5
 Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 9 - 24 *) Mahasiswa Magister Pascasarjana Ilmu Komunikasi Undip Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pandanaran Telp. 024 70283468 , r [email protected]  HUKUM MEDIA, DULU, KINI DAN ESOK Sinung Utami Hasri Hapsari *)  Abstract  Mass media is the i nstrument for looking out our surrounding, it reflects the society culture wherein the media presents. The media must be influenced by the political system, it could be seen on the reportage of social reality. The development of technology brings a new era in human life especially in media activities. New media activities like citizen journalism, blog journalism, was not regulated in the media law. The Indonesian media law should anticipate and facilitate the technology development to make the life of media become more democratic. Keywords : Mass media, Social reality, technology, media law Pendahuluan Media massa merupakan komponen penting dalam proses komunikasi massa. Menurut Jalaluddin Rakhmat (1990 : 135) media massa adalah media yang digunakan untuk menyalurkan komunikasi kepada masyarakat seperti pers, radio, televisi, film dan sebagainya. Sebagai sarana komunikasi untuk penyebaran informasi dan gagasan kepada publik, media massa mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia di berbagai bidang seperti bidang politik, ekonomi, budaya sosial dan sebagainya. Media senantiasa menjadi pusat perhatian dalam membahas komunikasi massa. Dennis Mc Quail (2000) menyebut media, misalnya merupakan jendela yang memungkinkan kita dapat melihat apa yang ada diluar lingkungan langsung kita, sebagai penterjemah yang dapat membantu kita memahami pengalaman baik langsung maupun secara simbolik , sebagai landasan atau pembawa informasi bagi para audiens dalam menentukan sikap, sebagai rambu-rambu yang yang memberikan instruksi dan arahan, penyaring bagian-bagian dari pengalaman, sekaligus menitikberatkan pada bagian yang lain, sebagai cermin yang memantulkan bayangan kita kembali pada kita sendiri dan sebagai penghalang yang merintangi kebenaran itu sendiri. Melalui media, pesan-pesan dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru, dapat mempengaruhi, sekaligus mencerminkan budaya masyarakat dimana media tersebut hadir. Cara pandang media dalam menyajikan realitas sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang berlaku pada masanya. Hal ini dapat terlihat dari hasil liputan media dalam mengangkat suatu realitas sosial. Pembahasan mengenai media massa selalu dikaitkan dengan pers. Media massa merupakan bagian dari pers itu sendiri. Mengutip pendapat Oemar Seno Adji, pers dalam arti luas memasukkan di dalamnya semua media komunikasi massa yang memancarkan fikiran dan perasaan seseorang baik secara tertulis maupun lisan. Hal ini merupakan manifestasi dari freedom of speech dan freedom of expression. Adanya media massa dalam kehidupan manusia tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang dibutuhkan oleh manusia. Montesquieu dalam Mc Quail (2000) menggambarkan fungsi media massa sebagai pilar keempat dalam suatu negara demokrasi di mana dengan perumpamaan sebuah meja, media massa sebagai kaki meja bersama-sama tiga kaki meja yang lain harus menopang meja demokrasi agar tidak runtuh. Dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dikemukakan fungsi pers nasional ( di mana media massa menjadi bagian di dalamnya) yaitu 1. Sebagai media informasi, Memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat 2. Sebagai Media pendidikan Memberi pengetahuan untuk menambah wawasan masyarakat 3. Sebagai Media Hiburan Memuat hal-hal yang bersifat hiburan untu mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. 4. Sebagai media kontrol sosial, di mana di dalamnya meliputi  Social Participation yaitu keikutsertaan masyarakat dalam pemerintahan  Social Responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat  Social Support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah  Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah 5. Sebagai Lembaga Ekonomi Suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers dapat memanfaatkan keadaan sekitarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri. Bila dilihat dari posisinya sebagai lembaga sosial , media massa berinteraksi

Hukum Media Kini Dan Esok 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mass media is the instrument for looking out our surrounding, it reflects the society culture wherein the media presents. The media must be influenced by the political system, it could be seen on the reportage of social reality.The development of technology brings a new era in human life especially in media activities. New media activities like citizen journalism, blog journalism, was not regulated in the media law. The Indonesian media law should anticipate and facilitate the technology development to make the life of media become more democratic.

