Upload
dohuong
View
221
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISISANALISISANALISISANALISIS KESETARAANKESETARAANKESETARAANKESETARAAN JENDERJENDERJENDERJENDER DANDANDANDAN KONFLIKKONFLIKKONFLIKKONFLIK PERANPERANPERANPERAN
PADAPADAPADAPADA PEREMPUANPEREMPUANPEREMPUANPEREMPUAN PARANGTRITISPARANGTRITISPARANGTRITISPARANGTRITIS NISWATINISWATINISWATINISWATI BAHARIBAHARIBAHARIBAHARI
I.I.I.I. PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN
A.A.A.A. LatarLatarLatarLatar BelakangBelakangBelakangBelakang MasalahMasalahMasalahMasalah
Menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) besarnya
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi DIY pada Agustus 2009
sebesar 6 %. Hal ini menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan
keadaan Agustus 2008 (5,38%), atau tetap bila dibandingkan keadaan Februari
2009 (6,00%). Jumlah penganggur terbuka di Provinsi DIY pada Agustus
2009 diperkirakan sebesar 121 ribu orang. Jumlah tersebut bertambah sekitar
13,5 ribu orang bila dibandingkan keadaan Agustus 2008 sebesar 107,5 ribu
orang, tetapi berkurang sekitar 2 ribu orang bila dibandingkan keadaan
Februari 2009.
Pada Agustus 2009, penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu
(setengah pengangguran) sebesar 23 % dari orang yang bekerja atau sebesar
436 ribu orang. Lebih dari separuhnya (13%) tergolong ”setengah
pengangguran sukarela” dan selebihnya (10%) tergolong ”setengah
pengangguran terpaksa”. Kondisi setengah pengangguran ini mengalami
penurunan dibandingkan pada Agustus 2008 yang menujukkan
angka ”setengah pengangguran” 25 %, ”setengah pengangguran sukarela” 14
%, dan ”setengah pengangguran terpaksa” 11 %. Pada Agustus 2009 sekitar
64,6 % tenaga kerja bekerja pada kegiatan informal (Data BPS
Kabupaten/Kota Di DIY, 2009).
Semakin pesatnya perkembangan globalisasi yang mengakibatkan tuntutan
kebutuhan hidup semakin pula menimbulkan pengangguran. Hal ini ditandai
dari kurang terjangkaunya harga kebutuhan sembako, biaya sekolah, biaya
keluarga seperti: listrik, telpon, air, dan biaya kebutuhan keluarga sehari-hari.
Oleh karena itu, kaum wanita yang telah berkeluarga (ibu rumah tangga)
merasa perlu berusaha untuk menaikkan kesejahteraan keluarga.
2
Peran wanita ganda disamping sebagai ibu rumah tangga juga sebagai
pembantu penopang kebutuhan rumah tangga tentu memiliki kehidupan yang
sedikit lebih rumit dibandingkan ibu rumah tangga biasa. Namun,
kenyataannya tidak semua para kepala rumah tangga menyadari akan peran
istrinya yang mendua, terkadang si istri yang bekerja tetap dituntut untuk
menjadi ibu rumah tangga yang seutuhnya, selalu siap dengan kebutuhan yang
diinginkan oleh suami, bahkan terkadang terjadi perlakukan kekerasan
terhadap sang istri. Padahal, dalam Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (AKDRT) tahun 2004, pada pasal 3 menyebutkan berdasar
asas dan tujuannya, maka kekerasan dalam rumah tangga dihapuskan dan
harus melaksanakan penghormatan hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan
jender, dan non diskriminasi.
Sesuai anjuran dalam UU ADKRT setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga dengan cara: kekerasan fisik, psikis, seksual
dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik meliputi perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat, sedangkan kekerasan
psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Adapun kekerasan seksual adalah
pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu,
sedangkan penelantaran termasuk penelantaran orang dalam lingkup rumah
tangga.
Beberapa hal di atas menunjukkan masih terdapatnya ketidaksetaraan
jender. Kesetaraan jender merupakan syarat mutlak untuk menciptakan tatanan
masyarakat yang adil dan manusiawi. Oleh sebab itu, tidak benar anggapan
bahwa gerakan kesetaraan jender merupakan upaya untuk merusak tatanan
masyarakat yang telah baku. Sebenarnya ketidaksetaraan jender tidak hanya
terjadi di rumah tangga saja, tetapi terjadi pula dalam lingkungan yang lain,
seperti pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya (Kompas, 2003).
3
Ketidaksetaraan jender dapat terjadi disetiap wilayah, dan di setiap jenis
profesi. Hal ini perlu mendapat perhatian untuk dikaji, karena hingga saat ini
belum sepenuhnya upaya pemerintah dalam memunculkan kesetaraan jender
dapat terwujud. Meskipun pemerintah telah membuat kebijakan yang
dituangkan dalam Inpres Nomor 9 tahun 2000 dan Kepmendagri 132 tahun
2003 mengenai diperlukannya setiap institusi pemerintah untuk melaksanakan
PUG (Pengarus Utamaan Gender).
Permasalahan ketidaksetaraan jender dapat terjadi disetiap wilayah dan
lingkup profesi. Hal ini dapat pula terjadi di wilayah Parangtritis Bantul
karena sebagian besar kaum wanita di wilayah tersebut mampu berkarir dalam
arti membantu penghasilan keluarga tetapi belum sepenuh memiliki
kesetaraan jender yang semestinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui bagaimana peran wanita Parangtritis apakah sudah telah
memiliki kesetaraan gender? Apakah wanita yang membantu penghasilan
keluarga tersebut memiliki konflik peran ganda dengan kehidupannya sehari-
hari?
B.B.B.B. RumusanRumusanRumusanRumusan MasalahMasalahMasalahMasalah
Meskipun pemerintah sudah merekomendasikan untuk mengoptimalkan
pengarusutamaan gender di setiap wilayah, namun kenyataanya belum
sepenuhnya masyarakat mengerti tentang pentingnya kesetaraan jender
tersebut. Oleh karena itu, sangat diperlukan pentingnya pemahaman mengenai
kesetaraan gender, termasuk pada perempuan di wilayah Parangtritis. Apakah
benar perempuan Parangtritis telah memiliki kesetaraan jender, dan apakah
perempuan Parangtritis tersebut memiliki konflik peran?
C.C.C.C. TujuanTujuanTujuanTujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah terdapat kesetaraan
gender pada wanita Parangtritis, dan menguji bagaimana pemahaman
kesetaraan gender dan hubungannya dengan konflik peran.
