Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Hubungan Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah Dan Efikasi Diri Guru Dengan Kinerja Guru: Studi Pada 16 SMP
Sub Rayon 04 Semarang
TESIS diajukan kepada
Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan
Oleh:
YOSAFAT MASAGUNG PERDATA NIM : 942010055
Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga 2015
MOTTO
“Tell me and I will forget. Teach me and I will remember. Involve me and I will learn.”
Benjamin Franklin
“Give me a fish and I eat for a day. Teach me to fish and I eat for a lifetime.”
Chinese Proverb
Dipersembahkan untuk:
Orang tua terkasih T. A. Katman dan Th. Sri Astuti
Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dan Efikasi Diri Guru Terhadap Kinerja Guru:
Studi Pada 16 SMP Sub Rayon 04 Semarang
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan
antara pandangan guru tentang kepemimpinan transformasional kepala sekolah, efikasi diri guru dengan kinerja guru di SMP Sub Rayon 04
Semarang. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 195 responden dengan
teknik simple random sampling. Data dikumpulkan menggunakan skala
Likert dengan item-item yang valid dan reliabel. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan rumus korelasi Pearson product moment,
yang didahului analisis prasyarat melalui uji normalitas sebaran data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara: (1) kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan kinerja
guru dengan koefisien korelasi rx1y = 0,497, p=0,000 < 0,05; (2) efikasi diri
guru dengan kinerja guru dengan koefisien korelasi rx2y = 0,395, p=0,000 <
0,05; (3) kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi diri
guru secara bersama-sama dengan kinerja guru Rx1.2y = 0,540, p=0,000 < 0,05.
Relationship Between Principals Transformational Leadership and Teachers Self-Efficacy Toward Teachers
Performance: Study In 16 SMP of Sub Rayon 04 Semarang
ABSTRACT
The present study aims to examine the significance relationship of
teachers’ view about principals’ transformational leadership and teachers’
self-efficacy toward teachers’ performance in SMP Sub Rayon 04 Semarang. Data for this survey were collected from 195 teachers using simple random
sampling technique. All valid and reliable data were constructed by using
Likert scale. Normality tests conducted as a prerequisite to determine if
data set is well-modeled by a normal distribution, then Pearson product
moment was used for further analys is.Research shows that significance
relationships are exist between: (1) principals’ transformational leadership towards teachers’ performance with correlation coefficient rx1y = 0,497,
p=0,000 < 0,05; (2) teachers’ self-efficacy towards teachers’ performance
with coefficient correlation rx2y = 0,395, p=0,000 < 0,05; (3) principals’
transformational leadership and teachers’ self-efficacy simultaneously
toward teachers’ performance with coefficient Rx1.2y = 0,540, p=0,000 <
0,05.
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat dan syukur bagi Allah Bapa melalui
Tuhan Yesus yang telah memberikan kesempatan bagi penulis
untuk menjalani perkuliahan sampai dengan penyelesaian
penulisan tesis yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan
Transformasional dan Efikasi Diri Guru Terhadap Kinerja
Mengajar Guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang ini. Penulisan
tesis ini dimaksudkan untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan (M.Pd.) pada Program Pascasarjana Magister
Manajemen Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan
ucapan terimakasih bagi para pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyelesaian tesis ini:
1. Kepala program studi Magister Manajemen Pendidikan, Dr.
Bambang Ismanto, M.Si.
2. Prof. J.T. Lobby Loekmono, Ph.D. dan Prof. Daniel D.
Kameo, M.A., Ph.D. yang telah memberikan bimbingan,
panduan, bantuan dan pencerahan selama penulisan tesis
ini;
3. Prof. Dr. Ir. Eko Sediyono, M. Kom. selaku penguji tesis
yang telah memberikan masukan, koreksi, dan saran akan
kekurangan dari tesis ini;
4. Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang yang telah
memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian
di SMP Sub Rayon 04 Kota Semarang;
5. Para guru dan kepala sekolah SMP Sub Rayon 04 Kota
Semarang yang telah bekerjasama dengan penulis dalam
melakukan penelitian ini;
6. T.A. Katman dan Th. Sri Astuti atas semua yang telah
diberikan untuk penulis baik secara mental, spiritual dan
material selama proses studi hingga penyelesaian
penyusunan tesis dan ke depannya;
7. Ibu D. Indriyati, Lani Prabawati, Yohana Elsa, dan Yudith
Selly atas semua doa, dukungan dan bantuan tanpa
pamrih yang diberikan;
8. Seluruh dosen dan staf administrasi PPs. MMP UKSW yang
telah banyak membekali ilmu dan pengalaman baik selama
proses studi hingga penyelesaian penulisan tesis;
9. Semua teman-teman dan banyak pihak yang ada di
Salatiga dan tempat lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu atas dukungan dan pengalaman yang telah
diberikan;
Penulis menyadari akan kekurangan dari penelitian ini,
oleh karena itu kritik dan saran serta masukan sangat
bermanfaat bagi kelengkapan tesis ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga apa yang telah
terdapat dalam tesis ini dapat berguna khususnya bagi para
guru dan kepala sekolah dalam pengembangan pendidikan
dan manajemen pendidikan secara umum.
Salatiga, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
MOTTO ......................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................... ii ABSTRACT .................................................................. iii KATA PENGANTAR ...................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................. v DAFTAR TABEL .......................................................... vi
BAB I: PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ...................................... ... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................ ... 8 1.3 Tujuan Penelitian .................................. ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ................................ . 10
1.5 Sistematika Penulisan ........................... . 11
BAB II: LANDASAN TEORI 12 2.1 Pengertian Pendapat ............................... 12 2.2 Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah ........................................ 14 2.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Transformasional .................................... 14 2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional ............ 27
2.2.3 Mengukur Kepemimpinan Transformasional .................................... 32
2.3 Efikasi Diri Guru ..................................... 35
2.3.1 Pengertian Efikasi Diri Guru ........... 35 2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi
Efikasi Diri Guru ............................ 41 2.3.3 Mengukur Efikasi Diri Guru ........... 45
2.4 Kinerja Guru ........................................... 44
2.4.1 Pengertian Kinerja Guru ................. 46 2.4.2 Mengukur Kinerja Guru .................. 49
2.5 Hubungan Antar Variabel Penelitian ....... 50 2.6 Hipotesis Penelitian ................................. 51
2.6.1 Hipotesis Empirik ........................... 51
2.6.2 Hipotesis Statistik .......................... 52
BAB III: METODE PENELITIAN 54 3.1 Jenis Penelitian ..................................... 54
3.2 Populasi dan Sampel ............................. 54 3.3 Data dan Sumber Data .......................... 56
3.4 Variabel dan Instrumen Penelitian......... 56 3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas .................. 64 3.6 Teknik Analisis Data ............................. 70
BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 72
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ................... 72
4.2 Uji Normalitas ....................................... 74 4.3 Analisis Deskriptif ................................. 75
4.4 Analisis Korelasi .................................... 78 4.5 Uji Hipotesis .......................................... 82 4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ................. 84
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 91
5.1 Kesimpulan ........................................... 91 5.2 Saran .................................................... 91 5.3 Keterbatasan Penulis ............................. 95
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1: Hasil Uji Validitas Item
Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah ..................................... 65
Tabel 3.2: Hasil Uji Validitas Item Efikasi
Diri Guru .............................................. 66 Tabel 3.3: Hasil Uji Validitas Item Kinerja Guru ..... 67
Tabel 3.4: Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach .... 68 Tabel 3.5: Hasil Uji Reliabilitas
Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah ...................................... 69 Tabel 3.6: Hasil Uji Reliabilitas Efikasi
Diri Guru .............................................. 69
Tabel 3.7: Hasil Uji Reliabilitas Kinerja Guru ......... 70 Tabel 4.1: Deskripsi Responden ............................. 71
Tabel 4.2: Masa Kerja Guru ................................... 72 Tabel 4.3: Hasil Uji Normalitas Data....................... 73 Tabel 4.4: Distribusi Frekuensi Kinerja Guru ......... 75
Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah ...................................... 77 Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Efikasi
Diri Guru .............................................. 77
Tabel 4.7: Hasil Korelasi antara Kepemimpinan Transformasional dengan Kinerja Guru ......................................... 78
Tabel 4.8: Hasil Korelasi antara Efikasi Diri Guru dengan Kinerja Guru .................... 79
Tabel 4.9: Hasil Korelasi antara Kepemimpinan Transformasional dan Efikasi Diri Guru
dengan Kinerja Guru ……………………….80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kinerja guru dalam pendidikan merupakan faktor
penting yang dapat menentukan baik buruknya
pendidikan dan kesuksesan mencapai tujuan
pendidikan. Peran guru sangat erat hubungannya
dalam keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan dan
proses belajar mengajar. Pendidikan merupakan faktor
penting dalam proses pembentukan karakter manusia
dan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Danim (2006) mengatakan bahwa
pendidikan merupakan proses pemanusiaan menuju
insan yang bernilai secara kemanusiaan.
Pernyataan tersebut dengan kata lain
menunjukkan bahwa tujuan yang utama dari
pendidikan adalah proses “memanusiakan” manusia
untuk menjadi manusia. Oleh karena itu, guru sebagai
tenaga pendidik di sekolah memiliki kewajiban dalam
proses pelaksanaan pendidikan sehingga menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas, berdedikasi
tinggi, kreatif dan inovatif, sehingga berjalan dengan
baik sesuai dengan sistem dan norma yang berlaku
(Sedarmayanti, 2004).
2
Kinerja guru dalam penyelenggaraan pendidikan
sangat penting dapat menentukan kualitas sumber
daya manusia. Dalam melaksanakan kewajibannya,
banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru
di sekolah dan memiliki keterkaitan, misalnya faktor
kepemimpinan kepala sekolah dan efikasi diri guru.
Menurut Andrew dan Morefield dalam Zainal
(2008) kepala sekolah sebagai seorang pemimpin
hendaknya dapat menciptakan suasana kerja yang
kondusif di lingkungan kerjanya (sekolah) sehingga
tercipta atmosfer yang baik pula dalam lingkungan
kerja tersebut. Demi terciptanya suasana kerja, seorang
kepala sekolah harus sering berinteraksi dengan staf
yang ada di sekolah tersebut khususnya para guru.
Diharapkan, dengan terciptanya suasana dan atmosfer
kerja yang kondusif, para guru dapat memiliki kinerja
yang baik demi pencapaian tujuan pendidikan.
Lazaridou (2009) juga menambahkan bahwa
pemimpin yang berkualitas adalah seseorang yang
inovatif, mampu mebuat keputusan dengan tepat,
mampu berkomunikasi dengan para staf dengan baik,
serta membuat perkembangan dengan kegiatan yang
bersifat profesional. Kantrowitz dan Matthews (2007)
berpendapat bahwa kepala sekolah pada zaman seperti
ini tidak hanya menjadi pemimpin dan manajer dalam
sekolah yang efektif, tetapi juga bertanggung jawab
3
dalam menjalankan sekolah. Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan yang ada di sekolahnya, seorang
kepala sekolah harus mampu untuk meningkatkan
kinerja para pendidik dan tenaga pendidik.
Cara yang dipakai kepala sekolah dalam
mempengaruhi elemen yang ada di kepala sekolah
adalah gaya kepemimpinan. Yukl (2010) mengatakan
bahwa gaya kepemimpinan merupakan usaha atau
cara seorang pemimpin untuk mencapai tujuan
organisasi dengan memperhatikan unsur-unsur
falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap karyawan.
Sehingga gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah
gaya kepemimpinan yang dapat mendorong atau
memotivasi bawahannya, menumbuhkan sikap positif
bawahan pada pekerjaan dan organisasi, dan mudah
menyesuaikan dengan segala situasi. Gaya
kepemimpinan seperti ini pada dasarnya merupakan
gaya kepemimpinan transformasional yang
menekankan pada pentingnya seorang pemimpin dalam
menciptakan visi dan lingkungan yang dapat
memotivasi para bawahan untuk berprestasi melebihi
dari harapannya.
James McGregor Burns adalah orang pertama
kali yang mengembangkan gaya kepemimpinan
transformasional untuk diterapkan dalam dunia politik.
Burns dalam Wijaya (2005) mengatakan:
4
transformational leadership as a process where leader
and followers engange in a mutual process of raising one
another to higher levels of morality and motivation.
Kepemimpinan transformasional sebagai proses
dimana pemimpin dan pengikutnya bersama sama
saling meningkatkan dan mengembangkan moralitas
dan motivasinya. Kepemimpinan transformasional pada
hakekatnya menekankan peran pemimpin yang
memotivasi para bawahannya untuk melakukan
tanggung-jawab mereka lebih dari yang mereka
harapkan (Nurdin, 2013). Dengan demikian gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dideskripsikan sebagai gaya kepemimpinan yang
membangkitkan atau memberdayakan seluruh elemen
yang ada di sekolah sehingga berkembang dan
mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi
dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya (Bass
dalam Yukl, 2010).
Gaya kepemimpinan transformasional kepala
sekolah memiliki hubungan dengan kinerja guru,
seperti dari hasil penelitian Loekmono dan Harijanti
(2013) terhadap 172 orang guru SD di Kecamatan
Bandungan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa
kepemimpinan transformasional kepala sekolah
memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja
5
guru dengan nilai sebesar rxy= 0,339 dan p=0,000 <
0,05.
Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh
Saripudin (2009) terhadap 77 orang guru Madrasah
Aliyah se-Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
dengan kinerja guru. Penelitian ini memperoleh nilai r=
-0,771 dan p= 0,293 > 0,05 yang berarti bahwa
kepemimpinan transformasional tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kinerja
guru. Adanya perbedaan hasil penelitian Loekmono dan
Harijanti (2013) dengan Saripudin (2009) yang
kontradiktif ini hendak dilakukan penelitian ulang
untuk memastikan ada tidaknya hubungan yang
signifikan antara kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dengan kinerja guru.
Untuk mencapai tujuan pendidikan, para guru
juga harus memiliki keyakinan akan kemampuan
dalam diri mereka bahwa tugas dan kewajiban yang
mereka emban dapat dilaksanakan dengan sukses, dan
keyakinan akan kemampuan mereka ini disebut efikasi
diri. Efikasi diri telah menjadi satu konsep penting di
antara para peneliti pendidikan sejak Albert Bandura
memperkenalkannya pada tahun 1970-an lewat social
learning theory yang kemudian dimodifikasi menjadi
6
social cognitive theory pada awal dekade 1980-an.
Efikasi diri guru dapat mempengaruhi guru dalam
pembuatan keputusan mengenai pengelolaan kelas,
pengorganisasian rangkaian pembelajaran, mengajar,
memotivasi siswa, meningkatkan kedisplinan siswa dan
meminta keterlibatan orang tua mereka dalam
mencapai tujuan pendidikan serta membuat iklim
sekolah yang positif (Bandura, 1986). Lebih jauh lagi,
efikasi diri guru adalah satu fenomena khusus yang
dapat dipandang sebagai salah satu kontributor
terhadap proses belajar dan mengajar yang efektif
sehingga secara langsung juga memiliki pengaruh
terhadap kinerja guru.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pajares
(1996) membuktikan bahwa “self-efficacy is closely
related to the academic performances.” Penelitian ini
membuktikan bahwa efikasi diri yang dimiliki guru erat
kaitannya dengan kinerja akademik yang ada di
sekolah. Para peneliti lain juga membuktikan pengaruh
efikasi diri guru terhadap elemen-elemen pengajaran.
Misalnya, Gibson dan Dembo (1984) membuktikan
bahwa efikasi diri guru merupakan satu kontributor
signifikan terhadap perbedaan individu dalam
efektivitas pengajaran. Dalam manajemen kelas,
Henson et al (2001) menegaskan bahwa “teacher self-
efficacy is an important variable which influences
7
a teacher in selecting classroom management
approaches.” Pernyataan dari Henson ini berarti bahwa
efikasi diri guru adalah variabel penting dalam sekolah
yang mempengaruhi guru dalam melakukan
pendekatan pemilihan manajemen kelas.
Semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki oleh
guru, maka akan berpengaruh pada efektivitas kinerja
mereka (Moran & Hoy, 2001). Guru yang memiliki
efikasi diri yang tinggi dikatakan dapat mempengaruhi
perilaku mengajar mereka sehingga dapat berpengaruh
juga terhadap motivasi dan pencapaian para siswa
(Skaalvik & Skaalvik, 2010). Sebaliknya, guru yang
memiliki efikasi diri yang rendah dapat mengalami
kesulitan dalam mengajar, sehingga bisa menimbulkan
stress dalam pekerjaan dan berpengaruh pada
kepuasan kerja mereka (Klassen et al, 2009). Dari
alasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri
yang ada pada guru memiliki pengaruh pada kinerja
mereka.