Citation preview

  • Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 9 - 24

    *) Mahasiswa Magister Pascasarjana Ilmu Komunikasi Undip Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pandanaran

    Telp. 024 70283468, [email protected]

    HUKUM MEDIA, DULU, KINI DAN ESOK

    Sinung Utami Hasri Hapsari *)

    Abstract

    Mass media is the instrument for looking out our surrounding, it reflects the society culture wherein the media

    presents. The media must be influenced by the political system, it could be seen on the reportage of social reality.

    The development of technology brings a new era in human life especially in media activities. New media activities

    like citizen journalism, blog journalism, was not regulated in the media law. The Indonesian media law should

    anticipate and facilitate the technology development to make the life of media become more democratic.

    Keywords : Mass media, Social reality, technology, media law

    Pendahuluan Media massa merupakan komponen

    penting dalam proses komunikasi massa.

    Menurut Jalaluddin Rakhmat (1990 : 135)

    media massa adalah media yang digunakan untuk

    menyalurkan komunikasi kepada masyarakat

    seperti pers, radio, televisi, film dan sebagainya.

    Sebagai sarana komunikasi untuk penyebaran

    informasi dan gagasan kepada publik, media

    massa mempunyai peranan penting dalam

    kehidupan manusia di berbagai bidang seperti

    bidang politik, ekonomi, budaya sosial dan

    sebagainya.

    Media senantiasa menjadi pusat

    perhatian dalam membahas komunikasi massa.

    Dennis Mc Quail (2000) menyebut media,

    misalnya merupakan jendela yang

    memungkinkan kita dapat melihat apa yang ada

    diluar lingkungan langsung kita, sebagai

    penterjemah yang dapat membantu kita

    memahami pengalaman baik langsung maupun

    secara simbolik , sebagai landasan atau

    pembawa informasi bagi para audiens dalam

    menentukan sikap, sebagai rambu-rambu yang

    yang memberikan instruksi dan arahan,

    penyaring bagian-bagian dari pengalaman,

    sekaligus menitikberatkan pada bagian yang lain,

    sebagai cermin yang memantulkan bayangan kita

    kembali pada kita sendiri dan sebagai penghalang

    yang merintangi kebenaran itu sendiri. Melalui

    media, pesan-pesan dapat disebarluaskan ke

    berbagai penjuru, dapat mempengaruhi,

    sekaligus mencerminkan budaya masyarakat

    dimana media tersebut hadir. Cara pandang

    media dalam menyajikan realitas sangat

    dipengaruhi oleh sistem politik yang

    berlaku pada masanya. Hal ini dapat terlihat

    dari hasil liputan media dalam mengangkat suatu

    realitas sosial.

    Pembahasan mengenai media massa

    selalu dikaitkan dengan pers. Media massa

    merupakan bagian dari pers itu sendiri.

    Mengutip pendapat Oemar Seno Adji, pers

    dalam arti luas memasukkan di dalamnya semua

    media komunikasi massa yang memancarkan

    fikiran dan perasaan seseorang baik secara

    tertulis maupun lisan. Hal ini merupakan

    manifestasi dari freedom of speech dan freedom

    of expression.

    Adanya media massa dalam kehidupan

    manusia tentunya mempunyai maksud dan

    tujuan yang dibutuhkan oleh manusia.

    Montesquieu dalam Mc Quail (2000)

    menggambarkan fungsi media massa sebagai

    pilar keempat dalam suatu negara demokrasi di

    mana dengan perumpamaan sebuah meja, media

    massa sebagai kaki meja bersama-sama tiga kaki

    meja yang lain harus menopang meja demokrasi

    agar tidak runtuh.

