Upload
ryan-rizky
View
96
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hukum Agraria
Citation preview
HUKUM AGRARIA
I Pengertian, Ruang Lingkup dan Perkembangan Hukum Agraria
A. Pengertian Hukum Agraria.
Kata Agraria berasal dari kata agrarius, ager (latin) atau agros
(Yunani), Akker (Belanda) yang artinya tanah pertanian.
Sedangkan menurut UUPA, agraria adalah sesuatu yang meliputi
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya .
Bahkan di dalam pasal 48 UUPA dijelaskan meliputi ruang
angkasa, yakni ruang di atas bumi, air yang mengandung tenaga
dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha
memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain
yang bersangkutan dengan itu. Pengertian Hukum Agraria ada
beberapa pendapat antara lain :
1 Menurut J.C.T. Simorangkir SH dkk dalam Kamus Hukum
terbitan tahun 1972, adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum
baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur bumi, air dan
ruang angkasa.
2 Menurut Subekti dan Tjitrosudibio R dalam Kamus Hukum
terbitan tahun 1979, bahwa Hukum Agraria adalah keseluruhan
dari pada ketentuan-ketentuan hukum perdata maupun Hukum
Tata Negara (Staat recht) maupun pula Hukum Tata Usaha
(Administratie recht) yang mengatur hubungan antara orang,
termasuk badan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa
dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-
wewenangnya
1
3 Menurut Balai Pustaka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
terbitan tahun 1990, bahwa Hukum Agraria adalah keseluruhan
kaedah hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur bumi, air, dan ruang angkasa.
4 Menurut Arie S Manulang, bahwa Hukum Agraria adalah
seperangkat hukum yang mengatur hak penguasan atas sumber
daya alam (natural resources) yang meliputi bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, bahkan batas
yang ditentukan juga termasuk ruang angkasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “hukum agraria
adalah ketentuan-ketentuan atau kaidah, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur kewenangan dan hubungan hukum
antara orang atau badan hukum dengan bumi, air maupun ruang
angkasa “
B. Ruang lingkup hukum agraria.
Yang termasuk ruang lingkup agraria, adalah bumi, air dan
kekayan alam yang terkandung didalamnya serta ruang angkasa :
1. Bumi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 4 UUPA
meliputi permukaan bumi (tanah) dan tubuh bumi yang
terdapat di bawah tanah dan dibawah air
2. Air, sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat 5 dan pasal 47 UUPA
termasuk didalamnya perairan pedalaman , seperti sungai,
danau, rawa dan laut wilayah, serta laut teritorial Indonesia
3. Kekayaan alam yang terkandung didalam bumi dan air
sebagaimana dimasukd dalam pasal 1 dan 2 UUPA seperti
2
bahan-bahan galian/ barang tambang, ikan, mutiara dan hasil
laut lainnya
4. Ruang angkasa , sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 UUPA
C. Perkembangan Hukum Agraria di Indoesia
Hukum tanah di Indonesia mengalami perombakan pada saat
berlakunya UUPA pada tgl. 24 September 1960, sehingga dapat
dikatakan bahwa pada tgl. tsb. muncul pembaharuan Hukum
Tanah yang berlaku di Indonesia.
Dengan demikian akan dibahas perkembangan hukum tanah
sebelum UUPA No. 5 Th. 1960 dan sesudah berlakunya UUPA
tersebut.
1 Hukum tanah lama sebelum UUPA
Sebelum berlakunya UUPA No. 5 Th. 1960, pengaturan
mengenai Hukum tanah di Indonesia tidak hanya terdapat
dalam satu macam hukum saja, namun dapat dijumpai dari
berbagai macam hukum yakni :
a. Hukum Tanah Adat.
Hukum tanah adat merupakan hukum tidak tertulis dan
sejak semula berlaku dikalangan masyarakat asli Indonesia
sebelum datangnya bangsa-bangsa Portugis, Belanda,
Inggris dan sebagainya
b. Hukum Tanah Barat
Hukum tanah barat mulai berlaku th. 1848 yang tercantum
dalam Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUH Per., yakni
termuat dalam Buku II dengan judul Hak-hak atas tanah
dan hak jaminan atas tanah , Buku III dengan judul Perihal
3
Jual Beli dan dalam Buku IV dengan judul perihal
Pembuktian dan Daluarsa.
Hukum tanah barat diberlakukan pada saat itu, karena
banyak orang Belanda yang memerlukan tanah untuk :
1) Perkebunan atau bangunan rumah peristirahatan
(bungalow) di luar kota dengan hak erfpacht (psl. 720
BW) ;
2) Rumah tinggal atau tempat usaha di dalam kota, lalu
menguasai tanah dengan hak eigendom dan hak opstaal.
c. Hukum Tanah Antar Golongan
Hukum tanah antar golongan, kaedah-kaedahnya tidak
dalam bentuk peraturan perundang-undangn yang tertulis,
tetapi berupa putusan-putusan pengadilan yang menjadi
Yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum atau sarjana
hukum. Namun, ada juga peraturan-pertaturan tertulis
yang diciptakan untuk mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan Hukum Tanah Antar Golongan.
Kaedah-kaedah dari Hukum Antar Golongan ini diciptakan
dengan maksud untuk menyelesaikan hubungan antar
golongan yang menyangkut masalah tanah sesuai dengan
pembagian golongan penduduk Indonesia pada waktu itu
yang tunduk pada hukum yang berbeda atas dasar
ketentuan pasal 131 IS, dimana bagi :
1 Golongan Eropah dan Timur Asing, berlaku Hukum
Barat ;
2 Golongan Bumiputra (Indonesia Asli) berlaku Hukum
Adat.
4
Hukum antar golongan timbul karena :
1)Sifat dualisme dalam hukum tanah yang berlaku semasa
pemerintahan Hindia Belanda, dimana adanya
hubungan-hubungan serta peristiwa-peristiwa hukum
yang terjadi antara orang-orang Indonesia Asli dengan
bukan Indonesia asli ;
2) Tanah-tanah Eropah tidak hanya dipunyai oleh orang-
orang bukan Indonesia (yang tunduk pada hukum
barat) demikian pula pada tanah-tanah Indonesia tidak
hanya dimiliki oleh orang-orang Indonesia Asli (yang
tunduk ada hukum adat). Perlu jadi catatan, bahwa
tanah-tanah hak barat tidaklah akan berubah statusnya
menjadi tanah hak golongan lain, sekalipun dipunyai
oleh subyek-subyek yang tunduk pada hukum yang
berlainan .
d. Hukum Tanah Administrasi
Hukum tanah administrasi adalah keseluruhan peraturan
yang memberi landasan hukum bagi penguasa atau negara
untuk melaksanakan politik pertanahannya dan memberi
wewenang-wewenang khusus kepada penguasa untuk
melakukan tindakan-tindakan di bidang pertanahan.
Hukum tanah administrasi berlaku sebelum UUPA yakni
merupakan ciptaan Pemerintah Kolonial Belanda yang
terkenal dengan Agrarsiche Wet 1870. Sebelumnya berlaku
Cultuur Stelsel (sistem tanam paksa) yang juga merupakan
politik pertanahan yang dilancarkan oleh Pemerintah
Hindia Belanda, dimana rakyat Indonesia dipaksa untuk
5
menanam tanaman yang dilaku dipasaran Eropah.
Perbedaannya, bahwa Argraische Wet terbuka bagi
pengusaha asing swasta, sedangkan cultuur stelsel
merupakan monooli Pemerintah Hindia Belanda.
e. Hukum Tanah Swapraja
Hukum tanah swapraja adalah keseluruhan peraturan
tentang pertanahan yang khusus berlaku pada daerah
swapraja seperti Kesultanan Yogyakarta, Surakarta dan
Cirebon dan Deli. Hukum Tanah Swapraja ini pada
dasarnya adalah hukum tanah adat yang diciptakan oleh
Pemerintah Swapraja dan sebagian diciptakan oleh
Pemerintah Hindia Belanda Mis. Stbl. 1915 – 474 yang
intinya memberi wewenang pada penguasa swapraja untuk
memberikan tanahnya dengan hak-hak barat. Dalam
konsiderans Stbl. 1915-474 ditegaskan bahwa di atas tanah-
tanah yang terletak dalam wilayah hukum swaparaja dapat
didirikan hak-hak kebendaan yang diatur dalam BW,
seperti hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dsb.
Dimungkinkan pula untuk memberi tanah-tanah swapraja
tersebut dengan hak-hak barat, terbatas pada orang-orang
yang tunduk pada BW saja.
Dengan adanya 5 macam hukum tanah seperti tersebut di atas,
maka dapat dikatakan bahwa hukum tanah di Indonesia pada
masa itu bersifat pluralistis Namun yang pokok adalah Hukum
Tanah Barat dan Hukum Tanah Adat, selainnya hanya
sebagai pelengkap
6
2.Macam Hak Atas Tanah di Indonesia dan Kaedah
Pengaturannya Dalam Sistem Hukum Tanah sebelum UUPA.
Tanah Hak Indonesia, yang diatur menurut Hk. Adat
dalam arti luas, dimana kaedah-kaedahnya sebagian besar
tidak tertulis yang diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda
dan Pemerintah Swapraja, yang semula berlaku bagi orang-
orang Indonesia Dengan demikian tanah hak Indonesia
berdasarkan :
1). Kaedah tidak tertulis yang berlaku lagi penduduk Asli
sejak semula ;
2). Kaedah tertulis yang diciptakan oleh :
(a) Pemerintah Swapraja, misalnya peraturan tertulis
mengenai tanah di daerah Kasultanan Yogyakarta,
Surakarta maupun Sumatra Timur ;
(b) Pemerintah Hindia Belanda, yakni :
(1) Hak Agrarisch Eigendom Stbl. 1872-117
Koninklijk Besluit) dan Stbl. 1873-39
(Ordonantie) ;
(2) Grond Vervreemdings Verbod (larangan
pengasingan tanah) Stbl. 1875-179
Mengenai peraturan tanah swapraja di Sumatra Timur,
seperti halnya “Hak Grand Sultan” yakni suatu hak yang
diberikan kepada kawula swapraja yang mirip dengan hak
milik adat. Penggunaan istilah “grant” yang berasal dari
bahasa Inggris ini diperkirakan karena latar belakang
historis dimana terdapat hubungan kekeluargaan yang erat
7
antara Sultan Sumatra Timur dengan Sultan Malaya yang
dulunya merupakan tanah jajahan Inggris.
Peraturan-peraturan tertulis ciptaan pemerintah
Swapraja tersebut di atas kita namakan Hukum Tanah
Swapraja, yang merupakan Hukum Tanah Adat tertulis.
Namun ada juga yang dibuat oleh Pemerintah Hindia
Belanda yang mengatur agar Pemerintah Swapraja
memberikan tanahnya dengan Hak Barat, berdasarkan
peraturan berbentuk Koninklijk Besluit yang diundangkan
dalam Stbl. 1915-474. Peraturan ini dalam konsideranya
menegaskan bahwa tanah-tanah yang terletak di Swapraja
dapat dibebani hak-hak kebendaan yang diatur dalam
KUH Perdata, mis. Hak eigendom, erfpacht dan opstal.
Kemungkinan diberikannya hak-hak barat di atas tanah
swapraja itu hanya terbatas pada orang-orang yang tunduk
pada KUH Perdata. Sebagai contoh, di daerah Swapraja
Yogyakarta sampai sekarang dapat kita jumpai tanah-
tanah swapraja (seperti daerah Malioboro dan sekitarnya)
yang diberikan dengan hak barat berdasarkan Stbl. 1915-
474 ciptaan Pemerintah Hindia Belanda.
Walaupun pada prinsipnya tanah-tanah hak
Indonesia tunduk pada hukum adat, akan tetapi tidak
semua tanah Indonesia dibebani hak-hak asli yang berasal
atau bersumber dari hukum adat Indonesia. Buktinya
selain apa yang kita kenal sebagai hak ulayat, hak pakai,
hak milik dalam masyarakat tradisional, ada pula hak
grant sultan dan grant controleur ciptaan pemerintah
8
swapraja, atau hak agrarisch eigendom ciptaan pemerintah
Hindia Belanda, yaitu hak yang diperoleh atas ketentuan
pasal 51 IS dan lebh lanjut diatur dalam Koninklijk Besluit
yang diundangkan dalam Stbl. 1872117 serta Ordonantie
yang diundangkan dalam Stbl. 1873-38.
3. Hukum tanah baru setelah UUPA
Hukum tanah baru adalah hukum tanah yang diatur dalam
UUPA No. 5 Th. 1960 yang berlaku secara universal bagi
seluruh masyarakat Indonesia
II. SEJARAH, KONSEPSI HUKUM TANAH NASIONAL (UUPA)
A. Sejarah Pembentukan UUPA
1. Panitia Agraria Yogya.
Pada tahun 1948 telah dimulai usaha-uasaha yang konkrit
untuk menyusun dasar-dasar Hukum Agraria/ Hukum tanah
baru yang akan menggantikan Hukum Agraria warisan
pemerintah jajahan. Usaha tsb, dimulai dengan pembentukan
Panitia Agraria yang berkedudukan di Yogyakarta sbg.
Ibukota RI pada waktu itu. “Panitia Agraria Yogya” dibentuk
dengan Penetapan Presiden RI tanggal 21 Mei 1948 No.16.
yang diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo dengan tugas :
memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal
yang mengenai hukum tanah seumumnya, merancang dasar-
dasar hukum tanah yang memuat politik agraria negara RI,
merancang perubahan, penggantian, pencabutan peraturan
peraturan lama, baik dari sudut legislatif mapun dari sudut
9
praktik dan menyelidiki soal-soal lain yang berhubungan
dengan hukum tanah. Selanjutnya berdasarkan surat Panitia
Yogya tgl. 3-2-1950 No. 22/PA Panitia mengusulkan :
1). Dilepaskanya asas domein dan pengakuan hak ulayat ;
2). Diadakannya peraturan yang memungkinkan adanya hak
perseorangan yang kuat, yaitu hak milik yang dapat
dibebani hak tanggungan. Pemerintah hendaknya jangan
memaksakan dengan peraturan perkembangan hak
perseorangan dari yang paling lemah sampai yang paling
kuat, perkembangan itu hendaknya diserahkan kepada
usaha rakyat sendiri dan paguyuban hukum kecil.
Sebaliknya Pemerintah memberi stimulans yang sebesar-
besarnya untuk mempercepat perkembangan itu ;
3). Supaya diadakan penyelidikan dahulu dalam peraturan-
peraturan negara-negara lain, terutama negara-negara
tetangga, sebelum menentukan apakah orang-orang asing
dapat pula mempunyai hak atas tanah ;
4). Perlunya diadakan penetapan luas minimum tanah untuk
menghindarkan pauperisme diantara petani kecil dan
memberi tanah yang cukup untuk hidup yang patut,
sekalipun sederhana. Untuk Jawa diusulkan 2 ha ;
5). Perlunya ada penetapan maksimum. Diusulkan untuk Jawa
10 ha dengan tidak memandang macamnya tanah. Untuk
luar jawa dipandang perlu untuk mengadakan
penyelidikan lebih lanjut ;
6). Menganjurkan untuk menerima skema hak-hak tanah yang
diusulkan oleh Sarimin R. Ada hak milik dan tanah
10
kosong dari Negara dan daerah-daerah kecil serta hak-
hak atas tanah orang lain yang disebut hak-hak magersari
7). Perlunya diadakan registrasi tanah milik dan hak-hak
menumpang yang penting
2. Panitia Agraria Jakarta
Panitia Agraria Jakarta dibentuk dengan Keputusan
Presiden No. 36/1951 tgl. 19 Maret 1951 dengan ketua
Sarimin Reksodihardjo namun diganti oleh Singgih
Praptodihardjo karena ybs. diangkat menjadi gubernur di
Nusatenggara. Panitia tersebut hasilnya belum maksimal
karena Ketua/ Wkl. sering diberi tugas oleh Pemerintah.
Usulan yang tertuang dalam majalah Agraria tgl. 9 Juni
1955 sbb :
1).Mengadakan batas minimum umum 2 ha. Mengenai
hubungan pembatasan minimum tersebut dengan hukum
adat terutama hukum waris perlu diadakan tinjauan lebih
lanjut.
2).Ditentukan pembatasan maksimum 25 ha untuk satu
keluarga ;
3).Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya
penduduk warga Negara Indonesia. Tidak diadakan
perbedaan antara warga Negara asli dan bukan asli. Badan
Hukum tidak diberi kesempatan untuk mengerjakan
pertanian kecil ;
4).Untuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan
hukum, hak milik, hak usaha, hak sewa dan hak pakai ;
11
5).Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa
undang-undang sesuai dengan pokok-pokok dasar Negara.
3. Panitia Soewahjo
Dengan Keputusan Presiden tgl. 22 Maret 1955 No. 55 dibentuk
Kementerian Agraria dengan tugas antara lain mempersiapkan
pembentukan perundang-undangan Agraria nasional.
Mengingat Panitia Jakarta tidak dapat diharapkan akan dapat
menyusun rancangan UUPA dalam waktu yang singkat, maka
pada masa jabatan Menteri Agraria Gunawan Panitia Agraria
Jakarta dibubarkan berdasarkan Keppres tgl. 14 Januari 1956
No. 1 th. 1956. Panitia yang baru diketahui oleh Soewahjo
Soemodilogo.
Th. 1957 Panitia Soewahjo telah berhasil menyelesaikan
tugasnya berupa RUUPA yang disampaikan kepada
Pemerintah tgl. 6 Feb. 1958 setelah itu Panitia dibubarkan.
Adapun popok-pokok penting dari RUUPA dari Panitia
tersebut :
1). Dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang
harus ditundukkan pada kepentingan umum (Negara) ;
2). Asas domein diganti dengan hak kekuasaan Negara ;
3). Dualisme hukum Agraria dihapuskan. Secara sadar
diadakan kesatuan hukum yang memuat lembaga-lembaga
dan unsur-unsur yang baik, baik yang terdapat dalam
Hukum Adat maupun Hukum Barat.
4). Hak-hak atas tanah : Hak Milik sebagai hak yang terkuat
yang berfungsi sosial. Kemudian Hak Usaha, Hak Bangunan
dan Hak Pakai ;
12
5). Hak Milik hanya boleh dipunyai oleh orang-orang warga
Negara Indonesia. Badan Hukum pada asasnya tidak boleh
mempunyai hak milik ;
6). Perlu diadakan penetapan batas maksimum dan minimum
luas tanah yang boleh menjadi milik seseorang atau badan
hukum ;
7). Tanah pertanian pada asasnya harus dikerjakan dan
diusahakan sendiri oleh pemiliknya ;
8). Perlu diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan
penggunaan tanah.
4. Rancangan Soenarjo
Dengan beberapa perubahan mengenai sistematika dan
rumusan beberapa pasalnya Rancangan “Panitia Soewahjo”
tersebut diajukan oleh Menteri Agraria Soenarjo kepada
Dewan Menteri pada tgl 14 Maret 1958 “ Rancangan
Sunardjo” disetujui oleh Dewan Menteri dalam sidangnya pada
tgl. 1 April 1958 dan kemudian diajukan kepada DPR dengan
amanat Presiden tgl. 24 April 1958 No. 1307/HK. DPR
membentuk Panitia Ad Hoc yang diketuai oleh Mr.A.M.
Tambunan, dari UGM seksi Agraria yang diketuai Prof.
Notonegoro dan Ketua Mahkamah Agung Wirjono
Prodjodikoro yang banyak memberikan memberikan bahan
kepada Panitia Ad Hoc. Sejak itu pembicaraan RUU UUPA
dalam sidang pleno tertunda, hingga akhirnya Rancangan
Soenardjo tersebut ditarik kembali oleh Kabinet.
5. Rancangan Sadjarwo
13
Berhubung dengan berlakunya kembali UUD 1945 maka
Rancangan Soenarjo yang masih memakai UUDS ditarik
kembali dengan surat Pejabat Presiden tanggal 23 Mei 1960
No. 1532/HK/1960.
Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan Manifesto Politik,
dalam bentuk yang lebih sempurna dan lengkap diajukan
RUUPA yang baru oleh Menteri Agraria Sadjarwo yang
selanjutnya disebut “Rancangan Sadjarwo”. Rancangan
Sadjarwo tersebut disetujui oleh Kabinet Inti dalam
sidangnya tgl. 22 Juli 1960 dan oleh Kabinet Pleno tgl. 1
Agustus 1960. Dengan amanat Presiden tgl. 1 Agustus 1960 No.
2584/HK/1960 Rancangan tersebut diajukan ke DPRGR.
Pembahasan di DPR GR yang diketuai oleh H. Zainul Arifin
dalam sidang Pleno tgl. 12 September 1960 dan pada tagl. 14
September telah mendapat persetujuan suara bulat dari
DPRGR. Selanjutnya pada tgl 24 September 1960 disahkan
oleh Presiden Soekarno menjadi UUPA No. 5 Th. 1960
Selanjtunya UUPA tersebut diundangkan dalam Lembaran
Negara Th. 1960 No.104 dan Penjelasannya dalam Tambahan
Lembaran Negara No. 2043
B. Fungsi dan tujuan UUPA dan hubungannya dengan hukum Adat,
serta konsepsi-konsepsi hukum tanah
1. Fungsi dan Tujuan UUPA.
a. Menghapus dualisme hukum tanah yang lama, dan
menciptakan unifikasi serta kodifikasi Hukum Tanah
14
Nasional yang didasarkan pada Hukum Tanah Adat, yakni
mencabut :
1). Seluruh pasal 51 IS yang didalamnya termasuk juga
ayat-ayat yang merupakan Agrarische Wet (Stbl. 1870-
55) ;
2). Semua Domeinverklaring dari Pemerintah Belanda, baik
yang umum maupun yang khusus ;
3). Pengaturan mengenai Agrarische Eigendom yang
dituangkan ke dalam Koninklijk Besluit tanggal 16 April
1872 N. 29 (Stbl. 1872-117 jo. Stbl. 1873-38) ;
4). Buku Kedua KUH Per, kecuali ketentuan-ketentuan
mengenai hipotik ;
b. Mengadakan unifikasi hak-hak atas tanah dan hak-hak
jaminan atas tanah melelaui ketentuan konversi .
c. Meletakkan landasan hukum untuk pembangunan Hukum
Tanah Nasional misalnya mengenai Landreform.
Sedangkan tujuan UUPA adalah :
a. Menciptakan unifkasi hukum Agraria dengan cara :
1). Menyatakan tidak berlaku lagi peraturan-peraturan
hukum tanah lama ;
2). Menyatakan berlakunya Hukum Tanah Nasional
berdasarkan Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis
sebagai bahan penyusunan hukum tanah Nasional ;
b. Menciptakan unifikasi hak-hak penguasaan atas tanah
melalui konversi :
15
1). Tanah-tanah hak barat maupun tanah hak Indonesia
mulai tgl 24-9-1960 dikonversi menjadi hak-hak
menurut UUPA
2). Hak- hak jaminan atas tanah, yakni hipoteek & crediet
verband diubah menjadi hak tanggungan atas tanah
berdasarakn UU No. 4 Th. 1996 dan UU No. 12 Th. 1999
tentang Jaminan Fidusia
2. Hubungan dengan hukum Adat
a. Secara formal, bahwa UUPA tersebut :
1). Dibuat di Indonesia ;
2). Dalam bahasa Indonesia ;
3). Berlaku di seluruh Indonesia .
b. Secara Material, bahwa UUPA tersebut :
1). Isinya merupakan perwuju dan dari Pancasila
2). Disusun dengan menggunakan hukum adat ;
Jadi apabila dilihat dari segi materinya, maka hubungan
fungsional tersebut dapat kita jumpai pada :
a. Konsiderans, bahwa perlu adanya hukum Agraria Nasional
berdasarkan hukum adat tentang tanah
b. Bahwa hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan
ruang angkasa ialah Hukum Adat (Pasal 5 UUPA)
c. Penjelasan umum menyatakan bahwa hukum agraria yang
baru didasarkan pada ketentuan hukum adat sebagai
hukum asli yang disempurnakan dan disesuaikan dengan
kepentingan masyarakat.
16
Dalam penjelasan umum terdapat istilah Hukum Adat
sebagai hukum yang asli, hal mana ditekankan karena Hukum
Adat sebagai hukum yang tidak tertulispun masih
dipengaruhi/ dimasuki oleh unsur-unsur dari luar, misalnya
pengaruh hukum kolonial, swapraja dan sebagainya.
Sampai sekarang masih ada orang yang
mempermasalahkan dan mempertanyakan hubungan Hukum
Adat dan UUPA itu, yakni bahwa Hukum Adat yang manakah
yang dimaksudkan oleh UUPA, sebab ada pengertian Hukum
Adat dari para sarjana antara lain :
1. Van Vollen Hoven : membedakan adanya ”hukum adat
golongan pribumi” dan hukum adat golongan timur asing”
2. Kusumadi Pudjosewojo : ”hukum adat” adalah keseluruhan
peraturan hukum yang tidak tertulis. Hukum Adat dalam
pengertian ini bukan merupakan lapangan hukum
tersendiri disamping lapangan-lapangan hukum yang ada.
Dengan dua pengertian tersebut, termasuk hukum
manakah Hukum Adat yang dimaksudkan leh UUPA itu ?.
Pengertian Hukum Adat menurut UUPA , bukanlah
pengertian kedua sarjana tersebut.
Hukum Adat yang dimaksud UUPA adalah :
a. Secara Formal :
Bagian dari hukum positif Indonesia yang berlaku
sebagai hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis
du kalangan orang-orang Indonesia asli yang
mengandung ciri-ciri nasional.
b. Secara Material :
17
Sifat kemasyarakatan yang berasakan keseimbangan
dan diliputi suasana keagamaan
Dengan pengertian yang demikian, maka apa yang disebut
Hukum Adat, tidak harus diartikan semata-mata sebagai
rangkaian norma-norma hukum saja, akan tetapi meliputi :
a. Konsepsi (ajaran, teori) ;
b.Asas-asas (yang merupakan perwujudan dari konsepsi)
c. Lembaga-lembaga hukum ;
d. Sistem (tata susunan yang teratur)
Konsepsi dan asas-asas hukum yang merupakan
perwujudan kesadaran hukum para warga masyarakat dalam
penerapannya ditentukan oleh suasana dan keadaan
masyarakat yang bersangkutan, serta nilai-nilai yang dianut
oleh para warganya. Walaupun konsepsi dan asas-asasnya
sama, akan tetapi norma-norma hukum yang merupakan
hasil penerapannya bisa berbeda disuatu masyarakat dengan
masyarakat lainnya . Demikian pila dengan perubahan-
perubahan pada suasana, keadaan dan nilai-nilai dalam
masyarakat yang sama dalam pertumbuhannya, dapat
mengakibatkan perubahan dalam norma-norma hukum yang
berlaku, sungguhpun konsepsi dan asas-asasnya tidak
berubah.
Kemudian norma-norma tersebut disusun dalam suatu
sistem yang teratur termasuk Lembaga-lembaga hukumnya.
Sebagai kesatuan pengertian yang meliputi konsepsi, asas-
asas, lembaga-lembaga hukum, sistem dari norma yang
berlaku, maka Hukum Adat merupakan perangkat hukum
18
yang berbeda dengan perangkat-perangkat hukum positif
lainnya, dan menjadikan Hukum Adat sebagai hukum yang
khas Indonesia..
Jadi kalau kita berbicara tentang hubungan fungsional antara
Hukum Tanah Nasional dengan Hukum Tanah Adat, intinya
terletak pada 3 (dua) fungsi pokok Hukum Tanah Adat, yaitu :
a. Sebagai sumber utama bagi pembangunan Hukum Tanah
Nasional (UUPA) ;
b. Sebagai pelengkap Hukum Tanah Nasional yang tertulis.
Mengenai hubungan fungsional antara hukum nasional dengan
hukum adat :
1. Konsiderans dan penjelasan UUPA yang menunjuk pada
fungsi hukum adat sebagai sumber utama bagi pembangunan
Hukum Tanah Nasiona, dan pasal 5 UUPA yang juga
menunjukkan fungsi hukum adat sebagi sumber utama serta
sekaligus sebagai pelengkap bahan-bahan yang diperlukan
bagi Hukum Tanah Nasional.
2. Bentuk Hukum Tanah Nasional :
a. Tertulis
b. Tidak tertulis, untuk mengisi kekosongan hukum sebagai
pelengkap yakni:
1). Hukum tanah adat yang sudah di saneer (Pasal 5
UUPA) ;
2) Hukum kebiasaan lainnya yang timbul dari
kebijaksaaan dalampelaksanaan Hukum Tanah yang
baru berupa Yurisprudensi dan Doktrin
19
Hukum Adat yang tidak tertulis dalam melengkapi Hukum
Tanah Nasional, sangat penting peranannya yakni :
a. Yurisprudensi, misalnya Keputusan MA No. 123/K/Sip/1970
yang a.l. menegaskan :
1). Pengertian jual beli tanah sekarang ;
2). Prosedur serta pelaksanaan jual beli tanah dan
seterusnya.
b. Doktrin, yaitu pendapat atau tafsiran para ahli, misalnya
penerapan atas pemisahan horisontal yang kita jumpai
dalam hukum ada, dimana orang bisa memliki bangunan/
tanaman yang ada di atasnya, begitu pula sebaliknya orang
bisa memiliki bangunan/ tanaman tanpa memliki tanah
dimana bangunan/ tanaman tersebut berada
3. Konsepsi-konsepsi Hukum Tanah .
Sebelum UUPA berlaku, dikenal adanya Hukum Tanah Adat
yang menggunakan konsepsi Hukum Adat dan pula Hukum
Tanah Barat yang menggunakan konsepsi Hukum Tanah Barat.
sbb. :
a. Konsepsi Hukum Tanah Barat
Konsepsi Hukum Tanah Barat bertitik tolak dari konsepsi
yang liberal invidualistis, bahwa tanah (bumi) diciptakan
Tuhan diperuntukan bagi kesejahteraan mumat manusia.
Pada mulanya tanah-tanah dimuka bumi belum ada yang
memiliki (res nullius). Oleh karena itu tanah dapat diduduki
(occupatie) dan dimanfaatkan oleh siapa saja yang
memerlukannya. Dengan menduduki atau menguasai tanah
20
tersebut, jadilah ia selaku pemiliknya, dan menjelma sustu
hubungan hukum yang disebut Hak Eigendom.
Hak Eigendom menurut konsepsi liberal invidualistis barat
adalah hak yang tertinggi. Dikatakan sebagai hak yang paling
tertinggi, karena hak eigendom ini muncul atas dasar suatu
angapan bahwa setiap individu selaku pribadi bebeas memiliki
dan melakukan apa saja yang ia kehendaki. Puncak dari
kebebasan individu itu tercermin perwujudannya dalam Hak
Eigendom, yang kemudian dikeal sebutan ”hak asasi” seperti
yang tertera di dalam Deklarasi Sedunia tentang Hak-Hak
Asasi Manusia oleh PBB pada tahun 1948. Jadi sumber hak
atas tanah menurut konsepsi Hukum Tanah Barat pada
hakekatnya ialah Hak Asasi. Hak Asasi manusia inilah
merupakan sumber dari segala hak-hak perorangan atas
tanah.
Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsepsi
yang mendewakan kebebasan individu tersebut telah
membawa akibat timbulnya konflik-konflik sosial yang
terelakan, misalnya antara kelompok pendatang berkuilit
putih dengan penduduk asli benua Amerika dan Australia.
Untuk mengendalikan hal tersebut perlu diadakan penertiban,
yakni campur tangan dari penguasa berupa penguasaan
tanah-tanah yangmasih kosong dan dijadikan milik negara.
Dengan demikian lahirlah apa yang dinamakan tanah domein
negara.
21
Jadi sesuai dengan konsepsi Hukum Tanah Barat, semua
tanah dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : tanah-
tanah hak eigendom dan tanah-tanah domein negara.
Untuk memperoleh hak eigendom menurut pasal 584 BW
dengan cara-cara : 1). Okupasi (pendudukan)
2). Daluarsa ;
3). Pewarisan
4). Pemindahan hak
b. Konsepsi Hukum Tanah Feodal
Selain konsepsi Hukum Tanah Barat yang liberal idividualistis
dalam Hukum Tanah Barat dikenal pula Hukum Tanah
Feodal, misalnya yang berlaku di Inggris dan negeri-negeri
jajahan. Demikian juga pernah kita jumpai di Indonesia
(sebelum UUPA) pada tanah-tanah swapraja yang tunduk
pada Hukum Tanah Swapraja.
Menurut konsepsi tanah feodal, semua tanah hak milik adalah
tanah raja, sedanghkan rakyat hanya dapat diberikan Hak
Pakai atau Hak Sewa. Hak Pakai ini bisa turun-temurun yang
hampir sama dengan Hak Milik, tetapi tidak dapat disebut
Hak milik, karena sewaktu-waktu dapat dicabut apabila raja
menghendakinya. Hak-hak tersebut di Inggris atau di
Singapura biasanya dikenal dengan istilah : ”Estate in fee
simple” (Hak Pakai) , dan ”lease hold estate”(Hak Sewa).
Kalau di Indonesia kita kenal dengan hak anggaduh dan
sebagainya.
c. Konsepsi Hukum Tanah Adat/ Nasional
22
Setelah kita memahami konsepsi liberal invidualistis dan
konsepsi feodal, jelas bahwa kedua macam konsepsi tersebut
tidak cocok dengan struktur masyarakat dan nilai-nilai yang
berlaku di alam Indonesia merdeka. Di alam demokrasi
dimana kedaulatan ada ditangan rakyat, tujuan bangsa kita
membentuk pemerintahan negara Republik Indonesia seperti
tertera dalam Pembukaan UUD 1945alinea ke 4 yakni untuk :
i. Memajukan kesejahteraan umum;
ii. Mencerdaskan kehidupan bangsa ;
iii. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum tersebut,
maka pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan, bawa ” Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan apa yang telah dirumuskan dalam UUD 1945
sebagai pencerminkan kehendak segenap bangsa Indonesia,
maka lebih lanjut oleh UUPA dalam pasal 1 nya dinyatakan
bahwa semua tanah yang ada diseluruh wilayah Republik
Indonesia adalah ”Hak Bangsa Indonesia” , kata adalah disini
berarti ”kepunyaan”
Dikatakan sebagai hak bangsa Indonesia, tiada lain adalah
hak yang berakar dari ”Hak Ulayat” berdasarkan Hukum
Adat yang diangkat pada tingkat paling atas . Hak Ulayat
inilah yang dipakai oleh UUPA sebagai konsepsi bagi Hukum
Tanah Nasional Indonesia.
23
Dalam sistem Hukum Adat, Hak Ulayat merupakan hak
trtinggi dalam masyarakat hukum adat atas seluruh
ingkungan tanah yang berada di wilayah masyarakat
hukumnya, Penggunaan tanah oleh warga masyarakat hukum
adat yang dilandasi berbagai hak penguasaan atas tanah
tersebut, selalu bersumber pada hak bersama tersebut yang
disebut Hak Ulayat. Pengangkatan Hak Ulayat pada tingkat
paling atas sehingga menjadi hak bangsa Indonesia empunyai
pengertian, bahwa seluruh tanah di wilayah Republik
Indonesia adalah kepunyaan bangsa Indonesia. Namun perlu
diingat bahwa hubungan kepunyaan dengan tanah di seluruh
Indonesia itu tidaklah sama dengan hubungan pemilikan,
karna masih tetap diakuinya Hak Milik perorangan atas tanah
yang bersumber pada hak bersama (Pasal 4 UUPA). Sebagai
berwujudan dari sifat kemasyarakatan, hak-hak serorangan
atas tanah tersebut, maka dirumuskanlah sifat itudi dalam
pasal 6 UUPA bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial. Dari manakah berasalnya tanah-tanah tersebut ?
berasal dari Tuhan, jadi sumbernya karunia Tuhan Yang
Maha Esa. (Pasal 1 ayat 2 UUPA).
Hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanahnyan
adalah hubungan yang bersfat abadi, dan pada tingkatan
tertinggi dikuasakan pelaksanaannya kepada Negara, sebagai
rorganisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 1 ayat 3 jo. Pasal
2 ayat 1 UUPA ). Pengalaman sejarah telah membuktikan
bahwa sekalipun 350 tahun kita dijajah Belanda, ternyata
hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanahnya tidak
24
terputus dan tidak pernah diserahkan kepada siapapun. Juga
tidak pernah diserahkan kepada Negara, karena Negara
hanyalah merupakan organisasi kekuasaan seluruh bangsa
atau wadah dari bangsa Indonesia untuk melaksanakan apa
yang menjadi kehendak bangsa Indonesia itu sendiri. Jadi,
negara hanya merupakan hak menguasasi dan bukan memiliki
tanah. Hak menguasai dari negara itu adalah tugas
kewenangan yang dilimpahkan oelah bangsa Indonesia kepada
negara untuk :
a. Mengatur penguasaan dan penggunaan tanah melalui
peraturan-perundangan ;
b. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah
c. Memelihara tanah .
