32
HIPERTROFI KARDIOMIOPATI: SEBUAH TINJAUAN SISTEMATIS Hipertrofi kardiomiopati (HCM) adalah penyakit jantung genetik yang kompleks dan relatif umum yang menjadi subjek pengamatan intensif dan penelitian selama lebih dari 40 tahun. HCM merupakan penyebab penting disabilitas dan kematian pada pasien semua usia, walaupun kematian mendadak dan tidak terduga pada orang muda mungkin merupakan komponen paling menyakitkan dari perjalanan penyakitnya. Karena heterogenitasnya dalam gejala klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis, HCM sering menjadi dilema untuk klinisi dan spesialis kardiovaskular, bahkan untuk mereka yang karirnya fokus untuk penyakit ini. Kontroversi masih meliputi kriteria diagnostik, perjalanan klinis, dan manajemen dimana pertanyaan sulit tetap ada, terutama pada praktisi yang sering terlibat dalam pemeriksaan pasien HCM. Karena itu, perlu diklarifikasi isu klinis yang relevan dan memberikan profil konsep yang cepat berkembang mengenai HCM. METODE Pencarian sistematis literatur medis yang meliputi 968 artikel yang terutama berkaitan dengan publikasi HCM berbahasa Inggris (1966-2000) dari jumlah penulis dan senter yang bervariasi dan ekstensif dilakukan melalui MEDLINE atau bibliografi artikel yang diterbitkan. Studi- studi ini dan lainnya sebelum 1966 dianalisa untuk menciptakan penilaian yang seimbang terhadap HCM. 1

HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Jantung

Citation preview

Page 1: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

HIPERTROFI KARDIOMIOPATI: SEBUAH TINJAUAN SISTEMATIS

Hipertrofi kardiomiopati (HCM) adalah penyakit jantung genetik yang kompleks dan

relatif umum yang menjadi subjek pengamatan intensif dan penelitian selama lebih

dari 40 tahun. HCM merupakan penyebab penting disabilitas dan kematian pada

pasien semua usia, walaupun kematian mendadak dan tidak terduga pada orang muda

mungkin merupakan komponen paling menyakitkan dari perjalanan penyakitnya.

Karena heterogenitasnya dalam gejala klinis, perjalanan penyakit, dan prognosis,

HCM sering menjadi dilema untuk klinisi dan spesialis kardiovaskular, bahkan untuk

mereka yang karirnya fokus untuk penyakit ini. Kontroversi masih meliputi kriteria

diagnostik, perjalanan klinis, dan manajemen dimana pertanyaan sulit tetap ada,

terutama pada praktisi yang sering terlibat dalam pemeriksaan pasien HCM. Karena

itu, perlu diklarifikasi isu klinis yang relevan dan memberikan profil konsep yang

cepat berkembang mengenai HCM.

METODE

Pencarian sistematis literatur medis yang meliputi 968 artikel yang terutama berkaitan

dengan publikasi HCM berbahasa Inggris (1966-2000) dari jumlah penulis dan senter

yang bervariasi dan ekstensif dilakukan melalui MEDLINE atau bibliografi artikel

yang diterbitkan. Studi-studi ini dan lainnya sebelum 1966 dianalisa untuk

menciptakan penilaian yang seimbang terhadap HCM.

Terbitan mengenai HCM datang dari grup yang relatif kecil pada senter-senter yang

sangat selektif di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa. Selain itu, persepsi dari

penulis selama lebih dari 25 tahun pengalaman ekstensif dengan HCM berkaitan

dengan analisis literatur. Banyak studi klinis HCM yang observasional dan

retrospektif dalam desainnya karena kesulitan dalam mengatur uji klinis prospektif

dan randomisasi yang besar untuk penyakit dengan gejala yang heterogen, pola

rujukan selektif, dan mekanisme morbiditas dan mortalitas yang luas. Karena itu, pada

HCM, kadar bukti mengenai pengambilan keputusan manajemen utamanya diambil

dari studi-studi yang tidak randomisasi. Saya paling mengandalkan bukti berbasis

desain investigasi dan studi-studi terkontrol yang besar dan memiliki kekuatan

statistik, jika tersedia.

1

Page 2: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

HASIL

Prevalensi

Investigasi epidemiologis dengan beragam desain studi telah menunjukkan perkiraan

yang serupa untuk prevalensi ekspresi fenotip HCM pada populasi dewasa umum

sebesar 0,2% (1:500). Karena itu, HCM tidak langka dan merupakan penyakit

kardiovaskular genetik yang paling umum terjadi, dengan laporan dari banyak negara.

Meski begitu, proporsi besar individu yang memiliki gen mutant HCM kemungkinan

tidak terdeteksi secara klinis. Namun, HCM tidak umum pada praktek kardiologi

rutin, hanya pada tidak lebih dari 1% pasien rawatjalan. Paparan terbatas ini untuk

klinisi terhadap HCM tentunya menyebabkan ketidakpastian yang ada mengenai

penyakit ini dan manajemennya.

Nomenklatur

Karena deskripsi modern pertama dibuat tahun 1958, HCM telah dikenal dengan

berbagai nama yang membingungkan, yang merefleksikan heterogenitas klinis dan

kurangnya pengalaman peneliti-peneliti awal. Hypertrophic cardiomyopathy adalah

nama yang lebih dipilih karena mendeskripsikan keseluruhan spektrum penyakit tanpa

mengenalkan gangguan yang menunjukkan tanda invariabel obstruksi traktus outflow

ventrikel kiri (hypertrophic obstructive cardiomyopathy [HOCM] atau idiopathic

hypertrophic subaortic stenosis [IHSS]). Memang, HCM merupakan penyakit yang

utamanya nonobstruktif; 75% pasien tidak memiliki gradien resting outflow tract

yang besar.

Genetik

Hipertrofik kardiomiopati diturunkan sebagai sifat dominan autosomal mendelian dan

disebabkan oleh mutasi dari 1 dari 10 gen, tiap protein enkode dari sarkomer jantung

(komponen filamen tebal atau tipis dengan fungsi kontraktilitas, struktural, regulasi).

Kemiripan fisik dari protein-protein memungkinkan untuk menganggap spektrum

HCM yang luas sebagai kesatuan penyakit tunggal dan kelainan sarkomer primer.

