27
HIPERTIROID I. PENDAHULUAN Perlu dibedakan antara pengertian tiritoksikosis dengan hipertiroidisme. Tirotokiskosis merupakan manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme sendiri merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan karena kelenjar tiroid yang hiperaktif. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009). Penyakit ini relatif sering mengenai empat hingga lima kali lebih sering pada wanita daripada pria. Insiden tertinggi pada kelompok usia 15 hingga 40 tahun. Terdapat kecenderungan familial dan sering terjadi pada ras Kaukasia. (Chandrasoma Parakrama, 2005). Tiroid berasal dari bahasa Yunani, thyreos yang berarti perisai dan eidos yang berarti bentuk. Hormon tiroid merupakan hormone yang dihasilkan kelenjar tiroid. Hormon ini mempengaruhi berbagai metabolism tubuh, system kardiovaskuler, system saraf pusat, kulit, saluran makanan, hati, gonad, laktasi dan pertumuhan tubuh. II. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1

Hipertiroidisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refarat

Citation preview

Page 1: Hipertiroidisme

HIPERTIROID

I. PENDAHULUAN

Perlu dibedakan antara pengertian tiritoksikosis dengan hipertiroidisme.

Tirotokiskosis merupakan manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan

hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme sendiri

merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan karena kelenjar tiroid yang

hiperaktif. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009).

Penyakit ini relatif sering mengenai empat hingga lima kali lebih sering

pada wanita daripada pria. Insiden tertinggi pada kelompok usia 15 hingga 40

tahun. Terdapat kecenderungan familial dan sering terjadi pada ras Kaukasia.

(Chandrasoma Parakrama, 2005).

Tiroid berasal dari bahasa Yunani, thyreos yang berarti perisai dan eidos

yang berarti bentuk. Hormon tiroid merupakan hormone yang dihasilkan

kelenjar tiroid. Hormon ini mempengaruhi berbagai metabolism tubuh, system

kardiovaskuler, system saraf pusat, kulit, saluran makanan, hati, gonad, laktasi

dan pertumuhan tubuh.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin yang tersebar di

tubuh. Walaupun kelenjar-kelejar endokrin umumnya tidak berhubungan secara

anatomis, mereka secara fungsional dianggap membentuk suatu sistem.

Kelenjar-kelenjar tersebut melaksanakan fungsi mereka dengan mensekresikan

hormon, dan diantara berbagai kelenjar endokrin berlangsung banyak interaksi

fungsional. (Lauralee Sherwood, 2001)

Kelenjar tiroid, terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan

sebelah anterior trakea, merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar,

normalnya memiliki berat 15-20 gram pada orang dewasa. Tiroid

menyekresikan dua macam hormone utama, yakni tiroksin (T4) dan

triidotironin (T3). Kedua hormon ini sangat meningkatkan kecepatan

metabolisme tubuh. Kekurangan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan

1

Page 2: Hipertiroidisme

penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40-50 persen di bawah

normal, dan bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat dapat meningkatkan

kecepatan metabolism basal sampai 60-100 persen di atas normal. (Guyton

Arthur C dan Hall John E, 2007).

Kelenjar tiroid berkembang dari invaginasi tabung faring embrionik

(duktus tiroglosus), yang bermigrasi kebawah dan kedalam leher dan disini

berkembang menjadi kelenjari tiroid. (Chandrasoma P dan Taylor R. Clive,

2005).

Secara histologis, tiroid dilapisi oleh epitel kolumnar sampai kuboid

rendah, dan terisi oleh koloid yang banyak mengandung tiroglobulin. (Kumar

Vinay et all., 2007).

Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (Thyroid-

stimulating hormone) dari adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya

dirangsang oleh TRH (Thyrotropine-releasing hormone) dari hipotalamus. TSH

disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH

mengontrol produksi pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasikan oleh T3,

peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respon

adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan

2

Page 3: Hipertiroidisme

TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (sebagai

umpan balik negatif). (Sub Bagian Endokrin-Metabolik UNAIR,2006)

III. ETIOLOGI

Penyebab kelebihan hormon tiroid mencakup hipertiroid perimer

(Grave’s disease toxic multinodular goiter, toxic adenoma, dan iodine axcess);

dekstrusi tiroid (tiroiditis subakut, silent thyroiditis, amiodarone, dan radiasi);

hormon tiroid ekstratiroidal (thyrotoxicosis factitia, struma ovarii, dan

karsinoma follicular); dan sidron resisten hormon tiroid, hCG-secreting tumor,

dan tirotoksikosis gestasional). (Kasper et al, 2005).

Sekitar 70% hipertiroid maupun tirotoksikosis disebabkan oleh

penyakit Graves atau struma difus toksik, sisanya karena gondok multinoduler

toksik dan adenoma toksik. Etiologi lainnya baru dipikirkan setelah sebab tiga

diatas disingkirkan. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009)

Penyakit grave sendiri merupakan penyakit autoimun yang ditandai

dengan adanya autoantibodi kelas IgG di dalam serum yang ditujukan untuk

melawan reseptor TSH pada sel tiroid. Kombinasi antibodi dengan reseptor

menyebabkan stimulasi sel untuk menghasilkan hormon tiroid. (Chandrasoma

P dan Taylor R. Clive, 2005).

IV. PATOFISIOLOGI

Tirotoksikosis adalah keadaa hipermetabolik yang disebabkan oleh

meningkatnya kadar T3 dan T4 bebas. Hal ini disebabkan karena hiperfungsi

kelenjar tiroid. Tirotoksikosis sering disebut hipertiroid, namun pada keadaan

tertentu, peningkatan tersebut berhubungan dengan pengeluaran berlebih dari

hormon tiroid yang sudah jadi (misalnya pada tiroiditis) atau yang bukan

karena hiperfusi kelenjar. (Kumar Vinay et all., 2007).

Seperti yang dibahas sebelumnya, Hipertiroid sendiri paling banyak

disebabkan oleh penyakit Grave’s. Penyakit ini ditandai dengan adanya baik sel

B maupun sel T limfosit yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4

3

Page 4: Hipertiroidisme

autoantigen tiroid yaitu reseptor TSH, tiroglobulin, tiroid peroksidasedan

sodium/iodide kotranspoter. Reseptor TSH merupakan autoantigen primer pada

penyakit Grave’s dan yang lain merupakan autoantigen sekunder. Pada

penyakit Grave’s, limfosit T menjadi tersensitisasi oleh antigen dan

menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.

(Sub Bagian Endokrin-Metabolik UNAIR,2006)

V. GAMBARAN KLINIS

Pada kondisi hipertiroid terdapat beberapa gejala yang menyertai yakni :

Gejala konstitusi, yakni kulit pasien cenderung lunak, hangat, dan

kemerahan ; pasien sering tidak tahan panas dan banyak berkeringat.

Peningkatan aktivitas simpatis dan hipermetabolisme menyebabkan

penurunan berat badan walaupun nafsu makan meningkat.

Saluran cerna, yakni stimulasi usus menyabebkan hipermotilitas,

malabsorbsi dan diare.

Jantung, yakni palpitasi dan takikardia sering terjadi, pada pasien lanjut

usia dapat mengalami gagal jantung kongestif akibat bertambah parahnya

penyakit jantung yang sudah ada.

Nauromuskulus, yakni pasien sering mengalami kecemasan, tremor,

iritabilitas serta hiperkinesia. Hampir 50 % pasien mengalami kelemahan

otot proksimal (miopati tiroid).

Manifestasi mata, yakni tatapan yang lebar yang sering disebut dengan

eksoftalmus. Hal ini terjadi karena pembengkakan pada otot dan jaringan

ikat dibelakang mata.

Thyroid storm digunakan untuk menamai onset hipertiroid yang parah dan

akut. Penyakit ini paling sering ditemukan pada pasien yang sudah

mengalami penyakit Grave’s, hal ini kemungkinan disebabkan karena

peningkatan katekolamin, seperti yang dapat ditemukan pada keadaan

stres. Thyroid storm adalah kedaruratan medis. Cukup banyak pasien yang

tidak diobati meninggal akibat aritmia jantung.