Hak bangsa Indonesia atas tanah diseluruh wilayah Indonesia
ini meliputi :
1. Unsur kepunyaan
Sama halnya dengan hak ulayat masyarakat hukum adat,
unsur kepunyaan yang terkandung didalam hak bangsa
Indonesia ini berarti bahwa seluruh tanah di Indonesia
adalah kepunyaan bersama seluruh rakyat Indonesia. Hak
Bangsa Indonesia tersebut adalah hak yang
tertinggi. Pada Bangsa itulah bersumber hak-hak
penguasaan atas tanah yang disediakan bagi perorangan
yakni :
a. Secara langsung berupa hak-hak atas tanah primer ;
b. Secara tidak langsung berupa :
25
1) Hak-hak atas tanah sekunder
2) Hak jaminan atas tanah
Unsur kepunyaan yang terkandung di dalam hak bangsa
termasuk bidang Hukum Perdata
2. Unsur tugas kewenangan
Seperti halnya tanah hak ulayat masyarakat hukum adat,
tanah bangsa Indonesia itupun harus dikelola dengan baik :
a. Diatur melalui peraturan perundang-undangan tentang
penguasaan dan penggunaannya ;
b. Direncanakan peruntukan serta penggunaannya melalui
(1) Perencanaan umum oleh Pemerintah Pusat (Pasal 14
ayat 1 UUPA)
(2) Perencanaan khusus peruntukan dan penggunaan
tanah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah
(Pasal 14 ayat 2 UUPA). Disini Pemda tidak
berwenang membuat peraturan tentang tanah,
wewenangnya hanya terbatas pada pembuatan
planologi kota (Rencana Tata Guna Tanah) sesuai
dengan keadaan daerahnya.
Ini merupakan unsur tugas kewenangan yang kedua
dari hak bangsa yang termasuk bidang hukum publik ,
dan dalam pelaksanaanya tugas kewenangan tersebut
oleh bangsa Indonesia dilimpahkan kepada Negara
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia.
Jelas kiranya dari pasal 2 UUPA, bahwa pelimpahan
tugas kewenangan kepada Negara itu terbatas pada
unsur yang bersifat Hukum Publik, dan tidak meliputi
26
unsur kepunyaan yang bersifat perdata. Tanah di
wilayah Republik Indonesia adalah tanah kepunyaan
Bangsa Indonesia , tanah kepunyaan bersama rakyat
Indonesia, para warga negara Indonesia dan bukan
kepunyaan Negara. Bahwa Negara memberikan tanah
kepada rakyat yang memerlukan dengan berbagai hak
atas tanah yang disediakan dalam Hukum Tanah kita,
bukan dalam kedudukannya sebagai yang mempunyai
tanah, melainkan sebagai petugas Bangsa Indonesia,
sebagai Badan Hak-hak atas tanah yang primer adalah
hak-hak yang langsung bersumber pada hak bangsa
Indonesia, yang diberikan oleh Negara permohonan hak.
Selanjutnya perlu dijelaskan bahwa Tanah Negara adalah
tanah-tanah yang dikuasai oleh Negara, sedangkan yang
dimaksud dengan Tanah Hak adalah semua tanah-tanah
yang sudah dikuasai oleh seseorang dengan suatu hak. Jadi
di dalam sistem dan konsepsi Hukum Tanah di Indonesia
tidak dikenal ” res nullius” seperti dalam Hukum Tanah
Barat. Miss. dalam pasal 520 BW dikatakan bahwa
bilamana tanah yang tidak ada pemiliknya , harus
diletakkan dibawah pengampuan Balai Harta Peninggalan
dan menjadi tanah Domein Negara. Di Negara Indonesia
apabila hak atas tanah hapus maka tanah itu kembali
menjadi tanah hak bangsa atau Tanah Negara,
27
III. HAK HAK ATAS TANAH SEBELUM LAHIRNYA UUPA
Hak-hak atas tanah menurut hukum barat (KUH Perdata) ,
terdapat dalam hak kebendaan (zakelijkrecht)
A. Pengertian Hak kebendaan
Hak kebendaan adalah suatu kekuasaan mutlak yang diberikan
kepada subyek hukum oleh hukum untuk menguasai suatu
benda secara langsung dalam tangan siapapun. Dengan
demikian yang berhak atas benda itu mempunyai kekuasaan
untuk menuntut benda itu dari tangan siapapun benda itu
berada.
B. Hak-hak kebendaan
3. Menurut KUH Perdata pasal 528 terdiri atas :
1). Hak bezit
2). Hak Servitut
2). Hak Eigendom
3). Hak Erfpacht
4). Hak Opstal
5). Hak gadai ).
6). Hak hipotik
2. Menurut Hukum Adat , terdiri atas :
1). Hak Agraris Eigendom
2). Hak Milik
3). Yasan
4). Hak andarbeni
5). Hak Atas Druwe
6). Hak Atas Druwe Desa
28
7). Hak Grant Sultan
9). Hak Landerijen Bezirt Recht
10). Hak Altijdurende Erfpacht
11). Hak Usaha Atas Tanah Partikelir
12). Hak Consessie Kebun Besar
13). Hak Sewa untuk perusahaan kebun besar
14). Vrucht Gebruick
15). Gebruik
16). Grant Controleur
17). Bruikleen
18). Ganggam Bantuik
19). Hak Anggaduh
20). Bengkok
21). Hak Lungguh
22). Hak Gogolan (bersifat tetap dan tidak tetap)
24). Pekulen (bersifat tetap dan tidak tetap)
25). Sanggan
Penjelasan jenis-jenis hak tanah menurut Hukum Barat :
1. Hak Bezit (hak kepunyaan) pasal 529 KUH Per.
a. Pengertian Hak Bezit
Hak bezit adalah menguasai atau mengambil manfaat atas
suatu benda yang langsung atau tidak langsung, dengan
perantaraan orang lain yang di bawah kekuatannya untuk
bertindak seolah-olah barang itu kepunyaannya.
b. Perihal memperoleh hak bezit (530 KUH Per)
1). Syarat-syarat memperoleh bezit :
29
(a). Perbuatan , baik perbuatan yang timbul dari diri
sendiri maupun perbuatan orang lain atas nama
orang pertama .
(b).Tujuan, yakni meletakkan benda dimaksud di bawah
kekuasaann atau di bawah pengawasan.
2). Cara memperoleh hak bezit
(a). Langsung, disertai penerusan
(b).Tidak langsung , disertai penyerahan atau
peralihan
2. Hak Eigendom.(Hak milik) pasal 570 KUH Per.
a. Pengertian Hak Eigendom
Hak eigendom adalah hak atas suatu benda untuk
mengenyam kenikmatan seluas-luasnya dan
mempergunakannya secara tidak terbatas asal
penggunaannya tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan-pertaturan umum yang dikeluarkan oleh
sesuatu kekuasaan yang memang berhak mengeluarkannya,
dan tidak mengganggu hak orang lain
b. Perolehan hak Egendom (psl. 584 KUH Per)
(1). Mengambil untuk dimiliki (mendaku)
(2). Penarikan milik orang lain
(3). Lampau waktu (kadaluarsa)
(4).Warisan, baik menurut Undang-undang maupun
Testament
(5). Penyerahan sebagai akibat asas hukum
3. Hak Servitut (hak pekarangan, pasal 674, 675 KUH Per)
a. Pengertian hak servitut
30
Servitut = hak pekarangan, adalah suatu beban yang
diletakkan atas suatu pekarangn milik orang lain .
Dengan demikian hak pekarangan ini dapat membawa
suatu kewajiban untuk mengizinkan sesuatu atau juga
kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu
b. Perolehan hak servitut :
Hak servitut diperoleh karena lampau waktu atau karena
diuntukkan
4. Hak Opstal (hak guna bangunan) – pasal 711 KUH Per.
a. Pengertian hak Opstal
Hak opstal adalah hak kebendaan untuk memiliki
bangunan atau tanaman di atas tanah orang lain
b. Timbulnya hak opstal
Hak opstal timbul, karena adanya suatu perjanjian sewa
menyewa, dan perjanjian untuk membayar dalam hak
opstal
5. Hak Erfpacht (hak guna usaha)
a. Pengertian hak erfpacht
Hak erfpacht adalah suatu hak kebendaan untuk menarik
penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari
sebidang tanah milik orang lain. Bagi pemegang hak opstal
ada kewajiban membayar sejumlah uang kepada pemilik
tanah.
b. Timbulnya hak erfpacht
Hak erfpacht timbul karena adanya suatu perjanjian sewa
menyewa antara pemilik dengan pemegang hak
31
6. Hak gadai (Pand)
a. Pengertian Hak Gadai
Hak gadai adalah suatu hak yang diperoleh penagih atas
suatu benda bergerak yang telah diserahkan kepadanya
sebagai jaminan utang oleh yang berutang, dan penagih
berhak menuntut pembayaran utang didahulukan daripada
utang-utang lainnya. .
b. Terjadinya gadai
Adanya seseorang yang meminjam uang kepada orang lain
dalam waktu tertentu dengan jaminan barang bergerak,
sekiranya waktu telah lewat barang jaminan boleh dijual
7. Hak hipotik (hipoteek) psl. 1162 KUH Per
a. Pengertian hipotik
Hipotik adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh oleh
penagih atas suatu benda tak bergerak yang tidak dapat
dipindah-pindahkan letaknya dan dianggap sebagai
jaminan atas uang yang dipinjamkannya kepada pemilik
barang/ benda tersebut, yang menimbulkan hak lain atas
penagih untuk menagih pembayaran hutang itu
didahulukan dari pada hutang-hutang orang lain
b. Terjadinya hipotik
Adanya seseorang yang meminjam uang kepada orang lain
dalam waktu tertentu dengan jaminan barang tidak
bergerak, sekiranya waktu telah lewat barang jaminan
boleh dijual Ada kemungkinan dalam hipotik seseorang
dapat jadi penjamin.
32
Penjelasan jenis-jenis hak tanah menurut Hukum Adat
1. Hak Agraris Eigendom
a. Pengertian Hak Agraris Egendom :
Hak atas suatu benda bagi orang pribumi untuk
mengenyam kenikmatan seluas-luasnya terhadap tanah dan
mempergunakannya secara tidak terbatas asal
penggunaannya tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan-pertaturan umum yang dikeluarkan oleh
sesuatu kekuasaan yang memang berhak mengeluarkannya,
dan tidak mengganggu hak orang lain .
b. Timbulnya hak agraris eigendom IS pasal 51 /7 bahwa
tanah yang ditempati orang Indonesia asli dengan hak milik
bumiputra, atas permintaan si pemilik yang dapat
diserahkan kepadanya sebagai eigendom, dengan
pembatasan-pembatasan seperlunya yang ditetapkan
dengan ordonansi: Dalam hak eigendom itu dijelaskan :
kewajiban terhadap negara / desa dan hak menjualnya
orang-orang bukan bumi putra.
Pembatasan-pembatasan yang bertalian dengan hak milik :
1).Tanah yang diperoleh dengan hak milik agraris tidak
boleh diasingkan kepada orang bukan Bumiputra,
dengan ancaman kebatalan ;
2).Tidak ada hak lain yang dapat dibebankan atas tanah itu
selain hipotik.
2. Hak Milik
a. Pengertian hak milik :
33
Hak milik (het Inlands bezitsrecht) : dalam bahasa
pribumi maka cukup disebutnya : sawah saya, sawahnya,
ladang saya, ladangnya, kepunyaan saya atau
kepunyaannya.
b. Terjadinya hak milik :
Apabila seorang anggota masyarakat menaruh hubungan
perseorangan atau pekarangan atau ladang (pembukaan
tanah sebagai perbuatan hukum). Berdasarkan atas
beschikking recht , maka haknya itu disebut hak milik,
walaupun lamanya ia menaruh hubungan itu praktis tak
lebih dari satu atau dua tahun. Dapat juga terjadi karena
seseorang membeli tanah untuk kepentingannya sendiri,
maka dapat disebut hak mliknya. Disamping itu dapat juga
karena warisan, hibah ataupun daluarsa
3. Landerijen Bezit Recht
Tanah perusahaan : tanah yang penggunaannya untuk
mengusahakan sesuatu didapat dengan cara menyewa atas
dasar persetujuan, dimana dalam isi perjanjian itu tidak
perlu adanya sesuatu janji.
4. Consessie : Ijin dari Pemerintah untuk membuka tanah dan
menjalankan sesuatu perusahaan di atasnya, membuka jalan,
menggali tambang dsb
5 Grant Sultan
Hak pakai atas tanah yang diberikan oleh Raja atau Sultan (
di Sumatra Timur)
6. Bengkok
Pengertian tanah Bengkok
34
Tanah desa yang dipinjamkan kepada pamong desa untuk
digarap dan dipetik hasilnya sebagai pengganti gaji
7). Hak Lungguh/ Apanage
Pengertian tanah hak Lungguh : Tanah garapan yang
diberikan kepada pegawai kerajaan sesuai dengan
kedudukannya (jabatannya) sebagai pengganti gaji)
8). Hak Gogolan / Pekulen
Pengertian Hak gogolan / pekulen : Tanah desa\yang
diberikan kepada seorang gogol atau kuli kenceng untuk
dikerjakan guna penghidupannya
9) Hak druwe/ druwe desa di Bali sama dengan hak milik
10) Hak Pakai/ Hak ganggam (gebruik recht) hak pakai
perseorangan atas tanah-tanah, empang-empang dan
halaman
35
IV. PENGATURAN DAN PELAKSANAAN UUPA
A. Sumber dan dasar-dasar pengaturan hukum tanah Nasional
(UUPA)
1. Sumber sumber Hukum Tanah Nasional (UUPA)
c. Undang-undang Dasar 1945, khususnya pasal 33 ayat 3 ;
d. Dekrit Presiden tgl. 5 Juli 1959 ;
e. Penetapan Presiden No. 1 Th. 1960 tentang Penetapan
Manifesto Politik Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
1959 sebagai Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara
dan Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1970
f.Usul Dewan Pertimbangan Agung Sementara Republik
Indonesia No. 1/Kpts/Sd/II/60, tentang Perombakan Hak
Tanah dan Penggunaan Tanah.
g. Pasal 5 jo 20 Undang-Undang Dasar.
1. Dasar-dasar pengaturan Hukum Tanah Nasional
a. Pertama-tama dasar kenasionalan, diletakkan dalam pasal
1 ayat (1), yang menyatakan bahwa, ”Seluruh wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Dan
pasal 1 ayat (2) yang berbunyi bahwa : ”Seluruh bumi, air
dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air
dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan medrupakan
kekayaan Nasional. Dengan demikian tanah-tanah yang ada
36
di daerah-daerah dan di pulau-pulau tidaklah menjadi hak
rakyat asli dari daerah pulau ybs. Dengan pengertian
demikian maka hubungan bangsa Indonesia dengan bumi,
air, ruang angkasa merupakan semacam hak ulayat yang
diangkat paling atas, yaitu pada tingkatan paling atas yang
mengenai seluruh wilayah Negara.
b. ”Asas domein” yang dipergunakan sebagai dasar daripada
perundang-undangan agraria berasal dari Pemerintah
jajahan tidak kenal dalam hukum agraria yang baru.
UUPA berpangkal pendirian bahwa untuk mencapai apa
yang dimaksud dalam pasal 33 ayat (3) ,tidaklah pada
tempatnya Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Sesuai
dengan pangkal pendirian tersebut, memberi wewenang
kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa
Indonesia itu, untuk pada tingkatan tertinggi :
1). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya ;
2). Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat
dipunyai atas bagian dari bumi, air, ruang angkasa itu ;
3). Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum
antara orang-orang dalam perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
c. Mendudukan Hak ulayat dari kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum yang sewajarnya di dalam alam
bernegara dewasa ini.
37
B.Pelaksanaan UUPA : peraturan dan ketentuan (pasal-pasal) yang
dicabut) dan yang masih diberlakukan.
Salah satu tujuan pokok diadakannya UUPA adalah untuk
meletakkan dasar-dasar dalam mengadakan kesatuan dan
kesedarhanaan di bidang yang mengatur mengenai pertanahan.
Dicabutnya berbagai peraturan oleh UUPA dan dinyatakan nya
Hukum Adat sebagai dasar hukum Tanah Nasional, adalah dalam
rangka mewujudkan kesatuan dan kesederhannaan hukum
tersebut. Peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan yang
tidak berlaku lagi ialah :
1. Seluruh pasal 51 IS, jadi termasuk ayat-ayat yang merupakan
Agrarische Wet ;
2. Semua pernyataan Domein dari Pemerintah Hindia Belanda ;
3. Peraturan mengenai Hak Agrarisch Eigendom ;
4. Pasal-pasal Buku II KUH Perdata Indonesia, sepanjang yang
mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Tidak turut dicabut pasal-pasal Buku II yang
mengenai Hepoteek yang masih berlaku pada tanggal 24
September 1960.
C. Peraturan Peralihan
Merupakan asas umum dalam perundangan, bahwa jika terjadi
perubahan hukum, peraturan-peraturan hukum yang lama tidak
berlaku lagi. Tetapi biasanya hukum yang baru itu belum
seluruhnya lengkap pada ketika mulai berlaku. Maka untuk
38
mencegah apa yang dinamakan “kekosongan hukum” biasanya
hukum yang baru tersebut, selama belum ada peraturan yang
menggantikannya, masih terus memberlakukan peraturan-
peraturan yang lama tanpa atau disertai pembatasan-pembatasan
tertentu. Terus memberlakukan peraturan lama dalam rezim
hukum yang baru tersebut dilakukan dengan mengadakan apa yang
disebut “peraturan-peraturan peralihan” atau peraturan-peraturan
transitoir.
UUPA juga mempunyai peraturan-peraturan yang demikian itu
UUPA sebagai peraturan dasar hanya memuat ketentuan-ketentuan
Hukum Tanah yang baru dalam pokok-pokoknya dan garis-garis
besarnya saja. Ketentuan-ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam
berbagai peraturan pelaksanaan. Untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum diadakanlah peraturan –peralihan dalam pasal
56, 57 dan 58, yang menetapkan bahwa selama peraturan-
peraturan pelaksanaan yang bersangkutan belum ada, peraturan-
peraturan yang lama sementara masih tetap berlaku dengan syarat-
syarat tertentu.
Pasal 58 merupakan peraturan peralihan yang bersifat umum,
sedang pasal 56 dan 57 bersifat khusus, yakni pasal 56 mengenai
peraturan-peraturan tentang Hak Milik, sedangkan pasal 57
mengenai ketentuan-ketentuasn Hypoteek dan Crediet Verband
yang diperlukan untuk melengkapi peraturan mengenai Hak
Tanggungan.
39
Pasal 58 menyatakan : “Selama peraturan-peraturan
pelaksanaan Undang-Undang ini belum terbentuk, maka peraturan-
peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis mengenai
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan
hak-hak atas tanah yang ada pada mulai berlakunya undang-
undang ini, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini serta
diberi tafsiran yang sesuai dengan itu”.
Pasal 56 merupakan pasal peralihan untuk hak milik. UUPA
sudah memberikan mengenai hak milik dalam pasal 20 s/d pasal 27.
Tetapi baru mengenai hal-hal yang sangat pokok saja. Maka dalam
pasal 50 ayat (1)ditentukan, bahwa ketentuan-ketentuannya lebih
lanjut akan diatur dengan undang-undang.
Dalam pasal 56 dinyatakan bahwa : selama undang-undang
mengenai Hak Milik sebagai tersebut dalam pasal 51 ayat 1 belum
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum
adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas
tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
yang dimaksud dalam pasal, sepanjang tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan undang-undang ini (UUPA).
Menurut pasal 20 Hak milik adalah hak atas tanah yang
sifatnya turun-temurun, artinya tidak terbatas jangka waktu
penguasannya dan jika pemiliknya meninggal dunia akan
dilanjutkan oleh ahli warisnya atau kepada pihak lain melalui jual
beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat dll.
40
Selain syarat-syarat umum yang disebut dalam pasal 58, ada dua
syarat lainnya yang ditetapkan untuk Hak Milik yaitu :
a. Belum terbentuknya undang-undang yang akan mengatur
Hak Milik ;
b. Sepanjang peraturan yang lama itu tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan UUPA.
Pasal 57 pasal peralihan mengenai masih berlakunya
ketentuan-ketentuan Hypotheek dan Crediet Verband. sebagai
pelengkap hak tanggungan . Hak Tanggungan oleh UUPA ditentukan
obyek yang dapat dibebaninya yaitu Hak Milik (25), Hak Guna
Usaha (33) dan Hak Guna Bangunan (39). Ketentuan-ketentuan
lebih lanjut akan ditentukan dengan undang-undang.
Pasal 57 menentukan bahwa, selama undang-undang
mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum
terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan
mengenai Hypotheek tersebut dalam KUH Per Indonesia dan
Crediet Verband tersebut dalam Stb. 1908-542
41
V. HAK PENGUASAAN ATAS TANAH MENURUT HUKUM
TANAH NASIONAL DAN SISTEM KONVERSI HAK ATAS
TANAH
A. Pengertian
Hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum
yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu bagi subyek
hukum (orang/ badan hukum) terhadap obyek hukumnya yaitu
tanah.
B. Macam Hak Penguasaan Atas Tanah
Berdasarkan kewenangan, hak penguasaan tanah menurut
UUPA dibagi menjadi :
1. Hak penguasaan atas tanah yang mempunyai kewenangan
khusus, yaitu kewenangan yang bersifat publik dan perdata
sbb. :
a) Hak Bangsa Indonesia (Pasal 1 UUPA) .
Ini menunjuk suatu hubungan hukum yang bersifat
abadi antara bangsa Indonesia dengan tanah di seluruh
Indonesia dengan subyeknya bangsa Indonsia .
b).Hak menguasai oleh Negara (Pasal 2 UUPA)
Negara sebagai organisasi tertinggi seluruh rakyat
melaksanakan tugas untuk memimpin dan mengatur
kewenangan bangsa Indonesia (kewenangan publik).
Melalui hak menguasai negara, negara akan dapat
42
senantiasa mengendalikan atau mengarahkan fungsi
bumi, air dan ruang angkasa sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah. Negara dalam hal ini tidak menjadi
pemegang hak, melainkan sebagai badan penguasa, yang
mempunyai hak sebagai berikut :
1). Mengatur dan menyelenggarakan peruntuk-kan,
penggunaan dan pemeliharaan ;
2). Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat
dipunyai oleh subyek hukum tanah ;
3). Mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang yang melakukan perbuatan hukum yang
mengenai tanah.
c).Hak Ulayat pada Masyarakat Hukum Adat (Pasal 3
UUPA)
Hubungan hukum yang terdapat antara masysarakat
hukum adat dengan tanah lingkungannya. Hak Ulayat
berdasarkan pasal 3 UUPA diakui dengan ketentuan :
1). Sepanjang menurut kenyataannya masih ada
2). Pelaksanaannya tidak bertentangan dengan
pembangunan nasional.
2. Hak penguasaan atas tanah yang memberikan kewenangan
secara umum, yaitu kewenangan dibidang perdata dalam
penguasaan dan penggunaan tanah sesuai dengan jenis-jenis
hak atas tanah yang diberikan. sbb.
43
a. Hak atas tanah terdiri dari :
1).Hak atas tanah originer (primer), yaitu hak atas tanah
yang bersumber pada bangsa Indonesia dan yang
diberikan oleh Negara yang cara memperolehnya
dengan melalui permohonan. Hak hak atas tanah
tersebut yakni :
a). Hak milik ;
b). Hak guna bangunan ;
c). Hak guna usaha ;
d). Hak pakai ;
e). Hak pengelolaan.
2). Hak atas tanah derivatif (primer), yaitu hak atas tanah
yang tidak langsung bersumber kepada hak bangsa
Indonesia dan diberikan oleh pemilik tanah yang cara
memperolehnya melalui perjanjian pemberian hak
antara pemilik dan calon pemegang hak ybs.. Hak-hak
atas tanah tersebut yakni :
a). Hak guna bangunan ;
b). Hak sewa ;
c). Hak pakai ;
d). Hak usaha bagi hasil ;
e). Hak gadai ;
f). Hak menumpang.
C . Hak hak atas tanah perorangan:
44
1. Hak Milik
a. Pengertian Hak Milik.
Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun
terkuat dan terpenuh, namun tidak berarti bahwa hak
milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat
diganggu gugat dan tidak terbatas seperti Hak
Eigendom, kata terkuat dan terpenuh itu dimaksudkan
untuk membedakan dengan hah-hak lainnya, yaitu
untuk menunjukkan bahwa diantara hak atas tanah,
maka Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh.
Hak Milik atas tanah tersebut tidak meliputi
pemilikan kekayaan alam yang terkandung di dalam
tubuh bumi dan yang ada dibawah/ di dalamnya .
Jadi pengertian Hak Milik tersebut :
1).merupakan hak yang terkuat, artinya Hak milik tidak
mudah hapus dan musnah serta mudah
dipertahankan terhadap pihak lain, oleh karena itu
harus didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan
Nasional (PP No. 24 th. 1997)
2).terpenuh, hal ini menandakan kewenangan pemegang
hak milik itu paling penuh namun dibatasi oleh
ketentuan pasal 6 UUPA, yakni tanah mempunyai
fungsi sosial.
3) turun-temurun, berarti jangka waktunya tidak
terbatas, dan dapat beralih melalui suatu peristiwa
hukum pewarisan.
b. Subyek Hak Milik
45
1).Menganut asas kewarganegaraan dan asas
persamarataan bagi pria dan wanita (pasal 9 UUPA) ;
2).Asas Umum : Perorangan (Pasal 20 ayat (1) UUPA) ;
3).Warganegara Indonesia, merupakan pelaksanaan asas
kebangsaaan sebagai salah satu dasar UUPA (Pasal
21 ayat (1) UUPA)
4).WNI tunggal (asas khusus), UUPA memandang
seorang yang mempunyai 2 kewarganegaraan (dwi
kewarganegaraan/ bipatride) sebagai orang asing
(Pasal 21 ayat (4) UUPA), karena pada saat lahirnya
UUPA masih dikenal adanya dwi kewarganegaraan ;
5).Badan-Badan Hukum tertentu (Pasal 21 ayat (2)
UUPA).
Berdasarkan PP No. 38 Th. 1963 ditetapkan badan-
badan hukum yang dapat mempunyai hak milik yaitu
:
a). Bank-bank Pemerintah ;
b). Badan-badan Koperasi Pertanian ;
c). Badan-badan Sosial ;
d). Badan-badan Keagamaan.
c, Permasalahan hukum Hak Milik
1).Larangan pemindahan Hak Milik kepada
warganegara asing, (kecuali Badan Hukum Indonesia
yang ditetapkan dengan PP No. 38/ 1963). dan Badan
Hukum Asing pasal 26 ayat (2) UUPA ;
46
2).Peristiwa hukum yang menyebabkan beralihnya Hak
Milik kepada pihak-pihak yang tidak berwenang
sebagai pemegang hak milik seperti warga negara
asing, masih diakui/ diperbolehkan oleh UUPA
dengan syarat orang asing tersebut tidak boleh
memegang Hak Milik itu untuk lebih dari satu tahun
dan harus mengalihkannya kepada pihak yang
memenuhi syarat.
Peristiwa hukum yang menyeabkan berakhirnya Hak
Milik kepada WNA adalah
(a). Percampuran harta karena perkawinan
campuran ;
(b). Pewarisan tanpa wasiat (pewarisan Ab
Intestato) ;
(c). WNI yang kehilangan status kewarganegaraan
Indonesianya (peralihan WNI menjadi WNA).
d. Isi Hak Milik
1).Wewenang penuh dibandingkan dengan hak-hak lain,
obyeknya dapat berupa tanah bangunan atau tanah
pertanian. Untuk itu dapat digunakan untuk usaha
tanah pertanian maupun untuk mendirikan
bangunan,
2).Walaupun mempunyai wewenang penuh, tetapi masih
tetapi masih tetap ada pembatasan, yaitu tetap terikat
pada ketentuan masterplan (Recana Induk) atau
detail plan (Rencana terperinci) dari pihak Pemda
47
Tingkat I, kecuali itu untuk daerah pertanian tidak
dapat digunakan untuk real estate, begitupun
sebaliknya.
e. Kewenangan Pemegang Hak Milik
1). Dapat menggunakan ;
2). Dapat memungut hasil
3) Dapat melakukan tindakan-tindakan hukum lainnya.
f. Sifat dan ciri-ciri Hak Milik
1).Tergolong hak yang wajib didaftar menurut PP 10 Th.
1961 jo. PP 24 Th. 1997 ;
2).Dapat beralih kepada ahli waris ;
3) Dapat dialihkan ;
4).Dapat diwakafkan ;
5).Turun-temurun ;
6).Dapat dilepaskan ;
7).Dapat dijadikan induk hak-hak lain ;
8).Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan.
g. Jangka waktu Hak Milik.
Tidak terbatas, mengingat sifatnya turun-temurun .
h. Terjadinya Hak Milik
Menurut pasal 22 UUPA. Hak milik dapat terjadi
karena :
48
1). Hukum Adat, misalnya :
(a). Pembukaan tanah bagian tanah ulayat ;
(b). Aanslibbing (lidah tanah)
2).Penetapan Pemerintah, misalnya :
(a) Pemberian hak baru ;
(b).Perubahan dari hak guna bangunan menjadi hak
milik.
3).Karena Udang-undang (melalui ketentuan konversi
UUPA).
i. Hapusnya Hak Milik
Hak Milik hapus apabila :
1).Tanah menjadi tanah negara, karena :
(a). Pencabutan hak ;
(b). Dilepaskan secara sukarela ;
(c). Dicabut untuk kepentingan umum ;
(d). Tanahnya diterlantarkan ;
2).Tanahnya musnah.
2. Hak Guna Bangunan
a. Pengertian Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan
miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu (Pasal 35
ayat (1) UUPA.
Pengertian bukan miliknya sendiri dapat berupa :
49
1). Tanah Negara dalam hubungan hak yang primer /
originer ;
2).Tanah milik pihak lain dalam hubungan hak yang
sekunder/ derivatif karena perjanjian.
b. Sifat dan ciri-ciri
1). Termasuk golongan hak yang harus daftar menurut
PP 10 Th. 1961 jo. PP. No. 24 Th. 1997
2). Dapat beralih dan dialihkan ;
(a).Dapat beralih, terjadi karena suatu peristiwa
hukum, misalnya pewarisan tanpa wasiat atau
percampuran harta karena perkawinan campuran
;
(b).Dapat dialihkan, terjadi karena subyek
melakukan suatu perbuatan hukum, misalnya
melakukan jual beli, penghibahan, penukaran,
pemberian dengan wasiat atau perbuatan-
perbuatan lain yang bermaksud untuk
memudahkan hak penguasaan atas tanah.
3).Dapat dilepaskan oleh pemegangnya sehingga menjadi
tanah Negara ;
4).Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan
c. Subyek Hak Guna Bangunan (HGB)
Yang dapat menjadi subyek HGB adalah :
1).Warga Negara Indonesia ;
50
2).Badan Hukum Indonesia (Pasal 36 ayat (2) UUPA) ;
3).Perusahaan Patungan (PMA) apabila memerlukan
tanah untuk keperluan emplasemen, bangunan
pabrik dan lain-lain (Keppres No. 34 Th. 1992).
d. Jangka waktu HGB
HGB diberikan maksimum selama 30 tahun dan dapat
diperpanjang selama 20 tahun lagi (pasal 35 ayat (1)
UUPA)
e. Terjadinya HGB
1).Penetapan Pemerintah dengan permohonan hak
2).Perjanjian otentik antara pemilik tanah dengan pihak
yang akan memperoleh HGB.
f. Hapusnya HGB.
1).Jangka waktunya berakhir ;
2).Dibatalkan karena syarat tidak terpenuhi ;
3).Dilepaskan oleh pemilik sehingga menjadi Tanah
Negara ;
4).Tanahnya musnah ;
5).Tanahnya diterlantarkan ;
6).Dicabut untuk kepentingan umum..
3. Hak Guna Usaha
a. Pengertian Hak Guna Usaha (HGU).
51
Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara selama jangka waktu tertentu guna usaha
pertanian, perikanan dan peternakan. Dalam pengertian
perusahaan pertanian termasuk perusahaan perkebunan
a. Sifat dan ciri-ciri HGU
1).Tergolong hak yang harus didatar menurut PP No. 10
Th. 1961 jo. PP No. 24 Th. 1997 ;
2).Dapat beralih ;
3) Dapat dialihkan ;
4).Jangka waktunya terbatas ;
5).Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan ;
6).Dapat dilepaskan oleh pemegang HGU menjadi tanah
Negara
c. Subyek HGU
Yang dapat menjadi subyek HGB adalah :
1).Warga Negara Indonesia ;
2).Badan Hukum Indonesia ;
3).Untuk mendorong penanaman modal asing dalam
sektor perkebunan berdasarkan Keppres No. 34 th.
1992, yang menghapuskan Keppres No. 23 th. 1980,
bahwa HGU dapat langsung diberikan kepada
perusahaan PMA yang berbentuk perusahaan
patungan
d. Jangka waktu HGU
52
1).Tanaman keras 35 tahun dan dapat diperpanjang 25
tahun lagi ;
2).Tanaman muda 25 tahun, dan dapat diperpanjang 25
tahun lagi.
. e. Luas tanah untuk HGU
1).Minimal 5 Ha bagi HGU baru ;
2).Minimal 25 Ha bagi perusahaan perkebunan besar.
HGU asal konversi dapat kurang dari 5 Ha
(Ketentuan Konversi Pasal 112 ayat (2) UUPA)
f. Terjadinya HGU
Karena penetapan Pemerintah (melalui permohonan
hak) ;
g. Hapusnya HGU
1).Jangka waktunya berakhir ;
2).Dibatalkan karena syarat tidak dipenuhi ;
3).Dilepaskan oleh pemegang haknya ;
4).Dicabut untuk kepentingan umum ;
5).Tanahnya diterlantarkan ;
6).Tanahnya musnah.
4. Hak Pakai
a. Pengertian :Hak Pakai
Hak pakai (Pasal 41 UUPA) adalah adalah hak untuk
menggunakan dan/ atau memungut hasil dari tanah
53
yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik
orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian
haknya (tanah negara) atau dalam perjanjian dengan
pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa-menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah (tanah milik orang
lain). Dari rumusan dapat disimpulkan bahwa Hak
pakai adalah hak atas tanah bangunan dan tanah
pertanian.
Kata “menggunakan”, menunjuk bahwa tanah itu dapat
digunakan untuk bangunan (sebagai wadah), sedangkan
kata “memungut hasil” menunjuk bahwa tanah dapat
digunakan untuk usaha pertanian (sebagai faktor
produksi).
b. Sifat dan ciri-ciri
1).Termasuk hak yang harus didaftar ;
2).Tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
hak tanggungan, tetapi khusus Hak Pakai di atas
tanah negara dapat difiduciakan menurut .
3).Dapat dialihkan
a).Hak pakai dapat dialihkan kepada pihak lain, akan
tetapi peralihan hak pakai itu tidak bersifat
mutlak, artinya Hak Pakai itu dapat diberikan
dengan syarat bahwa pemegang Hak Pakai
dilarang untuk untuk mengalihkan kepada pihak
lain ;
54
b).Hak pakai dapat diberikan dengan ketentuan atau
dengan perjanjian bahwa jika pemegang Hak
Pakai tersebut meninggal, maka Hak Pakai itu
tidak jatuh kepada ahli waris pemegang Hak
Pakai akan tetapi batal dengan sendirinya
c).Menurut pasal 43 UUPA, Hak Pakai dapat
dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat
yang berwenang. Hak Pakai atas tanah Hak Milik
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain jika hal
itu dimungkinkan dalam perjanjian yang
bersangkutan ;
d).Setelah berlakunya PMA No. 9 Th. 1965 jo. PMA
No. 1 Th. 1966 yang menetapkan bahwa Hak
Pakai atas tanah Negara termasuk hak tanah yang
wajib didaftar, maka hak pakai boleh dialihkan
kepada pihak lain.
4) Dapat dilepaskan ;
5).Dapat diberikan dengan Cuma-Cuma, dengan
pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun
(pasal 41 ayat (2) UPA)..
c.Subyek Hak Pakai
Yang dapat menjadi subyek Hak Pakai
1).Warga Negara Indonesia (WNI) ;
2).Warga Negara Asing (WNA) yang berkedudukan di
Indonesia ;
3).Badan Hukum Indonesia ;
55
4).Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia ;
5).Instansi Pemerintah.
d.Jangka waktu Hak Pakai
Dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu
D. Konversi Hak Atas Tanah
Mengenai konversi diatur dalam ketentuan-ketentuan konversi
sbb. :
Pasal I
1) Hak Eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya
undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik,
kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat
dalam pasal 21
2) Hak eigendom kepunyaan Pemerintah Negara Asing yang
dipergunakan untuk rumah kediaman Kepala Perwakilan
dan gedung kedutaan, sejak mulai berlakunya undang-
undang ini menjadi hak pakai, yang akan berlangsung
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tersebut di
atas.
3) Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warga
Negara disamping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing, dan badan-badan
hukum yang tidak ditunjuk oleh Pemerintah mulai
56
berlakunya undang-undang ini menjadi hak guna
bangunan dengan jangka waktu 20 tahun ;
4) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 1 pasal ini dibebani
dengan hak opstal dan hak erfpacht, maka hak opstal dan
hak erfpacht, sejak mulai berlakunya undang-undang ini
menjadi hak guna bangunan yang membebani hak milik,
selama sisa waktu hak opstal dan hak erfpacht, tetapi
selama-lamanya 20 tahun ;
5) Jika hak eigendom tersebut dalam ayat 3 pasal ini dibebani
dengan hak opstal dan hak erfpacht, maka hubungan
antara yang mempunyai hak eigendom dengan pemegang
hak opstal dan hak erfpacht diselesaikan menurut pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri Agraria ;
6) Hak-hak hipoteek, servitut, vruchtgebruik dan hak-hak lain
yang membebani hak eigendom tetap membebani hak milik
dan hak guna bangunan, sedangkan hak-hak tersebut
menjadi suatu hak menurut undang-undang ini
Pasal II
1) Hak hak atas tanah yang memberi wewenang mirip dengan
hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) yang ada pada
mulai berlakunya undang-undang ini yaitu : hak agrarisch
eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas
druwe desa, pesini, grant Sultan, Landerijenbezitrecht,
altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah
partikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang
akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria sejak
berlakunya undang-undang ini menjadi hak milik, kecuali
57
jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat tersebut
dalam pasal 21 ;
2) Hak hak tersebut kepunyaan orang asing, warga Negara
yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarganegaraan asing dan badan hukum yang tidak
ditunjuk oleh Pemerintah, menjadi hak guna bangunan
sesuai dengan peruntukan tanahnya sebagai yang akan
ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria.
Pasal III
1) Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar, yang ada pada
mulai berlakunya undang-undang ini, sejak saat tersebut
menjadi hak guna usaha yang berlangsung selama sisa
waktu hak erfpacht, tetapi selama-lamanya 20 tahun ;
2) Hak erfpacht untuk pertanian kecil yang ada pada mulai
berlakunya undang-undang ini , diselesai kan menurut
ketentuan-ketentuan yang akan diadakan oleh Menteri
Agraria .
Pasal IV
1) Pemegang concessi dan sewa untuk perusahaan kebun besar
dalam jangka waktu satu tahun sejak mulai berlakunya
undang-undang ini harus mengajukan permintaan kepada
Menteri Agraria agar haknya diubah menjadi hak guna
usaha ;
2) Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau permintaan itu
tidak diajukan, maka concessive dan sewa ybs berlangsung
terus selama sisa waktunya, tetapi paling lama 5 tahun dan
setelah itu berakhir dengan sendirinya ;
58
3) Jika pemegang concessie atau sewa mengajukan permintaan
tetapi tidak bersedia menerima syarat-syarat yang
ditentukan oleh Menteri Agraria atau permintaanya ditolak,
maka concessie atau sewa itu berlangsung terus selama sisa
waktunya, tetapi paling lama 5 tahun dan sesudah itu
berakhir dengan sendirinya ;
Pasal V
Hak opstal dan hak erfpacht untuk perumahan yang ada pada
mulai berlakunya undang-undang ini, sejak saat itu menjadi
hak gunan bangunan yang berlangsung selama sisa waktu hak
opstal dan erfpacht tersebut, tetapi selama-lamnya 20 tahun.
Pasal VI
1) Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang atau mirip
dengan hak sebagaimana dimaksud pasal 41 ayat (1) yang
ada setelah berlakunya undang-undang ini yaitu hak
vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruiklen,
ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas,
dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan
ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria sejak mulai
berlakunya undang-undang ini menjadi hak pakai yang
memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang
dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya
undang-undang ini
Pasal VII
1) Hak gogolan, pekulen dan sanggan yang bersifat tetap yang
ada mulai berlakunya undang-undang ini menjadi hak milik
59
2) Hak gogolan, pekulen dan sanggan yang tidak bersifat tetap
menjadi hak pakai ;
3) Jika ada keragu-raguan apakah suatu hak gogolan, pekulen
atau sanggan bersifat tetap atau tidak tetap, maka Menteri
agrarialah yang memutuskan.
VI. LAND REFORM DI INDONESIA
A. Pengertian Landreform
Perkataan Landreform berasal dari kata “Land” yang artinya
tanah dan “Reform” yang artinya “perubahan, perombakan atau
penataan kembali”. Jadi Landreform itu berarti merombak
kembali struktur hukum pertanahan lama dan membangun
struktur pertanahan baru.
Landreform adalah suatu asas yang menjadi dasar dari
perubahan-perubahan dalam struktur pertanahan hampir di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Asas itu adalah bahwa “Tanah
pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh
pemiliknya sendiri”
Landreform bermaksud mengadakan suatu perubahan sistem
pemilikan dan penguasaan atas tanah yang lampau ke arah
sistem pemilikan dan penguasaan atas tanah yang baru yang
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat
yang sedang giat melaksanakan pembangunan ekonomi sesuai
dengan cita-cita Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
Secara teknis pengertian Landreform mempunyai arti secara
luas dan secara sempit.
60
Pengertian Landreform dalam UUPA dan UU No. 56/Prp/1960
adalah pengertian Ladreform dalam arti luas, yaitu :
1. Pelaksanaan pembaharuan hukum agraria, yaitu dengan
mengadakan perombakan terhadap sendi-sendi hukum
agraria yang lama yang sudah tidak sesuai dengan kondisi
dan situasi zaman modern dan menggantinya dengan
ketentuan hukum yang lebih sesuai dengan perkembangan
masyarakat modern.;
2. Penghapusan terhadap segala macam hak asing dan
konsepsi kolonial ;
3. Diakhirinya kekuasaan para tuan tanah dan para feodal
atas tanah yang telah banyak melakukan pemerasan
terhadap rakyat melalui penguasaan tanah ;
4. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan atas
tanah secara berencana serta berbagai hubungan-
hubungan yang berkenaan dengan penguasaan atas tanah
5. Perencanaan persediaan, peruntukan dan penggunaan
tanah secara berencana sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan kemajuan ;
Sedangkan Landreform dalam arti sempit merupakan
serangkaian tindakan-tindakan dalam rangka Agraria Reform
Indonesia, yaitu mengadakan perombakan mengenai pemilikan
dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan yang
bersangkutan dengan pengusahaan atas tanah.
Pengertian Landreform menurut UUPA disebut Agrarian
Reform, pada dasarnya mencakup 3 masalah pokok, yaitu :
61
1. Perombakan den pembangunan kembali sistem pemilikan
dan penguasaan atas tanah. Tujuannya yaitu melarang
adanya “Groot Ground Bezit” yaitu pemilikan tanah yang
melampauai batas, sebab hal yang demikian akan
merugikan kepentingan umum, asas ini tercantum dalam
pasal 7, 10 dan 17. ;
2. Perombakan dan penetapan kembali sistem penggunaan
tanah atau Land use planning ;
3. Penghapusan hukum agraria kolonial dan pembangunan
Hukum Agraria Nasional
B. Tujuan Landreform di Indonesia
Tujuan Landreform ini banyak pendapat dari berbagai
kalangan, namun dari berbagai pendapat itu semua bermuara
kepada usaha untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup
para petani penggarap tanah, sebagai landasan atau prasyarat
untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Secara terinci tujuan Landreform di Indonesia adalah :
1. Usaha mengadakan pembagian yang adil atas sumber
penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud
agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan mengubah
struktur pertanahan secara revolusioner, guna merealisasi kea
2. dilan sosial ;
2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk tani, agar tidak
terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan alat pemerasan;
62
3. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi
setiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita,
yang berfungsi sosial. Suatu perlindungan terhadap privat
bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat bersifat
perseorangan dan turun-temurun, tetapi berfungsi sosial ;
4. Untuk mengakhiri sstem tuan tanah dan menghapuskan
pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan
tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan
batas minimm untuk tiap keluarga. Sebagai kepala keluarga
dapat seorang laki-laki maupun wanita. Dengan demikian
mengikis pula sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah
dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi
lemah.
5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong
terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong
dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya,
untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil disertai
dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada
golongan lemah .
Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa tujuan
Landreform terdiri atas :
1. Tujuan sosial Ekonomi :
a) Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan
memperkuat hak milik serta memberi isi fungsi sosial pada
hak milik ;
63
b) Mempertinggi produksi nasional khususnya sektor
pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup
rakyat ;
2. Tujuan Sosial Politik :
a).Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan
pemilikan tanah yang luas ;
b) Mengadakan pembagian yang adil atas sumber
penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan maksud
agar ada pembagan yang adil pula ;
3. Tujuan Sosial Psikologis :
a) Meningkatkan kegairahan kerja bagi para penggarap
dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai
pemilikan tanah ‘
b) Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dan
penggarapnya.
C. Landasan Hukum Pelaksanaan Ladreform di Indonesia
1. Landasan Ideal : Pancasila
2. Landasan Konstitusional : Pasal 33 UUD 1945
3. Landasan Operasional :
a). Pasal 7, 10 dan 53 UUPA ;
b). UU No. 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian ;
c). UU No. 2 Th. 1960 jo. Inpres No. 13 Th. 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil ;
64
d). PP No. 224 Th. 1961 jo. PP No. 41 Th. 1964 mengatur
Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pembayaran Ganti
Rugi ;
e). PP No. 4 Th. 1977 tentang Pemilikan Secara Absentee oleh
Para Pensiunan Pegawai Negeri
f). UU No. 1 Th. 158 jo. PP No. 18 Th. 1958 tentang
Penghapusan Tanah Partikelir dan Eigendom ;
g). Peraturan Kepala BPN No. 3 Th. 1991 tentang Pengaturan
Penguasaan Tanah Obyek Landreform secara Swadaya
dan lain-lain ;
D. Program –Program Landreform
1. Larangan menguasai tanah pertanian yang melampaui batas
(Pasal 1-6 UU No. 5 Th. 1960)
Pasal 7 UUPA menetapkan untuk tidak merugikan
kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan atas
tanah yang melampauai batas tidak diperkenankan. Pasal ini
dimaksudkan untuk mencegah bertumpuknya tanah ditangan
golongan orang tertentu.
Oleh karena itu setiap orang atau keluarga hanya
diperbolehkan menguasasi tanah pertanian, baik miliknya
sendiri, kepunyaan orang lain ataupun miliknya sendiri
bersama kepunyaan orang lain, yang jumlahnya tidak
melebihi batas maksimum, sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 1 UU No. 56/Prp/1960)
Yang dipakai sebagai dasar adalah kepadatan penduduk seperti dinyatakan
dalam tabel berikut :
Daerah yang ke- Digolongkan Sawah Tanah
65
padatan pendu-
duknya tiap2 km2
Daerah Ha Kering
Ha
0-50
51-251
251-400
400 ke atas
Tidak padat
Kurang padat
Cukup padat
Sangat padat
15
10
7,5
5
20
12
9
6
batasnya adalah paling banyak 20 Ha.
Letak tanah itu tidak perlu disatu tempat yang sama, tetapi
dapat pula di beberapa daerah misalnya di dua atau lebih
daerah tingkat II yang berdekatan. Berdasarkan SK Menteri
Agraria tanggal 31 Desember 1960 NO. SK 978/Ka/1960
ditegaskan luas tanah pertanian untuk tiap-tiap daerah tingkat
II.
Jika tanah pertanian yang dikuasai itu merupakan tanah
sawah dan tanah kering, maka untuk menghitung luas
maksimum tersebut luas tanah sawah ditambah 30 % di
daerah yang tidak padat, dan 20 % di daerah yang padat,
dengan ketentuan bahwa tanah pertanian yang dikuasai
seluruhnya tdak boleh lebih dari 20 Ha.
Penetapan batas luas tanah maksimum ini memakai dasar
unit keluarga, ialah yang masih menjadi tanggungan
sepenuhnya dari keluarga itu, dengan jumlah anggota
keluarga ditetapkan maksimum 7 orang, termasuk Kepala
Keluarga. Jika jumlah nya melebihi 7 orang, maka luas
maksimum bagi keluarga tersebut, untuk setiap anggota
keluarga yang selebihnya ditambah 10 % dari batas
66
maksimum, tetapi tidak melebihi 50 %, sedangkan jumlah
tanah pertanian yang dikuasasi seluruhnya tidak boleh lebih
dari 20 Ha, baik sawah atau tanah kering maupun sawah dan
tanah kering.
Luas maksimum yang ditetapkan harus memperhatikan
keadaan daerah tk.II masing-masing dengan faktor-faktor sbb.
a. Tersedianya tanah-tanah yang masih dapat dibagi
b. Kepadatan penduduk ;
c. Jenis-jenis kesuburan tanahnya (diadakan perbedaan
antara sawah dan tanah kering, dan apakah ada pengairan
yang teratur atau tidak ;
d. Bedarnya usaha tani yang sebaik-baiknya menurut
kemampuan satu keluarga dengan mengerjakan beberapa
buruh tani .
e. Tingkat kemajuan tehnik pertanian
Suatu pengecualian, dimana penetapan luas maksimum itu
tidak berlaku terhadap tanah pertanian yang dikuasai :
a. Dengan Hak Guna Usaha ;
b. Dengan hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan
terbatas yang didapat dari pemerintah hak pakai atas hak
negara) ;
c. Tanah bengkok/ jabatan ;
d. Oleh badan-badan hukum.
67
Apabila perorangan atau suatu keluarga yang memiliki
tanah pertanianyang besarnya melebihi luas maksimum diberi
suatu kewajiban berupa :
a. melapor ;
b. meminta izin apabila ingin memindahkan hak atas
tanahnya ;
c. usaha penguasaan tidak melebihi batas maksimum yang
ditetapkan.
2. Larangan pemilikan tanah secara absentee/ guntai (Psl. 3 PP
No. 224 Th. 1961.
Pasal 10 UUPA menegaskan bahwa setiap orang/ badan
hukum yang mempunyai hak atas tanah pada asasnya
dwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara
aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan. Untuk
melaksanakan asas yang tercantum dalam pasal 10 UUPA
tersebut diadakanlah ketentuan-ketentuan untuk
menghapuskan tanah pertanian yang dikuasasi secara
absentee/guntal.dalam pasal 3 PP No. 224 Th. 1961 dan PP No.
4 h. 1977.
Yang dimaksud dengan tanah absentee (guntai) adalah
tanah yang terletak di luat Kecamatan tempat tinggal pemilik
taah (Pasal 3 PP No. 224 Th. 1961. Ini berarti bahwa setiap
pemilik tanah dilarang memiliki tanah pertanian yang berada
pada kecamatan yang berbeda dengan kecamatan dimana si
pemilik bertempat tingal, karena pemilikan yang demikian
68
akan menimbulkan penggarapan yang tidak efisien, misalnya
tentang penyelengaraannya, pengawasannya, pengangkutan
hasilnya, sehingga dapat juga menimbulkan sistem
penghisapan.
Pengecualian hanya berlaku bagi pemilik tanah yang
bertempat tinggal berbatasan dengan kecamatan letak tanah,
apabila jarak antara tempat tinggal pemilik dan tanhnya
menurut pertimbangan Panitia Landreform Daerah Tk.II
masih memungkinkan untuk mengerjakan tanah tersebut
secara efisien..
Ketentuan tersebut juga mengingat prinsip Landreform
(Pasal 10 UUPA) yaitu bahwa “tanah pertanian wajib
diusahakan dan dikerjakan oleh si pemilik tanah”
Dalam waktu 6 bulan , pemilik tanah yang masih tetap
memiliki tanah secara absentee/ guntai diber kewajiban untuk
a. Melepaskan dan memindahkan hak atas tanahnya
kepada pihak yang bertempat tinggal di Kecamatan
yang sama dengan tanah tersebut berada, atau
b. Berpindah tempat tinggal pada satu kecamatan yang
sama dengan tempat dimana tanah itu berada (Pasal 3
ayat (3) PP No. 224 Th. 1961 jo. Pasal 3 ayat (1) dan
Pasal 2 PP No. 4 Th. 1964).
Pengecualian hanya berlaku bagi pemilik tanah, apabila :
a. Letak tanah tersebut berada berbatasan dengan
kecamatan dimana pemilik bertempat tinggal, dan
tanahnya menurut pertimbangan Panitia Landreform
69
Daerah Tk.II masih memungkinkan untuk mengerjakan
tanah tersebut secara efisien. (Pasal 3 ayat (2) PP No. 224
Th. 1961)
b. Subyek pemilik tanah :
1) Berdasarkan pasal 3 ayat (4) PP No. 224 Th. 1961 :
(a) Mereka yang menjalankan tugas negara (pegawai
negeri, pejabat-pejabat militer serta yang
dipersamakan dengan mereka ;
(b) Mereka yang menunaikan kewajiban agama
(c) Mereka yang mempunyai alasan khusus lainnya yang
dapat diterima ;
2).Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PP No. 4 Th. 1977 :
(a) Pensiunan pegawai negeri, dan
(b) Janda pegawai negeri dan janda pensiunan pegawai
negeri selama tidak menikah lagi dengan seorang
yang bukan pegawai negeri atau pensiunan
pegawai negeri
Bagi subyek yang dikecualikan tersebut di atas, dibatasi
memiliki tanah secara absentee sampai batas 2/5 daari luas
maksimum yang ditetapkan Pasa 2 UU No. 56/Prp/1960, dan
berlaku hanya apabila pegawai negeri itu sudah memiliki
tanah pada tanggal 24 September 1961.
Dalam PP No. 41 Th 1964, pegawai negeri tidak
diperbolehkan menerima hak milik atas tanah pertanian
absentee kecuali karena warisan. Setelah pegawai negeri itu
pensiun ia diwajibkan pindah ke kecamatan letak tanah itu
atau memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain
70
yang bertempat tnggal di kecamatan letak tanah tersebut.
Akan tetapi berdasarkan PP No. 4 Th. 1977, pegawai negeri
dalam waktu 2 tahun menjelang masa pensiun diperbolehkan
membeli tanah pertanian absentee seluas dari batas
maksimum penguasaan tanah untuk Daerah Tk. II yang
bersangkutan.
Mengingat faktor obyektif dewasa ini umumnya sukar bagi
pensiunan berpindah ketempat letak tanah, maka pegawai
negeri yangtelah pensiun tidak diwajibkan berpindah ke
kecamatan letak tanah. Ketentuan tersebut dikeluarkan atas
dasar pertimbangan bahwa para pegawai negeri selaku
petugas negara tidak mempunyai kebebasan untuk
menentukan sendiri tempat tinggal. Maka jika tanah itu sudah
dimiliki pada saat mulai berlakunya PP No. 224 Th. 1961 atau
diperolehnya karena warisan, mereka boleh memiliki tanah
tersebut. Sering terjadi kesulitan untuk memndahkan tanah
tersebut kepada pihak lain, disamping karena kepemilikan
tanah itu justru dimaksudkan untuk menjamin hari tua.
Dengan kondisi tersebut, maka dikeluarkanlah PP No. 4 Th.
1977 yang menetapkan antara lain :
a Pengecualian mengenai larangan untuk memiliki tanah
pertanian secara absentee yang berlaku bagi pegawai negeri
berlaku juga :
1) Pensiunan pegawai negeri ;
2) Janda pegawa negeri dan janda pensiunan pegawai
negeri selama tidak menikah lagi dengan seorang bukan
pegawai negeri.
71
b. Seorang pegawai negeri dalam waktu 2 (dua) tahun
menjelang masa pensiun diperbolehkan membeli tanah
pertanian secara absentee seluas 2/5 dari batas maksimum
untuk Daerah Tk II ybs. ;
c. Tanah-tanah yang dimiliki oleh para pensiunan pegawai
negeri secara absentee, yang sudah dikuasai oelh
Pemerintah, tetapi belum dikeluarkan Surat Keputusan
Pembagiannya dikembalikan kepada pemiliknya ;
d Para pensiunan Pegawai Negeri yang tanahnya telah
dibagi-bagikan sesuai peraturan perundang-undangan
diberi prioritas utama untuk memperoleh ganti kerugian
dari Pemerintah.
3. Retribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum,
tanah absentee, tanah bekas Swapraja dan tanah-tanah negara
lainnya (PP No. 224 Th. 1961 dan PP No. 41 Th. 1964)
a. Tanah-tanah yang akan diresdistribusikan (Pasal 1 PP No.
224 Th. 1961)
1) Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum ielah
tanah-tanahyang merupaka kelebihan maksimum
sebagaimana dimaksud UU No. 56/Prp/1960. Tanah-
tanah tersebut diambil oleh pemerintah dengan ganti
rugi dan selanjutnya dibagikan kepada petani-petani
yang membutuhkan. Dengan tindakan ini diharapkan
produksi akan bertambah karena penggarap tanah
sekaligus menjadi pemilik tanah sehingga akan lebih giat
mengerjakan usaha pertaniannya ;
72
2) Tanah-tanah absentee/ guntai ;
3) Tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja
Yang dimaksud dengan tanah swapraja dan bekas
swapraja yang telah beralih kepada negara ialah domen
swapraja dan tanah bekas swapraja yang dengan
berlakunya UUPA menjadi hapus dan tanahnya beralih
kepada negara, begitu pula tanah yang benar-benar
dimiliki oleh Swapraja baik yang diusahakan dengan
cara persewaan, bagi hasil ataupun yang diperuntukkan
sebagai tanah jabatan dan sebagainya.
Tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih
kepada negara tersebut diberi peruntukan sebagian
untuk kepentingan pemerintah dan sebagian untuk
mereka yang langsung dirugikan karena dihapuskannya
hak swapraja atas tanah itu dan sebagian untuk
dibagikan kepada rakyat yang membutuhkannya.
4 Tanah-tanah yang langsung dikuasai oleh negara
Tanah-tanah lain yang dikuasai oleh negara dan
ditegaskan menjadi obyek landreform adalah :
(a) Tanah-tanah bekas partikelir.
Tanah-tanah bekas partikelir yang akan dibagikan
tersebut adalah tanah-tanah bekas tanah partikelir
yang merupakan tanah kongsi yang tidak
dikembalikan kepada bekas pemiliknyasebagai ganti
rugi dan yang berupa tanah pertanian.
(b)Tanah-tanah bekas hak erfpacht yang telah berakhir
jangka waktunya, dihentikan atau dibatalkan ;
73
(c)Tanah-tanah kehutanan yang diserahkan kembali
penguasaannya oleh instansi yang bersangkutan
kepada negara, dan lain-lain.
b. Syarat-syarat penerima redistribusi (Pasal. 8 dan 9 PP No.
224 Th. 1961)
1). Petani penggarap atau buruh tani yang
berkewarganegaraan Indonesia ;
2). Bertempat tinggal di Kecamatan tempat letak tanah
yang bersangkutan
3). Kuat kerja dalam pertanian.
c. Status hukum tanah yang dibagi (Pasal 14 PP. No. 224 Th.
1961).
Adalah hak milik, dengan diberikan syarat-syarat sebagai
berikut :
1).Penerima restribusi wajib membayar uang pemasukan ;
2).Tanah yang bersangkutan harus diberi tanda batas ;
3).Haknya harus didaftarkan guna memperoleh sertifikat
sebagai tanda bukti hak ;
4).Penerima redistribusi wajib mengerjakan/
mengusahakan tanahnya secara aktif ;
5).Setelah 2 (dua) tahun harus dicapai kenaikkan hasil ;
6).Penerima redistribusi wajib menjadi anggota koperasi
pertanian ;
7).Dilarang mengalihkan hak kepada pihak lain selama
uang pemasukkan belum dibayar ;
74
8).Hak milik dapat dicabut tanpa ganti rugi apabila lalai
dalam memenuhi kewajibannya.
d. Pelaksanaan redistribusi (Pasal 6 dan 7 PP No. 224 Th.
1961.
Memberikan ganti rugi kepada bekas pemilik, dengan
ketentuan sbb.:
1).Untuk kerugian itu ditetapkan atas dasar perhitungan
perkalian hasil bersih rata-rata selama 5 tahun terakhir
yang ditetapkan tiap hektarnya menurut golongan
klasnya ;
2).Harga umum sebagai dasar untuk penetapan ganti rugi
jka harga tanah lebih tinggi dari harga umum ;
3). Ganti rugi (dalam prosentase) :
(a).10 % dalam bentuk simpanan di Bank ;
(b).90 % dalam bentuk Surat Hutang Landreform
(SHL) ;
(diatur oleh Perpu No. 5 Th. 1963 yang kemudian
ditetapkan menjadi UU No. 6 Th. 1964)
4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah
pertanian yang digadaikan (Pasal 7 UU No. 5 Th. 1960).
Yang dimaksud dengan gadai tanah menurut hukum adat
adalah hubungan hukum antara seseorang dengan tanah
kepunyaan pihak lain, yang telah menerima uang gadai dari
padanya. Selama uang tersebut belum dilunasi, tanah tetap
berada dalam penguasaan yang meminjamkan uang
75
(pemegang gadai) dan selama itu hasil tanah seluruhnya
menjadi hak pemegang gadai sebagai bungan dari utang
tersebut.
Penebusan kembali tanahnya tergantung pada kemauan
dan kemampuan pemilik tanah yang menggadaikan. Dilihat
kenyataannya, banyak gadai yang berlangsung bertahun-
tahun, bahkan sampai puluhan tahun, hal ini dikarenakan
pemilik tanah belum mampu melakukan penebusan.
Gadai menurut hukum adat mengandung unsur ekploitasi
atau pemerasan, karena hasil yang diterima pemegang gadai
setiap tahunnya jauh lebih besar daripada bunga yang layak
dari uang gadai yang diterima oleh pemilik tanah.itu. Untuk
menghilangkan unsur-unsur yang bersifat pemerasan dari
gadai tanah yang didasarkan pada hukum adat itu, maka
gadai tanah diatur dalam UU No. 5/Prp/1960. Gadai itu
berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan tentang batas
minimum. Jika tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum
itu milik orang yang bersangkutan maka tanah-tanah tersebut
dikuasai oleh Negara, jika tanah selebihnya dari batas
maksimum itu tanah gadai, maka tanah tersebut harus
dikembalikan kepada yang mempunyai tanah. Di dalam
pengembalian tanah gadai timbul persoalan tentang
pembayaran kembali uang gadainya.
Uang gadai rata-rata sudah diterima kembali oleh
pemegang gadai dari hasil tanahnya dalam waktu 5 – 10 tahun
ditambah dengan 10 %. Dengan demikian tanah yang sudah
digadai selama 7 tahun atau lebih harus dikembalikan kepada
76
pemilik tanah tanpa kewajiban untuk membayar uang
tebusan. Mengenai gadai yang berlangsung selama 7 tahun,
begitu juga mengenai gadai baru, diadakan ketentuan bahwa
sewaktu-waktu pemilik tanah dapat meminta kembali
tanahnya setiap waktu, setelah tanaman yang ada selesai
dipanen dengan membayar uang tebusan yang besarnya
dihitung dengan rumus
( 7 + 1/2 )- waktu berlangsungnya gadai
_________________________________________________X
uang gadai
7
Bila gadai sudah berlangsung selama 7 tahun atau lebih,
maka pemegang gadai wajib mengembalikan yag digadaikan
tanpa pembayaran uang tebusan.Pengembalian itu dilakukan
dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai
dipanen.
Ketentuan-ketentuan mengenai gadai tanah ini tidak hanya
mengenai tanah-tanah gadai yang harus dikembalikan karena
melebihi batas maksimum, tetapi mengenai gadai pada
umumnya. Begitu juga untuk gadai-gadai yang diadakan
dalam waktu yang akan datang.
Pelaksanaan selanjutnya mengenai gadai tanah pertanian
ini diatur dalam PMPA No. 20 Th. 1963 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Gadai. Dalam peraturan ini ditentukan
77
bahwa pengertian “gadai” dalam kenyataanna tidak hanya
berupa uang tetapi juga dapat berupa benda atau jasa yang
dapat dinilai dengan uang.
5. Pengaturan kembali tentang perjanjian bagi hasil (UU No. 2
Th. 1960)
b. Syarat penggarapan
1). Orang tani ;
2). Luas tanah yang akan digarap tidak akan lebih dari 3
Ha ;
3) Tanah garapan bisa berupa :
(a). Kepunyaan penggarap sendiri ;
(b). Diperoleh penggarap secara menyewa atau
(c). Melalui perjanjian bagi hasil atau
(d). Cara lainnya.
b.Bentuk perjanjian
1). Perjanjian dibuat secara tertulis ;
2) Dihadapan Kepala Desa ;
3). Disaksikan oleh 2 orang saksi ;
4). Memerlukan pengesahan camat ;
5). Jangka waktu :
(a). Untuk sawah adalah 3 tahun ;
(b). Untuk tanah kering adalah 5 tahun ;
(c). Jangka waktu dapat diperpanjang tidak lebih dari 1
tahun.
78
Besarnya bagi hasil tanah, ditetapkan oleh Bupati
dengan memperhatikan :
1). Jenis tanah ;
2). Keadaan tanah ;
3). Kepadatan penduduk ;
4). Zakat yang disisihkan sebelum dibagi ;
5). Faktor-faktor ekonomis ;
6). Hukum adat setempat.
6. Perencanaan batas minimum pemilikan tanah pertanian
serta larangan melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan perpecahan pemilikan tanah pertanian
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil (Pasal 9 UU
No. 56/Prp/1960).
Bagi setiap petani sekeluarga yang memiliki tanah
pertanian minimum 2 Ha bisa berupa sawah, tanah kering
atau sawah dan tanah kering. Penetapan luas minimum ini
bertujuan supaya setiap keluarga petani mempunyai tanah
yang cukup luasnya untuk dapat hidup layak.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan usaha-usaha
untuk mencapai target supaya setiap keluarga petani
mempunyai tanah pertanian dengan hak milik seluas
minimum 2 Ha, misalnya dengan jalan :
a).Perluasan tanah pertanian (ekstensifikasi) dengan
pembukaan tanah secara besar- besaran di luar Pulau Jawa
b).Melaksanakan transmigrasi ;
79
c).Usaha Industrialisasi .
Oleh karena berbagai kendala yang mengakibatkan belum
memungkinkan dicapainya batas minimum itu dalam waktu
yang singkat, maka pelaksanaan dilakukan berangsur-angsur
(tahap demi tahap). :
Pada tahap pertama perlu dicegah pemecahan-pemecahan
pemilikan tanah pertanian, dengan jalan diadakannya
pembatasan-pembatasan didalam pemindahan hak yang
berupa tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2 Ha.
Larangan ini tidak berlaku bagi yang mempunyai tanah
kurang dari 2 Ha dapat dijual sekaligus.
Suatu peristiwa hukum berupa pembagian warisan tidak
dibatasi atau dilarang untuk melakukan pemecahan pemilikan
tanah pertania, karena itu terjadi karena hukum. Mengenai
bagian warisan yang kurang dari 2 Ha akan diatur oleh suatu
Peraturan Pemerintah ;
Jika ada 2 orang atau lebih mempunyai tanah pertanian
kurang dari 2 Ha, harus mengambil alternatif :
a) Menunjuk salah seorang untuk menjadi pemilik tanah
pertanian yang bersangkutan, atau
b). Memindahkan hak tanahnya kepada pihak lain.
80
VII. PENDAFTARAN TANAH
A. Pendahuluan
Pendaftaran tanah yang merupakan kegiatan untuk
memperoleh kepastian hukum sebagaimana diperintahkan oleh
pasal 19 UUPA No. 5 Th. 1960, pelaksanaanya diatur dalam PP
No. 10 Th. 1961, namun mulai tanggal 8 Juli 1997 telah
digantikan oleh PP No. 24 th. 1997 yang telah diundangkan
dalam Lembaran Negara RI No. 57 Th. 1997 dan penjelasannya
dalam Tambahan Negara RI No. 3696. 1
Dibuatnya peraturan baru mengenai pendaftaran tanah,
nampaknya bahwa dalam pembangunan jangka panjang kedua
peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan
meningkat, baik sebagai tempat pemukiman maupun untuk
kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula
kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum
dibidang pertanahan.
Dalam kenyataanya pendaftaran yang diselenggarakan
berdasarka PP 10 / 1961 tersebut selama lebih dari 30 tahun
belum cukup medmberikan hasil yang memuaskan . Dari
sekitar 55 juta bidang tanah hak memenuhi syarat baru lebih
1 Prof. Boedi Harsono – Hukum Agrraria Indonesia – Penerbit Jambatan Jakarta-Jilid I Edisi Refisi Th. 1997-hlm.423
81
kurang 16,3 juta bidang yang yang sudah didaftar. Hal tersebut
disebabkan karena wilayah yang terlalu luas, disamping
ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum
memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran
dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan 2
B. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam
bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya
dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu
yang membebaninya 3
Menurut Prof. Boedi Harsono yang dimaksud dengan
pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Pemerintah secara terus menerus, dan teratur berupa
pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-
tanah tertentu , pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya
bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk perbitan
tanda buktinya dan pemeliharaannya 4
2 . Prof. Boedi Harsono – Hukum Agraria Indonesia –Jilid 1 –ibid - hlm.4243 . Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Th. 1997.tentang Pendaftaran tanah 4 Prof. Boedi Harsono opcit hlm. 71
82
Dari pengertian tersebut di atas menurut Budi Harsono ada
kata-kata yang perlu dijelaskan sebagai berikut 5:
Kata-kata “suatu rangkaian kegiatan “ menunjuk kepada
adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran
tanah, yang berfkaitan satu dengan yang lain, bertureutan
menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada
tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Kata “terus
menerus” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali
dimulai tidak akan ada akhirnya.
Data yang terkumpul dan tersedia harus dipelihara, dalam
arti disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
Kata “teratur” menunjukkan, bahwa semua kegiatan harus
berlandaskan peraturan perundang-undangan yang sesuai,
karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum,
biarpun daya kekuatan pembuktiannya tidak selalu sama dalam
hukum Negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran
tanah.
Yang dimaksud “wilayah” ialah wilayah kesatuan
administrasi pendaftaran ,, yang bisa meliputi seluruh Negara.
Kata-kata “tanah tertentu” menunjukkan kepada obyek
pendaftaran tanah, ada kemungkinan tanah yang didaftar
hanya sebagian tanh yang dipunyai yang ditunjuk. Urutan
kegiatan pendaftaran tanah adalah “pengumpulan” datanya,
“pengolahan” , “penyimpanan” dan “penyajiannya” .
5 Ibid hlm 71
83
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan
perdaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek tanah yang
belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Th.
1961 tentang Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah
ini. 6;
Pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi tiga bidang
kegiatan, yaitu 7:
1. Bidang fisik atau “tehnik kadasteral”
2. Bidang yuridis ;
3. Penerbitan dokumen tanda bukti hak.
Yang dimaksud dengan data fisik adalah keterangan mengenai
letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun
yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya
bangunan atau bagian bangunan di atasnya ;
Yang dimaksud data yuridis adalah keterangan mengenai status
hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar,
pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang
membebaninya ;
C. Asas, Tujuan, Manfaat dan Fungsi Pendaftaran Tanah
1. Asas pendaftaran tanah
Pendaftaran tanah berdasarkan asas sederhana, aman,
terjangkau, mutakhir dan terbuka.8
Sederhana dimaksudkan dalam pelaksanaan pendaftaran
tanah 6 Pasal 1 ayat (9) Peraturan Pemerintah No. 24 Th. 1997 7 Pasal 1 ayat 9 PP no. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah 8 Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
84
tidak berbelit-belit, apabila persyaratan yang diperlukan
Dengan telah didaftarnya tanah maka kepemilikan tanah
sudah aman, tidak ada pihak lain yang akan dapat
mengganggu. Pendaftaran tanah dengan biaya yang dapat
terjangkau oleh masyarakat, tidak justru membebani
masyarakat. Dengan telah didaftarnya tanah milik sesorang
maka tanda bukti kepemilikannya sudah mutakhir,
dibandingkan dengan tanda bukti berupa girik atau kekitir.
Dalam pelaksanaan pendaftaran secara terbuka, maksudnya
masyarakat dapat mengetahui dengan pasti prosedur dan
biaya sesuai dengan yang ditentukan oleh Pemerintah .
2. Tujuan Pendaftaran tanah :
a. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan
rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar
dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan ;
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan
mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
terdaftar ;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.9
9 Pasal 3 PP No. Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
85
Dengan tujuan tersebut di atas, pendaftaran tanah dapat
mewujudkan kepastian hukum dibidang pertanahan, yakni
untuk menimbulkan rasa mantap dan aman, yang berarti
dapat .
1). Memberikan rasa mantap kalau ada kepastian mengenai
hukumnya tertulis (terkodifikasi), sederhana (mudah
dimengerti oleh siapa saja) dan konsisten dalam
pelaksanannya.
