Upload
others
View
12
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA FEAR OF MISSING OUT DENGAN
INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS
KRISTEN SATYA WACANA
OLEH:
ALBERTHUS ANTONIUS PL TIMBUNG
80 2013 131
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
HUBUNGAN ANTARA FEAR OF MISSING OUT DENGAN
INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM
PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS
KRISTEN SATYA WACANA
Alberthus Antonius PL Timbung
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara fear of missing out
dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas
Kristen Satya Wacana. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat
hubungan positif antara fear of missing out dengan intensitas penggunaan media
sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana. Subjek
penelitian berjumlah 100 orang mahasiswa dengan kriteria merupakan mahasiswa
Universitas Kristen Satya Wacana, serta memiliki akun dan menggunakan media
sosial Instagram selama 6 bulan terakhir. Penentuan subjek penelitian menggunakan
teknik incidental sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan alat ukur
berupa Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram dan Skala Fear of
Missing Out. Hasil analisis data yang diperoleh menunjukkan nilai korelasi sebesar
sebesar r = 0,402, dengan nilai sig = 0,000 (p <0,05). Sumbangan efektif fear of
missing out terhadap intensitas penggunaan media sosial Instagram adalah sebesar
16,2% yang artinya variabel fear of missing out memberikan pengaruh sebesar 16,2%
terhadap intensitas penggunaan media sosial Instagram. Hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara fear of missing out
dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas
Kristen Satya Wacana.
Kata kunci: fear of missing out, intensitas penggunaan media sosial Instagram,
mahasiswa
ii
Abstract
This study aims to determine the correlation between fear of missing out with
intensity of Instagram usage in Satya Wacana Christian University’s students. The
hypothesis of this study is that there is a positive correlation between fear of missing
out with intensity of Instagram usage in Satya Wacana Christian University’s
students. Total subjects are 100 students who are Satya Wacana Christian
University’s students, and each of them has an account and has been using
Instagram during the last 6 months. Research subjects are determined by Incidental
Sampling method. Research data collection used a measurement tool of Intensity of
Instagram Usage Scale and Fear of Missing Out Scale. Data analysis result obtained
correlation value of r = 0.402 and sig = 0.000 (p<0.05). The fear of missing out
effective contribution to the intensity of Instagram usage is 16.2% which means fear
of missing out gives effects amounted to 16,2% against the intensity of Instagram
usage. The result show that there is a significant positive correlation between fear of
missing out with intensity of Instagram usage in Satya Wacana Christian
University’s students.
Keyword: fear of missing out, intensity of Instagram usage, students
1
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi modern saat ini sangat pesat dan seolah tidak dapat
dibendung. Salah satu produknya adalah perkembangan alat komunikasi masal yang
dibekali kemampuan mengakses internet. Sebagai generasi yang lahir di era modern
ini, generasi Z atau yang lebih sering disebut sebagai generasi internet memang
sudah tidak asing dengan kehadiran internet dan alat komunikasi yang serba canggih,
meskipun teknologi tersebut telah dilahirkan beberapa generasi sebelumnya.
Generasi Z memang memiliki kesamaan dengan generasi sebelumnya, yaitu generasi
Y. Namun mereka lebih banyak beraktivitas di dunia maya dan mampu
mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu, misalnya menggunakan ponsel,
mendengarkan musik, dan browsing di internet karena ingin serba cepat. Generasi ini
sangat dekat dengan teknologi komunikasi dan komputer sehingga mudah
mendapatkan informasi dan sering berkomunikasi, terutama melalui jejaring sosial
(Oblinger, 2003; Tapscott, 1998, 2009; Arthur, 2016).
Saat ini hampir separuh penduduk dunia aktif sebagai media user modern.
Pada Juli 2016 saja, tercatat 46,1% dari keseluruhan populasi penduduk dunia adalah
pengguna internet. Meningkat dari catatan tahun 2015, yaitu 43,4%. Sedangkan
untuk pengguna jejaring sosial per Januari 2016 adalah 31% dari populasi.