    Dalam Undang-Undang Nomor 40

    tahun 1999 tentang Pers, dikemukakan fungsi

    pers nasional ( di mana media massa menjadi

    bagian di dalamnya) yaitu

    1. Sebagai media informasi, Memberi dan menyediakan informasi

    tentang peristiwa yang terjadi di masyarakat

    2. Sebagai Media pendidikan Memberi pengetahuan untuk menambah

    wawasan masyarakat

    3. Sebagai Media Hiburan Memuat hal-hal yang bersifat hiburan untu

    mengimbangi berita-berita berat (hard news)

    dan artikel-artikel yang berbobot.

    4. Sebagai media kontrol sosial, di mana di dalamnya meliputi

    Social Participation yaitu keikutsertaan masyarakat dalam pemerintahan

    Social Responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah

    terhadap rakyat

    Social Support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah

    Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan

    pemerintah

    5. Sebagai Lembaga Ekonomi Suatu perusahaan yang bergerak di

    bidang pers dapat memanfaatkan keadaan

    sekitarnya sebagai nilai jual sehingga pers

    sebagai lembaga sosial dapat memperoleh

    keuntungan maksimal dari hasil produksinya

    untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu

    sendiri.

    Bila dilihat dari posisinya sebagai

    lembaga sosial , media massa berinteraksi

  • Hukum Media : Dulu, Kini dan Esok (Sinung)

    2

    dengan lembaga sosial yang lainnya. Ia

    mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga

    yang lainnya. Maka dalam keadaan seperti ini

    media mempunyai regulasi. Regulasi yang

    dimaksud terhadap media massa dapat

    berbentuk peraturan pemerintah , keputusan

    pemerintah,dan Undang-undang(UU), inilah yang

    kemudian disebut hukum media massa. Hukum

    media adalah hukum yang mengatur tentang

    ketentuan-ketentuan media massa sebagai alat

    komunikasi massa. Hukum media meliputi

    hukum media cetak, hukum media penyiaran,

    film, hukum cyber, dan hukum pers. Ketentuan

    yang diatur adalah tentang masalah isi media,

    prosedur penggunaan media, kepemilikan media

    dan sebagainya.

    Hukum media massa mempunyai tujuan

    yang dapat dikelompokkan yakni

    1. Pertama untuk mengendalikan media massa. Dalam konteks ini peranan

    hukum media massa yakni merupakan

    instrumen untuk membatasi media

    massa agar tidak melencenga dari

    keinginan,misalnya pemerintah. Pada

    titik inilah hukum media massa disebut

    memiliki karakter politik.

    2. Kedua untuk mengatur media massa agar perperilaku wajar sesuai dengan

    keinginan masyarakat,agar tidak

    merugikan masyarakat .Dalam konteks

    ini berarti media massa memiliki

    karakter sosial.

    Regulasi media massa juga melibatkan

    kebijakan media massa dimana kebijakan ini

    merupakan upaya untuk mengatur keberadaan

    media massa dan industrinya. Kebijakan media

    massa merupakan kebijakan komunikasi. Ini

    berarti kebijakan media massa merupakan

    kebijakan Publik. Kebijakan media massa

    merupakan kumpulan prinsip dan norma yang

    mengatur sistem media massa Indonesia. Oleh

    karena itu kebijakan media massa ini tidak dapat

    dipisahkan dari perkembangan sosial, politik dan

    ekonomi sebuah negara. Kedudukan media

    massa dalam politik menempati posisi yang

    penting. Keberadaan media massa menjadi

    barometer suatu sistem politik.

    Pembahasan PERJALANAN HUKUM MEDIA MASSA

    DI INDONESIA

    Sejarah perjalanan media massa di

    Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut

    peran media massa Secara umum, sejarah

    hukum media di Indonesia dalam kurun waktu

    sekitar 1,5 abad sejak zaman Hindia Belanda

    hingga era reformasi di abad ke-21 diwarnai

    dengan ketentuan hukum yang mengekang

    kebebasan media, khususnya kebebasan pers.

