39
pengembangan sumber daya manusia Pelatihan sebagai Pengembangan Sumber Daya Manusia - Suatu Perspektif Syariah Willson Gustiawan | Yulyanti Fahruna 2009

Documenthr

Embed Size (px)

Citation preview

pengembangan sumber daya manusiaPelatihan sebagai Pengembangan Sumber Daya Manusia - Suatu Perspektif Syariah

Willson Gustiawan | Yulyanti Fahruna2009

TUGAS MATA KULIAH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN KEPEMIMPINAN

PROF. DR. HJ. ERNI TISNAWATI SULE, S.E., M.SI. DAN DR. YUNIZAR, S.E., M.S.

Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pelatihan sebagai Pengembangan Sumber Daya Manusia

Suatu Perspektif Syariah

oleh:

WILLSON GUSTIAWAN

120120080021

http://willson.polinpdg.ac.id

[email protected], [email protected]

YULYANTI FAHRUNA

120120080012

sassy . [email protected]

Program PascasarjanaFakultas Ekonomi

Universitas PadjadjaranBandung

2009

Pengembangan SDM

| Willson Gustiawan |120120080021| Yulyanti Fahruna |120120080012|

Isi

Pendahuluan..........................................................................................................................1

Pengembangan Sumber Daya Manusia..................................................................................3

Pelatihan................................................................................................................................5

Kedudukan Pelatihan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia......................................6

Beberapa Pengertian Pelatihan..........................................................................................7

Pelatihan dan Pengembangan............................................................................................9

Tujuan Pelatihan..............................................................................................................10

Pelatihan yang Efektif.......................................................................................................11

Pelatihan dalam Perspektif Islam.....................................................................................16

Pola Pembinaan dan Pendidikan Rasulullah.................................................................16

Teknik Dasar Proses Pendidikan...................................................................................18

Rujukan................................................................................................................................21

Gambar-Gambar

Gambar 1 Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia......................................4

Gambar 2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kedudukan Pelatihan dan

Pengembangan......................................................................................................................7

Gambar 3 Perbandingan antara Pelatihan dan Pengembangan.............................................9

Gambar 4 Proses Desain Pelatihan.......................................................................................13

ii

iii

Pengembangan SDM

Pendahuluan

Pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan hal

yang penting. Investasi dalam pengembangan sumber daya manusia merupakan

pengeluaran yang ditujukan untuk memperbaiki kapasitas produktif dari manusia.

Dengan sumber daya manusia yang baik, organisasi bisnis akan memiliki kekuatan

kompetitif. Keunggulan kompetitif merupakan posisi unik yang dikembangkan

perusahaan dalam menghadapi para pesaing, bahkan organisasi dapat mengungguli

mereka. Untuk itu perlu diterjemahkan berbagai strategi, kebijakan dan praktik

MSDM menjadi keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Oleh karena itu tidak

salah kiranya jika agenda selanjutnya dalam era kompetitif adalah sumber daya

manusia.

Meraih keunggulan kompetitif tersebut, pengembangan sumber daya

manusia berbasis kompetensi merupakan suatu paradigma baru. MSDM yang

berbasis kompetensi meyakinkan bahwa organisasi memiliki orang dengan

kepemimpinan yang tepat, mengetahui apa yang akan dilakukan untuk semua

informasi yang diterima dan kompetensi yang dibutuhkan untuk keberhasilan

organisasi.

Pemikiran bahwa kompetensi menjadi wahana untuk komunikasi tentang

nilai (values) dalam organisasi mendorong kita untuk sampai pada kesimpulan

bahwa pendekatan ini bermanfaat untuk manajemen SDM khususnya untuk

merealisasikan budaya organisasi yang menghargai inisiatif, dan berani mengambil

resiko. Karakteristik kompetensi dan keterkaitan penerapannya dengan seleksi,

1

perencanaan suksesi, pengembangan, sistem penghargaan dan manajemen kinerja

sangat membantu keberhasilan organisasi dan individu.

Perubahan paradigma dari persaingan berdasarkan materi menjadi

persaingan berdasarkan pengetahuan menuntut organisasi untuk memiliki sumber

daya manusia yang berkualitas tinggi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.

Sumber daya manusia harus kreatif dan inovatif dalam merespon lingkungan yang

berubah. Pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki sumber daya

manusia dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan terhadap mereka yang

nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih

tinggi di era yang selalu berubah ini.