Disamping itu fakta lain mengenai penggunaan media ini adalah 51% populasi dunia
saat ini tercatat menggunakan smartphone (Kemp, 2016). Data tersebut memang
bersifat global dan menyeluruh pada populasi dunia. Namun sebagai bagian dari
generasi ini, tidak terkecuali Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan
tingkat populasi tertinggi di dunia. Di Indonesia sendiri, pada Januari 2016 tercatat
34% populasi penduduk indonesia adalah pengguna internet dengan 30% pemilik
2
akun jejaring sosial. Satu fakta yang menarik adalah dimana pelanggan atau
pengguna telepon genggam yang terdata mencapai angka 126% dibandingkan jumlah
populasi di Indonesia termasuk anak-anak. Sedangkan untuk pengguna pada populasi
dewasa adalah 85% (Balea, 2016).
Hasil penelitian Hendriyani, Hollander, D’Haenens, dan Beentjes (2012)
manampilkan data bahwa di Indonesia, terutama di Jakarta, anak-anak cenderung
menghabiskan sebagian besar waktunya dengan menggunakan media elektronik yang
beragam. Penelitian serupa yang dilakukan Utaminingsih (2006) di Bogor
menunjukkan penggunaan media yang cenderung tinggi. Penelitian yang melihat
tingkat penggunaan ponsel ini menggambarkan bahwa responden menggunakan
ponsel dengan tujuan untuk sosialisasi dan hiburan. Berkaitan dengan hal tersebut,
data survei yang dilakukan oleh wearesocial.com mengungkapkan bahwa pada awal
tahun 2017 tercatat sekitar 2,6 miliar orang di dunia menggunakan ponsel untuk
berkomunikasi dan mengakses media sosial. Survei ini juga mengungkapkan
peningkatan jumlah pengguna media sosial yang mencapai sekitar 1 juta orang setiap
harinya (Ismarani, 2017). Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan warga dunia
untuk berkomunikasi dan terhubung melalui media sosial yang dapat dengan mudah
diakses melalui ponsel.
Hasil studi terbaru yang dilakukan oleh sebuah perusahaan layanan investasi
bank dan manajemen aset, Piper Jaffray, menunjukkan bahwa salah satu media sosial
yang paling diminati saat ini adalah Instagram (Sekar, 2014). Di Indonesia,
pengguna aktif media sosial Instagram hingga pertengahan tahun 2017 mencapai
sekitar 45 juta orang, dengan 40% diantaranya adalah pengguna dengan rentang usia
18-24 tahun. Karena itu, Indonesia menyandang status sebagai negara yang memiliki
3
pengguna aktif media sosial Instagram paling besar di kawasan Asia Pasifik
(Bohang, 2017).
Kondisi ini juga nampak pada sebagian mahasiswa Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW). Di UKSW terdapat sebuah akun media sosial Instagram resmi
yang dikelola oleh bagian Hubungan Masyarakat (Humas) yang berisi pembaruan
informasi terbaru mengenai berbagai berita dan kegiatan kampus. Jumlah pengikut
akun ini hingga bulan November 2017 sudah hampir enam ribu akun, dimana
sebagian besar pengikut akun tersebut merupakan mahasiswa UKSW. Hal ini
menunjukkan banyaknya pengguna media sosial Instagram di kalangan mahasiswa
UKSW.
Dalam penelitian yang dilakukan Puspitorini (2016) mengungkapkan bahwa
salah satu motif penggunaan media sosial Instagram adalah sebagai media interaksi
sosial. Remaja menggunakan media sosial dikarenakan mereka ingin menjalin
komunikasi dengan teman-temannya (Ayun, 2015). Hal ini juga didukung oleh hasil
penelitian Satriani (2014) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
intensitas penggunaan media sosial twitter dengan relatedness pada mahasiswa.
Selain itu, dari pengamatan yang dilakukan penulis terhadap beberapa mahasiswa
UKSW yang menggunakan media sosial Instagram, sebagian besar dari mereka aktif
melakukan pembaruan di instastory (salah satu fitur media sosial Instagram yang
memungkinkan pengguna melakukan pembaruan foto atau video berdurasi maksimal
15 detik dengan menggunakan efek atau editing secara instan, dimana pembaruan
tersebut akan hilang setelah lebih dari 24 jam), terutama ketika pengguna sedang
mengalami momen atau melakukan kegiatan khusus bersama teman-temannya.
