Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK DENGAN TINGKAT VO2 MAKS PADA MAHASISWA FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR TAHUN 2012
Skripsi
Oleh :
Fadhia Adliah
C 131 09 263
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya yang telah dianugrahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini yang berjudul “Hubungan antara Aktivtias Fisik dengan Tingkat VO2 Maks Pada
Mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Tahun
2012”
Penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna
menyelesaikan Program Studi Ilmu Fisioterapi S1 Profesi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Secara khusus, perkenankan penulis dengan tulus hati dan rasa hormat
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D selaku dekan Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin serta wakil dan stafnya, atas izin penelitian dan kemudahan yang telah
diberikan.
2. Bapak Drs. Djohan Aras, S.Ft, Physio, M.Kes, selaku Ketua Program Studi S1
Profesi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,serta segenap
dosen-dosen dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam
proses perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu St. Nurul Fajriah, S.Ft, Physio, M.Kes, selaku pembimbing I dan Bapak Tiar
Erawan, S.Ft, Physio, M.Kes selaku pembibing II yang telah sabar memberikan
bimbingan dan arahan selama penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. dr. Irfan Idris, M.Kes, selaku penguji I dan Salki Sadmita, S.Ft, Physio selaku
penguji II yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuannya kepada penulis.
5. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan S1 Profesi Fisoterapi,Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin angkatan 2009 yang telah memberikan bantuan ide,
semangat, dan doa untuk penulis.
6. Teristimewa untuk Ayahanda Drs. Jamal Galib dan Ibunda Ahriani Andi Mauri
beserta saudara-saudaraku yang selalu mendoakan dan senantiasa menjadi
motivator untuk menjadi lebih baik.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga amal baiknya
diterima dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi almamater dan profesi Fisioterapi, khususnya bagi
penulis sendiri.
Makassar, Desember 2012
Penulis
ABSTRAK
FADHIA ADLIAH. “Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Tingkat VO2 Maks Pada Mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2012”. Dibimbing oleh St. Nurul Fajriah, S.Ft, Physio, M.Kes dan Tiar Erawan S.Ft, Physio, M.Kes.
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2%
penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik. Sementara tingkat aktivitas yang rendah merupakan salah satu faktor utama munculnya penyakit kronik. Kebugaran fisik berperan penting dalam hidup. Kebugaran fisik tidak hanya diperlukan oleh seorang olahragawan untuk penampilan yang lebih baik, tetapi juga oleh nonolahragawan untuk mempertahankan kesehatan. Mahasiswa Fisioterapi kelak akan menjadi seorang fisioterapis dan fisioterapis yang baik harus memiliki kebugaran fisik yang baik pula.
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks pada mahasiswa Fisioterapi Universitas Hasanuddin.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode total sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 85 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan data primer berupa kuesioner yang berdasarkan pada kuisioner IPAQ (International Physical Activity Questionnares).
Dari 85 subjek penelitian, dari 23 subjek laki-laki didapatkan tingkat VO2 maks tinggi dan sedang masing-masing sebanyak 11 orang (47,8%), dan kurang sebanyak 1 orang (4,3%). Sedangkan pada 62 subjek perempuan didapatkan tingkat VO2 maks tinggi sebanyak 21 orang (33,9%), sedang 31 orang (50%), dan kurang sebanyak 10 orang (16,1%). Berdasarkan uji korelasi spearman didapatkan nilai korelasi tinggi (r= 0,622 ; p=0,002) pada subjek laki-laki, nilai korelasi sangat tinggi (r= 0,860 ; p= 0,00) pada subjek perempuan. Selain itu, juga didapatkan nilai korelasi sangat tinggi (r= 0,829; p=0,00) pada subjek kelompok usia transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun), dan nilai korelasi sangat tinggi (r= 0,736 ; p= 0,00) pada subjek kelompok usia dewasa muda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik maka semakin baik tingkat kesegaran jasmaninya (VO2 maks).
Kata Kunci : aktivitas fisik, VO2 maks, kesegaran jasmani, mahasiswa fisioterapi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dalam
beberapa dekade terakhir membuat hidup manusia menjadi semakin mudah. Hal ini
ditandai dengan peningkatan penggunaan tenaga mesin dan pengurangan
penggunaan tenaga manusia yang meyebabkan menurunnya aktivitas fisik
(Nadesul, 1997).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyebutkan bahwa
61% kematian disebabkan oleh karena penyakit kronik. Diperkirakan pada tahun
2030 jumlahnya dapat meningkat sampai 70% karena gaya hidup yang tidak sehat
(Al - Maskari, 2011). American Heart Association menyatakan bahwa gaya hidup
tidak aktif merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Sementara
gaya hidup yang kurang aktif atau tingkat aktivitas yang rendah merupakan salah
satu faktor utama terjadinya obesitas, selain faktor asupan kalori yang berlebihan
(Levine & Miller, 2007).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa
48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas
fisik. Aktivitas fisik dikategorikan “cukup” apabila kegiatan dilakukan terus
menerus minimal 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif
150 menit dalam satu minggu (Depkes RI, 2008).
Tubuh sehat ideal tidak hanya dilihat dari fisik saja, tetapi juga perlu dilihat
dari daya tahan kardiorespirasi juga. Daya tahan kardiorespirasi atau (aerobic
capacity) merupakan komponen terpenting dari kebugaran jasmani (Ickhsan, 1997).
Seseorang dengan kapasitas aerobik yang baik, memilki jantung yang efesien, paru-
paru yang efektif, peredaran darah yang baik pula, yang dapat mensuplai otot-otot
sehingga yang bersangkutan mampu bekerja secara kontinu tanpa mengalami
kelelahan yang berlebihan (Sumaedjiono, 1996).
Penelitian di Belanda melaporkan bahwa kekuatan aerobik (VO2 maks)
puncaknya pada umur 18 dan 20 tahun pada laki-laki serta 16 dan 17 tahun pada
anak perempuan, bertepatan dengan umur puncak massa otot. (Johnson B 1996
dalam Utari, 2007).
Survei di Indonesia pada remaja usia 12-19 tahun menunjukkan bahwa
tingkat kebugaran kardiorespirasi pada remaja yaitu 78,1% dengan kriteria kurang,
15,6% dengan kriteria sedang, dan 6,3% dengan kriteria baik. Hal ini menunjukkan
bahwa rata-rata tingkat kebugaran pada remaja usia 12-19 tahun masih sangat
rendah. Anak perempuan memiliki risiko kurang aktif yang lebih besar
dibandingkan anak laki-laki, terutama menjelang dan setelah masa pubertas.
Kecenderungan statistik ini sesuai dengan pendidikan olahraga. Hanya sepertiga
sekolah dasar dan menengah memberikan pendidikan olahraga setiap hari (Eliyus,
2005).
Berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara penurunanan VO2
maks dengan berbagai tingkat mortalitas dan morbiditas. Rendahnya VO2 maks
memiliki hubungan yang kuat (peningkatan risiko 3-6 kali) dengan terjadinya
hipertensi, diabetes, dan sindrom metabolik (Carnethon et al, 2003).
Kebugaran jasmani seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni, faktor
internal dan faktor eksternal. Yang dimaksud faktor internal adalah sesuatu yang
sudah terdapat dalam tubuh seseorang yang bersifat menetap misalnya genetik,
umur, jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal salah satunya adalah aktivitas fisik
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas, 1994;
Abdullah, 1994).
Kebugaran fisik berperan penting dalam hidup. Kebugaran fisik tidak hanya
diperlukan oleh seorang olahragawan untuk penampilan yang lebih baik, tetapi juga
oleh nonolahragawan untuk mempertahankan kesehatan (Prajapati et al, 2008).
Aktivitas mahasiswa Fisioterapi Universitas Hasanuddin dalam perkuliahan
dan praktikum menuntut kebugaran yang tinggi. Dengan kondisi tubuh yang bugar
kita dapat melakukan aktivitas dengan baik tanpa merasa kelelahan, sehingga
didapatkan hasil yang maksimal, dan memiliki cadangan energi untuk melakukan
aktivitas di luar rutinitas. Mahasiswa yang memiliki cadangan yang cukup baik
akan mempunyai tingkat kebugaran yang baik dimana tingkat kebugaran setiap
manusia berbeda-beda, bergantung pada aktivitas manusia. Namun kebugaran
semakin tidak diperhatikan oleh mahasiswa karena kegiatan hidup yang semakin
kompleks membuat mahasiswa enggan untuk berolahraga. Padahal untuk
menunjang aktivitas yang tinggi dibutuhkan tingkat kebugaran yang tinggi pula.
Mahasiswa fisioterapi kelak akan menjadi seorang fisioterapis dan fisioterapis
yang baik harus memiliki kebugaran fisik yang baik pula.
Penelitian untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan tingat VO2
maks pada mahasiswa fisioterapi FK Unhas masih sangat terbatas. Berdasarkan hal
tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan permasalahan
penelitian sebagai berikut : ”Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
tingkat VO2 maks pada mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makassar?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2
maks pada mahasiswa Fisioterapi Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran aktivitas fisik mahasiswa Fisioterapi Universitas
Hasanuddin Makassar.
b. Mengetahui gambaran tingkat VO2 maks berdasarkan jenis kelamin pada
mahasiswa Fisioterapi Universitas Hasanuddin Makassar.
c. Mengetahui gambaran tingkat VO2 maks berdasarkan usia pada mahasiswa
Fisioterapi Universitas Hasanuddin Makassar.
d. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks
berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa Fisioterapi Universitas
Hasanuddin Makassar.
e. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks
berdasarkan kelompok usia pada mahasiswa Fisioterapi Universitas
Hasanuddin Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi, edukasi, dan
motivasi bagi masyarakat dan mahasiswa fisioterapi agar memiliki tingkat
kebugaran kardiovaskular (VO2 maks) yang optimal.
2. Manfaat pengembangan ilmu
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan rujukan bahan
bacaan bagi individu yang ingin mengetahui mengenai aktivitas fisik dan tingkat
VO2 maks-nya.
3. Manfaat metodologi
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan penelitian lebih
lanjut.
4. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti sendiri tentang
pentingnya melakukan aktivitas fisik dan menjaga kebugaran kardiovaskuler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Alat Pernapasan Manusia
1. Anatomi Alat Pernapasan
Pernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil
oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor
karbondioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Adapun alat-
alat pernapasan pada manusia adalah sebagai berikut :
1. Alat Pernafasan Atas
a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat
kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar
sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk
lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan
tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama
udara. Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan
udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering
ataupun terlalu lembap.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara. Masuknya
udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar
sebagai suara.
2. Alat pernafasan bawah
a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan
pada bagian dalam rongga bersilia.
b. Cabang-cabang Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama
dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan
pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari
lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
bronkiolus.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan
daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan
diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan
bronkus. Bronkiolus ini memiliki gelembung-gelembung halus yang
disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis, tidak bertulang
rawan, dan tidak bersilia.