    Meskipun terdapat pasang surut, namun secara

    umum pengekangan lebih menonjol daripada

    kebebasannya.

    Isi atau materi hukum media yang

    pernah berlaku di Indonesia bisa dibedakan

    dalam beberapa materi sebagai berikut

    (http://gudangilmu-

    blooddy.blogspot.com/2010/04/sejarah-media-

    dan-sejarah-hukum-media.html) :

    1. Hukum yang member kewenangan penguasa untuk melakukan sensor

    preventif. Sensor preventif adalah

    sensor yang dilakukan sebelum sebuah

    media diterbitkan.

    2. Hukum media yang memberi kewenangan kepada penguasa untuk

    menutup dan membredel sebuah

    media.

    3. Hukum media yang member kewenangan kepada penguasa untuk

    mengeluarkan dan mencabut izin dan

    sebaliknya juga mewajibkan media

    untuk mendapatkan izin sebelum

    menerbitakan medianya.

    4. Hukum media yang berisi jaminan kebebasan pers atau kebebasan media

    Dilihat dari sifat peraturannya, sejarah

    hukum media dapat dibagi dalam tiga periode

    (Wiryawan :2007)

    Pertama, periode sensor

    preventif. Masa Penjajahan Belanda

    Sejarah hukum media di Indonesia dimulai sejak

    keluarnya peraturan hukum yang bersifat sensor

    preventif media yang pertama di Indonesia pada

    zaman Hindia Belanda, yaitu berlakunya

    Reglement op de Drukwerken in

    Nederlandsch-Indie tahun 1856 yang

    mewajibkan semua karya cetak sebelum

    diterbitkan harus dikirim lebih dahulu kepada

    Algemeene Secretarie, bila aturan ini tidak

    dipatuhi maka karya cetak akan disita bahkan

    bisa disertai penyegelan.

    Masa Penjajahan Jepang

    Sensor Preventif pada masa pendudukan Jepang

    tercermin pada undang-Undang No. 16 yang

    menyatakan semua jenis barang cetakan harus

    mempunyai surat ijin terbit. Pelanggaran

    diancam dengan hukuman satu tahun penjara.

    Kedua, periode

    perizinan/pemberedelan. Pada periode ini, hukum yang yang

    berlaku adalah hukum yang mewajibkan media

    untuk memperoleh izin terlebih dahulu sebelum

    menerbitkan medianya. Bila tidak memiliki izin

    atau melanggar ketentuan hukum (misalnya

    melanggar ketertiban umum, menghina pejabat

    negara, daan sebagainya) penguasa berwenang

    menutup media.

  • Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 9 - 24

    3

    Masa Penjajahan Belanda

    Sensor represif dengan nama hukum

    Presbreidel Ordonnantie, pertama kali

    diberlakukan pemerintah Hindia Belanda pada

    tanggal 7 September 1931.

    Masa Demokrasi Liberal (1957-1966)

    Pada Akhir masa Demokrasi Liberal

    dan Orde Lama (1957-1966) Kepala Staf

    Angkatan darat selaku Penguasa Militer

    mengeluarkan Peraturan KSAD

    No.PKM/001/0/1956 berisi larangan kecaman-

    kecaman terhadap Presiden, Wakil Presiden,

    Pejabat Pemerintah, pegawai negeri dan

    penghinaan terhadap golongan masyarakat yang

    dapat menerbitkan keonaran. Pada bulan

    September 1957, sepuluh Surat kabar dan tiga

    kantor berita serentak ditutup karena dianggap

    menyiarkan berita yang tidak berasal dari juru

    bicara resmi sebuah Musyawarah Nasional.

    Peraturan PEPERTI No.10 Tahun 1960 tentang

    Ijin Penerbitan Surat Kabar dan Majalah

    ditandatangani Presiden Soekarno selaku

    Penguasa Perang Tertinggi menyatakan larangan

    menerbitkan surat kabar atau majalah tanpa ijin.

