Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I M PL E M E NT AS I PRO G RAM
PU SAT K E SE J AH T E RAA N SO SI AL ANAK I NT E G R AT I F
(PK SAI ) SI K A M A SE A NG DI K AB UP AT E N G O W A
RAHMAWATI SUDIRMAN NOMOR
STAMBUK: 10561 05462 15
PROGRAM STUDI
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
i
IMPLEMENTASI PROGRAM PUSAT KESEJAHTERAAN SOSIAL
ANAK INTEGRATIF PKSAI (PKSAI) SIKAMASEANG
DI KABUPATEN GOWA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diusulkan Oleh
RAHMAWATI SUDIRMAN
Nomor Stambuk : 10561 05462 15
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
ii
ABSTRAK
RAHMAWATI SUDIRMAN, Implementasi Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di
Kabupaten Gowa. (dibimbing oleh Isa Ansyari dan Muhammad tahir).
Implementasi program pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI)
sikamaseang merupakan sebuah program kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan anak. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui implementasi program
pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) Sikamaseang di kabupaten Gowa,
program PKSAI ini dikeluarkan oleh dinas sosial kabupaten Gowa yang bekerjasama
dengan beberapa SKPD terkait.
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah jenis penelitian
kualitatif, dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan menelaah sebelas
informan. Teknik penelitian yang digunakan yaitu melalui observasi, wawancara
mendalam menggunakan pedoman (interview), dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perilaku hubungan antar organisasi yang
terkait mengenai komitmen dan koordinasi sudah cukup baik akan tet api masih perlu
ditingkatkan. Perilaku birokrasi tingkat bawah dari segi kontrol organisasi dan
profesionalisme SDM yaitu pemerintah telah berupaya melakukan kontrol organisasi
melalui pengawasan atau monitoring akan tetapi masih kurang baik sehingga perlu
diperbaiki. Perilaku kelompok sasaran dalam program PKSAI ini sudah baik sehingga
perlu untuk dipertahankan.
Kata kunci: Implementasi program PKSAI
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah yang tiada henti diberikan kepada hambanya. Shalawat dan
salam tak lupa penulis kirimkan kepada rasululullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Merupakan nikmat yang tiada
ternilai manakala penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten
Gowa” dapat terselasaikan dengan baik yang sekaligus menjadi tugas akhir yang
diajukan untuk memenuhuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu
Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Sembah sujud dan kupersembahkan skripsi ini terkhusus kepada kedua
orang tua tercinta Ayahanda Sudirman D dan Ibunda Jumaria, terima kasih atas
segala pengorbanan, kesabaran, doa dukungan dan semangat yang tak ternilai
hingga penulis dapat menyelesaikan studi, kiranya amanah yang diberikan kepada
penulis tidak tersia-siakan. Terima kasih juga kepada kakak dan adik tercinta, dan
seluruh keluarga besarku.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan hingga terwujudnya
skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk
vii
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, S.E. M.M selaku rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, atas kebijaksanaan dan bantuan fasilitas yang
diberikan.
2. Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. Burhanuddin S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Nasrul Haq, S.Sos. M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Dr. Muh. Isa Ansyari, M.Si selaku pembimbing I dan Dr. Muhammad
Tahir, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
6. Dr. Anwar Parawangi, M.Si selaku penasehat akademik selama menempuh
kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
7. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Pemerintahan di Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
memberikan segudang ilmu kepada penulis.
viii
8. Semua staf tata usaha di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang senantiasa
memberikan pelayanan kepada penulis selama pengurusan penelitian dan
skripsi.
9. Kedua orang tua tercinta, Ayah Sudirman D, dan Ibu Jumaria yang telah
memberikan sumbangan moral dan material.
10. Pihak Kesbang Kabupaten Gowa yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis.
11. Dinas sosial Kabupaten Gowa, Dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak, Konsultan UNICEF, Yayasan Bakti, Staf PKSAI serta
masyarakat yang telah membantu dalam mengambilan data.
12. Teman-teman seperjuangan dalam penulisan skripsi, Andi Nurfadillah
A.Sarina, Mardatillah, Nur Nikmat, Ayu Sri Wulandari, dan semua yang tidak
bisa penulis sabutkan satu persatu yang senantiasa memberikan motivasi dan
dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai sampai saat ini.
13. Teman-teman Ilmu Administrasi Negara angkatan 2015 Khususnya kelas 8F
dan 8G serta teman-teman, adik-adik, dan kakak senior terkhusus kakanda di
HUMANIERA yang tak sempat penulis sebut satu persatu yang sama-sama
menimbah ilmu di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar. Terima kasih karena telah mengisi hari-hari penulis
dengan suka dan duka sehingga penulis mengerti arti sebuah kebersamaan.
14. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir
yang penulis tidak bisa sebut satu persatu.
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul...................................................................................................... i
Halaman Pengajuan Skripsi ................................................................................. ii
Halaman Persetujuan .......................................................................................... iii
Halaman Penerimaan Tim .................................................................................. iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ........................................................ v
Abstrak............................................................................................................... vi
Kata Pengantar .................................................................................................. vii
Daftar Isi ............................................................................................................ xi
Daftar Tabel ..................................................................................................... xiii
Daftar Gambar.................................................................................................. xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep, dan Teori ............................................................ 10
1. Pengertian Implementasi ............................................................... 10
2. Model Implementasi Kebijakan Publik.......................................... 13
3. Pengertian Kebijakan Publik ......................................................... 22
4. Pengertian Kesejahteraan Anak ..................................................... 25
B. Kerangka Pikir ................................................................................... 27
C. Fokus Penelitian ................................................................................. 29
D. Deskripsi Fokus Penelitian ................................................................. 29
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 31
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................... 31
C. Sumber Data...................................................................................... 31
D. Informan Penelitian ........................................................................... 32
E. Teknik Pengumpulan Data................................................................. 33
F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 33
G. Pengabsahan Data.............................................................................. 34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian................................................................ 36
1. Gambaran Umum Kabupaten Gowa .............................................. 36
2. Profil Dinas Sosial Kabupaten Gowa............................................. 39
3. Profil Sekertariat PKSAI di Kabupaten Gowa ............................... 44
xi
B. Progam Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang.......................................................................................47
C. Implementasi Program Pusat Kesajahteraan Sosial Anak
Integratif (PKSAI) Sikamaseang.........................................................57
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 80
B. Saran ................................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 82
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 3.1
Teks
Tabel Informan
Halaman
32
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk 38
Tabel 4.2 Masalah Pendidikan 50
Tabel 4.3 Masalah Kependudukan 51
Tabel 4.4 Masalah Disabilitas 52
Tabel 4.5 Masalah Penyakit Kronis 53
Tabel 4.6 Masalah Pekerjaan 54
Tabel 4.7 Masalah Pernikahan 55
Tabel 4.8 Masalah Pengasuhan 56
Tabel 4.9 Data Kasus Anak 57
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
Gambar 2.1 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn 17
Gambar 2.2 Model Implementasi Kebijakan Edward III 19
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir 28
Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial 40
Gambar 4.2 Bagan Struktur Organisasi PKSAI 46
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) di Kabupaten Gowa,
merupakan program layanan pemerintah yang hadir di tengah masyarakat yang
berorientasi untuk pemenuhan kesejahteraan anak. Dalam tujuannya diharapkan
anak-anak terlindungi dari kekerasan, anak bisa hidup layak sesuai hak dasar
kehidupan seperti kasih sayang, kesehatan dan pendidikan. Tujuan lain PKSAI
diharapkan anak-anak rentan dan beresiko di Kabupaten Gowa akan mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Layanan yang ideal ini hadir dalam
wujud Pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) sikamaseang di
Kabupaten Gowa.
Pemenuhan hak-hak dasar anak secara maksimal tanpa adanya
diskriminasi ataupun eksploitasi merupakan arti pentingnya PKSAI di Kabupaten
Gowa. Dikatakan integratif karena ada beberapa komponen yang ikut serta ambil
bagian dalam pelayanan ini, unsur pemerintah, dan masyarakat masyarakat. Dan
kata sikamaseang yang bermakna saling mengasihi antara satu dengan yang lain.
Komitmen pemerintah Kabupaten Gowa bersama dengan semua elemen-
elemen yang terkait dalam meningkatkan kesejahteraan anak dan perlindungan
anak dilaksanakan dengan mengimplementasikan segala bentuk kebijakan anak
dengan dukungan peraturan Bupati Gowa Nomor 35 Tahun 2016 tentang
pembentukan pusat kesejahteraan sosial anak integratif sikamaseang di
Kabupaten Gowa, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan SK tim teknis
1
2
pengelola PKSAI di daerah tersebut pemerintah Kota dan Kabupaten meresmikan
PKSAI di Kabupaten Gowa tanggal 10 November 2016, dengan berlandaskan
konstitusi pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak merupakan bentuk langkah legislasi strategis yang diikuti
dengan berbagai regulasi tentang anak lainnya dan UU Nomor 35 Tahun 2014
tentang amandemen UU perlindungan anak merupakan langkah maju untuk
menyelaraskan segala bentuk regulasi yang belum sesuai dengan prinsip
pemenuhan hak anak. Hal ini bararti bahwa anak sebagai manusia yang utuh
memiliki hak sebagai hak asasi manusia, anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 18 tahun, dan anak dalam kandungan, yang menjamin untuk
pemenuhan hak anak dalam situasi dan kondisi apapun.
Menjadi tugas pemerintah memberikan secara maksimal layanan
kesejahteraan sosial anak yang menyeluruh. UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, kesejahteraan anak merupakan suatu tata kehidupan dan
penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya
dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial (bab 1 pasal 1). Dan UU
Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, upaya terarah, berkelanjutan
yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara.
UNICEF memilih Kabupaten Gowa di Sulawesi Selatan sebagai model
penyelenggara PKSAI, untuk mengatasi permasalahan sosial di Kabupaten Gowa,
PKSAI sendiri dikelola oleh tim terpadu yang berasal dari sejumlah SKPD demi
memberikan layanan terintegrasi dalam hal ini seperti pencegahan deteksi dini dan
3
rujukan penanganan bagi anak rentan dan beresiko mengalami berbagai
kekerasan, eksploitasi, pelecehan, dan lainnya.
Penetapan percontohan layanan anak integratif nasional dengan program
PKSAI baru diterapkan dilima daerah, yaitu Tulung Agung, Surakarta, Klaten,
Makassar dan Gowa. Gowa menjadi salah satu Kabupaten atau Kota yang dinilai
memiliki keunikan, keterampilan dan kesiapan untuk menerapkan layanan anak
integratif ini, dengan demikian untuk membuktikan bahwa Kabupaten Gowa
memang layak menjadi lokus percontohan layanan anak integratif nasional, maka
perlu terlebih dahulu melihat proses pelaksanaan atau implementasi dari program
itu sendiri.
Perumusan suatu kebijakan (program) selalau diiringi dengan proses
implementasi. Bagaimanapun baiknya suatu program tanpa implementasi,
program itu hanyalah sekedar wacana yang tersimpan rapi di atas kertas.
Implementasi adalah penentu dari apa yang telah disusun sebelumnya dan untuk
mengetahui keberhasilan suatu program apakah berjalan dengan baik dan benar
maka hal utama yang perlu dilakukan yaitu memastikan apakah program itu
benar-benar telah dijalankan atau diimplementasikan.
Mendalami proses implementasi program PKSAI, maka terlebih dahulu
perlu memahami implementasi itu sendiri. Persoalan implementasi bukanlah hal
yang mudah, implementasi ialah aksi nyata dalam suatu kegiatan yang begitu
kompleks yaitu melibatkan banyak aktor dengan berbagai kepentingan mereka
masing-masing. Kesukaran dalam proses implementasi dapat bertambah jika
kebijakan atau program yang diimplementasikan tidak diformulasikan secara jelas
4
sebagai dampak kompromi politik yang mewarnai proses formulasi atau
perumusan kebijakan. Kondisi yang demikian akan memberikan ruang (namun
bisa jadi sebuah keharusan atau keterpaksaan) kepada aktor yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijakan untuk membuat interpretasi mengenai maksud dan tujuan
suatu kebijakan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing, kemungkinan
dampak yang ditimbulkan yaitu adanya deviasi atas tujuan kebijakan yang sudah
ditetapkan.
Layaknya implementasi kebijakan dan program pemerintah umumnya,
dalam usaha untuk mewujudkan kesejahteraan anak di Kabupaten Gowa juga
mengalami berbagai permasalahan atau fenomena sosial yang sangat bervariasi,
mulai dari kekerasan, pelecehan, eksploitasi, diskriminasi dan lain sebaginya.
Berdasarkan data dari dinas sosial Kabupaten Gowa mengenai masalah
sosial kesejahteraan anak pada tahun 2018 sebagai berikut; masalah yang
berkaitan dengan identitas dimana terdapat 441 anak yang tidak memiliki
identitas seperti akte kelahiran, masalah disabilitas sebanyak 126 anak, masalah
penyakit kronis sebanyak 54 anak, masalah pendidikan jumlah anak yang belum
sekolah sebanyak 53 anak, tidak sekolah sebanyak 119 anak dan putus sekolah
sebanyak 346 anak. bekerja sebanyak 222 anak, masalah kapasitas pengasuhan
sebanyak 47 anak, dan pernikahan dibawah umur sebanyak 37 anak.
Berdasarkan hasil observasi awal di lokasi terkait dapat dinilai bahwa
dalam pelaksanaan program PKSAI belum di implementasikan sesuai dengan
SOP atau mekanisme yang ada. Hal ini dibuktikan dengan jalur pelaporan atau
pengaduan masyarakat yang belum teratur.
5
Masalah ini kemudian menjadi dasar ungkapan bahwa kesejahteraan anak
di Indonesia benar-benar harus diperhatikan dan ditingkatkan. Masalah-masalah
sosial tersebut di atas merupakan masalah yang kompleks dan masalah yang
bersifat multidimensi karena berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan
aspek lainnya, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang.
Masalah seperti ini sudah ada ada sejak lama dan masih hadir ditengah-tengah
masyarakat kita saat ini, hal ini disebabkan karena gejalanya tidak pernah
mengalami penurun akan tetapi justru malah mengalami peningkatan atau
kenaikan sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi bahgsa
Indonesia. Hal ini juga dikarenakan Indonesia merupakan salah satu negara yang
tingkat kesejahteraan rakyatnya masih di bawah tingkat kesejahteraan negara -
negara maju.
Peningkatkan kesejahteraan anak sisi lain yang tidak bisa disepelekan
untuk diketahui yaitu proses pemberian layanan yang kepada kelompok sasaran.
Setiap instansi pemerintah yang menerapkan sautu program pelayanan publik,
harus mengetahui tujuan dan fungsi pelayanan publik itu sendiri.
Pelayanan publik ditujukan untuk masyarakat, apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat dalam hal pelayanan publik menjadi kewajiban bagi aparatur untuk
malayaninya. Tujuan pelayanan publik semata-mata untuk kepentingan
masyarakat yang menerima pelayanan. Jika pelayanan baik, masyarakat akan
merasa puas atas diterimanya pelayanan yang diberikan. Kepuasan masyarakat
akan menjadi acuan baik atau buruknya pelayanan publik.
6
Tujuan pelayanan publik di Indonesia cenderung masih mengalami
berbagai kendala dan tantangan. Empat kendala yang dihadapi oleh Indonesia
dalam pembangunan pelayanan publik, yaitu politik, lemahnya penggunaan
teknologi. rekrutmen pegawai, reward dan punishmen. Selain itu dalam proses
pelaksanaan suatu program pelayanan dimana dalam program tersebut melibatkan
banyak organisasi atau instansi maka sangat penting untuk memperhatikan
perilaku antar organisasi. Melihat komitmen dan koordinasi dalam pelaksanaan
suatu program, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok sasaran.
Pelayanan kesejahteraan sosial anak pada daerah atau negara maju telah
tertata dengan rapi. Hal tersebut memungkinkan semua anak bisa mendapatkan
pelayanan yang prima. Berbeda dengan negara yang masih berkembang seperti
halnya pembahasan diatas masalah kesejahteraan anak di Indonesia masih belum
bisa teratasi karena salah satu faktornya adalah Indonesia masih dalam kategori
negara berkembang. Hal ini menjadikan tuntutan perbaikan dalam pelayanan
kesejahteraan anak masih diperlukan.
Keberhasilan dalam suatu negara dapat dilihat dari terwujudnya tujuan
pembangunan nasional dan salah satu tolok ukur keberhasilan tersebut adalah
tingkat kesejahteraan anak. Kesejahteraan menjadi poin utama karena berkenaan
dengan penghidupan yang layak bagi setiap anak seperti tersedianya sarana dan
prasarana pendidikan, perlindungan dari bebagai macam hingga yang menyangkut
kebutuhan dasar kesejahteraan anak. Permasalahan kesejahteraan anak menjadi
fokus utama pemerintah dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.
7
Program PKSAI ini diharapkan dapat membantu pemerintah
kota/kabupaten dalam mewujudkan kesejahteraan anak. Berdasarkan
permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“Implementasi Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perilaku organisasi dan antar organisasi dalam pelaksana Program
Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di
Kabupaten Gowa?
2. Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah dalam pelaksana Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten
Gowa?
3. Bagaimana perilaku kelompok sasaran dalam pelaksana Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten
Gowa?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui implementasi program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak
Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perilaku organisasi dan antar organisasi dalam pelaksana
Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di
Kabupaten Gowa.
8
b. Untuk mengetahui perilaku birokrasi tingkat bawah dalam pelaksana Program
Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di
Kabupaten Gowa.
c. Untuk mengetahui perilaku kelompok sasaran dalam pelaksana Program
Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di
Kabupaten Gowa.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
setiap lapisan masyarakat dan dapat memberikan manfaat khususnya sebagai
bahan referensi studi di Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar. Selain itu penelitian ini diharapkan
menjadi salah satu sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-
kajian yang mengarah pada pengembangan ilmu sosial, khususnya pada
bidang ilmu administrasi negara dan ilmu pemerintahan.