Mekanisme dimana mutasi penyebab penyakit mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri

(LVH) dan penyakit HCM belum diketahui, walaupun beberapa hipotesa telah

diusulkan.

Tiga dari gen mutan penyebab HCM predominan, terutama rantai berat β-myosin

(yang pertama diidentifikasi), troponin T jantung, dan protein C pengikat myosin. Gen

2

Page 3: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

lain mengakibatkan sedikit dari kasus HCM, terutama troponin I jantung, rantai

ringan myosin regulasi dan esensial, titin, α-tropomyosin, α-actin, dan rantai berat α-

myosin. Keberagaman ini terdiri dari heterogenitas intragenik, dengan lebih dari 150

mutasi diidentifikasi, kebanyakan diantaranya missense atau salah mengenali residu

asam amino tunggal yang disubstitusi dengan yang lain. Defek molekular yang

bertanggungjawab atas HCM biasanya berbeda pada individu yang tidak ada

hubungan keluarga, dan kebanyakan gen dan mutasi, yang menyebabkan proporsi

kecil HCM familial, masih belum diidentifikasi.

Studi-studi genetik molekuler kontemporer selama dekade terakhir memberikan

pandangan penting terhadap heterogenitas klinis HCM, termasuk diagnosis preklinis

individu yang terkena tanpa bukti fenotipik penyakit (misal, adanya LVH pada

echokardiografi atau elektrokardiografi [EKG]). Walaupun analisis DNA untuk gen

mutan merupakan metode definitif untuk menegakkan diagnosis HCM, hal ini belum

menjadi strategi klinis yang rutin dilakukan. Karena teknik-teknik yang kompleks,

memakan waktu, dan mahal, genotyping terbatas pada pemeriksaan terkait penelitian

yang sangat selektif. Perkembangan skrining otomatis yang cepat untuk abnormalitas

genetik akan memungkinkan akses lebih luas terhadap kekuatan biologi molekuler

untuk menghilangkan ambiguitas diagnostik.

Baru-baru ini, mutasi missense pada gen yang mengkode ϒ-2 subunit regulasi protein

kinase teraktivasi adenosin monofosfat (PRKAG2) telah dilaporkan menyebabkan

sindrom Wolff-Parkinson-White familial terkair dengan abnormalitas konduksi dan

LVH (karena akumulasi glikogen pada myosit). Sindrom ini paling tepat dianggap

sebagai penyakit penyimpanan metabolik yang berbeda dari HCM, yang disebabkan

oleh mutasi gen yang mengkode protein sarkomerik. Karena itu, manajemen dan

penilaian resiko pasien dengan sindrom Wolff-Parkinson-White dan hipertrofi jantung

tidak perlu dinyatakan pada data dari pasien dengan HCM.

Potensial penting untuk memahami patofisiologi HCM dengan cara model genetik

hewan (misal tikus dan kelinci transgenik) dan penyakit hewan yang terjadi secara

spontan. Terutama, kucing peliharaan dengan gagal jantung biasanya menunjukkan

penyakit dengan sifat klinis dan morfologis yang mirip HCM pada manusia.

Diagnosis

Diagnosis klinis HCM ditegakkan paling mudah dan dapat diandalkan dengan

echokardiografi 2 dimensi dengan gambaran ruang ventrikel kiri yang hipertrofi tapi

3

Page 4: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

tidak dilatasi, tanpa adanya penyakit jantung atau sistemik lain (misal, hipertensi atau

stenosis aorta) yang mampu mengakibatkan hipertrofi yang ada (Gambar 1 dan

Gambar 2A). HCM mungkin dapat diduga ada dengan adanya murmur jantung

(baisanya pada pemeriksaan sebelum mengikuti olahraga), riwayat keluarga positif,

gejala baru, atau pola EKG yang abnormal. Dalam spektrum penyakit HCM,

pemeriksaan fisik mungkin bukan metode yang dapat diandalkan untuk identifikasi

klinis, karena kebanyakan pasien tidak memiliki obstruksi outflow tract LV dan

kebanyakan penemuan fisik yang tercatat (misal, murmur sistolik jantung yang keras

terdengar dan pulsasi arteri bifid) terbatas pada pasien dengan gradien outflow.

Dengan menimbang penilaian faktor keturunan, wajib bagi pemeriksa untuk

mendapatkan riwayat keluarga dan transmisi dominan autosomal HCM. Skrining

keluarga derajat pertama (keluarga besar), termasuk mendapatkan riwayat dan

pemeriksaan fisik, dan echokardiografi 2 dimensi dan EKG perlu dianjurkan, terutama

jika kejadian terkait HCM telah terjadi dalam keluarga.

Pada pasien yang didiagnosa secara klinis, peningkatan ketebalan dinding LV berkisar

luas antara ringan (13-15 mm) hingga masif (≥30 mm [normal ≤12 mm]), termasuk

yang paling jelas dibanding penyakit jantung lainnya, dapat hingga 60 mm (gambar

1). Pada atlet terlatih, penebalan dinding segmental yang ringan (misal 13-15 mm)

memberikan diagnosis banding antara LVH fisiologis ekstrim (misal, athlete’s heart

atau jantung atlet) dan ekspresi HCM morfologis ringan, yang dapat sembuh tanpa

pemeriksaan noninvasif. MRI mungkin ada nilai diagnostiknya ketika studi-studi

echokardiografi tidak mampu dilakukan secara teknis atau adanya LVH segmental

yang tidak dapat dideteksi dengan echokardiografi.

Pola EKG 12-lead abnormal pada 75% hingga 95% pasien HCM dan biasanya

menunjukkan variasi pola yang luas. EKG normal umumnya ditemui pada anggota

keluarga yang diidentifikasi sebagai bagian dari skrining faktor keturunan atau ketika

diasosiasikan dengan LVH lokalisasi ringan. Hanya hubungan ringan antara voltase

EKG dan keparahan LVH yang tampak pada echokardiografi. Karena itu, EKG

memiliki nilai diagnostik dalam kecurigaan HCM pada anggota keluarga tanpa LVH

pada echokardiogram dan dalam mentarget atlet untuk echokardiografi diagnostik

sebagai bagian dalam skrining pre-partisipasi kegiatan olahraga.