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong
kecil yang salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau
mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus berselaput tipis dan di situ
banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya difusi
gas pernapasan.
2. Sistem Transportasi Oksigen
Udara inspirasi akan masuk ke paru-paru melalui hidung atau mulut. Di
dalam hidung udara akan mendapatkan proses humidifikasi alamiah, yaitu
dilembabkan dan dihangatkan, di samping itu juga disaring oleh bulu-bulu
hidung serta adanya bentuk saluran hidung yang berkelok-kelok yang dilapisi
oleh mukosa. Transportasi oksigen merupakan bagian dari ekspirasi eksternal,
yaitu tahap pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan. Respirasi
eksternal meliputi:
a) Pertukaran udara antara atmosfer dan paru-paru
b) Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara paru-paru dan darah
c) Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh darah
d) Pertukaran gas antara darah dan sel-sel jaringan
Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar sekitar 97% dalam bentuk
terikat dengan hemoglobin dan sisanya dalam bentuk terlarut oleh plasma.
Oksigen yang masuk ke dalam tubuh manusia digunakan untuk memproduksi
ATP atau Adenosine Triphosphate. ATP adalah senyawa kimia berenergi
tinggi. Di antara sel-sel tubuh, sel otot merupakan sel yang paling banyak
menimbun ATP walaupun jumlahnya sangat terbatas yaitu hanya sekitar 4-6
milimol/kg otot (Siregar, 2000). ATP yang tersedia tersebut hanya cukup untuk
aktivitas cepat dan berat selama 3-8 detik.
ATP berfungsi untuk kontraksi otot, pencernaan, sekresi kelenjar,
sirkulasi, dan transmisi saraf (Irianto, 2007). Sistem aerobik merupakan sistem
pembentukan kembali ATP melalui fosforilasi oksidatif di mitokondria.
Konsumsi maksimal oksigen adalah ukuran nilai maksimal dari re-sintesis
aerobik dari ATP dimana pengukuran VO2 maks dapat dibagi dalam 2 kategori,
yaitu pengukuran secara langsung melalui akumulasi gas pernapasan selama
latihan maksimal dan yang kedua adalah prediksi VO2 maks oleh respon
monitoring terhadap kerja maksimal atau submaksimal (Zuluaga et al, 1998).
Oksigen yang digunakan untuk memproduksi ATP harus masuk sampai
ke mitokondria. Oleh karena itu, oksigen harus ditransportasi dari atmosfer ke
sel, dimana kemudian oksigen dikonsumsi oleh mitokondria sel. Oksigen dan
karbondioksida harus di daur melalui sistem respirasi dan sirkulasi.
Karbondioksida merupakan salah satu hasil produksi metabolisme dari sel
atmosfer. Aktivitas fisik khususnya kinerja aerobik sangat tergantung pada
sistem transportasi oksigen oleh karena produksi ATP melalui sistem energi
aerobik sangat ditentukan oleh banyaknya oksigen yang terdapat di dalam
mitokondria. Semakin tinggi kemampuan sistem transportasi oksigen, semakin
tinggi kinerja fisik seseorang. (Duma, 2010)
3. Hubungan Sistem Respirasi dan Sistem Sirkulasi
Sistem respirasi dan sirkulasi dalam hubungan dengan transportasi
oksigen dalam tubuh manusia melibatkan kerja paru-paru dan jantung. Paru-
paru berfungsi sebagai alat/pintu masuk keluarnya udara yaitu O2 dan CO2,
sedangkan jantung berfungsi sebagai alat pompa darah ke seluruh tubuh yang
mengangkut oksigen dan kembali ke jantung lagi mengangkut karbondioksida.
Jadi, paru-paru dan jantung bekerja bersama-sama untuk transportasi oksigen
dan karbondioksida. Sistem respirasi menyangkut pergerakan udara keluar
masuk paru-paru dimana oksigen dipertukarkan dengan karbondioksida.
Karbondioksida yang diangkut oleh darah masuk ke paru-paru untuk
selanjutnya dikeluarkan dari dalam tubuh lewat hidung atau mulut menuju
atmosfer. Oksigen dari atmosfer masuk ke paru-paru sampai ke alveoli,
kemudian masuk ke dalam darah. Sistem sirkulasi yang melibatkan komponen
jantung, pembuluh darah, dan darah mengangkut oksigen dan karbondioksida
dari paru-paru ke jaringan sel dan sebaliknya dimana karbondioksida sebagai
hasil sisa pembakaran masuk ke dalam pembuluh darah vena dan selanjutnya
menuju paru-paru. Oksigen yang diangkut oleh pembuluh darah arteri masuk ke
dalam jaringan otot untuk selanjutnya dikonsumsi di mitokondria.
Oksigen diangkut oleh darah melalui 2 (dua) bentuk, yaitu terlarut dalam
darah dan terikat oleh hemoglobin. Pada keadaan normal, sekitar 97% oksigen
yang diangkut dari paru-paru ke jaringan dan dibawa dalam bentuk terikat
dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Sisanya 3% diangkut dalam bentuk
terlarut dalam plasma dan sel.
a. Ventilasi Paru
Ventilasi merupakan suatu proses dari siklus inspirasi dan ekspirasi
yang berfungsi mempertahankan oksigen dan karbondioksida dalam alveoli
dan darah arteri dalam keadaan optimal (Nur Basuki, 2009). Banyaknya
udara yang masuk keluar paru dalam suatu menit disebut sebagai ventilasi
semenit (Minute Ventilation-MV). Ventilasi sedikit meningkat sebelum kerja
fisik berikutnya. Ventilasi paru pada latihan maksimum sekitar 100 sampai
110 liter menit. Kapasitas pernapasan maksimal sekitar 150-170 liter/menit.
(Siregar, 2000). Jadi, kapasitas maksimum adalah sekitar 50% lebih besar
dari ventilasi paru-paru yang sesungguhnya selama latihan maksimal.
b. Volume Paru
Ada 4 volume paru yang utama, yaitu:
1. Volume tidal, yaitu sejumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan pada
setiap kali pernapasan.
2. Inspiratory Reserve Volume / IRV (volume cadangan inspirasi), yaitu
jumlah maksimal udara yang dapat dihirup dari puncak volume tidal.
3. Ekspiratory Reserve Volume / ERV (volume cadangan ekspirasi), yaitu
jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah akhir dari volume tidal
normal.
4. Residual Volume (RV), adalah sejumlah udara yang masih tetap tinggal
di paru-paru setelah ekspirasi paksa/ penuh. Oleh karena itu, paru yang
normal tidak akan kolaps pada akhir ekspirasi normal.
Ketika melakukan latihan fisik ada sebuah kenaikan ventilasi yang
besar yang terjadi segera. Kecepatan kenaikan merupakan hasil pengaruh
sistem saraf yang dibangkitkan oleh reseptor-reseptor lokal yang terdapat
pada otot-otot dan sendi yang sedang melakukan kerja. Setelah beberapa
menit latihan submaksimal, ventilasi terus meningkat tetapi dalam
kecepatan rendah hingga akhirnya tidak meningkat lagi (steady state).
Setelah latihan fisik dihentikan, ventilasi kembali menuju nilai istirahat,
pertama turun secara cepat kemudian turun perlahan-lahan. Pertukaran gas
antara udara alveoli dengan darah melalui membran kapiler alveolar terjadi
karena adanya perbedaan tekanan parsil gas-gas tersebut antara kantong
alveoli (alveolar sacs) dengan darah pada kapiler alveolar. Oksigen
berdifusi dari alveoli masuk ke dalam darah melalui membran kapiler
alveolar karena perbedaan tekanan parsil oksigen.
B. Tinjauan Umum tentang VO2 Maks
1. Pengertian VO2 Maks
VO2 maks adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi
selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan. Karena
VO2 maks ini dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2
maks dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik (Astorin,
2000).
VO2 maks juga dapat diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang
untuk mengkonsumsi oksigen selama aktivitas fisik pada ketinggian yang setara
dengan permukaan laut. VO2 maks merefleksikan keadaan paru,
kardiovaskuler, dan hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme
oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas. Selama menit-menit pertama
latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga akhirnya tercapai keadaan steady
state dimana konsumsi oksigen sesuai dengan kebutuhan latihan. Bersamaan
dengan keadaan steady state ini terjadi pula adaptasi ventilasi paru, denyut
jantung, dan cardiac output. Keadaan dimana konsumsi oksigen telah mencapai
nilai maksimal tanpa bisa naik lagi meski dengan penambahan intensitas latihan
inilah yang disebut VO2 maks. Konsumsi oksigen lalu turun secara bertahap
bersamaan dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun
berkurang. (Sukmaningtyas, 2004)
Secara teori, nilai VO2 maks dibatasi oleh cardiac output, kemampuan
sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau kemampuan otot
untuk menggunakan oksigen. Dengan begitu, VO2 maks pun menjadi batasan
kemampuan aerobik, dan oleh sebab itu dianggap sebagai parameter terbaik
untuk mengukur kemampuan aerobik (atau kardiorespirasi) seseorang. VO2
maks merupakan nilai tertinggi dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen
selama latihan, serta merupakan refleksi dari unsur kardiorespirasi dan
hematologik dari pengantaran oksigen dan mekanisme oksidatif otot (Vander et
al, 2001) . Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO2 maks
lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibanding mereka yang
tidak dalam kondisi baik (Uliyandari, 2009).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2 maks
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2 maks dapat
disebutkan sebagai berikut.
a) Fungsi paru
Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens, terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang bekerja. Kebutuhan oksigen ini
didapat dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Ventilasi
merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau mengeluarkan udara
dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran oksigen dalam
alveoli paru dengan cara difusi. Oksigen yang terdifusi masuk dalam kapiler
paru untuk selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh.
Untuk dapat memasok kebutuhan oksigen yang adekuat, dibutuhkan paru-
paru yang berfungsi dengan baik, termasuk juga kapiler dan pembuluh
pulmonalnya. Pada seorang atlet yang terlatih dengan baik, konsumsi
oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat ia
melakukan latihan dengan intensitas maksimal.
Dalam fungsi paru, dikenal juga istilah perbedaan oksigen arteri-vena
(A-V O2diff). Selama aktivitas fisik yang intens, A-V O2 akan meningkat
karena oksigen darah lebih banyak dilepas ke otot yang sedang bekerja,
sehingga oksigen darah vena berkurang. Hal ini menyebabkan pengiriman
oksigen ke jaringan naik hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa.
