33
HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN PERNIKAHAN DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI BEKERJA DI LUAR KOTA OLEH RIMMA OLLYVIA BOSEKE 802009079 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas PsikologiGuna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi:Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Hubungan antara Komitmen Pernikahan dengan Kepuasan ......antar pasangan (suami istri) untuk mencapai tujuan dari pernikahan. Apabila tujuan dapat dicapai, maka dapat meningkatkan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN PERNIKAHAN DENGAN

    KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI

    BEKERJA DI LUAR KOTA

    OLEH

    RIMMA OLLYVIA BOSEKE

    802009079

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas PsikologiGuna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi:Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2015

  • Abstrak

    Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui

    signifikansi hubungan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan.

    Sebanyak 41 orang diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik

    sampel purposive sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data

    dengan metode skala, yaitu skala komitmen pernikahan dan skala kepuasan pernikahan.

    Teknik data yang dipakai adalah korelasi product moment. Dari hasil analisa data

    diperoleh koefisien korelasi (r) 0,825 dengan nilai signifikansi 0,000 (p

  • Abstract

    This study is to find the significance of a relationship between marriage commitment

    and marriage satisfaction. There are 41 people were chosen using purposive sampling

    method. Marriage commitment and marriage satisfaction scale were used to collect the

    data. Those variables were measured by product moment correlation. The result is that

    the correlation coeficient (r ) is 0,825 and the significant value is 0,000 (p

  • 1

    PENDAHULUAN

    Runtuhnya suatu bangsa diawali dari hancurnya tatanan rumah tangga

    masyarakatnya. Tidak ada bangsa yang kokoh tanpa keluarga-keluarga yang kokoh pula

    didalamnya (Gymnastiar, 2001). Terbentuknya suatu keluarga secara formal diawali

    dengan adanya suatu pernikahan.

    Undang-undang perkawinan R.I. No,: 1/1974, Pasal 1 menyatakan bahwa

    “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

    suami dan istri dengan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

    kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam kehidupan pernikahan, pasangan

    suami dan istri tentunya mendambakan suatu kebahagiaan dan kesuksesan dalam rumah

    tangganya. Dalam membangun suatu pernikahan yang harmonis ternyata tidak semudah

    seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Tingginya angka perceraian terjadi

    sebagai salah satu bukti bahwa tidak semua pernikahan berjalan dengan lancar seperti

    yang diharapkan oleh setiap pasangan suami istri. Akan tetapi, ada yang bertahan

    dengan pernikahan mereka dan terkadang ada yang merasa putus asa sehingga

    mengambil langkah perceraian sebagai solusinya. Terjadinya perceraian tersebut

    menunjukkan kepuasan pernikahan yang rendahdalam keluarga. Indonesia merupakan

    salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi.

    Pernikahan dipandang sebagai suatu hal yang penting dalam membangun suatu

    hubungan antar sesama pasangan karena didalamnya mengandung sebuah struktur dasar

    dalam menghasilkan satu hubungan keluarga dan mendidik generasi selanjutnya

    (Larson & Holman,dalamMyers dkk. 2005). Menurut Aldous (dalam Wismanto, 2004),

    suatu pernikahan yang baik adalah yang bisa menimbulkan rasa saling memiliki

  • 2

    diantara keduanya. Akan tetapi, pernikahan tampaknya menjadi hubungan yang

    sangat diinginkan, statistik menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan tidak mudah

    dicapai.

    Orang yang memasuki kehidupan perkawinan pada umumnya membawa

    kebutuhan, harapan dan keinginannya sendiri-sendiri, untuk kemudian disatukan dengan

    kebutuhan, harapan dan keinginan pasanganhidupnya. Individu berharap dapat

    memenuhi hal-hal tersebut di atas dalaminstitusi perkawinan yang dibangunnya.

    Kepuasan perkawinan seseorangditentukan oleh tingkat terpenuhinya kebutuhan,

    harapan dan keinginanorang yang bersangkutan. Orang akan merasakan suka duka

    kehidupanperkawinan dalam usahanya mencapai pemenuhan ini. Persepsi

    individuterhadap situasi yang dialami dalam kehidupan sehari-hari itu menjadi

    dasarpenilaian terhadap kepuasan perkawinannya. Kepuasan pernikahan seseorang

    merupakan penilaiannya sendiri terhadap situasi pernikahan yang dipersepsikan

    menurut tolok ukur masing- masing pasangannya. Apabila yang diharapkan, diinginkan

    dan dibutuhkan banyak terpenuhi, maka dapat diduga semakin puas pula kehidupan

    perkawinannya, namun semakin jauh antara harapan dan kebutuhan dengan

    kenyataannya maka semakin jauh kepuasan terhadap perkawinan yang dijalaninya

    faktor penting penentu kebahagiaan dalam pernikahan adalah kepuasan pernikahan, jika

    pasangan merasa tidak puas dengan apa yang ada dalam pernikahan mereka maka

    kegagalan suatu pernikahan terjadi karena ketidakpuasan dalam pernikahan (Wismanto,

    2004).

    Setiap pasangan yang menjalani kehidupan pernikahan tentunya menginginkan

    kehidupan rumah tangga yang kekal, bahagia dan mendapatkan kepuasan dalam

    pernikahannya. Dalam pernikahan dibutuhkan kerjasama, komitmen, dan komunikasi

  • 3

    antar pasangan (suami istri) untuk mencapai tujuan dari pernikahan. Apabila tujuan

    dapat dicapai, maka dapat meningkatkan kepuasan pernikahan yang baik

    (Koentjaraningrat, dalam Wismanto, 2004).

