Upload
dothien
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI KESESUAIAN PERATURAN UNDERLYING DALAM
TRANSAKSI VALAS PADA BANK SYARIAH
(Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
LISTIANINGSIH NIM: 1110046100125
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1436 H/2015
i
ABSTRAK
Listianingsih, 1110046100125, “Implementasi Underlying Dalam Pembelian Valas Pada Bank Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia)”, Program Strata I (S1), Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui implementasi underlying pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia. Underlying ini merupakan kegiatan yang mendasari pembelian valuta asing terhadap rupiah. Karena saat ini sangat banyak sekali yang melakukan transaksi valuta asing hanya untuk berspekulasi dan mendapatkan keuntungan dari transaksi valuta asing tersebut. Oleh karena itu, saat ini Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru mengenai underlying agar tidak terjadi spekulasi dalam transaksi valuta asing dan untuk mengetahui tujuan secara jelas dari transaksi valuta asing tersebut.
Pengumpulan data melalui data primer yaitu dengan melakukan penelitian lapangan (wawancara) dengan staff di Bank Muamalat Indonesia dan dengan data sekunder yaitu dengan mendapatkan data yang diperoleh dari dari lembaga atau institusi tertentu. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan data dari skripsi dan media massa ( jurnal dan internet), serta buku-buku yang membahas masalah terkait.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) terkait dengan regulasi mengenai underlying pada transaksi valas ini. Implementasinya mengacu pada ketentuan bank sentral dan DSN-MUI.
Kata kunci: Underlying, Valuta Asing, Bank Muamalat Indonesia.
Pembimbing : Arif Fauzan, S.E, MM.
Daftar Pustaka : 2000-2015
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah yang tiada terkira sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat
manusia (khususnya umat muslim) di dunia beserta para sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
khususnya:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H dan Bapak Abdurrauf, MA,
selaku Ketua Prodi Muamalat dan Sekretaris Prodi Muamalat Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Abdul Malik, MM, selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis.
iii
4. Bapak Arif Fauzan, S.E, MM, selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan ilmunya dengan penuh
kesabaran sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. Terima kasih ya
pak.
5. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Djaka Badranaya, S.Ag, ME, selaku
Dosen Penguji Proposal Skripsi yang telah memberikan arahan serta masukan
untuk penulis.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama
penulis duduk di bangku kuliah sampai penulis dapat menyelesaikan studi di
Fakultas Syariah dan Hukum.
7. Segenap staf akademik dan staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
8. Terima kasih kepada Bapak Amiril Zulhaj, selaku Treasury Divison di Bank
Muamalat Indonesia yang telah meluangkan waktu dan membantu
memberikan data-data yang penulis butuhkan.
9. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, ayahanda Yakub dan ibunda Sapinah
yang telah memberikan dukungan yang sangat luar biasa baik moril maupun
materil, serta doa yang selalu mengiringi penulis dalam hal apapun. Terima
kasih telah menjadi orang tua terbaik untuk penulis selama ini. Ini hadiah
untuk kalian bu, pak. Miss and love you so muchy both.
iv
10. Kakak-kakakku tersayang, Dewi Agustina, Edi Irawan, Rizky Aulia, Bang
Kiki, terima kasih atas doa dan dukungan kepada penulis dan mohon maaf
kalau selama ini sudah jadi adik yang manja. Serta keponakan-keponakan
tersayang Uti, Intan, Azhar, Zulfan dan Sakha, terima kasih selalu
memberikan keceriaan saat penulis sedih dan lelah, tapi setelah lihat kalian
penulis kembali ceria. Makasi ya adik-adikku yang lucu-lucu tapi kadang
nyebelin.
11. Terima kasih untuk sahabat-sahabat terbaik Sahila Citra Finaya dan Dennis
Krisna Yudha yang telah memberikan dukungan, mendengarkan segala keluh
kesah, nemenin jalan-jalan dan selalu mengerti saat penulis butuh apapun.
Kalian berdua orang bawel yang memotivasi penulis agar cepat lulus dan
akhirnya aku lulus dear. Miss you so much gaes.
12. Sahabat-sahabat terbaikku, Khairun Nisa, Linda Rosyidah, Yana Zuhrina dan
Nia Imaniah, terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, semangat dan doa dari
kalian, terima kasih sudah menemani selama kuliah 4 tahun, KKN bareng,
duduk bareng, jadi tempat bermanja penulis juga. Thank you dear.
13. Teman-teman seperjuangan, Perbankan Syariah C 2010, terima kasih atas
dukungan dan kebersamaan semasa perkuliahan selama 4 tahun, semoga tali
persaudaraan kita tetap terjaga sampai akhir masa.
14. Dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
menyelesaikan skripsi ini, yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 3
C. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 4
E. Sistematika Penulisan .................................................................. 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Underlying .................................................................................. 7
1. Pengertian Underlying ........................................................... 7
2. Kedudukan Underlying Dalam Regulasi Perbankan ............... 7
3. Kedudukan Underlying Dalam Transaksi Syariah .................. 9
vi
B. Valuta Asing
1. Pengertian Valuta Asing ........................................................ 10
2. Transaksi Valuta Asing .......................................................... 11
2.1.Jenis Transaksi Valuta Asing ........................................... 11
2.2.Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing Dalam Islam .............. 20
2.3.Mekanisme Valuta Asing Dalam Transaksi Syariah ......... 21
3. Para Pelaku Pasar Valuta Asing ............................................. 23
4. Risiko Transaksi Valuta Asing ............................................... 24
C. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah ........................................................ 29
2. Pengertian Bank Devisa ......................................................... 30
3. Karakteristik Bank Devisa ..................................................... 31
4. Transaksi Valuta Asing Pada Bank Syariah ............................ 32
D. Review Studi Terdahulu .............................................................. 33
BAB III. METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM BANK
MUAMALAT INDONESIA
A. Metode Penelitian ........................................................................ 36
B. Sejarah Berdiri Bank Muamalat Indonesia ................................... 37
C. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia ..................................... 40
D. Bank Muamalat Indonesia Sebagai Bank Devisa ......................... 41
E. Layanan Internasional Banking Bank Muamalat Indonesia .......... 42
vii
BAB IV. ANALISI HASIL PENELITIAN
A. Implementasi Underlying di Bank Muamalat Indonesia ............... 44
B. Mekanisme dan Praktik Transaksi Valuta Asing di Bank Muamalat
Indonesia ..................................................................................... 46
C. Analisis Praktik Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia ........ 57
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 60
B. Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan (financial
intermediary) yang menjadi perantara antara unit defisit dan unit surplus dalam
suatu sistem keuangan. Selain itu bank juga memberikan berbagai layanan jasa
perbankan kepada nasabah. Salah satu jasa layanan yang diberikan adalah jasa
yang terkait dengan transaksi valuta asing atau foreign exchange (forex). Hal ini
terkait dengan peran bank dalam transaksi perdagangan nasabahnya.
Perbankan syariah, sebagai salah satu bank yang juga memberikan jasa
layanan sebagaimana tersebut diatas, harus menyusun pedoman kerja operasional
bagi dirinya agar mempunyai akses yang luas ke pasar valuta asing tanpa harus
terlibat pada mekanisme perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah.1 Peran perbankan dalam hal transaksi valuta asing cukuplah besar dan hal
ini disadari oleh Bank Indonesia selaku pemangku kebijakan moneter di
Indonesia.Mengingat transaksi dan penyediaan valuta asing melalui bank bisa
meningkatkan risiko terhadap pengelolaan devisa maka Bank Indonesia perlu
melakukan pengaturan dan pengawasan yang efektif terhadap valas. Akan tetapi
pengaturan yang tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku
1Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema
Insani, 2001), h.196
2
selama ini, dimana setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Ketentuan ini bukan merupakan kebijakan
kontrol devisa atau kontrol kapital yang membatasi arus modal lintas negara,
melainkan hanya mengatur tata cara perolehan devisa melalui bank dengan
memenuhi persyaratan tertentu, tanpa membatasi kebebasan pelaku ekonommi
atas penggunaan devisa yang dimiliki.
Sebagai lembaga yang memiliki tugas utama mencapai dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia merumuskan berbagai kebijakan yang
ditujukan bagi pencapaian tujuan dari tugas utama tersebut termasuk upaya untuk
mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya pasar valuta asing domestik.
Pendalaman pasar valuta asing domestik merupakan suatu langkah yang perlu
dilakukan melalui pemberian panduan transaksi yang lebih jelas dan fleksibilitas
bagi pelaku ekonomi dalam melakukan transaksi valuta asing untuk mendukung
kegiatan ekonomi nasional. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia perlu
melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan terkait dengan transaksi valuta
asing terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik, melalui pengaturan
yang komprehensif untuk meminimalkan transaksi valuta asing terhadap rupiah
yang bersifat spekulatif dan dengan tetap mendukung kelancaran aktivitas di
sektor riil.
Atas dasar inilah maka Bank Indonesia menerapkan ketentuan melalui
Peraturan Bank Indonesia No. 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing
3
Terhadap Rupiah Kepada Bank dan Peraturan Bank Indonesia No.
16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank
Dengan Pihak Asing. Dalam Peraturan Bank Indonesia ini menyatakan bahwa
pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada
Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan
per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying.
Ketentuan ini dibuat untuk meminimalisir transaksi valuta asing terhadap rupiah
yang bersifat spekulatif.
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik
untuk mengadakan kajian lebih dalam mengenai praktik underlying pada transaksi
valas di Bank Muamalat Indonesia dengan judul “IMPLEMENTASI
KESESUAIAN PERATURAN UNDERLYING DALAM TRANSAKSI VALAS
PADA BANK SYARIAH (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”.
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik transaksi valas menurut konsep Islam?
2. Bagaimana dasar hukum transaksi valas dalam Islam?
3. Jenis-jenis transaksi valas apa saja yang diperbolehkan dalam transaksi
menurut hukum Islam?
