Upload
tajul-patas
View
73
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hordeolum
Citation preview
JURNAL
SMF ILMU PENYAKIT MATA
JUDUL
IDENTIFIKASI PATOGEN HORDEOLUM DAN
PERSESUAIAN TERHADAP PENGOBATAN
ANTIMIKROBA TOPIKAL DAN ORAL
PENYUSUN:
MASRURIN (08700252)
ADELE HUTAPEA (09700369)
PEMBIMBING:
Dr. Rini Kusumawar Dhany, Sp.M
RSUD Dr. Wahiddin Sudirohusodho
MOJOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan
karuniaNya sehingga kami memperoleh kesempatan untuk menyusun
karya tulis jurnal di bidang Ilmu Penyakit Mata. Dokumen ini merupakan
pra-syarat memperoleh kelulusan mengikuti pendidikan profesi Dokter
Umum di Stase Mata, dimana pelaksanaannya berlangsung di RSUD Dr.
Wahiddin Sudirohusodho.
Secara khusus, kami menyampaikan terimakasih kepada dr. Rini
Kusumawar Dhany, Sp.M yang telah membimbing sehingga jurnal ini
dapat disusun sesuai standar karya ilmiah sederhana yang baku.
Jurnal ini berjudul “Identifikasi Patogen Hordeolum dan
PersesuaianTerhadap Pengobatan Antimikroba Topikal dan Oral”, yang
disadur dari judul aslinya yaitu “Identification Of Hordeolum Pathogens
and it’s Susceptibility to Antimicrobial Agents In Topical and Oral
Medications”. Karya ilmiah yang kami sajikan merupakan hasil penelitian
yang dilaksanakan oleh Departemen Oftalmologi Fakultas Kedokteran
Universitas Chulalongkorn di Bangkok – Thailand, dan dipublikasikan
melalui “Asian Biomedicine” Volume 6 No.2 edisi April 2012.
Akhirnya dengan segala kekurangan yang ada, kami menguraikan
hasil-hasil penelitian yang dimaksud, dengan harapan karya ilmiah
sederhana ini dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan di bidang
kedokteran umum, secara khusus yang berkaitan dengan penyakit mata.
Mojokerto, 1 Oktober 2013
Penyusun
i
LEMBAR PENGESAHAN
DISKUSI JURNAL
IDENTIFIKASI PATOGEN HORDEOLUM DAN PERSESUAIAN
TERHADAP
PENGOBATAN ANTIMIKROBA TOPIKAL DAN ORAL
Telah disetujui dan disahkan pada
Hari : ........................................
Tanggal : .........Oktober, 2013
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Rini Kusumawar Dhany, Sp, M
ii
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar................................................................................................................
....................... i
Lembar
Pengesahan ............................................................................................................
.... ii
Daftar
Isi ............................................................................................................................
.......... iii
Bab I :
Pendahuluan ...........................................................................................................
...... 1
1.1 Latar
belakang .....................................................................................................
1
1.2 Rumusan
masalah ............................................................................................... 3
1.3
Tujuan .....................................................................................................................
. 4
1.4
Manfaat ..................................................................................................................
4
Bab II:
Isi ............................................................................................................................
.......... 5
2.1 Latar belakang
penelitian .................................................................................. 5
2.2 Metode
penelitian ................................................................................................ 6
2.3
Hasil ........................................................................................................................
. 8
2.4
Diskusi ....................................................................................................................
. 10
Bab III :
Pembahasan ...........................................................................................................
..... 13
3.1 EFEKTIFITAS ANTIBIOTIKA UNTUK TERAPI HORDEOLUM................
13
3.2 TREN PEMAKAIAN ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI HORDEOLUM.....
14
3.3 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN DARI
PENELITIAN.............................. 15
Penutup ........................................................................................................
.............................. 16
Daftar
Pustaka ........................................................................................................
................. 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hampir setiap orang mengenal timbilen atau timbil yang dalam bahasa
medis disebut Hordeolum. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja,
mulai anak-anak hingga orang tua. Angka kejadian pada usia dewasa
hampir sama banyak dibandingkan anak-anak. Tidak ada perbedaan
angka kejadian (insidens rate) antara wanita dengan pria. Adakalanya
seseorang mudah mengalami timbilen berulang. Ibaratnya, baru sembuh
yang satu, kemudian muncul lagi timbil di tempat yang lain.
Hordeolum ( stye ) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi
kelopak mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh
bakteri, biasanya oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus).
Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar
kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis dan Moll.
