29
LAPORAN PENELITIAN IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG, KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM Tim Peneliti : 1. Ir. I Nengah Lanus, MT (Ketua) NIP. 195708181986031003 2. Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya (Anggota) NIP. 195012311978121001 3. I Nyoman Susanta, ST., MErg (Anggota) NIP. 196909231995031002 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA SEPETEMBER 2015

IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL · IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG, KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM Tim Peneliti : 1. Ir

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • LAPORAN PENELITIAN

    IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG,

    KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM

    Tim Peneliti : 1. Ir. I Nengah Lanus, MT (Ketua) NIP. 195708181986031003

    2. Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya (Anggota) NIP. 195012311978121001

    3. I Nyoman Susanta, ST., MErg (Anggota) NIP. 196909231995031002

    JURUSAN ARSITEKTUR

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS UDAYANA

    SEPETEMBER 2015

  • 1

    HALAMAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN

    HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

    Judul Penelitian : Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal di Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug,

    Kecamtan Karangasem, Kabupaten Karangasem

    Ketua Tim Peneliti : a. Nama Lengkap : Ir. I Nengah Lanus, MT

    b. NIDN / NIP : 0018085703 / 195708181986031003

    c. Jabatan Fungsional : Lektor

    d. Nomor HP / email : (+62) 8123956956 / [email protected]

    Anggota Tim Peneliti (1): a. Nama Lengkap : Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya

    b. NIDN / NIP : 0031125024 / 195012311978121001

    c. Jabatan Fungsional : Lektor

    d. Nomor HP / email : (+62) 8123654629 / -

    Anggota Tim Peneliti (2) : a. Nama Lengkap : I Nyoman Susanta, ST., MErg

    b. NIDN / NIP : 0023096902 / 196909231995031002

    c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

    d. Nomor HP / email : (+62) 8123978858 / [email protected]

    Jangka Waktu Kegiatan : 4 bulan

    Tempat Kegiatan : Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug, Kecamatan

    Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali

    Biaya yang diperlukan : Rp.10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah)

    Bukit Jimbaran, 3 September 2015

    Menyetujui,

    Ketua Jurusan Arsitektur FT-UNUD Ketua Tim Pelaksana

    Ir. I Made Suarya, MT NIP. 19561015 198601 1 001

    Ir. I Nengah Lanus, MT NIP. 195708181986031003

    mailto:[email protected]

  • 2

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... 1

    DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

    RINGKASAN ................................................................................................................ 3

    BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

    1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 4 1.2. Tinjauan Khusus Penelitian ..................................................................................... 5 1.3. Urgensi .................................................................................................................... 5 1.4. Potensi Hasil/Luaran ............................................................................................... 6

    BAB II. STUDI PUSTAKA ......................................................................................... 7

    2.1. Arsitektur Tradisional Bali ...................................................................................... 7 2.2. Pola Tata Ruang Arsitektur Tradisional Bali .......................................................... 8 2.3. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa ................................................................. 9 2.4. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal ................................................................ 9 2.5. Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali………...... …11

    2.6. Pengertian Konservasi ........................................................................................... 12 2.7. Dasar Hukum Konservsi ....................................................................................... 13 2.8. Strategi dan Model Konservasi ............................................................................. 14 2.9. Permasalahan Konservasi ...................................................................................... 15

    BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 16

    3.1. Lokasi Penelitian ................................................................................................... 16 3.2. Rancangan Penelitian ............................................................................................ 16 3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................................ 16 3.4. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 17 3.5. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 17

    BAB IV. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ....................................................... 18

    4.1. Biaya ...................................................................................................................... 18 4.2. Jadwal Kegiatan .................................................................................................... 18

    Daftar Pustaka ............................................................................................................ 19

    Lampiran 1. Justifikasi anggaran Penelitian ..................................................... 20

  • 3

    RINGKASAN

    Desa Pakraman Bugbug merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten

    Karangasem, ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya yang termasuk desa strategis

    kabupaten dalam rangka mendukung pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman

    Bugbug memiliki keunikan aktivitas adat dan tradisi yang diimplementasikan dalam

    tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada penataan ruang-ruang dan

    bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area pekarangan. Pekarangan

    merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan luas sekitar 200–400 M²

    didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale wadah aktivitas

    penghuninya. Sejalan dengan waktu dan perkembangan dalam berbagai sektor

    pembangunan khususnya peningkatan perekonomian di Desa Pakraman Bugbug

    mengakibatkan perubahan-perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata

    pencaharian, pola hidup dan berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut selanjutnya

    mengubah pola pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai adat yang menjadi inti dan sumber

    inspirasi kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka pelestarian tata nilai adat dan tata

    nilai arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata, sehingga keberadaan arsitektur

    rumah tinggal setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan. Salah satu

    langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan

    mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan

    tata bentuk, struktur, bahan dan ornamen rumah tinggal, perkembangannya serta

    permasalahan-permasahan yang terkait dengan tradisi adat setempat. Data-data dikompilasi

    dan dianalisis untuk merumuskan model rumah tinggal dari sisi arsitektur.

  • 4

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Desa pakraman adalah satu kesatuan wilayah dengan tatanan kehidupan sosial budaya

    masyarakat, memiliki otoritas pengelolaan desa yang dilandasi oleh tradisi dan adat

    setempat. Desa pakraman di Bali berdasarkan tradisinya dapat dibedakan menjadi dua tipe

    yaitu : Desa Bali Aga atau Bali pegunungan atau Bali mula dan Desa Bali Apanaga atau

    Bali dataran. (Dinas PU Prop. Dati I Bali, 1989: 6; Parimin Ardi P, 1986: 16; Danker

    Schaareman, 1986 : 2-5).

    Desa Pakraman Bugbug merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten

    Karangasem, ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya (Desa Pakraman Perasi,

    Desa Pakraman Bugbug, Desa Pakraman Timbrah, Desa Pakraman Asak, Desa Pakraman

    Bungaya, dan lain-lain) yang termasuk desa strategis kabupaten dalam rangka mendukung

    pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman Bugbug merupakan desa tradisional,

    terletak di Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem yang

    merupakan wilayah bagian timur pulau Bali. Berbatasan dengan desa pakraman lainnya,

    antara lain : disebelah timur Desa Pakraman Perasi, sebelah barat Desa Pakraman Samuh

    dan Bukit Gumung, sebelah utara Desa Pakraman Timbrah, Asak dan Bungaya, sebelah

    selatan Laut Selat lombok. Penduduk desa seluruhnya beragama Hindu, mata pencaharian

    utamanya adalah bertani, pekerjaan tambahannya ada yang berternak, nelayan, berdagang,

    pengrajin, buruh, karyawan dan pegawai pemerintah.

    Desa Pakraman Bugbug memiliki keunikan aktivitas adat dan tradisi yang

    diimplementasikan dalam tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada

    penataan ruang-ruang dan bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area

    pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan

    luas sekitar 200–400 M² didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale

    wadah aktivitas penghuninya (Gelebet, 1982) dikelilingi penyengker/ pagar pembatas

    dengan pintu masuk berupa kori. (Susanta, 2012) Tanah pekarangan dimilki oleh desa

    sebagai tanah ayahan desa, dapat digunakan dan ditempati krama pengayah desa dengan

    keturunannya selama masih menjadi warga desa. Tanah ini tidak dapat diperjualbelikan,

    pemindahan hak guna pakai tanah desa ini ditentukan oleh desa atas dasar aturan dan tradisi

    adat. Satu bidang pekarangan umumnya dihuni oleh lebih dari satu kepala keluarga.

