130

HUKUM ISLAM DUA NEGARA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah hasil seminar internasional dan studi banding PTA Medan dan Mahkamah Agung RI di Universiti Malaya Kuala Lumpur Malaysia.

Citation preview

Page 1: HUKUM ISLAM DUA NEGARA
Page 2: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

2

HUKUM ISLAM DUA NEGARA

Indonesia dan Malaysia

Tim Penyusun

Ketua : Drs. H. Muhsin Halim, SH, MH

Sekretaris : Drs. H. Almihan, SH, MH

Anggota : Drs. Zulkifli Siregar, SH, MH

Drs. Muhammad Amin, SH, MH

Editor/Penyunting : Alimuddin, S.HI

Copyright © 2012 Edited by Alimuddin, S.HI

Hak Cipta Dilindungi oleh undang-undang

Desain Sampul/Tata Letak

Alimuddin, S.HI

Ilustrasi/Foto

Dokumen PTA Medan

Diterbitkan Oleh

PENGADILAN TINGGI AGAMA MEDAN

Jl. Kapten Sumarsono No. 12 Medan Telp. (061) 8457461 Fax. (061) 8467077

Website : www.pta-medan.go.id E-mail : [email protected] Medan 20124

bekerjasama dengan

UNIVERSITI MALAYA, KUALA LUMPUR MALAYSIA

University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur, MALAYSIA

Tel : +603-7967 7022/3273 Fax : +603-7956 0027 Email : [email protected]

Page 3: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

3

PENGADILAN TINGGI AGAMA MEDAN

Jl. Kapten Sumarsono No. 12 Medan Telp. (061) 8457461 Fax. (061) 8467077

Website: www.pta-medan.go.id E-Mail: [email protected]

Medan - 20124

SAMBUTAN

KETUA PENGADILAN TINGGI AGAMA MEDAN

أنحد هلل انري جعم ¸أنسال و عهكى زحت هللا بسكاح

انصالة ¸شسعخ عا د انحاة فى اند اندا االخسة

انسالو عه زسل هللا يحد ب عبد هللا عه أن أصحاب

أيا بعد ¸ي حبع دا اال

Dengan membaca bismillahir-rahmanir-rahim, kita

buka kata sambutan buku ini dengan pernyataan

sukur Alhamdulillah. Mengiringi puji dan syukur, kita memohon ke

hadirat Allah Swt., semoga shalawat dan salam-Nya selalu dilimpahkan

kepada Nabi dan Rasul penutup, Muhammad Saw. Tidak terkecuali

untuk para keluarganya, segenap sahabatnya dan semua umatnya. Insya

Allah kita semua berada di dalamnya. Sebagaimana Rasulullah sendiri

menyatakan bahwa: "Setiap orang yang takwa adalah keluarga

Muhammad", kullu taqiyyin 'ala muhammadin.

Berkat rahmat dan 'inayah Allah Swt., serta tuntunan dan

anjuran Rasul-Nya, Alhamdulillah kita umat Islam masih tetap menaruh

peduli dan hormat serta taat terhadap hukum yang disyariatkan Allah

Swt, melalui Rasul-Nya. Terutama dalam bidang hukum keluarga Islam

yang berbeda dengan bidang-bidang hukum Islam lain, yang telah

banyak tidak lagi berlaku oleh umat Islam sendiri, hukum keluarga

Islam masih tetap berlaku secara merata di segenap penjuru dunia dan

kawasan Asia Tenggara.

Page 4: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

4

Buku yang berjudul HUKUM ISLAM DUA NEGARA

Indonesia dan Malaysia ini adalah kumpulan makalah seminar

separuh hari, dan hasil studi banding delegasi short course mandiri

Pengadilan Tinggi Agama Medan dan pimpinan Mahkamah Agung RI

yang diwakili oleh Dirjen Badilag MA RI, Drs. H. Wahyu Widiana,

MA, pada Senin 25 Juni 2012 lalu.

Seminar tersebut, bertemakan tentang Hukum Islam di dua

Negara (Indonesia-Malaysia) atas undangan dari Jabatan Agama Islam

Wilayah Persekutuan (JAWI) Malaysia, dan bertempat di Akademi

Pengajian Islam (API), Universiti Malaysia (UM) Kuala Lumpur

Malaysia, dengan dihadiri Hakim Tinggi PTA Medan, delegasi short

course mandiri, para dosen dan mahasiswa pasca sarjana.

Malaysia dan Indonesia merupakan dua negara bertetangga

yang sebenarnya tidak bisa dipisahkan, kecuali oleh formalitas batas

negara, karena adanya kesamaan latar budaya dan agama antar kedua

negara serumpun. Dalam seminar dan studi banding tersebut, seringkali

saya mendapatkan masukan dan atau saran dari berbagai pihak supaya

materi yang disampaikan dalam makalah maupun jawaban-jawaban

lepas yang diberikan kepada peserta, kiranya dapat dihimpun ke dalam

buku yang lebih berguna.

Saran, masukan dan harapan banyak pihak ini ternyata akhirnya

memberikan dorongan tersendiri untuk terus menyelesaikan penulisan

buku ini; meskipun keinginan untuk memberikan sumbangan bagi

kemajuan khazanah ilmu-ilmu hukum Islam khususnya dalam bidang

hukum keluarga dan hukum perwakafan masih tetap menjadi

pendorong utamanya.

Page 5: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

5

Untuk itu, buku ini saya harapkan disusun demikian rupa

mengingat peruntukannya tidak semata-mata diproyeksikan bagi

kalangan terpelajar khususnya para Hakim di lingkungan Pengadilan

Tinggi Agama Medan, akan tetapi juga dimaksudkan sebagai bahan

bacaan yang bisa dinikmati oleh kalangan masyarakat luas pada

umumnya.

Sehubungan dengan selesainya buku ini, dengan penuh

keikhlasan dan rendah hati, saya menyampaikan terima kasih yang

tidak terhingga kepada semua pihak yang langsung maupun tidak

langsung, turut andil dan memotivasi penyelesaian buku ini. Harapan

saya, dan Insya Allah kita semua, kehadiran buku ini akan memberikan

manfaat bagi keluarga dan masyarakat muslim khususnya. Amin,

semoga hanya kepada Allah Swt kita beribadah, dan hanya kepada-Nya

kita memohon pertolongan dan perlindungan.

انسالو عهكى زحت هللا بسكاح

Medan, 27 Agustus 2012 M

09 Syawal 1433 H

Drs. H. Soufyan M. Saleh, SH

Page 6: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

6

PENGANTAR EDITOR

usim kemarau di kota Pandan Tapanuli Tengah,

2012. Panas cuaca belum juga turun, terasa

dingin ketika malam tiba. Suasana bulan suci

Ramadhan 1433 H cukup mewarnai kota kecil yang

sangat panas di pesisir pantai Barat Sumatera Utara ini.

Alunan suara qari' di setiap masjid silih berganti membacakan ayat-

ayat Al-Quran mengiringi persiapan berbuka puasa, lampu-lampu hias

berkelap-kelip di sepanjang jalan lintas Padangsidimpuan-Sibolga.

Saya masih merenungi udara panas di kota tua yang baru

berulang tahun yang ke-67 ini, wajah-wajah orang kepanasan yang

disertai dengan pakaian tipis, celana pendek, helm, dan kacamata hitam

ketika lalu lalang mengendarai sepeda motor adalah hari-hari yang

melelahkan di penghujung bulan Ramadhan tahun 2012 itu. Lamunan

saya terusik oleh deringan telepon genggam yang berada di atas meja

kerja. Orang nomor satu di jajaran Pengadilan Tinggi Agama Medan

yang menelpon itu menanyakan apa yang akan saya lakukan selama

liburan hari raya. Saya katakan bahwa saya hanya ingin berada di

Pandan dan tidak pulang kampung, saya ingin menulis naskah buku di

sela-sela waktu luang yang ada.

Pucuk dicinta ulam tiba, pak ketua menawarkan saya mengedit

beberapa makalah hasil studi banding di negara Malaysia dan kawasan

Asia Tenggara beberapa waktu lalu, untuk dijadikan buku kompilasi.

Dengan senang hati, saya menerimanya.

M

Page 7: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

7

"Bertafakur satu saat lebih baik daripada ibadah satu tahun,"

sabda Nabi Muhammad Saw, di tengah-tengah bangsa yang hidup

dalam alam yang keras. Ketika orang-orang Arab sibuk

mempertahankan hidupnya, ketika hari-hari mereka dipenuhi dengan

pergulatan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, Rasul yang mulia

menyuruh mereka bertafakur. Apakah sabda Nabi itu relevan dengan

tempat dan zamannya? Bukankah tafakur terlalu mewah buat mereka

yang hidup di bawah garis kemiskinan? Bukankah terkenal adagium

primum vivere deinde philosophari__

hiduplah dahulu baru berfilsafat?

Bukankah tafakur itu melangit padahal masalah hidup sangat

membumi?

Buku yang kini berada di hadapan Anda adalah sebuah

kompilasi dari berbagai makalah seminar dan hasil studi banding

delegasi short course mandiri, Hakim Pengadilan Tinggi Agama

Medan, pimpinan Mahkamah Agung RI yang diwakili oleh Dirjen

Badan Peradilan Agama dan Direktur Pembinaan Tenaga Teknis

Peradilan Agama MA RI, para akademisi, dan cendikiawan muslim

Indonesia di negara kawasan Asia Tenggara termasuk Malaysia. Buku

ini berhubungan dengan hukum keluarga Islam dan hukum perwakafan

dalam Islam, sebuah kajian tekstual dan kontekstual atas hukum Islam

dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia, bisa juga disebut sebagai

studi perbandingan hukum Islam dua negara.

Sebagai sebuah karya kompilatif, buku ini bukanlah "buku"

dalam arti kata yang sebenarnya. Sebuah buku lazimnya akan

membahas suatu masalah secara sistematis, dan "tuntas". Tidak

demikian halnya dengan buku yang berada di hadapan Anda ini.

Page 8: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

8

Meskipun demikian, ibarat kata pepatah, "tiada rotan akar pun

jadi." Kendatipun buku ini disinyalir belum tuntas secara substansi dan

pembahasan masalah, para penulis yang mumpuni cukup mewarnai

penerbitan buku ini. Sebut saja, Dirjen Badan Peradilan Agama Drs. H.

Wahyu Widiana, MA dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan Drs.

H. Soufyan M. Saleh, SH, turut serta menuangkan gagasannya tentang

hukum Islam dan Peradilan Agama. Dua profesor ahli dalam bidang

hukum keluarga Islam dan hukum perwakafan dari Universiti Malaya

juga ikut mewarnai penulisan buku ini, mereka adalah Prof. Raihanah

Abdullah dan Prof. Siti Mashitoh Mahamood. Di samping itu, ada pula

profesor asli Indonesia yang mengupas tentang seluk-beluk hukum

keluarga Islam dan pendidikan keluarga, yaitu Prof. Dr. H.A. Hamid

Sarong dari IAIN Ar-Raniry Aceh.

Kehadiran para praktisi dan pakar dalam bidang hukum Islam

itu, setidaknya menjadikan buku ini berkualitas dan layak dijadikan

referensi bagi Anda. Sebagai suatu karya akademis yang bersumber

dari penelitian empiris, tentunya kami selalu membuka diri untuk

menerima segala macam kritik dan sanggahan dari pihak-pihak lain.

Kajian hukum keluarga Islam dan hukum perwakafan di

Indonesia dan Malaysia, memang berkaitan erat dengan bidang hukum

Islam, dimana kepentingan-kepentingan politik hukum, pandangan-

pandangan ideologi, dan pendirian-pendirian filsafat hukum Islam

saling berinteraksi satu sama lain. Karena itu, adanya keseragaman

pendapat mengenai suatu masalah adalah sah saja dan harus dipandang

dengan kepala dingin dan hati yang terbuka. Sikap apriori dalam

menerima atau menolak sesuatu secara tanpa kritis, tidak akan

Page 9: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

9

membawa kita kepada kebenaran sejati yang justru kita cari dalam

suatu kerja intelektual.

Tentunya, tugas menyunting seluruh naskah saya selesaikan dan

segala kekurangannya saya serahkan kepada yang 'berwajib'. Saya

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikhlas

membantu penerbitan karya kompilatif ini. Demikian banyak orang

yang telah membantu, sehingga sulit untuk menyebutkannya satu demi

satu. Harapan kita, kiranya buku ini bermanfaat bukan saja bagi para

praktisi di lingkungan Peradilan Agama dan kalangan akademisi, tetapi

juga masyarakat luas yang menaruh perhatian terhadap masalah-

masalah hukum Islam konsentrasi hukum keluarga Islam dan hukum

perwakafan.

Kepada Anda, yang membaca buku ini dengan membeli dan

meminjam, saya mohon maaf atas judul dan isi yang lebih bagus

daripada desain grafis. Saya mohon, bacalah buku ini dengan niat

bertafakur, supaya mendapat pahala ibadah satu tahun.

Pandan, 28 Agustus 2012 M

10 Syawal 1433 H

Alimuddin, S.HI

Page 10: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

10

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN

KETUA PENGADILAN TINGGI AGAMA MEDAN

3

PENGANTAR EDITOR 6

DAFTAR ISI 10

PENGADILAN AGAMA DAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Drs. H. Wahyu Widiana, M.A

Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI…….. 12

PERADILAN ISLAM ASIA TENGGARA

Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan………………………………. 28

NILAI-NILAI SYARIAT ISLAM DALAM PENDIDIKAN

KELUARGA

Prof. Dr. H. A. Hamid Sarong, S.H,.M.H

Guru Besar Hukum Islam IAIN Ar-Raniry Aceh……………………… 51

PENDAFTARAN/PENGESAHAN PERNIKAHAN MENGIKUTI

UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM DI MALAYSIA

Prof. Dr. Raihanah Abdullah

Pengarah Pusat Dialog Peradaban Akademi Pengajian Islam Universiti

Malaya…………………………………………………………………..

64

UNDANG-UNDANG PEWAKAFAN MALAYSIA

Prof. Dr. Siti Mashitoh Mahamood

Jabatan Syariah dan UU Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya.. 77

POLIGAMI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Tinjauan Hukum PP Nomor 10 Tahun 1983)

Drs. H. Almihan, S.H,. M.H

Ketua Pengadilan Agama Binjai……………………………………….. 86

Page 11: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

11

PEMBARUAN HUKUM WAKAF DI INDONESIA

Drs. Suhrawardi K. Lubis, S.H,. Sp.N,. M.H

Pembantu Rektor II UMSU Medan……………………………………. 99

HAK-HAK PEREMPUAN MENURUT

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Dra. Hj. Rosmawardani Muhammad, S.H

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan……………………………… 107

PENUTUP 115

BIOGRAFI SINGKAT 118

A. Penulis………………………………………………………………. 118

B. Penyusun……………………………………………………………. 126

C. Editor………………………………………………………………... 128

Page 12: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

12

PENGADILAN AGAMA DAN

HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Drs. H. Wahyu Widiana,. M.A1

A. Pendahuluan

Pengadilan dan hukum memiliki kaitan yang erat. Demikian

Pengadilan Agama memiliki kaitan langsung dengan hukum Islam di

Indonesia. Hukum tidak ada artinya kalau tidak dilaksanakan. Hukum

tidak ada artinya kalau tidak ditegakkan. Ketika seorang remaja muslim

mencapai usia akil baligh atau ketika seorang dewasa menyatakan dua

kalimat syahadat memeluk agama Islam, maka secara otomatis

berkewajiban menaati hukum Islam. Seorang muslim harus

mengerjakan perintah-perintah yang diwajibkan dalam hukum Islam.

Sebagaimana dia harus meninggalkan larangan-larangan yang

diharamkan dalam hukum Islam. Seorang muslim yang melanggar

hukum Islam akan berurusan dengan Pengadilan Agama.

Khalifah Umar dalam surat deriktifnya kepada Qadhi Abu

Musa Al-Asy‘ari mengatakan, ―Tidak ada gunanya berbicara tentang

kebenaran (hukum) tanpa pelaksanaan‖.2 Senada dengan itu seorang

sarjana hukum Belanda Prof. H.R. Hoetink pernah mengatakan, ―Alpha

en omega van de rechtswetenschap is de zien in de bilijke beslissing

van den concrette praktische casus, hiervan gaat zeuit, hiertoe keert ze

terug. Eenmaal los daarvan in voor haar niets te wechten dan ijdelheid

1 Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik

Indonesia.

2 Bustanul Arifin, Transformasi Hukum Islam ke Hukum Nasional bertenun

dengan benang-benang kusut, (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2001), h.39.

Page 13: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

13

em kwelling des geets‖. (ujung dan pangkal dari ilmu hukum harus

dapat dilihat dari putusannya yang adil dari kasus yang konkrit dan

praktis di pengadilan. Dari sinilah dia bermula dan kesini pulalah dia

bermuara. Sekali terlepas dari yang demikian, maka ilmu hukum itu

akan menjadi hal yang mubazir dan gangguan saja jiwa manusia).3

Pengadilan Agama di Indonesia yang dimaksudkan adalah

Pengadilan Agama Islam. Sekalipun di Indonesia terdapat agama

selain agama Islam. Dalam undang-undang disebutkan bahwa,

Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama

Islam (Pasal 1 angka 1 UU. No. 7 Tahun 1989). Peradilan Agama

merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat

pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata

tertentu yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 2 UU. No. 7

Tahun 1989). Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang ini. (Pasal 2 UU. No.3 Tahun 2006).

B. Profil Pengadilan Agama

Pengadilan Agama adalah lembaga penegakkan hukum Islam

untuk penduduk Indonesia yang beragama Islam. Bahkan penjelasan

Pasal 49 UU. No. 50 Tahun 2009 menegaskan bahwa yang dimaksud

dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk

orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri

dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi

kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.

3 Ibid

Page 14: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

14

Drs. H. Wahyu Widiana, M.A sedang menyampaikan sambutan di depan peserta seminar Hukum Islam Dua Negara Indonesia dan Malaysia, bertempat di Universiti Malaya

Kuala Lumpur Malaysia (doc.PTA Medan).

Penyebutan tersebut, yakni Pengadilan Agama saja tanpa

menyebutkan Pengadilan Agama Islam, dikarenakan hukum yang

ditegakkan dalam Pengadilan Agama adalah otomatis berasal dari

hukum Islam dan bagi penduduk yang beragama Islam. Sementara

penduduk yang beragama selain Islam, penegakkan hukumnya melalui

Pengadilan Negeri tanpa embel-embel kristen, sekalipun hukum yang

ditegakkan disana berasal dari hukum Barat yang nota bene adalah

kristen. Kalau kita berbicara tentang asal-usul hukum, maka semua

hukum pada dasarnya berasal dari agama. Hukum positif kita sekarang,

yang berasal dari negeri Belanda dan yang diterapkan di Pengadilan

Negeri, Pengadilan Tinggi sampai Mahkamah Agung, baik hukum

pidana, perdata dan lain-lainnya, semuanya itu berasal dari ajaran

agama Kristen.4 Prof. Mr. L.J. Van Apeldorn menulis, ―Setiap hukum

4 Ibid, h.41

Page 15: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

15

adalah moral positif yang diberi sanksi oleh pemerintah, dan di negeri

kita (maksudnya Belanda) berdasarkan agama Kristen‖.5

Sejak masa kerajaan Islam di nusantara sudah berdiri

Pengadilan Agama, mulai dari ujung Aceh sampai Ternate. Bahkan

pada masa-masa itu Pengadilan Agama menangani semua perkara baik

perdata maupun pidana.

Pada masa penjajahan Belanda, Pengadilan Agama dibentuk

pada tahun 1882 yang ditujukan untuk masyarakat yang memeluk

Agama Islam.6 Kompetensi Pengadilan Agama pada waktu itu adalah

hal-hal yang berhubungan dengan hukum-hukum perkawinan,

kewarisan dan wakaf.7

Menurut Bagir Manan,8 bahwa kiprah Pengadilan Agama di

Indonesia memudar atau surut karena beberapa sebab, antara lain:

Pertama, memudarnya tamaddun Islam di seluruh dunia Islam,

sehingga Peradilan Agama yang menerapkan syariat Islam sama sekali

dihapus atau lingkup yurisdiksinya dibatasi seperti di Indonesia hanya

dikenal sebagai peradilan nikah, talak, dan rujuk; Kedua, surutnya

kerajaan-kerajaan Islam karena berbagai penaklukan negara Barat,

sehingga terjadi pemberlakuan tradisi dan sistem hukum Barat seperti

BW di Indonesia; Ketiga, kemunduran pemahaman agama Islam,

sehingga agama dianggap kebutuhan spiritual individual bukan

kebutuhan sosial; Keempat, proses westernisasi, sehingga hidup dalam

suasana agama dianggap sebagai hidup dalam suasana kumuh dan tidak

5 Ibid

6 Hasbi Hasan, Kompetensi Peradilan Agama, (Jakarta: Gramata Publishing,

2010), h. 35 7 Ibid, h.37

8 Lihat Bagir Manan, Pengadilan Agama dalam Prespektif Ketua

Mahkamah Agung, (Jakarta: Ditjen badilag MA RI, 2007), h.76-80

Page 16: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

16

modern; Kelima, salah pengertian mengenai penerapan hukum Islam,

sehingga hukum Islam dianggap sebagai hukum yang kejam;

Keenam,ditonjolkannya hukum adat sebagai hukum yang benar-benar

hidup di masyarakat yang semestinya diterapkan; dan ketujuh,

rendahnya perhatian pemerintah terhadap Peradilan Agama. Di masa

kolonial itu merupakan bagian dari politik kolonial untuk mengecilkan

peranan agama Islam, akibatnya Peradilan Agama sangat terbelakang

dibandingkan dengan Peradilan Umum (PN).

Masih menurut Bagir Manan,9 bahwa Undang-Undang No.14

Tahun 1970 telah memberi dasar-dasar perkembangan Peradilan

Agama dengan dua prinsip: Pertama, menetapkan Peradilan Agama

sebagai salah satu lingkungan badan peradilan negara disamping tiga

badan peradilan lainnya (peradilan umum, peradilan militer, dan

peradilan tata usaha negara); dan kedua, penghapusan ―fiat eksekusi‖

oleh Peradilan Umum atas putusan Peradilan Agama, sekalipun

kompetensi Peradilan Agama masih berkisar nikah, talak, dan rujuk.

Kompetensi Peradilan Agama menurut Undang-Undang No.1

Tahun 1974 tentang Perkawinan berubah meliputi perceraian,

penentuan keabsahan anak, perwalian, penetapan asal-usul anak, dan

izin menikah.10

Perubahan lebih nyata dalam Undang-Undang No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama. Pasal 49 undang-undang tersebut

menyebutkan enam kekuasaan Peradilan Agama (perkawinan,

9 Ibid, h.81-83

10 Ibid, h.83

Page 17: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

17

kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah) yang diurai dalam

penjelasan pasal tersebut menjadi 22 macam kewenangan.11

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989, wewenang yang diatur dalam

pasal 49 diperluas menjadi sembilan macam (perkawinan, waris,

wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah).12

Menurut Bagir Manan,13

dari berbagai perkembangan Peradilan

Agama, yang paling mendasar adalah pengaturan Peradilan Agama

(dan lingkungan peradilan lain) dalam Undang-Undang Dasar 1945

(Perubahan Ketiga, 2001). Dengan demikian, tidak akan ada perdebatan

lagi mengenai kehadiran Peradilan Agama dalam sistem kekuasaan

kehakiman di Indonesia.

Terbitnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 membawa era

baru dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia.

Disana dikenal sistem satu atap (one roof system).