4. Bagaimana aplikasi transaksi valas dalam perbankan syariah?
4
C. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis merasa perlu untuk
membatasi permasalahan yang ingin diangkat, mengingat luasnya cakupan yang
akan diteliti serta keterbatasan yang dimiliki. Batasan masalah dalam penelitian
ini adalah praktik valas yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia.
Berdasarkan batasan tersebut,penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana implementasi dan mekanisme penggunaan underlying dalam
transaksi valas yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia?
2. Apakah praktik pembelian valas di Bank Muamalat Indonesia sudah sesuai
dengan PBI 16/17/PBI/2014 dan fatwa DSN-MUI No.28/DSN-MUI/III/2002?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik
underlying untuk transaksi valas pada Bank Muamalat Indonesia, dan juga
untuk mengetahui kesesuaian praktik pembelian valuta asing di Bank
Muamalat Indonesia dengan peraturan yang telah ada.
2. Manfaat Penelitian
A. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan ilmu pengetahuan
mengenai praktik underlying pada transaksi valas di Bank Muamalat
Indonesia khususnya serta bank syariah umumnya.
5
B. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khazanah keilmuan
baik bagi penulis maupun masyarakat khususnya tentang praktik
underlying dalam transaksi valaspada Bank Muamalat Indonesia, dan juga
merupakan sumber referensi dan saluran pemikiran bagi kalangan
akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang
akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan membahas underlying yang terdiri dari: pengertian
underlying, kedudukan underlying dalam regulasi perbankan dan
kedudukan underlying dalam transaksi syariah, valuta asing yang terdiri
dari: pengertian valuta asing, transaksi valuta asing yang terdiri dari:
jenis-jenis transaksi valuta asing, jenis-jenis transaksi valuta asing dalam
Islam, mekanisme valuta asing dalam transaksi syariah, para pelaku
pasar valuta asing, risiko transaksi valuta asing, Bank Syariah yang
terdiri dari: pengertian Bank Syariah, pengertian Bank Devisa,
6
karakteristik Bank Devisa, transaksi valuta asing pada Bank Syariah,
dan review studi terdahulu.
BAB III : METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM BANK
MUAMALAT INDONESIA
Pada bab ini membahas mengenai metode penelitian, sejarah berdiri
Bank Muamalat Indonesia, visi dan misi Bank Muamalat Indonesia,
Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Devisa dan layanan
international banking Bank Muamalat Indonesia.
BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai implementasi underlying di Bank
Muamalat Indonesia, mekanisme dan praktik transaksi valuta asing di
Bank Muamalat Indonesia dan analisis praktik valuta asing di Bank
Muamalat Indonesia.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Underlying
1. Pengertian Underlying
Underlying dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sesuatu yang
menjadi dasar dari suatu transaksi atau dokumen atau surat berharga.2 Secara
etimologi, underlying merupakan sekuritas atau komoditas yang diserahkan
atau yang sedang diperdagangkan pada saat memperdagangkan kontrak
berjangka atau opsi.
Dalam transaksi valuta asing, pengertian underlying transaksi menurut
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 28/ PBI/ 2008 adalah kegiatan yang
mendasari pembelian valuta asing terhadap rupiah.
Pengertian lain mengenai underlying transaksi menurut Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/ 17/ PBI/ 2014 adalah kegiatan yang mendasari
pembelian atau penjualan valuta asing terhadap rupiah.
2. Kedudukan Underlying Dalam Regulasi Perbankan
Dalam kegiatan transaksi valuta asing sesuai Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/ 28/ PBI/ 2008 Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa pembelian
valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di
2Artikel diakses pada tanggal 15 November 2014 dari
http://ilmuperbankan.blogspot.com/
7
8
atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per
Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying.
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No.
10/ 28/ PBI/ 2008 maka perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan pembelian
valuta asing terhadap rupiah kepada Bank. Terkait hal tersebut, Bank
Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/ 42/
DPD Tahun 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada
Bank. Surat Edaran ini selanjutnya mengalami perubahan pada Tahun 2013
melalui penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 15/33/DPM
bahwa Bank Indonesia menetapkan aturan tentang kedudukan underlying
dalam transaksi valuta asing oleh Bank Umum, termasuk Bank Umum
berbasis syariah, hingga yang terakhir pada Tahun 2014 Bank Indonesia
mengerluarkan ketentuan melalui Peraturan Bank Indonesia No.
16/17/PBI/2014. Dalam Peraturan Bank Indonesia yang terakhir, Bank
Indonesia menetapkan aturan tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah
antara Bank dengan Pihak Asing.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 15/33/DPM ketentuan
angka 4 disebutkan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh
Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu
US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya
dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif, dengan
underlying tertentu. Dan dalam PBI No. 16/17/PBI/2014 Pasal 6 ayat (1)
9
disebutkan bahwa kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk pembelian
valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui
Transaksi Spot di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) per bulan per
Pihak Asing.
3. Kedudukan Underlying Dalam Transaksi Syariah
Secara umum, agar suatu transaksi dapat dikatakan halal atau sesuai
syariah, maka transaksi tersebut harus terbebas dari unsur-unsur maisir,
gharar dan riba.3Maisir atau perjudian adalah suatu transaksi yang dilakukan
kedua belah pihak untuk pemilikan suatu benda atau jasa yang
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan
transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu. Prinsipnya
adalah zero sum game atau ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan.
Gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui apakah terjadi atau tidak terjadi.
Sedangkan riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli
atau tukar menukar maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan
dengan prinsip Islam. Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua.
Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok
pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun
kelompok kedua yaitu riba jual beli yang terbagi menjadi riba fadhl dan riba
nasi’ah. Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan atas pokok
3Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema
Insani Press, 2001), h. 197.
10
pinjaman yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba jahiliyyah adalah
utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak membayar
utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba fadhl adalah pertukaran antara
barang ribawi sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Riba nasi’ah
adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.4
Salah satu upaya untuk menghindari terpenuhinya unsur yang diharamkan
dalam hukum Islam tersebut, maka setiap transaksi yang dilakukan harus
memiliki underlying.5 Pentingnya keberadaan underlying dimaksudkan agar
transaksi tersebut terbebas dari unsur spekulasi yang diharamkan agama
Islam.
B. Valuta Asing
1. Pengertian Valuta Asing
Valuta Asing adalah mata uang yang bukan alat pembayaran yang sah
disebuah negara, tetapi merupakan alat pembayaran yang sah pada negara
dimana mata uang tersebut berasal.6 Dalam Islam transaksi valas disebut juga
dengan as-sharf. Arti harfiah dari sharf adalah penambahan, penukaran,
penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sedangkan menurut istilah
4Ibid,. h. 37-41. 5Kementrian Keuangan RI, Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritas
Syariah (Efek Beragun Aset Syariah) (Jakarta, 2010). 6Eti Rohaety, Ratih Tresnati, Kamus Istilah Ekonomi (Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2005), h.124.
11
as-sharf adalah jual beli uang dengan uang, baik yang sejenis atau berbeda
jenis, maksudnya adalah jual beli emas dengan emas, atau perak dengan
perak, atau emas dengan perak, baik fungsinya sebagai perhiasan (masughan)
maupun sebagai uang atau alat tukar. Atas dasar pengertian di atas sharf
merupakan akad jual beli mata uang baik dengan sesama mata uang yang
sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya
rupiah dengan dollar atau sebaliknya).7
Adapun menurut Tim Pengembangan Institut Bankir Indonesia, sharf
adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakukan
transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip sharf yang dibenarkan secara
syariah.8
2. Transaksi Valuta Asing
2.1. Jenis Transaksi Valuta Asing
Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata uang
terutama jual beli valuta asing. Jenis-jenis transaksi valuta asing tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Transaksi spot
Transaksi spot adalah pertukaran untuk dua hari kerja kedepan,
yang dikenal dengan spot date. Dua hari menjadi landasan
7Lathif Azharuddin, Fiqh Muammalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.116. 8Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Bank Syari’ah:
Konsep Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.237.
12
pelaksanaan karena pada saat itu intruksi settlement antara dua bank
masih tergantung pada telex/ telegraph dan bank membutuhkan waktu
dua hari untuk menerbitkan dan bertindak atas dasar telex tersebut.
Meskipun saat ini settlement-nya dilakukan secara elektronik, namun
penyelesaian dua hari kerja masih digunakan. Pasar transaksi spot
merupakan pasar yang paling likuid di dunia. Transaksi spot
mengandung risiko nilai tukar.9
Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat
dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:10
a. Value today, yaitu penyerahan dana (value date) sama dengan
tanggal transaksi (deal date).
b. Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja
berikutnya atau satu hari kerja setelah tanggal transaksi.
c. Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Adapun mekanisme transaksi spot adalah sebagai berikut:11
1. Menyerahkan Dollar
2.Menyerahkan Rupiah
9Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko
Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005). 10Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing (Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2004), h.39. 11Huda Nurul, Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 96.
Bank di Indonesia Bank di USA
13
Keterangan:
1. Bank di USA menukarkan dollar kepada Bank di Indonesia.
2. Bank di Indonesia menyerahkan rupiah pada Bank di USA.
Contoh transaksi spot adalah sebagai berikut:
1. Bila kontrak ditutup pada tanggal 18 Desember 1991 maka
penyerahan dana dilakukan pada tanggal 20 Desember 1991.
Bila dua hari setelah tanggal kontrak jatuh pada hari libur,
maka tanggal penyerahan diundurkan sampai hari pertama
kerja setelah hari libur tersebut. Misalnya kontrak tanggal 7
Maret 1991 (Kamis), tanggal penyerahan adalah 11 Maret
1991 (Selasa), karena tanggal 9 Maret 1991 adalah hari sabtu
dimana pasar valuta tidak beroperasi, dan tanggal 10 Maret
1991 merupakan hari minggu.12
b. Transaksi forward
Transaksi forward merupakan transaksi valas dengan tanggal
yang disetujui lebih dari spot date (dua hari kerja). Jatuh waktu
forward di pasar umumnya sampai dengan satu tahun, meskipun
ada beberapa bank memberikan jangka waktu yang lebih panjang.
