Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN
KEHARMONISAN KELUARGA PADA PARA CALON TENAGA
KERJA WANITA
OLEH
IVANA DAMAYANTI
802011048
TUGAS AKHIR
Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN
KEHARMONISAN KELUARGA PADA PARA CALON TENAGA
KERJA WANITA
Ivana Damayanti
Chr. Hari. Soetjiningsih.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dengan
keharmonisan keluarga pada para calon tenaga kerja wanita. Salah satu yang membuat
ketidakharmonisan dalam keluarga adalah masalah penyesuaian diri, penyesuaian diri
yang baik akan membuat keluarga harmonis dan penyesuaian diri yang buruk bisa
menimbulkan konflik yang berujung perceraian. Subjek penelitian adalah 60 orang
tenaga kerja wanita.Penelitian ini menggunakan Skala Keharmonisan Keluargadan
Skala Penyesuaian Diri dengan 12 item valid pada Skala Keharmonisan Keluarga dan
25 item valid pada Skala Penyesuaian Diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan positif signifikan antara variabel keharmonisan keluarga dengan penyesuaian
diri yang ditunjukkan dengan skor korelasi rxy = 0,513 dengan p= 0,000 (p
ii
Abstract
This research aims to knowing relationship between adjustment with family harmony on
the women workers. One that makes disharmony in family is adjustment problem, good
adjustment will makes harmony family and bad adjustment can create the conflict led to
divorce. The subjects of the research is 60 women workers. This research we family
harmony scale and adjustment scale, with 12 valid aitem in family harmony scale and
25 valid aitem in adjustment scale. The result indicate that there is a significant
possitive relationship between variable family harmony with adjustment shown with
corelation score rxy = 0,513 dengan p= 0,000 (p
1
PENDAHULUAN
Menjadi seorang TKW merupakan sebuah fenomena yang biasa terjadi di
beberapa wilayah di Indonesia khususnya wilayah pedesaan. TKW sendiri adalah
sebutan untuk wanita yang bekerja di luar negeri (seperti Hongkong, Taiwan,
Singapura, Malaysia, Arab, dll). Berbagai alasan pun muncul mulai dari ingin
mendapatkan penghidupan yang layak, tidak memiliki pekerjaan di kampung halaman,
mencari modal usaha, penghasilan di luar negeri lebih besar dibandingkan di negara
sendiri, kondisi perekonomian yang terpuruk dan alasan lain yang sering dikemukakan
adalah ketidakharmonisan hubungan rumah tangga.
Banyak kasus terjadi akibat bekerjanya istri di luar negeri sebagai TKW, salah
satunya adalah kasus di Desa Paciran, Lamongan, Jawa Timur yang melaporkan bahwa
berdasarkan data dari KUA setempat antara tahun 2000 sampai 2003 angka perceraian
rata-rata bertambah dua kali lipat dibandingkan kurun waktu sebelumnya. Data ini
menunjukkan, hampir 60 persen kasus perceraian diakibatkan pengaruh TKI yang
bekerja di luar negeri. Faktor penyebabnya antara lain persoalan ekonomi,
perselingkuhan, pengaruh dukungan sosial dari pihak luar, atau menikah diam-diam di
bawah tangan. Kasus tersebut mengungkapkan bahwa hampir 75 persen penyebab
perceraian pada keluarga TKI/TKW adalah perselingkuhan, suami menikah lagi dengan
perempuan lain, dan hamil dari suami yang tidak jelas keberadaannya (Republika dalam
Herien dan Shely, 2011). Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
Fauzi (2014) dalam skripsinya diperoleh kesimpulan tingginya angka perceraian
pasangan TKI di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep secara umum disebabkan
oleh tidak terpenuhinya kebutuhan biologis atau hasrat seksual antara masing - masing
2
pasangan suami istri selama mereka berjauhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan biologis
tersebut banyak berujung kepada perselingkuhan bagi pasangan yang tidak
setia.Masalah-masalah atau konflik pernikahan yang tidak selesai biasanya berakhir
dengan perceraiandan perceraian merupakan gambaran dari ketidakharmonisan dalam
keluarga.
Berdasarkan wawancara singkat pada bulan Februari 2015, alasan yang
dikemukakan oleh beberapa wanita yaitu 3 orang yang memutuskan untuk menjadi
TKW disalah satu PJTKI di Ungaran adalah karena hubungan keluarganya khususnya
dengan suami tidak harmonis disebabkan suami memiliki wanita simpanan lain, suami
tidak menafkahi, dan bahkan suami pergi dari rumah dan berdasarkan wawancara
singkat dengan salah satu pengurus PJTKI tersebut mengatakan bahwa para calon TKW
mengalami kesulitan ekonomi dan berbagai permasalahan rumah tangga yang membuat
para calon TKW harus mencari modal untuk penghidupan yang layak bersama anak-
anaknya. Daradjat (1994) mengemukakan bahwa keluarga harmonis adalah keluarga
dimana setiap anggotanya menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing, terjalin
kasih sayang, saling pengertian, komunikasi dan kerjasama yang baik antara anggota
keluarga.
Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap keluarga. Berbagai upaya
dilakukan oleh anggota keluarga khususnya antara suami dan istri untuk mencapai
keluarga yang harmonis. Gunarsa dan Gunarsa (2003), menyatakan sebuah keluarga
disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh
berkurangnya ketegangan, kekecewaan, serta puas terhadap seluruh keadaan dan
keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental,
emosi dan sosial seluruh anggota keluarga. Keharmonisan keluarga berkaitan dengan
3
suasana hubungan perkawinan yang bahagia dan serasi. Dalam kehidupan nyata, tidak
semua keluarga dapat tercipta secara harmonis seperti yang dibayangkan banyak orang.
Banyak keluarga yang tidak harmonis dan juga tidak dapat mempertahankan hubungan
perkawinan dan berakhir dengan perceraian. Ketidakharmonisan dalam keluarga juga
menjadi salah satu faktor pendorong para wanita untuk bekerja di luar negeri dan
menjadi TKW.
Menurut Lam, dkk.(2012), keharmonisan keluarga adalah situasi dimana antara
anggota keluarga bahagia, adanya sikap saling peduli, saling mendukung, dan
kurangnya konflik yang terjadi. Keharmonisan keluarga memerlukan empat komponen:
komunikasi, waktu bersama keluarga, saling menghormati dankurangnyakonflik.
Keharmonisan keluarga muncul sebagai elemen inti fungsi keluarga, kontribusi unik
untuk kebahagiaan keluarga dan kesehatan. Tanpa harmoni tidak mungkin memiliki
keluarga yang bahagia dan sehat.
Berbagai permasalahan dalam keluarga akan muncul pada para calon TKW dan
anggota keluarga lainnya khususnya suami. Sebagai seorang calon TKW, mereka akan
meninggalkan keluarganya untuk menempuh pendidikan bahasa dan selanjutnya akan
pergi ke negara tujuannya. Hal tersebut tentu akan menimbulkan konflik dalam keluarga
dan rumah tangganya. Komunikasi bersama anak apalagi suami menjadi semakin
berkurang, waktu bersama keluarga pun semakin terbatas bahkan tidak ada lagi. waktu
bersama keluarga adalah pusat keluarga yang harmonis dan bahagia. Kurangnya waktu
bersama keluarga menyebabkan komunikasi antar anggota keluarga menurun dan
memunculkan konflik yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Adanya
permasalahan-permasalahan yang muncul dalam keluarga, membuat calon TKW
melakukan penyesuaian diri untuk senantiasa membuat keluarganya harmonis.
4
Penyesuaian diri tersebut meliputi penyesuaian diri terhadap perubahan diri sendiri,
perubahan diri pada suami maupun istri, dan perubahan-perubahan diluar keluarga yang
dapat meningkatkan keharmonisan keluarga.
Harber dan Runyon (1984) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan
proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu agar dari
pengubahan tingkah laku tersebut dapat terjadi hubungan yang lebih sesuai antara
individu dan lingkungan. Penyesuaian diri merupakan masalah penting bagi setiap
pasangan suami istri, karena keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri ini dapat
mempengaruhi keharmonisan dalam keluarga.
Schneiders (1960) menyatakan penyesuaian diri adalah usaha yang mencakup
respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu
mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga
tercapai keselarasan dan keharmonisan dengan diri atau lingkungannya. Konflik dan
frustrasi muncul karena individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan masalah yang
timbul pada dirinya. Hal tersebut juga diperkuat dalam skripsi Nur Erlinasari (2012)
bahwa penyesuaian diri yang baik mampu membentuk keharmonisan keluarga dan juga
dalam skripsi dari Sutiah (2007) yang menyebutkan bahwa kemampuan menyesuaikan
diri pasutri mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, semakin tinggi
kemampuan menyesuaikan diri pasutri maka semakin mudah mencapai keluarga
sakinah (keluarga bahagia atau harmonis) begitu juga semakin rendah kemampuan
menyesuaikan diri pasutri semakin sulit mewujudkan keluarga sakinah.
Banyaknya permasalahan atau konflik yang akan dihadapi oleh pasangan suami
istri dalam suatu ikatan pernikahan untuk menuju pada keluarga yang sejahtera dan
harmonis. Menurut Gunarsa (2003), permasalahan dalam rumah tangga yang sering
5
timbul bersumber pada masalah kesulitan mencapai kesesuaian. Keadaan-keadaan
maupun pribadi-pribadi terus-menerus mengalami pengolahan yang mengakibatkan
perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan ini menuntut penyesuaian terus-menerus
dari pribadi-pribadi. Apabila pribadi-pribadi tidak dapat mengikuti perubahan di luar
dirinya maka akan terjadi jarak perbedaan yang menimbulkan persoalan-persoalan. Jadi,
akhirnya banyak permasalahan dapat dikembalikan ke permasalahan pokok yakni
masalah penyesuaian diri. Dengan teratasinya perbedaan-perbedaan, tinggallah usaha
penyesuaian diri yang perlu dilaksanakan dari hari ke hari untuk mencapai kesesuaian-
kesesuaian demi terbinanya kesatuan suami isteri. Apalagi bagi para calon tenaga kerja
wanita, keputusan untuk bekerja diluar negeri akan menimbulkan perubahan-perubahan
dan perbedaan-perbedaan yang menimbulkan suatu permasalahan dalam pernikahanya.
Penyesuaian diri yang berhasil akan menuju kepada keharmonisan keluarga, begitu juga
sebaliknya pasangan yang tidak berhasil melakukan penyesuaian diri akan timbul
konflik yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangganya.