Namun, tidak semua individu yang memiliki defek genetik akan mengekspresikan

gejala klinis HCM, seperti LVH pada echokardiografi, hasil EKG yang abnormal,

atau gejala jantung. Studi-studi genetik molekuler telah menunjukkan bahwa tidak ada

4

Page 5: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

ketebalan dinding minimum untuk HCM pada usia berapapun, dan tidak jarang ada

anak di bawah 13 tahun yang mempunyai gen mutan HCM tanpa LVH, menegaskan

kurangnya produktivitas pada skrining echokardiografi pre-remaja. Remodeling LV

yang substansial dengan munculnya hipertrofi secara spontan baisanya terjadi dengan

pertumbuhan cepat tubuh selama masa remaja, dan ekspresi morfologis baisanya

terjadi pada maturitas fisik (sekitar usia 17-18 tahun). Abnormalitas pada EKG 12-

lead dan ukuran disfungsi diastolis non-preload-dependent dengan ultrasonografi

Doppler jaringan dapat menunjukkan gambaran hipertrofi, yang memberikan petunjuk

kemungkinan adanya LVH.

Kriteria diagnostik baru untuk HCM baru-baru ini muncul dan berdasarkan studi-studi

genotipe-fenotipe yang menunjukkan ekspresi penyakit yang tidak lengkap dengan

tidak adanya LVH pada individu dewasa, kebanyakan baisanya karena mutasi protein

C pengikat myosin jantung atau troponin T. Dalam studi-studi cross-sectional dan

serial echokardiografi, mutasi-mutasi pada gen protein C pengikat myosic mungkin

menunjukkan penetrasi terkait usia fenotipe HCM dimana onset LVH de novo yang

delayed dapat terjadi pada usia paruh baya atau lebih tua. Konversi morfologis

dewasa seperti itu mendikte bahwa tidak lagi mungkin menggunakan echokardiogram

normal untuk meyakini maturitas (bahwa pada usia paruh baya) bahwa anggota

keluarga asimtomatik bebas dari gen mutan penyebab penyakit HCM; observasi ini

mungkin memerlukan strategi pemeriksaan echokardiografi post-remaja tiap 5 tahun.

Berlawanan dengan itu, subset kecil pasien HCM (sekitar 5%-10%) berubah menjadi

tahap akhir (atau fase “burned-out”) yang ditandai dengan penipisan dinding LV,

pembesaran kavitas, dan disfungsi sistolik yang sering serupa dengan dilatasi

kardiomiopati dan mengakibatkan kegagalan jantung yang progresif dan irreversibel.

Juga mungkin bahwa dewasa lainnya merasakan regresi penebalan dinding seiring

dengan pertambahan usia (tidak terkait penurunan klinis), yang merefleksikan

remodeling yang perlahan-lahan dan luas. Karena itu, fenotipe HCM bukan

merupakan manifestasi penyakit yang statis; LVH dapat terjadi pada usia berapapun

dan meningkat atau berkurang secara dinamis seumur hidup.

Fenotipe HCM dan Gambaran Morfologis

Hipertrofi Ventrikel Kiri (LVH). Tampak heterogenitas struktur pada HCM, tanpa

pola LVH yang dianggap tipikal (Gambar 1). Walaupun banyak pasien yang

menunjukkan LVH yang terdistribusi secara difus, hampir sepertiga memiliki

5

Page 6: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

penebalan dinding ringan terlokalisir ke segmen tunggal, termasuk bentuk apikal yang

muncul umumnya pada orang Jepang (Gambar 1D). LVH biasanya asimetris, dengan

septum anterior biasanya predominan (Gambar 1A-D, F; Gambar 2A), walaupun

beberapa pasien menunjukkan pola simetris (kosentris) (Gambar 1E). Distribusi

penebalan dinding LV menunjukkan tidak ada keterkaitan langsung ke outcome,

walaupun hipertrofi distal berhubungan dengan tidak adanya obstruksi. Anak-anak

mungkin mengalami LVH yang mirip HCM sebagai bagian dari tingkat penyakit lain

(misal sindrom Noonan, myopati mitokondrial, dan kelainan metabolik) yang tidak

berkaitan dengan mutasi protein sarkomer penyebab HCM. Marker-marker lain HCM

yang bukan syarat wajib diagnosis termasuk LV hiperkontraktil dan obstruksi

subaortik dinamis yang biasanya diakibatkan oleh gerakan anterior sistolik katup

mitral dan kontak septal (diakibatkan oleh drag effect atau efek tarikan atau mungkin

fenomena Venturi) yang menyebabkan murmur sistolik yang keras.

Gambar 1. Tampak heterogenitas struktur pada HCM, tanpa pola LVH yang

dianggap tipikal .

6

Page 7: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

Gambar 2. Gambaran klinis morfologi dari miokardial penderita

hiperkardiomiopati. A.

Komponen Seluler. Susbtrat kardiomiopati pada HCM secara anatomis didefinisikan

sebagai beberapa sifat histologis berdasarkan pengamatan otopsi. Bentuk miokard

ventrikel kiri tidak beraturan, terdiri dari sel otot jantung yang hipertrofi (myosit)

dengan bentuk-bantuk yang aneh dan hubungan interseluler multipel yang sering tidak

beraturan dengan sudut oblique dan perpendikular (Gambar 2B). Ketidakteraturan

seluler mungkin tersebar luas, memenuhi proporsi besar dinding LV (rata-rata 33%)

dan lebih ekstensif pada pasien muda yang meninggal karena penyakitnya.

Arteri koroner intramural abnormal, ditandai dengan penebalan dinding dengan

peningkatan kolagen intimal dan medial dan lumen yang menyempit, mungkin

dianggap sebagai penting penyakit pembuluh darah kecil (Gambar 2). Perubahan

bentuk mikrovaskular seperti itu, dengan ketidakcocokan massa miokard dan sirkulasi

koroner, kemungkinan merupakan penyebab reserve vasodilator koroner yang

7

Page 8: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

terganggu dan terjadinya iskemia miokard hinga mengakibatkan kematian myosit dan

repair dalam bentuk jaringan parut pengganti transmural atau patchy (Gambar 2).

