Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PERAWAT DI SILOAM
HOSPITALS MANADO
OLEH
HERAWATY PARERUNG
802014189
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN
SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PERAWAT DI SILOAM
HOSPITALS MANADO
Herawaty Parerung
Krismi Diah Ambarwati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan
subjective well-being pada perawat Siloam Hospitals Manado. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu pengambilan sampel dengan
menggunakan semua anggota populasi yang berjumlah 131 perawat di Siloam
Hospitals Manado. Variabel dukungan sosial diukur menggunakan skala dukungan
sosial yang dikembangkan oleh Wills (dalam Sarafino, 1994) dan diadaptasi oleh
Ni’mah (2014). Sedangkan variabel subjective well being diukur menggunakan skala
subjective well-being yang dikembangkan oleh Diener (2009) yang terdiri dari
Satisfaction with Life Scale dan Positive Affect and Negative Affect Scale. Analisis
data dengan menggunakan teknik analisis data korelasi Spearman’s Rho dan
diperoleh hasil r = 0,160 (r>0) dengan signifikansi 0,034 (p
ii
Abstract
This study aims to determine the relationship between social support against
subjective well-being to nurse in Siloam Hospitals Manado. The sampling technique
used saturated sampling, which is sampling where the researcher user all members of
the population of 131 nurse in Siloam Hospitals Manado. Social support variable
meansured using the social support scale developed by Wills (in Sarafino, 1994) and
adapted by Ni’mah (2014). While the subjective well-being using subjective well-
being scale developed by Diener (2009) consists of Satisfaction with Life Scale and
Positive Affect and Negative Affect Scale. Data analysis using correlation analysis
technique Spearman’s Rho and obtained result r = 0,160 (r>0) with significance
0,034 (p
1
PENDAHULUAN
Bekerja merupakan cara individu menghasilkan sebuah karya dan merupakan
tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup individu, sehingga semakin banyak
individu yang terjun ke dunia kerja untuk mencapai pemenuhan kebutuhan tersebut.
Data Statistik Sulawesi Utara per Agustus 2017 menunjukkan bahwa angkatan kerja
pada Agustus 2017 sebanyak 1,12 juta orang dengan penduduk yang bekerja
sebanyak 1,04 juta orang (Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara, 2017). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dan Prasetyo (2015), individu yang berada
dalam lingkungan pekerjaan tidak lepas dari tuntutan pekerjaan yang tinggi. Salah
satu yang termasuk dalam tuntutan pekerjaan yang tinggi adalah perawat. Pekerjaan
perawat yang berhubungan dengan nyawa pasien serta dihadapkan pada masalah
yang muncul di lingkungan kerja yaitu penilaian negatif terhadap profesi perawat dan
kelelahan fisik dapat memunculkan emosi negatif pada perawat (Anggraini &
Prasetyo, 2015)
Perawat merupakan salah satu bagian terpenting dalam kegiatan pelayanan
kesehatan di sebuah rumah sakit. Kedudukan perawat sangatlah penting karena
sebagai tenaga kesehatan mereka dituntut untuk selalu mengawasi dan memantau
kondisi kesehatan pasien. Banyaknya jumlah pasien serta bagian-bagian yang berada
di sebuah rumah sakit menuntut kemampuan perawat agar siap ditempatkan di bagian
manapun. Selain itu, dalam kondisi apapun perawat juga harus dapat bersikap hangat,
ramah, dan sopan pada semua pasien sebab pekerjaan mereka termasuk pekerjaan
2
sosial. Perawat setiap harinya melakukan kontak langsung dengan orang lain, baik
sesama rekan kerja, pasien, keluarga pasien, dan kepada atasan (Setiyana, 2013).
