Upload
nguyendien
View
244
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA KESEIMBANGAN KEHIDUPAN
KERJA DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT
PADA KARYAWAN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh:
ARI FITRIYANI
F 100 150 178
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
1
HUBUNGAN ANTARA KESEIMBANGAN KEHIDUPAN KERJA DAN
DUKUNGAN SOSIAL DENGAN BURNOUT PADA KARYAWAN
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara
keseimbangan kehidupan kerja dengan burnout dan apakah ada hubungan antara
dukungan sosial dengan burnout. Hipotesis yang diajukan yakni: 1) ada hubungan
negatif antara keseimbangan kehidupan kerja dengan burnout, 2) ada hubungan
negatif antara dukungan sosial dengan burnout. Populasi dalam penelitian ini
adalah karyawan di Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan subjek
penelitian yakni karyawan bagian sewing divisi garmen di PT. Dan Liris sebanyak
102 karyawan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah non random
sampling dengan prosedur quota sampling. Alat pengumpul data dalam penelitian
ini menggunakan skala keseimbangan kehidupan kerja, skala dukungan sosial,
dan skala burnout. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi non-
parametrik spearman’s rho untuk mengetahui hubungan antara masing-masing
variabel bebas, yakni keseimbangan kehidupan kerja dan dukungan sosial dengan
variabel tergantung, yakni burnout. Hasil analisis data yang diperoleh dari
penelitian ini yaitu: 1) ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara
keseimbangan kehidupan kerja dengan burnout dengan nilai rxy = -816 dengan
sig. = 0,000 (p ≤ 0,01), 2) ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara
dukungan sosial dengan burnout dengan nilai rxy = -632 dengan sig. = 0,000 (p ≤
0,01). Analisis koefisien determinasi (r²) menunjukkan bahwa keseimbangan
kehidupan kerja memiliki pengaruh sebesar 66,6% terhadap burnout. Analisis
koefisien determinasi (r²) menunjukkan bahwa dukungan sosial memiliki
pengaruh sebesar 39,9% terhadap burnout. Keseimbangan kehidupan kerja
karyawan divisi garmen secara keseluruhan tergolong tinggi. Dukungan sosial
karyawan divisi garmen secara keseluruhan tergolong tinggi. Burnout karyawan
divisi garmen secara keseluruhan tergolong rendah.
Kata kunci: burnout, keseimbangan kehidupan kerja, dukungan sosial
Abstract
The purpose of this study is to determine whether there is a relationship between
work life balance with burnout and whether there is a relationship between social
support with burnout. The hypothesis proposed are: 1) there is a negative
relationship between work life balance and burnout, 2) there is a negative
relationship between social support and burnout. The population in this study
were employees in Textile and Textile Products Industry (TTP) and the subjects in
this study were employees from sewing of garment division at PT. Dan Liris
which amounted to 102 employees. The sampling technique used was non random
sampling with a quota sampling procedure. The data collection tool in this study
uses a scale of work life balance, social support scale, and burnout scale. The data
analysis technique used is non-parametric correlation spearman's rho to determine
the relationship between each independent variable, work life balance and social
2
support, with dependent variables, burnout.. The results of data analysis obtained
from this study are: 1) there is a very significant negative relationship between
work life balance and burnout with the value rxy = -816 with sig. (1-tailed) =
0,000 (p ≤ 0,01), 2) there is a very significant negative relationship between social
support and burnout with the value rxy = -632 with sig. (1-tailed) = 0,000 (p ≤
0.01). The coefficient of determination analysis (r²) shows that work life balance
has an effect of 66.6% on burnout. The coefficient of determination analysis (r²)
shows that social support has an effect of 39.9% on burnout. Overall work life
balance of garment division employees is high. Overall social support of garment
division employees is high. Overall burnout of garment division employees is
low.
Keywords: burnout, work life balance, social support
1. PENDAHULUAN
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) menjadi salah satu bidang yang paling
banyak menyerap tenaga kerja serta merupakan bagian divisi manufaktur terbesar
ketiga di Indonesia (Sutriyanto, 2018). Hal tersebut didukung oleh data
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menunjukkan bahwa di Indonesia,
industri TPT telah menampung tenaga kerja sebanyak 3,58 juta orang atau sebesar
21,2% dari total tenaga kerja di divisi manufaktur (Barus, 2018). Badan Pusat
Statistik (BPS) juga menyebutkan bahwa salah satu dari tiga divisi manufaktur
yang dapat melebihi perkembangan ekonomi sebesar 5,15% di triwulan III tahun
2018, yakni mencapai 10,17% berada pada divisi industri tekstil dan pakaian.