    (observasi, 2015). Perwujudan tata ruang dan bentuk rumah tinggal dan area pekarangan

    ini sebagai penjabaran tatanilai tradisi adat, sebagai akumulasi pengetahuan tradisi yang

    unik dan khas serta dilandasi oleh ajaran agama dan tradisi adat setempat.

    Sejalan dengan waktu dan perkembangan dalam berbagai sektor pembangunan khususnya

    peningkatan perekonomian di Desa Pakraman Bugbug mengakibatkan perubahan-

    perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata pencaharian, pola hidup dan

    berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut terimplementasi dalam arsitektur seperti tata

    ruang dan tata bangunan. Perubahan-perubahan sedemikianrupa sehingga menggeser,

    melemahkan bahkan menghilangkan tata nilai, tata ruang dan tata bentuk terdahulu.

    Perubahan tersebut selanjutnya mengubah pola pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai

    adat yang menjadi inti dan sumber inspirasi kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka

    pelestarian tata nilai adat dan tata nilai arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata,

    sehingga keberadaan arsitektur setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan.

    Mengingat peranan desa pakraman yang sangat sentral dan strategis sebagai wadah utama

    masyarakatnya. dalam menata budaya dan tradisi adat setempat.

    Salah satu langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan

    mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan

  • 5

    ruang, bentuk, struktur dan material rumah tinggal, perkembangan serta permasalahan-

    permasahan yang terkait dengan tradisi adat setempat. Data-data dikompilasi dan dianalisis

    untuk mendapatkan model identitas rumah tinggal dari yang sesuai prinsip konservasi dari

    sisi arsitektur dan perkembangannya

    Hasil identifikasi model ini, dapat menjadi data awal dalam upaya pelestarian arsitektur

    lokal. Dapat pula menjadi masukan dalam proses menemukan solusi-solusi permasalahan

    yang terkait dengan pelestarian tata nilai adat dan permasalahan-permasalahan yang terkait

    dengan perubahannya.

    1.2 Tinjauan Khusus

    Sejalan dengan waktu pembangunan di Desa Pakraman Bugbug telah mengubah arsitektur

    rumah tinggal dan pola-pola pemanfaatannya. Perubahan yang tidak sejalan dengan

    budaya dan tradisi adat dapat mengganggu kelestarian arsitektur dan tradsisi adat. Oleh

    karena itu maka diperlukan upaya-upaya untuk mengidentifikasi hal-hal yang menjadi

    tujuan dari penelitian ini adalah :

    Mengidentifikasi arsitektur (Ruang, bentuk, struktur dan material) rumah tinggal

    1.3. Urgensi

    Bahwa budi daya manusia berhasil melahirkan karya-karya berwujud kompleks, idea-idea,

    gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, ataupun kompleks

    aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat maupun benda–benda hasil kerja

    manusia; yang secara makro dikatakan sebagai seluruh total dari pikiran, karya dan hasil

    karya makro yang tidak beraturan kepada nalurinya dan yang karena itu hanya bisa

    dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar …. (Koentjaraningrat dalam Dinas

    PU Prop. Dati I Bali, 1989: 1) Demikian halnya dengan pola pemikiran tradisional Bali ,

    juga ikut mengalami perubahan dan perkembangan yang semula dilandasi oleh factor

    agama, kepercayaan, dan adat istiadat yang digariskan berupa aturan-aturan tradisional

    telah berkembang mengikuti nilai-nilai regional dan global. Perubahan bertujuan untuk

    memenuhi tuntutan tata ruang yang meningkat. Akibatnya arsitektur rumah tinggal akan

    berubah yang selanjutnya diikuti perubahan pola-pola aktivitas yang semata-mata hanya

    didasari oleh nilai efisiensi. Dalam hal tersebut khususnya di Desa Pakraman Bugbug

    diperlukan suatu bentuk pola untuk perencanaan konservasi terhadap arsitektur rumah

    tinggal.

    Inventarisasi desa-desa tradisional yang dilakukukan oleh Dinas PU Prop. Bali tahun 1989

    bersifat umum yang menyangkut pola-pola pemukiman dan rumah secara makro.

    Inventarisasi tersebut tidak melihat perekembangan arsitekturnya (tata ruang, bentuk,

    struktur dan material), sehingga usulan penelitian ini dapat diharapkan menemukan pola-

    pola perkembangnnya dan merumuskan strategi pelestariannya.

    Danker Schaareman pada tahun 1986 seorang antropolog dalam bukunya Tatulingga :

    Tradition and Continuity yang meriset organisasi social dan ritual Desa Pakraman Bali

    Aga khususnya di Desa Pakraman Asak. Dari sisi arsitektur dan perkembangan rumah

    tinggal belum ada. Penelitian ini dalam kaitan arsitektur rumah tinggal dan perkembangan

    arsitektur rumah tinggal akan dapat melengkapi apa yang telah ditulis oleh Danker

    Schaareman.

    Penelitian Identifikasi rumah tinggal Desa Pakraman Bugbug yang spesifik pada identitas

    arsitektur rumah tinggal dan perkembangnnya belum pernah dilakukan, sehingga penelitian

    ini dapat menjadi rintisan penelitian untuk bidang pelestarian kearifan dan arsitektur local.

  • 6

    1.4. Potensi Hasil / Luaran Hasil penelitian ini dapat berkontribusi pada Desa Pakraman Bugbug untuk

    mengidentifikasi permasalahan dan strategi dalam pelestarian rumah tinggal dan tradisi

    desa dengan independensi dan otorinas pengelolaannya. Untuk pemerintahan khusunya

    kecamatan dan Kabupaten Karangasem sebagai input dan evaluasi kebijakan karena desa

    telah ditetapkan sebagai desa tradisional dan desa budaya sebagai desa strategis penyangga

    pariwisata budaya di Karangasem.

    Hasil penelitian ini juga akan menjadi input bagi penyusunan database desa-desa Bali Aga

    milik Jurusan Arsitektur, FT-UNUD. Pihak internal UNUD dapat mengakses data ini

    dengan relatif lebih mudah.

    Luaran penelitian akan berpeluang menjadi makalah dalam jurnal nasional terakreditasi

    mengingat kontribusinya yang bersifat cukup fundamental bagi perkembangan pariwisata

    budaya di Bali.

    Selain itu, luaran penelitian akan berkontribusi dalam diseminasi seminar nasional yang

    akan diadakan oleh pihak Jurusan Arsitektur, FT-UNUD.

  • 7

    BAB II STUDI PUSTAKA

    2.1. Arsitektur Tradisional Bali

    Sebagai pemahaman awal dan penyamaan peresepsi maka akan dikemukakan terlebih

    dahulu tentang pengertian antara arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur Bali. Kedua-

    duanya telah tumbuh dan berkembang mengisi sejarah, ruang dan waktu dari masa ke masa

    sebagai wujud arsitektur Bali.

    Menurut I Nyoman Gelebet 1982, arsitektur tradisional Bali merupakan arsitektur yang

    ditumbuhkembangkan dari generasi kegenerasi berikutnya dan dibuat dengan aturan-aturan

    tradisional Bali baik tertulis maupun lisan serta dapat diterima oleh masyarakat Bali secara

    berkelanjutan karena dianggap baik dan benar.