2. Secara praktis
a. Merupakan media bagi penulis untuk menyumbangkan wacana dan pemikiran
dalam rangka turut memberikan kontribusi pemikiran tentang implementasi
program PKSAI Sikamaseang di Kabupaten Gowa.
b. Merupakan investasi berharga bagi penulis kelak apabila akan berkiprah
dalam kehidupan sosial dan politik.
9
c. Sebagai salah satu persyaratan dalam penyelesaian studi di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep dan Teori
1. Pengertian Implementasi
Proses formulasi kebijakan telah selesai, maka tahap selanjutnya kebijakan
publik diimplementasikan. Pada tahapan ini, isi kebijakan dan akibat-akibatnya
kemungkinan akan mengalami perubahan dan elaborasi bahkan mungkin akan
dinegasikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Lester dan Stewart dalam
Kusumanegara (2010:97) implementasi yaitu sebuah tahapan yang dilaksanakan
setelah aturan hukum ditetapkan melalui proses politik. Kalimat ini seolah-olah
menunjukan bahwa pelaksanaan/implementasi lebih bermakna non politik, yaitu
administratif.
Meter dan Horn dalam Suratman (2017:25) implementasi yaitu tindakan
yang dilakukan baik oleh individu/pejabat atau kelompok pemerintah ataupun
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijakan. Sabatier dan Mazmanian dalam Suratman (2017:26) yang
menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa hakikat utama
imlementasi kebijakan ialah memahami apa seharusnya yang terjadi setelah
program dirumuskan. Pemahaman ini mencakup usaha untuk
mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau
kejadian-kejadian.
Berdasarkan pandangan tersebut diketahui bahwa proses implementasi
kebijakan sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif
10
11
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan
pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan kekuatan politik,
ekonomi, dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku dari semua pihak yang terlibat untuk menetapkan arah agar tujuan
kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil kegiatan pemerintah.
Odoji dalam Nawawi (2009:131-132) implementasi kebijakan ialah suatu
hal yang sangat penting bahkan dianggap lebih penting dari perumusan
kebijakan. Kebijakan hanya dimaknai sebagai impian atau hanya sekedar rencana
yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dilaksanakan.
Jones dalam Nawawi (2009:131-132) mengemukakan implementasi
kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian
sebab akibat yang menghubungkan tindakan dan tujuan.
Implementasi kebijakan atau program merupakan bagian dari
administrative process (proses administrasi). Proses administrasi sebagaimana
diistilahkan oleh Anderson, digunakan untuk menunjukan desain atau pelaksanaan
sistem administrasi yang terjadi pada setiap saat. Proses administrasi mempunyai
konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi dan dampak suatu kebijakan. Anderson
dalam Kusumanegara (2010: 97). Selalu terbuka kemungkinan bahwa kebijakan
yang cukup baik (good policy) menjadi tidak efektif atau mengalami kegagalan
disebabkan kelemahan dalam sistem dan proses pelaksanaanya (bad
implementation).
Pengetian implementasi menurut Grindle dalam Mulyadi (2016:47)
menyatakan implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang
12
dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses pelaksanaan kebijakan akan
dimulai ketika program kegiatan telah tersusun, dana telah siap dan telah
disalurkan untuk mencapai tujuan ataupun sasaran telah ditetapkan sebelumnya.
Grindle dalam Suratman (2017:112) kembali mendefinisikan
implementasi sebagai suatu upaya untuk menciptakan hubungan yang
memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan politik dapat direalisasiakan sebagai suatu
hasil dari aktivitas-aktivitas pemerintahan.
Laswell dalam Purwanto dan Sulistyastuti (2015:17). Penggunaan istilah
implementasi muncul kepermukaan beberapa dekade yang lalu. Implementasi
merupakan bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu
kebijakan publik dirumuskan.
Implementasi kebijakan secara sederahana dapat diartikan sebagai proses
menerjemahkan peraturan ke dalam bentuk tindakan. Dalam praktiknya
imlementasi kebijakan yaitu suatu proses yang bagitu kompleks bahkan tidak
jarang bermuatan politis karena wujudnya intervensi berbagai kepentingan
(Agustiono, 2016:126). Berret dalam Agustiono (2016:128) implementasi
kebijakan adalah menjalankan konten atau isi kebijakan ke dalam aplikasi yang
diamanatkan oleh kebijakan itu sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik tidak
akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh
keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi ialah proses kegiatan yang
dilakuan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu
hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu dibuat.
13
2. Model Implementasi Kebijakan Publik
a. Menurut Van Meter dan Van Horn
Secara rinci variabel-variabel imlementasi kebijakan publik yang
dikemukakan oleh Meter dan Horn dalam Suratman (2017:86-92) dijelaskan
sebagai berikut:
1) Standar dan Sasaran Kebijakan/Ukuran dan Tujuan Kebjakan
Keberhasilan kinerja suatu implementasi kebijakan dapat diukur dari
tujuan kebijakan yang bersifat nyata dengan sosio-kultur yang ada di level
implementasi kebijakan. Ketika sasaran ataupun ukuran kebijakan dianggap
terlalu ideal (utopis), maka kemungkinan akan sulit diwujudkan. Van Meter dan
Van Horn berpendapat bahwa dalam mengukur kinerja implementasi kebijakan
tentunya harus menegaskan standar dan sasaran kebijakan yang akan dicapai oleh
para aktor kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya ialah penilaian atas tingkat
pencapaian standar dan sasaran kebijakan tersebut.
Memahami mengenai maksud umum dari standar atau tujuan suatu
kebijakan ialah penting. Pelaksanaan kebijakan yang berhasil, bisa jadi akan gagal
(frustrated) ketika para aktor (officials), tidak sepenuhnya paham akan tujuan dan
standar kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan mempunyai keterkaitan erat
dengan sikap para pelaksana (implementors). Arah disposisi implementors akan
standar dan tujuan kebijakan juga termasuk hal yang “crucial”. Tidak menutup
kemungkinan implementors bisa gagal dalam pelaksanaan kebijakan, disebabkan
karena mereka menolak atau bahkan tidak memahami apa tujuan dari suatu
kebijakan.
14
2) Sumber daya
Keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang ada. Manusia ialah sumber daya
yang sangat penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan. Setiap tahapan
implementasi dituntut adanya SDM yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan
yang diembannya oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain
SDM, sumber daya finansial dan waktu ialah hal yang tidak kalah penting dalam
menilai keberhasilan implementasi. Selain itu sumber daya kebijakan (policy
resources) harus tersedia demi kelancaran administrasi implementasi kebijakan.
Sumber daya ini terdiri atas insentif lain yang dapat mempermudah dalam proses
implementasi kebijakan. Kurangnya atau bahkan terbatasnya dana/insentif lain
dalam pelaksanaan suatu kebijakan, dapat diartikan bahwa itu iala h salah satu
pemicu gagalnya suatu implementasi kebijakan.
3) Karakteristik Organisasi Pelaksana
Agen pelaksana terdiri dari organisasi formal dan organisasi informal yang
terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan. Menjadi penting karena kinerja
implementasi kebijakan ini akan dipengaruhi oleh para agen pelaksana ciri yang
tepat serta cocok. Hal demikian berkaitan dengan konteks kebijakan yang
dilaksanakan pada beberapa kebijakan seharusnya pelaksanaan suatu kebijakan
harus ketat dan disiplin. Adapun karakteristik organisasi pelaksana dalam hal ini
terbagi dua yaitu karakteristik utama dari struktur birokrasi adalah prosedur-
prosedur kerja standar (SOP=Standard Operating Procedures) dan fragmentasi.
15
4) Komunikasi Antar Organisasi Terkait dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan
Kebijakan publik dapat diimplementasikan dengan efektif, ketika standar
tujuan dipahami oleh para pelaksana yang bertanggung jawab oleh karena itu
standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para implementors. Komunikasi
dalam menyampaikan informasi kepada pelaksana mengenai apa menjadi standar
dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari
berbagai sumber informasi. Ketika kejelasan dan konsistensi serta keseragaman
terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan tidak ada, maka standar dan tujuan
kebijakan akan sulit dicapai. Ketika ada kejelasan, para pelaksana dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam suatu organisasi publik, komunikasi
sering dianggap suatu proses sulit maupun komplek.
Proses penyampaian informasi kebawah dalam suatu organisasi/dari suatu
organisasi ke organisasi lainnya, dan ke komunikator lainnya, sering mengalami
gangguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak, ketika sumber
komunikasi berbeda memberikan interperstasi yang tidak sama (inconsistent)
terhadap standar dan tujuan kebijakan, atau sumber informasi sama memberikan
interperstasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting), maka tidak menutup
kemungkinan pada implementasi kebijakan akan menemukan kejadian yang lebih
sulit dalam pelaksanaan kebijakan secara intensif. Implementasi yang efektif,
sangat dipengarughi oleh komunikasi terhadap para pelaksana kebijakan secara
akurat dan konsisten (accuracy and consistency).
16
5) Disposisi atau Sikap Para Pelaksana
Menurut Meter dan Horn: “sikap penolakan ataupun penerimaan dari
pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
implementasi kebijakan. Hal demikian disebabkan karena kebijakan yang
dilaksanakan bukan hasil rumusan warga setempat yang memahami persoalan.
Tetapi sangat mungkin pengambil keputusan tidak mengetahui atau tidak mampu
menyentuh kebutuhan, dimana keinginan atau permasalahan yang diselesaikan
kebijakan publik biasanya bersifat top down”.
Sikap tersebut dipengaruhi oleh pandangan terhadap suatu kebijakan dan
cara melihat pengaruh kebijakan terhadap kepentingan individu. Implementasi
kebijakan publik terlebih dahulu diawali penyaringan (befiltered) melalui persepsi
dari pelaksana mengenai batas kebijakan itu dilaksanakan. Hal yang dapat
mempengaruhi kemampuan serta kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,
terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman
(comprehension and understanding) terhadap kebijakan. Kedua, arah respon
mereka menerima, netral ataukah menolak (acceptance, neutrality, and rejection).
Dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan.
6) Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik
Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat memicu
kegagalan kinerja implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu, kondisi
lingkungan eksternal yang kondusif. Menjadi syarat untuk mendorong
keberhasilan kebijakan publik.
17
Gambar 2.1: Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn
b. Menurut George C. Edwards III
Model Edwards III dalam Suratman (2017: 92-98) mempertimbangkan
empat faktor kritis atau variabel di dalam mengimplementasikan kebijakan publik.
Empat faktor atau variabel yang dimaksud antara lain meliputi:
1) Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-
tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan
demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
18
2) Sumber daya
Tidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi
program dan bagaimana akuratnya komunikasi dikirim, jika personel yang
bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumber daya dalam
melakukan tugasnya. Komponen sumber daya ini meliputi jumlah staf, keahlian
dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk
mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam
pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat
diarahkan kepada sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas
pendukung yang yang dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana
dan sarana prasarana.
3) Disposisi atau Sikap
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari
kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap/respon implementor
terhadap kebijakan; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk
merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon
tersebut.
4) Struktur Birokrasi
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari
struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-
19
pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dalam menjalankan kebijakan.
KOMUNIKASI
SUMBER
DAYA
IMPLEMENTASI
DISPOSISI
STRUKTUR
BIROKRASI
Gambar 2.2: Model Implementasi Kebijakan Edward III
c. Menurut Soren C. Winter
Winter dalam Suratman (142-147). Variabel/indikator dalam proses
implementasi kebijakan sebagai berikut:
1) Perilaku organisasi dan antar organisasi (organizational and inter-
organizational behavior).
Dimensi-dimensinya adalah komitmen dan koordinasi antar organisasi.
Penerapan kebijakan publik dalam mencapai hasil yang optimal, jarang
20
berlangsung dalam kelompok sendiri, tanpa menggunakan organisasi lain sebagai
pendukung atau piranti pelaksana. Implementasi kebijakan memerlukan hubungan
antar organisasi untuk membawa perubahan kebijakan umum ke dalam aturan
yang jelas, dan itu berlangsung sercara berkelanjutan dalam proses sosial yang
dapat mengkonversi arah kebijakan melalui tindakan.
Proses implementasi dapat diterapkan melalui banyak cara. Salah satu cara
di antaranya adalah implementasi kebijakan dapat terpenuhi dalam suatu
organisasi. Tetapi, agar kinerja implementasi lebih efisien dan efektif,
memerlukan kerjasama dan koordinasi dengan berbagai organisasi, atau bagian-
bagian organisasi itu. Tingkat implementasi dapat ditempuh pada organisasi
formal, sementara administrasi pemerintah dapat diterapakn melalui hasil
kebijakan.
Perkembangan hubungan antar organisasi belakangan kian populer,
sehingga para praktisi dan sarjana melahirkan istilah „kolaboratif‟ yang
menentukan dan mempengaruhi hasil suatu program. Beberapa tahun terakhir
muncul istilah yang lebih dikenal jaringan, dan manajemen jaringan. Istilah ini
secara keseluruhan dikenal dalam hubungan koordinasi antar organisasi yang
dapat meningkatkan dan menentukan pola implementasi kebijakan.
Komitmen dimaksud adalah kesepakatan bersama dengan instansi terkait
dalam menjaga stabilitas organisasi dan jaringan antar organisasi yang ada, dalam
kaitannya dengan pelaksanaan program. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga
kemungkinan munculnya rasa egoisme di antara organisasi pelaksana program
yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari suatu implementasi. Kontribusi suatu
21
organisasi terhadap implementasi sangat tergantung input yang diterima dari
hubungan antar organisasi secara timbal balik dan saling bergantung satu sama
lain. Dengan demikian, proses implementasi kebijakan dapat dicapai pada titik
optimal dalam merealisasikan kebutuhan dan kepentingan.
Pada tataran koordinasi pola hubungan antar organisasi sangat urgen dan
berpengaruh terhadap penentuan strategi suatu implementasi. Pengaturan suatu
kebijakan publik dapat diterapkan melalui dua atau lebih organisasi. Sebab,
bagaimanapun implementasi kebijakan sifatnya rumit, dan tantangan atas tindakan
yang direncanakan lebih besar, sehingga kemungkinan untuk bekerjasama secara
khas akan lebih rumit. Itulah sebabnya, kadangkala akibat kerumitan tadi
membuat permasalahan kebijakan terbengkalai. Pemerintah belum bisa
menerapkan kebijakan yang menyentuh akar permasalahan antara yang satu
dengan lainnya.
2) Perilaku birokrasi tingkat bawah (street level bureaucratic behavior)
Dimensinya adalah kontrol organisasi dan profesionalisme SDM. Variabel
selanjutnya menjadi faktor kunci dalam implementasi kebijakan adalah perilaku
birokrasi level bawah. Hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan untuk
melaksanakan dan menjalankan program-program sebagai keputusan penting
dengan menggunakan pengaruh yang lebih dominan diluar kewenangan formal
(diskreasi).
Pekerja level bawah ini pada prinsipnya mempunyai pilihan pada hasil
mana yang harus dicapai, dan bagaimana cara melakukannya. Demikian halnya
tokoh masyarakat, lembaga adat, konselor dan semacamnya, secara rutin
22
berhubungan dengan birokrasi level bawah. Mereka ini mengabdikan diri sebagai
“warga negara yang membantu menciptakan dan melakukan pelayanan publik
berdasarkan norma”.
3) Perilaku kelompok sasaran (target group behavior)
Perilaku kelompok sasaran (target group behavior) yang tidak hanya
memberi pengaruh pada efek/dampak kebijakan, tetapi juga mempengaruhi
kinerja birokrat/aparat tingkat bawah. Dimensinya mencangkup respon positif dan
negatif dari masyarakat ataupun sekaligus pihak terkait yang turut merasakan
dampak dari kebijakan, respon mendukung atau tidak mendukung kebijakan.
3. Pengertian Kebijakan Publik
Konsep kebijakan publik memiliki makna yang luas dan multi interpretasi.
Sebagai contoh, Anderson dalam Agustiono (2016:17) mendefenisikan kebijakan
publik sebagai: “A purposive course of action followed by an actor or set actors
in dealing with a problem or metter of concern.” Dalam bahasa yang sederhana
kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan yang memiliki tujuan tertentu yang
kemudian diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang
berhubungan dengan permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan.
Pendapat yang sama dikemukakan Anderson dalam Subarsono (2008:2)
menjelaskan kebijakan publik ialah kebijakan yang ditetapkan oleh badan dan
aparat pemerintah. Meskipun kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor
dan faktor dari luar pemerintah.
Kebijakan publik dijelaskan sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh
pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang
23
pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan, dan sabagainya
(Subarsono, 2008:2). Sementara itu, Dye dalam Soetari (2014:35) mendefenisikan
bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak
dikerjakan oleh pemerintah, berarti bahwa perlu ada pemahaman mengenai alasan
kebijakan harus dilakukan dan mempertimbangkan manfaat kebijakan bagi
kehidupan banyak orang dengan maksud kebijakan tersebut bermanfaat dan tidak
menimbulkan kerugian, hal inilah yang masksudkan pemerintah dituntut untuk
selalu bijak dalam menetapkan kebijakan.
Pendapat yang sama kembali dikemukan oleh Dye dalam Subarsono
(2008:2) yang memiliki makna bahwa kebijakan publik sebenarnya dibuat oleh
pemerintah dan bukan non pemerintah. Dilakukan atau tidak dilakuakan adalah
sebuah pilihan dari pemerintah.
Menurut Easton dalam Soetari (2014:35) “Public policy is the
authoritative allocation of values for the whole society” (kebijakan publik adalah
pegalokasian nilai secara sah terhadap seluruh anggota masyarakat).
Jenkins dalam Soetari (2014: 35) kebijakan publik merupakan serangkaian
keputusan yang saling berkaitan ditetapkan oleh seorang atau sekelompok
implementors politik berdasarkan tujuan yang dipilih serta cara untuk
mencapainya dalam situasi dimana keputusan itu pada dasarnya masih berada
dalam batas kewenangan kekuasaan dari para implementors.
