19
IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR Rusydi Sulaiman STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka-Belitung Jl. Raya Petaling Km.13 Kec. Mendobarat, Kab. Bangka 33171 Babel Email: [email protected] Abstract: Ikhwân al-Muslimîn and the Politic of Egypt State. Ikhwanul Muslimin is a religious movement in Egypt which was regarded as an inspired and certain nuance, even it became a mainstream and as a trigger for advent of other movements. The present paper is a historical study which takes an effort to reconsrtruct a past even as religious phenomenon related to problem of politics. The study consists of political background in Egypt, Hasan al-Banna and Ikhwanul Mislimin, the orgaization of Ikhwanul Muslimin, and Ikhwanul Muslimin and political concept of Egypt State. Two data sources- used in this article wether it is primery or secondary- then are analyzed by using descriptive analysis. Based on the method used, the conclusion of the study is as follows: the factors that made the founding of Ikhwanul Muslimin namely the situations that influenced it, including politic. The figurative of al-Banna gives a big influence to Ikhwanul Muslimin’s prospect; as a big religious movement in Egypt, Ikhwanul Muslimin also concerned with political ideas and strategies although the political aspect is not the main purpose. Keyword: Ikhwanul Muslimin, religious movement, politic of Egypt State Abstrak: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir. Ikhwanul Muslimin merupakan gerakan keagamaan di Mesir yang unik dan memberikan nuansa tersendiri, bahkan dalam perkembangannya menjadi mainstream gerakan dan sebagai pemicu bagi munculnya gerakan-gerakan lain. Tulisan ini bersifat sejarah, berusaha merekonstruksi peristiwa masa lalu keagamaan di Mesir yang berkenaan dengan problem politik. Pembahasan meliputi beberapa sub, yaitu: latar belakang politik di Mesir, Hasan al-Banna dan Pembentukan Ikhwanul Muslimin, pemkembangan gerakan, dan Ikhwanul Muslimin dan politik kenegaraan Mesir. Dua bentuk sumber data, baik primer maupun sekunder yang kemudian digunakan untuk analisis deskriptif. Akhirnya disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan dan peran Ikhwanul Muslimin termasuk situasi politik. Selain itu adalah ketokohan al-Banna dalam gerakan Ikhwanul Muslimin, dan gerakan tersebut memiliki ide politik dan strategi jitu walaupun sebenarnya aspek politik bukan tujuan utama dalam berdakwah. Kata kunci: Ikhwanul Muslimin, gerakan keagamaan, politik kenegaran Mesir Pendahuluan Sepanjang perkembangan sejarahnya, Mesir selalu diduduki bangsa lain, seperti Arab (641- 935 M), Dinasti Fathimiyah (969-1171 M), Dinasti Ayyubiyah (1171-1250), Dinasti Mamluk (1250-1517 M), dan Turki Utsmani (1517-1805 M). 1 Bahkan selanjutnya berdatangan bangsa lain (non-Arab) ke daerah ini dengan alasan dan tujuan tertentu. Walaupun statusnya sebagai wilayah ke- kuasaan Turki Utsmani, Mesir secara de facto Mamluk. Sejak itu juga kedudukan ulama dan organisasi tarekat sufi cukup mengakar dan kokoh di Mesir. Tepatnya pada abad ke delapan belas masehi, Turki Utsmani yang sudah cukup lama berkuasa berubah lemah kontrol politiknya terhadap Mesir di samping posisinya yang sulit dijangkau oleh pemerintah pusat, sehingga muncul konflik berkepanjangan dikalangan fraksi mamluk yang berakibatkan pada kemunduran sistem irigasi, tingginya pajak, meningkatnya kepastoran dan 2 dipegang oleh fraksi militer lokal yaitu dinasti otonomi kesukuan. Kondisi Utsmani yang sangat lemah ini membawa kepada perubahan besar 1 Mervin Hisket, The Course of Islam in Africa (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994), h. 53. 2 Ira M. Lapidus, a History of Islamic Society (New York: Cambridge University Press, 1998), h. 616 243 |

IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

IKHWANUL MUSLIMINDAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi SulaimanSTAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka-Belitung

Jl. Raya Petaling Km.13 Kec. Mendobarat, Kab. Bangka 33171 BabelEmail: [email protected]

Abstract: Ikhwân al-Muslimîn and the Politic of Egypt State. Ikhwanul Muslimin is a religious movement in Egyptwhich was regarded as an inspired and certain nuance, even it became a mainstream and as a trigger for adventof other movements. The present paper is a historical study which takes an effort to reconsrtruct a past evenas religious phenomenon related to problem of politics. The study consists of political background in Egypt,Hasan al-Banna and Ikhwanul Mislimin, the orgaization of Ikhwanul Muslimin, and Ikhwanul Muslimin andpolitical concept of Egypt State. Two data sources- used in this article wether it is primery or secondary- then areanalyzed by using descriptive analysis. Based on the method used, the conclusion of the study is as follows: thefactors that made the founding of Ikhwanul Muslimin namely the situations that influenced it, including politic.The figurative of al-Banna gives a big influence to Ikhwanul Muslimin’s prospect; as a big religious movement inEgypt, Ikhwanul Muslimin also concerned with political ideas and strategies although the political aspect is notthe main purpose.

Keyword: Ikhwanul Muslimin, religious movement, politic of Egypt State

Abstrak: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir. Ikhwanul Muslimin merupakan gerakan keagamaandi Mesir yang unik dan memberikan nuansa tersendiri, bahkan dalam perkembangannya menjadi mainstreamgerakan dan sebagai pemicu bagi munculnya gerakan-gerakan lain. Tulisan ini bersifat sejarah, berusahamerekonstruksi peristiwa masa lalu keagamaan di Mesir yang berkenaan dengan problem politik. Pembahasanmeliputi beberapa sub, yaitu: latar belakang politik di Mesir, Hasan al-Banna dan Pembentukan IkhwanulMuslimin, pemkembangan gerakan, dan Ikhwanul Muslimin dan politik kenegaraan Mesir. Dua bentuk sumberdata, baik primer maupun sekunder yang kemudian digunakan untuk analisis deskriptif. Akhirnya disimpulkanbahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan dan peran Ikhwanul Muslimin termasuksituasi politik. Selain itu adalah ketokohan al-Banna dalam gerakan Ikhwanul Muslimin, dan gerakan tersebutmemiliki ide politik dan strategi jitu walaupun sebenarnya aspek politik bukan tujuan utama dalam berdakwah.

Kata kunci: Ikhwanul Muslimin, gerakan keagamaan, politik kenegaran Mesir

Pendahuluan

Sepanjang perkembangan sejarahnya, Mesirselalu diduduki bangsa lain, seperti Arab (641-935 M), Dinasti Fathimiyah (969-1171 M), DinastiAyyubiyah (1171-1250), Dinasti Mamluk (1250-1517M), dan Turki Utsmani (1517-1805 M).1 Bahkanselanjutnya berdatangan bangsa lain (non-Arab)ke daerah ini dengan alasan dan tujuan tertentu.

Walaupun statusnya sebagai wilayah ke-kuasaan Turki Utsmani, Mesir secara de facto

Mamluk. Sejak itu juga kedudukan ulama danorganisasi tarekat sufi cukup mengakar dankokoh di Mesir. Tepatnya pada abad ke delapanbelas masehi, Turki Utsmani yang sudah cukuplama berkuasa berubah lemah kontrol politiknyaterhadap Mesir di samping posisinya yang sulitdijangkau oleh pemerintah pusat, sehingga munculkonflik berkepanjangan dikalangan fraksi mamlukyang berakibatkan pada kemunduran sistem irigasi,tingginya pajak, meningkatnya kepastoran dan

2

dipegang oleh fraksi militer lokal yaitu dinasti otonomi kesukuan. Kondisi Utsmani yang sangatlemah ini membawa kepada perubahan besar

1 Mervin Hisket, The Course of Islam in Africa (Edinburgh:Edinburgh University Press, 1994), h. 53.

2 Ira M. Lapidus, a History of Islamic Society (New York:Cambridge University Press, 1998), h. 616

243 |

Page 2: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

seluruh sistem masyarakat Mesir. Salah satunyaadalah karena pendudukan Prancis—EkspedisiNapoleon—pada tahun 1798, pendudukan Inggrispada tahun 1870 dan ditunjuknya Muhammad AliPasha sebagai gubernur Turki Utsmani di Mesirpada tahun 1805.

Setelah itu bermunculan beberapa tokohyang cukup diperhitungkan dan memegangperanan penting dalam proses pembaharuan diMesir, antara lain: al-Tahtawi,3 al-Afghani,4 Abduh5

3 Nama lengkapnya adalah Rifa`ah Badawi Rafi` al-Tahtawi.Lahir di Tahta yang terletak di sebelah selatan Mesir danmeninggal di Kairo pada tahun 1873. Ia adalah murid kesayangangurunya Syaikh Hasan al-Attar yang mempunyai banyakrelasi dengan para ahli ilmu pengetahuan yang mendampingiNapoleon ketika melakukan ekspedisi ke Mesir. Al-Tahtawidiangkat menjadi guru di al-Azhar pasca studinya di lembagatersebut. Pengalaman lain adalah menjadi imam tentara tahun1824, imam mahasiswa dan dikirim ke Paris dan menetap di sanaselama 5 tahun. Sekembalinya dari negara tersebut, ia menjadiguru Bahasa Perancis dan kemudian kepala lembaga terjemahdan surat kabar “al-Waqâ’i` al-Mishriyah” di Mesir yang didirikanoleh Muhammad Ali Pasha. Beberapa karya tulisnya selainterjemahan antara lain: Talkhîs al-Abrîzi fi Talkhîs Bariz, Manâhijal-Albâb al-Misriyah fi Manâhij al-Adâb al-`Ashriyah, al-Mursyidal-Amîn li al-Banât wa al-Banîn, al-Qaul al-Sadîd fi al-Ijtihâd wa al-Taqlîd, Anwâru Taufîqi al-Jalîl fi Akhbâri Mishra wa Tautsîqi BanîIsmâ`îl. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; SejarahPemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,1996), h. 42-45.

4 Nama lengkapnya Jamaluddin al-Afghani. Lahir diAfganistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istanbul tahun1897. Ia adalah tokoh pembaharu yang tempat tinggalnya danaktivitasnya berpindah-pindah dari satu negara Islam ke negaraIslam lainnya. Beberapa jabatan yang dipegang yaitu: pembantuPangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan, penasehat SherAli Khan tahun 1864, dan menjadi Perdana Menteri diangkat olehMuhammad A’zam Khan. Menghindari campur tangan Inggris,

dan Ridha,6 termasuk Hasan al-Banna dengan polapemikiran yang sangat kontroversial mendapatsimpati masyarakat yang menginginkan formatbaru. Apalagi kelompok-kelompok berkuasasedang mengalami masa transisi baik dalambidang pemikiran, politik, dan sosial.7

Hasan al-Banna tidak sendirian, juga mengagaspembentukan Gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesiryang kemudian menyebar pengaruhnya di belahandunia Islam. Khususnya politik, tidak sedikitperan gerakan tersebut di basisnya yaitu Mesir.Ia kemudian memberi peran cukup signifikanterhadap konstalasi politik kenegaraan Mesir. Haltersebut yang menjadi fokus pembahasan tulisanini, meliputi beberapa sub bahasan: situasi politikMesir, Hasan al-Banna dan pembentukan gerakan,perkembangan gerakan Ikhwanul Muslimin, danIkhwanul Muslimin dan politik kenegaraan Mesir.

Situasi Politik Mesir

Ada tiga tipe nasionalisme yang munculdalam rentang waktu antara tahun 1860-1914M. Pertama, Religious Nasionalism, nasionalismeyang berdasarkan pada persamaan agama.Kedua, Ethnic/Linguistic Nasionalism, nasionalismeyang berdasarkan pada bangsa dan bahasa.Ketiga, Territorial Patriotism, nasionalisme yangberdasarkan pada kesamaan tempat atau wilayah.8

Dari ketiga tipe tersebut, tipe terakhirlahyang paling banyak berperan (1870-1880), di saat

ia kemudian menetap di Istambul Turki atas undangan SultanAbdul Hamid. Afghani adalah tokoh pembaharu politik yangmeyakini bahwa Islam sesuai untuk semua bangsa, semua zamandan keadaan. Bila terjadi perubahan, maka perlu melakukaninterpretasi terhadap sumber ajaran Islam yaitu Alqurandan sunah. Jadi pintu ijtihad tetap terbuka. Harun Nasution,Pembaharuan Dalam Islam…, h. 51-54.

