48
MATA KULIAH KESEHATAN GLOBAL INTERNATIONAL HEALTH REGULATON Dosen : Budi Hartono S.Si, M.K.M Disusun Oleh : Kelompok 4 1. Fanny Agoestin 1406647796 2. Hanifah 1406647921 3. Nisa Rahmaniar 1406648325 4. Putri Amalaili S. 1406648470 5. Suryadi 1406648836 6. Tyas Ika Budi 1406648924 UNIVERSITAS INDONESIA

Ihr

Embed Size (px)

DESCRIPTION

INTERNATIONAL HEALTH POLICY

Citation preview

Page 1: Ihr

MATA KULIAH KESEHATAN GLOBAL

INTERNATIONAL HEALTH REGULATON

Dosen : Budi Hartono S.Si, M.K.M

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. Fanny Agoestin 1406647796

2. Hanifah 1406647921

3. Nisa Rahmaniar 1406648325

4. Putri Amalaili S. 1406648470

5. Suryadi 1406648836

6. Tyas Ika Budi 1406648924

UNIVERSITAS INDONESIAFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM S1 EKSTENSI

2015

Page 2: Ihr

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hadapan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayat sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “International Healt Regulation” dapat diselesaikan untuk memenuhi tugas

mata kuliah Kesehatan Global.

Dalam menyusun makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk

itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen kami Budi Hartono S.Si, M.K.M

serta teman-teman satu kelompok yang sudah ikut berkontribusi dalam penyelesaian

makalah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat kami

harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Depok, April 2015

Penulis

Page 3: Ihr

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................iDAFTAR ISI.................................................................................................................iiBAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................11.2 Rumusan Masalah................................................................................................21.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................21.4 Manfaat................................................................................................................3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep, Ruang Lingkup, dan Tujuan IHR.......................................................122.1.1 Konsep IHR...........................................................................................122.1.2 Tujuan IHR 2005...................................................................................122.1.3 Perbedaan IHR 1969 dan IHR 2005......................................................13

2.2 Paradigma Perubahan IHR 1969 ke IHR 2005.................................................142.2.1 Alasan WHO Mervisi IHR (1969).........................................................142.2.2 Pertimbangan Revisi IHR (1969)..........................................................142.2.3 Justifikasi Pemberlakuan IHR...............................................................162.2.4 Pelaksanaan IHR (2005)........................................................................16

2.3 Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)..........................172.4 Kriteria Menetapkan PHEIC.............................................................................182.5 Contoh Aplikasi Instrumen Pengambilan Keputusan yang Berpotensi menjadi PHEIC KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan)...........................................................20

2.5.1 Tugas Umum.........................................................................................202.6 Tujuan dan Area Fokus dari Asia Pacific Strategy for Emerging Disease (APSED)..................................................................................................................23

2.6.1 Tujuan APSED......................................................................................232.6.2 Area Fokus APSED...............................................................................23

2.7 Risk Assessment dan Manajemen Risiko Kesehatan Masyarakat....................322.7.1 Prinsip Manajemen Risiko.....................................................................322.7.2 Manfaat Manajemen Risiko...................................................................332.7.3 Lingkup Manajemen Risko (General)...................................................33

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................................................353.2 Saran..................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Ihr
Page 5: Ihr

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi serta semakin cepatnya dan singkatnya perjalanan lintas dunia

untuk perdagangan, wisata, bisnis, dan transportasi barang maka permasalahan

kesehatan lokal dapat menjadi perhatian dan masalah dunia. Dengan adanya

Peraturan Kesehatan Internasional/International Health Regulations 2005 (IHR

2005) untuk mengatur tata cara dan pengendalian penyakit, baik yang menular

maupun tidak menular.

Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 yang

terdiri dari pulau besar dan kecil dan memiliki posisi sangat strategis karena

diapit oleh dua benua dan dua samudera dan berada pada jalur lalulintas dan

perdagangan Internasional. Kondisi tersebut diatas menyebabkan banyaknya

pintu masuk kewilayah Indonesia yang merupakan faktor risiko terjadinya

penyebaran penyakit dan gangguan kesehatan. Perkembangan teknologi

transportasi menyebabkan meningkatnya kecepatan waktu tempuh perjalanan

antar negara yang lebih cepat dari masa inkubasi penyakit sehingga memperbesar

risiko masuk dan keluar penyakit menular ( new infection diseases,

emerging infections diseases dan re-emerging infections diseases), selain itu

kemajuan teknologi diberbagai bidang lainnya berdampak pada perubahan pola

penyakit dan meningkatnya risiko kesehatan yang diakibatkan Nuklir,

Biologi, Kimia (Nubika) oleh teknologi industri dan dapat pula dimanfaatkan

sebagai sarana teror.

International Health Regulations 2005 mengharuskan Indonesia

meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam surveilans dan respon serta

kekarantinaan pada pintu-pintu masuk (pelabuhan/bandara/PLBD) dan karantina

Page 6: Ihr

wilayah sebagai upaya mencegah terjadinya kedaruratan kesehatan yang

meresahkan dunia /Public Health Emergency of International Concern.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan pada makalah ini adalah:

1. Konsep, ruang lingkup, dan tujuan IHR.

2. Paradigma perubahan IHR 1969 ke 2005.

3. Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

4. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan PHEIC.

5. Contoh aplikasi instrument pengambilan keputusan untuk mengkaji dan

memberitahukan kejadian yang berpotensi menjadi PHEIC.

6. Tujuan dan area focus dari Asia Pacific Strategy for Emerging Disesase

(APSED).