Dalam penelitian Almasitoh dan Hani (2011) pada salah satu rumah sakit
swasta di Yogyakarta tugas-tugas perawat bagian rawat inap antara lain,
melaksanakan pengkajian perawatan, melaksanakan analisis data untuk merumuskan
diagnosis keperawatan, merencanakan dan melaksanakan evaluasi keperawatan
sederhana pada invididu, melaksanakan pendokumentasian askep (asuhan
keperawatan), melaksanakan sistem kerja yang terbagi tiga waktu yaitu pukul 06.30-
13.30, pukul 13.30-20.30 dan pukul 20.30-06.30, melaksanakan tugas siaga on call di
rumah sakit, memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan
siap pakai, melakukan pre dan post conference dan serah terima pasien saat
pergantian dinas, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh perawat ruang dan
melakukan dropping pasien. Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh perawat
dalam waktu bersamaan memberikan beban yang akan memunculkan emosi negatif
seperti marah, cemas, depresi pada individu.
Peneliti mendapatkan beberapa permasalahan yang terdapat pada perawat
Siloam Hospitals Manado dengan melakukan observasi ketika melakukan kegiatan
pembelajaran lapangan (magang) yaitu performa kerja menurun akibat tuntutan
pekerjaan yang banyak mengakibatkan perawat mengalami kejenuhan dalam bekerja
sehingga mengakibatkan pekerjaan yang dilakukan tidak berjalan dengan baik, hal ini
menimbulkan adanya komplain yang diterima dari para pasien dengan berbagai
perlakuan yang diterima seperti dibentak, dimarahi, diancam akan dilaporkan ke
3
atasan dan perlakuan-perlakuan lainnya yang membuat perawat menjadi tertekan.
Kemudian hubungan dengan sesama perawat yang kurang baik akibat adanya
pembagian tugas yang kurang merata dan pergantian shift yang tidak tepat waktu
karena adanya perawat yang salah membaca jadwal atau tidak masuk.
Dari beberapa permasalahan yang diamati dapat dilihat bahwa perawat
mengalami beberapa emosi negatif seperti kejenuhan, cemas, kemarahan dan itu akan
sangat berpengaruh kepada penilaian subjektif diri dan memunculkan perasaan tidak
menyenangkan bagi diri sendiri, sehingga perawat cenderung akan mencari jalan
keluar dari semua permasalahan yang dihadapinya tetapi tidak menemukan cara yang
tepat. Permasalahan yang diuraikan sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Anggraini dan Prasetyo (2015) mengatakan bahwa perawat yang mampu
menghadapi kondisi yang tidak diinginkan dan mampu mengelola emosi negatif
dengan baik akan memiliki subjective well-being yang tinggi, apabila kemampuan
dalam mengelola emosi negatif tidak dikembangkan, maka bukan tidak mungkin
tingkat subjective well-being yang dimiliki oleh perawat akan menurun.
Hal ini didukung oleh Pavot dan Diener (2004) yang mengatakan bahwa
subjective well-being berdampak pada kualitas hubungan sosial, kehidupan kerja, dan
kesehatan mental perawat. Subjective well-being merupakan salah satu prediktor
kualitas hidup karena subjective well-being mempengaruhi keberhasilan individu
dalam berbagai domain kehidupan (Pavot dan Diener, dalam Kurtz & Lyubomirsky,
2014) dan karena itu, untuk memahami faktor-faktor yang mengarah pada
4
kebahagiaan dan kepuasan hidup akan membantu individu untuk mencapai kesehatan
mental.
Subjective well-being sebagai cara untuk mengidentifikasi bidang psikologi
yang mencoba untuk memahami individu dalam mengevaluasi kualitas hidup mereka,
termasuk penilaian secara kognitif dan reaksi afektif (Diener, 2009). Menurut Diener
(dalam Eid & Lanser, 2008) ada dua aspek dalam subjective well-being, yang pertama
yaitu aspek kognitif meliputi kepuasan hidup secara keseluruhan dan kepuasan
terhadap domain spesifik dalam kehidupan individu. Kepuasan hidup secara umum
merupakan penilaian individu terhadap kehidupannya, sedangkan kepuasan domain
merupakan evaluasi individu terhadap domain-domain spesifik individu. Domain-
domain spesifik ini meliputi kesehatan, keuangan, pekerjaan, kekayaan, pernikahan
hingga hubungan pertemanan yang dijalani individu. Yang kedua yaitu aspek afektif
dimana individu dengan subjective well-being yang tinggi menilai hidupnya secara
positif, individu akan merasakan kegembiraan dan kebahagiaan. Individu memiliki
subjective well-being yang tinggi jika merasakan kepuasan hidup dan kesenangan
yang lebih sering dan sedikit sekali merasakan emosi yang tidak menyenangkan
seperti kesedihan atau kemarahan. Sedangkan individu dengan subjective well-being
yang rendah adalah individu yang merasakan sedikit sekali kesenangan, serta lebih
sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan dan rasa cemas.