Penelitian tentang penyesuaian diri dengan keharmonisan keluarga masih belum
banyak diteliti. Ada penelitian yang serupa tentang penyesuaian diri dengan
keharmonisan keluarga namun dengan subyek yang berbeda, yaitu siswa.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri dengan keharmonisan keluarga
para calon tenaga kerja wanita (TKW)?
6
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan dari penelitian yaitu :
Mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dengan keharmonisan keluarga
para calon tenaga kerja wanita (TKW).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi
1. Universitas Kristen Satya Wacana fakultas Psikologi
Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian
selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan
tentang hubungan antara penyesuaian diri dengan keharmonisan keluarga para
calon tenaga kerja wanita (TKW).
2. Bagi para TKW
Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan
keharmonisan keluarga dan penyesuaian diri sebagai TKW.
TINJAUAN PUSTAKA
Keharmonisan Keluarga
Keharmonisan keluarga adalah situasi dimana antara anggota keluarga bahagia,
adanya sikap saling peduli, saling mendukung, dan kurangnya konflik yang terjadi (Lam
dkk.,2012).
7
1. Aspek – aspek keharmonisan keluarga
Menurut Lam, dkk.(2012), keharmonisan keluarga memiliki empat komponen
yaitu:
a. Komunikasi
Adanya kesempatan dan keinginan untuk berhubungan atau berkomunikasi antar
anggota keluarga dan bersikap secara proaktif dalam berkomunikasi satu sama
lain. Komunikasi, khususnya interaksi antara anggota keluarga melalui waktu
keluarga dan ekspresi verbal langsung adalah yang secara umum diperlukan
untuk keharmonisan keluarga. komunikasi yang efektif merupakan elemen
penting untuk keharmonisan keluarga. ketidakmampuan mereka untuk terlibat
langsung dalam komunikasi verbal dengan anggota keluarga karena rasa
kegelisahan tentang memulai percakapan dengan anggota keluarga mereka.
Juga adanya kenginan untuk saling mengerti atau memahami meski terdapat
perbedaan pendapat.
b. Saling menghormati
Beberapa elemen menunjukkan bahwa timbal balik hubungan saling
menghormati adalah dasar yang baik dalam hubungan intra-keluarga. Saling
menghormati juga mempengaruhi keharmonisan keluarga dan kesehatan. Hal ini
tercipta oleh adanya sikap saling menghormati dengan nilai-nilai atau ketetapan
yang disepakati bersama. Dalam keluarga harmonis, antar anggota keluarga juga
perlu bertenggang-rasa satu sama lain dan tidak bersikeras dengan pandangan
pribadi serta mampu menerima pandangan orang lain.
8
c. Kurangnya konflik
saat adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga, kurang atau tidak
adanya konflik merupakan salah satu faktor penting untuk mempertahankan
keluarga yang harmonis. Menunjukkan sikap yang peduli antar anggota keluarga
juga merupakan hal yang perlu dilakukan.
d. Memiliki waktu untuk keluarga
salah satu faktor yang penting untuk menciptakan keluarga yang harmonis
adalah adanya waktu untuk berkumpul dan menghabiskan waktu bersam
keluarga.Kurangnya waktu bersama keluarga membuat komunikasi antar
anggota keluarga menurun dan memunculkan konflik yang menyebabkan
ketidakharmonisan dalam keluarga.
2. Ciri – ciri keluarga harmonis
Menurut Sahli (dalam Caritas, 2010), keluarga dikatakan harmonis jika terdapat ciri-
ciri sebagai berikut :
a. Iman yang kuat
Rasa keimanan ini akan menentukan perilaku manusia menuju pada kebaikan,
yang ditandai adanya ketabahan dan mensyukuri karunia Tuhan. Kekuatan iman
seseorang tentu berpengaruh terhadap kadar kebahagiaan hidupnya di dalam
berumah tangga.
b. Memiliki sikap kedewasaan
Seseorang yang memiliki sikap kedewasaan dalam menghadapi setiap persoalan
keluarga selalu menggunakan pertimbangan yang bijaksana, mampu berpikir
logis, sabar ketika tertimpa bencana, dan mampu mengendalikan diri.
9
c. Mempunyai rasa tanggung jawab
Suami istri yang bertanggung jawab tentu akan melaksanakan tugasnya dengan
baik. Rumah tangga akan berjalan dengan lancar jika keduanya benar–benar
melaksanakan kewajibannya dengan baik yang didasari oleh rasa tanggung
jawab.
d. Adanya saling pengertian
Persoalan-persoalan yang terjadi dalam keluarga yang biasa menimbulkan
percekcokan akan dapat teratasi jika keduanya saling menyadari untuk
menanamkan saling pengertian.
e. Menerima kenyataan dengan ikhlas
Dalam keluarga, setiap orang menghendaki hidup yang baik, layak, dan
tercukupi segalanya. Bila semua itu tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka
tidak terjadi saling menyalahkan antara satu dengan yang lain, namun mau
menerima kenyataan tersebut dengan ikhlas.