Bagir Manan14

menjelaskan beberapa perubahan Peradilan

Agama sejak era satu atap, antara lain: Pertama, hal-hal yang

menyangkut pengelolaan organisasi, administrasi, dan keuangan telah

beralih dari Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) ke

Mahkamah Agung; Kedua, perubahan kedudukan Direktorat Peradilan

Agama menjadi Direktorat Jenderal Peradilan Agama; Ketiga,

perubahan sistem penerimaan calon hakim; Keempat, meskipun

anggaran tahunan berada di bawah Mahkamah Agung, tetapi

pengelolaannya dilakukan sendiri oleh pengadilan; Kelima,

11

Ibid 12

Ibid 13

Ibid, h.84-86 14

Ibid, h.86

Page 18: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

18

penyelesaian mutasi dan promosi; Keenam, anggaran Direktorat Badan

Peradilan Agama sudah ditingkatkan; Ketujuh, telah diserahkan

sejumlah kendaraan dinas untuk Pengadilan Agama; dan kedelapan,

pelatihan-pelatihan hakim agama dilakukan bersama-sama dengan

hakim-hakim lingkungan peradilan lain;

Saat ini Peradilan Agama di Indonesia memiliki 3.710 hakim,

yang terdiri atas 3.210 hakim tingkat pertama, dan 500 hakim tingkat

banding. Memiliki 3.270 tenaga kepaniteraan dan 1.237 tenaga

kejurusitaan. Sementara total jumlah pegawai Peradilan Agama

termasuk tenaga non teknis adalah 11.678 orang.

Data perkara pada akhir tahun 2011, Peradilan Agama seluruh

Indonesia menerima 363.448 perkara, sementara sisa perkara tahun

2010 berjumlah 62.896, sehingga jumlah perkara pada tahun 2011

adalah 426.344 perkara dari seluruh 29 wilayah Pengadilan Tinggi

Agama/Mahkamah Syar‘iyah Aceh.

Dari data 363.448 perkara tersebut yang masuk ke Pengadilan

Agama seluruh Indonesia pada tahun 2011, terdapat 314.919 kasus

perceraian (99.566 cerai talak dan 215.353 cerai gugat), dan 48.529

kasus selain kasus perceraian.

C. Hukum Materil Pengadilan Agama

Materi hukum yang berlaku di dalam Pengadilan Agama antara

lain, materi fikih munakahat, mu‟amalat, dan ditambah sebagian

jinayat berdasarkan Qanun pada Mahkamah Syari‘ah di Aceh. Boleh

dikatakan bahwa dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 hukum

materil Pengadilan Agama sebatas bidang hukum keluarga, bersumber

dari fikih munakahat dan sebagian fikih mu‟amalat, yaitu wasiat, waris,

hibah, wakaf dan shadaqah. Setelah Undang-Undang No.3 Tahun 2006

Page 19: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

19

yang diubah dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang

Peradilan Agama, hukum materil Pengadilan Agama mencakup seluruh

materi fikih mu‟amalat, yaitu materi ekonomi syariah, dan sebagian

fikih ibadat, yaitu zakat.

Pada dasarnya hukum materil Pengadilan Agama bersumberkan

dari fikih, khususnya fikih madzhab Syafi‘i yang dianut oleh mayoritas

muslim di Indonesia. Tradisi di Pengadilan Agama adalah merujuk

hukum Islam dalam kitab kuning (fikih klasik), khususnya kitab fikih

dalam madzhab Syafi‘i, dan belakangan berkembang kepada fikih

umum lintas madzhab seperti kitab Fiqh as-sunnah karangan Sayyid

Sabiq, dan Al-Fiqh al-Islami wa adillatuh karangan Syekh Wahbah

Az-Zuhaili.

Paling tidak ada tiga materi hukum Islam yang berlaku di

Peradilan Agama termasuk di dalamnya Mahkamah Syari‘ah di Aceh:

Pertama, Hukum Keluarga. Dalam literatur fikih klasik, hukum

keluarga identik dengan fiqh al-munakahat. Dalam perkembangannya,

hukum keluarga lazimnya terkait dengan hukum perkawinan,

kewarisan, wasiat, hibah, dan wakaf. Sehingga hukum keluarga

memasukkan juga sebagian unsur fiqh al-mu‟amalat yaitu: waris,

wasiat, hibah dan wakaf. Dalam literatur fikih kontemporer dikenal

dengan istilah Al-Ahwal asy-syakhshiyyah.

Kedua, Hukum Ekonomi Syariah. Dalam literatur fikih klasik,

hukum yang berkaitan dengan kebendaan identik dengan fiqh al-

mu‟amalat. Pada umumnya ulama mengelompokkan kajian fikih dalam

empat bagian, yaitu: fiqh al-„ibadat, fiqh al-mu‟amalat, fiqh al-

munakahat, dan fiqh al-jinayat. Sekalipun dalam kajian fiqh al-

mu‟amalat biasanya memasukkan pembahasan waris, wasiat, dan

Page 20: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

20

wakaf, pada perkembangannya fiqh al-mu‟amalat dialamatkan pada

fikih ekonomi, sehingga dikenal dengan istilah Hukum Ekonomi

Syariah. Hukum Ekonomi Syariah tidak hanya membahas lingkup fiqh

al-mu‟amalat tetapi juga memasukkan sebagian fiqh al-ibadat, yaitu

zakat. Hal tersebut dikarenakan Hukum Ekonomi Syariah berhubungan

erat dengan hukum kebendaan dan perikatan, sedangkan zakat juga

sangat terkait dengan hukum kebendaan.

Ketiga, jinayat. Hukum jinayat (hukum pidana Islam) yang

berlaku pada Mahkamah Syari‘ah di Aceh adalah terkait dengan Qanun

No. 12, 13 dan 14 Tahun 2003 tentang khamar (menjual dan

mengkonsumsi minuman keras), maisir (judi) dan khalwat (larangan

berduaan di tempat sepi bagi yang bukan muhrim).

D. Hukum Islam Terbatas

Hukum Islam yang berlaku sebagai hukum positif di Pengadilan

Agama masih terbatas, dikarenakan dinamika politik hukum di

Indonesia yang belum menghendaki penerapan hukum Islam secara

kaffah (totalitas).

Hal tersebut tidak terlepas dari sejarah panjang perjalanan

hukum Islam dan Pengadilan Agama itu sendiri, dari fase kerajaan

Islam di nusantara, fase penjajahan, dan fase kemerdekaan.

Dalam fase kerajaan Islam, hukum Islam berlaku secara

menyeluruh. Sultan dan raja-raja Islam sangat menguasai hukum Islam

dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan masyarakatnya.

Sehingga hukum Islam menjadi hukum yang hidup di seluruh wilayah

kerajaan Islam nusantara.

Kemudian pada fase penjajahan, ada masanya hukum Islam

berlaku dan diakui seluruhnya sebagai hukum yang hidup di tengah-

Page 21: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

21

tengah masyarakat muslim terjajah (teori receptio in complexu).

Menurut teori itu bahwa hukum Islam adalah hukum yang hidup di

kalangan rakyat pribumi yang beragama Islam.15

Bahkan, bahwa

penerimaan hukum Islam itu bukan hanya sebagian saja, tetapi secara

keseluruhan dalam bentuk kesatuan hukum.16

Berdasarkan teori

tersebut, bahwa hukum yang berlaku mengikuti agama yang dianut

oleh seseorang. Dengan demikian, hukum yang berlaku bagi orang

Islam Indonesia adalah hukum Islam, hukum adat baru dapat berlaku

jika dianggap sesuai dengan ajaran Islam.17

Ada masanya hukum Islam dalam urusan kebendaan diakui dan

berlaku selama hukum tersebut sesuai dengan hukum adat yang hidup

di masyarakat (teori receptie). Menurut teori ini, hukum Islam baru

berlaku bila telah diresepsi (diterima) terlebih dahulu oleh hukum adat.

Dengan demikian, berdasarkan teori ini, hukum kewarisan Islam

dinyatakan tidak berlaku, karena belum diterima oleh hukum adat.18

Dalam fase kemerdekaan, kemudian muncul teori receptie exit.

Teori ini hendak menyatakan bahwa teori receptie harus keluar dari

teori hukum nasional Indonesia karena bertentangan dengan UUD 1945

dan Pancasila serta bertentangan pula dengan Al-Quran dan Hadis.19

Lalu disusul dengan teori receptie a contrario. Teori ini menyatakan

bahwa hukum yang berlaku bagi masyarakat adalah hukum agamanya.

Dengan demikian, hukum adat hanya berlaku sepanjang tidak

15

Op. cit. Hasbi Hasan, h. 34 16

Ibid 17

Ibid, h. 35 18

Ibid, h.38 19

Ibid, h.42

Page 22: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

22

bertentangan dengan hukum Islam. Teori ini sejalan dengan konsep ‗urf

yang dikenal dalam Islam.20

Meskipun Belanda tidak berhasil menghapuskan Peradilan

Agama, namun politik kolonial telah berhasil mengerucutkan

kompetensi Peradilan Agama.21

Adapun caranya antara lain, membatasi

kompetensi Peradilan Agama pada perkara-perkara keperdataan (de

burgerlijke rechtzaken). Kemudian dipersempit lagi hanya pada

pembatasan penerapan hukum keluarga khususnya pada persoalan

nikah, talak, dan rujuk.22

Sekalipun pada perkembangannya bertambah

pada soal waris, wasiat, hibah, shadaqah, zakat dan ekonomi syariah,

serta jinayah, yaitu: maysir, khalwat, dan khamer.

E. Pembaruan Hukum Islam

Materi hukum yang diterapkan di Pengadilan Agama bersumber

pada kitab fikih madzhab Syafi‘i yang terhimpun dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

KHI disusun atas prakarsa penguasa negara, dalam hal ini Ketua

Mahkamah Agung dan Menteri Agama (melalui Surat Keputusan

Bersama) dan mendapat pengakuan ulama dari berbagai unsur. Oleh

karena itu, secara resmi KHI merupakan hasil konsensus (al-ijma„)

ulama dari berbagai ―golongan‖ melalui media lokakarya yang

mendapat legalitas dari kekuasaan negara.23

Sekurang-kurangnya

terdapat tiga hal yang layak dikemukakan dalam kaitannya dengan

tatanan hukum nasional. Pertama, kesesuaian KHI dengan peraturan

20

Ibid 21

Ibid

22 Ibid

23 http://www.fshuinsgd.ac.id/2012/04/taransformasi-hukum-islam-bagian-

kelima-seputar-khi/ (diakses pada tanggal 20-06-2012 pukul. 11.30 WIB)

Page 23: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

23

perundang-undangan yang berlaku, yang dijadikan rujukannya. Kedua,

kelayakan KHI untuk dijadikan pedoman oleh instansi pemerintah dan

masyarakat yang membutuhkannya dalam menyelesaikan masalah dan

perkara perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Ketiga, kelayakan

pelaksanaan KHI bagi umat Islam dalam kehidupan masyarakat bangsa

yang majemuk.24

Kitab fikih madzhab Syafi‘i adalah yang paling dominan

diadopsi dalam KHI, karena mayoritas muslim di Indonesia

melaksanakan hukum Islam bersumberkan dari kitab-kitab fikih

bermadzhab Syafi‘i.

Sekalipun demikian, dalam kenyataannya, KHI tidak

sepenuhnya mengadopsi fikih Syafi‟iyyah, karena ada beberapa kasus

mengalami pembaharuan hukum di dalamnya dengan pertimbangan

maslahat. Kaidah Tasharruf al-imam „ala ar-ra‟iyyah manuth-un bi al-

mashlahah (kebijakan pemerintah atas rakyatnya harus berdasarkan

kemaslahatan) menjadi salah satu pertimbangannya. Materi hukum

dalam KHI yang mengalami pembaharuan dari fikih Syafi‟iyyah

sebagai rujukan utama antara lain sebagai berikut:

1. Cerai hanya di depan pengadilan.

Pasal 115.

Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan

Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak

berhasil mendamaikan kedua belah pihak

2. Harta gono-gini.

Pasal 85.

24

Ibid

Page 24: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

24

Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.

Pasal 87

(1). Harta bawaan masing-masing suami dan istri dan harta yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di

bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak

menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

3. Kawin Hamil.

Pasal 53

(1). Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan

pria yang menghamilinya.

(2). Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1)

dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran

anaknya.

Pasal 99.

Anak yang sah adalah :

a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;

4. Ahli waris pengganti.

Pasal 185

(1). Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris

maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali

mereka yang tersebut dalam Pasal 173.

(2). Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian

ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.

5. Warisan lahan kurang dari 2 ha.

Pasal 189

Page 25: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

25

(1). Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang

luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan kesatuannya

sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan

bersama para ahli waris yang bersangkutan.

(2). Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak

dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan

ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki

oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara membayar

harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya

masing-masing.

6. Izin poligami.

Pasal 71.

Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:

a. seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan

Agama;

7. Dispensasi kawin.

Pasal 15

(1). Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan

hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur

yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974

yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan

calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun

(2) Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun

harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat

(2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun 1974.

8. Maksimal hibah 1/3 harta.

Pasal 210

Page 26: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

26

(1). Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun

berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan

sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau

lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.

9. Hibah diperhitungkan sebagai warisan.

Pasal 211.

Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai

warisan.

Rektor Universiti Malaya Memberikan Tali Kasih kepada Dirjen Badilag MA RI

(doc. PTA Medan)

F. Penutup

Pengadilan Agama merupakan benteng terakhir untuk

penegakan hukum Islam di Indonesia. Sistem hukum nasional di

Indonesia masih belum memiliki kelamin yang jelas. Sistem hukum

nasional merupakan campuran antara hukum Islam, hukum adat, dan

hukum Barat (baca: Belanda).

Page 27: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

27

Hukum di suatu negara akan mudah dilaksanakan dan diikuti

apabila sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakatnya. Pengadilan

Agama dan hukum Islam di Indonesia keduanya menjadi denyut nadi

kehidupan. Dengan tidak mengabaikan hukum positif seperti KHI dan

KHES, sampai saat ini hukum Islam yang bersumberkan dari fatwa

ulama dan kitab-kitab fikih masih hidup di tengah penduduk Indonesia

yang beragama Islam. Tanya jawab hukum Islam di berbagai media

cetak, media elektronik maupun media online menjadi kebiasaan yang

sering kita dapati dalam kehidupan sehari-hari.

Pengadilan Agama tidak saja merujuk kepada kitab kuning atau

fikih klasik (madzhab Syafi‘i), pada perkembangannya banyak

mengadopsi kitab putih atau fikih kontemporer (lintas madzhab).****

Page 28: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

28

PERADILAN ISLAM ASIA TENGGARA

Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan

PENDAHULUAN

Hakikat ajaran Islam terdiri dua ajaran pokok, pertama ajaran

Islam yang absolut dan permanen, kedua ajaran Islam yang bersifat

relatif dan tidak permanen. Ajaran Islam yang bersifat absolut tidak

memungkinkan adanya analogi dan pembaruan karena ajaran tersebut

bersifat abadi dan ta‟abbudi. Sedangkan ajaran Islam yang bersifat relatif

memungkinkan adanya perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.

Salah satu ajaran Islam yang bersifat relatif itu adalah ajaran Islam dalam

bidang hukum.

Hukum Islam dalam pengertian inilah yang memberi

kemungkinan epistemologi bahwa setiap wilayah yang dihuni umat

Islam dapat menerapkan hukum secara berbeda-beda. Kenyataan ini

tercermin pada kecenderungan sistem hukum di negara-negara muslim

dewasa ini. Hal ini bukan saja karena sistem politik yang dianut,

melainkan juga oleh faktor sejarah, sosiologi dan kultur dari masing-

masing negara tersebut.

Penerapan hukum Islam di berbagai negara yang berpenduduk

muslim mempunyai corak serta sistem yang saling berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Di negara yang mayoritas penduduknya beragama

Islam mempunyai nuansa yang berbeda dengan negara yang relatif

berimbang pada setiap pemeluknya, misalnya negara tersebut memiliki

pluralitas agama, dominasi penguasa atau political will (kemauan politik)

Page 29: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

29

juga amat berpengaruh terhadap kebijaksanaan hukum suatu negara.

Karenanya implementasi hukum Islam di negara-negara muslim bukan

hanya terletak pada seberapa banyak penganut Islam tetapi juga

ditentukan oleh sistem yang dikembangkan oleh negara tersebut.

Malaysia merupakan salah satu negara yang mempunyai posisi

cukup penting di dunia Islam karena kiprah keislamannya. Berbagai

proses Islamisasi di negeri jiran ini tentu tidak terjadi begitu saja,

melainkan didahului oleh pencarian dan pergulatan yang panjang,

meskipun penduduknya tidak sebanyak penduduk di Indonesia, bahkan

hampir separuh dari keseluruhan warganya adalah non muslim yang

didominasi oleh etnik Cina dan India. Namun demikian, Malaysia telah

tampil di pentas dunia internasional dengan nuansa dan simbol Islam

yang begitu melekat, termasuk dalam membentuk peraturan perundang-

undangan banyak diwarnai oleh nilai-nilai keislaman.

Sebagai bangsa dan negara yang sangat dekat secara geografis,

historis, dan kultural, umat Islam Indonesia perlu mengetahui keberadaan

Malaysia lebih jauh, khususnya dalam penerapan hukum Islam di

Malaysia.

Makalah ini ditujukan untuk mencoba menguraikan hal-hal

singkat tentang perkembangan hukum Islam khususnya hukum keluarga

Islam antara dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia. Tujuannya

adalah untuk mencari kelebihan masing-masing hukum dari kedua

negara, dan pada gilirannya nanti akan dilakukan kerjasama

pembangunan hukum keluarga Islam di Asia Tenggara yang dimulai dari

Indonesia-Malaysia sebagai dua negara serumpun.

Page 30: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

30

Ketua PTA Medan Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H sedang menyampaikan makalah di depan peserta seminar Hukum Islam Dua Negara Indonesia dan Malaysia, bertempat

di Universiti Malaya, Kuala Lumpur Malaysia (doc. PTA Medan).

PENERAPAN HUKUM ISLAM DI MALAYSIA

Izinkan kami bila salah mengutip dan membicarakan penerapan

hukum Islam di Malaysia untuk sekedar membuka cakrawala berpikir

demi perkembangan ilmu pengetahuan.

Upaya melaksanakan hukum Islam dalam bidang ibadah dan

hukum keluarga (perkawinan, perceraian, kewarisan) di negara-negara

Asia Tenggara saat ini merupakan fenomena kultural umat yang latar

belakangnya dapat dilihat dari berbagai segi. Diantaranya ialah bahwa

hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di dalam masyarakat

yang beragama Islam di kawasan Asia Tenggara, karena hukum Islam

berkembang bersamaan dengan masuknya Islam di kawasan ini.

Sebagai hukum yang hidup di tengah-tengah umat Islam, maka

hukum Islam telah menjadi bagian dari kehidupan umat, sehingga

hukum Islam tidak lagi dirasakan sebagai norma-norma hukum yang

dipaksakan dari luar diri masing-masing pemeluknya.

Page 31: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

31

Jika diamati dari kodifikasi, maka implementasi hukum Islam di

Malaysia telah melewati tiga fase, yaitu periode Melayu, penjajahan

Inggris, serta fase kemerdekaan. Kodifikasi hukum paling awal termuat

dalam prasasti Trengganu yang ditulis dalam aksara Jawi, memuat

daftar singkat mengenai sepuluh aturan dan bagi siapa yang

melanggarnya akan mendapat hukuman. Selain kodifikasi hukum

tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu

diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat

Malaka yang memuat aturan hukum perdata dan pidana Islam. Pada fase

penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara berubah.

Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan beberapa

masalah tentang pelanggaran agama. Pada fase awal kemerdekaan

Malaysia, pengaruh serta pakar hukum Inggris masih begitu kuat, namun

di beberapa negara bagian telah diundangkan undang-undang baru

mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan pendasaran konstitusi serta wewenang kepada Majelis

Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari‘ah

Pada dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di

berbagai negara bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasional telah

diadakan di Kedah untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang

berkaitan dengan masalah hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah

komite yang terdiri atas ahli hukum Islam dan anggota bantuan hukum,

kemudian mereka dikirim ke berbagai negara Islam untuk mempelajari

hukum Islam dan penerapannya di negara-negara tersebut. Sebagai

wujud perhatian pemerintah federal kepada hukum Islam, maka pada

saat yang sama dibentuk beberapa komite diantaranya bertujuan untuk

menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang Pengadilan Syari‘ah dan

Page 32: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

32

merekomendasikan pemberian wewenang dan kedudukan yang lebih

besar kepada hakim Pengadilan Syari‘ah, mempertimbangkan suatu

Kitab Undang-Undang Hukum Keluarga Islam yang baru guna

menggantikan yang lama sebagai penyeragaman undang-undang di

negara-negara bagian. Salah satu komite juga mempertimbangkan

proposal adaptasi hukum acara pidana dan perdata bagi Pengadilan

Syari‘ah. Hasilnya, beberapa produk perundang-undangan telah

ditetapkan, antara lain:

1. Administrasi Hukum Islam

a. Undang-Undang Administrasi Pengadilan Kelantan, 1982

b. Undang-Undang Mahkamah Syari‘ah Kedah, 1983

c. Undang-Undang Administrasi Hukum Islam Wilayah

Federal, 1985

2. Hukum Keluarga

a. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Kelantan, 1983

b. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Negeri Sembilan,

1983

c. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Malaka, 1983

d. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Selangor, 1984

e. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Perak ,1984

f. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Kedah, 1984

g. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Wilayah Federal,

1984

h. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Penang, 1985

i. Undang-Undang Hukum Keluarga Islam Trengganu, 1985

j. Acara Pidana

1. Undang-Undang Acara Pidana Islam Kelantan ,1983

Page 33: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

33

2. Undang-Undang Hukum Acara Pidana Islam Wilayah

Federal

3. Acara Perdata

I. Undang-Undang Hukum Acara Perdata Islam

Kelantan 1984

II. Undang-Undang Hukum Acara Perdata Islam

Kedah , 1984.

Pada dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut

persoalan perdata dan ada yang menyangkut persoalan pidana.

Dalam bidang perdata meliputi:

a. Pertunangan, nikah cerai, membatalkan nikah atau

perceraian

b. Memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat

perkara di atas

c. Nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah,

penjagaan dan pemeliharaan anak

d. Pemberian harta wakaf, dan

e. Perkara lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-

undang.

Dalam persoalan pidana mengatur hal sebagai berikut:

a. Penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap

suami,

b. Melakukan hubungan seks yang tidak normal,

c. Penyalah-gunaan minuman keras,

d. Kesalahan terhadap anak angkat, dan

e. Kesalahan-kesalahan lain yang telah diatur lebih jauh

dalam undang-undang.

Page 34: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

34

Walaupun beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di

Malaysia, namun hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar

legislasi dan yudisprudensi. Undang-Undang Hukum Perdata Tahun

1956 menyebutkan, bahwa jika tidak didapatkan hukum tertulis di

Malaysia, Pengadilan Perdata harus mengikuti hukum adat Inggris atau

aturan lain yang sesuai. Dengan demikian hukum Islam hanya berlaku

pada wilayah yang terbatas, yaitu yang berhubungan dengan keluarga

dan pelanggaran agama. Dalam hukum keluarga, pengadilan perdata

tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam kasus hak milik, warisan, serta

pemeliharan anak. Bila terdapat pertentangan antara pengadilan perdata

dan syari‘ah, maka kewenangan peradilan perdata lebih diutamakan.

Melihat kenyataan tersebut di atas, eksistensi hukum Islam di

Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara menyeluruh terhadap

semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih adanya pengaruh

hukum kolonial Inggris yang pernah menjajah Malaysia. Tampaknya

hukum Islam di Malaysia masih membutuhkan penelaahan secara

menyeluruh agar proses legislasi untuk membuat hukum Islam di

Malaysia menjadi efektif.

Pada dasarnya, penerapan hukum Islam di Malaysia belum

berlaku secara menyeluruh terhadap semua penduduk. Hal ini

disebabkan karena adanya beberapa faktor penghambat, yaitu:

1. Adanya pluralisme agama,

2. Adanya pengaruh penjajahan, dan

3. Adanya pengaruh sekularisasi dan modernisasi.

PENERAPAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Di Indonesia perkembangan hukum Islam mengalami berbagai

fase perkembangan, mulai dari masa sebelum dan sesudah penjajahan

Page 35: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

35

Belanda. Masa penjajahan Jepang sampai pada masa setelah Indonesia

Merdeka. Proses sejarah hukum Islam di Indonesia diwarnai benturan

tradisi yang sebelumnya berlaku dan juga dengan kebijakan-kebijakan

politik kenegaraan, serta tindakan-tindakan yang diambil oleh para tokoh

Islam Indonesia terdahulu yang dapat menjadi bahan telaah penting pada

masa datang.

