Upload
vongoc
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDETIFIKASI GEN PENGONTROL SIFAT POLLED SAPI BALI PADA
LOKUS Interferom Gamma Receptor 2 (IFNGR2) DENGAN METODE PCR-
RFLP
SKRIPSI
OLEH :
HASMAN
I111 12 256
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
i
IDETIFIKASI GEN PENGONTROL SIFAT POLLED SAPI BALI PADA
LOKUS INTERFEROM GAMMA RECEPTOR 2(IFNGR2) DENGAN
METODE PCR-RFLP
SKRIPSI
OLEH :
HASMAN
I111 12 256
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
ABSTRAK
Hasman. I111 12 256. Idetifikasi Gen Pengontrol Sifat PolledSapi Bali Pada
Lokus Interferom Gamma Receptor 2(IFNGR2) Dengan Metode PCR-RFLP.
Dibawah bimbingan Sudirman Baco sebagai pembimbing utama dan Lellah
Rahim sebagai pembimbing anggota.
Pengembangan sapi Bali telah tanpa tanduk (Polled) belum ada informasi yang
menjelaskan penyebab terjadinya sifat Polled sehingga dilakukanlah penelitian ini
dengan tujuan untuk mengetahui gen pengontrol sifat Polled sapi Bali pada lokus
IFNGR2. Sampel yang digunakan terdiri dari 11 sampel darah sapi Bali Polled
dan 89 sampel darah sapi Bali bertanduk. Variasi genetik diidentifikasi
menggunakan teknik polymerase chain reaction restriction fragment length
polimorphism (PCR-RFLP). Keragaman gen IFNGR2 dideteksi dengan
pemotongan amplimer menggunakan enzim retriksi HaA1. Hasil penelitian
didapatkan gen yang seragam (monomorfik) dengan bergenotipe homozigot BB
yang memiliki panjang fragmen 303 pb dan 690 pb. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa tidak ditemukan gen pengontrol sifat Polled sapi Bali pada
lokus IFNGR2.
Kata kunci: Keragaman Genetik, IFNGR2/HaA1, Sapi Bali Polled
v
ABSTRACT
Hasman. I111 12 256. Identification of the Polled Control Genes of Bali cattle at
Locus Interferom Gamma Receptor 2 (IFNGR2) With PCR-RLFP Method. Under
duegance by Sudirman Baco as the main supervisor and Lellah Rahim as the co
supervisor.
Development of hornless Bali cattle there is no information that explains the cause
of the Polled nature, so the research was done in orderto find the gene controlling
the nature ot the Bali cattle in the IFNGR2 lokus. The sample used compound 11
samples blood Bali Polled cattle and 89 samples blood Bali horned catlle. Genetic
variation was identified use technical polymerase chain polymorphism length of
reaction restriction fragments (PCR-RLFP). The IFNGR2 gene diversity was
detected by amplification amputation using the HaA1 restriction enzyme. The
results showed a uniform (monomorphic) gene with homozygous BB that has a
fragmentlength of 303 bp and 690 bp. The result of this research can be concluded
that there are no control genes for bovine Bali Polle catllein the IFNGR2 locus.
Keywords:Genetic polymorphisms, IFNGR2/HaA1, Bali Polle catlle.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah subhanahuwata’ala,
atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Idetifikasi Gen Pengontrol Sifat Polled Sapi
Bali Pada Lokus Interferom Gamma Receptor 2 (IFNGR2) Dengan Metode
PCR-RFLP” sebagai salah satu tugas akhir. Dalam penulisan skripsi ini tidak
sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa dukungan, motivasi,
nasehat, dan bantuan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
bapakProf. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc. Sebagai pembimbing utama dan Prof.
Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. Selaku pembimbing anggota, yang telah membagi
ilmunya dan banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan
memberikan nasihat serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Jasa beliau akan
terkenang dalam lembaran kehidupan pribadi penulis dan semoga Allah
membalasnya dengan yang lebih baik dan meridhai setiap amal ibadahnya.
Kepada kedua orang tua saya Syamsirdan Jaria sertakeluarga besar Oze
terimakasih atas segala perhatian dan kasih sayang, bantuan materi maupun non
materi yang tak ternilai harganya serta doa-doa yang senantiasa dipanjatkan.
Dan pada kesempatan ini pula dengan segala keikhlasan dan kerendahan
vii
hati penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I, II dan III dan seluruh
Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan
Bapak/Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
2. Untuk Penasehat Akademik saya Dr. Fatma Maruddin, S. Pt., MP.serta
seluruh kalangan civitas akademik yang tak mampu saya sebutkan, terima
kasih atas seluruh partisipasi dan dukunganya yang dari awal hingga akhir
telah banyak membantu.
3. Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc., Prof. Rr. Sri Rachma A. Bugiwati, M.Sc., Dr.
Muhammad Andi Ihsan Dagong, S.Pt, M.Si Selaku Dosen pembahas/penguji,
yang begitu bijak dalam memberikan masukan/saran untuk mempermudah
dalam perbaikan penulisan skripsi penulis. Semoga beliau tetap diberikan
perlindungan Allah .
4. Dr. Zulkarnaim, S.Pt, M.Si., yang selalu mendampingi dan membimbing
selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai.
5. Bidikmisi yang sangat membantu dari segi finansial penulis selama berkuliah.
6. Tim Penelitian Erwin Jufri, Muh. Arman Dian Bahari, Radinda Dwi
Chaerunnisa dan Dinda Adam.