7. Risk Asessment dan management risk pada kesehatan masyarakat.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:

1. Menjelaskan konsep, ruang lingkup, dan tujuan IHR.

2. Mendiskusikan paradigma perubahan IHR 1969 ke 2005.

3. Menjelaskan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).

4. Menjelaskan kriteria yang digunakan untuk menetapkan PHEIC.

5. Mendiskusikan contoh aplikasi instrument pengambilan keputusan untuk

mengkaji dan memberitahukan kejadian yang berpotensi menjadi PHEIC.

6. Menjelaskan tujuan dan area focus dari Asia Pacific Strategy for Emerging

Disesase (APSED).

7. Menjelaskan Risk Asessment dan management risk pada kesehatan

masyarakat.

Page 7: Ihr

1.4 Manfaat

Setelah dipaparkan rumusan dan tujuan makalah ini, dapat diambil manfaat

dari makalah ini diantaranya adalah:

1. Mengetahui dan memahami konsep, ruang lingkup, dan tujuan IHR.

2. Mengetahui dan memahami paradigma perubahan IHR 1969 ke 2005.

3. Mengetahui dan memahami Public Health Emergency of International

Concern (PHEIC).

4. Mengetahui dan memahami kriteria yang digunakan untuk menetapkan

PHEIC.

5. Mengetahui dan memahami contoh aplikasi instrument pengambilan

keputusan untuk mengkaji dan memberitahukan kejadian yang berpotensi

menjadi PHEIC.

6. Mengetahui dan memahami tujuan dan area focus dari Asia Pacific Strategy

for Emerging Disesase (APSED).

7. Mengetahui dan memahami Risk Asessment dan management risk pada

kesehatan masyarakat.

Page 8: Ihr

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep, Ruang Lingkup, dan Tujuan IHR

2.1.1 Konsep IHR

IHR adalah suatu instrumen internasional yang secara resmi mengikat

untuk diberlakukan oleh seluruh negara anggota WHO, maupun bukan

negara anggota WHO tetapi setuju untuk dipersamakan dengan negara

anggota WHO. Mengingat terbatasnya ruang lingkup aplikasi IHR(1969)

yang hanya melakukan kontrol terhadap 3 penyakit karantina, yaitu kolera,

pes, dan yellow fever, maka pada Mei 2005 para anggota WHO yang

tergabung dalam World Health Assembly (WHA) melakukan revisi

terhadap IHR(1969). IHR(1969) ini digantikan dengan IHR(2005) yang

diberlakukan pada 15 Juni 2007. Tujuan dan ruang lingkup adalah untuk

mencegah, melindungi, dan mengendalikan terjadinya penyebaran penyakit

secara internasional, serta melaksanakan public health response sesuai

dengan risiko kesehatan masyarakat, dan menghindarkan hambatan yang 5

tidak perlu terhadap perjalanan dan perdagangan internasional.

Pemberlakuan IHR(2005) ini akan diikuti dengan pedoman, petunjuk, dan

prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan rutin pada pelabuhan, bandara,

dan lintas batas darat.

2.1.2 Tujuan IHR 2005

1. Mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran

penyakit antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan

yang tidak perlu.

Page 9: Ihr

2. Penyakit yang dimaksud ialah penyakit menular yang sudah ada, baru

dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular (contoh: bahan

radio-nuklear dan bahan kimia) yang bisa menyebabkan Public Health

Emergency of International Concern (PHEIC ) / Kedaruratan Kesehatan

Masyarakat yang Meresahkan Dunia.

3. Jadi lebih luas dibandingkan dengan tujuan IHR 1969 yang hanya

menjamin tidak terjadinya penularan penyakit kholera, pes dan yellow

fever dari satu negara ke negara lain dengan seminimal mungkin

gangguan pada lalu lintas internasional.

4. Public Health Emergency of International Concern (PHEIC ) adalah

KLB yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain dan

kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam

penanggulangannya

2.1.3 Perbedaan IHR 1969 dan IHR 2005

IHR 1969

1. Penyakit kholera, pes dan yellow fever

2. Yang terlibat terutama Karantina di pintu masuk (pelabuhan laut dan

bandara udara Internasional)

IHR 2005

1. Penyakit yang bisa menyebabkan Public Health Emergency of

International Concern (PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

yg meresahkan dunia. Penyakit yg dimaksud ialah: Penyakit menular

yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak

menular contohnya bahan radio-nuklear dan bahan kimia

2. Lintas sektor terkait mulai tk Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota,

Puskesmas sampai masyarakat (lihat pada penjelasan Core

Capacities)

Page 10: Ihr

2.2 Paradigma Perubahan IHR 1969 ke IHR 2005

2.2.1 Alasan WHO Mervisi IHR (1969)

1. Agar ada keseragaman hukum secara global dalam pencegahan dan

perlindungan serta pemberantasan penyakit yang dapat meluas secara

internasional.

2. Guna membangun, memperkuat, dan mempertahankan kemampuan

yang dibutuhkan dalam melaksanakan IHR.

3. Secara aktif dapat berkolaborasi dengan negara anggota WHO dan

badan internasional lainnya untuk mempermudah pelaksanaan IHR.

4. Memberikan dukungan kepada negara berkembang maupun negara-

negara yang sedang berkembang.

5. Agar dapat memfasilitasi penerapan IHR secara menyeluruh dengan

baik.

6. Agar dapat melaksanakan pemeriksaan dan pengukuran yang lengkap

dan seragam.

7. Jaminan semua negara melaksanakan IHR.

8. Melihat kapan suatu Negara dapat melaksanakan IHR dan mencapai

tujuan IHR.