4
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan beberapa penelitian tersebut diatas
dapat dikatakan bahwa interaksi sosial dan hubungan dekat dengan orang lain
memengaruhi intensitas penggunaan media sosial. Del Bario (dalam Laila, 2014)
mengatakan bahwa intensitas penggunaan media sosial meliputi tingkat kualitas dan
kuantitas. Aspek-aspek intensitas penggunaan media sosial adalah sebagai berikut:
1. Attention (perhatian)
Perhatian merupakan minat atau ketertarikan individu. Ketika seorang
individu memiliki perhatian terhadap media sosial, orang tersebut dapat
menikmati aktivitas yang dilakukannya di media sosial.
2. Comprehension (penghayatan)
Penghayatan adalah pemahaman dan penyerapan informasi. Adanya
usaha individu untuk memahami dan menyerap informasi ketika
menggunakan media sosial.
3. Duration (durasi)
Durasi adalah lamanya seorang individu dalam melakukan suatu aktivitas.
Lamanya individu dalam menggunakan media sosisal dapat dilihat dari
waktu yang dihabiskan orang tersebut setiap kali menggunakannya.
4. Frequency (Frekuensi)
Frekuensi adalah seringnya atau banyaknya pengulangan suatu perilaku.
Frekuensi penggunaan media sosial dapat dilihat dari seberapa seringnya
individu membuka atau mengakses media sosial dalam waktu tertentu.
5
Dalam hal ini intensitas yang diukur adalah penggunaan media sosial
Instagram yang merupakan sebuah aplikasi media sosial yang digunakan untuk
berbagi foto atau video (Moreau, 2017). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa intensitas menggunakan media sosial instagram adalah tingkat
kuantitas waktu yang menunjukkan durasi dan frekuensi mengakses media sosial
Instagram dalam waktu tertentu, serta tingkat kualitas perasaan yang menunjukkan
minat dan pemahaman yang meliputi semua fasilitas yang disediakan oleh media
sosial Instagram tersebut.
Terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi intensitas penggunaan media
sosial Instagram (Casdari, 2006) yaitu:
1. Faktor kebutuhan dari dalam
Faktor ini berkaitan dengan kebutuhan psikologis manusia, salah satunya
adalah kebutuhan afiliasi yang merupakan kebutuhan manusia untuk
menjalin hubungan dekat dengan orang lain (relatedness).
2. Faktor motif sosial
Intensitas penggunaan media sosial instagram juga dapat dipengaruhi oleh
orang lain atau lingkungan. Salah satunya adalah sikap konformitas
individu terhadap teman-teman sebayanya.
3. Faktor emosional
Faktor lain yang dapat memengaruhi intensitas penggunaan media sosial
Instagram adalah faktor emosional. Sebagai contoh, individu akan
mengulang suatu aktivitas yang menumbulkan perasaan senang.
6
Menurut Satriani (2014), intensitas penggunaan media sosial twitter pada
mahasiswa dipengaruhi oleh relatedness. Relatedness atau kedekatan dengan
individu lain merupakan salah satu kebutuhan psikologis seseorang. Ketika
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, seseorang akan mengalami Fear of Missing Out
(FoMO). Fear of Missing Out didefinisikan sebagai ketakutan seseorang akan
kehilangan momen berharga yang dialami orang lain ketika seorang tersebut tidak
dapat hadir didalamnya dan ditandai dengan keinginan untuk tetap terus dengan apa
yang orang lain lakukan melalui internet (Przyblylski, Murayama, DeHaan dan
Gladwell, 2013). Dengan kata lain, FoMO dapat diartikan sebagai ketakutan yang
dialami individu ketika tertinggal update terbaru yang menarik tentang orang lain,
sehingga individu tersebut berusaha untuk up to date dengan menggunakan media
sosial.
Menurut Przybylski, Murayama, DeHaan, dan Gladwell (2013) aspek dari
FoMO adalah:
1. Tidak terpenuhinya pemenuhan kebutuhan psikologis akan self.
Ditandai dengan perilaku update untuk memberitahukan kabar diri sendiri ke
dunia maya, serta merasa terlalu lama atau menghabiskan banyak waktu
untuk mencari tahu mengenai apa yang sedang terjadi dengan teman atau
orang lain di dunia maya.
2. Tidak terpenuhinya pemenuhan kebutuhan psikologis akan relatedness.
Ditandai dengan kecemasan ketika individu tidak terlibat dalam pengalaman
yang sedang dialami teman atau orang lain, serta kecemasan terhadap
7
pengalaman yang dialami teman atau orang lain yang lebih baik daripada
yang dialami individu sendiri.