Ditambahkan oleh Argyle (dalam Nurhidayah & Rini, 2012) individu dengan
subjective well-being tinggi merupakan seorang yang kreatif, optimis, kerja keras,
tidak mudah putus asa, dan tersenyum lebih banyak dari pada individu yang tidak
5
bahagia. Individu yang bahagia cenderung tidak memikirkan diri sendiri, tidak
memiliki banyak musuh, akrab dengan individu lain, dan lebih suka menolong
(Myers, dalam Nurhidayah & Rini, 2012). Individu dengan subjective well-being
yang rendah, memandang rendah hidupnya dan menganggap peristiwa yang terjadi
sebagai hal yang tidak menyenangkan, oleh sebab itu timbul emosi yang tidak
menyenangkan seperti kecemasan, depresi dan kemarahan (Myers & Diener dalam
Rohmad, 2014).
Menurut Lucas dan Diener (2010) ada beberapa komponen yang menjadi
faktor subjective well-being yaitu pengaruh disposisional (disposisional influences),
tujuan (goals), budaya (culture), dan perbandingan sosial (social comparison).
Kemudian menurut Weiten (dalam Rohmad, 2014) ada faktor yang mempengaruhi
subjective well-being, faktor tersebut terbagi menjadi dua yaitu yang mempengaruhi
secara kuat dan yang mempengaruhi secara sedang. Faktor yang mempengaruhi
secara kuat yaitu cinta dan pernikahan, pekerjaan, dan kepribadian. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi subjective well-being secara sedang salah satunya adalah
dukungan sosial. Manusia adalah makhluk sosial dan hubungan interpersonalnya
akan Nampak berkontribusi untuk kehabagiaan seseorang. Seseorang yang puas
dengan dukungan sosialnya, jaringan pertemanannya dan aktif dalam berhubungan
sosial akan memengaruhi kebahagiaan (Weiten dalam Rohmad, 2014). Individu yang
menerima dukungan sosial dan aktif dalam berhubungan secara sosial dapat
meningkatkan subjective well-being. Kemudian dilengkapi oleh penelitian Gatari
(2008) yang mengatakan bahwa subjective well-being dapat membantu seseorang
6
untuk sukses di berbagai area kehidupan, sehingga penurunan subjective well-being
perlu dicegah. Salah satu faktor untuk mencegah penurunan subjective well-being
adalah dukungan sosial. Dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan
kepada orang lain, merawatnya, atau menghargainya (Sarafino, 1994). Pendapat
senada dikatakan oleh Sarason (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa
dukungan sosial adalah adanya interaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan
memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari
orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Samputri dan Sakti (2015) menunjukkan ada
hubungan positif antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada tenaga
kerja wanita PT. Arni Family Ungaran. Dengan sumbangan efektif dukungan sosial
terhadap subjective well-being sebesar 30,4%, aspek dukungan infomasional pada
variabel dukungan sosial merupakan faktor tertinggi kedua yang mempengaruhi
subjective well-being yaitu sebesar 18,3%.
Menurut Sarafino (1994) ada lima aspek dalam dukungan sosial yaitu aspek
dukungan emosional (dukungan yang melibatkan ekspresi dari empati, kepedulian
dan perhatian kepada orang lain), aspek dukungan penghargaan (dukungan yang
terjadi lewat ungkapan penghargaan positif kepada orang lain, dorongan maju atau
persetujuan dengan pendapat dan perasaan individu, serta ada perbandingan positif
dari individu kepada orang lain), aspek instrumental (dukungan yang berupa
pemberian bantuan secara langsung seperti bantuan uang atau materi lainnya), aspek
dukungan informasional (dukungan yang terdiri dari pemberian nasihat, arahan, atau
7
umpan balik mengenai apa yang dilakukan oleh orang lain) dan aspek dukungan dari
jaringan sosial (dukungan yang menimbulkan perasaan memiliki pada individu
karena ia menjadi anggota di dalam kelompok).
