Ileus Obstruktif Dengan Kolostomi

Embed Size (px)

Citation preview

PRESENTASI KASUS

Ileus obstruktif dengan kolostomi

Pembimbing: Dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B,MHKes,FinaCS Disusun oleh: Aria Adhitya S. Siti Aisyah Nurmala Maulida ( 110.2003.035) ( 110.2006.252) ( 110.2007.201)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD ARJAWINANGUN Februari 2012

Presentasi kasus Ileus ObstruktifI.1 IDENTITAS I.1.1 I.1.2 I.1.3 I.1.4 I.1.5 I.1.6 Nama Usia Alamat Agama : Tn. S : 21 tahun : Desa cipanas : Islam

Jenis kelamin : Laki-laki

Masuk tanggal : 24 januari 2012

I.2 ANAMNESIS I.2.1 Keluhan Utama Nyeri perut I.2.2 Keluhan Tambahan Perut terasa kembung

I.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan Nyeri perut sejak 3 hari SMRS. Keluhan nyeri perut dirasakan hilang timbul disertai perut yang terasa kembung. karena keluhan nyeri ini pasien mengaku diurut perutnya oleh dukun 1 x setelah itu pasien merasakan perutnya semakin terasa kenceng, tidak dapat kentut dan tidak dapat BAB. Keluhan mual- muntah disangkal. Pasien mengaku kencingnya biasa saja dan lancar tidak terasa sakit.keluhan demam disangkal. I.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal I.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal

I.3 PEMERIKSAAN FISIK

A.I.3.1 Status Generalis Keadaan umum Kesadaran GCS I.3.2 Tanda Vital Tekanan Darah RR Nadi Suhu I.3.3 Kepala I.3.4 Mata Palpebra Konjungtiva Sklera Pupil Reflek cahaya I.3.5 Telinga I.3.6 Hidung I.3.7 Mulut I.3.8 Leher Bentuk Trakea KGB I.3.9 KGB lainnya KGB aksila : tidak teraba pembesaran : simetris : tidak ada deviasi : tidak teraba pembesaran : oedem -/: anemis -/: ikterik -/: bulat, isokor : +/+ : tidak ada kelainan bentuk : discharge (-) : bibir tidak kering, lidah tidak kotor. : 130/90 mmHg : 20 x/menit : 88x/menit : 36,8 C : normocephal : tampak sakit sedang : compos mentis : E4 M6 V5

I.3.10 Thoraks

a.) Jantung Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat. :Ictus cordis teraba pada SIC V LMC sinistra : Batas atas kiri SIC II LSB Batas atas kanan SIC II RSB Batas bawah kiri SIC V LMC sinistra Batas bawah kanan SIC IV RSB Auskultasi : S1 > S2 reguler di apex, suara tambahan bising (-), gallop (-). b.) Paru-paru Inspeksi : Simetris, inspirasi > ekspirasi, retraksi intercostal (-), ketinggalan gerak saat bernafas (-), tremor (-), bekas luka (-). Palpasi Perkusi Auskultasi 13.11 Abdomen Status lokalis 1.3.12 Ekstremitas Superior : Reflek fisiologis baik, tidak ada refleks patologis, tidak ada atrofi, tidak ada tumor, tonus otot cukup. Inferior : Reflek fisiologis baik, tidak ada refleks patologis, tidak ada atrofi, tidak ada tumor, tidak ada udem, tonus otot cukup. Costovertebra : Tidak ada kifosis, tidak ada lordosis, tidak ada skoliosis, tidak ada nyeri ketok. B. Status Lokalis Inspeksi Palpasi : R. Abdomen : Cembung, tampak tegang, tidak ada darmsteifung. : Nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen Defans muskuler (+) Hepar/lien tak teraba Tidak teraba masa tumor Perkusi Auskultasi : Hipertimpani : Bising usus meningkat. : Vokal fremitus kanan kiri sama. : Sonor seluruh lapangan paru, suara tambahan tidak ada. : Vesikuler seluruh lapangan paru, suara tambahan (-)