f. Saling memaafkan
Setiap perselisihan yang terjadi dalam keluarga tidak dibiarkan terus berlarut-
larut, tetapi diselesaikan dengan baik dan saling memaafkan. Dalam hal ini harus
ada satu yang mengalah.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga :
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2003), ada 7 faktor yang mempengaruhi terciptanya
keluarga yang harmonis, yaitu:
10
a. Perhatian
Perhatian terhadap kejadian dan peristiwa didalam keluarga yang berarti
mengikuti dan memperhatikan seluruh perkembangan yang terjadi dalamnya.
b. Pengetahuan
Dalam keluarga, suami dan istri harus menambah pengetahuan tanpa henti-
hentinya. Di luar rumah mereka harus dapat menarik pelajaran dan inti dari
segala yang dilihat dan dialaminya.
c. Pengenalan diri
Pengetahuan yang berkembang terus sepanjang hidup dapat mewujudkan usaha
pengenalan diri. Pengenalan diri yang baik akan memupuk pengertian terhadap
diri sendiri, pasangan, maupun anggota keluarga yang lainnya.
d. Pengertian
Memberi pengertian terhadap setiap anggota keluarga dimaksudkan agar dapat
lebih cepat mengungkap dan mengatasi masalah dalam keluarga.
e. Sikap menerima
Sikap menerima terhadap kekurangan sangat diperlukan agar tidak menimbulkan
kekesalan. Kekecewaan yang disebabkan kegagalan dan tidak tercapainya
harapan dapat merusak suasana keluarga.
f. Peningkatan usaha
Peningkatan usaha diperlukan supaya tidak terjadi keadaan yang statis dan
membosankan. Peningkatan usaha disesuaikan dengan setiap kemampuan, baik
materi dan pribadinya sendiri maupun kondisi lainnya.
11
g. Penyesuaian diri
Penyesuaian diri terhadap perubahan diri sendiri, perubahan diri pada suami
maupun istri, dan perubahan-perubahan diluar keluarga dapat meningkatkan
keharmonisan keluarga.
Menurut Freudinger (dalam Hendro, 2010), terwujudnya keluarga harmonis
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : komunikasi interpersonal, tingkat ekonomi
keluarga, pola asuh orang tua dan ukuran keluarga. Sementara itu menurut Mappiare
(dalam Caritas 2007) berpendapat bahwa ada beberapa faktor-faktor untuk membina
keluarga yang harmonis, yaitu : latar belakang masa kanak-kanak, usia pada waktu
menikah, kesiapan jabatan pekerjaan, kematangan emosional, minat-minat dan nilai-
nilai yang dianut, masa pertunangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keharmonisan keluarga adalah masalah-masalah yang menyangkut
kematang emosi, perhatian, pengetahuan, masalah sosial, komunikasi interpersonal,
pola asuh, tingkat ekonomi, usia pada waktu menikah karena usia pada waktu menikah
ini menyangkut juga dalam masalah pengenalan diri dan penyesuaian diri.
Penyesuaian Diri
Schneiders (1960) menyatakan penyesuaian diri adalah usaha yang mencakup
respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu
mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga
tercapai keselarasan dan keharmonisan dengan diri atau lingkungannya. Konflik dan
frustrasi muncul karena individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan masalah yang
timbul pada dirinya.
12
Karakteristik penyesuaian diri menurut Schneiders (1960) adalah:
a. Ketiadaan emosi yang berlebihan
Penyesuaian yang normal dapat diidentifikasi dengan tidak ditemukannya emosi
yang berlebihan. Adanya kontrol emosi membuat individu mampu berpikir
jernih terhadap masalah yang dihadapinya dan memecahan masalah dengan cara
yang sesuai. Ketiadaan emosi tidak berarti mengindikasikan abnormalitas tapi
merupakan kontrol dari emosi.
b. Ketiadaan mekanisme psikologis.
Ketika usaha yang dilakukan gagal, individu mengakui kegagalannya dan
berusaha mendapatkannya lagi merupakan penyesuaian diri yang baik
dibandingkan melakukan mekanisme seperti rasionalisasi, proyeksi, kompensasi.
Individu dengan penyesuaian diri yang buruk berusaha melakukan rasionalisasi
dengan menimpakan kesalahan pada orang lain.
c. Ketiadaan perasaan frustrasi pribadi
Penyesuaian yang baik terbebas dari perasaan frustrasi pribadi. Perasaan
frustrasi membuat sulit bereaksi normal terhadap masalah. Individu yang merasa
frustrasi akan mengganti reaksi normal dengan mekanisme psikologis atau
reaksi lain yang sulit dalam menyesuaikan diri seperti sering marah tanpa sebab
ketika bergaul dengan orang lain.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri (self-direction)
Karakteristik menonjol dari penyesuaian normal adalah pertimbangan rasional
dan kemampuan mengarahkan diri. Karakteristik ini dipakai dalam tingkahlaku
sehari - hari untuk mengatasi masalah ekonomi, hubungan sosial, kesulitan
perkawinan. Kemampuan individu menghadapi masalah, konflik, frustrasi
13
menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dan mampu mengarahkan
diri dalam tingkah laku yang sesuai mengakibatkan penyesuaian normal.
e. Kemampuan untuk belajar
Penyesuaian normal dikarakteristikkan dengan belajar terus - menerus dalam
memecahkan masalah yang penuh dengan konflik, frustrasi atau stress.
f. Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu
Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu merupakan usaha individu
untuk belajar dalam menghadapi masalah.
g. Sikap realistik dan objektif
Sikap realistik dan objektif berkenaan dengan orientasi individu terhadap
kenyataaan, mampu menerima kenyataan yang dialami tanpa konflik dan
melihatnya secara objektif. Sikap realistik dan objektif berdasarkan pada belajar,
pengalaman masa lalu, pertimbangan rasional, dapat menghargai situasi dan
masalah.
Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dengan Keharmonisan Keluarga
Keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap keluarga. Salah satu cara
untuk mewujudkan keluarga yang harmonis adalah dengan melakukan penyesuaian diri.
Dalam sebuah keluarga, penyesuaian diri sangatlah penting untuk dilakukan seperti
penyesuaian terhadap diri sendiri, penyesuaian terhadap perubahan diri pada suami
maupun istri, dan penyesuaian diri pada perubahan-perubahan diluar keluarga.
Perceraian merupakan gambaran dari ketidakharmonisan keluarga. Salah satu penyebab
utama kasus perceraian adalah tidak adanya keharmonisan keluarga karena kurangnya
penyesuaian diri. Ciri- ciri keluarga yang harmonis menurut Suardiman (1990) yaitu,
suami istri saling membina perkawinan, masing-masing anggota keluarga selalu dapat
14
mengendalikan tuntutan yang bersifat egois, adanya kemauan yang kuat untuk belajar
mengenal hak dan kewajiban. Menurut Suprapti (1999), untuk menjaga keharmonisan
keluarga memerlukan pengenalan diri yang terlibat didalamnya, yaitu adanya saling
pengertian, saling mengekspresikan kebutuhan afeksi secara bebas tanpa tekanan atau
terhambat oleh gengsi, menghargai hak pribadi masing-masing pihak sehingga masing-
masing pihak tidak berusaha melanggarnya, saling mendukung dan melengkapi akan
kekuatan dan kemampuan yang dimiliki setiap anggota keluarga, adanya kemandirian
masing-masing pihak, adanya pemecahan masalah atau solusi terbaik untuk mencapai
tujuan masing-masing pihak, menyatukan nilai-nilai kehidupan yang dianut masing-
masing pihak agar tidak menjadi sumber konflik. Sehingga, penyesuaian yang baik akan
meningkatkan keharmonisan dalam keluarga begitu juga dengan penyesuaian diri yang
buruk akan menimbulkan banyak konflik dan membuat ketidakharmonisan dalam
keluarga.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif
signifikan antara penyesuaian diri dengan keharmonisan keluarga pada tenaga kerja
wanita. Makin tinggi penyesuaian diri yang dilakukan, makin tinggi keharmonisan
keluarganya.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Ada dua metode penelitian yang dapat digunakan untuk mendapatkan data
penelitian yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dalam penelitian ini
15
menggunakan metode kuantitatif yaitu metode yang menggunakan analisis statistik
berupa angka-angka untuk mengambil keputusan, menginterpretasi data, dan
mengambil sebuah kesimpulan.
Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu :
a. Variabel tergantung : keharmonisan keluarga
b. Variabel bebas : penyesuaian diri
Definisi Operasional
Keharmonisan keluarga adalah keharmonisan keluarga adalah situasi dimana
antara anggota keluarga bahagia, adanya sikap saling peduli, saling mendukung, dan
kurangnya konflik yang terjadi (Lam dkk., 2012).
Partisipan penelitian
Partisipan penelitian dalam hal ini adalah para calon tenaga kerja wanita yang telah
menikah yang berjumlah 60 orang. Pemilihan sampel diambil berdasarkan hasil survei
dan wawancara yang memiliki kriteria adalah tenaga kerja wanita yang telah menikah.
Usia, jumlah anak, lama pernikahan, dan berapa kali menjadi TKW adalah informasi
yang digunakan sebagai data diri. Teknik pengambilan sampel didapatkan dengan
menggunakan teknik Snowball Sampling dimana peneliti memperoleh informasi dari
satu orang yaitu salah satu pegawai yang bekerja di PJTKI, kemudian dari calon TKW
di salah satu PJTKI ungaran, sehingga didapatkan partisipan dari beberapa calon TKW
yang belum masuk tempat penampungan, beberapa calon TKW dari salah satu PJTKI
di Ungaran dan Kendal.
16
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
skala. Skala dalam penelitian ini bersifat tertutup, yaitu subyek diminta memilih satu
dari beberapa jawaban yang telah ada. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Skala Keharmonisan Keluarga dan Skala Penyesuaian Diri.
Skala Keharmonisan Keluarga yang dibuat berdasarkan aspek-aspek
keharmonisan keluarga dari Lam dkk.(2012), yang terdiri dari aspek komunikasi, saling
menghormati, kurangnya konflik, dan memiliki waktu untuk keluarga. Skala
Keharmonisan Keluarga ini disusun dalam 25 aitem pernyataan dalam bentuk skala
Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS) dengan nilai 4, Sesuai
(S) dengan nilai 3, Tidak Sesuai (TS) dengan nilai 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS)
dengan nilai 1. Berdasarkan perhitungan daya beda aitem diketahui bahwa 12 aitem
bertahan dan 13 aitem gugur. Perhitungan reliabilitas menunjukkan koefisien alpha
cronbach sebesar 0,802 yang berarti alat ini tergolong reliabel.
