapi kakak saya sebelum meninggal memberikan amanah
kepada saya untuk mengelolah harta kakak saya, sayapun tetap memberikan nafkah ke
anak kakak saya, dan satu lagi kakak saya tidak mempunyai ahli waris, dan sebelum kakak
saya meninggal tidak meninggalkan pesan apapun.
Apa yang mempengaruhi keluarga bapak melakukan praktik hibah dalam pembagian harta
waris? Karena ayah saya mempunyai kontrakan banyak, dari pada nantinya berebut
bagiaanya, orang tua mengambil langkah hibah.
Apa akibat yang akan timbul jika tidak mempraktekan hibah dan wasiat dalam pembagian
waris di keluarga? Pertengkaran anak anaknya, bahkan bisa sampai turun menurun.
Apakah bapak tau sejarahnya mengapa masyarakat lebih mengutamakan hibah dan wasiat
dari pada pembagian waris? ya memang sudah turun menurun dari orang tua orang tua
dulu tapi yang mempunyai harta banyak.
Dokumentasi Foto-Foto Dengan Narasumber