1
Media Indonesia, 01 Agustus 2017

Hiburan Membahayakan Anak Pinggiran - bigcms.bisnis.combigcms.bisnis.com/file-data/1/3237/7d6068e9_Jun17-HotelMandarine...dona anak-anak. Odong-odongg, begitu mereka menyebut kendaraan

  • Upload
    buidieu

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hiburan Membahayakan Anak Pinggiran - bigcms.bisnis.combigcms.bisnis.com/file-data/1/3237/7d6068e9_Jun17-HotelMandarine...dona anak-anak. Odong-odongg, begitu mereka menyebut kendaraan

SATUAN Lalu Lintas Polres Ja-karta Timur akhir pekan lalu terpaksa menilang dua odong-odong yang beroperasi di wila-yah Jatinegara, Jakarta Timur. Penyebabnya kendaraan itu sama sekali tak memenuhi standar keamanan dan kesela-matan di jalan raya.

Apalagi, sopir odong-odong nekat membawa kenda raanmelintas di jalan raya yang tergolong padat di kawasan Jatinegara.

Kepala Satuan Lalu Lintas

Polres Jakarta Timur AKB Sutimin mengatakan, pihaknyatelah menyita surat tanda no-mor kendaraan (STNK) kedua odong-odong tersebut. Meski tertulis sebagai kendaraan roda empat jenis pikap, fakta-nya kendaraan tersebut sudah berubah total.

“Hal ini tentunya termasuk pelanggaran administrasi,” kata Sutimin.

Odong-odong, sambungnya, ggmerupakan kendaraan modi-fi kasi. Hanya, modifi kasi yang

dilakukan bisa dikatakan tidak sesuai dengan standar semesti-nya lantaran dilakukan orang awam.

Itulah sebabnya, kendaraan seperti odong-odong dinyata-kan tidak memenuhi standar keselamatan.

“Bukan untuk angkutan umum (orang), melainkandibuat seperti angkutan umum, dikasih pagar sendiri. Tempat duduk dibuat semaunya. Tidakbisa dipertanggungjawabkan kese lamatannya karena yang

buat tidak sesuai bidangnya,” terang Sutimin kepada Media Indonesia.

Odong-odong sejatinya ha-nya bisa digunakan di sebuah lintasan khusus, seperti di ta-man bermain.

Ketika kendaraan itu me-lintasi jalan raya, Sutimin me-nilai hal itu menjadi sebuah ancaman bagi penumpang odong-odong.

Apalagi, odong-odong biasa-nya dinaiki anak-anak. Pun jikabersama orangtuanya, mereka

biasanya duduk memangkuanak mereka. “Jadi, kenda-raan yang berkeselamatan itu harusnya segala sesuatunya diukur,” jelas Sutimin.

Ia juga menegaskan perlu ada penindakan terhadap odong-odong yang beroperasi di jalan umum dan jalan raya. Sebabnya, jika dibiarkan, iakhawatir kehadiran odong-odong akan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah, apalagi dengan alasan untuk mencari nafkah. (Nic/J-1)

NICKY AULIA [email protected]

PI K A P y a n g s u d a h dipermak sedemikian rupa milik Mansur, 60, melaju pelan ketika

melewati area Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat.Warnanya yang mencolok dengan aneka rupa warna membuat kendaraan milik Mansur itu menjadi prima-dona anak-anak.

Odong-odong, begitu mereka ggmenyebut kendaraan milikbapak tua itu. Kehadirannyamudah ditandai. Meski ken-daraannya belum terlihat, dari jauh, suara lagu anak-anakyang keluar dari pengeras su-ara mobil itu sudah terdengar. Suara itu merupakan penanda odong-odong segera tiba.g

Setiap hari kakek enam cucu itu mulai berkeliling sekitarpukul 16.00 hingga magrib tiba. Dalam rentang waktu itu, Mansur bisa memutari rutenyahingga lima kali. Mansur juga mengenali hampir seluruh pe-numpang yang menaiki odong-odong-nya. gg

“Hampir semua anak-anak di sini ingin naik odong-odong. Ibu mereka terkadang juga ikut naik untuk menemani anaknya,” kata Mansur.

Dengan laju 10 kilometer per jam, Mansur berkendara memutari kawasan tempat tinggalnya, di sekitar area Kelu-rahan Sukabumi Utara, KebonJeruk, Jakarta Barat. Ia memu-lai perjalanan dari rumahnyadi Jalan Madrasah II, memasuki

Jalan Raya Kebayoran Lama menuju Jalan Rawa Belong, lalu berbelok ke Jalan Sulaimandan Jalan Isa. Odong-odong itu gmulanya merupakan pikapbekas. Ia membelinya seharga Rp20 juta.

Badan mobil dibongkar, lalu dimodifikasi dengan bak kereta di taman bermain. Besi-besi yang tersambung menjadi pembatas di setiap sisi mobil.

Mobil itu tidak berkaca, tidak beterpal sehingga membuat se-poi angin amat terasa.