    Dalam sebuah pernikahan seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai

    istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing, dimana suami memiliki kewajiban

    untuk memberi nafkah bagi keluarganya sedangkan istri memiliki kewajiban untuk

    mengatur dan mengurus rumah tangga. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan

    perkembangan ekonomi yang terjadi dalam beberapa dekade ini membuat tuntutan

    sosial ekonomi dalam keluarga semakin tinggi sehingga menuntut pasangan agar lebih

    cerdas dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup keluarganya (Rachmawati &

    Mastuti, 2013). Tak jarang sebagai kepala keluarga, seorang suami harus bisa

    memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Untuk memenuhi semua kebutuhan hidup itu,

    suami harus bekerja dimanapun ia ditempatkan, bahkan ia harus rela di tempatkan jauh

    dari keluarga. Realita di zaman sekarang, banyak ditemukan pasangan rumah tangga

    tidak serumah karena alasan pekerjaan. Kecederungan yang terjadi, bila tidak dapat

    menjalani pernikahan long distance relationship (suami-istri tinggal terpisah) dan

    masing-masing pasangan tidak punya rasa saling percaya yang kuat dan kedewasaan

    sikap, keluarga menjadi pecah belah dan tidak jelas keberadaannya. Jarak jauh memang

    mengancam tingkat kepercayaan masing-masing pasangan.Terbukti banyaknya

    pemberitaan di media massa mengenai tinginya angka perceraian, akibat pernikahan

    long distance relationship yang tiap tahun semakin meningkat.

    Banyak suami yang bekerja di luar kota bahkan tak jarang pula ada yang bekerja

    sampai keluar negeri supaya bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya.

    ketika suami bekerja ke luar kota dan meninggalkan keluarga (istri) di rumah dengan

  • 4

    jarang yang sangat jauh membuat pasangan harus terpisah lama dan tak bisa tinggal

    bersama dan seatap dan tak bisa bersatu seperti halnya seorang pasangan lain yang

    setiap harinya bersama-sama. Kehidupan pernikahan yang seperti diatas menuntut

    pasangan untuk saling setia dan terbuka. Pada penelitian sebelumnya menyatakan

    bahwa semakin terbuka kedua pasangan maka semakin tinggi kepuasan pernikahan

    mereka.

    Dalam membina hubungan suami istri jarak jauh, ada juga yang bisa bertahan

    dengan pasangan mereka, namun ada juga yang tidak bisa bertahan dengan pasangan

    karena alasan-alasan tertentu misalnya tidak bisa membina hubungan suami istri jarak

    jauh, tidak kuat ditinggal suami berbulan-bulan dan juga karena alasan tidak bisa setia.

    Namun, yang menarik disini adalah adanya pasangan yang bisa bertahan dengan

    pasangan mereka yang bekerja jauh di luar kota karena alasan-alasan tertentu seperti

    suami bisa menghasilkan pengahasilan yang lebih ketika mereka bisa bekerja di luar

    kota. Selain itu, ada juga pasangan yang dengan setia menunggu suami yang bekerja

    jauh dari rumah karena kesiapan mental mereka ditinggal suami bekerja di luar kota dan

    jauh dari keluarga.

    Papalia dkk. (2007) berpendapat bahwa faktor – faktor yang memengaruhi

    kepuasan perkawinan antara lain adalah (a) Usia saat menikah merupakan salah satu

    predikor utama. Orang yang menikah pada usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih

    sukses dalam perkawinan, daripada yang menikah pada usia yang lebih muda, (b) Latar

    belakang pendidikan dan penghasilan, karena pendidikan dan penghasilan adalah saling

    berhubungan, mereka yang berpendidikan tinggi pada umumnya berpenghasilan lebih

    tinggi dan memiliki cara berpikir yang lebih terbuka. (c) Agama, dimana orang yang

    memandang agama sebagai hal yang penting, relatif jarang mengalami masalah

  • 5

    perkawinan dibandingkan orang yang memandang agama sebagai hal yang tidak

    penting. (d) Dukungan emosional, kegagalan dalam perkawinan ini ada kemungkinan

    terjadi karena ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan emosional

    dari lingkungan, (e) Perbedaan harapan, dimana perempuan cenderung lebih

    mementingkan ekspresi emosional dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas

    jika istri mereka menyenangkan. Selain itu, bagaimana menjadi orang tua juga mejadi

    faktor kepuasan pernikahan.

    Saxton (dalam Wismanto, 2004) kepuasan pernikahan dengan memenuhi

    kebutuhan psikologis seperti rasa aman, kerjasama, saling pengertian, dapat menerimma

    pasangan, saling menghormati, saling menghargai, dan adanya komitmen.

    Selain itu menurut Lauer (dalam Myers dkk. 2004) ada beberapa komponen-

    komponen pasangan mencapai kepuasan pernikahan yaitu : mereka menikah dengan

    seseorang yang mereka suka ,mereka memiliki komitmen terhadap seseorang serta

    pernikahan, mereka memiliki selera humor dan mereka mampu mencapai kesepakatan.

    Sedangkan menurut Robinson dan Blanton (1993) karakteristik kepuasan pernikahan

    dan kebahagiaan pernikahan yaitu keintiman, komitmen, komunikasi, kecocokan dan

    Orientasi religiusitas.

    Komitmen merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pernikahan.

    Selama ini komitmen perkawinan dipahami sebatas tingkat keinginan seseorang untuk

    dapat bertahan dalam pernikahannya. Menurut Johnson (1999), perlu dipahami dalam

    tiga bentuk yaitu komitmen personal, komitmen moral, komitmen struktural. Ketiga

    komitmen ini sangat penting dalam dalam kehidupan perkawinan. Komitmen personal

    menempati posisi terpenting, yang seharusnya dimiliki setiap pasangan. Karena ketika

    seseorang puas dengan kehidupan perkanikahannya, akan lebih mungkin untuk

  • 6

    berkomitmen dengan pernikahannya. Menjaga komitmen personal berarti menjaga

    kepuasan hubungan. Kepuasan bersifat subjektif dan tergantung dari masing-masing

    pasangan. Oleh karena itu kita butuh memahami keinginan pasangan dan menyesuaikan

    diri satu sama lain. Untuk itu perlu menjalin komunikasi dua arah, mendiskusikan

    perbedaan, dan mendengarkan penuh empati.