4

Page 5: Hipertiroidisme

Hipertiroidisme apatetik mengacu pada tirotoksikosis yang terjadi pada

lanjut usia. Pada usia tua berbagai penyakit yang sudah ada mungkin

meredam gejala khas kelebihan hormon tiroid yang biasanya terlihat pada

pasien yang berusia muda.

(Kumar Vinay et all., 2007).

Pada pasien hipertiroid sering digambarkan dan didiagnosis

menggunakan Indeks Wayne yakni sebagai berikut :

Gejala Skor Tanda Ada Tidak

ada

Sesak +1 Perbesaran Tiroid +3 -3

Palpitasi +2 Bruit pada tiroid +2 -2

Mudah Lelah +2 Eksoftalmus +2

Senang Panas -5 Retraksi Palpebra +2

Senang Dingin +5 Palpebra terlambat +4

Keringat Banyak +3 Hiperkinesia +2

Perasaan Gugup +2 Tangan Lembab +1 -2

Nafsu makan meningkat +3 Nadi <80x/menit -3

Nafsu makan menurun -3 Nadi >90x/menit +3 -2

Berat badan meningkat -3 Fibrilasi Atrial +4

Berat badan menurun +1

Bila skor <11 : Eutiroid

11-18 : Normal

>19 : Hipertiroid

VI. GAMBARAN LABORATORIUM

Gambaran laboratorium dari penyakit hipertiroid/tirotoksikosis yaitu : T3

dan T4 tinggi, sedangkan TSHs rendah. (Rani Aziz A, 2006)

5

Page 6: Hipertiroidisme

VII. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis hipertiroidisme/tirotoksikosis adalah hiperaktivitas,

palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak

berkeringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenorhea/amenorhea,

takikardi, tremor ringan, refleks meningkat, kulit lembab dan hangat, rambut

rontok serta bruit. (Rani Aziz A, 2006).

VIII. PENATALAKSANAAN

a) Non Medikamentosa

Istirahat

Diet

Diet cukup kalori dan vitamin

b) Medikamentosa

Obat Antitiroid

Derivat Tiourazil, yaitu Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300-600

mg/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari. (Rani Aziz A, 2006).

Derivat tioimidazol, yaitu Metimazol (MTZ) dosis awal 20 - 30

mg/hari. (Rani Aziz A, 2006).

Kedua obat golongan diatas bekerja menghambat sintesis hormon

tiroid dan berefek imunosupresif (PTU juga dapat menghambat

koonversi T4 menjadi T3). Obat ini merupakan pengobatan lini

pertama pada penyakit Grave’s. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009).

Indikasi :

- Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi

pada pasien muda dengan struma ringan – sedang dan

tirotoksikosis.

- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum

pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.

- Persiapan tiroidektomi

- Pasien hamil dan lanjut usia.

Krisi tiroid. (Rani Aziz A, 2006).

6

Page 7: Hipertiroidisme

β-Blocker

Pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi

eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-200 mg

dalam 4 dosis. (Rani Aziz A, 2006).

Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah

eutiroid pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis,

serta lab FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid

dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan

keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan

dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat

antitiroid dihentikan, pasien masih tetap dalam keadaan eutiroid, walaupun

kemudian dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps. (Rani Aziz A, 2006).

Obat ini diberikan untuk mengurangi dampak hormon tiroid pada

jaringan. Obat ini digunakan sebagai obat tambahan dan terkadang sebagai obat

tunggal pada pasien tiroditis. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009).

Terapi Radioiodin

Pengobatan hipertiroidisme dengan radioiodin merupakan metode terapi

yang telah disetujui dan umum untuk dilakukan, terutama pada kasus penyakit

Grave’s dan Single Toxic Adenoma. Efek dari pengobatan radioiodin, tidak

seperti intervensi bedah, waktu yang panjang, sementara tingkat

keberhasilannya tergantung dosis yang diberikan. Mayoritas penulis

melaporkan bahwa dalam waktu terapi 6 bulan sudah dapat menstabilkan

fungsi tiroid. (Lewinski Andrej, 2008).