Peningkatan A-V O2diff terjadi serentak dengan peningkatan cardiac output
dan pertukaran udara sebagai respon terhadap olahraga berat. (Pate R,
McClenaghan, 1984)
b) Fungsi kardiovaskuler
Respon kardiovaskuler yang paling utama terhadap aktivitas fisik
adalah peningkatan cardiac output. Peningkatan ini disebabkan oleh
peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai
sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh
tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskuler menghantarkan
oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskuler
dapat membatasi nilai VO2 maks. (Pate R, McClenaghan, 1984)
c) Sel darah merah (hemoglobin)
Karena dalam darah oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka
kadar oksigen dalam darah juga ditentukan oleh kadar hemoglobin yang
tersedia. Jika kadar hemoglobin berada di bawah normal, misalnya pada
anemia, maka jumlah oksigen dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya,
bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan
polisitemia, maka kadar oksigen dalam darah akan meningkat. Hal ini juga
bisa terjadi sebagai respon adaptasi pada orang-orang yang hidup di tempat
tinggi.
Kadar hemoglobin rupanya juga dipengaruhi oleh hormon androgen
melalui peningkatan pembentukan sel darah merah. Laki-laki memiliki
kadar hemoglobin sekitar 1-2 gr per 100 ml lebih tinggi dibanding wanita
(Fox SI. Respiratory Physiology, 2003)
d) Komposisi tubuh
Jaringan lemak menambah berat badan, tapi tidak mendukung
kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah raga
berat. Maka, jika VO2 maks dinyatakan relatif terhadap berat badan, berat
lemak cenderung menaikkan angka penyebut tanpa menimbulkan akibat
pada pembilang VO2;
VO2 (ml/kg/menit) = VO2 (LO2) x 1000
Berat badan (kg)
Jadi, kegemukan cenderung mengurangi VO2 maks
3. Pengukuran VO2 Maks
Beberapa model atau bentuk pengukuran VO2 maks, antara lain:
a) Tes lari 600 m, 800 m, 1000 m, 1200 m, 1600 m, 2400 m
Model atau bentuk tes ini memerlukan tempat dan lintasan lari yang
cukup luas seperti lapangan sepakbola. Alat dan fasilitas yang digunakan
cukup sederhana dan murah, mudah dilakukan dan dapat dilaksanakan
secara manual. Untuk penilaian tes lari 600m, 800m, 1000m, 1200m, dan
2400m tidak dapat memprediksi secara langsung nilai VO2 maks dihitung
dengan menggunakan rumus kemudian dikonversikan ke dalam tabel tes
rockport.
b) Tes lari 15 menit (balke test)
Balke test memerlukan lintasan lari yang cukup luas, juga
membutuhkan tenaga pelaksana yang lebih banyak antara lain pemberi aba-
aba, pengukur jarak tempuh, pengawas waktu, dan pencatat hasil. Alat dan
fasilitas yang digunakan juga cukup sederhana, murah, mudah di dapatkan
dan test ini dapat dilaksanakan secara massal.
Untuk mendapatkan nilai VO2 maks, jarak yang ditempuh peserta
dimasukkan ke dalam rumus balke, kemudian norma penilaian VO2 maks
dapat menggunakan tabel Astrand. Peserta tes dianggap gagal apabila tidak
dapat menyelesaikan waktu tempuh.
c) Bleep test atau tes lari multi tahap
Tes ini tidak begitu memerlukan lintasan lari yang cukup luas tetapi
memerlukan keterampilan petugas untuk memandu tes. Peserta tes harus
dapat menyesuaikan kecepatan langkah dengan irama atau bunyi bleep pada
kaset rekorder. Bleep test dapat dilaksanakan secara massal dan juga bisa
dilaksanakan di dalam ruangan karena hanya membutuhkan lintasan lari
berjarak 20 meter.
Nilai VO2 maks didapatkan dari hasil tingkatan dan balikan yang
diperoleh peserta tes kemudian dikonversikan ke dalam tabel Bleep. Tes ini
merupakan tes yang maksimal karena kecepatan langkah peserta tes
disesuaikan dengan irama bunyi bleep pada kaset dimana tingkatan dan
balikan dilakukan peserta tes sampai ia tidak mampu melakukan atau sudah
maksimal.
Bleep test dapat memprediksi secara langsung nilai VO2 maks tetapi
sayangnya tidak terdapat kriteria menyatakan sangat baik, baik, atau kurang
VO2 maks pada individu.
d) 3-minutes step test
3–minutes step test merupakan tes kebugaran jasmani yang sederhana.
Tes ini bertujuan untuk mengukur kebugaran jasmani untuk kerja otot dan
kemampuannya pulih dari kerjanya melalui daya tahan kardiovaskuler.
Caranya adalah sebagai berikut.
1) Sampel berdiri tegak di lantai menghadap bangku Harvard setinggi 30
cm dan melakukan uji coba naik turun bangku untuk menyesuaikan
irama metronome.
2) Metronome disetel 96 x per menit untuk sampel pria dan wanita (naik
turun bangku 24 x per menit selama 3 menit), pada bunyi metronome
ke-1, salah satu kaki naik ke atas bangku; pada bunyi metronome ke-2,
kaki yang lain naik ke atas bangku sampai sampel berdiri tegak di atas
bangku; pada bunyi metronome ke-3, salah satu kaki turun ke lantai;
pada bunyi metronome yang ke-4, kaki yang lain turun ke lantai,
sehingga sampel berdiri tegak di lantai menghadap bangku Harvard.
3) Setelah naik turun bangku Harvard selama 3 menit, sampel lalu duduk
beristirahat selama 1 menit, kemudian dihitung denyut nadi pemulihan
(recovery) selama 1 menit.
Lalu denyut nadi recovery tersebut akan dikonversikan sesuai dengan
parameter tingkat kebugaran jasmani menurut James R Morrow et all (2005)
sesuai dengan jenis kelamin yang tertera pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Kriteria penilain denyut nadi 1 menit setelah tes Harvard untuk pria
Men
Age
12 - 25 26 – 35 36 – 45 46 - 55 56 - 65 65+
Excellent < 79 <81 <83 <87 <86 <88
Good 79 - 89 81-89 83-96 87-97 86-97 88-96
Above Average 90-99 90-99 97-103 98-106 98-103 97-103
Average 100-105 100-107 104-112 107-116 104-112 104-113
Below Average 106-116 108-116 113-119 117-122 113-120 114-120
Poor 117-128 118-128 120-130 123-132 121-129 121-130
Very Poor >128 >128 >130 >132 >129 >130 Sumber: James R Morrow et all (2005)
Sumber :James R Morrow et all (2005)
Tabel 2.2 Kriteria penilaian denyut nadi 1 menit setelah tes Harvard untuk wanita
e) Tes dengan ergocycle
Tes ini cukup dilakukan di dalam ruangan dan tidak membutuhkan
tempat yang luas. Membutuhkan beberapa petugas dan tenaga ahli seperti
pemandu tes, pengukur nadi, pengukur tekanan darah, dan pencatat hasil.
Alat dan fasilitas yang digunakan mahal antara lain, sepeda statis
(Ergometer sepeda Monark 818E) dan peserta tes sulit mempertahankan
kayuhan 50 rmp. Membutuhkan waktu yang lama jika dilakukan pada
sekelompok orang.
Nilai VO2 maks didapatkan dari hasil pengukuran denyut nadi
kemudian dihitung berdasarkan rumus. Tes dengan ergocycle dapat
memprediksi secara langsung nilai VO2 maks dan dapat dilakukan menurut
umur.
Women
Age
12 – 25 26 – 35 36 – 45 46 - 55 56 - 65 65+
Excellent <85 <88 <90 <94 <95 <90
Good 85-98 88-99 90-102 94-104 95-104 90-102 Above
Average 99-108 100-111 103-110 105-115 105-112 103-115
Average 109-117 112-119 111-118 116-120 113-118 116-122 Below
Average 118-126 120-126 119-128 121-129 119-128 123-128
Poor 127-140 127-138 129-140 130-135 129-139 129-134
Very Poor >140 >138 >140 >135 >139 >134
C. Tinjauan Umum tentang Aktivitas Fisik
1. Pengertian Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot
skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. Setiap orang melakukan
aktivitas fisik, atau bervariasi antara individu satu dengan yang lain bergantung
gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur,
pekerjaan, dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat di sarankan kepada semua
individu untuk menjaga kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci pada
penentuan penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang.
Berbagai tipe dan jumlah aktivitas fisik sangat diperlukan secara terstruktur dan
terencana disebut latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak
dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari.
Menurut badan kesehatan dunia WHO menjelaskan bahwa aktivitas fisik
adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang
sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta
mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.
Bouchard & Shephard (1994) dalam Malina (2006:2), mengemukakan
bahwa aktivitas fisik seringkali didefinisikan dalam konteks pengeluaran energi
dari setiap gerak yang diproduksi oleh otot-otot skelet yang pada hakikatnya
meningkatkan pengeluaran energi melebihi tingkat istirahat.
Definisi aktivitas fisik secara luas adalah mencakup semua kegiatan yang
disukai seperti berjalan, bersepeda, menari, bermain permainan tradisional,
bertanam, mengerjakan pekerjaan rumah, olahraga dan latihan yang disengaja,
sementara hidup aktif adalah suatu jalan hidup yang mengintegrasikan
sedikitnya setengah jam sehari menjalankan aktivitas fisik secara rutin. (Cavill
et al, 2006)
Aktivitas (kegiatan) fisik biasanya dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
(Khumaidi, 1994) :
a) Ringan : 75% waktu untuk duduk atau berdiri, 25% waktu untuk berdiri
sambil bergerak
b) Sedang : 40% waktu untuk duduk atau berdiri, 60% waktu untuk melakukan
pekerjaan khusus
c) Berat : 25% waktu untuk duduk dan berdiri, 75% waktu untuk melakukan
pekerjaan khusus
2. Manfaat Aktivitas Fisik terhadap Kesehatan
Banyak sekali bentuk aktivitas fisik yang dapat menunjang kesehatan
tubuh, diantaranya yaitu berjalan kaki atau hiking, jogging, bersepeda, senam
aerobik, berenang, dan lain-lain. Semua bentuk aktivitas fisik tersebut tentunya
mempunyai manfaat bagi kesehatan, disamping tubuh akan menjadi bugar, juga
akan melancarkan peredaran darah serta sirkulasi oksigen akan menjadi lancar.