    Betapa pentingnya peran komitmen pernikahan dalam mencapai kepuasan

    pernikahan. Meningkatkan komitmen personal dalam kehidupan pasangan dapat

    membuat kehidupan pernikahan tetap terjalin dengan baik walupun tidak akan semulus

    dan semudah yang dibayangkan. Setidaknya, komitmen pribadi dalam pernikahan bisa

    membantu pasangan untuk saling menjaga pernikahan dan mampu mengatasi segala

    permasalahan yang ada.

    Penelitian terhadap topik kepuasan pernikahan sendiri telah banyak di teliti dan

    dikaitkan dengan beberapa faktor seperti faktor komunikasi, religiusitas (agama),

    seksualitas dan juga beberapa faktor lainnya.

    Beberapa penelitian yang menggunakan topik kepuasan pernikahan seperti

    penelitian Dudley dan Kosinski (1990, dalam Wismanto, 2004) yang menemukan

    bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan.

    Religiusitas atau agama ternyata memiliki hubungan signifikan dalam kepuasan

    pernikahan.

    Sejauh penelusuran dari peneliti, komitmen pernikahan dengan kepuasan

    pernikahan belum banyak diteliti. Pada penelitian sebelumnya, kepuasan pernikahan

    dihubungkan dengan religiusitas pasangan. Pada penelitian tersebut hasil yang di

    dapatkan bahwa tingkat religiusitas sangat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Oleh

  • 7

    sebab itu peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen pernikahan

    dengan kepuasan pernikahan pada istri yang suaminya bekerja di luar kota.

    Wismanto (2004) dalam desertasinya meneliti tentang kepuasan perkawinan

    ditinjau dari komitmen pernikahan, penyesuaian diadik, kesediaan berkurban,

    kesetaraan pertukaran dan persepsi terhadap perilaku pasangan. Dari hasil penelitian

    Wismanto menyebutkan bahwa komitmen pernikahan, penyesuaian diadik pasangan,

    kesediaan berkurban, kesetaraan pertukaran dan persepsi terhadap perilaku pasangan

    merupakan faktor yang berpengaruh pada kepuasan pernikahan pasangan. Namun,

    diantara beberapa faktor itu, Wismanto (2004) menyebutkan bahwa dalam relasi

    pernikahan, komitmen pernikahan, penyesuaian dan kesediaan berkurban adalah faktor-

    faktor yang amat penting dan faktor pokok dalam kepuasan pernikahan suami istri.

    Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang maka perumusan

    masalahnya adalah apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara komitmen

    pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang di tinggal suami bekerja di luar

    kota.

    Dari latarbelakang di atasmakatujuandaripenelitianiniialahuntuk mengetahui

    apakah ada hubungan antara komitmen pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada

    istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota

    Manfaat Penelitian

    Lewat penelitian ini peneliti maupun masyarakat dapat lebih mengerti apa yang

    dimaksud dengan kepuasan pernikahan dan faktor apa saja yang mempengaruhi

    kepuasan pernikahan. Selain itu, melalui penelitian ini masyarakat dan peneliti

    memperoleh informasi penting bagaimana komitmen pernikahan sangat penting dalam

  • 8

    sebuah hubungan pernikahan karena ketika ada komitmen maka kepuasan dalam

    pernikahan pun akan terjaga dan hubungan antar pasangan akan tetap harmonis.

    TINJAUAN PUSTAKA

    KEPUASAN PERNIKAHAN

    Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Hampir

    setiap orang mempunyai keinginan untuk menjalani hal tersebut. Dalam UU pernikahan

    yang dikenal dengan UU No 1 tahun 1974, pernikahan merupakan ikatan lahir batin

    antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga (rumah tangga)

    yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME (Walgito, 1984).

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) kepuasan berarti (yang bersifat)

    puas, kesenangan, kelegaan. Kata puas sendiri berarti senang, gembira, kenyang dan

    sebagainya, karena sudah terpenuhi hasrat hatinya, lebih dari cukup. Oleh karena itu,

    kepuasan pernikahan dapat diartikan sebagai bersifat puas, merasa lega, gembira, tidak

    ada ketegangan terhadap kehidupan perkawinan yang dijalani pasangan.

    Menurut Larson dan Holman, pernikahan menggambarkan sebuah hubungan antar

    manusia yang paling penting dan mendasar karena merupakan struktur utama untuk

    membangun hubungan keluarga dan membesarkan generasi berikutnya (dalam Grandon

    dkk. 2004).

    Menurut Baron dan Byrne (dalam Wismanto, 2004) Pernikahan yang sukses

    adalah pernikahan yang memuaskan kedua belah pihak, saling berbagi aktifitas,

    bertukar pikiran, bahagia bersama dan bekerjasama. Pernikahan bukan sekedar

    menyatukan individu melalui lembaga resmi melainkan pindividu tersebut wajib saling

    mencintai, menghormati, setia dan saling membantu satu sama lainnya.

  • 9

    Defnisi kepuasan perkawinan bagi pasangan suami istri akan bersifat subjektif.