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

I.4.1 Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 24/01/2012) Hb Ht Leukosit Trombosit : 7,2 g/dl : 24,9 vol % : 6,8 10/mm : 726.000/ul

I.4.2 Pemeriksaan laboratorium (tanggal 27/01/2012) Hb Ht Leukosit Trombosit : 10,2 g/dl : 34,3 vol % : 6,8 10/mm : 409.000/ul

I.5. DIAGNOSIS BANDING Ileus Paralitik

I.6. DIAGNOSIS KERJA Ileus Obstruktif

I.7 PEMERIKSAAN LANJUTAN Foto polos abdomen 3 posisi

I.8 PENATALAKSANAAN Infus Rl NGT Cefotaxim 2x1 gr Ketorolac 3x1 amp Ranitidin 2x1 amp

I.9 PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

ILEUS OBSTRUKTIF1.1. DEFINISI Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus.

1.2. ANATOMI USUS Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang memgbentuk messenterium. Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah impa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.

1.3. KLASIFIKASI 1. Ileus mekanik a. Lokasi obtruksi : Letak tinggi Tengah : Duodenum-Jejunum : Ileum Terminal

letak rendah

: Colon-Sigmoid-rectum

b. Berdasarkan stadium obstruksi Parsial : menyumbat sebagian lumen usus. Simple/komplit: menyumbat lumen usus secara total Strangulasi : sumbatan komplit disertai jepitan vasa. 2. Ileus neurogenik a. Adinamik : ileus paralitik b. Dinamik : ileus spastic 3. Ileus vaskuler : intestinal ischemia,karena trombosis dan emboli

1.4. ETIOLOGI ILEUS OBSTRUKTIF Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh: 1. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50- 70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anakanak. 2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif , dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia

interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia. 3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal. 4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi. 5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik. 6. Volvulus, Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya 7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. 8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi. 9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan cairan. 10.Benda asing, seperti bezoar. 11.Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau hernia Littre. 12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium 1.5 PATOFISIOLOGI Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.

Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syokhipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.

Obstruksi Mekanik Simple. Pada obstruksi simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian. Obstruksi Strangulata. Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler. Strangulasi biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi. 1.6. DIAGNOSIS 1. Subyektif -Anamnesis Gejala Utama: a). Nyeri-Kolik Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilicus

Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.

b). Muntah Stenosis Pilorus : Encer dan asam Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan Obstruksi kolon : onset muntah lama.

c). Perut Kembung (distensi) d). Konstipasi Tidak ada defekasi Tidak ada flatus

Adanya benjolan di perut, inguinal, dan femoral yang tidak dapat kembali menandakan adanya hernia inkarserata. Invaginasi dapat didahului oleh riwayat buang air besar berupa lendir dan darah. Pada ileus paralitik e.c. peritonitis dapat diketahui riwayat nyeri perut kanan bawah yang menetap. Riwayat operasi sebelumnya dapat menjurus pada adanya adhesi usus. 2 Onset keluhan yang berlangsung cepat dapat dicurigai sebagai ileus letak tinggi dan onset yang lambat dapat menjurus kepada ileus letak rendah.

2. Obyektif-Pemeriksaan Fisik A. Strangulasi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti: B. Obstruksi Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Takikardia Pireksia (demam) Lokal tenderness dan guarding Rebound tenderness Nyeri local Hilangnya suara usus lokal

Auskultasi Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

Perkusi Hipertimpani Palpasi Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Rectal Toucher -Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease - Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma - Feses yang mengeras : skibala - Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi - Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi - Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

TANDADANGEJALA 1.Obstruksiusushalus Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus. Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen. Jika berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

2.ObstruksiUsusBesar Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.

1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologik Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi. CT scan kadang kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.

Ileus obstruktif letak tinggi

1.8. DIAGNOSA BANDING Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal, termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan. Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar. Muntah jarang terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya hasil foto roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal. Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan trombosis vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik. Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar tanpa air-fluid level.