8

Page 9: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

Jaringan parut miokard seperti itu mendukung bukti klinis bahwa iskemia sering

terjadi dalam perjalanan penyakit HCM dan mungkin merupakan substrat kematian

terkait gagal jantung dini. Juga jelas bahwa proses kardiomiopati pada HCM tidak

terbatas pada daerah luas penebalan dinding dan bahwa regio nonhipertrofi juga

berkontribusi terhadap iskemia atau gangguan fungsi diastolik.

Bentuk seluler yang tidak beraturan, jaringan parut miokard, dan ekspansi kolagen

interstisial (matriks), mungkin merupakan penyebab substrat aritmogenik yang

mengawali instabilitas elektrik yang mengancam nyawa. Substrat ini kemungkinan

sumber takikardi ventrikel primer dan fibrilasi ventrikel, yang tampak sebagai

mekanisme predominan kematian mendadak, baik primer maupun berkaitan dengan

pencetus intrinsik terhadap proses penyakit, terutama, iskemia miokard, hipotensi

sistemik, takiaritmia supraventrikel, atau variabel lingkungan (misal kelelahan fisik

yang berat).

Penetrasi dan variabilitas ekspresi fenotipik jelas dipengaruhi oleh faktor-faktor selain

gen mutan penyebab penyakit seperti gen modifikasi (misal genotipe angiotensin-

converting enzyme), hipertensi yang sudah ada, atau gaya hidup. Memang, beberapa

manifestasi fenotipik HCM tidak secara primer melibatkan protein sarkomer,

termasuk peningkatan kolagen interstisial, arteri intramural abnormal, dan malformasi

katup mitral seperti elongasi pembuluh darah atau insersi otot papiler langsung ke

katup mitral.

Perjalanan Klinis

HCM unik diantara penyakit kardiovaskular karena nilai potensinya untuk tampilan

klinis pada fase kehidupan manapun (dari bayi hingga usia >90 tahun). Walaupun

konsekuensi klinis telah dikenali bertahun-tahun sebelumnya, terutama kematian

jantung mendadak, belakangan ini berkembang perspektif yang lebih seimbang

mengenai prognosis.

Dalam sejarahnya, mispersepsi mengenai signifikansi klinis HCM bertahan karena

prevalensinya yang relatif rendah di populasi jantung, heterogenitas ekstrim, dan pola

rujukan pasien yang membuat bias yang penting. Memang, kebanyakan data yang

dikumpulkan dalam 40 tahun terakhir ada disproporsi dari senter-senter tersier yang

kebanyakan terdiri dari pasien yang dirujuk karena status resiko tinggi atau gejala

berat yang memerlukan perawatan khusus seperti pembedahan. Karena itu, literatur

9

Page 10: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

lama didominasi oleh konsekuensi HCM yang paling berat, meskipun secara klinis

stabil, asimtomatik, dan pasien usia lanjut kurang terwakili.

Akibatnya, resiko HCM diperkirakan berlebihan menurut angka mortalitas 3% hingga

6% yang kurang tepat tapi sering dikutip. Angka ini, kebanyakan didasari oleh

pengalaman senter tersier yang tidak seimbang, telah berkontribusi besar terhadap

persepsi salah bahwa HCM adalah kelainan yang umumnya prognosis buruk.

Laporan-laporan terbaru selama 7 tahun terakhir dari kohort regional selektif atau

berbasis komunitas melaporkan angka mortalitas per tahun yang jauh lebih rendah,

sekitar 1%, mirip dengan populasi dewasa umum AS. Data seperti itu memberikan

pandangan yang lebih seimbang dimana HCM dapat dikaitkan dengan gejala yang

penting dan kematian dini tapi lebih sering tanpa atau dengan disabilitas ringan dan

harapan hidup normal.

Pasien HCM yang lanjut usia (≥75 tahun) telah dilaporkan sebagai 25% dari kohort

HCM, dengan hanya sedikit yang mengalami manifestasi berat gagal jantung.

Obstruksi outflow umumnya tampak pada pasien lanjut usia (sekitar 40%), yang

menunjukkan bahwa gradien subaorta mungkin ditoleransi dengan baik dalam jangka

waktu panjang tanpa konsekuensi yang lain. Memang, HCM pada pasien usia lanjut

dapat sebagia kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi protein sarkomer

dominan yang umumnya pada gen protein C pengikat myosin jantung dan troponin I.

Profil Prognosis dan Strategi Terapi

Perjalanan klinis untuk pasien HCM paling tepat dilihat dalam subgrup spesifik

dibandingkan persepsi dari keseluruhan spektrum penyakit (Gambar 3). Sebagian

pasien berkembang dalam pathway yang relatif tidak terlihat: (1) resiko tinggi

kematian mendadak; (2) gejala kongestif gagal jantung dengan dispneu pada aktivitas

dan disabilitas fungsional yang sering dikaitkan dengan nyeri dada dan biasanya

diiringi dengan fungsi sistolik LV yang menetap; dan (3) konsekuensi atrial

fibrillation (AF), termasuk stroke emboli.

Kematian Mendadak. Stratifikasi Resiko. Kematian mendadak adalah cara kematian

yang paling umum dan komplikasi yang paling tidak dapat diduga dari HCM. Karena

itu, dalam spektrum penyakit HCM yang luas, dimana angka mortalitas per tahun

secara keseluruhan sekitar 1%, ada subset kecil yang punya resiko jauh lebih tinggi

(mungkin sekitar 5% per tahun).

10

Page 11: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

Tujuan yang penting namun rumit adalah identifikasi individu yang resiko tinggi

diantara spektrum HCM yang luas. Sebagai contoh, kematian mendadak dapat sebagai

manifestasi pertama HCM, dan pasien semacam itu tidak ada atau memiliki gejala

ringan sebelumnya. Walaupun kematian mendadak terjadi paling sering pada anak

dan dewasa muda, resikonya meliputi kisaran usia yang luas hingga paruh baya dan

seterusnya; karena itu, mencapai usia tertentu tidak memberikan imunitas untuk

kejadian yang buruk. Kematian mendadak umumnya terjadi pada kelelahan ringan

atau aktivitas yang sederhana tapi tidak jarang juga terkait dengan kelelahan fisik

yang berat. Memang, HCM merupakan penyebab paling umum kematian mendadak

kardiovaskular pada orang muda, termasuk atlet kompetitif yang terlatih (paling

umum pada olahraga basket dan football dan atlet kulit hitam).