    Arsitektur Bali adalah arsitektur yang tumbuh, berkembang dan dipertahankan di Bali,

    dapat terdiri dari :

    1. Arsitektur warisan (kuno), 2. Arsitektur Tradisional Bali 3. Arsitektur non tradisional yang bergaya arsitektur tradisional Bali Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arsitektur tradisional Bali merupakan salah satu

    dari arsitektur Bali, serta merupakan cikal bakal serta induk yang menginspirasi arsitektur

    lainnya yang ada di Bali. Arsitektur tradisonal Bali dijiwai dan dilandasi oleh ajaran Agama

    Hindu. Penjiwaan ini tercermin :

    1. Dalam proses pembangunan tradisional,

    Upacara keagamaan (sarana, mantera, rajah)

    Penentuan dimensi dan jarak (dewa-dewa Hindu)

    Penentuan hari baik/dewasa ayu (Jyotisa) 2. Dalam tata ruang dan tata letak bangunan serta

    Pola tri mandala dan sanga mandala (konsep Tri Loka dan dewata nawa sanga)

    Pola Natah (perpaduan akasa dan pretiwi)

    Orientasi hulu - teben 3. Dalam wujud bangunan

    Nama-nama ukuran yang dipilih (bhatara asih, prabu anyakra negara, sanga padu laksmi);

    Simbol dan corak ragam hias (Acintya, Kala, Boma, garuda-wisnu, angsa, dll) Arsitektur tradisional Bali sebagai perwujudan ruang secara turun temurun dapat

    meneruskan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat sesuai dengan pandangan

    dan idealismenya. Karya arsitektur tradisonal Bali mencerminkan aktivitas pemiliknya,

    dengan demikian maka modul ruang dan bentuk yang diambil dari ukuran tubuh manusia

    dan aktivitas pemiliknya.

    Di dalam arsitektur tradisonal Bali terkandung unsur-unsur : Peraturan tradisonal baik yang

    tertulis maupun lisan, ahli bangunan tradisional seperti undagi, sangging, tukang, pelukis

    serta sulinggih/pendeta. Ini mencerminkan kompleksitas rancangan arsitektur, kedalaman

    dan totalitas integrative.

    Terdapat tiga klasifikasi fungsi bangunan dalam arsitektur tradisional Bali yaitu :

    1. Fungsi peribadatan pada dasarnya berfungsi sebagai tempat pemujaan dan berbakti kepada Tuhan dan leluhur dalam rangka menguatkan dan memberdayakan hidup ini

    agar manusia dalam hidup ini menjadi lebih baik dan lebih berguana. Tempat pemujaan

    ini terdiri dari :

    Pura Kawitan dan Sanggah sebagai media mengembangkan kerukunan dalam keluarga

    Pura Kahyangan Desa sebagai media untuk mengembangkan kerukunan dalam stau territorial desa.

  • 8

    Pura Swagina sebagai media untuk mengembangkan kerukunan profesi

    Pura Kahyangan Jagat sebagai media untuk mengembangnkan kerukunan regional dan universal.

    2. Fungsi perumahan sebagai bangunan yang berfungsi untuk tempat hunian dengan segala aktivitas dan interaksinya agar manusia dapat mengembangkan potensi dan

    profesinya secara profesional dan optimal secara serasi, selaras dan seimbang. Hunian

    ini terdiri dari :

    Griya sebagai wadah hunian untuk profesi rohaniawan/sulinggih/pendeta

    Puri sebagai wadah hunian untuk pemimpin/penguasa pemerintahan

    Jero sebagai wadah hunian untuk pembantu/pejabat pemerintahan

    Umah sebagai wadah hunian untuk masyarakat umum seperti penggerak pertanian dan perdagangan.

    3. Fungsi sosial sebagai bangunan yang berfungsi untuk melakukan aktivitas secara berkelompok/bersama dalam suatu territorial tertentu baik di tingkat lingkungan

    maupun desa. Bangunan ini akan lebih berfungsi sebagai fasilitas umum dan fasilitas

    sosial budaya bagi anggota masyarakat, jenisnya antara lain sebagai berikut :

    Bale desa berfungsi sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan di tingkat teritorial desa.

    Bale banjar berfungsi sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan di tingkat lingkungan

    banjar.

    Bale teruna-teruni sebagai wadah aktivitas, kreativitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan pembinaan

    generasi muda.

    Bale subak sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan kesejahtraan dibidang pertanian.

    Pasar sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan ekonomi kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kesejahtraan desa.

    Beji sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan sanitasi desa.

    Bale bendega difungsikan oleh nelayan

    Bale sekee/perkumpulan profesi non formal

    Dan lain-lain

    2.2 Pola Tata Ruang Tradisional Bali Tata ruang tradisional Bali menyangkut berbagai wujud ruang luar yang diungkapkan

    dalam suatu wilayah (palemahan) baik antar wilayah dengan wilayah serta antara bangunan

    dengan wilayah/ruang terbuka. Fokusnya menguraikan ruang-ruang dengan radius-radius

    tertentu dalam hubungannya dengan keberadaan pura/tempat pemujaaan, ruang terbuka,

    maupun pola pemanfaatan dalam hubungannya dengan pengembangan desa dan wilayah

    untuk tujuan-tujuan tertentu seperti kepariwisataan, perekonomian, pemerintahan,

    pertanian, penyangga, kawasan konservasi dan lain sebagainya.

    Penataan pola ruang arsitektur Bali dilandasi oleh konsep-konsep dan kaidah tradisional

    seperti orientasi, tingggi rendah suatu tempat, dan hirarki tata nilai ruang. Orientasi kearah

    gunung (kaja) memiliki nilai utama, daerah dataran (tengah) memiliki nilai madya, kearah

    laut (kelod) memiliki, nilai nista. Secara hirarkis membentuk segmen : utama, madya,

    nista. Kombinasi susunan segmen utama, madya, nista pada arah utara-selatan (kaja-kelod)

    dengan arah timur-barat (kangin-kauh) akan membentuk sembilan segmen yang disebut

    Sanga Mandala. Pola perletakannya mempertimbangkan daerah ruang terbuka/palemahan,

  • 9

    sehingga diperlukan jarak-jarak bangunan terhadap lingkungan sekitar. Jarak ini

    menggunakan modul dari ukuran antropometri manusia dari ajengkal, amusti, atapak,

    adepa, apenimpugan apeneleng alit sampai apeneleng agung. Implementasi tata ruang

    akan memperhitungkan secara cermat ruang-ruang luar sebagai ruang antara bangunan satu

    dengan bangunan lainnya, terutama bangunan suci yang sakral seperti : Pura Kahyangan

    Jagat, Pura Kahyangan Tiga, Pura Swagina dan sebagainya.

    Berdasarkan atas cakupan fungsinyanya maka tata ruang tradisional Bali yang akan

    dikemukakan disini dibatasi sebanyak dua jenis yaitu :

    1. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa 2. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal (Pekarangan)

    2.3 Tata Ruang LingkunganTeritorial Desa Tata ruang lingkungan teritorial desa berpedoman pada konsep Tri Hita Karana yang

    didasarkan atas tiga arah tujuan hidup beragama menurut tradisi di Bali (Tri Para Artha :

    bhakti, punia dan asih). Tiga hal tersebut membutuhkan tata ruang yang disebut dengan

    Parhyangan, Pawongan dan Palemahan. Konsep ini sebagai landasan operasional dalam

    menata tata ruang wilayah desa yang dalam penataannya disesuaikan dengan Desa, Kala,

