15
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintahan suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional didorong oleh adanya perbedaan harga antar negara (Nopirin, 1997). Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara. Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya telah terjadi selama ribuan tahun (seperti Jalur Sutera dan Amber Road), meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun telah mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti Benua Australia dan penjajahan suatu negara atas negara lainnya seperti penjajahan oleh negara-negara di Eropa terhadap beberapa negara di Asia dan Afrika Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: 1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. 2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN · dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara ... dikatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan

Embed Size (px)

Citation preview

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk

suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk

yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu

dengan pemerintahan suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah

negara lain. Perdagangan internasional didorong oleh adanya perbedaan harga antar

negara (Nopirin, 1997). Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor

dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk

Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara.

Konsep perdagangan internasional pada hakikatnya telah terjadi selama ribuan

tahun (seperti Jalur Sutera dan Amber Road), meskipun dampaknya terhadap

kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan.

Perdagangan internasional pun telah mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi,

globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga

merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti Benua Australia dan

penjajahan suatu negara atas negara lainnya seperti penjajahan oleh negara-negara di

Eropa terhadap beberapa negara di Asia dan Afrika

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh

keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan

perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan

mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan,

Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan

internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala

ekonomi (economic of scale).

Menurut Sukirno (2004) keuntungan dari melakukan perdagangan internasional

adalah :

1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa barang

tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri karena faktor alam maupun

pengetahuan dan teknologi.

2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi yang

dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan setiap negara

dapat menikmati lebih banyak barang yang dapat diproduksi di dalam negeri.

3. Memperluas pasar-pasar industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar,

kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas sehingga

efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

4. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik

produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain dan mengimpor alat-

alat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk meningkatkan

efisiensi.

Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditas

(misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara B) apabila harga domestik negara A

(sebelum terjadinya perdagangan internasional) relatif lebih rendah dibandingkan

dengan harga domestik negara B (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara A

lebih rendah karena produk domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya

sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan

demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara

lain. Di lain pihak, di negara B kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih

besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di

negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi

dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara

negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga

yang diterima oleh kedua negara adalah sama.

Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional harga

di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar

internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan

permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari

PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara B akan terjadi

excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara

A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan

ED yang akan menentukan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan

adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditas (pakaian jadi)

sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor komoditas (pakaian jadi) sebesar M,

dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M yaitu Q*.

O O Q* O QB

Negara A Perdagangan Negara B

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Keterangan :

PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional.

OQ* : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor) tanpa

perdagangan internasional.

A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa

perdagangan internasional.

X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A.

PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan internasional.

PA

X

DA A SA ES

P*

ED B

M

PB

DB

OQB : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor) tanpa

perdagangan internasional.

B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa

perdagangan internasional.

M : Jumlah komoditas yang diimpor oleh negara B.

P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdagangan internasional.

OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah

yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M).

2.1.2 Teori Keunggulan Absolut

Teori keunggulan absolut berdasarkan pada variable riil dan bukan variable

moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan

internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variable

riil seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan

untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan

semakin tinggi nilai barang tersebut.

Teori keunggulan absolut Adam Smith yang sederhana dengan menggunakan

teori nilai tenaga kerja, dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya

ada 2 negara yaitu Amerika Serikat dan Indonesia. Kedua negara tersebut memiliki

faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yaitu gandum dan

pakaian. Untuk menghasilkan satu unit gandum dan pakaian, Amerika membutuhkan 8

unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Sedangkan Indonesia setiap unit gandum dan

pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa Indonesia lebih efisien dalam

memproduksi gandum, sedangkan Amerika Serikat lebih efisien dalam produksi

pakaian. Satu hari orang kerja menghasilkan 16 karung gandum di Indonesia, sedangkan

di Amerika Serikat hanya menghasilkan 8 karung gandum. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa Indonesia memiliki keunggulan absolut pada produksi gandum dan