Adanya hubungan antara efikasi diri guru dengan
kinerja guru dapat ditemukan pada penelitian yang
dilakukan oleh Arsyad (2012) terhadap 103 orang guru
SMK se-kota Banjarmasin menunjukkan bahwa efikasi
diri memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja
guru dengan nilai sebesar rxy=0,372 p=0,000 < 0,01.
Penelitian ini kontradiktif dengan hasil penelitian yang
8
dilakukan oleh Moalosi (2013) terhadap 1000 orang
guru bahwa ditemukan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara efikasi diri guru dengan kinerja guru.
Berdasarkan hasil pra penelitian yang diadakan
di SMP Sub Rayon 04 Semarang, terdapat perbedaan
tingkat kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dan efikasi diri yang dimiliki oleh para guru.
Berdasarkan perbedaan yang ada tersebut, belum
dapat disimpulkan apakah praktek kepemimpinan
kepala sekolah dan efikasi diri yang ada pada guru
dapat berpengaruh pada kinerja mengajar guru. Atas
perbedaan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan yang ada antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
dengan kinerja mengajar guru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang ada
sebelumnya, rumusan masalah yang hendak diangkat
adalah sebagai berikut:
1. Adakah hubungan signifikan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah terhadap
kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang
9
2. Adakah hubungan signifikan antara efikasi
diri guru terhadap kinerja guru di SMP Sub
Rayon 04 Semarang?
3. Adakah hubungan yang signifikan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi
diri guru secara bersama-sama terhadap
kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Untuk mengetahui hubungan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah terhadap
kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang.
2. Untuk mengetahui hubungan antara efikasi
guru terhadap kinerja guru di SMP Sub Rayon
04 Semarang.
3. Untuk mengetahui hubungan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi
diri guru secara bersama-sama terhadap
kinerja guru SMP Sub Rayon 04 Semarang.
10
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritik
Secara teoritik hasil penelitian ini diharapkan
dapat menambah ilmu di bidang manajemen
pendidikan. Apabila dalam pendidikan ini ditemukan
adanya hubungan antara pandangan guru tentang gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan
kinerja guru SMP Sub Rayon 04 Semarang, maka
sejalan dengan hasil penelitian Loekmono dan Harijanti
(2013). Jika ditemukan hasil sebaliknya, maka sejalan
dengan hasil penelitian Saripudin (2009). Bila hasil
penelitian ini menemukan adanya hubungan signifikan
antara efikasi diri dengan guru, maka sejalan dengan
hasil penelitian Arsyad (2012). Namun apabila tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara efikasi diri
guru dengan kinerja guru maka sejalan dengan
penelitian Moalosi (2013).
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah untuk mendapatkan hasil ilmiah tentang
hubungan pandangan guru tentang gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
efikasi diri guru terhadap kinerja guru. Selain itu, hasil
penelitian ini dapat digunakan oleh para kepala sekolah
tentang kepemimpinan transformasional dalam rangka
11
hubungannya dengan kinerja guru. Bagi para guru,
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
tentang efikasi diri dalam hubungannya dengan kinerja
mereka.
1.5 Sistematika Penulisan
Tesis ini terdiri dari lima bab dengan rincian
sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan;
Bab 2 Landasan Teori meliputi kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, efikasi
diri guru, kinerja guru, hubungan antar
variabel, dan hipotesis penelitian;
Bab 3 Metode Penelitian meliputi jenis penelitian,
populasi dan lokasi penelitian, instrument
pengumpulan data, dan teknik analisis
data;
Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan meliputi
deskripsi subjek penelitian, uji normalitas,
hasil pengukuran variabel, analisis
korelasi, dan pembahasan;
Bab 5 Penutup meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pandangan
Dalam proses mengamati objek, pengalaman dan
perasaan dari setiap individu akan mempengaruhi
dalam memberikan pandangan atau perspektif.
Dikarenakan setiap individu adalah karakter yang unik
dan berbeda-beda, makan perbedaan latar belakang
dan wawasan dari setiap individu dapat menimbulkan
perbedaan pandangan tentang sesuatu. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), pandangan
atau perspektif dapat didefinisikan sebagai hasil dari
perbuatan memandang.
Hasil dari perbuatan memandang ini
mengandung tiga komponen yang kemudian dapat
membentuk sikap (Walgito, 1994), yaitu:
a. Komponen kognitif, yaitu komponen yang
berhubungan dengan pengetahuan, pandangan,
keyakinan.
b. Komponen efektif, merupakan komponen yang
berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang
akan sikap dari suatu objek.
2
c. Komponen konatif, adalah komponen yang berkaitan
dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku
dari individu terhadap suatu objek.
Kohler (1925) berpendapat bahwa dalam sebuah
pandangan individu, mental dari individu tersebut
memiliki peran yang penting dalam proses
mengeluarkan pandangan. Kondisi mental yang dimiliki
oleh individu ini berasal latar belakang kehidupan dan
pengetahuan, sehingga pandangan atau perspektif dari
masing-masing individu berbeda.
Dalam proses mengeluarkan pandangan atau
perspektif terhadap suatu objek psikologis, seorang
individu juga dipengaruhi oleh kepribadiannya. Contoh
dari objek psikologis ini dapat berupa kejadian, ide,
atau situasi tertentu dimana individu dapat
memandang. Faktor pengalaman, proses belajar atau
sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap
apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuan individu
memberikan arti terhadap objek psikologis tersebut.
Melalui komponen kognitif ini akan menimbulkan ide,
dan kemudian akan timbul suatu konsep tentang apa
yang dilihat yaitu pandangan atau perspektif (Rifai,
2009).
Dalam penelitian ini, pandangan guru dari SMP
Sub Rayon 04 Semarang akan digunakan untuk
mengukur dari gaya kepemimpinan transformasional
3
kepala sekolah dari tiap-tiap sekolah yang dijadikan
objek penelitian. Para guru memberikan pandangan
mereka sesuai dengan latar belakang, pengetahuan dan
wawasan yang mereka miliki, sehingga hasil dari
pandangan masing-masing guru akan berbeda.
2.2 Kepemimpinan Transformasional
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
Penggunaan pendekatan atau perspektif yang
beragam atas kepemimpinan, selain melahirkan definisi
kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori
kepemimpinan yang beragam pula. Setiap pendekatan
yang digunakan melahirkan berbagai macam teori
kepemimpinan. Luthans (2006) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai sekelompok proses,
kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi,
wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan
peran, inisiasi struktur, dan kombinasi dari dua atau
lebih dari hal-hal tersebut.
Khuntia dan Suar (2004) menyatakan bahwa
semua teori mengenai kepemimpinan menekankan
pada tiga gagasan yang dibangun baik secara bersama-
sama maupun terpisah yaitu: (1) rasionalitas, perilaku,
dan kepribadian pemimpin; (2) rasionalitas, perilaku,
dan kepribadian pengikut; dan (3) faktor-faktor yang
4
berhubungan dengan pelaksanaan tugas, iklim
organisasi, dan budaya.
Menurut Rivai dan Mulyadi (2012),
kepemimpinan pada dasarnya: melibatkan orang lain,
melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata
antara pemimpin dan anggota kelompok,
menggerakkan kemampuan dengan menggunakan
berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi
tingkah laku bawahan, dan menyangkut nilai. Empat
sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan kepemimpinan organisasi yaitu: 1)
kecerdasan; 2) kedewasaan; 3) motivasi diri dan
dorongan berprestasi; 4) sikap dan hubungan
kemanusiaan.
Fullan (2001) berpendapat bahwa semakin rumit
sebuah perkumpulan atau organisasi, akan semakin
dibutuhkan pemimpin yang mumpuni dalam
mengarahkan organisasi karena pemimpin memegang
peranan penting dalam suatu organisasi. Peran seorang
pemimpin dalam suatu organisasi adalah sebagai
penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter),
agen perubahan (change agent), negosiator
(spokeperson), dan sebagai pembina (coach). Sekolah,
sebagai suatu lembaga pendidikan dan organisasi
membutuhkan seorang pemimpin yang dapat menjamin
kelangsungan proses pendidikan untuk terus
5
berkembang menghadapi tantangan global. Oleh karena
itu, pemimpin dalam dunia pendidikan memerlukan
kemampuan seperti komunikator yang handal, mampu
bekerja dalam tim, mampu memecahkan masalah yang
ada, pembawa perubahan dan menjadi pemimpin
transformasional (Balyer, 2012).
Studi tentang kepemimpinan dapat dilakukan
melalui berbagai cara, tergantung dari metodologi yang
dipilih oleh peneliti dan definisi kepemimpinan
(Stewart, 2006). Robbins (1996) membagi teori
mengenai kepemimpinan ke dalam empat kategori,
yaitu
a. Teori Ciri Kepemimpinan (The Leadership
Characteristic theory)
Teori Ciri Kepemimpinan adalah teori yang
mencari ciri kepribadian sosial, fisik, atau intelektual
yang memperbedakan pemimpin dari bukan pemimpin.
Dalam teori ini diidentifikasikan ciri-ciri yang dikaitkan
secara konsisten dengan kepemimpinan yaitu enam ciri
yang cenderung membedakan pemimpin dari bukan
pemimpin adalah ambisi dan energi, hasrat untuk
memimpin, kejujuran dan integritas (keutuhan),
percaya diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang
relevan dengan pekerjaan.
b. Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral
Theories of Leadership)
6
Teori Perilaku Kepemimpinan adalah teori-teori
yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik
membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Adapun
teori-teori yang termasuk ke dalam Teori Perilaku
Kepemimpinan adalah: a) Studi-studi Kepemimpinan
Ohio State, b) Telaah Universitas Michigan, dan c) Kisi-
kisi Manajerial Blake & Mouton dan Studi Skandinavia.
c. Teori Kontingensi (Contingency Theory)
Teori Kontingensi merupakan pendekatan
kepemimpinan yang mendorong pemimpin memahami
perilakunya sendiri. Teori ini mengatakan bahwa
keefektifan sebuah kepemimpinan adalah fungsi dari
berbagai aspek situasi kepemimpinan (Ivancevich,
Konopaske, Matteson, 2007). Adapun lima teori yang
termasuk ke dalam teori kontingensi adalah: a) Model
kontingensi Fiedler (Fiedler Contingency Model), b) Teori
Situasional Hersey dan Blanchard, c) Teori Pertukaran
Pemimpin-Anggota, d) Teori Jalur-Tujuan Robert House
(House’s Path Goal Theory), dan d) Teori Model
Partisipasi-Pemimpin Vroom dan Yetton.
d. Teori Neo-Karismatik (Neocharismatic Theories)
Merupakan teori kepemimpinan yang
menekankan simbolisme, daya tarik emosional, dan
komitmen pengikut yang luar biasa. Teori-teori yang
termasuk ke dalam teori ini adalah: a) Teori
Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership), b)
7
Teori Kepemimpinan Transformasional
(Transformasional Leadership Theory), c) Teori
Kepemimpinan Transaksional (Transactional Leadership
Theory) dan d) Teori Kepemimpinan Visioner (Visionary
Leadership)
Berdasarkan teori Robbins yang ada tentang
kepemimpinan, dapat dilihat bahwa kepemimpinan
transformasional termasuk ke dalam teori neo-
karismatik. Kepemimpinan yang termasuk dalam teori
karismatik ini lebih berpusat pada kharisma yang ada
di dalam diri seorang pemimpin untuk membawa
perubahan dalam organisasi yang dipimpinnya
(Robbins, 1996). Kebanyakan teori terbaru dari
kepemimpinan ini amat terpengaruh oleh James
McGregor Burns (1978) yang membedakan antara
kepemimpinan yang melakukan transformasi dengan
kepemimpinan transaksional (Yukl, 2010). Salah satu
bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat
mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma baru
dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai
kepemimpinan transformasional (Balyer, 2012).
Northouse (2001) mendefinisikan secara singkat
tentang kepemimpinan transformasional sebagai “the
ability to get people to want to change, improve, and be
led. It involves assessing associates' motives, satisfying
their needs, and valuing them.” Singkatnya,
8
kepemimpinan transformasional melibatkan peran
emosional dari seorang pemimpin ke pengikutnya
dalam perubahan yang lebih baik. Awalnya,
kepemimpinan transformasional pertama kali digagas
oleh J. V. Downtown pada tahun 1973, akan tetapi teori
kepemimpinan tranformasional mencuat ke permukaan
publik melalui James McGregor Burns pada tahun
1978 lewat bukunya yang berjudul Leadership yang
kemudian membawa teori tersebut ke dalam ranah
organisasi (Northouse, 2001).
Dalam bukunya tersebut, Burns menyatakan
kepemimpinan transformasional sebagai “leaders and
followers help each other to advance to a higher level of
morale and motivation.” Pernyataan ini mengandung
arti bahwa pemimpin dan pengikut bersama-sama
saling menolong untuk mencapai tingkatan moral dan
motivasi yang lebih tinggi guna mencapai tujuan
bersama.
Burns (dalam Poulson dkk 2001) mengutarakan
bahwa pada dasarnya kepemimpinan atau leadership
dalam suatu organisasi secara alamiah dapat
dikategorikan kedalam dua bagian, yaitu
transformasional dan transaksional. Perbedaan
mendasar antara keduanya adalah kepemimpinan
transaksional tradisional mencakup hubungan
pertukaran antara pemimpin dan pengikut, sedangkan
9
kepemimpinan transformasional lebih mendasarkan
pada pergeseran nilai dan kepercayaan pemimpin, serta
kebutuhan pengikutnya (Burns, 1978).
Burns (1978) mengatakan bahwa “the
transformational leader looks for potential motives in
followers, seeks to satisfy higher needs, and engages the
full person of the follower”. Hal ini berarti bahwa
pemimpin transformasional menyerukan nilai nilai
moral ke pengikut dalam upayanya untuk
meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis
dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya
mereka untuk mereformasi institusi (Givens, 2008).
Teori kepemimpinan transformasional dari Burns
ini kemudian memberikan inspirasi dan kerangka kerja
konseptual yang fundamental bagi Bernard M. Bass
(1985). Bass yang mengusung aliran teori neo-
karismatik (teori kepemimpinan yang menekankan
simbolisme, daya tarik emosional, dan komitmen
pengikut yang luar biasa) merekonseptualisasikan dan
mengembangkan teori kepemimpinan transformasional
milik Burns ke dalam konteks penelitian empiris yang
berdasarkan pada kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional menurut Bass
(1985) adalah interaksi antara pemimpin dan pengikut
yang ditandai oleh pengaruh pemimpin untuk
mengubah perilaku pengikut menjadi sesorang yang
10
merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya
mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Ia
mengatakan bahwa pemimpin adalah “one who
motivates us to do more than we originally expected to
do”. Pemimpin transformasional, digambarkan sebagai
gaya kepemimpinan yang dapat membangkitkan atau
memotivasi karyawan, sehingga dapat berkembang dan
mencapai kinerja pada tingkat yang tinggi, melebihi
dari apa yang mereka perkirakan sebelumnya. Motivasi
yang dimaksud dalam pendapat Bass ini dapat dicapai
dengan menaikkan tingkat kewaspadaan tentang
pentingnya akan hasil dan cara untuk meraihnya.
Bass (dalam Bass & Avolio, 2004) mendefinisikan
kepemimpinan transformasional sebagai berikut:
“The process of influencing in which leaders change their associates’ awareness of what is important, and move them to see themselves and the opportunities and challenges of their environment in a new way. Transformational leaders are proactive: they seek to optimize individual, group, and organizational
development and innovation, not just achieve performance “at expectations”. They convince associates to strive for higher levels of potential as well as higher levels of moral and ethical standards.”