    Setelah menikah, individu mengalami banyak perubahan dan harus melakukan banyak

    penyesuaian diri terhadap pasangan, keluarga pasangan dan penyesuaian-penyesuaian

    lainnya. Penyesuaian ini kiranya perlu dilakukan agar kedua pasangan dapat merasa

    bahagia dan puas terhadap hubungan perkawinannya. Menurut Hughes dan Noppe

    (1985, dalam Rachmawati & Mastuti, 2013), kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh

    pasangan tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan perkawinannya tersebut

    sesuai dengan kebutuhan dan harapannya.

    Kepuasan perkawinan merupakan evaluasi suami istri terhadap hubungan

    perkawinannya yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri

    (Lemme, 1995). Hawkins (dalam Wismanto, 2004) berpendapat bahwa kepuasan

    perkawinan merupakan perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri,

    berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu perkawinan, seperti rasa bahagia,

    puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya yang

    bersifat individual.

    Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan

    Menurut Lauer (1990, dalam Myers dkk. 2004)komponen-komponen pasangan

    mencapai kepuasan pernikahan berikut:

    1. Mereka menikah dengan seseorang yang mereka suka,

    2. mereka memiliki komitmen terhadap seseorang serta pernikahan,

    3. mereka memiliki selera humor

    4. mereka mampu mencapai kesepakatan.

    Adapun 10 karakteristik pernikahan menurut Fenell (dalam Myers dkk. 2004),

    antara lain :

  • 10

    1. komitmen seumur hidup untuk menikah,

    2. kesetiaan kepada pasangan,

    3. nilai-nilai moral yang kuat,

    4. menghormati pasangan sebagai teman,

    5. komitmen terhadap kesetiaan seksual,

    6. keinginan untuk menjadi orangtua yang baik,

    7. iman dalam tuhan dan komitmen spiritual,

    8. keinginan untuk menyenangkan dan mendukung pasangan,

    9. teman yang baik untuk pasangan,

    10. kesediaan untuk memaafkan dan dimaafkan

    Snyder (dalam Wismanto, 2004) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan

    mencakup sebelas komponen, yaitu :

    1. konvensionalisasi yaitu kecenderungan seseorang untuk merubah penilaiannya

    terhadap pernikahan m ereka yang mengacu pada tujuan yang diinginkan oleh

    masyarakat.

    2. Kepuasan individu terhadap pernikahan secara umum.

    3. Kepuasan individu terhadap afeksi dan pengertian yang diberikan oleh pasangannya.

    4. Kerjasama pasangan untuk memecahkan masalah dan kemampuan menncari

    penyelesaian dalam perselisihan.

    5. Kesediaan dalam menggunakan waktu luang bersama.

    6. Kesepakatan dalam penggunaan uang dalam keluarga.

    7. Kepuasan dalam aktivitas seksual.

    8. Orientasi peran yang dipakai sebagai orang tua yaitu antara konvensional dan

    modern.

  • 11

    9. Kebahagiaan yang dialami dalam keluarga pada masa kecil.

    10. Kepuasan terhadap anak-anak sebagai hasil perkawinan.

    11. Konflik antar pasangan yang bersumber pada cara mendidik anak.

    Dari komponen kepuasan pernikahan tersebut diatas, Wismanto (2004) memilih

    komponen yang menekankan kepuasan yang dirasakan oleh masing-masing individu

    terhadap pasangannya dalam kehidupan pernikahan yaitu : (1) kepuasan pernikahan

    secara umum; (2) kepuasan terhadap afeksi dan pengertian yang diberkan oleh

    pasangan; (3) kerjasama dengan pasangan dalam memecahkan masalah; (4) kesediaan

    menggunakan waktu luang bersama; (5) kesepakatan penggunaan uang dalam keluarga;

    (6)kepuasan seksual; (7) konflik antar pasangan yang bersumber pada cara mendidik

    anak. Selanjutnya peneliti menggunakan komponen kepuasan pernikahan dari Snyder

    yang telah dimodifikasi oleh Wismanto (2004).

    Faktor Yang Memengaruhi Kepuasan Pernikahan

    Papalia dkk. (2007) berpendapat bahwa faktor – faktor yang memengaruhi

    kepuasan perkawinan antara lain adalah

    1. Usia saat menikah merupakan salah satu predikor utama. Orang yang menikah pada

    usia dua puluhan memiliki kesempatan lebih sukses dalam perkawinan, daripada

    yang menikah pada usia yang lebih muda,

    2. Latar belakang pendidikan dan penghasilan, karena pendidikan dan penghasilan

    adalah saling berhubungan, mereka yang berpendidikan tinggi pada umumnya

    berpenghasilan lebih tinggi dan memiliki cara berpikir yang lebih terbuka.

    3. Agama, dimana orang yang memandang agama sebagai hal yang penting, relatif

    jarang mengalami masalah perkawinan dibandingkan orang yang memandang

    agama sebagai hal yang tidak penting.

  • 12

    4. Dukungan emosional, kegagalan dalam perkawinan ini ada kemungkinan terjadi

    karena ketidakcocokan secara emosional dan tidak adanya dukungan emosional dari

    lingkungan,

    5. Perbedaan harapan, dimana perempuan cenderung lebih mementingkan ekspresi

    emosional dalam pernikahan, disisi lain suami cenderung puas jika istri mereka

    menyenangkan.

    6. Bagaimana menjadi orang tua

    Menurut Robinson dan Blanton (1993) menyebutkan beberapa elemen penting

    yang berperan penting dalam kepuasan suatu pernikahan, antara lain :

    1. Keintiman. Keintimanantara pasangan dalam pernikahan mencakup aspek fisik,

    emosional dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam keintiman adalah saling

    berbagi baik dalam minat, aktivitas, pikiran, perasaaan, nilai serta suka dan duka

    (Robinson & Blanton, 1993). Keintiman akan tercipta melalui keterlibatan pasangan

    dalam situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan. Selain itu, keintiman

    dapat ditingkatkan melalui kebersamaan, saling ketergantungan, dukungan dan

    perhatian. Walaupun memiliki tingkat keintiman yang tinggi bukan berarti pasangan

    selalu melakukan berbagai hal secara bersama. Suami atau istri juga berhak untuk

    melakukan aktivitas dan minat yang berbeda dengan pasangannya.

    2. Komitmen. Salah satu karakteristik kepuasan dalam pernikahan adalah komitmen

    terhadap pasangannya. Beberapa pasangan berkomitmen terhadap perkembangan

    hubungan pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri

    dengan pasangan, penyesuaian diri terhadap perbedaan satu sama lain,

    perkembangan pasangan, serta terhadap pengalaman dan situasi baru yang dialami

    pasangan.

  • 13

    3. Komunikasi.Mampu berkomunikasi dengan baik, pasangan dapat mengantisipasi

    kemungkinan terjadinya konflik dan dapat menyelesaikan kesulitan yang dialami.

    4. Kongruensi. Untuk mencapai kepuasan dalam pernikahan, pasangan harus memiliki

    kesesuaian dalam mempersepsi kekuatan dan kelemahan dari hubungannya.

    5. Keyakinan beragama. Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan

    beragama merupakan komponen penting dalam pernikahannya.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan

    yaitu (a) usia saat menikah, (b) latar belakang pendidikan dan penghasilan, (c)

    religiusitas, (d) dukungan emosional, (e) perbedaan harapan, (f) bagaimana menjadi

    orangtua, (g) keintiman, (h) komitmen, (i) komunikasi.

    KOMITMEN PERNIKAHAN

    Menurut Kamus Besar Indonesia (1997) komitmen adalah perjanjian/keterikatan

    untuk melakukan sesuatu. Komitmen sangat penting dalam menentukan apakah relasi

    laki-laki perempuan berlangsung atau tidak, apakah mereka puas atau tidak, apakah

    relasi berlangsung lama atau tidak.

    Ketika seseorang telah menentukan pasangannya dan mengikatkan diri pada suatu

    lembaga pernikahan, secara tidak langsung orang tersebut telah berkomitmen terhadap

    pilihannya sendiri. Seorang yang telah berkomitmen, memiliki kewajiban untuk tetap

    setia pada apa yang telah ia pilih. Latvala (2003, dalam Wismanto, 2004) menyatakan

    bahwa pernikahan yang bahagia melibatkan komitmen terhadap hubungan pernikahan

    tersebut.

    Menurut Brehm (2002) komitmen adalah niat untuk melanjutkan suatu relasi. Ada

    tiga macam komitmen yaitu komitmen yang didasari oleh atraksi dari suatu relasi,

  • 14

    komitmen yang mempertimbangkan cost apabila relasi ditinggalkan, dan komitmen

    yang didasari oleh kewajiban moral terhadap relasi.

    Lebih lanjut Baron dan Byrne (1997) serta Brehm (dalam Wismanto, 2004),

    menyatakan bahwa individu yang komit cenderung mengadopsi orientasi jangka

    panjang terhadap relasi mereka dan berpikir bahwa diri individu dan pasangannya

    adalah satu kesatuan. Mereka yang komit juga akan melindungi dan menjaga relasi

    mereka. Secara khusus Baron dan Byrne (1997) menyebut relasi pernikahan sebagai

    relasi jangka panjang.

    Tipe-Tipe Komitmen Penikahan

    Menurut Wismanto (2004) berdasarkan pendapat Weber dan Harvey (1994)

    menyimpulkan ada enam dimensi komitmen yaitu :

    1. Dimensi keuntungan dimasa yang akan datang : yaitu komitmen terhadap masa

    depan dari suatu relasi.

    2. Dimensi identifikasi terhadap relasi : komitmen berkembang dari status “saya”

    sebagai individu menjadi status “kami” sebagai hasil dari suatu relasi. Komitmen

    yang kuat akan mengidentifikasikan diri sebagai “kami” daripada “saya”.

    3. Dimensi relasi alternatif : komitmen yang semakin kuat akan menurunkan keinginan

    membangun relasi terhadap alternatif yang lain.

    4. Dimensi kekuatan usaha : komitmen terlihat dari usaha-usaha dalam berbagai

    bentuk, yang diberikan terhadap relasi. Komitmen yang kuat tampak dari usaha

    yang besar untuk memperkuat relasi.

    5. Dimensi investasi untuk relasi : pengeluaran-pengeluaran untuk relasi dapat

    dianggap sebagai inverstasi. Peningkatan investasi dalam suatu relasi menunjukkan

    peningkatan komitmen.

  • 15

    6. Dimensi tanggung jawab pribadi : individu yang memiliki komitmen semakin

    bertanggungjawab terhadap relasi, semakin terlibat terhadap relasi semakin loyal

    terhadap relasi.

    Hipotesis

    Berdasarkan tinjauan yang telah dijelaskan di atas, maka dirumuskan hipotesis

    penelitiannya adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen

    pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar

    kota.

    METODE PENELITIAN

    Variabel Penelitian

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Komitmen Pernikahan sedangkan

    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah adalah Kepuasan Pernikahan.

    Partisipan

    Partisipan dalam penelitian ini adalah 41 orang istri di kecamatan Tomohon Barat

    yang suaminya bekerja di luar kota. Penelitian menggunakan teknik purposive sampling

    yang kriterianya adalah istri-istri yang suaminya bekerja di luar kota.

