27
JURNAL SMF ILMU PENYAKIT MATA JUDUL IDENTIFIKASI PATOGEN HORDEOLUM DAN PERSESUAIAN TERHADAP PENGOBATAN ANTIMIKROBA TOPIKAL DAN ORAL PENYUSUN: MASRURIN (08700252) ADELE HUTAPEA (09700369) PEMBIMBING: Dr. Rini Kusumawar Dhany, Sp.M RSUD Dr. Wahiddin Sudirohusodho

Horde Olum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hordeolum

Citation preview

JURNAL

SMF ILMU PENYAKIT MATA

JUDUL

IDENTIFIKASI PATOGEN HORDEOLUM DAN

PERSESUAIAN TERHADAP PENGOBATAN

ANTIMIKROBA TOPIKAL DAN ORAL

PENYUSUN:

MASRURIN (08700252)

ADELE HUTAPEA (09700369)

PEMBIMBING:

Dr. Rini Kusumawar Dhany, Sp.M

RSUD Dr. Wahiddin Sudirohusodho

MOJOKERTO

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan

karuniaNya sehingga kami memperoleh kesempatan untuk menyusun

karya tulis jurnal di bidang Ilmu Penyakit Mata. Dokumen ini merupakan

pra-syarat memperoleh kelulusan mengikuti pendidikan profesi Dokter

Umum di Stase Mata, dimana pelaksanaannya berlangsung di RSUD Dr.

Wahiddin Sudirohusodho.

Secara khusus, kami menyampaikan terimakasih kepada dr. Rini

Kusumawar Dhany, Sp.M yang telah membimbing sehingga jurnal ini

dapat disusun sesuai standar karya ilmiah sederhana yang baku.

Jurnal ini berjudul “Identifikasi Patogen Hordeolum dan

PersesuaianTerhadap Pengobatan Antimikroba Topikal dan Oral”, yang

disadur dari judul aslinya yaitu “Identification Of Hordeolum Pathogens

and it’s Susceptibility to Antimicrobial Agents In Topical and Oral

Medications”. Karya ilmiah yang kami sajikan merupakan hasil penelitian

yang dilaksanakan oleh Departemen Oftalmologi Fakultas Kedokteran

Universitas Chulalongkorn di Bangkok – Thailand, dan dipublikasikan

melalui “Asian Biomedicine” Volume 6 No.2 edisi April 2012.

Akhirnya dengan segala kekurangan yang ada, kami menguraikan

hasil-hasil penelitian yang dimaksud, dengan harapan karya ilmiah

sederhana ini dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuan di bidang

kedokteran umum, secara khusus yang berkaitan dengan penyakit mata.

Mojokerto, 1 Oktober 2013

Penyusun

i

LEMBAR PENGESAHAN

DISKUSI JURNAL

IDENTIFIKASI PATOGEN HORDEOLUM DAN PERSESUAIAN

TERHADAP

PENGOBATAN ANTIMIKROBA TOPIKAL DAN ORAL

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari : ........................................

Tanggal : .........Oktober, 2013

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Rini Kusumawar Dhany, Sp, M

ii

DAFTAR ISI

Kata

Pengantar................................................................................................................

....................... i

Lembar

Pengesahan ............................................................................................................

.... ii

Daftar

Isi ............................................................................................................................

.......... iii

Bab I :

Pendahuluan ...........................................................................................................

...... 1

1.1 Latar

belakang .....................................................................................................

1

1.2 Rumusan

masalah ............................................................................................... 3

1.3

Tujuan .....................................................................................................................

. 4

1.4

Manfaat ..................................................................................................................

4

Bab II:

Isi ............................................................................................................................

.......... 5

2.1 Latar belakang

penelitian .................................................................................. 5

2.2 Metode

penelitian ................................................................................................ 6

2.3

Hasil ........................................................................................................................

. 8

2.4

Diskusi ....................................................................................................................

. 10

Bab III :

Pembahasan ...........................................................................................................