    Patra (tempat, waktu dan keadaan). Pola-pola yang umum dikembangkan untuk daerah

    dataran adalah pola Pempatan Agung/Catuspatha, disamping pola-pola lain seperti : pola

    desa Tenganan, pola desa Bugbug, pola desa Timbrah, pola desa Bugbug, serta pola linier

    terutama di daerah-daerah pegunungan. STRUKTUR NILAI RUANG PALEMAHAN DAN

    TATA LETAK DESA

    UTAMA

    MADYA

    NISTA

    UTA

    MA

    MA

    DY

    A

    MA

    DY

    A

    NIS

    TA

    NIS

    TA

    Gambar 1. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa

    10/12/2010 AB I, M10 6

    POLA LINGKUNGAN DESA

    PRINSIP TATA LETAK PADA PEKARANGAN

    Persil

    Bangunan Tempat Suci

    Arah Orientasi

    PRINSIP TATA LETAK PADA WILAYAH DESA

    PRINSIP TATA LETAK PADA PUSAT KOTA

    PURA

    PERMUKIMAN

    SETRA

    PRINSIP-PRINSIP TATA LETAK

    PURI/PUSAT PEMERINTAHAN

    PASAR

    TAMAN BUDAYA

    PASAR RUANG TERBUKA

    HIJAU

    TAMAN BUDAYA

    TAMAN BUDAYA

    PASAR

    RUANG TERBUKA

    HIJAU

    RUANG TERBUKA

    HIJAU PURI/PUSAT PEMERINTAHAN

    PURI/PUSAT PEMERINTAHAN

    (Utama)

    (Madya)

    (Nista)

    Gambar 2. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa

    2.4 Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal (Pekarangan) Pola tata ruang pekarangan berpedoman pada konsep Sanga Mandala, “ ruang dalam alam

    dan alam di tengah ruang” dengan Natah sebagai ruang utama/pengikat. Membangun

    arsitektur meniru Alam semesta (bhuana agung) atau meniru manusia (bhuana alit).

    Bangunan diletakkan membentuk cluster berorientasi ke tiap-tiap natah (natah Sanggah,

    Bale dan Paon) sesuai dengan fungsi masing-masing.

  • 10

    NILAI RUANG LUAR

    NATAH

    SUB

    NATAH

    RUMAH

    TRADISIOAL DESA KOTA

    NATAHNATAH

    Gambar 3. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dan territorial desa

    Konsepsi keharmonisan dengan lingkungan dapat dijabarkan atas dasar sebagai berikut :

    pengutamaan pemanfaatan potensi sumberdaya alam setempat, pengutamaan pemanfaatan

    potensi sumber daya manusia setempat dan pengutamaan penerapan potensi pola-pola fisik

    arsitektur setempat. Terdapat tata nilai yang mempengaruhi tata letak rumah tinggal dalam

    kaitannya dengan lingkungan dan fasilitas umum pada arsitektur tradisional Bali, seperti :

    rumah tidak langsung berada di hulu Bale Banjar/Pura/Puri serta rumah harus dibatasi

    dengan jalan atau tanah kosong (karang tuang)

    Tata letak rumah ditentukan juga oleh stratifikasi sosial tradisonal sehingga penataan

    menghasilkan konfigurasi sedemikian rupa sehingga rumah sulinggih/ brahmana/ pendeta

    /rohaniawan terletak di hulu/bagian yang dianggap utama, rumah penguasa (raja) di tengah

    atau ring satu di sudut catuspatha, rumah pejabat di ring kedua dan rumah rakyat di ring

    ketiga

    Konsistensi tata nilai ruang dan bangunan dapat diwujudkan dengan perletakan bangunan

    yang beragam, nilai fungsinya diserasikan dengan struktur hirarkhi nilai ruangnya,

    ketinggian lantai disesuaikan nilai fungsi bangunan sehingga ada keserasian antara nIlai

    ruang dan nIlai bangunan.

    13/12/2010 AB I, M10 18

    PENENTUAN ZONASI

    IIIIII

    IVVVI

    IX VIII VII

    I : mrajan, sumur

    II : mrajan,

    sumur,meten

    III : mrajan, sumur,

    penunggun karang

    IV : bale dangin

    V : natah, pengijeng

    VI : bale dauh,

    penunggun karang

    VII : kebun

    VIII: bale delod,

    dapur, jineng

    IX: bada, dapur,

    jineng, sumur

    UTAMA

    MADYA

    (KA)NISTA

    Gambar 4. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dengan pola sanga mandala

    10/12/2010 AB I, M10 20

    Penentuan Tata Letak Bangunan

    GURUGURU

    UMAKALA

    KALA

    SRI

    BRAHMA

    RUDRA

    INDRA

    YAMA

    meten

    bale

    delod

    bale

    dangin

    bale

    dauh

    lum-

    bung paon

    penunggun

    karang

    pengijeng

    Gambar 5. Model pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar perhitungan tradisional

  • 11

    10/12/2010 AB I, M10 9

    POLA RUMAH RAKYAT

    AA B

    B

    C

    C

    D

    EE

    FFG

    G

    F

    E/G

    B

    H

    H

    I

    J

    H

    I

    K

    L

    M

    U

    M

    N

    UMN

    U = Utama

    M = Madya

    N = Nista

    NATAH NATAH

    NATAH

    Gambar 6. Model pola-pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

    2.5 Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali Dasar-dasar ukuran dalam arsitektur tradisional Bali sebagai berikut :

    Gambar 7. Dasar-dasar ukuran bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

    Gambar 8. Dimensi tiang bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

  • 12

    Gambar 9. Dimensi tiang bangunan dan ukuran bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

    Gambar 10. Struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

    Gambar 11. Bentuk, struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

    2.6 Pengertian Konservasi Konsep konservasi atau pelestarian terdiri atas berbagai sub konsep, yaitu :

    1. Proteksi adalah memberikan perlindungan-perlindungan agar suatu tempat atupun objek terhindar dari gangguan, kerusakan-kerusakan dan penghancuran,

    2. Preservasi adalah sebagai pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa perubahan, termasuk didalamnya mencegah pengahancuran.

    3. Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat kepada keadaan yang semirip mungkin dengan keadaan semula, baik dengan menggunakan dengan bahan yang lama,

    maupun dengan menghadirkan bahan-bahan yang baru.

  • 13

    4. Restorasi bermakna sebagai usaha mrngembalikan sesuatu kepada keadaan semula tanpa melakukan tambahan-tambahan dan memasang komponen-komponen semula

    tanpa memasang bahan-bahan yang baru. Restorasi sering diidentikkan dengan

    rehabilitasi.

    5. Reparasi sebagai upaya-upaya untuk melakukan perbaikan dengan upaya yang semirip mungkin dengan aslinya,

    6. Adaptasi adalah mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, dengan menghindarkan perubahan yang drastis dan menimbulkan dampak yang

    seminimal mungkin. Dalam beberapa kasus dan kondisi, kegiatan adaptasi ini

    disetarakan dengan revitalisasi.

    Masing-masing sub konsep memiliki focus dan makna tersendiri, namun secara prinsipiil

    ada makna dasar yang merupakan koridor setiap usaha konservasi, yakni : adanya prinsip

    keutuhan dan kelestarian, adanya prinsip stabilitas dalam dinamika, adanya prinsip

    keterbukaan terhadap wawasan, teknologi dan nilai-nilai universal dari perspektif

    kesejarahan, ilmu pengetahuan dan seni. Kalau dikaitkan dengan tradisi Hindu di Bali maka

    proses konservasi itu meliputi proses utpati (penciptaan), stithi (dipertahankan) dan pralina

    (ditinggalkan), arsitektur sebagai suatu ciptaan tidak dapat terlepas dari hukum itu yang

    disebut Tri Kona.

    Cakupan pelestarian yang sudah berjalan di Indonesia hingga saat ini meliputi empat

    bidang besar, yaitu : Alam, Kesenian, Arkeologi dan Lingkungan Binaan. Untuk arsitektur

    akan tercakup dalam 2 - 3 bidang cakupan pelestarian, karena dapat mencakup seninya,

    arkeologi maupun arsitekturnya sebagai bagiandari lingkungan binaan.

