23
1 ANALISIS ANALISIS ANALISIS ANALISIS KESETARAAN KESETARAAN KESETARAAN KESETARAAN JENDER JENDER JENDER JENDER DAN DAN DAN DAN KONFLIK KONFLIK KONFLIK KONFLIK PERAN PERAN PERAN PERAN PADA PADA PADA PADA PEREMPUAN PEREMPUAN PEREMPUAN PEREMPUAN PARANGTRITIS PARANGTRITIS PARANGTRITIS PARANGTRITIS NISWATI NISWATI NISWATI NISWATI BAHARI BAHARI BAHARI BAHARI I. I. I. I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. A. A. A. Latar Latar Latar Latar Belakang Belakang Belakang Belakang Masalah Masalah Masalah Masalah Menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) besarnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi DIY pada Agustus 2009 sebesar 6 %. Hal ini menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan keadaan Agustus 2008 (5,38%), atau tetap bila dibandingkan keadaan Februari 2009 (6,00%). Jumlah penganggur terbuka di Provinsi DIY pada Agustus 2009 diperkirakan sebesar 121 ribu orang. Jumlah tersebut bertambah sekitar 13,5 ribu orang bila dibandingkan keadaan Agustus 2008 sebesar 107,5 ribu orang, tetapi berkurang sekitar 2 ribu orang bila dibandingkan keadaan Februari 2009. Pada Agustus 2009, penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu (setengah pengangguran) sebesar 23 % dari orang yang bekerja atau sebesar 436 ribu orang. Lebih dari separuhnya (13%) tergolong ”setengah pengangguran sukarela” dan selebihnya (10%) tergolong ”setengah pengangguran terpaksa”. Kondisi setengah pengangguran ini mengalami penurunan dibandingkan pada Agustus 2008 yang menujukkan angka ”setengah pengangguran” 25 %, ”setengah pengangguran sukarela” 14 %, dan ”setengah pengangguran terpaksa” 11 %. Pada Agustus 2009 sekitar 64,6 % tenaga kerja bekerja pada kegiatan informal (Data BPS Kabupaten/Kota Di DIY, 2009). Semakin pesatnya perkembangan globalisasi yang mengakibatkan tuntutan kebutuhan hidup semakin pula menimbulkan pengangguran. Hal ini ditandai dari kurang terjangkaunya harga kebutuhan sembako, biaya sekolah, biaya keluarga seperti: listrik, telpon, air, dan biaya kebutuhan keluarga sehari-hari. Oleh karena itu, kaum wanita yang telah berkeluarga (ibu rumah tangga) merasa perlu berusaha untuk menaikkan kesejahteraan keluarga.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileA. Latar Belakang Masalah ... Padahal, dalam Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... perempuan yang dibentuk secara sosial maupun

  • Upload
    dohuong

  • View
    221

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

1

ANALISISANALISISANALISISANALISIS KESETARAANKESETARAANKESETARAANKESETARAAN JENDERJENDERJENDERJENDER DANDANDANDAN KONFLIKKONFLIKKONFLIKKONFLIK PERANPERANPERANPERAN

PADAPADAPADAPADA PEREMPUANPEREMPUANPEREMPUANPEREMPUAN PARANGTRITISPARANGTRITISPARANGTRITISPARANGTRITIS NISWATINISWATINISWATINISWATI BAHARIBAHARIBAHARIBAHARI

I.I.I.I. PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

A.A.A.A. LatarLatarLatarLatar BelakangBelakangBelakangBelakang MasalahMasalahMasalahMasalah

Menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) besarnya

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi DIY pada Agustus 2009

sebesar 6 %. Hal ini menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan

keadaan Agustus 2008 (5,38%), atau tetap bila dibandingkan keadaan Februari

2009 (6,00%). Jumlah penganggur terbuka di Provinsi DIY pada Agustus

2009 diperkirakan sebesar 121 ribu orang. Jumlah tersebut bertambah sekitar

13,5 ribu orang bila dibandingkan keadaan Agustus 2008 sebesar 107,5 ribu

orang, tetapi berkurang sekitar 2 ribu orang bila dibandingkan keadaan

Februari 2009.

Pada Agustus 2009, penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu

(setengah pengangguran) sebesar 23 % dari orang yang bekerja atau sebesar

436 ribu orang. Lebih dari separuhnya (13%) tergolong ”setengah

pengangguran sukarela” dan selebihnya (10%) tergolong ”setengah

pengangguran terpaksa”. Kondisi setengah pengangguran ini mengalami

penurunan dibandingkan pada Agustus 2008 yang menujukkan

angka ”setengah pengangguran” 25 %, ”setengah pengangguran sukarela” 14

%, dan ”setengah pengangguran terpaksa” 11 %. Pada Agustus 2009 sekitar

64,6 % tenaga kerja bekerja pada kegiatan informal (Data BPS

Kabupaten/Kota Di DIY, 2009).

Semakin pesatnya perkembangan globalisasi yang mengakibatkan tuntutan

kebutuhan hidup semakin pula menimbulkan pengangguran. Hal ini ditandai

dari kurang terjangkaunya harga kebutuhan sembako, biaya sekolah, biaya

keluarga seperti: listrik, telpon, air, dan biaya kebutuhan keluarga sehari-hari.

Oleh karena itu, kaum wanita yang telah berkeluarga (ibu rumah tangga)

merasa perlu berusaha untuk menaikkan kesejahteraan keluarga.

2

Peran wanita ganda disamping sebagai ibu rumah tangga juga sebagai

pembantu penopang kebutuhan rumah tangga tentu memiliki kehidupan yang

sedikit lebih rumit dibandingkan ibu rumah tangga biasa. Namun,

kenyataannya tidak semua para kepala rumah tangga menyadari akan peran

istrinya yang mendua, terkadang si istri yang bekerja tetap dituntut untuk

menjadi ibu rumah tangga yang seutuhnya, selalu siap dengan kebutuhan yang

diinginkan oleh suami, bahkan terkadang terjadi perlakukan kekerasan

terhadap sang istri. Padahal, dalam Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (AKDRT) tahun 2004, pada pasal 3 menyebutkan berdasar

asas dan tujuannya, maka kekerasan dalam rumah tangga dihapuskan dan

harus melaksanakan penghormatan hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan

jender, dan non diskriminasi.

Sesuai anjuran dalam UU ADKRT setiap orang dilarang melakukan

kekerasan dalam rumah tangga dengan cara: kekerasan fisik, psikis, seksual

dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik meliputi perbuatan yang

mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat, sedangkan kekerasan

psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya

diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau

penderitaan psikis berat pada seseorang. Adapun kekerasan seksual adalah

pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah

tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu,

sedangkan penelantaran termasuk penelantaran orang dalam lingkup rumah

tangga.