Menurut Odoji dalam Suratman (2017:11) kebijakan publik merupakan
tindakan yang memiliki sangsi yang mengarah pada tujuan tertentu yang
24
diarahkan pada suatu atau sekelompok masalah tertentu yang memiliki kaitan dan
mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.
Abidin dalam Soetari (2014:37) kebijakan publik tidak bersifat spesifik
dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategis. Oleh karena itu kebijakan
publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan khusus
di bawahnya.
Sharkansky dalam Suratman (2017: 10-11). “Public policy is what
government say and do, or do not do. It is the goals or porposes of government
programs”. Kebijakan publik merupakan apa-apa yang dinyatakan ataupun
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik ini berupa
sasaran dan tujuan program pemerintah.
Kaplan dalam Suratman (2017:11). “Public policy is a projected program
of goals, values and practices”. Kebijakan publik adalah suatu program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah.
Friedrick dalam Suratman (2017:10) kebijakan publik merupakan
serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan dan kesempatan
terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
Santoso dalam Kusumanegara (2010:3) kebijakan publik terdiri
konsentrasi dalam tindakan pemerintah, dan konsentrasi pada pelaksanaan
kebijakan dan dampak. Nakamura dan Smalwood dalam Kusumanegara (2010:4)
kebijakan publik merupakan rangkaian instruksi dari pembuat keputusan terhadap
25
pelaksana yang memberikan pemahaman mengenai tujuan dan cara mencapai
tujuan itu. Wildavsky dalam Kusumanegara (2010:4) kebijakan publik diartikan
sebagai suatu hipotesis yang berisi kondisi awal dari aktivitas pemerintah dan
akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan merupakan program yang sudah terarah.
Laswell dan Abraham dalam Islamy (2014:15-17).
4. Pengertian Kesejahteraan Anak
Anak memiliki kedudukan atau posisi yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat, bangsa, bahkan bernegara, dimana anak ialah tunas
yang akan tumbuh dan semakin berkembang menjadi salah satu bagian generasi
penerus untuk mencapai cita-cita negara. Sebagai penerus bangsa maka seorang
anak hendaknya dirawat, dibina, dilindungi bahkan perlu ditingkatkan
kesejahteraaannya agar dapat tumbuh dan mengembangkan kepribadian dan
kamampuan yang dimemiliki serta mengasa keterampilan dalam menjalankan
peran dan fungsiya dalam kehidupan sesuai dengan pertumbuhan usia.
Kesejahteraan anak menurut Johnson dan Schwartz dalam Khaizu
(2009:30) juga didefenisikan sebagai series of activities and programs through
which society expresses its special concern for children and its willingne ssto
assume responsibility for some children until they are able to care for themselves.
Kesejahteraan anak merupakan bidang khusus dalam profesi kesejahteraan sosial.
Masalah kesejahteraan anak, terkait kurangnya dan ketidakmampuan
orangtua dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan anak akibat kemiskinan serta
kuranya interaksi yang memadai didalam keluarga, berdasarkan hal tersebut
perlindungan anak menjadi hal yang sangat diperlukan dalam upanya mencapai
26
kesejahteraan anak, terkhusus untuk anak dari lingkungan yang kumuh dimana
cenderung rentan untuk tereksploitasi secara ekonomi maupun seksual.
Pendapat yang sama Johnson dan Schwartz dalam Khaizu (2009:29)
pelayanan kesejahteraan untuk anak ditujukan agar dapat membantu dalam
perbaikan kondisi sosial anak maupun keluarga agar dapat memperkuat,
melengkapi, ataupun mengganti fungsi orangtua yang tidak bisa lagi mampu
melakukan tugasnya sesuai dengan yang seharusnya dengan merubah institusi
sosial yang ada atau bahkan membentuk institusi baru.
Tujuan lain pelayanan sosial anak ini agar dapat membantu orangtua
dalam mengurus anak-anak mereka dirumah, hal tersebut jelas pelayanan
kesejahteraan bagi anak dimaksudkan untuk membantu dalam memecahkan
masalah pada anak yang berkaitan dengan ketergantungan anak, masalah
kemiskinan, masalah keterlantaran anak, masalah kekerasan, maslah kesusilaan,
dan bahkan masalah kenakalan anak, dan lain sebagainya. Pelayanan seperti ini
dilakukan dengan cara memberikan pertolongan kepada orangtua dirumah mereka
sendiri, serta dalam institusi yang satu dengan institusi yang lain saling bekerja
sama, sebagaimana pelayanan ini memiliki agar dapat memperkuat, dapat
memberdayakan, dan membantu para keluarga dengan sumber yang ada.
Anak yang menyandang masalah kesejahteraan tidak menutup
kemungkinan akan menghadapi kesulitan saat tumbuh maupun berkembang
secara wajar. Anak yang mengalami hal ini memerlukan pelayanan serta
bimbingan agar dapat beraktivitas dalam kehidupan secara wajar sesuai dengan
keinginannya serta harapan masyarakat yang saharusnya.
27
Kesejateraan anak (child welfare), sangat penting, disebabkan karena
mencakup usaha untuk membantu mensejahterakan pada masa pertumbuhan dan
perkembangan pada anak, meningkatkan kehidupan dalam keluarga. Pelayanan
kesejahteraan anak integratif sikamaseang adalah suatu program layanan yang
ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan menggabungkan konsep
saling mengasihi (sikamaseang) antara satu sama lain.
B. Kerangka Pikir
Percepatan pengetasan mengenai masalah kesejahteraan anak, pemerintah
mempunyai banyak program yang bermuara kepada perlindungan anak salah
satunya ialah Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif yang ditujukan
kepada anak umur 0-18 tahun hal ini bertujuan agar anak yang menyandang
masalah kesejahteraan tidak lagi mengalami kesulitan untuk tumbuh dan
berkembang, sehingga perlu adanya implementasi yang baik dan benar, agar cepat
dan tepat sasaran kepada anak yang memerlukan kesejahteran tersebut.
Kesejahteraan anak ialah fenomena sosial struktural yang berdampak krusial
terhadap keberhasilan pembangunan (indeks pembagunan bangsa dan negara) dan
memiliki dampak yang sangat nyata dimasyarakat.
Penulis menggunakan model implementasi Soren C. Winter, yang
menjelaskan ada tiga indikator dalam implementasi suatu program yaitu perilaku
organisasi dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku
kelompok sasaran. Berikut bagan kerangka pikir di bawah ini:
28
Implementasi Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif
(PKSAI) Sikamaseang
di Kabupaten Gowa
1. Perilaku Organisasi
dan Antar
Organisasi:
a. Komitmen
b. Koordinasi
2. Perilaku Birokrasi
Tingkat Bawah:
a. Kontrol
Oganisasi
b. Profesionalisme
SDM
3. Perilaku
Kelompok
Sasaran:
a. Respon Positif
b. Respon
Negarif
Keberhasilan Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak
Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa
Gambar 2.3: Bagan Kerangka Pikir
29
C. Fokus Penelitian
Penentuan fokus penelitian pada Implementasi Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa
yaitu implementasi program, Pusat pelayanan kesejahteraan anak integratif,
perilaku organisasi dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah dan
perilaku kelompok sasaran.
D. Deskripsi Fokus Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas maka perlu diberikan deskripsi untuk
memberikan batasan terhadap fokus penelitian itu sendiri. Adapun deskripsi fokus
penelitian ini adalah:
1. Implementasi program aksi nyata yang dilakukan pemerintah dimana aksi
atau tindakan yang dilakukan telah disusun secara matang sebelum
melaksanankan program PKSAI di Kabuaten Gowa.
2. Pusat kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) Sikamaseang merupakan
program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai wujud kepedulian
terhadap masalah kesejahteraan anak.
3. Perilaku organisasi dan antar organisasi melihat sikap pelaksana program
PKSAI di Kabupaten Gowa yang terdiri dari dua sub indikator yaitu
komitmen dan koordinator.
4. Perilaku birokrasi tingkat bawah melihat sikap pelaksana tingkat bawah
dalam pelaksanaan program PKSAI di Kabupaten Gowa yang terdiri dari dua
sub indikator yaitu kontrol organisasi dan profesionalitas SDM.
30
5. Perilaku kelompok sasaran melihat respon dari terget dalam pelaksanaan
program PKSAI di Kabupaten Gowa yang terdiri dari dua sub indikator yaitu
respon positif dan respon negatif.
31
BAB III METODE
PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu mulai
Maret sampai Mei 2019, adapun lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Gowa
Kecamatan Sumbo Opu, Provensi Sulawesi Selatan. Dalam hal ini di Kantor
Dinas Sosial serta di beberapa instansi yang terkait. Adapun alasan penulis
melakukan penelitian ini karena di kabupaten tersebut terdapat program PKSAI
yang dilaksanakan oleh beberapa instansi terkait di dalam rangka mengurangi
masalah-masalah sosial pada anak, demi terwujudnya kesejahteraan anak.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, dimana
penelitian ini berangkat dari data lapangan dan berusaha untuk menjawab
pertanyaan mengenai implementasi program kesejahteraan sosial anak (PKSAI)
sikamaseang di Kabupaten Gowa.
Penelitian ini dilaksanakan melalui tipe penelitian deskriptif yang
dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu masalah atau peristiwa yang sifatnya
terbatas serta ikut memberikan gambaran obyektif dari kondisi obyek yang
diteliti. Adapun masalah yang diteliti yaitu mengenai implementasi program pusat
kesejahteraan sosial anak intergratif (PKSAI) sikamaseang di Kabupaten Gowa.
C. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu sebagai berikut:
31
32
1. Data Primer, merupakan data yang didapatkan dari informan penelitian, yang
diperoleh dengan cara mengadakan pengamatan dan wawancara secara
langsung kepada pihak yang terkait mengenai implementasi program PKSAI
Sikamaseang di Kabupaten Gowa.
2. Data Sekunder, merupakan data pelengkap yang didapatkan dari informan,
buku-buku, internet, yang dianggap bisa memberikan informasi terkait
implementasi program PKSAI Sikamaseang di Kabupaten Gowa.
D. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ialah mereka yang dipilih secara purposive
atau sengaja karena dianggap mengetahui betul obyek penelitian dan dapat
dipercaya serta memiliki pengetahuan dan sumber informasi yang mendukung
penelitian. Berikut ini daftar informan penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1 : Informan Penelitian
No Nama Informan Inisial Jabatan Ket 1. Syamsuddin SS Kepala Dinas Sosial L 2. Firdaus FD Sekertaris Dinas Sosial
sekaligus Ketua PKSAI L
3. Hijrawati HW Kepala Bidang Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial P
4. Asrianti AA Kepala Seksi Kessos Anak
sekaligus Sekertaris PKSAI P
5. Rahmawati
Rahman RR Kabid Perlindungan
Perempuan dan Anak P
6. Aminah AM Kasi Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan
Anak (P2PT2A)
P
7. Dessy Susanty DS Konsultan UNICEF P 8. Muh Hasan MH Staf PKSAI L 9. Alan P AP Staf PKSAI L
10. Indah ID Masyarakat P 11. Ila Islmail II Masyarakat P
Jumlah 11 Sumber: Penetapan Informan Oleh Peneliti Tahun 2019
33
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Penelitian yang digunakan dalam memperoleh data yang
dibutuhkan ialah menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dalam hal ini sebagai penjaring data primer tentang bagaimana implementasi
program PKSAI Sikamaseang di Kabupaten Gowa.
1. Observasi, merupakan proses pengambilan data di dinas sosial, serta instansi
terkait lainnya, dalam penelitian ini dimana peneliti mengamati kondisi yang
berkaitan dengan obyek penelitian yaitu terkait perilaku organisasi dan antar
organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok sasaran
dalam implementasi program PKSAI di Kabupaten Gowa.
2. Wawancara mendalam dengan dinas sosial serta beberapa instansi terkait
lainnya dengan menggunakan pedoman interview, terkait perilaku organisasi
dan antar organisasi, perilaku birokrasi tingkat bawah, dan perilaku kelompok
sasaran dalam implementasi program PKSAI di Kabupaten Gowa.
3. Dokumentasi, yaitu proses mengumpulkan data melalui data atau informasi
dengan menggunakan buku, arsip kantor, surat kabar serta dokumen-
dokumen terkait implementasi program PKSAI di Kabupaten Gowa.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis interaktif yaitu proses
analisis yang dilaksanakan beriringan dengan proses pengumpulan data. Miles
dan A.Michael Hurman dalam Sugiyono (2011:246) Proses analisis data ini
menggunakan empat tahap yaitu :
34
1. Reduksi data, ialah merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan
hanya pada hal yang dianggap penting. Sehingga data yang telah direduksi
akan memberi gambaran yang jelas, dan akan lebih mempermudah seorang
peneliti untuk megumpulkan data selanjutnya, dan mencari data jika
diperlukan.
2. Penyajian data, yaitu merupakan rakitan informasi yang sistematis dalam
bentuk uraian singkat, bagan, dan sejenisnya agar peristiwa lebih mudah
dipahami dan akan memberi adanya kemungkinan penarikan kesimpulan
serta pengambilan tindakan. Penyajian data, dapat memudahkan dalam
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja-kerja selanjutnya yang
berdasarkan pada pemahaman.
3. Verifikasi atau penarikan kesimpulan, dari hasil penyajian data tersebut harus
diamati, serta diuji kebenarannya, kekokohan dan kecocokannya yang
demikian sebagai validitasnya. Ketiga komponen berinteraksi sampai didapat
suatu kesimpulan yang benar. Maka diperoleh data yang akurat dalam bentuk
proposisi sebagai temuan dalam penelitian ini.
G. Pengabsahan Data
Kartiwa, (2015:27) untuk terjaminya keakuratan data maka peneliti
selanjutnya akan melakukan keabsahan data. Data-data yang benar akan
menghasilakan penarikan kesimpulan yang benar, begitupun sebaliknya. Dalam
hal, penulis memilih teknik pengecekan keabsahan data dengan menggunakan
pendekatan triangulasi untuk mengungkapkan dan menganalisis masalah-masalah
35
yang dijadikan obyek penelitian, untuk menguji keabsahan data peneliti akan
menggunakan teknik triangulasi, yaitu:
1. Triangulasi sumber, adalah dilakukan untuk membandingkan dan menguji
kredibilitas data yang dilaksanakan dengan cara mengecek atau menguji data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, maksudya bahwa apabila data
yang diterima dari satu sumber meragukan, maka harus mengecek kembali ke
sumber lain, tetapi sumber data tersebut harus setara sederajatnya, kemudian
peneliti menganalisis data tersebut sehingga menghasilkan satu kesimpulan.
2. Triangulasi metode, adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilaksanakan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan metode/teknik
yang berbeda, yaitu yang awalnya menggunakan teknik observasi, maka
dilakukan lagi teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara kepada
sumber data yang sama dan juga melakukan teknik dokumentasi.
3. Triangulasi waktu, adalah untuk melakukan pengecekan data dengan cara
wawancara dalam waktu dan situasi yang berbeda. Seperti, yang awalnya
melakukan pengumpulan data pada waktu pagi hari dan data yang didapat,
tetapi mungkin saja pada waktu pagi hari tersebut kurang tepat karena
mungkin informasi dalam keadaan sibuk.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Gowa
Kabupaten Gowa hadir untuk melayani rakyatnya. Maka dari itulah,
pemerintah Kabupaten Gowa bertekad untuk menghadirkan pemerintahan yang
berorientasi kepada kesejahteraan sosial masyarakat Kabupaten Gowa, sehingga
bermuara pada terciptanya Kabupaten Gowa yang lebih baik.
a. Visi dan Misi Kabupaten Gowa:
Visi Kabupaten Gowa yaitu “ Terwujudnya masyarakat yang berkualitas,
mandiri dan berdaya saing dengan tata kelola pemerintahan yang baik.” adapun
Misi Kabupaten Gowa antara lain:
1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia berbasis pada hak-hak dasar
kesetaraan gender, nilai budaya dan agama.
2) Meningkatkan perekonomian daerah berbasis pada potensi unggulan dan
ekonomi kerakyatan.
3) Meningkatkan pembangunan infrasturktur berorientasi pada interkoneksitas
antar wilayah dan sektor.
4) Meningkatkan pengembangan wilayah Kecamatan, Desa dan Kelurahan.
5) Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan
demokratis.
36
37
Kabupaten Gowa merupakan salah salah satu daerah tingkat II dari
Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas wilayah 1.883,32 km² atau sama
dengan 3,01% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan berpenduduk
sebanyak ±735.493 jiwa. Dimana bahasa yang digunakan di Kabupaten ini adalah
bahasa Makassar, penduduk di Kabupaten Gowa mayoritas beragama islam.
Kabupaten ini berada pada 12°38.16' Bujur Timur dari Jakarta dan - 5°33.6' Bujur
Timur dari Kutub Utara.
Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam 18 Kecamatan dengan jumlah
Desa/Kelurahan definitif sebanyak 169 dan 726 Dusun/lingkungan. 18 Kecamatan
tersebut diantaranya Kecamatan Parangloe, Manuju, Tinggimoncong,
Tombolopao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu, Biringbulu, Somba
Opu, Bontomarannu, Pattalassang, Palangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat,
Bontonompo dan Bontonompo Selatan.
b. Batas Wilayah
Kabupaten yang berada pada bagian selatan provinsi Sulawesi Selatan ini
berbatasan dengan 7 Kabupaten/Kota lain, yaitu:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros
2) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng
3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Jeneponto
4) Sebelah barat berbatasan dengan Kota Makassar dan Takalar
c. Pemerintahan:
Pemerintahan tertinggi di Kabupaten Gowa dipegang oleh Bupati dan
Wakil Bupati. Dimana nama Bupati/Walikota adalah Adnan Purichta Ichsan YL,
38
SH, MH. Dan nama Wakil Bupati/Walikota adalah Abdul Rauf Malaganni
S,Sos.M,Si. Menjadi kepala pemerintahan di wilayah tertentu, adalah bukan hal
mudah karena banyak tugas dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dimana
tugas dan tanggung jawab tersebut berorientasi pada pemenuhan kesejahteraan
masyarakat. Berbicara mengenai masyarakat berarti tidak hanya membahas satu
atau dua orang melainkan dalam jumlah yang banyak, hal tersebut seperti jumlah
masyarakat atau penduduk di kabupaten Gowa, yang dijelaskan seperti tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Kabupaten Gowa
No
Kecamatan Jumlah Penduduk
Total Laki-Laki Perempuan
1. Bontonompo 19 955 21 863 41 818 2. Bontonompo Selatan 14 316 15 447 29 763 3. Bajeng 34 024 34 796 68 820 4. Bajeng Barat 12 098 12 754 24 852 5. Palangga 59 694 61 086 120 780 6. Barombong 19 515 19 988 39 503 7. Somba Upo 81 239 81 740 162 979 8. Bontomarannu 17 381 17 633 35 014 9. Pattalassang 12 059 12 005 24 064
10. Parangloe 8 977 9 407 18 384 11. Manuju 7 229 7 730 14 959 12. Tinggimoncong 11 801 12 049 23 850 13. Tombolo Pao 14 802 14 363 29 164 14. Parigi 5 961 6 736 12 697 15. Bungaya 7 829 8 471 16 300 16. Bontolempangan 5 800 6 513 12 313 17. Tompobulu 13 791 14 817 28 608 18. Biringbulu 15 343 16 282 31 625
Kabupaten Gowa 361 814 373 679 735 493
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
39
2. Profil Dinas Sosial Kabupaten Gowa
Dinas sosial Kabupaten Gowa terletak di Jalan Masjid Raya Nomor 30.
Dinas sosial Kabupaten Gowa merupakan pembantu bupati dalam memimpin
dan menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang sosial yang menjadi
kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada daerah
sesuai peraturan perundang-undangan dan pedoman yang berlaku untuk
kelancaran tugas.
a. Visi dan Misi Dinas Sosial Kabupaten Gowa
Visi dinas sosial Kabupaten Gowa yaitu “Mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan relegius.” Adapun Misi dinas sosial Kabupaten
Gowa antar lain:
1) Meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial
2) Meningkatkan pembinaan, pelayanan dan rehabilitasi pemulihan penyandang
masalah kesejahteraan sosial
3) Meningkatkan mutu pelayanan publik dan administrasi perkantoran
b. Pemerintahan:
Dinas sosial merupakan salah satu bagian yang terdapat dalam struktur
pemerintahan Kabupaten Gowa. Yang terdiri dari kepala dinas, sekertaris,
kelompok jabatan fungsional, sub bagian umum dan kepagawaian, sub bagian
perencanaan dan pelaporan, sub bagian keuangan, kepala bidang pelayanan dan
rehabilitasi sosial yang terdiri dari kepala seksi kessos anak, kepala seksi kessos
lansia dan penyandang disabilitas, kepala seksi kessos tuna sosial. Kepala bidang
pemberdayaan sosial yang terdiri dari kepala seksi pemberdayaan fakir miskin,
40
RDA KAB. GOWA NO. 11TAHUN2016
Dan
Sub Bagian Keuangan
Ernawati, SE
Staf Risnawati, S.Sos
Staf Fatmawati
kepala seksi pelestarian nilai-nilai kepahlawanan/kejuangan, kepala seksi
pembangunan dan pembinaan lembaga sosial. Kepala bidang perlindungan sosial
yang terdiri dari kepala seksi advokasi dan perlindungan sosial dan kepala seksi
jaminan sosial, kepala seksi pembinaan sosial spritual yang terdiri dari Kepala
bidang pembinaan mental spritual, kepala seksi pembinaan sarana dan lembaga
kerohanian. Adapun bagan struktur organisasi dinas sosial kabupaten Gowa
adalah sebagai berikut:
KEPALA DINAS
H. Syamsuddin, B.Sos,M.Si, MH
Kelompok Jabatan
Fungsional
Sub Bagian Umum
Dan Kepegawaian
HJ. Salmah S.Ip
Staf
Edy Manuhutu, SE
Staf
Sekretaris
Drs. H. Firdaus S.Ag, M.Si
ub Bagian Perencanaa
Dan Pelaporan
HJ. Andi Lala P. SE
Staf
Sarfiah
Kepala Bidang Pelayanan Dan
Rehabilitasi Sosial
epala Bidang Pemberdayaan Sosia
Kepala Bidang Perlindungan Sosia
Kepala Bidang Pembinaan
Sosial Spiritual
Hijrawati, SE
H. Muhammad Syahrir, S.Ag, M.Si
A. Baso Siradja, S.Sos
H. Najamuddin, SH, MH
Kepala Seksi Kessos Anak
Asrianti S.STP, M.Si
Staf
Herlina S. A.Md
Kepala Seksi Kessos Lansia Da
Penyandang Disabilitas
Dra. ST. Hasnah
Staf
Darsono
Kepala Seksi Pemberdayaan
Fakir Miskin
Yaser Azhari, S.Kel,MM
Staf
Nurbaeti T. BSW Kepala Seksi Pelestarian Nilai-Nila
Kepahlawanan / Kejuangan
Farahdiba, S.Pd, M.Si
Staf
Kepala Seksi Advokasi Dan
Perlindungan Sosial
Jamaluddin, SE, MM
Staf
Kepala Seksi Jaminan Sosial
Bachtiar, S.Sos
Staf
Sofyan, S.Sos
Kepala Seksi Pembinaan
Mental Spiritual
Rustam, S.Ag
Staf
Mukramin, S.Ip Kepala Seksi Pembina Sarana
Lembaga Kerohanian
Hajrah, S.Sos
Staf
Ramlah
epala Seksi Kessos Tuna Sosia
Hasmawarny,S.Sos
Kepal Seksi Perizinan Dan
Pembinaan Lembaga Sosial
ST. Nurwahidah R. S.Ag, MH
Staf
Staf
Nuraeni. A.Md
Gambar 4.1: Bagan Struktur Organisasi Dinas
Sosial Tahun 2016
41
c. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Gowa
Tugas dan Fungsi Kepala Dinas, sesuai dengan Pasal 4 yang terdiri dari
beberapa ayat yaitu:
1. Kepala dinas mempunyai tugas memimpin dan melaksanakan urusan
pemerintah daerah di bidang sosial berdasarkan kewenangan dan tugas
pembantuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kepala dinas dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1
di atas, menyelenggarakan fungsi; Perumusan kebijakan urusan pemerintahan
bidang sosial, pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan bidang sosial,
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan bidang sosial,
pelaksanaan administrasi dinas, dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan
oleh bupati terkait tugas dan fungsinya.
Tugas dan Fungsi Sekretariat, sesuai dengan Pasal 5 yang terdiri dari
bebrapa ayat:
1. Sekretariat mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam melaksanakan
koordinasi kegiatan, memberikan pelayanan teknis dan administrasi
penyusunan perencanaan dan pelaporan, keuangan dan umum dan
kepegawaian dalam lingkungan dinas.
2. Melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekretaris
menyelenggrakan fungsi: Pengoordinasian pelaksanaan tugas dalam
lingkungan dinas; pengoordinasian penyusunan perencanaan dan pelaporan,
pengoordinasian urusan umum dan kepegawaian, pengoordinasian
42
pengelolaan administrasi keuangan, dan pelaksanaan tugas kedinasan lain
sesuai bidang tugasnya.
Tugas dan Fungsi Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, sesuai
dengan Pasal yang terdiri dari beberapa ayat yaitu:
1. Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dipimpin oleh kepala bidang yang
mempunyai tugas membantu kepala dinas dalam mengkoordinasikan
pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi bidang
kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan penyandang
disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna sosial sesuai lingkup tugasnya untuk
pelaksanaan tugas pembantuan.
2. Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala bidang
mempunyai fungsi: Perumusan kebijakan teknis bidang pelayanan dan
rehabilitasi sosial meliputi bidang kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan
sosial lanjut usia dan penyandang disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna
sosial; pelaksanaan kebijakan teknis pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi
bidang kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan
penyandang disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna sosial; pelaksanaan
evaluasi dan pelaporan bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi
bidang kesejahteraan sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan
penyandang disabilitas dan kesejahteraan sosial tuna sosial; dan pelaksanaan
administrasi pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi bidang kesejahteraan
sosial anak, kesejahteraan sosial lanjut usia dan penyandang disabilitas dan
kesejahteraan sosial tuna sosial.
43
Tugas dan Fungsi Bidang Pemberdayaan Sosial, sesuai dengan Pasal 13
yang terdiri dari beberapa ayat yaitu:
1. Bidang Pemberdayaan Sosial dipimpin oleh kepala bidang, mempunyai
membantu kepala dinas tugas merencanakan operasionalisasi
penyelenggaraan tugasnya terkait dengan pemberdayaan sosial meliputi
pemberdayaan fakir miskin, perizinan dan pembinaan lembaga sosial dan
pelestarian nilai-nilai kepahlawanan/kejuangan sesuai lingkup tugasnya untuk
pelaksanaan tugas pembantuan.
2. Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala bidang
mempunyai fungsi; Perumusan kebijakan teknis bidang pemberdayaan sosial,
pelaksanaan kebijakan teknis pemberdayaan sosial, pelaksanaan evaluasi dan
pelaporan bidang pemberdayaan sosial, dan pelaksanaan administrasi
pemberdayaan sosial.
Tugas dan Fungsi Bidang Pembinaan Sosial Spiritual, sesuai dengan Pasal
20 yang terdiri dari beberapa ayat yaitu:
1. Bidang pembinaan Sosial Spiritual dipimpin oleh kepala bidang, mempunyai
tugas membantu kepala dinas dalam menyelenggarakan dan melaksanakan
kegiatan pembinaan sosial spiritual sesuai dengan lingkup tugasnya untuk
pelaksanaan tugas pembantuan.
2. Menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala
bidang mempunyai fungsi: Perumusan kebijakan teknis bidang pembinaan
sosial spiritual, pelaksanaan kebijakan teknis pembinaan sosial spiritual,
44
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan bidang pembinaan sosial spiritual dan
pelaksanaan administrasi pembinaan sosial spiritual.
3. Profil Sekretariat PKSAI di Kabupaten Gowa
Program kesejahteraan sosial anak merupakan bagian dari sistem
kesejahteraan sosial secara luas. Kesejahteraan sosial sendiri adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Pusat pelayanan kesejahteraan anak integratif (PPKAI) di
Kabupaten Gowa terbentuk dan diresmikan oleh bapak Bupati Gowa pada tanggal
10 November 2016.
PPKAI yang selanjutnya berganti nama menjadi Pusat Kesejahteraan
Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang merupakan pusat layanan
kesejahteraan sosial anak yang dilakukan secara tematik, holistik, integratif, dan
berkelanjutan yang berada di Kabupaten Gowa. Upaya dalam penyelenggaraan
PKSAI termasuk: peyuluhan sosial, pendataan, deteksi dini kerentanan anak dan
keluarganya, penanganan kasus, pemenuhan kebutuhan dasar dan hak dasar anak,
pembangunan atau penyusunan data base, penguatan kapasitas, resosialisasi,
reintegrasi sosial, melakukan rujukan (lemabaga kesejahteraan sosial anak, unit
pelaksana teknis/unit pelaksana teknis daerah, rumah sakit, sekolah, dan
stakeholders terkait).
Penyelenggaraan PKSAI Sikamaseang yang dikoordinir oleh dinas sosial
Kabupaten Gowa, ditujukan untuk mengembangkan dan memulihkan
keberfungsian sosial anak dan lingkungan sosialnya untuk menjamin dan
45
melindungi anak dan hak-haknya secara optimal. Pengembangan dan pemulihan
keberfungsian sosial dilakukan melalui memadukan layanan kesejahteraan anak
dan layanan dasar lainnya dalam satu sistem sehingga dapat memberikan layanan
yang komprehensip, cepat, tepat, dan tuntas. PKSAI menerapkan manajemen
kasus yang tertata dan didukung oleh sistem manajemen data.
Sasaran PKSAI di antaranya yaitu anak korban kekerasan (kekerasan fisik,
kekerasan psikis, dan kekerasan seksual), anak korban eksploitasi ekonomi dan
eksploitasi seksual, anak korban penelantaran, anak korban perlakuan salah, anak
korban trafiking, anak berhadapan dengan hukum, anak yang mengalami masalah
dengan layanan pendidikan, anak yang mengalami masalah dengan layanan
kesehatan, anak yang mengalami masalah dengan layanan administrasi
kependudukan, anak yang mengalami masalah dengan layanan pemenuhan hak
anak lainnya, anak yang bermaksud konsultasi tentang haknya, serta anak yang
mengalami masalah dengan layanan kesejahteraan sosial lainnya. Tentunya bisa
juga melalui orang tua atau pihak terkait anak itu. Adapun alur pelaporan masalah
tersebut di atas yaitu melalui RT/RW, tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, dan
PKSAI.
a. Motto, Visi dan Misi PKSAI Kabupaten Gowa.
Motto program PKSAI di Kabupaten Gowa yaitu “ Sikamaseang, tanggap
dan tulus melayani untuk anak sejahtera.” Visi program PKSAI Kabupaten Gowa
adalah “ Terwujudnya anak yang berahlak, ceras, kreatif, sehat, dan sejahtera
dalam keluarga dan lingkungan aman di Kabupaten Gowa.” Adapun misi PKSAI
di Kabupaten Gowa adalah sebagai berikut :
46
1) Pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak
2) Anak yang sadar kewajibannya
3) Peningkatan pencegahan dan penanganan kasus, tindak kekerasan,
eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran secara integratif.
4) Peningkatan system data base layanan anak
5) Peningkatan kapasitas, aksebilitas, penjangkauan terkait kesejahteraan dan
perlindungan anak
b. Struktur Organisasi PKSAI
Berikut bagan sturuktur organisasi pembentukan pusat kesejahteraan sosial
anak integratif (PKSAI) sikamaseang di Kabupaten Gowa:
PEMBINA KETUA
SEKRETARIAT
SEKSI
PENGADUAN
SEKSI
PENGOLAHAN
DATA DAN
INFORMASI
SEKSI
PENJANGKA
UAN DAN
PERLINDUNG
AN
FORUM BHAKTI
PEKERJA SOSIAL
(SAKTI PEKSOS,
FASILITATOR SLRT,
PETUGAS P2TP2A,
TKSK, PPA, PKH)
LAYANAN ON CALL DAN RUJUKAN
Gambar 4.2 : Bagan Struktur Organisasi PKSAI Tahun 2016
47
B. Program Pusat Kesajahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa
Penanganan masalah sosial terutama mengenai masalah kesejahteraan
sosial pada anak merupakan salah satu proritas pemerintah Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan dasar anak. Pemerintah saat ini memiliki berbagai program
penaggulangan masalah kesejahteraan pada anak yang berintegrasi seperti
penaggulangan masalah kesejahteraan berbasis bantuan sosial, sebab suatu daerah
bisa dikatakan sejahtera apabila suatu daerah mampu mensejahterakan
masyarakatnya terkhusus anak-anak dimana anak merupakan pelanjut genarasi
suatu bangsa. Oleh karena pemerintah akan meningkatkan produktivitas
kesejahteraan melalui program-program yang langsung bersentuhan dengan
masyarakat. Salah satu bentuk program tersebut adalah program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang.
PKSAI adalah program yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai
penanda bahwa masalah kesejahteraan sosial pada anak masih sangat
membutuhkan perhatian. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 yang
mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan anak hadir yang bertujuan untuk menyelaraskan segala bentuk
regulasi yang belum sesuai dengan prinsip pemenuhan hak anak.
Berdasarkan peraturan tersebut maka pemerintah Bupati Gowa Adnan
Purichata Ichsan Yl melalui nawa citanya, untuk meningkatkan efektifitas upaya
penanganan kesejahteraan sosial anak, pemerintah Kabupaten Gowa
mengeluarkan peraturan yakni peraturan Bupati Gowa Nomor 35 Tahun 2016
48
tentang pembentukan PKSAI Sikamaseang yang isinya termasuk Standard
Operating Procedure (SOP) PSKAI dan surat keputusan Bupati Nomor
240/111/2017 tentang pembentukan tim pembina dan tim teknis pengelola PKSAI
Kabupaten Gowa. Dalam program PKSAI dinas sosial bekerjasama dengan dinas
pendidikan, dinas kesehatan, dinas catatan sipil, dinas pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak, DPA/pengadilan, kepolisian, rumah sakit.
Isi peraturan tersebut disebutkan bahwa, masalah kesejahteraan sosial ana k
merupakan masalah yang bersifat multi dimensi, multi sektor dengan beragam
karekteristiknya sehingga perlu segera dilakukan upaya-upaya yang nyata untuk
menanganinya, untuk itulah gagasan dikembangkannya pusat kesejahteraan sosial
anak integratif untuk melengkapi pelayanan yang sifatnya pencegahan selain
dengan pelayanan penanganan yang diperlukan. Diharapkan dapat bersinergi
untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap anak di Kabupaten Gowa.
Masalah kesejahteraan sosial anak bukan hanya memuat tentang kekerasan
pada anak, tetapi juga mencakup masalah anak yang berhadapan dengan hukum,
masalah anak peyandang disabilitas dan masalah-masalah sosial pemenuhan hak
anak lainnya. Oleh sebab itu, penanganan masalah sosial pada anak memerlukan
pendekatan yang terpadu, pelaksanaannya yang dilakukan secara bertahap,
terencana, dan kesinambungan serta menuntut keterlibatan semua pihak baik
pemerintah, maupun non pemerintah agar memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya serta peningkatan
kesejahteraan anak.
49
Pusat kesejahteraan sosial anak integratif adalah metode dan upaya yang
terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah
dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
anak, yang meliputi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, aksebilitas pelayanan
sosial dasar, peningkatan potensi diri dan kreativitas anak, penguatan orang
tua/keluarga dan penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak.
