Upload
vananh
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN SIKAP PERAWAT DENGAN KEPUASAN
PASIEN DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN DI
BANGSAL PAVILLIUN RSUD SALATIGA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Wahyu Nugrahaningsih
NIM. ST.14069
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Wahyu Nugrahaningsih
NIM : ST.14069
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1) Karya tulis saya, skrpsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapat gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam karywa tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang
dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Penyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 4 Januari 2016
Yang membuat pernyataan,
(Wahyu Nugrahaningsih)
NIM. ST.14069
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan YME, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
telah menjadikan penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada
waktunya.
Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak, oleh karena itu melalui ruang ini penulis mengucapkan penghargaan dan
terima kasih kepada :
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua STIKES Kusuma
Husada Surakarta.
2. Atiek Murhayati, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan.
3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku dosen pembimbing I pada STIKES Kusuma
Husada Surakarta, yang telah meluangkan banyak waktu, pikiran dan tenaga
untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi. Berkat saran yang
konstruktif, motivasi, ide dan masukan yang sangat bermanfaat, akhirnya
proposal skripsi ini dapat selesai sesuai waktu yang ditentukan.
4. Ns. Alfyana Nadya Rachmawati, M.Kep, selaku dosen pembimbing II pada
STIKES Kusuma Husada Surakarta, yang telah meluangkan banyak waktu,
pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis menyelesaikan proposal
skripsi. Berkat saran yang konstruktif, motivasi, ide dan masukan yang sangat
bermanfaat, akhirnya skripsi ini dapat selesai sesuai waktu yang ditentukan.
5. Ns. Anissa Cindy Nurul A, M.Kep selaku penguji.
6. Para dosen yang telah dengan sabar membimbing, memotivasi serta
membekali ilmu.
7. Rekan-rekan semua yang telah membantu membantu terselesaikannya
penulisan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki dalam
menyelesaikan skripsi ini, sehingga masih ditemui kekurangan dan
ketidaksempurnaan. Oleh karenanya kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
nantikan.
Salatiga, Januari 2016
Penulis
Wahyu Nugrahaningsih
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
ABSTRAK ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3.Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.4.Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1.Perawat ........................................................................................ 7
2.2.Pelayanan Keperawatan .............................................................. 11
2.3.Asuhan keperawatan ................................................................... 15
2.4.Kepuasan Pasien.......................................................................... 18
2.5.Sikap ............................................................................................ 22
2.6.Penelitian Lain ............................................................................ 41
2.7.Kerangka Teori............................................................................ 42
2.8.Kerangka Konsep ........................................................................ 43
2.9. Hipotesis Penelitian .................................................................. 43
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 44
3.2.Populasi dan Sampel ................................................................... 44
3.3.Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 46
vi
3.4.Definisi Operasional.................................................................... 47
3.5.Instrumen Penelitian dan Cara Prosedur Pengumpulan Data ..... 48
3.6.Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................... 50
3.7.Analisis Data ............................................................................... 52
3.8.Penarikan Keputusan Hipotesis Penelitian ................................. 53
3.9.Etika Penelitian ........................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Analisis Univariat ............................................................. 55
4.2. Hasil Analisis Bivariat ............................................................... 59
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Analisis Univariat....................................................................... 60
5.2. Hasil Analisis Bivariat ............................................................... 74
BAB VI PENUTUP
6.1. Simpulan .................................................................................... 77
6.2. Saran .......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 79
vii
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Penelitian Lain 41
3.1 Definisi Operasional 47
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur 55
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 55
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 56
4.4 Kognitif Perawat 56
4.5 Afektif Perawat 57
4.6 Psikomotor Perawat 57
4.7 Sikap Perawat 58
4.8 Kepuasan Pasien 58
4.9 Hubungan Sikap Perawat dengan Kepuasan Pasien
Pelayanan Keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD
Kota Salatiga
59
viii
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul gambar Halaman
2.1 Model Kerangka Teori 42
2.2 Model Kerangka Konsep 43
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Rekomendasi Ijin Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 5 : Surat Permohonan Ijin Uji Validitas & Reliabilitas STIKes Kusuma
Husada Surakarta
Lampiran 6 : Surat Permohonan Ijin Uji Validitas & Reliabilitas RSPAW
Salatiga
Lampiran 7 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 8 : Data Mentah Uji Validitas & Reliabilitas Hasil Uji Validitas & \
Reabilitas
Lampiran 9 : Tabel r product moment
Lampiran10 : Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran11 : Frekuensi Distribusi (Karakteristik Responden, Kognitif, Afektif,
Psikomotor, Sikap, Kepuasan Pasien)
Lampiran12 : Hasil Analisis Korelasi Spearman
Lampiran13 : Lembar Konsultasi
x
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
WAHYU NUGRAHANINGSIH
Hubungan Sikap Perawat dengan Kepuasan Pasien Dalam Pelayanan
Keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
Abstrak
Peran perawat dalam upaya meningkatkan kepuasan pasien sangat
penting, maka perawat harus menunjukkan sikap yang baik dalam melakukan
setiap pelayanan kepada pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan di Bangsal
Pavilliun RSUD Kota Salatiga.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif
korelasi. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sikap perawat dan
kepuasan pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 212 orang pasien
di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga, sementara jumlah sampel dalam penelitian
ini sebanyak 139 orang pasien yang dihitung berdasarkan rumus Slovin dengan
tingkat kesalahan 10%. Alat analisis data yang digunakan adalah Spearman
dengan tingkat signifikansi (α)= 5%.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa: 1) Karakteristik responden
mayoritas berusia 45,30 tahun (24,50%), berjenis kelamin perempuan (62,60%),
dan berpendidikan SLTA (51,80%), 2) Kognitif perawat di Bangsal Pavilliun
RSUD Kota Salatiga termasuk dalam kategori cukup baik (65,50%), 3) Afektif
perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk dalam kategori cukup
baik (61,90%), 4) Psikomotor perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga
termasuk dalam kategori cukup baik (69,10%), 5) Sikap perawat di Bangsal
Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk dalam kategori cukup baik (71,90%), 6)
Kepuasan pasien rawat inap di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk
dalam kategori memuaskan (79,90%), 7) Terdapat hubungan sikap perawat
dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun
RSUD Salatiga (nilai p-value= 0,000<0,05) dengan kategori kuat (rs=+0,746)
(0,60 – 0,799). Maka semakin baik penilaian responden terhadap sikap perawat,
semakin tinggi tingkat kepuasan responden, begitu pula sebaliknya.
Saran dalam penelitian ini, yaitu: 1) Mengadakan pelatihan-pelatihan
atau bintek kepada setiap perawat, 2) Memberikan reward bagi perawat yang
dinilai memiliki prestasi baik, 3) Menegakkan disiplin terhadap perawat yang
dinilai melanggar aturan kerja, 4) Hendaknya perawat bersikap antusias terhadap
setiap pelaksanaan pelayanan kepada pasien rawat inap.
.
Kata Kunci : Sikap Perawat, Kepuasan Pasien
Daftar Pustaka : 43 (2000-2014)
xi
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
WAHYU NUGRAHANINGSIH
The Relationship between Nurses’ Attitude and Patients’ Satisfaction Related to
Nursing Services in Pavilliun Ward at Regional Public Hospital of Salatiga
Abstract
The roles of nurses in improving patients’ satisfaction are incredibly significant,
and therefore nurses are required to have a good attitude in performing services to
patients. This research aims at investigating the relationship between nurses’ attitude and
patients’ satisfaction related to nursing services in Pavilliun ward at Regional Public
Hospital of Salatiga.
This is a correlational descriptive research. The variables observed were nurses’
attitude and patients’ satisfaction. The research population comprised 212 patients in
Pavilliun ward at Regional Public Hospital of Salatiga. The samples included 139 patients
calculated using Slovin formula with 10% margin of error. The data were analyzed using
Spearman test with significance level (α) of 5%.
The findings indicate that: 1) most of the respondents are 45.30 years old
(24.50%), female (62.60%), and senior high school graduates (51.80%), 2) the cognitive
skill levels of nurses in Pavilliun ward at Regional Public Hospital of Salatiga are
considered ‘fairly good’ (65.50%), the affective skill levels of nurses in Pavilliun ward at
Regional Public Hospital of Salatiga are considered ‘fairly good’ (61.90%), 4) the
psychomotor skill levels of nurses in Pavilliun ward at Regional Public Hospital of
Salatiga are considered ‘fairly good’ (69.10%), 5) the attitude of nurses in Pavilliun ward
at Regional Public Hospital of Salatiga is considered ‘fairly good’ (71.90%), 6) the
patients’ satisfaction in Pavilliun ward at Regional Public Hospital of Salatiga is
categorized ‘good’ (79.90%), and 7) there is a relationship between nurses’ attitude and
patients’ satisfaction related to nursing services in Pavilliun ward at Regional Public
Hospital of Salatiga (p-value= 0.000<0.05) which is categorized ‘strong’ (rs=+0.746)
(0.60 – 0.799). Thus, the higher the respondents’ scores on nurses’ attitude are, the higher
the respondents’ satisfaction levels will be, and vice versa.
The researcher recommends several points for improvement, comprising: 1)
organizing trainings or technology coaching for all nurses, 2) giving rewards to
accomplished nurses, and 3) enforcing discipline to nurses who break working regulation.
Moreover, nurses should be more enthusiastic when performing all services to inpatients.
Keywords : nurses’ attitude, patients’ satisfaction
Bibliography : 43 (2000-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Banyaknya rumah sakit yang berdiri tentu menjadikan persaingan
yang ketat antar rumah sakit, sehingga setiap rumah sakit yang ingin tetap
survive di tengah-tengah persaingan yang ketat tersebut perlu melakukan
upaya untuk menjadikan setiap konsumennya memiliki sikap loyal (Mowen
dan Minor, 2002). Usaha tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepuasan pasien (Tjiptono, 2000, Spake et al 2003, dan
Thurau et.al., 2002).
Terciptanya kepuasan pasien akan memberikan keuntungan banyak
bagi rumah sakit itu sendiri, yaitu: menjalin hubungan harmonis antara
produsen dan konsumen, membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang
akan dapat menguntungkan sebuah perusahaan (rumah sakit), dan
menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang serta terciptanya
loyalitas pelanggan (Tjiptono, 2000). Namun demikian usaha untuk
meciptakan kondisi tersebut cukup sulit untuk dilakukan, sebab
bagaimanapun juga untuk menciptakan kondisi tersebut diperlukan
kerjasama yang baik antar elemen-elemen yang berada di dalam rumah sakit
itu sendiri. Sehingga sampai saat ini masih banyak kritik dari masyarakat
(pasien) tentang mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Hasil laporan tahunan ombudsman Republik Indonesia tahun 2014
tentang rumah sakit menunjukkan, bahwa masih diperlukan peningkatan
2
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, sebab dari hasil
investigasi yang dilakukan di 23 (dua puluh tiga) Provinsi, diperoleh laporan
salah satunya, yaitu tenaga medis termasuk dalam hal ini perawat, dalam
memberikan pelayanan belum sesuai dengan jam pelayanan yang telah
ditentukan. Hasil investigasi tersebut menunjukkan bahwa masih perlu
dilakukan upaya-upaya peningkatkan kualitas pelayanan yang dilakukan
oleh perawat kepada pasien.
Kedudukan perawat di rumah sakit merupakan hal yang vital, sebab
selain sebagai mitra dokter, perawat juga menjadi penjalin kontak pertama
dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung
terus menerus selama 24 jam sehari. Begitu pentingnya peran perawat dalam
upaya meningkatkan kepuasan pasien, maka penting bagi perawat untuk
menunjukkan sikap yang baik dalam melakukan setiap pelayanan kepada
pasien. Sebab bagaimanapun juga sikap merupakan salah satu faktor yang
secara langsung dapat dinilai oleh pasien, untuk itu penting bagi pihak
manajemen rumah sakit secara berkala melakukan evaluasi terhadap mutu
pelayanan yang dilakukan oleh perawat-perawatnya. Pentingnya sikap
dalam memberikan pelayanan sebagai upaya memuaskan pasien sejalan
dengan pendapat Hurriyati (2005), Kotler (2003), dan Lupiyoadi (2001),
ketiganya sepakat bahwa sikap dalam memberikan pelayanan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen.