7. Sahabat seperjuangan angkatan 2012 “FLOCK MENTALITY” yang selalu
setia dari awal dan untuk selamanya.
8. Sahabat tercinta Abd Rahim Harianto, S.Pt., Jihadul Haq, S.Pt, Tri Astuti
Muhaimin, S.Pt., Sukandi, S.Pt., Mursalim Bakri, Herdi Dwibowo, S.Pt.,
Zulkarnaim, S.Pt., Rahmat Hidayat, S.Pt., Andi Tenri Khaerani, S.Pt, Andi
viii
Ikbal Nurman, Padu L Pasampang, Khaerul Akbar, S.Pt., Rahmawati, S.Pt.,
Muh. Uriya, Muh, Yasin, S.Pt,. Suptapto, S.Pt., Syaifullah Buhakim, Anwar
Anshari, Andi Kanzul, S.Pt., Zuhal Natsir, Muh. Fajrul, S.Pt., Tilawati, S.Pt.,
Fathul Khaer, Agus Maulana S.Pt., Andi Darmawan Wicaksono, S.Pt.,
Ichwan Husain Rengga, S.Pt., Ibnu Hadi, S.Pt., Muh. Yasin, S.Pt., Erick
Dondatu, S.Pt., dan yang tidak sempat ditulis oleh penulis.
9. Kakanda Nurul Purnomo, S.Pt, dan Kak Tri terima kasih atas bantuannya
selama menjalani penelitian di Lab Bioteknologi Terpadu Fakultas
Peternakan Unhas.
10. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak, HPMM Kom.
UNHAS, Lab. Ternak Perah, HARMOKO, IPS 1 Alumni 2012 MAN Baraka
terimah kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama jadi
mahasiswa.
11. Anak kandang Animal Centre yang selalu memberi semangat.
12. Angkatan 2006, 2007, 2008 (Bakteri), 2009 (Merpati), 2010 (Lion), 2011
(Solandeven), 2013 (Larva), 2014 (Ant), dan 2015 (Rantai) yang telah
memberiakan ilmu serta pengalaman diluar akademik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, karena itu mohon maaf atas kekurangan ini. Semoga kita tetap
diberi kesehatan dan kekuatan dalam menuntut Ilmu. Dari itu Saran dan kritik
yang membangun dari pembaca akan membantu kesempurnaan dan kemajuan
ilmu pengetahuan.
Makassar, Oktober 2017
ix
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Sapi Bali ............................................................... 3
Sifat Polled pada Sapi Bali ................................................................ 6
Keragaman Genetik ........................................................................... 7
Metode PCR-RFLP ............................................................................ 8
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 12
Alat dan Bahan .................................................................................. 12
Tahapan Penelitian............................................................................. 12
Analisis Data ...................................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen IFNGR2 pada Sapi Bali ......................................... 17
Keragaman Gen IFNGR2 pada Sapi Bali dengan Enzim Retriksi HaA1
dengan Metode PCR-RFLP ............................................................... 18
Frekuensi Genotipe dan Alel ............................................................. 19
Nilai Heterozigositas ......................................................................... 20
x
PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................ 22
Saran .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
No.
Teks
1. ..................................................................................................... Urutan
asam dan ukuran primer Lokus IFNGR2 ............................................. 14
2. ..................................................................................................... Frekuen
si Genotipe dan Alel Lokus IFNGR2 ................................................... 20
3. ..................................................................................................... Nilai
Heterozigositas Pengamatan dan Heterozigositas Harapan ................. 21
Halaman
xii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
1. ..................................................................................................... Hasil
Amplifikasi Gen IFNGR2 pada Mesin PCR ........................................ 17
2. ..................................................................................................... Visualis
asi PCR-RFLP Gen IFNGR2 dengan Enzim HaA1 ............................ 19
Halaman
xiii
1
PENDAHULUAN
Dalam pengembangan sapi potong lokal telah ditemukan sapi Bali tanpa
tanduk atau yang biasa diistilahkan sapi Polled. Sifat Polled ini merupakan sifat
genetik yang tidak ditumbuhi tanduk secara alami yang disebabkan faktor genetik
yang tidak normal. Keuntungan dari sifat Polled ini yaitu mempermudah dalam
manajemen pemeliharaan, karena sifat Polled ini maka tidak perlu lagi dilakukan
pemotongan tanduk (Dehorning) yang membutuhkan biaya lebih. Namun dalam
pengembangan sapi Bali Polled sampai saat ini belum ada hasil penelitian atau
informasi yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya sifat Polled ini.
Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya sifat
Polled yaitu dengan menggunakan teknologi penanda molekuler (DNA Marker).
Teknologi molekuler telah banyak digunakan dalam penelitian terutama dalam
pengkajian potensi genetik sapi Bali, seperti pada pengkajian gen-gen pengontrol
sifat-sifat produktif, pertumbuhan, reproduksi, daya adaptasi serta keunggulan-
keunggulan lainnya pada sapi Bali.
Salah satu metode penciri genetik (genetic marker) yang dapat digunakan
untuk mengetahui adanya keragaman sekuens DNA yaitu dengan menggunakan
metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism
(PCR-RFLP).PCR-RFLP adalah metode yang dikembangkan untuk menvisualisai
perbedaan pada level DNA yang didasarkan pada pemotongn menggunakan
enzim tertentu. Enzim pemotong akan memotong situs tertentu yang dikenali oleh
enzim tersebut. Situs enzim pemotong tersebut kemudian akan berubah karena
adanya mutasi atau perpindahan karena genetic rearrestrictionment. Proses ini
2
menyebabkan terbentuknya fragmen-fragmen DNA yang berbeda ukurannya dari
satu organisme ke organisme lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengidentifikasi keragaman genetikpengontrol sifat Polled pada sapi Balidengan
menggunakan metode (PCR-RFLP)yang diharapkan dapat memberikan informasi
dalam pengembangan sapi lokal Polled.