5 Muhammad Abduh lahir di sebuah desa di Mesir Hilir,ketika negara Mesir dalam keadaan sulit dan masyarakatberpindah-pindah karena tekanan represip penguasa. Begitujuga ayahnya Abduh Hasan Khairullah terakhir menetap didesa Mahallah Nasr. Setelah menekuni Bahasa Arab danmendalami agama kepada pamannya syaikh Darwisi Khadr diTanta, kemudian melanjutkan ke al-Azhar pada tahun 1866.Abduh banyak berguru kepada al-Afghani sejak tahun 1871 dansetelah beberapa tahun bersmaan dengan tamat studi tahun1877, ia mengajar di lembaga tersebut, Darul Ulum dan dikediamannya. Beberapa pengalamannya: merintis Majalah al-Urwah al-Wusqâ dengan Afghani tahun 1884, menjadi anggotaMajlis A`la al-Azhar, mufti di Mesir pada tahun 1899 sampaimeninggal tahun 1905. Abduh adalah tokoh pembaharu Islamyang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Rasyid

Ridha, Qasim Amin, Farid Wajdi, Mustafa abd al-Raziq dan lain-lain. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam…, h. 58-68

6 Rasyid Ridha adalah murid terdekat MuhammadAbduh, lahir pada tahun 1865 di desa al-Qalamun Libanon,berasal dari keturunan al-Husein, cucu Nabi Muhammadsaw. Ia berguru kepada Syaikh Husein al-Jisr di Madrasahal-Wathaniyah al-Islâmiyah, seorang ulama yang telahdipengaruhi ide-ide modern. Selanjutnya banyak dipengaruhioleh ide al-Afghani dan Abduh melalui majalah al-Urwah al-Wutsqâ. Ridha menerbitkan majalah al-Manâr yang fokusdalam kajian pembaharuan bidang agama, sosial dan ekonomi,memberantas tahayyul dan bid`ah dan menghilangkan fahamfatalisme dari komunitas muslim. Ia kemudian menulis lanjutantafsir al-Manâr Muhammad Abduh dengan bahasa yangteratur, sambil mengajar tafsir sampai akhir hayatnya tahun1905. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam…, h. 69-74.

7 Zakaria Sulaimân Bayumi, Al-Ikhwân al-Muslimûn waal-Jamâ’ât al-Islâmiyah fi al-Hayât al-Siyâsah al-Mihsriyah (1928-1948), (Kairo: Maktabah Wahbah, 1979), h. 33.

8 Albert Hourani, Thought in the Liberal Age, 1798-1939(Oxford: Oxford University Press, 1962), h. 193-200.

| 244

Page 3: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

munculnya slogan “Mesir untuk rakyat Mesir”untuk memisahkan Mesir dari kekuasaan TurkiUsmani. Tapi usaha ini belum berhasil dan akhirnyajatuh ke tangan Inggris. Ketaatan dan ketundukanini sebenarnya hanya bersifat pragmatis.9 Sebagaiperwujudan dari nasionalisme dapat dijelaskanbahwa ada beberapa partai yang dianggap cukuprepresentatif untuk menggambarkan pandanganrakyat Mesir terhadap imperialisme Inggris danDinasti Turki Utsmani, di antaranya ialah Hizb al-Wathan (Partai Nasionalis), Hizb al-Ummah (PartaiUmat), dan Partai Khadive. Tokoh-tokoh PartaiHizb al-Wathan di samping merupakan eksponennasionalisme territorial Mesir juga menganjurkannasionalisme religius, sebab menurutnya agamadan nasionalisme adalah satu, dan (ta`âsub)fanatisme nasionalisme hanya dapat dipantaudengan ajaran-ajaran agama.10 Orang yang hatinyaberpegang teguh pada prinsip-prinsip agama,pasti akan memiliki rasa cinta yang tinggi padatanah air dan akan mengorbankan harta danhidupnya.

pihak asing, dalam hal ini Inggris, di sampingkondisi Mesir masih terlalu lemah untuk melalukankonfrontasi dengan kekuatan yang begitu besar.Salah seorang tokoh partai ini adalah Luthfi al-Sayyid.

Setelah itu lahir partai-partai sekular yangsama sekali tidak peduli terhadap masalah-masalah agama, seperti Partai al-Wafd (PartaiRakyat Mayoritas), beberapa partai minoritasseperti Partai al-Ahrâr al-Dusturiyûn, Partai al-Sa`diyûn, Partai al-Katlah al-Sa`diyah, partai-partaiistana seperti Partai al-Ittihâd dan al-Sya’b danlain-lain. Kesemuanya menganut pandangannasionalisme kedaerahan yang sempit.11 Tidakada lagi “payung” yang menghimpun umat Islamdibawah panji akidah, dan upaya menghidupkankepemimpinan Islam “al-khilâfah al-Islâmiyah”dan memindahkan ke negeri lain mengalamikegagalan. Partai-partai politik yang ada salingbermusuhan dan sebagian partai sepakat untuktidak sepakat sehingga diperalat oleh musuh-musuh Islam untuk memecah belah umat.12

Berbeda dengan sikap tokoh-tokoh PartaiUmat (Hizb al-Ummah) yang berpendapat bahwaagama berbeda dengan politik, mereka me-nganjurkan untuk melakukan negosiasi dengan

9 Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi: Kajian Kritisterhadap Pemikiran Thaha Husein (Yogyakarta: Tiara Wacana,1974), h. 22.

10 Abdullah al-Ahsan, Ummah or Nation: Identity Crisis inContemporary Moslem Society (Markfield : United Kingdomof Islamic Foundation, Markfield Dakwah Centre, 1992), h. 42.Partai-partai tersebut memiliki beberapa kharakteristik yaitu:Pertama, didominasi oleh pejabat tinggi negara dan parahartawan yang hanya memenuhi ambisi mencapai kekuasaan,Kedua, ikut serta dalam permainan kekuasaan dan pemilihanumum yang mengakibatkan habisnya potensi-potensi bangsasecara tidak proporsional, sebagai ganti dari usaha penyatuansegenap potensi untuk mewujudkan kemerdekaan. Ketiga,adanya tekanan pihak kolonial terhadap partai-partai tersebut,dimana mereka bersedia mendukung undang-undangkonvensional dan sitem liberal yang berujung pada kekagumanterhadap pemikiran Barat dan gaya hidup sekularnya. Partai-partai tersebut merupakan representasi pemikiran asing.Keempat, setuju dengan semua perundingan dengan pihakkolonial dalam rangka mengalihkan pergumulan revolusionerrakyat selama tidak melanggar prinsip-prinsip ideologis.Kelima, tidak ada alasan bagi partai-partai kecil kecuali demimemndapatkan kekuasaan dan uang. Karenanya partai-partaitersebut dijadikan kendaraan politik oleh pihak istana untuktujuan-tujuan politik negara semata. Lihat dalam Jum`ah AminAbdul Aziz, Zhurûf al-Nasy’ah wa Syakhshiah al-Imâm al-Mu’assis,(Kairo: Dâr al-Tauzi` wa al-Nasyr al-Islâmiyah, 2002), h. 61-62.

11 Yusuf Qardawi, Sistem Kaderisasi Ikhwanul Muslimin, ter-jemahan dari al-Tarbiyah al-Islâmiyyah wa Madrasah Hasan al-Banna, oleh Ghazali Mukri, (Solo: Pustaka Mantiq, 1992), h. 98.

12 Yusuf Qardawi, Al-Shahwah al-Islâmiyah baina al-Ikhtilâfal-Masyrû` wa al-Tafarruq al-Madmûm (Kairo : Dâr al-Shawahli al-Nasyr wa al-Tauzi`, 1990), h. 252. Terdapat 135 organisasikeagamaan pada saat itu, antara lain : Jamâ`ah al-Kasyâfah al-Ahliyyah al-Mishriyyah, Râbithah al-Ishlâh al-Ijtimâ’i, Jum’iyyahal-Ijtihâd al-Nisâ’i, Jum’iyyah al-Ta’âwuniyyah al-Manziliyyah,al-Jum’iyyah al-Ta’âwuniyyah li al-Bitrûl, al-Jum’iyyah al-Ta’âwuniyyah li Taurîdi al-Saqâwî, Al-Ikhwân al-Muslimûnal-Ta’lîm al-Ilzâmî, Jum`iyyah al-Muhansin al-Mulûkiyyah,Jum’iyyah Khârijî al-Muslimûn (bukan organisasi keagamaan),al-Jum`iyyah al-Syar`iyyah li Ta’âwuni al-Muâmilîn bi al-Kitâbwa al-Sunnah al-Muhammadiyah, Jum`iyyah Makârim al-Akhlâq al-Islâmiyyah (didirikan sebelum PD I), Jum`iyyah al-Ummah wa al-Kitâb, Jum`iyyah al-Islâh al-Dînî, Jum’iyyah al-Khairiyah al-Islâmiyyah, Jum`iyyah al-Mawâsal al-Islâmiyyah,Jum`iyyah al-‘Ailât al-Asyâkir al-Bihârah, Jum`iyyah Ihya’Mujib al-Islâm, Jum`iyyah Ghazwât Badr, Jum`iyyah al-Wafa’al-Islâmi, Jum’iyyah Nasyr al-Fadâ’il wa al-Ădâb al-Islâmiyyah,Jum’iyyah as-Syubbân al-Hijâziyyîn, Jamâ’ah al-Munâdab bial-Shalâh, Jamâ`ah Ihyâ’ al-Qur’ân al-Karîm, Jum`iyyah Misr al-Fatât (didirikan pasca PD I), Jum’iyyah al-Râbitah al-Islâmiyyah(didirikan sebelum PD I), Jum`iyyah al-Ummah al-Muhâfazahalâ al-Qur’ân al-Karîm (didirikan pasca PD I), Jum`iyyah al-Urwa al-Wutsqâ al-Islâmiyyah, Jamâ`ah Anshar al-Sunnâhal-Muhammadiyah, Jum`iyyah al-Akhâ’ al-Islâmi, Jum`iyyahal-Muslîm al-Ămil, Jum`iyyah al-Taqwa, Jum`iyyah al-Shubbânal-Muslimîn, Jum`iyyah al-Ikhwân al-Muslimîn, Jum`iyyahal-Râbithah al-Islâmiyyah, Jamâ`ah Syabâb Muhammad,Jum`iyyah al-Akhwât al-Muslimah, Jum`iyyah al-Jihâd al-Islâmî,dan Jum`iyyah al-Hidâyah al-Muslîmah. Lihat Bayumi, al-Ikhwân

245 |

Page 4: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Aspek politik ini tidak mendapat perhatianmasyarakat Islam. Bahkan kelompok keagamaanberada di luar medan politik. Sehingga pengertianpolitik menjadi bertentangan dengan pengertianagama seperti warna putih dan hitam yangselamanya tidak akan pernah bertemu. Di Mesirsaat itu muncul dikotomi antara tipe seorangagamis dan tipe politisi. Masing-masing tidak bisadikompromikan. Kemudian muncullah gerakankeagamaan yang diprakarsai Hasan al-Bannadengan ide dan pemikiran keislamannya yangcemerlang.

Situasi semakin tidak stabil bersamaandengan berakhirnya Perang Dunia II (Nopember1918), dan dunia disibukkan dengan perbaikankerusakan akibat perang tersebut. Semua kalanganmenyerukan agar dibentuk perundingan damaiinternasional antara negara-negara yang bertikai.Akhirnya perundingan pun dilaksanakan di kotaParis Perancis. Masyarakat Mesir mengusulkanpembentukan tim delegasi politik ke perundingantersebut untuk kepentingan pengajuan kebebasan.Namun gagal karena mendapat tekanan Inggris, danmereka ditangkap.13 Spontan berita pengasingan

al-Muslimûn, h. 67. Lihat juga Tameem Ushama, Hasan al-Banna,h. 19-20. Lihat Duna Jeeha, Religious and Political Trend inModern Egypt (Washington: 1950), h. 30.

13 Delegasi yang akan diutus ke perundingan tersebutadalah Sa`ad Basya Zaghlul (Pimpinan delegasi), Ismail Sabri

Zaghlul dan rekan-rekannya mendapat kecamankeras dan menyulut terjadinya revolusi di Mesir.

Kekerasan-kekerasan sering menimbulkanreaksi keras organisasi-organisasi keagamaan yangjumlahnya cukup banyak dalam aksi-aksi sosial, tapitidak berhasil dan dapat dipadamkan. Pada tahun1919, tepatnya ketika al-Banna berada di Kairo,ia menyaksikan beberapa demonstrasi pemudaMesir. Mereka membawa bendera dan berdialog.14

Seluruh elemen masyarakat baik laki-laki maupunwanita mengamuk dan menuntut kebebasan sertakemerdekaan penuh, sebuah bukti bahwa kondisimasyarakat sudah tidak menentu, dan revolusi inimerupakan ungkapan eksistensi diri, seolah-olahbangsa Mesir ingin merasakan kemanusiaannyakembali. Aksi-aksi pembelaan ini terus mengalirsampai tahun 1922, al-Banna waktu itu sedangmenekuni ilmu tasawuf dan ibadah dalam rangkamenemukan keseimbangan hidup sehinggamemberi kemudahan baginya ketika mengeloladan mengorganisir sebuah gerakan keagamaan.

