Upload
yuli-fitriana
View
51
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Refarat
Citation preview
HIPERTIROID
I. PENDAHULUAN
Perlu dibedakan antara pengertian tiritoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotokiskosis merupakan manifestasi klinis yang timbul akibat kelebihan
hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme sendiri
merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan karena kelenjar tiroid yang
hiperaktif. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009).
Penyakit ini relatif sering mengenai empat hingga lima kali lebih sering
pada wanita daripada pria. Insiden tertinggi pada kelompok usia 15 hingga 40
tahun. Terdapat kecenderungan familial dan sering terjadi pada ras Kaukasia.
(Chandrasoma Parakrama, 2005).
Tiroid berasal dari bahasa Yunani, thyreos yang berarti perisai dan eidos
yang berarti bentuk. Hormon tiroid merupakan hormone yang dihasilkan
kelenjar tiroid. Hormon ini mempengaruhi berbagai metabolism tubuh, system
kardiovaskuler, system saraf pusat, kulit, saluran makanan, hati, gonad, laktasi
dan pertumuhan tubuh.
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin yang tersebar di
tubuh. Walaupun kelenjar-kelejar endokrin umumnya tidak berhubungan secara
anatomis, mereka secara fungsional dianggap membentuk suatu sistem.
Kelenjar-kelenjar tersebut melaksanakan fungsi mereka dengan mensekresikan
hormon, dan diantara berbagai kelenjar endokrin berlangsung banyak interaksi
fungsional. (Lauralee Sherwood, 2001)
Kelenjar tiroid, terletak tepat di bawah laring pada kedua sisi dan
sebelah anterior trakea, merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar,
normalnya memiliki berat 15-20 gram pada orang dewasa. Tiroid
menyekresikan dua macam hormone utama, yakni tiroksin (T4) dan
triidotironin (T3). Kedua hormon ini sangat meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh. Kekurangan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan
1
penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40-50 persen di bawah
normal, dan bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat dapat meningkatkan
kecepatan metabolism basal sampai 60-100 persen di atas normal. (Guyton
Arthur C dan Hall John E, 2007).
Kelenjar tiroid berkembang dari invaginasi tabung faring embrionik
(duktus tiroglosus), yang bermigrasi kebawah dan kedalam leher dan disini
berkembang menjadi kelenjari tiroid. (Chandrasoma P dan Taylor R. Clive,
2005).
Secara histologis, tiroid dilapisi oleh epitel kolumnar sampai kuboid
rendah, dan terisi oleh koloid yang banyak mengandung tiroglobulin. (Kumar
Vinay et all., 2007).
Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (Thyroid-
stimulating hormone) dari adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya
dirangsang oleh TRH (Thyrotropine-releasing hormone) dari hipotalamus. TSH
disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH
mengontrol produksi pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasikan oleh T3,
peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respon
adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan
2
TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (sebagai
umpan balik negatif). (Sub Bagian Endokrin-Metabolik UNAIR,2006)
III. ETIOLOGI
Penyebab kelebihan hormon tiroid mencakup hipertiroid perimer
(Grave’s disease toxic multinodular goiter, toxic adenoma, dan iodine axcess);
dekstrusi tiroid (tiroiditis subakut, silent thyroiditis, amiodarone, dan radiasi);
hormon tiroid ekstratiroidal (thyrotoxicosis factitia, struma ovarii, dan
karsinoma follicular); dan sidron resisten hormon tiroid, hCG-secreting tumor,
dan tirotoksikosis gestasional). (Kasper et al, 2005).
Sekitar 70% hipertiroid maupun tirotoksikosis disebabkan oleh
penyakit Graves atau struma difus toksik, sisanya karena gondok multinoduler
toksik dan adenoma toksik. Etiologi lainnya baru dipikirkan setelah sebab tiga
diatas disingkirkan. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009)
Penyakit grave sendiri merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya autoantibodi kelas IgG di dalam serum yang ditujukan untuk
melawan reseptor TSH pada sel tiroid. Kombinasi antibodi dengan reseptor
menyebabkan stimulasi sel untuk menghasilkan hormon tiroid. (Chandrasoma
P dan Taylor R. Clive, 2005).
IV. PATOFISIOLOGI
Tirotoksikosis adalah keadaa hipermetabolik yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar T3 dan T4 bebas. Hal ini disebabkan karena hiperfungsi
kelenjar tiroid. Tirotoksikosis sering disebut hipertiroid, namun pada keadaan
tertentu, peningkatan tersebut berhubungan dengan pengeluaran berlebih dari
hormon tiroid yang sudah jadi (misalnya pada tiroiditis) atau yang bukan
karena hiperfusi kelenjar. (Kumar Vinay et all., 2007).
