HUBUNGAN SKOR KONSUMSI PANGAN DAN PENGETAHUAN PANGAN DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI DESA PALUH SIBAJI KECAMATAN PANTAI LABU SKRIPSI DITA SWINTAN RUMAPEA P01031214016 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA IV 2018
PANGAN DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI
DESA PALUH SIBAJI KECAMATAN PANTAI LABU
SKRIPSI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
PANGAN DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI
DESA PALUH SIBAJI KECAMATAN PANTAI LABU
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan
Program Studi Diploma IV di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Medan
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
pengetahuan pangan dengan tingkat
Nama : Dita Swintan Rumapea
Nomor Induk Mahasiswa : P01031214016
Program studi : Diploma IV
Herta Mastalina, SKM, M.Ph Dini Lestrina,DCN, M.Kes
Penguji I Penguji II
Mengetahui, Ketua Jurusan Gizi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan
penulisan skripsi, yang berjudul ” Hubungan Skor Konsumsi
Pangan
dan Pengetahuan Pangan dengan Tingkat Ketahanan Pangan
Keluarga di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu”.
Dalam penulisan usulan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan
berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis
ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr Oslida Martony, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan
Gizi
Politeknik Kesehatan Medan
yang selalu memberi bimbingan kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
3. Ibu Herta Masthalina, SKM, M.Ph selaku penguji I saya yang
memberikan masukan dalam menguji skripsi saya.
4. Ibu Dini Lestrina, DCN, M.Kes selaku penguji II saya yang
memberikan masukan dalam menguji skripsi saya.
5. Bapak Abdul Hafiz dan Ibu Duma selaku pejabat Desa Paluh
Sibaji
yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di Desa Paluh
Sibaji.
memberikan informasi dalam penyusun skripsi.
7. Kedua Orang Tua penulis yang selalu memberi doa, semangat,
dukungan, dan dorongan kepada penulis.
8. Teman – teman mahasiswa/i D-IV yang telah memberikan saran
dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan
kritik
guna perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang
telah
ditulis dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
ABSTRAK
Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan dengan Tingkat
Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji Kecamatan
Pantai
Labu “ (DI BAWAH BIMBINGAN URBANUS SIHOTANG)
Ketahanan pangan keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dari segi jumlah,
mutu dan ragamnya sesuai dengan budaya setempat, sedangkan
ketahanan pangan keluarga tercermin dari ketersediaan, kemampuan
daya beli, dan keterjangkauan keluarga dalam memenuhi pangan.
Ketahanan pangan dipengaruhi oleh skor konsumsi pangan dan
pengetahuan rumah tangga.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan skor konsumsi pangan dan
pengetahuan pangan dengan tingkat ketahanan pangan keluarga di Desa
Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu
Penelitian ini dilakukan di Desa Paluh Sibaji periode September –
Juli 2018. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan
cross sectional. Populasi adalah keluarga yang mempunyai anak
balita sebesar 600 KK. Sampel adalah keluarga sebanyak 78 dengan
teknik pengambilan sampel systematik random sampling. Data yang
dikumpulkan meliputi skor konsumsi pangan, Pengetahuan Pangan dan
Ketahanan Pangan. Skor konsumsi pangan dan pengetahuan dikumpulkan
dengan wawancara dengan alat bantu kuesioner, ketahanan pangan
diperoleh dari persen pengeluaran total dan asupan energi. Analisis
data dengan Uji Chi – Square.
Hasil penelitian diperoleh 64,1% frekuensi pangan kurang, 75,6%
pengetahuan ibu yang sedang, 52,6% keluarga termasuk rawan pangan.
Tidak ada Hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan di
Desa Paluh Sibaji, ada hubungan pengetahuan keluarga dengan
ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji.
Kata kunci: Konsumsi Pangan, Pengetahuan Pangan, Ketahanan
Pangan, keluarga
ABSTRACT
DITA SWINTAN RUMAPEA” Reletionship Between The Food Consumption
Score And Food Knowledge With Food Resistance With Family Food
Resistance Level In Paluh Sibaji Village, Pantai Labu Subdistrict.”
(CONSULTANT: URBANUS SIHOTANG GUIDANCE)
Family food security is the family's ability to meet the food needs
of the family members, the quantity, quality and variety, while the
family food security is reflected in the availability, purchasing
power, and affordability of families in fulfilling the food
supplies. Food security is influenced by the score of food
consumption and household knowledge
This study aimed to determine the relationship between the score of
food consumption and food knowledge with the level of family food
security in Paluh Sibaji Village, Pantai Labu District
This research was conducted in Paluh Sibaji Village for the period
of September - July 2018. The study was an observational study with
cross sectional design. The population was 600 families who had
toddlers and 78 families were taken into samples through a
systematic random sampling technique. Data collected included food
consumption scores, food knowledge and food security. Food
consumption scores and knowledge were collected by interview with
questionnaire tools, food security was obtained from percent of
total expenditure and energy intake and data were tested by
Chi-Square Test. Through the research, the following data were
obtained: 64.1% of families had less food frequency: 75.6% had
moderate knowledge: 52.6% of families had insecure food supplies.
This study did not find a relation between food consumption scores
and food security in Paluh Sibaji Village, but there was a
relationship between family knowledge and food security in Paluh
Sibaji Village.
Keywords: Food Consumption, Food Knowledge, Food Security,
Family
1. Pengertian
......................................................................
6
4. Indikator Pengukuran ketahanan pangan ......................
16
D. Metode Recall 24 Jam
........................................................ 16
E. Kerangka Teori
...................................................................
18
F. Kerangka Konsep
...............................................................
19
G. Defenisi Operasional
......................................................... 20
A. Tempat dan Waktu Penelitian
............................................. 23
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
........................................ 23
C. Populasi dan Sampel Penelitian
........................................ 23
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
.................................... 25
E. Pengolahan dan Analisis Data
............................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
.................................................. 29
A. Hasil Penelitian
...................................................................
29
2. Karakteristik keluarga
..................................................... 29
a. Pendidikan Ayah
...................................................... 29
b. Pendidikan Ibu
......................................................... 30
c. Umur Ayah
...............................................................
30
d. Umur Ibu
...................................................................
31
4. Pengetahuan Pangan
..................................................... 32
5. Ketahanan Pangan
......................................................... 33
Ketahanan Pangan
......................................................... 33
Ketahanan Pangan
......................................................... 34
2. Pengetahuan Pangan
.................................................. 36
4. Hubungan Skor Konsumsi Pangan dengan
Ketahanan pangan
...................................................... 37
Ketahanan Pangan
...................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................
42
2. Pengukuran derajat ketahanan pangan tingkat rumah tangga
.......... 16
3. Definisi Operasional
..........................................................................
20
10. Pengetahuan Pangan
........................................................................
32
12. Hubungan Skor Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan .......
33
13. Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan ..........
34
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2. Kerangka Konsep
..............................................................................
19
3. Kuesioner Pengetahuan Pangan
....................................................... 47
4. Formulir Pengeluaran dan Non Pangan
............................................ 49
5. Formulir Food Recall 24 Jam
............................................................
51
6. Master Tabel
.....................................................................................
52
8. Surat Penelitian
.................................................................................
61
11. Pernyataan Keaslian
.........................................................................
64
BAB I
Pangan adalah kebutuhan dasar bagi manusia yang bersifat
hakiki
yang harus dipenuhi setiap saat. Oleh karena itu pangan yang
tersedia
dimasyarakat harus layak dikonsumsi dan aman untuk
dikonsumsi.
Pendapat lain menyatakan bahwa pangan hendaknya tersedia
secara
cukup dan memenuhi kaidah aman, bermutu, bergizi dan beragam
untuk
memenuhi kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari.
Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama berakibat
buruk
terhadap kesehatan (Almatsier, 2011).
bagian integral dari budaya suatu masyarakat, daerah, atau suatu
bangsa.
Makanan adalah sebuah konsep yang relatif. Pada tingkat global,
manusia
memakan segala sesuatu asalkan tidak beracun. Namun, ketika
kita
dihadapkan pada budaya yang berbeda, apa yang dianggap dapat
dimakan dalam satu budaya mungkin tidak terjadi dalam budaya yang
lain
(den Hartog et al,2006) dalam (khomsan, 2013).
Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyatakan
bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif,
dan
produktif secara berkelanjutan (Santi, 2015)
Ketahanan pangan keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dari segi
jumlah,
mutu dan ragamnya sesuai dengan budaya setempat, sedangkan
ketahanan pangan keluarga tercermin dari ketersediaan,
kemampuan
daya beli, dan keterjangkauan keluarga dalam memenuhi pangan
(Natalia
dkk, 2013).
pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber
daya
manusia suatu bangsa. Status gizi seseorang ditentukan oleh
kuantitas
dan kualitas (ragam) pangan yang dikonsumsi oleh seseorang
karena
setiap pangan memiliki nilai gizi yang berbeda-beda. Semakin
beragam
pangan yang dikonsumsi, maka semakin baik zat gizi yang diterima
oleh
tubuh. Status gizi yang baik dapat mencerminkan baik atau
buruknya
ketahanan pangan suatu keluarga (Amaliyah, 2011) dalam
(Fathamira,2014).
diketahui dengan mengukur ketahanan pangan keluarga tersebut.
Ketahanan pangan keluarga adalah tingkatan dari suatu keluarga
yang
mampu menyediakan bahan makanan yang cukup, aman, dan bergizi
dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari untuk dapat hidup
aktif
dan sehat.(Fathamira, 2014).
Berdasarkan hasil Studi Diet Total (SDT) 2014 proporsi
penduduk
Indonesia yang angka kecukupan energi <70% AKE pada umur 13 –
18
tahun sebesar 52,5% dan kecukupan protein sebesar 48,1%. Studi
Diet
Total (SDT) 2014 juga menjelaskan rerata tingkat kecukupan energi
di
Indonesia masih 45,7% seharusnya asupan tingkat energi yang
kurang
(<70%AKE). Sedangkan rerata tingkat kecukupan protein di
Indonesia
36,1% seharusnya asupan tingkat protein sangat kurang
(<80%AKP)
Hasil Studi Diet Total (SDT) 2014, rerata tingkat kecukupan energi
di
Sumatera Utara masih 50,2% seharusnya asupan tingkat energi
yang
kurang (<70%AKE). Sedangkan rerata tingkat kecukupan protein
di
Sumatera Utara 32,3% seharusnya asupan tingkat protein sangat
kurang
(<80%AKP)
diperoleh asupan protein rata–rata penduduk di daerah pantai
lebih
rendah dibandingkan di daerah pertanian, dan asupan energi
masih
dibawah 2000 kal/kapita/hari, sedangkan asupan protein yang defisit
ada
sebanyak 30,9% dan kurang 20,9%. Dilihat dari konsumsi pangan
bahwa
belum beragam dan berimbang dilihat dari skor PPH masih 72,8%
yang
targetnya adalah 90%.
dengan pendapatan. Rumahtangga dengan ibu berpendidikan
tinggi
biasanya mempunyai lebih banyak uang yang dapat digunakan
untuk
pembelian pangan.(Fathonah, 2011)
tangga dapat dicapai. (Yuliana, 2013)
Ketahanan pangan dipengaruhi oleh skor konsumsi pangan dan
pengetahuan rumah tangga. Skor konsumsi pangan dilihat dari
keragaman pangan yang dikonsumsi, semakin beragam maka
semakin
baik. Skor konsumsi dinilai menggunakan metode FCS (Food
Consumption Score). (Sembiring dkk,2015). Skor konsumsi
pangan
dihitung dengan menjumlahkan hasil kali dari frekuensi dan bobot
dari
setiap kelompok pangan, kemudian di impretasikan dalam 3 kategori
yaitu:
poor (0-28), borderline (28-42) dan acceptable (>42). (Sembiring
dkk,
2015).
yang signifikan antara FCS(Food Consumption Score) dan
MAR(mean
adequacy ratio) dan ada hubungan yang signifikan antara FCS
dan
Tingkat Kecukupan Energi(TKE). Tingkat konsumsi rumah tangga
yang
diinterpretasikan dengan Skor Konsumsi Pangan(FCS), semua
rumah
tangga tergolong ke dalam tahan pangan yang yaitu sebagian
besar
rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh
anggota
rumah tangganya.
berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga nelayan di
Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota
Bandar
Lampung adalah besar anggota rumah tangga, pengeluaran rumah
tangga, dan pengetahuan gizi ibu rumah tangga. Faktor yang
berpengaruh
negatif adalah besar anggota rumah tangga, dan berpengaruh
positif
adalah pengeluaran rumah tangga, dan pengetahuan gizi ibu
rumah
tangga.
pangan rumah tangga berdasarkan proporsi pengeluaran pangan
dan
konsumsi energi petani adalah kurang pangan atau sebesar 55%
dan
45% termasuk ke dalam kondisi rawan pangan. Rumah tangga
dengan
status tahan pangan dan rentan pangan tidak didapati di daerah
penelitian
Hasil penelitian Salim (2016) bahwa indeks ketahanan pangan
keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 92,78% rumah tangga
nelayan
buruh (responden) termasuk dalam kategori tidak tahan pangan,
dimana
akses terhadap pangan tidak kontinu dalam memenuhi kebutuhan
pangan
termasuk protein walaupun secara kualitas asupan protein tergolong
baik
berasal dari protein hewani. Sebanyak 7,22% termasuk dalam
kategori
kurang tahan pangan dan tidak ada rumah tangga nelayan buruh
yang
tahan pangan.
Desa Paluh Sibaji merupakan salah satu desa di Kecamatan
Pantai
Labu. Desa Paluh Sibaji sebagian besar penduduknya adalah
nelayan.
Hasil Laporan Puskesmas Pantai Labu di desa Paluh Sibaji ditemukan
2
orang balita kurang gizi. Hasil Laporan Dinas Ketahanan Pangan
Deli
Serdang bahwa asupan protein di daerah pantai lebih rendah di
bandingkan daerah pertanian.
Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji
Kecamatan
Pantai Labu”
penelitiannya adalah sebagai berikut: Adakah hubungan skor
konsumsi
pangan dan pengetahuan pangan dengan tingkat ketahanan pangan
keluarga di Desa Paluh Sibaji kecamatan Pantai Labu?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
pengetahuan pangan dengan tingkat ketahanan pangan keluarga di
Desa
Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai skor konsumsi pangan keluarga di Desa Paluh
Sibaji.
b. Menilai pengetahuan pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji.
c. Menilai ketahanan pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji
d. Menganalisis skor konsumsi pangan keluarga dengan
ketahanan
pangan di Desa Paluh Sibaji
e. Menganalisis pengetahuan pangan keluarga dengan ketahanan
pangan di Desa Paluh Sibaji
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
keluarga untuk memenuhi kecukupan zat gizi pada balita.
2. Bagi Peniliti
atau penelitian tentang defisiensi gizi.
3. Bagi Instansi Terkait
Serdang.
score (HDDS) dan individual dietary diversity score (IDDS) adalah
alat
yang digunakan untuk mengukur tingkat perbedaan keragaman
pangan
yang dikonsumsi pada tingkat rumah tangga maupun indvidu. HDDS
dan
IDDS memiliki pengelompokan dalam penilaian skor untuk
menentukan
jumlah pangan yang dikonsumsi. Selain itu, kualitas konsumsi
pangan
rumah tangga juga dapat diukur dengan menggunakan indikator
food
consumption score (FCS). Kuesioner pengukuran keragaman pangan
dari
FAO dapat disesuaikan dengan tujuan pengambilan data konsumsi
pangan. Selain itu, jenis pangan yang tercantum pada setiap
kelompok
pangan dapat disesuaikan dengan pangan yang beredar di
masyarakat
sekitar. (kristiandi,2015)
rumah tangga.FCS pertama kali dibuat di Afrika Selatan pada
tahun
1996.FCS sekarang sudah banyak diujikan pada beberapa negara
termasuk salah satunya yaitu Indonesia.Dalam pengukuran FCS
kelompok jenis pangan lebih sedikit dibandingkan dengan HDDS
dimana
dalam FCS jenis kelompok pangan terbagi dalam 10 kelompok.