2). Memberikan rasa aman, ada kepastian mengenai tanah
yang dihaki dari segi yuridis (status tanah, siapa yang
punya, hak-hak pihak ketiga yang membebani, perbuatan
hukum yang menyangkut penguasaan tanah) Sedangkan
dari segi fisik (letak, batas dan luas tanah). Disamping itu
adanya perlindungan hukum untuk mencegah gangguan
dari penguasaan dan/atau sesama waraga Oleh karena itu,
disediakan upaya-upaya hukum untuk menanggulangi
gangguan-gangguan tersebut melalui gugatan perdata,
bantuan aparatur Negara serta tuntutan pidana.10
4. Manfaat pendaftaran tanah
Manfaat penyelenggaraan Pendaftaran Tanah dapat
menjamin kepastian hukum apabila memenuhi 3 (tiga) syarat :
a. Peta-peta kadasteral dapat dipakai rekonstruksi di lapangan
& digambarkan batas yang syah menurut hak ;
b. Daftar ukur membuktikan pemegang hak terdaftar
didalamnya
c. Setiap hak dan peralihannya harus didaftar.
10 Ny. Arie S. Hutagalung, SH,MLI – Asas-asas Hukum Agraria – Diktat kuliah FH UI – Th. 1994 hlm. 73.
86
5. Fungsi Pendaftaran Tanah
Penyelenggaraan pendaftaran tanah juga berfungsi 11:
1. Sebagai syarat konstitutif lahirnya suatu hak/ Hak
Tanggungan ;
2. Untuk keperluan pembuktian, nama pemegang hak/ Hak
Tangungan akan dicatat pada buku tanah dan sertifikat
hak/ Hak Tanggungan ;
Dalam rangka jual beli tanah, maka fungsi pendaftaran
tanah adalah :
1).Untuk memperkuat pembuktian, karena pemindahan hak
tersebut dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak dan
dicantumkan siapa pemegang haknya sekarang ;
2).Untuk memperluas pembuktian, karena dengan
pendaftaran, jual belinya dapat diketahui oleh umum
atau siapa saja yang berkepentingan ;
D. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
1. Penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan
Nasional 12. Secara operasional pendaftaran tanah sesuai pasal
ditangani oleh Kantor Pertanahan , kecuali kegiatan-kegiatan
tertentu ditugaskan kepada pejabat lain. Selanjutnya dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah , Kepala Kantor Pertanahan
dibantu oleh PPAT, dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu13.
11 Ibid hlm. 7412 Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 24 th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah 13 Pasal 6 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
87
Seorang pejabat PPAT diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri. Untuk desa-desa dalam wilayah terpencil Menteri
dapat menunjuk PPAT sementara. Selanjutnya tentang
Peraturan jabatan PPAT diatur dengan Peraturan tersendiri14.
Hal-hal yang dilakukan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah
adalah sebagai berikut15 :
1) Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik,
Kepala kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi
yang dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk ;
2) Susunan Panitia Ajudikasi terdiri dari :
a). seorang Ketua Panitia, merangkap anggota yang
dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan
Nasional ;
b). beberapa orang anggota yang terdiri :
(1). Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang
mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang
pendaftaran tanah ;
(2). Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional
yang mempunyai kemampuan pengetahuan di
bidang hak-hak atas tanah ;
(3). Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan
atau seorang Pamong Desan/ Kelurahan yang
ditunjuknya ;
c). Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan
seorang anggota yang sangat diperlukan dalam
14 Pasal 7 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah 15 Pasal 8 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
88
penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-
bidang tanah di wilayah desa/ kelurahan yang
bersangkutan ;
d). Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Ajudikasi
dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan,
satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas
administrasi yang tegas, susunan dan kegiatannya
diatur oleh Menteri ;
e). Tugas dan wewenang Ketua dan anggota Panitia
Ajudikasi diatur oleh Menteri.
Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam
rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali,
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik
dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya16.
2. Obyek pendaftaran tanah
Obyek pendaftaran tanah meliputi meliputi .17 :
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai ;
b. Tanah hak pengelolaan ;
c. Tanah wakaf ;
d. Hak milik dan satuan rumah susun ;
e. Hak tanggungan dan
f. Tanah Negara
16 Pasal 1 ayat (8) Peratuan Pemerintah No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah 17 Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
89
Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah,
pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang
tanh yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.
3. Satuan wilayah Tata Usaha pendaftaran tanah.
Satuan wilayah Tata Usaha pendaftaran tanah adalah18 :
1). Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa
atau kelurahan ;
2). Khusus untukpendaftaran tanah hak guna usaha, hak
pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara satuan
wilayah tata usaha pendaftarannya adalah kabupaten/
kotamadya.
4. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan
data pendaftaran tanah.19
Selanjutnya kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali meliputi20
a. pengumpulan dan pengolahan data fisik ;
b. pembuktian hak dan pembukuannya ;
c. penerbitan sertifikat ;
d. penyajian data fisik dan data yuridis ;
e. penyajian daftar umum dan dokumen.
Disamping itu adanya kegiatan pemeliharaan data
pendaftaran tanah meliputi :
18 Pasal 10 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah 19 Pasal 11 PP N0. 24 Th 1997 tentang Pendaftaran Tanah 20 Pasal 12 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
90
a. pendaftaran peralihan dan pembebasan hak dan
b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
lainnya.
E. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali
Pendaftaran Tanah untuk pertama kali, meliputi 21:
1. Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan
pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran
tanah berdasarkan PP No. 10 Th. 1961
Pelaksanan pendaftaran tanah untuk pertama kali
sebagaimana diatur dalam pasal 13 th. 1997 adalah :
a. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah
secara sporadik.
Kegiatan pendaftaran tanah dapat dilakukan secara
sistematis sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (10) yakni
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertramaa kali yang
dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau
bagianwilayah suatu desa/ kelurahan. Disamping itu
pendaftaran tanah sesuai pasal 1 ayat (11) dilakukan secara
sporadik, yakni pendaftaran tanah untuk pertama kali
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/ kelurahan
secara individual atau massal.
21 Pasal 13 – 35 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
91
b. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu
rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang
ditetapkan oleh Menteri ;
c. Dalam hal suatu desa/ kelurahan belum ditetapkan sebagai
wilayah pendaftaran tanah secara sistematik,
pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran secara
sporadik
d. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas
permintaan pihak yang berkepentingan.
2. Pengumpulan dan pengolahan data fisik.
Pengumpulan dan pengolahan data fisik diatur dalam pasal 14 –
21 PP No. 24 Th. 1997 meliputi kegiatan :
a. Pengukuran dan pemetaan
Untuk peperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik
dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan . Adapun
kegiatan pemetaan tersebut meliputi :
1). Pembuatan peta dasar pendaftaran ;
2). Penetapan batas bidang-bidang tanah ;
3). Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan
pembuatan peta pendaftaran ;
4). Pembuatan daftar tanah
5). Pembuatan surat ukur
b. Pembuatan peta dasar pendaftaran
Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik, sebagaimana
diatur dalam pasal 15 PP No. 24 Th. 1997, dimulai dengan
pembuatan peta dasar pendaftaran . Selanjutnya di wilayah-
wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran
92
tanah secara sistematik oleh Badan Pertanahan Nasional
diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk
keperluan pendaftaran tanah secara sporadik. Untuk
keperluan pembuatan peta pendaftaran Badan Pertanahan
Nasional, menyelenggarakan pemasangan, pengukuran,
pemetaan dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasional
setiap kabupaten/ kotamadya Daerah Tk. II . Pengukuran
untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dikaitkan dengan
titik-tikik dasar teknik nasionalsebagai kerangka dasarnya
c. Penetapan batas bidang-bidang tanah.
d. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan
pembuatan peta pendaftaran
e. Pembuatan surat ukur
f. Pembuatan daftar tanah
3. Pembuktian hak dan pembukuannya
Pembuktian hak dan pembukuannya sebagaimana diatur dalam
23 – 30 PP No. 24 Th. 1997 meliputi 22:
a. Pembuktian hak baru.
Untuk pembuktian hak baru, dengan bukti berupa :
1). Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang
yang memberikan hak, dan asli akta PPAT apabila
tanah HGB dan hak pakai atas tanah milik ;
2). Hak pengelolaan dengan bukti berupa penetapan hak
pengelolaan dari pejabat yang berwenang ;
3). Tanah wakaf, dibuktikan dengan akta ikrar wakaf ;
22 Pasal 23 – 30 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
93
4). HMRS dibuktikan dengan akta pemisahan ;
5). Hak Tanggungan, dibuktikan dengan APHT.
b. Pembuktian hak lama
Untuk pembuktian lama dengan bukti berupa :
1). Hak tanah yang berasal dari konversi dengan alat-alat
bukti adanya hak tersebut berupa bukti tertulis dan
saksi-saksi dan pernyataan ybs. Apabila alat-alat
pembuktin tidak lengkap berdasarkan kenyataan
penguasaan fisik bidang tanah ybs. Selama 20 tahun atau
lebih secara berturut-berturut, tanpa dipermasalahkan
oleh masyarakat hukum adat atau desa.
2). Terhadap alat-alat bukti tersebut diadakan pengumpulan
dan penelitian data yuridis oleh Panitia Ajudikasi, yang
hasilnya diumumkan selama 30 hari dalam pendaftaran
tanah secara sistematis, dan 60 hari dalam pendaftaran
tanah secara sporadic, untuk memberikan kesempatan
kepada pihak yang berkepentingan mengajukan
keberatan. Pengumuman tersebut dilakukan di Kantor
Panitia ajudikasi dan kantor Kepala Desa letak tanah
ybs., dalam hal pendaftaran tanah secara secara
sistematis, atau di Kantor Pertanahan dan Kepala desa
letak tanah ybs., dalam pendaftaran tanah secara
sporadik. Selain itu untuk pendaftaran tanah secara
sporadik individual, pengumunan dapat dilakukan
melalui media massa.
3). Jika dalam jangka waktu pengumuman ada yang
mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data
94
yuridis yang diumumkan, oleh Ketua Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik
mengusakan agar secepatnya keberatan yang diajukan
secara musyawarah untuk mufakat. Apabila
musyawarah berhasil, dibuat berita acara penyelesaian
dan apabila penyelesaian mengakibatkan
perubahan,perubahan tersebut diadakan pada petra
bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang
bersangkutan. Namun apabila musyawarah untuk
mufakat tidak berhasil, Ketua Ajudikasi atau Kepala
Kantor , memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan
mengenai data fisik dan data yuridis yang disengketakan
ke Pengadilan.
Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data fisik
dan data yuridis yang diumumkan oleh Panitia
Ajudikasi (pendaftaran secara sistematik) maupun
Kepala Kantor Pertanahan Pendaftaran tanah secara
sporadik) disahkan dengan suatu berita acara . Namun
jika sampai berakhirnya jangka waktu pengumunan
masih ada kekurang lengkapan data fisik dan atau data
yuridis atau ada keberatan yang belum diselesaikan
dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum
lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
Mengenai berita acara pengesahan merupakan dasar
untuk :
95
a). pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan
dalam buku tanah ;
b). pengakuan hak atas tanah ;
c). pemberian hak atas tanah.
c. Pembukuan hak
Setelah pembuktian hak selesai tanpa ada sanggahan, maka
langkah selanjutnya adalah pembukuan hak, yakni hak atas
tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku
tanah, yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah
yang bersangkutan dan sepanjang surat ukur ada dicatat pada
surat ukur tersebut ; Dengan pembukuan dalam buku tanah
serta pencatatan pada surat ukur, merupakan bukti bahwa
hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang
tanahnya secara hukum telah didaftar menurut Peraturan
Pemerintah ini. Pembukuan dilakuakn sesuai dengan alat
bukti dan berita acara pengesahan, sebagai berikut :
a. Yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan
tidak ada dipersengkatan , dilakukan pembukuannya
dalam buku tanah ;
b. Yang data fisik dan data yuridisnya belum lengkap
dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan
catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap ;
c. Yang data fisik dan data yuridisnya dipersengketakan
tetapi tidak diajukan gugatan ked Pengadilan dilakukan
pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan
mengenai adanya sengketa, dan kepada pihak yang
96
bersangkutan diberitahukan oleh Ketua ajudikasi atau
Kepala kantor Pertanahan untuk mengajukan gugatan ke
Pengadilan, mengenai data yang disengketakan dalam
waktu 60 hari dalam pendaftaran tanah secata sistematik,
dan 90 hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik
dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut.
d. Yang data fisiknya dan data yuridisnya disengketakan dan
diajukan ke pengadilan tetapi tidak ada perintah dari
Pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan
penyitaan dari pengadilan, dilakukan pembukuannya
dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya
sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan ;
e. Yang data fisik dan data yuridisnya disengketakan dan
diajukan ke pengadilan serta ada perintah status quo atau
putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam buku
tanah dengan mengosongkan pemegang haknya dan hal-hal
lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya
adanya sita atau perintah status quo tersebut.
Terhadap catatan yang belum lengkap, dapat dihapus apabila :
1). Telah diserahkan tambahan alat pembuktian yang
diperlukan, atau
2). Telah lewat waktu 5 (lima) tahun tanpa ada yang
mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang
dibukukan.
Catatan terhadap adanya sengketa, baru dapat dihapus apabila
:
97
1). Telah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-
pihak yang bersengketa atau
2). Diperoleh putusan pengadilan mengenai sengketa yang
bersangkutan telah memperoleh kekuatan hukum tetap
atau
3). Setelah dalam waktu 60 hari dalam pendaftaran tanah
secara sistematik dan 90 hari dalam pendaftaran tanah
secara sporadik, sejak disampaikan pemberitahuan tertulis
tidak diajukan gugatan mengenai sengketa ke pengadilan.
Selanjutnya terhadap catatan yang data fisik dan data
yuridisnya disengketakan dan diajukan ke pengadilan tetapi
tidak ada perintah dari pengadilan untuk status quo dan tidak
ada putusan penyitaan, dihapus apabila :
1). Telah dicapai penyelesaian secara damai antara pihak-pihak
yang bersengketa atau
2). Diperoleh putusan pengadilan mengenai sengketa yang
bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Penghapusan catatan adanya sengketa sita jaminan atau
perintah status quo, dilakukan, apabila :
1). Setelah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-
pihak yang bersengketa atau
2). Diperoleh putusan pengadilan mengenai sengketa yang
bersangkutan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dan pencabutan sita jaminan atau status quo dari
pengadilan.
98
4. Penerbitan sertifikat
Mengenai penerbitan sertifikat tanah yang merupakan tanda
bukti hak atas tanah diatur dalam pasal 31 – 32 PP No. 24 Th
1997.23
Pasal 31 PP No. 24 Th. 1997 menyatakan, bahwa sertifikat
diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang
telah didaftar dalam buku tanah. Sertifikkat hanya boleh
diserahkan kepada yang namanya tercantum dalam buku tanah
yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak
lain yang dikuasakan olehnya. Mengenai hak atas tanah atau
hak milik atas tanah satuan rumah susun kepunyaan bersama
beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat
yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama
atas penujukkan tertulis para pemegang bersama yang lain.
Namun dapat juga diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah
pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang menurut
nama serta besarnya bagian masing-masing.
Selanjutnya pasal 32 nya menyatakan bahwa sertifikat
merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan daya yuridis
yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis
tersebut sesuai dengan data dalam surat ukur dan buku tanah
yang bersangkutan.
Dalam hal satu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat
secara sah, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas
23 Psl. 31 – 32 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran tanah
99
tanah tersebut tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak
tersebut , apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya
sertifikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis
kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan
yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke
Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertifikat tersebut.
5. Penyajian data fisik dan data Yuridis
Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis , Kantor
Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah
dalam daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar
tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama. Selanjutnya
bagi siapa saja yang berkepentingan berhak mengetahui data
fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam peta
pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah. 24
6. Penyimpanan daftar umum dan dokumen
Penyimpanan dokumen yang merupakan alat pembuktian
yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran diberi tanda
pengenal disimpan di Kantor Pertanahan, atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Menteri sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari daftar umum. Dokumen tersebut harus tetap berada di
Kantor Pertanahan tidak boleh dipindah-pindahkan. Sekiranya
ada instansi lain yang memerlukan salinan, petikan atau harus
ada izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk . Atas
perintah Pengadilan yang sedang mengadili suatu perkara, asli
dokumen dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan yang
24 Pasal 33-34 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
100
bersangkutan atau pejabat yang ditunjuk ke sidang Pengadilan
tersebut untuk diperlihatkan kepada majelis Hakim dan para
pihak yang bersangkutan. Dokumen pendaftaran tanah
disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan
elektronik dan microfilm. Dokumen tersebut mempunyai
kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan dibubuhi cap
dinas oleh Kantor Pertanahan yang bersangkutan.25
7. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
Pemeliharaan Data Pendaftaran tanah dilakukan apabila
terjadi adanya perubahan pada data fisik dan data yuridis
obyek pendaftaran tanah yang telah didaftar. Untuk itu
pemegang hak wajib mendaftarkan perubahan kepada Kantor
Pertanahan. Pendaftaran peralihan dan Pembebanan Hak,
meliputi kegiatan :
a. Pemindahan Hak
b. Pemindahan hak dengan lelang
c. Peralihan hak karena pewarisan
d. Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan
Perseroan atau Koperasi
e. Pembebanan hak
f. Penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
g. Lain-lain
Pendaftaran Perubahan data pendaftaran tanah lainnya,
melupti hal-hal :
a. Perpanjangan jangka waktu hak atas tanah
25 Pasal 35 PP No. 24r th. 1997
101
Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah
dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan
sertifikat hak yang bersangkutan, berdasarkan keputusan
Pejabat yang berwenang yang memberikan perpanjangan
jangka waktu hak yang bersangkutan.
b. Pemecahan, Pemisahan dan penggabungan bidang tanah .
Untuk pemecahan sebidang tanah adalah atas permintaan
pemegang hak yang sudah didaftar dapat dipecah secara
sempurna menjadi beberapa bagian , yang masing-masing
merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang
sama dengan bidang tanah semula.
Apabila terjadi pemecahan untuk tiap bidang dibuatkan
surat ukur, buku tanah dan sertifikat untuk menggantikan
surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya. Apabila
tanah tersebut dibebani hak tanggungan, dan beban-beban
lain yang terdaftar, pemecahan baru dilaksanakan setelah
memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak
tanggungan (UU No. 4 Th. 1996) atau pihak lain yang
berwenag menyetujui penghapusan beban yang
bersangkutan . Dalam memecah tanah pertanian, wajib
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pemisahan terhadap sebidang tanah juga memungkinkan,
berdasarkan atas permintaan pemegang hak yang
bersangkutan, dari satu bidang tanah yang sudah didaftar
dapat dipisahkan sebagian atau beberapa bagian, yang
102
selanjutnya merupakan satuan bidang baru dengan dengan
status hukum yang sama dengan bidang tanah semula .
Dalam pelaksanaan pemisahan untuk satuan bidang baru
yang dipisahkan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan
sertifikat sebagai satuan bidang tanah baru dan pada peta
pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan
sertifikat bidang tanah semula dibubuhkan catatan
mengenai telah diadakan pemisahan tersebut.
Sebaliknya untuk tanah yang letaknya berbatasan yang
kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat
digabungkan menjadi satu satuan bidang baru, jika
semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa
jangka waktu yang sama. Namun apabila terjadi
penggabungan untuk satuan bidang baru tersebut
dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat dengan
menghapus surat ukur, buku tanah dan sertifikat masing-
masing.
c. Pembagian hak bersama
Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik satuan
rumah susun menjadin hak masing-masing pemegang hak
bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang
berwenang menurut peraturan yang berlaku yang
membuktikan kesepakatan antara pihak pemegang hak
bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut .26
d. Hapusnya hak atas tanah dan hak milik satuan rumah susun
26 Pasal 51 PP No. 24 th. 1997 tentang pendaftaran tanah.
103
Hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan atas satuan
rumah susun dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
dengan membubuhkan catatan pada buku tanah dan
surat ukur serta memusnahkan sertifikat hak yang
bersangkutan, berdasarkan :
1) Data dalam buku tanah yang disimpan di Kantor
Pertanahan, jika mengenai hak-hak yang dibatasi masa
berlakunya ;
2) Salinan surat keputusan Pejabat yang berwenang,
bahwa hak yang brsangkutan telah dibatalkan atau
dicabut ;
3) Akta yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan
telah dilepaskan oleh pemegang haknya.
e. Peralihan dan hapusnya hak tanggungan
Pendaftaran peralihan hak tanggungan dilakukan dengan
mencatatnya pada buku tanah serta sertifikat hak
tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah
serta sertifikat hak yang dibebani berdasarkan surat
tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin karena
cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta
peleburan peseroan.Pendaftaran hapusnya hak
tanggungan dilakukan sesuai ketentuan UU No. 4 Th.
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-
benda yang berkaitan dengan Tanah. Selanjutnya apabila
hak atas tanah dibebani hak tanggungan telah dilelang
dalam rangka pelunasan utang, maka surat pernyataan
dari kreditur bahwa pihaknya melepaskan hak
104
tanggungan atas hak yang dilelang tersebut untuk jumlah
yang melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah lelang
dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran hapusnya hak
tanggungan yang bersangkutan.
f. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan
atau penetapan pengadilan
Panitera wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor
pertanahan mengenai isi putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapanKetua
Pengadilan yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar
atau satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah
yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada
sertifikatnya dan daftar-daftar lainnya. Pencatat tersebut
dapat dilakukan atas permintaan yang berkepentingan
berdasarkan salinan resmi putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan tetap. Selanjutnya pencatatan
hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik
satuan rumah susun berdasarkan putusan Pengadilan
dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai
hak yang bersangkutan dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
g. Perubahan nama
Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai
akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan
mencatatnya di dalam buku tanah dan srtifikat hak atas
105
tanah atau hak milik satuan rumah susunyang
bersangkutan.
8. Penerbitan Sertifikat Pengganti
Penerbitan sertifikat pengganti diatur dalam pasal 57 – 60 PP
No. 24 th. 1997
Apabila suatu sertifikat rusak atau hilang, maka sertfikat
tersebut dapat diganti, yang prosedurnya 27 :
a). Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertifikat baru
sebagai pengganti sertifikat yang rusak, hilang, masih
menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan lagi,
atau yang tidak diserahkan kepada pembeli lelang dalam
suatu lelang eksekusi ;
b). Permohonan sertifikat pengganti hanya dapat diajukan oleh
pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak
dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang
merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau
kutipan risalah lelang ;
Apabila penerima hak telah meninggal dunia,
peromohonan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli
warisnya dengan menyerahkan bukti sebagai ahli waris.
Untuk seseorang dapat memperoleh penggantian setifikat yang
hilang , maka :
a). Permohonan penggantian sertifikat yang hilang harus
disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang
bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau
27 Pasal 57-60 PP No. 24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
106
pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya sertifikat hak
yang bersangkutan ;
b). Penerbitan sertifikat pengganti didahului dengan
penguman 1 (satu) kali dalam salah satu surat kabar harian
setempat atas biaya pemohon
c). Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung
sejak hari pengumuman tidak ada yang mengajukan
keberatan mengenai akan diterbitkannya sertifikat
pengganti tersebut atau ada yang mengajukan keberatan
tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor Pertanahan
keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertifikat
baru.
d). Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh
Kepala Kantor Pertanahan , maka ia menolak
menerbitkan sertifikat pengganti ;
e). Pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan
sertifikat baru dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor
Pertanahan ;
f). setelah sertifikat pengganti selesai, diserahkan kepada
pihak memohon atau orang lain yang diberi surat kuasa.
9. Biaya Pendaftaran Tanah
Biaya pendaftaran tanah dan pembuatan sertifikat kini
mendapat pengaturan dalam PP No. 46 Th. 2002 tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Badan Pertanahan Nasional. Dengan berlakunya peraturan
pemerintah tersebut segala ketentuan tentang pendaftaran
tanah dan pembuatan sertifikat dalam PMDN No. 2 Th. 1978 jo.
107
PMDN No. 12 Th. 1978 dan PMDN No. 6 th. 1979 dan Peraturan
Kepala BPN No. 2 Th. 1992 tidak berlaku lagi
10.Sanksi.
Saknsi sesuai pasal 62 PP No. 24 Th. 1997 diberikan kepada
PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan
ketentuan-ketentuan pasal-pasal 38, 39 dan 40 serta ketentuan
dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran
tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT,
dengan tidak menghurangi kemungkinan dituntut ganti rugi
oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan
oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan dimaksud 28.
Selanjutnya sanksi juga diberikan kepada Kepala Kantor
Pertanahan yang diatur pasal 63 , bahwa Kedpala Kantor
Pertanahan yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan
ketentuan dalam PP No. 24 Th. 1997 dan ketentuan dalam
peraturan pelaksanaannya serta ketentuan-ketentuan lain
dalam pelaksanaan tugas kegiatan pendaftaran tanah
dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.
11.Ketentuan Peralihan.
Dengan berlakunya PP No. 24 Th. 1997, PP No. 10 tahun 1961
masih tetap berlakusepanjang tidak bertentangan atau diubah
atau diganti . Hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang
28 Pasal 62 PP No.24 Th. 1997 tentang Pendaftaran Tanah
108
dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan
ketentuan PP th. 1961 tetap sah.
12.Penutup
Dengan telah dikeluarkannya PP No. 24 Th. 1997, maka PP No. 10
tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan Pemerintah
ini mulai berlaku 3 bulan kemudia sejak tanggal diundangkan.
Diundangkan di Jakarta tanggal 8 Juli 1997., dalam LN RI Tahun
1997 No. 59
Lampiran –lampiran
Formulir pendaftaran tanah
Nomor : ………..,
…………………..200…
Lampiran :
Perihal :
Kepada Yth.
Sdr. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kota ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
di ………………
Dengan hormat,
109
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ………………………………..
Umur/tanggal lahir :
…………………………………………………………..
Pekerjaan :
……………………………………………………………
Nomor KTP :
……………………………………………………………
Alamat :
……………………………………………………………
Berdasarkan surat kuasa nomor : ………………………………………
tanggal ……………………………………………………
Dengan ini mengajukan permohonan :
1. Pengukuran 8. Perndaftaran Hak
anggungan
2. Pendaftaran pertama kali 9. Pendaftaran roya
hak tgungan
3. Pendaftaran Hak Milik 10. Pendaftaran sertifikat
pengganti
Rumah Susun 11. Surat Keterangan
Pendaftaran
4. Pendaftaran Tanah Tanah
5. Pendaftaran Peralihan Hak 12. Pengecekan sertifikat
6. Pendaftaran Perubahan Hak 13. Warisan
7. Pemecahan/ Penggabungan Hak 14. Pwncatatan Roya
110
Atas sebidang tanah
Terletak di :
………………………………………………………………………………
………
Desa :
………………………………………………………………………………
………
Kecamatan :
………………………………………………………………………………
………
Kabupaten
………………………………………………………………………………
………
Nomor Hak/ Alas Hak
………………………………………………………………………………
………
Untuk melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami lampirkan
:
1. ………………………………………………………………………………………………………
……………
2. ………………………………………………………………………………………………………
……………
111
3. ………………………………………………………………………………………………………
……………
4. ………………………………………………………………………………………………………
……………
5. ………………………………………………………………………………………………………
……………
6. ………………………………………………………………………………………………………
…………..
Hormat kami
……………………..
Surat Keterangan Desa/ Kelurahan
Nomor : …………………………………
Yang bertanda tangan di bawah ini : ……………………………selaku
Kepala Desa/ Kelurahan ………………Kecamatan : ………………
Kebupaten/ Kotamadya ……………… menerangkan dengan ini bahwa :
1. Sebidang tanah bekas hak ………berupa ………… No. ………/Model
E No. …………Model D No. …………… Gambar situasi No.
……………/ Kutipan dari Buku Daftar Hak milik No. ……… Suat
Ukur No. ………Persil No. ………Kelas ………… Luas
………………….m2
112
Dengan segala sesuatu yang berdiri di atasnya berupa :
…………………….
……………………………………………………………………………
……
Terletak di jalan/ dusum/ kampung ………… RT/ RW ………desa /
kelurahan ……………… dan berbatasan dengan tanah-tanah
kepunyaan :
Utara : …………Timur : …………Selatan : ……… Barat :
……………
Sungguh-sungguh sejak tanggal ………… adalah kepunyaan
…………………
2. Pemilik tanah tersebut adalah Warga Negara …………………………
Umur : …………………........... tahun dan bertempat tinggal di
………………………
3. Tanah tersebut sampai pada waktu keterangan ini dibuat masih tetap
tertulis atas namanya tidak menjadi perselisihan dengan pihak lain,
baik mengenai haknya maupun batas-batasnya dan belum
bersertifikat.
4. Tanah tersebut dipergunakan untuk : ……………………………
5. Keterangan ini diberikan untuk memenuhi keterangan-keterangan
dalam PP No. 24 Th. 1997 Pasal 24 ayat 1 dan 2.
………….., …………………200 ….
Kepala Desa/ Kelurahan
………………………………..
113
………………………………
………………………………..
NIP
………………………………..
Gambar situasi tanah
Surat Pernyataan
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ………………………………………
Umur : …………………………………………
Pekerjaan : ………………………………………..
Alamat : …………………………………………………………
Dengan ini memberkan pernyataan sebagai berikut :
1. Tanah kami yang terletak di :
Jalan/ dusun/kampung : ………………………… RT/ RW
…………………………..
Desa/ Kelurahan :……………………………………………………………………
Kecamatan :…………………………..Kabupaten :
…………………………………………
Telah diukur oleh petugas Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota
…………………………dengan menunjukkan batas-batas yang benar.
2. Apabila ternyata luas hasil ukuran tersebut lebih kecil dari luas yang
tertulis pada letter C/ Moel E/ Model D kami menerima luas dari
hasil ukuran petugas tersebut.
3. Apabila ternyata luas hasil ukuran tersebut lebih besar dari luas
yang tertulis pada letter C/ Model E/ Model D dan bilamana kelak di
kemudian hari kelebihan luas tersebut ada pemilik yang sebenarnya
114
dengan bukt-bukti yang kuat, maka kami sanggup mengembalkan
kepada pemilik tersebut.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya .
Mengetahui
Saksi-saksi pemilik tanah yang berbatasan
1. ……………………………………………………………………. (utara)
2. ……………………………………………………………………. (timur)
3. ……………………………………………………………………. (selatan )
4. …………………………………………………………………… (barat)
…………………200...
Mengetahui Kami yang Memberi pernyataan
Kepala Desa/ Kelurahan …………….
………………………………………
NP. ………………………………….
Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota ……………………..
Jl…………………………………………………………………………………….
Tanda terima berkas permohonan
Nomor berkas : ………/ 200..
Telah terima berkas permohonan dari :
……………………………………………………………
115
Nama : …………………………………………………..
Alamat : ……………………………………………………..
Beserta surat-surat kelengkapannya dengan rincian biaya sebagai
berikut :
Konversi hak adat ( ……………)
Biaya ………………………………………………………………………
Rp…………………… …
Pengukuran konversi (…………….)
Biaya
pengukuran…………………………………………………….Rp…………………….
Transportasi …………………………………………………………… Rp.
……………………….
Sub Total ………………………………………………………………..Rp.
…………………………
Total
biaya……………………………………………………………………..Rp…………………………
Untuk itu agar saudara/saudari segera mengambil tanda bukti
pendaftaran di loket III dengan melampirkan tanda terima berkas ini
dan membayar biaya permohonannya
…………………..,
……………………………..200 …
A.n. Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kota…………………….
116
Kasubsi PHI
……………………………………………………
NIP ……………………………………..
Bekas Hak Adat
Letter C No, ……./ ……..
Berita acara
Nomor : ………./BPN/ ……… 200….
Pada hari ………………… tanggal ……………bukan ………………
tahun………………….kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : ……………………………………… Umur :
……………………………….
Pekerjaan : …………………………………….. Alamat :
…………………………………………………………..
Selaku pemilik tanah, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
2. Nama : …………………………………….. Jabatan :
……………………………………
Alamat :
……………………………………………………………………………………………….
selanjutnya disebut PIHAK KEDUA
117
Bahwa pihak pertama mengajukan permohonan pendaftaran
konversi Letter C No. ………..Persil ………………….. Pekarangan/
Sawah/ Tegalan Kelas …………….. Luas ………………… terletak di
………………………………………………………
Bahwa Pihak kedua telah melakukan pengukura pada tanggal
…………………….. setelah diadakan pengolahan data,
penggambaran da penghitungan ternyata luas yang ada adalah
…………………m2
Bahwa perbedaan luas tersebut di atas disebabkan :
…………………………………………………………………………………………………
……………
Bahwa pihak pertama menerima hasil ukuran dari pihak kedua
dan apabila dikemudian hari ada pihak-pihak yang dirugikan
terhadap perbedaan luas tersebut, maka pikah pertama
bersedia dituntut dihadapan pihak yang berwenang baik secara
pidana maupun perdata
Demikian Berita Acara ini ditandatangani oleh kedua belah pihak
serta disaksikan oleh pemilik tanah yang berbetasan agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya
………………………..200….
Pihak Kedua Pihak
Pertama
118
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
,,,,,,,,
Saksi-saksi Pemilik Tanah yang berbatasan :
Nama Batas Tanda
tangan
1. ……………………………………………………. (Utara)
(………………………………..)
2. …………………………………………………… (Timur)
(………………………………..)
3. ……………………………………………………. (Selatan)
(…………………………………)
4. … ………………………………………………….(Barat)
(…………………………………)
5.
Mengetahui
A,n, Kepala Kantor Pertanahan
Kepala Desa/ Kelurahan …………..
Kabupaten/ Kota ……………………..
Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah
………………………………………….
…………………………………………………..
NIP. ……………………………………..
119
Petikan dan daftar buku tanah Letter C
Desa : …………………………………………………. Kecamatan
…………………………………………………………………..
Nama Pemilik : ……………………..No. …………………… Tempat Tinggal :
………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
Sawah Tanah Kering
Nomor
persil
dan
huruf
bagian
persil
K
E
L
A
s
Menurut
daftar
perincian
Sebab dan
Tanggal
Perubahan
Nomor
persil
dan
huruf
bagian
persil
K
E
L
A
s
Menurut Daftar
Perincian
Sebab dan
tanggal
perubahan
Luas
milik
Pajak Luas
milik
Pajak
Ha M2 Rp $ Ha M2 Rp. $
120
Turunan telash sesuai dengan
“ Daftar Asli”
……………………,
………………………………..200….
Kepala Desa/ Kelurahan
………………………………..
……………………………………………..
NIP.
………………………………
Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota …………………………
Jl.
………………………………………………………………………………………………………………
…
121
========================================================
Tanda bukti pendaftaran dan pembayaran
Nomor Pendaftaran : ……………………
Terima dari :
……………………………………………………………………………………………….
Uang sebanyak :
………………………………………………………………………………………………………….
Untuk Pembayaran :
………………………………………………………………………………………………
No berkas
DI. 305 : ………………………………………………….
DI. 303 : ………………………………………………….
Desa L …………………………………………………….
…………………….,
…………………………….200 ..
Bendaharawan
Penerima
122
……………………………………………..
NIP.
………………………………
Tanda bukti ini berlaku sebagai bukti pengambilan
Sertifikat tanah
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
S E R T I F I K A T
123
(Tanda Bukti Hak Tanah )
Kabupaten/ Kotamadya : .....................
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
124
S E R T I F I K A T
(Tanda Bukti Hak Tanah )
Hak Milik
Buku Tanah Kelurahan :....................................
Hak Milik No. ...........
Surat Ukur No. .................................Tahun .............................
Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya
..................................
125
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
BUKU TANAH
PROPINSI : .............................................
KABUPATEN/ KOTA : .............................................
KECAMATAN : .............................................
DESA/ KELURAHAN : .............................................
Kabupaten/ Kotamadya : .....................
126
P E N D A F T A R A N P E R T A M A
a). Hak : ................
No : ..............
Desa : ..............
f). Nama Pemegang Hak :
..............................................................
.......
b).Nama Jalan/
Persil :
......................................
....................................
c) Asal Persil
1. Konversi
2.Pemberian hak :
3. permintaan
4. Penggabungan :
:
g). Pembukuan
..............................,
Tgl. ................................................
Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya
..............................
TTD
.......................................................
d). Surat Keputusan :
Kepala Kantor
Wilayah
BPN ...............
h).Penerbitan Sertfikat
..............................................,
127
Tgl. ......................
No. ......................
.................................
Uang pemasukan
admi
nistrasi :
Rp. ........................
Lamanya hak
berlaku :
...............................
Tg. .......................................
Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya
......................................
....................................
e). Gambar Situasi
Tgl. :.....................
No. : .....................
Luas : ...............
i). Petunjuk : .................................................
G A M B A R S I T U A S I
128
No. : ................/ ...........
Sebidang Tanah Terletak Dalam
Propinsi :...........................................................................
Kabupaten/Kotamadya:........................................................
Kecamatan : ..........................................................
Desa/ Kelurahan :……. .................................................
Peta : ..................................................................
Lembar : ................ Kotak : ........................
No. Pendaftaran : ...........................