4
D.D.D.D. ManfaatManfaatManfaatManfaat PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Hasil penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan secara
umum ditujukan kepada kalangan akademisi dan peneliti, sedangkan manfaat
secara operasional ditujukan kepada wanita Parangtritis terutama berkaitan
dengan kesetaraan gender dan konflik peran.
II.II.II.II. LANDASANLANDASANLANDASANLANDASAN TEORITEORITEORITEORI
A.A.A.A. KesetaraanKesetaraanKesetaraanKesetaraan GenderGenderGenderGender
Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, berarti tipe atau jenis.
Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan
perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Gender dibentuk oleh
sosial dan budaya setempat, dan tidak berlaku selamanya tergantung kepada
waktu (trend). Gender juga sangat tergantung kepada tempat atau wilayah,
misalnya kalau di sebuah desa wanita memakai celana dianggap tidak pantas,
maka di tempat lain ditemui sudah jarang wanita memakai rok. Karena
bentukan pula, maka jender bisa dipertukarkan. Pada jaman dulu, pekerjaan
memasak selalu dikaitkan dengan wanita, tetapi sekarang ini sudah banyak
laki-laki yang malu karena tidak bisa mengurusi dapur atau susah karena harus
tergantung kepada wanita untuk tidak kelaparan
(bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1).
Pola perilaku dalam rumah tangga tidak selalu sama. Pembagian tugas
kerja di dalam rumah tangga telah tercipta dan terbiasa di dalam masyarakat
yang menimbulkan subordinasi pada perempuan (Dharma, 1999; dan
Prasetyo, 2003). Secara biologis, sifat wanita memang berbeda dengan laki-
laki, tetapi kedudukan wanita di bawah laki-laki dapat berasal dari perbedaan
budaya (gender). Seperti dalam naskah serat Jawa yang menceritakan tentang
budaya perempuan Jawa, bahwa seorang istri harus selalu taat pada suami,
setia, dan menurut kehendak suami, serta selalu menunjukkan sikap keceriaan
walaupuan hatinya sedang tidak berkenan (Suharti, 1991).
5
Ketidaksetaraan atau ketidakadilan jender merupakan bentuk perbedaan
perlakuan berdasarkan alasan jender, seperti pembatasan peran, penyingkiran
atau pilih kasih yang mengkibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan
hak asasi, persamaan antara laki-laki dan wanita, maupun hak dasar dalam
bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Sebagai contoh dari
ketidaksetaraan gender pada remaja adalah jika terjadi kehamilan pada remaja
putri yang masih sekolah maka hanya remaja putri tersebut yang dikeluarkan
dari sekolah sementara remaja putra yang menghamili tidak dikeluarkan.
Seharusnya jika mungkin, keduanya baik pihak wanita juga laki-laki tetap
diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah
(bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1).
Persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan
sosial, karena sistem patriaki yang berkembang luas dalam berbagai
masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara
kultural, struktural, dan ekologis (Umar, 1999). Demikan pula dalam hal pola
pengasuhan anak, terdapat diskriminasi antara suatu upaya untuk mengatasi
penghalang dan pembatas struktur sosial yang kaku, diskriminasi, dan ketidak
adilan, serta konflik antara rumah tangga dan karir (Ried et al., 1987 dalam
Murtanto dan Martini, 2003). Seorang wanita karir dapat merasa bersalah
karena pengasuhan anak yang kurang maksimal, dan waktu untuk
memperhatikan anak berkurang. Meskipun didalam keluarga cenderung
dominan ayah yang menentukan keputusan keluarga, peran ibu dalam
memberikan pola asuh yang demokratis juga berpengaruh dalam menentukan
perilaku anak (Uyun, 2001).
Wanita dan anggota minoritas memiliki kekuasaan dan kesempatan yang
kecil pada lingkungan organisasinya sehingga aspirasi dan kontribusi wanita
diabaikan (Kanter, 1979). Selain itu, diskriminasi terjadi karena perbedaan
kompensasi antara laki-laki dan wanita (Michael dan Shannon, 1996).
Maisaroh (2003), menguji secara empiris di Kabupaten Bantul bahwa etos
kerja wanita lebih tinggi dibanding etos kerja laki-laki, tetapi dengan etos
6
kerja yang tinggi, ternyata wanita karir belum mampu menjamin dirinya
merasa lebih sejahtera, sekalipun ia mampu membantu kesejahteraan keluarga.
Wanita karir memang dituntut untuk mampu menyeimbangkan tugas
rumah tangga dengan tugas pekerjaannya. Oleh karena itu dukungan suami
juga diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Apabila sikap suami yang
tidak kondusif dengan pekerjaan istri, dan merasa kurangnya waktu istri untuk
berkumpul bersama keluarga, hal ini mengakibatkan istri merasa tertekan
dengan keadaan yang demikian. Di satu sisi wanita karir harus mampu
menyelesaikan urusan keluarga dan di sisi lain ia harus mampu menyelesaikan
pekerjaan kantornya, hal ini menimbulkan suatu konflik peran ganda pada
wanita karir (ibu rumah tangga sekaligus sebagai pekerja).
B.B.B.B. KonflikKonflikKonflikKonflik PeranPeranPeranPeran
Menurut Luthan (1997), seseorang akan mengalami konflik peran jika ia
memiliki dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan dan jika ia
berusaha mematuhi satu diantaranya, maka ia akan mengalami kesulitan.
Tekanan pekerjaan yang dialami wanita karir kemungkinan terjadi karena
adanya konflik. Menurut Nouri dan Parker (1989), ketidak jelasan peran,
konflik peran dan tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan penyebab
utama terjadinya stress (tekanan) di tempat kerja. Pengertian konflik peran
adalah ketidaksesuaian pengharapan yang berhubungan dengan peran
(Gregson et al., 1994). Nasurdin et al., (2004) menguji konflik peran dengan
sampel beberapa manajer perusahaan elektronik di Malaysia. Mereka
membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara konflik peran dengan
tekanan pekerjaan. Apabila konflik peran bertambah secara drastis, maka
manajer seorang wanita cenderung mengalami stres pekerjaan yang lebih
besar dibanding manajer laki-laki.