Tujuan penelitianadalah untuk mengetahuigenpengontrolterjadinya sifat
Polledsapi Bali. Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi
kepada peneliti, peternak dan pemegang kebijakan dalam pengembangan sapi
potong lokal khususnya pada sapi Polled.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Sapi Bali
Ternak sapi memberikan kontribusi cukup besar dalam penyediaan daging
nasional. Berdasarkan produksi daging nasional 2008, kontribusi daging sapi
mencapai lebih dari 352 ribu ton, yaitu sekitar 16,2% dari total produksi daging
nasional dari beberapa komoditas ternak, dan menempati peringkat kedua setelah
produksi daging unggas (Ditjennak, 2009).
Sejarah Perkembangan Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi hasil domestikasi dari banteng (bibos banteng/
bibos sondaicus/ bibos javanicus) berabad-abad yang lalu (Hardjosubroto,
1994).Menurut Wello (2011) sapi Bali mempunyai taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata / Vertebrata (bertulang belakang)
Class : Mammalia (menyusui)
Ordo : Ungulata (berkuku)
Sub ordo : Artiodactila (berkuku genap)
Golongan : Ruminansia (memamah biak)
Famili : Bovidae (bertanduk berongga)
Genus : Bos (cattle)
Spesies : Bos sondaicus
4
Sapi Bali didomestikasi petama kali di Pulau Bali. Hal ini menunjukkan
bahwa sapi Bali sudah dipelihara oleh nenek moyang masyarakat Bali sejak
berabad-abad yang lalu, sehingga ternak ini sudah menjadi ciri khas Daerah Bali.
Sapi Bali telah menyebar hampir seluruh wilayah Indonesia, namun yang masih
terjamin kemurnian genetiknya adalah yang di Bali (Handiwirawan dan
Subandriyo,2004)
Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa sapi Bali satu family dengan
subgenus , genus bos, dan bovidae. Diduga sapi Bali berasal dari pulau Bali,
meskipun banyak ditemukan di Sulawesi, Lombok, Timor dan daerah lainnya di
Indonesia. Namun sebagian juga sapi Bali ditemukan di Malaysia,
Filipina,Semenanjung Cobourg bagian utara Astralia (Kirby, 1979). Sapi Bali
dapat ditemukan dikebun-kebun binatang dan taman safari di luar negri, secara
liar dan terpelihara juga dapat dilihat di hutan-hutan tropis (Talib dkk., 1998).
Karakteristik Sapi Bali
Hardjosubroto (1994)karakteristik yang harus dipenuhi dari ternak
sapiBali murni yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas,
dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku,
bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis
hitam yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang
paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok pada yang betina bentuk tanduk
yang ideal yang disebut manggul gangsa dan berwarna hitam.
Salah satu karakter lain pada sapi Baliyakni perubahan warna sapi jantan
kebirian dari warna hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda
5
keemasan yang diduga karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil
produk testestersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testes
(Darmadja, 1980).
Warna sapi Bali adalah merah bata, akan tetapi pada jantan akan berubah
menjadi kehitaman. Perubahan warna tersebut akan mulai terlihat pada umur 15
minggu dan akan mulai terjadi pada empat titik tertemtu yaitu pada leher bawah,
hidung, tengkuk dan carpus. Secara lambat perubahan tersebut akan menyebar ke
bagian belakang dan akhirnya akan mencapai bawah perut dan kaki belakang.
Namun jika sapi jantan dikastrasi empat bulan kemudian secara perlahan akan
kembali menjadi merah bata mulai dari belakang hingga kedepan dan selama satu
tahun akan kembali menjadi merah bata sempurna (Haryana, 1989).
Sapi Bali asli mempunyai bentuk dan karakteristik yang sama dengan sapi
banteng. Morfologi dan ciri-ciri fisik sapi Bali adalah sebagai berikut, warna bulu
pada badannya akan berubah sesuai usia dan jenis kelaminnya sehingga termasuk
hewan dimorphism-sex (bulu berubah warna sesuai usia dan jenis kelamin). Pada
saat masih pedet, bulu badannya berwarna sawo matang sampai kemerahan,
setelah dewasa sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan
sapiBali betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah
batamenjadi coklat tua atau hitam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin, sejak
umur 1,5 tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3 tahun. Warnahitam dapat
berubah menjadi coklat tua atau merah bata apabila sapi itudikebiri, yang
disebabkan pengaruh hormon testosteron.Kaki di bawah persendian karpal dan
tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya
6
dan pada paha bagian dalamkulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white
mirror)(Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Warna bulu putih juga dijumpai pada bibir atas/bawah, ujung ekor dan tepi
daun telinga.Kadang-kadang bulu putih terdapat di antara bulu yang coklat
(merupakan bintik-bintik putih) yang merupakan pengecualian atau
penyimpanganditemukan sekitar kurang dari 1%. Bulu sapi Bali dapat dikatakan
bagus(halus) pendek-pendek dan mengkilap. Badan berukuran sedang dan bentuk
badan memanjang, padat dan dada yang dalam. Tidak berpunuk dan seolah tidak
bergelambir. Kakinya ramping, agak pendek menyerupai kaki kerbau. Pada
punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis memanjang dari
gumba hingga pangkal ekor. Cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekor berwarna
hitam. Tanduk pada sapi jantan tumbuh agak kebagian luar kepala, sebaliknya
untuk jenis sapi betina tumbuh kebagian dalam (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Sifat Polled Pada Sapi
Ternak sapi yang tanduknya tidak tumbuh secara alami diistilahkan
sebagai sapi Polled. Sifat tidak tumbuhnya tanduk pada sapi terjadi dalam dua
kondisi, yaitu dikatakan polled jika tanduk tidak tumbuh secara alami dan kondisi
scurs yakni tidak tumbuhnya tanduk yang disebabkan oleh kegagalan
penggabungan antara inti tulang tanduk dengan tengkorak. Kondisi scurs dapat
juga dikatakan sebagai pertengahan antara kondisi sapi bertanduk dengan tidak
bertanduk, disebabkan sapi yang bersifat scurs tetap memiliki tanduk namun tidak
tumbuh secara sempurna. Hal tersebut menjadi penting untuk membedakan ternak
sapi yang bersifat polled dengan sifat scurs (Zulkarnaim, 2016).