Keadaan Tanah
: ........................................................................................
...........................................................................................
.....
Tanda-tanda batas
: ............................................................................................
129
...............................................................................................
...........................................................................................
....
Luas : ........... m2
(...................................................................................................)
Penunjukkan dan penetapan
batas : ..............................................................................
.............................................................................
Pemohon : ...................................................
Petugas Ukur : ...................................................
Gambar tanah dengan ukurannya
Hal lain-
lain : .......................................................................................................
..........
....................................................................................................
.............
130
Daftar Isian 302
Tgl ............................................No. .......................................................
..
Daftar Isian 307 Tgl . ..........................................
No. ......................................................
.........................., tgl. .....................
Untuk sertifikat
......................., tgl..................... Kepala Seksi Pengukuran dan
Pendaftaran Tanah
Kepala Kantor Pertanahan Kepala Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya Kabupaten/ Kotamadya
....................................... .........................................
TTD
...................................... ...........................................
PENCATATAN PERALIHAN HAK , HAK LAIN-LAIN dan
PENGHAPUSANNYA
131
(PERUBAHAN)
Sebab
perubahan
Tanggal pendaf
taran
Nama yang ber
hak dan peme-
gang hak
Tanda tangan
Kepala Kantor
VII TATA GUNA TANAH
Tata guna tanah atau penatagunaan tanah meliputi penguasaan,
penggunaan, pemanfaatan anah yang berwujud konsolidasi
pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait
dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk
132
kepentingan seluruh masyarakat secara adil. Dengan demikian
tanah yang dimiliki bangsa Indonesia digunakan untuk sebesar-
besar kesejahteraan rakyat Indonesia. Dengan demikian tanah
yang dikuasasi oleh Pemerintah Republik Indonesia, betul-betul
diatur penggunaannya sedemikian rupa untuk kesejahteraan
rakyat Indonesia yang meliputi wilayah dari Sabang sampai
Merauke.
Dari seluruh tanah yang ada, diatur penggunaannya, ada yang
untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, jalan , keperluan
pemukiman, peternakan, industri dsb.
A. Asas dan tujuan
Sebagaimana dimaksud dalam PP No. 16 tahun 2004 tentang
Penata Gunaan Tanah mempunyai asas dan tujuan :
1. Asas sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 bahwa penata
gunaan tanah berasaskan keterpaduan, berdayaguna dan
berhasil guna, serasi, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan,
persamaan, keadilan dan perlindungan hukum
a) Yang dimaksud dengan keterpaduan adalah bahwa penata
gunaan tanah dilakukan untuk mengharmonisasikan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah ;
b). Yang dimaksud dengan berdaya guna dan berhasil guna
adalah bahwa penatagunaan tanah harus dapat
mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan
fungsi ruang.
c) Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang
adalah bahwa penatagunaan tanah menjamin
133
terwujudnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan
antara hak dan kewajiban masing-masng pemegang hak
atas tanah sehingga meminmalisasikan benturan
kepentingan antar penggunaan atau pemanfaatan tanah ;
d) Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa
penatagunaan tanah menjmin kelestarian fungsi tanah
demi memperhatikan kepentingan antar generasi ;
e) Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa
penatagunaan tanah dapat diketahui seluruh lapisan
masyarakat ;
f) Yang dimaksud dengan persamaan, keadilan dan
perlindungan hukum adalah bahwa dalam
penyelengaraan penatagunaan tanah tidak
mengakibatkan diskriminasi antar pemilik tanah sehingga
ada perlindungan hukum dalam menggunakan dan
memanfaatkan tanah .
2. Tujuan penata gunaan tanah sebagaimana dimaksud pasal 3
adalah :
a).Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah ;
b).Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah
134
c).Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan
tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah ;
d).Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan
dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai
hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah
B. Pokok-pokok Penatagunaan tanah .
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan
penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna
tanah. Penatagunan tanah merupakan kegiatan di bidang
pertanahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya .
Penatagunaan tanah diselenggarakan berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota.. Penatagunaan tanah
diselenggarakan sesuai dengan jangka waku yang ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota.
Penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijaksanaan
penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah .
Kawasan Lindung meliputi kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya yang mencakup kawasan
hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air
C. Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah.
Kebijaksanaan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap
(psl 6)
135
1). Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, baik yang
sudah atau belum terdaftar ;
2). Tanah Negara ;
3). Tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penguasaan Tanah
Sebagaimana dimaksud pasal 9, penguasaan tanah meliputi :
a). Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak
mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah
b) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak
mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah yang di
atas atau di bawah tanahnya dilakukan pemanfaatan ruang
;
3. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
Penggunaan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 :
a). Penggunaan dan pemanfaatan tanah dikawasan hutan
lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi
kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ;
b). Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kwasan hutan
lindung tidak boleh menganggu fungsi alam, tidak
mengubah bentang alam dan sekosistem alam ;
136
c). Penggunaan tanah di Kawasan Budidaya tidak boleh
diterlantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya
;
d). Pemanfaaatn tanah di Kawasan Budidaya tidak saling
bertentangan, tidak saling mengganggu dan memberikan
peningkatan nilai tambah terhadap penggunaan tanahnya ;
Kawasan Lindung meliputi kawasan bawahannya yang
mencakup kawasan kawasan hutan lindung, kawasan
bergambut, kawasan resapan air, kawasan perlindungan
setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air,
kawasan terbuka hijau termasuk didalamnya hutan kota ;
kawasan suaka alam yang mencakup kawasan cagar alam,
suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam yang mencakup
kawasan cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian
alam yang mencakup taman nasional, taman hutan raya, taman
wisata alam ; kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana
alam yang mencakup antara lain kawasan rawan letusan
gunung api, gempa bumi, tanah longsor serta gelombang pasang
dan banjir ; kzawasan lindung lainnya mencakup taman buru,
cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan
pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau.
Kawasan Budidaya meliputi kawasan hutan produksi yang
mencakup kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan
produksi tetap, kawasan hutan yang dapat dikonsversi ;
kawasan utan rakyat ; kawasan pertanian lahan basah, kawasan
137
pertanian lahan kering ; kawasan tanaman
tahunan/perkebunan, kawasan peternakan,kawasan perikanan,
kawasan pertambangan yang mencakup golongan bahan
galianvital atau golongan bahan galian yan tidak termasuk
kedua golongan tersebut ; kawasan peruntukan industri,
kawasan pariwisata dan kawasan pemukiman.
Pasal 18 menyatakan bahwa pemanfaatan tanah dalam
kawasan lindung dapat ditingkatkan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknlogi, dan ekowisata apabila tidak mengganggu fungsi lindung.
D. Penyelenggaraan Penatagunaan tanah
Penyelenggaraan penatagunaan tanah dilakukan terhadap
tanah :
1). Bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, baik yang
sudah atau belum terdaftar ;
2). Tanah Negara ;
3). Tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
E. Pembinaan dan Pengendalian
1).Dalam rangka pembinaan dan pengendalian
penyelenggaraan penatagunaan tanah, pemerintah
melaksanakan pemantauan penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah ;
138
2). Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan melalui pengelolaan system informasi
geografi penatagunaan tanah.
F.Sanksi yang melanggar Tata Guna Tanah / Ruang
1). Sanksi administratif (pasal 63 UUTR 26/2007)
a). peringatan tertulis ;
b). penghentian sementara kegiatan ;
c). penghentian sementara pelayanan umum ;
d). penutupan lokasi ;
e). pencabutan izin ;
f). pembatalan izin ;
g). pembongkaran bangunan ;
h). pemulihan fungsi ruang ;
i). denda administrative.
2). Ketentuan Pidana (pasal 69 UUTR 26/2007)
a. Ayat (1). Setiap orang yang tidak menaati RTR yang
telah ditetapkan dalam pasal 61 huruf a yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp. 500.000.000,-- (lima ratus juta
rupiah) ;
b).Ayat (2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat
(1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling
139
banyak Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta
rupiah).
c).Ayat (3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat
(1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun)
dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-- (lima
milyar rupiah).
2). Ketentuan pidana Pasal 70
a). Ayat (1). Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak
sesuadengan ijin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf
b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun
dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus
juta rupiah).
b).Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1)
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satumilyar rupiah).
c).Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau
kerusakan barang, pelaku dipidana penjara paling lama
5(lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
d).Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian orang pelaku dipidana penjara
140
paling lama 15(lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp. 5.000.000.000 ( lima milyar rupiah).
3). Ketentuan pidana pasal 71
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang
ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf © dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan dnda
paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah)
4). Ketentuan pidana pasal 72
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud
pasal 61 huruf (d) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,-- (seratus juta rupiah)
5). Ketentuan pidana pasal 73.
a). Ayat (1). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang
menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 37
ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
500.000.000,-- (lima ratus juta rupiah).
b). Seklain sanksi pidana sebagaimana dimaksud ayat (1)
pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa
pemberhentian dengan hormat dari jabatannya.
141
VIII.PENYEDIAN TANAH GUNA PEMBA NGUNAN
UNTUK KEPENTINGAN UMUM
142
A. Fungsi Tanah
1. Sebagai wadah (di kota)
Diperoleh berdasarkan :
a. Hak-hak primer, berupa :
1). Hak Milik (untuk perumahan/ usaha) ;
2). Hak Guna Bangunan (untuk kantor, tempat usaha, pabrik
atau industri
3). Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, khusus untuk instansi
Pemerintah
b. Hak-hak sekunder, berupa :
1). Hak sewa ;
2). Hak Pakai ;
3). Hak Guna Bangunan
2. Sebagai faktor produksi (di desa)
Diperoleh berdasarkan :
a. Hak-hak primer, berupa :
1). Hak milik (untuk sawah atau kebun) ;
2). Hak Guna Usaha (untuk perkebunan, peternakan dan
perikanan).
3). Hak pakai ;
b. Hak-hak sekunder, berupa :
1). Hak Sewa ;
2). Hak Pakai ;
3). Hak Usaha Bagi Hasil ;
4). Hak Gadai ;
143
5). Menumpang.
Semua hak-hak tersebut di atas diperlukan guna memenuhi
kebutuhan manusia yaitu :
a). Wisma, yaitu tempat tinggal atau bangunan ;
b). Karya, yaitu manusia wajib berusaha untuk hidupnya;
c). Marga, yaitu sarana perhubungan (transportasi) ;
d). Suka, yaitu tempat rekreasi ;
e). Penyempurnaan kebutuhan manusia yang sesuai dari :
1). Jasmani (olah raga) ;
2). Rohani (agama) ;
3). Pendidikan ;
4). Kesehatan ;
5). Kesenian ;
6). Lembaga-lembaga Ilmu Pengetahuan ;
7). Kuburan ;
Dengan demikian, semua hak atas tanah di bagi habis sesuai dengan
fungsinya demi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia/
rakyat.
Hak-hak atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Nasional
diperuntukkan bagi :
1. Keperluan perorangan ;
2. Keperluan perusahaan ;
3. Keprluan khusus.
144
a. Keperluan perorangan :
1. Hak-hak atas tanah yang diberikan kepada perorangan adalah
Hak Milik ;
2. Kalau tanah untuk pertanian ada pembatasan luasnya
menurut pasal 17 UUPA, yang pelaksanaannya dalam UU No.
56/Prp/1960 tentang Landreform , bahwa sawah maksimum 5
Ha, dan tanah kering 6 Ha. Sedangkan untuk perumahan
belum ada pembatasannya pasal 12 UU No. 56/Prp/1960
b. Keperluan Perusahaan
Ditentukan hal sebaliknya, bahwa untuk keperluan usaha itu idak
diberikan Hak Milik, tetapi hak-hak lain yaitu :
1. Hak Guna Usaha, dengan jangka waktu 35 tahun dapat
diperpanjang 25 tahun
( untuk tanaman keras), sedangkan untuk tanaman muda
jangka waktu 20 tahun dapat diperpanjang 25 tahun.
2. Hak Guna Bangunan, dengan jangka 30 tahun dapat
diperpanjang 20 tahun
c. Keperluan Khusus
Hak-hak atas tanah untuk keperluan khusus ada bermacam-
macam :
1. Untuk Instansi Pemerintah, misalnya Departemen, Jawatan
dan lain-lain termasuk membangun Kantor Kepala Desa
(Kelurahan), diberikan dengan Hak Pakai. Hal ini
dimaksudkan untuk keperluan membangun kantor bagi
kegiatan sehari-hari. Untuk proyek seperti Lapangan Terbang
145
diberikan Hak Pakai maupun Hak Pengelolaan dengan waktu
tidak terbatas, selama dipergunakan.
2. Untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Negara,
misalnya Perum, Perjan, Pesero Perusahaan Daerah diberikan
juga Hak Pengelolaan Sedangkan untuk Perusahaan
Perkebunan Negara diberikan Hak Guna Usaha.
3. Untuk kegiatan keagamaan, hak yang disediakan Hak Pakai
(Pasal 49 ayat (2) UUPA) dan jangka waktunya tidak terbatas.
4. Untuk Perwakilan Negara Asing, misalnya untuk kantor
kedutaan dan/ atau rumah kediaman kepala perwakilan asing,
diberikan Hak Pakai secara Cuma-Cuma dan jangka
waktunyapun tidak terbatas (selama diperlukan).
Dalam kaitan dengan hak-hak atas tanah untuk keperluan khusus
ini, perlu ditambahkan disini badan keagamaan atau badan-badan
sosialpun boleh memiliki tanah untuk keperluan-keperluan sosial
sesuai (pasal 19 ayat (1) UUPA)
Dalam agama Islam, boleh memperoleh tanah melalui Badan/
Yayasan yang bergerak di bidang perwakafan tanah dimana
tanahnya diperuntukan umum/ masyarakat seperti rumah ibadat ,
pesantren atau madrasah. Tanah Hak Milik yang dapat diwakafkan
adalah tanah milik yang bebas dari cacat-cacatnya, artinya tidak
dalam sengketa, tidak dibebani hak lain dan sebagainya. Hak Milik
yang duwakafkan dinamakan tanah wakaf (PP No. 28 Th. 1977).
B. Tata Cara Memperoleh Tanah yang diperlukan
1. Hal-hal yang perlu diperhatikan
146
a). Proyeknya
Yaitu apa yang direncanakan untuk dibangun atau apa yang
dibangun, misalnya rumah, pelabuhan udara dsb. Dengan
demikian masalah proyek ini erat sekali kaitannya dengan
lokasi.
b). Lokasinya
Yang dimaksud dengan lokasi ialah tempat dimana proyek
akan dibangun. Instansi yang menentukan lokasi proyek
ialah Pemerintah Daerah setempat yaitu :
1). Pemerintah Daerah Tk. I
2). Pemerintah Tk. II )Kodya/Kab).
Dalam hal ini Pemda adalah mempunyai pedoman untuk
pembangunan di daerahnya berdasaran Rencana Kota yang
telah dibuatnya.. Rencana Kota (Stadplan atau City
planning) masih perlu dilengkapi lagi dengan rencana yang
lain, yaitu apa yang disebut dengan Rencana Tata Guna
Tanah (RTGT) yang tidak dapat dipisahkan dari Rencana
Kota.
2. Rencana Tata Guna Tanah (RTGT)
a). Tujuan RTGT
Supaya di daerah itu dapat dilakukan sepenuhnya daya guna
sehingga tanah yang tersedia dapat memenuhi berbagai
keperluan bangunan, baik bangunan yang bersangkutan
dengan Pemda maupun masyarakat pada umumnya. Dengan
kata lain, memberi pedoman bagi Pemda untuk
melaksanakan pembangunan di daerahnya dan pedoman ini
147
sekaligus juga harus ditaati oleh warga kotanya. Masalah ini
dapat kita kaitkan kembali dengan kewajiban setiap
pemegang hak atas tanah, bahwa disamping mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya, juga berkewajiban
agar orang lain dapat turut merasakan manfaatnya (fungsi
sosial). Sejauh mana orang telah melaksanakan
kewajibannya, akan terlihat apakah ia sudah memenuhi
RTGT tersebut Di sini apabila kita hubungkan dengan Hak
Bangsa, maka pemegang hak atas tanah yang subyeknya
perorangan terdapat unsur kebersamaan.
b). Isi RTGT meliputi
(1), Master plan (Rencana Induk), bersifat umum dan
biasanya untuk jangka waktu 20 tahun lamanya .
(2). Detail plan (Rencana terperinci), bersifat khusus dan
sudah terperinci, misalnya unutk daerah tertentu
(katakanlah “Pondok Indah”) sudah tertuang dalam
gambar dengan jelas dengan jalan-jalannya, saluran-
saluran airnya, tamannya dll.
c). Sifat RTGT
(1). Terbuka untuk umum, bahwa setiap orang/ warga kota
dapat melihat dan mengetahui RTGT tersebut
(2). Konsisten, artinya kalau sudah ditetapkan hari ini,
tidak akanlah berubah lagi keesokannya. Jadi ada
kepastian hukum. Oleh karna itu dibuat untuk jangka
waktu 20 tahun lamanya (Master Plan).
148
(3) Fleksibel, misalnya tiap 5 tahun akan ditinjau oleh
pemerintah daerah dan diadakan penyesuaian melalui
Perda, karena mungkin data yang dipakai sudah “out
of date” dan tidak akurat lagi. Namun Perda tidaklah
segera berlaku. Untuk itu terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan dari atasannya. Contoh pada
Dati II harus mendapat persetujaun Dati I dan
seterusnya Dati I harus mendapat persetujuan dari
Mendagri.
(4). Mengikat
Pemda dan para warganya wajib mentaati RTGT,
sebagai pedoman untuk melaksanakan pembangunan
di daerah ybs.
c). Tanah yang tersedia :
1). Segi Fisik, terdiri dari :
(a). Letak tanahnya yang menyangkut masalah yurisdiksi
perubahan dasar ;
(b) Luas tanahnya dalam hal ini perlu diteliti ukuran
yang tepat ;
(c). Batas-batas tanahnya untuk mencegah konflik
dengan pemilik tanah yang bersebelahan.
2).Segi yuridis meliputi :
(a) Status tanahnya, apakah tanah itu tanah negara atau
tanah hak perorangan
149
(b). Status subyeknya, siapakah pemilik atau pemegang
hak atas tanah ;
(c) Hak-hak pihak ketiga yang membebaninya ;
(d) Perbuatan hukum/ peristiwa hukum yang pernah
terjadi ;
(e) Apakah ada penguasaan ilegal diatasnya
Untuk mengetahui keterangan mengenai segi fisik dan
yuridis dari tanah yang tersedia dapat digambarkan
sebagai berikut :
a) Tanah yang sudah didaftarkan :
1) Sertifikat tanah yang terdiri dari :
(a) Salinan buku tanah
(b) Surat ukur
2). Sertifikst sementara yang terdiri dari :
(a) Salinan buku tanah
(b) Gambar situasi
b). Tanah yang belum didaftarkan :
Bagian tanah-tanah bekas hak Indonesia, antara lain
bekas Hak Milik Adat, yang dianggap sebagai tanda
buktinya (sebelum UUPA) ialah Petuk Pajak,
sekarang PBB.
1). Pajak hasil bumi/ “landrente” (bagi hak milik adat
di desa-desa)
2). Verponding Indonesia (bagi hak milik adat dikota-
kota besar)
150
2. Perjanjian dengan pemilik tanah
Cara ini dilakukan apabila pihak yang memerlukan tanah
hanya ingin menggunakan tanah dalam waktu tertentu dan
pemegang hak atas tanah tidak bersedia menjual tanahnya :
a. Perjanjian sewa menyewa ;
b. Perjanjian dengan Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan ;
c. Perjanjian-perjanjian di bidang pertanian, misalnya usaha
bagi hasil
3. Pemindahan hak
Bentuk-bentuk pemindahan hak :
a). Jual beli
Pemindahan hak terjadi pada saat itu juga secara langsung
dari penjual kepada pembeli.
b). Tukar menukar
Hak atas tanah tertentu ditukar dengan hak atas tanah lain
yang senilai (Ruilslaag)
c). Hibah
Pemindahan hak terjadi seketika dan langsung sebagai
penyisihan sebagian dari harta kekayaa seseorang yang
diberikan secara cuma-cuma semasa hidup kepada orang
yang biasanya mempunyai hubungan kekerabatan
d). Hibah Wasiat.
Pemindahan hak tidak terjadi secara langsung menurut
kehendak terakhir dari si pemberi wasat, tetapi dengan
syarat sesudah ia meninggal baru terjadi pemindahan
151
haknya. Itupun tidaklah sedemikian mudah, dan masih
diperlukan perbuatan hukum yang lain, dimana
pelaksanaannya melalui pelaksanaan wasiat kepada si
penerima hibah wasiat tersebut. Selain itu juga syarat-
syarat subyek pun harus dipenuhi. Jika subyek selaku calon
penerima hak tidak memenuhi syarat subyek hak atas
tanah yang akan dipindahkan kepadanya sebagaimana
ditentukan dalam UUPA, tentu saja akan batal demi
hukum
Jual Beli Tanah
a. Sebelum UUPA
1). Jual beli tanah menurut Hukum Barat
Jual beli tanah menurut Hukum Barat, khusus bagi
tanah-tanah hak barat, berlaku ketentuan-ketentuan
dalam KUH Perdata :
a).Pasal 1457 : Jual beli merupakan perjanjian antara
para pihak untuk memenuhi prestasi yang
diperjanjikan ;
b).Pasal 1458 : Jual beli terjadi sejak ada kata
sepakat ;
c).Pasal 1459 : Jual beli harus diikuti dengan
perbuatan hukum pemindahan hak dari penjual
kepada pembeli yang menurut istilah umum
dikatakan “balik nama” di kantor kadaster.
Kesimpulan Jual beli tanah (khusus bagi tanah-tanah
hak barat) sebelum berlakunya UUPA menurut
152
ketentuan KUH Perdata tidaklah cukup hanya
dengan adanya perjanjian jual beli itu saja, tetapi
harus pula diikuti dengan penyerahan secara yuridis
yang meliputi :
a). Perbuatan hukum pemindahan hak, yang
dibuktikan dengan akta balik nama ;
b),Pendaftaran jual beli tanah yang bersangkutan,
yaitu pendaftaran perbuatan hukumnya
2). Jual beli tanah menurut Hukum Adat
Jual beli menurut Hukum Tanah. Adat, jual lepas
bersifat tunai, artinya pemindahan hak atas tanah
dari penjual kepada pembeli terjadi serentak dan
bersamaan dengan pembayaran dari pembeli kepada
penjual. Selain bersifat tunai juga harus terang yang
artinya harus dilakukan dihadapan kepala Adat atau
Kepala Desa, Sebagi bukti telah terjadi jual beli dan
selesai pemindahan hak tersebut, dibuatlah “surat
jual beli tanah” yang ditanda-tangani oleh pihak
penjual dan pembeli dengan disaksikan oleh Kepala
Desa.
b. Sesudah UUPA, yakni berdasarkan hukum tanah positif.
1) Konsepsi
Berbeda dengan pengertian jual beli tanah menurut
hukum barat,jual beli tanah menurut Hukum Tanah
Positif kita sekarang adalah pemindahan hak atas tanah
153
untuk selama-lamanya, yang dalam Hukum Adat
dinamakan “jual lepas” dan bersifat “tunai”. Artinya
begitu terjadi jual beli,begitu pula pada saat yang
bersamaan terjadilah pemindahan hak atas tanah dan
pembayaran harga, sehingga sejak saat itu putus pula
hubungan antara pemilik yang lama dengan tanahnya
untuk selama-lamanya.
Pemindahan hak ini berarti pemindahan penguasaan
secara yuridis dan secara fisik sekaligus. Namun demikian
ada kalanya pemindahan hak tersebut baru secara yurisid
saja, karena secara fisik tanah masih ada dibawah
penguasaan orang lain (dalam penyewaan yang waktunya
belum berakhir) , sehinga penyerahan secara fisik
menyusul kemudian
2) Tata Carannya : Penjual(Wakil) dan Pembeli (Wakil) serta
saksi-saksi menghadap PPAT, kemudian PPAT membuat
Akta Jual Beli. Selanjutnya didaftarkan ke Kantor
Pertanahan Kabupaten/ Kodya (Seksi Pendaftaran Tanah).
Untuk yang sudah ada sertifikatnya Kantor Pertanahan
mencatat pada buku tanah mengenai jual beli tersebut.
Untuk yang belum ada sertifikatnya, dibuatkan dulu Buku
Tanah Hak Milik dan Sertifikat Hak Milik atas nama
Penjual, kemudian mencatat jual belinya pada buku tanah
hak milik atas nama Pembeli
3). Sahnya jual beli tanah.
Ditegaskan oleh Yurisprudensi :
154
Keputusan Mahkamah Agung No. 123/K/SIP/1970, bahwa
pasal 19 PP No. 10 th. 1961 berlaku khusus bagi
pemindahan hak pada kadaster, sedangkan hakim menilai
sah atau tidaknya suatu perbuatan materiil yang
merupakan jual beli tidak hanya terikat pada pasal 19
tersebut.
Sahnya jual beli ditentukan oleh syarat materiil dari
perbuatan jual beli yang bersangkutan, bukan oleh pasal 19
PP No. 109 th. 1961. Sedangkan yang merupakan syarat
materiil :
a. Penjual ;
b. Pembeli
c. Tanah ybs. boleh diperjual-belikan ;
d. Tanah tidak dalam sengketa
4. Pelepasan hak atas tanah
a. Pengertian
Pelepasan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum
berupa melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat
pada pemegang hak dan tanahnya melalui musyawarah
untuk mencapai kata sepakat dengan cara memberikan
ganti rugi kepada pemegang haknya, hinga tanah yang
bersangkutan statusnya menjadi tanah negara.
b. Waktu pelepasan
1). Pelepasan hak atas tanah dilakukan bilamana subyek
yang memerlukan tanah tidak memenuhi syarat untuk
155
menjadi pemegang hak atas tanah yang diperlukan,
sehingga tidak dapat diperoleh dengan jual beli dan
pemegang hak atas anah bersedia untuk melepaskan
hak atas tanahnya ;
2). Acara pelepasan hak wajib dilakukan dengan surat
pernyataan pelepasan hak yang ditandatangani pleh
pihak pemegang hak diketahui pejabat yang
berwenang. Pada dasarnya pelepasan hak tersebut
dilakukan oleh pemegang hak atas tanah dengan
sukarela.
3). Berdasakan Perpres No. 36 Th. 2005 jo. Perpres No. 65
th. 2006 pasal 6 pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum, dilaksanakan
dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah yang
dibentuk di setiap Kabupaten/ Kotamadya dengan
Keputusan Bupati atau Walikota, untuk Tk. Propinsi
oleh Gubernur.Begitu juga apabila menyangkut dua
wilayah kabupaten/kota atau lebih dengan SK.
Gubernur. Sedangkan untuk wilayah propinsi Panitia
Pengadaan Tanah dilakukan oleh Mendagri dengan
unsur pemerintah dan pemerintah daerah terkait.
4). Sedangkan untuk pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum yang memerlukan tanah yang
luasnya tidak lebih dari 1 Ha, dapat dilakukan
langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan
para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli
atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati
156
bersama oleh kedua belah pihak. (Pasal 20 Per Pres
36/2005)
Susunan Panitia Pengadaan Tanah sbb. :
Ketua : Bupati/ Walikotamadya merangkap
anggota ;
Wakil Ketua : Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kodya
merangkap angg ;
Sekretaris I : Asisten Sekwilda Bidang Ketata-prajaan/
Kepala Bagian Tata Praja, bukan
anggota.
Sekretaris II : Kepala seksi Hak-hak atas tanah, bukan
anggota
Anggota : 1. Kepala Kantor Pelayanan PBB
Kabupaten/ Kotamadya
2. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tk.
II
3. Kepala Dinas Peranian dan
Tanaman Pangan Dati II ;
4. Camat setempat
5. Lurah/ Kepala Desa setempat
C. Tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum.
157
1. Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan izin lokasi kepada Bupati/ Walikotamadya
melalui Kepala Kantor Pertanahan setempat disertai
ketrangan-keterangan tentang :
a. Lokasi tanah yang diperlukan ;
b. Luas dan gambar kasar sketsa tanah yang diperlukan ;
c. Rencana penggunaan tanah ;
d. Uraian rencana proyek yang akan dibangun disertai
keterangan mengenai aspek pembiayaan dan lamanya
pelaksanaan pembangunan.
2. Setelah menerima permohonan dimaksud Kepala Kantor
Pertanahan mengadakan konsultasi dengan Kepala Bappeda
Tingkat II, Asisten Sekwilda Tk. II Bidang Ketataprajaan dan
Instansi terkait untuk melakukan penelitian mengenai
kesesuaian peruntukan tanah yang dimohon dengan Rencana
Umum Tata Ruang (RUTR) atau perencanaan ruang wilayah
atau kota yang telah ada.
3.Apabila rencana penggunaan tanahnya sesudah sesuai dengan
RUTR atau Perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah
ada, Bupati/ Walikota madya
Memberikan izin lokasi dan membentuk Panitia Pengadaan
Tanah.
4.Panitia pengadaan tanah sesuai pasal 7 Perpres 36/ 2005 jo.
Perpres No. 65 Th. 2006 bertugas melakukan tugas kegiatan
sbb. :
a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah,
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada
158
kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau
diserahkan ;
b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang
haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen
yang mendukungnya ;
c. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah
yang haknya akan dlepaskan atau diserahkan ;
d. Memberikan penjelasan atau penyuluhan ;kepada
masyarakat yang terkena rencana pembangunandan/ atau
pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan
pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik,
baik melalui tatap muka, media cetak maupun media
elektronik agar dapat diketahui oleh selurh masyarakat
yang terkena rencana pembangunan dan/ atau pemegang
hak atas tanah ;
e. Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas
tanah dan instansi Pemerintah dan/ atau pemerintah
daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan
bentuk dan. Atau besarnya ganti rugi ;
f.. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada
para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda lain yang ada di atas tanah ;
g. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah,
h. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua
berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak
yang berkompeten.
159
Bersamaan dengan pemberian ganti kerugian tersebut
dilakukan pelepasan hak atas tanah beserta bangunan dan
tanaman yang terdapat di atasnya. Surat pernyataan pelepasan
hak atas tanah ditanda-tangani oleh pemegang hak atas tanah
dan Kepala Kantor Pertanahan disaksikan oleh sekurang-
kurangnya 2 orang Anggota Panitia Pengadaan Tanah
D. Pencabutan Hak Atas Tanah
a. Pengertian
Pencabutan hak yaitu pengambilan tanh kepunyaan pIhak lain
oleh Pemerintah secara paksa untuk keperluan penyelengaraan
kepentingan umum dengan pemberan ganti rugi yang layak
kepada yang mempunyai tanah. Pencabutan hak adalah
perbuatan hukum sepihak yang dilakukan oleh pemerintah
b. Syarat-syarat melaksanakan pencabutan hak
1). Tanah yang diperlukan benar-benar untuk kepentingan
umum ;
2). Merupakan upaya terakhir untuk menguatasai tanah yang
diperlkan dan hanya digunakandalam keadaan memaksa ;
3). Harus ada ganti kerugian yang layak ;
4). Harus dilaksanakan berdasarkan keputusan Presiden ;
5). Besar ganti kerugian tidak memuaskan harus banding ke
Pengadilan Tinggi.
c. Jaminan bagi pemegang hak
160
1). Janiman pemberian ganti rugi yang layak dan bila tidak
memuaskan dapat banding ke Pengadilan Tinggi.
2) Jaminan ganti rugi harus dilakukan secara tunai dan
dibayarkan langsung kepada yang berhak ;
3). Jaminan penampungan bagi mereka yang belum pindah ;
4). Yang berhak atas ganti kerugian bukan hanya mereka yang
haknya dicabut, tetapi jika adaorang-orang yang
menggarap tanah atau menempati rumah yang
bersangkutan ;
5). Jika tanah yang dicabut haknya itu kemudian tidak
dipergunakan sesuai dengan rencana peruntukannya, maka
mereka yang semula berhak atas tanahnya diberi prioritas
untuk mendapatkannya kembali.
d. Tata cara pencabutan hak
1). Acara biasa, tanah baru dapat dikuasai setelah dilakukan
pembayaran ganti rugi dan dikeluarkannya surat
keputusan pencabutan hak dari Presiden ;
2). Acara khusus, penguasaan dan penggunaan tanah dapat
segera dilakukan atas dasar izin Mendagri tanpa menunggu
keputusan pencabutan hak dari Presiden.
IX. SENGKETA PERTANAHAN DAN SISTEM PERADIL ANNYA
A. Pengertian sengketa atas tanah ;
Sengketa
161
1. Sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat/
pertengakaran ;
2. Pertikaian, perselisihan ;
Sengketa tanah berarti karena adanya :
1. Perbedaan pendapat tentang kepemilikan tanah,
2. Perselisihan dalam pemberian ganti kerugian dalam
pembebasan tanah ;
Sengketa hukum atas tanah bermula dari pengaduan sesuatu
pihak (orang/badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan
dan tuntutan hak atas tanah terhadap status tanah, prioritas
maupun kepemilikannya dengan harapan akan memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
B. Ruang Lingkup Sengketa Tanah
Sifat permasalahan dari suatu sengketa tanah secara umum
ada beberapa macam :
1). Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat
ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah
yang berstatus hak, atau atas tanah yang belum ada
haknya ;
2). Bantahan terhadap suatu alas hak/ bukti perolehan yang
digunakan sebagai dasar pemberian hak (perdata) ;
3) Kekeliruan pemberian hak yang disebabkan penerapan
peraturan yang kurang/ tidak benar ;
162
4) Sengketa lain yang mengandung aspek-aspek sosial
praktis.
Sengketa tanah, apabila ditinjau dari perstiwa hukum, akibat
adanya :
a). Perbuatan hukum bersegi dua yakni adanya perjanjian
antara pihak penjual dengan pemilik tanah
b) Perbuatan yang bertentangan dengan azas hukum, yakni
perbuatan melanggar hukum, yang dilakukan oleh
seseorang terhadap pemilik tanah
Namun dapat juga adanya :
a) Kekeliruan pihak penguasa dalam mengambil keputusan
pemberian hak atas tanah dan sekaligus pemberian
sertifikatnya.
b) Penggantian kerugian yang tidak sesuai/ tidak memadai.
Adanya tanah yang telah dibeli seseorang dan telah dibayar,
namun tanahnya tidak ada, atau telah dikuasasi oleh orang
lain, sehingga menimbulkan perselisihan yang penyelesaian
nya sampai ke Pengadilan.
Sengketa atas tanah terjadi karena adanya dua
kepentingan antara pemilik tanah yang sama-sama mengaku
memiliki tanah tersebut, karena dijual, ditukar atau dijadikan
hak tanggungan dan sebagainya. Sengketa pertanahan juga
terjadi dalam pemberian ganti rugi tanah yang dibebaskan
oleh pemerintah guna pembangunan untuk kepentingan
163
umum, seperti halnya untuk pembuatan waduk, jalan, pasar,
pelabuhan laut maupun udara, terminal bus dll.
d. Mekhanisme Penyelesaian sengketa ;
Mekhanisme penanganan sengketa tanah lazimnya
diselengarakan dengan pola sebagai berikut .
1. Pengaduan
Dalam pengaduan ini biasanya berisi hal-hal dan peristiwa-
peristiwa yang menggambarkan bahwa pengadu adalah yang
berhak atas tanah sengketa dengan melampirkan bukti-bukti
dan mohon penyelesaian, disertai harapan agar terhadap
tanah tersebut dapat dicegah mutasinya, sehingga tidak
merugikan dirinya ;
2. Penelitian
Dari pengaduan tersebut, apabila ternyata terdapat dugaan
kuat, bahwa pengaduan tersebut dapat diproses, maka
selanjutnya diselesaikan melalui tahap tentang kemungkinan
dilakukan pencegahan mutatis mutandis menyatakan tanah
tersebut dalam keadaan sengketa.
3. Pencegahan mutasi
Pada tahap pencegahan mutasi dimaksudkan menghentikan
untuk sementara segala bentuk perubahan, dengan tujuan :
a).Untuk kepentingan penelitian dalam penyelesaian sengketa ;
b). Untuk kepentingan pemohon sendiri.
4. Musyawarah
Langkah-langkah pendekatan terhadap para pihak yang
bersengketa sering berhasil didalam usaha penyelesaian
164
sengketa dengan jalan musyawarah. Sebagai mediator dalam
musyawarah ini adalah dari pihak Dirjen Agraria sekarang ini
Badan Pertanahan Nasional
5. Melalui Pengadilan
Apabila usaha-usaha musyawarah mengalami jalan buntu,
maka jalan terakhir mengajukan penyelesaian sengketa
pertanahan tersebut ke Pengadilan
e. Putusan Pengadilan
1. Macam-macam putusan Pengadilan.
a. Putusan Peradilan Pidana, berdasarkan pasal 191 KUHAP :
1). Membebaskan terdakwa, apabila menurut hasil
pemeriksaan kesalahan terdakwa menurut hukum dan
keyakinan tidak terbukti
2). Pelepasan terdakwa dari segala tuntutan, jika ternyata
kesalahan terdakwa menurut hukum dan keyakinan
cukup terbukti, tetapi ternyata bahwa yang telah
dilakukan oleh terdakwa itu bukan merupakan tindak
pidana, termasuk juga dalam hal jika ada kekeliruan
dalam surat tuduhan, juga putusan hakim jika ybs.