Seperti yang dibahas sebelumnya, Hipertiroid sendiri paling banyak
disebabkan oleh penyakit Grave’s. Penyakit ini ditandai dengan adanya baik sel
B maupun sel T limfosit yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4
3
autoantigen tiroid yaitu reseptor TSH, tiroglobulin, tiroid peroksidasedan
sodium/iodide kotranspoter. Reseptor TSH merupakan autoantigen primer pada
penyakit Grave’s dan yang lain merupakan autoantigen sekunder. Pada
penyakit Grave’s, limfosit T menjadi tersensitisasi oleh antigen dan
menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.
(Sub Bagian Endokrin-Metabolik UNAIR,2006)
V. GAMBARAN KLINIS
Pada kondisi hipertiroid terdapat beberapa gejala yang menyertai yakni :
Gejala konstitusi, yakni kulit pasien cenderung lunak, hangat, dan
kemerahan ; pasien sering tidak tahan panas dan banyak berkeringat.
Peningkatan aktivitas simpatis dan hipermetabolisme menyebabkan
penurunan berat badan walaupun nafsu makan meningkat.
Saluran cerna, yakni stimulasi usus menyabebkan hipermotilitas,
malabsorbsi dan diare.
Jantung, yakni palpitasi dan takikardia sering terjadi, pada pasien lanjut
usia dapat mengalami gagal jantung kongestif akibat bertambah parahnya
penyakit jantung yang sudah ada.
Nauromuskulus, yakni pasien sering mengalami kecemasan, tremor,
iritabilitas serta hiperkinesia. Hampir 50 % pasien mengalami kelemahan
otot proksimal (miopati tiroid).
Manifestasi mata, yakni tatapan yang lebar yang sering disebut dengan
eksoftalmus. Hal ini terjadi karena pembengkakan pada otot dan jaringan
ikat dibelakang mata.
Thyroid storm digunakan untuk menamai onset hipertiroid yang parah dan
akut. Penyakit ini paling sering ditemukan pada pasien yang sudah
mengalami penyakit Grave’s, hal ini kemungkinan disebabkan karena
peningkatan katekolamin, seperti yang dapat ditemukan pada keadaan
stres. Thyroid storm adalah kedaruratan medis. Cukup banyak pasien yang
tidak diobati meninggal akibat aritmia jantung.
4
Hipertiroidisme apatetik mengacu pada tirotoksikosis yang terjadi pada
lanjut usia. Pada usia tua berbagai penyakit yang sudah ada mungkin
meredam gejala khas kelebihan hormon tiroid yang biasanya terlihat pada
pasien yang berusia muda.
(Kumar Vinay et all., 2007).
Pada pasien hipertiroid sering digambarkan dan didiagnosis
menggunakan Indeks Wayne yakni sebagai berikut :
Gejala Skor Tanda Ada Tidak
ada
Sesak +1 Perbesaran Tiroid +3 -3
Palpitasi +2 Bruit pada tiroid +2 -2
Mudah Lelah +2 Eksoftalmus +2
Senang Panas -5 Retraksi Palpebra +2
Senang Dingin +5 Palpebra terlambat +4
Keringat Banyak +3 Hiperkinesia +2
Perasaan Gugup +2 Tangan Lembab +1 -2
Nafsu makan meningkat +3 Nadi <80x/menit -3
Nafsu makan menurun -3 Nadi >90x/menit +3 -2
Berat badan meningkat -3 Fibrilasi Atrial +4
Berat badan menurun +1
Bila skor <11 : Eutiroid
11-18 : Normal
>19 : Hipertiroid
VI. GAMBARAN LABORATORIUM
Gambaran laboratorium dari penyakit hipertiroid/tirotoksikosis yaitu : T3
dan T4 tinggi, sedangkan TSHs rendah. (Rani Aziz A, 2006)
5
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis hipertiroidisme/tirotoksikosis adalah hiperaktivitas,
palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak
berkeringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenorhea/amenorhea,
takikardi, tremor ringan, refleks meningkat, kulit lembab dan hangat, rambut
rontok serta bruit. (Rani Aziz A, 2006).
VIII. PENATALAKSANAAN
a) Non Medikamentosa
Istirahat
Diet
Diet cukup kalori dan vitamin
b) Medikamentosa
Obat Antitiroid
Derivat Tiourazil, yaitu Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300-600
mg/hari, dosis maksimal 2000 mg/hari. (Rani Aziz A, 2006).