    Alat Ukur Penelitian

    Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala KomitmenPernikahan dan

    skala KepuasanPernikahan. Skala Kepuasan Pernikahan menggunakan skala yang

    disusun oleh Wismanto (2004)yang terdiri dari aspek yaitu, kepuasan pernikahan secara

    umum, kepuasan terhadap afeksi atau perhatian yang diberikan oleh pasangan,

    kerjasama untuk memecahkan masalah atau kemampuan mencari penyelesaian,

  • 16

    penggunaan waktu luang bersama, kesepakatan dalam penggunaan uang, kepuasan

    dalam aktifitas seksual, konflik yang bersumber pada pendidikan anak. SedangkanSkala

    Komitmen Pernikahan juga menggunakan skala yang disusun oleh Wismanto (2004)

    yang terdiri dari 6 dimensi yaitu, keuntungan dimasa depan, identifikasi dalam relasi,

    alternatif relasi lain, kekuatan usaha, investasi untuk relasi, dan tanggung jawab pribadi

    Setiap skala terdiri atas dua item yaitu item favourable dan item unfavourable.

    Dalam masing-masing item disediakan empat pilihan jawaban, yaitu : Sangat Sesuai

    (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam item

    favourable skor yang diberikan adalah skor 4 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3

    untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk

    jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan pada item unfavourable diberikan Skor

    1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), Skor 2 untuk jawaban Sesuai (S), Skor 3 untuk

    jawaban Tidak Sesuai (TS) dan Skor 4 untuk Jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS).

    Prosedur Penelitian

    Pengumpulan data dilakukan di kota Tomohon khususnya di kecamatan

    Tomohon barat dengan partisipan 41 orang istri yang ditinggal suami mereka bekerja

    diluar kota. Pada bulan november 2014 peneliti meminta bantuan kepada ketua

    (koordinator) arisan istri-istri yang suaminya bekerja di luar kota untuk menjadi

    partisipan dalam penelitian. Setelah disetujui, akhirnya pada tanggal 21- 26 Maret 2015

    peneliti mulai melakukan penelitian secara individual dengan mendatangi rumah

    partisipan dan memberikan angket penelitian kepada partisipan. Selama peneliti

    melakukan penelitian dengan langsung mengunjungi dan bertemu dengan partisipan,

    kebanyakan partisipan menyambut hangat kedatangan peneliti. Tidak hanya

  • 17

    membagikan angket, peneliti juga diberi kesempatan untuk bercakap-cakap dengan

    partisipan terkait dengan hubungan partisipan dengan pasangan.

    Analisis Data

    Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel penelitian

    adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan

    dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0

    for windows.

    HASIL PENELITIAN

    Hasil Seleksi Item dan Reliabilitas Alat Ukur

    1. KomitmenPernikahan

    Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala

    komitmenpernikahanyang terdiri dari 17 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 2

    item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,478-0,811. Pengujian

    dilakukan tiga kali dan pada pengujian yang ketiga tidak ada lagi item yang gugur.

    Untuk teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan

    teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala

    komitmenpernikahansebesar 0,917.Hal ini berarti skala komitmenpernikahanreliabel.

    2. KepuasanPernikahan

    Perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala kepuasanpernikahan yang

    terdiri dari 27 item, diperoleh 23 item yang valid dengan koefisien korelasi item total

    bergerak antara 0,332-0,714, pengujian dilakukan sebanyak tiga kali dan pada pengujian

    yang ketiga tidak ada item yang gugur. Koefisien Alpha pada skala

    kepuasanpernikahan sebesar 0,905 yang artinya skala tersebut reliabel.

  • 18

    Hasil Penelitian

    Uji Deskriptif

    1. Variabel KomitmenPernikahan

    Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Komitmen Pernikahan

    No Interval Kategori Mean N Persentase

    1 48,75 ≤ x ≤ 60 SangatTinggi 16 39,02%

    2 37,5 ≤ x < 48,75 Tinggi 47,80 21 51,22%

    3 26,25 ≤ x < 37,5 Rendah 3 7,32%

    4 15 ≤ x < 26,25 SangatRendah 1 2,44%

    Jumlah 41 100%

    SD = 7,507Min = 22 Max = 58

    Keterangan: x = komitmenpernikahan

    Berdasarkan tabel kategorisasipengukuranskalakomitmenpernikahan di atas,

    dapat dilihat bahwa 21 subjek memiliki skor komitmen pernikahan yang berada pada

    kategori sangat tinggi dengan persentase 51,22%, 16 subjek memiliki skor komitmen

    pernikahan yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 39,02%, 3 subjek

    memiliki skor komitmen pernikahan yang berada pada kategori rendah dengan

    persentase 7,32%, dan 1 subjek memiliki skor komitmenpernikahan yang sangat

    rendah dengan persentase 2,44%. Berdasarkan rata-rata sebesar 47,80 dapat

    dikatakan bahwa rata-rata komitmen pernikahan subjek berada pada kategori tinggi.

    Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 22 sampai dengan

    skor maksimum sebesar 58 dengan standard deviasi 7,505.

  • 19

    2. Variabel Kepuasan Pernikahan

    Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Kepuasan Pernikahan

    No Interval Kategori Mean N Persentase

    1 74,75 ≤ x ≤ 92 SangatTinggi 17 41,46%

    2 57,5 ≤ x < 74,75 Tinggi 71,02 21 51,22%

    3 40,25 ≤ x < 57,5 Rendah 2 4,88%

    4 23 ≤ x < 40,25 SangatRendah 1 2,44%

    Jumlah 41 100%

    SD = 10,034 Min = 39 Max = 90

    Keterangan: x = Kepuasanpernikahan

    Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kepuasan pernikahan di atas,

    dapat dilihat bahwa 17 subjek yang memiliki skor kepuasan pernikahan yang berada

    pada kategori sangat tinggi dengan persentase 41,46%, 21 subjek memiliki skor

    kepuasan pernikahan yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 51,22%, 2

    subjek memiliki skor kepuasan pernikahan yang berada pada kategori rendah dengan

    persentase 4,88%, dan 1 subjek yang memiliki skor kepuasan pernikahan yang

    berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 2,44%. Berdasarkan rata-rata

    sebesar 71,02, dapat dikatakan bahwa rata-rata kepuasan pernikahan berada pada

    kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 39

    sampai dengan skor maksimum sebesar 90 dengan standard deviasi 10,034.