Azwar (2005) menyatakan, bahwa komponen-komponen sikap
pada dasarnya terdiri dari tiga hal, yaitu: kognitif (pengetahuan), afektif
(emosi), dan psikomotor (perilaku). Jika ketiga komponen tersebut menjadi
satu kesatuan, maka akan membentuk sikap yang utuh (total attitude).
3
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting. Pengetahuan akan membawa seorang
perawat untuk berpikir dan berusaha supaya dirinya mampu memberikan
pelayanan dengan baik, dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga seorang perawat yang berniat untuk memberikan
pelayanan yang baik, dan mampu merealisasikan kondisi tersebut, misalnya
siap setiap saat ketika diperlukan, cepat tanggap terhadap berbagai keluhan,
dan turut melaksanakan apa yang klien sedang alami.
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga adalah salah satu rumah
sakit yang berada di wilayah Kota Salatiga. Sebagai rumah sakit yang telah
lama berdiri, manajemen RSUD Salatiga telah melakukan berbagai upaya
untuk memperbaiki, dan meningkatkan sikap profesional perawat dalam
memberikan pelayanan bermutu kepada pasiennya. Usaha-usaha yang
pernah dilakukan oleh RSUD Salatiga untuk meningkatkan sikap
profesional perawat-perawatnya, antara lain mewajibkan setiap perawat
mengikuti diklat internal, seperti: Pelayanan Prima. Namun upaya tersebut
belum sepenuhnya mampu memberikan kepuasan kepada pasiennya,
indikasi tersebut dapat dilihat dari data-data catatan administrasi RSUD
Salatiga tahun 2011-2014. Data BOR (Bed Occupancy Rate) tahun 2011
sebanyak 72,20%, tahun 2012 sebanyak 65,95%, tahun 2013 sebanyak
66,85%, dan tahun 2014 sebanyak 67,21%.
Berdasarkan data pasien Rawat Inap yaitu BOR (Bed Occupancy
Rate) tahun 2011 s/d 2014 tersebut di atas menunjukkan, bahwa jumlah
setiap tahunnya mengalami fluktuasi, kadang-kadang naik atau sebaliknya.
Berdasarkan data tersebut diduga bahwa fluktuasinya BOR dari tahun ke
4
tahun disebabkan kemungkinan oleh adanya permasalahan kepuasan pasien
yang menurun sebagai akibat sikap perawat yang kurang profesional dalam
memberikan pelayanan kepada pasien. Hasil pengalaman sendiri peneliti
sebagai perawat di RSUD Salatiga, ketidakpuasan pasien pada dasarnya
disebabkan oleh beberapa hal, seperti: keterlambatan pelayanan perawat,
perawat kurang komunikatif dan informatif, sikap, perilaku, tutur kata,
keramahan perawat.
Hasil wawancara pada 15 orang pasien rawat inap di Bangsal
Pavilliun RSUD didapatkan bahwa 10 orang pasien mengeluh karena
perawat terkadang terlambat dalam memberikan tindakan, dan perawat
kurang informatif. Sementara 2 orang pasien mengatakan bahwa perawat
kurang ramah, dan kurang informatif, sedang 3 orang pasien lainnya
mengatakan bahwa perawat kurang ramah, baik sikap, perilaku dan tutur
katanya, serta sering terlambat dalam memberikan tindakan. Namun
demikian untuk membuktikan kebenaran fakta-fakta tersebut perlu
dilakukan penelitian yang lebih mendalam. Untuk itu judul yang diajukan
dalam penelitian ini adalah “Hubungan Sikap Perawat dengan Kepuasan
Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota
Salatiga”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di tersebut maka dapat
dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
“Apakah ada hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga?”.
5
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Penelitian
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah:
Mengetahui hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga.
1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan karakteristik responden.
2. Mendeskripsikan kognitif (pengetahuan) perawat di Bangsal
Pavilliun RSUD Kota Salatiga.
3. Mendeskripsikan afektif (emosi) perawat di Bangsal Pavilliun
RSUD Kota Salatiga.
4. Mendeskripsikan psikomotor (perilaku) perawat di Bangsal
Pavilliun RSUD Kota Salatiga.
5. Mendeskripsikan sikap perawat di Bangsal Pavilliun RSUD
Kota Salatiga
6. Mendeskripsikan kepuasan pasien rawat inap di Bangsal
Pavilliun RSUD Kota Salatiga.
7. Menganalisis hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien
dalam pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota
Salatiga.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi RSUD Salatiga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan
bagi pihak manajemen RSUD Salatiga untuk lebih mengetahui tentang
kepuasan pasien rawat inap Bangsal Pavilliun dilihat dari aspek sikap
perawat dalam pelayanan, sehingga pihak manajemen RSUD Salatiga
dapat merumuskan kebijakan dimasa-masa yang akan datang.
2. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan tentang pelayanan
kesehatan khususnya terkait dengan masalah hubungan sikap perawat
dengan kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan di Bangsal
Pavilliun RSUD Kota Salatiga, selain itu hasil penelitian ini juga
sebagai wahana bagi peneliti untuk menerapkan atau
mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan dengan
kondisi riil di lapangan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan daftar pustaka
tentang penelitian keperawatan di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
4. Bagi Peneliti Lainnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti-peneliti yang
akan datang yang memiliki keinginan untuk melakukan penelitian
dengan tema yang sama, namun dengan metode yang lain.
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Perawat
2.1.1. Definisi Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan
program pendidikan keperawatan, berwenang di negara
bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab
dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan
terhadap pasien (Praptiningsih, 2006).
2.1.2. Peran perawat
Peran perawat adalah sebagai berikut : (Hidayat, 2004)
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
2. Sebagai advokat pasien.
3. Sebagai edukator
4. Sebagai koordinator
5. Peran kolaborator
6. Paran konsultan
7. Sebagai pembaharu
2.1.3. Fungsi perawat
Fungsi perawat adalah : (Hidayat, 2004)
1. Fungsi independen, merupakan fungsi mandiri dan tidak
tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
8
melaksanakan tugasnya dilaksanakan sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia.
2. Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam
melaksanakan kegiatan atas pesan atau intruksi dari perawat
lain.
3. Fungsi interdependen fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim
yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan
lainya.
2.1.4. Klasifikasi Pendidikan Perawat
1. Kebijakan Pemerintah Berkaitan dengan Sistem Pendidikan
Keperawatan
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem
pendidikan keperawatan di Indonesia adalah UU no. 2 tahun
1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan pemerintah no. 60
tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas
no. 0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan
Tinggi (Munadi, 2006). Pengembangan sistem pendidikan tinggi
keperawatan yang bemutu merupakan cara untuk menghasilkan
tenaga keperawatan yang profesional dan memenuhi standar
global. Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
mutu lulusan pendidikan keperawatan menurut Muhammad
(2009) adalah :
a. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi
pada pendidikan.
9
b. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan
dengan menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf
pengajar di institusi pendidikan keperawatan harus mampu
berbahasa inggris secara aktif
c. Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas.
d. Institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang
pendidikan keperawatan.
e. Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri
dalam institusi dalam bentuk muatan lokal,misalnya
emergency Nursing, pediatric nursing, coronary nursing.
f. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf
pengajar di insitusi pendidikan keperawatan.
g. Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan
Organisasi profesi serta sector lain yang terlibat mulai dari
proses perizinan juga memiliki tanggung jawab moril untuk
melakukan pembinaan.
2. Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Indonesia dan sebutan
Gelar
a. Pendidikan jenjang Diploma Tiga keperawatan lulusannya
mendapat sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep)
b. Pendidikan jenjang Ners (Nurse) yaitu (Sarjana+Profesi),
lulusannya mendapat sebutan Ners (Nurse),sebutan
gelarnya (Ns)
c. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya
mendapat gelar (M.Kep)
10
d. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari:
1) Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya
(Sp.KMB)
2) Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya
(Sp.Kep.Mat)
3) Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya
(Sp.Kep.Kom)
4) Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya
(Sp.Kep.Anak)
5) Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)
e. Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, Lulusannya
(Dr.Kep)
3. Lulusan pendidikan tinggi keperawatan sesuai dengan level
KKNI
a. Diploma tiga Keperawatan - Level KKNI 5
b. Ners (Sarjana+Ners) - Level KKNI 7
c. Magister keperawatan - Level KKNI 8
d. Ners Spesialis Keperawatan - Level KKNI 8
e. Doktor keperawatan - Level KKNI 9
2.2. Pelayanan Keperawatan
2.2.1. Definisi pelayanan keperawatan
Menurut Hidayat (2004), pelayanan keperawatan adalah
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio- psiko- sosio- spiritual yang
11
komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat
baik yang sakit maupun sehat yang mencakup siklus hidup manusia.
Menurut Handerson (1980) dalam Praptiningsih (2006)
mendefinisikan pelayanan keperawatan adalah upaya untuk
membantu individu baik sehat maupun sakit, dari lahir sampai
meninggal dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki sehingga individu tersebut dapat secara optimal
melakukan kegiatan sehari – hari secara mandiri.
Berdasarkan definisi pelayanan keperawatan tersebut di
atas, maka dapat dijelaskan secara singkat bahwa pelayanan
keperawatan pada dasarnya upaya perawat dalam membantu
individu dari lahir sampai dengan meninggal dalam bentuk
pelayanan bio- psiko- sosio- spiritual yang dilakukan secara
komprehensif.
Dijelaskan oleh Smet (1994) dalam Putra (2014), aspek bio
pada dasarnya berkenaan dengan pelayanan kesehatan individu
secara fisik atau fisiologis, aspek psiko berkenaan dengan pelayanan
kesehatan individu yang bersifat emosi, aspek sosio berkenaan
dengan pelayanan kesehatan individu yang bersifat sosial, dan aspek
spiritual berkenaan pelayanan kesehatan yang bersifat kerohanian.
2.2.2. Komponen pelayanan keperawatan
Smet (1994) dalam Putra (2014), menjelaskan secara rinci
aspek-aspek dalam pelayanan keperawatan secara individu, sebagai
12
berikut: 1) Bernafas secara normal, 2) Tercukupinya kebutuhan
makan dan minum, 3) Mengurangi zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh, 4) Mengubah dan memelihara bentuk tubuh yang diinginkan,
5) Tercukupinya kebutuhan tidur dan istirahat, 6) Memilih pakaian
yang tepat/sesuai, 7) Menjaga suhu tubuh dalam rentang yang
normal dengan menyesuaikan pakaian dan memodifikasi terhadap
kondisi lingkungan, 8) Menjaga kebersihan tubuh dan kerapian, 9)
Menghindari bahaya terhadap kondisi lingkungan dan menghindari
jatuhnya korban lain, 10) Berkomunikasi dengan orang lain untuk
menyalurkan emosi, kebutuhan, ketakutan, dan berpendapat, 11)
Beribadah sesuai dengan satu kepercayaan, 12) Bekerja dengan
semangat untuk mencapai keberhasilan, 13) Berperan atau
berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi, 14) Belajar
menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk menemukan
atau memuaskan rasa ingin tahu yang akan membantu meningkatkan
kondisi kesehatan.
Lebih jauh Smet (1994) dalam Putra (2014) menjelaskan
juga, bahwa dalam memandang konsep manusia atau individu
dengan mempertimbangkan komponen biologi, mental/kejiwaan,
sosiologi, dan spiritual, maka keempat belas aspek tersebut di atas
jika dikaitkan dengan fungsi dari perawat maka keempat belas aspek
tersebut dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) komponen sebagai
berikut:
13
1. Sembilan aspek pertama adalah komponen fisik (biologi).
Contoh:
Memandikan pasien di tempat tidur, membantu menyuapi
makan pasien, membantu menyisir rambut pasien, membantu
eliminasi, mengganti alat tenun kotor, merapikan tempat tidur,
medikasi, melakukan alih baring, mengukur tanda-tanda vital
(TTV), pemberian obat injeksi, pemberian oksigen, pemberian
obat lewat alat stringe pump, pemberian makan lewat NGT,
melakukan katerisasi urine.