World
food programme (WFP) menggunakan konsumsi pangan sebagai
entry
point dalam melihat ketahan pangan, namun dalam mengumpulkan
data
tersebut memakan waktu yang lama dan data yang didapat kurang
rinci,
sehingga telah dibuat metode baru dalam mengukur ketahanan
pangan
yaitu Food consumption score (FCS). FCS telah banyak digunakan
oleh
beberapa negara dalam mengukur tingkat ketahanan pangan suatu
wilayah. Negara pertama yang menggunakan metode tersebut yaitu
Afrika
selatan pada tahun 1996 yang kemudian di ikuti oleh negara
lain
diantaranya Mozambiek, Malawi, Lesotho dan beberapa negara
lainnya.
Penggunaan FCS dalam mengukur kualitas pangan dilakukan
dengan
menghitung skor konsumsi pangan yang didapatkan dengan
mengukur
frekuensi pangan yang dikonsumsi oleh individu dan rumah
tangga
selama recall 3 hari, dengan tidak berturut –turut pada hari kerja,
hari
pekan dan hari libur karena dalam rentang waktu tersebut
merupakan
rentang waktu yang paling tepat untuk menemukan informasi
mengenai
kebiasaan makan rumah tangga. Hasil konsumsi pangan selama recall
3
hari tersebut kemudian diidentifikasikan ke dalam sembilan
kelompok
pangan yang telah dikelompokan berdasarkan pangan yang
dikonsumsi.
(kristiandi,2015)
dan acceptable (>42). (sembiring dkk,2015)
Tabel 1: Jenis Pangan, Kelompok Pangan dan Bobot
Jenis Pangan Kelompok Pangan Bobot frekuensi bobot
x fre Jagung, bubur jagung, beras, roti dan
sereal
mede
Buah Buah 1
unggas, telur dan ikan
Susu dan produk olahannya
Bumbu-bumbu Bumbu 0
Sumber: Indonesia Food and Nutrition Security Monitoring System,
2009 dalam
(sembiring, 2015)
Jika ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi balita,
diharapkan ibu juga akan memiliki sikap dan perilaku yang baik
pula
dalam pemenuhan gizi balita. Pengetahuan ibu mengenai gizi
akan
berpengaruh terhadap hidangan dan mutu makanan yang disajikan
untuk
anggota keluarga termasuk balita. Sikap ibu dalam memenuhi
kebutuhan
gizi balita juga sangat penting. Sikap merupakan faktor yang
memengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Perubahan sikap
secara
berkelanjutan dapat memengaruhi perilaku seseorang, dimana
perilaku
pemenuhan gizi yang baik dapat meningkatkan status gizi anak
(Apooh,
Yaa, & Krekling, 2005) dalam (setyaningsih, 2014)
Menurut Tanziha (2005), pengetahuan yang tinggi juga
berhubungan
dengan pendapatan. Rumahtangga dengan ibu berpendidikan
tinggi
biasanya mempunyai lebih banyak uang yang dapat digunakan
untuk
pembelian pangan.(Fathonah, 2011)
tangga dapat dicapai. (Yuliana, 2013)
Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah
tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi
pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi
informasi gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan tercipta
pola
kebiasaan makan yang baik dan sehat, sehingga dapat
mengetahui
kandungan gizi, sanitasi dan pengetahuan yang terkait dengan
pola
makan lainnya ( Handayani, 1994 ).
kegiatan yang berkaitan dengan hal yang diketahuinya itu.
Pengetahuan
dapat diperoleh dengan melihat atau mendengar, namun juga
dapat
diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar dalam bentuk
pendidikan yang bersifat formal atau informal.
C. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan
gizi
setiap individu baik dalam jumlah maupun mutu agar dapat hidup
aktif dan
sehat secara berkesinambungan sesuai dengan budaya setempat.
Saliem
et al (2005) dalam (Rosyadi,2012)
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan
menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya
pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan
terjangkau.(Rosyadi,2012).
antara lain adalah sebagai berikut:
a. FAO (Food and Agricultural Organization), 1992
mendefinisikan
ketahanan pangan sebagai situasi pada saat semua orang dalam
segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman
dan
bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Ketahanan pangan
dijelaskan dalam 4 pilar, yakni food availability, physicial
and
economic access to food, stability of supply and access, and
food
utilization.
Systems, 2005) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai
kondisi
ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial,
dan
ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman, dan
bergizi
untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan
pilihan
pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan
sehat.
c. World Bank (1996) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai
akses
oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup
untuk
kehidupan yang sehat dan aktif.
d. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996)
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah,
mutu, dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu ke
waktu agar dapat hidup sehat.
e. OXFAM (2001) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai
kondisi
ketika setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan
kontrol
atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi
hidup
yang sehat dan aktif. Ada dua kandungan makna yang tercantum
disini, yakni ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas,
dan
akses dalam artian hak atas pangan melalui pembelian,
pertukaran,
maupun klaim.
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadapat ketahanan pangan
rumah
tangga nelayan :
Pendidikan ibu tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan
pangan rumah tangga dan dalam memberikan konsumsi pangan
untuk anggota rumah tangganya tidak berasal dari pendidikan
formal.
(Desfaryani,2012) dalam (Yuliana,2013)
berhubungan dengan pendapatan. Rumahtangga dengan ibu
berpendidikan tinggi biasanya mempunyai lebih banyak uang
yang
dapat digunakan untuk pembelian pangan.(Fathonah, 2011)
Serupa dengan pernyataan diatas FAO (1989) menyatakan
tingkat pendidikan, status kesehatan, dan lingkungan hidup
dapat
berpengaruh terhadap apa dan berapa banyak penduduk
mengkonsumsi pangan serta terhadap status gizinya. Kurang
makan
dan kurang gizi karena berbagai faktor seperti rendahnya
persediaan
pangan, pendidikan, serta kondisi kesehatan dapat menimbulkan
dampak yang serius dan berakhir lama pada kesehatan tubuh
individu
dan keluarga.(Esta, 2009) dalam ( Arida, 2015)
2. Besar anggota rumah tangga
Semakin besar ukuran anggota rumah tangga makan akan
semakin kecil peluang tercapainya ketahanan pangan rumah
tangga.
Terdapat hubungan negatif antara ukuran rumah tangga dengan
ketahanan pangan rumah tangga. (Desfaryani,2012) dalam
(Yuliana,2013)
Secara garis besar pengeluaran rumah tangga dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni pengeluaran untuk
pangan dan non pangan. Dengan demikian, pada tingkat
pendapatan
tertentu nelayan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi
kebutuhan/ pengeluaran rumah tangganya. Besaran pendapatan
yang
diproduksi dengan pengeluaran total yang dibelanjakan untuk
pangan
dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai indikator
kesejahteraan rumah tangga tersebut.(Salim, 2016)
Pendapatan keluarga merupakan pendapatan total keluarga
yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu hasil kepala
keluarga,
hasil istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha
sampingan per bulan (Nurani et al. 2009) dalam (Khomsan,
2013).
pangan rumah tangga. Ketahanan pangan rumah tangga justru
menjadi indikator terbentuknya ketahanan pangan daerah baik
di
wilayah atau regional. Sedangkan pengeluaran pangan (pangan
dan
non pangan) rumah tangga merupakan salah satu indikator
ketahanan
pangan rumah tangga (Pakpahan, 1993).dalam (Arida dkk,2015)
Terdapat hubungan yang negatif antara proporsi pengeluaran
bahan pangan dan ketahanan pangan (Rachman,dkk., 2002) dalam
(Rosyadi,2012) :
pangan, maka akses terhadap bahan pangan adalah rendah.
Semakin besar proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan
pangan juga menunjukkan rendahnya kepemilikan bentuk
kekayaan lain yang dapat ditukarkan dengan bahan pangan;
b) Semakin kecil proporsi pengeluaran rumah tangga untuk
bahan
pangan, maka akses terhadap bahan pangan adalah besar, atau
menunjukkan semakin tinggi
pangan, juga menunjukkan tingginya kepemilikan
d) bentuk kekayaan lain yang dapat ditukarkan dengan bahan
pangan;
tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (>80 persen dari
syarat kecukupan energi);
tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (>80 persen dari
syarat kecukupan energi);
tangga) dan kurang mengkonsumsi energi (≤80 persen dari
syarat kecukupan energi) dan
pangan tinggi dan tingkat konsumsi energinya kurang.