Termasuk orang-orang yang dituangkan dalam 44
KUHP, 48, 49 dan 51 KUHP ;
3). Menghukum terdakwa, jika baik kesalahan terdakwa
pada perbuatan yang telah ia lakukan, maupun
perbuatan itu adalah sesuatu tindak pidana, menurut
hukum dan keyakinan cukup dibuktikan apabila
terbukti bersalah berdasarkan alat-alat bukti yang ada
165
b. Putusan Pengadilan Perdata HIR :
1) Keputusan yang declaratoir yaitu keputusan Hakim
yang bersifat menyatakan ada tidaknya sesuatu keadaan
hukum tertentu. Misalnya,
” Menyatakan sebagai hukum bahwa si A adalah ahli
waris dari almarhum Z ” atau ” si A adalah pemilik dari
tanah ini ”
2) Keputusan yang condemnatoir yaitu keputusan Hakim
yang sifatnya menjatuhkan hukuman. Misalnya ”
Menghukum tergugat untuk membayar pengganti
kerugian sebesar sekian rupiah ”
3) Keputusan constitutif yaitu keputusan yang bersifat
menghapuskan, memutus atau mengubah suatu keadaan
hukum tertentu, atau dijadikan hukum yang baru.
Misalnya : Suatu perkawinan dinyatakan batal” atau ”
Sertifikat tanah dinyatakan batal”
2. Putusan Pengadilan .
a. Dalam hal terjadi adanya penjualan tanah, penukaran
maupun di bebani hak tanggungan ataupun disewakan,
maka bagi yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri berdasarkan alasan-alasan sebagai yang
tercantum dalam KUHP.sbb :
Pasal 385 KUHP yang berbunyi : Dengan hukuman penjara
selama-lamanya 4 tahun yakni
166
* ayat 1e : Barang siapa dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak, menjual, menukar atau menjadikan
tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai
tanah pemerintah atau tanah partikelir, atau sesuatu
rumah, tanaman atau bibit ditanah tempat orang
menjalankan hak rakyat memakai tanah itu, sedang
diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut
berhak atas barang itu ;
* ayat 2e: Barang siapa dengan maksud yang serupa
menjual, menukar atau menjadikan tanggungan utang
suatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau
tanah partikelir atau sebuah rumah, pembuatan
tanaman atau bibit ditanah orang lain tempat
menjalankan hak rakyat dalam memakai tanah itu
sedang tanah dan barang itu memang sudah dijadikan
tanggungan utang, tetapi ia tidak memberitahukan hal
itu kepada pihak yang lain
* ayat 3e Barang siapa dengan maksud yang serupa
menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam
memakai tanah pemerintah atau tanah partikelir dengan
menyembunyikan kepada pihak yang lain, bahwa tanah
tempat orang menjalankan hak itu sudah digadaikan ;
* ayat 4e Barang siapada dengan maksud yang serupa
menggadaikan atau menyewakan sebidang tanah
tempatorang menjalankan hak rakyat memakai tanah
167
itu, sedang diketahuinya, bahwa orang lain yang berhak
atau turut berhak atas tanah itu ;
* ayat 5e Barang siapa dengan maksud yang serupa
menjual atau menukarkan sebidang tanah tempat orang
menjalankan hak rakyat memakai tanah itu yang telah
digadaikan, tetapi tidak memberitahukan kepada pihak
lain, bahwa tanah itu telah digadaikan ;
* ayat 6e Barang siapa dengan maksud yang serupa
menyewakan sebidang tanah tempat orang menjalankan
hak rakyat memakai tanah itu untuk sesuatu masa,
sedang diketahuinya bahwa tanah itu untuk masa itu
juga telah disewakan kepada orang lain .
Seperti halnya contoh kasus Meruya Selatan, yakni
Djuhri bin Geni, Yahya bin Geni dan M. Yatim Tugono,
tiga orang makelar tanah yang bergelar mandor yang
menjual tanah seluas 44 ha kepada sebuah perusahaan
developer PT Portanigra pada tahun 1972 , jual beli
hanya dengan girik. Namun pada tahun 1978 ketika PT
Portanigra mau mengurus sertifikat ke BPN ternyata
ketiga mandor telah menjual kembali tanah-tanah
tersebut kepada perusahaan lain. Pada tahun itu juga
Porta Nigra menggugat ketiga mandor tersebut, dan
ketiga mandor tersebut divonis bersalah karena telah
melakukan penggelapan dan melakukan wanprestasi.
b Apabila perselisihan karena ganti rugi yang kurang
memadai gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri
168
Contoh : pembebasan tanah untuk pembuatan banjir kanal
timur, jalan tol, lapindo brantas, dan lain-lain
c. Dalam hal adanya kekeliruan prosedur dalam pemberian
hak atas tanah gugatan ditujukan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara
Contoh :
1).Pembatalan sertifikat tanah oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara atas kekeliruan pemberian sertifikat tanah oleh
Badan Pertanahan Nasional (BPN) , dan pemberian
ganti rugi. Contoh :
(a) Pembatalan sertifikat Tanah GOR Pancasila di
Surabaya
(b) Pembatalan sertifikat Hak Milik Tanah di Kodya
Semarang
2).Jual beli tanah dengan surat kuasa mutlak ”batal demi
hukum” sbb.
Putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus jual beli
tanah dengan surat kuasa mutlak di Cakranegara:
Mengadili : Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Nusa
Tenggara Barat di Mataram dan Putusan Pengadilan
Negeri Mataram
Mengadili sendiri :
Dari Konpensi :
1).Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ;
2).Menyatakan Penggugat berhutang kepada tergugat I
dan II sebesar sekian rupiah dan tanah terperkara,
menjadi agunan hutang tersebut.
169
3).Menyatakan batal demi hukum Akte Notaris No
sekian tanggal sekian tentang perjanjian jual beli
antara penggugat dan tergugat I dan II
4) Menyatakan batal dan tidak syah peralihan sertifikat
yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat II
dan III ;
5) Menyatakan tidak berkekuatan mengikat balik nama
yang dilakukan Tergugat atas tanah terperkara ;
6) Menghukum tergugat III untuk mengembalikan
sertifikat kepada tergugat I sebagai jaminan hutang
Penggugat kepada Tergugat I
7) Menolak gugatan Pengugat selebihnya.
X. DELIK PERTANAHAN DI INDONESIA DAN SISTEM
PERADILANNYA
A. Pengertian delik pertanahan
Dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan
pemerintah, baik untuk pembangunan gedung kantor, gedung
tempat pendidikan, gedung rumah sakit, untuk keperluan
pembuatan pasar, pelabuhan, terminal, jalan dan lain-lain
dilakukan oleh pejabat dengan dana dari APBN ataupun
APBD.
170
Dalam pelaksanaan pengadaan tanah berdasarkan Perpres
No. 54 Th. 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah harus :
1. Melalui tender/ lelang
2. Mencari harga yang menguntungkan
Namun sering terjadi sebaliknya yakni :
1. Tanpa melalui tender/ lelang ;
2. Harga jauh di atas harga pasaran
karena adanya kolusi antara kedua belah pihak.
Korupsi : melakukan suatu tindak pidana memperkaya diri
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan
keuangan/ perekonomian Negara (kamus hukum – Prof.
Subekti, SH & R. Tjitro Soedibio – Pradnyaparamita Jakarta-
Th. 1974 hlm. 73).
Korupsi : penyelewengan atau penggelapan (uang Negara atau
perusahaan dsb) untuk kepentingan pribadi atau orang lain
( kamus bahasa Indonesia – Dep. Pendidikan dan Kebudayaan
Balai Pustaka Th. 1988 – hlm. 462)
Tindak Pidana Korupsi : Setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara (UU No. 31 Th.
1999)
Bagi pejabat yang melaksanakan pengadaan barang tidak
sesuai dengan ketentuan dalam Keppres maupun peraturan
171
perundangan yang berlaku dan ada indikasi merugikan
keuangan negara, kepadanya dapat dikenakan sanksi karena
melakukan tindak pidana korupsi yang diancam berdasarkan
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni
UU No. 31 Th. 1999 jo. UU No. 20 Th. 2001 maupun KUHP.
B. Ketentuan dalam KUHP
1. Pasal 423 KUHP : Pegawai Negeri yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak, memaksa seseorang dengan sewenang-
wenang memakai kekuasaannya, supaya memberikan,
melakukan sesuatu pembayaran, memotong sebagian
dalam melakukan pembayaran, atau mengerjakan sesuatu
apa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun
2. Pasal 424 KUHP : Pegawai Negeri yang dengan
maksud akan menguntungkan dirinya sendiri atau orang
lain dengan melawan hak, serta dengan sewenang-wenang
memakai kekuasaannya menggunakan tanah Pemerintah
yang dikuasai dengan hak Bumiputra, dihukum penjara
selama-lamanya enam tahun.
C. Ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan
Undang-undsang No. 20 Th. 2001 jo. UU No. 31 Th. 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
a. Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Th. 1999 : Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dapat
172
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak 1. 000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) ;
b. Pasal 3 sda Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalah gunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak 1. 000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ;
a. Pasal 12 menyatakan : Dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun
dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakan agar melakukan sesuatu dalam jabatannya.
D. Mekanisme dan Pelaksanaan Peradilannya
173
Penyelesaian tindak pidana korupsi diselesaikan melalui
pengadilan :
1. Pengadilan Negeri sesuai kewenangannya berdasarkan UU No.
2 Th. 1986 tentang Peradilan Umum
2. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai
fungsinya berdasarkan UU No. 30 Th. 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
Acara peradilan berdasarkan : Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana ( KUHAP) No. 8 Th. 1981
XI. TANAH SEBAGAI JAMINAN KREDIT
A. Pengertian .
174
1. Pengertian Jaminan : tanggungan atas pinjaman yang
diterima atau borg. Misalnya Ia meminjam uang kepada
bank dengan jaminan sebuah rumah dan sebidang tanah
miliknya ; garansi misalnya ia membeli televisi dengan
garansi 1 (satu) tahun ; janji misalnya seorang untuk
menanggung utang atau kewajinan pihak lain apabila utang
tidak terbayar
2. Pengertian Tanah Sebagai Jaminan Kredit. Bahwa salah
satu hak atas tanah yang dapat dinilai dengan uang dan
mempunyai nilai ekonomis serta dapat diperalihkan adalah
hak atas tanah. Untuk menjamin pelunasan dari debitur
maka hak atas tanah itulah yang digunakan sebagai
jaminan. Sebagai jaminan kredit tanah mempunyai
kelebihan antara lain adalah harganya yang tidak pernah
turun.
B. Maksud dan Tujuan Jaminan Kredit.
1. Maksud Jaminan Kredit :
a. Untuk menghindari terjadinya wanprestasi oleh pihak
debitur ;
b. Untuk menghindari resiko rugi yang akan dialami oleh
pihak kreditur ;
2. Tujuan/ Kegunaan Jaminan Kredit :
a. Untuk memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur
untuk mendapatkan pelunasan dengan benda jaminan
bilamana debitur melakukan wanprestasi atau cidera
janji ;
175
b. Memberi dorongan kepada debitur agar : betul-betul
menjalankan usahanya yang dibiayai dengan kredir itu,
karena bila hal tersebut diabaikan, maka resikonya hak
atas tanah yang dijaminkan akan hilang ; serta betul-
betul memenuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam perjanjian kredit.
C. Pengaturan Hak Jaminan Atas Tanah dalam UUPA .
UUPA telah menggariskan suatu ketentuan bahwa hak
tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna
Bangunan dan Hak Guna Usaha (pasal 25, 33 dan 39). Prinsip-
prinsip yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut :
a. Hak jaminan atas tanah di Negara Indonesia diberi nama
“Hak Tanggungan”, yaitu suatu bentuk lembaga jaminan
baru untuk menggantikan berbagai lembaga jaminan yang
ada menurut ketentuan yang berlaku ;
b. Hak tanggungan ini hanya dapat dibebankan pada Hak
Milik, HGU dan HGB ;
c. Hak Tanggungan ini akan diatur dengan suatu undang-
pundang tersendiri ;
Sebebelum keluarnya Undang-undang mengenai hak
tanggungan peraturan yang berlaku berkaitan dengan hipotik/
Crediet verband antara lain :
a. KUH Perdata Buku II Bab XXI Pasal 1162 – 1232
b. UUPA No. 5 Th . 1960 ;
c. PP No : 10 Th. 1961 jo. PP 24 Th. 1997 ;
d. PMA No. 15 Th. 1961 jo. PMA No. 2/ 1960 tentang
Pendaftaran Hipotik ;
176
D. Hipotik / Credit Verband
1. Subyek Hipotik
a. Pemberi Hipotik : mereka yang berhak sebagai pemegang
hak atas tanah yang dapat dibebani hipotik ;
b. Pemegang Hipotik : pada prinsipnya setiap kreditur bisa
sebagai pemegang hipotik
2. Crediet Verband (CV) :
a. Pemberi Crediet Verband : mereka yang berhak sebagai
pemegang hak atas tanah
b. Pemegang Crediet Verband : berdasarkan Keppres No. 14
Th. 1973 ditetapkan : Bank BNI; BBD ; BRI ; BDN dan
Bank Exim
3. Prosedur Pembebanan Hipotik/ CV:
a. Perjanjian kredit dengan Bank adanya kesanggupan
untuk memberikan jaminan berupa hipotik/ CV yamg
merupakan perjanjian pokok (obligatoir) ;
b. Perjanjian pemberian hipotik/CV yang merupakan
perjanjian tambahan (assesoir) yang dibuat dengan akte
PPAT ;
c. Pendaftaran hipotik/CV ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya ;
Dengan telah didaftarkannya maka lahirlah buku tanah
dan sebagai tanda buktinya dibuatlah sertifikat hipotik/
CV. Mulai saat itu kreditur mempunyai kedudukan
istimewa yakni : droit de preference yaitu hak mendahului
dari kreditur lain yang bukan pemegang hipotik dan droit
de suit, yaitu tanah yang telah jadi jaminan tetap dapat
177
dilelang untuk melunasi utangnya walaupun sudah beralih
kepada pihak lain.
4.Tingkatan Hipotik
Sebidang tanah dapat dibebani dengan beberapa hipotik atau
dapat dijadikan jaminan untuk beberapa kreditur, sehingga
dikenal tingkatan hipotik dan pemegang hipotik I, II, III
dst.nya
6. Peralihan Hipotik/ CV
Sebagai suatu hak atas harta kekayaan hipotik/CV dapat
diperalihkan. Peralihan hak ini tidak boleh secara mandiri
tanpa memperalihkan piutangnya ;
7. Peralihan Hak Tanahnya
Peralihan hak dapat dilakukan atas seijin dari preditur.
8. Surat Kuasa Memasang Hipotik/CV
Surat Kuasa Memasang Hipotik kepada Kreditur harus dibuat
secara otentik, sedang untuk CV dapat di bawah tangan ;
9. Esekusi Hipotik /CV:
Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur berhak
melakukan eksekusi atas tanah yang dijadikan jaminan.
9. Hapusnya Hipotik
a. Karena hapusnya perikatan pokok ;
b. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang ;
c. Karena hapusnya hak atas tanahnya ;
F. Pengaturan jaminan kredit dalam UU No. 4 Th. 1996
178
Pelaksanaan jaminan kredit berdasarkan UU No. 4 Th. 1996
tentang Hak Tanggungan, sebetulnya tidak ada perbedaan yang
berarti dibandingkan dengan hipotik, yakni :.
1. Perjanjian pemberian hipotik oleh PPAT dirubah/ diganti
menjadi Akte Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ;
2. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dirubah/ diganti
menjadi Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten/ Kotamadya
3. Pencatatan APHT pada Kantor Pertanahan ditentukan selama
satu minggu
4. Kantor Pertanahan Nasional mengeluarkan Akte Hak
Tanggungan
5. Prosedur dalam UU, sampai adanya penghapusan Akte Hak
Tanggungan yakni apabila pembayaran kredit sudah selesai
tanpa adanya wanprestasi, akte hak tanggungan dihapus dari
catatan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan Nasional
XII. Aspek Hukum Rumah Susun di Indonesia.
179
A. Pendahuluan
Pengadaan rumah susun dilakukan karena semakin
meningkatnya jumlah penduduk diperkotaan, sedangkan
lahan yang tersedia semakin sempit. Dengan pembangunan
rumah susun berdasarkan konsep condiminium (pemilikan
bersama) dapat mengatasi tempat tinggal para warganya,
karena rumah susun yang dibangun secara vertikal dan
horizontal.
Dengan pembangunan rumah susun yang secara vertikal
dan horizontal tersebut akan tercapai peningkatan daya guna
dan hasil guna tanah, dan dapat memberikan fasilitas
perumahan bagi masyarakat ekonomi lemah. Dengan lahan
yang terbatas terutama dikota-kota besar seperti Jakarta
sebagai ibukota, kota-kota propinsi bahkan mungkin ibukota
kabupaten/ kotamadya, dengan membangun perumahan
secara vertikal dan horizontal dapat mengatasi perumahan
penduduk yang relatif padat bahkan mungkin sangat padat.
Pembangunan rumah susun berdasarkan UU No. 16 Th
1985 tentang UURS , yang dilengkapi dengan PP No. 4 Th.
1988 tentang Rumah Susun , Peraturan Kepala BPHN No. 2
Th. 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta
Pendaftaran Akte Pemisahan Rumah Susun dan Peraturan
Kepala BPHN Tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan
Buku Tanah serta Penerbitan Hak Milik atas Satuan umah
Susun . UU No. 20 Th. 2011 tentang RUSUN (peruhahan)
1. Pengertian Rumah Susun
180
Menurut pasal 1 angka 1 UURS : Rumah susun adalah bangunan
gedung bertingkat, yang dibangun dalam satu lingkungan, yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah vertikal dan horisontal dan merupakan
satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah terutama, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama .29
“Bagian bersama” adalah bagian-bagian dari rumah susun yang
dimiliki bersama secara tidak terpisah oleh semua pemilik
satuan rumah susun (SRS) dan diperunukkan pemakaian
bersama, seperti lift, tangga, lorong, pondasi, kolom, balok,
dinding, lantai, atap, talang air, selasar, saluran-saluran, pipa-
pipa, jaringan listri, gas, dan telekommunikasi serta ruang untuk
umum.
“Tanah bersama” adalah sebidang tanah tertentu di atas mana
bangunan rumah susun berdiri, yang sudah pasti status haknya,
batas-batas dan luasnya/ Tanah tersebut bukan milik para
pemilik SRS yang ada dilantai dasar, melainkan milik bersama.
“Benda bersama” adalah benda-benda dan bangunan-bangunan
yang bukan merupakan bagian dari bangunan gedung rumah
susun yang bersangkutan, tetapi di atas “tanah bersama” dan
diperuntukan bagi pemakaian bersama, seperti bangunan
tempat ibadah, lapangan parkir, tanaman, tempat bermain dan
29 Pasal a ayat (1) Undang-undang No. 16 Th. 1985 tentang Rumah Susun
181
lain-lainnya. Benda-benda dan bangunan-bangunan tersebut
juga merupakan milik bersama yang tidak terpisahkan dari
semua pemilik SRS.
Satuan Rumah Susun harus mempunyai sarana penghubung ke
jalan umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui satuan
rumah susun milik orang lain.30
2. Landasan dan Tujuan Pembangunan Rumah Susun .
a. Landasan Pembangunan Rumah Susun
Pembngunan rumah susun berlandaskan pada asas
kesejahteraan keadilan dan pemerataan, serta keserasian
dan keseimbangan dalam perikehidupan31. Asas
kesejahteraan umum dipergunakan sebagai landasan
pembangunan rumah susun dengan maksud untuk
mewujudkan kesejahteraan lahir bathin bagi seluruh
rakyat Indonesia serta adil dan merata berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, melalui
pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan
dasar bagi setiap warga Negara Indonesia dan keluarganya.
Selanjutnya mengenai asas keadilan dan pemerataan
memberikan landasan agar pembangunan rumah susun
dapat dinikmati secara merata dan tiap-tiap warga Negara
dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan
yang layak. Sedangkan asas keserasian dan keseimbangan
dalam peri kehidupan mewajibkan adanya keserasian dan
30 Penjelasan pasal 1 ayat (2) UU No. 16 Th. 1985 tentang rumah susun 31 Pasal 2UU No. 16 Th. 1985 tentang Rumah Susun
182
keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dalam
pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya
kesenjangan-kesenjangan sosial. 32
b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan Rumah Susun, bertujuan tujuan untuk 33:
1). memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat,
terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah, yang menjamin kedpastian hukum dalam
pemanfatannya ;
b). meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah
perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber
daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang
lengkap, serasi dan seimbang ;
Yang dimaksudkan dengan perumahan yang layak adalah
perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknik,
kesehatan, keamanan, keselamatan, dan norma-norma
sosial budaya.
Mengenai peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di
daerah perkotan harus sesuai dengan tata ruang kota dan
tata daerah serta tata guna tanah demi keserasian dan
keseimbangan. Selanjutnya pembangunan rumah susun
untuk kepentingan bukan hunian, harus mendukung
berfungsinya pemukiman dan dapat memberikan
kemudahan-kemudahan bagi kehidupan masyarakat.
32Penjelasan Pasal 2 UU No. 16 Th. 1985 tentang Ruman Susun 33 Pasal 3 UU No.16 th. 1985 tentang Rumah Susun
183
3. Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun
Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun, berupa : Arah
kebijaksanan , wewenang dan tanggung jawab, rumah susun
untuk hunian dan bukan hunian 34.
Arah kebijaksanaan menentukan, tentang pengaturan kebijakan
pembinaan runah susun diarahkan untuk dapat meningkatkan
usaha pembangunan perumahan dan pemukiman yang
fungsional bagi kepentgingan rfakyat banyak , untuk :
a. mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan
pengembangan pembangunan daerah perkotaan kea rah
vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh ;
b. meningkatkan optimasi sumber daya tanah perkotaan
c mendorong pemukiman yang berkepadatan tinggi.
Landasan pengaturan dan pembinaan rumah susun adalah
berupa :
a. Kebijaksanan umum
b. Kebijaksanaan tehnis dan kebijaksanaan operasional yang ljbb
./.
[[ovgc;lpp-f;digariskan oleh masing-masing Instansi yang
berwenang.
Mengenai kebijaksanaan umum, yakni penyusunan rencana
jangka panjang dan jangka pendek pembangunan rumah susun
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan
berdasarkan kebijaksanaan dan Pedoman Pemerintah Pusat.
34 Pasal 2-7 PP No. 4 Th. 1988 tentang Rumah Susun
184
Sedangkan terkait dengan kebijaksanaan teknis dan
kebijaksanaan operasional, adalah pengaturan dan pembinaan
rumah susun meliputi ketentuan-ketentuan mengenai
persyaratan teknis dan administratif pembangunan rumah
susun, izin layak huni, pemilikan satuan rumah susun,
penghunian, pengelolaan dan tata cara pengawasannya.
Pembangunan rumah susun pengembangannya adalah
merupakan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Untuk menjalankan tugas tersebut dilakukan oleh Menteri yang
ditunjuk. Sedangkan pembinaan yang bekarakterisik local dan
berfhubungan dengan tata kota ddan tata daerah menjadi
wewenag dan tanggung jawab Pemda sesuai UU No. 32 Th. 2004
B. Pembangunan Rumah Susun
1. Pelaksana pembangunan rumah susun.
Rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan
kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan
rendah. Pembangunan rumah susun dapat
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah, Koperasi dan Badan Usaha Milik Swasta yang
bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat 35
2. Status tanah untuk pembangunan rumah susun .
Pembangunan rumah susun hanya dapat dibangun di atas
tanah hak milik , hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah
Negara atau hak pengelolaan . Dalam hal penyelenggarakan
35 PAsal 5 UU No. 16 Th. 1986 tentang Rumah Susun
185
pembangunan rumah susun di atas tanah hak pengelolaan
wajib menyelesaikan status hak guna bangunan, sebelum
menjual satuan rumah susun (sarusun) ybs. Penyelenggaraan
pemabangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan
dan bagian bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang
disahkan oleh instansi yang berwenang.
3. Persyaratan Tehnis dan Administratif Pembangunan Rumah
Susun .
Secara umum bahwa persyaratan teknis yakni di dalam
perencanaan harus dapat dengan jelas ditentukan dan
dipisahkan masing-masing satuan rumah susun serta nilai
perbandingan proporsionalnya. Namun juga memperhatikan
persyaratan teknis bangunan yakni persyaratan mengenai
struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan lain-lain yang berhubungan dengan
rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan
fasilitas lingkungan, yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan serta disesuaikan dengan kebutuhan
dan perkembangan.
Selanjutnya yang dimaksud dengan nilai perbandingan
proporsional adalah angka yang menunjukkan perbandingan
antara satuan rumah susun terhadap hak-hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama dihitung
berdasakan luas atau nilai satuan rumah susun yang
bersangkutan terhadap jumlah luas bangunan atau nilai rumah
susun secara keseluruhan pada waktu penyelenggaraan
186
pembangunan untuk pertama kali memperhitungkan biaya
pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan
harga jualnya.
Mengenai rencana yang menunjukkan satuan rumah
susun, harus berisi rencana tapak beserta denah dan potongan
yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertical dan
horizontal dari satuan rumah susun yang dimaksud.
Selanjutnya pemilikan bersama harus digambarkan secara jelas
dan mudah dimengerti oleh semua pihak dan ditunjukkan
dengan gambar dan uraian tertulis yang terperinci.
Disamping persyaratan secara umum, dalam
pembangunan rumah susun juga harus memenuhi
persyaratan teknis dan administratif yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah. 36
Mengenai persyaratan teknis, meliputi :
a. Ruang .
Semua ruang yang dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari
harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak
langsung dengan udara luar dan pencahayaaan langsung
maupun tidak langsung secara alami dalam jumlah yang
cukup, sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Selanjutnya
dalam hal hubungan langsung maupun tidak langsung
dengan udara luar dan pencahayaan langsung maupun tidak
langsung secara alami, tidak mencukupi atau tidak
36 Pasal 8 -34 PP No. 4 Th. 1988 tentang Rumah Susun
187
memungkinkan harus diusahakan adanya pertukaran udara
dan pencahayaan buatan yang dapat bekerja terus menerus
selama ruangan tersebut dipergunakan, sesuai dengan
persyaratan yang berlaku.(pasal 11)
b. Struktur, Komponen dan Bahan Bangunan.
Rumah susun harus direncanakan dan dibangun dengan
struktur, komponen dan penggunaan bahan bangunan yang
memenuhi persyaratan konstruksi sesuai dengan standar
yang berlaku.
Mengenai struktur, komponen dan penggunaan bangunan
rumah susun harus diperhitungkan kuat dan tahan
terhadap :
1). Beban mati ;
2). Beban bergerak ;
3). Gempa, hujan, angin, banjir ;
4). Kebakaran dalam waktu yang diperhitungkan cukup
untuk usaha pengamanan dan penyelamatan ;
5). Daya dukung tanah ;
6). Kemungkinan adanya beban tambahan, baik dari arah
vertikal maupun horizontal ;
7). Gangguan/ perusak lainnya, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
c. Kelengkapan rumah susun
Rumah susun harus dilengkapi dengan :
188
1). Jaringan air bersih yang memenuhi persyaratan
mengenai perpipaan dan perlengkapannya termasuk
meter air, pengatur tekanan air, dan tangki air dalam
bangunan ;
2). Jaringan listrik yang memenuhi persyaratan mengenai
kabel dan perlengkapannya, termasuk meter listrik
dan pembatas arus, serta pengamanan terhadap
kemungkinan timbulnya hal-hal yang
membahayakan ;
3). Jaringan gas yang memenuhi persyaratan beserta
perlengkapannya termasuk meter gas, pengatur arus,
serta pengaman terhadap kemungkinan timbulnya
hal-hal yang membahayakan ;
4). Saluran pembuangan air hujan yang memenuhi
penyaratan kualitas, kuantitas dan pemasangan ;
5). Saluran pembuangan air limbah yang memenuhi
persyaratan kualitas, kuantitas dan pemasangan ;
6). Saluran dan/ atau tempat pembuangan sampah yang
memenuhi persyaratan terhadap kebersihan,
kesehatan dan kemudahan ;
7). Tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan
telepon dan alat komunikasi lainnya ;
8). Alat transportasi yang berupa tangga, lift atau
eskalator sesuai dengan tingkat keperluan dan
persyaratan yang berlaku ;
9). Pintu dan tangga darfurat kebakaran ;
10). Tempat jemuran ;
189
11). Alat pemadam kebakaran ;
12). Penangkal petir ;
13). Alat/ system alarm ;
14). Pintu kedap asap pada jarak-jarak tertentu ;
15). Generator listrik disediakan untuk rumah susun yang
menggunakan lift. (pasal 14)
Bagaian-bagian dari kelengkapan seperti tersebut di atas
yang merupakan hak bersama harus ditempatkan
didinding dan dilindungi untuk menjamin fungsinya
sebagai bagian bersama dan mudah dikelola.
d. Satuan rumah susun (sarusun).
Satuan rumah susun (sarusun) harus mempunyai ukuran
standar yang dapat dipertanggung-jawabkan dan
memenuhi persyaratan sehubungan dengan fungsi dan
penggunaannya serta harus disusun dan dikoordinasikan
untuk dapat mewujudkan suatu keadaan yang dapat
menunjang kesejahteraan dan kelancaran bagi penghuni
dalam menjalankan kegiatan sehari-hari untuk hubungan
kedalam atau keluar (psl. 16 )
e. Bagian bersama dan benda bersama
Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum,
ruang tangga, lift, selasar harus mempunyai ukuran yang
mempunyai persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan
untuk dapat memberikan kemudahan bagi penghuni
dalam melakukan kegiatan sehari-hari baik dalam
190
hubungan sesama penghuni, maupun dengan pihak-pihak
lain, dengan memperhatikan keserasian, keseimbangan
dan keterpaduan. (pasal 20)
Selanjutnya benda bersama tersebut harus
mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas yang
memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan
untuk dapat memberikan keserasian lingkungan guna
menjamin keamanan dan kenikmatan para penghuni
maupun pihak-pihak lain, dengan memperhatikan
keselarasan, keseimbangan dan keterpaduan (pasal 21)
f. Lokasi pembangunan rumah susun.
1). Dalam pembangunan rumah susun harus dibangun di
lokasi yang sesuai dengan peruntukan dan keserasian
lingkungan dengan memperhatikan rencana tata
ruang dan tata guna tanah yang ada.
2). Dibangun pada lokasi yang memungkinkan
berfungsinya dengan baik saluran-saluran
pembuangan dalam lingkungan ke system jaringan
pembuangan air hujan dan jaringan air limbah kota.
3). Mengenai lokasi pembangunan rumah susun harus
mudah dicapai angkutan yang diperlukan, baik
langsung maupun tidak langsung pada waktu
pembangunan maupun penghunian serta
perkembangan di masa mendatang, dengan
memperhatikan kemanan, ketertiban dan gangguan
pada lokasi sekitarnya.
191
4). Lokasi rumah susun harus dijangkau oleh pelayanan
jaringan air bersih dan listrik ;
5). Apabila lokasi tersebut belum dapat dijangkau oleh
pelayanan jaringan air bersih dan listrik,
penyelenggara pembangunan wajib menyediakan
secara tersendiri sarana air bersih dan listrik sesuai
dengan tingkat keperluannya, dan dikelola
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
g. Kepadatan dan Tata Letak Bangunan
Dalam pembangunan rumah susun, hendaknya
memperhatikan kepadatan bangunan dalam lingkungan,
yakni harus memperhitungkan dapat dicapainya optimasi
daya guna dan hasil guna tanah sesuai dengan fungsinya,
dengan memperhatikan keserasian dan keselamatan
lingkungan sekitarnya, berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (pasal 23). Oleh karenanya tata
letak bangunan harus menunjang kelancaran kegiatan
sehari-hari dengan mempertimbangkan keserasian,
keseimbangan dan keterpaduan. Disamping iitu juga tata
letak bangunan harus memperhatikan penetapan batas
pemilikan tanah bersama, segi-segi kesehatan,
pencahayaan, pertukaran udara, serta pencegahan dan
pengamanan terhadap bahaya yang mengancam
keselamatan penghuni, bangunan, dan lingkungannya
192
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. (pasal 24).
h. Prasarana Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan
prasarana lingkungan yang berfungsi sebagai penghubung
untuk keperluan kegiatan sehari-hari bagi penghuni, baik
ke dalam maupun ke luar dengan penyediaan jalan
setapak, jalan kendaraan, dan tempat parkir. Dalam
penyediaan prasarana lingkungan, harus
mempertimbangkan kemudahan dan keserasian hubungan
dalam kegiatan sehari-hari dan pengamanan bila terjadi
hal-hal yang membahayakan, serta struktur, ukuran, dan
kekuatan yang cukup sesuai dengan fungsi dan
penggunaan jalan tersebut (psl.25)
Di dalam lingkungan rumah susun harus pula dilengkapi
dengan prasarana lingkungan dan utilitas umum yang
sifatnya menunjang fungsi lainnya yang meliputi :
1). Jaringan distribusi air bersih, gas, dan listrik dengan
segala kelengkapannya termasuk kemungkinan
diperlukannya tangki-tangki air, pompa air, tangki
gas dan gardu-gardu listrik ;
2). Saluran pembuangan air hujan yang menghubungkan
pembuangan air hujan dari rumah susun ke system
jaringan pembuangan air ;
3). Saluran pembuangan air limbah dan/ atau tangki
septic yang menghubungkan pembuangan air limbah
193
dari rumah susun ke system jaringan air limbah kota,
atau penampungan air limbah tersebut ke dalam
tangki septic dalam lingkungan.
4). Tempat pembuangan sampah yang fungsinya adalah
sebagai tempat pengumpulan sampah dari rumah
susun untuk selanjutnya dibuang ke tempat
pembuangan sampah kota, dengan memperhatikan
faktor-faktor kemudahan pengangkutan, kesehatan,
kebersihan dan keindahan ;
5). Kran-kran air untuk pencegahan dan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran yang dapat menjangkau
semua tempat dalam lingkungan dengan kapasitas air
yang cukup untuk pemadam kebakaran ;
6). Temapt parfkir kendaraan dan/ atau penyimpanan
barang yang diperhitungkan terhadap kebutuhan
penghuni dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya
sesuai dengan fungsinya ;
7). Jaringan telepon dan alat komunikasi lain sesuai
dengan tingkat keperluannya. (pasal 26).
i. Fasilitas lingkungan
Dalam rumah susun dan lingkungannya harus disediakan
ruangan-ruangan dan/ atau bangunan untuk tempat
berkumpul, melakukan kegiatan masyarakat, tempat
bermain bagi anak-anak, dan kontak lainnya, sesuai
dengan standar yang berlaku.(pasal 27) Selain hal tersebut
di atas, harus disediakan pula ruangan dan/ bangunan
194
untuk pelayanan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan
standar yang berlaku (pasal 28).
Persyaratan administratif
1). Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan
dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan
oleh Pemerinah Daerah sesuai dengan
peruntukannya. Persyaratan mengenai perizinan
usaha dari perusahaan pembangunan perumahan,
izin lokasi, dan/atau izin peruntukannya, perizinan
mendirikan bangunan (IMB) ;
2). Perizinan diajukan oleh penyelenggara pembangunan
kepada Pemerintah Daerah dengan melampirkan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a). sertifikat hak atas tanah ;
b). fatwa peruntukan tanah ;
c). rencana tapak ;
d). gambar rencana arsitektur yang memuat denah
potongan beserta pertelaannya yang
menunjukkan dengan jelas secara vertikal dan
horizontal dari satuan rumah susun ;
e). gambar rencana struktur beserta
perhitungannya ;
f). gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas
bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama ;
195
g). gambar rencana jaringan dan instalasi beserta
perlengkapannya.
Setelah memperoleh izin, penyelenggara
pembangunan wajib meminta pengesahan dari
Pemerintah Daerah atas pertelaaan yang
menunjukkan batas yang jelas dari masing-masing
satuan rumah susun, bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama beserta uraian nilai
perbandingan proporsionalnya (pasal 31);
Dalam hal terjadi perubahan rencana
peruntukan dan pemanfaatan rumah susun, harus
mendapat izin dari Pemerintah Daerah sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dan telah memperoleh
pengesahan atas perubahan dimaksud serta
pertelaannya dan uraian nilai perbandingan
proposionalnya. Untuk perubahan rencana
peruntukan dan pemanfaatan suatu bangunan
gedung bertingkat menjadi rumah susun, harus
mendapat izin dari Pemerintah Daerah ; Sedangkan
apabila perubahan terjadi pada saat pelaksanaan
pembangunan, penyelenggara pembangunan wajib
meminta izin dan pengesahan terhadap perubahan
yang dimintakan kepada instansi yang berwenang.