Transaksi forward menimbulkan risiko nilai tukar dan risiko suku
bunga, karena forward exchange rate ditentukan oleh tingkat suku
12Nadya, Amla Eva, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 26.
14
bunga dari dua mata uang dan nilai spot masing-masing mata
uang.
Contoh transaksi forward adalah sebagai berikut:
Suatu perusahaan USA membutuhkan dana guna membayar
pengapalan suatu produk Jepang yang akan jatuh tempo pada tiga
bulan mendatang kepada supplier di Jepang dengan membayar
sebesar JPY 100 juta.
Untuk memastikan harga pengapalan barang dalam US Dollar,
bank setuju membeli JPY 100 juta dengan forward rate tiga bulan
sebesar JPY 100/ USD.
Harga barang yang dikapalkan tersebut menjadi sebesar USD 1
juta. Tiga bulan mendatang perusahaan akan membayar sebesar
USD 1 juta dan menerima dari bank sebesar JPY 100 juta untuk
dibayar kepada supplier.13
c. Transaksi swap
Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward.
Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam
waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli atau membeli
dan menjual suatu mata uang yang sama. Sementara pada spot dan
forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan
13Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen
Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
15
menjual. Penggunaan transaksi swap sebenarnya dimaksudkan
untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan
oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara
nasabah dengan banknya dan antara bank dengan Bank Indonesia
(disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut dilakukan
atas dasar swap point yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Transaksi swap antara bank dengan BI:
a. Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI
untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi
likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20% dari modal
bank tersebut.
b. Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank
berdasarkan swap bank dengan nasabah yang dananya berasal
dari pinjaman luar negeri untuk keperluan investasi di
Indonesia.14
Transaksi swap merupakan suatu kombinasi antara transaksi
spot dengan transaksi forward. Transaksi swap memiliki risiko
suku bunga.
Contoh transaksi swap adalah sebagai berikut:
14Diyya, artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari https://diyya.wordpress.com.
16
Bank A membeli US Dollar dan menjual JPY untuk 90 hari
kedepan dengan harga 99.50 yen per US Dollar. Atau alternatifnya
membeli dollar dengan spot rate dengan rate JPY 100,00/USD.
Bila bank A membeli USD 10 juta dan menjual JPY 1,000 juta
untuk penyerahan spot date dan memegang posisi mata uang
selama 90 hari, maka bank meminjam sebesar JPY 1,000 juta dan
meminjamkan USD 10 juta untuk 90 hari.
Apabila suku bunga USD sebesar 3% dan untuk yen sebesar 1%,
maka arus kasnya sebagai berikut:
JPY 2,500,000 bayar (1,000,000,000 x .01 x 90/360)
USD 75,000 terima (10,000,000 x .03 x 90/360)
Setelah 90 hari, maka posisi bank menjadi:
Long USD 10,075,000 dan Short JPY 1,002,500,000
Dengan membagi posisi yen dengan posisi USD, maka exchange
rate yang efektif adalah sebesar JPY 99.50/USD.15
d. Transaksi option
Transaksi option adalah kontrak untuk memperoleh hak dalam
rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
15Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen
Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
17
waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, kerena
mengandung unsur maisir (spekulasi).16
Option juga merupakan suatu kontrak yang memberikan hak
kepada pembeli untuk melaksanakan kontrak pada harga yang
disepakati. Artinya transaksi akan dilaksanakan apabila tingkat
rate/ harga memberi keuntungan bagi pembeli. Penjual memiliki
risiko yang tak terbatas dan sebagai kompensasi akan menerima
premi. Kontrak option memiliki risiko baru dan di atas risiko yang
melekat pada instrumen yang mendasarinya. Option dapat dibuat
berdasarkan instrumen “cash” atau instrumen derivative lainnya
dan option atas kontrak option.17
Dalam pasar valuta asing transaksi option valuta asing dapat
diartikan sebagai satu instrumen keuangan yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual satu mata uang
tertentu dalam jumlah tertentu pada satu waktu tertentu di masa
yang akan datang dan atau sebelumnya dengan kurs yang sudah
ditentukan sebelumnya (biasanya sudah ditentukan saat transaksi
dilakukan).
16Lathif Azharuddin, Fiqh Muammalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 118. 17Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen
Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
18
Option memberi pemegang hak bukan kewajiban untuk
membeli atau menjual sesuatu. Berbeda dengan jenis transaksi jual
beli yang sudah dikenal selama ini yang mengikat masing-masing
pihak dengan satu kewajiban untuk membayar atau memberikan
satu barang tertentu yang diperjualbelikan maka option memberi
pemegang hak bukan kewajiban untuk menjual atau membeli satu
barang yang diperjanjikan. Pemegang option tidak bisa dipaksa
untuk membeli atau menjual satu barang yang diperjanjikan. Hak
untuk membeli atau menjual satu barang tersebut hanya bisa
dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang
atau sebelumnya. Hal ini tergantung dari jenis option yang
dipegang ada option yang mengatur bahwa hak untuk membeli
atau menjual satu barang bisa dilaksanakan pada satu waktu
tertentu di masa yang akan datang tidak dapat dilaksanakan
sebelum waktu yang ditentukan tersebut, ada pula jenis option
yang hak untuk membeli atau menjualnya dapat dilaksanakan
sebelumnya. Apabila pemegang option melaksanakan haknya
untuk membeli atau menjual satu barang tertentu maka harga
barang dibeli atau dijual tersebut sudah ditentukan sebelumnya
(biasanya ditentukan pada saat transaksi option dilakukan) tidak
peduli berapa harga pasar barang tersebut saat pelaksanaan hak.