Derivat tioimidazol, yaitu Metimazol (MTZ) dosis awal 20 - 30
mg/hari. (Rani Aziz A, 2006).
Kedua obat golongan diatas bekerja menghambat sintesis hormon
tiroid dan berefek imunosupresif (PTU juga dapat menghambat
koonversi T4 menjadi T3). Obat ini merupakan pengobatan lini
pertama pada penyakit Grave’s. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009).
Indikasi :
- Mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi
pada pasien muda dengan struma ringan – sedang dan
tirotoksikosis.
- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.
- Persiapan tiroidektomi
- Pasien hamil dan lanjut usia.
Krisi tiroid. (Rani Aziz A, 2006).
6
β-Blocker
Pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi
eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40-200 mg
dalam 4 dosis. (Rani Aziz A, 2006).
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah
eutiroid pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis,
serta lab FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid
dikurangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan
keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan, dan
dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat
antitiroid dihentikan, pasien masih tetap dalam keadaan eutiroid, walaupun
kemudian dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps. (Rani Aziz A, 2006).
Obat ini diberikan untuk mengurangi dampak hormon tiroid pada
jaringan. Obat ini digunakan sebagai obat tambahan dan terkadang sebagai obat
tunggal pada pasien tiroditis. (Sudoyo W. Aru dkk, 2009).
Terapi Radioiodin
Pengobatan hipertiroidisme dengan radioiodin merupakan metode terapi
yang telah disetujui dan umum untuk dilakukan, terutama pada kasus penyakit
Grave’s dan Single Toxic Adenoma. Efek dari pengobatan radioiodin, tidak
seperti intervensi bedah, waktu yang panjang, sementara tingkat
keberhasilannya tergantung dosis yang diberikan. Mayoritas penulis
melaporkan bahwa dalam waktu terapi 6 bulan sudah dapat menstabilkan
fungsi tiroid. (Lewinski Andrej, 2008).
Pemberian terapi radioiodin ini berindikasi sebagai berikut :
Pasien berusia > 35 tahun
Hiperthyroidisme yang kambuh setelah dioperasi
Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid
Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid
Adenoma toxic, struma multinodisa toksik.
(Rani Aziz A, 2006).
7
Tiroidektomi
Tindakan pembedahan atau tiroidektomi diindikasikan kepada pasien yang :
Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respon dengan
pengobatan antitiroid.
Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi.
Alergi terhadap pengobatan antitiroid, dan tidak dapat menerima
yodium radioaktif.
Adenoma toksik, dan struma multinodusa toksik.
Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih modul.
(Rani Aziz A, 2006).
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi hipertiroidisme yang mengancam jiwa adalah krisis
tirotoksik (badai tiroid). Hampir semua kasus diawali oleh faktor pencetus.
Tidak satu indikator biokimiapun mampu meramalkan terjadinya kondisi ii,
sehingga tindakan kita didasarkan pada kecurigaan tanda-tanda krisis tiroid
membakat, dengan kelainan yang khas maupun yang tidak khas. Pada keadaan
ini dijumpai dekompensasi satu atau lebih sistem organ. Hingga kini
patogenesisnya masih kurang jelas : free-hormon meningkat, naiknya free-
hormon mendadak, efek T3 pasca transkripsi, maningkatnya kepekaan sel
sasaran dan sebagainya. Kecurigaan akan terjadi krisis apabila terdapat triad 1).
Menghebatnya tanda tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun dan 3). Hipertermia.
(Sudoyo W. Aru dkk, 2009).
X. PROGNOSIS
1. Dubia et bonam
2. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat : 10-15%.
(Rani Aziz A, 2006).
8
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood Laureen. 2991. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, ed.2. Jakarta. EGC.
Guyton Arthur C dan Hall John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.11.
Jakarta. EGC.
Chandrasoma Parakrama and Taylor R. Clive. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi,
ed. 2. Jakarta EGC.
Kumar Vinay, Cotran Ramzi S, dan Robbins Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbi ns, ed.7. Jakarta. EGC.
Minanti R. Batari dan Hendromartono. 2006. Endokrin-Metabolik Kapita Selekta
Tirodologi, seri 2. Surabaya. Universitas Airlangga Press.
Sudoyo W. Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed. V. Jilid III. Jakarta. Interna
Publishing.
Kasper et al, 2005. Harrison’s. Manual of Medicine , 16th edition. New York.
McGraw-Hill.