Beberapa hal di atas menunjukkan masih terdapatnya ketidaksetaraan

jender. Kesetaraan jender merupakan syarat mutlak untuk menciptakan tatanan

masyarakat yang adil dan manusiawi. Oleh sebab itu, tidak benar anggapan

bahwa gerakan kesetaraan jender merupakan upaya untuk merusak tatanan

masyarakat yang telah baku. Sebenarnya ketidaksetaraan jender tidak hanya

terjadi di rumah tangga saja, tetapi terjadi pula dalam lingkungan yang lain,

seperti pendidikan, ekonomi, politik, dan sebagainya (Kompas, 2003).

3

Ketidaksetaraan jender dapat terjadi disetiap wilayah, dan di setiap jenis

profesi. Hal ini perlu mendapat perhatian untuk dikaji, karena hingga saat ini

belum sepenuhnya upaya pemerintah dalam memunculkan kesetaraan jender

dapat terwujud. Meskipun pemerintah telah membuat kebijakan yang

dituangkan dalam Inpres Nomor 9 tahun 2000 dan Kepmendagri 132 tahun

2003 mengenai diperlukannya setiap institusi pemerintah untuk melaksanakan

PUG (Pengarus Utamaan Gender).

Permasalahan ketidaksetaraan jender dapat terjadi disetiap wilayah dan

lingkup profesi. Hal ini dapat pula terjadi di wilayah Parangtritis Bantul

karena sebagian besar kaum wanita di wilayah tersebut mampu berkarir dalam

arti membantu penghasilan keluarga tetapi belum sepenuh memiliki

kesetaraan jender yang semestinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian

untuk mengetahui bagaimana peran wanita Parangtritis apakah sudah telah

memiliki kesetaraan gender? Apakah wanita yang membantu penghasilan

keluarga tersebut memiliki konflik peran ganda dengan kehidupannya sehari-

hari?

B.B.B.B. RumusanRumusanRumusanRumusan MasalahMasalahMasalahMasalah

Meskipun pemerintah sudah merekomendasikan untuk mengoptimalkan

pengarusutamaan gender di setiap wilayah, namun kenyataanya belum

sepenuhnya masyarakat mengerti tentang pentingnya kesetaraan jender

tersebut. Oleh karena itu, sangat diperlukan pentingnya pemahaman mengenai

kesetaraan gender, termasuk pada perempuan di wilayah Parangtritis. Apakah

benar perempuan Parangtritis telah memiliki kesetaraan jender, dan apakah

perempuan Parangtritis tersebut memiliki konflik peran?

C.C.C.C. TujuanTujuanTujuanTujuan PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan apakah terdapat kesetaraan

gender pada wanita Parangtritis, dan menguji bagaimana pemahaman

kesetaraan gender dan hubungannya dengan konflik peran.

4

D.D.D.D. ManfaatManfaatManfaatManfaat PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

Hasil penelitian ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan secara

umum ditujukan kepada kalangan akademisi dan peneliti, sedangkan manfaat

secara operasional ditujukan kepada wanita Parangtritis terutama berkaitan

dengan kesetaraan gender dan konflik peran.

II.II.II.II. LANDASANLANDASANLANDASANLANDASAN TEORITEORITEORITEORI

A.A.A.A. KesetaraanKesetaraanKesetaraanKesetaraan GenderGenderGenderGender

Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, berarti tipe atau jenis.

Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan

perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Gender dibentuk oleh

sosial dan budaya setempat, dan tidak berlaku selamanya tergantung kepada

waktu (trend). Gender juga sangat tergantung kepada tempat atau wilayah,

misalnya kalau di sebuah desa wanita memakai celana dianggap tidak pantas,

maka di tempat lain ditemui sudah jarang wanita memakai rok. Karena

bentukan pula, maka jender bisa dipertukarkan. Pada jaman dulu, pekerjaan

memasak selalu dikaitkan dengan wanita, tetapi sekarang ini sudah banyak

laki-laki yang malu karena tidak bisa mengurusi dapur atau susah karena harus

tergantung kepada wanita untuk tidak kelaparan

(bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1).

Pola perilaku dalam rumah tangga tidak selalu sama. Pembagian tugas

kerja di dalam rumah tangga telah tercipta dan terbiasa di dalam masyarakat

yang menimbulkan subordinasi pada perempuan (Dharma, 1999; dan

Prasetyo, 2003). Secara biologis, sifat wanita memang berbeda dengan laki-

laki, tetapi kedudukan wanita di bawah laki-laki dapat berasal dari perbedaan

budaya (gender). Seperti dalam naskah serat Jawa yang menceritakan tentang

budaya perempuan Jawa, bahwa seorang istri harus selalu taat pada suami,

setia, dan menurut kehendak suami, serta selalu menunjukkan sikap keceriaan

walaupuan hatinya sedang tidak berkenan (Suharti, 1991).

5

Ketidaksetaraan atau ketidakadilan jender merupakan bentuk perbedaan

perlakuan berdasarkan alasan jender, seperti pembatasan peran, penyingkiran

atau pilih kasih yang mengkibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan

hak asasi, persamaan antara laki-laki dan wanita, maupun hak dasar dalam

bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain-lain. Sebagai contoh dari

ketidaksetaraan gender pada remaja adalah jika terjadi kehamilan pada remaja

putri yang masih sekolah maka hanya remaja putri tersebut yang dikeluarkan

dari sekolah sementara remaja putra yang menghamili tidak dikeluarkan.

Seharusnya jika mungkin, keduanya baik pihak wanita juga laki-laki tetap

diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah

(bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/pp1).

Persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan

sosial, karena sistem patriaki yang berkembang luas dalam berbagai

masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara

kultural, struktural, dan ekologis (Umar, 1999). Demikan pula dalam hal pola

pengasuhan anak, terdapat diskriminasi antara suatu upaya untuk mengatasi

penghalang dan pembatas struktur sosial yang kaku, diskriminasi, dan ketidak

adilan, serta konflik antara rumah tangga dan karir (Ried et al., 1987 dalam

Murtanto dan Martini, 2003). Seorang wanita karir dapat merasa bersalah

karena pengasuhan anak yang kurang maksimal, dan waktu untuk

memperhatikan anak berkurang. Meskipun didalam keluarga cenderung

dominan ayah yang menentukan keputusan keluarga, peran ibu dalam

memberikan pola asuh yang demokratis juga berpengaruh dalam menentukan

perilaku anak (Uyun, 2001).

Wanita dan anggota minoritas memiliki kekuasaan dan kesempatan yang

kecil pada lingkungan organisasinya sehingga aspirasi dan kontribusi wanita

diabaikan (Kanter, 1979). Selain itu, diskriminasi terjadi karena perbedaan

kompensasi antara laki-laki dan wanita (Michael dan Shannon, 1996).

Maisaroh (2003), menguji secara empiris di Kabupaten Bantul bahwa etos

kerja wanita lebih tinggi dibanding etos kerja laki-laki, tetapi dengan etos

6

kerja yang tinggi, ternyata wanita karir belum mampu menjamin dirinya

merasa lebih sejahtera, sekalipun ia mampu membantu kesejahteraan keluarga.