19
Jadi harga yang dipakai saat pelaksaan hak sudah ditentukan
sebelumnya dan bukan harga pasar barang tersebut saat itu.
Contoh transaksi option adalah sebagai berikut:
1. Bank “A” mengeluarkan option yang memberikan pemegang-
nya hak untuk membeli USD/IDR sebesar USD 1.000.000,-
dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang.
Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank “A”
tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang
memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) membeli
USD 1.000.000,- ke Bank “A” dengan harga atau kurs 10.000,-
tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar
saat itu.
2. Bank “B” mengeluarkan option yang memberikan
pemegangnya hak untuk menjual USD/IDR sebesar USD
1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan
datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank
“B” tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang
memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) menjual
USD 1.000.000,- ke Bank “B” dengan harga atau kurs 10.000,-
tidak peduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar
saat itu.18
18Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2004), h. 186-187.
20
2.2 Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing Dalam Islam
Jenis transaksi valuta asing yang diperbolehkan dalam Islam
hanya dua macam, yaitu transaksi spot dan forward agreement.
Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut:
a. Transaksi Spot
Transaksi spot adalah transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter)
atau paling lambat penyelesaiannya dalam jangka waktu dua
hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai,
sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses
penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan
transaksi internasional.19
b. Transaksi Forward Agreement
Transaksi forward agreement merupakan transaksi yang pada
dasarnya sama dengan transaksi forward, yaitu transaksi
pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada
saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang,
antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Pada dasarnya
hukum transaksi forward ini dihaharamkan dalam Islam, akan
tetapi pada transaksi forward agreement ini terdapat
pengecualian khusus yaitu dengan dibolehkannya transaksi ini
19Lathif Azharuddin, Fiqh Muammalat (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.116-117.
21
dengan syarat ada kebutuhan yang memang benar-benar tidak
dapat dihindari (lil hajah).
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
membolehkan transaksi spot, karena transaksi tersebut dianggap tunai,
sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang
tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Sedangkan
untuk transaksi forward agreement dibolehkan karena untuk
kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Ketentuan ini
terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No. 28/DSN-MUI/III/2002.
2.3. Mekanisme Valuta Asing Dalam Transaksi Syariah
Dalam pelaksanaan transaksi valuta asing haruslah memperhatikan
beberapa batasan sebagai berikut:
a. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya
masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-
masing mata uang pada saat yang bersamaan.
b. Motif pertukaran bukan untuk spekulasi.
c. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya A setuju membeli
barang dari B hari ini dengan syarat B harus membelinya kembali
pada tanggal tertentu di masa mendatang.
d. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang
diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
22
e. Kadar dan ukurannya harus sama, misalnya pertukaran emas
dengan emas atau perak dengan perak maka kadar dan ukurannya
harus sama dan harus dilakukan secara tunai.
f. Jika transaksi dengan mata uang sejenis, maka nilainya harus sama
dan tunai.
g. Jika transaksi pertukaran mata uang berbeda jenis, maka
dilakukan dengan kurs yang berlaku pada saat itu dan harus
dilakukan secara tunai.20
Adapun Skema transaksi jual beli valuta asing dalan Islam atau
as-sharf adalah sebagai berikut :21
Keterangan: 1. Akad Sharf: penjual dan pembeli harus melakukan akad atau ijab
kabul yang disepakati oleh keduabelah pihak yang sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ada dan sesuai syariah.
20Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2014), h. 264. 21Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h. 109.
2a. Valuta Sharf
Pembeli Musytari
Penjual Ba’i Akad sharf
2b. Nilai tukar
23
2. a.Valuta: valuta ini merupakan objek jual beli, yaitu uang sebagai
komoditas yang dijadikan transaksi.
b. Nilai tukar: adanya harga, yaitu nilai kurs masing-masing valuta
asing terhadap valuta lainnya.
3. Para Pelaku Pasar Valuta Asing
Dalam pasar valas tersebut terdapat beberapa pelaku pasar yang
bertransaksi dengan beragam kepentingan. Adapun siapa saja yang
melakukan transaksi jual-beli valuta asing di pasar atau peserta pasar bisa
dibedakan sebagai berikut:22
1. Perusahaan
Perusahaan melakukan ekspor atau impor barang dan jasa dengan
negara lain membutuhkan transaksi jual beli valas untuk
memenuhi/ antisipasi kewajiban yang dimilikinya.
2. Masyarakat/ perorangan
Masyarakat atau perorangan dapat melakukan transaksi valas
untuk spekulasi dan memenuhi kebutuhannya.