Mayoritas pasien HCM (55%) tidak menunjukkan faktor resiko yang dikenali untuk

penyakit ini, dan sangat pasien seperti itu mati mendadak; subset dengan peningkatan

resiko tampaknya terdiri dari 10% hingga 20% populasi HCM. Resiko tertinggi

kematian mendadak HCM telah dihubungkan dengan yang manapun dari marker

klinis noninvasif berikut (Gambar 3): serangan jantung sebelumnya atau takikardia

ventrikel menetap spontan; riwayat keluarga kematian terkait HCM prematur,

terutama jika mendadak, pada anggota keluarga dekat, atau multipel; sinkop dan

beberapa kasus hampir sinkop, terutama jika kelelahan atau berulang, atau pada

pasien muda ketika tercatat akibat aritmia atau jelas tidak berhubungan dengan

mekanisme neurokardiogenik; multipel dan repetitif atau prolongasi takikardia

ventrikel tidak menetap pada pada catatan EKG ambulatori serial (Holter); tekanan

darah hipotensi sebagai respon terhadap olahraga, terutama pada pasien usia lebih

muda dari 50 tahun; dan LVH ekstrim dengan penebalan dinding maksimal ≥30 mm,

terutama pada remaja dan dewasa muda.

Pada dewasa muda, faktor resiko muncul dari hubungan yang kontinu dan langsung

antara ketebalan dinding LV maksimal dan kematian mendadak, yang mendukung

keparahan LVH sebagai determinan prognosis HCM. Pengecualian terhadap

hubungan itu adalah beberapa dari keluarga HCM yang sangat selektif dengan

kematian mendadak multipel dan LVH ringan akibat mutasi troponin T. Deskripsi

profil resiko HCM total kemungkinan tidak lengkap, dan tidak ada gejala penyakit

atau pemeriksaan yang mampu menstratifikasi resiko pada semua pasien.

Hanya ada hubungan yang disugesti, tapi tidak ada hubungan yang relevan secara

klinis dan independen antara kematian mendadak dan obstruksi outflow, walaupun

11

Page 12: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

data untuk gradien yang cukup besar (≥100 mmHg) terbatas. Satu laporan

menunjukkan bahwa segmen-segmen yang pendek dan seperti berterowong

(berjembatan) dari arteri koroner desenden anterior kiri, dimediasi oleh iskemia,

secara independen meningkatkan resiko serangan jantung pada anak dengan HCM.

Gejala HCM pada anak-anak sangat jarang dan biasanya memberikan dilema klinis

karena diagnosis (seringkali tidak sengaja) dini dan ketidakpastian mengenai resiko

jangka panjang. Studi-studi HCM pada anak melaporkan angka mortalitas per tahun

sebesar 2% (populasi berbasis komunitas) hingga 6% (kohort rujukan tersier).

Telah diusulkan, berdasarkan korelasi genotipe-fenotipe, bahwa defek genetik

penyebab HCM dapat menunjukkan determinan primer dan marker stratifikasi untuk

resiko kematian mendadak, dengan mutasi spesifik menunjukkan prognosis yang baik

atau buruk. Sebagai contoh, beberapa mutasi rantai berat β-myosin (seperti

Arg403Gln dan Arg719Gln) dan beberapa mutasi troponin T dapat dihubungkan

dengan frekuensi kematian prematur yang lebih tinggi dibandingkan dengan mutasi

lain, seperti protein C pengikat myosin (InsG791) atau α-tropomyosin (Asp175Asn).

Namun, perlu hati-hati sebelum kesimpulan kuat dibuat mengenai prognosis hanya

berdasarkan data genetik epidemiologis, yang relatif terbatas dan tidak seimbang

karena bias seleksi terhadap keluarga-keluarga yang resiko tinggi. Akses ke biologi

molekuler dari HCM belum mewakili strategi yang relevan secara klinis yang

biasanya mempengaruhi manajemen penyakit.

Prognosis terkait carrier gen dewasa tanpa LVH tampaknya kebanyakan benigna.

Tidak ada bukti yang tersedia untuk justifikasi menghalangi individu genotipe positif-

fenotipe negatif usia berapapun dari kebanyakan aktivitas atau kesempatan bekerja.

Peran dari strategi invasif seperti pemeriksaan elektrofisiologis dengan stimulasi

ventrikel terprogram dan signifikansi aritmia yang diinduksi dalam mendeteksi

substrat fibrilasi ventrikel pada pasien HCM masih belum terjawab. Keterbatasan

meliputi jarangnya fibrilasi ventrikel monomorfik diprovokasi dan ketidakspesifitas

dari takikardia ventrikel polimorfik cepat dan fibrilasi ventrikel.

Walaupun perhatian sewajarnya difokuskan pada pasien resiko tinggi hcm, tidak

adanya faktor resiko dan tanda klinis tertentu lain dapat digunakan untuk

mengembangkan profil pasien HCM pada kemungkinan rendah kematian mendadak

yang diakibatkan oleh gangguan ritme yang mengancam nyawa, begitu juga efek

samping lain (misal pada tingkat <1% per tahun). Pasien dewasa yang lebih mungkin

bersiko rendah adalah mereka yang tidak ada atau memiliki gejala kongestif ringan

12

Page 13: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

tanpa adanya yang berikut: riwayat keluarga kematian dini akibat HCM; sinkop (atau

hampir sinkop) yang dinilai tidak mungkin karena sebab neurokardiogenik; takikardia

ventrikel yang tidak menetap pada EKG Holter ambulatori; gradien outflow LV

minimal 50 mmHg; LVH substansial (penebalan dinding ≥20 mm); pembesaran

atrium kiri (<45 mm); dan tekanan darah hipotensi sebagai respon terhadap olahraga.

Pasien-pasien semacam itu dengan progosis baik adalah proporsi penting dari

keseluruhan populasi HCM dan umumnya berhak mendapatkan ketenangan atas

penyakitnya.