Kondisi fear of missing out ini juga nampak pada sebagian mahasiswa
UKSW. Dalam survei awal yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara
terhadap beberapa mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
ditemukan bahwa mereka membuka dan mengakses media sosial Instagram beberapa
kali dalam sehari. Alasan mereka menggunakan media sosial Instagram bukan hanya
untuk melakukan pembaruan foto atau video, tetapi juga untuk mengetahui kondisi
terbaru dan pembaruan informasi yang dilakukan oleh teman-temannya.
Penelusuran penulis pada beberapa jurnal menunjukkan adanya hubungan
antara fear of missing out dengan kecenderungan kecanduan internet. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Santika (2015) mengenai hubungan antara fear of
missing out (FoMO) dengan kecanduan internet pada remaja di SMAN 4 Bandung
menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kedua
variabel. Kemudian penelitian lain yang serupa mengenai hubungan antara FoMO
dengan kecenderungan kecanduan internet pada emerging adulthood di Universitas
Mercu Buana Yogyakarta yang dilakukan oleh Marlina (2017) menunjukkan hasil
yang sama. Berdasarkan hasil dan pembahasan pada kedua penelitian tersebut
diketahui bahwa dimensi kecanduan internet yang secara tidak langsung paling
berkaitan dengan FoMO adalah dimensi tolerance yang ditunjukkan dengan
peningkatan intensitas penggunaan internet. Dengan mengacu pada hal tersebut,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian serupa yang lebih difokuskan pada
intensitas penggunaan dan menyasar pada salah satu aplikasi internet yang paling
banyak digunakan saat ini yaitu media sosial Instagram.
8
Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian mengenai hubungan
antara fear of missing out (FoMO) dengan intensitas penggunaan media sosial
Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana. Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara fear of missing out (FoMO)
dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas
Kristen Satya Wacana. Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah
terdapat hubungan positif antara fear of missing out (FoMO) dengan intensitas
penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen Satya
Wacana.
METODE
Partisipan
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik insidental sampling yang
merupakan salah satu bentuk pengambilan sampel nonprobabilitas yang tidak
menggunakan sampling acak (Sugiyono, 2014). Partisipan dalam penelitian ini
adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dengan karakteristik:
- Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
- Aktif memiliki akun dan menggunakan media sosial Instagram selama 6
bulan terakhir.
9
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis
penelitian korelasional. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan alat
pengambilan data menggunakan kuesioner. Instrumen yang digunakan untuk
pengambilan data dibuat berdasarkan modifikasi dari skala fear of missing out
(Przyblylski, Murayama, DeHaan dan Gladwell, 2013) dan skala intensitas
penggunaan media sosial Instagram (Andarwati, 2016).
Berdasarkan uji seleksi item dan reliabilitas yang dilakukan oleh penulis,
skala intensitas penggunaan media sosial Instagram yang digunakan dalam penelitian
ini terdapat 14 aitem yang gugur dari 37 aitem yang tersedia. Aitem-aitem yang
gugur yaitu aitem nomor 2, 3, 4, 5, 6, 12, 17, 18, 20, 21, 22, 24, 27, dan 37. Selain
itu, skala intensitas penggunaan media sosial instagram memperoleh koefisien
Cronbach’s alpha sebesar 0,871 yang berarti memiliki reliabilitas yang tinggi dan
daya diskriminasi yang baik sehingga layak digunakan sebagai instrumen penelitian.
Selanjutnya, untuk skala fear of missing out dari 10 aitem, setelah uji coba tidak ada
aitem yang gugur dan memperoleh skor Cronbach’s alpha sebesar 0,828 yang berarti
memiliki reliabilitas yang tinggi dan memiliki daya diskriminasi yang baik sehingga
layak digunakan sebagai instrumen penelitian. Data yang dipergunakan untuk uji
coba, juga dipergunakan untuk uji hipotesis (uji coba terpakai).