7
Polled merupakan sebuah sifat yang diturunkan melalui tetua kepada
anaknya(autosomal dominan)(Cargill dkk.,2008). Sifat polled pada sapi
merupakan karakteristik tanduk yang tidak tumbuh disebabkan oleh faktor genetik
yang tidak normal dengan melibatkan bialel autusomal (Capitan, 2011).
Lauwerier, (2015) berpendapat sifat polled terjadi disebabkan oleh terjadinya
mutasi yang ditentukan oleh sebuah gen tunggal (gen polled).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi
mengenai pengontrol terjadinya sifat polled sebagian besar menyimpulkan bahwa
kejadian sifat polled disebabkan oleh terjadinya mutasi gen yang mengubah asam
basa DNA sehingga terjadi perubahan asam amino yang terbentuk pada saat
proses transkrip DNA. Sifat polled terjadi disebabkan oleh terjadinya mutasi yang
ditentukan oleh sebuah gen tunggal (gen polled). Lebih lanjut, sifat polled
dikodekan dengan alel polled (P), bertanduk (p). Sifat polled bersifat dominan
terhadap sifat bertanduk. Sapi-sapi tanpa tanduk selalu dalam bentuk homozigot
dominan (PP) atau heterozigot (Pp). Sedangkan pada sifat bertanduk hanya akan
muncul jika dalam bentuk homozigot resesif (pp) (Lauwerier, 2015).
Keragaman Genetik
keragaman genetik adalah variasi karakteristik yang diwariskan pada
populasi yang sama. Keragaman genetik terdiri atas antar spesies, antar populasi,
antar individu, dalam populasi dan dalam individu (Indrawan dkk.,
2007).Keragaman genetik pada suatu individu bila terdapat dua alel untuk gen
yang sama merupakan perbedaan konfigurasi DNA yang menduduki lokus yang
sama pada suatu kromosom (Sofro, 1994).
8
Adanya variasi genetik merupakan ciri-ciri yang umumnya terdapat di
dalam suatu populasi. Keragaman genetik terjadi tidak hanya antar jenis spesies
tetapi juga dapat terjadi di dalam suatu spesies yang sama, antar individu maupun
antar populasi. Keragaman genetik dalam sebuah populasi organisme terutama
dihasilkan oleh tiga mekanisme; mutasi, rekombinasi dan migrasi gen dari satu
tempat ketempat lain (Suryanto, 2003).
Adanya mutasi yang menguntungkan, yang pada awalnya muncul pada
suatu individu dapat direkombinasi dalam kurun waktu tertentu pada populasi
seksual. Sebaliknya, keturunan individu aseksual secara genetik identik dengan
induknya. Satu-satunya sumber kombinasi gen dalam populasi aseksual adalah
mutasi dimana yang dimaksud adalah perubahan dalam material genetik yang
diwariskan ke keturunannya. Mutasi mungkin terjadi spontan (kekeliruan dalam
replikasi material genetik) atau terjadi karena pengaruh faktor eksternal (misal
radiasi dan bahan kimia tertentu). Mutasi terjadi di dalam gen yang terdapat pada
molekul DNA (Deoxyribonucleic acid). Populasi aseksual mengakumulasi
keragaman genetiknya hanya pada laju mutasi gennya. Mutasi yang
menguntungkan pada individu aseksual yang berbeda tidak mungkin mengalami
rekombinasi gen dan muncul pada suatu individu seperti layaknya pada populasi
seksual. Kombinasi gen yang menguntungkan akan lebih besar pada populasi
seksual daripada populasi aseksual (Indrawan dkk., 2007).
Analisa DNA dan Polymerase Chain Reaction –Restriction Fragment Lenght
Polymorphisims (PCR-RFLP)
DNA merupakan molekul yang terdapat dalam inti sel. Molekul DNA
terdiri atas dua untai nukleotida yang saling berkomplemen. Struktur tersebut
9
memungkinkan terjadinya mekanisme pewarisan sifat. DNA dapat diisolasi dari
berbagai jaringan makhluk hidup yang memiliki inti sel (Misrianti, 2009).Sel
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : sitoplasma, nukleus dan membran sel.
