65
Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas : 01 Berkas Pembinaan Keluarga No RM : Puskesmas Trosobo,Sidoarjo Nama KK :Tn.m Tanggal kunjungan pertama kali 12 Agustus 2013, Nama pembina keluarga pertama kali : Faiqotul himmah S.Ked Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode pembinaan ) Tangga l Tingkat Pemahaman Paraf Pembimbing Paraf Keterangan KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA Nama Kepala Keluarga : Tn.N Alamat lengkap : Desa Bulu Sidokare RW 01/ RT 03 Kec. Sekardangan Kab. Sidoarjo Bentuk Keluarga : Nuclear Family Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah No Nama Kedudukan dalam keluarga L/P Umur Pendidika n Pekerjaa n Pasien Klinik (Y/T) Ket 1 Tn. M Kepala Keluarga L 54 th SD Tidak bekerja Y - 2 Ny. L Ibu/Istri P 47 th SD PRT Y - 3 An. Anak L 29 th SD Serabutan T - 1

home visite

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas pkm

Citation preview

Page 1: home visite

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas : 01

Berkas Pembinaan Keluarga No RM :

Puskesmas Trosobo,Sidoarjo Nama KK :Tn.m

Tanggal kunjungan pertama kali 12 Agustus 2013,

Nama pembina keluarga pertama kali : Faiqotul himmah S.Ked

Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode

pembinaan )

Tanggal TingkatPemahaman

ParafPembimbing

Paraf Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn.N

Alamat lengkap : Desa Bulu Sidokare RW 01/ RT 03 Kec. Sekardangan Kab.

Sidoarjo

Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No Nama Kedudukan dalam keluarga

L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Klinik (Y/T)

Ket

1 Tn. M Kepala Keluarga

L 54 th SD Tidak bekerja

Y -

2 Ny. L Ibu/Istri P 47 th SD PRT Y -3 An. Anak

pertamaL 29 th SD Serabutan T -

4 An. R Anak kedua L 20 th SD Serabutan T -5 An. M Anak ketiga L 11 th SD Serabutan T -

Sumber : Data Primer, September 2013LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

1

Page 2: home visite

BAB I

STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN

Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita

diabetes mellitus kasus lama, berjenis kelamin laki - laki dan berusia 54 tahun, dimana

penderita merupakan salah satu dari penderita diabetes mellitus yang berada di wilayah

Puskesmas Sekardangan Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.

Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat khususnya di daerah Puskesmas

Sekardangan Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang diabetes mellitus terutama masalah mengenai kepatuhan

meminum obat penurun kadar gula dan kontrol rutin ke puskesmas. Oleh karena itu penting

kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa

menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. M

Umur : 54 tahun

Jenis kelamin : Laki - laki

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Alamat : Bulu Sidokare RT 03/RW 01

Suku : Jawa

Tanggal periksa : 11 September 2013

C. ANAMNESIS

1.Keluhan Utama : rasa nyeri cekot – cekot pada kedua kaki, pasien

susah untuk berjalan sendiri dan penglihatan yang berkurang.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh nyeri cekot – cekot pada kedua kaki. Keluhan ini dirasakan sejak 2

bulan yang lalu. Karena nyeri cekot – cekot itu pasien susah untuk berjalan. Untuk

kegiatan sehari – hari pasien merangkak. Kadang apabila dibantu anaknya pasien

mencoba untuk berjalan. Pasien sering merasa lemas pada seluruh badan. Pasien

mengeluh kedua telapak tangannya terasa menebal. Pasien juga mengeluh pandangannya

2

Page 3: home visite

semakin kabur pada mata yang kiri sedangkan pada mata yang kanan sudah tidak bisa

melihat. keluhan ini bermula semenjak dua tahun yang lalu. Pasien mempunyai riwayat

penyakit DM dan pasien sudah tidak rutin berobat ke puskesmas Sekardagan sejak bulan

juli dan obatnya yang sudah ada pun tidak diminum sesuai aturan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tergores paku pada paha bagian luar sebelah kiri sebesar kurang lebih 4 cm pada bulan juli lalu. luka tersebut sulit sembuh dan malah mengakibatkan kakinya bengkak dan bernanah. Karena luka itu pasien dirawat 2 minggu di RS. Setelah itu pasien diberikan obat dan rawat jalan dirumah

- Riwayat DM : sejak 8 tahun yang lalu

- Riwayat asma : disangkal

- Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

- Riwayat penyakit jantung : disangkal

- Riwayat hipertensi : (+)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluarga yang menderita DM disangkal.

5. Riwayat Kebiasaan

- Riwayat merokok : disangkal

- Riwayat olah raga : tidak pernah

- Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan keluarga

sering, berekreasi jarang.

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita adalah seorang kepala keluarga yang juga tidak bekerja dan

mempunyai 3 orang anak. Untuk membiayai kehidupan sehari – hari bergantung pada

istrinya yang bekerja menjadi PRT dengan penghasilan sebulan Rp. 700.000 dan juga

dari anak pertamanya yang bekerja serabutan dengan penghasilan rata – rata Rp.

250.000 sebulan.

7. Riwayat Gizi.

Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 2-3 kali dengan nasi sepiring,

terkadang disertai lauk pauk seperti telur, ikan, tahu-tempe kerupuk, dan jarang

dengan daging kadang ada sayuran. Penderita tidak ada keluhan dengan nafsu makan

3

Page 4: home visite

bahkan nafsu makan tinggi. Sejak sakit pasien sudah mengurangi konsumsi makanan

atatu minuman yang manis. Kesan status gizi kurang.

C. ANAMNESIS SISTEM

1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)

2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (+), rambut kepala tidak rontok, luka pada

kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)

3. Mata : pandangan mata terasa gelap saat tiba-tiba bangun dari duduk

maupun tidur (-), penglihatan kabur (+), ketajaman menurun.

4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)

5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)

6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit

7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)

8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah (-)

9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-).

10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-), nyeri

perut (-), meteorismus (-), BAB tidak ada keluhan

11. Genitourinaria : BAK sering, warna dan jumlah biasa

12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-) kelemahan otot (+) pada kedua kaki.

Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeletal : kaku sendi (-) pada kedua lutut, nyeri tangan (-), nyeri kaki kanan

dan kiri (+), nyeri otot (-)

14. Ekstremitas : Superior: bengkak (-), sakit (-), kesemutan (+)

Bawah : bengkak (+), sakit (+), kesemutan (+)

D. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak lema dan kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6),

2. Tanda Vital dan Status Gizi

Tanda Vital

Nadi : 70 x/menit, reguler, isi cukup, simetris

Pernafasan : 19x/menit

Suhu : 36,8 oC

Tensi : 160 / 100 mmHg

4

Page 5: home visite

Status gizi:

BB : 63 kg

TB : 162cm

BMI= BB (kg)/ TB (m)2= 63/(1,6)2= 24,6

Status Gizi normal

3. Kulit

Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

Kepala : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi

m. temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik

wajah/bells palsy (-)

4. Mata

Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek kornea (+/+),

warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-), radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)

5. Hidung

Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),

hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)

6. Mulut

Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah

hiperemis (-), tremor (-)

7. Telinga

Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping telinga dalam

batas normal

8. Tenggorokan

Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

9. Leher

JVP kesan tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

10. Thoraks

Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

- Cor :I : ictus cordis tak tampak

P : ictus cordis teraba pada ICS V MCL S

P : batas kiri atas :SIC II 1 cm lateral LPSS

batas kanan atas :SIC II LPSD

batas kiri bawah :SIC V 1 cm lateral LMCS

5

Page 6: home visite

batas kanan bawah :SIC IV LPSD

batas jantung kesan tidak melebar

A: S1 S2 tunggal, regular, bising (-)

- Pulmo: Statis (depan dan belakang)

I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri

P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

P : sonor/sonor

A: suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan Rhonki (-/-), whezing (-/-)

Dinamis (depan dan belakang)

I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri

P : fremitus raba kiri sama dengan kanan

P : sonor/sonor

A: suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan Rhonki (-/-), whezing (-/-)

11. Abdomen

I :dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, venektasi (-)

P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba

P :timpani seluruh lapang perut

A :peristaltik (+) normal

12. Sistem Collumna Vertebralis

I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P :nyeri tekan (-)

P :NKCV (-)

13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)

akral dingin oedem deformitas

- - - - - -- - - - _ _

14. Sistem genetalia: dalam batas normal, fluor (-), gatal (-)

15. Pemeriksaan Neurologik

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Fungsi Sensorik : dalam batas normal

Fungsi motorik :

6

Page 7: home visite

KO 5 5 T N N RF + + RP - -

3 3 N N + + - -

16. Pemeriksaan Psikiatrik

Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek : appropriate

Psikomotor : normoaktif

Proses pikir : bentuk :realistik

isi :waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

arus :koheren

Insight : baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium :

Gula darah puasa : 263 mg/dl

F. RESUME

Pasien laki - laki, 54 tahun dengan keluhan utama rasa nyeri cekot – cekot pada kedua

kaki karena rasa nyeri itu pasien susah berjalan. Pasien juga merasa penglihatannya

menurun pada kedua mata. Pasien mempunyai riwayat penyakit DM sejak 8 tahun yang

lalu dan pasien sejak bulan juli 2013 sudah tidak pernah kontrol ke puskesmas Sekardangan.