Wanita karir memang dituntut untuk mampu menyeimbangkan tugas

rumah tangga dengan tugas pekerjaannya. Oleh karena itu dukungan suami

juga diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya. Apabila sikap suami yang

tidak kondusif dengan pekerjaan istri, dan merasa kurangnya waktu istri untuk

berkumpul bersama keluarga, hal ini mengakibatkan istri merasa tertekan

dengan keadaan yang demikian. Di satu sisi wanita karir harus mampu

menyelesaikan urusan keluarga dan di sisi lain ia harus mampu menyelesaikan

pekerjaan kantornya, hal ini menimbulkan suatu konflik peran ganda pada

wanita karir (ibu rumah tangga sekaligus sebagai pekerja).

B.B.B.B. KonflikKonflikKonflikKonflik PeranPeranPeranPeran

Menurut Luthan (1997), seseorang akan mengalami konflik peran jika ia

memiliki dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan dan jika ia

berusaha mematuhi satu diantaranya, maka ia akan mengalami kesulitan.

Tekanan pekerjaan yang dialami wanita karir kemungkinan terjadi karena

adanya konflik. Menurut Nouri dan Parker (1989), ketidak jelasan peran,

konflik peran dan tingkat kepuasan kerja yang rendah merupakan penyebab

utama terjadinya stress (tekanan) di tempat kerja. Pengertian konflik peran

adalah ketidaksesuaian pengharapan yang berhubungan dengan peran

(Gregson et al., 1994). Nasurdin et al., (2004) menguji konflik peran dengan

sampel beberapa manajer perusahaan elektronik di Malaysia. Mereka

membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara konflik peran dengan

tekanan pekerjaan. Apabila konflik peran bertambah secara drastis, maka

manajer seorang wanita cenderung mengalami stres pekerjaan yang lebih

besar dibanding manajer laki-laki.

Menurut Jones (2001), konflik peran tidak selalu bersifat negatif, karena

konflik dapat pula meningkatkan efektivitas organisasi, jika tiap anggota

organisasi atau karyawan bekerja sesuai dengan keahliannya dan menjaga

profesi atau pekerjaannya maka kemungkinan konflik akan dapat menambah

7

kreativitas organisasi jika dikelola dengan baik. Seperti yang dikemukakan

oleh Corner (1992) dalam Uyun (2001) bahwa wanita menjadi lebih depresif

karena pekerjaan rumah tangga yang sangat banyak dianggap tidak berharga

atau lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan di luar rumah, dan wanita

karir yang berkomitmen profesi tinggi cenderung lebih besar dalam memiliki

konflik peran ganda (Nugrahani, 2005).

Tanggung jawab atas karir yang dipilih tergantung pada individu yang

menentukan pilihan itu sendiri. Memilih kehidupan tertentu melibatkan proses

pertukaran sistem nilai yang kompleks, seringkali malah bertentangan satu

sama lainnya. Paling tidak kita dapat melihat bahwa pilihan karir melibatkan

pertukaran antara kepentingan keuarga, kemanan dan nilai uang. Meskipun

ada peluang untuk menerapkan metoda yang lebih canggih untuk menentukan

pilihan karir, tetapi tetap saja tidak dapat dihindarkan dari faktor subyektivitas

(Canada et al., 1985; dalam Gibson et al., 1997).

Permasalahan yang dihadapi wanita karir dapat bersifat internal (dalam

urusan rumah tangga) maupun eksternal (dalam urusan pekerjaan), atau faktor

lingkungan dimana lokasi atau daerah pekerjaan juga ikut berperan dalam

memunculkan suatu konflik peran ganda. Lingkungan fisik dan kondisi kerja

yang lain, bersama dengan faktor lain yang dipertimbangkan menjadi

ekstrinsik pada suatu pekerjaan (Gibson et al., 1997). Meskipun peran wanita

karir mampu menyejahterakan ekonomi keluarga, namun ia merasa masih

belum mampu menyejahterakan dirinya. Hal ini terjadi karena kurangnya

dukungan suami pada prestasi atau kinerja istri.

Konflik peran pengasuhan anak juga ikut berpengaruh terhadap kinerja

wanita karir. Kegelisahan di kantor saat wanita bekerja, dapat saja terjadi

karena memikirkan keadaan anak-anak di rumah, terlebih jika anak sedang

sakit, sehingga mereka bekerja kurang optimal. Hal ini merupakan salah satu

penyebab timbulnya tekanan pekerjaan pada wanita karir, sehingga tekanan

pekerjaan pada wanita terkadang lebih besar dibanding pria (Nasurdin et al.

2004). Labih fatal lagi jika wanita karir merasa bersalah terus menerus karena

8

anak dan suami merasa kurang diperhatikan, sehingga muncul keinginan

untuk berhenti bekerja.

Terkadang, pola pengasuhan anak yang dominan dapat berpengaruh

terhadap prestasi anak. Namun, pola asuh yang demokratis yang lebih baik

dibanding pola asuh otoriter (Uyun, 2001) karena dengan pola asuh yang

demokratis anak diberi kesempatan untuk berpendapat sehingga anak merasa

dihargai dan tidak direndahkan. Secara ideal dalam pola pengasuhan anak,

istri dan suami mempunyai kewenangan dan kedudukan yang sama.

Selain konflik masalah pengasuhan anak, konflik lain yang berkaitan

kegiatan rutin sehari-hari di dalam rumah seperti urusan pekerjaan rumah

tangga, komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami, waktu untuk

keluarga, skala prioritas yang diutamakan, tekanan karir dan keluarga, serta

pandangan suami terhadap peran ganda istri juga ikut menentukan dalam

kinerja wanita karir, demikian pula dengan kesejahteraan keluarga wanita

karir. Apakah dengan bekerjanya para ibu rumah tangga di luar lingkup

domestiknya (pekerjaan di rumah) akan mampu meningkatkan kesejahteraan

keluarganya?

Konflik peran diatas menunjukkan masih terdapatnya ketidaksetaraan

jender di berbagai tempat. Seperti yang dilakukan oleh Kuntari (2000). Ia

menguji perbedaan jender khususnya karir di KAP. Hasilnya tidak terdapat

perbedaan jender dalam hal pengalaman organisasi, evaluasi kinerja dan hasil

karir antara auditor laki-laki dan wanita. Menurut Samekto (1999), terdapat

kesetaraan motivasi, komitmen organisasi, komitmen profesional, kesempatan

kerja dan kemampuan kerja antara auditor laki-laki dan wanita pada Kantor

Akuntan Publik (KAP) Surabaya. Studi Samekto (1999) mendukung

penelitian Ahim (1998) bahwa terdapat kesetaraan motivasi kerja dan

kesempatan kerja pada akuntan pendidik laki-laki dan wanita. Beberapa

penelitian diatas menunjukkan bahwa terdapat kesetaraan kedudukan antara

laki-laki dengan wanita yang bekerja, apabila wanita yang bekerja juga

menjaga tingkat profesionalnya.