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :
1. Hordeolum interna, terjadi pada kelenjar Meibom. Pada
hordeolum interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput
kelopak mata bagian dalam).
2. Hordeolum eksterna, terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll.
Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar
(palpebra).
1
G E J A L A
Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yakni nampak adanya
benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna
kemerahan. Adakalanya nampak bintik berwarna keputihan atau
kekuningan disertai dengan pembengkakan kelopak mata.Pada
hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka
kelopak mata.
Keluhan yang kerap dirasakan oleh penderita hordeolum diantaranya rasa
mengganjal pada kelopak mata, nyeri tekan dan makin nyeri saat
menunduk. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.Hordeolum dapat
membentuk abses di kelopak mata dan pecah dengan mengeluarkan
nanah.
PENGOBATAN
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2
minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat
topikal (salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat
antibiotika oral (diminum).
Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:
Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.
Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin,
Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid,
dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai
anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.
Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum
tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini
diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis
antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil
pemeriksaan.
2
Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan
sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya
hordeolum.
Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk
meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,
ibuprofen, dan sejenisnya.
TINDAKAN INSISI
Tindakan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:
Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat
antibiotika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.
Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.
Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk
penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.
PENCEGAHAN
Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum
menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat
untuk membersihkan ekskresi kelenjar lemak.
Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi
oleh kuman.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Mengingat seringnya pemakaian antibiotika untuk pengobatan
Hordeolum, maka diperlukan suatu kepastian berdasarkan penelitian
ilmiah (evidence based) tentang efektifitas penggunaan antibiotik dan
reaksi resistensi kuman-kuman patogen penyebab hordeolum terhadap
jenis-jenis antibiotik tersebut.
3
1.3 TUJUAN
Memperoleh identrifikasi jenis-jenis kuman patogen Hordeolum dan
bagaimana reaksinya masing-masing terhadap jenis-jenis antibiotika
topikal maupun oral yang digunakan untuk terapi Hordeolum.
1.4 MANFAAT
1.4.1. Memperdalam pengetahuan tentang berbagai jenis bakteri
penyebab hordeolum
1.4.2. Memperdalam pengetahuan tentang pilihan jenis-jenis antibiotika
yang efektif dan yang sudah resisten terhadap bakteri-bakteri
penyebab hordeolum
1.4.3. Sebagai proses pembelajaran proaktif bagi dokter muda yang
tengah menjalani kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit mata.
4
BAB II
ISI
2.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
Hordeolum adalah gangguan matayang mengenai glandula
sebaseus, yang umum di seluruh sarana klinis namun tidak memerlukan
perawatan. Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri dalam waktu 1-2
minggu. Perawatan untuk kelainan ini sangat mudah mulai dari
penggunaan kompres air hangat sampai pemakaian antibiotik
(topikal,tetes mata, dan oral). Meskipun secara umum gangguan mataini
ditemukan pada populasi yang luas tetapi belum ditemukan petunjuk
standar untuk terapi hordeolum.
Para ahli mata dan dokter umum menggunakan beberapa variasi
antibiotik yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi patogen pada
beberapa spesies. Contohnya, pada studi terbaru di Thailand dilaporkan
bahwa penggunaan antibiotik oleh para ahli mata cara penggunaan nya
sangat bebas berdasarkan pengalaman masing-masing tanpa pegangan
yang baku. Dalam kasus yang berulang diyakini bahwa antibiotik sistemik
tidak digunakan untuk selulitis yang signifikan melainkan pemakaian
antibiotiklokal khususnya untuk antibiotik yang sesuai.
5
2.2 METODE PENELITIAN
Penelitian melibatkan 79 orang pasien penderita hordeolum tanpa
komplikasi yang belum pernah diterapi dengan formasi abses >5 mm,
yang diderita selama 7 hari. Pasien yangdikrut adalah pasien rawat jalan
di RS King Chulalongkorn, Bangkok, Thailand.Pasien tidak dilibatkan
dalam kasus ini jika pasien memiliki riwayat antibiotik ketika menderita
hordeolum, perdarahan, tidak sanggup untuk menerima insisi dan irigasi
serta anastesi lokal, alergi terhadap xylocain atau providine.Pasien juga
tidak bisa ikut penelitian ini jika pasien memiliki komplikasi hordeolum
dengan selulitis dan blefalitis.
Studi ini menyertakan informed consent sebelum memulai
penelitian dan persetujuan dari Institutional Review Board of the Faculty
of medicine, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand.