Amerika Serikat memiliki keunggulan absolut pada produksi pakaian. Amerika Serikat

dikatakan memiliki keunggulan absolut pada produksi kain karena satu hari orang kerja

di Amerika Serikat dapat menghasilkan 4 meter kain, sedangkan di Indonesia hanya

dapat menghasilkan 2 meter kain. Jika keduanya melakukan perdagangan, maka

Indonesia akan berspesialisasi dalam memproduksi gandum dan menukarkan sebagian

gandumnya dengan kain dari Amerika Serikat. Sebaliknya, Amerika Serikat akan

berspesialisasi dalam memproduksi kain, dan menukarkan sebagian kainnya dengan

gandum.

Produk per satuan tenaga kerja/hari/Negara

Amerika Serikat

Indonesia DTDN*

Kain (meter/hari orang kerja) 4 2 2 m : 1 m

Gandum (karung/hari orang kerja)

8 16 1 karung : 2 karung

Sumber : Oktaviani et al. (2009)

Keterangan : * adalah Dasar Tukar Dalam Negeri

Tabel 2.1. Data Hipotesis Teori Keunggulan Absolut Adam Smith

Keunggulan absolut masing-masing negara terjadi karena setiap negara dapat

menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari

negara lain. Menurut teori keunggulan absolut, Adam Smith mengemukakan bahwa

setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan

spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan

mutlak (absolut), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki

ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage). Selain itu, menurut teori Adam Smith

suatu negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional dan meningkatkan

kemakmurannya apabila :

1. Kondisi perdagangan free trade (tanpa campur tangan pemerintah).

2. Negara melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolut yang dimiliki.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori keunggulan absolut adalah :

1. Terdapat dua negara dan dua komoditas.

2. Faktor produksi yang digunakan adalah tenaga kerja.

3. Kualitas barang yang diproduksi oleh kedua negara adalah sama.

4. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

5. Biaya transportasi diabaikan.

2.1.3 Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo merupakan penyempurnaan

dari teori keunggulan absolut Adam Smith. Teori keunggulan komparatif (The Law of

Comparative Advantage) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo menyatakan

bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi

dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling

menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda

jika dibandingkan dengan tidak ada perdagangan.

Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasarkan teori tenaga kerja (labour

theory of value) yang menyatakan bahwa hanya satu faktor produksi yang penting yang

menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah

proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk

menghasilkannya. Menurut teori keunggulan komparatif suatu negara akan memperoleh

manfaat dari perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta

mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Perdagangan internasional dapat meningkatkan output dunia karena

memungkinkan setiap negara memproduksi sesuatu yang keunggulan komparatifnya ia

kuasai. Dengan kata lain, perdagangan antara dua negara akan menguntungkan kedua

belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor produk yang

keunggulan komparatifnya ia kuasai.

Menurut Simatupang (1991), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran

daya saing (keunggulan) potensial. Artinya, daya saing akan dicapai apabila

perekonomian tidak mengalami distorsi. Dengan kata lain, komoditas yang memiliki

keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Suatu negara

yang memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu secara potensial harus mampu

mempertahankan dan bersaing dengan negara lain.

2.1.4 Teori Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah suatu keunggulan yang dapat dikembangkan, keunggulan

ini harus diciptakan untuk dapat memilikinya. Jadi, keunggulan kompetitif suatu

komoditas atau sektor ekonomi terbentuk dengan kinerja yang dimilikinya sehingga

dapat unggul dari komoditas atau sektor ekonomi lainnya. Konsep keunggulan

kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter (1990) dengan empat faktor utama

yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, industri

pendukung dan terkait, serta kondisi strategis, struktur perusahaan dan persaingan.

Selain keempat faktor tersebut, ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara

keempat faktor tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Secara bersama-

sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya

saing yang disebut Porter’s Diamond Theory (Tarigan, 2005).

2.1.5 Model Gravitasi (Gravity Model)

Gravity model pertama kali digunakan dalam analisis perdagangan internasional

oleh Tinberger (1962) yang menganalisis arus perdagangan di negara-negara Eropa.

