56
HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA : SISTEMATIC REVIEW SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan DINI ERIKA SANDI NIM AK.1.16.012 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA 2020

HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN

KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA :

SISTEMATIC REVIEW

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Keperawatan

DINI ERIKA SANDI

NIM AK.1.16.012

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020

Page 2: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …
Page 3: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

i

HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN

KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL PADA REMAJA :

SISTEMATIC REVIEW

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada

Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana

Oleh :

DINI ERIKA SANDI

NIM AK.1.16.012

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020

Page 4: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

ii

Page 5: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

iii

Page 6: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

iv

Page 7: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

v

Page 8: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

iv

ABSTRAK

Dispepsi merupakan kumpulan dari gejala berupa nyeri atau rasa terbakar

di epigastrium, rasa kembung, cepat merasa kenyang, perut terasa penuh bisa

disertai mual. Ketidakteraturan pola makan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kejadian sindroma dispepsia funsional. DEPKES RI 2015

menyatakan bahwa dispepsia di Indonesia menempati urutan ke-15 dari 50

penyakit yang menyertai pasien rawat inap terbanyak. Sindroma Dispepsia masuk

dalam 10 besar penyakit yang terdapat di Prov. Jawa Barat tepatnya di Kabupaten

Bandung yang berada pada urutan Pertama pada Bulan Januari 2020 yaitu

sebanyak 410 kasus. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara keteraturan

pola makan dengan kejadian dispepsia. Metode : Jenis penelitian menggunakan

metode Systematic Literature Review. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 244

jurnal yang didapatkan melalui situs Google Scholar, Semantik Scholar dan

Science Direct, dengan sampel sebanyak 14 jurnal dengan rekomendasi kuat.

Teknik pengumpulan sampel menggunakan Purposive Sampling. Evaluasi

kelayakan data menggunakan JBI Critical Appraisal Checlist for Analythical

Cross Sectional Studies.

Hasil Penelitian (result) : Hasil penelitian dari 14 jurnal yang telah diuji,

rata-rata terdapat hubungan atau keterkaitan antara pola makan dengan kejadian

dispepsia fungsional. Analisa : Penelitian ini menunjukan bahwa yang termasuk

kedalam faktor yang dapat memicu kejadian dispepsia adalah ketidakteraturan

pola makan seperti jeda waktu makan yang lama, aktivitas yang padat atau jadwal

yang tidak teratur, makanan yang tinggi akan lemak, memakan makanan yang

pedas asam dan meminum minuman yang mengandung karbonisasi. Kesimpulan

& Saran : Dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara pola makan

dengan kejadian dispepsia fungsional pada remaja. Diperlukan penelitian lebih

lanjut untuk melihat lebih jauh mengenai faktor risiko dispepsia seperti gaya

hidup (aktivitas dan diet), menerapkan pola makan yang benar dan sehat, serta

faktor social budaya dimana mereka hidup.

Keyword : keteraturan pola makan, dispepsia fungsional, remaja

Daftar Pustaka :

3 buku (2010-2020)

3 website (2010-2020)

14 jurnal (2010-2020)

Page 9: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

v

ABSTRACK

Dyspepsy is a collection of symptoms in the form of pain or burning

sensation in the epigastrium, feeling of gas, feeling full quickly, feeling full

stomach can be accompanied by nausea. Dietary irregularity is one of the factors

that influence the incidence of functional dyspepsia syndrome. The 2015

Indonesian Ministry of Health stated that dyspepsia in Indonesia ranks 15th out of

50 diseases that accompany the most hospitalized patients. Dyspepsia syndrome is

included in the top 10 diseases found in Prov. West Java, to be precise, in

Bandung Regency, which is in the first place in January 2020, with a total of 410

cases. Objective : To determine the relationship between dietary regularity and

the incidence of dyspepsia. Methods: This type of research uses themethod

Systematic Literature Review. The population in this study were 244 journals

obtained through the Googlewebsites Scholar, Semantic Scholar and Science

Direct, with a sample of 14 journals with strong recommendations. The sample

collection technique used purposive sampling. Evaluation of the feasibility of data

using the JBI Critical Appraisal Checlist for Analythical Cross Sectional Studies.

Research results (result) : The results of research from 14 journals that

have been tested, on average there is a relationship or association between diet

and the incidence of functional dyspepsia. Analysis : This study shows that factors

that can trigger dyspepsia are dietary irregularities such as long eating breaks,

busy activities or irregular schedules, foods that are high in fat, eating spicy and

acidic foods and drinking healthy drinks. contains carbonization. Conclusion &

Suggestion: It can be concluded that there is a relationship between diet and the

incidence of functional dyspepsia in adolescents. Further research is needed to

look further about the risk factors for dyspepsia such as lifestyle (activity and

diet), adopting a correct and healthy diet, and socio-cultural factors in which they

live.

Keywords: dietary regularity, functional dyspepsia, teenangers

Bibliography :

3 books (2010-2020)

3 websites (2010-2020)

14 journals (2010-2020)

Page 10: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdu lillahi rabbil „alamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah STW yang telah melimpahkan taufik dan hidayahnya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir “SKRIPSI” sebagai salah satu syarat untuk

mencapai sidang skripsi dengan judul penelitian “Hubungan Keteraturan Pola

Makan dengan Kejadian Dispepsia Fungsional pada Remaja : Sistematic Review”

shalawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad

SAW.

Penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik tanpa

adanya bantuan, bimbingan, informasi dan motivasi dan do‟a dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan

hati yang tulus kepada :

1. H. Mulyana, SH., M.Pd., M.H. Kes sebagai Ketua Yayasan Adhi Guna

Kencana Bandung

2. Dr.Entris Sutrisno, S.Farm., M.H. Kes Apt sebagai Rektor Universitas

Bhakti Kencana

3. Rd. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana

4. Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M.Kep sebagai Ketua Program Studi

Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan

dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti

Kencana. Juga sebagai dosen Pembimbing I yang senantiasa memberikan

bimbingan sertapengarahan kepada peneliti

Page 11: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

vii

5. Imam Abidin, S.Kep., Ners selaku dosen Pembimbing II yang senantiasa

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti

6. Seluruh dosen, staff pengajar dan karyawan Program Studi Sarjana

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung

7. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu mendoakan, memberi dukungan

moril, materil, spiritual, motivasi tanpa henti bagi peneliti selama

menempuh pendidikan di Universitas Bhakti Kencana Bandung

8. Sahabat-sahabat, teman seperjuangan, dan tak lupa kepada hamba Allah

yang selalu memberikan semangat serta motivasi untuk terus berjuang

dalam mengerjakan skripsi ini sehinga memberikan motivasi kepada

peneliti untuk terus berjuang.

Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan balasan amal baik atas

kebaikan kalian. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh

dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan

kritik dari semua yang membaca skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis, khususnya dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, 20 Agustus 2020

Penulis

Dini Erika Sandi

Page 12: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

viii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i

Lembar Persetujuan ........................................................................................................ ii

Lembar Pengesahan ........................................................................................................ iii

Abstrak ........................................................................................................................... iv

Kata Pengantar ............................................................................................................... vi

Daftar Isi ........................................................................................................................ viii

Daftar Tabel ................................................................................................................... xi

Daftar Bagan .................................................................................................................. xii

Daftar Lampiran ............................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 8

1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 8

1.4.1 Manfaat Teoritis/Ilmiah .......................................................................... 8

1.4.2 Manfaat Praktik ...................................................................................... 8

1. Manfaat Bagi Peneliti ........................................................................ 9

2. Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya .................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................... 10

2.1.1 Konsep Dasar Dispepsia ....................................................................... 10

1. Definisi Dispepsia ........................................................................... 10

Page 13: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

ix

2. Epidemiologi .................................................................................. 11

3. Etiologi ........................................................................................... 12

4. Klasifikasi....................................................................................... 13

5. Faktor yang Mempengaruhi Dispepsia Fungsional .......................... 14

6. Manifestasi Klinis Dispepsia Fungsional ......................................... 16

7. Diagosis Dispepsia Fungsional ........................................................ 18

8. Penatalaksanaan Klinis Dispepsia Fungsional ................................. 21

9. Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 24

2.1.2 Konsep Dasar Pola Makan .................................................................... 25

1. Definisi Pola Makan ....................................................................... 25

2. Klasifikasi Pola Makan ................................................................... 25

3. Faktor Pemicu Produksi Asam Lambung ........................................ 32

4. Gizi Seimbang ................................................................................ 34

2.1.3 Hubungan Keteraturan Pola Makan dengan Terjadinya Dispepsia

Fungsional ............................................................................................ 35

2.2 Kerangka Konseptual......................................................................................... 37

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 39

3.2 Variabel Penelitian ........................................................................................... 39

3.2.1 Variabel Independen ............................................................................. 39

3.2.2 Variabel Dependen ............................................................................... 39

3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 40

3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................... 40

3.3.2 Teknik Sampling .................................................................................. 40

1. Kriteria Inklusi ................................................................................ 40

2. Kriteria Ekslusi ............................................................................... 41

3.3.3 Sampel ................................................................................................. 41

3.4 Tahapan Literature Review .............................................................................. 41

3.4.1 Merumuskan Masalah ........................................................................... 41

3.4.2 Mencari dan Mengumpulkan Data / Loterature ..................................... 41

3.4.3 Mengevaluasi Kelayakan Data / Literature ............................................ 43

Page 14: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

x

3.5 Analisa Data..................................................................................................... 44

3.6 Etika Penelitian ................................................................................................ 46

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 46

3.7.1 Lokasi Penelitian .................................................................................. 46

3.7.2 Waktu Penelitian .................................................................................. 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil .............................................................................................................. 47

4.1.1 Analisis Prisma Flow Diagram ............................................................. 48

4.1.2 Critical Appraisal Hubungan Keteraturan Pola Makan dengan

Kejadian Dispepsia Fungsional ............................................................ 49

4.2 Pembahasan ................................................................................................... 62

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 77

5.2 Saran ................................................................................................................ 78

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 79

LAMPIRAN .................................................................................................................. 82

Page 15: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Penyebab Sindrom Dispepsia 12

Tabel 2.2 Kriteria Dispepsia Fungsional 19

Tabel 2.3 Pembagian Jam Makan yang Tepat 26

Tabel 3.1 Metode PICO dalam Pencarian Jurnal 42

Tabel 4.1 Critical Appraisal 49

Page 16: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Konsep 38

Bagan 3.1 Contoh Prisma Flow Diagram 45

Page 17: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Instrumen Penelitian 83

Lampiran 2 Format Checlist JBI 86

Lampiran 3 Tabel Analisis JBI 100

Lampiran 4 Penilaian JBI 102

Lampiran 5 Riwayat Hidup 105

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Pembimbing 1 106

Lampiran 7 Lembar Konsultasi Pembimbing 2 109

Lampiran 8 Persayaratan Daftar Sidang 113

Lampiran 9 Surat Pernyataan Publikasi Ilmiah 114

Lampiran 10 Surat Pernyataan Keaslian Penelitian 115

Lampiran 11 Form Bukti menjadi Oponen 116

Page 18: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …
Page 19: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesehatan

masyarakat diantaranya adalah meningkatkan sumber daya manusia,

kualitas hidup, usia harapan hidup, tingkat kesejahteraan keluarga dan

masyarakat, serta kepedulian akan pola hidup sehat (Departemen

Kesehatan dalam Fithriyana, 2018). Salah satu upaya untuk menciptakan

pola hidup sehat adalah dengan memenuhi kebutuhan tubuh agar lebih

baik dengan cara mengatur kegiatan makan (Departemen Pendidikan

Indnesia dalam Irfan, 2019).

Pola makan ini berkaitan erat dengan kegiatan atau kebiasaan

makan. Pola makan terdiri dari : frekuensi makan, jenis makanan dan

porsi atau jumlah makan (Departemen Kesehatan RI dalam Irfan, 2019).

Dalam Ilmu Gizi mengatakan frekuensi makan tetap yaitu 3 kali dalam

sehari diselingi dengan makanan ringan, diantaranya jadwal makan yang

ideal dijalankan agar mempunyai pola makan yang baik adalah 5-6 kali

sehari, yaitu : sarapan pagi, snack, makan siang, snack, snack sore,

makan malam dan bila perlu boleh ditambah dengan snack malam

(Ayunda dalam Adhy, 2016). Sementara itu jenis makanan dapat

diklasifikasikan menjadi 2 yaitu makanan utama dan makanan selingan.

Makanan utama adalah makanan yang biasa dikonsumsi seperti makanan

pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan yang dilakukan 3 kali

Page 20: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

2

dalam sehari yaitu pagi, siang, dan malam, sedangkan makanan selingan

adalah makanan kecil yang dibuat sendiri maupun yang dibeli seperti

keripik, kue-kue, dan cemilan lainnya (Yatmi, F. 2017 dalam Irfan 2019).

Jumlah makanan, jumlah makanan bergantung dari kandungan jumlah

kalori dalam setiap makanan yang dimakan. Jumlah kalori dalam

makanan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh kita

(Freedomsiana, 2018). Menurut Adhy Tjah Kla-x (2016) mengatakan

penyakit akibat pola makan yang tidak sehat serta tidak teratur

diantaranya ada : Penyakit Jantung Koroner, Diabetes dan Lambung,

dimana pada lambung dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti

gastritis (peradangan pada lapisan lambung), ulkus peptikum (luka pada

lapisan lambung atau usus dua belas jari), dan sindrom dispepsia (Adhy,

2016).

Menurut WHO Prevalensi dispepsia sendiri secara global

bervariasi antara 7-45 % tergantung pada definisi yang digunakan dan

lokasi geografis. Secara Global terdapat sekitar 15-40% penderita

dyspepsia dan hampir setiap tahun mengenai 25% populasi didunia. Di

Asia prevalensi dyspepsia 8-30% (Purnamasari dalam Penelitian Rahma

Nugroho, 2018). Di Negara barat prevalensi yang dilaporkan 23 % dan

41 %. Di daerah Asia Pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang

banyak dijumpai prevalensinya sekitar 10-20 % (Dalam Penelitian Reny

Chaidir, 2015). Depkes RI mengatakan bahwa dispepsia di Indonesia

menempati urutan ke-15 dari 50 penyakit yang menyertai pasien rawat

inap terbanyak (Susanti, (2011) dalam Penelitian Reny Chaidir, 2015).