9

Berdasar berbagai kajian teori dan studi empiris yang berkaiatan dengan

kesetaraan jender dan konflik peran, maka perlu dilakukan fokus penelitian

untuk membuktikan pernyataan mengenai kesetaraan jender pada wanita

Parangtritis, dan untuk membuktikan apakah terdapat konflik peran pada

wanita Parangtritis.

III.III.III.III. METODAMETODAMETODAMETODA PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN

A.A.A.A. MetodaMetodaMetodaMetoda PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

1.1.1.1. DesainDesainDesainDesain dandandandanMetodaMetodaMetodaMetoda PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

Desain penelitian menggunakan metoda survey pada wanita Parangtritis

terutama anggota kelompok Niswati Bahari dan menggunakan pendekatan

deskriptif self report.

2.2.2.2. LokasiLokasiLokasiLokasi dandandandan SubyekSubyekSubyekSubyek PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian praktis dengan studi empiris

yang bergantung pada kondisi obyektif suatu masyarakat, khususnya terhadap

kebutuhan publik yang berkaitan dengan pemahaman kesetaraan jender

terutama wanita Parangtritis khususnya anggota Niswati Bahari. Lokasi

penelitian ini dilakukan di Parangtritis, Bantul DIY. Subyek penelitian ini

adalah wanita kelompok Niswati Bahari. Populasi penelitian ini adalah seluruh

wanita Parangtritis DIY, sedangkan sampel penelitian adalah seluruh anggota

kelompok Niswati Bahari Parangtritis di DIY.

B.B.B.B. SumberSumberSumberSumber DataDataDataData dandandandan TeknikTeknikTeknikTeknik PengumpulanPengumpulanPengumpulanPengumpulan DataDataDataData

Sumber data utama penelitian ini adalah data primer, sedangkan data

sekunder digunakan sebagai data pelengkap. Data primer akan diperoleh

secara langsung oleh peneliti sendiri terhadap obyek penelitian, yaitu wanita

Parangtritis anggota kelompok usaha Niswati Bahari.

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah

disusun secara cermat dan diteliti sesuai dengan pokok masalah dan tujuan

penelitian. Kuisioner menggunakan daftar pertanyaan yang disusun oleh

Departemen Agama, dan PP ’Aisyah. 2006 ketika ”Pelatihan PUG bagi

10

Pimpinan Aisyiyah dan Muhammadiyah,” di Wisma Sargede Yogyakarta, 23-

25 Desember. Kuisioner terdiri 15 pernyataan. Kuisioner ini digunakan

sebagai teknik pencarian data di lapangan disertai dengan teknik wawancara

mendalam baik secara terstruktur maupun non terstruktur.

C.C.C.C. ProsedurProsedurProsedurProsedur dandandandanMetodaMetodaMetodaMetoda AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis

Sesuai dengan pokok permasalahan penelitian dan data yang dikumpulkan,

maka metoda analisis ini metoda analisis kualitatif - deskriptif. Prosedur

metoda analisis kualitatif ini pada dasarnya dilakukan sejak awal hingga akhir

penulisan laporan. Namun secara khusus, jika data telah terkumpul melalui

teknik pengumpulan data di atas kemudian diklasifikasikan menjadi dua

kelompok data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

Prosedur pengolahan dan analisis data terhadap data kualitatif, yaitu

mendeskripsikan secara verbal melalui kata-kata atau kalimat yang dipisah-

pisahkan menurut kategori untuk memperoleh pola, kategori, dan uraian dasar

atau kesimpulan. Paradigma alamiah dalam analisis kualitatif tersebut

menggunakan pedoman kriteria relevansi (Moleong, 1999). Relevansi yang

dimaksud adalah signifikansi persepsi wanita Parangtritis berkaitan dengan

kesetaraan jender dan konflik peran. Upaya prosedur ini dilakukan agar dapat

ditemukan kepastian dan keaslian yang merupakan hal yang terpenting dalam

penelitian kualitatif (alamiah).

IV.IV.IV.IV. HASILHASILHASILHASIL PENELITIANPENELITIANPENELITIANPENELITIAN DANDANDANDAN PEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASANPEMBAHASAN

A.A.A.A. ProfilProfilProfilProfil RespondenRespondenRespondenResponden

Profil Responden pada penelitian ini berdasar Umur, Pekerjaan, dan

pendidikan, sebagai berikut dapat dilihat pada Tabel 1.

11

Tabel 1. Profil Responden

Umur Pekerjaan PendidikanTerakhir

Jumlah Jumlah Jumlah25 – 32 3 Pedagang 12 SD 333– 38 11 Petani 1 SLTP 339 – 46 7 Buruh 4 SLTA 1347 – 54 3 Ibu Rumah

tangga7 Sarjana -

Total 24 24 24Tabel 1 menunjukkan profil responden sejumlah 24 orang berumur

responden antara 25 tahun hingga 54 tahun, dari data usia dapat diketahui

bahwa kelompok perempuan Parangtritis rata-rata berumur antara 33 tahun

sampai 38 tahun, dan dalam usia produktif.

Berdasar jenis pekerjaan, paling banyak responden bekerja sebagai

pedagang, namun masih ada yang hanya sebagai ibu RT. Kelompok Niswati

Bahari yang berprofesi sebagai petani hanya 1 orang dan sebagai buruh 4

orang. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Niswati bahari masih banyak

yang tidak bekerja diluar rumah (dalam hal ini hanya sebagai ibu RT).

Pemahaman gender masih perlu dilakukan pada kelompok ini karena akan

dapat meningkatkan wawasan dalam mengembangkan ketrampilanya yang

akan dapat menambah penghasilan keluarga.

Berdasar jenjang pendidikan akhir, sebagian besar responden

berpendidikan menengah yaitu lulusan SLTA. Kelompok Niswati Bahari tidak

ada yang lulusan Sarjana, dan hanya 3 orang yang lulusan SD, dan 3 orang

lulusan SLTP. Data ini menunjukkan pola pengasuhan anak pada kelompok

Niswati Bahari cukup baik, karena tingkat pendidikan orang tua rata-rata

dikategorikan sedang dalam membimbing belajar anak

B.B.B.B. AnalisisAnalisisAnalisisAnalisis DataDataDataData

Berdasar hasil pelatihan IbM yang berkaitan dengan pemahaman gender

dan analisis gender pada kelompok Niswati Bahari, kemudian dilakukan

pengisian kuisioner untuk dilakukan penelitian tentang gender pada peserta

IbM. Kuisioner berisikan pernyataan materi yang berkaitan dengan

12

pemahaman gender dan konflik peran wanita yang dijalankan pada kelompok

Niswati Bahari.