Akar sejarah hukum Islam di kawasan nusantara menurut

sebagian ahli sejarah dimulai pada abad pertama hijriyah, atau pada

sekitar abad ketujuh dan kedelapan masehi. Sebagai gerbang masuk

kawasan nusantara yang dimulai dari kawasan utara pulau Sumatera,

sehingga kawasan itu dijadikan sebagai titik awal gerakan dakwah bagi

para pendatang muslim. Secara perlahan, gerakan dakwah itu kemudian

membentuk masyarakat Islam pertama di Peureulak Aceh Timur.

Berkembangnya komunitas muslim di wilayah itu kemudian diikuti oleh

berdirinya kerajaan Islam pertama di Tanah air, pada abad ketiga belas.

Kerajaan ini dikenal dengan nama Samudera Pasai, di wilayah Aceh

Utara.

Pengaruh dakwah Islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai

wilayah nusantara kemudian menyebabkan beberapa kerajaan Islam

berdiri menyusul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Tidak

jauh dari Aceh berdiri Kesultanan Malaka, lalu di pulau Jawa berdiri

Kesultanan Demak, Mataram dan Cirebon, kemudian di Sulawesi dan

Maluku berdiri Kerajaan Gowa dan Kesultanan Ternate dan Tidore.

Kesultanan-kesultanan tersebut sebagaimana tercatat dalam sejarah itu

tentu saja kemudian menetapkan hukum Islam sebagai hukum positif

yang berlaku. Penetapan hukum Islam sebagai hukum positif di setiap

kesultanan tersebut, tentu saja menguatkan pengamalannya yang

Page 36: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

36

memang telah berkembang di tengah masyarakat muslim masa itu.

Fakta-fakta ini dibuktikan dengan adanya literatur-literatur fiqh yang

ditulis oleh para ulama nusantara sekitar abad 16 dan 17. Kondisi

tersebut terus berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke

kawasan nusantara.

Cikal bakal penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara

dimulai dengan kehadiran organisasi perdagangan Belanda di Hindia

Timur, atau yang lebih dikenal dengan VOC. Sebagai sebuah organisasi

dagang, VOC dapat dikatakan memiliki peran yang melebihi fungsinya.

Hal ini sangat dimungkinkan karena pemerintah kerajaan Belanda

memang menjadikan VOC sebagai perpanjang tangannya di kawasan

Hindia Timur. Karena itu, disamping menjalankan fungsi perdagangan

VOC juga mewakili Kerajaan Belanda dalam menjalankan fungsi-fungsi

pemerintahan. Tentu saja, dengan menggunakan hukum Belanda yang

mereka bawa. Dalam kenyataannya, penggunaan hukum Belanda itu

menemukan kesulitan, ini disebabkan karena penduduk pribumi berat

menerima hukum-hukum yang asing bagi mereka. Akibatnya, VOC pun

membebaskan penduduk pribumi untuk menjalankan apa yang selama ini

telah mereka jalankan.

Kaitannya dengan hukum Islam, dapat dicatat beberapa

kompromi yang dilakukan oleh pihak VOC, yaitu:

1. Dalam Statuta Batavia yang ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC,

dinyatakan bahwa hukum kewarisan Islam berlaku bagi para

pemeluk agama Islam

2. Adanya upaya kompilasi hukum kekeluargaan Islam yang telah

berlaku di tengah masyarakat. Upaya ini diselesaikan pada tahun

1760. Kompilasi ini kemudian dikenal dengan Compendium Freijer.

Page 37: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

37

3. Adanya upaya kompilasi serupa di berbagai wilayah lain, seperti di

Semarang, Cirebon, Gowa dan Bone. Di Semarang, misalnya, hasil

kompilasi itu dikenal dengan nama Kitab Hukum Mogharraer (dari

al-Muharrar). Namun kompilasi yang satu ini memiliki kelebihan

dibanding Compendium Freijer, dimana ia juga memuat kaidah-

kaidah hukum pidana Islam.

Pada pertengahan abad 19, Pemerintah Hindia Belanda

melaksanakan politik hukum yang sadar, yaitu kebijakan yang secara

sadar ingin menata kembali dan mengubah kehidupan hukum di

Indonesia dengan hukum Belanda. Atas dasar nota disampaikan oleh Mr.

Scholten van Oud Haarlem, Pemerintah Belanda menginstruksikan

penggunaan undang-undang agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan

pribumi dalam hal persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama

tidak bertentangan dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui

umum. Klausa terakhir ini kemudian menempatkan hukum Islam di

bawah subordinasi dari hukum Belanda.

Atas dasar teori resepsi yang dikeluarkan oleh Snouck Hurgronje,

pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 kemudian membentuk

komisi untuk meninjau ulang wewenang Pengadilan Agama di Jawa

dalam memeriksa kasus-kasus kewarisan dengan alasan, ia belum

diterima oleh hukum adat setempat. Pada tahun 1925, dilakukan

perubahan terhadap Pasal 134 ayat 2 Indische Staatsregeling yang isinya

sama dengan Pasal 78 Regerringsreglement, yang intinya perkara

perdata sesama muslim akan diselesaikan dengan hakim agama Islam

jika hal itu telah diterima oleh hukum adat dan tidak ditentukan lain oleh

sesuatu ordonasi. Lemahnya posisi hukum Islam ini terus terjadi hingga

Page 38: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

38

menjelang berakhirnya kekuasaan Hindia Belanda di wilayah Indonesia

pada tahun 1942.

Ketika Indonesia di jajah oleh Jepang, pemerintah Jepang tetap

melakukan berbagai kebijakan untuk menarik simpati umat Islam di

Indonesia, antara lain:

1. Janji panglima militer Jepang untuk melindungi dan memajukan

Islam sebagai agama mayoritas penduduk pulau Jawa,

2. Mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama Islam) yang dipimpin

oleh bangsa Indonesia sendiri,

3. Mengizinkan berdirinya ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan

NU,

4. Menyetujui berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia

(Masyumi) pada bulan Oktober 1943,

5. Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang

mendampingi berdirinya PETA, dan

6. Berupaya memenuhi desakan para tokoh Islam untuk

mengembalikan kewenangan Pengadilan Agama dengan meminta

seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan Januari 1944 untuk

menyampaikan laporan tentang hal itu. Namun upaya ini kemudian

dimentahkan oleh Soepomo dengan alasan kompleksitas dan

menundanya hingga Indonesia merdeka.

Dengan demikian, nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi

hukum Islam selama masa pendudukan Jepang di tanah air. Namun

bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih baik daripada

Belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam

dalam mengatur masalah-masalah keagamaan. Abikusno Tjokrosujoso

menyatakan bahwa kebijakan pemerintah Belanda telah memperlemah

Page 39: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

39

posisi Islam. Islam tidak memiliki para pegawai di bidang agama yang

terlatih di masjid-masjid atau pengadilan-pengadilan Islam. Belanda

menjalankan kebijakan politik yang memperlemah posisi Islam. Ketika

pasukan Jepang datang, mereka menyadari bahwa Islam adalah suatu

kekuatan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan.

Hukum Islam di Indonesia pada masa setelah kemerdekaan mulai

berkembang. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang

menteri agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan

Rancangan Undang-Undang Perkawinan Umat Islam dengan dukungan

kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya ini

kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang

mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini

kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya Undang-Undang No.14

Tahun 1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan

peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung. Dengan undang-

undang ini, dengan sendirinya–menurut Hazairin, hukum Islam telah

berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri.

Meskipun kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber

hukum nasional tidak begitu tegas di masa awal orde baru, namun upaya-

upaya untuk mempertegasnya tetap terus dilakukan. Penegasan terhadap

berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika Undang-Undang No. 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama ditetapkan. Hal ini kemudian

disusul dengan usaha-usaha intensif untuk mengompilasikan hukum

Islam di bidang-bidang tertentu. Dan upaya ini membuahkan hasil pada

bulan Februari 1988 Soeharto sebagai Presiden menerima hasil

kompilasi itu, dan menginstruksikan penyebarluasannya kepada Menteri

Agama pada tahun 1991.

Page 40: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

40

Peraturan tentang hukum keluarga Islam di Indenesia terdapat

dalam beberapa undang-undang yang terpisah, antara lain; Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Peraturan Pemerintah No. 9

Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, Undang-Undang Perwakafan, Undang-Undang Pengelolaan

Zakat, dan beberapa peraturan lainnya dan terakhir dengan kodifikasi

hukum Islam yang dinamakan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Pemasalahan hukum Islam yang dapat diselesaikan di Pengadilan

Agama juga sangat terbatas, tidak seluas hukum keluarga Islam di negeri

Pulau Pinang. Di Indonesia, hukum keluarga Islam hanya mengatur

masalah keperdataan dan tidak termasuk masalah pidana terhadap

pelanggaran peraturan keluarga Islam tersebut. Kewenangan Pengadilan

Agama masih sebatas:

1) AHWAL AL SYAKHSHIYAH (Hukum Keluarga) meliputi hal-

hal yang diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989,

kecuali wakaf, hibah dan shadaqah, yaitu:

a. Pencegahan Perkawinan,

b. Penolakan Perkawinan oleh Pejabat Pencatat Nikah (PPN),

c. Pembatalan Perkawinan,

d. Kelalaian atas kewajiban suami atau isteri,

e. Cerai Talak,

f. Cerai Gugat,

g. Harta Bersama,

h. Penguasaan anak,

i. Nafkah anak oleh Ibu karena ayah tidak mampu,

j. Pengesahan anak,

Page 41: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

41

k. Pencabutan kekuasaan orang tua,

l. Hak-hak bekas isteri,

m. Pencabutan kekuasaan wali,

n. Penunjukan wali,

o. Asal Usul anak,

p. Penolakan kawin campuran,

q. Izin kawin,

r. Dispensasi kawin, dan

s. Wali adhol.

2) MUAMALAT (Hukum Perdata) yang meliputi :

a. Jual beli, hutang piutang;

b. Qiradh (Permodalan);

c. Musaqah, muzara‘ah. Mukhabarah (bagi hasil pertaniah);

d. Wakilah (kuasa), Syirkah (perkongsian);

e. Ariyah (pinjam meminjam), hajru (penyitaan harta),

syuf‘ah (hak Langgeh), rahnun (gadai);

f. Ihwalul mawat (pembukaan lahan), ma‘adin (tambang),

luqathah (barang temuan);

g. Perbankan, ijarah (sewa menyewa), takaful;

h. Perburuhan;

i. Wakaf, hibah, shadaqah, dan hadiah.

Setelah melalui perjalanan yang panjang, di era reformasi ini

setidaknya hukum Islam mulai menempati posisinya secara perlahan tapi

pasti. Lahirnya Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber

Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan semakin

membuka peluang lahirnya peraturan perundang-undangan yang

berlandaskan hukum Islam. Terutama pada Pasal 2 ayat 7 yang

Page 42: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

42

menegaskan bahwa peraturan daerah yang didasarkan pada kondisi

khusus dari suatu daerah di Indonesia perlu ditampung, dan peraturan itu

dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat

umum. Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya

kongkrit merealisasikan hukum Islam dalam wujud undang-undang dan

peraturan lainnya telah membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah

satu buktinya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun

Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang

Pelaksanaan Syari‘at Islam. Aturan inipun masih berlaku hanya untuk

daerah Aceh dan belum merambah ke daerah lain. Hal itupun hanya

sebatas pidana ringan meliputi:

1. Hudud yang meliputi:

a. Zina,

b. Menuduh berzina (qadhaf),

c. Mencuri,

d. Merampok,

e. Minuman keras dan napza,

f. Murtad, dan

g. Pemberontakan (bughaat).

2. Qishash/diat yang meliputi:

a. Pembunuhan,

b. Penganiayaan;

3. Ta’zir yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang

melakukan pelanggaran syari‘at selain hudud dan qishash/diat

seperti:

a. Judi,

b. Khalwat, dan

Page 43: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

43

c. Meninggalkan shalat fardhu dan puasa Ramadhan.

Perkembangan baru dari Peradilan Agama di Indonesia adalah di

bawah satu atap dengan semua lembaga peradilan, dimana sebelum

berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman, Peradilan Agama secara administrasi umum berada di

bawah Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) dan teknis

yustisial berada di bahwa Mahkamah Agung RI. Setelah

diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman, kini Peradilan Agama baik secara administrasi umum

maupun teknis yustisial di bawah pembinaan Mahkamah Agung

Republik Indonesia. Termasuk di dalamnya perluasan kewenangan

Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

PENERAPAN HUKUM ISLAM DI ASIA TENGGARA

Dunia Islam mempunyai pengalaman yang sangat beragam

mengenai berbagai upaya yang dilakukan untuk mempertahankan

eksistensi hukum-hukum agamanya, mulai dari yang paling ekstrim kiri

sampai yang ekstrim kanan. Ekstrim kiri yang dimaksud adalah negara-

negara muslim yang sangat kental dengan faham sosialismenya dalam

menerapkan hukum Islam dalam ranah kehidupan negara. Sedangkan

ekstrim kanan merupakan kekuatan Islam yang tumbuh dan berkembang

dengan visi dan misi menerapkan syariat Islam sebagai paradigma

hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga

sistem sosial yang dibangun berlandaskan kepada hukum Islam.

Upaya untuk melaksanakan hukum Islam di berbagai kawasan

yang paling menonjol adalah dalam bidang hukum keluarga. Meskipun

dalam bidang-bidang lain seperti hukum muamalah atau tata

perekonomian yang berdasakan syari‘ah juga sedang diperjuangkan,

Page 44: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

44

hukum pidana Islam (jinayah) serta politik hukum Islam (siyasah

syar‟iyah). Hukum ekonomi Islam mengembangkan sistem ekonomi

yang berdasar syari‘ah, sistem bagi hasil. Hukum pidana Islam (jinayah)

merupakan hukum publik yang berdasarkan syari‘ah Islam.

Politik hukum Islam merupakan strategi dalam memperjuangkan

hukum Islam dan pelaksanaannya melalui sistem hukum dan sistem

peradilan di kawasan tertentu. Di beberapa kawasan yang paling

menonjol adalah dalam bidang hukum keluarga. Sebab hukum keluarga

dirasakan sebagai garda terdepan dalam pembinaan masyarakat muslim

yang diawali dari pembentukan keluarga sakinah. Pembinaan masyarakat

muslim yang paling awal berasal dari keluarga, dengan asumsi bahwa

keluarga yang sejahtera dan berhasil membina seluruh anggotanya akan

memberikan kontibusi kepada kemajuan di tengah masyarakat serta

dalam komunitas yang lebih besar.

Untuk melaksanakan hukum keluarga atau perundang-undangan

hukum perorangan (personal status), maka keberadaan suatu sistem

peradilan merupakan dua sisi dari mata uang, keberadaannya tidak bisa

dipisahkan dari legislasi Islam melalui perundang-undangan dan

pendirian pengadilan.

Di beberapa kawasan untuk menyebutkan sistem peradilan Islam

yang melaksanakan hukum keluarga dengan beraneka nama. Di

Indonesia dengan nama Peradilan Agama, Mahkamah Syari‘ah,

Kerapatan Qadhi, Peradilan Ugama, Raad Agama, Family Court,

Peradilan Surambi, Pristeraad, Majelis Syara‘ dan lain-lain.

Perkembangan hukum Islam di negara modern terutama yang

berhubungan dengan ahwal al-Syakhsiyah (nikah, cerai, rujuk, warisan,

wakaf, hibah dan shadaqah) dapat disebutkan sebagai format baru yang

Page 45: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

45

mengakomodasikan gagasan-gagasan pembaharuan pemikiran hukum

Islam yang relatif fenomenal.

Yordania, misalnya merumuskan Jordanian Law of Family Right

tahun 1951, Syiria dengan Syirian Law of Personal Status tahun 1953,

Maroko mengundangkan Family Law of Marocco tahun 1957, Pakistan

dengan Family Law of Pakistan pada tahun 1955, Irak mengundangkan

Law of Personal Status for Iraq tahun 1955, Tunisia dengan Code of

Personal Status tahun 1957 dan Sudan dengan Sudan Family Law tahun

1960 .

Beberapa hal yang baru pada waktu itu dalam hukum

perkawinan, meliputi pencatatan perkawinan, pembatasan usia

perkawinan, persetujuan kedua calon mempelai, izin poligami,

perceraian harus dilakukan di depan sidang pengadilan, dan tindakan

hukum yang merupakan upaya untuk mewujudkan perkawinan dengan

segala akibatnya. Hal baru dalam hukum keluarga tersebut dapat dilihat

dari keberanjakannya dari hukum fikih menuju hukum positif yang

berupa perundang-undangan di negara muslim tersebut.

Di Mesir yurisdiksi peradilan mulai 1874 telah menerima

yurisdiksi atas kasus-kasus sipil dan komersial antara orang Mesir dan

orang-orang asing, antara orang asing yang mempunyai kebangsaan

berbeda, atau ketika kepentingan asing terlibat di dalamnya. Pengadilan

nasional Mesir yang diorganisasi pada 1884, berfungsi seiring dengan

pengadilan campuran. Masalah status personal tetap dilimpahkan kepada

pengadilan syariat. Pemerintah melakukan pengaturan organisasi

pengadilan syariat dan kualifikasi para hakimnya. Untuk itu pemerintah

membangun sekolah baru untuk pendidikan dan pelatihan hakim pada

tahun 1907. Sementara itu, berbagai pengadilan millah tetap

Page 46: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

46

dipertahankan hidup. Pengadilan ini mempunyai yurisdiksi guna

melayani kasus-kasus yang berhubungan dengan komunitas religius non-

muslim sebagai forum untuk menyelesaikan perselisihan status personal

mereka dan ini berada di luar pengaturan negara. Tetapi baru tahun 1955

Mesir menyatukan sistem peradilannya, yang meletakkan semua perkara

hukum di bawah kewenangan pengadilan nasional. Akan tetapi, dalam

kasus-kasus status personal hukum yang diberlakukan masih ditunjukkan

oleh afiliasi religius pihak-pihak yang berselisih.

Dari Undang-Undang Dasar Republik Arab Mesir tahun 1980

disimpulkan bahwa Mesir adalah negara sosialis demokratis. Islam

merupakan agama negara, prinsip-prinsip hukum Islam merupakan salah

satu sumber utama hukum. Sistem hukum di Mesir dalam bidang-bidang

tertentu seperti perkawinan, pembagian warisan dan perwakafan masih

berlaku hukum Islam cukup utuh, sedangkan bidang-bidang perdata yang

lain dan pidana, prinsip hukum Islam hanya merupakan salah satu

sumber utama hukum disamping sumber-sumber yang lain termasuk

hukum barat .

Di Turki, yurisdiksi yang berhubungan dengan hukum keluarga

(ahwal asy syahsiyah) menjadi yurisdiksi Mahkamah Syari‘ah. Materi

hukum tersebut diambil dari Majjalat al Ahkam al „Adliyah sebagai

hukum materil.

Umat Islam di Singapura berusaha keras mendekati

pemerintah agar mengesahkan suatu undang-undang yang mengatur

hukum personal dan keluarga Islam. Upaya telah ditempuh melalui

perwakilan, baik perorangan maupun melalui organisasi muslim, yang

bekerja selama bertahun-tahun dan baru tahun 1966 pemerintah

mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Parlemen dan menerima

Page 47: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

47

Undang-Undang Administrasi Hukum Islam (the Administration of

Muslim Law Act 1966). Sebelum rancangan undang-undang tersebut

diterima, umat Islam dari berbagai mazhab diberi kesempatan untuk

membuat perwakilan dan diminta untuk menghadap Komite Pemilihan

Parlemen untuk mengungkapkan pandangannya terhadap undang-

undang tersebut. Setelah rancangan tersebut diterima dan Undang-

Undang Administrasi Hukum Islam 1966 diberlakukan, kemudian

mengalami beberapa kali amandemen sesuai yang diajukan oleh Dewan

Agama Islam dan selanjutnya ditambahkan ordonansi yang di dalamnya

terdapat Undang-Undang Administrasi Hukum Islam sebagai upaya

pengundangan hukum Islam dalam memberikan ruang gerak yang

fleksibel untuk penerapan hukum syariat.

Di Thailand, kodifikasi syariah yang sistematis telah dimulai

sejak tahun empat puluhan untuk diterapkan dalam masyarakat Islam di

empat provinsi Selatan Thailand. Kodifikasi sekarang telah tercakup

dalam Undang-Undang Sipil Thailand yang berkenaan dengan keluarga

dan warisan, dimana kandungan syariahnya bersifat inklusif mengadili

kasus di antara umat Islam. Seluruh sistem berkaitan langsung dengan

mazhab Syafi‘i, karena mayoritas masyarakat muslim Thai menganut

mazhab ini. Pertentangan antara orang Islam yang menganut mazhab

yang berbeda tidak dapat diselesaikan dengan sistem peradilan yang ada

karena yang digunakan hanyalah yang telah sah dikodifikasikan. Sampai

kini kodifikasi syariah yang ada beserta administrasinya tidak pernah

ditinjau ulang.

Dalam Konstitusi Filipina, wewenang untuk mendefinisikan,

menjabarkan, dan membagi yurisdiksi berbagai pengadilan terletak pada

Dewan Nasional. Dalam Kitab Undang-Undang Perorangan Islam di

Page 48: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

48

Filipina yang disebutkan bahwa Pengadilan Islam Daerah dan

Pengadilan Keliling Islam diatur melalui prosedur khusus yang dapat

dikeluarkan Mahkamah Agung. Dalam rangka memberikan batasan yang

jelas, Mahkamah Agung mengeluarkan aturan prosedur khusus dalam

Pengadilan Islam (Ijra-at al-Mahkum al-Syari‟ah) yang disahkan oleh

Mahkamah Agung Filipina pada tanggal 20 September 1985

Ketua PTA Medan, Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H, memberikan cinderamata kepada Rektor Universiti Malaya (doc. PTA Medan).

PENUTUP

Perkembangan hukum Islam di beberapa negara Islam Asia

Tenggara mengalami perkembangan yang luar biasa melintasi struktur

kebijakan negara dan komunitas yang ada di dalamnya bila dibandingkan

dengan era tahun 80-an. Demikian juga halnya negara serumpun

Malaysia dan Indonesia.

Sekalipun demikian, bilamana dibandingkan hukum keluarga

Islam antara Indonesia-Malaysia masih terlihat menempuh jalan

Page 49: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

49

kompromi antara syari‘ah dan hukum sekuler. Sedangkan kesamaan

pembaruan hukum keluarga merupakan upaya untuk mengatur sistem

hukum keluarga yang lebih manusiawi sejalan dengan tujuan syari‘ah

agar kehidupan di dunia ini lebih lestari dan membawa kebahagiaan bagi

umat manusia, serta menjaga nilai-nilai secara baik di tengah

masyarakat.

Di samping itu, ada masalah yang perlu dicermati dalam

menyelesaikan hukum keluarga Islam lintas negara yang sangat dibatasi

oleh peraturan perundang-undangan berbeda yang tentunya memiliki

cara yang berbeda pula.

Kita ambil contoh bahwa seorang wanita muslim Indonesia,

menikah di negara Indonesia dengan lelaki muslim Malaysia, kemudian

beberapa tahun kemudian mereka bertempat tinggal cukup lama di

Malaysia. Setelah terjadi kemelut rumah tangga, perempuan Indonesia

kembali ke tanah airnya dan lelaki Malaysia tetap tinggal di negara

Malaysia. Ketidak-akuran rumah tangga menyebabkan mereka harus

berpisah. Problema timbul dalam menyelesaikan perceraian, yaitu:

1. Siapa yang mempunyai inisiatif mengajukan perceraian?

2. Dimana harus mengajukan perceraian bila diukur dengan aturan

domisili atau kewarganegaraan?

3. Dapatkah lelaki Malaysia mengajukan perceraian di tempat isterinya

di Indonesia? Atau dapatkan isteri Indonesia mengajukan

perceraiannya di Malaysia?