..... 13

3.1 EFEKTIFITAS ANTIBIOTIKA UNTUK TERAPI HORDEOLUM................

13

3.2 TREN PEMAKAIAN ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI HORDEOLUM.....

14

3.3 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN DARI

PENELITIAN.............................. 15

Penutup ........................................................................................................

.............................. 16

Daftar

Pustaka ........................................................................................................

................. 17

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hampir setiap orang mengenal timbilen atau timbil yang dalam bahasa

medis disebut Hordeolum. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja,

mulai anak-anak hingga orang tua. Angka kejadian pada usia dewasa

hampir sama banyak dibandingkan anak-anak. Tidak ada perbedaan

angka kejadian (insidens rate) antara wanita dengan pria. Adakalanya

seseorang mudah mengalami timbilen berulang. Ibaratnya, baru sembuh

yang satu, kemudian muncul lagi timbil di tempat yang lain.

Hordeolum ( stye ) adalah infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi

kelopak mata bagian atas maupun bagian bawah yang disebabkan oleh

bakteri, biasanya oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus).

Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar kelopak mata atau lebih. Kelenjar

kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar Zeis dan Moll.

Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis :

1. Hordeolum interna, terjadi pada kelenjar Meibom. Pada

hordeolum interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput

kelopak mata bagian dalam).

2. Hordeolum eksterna, terjadi pada kelenjar Zeis dan kelenjar Moll.

Benjolan nampak dari luar pada kulit kelopak mata bagian luar

(palpebra).

1

G E J A L A

Tanda-tanda hordeolum sangat mudah dikenali, yakni nampak adanya

benjolan pada kelopak mata bagian atas atau bawah, berwarna

kemerahan. Adakalanya  nampak bintik berwarna keputihan atau

kekuningan disertai dengan pembengkakan kelopak mata.Pada

hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas dengan membuka

kelopak mata.

Keluhan yang kerap dirasakan oleh penderita hordeolum diantaranya rasa

mengganjal pada kelopak mata, nyeri tekan dan makin nyeri saat

menunduk. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.Hordeolum dapat

membentuk abses di kelopak mata dan pecah dengan mengeluarkan

nanah.

PENGOBATAN

Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2

minggu. Namun tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat

topikal (salep atau tetes mata antibiotik) maupun kombinasi dengan obat

antibiotika oral (diminum).

Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:

Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.

Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin,

Neomycin, Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid,

dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai

anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.

Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,

Eritromisin, Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum

tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini

diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis

antibiotika oral hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil

pemeriksaan.

2

Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan

sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya

hordeolum.

Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk

meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,

ibuprofen, dan sejenisnya.

TINDAKAN INSISI

Tindakan insisi (penyayatan) dan drainase pada hordeolum, apabila:

Hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan obat-obat

antibiotika topikal dan antibiotika oral dalam 2-4 minggu.

Hordeolum yang sudah besar atau sudah menunjukkan fase abses.

Setelah insisi dianjurkan kontrol dalam seminggu atau lebih untuk

penyembuhan luka insisi agar benar-benar sembuh sempurna.

PENCEGAHAN

Jaga kebersihan wajah dan membiasakan mencuci tangan sebelum

menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.

Usap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat

untuk membersihkan ekskresi kelenjar lemak.

Jaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak terkontaminasi

oleh kuman.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Mengingat seringnya pemakaian antibiotika untuk pengobatan

Hordeolum, maka diperlukan suatu kepastian berdasarkan penelitian

ilmiah (evidence based) tentang efektifitas penggunaan antibiotik dan

reaksi resistensi kuman-kuman patogen penyebab hordeolum terhadap

jenis-jenis antibiotik tersebut.

3

1.3 TUJUAN

Memperoleh identrifikasi jenis-jenis kuman patogen Hordeolum dan

bagaimana reaksinya masing-masing terhadap jenis-jenis antibiotika

topikal maupun oral yang digunakan untuk terapi Hordeolum.