Kepemimpinan transformasional didefinisikan
sebagai sebuah perilaku yang bersifat proaktif,
meningkatkan perhatian atas kepentingan bersama
kepada para pengikut, dan membantu para pengikut
mencapai tujuan pada tingkatan yang paling tinggi
(Bass, dalam Antonakis et al, 2003). Dengan begitu,
11
kepemimpinan transformasional lebih menekankan
pada perubahan yang dilakukan oleh pemimpin
terhadap kepercayaan, nilai, dan perilaku para
pengikut sehingga konsisten dengan visi organisasi
(Khuntia & Suar, 2004). Pemimpin memberikan
pengaruhnya dengan melibatkan pengikutnya untuk
berpartisipasi dalam penentuan tujuan, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, dan memberikan
umpan balik melalui pelatihan, pengarahan,
konsultasi, bimbingan, dan pemantauan atas tugas
yang diberikan. Pemimpinan transformasional adalah
pemimpin yang mendorong para pengikutnya untuk
merubah motif, kepercayaaan, nilai, dan kemampuan
sehingga minat dan tujuan pribadi dari para pengikut
dapat selaras dengan visi dan tujuan organisasi (Bass,
dalam Goodwin et al., 2001).
Bass (dalam Judge dan Picollo, 2004) melihat
bahwa kepemimpinan transformasional tidak hanya
berfokus pada pemimpin, tetapi juga memperhatikan
hubungan yang ada antara pemimpin dan pengikut dan
bersama-sama saling meningkatkan dan
mengembangkan moralitas dan motivasinya.
Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan
transformasional didasarkan pada pengaruh dan
hubungan pemimpin dengan pengikut atau bawahan.
Para pengikut merasa percaya, mengagumi, loyal dan
12
menghormati pemimpin, serta memiliki komitmen dan
motivasi yang tinggi untuk berprestasi dan berkinerja
yang lebih tinggi.
Menurut Bass (dalam Robbins & Judge, 2008),
pemimpin transformasional adalah pemimpin yang
menginspirasi para pengikutnya untuk
mengesampingkan kepentingan pribadi mereka demi
kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki
pengaruh yang luar biasa pada diri para pengikutnya.
Mereka menaruh perhatian terhadap kebutuhan
pengembangan diri para pengikutnya, mengubah
kesadaran para pengikut atas isu-isu yang ada dengan
cara membantu orang lain memandang masalah lama
dengan cara yang baru, serta mampu menyenangkan
hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja
keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama (Bass
dalam Rafferty & Griffin, 2004).
Luthans (2006) menyimpulkan bahwa pemimpin
transformasional yang efektif memiliki tujuh karakter
sebagai berikut: 1) mengidentifikasikan dirinya sebagai
alat perubahan; 2) pemberani; 3) mempercayai orang
lain; 4) motor penggerak nilai; 5) pembelajar sepanjang
masa; 6) memiliki kemampuan menghadapi
kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakpastian; 7)
visioner.
13
Kepemimpinan transformasional dipercaya dapat
menghasilkan keuntungan baik bagi pemimpin dan
pengikutnya; pemimpin menjadi seorang agen
perubahan dan para pengikutnya berkembang menjadi
seorang pemimpin (Bass dan Burns dalam Poulson dkk,
2011). Hal ini dikarenakan para pemimpin
transformasional membantu para pengikutnya untuk
tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan
mereka, sedangkan pemimpin memberikan motivasi
bagi pengikutnya.
Secara teoritis, konsep dari kepemimpinan
transformasional ini menegaskan bahwa kepemimpinan
bukan hanya sekumpulan perilaku atau sifat dari
seorang pemimpin, tetapi juga merupakan proses
dimana individu bergabung menjadi satu kesatuan
dalam organisasi secara utuh (Bass dalam Chin, 2007).
Kepemimpinan transformasional adalah proses untuk
membentuk dan menaikkan tujuan dan kemampuan
untuk mencapai perkembangan signifikan melalui
kepentingan bersama dan tindakan kooperatif (Bass,
1990).
Bass (dalam Hughes dkk., 2012) mengemukakan
bahwa pemimpin transformasional memiliki visi,
keahlian retorika, dan pengelolaan kesan yang baik dan
menggunakannya untuk mengembangkan ikatan
emosional yang kuat dengan pengikutnya. Pemimpin
14
transformasional diyakini lebih berhasil dalam
mendorong perubahan organisasi karena tergugahnya
emosi pengikut serta kesediaan mereka untuk bekerja
mewujudkan visi sang pemimpin. Model kepemimpinan
transformasional dianggap efektif dalam situasi
kepemimpinan atau budaya apa pun termasuk dalam
dunia pendidikan (Bass, 1990). Kepemimpinan
transformasional cocok diterapkan pada lingkungan
sekolah yang dinamis dan memiliki tenaga guru yang
merupakan tenaga profesional, berpendidikan, dan
memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi.
Bass (dalam Chew & Chan, 2008) mengatakan
bahwa kepemimpinan transformasional secara positif
diasosiasikan dalam konteks sekolah karena iklim kerja
yang inovatif dan merangsang para pengikut untuk
melakukan lebih dari yang diharapkan dalam hal
kinerja dan produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan
kepemimpinan transformasional memiliki tiga fungsi
dasar yang berguna bagi sekolah (Bass dalam
Castanheira & Costa, 2011) yaitu; a) pemimpin
transformasional mampu melayani kebutuhan para
pengikutnya, menguatkan, dan menginspirasi untuk
mencapai tujuan sekolah; b) memimpin secara
karismatik, menetapkan tujuan, memberikan
kepercayaan diri dan kebanggaan dalam bekerja; c)
memberikan rangsangan intelektual kepada pengikut
15
sehingga mereka tidak merasa minder terhadap posisi
pemimpin. Dengan fungsi-fungsi tersebut, sekolah akan
menjadi satu kesatuan kerja yang utuh karena sekolah
didasari atas unit yang kolektif.
Kruger, Witziers, dan Sleegers (2007) menyatakan
bahwa kepemimpinan transformasional memiliki
pengaruh yang positif terhadap pendidikan di sekolah.
Leithwood & Jantzi (2005) memberikan tujuh dimensi
tentang mengapa kepemimpinan transformasional
dapat berhasil saat diaplikasikan dalam konteks
sekolah; a) membangun visi dan mendirikan tujuan
sekolah, b) menyediakan rangsangan intelektual/
intellectual stimulation, c) menyediakan dukungan
individual, d) memberikan model akan best practices
dan nilai-nilai organisasional, e) mengatur standar
ekspektasi akademik yang tinggi, f) menciptakan
budaya sekolah yang produktif, dan g) mengembangkan
partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Kepala sekolah transformasional harus mampu
memberikan wawasan, membangkitkan kebanggaan,
serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan
dari bawahannya (Leithwood dkk, 2004). Kepala
sekolah yang menerapkan kepemimpinan
transformasional harus memiliki kepercayaan bahwa
pengikutnya (pendidik dan tenaga pendidik) memiliki
kelimpahan dalam gagasan dan pengetahuan yang
16
dapat berguna bagi tujuan sekolah (Owens, 1998). Oleh
karena alasan tersebut, menurut Molenaar et.al. (2010)
kepemimpinan transformasional diasosiasikan secara
positif dalam dunia pendidikan terutama di sekolah
karena iklim inovatif kreatif yang ada di sekolah dan
memotivasi pengikutnya untuk melakukan lebih
terhadap apa yang diharapkan dari mereka.
Bass (dalam Northouse, 2001) menyimpulkan
bahwa seseorang yang dapat menampilkan
kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih
menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif
dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu,
merupakan hal yang amat menguntungkan jika para
kepala sekolah dapat menerapkan kepemimpinan
transformasional di sekolahnya. Karena kepemimpinan
transformasional merupakan sebuah rentang yang luas
tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa
menjadi seorang pemimpin transformasional yang
efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan
usaha sadar dan sungguh-sungguh dari yang
bersangkutan.
2.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kepemimpinan Transformasional
Studi empiris yang dilakukan Bass & Riggio
(2006) dan Leithwood & Jantzi (2005) menunjukkan
bahwa kepemimpinan transformasional adalah faktor
17
yang kritis dalam hal efektivitas sekolah (Lai, 2011). Hal
ini dikarenakan pemimpin transformasional berfokus
pada kapasitas membangun untuk tujuan perubahan
organisasi, mempertajam kemampuan dan menambah
pengetahuan pengikut dari pengalaman seorang
pemimpin.
Berdasarkan dari definisi tersebut,
kepemimpinan transformasional memiliki empat faktor
dalam aplikasinya (Bass & Bass, 2008), yaitu; a)
pengaruh ideal/ idealized influence, b) motivasi
inspirasional/ motivated inspirational, c) rangsangan
intelektual/ intellectual stimulation, dan d)
pertimbangan individu/ individualized consideration.
Faktor-faktor ini merupakan pembeda yang
mempengaruhi pandangan guru terhadap
kepemimpinan transformasional kepala sekolah.
Pandangan masing-masing guru akan berbeda,
tergantung dari bagaimana faktor-faktor kepemimpinan
ini berpengaruh dalam kinerja mereka di sekolah.
1. Idealized Influence (Pengaruh Ideal)
Idealized influence adalah perilaku kepala
sekolah yang memberikan visi dan misi, memunculkan
rasa bangga, serta mendapatkan respek dan
kepercayaan dari para guru dan tenaga pendidik.
Idealized influence disebut juga sebagai pemimpin yang
kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan yang
18
mendalam pada pemimpinnya, merasa bangga bisa
bekerja dengan pemimpinnya, dan mempercayai
kapasitas pemimpinnya dalam mengatasi setiap
permasalahan (Bass & Riggio, 2006). Idealized
influence, yang dijelaskan sebagai perilaku yang
menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya
diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Hal ini
mengandung makna bahwa kepala sekolah dan para
staf saling berbagi resiko melalui pertimbangan
kebutuhan para staf di atas kebutuhan pribadi dan
perilaku moral secara etis.
2. Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional)
Inspirational motivation adalah perilaku dari
kepala sekolah yang mampu mengkomunikasikan
harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama
secara menarik dengan menggunakan simbol-simbol
untuk memfokuskan upaya bawahan, dan
menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang
menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi (Bass
& Riggio, 2006). Inspirational motivation, tercermin
dalam perilaku yang senantiasa menyediakan
tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan
memperhatikan makna pekerjaan tersebut bagi para
staf. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah
menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen
terhadap sasaran organisasi sekolah melalui perilaku
19
yang dapat diobservasi para staf (guru dan karyawan).
Kepala sekolah berperan sebagai motivator yang
bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme
dan optimisme guru dan karyawan.
3. Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)
Intellectual stimulation adalah sikap dan perilaku
kepala sekolah yang mampu meningkatkan kecerdasan
bawahan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi
mereka, meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan
masalah secara cermat (Bass & Riggio, 2006). Sikap
dan perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu
pengetahuan yang berkembang dan secara intelektual
ia mampu menterjemahkannya dalam bentuk kinerja
yang produktif. Hal ini mengandung makna bahwa
kepala sekolah sebagai intelektual, senantiasa menggali
ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari para stafnya
dan tidak lupa selalu mendorong staf mempelajari dan
mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan
pekerjaan.
4. Individualized Consideration (Pertimbangan
Individual)
Individualized consideration adalah pemimpin
merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh
perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti
keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan
yang diberikan staf (Bass & Riggio, 2006). Perilaku
20
kepala sekolah memberikan perhatian pribadi,
memperlakukan masing-masing bawahan secara
individual sebagai seorang individu dengan kebutuhan,
kemampuan, dan aspirasi yang berbeda, serta melatih
dan memberikan saran. Individualized consideration
dari kepemimpinan transformasional memperlakukan
masing-masing bawahan sebagai individu serta
mendampingi mereka, memonitor dan menumbuhkan
peluang. Dalam hal ini kepala sekolah senantiasa
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari para
stafnya, serta melibatkan mereka dalam suatu
pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja
organisasi.
Pengaruh ideal adalah faktor yang
memperlihatkan bagaimana para pengikut memandang
pemimpin transformasional sebagai orang yang percaya
diri serta berfokus pada tugas yang diemban. Perilaku
pengaruh ideal merujuk pada tindakan karismatik dari
seorang pemimpin yang berpusat pada nilai-nilai,
kepercayaan, dan rasa akan misi (Antonakis et al.,
2003). Motivasi inspirasional adalah cara dimana
seorang pemimpin menginspirasi pengikutnya dengan
memberikan rasa optimis akan masa depan, mengatur
tujuan yang ambisius, dan memberikan semangat dan
dorongan bahwa visi tersebut dapat dicapai (Bass &
Riggio, 2006). Cara dimana pemimpin menantang
21
pengikutnya untuk berpikir secara kreatif, mencari
penyelesaian masalah yang rumit serta mendorong
inovasi adalah stimulasi intelektual (Antonakis et al.,
2003). Pertimbangan individu adalah cara dimana
pemimpin memberikan saran, mendukung, dan
berfokus pada kebutuhan pengikutnya untuk
mendorong perkembangan individu mereka (Antonakis
et al., 2003).
2.2.3. Mengukur Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah
Kepemimpinan transformasional telah menjadi
fokus dari penelitian yang dilakukan di berbagai benua
dan hampir di setiap negara industrialisasi di dunia
(Bass & Riggio, 2006). Dari penelitian yang dilakukan
Bass dan Riggio tersebut menunjukkan bahwa
kepemimpinan transformasional penting bagi kepala
sekolah karena dapat dijadikan ukuran sebagai
pemimpin yang efektif (Bass & Riggio, 2006; Mancuso
et al., 2010)
Dalam melakukan penelitian tentang
kepemimpinan, tidak adanya teori universal yang bisa
mencakup semua tentang kepemimpinan merupakan
sesuatu masalah tersendiri (House & Aditya, 1997).
Oleh sebab itu, dalam meneliti kepemimpinan harus
sesuai dengan teori kepemimpinan yang hendak diteliti.
Secara umum, ada enam alat ukur yang dapat
22
dijadikan pegangan dalam melakukan penelitian
tentang kepemimpinan yaitu; 1) Leadership Skills
Inventory/ LSI (Karnes & Chauvin, 1985); 2) Least
Preferred Co-worker (LPC); 3) Leader Member Exchange/
LMX-7 (Graen et al, 1982); 4) Multifactor Leadership
Questionnaire/ MLQ (Bass, 1985); 5) LPI Leadership
Practices Inventory (Posner & Kouzes, 1993); 6) Conger
Kanungo scale (Conger Kanungo, 1994).
Penelitian ini akan menggunakan teori
kepemimpinan transformasional dari Bass (1985). Oleh
karena itu untuk mengukur kepemimpinan
transformasional dalam penelitian ini akan
menggunakan empat indikator yang tergabung dalam
MLQ/ Multifactor Leadership Questionnaire yang
digunakan oleh Bass sebagai alat ukur tentang
kepemimpinan transformasional di sekolah melalui
sudut pandang guru. MLQ dapat digunakan sebagai
alat ukur dalam berbagai bidang seperti bisnis
(Purvanova, Bono, & Dzieweczynski, 2006), militer
(Dvir, Eden, Avolio, Bass, & Shamir, 2002), pendidikan
(Barnett & McCormick, 2004) (Leithwood & Jantzi,
2005) dan olahraga (Charbonneau, Barling, and
Kelloway, 2001).
MLQ adalah alat ukur yang populer untuk
mengukur kepemimpinan transformasional (Avolio &
Yammarino, 2002) karena menggambarkan sikap
23
perilaku dari seorang pemimpin dan mengukur
berbagai aspek dari kepemimpinan transformasional
(Avolio, Bass, & Jung, 1999). Empat indikator yang
diukur dalam MLQ dikenal sebagai empat “I” yaitu,
idealized influence, inspirational motivation, intellectual
stimulation dan individual consideration. Keempat
indikator tersebut dianggap mewakili teori karismatik
yang terdapat dalam kepemimpinan transformasional
(Bass, 1985).
Berdasarkan empat komponen yang diajukan
oleh Bass (1985) tersebut, dapat diukur kepemimpinan
transformasional dari seorang kepala sekolah dan akan
digunakan dalam penelitian ini. MLQ/ Multifactor
Leadership Questionnaire, diterima secara luas sebagai
instrumen yang digunakan untuk mengukur
kepemimpinan transformasional (Bass & Riggio, 2006).
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam
penelitian ini menggunakan pandangan guru sebagai
responden, sehingga hasil dari pandangan tiap-tiap
guru akan berbeda terhadap kepemimpinan
transformasional kepala sekolah.
Kepemimpinan transformasional yang diterapkan
kepala sekolah dapat berperan sebagai jembatan yang
menghubungkan pelbagai keputusan tanpa adanya
pihak yang merasa dirugikan (Danim dan Suparno,
2008). Kemampuan untuk melakukan transformasi
24
aneka sumberdaya sekolah mutlak dalam kerangka
kepemimpinan sekolah yang produktif. Kepala sekolah
disebut mampu menerapkan kaidah kepemimpinan
transformasional jika dia mampu mengubah energi
sumber daya baik manusia, instrumen, maupun situasi
untuk mencapai tujuan tujuan sekolah.