Kita ambil contoh yang lain. Orang-orang Melayu di Sumatera

Utara dan Pesisir Sumatera kerap kali mempunyai sanak keluarga

dengan orang-orang Malaysia. Permasalahan muncul dalam

menyelesaikan sengketa warisan dalam hal mana objek perkaranya

Page 50: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

50

berada di salah satu negara. Atau di Malaysia ada harta dan di Indonesia

juga ada hartanya. Permasalahan muncul dalam menyelesaikan perkara:

1. Bila orang Malaysia yang berinisiatif mengajukan pembagian

warisan, ke Pengadilan mana mereka ajukan?

2. Bagaimana pula cara mengeksekusi putusan Malaysia yang objeknya

ada di Indonesia atau sebaliknya?

Dan masih banyak lagi contoh yang dapat diutarakan mengingat

Indonesia Malaysia adalah negara serumpun yang kerap kali masih ada

tautan kewarisan satu sama lain atau menjadi kerabat semenda yang

memerlukan pemecahan hukum keluarga.

Untuk itu, bila kita sepakat, Mahkamah Agung Republik

Indonesia dan Jabatan Kehakiman di Malaysia, dapat melakukan

kerjasama di bidang hukum keluarga Islam untuk menyelesaikan dua

contoh di atas. Bila tidak berlebihan, kerjasama ini dibangun antara

sesama negara Asia Tenggara yang diistilahkan Asia Islamic Family

Law Assosiation (AIFLA). Kerjasama tersebut mungkin saja dapat

terwujud asalkan kita mempunyai sudut pandang yang sama untuk

membangun suatu komunitas Islam majemuk dan cara menyelesaikan

sengketa. Semoga hukum keluarga Islam dapat bersatu mengikuti

iringan hukum perdata lainnya yang telah dipadu dan dipandu melewati

batas-batas negara. Amin.****

Page 51: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

51

NILAI – NILAI SYARI’AT ISLAM

DALAM PENDIDIKAN KELUARGA

Prof. Dr. H. A. Hamid Sarong, S.H,.M.H Guru Besar Hukum Islam IAIN Ar-Raniry Aceh

A. PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ISLAM

Subtansi pendidikan keluarga dalam perspektif Islam mengacu

pada Al-Qur'an yang artinya: "Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah

adalah Allah menjadikan kamu dari diri kamu berpasang-pasangan

supaya kamu menjadi tenteram dengannya,dan Allah telah menjadikan

diantara kamu cinta dan kasih sayang, sesungguhnya pada yang

demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang

berfikir." (QS.Ar-Rum : 21).

Konsep awal pembinaan keluarga dalam perspektif Islam ada

pada dua kata kunci ayat di atas yaitu, Mawaddah dan Ar-

Rahmah/Rahman untuk mencapai keluarga yang sakinah (nyaman).

Mawaddah Artinya saling mencintai antara suami istri (to love each

other).

Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur‘an mengutip

penafsiran mawaddah dari pakar Al-Qur‘an Ibrahim Al-Biqai‘ (1480),

adalah: ‖Kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak yang

buruk.‖ Dia adalah cinta plus, bukankah yang mencintai sesekali

hatinya kesal sehingga cintanya pudar bahkan putus. Tetapi yang

bersemi dalam hati mawaddah, tidak lagi akan memutuskan hubungan

seperti yang bisa terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan

karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga

pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan

batin (1996 : 209).

Page 52: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

52

Sementara itu, arti rahmah/rahman adalah kasih sayang, saling

memberi dan menerima, saling merajut kasih sayang antara suami dan

istri dalam keluarga (relive from suffering thorout sympaty,to show

human understanding from one another,love and respect one another).

Rahmah merupakan anugerah Allah Swt, yang harus dijaga dan

dipupuk terus-menerus dalam kehidupan sebuah keluarga, karena

dengan munculnya kasih sayang yang tulus dengan sendirinya akan

timbul sifat-sifat yang lain seperti tolong menolong, menghargai, saling

memberi dan menerima, saling percaya, empati, jujur, qanaah, ikhlas,

dan sebagainya. Selanjutnya dari sini pula muncul sifat saling

memenuhi kebutuhan jiwa yang merupakan ujung tombak

keharmonisan sebuah keluarga.

Prof. Dr. H. A. Hamid Sarong,S.H, M.H Guru Besar Hukum Islam IAIN Ar-Raniry Aceh sedang menyampaikan makalah di depan peserta seminar.

Page 53: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

53

1. Peran pendidikan keluarga

Pada saat arus globalisasi sedang melanda seluruh sisi kehidupan

anak manusia di muka Bumi ini, peran pendidikan keluarga menjadi

sangat penting sekaligus sangat rumit menghadapinya, jika tidak ada

landasan konsep pendidikan Islam yang mampu mengatasi pengaruh

modernisasi dengan iman dan akhlaqul karimah.

Dalam suatu struktur masyarakat Islam, pendidikan keluarga

merupakan basis yang sangat penting karena keluarga telah diakui

sebagai suatu unit pendidikan sosial utama dalam menjalankan perintah

dan larangan Allah Swt, sebagaimana firman Allah Swt yang artinya:

"Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai

Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan

mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim : 6).

Lebih dari itu lagi, keutamaan pendidikan keluarga tidak hanya

untuk kepentingan individu, tapi juga sangat berpengaruh terhadap

kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Made Pidata (2000:19), ―Pendidikan keluarga

dipandang sebagai pendidikan pertama karena bayi atau anak itu

pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat

pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang

sebagai peletak pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidikan

perlu bertindak hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak

bisa memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-

perkembangan berikutnya‖.

Page 54: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

54

Dengan demikian jelaslah, bahwa keluarga merupakan salah satu

pusat pendidikan yang sangat menentukan alam kelangsungan hidup

anak, disamping dua pusat pendidikan lainnya, yaitu sekolah dan

lingkungan masyarakat yang juga sangat memberi pengaruh yang

sangat besar terhadap perkembangan pribadi seseorang.

Pada kurun waktu yang sangat dinamis saat ini, ditambah dengan

arus teknologi komunikasi yang tanpa batas, peran orang tua dalam

keluarga menjadi sangat tinggi dan ditentukan oleh tugas dan tanggung

jawab bersama.

Selanjutnya Sahal Mahfudh (2004) menegaskan, bahwa masalah

pendidikan anak misalnya, memerlukan fasilitas dan sarana yang

makin luas. Beban orang tua untuk itu makin terasa. Tuntutan

kesehatan anak agar jadi manusia produktif, sehat jasmani dan rohani

cukup menarik perhatian. Pengetahuan dan pengalaman agama serta

akhlak anak cenderung melemah, hingga perlu pengawasan ketat.

Semua orang tua tentu sangat menginginkan hasil pendidikan

yang dijalankan dalam institusi keluarga anaknya punya kualitas hidup

dalam rangka menunjang tercapainya kebahagian hidup dunia dan

akhirat. Kualitas hidup seseorang pada dasarnya sangat ditentukan

oleh potensi diri yang dimiliki oleh seorang anak, yakni potensi akal

dan fisik. Potensi akal selanjutnya secara bertahap, berkembang

menjadi potensi ilmu pengetahuan dan kemampuan rasionalitas

lainnya. Sementara potensi fisik secara bertahap juga berkembang

menjadi potensi keterampilan etos kerja dan semangat kerja yang

prima.

Page 55: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

55

Dalam Al-Qur‘an, potensi diformulasikan secara singkat dalam

kalimat Qawiyyun atu makinun yang berarti punya Quwwah (potensi)

atau makanah (ketangguhan) (Sahal Mahfudh, 2004 : 60).

Quraish shihab dalam bukunya membumikan Al-Qur‘an,

merincikan potensi yang diberikan Allah Swt kepada manusia menjadi

empat daya:

a. Daya tubuh, yang mengantar manusia berkekuatan fisik.

Berfungsinya organ tubuh dan panca indra berasal dari daya ini.

b. Daya hidup, yang menjadikannya memiliki kemampuan

mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan

serta mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan.

c. Daya akal, yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan

dan teknologi.

d. Daya kalbu, yang memungkinkannya bermoral, merasa

keindahan, kelezatan iman dan kehadiran Allah. Dari daya

inilah institusi dan indra keenam (2007: 439).

Empat potensi dasar di atas merupakan karunia Allah Swt kepada

anak manusia yang harus dipelihara, dibina dan dikembangkan sampai

mencapai puncaknya insan kamil yang memiliki pribadi yang teguh

imannya kepada Allah Swt, berakhlak mulia, cerdas intelegensi dan

emosinya, memiliki kesalehan sosial, serta memiliki kesehatan fisik

yang prima guna memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sebagaimana

firman Allah Swt yang artinya: "Barang siapa yang mengerjakan amal

saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan ia beriman,

maka pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan dengan pahala

yang lebih baik, dan akan kami berikan balasan dengan pahala yang

lebih baik dari apa yang telah kerjakan." (QS. An-Nahl : 97).

Page 56: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

56

2. Titipan Allah Swt

Anak merupakan salah satu titipan Allah Swt kepada orang

tuanya, titipan atau amanah ini menjadi tanggung jawab orang tua yang

tidak boleh diabaikan. Segala kebutuhan lahir dan batinnya harus dapat

dipenuhi guna memperoleh kepribadian yang baik, sehat lahir batinnya,

prima kehidupannya sehingga bermanfaat kepada orang lain. Firman

Allah Swt yang artinya: "Hai orang-orang beriman janganlah kamu

mengkhianati Allah dan Rasul, jangan pula harus dituntun sedangkan

kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang

kamu mengetahui." (QS. Al-Anfal : 27).

Anak yang di amanahkan Allah Swt harus dituntun secara

berkesinambungan dengan keimanan. Percaya kepada keesaan Allah

Swt sebagai penciptanya. Untuk ini pendidikan agama harus menjadi

prioritas dalam pendidikan keluarga untuk mencapai kebahagian hidup

dunia dan akhirat.

Zakiah Dradjat mengemukakan bahwa agama memberikan

bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya sampai dengan yang

sebesar-besarnya, mulai dari hidup pribadi keluarga, masyarakat dan

hubungannya dengan Allah, bahkan dengan alam semesta dan mahluk

hidup yang lain. Jika bimbingan dijalankan dengan betul-betul, akan

terjaminlah kebahagiaan dan ketenteraman batin dalam hidup ini.

Anak yang dibesarkan dengan bimbingan agama secara terus-

menerus, dicintai dengan sepenuh hati akan membuai dirinya merasa

kebutuhan jiwanya terpenuhi, sehingga dia memungkinkan memiliki

kepribadian yang seimbang tanpa mengalami kegoncangan-

kegoncangan dan bentuk-bentuk tekanan batin lainya.

Page 57: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

57

Prof. Dr. H.A. Hamid Sarong, S.H, M.H dan Drs. H. Purwosusilo, S.H M.H, sedang berdiskusi tentang perubahan hukum keluarga di Indonesia bersama dengan para Hakim PA dan delegasi

short course mandiri (doc. PTA Medan).

B. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM

MENDIDIK ANAK

1. Keagamaan

Berbicara masalah keagamaan berarti membicarakan masalah

fitrah itu sendiri. Allah Swt berfirman yang artinya: "Maka

hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Islam, sesuai fitrah

Allah, disebabkan dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.

Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, itulah agama yang lurus

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Rum : 30).

Maksud fitrah dalam ayat di atas adalah ciptaan Allah Swt.

Manusia diciptakan Allah Swt mempunyai naluri beragama yaitu

tauhid. Jika manusia yang tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah

wajar.

Rasulullah Saw bersabda tentang fitrah manusia: ‖Setiap anak

dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), hanya saja kedua orangtuanya

Page 58: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

58

(lingkungan) yang menjadi yahudi, nasrani atau majusi.‖ (Hadist

Riwayat Bukhari).

Dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami bahwa sejak asal

kejadiannya, manusia sudah dibekali potensi agama yang lurus, yakni

agama tauhid. Selanjutnya yang membuat anak menyimpang adalah

tergantung pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya, disamping

juga pengaruh lingkungan sekitar.

2. Perlindungan

Sebagaimana telah dimaklumi bersama, anak adalah anugerah

dan amanah Allah Swt yang secara sistematis merupkan generasi masa

depan bangsa dan negara, maka sejak dini bahkan sejak dalam

kandungan dia membutuhkan perlindungan dari orang-orang

sekitarnya, yaitu orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Perlindungan yang melekat padanya adalah untuk memperoleh

kehidupan yang layak, kesempatan untuk tumbuh dan berkembang

dengan benar, baik fisik, mental dan spiritualnya, sehingga dia bisa

menjadi manusia yang mandiri.

Al-Qur‘an menjelaskan tentang kehati-hatian dalam mendidik

anak sebagaimana Allah kembali berfirman yang artinya: "Hai orang-

orang yang beriman sesungguhnya diantara istri-istri dan anak-

anakmu ada yang menjadi musuh. Maka berhati-hatilah kamu

terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan kamu santuni serta

ampuni mereka, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah

cobaan bagimu, di sisi Allah pahala yang besar." (QS. At-Taghabun :

14-15).

Page 59: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

59

Dalam surat Al-Munafiqun ayat 9, Allah Swt juga

mengungkapkan tentang memberikan perhatian kepada anak, yang

artinya: ‖Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu

dan anak-anakmu memalingkan kamu dari mengingat Allah. Dan

barang siapa berbuat demikian maka itulah orang-orang yang rugi".

3. Kasih Sayang

Rasa kasih sayang merupakan kebutuhan jiwa yang sangat

memberi pengaruh terhadap kesehatan jiwa seorang anak karena

memupuk kasih sayang dengan memakai acuan kesalingan, dipastikan

seseorang anak akan terlindungi jiwanya dari kecemasan psikologis

yang akan membuat jiwanya tidak sehat.

Memupuk rasa kesalingan seperti saling sayang menyayang,

saling menghargai, saling simpati, saling memberi dan menerima, dan

saling kagum mengagumi satu sama lain dalam keluarga. Ada bentuk

sifat-sifat mulia yang timbul dari orang-orang yang memiliki akhlakqul

karimah, budi pekerti mulia, moralitas yang tinggi, pertanda dia

memiliki kecerdasan emosi dan spritual yang baik.

Sifat-sifat mulia dimaksud harus diaktualisasikan dalam

kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan guna meraih

kehidupan yang menyenangkan. Konon lagi, ketika seseorang sudah

masuk dalam instituti keluarga, rasa kehilangan tersebut di atas mutlak

sangat dibutuhkan.

Telaah lebih lanjut tentang fungsi kasih sayang adalah mampu

memelihara kolaborasi kebaikan dalam berbagai sisi secara integral,

sehingga dapat menciptakan kepribadian yang mulia. Kolaborasi

dimaksud antara lain adalah aspek iman, pendidikan, etika, akal, dan

rasa.

Page 60: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

60

Fungsi dasar syari‘at Islam adalah mengalihkan semua kekuatan

jiwa ke atas yang akan dapat membantu jiwa untuk meraih kebahagiaan

(Sachiko Murata, 381 : 1996).

Disisi lain, Ali Al-Qadi (1990:146) menyatakan bahwa manusia

hidup dalam suatu masyarakat itu saling pengaruh-mempengaruhi.

Tidak mungkin hidup bahagia kecuali ia mengadakan hubungan baik

dengan masyarakat atas dasar tolong-menolong, saling mengerti dan

rela.

C. PROSES PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

Proses pendidikan dalam sebuah keluarga sangat ditentukan oleh

nilai-nilai hidup yang dianut dalam masyarakat dan dipengaruhi juga

oleh sistem hidup yang terpola dalam suatu masyarakat. Kelangsungan

hidup masyarakat secara berkesinambungan dipastikan harus berlanjut

bersama-sama dengan rekan-rekannya. Sebab, manusia tidak mungkin

hidup sendiri tanpa ditemani oleh sesamanya, dia memiliki naluri untuk

senantiasa hidup berkawan dalam sebuah kekeluargaan. Soerjono

Soekanto dalam buku sosiologi keluarga menyebutkan bahwa,

‖…Naluri untuk hidup berkawan itu lazim dinamakan Gregarios

Instinct yang ada pada manusia normal sejak ia dilahirkan.Teman hidup

diperlukan manusia, oleh karena itu tidak dilengkapi dengan sarana

mental dan fisik untuk dapat hidup sendiri‖.

Masyarakat Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hidup dan

sistem hidup yang terpola melalui dua bentuk hubungan yaitu:

1. Hablum Minallah = hubungan manusia dengan Allah Swt

2. Hablum Minannas = hubungan antar manusia.

Implementasi dua bentuk hubungan tersebut, tercakup dalam

sistem kekeluargaan masyarakat Islam secara keseluruhan. Sistem

dimaksud adalah keseluruhan nilai-nilai, norma, sopan santun, sikap,

Page 61: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

61

harapan-harapan dan tujuan. Keseluruhan sistem ini juga dibingkai

dalam format syari‘at Islam, yakni aqidah, ibadah, dan akhlaqul

karimah. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa sikap hidup seorang

muslim terfokus pada keyakinan tersebut sehingga hampir dalam

semua gerak kehidupan, mereka terikat oleh ajaran syari‘at Islam dalam

arti luas, yaitu menyangkut bidang akidah dan bidang fikih.

PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

Setiap orang tua pasti mendambakan anak yang saleh, taat

beribadah, menjalin hubungan yang baik dengan Allah Swt dan

manusia (hablun minallah dan habllun minas nas) serta berbuat kepada

orang tua.

Sementara, semua pendidikan mengharapkan anak didiknya

mampu menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan kepadanya.

Demikian pula masyarakat sangat mendambakan kehadiran anggota

masyarakatnya terdidik, sehingga mampu mewujudkan lingkungan

yang maju dan damai serta sejahtera.

Tiga dimensi di atas, yakni orang tua (keluarga), sekolah (guru)

dan masyarakat (lingkungan), dalam dunia pendidikan disebut dengan

tri pusat pendidikan. Ketiga dimensi ini harus saling mendukung karena

sesungguhnya untuk mencapai keberhasilan pendidikan anak, sangat

tergantung dengan harmonisnya hubungan tiga media pendidikan

dimaksud.

Dalam Al-Qur‘an disebut bahwa anak adalah titipan Allah Swt

kepada ibu bapak nya. Segala kebutuhannya harus dapat dipenuhi, baik

kebutuhan fisik maupun kebutuhan rohani.

Page 62: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

62

Orang tua sejak kecil perlu mendidik jiwa raga anak dengan

tuntunan agama sebagaimana pendapat seorang ahli jiwa Zakiah

Dradjat sebagai berikut:

Allah memberi bimbingan hidup dari yang sekecil-kecilnya

sampai yang sebesar-besarnya, mulai dari hidup pribadi

keluarga,masyarakat dan hubungan dengan Allah,bahkan dengan alam

semesta serta makhluk hidup yang lain. Jika bimbingan tersebut

dijalankan dengan benar, akan terjaminnya kebahagian dan

ketentraman batin dalam diri ini.

Seorang anak sejak dilahirkan telah dibekali dengan jiwa yang

fitrah (suci). Fitrah tersebut tidak hilang, namun dalam perkembangan

sangat dipengaruhi oleh pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan

pendidikan lingkungannya untuk mengabdi dan bertakwa kepada Allah

Swt.

Metode pendidikan anak antara lain :

1. Metode pendidikan‟ibrah (melalui perenungan dan tafakkut dari

tanda-tanda kekuasaan Allah),

2. Metode mau‟idhah (nasehat),

3. Metode takzir (peringatan) sangat mungkin,

4. Metode targib (dengan janji yang disertai bujukan sehingga

membuat anak senang terhadap kebaikan),

5. Metode tarhib (menyampaikan nama Allah kepada orang-orang

yang ingkar terhadap perintah-Nya),

6. Metode pendidikan historis (kisah-kisah masa lalu dari kehidupan

para Nabi),

7. Metode perumpamaan yang memiliki nilai-nilai moral, dan

8. Metode diskusi.

Page 63: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

63

Metode-metode di atas sangat mungkin dilaksanakan dalam

kehidupan sehari-hari dengan tetap memperhatikan penyesuaian

dengan karakteristik anak, sebab setiap anak, berbeda cara

menghadapinya (individual differences).****

Page 64: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

64

PENDAFTARAN /PENGESAHAN PERNIKAHAN

MENGIKUT UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM

DI MALAYSIA

Prof. Dr. RAIHANAH ABDULLAH

Pengarah Pusat Dialog Peradaban dan Jabatan Syariah dan Undang-Undang Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya

BUNG MOKTAR DIHUKUM PENJARA

KUALA LUMPUR 19 Mei - Secara tiba-tiba, suasana di dalam

dewan Mahkamah Rendah Syariah Gombak Timur, dekat sini

hari ini bertukar menjadi senyap dan sunyi.

Semuanya berpunca daripada keputusan Hakim Syarie, Wan

Mahyuddin Wan Muhammad yang menjatuhkan hukuman

penjara sebulan terhadap Ahli Parlimen Kinabatangan,

Datuk Bung Moktar Radin.

Dengan keputusan itu, Bung Moktar menjadi ahli Parlimen

pertama di negara ini yang dihukum penjara atas kesalahan

berpoligami tanpa kebenaran mahkamah.

Isteri keduanya, pelakon Zizie Izette yang duduk di sebelah

Bung Moktar, kelihatan terkejut dan terus memandang ke arah

suaminya sebaik mendengar keputusan itu.

Zizie atau nama penuhnya, Zizie Izette A. Samad pula didenda

RM1,000 atau penjara sebulan bagi kesalahan yang sama.

'Tertuduh merupakan seorang ahli Parlimen yang terlibat dalam

meluluskan sesuatu undang-undang. Beliau seharusnya

menghormati dan mendukung undang-undang tersebut tidak

kira undang-undang sivil atau syariah.

Page 65: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

65

''Tertuduh wanita pula seorang pelakon wanita Muslim yang

menjadi idola dan ikutan.

''Sekiranya kedua-dua mereka tidak boleh mengikut undang-

undang, ia menunjukkan seolah-olah undang-undang syariah

boleh dipermainkan oleh mereka yang berpengaruh dan

berkepentingan,'' katanya.

Pada pro-siding hari ini, hakim syarie tersebut turut mendenda

RM1,000 atau penjara enam bulan ke atas enam individu

termasuk pelakon wanita itu kerana bersubahat dengan Bung

Moktar yang berpoligami tanpa kebenaran.

Prof. Dr. Raihanah Abdullah menyampaikan Makalah dengan Judul“Pendaftaran/ Pengesahan

Pernikahan Mengikuti Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia” (Foto.PTA Medan).

BUNG MOKTAR TERLEPAS HUKUMAN PENJARA

SHAH ALAM 11 Ogos 2010 - Ahli Parlimen Kinabatangan,

Datuk Bung Moktar Radin terlepas dari penjara da hukuman

selama sebulan bagi kesalahan berpoligami tanpa kebenaran

selepas rayuannya untuk mengetepikan hukuman itu diterima

oleh Mahkamah Tinggi Syariah di sini hari ini.

Page 66: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

66

Ketua Hakim Syarie Selangor, Mukhyuddin Ibrahim

bagaimanapun menggantikan hukuman tersebut dengan denda

RM1,000 atau penjara enam bulan jika denda berkenaan

gagal dijelaskan.

Zizie pula didenda RM2,000 atau penjara tujuh bulan atas

dua tuduhan bernikah tanpa kebenaran pendaftar dan

bersubahat dengan suaminya itu berpoligami tanpa

kebenaran mahkamah.

Pasangan itu bernikah di sebuah rumah beralamat No. 12,

Jalan TC 2B/3, Cemerlang Heights, Taman Melati, Gombak

pada pukul 8.50 malam, 16 Disember lalu.

Namun begitu, Mahkamah Tinggi Syariah Kuala Lumpur pada

12 Jun lalu memutuskan pernikahan pasangan itu yang

berlangsung pada 9 Jun lepas di rumah Zizie di No. 6, Jalan

Setiawangsa 6, Taman Setiawangsa di ibu negara adalah sah

dan memerintahkan ia didaftarkan.

KEPERLUAN PERKAHWINAN

Di Malaysia, selain dari memenuhi rukun dan syarat-syarat

perkahwinan sebagaimana yang ditetapkan dalam Hukum Syarak,

seseorang yang akan berkahwin perlu memenuhi beberapa keperluan

lain dan mengikut prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang

Keluarga Islam.