Pernyataan yang berkaitan dengan pemahaman gender terdiri dari 13 item,

sedangkan pernyataan yang berkaitan dengan konflik peran wanita ada 2 item.

Tiap-tiap pernyataan baik yang berkaitan dengan pemahaman gender maupun

konflik peran diukur dengan menggunakan skala likert, yaitu:

1 Untuk Pernyataan Sangat Setuju

2 Untuk Pernyataan Setuju

3 Untuk Pernyataan ragu-Ragu

4 Untuk Pernyataan Tidak Setuju

5 Untuk Pernyataan Sangat Tidak Setuju

Dari hasil kuisioner yang disebarkan pada kelompok Niswati Bahari

berdasar pernyataan yang berkaitan dengan pemahaman gender dapat

dikatakan bahwa persepsi pemahaman gender dan analisis gender pada

kelompok perempuan Niswati Bahari tidak merata, tetapi cukup untuk

dikatakan baik, meskipun terkadang masih lebih berfokus pada sifat kultur.

Adapun hasil kuisioner pemahaman gender dapat dilihat pada Tabel 2,

halaman 28.

Tabel 2. Pemahaman GenderNoNoNoNo PernyataanPernyataanPernyataanPernyataan SSSSSSSS SSSS RRRR TSTSTSTS STSSTSSTSSTS JUMLAHJUMLAHJUMLAHJUMLAH1 Perempuan menjadi pemimpin

organisasi3 3 0 13 5 24

2 Istri harus menuruti semua perintahsuami

3 12 0 6 3 24

3 Pengambil keputusan keluargaadalah suami

0 3 0 18 3 24

4 Keharmonisan RT tergantung padakemampuan istri dalam mengelolaRT

3 9 0 9 3 24

6 Cara berpakaian sopan bukanjaminan wanita terhindar pelecehanseksual

0 12 4 5 3 24

7 Jaman sekarang, perempuanmenerima bagi waris sama besardengan laki-laki

4 10 0 6 0 24

8 Gaji karyawan antara laki danperempuan seharusnya sama

0 16 3 5 0 24

9 Dalam rumah tangga hak laki- lakidan perempuan sama

3 15 3 3 0 24

13

11 Perempuan seharusnya pandaimemasak dan berhias diri agarmampu menyenangkan suami.

4 13 4 3 0 24

12 Laki-laki tidak pantas terlalubanyak mengerjakan pekerjaanrumah tangga, seperti memasak,mengurus anak, dan mencucipiring.

0 4 4 16 0 24

13 Perempuan tidak pantas menjadipemimpin dalam keluarga.

3 11 6 4 24

14 Perempuan bersolek/berdandanadalah dalam rangka menarikperhatian lawan jenisnya

0 3 4 6 11 24

15 Memiliki isteri lebih dari satuadalah wajar bagi laki-laki untukmemenuhi dorongan seksual laki-laki yang lebih tinggi daripadaperempuan.

0 0 4 3 17 24

Apabila berkaitan dengan kepemimpinan, maupun peran perempuan

sebagai istri di rumah tangga pada kelompok Niswati Bahari dapat dilihat pada

halaman 29.1 Perempuan menjadi

pemimpin organisasi3 3 0 13 5 24

12,5% 12,5% 0 54,17% 20,83% 100

Menurut hasil kuisioner pada kelompok perempuan Niswati Bahari

berkaitan dengan pernyataan apakah perempuan dapat menjadi pemimpin di

suatu organisasi menunjukkan sebesar 54,17% menyatakan tidak setuju

apabila perempuan menjadi pemimpin. Hal ini menunjukkan masih kurang

pemahaman tentang gender pada perempuan kelompok Niswati, atau dapat

pula dikarenakan rasa kebudayaan yang menyatakan kalau pemimpin itu lebih

tepat jika ditentukan dari laki-laki dan bukan dari perempuan.2 Istri harus menuruti semua

perintah suami3 12 0 6 3 24

12,5% 50% 0 25% 12,5% 100Pernyataan yang berkaitan dengan ketaatan istri pada semua perintah

suami menunjukkan 50% setuju. Hal ini mengindikasikan ketaatan istri pada

suami dari kelompok perempuan Niswati bahari cukup tinggi.3 Pengambil keputusan keluarga

adalah suami0 3 0 18 3 24

0 12,5% 0 75% 12,5% 100

14

Berkaitan dengan pengambilan keputusan di keluarga adalah suami

sejumlah 75% responden menyatakan tidak setuju. Angka ini menunjukkan

terdapat kemandirian dalam berpendapat pada perempuan Niswati Bahari.4 Keharmonisan RT tergantung

pada kemampuan istri dalammengelola RT

3 1 0 17 3 24

12,5% 4,17% 0 70,83% 12,5% 100Sebesar 70,83% responden tidak setuju apabila keharmonisan RT

tergantung pada kemampuan istri dalam mengelola RT. Angka tersebut

menunjukkan bahwa pentingnya kebersamaan dalam mengelola RT, yang

tidak hanya ditentukan oleh istri saja atau suami saja.6 Cara berpakaian sopan bukan

jaminan wanita terhindarpelecehan seksual

0 12 4 5 3 24

0 50% 16,67% 20,83% 12,5% 100Berkaitan dengan cara berpakaian wanita, ternyara sebesar 50% setuju

apabila pelecehan seksuaal tidak hanya ditentukan pada cara berpakaian saja,

tetapi juga hal yang lain. Oleh karena itu pentingnya kepribadian yang baik

dan santun diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat wanita juga

keluarga.7 Jaman sekarang, perempuan

menerima bagi waris samabesar dengan laki-laki

4 10 0 6 0 24

16,67% 41,67% 0 25% 0 100Sebesar 41,67% perempuan Nisawti Bahari setuju apabila dalam bagi

waris wanita memiliki hak yang sama dengan pria. Namun sebesra 25% tidak

setuju karena masih menekankan pada hokum agama yang dianut, karena

menurut Islam 1: 2 untuk wanita 1 bagian sedangkan untuk laki-laki 2 bagian.8 Gaji karyawan antara laki dan

perempuan seharusnya sama0 21 3 0 0 24

0 87,5%

12,5%

0 0 100

Berkaitan dengan hak yaitu banyaknya gaji yang diterima antara laki-laki

dan perempuan adalah sama, sejumlah 87,57% responden setuju, hanya

12,5% yang masih ragu-ragu. Hal ini menunjukkan pemahaman gender sudah

lebih baik pada perempuan Niswati Bahari berkaitan dengan persamaan hak.9 Dalam rumah tangga hak laki-

laki dan perempuan sama3 15 3 3 0 24

12,5% 62,5% 12,5% 0 0 100

15

Sebesar 62,5% responden menunjukkan terdapat persamaan hak berkaitan

dengan tugas dalam rumah tang. Hal ini juga menunjukkan terdapat

pemahman gender yang cukup signifikan dala, pemberian mtaeri IbM, karena

terdapat persepsi yang cukup tinggi dalam mengakui bahwa di dalam RT hak

dan kedudukan antara suami dan istri adalah sama atau sederajat.11 Perempuan seharusnya

pandai memasak dan berhiasdiri agar mampumenyenangkan suami.