3. Bank Umum
Bank Umum melakukan transaksi jual-beli valas untuk berbagai
keperluan antara lain melayani nasabah (perusahaan) yang ingin
bertransaksi jual-beli valas, berusaha memperoleh keuntungan dari
22Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, (Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2004), h.4-5.
24
perubahan harga valas di pasar (akan dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya), memenuhi kewajiban valas yang dimilikinya.
4. Broker
Broker adalah orang atau perusahaan yang tugasnya adalah
menjadi perantara terjadinya transaksi valas. Mereka biasanya
berusaha membantu pembeli mencari penjual dan sebaliknya.
5. Pemerintah
Pemerintah melakukan transaksi valas untuk berbagai tujuan
antara lain membayar cicilan utang luar negeri, penerimaan utang
luar negeri baru yang harus ditukar ke valuta sendiri dll.
6. Bank Sentral
Di banyak negara Bank Sentral tidak berada di bawah kendali
pemerintah, dia merupakan lembaga independen yang bertugas
menstabilkan perekonomian. Salah satu instrument dalam
penstabilan perekonomian adalah dengan transaksi valuta asing.
4. Risiko Transaksi Valuta Asing
Dalam setiap transaksi yang ada pasti memiliki risiko, begitupun
dalam transaksi valuta asing. Risiko transaksi valuta asing (foreign
exchange risk) adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan
pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank.
Meskipun aktivitas treasury syariah tidak terpengaruh risiko kurs
secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi
25
yang bersifat spekulasi, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas
dari adanya posisi dalam valuta asing.23
Menurut pengertian lain risiko nilai tukar (foreign exchange risk)
adalah potensi kerugian karena pergerakan nilai tukar. Risiko ini
melekat pada seluruh produk dan posisi yang dinilai dalam valuta yang
berbeda dengan valuta laporan bank.24
Risiko kurs ini akan meningkat bila jumlah posisi yang diambil
besar, baik posisi long maupun posisi short, dan fluktuasi pasar tinggi.
Oleh karena itu, bank syariah perlu menetapkan:25
1. Exposure limit (pembatasan eksposur/ risiko efek buruk pada
laporan keuangan perusahaan yang mungkin timbul dari
perubahan dalam nilai tukar).
2. Transaction limit (pembatasan transaksi).
3. Currency limit (pembatasan mata uang).
4. Turnover limit (pembatasan volume transaksi).
5. Cut loss limit (pembatasan kerugian).
6. Intraday limit.
7. Counterparty limit.
23Karim Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 273-274.
24Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen
Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
25 Karim Adiwarman, “Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 274.
26
Posisi long (long position) adalah apabila total tagihan dan asset
terhadap satu mata uang tertentu lebih besar dari total kewajiban pada
mata uang tersebut. Adapun contoh dari posisi long (long position)
adalah sebagai berikut:
1. PT. “Charisma” melakukan transaksi beli USD/IDR untuk
USD 1.000.000,- di kurs 8.000,-.
Diasumsikan tidak ada transaksi lain yang dilakukan oleh PT.
“Charisma”. Dengan dilakukannya transaksi di atas maka
timbul tagihan PT. “Charisma” kepada lawwan transaksinya
dalam mata uang USD sebesar USD 1.000.000,-.
Dengan melakukan transaksi di atas berarti PT. “Charisma”
sekarang mempunyai posisi. Karena PT. “Charisma”
mempunyai tagihan dalam mata uang USD 1.000.000,- maka
dapat dikatakan bahwa PT. “Charisma” mempunyai posisi
long USD sebesar USD 1.000.000,-.
2. PT. “Titan Internasional” melakukan dua transaksi valuta asing
yaitu:
a. Transaksi beli USD/IDR sebesar USD 1.500.000,-
b. Transaksi jual USD/IDR sebesar USD 750.000,-
Dari kedua transaksi tersebut dapat dilihat bahwa dari transaksi
pertama PT. “Titan Internasional” mempunyai tagihan kepada
lawan transaksinya sebesar USD 1.500.000,- dan dari transaksi
27
kedua PT. “Titan Internasional” mempunyai kewajiban dalam
mata uang USD sebesar USD 750.000,-.
Secara total dari kedua transaksi yang dilakukan oleh PT.
“Titan Internasional” maka PT. “Titan Internasional”
mempunyai tagihan kepada lawan transaksinya sebesar:
USD 1.500.000 – USD 750.000 = USD 750.000
Dari dua transaksi yang dilakukan maka PT. “Titan
Internasional” mempunyai posisi valuta USD long sebesar
USD 750.000,-.
Sedangkan posisi short (short position) adalah apabila total tagihan
dan asset terhadap satu mata uang tertentu lebih kecil dari total
kewajiban pada mata uang tersebut. Adapun contoh posisi short (short
position) adalah sebagai berikut:
1. PT. “Charisma” melakukan transaksi jual USD/IDR untuk
USD 1.000.000,- di kurs 8.000,-.
Diasumsikan tidak ada transaksi lain yang dilakukan oleh PT.