Tabel-1.1. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus. Macam ileus Obstruksi simple tinggi Obstruksi simple rendah Obstruksi strangulasi Nyeri Usus ++ (kolik) +++ (Kolik) ++++ (terusmenerus, terlokalisir) + +++++ ++ Distensi + Muntah borborigmi +++ Bising usus Meningkat Ketegangan abdomen -

+++

+ Lambat, fekal +++

Meningkat

-

Tak tentu biasanya meningkat

+

Paralitik Oklusi vaskuler

++++ +++

+ +++

Menurun Menurun

+

1.9. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat timbul antara lain perforasi usus, sepsis, syok-dehidrasi, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan meninggal.

1.10.PENATALAKSANAAN Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal Obstruksi parsial dapat ditangani secara konservatif selama masih ada defekasi dan flatus. Dekompresi dengan nasogastrik tube berhasil pada 90% pasien. Tindakan operatif dapat dilakukan pada obstruksi yang persisten meskipun parsial. Pada obstruksi parsial yang berulang sulit ditentukan perlu tidaknya tindakan operatif. Obstruksi persiapan. total pada usus halus diterapi dengan tindakan operatif setelah dilakukan

Tindakan operasi terkadang harus dilakukan karena sulitnya menyingkirkan

kemungkainan strangulasi pada obstruksi, apalagi dengan kemungkinan komplikasi dan kematian pada strangulasi. Farmakologis Pemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

Operatif Persiapan Saat yang tepat untuk dilakuakan tindakan opertif bergantung pada keadaan pasien. Resiko terjadinya strangulasi menjadi pertimbangan meskipun dengan keadaan abnormal pada cairan dan elektrolit dan perlunya evaluasi pada penyakit sistemik. 1. Nasograstik tube. Nasogastrik tube di pasang untuk mengurangi muntah, meghindari terjadinya aspirasi, serta untuk mengurangi semakin banyaknya udara di lumen usus yang menjadikan distensi abdomen. 2. Resusiatasi cairan dan elektrolit Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Kekurangan cairan dan elektrolit bergantung pada jenis dan lamanya obstruksi. Hemokonsentrasi yang terjadi pada obstruksi yang berlangsung lama tidak dapat hanya dikoreksi dengan larutan dekstrosa saja. Kehilangan cairan yang isotonik harus dimulai dengan infus larutan saline yang isotonik . Kehilangan cairan gastrointestinal yang menjadi penyebab gangguan keseimbangan asam basa, serta tidak adanya mekanisme neuroendrokin untuk mengkoreksi ketidakseimbangan ini, maka perlu kita koreksi terlebih dahulu. Pemeriksaan serum elektrolit dan analisa gas darah dapat membantu untuk memutuskan terapi elektrotit mana yang harus diberikan. Pasien tidak dapat dioperasi jika hipokalemia belum dikoreksi. Jumlah cairan dan elektrolit yang dibutuhkan harus diperkirakan untuk setiap pasien. Operasi Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi. kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi antara lain pada obstruksi strangulasi, efek toksiknya menjadikan operasi harus segera dilakukan. Insisi standart pada inguinal dapat dilakukan pada pasien dengan hernia inkaserata ingunalis dan femoralis. Prosedur operatif bergantuang pada sebab obstruksi. Obstruksi pada adhesi harus dilakukan adhesiolisi, obstruksi pada tumor dapat dilakukan reseksi, dan obstruksi karna

corpus alineum harus dibuang dengan enterotomi. Gangreneus intestin harus direseksi, namun cukup sulit untuk menetukan apakah ususnya masih viable atau tidak. Penggunaan USG Doppler intraoperatif merupakan metode untuk melihat masih viable atau tidaknya bagian usus yang mengalami obstruksi. Ekstirpasi lesi obstruksi tidak dapat dilakukan pada pasien dengan karsinoma atau radiasi injury. Anastomosis dari proksimal usus halus yang obstruksi sampai bagian distal obstruksi pada usus halus atau kolon (baypass) mungkin adalah prosedur terbaik bagi pasien ini. Terkadang adhesi yang terjadi sangat tebal sehingga tidak dapat dilakukan pemisahan dan anastomosis tidak dapat dialkukan secara sempurna. Dekompresi yang lama dengan tube gastrotomi atau tube

jejunostomi dan pemeberian makana via parenteral dapat menjadaikan penyembuhan spontan selama beberapa minggu. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus. (a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata nonstrangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. (b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. (c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut. (d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