Kebanyakan pasien HCM perlu melalui penilaian stratifikasi resiko (mungkin dengan

pengecualian pasien yang lebih dari 60 tahun) yang memerlukan, selain dari

pengambilan riwayat yang hati-hati dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan noninvasif

dengan achokardiografi 2 dimensi, EKG Holter ambulatori 24 atau 48 jam, dan

pemeriksaan latihan treadmill (atau sepeda). Penilaian dan follow up seperti itu harus

dilakukan oleh (atau melibatkan) spesialis yang kompeten dalam bidang kedokteran

kardiovaskular.

Pencegahan. Pada HCM, strategi terapi untuk mengurangi resiko kematian mendadak

dalam sejarah telah diprediksi dengan obat-obatan seperti β-blocker, verapamil, dan

agen antiaritmia (misal quinidine, procainamide, dan amiodarone). Meski begitu, ada

sedikit bukti bahwa strategi farmakologis profilaktik dan obat-obatan yang

memodulasi ritme secara efektif mengurangi resiko kematian mendadak; selain itu,

karena potensi toksisitasnya, amiodarone kurang mungkin ditoleransi dalam resiko

jangka panjang khas pasien HCM muda. Karena itu, hanya ada sedikit justifikasi

terapi obat profilaktik pada pasien HCM asimtomatik, baik resiko tinggi atau tidak.

Sekarang ini, implantable cardioverter-defibrillator (ICD) tampak sebagai modalitas

terapi yang paling efektif untuk pasien HCM resiko tinggi, dengan potensinya untuk

mengubah perjalanan penyakit (Gambar 3). Dalam sebuah studi multisenter besar,

ICD menghilangkan takiaritmia ventrikel yang potensial mengancam nyawa dan

mengembalikan ritme sinus pada hampir 25% pasien selama periode follow up 3

tahun yang singkat. Intervensi alat yang tepat terjadi pada 11% per tahun untuk

pencegahan sekunder (implan setelah serangan jantung) dan 5% per tahun untuk

pencegahan primer (implan berdasarkan faktor resiko), biasanya pada pasien tanpa

atau dengan gejala ringan sebelumnya. Pasien yang menerima shock yang tepat

berusia muda (rata-rata 40 tahun), dan ICD kebanyakan tetap dorman untuk periode

13

Page 14: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

panjang sebelum diangkat (hingga 9 tahun), yang menggarisbawahi fakta bahwa

kejadian kematian mendadak pada HCM tidak dapat diprediksi.

Pencegahan kematian mendadak dengan ICD paling dianjurkan untuk pasien dengan

serangan jantung sebelumnya atau takikardia ventrikel spontan menetap. Walaupun

faktor resiko multipel memberikan resiko kematian mendadak yang semakin besar,

faktor resiko mayor tunggal pada individu pasien mungkin cukup untuk menjustifikasi

pertimbangan kuat pencegahan primer dengan ICD. Meski begitu, ketidakpastian

tetap ada mengenai mana tepatnya pasien HCM dengan 1 faktor resiko yang perlu

menjadi kandidat untuk terapi ICD profilaktik, dan karena itu penilaian klinis individu

perlu menimbang keseluruhan profil klinis, termasuk usia, kekuatan faktor resiko

yang diidentifikasi, dan tingkat resiko yang dapat diterima pasien dan keluarga,

mungkin diperlukan untuk secara definitif menjawab kebanyakan keputusan klinis.

Kelelahan fisik yang besar merupakan pencetus kematian mendadak pada individu

yang rentan. Karena itu, untuk mengurangi resiko, diskualifikasi atlet dengan bukti

adanya HCM yang tidak dapat dibantah dari kebanyakan olahraga kompetitif secara

terus menerus direkomendasi oleh badan konsensus nasional.

Atrial fibrillation. AF merupakan aritmia menetap yang paling umum pada HCM,

dan menjadi penyebab rawatinap yang tidak diduga dan masa tidak masuk kerja, dan

karena itu menjustifikasi strategi terapeutik yang agresif (Gambar 3). Episode

paroksisimal atau AF kronis terjadi pada 20% hingga 25% pasien HCM, peningkatan

insidens dengan usia, dan terkait pembesaran atrium kiri. AF ditoleransi oleh

sepertiga pasien dan bukan merupakan determinan dependen kematian mendadak.

Namun, AF dikaitkan dengan stroke emboli (insidens sekitar 1% per tahun; prevalensi

6%), mengakibatkan kematian dan disabilitas paling sering pada usia lanjut, dan juga

gagal jantung progresif terutama jika onset AF terjadi sebelum usia 50 tahun dan

berhubungan dengan obstruksi outflow basal.

AF paroksisimal mungkin adalah penyebab dekompensasi klinis akut, yang

memerlukan kardioversi elektrik atau farmakologis. Walaupun data pada pasien HCM

terbatas, amiodarone dianggap efektif dalam mengurangi rekurensi AF. Pada AF

kronis, β-blocker dan verapamil secara efektif mengontrol heart rate, walaupun ablasi

nodus A-V dengan pacu ventrikel permanen mungkin diperlukan. Karena potensi

terbentuknya clot dan emobilisasi, terapi antikoagulas dengan warfarin diindikasi

pada pasien dengan AF kronis atau rekuren. Karena 1 atau 2 dari paroksisma AF telah

dihubungkan dengna resiko tromboemboli sistemik pada HCM, ambang batas inisiasi

14

Page 15: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

terapi antikoagulan seharusnya rendah. Namun, keputusan klinis semacam itu perlu

disesuaikan dengan individu pasien setelah modifikasi gaya hidup yang wajib

dilakukan, resiko komplikasi hemoragik, dan ekspektasi kepatuhan telah

dipertimbangkan.

Gagal Jantung. Gejala. Gejala seperti dispneu pada aktivitas, orthopnea, dispneu

paroksismal nokturnal, dan fatigue sering muncul, khasnya dengan adanya

kontraktilitas LV normal atau supranormal dan tidak bergantung pada adanya

obstruksi outflow (Gambar 3). Gejala gagal jantung terkait HCM seperti itu biasanya

tidak muncul hingga usia dewasa tapi dapat muncul pada usia berapapun.