Metode penjangkauan anak yang beresiko dan rentan dimulai dari analis
dan pengelolaan data yang terdapat pada Basis Data Terpadu (BDT), dengan
melihat beberapa variabel yang berhubungan dengan permasalahan anak. Adapun
permasalahan anak yang tercakup dalam BDT berhubungan dengan;
kependudukan, pendidikan, kesehatan, status, pernikahan, dan pekerja. Berikut
data dari dinas sosial pada tahun 2018 terkait jumlah permasalahan anak di
Kabuapten Gowa sebagai berikut:
1. Masalah Pendidikan
Alasan anak yang putus sekolah antara lain bekerja, menikah, dan lokasi
sekolah yang jauh sehingga tidak memiliki cukup uang untuk transportasi. Anak
bekerja beralasan bahwa mereka bekerja karena ingin membantu orang tua dalam
mencukupi kebutuhan hidup mereka. Beberapa pekerjaan anak diantaranya buruh
batu merah, buruh bangunan, jaga toko, kernek mobil, buruh harian, supir,
perbengkelan, bertani, nelayan, serabutan, dan lainnya. Data di bawah ini, terlihat
jumlah anak yang belum sekolah sebanyak 53 anak, tidak sekolah sebanyak 119
anak dan putus sekolah sebanyak 346 anak. Khusus anak yang putus sekolah,
daerah yang tertinggi berada pada Kecamatan Bajeng sebanyak 51 anak,
50
Kecamatan Tinggimoncong sebanyak 43 anak, Kecamatan Bontonompo Selatan
sebanyak 41 anak, Kecamatan Pallangga sebanyak 39 anak, dan Kecamatan
Somba Opu sebanyak 30 anak. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 : Masalah Pendidikan
No Kecamatan Belum
Sekolah Tidak
Sekolah Sekolah Rentan
Putus
Sekolah
Putus
Sekolah
L P L P L P L P L P 1. Bajeng 5 6 5 2 8 6 10 5 41 10 2. Bajeng Barat 0 0 0 1 0 0 0 0 5 0 3. Barombong 0 0 5 2 0 0 1 0 15 4 4. Biringbulu 8 5 6 6 21 21 11 10 13 14 5. Bontolempangan 1 0 1 0 2 2 0 0 4 0 6. Bontomarannu 0 0 0 0 0 5 0 0 12 4 7. Bontonompo 4 4 5 2 5 3 0 0 5 3 8. Bontonompo
Selatan 4 2 11 5 9 3 0 0 26 15
9. Bungaya 0 0 5 2 1 3 0 0 2 0 10. Manuju 3 0 8 7 3 1 1 0 6 2 11. Pallangga 1 2 7 0 6 5 7 8 31 8 12. Parangloe 0 0 0 0 1 0 1 0 5 2 13. Parigi 0 1 1 2 0 0 3 0 2 1 14. Pattalassang 0 0 0 0 0 0 1 0 10 2 15. Somba Opu 4 2 6 6 3 2 2 0 22 8 16. Tinggimoncong 2 1 4 0 1 0 14 21 27 16 17. Tombolopao 3 2 0 1 0 1 0 0 1 0 18. Tompobulu 3 2 3 5 18 22 4 3 17 13
TOTAL 38 27 67 41 78 74 55 47 244 102
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
2. Masalah kependudukan
Beberapa anak yang tidak mempunyai akte kelahiran, ternyata
disebabakan karena mereka termasuk penyandang disabilitas dan tanggapan orang
tua/pengasuh anak merasa tidak perlu mengurus akte kerana anaknya tidak
sekolah. Data di bawah ini, menunjukan jumlah anak yang tidak memiliki akte
51
kelahiran sebanyak 441 anak, yang tersebar di 18 Kecamatan. Jumlah terbanyak
anak yang tidak memiliki akte kelahiran ada di Kecamatan Biringbulu sebanyak
77 anak, di Kecamatan Bajeng terdapat 57 anak, sedangkan Kecamatan
Tinggimoncong sebanyak 43 anak yang tidak memiliki akte kelahiran. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 : Masalah Kependudukan
No Kecamatan Tidak
Memiliki NIK Tidak
Memiliki
AKTE
Tidak Memiliki NIK
dan AKTE
L P L P L P 1. Bajeng 0 0 44 12 0 1 2. Bajeng Barat 0 0 2 1 0 0 3. Barombong 0 0 10 3 2 1 4. Biringbulu 0 1 31 28 10 8 5. Bontolempangan 0 0 4 0 2 1 6. Bontomarannu 0 0 6 6 0 0 7. Bontonompo 0 0 11 8 0 0 8. Bontonompo Selatan 2 1 27 13 2 0
9. Bungaya 0 0 5 3 0 0 10. Manuju 0 0 9 4 3 2 11. Pallangga 0 0 20 10 3 0 12. Parangloe 0 0 6 2 1 0 13. Parigi 0 0 3 2 0 1 14. Pattalassang 0 0 9 2 2 0 15. Somba Opu 0 1 9 8 1 1 16. Tinggimoncong 2 1 24 14 3 2 17. Tombolopao 0 0 3 2 1 1 18. Tompobulu 0 0 25 20 3 5
TOTAL 4 4 248 138 33 23
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
3. Masalah Kesehatan
Jenis disabilitas anak antara lain tuna wicara, cacat pada anggota badan
(kaki dan tangan), tuna rungu, tuna netra, dan gangguan mental/jiwa. Data di
52
bawah ini, terlihat ada 126 anak peyandang disabilitas yang terdapat di 18
Kecamtan, jumlah terbanyak ada di Kecamatan Bajeng dan Bontonompo Selatan
dan Somba Upo. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4 : Masalah Disabilitas
No Kecamatan Situasi Anak Disabilitas
Jumlah Perempuan Laki-Laki 1. Bajeng 9 2 7
2. Bajeng Barat 1 1 0 3. Barombong 4 1 3
4. Biringbulu 9 3 6
5. Bontolempangan 5 1 4 6. Bontomarannu 1 1 0
7. Bontonompo 7 1 6
8. Bontonompo Selatan 35 11 24
9. Bungaya 7 2 5
10. Manuju 10 5 5 11. Pallangga 6 3 3 12. Parangloe 0 0 0
13. Parigi 1 1 0 14. Pattalassang 1 1 0
15. Somba Opu 17 7 10 16. Tinggimoncong 3 0 3 17. Tombolopao 1 1 0
18. Tompobulu 9 3 6
TOTAL 126 44 82
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
Jenis penyakit kronis yang diderita oleh anak diantaranya penyakit
bronchitis, epilepsy, asma, katarak, hydrocephalus, busung lapar/kekurangan gizi,
usus buntu, gondok, tidak memiliki lubang anus, usus buntu, step (lumpuh pada
tangan), serta kelainan pada otak karena pernah mengalami kecelakaan. Data di
bawah ini, terdapat sebanyak 54 anak yang memiliki penyakit kronis yang
tersebar di 18 Kecamatan. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
53
Tabel 4.5 : Masalah Penyakit Kronis
No Kecamatan Situasi Anak
Kronis Jumlah Perempuan Laki-Laki
1. Bajeng 9 1 8 2. Bajeng Barat 0 0 0 3. Barombong 1 0 1 4. Biringbulu 6 0 6 5. Bontolempangan 1 0 1 6. Bontomarannu 1 0 1 7. Bontonompo 2 1 1 8. Bontonompo Selatan 9 6 3
9. Bungaya 0 0 0 10. Manuju 8 3 5 11. Pallangga 3 1 2 12. Parangloe 0 0 0 13. Parigi 0 0 0 14. Pattalassang 0 0 0 15. Somba Opu 8 3 5 16. Tinggimoncong 1 0 1 17. Tombolopao 0 0 0 18. Tompobulu 4 0 4
TOTAL 54 15 39
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
4. Masalah Pekerjaan
Data di bawah ini, ditemukan sebanyak 222 anak yang bekerja yang
tersebar di 18 Kecamatan. Adanya permasalahan ekonomi menjadi penyabab
utama yang membuat anak bekerja. Mereka beranggapan bahwa dengan bekerja,
mereka juga ikut membantu orang tua dalam menghidupi kebutuhan hidup sehari-
hari. Hal ini pula yang membuat anak banyak yang meniggalkan bangku sekolah
(putus sekolah). Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
54
Tabel 4.6 : Masalah Pekerjaan
No Kecamatan Situasi Anak
Kerja Jumlah Perempuan Laki-Laki
1. Bajeng 40 5 35 2. Bajeng Barat 3 0 3 3. Barombong 17 3 14 4. Biringbulu 21 10 11 5. Bontolempangan 4 1 3 6. Bontomarannu 4 1 3 7. Bontonompo 12 4 8 8. Bontonompo Selatan 21 1 20
9. Bungaya 4 0 4 10. Manuju 5 0 5 11. Pallangga 26 0 26 12. Parangloe 4 0 4 13. Parigi 3 0 3 14. Pattalassang 10 0 10 15. Somba Opu 21 4 17
16. Tinggimoncong 21 3 18 17. Tombolopao 1 0 1 18. Tompobulu 5 1 4
TOTAL 222 33 189
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
5. Masalah Pernikahan
Salah satu penyebab anak yang menikah (usia dini) karena terhimpit
masalah ekonomi keluarga. Data di bawah, terlihat sebanayak 37 anak yang telah
menikah, dan jumlah tertinggi terdapat di kecamatan Tompobulu sebanyak 12
anak. Data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
55
Tabel 4.7 : Masalah Pernikahan
No Kecamatan Situasi Anak
Menikah Jumlah Perempuan Laki-Laki
1. Bajeng 6 2 4 2. Bajeng Barat 0 0 0 3. Barombong 0 0 0 4. Biringbulu 0 0 0 5. Bontolempangan 0 0 0 6. Bontomarannu 1 1 0 7. Bontonompo 2 0 2
8. Bontonompo Selatan 3 3 0
9. Bungaya 1 0 1 10. Manuju 1 0 1 11. Pallangga 2 1 1 12. Parangloe 1 1 0 13. Parigi 1 0 1
14. Pattalassang 0 0 0 15. Somba Opu 1 1 0 16. Tinggimoncong 6 3 3 17. Tombolopao 0 0 0 18. Tompobulu 12 7 5
TOTAL 37 19 18
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
6. Masalah Pengasuhan
Data di bawah ini, menunjukan bahwa terdapat 47 anak yang di bawah
pengasuhan. Dan jumlah tertinggi berada di Kecamatan Bajeng, Bontonompo
Selatan, dan Tompobulu yaitu masing-masing sebanyak 5 anak. Kapasitas
pengasuahan anak diasuh oleh nenek atau kakek, atau kekek nenek. Data tersebut
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
56
Tabel 4.8 : Masalah Pengasuhan
No Kecamatan Situasi Anak
Pengasuhan Jumlah Perempuan Laki-Laki
1. Bajeng 9 4 5 2. Bajeng Barat 0 0 0 3. Barombong 3 0 3 4. Biringbulu 4 3 1 5. Bontolempangan 1 0 1 6. Bontomarannu 0 0 0 7. Bontonompo 2 0 2 8. Bontonompo Selatan 5 0 5
9. Bungaya 3 2 1 10. Manuju 4 1 3 11. Pallangga 1 0 1 12. Parangloe 0 0 0 13. Parigi 1 1 0 14. Pattalassang 0 0 0 15. Somba Opu 2 0 2 16. Tinggimoncong 0 0 0 17. Tombolopao 0 0 0 18. Tompobulu 12 7 5
TOTAL 47 18 29
Sumber: Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tahun 2018
Adapun jumlah data kasus anak yang diperoleh dari dinas pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak terdiri dari kekerasan dalam rumah tangga,
pernikahan, pencabulan/asusila, nikah tanpa izin, bawa lari perempuan dibawah
umur, kekerasan terhadap anak, setubuhi anak, kenakalan remaja, dijelaskan
seperti dibawah ini:
57
Tabel 4.9: Data Kasus Anak
No Jenis Kasus Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Lapor Selesai Lapor Selesai Lapor Selesai
1. Kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) 8 8 4 4 33 33
2. Pernikahan 1 1 0 0 0 0 3. Pencabulan/asusila 2 2 2 2 8 8 4. Nikah tanpa izin 0 0 0 0 1 1 5. Bawa lari peremupuan
bawa umur 2 2 0 0 1 1
6. Kekerasan terhadap anak 3 3 6 6 8 8 7. Setubuhi anak 1 1 2 2 4 3 8. Kenakalan remaja 0 0 0 0 0 0
Jumlah 17 17 14 14 55 54 Sumber: P2TP2A Kabupaten Gowa Tahun 2016-2017-2018.
Data diatas menunjukan bahwa pada tahun 2018 ada satu kasus yang tidak
terselesaikan disebabkan dari masyarakat atau pihak terkait mengajukan
pembatalan manajemen kasus sehigga dinas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak tidak memiliki wewenang untuk melanjutkan manajemen
kasus tanpa adanya izin dari masyarakat sebagai pelapor.
C. Implementasi Progam Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif
(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa
Pusat Kesajahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Sikamaseang adalah
program yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menyandang masalah sosial
yang diatur dalam intruksi dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan anak. Bagi anak yang mangalami masalah sosial maka akan
diberikan bantuan penanganan melalui pelayanan.
Kebijakan dapat diukur keberhasilannya dilihat dari proses dan pencapaian
tujuan akhirya, apakah sudah tepat sasaran atau tidak. Oleh karena itu, penulis
58
dalam penelitian ini ingin melihat pelaksanaan Program Pusat Kesejahteraan
Sosial Anak Integratif Sikamaseang ini dengan menggunakan indikator-indikator
implementasi sebagai berikut:
1. Perilaku organisasi dan antar organisasi
a) Komitmen
Lingkup tataran implementasi, menjelaskan bahwa komitmen adalah
kesepakatan bersama dengan instansi lain terkait dalam menjaga stabilitas
organisasi dan jaringan antar organisasi yang ada, dalam kaitannya dengan
pelaksana program. (Winter dalam Ani, 2013: 58).
Program pusat kesejahteraan sosial anak integratif di kabupaten Gowa
memiliki tujuan dan sasaran yang akan dicapai, yakni terwujudnya kesejahteraan
sosial pada anak. Tercapainya kesejahteraan bagi anak inilah yang kemudian
menghantarkan kepada pelayanan sosial anak yang baik. selain itu sebelum
menjalankan program PKSAI ini telah ada kesepakatan atau komitmen
pemerintah terlebih dahulu agar program yang dijalankan lebih terarah. Dikatakan
oleh Seksi Kessos Anak sekaligus Sekertaris PKSAI, bahwa komitmen dari
program pusat kesejahteraan sosial anak ini adalah seperti yang dipaparkan
berikut ini:
“ Kami dari dinas sosial dan tim teknis dari PKSAI beserta 9 SKPD yang
terkait berkomitmen untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat,
agar masyarakat lebih paham mengenai PKSAI ini, dimana diketahui saat
ini masih terpola di masyarakat ketakutan untuk dekat dengan pemerintah
padahal pemerintah ini adalah pelindung bagi mereka, selain itu kita juga
berkomitmen untuk memberikan pemahaman yang lebih kepada
masyarakat melalui seminar agar mengubah pola pikir masyarakat
bahwa jika melapor ke PKSAI maka sama saja membuka aib diri sendiri.
Misalnya dalam rumah tangga, anak korban pelecehan dan lain
59
sebagainya, akan tetapi masyarakat harus berfikir bahwa dengan adanya
layanan PKSAI ini membantu dalam pemecahan masalahnya, adapun
mengenai biodata ataupun identitas dari pelapor tidak akan disebar
luaskan karena pada program PKSAI memiliki kode etik dimana semua
memerlukan persetjuan atau perizinan dari pihak yang bersangkutan.
Dengan begitu masyarakat tidak akan takut lagi untuk mengadu ketika
ada kasus yang dialami. Anak sehat maka pembangunan akan menjadi
baik.” ( Wawancara AA, 10 April 2019)
Komitmen dalam program PKSAI merupakan bentuk keterlibatan dari
dinas sosial itu sendiri dalam setiap kegiatan bersama dengan 9 SKPD yang
terlibat guna memberikan pemahaman kepada masyarakat akan peran PKSAI di
Kabupaten Gowa. Selain itu tujuan sosialisasi PKSAI adalah untuk mengubah
pola pikir masyarakat akan aturan yang telah ditetapkan di PKSAI. Pendapat yang
sama dikatakan oleh Kasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak
(P2PT2A) :
“ Kami dari dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
selalu mendapat undangan sosialisi kurang lebih tiga kali dalam sebulan
semacam rapat rutin mengenai manajemen kasus, jika ada kasus yang
tidak terselasaikan semua itu di rapatkan atau rapat lintas sektor artinya
semua SKPD yang terlibat diundang pada saat rapat.” ( Wawancara AM,
24 April 2019)
Bentuk komitmen selain sosialisasi program PKSAI juga diwujudkan
dalam bentuk rapat rutin yang membahas mengenai manajemen kasus serta rapat
lintas sektor dimana rapat ini menghadirkan perwakilan sejumlah SKPD yang
terlibat dalam program PKSAI. Hal yang sama kembali dikatakan oleh Staf
PKSAI, mengatakan bahwa:
“ Kita berkomitmen untuk tetap menjalin kerjasama dengan beberapa
SKPD hingga kesejahteraan anak betul-betul terwujud, hingga saat
inipun kita berencana untuk meningkatkan sosialisasi ke tingkat
kelurahan agar masyarakat semakin paham mengenai PKSAI ini.” (
Wawancara MH, 10 Mei 2019)
60
Keterlibatan dalam program PKSAI di Kabupaten Gowa diwujudkan
dalam bentuk jalinan kerjasama antara beberapa SKPD dimana SKPD yang
terlibat ini berkomitmen untuk melakukan sosialisasi mengenai program ini.