2. Aspek nomor 10, dan nomor 14 merupakan komponen
mental/kejiwaan (psiko).
Contoh:
Sikap perawat yang ramah, mudah senyum, sopan dan memberi
perhatian, mau mendengarkan serta memiliki sikap positif,
cekatan ketika melaksanakan prosedur keperawatan akan
memberikan rasa aman pada klien, melakukan perawatan pasien
tanpa tanpa menghiraukan umur, jenis kelamin, latar belakang
dan status sosial ekonomi, kemauan perawat untuk
mendengarkan keluhan pasien, meluangkan waktu secara
pribadi dengan mendatangi ruang rawat.
3. Aspek nomor 12 dan nomor 13 adalah komponen sosiologi
(sosio) yang berorientasi pada kegiatan dan rekreasi.
Contoh:
14
Memberikan kesempatan kepada keluarga yang menjenguk
pasien saat jam besuk, melakukan komunikasi yang baik dengan
keluarga pasien tentang penyakit yang diderita pasien sehingga
keluarga tidak cemas, melakukan komunikasi yang baik dengan
pasien sehingga pasien tetap semangat dalam menjalani
pengobatan, serta segala bentuk intervensi yang dilakukan oleh
dokter, menghindari pembicaraan yang membebani,
menghindari bersedih di depan pasien, dan membantu keluarga
dalam menghadapi kondisi pasien.
4. Aspek nomor 11 adalah komponen spiritual dan moral
(spiritual).
Contoh:
Memberikan motivasi kepada pasien untuk terus berdoa
memohon kesembuhan pada tuhan, memberikan kesempatan
kepada pasien untuk beribadah menurut kenyakinannya masing-
masing, menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut
kearah kiblat, membimbing pasien agar berbaik sangka kepada
Tuhan Yang Maha Esa, memberikan suport mental agar pasien
merasa yakin bahwa Tuhan Maha Pengasih dan selalu
memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan
menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari
jasadnya.
15
2.3. Asuhan keperawatan
2.3.1. Definisi Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dapat didefinisikan sebagai proses atau
rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang diberikan secara
langsung pada pasien di berbagai tatanan kesehatan (Ali, 2002).
Asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah –
kaidah keperawatan sebagai profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berdasarkan kebutuhan obyektif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi pasien (Ali, 2002).
Asuhan keperawatan merupakan inti pelayanan keperawatan
yang berupaya untuk membantu mencapai kebutuhan dasar melaui
tindakan keperawatan, menggunakan kiat ilmu keperawatan dalam
melakukan tindakan, memanfaatkan potensi dari berbagai sumber
(Ali, 2002).
2.3.2. Pengertian proses keperawatan
Proses keperawatan adalah merupakan cara yang sistimatis
yang dilakukan oleh perawat bersama pasien dalam menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian,
menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi hasil
asuhan keperawatan yang telah dilakukan dengan berfokus pada
pasien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling
ketergantungan dan kesinambungan.
16
2.3.3. Tujuan proses keperawatan
Proses keperawatan bertujuan agar diperoleh hasil asuhan
keperawatan yang bermutu, efektif sesuai dengan kebutuhan dan
agar pelaksanaannya dilakukan secara sistimatik, dinamis, dan
berkelanjutan (Praptiningsih, 2006)
2.3.4. Tahapan – tahapan dalam proses asuhan keperawatan
Adapun tahapan-tahapan dalam proses asuhan keperawatan
adalah sebagai berikut : (Nursalam, 2002)
1. Pengkajian
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh
karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan
kenyataan, kebenaran data sangat penting.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan
potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya,
dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan
tindakan keperawatan.
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan langkah penentuan
diagnosis keperawatan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan
kriteria evaluasi, dan dirumuskan intervensi keperawatan
berdasarkan pada masalah yang ditemukan. Dalam perencanaan
17
strategi dikembangkan untuk mencegah, membatasi, atau
memperbaiki masalah yang ditemukan.
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal. Implementasi juga meliputi pencatatan
perawatan pasien dalam dokumen yang telah disepakati.
Dokumen ini dapat digunakan sebagai alat bukti apabila ternyata
timbul masalah hukum terkait dengan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh rumah sakit umumnya dan perawat khususnya.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses terakhir keperawatan yang
menentukan tingkat keberhasilan keperawatan sejauh mana
tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
2.4. Kepuasan Pasien
2.4.1. Definisi Kepuasan Pasien
Berbicara mengenai pasien sama saja halnya berbicara
mengenai masalah kepuasan pelanggan atau konsumen dalam
pemasaran. Untuk itu sebelum memberikan definisi mengenai
kepuasan pasien ada baiknya disinggung terlebih dahulu mengenai
definisi kepuasan pelanggan atau konsumen yang dikemukakan oleh
18
para ahli pemasaran seperti yang dapat dilihat pada penjelasan di
bawah ini.
Tjiptono (2006) mendefinisikan kepuasan pelanggan
sebagai suatu bentuk khusus sikap konsumen yang merupakan
fenomena setelah konsumen tersebut melakukan pembelian yang
mencerminkan sejauh mana seorang pelanggan menyukai atau tidak
menyukai pelayanan yang diberikan. Menurut Kotler (2000),
kepuasan pelanggan adalah perasaan seseorang mengenai
kesenangan atau kecewa dari hasil perbandingan kinerja produk atau
layanan yang diterima dengan harapan (Kotler, 2000).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada dasarnya kepuasan pasien adalah perasaan
puas yang dirasakan oleh pasien setelah mendapatkan pelayanan dari
rumah sakit. Kesimpulan dari teori-teori umum tentang kepuasan
pelanggan tersebut sejalan dengan pendapat Azwar (2005) yang
menyatakan kepuasan pasien merupakan reaksi perilaku sesudah
menerima jasa pelayanan kesehatan. Hal itu mempengaruhi
pengambilan keputusan pemanfaatan ulang yang sifatnya terus-
menerus terhadap pembelian jasa yang sama dan akan
mempengaruhi penyampaian pesan/kesan kepada fihak/orang lain
tentang pelayanan kesehatan yang diberikan.
2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien
Menurut Griffith (1987) dalam Azwar (2005) ada beberapa
aspek-aspek yang mempengaruhi perasaan puas pada seseorang
yaitu:
19
1. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap
pasien ketika pertama kali datang di rumah sakit.
2. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja
yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien,
seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses
kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan
perawatan pasien selama berada dirumah sakit.
3. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan
administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama
perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit.
4. Waktu menunggu yaitu berkaitan dengan waktu yang
diperbolehkan untuk berkunjung maupun untuk menjaga dari
keluarga maupun orang lain dengan memperhatikan ruang
tunggu yang memenuhi standarstandar rumah sakit antara lain:
ruang tunggu yang nyaman, fasilitas yang memadai misalnya
televisi, kursi, dan sebagainya.
5. Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa
makanan dan minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini
berupa bagaimana pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan
pasien seperti makanan dan minuman yang disediakan, dan
privasi ruang tunggu.
6. Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas
ruang inap ini disediakan berdasarkan permintaan pasien
mengenai ruang rawat inap yang dikehendakinya
20
Lebih lanjut Tjiptono (2000) menyatakan dalam rangka
memantau dan mengukur kepuasan pelanggan dapat ditempuh
dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1. Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion system)
Organisasi yang berwawasan pelanggan akan membuat
pelanggannya memberikan saran atau keluhan, misalnya dengan
memberikan formulir bagi pelanggan untuk melaporkan
kesukaan atau keluhan, penempatan kotak saran.
2. Survey pelanggan (customer surveys)
Kepuasan pelanggan dapat diukur melalui pelanggan atas
persepsinya terhadap kepuasannya.
3. Pembeli bayangan (ghost shopping)
Cara lain untuk mengukur mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan menyuruh orang berpura-pura menjadi pembeli dan
melaporkan titik-titik kuat maupun lemah yang mereka alami
sewaktu membeli produk perusahaan.
4. Analisa Kehilangan Pelanggan (Lost customer analysis)
Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang
telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar
dapat memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat
mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
2.4.3. Indikator Kepuasan Pasien
Tjiptono (2006) menyatakan, bahwa untuk mengukur
kepuasan pelanggan atau pasien dalam hal ini dapat dilakukan
dengan menilai beberapa hal di bawah ini, yaitu:
21
1. Hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi
harmonis.
2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
3. Terciptanya loyalitas pelanggan.
4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-
mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan.
2.4.4. Pengukuran Kepuasan Pasien
Untuk pengukuran kepuasan pasien dalam penelitian ini
digunakan rumus sebagai berikut: (Mulyono, 2005)
5,12
3
2
)1()4(==
-==
KelasBanyaknya
JarakInterval
Keterangan :
Jarak Nilai terbesar (4) – Nilai terkecil (1) = 3
Banyakny
a Kelas
Banyaknya kelas yang
digunakan untuk mengelompokkan data
dalam penelitian ini adalah 2 (dua), banyaknya
kelas ditentukan berdasarkan selera peneliti.
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh range nilai distribusi
frekuensi di bawah ini :
Kriteria Penilaian
1-2,5 : Tidak Puas
>2,5-4 : Puas
22
2.5. Sikap
2.5.1. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari
sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya ditafsirkan dari
perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003). Sikap juga dapat
didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap stimulus atau
obyek. Setelah orang mengetahui stimulus atau obyek proses
selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau obyek
tersebut (Handoko, 2003).
Menurut Purwanto (2003), sikap merupakan suatu perbuatan
atau tingkah laku sebagai reaksi (respons) terhadap sesuatu
rangsangan atau stimulus, yang disertai dengan pendirian dan
perasaan orang itu. Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda
terhadap suatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang
ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam
bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga
situasi lingkungan. Demikian pula sikap pada diri seseorang terhadap
sesuatu perangsang yang sama mungkin juga tidak selalu sama.
Bagaimana sikap kita terhadap berbagai hal di dalam hidup kita,
adalah termasuk ke dalam kepribadian kita. Di dalam kehidupan
manusia, sikap selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Berdasarkan definisi sikap di atas, maka secara singkat sikap
merupakan respon seseorang terhadap suatu stimuli.
23
2.5.2. Komponen Utama Sikap
Menurut Azwar (2005), komponen-komponen sikap terdiri
dari tiga hal, yaitu:
1. Kognitif (Pengetahuan)
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia
yaitu : indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovens
behavior). Pengalaman dan penelitian membuktikan, ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa pengetahuan
yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat
yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya (recall) yang berisi tentang sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima, sehingga tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
24
mengukur bahwa orang tau tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan
dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen,
tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
25
menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam
suatu bentuk keseluruhan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
ada.
Menurut Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
a. Faktor internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju
kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan
26
untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Menurut Notoatmodjo (2007),
menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang akan pola hidup terutama dalam motivasi
untuk sikap berperan dalam pembangunan, pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam
(2003), menyatakan bahwa pekerjaan adalah keburukan
yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya
dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara
mencari nafkah yang membosankan, berulang dan
banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu.
3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip oleh
Nursalam (2003), bahwa usia adalah umur individu
yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun. Sedangkan menurut Hartati yang dikutip
Nursalam (2003), menyatakan bahwa semakin cukup
27
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman
dan kematangan jiwa.
Hurlock (2001) mengatakan bahwa seseoang
dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh
secara maksimal, siap berproduksi, dan telah
diharapkan telah memiliki kesiapan kognitip, afektif,
dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan
peranya bersama dengan individu-individu lain dalam
masyarakat.
Setiap kebudaan dapat membuat perbedaan usia
seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang
pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan
fisik dan psikologi tertentu. Dalam hal ini Hurlock
(2001) membagi masa dewasa menjadi tiga periode,
yaitu:
a) Dewasa awal : dimulai pada umur 18 tahun
sampai umur 40 tahun.