Progresi gejala yang jelas (New York Heart Association kelas III dan IV) relatif

jarang, terjadi pada sekitar 15% hingga 20% populasi yang nonselektif, dan disabilitas

aktivitas mungkin terjadi pada tingkat yang bervariasi; perburukan sering perlahan

dan ditandai dengan periode panjang stabilitas dan keberagaman keseharian (Gambar

3).

Gejala kongestif dan keterbatasan aktivitas pada HCM tampaknya kebanyakan

sebagai konsekuensi disfungsi diastolik dimana relaksasi LV terganggu, peningkatan

kekakuan ventrikel, dan pengisian fungsi sistolik atrium kiri yang terganggu,

mengakibatkan peningkatan tekanan end-diastolik LV dan atrium kiri dengan

penurunan stroke volume dan cardiac output. Mekanisme-mekanisme ini

menghasilkan kongesti pulmoner dengan hilangnya performa olahraga yang ditandai

dengan penurunan konsumsi oksigen puncak. Namun, gagal jantung terkait disfungsi

diastolik mungkin juga terkait dengan mekanisme patofisiologis lain seperti iskemia

miokard, obstruksi outflow, dan AF.

Nyeri dada sugestif iskemia miokard (dengan arteri koroner yang normal secara

angiografi), baik tipikal angina maupun atipikal, merupakan gejala yang sering

dikaitkan dengan dispneu pada aktivitas. Defek perfusi miokard, pelepasan laktat total

selama pacu atrium, dan penyimpanan aliran koroner yang tumpul merupakan bukti

iskemia yang mungkin disebabkan sebagian karena mikrovaskular yang abnormal.

Peran iskemia dalam stratifikasi resiko belum terjawab, sebagian karena penilaian

klinis iskemia (dan disfungsi diastolik) terbatas oleh ketidakmampuan pengukuran

abnormalitas ini secara noninvasif dengan ketepatan yang kuantitatif.

Strategi Terapi Obat. Jika gejala aktivitas gagal jantung mengganggu, biasanya terapi

farmakologis dimulai dengan obat inotropik ngeatif seperti β-adrenergik blocker atau

verapamil, terlepas dari adanya obstruksi outflow (Gambar 3). Pasien yang tidak

15

Page 16: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

mengalami perbaikan gejala dengan satu obat mungkin dapat bermanfaat dengan obat

lain, tapi pemberian kombinasi tidak menguntungkan. Namun, verapamil mungkin

dapat menguntungkan sebagian pasien dengan gradien outflow berat dan gagal

jantung, dan sebagian peneliti lebih memilih disopyramide (seringnya dengan β-

blocker) untuk pasien simtomatis berat dengan obstruksi dan verapamil atau β-blocker

pada pasien yang tidak megnalami obstruksi. Hanya ada sedikit data pembanding

mengenai penggunaan calcium channel blocker lain seperti diltiazem pada HCM

untuk menghilangkan gejala. Pasien yang mengalami gejala berat gagal jantung

terkait disfungsi sistolik dan perburukan ke end stage memerlukan terapi obat

alternatif dengan diuretik, vasodilator, dan digitalis.

Β-blocker mungkin mengurangi gradien provokatif predominan (diinduksi oleh

intervensi seperti olahraga fisiologis atau Valsalva maneuver, infus insoproterenol,

atau inhalasi amyl nitrate), dan disopyramide dapat mengurangi gradien subaorta pada

istirahat, dimediasi oleh penurunan afterload ventrikel dan perlambatan akselerasi

ejeksi LV. Untuk pasien dengan obstruksi outflow, resiko endokarditis bakteri

(biasanya melibatkan katup mitral) menentukan pemberian profilaksis obat

antimikroba, terutama pada pasien dengan obstruksi, sebelum prosedur gigi atau

pembedahan.

Terapi Bedah. Jika gejala terkait gagal jantung berat menjadi tidak tertahankan dan

kebal terapi farmakologis gan gaya hidup, keputusan terapeutik berikutnya ditentukan

sebagian besar oleh adanya obstruksi basal terhadap outflow LV (gradien instan

puncak ≥50 mmHg) (Gambar 3). Selama 40 tahun terakhir, pengalaman berbagai

senter di seluruh dunia telah menyebabkan operasi myotomi-myektomi septum

ventrikel (prosedur Morrow) untuk ditetapkan sebagai pilihan terapeutik standar

(“gold standard”) untuk dewasa dan anak dengan HCM obstruktif dan gejala kebal

obat berat. Namun, kandidat operasi hanya mewakili subset kecil (5%) walaupun

penting dari keseluruhan populasi HCM.

Operasi memerlukan reseksi sedikit otot (sekitar 5 gram) dari septum proksimal yang

ekstensi ke margin distal katup mitral, dengan itu menghilangkan impedansi

signifikan terhadap outflow LV. Ahli bedah lain telah menggunakan prostesis katup

mitral low-profile pada pasien yang dinilai memiliki morfologi septum yang tidak

menguntungkan atau dengan penyakit katup mitral intrinsik (seperti degenerasi

miksomatus) yang mengakibatkan regurgitasi mitral berat. Insersi otot papiler secara

16

Page 17: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

langsung ke katup mitral, menghasilkan obstruksi midkavitas muskular, memerlukan

reseksi septum ekstensi distal atau penggantian katup.

Myotomi-myektomi yang dilakukan di senter-senter bedah yang berpengalaman tanpa

adanya kondisi terkait memiliki mortalitas operatif yang cukup rendah (≤2%).

Kebanyakan pasien (sekitar 70%) mencapai perkembangan subjektif gejala dan

kapasitas olahraga 5 tahun atau lebih setelah operasi dan seringkali untuk jangka

panjang. Perbaikan ukuran metabolik dan hemodinamik terkait keuntungan

simtomatis setelah myotomi-myektomi tampaknya kebanyakan sebagai konsenkuensi

hilangnya atau penurunan substansial gradien outflow basal dan normalisasi tekanan

LV (dalam >90% pasien), juga hilangnya regurgitasi mitral ringan hingga sedang

yang sekunder terhadap obstruksi. Pasien dimana gejala kebal obat berat dapat

dikaitkan dengan gradien outflow besar yang ada dibawa kondisi yang dapat

diprovokasi, seperti olahraga fisiologis, dapat diuntungkan dengan myotomi-

myektomi.