Hal berikutnya yang dapat digunakan untuk menilai efektif tidaknya suatu
implementasi kebijakan adalah dilaksanakan atau tidaknya sosialisasi. Sosialisasi
merupakan satu cara untuk mendistribusikan hal yang akan dilakukan dan
ditempuh pemerintah, tanpa sosialisasi yang cukup baik, maka tujuan kebijakan
bisa jadi tidak tercapai. Berikut hasil wawancara dengan Konsulatan UNICEF :
“ UNICEF memberikan tehnikal asistensi jadi support yang diberikan
UNICEF yaitu melalui program yayasan bakti mendorong peningkatan
kapasitas pemberdayaan supaya pemerintah juga bisa menjalankan
program ini secara mandiri. Yayasan bakti merupakan mitra UNICEF,
bantuan sosial ini jika ada bantuan maka disalurkan melalui kementrian
sosial atau mitra UNICEF yaitu yayasan bakti patner yayasan bakti yang
akan oranising dan memonitoring, memberdayakan masyarakat dan
pemerintah.” ( Wawancara DS, 22 April 2019)
Keinginan untuk berkomitmen yang tinggi dan berpartisipasi dalam
program PKSAI tidak dijalankan secara sendiri akan tetapi bekerjasama atau
bermitra dengan beberapa instansi. UNICEF sendiri berkomitmen untuk tetap
menjaga keberadaan program PKSAI serta memberi dukungan untuk mendorong
peningkatan kapasitas agar dapat memberdayakan masyarakat dan pemerintah di
daerah tersebut. Seperti yang ditambahkan oleh Kepala Dinas Sosil Kabupaten
Gowa:
“ Anak adalah masa depan suatu generasi, baik hari ini pembinaannya
maka generasi itupun akan baik, sebaliknya jelek hari ini jelek pula yang
akan datang. Tujuan PKSAI ini adalah terwujudnya kesejahteraan sosial
di Kabupaten Gowa. Kesejahteraan sosial sesuai tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 kesejahteraan sosial adalah
61
terwujudnya kebutuhan material dan kebutuhan spritual warga negara
dapat menjalankan fungsi sosial dengan layak termasuk kesejahteraan
jadi disini kita berkomitmen untuk mencapai tujuan dari PKSAI itu
sendiri.” ( Wawancara SS, 13 Mei 2019)
Pentingnya menjaga komitmen diantara beberapa instasi menjadi salah
satu hal yang sangat penting dalam keberlanjutan suatu proram guna pencapaian
tujuan dari PKSAI yaitu terwujudnya kesejahteraan sosial terkhusus pada anak
dimana diketahui anak adalah masa depan bangsa yang harus dibina mulai sejak
dini. Pemahaman mendalam dan komitmen terhadap tujuan menjadi keharusan
yang menyeluruh, sehingga tujuan dapat tercapai dan dipertahankan selama proses
imlementasi.
Berdasarkan penuturan informan diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa komitmen satiap instansi dalam kegiatan menunjukan kontribusi yang baik
dalam berkomitmen. Setiap instansi yang bekerjasama memiliki komitmen kuat
terhadap program pasti memiliki pandangan positif tentang organisasinya dan
memiliki pandangan positif pula tentang dirinya. Pandangan positif ini meyakini
setiap orang dalam program PKSAI ini memiliki peran dan kedudukan yang
sama-sama penting di dalam program PKSAI yang mereka jalankan, dan bahwa
setiap orang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan
program.
Secara teori dijelaskan oleh Luthans dalam Susilawati (2010: 55) bahwa
komitmen organisasi bersifat multidimensional, maka terdapat perkembangan
dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Mayer dan Aleen.
Dimensi tersebut adalah; 1) Komitmen afektif adalah keterikatan emosional
62
karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. 2) Komitmen normatif
adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus
seperti itu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. 3)
Komitmen kontinuen adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan
dengan keluarnya karyawan dari organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian dan teori di atas maka penulis menyimpulkan
bahwa dalam perilaku organisasi dan antar organisasi terkait komitmen.
Pemerintah Kabupaten Gowa dan sejumlah SKPD yang terkait telah berkomitmen
sebelum program ini dijalankan untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat tahu
atau lebih paham tentang program pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak
integratif (PKSAI) Sikamaseang tersebut, karena tujuan diadakannya sosialisasi
ini agar masyarakat mengetahui program kebijakan ini dengan begitu
kesejahteraan sosial anak akan lebih mudah tercapai.
b) Koordinasi
Implementasi kebijakan tidak jarang melibatkan banyak pemangku
kebijakan dan stakeholder. Oleh karena itu, koordinasi merupakan mantra penting
dalam menilai keefektifan suatu implementasi kebijakan. Terkadang suatu
kebijakan dianggap baik dalam segi konten tapi lemah dalam segi pelaksanaan.
Realita ini sangat mungkin terjadi karena koordinasi antar instansi atau antar
organisasi yang seharusnya menjalankan dan atau mengawasi justru tidak
melaksanakan koordinasi tersebut. Padahal apabila koordinasi itu dilakukan bukan
tidak mungkin suatu masalah publik dapat diselesaikan lebih cepat.
63
Lingkup tataran koordinasi pola hubungan antar organisasi sangat urgen
dan berpengaruh terhadap penentuan strategi suatu implementasi. Pengaturan
suatu kebijakan publik dapat diterapkan melalui dua atau lebih organisasi atau
instansi sebab, bagaimanapun implementasi kebijakan sifatnya rumit, dan
tantangan atas tindakan yang direncanakan lebih besar sehingga diperlukaan
adanya koordinasi. (Suratman, 2017). Hal ini dilakukan agar mempermudah
dalam mewujudkan kesejahteraan sosial anak. Berikut penuturan Seksi Kessos
Anak sekaligus Sekertaris PKSAI.
“ Sebanarnya kita setiap minggu melakukan manajemen kasus, setiap
hari rabu kita juga melakukan pertemuan antar SKPD didua bulan sekali
ketika misalanya ada laporan yang harus melibatkan diluar dari dinas
sosial maka kita rekap semua pengaduan duduk bersama untuk
membahasnya, komunikasi itu kita melalui surat dan WA, jadi semuanya
harus diposting di dalam WA apapun yang kita lakukan. SKPD apapun
yang menemukan anak yang membutuhkan layanan PKSAI kita shere di
group kemudian kita shere kesakti peksos untuk melakukan assesmen.
Akan tetapi jika ada pengaduan bisa langsung kesektariat atau ke dinas
sosial karena masyarakat pada umumnya ketika tahu kantor bupati
enggan kesini karena masih terpola di masyarakat ketakutan akan
keterlibatan langsung dengan pemerintah.” ( Wawancara AA, 10 April
2019)
Berkoordinsasi seperti penjelasan di atas tentunya harus ada kerjasama dan
untuk mewujudkan kerjasama yang baik dalam pelayanan suatu program maka
pemerintah Kabupten Gowa bekerja sama dengan beberapa SKPD. Hal yang sama
juga dikatakan oleh Kasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak
(P2PT2A) :
“ Lembaga tentang penanganan anak rentan ini berkolaborasi atau
bekerjasama antara dinas sosial dan LPA (lembaga perlindungan Anak)
misalnya anak yang bermasalah mengenai kesehatan maka ditangani oleh
dinas kesehatan, masalah pendidikan oleh dinas pendidikan, masalah
kekerasan ke dinas pemberdayaan dan perlindugan anak korban ketika
64
ada kasus yang tidak terselesaikanpun akan disampaikan kepada dinas
sosial.” ( Wawancara AM, 24 April 2019)
Koordinasi untuk penanganan kesejahteraan anak secara menyeluruh di
Kabupaten Gowa diwujudkan dalam PKSAI. Unit layanan ini didukung oleh
kepengurusan yang terdiri dari beberapa SKPD pemangku kepentingan untuk
pembangunan anak dan penyedia layanan anak. Seperti yang dituturkan Konsultan
UNICEF:
“ Saya selaku konsultan UNICEF sebanarnya sering datang, tapi karena
di Gowa sudah mulai berjalan lebih baik dan mandiri atau sudah lebih
mengerti maka saya bagi tugas beralih asistensi ke Makassar. Kita dari
UNICEF ini bekerjasama dengan Yayasan Bakti dan beberpa instansi
lainnya. Sebelumnya kita bekerjasama dengan kementrian sosial dalam
merancang PKSAI.” “ ( Wawancara DS, 22 April 2019)
Koordinasi merupakan mekanisme sekaligus syarat utama dalam
menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Semakin baik koordinasi di
antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka
asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil terjadi, dan begitu pula
sebaliknya. (Agustiono: 2016)
Koordinasi tidak dapat dihindarkan supaya ada kesamaan langkah dalam
implementasi kebijakan desentralisasi pemerintahan. Koordinasi di fokuskan pada
analisis struktur instutisional yang tersusun dari serangkaian aktor dan organisasi
karena semua program akan melibatkan banyak organisasi ataupun instansi dala
proses implementasi.
Pernyataan yang sama dituturkan oleh Sekertaris Dinas Sosial sekaligus
sebagai Koordinator PKSAI Kabupaten Gowa:
65
“ Iya, tentunya kita memiliki jalur koordinasi yang saling
menghubungkan antara PKSAI itu sendiri dengan instansi terkait lainnya,
tujuannya supaya lebih mudah dan setidaknya jauh dari pertentangan,
seperti ketika ada anak yang mengalami kekerasan maka kita arahkan ke
dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, anak yang tidak
memiliki identitas kita arahkan ke dinas catatan sipil dan masih banyak
lagi contoh kasus lainnya.” ( Wawancara FD, 13 Mei 2019)
Jalur koordinasi akan baik dan akan jauh dari pertentangan ketika
hubungan kerjasama juga baik. kerjasama dan pertentangan adalah dua sifat yang
sering dijumpai dalam setiap proses interkasi sosial dalam masyarakat, diantara
seseorang dengan orang lain, kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan
seseorang. (Ainun, 2014). Pernyataan di atas kemudian dikuatkan oleh Kepala
Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial:
“ Ooo… ada itu 9 SKPD yang terlibat yang pertama itu dinas sosial mi,
kemudian ada juga DPA, Dinas catatan sipil, Polres, Dinkes, Dinas
Pendidikan masih ada lagi itu tapi saya lupa-lupa mi.” ( Wawancara HW,
10 Mei 2019)
Bentuk kepengurusan ini diharapkan dapat mendukung pengelolaan
pembangunan yang terkait dengan kesejahteraan anak lebih komprehensship dan
terpadu atau ada saling keterkaitan. Kelengkapan layanan apabila dukungan
masyarakat kuat baik melalui LSM atau ormas yang bergerak dalam pemenuhan
hak anak maupun pengembangan forum atau bentuk koordinasi berbasis
masyarakat yang bertujuan mendukung kesejahteraan anak. Disamping itu juga
jejaring Kecamatan harus dioptimalkan dalam pemberian layanan anak. Lebih
lanjut lagi kemudian disampaikan Staf UNICEF :
“ Kita Rapat dengan kepala seksi dan kepala bidang yang dibahas terkait
penanganan masalah anak ini.” ( Wawancara AP, 13 Mei 2019)
66
Berdasarkan penuturan informan diatas maka penulis menyimpulkan
bahwa perilaku organisasi dan antar organisasi terkait koordinasi dalam Program
PKSAI di Kabupaten Gowa yang melibatkan beberapa SKPD telah menunjukkan
bentuk kerjasama dan komunikasi yang cukup baik. setiap SKPD memiliki peran
masing-masing terhadap program PKSAI sehingga kesulitan dalam bekerja sama
serta membangun kerja sama yang baik dapat di minimalisir, dalam bekerja sama
juga sangat diperlukan adanya pertemuan-pertemuan antar anngota untuk menilai
serta melakukan evaluasi mengenai keberhasilan program PKSAI.
Hasil observasi atau pengamatan penulis melihat bahwa dalam
implementasi program PKSAI pelaksana telah berkomitmen untuk mencapai
tujuan dari PKSAI melalui sosialisasi dan menjaga jalur koordinasi dengan tetap
menjalin kerjasama dengan beberapa instansi dan menjalankan tugas sesuai
dengan wewemang masing-masing instansi yang terlibat.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku organisasi dan
antar organisasi terkait komitmen dan koordinasi dalam program pusat
kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI) Sikamaseang di kabupaten Gowa
sudah cukup baik, di lapangan peneliti melihat adanya kesamaan komitmen dan
jalur koordinasi atau kerjasama antar instansi guna memenuhi kebutuhan
masyarakat yaitu terwujudnya kesejahteraan anak sehingga anak bisa memperoleh
hak-hak mereka.
2. Perilaku birokrasi tingkat bawah
a) Kontrol organisasi
67
Kontrol dalam organisasi dalam hal ini seperti pengawasan atau
pemeriksaan apakah sesuatu yang terjadi sesuai dengan rencana, instruksi yang
dikeluarkan, prinsip-prinsip yang ditentukan. Jadi tujuannya ialah untuk
menunjukan kelemahan dan kesalahan agar menjadi benar dan mencegah
pengulangan kesalahan, pengawasan bergerak dalam segala bidang yaitu barang-
barang, orang-orang dan tindakan-tindakannya. ( Fayol dalam Sukarna, 1992:111)
Kontrol organisasi merujuk pada kegiatan secara cermat dan teliti baik itu
melalui pemantauan atau pengawasan, serta evaluasi atau tindakan korektif guna
memastikan apakah tujuan telah tercapai serta berupaya menghidari
penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi. Untuk itu untuk menghidari
hal-hal yang tidak diinginkan maka perlu adanya pengawasan. Dituturkan oleh
Konsultan UNICEF :
“ Tugas konsultan UNICEF itu melakukan monitoring dan pengutan
kapasitas, sebulan dua kali ke dinsos. Sebenarnya dari dulu tiap hari
kemudian menjadi dua kali seminggu, lalu seminggu sekali, kemudian ya
sekarang sebulan dua kali itu kecuali jika ada yang ingin di diskusikan
juga. Jadi jelas ya tugas kami untuk mendampingi program ini
memberikan aksistensi jadi ikut memperkuat kapasitas
pemeritahan/lembaga, teman diskusi. Saya juga punya laporan berbulan
yang kemudian saya sampaikan ke atasan UNICEF kepada superfesior
perlindungan dan kesejahteraan anak.” ( Wawancara DS, 22 April 2019)
Kontrol organisasi seperti yang disebutkan oleh informan diatas
menunjukan bahwa setiap pihak-pihak yang terkait dalam proses implementasi
memiliki tugas yang berbeda-beda seperti halnya melakukan pendampingan
kasus, juga sebagai teman diskusi dan melakukan pengawasan sebagai wujud dari
kontrol organisasi dari UNICEF itu sendiri. Dengan kata lain dalam suatu
program pasti ada pihak yang dipercaya untuk melakukan monitoring dalam
68
jalannya suatu program. Seperti yang dikemukakan oleh Seksi Kessos Anak
sekaligus Sekertaris PKSAI :
“ Yang mengawasi sekerteriat PKSAI adalah saya sendiri yang mana
koordinatornya adalah sekertaris dinas sosial juga. Nah kemudian itu mi
yang kita lakukan sebagai upaya untuk mengontrol para pelaksana
program ini.” ( Wawancara AA, 10 April 2019)
Menurut penuturan informan diatas bahwa pengawasan adalah satu bentuk
wujud dari kontrol organisasi yang harus ada. Dalam pelaksana suatu program
setiap instansi memiliki tugas yang berbeda-beda dan salah satu tugas yang tidak
bisa dipisahkan dalam proses pelakasana program yaitu pengawasan. Tanpa
adanya pengawasan pencapaian tujuan program akan sulit untuk dicapai. Pendapat
yang sama juga dikemukakan oleh Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak:
“ Iya memang kita disini tidak bekerja sembarangan konsultan UNICEF
juga kadang-kadang datang ji untuk memantau.” ( Wawancara RR, 24
April 2019)
Merujuk pada uraian di atas, menjelaskan bahwa ketika berada dalam rana
kerja pemerintahan, pelaksanaan program tidak pernah dilaksanakan tanpa arah,
melainkan dilaksanakan melalui pemantauan atau pengawasan sebagai wujud dari
tanggungjawab dalam keterkaitan kontrol organisasi. Pencapaian tujuan suatu
program akan lebih mudah ketika pihak-pihak yang terlibat bekerja sebagaimana
mestinya. Sementara itu, hasil wawancara dengan Staf PKSAI, memberikan
penjelasan sebagai berikut :
“ Tentu saja yang mengawasi ketua seksi dan kabid, lalu sakti peksos
yang melaporkan sampai di pak kadis secara pengaduan kita buka selama
24 jam karena bisa melalui telepon jika darurat.” ( Wawancara MH, 10
Mei 2019)
69
Pendapat di atas kembali menjelaskan bahwa untuk menghindari atau
memperkecil kesalahan dalam implementasi program maka sangat diperlukan
kontrol organisasi dalam wujud pengawasan. Begitu pentingnya kontrol
organisasi sehingga tidak bisa dipisahkan dalam proses implementasi.