Skala Penyesuaian Diri dimana skala ini dibuat berdasarkan aspek-aspek
Penyesuaian Diri dari Schneiders (1999) yaitu ketiadaan emosi yang berlebihan,
ketiadaan mekanisme psikologis, ketiadaan mekanisme psikologis, ketiadaan perasaan
frustasi pribadi, pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri (self-
direction), kemampuan untuk belajar, kemampuan menggunakan pengalaman masalalu,
sikap realistik dan objektif. Skala Penyesuaian Diri ini disusun dalam 40 aitem
pernyataan dalam bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat
Sesuai (SS) dengan nilai 4, Sesuai (S) dengan nilai 3, Tidak Sesuai (TS) dengan nilai 2,
dan Sangat Tidak Sesuai (STS) dengan nilai 1. Berdasarkan perhitungan daya beda
17
aitem diketahui bahwa 25 aitem bertahan dan 15 aitem gugur. Perhitungan reliabilitas
menunjukkan koefisien alpha cronbach sebesar 0,871 yang berarti alat ini tergolong
reliabel.
Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai
tanggal 2 Mei 2015 hingga 18 Mei 2015 dengan cara penulis langsung mendatangi
PJTKI Ungaran dan Kendal serta mencari para tenaga kerja wanita yang telah menikah
yang belum masuk tempat penampungan. Berdasarkan hasil pengumpulan data
didapatkan partisispan sebanyak 60 orang calon tenaga kerja wanita. Data yang
diperoleh dalam penelitian ini kemudian diolah menggunakan bantuan program
komputer SPSS 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Variabel keharmonisan keluarga mempunyai 25 item dengan 12 item valid
dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan
adanya skor tertinggi yaitu 47 dan skor terendahnya adalah 32. Sedangkan penyesuaian
diri mempunyai 40 item dengan 25 item valid dengan pemberian skor antara 1 sampai
4, sehingga dalam pembagiannya ditemukan adanya skor tertinggi yaitu 97 dan skor
terendahnya adalah 63.
18
Dalam penelitian ini akan dibuat sebanyak 4 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi,
rendah, dan sangat rendah. Rumus untuk mencari interval yang digunakan untuk
menentukan kategori tersebut yaitu:
Skor total tertinggi – skor total terendah
Interval =
4 ( Empat ) Kategori
Keharmonisan Keluarga
Berdasarkan jumlah item valid skala keharmonisan keluarga yaitu 12 aitem
dengan rentang nilai 1 – 4 dan dibuat dalam empat kategori, diperoleh intervalnya 9
interval, maka kategorisasinya sebagai berikut :
Table 1.1 Kategorisasi pengukuran Skala Keharmonisan Keluarga
NO INTERVAL KATEGORI N MEAN PERSENTASE
1 39 < x ≤ 48 Sangat Tinggi 34 39,92 56,67 %
2 30 < x ≤ 39 Tinggi 26 43,33 %
3 21 < x ≤ 30 Rendah 0 0 %
4 12 < x ≤ 21 Sangat Rendah 0 0 %
JUMLAH 60 100 %
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja
wanita (56,67%) keharmonisan keluarganya ada pada kategori sangat tinggi.
Penyesuaian Diri
Berdasarkan jumlah item valid skala Penyesuaian Diri yaitu 25 aitem dengan
rentang nilai 1 – 4 dan dibuat dalam empat kategori diperoleh intervalnya, 18,75
interval, maka kategorisasinya sebagai berikut :
19
Table 1.2. Kategorisasi pengukuran Skala Penyesuaian Diri
NO INTERVAL KATEGORI N MEAN PERSENTASE
1 81,25 < x ≤ 100 Sangat Tinggi 9 15 %
2 62,5 < x ≤ 81,25 Tinggi 51 74,72 85 %
3 43,75 < x ≤ 62,5 Rendah 0 0 %
4 25 < x ≤ 43,75 Sangat Rendah 0 0 %
JUMLAH 60 100 %
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja
wanita (85%) penyesuaian dirinya ada pada kategori tinggi.
Uji Asumsi
Dari uji normalitas menunjukkan bahwa, variabel keharmonisan keluarga
memiliki nilai Kolmogorov–Smirnov sebesar 0,597 dengan p atau signifikansi sebesar
0,869 (p>0.05). Maka distribusi data keharmonisan keluarga berdistribusi normal.
Demikian juga untuk variabel penyesuaian diri yang memiliki nilai Kolmogorov–
Smirnov sebesar 1,679 dengan p atau signifikansi sebesar 0,007 (p0,05) yang menunjukkan hubungan antara keharmonisan
keluarga dengan penyesuaian diri adalah linier.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dengan teknik korelasi Pearson Product Moment hasilnya sebagai
berikut :
Tabel 1.3:. Hasil Uji Korelasi antara Keharmonisan Keluarga dengan Penyesuaian Diri
20
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi r xy = 0,513, p = 0,000,
(p ˂ 0,05). Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang berbunyi “ Ada hubungan
positif signifikan antara keharmonisan keluarga dengan penyesuaian diri pada para
calon tenaga kerja wanita“ diterima, yang berarti semakin tinggi penyesuaian diri yang
dilakukan, semakin tinggi tingkat keharmonisan keluarganya. Sumbangan efektifnya
26,31%, yang berarti 73,69% yang membuat keharmonisan keluarga lainnya dapat
disebabkan oleh faktor lain seperti kondisi fisik dan kondisi psikologis, serta kondisi
lingkungan.
Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment oleh Karl
Pearson antara variabel keharmonisan keluarga dengan penyesuaian diri menunjukan
korelasi r = 0,513 dengan signifikan sebesar 0,000 ( p < 0,05 ) dari perhitungan uji
korelasi antara variabel keharmonisan keluarga dengan penyesuaian diri, didapatkan
hasil penelitian yang menunjukan adanya hubungan positif signifikan antara kedua
variabel tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil skripsi Sutiah (2007) yang menunjukkan
bahwa kemampuan menyesuaikan diri pasangan suami istri mempunyai pengaruh yang
Correlations
KK PD
KK Pearson Correlation 1 .513**
Sig. (1-tailed) .000
N 60 60
PD Pearson Correlation .513**
1
Sig. (1-tailed) .000
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
21
positif dan signifikan, semakin tinggi kemampuan menyesuaikan diri pasutri maka
semakin mudah mencapai keluarga sakinah (keluarga bahagia atau harmonis) begitu
juga semakin rendah kemampuan menyesuaikan diri pasutri semakin sulit mewujudkan
keluarga sakinah. Hal tersebut juga didukung oleh hasil skripsi Nur Erlinasari (2012),
bahwa penyesuaian diri yang baik mampu membentuk keharmonisan keluarga.
Gunarsa dan Gunarsa (2003), menyatakan sebuah keluarga disebut harmonis
apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya
ketegangan, kekecewaan, serta puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya
(eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial
seluruh anggota keluarga. Keharmonisan keluarga berkaitan dengan suasana hubungan
perkawinan yang bahagia dan serasi. Permasalahan dalam rumah tangga yang sering
timbul bersumber pada masalah kesulitan mencapai kesesuaian (Gunarsa, 2003).
Keadaan-keadaan maupun pribadi-pribadi terus-menerus mengalami pengolahan yang
mengakibatkan perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan ini menuntut penyesuaian
terus-menerus dari pribadi-pribadi. Apabila pribadi-pribadi tidak dapat mengikuti
perubahan di luar dirinya maka akan terjadi jarak perbedaan yang menimbulka
persoalan-persoalan. Jadi, akhirnya banyak permasalahan dapat dikembalikan ke
permasalahan pokok yakni masalah penyesuaian diri.
Adanya permasalahan-permasalahan yang muncul dalam keluarga, membuat
calon TKW melakukan penyesuaian diri untuk senantiasa membuat keluarganya
harmonis. Masalah-masalah atau konflik pernikahan yang tidak selesai biasanya
berakhir dengan perceraian dan perceraian merupakan gambaran dari
ketidakharmonisan dalam keluarga.Begitu juga dengan berita yang di muat di harian
Joglosemar (dalam Ajeng, 2010) menyebutkan angka perceraian yang di tangani
22
Pengadilan Agama (PA) kota Sragen sepanjang tahun 2009 meningkat tajam
dibandingkan tahun 2008. Selama tahun 2009, angka perceraian mencapai 1785 kasus.
Sedangkan pada tahun 2008 hanya mencapai 1610 kasus. Penyebab utama yang dapat
mengakibatkan terjadinya kasus perceraian adalah tidak adanya keharmonisan dalam
rumah tangga karena kurangnya penyesuaian diri yang tercatat sebesar 66% atau sekitar
907 perkara, penyebab kedua karena tidak adanya tanggung jawab dari suami yang
tercatat sebesar 30% perkara, dan penyebab ketiga adalah adanya gangguan pihak ketiga
dan faktor ekonomi yang tercatat sebesar 4% perkara.
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa keharmonisan keluarga memiliki
rata-rata 39,92 dengan standar deviasi 4,114 diketahui ada 26 tenaga kerja wanita
(43,33%) keharmonisan keluarganya ada pada kategori tinggi dan 34 tenaga kerja
wanita (56,67%) keharmonisan keluarganya ada pada kategori sangat tinggi.
Berdasarkan analisis diatas, tenaga kerja wanita dalam penelitian merasa keadaan
keluarganya baik-baik saja atau harmonis antara lain adanya komunikasi yang baik,
saling menghormati antar anggota keluarga, berkurangnya konflik, dan memiliki waktu
yang bersama keluarga. Sehingga dilihat berdasarkan analisis data, para tenaga kerja
wanita memiliki hubungan yang dekat dengan anggota keluarganya. Sedangkan hasil
analisis deskriptif menunjukkan bahwa penyesuaian diri memiliki rata-rata 74,72
dengan standar deviasi 7,647 diketahui ada 51 tenaga kerja wanita (85%) penyesuaian
diri ada pada kategori tinggi dan 9 tenaga kerja wanita (15%) penyesuaian diri ada pada
kategori sangat tinggi. Berdasarkan analisis diatas, tenaga kerja wanita dapat
menyesuaiakan diri dengan baik. Selain itu sumbangan efektif keharmonisan keluarga
dengan penyesuaian diri sebesar 26,31%, artinya 73,69% keharmonisan keluarga dapat
23
dibentuk oleh faktor lain seperti, kondisi fisik individu, kondisi psikologis individu, dan
kondisi lingkungan lain yang mendukung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara variabel dukungan keharmonisan
keluarga dengan variabel penyesuaian diri pada tenaga kerja wanita, yang berarti
semakin tinggi penyesuaian diri yang dilakukan oleh tenaga kerja wanita maka
semakin tinggi keharmonisan keluarganya.