4 3 4 13 0 24

16,67% 12,5% 16,67% 54,17% 0 100Sebesar 54,17% responden mengatakan tidak setuju apabila dalam

menyenangkan suami, istri harus mampu memasak dan berhias diri. Dari

jawaban pernyataan ini cukup bervariasi karena sebesar 16,67% responden

menunjukkan ragu-ragu yang berarti masih belum percaya tentang

kemampuan istri dalam menyenangkan suami. Hal ini perlu diperhatikan lagi

dalam pemberian motivasi kepribadian perempuan atau istri.12 Laki-laki tidak pantas terlalu

banyak mengerjakanpekerjaan rumah tangga,seperti memasak, mengurusanak, dan mencuci piring.

0 4 4 16 0 24

0 16,67% 16,67% 66,67% 0 100Dalam hal mengurus RT seperti: melakukan pekerjaan RT, memasak,

mencuci, dan mengurus anak tidak hanya dikerjakan oleh istri saja, tetapi

suami juga harus berperan. Sebesar 66,67% responden tidak setuju apabila

urusan RT oleh istri saja. Hal ini menunjukkan terdapat persepsi yang cukup

baik dari peremuan Niswati, karena mampu membagi beban dan

tanggungjawab keluarga pada suami.13 Perempuan tidak pantas menjadi

pemimpin dalam keluarga.3 11 6 4 0 24

12,5%

45,83%

25%

16,67%

0 100

Dalam hal kepemimpinan masih perlu ditingkatkan pada kelompok

Niswati, karena sebesar 45,83% setuju apabila perempuan tidak pantas

menjadi pemimpin, dan haya 16,67% menunjukkan tidak setuju.14 Perempuan bersolek/berdandan

adalah dalam rangka menarikperhatian lawan jenisnya

0 3 4 6 11 24

0 12,5% 16,67% 25% 45,83% 100

16

Perempuan berdandan tidak hanya ditujukan untuk suami saja. Sebesar

45,83% responden sangat tudak setuju dan sebesar 25% menyatakan tidak

setuju apabila perempuan berdandan adalah untuk menarik perhatian laki-laki.15 Memiliki isteri lebih dari satu

adalah wajar bagi laki-lakiuntuk memenuhi doronganseksual laki-laki yang lebihtinggi daripada perempuan.

0 0 4 3 17 24

0 0 16,67% 12,5% 70,83% 100Memiliki istri lebih dari satu merupakan hal yang tidak wajar pada suami

meskipun dorongan seksual suami lebih tinggi disbanding dengan istri. Dan

sebesar 70,83% menyatakan sangat tidak setuju, hanya sebesar 16,67% yang

menyatakan ragu-ragu. Dalam hal pemahaman persamaaan hak berkaitan

dengan seksualitas perlu ditingkatkan pada kelompok Niswati supaya

persetaraan gender benar-benar dapat terwujud.

Dari hasil kuisioner yang disebarkan pada kelompok Niswati Bahari

berdasar pernyataan yang berkaitan dengan konflik peran wanita dapat

dikatakan bahwa ada atau tidaknya konflik peran dari tiap responden tidak

selalu sama. Adapun hasil kuisioner dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Konflik Peran wanitaNONONONO PERNYATAANPERNYATAANPERNYATAANPERNYATAAN SSSSSSSS SSSS RRRR TSTSTSTS STSSTSSTSSTS JUMLAHJUMLAHJUMLAHJUMLAH5 Perempuan boleh

bekerja, tetapi tidakperlu mengejar karirkarena bukan tugasutama RT

0 3 0 15 6 24

10 Suami berhakmendapatkan pelayananseksual tanpa harus adakerelaan isterinya.

0 3 3 11 3 24

Apabila berkaitan dengan tugas utama perempuan adalah tugas RT, dan

bukan karir, dapat digambarkan bahwa sebagian besar kelompok Niswati

bahari tidak setuju apabila perempuan atau istri tidak perlu mengejar karir.

Hal tersebut menunjukkan terdapat konflik peran wanita yang cukup tinggi

di Pesisir, khususnya kelompok Niswati Bahari, karena pemahaman gender

responden juga sudah meningkat dengan diadakannya IbM. Maka, sudah

sewajarnya apabila perempuan pun juga berkeinginan untuk mengembangkan

17

diri, salah satunya dengan beraktivitas diluar RT yang kemungkinan akan

meningkatkan pula penghasilan keluarga.No Pernyataan SS S R TS STS JUMLAH

5 Perempuan bolehbekerja, tetapi tidakperlu mengejar karirkarena bukan tugasutama RT

0 3 0 15 6 24

0 12,5% 0 62,5% 25% 100Pernyataan konflik peran kedua, yaitu berkaitan dengan pelayanan seksual

istri terhadap suami. Pernyataan tersebut menekankan bahwa suami berhak

menginginkan pelayanan kepuasan seksual tanpa mengindahkan kerelaan istri.

Adapun hasil kuisioner tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut:No Pernyataan SS S R TS STS JUMLAH

10 Suami berhakmendapatkan pelayananseksual tanpa harus adakerelaan isterinya.

0 3 3 11 3 24

0 12,5%

12,5%

62,5%

12,5%

100

Sebesar 62,5% responden mengatakan tidak setuju apabila pelayanan

seksual hanya bergantung pada suami. Hal ini cukup menunjukkan hal postitif

pada perempuan Niswati dalam memahami persamaan gender. Karena

permasalahan seksual dalam RT tidak hanya ditentukan oleh suami saja,

tentunya peran istri juga ikut mempengaruhi keharmonisan dalam rumah

tangga.

V.V.V.V. KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN DANDANDANDAN SARANSARANSARANSARAN

A.A.A.A. KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat keseetaraan gender

dan konflik peran wanita pada kelompok Perempuan Niswati Bahari di pesisir

Parangtritis, Bantul Yogyakarta?

Selain itu studi juga bertujuan menguji apakah pemahaman gender pada

kelompok perempuan Niswati Bahari sudah meningkat, berkaitan dengan

terlaksananya kegiatan IbM di Parangtritis.

Penelitian ini menggunakan subyek pada kelompok perempuan usaha

Niswati Bahari di dusun Mancingan, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek

Kabupaten Bantul. Sejumlah 24 orang menjadi responden, dan keseluruhan

18

responden digunakan untuk menganalisa data. Instrumen penelitian disadur

dari kuisioner yang disusun oleh AlimatulAlimatulAlimatulAlimatul QibtiyahQibtiyahQibtiyahQibtiyah (2006)(2006)(2006)(2006) dengan

menggunakan 15 pernyataan. Pengukuran tiap item menggunakan skala likert.

Menurut hasil kuisioner pada kelompok perempuan Niswati Bahari

berkaitan dengan pernyataan apakah perempuan dapat menjadi pemimpin di

suatu organisasi menunjukkan sebesar 54,17% menyatakan tidak setuju

apabila perempuan menjadi pemimpin. Hal ini menunjukkan masih kurang

jiwa kepemimpinan pada perempuan kelompok Niswati, atau dapat pula

dikarenakan rasa kebudayaan yang menyatakan kalau pemimpin itu lebih tepat

jika dari seorang laki-laki dan bukan dari perempuan. Padahal yang

menentukan jadi tidaknya seorang pemimpin itu adalah kemampuan dan

wawasan dalam memimpin bukan dari jenis kelamin.

Pernyataan yang berkaitan dengan keharusan istri untuk selalu taat pada

semua perintah suami menunjukkan 50% setuju. Hal ini mengindikasikan

ketaatan istri pada suami dari kelompok perempuan Niswati bahari cukup

tinggi. Kemungkinan terjadi karena budaya konco wingking masih kuat atau

berprinsip bahwa semua perintah suami harus dijalankan oleh istri, karena

suami adalah pemimpin dalam keluarga. Padahal yang terpenting dalam

melaksanakan perintah suami tentunya adalah perintah yang baik dan

bermanfaat, apabila bertolak belakang dengan norma tentunya tidak perlu

dilaksanakan.

Berkaitan dengan pengambilan keputusan, terdapat 75% responden

menyatakan tidak setuju apabila keputusan RT hanya ditentukan oleh suami.

Angka ini menunjukkan terdapat kemandirian dalam berpendapat pada

perempuan Niswati Bahari. Memang segala keputusan RT tentunya

dipertimbangkan baik oleh suami maupun istri.

Keharmonisan rumah tangga tentunya tidak hanya ditentukan oleh istri

saja, sebesar 70,83% responden tidak setuju apabila keharmonisan RT

tergantung pada kemampuan istri dalam mengelola RT. Tentunya dalam

mengelola RT perlu peran yang seimbang baik antara hak maupun kewajiban

dari masing-masing unsure RT, baik dari pihak suami maupun istri. Sangat

19

diperlukan kebersamaan dalam mengelola RT, yang tidak hanya ditentukan

oleh istri saja atau suami saja.

Berkaitan dengan cara berpakaian wanita, ternyara sebesar 50% setuju

apabila pelecehan seksual tidak hanya ditentukan pada cara berpakaian saja,

tetapi juga hal yang lain. Oleh karena itu pentingnya kepribadian yang baik

dan santun diperlukan dalam menjaga harkat dan martabat wanita. Cara

berpakaian yang sopan adalah salah satu cara untuk menghindar dari

pelecehan seksual, hal ini juga harus diimbangi dengan kepribadian

perempuan yang baik pula. Karena kepribadian yang baik akan menjaga

perempuan dari pelecehan seksual juga menjaga keharmonisan keluarga.

Sebesar 41,67% perempuan Niswati Bahari setuju apabila dalam bagi

waris wanita memiliki hak yang sama dengan pria. Hal ini tidak didukung

seluruhnya oleh kelompok Niswati, karena 25% menyatakan tidak setuju.

Hasil kuisioner menunjukkan kelompok Niswatu masih menekankan pada

hukum agama Islam sesuai dengan mayortas agama kelompok tersebut, karena

menurut Islam ketentuan bagi waris adalah 1: 2 yaitu untuk wanita 1 bagian

sedangkan untuk laki-laki 2 bagian.

Berkaitan dengan hak, kuisioner yang menyatakan bahwa banyaknya gaji

yang diterima antara laki-laki dan perempuan adalah sama, menunjukkan

87,57% responden setuju apabila hak atau gaji antara laki-laki dan perempuan

sama. Hanya 12,5% yang masih ragu-ragu. Tingginya angka yang menyatakn

setuju hak waris sama antara laki-laki dan perempuan menunjukkan

pemahaman gender kelompok Niswati sudah lebih baik pada sebelum

dilakukan IbM.

Demikian pula berkaitan dengan pembagian tugas dalam RT. Sebesar

62,5% responden menunjukkan terdapat persamaan hak berkaitan dengan

tugas dalam rumah tangga. Hal ini juga menunjukkan terdapat pemahaman

gender yang cukup meningkat berkaitan dengan pelaksanaan IbM, karena

terdapat persepsi yang cukup tinggi dalam mengakui bahwa di dalam RT hak

dan kedudukan antara suami dan istri adalah sama atau sederajat.

20

Sebesar 54,17% responden mengatakan tidak setuju apabila dalam

menyenangkan suami, istri harus mampu memasak dan berhias diri. Dari

jawaban pernyataan ini menunjukkan meningkatnya pemahaman gender

karena dalam RT dalam hal menyenagkan suami tidak hanya ditentukan oleh

istri dengan kemampuan istri dalam memasak, maupun berhias diri saja.

Karena ketrampilan yang lain seperti kemampuan mengelola keuangan,

mengurus anak, dan kepribadian yang baik juga ikut menyenagkan suami.

Berdasar hasil kuisioner tersebut, sebesar 16,67% responden menunjukkan

ragu-ragu yang berarti masih belum percaya tentang kemampuan istri dalam

menyenangkan suami. Hal ini perlu diperhatikan lagi dalam pemberian

motivasi kepribadian perempuan atau istri.

Pengurusan RT seperti memasak, mencuci, dan mengurus anak tidak

hanya dikerjakan oleh istri saja, tetapi suami juga harus berperan. Sebesar

66,67% responden tidak setuju apabila urusan RT hanya dilakukan oleh istri

saja karena laki-laki tidak pantas dalam melakukan pekerjaan RT. Hal ini

menunjukkan terdapat persepsi yang cukup baik dari perempuan Niswati,

karena mampu membagi beban dan tanggungjawab keluarga pada suami,

bahwa pekerjaan RT adalah pekerjaan bersama yang harus dikerjakan baik

oleh suami maupun istri sesuai dengan tugas masing-masing pihak.

Sebesar 45,83% responden setuju apabila perempuan tidak pantas menjadi

pemimpin, dan hanya 16,67% menunjukkan tidak setuju. Dalam hal

kepemimpinan untuk kelompok Niswati masih perlu diberikan motivasi lagi

dalam urusan kepemimpinan, karena jiwa kepemimpinan masih kurang.

Perempuan berdandan tidak hanya ditujukan untuk suami saja. Sebesar

45,83% responden sangat tidak setuju dan 25% menyatakan tidak setuju

apabila perempuan berdandan adalah untuk menarik perhatian laki-laki.

Karena berhias diri diperlukan baik bagi perempuan maupun istri untuk

menjaga penampilan dan daya tarik serta percaya diri. Masih rendahnya

prosentase pengembangan pribadi pada responden, maka masih diperlukan

motivasi pengembangan pribadi pada kelompok Niswati Bahari.