Melakukan aktivitas fisik secara teratur adalah hal yang paling penting
yang dapat membantu seseorang menjaga kesehatan dengan baik. Berikut
adalah beberapa manfaat dari melakukan aktivitas fisik secara teratur (WHO,
2009):
a) Membantu orang mengendalikan berat badannya, yang pada akhirnya
memungkinkan mereka untuk mempertahankan gaya hidup yang lebih
baik dan tetap segar dan waspada selama terjaga.
b) Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko penyakit jantung dan gagal
jantung, karena otot-otot jantung menjadi lebih kuat.
c) Aktivitas fisik mampu mengurangi resiko penyakit diabetes tipe 2 dan
kondisi lain yang terkait dengan aktivitas seperti obesitas dan apnea tidur.
d) Aktivitas secara fisik membantu mengurangi resiko kanker jenis tertentu.
e) Aktivitas fisik membantu menguatkan tulang menjadi lebih kuat dan otot
menjadi lebih lentur. Hal ini mengurangi terjadinya cedera fisik dan
meningkatkan perbaikan jaringan yang lebih cepat.
f) Ketika seseorang aktif secara fisik, ia dapat meningkatkan kesehatan
mental dan juga mengendalikan suasana hati lebih stabil.
g) Membantu meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan
sehari-hari.
h) Secara keseluruhan, aktivitas fisik memberi kesempatan untuk lebih lama
hidup (panjang umur)
Dengan demikian banyak sekali manfaat aktivitas fisik bagi tubuh
apabila sering dilakukan. Dengan melakukan aktivitas fisik yang intensitasnya
moderat, akan dapat melatih pernapasan dan menyehatkan jantung. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh Cavill et all (2006) bahwa aktivitas
fisik dengan intensitas moderat dapat menaikkan detak jantung dan menaikkan
suhu tubuh menjadi lebih hangat dan pernapasan sedikit terengah-engah, itu
dapat meningkatkan proses metabolisme 3-6 kali saat istirahat.
3. Tipe-Tipe Aktivitas Fisik
Ada 3 tipe/macam/sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk
mempertahankan kesehatan tubuh yaitu:
a) Ketahanan (endurance)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung,
paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita
lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang
dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih antara lain berjalan kaki,
lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman.
b) Kelenturan (flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan
lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi
berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik
yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
1) Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan,
lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki
2) Senam taichi, yoga
3) Mencuci pakaian, mobil
4) Mengepel lantai.
c) Kekuatan (strength)
Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot
tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan
mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan
terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan
maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
1) Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari
kecelakaan
2) Naik turun tangga
3) Angkat berat/beban
4) Membawa belanjaan
5) Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness)
Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi
(pembakaran kalori), misalnya:
1) Berjalan kaki (5,6-7 kkal/menit)
2) Berkebun (5,6 kkal/menit)
3) Menyetrika (4,2 kkal/menit)
4) Menyapu rumah (3,9 kkal/menit)
5) Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit)
6) Mencuci baju (3,56 kkal/menit)
7) Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit)
Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain:
1) Menyapu
2) Mengepel
3) Mencuci baju
4) Menimba air
5) Berkebun/bercocok tanam
6) Membersihkan kamar mandi
7) Mengangkat kayu atau memikul beban
8) Mencangkul
9) Dan kegiatan lain dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan antara lain:
1) Jalan sehat dan jogging
2) Bermain bulu tangkis/tenis
3) Sepakbola
4) Senam aerobik/pernapasan
5) Berenang
6) Bermain bola basket
7) Bermain voli
8) Bersepeda
9) Latihan beban: dumble dan modifikasi lain
10) Mendaki gunung, dll (Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Adapun pengelompokkan olahraga berdasarkan berat ringannya
olahraga tersebut (J.Nugroho, 2009) :
1. Olahraga ringan, antara lain menembak, golf, bowling, panahan
2. Olahraga sedang, antara lain jogging, bulutangkis, bola basket, hockey,
softball, tenis meja, tenis, senam, sepak bola/futsal
3. Olahraga berat, antara lain renang, tinju, gulat, kempo, judo, karate
4. Pengukuran Aktivitas Fisik
Sebagian besar orang menghabiskan bagian terbesar waktu sadar mereka
(85-90%) dalam bentuk aktivitas fisik duduk, berdiri dan berjalan. Frekuensi
aktivitas fisik mengacu kepada jumlah aktivitas fisik per satuan waktu. Durasi
aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabisakan ketika melakukan
aktivitas fisik.
Intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan, sedang
atau moderat, keras atau vigorous, sangat keras atau strenuous. Ini dapaat
didefinisikan dengan pengertian absolut dan relatif. Pengelompokan absolut
yang sering dipakai untuk aktivitas fisik adalah klasifikasi MET (Metabolic
Energy Turnover). Klasifikasi MET merupakan alat yang berguna pada saat
kita menghitung pengeluaran energi dari instrumen pengkajian subjektif seperti
buku harian dan kuesioner tentang aktivitas.
Aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk total volume aktivitas fisik
atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Total volume
aktivitas fisik dapat ditentukan kuantitasnya dengan satuan MET-hours perhari
atau perminggu. Yaitu, intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode
pengkajian dinyatakan dalam ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu
yang digunakan bagi semua aktivitas. Cara ini sering digunakan untuk
menyatakan total volume aktivitas fisik ketika menggunakan metode kuesioner
(Gibney, 2009).
Sedang
3.0 – 6.0 METs
Berat
> 6.0 METs
Berjalan : berjalan ke kantor, ke pasar, ke toko, ke sekolah Berjalan menuruni/menaiki bukit/ tanjakan, menaiki atau menuruni tangga
Jalan cepat, jogging atau berlari. Menggerakkan kursi roda
Bersepeda, yoga, senam, tennis, voli, bulu tangkis. Berolahraga di rumah seperti sit up dan push up
Bersepeda di medan berliku atau tanjakan. karate, yudo, jujitsu, atau bela diri lainnya
Dansa, tari tradisional, balet Dansa profesional. Tari tradisional yang menggunakan banyak gerakan
Berkebun: Membersihkan rumput dan daun yang berserakan, mencangkul, menanam, pekerjaan menggunakan mesin yang dilakukan sambil berjalan seperti mesin pemotong rumput
Berkebun: Menggunakan perlatan besar, menebang pohon secara manual, menggunakan kapak, dan memanjat pohon
Pekerjaan rumah tangga: Mengepel lantai, menjemur pakaian, mengelap kaca, jendela, memindahkan barang ringan, membereskan peralatan, membuang sampah, dan berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya
Pekerjaan rumah tangga: Memindahkan furniture (sofa, meja, lemari), membawa belanjaan dan benda berat sambil menaiki atau menuruni tangga.
Bermain, memandikan anak, memakai pakaian, memberi makan bersama anak-anak, berjalan dengan menggendong anak-anak.
Bermain dengan anak-anak seperti berlari dan bersepeda, merawat orang dewasa seperti membantu berjalan dan menaiki tangga.
Pekerjaan yang menggunakan banyak pergerakan tubuh khususnya tangan Contohnya: cleaning service atau pelayan penjaga meja atau pencuci piring, mengemudi kendaraan berat (bus,
Pekerjaan yang banyak menggunakan pergerakan anggota tubuh terutama mengangkat benda berat, mendorong atau menarik benda berat serta berjalan sambil
truk, traktor) Petani dan peternak (menanam, memanen, memelihara hewan ternak) Perawatan (memandikan, memakaikan pakaian, membantu bergerak dan melakukan terapi pada pasien)
membawa benda berat Contohnya: Berlari menaik atau menuruni tangga sambil membawa koper/tas berat, mengajar di kelas yang memerlukan banyak gerakan, pekerja konstruksi, buruh bangunan, penambang batu bara.
Sumber: IPAQ 2005
Tabel 2.3 Aktivitas fisik harian berdasarkan level intensitas
Pengukuran aktivitas fisik biasanya diukur dengan menggunakan
kuesioner seperti International Physical Activity Questionnare (IPAQ) yang
telah diujikan validitas dan realibilitas mencakup 12 negara pada 6 benua
hingga tahun 2002. IPAQ mengukur berbagai aktivitas mencakup:
a) Aktivitas di waktu luang
b) aktivitas pekerjaan rumah
c) Aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan
d) Aktivitas yang berhubungan dengan transportasi
IPAQ terdiri atas IPAQ short forms dan IPAQ long forms. IPAQ short
forms adalah instrumen yang terutama didesain untuk mengukur aktivitas pada
orang dewasa untuk usia diatas 15 tahun. Namun, kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan kuesioner hasil modifikasi dari IPAQ yang
disesuaikan dengan sampel dan kebutuhan peneliti. Sampel pada penelitian ini
adalah mahasiswa, sehingga peneliti mengosongkan beberapa poin pertanyaan
aktivitas fisik yang tidak dilakukan mahasiswa dalam kesehariannya. Hal
tersebut dilakukan untuk memudahkan responden dalam mengisi kuesioner.
Level MET setiap intensitas adalah berjalan sebanyak 3.3 METs,
aktivitas sedang sebanyak 4.0 METs dan aktivitas berat sebanyak 8.0 METs.
Contoh perhitungan total aktivitas fisik misalnya, seseorang melakukan
aktivitas fisik sebanyak 30 menit selama 5 hari :
Level METs METs x Durasi x Frekuensi
Berjalan 3.3 x 30 x 5 = 495 MET-menit/minggu
Sedang 4.0 x 30 x 5 = 600 MET-menit/minggu
Keras 8.0 x 30 x 5 = 1200 MET-menit/minggu
2295 MET-menit/minggu
Kemudaian total aktivitas fisik tersebut disesuaikan dengan kategori di
bawah ini :
1. Ringan
Merupakan level terendah dalam aktivitas fisik. Seseorang yang termasuk
ke dalam kategori ini adalah apabila tidak melakukan aktivitas fisik
apapun atau tidak memenuhi kriteria aktivitas fisik sedang dan berat.
2. Sedang
Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik sedang jika memenuhi kriteria
berikut:
a) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas berat minimal 20 menit
selama 3 hari atau lebih
b) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 5 hari dan
atau berjalan minimal 30 menit setiap hari
c) Atau kombinasi berjalan, aktivitas fisik dengan intensitas sedang atau
berat selama 5 hari atau lebih yang menghasilkan total aktivitas fisik
dengan minimal 600 MET-menit/minggu.
3. Berat
Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik berat jika memenuhi kriteria
berikut:
a) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas berat selama 3 hari atau
lebih yang menghasilkan total aktivitas fisik minimal sebanyak 1500
MET-menit/minggu
b) Melakukan kombinasi berjalan, aktivitas fisik dengan intensitas keras
atau kuat selama 7 hari atau lebih yang menghasilkan total aktivitas
fisik minimal sebanyak 3000 MET-menit/minggu
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Luar
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
= diteliti
= tidak diteliti
B. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, maka terdapat hipotesis penelitian sebagai berikut :
”Aktivitas fisik memiliki hubungan berbanding lurus dengan tingkat VO2 Maks
pada mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Tahun 2012”.