Nukleus mengandung bahan genetik sel, yang disebut kromatin pada sel yang
tidak membelah, dan disebut kromosom pada sel yang sedang membelah. Pada
nukleus sel somatik terdapat informasi yang diperlukan untuk menentukan bentuk
serta struktur sel-sel baru, sedangkan nucleus sel-sel kelamin mengandung
informasi-informasi yang diperlukan untuk menentukan karakteristik individu
baru (Frandson, 1996).
Didalam kromosom terdapat suatu bentukan yang disebut gen. Gen
merupakan unit pewaris sifat yang keberadaannya dapat diketahui dari
pengaruhnya terhadap sifat fenotipiknya. Posisi gen di dalam kromosom adalah
tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa gen membentuk suatu pola tertentu
sepanjang kromosom. Gen menentukan urutan-urutan pertama dari susunan asam
amino yang akan membentuk protein (Hardjesubroto, 1998).
Polymerase Chain Reaction(PCR) merupakan suatu proses sintesis
enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in
vitro. Teknik in vitro bekerja dengan cara mereplikasi atau memperbanyak
segmen DNA spesifik yang berada diantara dua daerah yang komplemen dengan
dua primer yang spesifik (Liudkk., 1998). PCR berfungsi untuk menggandakan
molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru
yang berkomplemen dengan molekul DNA tersebut dengan enzim polymerase
dan oligonukleotida pendek sebagai primer dalam mesin termocycler. Primer
10
merupakan oligonukleotida spesifik yang menempel pada bagian sampel DNA
yang akan diperbanyak. Enzim polymerase merupakan enzim yang dapat
mencetak urutan DNA baru (Williams, 2005).
Prinsip dasar PCR dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan
sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah menjadi rantai tunggal.
Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan suhu panas (95 ºC) selama 1-2
menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 55 ºC sehingga primer akan menempel
pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk
jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer
dengan sekuen primer. Suhu 55 ºC yang dipergunakan untuk menempelkan primer
pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika
dilakukan pada suhu yang lebih rendah (37 ºC), tetapi biasanya akan terjadi
mispriming yaitu penempelan primer pada tempat yang salah. Pada suhu yang
lebih tinggi (55 ºC), spesifikasi reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara
keseluruhan efisiensinya akan menurun (Yuwono, 2006).
Polymerase Chain Reaction-Restricted Fragment Length Polymorphism
(PCR-RFLP) merupakan salah satu teknik molekuler berupa penggunaan penanda
tertentu untuk mempelajari keanekaragaman genetika.Dasar analisis RFLPadalah
menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen DNA secarain
vitro. Teknik ini melibatkan penempelan primer tertentu yang dirancang
sesuaidengan kebutuhan. Tiap primer boleh jadi berbeda untuk menelaah
keanekaragamangenetik kelompok yang berbeda. Penggunaan teknik RFLP
memungkinkanuntuk mendeteksi polimorfisme fragmen DNA yang diseleksi
11
dengan menggunakansatu primer arbitrasi, terutama karena amplifikasi DNA
secara in vitro dapatdilakukan dengan baik dan cepat dengan adanya PCR
(Suryanto, 2003).
Untuk melihatpolimorfisme dalam genom organisme digunakan juga suatu
enzim pemotongtertentu (restriction enzymes). Karena sifatnya yang spesifik,
maka enzim ini akanmemotong situs tertentu yang dikenali oleh enzim ini. Situs
enzim pemotong darigenom suatu kelompok organisme yang kemudian berubah
karena mutasi atau berpindah karena genetic rearrangement dapat menyebabkan
situs tersebut tidak lagi dikenali oleh enzim, atau enzim restriksi akan memotong
daerah lain yang berbeda. Proses ini menyebabkan terbentuknya fragmen-fragmen
DNA yang berbeda ukurannya dari satu organisme ke organisme lainnya.
Polimorfisme ini selanjutnya digunakan untuk membuat pohon
filogeni/dendogram kekerabatan kelompok (Suryanto, 2003).
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2017, di
Laboratorium Ternak Potong, Ranch Maiwa Breeding Center (MBC) dan
Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan 89sampel darah sapi Bali bertanduk dan
11sapi Balipolled dari Laboratorium Ternak Potong dan Ranch Maiwa Breeding
Center Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Bahan pendukung antara lain: Primer, bahan ekstraksi DNA (Kit DNA
ekstraksi (Thermo Scientific), Proteinase K, ethanol 96% ), bahan PCR (dNTP
mix, Enzim, Taq, DNA polymerase, 10x buffer, 10x TBE buffer), bahan
elektoforesis (agarose, Ethidium bromide, Marker DNA 100pb, Loading dye),
tissue dan plastik mika.
Alat yang digunakan yaitu : venoject, tabung vakuttainer, mesin PCR
(Sensor Quest Germany), centrifuge, alat pendingin, tabung eppendorf besar kecil,
gel documention, mikropipet, tip, rak tabung, elektroforesis, autoclave,
timbangan, sarung tangan.
Tahapan Penelitian
Koleksi sampel darah
13
Sampel darah diperoleh dari Laboratorim Ternak Potong dan Ranch
Maiwa Breeding Center Fakultas Peternakan. Pengambilan darah melalui vena
jugularisditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi antikoagulan EDTA
untuk mencegah penggumpalan darah.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan.
DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi Genjet
Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protokol
ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan dengan
menambah 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10 mg/ml),
dicampurkan kemudian diinkubasi pada suhu 56 ºC selama 60 menit di dalam
waterbath shaker. Setelah inkubasi larutan kemudian ditambahkan 200 µl
Ethanolabsolute 96% dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.
Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan
penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatannya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatannya dibuang,
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada
8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan disimpan pada
suhu -20 ºC.
Teknik PCR
14
Penelitian ini menggunakan Lokus IFNGR2 sebagai penciri pada penanda
DNA. Urutan basa untuk penanda tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel1. Urutan asam dan ukuran primer Lokus IFNGR2 (AC000158:g
1390292G>A)
Lokus Urutan Basa Primer (5’-3’)
Suhu
Anneling
(°C)
Ukuran
(bp)
IFNGR2
(AC000158:
g.1390292G>A)
F: AAGCGGTACTGACTCCATG
R: AGATGGGGAAACTGTGTTCTG 59 993
Sumber : Glatzer et al., (2013)
F = Forward, R = Reverse
Larutan mix (Primer 0,3 µl, dNTP 1 µl, MgCL 1,5 µl, Tag 0,1 µl, H2O
17,6 µl) disentrifugasi dan dicampurkan dengan 2 µl sampel yang
telah diekstraksi dan disimpan pada column kecil kemudian disentrifugasi
kembali. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan
pengaturan denaturasi awal pada suhu 95oC x 2 menit, diikuti dengan 35
siklus berikutnya masing-masing denaturasi 95oC x 45 detik, dengan suhu
annealing yaitu 60oC x 30 detik yang dilanjutkan dengan ekstensi 72oC x
60 detik, yang kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada
suhu 72oC selama 5 menit dengan menggunakan mesin PCR (Sensor
Quest, Germany).
Sampel yang telah di PCR kemudian dipipet sebanyak 2 µl dan
dicampurkan dengan Loading dye pada plastik mika dan dielektrophoresis
pada gel agarose 1.5% (0,6 gram agarose; 40 ml buffer 1x TBE ; dan 2
µl ethidium bromide) selama 45 menit. Selanjutnya gel agarose tersebut
15
divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation system).
Produk PCR yang diperoleh dari masing-masing gen target kemudian
dianalisis menggunakan RFLP melalui pemotongan menggunakan enzim
HaA1yang memiliki situs pemotongan GCG|C pada IFNGR2. Sebanyak 5 l
DNA produk PCR ditambahkan 0,3 l enzim HaA1 ; 0,7 l buffer enzim dan 1
l aquabides sampai volume 7 l, Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 17 jam
pada suhu 37oC.
Sampel produk PCR-RFLP kemudian dipipet sebanyak 2 µl dan
dicampurkan dengan Loading dye pada plastik mika dan dielektrophoresis
pada gel agarose 2% (0,8 gram agarose; 40 ml buffer 1x TBE ; dan 2
µl ethidium bromide) selama 45 menit. Selanjutnya gel agarose tersebut
divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation system).
Analisis Data
• Frekuensi gen penentu sifat Polled diperoleh dari analisis penciri PCR-RLFP
dihitung menggunakan rumus (Nei, 1987) :
Keterangan :
xi = frekuensi alel ke-i
nii = jumlah individu bergenotipe ii (homozigot)
nij = jumlah individu bergenotipe ij (heterozigot)
N = jumlah total sampel
• Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas Harapan (He)
dapat dihitung menggunakan rumus (Hartl, 1988) :
- Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dihitung dengan formula :
16
Keterangan :
Ho= frekuensi heterozigositas pengamatan
N1ij = jumlah individu heterozigositas pada lokus ke-1
N = jumlah individu yang dianalisis
- Nilai Heterozigositas Harapan (He) dihitung dengan formula :
Keterangan :
Ho = frekuensi heterozigositas harapan
P1i = frekuensi alel ke-I pada lokus 1
n = jumlah alel pada lokus ke-1
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen IFNGR2 pada Sapi Bali
Hasil ekstraksi dan isolasi DNA telah dilakukan terhadap 100 sampel
darah sapi Bali yang terdiri dari 11 sampel darah sapi Bali Polled dan 89 sampel
darah sapi Bali bertanduk, yang selanjutnya dilakukan amplifikasi dengan metode
PCR. Hasil amplifikasi ruas gen dapat divisualisasi pada gel agarose 2%
disajikanpada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Ekstraksi DNApada mesin PCR, M: marker 100-1000 pb; 1-5
sampel Polled; 6-7 sapi Bali Bertanduk.
Pada penelitian ini panjang fragmen yang dihasilkan dalam proses PCR
setelah divisualisasi pada sinar ultraviolet (UV) sesuai dengan yang diharapkan
yaitu memiliki panjang 993 pb (pasang basa). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan Glatzer et al., (2013)bahwa ampilfikasi produk PCR pada
sapi Holstein dengan menggunakan lokus IFNGR2 memiliki panjang fragmen
993 bp.
18
Pada proses PCR suhu annaeling yang digunakan yaitu 59oC, suhu
annealing sangat menentukan keberhasilan dalam proses amplifikasi. Suhu
annealing sangat menentukan keberhasilan amplifikasi karena proses pengulangan
DNA dimulai dari primer. Hasil PCR yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kemurnian DNA hasil ekstraksi, ketepatan pemilihan primer yang
digunakan dan ketetapan kondisi PCR. Ketepatan kondisi PCR ditentukan oleh
ketepatan campuran reaksi dan ketepatan kondisi suhu masing – masing siklus
(Rahayu dkk., 2006).