Hurlock (2001) mengatakan bahwa masa
dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai
28
kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan
fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya
kemampuan reproduktif. Istilah adult atau dewasa
awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang
berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran
yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh
karena itu orang dewasa adalah individu yang telah
menyelesaikan pertumbuhannya dan siap
menerima kedudukan dalam masyarakat bersama
dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 2001).
Sebagai seorang individu yang sudah tergolong
dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin
bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung
secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis
pada orang tuanya.
Erickson dalam Monkas, Knoers &
Haditono (2001) menambahkan, bahwa seseorang
yang digolonkan dalam usia dewasa awal berada
dalam tahap hubungan hangat, dekat dan
komunikatif dengan atau melibatkan kontak
seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka
ia akan mengalami apa yang disebut isolasi
(merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian,
29
menyalahkan diri karena berbeda dengan orang
lain).
b) Dewasa madya : dimulai pada umur 41 tahun
sampai umur 60 tahun
Masa dewasa pertengahan (madya) atau
yang disebut juga usia setengah baya dalam
terminologi kronologis yaitu pada umumnya
berkisar antara usia 40 - 60 tahun, dimana pada
usia ini ditandai dengan berbagai perubahan fisik
maupun mental (Hurlock, 2001). Usia pertengahan
dipenuhi tanggung jawab berat dan berbagai peran
yang menyita waktu dan energi, tanggung jawab
serta peran yang dirasa mampu ditanggung oleh
sebagian besar Orang dewasa; menjalankan rumah
tangga, departemen, atau perusahaan; memiliki
anak Dan mungkin memelihara orang tua yang
sudah uzur atau memulai karir baru.
Hal yang sama juga dikatakan oleh
Erikson (1982), bahwa tugas perkembangan yang
utama pada usia baya adalah mencapai
generatifitas. Generatifitas adalah keinginan untuk
merawat dan membimbing orang lain. Dewasa
tengah dapat mencapai generatifitas dengan anak-
30
anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial
dengan generasi berikutnya. Jika dewasa tengah
gagal mencapai generatifitas akan terjadi stagnasi.
Hal ini ditunjukkan dengan perhatian yang
berlebihan pada dirinya atau perilaku merusak
anak-anaknya dan masyarakat.
c) Dewasa lanjut : dimulai pada umur 60 tahun
sampai kematian
Dewasa lanjut adalah bagian dari proses
tumbuh kembang. Menurut Hurlock (2001),
dewasa lanjut adalah orang yang memiliki umur
lebih dari 60 tahun sampai kematian. Sehingga
pada tahap ini menurut Maryam dkk (2008),
sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia yang merupakan suatu proses
alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara
terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya
akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis,
dan biokimia pada tubuh, sehingga akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh
keseluruhan.
Istilah periode dewasa lanjut juga dapat
diistilah juga sebagai periode lansia. Menurut
31
Santrock (2002), ada dua pandangan tentang
definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut
pandangan orang barat dan orang Indonesia.
Pandangan orang barat yang tergolong orang
dewasa lanjut (lansia) adalah orang yang sudah
berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan
membedakan seseorang masih dewasa atau sudah
lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia,
dewasa lanjut (lansia) adalah orang yang berumur
lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena
pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia
maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri
ketuaan.
Dari berbagai penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa, dewasa lanjut merupakan periode
di mana seorang individu telah mencapai kemasakan
dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan
kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu,
tahapan ini dapat mulai dari usia 60 tahun sampai
meninggal
32
b. Faktor Eksternal
2) Faktor lingkungan
Menurut Meriner yang dikutip oleh Nursalam
(2002), menyatakan bahwa lingkungan merupakan
seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku orang atau kelompok.
3) Sosial budaya
Menurut Joyomartono (2011), menyatakan
bahwa budaya dibatasi sebagai keseluruhan kompleks
yang mencakup di dalam pengetahuan, keyakinan, seni,
moral, hukum, adat kebiasaan, dan kapasitas serta
kebiasaan lain yang dipelajari manusia sebagai warga
masyarakat. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem sosial budaya
yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi (Wawan dan Dewi,
2010).
2. Afektif (Emosi)
Menyangkut masalah emosional subyektif sosial
terhadap suatu obyek, secara umum komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek.
33
Menurut kamus “Oxford English Dictionary”
mendefenisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap”. Secara umum, para psikolog memfokuskan
pendefenisian emosi pada tiga komponen utama: perubahan
fisiologis (perubahan pada wajah, otak dan tubuh), proses
kognitif (interpretasi suatu peristiwa), dan pengaruh budaya
(membentuk pengalaman dan ekspresi emosi). Emosi adalah
situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada tubuh dan
wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif,
dan kecenderungan melakukan suatu tindakan yang dibentuk
seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu
kebudayaan.
Sebagian ahli, menggolongkan antara emosi primer dan
emosi sekunder. Golongan emosi-emosi primer yang merupakan
penggerak dasar tingkah laku. Tingkah laku terwujud dari emosi
primer ataupun sekunder (gabungan antara beberapa emosi
primer).
Emosi-emosi primer yang berkembang adalah:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel,
kesal hati, terganggu, rasa pahit (sinestesia), berang,
tersinggung, bermusuhan, dan barang kali yang paling
hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
34
b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis,
mengasihani diri, kesepian, putus asa, ditolak, dan kalau
menjadi patologis, depresi berat.
c. Rasa takut: Cemas, takut, gugup, khawatir, was-was,
perasaan takut sekali, khawatir, waspada, sedih, tidak
tenang, ngeri, takut sekali, kecut, dan sebagai patologi
adalah fobia dan panik.
d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,
terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa
terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa,
senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan
hati, rsa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.
f. Terkejut: terkejut, tersigap, takjub, terpana.
g. Jengkel: hina, jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah
(sinestesia).
h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan
hati hancur lebur.
3. Psikomotor (Perilaku)
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku adalah satu
kegiatan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang memiliki
bentang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara, berkerja,
35
berpakaian dan sebagainya. Skiner (1938) dalam Notoadmojo
(2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka
perilaku dapat dibedakan menjadi dua : (Notoadmojo, 2003)
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati
jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat
orang lain.
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah
masalah pembentukan dan perubahan perilaku merupakan
tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai
penunjang program-program kesehatan lainnya.
36
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang),
namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada
karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan.
Green dalam Martini (2007), menyatakan bahwa
perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu :
1. Faktor predisposisi (predisposising factor), yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-
nilai, dan sebagainya.
2. Faktor pendukung (enabling fakcor), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana
kesehatan misalnya, alat-alat habis pakai, alat sterilisasi,
alat perlindungan diri dan lainnya.
3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing faktor) yang
terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dan
lain-lain.
Seorang perawat diharapkan memiliki kompetensi
meliputi pengetahuan, ketrampilan, pribadi yang menunjang
sebagai perawat yang tercermin dari perilaku sesuai prinsip
Service Quality, yaitu: (Zeithaml, et al dalam Lupiyoadi, 2001)
1. Tangible (Bukti langsung). Tangibles adalah kemampuan
dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal,
37
yang meliputi: fasilitas fisik (gedung, gudang dan lainnya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi),
serta penampilan pegawainya.
2. Reliability (Kehandalan). Reliability adalah kemampuan
untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan
terpercaya, misal: ketepatan waktu, pelayanan yang sama
untuk semua pelanggan, sikap simpatik, pelayanan dengan
akurasi yang tinggi.
3. Responsiveness (Daya Tanggap). Responsiveness adalah
kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian
informasi yang jelas.
4. Assurance (Jaminan). Assurance adalah pengetahuan,
kesopanan, dan kemampuan para pegawai untuk
menumbuhkan rasa percaya pelanggan.
5. Emphaty (Empati). Empathy adalah memberikan perhatian
yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang
diberikan kepada pelanggan dengan berupaya memahami
keinginan pelanggan.
2.5.3. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap terdiri dari 4 tingkatan,
yaitu:
38
1. Menerima (receiving)
Menerima berarti bahwa orang (obyek) mau atau
mempertimbangkan stimulus yang diberikan (obyek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan, mendiskripsikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap seorang perawat dalam bentuk komunikasi yang
teraupetik antara tenaga kesehatan dengan pasien, sehingga pasien
dapat merasakan nyaman dan aman selama dalam perawatan. Sikap
positif menurut Notoatmodjo (2003) terhadap nilai-nilai kesehatan
tidak selalu terwujud dalam suatu tindakannya tergantung pada
situasi saat itu.
2.5.4. Faktor-faktor yang menunjang perubahan sikap
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi
39
yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping, juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Umar (2001) menyebutkan, terdapat 3 (tiga) faktor yang
menunjang perubahan sikap, yaitu:
1. Adanya imbalan dan hukuman dimana individu
mengasosiasikan reaksinya yang disertai imbalan dan hukuman.
2. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat
terjadi perubahan dalam sikap.
3. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah
sikap semula
2.5.5. Pengukuran sikap perawat dalam pelayanan
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pengukuran sikap
dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek.
Sikap dalam penelitian ini berkenaan dengan sikap perawat
dalam melakukan pelayanan kepada pasien. Untuk mengukur sikap
perawat dalam penelitian ini, maka dilakukan dengan menilai
komponen-komponen yang menjadi bagian dari sikap tersebut, yaitu:
Kognitif, Afektif, dan Konatif. Untuk pengukuran hasil digunakan
kriteria sebagai berikut: (Riwidikdo, 2012)
1. Baik, bila (X)> mean+1SD
2. Cukup Baik, bila mean-1SD ≤ X ≤ mean+1SD
40
3. Buruk, bila (X) < mean-1SD
Aturan normatif yang menggunakan mean dan standar deviasi
tersebut di atas hanya berlaku jika terdapat tiga kategori dalam
pembagian total skor jawaban responden (Riwidikdo, 2012).
2.6. Penelitian Lain
Tabel 2.1. Penelitian Lain
Nama Judul Penelitian Metode
Penelitian Hasil
Lengkong
(2008)
Pengaruh Sikap Teller
dan ATM Terhadap
Kepuasan Serta
Loyalitas Nasabah
Pada Bank-Bank
Lokal di Surabaya
Jenis penelitian
eksplanatori, sampel
penelitian 100 orang
responden, instrumen
penelitian kuesioner,
dan alat analisis yang
digunakan regresi
linier sederhana dan
berganda.
1. Terdapat pengaruh
signifikan sikap teller dan
mesin ATM terhadap
kepuasan nasabah pada
bank-bank lokal di Surabaya.
2. Terdapat pengaruh
signifikan kepuasan nasabah
terhadap loyalitas nasabah
pada bank-bank lokal di
Surabaya. Harcahyani (2010)
Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Yang Dimoderasi Oleh Variabel Nilai
Penelitian dilakukan dalam bentuk survey, dimana metode pengambilan data menggunakan teknik wawancara, dan kuesioner. Penelitian ini melibatkan 100 responden yang merupakan pasien rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta. Alat analisis data menggunakan regresi linier berganda.
1. Pelayanan berpengaruh langsung signifikan terhadap kepuasan pasien.
2. Kualitas Pelayanan berpengaruh langsung signifikan terhadap nilai dan kepuasan pasien.
3. Nilai berpengaruh langsung signifikan terhadap kepuasan pasien.
Effendi
(2014)
Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Citra Institusi Terhadap Kepuasan Pengguna Jasa RSUD Kota Madiun.
Jenis penelitian eksplanatori, sampel 100 orang pasien, instrumen penelitian menggunakan kuesioner, alat analisis data menggunakan regresi linier berganda.
1. Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.
2. Citra institusi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.
3. Kualitas pelayanan (X1) dan citra institusi (X2) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.
41
2.7. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Model Kerangka Teori
Sumber: Lupiyoadi (2001), Notoadmojo (2003), Hidayat (2004), Azwar
(2005), Tjiptono (2006), Notoatmodjo (2007)
2.8. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Model Kerangka Konsep
2.9. Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak terdapat hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga.
Ha : Terdapat hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga.