Menurut Feenstra et al (1998), gravity model dapat menjelaskan aliran perdagangan

internasional dengan baik. Selanjutnya menurut Alonso (1987) dalam Yuniarti (2007),

ditemukan hubungan yang kuat dengan menggunakan fungsi gravity dengan mengganti

massa dengan populasi dan kekuatan gravitasi dengan beberapa ukuran interaksi antara

dua lokasi.

Model gravitasi didasarkan pada hukum gravitasi Newton, yang menyatakan

bahwa gaya gravitasi antara dua benda secara langsung dipengaruhi secara proporsional

oleh massa dari kedua benda dan sebaliknya secara proporsional dipengaruhi oleh jarak

kuadrat antara keduanya. Dalam konteks perdagangan, model ini menyatakan bahwa

intensitas perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan

pendapatan nasional masing-masing negara, dan berhubungan terbalik dengan jarak

diantara keduanya.

Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola

perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya

menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara

dalam ukuran ekonominya seperti PDB dan nilai tukar. Alasan yang melatarbelakangi

penggunaan gravity model adalah bahwa negara yang lebih besar dan kaya banyak

melakukan perdagangan luar negeri dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan

miskin di mana ada pengaruh dari jarak, namun bukan sebagai hambatan. Sesuai dengan

perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu “interaksi antara dua objek

adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-

masing”.

Mi x Mj

Fij = G ----------

Dij2

dimana :

Fij = Volume aliran perdagangan

Mi,j = Ukuran ekonomi untuk kedua negara

Dij = Jarak antara kedua negara

G = Konstanta

A. Jarak

Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity model

untuk aliran perdagangan. Dalam kaitannya dengan perdagangan, jarak memberikan

pengaruh dalam masalah biaya angkut (transportasi) produk dari titik produksi ke titik

konsumsi. Biaya angkut tersebut juga memberikan dampak secara langsung maupun

tidak langsung bagi perdagangan internasional. Variabel jarak tersebut dapat

dimodifikasi menjadi economics distance atau jarak ekonomi. Variabel ini menghitung

jarak geografis antara dua negara, juga memasukkan GDP negara mitra dagang atau

yang disebut weighted-average economics distance (Li et al., 2008). Adapun rumus

yang digunakan dalam menghitung jarak ekonomi yaitu:

Jarak Ekonomi = Jarak Geografis Antarnegara X (∑ GDPj)

GDPj

Salvatore (1997) menjelaskan pengaruh biaya transportasi terhadap perdagangan

internasional seperti dalam Gambar 2.2. Sebelum dilakukan perdagangan internasional,

negara 1 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga $5, sementara

negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dengan harga $11. Setelah

dilakukan perdagangan internasional (tanpa biaya transportasi), harga komoditas Z di

negara 1 akan meningkat sehingga negara 1 berproduksi lebih banyak kemudian

kelebihan produksinya diekspor ke negara 2. Bertambahnya kuantitas komoditas Z

menyebabkan harga komoditas Z di negara 2 menurun hingga harga yang berlaku di

kedua negara adalah sama yaitu sebesar $8 dengan kuantitas Z yang diperdagangkan

sebanyak 50 unit.

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 2.2 Analisis Keseimbangan Parsial Atas Biaya Transportasi

Biaya trasnportasi akan menyebabkan harga komoditas di negara importir yaitu

negara 2 meningkat sehingga harga komoidtas Z di negara 2 sebesar $9 sementara di

negara 1 sebesar $7. Negara 1 akan meningkatkan produksi domestik atas komoditas Z

hingga 70 unit, dimana untuk konsumsi domestik sebanyak 30 unit dan 40 unit sisanya

diekspor ke negara 2. Sedangkan di negara 2 disaat harga $9 produksi komoditas Z

sebanyak 30 unit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan domestiknya negara 2

mengimpor 40 unit komoditas Z dari negara 1.

B. Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (Gross Domestik Product/GDP) sebagai salah satu

variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya

kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu

negara, semakin besar pula kemampuan tersebut untuk melakukan perdagangan.

Komponen GDP terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net

ekspor. Menurut Mankiw (2003) GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran

total nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil.

GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil

mengukur output yang dinilai pada harga konstan.

C. Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah

tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan

perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs

riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua

negara, sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang

diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik

dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal pada

tingkat kurs yang terjadi. Maka kurs riil dapat dituliskan seperti berikut :

Є = e (P/P*)

dimana :

Є = Kurs riil

e = Kurs nominal

(P/P*) = Rasio tingkat harga di dalam dan luar negeri

Kurs riil di antara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di

kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan

barang-barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar

negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah.

D. Populasi

Populasi di suatu negara berpengaruh terhadap permintaan ekspor negara

tersebut. Pertumbuhan penduduk di negara tujuan ekspor berimplikasi pada peningkatan

permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan dan

menyebabkan excess demand pasar internasional dengan asumsi permintaan tetap,

(cateris paribus), begitu pula di negara pengekspor.

2.2 Studi Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Yeboah et al (2007) dalam jurnal “Increased Cocoa Bean

Exports Under Trade Liberalization : A Gravity Model Approach” menyimpulkan

bahwa perbedaan relatif faktor pendorong berbeda pengaruhnya bagi perdagangan.

Perbedaan pendapatan di antara negara importir dan eksportir positif dan signifikan

sedangkan nilai tukar tidak menjadi masalah. Tetapi harga produsen kakao pada saat

liberalisasi perdagangan meningkat, produksi meningkat dan volume ekspor meningkat.

Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral Indonesia

dengan pendekatan Gravity Model yang menyimpulkan bahwa PDB dari negara

eksportir (Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif, variabel jarak berpengaruh

negatif terhadap perdagangan bilateral, variabel kesamaan ukuran perekonomian

berpengaruh positif, variabel populasi mitra dagang mempunyai koefisien positif, dan

keanggotaan dalam area perdagangan bebas tidak berpengaruh.

Karomah (2011) meneliti tentang daya saing dan faktor-faktor yang

memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional, pengestimasian

dengan metode Gravity Model menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

aliran ekspor nenas Indonesia dengan negara tujuan adalah pendapatan per kapita, jarak

Indonesia dengan negara tujuan, dan pendapatan per kapita Indonesia. Sedangkan hasil

penelitian menggunakan metode Export Product Dynamic (EPD) menunujukkan bahwa

selama periode 2002-2008 kinerja ekspor nenas Indonesia terletak pada posisi Retreat,

disebabkan pertumbuhan pangsa ekspor nenas dari Indonesia ke dunia yang mengalami

penurunan, begitu juga dengan pangsa pasar ekspor Indonesia.

Gumilar (2010) meneliti tentang daya saing sayuran utama Indonesia selama

periode 2001-2008 di pasar Internasional melalui pengestimasian dengan menggunakan

Export Product Dynamic (EPD). Diketahui bahwa beberapa komoditi sayuran Indonesia

yang diuji seperti kol, jamur, dan kentang berada di posisi Retreat, komoditi bawang

merah Indonesia berada di posisi Rising Star, komoditi cabai berada di posisi Falling

Star, sedangkan komoditi tomat berada di posisi Lost Opportunity.

Yanti (2011) meneliti tentang analisis daya saing produk turunan susu Indonesia

di pasar internasional selama periode 2000-2010. Berdasarkan hasil estimasi Export

Product Dynamic (EPD), keenam produk turunan susu berada pada posisi daya saing

Rising Star yang menandakan bahwa keenam produk tersebut tumbuh dengan cepat

(fast-growing product) dan Indonesia memperoleh tambahan pangsa pasar dari keenam

produk turunan susu tersebut.