Keragaman Gen IFNGR2 pada Sapi Bali dengan Enzim Retriksi HaA1
dengan Metode PCR-RFLP
Keragaman gen IFNGR2 pada sapi Bali dalam penelitian ini menggunakan
metode PCR-RLFP (Polymerase Chain Reaction-Restricted Fragment Length
Polymorphism) dan enzim retriksi HaA1 sebagai enzim pemotong. Enzim retriksi
HaA1 mengenali situs pemotong GCG|C. Dengan menggunakan lokus IFNGR2
dan enzim HaA1 sebagai pemotong maka panjang alel dapat diketahui.
Hasil visualisasi dengan menggunakan gel agarose2% dapat menunjukkan
bahwa panjang fragmen yang didapat adalah 303 pb dan 690 pb. Dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa lokus IFNGR2 dengan enzim pemotong HaA1 pada
sapi Bali yang diamati memiliki panjang fragmen yang seragam (monomorfik).
Hasil visualisasi PCR-RLFP dengan enzim retriksi HaA1 dapat dilihat pada
Gambar 2.
19
Gambar 2. Visualisasi PCR-RFLP Gen IFNGR2 dengan Enzim HaA1, M: marker
100-1000 pb; 1-5 Sampel Polled;6-14 Sapi Bali Bertanduk; 1-14
genotipe BB (303-690 pb)
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa penggunaan metode PCR-RLFP
dengan enzim pemotong HaA1 pada sampel sapi Bali Polled dan sapi Bali
bertanduk menghasilkan pola pemotongan yang seragam (monomorfik). Genotipe
yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu bergenotipe homozigot BB yang
memiliki panjang fragmen 303 bp dan 690 bp. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan situs potong antara sapi Bali Polled dengan sapi Bali bertanduk
dengan demikian tidak ditemukan gen yang mengontrol sifat Polled pada sapi
Bali. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Glatzer et
al.,(2013) yang menemukan gen pengontrol sifat Polled pada sapi Holstein dengan
menggunakan lokus IFNGR2.
Frekuensi Genotipe dan Alel
Frekuensi alel adalah frekuensi relatif dari suatu alel dalam populasi atau
jumlah suatu alel terhadap total alel yang terdapat dalam suatu populasi.
20
Keragaman genetik terjadi apabila terdapat dua alel atau lebih dalam populasi
(Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis frekuensi genotipe dan alel pada lokus
IFNGR2 pada sapi Bali dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi Genotipe dan Alel Lokus IFNGR2
Breed N Frek Genotipe Frek Alel
AA AB BB A B
Polled 11 0,000 0,000 1,000 0,000 1,000
Bertanduk 89 0,000 0,000 1,000 0,000 1,000
Hasil identifikasi genotipe sapi Bali menunjukkan bahwa pada sapi Bali
Polleddan sapi Bali bertanduk hanya mempunyai satu jenis genotipe pada lokus
IFNGR2 yaitu bergenotipe BB, sapi Polled sebanyak 11 ekor dan sapi Bali
bertanduk sebanyak 89 ekor, sedangkan pada genotipe AA dan AB pada sapi Bali
Polled maupun sapi Bali bertanduk tidak ditemukan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa populasi yang diamati seragam atau monomorfik. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nei dan Kumar, (2000) yang menyatakan bahwa gen
dikatakan polimorfik apabila salah satu alelnya kurang dari 99%, keragaman dapat
ditunjukkan dengan adanya dua alel atau lebih dalam populasi.
Nilai Heterozigositas
Keragaman genetik dapat dilihat berdasarkan nilai heterozigositas. Nilai
Heterozigositas pengamatan(Ho) dan heterozigositas pengamatan (He) digunakan
untuk menduga keragaman genetik. Heterozigositas harapan merupakan penduga
keragaman genetik pada populasi ternak lebih tepat karena perhitungannya dilihat
berdasarkan frekuensi alel. Hasil analisis nilai heterozigositas pengamatan (Ho)
dan heterozigositas harapan (He) pada lokus IFNGR2 dapat dilihat pada Tabel 3.
21
Tabel 3. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas
Harapan (He)
Breed N Heterozigositas
H pengamatan H harapan
Polled 11 0,000 0,000
Bertanduk 89 0,000 0,000
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada lokus IFNGR2 pada sapi Bali
Polled dan sapi Bali Bertanduk memiliki nilai heterozigositas pengamatan (Ho)
dan nilai heterozigositas harapan (He) yaitu 0,00. Perhitungan nilai
heterozigositas berdasarkan kaidah Nei, (1987) bahwa nilai heterozigositas
berkisar antara 0-1, apabila nilai heterozigositas sama dengan 0 (nol) maka
diantara populasi yang diukur memiliki hubungan genetik sangat dekat dan
apabila nilai heterozigositas sama dengan 1 (satu) maka diantara populasi yang
diukur tidak terdapat hubungan genetik atau pertalian genetik sama sekali.
22
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a) Pada lokus IFNGR2 dengan menggunakan enzim HaA1 sebagai enzim
pemotong menghasilkan pola potong yang seragam (monomorfik).
b) Pada lokus IFNGR2 dengan enzim pemotong HaA1 tidak ditemukan gen
pengontrol sifat Polled pada sapi Bali.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, maka disarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan dalam mengidentifikasi gen pengontrol sifat Polled pada sapi
Bali dengan menggunakan lokus yang lain.
23
DAFTAR PUSTAKA
Capitan, A. 2011. A newly described bovine type 2 scurs syndrome segregates
with a Frame-Shift mutation in TWIST1. PLoS ONE, 6(7).
Cargill, E.J., Nissing, N.J. and Grosz, M.D. 2008. Single nucleotide
polymorphisms concordant with the horned / polled trait in Holsteins.