Pemberian terapi radioiodin ini berindikasi sebagai berikut :

Pasien berusia > 35 tahun

Hiperthyroidisme yang kambuh setelah dioperasi

Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid

Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid

Adenoma toxic, struma multinodisa toksik.

(Rani Aziz A, 2006).

7

Page 8: Hipertiroidisme

Tiroidektomi

Tindakan pembedahan atau tiroidektomi diindikasikan kepada pasien yang :

Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respon dengan

pengobatan antitiroid.

Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi.

Alergi terhadap pengobatan antitiroid, dan tidak dapat menerima

yodium radioaktif.

Adenoma toksik, dan struma multinodusa toksik.

Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih modul.

(Rani Aziz A, 2006).

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi hipertiroidisme yang mengancam jiwa adalah krisis

tirotoksik (badai tiroid). Hampir semua kasus diawali oleh faktor pencetus.

Tidak satu indikator biokimiapun mampu meramalkan terjadinya kondisi ii,

sehingga tindakan kita didasarkan pada kecurigaan tanda-tanda krisis tiroid

membakat, dengan kelainan yang khas maupun yang tidak khas. Pada keadaan

ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Hingga kini

patogenesisnya masih kurang jelas : free-hormon meningkat, naiknya free-

hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, maningkatnya kepekaan sel

sasaran dan sebagainya. Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat triad 1).

Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun dan 3). Hipertermia.

(Sudoyo W. Aru dkk, 2009).

X. PROGNOSIS

1. Dubia et bonam

2. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat : 10-15%.

(Rani Aziz A, 2006).

8

Page 9: Hipertiroidisme

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood Laureen. 2991. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, ed.2. Jakarta. EGC.

Guyton Arthur C dan Hall John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.11.

Jakarta. EGC.

Chandrasoma Parakrama and Taylor R. Clive. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi,

ed. 2. Jakarta EGC.

Kumar Vinay, Cotran Ramzi S, dan Robbins Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi

Robbi ns, ed.7. Jakarta. EGC.

Minanti R. Batari dan Hendromartono. 2006. Endokrin-Metabolik Kapita Selekta

Tirodologi, seri 2. Surabaya. Universitas Airlangga Press.

Sudoyo W. Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. V. Jilid III. Jakarta. Interna

Publishing.

Kasper et al, 2005. Harrison’s. Manual of Medicine , 16th edition. New York.

McGraw-Hill.

Rani Aziz A dkk, 2006. Panduan Pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Lewinski Andrej, 2008. Analysis of demographic and clinical factors affecting the

outcome of radioiodine theraphy in patients with hyperthyroidism. AMS

Clinical Research.

9

Page 10: Hipertiroidisme

I. IDENTITAS

Nama : Nn. D Pendidikan Terakhir : SMA

Umur : 23 tahun Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Pemeriksaan : 21/1/2013

Alamat : Desa Kotarindau Ruangan : Bougenville

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam sejak kemarin sore sebelum dirawat

di RSUD Undata. Demam dirasakan naik turun. Demam disertai dengan

menggigil. Demam tidak berkurang walaupun pasien telah mengkonsumsi obat

penurun panas (paracetamol). Selain itu pasien sering BAB, lebih dari 5 kali

sebelum masuk RS. BAB cair, warna kuning tanpa darah. BAK lancar bewarna

bening kekuningan. Pasien juga merasakan gelisah, gampang capek, jantung

berdebar-debar, kadang sesak napas pada saat bekerja, suka berkeringat di tangan

dan kaki, tangan sering gemetar, kalau malam hari lebih suka tidur di lantai karena

dingin. Pasien mengatakan pembesaran di leher sudah ada sejak SD tapi masih

kecil baru pada saat pasien kelas 2 SMA mulai membesar. Siklus haid pasien juga

tidak lancar, terkadang 2 bulan tidak menstruasi.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Riwayat DM dan hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :

Pasien mengatakan, kedua nenek dari bapak dan ibu juga menderita pembesaran

leher.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum :

SP : SS/CM/GK BB : 43 kg TB : 158 cm IMT: 17,2

10

Page 11: Hipertiroidisme

Vital sign :

Tekanan Darah : 130/60 mmHg Pernapasan : 28 kali/menit

Nadi : 120 kali/menit Suhu : 40° C

Kepala :

Wajah : edema palpebra (-)

Deformitas : tidak ada

Bentuk : normochepali

Rambut : hitam, rontok

Mata : konjungtiva : anemis + / +

sklera : ikterik - / -

pupil : isokor, kiri = kanan (3 mm)

eksoftalmus : + / +

Mulut : sianosis (-)

lidah kotor (-)

tonsil T1-T1

Leher :

Kelenjar GB : tidak ada pembesaran

Tiroid : pembesaran tiroid

JVP : R5 +2 cm H2O

Trakea : Tidak ada deviasi

Massa lain : tidak ada

Thoraks :

Paru-paru

Inspeksi : pernapasan simetris kiri = kanan

tidak ada retraksi otot pernapasan

Palpasi : tidak ada massa

Vocal fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor, kiri = kanan

11

Page 12: Hipertiroidisme

batas paru bagian bawah pada SIC VI

Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC VI Midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung kanan atas pada SIC II parasternal dextra

batas jantung kanan bawah pada SIC V midsternal dextra

batas jantung kiri atas pada pada SIC II parasternal sinistra

batas jantung kiri bawah pada SIC V midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I dan II murni reguler

Takikardi

bunyi tambahan (-)

Abdomen :

Inspeksi : kesan merata

Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan meningkat

bising aorta abdominalis (-)

Perkusi : timpani

Batas hepar lobus kanan + 7 cm

Batas hepar lobus kiri + 4 cm

Palpasi : nyeri tekan (-)

Ekstremitas :

- Atas : Tidak ada edema

Hangat dan lembab

Terdapat tremor minimal

- Bawah : Tidak ada edema

Hangat dan lembab

12

Page 13: Hipertiroidisme

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Darah Rutin :

- RBC : 4,84 (N)

- WBC : 25,4 (H)

- HGB : 8,7 (L)

- PLT : 336 (N)

- HCT : 25,4 (L)

- MCV : 52,5 (L)

- MCH : 18,0 (L)

- MCHC : 34,4 (N)

Radiologi : Tidak dilakukan

EKG : Tidak dilakukan

V. RESUME :

Pasien datang dengan keluhan demam yang disertai menggigil yang dirasakan 1

hari sebelum masuk rumah sakit. Pola demam naik turun dan tidak mereda ketika diberi

obat penurun panas (paracetamol). Selain itu pasien BAB sebanyak 5 kali sehari dengan

konsistensi cair bewarna kekuningan. Selain itu, pasien mengeluhkan gelisah, gampak

capek, jantung berdebar-debar, kadang sesak nafas pada saat bekerja, sering berkeringat

pada kaki dan tangan. Tangan juga sering gemetar. Pada pemeriksaan fisik, terdaat

eksoftalmus pada kedua mata. Pada leher terdapat perbesaran kelenjar tiroid (+), Nyeri

tekan (-) dan JVP meningkat R5+2cmH20). Auskultasi pada abdomen kesan meningkat.

Pada ekstremitas atas terdapat tremor ringan, hangat dan lembab. Ekstremitas bawah

hangat dan lembab.

VI. DIAGNOSIS KERJA : Observasi Febris + Diare + Pre Hipertensi + Struma

VII. DIAGNOSIS BANDING : Susp. Hipertiroid

13

Page 14: Hipertiroidisme

VIII. PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa :

Istirahat yang cukup

Banyak minum air

Kompres hangat

Medikamentosa :

IVFD 20 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 1 amp/8 jam

Paracetamol bila perlu

Biodiar 3 x 1 tab

IX. ANJURAN PEMERIKSAAN : T4, TSH,T3, EKG, CT-Scan

X. PROGNOSIS : Dubia et Bonam

I. FOLLOW UP

Tanggal Follow Up

22 Januari 2013 S

O

Demam,mencret, BAB 5 kali, gelisah.