Hasan al-Banna dan Pembentukan Gerakan

Salah satu dari berbagai gerakan keagamaanyang muncul di Mesir pada awal abad dua puluh-an masehi adalah Gerakan Ikhwanul Muslimin15

yang pendiriannya diprakarsai oleh Hasan al-Banna--seorang figur kharismatik, lahir di Mesir

Basya, Muhammad Mahmud Basya dan Hamd al-Bashil Basya.Mereka mendapat ancaman dari panglima perang Inggris,Jenderal Watson bahwa mereka akan diadili secara militer,tepatnya pada tanggal 6 Maret 1919 ditangkap dan dibuangke Pulau Malta di daerah Maditerania. Tanggal 22 September1922, Pemerintah Inggris membentuk komite untuk melakukaninvestigasi terhadap sebab terjadinya revolusi. Berturut-turutdemonstrasi digelar menentang kebijakan kolonial Inggrissampai diumumkannya deklarasi Mesir 28 Febuari 1922 yaituberakhirnya perlindungan Inggris atas Mesir dan pengakuankemerdekaan atas negara ini. Namun deklarasi ini hanyalahstrategi Inggris belaka. Penobatan Sultan Fuad sebagai rajaMesir dengan gelar fuad I, otomatis Mesir menjadi kerajaanotonom yang tidak terkait denga kesultanan Turki Utsmani.Selanjut dalam pembuatan Undang-undang tentang batasankedaulatan rakyat dan kekuasaan raja, terjadi perdebatanantara pihak Sa`ad Zaghlul sebagai representasi nasionalisdengan Fuad I yang mewakili kekuatan politis. Dalam kondisiterpojok, raja mengeluarkan Undang-Undang 1923. Sehinggarakyat terbelenggu dan peluang campur tangan Inggristerbuka lebar. Sejak itu muncul situasi dimana Undang-Undangraja mengalami kepakuman sampai keluar keputusan raja 12Desember 1935 tentang penghapusan Undang-undang 1930dan kembali kepada Undang-Undang 1923. Lihat Jum`ah AminAbdul Aziz, Zhurûf al-Nasy’ah wa Syahsiyatu al-Imâm al-Mu’assis,

(Kairo: Dâr al-Tauzî` wa al-Nasyr al-Islâmiyah, 2002), h. 40-46.14 Tahun ini adalah tahun terjadinya peristiwa revolusi

nasional pasca Perang Dunia Pertama, dimana ketika itual-Banna masih remaja, usianya lebih kurang 12 tahun.Beberapa peristiwa revolusi telah membuka jalan merasuk kedalam jiwa dan perasaan al-Banna, padahal ia saat itu masihberstatus sebagai pelajar di Madrasah al-I`dadiyah di kotaMahmudiyah, dan termasuk pelajar yang dikenal di kalanganpara demonstran. Ia pernah bercerita tentang dirinya, “Meskisibuk bergelut dengan tasawuf dan ibadah, aku berkeyakinanbahwa berbakti kepada negara merupakan jihad yang tidakbisa ditawar lagi. Maka sesuai dengan akidah dan kapasitaskusebagai pelajar, aku bertekad akan melaksanakan peranannyata dalam pergerakan-pergerakan ini.” Demikianlah al-Bannadi usia remaja telah menjadi politikus yang penuh keikhlasandan sosok nasionalis yang disegani diantara para sahabatnya,satu hal yang mengisyaratkan akan adanya peranan besar yangtengah menantinya dan ada tugas besar yang memanggilnya.Lihat Jum`ah Amin Abdul Aziz, Zhurûf al-Nasy’ah…, h. 42.

15 Ikhwanul Muslimin disebut juga al-Ihkwân al-Muslimûn.Terma yang sering digunakan dalam bahasa Inggris untukgerakan ini adalah “muslim brothers” atau “muslim brethren”,mengandung pengertian muslim bersaudara atau persaudaraanIslam di Negara Mesir.

| 246

Page 5: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

pada tahun 1906.16 Beberapa guru--disampingayah kandungnya17--telah memiliki peran cukupdominan terhadap pembentukan karakterdan perkembangan pemikirannya sehingga iakelak begitu disegani tidak hanya di kalanganmasyarakat Mesir, bahkan masyarakat luas dimuka bumi.

Kehadiran Hasan al-Banna di Kairo bertepatandengan masa gejolak politik dan intelektual sertasituasi tidak stabil masyarakat yang menandaitahun 1920-an di Mesir. Ia menemukan problempolitik yang menurutnya cukup serius: perebutankekuasaan di Mesir antara Partai Wafd dan Partaikonstitusi Liberal (Hizb al-Ahrâr al-Dustûriyyah),hiruk pikuk perdebatan politik, yang menimbulkanperpecahan yang muncul pasca revolusi 1919.

Berangkat dari keyakinan bahwa masjid sajatidak cukup untuk menyampaikan ajaran Islamkepada masyarakat luas, al-Banna mengorganisirsekelompok mahasiswa dari al-Azhar, dan DarulUlum yang tertarik mengikuti pelatihan untukberceramah dan penyuluhan. Beberapa mahasiswasetelah menjalani keprihatinan, didelegasikanke seluruh pelosok Mesir untuk melaksanakantugas-tugas dan profesi mereka, dan tidakhanya menyebarkan dakwah Islam, tetapi jugamenyemaikan gagasan pembentukan gerakanIkhwanul Muslimin.

Pengalaman-pengalaman awal telah menempadan menyiapkan dalam diri al-Banna perasaan

16 Hasan al-Banna dilahirkan tepatnya pada bulan Oktober1906 di al-Mahmudiyyah, sebuah kota kecil di propinsi Buhairah,kira-kira 9 mil dari arah barat daya kota Kairo. Hasan al-Bannaadalah anak tertua dari lima bersaudara. Lihat Richard P.Mitchell, The Society Of The Muslim Brothers (London: OxfordUniversity Perss, 1968), h. 1.

17 Ayahnya bernama Ahmad Abdurrahman al-Banna,lebih dikenal dengan si tukang arloji dan penjilid buku. Jugamengarang beberapa kitab agama terutama dibidang ilmuhadits. Di antara karyanya adalah al-Fath al-Rabbâni, li al-Tartîbal-Musnad Imâm Ahmad, Bada’î al-Musnad fî Jam`i wa TartîbiMusnad al-Syafi`i wa al-Sunan, dan Bulûgh al-Awani Asrâr al-Fath al-Rabbâni.sebagian besar kitabnya mengenai ikhtisaral-Kutub al-Sittah. Lihat dalam Bayûmî, al-Ikhwân al-Muslimûnwa al-Jamâ`ât al-Islâmiyah, h. 73. Ia tergolong berharta dandihormati, lahir di Distrik Syamsiroh tepatnya di bagian Fuh.Syaikh Ahmad sangat akrab dengan sejumlah ulama. Ketikapenduduk di desanya membangun masjid, ia diminta untukmenjadi imam salat Jumat pertama. Ia memiliki perpustakaan

tajam terhadap masalah komunitas muslim danmasyarakat pada umumnya, kemudian mencaribentuk aksi yang tepat untuk melindungi merekadan peran yang dipegang dalam aksi tersebut.Beberapa jalur telah ditempuh melalui salah satudari dua metode: pertama, metode sufisme yanglurus—keikhlasan dan aksi untuk kepentingankemanusiaan. Kedua, metode pendidikan danpenyuluhan, dimana seseorang dituntut untukberinteraksi dengan pihak lain. Ia memilih menjadiseorang penyuluh dan pendidik, mendedikasikandiri, membimbing masyarakat tentang tujuanagama dan sumber-sumber kehidupan sertakebahagiaan hidup di dunia. Beberapa sumberkekuasaan di masyarakat saat itu adalah ulama,syaikh ordo-ordo sufi, tokoh masyarakat lain(klan dan kelompok), dan perhimpunan sosialdan keagamaan, benar-benar menjadi lembagapenyeimbang bagi al-Banna dalam menyikapipersoalan-persoalan kemasyarakatan di Mesir.

Sebelumnya (menjelang akhir dia tinggal diKairo), al-Banna menyusun essai seniornya, di siniia membandingkan peranan sosial guru sekolah,dengan syaikh sufi. Meski mengungkapkanapresiasi atas keikhlasan sufi, disiplin danibadahnya, al-Banna mengatakan bahwa ke-terbatasan pengaruh sufi ini disebabkan oleh sufimenarik diri dari masyarakat. Di lain pihak, gurusetiap hari berhubungan dengan masyarakat. Inimemungkinkan guru mempengaruhi masyarakatlewat sistem pendidikan. Hubungan denganmasyarakat ini menjadikan guru mengunggulisyaikh sufi dan lebih mampu menyerang penyakitfundamental yang menimpa masyarakat terutamakaum muda.18

Walaupun ia meninggalkan kerangkainstitusional tasawuf, tetapi tetap memasukkanunsur-unsur pilihan tasawuf kepada IkhwanulMuslimin, seperti: sikap patuh kepada seorangsyaikh, cara berzikir/ingat kepada Allah, denganpenuh khusyû` dan khudû` menunaikan kewajibanagama. Ia tidak menolak hubungan pribadidengan Allah seperti diupayakan tasawuf, bahkanmenemukan kerangka organisasi baru nantinyauntuk upaya itu. Sebenarnya ia ingin membawa

dengan berbagai literatur agama, seni, dan ilmu pengetahuanlainnya. Ishak Musa al-Husaini, The Moslem Brethren, h. 26-27. 18 Ali Rahmena, Para Petintis, (Bandung: Mizan, 1995), h. 132.

247 |

Page 6: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

masyarakat Mesir kembali kepada ajaran Islamsejati. Makanya, di samping mengajar di sekolah,al-Banna aktif berdakwah. Selalu mengadakanhubungan dengan khalayak ramai di kedai-kedaikopi dan mengajak mereka secara persuasif menujumasjid. Sambil berusaha untuk menghindarkandan mendamaikan konflik yang sering terjadi dikalangan masyarakat pada waktu itu.

Al-Banna yang dikenal memiliki dedikasitinggi ini, menyelesaikan studinya di DarulUlum pada musim panas tahun 1927, dan padabulan September berikutnya menjalankan tugasfungsional sebagai guru pemerintah di sebuahSekolah Dasar sekitar wilayah Zona terusan Suezdi kota Ismailiyah. Belum ditemukan data yangmenunjukkan, apa yang menghalangi al-Bannakemudian tidak melanjutkan studi ke luar negeri.Dan sebaliknya, tidak dapat dibayangkan, bila iamelakukan hal tersebut.

Kesibukannya dengan lingkungan baru initidak membatasi ruang gerak hubungan al-Banna khususnya dengan teman-teman terdahuluyang se-ide dalam aktifitas dakwah Islam dandengan beberapa perhimpunan Islam di Kairo,salah satunya adalah Jam`iyah al-Syubbân al-Muslimîn—sebuah gerakan keagamaan konservatifyang didukung pembentukannya oleh al-Banna,sekaligus bertindak sebagai agen lokal Majalahal-Fath.19 Persoalan yang kemudian dihadapidengan kasat mata adalah dominasi Inggris atasfasilitas-fasilitas publik dan keberadaan rumah-rumah mewah milik Asing berhadapan langsungdengan rumah-rumah buruh yang kondisinyasangat menyedihkan.

Tepatnya pada bulan Maret 1928 pascapembentukan Jam`iyah al-Syubbân al-Muslimĭn dikota Kairo, enam orang mendatangi dan sepakatmenunjuk Hasan al-Banna untuk menjadi pemimpinmereka, seraya berikrar untuk menjadi pengikutsetia membela agama Allah dan hidup untukkepentingan dakwah Islam.20 Maka terbentuk

19 Yang memimpin gerakan keagamaan ini ialah Muhibudinal-Khatib, salah satu anggota badan pendiri . Ia juga menjabatsebagai direktur toko buku salafiyah di kota kairo. Uraianltngkap tentang tokoh ini telah diurai dalam bahasan terdahulu.Lihat lagi dalam Abdul Aziz, Zhûrûf al-Nasy’ah..., h. 182-183.

20 Enam orang tersebut adalah pekerja buruh perusahaan

sebuah gerakan yang kemudian dinamakan al-Ikhwân al-Muslimûn atau Ikhwanul Muslimin diMesir.