10
Hasil Penelitian
Analisis Deskriptif
Berdasarkan data empirik yang diperoleh, untuk mengetahui gambaran
partisipan penelitian terkait dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram
penulis menyusun tabel analisis deskriptif seperti tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1 Kategorisasi Skor Intensitas Penggunaan Media Sosial Instagram
No Kategori Interval N Persentase
1 Sangat tinggi 96,7 ≤ x ≤ 115 6 6%
2 Tinggi 78,3 ≤ x ≤ 96,6 61 61%
3 Sedang 59,9 ≤ x ≤ 78,2 30 30%
4 Rendah 41,5 ≤ x ≤ 59,8 3 3%
5 Sangat rendah 23 ≤ x ≤ 41,4 0 0%
Jumlah 100 100%
Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa mahasiswa UKSW yang
merupakan partisipan dalam penelitian ini, sebesar 61% partisipan memiliki
intensitas penggunaan media sosial Instagram dalam kategori tinggi. Sedangkan 30%
partisipan memiliki intensitas penggunaan media sosial Instagram dalam kategori
sedang, dan sisanya 6% masuk dalam kategori sangat tinggi dan 3% masuk dalam
kategori rendah.
11
Selanjutnya penulis juga menyusun tabel deskriptif untuk mengetahui
gambaran fear of missing out pada partisipan penelitian seperti pada tabel 1.2 berikut
ini
Tabel 1.2 Kategorisasi Skor Fear of Missing Out
No Kategori Interval N Persentase
1 Sangat tinggi 43 ≤ x ≤ 50 3 3%
2 Tinggi 35 ≤ x ≤ 42 20 20%
3 Sedang 27 ≤ x ≤ 34 43 43%
4 Rendah 19 ≤ x ≤ 26 30 30%
5 Sangat rendah 10 ≤ x ≤ 18 4 4%
Jumlah 100 100%
Dari hasil analisis deskriptif diketahui bahwa mahasiswa UKSW yang
merupakan partisipan dalam penelitian ini, sebesar 43% partisipan memiliki fear of
missing out dalam kategori sedang. Sedangkan 30% partisipan memiliki fear of
missing out dalam kategori rendah. Kemudian 20% partisipan memiliki fear of
missing out dalam kategori tinggi. Sisanya 4% masuk dalam kategori sangat rendah,
dan sebanyak 3% masuk dalam kategori sangat tinggi.
12
Uji Normalitas
Penulis selanjutnya melakukan uji normalitas data untuk mengetahui kondisi
sebaran data dalam penelitian ini. Berikut ini adalah tabel hasil Uji Kolmogrov
Smirnov yang telah dilakukan:
Tabel 2.1. Hasil Uji Kolmogrov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Intensitas FoMO
N 100 100
Normal Parametersa Mean 80.46 29.39
Std. Deviation 10.811 6.516
Most Extreme Differences Absolute .116 .063
Positive .109 .063
Negative -.116 -.055
Kolmogorov-Smirnov Z 1.163 .627
Asymp. Sig. (2-tailed) .134 .827
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan uji normalitas menggunakan uji one sample kolmogrov smirnov,
diketahui bahwa nilai signifikansi dari fear of missing out yaitu 0,827 (p>0,05) yang
berarti sebaran data fear of missing out dalam penelitian ini memenuhi asumsi
normalitas. Kemudian untuk sebaran data intensitas penggunaan media sosial
Instagram, diketahui memiliki skor signifikansi sebesar 0,134 (p>0,05) yang berarti
sebaran data intensitas penggunaan media sosial Instagram dalam penelitian ini
memenuhi asumsi normalitas. Oleh karena kedua variabel dalam penelitian ini telah
memenuhi asumsi normalitas maka uji statistik parametrik dapat dilakukan.
13
Uji Linieritas
Selanjutnya penulis melakukan uji linieritas untuk mengetahui hubungan
linier antara variabel dalam penelitian ini. Tabel 3.1 berikut ini adalah hasil uji
lineiritas.
Tabel 3.1 Hasil Uji Linieritas
ANOVA Table
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Intensitas *
FoMO
Between
Groups
(Combined) 5767.805 26 221.839 2.791 .000
Linearity 1873.065 1 1873.065 23.562 .000
Deviation from
Linearity 3894.740 25 155.790 1.960 .014
Within Groups 5803.035 73 79.494
Total 11570.840 99
Dari hasi uji linieritas, diketahui bahwa nilai F beda 1,960 dan nilai sig.
deviation from linierity adalah 0,014 (p>0,05) yang berarti terdapat linieritas antara
variabel fear of missing out dengan intensitas penggunaan media sosial Instagram
dalam penelitian ini.
14
Uji Hipotesis
Uji Korelasi
Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan oleh
penulis diterima atau ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
hubungan positif antara fear of missing out (FoMO) dengan intensitas penggunaan
media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana. Untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan penulis melakukan uji korelasi dengan teknik
pearson correlation dengan bantuan SPSS 16. Berikut ini adalah tabel hasil uji
korelasi pearson.