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 108 kali/menit.

Respirasi : 25 kali/menit

Suhu : 38,5 0C

Mata : anemis +/+, ikterik -/- , eksoftalmus +/+

Leher JVP R5+2 cm H2O

Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Bunyi jantung I/II reguler, bising (-)

Perut : Peristaltik usus + kesan meningkat

Ekstremitas atas : Tremor minimal, hangat dan

lembab

Ekstremitas bawah : hangat dan lembab

14

Page 15: Hipertiroidisme

23 Januari 2013

A

P

S

O

Susp. Hipertiroid ?

IVFD RL 28 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 1 amp/8 jam

Paracetamol bila perlu

Biodiar 3 x 1 tab

Diazepam 3 x 2 mg

Pemeriksaan Tambahan :

Laboratorium :

T3 ,T4 ,TSH ,EKG

USG abdomen

Foto Thorax

Demam, masih mencret tapi sudah menurun,

sudah tidak gelisah.

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 92 kali/menit.

Respirasi :20 kali/menit

Suhu : 36 0C

Mata : anemis +/+, ikterik -/-, eksoftalmus +/+

Leher JVP R5+2 cm H2O

Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Bunyi jantung I/II reguler, bising -

Perut : peristaltik + kesan meningkat

Ekstremitas atas : tremor minimal, hangat dan

lembab

Ekstremitas bawah : hangat dan lembab

Hasil Lab :

T4 : 300,0 (H)

TSH: 0,1 (L)

15

Page 16: Hipertiroidisme

24 Januari 2013

A

P

S

O

A

P:

Hipertiroid

IVFD RL 10 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 1 amp/8 jam

Paracetamol bila perlu

Biodiar 3 x 1 tab

PTU (Propiltiurasil) 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

Pemeriksaan tambahan : T4,EKG,USG abdomenFoto Thorax

Mencret (-), demam (-), Gelisah (-)

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 84 kali/menit.

Respirasi :20 kali/menit

Suhu : 37,2 0C

Mata : anemis +/+, ikterik -/-, eksoftalmus +/+

Leher DVS R5+2 cm H2O

Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Bunyi jantung I/II reguler, bising -

Perut : peristaltik usus (+) kesan normal

Ekstremitas atas : hangat dan lembab (-)

Ekstremitas bawah : hangat dan lembab (-)

Hipertiroid

IVFD RL 10 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 1 amp/8 jam

PTU (Propiltiurasil) 3 x 200 mg

16

Page 17: Hipertiroidisme

25 Januari 2013 S

O

A

P

Propanolol 3 x 10 mg

Demam (-), Mencret (-), Gelisah (-)

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 84 kali/menit.

Respirasi :20 kali/menit

Suhu : 37,2 0C

Mata : anemis +/+, ikterik -/-, eksoftalmus +/+

Leher JVP R5+2 cm H2O

Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Bunyi jantung I/II reguler, bising -

Perut : peristaltik usus (+) kesan normal

Ekstremitas atas : hangat dan lembab (-)

Ekstremitas bawah : hangat dan lembab (-)

Hipertiroid

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 1 amp/8 jam

PTU (Propiltiurasil) 3 x 200 mg

Propanolol 3 x 10 mg

17

Page 18: Hipertiroidisme

DAFTAR ISI

Daftar Isi

I. PENDAHULUAN

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

III. ETIOLOGI

IV. PATOGENESIS

V. GAMBARAN KLINIS

VI. GAMBARAN LABORATORIUM

VII. GAMBARAN RADIOLOGI

VIII. DIAGNOSIS

IX. PENATALAKSANAAN

X. KOMPLIKASI

XI. PROGNOSIS

Daftar Pustaka

Laporan Kasus

18