4. Pekerjaan di rumah tangga
Tingkat pendapatan berkaitan dengan konsumsi pangan dalam
suatu keluarga. Umumnya, jika tingkat pendapatan naik maka
jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi cenderung membaik pula
sehingga
ketahanan pangan rumah tangga akan lebih terjamin dan
terpenuhi
dalam periode waktu tertentu (Suhardjo 1989) dalam
(kristiandi,2015)
Anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan
ekonomi yang tinggi lebih mampu membeli pangan yang beragam
sehingga kebutuhan zat gizi dalam tubuh akan terpenuhi,
sebaliknya
pada anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan yang
rendah makapola konsumsi pangan cenderung tidak beragam.
(kristiandi, 2015)
Pengetahuan gizi terkait dengan keputusan ibu dalam memilih
jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi untuk anggota
keluarga, semakin baik pengetahuan gizi ibu maka ketahanan
pangan
rumah tangga dapat dicapai.(Yuliana, 2013)
Pengetahuan gizi ibu rumah rangga berpengaruh nyata
terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga.
(Hidayati,2011)
dalam (Yuliana,2013)
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu
gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status
gizi dan
kesehatan. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada status gizinya (Khomsan et al.
2007)
dalam (Ramadhana, 2017)
dan kesehatan karena akan dengan mudah diserapnya pengetahuan
melalui kegiatan pendidikan (Sukandar 2007). Sejalan dengan
Handayani dan Rosidi (2010) semakin tinggi pendidikan orang
tua,
akan semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai
makanan yang seimbang dan pola makan yang baik bagi rumah
tangga, sehingga dengan informasi yang didapat akan beragam
pula
penyediaan pangan dalam rumah tangga.
6. Asupan energi dan kecukupan gizi rumah tangga
Menurut Nguyen et al (2013), pola konsumsi pangan individu
dapat mencerminkan kecukupan gizi seseorang. Keanekaragaman
konsumsi pangan merupakan upaya seseorang untuk mencukupi
asupan gizinya baik berupa energi, protein, vitamin, mineral, dan
lain
– lain. Pada dasarnya semakin beragam konsumsi pangan
seseorang
semakin besar peluang mencukupi kebutuhan gizinya.(Khomsan
dkk,
2013).
2004) dalam (anggoro, 2015).
protein adalah sebsar sebesar 2150 kkal dan 57 gram.
Tercukupinya
kebutuhan pangan dapat diindikasi dari pemenuhan kebutuhan
energi
dan protein (Adriani &Wirtjatmadi, 2012) dalam (Arida
dkk,2015).
Bila energi makanan cukup, boleh dikatakan semua makanan
juga mengandung cukup protein. Akan tetapi, jika tidak cukup
protein
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, biasanya hal ini
berarti
makanan yang dikonsumsi tidak cukup memberikan energi.
(Harper,
1986) dalam (Yuliana, 2013)
unit ekuivalen dewasa), sedangkan batasan pangsa pengeluaran
pangan adalah 60% dari total pengeluaran.
Menurut Roedjito (1989) dalam (yuliana, 2013) tingkat
kecukupan energi dan protein dikategorikan dalam empat kelas,
yaitu:
1. Baik >80%
2016) :
memiliki persediaan pangan/ makanan pokok secara kontinu
(diukur dari persediaan makan selama jangka masa satu panen
dengan panen berikutnya dengan frekuensi makan 3 kali atau
lebih per hari serta akses langsung) dan memiliki pengeluaran
untuk protein hewani dan nabati atau protein hewani saja.
2. Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang
memiliki:
mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja
b. Kontinuitas ketersediaan pangan/ makanan kurang kontinu
dan mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan
nabati
3. Rumah tangga tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang
dicirikan oleh:
b. Kontinuitas ketersediaan pangan kurang kontinu dan hanya
memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau
tidak untuk kedua-duanya.
d. Kontinuitas ketersediaan pangan tidak kontinu dan hanya
memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak
untuk kedua-duanya.
Tabel 2. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah
Tangga
Tingkat
Konsumsi
Energi
3. Kurang Pangan
4. Rawan Pangan
Sumber : Jonsson dan Toole, 1991 dalam Maxwel S, et al (2000)
dalam
Arida (2015)
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat
jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24
jam
yang lalu dan dialkukan selama 3 hari tidak berturut – turut, yaitu
pada
hari kerja, hari libur dan hari pekan . Dalam metode ini responden,
ibu,
atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua
yang
dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin).
Bisanya
dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur
malam
harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan
wawancara
mundur kebelakang sampai 24 jam penuh.
Beberapa langkah pelaksanaan metode recall 24 jam, yaitu :
a. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan
mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi
responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun
waktu 24 jam yang lalu. Dalam membantu mengingat ukuran
dan jumlah makanan, digunakan food model sebagai alat
bantu.
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
atau program aplikasi Nutrisurvey.
dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk
Indonesia.
kekurangan sebagai berikut:
a) Mudah dilaksanakan serta tidak terlalu membebani
responden
khusus dan tempat yang luas untuk wawancara
c) Cepat sehingga dapat mencakup banyak responden
d) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar - benar di
konsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi
sehari
Kekurangan metode food recall 24 jam:
a) Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari – hari
bila hanya dilakukan recall 1 hari
b) Ketepatannya sangat tergantung daya ingat responden oleh
karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik
sehingga metode tidak cocok silakukan pada usai dibawah 7
tahun dan diatas 70 tahun.
c) Responden tidak jujur terhadap asupannya
d) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih
menggunakan alat bantu URT
Sumber : Management of Severe Malnutition (WHO, 2000) dalam
Hardinsyah
dan Supariasa (2017).
Tinjauan pustaka mengenai skor konsumsi pangan di rumah tangga
dan
pengetahuan ketahanan pangan yang telah dijabarkan pada
subbab
sebelumnya mengasilkan kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
SKOR KONSUMSI
komponen yaitu
presentase pengeluaran
pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
Ha2 : Ada hubungan pengetahuan pangan keluarga dengan tingkat
ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada keluarga di desa Paluh Sibaji,
kecamatan
Pantai Labu. Penelitian/pengumpulan data dilakukan pada tanggal 24
– 28
Juni 2018
Jenis penelitian adalah observasional dan rancangan penelitian
adalah
cross sectional.
mempunyai anak balita dan bertempat tinggal di desa Paluh
Sibaji
sebanyak 600 KK
inklusi sebagai berikut:
b. Keluarga lengkap yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
c. Semua anggota keluarga makan di rumah/ makanan dibawa dari
rumah.
surat persetujuan menjadi responden.
=
=
Keterangan :
kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96)
p = proporsi pada kelompok kasus (36,4%)
q = 1 –p ( proporsi bukan pada kasus 63,6%)
d = limit dari error atau presisi absolut ( 0,1)
N = banyak populasi ( 600)
langkah – langkah sebagai berikut :
1. Hitung interval dengan rumus jumlah populasi dibagi dengan
jumlah
sampel.
Ket :
Interval
N = Populasi
n = Sampel
2. Penentuan sampel pertama di random ( no 1 – 8 di acak dari
masing –
masing rumah dan nomor yang keluar merupakan sampel pertama)
3. Sampel selanjutnya diambil dengan interval 8 sampai mencapai
jumlah 78
anggota sampel ( Notoatmodjo, 2010).
1. Jenis data
.Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer
dan
data sekunder.
a. Data identitas keluarga
pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan anggota keluarga.
b. Data ketahanan pangan
dan non pangan yang dikumpulkan dengan wawancara dengan
alat bantu kuesioner.
Data Skor Konsumsi Pangan rumah tangga dikumpulkan
metode food recall 24 jam dan mengelompokkan menjadi 9
jenis bahan makanan
b. Data sekunder, meliputi:
Meliputi gambaran umum Desa Paluh Sibaji yang di peroleh
dengan
mencatat data – data yang ada di kantor kepala desa.
E. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Skor Konsumsi Pangan
b. Menghitung frekuensi konsumsi setiap bahan makanan
c. Mengalikan frekuensi konsumsi pangan dengan bobot skor
konsumsi pangan.
1) Kurang ≤ 28
2) Cukup > 28
2. Pengetahuan ibu
b. Menberikan skor pada setiap jawaban
c. Menjumlahkan skor
Jumlah skor x 100
1) Baik :(80-100%)
2) Sedang :(60-79%)
3) Kurang :(<60%)
3. Ketahanan Pangan
b. Menjumlahkan pengeluaran non pangan per bulan
c. Menghitung persentase pengeluaran pangan/non pangan
d. Mengkategorikan pengeluaran pangan dan non pangan:
1) Pengeluaran pangan endah <60%
2) Pengeluaran pangan tinggi ≥60%
ii. Asupan Konsumsi Energi
b. Asupan energi dibandingkan dengan AKG 2013.
c. Mengkategorikan:
d. Kategori ketahanan pangan:
tingkat konsumsi energi cukup (>80%)
2. Rentan pangan Jika pengeluaran pangan tinggi ≥60% dan
tingkat konsumsi energi cukup (>80%)
3. Kurang pangan jika pengeluaran pangan rendah <60% dan
tingkat konsumsi energi kurang (≤80%)
4. Rawan pangan jika pengeluaran pangan tinggi ≥60% dan
tingkat
konsumsi energi kurang ( ≤80%)
pangan dikategorikan menjadi dua kategori karena banyak sel
yang
0 dan expectednya < 5 lebih dari 25% :
Kategorinya menjadi :
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
variabel yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
dan
dianalisis berdasarkan presentase yaitu karakteristik orangtua,
skor
konsumsi pangan, pengetahuan pangan dan ketahanan pangan.
b. Analisis Bivariat
konsumsi pangan di rumah tangga dan pengetahuan pangan dengan
tingkat ketahanan pangan keluarga di Pantai Labu. Analisis
dilakukan
dengan menggunakan Uji Chi-square menggunakan program
komputer.
Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas jika nilai p<0,05
maka
Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan skor konsumsi
pangan
di rumah tangga dan pengetahuan dengan tingkat ketahanan pangan
di
Pantai Labu.
BAB IV
a. Letak Geografis
terdapat kawasan mulai dari Bedagai, Bandar Kalipah, Pantai Cermin,
Bagan
Sedang, Aras Kabu.
Batas – batas wilayah Desa Paluh Sibaji Kelurahan Pantai Labu
sebagai
berikut :
b. Sebelah Selatan : Desa Pantai Labu Pekan
c. Sebelah Barat : Desa Pantai Labu Pekan
d. Sebelah Timur : Desa Denai Sarang Burung / Desa Denai
Kuala
berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 1.918 orang dan perempuan
1.790
orang, rata-rata sturktur mata pencarian adalah nelayan sebanyak
600 orang.
2. Karakteristik Keluarga
a. Pendidikan ayah
keragaman pangandalam rumah tangga (kiki Kristiandi, 2015).
Distribusi sampel menurut pendidikan ayah disajikan pada tabel 4
:
Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan Pendidikan ayah
Pendidikan ayah n %
Tamat SD 54 69,2 Tamat SMP 21 26,9 Tamat SMA 3 3,8
Total 78 100
Pada tabel 4, menunjukkan bahwa rata – rata pendidikan ayah paling
banyak
adalah tamat SD (69,2 %) dan hanya 3,8% yang tamat SMA. Pendidikan
ayah
masih tergolong rendah.
b. Pendidikan ibu
rumah tangga (kiki, 2015). Distribusi sampel menurut pendidikan ibu
disajikan
pada tabel berikut
Pendidikan ibu n %
Tamat SD 53 67,9 Tamat SMP 21 26,9 Tamat SMA 4 5,1
Total 78 100
Pada tabel 5, menunjukkan bahwa rata – rata pendidikan ibu paling
banyak
adalah tamat SD (67,9 %) dan hanya 5,1% yang tamat SMA. Pendidikan
ibu
masih tergolong rendah.
c. Umur ayah
Umur adalah usia individu yang terhitung saat dilahirkan sampai
saat berulang
tahun (Santika, 2014). Kategori umur yang digunakan pada penelitian
ini adalah
ayah yang berusia 19 – 50 tahun. Distribusi jumlah sampel menurut
umur
disajikan pada tabel berikut :
Umur Ayah n %
19 – 30 38 67,9 31-40 31 26,9 41-50 9 5,1
Total 78 100
Pada tabel 6, menunjukkan bahwa umur kepala keluarga yang
terbanyak
adalah usia 19 – 30 tahun sebesar 67,9%. Umur ayah masih tergolong
umur
produktif.
d. Umur ibu
Umur adalah usia individu yang terhitung saat dilahirkan sampai
saat berulang
tahun (Santi, 2015). Kategori umur yang digunakan pada penelitian
ini adalah
ibu yang berusia 16 – 46 tahun. Distribusi jumlah sampel menurut
umur
disajikan pada tabel berikut :
Umur ibu n %
Total 78 100
Pada tabel 7, menunjukkan bahwa umur ibu rumah tangga yang
terbanyak
adalah usia 27 – 36 tahun sebesar 44,7%. Umur ibu masih tergolong
umur
produktif.
Kategori jumlah anggota keluarga yang digunakan pada penelitian ini
adalah
keluarga yang memiliki lebih balita. Distribusi jumlah sampel
menurut jumlah
anggota keluarga disajikan pada tabel berikut :
Tabel 8. Distribusi sampel berdasarkan banyak anggota
keluarga
Jumlah Anggota Keluarga n %
1 – 3 36 46,2 4 – 6 41 52,5 7 – 8 1 1,3
Total 78 100
Pada tabel 8, menunjukkan bahwa rata – rata banyak anggota
keluarga
ditemukan pada penelitian ini yaitu sebayak 36 KK (46,2 %) dari
total jumlah
sampel
Skor konsumsi pangan adalah indikator terhadap ketahanan
pangan
rumah tangga. Skor Konsumsi Pangan di Desa Paluh Sibaji dengan
rata-rata
frekuensi pangannya kurang dan cukup. Distribusi berdasarkan skor
konsumsi
pangan disajuikan pada tabel 9 :
Tabel 9. Distribusi Skor Konsumsi Pangan Keluarga di Desa Paluh
Sibaji
Skor Konsumsi Pangan n %
Total 78 100
Dari tabel 9, menjelaskan bahwa skor konsumsi pangan di Desa Paluh
Sibaji
64,1% masing kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya frekuensi
dari
masing – masing kelompok pangan maka skor konsumsi pangannya
tidak
tinggi. Masyarakat di Desa Paluh Sibaji lebih banyak mengonsumsi
pangan
yang berasal dari serealia atau padi – padian sedangkan penyumbang
bobot
yang banyak ada pada kelompok pangan protein hewani dan protein
nabati.
4. Pengetahuan Pangan
Labu dengan rata-rata keluarga kurang, sedang, dan baik. Hal
ini
didistribusikan dalam tabel sebagai berikut
Tabel 10. Distribusi Pengetahuan Pangan Keluarga di Desa Paluh
Sibaji
Pengetahuan Pangan n %
Total 78 100
dan 75,6% yang pengetahuannya sedang. Hal ini terjadi kemungkinan
ibu
atau responden tidak memiliki pegetahuan yang tinggi,
sehingga
pertanyaan yang diberikan kurang dimengerti dan dapat
mempengaruhi
nilai dari pengetauan pangan keluarga.
5. Ketahanan Pangan Keluarga
pada tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Paluh
Sibaji
Ketahanan Pangan Keluarga n %
Rawan Pangan 41 52.6 Kurang Pangan 12 15.4 Rentan Pangan 18 23.1
Tahan Pangan 7 9.0
Total 78 100.0
Dari tabel 11, menunjukkan bahwa ketahanan pangan keluarga lebih
50%
termasuk keluarga yang rawan pangan yaitu 52,6% sedangkan yang
tahan
pangan hanya 9%.
dengan skor konsumsi pangan.