2.2.2 Pertimbangan Revisi IHR (1969)

Revisi IHR diperlukan untuk menjawab keterbatasan IHR(1969)

dalam mengidentifikasi dan menanggulangi kejadian luar biasa (KLB)

serta penyakit-penyakit yang berdimensi internasional.

Saat ini perjalanan dan perdagangan lintas negara meningkat

pesat sejalan dengan meningkatnya teknologi informasi.Hal ini

menimbulkan tantangan terhadap pengendalian penyebaran penyakit

infeksi, seperti penyakit new emerging dan re-emerging. Era informasi

dewasa ini juga memungkinkan penyebaran penyakit baru muncul

melalui banyak jalur, baik formal maupun informal

Page 11: Ihr

IHR(1969) terfokus pada pengamanan terhadap kemungkinan

penyebaran 3(tiga) penyakit,yaitu Kolera, Pes, dan Yellowfever, dan hal

ini dipandang tidak mampu menjawab kebutuhan dari beragam upaya

pengendalian risiko kesehatan masyarakat yang dihadapi dunia saat ini.

Disamping itu, larangan perjalanan dan perdagangan juga berisiko dapat

menghancurkan perekonomian suatu negara akibat penyakit menular

sehingga mengakibatkan banyak negara enggan untuk melaporkan KLB

dan kejadian lainnya yang membahaya kan bagi kesehatan masyakarat.

Pada tahun 2005,cakupan IHR (1969) diperluas agar mampu

menangani penyakit newemerging dan re-emerging serta risiko kesehatan

lainnya yang terjadi, baik disebabkan oleh penyakit infeksi maupun

non infeksi.

Oleh karena itu, dalam IHR(2005) dipersiapkan pula Legal Frame

work guna pengumpulan informasi secara cepat dan tepat dalam

menentukan apakah suatu kejadian merupakan Public Health Emergency

of International Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat

yang Meresahkan Dunia,yang diharapkan berguna bagi suatu Negara

untuk mendapatkan bantuan. Disamping itu, dipersiapkan pula prosedur

pelaporan baru yang bertujuan untuk mempercepat alur informasi secara

cepat dan akurat kepada WHO tentang potensi PHEIC.

WHO, sebagai badan internasional netral dengan jaringan

komunikasi yang luas,dapat mengakses informasi secara formal dan

informal, merekomendasikan tindakan yang diperlukan serta

memberikan bantuan teknis yang dibutuhkan sesuai dengan kejadian

yang dilaporkan. Dengan demikian, penerapan IHR(2005) adalah suatu

langkah penting bagi negara-negara dalam bekerja sama guna

memperkuat pertahanan dunia terhadap PHEIC umumnya dan

pengendalian risiko penyakit menular khususnya

Page 12: Ihr

2.2.3 Justifikasi Pemberlakuan IHR

Beberapa pertimbangan mengingatkan kita pada KLB yang serius

dan tidak dapat dihindarkan, seperti SARS atau Avian Influensa.

Sejalan dengan perkembangan globalisasi serta semakin mudah dan

lancarnya perjalanan lintas dunia untuk wisata, bisnis, transportasi

barang, maupun perdagangan, maka permasalahan lokal dapat secara

cepat menjadi perhatian dan masalah dunia.

Pertimbangan tersebut di atas menjadi dasar bagi negara-negara di

dunia untuk memberlakukan IHR, termasuk dalam menghadapi situasi

atau keadaan krisis, seperti:

1. Mencegah penyebaran penyakit yang berisiko tinggi terhadap

kesehatan masyarakat

2. Menghidarkan kerugian akibat pembatasan atau larangan perjalanan

dan perdagangan yang di akibatkan oleh masalah kesehatan

masyarakat, seperti penyebaran penyakit potensial wabah maupun

PHEIC lainnya

2.2.4 Pelaksanaan IHR (2005)

1. Status Hukum IHR(2005) Dan Pemberlakuannya di Suatu Negara

IHR(2005) merupakan peraturan yang secara resmi mengikat seluruh

Negara anggota WHO (kecuali Negara yang menolak atau

memberikan pernyataan keberatan dalam waktu 18 bulan sejak

pemberitaan persetujuan IHR(2005) pada WHO). Namun, jika

penolakan itu sesuai dengan tujuan IHR(2005) dan dapat diterima

oleh sepertiga dari Negara anggota dalam waktu 6 (enam) bulan dari

masa penolakan, peraturan ini dapat diberlakukan pada Negara

tersebut. Bagi Negara bukan anggota WHO, dapat

menginformasikan kepada Dirjen WHO bahwa Negara tersebut

setuju untuk ikut serta melaksanakan dan mengikuti IHR(2005) ini.

Page 13: Ihr

2. Penanggung Jawab Pelaksanaan IHR(2005) Di Indonesia

Tanggung jawab dalam pelaksanaan IHR(2005) berada pada WHO

dan negara yang terikat pada peraturan ini. Di Indonesia, Depkes

bertanggung jawab pada pelaksanaan IHR(2005) dan WHO akan

mendukung pelaksanaannya. Ditjen PP &PL beserta Unit Pelaksana

Teknis Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), pengelola transportasi,

dan stake holder lain juga ikut serta dalam mengimplementasikan

pemeriksaan yang direkomendasikan.

2.3 Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)

Kedaruratan kesehatan (KLB) yang mersahkan dunia, adalah KLB yang :

1. Dapat menjadi ancaman kesehatan bagi Negara lain.

2. Kemungkinanmembutuhkan koordinasi internasional dalam

penanggulangannya

Secara definisi, PHEIC dalam IHR (2005) diperluas jangkauannya

dibandingkan IHR (1969) yang hanya mencakup penyakit kolera, pes dan yellow

fever. Perluasan ini dimaksudkan untuk menjangkau penyakit new emerging atau

risiko kesehatan yang disebabkan bukan oleh infeksi (penyakit menular.

KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang

cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara internasional.

Beberapa factor, seperti letak geografis serta jumlah kasus, waktu, jarak, batas

internasional, kecepatan cara penyebarannya, dan factor-faktor lainnya sangat

relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan apakah suatu KLB merupakan

penyakit yang berpotensi dalam penyebaran internasional.

Untuk membantu suatu Negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan

merupakan PHEIC, IHR (2005) mempersiapkan instrument yang mengarahkan

Negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan

kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan krieteria

sebagai berikut :

Page 14: Ihr

1. Berdampak / berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.

2. KLB / sifat kesjadian yang tidak diketahui.

3. Berpotensi menyebar secara internasional.

4. Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan.

Pemberitahuan suatu kejadian kepada WHO secara tepat waktu dan

transparan, yang dikombinasikan dengan penelitian atas risiko bersama Negara

yang mempunyai kepedulian akan sangat mempertinggi keyakinan bahwa selama

KLB akan mengurangi kecenderungan kerugian unilateral terhdap larangan

perjalanan dan perdagangan internasional.

Apabila suatu kejadian dianggap sebagai PHEIC, WHO akan membentuk

Emergency Committee yang independen untuk mengkaji dan menginformasikan

perkembangannya dengan memberi saran kepada Direktur Jenderal WHO

(Dirjen P3L, 2008)

2.4 Kriteria Menetapkan PHEIC

Pubic Health Emergency Of International Concern atau kedaruratan

kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia adalah kejadian yang diakibatkan

oleh penyakit menular yang berpotensi wabah dan atau kejadin penyakit yang

disebabkan oleh bahaya nuklir, bilogi dan kimia (Modul Karantina Kesehatan,

2015). Kedaruratan Kesehatan (KLB) yang meresahkan Dunia dimana dapat

menjadi ancaman kesehatan bagi negara lain dan kemungkinan membutuhkan

koordinasi internasional dalam penanggulangannya.

PHEIC dalam IHR (2005)

Secara definisi, PHEIC dalam IHR (2005) diperluas jangkauannya

dibandingkan IHR (1969) yang hanya mencakup penyakit kolera, pes dan yellow

fever (Dirjen P3L, 2008). Perluasan ini dimaksudkan untuk menjangkau penyakit

new emerging dan re-emerging, termasuk gangguan atau risiko kesehatan yang

disebabkan bukan oleh infeksi (penyakit menular) (Dirjen P3L, 2008).

Page 15: Ihr

KLB suatu penyakit tidak secara otomatis memberikan informasi yang

cukup untuk mengetahui apakah penyakit tersebut menyebar secara

internasional. Beberapa faktor, seperti letak geografi serta, jumlah kasus,

waktu, jarak batas internasional, kecepatan cara penyebarannya, dan faktor-

faktor lainnya sangat relevan untuk dianalisis sehingga dapat ditentukan

apakah suatu KLB merupakan penyakit yang berpotensi dalam penyebaran

internasional.

Untuk membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan

merupakan PHEIC, IHR (2005) mempersiapkan instrumen (lampiran 2) yang

mengarahkan negara untuk mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan

menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC

sesuai dengan kriteria sebagai berikut (Dirjen P3L, 2008):

1. Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.

2. KLB atau sifat kejadian tidak diketahui.

3. Berpotensi menyebar secara internasional.

4. Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan.

Pemberitahuan suatu kejadian kepada WHO secara tepat waktu dan

transparan, yang dikombinasikan dengan penelitian atas risiko bersama negara

yang mempunyai kepedulian, akan sangat mempertinggi keyakinan bahwa

selama KLB akan mengurangi kecenderungan kerugian unilateral terhadap

larangan perjalanan dan perdagangan internasional. Apabila suatu kejadian

dianggap sebagai PHEIC, WHO akan membentuk Emergency Commitee yang

independen untuk mengkaji dan menginformasikan perkembangannya dengan

memberi saran kepada Direktur Jenderal WHO.

Page 16: Ihr

2.5 Contoh Aplikasi Instrumen Pengambilan Keputusan yang Berpotensi menjadi PHEIC KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan)

2.5.1 Tugas Umum

1. Memantau alat angkut, kontainer, dan isinya serta menjamin tidak

terkontaminasi penyakit.

2. Melaksanakan pemeriksaan yang direkomendasikan WHO untuk

kedatangan dari daerah tertular.

3. Melaksanakan prosedur desindeksi, dekontaminasi dengan tidak

menyebabkan kecelakaan/ ketidaknyamanan.

Tugas KKP (Bandara & Pelabuhan) dalam IHR

PASAL TUGAS

Pasal 23 Tindakan kesehatan pada kedatangan dan keberangkatan

Pasal 34 Peti kemas dan area untuk membuat peti kemas

Pasal 40 Pembiayaan untuk tidakan penyehatan terhadap pelaku perjalanan

Pasal 41 Biaya untuk bagasi, kargo, peti kemas, alat angkut barang atau paket pos

Page 17: Ihr

Pasal 44 Kerjasama dan bantuan

Pasal 45 Perlakuan terhadap data pribadi

Pasal 46 Pengangkutan dan penanganan zat biologis, reagen, dan bahan untuk

keperluan diagnostic

Implementasi:

Bandara Soekarno Hatta melayani penumpang terbanyak di Asia

Tenggara, peringkat 12 di dunia. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak

47,513,248 penumpang, penerbangan tersebut terdiri dari penerbangan

luar negeri 100.000 penerbangan/tahun (datang-pergi). Kepadatan

Bandara tersebut dapat mempunyai risiko penularan penyakit melalui

vektor serangga terbawa oleh pesawat maupun sudah ada di lingkungan

bandara yg kemungkinan terinfeksi oleh penderita yg datang dari luar

negeri dan domestik.