Rani Aziz A dkk, 2006. Panduan Pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Lewinski Andrej, 2008. Analysis of demographic and clinical factors affecting the
outcome of radioiodine theraphy in patients with hyperthyroidism. AMS
Clinical Research.
9
I. IDENTITAS
Nama : Nn. D Pendidikan Terakhir : SMA
Umur : 23 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Pemeriksaan : 21/1/2013
Alamat : Desa Kotarindau Ruangan : Bougenville
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak kemarin sore sebelum dirawat
di RSUD Undata. Demam dirasakan naik turun. Demam disertai dengan
menggigil. Demam tidak berkurang walaupun pasien telah mengkonsumsi obat
penurun panas (paracetamol). Selain itu pasien sering BAB, lebih dari 5 kali
sebelum masuk RS. BAB cair, warna kuning tanpa darah. BAK lancar bewarna
bening kekuningan. Pasien juga merasakan gelisah, gampang capek, jantung
berdebar-debar, kadang sesak napas pada saat bekerja, suka berkeringat di tangan
dan kaki, tangan sering gemetar, kalau malam hari lebih suka tidur di lantai karena
dingin. Pasien mengatakan pembesaran di leher sudah ada sejak SD tapi masih
kecil baru pada saat pasien kelas 2 SMA mulai membesar. Siklus haid pasien juga
tidak lancar, terkadang 2 bulan tidak menstruasi.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Riwayat DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :
Pasien mengatakan, kedua nenek dari bapak dan ibu juga menderita pembesaran
leher.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum :
SP : SS/CM/GK BB : 43 kg TB : 158 cm IMT: 17,2
10
Vital sign :
Tekanan Darah : 130/60 mmHg Pernapasan : 28 kali/menit
Nadi : 120 kali/menit Suhu : 40° C
Kepala :
Wajah : edema palpebra (-)
Deformitas : tidak ada
Bentuk : normochepali
Rambut : hitam, rontok
Mata : konjungtiva : anemis + / +
sklera : ikterik - / -
pupil : isokor, kiri = kanan (3 mm)
eksoftalmus : + / +
Mulut : sianosis (-)
lidah kotor (-)
tonsil T1-T1
Leher :
Kelenjar GB : tidak ada pembesaran
Tiroid : pembesaran tiroid
JVP : R5 +2 cm H2O
Trakea : Tidak ada deviasi
Massa lain : tidak ada
Thoraks :
Paru-paru
Inspeksi : pernapasan simetris kiri = kanan
tidak ada retraksi otot pernapasan
Palpasi : tidak ada massa
Vocal fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor, kiri = kanan
11
batas paru bagian bawah pada SIC VI
Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC VI Midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung kanan atas pada SIC II parasternal dextra
batas jantung kanan bawah pada SIC V midsternal dextra
batas jantung kiri atas pada pada SIC II parasternal sinistra
batas jantung kiri bawah pada SIC V midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I dan II murni reguler
Takikardi
bunyi tambahan (-)
Abdomen :
Inspeksi : kesan merata
Auskultasi : peristaltik usus (+) kesan meningkat
bising aorta abdominalis (-)
Perkusi : timpani
Batas hepar lobus kanan + 7 cm
Batas hepar lobus kiri + 4 cm
Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas :
- Atas : Tidak ada edema
Hangat dan lembab
Terdapat tremor minimal
- Bawah : Tidak ada edema
Hangat dan lembab
12
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Darah Rutin :
- RBC : 4,84 (N)
- WBC : 25,4 (H)
- HGB : 8,7 (L)
- PLT : 336 (N)
- HCT : 25,4 (L)
- MCV : 52,5 (L)
- MCH : 18,0 (L)
- MCHC : 34,4 (N)
Radiologi : Tidak dilakukan
EKG : Tidak dilakukan
V. RESUME :
Pasien datang dengan keluhan demam yang disertai menggigil yang dirasakan 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Pola demam naik turun dan tidak mereda ketika diberi
obat penurun panas (paracetamol). Selain itu pasien BAB sebanyak 5 kali sehari dengan
konsistensi cair bewarna kekuningan. Selain itu, pasien mengeluhkan gelisah, gampak
capek, jantung berdebar-debar, kadang sesak nafas pada saat bekerja, sering berkeringat
pada kaki dan tangan. Tangan juga sering gemetar. Pada pemeriksaan fisik, terdaat
eksoftalmus pada kedua mata. Pada leher terdapat perbesaran kelenjar tiroid (+), Nyeri
tekan (-) dan JVP meningkat R5+2cmH20). Auskultasi pada abdomen kesan meningkat.