Menurut Jones (2001), konflik peran tidak selalu bersifat negatif, karena
konflik dapat pula meningkatkan efektivitas organisasi, jika tiap anggota
organisasi atau karyawan bekerja sesuai dengan keahliannya dan menjaga
profesi atau pekerjaannya maka kemungkinan konflik akan dapat menambah
7
kreativitas organisasi jika dikelola dengan baik. Seperti yang dikemukakan
oleh Corner (1992) dalam Uyun (2001) bahwa wanita menjadi lebih depresif
karena pekerjaan rumah tangga yang sangat banyak dianggap tidak berharga
atau lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan di luar rumah, dan wanita
karir yang berkomitmen profesi tinggi cenderung lebih besar dalam memiliki
konflik peran ganda (Nugrahani, 2005).
Tanggung jawab atas karir yang dipilih tergantung pada individu yang
menentukan pilihan itu sendiri. Memilih kehidupan tertentu melibatkan proses
pertukaran sistem nilai yang kompleks, seringkali malah bertentangan satu
sama lainnya. Paling tidak kita dapat melihat bahwa pilihan karir melibatkan
pertukaran antara kepentingan keuarga, kemanan dan nilai uang. Meskipun
ada peluang untuk menerapkan metoda yang lebih canggih untuk menentukan
pilihan karir, tetapi tetap saja tidak dapat dihindarkan dari faktor subyektivitas
(Canada et al., 1985; dalam Gibson et al., 1997).
Permasalahan yang dihadapi wanita karir dapat bersifat internal (dalam
urusan rumah tangga) maupun eksternal (dalam urusan pekerjaan), atau faktor
lingkungan dimana lokasi atau daerah pekerjaan juga ikut berperan dalam
memunculkan suatu konflik peran ganda. Lingkungan fisik dan kondisi kerja
yang lain, bersama dengan faktor lain yang dipertimbangkan menjadi
ekstrinsik pada suatu pekerjaan (Gibson et al., 1997). Meskipun peran wanita
karir mampu menyejahterakan ekonomi keluarga, namun ia merasa masih
belum mampu menyejahterakan dirinya. Hal ini terjadi karena kurangnya
dukungan suami pada prestasi atau kinerja istri.
Konflik peran pengasuhan anak juga ikut berpengaruh terhadap kinerja
wanita karir. Kegelisahan di kantor saat wanita bekerja, dapat saja terjadi
karena memikirkan keadaan anak-anak di rumah, terlebih jika anak sedang
sakit, sehingga mereka bekerja kurang optimal. Hal ini merupakan salah satu
penyebab timbulnya tekanan pekerjaan pada wanita karir, sehingga tekanan
pekerjaan pada wanita terkadang lebih besar dibanding pria (Nasurdin et al.
2004). Labih fatal lagi jika wanita karir merasa bersalah terus menerus karena
8
anak dan suami merasa kurang diperhatikan, sehingga muncul keinginan
untuk berhenti bekerja.
Terkadang, pola pengasuhan anak yang dominan dapat berpengaruh
terhadap prestasi anak. Namun, pola asuh yang demokratis yang lebih baik
dibanding pola asuh otoriter (Uyun, 2001) karena dengan pola asuh yang
demokratis anak diberi kesempatan untuk berpendapat sehingga anak merasa
dihargai dan tidak direndahkan. Secara ideal dalam pola pengasuhan anak,
istri dan suami mempunyai kewenangan dan kedudukan yang sama.
Selain konflik masalah pengasuhan anak, konflik lain yang berkaitan
kegiatan rutin sehari-hari di dalam rumah seperti urusan pekerjaan rumah
tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk
keluarga, skala prioritas yang diutamakan, tekanan karir dan keluarga, serta
pandangan suami terhadap peran ganda istri juga ikut menentukan dalam
kinerja wanita karir, demikian pula dengan kesejahteraan keluarga wanita
karir. Apakah dengan bekerjanya para ibu rumah tangga di luar lingkup
domestiknya (pekerjaan di rumah) akan mampu meningkatkan kesejahteraan
keluarganya?
Konflik peran diatas menunjukkan masih terdapatnya ketidaksetaraan
jender di berbagai tempat. Seperti yang dilakukan oleh Kuntari (2000). Ia
menguji perbedaan jender khususnya karir di KAP. Hasilnya tidak terdapat
perbedaan jender dalam hal pengalaman organisasi, evaluasi kinerja dan hasil
karir antara auditor laki-laki dan wanita. Menurut Samekto (1999), terdapat
kesetaraan motivasi, komitmen organisasi, komitmen profesional, kesempatan
kerja dan kemampuan kerja antara auditor laki-laki dan wanita pada Kantor
Akuntan Publik (KAP) Surabaya. Studi Samekto (1999) mendukung
penelitian Ahim (1998) bahwa terdapat kesetaraan motivasi kerja dan
kesempatan kerja pada akuntan pendidik laki-laki dan wanita. Beberapa
penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat kesetaraan kedudukan antara
laki-laki dengan wanita yang bekerja, apabila wanita yang bekerja juga
menjaga tingkat profesionalnya.
9
Berdasar berbagai kajian teori dan studi empiris yang berkaiatan dengan
kesetaraan jender dan konflik peran, maka perlu dilakukan fokus penelitian
untuk membuktikan pernyataan mengenai kesetaraan jender pada wanita
Parangtritis, dan untuk membuktikan apakah terdapat konflik peran pada
wanita Parangtritis.
III.III.III.III. METODAMETODAMETODAMETODA PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN
A.A.A.A. MetodaMetodaMetodaMetoda PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
1.1.1.1. DesainDesainDesainDesain dandandandanMetodaMetodaMetodaMetoda PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Desain penelitian menggunakan metoda survey pada wanita Parangtritis
terutama anggota kelompok Niswati Bahari dan menggunakan pendekatan
deskriptif self report.
2.2.2.2. LokasiLokasiLokasiLokasi dandandandan SubyekSubyekSubyekSubyek PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian praktis dengan studi empiris
yang bergantung pada kondisi obyektif suatu masyarakat, khususnya terhadap
kebutuhan publik yang berkaitan dengan pemahaman kesetaraan jender
terutama wanita Parangtritis khususnya anggota Niswati Bahari. Lokasi
penelitian ini dilakukan di Parangtritis, Bantul DIY. Subyek penelitian ini
adalah wanita kelompok Niswati Bahari. Populasi penelitian ini adalah seluruh
wanita Parangtritis DIY, sedangkan sampel penelitian adalah seluruh anggota
kelompok Niswati Bahari Parangtritis di DIY.