Aktivitas Fisik Tingkat VO2 Maks
Usia
Jenis Kelamin
IMT
Genetik Kadar Hb
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan jenis rancangan
cross-sectional, yang bertujuan mengetahui adanya hubungan antara aktivitas fisik
dengan tingkat VO2 maks pada mahasiswa Fisioterapi FK Unhas Makassar.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Fisioterapi Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitian ini berlangsung pada bulan
September – November 2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa Program Studi Fisioterapi
Jalur A Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin adalah sebanyak 156
orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yan dimiliki oleh populasi memenuhi kriteria.
Pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling dan kriteria inklusi
sebagai berikut:
a) Mahasiswa Fisioterapi A yang aktif kuliah pada bulan September-Oktober
2012.
b) Berusia 18-25 tahun
c) Memiliki Denyut nadi istirahat 60-100 kali per menit
d) Kooperatif dan bersedia mengikuti penelitian
D. Alur Penelitian
Sampel penelitian yang diperoleh dari populasi diminta untuk mengisi
kuesioner aktivitas fisik. Kemudian dilakukan tes tingkat VO2 maks melalui 3–
minutes step test. Pertama sampel diukur denyut nadi istirahatnya. Lalu sampel
akan melakukan naik turun bangku Harvard setinggi 30 cm, sesuai dengan irama
metronome yang telah disetel dengan kecepatan 24 x per menit, selama 3 menit.
Kemudian, sampel disuruh duduk beristirahat selama 1 menit.
Setelah itu, diukur denyut nadi recovery sampel selama 1 menit dan
dikonversikan sesuai tingkat VO2 maks menurut James R Morrow et all (2005).
Selanjutnya, dilakukan proses pengolahan dan analisis data yang hasilnya akan
dibahas pada laporan penelitian.
Bagan 4.1 Alur Penelitian
E. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel independen dan
variabel dependen sebagai berikut :
a. Variabel independen adalah aktivitas fisik.
b. Variabel dependen adalah tingkat VO2 maks.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga atau energi secara sederhana. Aktivitas fisik terbagi
menjadi 4 yaitu, aktivitas fisik di waktu luang, aktivitas yang berhubungan
dengan pekerjaan, aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan rumah,
aktivitas yang berhubungan dengan transportasi. Aktivitas fisik terdiri dari 3
tingkatan yaitu aktivitas fisik tinggi, sedang, dan rendah yang diukur dengan
Menentukan populasi Sampel
Pengisian kuesioner aktivitas fisik
Pengukuran denyut nadi istirahat
Pengukuran denyut nadi
3-minutes step test
Pengolahan Analisis Penyajian data
menggunakan kuesioner aktivitas fisik modifikasi dari IPAQ (International
Physical Activity Questionnaires).
b. Tingkat VO2 maks adalah tingkat kemampuan kerja maksimal jantung, paru
dan pembuluh darah untuk mengambil oksigen dan mendistribusikannya ke
seluruh organ tubuh yang diukur dengan 3-minutes step test. Nilai denyut
nadi dari tes tersebut dikategorikan menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu baik,
sedang, dan kurang sesuai dengan jenis kelamin. Kategori tersebut
berdasarkan hasil modifikasi dari kriteria James R Morrow et all (2005)
Jenis kelamin Tingkat VO2 Maks
Baik Sedang Kurang
Laki-laki < 90 90-116 > 116
Perempuan < 99 99-126 > 126
Tabel 4.1 Kriteria penilaian denyut nadi 1 menit setelah tes Harvard
c. Denyut nadi adalah indikator untuk menilai sistem kardiovaskuler yang
dapat diperiksa dengan menggunakan jari tangan meraba arteri radialis pada
pergelangan tangan sampel. Denyut nadi normal berkisar antara 60 – 100
kali per menit.
d. Usia adalah rentang kehidupan sampel sejak dilahirkan sampai dilaksanakan
pengukuran yang dihitung dengan satuan tahun. Usia diukur dengan
menanyakan tanggal lahir sampel. Kategori usia dalam penelitian ini yaitu:
- Kelompok transisi remaja menjadi dewasa atau remaja akhir yang berusia
18-20 tahun
- Kelompok dewasa muda yang berusia 21-25 tahun
e. Jenis Kelamin adalah keadaan responden yang dibedakan berdasarkan
penampilan fisik dan reproduksinya terdiri dari laki-laki dan perempuan.
F. Rencana Pengolahan Data dan Analisis Data
Data yang diperoleh merupakan data primer hasil dari pengukuran VO2
maks dan pengisian kuesioner aktivitas fisik. Pada uji hipotesis, hubungan antara
aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks dianalisis dengan uji korelasi Spearman.
Hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks dianalisis dengan uji
korelasi Spearman karena uji normalitas data aktivitas fisik menunjukkan sebaran
yang tidak normal.
Semua uji statistik dilakukan dengan batuan komputer menggunakan SPSS
16.0 for windows.
G. Masalah Etika
Dalam mengambil data sampel, peneliti memiliki beberapa aturan mengenai
masalah etika, antara lain :
1. Informed Concent
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang memenuhi kriteria
inklusi. Jika sampel bersedia menjadi responden, maka harus menandatangani
lembar persetujuan dan sampel yang menolak tidak akan dipaksa dan tetap
menghormati haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden,
tetapi hanya memberi kode tertentu pada setiap responden.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan
hanya sekelompok data yang dilaporkan dalam hasil penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan mulai tanggal 17 Oktober sampai 30 Oktober 2012
terhadap mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui apakah
terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks pada
mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Unhas Makassar. Data yang diambil
merupakan data primer dengan meminta kesediaan subyek penelitian untuk
mengisi kuesioner aktivitas fisik. Kemudian pada subyek penelitian dilakukan
pengukuran denyut nadi istirahat, 3–minutes step test, dan pengukuran denyut
nadi recovery. Sampel diambil dengan cara total sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 85 orang yang memenuhi kriteria inklusi.
Proporsi jenis kelamin subjek penelitian terdiri dari 23 orang atau 27,1%
subjek dengan jenis kelamin laki-laki, sedangkan sisanya yakni sebanyak 62
orang atau 72,9% subjek berjenis kelamin perempuan.
Table 5.1 Distribusi rerata usia subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Usia (laki-laki) 23 18 21 19,65 1,402
Usia (Perempuan) 62 18 22 19,44 1,301
Sumber: Data Primer 2012
Subyek yang diteliti berumur 18 – 22 tahun dengan rerata umur subyek
laki-laki 19,65 tahun (SD 1,402) dan rerata umur subyek perempuan 19,44 tahun
(SD 1,301).
2. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Fisioterapi FKUH
Gambaran aktivitas fisik pada mahasiswa fisioterapi dapat dilihat pada
tabel 2 berikut.
Tabel 5.2 Distribusi Aktivitas Fisik Mahasiswa Fisioterapi FKUH
Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase (%)
Tinggi 27 31,8
Sedang 43 50,6
Rendah 15 17,6
Total 85 100 3.
Sumber : Data Primer 2012
Tabel 5.3 di atas menggambarkan bahwa sebagian besar mahasiswa
fisioterapi yakni 50,6% memiliki kategori aktivitas fisik sedang. Sedangkan
31,8% mahasiswa fisioterapi memiliki aktivitas fisik tinggi. Sisanya yaitu
sebesar 17,6% memiliki aktivitas fisik rendah.
Tabel 5.3 Distribusi rerata Aktivitas Fisik berdasarkan jenis kelamin
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Aktvitas Fisik
(Laki-laki)
23 585 5502 3032,5 1,517
Aktivitas Fisik
(Perempuan)
62 186 5316 1845,8 1,128
Sumber: Data Primer 2012
Rerata Aktivitas Fisik subjek laki-laki adalah 3032,5 MET-minutes/week
(SD 1,517), sedangkan pada subyek perempuan 1845,8 MET-minutes/week
(SD 1,128). Aktivitas fisik minimum didapatkan pada subjek perempuan yakni
186 MET-minutes/week dan aktivitas fisik maksimum didapatkan pada subjek
laki-laki yakni 5502 MET-minutes/week.
Tabel 5.4 Distribusi Aktivitas Fisik menurut jenis kelamin
Jenis
Kelamin
Aktivitas Fisik
Total Tinggi Sedang Rendah
N % N % N % N %
Laki-Laki 12 52,2 9 39,1 2 8,7 23 100
Perempuan 15 24,2 34 54,8 13 21 62 100
Sumber: Data Primer 2012
Setelah disesuaikan klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin
didapatkan subjek laki-laki yang memiliki aktivitas fisik kategori rendah
sebanyak 2 orang (8,7%), aktivitas fisik kategori sedang sebanyak 9 orang (39,1
%), dan aktivitas fisik kategori berat sebanyak 12 orang (52,2 %).
Grafik 5.1 Distribusi aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin
Sedangkan aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada subjek
perempuan didapatkan yang memiliki aktivitas fisik kategori rendah sebanyak
13 orang (21%), aktivitas fisik kategori sedang sebanyak 34 orang (54,8 %), dan
kategori tinggi sebanyak 15 orang (24,2 %).
Tabel 5.5 Distribusi Aktivitas Fisik menurut kelompok usia
Aktivitas Fisik
Kelompok Usia (Tahun)
Transisi remaja menjadi dewasa
(18-20 tahun)
Dewasa Muda (21-25 tahun)
N % N %
Tinggi 11 20,8 16 50
Sedang 30 56,6 13 40,6
Rendah 12 22,6 3 9,4
Total 53 100 32 100
Sumber: Data Primer 2012
0
10
20
30
40
50
60
rendah sedang tinggi
8,7
39,1
52,2
21
54,8
24,2 laki-laki
perempuan
Rerata Aktivitas Fisik subjek kelompok usia 21-25 tahun adalah 2713,27
MET-minutes/week (SD 1,427), sedangkan pada subyek kelompok usia 18-20
sebesar 1837,4 MET-minutes/week (SD 1,189). Aktivitas fisik minimum dan
maksimum didapatkan pada kelompok usia 21-25 tahun yakni masing-masing
186 MET-minutes/week dan 5502 MET-minutes/week.
Dari hasil pengukuran aktivitas fisik pada tabel 5.5 di atas, diperoleh
jumlah mahasiswa fisioterapi yang memiliki aktivitas fisik tinggi pada kelompok
usia 18-20 tahun yaitu sebanyak 11 orang (20,8%), dan pada kelompok usia 21-
25 tahun sebanyak 16 orang (50%).
Demikian pula pada kelompok aktivitas fisik sedang, pada kelompok usia
18-20 tahun yaitu sebanyak 30 orang (56,6%) sedangkan pada usia 21-25 tahun
sebanyak 13 orang (40,6%). Kemudian pada kelompok akitivitas fisik rendah,
pada kelompok usia 18-20 tahun yaitu sebanyak 12 orang (22,6%), sedangkan
pada usia 21-25 tahun sebanyak 3 orang (9,4%).