2.3 Efikasi Diri Guru
2.3.1. Pengertian Efikasi Diri Guru
Dalam kehidupan manusia, memiliki keyakinan
akan diri sendiri merupakan hal yang penting (Bong &
Skaalvik, 2003). Keyakinan diri yang ada tersebut dapat
dijadikan dorongan untuk memahami secara
menyeluruh dan mendalam atas situasi yang dapat
menerangkan mengapa seseorang ada yang mengalami
kegagalan dan atau yang berhasil. Kemudian, dari
pengalaman yang didapatkan itu, seseorang akan
mampu untuk mengungkapkan keyakinan diri.
Keyakinan diri inilah yang merupakan panduan untuk
tindakan yang telah dikonstruksikan dalam perjalanan
pengalaman interaksi sepanjang hidup individu (Gagne
& Deci, 2005).
Keyakinan akan seluruh kemampuan ini meliputi
kepercayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri,
kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasitas bertindak
pada situasi yang penuh tekanan. Efikasi diri itu akan
25
berkembang berangsur-angsur secara terus menerus
seiring meningkatnya kemampuan dan bertambahnya
pengalaman-pengalaman yang berkaitan (Bandura,
1981).
Efikasi diri atau self-efficacy adalah sebuah
konsep yang dirumuskan oleh Albert Bandura (1977)
sebagai bagian dari teori sosial kognitif miliknya.
Menurut Bandura (1977), dalam pandangan teori
sosial kognitif, manusia tidak hanya didorong oleh
kekuatan dari dalam dirinya sendiri, atau dibentuk dan
dikendalikan oleh rangsangan eksternal. Fungsi
manusia dijelaskan dalam hubungan timbal balik
antara perilaku dan faktor kognitif (personal) dan
lingkungan.
Konstruksi efikasi diri terkadang dicampur
adukkan dengan gagasan umum tentang kepercayaan
diri (self-confidence). Kepercayaan diri merujuk kepada
kekuatan kepercayaan yang ada dalam diri seseorang,
sedangkan efikasi diri didasarkan dari tingkatan
khusus dari pencapaian dan kekuatan kepercayaan
seseorang bahwa tingkat pencapaian tersebut dapat
dicapai (Pajares, 1996). Efikasi diri diyakini menjadi
kunci untuk pekerjaan yang sukses. Selain itu, efikasi
diri juga dapat mempengaruhi pola berpikir dan
perilaku dalam membuat keputusan.
26
Bandura (1977) mendefinisikan efikasi diri
sebagai “personal judgments of one’s capabilities to
organize and execute courses of action to attain
designated goals, and he sought to assess its level,
generality, and strength across activities and contexts.”
Efikasi diri adalah pertimbangan subjektif
individu terhadap kemampuannya untuk menyusun
tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-
tugas khusus yang dihadapi. Efikasi diri tidak
berkaitan langsung dengan kecakapan yang dimiliki
individu, melainkan pada penilaian diri tentang apa
yang dapat dilakukan, tanpa terkait dengan kecakapan
yang dimiliki. Efikasi diri lebih berkaitan dengan situasi
yang dihadapi oleh individu dan tempat sebagai bagian
dari proses belajar kognitif. Oleh karena itu, Baron dan
Greenberg (1990) juga menegaskan bahwa efikasi diri
adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas-
tugas tertentu.
Ormrod (2006) lebih jauh menyatakan bahwa
efikasi diri adalah kemampuan seseorang untuk
bertindak menggunakan cara yang sesuai dan efektif
untuk mencapai tujuan tertentu. Efikasi diri ada dalam
banyak aspek kehidupan manusia, termasuk perilaku
profesional dan pribadi (Bandura dalam Gavora, 2010).
Dalam konteks pendidikan, Bandura
mendeskripsikan efikasi diri guru sebagai keyakinan
27
akan kemampuan personal dari seorang guru dalam
merancang instruksi dan menyelesaikan tujuan
instruksional. Berdasarkan teori Bandura tentang
efikasi diri, ada dua komponen yang membentuk efikasi
diri (Skaalvik & Skaalvik, 2007), ekspektasi efikasi
(efficacy expectation) dan ekspektasi hasil (outcome
expectancy). Ekspektasi efikasi adalah keyakinan
bahwa sesorang memiliki kemampuan, pengetahuan,
dan skill untuk melaksanakan perilaku atau tindakan
secara sukses sehingga dengan demikian dapat
memperoleh hasil yang diinginkan.
Sementara itu ekspektasi hasil adalah keyakinan
bahwa perilaku dan tindakan yang dilakukan akan
mengarah kepada hasil yang diharapkan. Dengan
begitu, untuk menjadi guru yang sukses dalam
pembelajaran haruslah memiliki kedua ekspektansi
tersebut. Jika hanya memiliki salah satunya saja, maka
guru tersebut akan kurang sukses dalam mengajar
murid secara efektif dan efisien (Gavora, 2010).
Menurut Bandura (1989) efikasi diri berakibat
pada suatu tindakan manusia melalui beberapa jenis
proses, antara lain yaitu proses motivasional, kognitif,
afektif dan seleksi.
a. Proses motivasional
Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan
meningkatkan usahanya untuk mengatasi
28
tantangan dengan menunjukkan usaha dan
keberadaan diri yang positif (Bandura, 1989).
b. Proses kognitif
Efikasi diri yang dimiliki individu akan berpengaruh
pada pola pikir yang bersifat membantu atau
menghambat. Bentuk-bentuk pengaruhnya yaitu:
- Jika efikasi diri semakin tinggi maka semakin
tinggi pula penetapan suatu tujuan dan akan
semakin kuat pula komitmen terhadap tujuan
yang ingin dicapai
- Ketika menghadapi situasi yang rumit, individu
memiliki keyakinan diri yang kuat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi dan mampu
mempertahankan efisiensi berpikir analitis.
Sebaliknya, jika individu bersifat ragu-ragu
dalam memecahkan masalah yang dihadapinya
maka biasanya tidak efisien dalam berpikir
analitis.
- Efikasi diri berpengaruh terhadap antisipasi tipe-
tipe gambaran konstruktif dan gambaran yang
diulang kembali. Individu yang memiliki efikasi
diri tinggi akan memiliki gambaran keberhasilan
yang diwujudkan dalam penampilan dan perilaku
yang positif dan efektif. Sebaliknya individu yang
merasa tidak mampu cenderung merasa
mempunyai gambaran kegagalan.
29
- Efikasi diri berpengaruh terhadap fungsi kognitif
melalui pengaruh yang sama dengan proses
motivasional dan pengelolaan informasi. Semakin
kuat keyakinan individu akan kapasitas memori,
maka semakin kuat pula usaha yang dikerahkan
untuk memproses memori secara kognitif dan
meningkatkan kemampuan memori individu
tersebut.
c. Proses afektif
Efikasi diri berpengaruh terhadap seberapa
banyak tekanan yang dialami oleh individu dalam
situasi-situasi yang mengancam. Individu yang
percaya bahwa dirinya dapat mengatasi situasi-
situasi yang mengancam yang dirasakannya,
tidak akan merasa cemas dan terganggu dengan
ancaman tersebut (Bandura, 1989).
d. Proses seleksi
Kemampuan individu untuk memilih aktivitas
dan situasi tertentu turut mempengaruhi efek
dari suatu kejadian. Individu cenderung
menghindari aktivitas dan situasi yang diluar
batas kemampuan mereka. Bila individu merasa
yakin bahwa mereka mampu menangani suatu
situasi, maka mereka cenderung tidak
menghindari situasi tersebut. Dengan adanya
30
pilihan yang dibuat, individu kemudian dapat
meningkatkan kemampuan, minat, dan
hubungan sosial mereka (Bandura, 1989)
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri
Guru
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang
terhadap dirinya akan mampu melaksanakan tingkah
laku yang diperlukan dalam suatu tugas yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi efikasi diri yang diperspektifkan
oleh individu merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan dalam performasi yang akan datang dan
kemudian dapat pula menjadi faktor yang ditentukan
oleh pola keberhasilan atau kegagalan performasi yang
pernah dialami. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
efikasi diri menurut Bandura (1986) antara lain:
a) Sifat tugas yang dihadapi individu. Sifat tugas dalam
hal ini meliputi tingkat kesulitan dan kompleksitas
dari tugas yang dihadapi. Semakin sedikit jenis
tugas yang dapat dikerjakan dan tingkat kesulitan
tugas yang relatif mudah, maka makin besar
kecenderungan individu untuk menilai rendah
kemampuannya sehingga akan menurunkan efikasi
dirinya. Namun apabila seseorang mampu
menyelesaikan berbagai macam tugas dengan
tingkat kesulitan yang berbeda, makan individu
31
akan menilai dirinya mempunyai kemampuan
sehingga akan meningkatkan efikasi dirinya.
b) Insentif eksternal. Insentif berupa hadiah (reward)
yang diberikan oleh orang lain untuk merefleksikan
keberhasilan seseorang dalam menguasai atau
melaksanakan suatu tugas (competence contigence
incentive). Misalnya pemberian pujian, materi, dan
lainnya. Semakin besar insentif atau reward yang
diperoleh seseorang dalam penyelesaian tugas, maka
semakin tinggi derajat efikasi dirinya.
c) Status atau peran individu dalam lingkungannya.
Seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi
dalam lingkungan atau kelompoknya akan
mempunyai derajat kontrol yang lebih besar pula
sehingga memiliki efikasi diri yang lebih tinggi.
d) Informasi tentang kemampuan diri. Efikasi diri
seseorang akan meningkat atau menurun jika ia
mendapat informasi yang positif atau negatif tentang
dirinya. Informasi yang disampaikan oleh orang lain
secara langsung bahwa seseorang mempunyai
kemampuan tinggi, dapat menambah keyakinan diri
seseorang sehingga seseorang akan mengerjakan
suatu tugas dengan sebaik mungkin. namun apabila
seseorang mendapat informasi tentang
kemampuannya rendah, maka akan menurunkan
32
efikasi diri sehingga kinerja yang ditampilkan
rendah.
Dalam hubungannya dengan faktor yang
mempengaruhi efikasi diri, berdasarkan dari teori
Bandura (1997), ada empat sumber yang dapat
dijadikan acuan bagi para guru untuk mengembangkan
efikasi diri yang tinggi, yaitu: pengalaman keberhasilan
(mastery experiences), pengalaman orang lain (vicarious
experiences), persuasi sosial (social persuasion), kondisi
fisiologis dan emosi (physiological and emotional state).
a. Pengalaman keberhasilan (mastery experiences)
merupakan sumber yang paling efektif untuk
menciptakan keyakinan kuat pada efikasi diri. Hal
ini dinyatakan oleh Bandura (1997) bahwa
pengalaman keberhasilan adalah sumber yang
paling berpengaruh karena memberikan bukti
otentik bahwa seseorang dapat memberikan apa saja
yang dimilikinya untuk menjadi sukses.
b. Pengalaman orang lain (vicarious experiences) adalah
dimana keterampilan yang dipelajari seseorang dari
hasil observasi tentang kesuksesan orang lain.
Meneliti dan meniru tindakan dari guru yang sukses
dapat meningkatkan harapan bahwa guru dapat
belajar dari kesuksesan koleganya yang kemudian
dapat menambah efikasi diri secara positif.
33
Singkatnya, guru dapat belajar bagaimana untuk
menjadi efektif dari perilaku orang lain yang efektif.
c. Persuasi sosial (social persuasion) dari rekan kerja
atau atasan bahwa guru dapat mengajar secara
sukses dapat meningkatkan efikasi diri guru.
Contohnya pelatihan dan memberikan feedback
yang positif umumnya dapat mempengaruhi efikasi
diri secara positif. Dukungan emosional membangun
kepercayaan guru dalam menambah efikasi diri.
Potensi persuasi tergantung pada kredibilitas,
kepercayaan, dan keahlian dari orang yang
memberikan penguatan (Bandura, 1986).
d. Kondisi fisiologis dan emosi (physiological and
emotional state) dari seorang guru dapat
mempengaruhi penilaian efikasi diri. Sebagai contoh,
jika guru mengartikan reaksi stress dan tekanan
sebagai gejala yang memudahkan penurunan
pekerjaan, maka guru tersebut memiliki efikasi diri
yang rendah. Suasana hati juga berpengaruh
terhadap efikasi diri. Jika suasana hati yang positif
dapat mempertinggi keyakinan diri, maka sebaliknya
suasana hati yang sedih dapat mengurangi
keyakinan efikasi diri.
2.3.3. Mengukur Efikasi Diri Guru
Dalam melakukan penelitian tentang efikasi diri
guru, setidaknya ada tiga instrumen yang dapat
34
digunakan untuk mengukur efikasi diri. Instrumen-
instrumen tersebut banyak digunakan untuk
mengukur efikasi diri dalam dunia pendidikan
terutama guru, yaitu Bandura’s Self-Efficacy Scale
(1997), Gibson and Dembo (1984), dan instrumen yang
dikembangkan oleh Tschannen-Moran & Hoy (2001).
Dalam penelitian ini, akan menggunakan instrumen
yang sesuai dengan teori Bandura tentang efikasi diri
yaitu akan tetapi dalam subjek yang lebih mengkerucut
yaitu guru. Untuk mengukur efikasi diri guru akan
digunakan Teacher Efficacy Scale (TES) yang
dikembangkan oleh Bandura (1977). Pemilihan tersebut
dilakukan dengan alasan bahwa faktor korelasi yang
ada dalam instrumen ini mencakup semua teori yang
dikemukakan oleh Bandura tentang efikasi diri. Lebih
lanjut lagi, penelitian ini akan melibatkan efikasi diri
dari guru, oleh karena itu pemilihan alat ukur yang
tepat dapat membuat hasil penelitian menjadi lebih
valid. Dimensi yang terdapat dalam alat ukur ini adalah
efikasi diri untuk mempengaruhi pembuatan
keputusan, efikasi diri dalam pembelajaran, efikasi diri
dalam kedisplinan, efikasi diri untuk meminta
keterlibatan orang tua, dan efikasi diri untuk membuat
iklim sekolah yang positif.
35
2.4 Kinerja Guru
2.4.1. Pengertian Kinerja Guru
Kualitas dari proses dan hasil pendidikan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dari guru. Dengan kata
lain guru adalah tulang punggung dari pendidikan
karena berpengaruh besar terhadap baik atau
buruknya kualitas sebuah pendidikan (Hanif & Pervez,
2004). Kinerja guru yang efektif adalah sebuah
keharusan dalam perkembangan pendidikan. Dalam
mendefinisikan kerja guru yang baik, banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti efektivitas mengajar,
manajemen waktu, serta komunikasi yang efektif
antara guru dan siswa. Guru yang baik selain harus
mengajar dengan efektif di dalam kelas dan
memuaskan siswa dengan gaya dan kualitas
mengajarnya juga harus dapat mengatur waktu untuk
mengajar dan tugas lain yang diberikan oleh kepala
sekolah dan institusi pendidikan dimana guru tersebut
berkarya.
Seiring dengan berjalannya era globalisasi, peran
sekolah menjadi sangat krusial dan menuntut dalam
mendukung perkembangan individu di lingkup
komunitas, masyarakat, dan hubungan internasional
(Hanif, 2004). Sehubungan dengan tuntutan ini,
sekolah diharapkan untuk menjalankan fungsi barunya
36
dalam hal struktural, sosial, politik, budaya dan
pendidikan.
Untuk menjalankan fungsi ini, ada perubahan
besar dalam paradigma guru sebagai pendidik untuk
memperluas peran dan tanggung jawab guru yang
bukan melulu hanya jadi agen pembelajaran tetapi juga
sebagai pengembang kurikulum, mentor, fasilitator
perkembangan staf, peneliti tindakan, pemimpin tim,
pembuat keputusan, dan anggota dari pengurus
manajemen (Boles & Troven, Murphy, Fessler &
Ungaretti dalam Hanif, 2004). Imbas dari tuntutan ini
adalah bahwa guru memerlukan pendidikan profesional
sepanjang hayat untuk memperbaharui kemampuan
mereka dengan pengetahuan, kompetensi, dan sikap
yang baru guna memenuhi tantangan yang ada.