Respon perusahaan terhadap perubahan dapat dimulai dengan

memformulasikan kembali visi, misi dan nilai-nilai korporat, yang kemudian diikuti

oleh perubahan strategi perusahaan, struktur organisasi, sistem dan prosedur,

staffing, keahlian, dan gaya kepemimpinan serta pembuatan keputusan. Hal ini

berkaitan dengan revitalisasi sumber daya manusia. Pengeloaan sumber daya

manusia berbasis kompetensi merupakan suatu tren baru dalam revitalisasi tersebut.

Dengan pendekatan kompetensi itu, sumber daya manusia dilihat sebagai aset yang

berharga dengan keunikan yang perlu dikembangkan menuju era human capital

yang sesungguhnya.

Era human capital menghendaki lebih memperlakuan manusia sebagai aset

yang berharga dibandingkan sebagai biaya. Organisasi harus memanusiakan

manusia sebagai elemennya, bukannya dehumanizes.

2

Pengembangan Sumber Daya Manusia

Aspek-aspek dalam pengembangan sumber daya manusia melingkupi

beberapa hal yang cukup luas dalam organisasi. Werner dan DeSimone (2009:4)

mendefinisikan pengembangan sumber daya manusia (human resources

development) sebagai serangkaian aktivitas yang sistematis dan terencana yang

dirancang oleh organisasi untuk memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk

mempelajari keahlian yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan kerja saat ini

dan yang akan datang.

Pengembangan sumber daya manusia tersebut setidak-tidaknya meliputi

kepemimpinan transformasional, manajemen perubahan, motivasi, manajemen

waktu, manajemen stres, program pemdampingan karyawan, pembentukan tim,

pengembangan organisasi, pengembangan karir, serta pelatihan dan pengembangan.

Aspek-aspek tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja

tempat kerja.

Konsep pengembangan sumber daya manusia telah berkembang cukup lama.

Perkembangan itu dapat dijejaki dari program pelatihan pemagangan pada abad

kedelapanbelas pada industri kecil. Kemudian berkembang menjadi program

pendidikan vokasi yang diikuti dengan program pelatihan mekanikal atau dikenal

dengan factory scholls pada waktu revolusi industri. Setelah itu berkembang

program pelatihan bagi pekerja yang semiterdidik dan tidakterdidik. Kondisi pekerja

pada masa itu mendorong lahirnya gerakan hubungan manusia (human relation)

yang melihat manusia sebagai sesuatu yang kompleks, bukan sekedar sama dengan

faktor produksi lain. Setelah Perang Dunia II, berkembanglah program-prgoram

pelatihan baru dalam organisasi yang besar, seperti Training Within Industry (TWI).

3

Sejak tahun 1960-an dan 1970-an muncullah program-program pelatihan yang lebih

profesional dalam ruangan kelas. Sedemikian pentingnya, organisasi telah

memasukkan dan merumuskan pengembangan sumber daya manusia ini dalam

perencanaan strategisnya.

Gambar 1 Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia

Sumber: Werner dan DeSimone, 2009: 29

Dari sekian banyak aspek pengembangan sumber daya manusia dan melihat

perkembangannya, pelatihan merupakan satu aspek yang menempati posisi yang

penting. Makalah ini akan meninikberatkan pembahasan pada aspek pelatihan.

Sebagai suatu upaya Islamisasi pengetahuan, makalah ini memperkenalkan

perspektif syariah Islam dalam hal pelatihan.

4

Pelatihan

Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, pelatihan termasuk bagian dari

pengembangan karyawan (development of personnel) sebagai satu satu unsur untuk

memenuhi syarat dasar kemampuan kerja (ability to work) untuk mencapai prestasi

kerja. Hal tersebut ditujukan pada sasaran akhir yaitu pendayagunaan SDM secara

optimal dengan tepat orang, tepat jabatan dan tepat waktu.

Pelatihan merupakan usaha untuk menghilangkan terjadinya kesenjangan

atau gap antara unsur-unsur yang dimiliki oleh seorang karyawan dengan unsur-

unsur yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan

kemampuan kerja yang memiliki karyawan dengan cara menambah pengetahuan

dan keterampilan. Perusahaan atau organisasi selalu akan menempatkan sumber

daya manusia sebagai bagian dari strategi menghadapi kompetisi yang semakin luas.

Salah satu strategi di bidang pengembangan SDM adalah dengan melakukan training

secara terstruktur dan in-line dengan program organisasi.

Pelatihan sangat diperlukan, tetapi banyak manajer yang merasa pesimis

akan hasil yang diperoleh dari pelatihan. Oleh karena itu diperlukan program

pelatihan diposisikan secara utuh dengan perencanaan manajemen strategik dan

dilakukan dengan tahap-tahap yang teratur. Studi yang dilakukan Tall dan Hall (A.