    Bagi yang melanggar, dapat dirampas atau

    dimusnahkan. Ketika Manifesto Politik menjadi

    haluan negara muncul Tap MPR No

    II/MPR/1960 tentang Penerangan Massa

    merupakan Landasan Pelaksanaan Manipolisasi

    Pers Nasional dalam Sistem Demokrasi

    Terpimpin. Ketentuan ini mengharuskan setiap

    perusahaan media massa cetak menjadi alat

    kepentingan pemerintah dan ketentuan

    mengatur kewajiban untuk memiliki Surat Ijin

    terbit (SIT)

    Masa Orde Baru

    Pada masa Orde Baru, sensor represif

    dimulai dengan terbitnya TAP MPR RI No.

    IV/MPR/1978 menggambarkan pergeseran

    sistem politik Orde Baru yang demokratis ke

    sistem otoriter.

    Munculnya UU No 21/1982 sebagai

    penegasan TAP MPR tersebut bersifat

    mengekang media massa dengan diharuskannya

    setiap penerbitan pers mempunyai SIUPP (

    Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) menggantikan

    SIT. Permenpen No 1/1984 yang merupakan

    peraturan pelaksana UU No 21/1982

    mempertegas SIUPP.

    Secara praktis, pers kita selama Orde

    Baru mengambil posisi sebagai slave, budak

    pemerintah. Kemitraan hanya tumbuh di antara

    yang setingkat, yang equal. Dalam hubungan

    yang supra- dan subordinasi, pers hanya menjadi

    kuda tunggangan pemerintah. Apalagi Pedang

    Damocles siap memancung leher pers

    Indonesia, kapan saja dan karena apa saja.

    Ketiga, periode kebebasan pers. Pada awal pemerintahan Orde Baru

    mengalami masa kebebasan dengan

    dikeluarkannya TAP MPRS RI No

    XXXII/MPRS/1966 tentang Pembinaan Pers

    memberi pengakuan kebebasan hak setiap

    warga negara untuk mengeluarkan pendapat dan

    pikiran melalui pers. Tap MPRS ini menjadi

    dasar perumusan UU No 11/1966 yang

    menyatakan bahwa Kebebasan Pers Indonesia

    adalah kebebasan untuk menyatakan serta

    menegakan kebenaran daan keadilan, bukan

    kebebasan dalam arti liberalisme. Akan tetapi

    akibat peristiwa Malari, sistem politik Orde

    Baru yang demokratis bergeser ke sistem

    otoriter yang berimbas juga pada hukum media

    massa.

    Masa Reformasi (1998- sekarang)

    Perubahan gambaran politik yang tajam

    pada tahun 1998 yang tercermin dalam TAP

    MPR RI No. XVII Tahun 1998 tentang Hak

    Asasi Manusia mengatur jaminan dan

    perlindungan dalam hal berkomunikasi,

    memperoleh dan menyampaikan informasi

    melalui media massa.

    Penyebab terjadinya perubahan

    gambaran politik terkait dengan krisis moneter

    yang melanda indonesia sejak tahun 1997 yang

    berdampak serius dalam segala aspek kehidupan

    masyarakat di tanah air. Runtuhnya

    pemerintahan Rezim Soeharto dan digantikan

    dengan pemerintahan BJ Habibie membawa

    dampak yang positif di dalam perkembangan

    Hukum Media Massa di Indonesia

    Peran Pers pasca reformasi 1998 makin

    menguat. Pers tidak lagi terkungkung oleh

    SIUPP sehingga mampu menjalankan tugasnya

    sebagai agen perubahan dan kontrol sosial, juga

    sebagai kekuatan keempat dala demokrasi.

    Euforia kebebasan berpendapat dan kebebasan

    berorganisasi,ditanggapi dengan banyaknya

    diterbitkan suratkabar atau media,serta

    didirikannya partai-partai politik. Fenomena

    euphoria kebebasan politik berdampak pada

    kualitas pelaksanaan kebebasan pers. Dalam

    realitasnya keberhasilan gerakan Reformasi

    membawa pengaruh pada kekuasaan pemerintah

    jauh berkurang (Hamad,2004:65).