B.B.B.B. SumberSumberSumberSumber DataDataDataData dandandandan TeknikTeknikTeknikTeknik PengumpulanPengumpulanPengumpulanPengumpulan DataDataDataData
Sumber data utama penelitian ini adalah data primer, sedangkan data
sekunder digunakan sebagai data pelengkap. Data primer akan diperoleh
secara langsung oleh peneliti sendiri terhadap obyek penelitian, yaitu wanita
Parangtritis anggota kelompok usaha Niswati Bahari.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah
disusun secara cermat dan diteliti sesuai dengan pokok masalah dan tujuan
penelitian. Kuisioner menggunakan daftar pertanyaan yang disusun oleh
Departemen Agama, dan PP ’Aisyah. 2006 ketika ”Pelatihan PUG bagi
10
Pimpinan Aisyiyah dan Muhammadiyah,” di Wisma Sargede Yogyakarta, 23-
25 Desember. Kuisioner terdiri 15 pernyataan. Kuisioner ini digunakan
sebagai teknik pencarian data di lapangan disertai dengan teknik wawancara
mendalam baik secara terstruktur maupun non terstruktur.
C.C.C.C. ProsedurProsedurProsedurProsedur dandandandanMetodaMetodaMetodaMetoda AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis
Sesuai dengan pokok permasalahan penelitian dan data yang dikumpulkan,
maka metoda analisis ini metoda analisis kualitatif - deskriptif. Prosedur
metoda analisis kualitatif ini pada dasarnya dilakukan sejak awal hingga akhir
penulisan laporan. Namun secara khusus, jika data telah terkumpul melalui
teknik pengumpulan data di atas kemudian diklasifikasikan menjadi dua
kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
Prosedur pengolahan dan analisis data terhadap data kualitatif, yaitu
mendeskripsikan secara verbal melalui kata-kata atau kalimat yang dipisah-
pisahkan menurut kategori untuk memperoleh pola, kategori, dan uraian dasar
atau kesimpulan. Paradigma alamiah dalam analisis kualitatif tersebut
menggunakan pedoman kriteria relevansi (Moleong, 1999). Relevansi yang
dimaksud adalah signifikansi persepsi wanita Parangtritis berkaitan dengan
kesetaraan jender dan konflik peran. Upaya prosedur ini dilakukan agar dapat
ditemukan kepastian dan keaslian yang merupakan hal yang terpenting dalam
penelitian kualitatif (alamiah).
IV.IV.IV.IV. HASILHASILHASILHASIL PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN DANDANDANDAN PEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASAN
A.A.A.A. ProfilProfilProfilProfil RespondenRespondenRespondenResponden
Profil Responden pada penelitian ini berdasar Umur, Pekerjaan, dan
pendidikan, sebagai berikut dapat dilihat pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Profil Responden
Umur Pekerjaan PendidikanTerakhir
Jumlah Jumlah Jumlah25 – 32 3 Pedagang 12 SD 333– 38 11 Petani 1 SLTP 339 – 46 7 Buruh 4 SLTA 1347 – 54 3 Ibu Rumah
tangga7 Sarjana -
Total 24 24 24Tabel 1 menunjukkan profil responden sejumlah 24 orang berumur
responden antara 25 tahun hingga 54 tahun, dari data usia dapat diketahui
bahwa kelompok perempuan Parangtritis rata-rata berumur antara 33 tahun
sampai 38 tahun, dan dalam usia produktif.
Berdasar jenis pekerjaan, paling banyak responden bekerja sebagai
pedagang, namun masih ada yang hanya sebagai ibu RT. Kelompok Niswati
Bahari yang berprofesi sebagai petani hanya 1 orang dan sebagai buruh 4
orang. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Niswati bahari masih banyak
yang tidak bekerja diluar rumah (dalam hal ini hanya sebagai ibu RT).
Pemahaman gender masih perlu dilakukan pada kelompok ini karena akan
dapat meningkatkan wawasan dalam mengembangkan ketrampilanya yang
akan dapat menambah penghasilan keluarga.
Berdasar jenjang pendidikan akhir, sebagian besar responden
berpendidikan menengah yaitu lulusan SLTA. Kelompok Niswati Bahari tidak
ada yang lulusan Sarjana, dan hanya 3 orang yang lulusan SD, dan 3 orang
lulusan SLTP. Data ini menunjukkan pola pengasuhan anak pada kelompok
Niswati Bahari cukup baik, karena tingkat pendidikan orang tua rata-rata
dikategorikan sedang dalam membimbing belajar anak
B.B.B.B. AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis DataDataDataData
Berdasar hasil pelatihan IbM yang berkaitan dengan pemahaman gender
dan analisis gender pada kelompok Niswati Bahari, kemudian dilakukan
pengisian kuisioner untuk dilakukan penelitian tentang gender pada peserta
IbM. Kuisioner berisikan pernyataan materi yang berkaitan dengan
12
pemahaman gender dan konflik peran wanita yang dijalankan pada kelompok
Niswati Bahari.
Pernyataan yang berkaitan dengan pemahaman gender terdiri dari 13 item,
sedangkan pernyataan yang berkaitan dengan konflik peran wanita ada 2 item.
Tiap-tiap pernyataan baik yang berkaitan dengan pemahaman gender maupun
konflik peran diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:
1 Untuk Pernyataan Sangat Setuju
2 Untuk Pernyataan Setuju
3 Untuk Pernyataan ragu-Ragu
4 Untuk Pernyataan Tidak Setuju
5 Untuk Pernyataan Sangat Tidak Setuju
Dari hasil kuisioner yang disebarkan pada kelompok Niswati Bahari
berdasar pernyataan yang berkaitan dengan pemahaman gender dapat
dikatakan bahwa persepsi pemahaman gender dan analisis gender pada
kelompok perempuan Niswati Bahari tidak merata, tetapi cukup untuk
dikatakan baik, meskipun terkadang masih lebih berfokus pada sifat kultur.
Adapun hasil kuisioner pemahaman gender dapat dilihat pada Tabel 2,
halaman 28.