Page 21: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

3

Di Indonesia diperkirakan hampir 30% pasien dyspepsia (Sudoyo dalam

Penelitian Rahma Nugroho, 2018). Menurut data Dinas Kesehatan

Kabupaten Bandung Disipepsia termasuk kedalam 10 Penyakit terbesar

di Kabupaten Bandung dan memempati urutan ke 4 yaitu sebanyak

130,188 kasus dengan 8,21% (Profil Kesehatan Dinas Kabupaten

Bandung 2019). Puskesmas Rancaekek termasuk kedalam Puskesmas

dengan Kasus Penderita Dispepsia nya termasuk kedalam 10 besar

mengalami kenaikan seriap bulannya dan menempati urutan pertama

pada bulan Januari tahun 2020 yaitu sebanyak 410 kasus dengan kriteria

jens kelamin perempuan sebanyak 285 orang dan laki-laki 185 kasus,

sementara pada bulan Februari berada di urutan kedua yaitu sebanyak

334 kasus (Profil Kesehatan Puskesmas Rancaekek DTP, 2020).

Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman berupa nyeri atau rasa

terbakar di epigastrium, cepat kenyang, rasa kembung di saluran cerna

atas, rasa penuh setelah makan, mual, muntah, serta sendawa yang

dirasakan pada abdomen bagian atas (Konsesus Nasional dalam Irfan,

W. 2019). Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Dispepsia

Organik yang disebabkan karena adanya kelainan organik pada saluran

pencernaan dan Dispepsia Fungsional yang tidak terdapat kelainan

organik atau kelainan struktural pada saluran pencernaan tetapi dapat

diakibatkan karena pengaruh psikologis atau ketidakteraturan pola

makanan (Konsesus Nasional dalam Irfan, W. 2019).

Page 22: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

4

Dari sudut pandang patofisiologis, proses yang paling banyak

dibicarakan dan potensial yang berhubungan dengan dispepsia

fungsional yaitu hipersensitivitas viseral, disfungsi autonom, psikologis,

faktor lingkungan dan pola makan (Djojoningrat dalam Astri Dewi,

2017). Pola makan yang tidak teratur seperti meninggalkan sarapan pagi

karena kegiatan aktivitas yang padat dapat menyebabkan sindrom

dispepsia (Reshetnikov dalam Astri Dewi, 2017). Pada umumnya

seseorang melakukan makan utama 3 kali dalam sehari yaitu pagi,

siang dan malam. Penundaan waktu makan yang lama atau frekuensi

makan kurang dari 3 kali sehari sehingga akan berpengaruh dalam

pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik

berkisar 4-5 jam (Sherwood. L, dalam Irfan, 2019). Kebiasaan dalam

meninggalkan sarapan pagi dan makan pagi tergesa merupakan hal yang

tidak boleh dilakukan karena proses metabolisme tubuh akan terganggu

(Wirakusumah dalam Astri Dewi, 2017). Jarang sarapan di pagi hari

beresiko terkena kejadian dispepsia, itu disebabkan karena pada pagi hari

tubuh memerlukan banyak kalori, apabila tidak makan dapat

menimbulkan produksi asam lambung (Harahap, 2009 dalam Astri

Dewi, 2017). Sedangkan apabila makanan dikonsumsi secara terburu-

buru maka akan menyebabkan produksi gas usus lebih banyak dari

biasanya (Salma dalam Astri Dewi, 2017).

Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam

lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali

waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan

Page 23: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

5

makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk

beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam lambung akan

berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung

sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal

tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa

naik ke korongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Firman

dalam Astri Dewi, 2017).

Jenis-jenis makanan juga dapat mengakibatkan timbulnya

dispepsia. Beberapa jenis makanan tersebut adalah makanan yang

berminyak dan berlemak. Makanan ini berada di lambung lebih lama

dari jenis makanan lainnya. Makanan tersebut lambat dicerna dan

menimbulkan peningkatan tekanan di lambung. Proses pencernaan ini

membuat katup antara lambung dengan kerongkongan (lower

esophageal sphincter/LES) melemah sehingga asam lambung dan gas

akan naik ke kerongkongan (Firman dalam Astri Dewi, 2017).

Jenis makanan/minuman tertentu seperti minuman bersoda,

durian, sawi, nangka, kubis dan makanan sumber karbohidrat seperti

beras ketan, mie, singkong, dan talas dapat menyebabkan perut

kembung. Makanan yang sangat manis seperti kue tart dan makanan

berlemak seperti keju, gorengan merupakan makanan yang lama di

cerna/sulit dicerna menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat

membuat nyeri pada lambung (Salma dalam Astri Dewi, 2017).

Kafein adalah salah satu dari zat sekretagogue yang merupakan

salah satu penyebab antrum mukosa lambung menyekresikan hormon

Page 24: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

6

gastrin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek

sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung

(Guyton dalam penelitian Astri Dewi, 2017). Kafein dapat merangsang

sekresi getah lambung yang sangat asam walaupun tidak ada makanan

(Sherwood dalam Astri Dewi, 2017).

Mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan

merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus yang

berkontraksi. Hal ini akan menimbulkan rasa panas dan nyeri di ulu hati

yang disertai dengan mual dan muntah. Bila kebiasaan mengonsumsi

makanan pedas secara berlebihan lebih dari satu kali dalam seminggu

selama minimal enam bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan

iritasi pada lambung (Suparyanto dalam Astri Dewi, 2017).

Menurut Djojoningrat (2009) dalam penelitian yang dilakukan

oleh Astri Dewi (2017) mengatakan bahwa remaja merupakan salah satu

kelompok yang beresiko untuk terkena sindrom dispepsia (Djojoningrat,

2009 dalam penelitian Astri Dewi, 2017). Remaja adalah masa peralihan

dari anak-anak ke masa dewasa yang berusia antara 12-21 tahun

termasuk Mahasiswa (Astri Dewi, 2017). Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Wahdaniah Irfan (2019) yang mengatakan bahwa pada

usia remaja cenderung memiliki aktivitas yang sangat padat sehingga

akan berpengaruh terhadap pola makan dan perilaku hidup sehatnya.

Aktivitas dan jadwal kegiatan yang padat membuat remaja menunda

waktu makan bahkan tidak jarang mereka lupa untuk makan, sehingga

hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kerja lambung terutama sekresi

Page 25: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

7

asam lambung sehingga akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi

dengan waktu makan (Irfan, 2019).

Hasil penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian dari

Nasution dkk (2015) yang mengatakan bahwa pelajar yang memiliki

pola makan yang tidak teratur cenderung mengalami sindrom dispepsia

dibandingkan dengan yang memiliki pola makan teratur. Apabila pola

makan teratur maka akan memudahkan kerja lambung dalam mengenali

waktu makan, sehingga produksi asam lambung bisa terkontrol. Apabila

pola makan tidak teratur berlangsung lama maka produksi asam lambung

akan meningkat sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung yang dapat

menyebabkan gastritis dan dapat menjadi tukak peptik yang dapat

menyebabkan mual dan rasa tidak enak serta nyeri pada gastrointestinal

bagian atas (Nasution, 2015). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian terkait hubungan keteraturan pola

makan dengan kejadian dispepsia fungsional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapatkan

rumusan maslah sebagai berikut : “Apakah terdapat Hubungan antara

Keteraturan Pola Makan dengan Kejadian Dispepsia Fungsional”.