Grafik 5.2 Distribusi Aktivitas Fisik menurut kelompok usia
0
10
20
30
40
50
60
rendah sedang tinggi
22,6
56,6
20,8
9,4
40,6
50
transisi remaja menjadi dewasa (18-20 thn)dewasa muda (21-25 thn)
3. Distribusi VO2 Maks pada Mahasiswa Fisioterapi
Gambaran hasil distribusi VO2 maks pada mahasiswa fisioterapi dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.6 Distribusi VO2 Maks pada Mahasiswa Fisioterapi
Sumber: Data Primer 2012
Hasil dari 3–minutes step test yang dilakukan pada 85 orang sampel,
didapatkan subyek yang memiliki tingkat VO2 maks baik sebanyak 32 orang
(37,6%), sedang sebanyak 42 orang (49,4%), dan kurang sebanyak 11 orang
(12,9%).
Tabel 5.7 Distribusi VO2 Maks Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
VO2 Maks
Baik Sedang Kurang Total
N % N % N % N %
Laki-laki 11 47,8 11 47,8 1 4,3 23 100
Perempuan 21 33,9 31 50 10 16,1 62 100
Sumber: Data Primer 2012
Baik Sedang Kurang Total
N 32 42 11 85
% 37,6 49,4 12,9 100
Rerata VO2 maks subjek laki-laki adalah 89,39 (SD 14,067), sedangkan
pada subyek perempuan 105,73 (SD 17,960). Tingkat VO2 maks paling baik di
dapatkan pada subjek laki-laki, yaitu sebesar 70 kg/menit/liter. Sedangkan
tingkat VO2 maks paling kurang di dapatkan pada subjek wanita, yaitu sebesar
144 kg/menit/liter.
Pada subjek laki-laki paling banyak mempunyai tingkat VO2 maks baik
dan sedang yakni masing-masing sebanyak 11 orang (47,8%), dan kemudian
tingkat VO2 maks kurang sebanyak 1 orang (4,3%).
Grafik 5.3 Distribusi tingkat VO2 maks menurut jenis kelamin
Sedangkan pada subjek wanita paling banyak memiliki tingkat VO2 maks
sedang yakni sebanyak 31 orang (50%), kemudian baik sebanyak 21 orang
(33,9%), dan kurang sebanyak 10 orang (16,1%). Adapun berdasarkan usia,
rerata VO2 maks subjek dengan kelompok usia transisi remaja menjadi dewasa
(18-20 tahun) adalah 106,75 (SD 16,778), sedangkan rerata VO2 maks pada
0
10
20
30
40
50
baik sedang kurang
33,9
50
16,1
47,8 47,8
4,3
perempuan
laki-laki
kelompok usia dewasa muda (21-25 tahun) adalah 92,22 (SD 17,756). Tingkat
VO2 maks paling baik dan paling kurang didapatkan pada subjek dengan
kelompok usia dewasa muda yaitu 70 kg/menit/liter dan 144 kg/menit/liter.
Tabel 5.8 Distribusi VO2 Maks Berdasarkan Usia
Kelompok Usia VO2 Maks Total
Baik Sedang Kurang N % N % N % N %
Transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun)
13
24,5
30
56,6
10
18,9
53
100
Dewasa muda (21-25 tahun)
19 59,4 12 37,5 1 3,1 32 100
Sumber: Data Primer 2012
Menurut Tabel diatas, pada kelompok usia dewasa muda (21-25 tahun)
paling banyak memiliki tingkat VO2 maks baik yakni sebanyak 19 orang
(59,4%), kemudian tingkat VO2 maks sedang sebanyak 12 orang (37,5%), dan
tingkat VO2 Maks kurang sebanyak 1 orang (3,1%). Pada kelompok usia transisi
remaja menjadi dewasa (18-20 tahun) paling banyak memiliki tingkat VO2 maks
sedang yakni sebanyak 30 orang (56,6%), kemudian tingkat VO2 maks baik
sebanyak 13 orang (24,5%), dan paling sedikit tingkat VO2 maks kurang
sebanyak 10 orang (18,9%).
Grafik 5.4 Distribusi tingkat VO2 maks menurut kelompok usia
4. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tingkat VO2 Maks
Tabel 5.9 Distribusi tingkat VO2 Maks menurut Aktivitas Fisik pada laki-laki
Aktivitas Fisik
VO2 Maks Total
Baik Sedang Kurang
N % N % N % N %
Tinggi 9 39,1 3 13 0 0 12 52,2
Sedang 2 8,7 7 30,4 0 0 9 39,1
Rendah 0 0 1 4,3 1 4,3 2 8,7
Total 11 47,8 11 47,8 1 4,3 23 100
Sumber: Data Primer 2012
Hasil pada tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa pada subjek laki-laki
kelompok aktivitas fisik tinggi sebanyak 9 orang (39,1%) memiliki tingkat VO2
maks baik, kemudian 3 orang (13%) memiliki tingkat VO2 maks sedang, dan
tidak ada yang memiliki tingkat VO2 maks kurang. Sedangkan kelompok
aktivitas fisik sedang sebanyak 2 orang (8,7%) memiliki tingkat VO2 maks baik,
7 orang (30,4%) memiliki tingkat VO2 maks sedang, dan tidak ada yang
memiliki tingkat VO2 maks kurang. Pada kelompok aktivitas fisik rendah
0
10
20
30
40
50
60
baik sedang kurang
24,5
56,6
18,9
59,4
37,5
3,1
transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun)
dewasa muda (21-25 tahun)
memiliki tingkat aktivitas fisik sedang dan kurang masing-masing sebanyak 1
orang (4,3%).
Tabel 5.10 Distribusi tingkat VO2Maks menurut Aktivitas Fisik pada perempuan
Aktivitas Fisik
VO2 Maks Total
Baik Sedang Kurang
N % N % N % N %
Tinggi 15 24,2 0 0 0 0 15 24,2
Sedang 6 9,7 28 45,2 0 0 34 54,8
Rendah 0 0 3 4,8 10 16,1 13 21
Total 21 33,9 31 50 10 16,1 62 100
Sumber: Data Primer 2012
Hasil cross tabulation pada tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa pada
subjek perempuan kelompok aktivitas fisik tinggi sebanyak 15 orang (24,2%)
memiliki tingkat VO2 maks baik, dan tidak ada yang memiliki tingkat VO2 maks
sedang dan kurang. Sedangkan kelompok aktivitas fisik sedang sebanyak 6
orang (9,7%) memiliki tingkat VO2 maks baik, 28 orang (45,2%) memiliki
tingkat VO2 maks sedang, dan tidak ada yang memiliki tingkat VO2 maks
kurang. Pada kelompok aktivitas fisik rendah yang memiliki tingkat aktivitas
fisik sedang dan kurang masing-masing sebanyak 3 orang (4,8%) dan 10 orang
(16,1%).
Tabel 5.11 Distribusi tingkat VO2Maks menurut Aktivitas Fisik pada kelompok usia
transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun)
Aktivitas Fisik
VO2 Maks Total
Baik Sedang Kurang
N % N % N % N %
Tinggi 9 17 2 3,8 0 0 11 20,8
Sedang 4 7,5 26 49,1 0 0 30 56,6
Rendah 0 0 2 3,8 10 18,9 12 22,6
Total 13 24,5 30 56,6 10 18,9 53 100 Sumber: Data Primer 2012
Hasil cross tabulation pada tabel 5.11 di atas menunjukkan bahwa pada
subjek usia transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun) kelompok aktivitas
fisik tinggi sebanyak 9 orang (17%) memiliki tingkat VO2 maks baik dan 2
orang (3,8%) memiliki tingkat VO2 maks sedang dan tidak ada yang memiliki
tingkat VO2 kurang.
Pada kelompok aktivitas fisik sedang sebanyak 4 orang (7,5%) memiliki
tingkat VO2 maks baik, 26 orang (49,1%) memiliki tingkat VO2 maks sedang
dan tidak ada yang memiliki tingkat VO2 kurang. Pada kelompok aktivitas fisik
rendah sebanyak 2 orang (3,8%) memiliki tingkat VO2 maks sedang dan 10
orang (18,9%) memiliki tingkat VO2 maks kurang.
Tabel 5.12 Distribusi tingkat VO2Maks menurut Aktivitas Fisik pada kelompok usia
dewasa muda (21-25 tahun)
Aktivitas Fisik
VO2 Maks Total
Baik Sedang Kurang
N % N % N % N %
Tinggi 15 46,9 1 3,1 0 0 16 50
Sedang 4 12,5 9 28,1 0 0 13 40,6
Rendah 0 0 2 6,2 1 3,1 3 9,4
Total 19 59,4 12 37,5 1 3,1 32 100 Sumber: Data Primer 2012
Hasil cross tabulation pada tabel 5.12 di atas menunjukkan bahwa pada
subjek usia dewasa muda (21-25 tahun) kelompok aktivitas fisik tinggi sebanyak
15 orang (46,9%) memiliki tingkat VO2 maks baik dan 1 orang (3,1%) memiliki
tingkat VO2 maks sedang dan tidak ada yang memiliki tingkat VO2 maks
kurang.
Pada kelompok aktivitas fisik sedang sebanyak 4 orang (12,5%) memiliki
tingkat VO2 maks baik, 9 orang (28,1%) memiliki tingkat VO2 maks sedang dan
tidak ada yang memiliki tingkat VO2 kurang.
Pada kelompok aktivitas fisik rendah sebanyak 2 orang (6,2%) memiliki
tingkat VO2 maks sedang dan 1 orang (3,1%) memiliki tingkat VO2 maks
kurang.
Berdasarkan hasil uji korelasi spearman didapatkan hubungan antara
aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks sebagai berikut:
Subjek R P
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
0,622
0,860
0,002
0,000
Kelompok usia
Transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun)
Dewasa muda (21-25 tahun)
0,829
0,736
0,000
0,000
Tabel 5.13 Hasil Uji Korelasi antara Aktivitas Fisik dengan Tingkat VO2 Maks
berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia.
B. Pembahasan
1. Distribusi Aktivitas Fisik pada Mahasiswa Fisioterapi
Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga atau energi secara sederhana. Pengukuran aktivitas fisik
dilakukan dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik dari IPAQ yang telah
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan aktivitas mahasiswa pada
umumnya. Dalam hal ini, aktivitas fisik mahasiswa fisioterapi dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu kategori tinggi, sedang dan rendah.
Pada penelitian ini yang melibatkan 85 subjek, didapatkan bahwa
subjek yang memiliki aktivitas fisik tinggi sebanyak 27 orang (31,8%),
aktivitas fisik sedang sebanyak 43 orang (50,6%), dan aktivitas fisik rendah
sebanyak 15 orang (17,6%)
Dari data tersebut diketahui bahwa subjek dengan aktivitas fisik
kategori sedang memiliki prevalensi yang paling tinggi jika dibandingkan
dengan aktivitas fisik kategori tinggi dan rendah. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Saraswati Ramadani (2012) pada
126 siswa SMP Al Azhar, dimana aktivitas fisik kategori sedang berjumlah 47
orang (51,1%), kategori tinggi berjumlah 30 orang (32,6%), dan kategori
rendah berjumlah 15 orang (16,3%).