21

Memiliki istri lebih dari satu merupakan hal yang tidak wajar pada suami

meskipun dorongan seksual suami lebih tinggi dibanding dengan istri, hal ini

ditunjukkan sebesar 70,83% responden menyatakan sangat tidak setuju, hanya

sebesar 16,67% yang menyatakan ragu-ragu. Peningkatan peran keluarga pada

kelompok Niswati juga meningkat karena persepsi responden mengenai peran

istri dalam RT penting dan kepuasan pelayanan seksual istri juga diperlukan

dalam menjaga keharmonisan RT.

Kelompok Niswati bahari tidak setuju apabila perempuan atau istri tidak

perlu mengejar karir. Hal ini menunjukkan terdapat konflik peran wanita yang

cukup tinggi di Pesisir, karena pemahaman gender meningkat sehingga

responden mengerti pentingnya perempuan mengejar karir untuk

mengembangkan diri. Tentunya dalam mengembangkan karir harus seizin

suami, dan tidak meninggalkan kewajiban urusan RT. Demikian pula dengan

pelayanan seksual tidak hanya ditentukan dari suami. Hal ini cukup

menunjukkan hal postitif pada perempuan Niswati dalam memahami

persamaan gender. Karena permasalahan seksual dalam RT tidak hanya

ditentukan oleh suami saja, tentunya peran istri juga ikut mempengaruhi

keharmonisan dalam rumah tangga.

B.B.B.B. KeterbatasanKeterbatasanKeterbatasanKeterbatasan

Peneliti tidak mengukur secara keseluruhan pada kelompok perempuan

Niswati Bahari hanya berdasar data yang diperoleh ketika responden menjadi

peserta IbM, hasil kemungkinan dapat berbeda apabila secara keseluruhan

kelompok Niswati menjadi responden semua.

C.C.C.C. SaranSaranSaranSaran

Kemungkinan riset yang akan datang dapat dilakukan dengan

menggunakan sampel perempuan lain dengan membedakan jenis pekerjaan,

apakah hasil studi akan konsisten atau tidak.

22

DAFTARDAFTARDAFTARDAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

Ahim, A. 1998. “Pengaruh Perbedaan Gender Terhadap Perilaku AkuntanPendidik.” Tesis. UGM. Pasca-Sarjana.

BKKBN, http://www.bkkbn.go.id, 2006. “Penduduk, Ketenagaan, Pendidikan danKesehatan,” Cukilan data, Nomor : 258, tahun XXXIII, ISSN: 0120-0197.

Departemen Agama, dan PP ’Aisyah. 2006. ”Pelatihan PUG bagi PimpinanAisyiyah dan Muhammadiyah,” di Wisma Sargede Yogyakarta, 23-25Desember.

Dharma, S. 1999, “Pengembangan penelitian bidang kajian perempuan diPerguruan Tinggi”: Artikel, disampaikan dalam Pelatihan PembuatanProposal Penelitian Penelitian yang diajukan untuk memperoleh danaDIKTI dan ITSSF, Lembaga Penelitian, UAJY tanggal 19 Juni.

Gregson, T. W. Dan Auno,J. 1994. “Role Ambiguity, Role Conflict, andPerceived Environmental Uncertainty: Are the Scales measuring SeparateConstruct for Accountans?.” Behavioural Research in Accounting. Vol. 6.pp. 145-159.

Gibson, James. L, dan Donelly. 2000. Organizations Behavior StructureProcesses. Tenth Edition, Irwin. McGraw-Hill.

Jones. G. 2001. Organizational Theory Text And Cases. Third Edition. PrenticeHall International, Inc.

Kanter, R. M. 1979. Differential Acess to Opportunity and Power, Discriminationin Organizations. pp. 52-68. San Fransisco: Jossey Bass.

Kuntari, Y. 2000. “Pengalaman Organisasi, Evaluasi Terhadap Kinerja dan HasilKarir pada KAP: Pengujian Pengaruh Gender.” Tesis. UGM Pasca-Sarjana.

Kompas, 2003. “Ketidakadilan Jender, Kesetaraan Jender, dan PengarusutamaanJender,” Tim Rifka Annisa Women's Crisis Center Yogyakarta, 10 Februari.

Luthans, F. 1997, “Organizational Behavior”, McGraw-Hill, Inc.

Maisaroh, S. 2003. Etos Kerja Perempuan Dalam Meningkatkan KesejahrteraanKeluarga: Pada Usaha Kecil Kerajinan Bambu di Bantul Yogyakarta”.Laporan Penelitian, FE UPY.2003.

23

Michael, K. P, dan Shannon, M. 1996. “Does The Level of OccupationalAggregation Affect Estimates Of The Gender Wage Gap?” Industrial &Labour Relation Review, Vol. 49. No. 2: 233-243.

Moleong, L. 1999, “Methodologi Penelitian Kualitatif”, Tesis Kuantitatif.

Murtanto, dan Martini, “Persepsi Akuntan Laki-laki dan Akuntan PerempuanSerta Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi Terhadap Etika Bisnis dan EtikaProfesi Akuntan,” Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya,16-17 Oktober 2003.

Nasurdin, A.M., Ramayah, T., dan Kumaresan, S. 2004. “Organizational AndPersonality Effects On Manager’s Job Stress: Is Different for MalaysianMen and Women?” Gadjah Mada International Journal of Business. Vol. 6.,No.2, pp. 251-274.

Nouri, H. dan Parker, R. J. 1996. “The Effect of OrganizationalCommitment OnRelation Between Budgetary Participation and Budgetary Slack.”Behavioral Research in Accounting. Vol. 8. pp. 74-90.

Nugrahani, 2005. “Pengaruh Komitmen Profesi, Partisipasi Anggaran dan SelfEfficacy Terhadap Konflik Peran,” Proceeding Simposium Riset Ekonomi,ISEI Surabaya, 24 Nopember.

Prasetyo, P.Eko, 2000. Aliansi Kewirausahaan Industri Kecil dan Menegah UntukPemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Daerah Ostimewa Yogyakarta,Laporan Penelitian, AKUBANK, Yogyakarta.

Samekto, A. 1999. “Perbedaa Kinerja Laki-laki dan Perempuan pada KAP diSurabaya.” Tesis. UGM. Pasca-Sarjana.

Suharti, 1991. “Pribadi Perempuan Jawa Menurut Kondep Pendidikan YangTerkandung Dalam Naskah-Naskah Jawa,” Cakrawala Pendidikan, PPMIKIP Yogyakarta, Edisi Khusus, Tahun X, Mei.

Uyun, Q. 2001. “Sikap Terhadap Keselarasan Jender Ditinjau dari Pola AsuhDemokratis Orang Tua.” Jurnal Penelitian Logika, Lembaga Penelitian UIIYogyakarta, Vol. 5, No.6.pp. 64-76.