Page 26: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari studi literature review ini adalah untuk mencari

Hubungan antara Keteraturan Pola Makan dengan Kejadian

Dispepsia Fungsional.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis Keteraturan Pola Makan

2. Menganalisis Sindrom Dispepsia Fungsional

3. Menganalisis Hubungan Keteraturan Pola Makan Dengan

Kejadian Dispepsia Fungsional

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis/Ilmiah

Manfaat teoritis dari literature ini adalah memberikan

sumbangan ilmiah dan menjadi literature pada pengembangan ilmu

keperawatan sesuai dengan masalah yang diteliti khususnya

mengenai hubungan keteraturan pola makan dengan kejadian

dispepsia fungsional.

1.4.2 Manfaat Praktik

Diharapkan hasil literature ini dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :

Page 27: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

9

1. Manfaat Bagi Peneliti

Diharapkan literatu dapat menambah wawasan dan

pengalaman terkait hubungan antara ketaraturan pola makan

dengan dispepsia fungsional.

2. Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil literatur ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

referensi untuk melakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut

dalam bidang yang sama.

Page 28: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN PUSTAKA

2.1.1 KONSEP DASAR DISPEPSIA

1. Definisi Dispepsia

Dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak

nyaman yang berpusat pada perut bagian atas, yang dapat

disertai dengan keluhan-keluhan lain, seperti perut terasa cepat

penuh (fullness), kembung (bloating), ataupun cepat merasa

kenyang, meskipun baru makan lebih sedikit dari porsi

biasanya (early satiety); dan tidak aberhubungan dengan fungsi

kolon (Bayupurnama, 2019).

Menurut Konsensus Nasional, dispepsia merupakan rasa

tidak nyaman berupa nyeri atau rasa terbakar di epigastrium,

cepat kenyang, rasa kembung di saluran cerna atas, rasa penuh

setelah makan, mual, muntah, serta sendawa yang dirasakan

pada abdomen bagian atas (Konsesus Nasional dalam Irfan, W.

2019).

Berdasarkan Kriteria Roma III terbaru, dispepsia fungsional

didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih

dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan,

cepat merasa kenyang, atau perasaan terbakar di ulu hati, yang

berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal

Page 29: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

11

mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis (Astri

Dewi, 2017).

Istilah dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan

gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman

di epigastrium, rasa mual, muntah, kembung, cepat merasa

kenyang, terasa penuh di epigastrium, sendawa dan rasa panas

yang menjalar di dada (Djojodiningrat, 2009 dalam Atri Dewi,

2017).

2. Epidemiologi

Dispepsia (yang disebut juga sebagai Uninvestigated

Dyspepsia atau dispepsia yang belum dilakukan pemeriksaan

diagnostic secara pasti) merupakan kasus yang sangat sering

dijumpai di masyarakat. Masyarakat Indonesia sering

menyebutnya sebagai gejala “maag”. Tenaga medis terkadang

secara tidak tepat dapat menyebutnya dengan “gastritis”, Istilah

“gastritis” seharusnya dipakai apabila kita telah melakukan

pemeriksaan obyektif, setidaknya dengan barium meal

(Oesofagus-Maag-Duodenum / OMD ) atau dengan standar

emas pemeriksaan, yaitu endoskopi saluran cerna bagian atas

dan patologi jaringan saluran cerna bagian atas (gaster atau

duodenum). Di Amerika Serikat prevalensi dipepsia mencapai

25%, diluar penyakit refluks esophagitis (gastroesophageal

reflux disease, GERD), Laporan dari sebuah senter di Indonesia

Page 30: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

12

menunjukan angka prevalensi dispepsia mencapai 40%

(Bayupurnama, 2019).

3. Etiologi

Sindrom dispepsia dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai

penyakit, baik penyakit yang berasal dari dalam lambung, diluar

lambung, ataupun manifestasi sekunder dari penyakit sistemik

(Djojoningrat, 2014 dalam penelitian Ayang, 2015). Berikut ini

merupakan berbagai penyebab dari sindrom dispepsia yang

dapat dilihat di tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Penyebab SindromDispepsia

Esofagogastro-duodenal Tukak peptic, gastritis, tumor dan

sebagainya

Obat-obatan Anti inflamasi non steroid, teofilin,

digitalis, antibiotik dan sebagainya

Hepatobilier Hepatitis, kolesistitis, tumor,

disfungsi sfingter oddi dan

sebagainya

Pankreas Pankreatitis, keganasan

Penyakit Sistemik Diabetes mellitus, penyakit tiroid,

gagal ginjal, penyakit jantung

koroner, dan lain-lain

Gangguan Fungsional Dispepsia fungsional, irritable

bowel syndrome

Sumber : Djojoningrat, 2014 dalam penelitian Ayang, 2015

Page 31: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

13

4. Klasifikasi

Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu

dispepsia organik yang disebabkan karena adanya kelainan

organik pada saluran pencernaan dan dispepsia fungsional yang

tidak terdapat kelainan organik atau kelainan struktural pada

saluran pencernaan tetapi dapat diakibatkan karena pengaruh.

psikologis atau intoleransi makanan (Konsesus Nasional dalam

Irfan, W. 2019).

Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni

dispepsia organik dan dispepsia fungsional, jika kemungkinan

penyakit organik telah berhasil dieksklusi (Montalto M dkk

dalam Astri Dewi, 2017). Dispepsia organik penyebab

dispepsianya sudah jelas, misalnya ada ulkus peptikum,

karsinoma lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara

mudah. Dispepsia fungsional penyebab dispepsia tidak

diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan

gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukannya

adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik

(Tarigan dalam Astri Dewi, 2017).

Menurut dr. Putut Bayupurnama (2019) dispepsia

fungsional merupakan suatu sindrom klinik dispepsia yang

didefinisikan sebagai gejala pada perut bagian atas yang

bersifat kronik dan kambuhan yang tidak dapat diketahui

Page 32: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

14

penyebabnya dengan alat-alat diagnosis konvensional

(Bayupurnama, 2019).

5. Faktor yang Mempengaruhi Dispepsia

Dari sudut pandang patofisiologis, proses yang paling

banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan

dispepsia fungsional yaitu hipersensitivitas viseral, disfungsi

autonom, psikologis, pola makan dan faktor lingkungan

(Djojoningrat dalam Astri Dewi, 2017).

a. Hipersensitivitas Visceral

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor,

diantaranya ; reseptor kimiawi, mekanik dan nociceptor.

Beberapa pasien dengan keluhan dispepsia mempunyai

ambang nyeri yang lebih rendah. Peningkatan persepsi

tersebut tidak terbatas pada distensi mekanis, tetapi juga

dapat nutrisi, atau hormon, seperti kolesitokinin dan

glucagon-like peptide (Djojoningrat dalam Astri Dewi

2017).