Simbolon (dalam Hawa & Nurtjahjanti, 2018) menyatakan bahwa salah
satu penyebab pertumbuhan dan perkembangan industri yakni ada tujuan yang
ingin dicapai dan dalam pelaksanaannya tidak bisa lepas dari pengembangan serta
pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) di dalam industri tersebut. Adanya
tujuan yang ingin dicapai industri membuat terciptanya target-target kerja dengan
pelaksanaan dalam kurun waktu tertentu yang harus dipenuhi oleh individu-
individu dalam industri tersebut.
Berdasarkan observasi dan wawancara oleh peneliti pada tanggal 28
November 2018 dan 27 Maret 2019 dengan salah satu staf umum Human
Resources Development (HRD) dan kepala personalia divisi garmen PT. Dan
Liris, keduanya menyebutkan bahwa bagian garmen merupakan bidang pekerjaan
dengan tuntutan pekerjaan dan beban kerja yang tinggi. Menurut Munandar
3
(dalam Kusumaningrum, Sunardi, & Saleh, 2016), beban kerja merupakan suatu
keadaan dari pekerjaan dengan adanya detail tugas yang harus diselesaikan dalam
batas waktu tertentu. Adanya beban kerja yang tinggi membuat karyawan rentan
terhadap stres, sehingga tidak mengherankan jika tingkat turnover bagian garmen
termasuk dalam kategori tinggi. Peningkatan stres dapat membuat karyawan
mengalami burnout dan mengakibatkan perusahaan akan kehilangan karyawan
yang berkualitas serta produktivitas yang menurun.
Burnout yaitu kelelahan, baik fisik, mental, maupun emosional, yang dapat
menyebabkan timbulnya depersonalisasi dan low personal accomplishment pada
individu dan disebabkan karena pekerjaan (Hardiyanti, 2013). Nalini (jpnn.com,
2017) menyebutkan gejala-gejala seseorang yang mengalami kelelahan
berlebihan, antara lain frustrasi, tertekan, apatis, sering merasa bosan, menarik diri
dari lingkungan, cuek, dan ketus. Burnout juga dapat berdampak pada
memburuknya kondisi fisik, mental, dan emosional serta kinerja karyawan
(Lailani, 2012). Maslach, Schaufeli, & Leiter (2001) mengatakan bahwa burnout
tidak hanya dirasakan pada individu yang memiliki profesi sebagai pekerja di
bidang pelayanan saja, seperti dosen, guru, dokter, dan pekerja pemberi layanan
umum yang lainnya, tetapi kasus burnout juga ditemukan di berbagai bidang
pekerjaan lain dalam organisasi dan industri.
Penyebab burnout juga banyak ditemukan pada era globalisasi, seperti
mudahnya dalam berinteraksi melalui chatting atau e-mail. Hal tersebut dapat
mengakibatkan seseorang tetap menjalin komunikasi dengan rekan kerja dan
membahas mengenai pekerjaan meski sedang tidak berada di kantor (Darmawan,
Silviandari, & Susilawati, 2015). Dengan begitu, sedikit demi sedikit, pekerjaan
masuk ke waktu pribadi, jam tidur, bahkan pada hari libur. Apabila pekerjaan
sudah mencampuri atau memasuki kehidupan pribadi karyawan, maka
keseimbangan kehidupan kerja mereka dapat terganggu (Fisher, Bulger, & Smith,
2009).
Keseimbangan kehidupan kerja merupakan wujud keseimbangan di
kehidupan seseorang, yakni dengan melakukan semua tugas dan kewajibannya
dalam bekerja, serta tidak melupakan semua aspek di dalam kehidupan pribadinya
4
(Maslichah & Hidayat, 2017). Lebih lanjut, Netemeyer, Boles & McMurrian
(dalam Darmawan, Silviandari, & Susilawati, 2015) mengatakan bahwa tidak
adanya “balance” atau keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan seseorang
dapat mengakibatkan munculnya burnout. Hasil penelitian dari Khairani (2018)
didapatkan hasil bahwa keseimbangan kehidupan kerja berhubungan negatif
dengan burnout, yang berarti jika keseimbangan kehidupan kerja semakin tinggi,
maka burnout akan semakin rendah dan sebaliknya jika keseimbangan kehidupan
kerja seseorang semakin rendah, maka burnout akan semakin tinggi.