Hilangnya gejala berat yang konsisten setelah pembedahan merupakan bukti bahwa

gradien outflow yang jelas dan peningkatan tekanan sistolik LV signfikan secara

klinis untuk banyak pasien. Namun, obstruksi outflow tidak dapat dihilangkan pada

semua pasien, karena jelas bahwa gradien besar dapat ditoleransi dalam jangka waktu

panjang tanpa atau dengan disabilitas ringan. Karena itu, walaupun gradien outflow

sangat jelas dan merupakan komponen yang dapat dikuantitifikasi dari HCM, hal ini

biasanya labil dan secara hemodinamik sensitif terhadap perubahan pada volume

ventriken dan resistensi vaskuler sistemik, bahkan setelah makan berat, dan tidak

dapat dinilai sebagai ekuivalen terhadap penyakitnya sendiri. Walaupun intervensi

mayor dapat menguntungkan dengan mengurangi gradien outflow ketika dinilai

persisten dan menyebabkan gejala berat, adanya obstruksi subaorta yang tidak

berhubungan dengan disabilitas jelas jarang menjadi justifikasi terapi semacam itu.

Alternatif Pembedahan. Sebagian kandidat operatif mungkin tidak memiliki akses

langsung ke senter-senter besar yang berpengalaman dengan myotomi-myektomi

karena faktor geografis, atau mereka tidak dapat dianggap sebagai kandidat operatif

yang dipilih karena kondisi medis yang menyertai, usia lanjut, pembedahan jantung

sebelumnya, atau motivasi kurang.

Karena itu, 2 pilihan terapi telah muncul sebagai kemungkinan alternatif pembedahan

untuk pasien tertentu (Gambar 3). Pertama, dalam studi-studi observasi tanpa kontrol,

pacu dua ventrikel kronik dihubungkan dengan ameliorasi gejala dan penurunan

17

Page 18: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

gradien outflow pada banyak pasien HCM. Namun, beberapa uji klinis crossover

randomisasi melaporkan bahwa keuntungan simtomatik subjektif selama pemacuan

sering terjadi dengan sedikit bukti objektif perbaikan kapasitas olahraga dan dapat

dijelaskan sebagai efek plasebo. Walaupun pemacuan bukan merupakan terapi primer

HCM, 1 studi menunjukkan bahwa pasien usia lanjut (>65 tahun), sebuah subgrup

dimana alternatif pembedahan lebh dipilih, mengalami perbaikan objektif gejala

dengan pemacuan. Walaupun myotomi-myektomi memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan pemacuan pada kebanyakan pasien, percobaan pemacuan dua ventrikel

sebelum myotomi-myektomi mungkin dapat dilakukan pada kandidat tertentu, karena

pemacuan (1) secara implisit lebih noninvasif dibandingkan pembedahan atau ablasi

septal alkohol, (2) merupakan metode yang lebih terjangkau oleh kardiologist yang

berpraktek, (3) dapat memungkinkan terapi obat yang lebih agresif dengan

menghilangkan kekhawatiran bradikardia akibat obat, (4) dapat dihentikan, dan (5)

tidak mengurangi implementasi prosedur invasif. Pemacuan tidak mengurangi resiko

kematian mendadak secara signifikan atau memicu remodeling LV.

Terapi alternatif kedua terhadap pembedahan adalah teknik ablasi septal alkohol yang

baru-baru ini dikembangkan, yang merupakan intervensi arteri koroner kutaneus

menggunakan metode dan teknologi yang tersedia untuk penyakit arteri koroner

aterosklerotik. Alkohol absolut (sekitar 1-4 mL) diberikan ke cabang arteri koroner

perforator septal target untuk menghasilkan infark miokard, sehingga mengurangi

ketebalan septal basal dan pergerakkan, membesarkan traktus outflow LV, dan

mengurangi pergerakkan anterior sistolik katup mitral, sehingga menyerupai

konsekuensi hemodinamik dari myotomi-myektomi. Memang, penurunan gradien

outflow berkaitan dengan ablasi septal alkohol telah dilaporkan serupa dengan hasil

myotomi-myektomi, walaupun analisis komparatif terbaru menunjukkan pembedahan

lebih baik daripada abalasi dalam mengurangi gradien istirahat dan gradien yang

dapat diprovokasi. Selain itu, proporsi serupa pasien ablasi dan pembedahan telah

dilaporkan menunjukkan perbaikan subjektif dan objektif dalam gejala kongestif dan

kualitas hidup dalam jangka waktu singkat, terutama pada studi-studi observasi; selain

itu, ada pernyataan yang belum dikonfirmasi mengenai regresi difus LVH setelah

ablasi. Akan tetapi, ablasi septal alkohol pada HCM belum dijadikan perhatian studi-

studi randomisasi atau terkontrol.

Ablasi septal dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas operatif, serupa dengan

myotomi-myektomi; komplikasi meliputi alat pacu permanen untuk blok A-V grade

18

Page 19: HIPERTROFI KARDIOMIOPATI jurnal dr ismi.doc

tinggi, diseksi koroner, dan infark anterior besar. Kontras untuk yang pembedahan,

follow up post prosedur untuk ablasi septal alkohol relatif singkat (sekitar 3-5 tahun

dibandingkan dengan 40 tahun untuk myotomi-myektomi).

Selain itu, ablasi saja potensial membuat substrat yang permanen dan secara elektrik

tidak stabil untuk takiaritmia ventrikel reentran mengancam nyawa dengan

penyembuhan jaringan parut septal intramyokard pada sebagian pasien HCM yang

sudah pasti predisposisi terhadap aritmogenesis; pertimbangan ini mengangkat

sejumlah ketidakpastian mengenai resiko jangka panjang ablasi septal alkohol.

Transplantasi Jantung. Pilihan terapeutik terbatas untuk pasien yang memiliki bentuk

nonobstruktif HCM dan mengalami gejala kebal obat berat, termasuk mereka pada

fase end-stage. Subset pasien ini, diantara spektrum luas pasien HCM, mungkn

merupakan kandidat transplantasi jantung.

19