Guru merupakam elemen kunci untuk
kesuksesan pendidikan dalam sekolah. Ruang lingkup
kerja guru yang kini bukan hanya untuk mengajar
siswa saja membuat sekolah untuk menginvestasikan
sumber daya yang ada untuk memenuhi tuntutan
perkembangan guru ini. Secara sudut pandang
tradisional, efektivitas guru dipandang hanya berfokus
pada individu seperti pengajaran di dalam kelas dan
mengabaikan peran mereka yang ada dalam lingkungan
organisasi sekolah. Selain itu, pengaruh dari komunitas
juga dapat berimbas pada peran dan kinerja guru pada
37
tingkat individu, kelompok dan organisasi. Sudut
pandang tradisional inilah yang menjadi penghalang
untuk memaksimalkan perkembangan dan pendidikan
guru.
Hanif (2004) mengatakan bahwa kinerja guru
adalah aktivitas guru dan perilaku mereka dalam
konteks organisasi sekolah. Seperti yang telah
dikatakan sebelumnya, peran guru bukan hanya
mengajar saja tapi juga meliputi tanggung jawab dan
perilaku mereka dalam manajemen sekolah, perubahan
kurikulum, inovasi pendidikan, bekerja sama dengan
orang tua siswa dan komunitas. Dengan adanya peran
dan tanggung jawab dari guru tersebut, diharapkan
sekolah memiliki inisiatif terhadap perkembangan dan
pendidikan guru untuk meningkatkan efektivitas guru.
Untuk menambah efektivitas guru, penting juga
untuk diketahui karakteristik guru – dalam hal
kepribadian, sikap, kemampuan, dan pengetahuan-
untuk mencapai tujuan dan tugas yang ditetapkan.
Dengan begitu akan lebih mudah bagi institusi
pendidikan untuk memberikan action plans sehingga
pengembangan program efektivitas guru akan lebih
mudah (Hanif, 2004).
2.4.2. Mengukur Kinerja Guru
Mengevaluasi kinerja guru biasanya banyak
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari
38
organisasi yang dalam konteks ini adalah sekolah,
meningkatkan etos kerja dan fungsi administratif
tertentu, mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan
dari masing-masing guru, juga untuk mengembangkan
dan mengevaluasi sistem sumber daya manusia (Arvey
dalam Hanif, 2004). Ada beberapa alat ukur untuk
mengevaluasi kinerja guru seperti Teaching Performance
Assessment Scale (TPAS) yang dikembangkan oleh
Stanford Center for Assessment, Learning and Equity
(SCALE, 2013); The Teacher Performance Rate and
Accuracy Scale (TPRA) (Ross, Singer-Dudek, & Greer,
2005) dan Teachers’ Job Performance Scale (TJPS)
(Hanif, 2004). Alat ukur tersebut bukan hanya
digunakan untuk mengukur kinerja guru pada dimensi
yang berbeda, akan tetapi juga untuk memberikan
fleksibilitas dalam tujuan penelitian yang berbeda.
Dalam penelitian ini akan menggunakan alat
ukur Teachers’ Job Performance Scale (TJPS) yang
dikembangkan oleh Hanif dikarenakan tujuan
penelitian yang hendak mengukur kinerja guru dalam
konteks aktivitas dan perilaku mereka dalam sekolah,
bukan hanya dalam kegiatan mengajar saja. Adapun
indikator yang digunakan dalam alat ukur ini adalah
Teaching Skills (TS), Management Skills (MS), Discipline
and Regularity (DR), dan Interpersonal Skills (IS).
Keempat indikator ini dapat digunakan untuk
39
mengukur kinerja guru dalam ruang lingkup sekolah
(Hanif, 2004)
2.5 Hubungan Antar Variabel Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan
penelitian dan landasan teori tentang kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
dengan kinerja guru dapat disimpulkan bahwa kinerja
guru yang optimal akan tercapai jika kepala sekolah
memimpin secara karismatik, menetapkan visi dan
misi, serta membuat para guru merasa percaya diri dan
bangga jika bekerja dengan kepala sekolah sehingga
dapat mendukung mereka dalam bekerja dan mencapai
tujuan pendidikan. Selanjutnya, setelah mendapatkan
kepercayaan dari luar (kepemimpinan) para guru
memerlukan kepercayaan dari dalam diri (efikasi diri)
sehingga dapat melakukan berbagai hal dalam berbagai
kondisi dan mencapai tujuan pendidikan melalui
kinerja mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, diduga terdapat
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
dengan kinerja para guru. Dengan kata lain, semakin
tinggi tingkat kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan efikasi diri guru, semakin tinggi pula
tingkat kinerja guru yang bersangkutan.
40
2.6 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari dua
bagian yaitu hipotesis empirik dan hipotesis statistik.
2.6.1 Hipotesis Empirik
1. Ada hubungan yang signifikan antara pandangan
guru tentang gaya kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dengan kinerja yang dihasilkan guru
SMP Sub Rayon 04 Semarang.
2. Ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri
guru dengan kinerja yang dihasilkan guru SMP Sub
Rayon 04 Semarang.
3. Ada hubungan yang signifikan antara pandangan
guru tentang kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dan efikasi diri guru secara bersama-
sama dengan kinerja yang dihasilkan guru SMP Sub
Rayon 04 Semarang.
2.6.2 Hipotesis Statistik
1. Ha : rx1y ≠ 0
Ada hubungan yang signifikan antara pandangan
guru tentang kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dengan kinerja guru.
Ho : rx1y = 0
Tidak ada hubungan yang signifikan antara
pandangan guru tentang kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan kinerja
guru.
41
2. Ha : rx2y ≠ 0
Ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri
guru dengan kinerja guru.
Ho : rx2y = 0
Tidak ada hubungan yang signifikan antara efikasi
diri guru dengan kinerja guru.
3. Ha : Rx1.2y ≠ 0
Ada hubungan yang signifikan antara pandangan
guru tentang kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dan efikasi diri secara bersama-
sama dengan kinerja guru.
Ho : Rx1.2y = 0
Tidak ada hubungan yang signifikan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri
secara bersama-sama dengan kinerja guru.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian
untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan
menggunakan rancangan penelitian korelasional yang
bertujuan untuk memahami variabel yang
mempengaruhi (independen) dan variabel yang
merupakan akibat (dependen) serta menentukan sifat
antara variabel independen dan hubungan yang
diperkirakan (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini
akan dicari hubungan antara pandangan guru tentang
gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dan efikasi diri guru dengan kinerja guru.
3.2 Populasi dan Sampel
Lokasi penelitian ini semua SMP yang tergabung
dalam Sub Rayon 04 Kota Semarang. Adapun jumlah
SMP yang termasuk dalam Sub Rayon 04 Kota
Semarang adalah 16 sekolah mencakup SMP negeri
dan swasta. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua guru SMP yang berada dalam Sub Rayon 04
43
Kota Semarang dengan jumlah sebanyak 432 orang
guru.
Sampel diambil dengan teknik pengambilan
sampel probability sampling karena memberikan
peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2008). Untuk
itu dipakai teknik simple random sampling yaitu cara
pengambilan anggota sampel dari populasi secara acak
tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.
Penentuan sampel sebanyak 432 orang guru dan
dengan taraf kesalahan 5% maka dapat ditentukan
bahwa jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini
adalah 195 orang guru, yang terdistribusi pada 16
sekolah Sub Rayon 04 Kota Semarang karena jumlah
tersebut dianggap telah mewakili populasi.
Pengambilan anggota sampel ini nantinya dengan
menggunakan tabel acak melalui komputer, sehingga
pengambilan anggota sampel akan merata dan
mewakili populasi. Pengambilan anggota sampel
dilakukan dengan menggunakan fitur tabel acak pada
Microsoft Excel. Sebanyak 432 guru yang tergabung
dalam populasi diberi nomor urut, lalu dengan tabel
acak dapat ditentukan 195 anggota sampel sesuai
dengan angka yang keluar.
44
Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, penggunaan kuesioner dan
skala merupakan hal pokok dalam rangka
mengumpulkan data. Tujuan pokok pembuatan
kuesioner dan skala adalah untuk memperoleh
informasi dengan tingkat reliabilitas dan validitas
setinggi mungkin. Data yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah bersifat kuantitatif dengan pendekatan
korelasional. Adapun data yang diperoleh adalah
dengan menggunakan metode kuesioner/angket
kepada para guru yang tergabung dalam SMP Sub
Rayon 04 Kota Semarang. Kuesioner/angket yang
digunakan ini untuk mengungkapkan hubungan
antara pandangan guru tentang kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
terhadap kinerja mengajar guru.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto,
2008).
1. Variabel Bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi
terhadap sesuatu gejala. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pandangan guru tentang gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah (X1)
dan (X2) efikasi diri guru.
45
2. Variabel Terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi
suatu gejala. Adapun yang menjadi variabel terikat
adalah kinerja guru (Y).
Definisi operasional dari variabel tersebut beserta
pengukurannya disajikan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan transformasional (Bass, 1985) adalah
sebuah kepemimpinan yang bersifat proaktif,
meningkatkan perhatian atas kepentingan bersama
kepada para pengikut, dan membantu para pengikut
mencapai tujuan pada tingkatan yang paling tinggi.
Instrumen penelitian yang akan digunakan untuk
mengukur kepemimpinan transformasional dalam
penelitian ini adalah MLQ (Multifactor Leadership
Questionnaire) yang memiliki indikator (a) Pengaruh
Ideal/Idealized Influence (b) Motivasi
Inspirasional/Inspirational Motivation (c) Stimulasi
Intelektual/Intellectual Stimulation, dan (d)
Pertimbangan Individual/ Individualized
Consideration. MLQ menunjukkan konsistensi
internalnya dalam penelitian yang telah dilakukan
dengan alpha coefficients diatas 0,80 untuk semua
skala (Bass, 2006).
2. Efikasi diri guru adalah pertimbangan subjektif dari
keyakinan guru terhadap kemampuan mereka atau
kemampuan untuk merencanakan, mengatur, dan
melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk
46
mencapai suatu tujuan pendidikan. Instrumen yang
akan digunakan untuk mengukur efikasi diri guru
dalam penelitian ini adalah Teacher Efficacy Scale
yang dikembangkan oleh Bandura (1977). Indikator
efikasi diri guru terdiri dari lima butir antara lain
efikasi diri untuk mempengaruhi pembuatan
keputusan, efikasi diri dalam pembelajaran, efikasi
diri dalam kedisplinan, efikasi diri untuk meminta
keterlibatan orang tua, dan efikasi diri untuk
membuat iklim sekolah yang positif.
3. Kinerja guru adalah aktivitas guru dan perilaku
mereka dalam konteks organisasi sekolah (Hanif,
2004). Seperti yang telah dikatakan pada bab
sebelumnya, peran guru bukan hanya mengajar saja
tapi juga meliputi tanggung jawab dan perilaku
mereka dalam manajemen sekolah, perubahan
kurikulum, inovasi pendidikan, bekerja sama
dengan orang tua siswa dan komunitas. Untuk
mengukur kinerja guru, penelitian ini akan
menggunakan Teacher Job Performance Scale (TJPS)
yang dikembangkan oleh Hanif. Indikator yang
digunakan untuk mengukur kinerja guru adalah (a)
Teaching Skills (TS), (b) Management Skills (MS), (c)
Discipline and Regularity (DR), dan (d) Interpersonal
Skills (IS). Masing-masing indikator dalam TJPS
47
memiliki Alpha Coefficient sebesar 0.80, 0.90, 0.92,
dan 0.91 (Hanif, 2004).
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan kuesioner dan skala.
Adapun kuesioner dan skala yang digunakan disebar
kepada responden, yaitu para guru Sub Rayon 04 Kota
Semarang untuk mendapatkan data yang diperlukan
untuk penelitian ini. Dalam penghitungan data,
kuesioner dan skala yang ada dalam penelitian ini
menggunakan rating scale. Rating scale adalah
rangkaian pilihan jawaban dimana responden diminta
untuk menggunakannya dalam menunjukkan respon
atau sikap mereka terhadap pertanyaan bersangkutan
dengan penelitian.
Skala pengukuran ini terdiri dari serangkaian
label dengan deskripsi tertulis. Ada dua skala
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Skala pengukuran untuk kepemimpinan
transformasional dan kinerja mengajar guru
a. SL : Selalu = 4
b. SR : Sering = 3
c. J : Jarang = 2
d. TP : Tidak Pernah = 1
2. Skala pengukuran untuk efikasi diri guru
a. SS: Sangat Setuju = 4 b. S: Setuju = 3
c. TS: Tidak Setuju = 2
d. STS: Sangat Tidak Setuju = 1
48
Dalam penelitian ini, responden diberikan
kebebasan untuk memberikan penilaian atau
menentukan pendapat sesuai dengan pengalaman
mengenai indikator-indikator pada kuesioner dan skala
dengan memilih salah satu dari empat pilihan jawaban
yang tersedia. Berikut ini adalah daftar pertanyaan dari
masing-masing variabel penelitian yang akan
digunakan untuk pengumpulan data:
1. Kepemimpinan Transfomasional Kepala Sekolah
No Daftar Pertanyaan
Alternatif Jawaban
SL SR J TP
4 3 2 1
1.
Kepala sekolah membuat guru
bersemangat dalam melaksanakan
tugas
2. Kepala sekolah menginginkan saya
dapat bekerjasama dengan guru lain
3.
Kepala sekolah sering
mengungkapkan gagasan/ informasi yang bisa menjadi sumber inspirasi
saya dalam melaksanakan tugas
4.
Kepala sekolah mengatasi hambatan
yang saya hadapi dalam menjalankan
tugas
5.
Kepala sekolah menggunakan kata-
kata yang dapat membangkitkan
moral atau semangat pada guru dan karyawan
6.
Kepala sekolah memberi contoh
tentang apa yang diharapkan dalam
bekerja.
7. Kepala sekolah memberi contoh yang
diharapkan dari suatu kerjasama
8.
Kepala sekolah meyakinkan guru
untuk memandang atau menghargai tugas atau misinya sangat penting
49
9.
Kepala sekolah memberi dorongan
pada saat tim kurang menunjukkan semangat kerja.
10. Kepala sekolah meluangkan waktu
guna penyelesaian tugas
11. Kepala sekolah bersedia tetap
bersama dalam situasi yang sulit.
12.
Kepala sekolah mendorong saya
untuk berpikir tentang masalah yang
yang saya hadapi dengan menggunakan perspektif baru.
13.
Kepala sekolah mau memberikan
nasehat, bimbingan/ solusi terhadap
guru/ karyawan yang sedang
mempunyai masalah
14. Kepala sekolah telah menjadi
pengayom yang baik
15. Kepala sekolah menerima pendapat dari guru dengan baik
16.
Kepala sekolah mengilhami saya
dengan cara-cara baru untuk melihat
masalah yang guru hadapi
17.
Kepala sekolah menyatakan
apresiasinya pada saat guru dapat
menyelesaikan tugas dengan baik.
18.
Kepala sekolah merasa puas apabila
saya memenuhi standar kinerja yang telah disepakati dengan baik
19.
Kepala sekolah memperlakukan
setiap guru dan karyawan secara
individual.
20.
Kepala sekolah memberikan
pengarahan kepada guru dan pegawai
berkaitan dengan program sekolah
50
2. Efikasi Diri Guru
No Daftar Pertanyaan
Alternatif Jawaban
SL SR J TP
4 3 2 1
1.
Saya memberikan masukan kepada
sekolah untuk mendapatkan bahan ajar dan perlengkapan guna
memenuhi kebutuhan pembelajaran
2.
Saya menyampaikan
pendapat/pandangan saya secara
bebas terhadap masalah yang ada di
sekolah
3. Saya mempengaruhi pengambilan keputusan dalam sekolah
4.
Saya dapat membimbing siswa yang
benar-benar sulit ketika saya
mencoba dengan sungguh-sungguh
5.
Ketika siswa tidak ada dukungan
belajar dari rumah, saya yang
memotivasi mereka
6.
Saya menyesuaikan tingkatan
kemampuan ketika siswa mengalami kesulitan saat pembelajaran
7.
Saya membuat siswa mengingat
kembali tentang apa yang telah
mereka pelajari pada pertemuan
sebelumnya
8. Saya memotivasi siswa yang tidak
berminat pada pelajaran
9. Saya membuat siswa untuk bekerjasama secara baik
10. Saya membuat siswa untuk
mengerjakan PR mereka
11.