Tabel 2. Pemahaman GenderNoNoNoNo PernyataanPernyataanPernyataanPernyataan SSSSSSSS SSSS RRRR TSTSTSTS STSSTSSTSSTS JUMLAHJUMLAHJUMLAHJUMLAH1 Perempuan menjadi pemimpin
organisasi3 3 0 13 5 24
2 Istri harus menuruti semua perintahsuami
3 12 0 6 3 24
3 Pengambil keputusan keluargaadalah suami
0 3 0 18 3 24
4 Keharmonisan RT tergantung padakemampuan istri dalam mengelolaRT
3 9 0 9 3 24
6 Cara berpakaian sopan bukanjaminan wanita terhindar pelecehanseksual
0 12 4 5 3 24
7 Jaman sekarang, perempuanmenerima bagi waris sama besardengan laki-laki
4 10 0 6 0 24
8 Gaji karyawan antara laki danperempuan seharusnya sama
0 16 3 5 0 24
9 Dalam rumah tangga hak laki- lakidan perempuan sama
3 15 3 3 0 24
13
11 Perempuan seharusnya pandaimemasak dan berhias diri agarmampu menyenangkan suami.
4 13 4 3 0 24
12 Laki-laki tidak pantas terlalubanyak mengerjakan pekerjaanrumah tangga, seperti memasak,mengurus anak, dan mencucipiring.
0 4 4 16 0 24
13 Perempuan tidak pantas menjadipemimpin dalam keluarga.
3 11 6 4 24
14 Perempuan bersolek/berdandanadalah dalam rangka menarikperhatian lawan jenisnya
0 3 4 6 11 24
15 Memiliki isteri lebih dari satuadalah wajar bagi laki-laki untukmemenuhi dorongan seksual laki-laki yang lebih tinggi daripadaperempuan.
0 0 4 3 17 24
Apabila berkaitan dengan kepemimpinan, maupun peran perempuan
sebagai istri di rumah tangga pada kelompok Niswati Bahari dapat dilihat pada
halaman 29.1 Perempuan menjadi
pemimpin organisasi3 3 0 13 5 24
12,5% 12,5% 0 54,17% 20,83% 100
Menurut hasil kuisioner pada kelompok perempuan Niswati Bahari
berkaitan dengan pernyataan apakah perempuan dapat menjadi pemimpin di
suatu organisasi menunjukkan sebesar 54,17% menyatakan tidak setuju
apabila perempuan menjadi pemimpin. Hal ini menunjukkan masih kurang
pemahaman tentang gender pada perempuan kelompok Niswati, atau dapat
pula dikarenakan rasa kebudayaan yang menyatakan kalau pemimpin itu lebih
tepat jika ditentukan dari laki-laki dan bukan dari perempuan.2 Istri harus menuruti semua
perintah suami3 12 0 6 3 24
12,5% 50% 0 25% 12,5% 100Pernyataan yang berkaitan dengan ketaatan istri pada semua perintah
suami menunjukkan 50% setuju. Hal ini mengindikasikan ketaatan istri pada
suami dari kelompok perempuan Niswati bahari cukup tinggi.3 Pengambil keputusan keluarga
adalah suami0 3 0 18 3 24
0 12,5% 0 75% 12,5% 100
14
Berkaitan dengan pengambilan keputusan di keluarga adalah suami
sejumlah 75% responden menyatakan tidak setuju. Angka ini menunjukkan
terdapat kemandirian dalam berpendapat pada perempuan Niswati Bahari.4 Keharmonisan RT tergantung
pada kemampuan istri dalammengelola RT
3 1 0 17 3 24
12,5% 4,17% 0 70,83% 12,5% 100Sebesar 70,83% responden tidak setuju apabila keharmonisan RT
tergantung pada kemampuan istri dalam mengelola RT. Angka tersebut
menunjukkan bahwa pentingnya kebersamaan dalam mengelola RT, yang
tidak hanya ditentukan oleh istri saja atau suami saja.6 Cara berpakaian sopan bukan
jaminan wanita terhindarpelecehan seksual
0 12 4 5 3 24
0 50% 16,67% 20,83% 12,5% 100Berkaitan dengan cara berpakaian wanita, ternyara sebesar 50% setuju
apabila pelecehan seksuaal tidak hanya ditentukan pada cara berpakaian saja,
tetapi juga hal yang lain. Oleh karena itu pentingnya kepribadian yang baik
dan santun diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat wanita juga
keluarga.7 Jaman sekarang, perempuan
menerima bagi waris samabesar dengan laki-laki
4 10 0 6 0 24
16,67% 41,67% 0 25% 0 100Sebesar 41,67% perempuan Nisawti Bahari setuju apabila dalam bagi
waris wanita memiliki hak yang sama dengan pria. Namun sebesra 25% tidak
setuju karena masih menekankan pada hokum agama yang dianut, karena
menurut Islam 1: 2 untuk wanita 1 bagian sedangkan untuk laki-laki 2 bagian.8 Gaji karyawan antara laki dan
perempuan seharusnya sama0 21 3 0 0 24
0 87,5%
12,5%
0 0 100
Berkaitan dengan hak yaitu banyaknya gaji yang diterima antara laki-laki
dan perempuan adalah sama, sejumlah 87,57% responden setuju, hanya
12,5% yang masih ragu-ragu. Hal ini menunjukkan pemahaman gender sudah
lebih baik pada perempuan Niswati Bahari berkaitan dengan persamaan hak.9 Dalam rumah tangga hak laki-
laki dan perempuan sama3 15 3 3 0 24
12,5% 62,5% 12,5% 0 0 100
15
Sebesar 62,5% responden menunjukkan terdapat persamaan hak berkaitan
dengan tugas dalam rumah tang. Hal ini juga menunjukkan terdapat
pemahman gender yang cukup signifikan dala, pemberian mtaeri IbM, karena
terdapat persepsi yang cukup tinggi dalam mengakui bahwa di dalam RT hak
dan kedudukan antara suami dan istri adalah sama atau sederajat.11 Perempuan seharusnya
pandai memasak dan berhiasdiri agar mampumenyenangkan suami.
4 3 4 13 0 24
16,67% 12,5% 16,67% 54,17% 0 100Sebesar 54,17% responden mengatakan tidak setuju apabila dalam
menyenangkan suami, istri harus mampu memasak dan berhias diri. Dari
jawaban pernyataan ini cukup bervariasi karena sebesar 16,67% responden
menunjukkan ragu-ragu yang berarti masih belum percaya tentang
kemampuan istri dalam menyenangkan suami. Hal ini perlu diperhatikan lagi
dalam pemberian motivasi kepribadian perempuan atau istri.12 Laki-laki tidak pantas terlalu
banyak mengerjakanpekerjaan rumah tangga,seperti memasak, mengurusanak, dan mencuci piring.