Pasien juga meminum obat DM nya tidak teratur.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, compos mentis, status

gizi normal. Tanda vital: Nadi : 70 x/menit. Pernafasan : 19x/menit. Suhu : 36,8 0C .

Tensi : 160 / 100 mmHg. BB: 63 kg, TB: 162 cm. penglihatan kabur dan menurun pada

kedua mata, pada ekstremitas atas terdapat rasa kesemutan pada kedua telapak tangan

sedangkan pada ekstremitas bawah terdapat nyeri, bengkak dan kesemutan. Kekuatan

otot ekstremitas bawah kanan dan kiri adalah 3. Pada pemeriksaan penunjang

laboratorium didapatkan Gula darah puasa :263 mg/dl

G. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS

7

Page 8: home visite

Diagnosis Biologis

1. Diabetes mellitus kasus lama

2. Hipertensi grade II

Diagnosis Psikologis

-

Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya

1. Status ekonomi kurang.

2. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.

3. Pola makan yang kurang baik.

H. PENATALAKSANAAN

Non Medika mentosa

1. Olah raga

Diharapkan penderita dapat melakukan latihan fisik setiap hari mulai dengan

latihan berjalan 30 - 40 menit sebanyak minimal 3 kali sehari. Sampai penderita

mampu berjalan sendiri lagi.

II. Mengurangi stress tertentu

Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk

kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan

perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang atau bermain dan

lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

III. Perilaku

Perlunya diterapkan perilaku sehari-hari yang nantinya digunakan untuk

menghindari semakin beratnya penyakit dan komplikasi yang ditimbulkan dari

penyakit. Perilaku ini misalnya antara lain:

- Pemakaian alas kaki selama di luar rumah. Hal ini berguna untuk menghindari

terjadinya luka pada kaki.

- Menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur, dimaksudkan agar

kesehatan gigi dan mulut tetap terjaga.

- Menjaga kebersihan badan dengan mandi dua kali sehari, dimana hal ini akan

meminimalkan terpaparnya badan terhadap bakteri-bakteri pathogen penyebab

parahnya peradangan pada luka.

8

Page 9: home visite

- Penderita tidak boleh menahan kencing ditujukan untuk menjaga kesehatan

organ kemih.

Medikamentosa

1. Oral Anti Dibetik (OAD) berupa Glibenclamid 1x sehari pada pagi hari

sebelum makan dan metformin 1x sehari pada siang harisetelah makan

2. Analgesik berupa Ibuprofen 500 mg. Diminum saat dirasakan nyeri

3. Obat anti hipertensi berupa Captopril 25 mg 2 x 1

A. FOLLOW UP

Tanggal 14 September 2013

S :penderita masih sulit berjalan dan merasa nyeri cekot – cekot pada kedua kakinya

O :KU sedang, compos mentis

Tanda vital :T : 140/100 mmHg R :19 x/menit

N : 80 x/menit S :36,7 0C

Status Generalis : Kepala/Leher dalam batas normal

Thorax dalam batas normal

Abdomen dalam batas normal

Ektremitas dalam batas normal

Status Neurologis : dalam batas normal.

Status Mentalis : dalam batas normal

A :DM Kasus Lama (dalam pengobatan). Huipertensi grade II

P :Terapi medikamentosa berupa OAD.analgesik berupa asam mefenamat dan

Ibuprofen.

FLOW SHEET

Nama : Tn. M Diagnosis : DM kasus lama (dalam pengobatan).

NO TGL

TensimmHg

BB

Kg

TB

Cm

Status Gizi

Test laboarato

rium

KET

1 11/09/

13

160/100

63 162 normal Gula darah

puasa = 263 mg/dl

OAD,suntik Insulin dan rawat luka

2 14/09/

13

140/10

0

63 162 normal

9

Page 10: home visite

BAB II

IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi Biologis.

Keluarga terdiri dari penderita, istri penderita, anak – anak sebanyak 3

orang. Penderita tinggal serumah dengan istri dan anak – anaknya. Penderita sudah

tidak bekerja dan sehari – hari pasien beraktivitas dengan merangkak.

2. Fungsi Psikologis.

Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan

permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini.

Hubungan diantara penderita dan anak- anaknya cukup dekat antara satu dengan yang

lain.

Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara musyawarah dan

dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong menolong baik fisik, mental,

maupun jika ada salah seorang di antaranya yang menderita kesusahan.

3. Fungsi Sosial

Dalam masyarakat pasien beserta keluarga hanya sebagai anggota masyarakat

biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Pasien dan isteri

tidak aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat karena pasien selama 2 bulan ini

sudah tidak bisa berjalan sendiri. Hampir setiap harinya pasien hanya berada di dalam

rumah. Pada setiap pagi pasien hampir selalu didatangi tetangga sebelah rumahnya

untuk melihat keadaan pasien. Istri dan anak – anak pasien setiap paginya beraktivitas

di luar rumah sehingga tidak bisa bersosialisasi dengan tetangga. anggota masyarakat

Kegiatan-kegiatan yang harus mengeluarkan biaya terlalu tinggi merupakan faktor

penghambat lain bagi keluarga ini untuk aktif dalam kegiatan sosial, selain karena

merasa kurang mampu baik dari materi maupun status sosial.

4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Penderita tidak bekerja sehingga pengobatan dan kebutuhan sehari- hari yang

menanggung adalah istri dan anaknya yang pertama.Untuk kebutuhan air dengan

menggunakan sumur. Untuk memasak memakai kompor minyak atau kayu bakar. Makan

sehari-hari lauk pauk, jarang daging, buah dan frekuensi makan kadang-kadang 2-3 kali.

10

Page 11: home visite

Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke puskesmas, dan penderita sudah

mempunyai kartu sehat.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi

Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami kesulitan

atau masalah penderita sering bercerita kepada isteri atau tetangga.

B. APGAR SCORE

ADAPTATION

Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, pasien selalu pertama kali

membicarakannya kepada istrinya. dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan menjadi

keluhannya. Baik keluhan tentang penyakitnya maupun tentang masalah lain. Penyakitnya ini

kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari sehingga selama kurang lebih 8 tahun pasien

menderita penyakit ini pasien tidak bekerja .Dukungan dari anak, keluarga dan petugas kesehatan

yang sering memberi penyuluhan kepadanya, memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur

minum obat, karena penderita dan keluarga yakin penyakitnya bisa dibuat menjadi kondisi yang

lebih baik dan tidak mempercepat keparahan dan komplikasi bila ia mematuhi aturan pengobatan.

PARTNERSHIP

Tn. M mengerti bahwa ia adalah kepala keluarga dan bapak dari 3 anak, Selain itu anak dan

keluarganya meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh kembali dari lumpuhnya , komunikasi antar

anggota keluarga masih berjalan dengan baik.

GROWTH

Tn. M sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun kadang

mengganggu aktivitas sehari-harinya.

AFFECTION

Tn. M merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan istri dan anak – anaknya baik

meskipun sudah 8 tahun lebih menderita penyakit ini.. Bahkan perhatian yang dirasakannya

bertambah. Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.

RESOLVE

Tn. M merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari isteri dan

anak – anaknya walaupun terkadang ia sering ditinggal beraktivitas oleh istri dan anak –

anaknya.