  • 20

    Uji Asumsi

    Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji

    normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

    Uji Normalitas

    Tabel Hasil Uji Normalitasantara

    KomitmenPernikahandenganKepuasanPernikahan

    One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

    Komitmen Kepuasan

    N 41 41

    Normal Parametersa Mean 47.80 71.02

    Std. Deviation 7.507 10.034

    Most Extreme

    Differences

    Absolute .137 .144

    Positive .087 .073

    Negative -.137 -.144

    Kolmogorov-Smirnov Z .875 .924

    Asymp. Sig. (2-tailed) .428 .360

    Pada skala komitmenpernikahandiperoleh hasil skor K-S-Z sebesar 0,875

    dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,428 (p>0,05). Sedangkan pada skor

    kepuasanpernikahan memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,924 dengan probabilitas (p) atau

    signifikansi sebesar 0,360.Dengan demikian kedua variabel memiliki distribusi yang

    normal.

  • 21

    Uji Linearitas

    Tabel Hasil Uji Lineritas antara

    KomitmenPernikahandenganKepuasanPernikahan

    ANOVA Table

    Sum of

    Squares df

    Mean

    Square F Sig.

    Kepuasan *

    Komitmen

    Between

    Groups

    (Combined) 3352.426 20 167.621 4.970 .000

    Linearity 2741.776 1 2741.776 81.292 .000

    Deviation from

    Linearity

    610.650 19 32.139 .953 .540

    Within Groups 674.550 20 33.727

    Total 4026.976 40

    Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,953 dengan signifikansi =

    0,540 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara komitmen pernikahan dan kepuasan

    pernikahan adalah linear.

  • 22

    Uji Hipotesis

    Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat dilihat pada tabel

    berikut:

    Tabel Hasil Uji Korelasi antara

    KomitmenPernikahandenganKepuasanPernikahan

    Correlations

    Komitmen Kepuasan

    Komitmen Pearson Correlation 1 .825**

    Sig. (1-tailed) .000

    N 41 41

    Kepuasan Pearson Correlation .825**

    1

    Sig. (1-tailed) .000

    N 41 41

    Hasil koefisien korelasi antara komitmen pernikahan dan kepuasan pernikahan,

    sebesar 0,825 dengan signifikansi = 0,00 (p

  • 23

    Hasil penelitian Rusbult, Drigotas dan Verette (dalam Wismanto, 2004)

    menyatakan bahwa tingkat kepuasan hubungan akan berpegaruh terhadap komitmen.

    Lebih lanjut dinyatakan bahwa semakin tinggi kepuasan yang dirasakan akan semakin

    tinggi pula komitmen untuk melanjutkan sebuah hubungan.

    Menurut Wismanto (2004), dalam penelitiannya mengenai modifikasi kepuasan

    pernikahan diketahui bahwa komitmen pernikahan mempengaruhi kepuasan pernikahan

    seseorang. Bukti adanya pengaruh kepuasan pernikahan terhadap komitmen pernikahan,

    berarti menghubungkan antara komitmen pernikahan istri menuju ke kepuasan

    pernikahan pasangan hidupnya. Hal ini semakin menguatkan teori-teori sebelumnya

    yang menyatakan bahwa komitmen adalah dasar utama dalam menjaga relasi

    pernikahan, seperti yang dinyatakan oleh Stafford dan Canary (dalam Wismanto, 2004)

    bahwa salah satu strategi menjaga relasi pernikahan adalah adanya assurance atau

    komitmen terhadap relasi suami dan istri. Hubungan antara suami dan istri adalah

    hubungan saling pengaruh mempengaruhi dan saling timbal balik. Wieselquist (dalam

    Wismanto, 2004) menyatakan bahwa interaksi pernikahan adalah mutual cyclical

    growth, yaitu (a) ketergantungan pada pasangan menumbuhkan komitmen yang kuat,

    (b) komitmen memunculkan perilaku-perilaku yang menjaga hubungan, (c) persepsi

    terhadap perilaku yang menjaga hubungan akan memperbesar kepercayaan pasangan,

    (d) rasa percaya memperbesar pasangan untuk tergantung pada hubungan mereka

    berdua. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Miller,

    Caughlin dan Houston (2003) yang meneliti selama tiga belas tahun terhadap 168

    pasangan pengantin baru dengan pengukuran sebanyak empat gelombang, bahwa

    kepuasan pernikahan tergantung pada pandangan masing-masing pihak terhadap

  • 24

    perilaku yang menunjukkan kasih sayang dari pihak lain. Relasi pernikahan adalah

    relasi yang timbal balik dari suami istri.

    Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya kepuasan pernikahan,

    komitmen pernikahan merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang

    mempengaruhi tinggi rendahnya kepuasan pernikahan (Latvala dkk, dalam Wismanto,

    2004). Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan komitmen pernikahan terhadap

    kepuasan pernikahan, komitmen pernikahan memberikan kontribusi sebesar 68,06% (r2)

    dan sebanyak 31,94% dipengaruhi faktor lain diluar komitmen pernikahan yang dapat

    berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Hal ini juga didukung dengan hasil

    wawancara lanjutan yang dilakukan penulis terhadap beberapa subjek bahwa meskipun

    mereka ditinggal pergi suami bekerja diluar kota mereka tetap menjaga komitmen

    dengan alasan suami tetap memberi nafkah dan jaminan masa depan dalam bentuk

    materi terhadap keluarga. Selain itu juga, mereka tetap menjalin komunikasi setiap hari

    melalui media telekomunikasi sehingga jarak tidak menjadi penghalang.