Perkembangan Gerakan Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin, sebuah gerakan ke-agamaan di Mesir yang beberapa dekadeberikutnya menyandang predikat “mainstream”gerakan, bukanlah merupakan “total break”dari ide dan gerakan kebangkitan sebelumnya,seperti Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha,Muhammad Abduh dan beberapa ulama lain.Apalagi al-Banna misalnya sebagai pendiriGerakan Ikhwanul Muslimin, telah menyatakandirinya sebagai pengikut atau penganut “GerakanSalafiyah” Muhammad Abduh.21 Singkatnya,Ikhwanul Muslimin kemudian menemukanbasis awal gerakannya di kota Ismailiyah danbertahan hingga tahun 1932 sebelum menyatakankepindahannya ke kota Kairo.

Di kota ini, al-Banna bersentuhan langsungdengan kepentingan masyarakat Ismailiyahdan sekitarnya. Melalui lembaga masjid dansekolah, ia mulai mensosialisasikan diri--sepertidikemukakan dalam esai terakhir yang ditulisnyasendiri-- bahwa al-Banna tidak hanya memberipelajaran di sekolah pada siang hari, tetapi jugamemberi materi pelajaran pada masyarakat umum

asing yang selama ini menjadi pengikut atau murid-murid Hasanal-Banna. Enam orang tersebut adalah Hafiz Abdul hamid,Ahmad al-Hashari, fuad ibrahim, Abdurrahman Hasbullah,Ismail Izz dan Zakki al-Maghribi. Hasan al-Banna, Mudzâkarât al-da’wah li al-Imâm al-Syahîd Hasan al-Banna, ( Kairo: Dâr al-Tauzî`wa al-Nasyr al-Islâmiyah, 1966), h. 83.

21 Adapun hubungan al-Banna dengan madrasahMuhammad Abduh telah terjalin lama, karena ayah al-Bannaadalah ayah dari murid Muhammad Abduh, dan al-Banna sendiritelah membaca majalah al-Manâr. Pada masa mudanya, al-Bannasering mendatangi tokoh-tokoh pengikut Muhammad Abduhseperti Farid Wajdi dan Ahmad Taimur dan musthafa al-Maraghi.Bukti lain menunjukkan bahwa seperti yang tertera dalam katalogbuku berjudul al-Qirâ’at al-Qur’âniyah, Tafsîr al-Manâr ditempatkansebelum Ibnu Katsîr, di samping Tafsîr al-Fâtihah karya al-Bannasendiri. Risalah tauhid Muhammad Abduh menempati posisiteratas di antara kitab-kitab lainnya dalam daftar kajian akidahsecara umum. Adapun kaitannya dengan al-Afghani, hal itudirasakan oleh para paengikut Ikhwan dan mereka menganggapal-Afghani adalah moyang gerakan Ikhwanul Muslimin. Parapengikut Ikhwan sering kali menyebut sisi positif perjuanganal-Afghani khususnya dalam membela agama dari kerusakaninternal dan konflik dengan pihak luar. Abdul Aziz, Aurâq minTârîkh al-Ikhwân al-Muslimîn; Zhurûf al-Nas’ah..., h. 114.

| 248

Page 7: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

di malam hari, khususnya orang tua wali siswayang sebagian besar berprofesi buruh, pedagangkecil, dan pegawai pemerintah.

Adapun tujuan utama yang ingin dicapaiuntuk membuat solid gerakan adalah memperluasjaringan keanggotaan dan kemudian melakukankoordinasi. Al-Banna dan para Ikhwan mengejartujuan ini dengan mengadakan kontak langsung,dan tour ke berbagai daerah di luar kota Ismailiyahpada hari libur mingguan dan selama liburanakhir tahun, mengadakan ceramah di masjid, jugadi rumah-rumah, klub-klub, dan tempat-tempatpertemuan publik lainnya. Penggunaan masjidsebagai sentral gerakan, membuat penceramahmempunyai legitimasi dan mendapat appresiasidari masyarakat. Dalam waktu singkat lebihkurang empat tahun, bertambah banyak kantorcabang Ikhwanul Muslimin sepanjang tepi timurDelta di Ismailiyah, Port Sa`id, Suez, dan AbuSuwair, dan di tepi barat Delta sejauh Syubra Khit.

Di Ismailiyah, untuk kepentingan sentralaktivitas gerakannya, Ikhwanul Muslimin me-ngambil sebuah rumah sederhana sebagai kantorsekretariat. Bantuan finansial perusahaan (TerusanSuez) dan pinjaman dari pedagang lokal cukupmembantu penyelesaian pembangunan masjidpada tahun 1930. Kemudian dibangun sebuahsekolah putra, sebuah klub dan sebuah sekolahputri. Semua cabang baru Ikhwanul Muslimindibangun dengan cara yang sama: pembangunankantor sekretariat diikuti dengan pembangunanproyek lainnya—masjid, sekolah, klub, industrirumah—yang bertujuan sebagai pusat kepentinganatau pusat kegiatan masyarakat. 22

Seperti yang pernah dialami beberapagerakan, juga terjadi pada gerakan IkhwanulMuslimin, yaitu muncul sikap antipati danperlawanan terhadap kebijakan pengembangangerakan ini, atau bahkan tekanan hegemoniberkuasa, dalam hal ini Pemerintah Mesir dan

22 Setelah itu, pasca pembangunan masjid, didirikansebuah sekolah putra dan satu klub serta sebuah sekolahputri. Semua cabang-cabang baru dibangun dengan metodepenggalangan dana yang sama: kantor sekretariat danbeberapa proyek atau lainnya-masjid, sekolah, klub, industrirumah tangga-yang bertujuan sebagai pusat kepentingan ataupusat kegiatan masyarakat. Hasan al-Banna, Mudzâkarât al-Da`wah, h. 92.

kelompok imperialis secara tidak langsung—diramalkan akan terjadi di tahun-tahun terakhirperadaban Ikhwanul Muslimin dalam skala yangmungkin tidak pernah dibayangkan oleh al-Bannasekalipun. Beberapa tuduhan diarahkan kepadanyaoleh pihak-pihak tersebut.23 Persoalan internaldi kalangan Ikhwanul Muslimin yang sempatmencuat ke permukaan adalah polemik tentangpemilihan wakil pengganti pemimpin gerakan inidi Ismailiyah menjelang mutasi al-Banna ke kotaKairo—sebuah peristiwa yang pertama kali terjadidalam gerakan ini.24 Kenyataan ini menggugah

23 Diantaranya adalah: (1).Tuduhan bahwa al-Bannadisinyalir sebagai seorang yang beraliran komunis danmempergunakan dana dari komunis untuk melakukangerakannya, (2) al-Banna adalah pendukung partai Wafdyang bertindak melawan pemerintahan Sidqi; (3) al-Bannadituduh penjahat yang menghianati kepercayaan masyarakat,karena telah menyalahgunakan dana yang terkumpul untukkepentingan pribadinya. Al-Banna diinvestigasikan olehmenteri pendidikan atas perintah Perdana Menteri tetapi iadibebaskan dari sepuluh tuduhan. Investigasi itu menyebabkanpemerintah Sidqi Pasha menaruh perhatian terhadap gerakankeagamaan Ikhwan, sehingga kemudian pemerintah memilikibanyak peranan dalam perjalanan sejarah organisasi ini.Mitchell, The Society..., h. 8.

24 Di tengah-tengah polemik tentang persoalan ter-sebut, pembantu dekat al-Banna memintanya untuk me-nyebutkan seorang pengganti. Calon yang ditunjuk disepakatidalam sidang umum yang diselenggarakan di dalam masjidIkhwan. Sebagian kecil yang disebut opposan menolakkeptusan tersebut, dan mulai membisikan kampanye melawancalon yang baru. Mereka berargumentasi bahwa sidangitu tidak sah karena tidak semua anggota hadir. Al-Bannakemudian mendiskusikan masalah ini dengan pihak, spontandengan tawaran yaitu mengadakan pemilihan ulang dalamsebuah pertemuan yang diumumkan secara luas, tetapi al-Banna menuntut kesedian mereka untuk mentaati keputusansidang dan mereka pun menerima tuntuan tersebut.Meskipun demikian, saat pertemuan kedua diselenggarakan,pilihan anggota jatuh kepada calon yang diajukan al-Banna.Para opposan mempergunakan cara lain: Pertama, merekamenyebarkan isu bahwa pemimpin terpilih bukan pemimpinyang baik, sehingga Ikhwanul Muslimin dalam kondisi kritis,khususnya masalah hutang dan tanggungan gerakan. Al-Bannakemudian memanggil para kreditor Ikhwanul Muslimin. Ketikatindakannya diketahui, banyak donator yang membantu dankemudian segala sesuatunya teratasi. Para kreditor berjanjiakan melunasi hutangnya. Kenyataannya masih ada tuduhanlain tentang penyalahgunaan dana dengan mendistribusikandana tersebut ke kantor-kantor cabang baru, termasuk kantorcabang yang dipimpin oleh saudaranya di Kairo. Tapi al-Bannabebas dari tuduhan tersebut. Akhirnya al-Banna menyimpulkanbahwa orang-orang ini telah kehilangan kesadaran tentangketinggian nilai dakwah Ikhwan dan kepercayaan terhadappemimpin, sehingga mereka harus dipecat dari keanggotaan.Sebelum al-Banna bertindak, mereka sudah mengundurkandiri terlebih dahulu, dan kemudian mereka menyebarkankampanye baru tentang bahaya Ikhwan dan kegiatan-kegiatan

249 |

Page 8: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

al-Banna untuk melakukan tindakan yang bijakdan tentunya dapat diterima oleh semua pihak,baik para ikhwan dan yang non-ikhwan.

Fenomena ini sedikit banyak berpengaruhterhadap perkembangan gerakan ini menujupuncak kekuatan dan prestasi sejarah yangdiinginkan. Maka sebagai pemrakarsa sebuahgerakan keagamaan, al-Banna dituntut berfikirlebih optimal dan mencari langkah-langkah yangefektif dan strategis, sehingga gerakan ini menjadisolid, tidak rapuh, stabil dan menguat atau bahkanmemiliki akarnya di beberapa wilayah pergerakan,utamanya di Ismailiyah. Hal ini mutlak harusdilakukan, mengingat situasi masyarakat Mesiryang homogen dengan berbagai macam persoalanyang dihadapi. Bila diklasifikasi, terdapat tigastratifikasi sosial yang berbeda jauh, kelompokelit terdiri dari penguasa dan aristokratis yangberorientasi Barat, kelompok menengah terdiridari ulama dan menengah lainnya, dan kelompokbawah terdiri dari petani, buruh, pedagang kecildan lainnya. Dalam perspektif gerakan keagamaan,masyarakat sebagai obyek diklasifikasi menjadidua kelompok, yaitu kelompok umum dankelompok khusus.25

Al-Banna dan para ikhwan—disebut sebagaikelompok inti gerakan—kemudian melangkahlebih ekspansif dalam mengembangkan gerakan,yaitu menjalin hubungan kerja sama denganbeberapa pihak di luar wilayah Ismailiyah.Setelah empat tahun, gerakan keagamaan yangdipimpinnya sudah menjalin hubungan denganAsosiasi Kebudayaan Islam di kota Kairo, yangdipimpin oleh Abdurrahman al-Banna, salah

rahasianya, dan yang paling penting, tidak adanya kebebasanberpendapat dalam Ikhwan. Disebut setelah mutasi ke Kairo,beberapa orang di antara mereka mencoba mendiskreditkan

seorang adiknya dan juga anggota Ikhwan, yangbekerja di Kairo setelah ia meraih gelar DiplomaSekolah Tinggi Perdagangan. Kedua organisasi ini,al-Ikhwân al-Muslimûn dan Asosiasi KebudayaanIslam melebur menjadi satu untuk membentukcabang pertama Ikhwan di Kairo. Penggabungantersebut memberi akses organisasional bagiIkhwanul Muslimin dalam ‘lingkaran Islam’ diibu kota. Hampir seluruh anggota perhimpunan diKairo dengan cepatnya menjadi pimpinan Ikhwandalam setting perkotaan yang baru.

Kebijakan menjalin kerja sama dan bergabungdengan beberapa perhimpunan di Kota Kairosebagaimana dikemukakan, memberi jalan ataulangkah awal operasional yang bagus bagi Ikhwan.Al-Banna dan para ikhwan pun memilih kota Kairosebagai sentral kegiatan dan pengendali gerakanIkhwanul Muslimin.