    2.7 Dasar Hukum Konservasi Arsitektur Bali adalah satu wujud produk dari kebudyaan Bali, memiliki keunikan-

    keunikan yang perlu dilestarikan dengan cara melindungi dan menjaga keasliannya. Salah

    satu upaya pelestarian warisan budaya Bali ialah dengan mengaturnya dalam berbagai

    bentuk hukum, baik dalam hukum adat maupun dalam peraturan perundang-undangan.

    Kedua bentuk hukum ini mengandung keharusan dan larangan untuk menjadi pedoman

    berprilaku melestarikan produk budaya. Hukum adat terdiri atas unsur tradisi yang telah

    ada secara turun temurun dan unsur agama yang dianut oleh masyarakat, baik tertulis

    maupun tidak.

    Beberapa bentuk peraturan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak

    lansung mengatur pelestarian arsitektur Bali adalah sebagai berikut :

    1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 5 Th. 1992

    menentukan keharusan melestarikan, memanfaatkan dan memajukan kebudayaan

    nasional Indonesia, serta benda alam/buatan manusia, baik yang bisa dipindahkan

    maupun tidak. Benda cagar budaya dikuasai oleh Negara dan dalam pengelolaannya

    bisa dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, kelompok, dan perorangan demi

    kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

    Dengan adanya undang-undang ini maka secara langsung seluruh lapisan masyarakat

    berkewajiban untuk melestarikan benda-benda cagar budaya sebagai warisan budaya

    bangsa.

    2. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, pada konsiderennya menentukan bahwa desa pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum

    adat yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan nilai-nilai budaya yang hidup di Bali

    sangat besar perannya dalam bidang agama dan sosial budaya sehingga perlu diayomi,

    dilestarikan, dan diberdayakan. Dalam upaya pelestarian warisan budaya Bali desa

    pakraman berupaya untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai adat budaya masyarakat

  • 14

    Bali terutama etika, moral, dan peradaban yang merupakan inti adat istiadat dan tradisi

    masyarakat Bali agar keberadannya tetap terjaga dan berlanjut. Ini berarti juga bahwa

    arsitektur yang teraplikasi dalam tata ruang dan bangunan sebagai wujud budaya perlu

    dijaga dan dilestarikan oleh desa pakraman.

    2.8 Strategi dan Model Konservasi

    Beberapa model dari metode pelestarian dapat dilakukan dengan melakukan konservasi,

    modifikasi ataupun repetisi. Konservasi dapat dilakukan dengan beberapa sub

    konsep/variasinya yang akan dipilh/ditetapkan modelnya setelah melakukan evaluasi dan

    status dari objeknya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengubah dan atau mengganti

    sebagaian kecil bangunan agar karakter bangunannya masih nampak. Repetisi dapat

    dilakukan dengan membuat kembali bangunan yang sama sehingga dapat dianggap

    “reinkarnasi”. Repetisi dilakukan untuk : sebagai “Reinkarnasi” arsitektur tradisional Bali,

    sebagai kebutuhan sarana untuk kegiatan sosial budaya/ keagamaan dan sebagai

    kebanggaan identitas/jati diri serta koleksi. Pembangunan tradisional yang baru tujuannya

    adalah : peningkatan kualitas fungsi, peningkatan kualitas teknis dan peningkatan kualitas

    estetika.

    11-Dec-10 AB III, M2 4

    Pola Pelestarian Arsitektur Bali

    PELES-

    TARIANMODEFI-

    KASI

    KONSER-VASI

    REPETISI

    IDENTIFIKASI

    INVENTARISASI,

    EVALUASI,

    STATUS ,

    ADAPTASI

    REINKAR-

    NASI

    FORMULASIPENGENDA-LIAN

    Gambar 12. Skema model dari metode pelestarian

    12/10/2010 AB III, M5 6

    POLA PENGEMBANGAN

    EKSISTING LINGKUNGANPURA

    SETRA

    PE-

    RU-

    MAH

    AN

    PP

    P

    PP

    P

    Jalan lingkar

    Gambar 13.Model pelestarian pola lingkungan dan pengembangan

    Dalam rangka menata dan merancang lingkungan baru yang dapat menampilkan karakter

    pola lingkungan arsitektur tradisional Bali, sebagai bagian dari pelestarian maka dapat

    dilakukan langkah-lankah sebagai berikut:

    1. Adopsi dan modefikasi pola-pola lingkungan tradisional yang mapan; 2. Sesuaikan dengan kawasan pembangunan: perdesaan – perkotaan; 3. Akomodasikan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibutuhkan saat ini.

    812/10/2010 AB III, M5

    Pola Desa Bugbug

    P

    P

    P

    P

    12/10/2010 AB III, M5 10

    Pola Desa Tenganan

    Gambar 14. Model pelestarian pola lingkungan

    Desa Bugbug

    Gambar 15. Model pelestarian pola lingkungan Desa Tenganan

    P= Parkir

  • 15

    Dalam rangka penataan pola tata ruang lingkungan rumah tinggal (pekarangan) dapat

    dilakukan dengan prinsip yang dapat membangun identitas prinsip-prinsip arsitektur

    tradisional Bali, antara lain sebagai berikut :

    1. Prinsip tata ruang dan tata letak 2. Prinsip tata bangunan 3. Prinsip struktur 4. Prinsip utilitas dan ergonomi 5. Prinsip ornamen dan bahan bangunan

    12/13/2010 AB III, M6 8

    KARYA-KARYA BARU

    Modefikasi rancangan tapak, model 1

    Merajan dan pelinggih

    asli tradisional

    Bale meten dengan

    modefikasi ruang tidur

    Bale semanggen asli

    tradisional

    Modefikasi bale

    dauh

    Unifikasi paon,

    gudang, dan garase

    Gambar 16. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal (pekarangan)

    12/11/2010 AB III, M6 9

    Modefikasi rancangan tapak, model 2

    Orang

    MObil

    asli

    Modefikasi

    Gambar 17. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal pekarangan)

    2.9 Permasalahan Konservasi Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pelestarian arsitektur tradisional Bali

    antara lain :

    1. Permasalahan umum terdapat pada pemahaman tentang konservasi, dilakukan pada apa saia, oleh siapa dan kapan jangka waktunya. Kejelasan tentang hak-hak dan tanggung

    jawab dari berbagai pihak yang terlibat dan terpengaruh didalamnya.

    2. Permasalahan khususnya adalah kesepakatan tentang pemahaman konservasi, pedoman tata caranya, tenaga ahli, pemetaan objek dan pendanaan, skala prioritas serta dalam

    prakteknya masih terjadi sebaliknya yang tidak disadari/disadari banyak pihak menjadi

    agen pelanggaran prinsip konservasi.

  • 16

    BAB III METODA PENELITIAN

    3.1 Lokasi Penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan di Pakraman Bugbug Desa Bugbug Kecamatan Karangasem

    Kabupaten Karangasem.

    Gambar 18. Lokasi Penelitian

    3.2 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunaakan rancangan sebagai berikut :

    Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif, dimana data-data fisik dan non

    fisik yang terkumpul baik itu data kepustakaan maupun lapangan. Jenis data berupa data

    kuantitatif maupun kwalitatif dikompilasi, selanjutnya akan dianalisa dan dikomparasikan

    dengan data-data acuan yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisa dan

    komparasi dikaji dan disimpulkan untuk mendapatkan suatu rekomendasi.

    3.3 Prosedur Penelitian

    Secara umum, penelitian ini akan dilaksanakan dalam lima tahapan kerja, yaitu:

    1. Kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur, baik literatur mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat, desa Bali Aga, maupun dari penelitian-penelitian serupa

    yang terdahulu mengenai rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.

    PENDATAAN KOMPILASI DATA

    ANALISA DAN SINTESA

    KESIMPULAN REKOMENDASI

    DESA PAKRAMAN BUGBUG

  • 17

    2. Studi awal yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum data fisik (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) maupun data non fisik perkembangan dari unit-

    unit bangunan pada rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.