Pengumpulan data aktivitas fisik didapatkan energy expenditure.
Energy expenditure diperoleh dari mengalikan jenis, durasi dan frekuensi
aktivitas fisik dalam kuesioner dengan energy expediture yang sesuai untuk
tiap jenis aktivitas fisik dalam tabel aktivitas fisik. Energy expenditure
disajikan dalam satuan metabolic equivalents per minutes per day (Mets-
min/d). Rerata energy expenditure dari aktivitas fisik sampel penelitian sebesar
3032,5 MET-minutes/week pada subjek laki-laki sedangkan pada subjek
perempuan 1845,8 MET-minutes/week, dimana rerata aktivitas fisik pada
subjek laki-laki tergolong aktivitas fisik tinggi sedangkan rerata aktivitas fisik
subjek perempuan tergolong aktivitas sedang.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa aktivitas fisik pria
lebih tinggi daripada aktivitas fisik wanita karena pria lebih banyak
mengeluarkan energi dibanding wanita (Augustina 2011). Hal ini juga sejalan
dengan penelitian Barnekow M, dkk di Swedia (1996) yang menyebutkan
bahwa laki-laki berusia 16-34 tahun memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi
daripada wanita (44%:29%).
Penelitan yang dilakukan Oregon State University (2006) menemukan
bahwa dari 1000 sampel wanita dan pria, ada perbedaan dari 12 menit latihan
sehari-hari antara jenis kelamin. Pria melakukan 30 menit rata-rata aktivitas
fisik sedang dan berat, sedangkan wanita hanya punya 18 menit, rata-rata
aktivitas fisik sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pria beraktivitas fisik
hampir dua kali lebih banyak dari wanita. (Cardinal and Loprinzi, 2006)
Setelah melakukan analisis terhadap teori yang ada, perbedaan aktivitas
fisik ini disebabkan karena pria dan wanita berbeda secara anatomis dan
fisiologis. Perbedaan anatomi ini menyebabkan pria lebih mampu melakukan
aktivitas fisik dan olahraga yang memerlukan kekuatan dan dimensi lain yang
lebih besar (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006: 177). Secara fisik, pria
dewasa rata-rata 7 – 10% lebih besar daripada wanita. Perbedaan ukuran itu
sangat kecil terlihat pada anak-anak sampai usia pubertas. Velle menjelaskan
bahwa aktivitas jasmani pria yang lebih tinggi karena pengaruh hormon di
dalam otak selama perkembangan janin (Sutresna, 1999:259).
Pengaruh hormon testoteron mengakibatkan pria tumbuh lebih tinggi,
gelang bahu yang lebih luas, panggul lebih sempit dan tungkai lebih panjang.
Sedangkan pengaruh hormon estrogen mengkibatkan wanita berkembang
dengan bahu yang lebih sempit, panggul yang lebih luas relatif terhadap tinggi
badannya dan “carrying angle” yang lebih besar pada sendi siku. Pada wanita
terjadi penimbunan lemak selama masa pubertas, sedangkan pada pria terjadi
perkembangan otot. Sehingga wanita dewasa mempunyai lemak sekitar dua
kali lebih besar dari pada pria. Pria mempunyai darah yang kurang lebih satu
liter lebih banyak dari pada wanita. Selain itu dimensi jantung pada pria lebih
besar sehingga volume sedenyut lebih besar, volume paru-paru pria lebih besar
10 % dari pada wanita. Wanita mempunyai denyut nadi istirahat yang lebih
sedikit tinggi dengan Denyut Nadi Maksimal sesuai umur sama. Berbagai
penelitian lebih banyak melihat bahwa wanita mempunyai kapasitas kerja yang
relatif buruk, sehingga menjadi pembatas bagi wanita terlibat dalam olahraga
(Soni Nopembri, 2006).
Distribusi aktivitas fisik pada mahasiswa fisioterapi berdasarkan
kelompok usia tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan
rerata energy expenditure dari aktivitas fisik kedua kelompok tidak berbeda
jauh yakni sebesar 1837,4 MET-minutes/week pada kelompok usia transisi
remaja menjadi dewasa (18-20 tahun) dan pada kelompok usia dewasa muda
(21-25 tahun) sebesar 2713,37 MET-minutes/week, dimana kedua rerata
tersebut masih tergolong aktivitas fisik sedang (moderate).
Hal ini tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh WHO (World
Health Organization) dalam Global Recomendation on Physical Activity for
Health yang mengatakan bahwa usia dewasa 18-64 tahun memiliki aktivitas
fisik yang pada umumnya menghasilkan pengeluaran energi yang hampir sama.
Aktivitas tersebut meliputi aktivitas bekerja, kuliah, transportasi, olahraga dan
permainan, waktu luang dan rekreasi, aktivitas rumah tangga dan aktivitas
dalam komunitas tertentu.
2. Distribusi Tingkat VO2 Maks pada Mahasiswa Fisioterapi
Berdasarkan jenis kelamin, tingkat VO2 maks terdapat perbedaan antara
subyek laki-laki dan perempuan. Subyek laki-laki memiliki rerata VO2 maks
yang lebih baik dari subyek perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hamdey (2001) di Oman yang menunjukkan bahwa kebugaran aerobik anak
laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Kemampuan aerobik
wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini
dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki
konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga
memiliki massa otot lebih kecil dari pria. Mulai umur 10 tahun, VO2 maks
anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada umur 12
tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada umur 16 tahun VO2 maks anak
laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak perempuan (Armstrong N, 2003)
Perbedaan anatomis dan pola gerak serta aktivitas yang teratur pada
kedua jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan tingkat VO2 maks.
Kekuatan otot juga dapat menjadi salah satu faktor perbedaan tingkat VO2
maks antar jenis kelamin. Pada usia muda, perubahan VO2 maks berhubungan
dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat pertumbuhan. Salah satunya
adalah komposisi tubuh. Laki-laki memiliki kadar lemak tubuh lebih rendah
daripada perempuan. Selain itu, massa otot laki-laki juga lebih besar daripada
perempuan karena laki-laki lebih terbiasa melakukan latihan fisik yang teratur.
Peningkatan massa otot dapat meningkatkan nilai konsumsi oksigen (Adi
Ahmad, 2011).
Berdasarkan kelompok usia, tingkat VO2 maks kelompok usia transisi
remaja menjadi dewasa (18-20 tahun) dengan kelompok usia dewasa muda
(21-25 tahun) tidak mengalami perbedaan yang signifikan atau dalam artian
mengalami perbedaan nyaris tidak bermakna, hal ini disebabkan karena
kekuatan aerobik (VO2 maks) mencapai puncaknya pada umur 18 hingga 20
tahun, bertepatan dengan umur puncak massa otot (utari, 2007). Daya tahan
kardiorespirasi meningkat dari masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada
usia 20 tahun hingga mencapai usia 25 tahun. Sesudah usia ini daya tahan
kardiorespirasi akan menurun secara perlahan. Penurunan ini terjadi karena
paru, jantung dan pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman
penurunan dapat dikurangi dengan melakukan olahraga aerobik secara teratur.
Penelitian serupa dari Jackson et al. Menemukan puncak nilai VO2 maks yakni
pada usia 18-20 tahun, setelah usia 25 tahun terjadi penurunan rata-rata VO2
maks per tahun yakni 0,46 ml/kg/menit untuk pria (1,2%) dan 0,54 ml/kg/menit
(1,7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, terutama denyut jantung
maksimal dan isi sekuncup jantung maksimal (Mackenzie, 2009).
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robinson
tahun 1983. Penelitian tersebut membuktikan bahwa nilai kapasitas maksimum
pengambilan oksigen oleh paru-paru terdapat pada level umur 20-30 tahun
(Andersen, et al 1978 dalam Indrawagita, 2009). Beberapa penelitian serupa
juga banyak dilakukan beberapa tahun belakangan, hasil penelitian masih
sama, yaitu umum memberikan pengaruh pada komponen kebugaran
khususnya komponen daya tahan kardiovaskuler. Sejak masa anak anak
kapasitas daya tahan kardiovaskular (maksimum oksigen uptake) akan terus
meningkat hingga mencapai puncaknya pada periode usia dewasa muda (usia
20-30 tahun). Setelah itu kebugaran akan semakin menurun seiring
bertambahnya usia (morehouse, 1972; Klissouras, 1973; Moeloek, 1984 dalam
Indrawagita, 2009).
4. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tingkat VO2 Maks pada Mahasiswa
Fisioterapi
Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan uji Spearman,
hipotesis pada penelitian ini terbukti dengan diperoleh hasil bahwa terdapat
hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat VO2 maks pada mahasiswa
fisioterapi. Pada subyek laki-laki didapatkan nilai korelasi positif yang tinggi
(r= 0,622 ; p=0,002), sedangkan pada subyek perempuan didapatkan nilai
korelasi positif sangat kuat (r= 0,860 ; p= 0,00). Adapun pada subyek
kelompok usia transisi remaja menjadi dewasa didapatkan nilai korelasi positif
yang sangat kuat (r= 0,829 ; p= 0,00), dan pada subyek kelompok usia dewasa
muda didaptkan nilai korelasi positif yang sangat kuat (r= 0,736 ; p= 0,00).
Hal ini sejalan dengan penelitian Rowland A. (1999) di Inggris yang
menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna antara aktivitas fisik dan
kesegaran jasmani pada anak berusia 8-10 tahun. Koutedakis Y., dkk. di
Yunani (2003), mendapatkan bahwa aktivitas fisik di sekolah melalui
kurikulum pendidikan jasmani mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani yang
berkaitan dengan kardiovaskuler dan motorik.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Kenneth Cooper pada tahun 1970
yang meneliti hubungan antara aktivitas fisik kategori berat dengan kesegaran
jasmani. Ia mendapatkan bahwa orang-orang yang mempunyai daya tahan yang
tinggi dari aktivitas fisik yang teratur dan olahraga, ternyata paru-paru mereka
mempunyai kesanggupan menampung 1,5 lebih banyak udara daripada orang
biasa (Gilmore, 1981).
Latihan fisik atau olahraga dapat meningkatkan VO2 maks. Diduga hal
ini berkaitan dengan meningkatnya kerja sistem kardiovaskuler yang berupa
peningkatan cardiac output, stroke volume, dan volume darah yang diikuti
dengan menurunnya denyut jantung istirahat. Orang yang terlatih akan
memiliki denyut jantung istirahat yang lebih rendah daripada orang biasa.