0 4 4 16 0 24
0 16,67% 16,67% 66,67% 0 100Dalam hal mengurus RT seperti: melakukan pekerjaan RT, memasak,
mencuci, dan mengurus anak tidak hanya dikerjakan oleh istri saja, tetapi
suami juga harus berperan. Sebesar 66,67% responden tidak setuju apabila
urusan RT oleh istri saja. Hal ini menunjukkan terdapat persepsi yang cukup
baik dari peremuan Niswati, karena mampu membagi beban dan
tanggungjawab keluarga pada suami.13 Perempuan tidak pantas menjadi
pemimpin dalam keluarga.3 11 6 4 0 24
12,5%
45,83%
25%
16,67%
0 100
Dalam hal kepemimpinan masih perlu ditingkatkan pada kelompok
Niswati, karena sebesar 45,83% setuju apabila perempuan tidak pantas
menjadi pemimpin, dan haya 16,67% menunjukkan tidak setuju.14 Perempuan bersolek/berdandan
adalah dalam rangka menarikperhatian lawan jenisnya
0 3 4 6 11 24
0 12,5% 16,67% 25% 45,83% 100
16
Perempuan berdandan tidak hanya ditujukan untuk suami saja. Sebesar
45,83% responden sangat tudak setuju dan sebesar 25% menyatakan tidak
setuju apabila perempuan berdandan adalah untuk menarik perhatian laki-laki.15 Memiliki isteri lebih dari satu
adalah wajar bagi laki-lakiuntuk memenuhi doronganseksual laki-laki yang lebihtinggi daripada perempuan.
0 0 4 3 17 24
0 0 16,67% 12,5% 70,83% 100Memiliki istri lebih dari satu merupakan hal yang tidak wajar pada suami
meskipun dorongan seksual suami lebih tinggi disbanding dengan istri. Dan
sebesar 70,83% menyatakan sangat tidak setuju, hanya sebesar 16,67% yang
menyatakan ragu-ragu. Dalam hal pemahaman persamaaan hak berkaitan
dengan seksualitas perlu ditingkatkan pada kelompok Niswati supaya
persetaraan gender benar-benar dapat terwujud.
Dari hasil kuisioner yang disebarkan pada kelompok Niswati Bahari
berdasar pernyataan yang berkaitan dengan konflik peran wanita dapat
dikatakan bahwa ada atau tidaknya konflik peran dari tiap responden tidak
selalu sama. Adapun hasil kuisioner dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Konflik Peran wanitaNONONONO PERNYATAANPERNYATAANPERNYATAANPERNYATAAN SSSSSSSS SSSS RRRR TSTSTSTS STSSTSSTSSTS JUMLAHJUMLAHJUMLAHJUMLAH5 Perempuan boleh
bekerja, tetapi tidakperlu mengejar karirkarena bukan tugasutama RT
0 3 0 15 6 24
10 Suami berhakmendapatkan pelayananseksual tanpa harus adakerelaan isterinya.
0 3 3 11 3 24
Apabila berkaitan dengan tugas utama perempuan adalah tugas RT, dan
bukan karir, dapat digambarkan bahwa sebagian besar kelompok Niswati
bahari tidak setuju apabila perempuan atau istri tidak perlu mengejar karir.
Hal tersebut menunjukkan terdapat konflik peran wanita yang cukup tinggi
di Pesisir, khususnya kelompok Niswati Bahari, karena pemahaman gender
responden juga sudah meningkat dengan diadakannya IbM. Maka, sudah
sewajarnya apabila perempuan pun juga berkeinginan untuk mengembangkan
17
diri, salah satunya dengan beraktivitas diluar RT yang kemungkinan akan
meningkatkan pula penghasilan keluarga.No Pernyataan SS S R TS STS JUMLAH
5 Perempuan bolehbekerja, tetapi tidakperlu mengejar karirkarena bukan tugasutama RT
0 3 0 15 6 24
0 12,5% 0 62,5% 25% 100Pernyataan konflik peran kedua, yaitu berkaitan dengan pelayanan seksual
istri terhadap suami. Pernyataan tersebut menekankan bahwa suami berhak
menginginkan pelayanan kepuasan seksual tanpa mengindahkan kerelaan istri.
Adapun hasil kuisioner tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut:No Pernyataan SS S R TS STS JUMLAH
10 Suami berhakmendapatkan pelayananseksual tanpa harus adakerelaan isterinya.
0 3 3 11 3 24
0 12,5%
12,5%
62,5%
12,5%
100
Sebesar 62,5% responden mengatakan tidak setuju apabila pelayanan
seksual hanya bergantung pada suami. Hal ini cukup menunjukkan hal postitif
pada perempuan Niswati dalam memahami persamaan gender. Karena
permasalahan seksual dalam RT tidak hanya ditentukan oleh suami saja,
tentunya peran istri juga ikut mempengaruhi keharmonisan dalam rumah
tangga.
V.V.V.V. KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN DANDANDANDAN SARANSARANSARANSARAN
A.A.A.A. KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat keseetaraan gender
dan konflik peran wanita pada kelompok Perempuan Niswati Bahari di pesisir
Parangtritis, Bantul Yogyakarta?
Selain itu studi juga bertujuan menguji apakah pemahaman gender pada
kelompok perempuan Niswati Bahari sudah meningkat, berkaitan dengan
terlaksananya kegiatan IbM di Parangtritis.
Penelitian ini menggunakan subyek pada kelompok perempuan usaha
Niswati Bahari di dusun Mancingan, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek
Kabupaten Bantul. Sejumlah 24 orang menjadi responden, dan keseluruhan
18
responden digunakan untuk menganalisa data. Instrumen penelitian disadur
dari kuisioner yang disusun oleh AlimatulAlimatulAlimatulAlimatul QibtiyahQibtiyahQibtiyahQibtiyah (2006)(2006)(2006)(2006) dengan
menggunakan 15 pernyataan. Pengukuran tiap item menggunakan skala likert.
Menurut hasil kuisioner pada kelompok perempuan Niswati Bahari
berkaitan dengan pernyataan apakah perempuan dapat menjadi pemimpin di
suatu organisasi menunjukkan sebesar 54,17% menyatakan tidak setuju
apabila perempuan menjadi pemimpin. Hal ini menunjukkan masih kurang
jiwa kepemimpinan pada perempuan kelompok Niswati, atau dapat pula
dikarenakan rasa kebudayaan yang menyatakan kalau pemimpin itu lebih tepat
jika dari seorang laki-laki dan bukan dari perempuan. Padahal yang
menentukan jadi tidaknya seorang pemimpin itu adalah kemampuan dan
wawasan dalam memimpin bukan dari jenis kelamin.