Tabel 4.1 Uji Korelasi Pearson
Correlations
Intensitas FoMO
Intensitas Pearson Correlation 1 .402**
Sig. (1-tailed) .000
N 100 100
FoMO Pearson Correlation .402** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 100 100
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Dari hasil uji korelasi yang dilakukan, diketahui bahwa koefisien korelasi
antara variabel intensitas penggunaan media sosial Instagram dengan fear of missing
out adalah sebesar r = 0,402, dengan nilai sig = 0,000 (p <0,05). Sehingga dapat
diketahui terdapat hubungan positif yang signifikan antara fear of missing out dengan
15
intensitas penggunaan media sosial Instagram. Hubungan yang positif dan signifikan
berarti semakin tinggi fear of missing out, maka semakin tinggi pula intensitas
penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen Satya
Wacana. Demikian pula sebaliknya, dimana semakin rendah fear of missing out
maka semakin rendah pula intensitas penggunaan media sosial Instagram pada
mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Sumbangan efektif fear of missing out
terhadap intensitas penggunaan media sosial Instagram adalah sebesar 16,2%.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam analisis data ditemukan
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara fear of missing out dengan
intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen
Satya Wacana. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara keduanya
menunjukkan bahwa semakin tinggi fear of missing out, maka semakin tinggi pula
intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen
Satya Wacana. Demikian pula sebaliknya, dimana semakin rendah fear of missing
out maka semakin rendah pula intensitas penggunaan media sosial Instagram pada
mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana.
Diterimanya hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa fear of missing out merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa. Hal ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Marlina (2017) pada
16
mahasiswa dalam usia emerging adulthood. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa
fear of missing out berhubungan dengan kecenderungan kecanduan internet. Hal ini
juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Santika (2015)
mengenai hubungan antara fear of missing out dengan kecanduan internet pada siswa
SMA yang menyebutkan bahwa salah satu kriteria kecanduan internet adalah
tingginya intensitas penggunaan internet.
Fear of missing out merupakan ketakutan individu akan ketertinggalan
informasi dari media sosial. Hal inilah yang kemudian mendorong individu untuk
terus-menerus mencari tahu mengenai perkembangan atau pembaruan informasi dan
kondisi di media sosial, termasuk media sosial Instagram yang merupakan media
sosial yang paling banyak digunakan saat ini. Perilaku individu yang berusaha untuk
tidak mengalami ketertertinggalan informasi ini kemudian memengaruhi intensitas
dalam mengakses media sosial tersebut. Dengan kata lain, ketika fear of missing out
meningkat, maka akan berpengaruh pada peningkatan intensitas dalam mengakses
media sosial Instagram pula.
Dalam penelitian ini fear of missing out memberikan sumbangan efektif
terhadap intensitas penggunaan media sosial Instagram sebesar 16,2%. Artinya,
variabel fear of missing out memberikan pengaruh sebesar 16,2% terhadap intensitas
penggunaan media sosial Instagram. Hal ini juga menjelaskan bahwa masih terdapat
83,8% faktor lain yang turut memberikan sumbangan pengaruh terhadap intensitas
penggunaan media sosial Instagram.
17
KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan positif antara fear of missing out dengan intensitas
penggunaan media sosial Instagram. Semakin tinggi fear of missing out maka
intensitas penggunaan media sosial Instagram pada mahasiswa di Universitas
Kristen Satya Wacana juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah fear
of missing out maka semakin rendah pula intensitas penggunaan media sosial
Instagram pada mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana.
2. Sebagian besar subjek (43%) mengalami fear of missing out yang termasuk
dalam kategori sedang dan memiliki intensitas penggunaan media sosial
Instagram yang termasuk dalam kategori tinggi (61%).
SARAN
1. Kepada mahasiswa
Penulis menyarankan agar mahasiswa dapat mengarahkan ketakutan akan
ketertinggalan informasi (fear of missing out) kepada hal-hal yang bersifat
positif, misalnya perasaan takut akan ketertinggalan informasi mengenai
pengetahuan baru untuk pengembangan diri mahasiswa. Sehingga intensitas
penggunaan media sosial mahasiswa yang tinggi dapat berdampak positif
terhadap pengembangan diri mahasiswa.