Denyut jantung yang lebih rendah mengakibatkan nilai VO2 maks pada orang
terlatih menjadi lebih tinggi. Denyut jantung dapat mengalami penurunan
setelah melakukan latihan fisik secara teratur dan selama waktu tertentu. Hal
tersebut merupakan kompensasi tubuh terhadap latihan fisik. (Adi Ahmad,
2011)
Pada waktu melakukan aktivitas fisik berat, tubuh memunculkan respon
tubuh dengan menghabiskan cadangan oksigen dan phospat dengan melalui
pemecahan glikogen menjadi asam laktat. Keadaan ini menghasilkan defisit
oksigen yang harus segera tergantikan. Jantung merupakan organ vital yang
memasok kebutuhan darah di seluruh tubuh. Meningkatnya aktivitas fisik
seseorang akan mengakibatkan kebutuhan darah yang mengandung oksigen
akan semakin besar. Kebutuhan ini dipenuhi oleh jantung dengan
meningkatkan aliran darahnya. Respon pembuluh darah terhadap aktivitas ini
adalah dengan melebarkan diameter pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga
akan berdampak pada tekanan darah individu tersebut.
Respon akut yang terjadi pada kardio vaskulerpulmonal adalah :
1. Peningkatan denyut nadi; denyut nadi meningkat pada saat setelah latihan
diakibatkan kebutuhan penyediaan darah yang lebih banyak pada waktu
beraktivitas berat
2. Peningkatan stroke volume; stroke volume adalah jumlah darah yang
dipompakan oleh jantung dalam satu kali denyutan. Stroke volume ini
dipengaruhi oleh jumlah darah yang kembali ke jantung, kekuatan kontraksi
otot jantung dan stimulasi dari syaraf simpatik. Pada waktu berolahraga
ketiga faktor tersebut mengalami perubahan sehingga terjadilah peningkatan
stroke volume
3. Peningkatan cardiac output. Dengan peningkatan stroke volume dan denyut
nadi maka COP juga akan meningkat.
4. Peningkatan VO2 maks. Ketika beban kerja meningkat konsumsi oksigen
juga akan meningkat pada saat tersebut ambilan oksigen akan mencapai
nilai maksimal.
Denyut nadi, frekuensi pernapasan, cardiac output, dan kebutuhan
oksigen yang meningkat dalam latihan akan meningkat untuk waktu yang
lama. Peningkatan frekuensi pernapasan akan meningkatkan jumlah oksigen
dalam paru-paru yang akan meningkatkan proses difusi pada pembuluh darah.
Peningkatan cardiac output akan meningkatkan jumlah darah yang ada pada
pembuluh darah, akibatnya akan meningkatkan jumlah oksigen dalam otot.
Peningkatkan cardiac output dapat diperoleh dengan adanya peningkatkan
denyut nadi dan stroke volume. Salah satu keuntungan dari olahraga adalah
peningkatan stroke volume secara bermakna.
Faktor penghambat dari aktifitas yang berat adalah kemampuan jantung
sebagai pompa yang mampu mengirimkan darah dalam memenuhi kebutuhan
oksigen ketika terjadi kerja otot. Pada kerja yang sangat berat peningkatan
deyut nadi akan melewati batas kemampuan akhir dari aktifitas. Ketika
aktifitas kerja yang berat dihentikan denyut nadi akan turun secara cepat dalam
2 – 3 menit, lalu secara bertahap. Setelah berolahraga dengan teratur selama 1
– 3 minggu maka akan terjadi perubahan yaitu peningkatan VO2 maks,
peningkatan ukuran jantung terutama ventrikel kiri, dan penurunan denyut nadi
istirahat.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pada saat pengukuran VO2 maks sampel tidak diberikan warming-up
terlebih dahulu untuk mempersiapkan otot dan jantung menerima beban
maksimal yang dapat mempengaruhi daya tahan kardiovaskular.
2. Kurangnya informasi yang dapat dijangkau oleh peneliti kaitannya dengan
masalah yang menjadi obyek penelitian dalam hal ini literatur-literatur dan
hasil penelitian ilmiah pada permasalahan yang sama.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Hubungan antara Aktivitas Fisik
dengan Tingkat VO2 Maks, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Subjek penelitian dengan aktivitas fisik kategori sedang memiliki prevalensi
yang paling tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas fisik kategori tinggi dan
rendah, yaitu sebanyak 43 orang (50,6%).
2. Subjek penelitian dengan tingkat VO2 maks paling baik didapatkan pada subjek
berjenis kelamin laki-laki
3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat VO2 maks terhadap subjek
dengan kelompok usia transisi remaja menjadi dewasa (18-20 tahun) dengan
kelompok usia dewasa muda (21-25 tahun)
4. Ada hubungan korelasi positif yang kuat antara aktivitas fisik dengan tingkat
VO2 maks pada subjek jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
5. Ada hubungan korelasi positif yang sangat kuat antara aktivitas fisik dengan
tingkat VO2 maks pada subjek kelompok usia transisi remaja menjadi dewasa
(18-20 tahun) dan kelompok usia dewasa muda (21-25 tahun)
6. Semakin tinggi tingkat aktivitas fisik maka semakin baik tingkat VO2 maks pada
mahasiswa Fisioterapi Universitas Hasanuddin Makassar.
B. Saran
1. Diperlukan upaya untuk meningkatkan VO2 maks dengan meningkatkan aktivitas
fisik, salah satunya dengan olahraga secara kontinyu dan ritmik yang melibatkan
sebagian besar otot-otot tubuh, misalnya berenang, berlari (jogging), atau senam.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan instrumen yang lebih tepat mengingat
bahwa masih kurangnya data serta penelitian mengenai masalah ini, khusunya di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Adityawarman. 2007. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Komposisi Tubuh Pada
Remaja. Skripsi. Universitas Diponegoro. Amisola R, Jacobson M. 2003. Physical activity, exercise and sedentary activity:
relationship to the causes and treatment of obesity. Adolescent Medicine. Arma Abdoellah. 1981. Olahraga untuk perguruan tinggi. Yogyakarta: IKIP
Yogyakarta. Bandmann, Ellin. 2008. Physical Activity Questionnares. Gih - The Swedish School Of
Sport And Health sciences. (Online). (http://gih.diva-portal.org) Barnekow-Bergkvist M. 1996. Physical Activity Pattern in Men and Women at The
Ages of 16 and 34 and Development of Physical Activity from Adolescence to Adulthood. (Online). (http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/9046548)
Booth L, Michael. 2006. The Adolescent Physical Activity and Recall Questionnaire
(APARQ). School of Public Health, University of Sydney. Cardinal, J. 2006. Interrelationships Among Physical Activity, Depression,
Homocysteine, and Metabolic Syndrome with Special Considerations by Sex. Oregon State University. (Online) (www.sicencedirect.com/science /article/pii/S00091743512001028 , diakses 22 September 2012)
Craig et al. 2003. International Physical Activity Questionnare (IPAQ).(Online)
(https://sites.google.com/site/theipaq/ , diakses 29 Agustus 2012) Daigle, Gordon. 2003. Gender Differences in Participation of Physical Activities: A
Comprehensive Model Approach. Disertasi. Louisiana State University. United States.
Duma, Justinus. 2012. Gambaran VO2 Maks, Usia, dan Indeks Massa Tubuh Pemain
Sepakbola Persipal Palu Sulawesi Tengah. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Evelyn, Pearce. 2008. Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. Fox E. L. (1984). Sport physiology, second edition. Ohio State University: CBS College
Publishing.
Gondo, Adi Ahmad. 2011. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Vo2 Maks Pada Mahasiswa Fisioterapi Fk Unhas Makassar. Skripsi, Universitas Hasanuddin Makassar.
Guyton, C. Arthur & John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11.
EGC. Jakarta Imran. 2011. Kontribusi VO2 Max, Kelentukan Dan Kecepatan Reaksi Tubuh Terhadap
Keterampilan Bermain Sepakbola Pada Pemain Gasta Takalar, Skripsi, Universitas Negeri Makassar.
Jack H.W and David L.C. 1999. Physiology Of Sport and Exercise, Second edition
Human Kinetics. USA. Judy Di Flori, 2005. Living Fitness. Prestasi Pustakarya. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI 2008, Riset Kesehatan Dasar 2007. Kementrian Kesehatan
Indonesia, Jakarta. Lerner, Jonathan. 2010. Correlates of Physical Activity Among College Students. Cork
Institute of Technology, Cork, Ireland. Human Kinetics Journal. (http://journals.humankinetics.com)
Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto S. Perkiraan besar
sampel. In : Sastroasmoro S, editor . Dasar – dasar metodologi penelitian klinis . Jakarta : Sagung Seto
Meredith C., 1996. Exercise and fitness. In : Rickert V, editor. Adolescent nutrition
assesment and management. New York : Chapman & Hall. Nieman, D. C. (1993). Fitness & your health. Palo Alto, California: Bull Publihsing
Company. Rasyid, Ragil. 2010. Kapasitas Paru-Paru Sebelum dan Sesudah Olahraga. Skripsi.
Universitas Indonesia. Sari, Suriani. 2009. Perbedaan Nilai Kapasitas VO2 Maksimum pada Atlit Sepak Bola
dengan Futsal di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sherrill. 1998. Adapted Physical activity, recreation and sport. 5th ed. Boston: WBC
McGraw-Hill. Sherwood, L 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC, Jakarta.
Sulaeman, Ahmad dkk, 2012. Hubungan Status Gizi, Status Kesehatan Dan Aktivitas Fisik Dengan Kebugaran Jasmani Atlet Bulutangkis Jaya Raya Jakarta. Universitas Pakuan Bogor.
Tambunga, Fachruddin. 2011. Studi Tentang Distribusi Daya Tahan Kardiorespirasi
Mahasiswa Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2011. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Thomas W. Hanton, 1995. Fisiologi Perkembangan Tubuh - Fit For Two, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta. Thompson, Buchner D, Pina I, Balady G, Williams M, Marcus B, et al. 2003. Exercise
and physical activity in the prevention and treatment of atherosclerotic cardiovaskular disease. Circulation.
Uliyandari, Adhikarmika. 2009. Pengaruh Latihan Fisik Terprogram Terhadap
Perubahan Nilai Konsumsi Oksigen Maksimal (Vo2max) Pada Siswi Sekolah Bola Voli Tugu Muda Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.
Utari, Agustini. 2007. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tingkat kesegaran
Jasmani Pada Anak Usia 12-14 Tahun. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. Ward J. 2008. At a Glance: Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga. Werner Kuprian, 1995. Physical Therapy For Sport, 2nd Edition, W.B. Saunders
Company, Philadelphia. World Health Organization. 2010. Global Recommendations on Physical Activity for
Health. Geneva, Switzerland.