    Terbitnya Undang-Undang Pers pada

    tanggal 23 September 1999 dirasakan membawa

    dampak positif bagi perusahaan pers. Dalam

    ketentuan ini dengan tegas diatur mengenai

    penghapusan penyensoran, pelarangan

    penyiaran dan masalah pembreidelan

    Dr.Ibnu Hamad (2004: 66),pengamat

    media, mengidentifikasi fenomena pertumbuhan

    industri media dalam era Reformasi di

    Indonesia dalam 3 pemikiran: pertama, memberi

    basis yang kuat bagi lahirnya pers industri

    dengan menggeser gejala pers idealis; kedua,

    mengundang para pemodal untuk masuk ke

  • Hukum Media : Dulu, Kini dan Esok (Sinung)

    4

    dunia pers yang belum tentu menjadi bisnis

    utama mereka; ketiga, memunculkan kelompok-

    kelompok usaha penerbitan pers. Fenomena

    media pada era Reformasi adalah pers yang

    telah menjadi industri ditengah kebebasan

    politik yang baru diperolehnya.Keterbukaan

    yang sangat luar biasa dalam bidang politik saat

    itu hanyalah menguatkan kecenderungan

    kapitalisasi pers.

    Andi Muis menilai masalah pokok

    system pers Indonesia saat ini adalah masalah

    keseimbangan antara kebebasan dan

    pembatasannya atau tanggungjawabnya

    (1999:75). Bagaimana keseimbangan itu dapat

    terjadi? Daniel Dhakidae menilai, tanggungjawab

    adalah garis batas kebebasan.Dan yang

    sebaliknya tidak kurang benarnya yakni

    kebebasan adalah garis batas

    tanggungjawab.Tanpa kebebasan tidak mungkin

    menuntut tanggungjawab,dan tanpa

    tanggungjawab tidak mungkin menuntut

    kebebasan. Keduanya tidak bisa dipisahkan

    (dalam Akhmadi,1997:29

    Praktik kebebasan pers betul-betul

    dinikmati pers dan dirasakan manfaatnya oleh

    masyarakat melalui kebebasan menyampaikan

    informasi tersebut. Praktik kebebasan pers pada

    akhirnya harus dapat dikelola sendiri oleh

    masyarakat pers sehingga tidak menjerumuskan

    media itu dan tidak merugikan masyarakat luas.

    Tidak ada kebebasan pers yang tanpa batas

    Bagaimana Hukum Media di

    Indonesia Esok ? Perkembangan di dalam bidang

    teknologi informasi tak pelak menimbulkan

    berbagai perubahan dalam segenap aspek

    kehidupan umat manusia termasuk dalam media.

    Internet memungkinkan terciptanya interaksi

    yang lebih intens antara media berita dan

    pembaca. Hal ini membuat tak saja para

    pembaca mampu memberikan feedback atas

    suatu pemberitaan secara realtime, para

    pembaca pula dapat terlibat dalam proses

    pembuatan berita. Inilah yang disebut sebagai

    citizen journalism, dimana setiap warga dunia,

    ketika ia terhubung dengan piranti komputer

    dan terhubung dengan jaringan internet akan

    mampu menjalankan fungsi sebagai penulis

    berita. Bukan perusahaan pers atau wartawan

    pengisi berita saja yang menentukan konten

    suatu media, melainkan pula para user yang

    terdiri dari pengguna dari belahan negara

    manapun tanpa memandang asal-usul.