11

Page 12: home visite

APGAR Tn. M terhadap Keluarga Sering/selalu

Kadang-kadang

Jarang/tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama

Total poin = 10 fungsi keluarga dalam keadaan baik

Tn. M sudah tidak bekerja sebagai petani sampai sore, kadang-kadang bekerja,

pasien setiap hari hanya tidur dan untuk berjalan pasien tidak mampu dan hanya

mampu merangkakbaru pada sore hari biasanya pasien dapat berkumpul dan

berinteraksi dengan keluarganya lagi.

Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik.

C. SCREEMSUMBER PATHOLOGY KET

Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara partisipasi mereka dalam masyarakat cukup meskipun banyak keterbatasan.

_

Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, pengajian dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan

_

ReligiusAgama menawarkan pengalaman spiritual yang baik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain

Pemahaman dan penerapan agama cukup, hal ini dapat dilihat dari penderita menjalankan sholat lima waktu dan sering mengikuti pengajian. Sebelum maupun sesudah sakit penderita aktif dalam kegiatan pengajian di lingkungan desa.

-

12

Page 13: home visite

Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup

+

Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Tingkat pendidikan dan pengetahuan penderita dan suami masih rendah.

+

MedicalPelayanan kesehatan puskesmas memberikan perhatian khusus terhadap kasus penderita

Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena letaknya dekat.

_

Keterangan :

Ekonomi (+) artinya keluarga Tn. M masih menghadapi permasalahan dalam

hal perekonomian keluarga. Karena yang bekerja cuman istrinya sedangkan

anak –anak tidak memiliki pekerjaan tetap dengan penghasilan yang kecil.

Edukasi (+) artinya keluarga Tn.M juga menghadapi permasalahan dalam

bidang pendidikan, dimana penderita dan anak-anaknya hanya lulusan SD. Hal

ini akan mempengaruhi pengetahuan dan pola berpikir dari anggota keluarga

Tn. M .

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Alamat lengkap : desa Bulu sidokare Rt 01/Rw 03, Sekardangan - Sidoarjo

Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga tn. M

Dibuat tanggal 11 September 2013

13

Page 14: home visite

- Ny. L- 47tahun- perempuan- PRT- etnis Jawa

- an. M- 11th- laki - laki- SD

- an. R - 20 th- laki - laki- serabutan

- Tn. M- 54 tahun- laki - laki- tidak bekerja- etnis Jawa

- an.P- 29 th- laki - laki- serabutan

Ny.L 47 thnTn. M, 54 th

An. P 29th An..M, 11th

An..R, 20th

Sumber : Data Primer, 12 agustus 2013

Keterangan :Tn. M : Penderita Ny. S : istriAn. P : anak pertamaAn.R : Anak keduaAn. M : Anak ketigaE. Informasi Pola Interaksi Keluarga

Keterangan : : hubungan baik

: hubungan tidak baik

14

Page 15: home visite

Hubungan antara Tn. M , istri dan anak - anaknya baik dan dekat. Dalam keluarga ini tidak

sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.

F. Pertanyaan Sirkuler

1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak?

Jawab :

Istri merawat penderita dan mengantarkan penderita ke balai pengobatan di

puskesmas.

2. Ketika istri bertindak seperti itu apa yang dilakukan anak ?

Jawab :

anak menjaga rumah dengan baik, karena rumah sedang ditinggalkan kedua orang

tuanya.

3. Ketika Istri (ibu) seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?

Jawab :

Kadang-kadang menemani menjaga rumah.

4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?

Jawab :

Dibutuhkan ijin istri. Namun sebelumya melalui musyawarah dengan anggota

keluarga lainya atau mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.

5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?

Jawab :

Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah istri. Karena hampir semua

kegiatan yang dilakukan suami dilakukan bersama – sama dengan istri

6. Selanjutnya siapa?

Jawab :

Selanjutnya adalah anak terakhir. Karena penderita sering dibantu berjalan untuk

melakukan aktivitas

7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?

Jawab :

Anak yang kedua karena sudah menikah kemudian berpisah dari istrinya.

8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?

Jawab :

Tidak ada, karena setiap permasalahan yang ada penderita selalu memusyawarahkan

pada keluarga.

15

Page 16: home visite

9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?

Jawab :

Tidak ada, karena setiap permasalahan yang ada penderita selalu memusyawarahkan

pada keluarga.

BAB III

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga

1. Faktor Perilaku Keluarga

Tn. M adalah seorang suami dari seorang istri dan ayah bagi ketiga anaknya.

sudah kurang lebih 5 tahun tidak bekerja karena kesehatannya yang tidak

memungkinkan dan penderita yang sudah berusia lanjut Penderita maupun keluarga

penderita yang belum banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan khususnya

tentang diabetes mellitus sendiri dan pentingnya mengatur pola makan dan olahraga

yang berhubungan erat dengan penyakit penderita. Walaupun begitu mereka tetap

memandang pendidikan sebagai hal penting bagi anaknya.

Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah

keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-hari. Keluarga ini

menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka menjadi tidak

dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan keluarga akan berkurang dan menjadi

beban anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh

faktor keturunan, pola hidup terutama pola makan, bukan dari guna-guna, sihir, atau

supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu mempercayai mitos, apalagi menyangkut

masalah penyakit, lebih mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri,

bidan, atau dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.

16

Page 17: home visite

Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi, namun keluarga ini berusaha

menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan menyapu rumah dan

halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.

Keluarga ini belum memiliki fasilitas jamban. Untuk melakukan kegiatan

mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan air dari sumur yang ada di rumah.

2. Faktor Non Perilaku

Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah ke

bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari istri sebagai

pembantu rumah tangga dan anak yang pertama yang bekerja serabutan. Dari total

semua penghasilan tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari

walaupun belum semua kebutuhan dapat terpenuhi terutama kebutuhan sekunder dan

tertier.

Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena masih ada kekurangan

dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai belum diubin, hanya sebagian dilapisi

semen, pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang. Pembuangan limbah keluarga

belum memenuhi sanitasi lingkungan karena limbah keluarga tidak dialirkan melainkan

hanya dibiarkan keluar dari rumah ke belakang rumah dan dibiarkan meresap, serta

belum adanya got pembuangan limbah keluarga. Sampah keluarga dibuang ditempat

pembuangan sampah yang ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang sering

dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Sekardangan.

B. Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 5x12 m2 yang berdekatan

dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Utara. Tidak memiliki pekarangan rumah

dan pagar pembatas. Terdiri dari ruang tamu yang sekaligus digunakan sebagai ruang

keluarga dan menonton TV, dua kamar tidur, satu kamar makan yang jarang digunakan,

dapur yang juga dijadikan sebagai gudang. Terdiri dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan

dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah, berukuran 1x1 m di kamar tamu dan di setiap

kamar tidurnya. Di depan rumah terdapat teras yang berukuran 5x2 m2. Lantai rumah

sebagian besar terbuat dari bahan semen . Ventilasi dan penerangan rumah masih kurang.

Atap rumah tersusun dari genteng dan tidak ditutup langit-langit.. Dinding rumah terbuat

dari batubata. Perabotan rumah tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya

keluarga ini berasal dari sumur yang terdapat pada bagian belakang rumah. Kamar mandi

17

Page 18: home visite

terletak di belakang masih bergabung dengan rumah.pada rumah ini tidak memiliki

jamban dan apabila ingin BAB penderita dan keluarganya meminjam WC milik tetangga

atau pergi ke WC umum di balai desa. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih

kurang. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor gas dan kadang

menggunakan kayu bakar yang biasa disimpan di gudang dan belakang rumah.

Denah Rumah :

5M

Halaman belakang 1,5

K. Mandi

DAPUR S

K.TIDUR 12 M U

K.TIDUR R,MAKAN

R. TAMU

TERAS

18

Page 19: home visite

Keterangan :

: Jendela

: Satu Pintu

: Tembok Bata

: Pagar teras

Gambaran tempat tinggal penderita

1. Tampak depan

19

Page 20: home visite

2. Ruang Tamu

20

Page 21: home visite

3. Kamar tidur

4. Dapur

21

Page 22: home visite

.