Kursi penumpang dibuatmenyamping bak mikrolet.Begitu pula kursi di sebelah sopir. Jadi, kursi pengendaramerupakan satu-satunya kursi yang memiliki sandaran danmenghadap ke muka.

Odong-odong milik Man-sur berwarna-warni, dengan dominasi warna-warna terang,seperti kuning, hijau, merahmuda, dan oranye. Tampilan-nya tampak meriah, sengajadibuat demikian agar menarik perhatian anak-anak.

Bintang Kejora, Gelang Si-patu Gelang, dan Topi Saya Bundar terus mengalun buat menghibur anak-anak sepan-jang perjalanan.

Tarif murahSudah tiga tahun belakangan

Mansur menjadi sopir odong-odong. Alasannya ialah meng-isi waktu di masa tua.

Setiap hari, kedua cucunya yang duduk di bangku TK dan SD turut serta menemani Mansur. Biasanya, merekamemilih duduk di samping

kursi pengemudi.“Kalau pagi sampai siang,

saya antar-jemput cucu. Sete-lahnya enggak ngapa-ngapain, mending saya kerja begini, bikin senang cucu juga,” tan-dasnya.

Mansur menetapkan tarif Rp2.000 untuk tiap anak dan Rp4.000 bagi orang dewasasetiap satu putaran rute. Bagi sejumlah pelanggannya, tarifini tergolong murah.

Atik, 30, sore itu menaiki odong-odong bersama dengan ganak perempuannya, Khaira, yang masih berusia 4 tahun. Sambil memegang piring kecil

berisi nasi, Atik duduk me-mangku sang putri.

Khaira dengan anteng tam-pak menikmati alunan musik anak-anak sambil melempar pandangan pada sekelilingnya. Ibunya pun dengan mudah me-nyuapi anaknya yang biasanyarewel dikasih makan.

“Kalau naik odong-odong, makannya jadi gampang. Me-mang rada nyentrik ini bocah,” seloroh ibunya.

Ia juga mengaku tidak kha-watir saat naik odong-odong. Jangankan sabuk pengaman, odong-odong bahkan tidak me-gmiliki pintu.

“Apa yang harus ditakutkan?Kan jalannya juga pelan dancuma di area dekat-dekat sini,” katanya.

Bodong-bodongKata odong-odong sendiri

tidak tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Na-mun, kata itu telah dikenal luasdi masyarakat. Bagi Mansur,odong-odong berasal dari kata gbodong-bodong.

“Kalau kendaraan enggak ada suratnya, kan suka dibi-lang bodong. Nah ini kenda-raan kan enggak ada surat-suratnya, jadi bisa dibilang ini

bodong-bodong. Lama-lama, menyebutnya enaknya jadiodong-odong,” cerita Mansur.gg

Mansur memang tidak me-miliki SIM khusus maupun surat kendaraan terkait de-ngan odong-odong-nya. Setiap ggkali melewati area Jalan Raya Kebayoran Lama dan JalanRaya Rawa Belong, Mansurmengaku tidak pernah men-dapat penindakan dari polisi lalu lintas.

“Kan masuk jalan raya cuma sebentar, langsung masuk lagi ke jalan kampung. Kalau ke jalan raya yang jauh, saya juga enggak berani,” paparnya.

Dengan laju yang pelan, tak pelak odong-odong Mansur mengundang rentetan klak-son dari mobil yang melaju di belakangnya. Namun, Man-sur hanya cuek, tidak terlalumemedulikan.

Pun setiap kali berpapasan dengan mobil pribadi di jalan yang sempit, ia selalu me-minta pengendara lawannya mengalah. Mansur bahkan menyebut mereka dengansebutan ‘orang kaya’.

“Orang kaya ngalah dulu, orang kaya ngalah dulu,” ucap-nya yang disambut derai tawa si cucu. (J-1)

Odong-odong hadir sebagai hiburanmurah anak-anak, meskisejumlah aturan harus ditabrak.

Pesona Odong-Odong Tetap Bertahan

MI/ROMMY PUJIANTO

DOK MI/ATET DWI PRAMADIA

HIBURAN SEDERHANA: Anak-anak menaiki odong-odong yang ditarik sepeda motor modifikasi di Muara Baru, Jakarta Utara. Anak-anak pinggiran Ibu Kota mengaku senang dengan keberadaan odong-odong karena hanya dengan ongkos Rp2.000 per anak, mereka mendapatkan hiburan berkeliling kampung dengan kendaraan tersebut.

DIMINATI: Mobil modifikasi (odong-odong) ditumpangi anak-anak beserta orangtua mereka melintas di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Meskipun odong-odong dilarang beroperasi di jalan utama karena minim keselamatan, tetapi karena permintaan penumpang, kendaraan itu kadang melintas di jalan protokol.

Hiburan Membahayakan Anak Pinggiran

SELASA, 1 AGUSTUS 2017HIBURAN URBAN 11

Media Indonesia, 01 Agustus 2017