Kepuasan Pasien dalam
Pelayanan Keperawatan Sikap Perawat
Kepuasan
Pasien
Pelayanan Keperawatan
1. Definisi
2. Komponen
3. Askep
Perawat
Sikap
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
42
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu tipe
penelitian yang bertujuan untuk menganalisis dan menyajikan fakta secara
sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.
Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya
selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh (Azwar,
2003).
Rancangan yang digunakan adalah belah lintang (cross sectional),
karena data penelitian, yaitu sikap perawat dalam pelayanan, dan kepuasan
pasien diukur dalam waktu yang sama atau sesaat (Notoatmodjo, 2002).
3.2. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, atau segala
sesuatu yang memiliki karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo,
2002).
Berdasarkan catatan administrasi di RSUD Salatiga, selama
bulan Mei-Juli 2015 jumlah pasien pada Bangsal Pavilliun sejumlah
212 orang pasien. Berdasarkan pada data tersebut maka jumlah pasien
pada saat penelitian berlangsung adalah sebanyak 212 orang, sehingga
43
jumlah populasi dalam penelitian ini diperkirakan sebanyak 212 orang
pasien.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari elemen-elemen populasi
(Indriantoro dan Supomo, 2002).
Untuk memperoleh sampel dalam penelitian ini digunakan
rumus Slovin (Umar, 2003),berikut penjelasannya :
)(1 2Ne
Nn
+=
Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
e : Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel
yang dapat ditolerir maksimal 10%, dalam penelitian ini tingkat
kesalahan yang ditetapkan adalah sebesar 5%
1 : Angka konstan
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah responden dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
13956,138)05,0212(1
2122
==+
=x
n orang pasien (dibulatkan)
Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 139
orang pasien Bangsal Pavilliun.
44
3. Teknik Sampling
Teknik yang digunakan untuk memperoleh jumlah sampel dalam
penelitian ini nantinya adalah purposive sampling, yaitu teknik pemilihan
sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri atau sifat tertentu yang
dipandang mempunyai kriteria yang sesuai dengan tujuan penelitian
(Supramono dan Sugiarto, 2003). Dalam menentukan siapa yang masuk
menjadi responden penelitian ini ditetapkan kriteria inklusi, dan eksklusi
sebagai berikut:
a. Pasien yang dirawat di bangsal Paviliun.
b. Pasien dapat membaca dan menulis.
c. Bersedia menjadi responden.
d. Pasien atau keluarga inti pasien.
Sedang kriteria eksklusinya yaitu :
a. Pasien dengan gangguan psikis.
b. Pasien tiba-tiba kondisinya memburuk.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Umum Daerah Kota Salatiga di
bangsal Pavilliun.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai Bulan Agustus-September 2015.
45
3.4. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah salah satu unsur yang sangat membantu
komunikasi antar peneliti yang merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu
variabel diukur (Singarimbun dan Effendi; 2003). Definisi operasional
diberikan kepada suatu variabel dengan memberikan suatu ciri atau
menspesifikasinya untuk mengukur suatu variabel. Adapun penjabaran
definisi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah
ini:
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Indikator Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Sikap perawat
dalam
pelayanan
Respon perawat
yang dinilai dari
aspek kognitif,
afektif, psikomotor
dalam melakukan
pelayanan kepada
pasien.
Kognitif
Afektif
Psikomotorik
Pengukuran sikap dilakukan
dengan menggunakan kuesioner
yang terdiri dari 23 item
pernyataan, 7 item untuk aspek
kognitif, 8 indikator untuk
aspek afektif, dan 8 item untuk
aspek psikomotorik dalam
bentuk favorable. Pemberian
skor bergerak dari 4 sampai 1,
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Tidak Setuju (TS), dan
Sangat Tidak Setuju (STS)
a. Baik, bila (X)>
mean+1SD
b. Cukup, bila
mean-1SD ≤ X ≤
mean+1SD
c. Buruk, bila (X) <
mean-1SD
Ordinal
Kepuasan
Pasien
Kepuasan pasien
adalah perasaan
puas yang dirasakan
oleh pasien setelah
mendapatkan
pelayanan dari
rumah sakit.
a. Terjalin hubungan yang
baik antara perawat dengan
pasien (hubungan
harmonis)
b. Akan kembali lagi ke
RSUD Kota Salatiga jika
mengalami gangguan
kesehatan (pembelian
ulang).
c. Menjadikan RSUD Kota
Salatiga sebagai tempat
rujukan pertama dalam
menangani masalah
kesehatan (loyalitas).
d. Memberikan rekomendasi
kepada saudara atau teman
ataupun pihak lain untuk
penanganan gangguan
kesehatan di RSUD
Salatiga (word-of-mouth)
Pengukuran kepuasan pasien
dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang terdiri dari 20
item pernyataan favorable.
Pemberian favorabel bergerak
dari 4 sampai 1, yaitu Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak
Setuju (STS).
1-2,5 = Tidak Puas
>2,5-4 = Puas
Ordinal
46
3.5. Instrumen dan Cara Prosedur Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Kuesioner adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang
sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden (dalam
hal angket) dan interviewer (dalam hal wawancara) tinggal memberikan
jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo,
2002). Dengan metode tersebut maka akan diperoleh tanggapan
responden atas daftar pertanyaan dalam kuesioner.
Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 3 bagian, yaitu :
Bagian Pertama, berisi data demografi responden penelitian, Bagian
Kedua, Mengetahui sikap perawat dalam pelayanan, Bagian Ketiga,
Mengetahui kepuasan pasien.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur konsep sikap
perawat dalam melakukan pelayanan digunakan 23 indikator dalam
bentuk pernyataan favorable, yaitu: 7 item untuk aspek kognitif, 8
indikator untuk aspek afektif, dan 8 item untuk aspek psikomotorik.
Pemberian skor bergerak dari 4 sampai 1, yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Sedang konsep kepuasan pasien pengukurannya dilakukan
dengan 20 item pernyataan favorable. Pemberian skor favorabel
bergerak dari 4 sampai 1, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).
47
2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan cara
membagikan kuesioner kepada responden melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
a. Peneliti menunjukkan surat ijin kepada Institusi STIKES untuk
melakukan penelitian. Setelah mendapatkan ijin dari Kepala
institusi STIKES Kusuma Husada Surakarta, peneliti mengajukan
ijin penelitian Direktur Rumah Umum Daerah Kota Salatiga.
b. Setelah mendapatkan ijin dari Direktur Direktur Rumah Umum
Daerah Kota Salatiga, peneliti melakukan pengujian validitas dan
reliabilitas kuesioner penelitian kepada pasien di Rumah Sakit Paru
dr. Ario Wirawan Kota Salatiga, yaitu pada pasien di VVIP/VIP
Melati yang berjumlah 20 orang. Setelah itu kuesioner yang diisi
responden dikumpulkan lagi kemudian memeriksa kelengkapannya
dengan tujuan bila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.
c. Setelah mengetahui hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
penelitian, peneliti kemudian melakukan penelitian di Rumah sakit
Umum Daerah Kota Salatiga di Bangsal Pavilliun dengan meminta
kepada responden yang setuju dalam penelitian ini untuk mengisi
seluruh pernyataan yang tersedia dalam kuesioner. Peneliti
memeriksa kelengkapan data di tempat pengambilan data yang
bertujuan bila ada kekurangan dapat segera dilengkapi. Bagi pasien
yang tidak mampu didampingi oleh keluarga.
48
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum kuesioner diberikan kepada responden untuk diisi maka
sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui tingkat
kevalidan, dan kehandalan kuesioner yang akan digunakan. Uji validitas dan
reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dilakukan di Bangsal VVIP/VIP
Melati RSPAW Salatiga dengan mengambil subyek 30 orang pasien rawat
inap (Sugiono, 2007).
1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner (Ghozali, 2004). Uji validitas ini dilakukan dengan
mengujicobakan kuesioner kepada responden. Untuk menentukan
kevalidan dari masing-masing item dalam kuesioner dilakukan dengan
menggunakan rumus korelasi Product Moment karena skala data yang
digunakan adalah skala Likert (Santoso, 2003). Secara matematis rumus
korelasi Product Moment dapat dijabarkan sebagai berikut:
( )
( )( ) ( )( )2222 ..
)(
YYnXXn
YXXYnrit
S-S-S
SS-S=
Keterangan :
rit : Koefisien korelasi sebagai tingkat validitas
x : Nilai atau skor item
y : Nilai atau skor total
n : Jumlah obyek penelitian
Keputusan :
Jika nilai + r-hitung > r-tabel, maka butir pernyataan dikatakan valid
49
Jika nilai + atau – r-hitung < r-tabel, maka butir pernyataan dikatakan
tidak valid (Ghozali, 2004)
Uji validitas sudah dilakukan menggunakan uji Pearson
Product Moment, dan diperoleh hasil yang menunjukkan dari 23 item
pernyataan pada kuesioner sikap, 19 item pernyataan dinyatakan valid
(r-hitung= 0,366 s/d 0,683) > r-tabel0,05(0,361) (0,361)). Sementara uji
validitas untuk kuesioner kepuasan pasien, diperoleh hasil yang
menunjukkan 20 item pernyataan seluruhnya dinyatakan valid (r-hitung
(0,363 s/d 0,824) > r-tabel0,05(0,361) (0,361)).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pernyataan dalam kuesioner adalah konsisten atau stabil
(Ghozali, 2004).
Untuk melakukan uji reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (ά). Secara matematis uji
statistik Cronbach Alpha (ά) dapat dilakukan dengan mengunakan
rumus sebagai berikut :
( )rK
Kr
11 ++=a
Keterangan :
ά = Alpha
50
K = Jumlah item valid
r = Rata-rata korelasi antar item
Keputusan :
Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Alpha > 0,60 (Nunnally dalam Ghozali, 2004).
Uji reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan uji statistik
Cronbach Alpha (ά) diperoleh nilai cronbach alpha untuk kuesioner
sikap sebesar 0,8396 dan untuk kuesioner kepuasan sebesar 0,9099
sehingga lebih besar dari angka pembandingnya (0,6), maka kuesioner
dinyatakan reliabel.
3.7. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dan
hasil penelitian (Notoatmodjo, 2002). Dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan presentase dari data demografi responden
penelitian, yaitu: karakteristik responden (umur, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan), distribusi dan persentase tiap variabel penelitian
sikap (kognitif, afektif, psikomotor), dan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan satu
variabel bebas dengan variabel terikat (Notoatmodjo, 2002). Dalam
penelitian ini untuk menghitung hubungan sikap perawat dengan
51
kepuasan pasien dalam pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun
RSUD Salatiga digunakan alat analisis korelasi Spearman, berikut
rumus matematisnya: (Djarwanto, 2003)
( )1
26
12
1
--=
S=
nn
ir
dn
i
s
Keterangan :
rs : Koefisien Korelasi Spearman
di : Menunjukkan Perbedaan Setiap Pasang Rank
n : Menunjukkan Jumlah Pasangan Rank
3.8. Penarikan Keputusan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uji statistik korelasi spearman tersebut diputuskan
sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien
dalam pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga,
bila p-value > 0,05.
Ha : Terdapat hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga, bila p-
value > 0,05.
3.9. Etika Penelitian
1. Informed Consent (Lembar permohonan dan persetujuan dari
responden)
52
Lembar permohonan diberikan kepada subjek peneliti yang akan
diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan yang dilakukan serta
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data,
jika subjek bersedia diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut, jika subjek menolak untuk diteliti, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya (Hidayat,
2007).
2. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama subjek pada lembar kuesioner yang diisi oleh
subjek (Hidayat, 2007).
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh
penelitian, hanya sekelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada
hasil penelitian (Hidayat, 2007).
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Analisis Univariat
4.1.1. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Hasil penelitian diperoleh data tentang umur responden
penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No. Umur
(th)
frekuensi Persentase
(%)
1 Dewasa awal (18-40) 61 43,90
2 Dewasa Madya (41-60) 63 45,30
3 Dewasa lanjut (>60) 15 10,80
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
Data pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa 43,90% responden
berusia 18-40 tahun, 45,30% berusia 41-60 tahun, dan 10,80%
responden berusia >60 tahun.
2. Jenis Kelamin Responden
Berikut data jenis kelamin responden penelitian,
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin frekuensi Persentase
(%)
1 Laki-Laki 52 37,40
2 Perempuan 87 62,60
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
54
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa 62,60% responden berjenis kelamin
perempuan, sementara 37,40% responden berjenis kelamin laki-
laki.
3. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat pendidikan frekuensi Persentase
(%)
1 SD 7 5,00
2 SMP 20 14,00
3 SMA 72 51,80
4 DIII 15 10,80
5 Sarjana 24 17,30
6 Lain-lain 1 0,70
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa 5% responden berpendidikan SD,
14% berpendidikan SMP, 51,80% berpendidikan SMA, 10,80%
berpendidikan DIII, 17,30% berpendidikan Sarjana, dan 0,70%
responden berpendidikan lain-lain (Pasca Sarjana).
4.1.2. Kognitif Perawat
Tingkat kognitif perawat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4. Kognitif Perawat
No. Kategori
Tingkat Kognitif Perawat
Frekuensi Persentase
(%)
1 Buruk 28 20,10
2 Cukup 91 65,50
3 Baik 20 14,40
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
55
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa 20,10% perawat dinilai memiliki
tingkat kognitif buruk, 65,50% dinilai memiliki tingkat kognitif
cukup, dan 14,40% dinilai memiliki tingkat kognitif baik.
4.1.3. Afektif Perawat
Tabel 4.5 di bawah ini menjelaskan tentang tingkat afektif
perawat RSUD Salatiga, berikut uraiannya:
Tabel 4.5. Afektif Perawat
No. Kategori
Tingkat Afektif Perawat
Frekuensi Persentase
(%)
1 Buruk 22 15,80
2 Cukup 86 61,90
3 Baik 31 22,30
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa 61,90% perawat dinilai memiliki
tingkat afektif cukup, 15,80% perawat dinilai memiliki tingkat afektif
buruk, dan 22,30% perawat dinilai memiliki tingkat afektif baik.
4.1.4. Psikomotor Perawat
Tabel 4.6 di bawah ini menjelaskan tentang tingkat psikomotor
perawat, berikut uraiannya:
Tabel 4.6. Psikomotor Perawat
No. Kategori
Tingkat Psikomotor Perawat
Frekuensi Persentase
(%)
1 Buruk 21 15,10
2 Cukup 96 69,10
3 Baik 22 15,80
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
56
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa 69,10% perawat dinilai memiliki
psikomotor cukup, 15,10% perawat dinilai memiliki psikomotor
buruk, dan 15,80% perawat dinilai memiliki psikomotor baik.
4.1.5. Sikap Perawat
Tabel 4.7 di bawah ini menjelaskan tentang sikap perawat,
berikut uraiannya:
Tabel 4.7. Sikap Perawat
No. Kategori
Sikap Perawat
Frekuensi Persentase
(%)
1 Buruk 23 16,50
2 Cukup 100 71,90
3 Baik 16 11,50
Total 139 100,00
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa 71,90% perawat dinilai memiliki sikap
cukup, 11,50% perawat dinilai memiliki sikap baik, dan 16,50%
perawat dinilai memiliki sikap buruk.
4.1.6. Kepuasan Pasien
Tabel 4.8 di bawah ini menjelaskan tentang tingkat sikap
perawat, berikut uraiannya:
Tabel 4.8. Kepuasan Pasien
No. Kategori
Kepuasan Pasien
Frekuensi Persentase
(%)
1 Tidak Puas 28 20,10
2 Puas 111 79,90
Total 139 100,00
57
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa 79,90% responden merasa puas
mendapatkan pelayanan keperawatan, dan 20,10% responden merasa
tidak puas mendapatkan pelayanan keperawatan.
4.2. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam pelayanan
keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga. Untuk kepentingan
tersebut dalam penelitian ini digunakan analisis korelasi Spearman. Adapun
hasilnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
Tabel 4.9. Hubungan Sikap Perawat dengan Kepuasan Pasien dalam
Pelayanan Keperawatan di Bangsal Pavilliun
RSUD Kota Salatiga
Sikap Perawat (X)
Kepuasan Pasien (Y) Total
(%)
rs
(Koefisien
Korelasi)
P
(Sig) Tidak Puas
(%)
Puas
(%)
Buruk Count 23 0 23 0,746 0,000
% of Total 16,5% ,0% 16,5%
Cukup Count 5 95 100
% of Total 3,6% 68,3% 71,9%
Baik Count 0 16 16
% of Total ,0% 11,5% 11,5%
Total Count 28 111 139
% of Total 20,1% 79,9% 100,0%
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2015
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa responden yang merasa tidak puas (20,1%)
mayoritas didominasi oleh responden yang menilai sikap perawat buruk
(16,5%), sementara yang menilai sikap perawat cukup baik hanya 3,6%, dan
tidak ada seorang respondenpun yang menilai sikap perawat baik (0,00%).
58
Sebaliknya responden yang merasa puas (79,9%) rata-rata memberikan
penilaian sikap perawat cukup baik (68,3%), dan baik (11,5%), dan tidak ada
seorang respondenpun yang menilai sikap perawat buruk (0,00%).
Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value sebesar 0,000 (< 0.05).
Disimpulkan menolak Ho dan menerima Ha yang berarti “Terdapat hubungan
sikap perawat dengan kepuasan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD
Salatiga”. Nilai koefisien korelasi Spearman (rs) sebesar +0,746, ini berarti
bahwa kekuatan hubungan yang terjadi bersifat kuat (0,60 – 0,799) dengan
arah positif, berarti semakin baik penilaian responden terhadap sikap perawat,
maka semakin tinggi tingkat kepuasan responden, begitu pula sebaliknya
(Sugiyono, 2006).
59
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Analisis Univariat
5.1.1. Karakteristik Responden di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
1. Umur Responden
Umur responden penelitian dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yaitu: 18-40 tahun (Dewasa Awal), 41-60 tahun (Dewasa
Madya), >60 tahun (Dewasa Akhir). Penggolongan tersebut
didasarkan pendapat Hurlock (2001). Dari hasil penelitian
diperoleh data yang menjelaskan bahwa mayoritas responden
(45,30%) berusia 41-60 tahun (Dewasa Madya), sedang minoritas
responden (10,80%) berusia >60 tahun (Dewasa Lanjut), sementara
lainnya 43,90% berusia 18-40 tahun (Dewasa Awal).
Terdistribusinya responden pada kelompok umur 18–>60
tahun menunjukkan, bahwa responden dikategorikan sebagai orang
yang memiliki umur dewasa. Sebagai orang dewasa tentu
responden mampu bertindak lebih bertanggung jawab dan banyak
memiliki pengalaman, sehingga mampu memberikan penilaian
yang lebih baik terhadap sesuatu hal, termasuk dalam hal kepuasan
saat menerima pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD
Kota Salatiga. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gibson (1996)
dalam Widyaningsih (2012) bahwa pada usia dewasa umumnya
60
seseorang lebih memiliki sikap bertanggung jawab, sebab pada usia
tersebut seseorang dimungkinkan telah banyak memiliki
pengalaman.
2. Jenis Kelamin Responden
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan (62,60%), sementara minoritas responden
(37,40%) berjenis kelamin laki-laki. Adanya perbedaan jumlah
jenis kelamin responden tersebut menunjukkan bahwa jenis
kelamin mempengaruhi kepuasan saat menerima pelayanan
keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga.
Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Mulyani
(2011) bahwa jenis kelamin memiliki korelasi positif dengan
tingkat kepuasan pelayanan, ditunjukkan oleh nilai p-value = 0,009
< 0,05. Dalam penelitian tersebut juga ditunjukkan bahwa
responden berjenis kelamin perempuan lebih mudah menerima
setiap pelayanan yang diberikan daripada responden yang berjenis
kelamin pria.
3. Tingkat Pendidikan Responden
Hasil penelitian menunjukkan jika mayoritas responden
(51,80%) berpendidikan SMA, sedang minoritas responden (0,7%)
berpendidikan lain-lain (Pasca Sarjana). Lainnya berturut-turut:
SMP 14%, DII 10,80%, dan Sarjana 17,30%. Melihat kondisi
61
pendidikan responden tersebut, maka mayoritas responden telah
memiliki tingkat pendidikan yang baik, yaitu SMA, DIII, dan
Sarjana.
Banyaknya responden yang memiliki tingkat pendidikan
yang baik, maka responden dinilai lebih memiliki objektivitas
dalam menilai kepuasan pelayanan yang diberikan oleh perawat di
Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga. Hal tersebut senada dengan
pendapat Frazer (1992) dalam Widyaningsih (2012) bahwa makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berfikir secara
luas.
5.1.2. Kognitif (Pengetahuan) Perawat di Bangsal Pavilliun RSUD
Salatiga
Penilaian tingkat kognitif perawat dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi 6 (enam)
pernyataan yang masing-masing diberi 4 (empat) pilihan jawaban STS,
TS, S, SS. Hasil pengisian data yang dilakukan oleh responden
menunjukkan bahwa menurut mayoritas responden, tingkat kognitif
perawat RSUD Salatiga termasuk dalam kategori cukup (65,50%),
sementara 20,10% responden menilai tingkat kognitif perawat buruk,
dan minoritas responden (14,40%) menilai tingkat kognitif perawat
baik.
Hasil penelitian yang menunjukkan adanya sebagian responden
(20,10%) yang menilai tingkat kognitif perawat buruk, menunjukkan
62
masih terdapat beberapa hal tentang kognitif perawat yang dinilai
kurang oleh responden. Berdasarkan distribusi jawaban responden hal-
hal yang masih dinilai kurang, yaitu: kebersihan perlengkapan yang
digunakan oleh perawat, seperti: sarung tangan dan masker, dan
pengetahuan perawat dalam memahami pekerjaan dengan baik.
Kognitif (pengetahuan) merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (opens behavior). Pengetahuan
diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain.
Kegiatan, aktivitas, dan sikap seseorang ditentukan oleh pengetahuan.
Sebelum seseorang berperilaku baru atau kegiatan dan aktivitas, ia harus
tahu terlebih dahulu atau seseorang harus memiliki pengetahuan terlebih
dahulu. Penerimaan perilaku baru ini didasari oleh pengetahuan,
kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat
langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan, kesadaran maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2007). Penjelasan hampir sama juga dikatakan oleh
Azwar (2005), bahwa pengetahuan akan membawa seorang perawat
untuk berpikir dan berusaha supaya dirinya mampu memberikan
pelayanan dengan baik. Berdasarkan kedua pendapat tersebut
pengetahuan menjadikan landasan bagi perawat untuk melakukan
tindakan yang terbaik kepada pasiennya.
Beberapa hasil penelitian terdahulu juga memberikan bukti
bahwa pengetahuan memberikan landasan yang baik bagi perilaku
63
seseorang. Penelitian Wulandari (2014) memberikan bukti, ibu yang
memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan memberikan
imunisasi lebih lengkap kepada anaknya dibandingkan ibu dengan
pengetahuan rendah. Penelitian lain yang dilakukan Mujayanti (2012),
juga menunjukkan hal yang sama, bahwa pengetahuan perawat tentang
Alat Pelindung Diri (APD) memberikan landasan bagi perawat untuk
memiliki sikap patuh dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
dalam menangani pasien TB di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan
Salatiga. Kedua hasil penelitian tersebut setidaknya memberikan
gambaran pentingnya pengetahuan sebagai landasan seseorang dalam
bersikap.
5.1.3. Afektif (Emosi) Perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
Penilaian tingkat afektif perawat dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut berisi 6 (enam)
pernyataan yang dimana masing-masing diberi 4 (empat) pilihan
jawaban, yaitu STS, TS, S, SS. Hasil pengisian kuesioner diperoleh
hasil, yaitu: mayoritas responden menilai bahwa perawat memiliki
tingkat afektif yang cukup (61,90%), minoritas responden (15,80%)
menilai buruk, dan lainnya (22,30%) menilai afektif perawat baik.