    Kira- kira satu dasawarsa ini, dunia

    media terutama media berita ada teknologi

    cetak jarak jauh. Dengan teknologi ini, media

    massa mendistribusi tugas cetak penerbitan ke

    titik-titik yang tersebar jauh dari kantor pusat

    media hingga surat kabar bisa sampai ke tangan

    pembaca dengan lebih awal. Sementara itu

    teknologi satelit membuat orang mampu

    mendengar dan atau menyaksikan suatu

    peristiwa yang terjadi di tempat lain yang

    berjauhan degan secara real time. Kini, internet

    memberikan tawaran yang lebih dari dua

    teknologi di atas: kebaharuaan informasi bahkan

    partisipasi dalam pembuatan serta penyampaian

    berita dan informasi, menciptakan tipe

    tersendiri dalam jurnalisme, apa yang disebut

    sebagai online journalism.

    Undang-undang Pers sebagai regulasi

    utama bidang media berita dengan sendirinya

    tercabar relevansinya dalam menyesuaikan diri

    dengan perubahan jaman.

    Definisi pers dalam UU Pers meliputi

    segala hal yang mencakup kegiatan mencari,

    memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,

    dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk

    tulisan, suara dan gambar, serta data dan grafik

    maupun dalam bentuk lainnya dengan

    menggunakan media cetak, media elektronik,

    dan segala jenis saluran yang tersedia. Definisi

    ini sekaligus menjadi titik mula untuk

    mempertanyakan, apakah kegiatan media berita

    yang terbaru sebagai akibat dampak dari

    perkembangan teknologi informasi sekaligus

    pula terakomodasi dalam berbagai klausul UU

    No 40 Tahun 1999??

    UU Pers mendefiniskan wartawan

    sebagai orang yang secara teratur melakukan

    kerja jurnalistik Namun demikian, definisi yang

    seperti itu bukannya tanpa masalah. Pada era

    pra internet, memang demikianlah adanya

    seorang pencari berita yang dikenal dengan

    sebutan wartawan itu. Ia melakukan kegiatan

    jurnalistik yang meliputi mencari, mengolah, dan

    menyampaikan informasi. Namun inovasi

    teknologi membuat definisi tersebut dapat

    dipertanyakan relevansinya.

    Sebagaimana telah disebutkan di atas,

    teknologi informasi memungkinkan setiap orang

    untuk melakukan kerja sebagaimana didefiniskan

    sebagai kerja wartawan sekaligus menjalankan

    bisnis media. Seorang yang mempunyai situs

    internet yang dikelolanya sendiri, yang mencari,

    mengolah dan menyampaikan informasi

    melaluinya adalah juga melakukan kerja

    jurnalistik. Fenomena seperti ini tidak lagi

    berada di alam ide dan wacana belaka,

    melainkan telah dipraktikkan secara massive.

    Dengan sebuah blog orang maupun sekelompok

    orang dapat mengelola sendiri suatu situs

    internet dan menjadikannya sebagai wahana

    komunikasi massa, menjadikannya sebagai media

    berita (news media). Singkat kata, blog pula

    menjalankan fungsi seperti yang diemban media

    tradisional pada umumnya yakni mencari dan

    menyampaikan informasi. Kerapkali bahkan apa

    yang ditulis dan disampaikan melalui blog lebih

    lengkap daripada media tradisional, apa yang

    disebut sebagai partcipatory journalism. Dalam

    beberapa hal, blog pula adalah journalisme

  • Riptek Vol. 6, No.I, Tahun 2012, Hal.: 9 - 24

    5

    Dari paparan di atas maka kita dapat

    simpulkan bahwa perubahan teknologi informasi

    nyatalah menjadi hal yang amat berpengaruh

    dalam kehidupan media berita kita. Batas-batas

    dan definisi sebagaimana tertuang dalam

    perundangan maupun peraturan hukum

    mengenai pers menjadi semakin tidak relevan

    dan tak berkesesuaian lagi dengan realita di

    masa kini. UU Pers masih menyibukkan diri

    dengan mengatur media berita dan segala

    aspeknya, namun dalam paradigma lama yang

    tak lagi sesuai dengan kebutuhan dan praktik

    media kekinian.