Standar lain untuk mengukur perkembanganIkhwanul Muslimin sebagai sebuah gerakan yangsangat diperhitungkan adalah: pertama, ketetapanmeposisikan kantor sekretariat gerakan di pusatkota Kairo. Dari bentuk bangunan sederhanadi kawasan ramai menjadi bangunan megahdengan halamannya di jalan utama, lengkapdengan sekretaris dan staf-staf administrasi yangbekerja full time dan digaji. Kedua, ide strategismembentuk wilayah dan beberapa muktamar,mulai dari muktamar nasional berkala, muktamarregional, muktamar khusus (mahasiswa, pimpinancabang, dsb) hingga muktamar rakyat khusustentang pembebasan imperialisme26 yangdiadakan secara berkala untuk mendiskusikan danmerencanakan program, mengesahkan program,dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Muktamar-muktamarini juga menggambarkan potret kegiatan Ikhwan

al-Banna di hadapan kepala sekolah tempat mengajarnya yangbaru. Para pendukung al-Banna memukul para penghasuttersebut dan akibatnya mereka diajukan ke pengadilan, danpara pendukung al-Banna itu dibebaskan dari segala tududan.Lihat Mitchell, The Society..., h. 9-10.

25 Kelompok umum disebut juga umat dakwah, yaitusemua lapisan masyarakat yang pemahaman keislamannyasangat dangkal dan enggan menerima Islam sebagai pedomandasar hidup. Adapun kelompok khusus disebut umat Ijabah,yaitu mereka yang memeluk Islam dan telah menyatakansikap respons dan siap mendukung. Abdul Munir Mulkhan,Ideologisasi Gerakan Dakwah: Episode Kehidupan M. Natsir danAzhar Basyir, (Jogjakarta: Sipress, 1996), h. 5.

26 Di dalam berbagai muktamar tersebut disampaikanberbagai orasi, diskusi, dan tukar pikiran yang berkahir denganvoting berbagai keputusan. Muktamar tersebut merupakansarana yang baik bagi partisipasi ikhwan dalam mengambilberbagai keputusan yang menyangkut masalah mendasarmasyarakat. Jumlah peserta yang hadir dalam muktamarmenunjukkan bahwa Ikhwan telah membuka kesempatan bagimasyarakat Mesir dalam kehidupan politik bangsa mencapaisetengah juta jiwa. Utsman Abdul Muis Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyâsiyah `inda al-Jama`ah al-Ikhwân al-Muslimîn fi al-Fathrahmin 1928 ilâ 1954 fi Mishr, (Kairo: Dâr al-Tauzi` wa al-Nashr al-Islâmiyah, 1989), h.388.

| 250

Page 9: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

secara umum selama rentang waktu 1932-1939.

Muktamar I, diselenggarakan pada bulanMei 1933. Agenda utama yang dibahas adalahberkaitan dengan problem kegiatan kristenisasidan upaya-upaya penanggulangannya.27 MuktamarII, diselenggarakan pada tahun 1934, membahaspropaganda penyebarluasan dan pengajaran,dan memberi wewenang kepada sebuahperusahaan kecil untuk mendirikan lembagapenerbitan Ikhwanul Muslimin.28 Muktamar IVdiselenggarakan untuk memperingati penobatanraja Faruq pada tahun 1937.

Adapun Muktamar III dan V yang di-selenggarakan pada bulan Maret 1935 danJanuari 1939 merupakan pertemuan pentingkeorganisasian. Muktamar III, Maret 1935,diselenggarakan sebagai respons langsungterhadap pertumbuhan jumlah anggota, mem-bahas tentang seperti apa kriteria (syarat) dantanggung jawab keanggotaan, dan hirarkhi danstruktur organisasi gerakan keagamaan. Lebihkhusus lagi, Muktamar ini mengesahkan aturanpembentukan kepanduan (jawwalah) yangsecara berkala mengembangkan pendidikan danpelatihan olah raga dimulai sejak hari-hari pertamagerakan ini di Ismailiyah.

Setelah pembentukan kepanduan Ikhwan,pada tahun 1937 dibentuk pula sistem batalion

27 Sepucuk surat telah dikirimkan kepada Raja Fuad yangmenyampaikan tentang keyakinan para ikhwan, dan usulanperlunya melakukan kontrol terhadap lembaga missionariesKristen. Mitchell, The Society...,h. 18.

28 Keputusan ini diikuti dengan mendirikan penerbitanresmi pertama Ikhwan: pertama, majalah mingguan Majallatal-Ikhwân al-Muslimîn; kedua, majalah mingguan Majallat al-Nadzir. Lembaga penerbitan ini juga menerbitkan apa yangnantinya menjadi teks-teks indoktrinasi paling penting bagipara anggota–dan sampai tahun 1948 menjadi sumber utamauntuk mengkaji pemikiran gerakan ini yaitu al-Rasâ’il (Risalah

(katâ’ib), juga dengan tujuan menempainnerloyalitas dalam gerakan Ikhwan dan me-nyediakan instrumen-instrumen guna melaksana-kan gagasan ikhwan. Muktamar V, Januari 1939,memberi perhatian terhadap pertanyaan tentangorientasi formasi internal. Al-Banna melukiskannyasebagai tahapan kedua Ikhwan, yaitu tahapanpembentukan, seleksi dan persiapan. Muktamarini dia adakan juga dalam rangka memperingatidiesnatalis Ikhwan yang ke-10. Dalam momentumini dibahas materi tentang pondasi ideologiIkhwan dan subtansi gerakan keagamaan iniuntuk sepuluh tahun mendatang.29

Dalam rangka kerja ini, al-Banna menjelaskankepada para anggota wilayah gerakan di manamereka menjadi bagian: Gagasan Ikhwanmencakup semua kategori reformasi, dalam termayang khusus, al-Banna mendefinisikan gerakanIkhwan sebagai pembawa pesan Salafiyah,jalan Sunni, keberanian Sufi, organisasi politik,kelompok olah raga, persatuan kebudayaan-pendidikan, perusahaan ekonomi, dan ide-idesosial. Diantara prinsip-prinsip Ikhwan yangmenonjol adalah menghindari segala bentukperdebatan doktrinal, tokoh terkemuka dannama, dan partai atau kelompok; ia hanyakonsern pada organisasi, program dan aksi;dan perhatian yang terus menerus terhadapperkembangan yang berkelanjutan. Lebih lanjutal-Banna menegaskan sikap gerakan terhadapkekuasaan dan pemerintah, konstitusi, hukum,nasionalisme dan arabisme.30

Al-Banna telah menjadikan masalah ini sebagaiprinsip dasar Ikhwan untuk menghindarkan diridari konflik, baik internal maupun eksternal.Menurutnya, ketika berhadapan dengan merekayang gelisah dan tidak sabar, bahwa kesuksesan

Pergerakan al-Banna). Ditulis oleh al-Banna, risalah-risalah inimereproduksi dan menyimpulkan komunikasi Ikhwan secaraluas dengan pemerintah Mesir tentang situasi masyarakatMesir dan metode reformasi, atau berisi pesan-pesanuntuk para anggota tentang suatu gagasan, kewajiban, dantanggung jawab para anggota. Ikhwan juga dengan cepatmulai melembagakan komunikasi lisan dengan melembagakanceramah mingguan untuk semua level di kantor cabang, dandengan melembagakan ceramah dan khutbah di masjid dandi tempat-tempat pertemuan umum. Problem pemenangan(perekrutan) pengikut bagi al-Banna merupakan tahap pertamayang dilalui ikhwan, yaitu tahap propaganda, komunikasi daninformasi. Mitchell, The Society..., h. 19.

29 Ide-ide dalam Muktamar V tersebut meliputi definisiIslam dalam perspektif Ikhwanul Muslimin yaitu, Pertamaadalah Sistem yang menyeluruh dalam kehidupan manusia.Islam mengatur seluruh urusan manusia di dunia dan akhirat.Kedua Islam yang diformulasikan didasarkan kepada duasumber utama yaitu Alquran dan al-Sunnah. Bila berpegangteguh kepada keduanya, maka Ketiga Islam dapat diterapkanpada semua zaman dan tempat. Al-Banna, Risâlah al-Mu`tamaral-Khamîs, dalam Majmû`ah Rasâil Hasan al-Banna, (Beirut: al-Mu’assasah al-Islamiyah li al-Thaba`ah wa al-Shahafah wa al-Nashr,1986), h. 152-155.

30 Mitchel, The Society..., h. 22.

251 |

Page 10: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

hanya dapat diraih dengan kesabaran danperencanaan yang matang. Aksi bukan kata-kata, persiapan bukan slogan, untuk menjamintercapainya sebuah kemenangan. Sebuahstatemen singkat disampaikan di hadapan paraIkhwan dalam risalah yang terkenal:

“Ketika kalian sudah memiliki 300 batalion, dantelah siap secara spiritual dengan keimanandan akidah, secara intelektual dengan ilmu danperadaban, secara fisik dengan aneka latihandan olah raga. Saat itu kalian mengajakkuuntuk menyelami kedalaman laut, menerobosawan di langit, dan memerangi setiap tiraniyang beringas. Insya Allah aku akan datangbersama kalian”.

Dalam sebuah kasus misalnya, hubunganbaiknya dengan Ali Mahir—yang diyakinisecara luas telah menyalur kan sejumlahbantuan dana gerakan Ikhwanul Muslimin—mendorong kelompok pembelot untuk menuntutpemecatan Ahmad al-Sukkari, yang belum lamatinggal di Kairo dan berperan sebagai deputial-Banna. Sukkari, yang dianggap sebagai fokuspermasalahan hubungan dengan Mahir, telahberperan sebagai penghubung tidak resmi antarakedua tokoh ini.

Sekalipun bisa diredam untuk sementarawaktu, masalah ini tidak pernah benar-benarterselesaikan. Beberapa anggota memahamikomitmen ini secara harfiah, didorong olehpenekanan Ikhwan dalam kedisiplinan danpelatihan, baik fisik, spiritual maupun moral.Seiring dengan semakin kuatnya gerakanIkhwanul Muslimin, dan melembagakan kekuatanitu dalam sistem kepaduan dan batalion Ikhwan,beberapa anggota cenderung menuntut untuksegera direalisasikan misi Ikhwan. Antara tahun1937 sampai dengan 1939, beberapa anggotaIkhwan satu persatu keluar dari organisasiini karena sikap tidak puas terhadap sikap al-Banna dalam masalah ini, ada yang melihatnyasebagai ketidakkonsistenan al-Banna denganajaran Ikhwan. Bahkan seorang diantara merekaada yang melakukan percobaan pembunuhanterhadap Hasan al-Banna. Pada tahun 1939kemarahan yang memuncak terhadap politikdan pengunaan dana Ikhwan baik di Mesir

maupun di Palestina, dan penolakan al-Bannayang berkelanjutan untuk mendukung penguna-an kekuatan dalam reformasi membuahkangerakan pemisahan diri dari Ikhwan. Sikappuritan yang kaku dari kelompok baru yangmemisah kan diri adalah Jumiyat SyababSayyidina Muhammad. Kenyataannya masalahini masih tetap mengganjal sehingga munculkembali pada tahun 1940, yang menyebabkangelombang penyeberangan yang lebih besarmenuju kelompok yang lebih baru. Yang palingmenonjol dari gelombang penyeberangan iniadalah penyeberangan Mahmud Abu Zaid, editorMajalah al-Nadzir yang mengambil alih majalahdan idzin penerbitan majalah tersebut.

Meskipun cukup signifikan, dan merepotkanal-Banna, pembelotan yang terjadi pada tahun1939 dan problem yang ditimbulkannya, samasekali tidak memperlambat kemajuan IkhwanulMuslimin, baik dilihat dari jumlah anggota maupunpengaruhnya di masyarakat. Kecenderunganpemikiran ataupun struktur gerakan ini masihterpendam selama sepuluh tahun pertama,kehidupan Ikhwan mulai menampakkan diridan mengambil bentuk yang pasti. Hampirtidak terasa, di tengah-tengah rasa putus asadengan kekacauan pada tahun-tahun ini, Ikhwanberkembang menjadi sebuah kekuatan yangmampu memainkan peranan dalam kehidupanpasca perang di Mesir.

Ikhwanul Muslimin dan Politik KenegaraanMesir

Mesir, sejak kedatangan kelompok imperialispada pertengahan abad sembilan belas masehiyaitu bulan September 1882 dan Juli 1883menunjukkan situasi yang kurang kondusif danjauh dari nilai-nilai ajaran Islam. Akidah dansyari’ah yang semestinya menduduki supremasitertinggi, kini telah bergeser dan berkiblat keBarat, dalam hal ini Perancis.31

31 Belum genap satu tahun, sejumlah pengadilan swastadidirikan yang mayoritas hakimnya bukan orang-orang mesir.Undang-undang Perancis diterjemahkan hampir secaraharfiah. Maka jadilah Undang-undang Perancis menjadi rujukanuntuk menyusun aturan-aturan sipil, perniagaan dan Undang-undang pidana. Sebaliknya Undang-undang agama Islam tidak

| 252

Page 11: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

Dalam sistem politik sekalipun perubahanitu terjadi dan hal ini sangat dirasakandampaknya kemudian. Pemerintah berkuasayang diharapkan sebagai representasi masyarakatluas, kenyataannya tidak bersikap demikian,cenderung mengadopsi ide-ide politik Barat tanpamencernanya terlebih dahulu. Bahkan NaubarBasya al-Armani ketika menjabat sebagai perdanamenteri, mengangkat seorang sekretaris yangberkebangsaan Perancis.32 Kebijakan ini menafikanketetapan hukum Islam sekaligus berdampaknegatif terhadap kelangsungan hidup bernegarabagi komunitas muslim.