1.4 MANFAAT

1.4.1. Memperdalam pengetahuan tentang berbagai jenis bakteri

penyebab hordeolum

1.4.2. Memperdalam pengetahuan tentang pilihan jenis-jenis antibiotika

yang efektif dan yang sudah resisten terhadap bakteri-bakteri

penyebab hordeolum

1.4.3. Sebagai proses pembelajaran proaktif bagi dokter muda yang

tengah menjalani kepaniteraan klinik di bagian ilmu penyakit mata.

4

BAB II

ISI

2.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Hordeolum adalah gangguan matayang mengenai glandula

sebaseus, yang umum di seluruh sarana klinis namun tidak memerlukan

perawatan. Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri dalam waktu 1-2

minggu. Perawatan untuk kelainan ini sangat mudah mulai dari

penggunaan kompres air hangat sampai pemakaian antibiotik

(topikal,tetes mata, dan oral). Meskipun secara umum gangguan mataini

ditemukan pada populasi yang luas tetapi belum ditemukan petunjuk

standar untuk terapi hordeolum.

Para ahli mata dan dokter umum menggunakan beberapa variasi

antibiotik yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi patogen pada

beberapa spesies. Contohnya, pada studi terbaru di Thailand dilaporkan

bahwa penggunaan antibiotik oleh para ahli mata cara penggunaan nya

sangat bebas berdasarkan pengalaman masing-masing tanpa pegangan

yang baku. Dalam kasus yang berulang diyakini bahwa antibiotik sistemik

tidak digunakan untuk selulitis yang signifikan melainkan pemakaian

antibiotiklokal khususnya untuk antibiotik yang sesuai.

5

2.2 METODE PENELITIAN

Penelitian melibatkan 79 orang pasien penderita hordeolum tanpa

komplikasi yang belum pernah diterapi dengan formasi abses >5 mm,

yang diderita selama 7 hari. Pasien yangdikrut adalah pasien rawat jalan

di RS King Chulalongkorn, Bangkok, Thailand.Pasien tidak dilibatkan

dalam kasus ini jika pasien memiliki riwayat antibiotik ketika menderita

hordeolum, perdarahan, tidak sanggup untuk menerima insisi dan irigasi

serta anastesi lokal, alergi terhadap xylocain atau providine.Pasien juga

tidak bisa ikut penelitian ini jika pasien memiliki komplikasi hordeolum

dengan selulitis dan blefalitis.

Studi ini menyertakan informed consent sebelum memulai

penelitian dan persetujuan dari Institutional Review Board of the Faculty

of medicine, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand.

Jenis Prosedur Kultur Bakteri dan Tes Resistensi

Nanahnya dikumpulkan dengan teknik steril selama insisi dengan

prosedur irigasi. Nanah dikumpulkan dari insisi sisi yang sama dengan

menggunakan beberapa swap steril dan segera ditanam di dalam 3 cawan

agar, juga ditanam dalam kaca objek, serta ditanam dalam tabung yang

mengandung agar empedu. Kultur disediakan berupa 3 bentuk agar-agar

yang berbeda :

1. agar brucella untuk pertumbuhan bakteri anaerob

2. agar darah untuk pertumbuhan kuman aerob

3. agar coklat untuk pertumbuhan kuman mikro-aerofilik.

Slide kaca menggunakan stain gram.

6

Thioglycolat digunakan untuk memastikan pertumbuhan bakteri

yaitu jenis-jenis spesimen yang memiliki daya patogen tertentu.Anaerobic

kit (Mitsubishi Gas Chemical Company, Inc, Tokyo, Japan) memiliki

peralatan anaerobik yang digunakan untuk pertumbuhan kuman anaerob

dalam suasana anaerob. Sesudah semua sampel dikumpulkan langsung

dikirim ke departemen mikrobiologi fakultas kedokteran Chulalongkorn ,

Bangkok.

7

Isolasi juga ditujukan untuk menguji resistensi antimikroba terhadap

clorampenicol,fusidic asid, tetrasiklin, tobramycin dan ciprofloxacin

dengan menggunakan E-test.Analisa data menggunakan teknik statistik

deskriptif.