Saya mengatasi pengaruh siswa
yang didapat di lingkungan luar
sekolah
12. Saya membuat siswa untuk menaati
peraturan yang ada di kelas
13. Saya mengatasi siswa yang berpotensi mengganggu jalannya
pembelajaran
14.
Saya mencegah siswa agar perilaku
mereka tidak bermasalah saat di
sekolah
51
15. Saya melibatkan orang tua dalam
aktivitas sekolah
16. Saya melibatkan orang tua dalam membantu anak mereka beraktivitas
dengan baik di sekolah
17.
Saya membuat orang tua untuk
merasa nyaman ketika datang ke
sekolah
18.
Sekolah adalah tempat yang aman
dan saya dapat mewujudkan hal tersebut
19. Saya membuat murid merasa
senang untuk datang ke sekolah
20. Saya membuat siswa untuk memiliki
sikap percaya terhadap para guru
21.
Saya membantu rekan sesama guru
untuk bekerjasama meningkatkan
kemampuan mengajar
22. Saya meningkatkan kerjasama antar elemen sekolah supaya sekolah
berjalan dengan efektif
23. Saya mengurangi tingkat angka putus sekolah atau dropout
24.
Saya membuat siswa selalu hadir di
kelas sehingga mengurangi angka
absensi
25.
Saya membuat siswa percaya bahwa
mereka dapat mengerjakan tugas sekolah dengan baik
3. Kinerja Guru
No Daftar Pertanyaan
Alternatif Jawaban
SL SR J TP
4 3 2 1
1. Saya menggunakan gaya mengajar yang berbeda-beda
2. Kebanyakan siswa dari kelas saya
mendapatkan nilai yang bagus
3. Saya mengajar setiap siswa menurut
kapasitas mereka
4. Saya juga mengajar mata pelajaran
yang sulit dengan mudah
5. Saya melakukan persiapan dari
rumah untuk mengajar
52
6.
Jika ada pertanyaan dari siswa di
kelas, saya mencoba menjawab sebaik mungkin untuk memuaskan
mereka
7.
Saya tidak melakukan
ketidakadilan dalam memberikan
nilai
8. Saya mengerjakan tugas-tugas
pekerjaan lain dengan sangat baik
9. Saya tidak mempengaruhi kegiatan belajar di kelas dengan kegiatan
ekstra kurikuler
10.
Saya tidak mencampurkan tanggung
jawab saya di rumah pada pekerjaan
saya
11.
Jika seseorang membuat perubahan
dalam tanggungjawab saya, saya
dapat menyesuaikannya
12. Saya selalu berusaha untuk
mengembangkan/meningkatkan diri
13. Saya datang ke sekolah secara
teratur
14. Apabila saya di sekolah, saya datang
ke kelas secara teratur
15.
Saya melakukan pekerjaan
tambahan (selain mengajar) pada
waktu saya di kelas
16. Saya menyelesaikan silabus saya tepat waktu di kelas
17. Saya akan memelihara tata krama di
kelas
18.
Saya menolong siswa saya dalam
masalah lain, selain masalah
pendidikan
19. Hubungan saya dengan rekan
sekerja saya sangat baik
20. Saya membantu pekerjaan rekan sekerja saya
21.
Saya akan menerima saran dari
rekan guru untuk memecahkan
masalah-masalah di kelas
22.
Saya akan memotivasi siswa saya
untuk ambil bagian dalam kegiatan
yang lain
53
23. Saya akan menghubungi orang tua
siswa untuk pengembangan mereka
24. Saya juga akan membantu kepala sekolah untuk memecahkan
masalah di sekolah
Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah
instrumen yang digunakan sudah tepat mengukur apa
yang seharusnya diukur atau belum, sehingga dapat
dikatakan bahwa semakin tinggi validitas suatu test,
maka alat test tersebut akan semakin tepat mengenai
sasaran. Suatu instrumen dikatakan valid, bila
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011).
Validitas dalam penelitian merupakan kesahihan
instrumen dalam mengukur gejala yang hendak diukur.
Instrumen dikatakan valid apabila menunjukkan alat
ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu
dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono, 2003). Uji validitas
instrumen dilakukan dengan cara validitas konstruk
yaitu penyusunan kuesioner berdasarkan indikator-
indikator dari variabel penelitian. Pelaksanaan uji coba
instrumen dilakukan minimal tiga puluh responden.
Menurut Azwar (2000) semua item yang
mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya
pembedanya dianggap memuaskan, item tersebut
54
merupakan konstruk yang kuat dan apabila dibawah
0,3 maka item yang diajukan tidak valid atau
konstruknya rusak. Berikut ini adalah daftar tabel
validitas dari masing-masing variabel yang ada dalam
penelitian ini (Kepemimpinan Transformasional, Efikasi
Diri Guru, dan Kinerja Guru).
Berdasarkan tabel 3.1 kolom Corrected Item-Total
Correlation, dapat diketahui bahwa semua item
pertanyaan variabel kepemimpinan transformasional
Tabel 3.1
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
II1 60.4667 72.602 .573 .911
II2 60.2000 74.441 .371 .917
II3 60.4667 73.499 .582 .911
II4 60.8333 75.454 .442 .914
II5 60.3667 75.344 .416 .914
IM1 60.3000 70.355 .818 .905
IM2 60.3333 70.920 .785 .906
IM3 60.2000 74.234 .501 .913
IM4 60.3333 72.575 .695 .908
IM5 60.5333 72.602 .610 .910
IS1 60.3000 70.217 .730 .907
IS2 60.7000 74.355 .405 .916
IS3 60.0667 75.513 .579 .912
IS4 60.2667 72.685 .714 .908
IS5 60.1333 73.016 .704 .908
IC 60.6333 74.378 .453 .914
IC2 60.3333 71.540 .602 .910
IC3 60.2000 73.131 .595 .910
IC4 60.3667 74.447 .425 .915
IC5 60.1000 75.059 .500 .913
55
memiliki koefisien korelasi yang bernilai diatas 0,30
(Azwar, 2000). Dengan demikian, semua item yang
berada dalam variabel kepemimpinan transformasional
dinyatakan valid dan dapat diikutsertakan pada
analisis lanjut.
Tabel 3.2 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
EFPK1 69.9667 122.102 .462 .945
EFPK2 69.9667 118.378 .587 .944
EFPK3 70.1000 118.300 .696 .943
EFDP1 70.0667 116.961 .767 .942
EFDP2 70.1667 122.420 .370 .946
EFDP3 70.1000 116.576 .760 .942
EFDP4 70.1333 117.154 .556 .945
EFDP5 70.3000 117.321 .549 .945
EFDP6 70.1667 115.385 .786 .942
EFDP7 70.2667 116.478 .761 .942
EFDP8 70.3000 116.286 .697 .943
EFD1 70.1667 115.385 .786 .942
EFD2 70.4333 115.840 .640 .944
EFD3 70.1667 118.626 .519 .945
EFOT1 69.9667 119.964 .440 .946
EFOT2 69.9333 118.616 .603 .944
EFOT3 70.1000 118.300 .696 .943
EFIS1 70.0667 116.961 .767 .942
EFIS2 70.1667 115.385 .786 .942
EFIS3 70.1000 116.576 .760 .942
EFIS4 70.1000 117.266 .604 .944
EFIS5 70.2333 118.047 .565 .944
EFIS6 70.7333 121.030 .329 .948
EFIS7 70.4333 119.357 .536 .945
EFIS8 70.2667 116.478 .761 .942
56
Berdasarkan tabel 3.2 kolom Corrected Item-Total
Correlation, dapat diketahui bahwa semua item
pertanyaan variabel efikasi diri memiliki koefisien
korelasi yang bernilai > 0,30. Dengan demikian, item-
item tersebut valid dan dapat diikutsertakan pada
analisis lanjut sebagai bagian dari variabel efikasi diri
guru.
Tabel 3.3 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
TS1 72.2000 105.407 .552 .925
TS2 72.1333 101.499 .794 .921
TS3 72.2000 106.234 .425 .928
TS4 72.1333 101.982 .633 .924
TS5 72.3333 106.506 .472 .927
TS6 72.1667 103.661 .576 .925
MS1 72.1333 101.361 .752 .922
MS2 71.8333 107.661 .555 .926
MS3 72.3000 108.217 .516 .926
MS4 72.5000 106.328 .399 .928
MS5 71.9000 104.990 .663 .924
MS6 72.1667 105.178 .479 .927
DR1 72.3667 102.861 .627 .924
DR2 71.8000 109.476 .375 .928
DR3 71.9333 105.651 .401 .929
DR4 72.0667 102.133 .767 .922
DR5 72.5667 104.116 .691 .923
DR6 72.1333 99.637 .739 .922
IS1 71.9667 106.378 .473 .927
IS2 71.9667 108.171 .473 .927
IS3 72.0333 102.930 .750 .922
IS4 72.4333 105.357 .509 .926
IS5 71.9667 105.275 .552 .925
57
IS6 71.9000 103.403 .626 .924
Pada Tabel 3.3 kolom Corrected Item-Total
Correlation, semua item yang ada di dalam variabel
kinerja guru memiliki angka > 0,30. Dengan demikian
item-item tersebut dinyatakan valid dan memiliki
konstruk yang baik sehingga dapat dipakai sebagai alat
ukur dalam penelitian untuk variabel kinerja guru.
Langkah selanjutnya setelah dilakukan validitas
instrumen adalah reliabilitas. Reliabilitas adalah sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar,
2000). Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh
suatu angka yang berada dalam rentang dari 0 sampai
dengan 1,00 yang kemudian disebut koefisien
reliabilitas. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang semakin
rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah
reliabilitasnya (Azwar, 2010). Menurut Guilford dalam
Sugiyono (2012), kriteria koefisien reliabilitas Alpha
Cronbach antara lain:
Tabel 3.4
Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach
Kriteria Koefisien
Sangat Reliabel >0,900
Reliabel ≥0,700-0,900
Kurang Reliabel <0,700
58
Dalam tabel-tabel berikut ini akan ditunjukkan
angka koefisien reliabilitas dari masing masing variabel
penelitian yang akan digunakan dalam penelitian:
Tabel 3.5
Reliabilitas Instrumen Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah
Pada tabel diatas didapatkan hasil uji reliabilitas
pada kepemimpinan transformasional kepala sekolah
sebesar 0,915. Berdasarkan dari angka tersebut dapat
dinyatakan bahwa instrumen ini termasuk ke dalam
kategori sangat reliabel.
Tabel 3.6
Reliabilitas Instrumen Efikasi Diri Guru
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa hasil uji
reliabilitas pada instrumen efikasi diri guru sebesar
0,946. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen efikasi
diri guru termasuk ke dalam kategori yang reliabel.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.915 20
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.946 25
59
Tabel 3.7
Reliabilitas Instrumen Kinerja Guru
Pada tabel diatas didapatkan hasil uji reliabilitas
pada kinerja guru mendapatkan nilai sebesar 0,928.
Berdasarkan dari angka tersebut dapat dinyatakan
bahwa instrumen ini termasuk ke dalam kategori yang
sangat reliabel.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis
korelasional menggunakan model Pearson Product
Moment (bivariate dan multiple correlation) dengan
bantuan program analisis SPSS versi 16. Uji normalitas
dan reliabilitas data dilakukan mendahului analisis
korelasi sebagai prasyarat menggunakan Pearson
Product Moment. Pengujian normalitas dengan
menggunakan one sample Kolmogorov-Smirnov Test.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.928 24
60
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah para guru SMP dalam
Sub Rayon 04 Kota Semarang yang berjumlah 195
orang. Adapun para guru tersebut terbagi ke dalam
enam belas sekolah yang ada dalam Sub Rayon 04 Kota
Semarang. Gambaran mengenai subjek penelitian
berdasarkan jenjang pendidikan dan jenis kelamin
ditampilkan pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1
Rincian guru berdasarkan jenjang pendidikan dan
jenis kelamin
No Sekolah
Asal
Jenjang
Pendidikan
Juml
ah
Jenis
Kelamin
Juml
ah
SM
A
Diploma
S1 S2 L P
1 SMPN 3 - 1 13 3 17 7 10 17
2 SMPN 10 - - 14 1 15 5 15 15
3 SMPN 32 - - 11 6 17 9 8 17
4 SMPN 36 - - 10 5 15 4 11 15
5
SMP
Hasanuddi
n 2
- 3 13 - 16 7 9 16
6 SMP Sultan
Agung 1 - - 10 - 10 3 7 10
7 SMP Kebon
Dalem - - 7 1 8 3 5 8
8 SMP
Kesatrian 1 - - 12 4 16 8 8 16
9 SMP
Nasima - - 14 2 16 9 7 16
61
10 SMP
Nusaputera - - 10 - 10 2 8 10
11 SMP
Salomo 2 - - 6 - 6 2 4 6
12 SMP 10
Nopember 2 - - 10 - 10 5 5 10
13 SMP
Walisongo - - 10 1 11 6 10 16
14
SMP
Theresiana
1
- - 13 - 13 7 6 13
15 SMP
Mataram - - 10 - 10 2 8 7
16 SMP
Masehi 1 - - 9 - 9 3 6 8
Total - 4 172 23 195 82 113 195
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari
sisi jenjang pendidikan, responden sebagian besar
memiliki jenjang pendidikan S1 = 172 orang (88,20%)
sedangkan untuk jenis kelamin, sebagian besar
responden adalah wanita berjumlah 113 orang
(57,94%).
Untuk masa kerja responden di sekolah masing-
masing dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2
Rincian Guru Berdasarkan Masa Kerja
No Masa Kerja Jumlah
1. < 1 tahun 3
2. 1– 5 tahun 32
3. 5– 10 tahun 93
4. > 10 tahun 67
Total 195
Berdasarkan masa kerja guru seperti yang
ditampilkan pada tabel 4.2 diatas, dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar responden adalah guru yang
62
memiliki masa kerja antara 5 sampai 10 tahun dengan
jumlah 93 orang guru (47,70%).
4.2 Uji Normalitas
Sugiyono (2010) menyatakan bahwa bila
menggunakan statistik parametris perlu dilakukan uji
normalitas sebaran data dari masing-masing variabel.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data
yang diambil adalah data yang memiliki distribusi
normal. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S)
dengan ketentuan jika probabilitas > 0,05 maka
variabel yang diuji bersifat normal, dan apabila
probabilitas < 0,05 maka sebaran data variabel yang
diuji tidak normal. Tabel 4.3 berikut ini menampilkan
hasil uji normalitas dari variabel-variabel penelitian:
Tabel 4.3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kinerja Guru
Kepemimpinan Transformasional
Efikasi Diri
N 195 195 195
Normal Parameters
a
Mean 75.8462 64.4923 77.4872
Std. Deviation 7.60676 7.59841 7.09026
Most Extreme Differences
Absolute .045 .077 .043
Positive .040 .034 .039
Negative -.045 -.077 -.043
Kolmogorov-Smirnov Z .635 1.072 .599
Asymp. Sig. (2-tailed) .815 .201 .866
a. Test distribution is Normal.
63
Pada tabel 4.3 koefisien K-S untuk variabel
kinerja guru bernilai 0,635 dengan Asymp. Sig 0,815 >
0,05 yang berarti variabel ini memiliki distribusi data
yang normal. Untuk variabel kepemimpinan
transformasional kepala sekolah, koefisien K-S bernilai
1,072 dengan Asymp. Sig 0,201 > 0,05, sedangkan
variabel efikasi diri guru koefisien K-S bernilai 0,599
dengan Asymp. Sig 0,599 > 0,05. Karena nilai nilai
Asymp. Sig dari semua variabel penelitian ini > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa sebaran data memiliki
distribusi yang normal. Karena telah memiliki variabel-
variabel yang berdistribusi normal, maka untuk
penelitian ini dapat dilakukan analisis korelasi lebih
lanjut dengan menggunakan Pearson Product Moment.
4.3 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
Angket yang digunakan dalam penelitian ini
semuanya menggunakan 4 pilihan jawaban. Oleh
karena itu untuk menentukan tinggi rendahnya hasil
pengukuran variabel akan digunakan 5 kategori yaitu
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat
rendah. Sedangkan untuk menentukan interval setiap
kategori dapat menggunakan rumus dari Sudjiono
(1992) sebagai berikut sebagai berikut:
Interval = skor max − skor min
𝑘
64
Keterangan:
Max = skor jawaban tertinggi
Min = skor jawaban terendah
k = klasifikasi jawaban pada kuesioner
4.3.1. Hasil Pengukuran Variabel Kinerja Guru (Y)
Angket kinerja guru memiliki 24 item yang valid.