BMC Research Notes, 9(1), pp.1–9.
Darmadja, S.D.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam
Ekosistem Pertanian di Bali.Disertasi. Bandung:
UniversitasPadjadjaran.
Ditjennak. 2009. Statistik Peternakan 2009. Jakarta: Direktorat Jendral Petarnakan
Departeman Pertanian RI.
Frandson R. D., 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Glatzer, S, Marten N.J, Dierks, C, Wohlk, A, Philipp, U, and Disti, O. 2013. A
Single Nucleotide Polymorphism within the Interferon Gamma
Receptor 2 Gene Perfectly Coincides with Polledness in Holstein
Cattle. PloS one, 8(6), pp.1–7.
Handiwirawan, E. dan Subandriyo. 2004. Potensi dan keragaman sumberdaya
genetik sapi bali.Lokakarya Nasional Sapi Potong. Pusat Penelitiandan
Pengembangan Peternakan. Hlm. 50-60.
Hardjesubroto W. 1998. Pengantar Genetika Hewan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta :
GramediWidiasarana Indonesia.
Hardjosubroto, W. dan J.M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indpnesia.
Hartl, D. L. 1988 Primer of Population Genetics. 2 ed. Sinauer Associates,
Sunderland, Massachusetts.Pp 305.
Haryana, I.G.N.R. 1989. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Sapi Bali Jantan
Muda. Disertai. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Hong. 1998. The Polymorphism of a mutation of IGF-1 gene on two goat breeds
in China. Journal Of Animal And Veterinary 9(4) : 790-794.
24
Indrawan, M., R. B. Primack dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Kirby, G.W.M. 1979.Balicattle inAustralia. WorldAnimal Review. FAO. 31:24-
29.
Lauwerier, R.C.G.M. 2015. Polled cattle in the Roman Netherlands. Livestock
Science, 179, pp.71–79.
Liu Wu-Jun, Fang Guang-Xin, Fang Yi, Tian Ke-Chuan, Huang Xi-Xia and Chen
Hong. 1998. the polymorphism of a mutation of igf-1 gene on two
goatbreeds in china. Journal Of Animal And Veterinary 9(4) : 790-794.
Misrianti, R. 2009. Identifikasi keragaman Gen Pituitary-Specific Positive
Transcription Factor 1 (PIT1) pada kerbau lokal (Bubalus bubalis) dan
Sapi FH (Friesian-Holstein). Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Moran. J.B. 1990. Performans dari sapi-sapi Pedaging di Indonesia dalam
Kondisi Pengelolaan Tradisional dan Diperbaiki. Laporan
SeminarRuminansia II. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Ternak.Obor Indonesia. Jakarta.
Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. Columbia University Press, New
York.
Nei, M., and Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York
:Oxford University Press.
Pane, I. 1990. Upaya peningkatan mutu genetik sapi Bali di P3 Bali. Prosiding
Seminar Nasional Sapi Bali. Bali, 20-22 September 1990.
Ragimekula. N, Varadarajula. N, Mallapuram. S. P, Gangimeni. G, Reddy. G. K,
and Kondreddy. H. R. 2013. Marker Assisted Selection In Disease
Resistance Breeding. Department of Genetics and Plant Breeding,
Acharya N. G. Ranga Agricultural University, S. V. Agricultural college,
Tirupati, Andhra Pradesh, India. J. Plant Breed. Genet. 01 (02) 2013. 90-
109
Rahayu S., S. B Sumitro, T Susilawati, dan Soemarno. 2006. Identifikasi
Polimorfisme Gen GH (Growrth Hormone) Sapi Bali dengan Metode
PCR-RFLP. Berk. Penel. Hayati: 12 (7-11).
Soehadji.1991.KebijakanpengembanganternakpotongdiIndonesia.Proc.Seminar
NasionalSapiBali;UjungPandang, 2-3September.FakultasPetemakan
UniversitasHasanudinUjungPandang.
Sofro, A. S. M. 1994. Keanekaragaman Genetik. Andi Offset. Yogyakarta
25
Suryanto D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik
genetika molekuler. Program Studi Biologi, Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
Talib, C,S.Sivarajasingam, G.N.Hinch, andA.Bamualim. 1998.Factor
inf1uencin~ preweaning andweaning weight ofBali(Bassondaicus)
calves. Procofthe61I WorldCongress onGenetics Applied toLivestock
Production.
Wello, B. 2011. Manajemen Ternak Sapi Potong. Masagena Press. Makassar.
Williams, J. L. 2005. The use of marker assisted selection in animal breeding and
Biotechnology. Journal of veterinary and animal science research 24:379-
391.
Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. CV. Andi
Offset. Yogyakarta.
Zulkarnaim. 2016. Identifikasi Karakteristik Sapi Bali Polled Sebagai Sapi Potong
Lokal Baru. Proposal Disertasi. Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin. Makassar.
26
LAMPIRAN
Dokumentasi
27
28
RIWAYAT HIDUP
Hasman, lahir di Panyurakpada tanggal 24 April 1993,
sebagai anak ketujuh dari pasangan bapak Samsir Oze dan
ibu Jaria, Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
adalahSekolah Dasar Negeri 106 Panyurak dan lulus pada
tahun 2006. Kemudian setelah lulus, melanjutkan di SekolahMenengahPertama,
SMPN 1 Pasui, lulus pada tahun 2009 dan Sekolah MAN 1 Baraka, lulus pada
tahun2012. Setelah menyelesaikan Tingkat SekolahMenengah Atas, penulis
diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makasssar.