Usmara, Editor, 2007: 157) menyimpulkan bahwa kombinasi berbagai faktor seperti

teknik pelatihan, persiapan dan perencanaan yang matang, serta komitmen terhadap

esensi pelatihan, perusahaan dapat mencapai a greater competitive advantage di

dalam pasar yang sangat ketat.

5

Kedudukan Pelatihan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia, sebagai ilmu terapan dari ilmu

manajemen memiliki fungsi-fungsi yang sama dengan fungsi manajemen, yaitu

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Disamping fungsi-

fungsi pokok tersebut, MSDM memiliki beberapa fungsi-fungsi operasional.

Bambang Wahyudi mengemukakan tiga lingkup kegiatan dalam MSDM yang

didasarkan berbagai pandangan beberapa ahli tentang fungsi-fungsi operasional

tersebut.

Tiga lingkup kegiatan tersebut adalah pengadaan, pengembangan dan

pemeliharaan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran akhir yaitu

pendayagunaan SDM secara optimal. Pengadaan dan pengembangan SDM

diarahkan untuk menjamin syarat dasar kemampuan kerja (ability to work),

sedangkan pemeliharaan SDM diarahkan untuk menjamin syarat dasar kemauan

kerja (willingness to work). Kedua-duanya diperlukan untuk mencapai prestasi kerja

yang baik.

Dalam ruang lingkup MSDM yang dikemukakan oleh Bambang Wahyudi

tersebut, Pelatihan dan Pengembangan (Training and Development) merupakan

subfungsi dari Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources

Development). Subfungsi yang lainnya adalah Pengembangan Karir (Career

Development). Dengan demikian jelaslah bahwa pelatihan diperlukan untuk

menjamin aspek kemampuan kerja seorang tenaga kerja untuk menunjukkan prestasi

kerja yang diharapkan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai pelatihan (training) –

terutama lagi dari perspektif syariah Islam –, sebagai bagian dari subfungsi Pelatihan

6

dan Pengembangan. Perbedaan antara pelatihan di suatu sisi dan pengembangan di

sisi lain, akan dijelaskan pada bagian lain di bawah ini.

Gambar 2 Ruang Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia dan Kedudukan Pelatihan dan Pengembangan

Sumber : Bambang Wahyudi, 2002: 19

Beberapa Pengertian Pelatihan

Selanjutnya, dikemukakan terlebih dahulu pengertian-pengertian pelatihan

menurut beberapa ahli. Bernardin (2003: 146) menyatakan training is defined as any

attemp to improve employee performance on current held job or one related to it,

bahwa pelatihan adalah segala usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan pada

jabatan yang dipegangnya atau sesuatu yang berhubungan dengan itu.

7

Gomez-Meija (2004: 260) mendifinisikan pelatihan sebagai the process of

providing employee with specific skill or helping them correct deficiencies in their

performance, disebutkan bahwa pelatihan adalah suatu proses memberikan keahlian

tertentu kepada karyawan atau membantu mereka menanggulangi kekurangan dalam

kinerja mereka.

Bambang Wahyudi (2002: 124) mengemukakan definisi pelatihan menurut

Cascio sebagai a process that enables an individual to acquire the necessary skills

or knowledges to meet job requirement. Cascia menyatakan bahwa pelatihan adalah

suatu proses yang memungkinkan seseorang memperoleh keahlian atau pengetahuan

yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan jabatan.

Noe, et al. (2003: 251) menyebutkan training is a planned effort to facilitate

the learning of job related knowledge, skill and behavior by employees, pelatihan

adalah usaha terencana untuk memfasilitasi karyawan dalam pembelajaran

pengetahuan, keahlian dan prilaku yang berhubungan dengan pekerjaan.

Selaras dengan itu Noe (2002: 4) menyatakan training is a planned effort by

a company to facilitate employees’ learning of job-related competencies, pelatihan

adalah usaha terencana oleh perusahaan untuk memfasilitasi karyawan mempelajari

kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan.

Kompetensi yang dimaksud termasuk knowledge (pengetahuan), skill

(keahlian) dan behavior (prilaku). Dari beberapa pengertian yang dikemukakan

diatas, pelatihan merupakan suatu realita yang dalam paradigma ilmu digolongkan

sebagai sebuah proses.

8

Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan sering dihubungkan dengan pengembangan (development), tetapi

secara konsep kedua istilah tersebut tidak bersinonim. Pengembangan adalah usaha

untuk menyiapkan karyawan dengan kemampuan tertentu yang dibutuhkan

organisasi dimasa yang akan datang. Pengembangan lebih fokus pada baik pekerjaan

sekarang dan yang akan datang, cakupannya kelompok atau organisasi, jangka

waktu lebih panjang, dan bertujuan untuk persiapan kebutuhan kerja masa yang akan

datang (Gomez-Mejia, 2004, 260). Pengembangan mengacu pada pendidikan

formal, pengalaman kerja, hubungan, serta penilaian kepribadian dan kemampuan

yang membantu karyawan mempersiapkan masa depannya (Noe, 2002: 282).

Gambar 3 Perbandingan antara Pelatihan dan Pengembangan

Training Development

Focus Current FutureUse of work experience Low HighGoal Preparation for current job Preparation for changesParticipation Required Voluntary

Sumber : Noe, 2002:283

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pelatihan fokus pada waktu

sekarang, penggunaan pengalaman kerja yang rendah, tujuannya untuk pekerjaan

sekarang dan partisipasinya diharuskan. Sedangkan pengembangan fokus pada masa

depan, penggunaan pengalaman kerja yang tinggi, tujuan untuk

mempersiapkan/menghadapi perubahan, dan partisipasinya bersifat kerelaan.

Pengembangan lebih berorientasi masa depan yang berjangka waktu lebih

panjang. Sementara pelatihan terfokus pada pekerjaan sekarang, cakupannya

individu karyawan, dimensi dalam waktu dekat atau mendesak dan bertujuan untuk

meningkatkan keahlian pada pekerjaan saat ini (Gomez-Mejia, 2004: 260).

9

Tujuan Pelatihan

Secara umum, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan prilaku karyawan, kemudian mengaplikasikannya dalam pekerjaan

sehari-hari. Dalam mencapai keunggulan bersaing, harus dipandang lebih luas

sebagai suatu cara menciptakan modal intelektual (intelectual capital). Modal

intelektual meliputi keterampilan kognitif (know what), keterampilan lanjutan (know

how), kreatifitas dan pemahaman tentang sistem (know why) dan care why atau

kreatifitas atas dorongan sendiri (Noe, 2002: 4,51).

Secara khusus, suatu organisasi berkeyakinan bahwa investasi dalam

pelatihan dapat membantu mereka mencapai keunggulan bersaing. Berkaitan dengan

ini pelatihan dapat :

meningkatkan pengetahuan karyawan dalam hal budaya dan pesaing

mancanegara yang diperlukan untuk sukses di pasar internasional,

membantu meyakinkan bahwa karyawan memiliki keterampilan dasar

dalam teknologi atau komputer,

membantu karyawan dalam memahami bagaimana bekerja dengan

efektif untuk meningkatkan kualitas produk,

menekankan budaya organisasi dalam inovasi, kreatifitas dan

pembelajaran,

memastikan ketentraman bekerja karena kontribusi karyawan kepada

organisasi telah berubah

mempersiapkan karyawan dapat bekerja lebih efektif sesama karyawan

(Noe, 2003: 250-251)

10

Sedangkan sifat-sifat unsur proses dari pelatihan merupakan tantangan bagi

manajer dalam menjawab pertanyaan apakah pelatihan merupakan solusi atas

masalah kesenjangan pengetahuan, tujuan pelatihan jelas dan realistik, pelatihan

merupakan investasi yang baik, dan keafektifan dari pelatihan itu sendiri, apakah ia

berhasil atau tidak (Gomez-Mejia, 2002: 261).

Pelatihan merupakan satu diantara proses yang signifikan dalam fungsi

manajemen sumber daya manusia suatu organisasi. Pelatihan memainkan peran

dalam memelihara dan mengembangkan kemampuan individu dan organisasi secara

keseluruhan (Valle, et al. 2000: 287). Penelitian lain menyatakan bahwa perubahan

pada pengetahuan dan kebiasaan merupakan hasil dari pelatihan. Reaksi atas

program pelatihan berkaitan dengan karakter personal dan situasional dalam

persepsi peserta perihal dukungan manajemen, isi pelatihan berkaitan dengan

pekerjaan mereka serta otoritas dan kebebasan mereka untuk memulai perubahan

yang disarankan dalam pelatihan (Carrol and Nash, 1970: 187). Hal ini sejalan

dengan penelitian Mathieu dkk. tentang pengaruh karakteristik individual dan

situasional dalam pengukuran keefektifan pelatihan berdasarkan teori valence-

instrumentality-motivation (Mathieu, et al.,1992: 828).

Pelatihan yang Efektif

Pentingnya program pelatihan, organisasi akan mengusahakan suatu

pelatihan yang efektif. Keefektifan pelatihan dilihat dari keuntungan yang diperoleh

organisasi dan peserta dari suatu program pelatihan. Keuntungan bagi peserta dapat

berupa pengetahuan akan keahlian atau prilaku baru. Keuntungan bagi perusahaan

dapat berupa peningkatan laba atau kepuasan pelanggan. Hasil-hasil pelatihan

kemudian dievaluasi apakah pelatihan tersebut efektif atau tidak (Noe, 2002: 178).

11

Dalam kajian tentang pelatihan, terdapat berbagai macam argumentasi yang

menjelaskan mengapa perusahaan tidak memiliki komitmen terhadap pelatihan.

Argumentasi tersebut mengarah pada persepsi manajer yang dikonsepkan oleh

Krause (1996) dalam lima mitos pelatihan.

Menurut Krause (A. Usmara, Editor, 2007:158-159), kelima mitos pelatihan

tersebut dikemukakan sebagai berikut. Pertama. manajer beranggapan bahwa semua

pekerja yang ada sudah memilki pengalaman yang memadai, sehingga tidak

memerlukan pelatihan lagi. Kedua, pelatihan sudah pernah diadakan, namun tidak

memiliki hasil yang positif bagi kemajuan perusahaan, sehingga pelatihan ditiadakan

karena dianggap sebagai pemborosan. Ketiga, manajer beranggapan bahwa

organisasi yang dipimpinnya terlalu kecil untuk mengadakan pelatihan. Keempat,

kenyataan pelatihan berbiaya sangat mahal, sehingga mengurangi kekuatan

perusahaan atau bahkan mengganggu struktur anggaran. Mitos terakhir, bahwa

manajer selalu berfikir bahwa perusahaan tidak memiliki waktu lagi untuk melatih

karyawan.

Persepsi manajer terhadap pelatihan yang dirumuskan dalam kelima mitos

tersebut, harus diubah sedemikian rupa, agar manajer menyadari bahwa peran

pelatihan sangat penting bagi perusahaan. Dengan demikian, pelatihan harus

dirancang seefektif mungkin.

Oleh karena pentingnya pelatihan yang efektif, suatu organisasi akan

melakukan proses desain training yang efektif. Menurut Noe (2002: 5) proses desain

pelatihan merupakan pendekatan yang sistematis dalam mengembangkan suatu

program pelatihan.

12

Langkah pertama dalam proses desain pelatihan tersebut adalah melakukan

penilaian pelatihan yang dibutuhkan. Langkah kedua adalah meyakinkan bahwa

karyawan/peserta memiliki motivasi dan keahlian dasar yang diperlukan. Langkah

ketiga meliputi penciptaan lingkungan belajar sebagai hal yang perlu bagi

terlaksananya pelatihan. Langkah keempat adalah memastikan bahwa peserta

mengaplikasikan pelatihan tersebut dalam pekerjaan mereka. Langkah kelima adalah

mengembangan rencana evaluasi termasuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan,

memilih desain evaluasi merencanakan efek pelatihan. Langkah keenam meliputi

pemilihan metode pelatihan berdasarkan tujuan dan lingkungan belajar. Langkah

terakhir adalah mengevaluasi dan memonitor program pelatihan. Gambar berikut

memperlihatkan tujuh langkah dalam proses desain pelatihan.

Gambar 4 Proses Desain Pelatihan

13

Conducting Needs Assessment

Organizational AnalysisPerson Analysis

Task Analysis

Ensuring Employees Readiness for Training

Attitude and MotivationBasic Skill

Creating Learning Environment

Learning ObjectiveMeaningful Material

PracticeFeedback

Community of LearningModeling

Program Administration

Ensuring Transfer of Training

Self-ManagementPeer and Manager

Support

Developing and Evaluating Plan

Identify Learning OutcomeChoose Evaluating DesignPlan Cost-Benefit Analysis

Select Training MethodTraditionalE-learning

Monitor and Evaluate the Program

Conduct EvaluationMake Changes to Improve

the Program

Sumber: Noe, 2002: 6

Proses desain pelatihan diatas didasarkan pada prinsip desain sistem

instuksional (principles of instructional system design). Asumsi yang digunakan

adalah:

1. Desain pelatihan akan efektif bila pelatihan tersebut membantu karyawan

dalam mencapai tujuan instruksional atau tujuan pelatihan

2. Tujuan pembelajaran yang terukur harus teridentifikasi sebelum

pelatihan

3. Evaluasi merupakan bagian penting dalam perencanaan dan pemilihan

metode pelatihan, pemantauan program pelatihan dan perubahan pada

proses desain pelatihan.

Berkaitan dengan perkembangan teknologi masa kini, Richardson (1996)

menyarankan agar pelatihan seharusnya diposisikan sebagai bagian integral dari

setiap perencanaan strategi manajemen dengan basis teknologi. Menurut Richardson

(A. Usmara, Editor, 2007:161) perencanaan strategi yang melinatkan pelatihan

meliputi berbagai komponen yaitu:

menentukan tingkat skill karyawan saat ini

menyeleksi tempat yang paling feasible dan menjadwalkan program

memilih metode pelatihan yang tepat

mengumpulkan dan mengembangkan materi pelatihan

mengevaluasi pelatihan

Dalam pandangan yang lain, Gomez-Mejia (2004: 265)menyatakan bahwa

pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kinerja, moral dan potensi organisasi.

Pelatihan yang tidak tepat, tidak mencukupi dan tidak berkualitas dapat menjadi

sumber keputusasaan bagi peserta yang terlibat. Untuk memaksimalkan keuntungan

14

dari sebuah program pelatihan, manajer harus memantau secara dekat proses

pelatihan.

Proses pelatihan terdiri atas tiga fase: (1) fase penilaian kebutuhan, (2) fase

pengembangan dan pelaksanaan pelatihan dan (3) fase evaluasi. Pada fase penilaian

pelatihan, manajer menentukan permasalahan atau kebutuhan bahwa pelatihan

diperlukan. Dalam fase pengembangan dan pelaksanaan, ditentukan tipe pelatihan

yang tepat dan menawarkannya pada peserta. Sedangkan dalam fase evaluasi dinilai

keefektifan program pelatihan. Setelah fase ketiga ini dilakukan, berdasarkan

informasi evaluasi tersebut, pelatihan berikutnya dapat dimulai kembali pada fase

pertama (Gomez-Mejia, 2004: 265). Selengkapnya fase tersebut terdiri atas:

1. Needs Assessment

a. organizational needs

b. task needs

c. person needs

2. Development and Conduct of Training

a. location

b. presentation

c. type

3. Evaluation

Tinjauan konsep dasar pelatihan yang dipaparkan diatas, dapat disimpulkan

bahwa pelatihan merupakan sarana ampuh mengatasi bisnis masa depan yang penuh

dengan tantangan dan mengalami perubahan yang demikian cepat. Hambatan

internal berupa mispersepsi manajer terhadap substansi pelatihan perlu diubah

dengan penyadaran betapa pentingnya peran pelatihan dalam mengingkatkan

15

kapabilitas karyawan. Pelatihan yang efektif dapat dicapai dengan memosisikan

program pelatihan secara utuh dalam kerangka perencanaan manajemen strategik

dan dilakukan dengan tahap-tahap yang teratur.

Pelatihan dalam Perspektif Islam

Dalam khazanah pengetahuan Islam, secara formal tidak ditemukan secara

pasti pola pelatihan atau pembinaan karyawan di zaman Rasulullah. Dalam sejarah

Islam, sejak zaman jahiliyah, telah ada pengambilan budak sebagai buruh, pembantu

atau pekerja, walaupun setelah zaman Islam perbudakan mulai dikurangi. Hal ini

menandakan adanya tradisi pelatihan dan pembinaan dalam Islam. Ketika Islam

datang, Rasulullah membawa sejumlah prinsip etika dan melakukan perubahan

radikal dalam memperlakukan pekerja dalam pekerjaan dan pendidikannya.

Berdasarkan Al Quran Surat Jumu’ah 62:2 yang menyatakan “Dialah yang

mengutus kepada kaum yang buta huruf (ummy) seorang Rasul diantara mereka,

yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan

mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka

sebelumnya benar-beanr dalam kesesatan yang nyata”.