Berdasarkan penuturan dari informan diatas terkait perilaku birokrasi
tingkat bawah yang merujuk pada kontrol organisasi dapat disimpulkan bahwa
dalam pelaksanaan kontrol organisasi terkait pengawasan jalannya program pusat
kesejahteraan sosial anak integratif ini sudah cukup baik, mereka selalu berusaha
untuk melakukan pengawasan dan telah mengkordinasikannya untuk sebisa
mungkin melakukan kontrol setiap bulannya agar mereka dapat sesegera mungkin
mengatasi ketika ada keselahan yang timbul.
b) Profesionalisme SDM
Profesionalisme aparat SDM, diwujudkan melalui keberhasilan dalam
penerapan standar operasional prosedur (SOP). SOP pusat kesejahteraan sosial
anak integratif (PKSAI) adalah prosedur tertulis untuk melaksanakan tugas
pelayanan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja perlindungan anak dan
pemenuhan kesejahteraan sosial bagi anak berdasarkan indikator administratif dan
prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja untuk
menciptakan komitmen tentang apa yang harus dilakukan, kapan , dimana, dan
oleh siapa. (Purwanto dan Sulistyastuti, 2015)
Semua prosedur tersebut bersifat baku, sehingga mengikat atau harus
dipatuhi oleh seluruh petugas pelayanan pada pusat kesejahteraan sosial anak
70
integratif (PKSAI). Menurut hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kessos Anak
sekaligus Sekertaris PKSAI mengatakan bahwa:
“Kasus anak yang berdasarkan SOP tergantung dari kasus anak itu ada
yang lewat SOP dan ada juga yang tanpa SOP tergantung kasus jika
kasus itu emergency atau besar maka dilayani terlebih dahulu SOP
belakangan, SOP ini sebenarnya melihat kenyataan lalu disesuaikan,
SOP ini sudah dua kali direvisi. SOP tidak bisa dibuat lalu langsung
harus diikuti tetapi kita mengikut alur yang terjadi jika seperti ini sulit
dan sebaliknya. Masalah genting langsung ditangani misal mengenai
kesehatan lalu langsung dirujuk ke rumah sakit kita selalu stand by.” (
Wawancara AA, 10 April 2019)
Hal di atas secara tidak langsung menjelaskan bahwa peran SOP dalam
pelaksanaan suatu program bisa saja tidak diikuti. Hal tersebut berarti bahwa ada
tidaknya SOP tidak berpengaruh dalam pelaksana suatu program akan tetapi pada
kenyataannya dalam pelaksana suatu program memerlukan SOP sebagai pedoman
dalam .mengerjakan tugas Selanjutnya hasil wawancara dengan Ketua Bidang
Pelayanan Rehabilitasi Sosial :
“ Anak sakit rujukan ke rumah sakit, putus sekolah ke dinas pendidikan,
Akte kelahiran dinas catatan sipil perlu penanganan ABH polres.” (
Wawancara HW, 10 Mei 2019)
Pentingnya SOP dalam menunjang profesionalitas dalam mengerjakan
tugas menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga keberlanjutan
prgoram PKSAI, hal tersebut menunjukan bahwa SOP memang harus ada agar
pelaksana program lebih terarah sehinga mencapai hasil sesuai dengan yang
diinginkan. Hal yang sama seperti yang dituturkan oleh Konsultan UNICEF :
“ Tentunya kita ini mempunyai SOP, mekanisme kerjasama melibatkan
SKPD terkait telah ada standar operasional prosedur.” ( Wawancara DS,
22 April 2019)
71
Standar Operasional Prosedur (SOP) unit layanan kesejahteraan anak
integratif meliputi persyaratan dan mekanisme yang harus dipenuhi oleh petugas
layanan dalam melaksanakan tugasnya. Tujuan penyediaan SOP adalah agar ada
standar dan mekanisme yang dijadikan pedoman oleh para petugas pelayanan di
PKSAI dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sehingga terwujud pelayanan yang
dapat melindungi terhadap hak-hak anak. Pendapat yang sama dikemukakan oleh
Kepala Dinas Sosial :
“ Kalau mengenai kerja-kerjanya di PKSAI sudah ada SOP.”
( Wawancara SS, 13 Mei 2019)
Ketika suatu program ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya,
maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan
petunjuk-petunjuk itu harus diikuti. Petunjuk-petunjuk tersebutlah yang yang
kemudian di artikan sebagai SOP yang diharapkan dapat mempermudah dalam
implementasi program. Sementara menurut Konsultan PKSAI :
“Ada format pengaduan disampaikan ke sakti peksos kemudian sakti
peksos yang turun kelapangan asseement sesuai dengan kebutuhannya.” (
Wawancara MH, 10 Mei 2019)
Dititik dari prosesnya, maka proses implementasi suatu program
memerlukan aturan atau mekanisme sebagai landasan dalam mengerjakan
program. Semua pihak terkait telah memiliki arah dalam melaksanakan tugas atau
wewenang yang diberikan. Penjelasan lebih lengkap kembali dipaparkan oleh
Sekertaris Dinas Sosial sekaligus sebagai Ketua PKSAI:
“ Iya memang harus sesuai dengan SOP kecuali misalnya kecelakaan
atau darurat. Alur pelaporan harus sesuai dengan SOP yaitu mulai dari
RT agar dapat diketahui beda jika iya dalam keadaan darurat katakanlah
kecelakaan orang sakit tidak mungkin dipersulit seperti itu dulu harus
72
masuk rumah sakit dulu baru diurus jadi selama dia tidak seperti itu
semua ada alurnya kecuali daruruat kita gunakan jalur cepatnya. Bisa
mengadu di dinsos tetapi jika ingin lebih bagus langsung ke sekretariat
apalagi sekret akan pindah samping dinsos maka akan lebih mudah
karena sudah satu atap. Jika ada pelapor langsung ditindak lanjuti kadang
juga langsung melapor ke polisi polisi yang menyurat ke dinas sosial
untuk melakukan pendampingan jadi sakti peksos yang assesment
terlebih dulu kemudian membutuhkan rujukan misalnya membutuhkan
perlindungan maka dirujuk ke dinas pemberdayaan dan pelindungan
anak, kekerasan seksual kepolisian nanti di rujuk lagi ke rumah sakit.
Anak tidak memiliki kartu identitas sakti peksos turun accment
diarahkan kecapil urus aktenya. Ada juga masyarakat yang langsung ke
dinas sosial karena mungkin mereka tidak mengetahui lokasi sekret
PKSAI, cukup kita berikan kebijakan jangan sampai masyarakat merasa
dipersulit.” ( Wawancara FD, 13 Mei 2019)
Suatu program dapat dilaksanakan dengan baik maka seluruh stakeholder,
terutama penanggung jawab utama implementasi, perlu memahami mekanisme
kerja atau SOP yang telah ada. (Purwanto dan Sulistyastuti, 2015).
Berdasarkan penuturan dari informan diatas terkait perilaku birokrasi
tingkat bawah yang merujuk pada profesionalitas SDM dapat disimpulkan bahwa
dalam pelaksanaan profesionalitas SDM terkait penggunaan SOP dalam
pelaksanaan/jalannya program pusat kesejahteraan sosial anak integratif ini dinilai
masih kurang baik, dilihat dari alur pelaksanaan yang belum sesuai dengan SOP
(SOP tidak dipergunakan sebagaimana mestinya).
Hasil observasi atau pengamatan penulis melihat melihat bahwa dalam
implementasi program PKSAI pelaksana telah melakukan kontrol organisasi
melalui pengawasan terhadap jalannya program PKSAI akan tetapi masih kurang
menunjukan perilaku profesionalitas SDM karena dalam pelaksanaan program
PKSAI tidak mengikuti mekanisme atau SOP yang telah dibuat.
73
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
birokrasi tingkat bawah yang dilihat dari konsep kontrol organisasi dan
profesionalime SDM dalam pelaksanaan program pusat kesejahteraan sosial anak
dinilai masih kurang bagus, dilihat dari proses kontrol organisasi dari segi
pengawasan serta profesionaliseme SDM dari segi standar operasional prosedur
(SOP) yang telah ada namun dalam pelaksanaannya SOP ini tidak di gunakan
sebagaimana fungsi dibuatnya.
3. Perilaku Kelompok Sasaran
a) Respon positif
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika
dan hanya jika ketika tujuan kebijakan atau program itu telah dirasakan oleh
kelompok sasaran. (Agustiono:2016). Seperti hasil wawancara dengan Konsultan
UNICEF mengatakan bahwa:
“ Bagus karena banyak dampak positifnya, untuk kasus yang
dijakangkaupun semakin banyak karena kita juga melakukan deteksi dini
melalui data terupdet, dulu hanya menerima kasus sekarang kita juga
melakukan jangkauan melalui data BDT sehingga anak sebelum
mendapat kekerasan anak bisa langsung ditindak lanjuti” ( Wawancara
DS, 22 April 2019)
Menurut penuturan infoman diatas bahwa telah banyak kasus yang
terselesaikan dengan adanya program ini. Program tersebut secara rinci bisa
dikatakan bahwa berhasil karena telah banyak membantu masyarakat dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan membantu pemerintah dalam
menjalankan tugasnya guna untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial anak Hal
yang sama dikatakan oleh Seksi Kessos Anak sekaligus Sekertaris PKSAI :
74
“ PKSAI sangat membantu dalam pelaksanaan tugas saya sebagai kepala
Kessos anak, dimana menurut saya anak kecil sedini mungkin kita bina
agar tidak terjadi kekerasan, pelecahan atau masalah anak lainnya.
Selama inipun tidak ada yang mengeluh malah banyak berterimah kasih.” (
Wawancara AA, 10 April 2019)
Dukungan atau respon positif dari semua pihak yang terlibat terutama
masyarakat dan anak-anak sebagai kelompok sasaran dalam program PKSAI ini
menjadi hal yang mendasar yang menjadi penilaian keberhasilan atau kegagalan
suatu program. Jika program yang dijalankan memberi dampak yang baik maka
program tersebut perlu untuk dilanjutkan. Diperjelas kembali oleh Kasi Pelayanan
Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PT2A) :
“ Alhamdulillah banyak sekali masyarakat yang merasa terbantu,
kerjasama kita dengan dinsos juga selama ini alhamdulilah baik, jika ada
masalah anak kami langsung menghubungi PKSAI atau PEKSOS.
Seperti di dinas pemberdayaan dan perlindungan anak sendiri pada tahun
2018 kemarin sudah ada 54 kasus anak dari berbagai kasus yang
alhamdulillah terselesaikan. (Wawancara AM, 24 April 2019)
Penuturan informan di atas kembali menjelaskan bahwa program ini
benar-benar mendapat respon atau tanggapan yang baik dari kelompok sasaran.
Jumlah kasus yang terselesaikan cukup banyak hal tersebut bararti bahwa
keberadaan program ini betul-betul membantu dalam proses pemenuhan
kesejahteraan anak. Berikut penjelasan lebih lanjut melalui wawancara dengan
Ketua Bidang Pelayanan Rehabilitasi Sosial:
“ Program ini sangat bagus khusus anak membawa pengaruh positif
karena semua pengaduan tertangani misal walaupun belum terbit KIS
karena KIS 7 hari baru bisa digunakan tapi tetap terlayani karena kita
yang dampingi.” ( Wawancara HW, 10 Mei 2019)
Banyaknya kasus yang tertangani sehingga membawa pengaruh yang baik
membuat masyarakat menjadi merasa terlayani dengan baik. Membuat masyarakat
75
merasa terbantu dan terlayani ininlah adalah hal yang diiginkan dalam pelaksana
program ini dengan begitu masyarakt senang maka pelaksana programpun akan
ikut senang. Pendapat diatas kemudian ditambahkan oleh Konsultan PKSAI:
“ Peningkatan luar biasa terbantu dengan program PKSAI penanganan
yang cepat menguntungkan masyarakat meskipun belum tersosialasasi
dengan menyeluruh. Tidak pernah ada respon negatif karena penanganan
yang baik.” ( Wawancara MH, 10 Mei 2019)
Hal lain yang menjadi gambaran umum efektifitas pelaksanaan suatu
program ini ada tidaknya peningkatan dari tahun ke tahun. Dan dalam pelaksana
program ini memberikan hasil yang baik dimana terjadi peningkatan dalam
penanganan masalah-masalah sosial pada anak. Pendapat yang sama kembali
dikemukakan oleh Staf PKSAI :
“ Kelebihan PKSAI itu yaitu dimanajemen kasusunya jadi setiap ada
persoalan itu kita langsung melakukan pertemuan untuk pendalam
accement kajian dari data-data yang ada kemudian dari data tersebut kita
rekomendasikan rujukan yang di acemmnt oleh dinas sosial, sakti peksos,
dan dinas terkait, dinas perlindungan anak, lembaga-lembaga yang ada
hubungannya dengan penanganan anak. Misalnya anak butuh psikososial
di tangani psilokog LKSA.(Wawancara AP, 13 Mei 2019)
Eksistensi suatu program akan tetap ada ketika program itu memiliki
pengaruh positif atau ketika kelebihan lebih nampak dibanding kelemahan atau
kekurangan. Dan dalam pelaksana program ini kelebihan lebih nampak dibanding
dengan kekurangan hal tersebut menjelaskan bahwa program ini telah banyak
membantu baik masyarakat maupun instansi pelaksana. Adapun hal yang sama
dirasakan oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gowa:
“Banyak kasus yang terselesasikan. Yah efektif karena kita menggunakan
pola efektif dan sistem supaya pelayanan bisa meningkat jika tidak
meningkat lebih baik kita tiggalkan, kenapa saya bilang meningkat
karena lebih detail SOP itu urutan-urutan pelayanan, bagaimana
76
pelayanan intinya SOP itu kita tau apa yang akan kita lakukan. Anda tahu
apa yang anda anak lakukan dan anda tau cara mencapai tujuan dari apa
yang anda lakukan. Jadi tiada hari tanpa perubahan tiada hari tanpa
penyempurnaan. Catat yang kau kerjakan dan kerjakan yang tercatat.
Itulah SOP kemudian evaluasi jika dirasa tidak efektif oleh masyarakat
karena tingkat kepuasan diukur dari masyarakat maka lakukan revisi.
Kerjakan apa yang orang lain belum lakukan dan lakukan lebih baik apa
yang orang lain pernah kerjakan.” ( Wawancara SS, 13 Mei 2019)
Efektif tidaknya suatu program dalam proses implementasi sangat
dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya kasus yang terselesaikan sehingga
menghadirkan kepuasan masyarakat. Penggunaan aturan dalam suatu program
menjadi sarana yang dapat mempermudah dalam penyelesaian masalah untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Kemudian respon atau tanggapan positif
dikemukakan oleh masyarakat yang merasakan manfaat program PKSAI:
“ Iya dek saya dulu melapor di dinas sosial langsung karena masalah
kartu keluarga (KK) saya yang belum di perbarui jadi kesini ma baru
didampingi ke dukcapil tidak lama ji baru jadi.” ( Wawancara ID, 13 Mei
2019)
Informan di atas menjelaskan atau memberikan respon yang positif
terhadap pelaksanaan program PKSAI sebagai bukti yang dirasakan bahwa
program ini telah membantu menyelesaikan masalah yang di alami. Respon positif
yang diberikan masyarakat serta instansi terkait menjadi bukti bahwa program ini
telah dijalankan dengan baik. Kemudian penjelasan ini ditambahkan lagi oleh
masyarakat berikut ini:
“ Bagus na bantu ka juga karena pernah ada kasus na anakku toh
baru langsungka melapor di sini jadi ditangani mi, cuman disisni tidak
bisaka sebutki kasus apa karena privasi to.” (Wawancara dengan II, 13
Mei 2019)
Penjelasan informan diatas kembali menjelaskan bahwa program PKSAI
telah betul-betul memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Cukup hanya
77
dengan melakukan pengaduan maka ada dibantu untuk menangani permasalahan
yang dialami.
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku kelompok sasaran mengenai program pusat kesejahteraan sosial anak
integratif (PKSAI) sikamseang yang di terapkan di Kabupaten Gowa telah banyak
membantu masyarakat terutama dalam pemenuhan kesejahteraan anak.
Tanggapan terhadap program inipun mendapatkan respon yang positif dari
masyarakat dan sejumlah SKPD yang terlibatpun turut merasakan dampak dari
program ini sehingga dapat katakan bahwa program PKSAI telah tepat pada
sasaran.
b) Respon negatif
Respon negatif dapat mengurangi eksistensi suatu program maka dari itu
pemerintah harus tetap berusaha memberikan peningkatan pelayanan melalui
pelayanan yang prima agar suatu program dapat dipertahankan dan di lanj utkan.
(Rakib:2011) hal tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh Kasi Pelayanan
Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2PT2A):
“ Sampai saat ini belum pernah ada respon negatif karena selama ini
penanganan alhamdulilah cepat, Fungsinya kita untuk pendampingan
kasus mediasi mendampingi secara psikisnya. Adapun masalah sosial
disebakan macam-macam yaitu ada karena masalah ekonomi, karena
pernikahan dini menikah dibawah umur.” ( Wawancara AM, 24 April
2019)
Informan di atas menjelaskan bahwa program ini belum mendapat
tanggapan yang buruk dari kelompok sasaran. Proses implementasi yang baik
akan memperoleh hasil yang baik pula begitupun sebaliknya proses implementasi
78
yang kurang baik akan memperoleh hasil yang buuruk. Sementara itu pendapat
dari Staf PKSAI sebagai berikut:
“ Sekret PKSAI buka jam delapan sampai jam empat untuk terima
laporan seperti pengaduan anak, harusnya di Sekret PKSAI namun
banyak yang belum tahu sekret PKSAI karena program baru, jadi
mereka hanya tahu kantor dinas sosial, sebenarya sesuai karena jika ada
yang datang ke sekret akan dilayani dan kesana tetap akan dilayani.
Kasus yang darurat cepat ditangani oleh peksos.” ( Wawancara MH, 10
Mei 2019)
Sebagaimana dijelaskan informan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
salah satu penyebab respon negatif dari pihak pelaksana disebabkan karena
adanya pelaksanaan yang belum sesuai dengan mekanisme, yang menjadi nilai
negatif dari pelaksanaan program kembali ditambahkan oleh Sekertaris Dinas
Sosial sekaligus Ketua PKSAI:
“ Kendala kadang cuma kurang komunikasi yang kurang nyambung
tetapi yang lainnya bagus jika ada masalah anak kami langsung
menghubungi PKSAI atau PEKSOS. ( Wawancara FD, 13 Mei 2019)
Penjelasan informan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyabab
adanya kendala dalam pelaksanaan program ini berasal dari masyarakat itu
sendiri yang masih belum paham terhadap pelaksanaan program ini. Dari
penjelasan ini bukan berarti bahwa ini adalah dampak negatif dari program
PKSAI melainkan hal biasa yang pasti akan selalu ada kendala dalam pelaksanaan
suatu program. Pendapat yang sama dikemukakan oleh masyarakat:
“ Kalau saya aman-aman ji, karena nabantuka, kalau pertayaanta tadi
mengenai negatif positif, ya kalau saya nassami positif.” (Wawancara
dengan ID, 13 Mei 2019)
Tidak adanya respon negatif yang diberikan oleh beberapa instansi serta
masyarakat menunjukan bahwa pelaksanaan program PKSAI sudah berjalan
79
dengan baik, membantu masyarakat dan membantu pemerintah dalam
mewujudkan kesejahteraan anak. Pemenuhan kesejahteraan anak menjadi hal
dasar untuk pemerintahan yang baik.