    Oleh karenanya sesungguhnyalah

    perubahan dalam UU Pers menjadi sesuatu yang

    harus dilakukan. Perubahan ini penting untuk

    menjangkau berbagai hal yang kini berada di

    dalam ranah abu-abu (grey areas). Untuk itu,

    perlu berbagai terobosan untuk mengatasi

    berbagai perubahan yang berada dalam ruang

    vakum tanpa pengaturan oleh hukum.

    Perubahan undang-undang misalnya

    perlu memberikan batasan yang lebih tegas lagi

    kepada apa yang hendak didefinisikan sebagai

    wartawan. Hal ini penting untuk menghindari

    adanya orang yang menjadi korban manakala

    melakukan kegiatan jurnalistik namun tak

    dianggap sebagai wartawan dan oleh karenanya

    tak dilindungi oleh hukum.

    Selain itu, penting pula mengadakan

    pelbagai perubahan lainnya dalam UU pers

    sekalipun tak bersangkut paut dengan dampak

    perkembangan teknologi terkini terhadap

    kelangsungan media. Perubahan dimaksud

    adalah langkah yang dirasakan telah mendesak

    dilakukan untuk mengakhiri keberpihakan UU

    Pers pada pengusaha daripada kepada

    wartawan. Posisi wartawan dalam konteks

    keberadaannya sebagai buruh dari perusahaan

    amat sangat kentara tak diuntungkan.

    Kesimpulan Perkembangan yang begitu pesat dalam

    bidang media serta aktifitas jurnalistik warga

    yang dipicu oleh perkembangan di bidang

    teknologi informasi nyatalah tidak cukup

    terakomodir dalam hukum pers yang kini

    berlaku di Indonesia. Aktivitas-aktivitas seperti

    citizen journalism, blog journalism yang telah

    nyata dijalankan oleh media berita seolah

    merupakan ranah abu-abu yang tak jelas

    pengaturannya, karena hukum pers yang ada

    belum disesuaikan dengan perkembangan.

    Adalah penting untuk menyadari bahwa

    perkembangan yang pesat terutama di bidang

    teknologi informasi telah membawa manusia

    kepada babak baru peradaban dimana manusia

    kian mampu mengolah informasi yang

    didapatnya. Di sini, monopoli informasi

    termasuk dalam mengolah, menyampaikan

    informasi tidak lagi dimiliki oleh perusahaan

    pers besar yang mensyaratkan akumulasi kapital

    yang besar. Semakin murahya teknologi juga

    membuat media berita menjadi dapat dimiliki

    dan dilakukan oleh semua.

    Perundangan pers Indonesia

    seharusnya mengantisipasi dan memfasilitasi

    perkembangan teknologi, sehingga kehidupan

    pers menjadi lebih demokratis. Sudah saatnya

    pemerintah dan DPR memahami hal ini dan

    untuk kemudian melakukan perubahan terhadap

    UU Pers. Perubahan yang dilakukan tidak

    ditujukan untuk membatasi namun lebih kepada

    memfasilitasi pers nasional agar tetap dapat

    berfungsi maksimal sebagai kontrol sosial di

    tengah perubahan teknologi. Justru di sini yang

    perlu ditekankan adalah bahwa perubahan

    ditujukan pada perlindungan hukum yang lebih

    kuat terhadap insan pers.

    Daftar Pustaka

    Bachsan Mustafa, sistem hukum Komunikasi

    Massa Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

    Bandung, 1999

    Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita

    Politik. Jakarta: Granit. 2004

    Hamad, Ibnu, Konstruksi Realitas Politik Dalam

    Media Massa- Sebuah Studi

    Hari Wiryawan, Dasar-Dasar Hukum

    Media,Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007

    http://gudangilmu-

    blooddy.blogspot.com/2010/04/sejarah-

    media-dan-sejarah-hukum-media.html

    diunduh pada 12-10-2011

    Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Remaja

    Rosdakarya, bandung, 2000

    Muis,A, Jurnalistik Hukum dan Komunikasi

    Massa,Jakarta, Dharu Anutama, 1999

    Oemar Seno Adji, Mass Media dan Hukum,

    Erlangga Jakarta 1973

    Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers