ilmu pengetahuan dalam islam.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Ilmu Pengetahuan

Sifat Alamiah Ilmu Pengetahuan (Thabi'at Al-Ma'rifat)

Istilah pengetahuan dalam Al-Qur'an adalah: Ilmu ('ilm), mengenal (ma'rifah), hikmah (basiirah), melihat (ra'ay), persangkaan (dhann), yakin (yaqin), merasakan (shu'ur), memikirkan (lubb), khabar (naba'), fakta (burhan), pembuktian (dirayah), kebenaran (haqq), dan wawasan (tashawwur). Istilah untuk kebodohan: kebodohan (jahl), keraguan (raib aw syakk), sangkaan (dhann), dan sangkaan yang mendalam (ghalabat al-dhann). Tingkatan ilmu pengetahuan ada tiga, yaitu: keyakinan secara teori ('ilm al-yaqeen), melihat dengan penglihatan yang meyakinkan ('ayn al yaqiin), dan keyakinan dengan kebenaran (haqq al-yaqeen). Pengetahuan berkaitan erat dengan iman, 'aql, dan taqwa. Pengetahuan harus berdasarkan fakta-fakta ilmu pengetahuan (hujjiyat al-burhan). Tempat ilmu pengetahuan di dalam akal dan hati. Pengetahuan Allah tak terbataas, akan tetapi pengetahuan manusia sangat terbatas. Manusia memiliki pengetahuan yang berbeda-beda. Pengetahuan adalah milik umum yang tidak boleh disembunyikan atau dimonopoli. Manusia, malaikat, jin, dan makhluk lain-lainnya mempunyai kapasitas ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Dalam paradigma tauhid, epistemologi, Islam (nadhariyyat ma'nifyyat al-Islamiyyat) berdasarkan pada Al-Qur'an dan dituntun oleh objektif (istiqomah). Kebenaran ilmu pengetahuan itu absolut, misalnya: ilmu pengetahuan tentang wahyu, sedangkan ilmu pengetahuan lainnya bersifat relatif (nisbiyat al-haqiqat), sifat kenisbian ilmu pengetahuan berasal dari pengamatan manusia dan interpretasi fenomena fisik (kasat mata).

Sejarah Pengetahuan Manusia

Nabi Adam adalah manusia pertama yang belajar secara aktif, ketika belajar tentang nama-nama. Pengetahuan manusia sesudahnya berkembang dengan empirical trial and error di bawah bimbingan wahyu. Perkembangan bahasa dan tulisan berperan penting dalam perkembagan ilmu pengetahuan. Publikasi dan telekomunikasi mempunyai tanggungjawab bagi revolusi ilmu pengetahuan saat ini.

Sumber Ilmu Pengetahuan (Mashadir Al-Ma'arifat)

Semua pengetahuan berasal dari Allah, manusia dapat mencapai pengetahuan secara pasif melalui wahyu dan mencapai pengetahuan secara aktif melalui observasi empiris dan ekspreimen, walau bagaimanapun pada akhirnya ilmu pengetahuan berasal dari Allah. Ilmu pengetahuan mungkin diperoleh sejak lahir, seperti pengetahuan manusia tentang penciptaan diperoleh ketika sebelum lahir. Sebagian pengetahuan manusia dinamakan insting, sebagian besar pengetahuan manusia dipelajari dari observasi, percobaan ('ilm al-tajriibi), analisis ('ilm al-naqli), dan pemahaman ('ilm al-aqli). Menuntut ilmu adalah kebutuhan dalam diri manusia guna memuaskan rasa ingin tahu. Wahyu, kesimpulan akal, dan pengamatan empiris terhadap alam semesta merupakan sumber terbesar dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang diterima oleh orang-orang yang beriman. Dalam hal kuantitas, ilmu pengetahuan empiris diperoleh terlebih dahulu, akan tetapi dalam hal kualitas, ilmu kewahyuan diperoleh terlebih dahulu. Adanya interaksi dan ketergantungan yang sangat erat antara wahyu, kesimpulan akal, dan pengamatan empiris. Akal diperlukan untuk memahami wahyu dan mencapai kesimpulan dari pengamatan empiris. Wahyu melindungi akal dari kesalahan dan memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang ghaib. Tanpa bergantung pada wahyu, akal tidak dapat memahami semua realitas dunia. Terdapat pernedaan pendapat tentang inspirasi ('ilm laduniy), intuisi (ilham), insting (hadas), ru'uyat, dan kasyf. Perbedaan itu bukan pada apakah semua itu adalah sumber pengetahuan, akan tetapi pada paakah semua itu merupakan sumber yang berdiri sendiri dari apa yang telah disebutkan sebelumnya (wahyu, kesimpulan akal, dan pengamatan empiris). Kekuatan magis, sihir, ramalan bintang (astrologi), ramalan (tanjim), perduunan dan lain-lain, semuanya bersifat takhayul dan bukan merupakan sumber kebenaran ilmu yang dapat dipercaya. Munkin petunjuk yang benar dan dapat dibuktikan, namu semua itu hanya suatu kejadian kebetulan dan sering sekali memperlihatkan kesalahan dan tidak sesuai dengan fakta.

Klasifikasi Ilmu Pengetahuan (Tasnif Al-Ma'rifat)

Ilmu pengetahuan mungkin bisa didapat dari lahir, berupa akal dan wahyu. Pengetahuan dapat berupa ilmu yang kasat mata (ilm al-syahadat) ataupun ilmu yang tidak kasat mata ('ilm al-ghaib). Ilmu yang tidak kasat mata dapat bersifat absolut (ghaib al-muthlak) ataupun relatif (ghaib al-nisbi). Ada sebagian ilmu pengetahuan yang harus diketahui oleh individu (fardhu al-'ain), sedangkan sebagian yang lain merupakan kewajiban bersama (fardhu al-kifayat). Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan, dipraktekkan, dan banyak terdapat disiplin ilmu yang berbeda.

Keterbatasan Pengetahuan Manusia (mahdudiyat al-ma'rifat al-bashariyyat)

Ayat-ayat Al-Qur'an banyak mengingatkan manusia, bahwa pengetahuan mereka di dalam segala bidang ilmu pengetahuan terbatas. Perasaan manusia mudah tertipu, kecerdasan manusia untuk menafsirkan kebenaran penglihatan pancaindra terbatas. Manusia tidak dapat melihat hal-hal yang ghaib, manusia hidup dalam kurun waktu yang terbatas, dulu dan nanti tidak dapat diketahui dengan pasti. Manusia hidup pada kerangka kecepatan yang terbatas, baik dalam tingkatan konseptual maupun indrawi. Ide tidak dapat dicerna dan diproses, jika munculnya terlalu pelan atau terlalu cepat. Manusia tidak dapat melihat sesuatu yang terjadi terlalu lambat atau terlalu cepat. Kejadian yang terlalu cepat seperti revolusi bumi atau perputaran bumi akan terasa seperti tidak terjadi apa-apa. Memori manusia sangat terbatas, pengetahuan yang diperolehnya akan berkurang atau menghilang sama sekali. Bila mempunyai memori yang sempurna manusia banyak mempunyai ilmu pengetahuan.

Krisis Ilmu Pengetahuan (Azmat Al-Ma'arifat)

Manifestasi Krisis Ilmu Pengetahuan

Adanya kebodohan terhadap ilmu agama dan ilmu dunia, menyebabkan adanya sedikit penghargaan kepada orang yang berilmu. Kekayaan dan kekuatan lebih terpandang dari pada orang alim. Adanya kelalaian terhadap ilmu empiris menyebabkan terjadinya pengelompokan sistem pendidikan: Islam dengan barat (ilmu agama vs ilmu dunia). Penggabungan dua sistem telah mengalami kegagalan dan kesulitan, karena telah menjadi suatu mekanisme dan bukan konseptual. Proses sekuralisasi di dalam dunia pendidikan telah merubah dimensi moral pendidikan dan menyebabkan penyimpangan dari tujuan pendidikan Islam untuk meghasilkan kesempurnaan individu (insan al-kamil) dan hijrahnya para cendikiawan dari negara muslim telah menambah krisis pendidikan.

Kelesuan Umat Membawa Kepada Krisis Ilmu Pengetahuan

Kurangnya ilmu pengetahuan dan kelemahan intelektual di dalam umat Islam merupakan faktor terbesar bagi kemunduran umat Islam, krisis ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam bertambah buruk lagi, karena umat Islam meniru dan menggunakan begitu saja pemikiran dan konsep asing tanpa dicerna. Nabi Muhammad telah memberikan peringatan kepada umat Islam tentang perumpamaan lubang biawak, dimana umat Islam akan mengikuti langkah-langkah musuh tanpa dapat mengelak lagi, seperti masuk ke dalam lubang biawak. Diantara bentuk kelesuan umat Islam adalah lemah dalam beribadah, beramal, berpolitik, ketergantungan ekonomi, kelemahan dalam bidang militer, sains dan teknologi, serta erosi identitas Islami dalam gaya hidupnya.

Latar Sejarah Krisis Ilmu Pengetahuan

Generasi zaman Nabi Muhammad SAW adalah generasi terbaik di dalam sejarah umat Islam. Guru terbaik bertemu dengan murid terbaik menghasilkan hasil terbaik. Para sahabat memiliki pemahaman pengetahuan dan pemahaman terbaik. Sebagian benih-benih krisis ilmu pengetahuan muncul bersamaan dengan berakhirnya khilafah al-rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Afwan, Ali bin Abi Thalib). Kekuatan sosial dan politik yang baru telah menjatuhkan khilafah al-Rasyidin dan mengubah serta menghapuskan tatanan kehidupan sosial-politik yang telah dicontokan oleh pemerintahan para khalifah. Maka pendapat ulama dan pemimpin yang berpegang kepada ide-ide kebenaran Islam telah dimarjinalkan dan dikucilkan, sehingga terjadi stagnisasi intelektual. Proses sekuralisasi di negara Islam mulai menyebar. Kebodohan dan buta aksara berkembang luas. Banyak ditemukan dalam warisan pemikiran dan agama, ide-ide, dan fakta-fakta non-muslim yang diambil tanpa berdasarkan pada kebenaran, sehingga membuat krisis intelekrual menjadi bertambah parah.

Pengetahuan: Syarat Sebelum Melakukan Pembaharuan (Al-Tajdid)

Reformasi dan kebangkitan umat Islam akan terjadi melalui reformasi pendidikan dan ilmu pengetahuan. Tajdid adalah mengulang kembali fenomena di dalam umat Islam dan sebuah tanda perkembangan, serta kedinamisan. Tajdid merupakan karakteristik dasar umat dalam masa reformasi dan kebangkitan dari kerusakan serta kejahiliahan. Tajdid memerlukkan pengetahuan, gagasan, dan tindakan, seperti persamaan matematis: tajdid = gagasan + tindakan. Tindakan tanpa pengetahuan dan idealisme tidak akan mencapai perubahan yang benar, gagasan tanpa tindakan tidak akan berubah. Tajdid diperlukan dan didahului dengan perubahan pengetahuan untuk membuktikan bangunan gagasan dan motivasi. Keberhasilan semua perubahan sosial dimulai dengan perubahan ilmu pengetahuan. Masyarakat yang ideal tidak dapat terbentuk tanpa didasari oleh ilmu pengetahuan, maka dari itu ilmu pengetahuan harus benar-benar relevan dan berguna. Suksesnya gerakan kebangkitan sepanjang sejarah Islam selalu dipimpin oleh ulama.

Pengetahuan: Strategi, Kewajiban, dan Etika

Umat Islam mempunyai potensi di dalam bidang ekonomi dan politik, namun potensi itu belum digunakan secara maksimal. Gerakan pembaharuan kontemporer memiliki banyak kekuatan, akan tetapi juga banyak memiliki kekurangan yang harus diperbaiki. Krisis ilmu pengetahuan dan intelektual masih menjadi rintangan bagi gerakan tajdid, karena gerakan pembaharuan dituntun oleh ilmu yang salah dan pemahaman yang meragukan, serta kegagalan atau penyimpangan dari jalan gerakan tajdid. Perubahan sosial memerlukan: perubahan sikap, nilai-nilai, dan keyakinan, serta perilaku dari masyarakat inti yang kritis. Sikap, nilai-nilai, keyakinan dan perilaku masyarakat inti yang kritis ditentukan oleh ilmu pengetahuan yang mendasarinya. Visi strategis ilmu pengetahuan adalah keikhlasan seseorang untuk memahami sang pencipta, mengetahui tempat, peraturan, dan hak-Nya, serta tanggungjawab seorang dalam tatanan kehidupan.

Misi strategis ilmu pengetahuan adalah transformasi konsep sistem pendidikan dari TK sampai Pascasarjana untuk menanamkan tauhid, moral yang baik, objektif, universal, dan memecahkan masalah umat manusia.

Metodologi Ilmu Pengetahuan

Konsep

Metodologi ilmu pengetahuan dimulai dari Nabi Adam dalam penamaan dan penggolongan sesuatu dengan menggunakan metode trial dan error, kemudian menggunakan penelitian metodologi sistematik. Dalam mengembangkan metode empriris umat Islam diinspirasi oleh Al-Qur'an, sehingga mencetuskan revolusi Eropa (masa renaissance), revolusi sains dan eknologi pada awal abad ke-16. Francis Bacon (1561-1626) belajar bahasa Arab dari orang-orang muslim dan merupakan orang barat pertama yang menulis tentang metode ilmu empiris. Orang Eropa meniru metode empiris tanpa dilandasi dengan tauhid, menolak wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan dan pada akhirnya memaksakan kehendaknya agar keburukan sekularisasi ilmu pengetahuan ditiru di dalam dunia Islam. Cendekiawan muslim telah menjelaskan bahwa wahyu, akal, dan empiris merupakan rukun wajib dari Al-Qur'an guna mengoreksi kekurangan dan menambah ilmu pengetahuan Yunani sebelum masuk ke dalam peradaban Islam. Cendekiawan muslimtelah menempatkan logika Aristoteles dan definisinya dengan logika induktif Islam yang diilhami oleh Al-Qur'an.

Metodologi yang Bersumber dari Al-Qur'an (Manhaj Al-Qur'an)

Al-Qur'an memberikan pedoman prinsip-prinsip umum dalam metode empiris dan bukan sebagai pengganti penelitian empiris. Al-Qur'an memerintahkan manusia untuk melakukan observasi empiris:melepaskan akal dari takhayul, taklid buta, ketergantungan pada intelekrual semata. Paradigma tauhidi merupakan dasar bagi kausalitas, rasionalitas, susunan alam semesta, prediksi, inovasi, obektivitas, dan hukum aam. Hukum dapat diketahui melaluiwahyu, observasi empiris, dan eksperimen. Al-Qur'an mengajarkan metode induktif, observasi empiris (nadhar dan tabasshur), penafsiran (al-tafsir), perenungan (tadabbur), berpikir (takaffur), mempelajari (i'tibaar) dan memahami (taafaquhu), dan fakta ilmu pengetahuan. Al-Qur'an melarang taklid buta, sangkaan (dhann), mengikuti hawa nafsu. Konsep Al-Qur'an tentang istiqamah mengajak manusia kepada kebenaran dan kejelasan ilmu pengetahuan. Konsep Al-Qur'an tentang istikhlaf, taskhir, dan isti'mar adalah dasar teknologi. Konsep ilmu bermanfaat (ilm al-naf'i) mendasari perintah transformasi dasar ilmu pengetahuan ke dalam teknologi yang bermanfaat.

Metodologi yang Berasal dari Ilmu-Ilmu Islam Terdahulu

Ilmu zaman terdahulu dan konsepnya dapat diterapkan ke dalam sains dan teknologi. Tafsir al-'ilmi dan tafsir al-,awdu'i sejajar dengan penafsiran data dalam penelitian empitis. Ilm al-nasakh menjelaskan bagaimana data terbaru dari data teori yang terdahulu masih berguna. 'Ilm al-rijaal memastikan kapasitas kejujuran seorang peneliti. Ilm naqd al-hadits dapat menanamkan sikap kritis terhadap bacaan pengarang. Qiyaas adalah analogi akal. Istishaab adalah kelanjutan dari bentuk penerapan sebuah hipotesa secara kontinitas atau kaedah-kaedah ilmu sampai terpecahkan. Istihsan adalah membandingkan sesuatu ke dalam intuisi klinis. Istislah digunakan untuk kepentingan umum guna menyeleksi diantara beberapa pilihan, contohnya teknologi kedokteran. Ijma' adalah hukum yang dibangun dengan penelitian empiris. Maqaashid al-syari'at merupakan alat konseptual guna menyeimbangkan kegunaan sains dan teknologi. Qawaid al-syari'at adalah kaidah-kaidah logika yang bekerja secara sederhana dan menyeluruh dengan tetap menggunakan kaidah-kaidah tanpa meninggalkan bentuk-bentuk turunannya yang terperinci.

Kritik Islam Terhadap Metode Empiris

Penggunaan perangkat metodologi yang berasal dari Al-Qur'an dan ilmu turast Islam, Umat Islam dapat mengembangkan metode empiris dan induktif yang baru dalam bentuk qiyaas al-ushuuli, serta sebagai pioner metode empiris berdasarkan pada eksperimen dan observasi, dengan cara sistematis. Hal ini sebagaimana diilustrasikan oleh ibnu hazm dalam teori optiknya. Umat Islam mengkritisi metodologi Yunani kuno yang bersifat rabaan, hipotesis, meremehkan persepsi pengetahuan dan berdasarkan logika deduktif. Umat Islam menerima formula dan tes, serta hipotesa metode keilmuan Eropa, namun menolak asumsi filsafat Eropa yang bersifat materialisme, pragmatis, dan ateis, menolak wahyu sebagai sumber pengetahuan, tidak ada keseimbangan, menolak dualitas antara materi dan spiritual, manusia tidak mempunyai tujuan dan kesatuan pandangan seperti tauhid, menjadi Eurosentris dan tidak universal. Orang-orang Eropa telah mengklaim bahwa semua metodologi keilmuannya dapat menjadikan pikiran bebas, suatu metodologi yang akurat, tepat, objektif. Moral yang baik didapat dari observasi bukan dari praktek. Sungguh, semua ini hanya merupakan arogansi semata, karena probabilistik absolut dan pengetahuan relativisme empiris berdasarkan pada kesalahan manusia dalam observasi dan penafsiran.

Menuju Metodologi Islam

Tauhid bersifat universal, objektif, metodologi yang jelas harus menggantikan metodologi eurosentris, dan konteks filsafat yang bias serta tidak dapat diterapkan pada metode eksperimen. Pandangan ilmu tauhidi adalah kesatuan ilmu pengetahuan, bersifat komprehensif, sebab-akibat merupakan landasan bagi tindakan manusia. Pengetahuan manusia terbatas, investigasi hubungan sebab-akibat berdasarkan pada keseimbangan dan ketetapan hukum alam, keseimbangan antara realita dan ghaib. Tiga sumber pengetahuan manusia adalah wahyu, akal, dan observasi empiris. Khilafah, moralitas yang dapat dipertanggungjawabkan, tujuan penciptaan dan kehidupan, serta kedua kebenaran (absolut dan relatif), kebebasan manusia untuk berkehendak, semua itu adalah dasar pertanggungjawaban dan tawwakal.

Ilmu Pengetahuan Klasik

Ilmu Al-Qur'an (Uluum Al-Qur'an)

Ulumul Al-Qur'an menguraikan materi-materi umum yang berhubungan dengan kewahyuan, susunan, kumpulan, tulisan, bacaan, penfsiran, dan keajaiban Al-Qur'an. 'Ilm tafsir Al-Qur'an adalah ilmu yang paling penting karena menjelaskan maksud Allah di dalam Al-Qur'an guna kesempurnaan manusia. Di dalam ayat al-ahkam arti suatu tulisan sama dengan makna dari ayat-ayat tersebut dan ayat al-mutasyabihat tidak bisa hanya diketahui dari arti suatu tulisan saja. Tafsir dilakukan oleh nabi dan sahabat. Tafsir adalah suatu kedinamisan dan suatu disiplin ilmu yang berkembang karena Al-Qur'an mengikuti tantangan zaman, dan setiap generasi memahami cara di dalam penafsiran. Dua landasan tafsir adalah Al-Qur'an dan sunah. Sumber tambahan penafsiran lainnya adalah ijtihad dan isthinbat (inference), penafsiran dengan contoh kejadian terdahulu. Tafsir bi al-ma'tsur adalah bentuk penafsiran yang berlandaskan pada Al-Qur'an, sunnah, pendapat sahabat dan tabi'in. Tafsir yang berlandaskan pada ijtihad, rasio, dan opini seseorang, adalah bentuk dari tafsir bi al-ra'yi. Tafsir ini patut dipuji, bila berlandaskan pada prinsip-prinsip umum Al-Qur'an, dan pantas dicela bila hanya berdasarkan pada akal rasio manusia semata. Penafsiran berdasarkan pada ilmu pengetahuan empiris (tafsir al-'ilmi) adalah bentuk penafsiran empiris dan suatu pendapat ilmiah yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan kontradiktif antara ilmu pengetahuan dan Al-Qur'an. Ini adlaah suatu hasil penemuan tentang hubungan Al-Qur'an dengan penemuan ilmu empiris. Konsep ta'wil adalah suatu hal positif, bila digunakan untuk mengetahui arti tafsir dan suatu hal negatif bila usaha penafsiran teks Al-Qur'an dilakukan oleh orang yang belum mengerti, bodoh atau picik. Adanya indeks Al-Qur'an memudahkan seseorang untuk mencari ayat-ayat Al-Qur'an sesuai dengan kebutuhannya.

Ilmu Hadits ('uluum al-hadits)

ilm al-hadits adalah ilmu berdasarkan pada status mata rantai periwayatan (al-sanad) dan teks (al-matan) yang diketahui dengan pasti. Kriteria penilaian kualitas hadits dan validitas penerimaan hadits lebih ketat daripada penggunaan fakta hukum di dalam pengadilan. Koleksi hadits yang penting adalah al-muwatta', musnad ahmad, sunan al-daarimi, shahiih al-bukhari, shahiih muslim, sunan ibn majah, sunan abu daud, al-jamiu al-shahiih li al-tirmidzi, dan suann al-nisa'i.

Bibliografi Nabi Muhammad

Ilm al-sirah mempelajari tentang kehidupan nabi, kepribadian, tingkah laku di dalam masyatakat dan pribadi, metodologi kerja, metode kepemimpinan, dan manajemen, serta semua interaksinya dengan para sahabat dan sebagainya di dalam masyarakat. Ilmu ini terpisah dari ilmu hadits karena uluum al-siirah metodologi pengumpulan dan analisa, serta penerimaan informasi yang digunakannya agak longgar. Sumber 'ilm al-sirah al-nabawiyah adalah Al-Qur'an, kitab hadits, syair-syair pada zaman nabi, dan buku sejarah nabi yang telah ditulis.

Ilmu-Ilmu Dasar Agama

Ilmu ushuluddin (meliputi 'ilm al-tauhid, 'ilm al-kalaam, dan 'ilm al-aqidat) berhubungan dengan masalah-masalah tauhid. Tauhid Islam mempunyai karakteristik sederhana, nyata, toleransi, dan dengan pendekatan kemanusiaan. Bukan suatu hal yang terpisah, di saat para intelektual muslim mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan filsafat dan logika Yunani. Pembahasan utama dalam 'ulum ushul al-diin adalah tauhid, syirik, dan bid'ah.

Ilmu Fikih ('Ilmu al-fiqh) dan Ilmu Ushul-FIkih (ushul al-fiqh)

Fikih adalah pengetahuan tentang aturan-aturan hukum. Fikih meliputi ibadah (transaksi di dalam masyarakat, individu, hukum kejahatan, undang-undang internasional, dan aturan ekonomi). Ushul al-fiqh adalah prinsip yang digunakan mujtahid untuk mencapai hukum dengan menggunakan dalil secara spesifik. Sumber utama ushul al-fiqh adalah Al-Qur'an dan al-sunnah. Pedoman metodologi mujtahid, sehingga para mujtahid dapat mencapai analisa secara sistematis dengan cara percobaan. Ini juga membawa kepada kredibelitas kesimpulan seorang mujtahid, dan karena orang akan mengetahui metodologi apa yang digunakan mujtahid, dan seseorang tidak akan mengikuti mujtahid yang meragukan atau mengkhayal. Maka dari itu ushul al-fiqh membantu sseorang untuk meyakini kesimpulan mujtahid.

Pendidikan Ilmu Pengetahuan yang Qur'ani

Konsep Dasar Pendidikan Ilmu Pengetahuan yang Qur'ani

Konsep dasar pendidikan al-'ilmiyyat Al-Qur'aniyyah adalah Al-Qur'an, intelektual, ilmu pengetahuan, fikih, pemikiran, inovatif, dan kreatif. Al-Qur'an bukan teks keilmuan, namun bagaimanapun kandungan ayat-ayatnya melatih akal untuk observasi, menganalisa, berpikir, bersikap, dan bertindak berdasarkan pada ilmu. Kisah di dalam Al-Qur'an mempunyai banyak hikmah, dan ilmu pengetahuan, bagi mereka yang mengerti. Intelektual berhubungan dengan tanda-tanda dan ilmu pengetahuan. Kegagalan dalam menggunakan akal dan bertaklid buta adalah perbuatan tercela. Ilmu pengetahuan merupakan tingkatan tertinggi, karena menghilangkan taklid buta. Ilmu pengetahuan manusia terbatas. Ilmu pengetahuan manusia diperoleh dengan belajar karena manusia ditakdirkan untuk membaca. Ilmu pengetahuan tidak akan bermanfaat bila tidak diamalkan. Al-Qur'an menggunakan istilah fiqh untuk menunjukkan kepada pemahaman yang mendalam daripada hanya sebatas pengetahuan. Al-Qur'an menekankan manusia untuk berpikir, dan dengan berlandaskan pada observasi empiris, serta kebebasan berpikir dalam bentuk kebebasan kepercayaan. Namun, inovasi di dalam agama dilarang, hanya kreativitas yang diperbolehkan.

Pengetahuan Deskriptif

Al-Qur'an menggambarkan gunung, rintangan diantara dua samudra, logam, angin, tumbuhan, langit, madu, air, gerakan bumi, kapal, matahari, bulan, air, dan angin. Menggambarkan suatu proses kejadian, seperti membuat besi, baju baja, bendungan, dan kapal, serta penciptaan manusia dari debu. Semua itu adalah gambaran tentang keteraturan hukum alam (sunan Allah fi al-kawn). Hukum tetap, stabil, dan berjalan dalam berbagai macam situasi. Keteraturan alam semesta adalah hukum alam, Al-Qur'an mengingatkan akan pentingnya observasi.

Pengetahuan Analitik

Al-Qur'an meminta dalil atau bukti-bukti ilmu pengetahuan. Al-Qur'an menolak dalil ilmu pengetahuan yang salah dan mencela ilmu pengetahuan yang tidak berdasarkan pada dalil, seperti sihir, minta pendapat pada peramal, berspekulasi atau terkaan. Aka pikiran manusia adalah alat bukan akhir dari tujuan, akal pikiran manusia bekerja berdasarkan pada observasi empiris dan wahyu, keduanya adalah sumber objek informasi. Akal yang tidak berdasarkan pada observasi empiris atau kewahyuan, hanya suatu hal yang spekulatif dan membawa kepada kesimpulan yang keliru. Al-Qur'an meminta manusia untuk bersikap objektif, dan mencela rasa subjektif, serta menolak kebenaran. Keyakinan manusia berdasarkan pada observasi, bukan spekulasi. Al-Qur'an meminta manusia untuk mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah di dalam alam semesta dan diri manusia. Bagaimanapun Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa pancaindra manusia terbatas. Al-Qur'an telah menguraikan tentang tatacara berpikir rasional dan logis. Banyak larangan di dalam Al-Qur'an dapat dikelaskan dengan alasan yang logis. Penggunaan penyerupaan (tasybiih) dari dua hal dan fenomena dapat dilihat dari beberapa ayat-ayat. Al-Qur'an banyak memberikan pemisahan (mitsl) dalam melukiskan konsep. Kehati-hatian dalam mencapai kesimpulan sangat ditekankan.

Etika Diskursus Ilmiah

Pertanyaan dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi dari luar. Perbedaan pendapat harus dihormati. Perbedaan pendapat dalam masalah-maslaah ilmiah dapat timbul dan sesuatu hal yang wajar. Diskusi dan bertukar pikiran merupakan kebutuhan manusia. Diskusi harus mempunyai etika. Kebenarannya harus berdasarkan pada wahyu. Kontradiksi harus dihindari dan sikap arogansi adalah perbuatan tercela.

Berikut ini tatacara berdiskusi yang baik adalah objektif, apa adanya, berdasarkan fakta dan ilmu pengetahuan. Menghindari perbedaan dengan emosi dan harus menghindari argumentasi pemikiran yang palsu, walaupun akan membuat orang sedih karena tidak ada alasan untuk menyembunyikan kebenaran. Berbohong adalah perbuatan tercela. Semua kebenaran pendapat harus dikaji kembali. Yakin adalah dasar ilmu pengetahuan, namun keragu-raguan (syakk) bukan dasar ilmu pengetahuan.

Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Konsep dan Praktek

Konsep Islamisasi

Islamisasi adalah sebuah proses menyusun kembali ilmu pengetahuan manusia guna menyesuaikan diri dengan dasar ajaran agama (aqidah al-tauhid). Proses Islamisasi tidak meminta untuk menemukan kembali putaran ilmu pengetahuan, namun hanya meminta perubahan, penciptaan, dan reorientasi evolusi, bukan revolusi. Koreksian dan perubahan langkah awal dalam proses Islamisasi, reformasi sistem pendidikan, reformasi sosial adalah langkah pertama.

Sejarah Islamisasi

Abad kedua sampai ketiga Hijriah merupakan saksi kegagalan usaha Islamisasi ilmu pengetahuan. Proses transformasi ilmu pengetahuan Yunani ke dalam umat Islam tidak terlepas dari filsafat dan ide-ide Yunani, sehingga menyebabkan kerancuan di dalam masalah-masalah Aqidah. Ilmu pengetahuan Yunani lebih banyak bergantung pada filsafat deduksi daripada eksperimen yang berdasarkan pada induksi, hal inilah yang tidak dianjurkan di dalam Al-Qur'an karena pendidikan Al-Qur'an menekan pada observasi alami sebagai dasar kesimpulan. Tujuan gerakan Islamisasi pada akhir abad ke-14 H adalah de-europeanizing sistem pendidikan dan membangun sistem pendidikan berlandaskan tauhid.

Perubahan Disiplin

Proses Islamisasi ilmu pengetahuan dimulai dengan reformasi epistemologi, metodologi, dan menyusun kembali kerangka setiap ilmu pengetahuan itu. Hal ini harus bersifat pro-aktif, akdemis, metodologis, objektif dan praktis, mempunyai visi objektid, universal dan bermanfaat dalam konteks harmonisasi interaksi manusia dengan lingkungan fisik, sosial, dan spiritual. Sedangkan misi praktis dari Islamisasi ilmu penegtahuan adalah transformasi paradigma, metodologi, dan penggunaan disiplin ilmu pengetahuan agar selaras dengan tauhid.

Tujuan ini dapat segera tercapai, bila:

a) Paradigma de-europeanizing merubah mereka menuju paradigma universal.

b) Membangun kembali paradigma dengan menggunakan pedoman Islam secara umum.

c) Mengklasifikasikan kembali disiplin ilmu pengetahuan dengan merefleksikan nilai-nilai tauhid yang universal.

d) Mereformasi metodologi penelitian menjadi objektif, mempunyai tujuan, dan komprehensif.

e) Mengembangkan ilmu pengetahuan dengan penelitian.

f) Menanamkan aplikasi moral yang benar dari ilmu pengetahuan.

Al-Qur'an memberikan prinsip umum secara objektif dan memproteksi metodologi penelitian menjadi bias, memberikan Islamic world-view yang mendorong peneliti untuk meluaskan ilmu pengetahuannya, dan agar dapat dimanfaatkan untuk kebaikan bagi seluruh umat Islam. Mendorong ilmuwan untuk bekerja dengan parameter Al-Qur'an guna memperluas batasan ilmu pengetahuan dengan penelitian, baik penelitian dasar dan terapan.

Kerancuan Proses Perubahan

Islamisasi telah disalahpahami sebagai penolakan terhadap eksistensi ilmu pengetahuan manusia dan cabangnya. Islamisasi telah disalahpahami sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat eksklusif bagi orang muslim. Dan disalahmengerti dengan tulisan-tulisan yang merefleksikan tema-tema Islam tanpa pemikiran yang jernih dan mendalam tentang paradigma dan metodologi. Hal inilah yang membelenggu reformasi spiritual para siswa, sarjana, peneliti. Mengikuti pendekatan peradaban yang dangkal sudah dicoba dan telah mengalami kegagalan, maka dari itu hendaknya menempatkan ayat Al-Qur'an dan al-hadits di atas tulisan eropa, pencarian fakta ilmiah dalam Al-Qur'an, penggalian akar fakta ilmiah. Penetapan Al-Qur'an sebagai keajaiban ilmiah. Pencarian kesamaan konsep antara Islam dan eropa. Penggunaan terminologi Islam dalam terminologi eropa, dan penambahan ide keislaman dalam ilmu pengetahuan Eropa.

Langkah Praktis atau Proses Reformasi

Langkah pertama dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan adalah harus mempunyai dasar metodologi ilmu yang kaut (ushul al-fiqh, ulumul Al-Qur'an, ulumul al-hadits), ilmu bahasa. Hal ini diikuti dengan membaca dan memahami Al-Qur'an dan sunah dalam dimensi ruang dan waktu. Hal ini berdasarkan pada klarifikasi masalah epistemologi yang berkaitan dengan wahyu, aql, alam ghaib, nyata (syahada), ilmu, serta iman. Diikuti kritik Islam terhadap paradigma dasar, asumsi dasar dan konsep dasar dari bermacam-macam disiplin ilmu pengetahuan yang menggunakan kriteria metodologi dan epistemologi Islam. Melihat kembali buku-buku teks yang ada dengan sudut pandang Islam dan materi pembelajaran guna mengidentifikasi penyimpangan dari epistemologi tauhidi dan metodologi Islam. Output awal dari proses Islamisasi, yaitu didahului dengan pengenalan Islam untuk seluruh disiplin ilmu pengetahuan (muqaddimat al-'uluum). Penetapan prinsip dasar dan paradigma Islam sebagai aturan metodologis, isi, dan pembelajaran terhadap disiplin ilmu pengetahuan. Hal ini sama seperti pengetnalan ibnu khaldun terhadap sejarah dalam kitab muqaddimah ibnu khaldun bab pengenalan terjadap secara luas (umum) dan konsep metodologi terhadap kejadian-kejadian sejarah. Publikasi dan menguji buku baru, serta pengajaran materi yang lain merupakan kebutuhan menuju reformasi yang telah diamanahkan kepada guru dan pelajar guna mereformasi materi pelajaran. Pengembangan praktis ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadi landasan proses tahap akhir bagi reformasi pengetahuan karena IPTEK sesungguhnya membawa pada perubahan dalam masyarakat.

Riset: Teori, Praktek, dan Kebijakan

Riset di dalam Islam

Islam memberikan penekanan dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu pengetahuan sebuah kesulitan tetapi perlu proses sesuai yang kita pelajari dari cerita Nabi Musa dan seorang pria soleh. Islam menganjurkan asas manfaat dalam menggunakan ilmu pengetahuan. Tak ada pahala untuk ilmu pengetahuan yang tidak diikuti oleh aplikasi praktis. Tadabbur meliputi pengamatan kritis dan mengetahui pahala. Tadabbur meliputi pengetahuan kritis tentang pahala. Dorongan manusia untuk mendapatkan pengetahuan empiris berasal dari pengamatan di muka bumi dan bentuk tubuh mereka sendiri. Pengamatan menunkukkan keseriusan dan pertimbangan yang mendalam, al nadhar bil al tadabbur. Tadabbur dibutuhkan baik dengan teks suci Al-Qur'an. Berpikir dapat berdasarkan pada pengamatan empiris. Pengamatan dapat dilakukan terhadap bumi. Ini juga dapat dilakukan dengan mengamati tubuh kita. Islam menganjurkan usaha yang berkenaan dengan intelektual dalam mencari ilmu pengetahuan. Proses ijtihad menggunakan usaha intelektual yang maksimal untuk menemukan kebenaran atau pemahaman hubungan antara kebenaran. Ijtihad juga digunakan untuk menemukan dan mengidentifikasi kebohongan. Terdapat kesamaan antara alat-alat ijtihad yang digunakan oleh sarjana muslim klasik dan proses untuk mencapai kesimpulan dalam riset ilmiah modern. Proses logika induktif digunakan dalam riset medis sama halnya qiyaas al-ushuuli yang digunakan oleh sarjana metodologi huku, proses untuk mencapai persetujuan ilmiah mirip proses persetujuan ulama. Nabi mengajarkan bahwa terdapat pengobatan bagi setiap penyakit. Terdapat perintah untuk mencari pengobatan dengan proses riset medis.

Praktek Penelitian

Panitia etika menyetujui usulan penelitian dan tatacara yang mempunyai implikasi etis. Memastikan standar etis tertinggi dalam beberapa riset dan memproteksi subjek penelitian sesuai ketetapan deklarasi Helsinki, dan proteksi peneliti dari perbuatan yang keliru sehingga mendorong ke dalam tuntutan pidana. Mengawasi tingkah laku belajar untuk mengetahui beberapa pelanggaran etis. Keanggotaan utama harus terdiri dari para medis dan ahli bedah, dokter rumah sakit, staf perawat rumah sakit, orang yang membuka praktek umum, apoteker, orang-orang statistik, etikawan, serta orang-orang dari komunitas. Semua gender dan kelompok umur harus terwakili. Formulir lamaran riset terdiri dari sebagai berikut, yaitu mengenal informasi, deskripsi riset, tata cara dan waktu, metodologi riset, dan masalah ethico-legal. Sukarelawan menyediakan lemabran informasi riset berupa maksud, prosedur, jangka waktu, resiko, keuntungan, dan masalah ethico-legal. Pemberitahuan dengan bentuk persetujuan memastikan bahwa subjek riset mengerti riser dan dengan sukarela setuju untuk mengikuti. Daftar pertanyaan rahasia untuk subjek riset harus termasuk pertanyaan yang cukup dala lembaran informasi dan dengan persetujuan sukarela. Rahasia tinjauan daftar pertanyaan untuk penelitian termasuk item tentang awal dan akhir studi, tata cara amandemen, cara pengambilan, persediaan informasi, memperoleh persetujuan, penarikan persetujuan, hal-hal yang kurang mendukung, dan hasil riset.

Kebijakan Penelitian

Riset berangkat dari kebiasaan pengobatan yang diterima. Pengambilan ke dalam lapangan studi harus mencerminkan etika komunitas, gender, dan umur. Hasil studi yang tidak seimbang mungkin tidak dapat digunakan untuk semua kelompok. Keputusan prioritas riset mungkin dilakukan atas dasar ilmiah atau dasar non-ilmiah (politik, kultur sosial, minat kaum borjuis). Sumber pendanaan mungkin tidak langsung dan caranya berhati-hati mempengaruhi pembawa riset dan laporan yang ditemukan bisa jadi membawa pada ketidakobjektivitasan. Islam menyuruh penyebaran ilmu pengetahuan. Islam menganjurkan penyebaran riset yang ditemukan dengan pengajaran atau penerbitan. Islam melarang menyembunyikan ilmu pengetahuan. Perusahaan obat yang mensponsori riset untuk memperbanyak konsumen produk tidak menghargai jenis ketransparanan yang dibela oleh Islam. Penerbitan hasil riset melayani komunikasi ilmiah dan networking ilmiah. Mengenai hak cipta dan hak milik yang berkenaan dengan hak kekayaan intelekrual membatasi penyebaran ilmu pengetahuan dengan penerbitan. Bias yang muncul dalam penerbitan ditingkat peneliti biasanya tidak menimbulkan studi yang negatif bagi penerbitan. Editor lebih suka menerbitkan studi yang positif. Bisa dalam pemilihan kertas untuk penerbitan muncul dari orang sebaya meninjau proses yang berkaitan dengan lamanya jaringan pemuda. Meskipun usaha terbaik kepada polisi, komunitas riset ilmiah masih mempunyai kasus penipuan riset. Penipuan nyata sebagai pemaksaan atau memalsukan data, selektif melaporkan data, penindasan informasi negatif, dan pencurian lain yang bekerja untuk memperoleh finansial, reputasi, dan menekankan publish atau membinasakan kekuatan yang menjalankan di belakang penipuan.

Menggunakan Hewan untuk Riset

Anjuran Berbuat Baik kepada Hewan

Nabi menganjurkan untuk berbuat baik kepada hewan. Menyelamatkan hewan dari bahaya merupakan suatu tindakan mulia. Terdapat pahala bagi orang yang berbuat baik kepada hewan.

Dilarang Berbuat Kejam terhadap Hewan

Berbuat kekejaman dan kekejaman terhadap hewan dilarang. Terdapat hukuman yang sangat pedih bagi orang yang memperlakukan binatang secara kejam. Mentato wajah, memukul, membunuh, pelanggaran seksual, dan pembunuh hewan secara ceroboh dilarang.

Riset Hewan: Tujuan dan Relevansi

Tujuan penelitian terhadap binatang adalah untuk menjauhkan manusia dari mara bahaya. Terdapat kesesuaian antara manusia dengan hewan karena terdapat persamaan di dalam fungsi fisiologi dan biokimiawi. Akan tetapi, persamaan itu tidak bisa secara langsung dipindahkan ke dalam tubuh manusia. Riset manusia pada hewan masih penting untuk menjelaskan kesimpulan persamaan itu. Penelitian pada hewan bersifat menyelidiki dan tidak pasti.

Hukum Percobaan terhadap Hewan

Hukum memperbolehkan percobaan terhadap hewan bila penelitian dalam keadaan terpaksa (dharurat). Keadaan terpaksa berdasarkan pada hukum adalah apa yang penting untuk kehidupan manusia. Peraturan tentang keadaan dharurat tidak melebihi kebutuhan minimum dharurat (al dharurat tuqaddar bi qadiriha). Penelitian terhadap hewan mempunyai resiko tertentu bagi hewan karena terdapat ketimpangn daripada keuntungannya, yaitu rasa sakit, menderita, luka pengobatan dan operasi, membunuh, mengorbankan hewan. Jadi, diperbolehkan menggunakan hewan selama tidak bertentangan dengan dasar taskhiir dan harus ada manfaat bagi manusia dalam menggunakan hewan untuk percobaan. Terdapat resiko akibat penggunaan hewan untuk percobaan bagi manusia yaitu di dalam jangka pendek dan pengaruh jangka panjang yang sulit diukur. Tujuan dan prinsip hukum dapat digunakan untuk menganalisa semua segi percobaan hewan yag sah.

Masalah di luar Ethico-Legal

Terdapat batasan di dalam pemanfaatn sesuatu untuk tujuan tertentu (taskhiir). Manusia tidak diberi kekuasaan penuh untuk mengeksploitasi hewan dengan cara apapun. Manusia harus berbuat sesuai dengan hukum dan petunjuk moral. Jika hasil percobaan hewan akan mendorong ke arah perlindungan bagi kehidupan manusia, maka diperbolehkan melakukan penelitian karena hal ini merupakan kebutuhan manusia, seperti memotong hewan untuk makanan, merupakan kebutuhan bagi kehidupan manusia. Tetapi pada umumnya riset ilmiah yang tidak berhubungan dengan kebutuhan terhadap perlindungan kehidupan manusia maka hal itu di luar otorisasi taskhiir. Terdapat perbedaan di antara hewan. Hewan yang dianggap berbahaya dibunuh. Menggunakan beberapa macam hewan untuk riset diperbolehkan maka hal ini memunculkan etika dalam melakukan riset terhadap hewan.

Semua bentuk hewan yang digunakan di dalam riset tidak boleh disiksa dan diberikan penderitaan yang tidak perlu. Hewan yang mempunyai daging untuk dimakan lebih disukai daripada untuk riset. Menggunakan hewan haram seperti babi harus dihindarkan sebisa mungkin dan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat. Hewan, seperti manusia, mempunyai hak untuk menikmati hidup dan kesehatan yang baik. Maka dari itu peneliti harus mengikuti etika Islam untuk mengurangi penderitaan hewan. Membaca bassmalah pada saat memulai suatu eksperimen terhadap hewan, seperti halnya ketika menyembelih hewan untuk dimakan. Diakui bahwa fakta eksperimen diambil dengan iin sang pencipta di bawah taskhiir. Maka dari itu manusia harus menunjukkan kebaikan dan rasa hormat pada hewan. Hewan tidak mengalami sakit kejiwaan ketika melihat hewan lain merasa sakit atau sedang dikorbnakan. Rasa sakit di dalam hewan harus dikurangi sepanjang pelaksanaan seksperimen dan korban. Hal inididasarkan pada ketentuan hukum menyembelih hewan dengan menggunakan pisau yang tajam dan secepat mungkin mencegah sakit dan penderitaan. Pengaruh jangka panjang eksperimen pada hewan harus dipertimbangkan dan berusaha untuk meminimalkan rasa sakit. Gizi dan kesehatan hewan harus diperhatikan, baik sebelum, selama, dan setelah melakukan riset pada hewan.

Etika Riset pada Manusia

Latar Belakang Historis

Pada awalnya manusia mengadakan penelitian terhadap beberapa tanaman dengan menggunakan metode trial and error untuk menemukan sesuatu yang berguna sebagai obat-obatan dan racun. Percobaan pada awalnya tidak menggunakan metode sistematis dan tidak terdokumentasi. Galen adalah seorang tokoh eksperimen obat-obatan pada tahun 200 SM. Sejarah eksperimen skurvi (penyakit kekurangan vitamin C) dilakukan Yakobus Lind pada tahun 1747 M, Dr. Edward Jenner pada tahun 1798 M mengadakan eksperimen tentang cacar kecil, dan Goldberger pada tahun 1914 M mengadakan eksperimen tentang penyakit kurang gizi. Percobaan terhadap vitamin C, salk, dan vaksin hbv, faktor resiko penyakit jantung, dan pertambahan fluorine air minum terhadap kerusakan gigi secara berkelompok telah dilakukan. Penelitian klinis streptomycuin Tb pada tahun 1948. Aspirin dan vitamin C untuk pencegahan kanker, alpha-tocopherol dan beta-carotene untuk mencegah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh nikotin rokok.

Pada tahun 1940, 1950, dan 1960 banyak percobaan dilakukan tanpa mempertimbangkan etika informed consent. Etika Nuremberg pada tahun 1946 memberikan peraturan tentang informed consent secara sukarela, percobaan yang tidak perlu, percobaan hewan sebelum manusia, penderita fisik dan mental, kualifikasi penelitian ilmiah, kebebasan untuk mengambil subjek penelitian, dan menghentikan pemeriksaan jika pasien dalam keadaan bahaya.

Deklarasi Helsinki pada tahun 1964 pada hakekatnya sama dengan kode Nuremberg yang mempunya prinsip dasar menyesuaikan prinsip ilmiah yang berlaku secara umum, syarat-syarat penelitian, resiko penelitian, manfaat riset, dan kelengkapan data sebelum informed consent. Kode Nuremberg dan Helsinki tidak melarang semua riset yang tidak berlandaskan pada etika. Kode Nuremberg dan Helsinki tidak dapat dilaksanakan oleh negara atau menjadi standar moral bagi kesadaran manusia. Usaha Kode Nuremberg dan Helsinki telah gagal di dalam negara sekuler yang memisahkan moralitas dengan kehidupan masyarakat. Sebaliknya, telah memberikan banyak petunjuk dan perlindungan. Hukum Islam tidak seperti hukum barat, tetapi hukum Islam mempersatukan moralitas di dalam kehidupan, oleh karena itu umat Islam tidak perlu membuat kode etika.

Tujuan Hukum Percobaan kepada Manusia

Teori Islam tentang etika penelitian berdasarkan pada lima tujuan hukum (maaqashid al-syari'at) yaitu menjaga agama, kehidupan, keturunan, akal, dan kekayaan. Penelitian kepada manusia diperbolehkan jika terdapat salah satu unsur lima tujuan hukum, namun bila tidak ada pemenuhan terhadap lima unsur tujuan hukum (maaqashid al-syari'at), maka itu merupakan pelanggaran terhadap hukum. Penelitian di dalam kedokteran, telah memenuhi tujuan dari salah satu tujuan maaqashid al-syari'at yaitu melindungi kesehatan dan kehidupan. Penelitian pada kemandulan (infertility) telah memenuhi tujuan dari maaqashid al-syari'at, yaitu melindungi keturunan (hifdh al-nasl). Riset psikiatris memenuhi tujuan maaqashid al-syari'at, yaitu melindungi pikiran. Mencari pengobatan yang lebih murah telah memenuhi tujuan maaqashid al-syari'at, yaitu melindungi kekayaan.

Prinsip Hukum Percobaan kepada Manusia

Terdapat lima prinsip hukum sebagai tuntunan penelitian. Penelitian dilandasi oleh prinsip-prinsip hukum penelitian dan bukan pada maksud serta tujuan penelitian. Penelitian dilarang jika manfaat di dalam suatu pengobatan sudah jelas dan sudah ada sebelumnya. Penelitian hanya diperbolehkan bila manfaat hasil penelitian lebih besar daripada resikonya atau jika manfaat untuk kepentingan publik lebih besar daripada untuk individu. Jika resiko penelitian sama dengan manfaatnya, maka pencegahan bahaya harus diprioritaskan daripada mengambil manfaatnya. Bila terdapat dua hal yang mengandung bahaya, maka hukum Islam menganjurkan untuk memilih salah satu hal yang mempunyai sedikit bahaya, di dalam penelitian bahaya berkaitan dengan penyakit atau resiko penelitian. Asas kebiasaan dapat digunakan untuk mengartikan standar klinis yang baik dalam praktek karena sesuatu yang logis bagi mayoritas kedokteran maka menjadi logis. Di bawah prinsip Istishaab, suatu pengobatan dapat dilanjutkan sampai selesai, sampai terdapat bukti penyimpangannya. Di bawah prinsip Istihsaan seorang dokter dapat mengabaikan hasil eksperimen baru karena seorang dokter dapat menggunakan pengetahuannya di dalam pikirannya. Berdasarkan pada prinsip Istishlaah pencegahan bahaya mempunyai prioritas lebih utama daripada mengambil manfaatnya.

Informed Consent

Informed consent dilakuka oleh orang yang mempunyai kompetensi legal terhadap penelitin, hal ini adalah bersifat wajib. Informed consent tidak melegalkan bahaya riset selain pada terapi (non-thrapeutic) dengan mempunyai potensi kerugian. Informed consent tidak sah bila memaksakan orang-orang yang lemah (napi, anak-anak, orang bodoh, cacat mental, dan miskin) untuk mengikuti atau memberikan informed consent di dalam percobaan klinis walaupun mereka memberikan informed consent sekalipun.

Hasil riset terhadap janin manusia mungkin menganjurkan untuk menggugurkan janin. Pembedahan terhadap kadaver dan pemeriksaan mayat dihalalkan oleh agama selama dalam keadaan dharurat. Menggunakan tubuh manusia untuk percobaan dianggap melecehkan kebebasan manusia. Percobaan genetis untuk mencari penyebab penyakit sampai sekarang belum diketahui. Hukum Islam memperbolehkan penelitian terhadap proses penuaan selama bertujuan untuk tidak memperpanjang kehidupan atau mencegah kematian karena masalah kematian di bawah kekuasaan Allah.