2. Penyesuaian diri memberikan kontribusi terhadap keharmonisan keluarga sebesar
26,31% sedangkan 73,69% dipengaruhi oleh faktor lain.
3. Sebagian tenaga kerja wanita dalam penelitian ini memiliki tingkat keharmonisan
keluarga yang tergolong sangat tinggi, dan tenaga kerja wanita memiliki tingkat
penyesuaian diri yang tergolong tinggi.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, serta mengingat masih banyaknya
keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Saran bagi tenaga kerja wanita
Bagi tenaga kerja wanita sebaiknya selalu menjaga dan meningkatkan
keharmonisan keluarga dengan cara melakukan penyesuaian diri dengan baik
24
mengingat pentingnya peran penyesuaian diri terhadap keharmonisan keluarga.
Penyesuaian diri yang baik dapat dilakukan dengan meniadakan emosi yang
berlebihan, meniadakan perasaan frustasi, berfikir secara rasional dan mampu
mengarahkan diri, mampu belajar dari pengalaman masalalu, serta realistik dan
objektif.
2. Saran bagi peneliti selanjutnya
a. Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti penyesuaian diri
dengan keharmonisan keluarga. Dengan demikian masih ada faktor-faktor
lain yang turut memberi pengaruh pada keharmonisan keluarga yang
belum dijelaskan dan diteliti. Sehingga disarankan untuk dapat mengkaji
lebih dalam lagi faktor-faktor lain yang mempengaruhi keharmonisan
keluarga agar dapat meningkatkan kualitas penelitian sebelumnya.
b. Bagi peneliti selanjutnya juga bisa memberikan variasi subjek tidak hanya
pada tenaga kerja wanita sehingga bila penelitian ini dilakukan pada
subjek yang berbeda akan menambah kualitas penelitian tersebut.
c. Bagi peneliti selanjutnya bisa memperluas area penelitian, jumlah yang
memadai sehingga dapat membedakan calon TKW yang pernah menjadi
TKW dan calon TKW yang belum penah menjadi TKW sebelumnya.
25
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, N., & Handayani, A. (2012). Hubungan antara konsep diri dan keluarga suami.
Jurnal Psikologi Pitutur, Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Chuang, Y.C. (2005). Effect of interaction pattern on family harmony and well being:
test of interpersonal theory, relational-models theory, and confucian ethics.
Asian Journal of Social Psychology 8: 272-291.
Dinistanti, C.A.D.W. (2007). Perbedaan persepsi istri terhadap keharmonisan keluarga
ditinjau dari usia pada waktu menikah. Skripsi (diterbitkan). Fakultas Psikologi
Universitas Khatolik Soegijapranata.
Erlinasari, N. (2012). Penyesuaian diri dan keharmonisan suami istri pada keluarga
pernikahan dini. Skripsi (diterbitkan), Jurusan Bimbingan dan Konseling
fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Fahmi, M. (1988). Penyesuaian diri : pengertian dan peranannya dalam kesehatan
mental. Jakarta : Bulan Bintang.
Fauzi, A. (2014). Eskalasi perceraian di lingkungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
masyarakat Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep (Studi kasus di Pengadilan
Agama Kangean). Skripsi (diterbitkan), Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Gunarsa, S.D. (2003). Psikologi untuk keluarga. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Harber & Runyon. 1984. Psychology of adjusment. California: The Dorsey Press.
Heerden. TJ.V. (2009). The determinants of family harmony in family bussiness.North-
West University, Potchefstroom Campus.
Indrawati, E. S & Fauziah, N. (2012).Attachment dan penyesuaian Diri dalam
Perkawinan. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang.
Lam, W. W. T., Fielding, R., Mc Dowell, I., Johnston, J., Chan, s., Leung, G. M., &
Lam, T. G. (2012). Perspective on family health, happiness and harmony
among Hongkong Chinese people. Journal Health Education Research, 27
(5), 767-779.
Puspitawati, H., & Setioningsih, S. (2011). Fungsi pengasuhan dan dnteraksi Dalam
keluarga terhadap kualitas perkawinan dan kondisi anak pada keluarga Tenaga
Kerja Wanita (TKW). Jurnal Ilmiah Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Saptanto, H. N. (2010). Hubungan antara persepsi terhadap keharmonisan keluarga
dengan kesepian pada remaja (skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana.
Schneiders, A.A. (1999). Personal adjustment and mental health. New York: Holt,
Reinhart and Winston Inc.
26
Suardiman. (1990). Konseling perkawinan. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi UGM.
Suprapti, V. (1999). Meninjau ulang nilai diri, majalah penabur. Surabaya.Yayasan
Warta Vital.
Sutiah. (2007). Pengaruh kemampuan menyesuaikan diri pada pasutri terhadap
pencapaian keluarga sakinah di desa Bulumanis Kidul Kecamatan
Margoyoso Kabupaten Pati (skripsi). Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.
Tadjuddin, A. K. (2010). Hubungan kematangan emosi dengan penyesuaian diri pada
masa pernikahan awal (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Trimingga, D. A. Y. (2008). Penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja
yang hamil sebelum menikah. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.