Adanya temuan yang menunjukkan bahwa terdapat minoritas
responden yang memberikan penilaian buruk pada afektif perawat,
maka masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki berkenaan dengan
afektif perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga. Adapun
64
berdasarkan data distribusi jawaban responden, hal-hal yang penting
untuk diperbaiki, yaitu: perawat perlu lebih berani untuk memberikan
teguran pada tamu yang berisik saat berkunjung, dan perawat juga perlu
memperbaiki sikapnya untuk tidak membedakan pelayanan pada setiap
pasien.
Secara umum, para psikolog memfokuskan pendefenisian emosi
pada tiga komponen utama: perubahan fisiologis (perubahan pada
wajah, otak dan tubuh), proses kognitif (interpretasi suatu peristiwa),
dan pengaruh budaya (membentuk pengalaman dan ekspresi emosi).
Emosi adalah situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada tubuh
dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif,
dan kecenderungan melakukan suatu tindakan yang dibentuk
seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
Adapun wujud dari afektif (emosi), seperti: amarah, kesedihan, rasa
takut, jengkel, cinta, terkejut, dan malu (Azwar, 2005). Berpijak dari
penjelasan tersebut maka apabila perawat mampu menampilkan wujud
afektif yang positif didepan pasien maka perawatpun akan dinilai
mampu memberikan pelayanan yang baik, begitu pula sebaliknya.
Hasil penelitian yang spesifik tentang afektif perawat setidaknya
belum pernah ditemukan oleh peneliti, namun hasil penelitian tentang
sikap setidaknya memberikan sedikit gambaran pentingnya afektif yang
baik dalam memberikan pelayanan. Hasil penelitian Lengkong (2008)
menunjukkan bahwa sikap teller berpengaruh signifikan terhadap
65
kepuasan nasabah pada bank-bank lokal di Surabaya. Penelitian
Lengkong (2008) tersebut memang tidak spesifik menyangkut pada
sikap afektif, namun karena sikap merupakan gabungan dari unsur
kognitif, afektif dan psikomotor maka hasil penelitian Lengkong (2008)
tersebut setidaknya dapat dijadikan sebagai sebuah dukungan teori
pentingnya sikap afektif perawat dalam melakukan pelayanan
keperawatan.
5.1.4. Psikomotor (Perilaku) Perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
Penilaian Psikomotor dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 7 (tujuh) pernyataan, dan
masing-masing pernyataan diberi 4 (empat) pilihan jawaban, yaitu:
STS, TS, S, SS. Hasil pengisian kuesioner oleh responden diperoleh
tanggapan responden tentang psikomotor perawat sebagai berikut:
69,10% responden menilai psikomotor perawat cukup baik, 15,80%
menilai psikomotor perawat baik, dan minoritas responden (15,10%)
menilai psikomotor perawat buruk.
Adanya temuan responden yang menilai psikomotor perawat
buruk, menunjukkan bahwa pihak RSUD Salatiga perlu memperbaiki
kondisi tersebut. Hasil sebaran jawaban responden menunjukkan,
bahwa masalah yang perlu segera diperbaiki, yaitu masalah kemampuan
perawat dalam memberikan motivasi kepada pasien untuk mampu
bersosialisasi dengan masyarakat.
66
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku adalah satu kegiatan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang memiliki bentang sangat luas,
mencakup: berjalan, berbicara, berkerja, berpakaian dan sebagainya.
Skiner (1938) dalam Notoadmojo (2003), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dari beberapa definisi tersebut maka secara
singkat perilaku adalah wujud nyata dari responden seseorang terhadap
stimulus. Seorang perawat diharapkan memiliki kompetensi meliputi
pengetahuan, ketrampilan, pribadi yang menunjang sebagai perawat
yang tercermin dari perilaku sesuai prinsip Service Quality, yaitu:
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy
(Zeithaml, et al dalam Lupiyoadi, 2001).
Tangibles adalah kemampuan dalam menunjukkan eksistensinya
kepada pihak eksternal, yang meliputi: fasilitas fisik (gedung, gudang
dan lainnya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan
(teknologi), serta penampilan pegawainya. Reliability adalah
kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan
terpercaya, misal: ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua
pelanggan, sikap simpatik, pelayanan dengan akurasi yang tinggi.
Responsiveness adalah kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Assurance adalah pengetahuan,
67
kesopanan, dan kemampuan para pegawai untuk menumbuhkan rasa
percaya pelanggan. Sedangkan emphaty adalah memberikan perhatian
yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada
pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas menunjukkan bahwa
perilaku perawat yang baik dalam memberikan pelayanan merupakan
hal yang sangat penting untuk dikedepankan oleh perawat. Sebab
perilaku merupakan sebuah cerminan dari berbagai hal, baik itu
pengetahuan maupun emosi yang terwujud dalam sebuah tindakan.
Pentingnya perilaku perawat dalam melakukan pelayanan pasien
setidaknya dapat digambarkan dalam beberapa penelitian terdahulu.
Penelitian Harcahyani (2010) tentang pengaruh kualitas pelayanan
terhadap kepuasan pasien menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang
merupakan wujud dari perilaku sesuai dengan penjelasan sebelumnya
memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien. Penelitian
Effendi (2014) juga demikian, bahwa kualitas pelayanan memiliki
pengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien. Demikian juga
penelitian Jasmani (2012) juga menunjukkan hal yang sama, bahwa
kualitas pelayanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
dan empathy) yang merupakan wujud nyata dari perilaku perawat
memiliki hubungan signifikan dengan kepuasan pasien.
5.1.5. Sikap Perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
68
Penilaian sikap perawat dalam penelitian peneliti menggunakan
kuesioner yang berisi 19 (sembilan belas) pernyataan yang terdiri dari 6
(enam) pernyataan kognitif, 6 (enam) pernyataan afektif, dan 7 (tujuh)
pernyataan psikomotorik. Masing-masing pernyataan diberikan 4
(empat) pilihan jawaban, yaitu STS, TS, S, dan SS. Hasil penilaian
responden tentang sikap perawat diperoleh hasil sebagai berikut:
16,50% responden menilai sikap perawat buruk, 71,90% perawat dinilai
cukup baik oleh responden, dan 11,50% responden menilai bahwa
perawat memiliki sikap yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa mayoritas responden menilai bahwa sikap perawat RSUD
Salatiga termasuk dalam kategori cukup baik (71,90%).
Berdasarkan jawaban responden tersebut ternyata terdapat
16,50% responden yang menilai bahwa sikap perawat dinilai buruk.
Berdasarkan data jawaban responden diperoleh beberapa hal yang
dinilai masih kurang oleh responden, yaitu: kebersihan perlengkapan
yang digunakan oleh perawat, seperti: sarung tangan dan masker,
pengetahuan perawat dalam memahami pekerjaan dengan baik, perawat
perlu lebih berani untuk memberikan teguran pada tamu yang berisik
saat berkunjung, perawat perlu memperbaiki sikapnya untuk tidak
membedakan pelayanan pada setiap pasien, dan kemampuan perawat
dalam memberikan motivasi kepada pasien untuk mampu bersosialisasi
dengan masyarakat.
69
Adanya sikap perawat yang dinilai buruk oleh sebagian pasien
tersebut menunjukkan jika perawat belum memberikan pelayanan
secara optimal, serta mampu mempertanggung jawabkan segala bentuk
pelayanannya. Sehingga jelas bertolak belakang dengan prinsip
pelayanan keperawatan profesional, yaitu pelayanan keperawatan yang
mencakup pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit
maupun sehat yang mencakup siklus hidup manusia (Smet, 1994 dalam
Putra, 2014).
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap
tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya ditafsirkan dari perilaku yang
tertutup (Notoatmodjo, 2003). Sikap juga dapat didefinisikan sebagai
penilaian seseorang terhadap stimulus atau obyek. Setelah orang
mengetahui stimulus atau obyek proses selanjutnya akan menilai atau
bersikap terhadap stimulus atau obyek tersebut (Handoko, 2003).
Menurut Purwanto (2003), sikap merupakan suatu perbuatan
atau tingkah laku sebagai reaksi (respons) terhadap sesuatu rangsangan
atau stimulus, yang disertai dengan pendirian dan perasaan orang itu.
Tiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap suatu
perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu
masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat,
pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi
70
lingkungan. Sikap seorang perawat dalam bentuk komunikasi yang
teraupetik antara tenaga kesehatan dengan pasien, sehingga pasien
dapat merasakan nyaman dan aman selama dalam perawatan. Sikap
positif menurut Notoatmodjo (2003) terhadap nilai-nilai kesehatan tidak
selalu terwujud dalam suatu tindakannya tergantung pada situasi saat
itu.
Berdasarkan penjelasan sikap di atas, maka sikap merupakan
komponen yang vital dalam pelayanan pasien. Pentingnya sikap dalam
memberikan pelayanan sebagai upaya memuaskan pasien sejalan
dengan pendapat Hurriyati (2005), Kotler (2003), dan Lupiyoadi
(2001), ketiganya sepakat bahwa sikap dalam memberikan pelayanan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen
(pasien).
Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Lengkong
(2008) menunjukkan bahwa sikap teller berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan nasabah pada bank-bank lokal di Surabaya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Widyaningsih (2012) setidaknya
juga memberikan dukungan pada hasil penelitian ini tentang pentingnya
kualitas pelayanan yang bermutu dalam mempengaruhi sikap keputusan
pasien. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan, bahwa kualitas
pelayanan yang bermutu merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi sikap pasien untuk memutuskan berobat. Kedua
penelitian ini tidaklah sama dengan penelitian yang dilakukan saat ini,
71
namun dari hasil penelitian ini setidaknya menunjukkan pentingnya
sikap yang ditampilkan perawat dalam memberikan pelayanan kepada
pasien.
5.1.6. Kepuasan Pasien di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
Penilaian kepuasan pasien tentang kemampuan perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Kota
Salatiga dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden
penelitian. Kuesioner kepuasan pasien ini terdiri dari 20 (dua puluh)
pernyataan, dimana setiap pernyataan diberi 4 (empat) pilihan jawaban,
yaitu: STS, TS, S, dan SS.
Hasil pengisian data oleh responden diperoleh data sebagai
berikut: 79,90% responden puas, dan 20,10% responden tidak puas.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
mayoritas responden telah merasa puas, namun masih terdapat sebagian
responden yang merasa tidak puas tentang kemampuan perawat dalam
memberikan pelayanan. Akibat dari tidak puas tersebut responden
merasa bahwa tidak ada jalinan yang erat antara pasien dengan
perawat, responden cenderung tidak mau memberikan informasi kepada
rekan/saudara tentang RSUD Salatiga, dan responden juga enggan
untuk menceritakan kebaikan RSUD Salatiga kepada rekan/saudara.
Berkenaan dengan temuan tersebut maka RSUD Salatiga perlu
mengambil langkah-langkah untuk mengatasi ketidak puasan pasien
tersebut.
72
Kepuasan pasien merupakan reaksi perilaku sesudah menerima
jasa pelayanan kesehatan. Hal itu mempengaruhi pengambilan
keputusan pemanfaatan ulang yang sifatnya terus-menerus terhadap
pembelian jasa yang sama dan akan mempengaruhi penyampaian
pesan/kesan kepada fihak/orang lain tentang pelayanan kesehatan yang
diberikan (Azwar, 2005). Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat
Tjiptono (2006) yang menyatakan, bahwa kepuasan pelanggan atau
pasien dapat menciptakan beberapa, yaitu: 1) Hubungan antara
perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, 2) Memberikan dasar
yang baik bagi pembelian ulang, 3) Terciptanya loyalitas pelanggan, 4)
Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth)
yang menguntungkan bagi perusahaan.
Penjelasan tentang kepuasan pasien tersebut di atas
menunjukkan bahwa kepuasan pasien merupakan hal yang sangat
penting sebab terbentuknya kepuasan pasien akan menentukan berbagai
hal yang terwujud dari perilaku pasien, seperti: hubungan pasien dengan
RSUD, kemauan pasien untuk kembali di rawat jika sakit, loyalitas
pasien pada RSUD, dan menjadikan pasien untuk bersedia
merekomendasikan pengobatan di RSUD dengan orang lain.
Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Lengkong
(2008) menunjukkan bahwa sikap teller berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan nasabah pada bank-bank lokal di Surabaya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Widyaningsih (2012) setidaknya
73
juga memberikan dukungan pada hasil penelitian ini tentang pentingnya
kualitas pelayanan yang bermutu dalam mempengaruhi sikap keputusan
pasien. Kedua penelitian ini tidaklah sama dengan penelitian yang
dilakukan saat ini, namun dari hasil penelitian ini setidaknya
menunjukkan pentingnya kepuasan pasien sebagai akibat dari hasil
pelayanan bermutu yang ditampilkan oleh karyawan ataupun perawat
saat memberikan pelayanan.
5.2. Analisis Bivariat
Hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam pelayanan
keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
Hasil analisis hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga dengan
menggunakan alat analisis korelasi Spearman diperoleh nilai p-value sebesar
0,000 dengan nilai koefisien korelasi Spearman (rs) sebesar +0,746. Dengan
demikian terbukti, bahwa terdapat hubungan sikap perawat dengan kepuasan
pasien dalam pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga
(nilai p-value= 0,000 < 0.05), dan kekuatan hubungan yang terjadi pada
kedua variable tersebut kuat (0,60 – 0,799) dengan arah positif. Hal ini berarti
semakin baik penilaian responden terhadap sikap perawat, maka semakin
tinggi tingkat kepuasan pasien, begitu pula sebaliknya (Sugiyono, 2006).
Temuan fakta hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa sikap
perawat akan berdampak pada timbulnya kepuasan keperawatan di Bangsal
74
Pavilliun RSUD Salatiga. Kenyataan tersebut sesuai dengan pendapat
Hurriyati (2005), Kotler (2003), dan Lupiyoadi (2001) yang menyatakan
bahwa sikap dalam memberikan pelayanan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kepuasan konsumen (pasien). Pendapat ketiganya juga sejalan
dengan pendapat Griffith (1987) dalam Azwar (2005), bahwa sikap
pendekatan staf pada pasien, yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama
kali datang di rumah sakit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien.
Temuan hasil penelitian ini juga memberikan dukungan pada hasil
penelitian Lengkong (2008) yang menyatakan terdapat pengaruh signifikan
sikap teller terhadap kepuasan nasabah pada bank-bank lokal di Surabaya,
juga penelitian yang dilakukan Harcahyani (2010) dan Effendi (2014), bahwa
kualitas pelayanan berpengaruh langsung signifikan terhadap kepuasan
pasien. Demikian juga penelitian Jasmani (2012) juga menunjukkan hal yang
sama, bahwa kualitas pelayanan (tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, dan empathy) yang merupakan wujud nyata dari sikap perawat
memiliki hubungan signifikan dengan kepuasan pasien.
Berdasarkan fakta-fakta hasil penelitian, maka sudah sepatutnya jika
sikap perawat yang masih dinilai kurang memenuhi harapan pasien seperti:
kebersihan perlengkapan yang digunakan oleh perawat, seperti: sarung tangan
dan masker, pengetahuan perawat dalam memahami pekerjaan dengan baik,
perawat perlu lebih berani untuk memberikan teguran pada tamu yang berisik
saat berkunjung, perawat perlu memperbaiki sikapnya untuk tidak
75
membedakan pelayanan pada setiap pasien, dan kemampuan perawat dalam
memberikan motivasi kepada pasien untuk mampu bersosialisasi dengan
masyarakat untuk segera ditindaklanjuti oleh pimpinan RSUD Salatiga.
Temuan hasil penelitian ini tidak jauh beda dengan hasil wawancara
awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 15 orang pasien rawat inap di
Bangsal Pavilliun RSUD, didapatkan bahwa 10 orang pasien mengeluh
karena perawat terkadang terlambat dalam memberikan tindakan, dan perawat
kurang informatif. Sementara 2 orang pasien mengatakan bahwa perawat
kurang ramah, dan kurang informatif, sedang 3 orang pasien lainnya
mengatakan bahwa perawat kurang ramah, baik sikap, perilaku dan tutur
katanya, serta sering terlambat dalam memberikan tindakan. Temuan-temuan
hasil wawancara tersebut memberikan bukti bahwa pasien kurang puas
dengan pelayanan keperawatan yang diberikan.
Adanya sikap perawat yang dinilai buruk oleh sebagian pasien
tersebut menunjukkan jika perawat belum memberikan pelayanan secara
optimal, serta mampu mempertanggung jawabkan segala bentuk
pelayanannya. Kondisi tersebut jelas bertolak belakang dengan prinsip
pelayanan keperawatan profesional, yaitu pelayanan keperawatan yang
mencakup pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan
pada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang
mencakup siklus hidup manusia (Smet, 1994 dalam Putra, 2014).
Terkait dengan permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka
langkah yang dapat diambil oleh pihak manajemen rumah sakit adalah
76
mengadakan pelatihan-pelatihan atau bintek kepada setiap perawat, seperti:
pelatihan customer care, dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta meningkatkan
kesejahteraan perawat. Selain itu langkah lainnya adalah menegakkan disiplin
terhadap perawat yang dinilai melanggar aturan kerja, seperti: menggunakan
perlengkapan yang kurang bersih dalam melakukan pelayanan, baik melalui
teguran, tertulis, maupun sangsi administratif lainnya.
77
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Karakteristik responden mayoritas berusia 41-60 tahun (24,50%), berjenis
kelamin perempuan (62,60%), dan berpendidikan SLTA (51,80%).
2. Kognitif perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk
dalam kategori cukup baik (65,50%).
3. Afektif perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk dalam
kategori cukup baik (61,90%).
4. Psikomotor perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk
dalam kategori cukup baik (69,10%).
5. Sikap perawat di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga termasuk dalam
kategori cukup baik (71,90%).
6. Kepuasan pasien rawat inap di Bangsal Pavilliun RSUD Kota Salatiga
termasuk dalam kategori memuaskan (79,90%).
7. Terdapat hubungan sikap perawat dengan kepuasan pasien dalam
pelayanan keperawatan di Bangsal Pavilliun RSUD Salatiga (nilai p-
value= 0,000<0,05) dengan kategori kuat (rs=+0,746) (0,60 – 0,799).
Maka semakin baik sikap perawat, semakin tinggi tingkat kepuasan
pasien, begitu pula sebaliknya.
78
6.2. Saran
Berdasarkan simpulan dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi RSUD Kota Salatiga
Berkenaan dengan temuan tersebut saran yang dapat diberikan
kepada pimpinan RSUD Salatiga, yaitu:
a. Mengadakan pelatihan-pelatihan atau bintek kepada setiap perawat,
seperti: pelatihan service excellent/PJM.
b. Memberikan reward bagi perawat yang dinilai memiliki prestasi baik,
agar pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.
c. Menegakkan disiplin terhadap perawat yang dinilai melanggar aturan
kerja, seperti: menggunakan perlengkapan yang kurang bersih dalam
melakukan pelayanan, baik melalui teguran, tertulis, maupun sangsi
administratif lainnya
2. Bagi Perawat
Hendaknya perawat bersikap antusias terhadap setiap pelaksanaan
pelayanan kepada pasien rawat inap, karena sesuai hasil penelitian bahwa
sikap merupakan faktor penting yang memberikan kepuasan pasien saat
memperoleh pelayanan keperawatan.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Untuk menyempurnakan penelitian tentang kepuasan pasien,
maka ada baiknya bagi peneliti yang akan datang menambah sejumlah
variabel dalam penelitiannya, seperti: kualitas perawatan, dan fasilitas
ruang inap pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. (2002). Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.
Azwar, A. (2005). Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta: Binarupa Aksara.
Azwar, S. (2003). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Djarwanto, Ps. (2003). Statistika Non Parametrik. BP-FE UGM, Yogyakarta.
Effendi, T. A. (2014). Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Citra Institusi Terhadap
Kepuasan Pengguna Jasa RSUD Kota Madiun. Jurnal. Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Malang.
Ghozali, I. (2004). Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Handoko, T. H. (2003). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta: BPFE.
Harcahyani, G. (2010). Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien Yang Dimoderasi Oleh Variabel Nilai (Studi pada Pasien
Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta). Tesis. Yogyakarta:
UPN.
Hidayat, A. A. A. (2004). Pengantar konsep Dasar Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
_________. (2007). Metode Penelitian Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Hurriyati, R. (2005). Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Bandung:
Alfabeta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi & Manajemen. Yogyakarta: BPFE UGM.
Jasmani, Agustinus Eko. (2012). Hubungan Dimensi Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Salatiga. Skripsi.
Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada Semarang.
Joyomartono, M. (2011). Antropologi Kesehatan. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Kotler, P. (2000). Manajemen Pemasaran, Jilid 1, Edisi Milenium, Jakarta:
Prenhallindo (Alih Bahasa: Teguh, Hendra & Molan, Benyamin).
________. (2003). Manajemen Pemasaran, Jilid 13 Jakarta: Indeks Kelompok
Gramedia.
Lengkong, S. A. (2008). Pengaruh Sikap Teller dan ATM Terhadap Kepuasan
Serta Loyalitas Nasabah Pada Bank-Bank Lokal di Surabaya. Skripsi.
Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya.
Lupiyoadi, R.. (2001). Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta: Salemba Empat.
Martini. (2007). Hubungan Karakteristik Perawat, Beban Kerja, Ketersediaan
Fasilitas dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rawat
Inap BPRSUD Kota Salatiga.Tesis. Semarang: Undip.
Mujayanti, Ris. (2012). Hubungan antara Pengetahuan Perawat Tentang Alat
Pelindung Diri (APD) dengan Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) dalam Menangani Pasien TB di Rumah
Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Skripsi. Semarang: Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada Semarang.
Mulyani, Titik. (2011). Analisis Kualitas Layanan PT. Telkom Wilayah Kota
Salatiga. STIE ”AMA” Salatiga, Salatiga.
Mulyono, Sri. (2005). Statistika Untuk Ekonomi & Bisnis. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Nabilels, Mohammad. (2009). Informasi Pendidikan Keperawatan di Indonesia. In
the http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP- PDF/_working/ No.2_dwi
%20ananto_01_05.pdf. Diakses tanggal 10 Mei 20.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
__________, (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta.
_________. (2007). Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam. (2002). Proses Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Praptiningsih, S. (2006). Hukum Perawat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Purwanto, N. (2003). Ilmu Pendidikan, Teoritis dan Praktis. Edisi Kedua.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Riwidikdo, H. (2012). Statistika Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia Pres.
Santosa, Purbayu Budi dan Ashari. (2003). Statistika Teori dan Aplikasi dengan
Program MS. Exel & SPSS Versi 11. Semarang: UNDIP.
Singarimbun, M, dan Sofyan, E. (2003). Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES.
Spake, Deborah F., Sharon E. Beatty., Beverly K. Brockman., and, Tammy Neal
Crutchfield. (2003). Consumer Comfort in Service Relationships;
Measurement and Importance. Journal of Service Research, Vol.5,
p.316-332.
Supramono dan Sugiarto. (2003). Statistika. Yogyakarta: Andi Offset.
Thurau, Thorsten Hennig., Markus F. Langer. (2001). Modeling and Managing
Student Loyalty: An Approach Based on the Concept of Relationship
Quality. Journal of Service Research, Vol.3, p.331-344.
Tjiptono, F. (2000). Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
_________. (2006). Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing.
Umar, H. (2001). Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
_________. (2003). Riset Sumber Daya manusia dalam Organisasi. Jakarta: PT
Gramedia pustaka Utama.
Wawan, A dan Dewi. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.
Widyanisih, Endah. (2012). Hubungan Kualitas Pelayanan Keperawatan Dengan
Sikap Keputusan Pasien TB Untuk Berobat di Instalasi Rawat Jalan
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Skripsi. Semarang:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Husada Semarang.
Wulandari, Wahyu Fitri. (2014). Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
Tentang Gizi Seimbang Pada Masa Kehamilan di BPM Endang R, S.SiT
Salatiga. Karya Tulis Ilmiah. Salatiga: Akademi Kebidanan Ar-Rum
Salatiga.