5.kamar mandi

BAB IVDAFTAR MASALAH

1. Masalah aktif :

a. Diabetes Mellitus Lama

b. Kelumpuhan penderita

c. Kondisi ekonomi lemah

d. Pengetahuan penderita dan keluarga yang kurang tentang penyakit penderita

2. Faktor resiko :

a. Pengobatan yang tidak rutin

b. Pola makan yang kurang baik

c. Kurangnya olahraga

22

Page 23: home visite

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

23

1. Perilaku makan yang salah

2. Kondisi ekonomi lemah

6.Tingkat pendidikan keluarga masih rendah

Tn M,54 th .3. Pengetahuan penderita dan keluarga kurang tentang sakit penderita

Page 24: home visite

BAB V

PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT

1. Suport Psikologis

Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada dokternya. Antara lain

dengan cara :

a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.

b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau kondisi fisik

dengan teliti dan berkesinambungan.

c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.

d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan

kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.

Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan

YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon hanya kepada Tuhan YME.

Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal yang harus

dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi kondisi sosial, dapat

dijadikan titik tolak program terapi psikososial.

2. Penentraman Hati

Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem psikologis

antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang penyakitnya,

kecemasan dan kekecewaan. Menentramkan hati penderita dengan memberikan

edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya dapat dikontrol menggunakan obat.

Faktor yang paling penting untuk kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani

pengobatan sesuai petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan mengatur pola

makan dan melakukan olahragu rutin setiap hari. Diharapkan pasien bisa berpikir

positif, tidak berprasangka buruk terhadap penyakitnya, dan membangun semangat

hidupnya sehingga bisa mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas

hidupnya.

3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien

Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang diabetes

mellitus. Pasien diabetes mellitus dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,

pengobatannya dan pencegahan. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa

24

4. tidak rutin minum obat

5. Kontrolke puskesmas

Page 25: home visite

dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan

melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun oleh petugas Yankes (Ponkesdes).

Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :

a. Diabetes Melitus bisa disembuhkan

b. Penyakit diabetes mellitus selalu menimbulkan luka pada kaki yang tidak dapat

sembuh yang akhirnya dapat membusuk dengan cepat.

c. Penyakit diabetes mellitus cepat menyebabkan kematian.

Persepsi yang benar yaitu:

a. Penyakit diabetes mellitus tidak selalu menimbulkan luka pada kaki jika kadar

gula darah dapat terkontrol.

b. Penyakit diabetes mellitus bukan merupakan penyebab utama kematian.

Kematian akan terjadi apabila timbul komplikasi yang bermula dari tidak

terkontrolnya kadar gula darah.

Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan

kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh

dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita,

pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang

pentingnya menjaga diet RKRP yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal,

pentingnya olah raga yang teratur dan sebagainya.

Penderita juga diberikan pengetahuan mengenai komplikasi terjadinya

hipoglikemi, dimana gejalanya antara lain badan tiba-tiba terasa lemas, keringat dingin,

pusing. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan segera minum satu gelas air yang ditambah

dengan dua sendok makan gula.

4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri

Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien bahwa ia

bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain itu juga ditanamkan rasa

tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai kepatuhan dalam jadwal kontrol,

keteraturan minum obat, diet yang dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang

perlu dilakukan.

5. Pengobatan

Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam

penatalaksanaan.

6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan

25

Page 26: home visite

Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan

berupa perubahan tingkah laku (menjaga berat badan, pola makan dan olahraga

teratur), lingkungan (tempat tinggal yang tidak boleh lembab dengan penggunaan

ventilasi yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan

kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari),

meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan rendah kalori rendah

protein dan olah raga yang teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang

penyakit diabetes mellitus di masyarakat dapat diluruskan.

B. PREVENSI BEBAS DIABETES MELLITUS UNTUK KELUARGA LAINNYA

(SUAMI, ANAK, DAN KELUARGA LAINNYA)

Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas diabetes mellitus adalah

sama dengan prevensi bebas diabetes mellitus untuk penderita. Misalnya dengan cara

sebagai berikut :

1. Makan 2-3 kali sehari dengan membatasi jumlah kalori dan protein.

2. Olah raga teratur.

Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk menjaga berat badan agar

tidak mengalami sakit yang sama dengan penderita.

26

Page 27: home visite

BAB VI

TINJAUAN PUSTAKA

DIABETES MELLITUS

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Mellitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang

melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut, apabila

dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi

vaskuler jangka panjang yaitu mikroangiopati dan makroangiopati (Hastuti, 2008). Diabetes

Mellitus (DM) disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis

kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan daerah

yang paling banyak terkena DM. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita

diabetes ke-4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat (Kusniyah dkk,

2010).

B. DEFINISI

Diabetes Mellitus, atau sering disingkat DM, adalah penyakit yang asal katanya

berasal dari bahasa Yunani, yakni diabetes yang berarti “melewati”, serta mellitus yang

berarti madu atau manis. Pada abad pertama, Aretaeus dari Kapadokia mendeskripsikan

penyakit ini sebagai suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan rasa haus berlebihan,

serta urin yang banyak serta manis seperti madu (Guven, 2003) (masih konsisten dengan

gejala DM saat ini, yakni poliuria, glukosuria, dan polidipsia).

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein, serta

lemak yang ditandai dengan gangguan ketersediaan serta kebutuhan terhadap insulin,

yang memiliki manifestasi khas berupa hiperglikemia (Powers, 2008). Menurut American

Diabetes Association (ADA) pada tahun 2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang tejradi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Perkeni, 2011).

27

Page 28: home visite

C. FAKTOR-FAKTOR RESIKO

Faktor risiko bagi DM tipe 1 antara lain:

Riwayat keluarga dan genetika.

Letak geografis. Insidens DM tipe 1 secara menarik meningkat semakin menjaui

ekuator, sehingga daerah Skandinavia memiliki insidens yang cukup tinggi, sektiar 2-

3 kali lebih tinggi daripada orang di Amerika Serikat dan Venezuela (Mayo Clinic,

2011)

Pajanan virus, seperti EBV, Coxsackie, Mumps, dan CMV yang mampu memicu

destruksi melalui aktivasi autoimunitas, atau virus mungkin langsung merusak pulau

Langerhans

Asupan vitamin D yang rendah, omega-3, serta meminum banyak nitrat

Dilahirkan oleh ibu saat usianya <25 tahun, memiliki riwayat preeklampsia

Lahir dengan riwayat jaundice dan mengalami infeksi saluran napas

Faktor risiko bagi DM tipe 2 terbagi menjadi dua, yakni dapat dimodifikasi dan tidak dapat

dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain (Perkeni, 2011; Gardner,

2007)

Ras dan etnik

Riwayat keluarga dengan penderita diabetes

Usia. Risiko akan meningkat seiring dengan peningkatan usia. Oleh karena itu bagi semua

orang dengan usia di atas 45 tahun sangat dianjurkan untuk secara rutin melakukan

pemeriksaan gula darah

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir besar (>4000 gram), atau pernah menderita

DM gestasional

Riwayat dilahirkan dengan BB rendah (umumnya <2500 gram)

Sementara itu faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain:

Berat badan berlebihan (IMT di atas 23 kg/m2)

Rendahnya aktivitas fisik harian

Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

Dislipidemia (dengan HDL <35 mg/dl atau trigliserdia >250 mg/dl)

28

Page 29: home visite

Diet yang tidak sehat, yakni diet dengan terlalu tinggi karbohidrat (khususnya karbohidrat

sederhana), tinggi lemak, serta rendah serat.

Faktor risiko lain yang berkaitan dengan DM tipe 2 adalah:

Wanita dengan penyakit ovarium polikistik (polycystic ovary syndrome atau PCOS)

Penderita sindroma metabolik yang jelas memiliki toleransi glukosa terganggu(TGT /

impaired glucose tolerance/IGT), atau memiliki glukosa darah puasa yang tinggi

Penderita dengan riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, penyakit jantung

koroner, serta penyakit arteri perifer.

D. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

Untuk menyeragamkan diagnosa dan terapi Diabetes Mellitus, pada tahun 1985 WHO

menetapkan 2 jenis diabetes yaitu kelas klinis dan kelas resiko statistik. Penjelasan lebih rinci

sebagai berikut :

2.3.1 Kelas klinis

a. DM tipe 1 (DMTI/DM tergantung insulin)

Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi kekurangan

insulin absolut. Biasanya diderita oleh orang-orang di bawah umur 30 tahun. Diduga kuat

disebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan autoimun yang berlebihan untuk menumpas

virus. Akibatnya, sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus tetapi juga merusak

sel-sel langerhans. Faktor keturunan juga menjadi faktor penyebab DMTI. Penderita DMTI

sekitar 10-20% dari total penderita Diabetes (Tobing dkk, 2008).

b. DM tipe 2 (DMMTI/DM tidak tergantung insulin)

DM tipe 2 ini banyak timbul pada penderita berusia di atas 40 tahun. Penderita DM

inilah yang terbanyak di Indonesia. Data sementara hampir 90% penderita Diabetes di

Indonesia adalah penderita DMMTI dan umumnya disertai dengan kegemukan. Secara medis,

DM tipe ini disebabkan oleh gangguan sekresi insulin yang progresif karena resistensi

insulin. Diduga disebabkan oleh faktor genetik dan dipicu oleh pola hidup yang tidak sehat

(Tobing dkk, 2008).

c. DM terkait malnutrisi

Biasanya terjadi di negara-negara berkembang di kawasan tropis yang sebagian

penduduknya masih berpendapatan perkapita rendah, sehingga terjadi gangguan atau

kekurangan makanan (malnutrisi) dan tidak didapati adanya ketosis (Tobing dkk, 2008).

29

Page 30: home visite

DMTM terbagi lagi menjadi 2, yakni :

1. Fibrocalculous pancreatic DM (FCPD).

2. Protein deficient pancreatic DM (PDRD).

d. Diabetes mellitus tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu :

1. Penyakit pankreas

2. Penyakit hormonal

3. Penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, anti hipertensi, anti kolesterol atau

bahan kimia lain

4. Kelainan insulin atau reseptornya

5. Sindroma genetik tertentu

6. Penyebab lain yang belum diketahui (Tobing dkk, 2008).

e. Gangguan toleransi glukosa (GTG)

Ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pada tes toleransi

glukosa oral (TTGO) yang nilainya berada di daerah perbatasan yaitu di atas normal, tetapi

di bawah nilai diagnostik untuk Diabetes Mellitus (Tobing dkk, 2008).

f. DM pada kehamilan (gestational DM)

Diabetes ini umumnya terjadi pada penderita yang sedang hamil. Diabetes Mellitus

tipe ini adalah sama dengan Diabetes Mellitus tipe 2 dimana insulin tidak dapat bekerja

dengan baik. Kebanyakan penderita dari Diabetes Mellitus tipe ini akan kembali pada

keadaan normal setelah parturasi. Namun, sekitar 30-50% dari penderita Diabetes Mellitus ini

akan berkembang menjadi Diabetes Mellitus tipe 2 dalam waktu 10 tahun (Heriyanti, 2007).

2.3.2 Kelas resiko statistik

Kelas ini mencakup mereka yang mempunyai kadar glukosa dalam batas toleransi

normal, tetapi memiliki resiko lebih besar untuk mengidap Diabetes Mellitus. Orang-orang

yang termasuk dalam kelas ini antara lain :

1. Toleransi glukosa pernah normal

2. Kedua orang tua mengidap DM

3. Pernah melahirkan bayi dengan berat badan di atas 4 kg (Tobing dkk, 2008).

E. EPIDEMIOLOGI

Di banyak penelitian epidemiologi tentang DM menunjukkan adanya kecenderungan

untuk terjadi peningkatan insidensi dan prevalensi DM, terutama DM tipe 2 di berbagai

penjuru dunia, termasuk di Indonesia (Perkeni, 2011). Penderita DM diperkirakan

30

Page 31: home visite

meningkat dari 30 juta orang (1985) menjadi 177 juta orang (2000). Melalui tren dan

pengolahan statistik, diperkirakan lebih dari 360 juta orang akan menderita DM di tahun

2030 (Powers, 2008). Kenaikan yang drastis ini terutama disumbang oleh DM tipe 2,

meskipun prevalensi DM tipe 1 juga cenderung meningkat.

Terdapat variasi geografis yang cukup nyata dalam hal insidens DM tipe 1 dan tipe 2.

Sebagia contoh, daerah Skandinavia (mencakup Denmark, Finlandia, Swedia, Norwegia)

memiliki insidens tertinggi untuk DM tipe 1 (35/100 000 per tahun di Finlandia). Hal ini

diduga oleh tingginya frekuensi alel HLA yang berisiko DM di antara etnis ini.Demikian

juga DM di Amerika Serikat berbeda untuk golongan ras di sana, dengan ras Amerika

asli (Indian dan Alaska) yang mencapai 15,1%, Afroamerika (13,3%), disusul orang

Amerika Latin (9,5%), dan relatif rendah di orang kulit putih keturunan Spanyol

(Hispanic), dan terendah di orang kulit putih. Perkembangan suatu negara juga

menentukan bagaimana prevalens dan insidens DM (terutama tipe 2) di negara tersebut.

Sebagai contoh, negara-negara yang ekonomominya sangat menonjol seperti Singapura

dan China menampilkan kenaikan insidensi DM dibandingkan dengan 10 tahun lalu.4

Hal ini semakin menekankan peranan lingkungan, disamping genetik, dalam menentukan

perjalanan DM.

Di Indonesia sendiri diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes

yang belum terdiagnosis. Selain itu, dari seluruh yang terdiagnosis, hanya 2/3 saja yang

menjalani pengobatan, baik farmakologis maupun non-farmakologis. WHO memprediksi

kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta (2000) hingga 21,3 juta

(2030). Penelitian yang dilakukan pada dekade 80-an dan dibandingkan dengan sekarang

juga cukup mengejutkan. Sebagai contoh di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM

merangkak naik dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993), dan meroket hingga 12,8%

(2001). Pada tahun 2003, dari 133 juta penduduk Indonesia berusia 20 tahun, didapatkan

data prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban, dengan 7,2% pada daerah rural,

sekali lagi menegaskan betapa pentingnya faktor lingkungan pada DM khususnya tipe 2.

Melihat data-data yang sedemikian membelalakkan mata, peranan dokter umum menjadi

sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer (Perkeni, 2011).

Sementara itu untuk data secara kasar, dari seluruh penderita diabetes di seluruh

dunia, hanya sekitar 5-10% yang didiagnosis sebagai DM tipe 1. 90-95% didiagnosis

sebagai tipe 2, dan hanya 1-5% terdiagnosis sebagai DM tipe lain. Di AS sendiri

didiagnosis 10.000 kasus baru setiap tahun dengan jumlah penderita mencapai 1 juta

orang. Sebagai salah satu gangguan metabolik yang cukup sering pada anak-anak, DM

31

Page 32: home visite

tipe 1 dapat ditemukan dalam 15 anak setiap 100.000 anak berusia kurang dari 18 tahun

(Romesh, 2011).

F. GEJALA

Gejala klinis DM menurut Tobing dkk (2008), yaitu :

1. Sering buang air kecil

Tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan melalui ginjal juga disertai oleh air

atau cairan tubuh, maka buang air menjadi lebih banyak.

2. Haus dan banyak minum

Banyaknya urine yang keluar menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga kebutuhan

akan air (minum) meningkat.

3. Fatigue (lelah)

Muncul karena energi menurun akibat berkurangnya glukosa dalam jaringan/sel. Kadar

gula dalam darah yang meningkat tidak bisa masuk ke dalam sel disebabkan menurunnya

fungsi insulin sehingga kekurangan energi.

4. Rasa lelah, pusing, keringat dingin, tidak bisa konsentrasi

Disebabkan oleh menurunnya kadar gula. Setelah mengkonsumsi gula, reaksi pankreas

meningkat (produksi insulin meningkat) menimbulkan hipoglikemik/kadar gula

menurun.

5. Berat badan naik

Disebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat karena hormon lain juga terganggu.

6. Gatal

Disebabkan oleh mengeringnya kulit (gangguan pada regulasi cairan tubuh) yang

menyebabkan kulit mudah luka dan gatal.

7. Gangguan imunitas

Meningkatnya kadar glukosa dalam darah menyebabkan pasien diabetes sangat sensitif

terhadap penyakit infeksi. Ini disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel darah putih.

8. Gangguan mata

Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan cairan dalam lensa mata. Pandangan

akan tampak berbayang disebabkan adanya kelumpuhan pada otot mata.

9. Gangguan polyneuropathy

Gangguan sensorik pada saraf periferal (kesemutan/baal) di kaki atau tangan.