Sebuah studi mengatakan bahwa individu yang banyak melakukan aktivitas
sosial lebih sedikit terkena sindrom burnout (Maharani, 2014). Menghabiskan
waktu bersama keluarga atau teman di luar pekerjaan merupakan hal penting
untuk mencapai keseimbangan kehidupan kerja. Selain itu, seseorang dapat
memiliki sumber kebahagiaan seperti hobi dan komunitas untuk menghindarkan
kelelahan kerja (Republika.co.id, 2018). Dalam arti lain, dukungan sosial dari
orang-orang di sekitar individu dapat memengaruhi tingkat burnout seseorang.
Dukungan sosial yaitu suatu bentuk dukungan berupa bantuan, baik berupa
secara langsung atau tidak langsung dan diberikan pada individu, dimana individu
yang mendapatkannya merasa diperhatikan, dicintai dan dirasakan keberadaannya
serta dapat memperkuat perasaan seseorang (Adawiyah, 2013). Quick & Quick
(dalam Almasitoh, 2011) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan
hubungan sosial yang dimiliki oleh individu yang tidak hanya berkaitan dengan
lingkungan pekerjaan (seperti atasan, rekan kerja, bawahan, dll.), tetapi juga di
lingkungan keluarga (seperti pasangan, anak, saudara, dll.). Taylor (dalam
Adawiyah, 2013) mengatakan bahwa individu cenderung mengalami stres yang
rendah dan mampu mengatasi stres tersebut apabila ia mendapatkan dukungan
sosial yang tinggi. Hal ini selaras dengan pernyataan Brehm & Kassin (dalam
Lailani, 2012) bahwa dukungan sosial yaitu sumber potensial yang diperoleh dari
orang lain dalam proses coping terhadap stres. Kemudian, hasil penelitian oleh
Attiq dan Hamdani (2015) didapatkan hasil bahwa besarnya dukungan sosial
memengaruhi kecenderungan burnout seseorang. Hal tersebut dipertegas kembali
dari hasil penelitian yang dilakukan Lailani (2012) dan Adawiyah (2013) yang
5
menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan negatif dengan burnout, yang
berarti jika dukungan sosial yang diterima semakin tinggi, maka burnout akan
semakin rendah. Sebaliknya, jika dukungan sosial semakin rendah, maka burnout
akan semakin tinggi.
Penelitian ini bertujuan: 1) untuk mengetahui hubungan keseimbangan
kehidupan kerja dengan burnout karyawan, 2) untuk mengetahui hubungan
dukungan sosial dengan burnout karyawan, 3) untuk melihat tingkat burnout
karyawan bagian sewing divisi garmen di PT. Dan Liris, 4) untuk melihat tingkat
keseimbangan kehidupan kerja karyawan bagian sewing divisi garmen di PT. Dan
Liris, dan 5) untuk melihat tingkat dukungan sosial karyawan bagian sewing divisi
garmen di PT. Dan Liris.
2. METODE
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel keseimbangan kehidupan kerja dan
dukungan sosial sebagai variabel bebas, serta variabel burnout sebagai variabel
tergantung. Populasi dalam penelitian ini yakni karyawan di Industri Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT). Teknik sampling yang dipakai yaitu non random sampling
dengan prosedur quota sampling, sehingga memperoleh 102 karyawan sebagai
sampel pada penelitian ini yang diambil dari karyawan bagian sewing divisi
garmen di PT. Dan Liris.
Skala burnout menggunakan skala penelitian dari Widyanfri Wira Pratama
Saputri (2017) dengan judul “Gambaran Kejadian Burnout Berdasarkan Faktor
Determinannya pada Pekerja Gudang dan Lapangan PT. Multi Terminal Indonesia
Tahun 2017” dan telah dimodifikasi berdasarkan aspek-aspek dari Maslach &
Leiter (2008) yaitu kelelahan (exhaustion), cynicism, dan professional eficacy.
Validitas dari skala tersebut menggunakan standar nilai validitas dari tabel
formula Aiken (1985) dan diperoleh standar nilai validitas sebesar 0,92. Standar
nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap aitem yang memiliki nilai kurang dari
0,92 akan gugur. Sedangkan koefisien reliabilitas diperoleh sebesar 0,629. Skala
burnout terdiri dari 9 aitem, terdiri dari 3 aitem favorable dan 6 aitem
unfavorable. Skala ini menggunakan penskalaan respon skala Likert dan terdiri
dari empat alternatif jawaban yaitu “Sangat Sesuai (SS)”, “Sesuai (S)”, “Tidak
6
Sesuai (TS)” dan “Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Untuk item mendukung
(favorable), SS memperoleh skor empat, S memperoleh skor tiga, TS memperoleh
skor dua, dan STS memperoleh skor satu. Untuk item yang tidak mendukung
(unfavorable), SS memperoleh skor satu, S memperoleh skor dua, TS
memperoleh skor tiga, dan STS memperoleh skor empat.
Skala keseimbangan kehidupan kerja menggunakan skala penelitian dari
Chofitnah Rohmatul Laela (2015) dengan judul “Pengaruh Relation-Oriented
Leadership Behavior Terhadap Work Life Balance pada Wanita Pekerja” dan telah
dimodifikasi berdasarkan aspek-aspek dari Fisher, Bulger, & Smith (2009) yaitu
WIPL (Work Interference With Personal Life), PLIW (Personal Life Interference
With Work), PLEW (Personal Life Enhancement Of Work), dan WEPL (Work
Enhancement Of Personal Life). Validitas dari skala tersebut menggunakan
standar nilai validitas dari tabel formula Aiken (1985) dan diperoleh standar nilai
validitas sebesar 0,92. Standar nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap aitem
yang memiliki nilai kurang dari 0,92 akan gugur. Sedangkan koefisien reliabilitas
diperoleh sebesar 0,729. Skala burnout terdiri dari 30 aitem, terdiri dari 11 aitem
favorable dan 19 aitem unfavorable. Skala ini menggunakan penskalaan respon
skala Likert dan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu “Sangat Sesuai (SS)”,
“Sesuai (S)”, “Tidak Sesuai (TS)” dan “Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Untuk item
mendukung (favorable), SS memperoleh skor empat, S memperoleh skor tiga, TS
memperoleh skor dua, dan STS memperoleh skor satu. Untuk item yang tidak
mendukung (unfavorable), SS memperoleh skor satu, S memperoleh skor dua, TS
memperoleh skor tiga, dan STS memperoleh skor empat.
Skala dukungan sosial menggunakan skala penelitian dari Dima Wuenta
Caesaria (2010) dengan judul “Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Stres
Kerja Karyawan Bagian Produksi PT. Industri Karet Nusantara” dan telah
dimodifikasi berdasarkan aspek-aspek dari Cohen & Syme (dalam Almasitoh,
2011) yaitu dukungan emosional, dukungan informatif, dukungan instrumental,
dan penghargaan atau penilaian positif. Validitas dari skala tersebut menggunakan
standar nilai validitas dari tabel formula Aiken (1985) dan diperoleh standar nilai
validitas sebesar 0,92. Standar nilai tersebut menunjukkan bahwa setiap aitem
7
yang memiliki nilai kurang dari 0,92 akan gugur. Sedangkan koefisien reliabilitas
diperoleh sebesar 0,744. Skala burnout terdiri dari 26 aitem, terdiri dari 13 aitem
favorable dan 13 aitem unfavorable. Skala ini menggunakan penskalaan respon
skala Likert dan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu “Sangat Sesuai (SS)”,
“Sesuai (S)”, “Tidak Sesuai (TS)” dan “Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Untuk item
mendukung (favorable), SS memperoleh skor empat, S memperoleh skor tiga, TS
memperoleh skor dua, dan STS memperoleh skor satu. Untuk item yang tidak
mendukung (unfavorable), SS memperoleh skor satu, S memperoleh skor dua, TS
memperoleh skor tiga, dan STS memperoleh skor empat.
Penelitian ini menggunakan analisis statistik teknik korelasi non-
parametrik spearman’s rho guna melihat bagaimana hubungan masing-masing
variabel bebas dengan variabel tergantung. Analisis data menggunakan SPSS
versi 15.0 for Windows.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data antara keseimbangan kehidupan kerja dan burnout
menggunakan teknik korelasi non-parametrik spearman’s rho diperoleh nilai
koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,816 dengan sig. (1-tailed) sebesar 0,000 (p ≤
0,01), artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara keseimbangan
kehidupan kerja dengan burnout karyawan, artinya semakin tinggi keseimbangan
kehidupan kerja maka semakin rendah burnout karyawan, begitupun sebaliknya
semakin rendah keseimbangan kehidupan kerja maka semakin tinggi burnout
yang dirasakan karyawan.
Maslach, Schaufeli & Leiter (2001) mengemukakan salah satu faktor
burnout yakni faktor situasional yang didalamnya terdapat job characteristic. Job
characteristic merupakan karakteristik dari pekerjaan dan termasuk didalamnya
terdapat konflik peran. Konflik peran terjadi jika keseimbangan kehidupan kerja
individu tidak tercapai. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi burnout adalah keseimbangan kehidupan
kerja. Sejalan dengan hasil penelitian Nazli Khairani (2018) bahwa keseimbangan
kehidupan kerja berhubungan negatif dengan burnout, yang berarti jika
keseimbangan kehidupan kerja semakin tinggi, maka burnout akan semakin
8
rendah dan sebaliknya jika keseimbangan kehidupan kerja semakin rendah, maka
burnout seseorang akan semakin tinggi.
Berdasarkan nilai rerata empirik (RE) yang diperoleh sebesar 88,75 dan 86
subjek menunjukkan bahwa karyawan bagian sewing divisi garmen PT. Dan Liris
memiliki tingkat keseimbangan kehidupan kerja yang tergolong tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa karyawan bagian sewing divisi garmen dapat
menyeimbangkan perannya untuk memenuhi tanggung jawab, baik dalam bekerja,
keluarga, kehidupan sosial, maupun kehidupan pribadinya. Artinya, perusahaan
mampu meminimalisir terjadinya resiko yang dapat mengganggu kondisi kerja
karyawan. Netemeyer, Boles & McMurrian (dalam Darmawan, Silviandari, &
Susilawati, 2015) mengatakan bahwa burnout dapat diakibatkan oleh tidak adanya
“balance” atau keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan seorang karyawan.
Karyawan yang dapat menangani stres dengan baik cenderung merasakan keadaan
“balance” di dalam kehidupannya, sehingga dapat menekan munculnya burnout.
Berdasarkan kategorisasi skala keseimbangan kehidupan kerja tidak ada
subjek yang berada di kategori sangat rendah yakni 0% karyawan, tidak ada
subjek yang berada di kategori rendah yakni 0% karyawan, sebanyak 14 karyawan
berada di kategori sedang yakni 13,7%, sebanyak 86 karyawan berada di kategori
tinggi yakni 84,3%, dan sebanyak 2 karyawan berada di kategori sangat tinggi
yakni 2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa frekuensi keseimbangan kehidupan
kerja tertinggi terdapat pada kategori tinggi.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis data antara dukungan sosial dan
burnout menggunakan teknik korelasi non-parametrik spearman’s rho diperoleh
nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,632 dengan sig. (1-tailed) sebesar 0,000 (p
≤ 0,01), artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara dukungan
sosial dengan burnout karyawan, artinya semakin tinggi dukungan sosial maka
semakin rendah burnout karyawan, begitupun sebaliknya semakin rendah
dukungan sosial maka semakin tinggi burnout yang dirasakan karyawan.
Maslach, Schaufeli & Leiter (2001) mengatakan bahwa dukungan sosial
merupakan salah satu faktor burnout yang termasuk di dalam organizational
characteristic dalam faktor situasional. Dukungan sosial yang diperoleh dari
9
orang-orang di sekitar karyawan dapat membuat karyawan tersebut merasa
nyaman, baik secara fisik maupun psikologis, dalam melakukan pekerjaannya.
Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi burnout. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Lailani (2012) dan Adawiyah (2013) yang
menunjukkan bahwa dukungan sosial berhubungan negatif dengan burnout, yang
berarti jika dukungan sosial yang diterima semakin tinggi, maka burnout akan
semakin rendah. Sebaliknya, jika dukungan sosial semakin rendah, maka burnout
akan semakin tinggi.
Berdasarkan nilai rerata empirik (RE) yang diperoleh sebesar 77,49 dan 88
subjek menunjukkan bahwa karyawan bagian sewing divisi garmen PT. Dan Liris
memiliki tingkat dukungan sosial yang tergolong tinggi. Hal tersebut memberikan
gambaran bahwa sebagian besar karyawan bagian sewing garmen PT. Dan Liris
mempunyai hubungan yang baik dengan rekan kerja, atasan, anggota keluarga,
dan orang lain di luar pekerjaan dan keluarga, sehingga karyawan dapat
memperoleh bantuan, baik langsung maupun tidak langsung dan menimbulkan
perasaan nyaman, baik fisik maupun psikologis, pada karyawan. Artinya, baik
perusahaan maupun karyawan mampu meminimalisir terjadinya resiko yang dapat
mengganggu kondisi kerja karyawan.
Berdasarkan kategorisasi skala dukungan sosial tidak ada subjek yang
berada di kategori sangat rendah yakni 0% karyawan, tidak ada subjek yang
berada di kategori rendah yakni 0% karyawan, sebanyak 10 karyawan berada di
kategori sedang yakni 9,8%, sebanyak 88 karyawan berada di kategori tinggi
yakni 86,3%, dan sebanyak 4 karyawan berada di kategori sangat tinggi yakni
3,9%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa frekuensi dukungan sosial tertinggi
terdapat pada kategori tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara, karyawan divisi garmen di PT. Dan Liris
memiliki jam kerja shift pagi hari senin-kamis pukul 07.00-16.00 WIB dengan
waktu istirahat ±1 jam dan shift pagi hari jumat pukul 07.00-16.30 WIB dengan
waktu istirahat ±1,5 jam, kemudian shift malam hari senin-jumat pukul 21.00-
06.00 WIB. Fasilitas yang diberikan karyawan garmen, antara lain memberikan
10
cuti kepada wanita pada hari pertama dan kedua haid, menyediakan tempat khusus
bagi para ibu yang ingin memberikan ASIP, penyediaan klinik kesehatan bagi
karyawan, pemberian tunjangan lembur dan cuti, dan sebagainya.
Bagian sewing divisi garmen di PT. Dan Liris terbagi atas beberapa line
dan setiap line terdiri dari 20-30 karyawan. Line yang dimaksud adalah
sekelompok karyawan dengan tugas menjahit bagian pakaian yang berbeda-beda
untuk menyelesaikan sebuah pakaian, sehingga seorang karyawan tidak menjahit
sebuah pakaian secara individual, tetapi seorang karyawan hanya menjahit satu
bagian dari pakaian yang selanjutnya akan digabungkan dengan bagian pakaian
lainnya yang dikerjakan oleh rekan linenya. Hasil wawancara juga memperoleh
hasil bahwa atasan yang mengawasi setiap line selalu memberikan semangat dan
dukungan pada karyawan. Ketika ada beberapa anggota yang terlibat konflik atau
mengalami kesulitan, atasan dengan sukarela membantu menyelesaikan
permasalahan. Selain itu, anggota di line yang sama maupun anggota di line yang
berbeda juga saling memberikan dukungan dan semangat satu sama lain. Menurut
penuturan atasan, anggota baik dalam satu line maupun beberda line, sering
mengadakan liburan bersama. Adanya fasilitas yang diberikan dan dukungan dari
orang-orang disekitar karyawan dapat menimbulkan kepuasan bagi karyawan. Hal
tersebut yang menunjang tingginya keseimbangan kehidupan kerja dan dukungan
sosial karyawan bagian sewing divisi garmen PT. Dan Liris, serta semakin rendah
burnout yang dirasakan karyawan.
Berdasarkan kategorisasi skala burnout sebanyak 20 karyawan berada di
kategori sangat rendah yakni 19,6%, sebanyak 67 karyawan berada di kategori
rendah yakni 65,7%, sebanyak 15 karyawan berada di kategori sedang yakni
14,7%, tidak ada subjek yang berada di kategori tinggi yakni 0% karyawan, dan
tidak ada subjek yang berada di kategori sangat tinggi yakni 0% karyawan. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa frekuensi dukungan sosial tertinggi terdapat pada
kategori tinggi. Kemudian nilai rerata empirik (RE) tergolong rendah sebesar
18,33, menunjukkan bahwa karyawan bagian sewing divisi garmen PT. Dan Liris
mengalami burnout secara umum tergolong rendah.
11
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat burnout karyawan bagian
sewing divisi garmen PT. Dan Liris mengalami burnout secara umum tergolong
rendah. Hal ini merefleksikan bahwa kemampuan karyawan dalam menangani
tekanan dan beban pekerjaan yang dapat memicu stres tergolong cenderung
tinggi.
Berdasarkan hasil analisis data, menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinan (r²) pada variabel keseimbangan kehidupan kerja sebesar 66,6%.
Variabel keseimbangan kehidupan kerja memberikan sumbangan cenderung
tinggi dan masih sekitar 33,4% terdapat faktor-faktor lain yang menjadi prediktor
burnout karyawan. Variabel dukungan sosial memberikan sumbangan nilai
koefisien determinan (r²) sebesar 39,9%. Variabel keseimbangan kehidupan kerja
memberikan sumbangan cenderung rendah dan masih sekitar 60,1% terdapat
faktor-faktor lain yang menjadi prediktor burnout karyawan.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya
dapat diambil kesimpulan bahwa: 1) ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara keseimbangan kehidupan kerja dengan burnout, 2) ada hubungan negatif
yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan burnout, 3) tingkat burnout
pada bagian sewing divisi garmen PT. Dan Liris tergolong rendah, 4) tingkat
keseimbangan kehidupan kerja pada bagian sewing divisi garmen PT. Dan Liris
tergolong tinggi, dan 5) tingkat dukungan sosial pada bagian sewing divisi garmen
PT. Dan Liris tergolong tinggi.
Hasil dari perhitungan analisis data menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinan (r²) pada variabel keseimbangan kehidupan kerja sebesar 66,6%.
Variabel keseimbangan kehidupan kerja memberikan sumbangan cenderung
tinggi dan masih sekitar 33,4% terdapat faktor-faktor lain yang menjadi prediktor
burnout karyawan. Variabel dukungan sosial memberikan sumbangan nilai
koefisien determinan (r²) sebesar 39,9%. Variabel keseimbangan kehidupan kerja
memberikan sumbangan cenderung rendah dan masih sekitar 60,1% terdapat
faktor-faktor lain yang menjadi prediktor burnout karyawan.
12
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti memberikan saran kepada
perusahaan untuk mempertahankan keseimbangan kehidupan kerja karyawan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan kehidupan
kerja karyawan yakni dengan tetap memberikan karyawan fasilitas-fasilitas,
seperti memberikan cuti kepada wanita pada hari pertama dan kedua haid,
menyediakan tempat khusus bagi para ibu yang ingin memberikan ASIP,
penyediaan klinik kesehatan bagi karyawan, pemberian tunjangan lembur dan
cuti, dan sebagainya. Kemudian bagi karyawan juga diharapkan dapat
mempertahankan keseimbangan kehidupan kerja. Hal-hal yang dapat dilakukan
untuk mempertahankan keseimbangan kehidupan kerja karyawan yakni dengan
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya fasilitas-fasilitas yang diberikan
perusahaan, seperti wanita yang merasakan sakit haid dapat mengambil cuti pada
hari pertama dan kedua haid, memanfaatkan tempat khusus bagi para ibu yang
ingin memberikan ASIP untuk anaknya, melakukan cek kesehatan secara rutin ke
klinik kesehatan yang disediakan bagi karyawan, dan sebagainya. Selanjutnya
bagi peneliti selanjutnya dapat mengganti atau menambahkan variabel lain untuk
melihat faktor-faktor apa saja yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap
burnout.
Penulis mengucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.
Yudhi Satria Restu, M.Si atas waktu, tenaga, pikiran, arahan, masukan, serta
kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Kakak-kakak
tersayang, sahabat, teman, dan asisten olah data yang senantiasa memberikan
semangat, dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA (2017, Oktober 11). Retrieved September 27, 2018, from jpnn.com:
https://www.jpnn.com
(2018, Maret 4). Retrieved September 24, 2018, from Republika.co.id:
https://www.republika.co.id
13
Adawiyah, R. A. (2013). Kecerdasan Emosional, Dukungan Sosial dan
Kecenderungan Burnout. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia , 2 (2), 99-
107.
Aiken, L. R. (1985). Three Coefficients for Analyzing the Reliability and Validity
of Ratings. Educational and Psychological Measurement , 45, 131-142.
Almasitoh, U. H. (2011). Stres Kerja Ditinjau dari Konflk Peran Ganda dan
Dukungan Sosial pada Perawat. Psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam
(JPI) , 8 (1), 63-82.
Attiq, K., & Hamdani, M. (2015). Pengaruh Dukungan Sosial, Efikasi Diri,
Konflik Peran, Kelebihan Beban Kerja dan Kecerdasan Emosional
Terhadap Kecenderungan Burnout (Studi pada Badan Pusat Statistik
Kota Semarang). Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI , 14 (1).
Barus, H. (2018, November 7). Retrieved Desember 11, 2018, from
Industry.co.id: http://www.industry.co.id/read/44717/pemerintah-
perhatikan-perembangan-sdm-industri-tekstil
Caesaria, D. W. (2010). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Stres Kerja
Karyawan Bagian Produksi PT. Industri Karet Nusantara. Skripsi,
Universitas Sanata Dharma, Fakultas Psikologi, Yogyakarta.
Darmawan, A. A., Silviandari, I. A., & Susilawati, I. R. (2015). Hubungan
Burnout dengan Work-Life Balance pada Dosen Wanita. Jurnal
Mediapsi , 1 (1), 28-39.
Fisher, G. G., Bulger, C. A., & Smith, C. S. (2009). Beyond Work and Family: A
Measure of Work/Nonwork Interference and Enhancement. Journal of
Occupational Health Psychology , 14 (4), 441-456.
Hardiyanti, R. (2013). Burnout Ditinjau dari Big Five Factors Personality pada
Karyawan Kantor Pos Pusat Malang. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan , 1
(2).
Hawa, M. A., & Nurtjahjanti, H. (2018). Hubungan antara Work-Life Balance
dengan Loyalitas Karyawan pada PT. Hanil Indonesia di Boyolali. Jurnal
Empati , 7 (1), 424-429.
Khairani, N. (2018). Hubungan antara Keseimbangan Kehidupan Kerja dengan
Kelelahan Kerja pada Perawat Wanita yang Telah Menikah. Skripsi,
Universitas Islam Indonesia, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya,
Yogyakarta.
14
Kusumaningrum, I. Y., Sunardi, & Saleh, C. (2016). Pengaruh Beban Kerja dan
Karakteristik Individu Terhadap Kinerja Perawat Melalui Burnout
Sebagai Variabel Intervening pada PT. Nusantara Medika Utama Rumah
Sakit Perkebunan (Jember Klinik). Jurnal Bisnis dan Manajemen , 10
(3), 329-342.
Laela, C. R. (2015). Pengaruh Relation-Oriented Leadership Behavior Terhadap
Work-Life Balance pada Wanita Pekerja. Skripsi, Universitas Negeri
Semarang, Fakultas Ilmu Pendidikan, Semarang.
Lailani, F. (2012). Burnout pada Perawat Ditinjau dari Efikasi Diri dan Dukungan
Sosial. Talenta Psikologi , 1 (1).
Maharani, D. (2014, September 22). Retrieved September 27, 2018, from
Kompas.com: https://lifestyle.kompas.com
Maslach, C., & Leiter, M. P. (2008). Early Predictors of Job Burnout and
Engagement. Journal of Applied Psychology , 93 (3), 498-512.
Maslach, C., Schaufeli, W. B., & Leiter, M. P. (2001). Job Burnout. Annu. Rev.
Psychol. , 52, 397–422.
Maslichah, N. I., & Hidayat, K. (2017). Pengaruh Work-Life Balance dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Studi pada
Perawat RS Lavalette Malang Tahun 2016). Jurnal Administrasi Bisnis
(JAB) , 49 (1).
Saputri, W. W. (2017). Gambaran Kejadian Burnout Berdasarkan Faktor
Determinannya pada Pekerja Gudang dan Lapangan PT. Multi Terminal
Indonesia Tahun 2017. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Jakarta.
Sutriyanto, E. (Ed.). (2018, April 5). Tribunbisnis. Retrieved Desember 8, 2018,
from http://www.tribunnews.com