Kenyataan ini berlangsung cukup lama dalamsejarah pemerintahan Mesir, bahkan sampaimunculnya gerakan Ikhwanul Muslimin yangdiprakarsai pembentukannya oleh Hasan al-Banna. Gerakan ini disinyalir sebagai gerakanpaling kuat dan paling fenomenal, yangberaktifitas secara intens menjunjung tingginilai-nilai ajaran Islam.

Menurut al-Banna, seperti yang termaktubdalam risalah muktamar keenam: “Kamiadalah politisi, dalam pengertian kami peduliterhadap permasalahan umat. Kami meyakinibahwa kekuatan eksekutif merupakan bagiandari ajaran Islam, masuk dalam bingkainya danbergerak dalam naungan hukum-hukumnya.Bahwa kebebasan berpolitik dan kebanggaanberbangsa merupakan salah satu pilar Islam dankewajibannya. Kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyempurnakan kemerdekaandan dalam rangka memperbaiki manajemeneksekutif. Demikianlah kita bekerja dan beradadi bawah naungan hidayah Islam”.

dipergunakan kecuali untuk urusan-urusan perdata sepertinikah, perceraian, penetapan Nasab, mahar dan nafkah. Lihatdalam Taufiq Yusuf al-Wa’i, Pemikiran Politik Kontemporer al-Ikhwân al-Muslimûn; Studi Analitis, Observatif, Dokumentatif,terjemahan dari al-Fikr al-Siyâsi al-Mu`âshir `inda Ikhwân al-Muslimîn; Dirâsat Tahlîliyat Maidaniyât Muwâtsaqât, oleh WahidAhmadi, dkk., (Solo: Era Intermedia, 2003), h. 33.

32 Sekretaris ini bernama Ustadz Manuri yang sebelumnyabekerja sebagai pengacara di Iskandariyah. Dalam menjalankantugasnya, Manuri tidak banyak berinisiatif kecuali sedikit.Ia banyak menukil dari Perancis sejumlah Undang-undangbernama “Undang-undang Napoleon”. Undang-undang dibuatdalam Bahasa Perancis, kemudian diterjemahkan ke dalamBahasa Arab dan di berlakukan pada tahun 1883.

1. Selama Perang Dunia II (1939 - 1945 M)

Perang dunia ke-II terjadi pada bulanSeptember tahun 1939 M antara Inggris-Perancismelawan Jerman setelah pihak Jerman menolakmenarik diri dari Polandia. Negara ini telahmelakukan invasi militer beberapa hari sebelumperistiwa perang tersebut.

Situasi genting ini mendorong Inggris untuklebih mempererat hubungan dengan Mesirkarena ingin mendapatkan dukungan Negara iniyaitu melibatkan diri dalam kancah peperangan.Masyarakat Mesir yang telah banyak merasakankepahitan akibat dominasi dan eksploitasikolonial Inggris terutama dalam aspek ekonomidan politik tidak menentukan sikap terhadapajakan perang tersebut. Akan bertolak belakangdan menyalahi kesepakatan masyarakat selamaini bersikap netral karena menyangkut beberapafaktor internal demi kelangsungan masa depanMesir. Ajakan Inggris ini merupakan bukti sifattamak kolonial yang hanya mementingkanmereka sendiri, tanpa peduli terhadap kondisiwilayah jajahan. Adapun pihak istana jugamemiliki sikap yang sama bahkan memberikebijakan untuk segera menyusun kekuatanmiliter sebagai langkah antisipatif terhadapbeberapa kemungkinan.

Karena tuntutan duta Inggris di Mesir, AliMaher memberlakukan peraturan perang segerasetelah pembentukan kabinet. Ia menobatkandirinya menjadi komandan militer. Harian, jurnaldan majalah yang terbit di kala itu diperketatsensornya. Parlemen pada kesempatan musimpanas tetap dituntut untuk melaksanakanperaturan ini. Partai Hizb al-Ahrar al-Dusturiyinmenyambut baik deklarasi ini. Partai Wafdmengambil sikap abstain untuk menghindaribenturan dan konflik dengan kolonial Inggris.Partai Hizb al-Wathan bekerja sama dengandepartemen. Tanpa deklarasi formal pun Mesirtelah melibatkan diri dalam kancah peperangan.Ini semua karena tuntutan di samping langkah-langkah terampil Jerman pada awal-awalpeperangan.

Al-Banna melalui gerakan Ikhwanul Muslimin,menuntut semua pihak yang terlibat untukmentaati isi perjanjian tahun 1936 M yang telah

253 |

Page 12: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

disepakati sebelumnya. Pengangkatan duta Mesiruntuk Inggris tidak dapat diterima masyarakatmuslim Mesir. Pemerintah menurut Ikhwan harussegera melakukan reformasi internal ketimbangmenyia-nyiakan sumber kekayaan alam untuksesuatu yang tidak penting dan melibatkan diridalam perang tersebut.33

Pada awal kepemimpinan Hassan Sirri,setelah kematian Hassan al-Sabri pada bulanNovember 1940, Gerakan Ikhwanul Musliminmeningkat lebih jauh dan bertambah kokohstruktur kepengurusannya. Al-Banna kemudianmelantik Muhammad Labib sebagai InspekturJenderal cabang al-Jawalah (Lembaga Pengamat/Penyelidik) dan juga mendirikan Dewan Tinggi(Supreme Council) sebagai lembaga konsultasi.Akibatnya al-Banna kemudian di asingkan kekota Qina, daerah utara Mesir dekat Sudan padatanggal 20 Mei 1941,34 dan wakilnya diasingkanke Damieta.35 Karena dianggap berbahaya danmenguntungkan pihak Italia. Tapi kemudiandipulangkan kembali ke kota Kairo.36 Al-Bannadan para Ikhwan terus berjuang mengajak pihakpemerintah untuk kembali kepada aplikasi ajaran-ajaran Islam. Mesir pada saat itu tak ubahnyaboneka Inggris.

Inggris tetap melanjutkan intervensi kedalam pemerintahan Mesir dan mengusulkandilakukannya langkah-langkah negatif terhadapIkhwanul Muslimin. Jurnal mingguan al-Ta’âwûn,al-Syu’au dan jurnal bulanan al-Manâr disita.Pemerintah melarang penerbitan majalah-majalah tersebut, kantor redaksi disegel danrapat redakturnya di bawah kontrol pemerintah,di samping penahanan Hasan al-Banna dan al-

33 Thameem Ushama, Hasan al-Banna: Vision and Mission,(Kuala lumpur: AS. Noordeen, 1995), h. 49.

34 Thameem Ushama, Hasan al-Banna: Vision..., h. 49.35 Jabir Rizki, Pemerintah dan Politik dalam Konsep Hasan

al-Banna,terjemahan dari al-Daulah wa al-Siyâsah fî Fikri Hasan al-Banna, oleh Imaduddin,dkk., (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h. 43.

36 Setelah satu bulan al-Banna dibebaskan sejak itu iamengambil sikap ekstra hati-hati dalam berpolitik dan meng-organisir pasukannya. Al-Banna berusaha menghindari Inggrisagar tidak melakukan intervensi lebih jauh, disamping itumendirikan gerakan bawah tanah (al-Tanzhim al-Sirri). Tidakdiketahui pasti kapan organisasi ini dibentuk (diperkirakan1942) terdiri dari para ikhwan yang telah diberi latihan militer.David Sagif, Fundamentalism and Intelectuals in Egyp, (1973-1993, (London: Frank Case, 1995), h. 32.

Sukri. Sikap antagonistik pemerintah terhadapIkhwanul Muslimin membuat gerakan ini semakindigandrungi simpatisan dan pendukungnyadan pemimpin umumya pun sangat diseganimasyarakat.

Ikhwanul Muslimin mengadakan muktamarVI,37 Hasan al-Banna menghimbau anggota dansimpatisan untuk berperan dalam mensukseskanpemilu 1942. Inilah saat pertama al-Bannamelibatkan diri dalam politik praktis. Rencanapencalonan diri dalam Pemilihan Umum atasnama wilayah Ismailiyah yang mendapatdukungan Ikhwan, ternyata tidak mendapatrestu Nahas Pasha. Al-Banna tetap bersikerasmelalui beberapa pertemuan mengingatkandan melakukan negosiasi kepada Nahas Pasha.Karena tekanan Inggris, akhirnya al-Bannamengundurkan diri.38

Beberapa aktifitas digelar seperti meng-adakan pertemuan rahasia, mengeluarkanpamflet agar pemerintah menghapus penjualanminuman keras, pesta-pesta tari dan aktifitasamoral lainnya. Pemerintah berjanji akan men-jalankan sebagian besar tuntutan ini. Jelaslahkepribadian al-Banna sebagai seorang tokohyang terus berkorban dan berjuang untuk tujuan-tujuan politiknya untuk kebangkitan gerakan

37 Muktamar ini berlokasi di kantor pusat di al-Hilmiyahal-Hadidiyah tanggal 11 Zul Hijjah 1329 bertepatan dengan 9Januari 1941 dihadiri jumlah besar ikhwan Mesir dan wilayahsekitar. Sebagaimana pada muktamar sebelumnya al-Bannamenyampaikan tema-tema yang sama dan dua tema lainadalah perserikatan asing dan kerajaan. Mahmud Abdul Halim,Al-Ikhwân al-Muslimûn Ahdâts Sughât al-Târîkh, (Iskandariyah:Dâr al-Da`wah, 1984), h. 277.

38 Keputusan terjun langsung ke dalam politik praksismerupakan langkah pertama Ikhwanul Muslimin. Selainal-Banna, yang ajukan untuk mencalonkan diri adalahMuhammad Nasir untuk wilayah pemilihan Bin-ha. Dan kantorpusat meminta agar anggota Ikhwan membantu calon-calonlain yang mempunyai kesiapan untuk mendukung fikrahIslam. Di balik semua ini, Ikhwanul Muslimin yakin bahwaparlemen adalah satu-satunya paru-paru untuk menghirupudara kebebasan dalam naungan hukum `Urf (konvensional)saat itu, juga demi menikmati hak yang dijamin konstitusibagi setiap warga negara dengan cara yang konstitusional.Dari enam orang yang mencalonkan diri, hanya beberapayang disetujui termasuk Muhammad Hamid Abunnashr diManfalut. Hasan al-Banna, al-Ikhwân wa al-Intikhâbât, dalamkoran al-Ikhwân al-Muslimûn, tahun III. No.119 (5 september1948), h. 7. Lihat juga dalam Muiz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyâsiyah, h. 389.

| 254

Page 13: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

dan terlaksananya reformasi umum.39 Temuan-temuan ini tidak berlangsung lama pada masapemerintahan Partai al-Wafd.