    Dari uraian diatas, penulis dapat mengatakan bahwa semakin tinggi komitmen

    pernikahan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan pernikahan. Hal ini

    terlihat dari hasil kajian penelitian diatas, bahwa antara komitmen pernikahan dengan

    kepuasan pernikahan memiliki hubungan yang positif signifikan. Berdasarkan analisis

    deskriptif dalam penelitian ini diperoleh data bahwa komitmen pernikahan istri sebesar

    51,22% partisipan berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya

    komitmen pernikahan istri yang ditinggal suaminya bekerja di luar kota. Begitu juga

    dengan data kepuasan pernikahan istri diperoleh sebesar 51,22% partisipan berada pada

    kategori tinggi pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa istri yang ditinggal suaminya

    bekerja diluar kota memiliki tingkat kepuasan yang tergolong tinggi.

  • 25

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen pernikahan

    memberikan kontribusi terhadap kepuasan pernikahan, sehingga nampak jelas bahwa

    komitmen pernikahan mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan kepuasan

    pernikahan.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara komitmen pernikahan

    dengan kepuasan pernikahan istri yang ditinggal suami bekerja diluar kota, diperoleh

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Ada hubungan positif signifikansi antara komitmen pernikahan dengan kepuasan

    pernikahan pada istri yang ditinggal suami bekerja di luar kota yang berarti semakin

    tinggi komitmen pernikahan istri maka semakin tinggi pula kepuasan

    pernikahannya. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.

    2. Besarnya sumbangan efektif komitmen pernikahan sebesar 68,06%. Hal ini

    menunjukkan bahwa komitmen pernikahan merupakan salah satu faktor yang besar

    pengaruhnya terhadap kepuasan pernikahan.

    3. Sebagian sebesar partisipan (51,22%) komitmen pernikahannya berada pada

    kategori tinggi, dan kepuasan pernikahan partisipan juga berada pada kategori

    tinggi pula (51,22%). Hal ini berarti komitmen pernikahan dan kepuasan

    pernikahan partisipan berada pada kategori yang sama yaitu tinggi.

  • 26

    Saran

    Berdasarkan pada hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka penulis

    menyarankan hal-hal sebagai berikut:

    1. Bagi istri. Kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh interaksi antara suami dan istri

    (pasangan). Komitmen pernikahan adalah dasar dari sebuah hubungan dalam

    pernikahan. Apabila komitmen pernikahan tinggi maka kepuasan dalam pernikahan

    pun akan tinggi.

    2. Bagi peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini menunjukkan masih ada 31,94%

    faktor lain diluar komitmen pernikahan yang mempengaruhi kepuasan pernikahan

    seperti faktor usia menikah, religiusitas dan lainnya.

  • 27

    Daftar pustaka

    Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

    Baron, R.A., and Byrne, D., 1997. Social Psychology. Needhams Heights, MA : Allyn

    and Bacon.

    Brehm, S.S, R.S., Perlman, D. and Campbell, S.M., 2002. Intimate Relationship. New

    York : Mc.Graw Hill Companies, Inc.

    Grandon, R. J., Myers, E. J., Hattie, A. J. (2004). The Relationship Between Marital

    Characteristics, Marital Interaction Processes, and Marital Satisfaction. Journal of

    Counseling and Development. 82, 59-68.

    Hess, J. 2008. Marital Satisfaction and Parental Stress. Logan, Utah: Utah State

    University.

    Johnson, P. M., Caughlin, P. J., & Huston, L.T (1999). The Triparte Nature of Marital

    Commitment : Personal, Moral, and Structural Reason to Stay Married. Journal of

    marriage and The Family, 61, 160-177.

    Myers, J. E., Madathil J., & Tingle, R. Lynne (2005). Marriage Satisfaction and

    Wellness in India and the United States: A Preminary Comparison of Arranged

    Marriages and Marriages of Choice. Journal of Counseling & Development. 83,

    183-190.

    Papalia, Diane E., Olds, Sally W., Feldman, Ruth D. (2007). Human development,

    10thed. New York: McGraw Hill.

    Rachmawati, D., & Mastuti, E. (2013). Perbedaan tingkat kepuasan perkawinan ditinjau

    dari tingkat penyesuaian perkawinan pada istri brigif 1 marinir TNI-AL yang

    menjalani long distance marriage. Jurnal Pendidikan dan Perkembangan, 02 (01),

    1-8.

    Robinson, L. C., & Blanton, P.W. (1993). Marital strengths in enduring marriages.

    Family Relations, 42, 38-45

    Rusbult, C. E., Martz, J. M., & Agnew, C. R. (1998). The investment model scale:

    Measuring commitment level, satisfaction level, quality of alternatives, and

    investment size. Personal Relationships, 5, 357-391.

    Schwartz, Samantha . (2007). The relationship between love and marital satisfactionin

    arranged and romantic Jewish couples.

    Snyder, D.K., 1981. Marital Satisfaction Inventory.retrieved

    fromhttp://www.nnfr.org/eval/bib-ins/snyder.html

    Wismanto, YB. 2004. Kepuasan Perkawinan :Ditinjau dari Komitmen

    Perkawinan,Kesediaan Berkurban, Penyesuaian Diadik, Kesetaraan Pertukaran dan

    Persepsi terhadap Perilaku Pasangan. Disertasi. Yogyakarta : Program

    Pascasarjana-Universitas Gadjah Mada.

    http://www.nnfr.org/eval/bib-ins/snyder.html