2. Kepada peneliti selanjutnya
- Agar melakukan penelitian lain terhadap partisipan dari populasi berbeda
seperti kelompok usia remaja atau kelompok usia dewasa, karena
18
penelitian ini hanya menggunakan partisipan mahasiswa pada kelompok
usia transisi antara remaja akhir dan dewasa awal.
- Agar dapat melakukan penelitian serupa dengan jenis media sosial selain
Instagram.
- Agar mengkaji ulang penelitian ini dengan menggunakan metode
kualitatif untuk memperoleh informasi dengan lebih mendalam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Andarwati, I. (2016). Citra diri ditinjau dari intensitas pengunaan media sosial
instagram pada siswa kelas XI SMA N 9 Yogyakarta. Skripsi tidak
dipublikasikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Arthur, R. (2016). Generation Z: 10 Stats from SXSW you need to know. Diakses 16
Oktober, 2017, dari
http://www.forbes.com/sites/rachelarthur/2016/03/16/generation-
z/#3b11fdf44ba4.
Ayun, P. Q. (2015). Fenomena remaja menggunakan media sosial dalam membentuk
identitas. Channel, Vol. 3, No.2, hlm. 1-16.
Balea, J. (2016). The latest stats in web and mobile in Indonesia. Diakses 16
Oktober, 2017, dari https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-
statistics-we-are-social.
Bohang, F. K. (2017). Indonesia, pengguna instagram terbesar se-Asia Pasifik.
Diakses 16 Oktober, 2017, dari
http://tekno.kompas.com/read/2017/07/27/11480087/indonesia-pengguna-
instagram-terbesar-se-asia-pasifik.
Casdari. (2006). Peningkatan minat belajar anak. Malang: Bayumedia.
Hendriyani, Hollander, E., D’Haenens, L., & Beentjes, J. W. J. (2012). Children’s
media use in Indonesia. Asian Journal of Communication, 22, hlm. 304-319.
Ismarani, D. (2017). Data pengguna internet tahun 2017 dan apa kesimpulan yang
bisa diambil dari data tersebut. Diakses 16 Oktober, 2017, dari
https://www.youthmanual.com/post/fun/did-you-know/data-pengguna-
20
internet-tahun-2017-dan-apa-kesimpulan-yang-bisa-diambil-dari-data-
tersebut.
Kemp, S. (2016). Digital in 2016. Diakses 16 Oktober, 2017, dari
http://wearesocial.com/sg/special-reports/digital-2016.
Laila, Y. N. (2014). Korelasi antara kebutuhan afiliasi dan keterbukaan diri dengan
intensitas menggunakan jejaring sosial pada siswa kelas VII SMP N 15
Yogyakarta. Sripsi tidak dipublikasikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Marlina, R. D. (2017). Hubungan antara fear of missing out (FoMO) dengan
kecenderungan kecanduan internet pada emerging adulthood. Sripsi tidak
dipublikasikan, Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Moreau, E. (2017). What is instagram, anyway?. Diakses 16 Oktober, 2017, dari
https://www.lifewire.com/what-is-instagram-3486316
Oblinger, D. (2003). Boomers, Gen-Xers and Millennials: Understanding the new
students. Educause Review, 38(4), hlm. 37-47.
Puspitorini, D.A. (2016). Motif dan kepuasan penggunaan instagram. Sripsi tidak
dipublikasikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santika, M. G. (2015). Hubungan antara FoMO (Fear of Miissing Out) dengan
kecanduan internet (internet addiction) pada remaja di SMAN 4 Bandung.
Skripsi tidak dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta.
Satriani, D. T. (2014). Hubungan relatedness dengan intensitas penggunaan jejaring
sosial twitter pada mahasiswa. Sripsi tidak dipublikasikan, Universitas
Brawijaya, Malang.
21
Sekar, P. (2014). Remaja lebih suka instagram daripada facebook. Diakses 16
Oktober, 2017, dari http://www.marketing.co.id/remaja-lebih-suka-
instagram-daripada-facebook/.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Tapscott, D. (1998). Growing up digital: The rise of the net generation. New York:
McGraw-Hill.
Tapscott, D. (2009). Grown up digital: How the net generation is changing your
world. New York: McGraw-Hill.
Utaminingsih, I. A. (2006). Pengaruh penggunaan ponsel pada remaja terhadap
interaksi sosial remaja. Sripsi tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor.