31
KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA” Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat. "Penulis" 1

Htn

  • Upload
    syaifur

  • View
    1.156

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

11. 441. 0041

Citation preview

Page 1: Htn

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas

berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis

dengan tepat waktu

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul

“HUKUM TATA NEGARA DI INDONESIA”

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat

kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.

Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih

dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

"Penulis"

1

Page 2: Htn

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR … 1

DAFTAR ISI … 2

BAB I PENDAHULUAN … 3

1.1 Latar Belakang Masalah … 3

1.2 Rumusan Masalah … 4

1.3 Tujuan dan Manfaat … 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA … 5

A. Pengertian Negara … 5

B. Pengertian Konstitusi … 7

C. Tujuan dari Konstitusi

… 8

BAB III METODE PENELITIAN … 10

A. Susunan Negara … 10

B. Sistem Pemerintahan … 11

BAB IV PEMBAHASAN … 16

A. Klasifikasi Konstitusi … 16

B. Hubungan Negara dengan Konstitusi … 18

C. Pancasila dan Konstitusi di Indonesia … 18

BAB V KESIMPULAN … 20

DAFTAR PUSTAKA … 21

2

Page 3: Htn

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena

yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi

kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen

negara yang mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak

adanya kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik

Indonesia 1945. Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam

UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur

dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses

pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian

bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi

dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama

(1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal itu, sehingga

siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD yang all size itu akan

berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.

Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini

telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu

pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan

berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak

sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan

bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan

konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang

otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang

seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak

bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi

jalannya demokratisasi suatu bangsa.

Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya

komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD

1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang

melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu

3

Page 4: Htn

bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari

sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga

masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia

kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan

sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.

Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai

apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih

baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah

mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat

berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi

menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

II. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan

masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian negara itu ?

2. Apakah pengertian konstitusi itu ?

3. Bagaimanakah hubungan antara negara dan konstitusi ?

4. Bagaimana keberadaan Pancasila dan konstitusi di Indonesia ?

III. TUJUAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian dari negara.

2. Untuk mengetahui pengertian dari konstitusi.

3. Untuk mengetahui hubungan antara negara dan konstitusi.

4. Untuk mengetahui keberadaan Pancasila dan konstitusi di Indonesia.

4

Page 5: Htn

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN NEGARA

Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok

manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu

dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan

keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di

wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi,

ada organisasi-organisasi lain (keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi

lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah

kenegaraan). Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama yang

ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan

mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi

lainnya.

Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu negara. Elemen-

elemen tersebut adalah :

1. Masyarakat

Masyarakat merupakan unsur terpenring dalam tatanan suatu negara.

Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam

suksesna suatu tatanan dalam pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu

negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga

perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu

pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan.

Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.

2. Wilayah (teritorial)

Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping

pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan

khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk

suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara.

Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya

berlaku bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera

sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas-batas

5

Page 6: Htn

wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi

berbagai kewajiban yang ditentukan.

Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu

masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre

ansemble).Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada

keadaan khusus dari wilayah suatu negara.

3. Pemerintahan

Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki

kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara

dan berada dalam wilayah negara.

Ada empat macam teori mengenai suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan,

kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.

1) Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit)

Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap

kekuasaan pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan

Belanda, Raja atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan

“bij de Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa Penakluk

dari suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.

2) Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)

Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit) menganggap sebagai suatu

axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah

yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah

suatu negara.

Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan

“kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”.

Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan

negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun.

Pemerintah adalah “alat negara”.

3) Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit)

Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua

kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe

dalam buku Die Moderne Staats Idee.

6

Page 7: Htn

4) Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit)

Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam

suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis)

menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara

seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu

negara.

Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4

bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan

Internasional (secara de facto maupun de jure).

B. PENGERTIAN KONSTITUSI

Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer”

(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi

mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan

tentang negara. Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-

undang yang menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah

Grondwet menjadi Undang-undang Dasar.

Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan: what is a constitution

dapat dijawab bahwa “…a constitution is a document which contains the rules for the

the operation of an organization” Organisasi dimaksud bera¬gam bentuk dan

kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi, pada umumnya

selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar.

Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya

dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum konon untuk

menandakan keputusan subsitusi tertentu terutama dari Paus.

Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian

aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam

pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen

tertulis (formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi

harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan

keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi

pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas

strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti

konstitusi ekonomi.

7

Page 8: Htn

Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya

suatu negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written

Constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti

halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan

“Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam

karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua negara

di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.

Di beberapa negara terdapat dokumen yang menyerupai konstitusi, namun oleh

negara tersebut tidak disebut sebagai konstitusi. Dalam buku yang berjudul The Law

and The Constitution, Ivor Jenning menyebutkan di dalam dokumen konstitusi tertulis

yang dianut oleh negara-negara tertentu mengatur tentang:

a) Adanya wewenang dan tata cara bekerja suatu lembaga kenegaraan.

b) Adanya ketentuan hak asasi yang dimiliki oleh warga negara yang diakui dan

dilindungi oleh pemerintah.

Tidak semua lembaga-lembaga pemerintahan dapat diatur dalam poin 1 dan tidak

semua hak-hak warga negara diatur dalam poin 2. Seperti halnya di negara Inggris.

Dokumen-dokumen yang tertulis hanya mengatur beberapa lembaga negara dan

beberapa hak asasi yang dimiliki oleh rakyat, satu dokumen dengan dokumen lainya

tidak sama.

Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek.

Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin

seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal,

Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal,

di Eropa, belanda 210 pasal.

Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44

pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan

Finlandia 95 pasal.

C. TUJUAN DARI KONSTITUSI

Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan

masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah

masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama

dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas

dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.

8

Page 9: Htn

Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama deengan hukum, namun tujuan

dari konstitusi lebih terkait dengan:

a) Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-

masing.

b) Hubungan antar lembaga negara

c) Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).

d) Adanya jaminan atas hak asasi manusia

e) Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.

Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak

menjamin bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang

memiliki lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki

peranan yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam

konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar konstitusi

mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam

konstitusi.

Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di luar

konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada

konstitusi.

Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton

menyatakan “Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the

power of words engrossed on parchment to keep a government in order. Untuk tujuan

to keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa,

sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan

dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini

secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan

peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.

9

Page 10: Htn

BAB III

METODE PENELITIAN

A. SUSUNAN NEGARA

a) Negara Kesatuan (Unitaris)

Negara Kesatuan, dapat pula disebut Negara Untaristis. Negara ini

ditinjaudari segi susunannya, memanglah susunannya bersifat tunggal, maksudnya

Negara Kesatuan itu adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa

negara, melainkanhanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di

dalam negara. Dengan demikian, dalam Negara Kesatuan hanya ada satu

pemerintah, yaitu pemerintah p u s a t y a n g m e m p u n y a i k e k u a s a a n

s e r t a w e w e n a n g tertinggi d a l a m b i d a n g pemerintahan negara,

menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan p e m e r i n t a h a n

n e g a r a b a i k d i p u s a t , m a u p u n d i d a e r a h - d a e r a h .

Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu:

1 . Sentralisasi

Dalam negara kesatuan bersistem sentralisasi, semua hal diatur dan diurus

oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah

dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat. Daerah tidak berwewenang

membuat peraturan-peraturan sendiri dan atau mengurus rumah tangganya

sendiri.

2. Desentralisasi.

Dalam negara kesatuan bersistem desentralisasi, daerah diberi kekuasaan

untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Untuk

menampung aspirasi rakyat di daerah, terdapat parlemen daerah. Meskipun

demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.

b) Negara Serikat (Federasi)

Negara Serikat adalah negara bersusunan jamak, terdiri atas beberapa

negara bagian yang masing-masing tidak berdaulat. Kendati negara-negara bagian

boleh memiliki konstitusi sendiri, kepala negara sendiri, parlemen sendiri, dan

kabinet sendiri, yang berdaulat dalam negara serikat adalah gabungan negara-

negara bagian yang disebut negara federal. Setiap negara bagian bebas melakukan

10

Page 11: Htn

tindakan ke dalam, asal tak bertentangan dengan konstitusi federal. Tindakan ke

luar (hubungan dengan negara lain) hanya dapat dilakukan oleh pemerintah federal.

Ciri-ciri negara serikat/ federal:

1. tiap negara bagian memiliki kepala negara, parlemen, dewan menteri (kabinet)

demi kepentingan negara bagian;

2. tiap negara bagian boleh membuat konstitusi sendiri, tetapi tidak boleh

bertentangan dengan konstitusi negara serikat;

3. hubungan antara pemerintah federal (pusat) dengan rakyat diatur melalui negara

bagian, kecuali dalam hal tertentu yang kewenangannya telah diserahkan secara

langsung kepada pemerintah federal.

Perbedaan dan persamaan antara negara federasi dan kesatuan, adalah sebagai berikut:

perbedaan

negara kesatuan : hanya mengakui 1 kedaulatan, yakni kedaulatan negara.

kedaulatan daerah tidak diakui.  tidak ada negara bagian, yang ada adalah provinsi

yang dipimpin oleh gubernur.

negara federal : mengakui kedaulatan negara bagian. negara bagian bisa membuat

hukum sendiri, jadi tiap - tiap negara bagian bisa jadi memiliki hukum yang

berbeda. tidak ada provinsi, yang ada adalah negara bagian yang dipimpin oleh

gubernur.

Persamaan :

Sama - sama terjadi pelimpahan kewenangan dan kekuasaan dari pemerintah

pusat ke pemerintah lokal.

Sama - sama ada pemilihan kepala daerah. artinya, kepala daerah dipilih oleh

penduduk setempat, bukan diangkat oleh pemerintah pusat.

Sama - sama dapat membentuk peraturan sendiri (peraturan daerah), dan

pemerintah pusat tidak turut campur dalam urusan pemerintah daerah.

B. SISTEM PEMERINTAHAN

Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: “sistem” dan

“pemerintahan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang

mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan

fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu

ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak

11

Page 12: Htn

bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu. Dan pemerintahan dalam

arti luas mempunyai pengertian segala urusan yang dilakukan negara dalam

menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara itu sendiri.  Dari

pengertian itu, maka secara harfiah sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu

bentuk hubungan antar lembaga negara dalam menyelenggarakan kekuasaan-

kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka untuk

mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Di dalam studi ilmu negara dan ilmu politik sendiri dikenal adanya tiga sistem

pemerintahan,  yaitu:

a. Sistem Presidensiil

Pemerintahan sistem presidensiil adalah suatu pemerintahan dimana kedudukan

eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat. Dalam sistem

Presidensial secara umum dapat disimpulkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semuanya

diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya, presiden sekaligus sebagai

kepala negara dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan pasti oleh UUD.

2. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilih oleh sejumlah pemilih.

3. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :

1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.

2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya,

masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia

adalah lima tahun.

3. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa

jabatannya.

4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat

diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.[8]

5. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :

6. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat

menciptakan kekuasaan mutlak.

7. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.

12

Page 13: Htn

8. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara

eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan

waktu yang lama.

b. Sistem Parlementer

Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan antara

badan eksekutif dan badan legislatif sangat erat. Hal ini disebabkan karena adanya

pertanggung jawaban para menteri  terhadap parlemen .[9] maka setiap kabinet yang

dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari

parlemen. Dengan demikian kebijakan pemerintah tidak boleh menyimpang dari apa

yang dikehendaki oleh parlemen.

` Adapun ciri- ciri umum dari sistem parlementer antara lain:

1. Terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif (parlemen), bahkan

antara    keduanya saling berpengaruh satu sama lain.

2. Kepala negara berkedudukan sebagai kepala negara saja bukan sebagai kepala

eksekutif atau pemerintahan. Eksekutif yang dipimpin oleh perdana mentri

dibentuk oleh parlemen dari partai politik .

3. Mekanisme pertanggungjawaban mentri kepada parlemen yang mengakibatkan

parlemen dapat membubarkan atau menjatuhkan "mosi tidak percaya" kepada

kabinet jika pertanggungjawaban atas pelaksanaan pemerintahan yang dilakukan

oleh mentri baik secara perseorangan maupun kolektif tidak dapat diterima oleh

parlemen. Jika terjadi perselisihan antara kabinet dengan parlemen, kepala negara

akan membubarkan parlemen.

Kelebihan sistem ini adalah sebagai berikut :

1. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.

2. Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi

penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.

3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet

menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

13

Page 14: Htn

 Adapun kelemahan sistem pemerintahan parlemen antar lain :

1. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.

2. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif tidak bisa ditentukan berakhir sesuai

masa jabatannya.

c. Sistem Referendum

Sebagai variasi dari kedua sistem pemerintahan parlementer dan presidensial

adalah sistem pemerintahan referendum. Di negara Swiss, di mana tugas pembuat

Undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pada

pemerintahan dengan sistem referandum, pertentangan yang terjadi antara eksekutif

(bundesrat) dan legislatif (keputusan daripada rakyat) jarang terjadi. Anggota-anggota

dari bundesrat ini dipilih oleh bundesversammlung untuk waktu 3 tahun lamanya dan

bisa dipilih kembali.

Berkenaan dengan Pengawasan rakyat dalam bentuk referendum, maka dikenal tiga

sistem referendum, yaitu:

a. Referandum Obligatoir

adalah referandum yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan langsung dari

rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu diberlakukan. Persetujuan dari rakyat

mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu undang-undang yang mengikat

seluruh rakyat, karena dianggap sangat penting. Contoh, adalah persetujuan yang

diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan undang-undang dasar.

b. Referendum Fakultatif

adalah referandum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu sesudah suatu

undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu yang punya

hak suara menginginkan diadakannya referandum. Dalam hal ini apabila

referandum menghendaki undang-undang tersebut dilaskanakan, maka undang-

undang itu terus berlaku. Tetapi apabila undang-undang itu ditolak dalam

referandum tersebut, maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.

c. Referandum Konsultatif

adalah referandum yang menyangkut soal-soal teknis. Biasanya rakyat sendiri

kurang paham tentang materi undang-undang yang dimintakan persertujuaannya.

Keuntungan dari sistem referendum adalah, bahwa pada setiap masalah negara

rakyat langsung ikut serta menanggulanginya dan kedudukan pemerintah stabil yang

membawa akibat pemerintahan akan memperoleh pengalaman yang baik dalam

menyelenggarakan kepentingan rakyatnya. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak

14

Page 15: Htn

setiap masalah rakyat mampu menyelesaikannya, karena untuk mengatasinya perlu

pengetahuan yang cukup harus dimiliki oleh rakyat itu sendiri. Keuntungan yang lain

ialah, bahwa kedudukan pemerintah itu stabil sehingga membawa akibat pemerintah

akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan

rakyatnya.

Berdasarkan pasal 4 ayat 1 dan pasal 17 UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan

Indonesia adalah presidensiil, karena presiden adalah eksekutif dan menteri-mentrinya

adalah pembantu presiden. Tetapi apabila dilihat dari sudut pertanggung jawaban

presiden kepada MPR, maka berarti eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga

legislatif (ciri sistem parlementer), maka dengan demikian sistem pemerintahan

Indonesia dibawah UUD 1945 dapat disebut sistem quasipresidensiil.

15

Page 16: Htn

BAB IV

PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI KONSTITUSI

Hampir semua negara memiliki kostitusi, namun antara negara satu dengan negara

lainya tentu memiliki perbeadaan dan persamaan. Dengan demikian akan sampai pada

klasifikasi dari konstitusi yang berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara

atau hukum konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang

mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan lain-lainnya.

Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) mengklasifikasi konstitusi

sebagai berikut :

a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and

unwritten constitution)

b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)

Konstitusi fleksibelitas merupakan konstitusi yang memiliki ciri-ciri pokok :

a. Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .

b. Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-

undang.

c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme

and not supreme constitution). Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang

mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan perundang-

undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak

mempunyai kedudukan seperti yang pertama.

d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary

Constitution)

Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan.

Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah

federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam

konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi

negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan

pemerintah pusat.

16

Page 17: Htn

e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer(President

Executive and Parliamentary Executive Constitution).

Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain:

1. Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga

memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan.

2. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.

3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat

memerintahkan pemilihan umum.

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas

kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika

negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu

adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang

menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli

sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan

sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara

demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.

Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului organ

pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent

power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi

merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental

sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan

otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya.

Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan

yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan

diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang

lebih tinggi tersebut.

Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi Pemerintahan

Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary

Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45)

tidak termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun

pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung

ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab

itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.

17

Page 18: Htn

B. HUBUNGAN NEGARA DENGAN KONSTITUSI

Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan

dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya

dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu kesatuan utuh,

dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan

konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.

C. PANCASILA DAN KONSTITUSI DI INDONESIA

Seperti yang kita ketahui dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila merupakan

filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pada masa lalu

timbul suatu permasalahan yang mengakibatkan Pancasila sebagai alat yang digunakan

untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi

idiologi tertutup. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa pancasila berada di atas

dan diluar konstitusi. Pancasila disebut sebagai norma fundamental negara

(Staatsfundamentalnorm) dengan menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky.

Teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum

dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum (stufentheorie). Salah seorang

tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah murid Hans Kelsen, yaitu Hans

Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung.

Susunan norma menurut teori tersebut adalah :

1. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);

2. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);

3. Undang-undang formal (formell gesetz); dan

4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung).

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan

konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi

hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu

konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara.

Berdasarkan teori Nawiaky tersebut, A. Hamid S. Attamimi memban-dingkannya

dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia.

Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan

teori Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum Indonesia adalah :

a. Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945).

b. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi

Ketatanegaraan.

c. Formell gesetz : Undang-Undang.

18

Page 19: Htn

d. Verordnung en Autonome Satzung : Secara hierarkis mulai dari Peraturan

Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

Penempatan pancasila sebagai suatu Staatsfundamentalnorm di kemukakan pertama

kali oleh Notonagoro. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah

untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum

positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka

pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-

nilai Pancasila.

Dengan menempatkan pancasila sebagi Staatsfundamentalnorm, maka kedudukan

pancasila berada di atas undang-undang dasar. Pancasila tidak termasuk dalam

pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi.

Yang menjadi pertanyaan mendasar sekarang adalah, apakah pancasila merupakan

staatsfundamentalnorm atau merupakan bagian dari konstitusi ?

Dalam pidatonya, Soekarno menyebutkan dasar negara sebagai Philosofische

grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya yang diatasnya

akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah

Weltanschauung atau pandangan hidup. Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.

Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische

grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut,

yaitu Piagam Jakarta yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan Pembukaan UUD

1945, yang merupakan Philosofische grondslag dan Weltanschauung bangsa Indonesia.

Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar

negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.

19

Page 20: Htn

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok

manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu

dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan

keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.

Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang

tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok

(fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara

Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena

melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.

Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun

sawa. Pancasila sebagai alat yang digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan

dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga

pancasila bukan sebagai konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi

di Indonesia.

20

Page 21: Htn

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution, Mirza. NEGARA DAN KONSTITUSI. 2004

2. Wheare, K. C. 2004. Konstitusi-konstitusi Modern Surabaya : Pustaka Eureka

3.  Busroh, Abu Daud. 2005. Intisari Hukum Tata Negara Perbandingan Konstitusi

Negara. Jakarta : Bina Aksara.

21