Tabel 12. Hubungan Skor Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu
Skor
Konsumsi
Pangan
Cukup 21 75 % 7 25 % 28 100 %
Tabel 12. Menjelaskan hasil analisis antara Hubungan Skor Konsumsi
Pangan
Keluarga dengan Ketahanan Pangan diperoleh bahwa ada sebanyak
(64%)
keluarga yang kurang pangan, ini hampir sama banyaknya proporsi
keluarga
yang skor konsumsi pangan kategori cukup (75%). Hasil ini
menjelaskan skor
konsumsi pangan yang baik tidak cenderung ketahanan pangan keluarga
juga
baik. Hasil ini diperkuat dengan uji statistik diperoleh nilai p
=0,318 > 0,05
artinya tidak ada hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan
pangan
di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
7. Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan
Hubungan Pengetahuan pangan dengan Ketahanan Pangan merupakan
salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan, status
gizi, dan
keragaman pangan dalam rumah tangga. (kiki, 2015). Didistribusikan
pada
tabel 13.
Tabel 13. Hubungan pengetahuan Keluarga dengan Ketahanan Pangan di
Desa Paluh Sibaji
Pengetahuan
Pangan
Sedang 41 69,5 18 30,5 59 100
Baik 12 75 4 25 16 100
Tabel 13. Menjelaskan hasil analisis antara Hubungan Pengetahuan
Pangan
dengan Ketahanan Pangan Keluarga diperoleh bahwa ada keluarga
kurang
pangan sebanyak 75% tetapi pengetahuan pangannya baik lebih
tinggi
dibandingkan dengan keluarga yang pengetahuannya sedang hanya
69,5%
yang kurang pangan. Demikian juga keluarga yang cukup pangan
ternyata
100% pengetahuannya kurang, lebih tinggi dari keluarga yang
pengetahuannya
baik hanya 25% yang cukup pangan. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p =0,034 <
0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan keluarga
dengan
ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
B. Pembahasan Penelitian
tangga populasi responden di Desa Paluh Sibaji. Berdasarkan
hasil
perhitungan skor Konsumsi Pangan yang menggunakan metode FCS
dapat dilihat bahwa yang kurang adalah 64.1% artinya secara
umum
populasi ini masih membutuhkan peningkatan konsumsi
pangannya.
Frekuensi total konsumsi pangan dalam seminggu hanya berkisar
antara
28,5 – 39.0 bahkan ada beberapa keluarga yang skor konsumsi
pangannya dibawah 28. Artinya ada beberapa jenis kelompok
pangan
yang sangat jarang dikonsumsi contoh kacang – kacangan, buah-
buahan, sayuran, daging dan ikan. Rendahnya skor FCS
mencerminkan
rendahnya kuantitas frekuensi konsumsi keluarga. Frekuensi
konsumsi
kelompok pangan terbanyak masih didominasi oleh kelompok
gandum,
beras, jagung, sereal. Hal ini menunjukkan bahwa jenis
golongan
pangan lainnya belum sepenuhnya diminati untuk dikonsumsi rutin
setiap
minggunya artinya dalam satu hari menu makanan masih
didominasi
oleh satu atau dua jenis pangan. Ketidakragaman konsumsi pangan
ini
dapat mempengaruhi kecukupan gizi dan bobot skor konsumsi
pangan
beragam namun lebih tinggi pada jenis pangan protein hewani
dan
nabati. Menurut Hardinsyah (2007) dalam Febriani (2017),
keragaman
konsumsi pangan dapat menggambarkan mutu gizi konsumsi
pangan.
Kurangnya konsumsi pangan dari kelompok umbi-umbian, sayuran,
dan
buah-buahan dapat berpengaruh pada tingkat kecukupan zat gizi
lainnya
seperti serat, vitamin, dan mineral penting lainnya.
2. Pengetahuan Pangan
yang kurang sekitar 3.9%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
pendidikan seseorang akan mampu meningkatkan pengetahuan dan
wawasan sehingga dapat mengambil keputusan untuk
mensejahterakan
keluarga seperti halnya pada pemberian pangan bagi
keluarganya.
Selain itu dengan pendidikan, seseorang akan mengutamakan
kesehatan anak dengan lebih berhati-hati dalam memberikan
makanan.
(Setyaningsih, 2014). Tetapi pendidikan formal tidak sepenuhnya
dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang terkhususnya
pengetahuan ibu rumah tangga. Dapat dilihat pada tabel 5
bahwa
pendidikan rata – rata ibu rumah tangga di Desa Paluh Sibaji yang
tamat
SD sekitar 67,9% lebih tinggi dibandingkan pendidikan tamat SMA
hanya
5,1%. Terdapat lebih banyak responden yang menamatkan
pendidikannya sampai tingkat SD saja tentunya tidak lepas dari
faktor
ekonomi. Hal ini mengakibatkan banyak responden yang tidak
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena
tidak
mempunyai biaya. Selain itu biaya pendidikan yang dirasa
mahal
menjadikan mereka enggan untuk tetap melanjutkan dan lebih
memilih
untuk bekerja. Perbedaan tingkat pendidikan formal juga dapat
menyebabkan perbedaan pengetahuan kesehatan. Rendahnya
pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
perlindungan
masyarakat terhadap diri dan keluarganya. Demikian juga dalam
mewujudkan kesehatan balita melalui pemberian pangan secara
tepat,
dengan pendidikan yang semakin tinggi akan meningkatkan
pengetahuan seseorang terhadap pentingnya mencukupi kebutuhan
gizi,
mengetahui dampak apabila balita mengalami kekurangan gizi
yang
mengakibatkan gangguan gizi dan mengetahui manfaat dari
terpenuhinya gizi dalam keluarga.
3. Ketahanan Pangan Keluarga
Pada tabel 11 menunjukkan gambaran ketahanan pangan
keluarga di Desa Paluh Sibaji. Sekitar 9% keluarga yang tahan
pangan
lebih rendah dari keluarga yang rawan pagan sebanyak 52.6%.
Besarnya persentase keluarga yang berada pada tingkat rawan
pangan
berarti pendapatan sebagian Rumah Tangga nelayan di Desa
Paluh
sibaji dibelanjakan lebih besar untuk non pangan dibandingkan
kebutuhan pangan. Sehingga mengakibatkan rumah tangga tidak
mampu mengalokasikan pengeluaran pangan untuk memenuhi
kecukupan gizi di rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat
dijadikan indikator bagi ketahanan pangan rumah tangga karena
pendapatan merupakan salah satu kunci utama bagi rumah tangga
untuk
mengakses pangan rumah tangga. Hampir 50% keluarga termasuk
dalam kategori rawan pangan dikarenakan tingkat konsumsi
energi
masih <80%. Paluh Sibaji adalah daerah perairan dan mata
pencaharian
nelayan. untuk memperoleh tingkat energi yang tinggi diperoleh
dari
makanan pokok seperti beras atau sayur – sayuran. Sedangkan
untuk
mendapatkan makanan pokok keluarga di Paluh Sibaji tidak
mempunyai
lahan untuk bertani, maka keluarga harus mencari bahan makanan
dan
akan mendapatannya dengan cara membeli. Sedangkan banyak
keluarga yang belum mampu mencukupi kebutuhan pangan untuk
keluarganya. Hasil tangkapan ikan yang berkualitas baik dari
laut
langsung dijual dan yang tidak baik yang akan di konsumsi
keluarga.
Kemungkinan lain adalah harga bahan pokok yang mahal
dikarenakan
jarak dari kota ke Paluh Sibaji masih jauh dan harga bahan pokok
juga
mahal.
dikonsumsi pada tingkat rumah tangga. Sama halnya dengan Skor
Konsumsi Pangan juga dapat mengukur ketahanan pangan dengan
diukur jenis kelompok pangan yang lebih sedikit dan terbagi dalam
9
kelompok pangan (Sembiring, 2015).
Konsumsi Pangan Keluarga dengan Ketahanan Pangan diperoleh
bahwa ada keluarga yang kurang pangan sebanyak 64%, Hubungan
skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan dilihat dari
tingkat
kecukupan energi masing – masing rumah tangga yang beresiko
rawan
pangan diperoleh berdasarkan food recall 1 x 24 jam. Kurang
pangan
disebabkan banyak keluarga di Paluh Sibaji mengonsumsi padi –
padian
dan gula salah satu contohnya nasi dengan mie instan sebagai
pengganti lauk, gorengan dan juga jajanan anak yang banyak
juga
dikonsumsi bukan hanya anak – anak namun orangtuanya juga.
Dibandingkan kelompok jenis pangan lainnya yang beragam tetapi
yang
lebih sedikit dikonsumsi adalah yang berasal dari protein hewani
seperti
ikan, daging dan susu serta olahannya sebagai penyumbang
bobot
terbesar di 9 jenis pangan pada Skor Konsumsi Pangan. Hasil
ini
diperkuat dengan uji statistik diperoleh nilai p =0,318 > 0,05
artinya tidak
ada hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu. Kemungkinan
dikarenakan
adanya beberapa keluarga yang kurang pangan namun untuk
frekuensi
mengonsumsi makanan yang dapat meningkatkan skor konsumsinya
menjadi cukup sekitar 75%.
Natalia, dkk (2013) tentang “Hubungan Ketahanan Pangan
Tingkat
Keluarga dan Tingkat kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Balita
di
Desa Goncangwangun 2012”. Penelitian tersebut menyimpulkan
tidak
ada hubungan antara ketahanan pangan tingkat keluarga dengan
tingkat
kecukupan energi. Tidak adanya hubungan dikarenakan
kiemungkinan
adanya balita dalam keluarga kurang pangan mendapat bantuan
makan
atau asupan dari orang lain.
Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitan yang
telah
dilakukan Anita Sembiring, dkk (2015) tentang “Metode Skor
Konsumsi
Pangan Untuk Menilai Ketahanan Pangan Rumah Tangga”.
Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa semua rumah tangga tergolong ke
dalam
tahan pangan yang artinya sebagian besar rumah tangga mampu
memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh anggota rumah
tangganya.
Artinya rumah tangga yang beresiko rawan pangan di Kota Bogor
mampu me nyediakan pangan yang cukup dari masing – masing
kelompok pangan tapi kurang cukup secara jumlah, dikarenakan
jumlah
pangan yang tersedia tidak dapat memenuhi energi bagi seluruh
anggota
keluarga. Anita Sembiring, dkk (2015)
5. Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan
keluarga adalah kemampuan rumah tangga dalam menyediakan
makanan yang cukup baik secara kualitas maupun kuantitas (kiki,
2015).
Jika pengetahuan keluarga baik maka pemilihan makanannya juga
baik.
Semakin tinggi pendidikan orangtua, akan semakin mudah untuk
medapatkan informasi mengenai pemilihan bahan makanan yang
baik
untuk keluarga dan akan beragam pula pangan dalam rumah
tangga.
(yuliana, 2013).
Ketahanan Pangan dapat dilihat pada tabel 13. Berdasarkan tabel
13,
Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan Keluarga
di
Paluh Sibaji diperoleh bahwa ada keluarga kurang pangan
sebanyak
75% tetapi pengetahuan pangannya baik, kemungkinan yang terjadi
ibu
rumah tangga bukan hanya mendapat pengetahuan dari pendidikan
formal melainkan informasi dari pendidikan non formal.
Contohnya
keluarga atau lingkungan sekitar, bisa juga saat mengikuti
program
posyandu, dan informasi yang didapat bisa dari teknologi seperti
televisi
dan handphone. Keikutsertaan responden dalam mengikuti
pendidikan
non formal seperti posyandu dirasa lebih banyak memberikan
masukan
informasi tentang gizi dan kesehatan bila dibanding dengan
pendidikan
formal. Selain itu frekuensi kerja posyandu yang diadakan rutin
setiap
satu bulan sekali mampu memberikan masukan yang berguna bagi
responden. Demikian juga keluarga yang cukup pangan ternyata
100%
pengetahuannya kurang, kemungkinan ibu yang keluarganya cukup
pangan lebih memilih makanan untuk keluarga yang kurang bergizi
atau
menu makanan yang tidak seimbang seperti makanan cepat saji,
makanan yang manis, dan yang tinggi karbohidrat. Dari hasil
kuesioner
pengetahuan pangan diperoleh hampir 50% ibu rumah tangga/
responden kurang memahami pertanyaan yang diberikan, terletak
pada
soal no 5 dan soal no 8. Kemungkinan dalam menjawab soal
responden kurang memahami pertanyaan yang diberikan dan bisa
juga
responden merasa pertanyaan menyinggung. Hasil uji statistik
diperoleh
nilai p =0,034 < 0,05 maka dapat disimpulkan Ha diterima yang
artinya
ada hubungan pengetahuan keluarga dengan ketahanan pangan di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
BAB V
2. Persentase pengetahuan pangan yang kurang sebesar 3,9 % di
Desa
Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
3. Persentase ketahanan pangan yang rawan pangan sebesar 52,6%
di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
4. Tidak hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan
di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu sebesar 64% yang
kurang
5. Hubungan pengetahuan pangan dengan ketahanan pangan di Desa
Paluh
Sibaji Kecamatan Pantai Labu sebesar 75% keluarga yang kurang
pangan
tetapi pengetahuan pangannya baik.
1. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tentang skor
konsumsi
pangan pada keluarga sebaiknya menggunakan waktu yang lebih
banyak
lagi dalam memberi intervensi dan memperhatikan faktor-faktor lain
yang
mempengaruhi ketahanan pangan keluarga.
yang lebih kepada keluarga untuk mendukung peningkatan
ketahanan
pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2011. Gizi Dalam Daur Kehidupan. PT Gramedia.
Jakarta Anggoro, Agung. 2015.Analisis konsumsi pangan penduduk
provinsi dki
jakarta. skripsi. Institut Pertanian Bogor. Arida, Agustina.
Sofyan. Dan Keumala Fadhiela. 2015. Analisis Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan dan
Konsumsi Energi. Agrisep Vol (16) No. 1 , 2015.
Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Deli Serdang. 2016. Laporan Hasil
Dinas
Ketahanan Pangan Kabupaten Deli Serdang 2016. Sumatera Utara Dini
Ririn Andrias. 2015. Hubungan Ketersediaan Pangan dan
Keteraturan
Penerimaan Raskin dengan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Penerima Raskin. Media Gizi Indonesia.Surabaya
Fathamira,Diza. 2015. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga Dengan
Status
Gizi Keluarga Buruh Kayu Di Kampung Kotalintang Kecamatan Kota
Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun 2014.
Jurnal JUMANTIK Vol. 1 No.1. Aceh.
Fathonah, Tri Yulyanti. dan Nzaini W. Prasodjo. Tingkat Ketahanan
Pangan
Pada Rumahtangga Yang Dikepalai Pria dan Rumahtangga Yang Dikepalai
Wanita. ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 02. Bogor
Febriani, Wiwi. 2017. Gambaran Status Gizi, Asupan, Dan Kualitas
Konsumsi
Makanan Pada Ibu Dan Balita Di Desa Sinarsari Bogor. Volume 2 No 1
Juni 2017 ISSN 2086-6909. Lampung
Hamzah, Diza Fathamira. 2014. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga
dengan Status Gizi Keluarga Buruh Kayu di Kampung Kotalintang
Kecamata Kota Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh
Tahun 2014. Jurnal. Universitas Sain Cut Nyak Dien Langsa.
Khomsan, Ali. Riyadi, Riyadi. Marliyati, Sri Anna. 2013. Ketahanan
Pangan dan
Gizi Serta Mekanisme Bertahan pada Masyarakat Tradisional Suku
Ciptagelar di Jawa Barat. Jurnal Imu Pertanian Indonesia.
Bogor
Komala, Ramadhana. 2017. Gambaran Konsumsi Pangan dan Status Gizi
Ibu
dan Anak Dini di Way Halim Permai. Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam
Anak Usia Dini Volume 2 No 1 Juni 2017 ISSN 2086-6909.
Kristiandi, Kiki. 2015. Analisis Kualitas Konsumsi Pangan Rumah
Tangga dan Status Gizi Balita Pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar
Sukabumi. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Magdalena, dalam Supariasa I Dewa Nyo\man Dan Hardiansyah. 2017.
Ilmu
Gizi Teori & Aplikasi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Melati,
Atria. 2014. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Ketersediaan Pangan
dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Kurao Pagang Kecamatan
Nanggalo tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah. Politenik Kesehatan
Kemenkes Padang.
Natalia,Lucia Destri, dkk. 2013. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat
Keluarga
Dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Balita Di Desa
Gondangwinangun. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang Santi.
Nurhemi, dkk.2014. Pemetaan Ketahanan Pangan Di Indonesia:
Pendekatan
TFP Dan Indeks Ketahanan Pangan. Working Paper. Bank
Indonesia.
Rosyadi, Imron dan Didit Purnomo. 2012. Tingkat Ketahanan Pangan
Rumah
Tangga di Desa Tertinggal. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13,
Nomor 2. Surakarta.
Salim, Dewi Fajria. dan Darmawaty. 2016. Kajian Ketahanan Pangan
Rumah
Tangga Nelayan Buruh Di Desa Bajo Sangkuang Kabupaten Halmahera
Selatan. J. Sosek KP Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 121-132.
Ternate.
Santi, DKK. 2015. Hubungan Ketersediaan Pangan dan Keteraturan
Penerimaan Raskin dengan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Penerima Raskin. Media Gizi Indonesia, vol 10 no 2Juli – Desember
2015. Surabaya
Sembiring, Anita Christina. Dodik Briawan. Yayuk Farida Baliwati.
2015. Metode
Skor Konsumsi Pangan Untuk Menilai Ketahanan Pangan Rumah
Tangga.Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor
Setyaningsih, Sanny Rchmawati dan Nur Agustini. 2014. Pengetahuan,
Sikap,
Dan Perilaku Ibu Dalam Pemenuhan Gizi Balita: Sebuah Survai. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 17, No. 3. Surakarta.
Studi Diet Total 2014. Gambaran Konsumsi Pangan, Permasalahan Gizi
Dan Penyakit Tidak Menular Di Indonesia. Jakarta.
Soblia, Esta Tsania. 2009. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga,
Kondisi Lingkungan, Morbiditas, Dan Hubungannya Dengan Status Gizi
Anak
Balita Pada Rumahtangga Di Daerah Rawan Pangan Banjarnegara, Jawa
Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor
Tiha, Rfiani E. Nonce N.Legi dan Rivolta G.M Walalangi. 2016.
Hubungan
Pengetahuan Gizi, Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Ibu Di Desa
Pahalete Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. GIZIDO Volume 8 No.
2
Yuliana, Pramita. Wan Abbas Zakaria. dan Rabiatul Adawiyah.
2013.
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Teluk Betung
Selatan Kota Bandar Lampung. JIIA, VOLUME 1 No. 2. Lampung.
Lampiran 1. Karakteristik Anggota Kepala Keluarga
No. Responden :
Lahir
Lampiran 2. Kuesioner skor konsumsi pangan
Jenis Pangan Kelompok Pangan Bobot frekuensi bobot x
frekuensi
Jagung, bubur jagung, beras, roti dan sereal Serealia dan
umbi-umbian 2
Singkong, kentang, ubi jalar
Sayuran dan daun-daunan Sayuran 1
Buah Buah 1
ikan
Minyak, lemak dan mentega Minyak 0,5
Bumbu-bumbu Bumbu 0
1. Pengertian pangan adalah :
harus dipenuhi setiap saat.(4)
c. Makanan yang rasanya enak dan gurih(2)
d. Makanan yang harganya murah(1)
2. Pernyataan dibawah ini yang benar adalah :
a. Makanlah makanan yang beragam dan seimbang (4)
b. Makanlah makanan yang banyak mengandung serat dan
lemak (3)
d. Makanlah makanan yang sudah diawetkan dan bervariasi (1)
3. Manfaat dari makanan beraneka ragam adalah :
a. Melengkapi kekurangan zat gizi dari berbagai makanan yang
menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur (4)
b. Melengkapi kekuarangan zat tenaga (3)
c. Melengkapi kekurangan zat pembangun (2)
d. Melengkapi kekurangan zat pengatur (1)
4. Apakah dalam belakangan ini keluarga ibu pernah terjadi
bahwa
pangan yang dibeli telah habis dan ibu ketidaksediaan ekonomi
untuk membelinya?
menyediakan makan yang seimbang ?
6. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini anak ibu pernah
kurang mengkonsumsi makan seimbang dikarenakan tidak mampu
memberikan makanan yang cukup ?
7. Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai dari bulan
kebelakang,
apakah ada anggota keluarga ini yang pernah dikurangi
pangannya dikarenakan ketiadaan uang?
d. Tidak tahu, langsung ke pertanyaan no. 9 (1)
8. ( Jika jawaban diatas, iya) berapa kali ini terjadi ?
a. Hampir setiap bulan (2)
b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan (3)
c. Hanya satu atau dua bulan (3)
d. Tidak tahu (1)
9. Dalam 12 bulan terakhir ini apakah ibu mengalami penurunan
berat badan dikarenakan tidak cukup ketersediaan pangan ?
a. Iya (2)
b. Tidak (3)
10. Dalam bulan terakhir ini, mulai bulan ini kebelakang,
apakah
ibu ada mengurangi jumlah pangan anak dikarenakan tidak cukup
uang untuk pangan?
a. Iya (2)
No Responden :
No Pengeluaran Pangan Hari (Rp)
Minggu (Rp)
Bulan (Rp)
2 Umbi-umbian
4 Sayur Mayur
5 Seafood a. Ikan b. Udang c. Kerrang d. Cumi – cumi
6 Daging
19 Rokok
4 Biaya Transportasi / Ongkos
7 Kayu Bakar
9 Biaya Sosial (
Kemalangan, Pesta, Kenduri)
Sub Total I = Rp Sub Total II = Rp Total = Rp
2. Penghasilan/ Bulan keluarga :
b. Penghasilan Istri = Rp……………………..
c. Penghasilan Anak =Rp…………………......
TOTAL: Rp.
x 100%
Kode Responden : Tgl Lahir :
Makanan/Minuman yang di Konsumsi
1. Pendidikan ayah
Tamat SMP 21 26.9 26.9 96.2
Tamat SMA 3 3.8 3.8 100.0
Total 78 100.0 100.0
Tamat SMP 21 26.9 26.9 94.9
Tamat SMA 4 5.1 5.1 100.0
Total 78 100.0 100.0
4 20 25.6 25.6 71.8
5 16 20.5 20.5 92.3
6 5 6.4 6.4 98.7
7 1 1.3 1.3 100.0
Total 78 100.0 100.0
4. Skor konsumspi pangan
Cukup 28 35.9 35.9 100.0
Total 78 100.0 100.0
Sedang 59 75.6 75.6 79.5
Baik 16 20.5 20.5 100.0
Total 78 100.0 100.0
Kurang Pangan 12 15.4 15.4 67.9
Rentang Pangan 18 23.1 23.1 91.0
Tahan Pangan 7 9.0 9.0 100.0
Total 78 100.0 100.0
pangan
kategori skor konsumsi
Total Kurang Cukup
% within kategori ketahanan
% within kategori ketahanan
% within kategori ketahanan
kategori ketahanan pangan * kategori pengetahuan
Crosstabulation
kategori pengetahuan
% within kategori ketahanan
cukup pangan Count 3 18 4 25
% within kategori ketahanan
Total Count 3 59 16 78
% within kategori ketahanan
Lampiran 8.
Tempat/Tangga lahir : Medan, 13 Maret 1996
Jumlah Anggota keluarga : 4 orang
Alamat Rumah : Dusun IV Komplek Bali Indah blok b3 no
10.tanjung gusta
SMP Santo Thomas 4 Medan
SMA Santo Thomas 2 Medan
Perguruan Tinggi Politeknik Kemenkes Medan
Hobby : dengar musik
Lampiran 10.