Pernyataan yang berkaitan dengan keharusan istri untuk selalu taat pada
semua perintah suami menunjukkan 50% setuju. Hal ini mengindikasikan
ketaatan istri pada suami dari kelompok perempuan Niswati bahari cukup
tinggi. Kemungkinan terjadi karena budaya konco wingking masih kuat atau
berprinsip bahwa semua perintah suami harus dijalankan oleh istri, karena
suami adalah pemimpin dalam keluarga. Padahal yang terpenting dalam
melaksanakan perintah suami tentunya adalah perintah yang baik dan
bermanfaat, apabila bertolak belakang dengan norma tentunya tidak perlu
dilaksanakan.
Berkaitan dengan pengambilan keputusan, terdapat 75% responden
menyatakan tidak setuju apabila keputusan RT hanya ditentukan oleh suami.
Angka ini menunjukkan terdapat kemandirian dalam berpendapat pada
perempuan Niswati Bahari. Memang segala keputusan RT tentunya
dipertimbangkan baik oleh suami maupun istri.
Keharmonisan rumah tangga tentunya tidak hanya ditentukan oleh istri
saja, sebesar 70,83% responden tidak setuju apabila keharmonisan RT
tergantung pada kemampuan istri dalam mengelola RT. Tentunya dalam
mengelola RT perlu peran yang seimbang baik antara hak maupun kewajiban
dari masing-masing unsure RT, baik dari pihak suami maupun istri. Sangat
19
diperlukan kebersamaan dalam mengelola RT, yang tidak hanya ditentukan
oleh istri saja atau suami saja.
Berkaitan dengan cara berpakaian wanita, ternyara sebesar 50% setuju
apabila pelecehan seksual tidak hanya ditentukan pada cara berpakaian saja,
tetapi juga hal yang lain. Oleh karena itu pentingnya kepribadian yang baik
dan santun diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat wanita. Cara
berpakaian yang sopan adalah salah satu cara untuk menghindar dari
pelecehan seksual, hal ini juga harus diimbangi dengan kepribadian
perempuan yang baik pula. Karena kepribadian yang baik akan menjaga
perempuan dari pelecehan seksual juga menjaga keharmonisan keluarga.
Sebesar 41,67% perempuan Niswati Bahari setuju apabila dalam bagi
waris wanita memiliki hak yang sama dengan pria. Hal ini tidak didukung
seluruhnya oleh kelompok Niswati, karena 25% menyatakan tidak setuju.
Hasil kuisioner menunjukkan kelompok Niswatu masih menekankan pada
hukum agama Islam sesuai dengan mayortas agama kelompok tersebut, karena
menurut Islam ketentuan bagi waris adalah 1: 2 yaitu untuk wanita 1 bagian
sedangkan untuk laki-laki 2 bagian.
Berkaitan dengan hak, kuisioner yang menyatakan bahwa banyaknya gaji
yang diterima antara laki-laki dan perempuan adalah sama, menunjukkan
87,57% responden setuju apabila hak atau gaji antara laki-laki dan perempuan
sama. Hanya 12,5% yang masih ragu-ragu. Tingginya angka yang menyatakn
setuju hak waris sama antara laki-laki dan perempuan menunjukkan
pemahaman gender kelompok Niswati sudah lebih baik pada sebelum
dilakukan IbM.
Demikian pula berkaitan dengan pembagian tugas dalam RT. Sebesar
62,5% responden menunjukkan terdapat persamaan hak berkaitan dengan
tugas dalam rumah tangga. Hal ini juga menunjukkan terdapat pemahaman
gender yang cukup meningkat berkaitan dengan pelaksanaan IbM, karena
terdapat persepsi yang cukup tinggi dalam mengakui bahwa di dalam RT hak
dan kedudukan antara suami dan istri adalah sama atau sederajat.
20
Sebesar 54,17% responden mengatakan tidak setuju apabila dalam
menyenangkan suami, istri harus mampu memasak dan berhias diri. Dari
jawaban pernyataan ini menunjukkan meningkatnya pemahaman gender
karena dalam RT dalam hal menyenagkan suami tidak hanya ditentukan oleh
istri dengan kemampuan istri dalam memasak, maupun berhias diri saja.
Karena ketrampilan yang lain seperti kemampuan mengelola keuangan,
mengurus anak, dan kepribadian yang baik juga ikut menyenagkan suami.
Berdasar hasil kuisioner tersebut, sebesar 16,67% responden menunjukkan
ragu-ragu yang berarti masih belum percaya tentang kemampuan istri dalam
menyenangkan suami. Hal ini perlu diperhatikan lagi dalam pemberian
motivasi kepribadian perempuan atau istri.
Pengurusan RT seperti memasak, mencuci, dan mengurus anak tidak
hanya dikerjakan oleh istri saja, tetapi suami juga harus berperan. Sebesar
66,67% responden tidak setuju apabila urusan RT hanya dilakukan oleh istri
saja karena laki-laki tidak pantas dalam melakukan pekerjaan RT. Hal ini
menunjukkan terdapat persepsi yang cukup baik dari perempuan Niswati,
karena mampu membagi beban dan tanggungjawab keluarga pada suami,
bahwa pekerjaan RT adalah pekerjaan bersama yang harus dikerjakan baik
oleh suami maupun istri sesuai dengan tugas masing-masing pihak.
Sebesar 45,83% responden setuju apabila perempuan tidak pantas menjadi
pemimpin, dan hanya 16,67% menunjukkan tidak setuju. Dalam hal
kepemimpinan untuk kelompok Niswati masih perlu diberikan motivasi lagi
dalam urusan kepemimpinan, karena jiwa kepemimpinan masih kurang.
Perempuan berdandan tidak hanya ditujukan untuk suami saja. Sebesar
45,83% responden sangat tidak setuju dan 25% menyatakan tidak setuju
apabila perempuan berdandan adalah untuk menarik perhatian laki-laki.
Karena berhias diri diperlukan baik bagi perempuan maupun istri untuk
menjaga penampilan dan daya tarik serta percaya diri. Masih rendahnya
prosentase pengembangan pribadi pada responden, maka masih diperlukan
motivasi pengembangan pribadi pada kelompok Niswati Bahari.