32

Page 33: home visite

G. DIAGNOSA

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut di bawah ini (Committe

Repport ADA, 2006):

1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)

2. Obesitas BB (kg)> 110% BB ideal atau IMT > 25 (kg/m2)

3. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)

4. Riwayat DM dalam garis keturunan

5. Riwayat kehamilan dengan: BB lahir bayi >4000 gram atau abortus berulang

6. Riwayat DM pada kehamilan

7. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL atau Trigliserida > 250 mg/dL)

8. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau glukosa darah terganggu (GDPT).

Pelaksanaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) untuk diagnosis DM adalah sebagai

berikut:

1. Tiga hari sebelumnya makan karbohidrat cukup

2. Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan

3. Puasa semalam, selama 10-12 jam

4. Periksa glukosa darah puasa

5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam

waktu 5 menit

6. Diperiksa glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap boleh minum air putih, namun

harus istirahat dan tidak merokok

8. Untuk tujuan penelitian atau diagnosis DMG (Diabetes Mellitus Gestasional),

dilakukan pemeriksaan glukosa darah pada 0, 1, 2 dan 3 jam sebelum dan sesudah

minum beban glukosa 75 gram tersebut.

Uji laboratorium

Darah

Orang normal : GDP (Glukosa Darah Puasa) < 100 mg/dL

2 JPP < 140 mg/dL

GDP antara 100 dan 126 mg/dL disebut Glukosa Darah Puasa Terganggu

Penderita DM : GDP (Glukosa Darah Puasa) 90-130 mg/dL

2 JPP < 180 mg/dL

Urin

33

Page 34: home visite

Pada orang normal, reduksi urin : negatif

Pemantauan reduksi urin biasanya 3x sehari dan dilakukan kurang lebih 30 menit

sebelum makan. Atau 4x sehari, yaitu 1x sebelum makan pagi dan yang 3x dilakukan

setiap 2 jam sesudah makan. Pemeriksaan reduksi 3x sebelum makan lebih lazim dan

lembih hemat.

Kriteria diagnosis diabetes mellitus (konsensus Perkeni, 2002)

Dinyatakan DM apabila terdapat:

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥ 200 mg/dL, plus gejala klasik: poliuri,

polidipsia dan penurunan berat badan yang itdak jelas sebabnya atau

2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dL, atau

3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa 75

gram pada TTGO.

Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau esok

harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan dekompensasi

metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi akut :

a. Hipoglikemia

Menurut Marpaung (2006), kadar gula darah puasa (true glucose) adalah 60 mg%.

Dengan dasar tersebut, maka penurunan kadar gula darah dibawah 60 mg% disebut sebagai

hipoglikemia. Pada umumnya gejala hipoglikemia baru timbul bila kadar gula darah < 45 mg

%. Pada pasien DM hipoglikemia dapat terjadi pada mereka yang menggunakan obat insulin

atau obat antidiabetes oral/sulfonilurea.

b. Hiperglikemia

Menurut Marpaung (2006), hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan

glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan

termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantara

enzim aldose reduktase akan dirubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk

dalam sel atau jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.

Hiperglikemia ini terdiri dari :

1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)

34

Page 35: home visite

Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM.

Gambaran klinis berupa pernapasan cepat dan dalam (kussmaul) dan dehidrasi (turgor kulit

bertambah, lidah dan bibir kering). Kadang-kadang disertai dengan tekanan darah rendah,

sehingga kesadaran dapat turun sampai koma.

2. Non Ketotik Hiperosmolar (NKH)

Secara klinis dari pemeriksaan fisik pada NKH ditemukan pasien dalam keadaan apatis

sampai koma, tanda-tanda dehidrasi, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan, dan

tidak ada tanda pernapasan kussmaul (Marpaung, 2006).

Komplikasi kronik

Komplikasi kronik pada Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua

pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik), dibagi menjadi dua yaitu

makroangiopati dan mikroangiopati. Meskipun tidak berarti satu sama lain saling terpisah dan

tidak terjadi sekaligus bersamaan (Subiantoro, 2002). Berbagai komplikasi dapat timbul pada

bagian tubuh lain jika kadar glukosa darahnya tidak dikontrol, seperti :

a. Mata

Bila kadar glukosa di dalam darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung dan

penderita mengeluh kabur. Bila keadaan ini dibiarkan, penderita akan sering mengganti

kacamatanya dan tidak akan puas dengan kacamata yang telah diperolehnya. Tetapi bila DM

dirawat dengan baik, penglihatan akan terang kembali dalam 2-4 minggu. Penyakit DM dapat

menyebabkan lensa mata menjadi keruh, lensa keruh ini disebut katarak. Komplikasi

menahun pada mata yang lain adalah meningkatnya tekanan bola mata yang disebut

glaukoma. Keadaan yang akhirnya akan timbul dan biasanya sesudah 10-15 tahun mengidap

DM, adalah terganggunya alat penerima mata atau retina yang terletak di belakang lensa

mata. Gangguan pada retina mata akibat DM ini disebut retinopati diabetik. Dibandingkan

dengan NonDiabetes, penderita DM mempunyai kecenderungan 25 kali lebih mudah

mengidap kebutaan (Marpaung, 2006).

b. Jantung

Penderita DM lebih mudah menderita jantung koroner. Dibandingkan dengan orang

normal, penderita DM dua kali lebih mudah menderita infark jantung/serangan jantung.

Selain itu, karena keadaan DM yang kurang baik dan telah berlangsung lama, daya pompa

otot jantung sedemikian lemah dan penderita DM mudah sesak napas ketika berjalan atau

naik tangga, yang disebut payah jantung (Marpaung, 2006).

c. Ginjal

35

Page 36: home visite

Dibandingkan dengan ginjal orang normal, penderita DM mempunyai kecenderungan

tujuh belas kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Semuanya ini disebabkan

oleh faktor infeksi yang berulang-ulang yang sering timbul pada DM, dan adanya

penyempitan pembuluh darah kapiler yang disebut mikroangiopati di dalam ginjal.

Manifestasi komplikasi mikroangiopati diabetik pada ginjal disebut nefropati diabetik

(Marpaung, 2006).

d. Paru

Penderita DM jika batuk biasanya berlangsung lama. Lama waktu untuk

penyembuhannya karena pertahanan tubuhnya menurun. Dibandingkan dengan orang normal,

penderita DM lebih mudah menderita TBC paru. Kurang lebih 12,8% penderita DM di

Surabaya pada tahun 1993 mengidap TBC paru. Agar cepat sembuh DM harus dirawat

dengan sempurna (Marpaung, 2006).

e. Angiopati Diabetik

Komplikasi DM yang paling berbahaya adalah komplikasi pada pembuluh darah.

Komplikasi pembuluh darah pada DM dapat dihindari jika penyakit tersebut dirawat dengan

baik. Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh

tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetik dibagi 2 yaitu

makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler). Walaupun tidak berarti

satu sama lain saling berpisah atau tidak terjadi sekaligus (Marpaung, 2006).

f. Gangren Diabetik

Merupakan komplikasi menahun dari DM, dengan kelainan pada tungkai bawah atau

pada ujung-ujung kaki dan tangan. Semua luka atau radang yang terjadi pada daerah mata

kaki harus segera diobati, bila terlambat akan menimbulkan gangren diabetik (luka kehitaman

karena sebagian jaringannya rusak dan berbau busuk). Tidak jarang pada akhirnya kaki harus

dipotong (diamputasi). Jika sudah terjadi gangren diabetik, penderita harus masuk rumah

sakit karena harus mendapat suntikan insulin, antibiotika dan perawatan luka secara intensif

(Marpaung, 2006).

I. PENANGANAN

Terapi non farmakologi

Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien. Bagi pasien dengan DM

tipe 1, difokuskan pada pengaturan pemberian insulin dengan diet seimbang untuk

mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Pola makan dengan karbohidrat

kadar menengah dan rendah lemak jenuh, serta makanan seimbang juga dianjurkan.

36

Page 37: home visite

Selain itu, pasien DM tipe-2 sering memerlukan pembatasan kalori untuk meningkatkan

penurunan berat badan (Dipiro, 2009).

Latihan aerobik dapat memperbaiki resistensi insulin, kontrol glikemik pada

kebanyakan pasien, mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi dalam

penurunan atau pemeliharaan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan/kesehatan.

Latihan harus dimulai perlahan-lahan pada pasien yang belum pernah melakukan. Pasien

yang lebih tua dan memiliki penyakit aterosklerosis harus memantau evaluasi

kardivaskular sebelum memulai program latihan (Dipiro, 2009).