Segera pemerintah melakukan tekanan-tekanan terhadap Ikhwanul Muslimin danmenghancurkan cabang-cabangnya di beberapapelosok Mesir. Tidak lain karena intervensi danusulan pihak kolonial Inggris serta sikap loyalpara penguasa. Al-Banna kemudian mengingatkanpara Ikhwan dan menyampaikan kepada merekaperihal langkah-langkah yang harus dilakukanuntuk menghadapi kesulitan dan tantanganbaik dari penjara dan tempat pengasingan.Pada bulan Oktober 1941 Partai al-Wafd dipaksauntuk melepaskan jabatan dan mundur daripemerintahan.40

Departemen baru telah dibentuk oleh Partaial-Sya’diyûn dibawah pimpinan Ali Maher. Partaiini siap mensukseskan pemilu dan IkhwanulMuslimin diberi kesempatan mengajukan kandidatmereka. Atas dukungan para Ikhwan, al-Bannamengajukan pencalonan dirinya mewakili wilayahIsma’iliyah. Tapi inisiatif kedua kali pencalonaninipun diketahui pemerintah Inggris, serayamengirim surat kepada Ali Maher untuk segeramemblokade. Ali Maher kemudian menuntutal-Banna dan melakukan beberapa cara agarpencalonannya gagal. Usaha Ali Maher tidakberhasil dan tidak mendapat respon. Tapi sikapmenolak terhadap permohonan pemerintahdijadikan alasan untuk mengikis habis Ikhwandan melarang aktifitasnya. Ikhwanul Musliminkalah dalam pemilu dan suara di dominasi partailawan yang memang mempengaruhi opini publikdengan cara kurang sehat. Sehingga situasi saatitu lebih banyak menguntungkan para nasionalisdan sekularis. Beberapa Ikhwan telah dikalahkandi beberapa wilayah pemilihan. Hasil pemilubukanlah merupakan dasar sikap oposisi Ikhwanterhadap deklarasi Maher (deklarasi perangmelawan Jerman), tapi kelanjutan sikap tegasmereka sejak permulaan perang yang didukungoleh mayoritas kekuatan politik nasional. AliMaher kemudian dibunuh oleh para pemuda dari

39 Dunne Jeha, Religious and Political Trends in ModernEgypt (Washington, 1950), h. 37-41.

40 Ushama, Hasan al-Banna: Vision..., h. 51.

Partai Hizb al-Wathan, bernama Muhammad al-Isawi.41

Walaupun Ali Maher dibunuh para pemudaPartai al-Hizb al-Wathan, namun tuduhan tetapdiarahkan kepada para Ikhwan. Hasan al-Banna,Ahmad Sukri, Zainal Abidin dan tokoh Ikhwanlain ditangkap. Mereka dibebaskan setelahdiketahui benar pelaku pembunuhan atas AliMaher. Al-Banna melakukan negosiasi terhadappemerintah, menghilangkan persepsi negatifmereka terhadap Ikhwanul Muslimin selamaini dan menyampaikan pesan Ikhwan (tuduhantanpa bukti).42 Al-Nuqrashi tidak menghiraukantuntutan Ikhwanul Muslimin, tetap melakukantekanan dan tidak membiarkan organisasi inieksis di bumi Mesir.

2. Pasca Perang Dunia II (1945-1948 M)

Menjelang berakhir perang dunia ke II,raja membubarkan Partai al-Wafd tepatnyapada tahun 1944 akhir dan sejak itu sampai1951, memerintah Mesir melalui serangkaianpemerintahan minoritas yang tidak representatifdalam suasana tumbuhnya kekerasan dan konflik.Posisi Ikhwanul Muslimin jadi mendua; Menentangkebijaksanaan raja yang menyangkut kepentingannasional, religius dan sosial, juga menentangPartai al-Wafd terutama karena keberpihakannyakepada aliran kiri dan komunis yang muncul danmenjadi kokoh pada akhir peperangan, akibatmakin meluasnya rasa ketidakpuasan ekonomidan disamping meningkatnya kewibawaan danpengaruh Uni Soviet. Al-Banna sendiri tampaknyaberharap raja bersedia mengadakan persetujuandengannya dan memberikan kepada tokoh Ikhwanposisi penting dalam negara, sementara sebagianpenasehat raja masih berfikir untuk memfungsikangerakan ini sebagai media untuk melawan Partaial-Wafd, namun tak satupun pihak yang bersediamembuat suatu konsesi politik, bagaimana pun

41 Tepatnya pada tanggal 24 Februari 1945 ketikameninggalkan gedung Parlemen. David Sagiv, Fundamentalismand Intelectuals in Egypt, (London, Frank Cass, 1995), h. 33.

42 Dua senior Ikhwanul Muslimin juga berusaha meng-konfirmasikan masalah ini. Muhammad al-Isawi memanganggota Ikhwan, tapi ia melakukan pembunuhan karenasebuah pergerakan (pengaruh pergerakan). David Sagiv,Fundamentalism and…, h. 34.

255 |

Page 14: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

publik yang mengikuti Ikhwanul Muslimin belumsiap berkompromi.43

Pada bulan Desember 1945, Ikhwanul Musliminmengadakan kongres besar mirip muktamar keV, tidak lain dalam rangka meyakinkan pendiriananggota akan posisi dan tujuan dasar gerakan.Dalam kongres ini ditetapkan beberapa langkahpenting yaitu: disempurnakannya mekanismetugas (antara ketua umum, internal kantorpusat dan badan pelaksana), ditetapkannyabeberapa amandemen untuk diusulkan kepadapihak pemerintah, departemen pelayanan sosial(salah satu departemen dalam keorganisasianIkhwanul Muslimin) terdaftar di KementerianUrusan Sosial dan mendapat subsidi untukpelaksanaannya. Tidak ada lagi rasa khawatir dancemas dalam pengembangan organisasi ini padatahap selanjutnya.44 Lebih dari itu upaya untukmenciptakan kemerdekaan Mesir mengalamikemudahan. Pada masa kepemimpinan al-Nuqrashi, Ikhwan mencoba membangkitkansemangat publik, mengadakan beberapa aktifitasseperti ceramah, publikasi, surat-menyurat(murâsalah), dan tak lupa beberapa pertemuandi desa-desa dan kota-kota di Mesir.

Pada periode ini beberapa pertemuan danrapat umum Ikhwanul Muslimin menghasilkanmomentum menjelang tahun akademi Universitas.Karenanya menggiring Ikhwanul Muslimindapat berperan aktif dalam kancah pergerakannasional dan mempersiapkan anggotanya sebagaipemimpin masa depan. Di Universitas Fu’adterbentuk beberapa organisasi pemuda yaitupendukung partai Hizb al-Watan dan Mishr al-Fatât. Disamping itu bermunculan beberapa partaikecil yang saling silang pendapat dengan partailainnya.45 Kesemuanya memiliki interes politikterhadap pemerintah.

Pemerintah Mesir mengeluarkan sebuahmemorandum menuntut Inggris agar segeramempersiapkan pertemuan antar kedua negara

43 Edward Mortimer, Islam dan Kekuasaan, terj. oleh M.

meninjau kembali hasil perjanjian 1936. TapiInggris tetap beranggapan bahwa perjanjianyang pernah dilaksanakan sangat menguntungkanpihak Mesir (kesejahteraan masyarakat terjamin).Mendengar hal ini, para mahasiswa tidak dapatmentolerir sikap Inggris, spontan mengadakandemonstrasi sebagai ekspresi sikap sentimen danketidakpuasan terhadap kolonial Inggris dan sikaployal pemerintah. Terjadilah serangan besar-besaranterhadap istana Abidin pada tanggal 9-10 Februari1946. Kabinet al-Nuqrashi mengundurkan diri danberkuasa sesudahnya Ismail Shidqi pada tanggal15 Februari 1946.46 Kemudian muncul beberapalembaga yang dimobilisir oleh partai-partai yangada sebagai langkah antisipatif terhadap situasiini. Kelompok al-Wafd dan komunis menyayangkanketidakterlibatan Ikhwanul Muslimin dalamperistiwa-peristiwa tersebut. Beberapa delegasimenuntut al-Banna untuk bekerjasama. Iatetap berpendirian bahwa organisasinya adalahorganisasi gerakan dakwah dan tidak akan ikutandil dalam rencana demonstrasi. Juru bicaraIkhwanul Muslimin menegaskan bahwa para musuhkehilangan cara kecuali mengambil sikap menuduhal-Banna sebagai pemicu demonstrasi dan selalubersitegang dengan Ismail al-Shidqi. Al-Ikhwanberpikir bahwa keterlibatannya dalam demonstrasiakan mengeliminer sikap misunderstanding musuhterhadap mereka.

Al-Banna mengusulkan kepada pihakpemerintah untuk membentuk persatuanperhimpunan pada tanggal 4 Maret 1946 untukmenetralisir rencana demonstrasi yaitu Yaumal-Hidâd al-Watanî. Ikhwânul Muslimin tidakpeduli dengan al-Wafd yang bersikap menentangbahkan terus melanjutkan kampanye nasionaldidukung oleh minoritas partai. Al-Banna lalumembentuk Badan Pelaksana Tinggi (HigherExecutive Committee). Hari-hari demonstrasiberjalan dengan tenang tanpa ada sikap kasar.47

Kegiatan ritual keagamaan di tempat-tempatibadah juga dilaksanakan sebagai bentuk lainpartisipasi politik gerakan ini.48

Nahdi dari,”The Police of Islam”, (Bandung: Mizan, 1984), h. 239.44 Bayûmî, al-Ikhwân al-Muslimûn wa al-Jamâ`ât al

Islâmiyah, h. 101.45 Bayûmî, al-Ikhwân al-Muslimûn wa al-Jamâ’ât al

Islâmiyah, h. 102.

46 Ushama, Hasan al-Banna: Vision..., h. 54.47 Ushama, Hasan al-Banna: Vision..., h. 5548 Berbagai sarana partisipasi politik yang dikembangkan

untuk meredam emosi para Ikhwan dan menuju persatuan

| 256

Page 15: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

Ikhwanul Muslimin mendapat beberapakemudahan pada masa kepemimpinan Shidqiantara lain keluarnya aturan yang membolehkanpenerbitan jurnal (Mei 1946), konsesi pembelianperalatan cetak dengan harga cukup murah, bebasmengatur al-Jawalah dan propaganda paramiliter,bebas memiliki tanah di kawasan penting danperkampungan. Respon positif pemerintahterbukti dengan dilantiknya Muhammad Hasan al-Usmawi sebagai menteri pendidikan. DepartemenPendidikan dan Kesejahteraan Sosial memberihak-hak khusus kepada gerakan ini.

Ketika Ismail Shidqi melakukan perundingandengan Inggris, al-Banna menyambut baik rencanaitu dan menasehatinya agar bersikap serius,terfokus pada dua persoalan yaitu kemerdekaanMesir dan peninjauan kembali perjanjian 1936.Ikhwanul Muslimin menghimbau Shidqi untuktidak memperlambat proses perundingan, me-nyampaikan kepada Inggris akan kebutuhanrakyat Mesir kepada kemerdekaan penuhatau perlu berjuang dan menghadapi segalakonsekwensinya.49 Pengikut gerakan ini benar-benar menyadari implikasi dari tuntutan dansugesti mereka dan mengkanter serangan.

Usulan Ikhwanul Muslimin juga disampaikandalam bentuk publikasi beberapa artikel ditujukankepada Raja Faruq dan partai politik lain untukmelakukan upaya-upaya dan memperbaharuiprogram kerja berorientasi ke masa depan.Ikhwan juga bekerjasama dengan partai politik

dan solidaritas Islam adalah membaca qunut bersama. Padatahun 1936, setiap cabang Ikhwan diinstruksikan untukmengkoordinir pembacaan qunut bersama. Juga pada tanggal10 oktober 1946, al-Banna memimpin pembacaan qunutbersama untuk kehancuran kaum imperialis. Bentuk saranalain yang dilakukan adalah membaca do’a bersama di masjid,seperti yang telah terjadi pada tanggal 3 Agustus 1947. Do’atersebut ditujukan untuk kebaikan Mesir (saat masalah Mesirdikemukakan di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa padatanggal 5 Agustus 1947). Para perempuan dau ibu rumahtangga juga diinstruksikan untuk membaca do’a bersama dikediaman mereka masing-masing. Disamping itu, perayaanhari-hari besar sejarah Islam juga diperingati sebagai saranapendidikan politik, seperti peringatan Perang Badr, peristiwahijrah, maulud Nabi dan lain sebagainya. Para pemimpinmenyampaikan penjelasan politik dengan metode yang sangatmenggugah perasaan dan emosi anggota dan simpatisanIkhwan. Muiz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyasiyah, h.392

dan perhimpunan lain mengingatkan Shidqi,sejauhmana asumsi dan komitmennya terhadapperundingan. Bersamaan dengan hal itu, tersebarbeberapa artikel dalam jurnal, menyerang segalabentuk dan proses perundingan dan mengklaimpemerintah Inggris telah melanggar kesepakatan.Beberapa seminar digelar untuk malakukan studidan analisa terhadap posisi kedua belah pihak(Ismail Shidqi dan pihak Inggris) dan bahan-bahanmateri perundingan.

Ikhwanul Muslimin tidak puas dengan hasilperundingan yang cenderung menguntungkanpihak kolonial dan merugikan pihak jajahan.Al-Banna—al-Mursyid al-‘Am—kemudian me-ngeluarkan statemen yang menyebutkanbeberapa kerugian bila perundingan dilanjutkandan menyarankan pihak pemerintah Mesiruntuk memikirkan beberapa solusi, karenahak-hak masyarakat telah dirampas dan sulitdikembalikan. Statemen tersebut ternyata dapatmemobilisir dan mengarahkan opini publik danorganisasi politik lain terhadap pemerintah. Halini juga disponsori para Ikhwan.50 Pemerintahterus melakukan tekanan dan membatasi ruanggerak gerakan ini.