Oktaviani (2011) meneliti tentang daya saing industri karet remah Indonesia

selama periode 1993-2008. Berdasarkan hasil analisis keunggulan kompetitif dengan

Porter’s Diamond Theory, industri karet remah Indonesia dapat dikatakan memiliki

keunggulan kompetitif. Hal tersebut dikarenakan industri karet remah Indonesia

memiliki komponen-komponen keunggulan kompetitif Porter’s Diamond Theory yang

lebih banyak dibandingkan dengan komponen kelemahannya. Hasil analisis Porter’s

Diamond Theory menunjukkan bahwa hanya ada tiga dari empat belas komponen yang

masih kurang mendukung keunggulan kompetitif industri karet remah Indonesia yaitu

komponen IPTEK, infrastruktur, dan industri terkait.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi pertanian nasional, khususnya

subsektor perkebunan, yang menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dalam

pembangunan, sehingga membuat pemerintah memberi perhatian terhadap komoditi

pertanian guna terwujudnya peningkatan produktivitas. Kakao merupakan salah satu

komoditas andalan sektor perkebunan yang peranannya penting bagi perekonomian

nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa

negara. Namun, kualitas komoditas kakao masih termasuk rendah di pasar internasional,

padahal berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia

Dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor

komoditas kakao Indonesia menuju kawasan Uni Eropa, yang melibatkan 10 negara

mitra dagang pengimpor di kawasan Uni Eropa dalam kurun waktu tahun 2002-2010.

Negara yang dimaksud antara lain Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Italia, Lituania,

Belanda, Polandia, Spanyol dan Inggris. Kesepuluh negara ini dipilih karena nilai ekspor

ke negara tujuan pengimpor tersebut termasuk tinggi dan tergabung di dalam ICCO

(International Cocoa Organization) seperti halnya Indonesia. Model pendekatan yang

digunakan adalah Gravity Model, Export Product Dynamic (EPD), dan Porter’s

Diamond.

Di dalam Gravity Model, variabel yang akan dianalisis adalah jarak ekonomi

antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, GDP riil negara Indonesia, GDP riil

negara tujuan ekspor, serta nilai tukar riil mata uang negara tujuan ekspor terhadap US$.

Pengolahan data dilakukan secara statistik dengan pendekatan panel data yang diolah

dengan Eviews 6, sehingga akan didapatkan kesimpulan faktor-faktor yang

memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke negara mitra dagang pengimpor. Di

dalam Export Product Dynamic (EPD) dapat diidentifikasi posisi daya saing komoditas

kakao Indonesia dan juga dapat diketahui apakah komoditi tersebut merupakan produk

dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Sedangkan dengan

Porter’s Diamond dapat dianalisis kondisi faktor-faktor yang memengaruhi daya saing

komoditas kakao Indonesia.

Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran

Pertanian khususnya subsektor perkebunan menjadi penyumbang

devisa yang besar dalam pembangunan

Rendahnya kualitas kakao Indonesia di pasar internasional

Analisis Posisi Daya Saing Produk Ekspor

Komoditas Kakao Indonesia

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor

Komoditas Kakao Indonesia

Analisis Kondisi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya

Saing Komoditas Kakao Indonesia

Export Product Dynamic (EPD)

Gravity Model : Jarak Ekonomi

GDP riil Indonesia GDP riil negara tujuan

Nilai tukar riil

Porter’s Diamond

Strategi dan Rekomendasi Kebijakan Guna Pengembangan Komoditas Kakao Indonesia

Kakao sebagai komoditas agroindustri yang

berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien

variabel-variabel yang memengaruhi aliran ekspor komoditas kakao Indonesia adalah:

1. Jarak ekonomi diharapkan memiliki pengaruh negatif terhadap aliran ekspor

komoditas kakao Indonesia.

2. GDP negara tujuan ekspor diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap aliran

ekspor komoditas kakao Indonesia.

3. GDP negara Indonesia diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap aliran

ekspor komoditas kakao Indonesia.

4. Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara tujuan ekspor diharapkan memiliki

pengaruh positif terhadap aliran ekspor komoditas kakao Indonesia.

5. Populasi negara tujuan ekspor diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap

aliran ekspor komoditas kakao Indonesia.