Pada ekstremitas atas terdapat tremor ringan, hangat dan lembab. Ekstremitas bawah
hangat dan lembab.
VI. DIAGNOSIS KERJA : Observasi Febris + Diare + Pre Hipertensi + Struma
VII. DIAGNOSIS BANDING : Susp. Hipertiroid
13
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Istirahat yang cukup
Banyak minum air
Kompres hangat
Medikamentosa :
IVFD 20 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Ranitidine 1 amp/8 jam
Paracetamol bila perlu
Biodiar 3 x 1 tab
IX. ANJURAN PEMERIKSAAN : T4, TSH,T3, EKG, CT-Scan
X. PROGNOSIS : Dubia et Bonam
I. FOLLOW UP
Tanggal Follow Up
22 Januari 2013 S
O
Demam,mencret, BAB 5 kali, gelisah.
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 108 kali/menit.
Respirasi : 25 kali/menit
Suhu : 38,5 0C
Mata : anemis +/+, ikterik -/- , eksoftalmus +/+
Leher JVP R5+2 cm H2O
Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Bunyi jantung I/II reguler, bising (-)
Perut : Peristaltik usus + kesan meningkat
Ekstremitas atas : Tremor minimal, hangat dan
lembab
Ekstremitas bawah : hangat dan lembab
14
23 Januari 2013
A
P
S
O
Susp. Hipertiroid ?
IVFD RL 28 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Ranitidine 1 amp/8 jam
Paracetamol bila perlu
Biodiar 3 x 1 tab
Diazepam 3 x 2 mg
Pemeriksaan Tambahan :
Laboratorium :
T3 ,T4 ,TSH ,EKG
USG abdomen
Foto Thorax
Demam, masih mencret tapi sudah menurun,
sudah tidak gelisah.
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 92 kali/menit.
Respirasi :20 kali/menit
Suhu : 36 0C
Mata : anemis +/+, ikterik -/-, eksoftalmus +/+
Leher JVP R5+2 cm H2O
Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Bunyi jantung I/II reguler, bising -
Perut : peristaltik + kesan meningkat
Ekstremitas atas : tremor minimal, hangat dan
lembab
Ekstremitas bawah : hangat dan lembab
Hasil Lab :
T4 : 300,0 (H)
TSH: 0,1 (L)
15
24 Januari 2013
A
P
S
O
A
P:
Hipertiroid
IVFD RL 10 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Ranitidine 1 amp/8 jam
Paracetamol bila perlu
Biodiar 3 x 1 tab
PTU (Propiltiurasil) 3 x 200 mg
Propanolol 3 x 10 mg
Pemeriksaan tambahan : T4,EKG,USG abdomenFoto Thorax
Mencret (-), demam (-), Gelisah (-)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit.
Respirasi :20 kali/menit
Suhu : 37,2 0C
Mata : anemis +/+, ikterik -/-, eksoftalmus +/+
Leher DVS R5+2 cm H2O
Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Bunyi jantung I/II reguler, bising -
Perut : peristaltik usus (+) kesan normal
Ekstremitas atas : hangat dan lembab (-)
Ekstremitas bawah : hangat dan lembab (-)
Hipertiroid
IVFD RL 10 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Ranitidine 1 amp/8 jam
PTU (Propiltiurasil) 3 x 200 mg
16
25 Januari 2013 S
O
A
P
Propanolol 3 x 10 mg
Demam (-), Mencret (-), Gelisah (-)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit.
Respirasi :20 kali/menit
Suhu : 37,2 0C
Mata : anemis +/+, ikterik -/-, eksoftalmus +/+
Leher JVP R5+2 cm H2O
Dada :Bunyi napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Bunyi jantung I/II reguler, bising -
Perut : peristaltik usus (+) kesan normal
Ekstremitas atas : hangat dan lembab (-)
Ekstremitas bawah : hangat dan lembab (-)
Hipertiroid
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Ranitidine 1 amp/8 jam
PTU (Propiltiurasil) 3 x 200 mg
Propanolol 3 x 10 mg
17
DAFTAR ISI
Daftar Isi
I. PENDAHULUAN
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
III. ETIOLOGI
IV. PATOGENESIS
V. GAMBARAN KLINIS
VI. GAMBARAN LABORATORIUM
VII. GAMBARAN RADIOLOGI
VIII. DIAGNOSIS
IX. PENATALAKSANAAN
X. KOMPLIKASI
XI. PROGNOSIS
Daftar Pustaka
Laporan Kasus
18