1.11. PROGNOSIS Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

KOLOSTOMI A. JENIS JENIS KOLOSTOMI

Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara. 1. Kolostomi Permanen Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak

memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang). 2. Kolostomi temporer/ sementara Pembuatan kolostomi temporer ini biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel. Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama post kolostomi biasanya masih terjadi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar. Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi (pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka laparotomi. Perawat harus selalu memonitor kondisi luka dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika balutan terkontaminasi feses. Perawat harus segera mengganti kantong kolostomi jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika kontong kolostomi bocor dan feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus mempertahankan kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien. Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien alergi terhadap perekat kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin perlu dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak teriritasi.

B. PENDIDIKAN PADA PASIEN

Pasien dengan pemasangan kolostomi perlu berbagai penjelasan baik sebelum maupun setelah operasi, terutama tentang perawatan kolostomi bagi pasien yang harus menggunakan kolostomi permanen. Berbagai hal yang harus diajarkan pada pasien adalah: a. Teknik penggantian/ pemasangan kantong kolostomi yang baik dan benar b. Teknik perawatan stoma dan kulit sekitar stoma c. Waktu penggantian kantong kolostomi d. Teknik irigasi kolostomi dan manfaatnya bagi pasien e. Jadwal makan atau pola makan yang harus dilakukan untuk menyesuaikan f. Pengeluaran feses agar tidak mengganggu aktifitas pasien g. Berbagai jenis makanan bergizi yang harus dikonsumsi h. Berbagai aktifitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pasien i. Berbagi hal/ keluhan yang harus dilaporkan segera pada dokter ( jika apsien sudah dirawat dirumah) j. Berobat/ control ke dokter secara teratur k. Makanan yang tinggi serat

C. KOMPLIKASI KOLOSTOMI

1. Obstruksi/ penyumbatan Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengan kolostomi permanen tindakan irigasi ini perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya sendiri di kamar mandi. 2. Infeksi Kontaminasi feses merupakan factor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolostomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi. 3. Retraksi stoma/ mengkerut Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan.

4. Prolaps pada stoma Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada saat pembedahan. 5. Stenosis Penyempitan dari lumen stoma 6. Perdarahan stoma

D. PERAWATAN KOLOSTOMI

1. Pengertian : Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma , dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan. 2. Tujuan Menjaga kebersihan pasien Mencegah terjadinya infeksi Mencegah iritasi kulit sekitar stoma Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya 3. Persiapan pasien Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll Mengatur posisi tidur pasien (supinasi) Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden jendela, pintu, memasang penyekat tempat tidur (k/P), mempersilahkan keluarga untuk menunggu di luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien 4. Persiapan Alat Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan kain persegi empat Kapas sublimate/kapas basah, NaCl, Kapas kering atau tissue 1 pasang sarung tangan bersih Kantong untuk balutan kotor Baju ruangan / celemek Betadine (bila perlu) bila mengalami iritasi dan obat desinfektan bila diperlukan Zink salep Perlak dan alasnya, Plester dan gunting Bengkok Set ganti balut 5. Prosedur Kerja

a. Cuci tangan kemudian gunakan sarung tangan b. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak stoma c. Meletakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh pasien d. Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll) e. Membuka kantong kolostomi secara hati-hati dengan menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien f. Meletakan colostomy bag kotor dalam bengkok g. Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma h. Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl i. Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati menggunakan kassa steril j. Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma k. Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy l. Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan pasien m. Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi n. Merekatkan/memasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara didalamnya o. Merapikan klien dan lingkungannya p. Membereskan alat-alat dan membuang kotoran q. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan

DAFTAR PUSTAKA

1. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004. 2. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.hlm 116-117 3. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192 4. http://medlinux.blogspot.com/2009/02/ileus.html 5. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29[Online]. 1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf . 6.