    3. Pengumpulan data primer yang berhubungan langsung dengan objek penelitian, mencakup aspek fisik dan non fisik unit-unit bangunan rumah tinggal di Desa

    Pakraman Bugbug.

    4. Pengolahan dan analisis data yang bertujuan untuk menemukan identitas rumah tinggal dan hubungannya dengan perkembangan pada unit rumah tinggal.

    5. Penarikan kesimpulan penelitian.

    3.4 Jenis dan Sumber Data

    Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang didukung

    pula oleh data kuantitatif. Jenis data yang akan dikumpulkan adalah : data primer melalui

    teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan (dilakukan pendataan, baik

    berupa tabel, pemetaan, perekaman video, dan pemotretan) ; data sekunder didapatkan

    dengan setudi pustaka melalui review terhadap materi-materi yang relevan deangan data

    dan bahasan; Analisa komparatif secara deskriptif dan sintesa untuk perumusan setrategi

    yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan

    tata bentuk) dan pola pemanfaatan rumah tinggal

    Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    1. Kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data-data awal terkait teori-teori dan reperensi yang berhubungan dengan arsitektur tradisional Bali, serta rangkaian

    tradisi-tradisi adat yang berhubungan dengan pemanfatan unit-unit bangunan pada

    rumah tinggal.

    2. Observasi dengan melakukan pengamatan untuk didokumentasikan baik dengan pencatatan maupun pemotretan dengan kamera sebagai data primer.

    3. Wawancara dengan undagi, tukang banten, pemangku dan tokoh adat secara terstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daptar pertanyaan.

    3.5 Teknik Analisis data

    Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:

    1. Identifikasi dan kompilasi data secara sistematik 2. Membuat tabulasi 3. Membuat analisa kualitatif dan kunatitatif 4. Manyimpulkan hasil

  • 18

    BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

    Rumah tinggal di Desa Bugbug terdiri dari beberapa bangunan dengan ruang-ruangnya

    yang terdiri dari tiga bagian pokok yaitu : Bagian hulu/sanggah, bagian tengah/natah dan

    bagian teben/lebuh.

    4.1 Sanggah (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)

    Sanggah sebagai tempat persembahyangan (fungsi parhyangan) terdiri dari tiga bangunan

    antar lain ; 1) Pelinggih Kemulan, 2) Pelinggih Kembar, 3) Pelinggih Kompyang/Kawitan.

    Pelinggih Kemulan

    Pelinggih Kemulan terletak pada sudut timur laut dari sanggah, menghadap ke selatan,

    tertutup pada tiga sisinya, sedangkan pada sisi selatannya terdapat pintu masuk dan dinding

    dengan setengah terbuka. Pelinggih Kemulan memiliki tiga rong/ruang pada sisi timur

    berjejer dar utara ke selatan menghadap ke barat. Pada sisi utara terdapat 9 rong, berjejer

    dari timur ke barat menghadap ke selatan, rong ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu tujuh

    rong di sebelah timur dan dua rong disebelah baratnya. Pada Sanggah Kemulan total

    terdapat 12 rong yang masing-masing memiliki fungsi dan maknanya. Fungsi pelinggih ini

    sebagai stana Batara Hyang Guru dan Pengayatan Dewata. Pada bagian bawah rong

    terdapat bale-bale. Pelinggih Kemulan secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu :

    bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari

    kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 6, lambang sineb, anjan, sunduk-sunduk

    dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai

    ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium

    disisi utara dan selatan, serta dua bidang segitiga pada sisi timur dan barat, kemiringan atap

    lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan

    menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang

    Gambar 19. Lay Out Rumah Tinggal di Desa Bugbug

  • 19

    iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk

    satu kesatuan bidang.

    Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan

    dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

    propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi Pelinggih Kemulan. Dinding

    merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi

    bataran mengikuti filosofi tertentu.

    Bagian tepas terbuat dari batuan diplester membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada

    sisi selatan.

    Pelinggih Kompyang/Kawitan

    Pelinggih ini terletak disebelah selatan kemulan, menghadap ke barat. Pelinggih ini

    memiliki dua rong/ruang dan dibawahnya terdapat bale. Pelinggih ini sebagai stana

    leluhur/Kawitan. Secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan

    sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang

    merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb, sunduk-sunduk dan bale sebagai

    pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah

    pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari empat bidang segitiga pada sisi-

    sisinya, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya

    merupakan rangka bidang, terdapat petaka yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan

    oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

    Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan

    dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

    propilan. Batur merupakan struktur masip terbuat dari batu dengan ketebalan 25 – 50 Cm.

    Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu, dengan tinggi 60 Cm.

    Pelinggih Kembar

    Pelinggih Kembar terletak disebelah barat kemulan menghadap ke selatan. Pelinggih ini

    memiliki dua rong/ruang dan dibawahnya terdapat bale. Pelinggih Kembar sebagai stana

    leluhur dan dewata terkait dengan keberadaan kembar. Pelinggih Kembar secara morfologi

    terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur

    rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang

    sineb, sunduk-sunduk dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan

    makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk

    dari empat bidang segitiga pada sisi-sisinya, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup

    atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang, terdapat petaka yang memegang iga-

    iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu

    kesatuan bidang.

    Gambar 20. Pelinggih Kemulan di Desa Bugbug

  • 20

    Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan

    dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

    propilan. Batur merupakan struktur masip terbuat dari batu dengan ketebalan 25 – 50 Cm.

    Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu, dengan tinggi 45 Cm.

    4.2 Natah (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)

    Natah sebagai tempat aktivitas profan (fungsi pawongan), disini beberapa bangunan antara

    lain ; 1) Penunggun Karang, 2) Bale Daja, 3)Bale Dangin, 4) Paon, 5) Klumpu, 6) Loji, 7)

    Kamar Mandi dan WC.

    Penunggun Karang

    Penunggun Karang terletak di tengah natah pada bagian hulu menghadap ke selatan,

    sebagai hulunya natah. Fungsinya sebagai sebagai pelinggih stana Sang Hyang Durga

    Manik, bermakna sebagai sebagai simbul Predana sedangakan kemulan sebagai simbul

    Purusa.

    Bale Daja

    Bale daja terletak disebelah barat sanggah, berhulu ke utara menghadap ke selatan.

    Bangunan bale daja memiliki beberapa tipe yaitu meten sakaulu, meten sakaroras ataupun

    gunung rata saka 22. Bale daja berfungsi sebagai tempat tidur untuk orang tua dan dapat

    pula sebagai gedong simpen. Pada bale meten sakaulu memiliki 8 tiang berjajar

    memanjang timur barat. Dikelilingi tembok pada keempat sisinya, pintu masuk di bagian

    tengah di sisi selatan. Di dalamnya terdapat dua bale masing-masing satu bale di sisi timur

    dan satu bale disisi barat. Secara morfologi bale daja terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian

    tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu

    yang merupakan tiang/saka jumlahnya 8, lambang sineb, anjan, sunduk-sunduk dan bale

    sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai

    ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium

    disisi utara dan selatan, serta dua bidang segitiga pada sisi timur dan barat membentuk

    kampiyah, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari genteng, dimana

    sebelumnya terbuat dari alang-alang. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan

    menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang

    iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk

    satu kesatuan bidang.

    Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan

    dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

    propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi bangunan. Dinding

    merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi

    bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 90 Cm

    Gambar 21. Bale Meten dan Bale Dangin Desa Bugbug

  • 21

    Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose

    membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi selatan.

    Bale Dangin

    Bale dangin terletak disebelah selatan sanggah, berhulu ke timur menghadap ke barat.

    Bangunan bale dangin memiliki beberapa tipe yaitu bale sakanem, bale sakaulu, dan bale

    gede saka 12. Bale dangin berfungsi sebagai tempat upacara yadnya dan dapat sebagai

    tempat tidur, tempat mempersiapkan upacara dan bertamu. Pada bale dangin saka

    roras/bale gede memiliki 12 tiang, masing-masing berjajar 4 tiang utara selatan dan berjajar

    3 tiang barat timur. Dikelilingi tembok pada ketiga sisinya yaitu disisi utara, timur dan

    selatan, pada sisi bagian barat terbuka. Di dalamnya terdapat dua bale masing-masing satu

    bale di sisi utara dan satu bale disisi selatan. Sedangkan di tengah-tengah bale, memanjang

    utara selatan terdapat pembatas semi permanen (knockdown), dimana pada bagian

    tengahnya menghadap ke barat terdapat pintu masuk ke dalam. Di luar pada bagian terbuka

    disisi barat terdapat dua buah bale masing-masing satu bale disisi utara dan satu bale disisi

    selatan yang menyatu dengan bale yang didalam. Secara morfologi bale dangin terdiri dari

    tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang

    terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 12, lambang sineb,

    sunduk-sunduk, lenggatan dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan

    makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk

    dari empat bidang segitiga pada keempat sisi, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan

    penutup atap kini terbuat dari genteng, dimana sebelumnya beratp alang-alang. Strukturnya

    merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur.

    Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit

    dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

    Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan

    dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

    propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi Pelinggih Kemulan. Dinding

    merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi

    bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 84 Cm.

    Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose

    membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi barat.

    Klumpu

    Bangunan Klumpu terletak pada sisi barat dengan posisi memanjang utara selatan, berhulu

    ke utara. Klumpu merupakan bangunan lumbung dengan 4 tiang, berfungsi untuk

    menyimpan hasil bumi sebagai logistik rumah tangga pada bagian atasnya. Pada bagian

    bawahnya difungsikan untuk akvitas sehari-hari. Secara morfologi klumpu terdiri dari tiga

    bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang

    terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb,

    sunduk-sunduk, lenggatan dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan

    makna tertentu yaitu dengan panjang 14 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk

    limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium disisi barat dan timur, serta dua bidang

    elips pada sisi selatan dan utara membentuk kampiyah, kemiringan atap lebih dari 50°,

    bahan penutup atap dari seng, dimana sebelumnya terbuat dari alang-alang. Strukturnya

    merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi utara dan selatan..

    Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit

    dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

    Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan

    dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

  • 22

    propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi bangunan. Dinding

    merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi

    bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 35 Cm

    Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose

    membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi timur.

    Dapur, Kamar Mandi dan Loji

    Merupakan bangunan yang sudah dimodifikasi baik itu struktur, material, ruang dan

    bentuknya. Bangunan ini berfungsi sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan-

    kebutuhan yang belum dapat diakomodir oleh bangunan-bangunan sebelumnya. Modifikasi

    yang dilakukan masih memperhatikan batasan-batasan wajar sehingga secara umum masih

    mampu tertintegrasi dengan banguna lainnya.

    4.3 Lebuh (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)

    Lebuh merupakan area yang berfungsi profane dan mnjadi ruang transisi antara rumah

    dengan lingkungannya (Fungsi Palemahan). Bagian ini terdiri dari tiga bagian antara lain :

    1) Kori, 2) Lebuh, dan 3) Penyengker.

    Kori

    Kori sebagai pintu masuk pekarangan, dipilih posisinya sehingga dianggap

    menguntungkan, dengan demikian diharapkan menciptakan keamanan rumah dan

    kelancaran aktivitas. Secara morfologi kori terbentuk dari tiga bagian bataran, pengawak

    dan rahab. Bataran kebawah sebagai bagian yang berhubungan dengan pondasi dan tangga,

    sedangkan keatas berhubungan dengan pengawak. Pada bagian pengawak terdapat

    beberapa bagian seperti : bolong kori, pengawaknya sendiri, panak/kampid dara, pungsed

    dan linggih dewata. Bolong kori/pintu/jalan kelur masuk terbuat dari kayu dengan terdiri

    dari ulap-ulap/dedanga/ambang atas, jajeneng/tiang pintu, telundagan/ambang bawah dan

    don/obag-obag/daun kori. Rahab sebagai bagian paling atas yang berfungsi untuk

    mengatapi kori sehingga melindunginya dari cuaca.

    Struktur kori merupakan struktur masip, dimana pondasinya menggunakan sistem pondasi

    titik dan terbuat dari batu dan perekat semen ataupun kapur. Pengawaknya merupakan

    system struktur kulit, dimana pusat kekuatannya ada pada bagian luar, bahan yang

    digunakan batu, batu bata, citakan, batu pada, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut dapat

    dipasang ekspose maupun diplester dengan ornmaen-ornamen pepalihan, pepatraan

    Gambar 22. Kori dngan Ornamennnya di Desa Bugbug

  • 23

    maupun kekarangan. Pada bagian dalam pengawak hanya merupakan bahan pengisi yang

    disesuaikan dapat terdiri dari tanah dan bahan lainnya. Bagian atap dapat berupa struktur

    rangka bidang dengan bahan kayu dan penutup alang-alang, genteng, daun kelapa dan lain-

    lain. Untuk sistem atap yang berstruktur masip dapat menggunakan bahan antara lain batu

    alam maupun bahan lain yang diplester dengan semen maupun kapur.

    Lebuh

    Lebuh merupakan ruang terbuka yang terletak di depan kori yang menjadi ruang transisi

    dari rurung/marga kedalam pekarangan maupun sebaliknya. Kori berfungsi sebagai untuk

    wadah aktivitas baik sacral maupun profan, dapat dimanfaatkan secara semi privat. Lebuh

    akan terbentuk dari struktur maupun material sederhana, karena hanya sebuah lantai. Dapat

    terbuat dari tanah maupun material keras seperti batu-batuan.

    Penyengker

    Penyengker sebagai pagar pembatas pekarangan dengan pekarangan lainnya, dengan

    rurung maupun marga. Penyengker mengamankan dan memberi rasa aman kepada

    penghuni rumah. Penyengker menggunakan struktur masip yang menerus sepanjang pagar,

    struktur ini terbuat dari batu, bata maupun batuan lainnya baik diekspose maupun dilapisi

    kulit. Pada penyengker terdapat pertemuan disudut-sudunya yang disebut dengan padu

    raksa. Pada pertemuan sudut dan bagian tengah dari tembok pada jarak tertentu diberikan

    penebalan yang disebut dengan pilar untuk memberikan penguatan dan rasa estitika,

    sehingga kelihatan indah dan kokoh. Pada tembok, pilar dan paduraksa terdapat hiasan dan

    ornamen seperti : pepalihan, peplok, penyu kambang, telaga ngembeng dan lain-lain

  • 24

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, anatara lain sebagai berikut :

    a. Ruang-ruang pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki

    hirarki dan tata nilai jelas seperti hulu teben dan pola natah

    b. Bentuk arsitektur pada rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki hirarki

    dan tata nilai kepala, badan dan kaki sebagai ceriman konsep tri angga.

    c. Struktur arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki struktur yang

    memnuhi prinsip stabilitas, kekuatan, ekonomis, fungsional dan estetis.

    d. Pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki konsep penggunaan material local yang kuat.

    5.2 Saran

    Dari penelitian ini dapat disampaikan beberapa saran, anatara lain sebagai berikut :

    a. Ruang-ruang, bentuk, struktur dan material pada arsitektur rumah tinggal di Desa

    Pakraman Bugbug memiliki konsep dan tata nilai jelas seperti hulu teben, pola

    natah, tri angga penggunaan material local dan lain-lain oleh karena itu perlu

    dipertahankan dan dan dapat dikembangkan.

    b. Penelitian ini hanya mengamati di permukaan yang tampak, oleh karena itu untuk

    mendapatkan hasil yang holistic dan mendalam perlu upaya-upaya penelitian yang

    lebih intensip.

  • 25

    Daftar Pustaka

    Anandakusuma, Sri Rsi. 1979. Wariga Dewasa. Denpasar: Morodadi.

    Budiharjo, Eko. 1995. Architectural Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press.

    Dinas PU Prop. Dati I Bali; 1989; Perencanaan Konservasi Lingkungan Desa Tradisional

    Desa Bugbug. Dati II Karangasem; Bali.

    Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat I Bali. 1984. Rumusan Arsitektur Bali. Denpasar :

    Pemda Tk. I Bali.

    Gelebet, I N. dkk.. 1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Proyek

    Inventarisasi Kebudayaan Daerah Kanwil Depdikbud Propinsi Bali.

    Jiwa, I B N.. 1992. Kamus Bali Indonesia: Bidang Istilah Arsitektur Arsitektur Tradisional

    Bali.

    Denpasar: Upada Sastra

    Kaler, I G. K. 1982. Butir-butir Tercecer Tentang Adat Bali, Jilid II. Denpasar: Bali

    Agung.

    Kumpulan Materi, 2004. Program Inovatif TOT (Training of Trainer) Konservasi Warisan

    Budaya Bali, Dinas Kebudayaan Pemerintah Propinsi Bali,. Denpasar.

    Parimin, Ardi P. 1986. Envvironmental Hierarchy of Sacred Profane Concept in Bali.

    Pesta Kesenian Bali XIX, 1997. Arsitektur Masyarakat Bali dalam Berbhuana. FT Unud,

    PITB Bali, IAI Bali, Inkindo Bali.

    Putra, I G.M. 2009. Kumpulan Materi Arsitektur Bali. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

    Universitas Udayana.

    Schaareman, Danker. 1986, Tatulingga : Tradition and Contuniutty, An Investigation in

    Ritual and Social Organization in Bali. Basel.

    Susanta, I Nyoman. 2013. Kori Sebagai Kearifan Lokal di Karangasem (Studi Kasus di

    Desa Adat Perasi). Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara.

    Prosseding. Udayana Press. Denpasar.

    Susanta, I Nyoman., Darmayadnya, A.A. G. 2010. Pelestarian Tata Ruang Tradisional

    Bali. Seminar Nasional Pola Ruang Tradisional. Departemen Pekejaan Umum.

    Denpasar.

    Susila Patra, I M. 1985. Hubungan Seni Bangunan Dengan Hiasan Dalam Rumah Tiggal

    Adat Balai. Jakarta: PN Balai Pustaka

    Tim Peneliti Pola-pola Arsitektur Tradisional Bali. 1979. Arsitektur Tradisional Bali.

    Denpasar: Bappeda Tingkat I Bali.

    Terjemahan Lontar Bidang Arsitektur L.01.T., Darmaning Hasta Kosala (Gedong Kertya No. 361), asal Marga, Tabanan.

    Terjemahan I Ketut Gunarsa, Koleksi BIC Bali.

    L.02.T., Hasta Bumi (Gedong Kertya No. 243), asal Abian Semal, Badung. Terjemahan I

    Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali.

    L.03.T., Hasta Kosali (Gedong Kertya No. 231), asal Uma Abian, Marga Tabanan.

    Terjemahan I Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali

    Lontar, Bhama Kertih, 2000. Denpasar : Kantor Dokumentasi Budaya Bali Propinsi Bali.

    Asal Matring Petak Gianyar. Terjemahan A.A. Ngr. K. Suweda.

    L.06.T., Hasta Patali (Lontar di Pustaka Gedong Kertiya No. 204), Singaraja

  • 26

    Lampiran 1. Anggaran Biaya

    Kegiatan penelitian ini didanai dari DIPA Jurusan Arsitektur Tahun Anggaran 2015. Total

    anggaran yang diajukan adalah Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ringkasan dari

    anggaran yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rencana Anggaran Biaya Kegiatan Penelitian

    ‘Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa Pakraman Bugbug, Desa

    Pertima, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem‘

    No. Jenis Pengeluaran Biaya yang

    Diusulkan (Rp)

    1. Biaya bahan 2.250.000

    2. Konsumsi 1.350.000

    3. Biaya Perjalanan 1.500.000

    4. Penggandaan 500.000

    5. Penyelenggaraan seminar 500.000

    6. Honorarium 3.900.000

    JUMLAH TOTAL : 10.000.000

  • 27

    Lampiran 2. Jadwal Kegiatan

    Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung selama 4 bulan. Rincian dan jadwal

    kegiatan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Jadwal Kegiatan Kegiatan Penelitian

    ‘Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa Pakraman Bugbug, Desa

    Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem‘

    No. Jenis Kegiatan Bulan Juni 2015 Bulan Juli 2015 Bulan Agustus 2015 Bulan Septeber 2015

    I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

    1. Persiapan (observasi pendahuluan, pembuatan checklist pendataan,

    rekrutment tenaga lapangan, studi

    pustaka)

    2. Pendataan

    3. Analisa data dan pembahasan

    4. Penyusunan dan penggandaan

    Laporan Akhir

    5. Penyerahan laporan

  • 28

    Lampiran 3. Justifikasi Anggaran

    A. Bahan Habis

    I. ATK dan bahan habis pakai Volume Satuan Harga Satuan

    (Rp)

    Jumlah

    (Rp)

    1. Amplop folio coklat isi 100 10 Kotak 28.000 280.000

    2. Kertas HVS A4 80 gr. 10 Rim 45000 450.000

    3. Lim kertas UHU 2 Bh 5.000 10.000

    4. Map box file Bantek 15 Kotak 24.000 360.000

    5. Potocopy 1 Ls 550.000 550.000

    6. Tinta HP. Laser Jet P 1006 black 2 Bh 300.000 600.000

    Jumlah A. I. 2.250.000

    II. Konsumsi Volume Satuan Harga Satuan

    (Rp)

    Jumlah

    (Rp)

    1. Konsumsi Nasi Kotak 30 Kotak 20.000 1.000.000

    2. Konsumsi Snack 35 Kotak 10.000 350.000

    Jumlah A. II. 1.350.000

    B. Perjalanan

    No Keterangan/Transportasi local Volume Satuan Harga Satuan

    (Rp)

    Jumlah

    (Rp)

    1. Sewa kendaraan untuk survey 3

    hari

    3 Ls 500.000 1.500.000

    Jumlah B 1.500.000

    C. Penggandaan Laporan Penelitian

    No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan

    (Rp)

    Jumlah

    (Rp)

    1. Penggandaan draft laporan

    penelitian

    10 Bh 25.000 250.000

    2. Penggandaan draft final laporan

    penelitian

    10 Bh 25.000 250.000

    Jumlah C 500.000

    D. Penyelenggaraan Seminar

    No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan

    (Rp)

    Jumlah

    (Rp)

    1. Snack peserta 40 Kotak 6.500 260.000

    2. Penggandaan makalah seminar 40 Eks 6.000 240.000

    Jumlah D 500.000

    E. Honorarium

    No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan

    (Rp)

    Jumlah

    (Rp)

    1. Peneliti Utama 40 OJ 50.000 2.000.000

    2. Peneliti Madya 76 OJ 25.000 1.900.000

    Jumlah E 3.900.000