Namun dalam hal terjadi perubahan struktur
bangunan dan instalasi terhadap rumah susun yang
telah dibangun, pemilik wajib meminta izin dan
196
pengesahan mengenai perubahan tersebut kepada
intansi yang berwenang.
C. Izin Layak Huni
1. Penyelenggara pembangunan rumah susun wajib
mengajukan permohonan izin layak huni setelah
menyelesaikan pembangunannya sesuai dengan perizinan
yang telah diberikan dengan menyerahkan gambar-gambar
dan ketentuan teknis yang terperinci. Berdasarkan
permohonan tersebut Pemda memberikan izin layak huni
setelah diadakan pemeriksaan terhadap rumah susun yang
telah selesai dibangun berdasarkan persyaratan dan
ketentuan perizinan yang telah diterbitkan. Selanjutnya
penyelenggara wajib menyerahkan dokumen-dokumen
perizinan beserta gambar-gambar dan ketentuan-ketentuan
tehnis yang terperinci kepada perhimpunan penghuniyang
telah dibentuk beserta :
a. Tata cara pemanfaatan / penggunaan, pemeliharaan,
perbaikan dan kemungkinan-kemungkinan dapat
diadakannya perubahan pada rumah susun maupun
lingkungannya ;
b. Uraian dan catatan singkat yang bersifat hal-hal khusus
yang perlu diketahui oleh para penghuni, pemilik,
pengelola, dan pihak-pihak lain yang bekepntingan
(pasal 35 PP )
197
Dalam hal izin layak huni tidak diberikan, penyelenggara
pembangunan rumah susun dapat mengajukan keberatan
kepada Gubernur Kepala Daerah Tk.I yang akan
memberikan keputusan mengikat. (pasal 36 PP).
Mengenai tata cara perizinan diatur dalalam peraturan
Daerah, yang berlaku setelah mendapat pengesahan dari
pejabat yang berwenang.
E. Kepemilikan Satuan Rumah Susun
Satuan rumah susun dapat dimiliki oleh perseorangan atau
badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak
atas tanah. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik
atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik
atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama yang kesemuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan
yang bersangkutan. Hak atas bagian bersama, benda bersama
dan hak atas tanah bersama didasarkan atas luas atau nilai
satuan rumah susun yang bersangkutan tersebut diperoleh
pemiliknya yang pertama. (pasal 8 UURS)
Batas – batas kepemilikan satuan rumah susun sebagai berikut :
1. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi hak pemilikan
perseorangan yang digunakan secara terpisah, hak bersama
atas bagian-bagian bangunan, hak bersama atas benda, hak
bersama atas tanah, semuanya merupakan satu kesatuan hak
yang secara fungsional tidak terpisahkan ;
198
2. Hak pemilikan perseorangan, merupakan ruangan dalam
bentuk geometric tiga dimensi yang tidak selalu dibatasi oleh
dinding ;
3. Dalam hal ruangan dibatasi dinding, permukaan bagian
dalam dari dinding pemisah, permukaan bagian bawah dari
langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari lantai
terstruktur, merupakan batas pemilikannya ;
4. Dalam hal ruangan sebagian tidak dibatasi dinding, batas
permukaan dinding bagian luar yang berhubungan langsung
dengan udara luar yang ditarik secara vertikal merupakan
kepemilikannya ;
5. Dalam hal ruangan keseluruhannya tidak dibatasi dinding,
garis batas yang ditentukan dan ditarik secara vertikal yang
penggunaannya sesuai dengan peruntukannya, merupakan
batas kepemilikannya ; (pasal 41 PP)
Sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun
diterbitkan sertifikat Hak milik Satuan rumah susun
(HMSRS)
Sertifikat hak milik atas atas satuan rumah susun terdiri atas :
a. Salinan buku tanah dan surat ukur atas Hak Tanah
Bersama ;
b. Gambar denah tingkat rumah susun ybs., yang
menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki ;
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama ybs.
199
Terhadap hak milik satuan rumah susun dapat beralih
dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak .
Selanjutnya untuk pengalihkan dilakukan dengan akta PPAT
dan didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/
Kotamadya (pasal 10 UURS).
Dalam pemindahan hak milik atas satuan rumah susun, dan
pendaftaran peralihannya dilakukan dengan menyampaikan :
a. Akta PPAT atau Berita Acata Lelang ;
b. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang
bersangkutan ;
c. Anggaran Dasar rumah Tangga himpunan penghuni ‘
d. Surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pemindahan hak.
Dalam hal pewarisan hak milik atas satuan rumah susun,
pendaftaran perfalihan haknya dilakukan dengan
menyampaikan :
a. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun ;
b. Surat keterangan kematian pewaris ;
c. Surat wasiat atau surat keterangan waris sesuai dengan
keteranganhukum yang berlaku
d. Bukti kewarganegaraan ahli waris ;
e. Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan
penghuni ;
f. Surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pewarisan (pasal
42 PP).
200
Pemerintah memberikan kemudahan bagi golongan
masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh dan
memiliki satuan rumah susun . Untuk memperoleh satuan
rumah susun bagi golongan berpenghasilan rendah diatur
dengan Peraturan pemerintah (pasal 11 UURS). Hal tersebut
juga dipertegas lagi dalam pasal 53 PP No. 4 Th. 1998, yakni
kepada golongan masyarakat yang benghasilan rendah yang
berkehendak untuk memiliki rumah susun sederhana dapat
dibrikan kemudahan baik langsung maupun tidak langsung.
Mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pembangunan perumahan
dan Menteri lain yang terkait serta Pemerintah Daerah yang
bersangkutan sesuaui dengan tugas masing-masing.
F. Pembebanan dengan Hipotik (sekarang Hak Tanggungan) dan
Fidusia.
Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta
benda-benda lainnya yang merupakan satu-kesatuan dengan
tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
a. Dibebani hipotik (hak tanggungan), jika tanahnya hak milik
atau hak guna bangunan . Hak Tanggungan diatur dalam UU
No. 4 Th. 1996 tentang Hak tanggungan ;
b. Dibebani Fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah
Negara . Fidusia diatur dalam UU No. 42 Th. 1999 tentang
Jaminan Fidusia.
201
Hipotik (hak tanggungan) atau fidusia dapat juga dibebankan
atas tanah beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai
jaminan pelunasan kredit untuk membiayai pembangunan
rumah susun yang telah direncanakan di atas tanah yang
bersangkutan dan yang pembebanan kreditnya dilakukan
secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan
rumah susun tersebut. (Pasal 12 UURS)
Dengan demikian, maka hak milik atas satuan rumah susun
dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
a). dibebani hipotik (hak tanggungan), jika tanahnya hak milik
atau hak guna bangunan ;
b). dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah
Negara ; (pasal 13 UURS)
Pemberian hipotik (hak tanggungan) dilakukan dengan akta
PPAT, dan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan
kabupaten/ Kodya untuk dicatat pada buku tanah dan
sertifikat tanah yang bersangkutan. Untuk pendaftaran
hipotik (tanggungan) ke Kantor Pertanahan, sesuai pasal 43
PP, dilampirkan :
a. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang
bersangkutan ;
b. Akta pembebanan hipotik (hak tanggungan) ;
c. Surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pembebanan
Dalam akte hipotik (akta hak tanggungan) dapat
dicantumkan janji-janji yang berlaku juga bagi pihak ketiga.
Sebagai tanda bukti adanya hipotik (hak tanggungan)
202
diterbitkan sertifikat hipotik (sertifkat hak tanggungan), yang
terdiri dari salinan buku tanah hipotik (hak tanggungan) dan
salinan akta PPAT. Tanggal buku tanah hipotik (hak
tanggungan) adalah tanggal yang ditetapkan 7 (tujuh) hari
setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang
diperlukan bagi pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten/ Kotamadya yang bersangkutan, atau jika hari ke
tujuh itu jatuh hari libur, maka buku tanah yang
bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Sertifikat hipotik (hak tanggungan) mempunyai kekuatan
eksekutorial dan dapat dilaksanakan sebagai putusan
pengadilan, (pasal 14 UURS). Selanjutnya sertifikat hipotik
(hak tanggungan) yang bersangkutan dapat diserahkan
kepada kreditur atas persetujuan yang berhak (pasal 44 PP)
Pemberian fidusia dilakukan dengan akta PPAT dan wajib
didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya
untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat hak yang
bersangkutan (pasal 15 UURS). Namun setelah keluarnya
Undang-Undang Jaminan Fidusia maka pendaftaran Akta
Fidusia adalah ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai pasal 12
ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusian (UUJF) No. 42 Th.
1999
Dalam hal terjadi pembebanan atas satuan rumah susun,
pendaftaran hipotik (hak tanggungan) atau fidusia dilakukan
dengan menyampaikan (pasal 43 PP):
a. Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang
bersangkutan ;
203
b. Akta pembebanan fidusia ;
c. Surat-surat lainnya yang diperlukan untuk pembebanan
Setelah menerima berkas-berkas pendaftaran , Kantor
Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya, membukukan dan
mencatat peralihan hak tersebut dalam Buku Tanah dan pada
serifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan
untuk diberikan sertifikat kepada yang berhak.
Dalam pemberian hipotik (hak tanggungan) atau fidusia dapat
diperjanjikan bahwa pelunasan hutang yang dijamin dengan
hipotika (hak tanggungan) atau fidusia itu dapat dilakukan
secara angsuran sesuai dengan tahap penjualan satuan rumah
susun, yang besarnya sebanding dengan nilai satuan yang
terjual. Dalam hal pembayaran dilakukan pelunasan, maka
satuan rumah susun yang harganya telah dilunasi tersebut
bebas dari hipotik (hak tanggungan) atau fidusia yang semula
membebaninya. (pasl 16 UURS)
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hipotik (hak
tanggungan) atau fidusia eksekusi hipotik (hak tanggungan)
atau fidusia yang bersangkutan dapat dilaksanakan di bawah
tangan jika dengan cara demikian akan dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Mengenai
pelaksanaan penjualan, baru dapat dilakukan setelah lewat
satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dan diumumkan dalam dua surat
kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan, dan/ atau
204
media masa cetak setempat , tanpa ada pihak yang
menyatakan keberatan. (pasal 17 UURS
G. Perubahan dan Penghapusan Hak Kepemilikan
Pembangunan beberapa rumah susun yang direncanakan
pada sebidang tanah dengan system pemilikan perseorangan
dan hak bersama, dan telah mendapat izin dapat dilaksanakan
secara bertahap sepanjang tidak mengubah nilai perbandingan
proporsionalnya. (pasal 46 PP) . Namun dalam hal terjadi
perubahan rencana dalam pembangunan untuk tahap
berikutnya, yang mengakibatkan kenaikan nilai perbandingan
proporsionalnya, perubahan tersebut oleh penyelenggara
pembangunan harus diberitahukan kepada perhimpunan
penghuni, dan dalam tersebut diadakan perhitungan kembali.
Selanjutnya dengan adanya perubahan tersebut mengakibatkan
penurunan nilai perbandingan proporsionalnya, perubahan
tersebut oleh penyelenggara pembangunan harus dimintakan
persetujuan kepada perhimpunan penghuni , dan dalam hal
tersebut diadakan perhitungan kembali, Terhadap perubahan
tersebut harus disahkan kembali oleh Pemerintah Daerah dan
didaftarkan kembali ke Kantor Pertanahan Kab/ Kodya. Apabila
perhimpunan penghuni tidak memberikan persetujuan,
penyelenggara pembangunan dapat mengajukan keberatan-
keberatan kepada Pemda dan dalam jangka waktu 30 hari
Pemda memberikan keputusan terakhir dan mengikat. Apabila
205
perubahan tidak jadi dilaksanakan penyelenggara pembangunan
wajib memperhitungkan kembali nilai perbandingan
proporsionalnya sebagaimana semula, dan dimintakan
pengesahan serta didaftarkan kembali (pasal 47 PP)
Apabila terjadi rencana perubahan fisik rumah susun yang
mengakibatkan perubahan nilai perbandingan proporsional
harus mendapat persetujuan dari perhimpunan penghuni.
Selanjutnya persetujuan perhimpunan penghuni dipergunakan
sebagai dasar di dalam membuat akta perubahan pemisahan.
Akta perubahan pemisahan memuat perubahan-perubahan
dalam pertelaaan yang mengandung perubahan nilai
perbandingan proporsional. Akta perubahan pemisahan harus
didaftarkan pada kantor Pertanahan Kabupaten atau
Kotamadya untuk dijadikan dasar dalam mengadakan
perubahan dalam buku tanah dan sertifikat-sertifikat hak milik
satuan rumah susun yang bersangkutan (psl 48 PP).
Dalam hal terjadi perubahan atas satuan rumah susun yang
dimiliki oleh perseorangan secara terpisah perubahan tersebut
tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya .
Perubahan tersebut harus diberitahunan kepada perhimpunan
penghuni dan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh perhimpuan penghuni serta persyaratan
teknis pembangunan lainnya yang berlaku. (pasal 49 PP).
Hak milik satuan rumah susun hapus karena :
206
1). Hak atas tanahnya hapus menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku ;
2). Tanah dan bangunannya musnah ;
3). Terpenuhinya syarat batal ;
4). Pelepasan hak secara sukarela (pasal 50 PP).
Apabila hak milik atas satuan rumah susun hapus, karena tanah
dan bangunanya musnah, dan terpenuhinya syarat batal, setiap
pemilik hak atas satuan rumah susun berhak memperoleh
bagian atas milik bersama terhadap bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama sesuai dengan nilai perbandingan
proporsionalnya dengan melihat kenyataan yang ada. (pasal
51) .
Sebelum Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Negara yang
di atasnya berdiri rumah susun haknya berakhir, para pemilik
melalui perhimpunan penghuni mengajukan permohonan
perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah tersebut sesuai
dengan perundangan yang berlaku. (pasal 52).
H. Penghunian dan Pengelolan Satuan Rumah Susun
1. Penghunian Rumah Susun
Satuan rumah susun yang telah dibangun baru dapat dijual
untuk dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni
dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan (pasal 18)
Penghuni rumah susun, wajib membentuk Perhimpunan
Penghuni untuk mengurus kepentingan bersama para
207
pemilik / penghuni rumah susun .Terhadap perhimpunan
penghuni tersebut dapat diberi kedudukan sebagai badan
hukum. Perhimpunan penghuni tersebut mempunyai
kewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para
pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan
dan penghuniannya. Selanjutnya untuk dapat menjalankan
tugas tersebut perhimpunan penghuni dapat membentuk
atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk
menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan
penggunaan bagian bersama, benda bersama, tanah
bersama, dan pemelihaan serta perbaikannya (pasal 19)
Para penghuni dalam lingkungan rumah susun baik untuk
hunian maupun bukan untuk hunian, wajib membentuk
perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus
kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai
pemilikan, penghunian dan pengelolaanya. Pembentukan
perhimpunan penghuni dilakukan dengan pembuatan Akta
yang disyahkan oleh Bupati atau WalikotamadyaKepala
Dati II dan untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh
Gubernur Kepala Daerah Tk.I. Perhimpunan penghuni
dapat mewakili para penghuni dalam melakukan perbuatan
hukum baik ke dalam maupun keluar Pengadilan (pasal 54
PP).
Anggota perhimpunan penghuni adalah subyek hukum
yang memiliki atau memakai, atau menyewa, atau menyewa
beli atau yang memanfaatkan satuan rumah susun
bersangkutan yang berkedudukan sebagai penghuni .
208
Selanjutnya dalam hal perhimpunan penghuni
memutuskan sesuatu yang menyangkut pemilikan rumah
susun dan pengelolaan rumah susun, setiap pemilik hak
atas tanah satuan rumah susun mempunyai suara yang
sama dengan nilai perbandingan proporsional. Dalam hal
perhimpunan penghuni memutuskan yang menyangkut
kepentingan penghunian rumah susun, setiap pemilik hak
atas satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.(pasal 55
PP).
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi :
1). Membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat,
tertib dan aman ;
2). Mengatur dan membina kepentingan penghuni ;
3). Mengelola rumah susun dan lingkungannya ;
4). Menunjuk atau membentuk dan mengawasi badan
pengelola dalam pengelolaan rumah susun dan
lingkungannya ;
5). Menyelenggarakan pembukuan dan administrasi
keuangan secara terpisah sebagai kekayaan
perhimpunan penghuni ;
6). Menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang telah
ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga.(pasal 59 PP) .
Tata tertib penghunian rumah susun disusun berdasarkan :
1). Undang-undang Rumah Susun beserta peraturan
pelaksanaannya ;
2). Peraturan perundang-undangn lain yang terkait ;
209
3). Kepentingan pengelolaan rumah susun sesuai ketentuan-
ketentuan tehnis ;
4). Kepentingan penghuni sehubungan dengan jaminan
hak, kebutuhan-kebutuhan khusus, keamanan, dan
kebebasan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku (pasal 60)
Hak dan kewajiban serta larangan bagi penghuni :
1). Setiap penghuni berhak :
a). memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya
termasuk bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama secara aman dan tertib ;
b). mendapatkan perlindungan sesuai dengan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c). memilih dan dipilih menjadi Anggota Penggurus
perhimpunan Penghuni.
2). Setiap penghuni berkewajiban :
a). mematuhi dan melaksanakan peraturan tata trertib
dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga ;
b). membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi
kebakaran ;
c). memelihara rumah susun dan lingkungannya
termasuk bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama ;
3). Setiap penghuni dilarang :
210
a). melakukan perbuatan yang membahayakan
keamanan, ketertiban, dan keselamatan terhadap
penghuni lain, dan lingkungannya ;
b). mengubah bentuk dan/ atau menambah bangunan
di luar satuan rumah susun yang dimiliki tanpa
mendapat persetujuan perhimpunan penghuni.
(pasal 61 PP)
2. Pengelolaan rumah susun
Pengeloaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan
operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan dan
pembangunan prasarana lingkungan, serta fasilitas social,
bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama (pasal
62 PP). Apabila pengelolaan terhadap rumah susun
tersebut dilakukan oleh penghuni atau pemilik, harus
sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga yang ditetapkan oleh Perhimpunan Penghuni
(pasal 63 PP). Namun pengelolaan terhadap rumah susun
dan lingkungannya dapat dilaksanakan oleh suatu badan
pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh perhimpunan
penghuni (pasal 64 PP). Badan Pengelola yang dibentuk
sendiri oleh perhimpunan penghuni harus dilengkapi
dengan unit organisasi, personil, dan peralatan yang
mampu untuk mengelola rumah susun (pasal 65 PP).
Selanjutnya badan pengelola yang ditunjuk oleh
perhimpunan penghuni harus mempunyai badan hukum
dan professional. (pasal 66 PP). Penyelenggara
pembangunan yang membangun rumah susun wajib
211
mengelola rumah susun yang bersangkutan dalam jangka
waktu sekurang-kurangnya tiga bulan dan paling lama
satu tahun sejak terbentuknya perhimpunan penghuni atas
biaya penyelenggara pembangunan (pasal 67 PP).
Tugas badan pengelola.
Badan pengelola mempunyai tugas :
a. Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan, kebersihan
dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya pada
bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama ;
b. Mengawasi keertiban dan keamanan penghuni serta
penggunaan bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama sesuai dengan peruntukannya ;
c. Secara berkala memberikan laporan kepada
perhimpunan penghuni disertai permasalahan dan usulan
pemecahannya (pasal 68 PP) ;
Mengenai pembiayaan pengelolaan bagian bersama dan
tanah bersama dibebankan kepada penghuni atau pemilik
secara proporsional melalui perhimpunan penghuni (pasal
69 PP). Untuk mengantisipasi kerugian dari kebakaran
Penghimpunan Penghuni harus mengansuransikan rumah
susun terhadap kebakaran (pasl 70).
3.Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perhimpunan
penghuni disusun oleh penghuni yang pertama dipilih, dan
disahkan oleh rapat umum perhimpunan penghui. AD-ART
212
tersebut memuat susunan organisasi, fungsi, tugas pokok, hak
dan kewajiban anggota serta tata tertib penghunian.
I. Pengawasan
Untuk pelaksanaan pengawasan terhadap pembangunan Rumah
Susun dilakukan oleh Pemda.
Tata cara pengawasan dilaksanakan pengaturan dan pembinaan
dalam pembangunan dan pengembangan rumah susun terhadap
persyaratan teknis, yang diatur oleh Menteri Pekerjaan Umum
(pasal 74 PP). Tata cara pengawasan pelaksanaan pengaturan
dan pembinaan dalam pembangunan dan pengembangan rumah
susun terhadap :
a. Persyaratan administratif yang berkaitan dengan perizinan
pembangunan, perizinan layak huni, pembuatan akta
pemisahan, penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah
susun, pembebanan hipotik (hak tanggungan) dan fidusia,
serta segala kediatan yang berkaitan dengan pendaftaran
tanah ;
b. Penghunian dan pengelolaan rumah susun diatur oleh
Mendagri. (pasal 75 PP).
Mengenai tata cara pengawasan pelaksanaan terhadap
pembeian kemudahan di bidang perkreditan dan perpajakan
diatur oleh Menteri Keuangan (pasal 76 PP);
Pelaksanaan pengawasan dilaksanakan oleh Pemda
berdasarkan berdasarkan petunjuk dan pedoman yang
dikeluarkan Menteri Keuangan . Dalam pelaksanaan
pengawasan Pemda diberi wewenang untuk melakukan
213
tindakan penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan ini
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
J. Ketentuan Pidana
Ketentuan Pidana tertuang dalam pasal 21 UU No. 16 Th. 1985
:
a. Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam
pasal 6, pasal 17 ayat (2) dan pasal 18 ayat (1) diancam
dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh)
tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000.000,-
(seratur juta rupiah
a. Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan
pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut di atas
diancam dengan pidana kurungan selama-lama satu
tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah)
214
XIII. Pengertian, Fungsi dan Sejarah Perwakafan .
A. Pengertian Wakaf.
Kata “Wakaf” atau “Wacf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”
yang berarti menahan atau “berhenti”atau “diam di tempat “
atau tetap berdiri. Kata al Waqaf dalam bahasa Arab
mengandung pengertian : Menahan, menahan hata untuk
diwakafkan, tidak dipindah-milikkan. Sedangkan menurut ahli
Fiqh berbeda-beda dalam mendefinisikannya sebagai berikut :
a. Abu Hanifah :
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum,
tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaat
untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan
harta benda wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia
dibenarkan menarik kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si
wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan ahli
warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbangkan manfaat” Oleh karena itu mazhab Hambali
mendefinisikan wakaf adalah “Tidak melakukan suatu
tindakan atas suatu benda yang berstatus tetap sebagai hak
milik, dengan menyedahkan manfaatnya kepada suatu pihak
untuk kebajikan.
b. Mazhab Maliki :
Wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya
atas harta tersebut kepada yang lain, dan wakif berkewajiban
menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik
215
kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat
hartanya untuk dipergunakan oleh mustahiq (penerima
wakaf) walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau
menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti
mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan
lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan
pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu
dari pengunaansecara pemilikan, tetapi membolehkan
pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu
pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap
menjadi milik si wakif.Perwakafan itu berlaku untuk suatu
masa tertentu, dan oleh karenanya tidak boleh disyaratkan
sebagai wakaf kekal.
c. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari
kepemilkan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang
diwakafkan, jika wakif wafat harta yang diwakafkan tidak
dapat diwarisi oleh para para ahli warisnya. Wakif
menyalurkan harta harta yang diwakafkannya kepada mauquf
‘alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat,
dimana wakif idak dapat melarang penyaluran sumbanganya
tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadhi berhak
memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih.
Oleh karena itu mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah
“Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang
216
bestatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”
d. Jumhur Ulama .
Jumhur Ulama termasuk Imam Abu Yusuf dan Muhammad
bin Hasan As Syahbani, ulama Syafi’iyah dan ula Hambaliyah
mendefinisikan bahwa Wakaf adalah “Menahan hak orang
yang berwakaf terhadap hartanya yang telah diwakafkan
dengan tetapnya benda itu, untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan umum dan kebaikan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Hrta yang diwakafkan tidak lagi
menjadi milik wakif. Status harta tersebut menjadi beralih
menjadi milik Allah SWT.yang dipergunakan untuk
kepentingan masyarakat.
e. Peraturan Pemerintah No. 28 Th. 1977.
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum
yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang
berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
f. Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Th. 1991).
Wakaf adalah perbuatan kukum seseorang atau sekelompok
orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari
benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya
guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.
g. UU No. 41 Th. 2004
217
Menurut pasal 1 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerakan
sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
B. Tujuan dan Fungfsi Wakaf
a. Tujuan Wakaf
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai
dengan fungsinya
b. Fungsi Wakaf
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
C. Sejarah Perwakafan
1. Masa Rasulullah
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah
SAW, karena wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW hijrah ke
Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat
berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam entang siapa
yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf . Menururt
sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama
kali melaksanakan Syariat wakaf tanah milik adalah Nabi
SAW untuk dibangun masjid . Pendapat ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Amir bin
218
Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata “ Kami bertanya tetang mula-
mula wakaf dalam Islam , orang Muhajirin mengatakan
adalah wakaf Umar, sedangkan orang Ansor mengatakan
adalah Wakaf Rasulullah SAW. Asy Syaukani).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah
mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah diantaranya
ialah kebon A’raf, Shafi’ah, Dalal dan Barqah. Menurut
pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama
kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bn Khatab.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang driwayatkan Ibnu
Umar RA ia berkata :
“Bahwa sahabat Umar RA memberoleh sebidang tanah di
Khaibar, kemudia Umar RA menghadap Rasulullah SAW,
untuk meminta petunjuk . Umar berkata, hai Rasululah, saya
mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau
perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW bersabda “Bila
engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau
sedekahkan (hasilnya).” Kemudian Umar mensedahkan
(tanahnya untuk dikelola) tidak djual, tidak dihibahkan dan
tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata “ Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-
orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu
sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola
(nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik
(sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak
bermaksud menumpuk harta (H.R Muslim)
219
Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar
bin Khatab disusul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan
kebun kesayangannya, kebun “Bairaha”. Selanjutnya disusul
oleh sahabat Nabi lainnya, seperti Abu Bakar yang
mewakafkan tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada
anak keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman
menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib
mewakafkan tanahnya yang subur . Mu’adz bin Jabal
mewakafkan rumahnya, yang populer dengan nama “Dar el
Anshar”. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin
Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan ‘ Aisyah
istri Rasulullah.
2. Masa Dinasti-Dinasti Islam.
Praktek wakaf menjadi luas lagi pada masa dinasti
Umayyah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-
duyun melaksanakan wakaf dan wakaf tidak hanya untuk
orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi
modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun
perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru
dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswanya.
Antusianisme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah
menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf
sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan
ekonomi masyarakat.
Wakaf pada mulanya merupakan keinginan seseorang yang
ingin berbuat baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan
220
dikelola secara individu tanpa adaaturan yang pasti. Namun
setelah masyarakat Islam merasakan betapa manfaatnya
lembaga wakaf, maka timbullah keinginan untuk mengatur
perwakafan dengan baik. Kemudian dibentuk lembaga yang
mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan
menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid
atau secara individu atau keluarga.
Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir
adalah Taubah bin Ghar al Hadhramy pada masa khalifah
Hisyam bin abd. Malik. Ia sangat perhatian dan tertarik
dengan pengembangan wakaf sehingga terbrntuk lembaga
wakaf tersendiri sebagaimana lembaga lainnya di bawah
pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali
dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan
diseluruh Negara Islam. Pada masa itu juga hakim Taubah
mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak saat itulah
pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen Kehakiman
yang dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada
yang berhak dan yang membutuhkan.
Pada masa dinasti Abasiyah terdapat lembaga wakaf yang
disebut dengan “Sadr al Wuquuf” yang mengurus
administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf.
demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah
dan dinasti Abasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyaraat, sehingga lembaga wakaf berkembang searah
dengan pengaturan administrasinya.
221
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan
wakaf cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-
tanah pertanian menjadi harta wakaf dan semuanya dikelola
oleh negara dan menjadi milik egara (baitul mal). Ketika
Shalahuddin al Ayyuby memerintah Mesir, maka ia
bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik negara diserahkan
kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial sebagaimana
yang dilakukan oleh dinasti Fathimiyyah sebelumnya,
meskipun secara fiqh Islamhukum mewakafkan harta baitul
mal masir berbeda pendapat para ulama. Pertama kali orang
yang mewakafkan tnsh milik negara (baitul mal) kepada
yayasan keagamaan dan sosial adalah Raja Nuruddin Asy
Syahid dengan ketegasan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang
ulama pada masa itu ialah Ibnu ‘Ishrun dan didukung oleh
para ulama lainnya bahwa mewakafkan harta milik negara
hukumnya boleh (jawaz), dengan argumentasi (dalil)
memelihara dan menjaga kekayaan negara. Sebab harta yang
dimiliki negarapada dasarnya tidak boleh diwakafkan.
Shalahuddin al Ayyuby banyak mewakafkan lahan milik
negara untuk kegiatan pendidikan, seperti mewakafkan
beberapa desa (qaryah) untuk pengembangan madrasan
mazhab As Syafi’iyah, madrasah Al Malikiyah dan madrasah
mazhab Al Hanafiyah dengan dana melalui modelmewakafkan
kebun dan lahan pertanian , seperti pembangunan adrasah
mazhab As Syafi’iyah di samping kuburan Imam Syafi’i
dengan cara mewakafka kebun pertanian dan pulau Al Fil.
222
Dalam mensejahterakan ulama dan kepentingan mazhab
Sunni, Shalahuddin al Ayyuby menerpkan kebijakan (1178
M/572 H) bahwa bagi orang Kristen yang datang dari
Iskandar untuk berdagang wajib membayar bea cukai.
Hasilnya dikumpulkan dan diwakafkan kepada para ahli
yurisprudensi dan keturunannya. Wakaf telah menjadi sarana
bagi dinasti al Ayyubiyah untuk kepentingan politiknya dan
misi alirannya ialah mazhab Sunni dan mempertahankan
kekuasaannya. Harta milik Negara (baitul mal) menjadi modal
untuk diwakafkan demi pengembangan mazhab Sunni dan
mengusur mazhab Syi’ah yang dibawa oleh dinasti
sebelumnya, ialah dinasti Fathimiyah.
Perkembangan wakaf pada dinasti Mamluk sangat pesat
dan beraneka ragam, sehinga apapun yang dapat diambil
manfaatnya boleh diwakafkan. Akan tetapi paling banyak
diwakafkan pada masa itu adalah tanah pertanian dan
bangunan, seperti gedung perkantoran, penginapan, dan
tempat belajar. Pada masa Mamluk terdapat wakaf hamba
sahaya yang diwakafkan untuk merawat lembaga-lembaga
agama. Seperti mewakafkan budan untuk memelihara masjid
dan madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh penguasa
dinasti Utsmani ketika menaklukan Mesir, Sulaeman Basya
yang ewakafkan budaknya untuk merawat masjid.
Manfaat wakaf pada dinasti Mamluk digunakan
sebagaimana tujuan wakaf, seperti wakaf keluarga untuk
kepentingan keluarga, wakaf umum untuk kepentingan sosial,
membangun tempat untuk memandikan mayat dan untuk
223
membantu orang-orang fakir dan miskin. Yang lebih
membawa syi’ar Islam adalah wakaf untuk sarana di
Haramain, ialah Mekkah dan Madinah, seperti kain Ka’bah
(kiswatul ka’bah). Sebagaimana yang dilakukan oleh Raja
Shaleh bin al Nasir yang membeli desa Bisus lalu diwakafkan
untuk embiayai kiswah Ka’bah setiap tahunnya da mengganti
kain kuburan RasulullahSAW dan mimbarnya setiap lima
tahun sekali
Perkembangan berikutnya yang dirasa manfaat wakaf telah
menjaditulang punggung dalam roda ekonomi pada masa
dinasti Mamluk mendapat erhatian khusus pada masa itu
meski tidak dketahui secara pasti awal mula disahkannya
undang-undang wakaf. Namun menurut berita dan berkas
yang terhimpun bahwa perundang-undangan wakaf pada
dinasti Mamluk dimulai Raja al Dzahir Bibers al Bandaq
(1260-1277M/ 658-676 H) dimana dengan undang-undang
tersebut Raja al Dzahir memilih hakim dari masing-masing
empat mazhab Sunni. Pada orde al Dzahir Bibers erwakafan
dapat dbagi menjadi tiga kategori. Pendapatan negara dari
hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa kepada orang-orang
yang dianggap berjasa, wakaf untuk membantu Haramain
(fasilitas Mekkah dan Madinah) dan kepentingan masyarakat
umum.
Sejak abad 15 (liama belas), Kerajaan Turi Utsmani dapat
memperluas wilayah kekuasaannya, sehinga Turki dapat
menguasai sebagian besar wilayah negara Arab. Kekuasaan
politik yang draih oleh dinasti Utsmani secara otomatis
224
mempermudah untuk menerapkan Syari’at Islam diantaranya
adalah peraturan tentang perwakafan. Diantara undang-
undang yang diekluarkan pada masa dinasti Utsmani ialah
peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang
dikeluarkan tangal 19 Jumadil Akhir 1280 Hijriyah. Undang-
undang tersebut mengatur tentang pencatatan-pencatatan
wakaf, sertifikasi wakaf,cara pengelolaan wakaf, upaya
mencapai tujuan wakaf dan melembagakan wakaf dalam
upaya realisasi wakaf dari sisi administrasi dan perundang-
undangan.
Pada tahun 1287 H dikeluaran undang-undang yang
menjelaskan tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki
Utsmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus wakaf.
Dari mplementasi undang-undang tersebut di negara-negara
Arab mash banyak tanah yang berstatus wakaf dan
dipraktekkan sampai sekarang ini.
Sejak masa Rasululah, masa kekhalifaha dan masa dinasto
Islam sampai sekarang wakaf masih dilaksanakan dari waktu
ke waktu di seluruh negeri muslim, termasuk di Indonesia. Hal
ini terlihat dari kenyataan bahwa lembaga wakaf yang berasal
dari agama Islam ini telah diterima (diresepsi) menjadi hukum
adat bangsa Indonesia sendiri.
3. Perwakafan di Indonesia
Perwakafan di Indonesia sebetulnya sudah dikenal
semenjak zaman sebelum kemerdekaan Republik Indonesia,
225
pada saat itu orang- orang Indonesia yang beragama Islam
jauh sebelum kemerdekaan telah melaksanakan perwakafan.
Hal tersebut memungkinkan karena pada saat itu di
Indonesia sudah banyak berdiri kerajaan-kerajaan Islam
seperti Demak dan Samudra Pasai dll. Menurut Mr. Kusuma
Atmadja, lembaga wakaf sudah dikenal dalam masyarakat
Indonesia jauh sebelumdatangnya Agama Islam, misalnya
Suku Badui di Banten Selatan mengenal “Huma Serang” yaitu
ladang-ladang yang hasilnya pada tiap-tiap tahun
dipergunakan untuk kepentingan bersama. Begitu juga di
Pulau Bali dikenal suatu lembaga wakaf semacam dengan
lembaga wakaf, yaitu tanah atau benda lain (perhiasan untuk
pesta) yang menjadi milik dewa-dewa yang tinggal disana.
Masalah perwakafan pada saat itu telah di atur dalam
hukum Aday yang sifatnya tidak tertulis yang sumbernya dari
Hukum Islam. Namun disamping itu oleh Pemerintah Kolonial
dahulu telah dikeluarkan pula berbagai peraturan yang
mengatur tentang persoalan wakaf antara lain :
1. Surat Edaran Sekretaris Governemen pertama tanggal 31
Januari 1905 nomor 435 yang termuat dalam Bijblad 1905
nomor 6196, tentang Toezicht op den bouw van
Muhammad Bedebuzen. Isi dari surat edaran tersebut tdak
secara khusus mengatur tentang wakaf, namun Pemerintah
tidak menghalang-halangi orang-orang Islammemenuhi
keperluan agamanya ;
2. Surat Edaran dari Sekretaris Governemen tanggal 14 Juni
1931 nomor 1361/A yang dimuat dalam Bijblad 1931 nomor
226
125?a yang intinya memuat agar Bjglad tahun 1905 nomor
1696 diperhatikan dengan baik. Dalam pelaksanaannya
Bupati memberi perintah supaya tanah wakaf yang
dizinkannya dimasukkan dalam daftar dan dipelihara oleh
Pengadilan Agama.
3. Surat Edara Sekretaris Governemen tanggal 24 Desember
1934 nomor 3088A yang dimuat dalam Bjblad tahun 1934
nomor 13390 mempertegas edaran sebelumnya, yang
kemudian dipertegas lagi dengan edaran tanggal 27 Mei
1935 nomor 1273/A yang termuat dalam Bijblad 1935 omor
13480.