Jenis Prosedur Kultur Bakteri dan Tes Resistensi
Nanahnya dikumpulkan dengan teknik steril selama insisi dengan
prosedur irigasi. Nanah dikumpulkan dari insisi sisi yang sama dengan
menggunakan beberapa swap steril dan segera ditanam di dalam 3 cawan
agar, juga ditanam dalam kaca objek, serta ditanam dalam tabung yang
mengandung agar empedu. Kultur disediakan berupa 3 bentuk agar-agar
yang berbeda :
1. agar brucella untuk pertumbuhan bakteri anaerob
2. agar darah untuk pertumbuhan kuman aerob
3. agar coklat untuk pertumbuhan kuman mikro-aerofilik.
Slide kaca menggunakan stain gram.
6
Thioglycolat digunakan untuk memastikan pertumbuhan bakteri
yaitu jenis-jenis spesimen yang memiliki daya patogen tertentu.Anaerobic
kit (Mitsubishi Gas Chemical Company, Inc, Tokyo, Japan) memiliki
peralatan anaerobik yang digunakan untuk pertumbuhan kuman anaerob
dalam suasana anaerob. Sesudah semua sampel dikumpulkan langsung
dikirim ke departemen mikrobiologi fakultas kedokteran Chulalongkorn ,
Bangkok.
7
Isolasi juga ditujukan untuk menguji resistensi antimikroba terhadap
clorampenicol,fusidic asid, tetrasiklin, tobramycin dan ciprofloxacin
dengan menggunakan E-test.Analisa data menggunakan teknik statistik
deskriptif.
2.3. HASIL
Dari total 79 pasien, pertumbuhan bakteri diamati dalam 50 orang
pasien (63,3 %). Isolasi yang dapat dideteksi meliputi 54 orang. Berikut ini
isolasi dari kuman tersebut :Staphylococcus epidermidis (19 isolates;
35.2%),Proprionibacterium acnes (13 isolates; 24.1%),Staphylococcus
aureus (10 isolates; 18.5%),Corynebacterium spp. (10 isolates;
18.5%),Aerococcus viridans (1 isolate; 1.85%), andPrevotella intermedia
(1 isolate; 1.85%). Stain gram tumbuh hanya 14 dalam 50 kultur pasien
yang positif. Hasil dari 13 spesimen (92,9 %) konsisten
denganorganismedarispesimenkultur menunjukkankarakterorganisme
penyebab. Hanya satuyang tidak menunjukkanpertumbuhankultur.
8
Dari tes resistensi antimikroba, sebagian besar kuman dalam biakan
mengalami resistensi terhadap semua jenis antimikroba yang diperiksa
kecuali Staphylococus spp. yang resisten terhadap tetrasiklin.
Sebagian besar organisme bakteri memiliki MIC 50 dan 90 dengan
nilai 10 kali lebih rendah dibandingkan konsentrasi terhadap
kloramfenikol, fusidic asid, Tetrasiklin, Tobramisin, dan Ciprofoxacin
kecuali terhadap propioni bacterium agnes untuk tobramisin dan
polimisin. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar antimikroba
berada dalam batas resistensi terhadap semua bakteri yang diisolasi
kecuali tobramixin, polimycin. Konsentrasi dari agen antimikroba
dipresentasikan dalam table 3.
9
2.4. DISKUSI
Untuk pengetahuan kita, studi ini utamanya menghasilkan
identifikasi semua kuman patogen yang terlibat dalam patogenitas
hordeolum dan resistensi terhadap pemakaian antibiotik yang digunakan
saat ini.Dari 29 kasus terhadap 79 pasien tidak memiliki pertumbuhan
bakteri.Dengan demikian kita meyakini berdasar kasus ini hordeolum
dapat sembuh dengan sendirinya.
Di sisi lain kita mendeteksi pertumbuhan kuman dalam 54 isolasi
dari 50 orang pasien (63,3%). Kita mengidentifikasi 6 spesies organisme
bakteri yang ditemukan bersama hordeolum yaitu S. epidermidis, P.
acnes, S. aureus, Corynebacterium spp., Aerococcusviridans danPrevotella
intermedia. Sebagian dari mikroorganisme ini ditemukan pada lingkungan
kulit normal kecuali Aerococus viridians.
Menarik untuk dicatat, kuman patogen umumnya yang terdapat
dalam hordeolum adalah Stapylococus spp. termasuk Staphylococus
aureus dan epidermidis.Saat ini staphylococcus spp. diketahui sebagai
bakteri yang dominan ditemukan pada penyakit infeksi mata.