Berdasarkan studi, Hipersensitivitas viseral memainkan

peranan penting pada semua gangguan fungsional dan

dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan dispepsia

fungsional (Djojoningrat dalam Astri Dewi 2017).

b. Disfungsi Autonomy

Disfungsi persarafan vagal memiliki peran dalam

terjadinya hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus

Page 33: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

15

dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga

berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal

lambung sewaktu menerima makanan, sehingga

menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat

kenyang (Djojoningrat dalam Astri Dewi 2017).

c. Psikologi

Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi

gastrointestinal dan mencetusakan keluhan pada orang

sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung

yang mendahului mual setelah stimulus stres sentral. Tetapi

korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi

otonom dan motilitas masih kontroversial (Djojoningrat

dalam Astri Dewi 2017).

d. Lingkungan

Penularan kuman H. pylori ini terjadi secara oral

melalui sarana, air, muntahan, saliva, terutama

terkontaminasi feses sehingga faktor resiko secara

epidemiologi untuk terinfeksi H. pylori salahsatunya adalah

kondisi lingkungan yang tidak memenuhi standar kesehatan

(Bayupurnama, 2019).

e. Pola Makan

Faktor makanan menjadi penyebab potensial dari gejala

dispepsia fungsional. Frekuensi makan yang kurang dari 3

x sehari, serta tidak sarapan pagi dan sarapan pagi yang

Page 34: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

16

tergesa dapat mengganggu proses metabolisme tubuh.

Pasien dengan dispepsia fungsional cenderung mengubah

pola makan karena adanya intoleransi terhadap beberapa

makanan khususnya makanan berlemak yang telah

dikaitkan dengan dispepsia. Intoleransi lainnya dengan

prevalensi yang dilaporkan lebih besar dari 40% termasuk

rempah-rempah, alkohol, makanan pedas, coklat, paprika,

buah jeruk, dan ikan (Chan & Burakoff, 2010 dalam Astri

Dewi, 2017).

6. Manifestasi Klinis Dispepsia Fungsional

Gejala dan tanda dispepsia sangat bervariasi, tetapi sesuai

definisi gejala tersebut bersumber di daerah epigastrium. Gejala

yang termasuk dispepsia menurut Bayupurnama (2019) adalah:

a. Rasa nyeri atau tidak nyaman di ulu hati (epigastric pain /

discomfort)

b. Rasa penuh di ulu hati (epigastric fullness)

c. Perut cepat merasa kenyang dan berhenti makan padahal

porsi makan biasanya belum habis (early satiety)

d. Rasa penuh setelah makan (postprandial fullness)

e. Kembung (bloating)

f. Sering sendawa (belching)

g. Mual (nausea), dan

h. Muntah (vomitus).

Page 35: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

17

Gejala-gejala tersebut memburuk dengan aktivitas makan

dan mungkin juga disertai penurunan berat badan. Ada

referensi yang mengelompokan gejala-gejala tersebut menjadi :

a. Gangguan pengosongan lambung yang terlambat (delayed

gastric emptying), yaitu dispepsia fungsional dengan gejala

seperti :

1) Mual

2) Muntah

3) Perut terasa penuh sehabis makan

b. Hipersensitif terhadap distensi gaster, yaitu dispepsia

fungsional dengan gejala seperti :

1) Rasa nyeri

2) Sering sendawa

3) Penurunan berat badan

c. Akomodasi yang lemah (impaired accommodation), yaitu

dispepsia fungsional dengan gejala seperti :

1) Early Satiety

2) Penurunan berat badan

Gejala-gejala dispepsia diatas bisa muncul tunggal atau

hanya beberapa gejala sekaligus pada satu orang pasien. Gejala

dispepsia juga ada yang masuk kategori gejala alarm (alarm

features), menurut Bayupurnama (2019) yaitu sebagai berikut :

Page 36: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

18

a. Perdarahan warna hitam per rectal (melena) pada usia

diatas 45 tahun

b. Penurunan berat badan >10%

c. Anoreksia atau early satiety

d. Muntah persisten

e. Anemia atau perdarahan

f. Ada massa di abdomen atau ada limfadenopati

g. Disfagia atau odinofagia progresif

h. Riwayat kelarga kanker saluran cerna bagian atas

i. Operasi lambung atau keganasan sebelumnya

j. Riwayat ulkus peptikum sebelumnya

Diantara gejala alarm tersebut, penurunan berat badan,

muntah persisten, dan disfagia merupakan tiga gejala yang

menonjol pada kanker saluran cerna bagian atas dan disfagia

merupakan gejala yang paling menonjol pada kasus kanker

esophagus (Bayupurnama, 2019).

7. Diagnosis Dispepsia Fungsional

Diagnosis dispepsia fungsional ditegakkan berdasarkan

Kriteria Roma IV (2016) yang tersaji dalam Tabel 2.1, apabila

pada pemeriksaan klinis dan endoskopik memang tidak

ditemukan penyebab organik gaster yang dapat diduga menjadi

penyebab keluhan dispepsia (Bayupurnama, 2019).

Page 37: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

19

Tabel 2.2

Kriteria Dispepsia Fungsional

menurut Kriteria ROMA IV (2016)

Posprandial

Distress

Syndrome

(PDS)

a. Rasa perut bagian atas cepat penuh saat

makan dengan porsi yang biasanya (early

satiety)

b. Perut rasa penuh setelah makan

(postprandial fullness) yang mengganggu

c. Dialami 3 hari atau lebih per minggu

d. Telah berlangsung dalam 3 bulan terakhir

(paling tidak ada riwayat 6 bulan)

Epigastric

Pain

Syndrome

(EPS)

a. Nyeri atau rasa terbakar di epigastrium

yang mengganggu

b. Yang dialami 1 hari atau lebih perminggu

c. Dalam 3 bulan terakhir (paling tidak ada

riwayat 6 bulan)

Sumber : Bayupurnama, 2019

Pada pasien dispepsia fungsional sekitar 40% mengalami

gangguan akomodasi dibagian proksimal yang membuat

distribusi makanan mengalami gangguan dan langsung

terkumpul di gaster bagian distal. Keadaan ini seringkali

dikaitkan dengan gejala perut terasa cepat merasa kenyang

Page 38: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

20

meskipun makan kurang dari porsi biasanya.(early satiety).

Namun banyak juga psien dispepsia fungsional yang

mengalami disfungsi motorik antral dan pengosongan gaster

yang tertunda (Bayupurnama, 2019).

Hubungan antara gangguan akomodasi gaster dengan

gejala dispepsia hanya terdapat pada sebagian pasien (40%)

dispepsia fungsional dengan gejala-gejala yang berhubungan

dengan makanan (Bayupurnama, 2019). Pengaruh

Hipersensitivitas terhadap distensi visceral sudah banyak

diteliti terutama gaster bagian proksimal, 34-65% pasien

dispepsia fungsional yang mengalami hipersensitivitas gaster

dan hipersensitivitas ini diikuti dengan nyeri postprandial,

sendawa, dan penurunan berat badan serta pengosongan gaster

yang tertunda (36%) (Bayupurnama, 2019).

Gangguan pengosongan lambung yang tertunda dapat

memberi gejala perut terasa penuh postprandial, mual dan

muntah. Kontrol neural terhadap sensasi dan motilitas usus

(brain-gut axis) terjadi pada tiga tingkat primer, yaitu system

saraf enterik (enteric nervouse system) yang bersifat lokal di

usus, medula spinalis, dan otak. Upregulasi sensasi pada setiap

3 level dapat menerangkan sensitivitas pada gangguan

fungsional saluran cerna (Bayupurnama, 2019).