Penelitian Fajarwati (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif
antara dukungan sosial dengan subjective well-being, semakin tinggi dukungan sosial
maka semakin tinggi subjective well-being. Semakin rendah dukungan sosial maka
semakin rendah subjective well-being. Dukungan sosial dari teman merupakan
sumber dukungan sosial yang paling tinggi pengaruhnya terhadap subjective well
being. Individu yang menjaga subjective well-beingnya maka akan menjaga jarak
dengan peristiwa dan situasi yang negatif, mengontrol dalam hubungan, berpikir
positif, berorientasi memiliki waktu yang positif, memiliki perilaku yang berorientasi
pada berharap untuk menunjukkan kebahagiaan, memecahkan masalah, mencari
perlindungan pada agama yang diyakini (Eryilmaz dalam Fajarwati, 2014). Diperkuat
oleh penelitian Gatari (2008) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara perceived social support dengan subjective well-being pada ibu bekerja,
keberadaan perceived social support yang tinggi adalah salah satu tanda bahwa
seorang ibu bekerja mempunyai subjective well-being tinggi. Dikatakan bahwa
subjective well-being pada ibu bekerja akan tidak berguna secara fisik dan psikologis
apabila dukungan yang diberikan tidak mencukupi tingkat kepuasannya.
Penelitian Gulacti (2010) menunjukkan dukungan sosial yang dirasakan
terhadap subjective well-being hanya sebesar 43% dan sudah ditentukan bahwa
dukungan sosial dari keluarga memprediksi subjective well-being. Penelitian ini tidak
8
sejalan dengan Penelitian Matsuda, dkk (2014), dalam penelitian mengenai perceived
social support dengan subjective well-being pada tiga mahasiswa di Jepang, China
dan Korea. Hasilnya adalah adanya perbedaan diantara ketiga kelompok mahasiswa
tersebut, perbedaan itu disebabkan oleh berbedanya karakteristik setiap individu.
Dikatakan bahwa dukungan keluarga mengurangi pengaruh afek negatif serta
manisfestasinya yaitu depresi dan meningkatkan kepuasan hidup, sementara
dukungan orang terdekat terkait dengan pengaruh afek positif dan meningkatkan
kepuasan hidup. Di Negara Jepang pengaruh afek negatif menjadi lebih tinggi,
Negara China pengaruh dukungan keluarga tertinggi dan Negara Korea pengaruh
dukungan dari significant other tertinggi. Perbedaan yang terlihat mengungkapkan
bahwa dukungan sosial yang dirasakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
komponen subjective well-being, kemudian dikatakan bahwa komponen subjective
well-being yang terpisah menunjukkan pola hubungan unik dengan persepsi individu
terhadap dukungan sosial. Dukungan sosial harus memiliki efek langsung pada
kepuasan hidup secara positif yang dikaitkan dengan peningkatan tingkat subjective
well-being.
Tingkat subjective well-being perawat akan memberikan kontribusi untuk
melakukan bantuan yang diberikan kepada individu dengan cara yang lebih sehat.
Jika dirasakan dukungan sosial positif dianggap sebagai situasi yang membantu
individu merasa nyaman, pada saat bersamaan akan mempengaruhi subjective well-
being secara positif. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti ingin
9
meneliti lebih lanjut tentang hubungan antara dukungan sosial dan subjective well
being pada perawat di Siloam Hospitals Manado.
HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan positif antara dukungan sosial
dengan subjective well-being. Artinya semakin tinggi dukungan sosial maka semakin
tinggi subjective well-being begitupun sebaliknya.
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dengan desain penelitian korelasional. Variabel bebas (X) dalam
penelitian ini adalah dukungan sosial dan variabel terikat (Y) adalah
subjective well-being.