Secara teoritis, skor minimum variabel kinerja guru
adalah = 24, dan skor maksimumnya = 96. Dengan
begitu dapat dilihat intervalnya adalah (96-24)/5 = 14,4
(dibulatkan menjadi 14). Hasil pengukuran variabel
kinerja guru tersaji pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Hasil Pengukuran Variabel Kinerja Guru
Kategori Interval Frekuensi %
Sangat Rendah 24 - 37 0 0
Rendah 38 - 51 0 0
Sedang 52 - 65 16 8,2
Tinggi 66 – 79 116 59,48
Sangat Tinggi 80 - 96 63 32,32
Total 195 100
Tabel 4.4 menunjukkan hasil pengukuran
terhadap variabel kinerja guru dan terlihat bahwa
sebagian besar guru (116 responden, 59,48%) memiliki
tingkat kinerja yang berada pada kategori „Tinggi‟.
4.3.2. Hasil Pengukuran Variabel Kepemimpinan
Transformasional
Angket kepemimpinan tranformasional kepala
sekolah memiliki 20 item yang valid. Secara teoritis,
skor minimum variabel kepemimpinan
65
transformasional kepala adalah = 20, dan skor
maksimumnya = 80. Dengan begitu dapat dilihat
intervalnya adalah (80-20)/5 = 12. Hasil pengukuran
variabel kepemimpinan transformasional kepala
sekolah tersaji pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Hasil Pengukuran Variabel Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah
Kategori Interval Frekuensi %
Sangat Rendah 20 – 31 0 0
Rendah 32 – 43 1 0,5
Sedang 44 – 55 26 13,3
Tinggi 56 - 67 99 50,8
Sangat Tinggi 68 - 80 69 35,4
Total 195 100
Tabel 4.5 menunjukkan hasil pengukuran
terhadap variabel kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dan sebagian besar (99 responden,
50,8%) berpendapat bahwa kepala sekolah mereka
melaksanakan kepemimpinan transformasional dan
berada pada kategori „Tinggi‟.
4.3.3. Hasil Pengukuran Variabel Efikasi Diri Guru
Angket efikasi diri guru memiliki 25 item yang
valid. Masing-masing item memiliki empat pilihan
jawaban dengan skor yang terentang dari 1 sampai
dengan 4. Secara teoritis, skor minimum variabel
efikasi diri guru adalah = 25, dan skor maksimumnya =
100. Dengan begitu dapat diukur intervalnya adalah
66
(100-25)/5 = 15. Hasil pengukuran variabel efikasi diri
guru tersaji pada tabel 4.6 dibawah ini:
Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Variabel Efikasi Diri Guru
Kategori Interval Frekuensi %
Sangat Rendah 25 - 39 0 0
Rendah 40 – 43 0 0
Sedang 55 – 69 22 11,3
Tinggi 70 – 84 140 71,8
Sangat Tinggi 85 - 100 33 16,9
Total 195 100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari hasil
pengukuran terhadap variabel efikasi diri guru,
sebagian besar responden (140 orang, 71,8%) berada
pada kategori yang „Tinggi‟.
4.4 Analisis Korelasi
Berdasarkan hasil uji normalitas, dinyatakan
bahwa distribusi data yang dilakukan bersifat normal
oleh karena itu analisis korelasi lebih lanjut dengan
menggunakan Pearson Product Moment dapat
dilakukan. Analisis korelasi dilakukan antara 1)
variabel kepemimpinan transformasional kepala
sekolah (X1) dengan kinerja guru (Y), 2) variabel efikasi
diri guru (X2) dengan kinerja guru (Y), 3) secara
bersama-sama variabel kepemimpinan
trasnformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
(X12), dengan kinerja guru (Y).
67
Pada tabel 4.7 koefisien korelasi antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan
kinerja guru sebesar rx1y = 0,497 dengan arah positif, p
= 0,000 < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru
SMP Sub Rayon 04 Semarang. Dikarenakan nilai
koefisien korelasi antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru
dengan arah positif artinya semakin tinggi skor
kepemimpinan transformasional kepala sekolah maka
semakin tinggi juga skor kinerja guru. Sebaliknya,
semakin rendah skor kepemimpinan transformasional
Tabel 4.7
Koefisien Korelasi Antara Kepemimpinan Transformasional (X1) Kepala Sekolah Dengan
Kinerja Guru (Y) Correlations
Kinerja Guru
Kepemimpinan Transformasional
Kinerja Guru Pearson Correlation
1 .497**
Sig. (2-tailed) .000
N 195 195
Kepemimpinan Transformasional
Pearson Correlation
.497** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 195 195
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
68
kepala sekolah maka semakin rendah pula skor kinerja
guru.
Tabel 4.8 Koefisien Korelasi Antara Efikasi Diri Guru (X2)
Kepala Sekolah Dengan Kinerja Guru (Y) Correlations
Kinerja Guru Efikasi Diri
Kinerja Guru Pearson Correlation 1 .395**
Sig. (2-tailed) .000
N 195 195
Efikasi Diri Pearson Correlation .395** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 195 195
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pada tabel 4.8 koefisien korelasi antara efikasi
diri guru dengan kinerja guru sebesar rx2y = 0,395
dengan arah positif, p = 0,000 < 0,05 maka dapat
dinyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara efikasi diri guru dengan kinerja guru SMP Sub
Rayon 04 Semarang. Hasil dari koefisien korelasi antara
efikasi diri guru dengan kinerja guru memiliki nilai
yang positif maka semakin tinggi skor efikasi diri guru
maka semakin tinggi juga skor kinerja guru.
Sebaliknya, semakin rendah skor efikasi diri guru maka
semakin rendah pula skor kinerja guru.
69
Tabel 4.9 Koefisien Korelasi Kepemimpinan Transformasional
Kepala Sekolah dan Efikasi Diri Guru dengan Kinerja Guru
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .540a .292 .284 6.43435 .292 39.569 2 192 .000
a. Predictors: (Constant), Efikasi Diri, Kepemimpinan Transformasional
Pada tabel 4.9 dapat dilihat koefisien korelasi
antara kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dan efikasi diri guru secara bersama-sama dengan
kinerja guru sebesar Rx1.2y = 0,540, F=39,569 dengan
arah positif, p=0,000 < 0,005. Artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
dengan kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang.
Hasil dari koefisien korelasi antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
efikasi diri guru secara bersamaan dengan kinerja guru
menunjukkan ke arah yang positif, maka dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi skor kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri guru
secara bersamaan maka semakin tinggi juga skor
kinerja guru. Sebaliknya, semakin rendah skor
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
70
efikasi diri guru secara bersamaan maka semakin
rendah pula skor kinerja guru.
4.5 Uji Hipotesis
Pada penelitian ini, hipotesis yang hendak diuji
adalah:
1. Ha : rx1y ≠ 0
Ada hubungan yang signifikan antara pandangan
guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan kinerja
guru.
Ho : rx1y = 0
Tidak ada hubungan yang signifikan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan kinerja
guru.
Hasil uji hipotesis
Koefisien korelasi antara pandangan guru tentang
gaya kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dengan kinerja guru sebesar rx1y = 0,497
dengan p=0,000 < 0,05. Karena rx1y = 0,497 ≠ 0
maka Ha diterima: ada hubungan yang signifikan
antara kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dengan kinerja guru dan menolak Ho.
71
2. Ha : rx2y ≠ 0
Ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri
guru dengan kinerja guru.
Ho : rx2y = 0
Tidak ada hubungan yang signifikan efikasi diri
guru dengan kinerja guru.
Hasil uji hipotesis
Koefisien korelasi antara efikasi diri guru dengan
kinerja guru sebesar rx2y = 0,395 dengan p=0,000
> 0,05. Karena rx2y = 0,000 ≠ 0 maka Ha diterima:
ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri
guru dengan kinerja guru dan menolak Ho.
3. Ha : Rx1.2y ≠ 0
Ada hubungan yang signifikan antara pandangan
guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri
secara bersama-sama dengan kinerja guru.
Ho : Rx1.2y = 0
Tidak ada hubungan yang signifikan antara
pandangan guru tentang gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri
secara bersama-sama dengan kinerja guru.
Hasil uji hipotesis
Koefisien korelasi antara pandangan guru tentang
gaya kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan efikasi diri guru dengan kinerja guru
72
sebesar Rx1.2y = 0,540 dengan p=0,000 < 0,05.
Karena Rx1.2y = 0,540 ≠ 0 maka Ha diterima: ada
hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan efikasi diri
guru secara bersama-sama dengan kinerja guru
dan menolak Ho.
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis Pearson Product
Moment, didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara variabel kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan kinerja guru
SMP Sub Rayon 04 Semarang dengan koefisien korelasi
sebesar rx1y = 0,497 dengan p=0,000 < 0,05. Dengan
nilai yang menuju ke arah positif tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kepemimpinan
transformasional kepala sekolah SMP Sub Rayon 04
Semarang maka semakin tinggi pula kinerja guru.
Sebaliknya, jika kepemimpinan transformasional kepala
sekolah rendah maka kinerja yang dihasilkan guru
akan semakin rendah.
Korelasi yang signifikan dan positif antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan
kinerja guru dalam penelitian ini dikarenakan adanya
kepemimpinan transformasional yang tinggi dilakukan
oleh kepala sekolah dalam pelaksanaan kegiatan di
sekolah. Dalam hal ini berarti kepala sekolah mampu
73
untuk memberdayakan segenap guru serta
memberikan pengaruh positif kepada guru sehingga
dapat meningkatkan kinerja mereka dalam proses
pendidikan. Timpe (2002) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan kepala sekolah adalah variabel yang
penting dalam rangka mempengaruhi kinerja bawahan.
Karena para kepala sekolah melalui kepemimpinan
tranformasional mereka memberikan pengaruh yang
positif pada para guru, maka para guru mendapatkan
stimulasi yang positif pula sehingga mereka dapat
berperan aktif dan meningkatkan kinerja mereka dalam
proses pendidikan yang ada di sekolah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bass (1985) yang menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional yang digambarkan
sebagai kepemimpinan yang dapat membangkitkan
atau memotivasi bawahan sehingga dapat berkembang
dan mencapai kinerja yang lebih tinggi melebihi apa
yang diperkirakan sebelumnya.
Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan
oleh dan Loekmono dan Harjanti (2013) yang
menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional
kepala sekolah memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja guru. Meskipun berbeda lokasi dan
subjek penelitian, tetapi hasil dari kedua penelitian ini
menemukan hasil yang sama. Yang menjadi dasar
kesamaan hasil penelitian ini karena menggunakan
74
variabel kepemimpinan transformasional kepala
sekolah sebagai variabel bebas pertama (X1) dengan
indikator pengukuran yang sama yaitu Idealized
Influence, Inspirational Motivation, Intellectual
Stimulation, dan Individualized Consideration serta
menggunakan kinerja guru sebagai variabel terikat (Y).
Pengukuran kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dengan menggunakan MLQ ini merupakan alat
ukur yang banyak digunakan dalam penelitian yang
berkenaan dengan kepemimpinan transformasional.
Akan tetapi di lain pihak, hasil penelitian ini
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Saripudin
(2009) terhadap 77 orang guru Madrasah Aliyah se-
Kabupaten Kuningan yang menyatakan bahwa
kepemimpinan transformasional tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan kinerja guru.
Penelitian ini memperoleh nilai r= -0,771 dan p= 0,293
yang berarti bahwa kepemimpinan transformasional
tidak memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap kinerja guru.
Meskipun dalam penelitian ini sama-sama
menggunakan MLQ sebagai instrumen untuk
mengukur variabel kepemimpinan transformasional
kepala sekolah, akan tetapi penelitian Saripudin ini
tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini
dikarenakan kepala sekolah tidak memberikan
75
pengaruh yang positif kepada para guru, sehingga
kinerja guru tidak dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan kepala sekolah. Pengaruh negatif ini
disebabkan oleh faktor inspirational motivation dan
intellectual stimulation yang dilakukan kepala sekolah
mendapatkan skor yang masuk dalam kategori rendah.
Padahal dalam kepemimpinan transformasional, dua
faktor tersebut sangatlah penting karena kepala
sekolah menginspirasi pengikutnya dan membuat para
guru untuk berpikir secara kreatif (Bass & Riggio, 2006)
sehingga dapat menimbulkan reaksi timbal balik yang
positif.
Efikasi diri pada guru dapat berpengaruh pada
kualitas kinerja guru sehingga dapat berpengaruh pula
pada motivasi untuk mempengaruhi pembelajaran
siswa (Bandura dalam Ware & Kitsantas, 2007), dengan
begitu tujuan pendidikan akan dapat tercapai dengan
lancar dan mudah. Dari hasil analisis korelasi antara
efikasi diri guru dengan kinerja guru SMP Sub Rayon
04 ditemukan adanya hubungan yang signifikan
dengan menuju ke arah yang positif. Koefisien korelasi
yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah rx2y = 0,395
dengan p=0,000 > 0,05.
Dengan nilai tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi efikasi diri guru SMP Sub Rayon
04 Semarang maka semakin tinggi pula kinerja guru.
76
Sebaliknya, jika efikasi diri guru rendah maka kinerja
yang dihasilkan guru akan semakin rendah pula.
Efikasi diri juga diyakini menjadi kunci untuk
pekerjaan yang sukses. Selain itu, efikasi diri juga
dapat mempengaruhi pola berpikir dan perilaku guru
dalam membuat keputusan yang berkenaan dengan
pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, guru yang
memiliki efikasi diri yang tinggi akan lebih siap dalam
menghadapi rintangan yang ada dalam pekerjaan
mereka yaitu sebagai pendidik. Sebaliknya, guru yang
memiliki efikasi diri yang rendah akan menghadapi
kesulitan dalam pekerjaan sehingga rentan terhadap
stress yang timbul bekerja dan kurang puas pada
pekerjaan mereka sehingga dapat berpengaruh pada
kinerja guru.
Hasil temuan dalam penelitian ini bahwa efikasi
diri guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja
guru dan sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Arsyad (2012) terhadap 103 orang guru
SMK se-kota Banjarmasin menunjukkan bahwa efikasi
diri memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja
guru dengan nilai sebesar rxy=0,372 dengan p=0,000 <
0,01.
Meskipun menggunakan instrumen yang berbeda
dalam penelitian, tetapi penelitian yang dilakukan
Arsyad memiliki kesamaan dengan penelitian ini yaitu
77
efikasi diri guru memiliki pengaruh yang signifikan
dengan kinerja guru. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan Bandura (dalam Moran & Hoy, 2001) yaitu
semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki oleh guru,
maka akan berpengaruh pada efektivitas kinerja
mereka. Efikasi diri guru dapat mempengaruhi guru
dalam pembuatan keputusan mengenai pengelolaan
kelas, pengorganisasian rangkaian pembelajaran,
mengajar, memotivasi siswa, meningkatkan kedisplinan
siswa dan meminta keterlibatan orang tua mereka
dalam mencapai tujuan pendidikan serta membuat
iklim sekolah yang positif (Bandura, 1986).
Namun hasil penelitian ini tentang adanya
pengaruh signifikan antara efikasi diri guru dengan
kinerja guru berbeda dengan yang penelitian yang
dilakukan oleh Moalosi (2013) terhadap 1000 orang
guru. Penelitian Moalosi menunjukkan bahwa kinerja
guru tidak dipengaruhi oleh efikasi diri guru, sehingga
tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini
dikarenakan para guru yang menjadi responden dalam
penelitian Moalosi memiliki efikasi diri yang rendah,
ditambah lagi dengan kualitas pendidikan di tempat
penelitian, sehingga hasil penelitian ini menunjukkan
adanya hubungan yang tidak signifikan antara efikasi
diri guru dengan kinerja guru.
Dari hasil uji korelasi dalam penelitian ini antara
kepemimpinan transformasional dan efikasi diri guru
dengan kinerja guru secara bersama-sama ditemukan
adanya hubungan yang signifikan dan positif dengan
koefisien korelasi sebesar Rx1.2y = 0,540 serta p=0,000 <
0,05. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dan efikasi guru bersama-sama berkorelasi signifikan
dan dengan arah positif ini memiliki makna jika
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
efikasi diri guru tinggi, maka hasil kinerja guru juga
akan semakin tinggi pula.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dengan kinerja guru di SMP Sub Rayon 04
Semarang.
2. Ada hubungan yang signifikan antara efikasi diri
guru dengan kinerja guru di SMP Sub Rayon 04
Semarang.
3. Ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
efikasi diri guru secara bersama-sama dengan
kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang.
5.2 Saran
Ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan
kinerja guru di SMP Sub Rayon 04 Semarang dalam
penelitian ini menyiratkan bahwa perlu dipertahankan
praktek kepemimpinan transformasional bagi kepala
sekolah yang ada dalam kategori tinggi di SMP Sub
Rayon 04 Semarang. Hal ini dikarenakan hasil
penelitian ini yang menunjukkan bahwa kepemimpinan
80
transformasional kepala sekolah berkorelasi dan
dengan arah positif dengan kinerja guru yang
dihasilkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,497.
Semakin tinggi kepemimpinan transformasional kepala
sekolah, maka akan berimbas pada semakin baiknya
kinerja guru di sekolah-sekolah, sehingga pencapaian
tujuan pendidikan dan kualitas pendidikan juga akan
semakin baik dengan begitu dapat menghasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya
saing.
Upaya untuk mempertahankan kepemimpinan
transformasional ini dapat dilakukan oleh para kepala
sekolah dengan cara mendorong para guru untuk
memiliki visi, misi dan tujuan yang sama dengan
sekolah, mendorong dan memotivasi guru untuk
menunjukkan kinerja yang maksimal, merangsang
guru untuk bertindak kritis dan memecahkan masalah
dengan cara baru serta memperlakukan guru secara
individual. Sebagai konsekuensinya guru akan
membalas dengan menunjukkan hasil kerja yang
maksimal.
Adanya hubungan yang signifikan antara efikasi
diri guru dengan kinerja guru di SMP Sub Rayon 04
Semarang memberikan implikasi bahwa perlu adanya
upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan
efikasi diri pada guru yang berada dalam kategori tinggi
81
agar kinerjanya juga meningkat dan mencapai tujuan yang
dikehendaki. Hal ini dapat dilihat bahwa efikasi diri guru
memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja guru di
SMP Sub Rayon 04 Semarang dengan koefisien korelasi
sebesar 0,395. Upaya mempertahankan dan meningkatkan
efikasi diri guru dapat dilakukan melalui pengalaman
keberhasilan (mastery experiences), pengalaman orang lain
(vicarious experiences), persuasi sosial (social persuasion), dan
kondisi fisiologis dan emosi (physiological and emotional state).
Dengan ditemukannya hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan efikasi
diri guru dengan kinerja guru SMP Sub Rayon 04 Semarang
mengindikasikan bahwa untuk meningkatkan kinerja guru
kedua faktor tersebut perlu menjadi bahan pertimbangan
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-
sekolah.
Penelitian ini ditujukan bagi para kepala sekolah dan
guru yang memiliki peran yang penting dalam menentukan
kualitas sumber daya manusia. Pentingnya gaya
kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah dalam
pengelolaan sekolah dapat berpengaruh pada kinerja para
bawahan yang ada di sekolah. Pemimpin pada dasarnya
adalah seorang yang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain di dalam konteks
organisasi dengan menggunakan kekuasaan. Dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, seorang pemimpin
memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi
82
bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus
dilaksanakan. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah
yang tinggi dalam pengelolaan sekolah akan berimplikasi pada
kinerja guru sehingga pencapaian tujuan pendidikan dapat
dicapai secara bersama-sama.
Kepala sekolah dalam melaksanakan aktivitasnya
kepemimpinannya diharapkan dapat mempengaruhi para
bawahannya dalam hal ini adalah para guru dan staf yang ada
di sekolah berdasarkan pada kriteria-kriteria kepemimpinan
yang baik. Dalam merancang perencanaan atau manajemen
pendidikan di sekolah, ada baiknya kepala sekolah memahami
keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para
bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Selain itu dalam
melaksanakan akvititasnya baik kepala sekolah ataupun
bawahan menjalin suatu hubungan kerjasama yang saling
mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi.
Bagi para guru, penting akan adanya kesadaran usaha
untuk mengembangkan kemampuan diri sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan diri guru dalam proses belajar
mengajar guna mempengaruhi kinerja mereka. Dengan
mengikuti seminar dan pelatihan yang dapat meningkatkan
kemampuan para guru adalah salah satu dari banyak cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan diri para guru.
5.3. Keterbatasan Penulis
Penelitian ini terbatas hanya pada pada dua variabel,
yaitu kepemimpinan transformasional kepala sekolah dan
83
efikasi diri guru yang berhubungan secara signifikan dengan
kinerja guru. Untuk itu bagi peneliti selanjutnya, disarankan
dapat memiliki faktor-faktor lain yang memiliki hubungan
dengan kinerja guru.
1
Daftar Pustaka
Antonakis, J., et al. 2003. Context And Leadership: An Examination Of The Nine-Factor Full-Range Leadership Theory Using The Multifactor Leadership Questionnaire. The Leadership
Quarterly, 14(3), 261-295.
Arsyad. 2012. Hubungan antara Kegiatan Manajerial dan Efikasi Diri terhadap Kinerja Guru pada SMK Negeri Manajemen Bisnis Se-Kota Banjarmasin. Universitas Lambung
Mangkurat.
Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Azwar, S. 2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Balyer, A. 2012. Transformational Leadership Behaviors of School Principals: A Qualitative Research Based on Teachers’ Perceptions. International Online Journal of Educational
Sciences, 2012, 4 (3), 581-591
Bandura, A. 1986. Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. Englewood NJ: Prentice-Hall
Bandura, A. 1989. Social Cognitive Theory. In R. Vasta (Ed.),
Annals of child development. Vol. 6. Six theories of child
development (1-60). Greenwich, CT: JAI Press.
Bandura, A.1997. Self-Efficacy: The Exercise Of Control. New York:
Freeman.
Barnett, K., & McCormick, J. 2004. Leadership And Individual Principal-Teacher Relationships In Schools. Educational
Administration Quarterly, 40, 406-434.
Bass, B. M. 1985. Leadership and Performance. New York: Free
Press.
Bass, B. M. 1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision. Organizational
Dynamics.
2
Bass, B. M., & Avolio, B. J. 2004. Multifactor Leadership Questionnaire: Manual And Sampler Set. California: Mind
Garden.
Bass, B. M., & Bass, R. 2008. The Bass Handbook Of Leadership: Theory, Research And Managerial Applications (4th ed.). New
York, NY: Free Press.
Bass, B. M., & Riggio, R. E. 2006. Transformational Leadership (2nd ed.). New York: Taylor & Francis.
Bass, B. M., Avolio, B. J. & Jung, D. I. 1999. Re-Examining The Components Of Transformational And Transactional Leadership Using The Multifactor Leadership. Journal of
Occupational and Organizational Psychology Volume 72,
Issue 4, pages 441–462.
Bong, M., & Skaalvik, E.M. 2003. Academic Self-Concept And Self-
Efficacy: How Different Are They Really? Educational
Psychology Review, 15, 1 - 40.
Burns, J. M. 1978. Leadership. New York: Harper & Row.
Castanheira, P. & Costa, J. A. 2011. In Search Of Transformational Leadership: A (Meta) Analysis Focused On The Portuguese Reality. Procedia Social and Behavioral Sciences, 15 (2011),
2012–2015.
Charbonneau, D. et al. 2001. Transformational Leadership and Sports Performance: The Mediating Role of Intrinsic Motivation.
Journal of Applied Social Psychology Volume 31, Issue 7,
pages 1521–1534.
Chew, J. & Chan, C. C. A. 2008. Human Resource Practices, Organizational Commitment And Intention To Stay.
International Journal of Manpower, 29(6), 503-522.
Chin, J. M. C. 2007. Meta-analysis of Transformational School Leadership Effects on School Outcomes in Taiwan and the USA. Asia Pacific Education Review 2007, Vol. 8, No.2, 166-
177
Conger, J. A. & Kanungo, R. A. 1994. Charismatic Leadership In Organizations: Perceived Behavioral Attributes And Their
3
Measurement. Journal of Organizational Behavior Volume 15,
Issue 5, pages 439–452.
Danim, S & Suparno. 2008. Manajemen dan Kepemimpinan Transformasional Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Dvir, T., et al. 2002. Impact Of Transformational Leadership On
Follower Development And Performance: A Field Experiment.
Academy of Management Journal, 45(4), 735–745.
Fullan, M. 2001. Leading In A Culture Of Change. San Francisco:
Jossey-Bass
Gagne, M., & Deci, E. L. 2005. Self-Determination Theory And Work Motivation. Journal of Organizational Behavior, 26, 331 - 362.
Gavora, P. 2010. Profesijná zdatnosť vnímaná učiteľom. Adaptácia výskumného nástroja. Pedagogická revue (Bratislava), Vol. 61,
No. 1-2, pp. 19-37.
Gibson, S. & Dembo, M.H. 1984. Teacher Efficacy: A Construct Validation. Journal of Educational Psychology, 76 (4), 569-
582.
Givens, R. J. 2008. Transformational Leadership: The Impact on Organizational and Personal Outcomes. Emerging Leadership
Journeys, Vol. 1 Iss. 1, 2008, pp. 4-24
Goodwin, V. L., et al. 2001. A Theoretical And Empirical Extension To The Transformational Leadership Construct. Journal of
Organizational Behavior, 22, 759–774.
Graen, G. B., et al. 1982. The Effects of Leader-Member Exchange And Job Design On Productivity And Satisfaction: Testing A Dual Attachment Model. Organizational Behavior and Human
Performance, 30(1), 109-131.
Hanif, R. 2004. Teacher Stress, Job Performance And Self Efficacy Of Women School Teachers. Islamabad: Quaid-i-Azam
University.
Henson, R. K., et al. 2001. A Reliability Generalization Study Of The Teacher Efficacy Scale And Related Instruments. Educational
and Psychological Measurement.
4
House, R., & Aditya, R. 1997. The Social Scientific Study Of Leadership: Quo Vadis? Journal of Management, 23(3), 409-
474.
Hughes, R.L., et al. 2012. Leadership: Memperkaya Pelajaran dari Pengalaman, Edisi Ketujuh. Jakarta: Salemba Humanika.
Ivancevich, et al. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi, Edisi Ketujuh. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Jerald, G. 1990. Organizational Justice: Yesterday, Today, and Tomorrow. Journal of Applied Psychology, Vol 75(5), 561-568.
Judge, T. A. & Piccolo, R. F. 2004. Transformational and Transactional Leadership: A Meta-Analytic Test of Their Relative Validity. Journal of Applied Psychology 2004, Vol.
89, No. 5, 755–768
Kantrowitz, B., & Mathews, J., 2007. The Role Of The Principal.
Newsweek. 3(28). www.msnbc.msn.com/id/18754330
Karnes, F. A. & Chauvin, J. C. 1985. Leadership Skills Inventory.
D. O. K. Pub.
Khuntia, R., and Suar, D. 2004. A Scale to Assess Ethical Leadership of Indian Private and Public Sector Managers.
Journal of Business Ethics, Vol 49, No 1, pp. 13-26.
Klassen, R. M., et al. 2009. Exploring the validity of the Teachers’Self-Efficacy Scale in five countries. Contemporary
Educational Psychology, 34, 67–76.
Kohler, W. 1925. The mentality of apes, transl. from the 2nd German edition by Ella Winter. London: Kegan, Trench.
Kouzes, J. M., & Posner, B. Z. 1987. The Leadership Challenge: How to Get Extraordinary Things Done in Organizations. San
Francisco: Jossey - Bass.
Kruger, M. L., et al. 2007. The Impact of School Leadership On School Level Factors: Validation of a Causal Model. School
Effectiveness and School Improvement, 18, 1-20.
Lazaridou, A. 2009. The Kinds of Knowledge Principals Use.
International Journal of Education Policy & Leadership.
5
Leithwood, K., & Jantzi, D. 2005. A Review Of Transformational School Leadership Research 1996–2005. Leadership & Policy
in Schools, 4(3), 177-199.
Leithwood, K., et al. 2004. Strategic Leadership For Large-Scale Reform: The Case Of England’s National Literacy And Numeracy Strategies. Journal of School Leadership and
Management, 24(1), 57-80.
Loekmono, J.T. & Harijanti, T.S. 2013. Hubungan Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru SD Di Kecamatan Bandungan. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Mancuso, S. V., et al. 2010. Teacher Retention In International Schools: The Key Role Of School Leadership. Journal of
Research in International Education, 9(3), 306-323.
Moalosi, S. W. T. 2013. Teachers’ Self Efficacy: Is Reporting Non-Significant Results Essential? Journal of International
Education Research – Fourth Quarter 2013 Volume 9,
Number 4.
Moolenaar, N. M., et al. (2010). Occupying The Principal Position: Examining Relationships Between Transformational Leadership, Social Network Position, And Schools’ Innovative Climate. Educational Administration Quarterly, 46(5), 623–
670.
Northouse, P. G. 2001. Leadership Theory And Practice. Second Edition. CA: Sage Publications, Inc.
Nurdin, A. R. 2013. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi Terhadap Profesionalisme Guru Dalam Mewujudkan Perilaku dan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan dan Humaniora
Vol.1, No. 1, Jan 2013
Ormrod, J. E. 2006. Educational Psychology: Developing Learners (5th ed.), glossary. N.J: Merrill Upper Saddle River.
Owens, R. G. 1998. Organizational Behavior In Education (6th ed.).
MA: Allyn and Bacon.
6
Pajares, F. 1996. “Self-Efficacy Beliefs in Academic Settings,” Review of Educational Research, Vol. 66, No. 4, 1996, pp.
543–578.
Poulson, R. L., et al. 2011. The Impact Of Gender On Preferences For Transactional Versus Transformational Professorial Leadership Styles: An Empirical Analysis. RHESL - Volume 4,
Issue 11 (2011), pp. 58-70.
Purvanova, Radostina K. et al. 2006. “Transformational Leadership, Job Characteristics, and Organizational Citizenship Performance.” Human Performance 19 (1): 1-22. DOI:
10.1207/s15327043hup1901_1.
Rafferty, A. E. & Griffin, M. A. 2004. Dimensions Of Transformational Leadership: Conceptual And Empirical Extensions. The Leadership Quarterly 15 (2004) 329–354.
Rivai, V., & Mulyadi, D. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Robbins, S. P. 1996. Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jakarta: PT.Bhuana Ilmu Populer,
Robbins, S.P., and Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi Kedua belas. Jakarta: Salemba Empat.
Ross, D. E., et al. 2005. The Teacher Performance Rate Accuracy Scale (TPRA): Training As Evaluation. Education and Training
in Developmental Disabilities, 40 (4), 411-423.
Saripudin. 2009. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Iklim Organisasi, dan Aktualisasi Peran Guru Terhadap Kinerja Guru MA di Kabupaten Kuningan. Equilibrium Jurnal, Vol. 9 Januari
2009
Sedarmayanti. 2004. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik), Bagian Kedua. Bandung : CV. Mandar Maju.
Skaalvik, E. M., & Skaalvik, S. 2007. Dimensions Of Teacher Self-
Effiacy And Relations With Strain Factors, Perceived Collective
Teacher Efficacy, And Teacher Burnout. Journal of
Educational Psychology, 99, 611 - 625.
7
Skaalvik, E. M., & Skaalvik, S. 2010. Teacher Self-Efficacy And Teacher Burnout: A Study Of Relations. Teaching and Teacher Education, 26,
1059 - 1069.
Stewart, J. 2006. Transformational Leadership: An Evolving Concept Examined through the Works of Burns, Bass, Avolio, and Leithwood.
Canadian Journal of Educational Administration and Policy, Issue
#54
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Timpe, A. D. 2002. Memimpin Manusia, Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis. Jakarta: Gramedia Asri Media.
Tschannen-Moran, M & Hoy, A. W. 2001. Teacher Efficacy: Capturing An Elusive Construct. Teaching and teacher Education 17
Walgito, B. 1994. Pengantar Psikologi Umum, Edisi Revisi, Cetakan keempat. Jogjakarta: Andi Offset.
Ware, H. & Kitsantas, A. 2007. Teacher And Collective Efficacy Beliefs As Predictors Of Professional Commitment. Journal of Educational
Research, 100, 303-310.
Wijaya M., 2005. Kepemimpinan Transformasional dalam Meningkatkan Outcomes Peserta Didik. Bandung: Jurnal Pendidikan Penabur-
No.05/Th.IV/Desember 2005.
Yukl, G. 2010. Leadership in Organizations. N.J.: Prentice Hall
Zainal, K. 2008. The International Journal of Learning, Volume 15,
Number 5. Malaysia: University of Selangor.