Page 39: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

21

8. Penatalaksanaan Klinis Dispepsia Fungsional

Penanganan penyakit dispepsia fungsional hingga saat ini

belum memuaskan. Menurut berbagai penelitian yang telah

dilakukan dalam penanganan penyakit dispepsia fungsional ini

melibatkan berbagai macam golongan obat (beserta nilai

tambah terapinya) seperti : Terapi eradiksi H. pylori (6-14%),

Penggunaan PPI atau Proton Pump Inhibitor (7-10%), H2-RA

sangat bervariasi (8-35%), Obat Prokinetik (18-45%),

Antidepresan Trisiklik atau amitriptilin (64070%), tetapi nilai

tambah terapeutiknya masih rendah (Bayupurnama, 2019).

Dengan demikian, terapi perlu diberikan sesuai dengan

gejala dan tanda yang dijumpai pada pasien, apakah EPS

ataukah PDS atau kombinasi keduanya. Gejala yang perlu

dipertimbangkan adalah gejala nyeri ulu hati, mual, muntah dan

gejala dispepsia lainnya (Bayupurnama, 2019).

1. PDS (Posprandial Distress Syndrome)

a. Obat Prokinetik :

1) Metoclopramide

2) Domperidone

3) Clebopride dan Cisapride

b. Antidepresan trisiklik

2. EPS (Epigastric Pain Syndrome)

a. PPI atau Proton Pump Inhibitor

b. H2-RA

Page 40: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

22

Untuk gejala nyeri abdomen neuropatik yang biasanya

disertai dengan rasa panas diperut, obat-obat seperti anti

nosiseptik seperti gabapentin atau pregabalin bisa diberikan

(Bayupurnama, 2019).

Penelitan juga menunjukan bahwa faktor-faktor psikologi

seperti gangguan depresi dan kecemasan sering menyertai

penderita dispepsia fungsional, sehingga terapi psikologi

(psikoterapi) menjadi bagian penting dalam tatalaksana

penyakit ini. Penggunaan terapi alternative komplementer

(misalnya obat herbal) dan pengaturan diet (misalnya

pengaturan diet lemak dan karbohidrat serta makanan pedas)

belum menunjukan bukti yang kuat dan masih memerlukan

banyak penelitian untuk menjadi bagian dari tata laksana utama

pasien dispepsia fungsional. Pengaturan diet leih bersifat

individual bergantung persepsi pasien. Pemberian terapi pada

dispepsia fungsional biasanya diberikan dalam jangka waktu

tertentu dan dimonitor perkembangannya, bukan diberikan

hanya bila diperlu kan saat gejala dirasakan pasien

(Bayupurnama, 2019).

Pertimbangan tindakan invasive seperti endoskopi, selain

mempertimbangkan batas umur, juga mempertim-bangkan

lama gejala yang diderita (akut atau kronik), berat dan

ringannya gejala, serta pengaruh gejala tersebut terhadap

aktivitas sehari-hari pasien. Adanya gejala alarm merupakan

Page 41: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

23

alasan kuat untuk melakukan pemeriksaaan endoskopi seawall

mungkin (Bayupurnama, 2019).

Observasi merupakan pendekatan diagnosis noninvasif,

yaitu dengan pengamatan pada pasien dengan gejala yang

bersifat temporer dan ringan sehingga belum memerlukan

pengobatan. Kelemahannya adalah penundaan diagnosis pasti

(Bayupurnama, 2019).

Pemberian terapi antosekretorik asam lambung secara

empiric dapat dijadikan alat diagostik yang menilai ada

tidaknya respon terapi terhadap gejala-gejala yang

berhubungan dengan gastroesophageal reflux disease (GERD)

dan ulkus peptikum (Bayupurnama, 2019).

Pemberian Proton Pump Inhibitor (PPI) dosis tunggal

selama 2-4 minggu dapat membantu penegakan diagnosis

sebelum diputuskan apakah pasien harus dirujuk untuk

endoskopi. Kelemahan strategi ini menunda endoskopi dan

arena sudah medapat terapi sehingga saat kemudian diperlukan

endoskopi hasilnya menjadi negative palsu (Bayupurnama,

2019).

Di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi, metode pylori

test and treat bisa dilakukan karena tindakan ini akan

memperbaiki gejala. Cara ini aman dan cost effective

disbanding endoskopi. Kelemahannya adalah hanya bermanfaat

pada pasien yang terbukti ada ulkus peptikum sehingga

Page 42: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

24

mungkin keluhan dapat berlanjut atau kambuh berulang kali,

yang pada akhirnya memerlukan pemeriksaan invasif degan

endoskopi (Bayupurnama, 2019).

Cara lain adalah dengan H. pylori treat and scope di daerah

yang H. Pylori rendah. Strategi ini hanya bermanfaat pada

pasien yang terdeteksi H. pylori positif dengan endoskopi

sehingga endoskopi memegang peran dalam diagnosis pada

strategi ini dan strategi ini tidak efesien untuk daerah yang H.

Pylori nya tinggi (Bayupurnama, 2019).

Strategi terakhir adalah dilakukan pemeriksaan endoskopi

sejak awal. Meskipun tindakan ini merupakan baku emas

pemeriksaan, metode ini invasive dan juga mahal, serta

mungkin tidak efisien karena mayoritas mukosa gaster pasien

dispepsia tampak normal (Bayupurnama, 2019).

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan H. Pylori dapat menggunakan metode

pemeriksaan endoskopi atau tanpa endoskopi. Namun,

sensitivitas kedua metode ini menurun kalo sedang berlangsung

atau baru saja penggunaan PPI, bismuth, atau antibiotik

(Bayupurnama, 2019).

a. Pemeriksaan dengan Endoskopi, meliputi :

1) Pemeriksaan Histopatologi

2) Rapid Urease Testing (RUT)

3) Kultur

Page 43: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

25

4) Polymerase Chain Reaction

b. Pemeriksaan tanpa bantuan Endoskopi, meliputi :

1) Tes IgG H. pylori (kuantitatif dan kualiatif)

2) Urea Breath Test (13

C dan 14

C)

3) Fecal Antigen Test

2.1.2 KONSEP DASAR POLA MAKAN

1. Definisi Pola Makan

Pola makan merupakan cara ataupun usaha dalam

mengatur kegiatan makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh

agar menjadi lebih baik (Departemen Pendidikan Indnesia

dalam Irfan, 2019). Menurut Depkes RI pola makan adalah

suatu cara atau usaha dalam mengatur jumlah dan jenis

makanan dengan maksud mempertahankan kesehatan tubuh,

status nutrisi, mencegah penyakit atau membantu kesembuhan

penyakit (Depkes RI dalam Irfan, 2019). Pola makan terdiri

dari frekuensi makan, jenis makanan, dan, porsi atau jumlah

makan (Depkes RI dalam Irfan, 2019).

2. Klasifikasi Pola Makan

a. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam

sehari meliputi makan pagi, makan siang, makan malam

dan makan selingan (Sulistyoningsih, 2011). Frekuensi

makanan merupakan jumlah makan sehari-hari, baik

kualitatif maupun kuantitatif. Secara alamiah makanan

Page 44: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

26

diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari

mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung

bergantung pada sifat dan jenis makanan. Rata-rata

lambung kosong antara 3-4 jam. Oleh karena itu,

pembagian jam makan yang tepat (Freedomsiana, 2018),

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3

Pembagian Jam Makan yang Tepat

04.00 – 12.00 Lambung bekerja untuk membuang

kotoran. Oleh karena itu, jam-jam ini

yang paling baik adalah makan

makanan yang berserat, seperti jus

buah, atau makanan yang dapat

membantu proses pengeluaran

makanan (Freedomsiana, 2018).