21
Memiliki istri lebih dari satu merupakan hal yang tidak wajar pada suami
meskipun dorongan seksual suami lebih tinggi dibanding dengan istri, hal ini
ditunjukkan sebesar 70,83% responden menyatakan sangat tidak setuju, hanya
sebesar 16,67% yang menyatakan ragu-ragu. Peningkatan peran keluarga pada
kelompok Niswati juga meningkat karena persepsi responden mengenai peran
istri dalam RT penting dan kepuasan pelayanan seksual istri juga diperlukan
dalam menjaga keharmonisan RT.
Kelompok Niswati bahari tidak setuju apabila perempuan atau istri tidak
perlu mengejar karir. Hal ini menunjukkan terdapat konflik peran wanita yang
cukup tinggi di Pesisir, karena pemahaman gender meningkat sehingga
responden mengerti pentingnya perempuan mengejar karir untuk
mengembangkan diri. Tentunya dalam mengembangkan karir harus seizin
suami, dan tidak meninggalkan kewajiban urusan RT. Demikian pula dengan
pelayanan seksual tidak hanya ditentukan dari suami. Hal ini cukup
menunjukkan hal postitif pada perempuan Niswati dalam memahami
persamaan gender. Karena permasalahan seksual dalam RT tidak hanya
ditentukan oleh suami saja, tentunya peran istri juga ikut mempengaruhi
keharmonisan dalam rumah tangga.
B.B.B.B. KeterbatasanKeterbatasanKeterbatasanKeterbatasan
Peneliti tidak mengukur secara keseluruhan pada kelompok perempuan
Niswati Bahari hanya berdasar data yang diperoleh ketika responden menjadi
peserta IbM, hasil kemungkinan dapat berbeda apabila secara keseluruhan
kelompok Niswati menjadi responden semua.
C.C.C.C. SaranSaranSaranSaran
Kemungkinan riset yang akan datang dapat dilakukan dengan
menggunakan sampel perempuan lain dengan membedakan jenis pekerjaan,
apakah hasil studi akan konsisten atau tidak.
22
DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA
Ahim, A. 1998. “Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Perilaku AkuntanPendidik.” Tesis. UGM. Pasca-Sarjana.
BKKBN, http://www.bkkbn.go.id, 2006. “Penduduk, Ketenagaan, Pendidikan danKesehatan,” Cukilan data, Nomor : 258, tahun XXXIII, ISSN: 0120-0197.
Departemen Agama, dan PP ’Aisyah. 2006. ”Pelatihan PUG bagi PimpinanAisyiyah dan Muhammadiyah,” di Wisma Sargede Yogyakarta, 23-25Desember.
Dharma, S. 1999, “Pengembangan penelitian bidang kajian perempuan diPerguruan Tinggi”: Artikel, disampaikan dalam Pelatihan PembuatanProposal Penelitian Penelitian yang diajukan untuk memperoleh danaDIKTI dan ITSSF, Lembaga Penelitian, UAJY tanggal 19 Juni.
Gregson, T. W. Dan Auno,J. 1994. “Role Ambiguity, Role Conflict, andPerceived Environmental Uncertainty: Are the Scales measuring SeparateConstruct for Accountans?.” Behavioural Research in Accounting. Vol. 6.pp. 145-159.
Gibson, James. L, dan Donelly. 2000. Organizations Behavior StructureProcesses. Tenth Edition, Irwin. McGraw-Hill.
Jones. G. 2001. Organizational Theory Text And Cases. Third Edition. PrenticeHall International, Inc.
Kanter, R. M. 1979. Differential Acess to Opportunity and Power, Discriminationin Organizations. pp. 52-68. San Fransisco: Jossey Bass.
Kuntari, Y. 2000. “Pengalaman Organisasi, Evaluasi Terhadap Kinerja dan HasilKarir pada KAP: Pengujian Pengaruh Gender.” Tesis. UGM Pasca-Sarjana.
Kompas, 2003. “Ketidakadilan Jender, Kesetaraan Jender, dan PengarusutamaanJender,” Tim Rifka Annisa Women's Crisis Center Yogyakarta, 10 Februari.
Luthans, F. 1997, “Organizational Behavior”, McGraw-Hill, Inc.
Maisaroh, S. 2003. Etos Kerja Perempuan Dalam Meningkatkan KesejahrteraanKeluarga: Pada Usaha Kecil Kerajinan Bambu di Bantul Yogyakarta”.Laporan Penelitian, FE UPY.2003.
23
Michael, K. P, dan Shannon, M. 1996. “Does The Level of OccupationalAggregation Affect Estimates Of The Gender Wage Gap?” Industrial &Labour Relation Review, Vol. 49. No. 2: 233-243.
Moleong, L. 1999, “Methodologi Penelitian Kualitatif”, Tesis Kuantitatif.
Murtanto, dan Martini, “Persepsi Akuntan Laki-laki dan Akuntan PerempuanSerta Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi Terhadap Etika Bisnis dan EtikaProfesi Akuntan,” Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya,16-17 Oktober 2003.
Nasurdin, A.M., Ramayah, T., dan Kumaresan, S. 2004. “Organizational AndPersonality Effects On Manager’s Job Stress: Is Different for MalaysianMen and Women?” Gadjah Mada International Journal of Business. Vol. 6.,No.2, pp. 251-274.
Nouri, H. dan Parker, R. J. 1996. “The Effect of OrganizationalCommitment OnRelation Between Budgetary Participation and Budgetary Slack.”Behavioral Research in Accounting. Vol. 8. pp. 74-90.
Nugrahani, 2005. “Pengaruh Komitmen Profesi, Partisipasi Anggaran dan SelfEfficacy Terhadap Konflik Peran,” Proceeding Simposium Riset Ekonomi,ISEI Surabaya, 24 Nopember.
Prasetyo, P.Eko, 2000. Aliansi Kewirausahaan Industri Kecil dan Menegah UntukPemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Daerah Ostimewa Yogyakarta,Laporan Penelitian, AKUBANK, Yogyakarta.
Samekto, A. 1999. “Perbedaa Kinerja Laki-laki dan Perempuan pada KAP diSurabaya.” Tesis. UGM. Pasca-Sarjana.
Suharti, 1991. “Pribadi Perempuan Jawa Menurut Kondep Pendidikan YangTerkandung Dalam Naskah-Naskah Jawa,” Cakrawala Pendidikan, PPMIKIP Yogyakarta, Edisi Khusus, Tahun X, Mei.
Uyun, Q. 2001. “Sikap Terhadap Keselarasan Jender Ditinjau dari Pola AsuhDemokratis Orang Tua.” Jurnal Penelitian Logika, Lembaga Penelitian UIIYogyakarta, Vol. 5, No.6.pp. 64-76.