Pada IHR 2005 pasal 20 ayat 1 tertulis “every port and area within

the perimeter of every airport shall be kept free from Aedes Aegypti in its

immature and adult stages”. Laporan Tahunan KKP 2011 dan laporan

Page 18: Ihr

bulan 2012 mempunyai Angka House Index (HI) 20% dan container

Index (CI) 0,5%. HI dan CI merupakan indeks-indeks kepadatan jentik

DBD untuk mengukur populas jentik Aedes. HI yaitu jumlah rumah yg

ditemukan jentik dibagi jumlah rumah yang diperiksa dikalikan seratus

persen. Ci yaitu jumlah kontainer dengan jentik dibagi jumlah kontainer

yang diperiksa dikalikan seratus persen. Pada tanggal 19 Feb

2011ditemukan tikus di terminal I B pada salah satu wastafel di restoran

bandara dan keberadaan kecoa. Daerah yang harus bebas infestasi Aedes

Aegypti di bandara adalah daerah pelabuhan di dalam suatu lingkaran

fiktif dimana terdapat bangunan untuk kegiatan penerbangan (gedung

terminal dan transit, hanggar-hanggar, gudang), tempat parkir pesawat,

sesuai yg tertulis pada IHR pasal 20 ayat 3.

Teori : Kebijakan Pengendalian Vektor

Pada IHR 2005 bag 4 pasal 19 berbunyi wajib memberikan data yang

menyangkut sumber penyakit menular atau kontaminasi, vektor dan

reservoir pada pintu masuk, sebagai respon menanggulangi risiko

penularan lintas negara pada WHO. Pada pasal 22 tertera mengenai

pertanggung jawaban atas pemantauan bagasi, kargo, peti kemas, alat

angkut, barang, paket pos, jenazah yg berangkat dan datang dr wilayah

terjangkit guna menjaga kondisinya sedemikian rupa sehingga bebas dari

sumber penyakit menular atau kontaminasi –vektor dan reservoir.

Fasilitas yg digunakan oleh pelaku perjalanan pada pintu masuk

dipelihara dalam kondisi yg bersih dan bebas sumber penyakit menular

atau kontaminasi termasuk vektor dan reservoir. Di Indonesia Kebijakan

Pengendalian Vektor tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 356/MENKES/PER/IV/2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan. KKP berada di

bawah dan bertanggung jawab pada Direktur Jenderal nyamuk, tikus dan

pinjal.

Page 19: Ihr

2.6 Tujuan dan Area Fokus dari Asia Pacific Strategy for Emerging Disease (APSED)

2.6.1 Tujuan APSED

Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan perlindungan

kesehatan di wilayah Asia-Pasifik melalui mitra kerja yang produktif

dalam rencana kesiagaan, pencegahan, deteksi dini, karakterisasi, dan

cara pencegahan dan pengawasan penyakit menular yang muncul.

2.6.2 Area Fokus APSED

Bagian ini menjelaskan setiap area fokus, termasuk komponen kunci

dan diusulkan langkah strategis yang harus dilaksanakan untuk sistematis

kapasitas penguatan.

APSED (2010) telah memperluas fokusnya untuk menyertakan

delapan area fokus, seperti:

1. surveilans, risk assesment dan respon;

2. laboratorium;

3. zoonosis;

4. pencegahan dan pengendalian infeksi;

5. komunikasi risiko

6. kesiapsiagaan darurat kesehatan masyarakat;

7. kesiapan daerah, waspada dan tanggap; dan

8. monitoring dan evaluasi.

Tabel 1. APSED (2010) focus areas and key components

Focus Area Key Components

Page 20: Ihr

1. Surveillance,

risk assessment

and respone

Event-based surveillance

Indicator-based surveillance

Risk assessment capacity

Rapid response capacity

Field epidemiology training

2. Laboratories Accurate laboratory diagnosis

Laboratory support for surveillance and

response

Coordination and laboratory networking

Biosafety

3. Zoonoses Coordination mechanism for:

sharing of surveillance information

coordinated response

risk reduction

research

4. Infection prevention and

control

National infection prevention and

control (IPC) structure

IPC policy and technical guidelines

Enabling environment (e.g. facilities,

equipment and supplies)

Supporting compliance with IPC

practices

5. Risk communications Health emergency communications

Operation communications

Behaviour change communications

6. Public health emergency

Preparedness

Public health emergency planning

National IHR Focal Point functions

Page 21: Ihr

Points-of-entry preparedness

Response logistics

Clinical case management

Health care facility preparedness and

response

7. Regional preparedness,

alert and

Response

Regional surveillance and risk

assessment

Regional information-sharing system

Regional preparedness and response

8. Monitoring and

evaluation

Country-level monitoring (including

workplan and APSED/IHR indicators)

Regional-level monitoring: Technical

Advisory Group

Evaluation

Area fokus 1 sampai bertujuan membangun kapasitas nasional dan

lokal. Area fokus 7 diperkuat WHO kesiapan, pengawasan, penilaian

risiko daerah dan sistem respon. Area fokus 8 mengacu pada monitoring

dan evaluasi APSED Kegiatan (2010) implementasi di tingkat nasional

dan regional.

1. Surveilans, risk assessment dan respon

Surveilans, risk assesment dan kapasitas penanggulangan wabah

merupakan prasyarat untuk manajemen yang efektif dari wabah

penyakit yang muncul. Sistem surveilans nasional yang efektif

menghasilkan informasi yang dapat dipercaya untuk tepat waktu

penilaian risiko yang menginformasikan tindakan kesehatan

masyarakat yang cepat.

Page 22: Ihr

Komponen utama yang dibutuhkan untuk sistem yang efektif

pengawasan, penilaian risiko dan respon pada tingkat nasional dan

lokal:

a. Surveilans berbasis event (Event-based surveillance/EBS);

b. Surveilans berbasis indikator (Indicator-based surveillance/IBS);

c. Kapasitas penilaian risiko (Risk assessment capacity);

d. Kapasitas respon cepat (Rapid response capacity);

e. Pelatihan lapangan epidemiologi (Field epidemiology

training/FET).

2. Laboratorium

Pelayanan laboratorium kesehatan publik yang efisien dan dapat

diandalkan merupakan komponen penting dari sistem kesehatan

masyarakat yang bertujuan untuk secara efektif merespon emerging

disease.

Tepat waktu dan diagnosis laboratorium yang akurat dalam lingkungan

yang aman adalah landasan dari setiap pengawasan dan sistem respon

untuk emerging disease dan peristiwa kesehatan masyarakat lainnya.

Penguatan kapasitas nasional dan regional untuk diagnosis

laboratorium yang akurat, surveilans berbasis laboratorium dan

jaringan, dan keamanan hayati adalah komponen penting sebagai

upaya untuk menjamin keamanan kesehatan daerah. Laboratorium

kesehatan masyarakat pengembangan kapasitas akan terus fokus pada

emerging disease di bawah APSED (2010), dan kegiatan ini perlu

dikoordinasikan dengan Strategi WHO untuk Asia Pasifik Penguatan

Laboratorium Pelayanan Kesehatan (2010-2015) dan strategi regional

yang berbeda tentang pencegahan dan penahanan resistensi

antimikroba

Page 23: Ihr

3. Zoonosis

Penyakit zoonosis (zoonosis) digambarkan sebagai penyakit atau

infeksi yang secara alami menular dari hewan vertebrata ke manusia

dan sebaliknya. Bukti terbaru menunjukkan bahwa sekitar 60% dari

semua penyakit manusia saat ini diakui dan sekitar 75% penyakit yang

muncul yang telah mempengaruhi manusia selama tiga dekade terakhir

berasal dari hewan. Oleh karena itu, pencegahan, deteksi dan

pengendalian penyakit zoonosis merupakan komponen penting dari

setiap program emerging disease nasional, regional maupun global,

pentingnya penyakit zoonosis telah diakui dengan Organisasi Pangan

dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (the Food and Agriculture

Organization of the United Nations/FAO), Dunia Organisasi

Kesehatan Hewan (the World Organisation for Animal Health/OIE),

dan WHO bekerja sama dengan masing-masing mitra lainnya dan

dengan memberikan kontribusi pada konsep "One Health".

Penguatan kapasitas generik dalam pengawasan nasional, penilaian

risiko dan respon sistem, serta area fokus APSED lainnya seperti

komunikasi risiko dan laboratorium jasa, akan membantu untuk

memastikan penemuan awal, respon cepat, serta pencegahan dan

pengendalian penyakit zoonosis.

Mengingat sifat unik penyakit zoonosis, memastikan berkelanjutan dan

efektif mekanisme koordinasi dan kolaborasi antara kesehatan manusia

dan hewan sektor sangat penting dan perlu diperkuat. Selain itu,

mengurangi risiko penularan penyakit zoonosis dari hewan ke manusia

membutuhkan kerjasama erat dan hubungan dengan keamanan pangan,

lingkungan dan sektor satwa liar. Pengalaman dan pelajaran dari flu

burung A (H5N1) di wilayah tersebut selama beberapa tahun terakhir

memberikan dasar yang baik untuk mengkonsolidasikan dan

memperkuat nasional dan mekanisme koordinasi regional untuk

Page 24: Ihr

pengawasan berbagi informasi dan terkoordinasi tanggapan oleh sektor

kesehatan manusia dan hewan.

4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Membangun pencegahan infeksi yang efektif dan kontrol (Infection

Prevention and Control/IPC) praktek dalam perawatan kesehatan

pengaturan ini penting untuk mengurangi risiko penularan penyakit

yang muncul untuk kesehatan pekerja perawatan, pasien, keluarga

mereka dan masyarakat. Pembentukan sistematis praktek IPC yang

baik adalah sebuah tantangan, dan ada ruang untuk perbaikan yang

signifikan di banyak rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan

lainnya di wilayah tersebut. IPC tidak selalu dianggap prioritas di

banyak negara jika dibandingkan dengan kegiatan lain yang diperlukan

untuk menanggapi wabah.

Praktek IPC baik sangat penting dalam fasilitas perawatan kesehatan

bila wabah terjadi karena risiko bahwa fasilitas akan menjadi titik

pusat gempa untuk penyebaran infeksi. Selain itu, infeksi pada staf

kritis dapat mempengaruhi pemberian perawatan kesehatan jasa dan

penyediaan kapasitas lonjakan saat yang paling membutuhkan.

Hal ini penting untuk mengakui bahwa langkah-langkah IPC

diterapkan selama wabah harus dibangun di atas dasar yang kuat dari

praktek sehari-hari yang baik, yaitu bahwa praktek IPC berkualitas

tinggi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

merupakan prasyarat untuk wabah yang efektif respon. Saat ini sudah

ada konsensus luas pada infrastruktur dan kebijakan yang harus

dibentuk untuk mendukung praktek IPC baik. Masih banyak yang

harus dilakukan, termasuk advokasi untuk implementasi. Ahli IPC

lokal harus didukung untuk menjadi efektif praktisi, pelatih dan

pendukung. Pusat sama, nasional keunggulan harus diidentifikasi,

Page 25: Ihr

diakui dan didukung untuk akhirnya menjadi sumber IPC

bagi negara-negara dan wilayah.

5. Komunikasi Risiko

Komunikasi risiko untuk keadaan darurat kesehatan masyarakat

mencakup berbagai kapasitas komunikasi yang diperlukan selama

kesiapan, respon dan pemulihan fase acara kesehatan masyarakat yang

serius. Kegiatan komunikasi risiko sangat penting dalam mendukung

pengelolaan acara kesehatan masyarakat yang akut, terutama pada

tahap awal ketika tindakan tegas harus diambil dalam konteks

ketidakpastian. risiko yang efektif komunikasi juga memberikan

kontribusi mendasar untuk pengelolaan penyakit yang muncul dan

ancaman kesehatan masyarakat lainnya dengan menginformasikan

pengambilan keputusan, mendorong positif perubahan perilaku dan

menjaga kepercayaan publik.

6. Kesiapsiagaan Darurat Kesehatan Masyarakat

Keadaan darurat kesehatan masyarakat, terutama yang disebabkan oleh

peristiwa wabah muncul penyakit, menimbulkan ancaman serius bagi

keamanan kesehatan nasional dan regional. Pengalaman telah

menunjukkan bahwa kesiapan yang efektif dapat memastikan publik

yang cepat tanggap darurat kesehatan dan meminimalkan kesehatan

negatif, dampak ekonomi dan sosial.

Membangun pelajaran dari kesiapsiagaan menghadapi pandemi dan

perencanaan respon di bawah APSED selama lima tahun terakhir dan

pengalaman yang diperoleh melalui menanggapi pandemi influenza

(H1N1) 2009, area fokus ini membahas perlunya kesiapan berencana

untuk keadaan darurat kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh

penyakit yang muncul dan lainnya Peristiwa kesehatan masyarakat

yang akut. Karena ada kesamaan yang signifikan antara kesiapsiagaan

pandemi dan perencanaan darurat untuk kesehatan masyarakat akut

Page 26: Ihr

lainnya peristiwa, APSED (2010) mempromosikan pendekatan umum

untuk keadaan darurat kesehatan masyarakat kesiapsiagaan dan respon

perencanaan dan rencana-ancaman tertentu. Melalui pengalaman dan

pembelajaran dari kesiapsiagaan menghadapi pandemi, kesehatan

masyarakat kesiapsiagaan darurat harus melibatkan pendekatan dua

tingkat, seperti yang dijelaskan di bawah ini.

a. Perencanaan darurat: Tingkat pertama adalah merumuskan,

olahraga, mengevaluasi dan merevisi rencana tanggap darurat

kesehatan masyarakat. Pengalaman dengan berolahraga dan

merevisi rencana ini secara eksplisit menyoroti kebutuhan untuk

memastikan terus menerus siklus mengembangkan dan

mempertahankan rencana tanggap darurat up-to-date.

b. Meningkatkan kesiapan: Tingkat kedua adalah untuk meningkatkan

kesiapan dan kapasitas untuk mengaktifkan rencana. Upaya ini

dapat melibatkan penguatan kegiatan event khusus (seperti

penimbunan obat esensial untuk pengobatan dan pelindung diri

peralatan), dan tindakan yang berkaitan dengan peningkatan

kapasitas generik rutin.

Banyak kegiatan rutin yang ditujukan untuk meningkatkan kesiapan

(seperti penguatan pengawasan, penilaian risiko dan respon sistem, dan

komunikasi risiko) memiliki sudah dijelaskan dalam dokumen. Area

fokus ini menggambarkan kesehatan masyarakat perencanaan darurat

dengan penekanan pada siklus perencanaan berkelanjutan dan

beberapa kegiatan kesiapan khusus yang sangat penting tetapi belum

ditangani secara terpisah area fokus di bawah strategi ini, seperti

fungsi Nasional IHR Focal Point, klinis manajemen kasus dan respon

logistik.

7. Kesiapan Daerah, Waspada dan Tanggap

Page 27: Ihr

Ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti penyakit muncul,

melampaui batas-batas negara. IHR (2005) menempatkan persyaratan

pada WHO untuk memperkuat sistem regional dan global dan

kapasitas pengawasan, penilaian risiko dan respon dalam rangka

mendukung negara dengan memastikan bahwa dukungan yang cepat

dan tepat dapat diberikan untuk ini kegiatan dalam menanggapi

peristiwa akut kesehatan masyarakat.

8. Monitoring dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi (Monitoring and Evaluation/M & E)

merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari APSED (2010) dan

yang implementasi. Kuat M & E sangat penting untuk memenuhi dua

kebutuhan manajemen penting: akuntabilitas dan pembelajaran. Dalam

konteks strategi ini, akuntabilitas dapat didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menunjukkan bahwa strategi efektif dalam

mencapai tujuan, bahwa prioritas yang tepat, dan bahwa sumber daya

telah digunakan secara optimal. Demikian pula, belajar (dalam konteks

M & E) dapat didefinisikan sebagai pemahaman apa bekerja dan apa

yang bisa dilakukan lebih baik, yang pada gilirannya membantu untuk

memastikan bahwa keputusan didasarkan pada bukti, memfasilitasi

peningkatan berkelanjutan.