2.3. HASIL

Dari total 79 pasien, pertumbuhan bakteri diamati dalam 50 orang

pasien (63,3 %). Isolasi yang dapat dideteksi meliputi 54 orang. Berikut ini

isolasi dari kuman tersebut :Staphylococcus epidermidis (19 isolates;

35.2%),Proprionibacterium acnes (13 isolates; 24.1%),Staphylococcus

aureus (10 isolates; 18.5%),Corynebacterium spp. (10 isolates;

18.5%),Aerococcus viridans (1 isolate; 1.85%), andPrevotella intermedia

(1 isolate; 1.85%). Stain gram tumbuh hanya 14 dalam 50 kultur pasien

yang positif. Hasil dari 13 spesimen (92,9 %) konsisten

denganorganismedarispesimenkultur menunjukkankarakterorganisme

penyebab. Hanya satuyang tidak menunjukkanpertumbuhankultur.

8

Dari tes resistensi antimikroba, sebagian besar kuman dalam biakan

mengalami resistensi terhadap semua jenis antimikroba yang diperiksa

kecuali Staphylococus spp. yang resisten terhadap tetrasiklin.

Sebagian besar organisme bakteri memiliki MIC 50 dan 90 dengan

nilai 10 kali lebih rendah dibandingkan konsentrasi terhadap

kloramfenikol, fusidic asid, Tetrasiklin, Tobramisin, dan Ciprofoxacin

kecuali terhadap propioni bacterium agnes untuk tobramisin dan

polimisin. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar antimikroba

berada dalam batas resistensi terhadap semua bakteri yang diisolasi

kecuali tobramixin, polimycin. Konsentrasi dari agen antimikroba

dipresentasikan dalam table 3.

9

2.4. DISKUSI

Untuk pengetahuan kita, studi ini utamanya menghasilkan

identifikasi semua kuman patogen yang terlibat dalam patogenitas

hordeolum dan resistensi terhadap pemakaian antibiotik yang digunakan

saat ini.Dari 29 kasus terhadap 79 pasien tidak memiliki pertumbuhan

bakteri.Dengan demikian kita meyakini berdasar kasus ini hordeolum

dapat sembuh dengan sendirinya.

Di sisi lain kita mendeteksi pertumbuhan kuman dalam 54 isolasi

dari 50 orang pasien (63,3%). Kita mengidentifikasi 6 spesies organisme

bakteri yang ditemukan bersama hordeolum yaitu S. epidermidis, P.

acnes, S. aureus, Corynebacterium spp., Aerococcusviridans danPrevotella

intermedia. Sebagian dari mikroorganisme ini ditemukan pada lingkungan

kulit normal kecuali Aerococus viridians.

Menarik untuk dicatat, kuman patogen umumnya yang terdapat

dalam hordeolum adalah Stapylococus spp. termasuk Staphylococus

aureus dan epidermidis.Saat ini staphylococcus spp. diketahui sebagai

bakteri yang dominan ditemukan pada penyakit infeksi mata.

10

Meskipun dari studi ini kita dapat mendeteksi yang lain seperti P.

acne dan Korinebakterium spp. pada insiden yang lebih sulit. Kedua

organism ini belum pernah dilaporkan sebagai kuman patogen penyebab

hordeolum.Kita menduga bahwa ada peningkatan prevalensi atau

produksi nanah yang meningkat sehubungan dengan ditemukannya

kedua jenis kuman patogen ini.Pada studi ini metode pengumpulan nanah

sangat akurat dan sesuai dengan prosedur pananamana bakteri yang

sudah maju.

Dari table 1, nilai MIC 90 untuk P. acne terhadap tobramisin dan

polimisin adalah tinggi. Kita hanya menemukan 1 strain bakteri P. acne

yang resisten terhadap tobramisin dan polomisin. Selain itu kita

menemukan S.epidermidis resisten terhadap tetramisin (36,84%),

sebagaimana merupakan komposisi salep antibiotik yang umum

digunakan untuk terapi hordeolum di Thailand.