Pola Pembinaan dan Pendidikan Rasulullah

Pola pembinaan dan pendidikan Rasulullah diwujudkan dalam empat jenis,

yaitu (Cecep Darmawan, 2006: 94):

1. Metode Tilawah

Tilawah, memiliki makna membaca yang diarahkan untuk membaca ayat-ayat

Allah. Ayat Allah tersebut bisa diartikan dalam bentuk kauniyah (ciptaan, alam)

dan qauliyyah (Al Quran). Tilawah diartikan sebagai kemampuan manusia

membaca ayat Allah secara luas, termasuk dalam kejadian alam, sejarah

16

manusia, ata kondisi psikologis manusia itu sendiri. Implikasinya adalah

membudayakan membaca Al Quran sebagai bentuk pembinaan psikologis untuk

meningkatkan kesalehan pribadi, dan dalam arti sosial dengan mengajak

karyawan untuk membaca ayat Allah, misalnya dengan studi banding atau

widyawisata sesuai dengan teori penguatan (reinforcement theory)

2. Metode Taklim

Taklim artinya proses pengajaran, dalam hal ini pengajaran ‘kitab’. Pengajaran

adalah proses transfer dar pihak pertama kepada pihak kedua, sedangkan ‘kitab’,

sebagaimana Arkoun, dimaknai sebagai sumber hukum. Implikasinya ialah

dengan mengajarkan kepada karyawan perihal etos kerja, sosialisasi nilai-nilai,

teori-teori, kiat-kiat sukses, kiat kerja produktif, aturan, atau tata tertib, visi, misi

perusahaan serta tugas/kewajiban karyawan. Hal ini dilakukan untuk

meningkatkan kinerja atau mengingatkan kembali motivasi kerja yang

sebenarnya.

3. Metode Tazkiyyah

Konsep tazkiyyah adalah kemampuan pembersihan atau penyucian terhadap hal-

hal yang masih bercampur baur dengan kritis dan retrospeksi dalam bentuk

tazkiyatun nafs (membedakan hasrat jiwa yang baik dan buruk) dan tazkiyatun

fikr (membedakan pola pikir yang baik dan buruk). Implikasinya pelatihan untuk

mengubah prilaku dan kinerja yang perlu diperbaiki.

4. Metode Hikmah

Metode hikmah adalah kemampuan untuk menarik suatu pelajaran tersembunyi

atau pengetahuan filosofis dari suatu kejadian. Hal ini merupakan suatu

kecerdasan kearifan alam memaknai sebuah gejala atau kenyataan yang ada.

17

Teknik Dasar Proses Pendidikan

Adapun teknik dasar dalam proses pendidikan adalah (Cecep Darmawan,

2006: 98):

1. Rasa Empati

Dalam Al Quran Surat At Taubah:128 disebutkan,”Sesungguhnya telah datang

kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri...”. Konteks ayat ini adalah,

seorang pembimbing/pembina/pelatih perlu memosisikan diri sebagai pemimpin

yang datang seolah-olah berasal dari kaum yang sama. Seorang pembina

diharapkan memiliki sifat (a) arif dan tahu standar kualitas masalah dan

kesulitan belajar peserta, (b) jiwa empatis terhadap kondisi psikologis peserta,

(c) orientasi kesuksesan terlatih, bukan suksesnya mengajar, (d) pola pendidikan

yang penuh jiwa kasih sayang dengan menciptakan suasana belajar yang penuh

ketundukan pada mekanisme belajar dan saling memenuhi kewajiban masing-

masing.

2. Adanya Pengulangan

Potensi insani yang memilki jiwa, rasa dan pikiran mempengaruhi kualitas

kehendak dan kekuasaan dalam mengaktualkan potensi tersebut. Oleh karena itu

pelatihan perlu dilakukan secara berulang-ulang. “Dan sesungguhnya dalam Al

Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan) agar mereka selalu

ingat” (QS Al Isra 17:14). Al Quran mengisyaratkan harus adanya proses

pengulangan (up grading) dan pemantapan hasil pembinaan. Dalam praktiknya,

evaluasi kritis pelatihan perlu dilakukan untuk menguji kualitas keberhasilan

sebuah pelatihan.

3. Perumpamaan dan Cerita

18

“ Dan Allah membuat (pula) perumpamaan ...” (QS. An Nahl 16:76). Demikian

Al Quran menegaskan tentang perlunya perumpamaan atau cerita dalam

pelatihan sebagai model kritik dan evaluasi sendiri atas refleksi kehidupannya

sendiri. Implkasinya adalah pentingnya sebuah pemberian mekanisme belajar

untuk dapat menarik kesimpulan atau hikmah dari suatu cerita. Sebagaimana

disebutkan dalam Al Quran, “...Sesungguhnya dalam kisah mereka itu terdapat

pelajaran bagi orang yang mempunyai akal...” (QS. Yusuf 12:11).

4. Widyawisata

Al Quran memberikan suatu metode praktis dalam proses pelatihan, yaitu

berwidyawisata. “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka

bumi dan memperhatikan bagaimana akibat yang diderita orang-orang sebelum

mereka...” (QS. Ar Rum 30:9, lihat juga AL Hajj 22:30 dan Ali Imran 3:190).

Ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran bahwa widyawisata dapat memberikan

pengalaman langsung, empiris, aktual dan objektif. Aplikasinya dalam masa

sekarang dikenal sebagai outbond training.

5. Uswah

Adanya keteladanan dari pemimpin di lingkungan kerja merupakan metode yang

efektif dalam proses pelatihan dan pembinaan. Keberhasilan proses pelatihan

bisa dipengaruhi oleh uswah positif yang ada dilingkungan kerja yang akan

membentuk budaya organisasi. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran,

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik

bagimu...” (QS Al Ahzab 33:21, lihat juga Al Mumtahanah 60:4 dan Ash Shaff

61:2-3)

6. Memberikan Ruang Praktikal

19

Memberikan ruang praktik kepada peserta pelatihan merupakan satu jenis

metode pelatihan yang relevan untuk dikedepankan menrut Syaibany dalam

buku Falsafah Pendidikan Islam. Hadits Nabi menyatakan bahwa,”Bukanlah

iman dengan berangan-angan, tetapi yang menetap dalam hati dan dibuktikan

oleh amal”. Pernyataan Rasul ini sesai dengan pentingnya mental istiqamah

dalam memegang prinsip dan amal (praktik) dalam kehidupan sehari-hari.

Aplikasinya dapat berupa praktik lapangan, magang dan tugas kerja.

Konsep pendidikan Islami tidak akan dapat sepenuhnya dipahami tanpa

terlebih dahul memahami penafsiran Islam tentang pengembangan individu (Ali

Ashraf, 1996:1). Dari pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa proses pendidikan

merupakan sebuah proses aktualisasi atau pemberdayaan potensi-potensi

keinsaniahan. Pola pendidikan yang perlu dikembangkan sesuai dengan hakikat

insaniyah itu adalah (a) pendidikan jismiyyah yaitu terhadap potensi jasmani, (b)

pendidikan ruhiyah untuk mengembangkan semangat/ghirah atau mental insani, dan

(c) pendidikan fi’liyyah, yaitu teroptimalisasikannya seluruh potensi indrawi

manusia.

Dengan demikian, dalam pelatihan dan pengembangan perlu diperhatikan

dimensi keterampilan, wawasan teoritis, dan dimensi ruhiyah. Dimensi terakhir

inilah yang merupakan bahan pertimbangan dasar dalam proses pengembangan

sumber daya manusia.

20

Rujukan

1) A. Usmara, Editor, 2007, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Amara Books, Yogyakarta.

2) Bambang Wahyudi, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1, CV.Sulita, Bandung

3) Baron, Angela dan Amstrong, Michael, 2007, Human Capital Management: Achieving Added Value Through People, Kogan page Ltd., London and Philadelphia

4) Bernardin, H. John, 2003, Human Resources Management: An Experiential Approach, 3rd Edition, McGraw-Hill/Irwin, New York

5) Carrol, Stephen J., and Nash, Allan N., 1970, Some Personal and Situational Correlates of Reaction to Management Development Training, The Academy of Management Journal Vol.13, No.2:187-196

6) Cecep Darmawan, 2006, Kiat Sukses Manajemen Rasulullah: Manajemen Sumber Daya Insasni Berbasis Nilai-Nilai Ilahiyah, Penerbit Khazanah Intelektual, Bandung

7) Gomez-Mejia, Luis R., et.al., 2004, Managing Human Resources, 4th

Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River.

8) Malthis, Robert L. dan Jackson, John H., 2004, Human Resources Management, 10th Edition, South-Western, Ohio – Penerjemah: Diana Angelica, 2006, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

9) Mathieu, John E., 1992, Influences of Individual and Situational Characteristic on Measures of Training Effectiveness, The Academy of Management Journal Vol.35, No.4:828-847

10) Noe, Raymond A., 2002, Employee Training and Development, 2nd

Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York

11) Noe, Raymond A., et al., 2003, Human Resources Management : Gaining A Competitive Advantage, 4th Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., New York

12) Ulrich, Davis, 1997, Human Resources Champions: The Next Agenda for Adding Value and Delivering Results, Harvard Business School Press, Boston

13) Valle, Ramon, et al., 2000, Business strategy, work process and human resources training: are they congruent?, Journal of Organizational Behavior Vol 21:283-297

21

14) Werner, Jon M., dan DeSimone, Randy L., 2009, Human Resources Development, 5th Edition, South-Western Cengage Learning, Mason

22