Keperluan-keperluan lain adalah had umur minimum untuk

berkahwin dan persetujuan pengantin perempuan

PROSEDUR PERKAHWINAN

Permohonan kebenaran perkahwinan – dokumen yang perlu

adalah kad pengenalan, kad pengenalan saksi, surat akuan

Page 67: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

67

bujang atau anak dara, sijil pra perkahwinan, ujian saringan

HIV (HIV screening test)

Akad nikah dijalankan oleh orang yg berkelayakan menjalankan

akad nikah

Pendaftaran Perkahwinan–surat akuan nikah yang tercatat

butir2 peribadi pasangan dan akuan lafaz ta‘liq.

Walaubagaimanapun banyak terdapat kes-kes di mana pasangan

yang akan berkahwin tidak mengikut peraturan yang telah

ditetapkan.

Perkahwinan sebegini sering dipanggil sebagai nikah sindiket

(Syndicate marriage) atau kahwin lari.

NIKAH SINDIKET DAN KAHWIN LARI

Seseorang yang tidak ditauliahkan oleh Jabatan Agama untuk

mengakadnikahkan pasangan suami dan isteri tanpa mengikut

prosedur dan proses undang-undang yang ditetapkan.

Orang tersebut menjalankan operasinya secara tersembunyi,

bersendirian atau berkumpulan.

Mereka ini menjalankan operasi dengan menyediakan wali dan

saksi.

Bayaran pernikahan secara sindiket ini lebih mahal dari proses

yang dijalankan oleh Jabatan Agama Islam. – Iaitu antara RM

2000–RM 5000. (IDR 5 juta 500 ribu – IDR 14 juta 500 ribu)

Mereka juga akan mengeluarkan surat nikah palsu.

Tempat operasi adalah di mana-mana kawasan d Malaysia.

Jabatan Agama tidak boleh mendaftarkan pernikahannya

melainkan setelah mendapat pengesahan pernikahan tersebut

dari Mahkamah Syariah.

Page 68: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

68

Sekiranya Mahkamah mendapati pernikahan tersebut tidak sah

di sisi Hukum Syarak maka pasangan suami isteri itu akan

dipisahkan dan mereka perlu mengadakan akad nikah yang lain

untuk mengesahkan perhubungan mereka sebagai suami isteri.

KAHWIN LARI

Perkahwinan tanpa mengikut Undang-undang Keluarga Islam

dan di jalankan di luar negara.

Sekiranya perkahwinan tersebut contohnya di jalankan oleh

Majlis Agama Islam Narathiwat, Thailand (yang telah

mempunyai perjanjian persefahaman dengan Jabatan Agama

Islam di Malaysia) maka apabila kembalinya ke Malaysia,

mereka perlu mengemukakan permohonan pendaftaran.

Mereka akan dikenakan denda sebelum mendaftar perkahwinan

Mereka yang berkahwin tanpa mengikut peraturan undang-

undang tidak boleh mendaftar perkahwinannya melainkan

setelah Mahkamah mengesahkan perkahwinan tersebut dan

penalti telah dikenakan.

Setelah itu, barulah perkahwinan tersebut boleh didaftarkan.

SEBAB-SEBAB PERKAHWINAN TANPA MENGIKUT

PERATURAN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM

Poligami tanpa pengetahun keluarga terutamanya isteri yang

sedia ada.

Hamil di luar pernikahan.

Perkahwinan yang tidak dipersetujui oleh Ibu dan bapa.

Page 69: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

69

KESALAHAN BERHUBUNG DENGAN PROSEDUR DAN

PENDAFTARAN PERKAHWINAN SERTA PENALTI

1. Memaksa seseorang untuk berkahwin sedangkan perkahwinan

tersebut bertentangan dengan kemahuannya.

2. Berpoligami tanpa kebenaran Mahkamah Syariah

3. Seseorang yang berkahwin tidak mengikut Undang-undang

Keluarga Islam seperti:-

a) Berkahwin tidak dihadapan wali

b) Permohonan dan kebenaran perkahwinan tidak diperolehi

4. Seseorang yang mengakadnikahkan sesuatu perkahwinan

sedangkan dia tidak diberi kuasa di bawah Undang-undang

Keluarga Islam.

Bagi semua kesalahan-kesalahan ini, dikenakan hukuman

DENDA tidak melebihi RM 1000 atau PENJARA tidak

melebihi enam bulan atau KEDUA-DUANYA DENDA DAN

PENJARA .

PASANGAN NIKAH 'PAK HASHIM' WARGA INDONESIA

DIDAKWA – UTUSAN MALAYSIA 16/11/2010

• KUALA LUMPUR 16 Nov. - Dua pasangan warga Indonesia

didenda RM800 atau 12 hari penjara oleh Mahkamah

Rendah Syariah di sini hari ini setelah mengaku bersalah atas

pertuduhan bernikah tanpa kebenaran Pendaftar Nikah, Ruju'

dan Cerai Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan (JAWI).

• Pasangan tersebut antara pasangan yang didakwa berhubung kes

nikah sindiket 'Pak Hashim' di Kampung Pantai Dalam di sini,

Ahad lalu.

Page 70: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

70

JAIS SIASAT SATU LAGI KES PASANGAN BERPROFIL TINGGI

JAIS dalam satu kenyataannya di sini hari ini memberitahu,

satu pasangan melakukan kesalahan yang lebih besar apabila di

percayai menggunakan khidmat sindiket juru nikah yang

tidak bertauliah di daerah Gombak.

"Pasangan berkenaan berbuat demikian kerana dipercayai mahu

mengambil jalan mudah untuk bernikah segera pada tarikh

yang menjadi idaman ramai iaitu 10 Oktober tahun ini

(101010)," jelas kenyataan itu.

Menurut JAIS lagi, kes tersebut membabitkan seorang pegawai

biro aduan komuniti bagi sayap pergerakan sebuah parti politik,

berusia 32 tahun dan sudah beristeri.

"Pasangannya pula ialah seorang wartawan bahagian berita

sebuah stesen televisyen swasta berusia 25 tahun," jelas

kenyataan tersebut.

Selain menggunakan khidmat sindiket jurunikah tidak

bertauliah, pernikahan pasangan tersebut juga didapati

tidak sah kerana wartawan wanita berkenaan tidak

memaklum atau mendapatkan izin wali yang sah.

Selain itu katanya, sijil nikah yang dikeluarkan oleh sindiket

tersebut kepada pasangan itu juga cuma merupakan sekeping

kertas kajang bertulisan jawi.

"Menurut sumber JAIS, wartawan wanita berkenaan telah

membuat laporan pernikahan itu di Pejabat Agama Islam

Daerah Gombak Timur baru-baru ini tetapi pasangannya belum

berbuat demikian.

Page 71: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

71

"Pasangan tersebut dan jurunikah tidak bertauliah yang telah

menikahkan mereka, boleh didakwa di mahkamah syariah

mengikut Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Selangor

2003.

"Kes tersebut dijangka mendapat perhatian umum kerana

pasangan lelaki adalah pegawai dari sebuah parti politik, yang

pernah terlibat dalam urusan membawa pulang semula wanita

Malaysia yang dilarikan lelaki Lombok," jelas kenyataan itu.

Difahamkan, wartawan wanita tersebut adalah seorang anak

yatim piatu mualaf (saudara baru) yang tidak begitu arif

tentang hukum-hakam Islam, termasuk dalam soal rukun

nikah dan Undang-Undang Keluarga Islam.

ENGGAN NIKAH SECARA SAH PUNCA SINDIKET

BERLELUASA

KOTA BHARU 10 Julai - Sikap masyarakat terutamanya,

golongan lelaki yang tidak memandang serius kepentingan

bernikah secara sah adalah antara penyebab sindiket

pengeluaran sijil nikah palsu di negeri ini terus berleluasa dan

sukar dibendung.

Ketua Hakim Syarie Kelantan, Datuk Daud Mohamed berkata,

implikasinya amat serius kerana ia bukan sahaja

menjejaskan pengesahan perkahwinan itu tetapi turut

melibatkan institusi keluarga sekiranya pasangan

berkenaan telah dikurniakan anak.

Menurut beliau, pihaknya memandang serius kegiatan sindiket

berkenaan walaupun jumlah laporan yang diterima di negeri ini

masih tidak membimbangkan.

Page 72: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

72

''Kita telah melaksanakan pelbagai mekanisme bagi memantau

dan mengemas kini prosedur untuk mengelak kejadian

pengeluaran sijil nikah palsu seperti pengenalan kad nikah

pintar," katanya.

Daud berkata, selagi mendapat permintaan daripada anggota

masyarakat maka selama itulah sindiket berkenaan terus

menjalankan kegiatan tidak bertanggungjawab itu.

Pada masa ini, jelas beliau, sindiket itu bukan sahaja

mengeluarkan sijil nikah palsu dari Thailand tetapi turut

berani meniru sijil nikah negeri ini bersama dengan cop dan

tandatangan hakim syarie yang kononnya mengesahkan

pernikahan pasangan terbabit.

''Kita biasanya hanya dapat mengesan sijil palsu apabila

timbulnya masalah seperti perceraian dan tuntutan hak

penjagaan anak serta tuntutan harta sepencarian.

JAIP KESAN SINDIKET NIKAHKAN PASANGAN

DALAM KERETA MEWAH

IPOH 14 Jan. - Jabatan Agama Islam Perak (JAIP) hari ini

mendedahkan kegiatan satu sindiket yang menjalankan upacara

akad nikah di dalam kereta mewah dipercayai didalangi oleh

seorang bekas naib kadi.

Sindiket itu turut mengeluarkan dokumen pernikahan palsu

kepada pasangan Islam yang bermasalah dan lelaki yang ingin

berpoligami dengan mudah di negeri ini.

Pengerusi Jawatankuasa Agama Islam dan Pendidikan Negeri,

Datuk Dr. Abdul Malek Hanafiah ketika mendedahkan kegiatan

Page 73: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

73

itu berkata, sindiket itu dilaporkan bermula sejak bekas naib

kadi itu menjadi naib kadi.

Ketika ditemui di pejabatnya di sini hari ini beliau berkata,

kegiatan bekas naib kadi itu terus aktif walaupun selepas

dipecat dan dijatuhkan hukuman oleh Mahkamah Syariah negeri

ini.

Katanya, bekas naib kadi itu telah dikenakan hukuman

penjara mandatori lima bulan oleh Mahkamah Syariah atas

kesalahan menikahkan pasangan tanpa tauliah di bawah

Seksyen 37 Undang-Undang Keluarga Islam Perak 1984.

Bagaimanapun, katanya, selepas menjalani hukuman bekas naib

kadi itu dilaporkan masih bergerak aktif mendalangi sindiket

tersebut.

Katanya, `pelanggan' mereka turut melibatkan pasangan dari

seluruh negara

Menurutnya, mengikut laporan yang diterima oleh JAIP,

upacara akad nikah dalam kereta mewah itu hanya melibatkan

bekas naib kadi itu, pasangan yang hendak bernikah dan

pemandu kereta tersebut sebagai saksi.

Kebiasaannya pasangan yang bernikah dalam kereta mewah itu

melibatkan pasangan lelaki yang berada manakala wanita itu

mungkin sudah mengandung.

Disebabkan terdesak untuk bernikah segera, bekas naib kadi itu

sanggup mengadakan upacara akah nikah di dalam kereta

dengan pemandu kepada lelaki yang berada itu bertindak

sebagai saksi.

Page 74: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

74

Dr.Abdul Malek menarik perhatian, siasatan JAIP menunjukkan

selepas menikahkan pasangan yang bermasalah, bekas naib kadi

itu akan mengeluarkan dokumen pernikahan palsu kepada

pasangan terbabit.

JAWI KELUAR SURAT NIKAH BARU ELAK PEMALSUAN

KUALA LUMPUR 9 Jan. - Jabatan Agama Islam Wilayah

Persekutuan (Jawi) telah mengeluarkan surat perakuan nikah

versi baru mempunyai ciri keselamatan yang lebih baik bagi

mengurangkan pemalsuan surat nikah oleh sindiket.

Pengarahnya, Datuk Che Mat Che Ali berkata, surat nikah baru

yang dikeluarkan awal tahun ini untuk mereka yang berkahwin

di Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, mempunyai beberapa

ciri keselamatan pada logo, kualiti kertas, tulisan, cip serta

nombor sirinya sukar ditiru oleh pihak yang ingin

memalsukannya.

Pada tahun lepas, lapan kes pengeluaran surat nikah palsu di

kesan di Wilayah Persekutuan yang membabitkan sindiket dan

kes-kes itu telah dibawa ke mahkamah, katanya kepada

pemberita pada majlis pelancaran surat nikah baru itu hari ini.

''Pada peringkat ini, pihak mahkamah akan memeriksa rekod

sijil nikah, barulah kita ketahui sama ada ia palsu atau tidak.

Selepas itu, kesan lebih serius akan timbul berhubung

pengesahan pernikahan mereka dan status anak sama ada sah

atau sebaliknya," katanya.

Daud berkata, pihaknya memang bekerjasama dengan jabatan

agama islam lain di negara ini dan Thailand bagi mengenal pasti

sijil nikah palsu.

Page 75: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

75

Katanya, tugas mengesannya rumit apabila pasangan yang

berkahwin itu mendiamkan diri selepas mendirikan rumah

tangga dan tidak mendaftarkan perkahwinan mereka secara

rasmi kepada pihak berkuasa agama negeri.

Menurutnya, hanya apabila timbul masalah barulah mereka

merujuk kepada mahkamah dan jika ia berlaku, keadaan akan

lebih sukar terutama apabila melibatkan banyak perkara lain

IMPLIKASI PERUNDANGAN

Wanita (Isteri) tidak dapat mengemukakan hak-haknya dalam

perkahwinan menurut Undang-undang dari segi permohonan

dan tuntutan-tuntutan:

a) Keadilan dalam berpoligami

b)Perceraian kerana tiada akuan sah (bukti)perkahwinan.

c) tuntutan-tuntutan selepas perceraian seperti nafkah iddah,

mut‘ah dan harta sepencarian (harta bersama)

d) pusaka.

KESIMPULAN

• Perkahwinan tanpa mengikut Undang-undang Keluarga Islam

adalah satu tindakan yang membelakangkan peraturan Undang-

undang dan tidak bertanggungjawab atas perkara berbangkit di

kemudian hari.

• Di Malaysia, mereka yang berkahwin sedemikian tidak boleh

mendaftar perkahwinannya melainkan setelah Mahkamah

Syariah mengesahkan perkahwinan dan membayar penalti atas

kesalahan tersebut.

• Sekiranya perkahwinan tersebut tidak didaftarkan, maka yang

akan menjadi mangsa /pihak yang rugi adalah isteri.

Page 76: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

76

• Kesalahan pernikahan tanpa mengikut undang-undang ini

adalah merupakan kesalahan matrimoni/ perkahwinan dan

bukannya kesalahan jenayah.

• Peraturan yang dibuat adalah bertujuan untuk memastikan

bahawa setiap perkahwinan itu adalah menepati dengan

kehendak Hukum Syarak dan dalam masa yang sama

memastikan wanita diberi perlindungan perundangan. Sekian,

Terima Kasih.****

Page 77: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

77

UNDANG-UNDANG PEWAKAFAN DI MALAYSIA1

Prof. Dr. Siti Mashitoh Mahamood2

PERUNTUKAN DASAR

PERLEMBAGAAN TERTINGGI NEGARA

Senarai II, Senarai Negeri, Jadual Kesembilan, Perlembagaan

Persekutuan

―…Hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi

orang yang menganut agama Islam, termasuk Hukum Syarak

berhubung dengan mewarisi harta berwasiat dan tak berwasiat,

pertunangan, perkahwinan, nafkah, pengambilan anak angkat,

kesahtarafan, penjagaan anak, pemberian, pembahagian harta

dan amanah bukan khairat, wakaf dan takrif serta peraturan

mengenai amanah khairat dan khairat agama, perlantikan

pemegang-pemegang amanah dan perbadanan bagi orang-orang

mengenai pemberian agama Islam dank hairat, institusi, amanah

dan institusi khairat……‖

1. Seminar Hukum Islam Di Dua Negara: Malaysia–Indonesia 25 June

2012. 2.

Jabatan Syariah dan Undang-Undang Akademi Pengajian Islam

Universiti Malaya 50603 Kuala Lumpur, [email protected]

Page 78: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

78

UNDANG-UNDANG YANG BERKUAT KUASA

PP

Statut wakaf

spesifik

Kaedah/Peraturan

EPAIN /Statut Pentadbiran Agama Islam Negeri

STATUT WAKAF

Enakmen Wakaf (Negeri Selangor) 1999 (No.7 Tahun 1999)

Enakmen Wakaf (Negeri Sembilan) 2005 (No. 5 tahun 2005)

Enakmen Wakaf (Negeri Melaka) 2005 (No. 5 tahun 2005)

STATUT WAKAF

Prosedur berwakaf

Syarat pewakaf, penerima, mawquf

Kuasa Majlis Agama Islam

Penubuhan & kuasa Jawatan kuasa PengurusanWakaf

Perletak hakan mawquf

Kumpulan wang Wakaf & Skim Wakaf

Istibdal & rujukan kepada Hukum Syarak & fatwa

Penalti

INSTITUSI BERKAITAN WAKAF

Majlis Agama Islam Negeri

Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) -

Yayasan Waqaf Malaysia (YWM)-

Sebuah perbadanan ditubuhkan di bawah Akta Pemegang

Amanah (Pemerbadanan) 1952 (Akta 258)

Page 79: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

79

Prof. Dr. Siti Mashitoh Mahmood sedang menyampaikan makalah di depan peserta seminar

TAFSIRAN WAKAF

EnakmenWakaf (Negeri Selangor) 1999 (No. 7 Tahun 1999):

Menyerahkan apa-apa harta yang boleh dinikmati manfaat atau

faedahnya untuk apa-apa tujuan kebajikan sama ada sebagai

wakaf am atau wakaf khas menurut Hukum Syarak tetapi tidak

termasuk amanah sebagaimana yang ditakrifkan di bawah Akta

Pemegang Amanah 1949‖.

ENAKMEN (NEGERI SEMBILAN) (NO. 5 TAHUN 2005)

―wakaf‖ ertinya—

(a)menyerahkan hak milik apa-apa harta yang boleh dinikmati

manfaat, faedah atau keuntungannya;

(b)menyerahkan manfaat, faedah atau keuntungan yang boleh

dinikmati dari padaapa-apa harta; atau

(c)memberikan kepakaran dan perkhidmatan yang boleh

dinikmati manfaat, faedah atau keuntungannya,

Page 80: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

80

Sama ada sebagai wakaf am atau wakaf khas, menurut prinsip

Syariah, tetap itidak termasuk amanah yang ditakrifkan di

bawah Akta Pemegang Amanah 1949 [Akta 208];

WAKAF KEKAL & BERTEMPOH

KEKAL:

S.2 EPAIN JOHOR 2003 ―wakaf‖ ertinya pemberian yang

berkekalan di atas harta atau sebahagian daripadanya oleh tuan

punya harta itu bagi maksud agama mengikut Hukum Syarak

tetapi tidak termasuk amanah sebagai mana yang ditakrifkan di

bawah Akta Pemegang Amanah 1949 [Akta 208]

(KELANTAN 1994, ORDINAN MAJLIS ISLAM SARAWAK

2001, Pahang 199)

TAK KEKAL:

Selangor 1999, Melaka NS 2005,Kedah 2008 (2004

KEKAL),PP 2004

TAFSIRAN WAKAF AM & KHAS

"wakaf am" ertinya sesuatu wakaf yang diwujudkan bagi tujuan

khairat umum menurut Hukum Syarak‖.

"wakaf khas" ertinya sesuatu wakaf yang diwujudkan bagi

tujuan khairat khusus menurut Hukum Syarak;

Wakaf irsod, muabbad, musyak

KUASA MAJLIS SEBAGAI PEMEGANG AMANAH TUNGGAL

S.32 EWS 1999:

―Walauapa pun apa-apa jua peruntukan yang terkandung dalam

mana-mana surat cara atau perisytiharan yang mewujudkan,

mengawal atau menyentuh sesuatu wakaf, Majlis hendaklah

Page 81: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

81

menjadi pemegang amanah tunggal bagi semua wakaf, sama

ada am atau khas, yang terletak di dalam Negeri Selangor.

PENDAFTARAN WAKAF

Seksyen 6 EWNS. Pendaftaran mawquf.

Mana-mana orang yang hendak mewakafkan hartanya

hendaklah mendaftarkan harta itu dengan Majlis mengikut apa-

apa cara yang ditetapkan oleh Majlis.

EWS, EWM jua perlu didaftarkan kepada Majlis

PRINSIP DASAR HUKUM WAKAF

Seksyen 4 EWS & EWM. S4(2) Sesuatu wakaf yang telah

berkuat kuasa, tidak boleh dijual atau dihibah oleh waqif atau

diwarisi oleh mana-mana orang.

SEKSYEN 21. PENUBUHAN JAWATAN KUASA

PENGURUSAN WAKAF

Majlis hendaklah menubuhkan suatu Jawatan kuasa Pengurusan

Wakaf yang akan mentadbir dan menguruskan semua perkara

yang berhubungan dengan wakaf di Negeri Selangor.

SEKSYEN 24. KUASA JAWATAN KUASA PENGURUSAN WAKAF

Jawatan kuasa Pengurusan Wakaf hendaklah mempunyai kuasa-

kuasa berikut:

a) Untuk menjalankan apa-apa arahan, dasar, ketetapan dan

keputusan yang dibuat oleh Majlis berhubungan dengan

apa-apa mawquf;

b) Untuk mengawal selia, mengatur, mengurus dan mentadbir

mawquf;

c) Untuk membangun, memaju dan meningkatkan mawquf;

d) Untuk mentadbir Kumpulan Wang Wakaf; dan

Page 82: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

82

e) Untuk menjalankan apa-apa kuasa lain atau fungsi yang

diperuntukkan di bawah Enakmen ini atau sebagaimana

yang diarahkan oleh Majlis dari semasa ke semasa.

Powers including to implement istibdal & invest the mawquf

(S.25)

SEKSYEN 49. FATWA DIKEHENDAKI UNTUK

PEMBANGUNAN HARTA WAKAF

Majlis hendaklah merujuk kepada Jawatan kuasa Perundingan

Hukum Syarak untuk keputusannya berhubung dengan

pembangunan mana-mana mawquf sekiranya ia melibatkan

persoalan Hukum Syarak yang belum terputus atau yang

menimbulkan pertikaian.

ISTIBDAL

Seksyen 19 EWS & EWM. Kuasa Majlis untuk istibdal.

Majlis boleh mengistibdalkan apa-apa mawquf dalam keadaan

berikut

a) Mawquf telah diambil ole hmana-mana pihak berkuasa

awam mengikut peruntukan mana-mana undang-undang

bertulis;

b) Kegunaan mawquf tidak lagi mendatangkan manfaat atau

aedah sebagaimana yang dikehendaki oleh waqif; atau

c) Kegunaan mawquf tidak menepati tujuan wakaf.

Seksyen 25 EWS & EWM. Kuasa tambahan Jawatan kuasa

Pengurusan Wakaf dengan persetujuan Majlis. Jawatan

kuasa Pengurusan Wakaf boleh, dengan persetujuan Majlis

dan tertakluk kepada syarat-syarat persetujuan itu

(a)mengistibdalkan apa-apa mawquf; dan

Page 83: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

83

(b)memaju atau melaburkan mawquf.

Seksyen 12 EWNS. Kuasa Majlis untuk istibdal.

(1) Tertakluk kepada sub seksyen (2), Majli sboleh istibdal apa-

apa mawquf dalam keadaan yang berikut:

(a)jika mana-mana syarat wakaf tidak selaras dengan mana-

mana undang-undang bertulis;

(b)jika mawquf diambil oleh mana-mana pihak berkuasa

mengikut mana-mana undang-undang bertulis;

(c)jika kegunaan mawquf tidak mendatangkan manfaat, faedah

atau keuntungan sebagaimana yang dikehendaki oleh waqif;

(d) jika kegunaan mawquf tidak dapat menepati tujuan wakaf;

atau

(e) jika disebabkan berlalu masa atau berlaku perubahan

keadaan, mana-mana syarat yang ditetapkan oleh waqif tidak

dapat dilaksanakan.

Seksyen 12 EWNS. Kuasa Majlis untuk istibdal.