Jenis resistensi lain yang ditemukan adalah Staphylococcus spp.

terhadap tetrasiklin sebesar 36,84 %, pada S. epidermidis dan S. Aureus

masing-masing mencapai 30%.Resistensi menengah terhadap tetrasiklin

adalah suatu komposisi aktif pada sebagian besar salep obat mata yang

dapat dijual bebas dipasar meskipun tanpa resep dokter.Sebagai contoh,

Staphylococus resisten terhadap metisilin,penisilin,glikopeptida dan

vankomisin tetapi sebelum tahun 1994 hanya resisten terhadap

penisilin.Resistensi ini sesuai dengan hukum relaktifitas waktu

pendek.Sekarang dari hasil studi ini diketahui sulit melakukan analisa

kriteria interpretatif terhadap pemakaian antimikribo untuk pengobatan

luar.

11

12

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. EFEKTIFITAS ANTIBIOTIKA UNTUK TERAPI HORDEOLUM

Penatalaksan umum infeksi palpebra yang termasuk dalam batasan

definisi hordeolum dibanyak negara, termasuk di Indonesia diketahui

cukup sederhana bahkan sering kali tanpa pendekatan medikamentosa.

Keputusan menggunakan antibiotik dilakukan apabila hordeolum

memasuki tahap lanjut dimana ditemukan tanda infeksi yang berulang

atau berkelanjutan, tingkat keparahan dengan produksi pus atau nanah

yang meningkat disertai nyeri serta gangguan kenyamanan penglihatan,

serta kemungkinan terjadinya duplikasi infesi di kedua sisi palpebra yaitu

supra dan infra.

Pemakaian antibiotik, sebagaimana disebutkan dalam penelitian ini,

tidak menggunakan standar manajemen yang terbukti efektif. Maka

apabila pemakaian antibiotik berulang pada kebutuhan terapi yang sama,

namun tidak disertai identifikasi jenis bakteri patogen yang spesifik, akan

mencetuskan pola resistensi yang bersifat fokal maupun meluas, jika

disertai penggunaan oral. Pada penjelasan lanjut dari penelitian ini

diuraikan, bahwa jenis-jenis kuman patogen yang berhasil ditemukan

dalam biakan kultur nanah hordeolum para penderita meliputi

Staphylococcus spp.,Aerococcusviridans, Corynebacterium spp, Prevotella

intermedia,,Aerococus viridians dan P. Acne.

Pada tahap spesifikasi hordeolum dengan produksi nanah yang lebih

banyak, dimana infeksi berulang dalam kurun waktu yang lama,

ditemukan bahwa Corynebacterium spp. dan P.acne adalah jenis patogen

yang dominan. Namun jenis Staphylococcus spp. masih disimpulkan

sebagai kuman yang paling dominan menimbulkan berbagai bentuk

infeksi mata.

13

Respon setiap kuman patogen terhadap antibiotik disajikan sesuai

dengan hasil kultur biakan terhadap penanaman agen antibiotik yaitu:

1. Chloramphenicol

2. Ciprofloxacin

3. Fusidic Acid

4. Tetracycline

5. Tobramycin

6. Polymyxin

Pada Tabel 1 ditampilkan uraian bahwa

a. Staphylococcus epidermidis mencapai persesuaian respon aktif

tertinggi dari Ciprofloxacine dan Tobramycin, dan resisten terhadap

Tetracycline.

b. Staphylococcus aureus mecapai persesuaian rspon aktif tertinggi dari

Chloramphenicol dan Tobramycin, resisten terhadap Tetracycline.

c. Corynebacterium spp. dan Propionilbacterium acne tidak berhasil

menunjukkan respon aktif maupun resisten secara signifikan pada

saat penelitian dilakukan.