Farmakoterapi Diabetes Mellitus Tipe 1

Semua pasien dengan tipe I DM membutuhkan insulin, tetapi jenis dan cara

penghantarannya sangat berbeda antara pasien dan pengobatan kliniknya

Strategi terapi harus berusaha untuk menyesuaikan asupan karbohidrat dengan proses

penurun glukosa (biasanya insulin) dan olahraga. Diet intervensi harus memungkinkan

pasien untuk hidup seperti biasa.

Waktu onset insulin, puncak, dan lamanya efek harus sesuai dengan pola makan dan

jadwal latihan untuk mencapai kadar glukosa darah yang mendekati normal.

Injeksi insulin dua kali sehari dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi fisiologis

sekresi indulin. Injeksi dapat diawali dengan dosis 0.6 units/kg/hari diberikan 2/3 bagian

dipagi hari sebelum sarapan dan 1/3 bagian dimalam hari. Jika kadar glukosa puasa di

pagi hari terlalu tinggi, dapat dilakukan injeksi di waktu tidur, sehingga frekuensi

pemberian menjadi 3 kali injeksi sehari. Namun, kebanyakan pasien tidak cukup

diprediksi jadwal asupan makanan mereka untuk memungkinkan kontrol glukosa ketat

dengan pendekatan ini.

Konsep injeksi bolus basal dapat dilakukan untuk memperoleh kondisi fisiologi insulin

normal dengan memberikan insulin aksi menengah atau panjang sebagai komponen basal

dan insulin aksi pendek sebagai bagian bolus. Terapi intensif dengan menggunakan

pendekatan ini direkomendasikan untuk semua pasien dewasa untuk memperkuat

pentingnya kontrol glikemik dari awal pengobatan.

Komponen insulin basal dapat diberikan sekali atau dua kali sehari NPH/detemir, atau

sekali sehari insulin glargine. Kebanyakan pasien DM tipe 1 membutuhkan dua kali

37

Page 38: home visite

injeksi dari semua jenis insulin kecuali insulin glargine. Semua insulin (kecuali insulin

glargine) memiliki beberapa derajat efek puncak yang harus dipertimbangkan dalam

perencanaan makan dan aktivitas. Insulin Glargine atau insulin detemir adalah suplemen

insulin basal untuk sebagian besar pasien.

Komponen insulin bolus diberikan sebelum makan dengan insulin reguler, insulin lispro,

insulin aspart, atau insulin glulisine. Onset yang cepat dan durasi pendek dari analog

insulin lebih cepat menormalkan fisiologi dibandingkan dengan insulin reguler, yang

memungkinkan pasien untuk memvariasikan jumlah insulin yang disuntikkan berdasarkan

tingkat SMBG preprandial, tingkat aktivitas yang akan datang, dan antisipasi asupan

karbohidrat. Kebanyakan pasien diberikan dosis insulin preprandial berdasarkan

algoritma insulin. Penghitungan karbohidrat adalah alat yang efektif untuk menentukan

jumlah insulin yang harus disuntikkan preprandial.

Sebagai contoh, pasien mungkin dengan dosis awal 0,6 unit/ kg /hari insulin, dengan

insulin basal 50% dari dosis total dan insulin prandial 20% dari total dosis sebelum

sarapan, 15% sebelum makan siang, dan 15% sebelum makan malam. Kebanyakan pasien

memerlukan dosis harian total antara 0,5 dan 1unit/kg/hari.

Semua pasien yang menerima insulin harus memiliki pendidikan yang luas dalam

pengenalan dan pengobatan hipoglikemia (Dipiro, 2009).

Farmakoterapi Diabetes Mellitus Tipe 2

Pasien dengan gejala (symptom) pada awalnya mungkin memerlukan insulin atau terapi

kombinasi oral untuk mengurangi toksisitas glukosa (yang dapat mengurangi sekresi sel β

insulin dan memperburuk resistensi insulin).

Pasien dengan A1C sekitar 7% atau kurang biasanya diobati dengan terapi gaya hidup

dengan atau tanpa perangsang insulin, sedangkan pasien dengan A1C > 7% tetapi <8%

pada awalnya diobati dengan pengobatan oral tunggal. Kebanyakan pasien dengan nilai

A1C> 9% sampai 10% memerlukan dua atau lebih insulin untuk mencapai tujuan

glikemik.

Pasien obesitas (> 120% berat badan yang ideal) tanpa kontraindikasi pengobatan harus

dimulai dengan metformin, sampai ditetapkan kadar sekitar 2.000 mg hari.

Thiazolidinedione (rosiglitazone, pioglitazone) dapat digunakan pada pasien toleran atau

memiliki kontraindikasi terhadap metformin.

Pasien dengan berat badan normal dapat diobati dengan insulin secretagogues

38

Page 39: home visite

Kegagalan terapi awal harus dilakukan penambahan kelas lain dari obat. Pergantian obat

dari kelas lain harus disediakan untuk obat intoleransi. Metformin dan insulin

secretagogue sering digunakan sebagai terapi lini pertama dan kedua.

Terapi kombinasi awal harus dipertimbangkan bagi pasien dengan A1C > 9% sampai

10%, dan beberapa produk oral kombinasi yang tersedia.

Jika pasien tidak dapat diobati menggunakan kombinasi dua obat, dapat ditambahkan obat

ketiga (misalnya: glitazone, exenatide, penghambat dipeptidil peptidas IV , atau insulin

basal. Terapi harus dipandu oleh A1C, FPG,biaya, tambahan manfaat (misalnya,

penurunan berat badan), dan menghindari efek samping).

Hampir semua pasien akhirnya menjadi insulinopenic dan membutuhkan terapi insulin.

Pasien sering dialihkan pada penggunaan insulin waktu tidur dengan efek panjang atau

menengah untuk kontrol glikemik sepanjang hari. Hal ini mengakibatkan berkurangnya

hiperinsulinemia dan berat badan dibandingkan dengan strategi insulin yang lebih

tradisional. Perangsang insulin biasanya digunakan dengan insulin karena kebanyakan

pasien mengalami resisten insulin.

Karena variabilitas resistensi insulin, dosis insulin bisa berkisar 0,7-2,5 unit/kg/hari atau

lebih (Dipiro, 2009).

Pengobatan Pada Kasus Komplikasi

Retinopati

Retinopati diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh

Diabetes Melitus. Pasien dengan retinopati harus diperiksa oleh dokter mata setidaknya setiap

6 sampai 12 bulan (Dipiro, 2009). Retinopati diabetika merupakan salah satu komplikasi

Diabetes Melitus (DM) pada mata yang paling banyak menyebabkan kebutaan menetap.

Terjadinya seiring dengan lamanya menderita DM. Makin lama DM diderita makin tinggi

kemungkinan terjadinya retinopati. Resiko menderita retinopati DM tinggi yaitu 60% pada

penderita yang menderita DM > 15 tahun, resiko juga meningkat pada orang muda penderita

DM. Angka kebutaan retinopati diabetika adalah ±30% (Yap, 2009).

Retinopati diabetika ditandai dengan adanya gangguan pembuluh darah diretina berupa

kebocoran, sumbatan dan pada tahap selanjutnya timbul pembuluh darah abnormal yang

sangat rapuh dan mudah menimbulkan pendarahan dengan segala akibat yang merugikan

(Yap, 2009).

39

Page 40: home visite

Kebutaan pada retinopati diabetika dapat dikurangi dengan deteksi dan penanganan yang

memadai termasuk kontrol teratur. Penganan dengan sinar Laser bertujuan meringankan

akibat kebocoran pembuluh darah serta menghilangkan pembuluh darah abnormal sehingga

kemungkinan terjadinya kebutaan dapat dikurangi. Sinar Laser tidak dapat mengembalikan

fungsi penglihatan yang sudah rusak akibat retinopati diabetika. Pasca penyinaran laser

penderita Retinopati Diabetika masih perlu di follow-up secara teratur, karena mungkin

diperlukan terapi laser tambahan (Yap, 2009).

Neuropati.

Neuropati perifer adalah komplikasi yang paling umum pada pasien DM tipe 2 rawat

jalan. Parestesia, mati rasa atau nyeri mungkin merupakan gejala dominan. Peningkatan

kontrol glikemik dapat mengurangi beberapa gejala (Dipiro, 2009).

Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita

DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat berupa gangguan

sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif di mana terjadi

degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang

biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan

dan disfungsi pada struktur syaraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan

pembentukan myoinositol, penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan

struktur syaraf, demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal (Permana, 2009).

Nefropati

Kontrol glukosa dan tekanan darah penting untuk mencegahan dan menghambat

perkembangan nefropati. Angiotensin-converting enzyme inhibitor dan angiotensin reseptor

blocker telah menunjukkan keberhasilan dalam mencegah perkembangan klinis penyakit

ginjal pada pasien DM tipe-2. Diuretik sering diperlukan dan direkomendasikan sebagai

terapi lini kedua (Dipiro, 2009).

Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab

terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengaikibatkan

perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke

dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal

yang progresif (Permana, 2009).

Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr /24jam),

terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah

kontrol metabolisme dan kontrol tekanan darah (Permana, 2009).

Penyakit pembuluh darah perifer dan borok kaki

40

Page 41: home visite

Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis yang dapat terjadi pada

seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan

meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnuya terjadi payah jantung.

Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes disbanding pada orang normal.

Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes,

hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal

terjadi pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada

diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah

mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai

infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan

gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma, ataupun

kematian (Permana, 2009).

.Klaudikasio dan borok kaki, sering terjadi pada di DM tipe 2. Berhenti merokok, kontrol

dislipidemia, dan terapi antiplatelet merupakan strategi pengobatan penting. Pentoxifylline

(Trental) atau Cilostazol (Pletal) dapat berguna pada beberapa pasien. Revaskularisasi juga

dapat dilakukan pada pasien tertentu. Debridement lokal, penggunaan alas kaki yang tepat

dan perawatan kaki penting dalam pengobatan lesi awal. Pengobatan topikal dapat

bermanfaat pada lesi lebih lanjut (Dipiro, 2009).

Penyakit Jantung Koroner

Risiko intervensi multiple-faktor (pengobatan dislipidemia dan hipertensi, berhenti

merokok, terapi antiplatelet) mengurangi kejadian makrovaskular (Dipiro, 2009).

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor risiko koroner.

Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada

koroner timbul insufisiensi koroner atau angina pectoris (nyeri dada paroksismal serti

tertindih benda berat dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan

tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda seetlah beristirahat atau

mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, dimana

nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pemberian nitrat. Namun gejala-

gejala ini dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti

(Permana, 2009). The American Diabetes Association dan National Kidney Foundation

merekomendasikan tujuan tekanan darah <130/80 mmHg pada pasien dengan DM.

Angiotensin-converting enzyme inhibitor dan angiotensin reseptor blocker umumnya

direkomendasikan untuk terapi awal. Banyak pasien memerlukan beberapa agen, sehingga

41

Page 42: home visite

diuretik, calcium channel blockers, dan β- blocker berguna sebagai agen kedua dan ketiga

(Dipiro, 2009).

Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada penderita

diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering

timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya

aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia,

berupa: pusing, hemiplegia parsial atau total, afasia sensorik dan motorik, dan keadaan

pseudo-dementia (Permana, 2009).

BAB VII

PENUTUP

A. KESIMPULAN

42

Page 43: home visite

1. Segi Biologis :

Tn. M(54tahun), menderita penyakit diabetes mellitus Kasus lama (dalam

pengobatan)

Pasien menderita kelumpuhan dan penurunan penglihatan

Pasien tidak rutin kontrol ke Puskesmas

2. Segi Psikologis :

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang terjalin

cukup akrab, harmonis, dan hangat

Pengetahuan akan diabetes mellitus yang masih kurang yang berhubungan

dengan tingkat pendidikan yang masih rendah

Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang kurang baik.

3. Segi Sosial :

Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini yang

berpengaruh pada ketidakmampuan mendapatkan pelayanan dan informasi

tentang kesehatan keluarga juga untuk dapat mempunyai fasilitas sanitasi,

rumah yang sesuai dengan standart kesehatan

4. Segi lingkungan :

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Tn. M tidak sehat.

B. SARAN

1. Untuk masalah medis (Diabetes Mellitus) dilakukan langkah-langkah :

Preventif : mengatur pola makan dengan baik agar tidak sampai menimbulkan

kelebihan gizi

Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai diabetes mellitus dan

pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang menangani dan

memberi motivasi kepada keluarga untuk terus melakukan kontrol rutin ke

Puskesmas.

Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan, sehingga diberikan

pengobatan berupa, Glibenclamid dan metformin

Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Ny. S sehingga tetap memiliki

semangat untuk sembuh dan dapat hidup normal selayaknya orang sehat.

43

Page 44: home visite

2. Untuk masalah komplikasi penyakit yang diderita pasien sekarang akibat Diabetes

Melituss

Promotif : edukasi penderita dan keluarga penderita mengenai penyebab

sampai terjadinya komplikasi tersebut dan meningkatkan motivasi dan

kepatuhan pasien untuk mengonsumsi obat diabetes melitus dan juga meminta

kerjasama dari anggota keluarga untuk mengawasi pasien dalam meminum

obat. Serta terus memotivasi pendeita agar mau melakukan aktivitas sendiri

seperti berjalan agar pasien diharapkan bisa berjalan sendiri lagi.

Kuratif : mengkonsumsi obat – obatan DM yang sudah didapat secara rutin

3. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat dilakukan

langkah-langkah :

Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka jendela

tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga kebersihan rumah dan

lingkungan rumah. Lantai hendaknya diplester atau diganti dengan ubin agar

mudah dibersihkan. Pengaliran limbah dengan tepat.

4. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah :

Kepada penderita hendaknya mampu memperbaiki manajemen keuangan

keluarga.

5. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit diabetes mellitus, dilakukan langkah-

langkah :

Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota keluarga

mengenai penyakit DM bahwa penyakit DM merupakan penyakit yang dapat

dikendalikan.

Apabila kondisi penderita membaik dan kadar gula darahnya terkontrol,

diharapkan penderita memberikan testimoni kepada penderita diabetes

mellitus yang lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J T., Dipiro, C V., Barbara, G W., and Terry, L S. 2009. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Hal 210-226.

44

Page 45: home visite

Gardner DG, Shoback D. Greenspan’s basic & clinical endocrinology. Eighth edition. New York: McGraw Hill; 2007

Guven S, Kuenzi JA, Matfin G. Diabetes mellitus and the metabolic syndrome. In: Porth CM.

Essentials of pathophysiology. Concepts of altered health states. Philadelphia: Lippincott Williams & Wlikins; 2003

Hastuti, R.T. 2008. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Mellitus. Tesis. Semarang.

Heriyanti. 2008. Patogenesis Kandidiasis Oral Pada Penderita Diabetes Mellitus. Medan.

Kusniyah, Y; Siswati, N; Rahayu, U. 2010. Hubungan Tingkat Self Care Dengan Tingkat HbA1C Pada Klien Diabetes mellitus Tipe 2 Di Poliklinik Endokrin RSUP DR. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal. Bandung.

Marpaung, J.L.R. 2006. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Rawat Inap Di Rumah Sakit Pematang Siantar tahun 2003-2004. Medan.

Mayo Clinic. Type 1 diabetes. [Internet]. 2011 [updated 2011 May 24; cited 2011 October 6]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/type-1-diabetes/

Perkeni. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. Tahun 2011. Jakarta: Perhimpunan Endokrinologi Indonesia; 2011

Permana, H. 2009. Komplikasi Kronik Dan Penyakit Penyerta Pada Diabetesi. Tersedia di: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/kompilasi_kronik_dan_penyakit_penyerta_pada_diabetesi.pdf. [Diakses tanggal 15 September 2011].

Powers AC. Diabetes mellitus. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s principles of internal medicine. 17th edition. New York: McGraw Hill; 2008

Romesh K. Type 2 diabetes mellitus. [Internet]. 2011 [updated 2011 September 14; cited 2011 October 6]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview

Subiantoro, B. 2002. Hubungan Antara Terkenalinya Kadar Gula Darah Dengan Berat Ringannya Polineuropati Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II. Tesis. Semarang.

Tobing, A; Mahendra, B; Krisnatuti, D; Alting, B.Z.A. 2008. Care Your Self Diabetes Mellitus. Penebar Plus : Jakarta.

Yap. 2009. Retinopati Diabetika. Tersedia di: http://www.rsmyap.com/content/view/9/43/. [Diakses tanggal 14 September 2011].

45

Page 46: home visite

46