Al-Banna tetap berusaha mengingatkanpemerintah atas sikap negatif, antagonistik,dan terlalu agresif terhadap masyarakat muslimkhususnya Ikhwanul Muslimin yang sungguh-sungguh berjuang demi kepentingan agamaIslam. Ia juga tidak lupa mengingatkan partaial-Wafd yang selama ini melemparkan tuduhanterhadap Ikhwanul Muslimin dan mengklaimsikap menduanya (ambiguitas). Selama initelah dilakukan beberapa pertemuan antarakedua belah pihak yang bertikai, tapi belummembuahkan hasil.

Ikhwanul Muslimin kemudian menuntut rajaFaruq dan Shidqi untuk mengumumkan jihadmelawan kolonial Inggris dan memutuskanhubungan ekonomi, budaya dan sosial dengannya.Ismail Shidqi dianggap belum mewakili masyarakatMesir karena tidak menghargai pendapat mereka.Sikap politik gerakan ini mendapat simpatimasyarakat dan memotivasi mereka untuk

49 Bayûmî, al-Ikhwân al-Muslimûn wa al-Jamâ’ât alIslâmiyah, h. 107. 50 Ushama, Hasan al-Banna: Vision and, h. 57.

257 |

Page 16: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

melakukan reformasi di Mesir. Sepulangnya(Ismail Shidqi) dari perundingan di London iamendapat oposisi dari beberapa pihak diantaranyatujuh anggota partai politik al-Wafd.51 Sebulansetelah kepulangannya terjadilah pemberontakanbesar di Mesir. Pemerintah kemudian meliburkanUniversitas untuk sementara waktu dan me-nangkap beberapa anggota partai al-Wafd,komunis dan Ikhwanul Muslimin. Al-Banna saat itusedang berada di Hijaz untuk menunaikan ibadahhaji. Sedangkan Ismail Shidqi mengundurkan diripada 4 Desember 1946.

Ikhwanul Muslimin tetap berpegang padapendirian dan tujuan dasar organisasi sertatidak akan bersikap keras terhadap pemerintahsebagaimana yang telah dilakukan partai-partailain, sepanjang pemerintah bersikap konsekwendalam menjalankan pemerintahan. Ikhwanjuga menuntut kabinet baru untuk mencarijalan meraih simpati masyarakat, mengakhirinegosiasi dan menyeru kepada jihad melawankolonial Inggris. Artikel-artikel dalam beberapajurnal menuduh pemerintah dan partai politikserta perhimpunan lain hanya mementingkankekuasaan dan enggan memikirkan kesejahteraanmasyarakat. Al-Banna—al-Mursyid al-‘Am--menegaskan bahwa persoalan yang paling aktualadalah persoalan masyarakat, bukan negosiasi,perundingan, membentuk departemen dansibuk dengan urusan pemilu. Maka menurutnyapihak pemerintah harus menetapkan konstitusikaitannya dengan persoalan ummat berdasarkanAlquran dan Sunah.52 Aspirasi masyarakat harusrelevan dengan Alquran sebagai satu-satunyasumber konstitusi Mesir juga negara muslimlainnya.

Untuk membahas tentang kedudukan kolonialInggris di bumi Mesir, al-Banna mengutus MusthafaMu’min pada tanggal 26 Juli 1947 mendampingiNuqrasi ke PBB. Musthafa menuntut PBB agarbersikap tegas terhadap Inggris. Kemudianpada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin terlibatperang melawan Inggris dan telah membunuhbanyak pasukan diantaranya beberapa warga

51 Bayûmî, al-Ikhwân al-Muslimûn, h. 110.52 Ushama, Hasan al-Banna: Vision..., h. 59.

Mesir. Akibatnya, beberapa anggota Ikhwan jugadieksekusi.53 Ini merupakan partisipasi politikIkhwanul Muslimin yang paling menonjol, sebagaiaplikasi konsep politik tentang jihâd fi sabîlillâhdan kemerdekaan. 54

Pada akhir tahun 1948 organisasi gerakanini menjadi kokoh dan mengakar kuat bagaikansebuah pemerintahan dalam pemerintahan.Nuqrashi Pasha yang diandalkan memimpinnegara Mesir 20 hari kemudian terbunuh.Hasan al-Banna juga meninggal beberapa bulankemudian, tepatnya pada tanggal 12 Februari1949 oleh pihak yang tidak bertanggung jawab..Sejak itu beberapa kekerasan pun terjadi dibumi Mesir melawan kekuatan Inggris.55 Par-tisipasi politik gerakan ini kemudian menyulutbentuk-bentuk pasrtisipasi lainnya, seperti aksimobilisasi senjata, aksi yang menyerukan untukmenjadi relawan, operasi pelatihan relawan dansebagainya. Kesemuanya sangat berpengaruhterhadap realitas politik di Palestina dan jugaberpengaruh positif terhadap kebijakan-kebijakanpolitik di Mesir. Pertempuran-pertempuran Suezmemaksa Inggris keluar dari Mesir dan menujukemerdekaan negara ini.

Penutup

Demikianlah situasi politik di negara Mesirmenjelang masa kebangkitannya. Suatu peristiwayang sempat menggoreskan luka-luka yangtetap membekas hingga saat ini, tidak hanyamelanda masyarakat kota, tetapi masyarakat

53 Sagiv, Fundamentalism and Intelectuals, h. 237.54 Ikhwanul Muslimin melibatkan diri dalam Perang

Palestina sebelum dan sesudah masuknya tentara-tentaraArab di Palestina pada tahun 1948 ini dengan jumlah lebihdari 300 pasukan yang siap tempur. Bahkan al-Banna sebelumtragedi pembunuhannya oleh pihak tertentu, ia sempatmenawarkan 10.000 pasukan sukarelawan kepada pemerintahMesir dan pemimpin Arab lain. Lihat Muiz Ruslan, al-Tarbiyahal-siyasiyah, h. 391

55 Pasca pembekuan perjanjian 1936, pada tahun1951Ikhwanul Muslimin mengobarkan perang gerilya melawankekuatan Inggris di zona terusan Suez, menggunakan duabendera: Pertama, bendera Ikhwanul Muslimin sebagaigerakan keagamaan, kedua bendera mahasiswa sebagaisimpatisan Ikhwanul Muslimin yang tergabung dalam frontuniversitas pimpina Hasan Dauh yang ketika itu adalah ketuamahasiswa Ikhwan. Pada bulan Nopember tahun 1948, gerakanpembentukan katibah telah sampai gaungnya ke kampus-kampus universitas. Muiz Ruslan, al-Tarbiyah al-Islâmiyah, h. 391

| 258

Page 17: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

Rusydi Sulaiman: Ikhwanul Muslimin dan Politik Kenegaraan Mesir

yang posisinya marginal sekali pun. Terdapatbeberapa faktor--baik positif maupun negatif--yang memberi pengaruh terhadap perkembangansituasi politik di Mesir, yaitu: lahirnya sejumlahpemimpin politik, gerakan pers yang kuat danbebas, terbentuknya berbagai organisasi danpartai politik dengan orientasinya masing-masing,dan berbagai peristiwa dan jihad politik.56

Hasan al-Banna dan gerakannya, IkhwanulMuslimin merupakan front yang menyikapisituasi tersebut, dari awal kebesaran tokohutamanya, pembentuk an, perkembangan,dan persentuhannya dengan kebijakan politikpemerintah Mesir ketika itu. Walaupun politikbukan tujuan utama, namun peran dan kontribusigerakan keagamaan tersebut cukup signifikandi Mesir dan juga terhadap sebagian duniaIslam. Sebelum terdepaknya kekuatan IkhwanulMuslimin belakangan ini, gerakan tersebutsempat mendominasi suara di parlemen yangberakhir dengan terpilihnya seorang presidenversi Ikhwanul Muslimin.

Pustaka Acuan

Ahsan, Abdullah al-, Ummah or Nation: IdentityCrisis in Contemporary Moslem SocietyMarkfield: United Kingdom of IslamicFoundation, Markfield Dakwah Centre, 1992.

Aziz, Jum`ah Amin Abdul, Zhurûf al-Nasy’ah waSyakhshiah al-Imâm al-Mu’assis, Kairo; Dâral-Tauzi` wa al-Nasy al-Islâmiyah, 2002.

Banna, Hasan al-, al-Ikhwan wa al-Intikhabat, dalamkoran al-Ikhwân al-Muslimûn, tahun III. No.119,5 September 1948.

Banna, Hasan al-, Da`watunâ fî Thaur Jadîd, dalamMajmû`ah Rasâil li al-Imâm al-Syahîd Hasanal-Banna, Kairo: Al-Mu’assasah al-Islâmiyah lial-Thibâ`ah wa al-Shahâfah wa al-Nasyr, t.th.

Banna, Hasan al-, Mudzâkarât al-Da`wah waal-Dâ`iyah li al-Imâm al-Syahîd Hasan al-Banna,Kairo: Dâr al-Tauzî` wa al-Nasyr al-Islâmiyah, 1966.

Banna, Hasan al-, Risâlah al-Mu`tamar al-Sâdis,Manshurah, Mesir: Dâr al-Wafâ’, t.th.

56 Muiz Ruslan, al-Tarbiyah al-Siyâsiyah, h. 77-79.

Bayumi, Zakaria Sulaiman Al-Ikhwân al-Muslimûnwa al-Jamâ`ât al-Islâmiyah fi al-Hayât al-Siyâsahal-Misriyah (1928-1948), (Kairo: MaktabahWahbah, 1979.

Esposito, Jhon L, Ancaman Islam: Mitos atauRealitas, terjemahan dari The Islamic Threat:Myth or Reality, Bandung: Mizan, 1994.

Esposito, John. L, (Editor), Identitas Islam PadaPerubahan Sosial Politik, terjemahan dari Islamand Development;Religion and Socio PoliticalChange, oleh A. Rahman dan Zainuddin,Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

Halim, Mahmud Abdul, Al-Ikhwân al-MuslimûnAhdâts Shughât al-Târîkh, Iskandariyah: Dâral-Da`wah, 1984.

Harahap, Syahrin, Al-Qur’an dan Sekularisasi:Kajian Kritis terhadap Pemikiran Thaha Husein,Yogyakarta: Tiara Wacana, 1974.

Hisket, Mervin, The Course of Islam in Africa,(Edinburgh: Edinburgh University Press, 1994.

Hourani, Albert, Thought in the Liberal Age, 1798-1939, Oxford: Oxford University Press, 1962.

Jeeha, Duna, Religious and Political Trend inModern Egypt, Washington: 1950.

Lapidus, Ira. M, a History of Islamic Society, NewYork: Cambridge University Press, 1998.

Mitchell, Richard P, The Society Of The MuslimBrothers, London: Oxford University Perss,1968.

Mulkhan, Abdul Munir, Ideologisasi GerakanDakwah: Episode Kehidupan M. Natsir danAzhar Basyir, Jogjakarta: Sipress, 1996.

Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam,Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: BulanBintang, 1996.

Qardawi, Yusuf, Al-Shahwah al-Islâmiyah baina al-Ikhtilâf al-Masyrû` wa al-Tafarruq al-Madmûm,Kairo: Dâr al-Shahwah li al-Nasyr wa al-Tauzi`,1990.

Qardawi,Yusuf, Sistem Kaderisasi IkhwanulMuslimin, terjemahan dari al-Tarbiyah al-Islâmiyyah wa Madrasah Hasan al-Banna, olehGhazali Mukri, Solo: Pustaka Mantiq, 1992.

Rahmena, Ali (Ed.), Para Perintis Dunia Islam,Bandung: Mizan, 1995.

259 |

Page 18: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR

MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Rizqi, Jabir, Pemerintah dan Politik dalam KonsepHasan al-Banna, terjemahan dari al-Daulahwa al-Siyâsah fî Fikri Hasan al-Banna olehImamuddin, dkk., Surabaya: Bina Ilmu, 1993.

Ruslan, Utsman Abdul Muiz, al-Tarbiyah al-Siyâsiyah`inda al-Ikhwân al-Muslimîn; fî al-Fatrah min1928 ilâ 1954 fî Mishr, ( Kairo: Dâr al-Tauzî`wa al-Nasr al-Islâmiyah, 1989.

Sagif, David, Fundamentalism and Intelectuals inEgyp (1973-1993), London: Frank Case, 1995.

Ushama, Tameem, Hasan al-Banna, Vision andMission, Kuala Lumpur: Syarikat R&S, 1995.

Wa’i, Taufiq Yusuf al-, Pemikiran PolitikKontemporer al-Ikhwan al-Muslimun; StudiAnalitis, Observatif, Dokumentatif, terjemahandari Al-Fikr al-Siyâsi al-Mu`âshir `inda Ikhwânal-Muslimîn; Dirâsat Tahlîliyat MaidaniyâtMuwâtsaqât, oleh Wahid Ahmadi, dkk., Solo:Era Intermedia, 2003.

Page 19: IKHWANUL MUSLIMIN DAN POLITIK KENEGARAAN MESIR