B. Definisi Operasional
1. Dukungan sosial
Dukungan sosial adalah suatu bentuk dukungan atau bantuan dengan
memberikan bantuan pada individu lain yang berarti bagi individu yang
bersangkutan. Dukungan yang diberikan bisa berupa pemberian informasi,
bantuan tingkah laku ataupun hubungan sosial yang akrab yang dapat
membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.
10
Dukungan sosial tersebut di ukur melalui angket yang disusun oleh
Sarafino (1994). Angket ini merupakan angket yang digunakan untuk
mengukur dukungan sosial. Adapun aspek-aspeknya yaitu: Dukungan
Emosional, Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumen, Dukungan
Informasi dan Dukungan Jaringan Sosial.
2. Subjective well-being
Subjective well-being adalah evaluasi yang dilakukan individu
mengenai keseluruhan hidupnya dilihat dari evaluasi secara kognitif untuk
melihat tingkat kepuasan hidup dan evaluasi secara afektif untuk melihat
seberapa banyak emosi yang dirasakan oleh individu.
Subjective well-being diukur melalui angket yang disusun oleh Diener
(2009). Angket ini merupakan angket yang digunakan untuk mengukur
subjective well-being. Adapun aspek-aspeknya yaitu : kognitif dan afektif.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi dan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
sampling jenuh yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan
semua anggota populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di
Siloam Hospitals Manado. Jumlah populasi adalah 140 perawat namun
pada saat pengambilan data ada 9 perawat yang sedang cuti maka jumlah
yang diambil adalah 131 orang. Jumlah ini adalah perawat yang masih
aktif bekerja di Siloam Hospitals Manado.
11
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala
pengukuran psikologi, yang terdiri dari 2 skala, yaitu skala dukungan
sosial yang dibuat oleh Wills (dalam Sarafino, 1994), mencakup 5 aspek,
validitas dari skala Wills yaitu 0,05 dan reliabilitas 0,942. Aitem yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan terjemahan dari Ni’mah
(2014). Setelah melalui analisis item, dari 35 aitem skala dukungan sosial
5 aitem gugur diperoleh 30 aitem dengan koefisien korelasi bergerak dari
0,322 – 0,678 dengan reliabilitas sebesar 0,918.
Skala subjective well-being disusun berdasarkan Satisfaction with Life
Scale (Diener, 2009) terdiri dari 5 aitem pernyataan dan Positive Affect
and Negative Affect Scale (PANAS) terdiri dari 20 aitem pernyataan.
Setelah melalui analisis item, dari 5 aitem skala Satisfaction with Life
tidak ada aitem gugur dengan reliabilitas sebesar 0,779, dan dari 20 aitem
skala PANAS 1 aitem gugur diperoleh 19 aitem dengan koefisien korelasi
bergerak dari 0,356 – 0,719 dengan reliabilitas sebesar 0,907. Kedua skala
dihitung menggunakan skala likert.
HASIL PENELITIAN
A. Analisa Deskriptif
Total skor jawaban responden dikategorikan berdasarkan nilai mean dan
standar deviasi (SD) sebagai berikut:
12
Tabel 1
Kriteria Skor Dukungan Sosial
Kategori Interval f % Mean SD
Sangat Tinggi 102 < x < 120 24 18%
8.79
Tinggi 84 < x < 102 100 76% 95.75
Sedang 66 < x < 84 7 5%
Rendah 48 < x < 66 0 0%
Sangat
Rendah 30 < x < 48 0 0%
Berdasarkan data yang didapatkan dari 131 perawat di Siloam Hospitals
Manado, dukungan sosial diperoleh 24 orang (18%) memiliki dukungan sosial
yang sangat tinggi, 100 orang (76%) memiliki dukungan sosial yang tinggi,
dan 7 orang (5%) memiliki dukungan sosial pada taraf sedang. Dukungan
sosial rata-rata subjek berada pada kategori tinggi dengan mean 95,75 dan
standar deviasi sebesar 8,79.
Tabel 2
Kriteria Skor Subjective well-being
Kategori Interval f % Mean SD
Sangat Tinggi 100,8 < x < 120 38 29%
12.13
Tinggi 81,6 < x < 100,8 77 59% 93.02
Sedang 62,4 < x < 81,6 11 8%
Rendah 43,2 < x < 62,4 5 4%
Sangat
Rendah 24 < x < 43,2 0 0%
13
Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan bahwa dari 131 perawat
yang berada di Siloam Hospitals Manado, subjective well-being diperoleh 38
orang (29%) memiliki subjective well-being yang sangat tinggi, 77 orang
(59%) memiliki subjective well-being yang tinggi, 11 orang (8%) memiliki
subjective well-being pada taraf sedang, dan 5 orang (4%) memiliki subjective
well-being pada taraf rendah. Subjective well-being rata-rata subjek berada
pada kategori tinggi dengan mean sebesar 93,02 dan standar deviasi sebesar
12,13.
B. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Tabel 3
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
SWB duksos
N 131 131
Normal Parametersa Mean 93.02 95.75
Std. Deviation 12.131 8.791
Most Extreme Differences Absolute .092 .130
Positive .062 .130
Negative -.092 -.062
Kolmogorov-Smirnov Z 1.050 1.486
Asymp. Sig. (2-tailed) .221 .024
a. Test distribution is Normal.
14
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test, variabel dukungan sosial memiliki nilai K-S-Z
sebesar 1,486 dengan nilai signifikansi sebesar 0,024 (p>0,05). Sedangkan
variabel subjective well-being memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,050 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,221 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi p >
0,05, maka variabel dukungan sosial dinyatakan tidak berdistribusi normal
dan variabel subjective well-being dinyatakan berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui
signifikansi penyimpangan dari linearitas hubungan tersebut.
Tabel 4
Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
SWB *
duksos
Between
Groups
(Combined) 7287.355 36 202.427 1.606 .036
Linearity 225.901 1 225.901 1.793 .184
Deviation
from
Linearity
7061.454 35 201.756 1.601 .038
Within Groups 11844.614 94 126.007
Total 19131.969 130
15
Berdasarkan nilai signifikansi deviation from linearity diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,038 (P>0,05) maka kedua variabel dapat dikatakan
tidak linier.
3. Uji Korelasi
Tabel 5
Uji Korelasi
Correlations
SWB duksos
Spearman's
rho
SWB Correlation Coefficient 1.000 .160*
Sig. (1-tailed) . .034
N 131 131
duksos Correlation Coefficient .160* 1.000
Sig. (1-tailed) .034 .
N 131 131
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan Spearman Rho diperoleh
nilai r sebesar 0,160 dengan nilai signifikansi sebesar 0,034 (p
16
being perawat Siloam Hospitals Manado akan meningkat, sebaliknya jika dukungan
sosial rendah maka subjective well-being perawat Siloam Hospitals Manado akan
menurun. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat
diterima.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Baron dan Byrne (2003), yang menyatakan
bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu
yang lebih optimis dan lebih mampu beradaptasi terhadap emosi negatif yang
dialaminya. Taylor, Peplau dan Sears (2009) mengungkapkan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi kesehatan dan kebiasaan berperilaku sehat, hubungan sosial,
membantu penyesuaian psikologis, serta mengurangi beban emosional sehingga
dukungan sosial dapat meningkatkan subjective well-being pada perawat.
Penelitian yang dilakukan oleh Jamilah (2013) mengatakan bahwa dukungan
sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Dukungan
sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diperoleh
individu dari orang lain (individu maupun kelompok). Pengaruh dukungan sosial
terhadap subjective well-being karena dukungan sosial dapat meningkatkan kepuasan
terhadap lingkungan yang memberikannya sehingga akan mempengaruhi penilaian
individu terhadap kepuasan hidupnya secara global.
Sumbangan efektif (SE) dukungan sosial sebesar 2,56%. Hal ini berarti
sebagian besar dukungan sosial berpengaruh terhadap subjective well-being perawat,
sisanya sebesar 97,44% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti kepribadian,
17
tujuan, genetik, dan demografis (Samputri & Sakti, 2015). Selain itu, Taufik (2012)
menambahkan variabel lain yang dapat mempengaruhi subjective well-being pada
perawat yaitu harta, usia, kesehatan, agama dan rasa syukur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki hubungan
terhadap subjective well-being pada perawat di Siloam Hospitals Manado. Dukungan
sosial yang dimiliki oleh perawat dalam menjalankan pekerjaannya dapat
berhubungan pada tingginya subjective well-being pada perawat. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Samputri dan Sakti (2015) menunjukkan bahwa
dukungan sosial khususnya aspek dukungan emosional merupakan faktor yang paling
kuat mempengaruhi subjective well-being.
Dari analisis deskriptif, dihasilkan persentase variabel dukungan sosial dari
sebagian besar partisipan penelitian berada pada kategori tinggi yaitu 76%. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata perawat di Siloam Hospitals Manado merasakan
perasaan nyaman dan aman, perasaan dihargai dan dicintai serta mendapatkan
bantuan secara langsung di dalam kehidupan yang telah dijalani.
Sedangkan hasil persentase untuk variabel subjective well-being sebagian
besar partisipan penelitian berada pada kategori tinggi yaitu 59%. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata perawat di Siloam Hospitals Manado memiliki
pengalaman emosi yang menyenangkan, mood negatif yang rendah serta kepuasan
hidup terhadap pernikahan, pekerjaan dan pertemanan terhadap kehidupan yang telah
dijalani.
18
Secara keseluruhan menurut Kamaliya (2016), dapat dikatakan bahwa
dukungan sosial sangatlah erat kaitannya dengan subjective well-being pada individu.
Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Senada dengan Linley dan Joseph (2004) bahwa
dukungan sosial merupakan komponen penting dalam menentukan subjective well-
being seseorang. Dukungan sosial yang positif merupakan kondisi yang dekat dengan
tingkat subjective well-being yang tinggi (Eid & Larsen, 2008).
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan
antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada perawat di Siloam
Hospitals Manado, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka subjective well-
being akan meningkat, sebaliknya jika dukungan sosial rendah maka subjective well-
being perawat Siloam Hospitals Manado akan menurun.
SARAN
Setelah peneliti melakukan, mencermati, dan menarik kesimpulan dari penelitian ini,
maka peneliti memiliki saran:
a. Kepada perawat untuk selalu memberikan emosi positif (seperti tertawa,
tersenyum, menyapa orang yang ada disekitar, membantu sesama, dsb),
menjaga hubungan baik dengan rekan kerja atau orang sekitar dan mencari
pergaulan yang dapat membuat bahagia. Selain itu tidak menganggap sepele
19
dan menyia-nyiakan dukungan sosial yang diterima atau diberikan dengan
melakukan hal-hal yang bersifat positif.
b. Kepada Siloam Hospitals Manado agar lebih memperhatikan hal-hal yang
mempengaruhi kepuasan hidup sebagai perawat seperti menanyakan kabar,
memperhatikan hubungan antara sesama rekan kerja dan hubungan kepada
atasan, dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang akan membuat bahagia.
c. Kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan variabel lain yang erat
kaitannya dengan variabel subjective well-being seperti prestasi, keluarga,
tujuan hidup, dan harga diri. Kemudian dalam pengambilan data hendaknya
memperhatikan variabel dukungan sosial diperoleh dari siapa (apakah
diperoleh dari keluarga, rekan kerja, atasan, atau lingkungan sekitar, dsb),
karena dalam penelitian ini dukungan sosial yang dimasukkan bersifat umum
dan mencakup semua bagian variabel.
DAFTAR PUSTAKA
Almasitoh., & Hani. (2011). Stres kerja ditinjau dari konflik peran ganda dan
dukungan sosial pada perawat. Jurnal Psikologi Islam, 8, 63-82.
Anggraini, F.W., & Prasetyo, A.R. (2015). Hardiness dan subjective well being pada
perawat. Jurnal Empati, 4(4), 73-77.
Badan Pusat Statistik. (2017). Keadaan ketenagakerjaan provinsi Sulawesi Utara
agustus 2017. Berita Resmi Statistik: BPS Provinsi Sulawesi Utara. Diunduh
pada Januari 17, 2018 dari
https://manado.kota.bps.go.id/pressrelease/2017/11/22/17/keadaan-
ketenagakerjaan-sulawesi-utara-agustus-2017.html.
20
Baron, R.A., & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial (edisi ke 10 jilid 1). Jakarta:
Erlangga.
Diener, E., Lucas, R.E., & Oishi, S. (2009). Subjective well being: the science of
happiness and life satisfaction. Dalam Lopez, S.J., & Snyder, C.R. The Oxford
Handbook of Positive Psychology (Edisi ke 2). New York: Oxford University
Press, Inc.
Diener, E. (2009). New well-being meansures: Short scales to asscess flourishing and
positive and negative feelings. Soc Indic Res, 97, 143-156.
Eid, M., & Larsen, R.J. (2008). The science of subjective well-being. New York:
Guildford Press.
Fajarwati, D.I. (2014). Hubungan dukungan sosial dan subjective well-being pada
remaja SMPN 7 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga.
Gatari, E. (2008). Hubungan antara perceived social support dengan subjective well-
being pada ibu bekerja. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Gulacti, F. (2010). The effect of perceived social support on subjective well being.
Procedia Social and Behavior Sciences, 2, 3844-3849.
Jamilah, M. (2013). Pengaruh tipe kepribadian dan dukungan sosial terhadap
subjective well being (SWB) mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Kamaliya, N. (2016). Hubungan antara social support dengan subjective well being
penerima bantuan PKH di kelurahan Karangbesuki kota Malang. Skripsi.
Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Kurtz, J.L., & Lyubomirsky, S. (2014). Positive psychology. Dalam Mehl, M.R., &
Conner, T.S. Handbook of Research Methods for Studying Daily Life. New
York: The Guildford Press.
Linley, A., & Joseph, S. (2004). Positive psychology in practice. Journal of Positive
Psychology, 1(3), 171-172.
Lucas, R.E., & Diener, E. (2010). Subjective well-being. Dalam Lewis, M., Haviland-
Jones, J.M., & Barrett, L.F. Handbook of emotions (Third edition). New York:
the Guildford Press.
Ni’mah, A. (2014). Hubungan antara dukungan sosial dengan self efficacy dalam
menyelesaikan skripsi pada mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling
Universitas Negeri Semarang angkatan 2009. Skripsi. Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
21
Nurhidayah, S., & Agustini, R. (2012). Kebahagiaan lansia ditinjau dari dukungan
sosial dan spiritualitas. Jurnal Soul, 5(2), 16-32.
Matsuda, T., Tsuda, A., Kim, E., & Deng, K. (2014). Association between perceived
social support and subjective well-being among Japanese, Chinese, and Korean
college student. Psychology, 5, 491-499.
Monnot, M.J., & Beehr, T.A. (2014). Subjective well being at work: disentangling
source effects of stress and support on enthusiasm, contentment, and
meaningfulness. Journal of Vacational Behavior, 85, 204-218.
Pavot, W., & Diener, E. (2004). Findings on subjective well-being: applications to
public policy, clinical interventions, and education. New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Rohmad. (2004). Hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif pada
mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhamadiyah.
Samputri, S.K., & Sakti, H. (2015). Dukungan sosial dan subjective well being pada
tenaga kerja wanita di PT. Arni Family Ungaran. Jurnal Empati, 4(4), 208-216.
Sarafino, E.P. (1994). Health psychology: Biopsychosicial and interaction. United
States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Setiyana, V.Y. (2013). Forgiveness dan stres kerja terhadap perawat. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan. 1(2), 376-396.
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Taufik. (2012). Positive psychology: Psikologi cara meraih kebahagiaan. Prosiding
seminar nasional psikologi islami. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Taylor, S.P., Peplau, L.A., & Sears, D.O. (2009). Psikologi sosial (edisi ke 12).
Jakarta: Prenada Media Group.