12.00 – 20.00 Saat dimana tubuh kita menyerap

makanan dengan baik. Oleh karena

itu, sangat baik jika mengonsumsi

makanan yang kaya akan protein,

vitamin, dan makanan-makanan

bergizi lainnya, bahkan karbohidrat

seimbang dianjurkan untuk

Page 45: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

27

dikonsumsi pada jam-jam ini

(Freedomsiana, 2018).

20.00 – 04.00 Waktu dimana tubuh kita mencerna

makanan. Konsumsi makanan me-

ngenyangkan yang bernutrisi dan

rendah gula (Freedomsiana, 2018).

Sumber : Freedomsiana, 2018

Ilmu Gizi mengatakan frekuensi makan tetap yaitu 3

kali dalam sehari diselingi dengan makanan ringan,

diantaranya jadwal makan yang ideal dijalankan agar

mempunyai pola makan yang baik adalah 5-6 kali sehari,

yaitu : sarapan pagi, snack, makan siang, snack, snack sore,

makan malam dan bila perlu boleh ditambah dengan snack

malam (Ayunda, 2014 dalam Adhy, 2016).

Pada umumnya seseorang melakukan makan utama

3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan malam.

Penundaan waktu makan yang lama atau frekuensi makan

kurang dari 3 kali sehari sehingga akan berpengaruh dalam

pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan

yang baik berkisar 4-5 jam (Sherwood. L, 2015 dalam

Irfan, 2019).

Kebiasaan dalam meninggalkan sarapan pagi dan

makan pagi tergesa merupakan hal yang tidak boleh

Page 46: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

28

dilakukan karena proses metabolisme tubuh akan terganggu

(Wirakusumah dalam Astri Dewi, 2017). Pola makan yang

tidak teratur seperti meninggalkan sarapan pagi karena

kegiatan aktivitas yang padat dapat menyebabkan sindrom

dispepsia (Reshetnikov dalam Astri Dewi, 2017).

b. Jenis Makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang

dimakan setiap hari, terdiri dari makanan pokok, lauk

hewani, lauk nabati, sayuran dan buah yang dikonsumsi

setiap hari (Sulistyoningsih, 2011). Makanan yang

dikategorikan sebagai makanan sehat adalah makanan yang

mengandung unsur-unsur zat yang dibutuhkan tubuh dan

tidak mengandung bibit penyakit atau racun. Namun,

makanan ini sangat berhubungan dengan sikap dan pola

makan setiap orang. Jadi, makanan yang mengandung

unsur-unsur bergizi harus disertai dengan upaya menjaga

kebersihan dan kesehatan orang yang mau memakannya

(Freedomsiana, 2018).

1) Unsur zat makanan yang sehat diperlukan agar tubuh

dapat beraktivitas dengan normal, yaitu : makanan sehat

adalah makanan yang mengandung zat-zat, seperti

protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air

dengan takaran yang seimbang (Freedomsiana, 2018).

Page 47: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

29

2) Manfaat dari unsur makanan zat yang dikandung dalam

makanan mempunyai fungsi atau manfaat bagi tubuh.

Zat yang dibutuhkan tubuh berfungsi sebagai tenaga,

pembangun, pengatur dan sebagainya (Freedomsiana,

2018)

a) Zat tenaga, zat tenaga biasa berasal dari

karbohidrat, lemak, dan protein. Unsur-unsur ini

biasa terdapat pada nasi, jagung, daging, telur, dan

sebagainya (Freedomsiana, 2018).

b) Zat pembangun, dalam makanan terdapat zat yang

disebut dengan zat pembangun, seperti protein,

mineral, dan air. Unsur tersebut harus seimbang

agar kesehatan seseorang terjaga dengan baik

(Freedomsiana, 2018).

c) Zat pengatur, makanan yang terdapat zat pengatur

adalah mineral, vitamin, dan air. Zat-zat ini mudah

diperoleh dalam makanan yang Anda makan

(Freedomsiana, 2018).

Jenis makanan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu

makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama

adalah makanan yang biasa dikonsumsi seperti makanan

pokok, lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan yang

dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang, dan malam,

sedangkan makanan selingan adalah makanan kecil yang

Page 48: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

30

dibuat sendiri maupun yang dibeli seperti keripik, kue-kue,

dan cemilan lainnya (Yatmi, F. 2017 dalam Irfan 2019).

Terdapat beberapa jenis makanan dan minuman yang

dapat merusak mukosa lambung sehingga kurang baik

untuk dikonsumsi, seperti (Abata, Qorry A. 2014 dalam

Irfan, 2019) :

a) Minuman kopi, susu, dan anggur putih dapat

merangsang sekresi asam lambung.

b) Makanan yang asam dan pedas dapat merangsang

lambung dan merusak mukosa lambung.

c) Makanan yang berlemak dapat memperlambat

pengosongan lambung sehingga terjadi peningkatan

peregangan lambung yang menyebabkan meningkatnya

asam lambung.

Jenis-jenis makanan juga dapat mengakibatkan

timbulnya dispepsia. Beberapa jenis makanan tersebut

adalah makanan yang berminyak dan berlemak. Makanan

ini berada di lambung lebih lama dari jenis makanan

lainnya. Makanan tersebut lambat dicerna dan

menimbulkan peningkatan tekanan di lambung. Proses

pencernaan ini membuat katup antara lambung dengan

kerongkongan (lower esophageal sphincter/LES) melemah

sehingga asam lambung dan gas akan naik ke

kerongkongan (Firman dalam Astri Dewi, 2017).

Page 49: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

31

Makanan yang sehat adalah makanan yang didalamnya

terkandung zat- zat gizi, seperti karbohidrat, protein dan

lemak ditambah dengan vitamin dan mineral (Hardani

dalam Astri Dewi, 2017). Jenis makanan/minuman tertentu

seperti minuman bersoda, durian, sawi, nangka, kubis dan

makanan sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie,

singkong, dan talas dapat menyebabkan perut kembung

(Salma, 2011 dalam Astri Dewi, 2017). Kembung termasuk

kedalam salahsatu gejala dari sindroma dispepsia. Perut

kembung disebabkan oleh masuknya angin (aerophagia) atau

karena usus membuat banyak gas. Makan terburu-buru

menyebabkan produksi gas usus lebih banyak dari biasanya

(Salma, 2011 dalam Astri Dewi, 2017).

Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman seperti

makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan

minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi dapat

meningkatkan resiko munculnya gejala dyspepsia (Astri

Dewi, 2017). Jenis makanan yang dikonsumsi hendaknya

mempunyai proporsi yang seimbang antara karbohidrat (55-

65 %), protein (10-15 %) dan lemak (25-35 %) (Susanti,

2011 dalam Astri Dewi, 2017 ).

c. Jumlah Makanan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang

dimakan dalam setiap orang atau setiap individu dalam

Page 50: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

32

kelompok (Sulistyoningsih, 2011). Jumlah makanan

bergantung dari kandungan jumlah kalori dalam setiap

makanan yang dimakan. Jumlah kalori dalam makanan

sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh

kita. Kalori adalah satuan unit yang digunakan untuk

mengukur nilai energi yang diperoleh tubuh ketika

mengonsumsi makanan atau minuman. Untuk memastikan

agar kebutuhan nilai gizi tercukupi dengan baik, sebaiknya

Anda melihat kadar kalori pada makanan atau minuman

yang dikonsumsi (Freedomsiana, 2018).