3.2. TREN PEMAKAIAN ANTIBIOTIK UNTUK TERAPI HORDEOLUM

Penelitian ini menyebutkan bahwa kriteria tren pemakaian antibiotik

yang dijadikan acuan adalah sesuai dengan standar CSLI dan BSAC. Pada

tabel 4 disajikan kriteria interpretatif dari standar persesuaian antimikroba

yang ditetapkan oleh Clinical Laboratory Standard Institute (CSLI) dan

British Society for Antimicrobial Chemotherapy (BSAC) untuk

Staphylococcus spp.; bahwa kuman patogen ini memlilki peluang

resistensi lebih dari 32 terhadap Chloramphenicol. Ciprofloxacine kurang

atau sama dengan 4, sedangkan respon resistensi sama ditemukan pada

Tetracycline dan Tobramycine.

14

Sementara pemakaian salf antibiotik mata untuk terapi hordeolum

yang umum digunakan di negara Thailand adalah tetramisine, yang

memiliki persentase resistensi oleh kuman S.epidermidis mencapai 36,

84%.

3.3. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN DARI PENELITIAN

Penelitian ini cukup menarik sebab memberikan suatu gagasan

sederhana yang bermanfaat luas bagi kebutuhan terapi infeksi mata yang

sering dianggap sepele. Selain itu, penelitian juga melibatkan target

subyek yang luas yakni mencapai 79 orang walaupun, yang memenuhi

kualifikasi kriteria penelitian hanya 54 orang, yang berarti keberhasilan

data obyek mencapai 63%.

Kelemahan dari penelitian ini adalah bahwa identifikasi respon kuman

patogen Corynebacterium spp. dan P. Acne tidak diselesaikan tuntas,

sehingga tidak diperoleh informasi tentang spesifikasi jenis respon

terhadap masing-masing agen antibiotik. Selain itu, penelitian ini

dilakukan di Asia Tenggara (Thailand) namun acuan tren terhadap kriteria

interpretatif menggunakan standar negara maju yakni Inggris, dimana

karakteristik respon kekebalan kuman patogen terhadap antibiotik tentu

berbeda dengan situasi di negara-negara asia khususnya negara

berkembang.

15

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

1. Penelitian ini mencapai 63% keberhasilan dari segi ketersediaan

target penelitian obyektif atas 79 orang penderita hordeolum.

2. Bakteri Staphylococcus spp. masih merupakan bakteri patogen

utama yang menyebabkan infeksi palpebra dalam batas definisi

hordeolum.

3. Temuan bakteri baru yang berhasil dibuktikan bertanggung-jawab

pada kasus hordeolum kronis dengan produksi pus yang tinggi

adalah Corynebacterium spp. dan P. acne

4. Bakteri Staphylococcus spp. masih memiliki respon positif sesuai

untuk Ciprofloxacin dan tobramycine.

5. Resistensi tertinggi umumnya kuman patogen ditemukan pada agen

Tetrasiklin, dan sebaliknya memberi respon persesuaian rata-rata

terbaik (batas resistensi rendah) pada agen Tobramycin dan

Polymicin.

4.2. SARAN

Penelitian ini akan lebih bermanfaat apabila dilanjutkan dengan

penyajian mengenai standar penatalaksanaan infeksi hordeolum yang

disesuaikan dengan hasil-hasil penelitian terkait. Dengan demikian akan

diperoleh suatu kriteria interpretatif antibiotik untuk terapi Hordeolum

berdasarkan evidence based yang terkini.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. 2007. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. “Hordeolum” : file:///I:/MATA/dr.Agus%20Riyanto

%20%20Hordeolum.htm

3. Albert DM, Jakobiec FA. Principles and Practice ofOphthalmology:

WB Saunders Company, 2000.

4. Diegel JT. Eyelid problems. Blepharitis, hordeola,and chalazia.

Postgraduate medicine. 1986; 80:271-2.

5. Hirunwiwatkul P, Wachirasereechai K. Effectivenessof combined

antibiotic ophthalmic solution in thetreatment of hordeolum after

incision and curettage:a randomized, placebo-controlled trial: a pilot

study.J Med Assoc Thai. 2005; 88:647-50.

17