10
Meskipun dari studi ini kita dapat mendeteksi yang lain seperti P.
acne dan Korinebakterium spp. pada insiden yang lebih sulit. Kedua
organism ini belum pernah dilaporkan sebagai kuman patogen penyebab
hordeolum.Kita menduga bahwa ada peningkatan prevalensi atau
produksi nanah yang meningkat sehubungan dengan ditemukannya
kedua jenis kuman patogen ini.Pada studi ini metode pengumpulan nanah
sangat akurat dan sesuai dengan prosedur pananamana bakteri yang
sudah maju.
Dari table 1, nilai MIC 90 untuk P. acne terhadap tobramisin dan
polimisin adalah tinggi. Kita hanya menemukan 1 strain bakteri P. acne
yang resisten terhadap tobramisin dan polomisin. Selain itu kita
menemukan S.epidermidis resisten terhadap tetramisin (36,84%),
sebagaimana merupakan komposisi salep antibiotik yang umum
digunakan untuk terapi hordeolum di Thailand.
Jenis resistensi lain yang ditemukan adalah Staphylococcus spp.
terhadap tetrasiklin sebesar 36,84 %, pada S. epidermidis dan S. Aureus
masing-masing mencapai 30%.Resistensi menengah terhadap tetrasiklin
adalah suatu komposisi aktif pada sebagian besar salep obat mata yang
dapat dijual bebas dipasar meskipun tanpa resep dokter.Sebagai contoh,
Staphylococus resisten terhadap metisilin,penisilin,glikopeptida dan
vankomisin tetapi sebelum tahun 1994 hanya resisten terhadap
penisilin.Resistensi ini sesuai dengan hukum relaktifitas waktu
pendek.Sekarang dari hasil studi ini diketahui sulit melakukan analisa
kriteria interpretatif terhadap pemakaian antimikribo untuk pengobatan
luar.
12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. EFEKTIFITAS ANTIBIOTIKA UNTUK TERAPI HORDEOLUM
Penatalaksan umum infeksi palpebra yang termasuk dalam batasan
definisi hordeolum dibanyak negara, termasuk di Indonesia diketahui
cukup sederhana bahkan sering kali tanpa pendekatan medikamentosa.
Keputusan menggunakan antibiotik dilakukan apabila hordeolum
memasuki tahap lanjut dimana ditemukan tanda infeksi yang berulang
atau berkelanjutan, tingkat keparahan dengan produksi pus atau nanah
yang meningkat disertai nyeri serta gangguan kenyamanan penglihatan,
serta kemungkinan terjadinya duplikasi infesi di kedua sisi palpebra yaitu
supra dan infra.
Pemakaian antibiotik, sebagaimana disebutkan dalam penelitian ini,
tidak menggunakan standar manajemen yang terbukti efektif. Maka
apabila pemakaian antibiotik berulang pada kebutuhan terapi yang sama,
namun tidak disertai identifikasi jenis bakteri patogen yang spesifik, akan
mencetuskan pola resistensi yang bersifat fokal maupun meluas, jika
disertai penggunaan oral. Pada penjelasan lanjut dari penelitian ini
diuraikan, bahwa jenis-jenis kuman patogen yang berhasil ditemukan
dalam biakan kultur nanah hordeolum para penderita meliputi
Staphylococcus spp.,Aerococcusviridans, Corynebacterium spp, Prevotella
intermedia,,Aerococus viridians dan P. Acne.
Pada tahap spesifikasi hordeolum dengan produksi nanah yang lebih
banyak, dimana infeksi berulang dalam kurun waktu yang lama,
ditemukan bahwa Corynebacterium spp. dan P.acne adalah jenis patogen
yang dominan. Namun jenis Staphylococcus spp. masih disimpulkan
sebagai kuman yang paling dominan menimbulkan berbagai bentuk
infeksi mata.
13
Respon setiap kuman patogen terhadap antibiotik disajikan sesuai
dengan hasil kultur biakan terhadap penanaman agen antibiotik yaitu:
1. Chloramphenicol
2. Ciprofloxacin
3. Fusidic Acid
4. Tetracycline
5. Tobramycin
6. Polymyxin
Pada Tabel 1 ditampilkan uraian bahwa
a. Staphylococcus epidermidis mencapai persesuaian respon aktif
tertinggi dari Ciprofloxacine dan Tobramycin, dan resisten terhadap
Tetracycline.
b. Staphylococcus aureus mecapai persesuaian rspon aktif tertinggi dari
Chloramphenicol dan Tobramycin, resisten terhadap Tetracycline.
c. Corynebacterium spp. dan Propionilbacterium acne tidak berhasil
menunjukkan respon aktif maupun resisten secara signifikan pada
saat penelitian dilakukan.