Hasil observasi atau pengamatan dilapangan penulis melihat bahwa dalam
implementasi program PKSAI pelaksana serta masyarakat memberikan respon
positif terkait implementasi program PKSAI karena telah membantu dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi serta membantu dalam
mempermudah pekerjaan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan anak,
sementara itu hampir tidak ada respon negatif dalam pelaksanaan program
PKSAI.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
perilaku kelompok sasaran dari program PKSAI ini masyarakat dan instansi yang
terlibat memberi respon positif dimana masyarakat dan instansi yang terlibat
merasa terbantu dengan adanya program tersebut, meskipun yang pada
kenyataannya masyarakat belum terlalu paham mengenai mekanisme alur
pelaporan yang seharusnya, yang mereka pikirkan adalah bagaimana masalah
yang mereka miliki dapat terselesaikan. Respon negatif dari kelompok sasaran
bisa diakatakan tidak ada yang ada hanya mengenai kendala-kendala dalam
menjalankan program PKSAI ini, sehingga dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa program PKSAI ini sudah baik sehingga perlu dipertahankan.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan atau
dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dirumuskan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Perilaku organisasi dan antar organisasi yang terkait mengenai komitmen dan
koordinasi dalam pelaksana program pusat kesejahteraan sosial anak
integratif (PKSAI) sikamaseang sudah cukup baik akan tetapi masih perlu
ditingkatkan. Pemerintah telah berupaya mensosialisasikan program PKSAI
di Kabupaten Gowa, dan berupaya menjaga hubungan kerjasama antar SKPD
yang terlibat guna untuk mewujudkan tujuan dari PKSAI. Hal inilah sebagai
bentuk komitmen dan koordinasi dari pemerintah karena sosialisasi dan kerja
sama sangat penting sebagai langkah awal dalam memberikan pemahaman
dan mengimplementasikan PKSAI sikamaseang kepada masyarakat.
2. Perilaku birokrasi tingkat bawah dari segi kontrol organisasi dan
profesionalisme SDM dalam program PKSAI sikamaseang yaitu pemerintah
telah berupaya melakukan kontrol organisasi melalui pengawasan atau
monitoring dengan baik agar program sosial ini dapat membantu dalam
mewujudkan kesejahteraan anak. Selain itu juga pemerintah beserta SKPD
yang terlibat telah mencoba mebangun jiwa profesionalitas dalam
mengerjakan tugas mereka sesuai dengan SOP namun pada kenyataannya
dengan alasan tertentu SOP yang telah dibuat sebelumnya kadang kalah tidak
80
81
dijadikan acuan dalam bekerja, melainkan keluar dari mekanisme yang ada,
sehingga demikian dapat dikatakan bahwa dimensi terkait perilaku birokrasi
tingkat bawah masih kurang baik sehingga perlu diperbaiki.
3. Perilaku kelompok sasaran dalam pelaksana program PKSAI sikamaseang ini
mendapat dukungan atau respon positif dari masyarakat dan instansi terkait
karena telah banyak permasalahan anak yang diatasi, sehingga kelompok
sasaran merasa terbantu dengan adanya program ini. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa program kesejahteraan sosial anak integratif (PKSAI)
sikamaseang di Kabuapten Gowa yang dilihat dari perilaku kelompok sasaran
sudah baik sehingga perlu untuk dipertahankan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka saran yang dapat
disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada dinas sosial serta sejumlah SKPD yang terlibat agar tetap
menjaga jalur koodinasi agar hubungan kerjasama tetap terjaga. Serta
melakukan pendekatan atau sosialisai yang lebih intensif kepada masyarakat
pedesaan.
2. Diharapkan setiap SKPD yang terlibat agar mengikuti SOP yang telah dibuat
agar profesionalitas dalam bekerja dapat terlihat.
3. Diharapkan kepada warga masyarakat agar menggunakan program ini sebaik-
baiknya.
82
Buku
DAFTAR PUSTAKA
Abidin. 2002. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwan.
Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Edisi Ke-2. Jakarta: Salemba
Humanika.
Aditama, Ridwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Agustiono, Leo. 2016. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Ainun. 2014. Pengaruh pengetahuan kebencanaan terhadap kesiapsiagaan warga
dalam menghadapi bencana tanah longsor di desasridadi kecamatan
sirampong kabupaten brebes.
Ani, Suharni, 2013. Implementasi Program Pengentasan Kemiskinan (Studi
Kasus Pembagian Kartu Keluarga Sejahtera). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dewi, Rahayu. 2016. Study Analisis Kebijakan. Bandung: Pustaka Setia.
Dunn, William. 2013. Pengantar Kebijakan Publik. Edisi Ke-2. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Hayat. 2017. Manajemen Pelayanan Publik. Jakarta: PT. RajaGravindo Persada.
Howlett, Dkk. Studying Publick Polic. Torento: Oxford University Press.
Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Purwanto, Erwan. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan
Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Putra, Fadilah. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan: Perubahan dan
Inovasi Kebijakan Publik dan Ruang Partisipasi Masyarakat Dalam
Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Islamy, Irfan. 2014. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara.
Kartiwa, Asep. 2015. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Pustaka Setia.
Khaizu.2009. Pelayanan Kesejahteraan Anak. Bandung: Gadjah Mada University
Press.
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Gava Media.
83
Mardalis. 2014. Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik: Konsep
Dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik Berbasis Analisis Bukti Untuk
Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.
Mustopadidjaja. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publik: Formulasi,
Implementasi, Dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara Duta Pratiwi Foundation.
Nawawi, Ismail: 2009. Public Policy: Analisis, Strategi, Advokasi Teori dan
Praktek. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2015. Implementasi
Kebijakan Publik: Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia.Yogyakarta:
Gava Media.
Soetari, Endang. 2014. Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.
Sugiyono. 2016. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta.
Sukarna. 1992. Dasar-Dasar Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
Suratman. 2017. Generasi Implementasi Dan Evaluasi Kebijakan Publik.
Surabaya: Capiya Publishing.
Susilawati. 2010. Kemitraan Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak.
Yogyakarta: Media Pressindo.
Syafiie, Inu. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Tangkilisan, Hasel Nogi. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:
Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI) & Lukman
Offset.
Thoha, Mitfah. 2011. Ilmu Administrasi Kontemporer. Jakarta: Prenada
MediaGroup.
84
Tim Penyusun. 2016. Pedomoan Penulisan Proposal dan Skripsi. Makassar:
FakultasIlmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Wahab, Solichin Abdul. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Media Pressindo.
Wisadirman. 2005. Metode Penelitian Kualitatif dan Pedoman-Pedoman
Penulisan Skripsi Untuk Ilmu Sosial. Malang: UMM.
Undang-Undang
Peraturan Bupati Gowa Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Pusat
Pelayanan Kesejahteraan Anak Integratif Kabupaten Gowa
Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Amandemen UU Perlindungan Anak.
UU No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
PEDOMAN PENELITIAN
1. Pedoman Observasi
a. Data jumlah permasalahan sosial anak di dinas sosial Kabupaten Gowa
b. Pengamatan mengenai penggunaan SOP dalam pelasana program PKSAI
Sikamaseang di Kabupaten Gowa
2. Pedoman Wawancara
Indikator I ( Perilaku organisasi dan antar organisasi)
a. Bagaimana perilaku organisasi dan antar organisasi terkait komitmen
pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif
(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
b. Bagaimana perilaku organisasi dan antar organisasi terkait koordinasi
pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif
(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Indikator II ( Perilaku birokrasi tingkat bawah)
a. Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah terkait kontrol organisasi
pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif
(PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
b. Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah terkait profesionalisme
SDM pelaksana dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak
Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Indikator 3 ( Perilaku kelompok sasaran)
a. Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait respon positif pelaksana
dan masyarakat dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak
Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
b. Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait respon positif pelaksana
dan masyarakat dalam Program Pusat Kesejahteraan Sosial Anak
Integratif (PKSAI) Sikamaseang di Kabupaten Gowa ?
3. Pedoman Dokumentasi
1. Gambaran umum Kabupaten Gowa
2. Visi dan Misi Kabupaten Gowa
3. Batas Wilayah Kabupaten Gowa
4. Pemerintahan/Struktur Kabupaten Gowa
5. Profil singkat Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa
6. Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa
7. Pemerintahan/Struktur Kantor Dinas Sosial Kabupaten Gowa
8. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Gowa
9. Profil Sekertariat PKSAI Kabupaten Gowa
10. Motto, Visi dan Misi PKSAI Kabupaten Gowa
11. Sruktur Organisasi PKSAI
12. Permasalahan anak di Kabupaten Gowa tahun 2016-2018
Catatan Observasi
Hari/ Tanggal : Selasa, 4 Maret 2019
Pukul : 09.30-12.30
Sumber data : Dinas Sosial Kabupaten Gowa tahun 2018
Dari hasil observasi tersebut pada tanggal 4 Maret 2019 untuk
mendapatkan bukti data mengenai persoalan-persoalan sosial pada anak tahun
2018 pada kantor dinas sosial Kabupaten Gowa. Kemudian observasi lanjut
mengenai alur pelaksana program berdasarkan observasi peneliti menemukan
bahwa dalam pelasanaan program SOP tidak di gunakan sesuai dengan tujuan
dibuatnya yang diperadakan pada tahun 2016. Berdasarkan data dan pengamatan
yang peneliti dapat memberikan gambaran mengenai implementasi program
PKSAI diKabupaten Gowa. Kemudian observasi mengenai informan dalam
proses wawancara adalah sebagai berikut:
Pedoman Wawancara
No Nama Informan Inisial Jabatan Ket
1. Asrianti AA Kepala Sesksi Kessos Anak P
2. Dessy Susanty DS Konsultan UNICEF P
3. Aminah AM Kasi Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan
dan Anak (P2PT2A)
P
4. Rahmawati
Rahman
RR Kabid Perlindungan
Perempuan dan Anak
P
5. Muh Hasan MH Staf PKSAI L
6. Hijrawati HW Kepala Bidang Pelayanan
dan Rehabilitasi Sosial
P
7. Firdaus FD Sekertaris Dinas Sosial L
8. Alan P AP Staf PKSAI L
9. Syamsuddin SS Kepala Dinas Sosial L
10. Indah ID Masyarakat P
11. Ila Islmail II Masyarakat P
Nama Uraian Keterangan
Perilaku Organisasi dan Antar Organisasi, Perilaku Birokrasi Tingkat
Bawah dan Perilaku Kelompok Sasaran
Peneliti
Assalamu alaikum warahmatullahi
wabarakatuh ibu, saya mahasiswa dari
unismuh ingin melakukan wawancara dengan
ibu, boleh minta waktunya sebentar ibu?
Rabu 30 Maret
2019, Pukul
10.00-11.30 –
Kamis
30 Mei 2019,
pukul 01.03
Narasumber 1
Wa’aikumsalam Warahmatullahi
wabarakatuh, ya silahkan dek
Peneliti
Bagaimana perilaku organisasi dan antar
organisasi terkait komitmen dan koordinasi
pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?
Narasumber 1
Kami dari dinas sosial dan tim teknis dari
PKSAI beserta 9 SKPD yang terkait
berkomitmen untuk melakukan sosialisasi
dengan masyarakat, agar masyarakat lebih
paham mengenai PKSAI ini
Peneliti
Sosialisasinya ini berapa kali atau setiap hari
apa ibu dan ke sembilan SKPD apa saja yang
terlibat?
Narasumber 1
Sosialisasinya dilakukan kurang lebih 3 kali
dalam sebulan dan SKPD yang dimaksud
yaitu dinas sosial, dinas kependudukan dan
catatan sipil, dinas kesehatan, dinas
pemeberdayaan perempuan dan perlindungan
anak, kepolisian, dinas pendidikan, psikolog,
Unicef, pengadilan.
Peneliti Jadi alur koordinasinya bagaimana ibu?
Narasumber 1
Jalur koordinasi ini berurut dan setiap pihak
terkait telah memiliki peran masing-masing
Peneliti
Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah
terkait kontrol organisasi dan profesionalisme
SDM pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Narasumber 2
Tugas konsultan UNICEF itu melakukan
monitoring dan pengutan kapasitas, sebulan
dua kali ke dinsos. Sebenarnya dari dulu tiap
hari kemudian menjadi dua kali seminggu,
lalu seminggu sekali
Peneliti
Mengenai profesionalisme SDM ibu
bagaimana?
Narasumber 2
Pelaksana program harus sesuai SOP untuk
menilai apakah pelaksana profesional atau
tidak
Peneliti
Assalamu alaikum warahmatullahi
wabarakatuh ibu, saya mahasiswa dari
unismuh ingin melakukan wawancara dengan
ibu, boleh minta waktunya sebentar ibu?
Narasumber 3
Wa’aikumsalam Warahmatullahi
wabarakatuh, ya silahkan dek
Peneliti
Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait
respon positif dan negatif pelaksana dan
masyarakat dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Narasumber 3 Alhamdulillah banyak sekali masyarakat yang
merasa terbantu jadi masyarakat dominan
memberikan respon positif dan respon negatif
tidak ada
Peneliti
Apakah contoh kasus pada anak yang sudah
terselesaikan ibu?
Narasumber 3
Banyak seperti kasus kekerasan pada anak,
kependudukan, pendidikan dan masih banyak
lagi
Peneliti
Bagaimana perilaku organisasi dan antar
organisasi terkait komitmen dan koordinasi
pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?
Narasumber 4
Komitmen untuk mencapai tujuan program
inidan koordinasi melalui jalur kerjasamayang
baik
Peneliti
Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah
terkait kontrol organisasi dan profesionalisme
SDM pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa pak?
Narasumber 5
Berupa pengawasan dalam pelaksana sera
SOP yang ada harus diikuti
Peneliti
Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait
respon positif dan negatif pelaksana dan
masyarakat dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Narasumber 6
Respon negatif tidak ada melainakan respon
atau dukungan positif lebih menonjol dalam
pelaksana program ini
Peneliti
Bagaimana perilaku organisasi dan antar
organisasi terkait komitmen dan koordinasi
pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?
Narasumber 7
Sosialisasi dan kerjasama harus terjalin
sebagai wujud dari komitmen dan koordinasi
yang baik
Peneliti
Bagaimana perilaku birokrasi tingkat bawah
terkait kontrol organisasi dan profesionalisme
SDM pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa pak?
Narasumber 8
Pengawasan melalui kontrol organisasi dan
profesionalitas berupa penerapan SOP
Peneliti
Bagaimana perilaku organisasi dan antar
organisasi terkait komitmen dan koordinasi
pelaksana dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa ibu?
Narasumber 9
Koordinasinya melalaui kerjasama dan tetap
berkomitmen untuk melakukan sosialisasi
ketingkat pelosok
Peneliti
Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait
respon positif dan negatif pelaksana dan
masyarakat dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Narasumber 10
Masyarakat dan instansi terkait mersasa
terbantu dengan adanya program ini
Peneliti
Bagaimana perilaku kelompok sasaran terkait
respon positif dan negatif pelaksana dan
masyarakat dalam Program Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI)
Sikamaseang di Kabupaten Gowa?
Narasumber 11
Perilaku kelompok sasaran sangat bagus
karena banyak masyarakat yang merasa
terbantu dan instansi pun ikut terbantu
Pedoman Dokumentasi
No Dokumentasi Dinas Sosial Kabupaten Gowa Keterangan
1. Gambaran umum Kabupaten Gowa Ada
2. Visi dan Misi Kabupaten Gowa Ada
3. Batas Wilayah Kabupaten Gowa Ada
4. Pemerintahan/Struktur Kabupaten Gowa Ada
5.
Profil singkat Kantor Dinas Sosial Kabupaten
Gowa
Ada
6.
Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial Kabupaten
Gowa
Ada
7.
Pemerintahan/Struktur Kantor Dinas Sosial
Kabupaten Gowa
Ada
8. Tugas dan Fungsi Dinas Sosial Kabupaten Gowa Ada
9. Profil Sekertariat PKSAI Kabupaten Gowa Ada
10. Motto, Visi dan Misi PKSAI Kabupaten Gowa Ada
11. Sruktur Organisasi PKSAI Ada
12.
Permasalahan anak di Kabupaten Gowa tahun
2016-2018
Ada
Wawancara dengan Seksi Kessos Anak sekaligus Sekertaris PKSAI
Tanggal 10 April 2019
Wawancara dengan Konsultan UNICEF
Tanggal 22 April 2019
Wawancara dengan Kasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak
(P2PT2A) Tanggal 24
April 2019
Wawancara dengan Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak
Tanggal 24 April 2019
Wawancara dengan Staf PKSAI
Tanggal 10 Mei 2019
Wawancara dengan Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Tanggal 10 Mei 2019
Wawancara dengan Sekertaris Dinas Sosial Kabupaten Gowa sekaligus Koordinator PKSAI
Tanggal 13 Mei 2019
Wawancara dengan Staf PKSAI Tanggal 13 Mei 2019
Wawancara dengan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Gowa Tanggal 13 Mei 2019
Wawancara dengan Masyarakat
pada tanggal 13 Mei 2019
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Rahmawati Sudirman, disapa Rahma. Lahir
pada tanggal 28 Agustus 1997 Desa Tampo Kecamatan
Anggeraja Kabupaten Enrekang sulawesi selatan. Anak ke
tiga dari pasangan suami istri Sudirman D dan Jumaria,
penulis menempuh pendidikan di SDN 65 Tampo
Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dan selesai pada tahun 2009, penulis
melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang dan selesai
pada tahun 2012, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke
sekolah menengah atas di SMAN 1 Anggeraja Kabupaten Enrekang dan selesai
pada tahun 2015. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan
tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar) pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Program Studi Ilmu Administrasi
Negara. Peneliti sangat bersyukur, kerena telah diberikan kesempatan untuk
membina ilmu pengetahuan yang nantinya dapat diamalkan dan memberikan
manfaat.