(1) Tertakluk kepada sub seksyen

(2), Majlis boleh istibdal apa-apa mawquf dalam keadaan yang

berikut:

(a)jika mana-mana syarat wakaf tidak selaras dengan mana-

mana undang-undang bertulis;

(b)jika mawquf diambil oleh mana-mana pihak berkuasa

mengikut mana-mana undang-undang bertulis;

(c)jika kegunaan mawquf tidak mendatangkan manfaat, faedah

atau keuntungan sebagaimana yang dikehendaki oleh waqif;

(d)jika kegunaan mawquf tidak dapat menepati tujuan wakaf;

atau

Page 84: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

84

(e) jika disebabkan berlalu masa atau berlaku perubahan

keadaan, mana-mana syarat yang ditetapkan oleh waqif tidak

dapat dilaksanakan.

(2) Majlis hendaklah mendapatkan pendapat Jawatan kuasa

Fatwa jika Majlis hendak istibdal

(a) masjid atau tapak masjid yang diwakafkan; atau

(b) dalam hal keadaan selain hal keadaan yang dinyatakan

dalam subs eksyen.

Seksyen 47. Hak Akses.

(1) Pendaftar Wakaf atau Penolong Pendaftar Wakaf atau mana-

mana pekhidmat Majlis, hendaklah pada setiap masa yang

munasabah, mempunyai akses bebas untuk memasuki semua

tanah, bangunan atau premis yang telah terletak hak sebagai

wakaf kepada Majlis bagi maksud melaksanakan peruntukan

Enakmenini atau mana-mana peraturan yang dibuat di

bawahnya.

Tiada di bawah EWS & EWNS

Seksyen 48. Menghalang suatu kesalahan.

Mana-mana orang yang menghalang, menggalang, menahan,

melengah-lengahkan atau mengganggu mana-mana pegawai

atau pekhidmat Majlis dari pada menjalankan mana-mana

kuasanya atau melaksanakan fungsi atau kewajipannya yang

sah di bawah Enakmen ini atau mana-mana peraturan di

bawahnya atau tidak memberikan bantuan yang semu

nasabahnya dikehendaki oleh mana-mana pegawai atau

pekhidmat Majlis adalah melakukan suatu kesalahan dan

apabila disabitkan boleh didenda tidak melebihi lima ribu

Page 85: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

85

ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi tiga

tahun atau kedua-duanya.

BIDANG KUASA MAHKAMAH

Mahkamah Syariah vs. Mahkamah Sivil

Konflik: Litigasi melibatkan salah satu pihak bukan Islam,

wakaf sebagai amanah, perintah perisyhtiharan

subject matter approach vs. remedy prayed for approach:

Penyelesaians ebahagian shj: Majlis Ugama Islam Pulau

Pinang dan Seberang Perai v Shaik Zolkaffily bin Shaik Nata

r& Ors, [2003] 3 MLJ 705 - ―subject matter approach‖. ****

Page 86: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

86

POLIGAMI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

(Tinjauan Hukum PP Nomor 10 Tahun 1983)

Drs. H. Almihan,. S.H,.M.H Ketua Pengadilan Agama Binjai

A. PERKAWINAN

Dalam kehidupan ini, Allah Swt telah menciptakan manusia yang

terdiri atas laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam sebuah

ikatan suami isteri untuk saling sayang-menyayangi. Kemudian, dengan

lahirnya anak-anak mereka terbentuklah sebuah keluarga yang

diharapkan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah

berlandaskan syariat Islam.

Menurut Fyzee (Jakarta : 106), perkawinan menurut pandangan

Islam mengandung tiga aspek, yaitu aspek hukum, aspek sosial dan

aspek keagamaan.

Rachmadi Usman (2006 : 266) memaparkan, perkawinan dari

segi bahasa berasal dari kata “kawin”, yang merupakan terjemahan

bahasa arab “nikah”. Dalam pemakaian kata sehari-hari, perkataan

nikah lebih banyak dalam arti kiasan daripada arti sebenarnya. Bahkan,

menurut Kamal Mukhtar (1974:11) nikah dalam arti sebenarnya jarang

sekali dipakai pada saat ini.

Allah Swt telah mensyariatkan perkawinan dengan tujuan agar

terciptanya hubungan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan, di

bawah naungan syariat Islam dan batasan-batasan hubungan antar

mereka. Adanya hubungan yang erat antara laki-laki dan perempuan

dijelaskan dalam firman Allah Swt :

تج و حن زو و ةج دم و نوككى يم مو بو عو جو و نوا ا منو ك كك ا نمخوسن اجج و ىن أوشن كك نكسم ن أو هو و نوككى يم ن خو م أو ن واحم يم م فم و م

و ﴿ و وخونوكمسك ن واث نمقو و ﴾٢١ذو نمكو

Page 87: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

87

Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,

supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,

dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum : 21).

Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki

dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa. Sehingga suami istri harus saling membantu dan melengkapi, agar

masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai

kesejahteraan spiritual dan material. Dan dijelaskan dalam pasal 3 ayat

(1) bahwa pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang laki-laki

hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri, dan sebaliknya seorang

perempuan hanya mempunyai seorang suami.

Dari pasal tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut

asas perkawinan monogami. Tetapi, dalam pasal 3 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa pengadilan dapat

memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang

apabila dikehendaki oleh pihak-pihak bersangkutan.

Dalam artian, bahwa undang-undang perkawinan memberikan

pengecualian bagi suami untuk menikahi lebih dari satu istri karena

peraturan agama yang dianutnya memberikan izin meskipun dengan

syarat-syarat yang cukup berat. Dengan demikian, pengecualian yang

diberikan undang-undang bagi suami untuk menikahi lebih dari satu

istri dalam hukum Islam dikenal dengan istilah perkawinan poligami.

Page 88: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

88

Allah Swt menegaskan ketentuan Poligami sebagaimana firman-Nya :

بوااو زك و دو و كالو اام يو نوى و انمسو ا وااو نوككى يم ا يو ى فواكمحك ا فم اننوخوايو ننخكىن أوالم حكقنسم ك ن خم و م

ىن اككك و ن هوكوجن أو ا يو ن يو ةج أو دو احم و ا فو نك دم ننخكىن أوالم حوعن ن خم ا ﴿ فو م نك وى أوالم حوعك ﴾ ٣ذو نمكو أودن

Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap

(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu

mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang

kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu

takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)

seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang

demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

(QS. An-Nisa': 3).

Drs. H. Almihan, S.H, M.H (kiri) dan H. Riswan Lubis, S.Ag, S.H, M.H, sedang berdiskusi tentang Hukum Islam Dua Negara di sela-sela acara seminar (doc. PTA Medan).

Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni istri,

seperti pakaian, tempat, seksual, dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.

Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.

Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan

oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Ayat ini membatasi

poligami sampai empat orang saja dan menjelaskan tiga hal sebagai

berikut :

Page 89: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

89

1. Orang-orang yang khawatir berlaku tidak adil dalam mengurus harta

anak perempuan yatim tidak boleh menikahinya agar terjauhkan dari

berbuat zalim terhadap hartanya tersebut,

2. Mereka hendaklah memilih perempuan lain sebagai istri di antara

perempuan-perempuan yang disukainya, boleh 2 orang atau 3 orang,

atau 4 orang,

3. Jika seorang laki-laki muslim takut tidak dapat berbuat adil dalam

berpoligami, ia lebih baik beristri seorang saja. Jika tidak mampu

beristri seorang, lebih baik dia mengambil budak perempuannya

untuk menjadi pasangan hidupnya.

Dari penjelasan di atas, menerangkan bahwa Islam

memperbolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan yang ditetapkan

bagi tuntutan kehidupan. Allah Swt paling mengetahui kemaslahatan

hamba-Nya. Allah Swt telah mensyariatkan poligami untuk diterima

tanpa keraguan demi kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Tetapi, menurut Musfir Aj-Jahrani (1996:39), Islam juga

memberikan landasan dan dasar yang kuat untuk mengatur serta

membatasi keburukan (mudharat) poligami yang bertujuan untuk

memelihara hak-hak perempuan, memelihara kemuliaan mereka yang

dahulu terabaikan karena poligami tanpa ikatan, persyaratan dan jumlah

tertentu.

Sulaiman (1987:348-349), mengutip hadis Rasulullah Saw

tentang poligami bagi para lelaki yang artinya :

"Hai pemuda-pemuda, barang siapa yang mampu diantara kamu

serta berkeinginan hendak kawin, hendaklah dia kawin, karena

sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan mata terhadap

Page 90: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

90

orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari

godaan syahwat." (Hadits Riwayat Jamaah Ahli Hadits).

Hadits lain Rasulullah Saw bersabda yang artinya :

"Dan barang siapa yang tidak mampu kawin hendaklah dia

puasa, karena puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan

berkurang. Kemudian (dari Aisyah) Nabi Muhammad Saw juga

bersabda: Kawinilah olehmu kaum wanita itu, maka

sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi

kamu." (HR. Hakim dan Abu Daud).

Dengan demikian, seorang suami yang akan berpoligami sebelum

berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

tidak ditentukan syarat-syarat harus ada izin dari pengadilan, dan tidak

diharuskan ada persetujuan dari istri mereka.

Akan tetapi, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, memberikan batasan kepada suami yang

akan beristri lebih dari seorang yaitu berupa pemenuhan syarat disertai

alasan-alasan yang dapat diterima serta mendapat izin dari pengadilan.

Dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, yaitu :

1. Alasan yang memungkinkan seorang suami diperbolehkan untuk

beristri lebih dari seorang apabila;

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri,

b. Istri mendapat cacat badan / atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan, dan

c. Istri tidak boleh melahirkan keturunan.

Page 91: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

91

2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan

permohonan kepada pengadilan guna meminta izin beristri lebih dari

seorang adalah ;

a. Adanya persetujuan dari istri / istri-istri,

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka, dan

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-

istri dan anak-anak mereka.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 55-59

merekonstruksi alasan-alasan dan syarat-syarat untuk meminta izin

poligami, sebagaimana tertera pada BAB IX KHI tentang beristri lebih

dari seorang, yaitu :

Pasal 55

(1.) Beristri lebih dari satu orang pada waktu

bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang

istri,

(2.) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami

harus mampu berlaku adil terhadap istri dan

anak-anaknya,

(3.) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2)

tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri

lebih dari seorang.

Pasal 56

(1.) Suami yang hendak beristri lebih dari seorang

harus mendapat izin dari Pengadilan Agama,

(2.) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada

ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara

Page 92: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

92

sebagaimana diatur dalam BAB VIII Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,

(3.) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua,

ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan

Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 57

Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada

seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang

apabila :

(1.) Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai

istri,

(2.) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang

tidak dapat disembuhkan,

(3.) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 58

(1.) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55

ayat (2) maka untuk memperoleh izin

Pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-

syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu :

a. Adanya persetujuan istri, dan

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu

menjamin keperluan hidup istri-istri dan

anak-anak mereka.

(2.) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41

hurup b Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun

1975, persetujuan istri atau istri-istri dapat

Page 93: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

93

diberikan secara tertulis atau dengan lisan,

tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis,

persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan

lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.

(3.) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) hurup a

tidak diperlukan bagi seorang suami apabila

istri atau istri-istrinya tidak mungkin dimintai

persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak

dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar

dari istri atau istri-istrinya sekurang-kurangnya

2 tahun atau karena sebab lain yang perlu

mendapat penilaian Hakim.

Pasal 59

Menyatakan bahwa dalam hal istri tidak mau

memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk

beristri lebih dari satu orang berdasarkan atas salah

satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57,

Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang

pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri

yang bersangkutan di persidangan.

Dari penjelasan pasal di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa seorang suami yang berpoligami menurut pasal 55 ayat (2) dan

(3) Kompilasi Hukum Islam harus mampu berlaku adil terhadap istri

dan anak-anaknya. Berlaku adil merupakan syarat utama dan sekaligus

sebagai alasan yang harus dipenuhi bagi seorang suami untuk poligami

berdasarkan pasal 59 Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan menurut

Page 94: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

94

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, berlaku

adil hanya sebagai syarat bukan sebagai alasan untuk poligami.

Dengan melihat ketentuan yang ada, dapat diketahui bagi seorang

yang berpoligami harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan agama yang dianutnya

membolehkan atau tidak. Tetapi, apabila seorang yang berpoligami

tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 1

Tahun1974 tentang Perkawinan, maka hakim dapat mempertimbangkan

pasal 55 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam dalam memberikan izin

poligami dengan bukti kesaksian seseorang sehingga syarat dan alasan

pasal 55 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam dapat dipertimbangkan dan

diputuskan oleh pengadilan sebagai syarat yang dapat dipenuhi.

Walaupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan telah menentukan prosedur dan syarat-syarat tertentu bagi

suami yang beristri lebih dari seorang, masih ada syarat-syarat yang

harus dipenuhi bagi golongan tertentu untuk beristri lebih dari seorang,

yaitu golongan TNI, POLRI dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang

harus memenuhi peraturan-peraturan khusus (lex specialis) di samping

peraturan-peraturan umum (lex generalis).

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun

1990, dengan sendirinya tidak bertentangan dengan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.

Khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan dan

perceraian jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983.

Page 95: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

95

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 hanyalah kelanjutan

dari kedua perundangan tersebut, dimana sama-sama menganut asas

monogami dan untuk memperketat adanya poligami. Namun, di dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 lebih ditekankan pada izin

melakukan poligami dari pejabat/ atasannya.

Buku Register Sudah Masuk Museum, Menyusul Era IT Diberlakukan di Mahkamah Syar'iyah Seluruh Negara Bagian Malaysia (doc. PTA Medan).

B. APLIKASI HUKUM TENTANG POLIGAMI

Secara teoritis, hukum yang dianggap berlaku itu harus

memenuhi beberapa ukuran, sebagaimana yang disebutkan oleh Jimly

Ashsiddiqie (2006:25) sebagai berikut :

1. Keberlakuan secara Yuridis

a. Apabila penentuan berlakunya didasarkan pada hierarki norma

hukum yang tingkatannya lebih tinggi seperti dalam teori Hans

Kelsen,

b. Apabila keadaan hukum tersebut dibentuk menurut cara-cara

yang telah ditetapkan.

2. Keberlakuan secara Sosiologis

Page 96: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

96

a. Apabila kaidah hukum itu diberlakukan atas dasar kekuasaan

umum, terlepas dari diterima atau tidaknya oleh masyarakat

(macht-theorie),

b. Apabila kaidah hukum tersebut benar-benar diterima dan

diakui oleh warga masyarakat.

3. Keberlakuan secara filosofis

Sesuatu kaidah hukum dapat dikatakan berlaku secara filosofis

apabila kaidah hukum itu sesuai atau tidak bertentangan dengan

cita-cita hukum suatu masyarakat sebagai nilai positif tertinggi

dalam falsafah hidup masyarakat.

A.A Human Abdurrahman (2004:32) menegaskan bahwa suatu

perbuatan telah dikatakan melanggar hukum, dan dapat dikenakan

sanksi pidana harus memenuhi dua unsur, yakni unsur esensial dari

kejahatan dan keadaan sikap bathin.

Suatu perbuatan yang melanggar aturan hukum dapat

menimbulkan suatu keresahan dalam masyarakat. Oleh karena itu,

menurut Mahmud Mulyadi (2009:45) pemerintah selaku penyelenggara

kehidupan bernegara perlu memberikan perlindungan dan

kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan yang teragenda

dan terprogram. Kebijakan pemerintah ini tergantung dalam kebijakan

sosial (social policy).

Lebih lanjut Mahmud menegaskan, salah satu bagian dari

kebijakan sosial adalah kebijakan penegakan hukum (law enforcement

policy), termasuk di dalamnya kebijakan legislatif. Kebijakan

penegakan hukum harus melihat cakupan yang luas yang terkandung

dalam suatu sistem hukum (legal system).

Page 97: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

97

Menurut Friedman (1984:4), sistem hukum memiliki cakupan

yang lebih luas dari hukum itu sendiri, kata hukum sering mengacu

hanya kepada aturan dan peraturan. Sedangkan sistem hukum

membedakan antara aturan dan peraturan itu sendiri, serta struktur,

lembaga dan proses yang mengisinya. Oleh karena itu, bekerjanya

hukum dalam suatu sistem menurut Friedman ditentukan oleh tiga

unsur, yaitu struktur hukum (legal structure), subtansi hukum (legal

substance), dan budaya hukum (legal culture).

Hukum di dalam suatu masyarakat ada yang terhimpun di dalam

suatu sistem yang disusun dengan sengaja, yang sesuai dengan

pembidangannya. Ishaq (2009:28) memberikan contoh di Indonesia,

hukum yang mengatur berkaitan dengan masalah pidana terhimpun

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hukum yang

mengatur tentang perkawinan terhimpun di dalam Undang-Undang

Perkawinan.

Sistem hukum tersebut biasanya mencakup hukum subtantif dan

hukum ajektifnya yang mengatur hubungan antar manusia, antar

kelompok manusia, dan hubungannya antar manusia dengan

kelompoknya, sehingga hukum itu dapat dikatakan sebagai kaidah atau

peraturan bertingkah laku di dalam masyarakat.

Soerjono Soekanto (1983:40) mengatakan, bahwa hukum sebagai

kaidah merupakan patokan pri-kelakuan atau sikap tindak-tanduk yang

sepantasnya. Patokan tersebut memberikan pedoman, bagaimana

seharusnya manusia berprikelakuan atau bersikap tanduk.

Ishaq kembali memaparkan, kaidah hukum adalah kaidah atau

peraturan yang dibuat oleh penguasa negara, yang isinya mengikat

Page 98: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

98

setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara dan

pelaksanaannya dapat dipertahankan, misalnya :

1. Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Barang

siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa

perkawinan atau perkawinan-perkawinan yang telah ada menjadi

penghalang yang sah untuk itu (Pasal 279 KUHP),

2. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974).

Berdasarkan contoh di atas, dapat diketahui bahwa sanksi dari

kaidah hukum adalah tegas dan dapat dipaksakan oleh aparat negara,

sehingga kaidah ini diharapkan dapat terciptanya ketertiban dan

keadilan dalam masyarakat.

Dengan demikian dapat disimpulkan, poligami yang sehat adalah

poligami yang mengikuti kaidah hukum dan norma agama yang dianut

oleh suami yang akan mengajukan poligami. Kaidah hukum tercermin

di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan,

dan norma agama diatur menurut agama masing-masing.****

Page 99: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

99

PEMBARUAN HUKUM WAKAF DI INDONESIA

Dr. Suhrawardi K. Lubis, S.H., Sp.N., M.H

Pembantu Rektor II UMSU Medan

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang Wakaf, terjadi pembaruan di bidang perwakafan di Indonesia.

Dikatakan terjadi pembaruan, karena dengan berlakunya undang-

undang ini banyak terjadi perubahan-perubahan yang signifikan dari

peraturan perundang-undangan mengenai wakaf yang ada sebelumnya.

Apalagi sebelum undang-undang ini, tidak ada undang-undang yang

khusus mengatur perwakafan di Indonesia. Baru setelah undang-

undang inilah ada undang-undang yang yang secara spesifik mengatur

perwakafan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini mengatur

substansi yang lebih luas dan membawa pembaharuan di bidang

pengelolaan wakaf secara umum.

Beberapa pengaturan penting sebagai pembaharuan yang ada

dalam undang-undang wakaf, antara lain menyangkut bentuk benda

wakaf, kriteria harta benda wakaf, pendaftaran dan pengumuman

wakaf, kegunaan harta benda wakaf, pemanfaatan benda wakaf, rukun

atau unsur wakaf, wakaf dengan wasiat, penukaran dan perubahan harta

benda wakaf, pemberi wakaf, penerima wakaf, Badan Wakaf

Indonesia dan Penyelesaian sengketa wakaf.

BENTUK BENDA WAKAF

Sebelum diundangkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

tentang wakaf, kecendrungan bentuk benda wakaf hanya pada benda

yang tidak bergerak saja. Lazimnya, wujudnya dalam bentuk tanah

Page 100: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

100

milik dan bangunan saja, yang dipergunakan untuk pekuburan atau

pertapakan mesjid saja.

Setelah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 diundangkan,

bentuk benda wakaf menjadi lebih luas hingga meliputi harta dalam

bentuk benda bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud seperti

uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan

intelektual, dan hak sewa.

Dr. Suhrawardi K. Lubis, S.H., Sp.N., M.H sedang mempersiapkan makalah untuk pelaksanaan Seminar Internasional 'HUKUM ISLAM DUA NEGARA' Indonesia dan Malaysia

(Repro.www.suhrawardilubis-center.com)

Khusus wakaf benda bergerak berupa uang, perwakafan

dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang

(LKS-PWU) yang diatur dalam Pasal 28 sampai Pasal 31 Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004. Pengaturan wakaf ini sebelumnya telah

diperbolehkan melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada

tahun 2002. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, jenis

harta benda wakaf dikelompokkan sehingga meliputi benda tidak

bergerak (seperti tanah dan bangunan), benda bergerak selain uang, dan

benda bergerak berupa uang. Masing-masing jenis harta benda wakaf

ini diperinci lebih lanjut dalam Pasal 16 hingga Pasal 27.

Page 101: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

101

KRITERIA HARTA BENDA WAKAF

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, memberi

pengertian yang lebih luas dari kriteria harta benda wakaf yang ada

sebelumnya. Dalam undang-undang ini ditentukan bahwa harta benda

wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau

manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut

syariah yang diwakafkan oleh wakif.

Dengan kriteria seperti ini, maka harta benda yang diwakafkan

harus memiliki daya tahan lama atau manfaat jangka panjang, dan

mempunyai nilai ekonomi secara syariah. Dengan kriteria seperti ini,

semakin banyak jenis benda yang dapat diwakafkan. Selain memenuhi

kriteria seperti di atas, sebagai unsur penting dalam perwakafan ialah

harus jelas keberadaan dan status harta benda wakaf pada waktu terjadi

ikrar wakaf, dan harta benda wakaf harus harta yang dimiliki dan

dikuasai sepenuhnya oleh orang yang berwakaf secara sah.

PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN WAKAF

Penekanan akan kewajiban pendaftaran dan pengumuman wakaf

yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan mengenai wakaf. Kewajiban

pendaftaran dan pengumuman ini tidak memisahkan antara wakaf ahli

yang pada umumnya pentadbiran dan pemanfaatan benda wakaf

terhukum untuk kaum kerabat atau ahli waris dengan wakaf khairi yang

dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan

tujuan dan fungsi wakaf. Pelaksanaan pendaftaran dan pengumuman

adalah untuk menciptakan tertib hukum dan pentadbiran wakaf guna

melindungi benda wakaf. Khusus untuk pelaksanaan dan peningkatan

yang berhubungan dengan tanah wakaf, telah diadakan kerjasama

Page 102: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

102

antara Menteri Agama dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional yang

dituangkan dalam Keputusan Bersama Nomor 422 Tahun 2004/Nomor

3/SKB/BPN/2004 tentang Peraturan Tanah Wakaf. Tujuan Keputusan

Bersama ini untuk meningkatkan kegiatan pengaturan tanah wakaf dan

keutamaan penyelesaian pengaturan tanah wakaf yang permohonannya

telah diajukan ke Kantor Pertanahan seluruh Indonesia.

KEGUNAAN HARTA BENDA WAKAF

Selain untuk kepentingan ibadah dan sosial, kegunaan harta

benda wakaf juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum

dengan cara meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf.

Dalam hal ini, pengaturan benda wakaf dimungkinkan untuk memasuki

wilayah kegiatan ekonomi dalam arti yang luas, sepanjang

pengaturannya sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.

Sebagai salah satu lembaga sosial ekonomi Islam, pengaturan dan

pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir dilakukan secara

produktif sesuai dengan prinsip syariah. Pengaturan secara produktif

dilakukan antara lain dengan cara pengumpulan, pelaburan, produksi,

kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,

pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah

susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan,

sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan

syariah.

PEMANFAATAN BENDA WAKAF

Konsepsi wakaf mengalami perubahan, sebelumnya wakaf

merupakan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian dari

benda miliknya dan melembagakan untuk selamanya (Pasal 215

Kompilasi Hukum Islam). Karena itu menurut Adijani (1989: 32),

Page 103: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

103

dilarang memberikan batas waktu tertentu dalam perwakafan. Sedang

menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,

pemanfaatan benda wakaf sementara atau untuk jangka waktu tertentu

juga diperbolehkan asal sesuai dengan kepentingannya.

RUKUN ATAU UNSUR WAKAF

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 telah menetapkan unsur

yang merupakan rukun wakaf yang harus dipenuhi, yaitu: wakif, nazhir,

harta benda wakaf, ikrar wakaf, kegunaan harta benda wakaf, dan

waktu pelaksanaan wakaf. Dikalangan para mujtahid ada perbedaan

pendapat dalam menentukan unsur yang merupakan rukun wakaf.

Meskipun berbeda, namun tetap sama pendapat untuk mengatakan

bahwa pembentukan lembaga wakaf diperlukan rukun sebagai penentu

tegaknya atau sisi terkuat dalam wakaf. Perbedaan dalam menentukan

unsur atau rukun wakaf ini merupakan implikasi dari perbedaan dalam

memandang substansi wakaf. Pengikut Hanafiah memandang bahwa

rukun wakaf hanyalah sebatas shighat (lafal) yang menunjukkan makna

atau substansi wakaf.

Sementara pengikut Malikiyah, Syafi‟iyah, Zaidiyah, dan

Hanabilah memandang bahwa rukun wakaf terdiri atas, waqif (orang

yang berwakaf), mauquf „alaih (orang yang menerima wakaf), harta

yang diwakafkan, dan lafal atau ungkapan yang menunjukkan proses

terjadinya wakaf (Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, 2004:87).

WAKAF DENGAN WASIAT

Apabila wakaf diberikan melalui wasiat, pelaksanaannya

dilakukan oleh penerima wasiat yang bertindak sebagai kuasa wakif

setelah orang yang berwasiat meninggal dunia. Wakaf melalui wasiat

dilakukan baik secara lisan mahupun tertulis yang disaksikan oleh

Page 104: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

104

minimum 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan dewasa,

beragama Islam, berakal sehat, dan tidak terhalang melakukan

perbuatan hukum. Jumlah atau nilai harta benda wakaf yang

diwakafkan dengan wasiat maksimum 1/3 (satu pertiga) dari jumlah

harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan

persetujuan seluruh ahli waris.

PENUKARAN DAN PERUBAHAN HARTA WAKAF

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 memberikan dasar

hukum terhadap penukaran harta benda wakaf. Penukaran dibenarkan

bila harta benda yang telah diwakafkan diguna untuk kepentingan

umum sesuai dengan rencana umum tata ruang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan syariah.

Selain itu, penukaran hanya boleh dilakukan setelah memperoleh izin

tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.

Selanjutnya, harta benda wakaf yang telah diubah statusnya wajib

ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-

kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Dalam pengurusan

dan pengembangan harta benda wakaf, nazhir pada dasarnya dilarang

melakukan perubahan harta benda wakaf, kecuali atas izin tertulis dari

Badan Wakaf Indonesia. Perubahan kegunaan itu hanya boleh

diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak boleh diguna sesuai

dengan kegunaan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

PEMBERI WAKAF (WAKIF)

Wakif sebagai pihak yang mewakafkan harta benda miliknya

terlibat perseorangan, organisasi, atau kerjasama lembaga. Wakif

perseorangan boleh melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan

dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum,

Page 105: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

105

dan pemilik sah harta benda wakaf. Dari syarat wakif ini tidak ada

ketentuan bahwa wakif harus beragama Islam, yang boleh diartikan

bahwa pemberi wakaf (wakif) boleh bukan orang Islam. Manakala

wakif organisasi atau kerjasama antar lembaga boleh melakukan wakaf

apabila memenuhi ketentuan organisasi atau kerjasama antar lembaga

untuk mewakafkan harta benda wakaf miliknya sesuai dengan anggaran

dasar masing-masing.

PENERIMA WAKAF (NAZHIR)

Nazhir sebagai pihak yang menerima harta benda wakaf dari

wakif untuk pengurusan dan dikembangkan sesuai dengan kegunaan,

terlibat perseorangan, organisasi, atau kerjasama antar lembaga. Nazhir

perseorangan harus memenuhi persyaratan warga negara Indonesia,

beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani,

serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Untuk organisasi

dan kerjasama antar lembaga, selain memenuhi persyaratan nazhir

perseorangan juga harus memenuhi syarat bahwa organisasi atau

lembaga itu bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan

dan/atau keagamaan Islam. Manakala nazhir kerjasama antar lembaga,

maka lembaga itu merupakan kerjasama antar lembaga di Indonesia

yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, nazhir mendapat pembinaan

dan terdaftar pada Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia.

BADAN WAKAF INDONESIA

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 membawa hal baru yaitu

membentuk Badan Wakaf Indonesia yang merupakan lembaga

independen dalam melaksanakan tugas di bidang perwakafan. Badan

ini melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap nazhir, melakukan

Page 106: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

106

pengurusan dan pengembangan harta benda wakaf skala nasional dan

internasional, memberikan persetujuan atas perubahan kegunaan dan

status benda wakaf dan pemberian saran serta pertimbangan kepada

Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF

Dalam penyelesaian sengketa perwakafan, menurut Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, boleh diselesaikan

melalui musyawarah untuk mencapai mufakat maupun melalui mediasi,

arbitrase atau pengadilan. Peraturan yang ada sebelumnya lebih

memfokuskan penyelesaian sengketa perwakafan melalui lembaga

peradilan semata, seperti Pasal 226 Kompilasi Hukum Islam. Dengan

demikian penyelesaian sengketa wakaf boleh dilakukan, baik melalui

proses peradilan (litigasi) maupun melalui forum di luar proses

peradilan (nonlitigasi).****

Page 107: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

107

HAK–HAK PEREMPUAN MENURUT

PERUNDANG–UNDANGAN DI INDONESIA

Dra. Hj. Rosmawardani Muhammad, S.H

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan

PENDAHULUAN

Ada dua hal yang paling rinci dalam Al Quran. Pertama, hal yang

menyangkut dengan perkawinan. Kedua, hal yang menyangkut dengan

kewarisan. Dua hal ini berinduk pada hukum keluarga. Allah Swt

sangat memahami bahwa kedua hal ini sangat sensitif dalam kehidupan

manusia.

Al Quran memuat 47 ayat yang mengatur tentang perkawinan dan

7 ayat yang membahas tentang pewarisan, Pengaturan yang penuh

persuasif atau juga ketegasan ketegasan yang menunjukkan betapa

penting pengaturan di bidang hukum keluarga.

Dalam kaitannya dengan hukum keluarga, ada tiga isu penting

yang menonjol baik karena faktor eksternal sesuai dengan

perkembangan peradaban dan terbukanya arus informasi global dari

dan ke seluruh penjuru dunia, maupun karena faktor internal yang

berupa masih adanya praktek prilaku dalam keluarga dan rumah

tangga yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan

sekaligus pula bertentangan dengan kehendak Allah Swt sebagai

pencipta manusia.

Tiga isu tersebut adalah penegakan hak asasi manusia (HAM),

kesetaraan gender, dan perlindungan anak. Dari isu tersebut, yang

paling mendapat perhatian adalah kesetaraan gender karena itu

Page 108: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

108

pemerintah Indonesia 15 tahun sebelum mengeluarkan Undang–

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada

Tahun 1984 telah membuat Undang–Undang tentang Pengesahan

Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita

(Convention on The Elimination of Discrimination Against Women).

Dalam Pasal 16 konvensi ini dengan tegas dinyatakan bahwa negara

negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk

menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan

yang berhubungan dengan perkawinan dan hubungan kekeluargaan.

Dra. Hj. Rosmawardani, S.H. disela-sela acara seminar.

Dalam Pasal 3 Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) keadilan dan

kesetaraan gender dijadikan salah satu asas dari undang–undang ini.

Peradilan Agama sebagai peradilan yang berwenang mengadili perkara

perkara di bidang hukum keluarga sangat berkepentingan dengan isu–

isu terutama tentang kekerasan dalam rumah tangga. Ada dua hal yang

merekomendasi kan kepentingan ini. Pertama karena faktor internal,

yaitu masih adanya praktik prilaku dalam pergaulan rumah tangga dan

Page 109: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

109

keluarga yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan.

Kedua, Pengadilan Agama diharapkan berhasil membuat produk–

produk hukum atau putusan yang bersifat penemuan hukum atau

konstruksi hukum yang progresif, maka putusan itu akan menjadi

produk hukum monumental dalam pembaruan hukum keluarga, serta

akan mendorong hakim lebih aktif melakukan pembaruan–pembaruan,

mengingat tidak mudah menerapkan pembaruan hukum di tengah

masyarakat yang teguh menerapkan aturan aturan agama yang

konservatif. Masyarakat ada kemungkinan akan lebih percaya kepada

fatwa yang kaku dibandingkan dengan putusan pengadilan yang penuh

dengan uraian analisis hukum agama.

HAK–HAK PEREMPUAN DALAM SYARIAT ISLAM

Hukum Islam yang berkaitan dengan keluarga dalam kitab–kitab

fikih lama (terdahulu) sering menjadi sasaran kritik sebagai produk

yang bias gender. Hal tersebut, karena menempatkan perempuan dalam

kedudukan yang subordinatif, misalnya suami boleh memukul istri, dan

aturan lainnya yang dianggap bias gender. Belum ada uraian makna

―pukul‖ dalam ayat Al Quran. Pada hal ayat Al Quran yang menyebut

dharabu tidak hanya pada ayat yang berkaitan dengan yang

diterjemahkan memukul istri.

Struktur masyarakat Arab sebelum Islam merupakan masyarakat

kesukuan, sementara hukum yang berlaku adalah hukum adat yang

berciri patriatchat dimana status perempuan pada umumnya sangat

rendah, perempuan dapat diwarisi, poligami dan perceraian tanpa batas,

dibolehkan kawin kontrak dengan mengabaikan perempuan tanpa

punya hak apapun. Islam telah menerapkan konsep yang sebenarnya

Page 110: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

110

sangat bertentangan dengan konsep pemahaman bangsa Arab pada

waktu itu.

Islam datang mengubah hukum yang tidak berkeadilan dan

memposisikan kesamaan derajat perempuan dengan laki–laki di

hadapan Allah Swt, siapa saja yang beriman dengan Allah Swt apakah

itu lelaki atau perempuan, maka akan mendapat pahala kenikmatan di

sisi Allah Swt (QS. Ali Imran : 195).

Demikian pula perempuan yang telah diberikan hak yang sama

dengan laki–laki untuk mendapat hak kebendaan (QS. An Nisa : 7).

Allah Swt menciptakan manusia berpasang-pasangan untuk

membentuk keluarga sakinah yang dilandasi cinta dan kasih sayang

(QS. Ar Rum : 21) agar melahirkan keturunan sebagai generasi penerus

(QS. An Nisa : 1).

Di antara misi manusia diturunkan di muka bumi ini ialah sebagai

khalifah Allah untuk memakmurkannya serta membentuk budaya di

muka bumi untuk melaksanakan misi tersebut Allah Swt

menganugerahkan insting, pancaindera, akal, ilmu, agama, wahyu, dan

bimbingan langsung dari Nya. Di antara insting yang dianugerahkan

tersebut adalah cinta kepada lain jenis, keturunan, dan harta kekayaan,

sebagaimana yang diinformasikan oleh Al Quran surah Ibrahim. Ayat

tersebut juga mengisyaratkan bahwa manusia yang berbudaya sebagai

khalifah Allah Swt secara fitri selalu hidup dalam masyarakat yang

diatur oleh norma-norma sosial. Isyarat ini ditegaskan dalam surah Al

Hujurat ayat 13. Dalam ayat tersebut Allah Swt menginformasikan

bahwa manusia diciptakan terdiri atas laki laki dan perempuan,

berbangsa- bangsa, dan bersuku–suku untuk saling berinteraksi.

Page 111: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

111

Untuk berinteraksi tersebut dibutuhkan norma–norma sosial atau

lembaga–lembaga sosial. Surah Al-Maidah ayat 31 memberikan isyarat

bahwa lembaga sosial yang tertua adalah lembaga perkawinan, dan

pelanggarannya menimbulkan kejahatan besar, yaitu anak Adam

membunuh saudaranya sendiri. Dalam membina rumah tangga ada

pasangan suami istri yang mampu mempertahankan rumah tangganya

sampai akhir hayatnya dan ada pula yang putus di tengah jalan.

Islam memberikan jalan keluar bagi yang tidak mampu

mempertahankan rumah tangganya dengan jalan perceraian, namun

perceraian itu adalah jalan terakhir kalau seandainya perkawinan

tersebut tidak mungkin dapat dipertahankan lagi. ‖Perbuatan halal yang

dibenci Allah ialah perceraian. ―Apabila rumah tangga sudah tidak bisa

dipertahankan lagi, maka suami ada kesempatan untuk mengajukan

penjatuhan talak. Tetapi, bila suami tidak melaksanakan tanggung

jawab, maka istri boleh menggugat cerai suaminya.

Konsep ini telah dikembangkan di Indonesia sejak Tahun 1974.

Suami yang bermaksud menjatuhkan talak tidak boleh merendahkan

martabat perempuan, tidak boleh marah–marah, melakukan pembiaran,

dan mengabaikan hak-hak yang harus diberikan, karena perempuan

yang dinikahi itu adalah amanah Allah Swt. Suami tidak boleh

mengambil kembali apa yang telah diberikan kecuali istri rela

mengembalikannya. Suami tidak boleh menghambat bekas istrinya

untuk menikah lagi setelah habis masa idahnya. Suami yang

menceraikan istrinya wajib memberikan nafkah iddah, mut'ah dengan

makruf dan menyediakan tempat tinggal.

Page 112: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

112

Perceraian dalam Islam tidak boleh menjadi bencana dalam

rumah tangga, oleh karena itu perceraian harus dilakukan dengan

makruf sebagaimana Allah Swt berfirman :

‖Talak itu dua kali setelah itu boleh ruju‟ lagi dengan cara yang

makruf atau menceraikannya dengan cara yang baik ‖ (QS. Al Baqarah

: 229).

Jamila atau ikhsan atau dengan cara–cara yang lebih baik.

Menurut Quraish Shihab, ikhsan itu kedudukannya lebih tinggi dari

adil, karena ikhsan itu memperlakukan orang lain lebih baik dari

perlakuan terhadap dirinya sendiri, sedangkan adil memperlakukan

sama orang lain dengan dirinya.

Ayat–ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah Swt sangat

perhatian terhadap perempuan, sehingga suami yang menjatuhkan talak

tidak boleh merendahkan martabat perempuan, harus menghormati dan

tidak boleh mengabaikan hak haknya, karena perempuan yang dinikahi

merupakan amanah dari Allah Swt.

HAK–HAK PEREMPUAN DALAM PERUNDANG–UNDANGAN

Setelah berlakunya Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan secara efektif, di kalangan umat Islam masih juga

terjadi pelanggaran terhadap undang–undang tersebut. Masih banyak

dilakukan perkawinan di bawah umur, poligami tanpa izin pengadilan

dan perkawinan sirri (di bawah tangan) tanpa pengawasan pegawai

pencatat nikah serta tidak dicatat. Hal ini terjadi, karena ajaran

perkawinan yang mereka terima tidak mengharuskan adanya pencatatan

nikah. Perkawinan dengan istri kedua, poligami tidak seizin pengadilan

juga tentunya tidak ada pencatatan. Mereka berani melanggar undang–

Page 113: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

113

undang tersebut karena dendanya terlalu rendah, padahal pencatatan

perkawinan adalah perlindungan terhadap perempuan.

Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah

dengan Undang–Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua

dengan Undang–Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan

Agama juga mengatur masalah perceraian.Dalam peraturan perundang-

undangan tersebut tidak hanya memberikan hak perceraian kepada

suami (laki–laki) saja, akan tetapi juga diberikan kepada perempuan.

Ada yang lebih khusus lagi dimana dalam undang–undang

tersebut menurut Pasal 66 dalam perkara cerai talak, permohonan harus

diajukan di tempat tinggal termohon (istri) dan dalam perkara gugat

cerai menurut Pasal 72 gugatan diajukan di tempat tinggal penggugat.

Selain itu, dalam undang–undang ini juga diatur hak–hak perempuan

pasca perceraian, seperti hak nafkah iddah, mut‟ah, nafkah yang lalu,

dan atas harta bersama, bahkan selama perkawinan istri berhak minta

disita harta bersama kalau suaminya pemboros. Istri berhak menuntut

mahar yang belum dibayar oleh suaminya, berhak melakukan tindakan

hukum terhadap harta miliknya (harta bawaan, hadiah, hibah).

Perlindungan terhadap hak–hak perempuan juga cukup banyak

tertampung dengan diundangkannya Undang–Undang Nomor 23 Tahun

2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Kebijakan Mahkamah Agung Republik Indonesia berkaitan dengan

penguatan hak–hak perempuan terdapat dalam pedoman khusus, antara

lain:

Page 114: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

114

1. Mendudukkan suami sebagai pihak dalam perkara permohonan

poligami, walaupun disebut sebagai perkara permohonan,

perkara poligami diperiksa secara kontensius.

2. Menentukan bahwa harta yang diperoleh selama dalam ikatan

perkawinan dengan istri pertama merupakan harta bersama

milik suami dengan istri pertama saja, sedangkan harta yang

diperoleh suami dengan istri kedua menjadi harta bersama milik

suami dengan istri pertama dan kedua, begitulah seterusnya.

3. Dalam perkara cerai talak hakim secara ex officio dapat

menetapkan kewajiban membayar nafkah iddah, mut'ah untuk

isteri yang dicerai walau tidak ada tuntutan untuk itu, selama

istri tidak terbukti nusyuz.

4. Dalam perkara cerai gugat hakim secara ex officio dapat

menetapkan kewajiban membayar nafkah iddah kepada istri

selama istri terbukti tidak nusyuz.

PENUTUP

Pembebanan kewajiban-kewajiban lainnya terhadap bekas istri,

seperti pembebanan nafkah iddah dan mut„ah walaupun tidak diminta,

tidak melanggar hukum acara dengan dasar untuk melindungi

perempuan sesuai asas Undang–Undang Perkawinan.

Di akhir tulisan ini, sesungguhnya hak-hak perempuan di

Indonesia tidak hanya terlindungi dengan peraturan perundang-

undangan, melainkan juga dilindungi oleh norma hukum, agama, dan

sosial kemasyarakatan.****

Page 115: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

115

PENUTUP

ita telah melihat banyak problema yang dihadapi umat Islam

yang perlu dipecahkan sungguh-sungguh di zaman sekarang.

Dari soal ukhuwah Islamiyah yang masih rentan sampai soal

kepemimpinan dan keberanian mentransformasikan hukum Islam

dalam hukum nasional, ada celah-celah yang pantas kita benahi lewat

penelitian hukum dalam rangka mengadakan perbaikan dan perubahan-

perubahan mendesak dan perlu.

Sudah tiba saatnya umat Islam tidak hanya jadi penonton, tetapi

pemain yang bergulat dengan segala macam problema dunia.

Mampukah umat Islam tampil kembali sebagaimana pada zaman

keemasan dulu? Sudah siapkah kita untuk memimpin dunia?

Umat Islam Indonesia adalah potensi sumber daya manusia

Islam terbesar di dunia. Indonesia adalah negara yang seluruh

penduduknya beragama Islam kecuali beberapa persen saja. Dalam

sebuah negara demokrasi, seharusnya__

karena umat Islam

mayoritas__

Islam menjadi dominan secara kultural, ekonomi, maupun

politik. Kemudian umat Islam juga memiliki sumber daya alam__

tanah,

kebun, dan hasil ekspor. Umat Islam juga mempunyai sejarah

perjuangan yang cukup lama, sehingga tidak berlebihan kalau mereka

mengklaim negara ini sebagai hasil perjuangan mereka. Di samping itu,

umat Islam mempunyai organisasi-organisasi yang telah

berpengalaman dalam membina dan mengembangkan umat. Terakhir,

umat Islam mempunyai sejumlah ulama, cendekiawan, pengusaha,

hakim, politisi yang belakangan ini concern terhadap misi Islam.

K

Page 116: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

116

Pelbagai potensi ini belum seluruhnya dioptimalkan, sumber

daya manusianya secara kualitatif masih sangat tertinggal oleh umat

Islam di negara-negara lain. Nilai-nilai Islam tidak menjadi rujukan

utama dalam perilaku sehari-hari. Vatiakotis, wartawan Far Eastern

Economic Review, pernah berkata, "Saya sering lupa bahwa saya

berada di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam."

Mengapa? Karena dia tidak melihat nilai-nilai Islam tersosialisasi di

masyarakat. Pengetahuan__

baik keislaman maupun non-keislaman__

di

masyarakat kita masih rendah. Seperti pernah dikatakan Nurcholish

Madjid, kita lebih banyak menjadi konsumen ketimbang produsen

ilmu.

Yang sering menyedihkan kita ialah kenyataan bahwa di

samping mempunyai sejarah perjuangan yang panjang, kita pun

mempunyai sejarah perpecahan yang panjang juga. Fanatisme golongan

seringkali menghancurkan potensi ini. Akibatnya, kita tidak pernah

mempunyai pemimpin__

baik ulama, hakim, cendekiawan, akademisi,

maupun politisi__

yang dapat diterima oleh semua golongan. Tidak perlu

disebutkan bahwa keadaan ini telah melemahkan juga penggunaan

sumber daya alam yang kita miliki.

Sebagai penutup buku ini, berdasarkan penelitian seperlunya,

hukum Islam dua Negara (Indonesia dan Malaysia) khususnya hukum

keluarga Islam dan hukum perwakafan dalam Islam secara luas dan

sistematis, berlaku di negara-negara kawasan Asia Tenggara, bahkan

negara Islam dunia. Secara umum dan garis besar, hukum keluarga

Islam dan hukum perwakafan yang berlaku di Indonesia dan Malaysia

adalah sama. Kalaupun ada perbedaan di sana-sini, maka perbedaan itu

Page 117: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

117

lebih banyak berhubungan dengan soal-soal teknis-administratif

daripada perbedaan-perbedaan yang bersifat filosofis-yuridis.

Persamaan-persamaan itu terutama disebabkan sumber

hukumnya yang sama, yaitu Al-Quran dan Al-Hadis, sementara

perbedaannya lebih disebabkan yang sedikit banyak turut

mempengaruhi perbedaan-perbedaan hukum keluarga Islam secara

sosiologis dan kultural.

Demikianlah ringkasan dan kesimpulan yang menjadi penutup

dari buku ini. Dengan harapan, sekali lagi semoga kehadiran buku ini

benar-benar memberikan sumbangan berharga bagi perkembangan

hukum Islam di Tanah Air Indonesia tercinta, dan pada saat yang

bersamaan juga benar-benar memberikan manfaat (nilai guna) bagi

para pembacanya. Amin, ya Mujibas-sa'ilin, wal-hamdulillahi rabbil-

'alamin.

Page 118: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

118

BIOGRAFI SINGKAT

A. PENULIS

Drs. H. Wahyu Widiana, M.A, dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat, 18 September 1952. Pendidikan formal ditempuh mulai Sekolah Dasar Negeri Ciawi, Tasikmalaya (1965), SMP Negeri Ciawi Tasikmalaya (1968), SMA Islam Cipasung jurusan Paspal (1971), S1 jurusan Peradilan Agama Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1977), dan S2 Near Eastern Studies

University of Michigan Amerika Serikat (1990).

Selain pendidikan formal, penggigat olahraga tenis lapangan ini juga banyak mengenyam pendidikan dan pelatihan (non formal) baik di dalam negeri maupun luar negeri, antara lain Pendidikan Hakim 10 hari, PTA Bandung (1980), Pendidikan Perkantoran 2 minggu, PTA Bandung (1981), P4 2 Minggu, BP7 Jakarta (1984), Sekolah Pimpinan Administrasi Tk. Lanjutan (SPALA) 3 bulan, Depag/LAN Jakarta (1985), Training of English for Academic Purpose I,5 bulan, British Council Jakarta (1986), Training of English for Academic Purpose II 3 bulan, Australian LC Jakarta (1987), Training of Management/Computer 2 bulan, PPM Jakarta (1987), Tarpadnas 2 minggu, BP7 Jakarta (1991), Sekolah Pimpinan Administrasi Tk. Madya (SPADYA), Depag/LAN Jakarta 3 bulan (1994), Diklat Pimpinan Tk. II Nasional/SESPANAS 3 bulan, LAN Jakarta (2001), Educational Policy and Planning Program 1 bulan, Simon Fraser University, Vancouver, Canada (2001), Pelatihan Hakim di Mesir (2002), Pelatihan IT dan Mediasi di Family Court Australia 2 Minggu (2005), Pelatihan perbandingan Hukum Keluarga di Southwestern University, Los Angeles 2 Minggu (2006), serta masih banyak lagi.

Beliau memulai pekerjaan dari bawah, sebagai staf pada Pengadilan Agama Jakarta Utara (1978-1981), Hakim Anggota Tidak Tetap (Hakim Honor) PA Jakarta Utara (1981-1982), Kepala Seksi Hisab Rukyat pada Ditbinpera (1981-1991), Kasubdit Pertimbangan Hukum Agama & Hisab Rukyat (Agustus 1991 - Mei 1996), Kasubdit Penelitian & Pengabdian Masyarakat (Mei 1996-

Page 119: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

119

Desember 1996), Kepala Hubungan & Kerjasama Luar Negeri (Desember 1996-November 1998), Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan (November 1998-September 1999), Staf Ahli Menteri Bidang Kerukunan Umat Beragama (September 1999-Mei 2000), Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama (Dirbinbapera) pada Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam (Mei 2000-Juni 2001), Direktur Pembinaan Peradilan Agama (Dirbinpera) pada Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji (Juni 2001-2005), dan sekarang dipercayakan sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI.

Penguasaan beliau dalam bidang manajemen dan kepemimpinan, IT, dan diplomasi, berhasil mengantarkan Badan Peradilan Agama di Indonesia menjadi maju, modern, dan mandiri secara nasional dan internasional. Karya tulis beliau, baik dalam bentuk buku, makalah seminar dan pelatihan, artikel, dan ulasan jurnalistik, tersebar di berbagai media cetak dan elektronik, dalam dan luar negeri.

*****************

Drs. H. Soufyan M. Saleh, S.H, dilahirkan di Banda Aceh, 7 Juli 1947. Pendidikan formal ditempuh mulai SRIN 6 tahun (1961), SMI/SMIA (1964), SP.IAIN (1966), Diploma III IAIN Djamiah Ar-Raniry Darussalam jurusan Hukum Islam (1970), S1 jurusan Qadha Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry Aceh (1975), dan S1 Fakultas Hukum UNSAM (1988).

Kursus dan pelatihan yang pernah diikuti, antara lain Sepadya Depag XIV (Februari 1984), Pendidikan Hakim Senior Pengadilan Agama Angkatan I (Desember 1991), Sespanas (Januari 1995), dan masih banyak lagi.

Dalam bidang pekerjaan, beliau mengawali karirnya sebagai CPNS/Cakim pada Mahkamah Syar'iyah IDI (1976), Hakim Mahkamah Syar'iyah IDI (1978), Wakil Ketua Mahkamah Syar'iyah IDI (1978), Ketua Mahkamah Syar'iyah IDI (1980), Ketua Mahkamah Syar'iyah Langsa (1984), Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Medan (1992), Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi (1997), Ketua Mahkamah Syar'iyah Persiapan di NAD (2000), Ketua Pengadilan Tinggi Agama Banten (2008), dan

Page 120: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

120

sekarang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan sejak 12 Maret 2010.

Pak Kiai, (sebutan beliau menurut berbagai sumber) adalah seorang hakim yang ulama dan ulama yang juga hakim, pelaku sejarah terbentuknya Mahkamah Syar'iyah Aceh, dan pemimpin yang kharismatik. Beliau tidak hanya berada dibalik layar, tetapi berdiri tegak di depan untuk memperjuangkan nilai-nilai hukum dan keadilan. Hal itu terbukti dari kepemimpinan beliau di pelbagai Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Syar'iyah di Aceh.

Dalam bidang tulis-menulis, karya pak 'Yan' tersebar di berbagai media massa cetak dan elektronik. Hasil karya dalam bentuk buku, makalah seminar, dan artikel ilmiah, banyak menjadi referensi dan panduan para praktisi hukum, akademisi, dan ulama. Di usianya yang tidak muda lagi, beliau masih konsisten melakukan outer journey (perjalanan ke luar) dalam rangka mencari masukan terhadap perubahan hukum dan keadilan, khususnya hukum Islam di Tanah Air Indonesia, dan buku ini salah satu hasil rihlah beliau.

****************

Prof. Dr. H. A. Hamid Sarong, S.H, M.H, dilahirkan di Aceh Utara, 12 Oktober 1949. Pendidikan formal dimulai sejak tahun 1977 pada jenjang S1 jurusan Perdata/Pidana Islam Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry Aceh, S1 jurusan Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (1981), S2 Ilmu Hukum pada Universitas Indonesia Jakarta (1993), dan S3 Ilmu Hukum pada Universitas Sumatera

Utara (2008).

Pendidikan non formal berupa pelatihan profesional, antara lain Hak Asasi Manusia dan Hukum Humaniter, ICRC delegasi Indonesia (2006), Training Leadership and Management for Senior Leader pada Center Education of Leadership (CEL), Mc. Gill University of Canada (2007), Pelatihan Pluralisme Hukum Analisis Hukum Islam, kerjasama Kanada dan IAIN Ar-Raniry (2008), Mediation Training di Jakarta, Pusat Mediasi Nasional (2009), dan masih banyak lagi.

Page 121: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

121

'Buya' Hamid Sarong, mengawali karirnya sejak tahun 1993-2000 sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry, Dekan Fakultas Syari'ah IAIN Ar-Raniry (2000-2008), dan sekarang menjabat sebagai Guru Besar Hukum Islam IAIN Ar-Raniry Aceh.

Suami dari Dra. Hj. Rosmawardani Muhammad, SH (Hakim PTA Medan) ini, banyak meluangkan waktu dengan melakukan beragam macam penelitian, yaitu sebagai Ketua Tim Penelitian tentang Formalisasi Syariat Islam di Aceh, sumber dana BRR (2008), dan penelitian tentang Pola Penguatan Akidah Umat Islam, sumber dana Dinas Syari'at Islam Aceh (2010).

Karya tulis beliau, antara lain: Hukum dan Politik; Prospek Keberlakuan Hukum Islam di Indonesia (2008), Mediasi dan Arbitrase; Tantangan Kurikulum Fakultas Syari'ah dan Hukum (2009), Pencatatan Pernikahan; Pembaharuan Hukum Keluarga di Indonesia (2010), dan masih banyak lagi.

**************

Prof. Dr. Raihanah binti Haji Abdullah, adalah profesor madya bidang Syari'ah pada Akademi Pengajian Islam Departement of Syari'ah and Law University of Malaya, Kuala Lumpur Malaysia. Mengawali karir akademiknya pada Bachelor of Syariah (HONS), University of Malaya, MA (Islamic Societies and Cultures)(SOAS), UNIVERSITY OF LONDON, UK, dan PhD(IIUM), UNIVERSITI ISLAM

ANTARABANGSA (UIAM).

Profesor yang menggeluti kajian isu gender, hukum keluarga Islam dan hukum Islam kemasyarakatan ini, mengawali karirnya sebagai Anggota Panitia Penasehat Akademik pada Institute of Higher Learning, Department of Syariah And Law, Academy of Islamic Studies (1993 – 1994), Anggota Panitia Dana Sosial Mahasiswa Universiti Malaya (2008-2009), Anggota Panitia Workshop Penelitian Kehakiman, Department of Syariah And Law, Academy of Islamic Studies, University of Malaya (2000), Auditor Internal pada Universiti Malaya (2007-2009), dan Guru Besar Syari'ah dan Hukum (Syari'ah and Law) pada Universiti Malaya.

Page 122: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

122

Sebagai seorang profesor ahli, beliau banyak menulis dan menghasilkan karya ilmiah. Baik dalam bentuk buku, hasil editor, jurnal ilmiah, makalah seminar, simposium, workshop, pendidikan dan pelatihan, bahan kuliah, dan esai di berbagai media massa terbitan Malaysia, Australia, Kanada, dan Inggris. Salah satu karya ilmiah beliau yang terbaru (2010), adalah; Wanita Islam di Malaysia Selepas 50 Tahun Kemerdekaan: Pencapaian dan Cabaran (peny.), Wanita Islam: Isu-isu dan Pemerkasaan Hak, Selangor: Persatuan Ulama Malaysia (2010), Wanita Islam dan Isu-Isu Gender Masa Kini (Muslim Women and Contemporary Gender Issues) (peny), Wanita Islam: Isu-isu dan Pemerkasaan Hak, Selangor: Persatuan Ulama Malaysia (2010).

Sekedar informasi untuk bertukar sapa, Profesor bidang kajian hukum keluarga Islam dan isu gender ini dapat dihubungi melalui alamat korespondensi: Department of Syariah and Law, Academy of Islamic Studies Building, University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur, MALAYSIA. Email: [email protected]

****************

Prof. Dr. Siti Mashitoh binti Mahamood, adalah profesor madya bidang kajian hukum wakaf, zakat, wasiat, hibah, dan manajemen syari'ah. Beliau mengawali karir akademiknya pada Bachelor of Syariah (HONS), UNIVERSITY OF MALAYA (UM), Master of Syariah pada UNIVERSITY OF MALAYA (UM), dan PhD, pada BIRMINGHAM UNIVERSITY, BIRMINGHAM, UK.

Karirnya dimulai sebagai konsultan hukum pada Syarie Lawyers And Law Consultancy, (2005), As-Salihin Trustee Bhd, Member of Shariah Committee, (2005), dan Guru Besar pada Department of Awqaf, Zakat and Hajj (JAWHAR) University of Malaya, Kuala Lumpur Malaysia sejak tahun 2005.

Sang profesor termasuk salah satu ahli bidang hukum wakaf, zakat, haji, dan manajemen syariah yang aktif menulis buku, jurnal ilmiah, melakukan penelitian dalam dan luar negeri, mengajar, dan pengabdian kepada masyarakat. Karya tulis beliau, yaitu; Waqf in Malaysia: Legal dan Administrative Perspectives, Kuala

Page 123: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

123

Lumpur: UM Press; (2002), Pelaksanaan Istibdal Dalam Pembangunan Harta Wakaf di Malaysia, (The Implementation of Istibdal in the Development of Wakaf Property in Malaysia), Kuala Lumpur: Syariah dan Law Department, Academy of Islamic Studies, University of Malaya (2001), Bagaimana Membuat Wakaf (How to Constitute Wakaf), KL: Syariah dan Law Department, Academy of Islamic Studies, University of Malaya.

Beliau dapat dihubungi; Department of Syariah and Law, Academy of Islamic Studies University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur, MALAYSIA. Email : [email protected]

****************

Drs. H. Almihan, S.H., M.H., dilahirkan di Kampung Tempel, 2 Agustus 1960. Pendidikan formal dimulai sejak Sekolah Dasar tahun 1973, kemudian SLTP (1976), SLTA (1981), S1 Fakultas Syariah IAIN Sumatera Utara Medan (1989), S1 Fakultas Hukum UMSU Medan (1989), dan S2 Ilmu Hukum Program Pascasarjana UMSU Medan (2006). Mengawali karirnya sebagai CPNS (1992), PNS

(1993), Hakim (1995), dan sekarang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Binjai sejak 3 September 2004. Pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, antara lain DIKLAT PIM Tk. III selama 45 hari yang diselenggarakan oleh Pusdiklat DEPAG RI, Diklat teknis Orientasi Peningkatan Kemampuan Kepemimpinan Ketua Pengadilan Agama, selama 3 hari yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung RI, Pendidikan Calon Hakim selama 11 bulan, diselenggarakan oleh Direktorat Peradilan Agama. Beliau beralamat di Jalan Palembang No.24 Binjai-Sumatera Utara, dalam kesibukannya masih menyempatkan diri untuk menulis artikel, opini, dan esai di berbagai media cetak dan elektronik, baik terbitan internal PTA Medan, www.badilag.net, maupun lokal. Tulisannya dalam buku ini, salah satu karya ilmiah dari hasil penelitian di Malaysia.

**************

Page 124: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

124

Dr. Suhrawardi K Lubis, S.H., Sp.N., M.H, dilahirkan

di Desa Baru Pasaman Barat, Sumatera Barat, 15 Juni tahun 1962. Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri di Silayang Kecamatan Ranah Batahan (1974), Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah (1978) dan Madrasah Aliyah Muhammadiyah (1981) di Silaping Kecamatan Ranah Batahan, melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara (UMSU) Medan dan tercatat sebagai alumni Pertama (1987), menyelesaikan pendidikan Spesialis Notariat di Universitas Sumatera Utara (1998) dan menamatkan pendidikan Program Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan telah menyelasaikan pendidikan Doktor Falsafah/Ph.D di Universiti Sains Malaysia Pulau Pinang.

Suhrawardi pernah bekerja sebagai Guru SD Muhammadiyah di Jalan Mandailing Medan (1981), Kepala Bagian Tata Usaha di FKIP-UMSU Medan (1984-1987), Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FKIP-UMSU Medan (1987-1989), Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum UMSU (1989-1991), Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum UMSU Medan (1991-1996), Dekan Fakultas Hukum UMSU Medan (1996-2004) Pembantu Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (1994-sekarang). Kini tercatat sebagai Dosen Tetap (Lektor Kepala) pada Fakultas Hukum dan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Selain aktif sebagai tenaga pengajar, beliau juga aktif menggeluti profesi hukum yaitu Pengacara dan Konsultan Hukum (1987-1998) dan sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Deli Serdang (1989-sekarang), dan kini tercatat sebagai Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah Notaris Deli Serdang (2006-2009).

Sebagai aktivis, beliau juga aktif di berbagai organisasi profesi, seperti pada Ikatan Notaris Indonesia (INI), Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), dan juga pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IRM), Ikatan Mahasiswa

Page 125: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

125

Muhammadiyah (IMM), Pemuda Muhammadiyah (PM), sekarang aktif di Persyarikatan Muhammadiyah sebagai Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (2005-2010) setelah sebelumnya tercatat sebagai Kordinator Bidang Hukum dan HAM dan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (2000-2005).

Dalam bidang riset, beliau pernah melakukan penelitian tentang Assimilasi Hukum Perkawinan Adat Minangkabau dan Mandailing di Ujung Gading Kabupaten Pasaman (Skripsi Sarjana Fakultas Hukum UMSU), Kontribusi Hukum Islam Dalam Pembangunan Hukum Ekonomi di Indonesia (Tesis Program Magister Ilmu Hukum UMJ), dan penelitian lainnya yang berhubungan dengan tugas-tugas sebagai tenaga pengajar di Perguruan Tinggi.

Beberapa karya tulisnya, tersebar di berbagai harian yang terbit di Medan, Majalah Media Hukum Fakultas Hukum UMSU dan Jurnal Madani yang diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, dan menulis buku yang berjudul Etika Profesi Hukum, Hukum Ekonomi Islam, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Karya bersama Drs. H.Chairuman Pasaribu), Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis) (karya bersama dengan Komis Simanjuntak) diterbitkan oleh Penerbit Sinar Grafika Jakarta, dan sekarang sedang mempersiapkan penerbitan beberapa judul buku tentang hukum, khususnya bidang hukum ekonomi Islam.

**********

Dra. Hj. Rosmawardani Muhammad, S.H, dilahirkan di Aceh Utara, 8 Desember 1954. Mengawali pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah (MIN), Madrasah Tsanawiyah (MTsN), Madrasah Aliyah, Sekolah Persiapan Ar-Raniry, S1 Fakultas Syariah IAIN Ar Raniry Aceh, S1 Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala Banda Aceh, dan sekarang tengah

menyelesaikan Magister Ilmu Hukum (S2) Pascasarjana Universitas Pembangunan Panca Budi Medan. Istri dari Prof. H.A. Hamid Sarong ini, banyak mengikuti kursus singkat dan pelatihan, antara lain Kursus Penerapan Hukum Keluarga (Family Court Australia Tahun 2005), Orientasi

Page 126: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

126

Peningkatan Kemampuan Kepemimpinan (Jakarta, 2007), Pelatihan Hukum dan Peradilan (Pemerintah Jerman, Tahun 2007), Pelatihan Mediasi (Jakarta, 2010), Training of Trainer Diklat Hakim Berkelanjutan ( Jakarta, 2011), Pelatihan Mengenai Hukum Keluarga : Kekerasan dalam Rumah Tangga, KDRT dan CEDAW bagi Hakim Mahkamah Syar’iyah(oleh Unifem Aceh di Banda Aceh, 2008), Seminar Nasional Hukum Materil Peradilan Agama antara Cita, Realita dan Harapan(Jakarta,2010), Seminar Internasional Hukum Keluarga (Medan, 2011).

Ibu tiga orang anak ini, sekarang menjabat sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan dan beralamat di Jl. Hamzah Fansury No. 27 Dusun Utara Kopelma Darussalam, Aceh.

*********

B. PENYUSUN

Drs. H. Muhsin Halim, S.H., M.H., dilahirkan di Pasar Sorkam, 9 April 1954. Menyelesaikan studi S1 IAIN Sumatera Utara (1982), dan S2 pada Universitas Islam Riau. Pernah mengikuti pendidikan non formal, antara lain Diklat Hisab Rukyat (1993), Diklat Hakim Senior (1996), dan masih banyak lagi.

Suami dari Hadiana Marbun ini, mengawali karir sebagai Panitera Sekretaris PA Sidikalang (1984), Hakim PA Tanjung Balai (1998), Wakil Ketua PA

Gunung Sitoli (1992), Ketua PA Gunung Sitoli (1996), Ketua PA Tanjung Balai (1997), Ketua PA Sibolga (2002), Hakim Tinggi PTA Pekan Baru (2005), dan sekarang menjabat sebagai Hakim Tinggi PTA Medan.

Sebagai seorang Hakim, ayah tiga anak ini sangat aktif dan produktif menulis. Tulisannya tersebar di berbagai media cetak dan elektronik, baik internal Mahkamah Agung dan Badilag, maupun regional.

**********

Page 127: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

127

Drs. Zulkifli Siregar, S.H,. M.H, dilahirkan di Langga Payung, 31 Desember 1965. Pendidikan Formal pada SDN Sei Sembilang (1972-1977), MTs. Darul Ulum Kisaran (1978–1981), MA Darul Ulum Kisaran (1981–1984), S I Fakultas Syari'ah IAIN Yogyakarta (1984–1989), S I Fakultas Hukum

UMSU (1995–1998), dan S2 Ilmu Hukum Program Pascasarjana UMSU Medan (2004–2006). Selain pendidikan formal, suami dari Dra. Eni Jamilah ini juga pernah menempuh kursus singkat dan pelatihan profesi, yaitu Latihan Pra Jabatan (1992), Pendidikan Calon Hakim (1992), dan pelatihan lainnya.

Ayah dari Reja El Hakim, Raihan Afiq, dan Alfan Mubarak ini, mengawali karirnya dari bawah sebagai CPNS di PA Balige (1992-1993), PNS di PA Balige (1993), Hakim di PA Balige (1995), Wakil Ketua PA Balige (2002-2006), Wakil Ketua PA Pematang Siantar (2006-2010), dan sekarang menjabat sebagai Ketua PA Kabanjahe sejak tahun 2010.

Sebagai seorang Hakim dan intelektual, beliau termasuk aktif menulis di berbagai media cetak dan elektronik, termasuk di website www.badilag.net. Beliau saat ini berdomisili di Jln. Kapten Selamat Ketaren No.19 Kabanjahe Email-Alamat Kantor Jalan Jamin Ginting No.73 Kabanjahe Telepon Kantor 0628-20503 Faximile 0628-324878.

**********

Drs. Muhammad Amin, S.H., M.H, dilahirkan di Lubuk Pakam, 6 Maret 1961. Mengawali pendidikan formal pada jenjang SD/Ibtidyah (1974), Tsanawiyah/MtsN (1977), MAS/MAN (1980), S I Fakultas Syari'ah UISU Medan (1991), S I Fakultas Hukum UNIVA (2004), S2 Magister Hukum UMJ (2004).

Pendidikan dan Pelatihan yang pernah diikuti, yaitu Pra Jabatan (1993), Pendidikan Calon Hakim (1993), Pelatihan Teknis Fungsional di Medan (2004), Pelatihan Teknis Yustisial di Medan,

Page 128: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

128

Pelatihan Khusus Teknis Fungsional di Yogyakarta (2003), dan Pelatihan Sertifikasi Mediator di Bogor (2009).

Beliau mengawali karirnya, sebagai Hakim PA Binjai Tahun 1998– 2006, Hakim PA Lubuk Pakam Tahun 2006–2010, dan Wakil Ketua PA Kabanjahe Tahun 2010–sekarang. Tulisan beliau banyak bertebaran di sejumlah media cetak dan elektronik, termasuk di Newsletter Dinamika Yustisia PTA Medan, dan website www.badilag.net.

Alamat rumah saat ini, di Jl. Bakaran Batu, Desa Tumpatan, Gg. Sempali, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

***********

C. EDITOR

Alimuddin, S.HI, dilahirkan di Palembang, 6 Jumadil Akhir 1402 Hijriyah. Mulai mengenyam pendidikan formal di Palembang pada Sekolah Dasar Muhammadiyah 6 Palembang (1992), Pondok Pesantren Darussalam (cabang Gontor) Tegineneng Lampung Selatan (1995), Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Perguruan Al-Hikmah Lirboyo (1996),

MAPK Bandar Lampung (1999), S1 jurusan Jinayah Siyasah, Fakultas Syari'ah IAIN Raden Fatah Palembang (2003), S2 Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Pembangunan Panca Budi Medan (proses).

Selain pendidikan formal, pernah mengikuti kursus singkat di luar kedinasan, antara lain; Intensive English Course, Bandar Lampung (1997), English First di Bandar Lampung (1998), Pelatihan Hukum Perlindungan Anak Korban Kekerasan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Sumatera Selatan (2001), Kursus Pramuwisata Pemula, Disbudpar Sumsel dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (2002), Diklat Kepengacaraan, Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Sumsel (2003), Diklat Jurnalistik, Lembaga Pers Ukhuwah (2003), Diklat Jurnalistik Radio, Tim News Radio Smart FM Palembang (2004), dan In House Training ESQ Ary Ginanjar Agustian (2004).

Page 129: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

129

Pendidikan dan pelatihan non formal kedinasan, yaitu; Pendidikan dan Pelatihan Pra Jabatan Golongan III di Megamendung Bogor (2010), Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim di Megamendung Bogor (2010), dan Pelatihan Sertifikasi Mediator, kerjasama MA RI dan IICT (2010).

Mengawali karir (dinas) sebagai calon Hakim pada Pengadilan Agama Baturaja kelas IB pada tahun 2009, dan sekarang menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Agama Pandan kelas II sejak Desember 2011.

Pengalaman kerja dimulai sebagai wartawan, majalah Ukhuwah Palembang (2002), Reporter Berita, Radio Hangtuah FM Palembang (2003), Koresponden Berita, Radio Smart FM Palembang (2003), Redaktur Tabloid Madani Sumsel (2004-2005), Assisten Trainer ESQ Leadership Center, Ary Ginanjar Agustian di Jakarta (2005), Advokat magang pada Kantor Advokat dan Rekan Indra Kasyanto Pasaribu, SH, di Jakarta (2005-2006), dan terakhir menjadi Wartawan harian, koran Seputar Indonesia di Jakarta (2006-2008).

Karya tulis, baik sebagai penulis maupun editor yang pernah dipublikasikan, antara lain; Peran Jaksa di Pengadilan Agama Dalam Perkara Pembatalan Perkawinan, buku penerbit nulisbuku.com dan Limas (2012), Menggagas Masyarakat Madani di Indonesia (Editor), penerbit Madani (2006), Panduan Membela Klien dalam Perkara Perdata dan Pidana (Editor), penerbit LKBH APSI (2008), dan masih banyak lagi tulisan yang tersebar di media cetak dan elektronik, baik berupa artikel, opini, resonansi, maupun liputan jurnalistik (berita).

Page 130: HUKUM ISLAM DUA NEGARA

130