3.2. TREN PEMAKAIAN ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI HORDEOLUM
Penelitian ini menyebutkan bahwa kriteria tren pemakaian antibiotik
yang dijadikan acuan adalah sesuai dengan standar CSLI dan BSAC. Pada
tabel 4 disajikan kriteria interpretatif dari standar persesuaian antimikroba
yang ditetapkan oleh Clinical Laboratory Standard Institute (CSLI) dan
British Society for Antimicrobial Chemotherapy (BSAC) untuk
Staphylococcus spp.; bahwa kuman patogen ini memlilki peluang
resistensi lebih dari 32 terhadap Chloramphenicol. Ciprofloxacine kurang
atau sama dengan 4, sedangkan respon resistensi sama ditemukan pada
Tetracycline dan Tobramycine.
14
Sementara pemakaian salf antibiotik mata untuk terapi hordeolum
yang umum digunakan di negara Thailand adalah tetramisine, yang
memiliki persentase resistensi oleh kuman S.epidermidis mencapai 36,
84%.
3.3. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN DARI PENELITIAN
Penelitian ini cukup menarik sebab memberikan suatu gagasan
sederhana yang bermanfaat luas bagi kebutuhan terapi infeksi mata yang
sering dianggap sepele. Selain itu, penelitian juga melibatkan target
subyek yang luas yakni mencapai 79 orang walaupun, yang memenuhi
kualifikasi kriteria penelitian hanya 54 orang, yang berarti keberhasilan
data obyek mencapai 63%.
Kelemahan dari penelitian ini adalah bahwa identifikasi respon kuman
patogen Corynebacterium spp. dan P. Acne tidak diselesaikan tuntas,
sehingga tidak diperoleh informasi tentang spesifikasi jenis respon
terhadap masing-masing agen antibiotik. Selain itu, penelitian ini
dilakukan di Asia Tenggara (Thailand) namun acuan tren terhadap kriteria
interpretatif menggunakan standar negara maju yakni Inggris, dimana
karakteristik respon kekebalan kuman patogen terhadap antibiotik tentu
berbeda dengan situasi di negara-negara asia khususnya negara
berkembang.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
1. Penelitian ini mencapai 63% keberhasilan dari segi ketersediaan
target penelitian obyektif atas 79 orang penderita hordeolum.
2. Bakteri Staphylococcus spp. masih merupakan bakteri patogen
utama yang menyebabkan infeksi palpebra dalam batas definisi
hordeolum.
3. Temuan bakteri baru yang berhasil dibuktikan bertanggung-jawab
pada kasus hordeolum kronis dengan produksi pus yang tinggi
adalah Corynebacterium spp. dan P. acne
4. Bakteri Staphylococcus spp. masih memiliki respon positif sesuai
untuk Ciprofloxacin dan tobramycine.
5. Resistensi tertinggi umumnya kuman patogen ditemukan pada agen
Tetrasiklin, dan sebaliknya memberi respon persesuaian rata-rata
terbaik (batas resistensi rendah) pada agen Tobramycin dan
Polymicin.
4.2. SARAN
Penelitian ini akan lebih bermanfaat apabila dilanjutkan dengan
penyajian mengenai standar penatalaksanaan infeksi hordeolum yang
disesuaikan dengan hasil-hasil penelitian terkait. Dengan demikian akan
diperoleh suatu kriteria interpretatif antibiotik untuk terapi Hordeolum
berdasarkan evidence based yang terkini.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. 2007. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2. “Hordeolum” : file:///I:/MATA/dr.Agus%20Riyanto
%20%20Hordeolum.htm
3. Albert DM, Jakobiec FA. Principles and Practice ofOphthalmology:
WB Saunders Company, 2000.
4. Diegel JT. Eyelid problems. Blepharitis, hordeola,and chalazia.
Postgraduate medicine. 1986; 80:271-2.
5. Hirunwiwatkul P, Wachirasereechai K. Effectivenessof combined
antibiotic ophthalmic solution in thetreatment of hordeolum after
incision and curettage:a randomized, placebo-controlled trial: a pilot
study.J Med Assoc Thai. 2005; 88:647-50.
17