Kandungan kalori di dalam makanan dapat

ditentukan oleh kandungan gizi, seperti lemak, karbohidrat,

dan protein yang terkandung di dalam makanan itu sendiri.

Lemak menghasilkan kalori yang paling banyak diantara

yang lainnya, yaitu 9 kalori/gram, sedangkan karbohidrat

dan protein menghasilkan 4 kalori/gramnya. Makanan yang

mengandung banyak lemak adalah makanan yang

mengandung kalori tinggi. Sebaliknya, yang memiliki

kalori rendah adalah buah-buahan dan sayur-sayuran karena

mengandung banyak serat dan kadar airnya tinggi

(Freedomsiana, 2018).

3. Faktor Pemicu Produksi Asam Lambung

Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan,

diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat

Page 51: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

33

penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang

bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang

merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011 dalam

Astri Dewi, 2017).

Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat

membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan.

Namun, bila barrier lambung telah rusak, maka suasana yang

sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding

lambung (Herman dalam Astri Dewi, 2017).

Makan terburu-buru menyebabkan produksi gas usus lebih

banyak dari biasanya. Jenis makanan/minuman tertentu seperti

minuman bersoda, durian, sawi, nangka, kubis dan makanan

sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, singkong, dan

talas dapat menyebabkan perut kembung. Makanan yang sangat

manis seperti kue tart dan makanan berlemak seperti keju,

gorengan merupakan makanan yang lama di cerna/sulit dicerna

menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat

membuat nyeri pada lambung (Salma, 2011 dalam Astri Dewi,

2017).

Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein.dapat

meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin

pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan

oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang

sangat asam dari bagian fundus lambung. Hal ini sejalan

Page 52: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

34

menyatakan bahwa kafein adalah salah satu dari zat

sekretagogue yang merupakan salah satu penyebab antrum

mukosa lambung menyekresikan hormon gastrin. Kafein dapat

merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam walaupun

tidak ada makanan (Astri Dewi, 2017)

Mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan

merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus

yang berkontraksi. Hal ini akan menimbulkan rasa panas dan

nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Bila

kebiasaan mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan

lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal enam

bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada

lambung (Suparyanto, 2012 dalam Astri Dewi, 2017).

4. Gizi Seimbang

Pada Pedoman Gizi Seimbang Kemenkes Kesehatan RI

telah memberikan 7 pesan yaitu (Direktur Jendral Bina Gizi

dan KIA Kemenkes RI, 2014 dalam Irfan 2019) :

1. Biasakan makan 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan malam

bersama keluarga.

2. Biasakan mengkonsumsi ikan dan sumber protein lainnya.

3. Perbanyak mengkonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan.

4. Biasakan membawa air putih dan bekal makanan dari

rumah.

5. Kurangi mengkonsumsi makanan yang cepat saji, jajanan,

Page 53: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

35

dan maknan selingan yang berlemak, manis dan asin.

6. Biasakan sikat gigi 2 kali sehari yaitu waktu bangun tidur

dan ketika ingin tidur.

7. Hindari merokok.

2.1.3 HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN

TERJADINYA DISPEPSIA FUNGSIONAL

Pola makan merupakan salah satu faktor yang berperan

pada kejadian dispepsia. Makan yang tidak teratur, kebiasaan

makan yang tergesa-gesa dan jadwal yang tidak teratur dapat

menyebabkan dyspepsia (Djojodiningrat dalam Astri Dewi, 2017).

Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi

asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung

mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung

terkontrol. Kebiasaan makan yang tidak teratur akan membuat

lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung

lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat

mengiritasi dinding tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan

rasa perih dan mual. Gejala tersebut bias naik ke korongkongan

yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul dalam Astri Dewi,

2017).

Jarang sarapan di pagi hari beresiko terkena kejadian

dispepsia. Pada pagi hari tubuh memerlukan banyak kalori.

Apabila tidak makan dapat menimbulkan produksi asam lambung

Page 54: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

36

(Harahap dalam Astri Dewi, 2017). Kebiasaan makan yang teratur

sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut

memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi

asam lambung terkontrol.

Kebiasaan makan yang tidak teratur akan membuat

lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama,

produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat

mengiritasi dinding mukosa pada lambung sehingga timbul

gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut

dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bias naik

ke korongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Firman

dalam Astri Dewi, 2017).

Jarang sarapan di pagi hari beresiko terkena kejadian

dispepsia. Pada pagi hari tubuh memerlukan banyak kalori.

Apabila tidak makan dapat menimbulkan produksi asam lambung

(Harahap dalam Astri Dewi, 2017). Ketidakteraturan makan seperti

kebiasaan makan buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur

dapat menyebabkan dispepsia (Firman dalam Astri Dewi, 2017).

Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal yang

dilakukan oleh Reshetnikov kepada 1562 orang dewasa, jeda

jadwal makan yang lama, dan ketidakteraturan makan berkaitan

dengan gejala dispepsia (Firman dalam Astri Dewi, 2017).

Mendukung hasil penelitian diatas, berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Ervianti pada 48 orang subjek tentang faktor yang

Page 55: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

37

berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia, didapatkan salah

satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia

adalah keteraturan makan. (Ervianti dalam Astri Dewi, 2017).

Okviani (2011) dalam penelitian Irfan (2019) mengatakan

bahwa porsi makan tidak berhubungan dengan terjadinya kelainan

gastrointestinal bagian atas (Oktaviani, 2011 dalam Irfan, 2019).

2.2 KERANGKA KONSEPTUAL

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan keteraturan

pola makan dengan terjadinya dispepsia. Variabel ndependen dari

penelitian ini adalah Keteratursn Pola Makan, sedangkan Variabel

Dependen dari penelitian ini adalah Dispepsia. Sehingga Kerangka

Penlitian dari penelitian ini dapat dilihat seperti dibawah ini :

Page 56: HUBUNGAN KETERATURAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN …

38

Bagan 2.1

Kerangka Konsep

Hubungan Ketidakteraturan Pola Makan dengan Kejadian Dispepsia Fungsional

Sumber : (Djojoningrat, 2009 dalam Astri Dewi, 2017) & (Bayupurnama, 2019)

Hipersensitivitas

Visceral

Disfungsi

Otonom

Psikologis

Lingkungan /

Infeksi HP

Pola

Makan

Frekuensi

Jenis

Makanan

Jumlah

Sindrom Dispepsia

a. Rasa nyeri di ulu hati

b. Rasa penuh di ulu hati

c. Perut cepat merasa

kenyang

d. Rasa penuh setelah

makan

e. Kembung (bloating)

f. Sering sendawa

g. Mual (nausea), dan

h. Muntah (vomitus).

Keterangan

: Variabel diteliti

: Tidak diteliti