25
Anatomi Fisiologi Pankreas Membahas fisiologi insulin tidak lepas dari pankreas sebagai produsen insulin, secara anatomis pankreas merupakan glandular retroperitonial yang terletak dekat dengan duodenum, memiliki 3 bagian yaitu kepala badan dan ekor. Vaskularisasi pankreas berasal dari arteri splenica dan arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior sedangkan islet sel pankreas dipersyarafi oleh syaraf sympatis,syaraf parasympatis dan syaraf sensoris serta neurotransmiter dan meuropeptida yang dilepaskan oleh ujung terminal syaraf tersebut memegang peranan penting pada sekresi endokrin sel pulau langerhans. Aktivasi nervus vagus akan mengakibatkan sekresi insulin, glukagon dan polipetida pankreas. Sebagian besar pankreas tersusun atas sel eksokrin yang tersebar pada lobulus (acinus) dipisahkan oleh jaringan ikat dan dihubungkan oleh ductus pancreatikus yang bermuara pada duodenum. Bagian eksokrin pankreas memproduksi enzim - enzim bersifat basa yang membantu pencernaan. Bagian endokrin pankreas merupakan bagian kecil dari pankreas dengan massa sekitar 1 - 2 % massa pankreas dengan bentuk granula - granula yang terikat pada acinus oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah dengan 2 jenis sel yang predominan yaitu sel A dan Sel B, sel B membentuk 73% - 75% bagian endokrin pankreas merupakan dengan insulin sebagai hormon utama yang di sekresikan. Sel A membentuk 18 - 20 % massa endokrin dengan glukagon sebagai hormon sekresi utama, sedangkan sel D membentuk 4 - 6% massa endokrin pankreas dengan sekresi hormone somatostatin. 1% bagian kecil dari pankreas mensekresikan polipeptida pankreas. Secara khusus tulisan ini hanya membahas 2 hormon regulator kadar glukosa diatas yaitu Insulin dan Glukagon. 1 | Page

Iddm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DM

Citation preview

Page 1: Iddm

Anatomi Fisiologi Pankreas

Membahas fisiologi insulin tidak lepas dari pankreas sebagai produsen insulin, secara anatomis

pankreas merupakan glandular retroperitonial yang terletak dekat dengan duodenum, memiliki 3 bagian

yaitu kepala badan dan ekor. Vaskularisasi pankreas berasal dari arteri splenica dan arteri

pancreaticoduodenalis superior dan inferior sedangkan islet sel pankreas dipersyarafi oleh syaraf

sympatis,syaraf parasympatis dan syaraf sensoris serta neurotransmiter dan meuropeptida yang

dilepaskan oleh ujung terminal syaraf tersebut memegang peranan penting pada sekresi endokrin sel

pulau langerhans. Aktivasi nervus vagus akan mengakibatkan sekresi insulin, glukagon dan polipetida

pankreas. Sebagian besar pankreas tersusun atas sel eksokrin yang tersebar pada lobulus (acinus)

dipisahkan oleh jaringan ikat dan dihubungkan oleh ductus pancreatikus yang bermuara pada duodenum.

Bagian eksokrin pankreas memproduksi enzim - enzim bersifat basa yang membantu pencernaan.

Bagian endokrin pankreas merupakan bagian kecil dari pankreas dengan massa sekitar 1 - 2 % massa

pankreas dengan bentuk granula - granula yang terikat pada acinus oleh jaringan ikat yang kaya akan

pembuluh darah dengan 2 jenis sel yang predominan yaitu sel A dan Sel B, sel B membentuk 73% - 75%

bagian endokrin pankreas merupakan dengan insulin sebagai hormon utama yang di sekresikan. Sel A

membentuk 18 - 20 % massa endokrin dengan glukagon sebagai hormon sekresi utama, sedangkan sel D

membentuk 4 - 6% massa endokrin pankreas dengan sekresi hormone somatostatin. 1% bagian kecil dari

pankreas mensekresikan polipeptida pankreas. Secara khusus tulisan ini hanya membahas 2 hormon

regulator kadar glukosa diatas yaitu Insulin dan Glukagon.

(Tabel 1 sumber :Greenspan Basic Physiologi 8th ed )

1 | P a g e

Page 2: Iddm

Fisiologi Insulin

Secara singkat kerja fisiologis insulin adalah mentransportasi glukosa kedalam sel otot dan hati

terkait dengan kadar glukosa didalam darah, efek kerja insulin berlawanan dengan glukagon sebuah

polipeptida hormone yang dihasilkan pula oleh sel B pankreas yang akan memicu proses pembentukan

glukosa di dalam hati melalui proses glikolisis dan glukoneogenesis.

Insulin dilepaskan oleh sel beta pankreas setelah terjadi transport glukosa oleh GLUT-2 masuk

kedalam sel beta, glukosa yang masuk kedalam sel beta akan mengalami proses glikolisis oleh

glikokinase menjadi glukosa- 6 Phospate, yang mengaktifkan pembentukan Asetyl-Co A masuk kedalam

siklus krebbs dalam mitokondria untuk dirubah menjadi ATP ( Adenosine Tri Phospat ) sehingga

meningkatkan jumlah ATP dalam sel hal ini akan menginkativasi pompa kalium sensitif ATP, lalu

menginduksi depolarisasi dari membran plasma dan voltage dependent calcium channel, menyebabkan

influks calcium extrasel yang merangsang pergerakan cadangan kalsium intrasel sehingga menginduksi

terjadinya pengikatan granula produsen insulin ke membran sel dan pelepasan insulin kedalam peredaran

darah.

Insulin disekresikan kedalam sistem pembuluh darah porta hepatik. Pada individu normal kadar

insulin setelah puasa semalam ( 8 jam ) berkisar antara 5 - 15 umol/L. Kadar insulin pada vena porta

sekitar 3 kali lipat dari kadar insulin pada plasma darah arteri. Sehingga kadar insulin plasma darah pada

sinusoid hati yang merupakan kombinasi dari 20% campuran darah arteri dan 80% campuran darah dari

vena porta berkisar antara 15 - 45 umol/L. Sekresi insulin akan menurun pada keadaan hipoglikemia,

hiperinsulinemia, dan beberapa keadaan yang meningkatkan pelepasan hormon katekolamin. Sekresi

Insulin akan meningkat pada keadaan hiperglikemia, hipoinsulinemia, peningkatan kadar asama amino

darah, asam lemak tidak teresterifikasi, seperti juga pada aktivasi sistem syaraf parasympatis dan

simpatis. Efek sistemik insulin sangat luas mulai yang onset cepat seperti modulasi pompa ion Kalium

dan transport glukosa kedalam sel, onset moderat regulasi enzim pencernaaan sampai lambat seperti

modulasi dari sintesis enzim. Insulin berkerja dengan berikatan dengan reseptor insulin pada berbagai sel,

bentuk reseptor adalah heterotetrametrik dengan ikatan 2 alpha dan 2 beta, rantai alpha adalah situs

pengikat insulin pada membran sel target. Walalupun efek insulin pada berbagai sel begitu luas namun

efek spesifik insulin adalah pada otot rangka, insulin membuang 40% kelebihan gula tubuh dengan

memasukan gula kedalam otot rangka ( 80 % - 90 % ) dan sel - sel lemak melalui reseptor insulin

GLUT - 4.

2 | P a g e

Page 3: Iddm

Fisiologi Glukagon

Glukagon disekresikan oleh islet A langerhans pankreas yang memiliki sifat antagonis terhadap

insulin, glukagon merupakan hormon polipeptida yang awalnya disintesis sebagai proglukagon yang akan

di proses secara proteolitik menjadi prohormon glukagon.Glukagon tidak hanya ada di jaringan pankreas

namun juga ada di jaringan lain seperti di bagian enteroendokrin dalam lumen usus dan di jaringan otak.

Makanan yang mengandung asam amino tinggi, memicu sekresi glukagon dalam usus, makanan kaya

akan karbohidrat akan menekan sekresi gkukagon dengan memicu aktivasi sel B pankreas melalui

pelepasan GLP-1 pada lumen usus.

Hormon somatostatin juga menekan sekresi glukagon, sedangkan epinephrin memacu pengeluaran

glukagon dengan aktivasi Beta-2 adrenergik receptor sel, epinephrin bersifat inhibisi sekresi insulin

dengan aktivasi Alpha-2 adrenergik yang menekan produksi Sel Beta pulau langerhans. Aktivasi syaraf

parasimpatis ( vagal ) memacu sekresi glukagon. Kerja fisiologis spesifik dan lengkap dari glukagon

masih belum terungkap secara jelas namun yang terpenting adalah meningkatkan kadar glukosa plasma

dengan menaktivasi produksi gula hepatik melalui proses glikolisis dan glukoneogenesis fungsi ini

berlawanan dengan kerja insulin.

(Gambar 1 sumber : Harrison’s Principal of internal Medicine 18th ed )

3 | P a g e

Page 4: Iddm

Klasifikasi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus diklasifikasikan berdasarkan patogenesis yang menyebabkan hiperglikemia,

dan gangguan homeostatis glukosa, dikenal 2 jenis penyebab utama dalam diabetes. Kedua penyebab

memperlihatkan patogenesis yang sama dengan tingkat kerusakan sel B pankreas yang bertingkat . Akhir

dari kedua perjalanan penyakit ini relatif sama namun etiologinya berbeda.

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diebetes mellitus tipe 1 dahulu dikenal sebagai insulin dependent diabetes melitus ( IDDM )atau

juvenile onset diabetes adalah abnormalitas homeostatis glukosa ditandai dengan kerusakan permanen sel

beta pankreas akibat dari proses autoimmunitas yang menyebabkan turunya produksi insulin sehingga

kadar insulin endogen plasma turun sehingga menyebabkan ketergantungan insulin exogen untuk

mencegah proses komplikasi yang mengancam jiwa yaitu keto-acidosis. Diabetes tipe 1 umumnya

ditemukan pada kasus pediatrik anak dengan rataan umur 7 - 15 tahun, namun dapat juga muncul pada

berbagai usia. Diabetes mellitus tipe 1 ini terdiri dari 4 fase pada proses perjalanan penyakit yaitu 1.

Kerusakan sel beta akibat autoimmun dan penurunan progresif sekresi insulin. 2. Onset gejala - gejala

diabetes. 3. Transient remmision “Honeymoon periode”. 4. Keadaan diabetes yang tetap dengan berbagai

komplikasi kronis, dan akut yang mengancam jiwa. Baik faktor genetik maupun faktor lingkungan

berperan penting dalam proses perjalalanan penyakit ini. Alel gen yang di berperan dalam proses

autoimunitas pada sel beta adalah (MHC) kelas 2 yang berkspresi fenotip pada HLA. Juga berkaitan

dengan antibodi islet cell cytoplasm antibodi (ICA), dan Insulin auto antibodi (IAA). Diabetes mellitus

tipe 1 juga terkait dengan penyakit autoimmunitas lainya seperti tiroiditis,addison dissease, dan multiple

sclerosis. Pada beberapa kasus Diabetes type 1 anak dan remaja kerusakan sel beta pankreas tidak di

mediasi oleh proses autoimun, dahulu subtipe ini dikenal dengan nama idiopatik diabetes mellitus.

Subtipe diabetes tipe 1 ini terjadi pada ras Asia dan Afrika yang kemungkinan mengalami infeksi virus

yang mencetuskan proses autoimmunitas pada sel beta pankreas, dewasa ini penelitian lebih lanjut

memberikan kejelasan pada virus yang memungkinkan untuk mencetuskan proses autoimmunitas tersebut

yaitu antara lain (coxsackie B virus, cytomegalovirus, mumps, and rubella) virus tersebut memicu

terjadinya proses autoimmunitas pada sel Beta pankreas melalui fase inisiasi infeksi virus pada sel,

kerusakan gen mitokondrial, paska bedah pankreas, dan efek samping akibat radiasi selain akibat dari

faktor diatas dalam literatur lain memberikan kemungkinan lain yang mencetuskan dibetes subtipe ini

yaitu pemberian susu sapi pada anak dibawah 2 tahun walaupun masih diperdebatkan. Diabetes mellitus

tipe 1 diperkirakan juga sebagai penyakit primer yang dimediasikan oleh sel T. Penderita subtipe ini

mungkin sekali mengalami komplikasi keto-acidosis diabetikum namun memiliki masa waktu remisi

4 | P a g e

Page 5: Iddm

yang panjang dengan defisiensi serta kerusakan sel beta pankreas yang bertingkat seperti pada diabetes

melitus tipe 2. Pada anak dengan type 1 diabetes mellitus (T1DM) gejala diabetes biasanya asimptomatis

sampai jumlah sel beta pankreas yang rusak mencapai 90%.

2.Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes tipe ini dikenal juga sebagai diabetes mellitus onset dewasa, namun pada kasus pediatrik

anak maupun remaja anak maupun remaja yang mengidap biasanya mengalami kelebihan berat badan

(obsesitas), namun belum sampai membutuhkan koreksi insulin eksogen keadan ini diakibatkan

resistensi insulin tingkat sel dan kadang diikuti pula oleh kurangnya sekresi insulin. Diabetes type ini juga

dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes of the young (MODY), Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus ( NIDDM ). Gambaran diabetes mellitus tipe 2 tidak sejelas diabetes mellitus tipe 1yang biasanya

anak tampak sakit dan lelah diikuti dengan gejala polidipsi dan polisuria, pada kasus diabetes tipe 2

biasanya pasien anak datang dengan kelebihan berat badan dan seringkali kelelahan akibat dari

kekurangan insulin yang biasanya dalam pemeriksaan diikuti dengan ditemukannya glikosuria. Riwayat

adanya polisuria dan polydipsia biasanya tidak diketemukan. Dewasa ini menurut beberapa literatur

terjadi peningkatan 10 kali jumlah pasien anak dengan diabetes pada banyak pusat pelayanan diabetes.

Pada pasien anak diabetes mellitus tipe 2 dengan riwayat herediter diabetes mellitus biasanya juga

diketemukan defisiensi insulin hal ini dikenali dengan (MODY) yang membutuh koreksi insulin dari luar.

Pada tipe ini tidak diketemukan adanya kerusakan sel beta pankreas akibat autoimun atau terkait (HLA),

namun pada tipe ini diketemukan adanya mutasi dari alel gen yang membentuk sel Beta, dan glukokinase

hati. Mutasi pada gen yang membentuk transporter glukosa yaitu GLUT-2 juga bertanggung jawab dalam

proses perjalanan penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini.

5 | P a g e

Page 6: Iddm

Epidemiologi

Diabetes mellitus tipe1 merupakan kasus diabetes yang paling sering diketemukan pada pasien

kurang dari umur 18 tahun anak yang mengalami abnormalitas homeostatis glukosa, perbandingan umum

kasusnya adalah 1: 300 - 500. Kasus pada tiap negara dan daerah berbeda satu dengan yang lain, setiap

literatur mencantumkan status epidemi dari Diabetes bergantung pada ras,negara, dan atau atau daerah

tempat penelitian literatur terkait. Seperti contoh pada daerah skandinavia (eropa utara) prevalensi kasus

adalah 30 : 10.000 populasi, Jepang 1 : 100.000 populasi, dan di USA 15 : 100.000. Prevalensi DM sulit

ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes

Association (ADA), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang tidak

terdiagnosis sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS menderita

DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di

daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.4. Hal ini menyulitkan menentukan prevalensi yang cukup

tepat untuk menggambarkan status epidemiologi DM pada berbagai daerah, diperlukan penelitian

epidemiologi lebih lanjut untuk mendapatkan nilai epidemi yang tepat.

6 | P a g e

Page 7: Iddm

Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 1

Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada bagian islet sel beta pankreas

dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel delta, dan sel PP namun hanyalah sel beta yang

mengalami penghancuran oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta pankreas di infiltrasi

oleh limfosit ( insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya atopikasi dari sel beta pulau langerhans

pankreas dan sebagian besar penanda immunologis yang melindungi pankreas dari serangan limfosit

hilang. Toeri yang menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai sekarang namun ada

perkiraan penghancuran ini melibatkan pembentukan metabolit nitrit oksida,apoptosis, dan sitotoksisitas

dari T limfosit CD8. Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada sel beta.

Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa sebuah sel autoimmun menyerang 1

molekul sel beta pankreas lalu menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari proses

autoantigen. Penghancuran islet sel beta pankreas cenderung di mediasikan oleh sel T limfosit,

dibandingkan dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri. Pada klasifikasi diatas telah di jelaskan

mengenai antigen serta agen autoimmunitas yang berperan dalam proses penghancuran sel beta pulau

langerhans pankreas.

7 | P a g e

Page 8: Iddm

Patofisiologi Diabetes Keto Acidosis

Pada anak dengan kasus diabetes mellitus tipe 1 atau 2, terlambatnya penanganan yang tepat pada

2 keadaan diatas akan menyebabkan sebuah seri komplikasi, yang terberat adalah diabetes keto acidosis

(DKA). Pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 kurangnya kadar adekuat insulin, resistensi jaringan terhadap

insulin sampai pada keadaan tidak adanya insulin memicu terjadinya pemecahan asam lemak pada hati

melalui proses oksidasi menjadi badan keton, proses ini menghasilkan 3 badan keton yang 2 diantaranya

merupakan asam organik, kelebihan asam organik akibat proses ini mencetuskan terjadinya acidosis

metabolik dengan elevasi anion gap. Asam laktat juga berkontribusi dalam proses acidosis metabolik saat

terjadi dehidrasi yang mengakibatkan perfusi jaringan menurun. Hiperglikemia menyebabkan diuresis

osmosis mendorong kompensasi metabolik berupa peningkatan konsumsi cairan.

Pada keadaan hiperglikemia berat dan diuresis osmosis bertambah parah maka sebagian besar

penderita tidak akan mampu mengkompensasi kebutuhan cairan yang berlebihan menyebabkan dehidrasi.

Vomitus sebagai akibat dari acidosis dan kehilangan cairan yang berlebihan akibat takipneu

memperburuk keadaan dehidrasi. Kelainan elektrolit merupakan gejala sekunder dari kehilangan elektrolit

yang masif dari urine dan alterasi ion transmembran akibat dari acidosis. Ion hidrogen ekstrasel akan

meningkat akibat dari acidosis mengakibatkan terjadinya pertukaran ion hidrogen dengan kalium intrasel

menyebabkan peningkatan serum kalium ekstrasel saat acidosis diikuti dengan pembuangan kalium lewat

urine oleh ginjal menyebabkan serum kalium menurun. Serum kalium ini bergantung pada lamanya

acidosis berlangsung sehingga padasaat diagnosis pemeriksaan serum kalium dapat terlihat meningkat,

normal, atau turun, dalam keadaan ini jumlah kalium intrasel turun. kadar phospat juga turun akibat dari

kompensasi pembuangan kelebihan ion hidrogen oleh ginjal dengan meningkatkan ekskresi ion phospat

yang akan berikatan dengan ion hidrogen menjadi asam phospat. Penurunan ion kalium biasa terjadi pada

keadaan diabetes ketocidosis akibat dari diuresis osmosis kompensasi dari ginjal dan vomitus akibat

acidosis pada saluran pencernaan. DKA ditandai dengan pH darah arteri kurang dari 7.25, serum

bikarbonat turun menjadi kurang dari 15mEq/L dan pemeriksaan jumlah keton darah dan urine

meningkat.

Gejala Klinis Diabetes Mellitus

Saat sekresi insulin menjadi tidak adekuat untuk memfasilitasi glukosa kedalam sel perifer terkait

kebutuhan glukosa sel otot( otot rangka ) dan untuk menekan produksi glukosa hati maka keadaan

hiperglikemia terjadi. Karena sel tidak mendapatkan asupan glukosa yang cukup sesuai dengan kebutuhan

sel maka pemecahan asam amino dan asam lemak menjadi glukosa serta, proses glikolisis dan

8 | P a g e

Page 9: Iddm

glukoneogenesis terus terjadi didalam tubuh oleh hati, keadaan ini memperparah keadaan hiperglikemia

karena menmbah beban deposit glukosa pada darah. Gejala klinis akan timbul segera setelah terjadi

penumpukan deposit glukosa pada darah dan peningkatan produksi glukosa hati.

Gejala Klinis Diabetes Mellitus tipe 1

Peningkatan frekwensi ( Poliuria ) miksi merupakan konswekwensi sekunder dari peningkatan

diuresis-osmosis akibat hiperglikemia melewati batas yang dapat diabsorbsi oleh ginjal yang

berkepanjangan, hal ini mengakibatkan hilangnya banyak cairan elektrolit dan gula lewat urine. Sering

haus merupakan kompensasi dari diuresis osmosis. Penurunan berat badan total walaupun nafsu makan

berlebihan (hiperphagia) sebagai tanda umum pada T1DM, penurunan berat badan ini disebabkan oleh

kurangnya kadar air plasma dan trigliserida, ditambah dengan hilangnya massa total otot akibat proses

perubahan protein otot menjadi glukosa dan benda keton karena jumlah insulin tidak cukup untuk

memberikan energi dalam bentuk glukosa kepada sel. Kekurangan energi ini dapat mencapai 50% dari

total asupan kalori yang di konsumsi sehari. Sebagai contoh bila seorang anak sehat berumur 10 tahun

mempunyai kebutuhan kalori perhari adalah 2000 kalori dengan asumsi sebagian besar kalori yang masuk

adalah karbohidrat maka jumlah kalori yang terbuang oleh urine lewat glikosuria adalah 1000 kalori yang

terdiri dalam bentuk air yang mungkin sekali sebanyak 5L dan Glukosa sebanyak 250g nilai ini mencakup

50% total kalori sehari yang di konsumsi . Kehilangan kalori yang begitu banyak ini dikompensasi

dengan keadaan hiperphagia dan bila hiperphagia masih belum dapat mengkompensasi kebutuhan energi

pasien terjadilah kelaparan jaringan tubuh yang akhirnya akan memicu pemecahan lemak subkutan

menjadi glukosa yang memperberat keadaan hiperglikema. Sedangkan penurunan volume plasma

membawa akibat hipotensi postural. Pada anak wanita yang menderita diabetes, monilial - vaginitis

mungkin sekali berkembang akibat dari glikosuria kronis.

Turunnya kadar kalium total tubuh dan katabolisme protein memberikan kontribusi penting pada

kelemahan fisik. Paresthesia mungkin saja terlihat pada saat diagnosis fase awal onset subakut T1DM.

Pada saat defisiensi insulin berada pada fase onset akut maka gejala klinis diatas akan berkembang

menjadi lebih berat, ketoacidosis eksaserbasi akut, hiperosmolalitas, dan dehidrasi akibat dari naussea,

vomitus, dan anorexia. Level kesadaran pasien bergantung pada derajat hiperosmolalitas.

Bila defisiensi insulin bergerak lambat dan kebutuhan cairan dapat di jaga maka kesadaran pasien

dapat terjaga dan gejala klinis yang menyertai akan tetap minimal. Namun pada saat terjadi vomitus

sebagai respon perkembangan progresif yang buruk keadaan keto-acidosis diikuti dengan memburuknya

dehidrasi dan tidak adekuatnya perawatan yang mengkompensasi osmolalitas serum untuk terus berada

pada level 320 - 330 mosm/L, maka pada keadaan ini kesadaran pasien dapat menurun, dari keadaan

9 | P a g e

Page 10: Iddm

stupor sampai koma. Fruity odor atau terciumnya bau manis keton pada nafas pasien mengarahkan

kecurigaan pada keadaan diabetes keto-acidosis ( DKA ).

Tabel 3 Gejala Klinis Yang Menyertai Pada Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2.

( tabel 3 sumber : Clinical manifestation determination of T1DM and T2DM.Greenspan basic and

clinical physiology 8th ed.)

Diagnosis Diabetes Mellitus Pada Anak

Walaupun gejala klinis dari T1DM tidaklah spesifik, tanda penting yang terlihat dalam acuan

diagnosis adalah poliuria pada anak dengan dehidrasi, kurang berat badan, hiperglikemia , dan ketonuria

yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan rutin.Diagnosis pasti dari diabetes mellitus tipe 1 meliputi

kadar gula darah non puasa melebihi 200 mg/dL (11.1mmol/L) diikuti dengan gejala klinis yang tipikal

terhadap T1DM. Bila pasien anak yang datang obese maka perlu di singkirkan kemungkinan bahwa

diabetes yang terjadi adalah tipe 2. Bila keadaan hiperglikemia telah dikonfirmasi maka wajib dilakukan

pemeriksaan untuk DKA terutama bila keadaan ketonuria ditemukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan

elektrolit darah serta pengawasan walaupun tanda dehidrasi yang terjadi tidak berat. Pada pasien anak non

obese tidak perlu dilakukan pemeriksaan autoimmunitas untuk sel beta.pemeriksaan HbA1c perlu

dilakukan untuk monitoring dan pengawasan kadar glukosa terkait dengan keberhasilan terapi yang

diberikan.

Tabel 4 Kriteria untuk diagnosis Diabetes Mellitus Source: American Diabetes Association, 2011.

10 | P a g e

Page 11: Iddm

Tabel 5 ( nelson’s pediatric essential 5th ed relationship of the blood gas.pH, clinical interpretation )

Pemeriksaan Lab penunjang Diagnosis Diabetes Mellitus

Untuk diagnosis diabetes mellitus: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam

setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).Antibodi untuk petanda

(marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin

autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD).

ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini

menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya

penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi

neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset

klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul. Untuk

membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan

indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual

setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau

transplantasi sel-sel pulau pankreas.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah

diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per

oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil

darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila

pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan

antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang

11 | P a g e

Page 12: Iddm

rendah palsu. Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil

pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam

penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling

sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode

heksokinase.Metode GOD banyak digunakan saat ini.

Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua

rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan

asam askorbat.Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang

sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.Untuk

mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998

(PERKENI 1998).

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan Diabetes Mellitus

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated

hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang

dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama. Pemeriksaan lain

yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk

memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N

terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses

Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel. Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange

chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay,

Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.Metode Ion Exchange

Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer.

Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.

Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki

akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.Metode

12 | P a g e

Page 13: Iddm

agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding

HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak

berpengaruh pada metode ini. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur

HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik. Metode Affinity

Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan

glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit

mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil

pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama

(2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya

waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu mmol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa

digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah takterkontrol,

terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx

lebih intensif untuk menghindari komplikasi. Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol):

4%-5,9%. Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau

belum.Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

Komplikasi Akut Diabetes Mellitus

Komplikasi akut diabetes mellitus adalah diabetes keto-acidosis dan hiperglikemik hiperosmolar

state, DKA adalah komplikasi paten dari T1DM, walaupun begitu keadaan ini dapat terjadi juga pada

diabetes mellitus tipe 2 yang tidak mendapatkan perawatan adekuat, sedangkan HHS lebih sering terjadi

pada T2DM. Kedua keadaan ini berhubungan erat dengan resistensi maupun defisiensi absolut insulin.

Komplikasi Kronis Diabetes mellitus

Komplikasi kronis diabetes mellitus terkait dengan keadaan hiperglikemia kronis yang mencakup

kelainan non vaskular dan kelainan vaskular, kelainan vaskular terbagi atas 2 bagian yaitu mikrovaskular

(Retinopati, nefropati, neuropati) dan makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit vaskular perifer,

penyakit vaskular cerebrospinal). Kelainan non vaskular terdiri dari gastroparesis, kelainan kulit dan

kehilangan pendengaran.

13 | P a g e

Page 14: Iddm

Chronic Complications of Diabetes Mellitus

Microvascular

  Eye disease

    Retinopathy (nonproliferative/proliferative)

    Macular edema

  Neuropathy

    Sensory and motor (mono- and polyneuropathy)

    Autonomic

  Nephropathy

Macrovascular

  Coronary heart disease

  Peripheral arterial disease

  Cerebrovascular disease

Other

  Gastrointestinal (gastroparesis, diarrhea)

  Genitourinary (uropathy/sexual dysfunction)

  Dermatologic

  Infectious

  Cataracts

  Glaucoma

  Periodontal disease

  Hearing loss

(Tabel 7 sumber : Harrison’s principles of internal medicine 18ed )

Terapi Pada Diabetes Mellitus

14 | P a g e

Page 15: Iddm

Terapi pada pasien anak dengan diabetes mellitus di tujukan pada keadaan hipoinsulin, dan

memperbaiki keadaan hiperglikemia. Dibedakan pada tipe diabetes yang menyerang, onset serta adakah

gejala DKA.

Terapi pada T1DM

Pada anak dengan T1DM memiliki 5 variabel mayor dalam penatalaksanaannya yaitu pemilihan

sediaan dan tipe insulin yang diberikan , diet, olahraga dan kegiatan sehari - hari, manajemen stress, dan

terakhir adalah pengawasan kadar glukosa dan keton dalam darah. Walaupun pada pasien remaja T1DM

dapat diberikan tanggung jawab dalam pengawasan status diabetes mereka namun orangtua juga

memegang peranan penting dalam pemberian support. Sedangkan bagi pasien anak dengan umur kurang

11 tahun pengawasan serta pemberian injeksi insulin lebih baik diserahkan kepada orang tua ada tenaga

kesehatan penyerta. Dosis insulin akan bergantung pada jumlah keton dalam darah dan status pH pasien

anak. Bila pH < 7,3 dan jumlah keton dalam darah berada pada level signifikan, pemberian insulin

intravena diharuskan untuk diberikan. Bila rehidrasi teradministrasi dengan baik dan pH darah vena

normal maka pemberian 1 atau 2 injeksi intramuscular atau subkutan insulin lispro (humalog, [H]) atau

insulin aspart (Novolog [NL]) terpisah dalam 1 jam dengan dosis 1-2 Unit/KgBB dapat dilakukan.

Saat keton tidak tedeteksi dalam darah maka insulin akan lebih aktif dan pemberian insulin

subkutan dapat dilakukan dengan dosis (0,25 - 0,50) Unit/Kg/24Jam, bila terdapat keton dalam darah

maka prosuksi insulin akan berkurang sehingga membutuhkan 1 - 0,5 unit/Kg dari total kebutuhan insulin

per 24 jam. Pasien anak dengan T1DM biasanya mendapatkan terapi campuran antara insulin dengan

onset cepat dan insulin onset lambat, terapi kombinasi ini untuk mengontrol gula darah asupan sehari -

hari terutama setelah makan dan untuk mengontrol kadar gula darah terkait dengan produksi glukosa

hepar. Hal ini dapat di capai dengan pemberian campuran antara insulin dengan berbagai kombinasi

seperti yang ditunjukan oleh tabel 8. Pilihan terbaik pemberian adalah dengan menyesuaikan dengan

umur serta jadwal makan perhari dari pasien. Pada masa lampau dokter biasanya memberikan 2 kali

perhari suntikan insulin aksi menengah dan insulin aksi cepat dengan cara pemeberian 2/3 dosis total

diberikan sebelum sarapan dan sisanya diberikan pada saat makan malam. Terapi dengan insulin regular

manusia diberikan pada waktu 30 - 60 menit sebelum makan, sedangkan bila terapi menggunakan insulin

aksi cepat diberikan sesaat sebelum makan. Pada anak dengan jumlah makanan (Asupan Kalori tidak

diperhitungkan ) yang dikonsumsi tidak teratur maka pemberian insulin aksi cepat dilakukan setelah

makan dengan dosis diperhitungkan sesuai dengan asupan kalori.

15 | P a g e

Page 16: Iddm

Type of Insulin Begins Working Main Effect All Gone

Short-acting       

  Regular ½ h 2–4 h 6–9 h

  Humalog or NovoLog 10–15 min 30–80 min 4 h

Intermediate-acting       

  NPH 2–4 h 6–8 h 12–15 h

Long-acting       

  Lantus 1–2 h 2–23 h 24–26 h

Premixed       

  NPH/Regular ½ h Variablea

 

12–18 h

    NPH/75/25b

 

1/4 h 1–8 h 12–15 h

aDapat dipakai untuk mencukupi kebutuhan individual.bCampuran dari 75% NPH dan 25% Humalog.

NPH, neutral protamine Hagedorn insulin.

(Tabel 8 sumber : Pediatric Current diagnosis and treatment 18th ed

AGE

(YR)

TARGET

GLUCOSE

(MG/DL)

TOTAL DAILY

INSULIN

(U/KG/D) *

BASAL INSULIN,

% OF TOTAL

DAILY DOSE

Units Added

per 100 mg/dL

above Target

Units Added

per 15 g at

Meal

0–5 100–200 0.6–0.7 25–30 0.50 0.50

5–12 80–150 0.7–1.0 40–50 0.75 0.75

12–18 80–150 1.0–1.2 40–50 1.0–2.0[‡] 1.0–2.0

(Tabel 9 sumber : Nelson’s Textbook of pediatric)

Ideal Glucose Levels after 2 or More Hours of Fasting.a

Age (years) Glucose Level

16 | P a g e

Page 17: Iddm

4 80–200 mg/dL (4.6–11 mmol/L)

5–11 70–180 mg/dL (3.9–10 mmol/L)

12 70–150 mg/dL (3.9–8.3 mmol/L)

(Tabel 10 sumber : Current Pediatric Diagnosis And Treatment 18th ed)

Prognosis

Diabetes Mellitus tipe 1 adalah penyakit kronis yang serius, menurut beberapa literatur mengenai

penyakit ini disebutkan bahwa umur dari penderita 10 tahun lebih pendek dibandingkan dengan orang

yang bukan penderita. Pada anak yang menderita kemungkinan akan mengalami penghambatan

pertumbuhan sehingga akan menjadi lebih pendek dibandingkan dengan orang normal. Sedangkan

perkembang seksual dari anak penderita diabetes mellitus tipe 1 juga akan terhambat sehingga pencapaian

umur pubertas akan lebih tua dari anak yang normal. Prognosis akan menjadi buruk bila penyakit tidak

dideteksi secara cepat, hal ini juga akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis yang cukup berat

sehingga dapat mengancam jiwa penderita. Perubahan pola hidup yang ekstrem seperti kebutuhan insulin

absolut setiap hari juga merupakan sebuah masalah bagi orangtua penderita maupun penderita itu sendiri

terutama bagi penderita dengan umur dibawah 10 tahun. Prognosis baik akan didapatkan apabila

pengelolaan status hiperglikemia dan ketogenesis terlaksana dengan baik, kecepatan dan ketepatan

deteksi dini penyakit serta pendidikan tentang penyakit T1DM serta pengelolaannya yang jelas kepada

orangtua pasien akan membantu mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.

17 | P a g e