2.7 Risk Assessment dan Manajemen Risiko Kesehatan Masyarakat

2.7.1 Prinsip Manajemen Risiko

1. Manajemen risiko meliputi ancaman dan peluang (maksimalisasi

peluang, minimalisasi kehilangan, dan meningkatkan keputusan dan

hasil) „

2. Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang logis dan sistematis

untuk meningkatkan kinerja yang efektif dan efisien „

Page 28: Ihr

3. Manajemen risiko memerlukan pemikiran kedepan

4. Manajemen risiko mensaratkan akuntabilitas dalam pengambilan

keputusan „ Manajemen risiko mensaratkan komunikasi „

5. Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang seimbang antara biaya

untuk mengatasi risiko (dan meningkatkan peluang perbaikan) dengan

manfaat yang diperoleh

2.7.2 Manfaat Manajemen Risiko

1. Pengendalian thd timbulnya adverse event

2. Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum

suatu masalah terjadi

3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas

4. Efisiensi

5. Mempererat hubungan stakeholders

6. Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk pengambilan

keputusan

7. Memperbaiki citra

8. Proteksi terhadap tuntutan

9. Akuntabilitas, jaminan, dan governance

10. Meningkatkan personal health and well being

2.7.3 Lingkup Manajemen Risko (General)

1. Perencanaan strategik, operasional dan bisnis

2. Perencanaan sumber daya dan pengelolaan asset

3. Kelanjutan bisnis

4. Perubahan organisasi, tehnologi, dan politis

5. Liabilitas (pertanggungjawaban) disain dan produk

Page 29: Ihr

6. Liabilitas (pertanggungjawaban) pemangku jabatan (direktur, officers,

dsb)

7. Kebijakan publik

8. Isu lingkungan

9. Etik, penipuan, keamanan, dan probity (kejujuran)

10. Alokasi sumberdaya

11. Risiko publik dan pertanggung jawaban umum

12. Studi kelayakan

13. Kepatuhan terhadap aturan/standar

14. Kesehatan dan keselamatan

15. Sistem operasi dan pemeliharaan

16. Manajemen projek

17. Pembelian dan manajemen kontrak

Page 30: Ihr

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

IHR adalah suatu instrumen internasional yang secara resmi mengikat untuk

diberlakukan oleh seluruh negara anggota WHO, maupun bukan negara anggota

WHO tetapi setuju untuk dipersamakan dengan negara anggota WHO.

Mengingat terbatasnya ruang lingkup aplikasi IHR (1969) yang hanya

melakukan kontrol terhadap 3 penyakit karantina, yaitu kolera, pes, dan yellow

fever, maka pada Mei 2005 para anggota WHO yang tergabung dalam World

Health Assembly (WHA) melakukan revisi terhadap IHR (1969). IHR (1969) ini

digantikan dengan IHR (2005) yang diberlakukan pada 15 Juni 2007. Tujuan

dan ruang lingkup adalah untuk mencegah, melindungi, dan mengendalikan

terjadinya penyebaran penyakit secara internasional, serta melaksanakan public

health response.

Dalam IHR terdapat PHEIC atau kedaruratan kesehatan masyarakat yang

meresahkan dunia. PHEIC dalam IHR (2005) diperluas jangkauannya

dibandingkan IHR(1969) yang hanya mencakup penyakit kolera, pes dan yellow

fever. Perluasan ini dimaksudkan untuk menjangkau penyakit new emerging dan

re- emerging, termasuk gangguan atau risiko kesehatan yang disebabkan bukan

oleh infeksi (penyakit menular). PHEIC memiliki plikasi instrument

pengambilan keputusan untuk mengkaji dan memberitahukan kejadian

berpotensi menjadi PHEIC. Bila negara menjawab “ya” untuk kejadian yang

memenuhi peling sedikit dua kriteria seperti contoh yang dijelaskan, harus

segera melakukan pemberitahuan kepada WHO.

Page 31: Ihr

3.2 Saran

Adapun beberapa saran yang didapatkan dari pembahasan yang di

jelaskan, yaitu:

1. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami konsep ruang

lingkup, dan tujuan IHR.

2. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami paradigma

perubahan IHR 1969 ke 2005.

3. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami Public

Health Emergency of International Concern (PHEIC).

4. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami Kriteria yang

digunakan untuk menetapkan PHEIC.

5. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami Contoh

aplikasi instrument pengambilan keputusan untuk mengkaji dan

memberitahukan kejadian yang berpotensi menjadi PHEIC.

6. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami Tujuan dan

area focus dari Asia Pacific Strategy for Emerging Disesase (APSED).

7. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu memahami Risk

Asessment dan management risk pada kesehatan masyarakat.

Page 32: Ihr

DAFTAR PUSTAKA

Budiarty, Tri Indah, Gambaran mNajemen Pengendalian Vektor di Bandara

Soekarno Hatta tahun 2012, Skripsi tidak diterbitkan : Depok

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan

Depkes RI. Buku Saku Panduan Petugas Kesehatan Tentang Internasional Health

Regulations (IHR). Jakarta, 2008.

Modul Diklat Aparatur Pengelolaan Daerah Perbatasan-Badan Diklat Prov

Kalbar. Modul Karantina Kesehatan. 2015. Diambil tanggal 03 April 2015 pukul

20.00 wib dari bandiklat.kalbarprov.go.id/download_modul.php

WHO. 2010. Asia Pacific Strategy for emerging diseases.