Selanjutnya setelah kemerdekaan Republik Indonesia,
bahwa segala peraturan perwakafan yang telah dikeluarkan
pada masa penjajahan masih tetap berlaku sejak Proklamasi
Kemerdekaan sesuai pasal II aturan peralihan UUD 1945,
yakni “segala badan negara dan segala peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-undang Dasar ini”
Namun secara bertahap untuk melaksanakan perwakafan
telah dikeluarkan beberapa petunjuk tentang perwakafan dari
Departemen Agama Republik Indonesia tanggal 22 Desember
1953 tenang Petunjuk mengenai Wakaf, dan selanjutnya
perwakafan menjadi wewenang Bagian D (Ibadah Sosial)
Jawatan Urusan Agama. Selanjutnya untuk lebih
memudahkan pelaksanaan perwakafan telah dikeluarkan
Surat Edaran No. 5/D/1956 tgl. 8 Oktober 1958 tentang
Prosedur Perwakafan Tanah.
227
Mengenai perwakafan tanah tersebut nampaknya juga
mendapat perhatian khusus dari Pemerintah, hal ini dapat
dilihat pada pasal 49 ayat (1) UU No. 5 Th. 1960 yang berbunyi
: Hak milik atas tanah badan-badan keagamaan dan sosial
sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang
keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan
tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup
untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan.
Selanjutnya dalam ayat (3) dinyatakan bahwa perwakafan
tanah milik dilndungi dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Selang 17 tahun kemudian dikeluarkanlah
Peraturan Pemerintah No. 28 Th. 1977 yang disyahkan di
Jakarta tgl. 17 Mei 1977 dan dimuat dalam Lembaran Negara
RI No. 38 Th. 1977 dan Tambahan Lembaran Negara RI No.
3107.
Setelah berlakunya Peraturan Pemerintah No. 28 Th. 1977,
maka pelaksanaan perwakafan sudah mempunyai pedoman
yang jelas, dan dengan telah dikeluarkannya peraturan
pemerintah tersebut maka sesuai dengan pasal 17 ayat (1) dan
(2) semua peraturan perundang-undangan tentang
perwakafan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi. Untuk
kelancaran pelaksaaan perwakafan telah pula dikeluarkan
berbagai Keputusan Menteri, Instruksi Menteri maupun
Edaran Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji pada
saat itu.
Nampaknya peraturan perwakafan yang tertuang dalam
PP No. 28 Th. 1977 dikuatkan lagi dengan Inpres No. 1 Th.
228
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.yang isinya mengenai
Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan. Sebagai kelanjutan
dari Inpres tersebut dikeluarkanlah SK Menteri Agama No.
154 Th. 1991 tentang pelaksanaan Inpres No. 1 Th. 1991 tgl.
10-6-1993 untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam
tersebut.
Mengenai ketentuan perwakafan tersebut saat ini telah
dikeluarkan UU No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf yang
disyahkan tgl. 27 Oktober 2004 dan telah diundangkan melalui
Lembaran Negara RI tahun 2004 nomor 159. sekaligus
penjelasannya yang dimuat dalam Tambahan Lembaran
Negara RI nomor 4459. Dalam Undang-undang tersebut
mengenai barang wakaf telah dikembangkan, bahwa barang
wakaf terdiri dari barang tidak bergerak dan barang
bergerak, termasuk juga Hak Kekayaan Intelektual,
selanjutnya dibentuk pula adanya Badan Wakaf Indonesia
merupakan badan independen untuk mengembangkan
perwakafan di Indonesia. Selanjutnya telah pula dikeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 42 Th. 1996 tentang Pelaksanan UU
No. 41 Th. 2004 tentang Wakaf. yang ditetapkan di Jakarta tgl.
15 Desember 2006 dan dituangkan dalam Lembaran Negara
RI Th. 2006 No.105.
D. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf
bersumber dari :
a) Al Qur’an
b) Hadits.
229
1. Al Qur’an, antara lain disebutkan :
a. Surat al Haj ayat 77 yang berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah
kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.
b. Surat Ali Imran ayat 92 yang berbunyi :
Artinya : Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya.
c. Surat Al Baqarah ayat 261 yang berbunyi :
230
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166]
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
[166]. Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi
belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan,
rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
2. Hadits / Sunnah Rasulullah
a. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda “Apabila anak Adam manusia) meninggal
dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara :
sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang
shaleh yang mendoakan orang tuanya (HR Muslim).
Penafsran shadaqah jariayah dalam hadits tersebut
adalah Hadists tersebut dikemukakan dalam bab wakaf,
karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah
dengan wakaf (Imam Muhammad Ismail al Khalani).
b. Khadits yang lebih tegas lagi menggambarkan
dianjurkannnya wakaf yaitu perintah Nabi kepada Umar
untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar : “Dari
Ibnu Umar ra berkata bahwa sahabat Umar RA
memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudia Umar RA
menghadap Rasulullah SAW, untuk meminta petunjuk .
231
Umar berkata, hai Rasululah, saya mendapat sebidang
tanah di Khaibar, saya belum mendapatkan harta sebaik
itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?”
Rasulullah SAW bersabda “Bila engkau suka, kau tahan
(pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya).”
Kemudian Umar mensedahkan (tanahnya untuk dikelola)
tidak djual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu
Umar berkata “ Umar menyedekahkannya (hasil
pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir, kaum
kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan
tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan
dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau
memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud
menumpuk harta (H.R Muslim)
c Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan : Dari Ibnu
Umar, ia berkata “ Umar mengatakan kepada Nabi
Muhammad SAW saya mempunyai seratus dirham di
Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang
paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin
menyedekahkannya. Nami mengatakan kepada Umar :
ahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya
(modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah untuk
sabilillah” (H.R. Bukhari dan Muslim)
E. Macam-macam wakaf
232
Bila ditinjau dari segi peruntukkan wakaf itu, maka wakaf dapat
dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Wakaf Ahli
2. Wakaf khairi
a. Wakaf ahli.
Wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang
tertentu, seorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan .
Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri.
Apabila ada seorang yang mewakafkan sebidang tanah
untuk anaknya lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang
berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk
dalam pernataan wakaf. Wakaf ahli/dzurri kadang-kadang
juga disebut wakaf ‘alal aulad, yaitu wakaf diperuntukkan
untuk kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri .
Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan
berdasarkan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga
Abu Thalhah kepada kaum kerabanya Diujung Hadits
tersebut dinyatakan sebagai berikut : Aku telah mendengar
ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berendapat sebaknya
kamu memberkannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu
Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak
pamannya.
233
Dalam satu segi wakaf ahli (dzurri) ini baik sekali, karena
wakif akan mendapat dua kebaikan dari amal ibadah
wakafnya, juga kebaikkan dari silaturahmi erhadap keluarga
yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi disisi lain wakaf ahli
ini sering menimbulkan masalah, seperti bagaimana kalau
anak cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi (punah). Siapa
yang berhak mengambil manfaat harta wakaf ? Atau
sebaliknya, bagaimana jika anak cucu yang menjadi tujuan
wakaf itu berkembang sedemikian rupa, sehingga menyulitkan
bagaimana cara meratakan pembagian hasil harta wakif ?.
Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga
penerima harta wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa
dimanfaatkan dengan bak dan berstatus hukum yang jelas,
maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa
wakaf ini untuk anak, cucu, kemudian fakir miskin. Sehingga
bila suatu ketika ahli kerabat (penerima wakaf) tidak ada lagi
(punah), maka wakaf itu bisa langsung diberikan kepada fakir
miskin. Namun untuk kasus anak cucu yang menerima wakaf
ternyata berkembang sedemikian banyak kemungkinan akan
menemukan kesulitan pembagiannya secara adil dan merata.
Pada pekermbangan selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini
dianggap kurang dapat memberikan manfaat untuk
kesejahteraan umum, karena sering menimbulkan kekaburan
dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang
diserahi harta wakaf. Dibeberapa negara tertentu seperti
Mesir, Turki, Maroko dan Aljazair, wakaf untuk keluarga
(ahli) telah dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai
234
segi, tanah-tanah dalam bentuk ini dinilai kurang produktif.
Untuk itu dalam pandangan KH Ahmad Basyir, MA bahwa
keberadaan tanah jenis wakaf ini sudah selayaknya ditinjau
kembali untuk dihapuskan.
b Wakaf Khairi
Wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk
kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan
(kebajkan umum. Seperti wakaf yang diberikan untuk
keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah
sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.
Jenis wakaf ini seperti yang djelaskan dalam Hadits Nabi
Muhammad SAW yang menceritakan tentang wakaf sahabat
Umar bi Khattab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada
fakir miskin, ibnu sabil, sabilillah, para tamu dan hamba
sahaya yang berusaha menebus dirinya.. akaf ini ditujukan
kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang
mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan
ummat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut
bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan
keamanan dan lain-lain.
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih
banyak manfaatnya dibandingkan dengan wakaf jenis wakaf
ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin
mengambil manfaat. Jenis wakaf inilah yang sesungguhnya
235
paling sesuai dengan tujuan perwakafan ini secara umum.
Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat
dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid maka si
wakif boleh mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana
pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat Utsman bin affan.
Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah
satu segi dari cara membelanjakan (memanfaatkan) harta di
jalan Allah SWT. Tentunya kalau dilihat dari manfaat
kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunanm
baik di bidang keagmaan, khususnya peribadatan,
perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan
sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-
benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan,
tidak hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.
XIV. Syarat dan rukun wakaf.
Menurut Fiqh, Wakaf dinyatakan syah apabila telah terpenuhi
rukun dan syarat wakaf ada 4 yakni :
1. Wakif (orang yang mewakafkan tanah) ;
2.. Maukuf bih (barang atau harta yang diwakafkan) ;
3. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/ peruntukkan wakaf) ;
4. Shighat (pernyataan/ ikrar wakif sebagai suatu kehendak
untuk mewakafkan harta bendanya).
A. Syarat wakif .
236
Orang yang mewakafkan (wakif disyaratkan memiliki
kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal competent)
dalam membelanjakan hartanya Kecakapan bertindak disini
meliputi empat kriteria yakni :
a. Merdeka
Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya),
tidak sah karena wakaf adalah pengguguran hak mlik
dengan cara memberikan hak milik itu kepada orag lain.
Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik,
dirinya dan apa yang dimiliki adalah kepunyaan tuannya.
Namun demikian Abu Zahrah mengatakan bahwa para
fuqaha sepakat budak itu boleh mewakafkan hartanya bila
ada ijin dari tuannya, karena ia sebagai wakil darinya.
Bahkan Adz Dzahiri menetapkan bahwa budak dapat
memilki sesuatu yang diperoleh dengan jalan waris atau
tabarru. Bila ia dapat memiliki sesuatu berarti ia dapat
pula membelanjakan miliknya itu Oleh karena itu ia boleh
mewakafkan, walaupun hanya sebagai tabarru saja.
b. Berakal
Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya,
sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap
melakukan akad serta tindakan lainnya. Demikian juga
wakaf orang lemah mental (idiot), berubah akal karena
faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak sah
237
karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk
menggugurkan hak miliknya.
c. Dewasa (baligh)
Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa
(baligh) hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak
cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk
menggugurkan hak miliknya.
d. Tidak berada dibawah pengampuan (boros/lalai).
Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak
cakap untuk berbuat kebaikkan (tabarru), maka wakaf
yang dilakukan hukumnya tidak sah. Karena tujuan dari
pengampuan ialah untuk menjaga harta supaya tidak habis
dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar, dan untuk
menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain
B. Syarat Mauquf Bih (Harta yang diwakafkan)
Dalam pembahasan ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian :
1. Syarat sahnya harta wakaf .
Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. Harta yang akan diwakafkan harus mutaqawwam.
Pengertian harta yang mutaqawwam (al mal al
mutaqawwam), menurut Mazhab Hanafi ialah segala
sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalam
keadaan normal (bukan dalam keadaan darurat).
238
Karena itu mazhab ini memandang tidak sah
mewakafkan :
1).Sesuatu yang bukan harta, seperti mewakafkan
manfaat dari rumah sewaan untuk ditempati ;
2).Harta yang tidak mutaqawwam, seperti alat-alat
musik yang tidak halal digunakan atau buku-buku
anti Islam, karena dapat merusak Islam itu sendiri,
b. Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan
Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan
yakin (‘ainun ma’lumun), sehingga tidak akan
menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah
mewakafkan yang tidak jelas seperti satu dari dua
rumah. Pernyataan wakaf yang berbunyi “Saya
mewakafkan sebagian dari tanah saya kepada orang-
orang kafir di kampung saya”, begitu juga tidak sah
pernyataan “Saya mewakafkan sebagian buku saya
kepada para pelajar”, Kata sebagian dalam pernyataan
ini membuat harta yang diwakafkan tidak jelas dan
akan menimbulkan persengketaan. Latar belakang
syarat ini karena hak yang diberi wakaf terkait dengan
harta yang diwakafkan kepadanya. Seandainya harta
yang diwakafkan kepadanya tidak jelas, tentu akan
menimbulkan sengketa. Selanjutnya sengketa ini akan
menghambat pemenuhan haknya. Para fakih tidak
mensyaratkan agar benda tdak bergerak yang
diwakafkan harus dijelaskan batas-batasnya dan
luasnya, jika batas-batasnya dan luasnya dketahui
239
dengan jelas. Jadi secara fiqih sudah sah pernyataan
sebagai berikut : “Saya wakafkan tanah saya yang
terletak di ...... “ sementara itu wakif tidak mempunyai
tanah lain selain tempat itu.
c. Milik wakif
Hendaklah harta yang diwakafkan milik penuh dan
mengikat bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk
itu tidak sah mewakafkan sesuatu yang bukan milk
wakif, karena wakaf mengandung kemungkinan
menggugurkan milik atau sumbangan . Keduanya hanya
dapat terwujud pada benda yang dimiliki. Berdasarkan
syarat ini, maka banyak wakaf yang tidak sah
diantaranya :
1).A mewasiatkan pemberian rumah kepada B.
Kemudian B mewakafkan kepada C, sementara A
masih hidup. Wakaf ini tidak sah, karena syarat
kepemilikan pada wasiat ialah setelah yang berwasiat
meningal.
2). A menghibahkan sesuatu barang kepada B.
Kemudian B sebelum menerimanya mewakafkan
kepada C. Wakaf ini juga tidak sah karena syarat
kepemilikan pada hibah ialah setelah penerima hibah
menerima harta yang diberikan kepadanya.
3).A membeli barang tidak bergerak dari B. Lalu B
mewakafkannya kepada C. Setelah itu terbukti
240
barang itu milik A. Wakaf ini tidak sah, karena pada
hakekatnya barang tersebut bukan milik B
4).A memiliki sebidang tanah tetapi tidak mampu
membayar pajaknya. Akibatnya pemerinah
menyitanya. Tanah ini bukan milik pemerintah
sepenuhnya, karena itu apabila pemerintah
mewakafkannya, maka secara hukum tidak sah.
d. Terpisah bukan milik bersama.
Milik bersma ada kalanya dapat dibagi, juga ada
kalanya tidak dapat dibagi.
Hukum mewakafkan benda milik bersama (musya’)
tidak sah misalnya :
1). A mewakafkan sebagian dari musya’ (milik bersama)
untuk dijadikan masjid atau pemakaman tidak sah
dan tidak menimbulkan akibat hukum, kecuali
apabila bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan
dan dietapkan batas-batasnya.
2). A mewakafkan kepada pihak yang berwajib sebagian
dari musya’ (milik bersama) yang terdapat pada
harta yang dapat dibagi
Namun contoh lain si A mewakafkan sebagian dari
musya’ yang terdapat pada harta tidak dapat dibagi
bukan untuk dijadikan masjid atau pemakaman,
hukumnya sah.
3. Syarat Mauquf “Alaih (penerima wakaf)
241
Yang dimaksud dengan mauquf “alaih adalah tujuan wakaf
(peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-
batas yang sesuai dan diperbolehkan Syariat Islam, karena
pada dasarnya wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri
manusia kepada Tuhan . Oleh karena itu mauquf ‘alaih (yang
diberi wakaf) haruslah pihak kebajikan. Para faqif sepakat
berpendapat bahwa wakaf kepada pihak kebajikan itulah
yang membuat wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan diri
manusia kepada Tuhannya.
Namu terdapat perbedaan pendapat antara antara para
faqih mengenai jenis ibadat ini, apabila ibadat menurut
pandangan Islam ataukah menurut keyakinan wakif atau
keduanya, yaitu menurut pandangan Islam dan keyakinan
wakif.
1 Mazhab Hanafi mensyaratkan agar mauquf ‘alaih
ditujukan untuk ibadah menurut pandangan Islam dan
menurut keyakinan wakif. Jika tidak terwujud salah
satunya, maka wakaf tidak syah. Karena itu :
1). Sah wakaf orang Islam kepada semua syi’ar-syi’ar Islam
dan pihak kebajikan, seperti orang-orang miskin, rumah
sakit, tempat penampungan dan sekolah. Adapun wakaf
selain syi’arsyi’ar Islam dan pihak-pihak kebajikan
hukumnya tidak sah, seperti klub judi.
2) Sah wakaf non muslim kepada pihak kebajikan umum
seperti tempat ibadat dalam pandangan slam seperti
pembanunan masjid, biaya masjid, bantuan kepada
jamaah haji dan lain-lain. Sehingga kepada selain pihak
242
kebajikanumum dan tempat ibadt dalam pandangan
agamanya saja seperti pembangunan gereja, biaya
pengurusan gereja hukumnya tidak sah. Sesuai ayat
yang artinya : Pahala sedekah jariyah terus mengalir
selain muslim tidak ada pahalanya.
2. Mazhab Maliki mensyaratkan agar mauquf ‘alaih untuk
ibadat menurut pandangan wakif. Sah wakaf muslim untuk
semua syi’ar Islam dan badan-badan ssial umum, dan tidak
sahwakaf non muslim kepada masjid dan syiar-syiar Islam.
3 Mazhab Syafi’i dan Hambali mensyaratkan agar mauquf
‘alaih adalah ibadat menurut pandangan Islam saja, tanpa
memandang keyakinan wakif. Oleh karena itu sah wakaf
muslim dan non muslim kepada badan-badan sosial seperti
penampungan, tempat peristirahatan, badan kebajikan
dalam Islam seperti asjid. Tidak sah wakaf muslim dan non
muslim kepada badan-badan sosial yang tidak sejalan
dengan Islam seperti gereja.
4. Syarat Shighat (Ikrar wakaf)
1. Pengertian shighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau
syarat dari orang yang bertekad untuk menyatakan
kehendak dan menjelaskan apa yang diingatnya. Sehingga
shighat wakaf ckup dengan ijab saja dari wakif tanpa
memerlukan qobul dari mauquf ‘alaih.
243
2. Status shighat, secara umum adalah salah satu rukun
wakaf. Wakaf tidak sah tanpa shighat. Setiap shighat
mengandung ijab dan mungkin mengandung qabul pula.
3. Dasar shighat , perlunya shighat karena wakaf adalah
melepaskan hak milik dari benda dan manfaat dari
manfaat saja dan memilikkan kepada yang lain. Maksud
melepaskan dan memlikkan adalah urusan hati , sehingga
tida ada yang dapat menyelai isi hati orang lain secara jelas
kecuali melalui pernyataannya sendiri. Ijab wakif tersebut
mengngkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi
wakaf yang dapat berupa kata-kata atau tulisan kalau tidak
mampu mengungkapkan dengan kata-kata bahkan isyarat
apabila tidak bisa menulis atau bicara.
Dengan demikian dalam mengucapkan shighat harus jelas
XIV. Pelaksanaan Perwakafan di Indonesia
A. Wakif dan kedudukan harta bendanya
Dalam pelaksanaan perwakafan salah satu syarat harus
adanya wakif yaitu orang yang mewakafkan benda yang
dimilikinya, yang dengan sadar dia mewakafkan atas tanggung
244
jawab moral bahwa sebagian harta yang dimilkinya adalah milik
orang lain, yang harus disalurkannya. Dalam pandangan Al
Madudi yang dikutip oleh Imam Suhadi , bahwa pemilikan harta
dalam Islam itu harus diserta tanggung jawab moral. Tanggung
jawab moral artinya segala sesuatu (harta benda) yang dimiliki
oleh seseorang atau sebuah lembaga secara moral harus diyakini
secara teologis bahwa ada sebagian dari harta tersebut milik
orang lain, aitu untuk kesejahteraan sesama yang secara ekonomi
kurang atau tidak mampu, seperti fakir mkisn, atim piatu,
manula anak-anak terlantar dan fasilitas sosial
Asas keseimbangan dalam kehidupan atau keselarasan dalam
hidup merupakan asas hukum yang universal. Asas tersebut
diambil dari tujuan perwakafan yaitu untuk beribadah atau
pengabdian kepada Allah SWT sebagai wahana komunikasi dan
keseimbangan spirit antara manusia (mahluk) dengan Allh
(Khaliq).
Titik keseimbangan tersebut pada gilirannya akan
menmbulkan keserasian dengan hati nuraninya untuk
mewujudkan ketentraman dalam hidup. Asas keseimbangan telah
menjadi asas pembangunan, baik didunia maupun diakhirat,
yaitu antara spirit materi individu dengan masyarakat banyak
Asas pemilikan harta benda adalah tidak mutlak, tetapi
dibatasi dengan ketentuan-ketentuan yang merupakan tangung
jawab moral akibat dari kepeilikan tersebut. Pengaturan manusia
berhubung dengan harta benda merupakan hal yang esensiil
dalam hukum dan kehidupan manusia. Pemilikan harta benda
menyangkut bidang hukum, sedang pencarian dan pemanfaatan
245
harta benda menyangkut bidang ekonomi dan keduanya bertalan
erat yang tidak bisa dipisahkan.
Pemilikan harta benda mengandung prinsip atau konsepsi
bahwa semua benda hakikatnya milik Allah. Kepemilikan dalam
ajaran Islam disebut juga amanah (kepercayaan), yang
mengandung arti, bahwa yang dimilii harus dipergunakan sesuai
dengan ketentuan yang diatur oleh Allah. Konsep tersebut sesuai
Firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 120 yang berbunyi :
Artinya : Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa
yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Sejalan dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam, maka
harta yang telah diwakafkan oleh wakif memiliki akibat hukum,
yaitu ditarik dari lalu lintas peredaran hukum yang seterusnya
menjadi milik Allah, yang dikeelola oleh Nazhir, baik perorangan
atau lembaga, sedangkan manfaat bendanya digunakan untuk
kepentingan umum.
Sebagai konsep sosial yang memiliki dimensi ibadah, wakaf
juga disebut shadaqah jariyah, dimana pahala yang didapat oleh
wakif (orang yang mewakafkan hartanya) akan selalu mengalir
selama harta tersebut masih ada dan bermanfaat. Untuk itu harta
yang telah diwakafkan, maka sejak itu harta tersebut terlepas
dari kemilikan wakif dan kemanfaatannya menjadi hak-hak
penerima wakaf. Dengan demikian harta wakaf tersebut menjadi
amanat Allah kepada orang atau badan hukum (yang berstatus
sebagai Nazhir) untuk mengurus dan mengelolanya.
246
Apabila seseorang mewakafkan sebidang tanah untuk
pemeliharaan lembaga atau balai pengobatan yang dikelola oleh
suatu yayasan misalnya, maka sejak diikrarkan sebagai harta
wakaf, tanah tersebut terlepas dari hak milik si wakif, pindah
menjadi hak Allah dan merupakan amanat pada lembaga atau
yayasan yang menjadi tujuan wakaf. Selanjutnya yayasan
tersebut memiliki tanggung jawab penuh untuk mengelola dan
memberdayakannya secara maksimal demi kesejahteraan
masarakat banak
B. Nazhir, tugas dan kewajibannya
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari
Wakif untuk dikelola dan dkembangkan sesuai dengan
peruntukanya. Posisi Nazhir sebagai pihak yang bertugas untuk
memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai kedudukan
yang penting dalam perwakafan. Sedemikian pentingnya
kedudukan Nazhir dalam perwakafan, sehingga berfungsi
tidaknya wakaf bagi mauquf ‘alaih bergantung kepada Nazhir.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa Nazhir mempunyai
kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanhkan kepadanya
Pada umumya para ulama selah bersepakat bahwa kekuasaan
Nazhir wakaf hanya terbatas pada pengelolaan wakaf agar dapat
dimanfaatkan sesuai dengan tujua wakaf yang dkehendaki leh
wakif. Asaf A.A Fyzee berpendapat sebagaimana dikutip oleh Dr.
Uswatun Hasanah, bahwa kewajiban Nazhir adalah mengerjakan
sesuatu yang layak untuk menjaga dan mengelola harta. Sebagai
pengawas harta wakaf, Nazhir dapat mempekerjakan beberapa
247
wakil atau pembantu untuk menyelenggarakan urusan-urusan
yang berkenaan dengan tugas dan kewajibannya. Nazhir sebagai
pengawas dan pemelihara wakaf berkewajiban melaporan
pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Sebagai imbalan atas pelaksanaan tuganya, Nazhir dapat
menerima imbalan yang besarnya tidak boleh melebihi 10 %
(pasal 12) tidak boleh menjual, menggadaikan atau menyewakan
harta wakaf terkecuali seijin Menteri Agama .
Dengan demikian keberadaan harta wakaf yang ada ditangan
Nazhir dapat dikelola dan diberdayakan secara maksimal untuk
kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak yang bisa
dipertanggung-jawabkan secara moral dan hukum Allah SWT.
Nazhir meliputi :
1. Perorangan , ditunjuk
2. Organisasi
3. Badan Hukum
C. Harta benda wakaf, Akta Ikrar Wakaf dan PPAIW
1. Jenis Harta Benda Wakaf.
Jenis harta benda wakaf dalam UU No. 41 Th. 2004 terdiri
dari : benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang dan
benda bergerak berupa uang
a. Benda tidak bergerak dimaksud adalah :
1 Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar ;
248
2 Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas
tanah ;
3 Tanaman benda lain yang berkaitan dengan tanah ;
4 Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan ;
5 Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketenuan
prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan untuk hak atas tanah yang dapat diwakafkan
terdiri dari :
1) Hak milik atas tanah, baik yang sudah atau belum
didaftarkan ;
2) Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan ;
3) Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai
yang berada di atas tanah negara ;
4) Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas
tanah hak pengelolaan atau hak milik pribadi yang
harus mendapat izin tertulis dari pemegang hak
pengelolaan atau hak milik.
b. Benda bergerak selain uang dapat dijabarkan sebagi
berikut :
1 Benda digolongkan sebgai benda bergerak karena
sifatnya yang dapat dipindahkan atau karena ketetapan
undang-undang ;
249
2 Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang
dapat dihabiskan karena pemakaian ;
3 Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena
pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali air dan
bahan bakar minyak yang persedianya berkelanjutan. ;
4 Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena
pemakaian dapat diwakafkan dengan memperhatiak
ketentuan prinsip syari’ah.
Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan
meliputi :
1) kapal ;
2) pesawat terbang ;
3) kendaraan bermotor ;
4) mesin dan peralatan industri yang tidak tertancap pada
bangunan ;
5) logam dan batu mulia, dan/ atau
6) benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak
karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang
Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-
undangan yang dapat diwakafkan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’ah sebagai
berikut :
1) surat berharga yang berupa :
a). Saham ;
b). Surat Utang Negara ;
c). Obligasi pada umumnya, dan/ atau
250
d). Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan
uang.
2) Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa :
a). Hak cipta ;
b). Hak merk ;
c). Hak patent ;
d). Hak desain industri
e). Hak rahasia dagang ;
f). Hak sirkuit terpadu ;
g). Hak perlindungan varietas tanaman dan/ atau
h). Hak lainnya .
3) Hak atas benda bergerak lainnya yang berupa :
a). Hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda
bergerak ;
b). Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat
ditagih atas benda bergerak.
Wakaf benda bergerak berupa uang yang merupakan
terobosan dalam Undang-undang No. 41 Th. 2004 tentang
Wakaf dapat dijabarkan sbb.
1). Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang
rupiah ;
2). Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam
mata uang asing, maka harus dikonversi terlebih dahulu
ke dalam rupiah.
251
3).Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan
untuk :
a).hadir di Lembaga Keuangan Syari’ah Penerima
Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk menyatakan
kehendak wakaf uangnya ;
b).menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang
akan diwakafkan ;
c).menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-
PWU ;
d).mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang
berfungsi sebagai ikrar wakaf.
4).Dal hal Wakif tidak dapat hadir, maka Wakif dapat
menunjuk wakil atau kuasanya.
5).Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak
berupa uang kepada Nazhir dihadapan PPAIW yang
selanjutnya Nazhir menyerahkan akta ikrar wakaf
tersebut kepada LKS-PWU
2. Akte Ikrar Wakaf : Adalah akte yang berisi pernyataan
yang diucapkan oleh wakif di depan PPAIW dengan
disaksikan 2 orang saksi.
3. PPAIW adalah Pejabat Pembuat Akte Ikrar Wakar
yakni Kepala Kantor Urusan Agama yang ditunujk
sebagai PPAIW
D. Perubahan status harta benda wakaf :
Harta benda wakaf yang telah diwakafkan menurut pasal 40 UU No.
41 Th. 2004 dilarang :
a. Dijadikan jaminan
252
b. Disita ;
c. Dihibahkan
d. Dijual
e. Diwariskan
f. Ditukar
g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya
Larangan tersebut di atas dikecualikan dalam hal harta benda
wakaf digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan RTRW
namun harus ada ijin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan
BWI (pasal 41 UU No. 41 Th. 2004)
E.Penyelesaian Sengketa
1. Penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah untuk mencapai
mufakat ;
2. Apabila tidak berhasil, melalui mediasi, arbitrase dan pengadilan
F.Ketentuan Pidana dan sanksi administratif
1. Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan,
menghibahkan,menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk
pengalihan hak lainnya tanpa izin, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000,-
2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta
benda wakaf dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 400.000.000,-
3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil
fasilitas atas hasil pengelolaan atau pengembangan harta benda
253
wakaf melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana paling lama 3
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,-
Sanksi administratif diberikan kepada LKS dan PPAIW karena
tidak didaftarkannya harta benda wakaf . Sanksi tersebut diberikan
berupa :
1). Teguran secara tertulis ;
2). Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang
wakaf bagi LKS ;
3). Penghentian sementara dari jabatan PPAIW
Referensi Sumber Perkuliahan Hukum Agraria 1. Prof, Budi Harsono, SH : Hukum Agraria Indonesia – Penerbit Jambatan
Jakarta Edisi Revisi Th. 1997 2. Prof. DR. A.P. Parlindungan, SH : Serba Serbi Hukum Agraria, Penerbit Alumni
Bandung, Th. 1984 ;3. Sumarsono, SH : Himpunan Peraturan Landreform, Penerbit Yayasan Dana
Landreform Departemen Agraria, cetakan ke dua Th. 1965 ;4. Ny. Arie S. Hutagalung, SH. MH : Asas-asas Hukum Agraria ;5. Prof. Dr. Mr. Sudarto Gautama : Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria,
Penerbit Citra Aditya Bhakti Bandung Th. 1990 ;6. M. Soetojo : UUPA dan Pelaksanaan Landreform , Penerbit Staf Penguasa
Perang Tertinggi Jakarta Th. 1961 ;7. Himpunan Peraturan Perundang-undangan : Penerbit Proyek Pembinaan Zakat
dan Wakaf Direktorat Urusan Agama Islam Departemen Agama, cetakan kelima Th. 1984/1985
8. Rusmadi Murad, SH : Penyelesaian Sengketa Hukum atas Tanah , Penerbit Alumni Bandung Th. 1991 cetakan pertama ;
9. Z.A. Sangadji, SH, MH : Kompetensi Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Gugatan Pembatalan Sertifikat Tanah, Penerbit PT Aditya Bakti Bandung cetakan pertama Th. 2003 ;
10. Dr. Eggi Sudjana : Peraturan Pertanahan 2003-2004 - Durat Bahagia Jakarta Th. 200611. Fiqih Wakaf : Penerbit Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimas Islam
Dep. Agama, Th. 2006 12. UU No. 16 Th. 1985 : Undang –Undang tentang Rusun, Penerbit Visi Media Jakarta, cetakan
pertama Th. 2007 ;13. UU No. 4 Th. 1996 : Undang Undang tentang Hak Tanggungan, Penerbit Tim Srikandi
Surabaya cetakan pertama Th. 2006 ;
254
14. UU No. 41 Th. 2004 : Undang Undang tentang Wakaf, penerbit Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama Th. 2007 ;
15. UU No. 20 Th. 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ;
16. Inpres No. 1 Th. 1991 : tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) ;17.PP No. 24 Th. 1997 (Pendaftaran Tanah) ;18. UU No. 26 Th. 2007 : Undang-Undang tentang Penataan Ruang Penerbit Asa Mandiri, Jakarta cetakan pertama Th. 2007 ;
Materi Pokok Perkuliahan
Uraian Materi 1. Pengertian dan Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia
a. Pengertian, ruang lingkup dan landasan Hukum Agraria b. Perkembangan, system dan kondisi Hukum Agraria di Indonesia sebelum
lahirnya Hukum Tanah Nasional (UUPA) 2. Sejarah, Konsepsi Hukum Tanah Nasional (UUPA)
a. Sejaran pembentukan UUPA dan pembangunan hukum tanah nasional b. Fungsi dan tujuan UUPA, dan hubungannya dengan hukum adat ;c. Konspesi- konsepsi hukum tanah
3. Landreform di Indonesia a. Pengertian landreform dan Land use ;b. Dasar hukumLandreform ;c. Prinsip-prinsip Landreform ;d. Program Landreform.
4. Pengaturan dan Pelaksanaan UUPA.a. Sumber dan dasar-dasar pengaturan hukum tanah Nasional (UUPA)b. Pelaksanaan UUPA : peraturan dan ketentuan (pasal-pasal) yang dicabut)
dan yang masih diberlakukan ;c. Peraturan Peralihan
5. Hak-hak Atas Tanah dalam UUPA dan Sistem Konversi Hak-hak perorangan atas tanah . a. Hak-hak atas tanah yang bersifat originer (primer) dan yang bersifat
derevatif (sekunder) b. Aspek-aspek konversi hak-hak atas tanah : tujuan, terjadinya dan
pelaksanaannya c. Konversi hak-hak atas tanah barat dan tanah-tanah di Indonesia
6. Pendaftaran Tanah a. Pengertian, tujuan dan fungsi pendaftaran tanah ; b. Dasar hukum dan obyek pendaftaran tanah ;c. Instansi penyelenggara dan wilayah tata usaha pendaftaran tanah ;d. Pelaksanaan, tata cara pendaftaran tanah dan sistem publikasinya ;e. Tata cara Persertifikatan tanah.
7. Tata Guna Tanah a. Pengertian, Asas dan Tujuan Penatagunaan Tanahb. Kebijaksanaan Penatagunaan Tanah c. Penyelenggaraan Penatagunaan Tanah
255
d. Sanksi bagi yang melanggar .8. Sistem Penyediaan dan Pembebasan Tanah Guna Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.a. Fungsi Tanah ;b. Pengertian dan tata cara permohonan hak yang diperlukan :c.Pembebasan tanah, pemindahan, pelepasan dan pencabutan hak atas tanah
9.Tanah sebagai jaminan kredit .c. Maksud dan tujuan hak jaminan atas tanah ; d. Pengaturan dan dasar hukum ;e. Pengertian dan ciri-ciri hak tanggungan ;f. Pelaksanaan dan penghapusan hak tanggungan.
9. Sengketa pertanahan dan sistem peradilannya a. Pengertian dan ruang lingkup ;b. Kompetensi Badan Peradilan Umum ;c. Kompetensi Badan Peradilan Tata Usaha Negara ;d. Mekanisme dan tata cara penyelesaian sengketa ;
10. Delik-delik di bidang pertanahan dan sistem peradilannya.a. Pengertian delik pertanahan ;b. Ketentuan dalam KUHP ;c. Ketentaunm dalam Peraturan Perundang-undangand. Mekanisme dan pelaksanaan peradilannya ;
11. Aspek Hukum Rumah Susun di Indonesia a. Pengertian Rumah Susun, Satuan Rumah Susun dan Hak Milik Satuan
Rumah Susunb. Masalah Hukum dan Pengaturannya ;c. Sistem Pembangunan dan sisstim penjualannya ;d. Hak dan Kewajiban Pemilik Rumah Susun ;
12. Pengertian, Fungsi dan Sejarah Perwakafan a. Pengertian,Fungsi tujuan dan dasar hukum wakaf ;b. Sejarah perwakaf an ;c..Macam-macam wakaf ;
13. Pelaksanaan perwakafan di Indonesiaa. Syarat dan rukun wakaf ;b. Wakif dan kedu-dukan harta bendanya ;c. Nadzir, tugas dan kewajiban, larangan dan tanggung jawabnya ;d. Pelaksanaan dan penyelesaian sengketa perwakaf an ;e. Sanksi dalam per wakafan
256