“Charisma”. Dengan dilakukannya transaksi di atas maka
timbul kewajiban PT. “Charisma” kepada lawan transaksinya
dalam mata uang USD sebesar USD 1.000.000,-.
Dengan melakukan transaksi di atas berarti PT. “Charisma”
sekarang mempunyai posisi. Karena PT. “Charisma”
mempunyai kewajiban dalam mata uang USD 1.000.000,-
28
maka dapat dikatakan bahwa PT. “Charisma” mempunyai
posisi short USD sebesar USD 1.000.000,-.
2. PT. “Titan Internasional” melakukan dua transaksi valuta asing
yaitu:
a. Transaksi jual USD/IDR sebesar USD 2.000.000,-
b. Transaksi beli USD/IDR sebesar USD 1.500.000,-
Dari kedua transaksi tersebut dapat dilihat bahwa dari transaksi
pertama PT. “Titan Internasional” mempunyai kewajiban
kepada lawan transaksinya sebesar USD 2.000.000,- dan dari
transaksi kedua PT. “Titan Internasional” mempunyai tagihan
dalam mata uang USD sebesar USD 1.500.000,-.
Secara total dari dua transaksi yang dilakukan oleh PT. “Titan
Internasional” maka PT. “Titan Internasional” mempunyai
kewajiban kepada lawan transaksinya sebesar:
USD 2.000.000 – USD 1.500.000 = USD 500.000
Dari dua transaksi yang dilakukan maka PT. “Titan
Internasional” mempunyai posisi valuta USD short sebesar
USD 750.000,-.26
Mengingat bank syariah tidak diperkenankan berspekulasi, maka
transaksi seperti forward, marjin trading, option dan swap tidak boleh
26 Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, (Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2004), h.65-67.
29
dijalankan. Yang diperkenankan adalah untuk kebutuhan berjaga-jaga
(simpanan) dan transaksi yang dilaksanakan harus tunai atau spot.
Termasuk tunai di sini adalah pembayaran dengan cek,
pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya.27
C. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank Islam atau bank syariah merupakan lembaga keuangan yang
berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas
kegiatan usaha (investasi, jual beli atau lainnya) berdasarkan prinsip Syariah,
yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai Syariah yang bersifat makro
maupun mikro. Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah,
sistem zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang non
produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan
meragukan (gharar), bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil), dan
penggunaan uang sebagai alat tukar. Sedangkan nilai-nilai mikro yang harus
dimiliki oleh pelaku perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang
27Karim Adiwarman, “Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), h. 274.
30
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yaitu shiddiq, amanah, tabligh,
fathanah.28
Menurut PBI Nomor 21 Tahun 2008 Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
2. Pengertian Bank Devisa
Bank Devisa adalah Bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar
negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan,
misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers cheque,
pembukaan dan pembayaran Letter Of Credit (L/C) dan transaksi luar negeri
lainnya.29 Persyaratan untuk menjadi Bank Devisa ini ditentukan oleh Bank
Indonesia setelah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.30
Menurut PBI Nomor 6/15/2004 Bank Devisa adalah Bank yang
memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
Sedangkan menurut PBI Nomor 16/10/PBI/2014 Bank Devisa adalah
Bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat
28Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara,
(Jakarta : Bank Indonesia, 2006), h. 29. 29Triwahyuniati Nani,“Pelaksanaan Analisis Pemberian Kredit di PT. Bank HAGA
Cabang Semarang”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2008),h.26.
30Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 30.
31
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor
cabang bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar
negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia.
3. Karakteristik Bank Devisa
Karakteristik Bank Devisa menurut Surat Edaran No. 15/27/DPNP Tahun
2013 adalah sebagai berikut:
1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha
dalam valuta asing wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau 2
(dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir.
b. Memiliki modal inti paling sedikit Rp. 1.000.000.000.000,00 (satu
triliun rupiah); dan
c. Memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
sesuai Profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
KPMM dengan persyaratan sebagai berikut:
1) Dalam hal KPMM sesuai Profil Risiko kurang dari 10% maka
KPMM ditetapkan paling kurang 10%.
2) KPMM untuk Bank Umum Syariah (BUS) ditetapkan paling
kurang 10% sepanjang belum terdapat ketentuan yang mengatur
mengenai KPMM sesuai profil risiko bagi Bank Umum Syariah.
32
2. Kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dapat
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi
persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir 1.b yang berasal
dari dana usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency
Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai KPMM.
3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk
melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank Umum
Konvensional (BUK) yang menjadi induknya telah mendapat persetujuan
untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.
4. Transaksi Valuta Asing Pada Bank Syariah
Sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan
internasional, perbankan syariah pun tidak dapat menghindarkan diri dari
keterlibatannya pada pasar valuta asing. Perbankan syariah harus
menyusun pedoman kerja operasional bagi dirinya agar mempunyai akses
yang luas ke pasar valuta asing tanpa harus terlibat pada mekanisme
perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.31 Hukum
transaksi yang diakukan oleh sebagian bank syariah dalam muammalah
jual beli valuta asing tidak dapat dilepaskan dari ketentuan syariah
mengenai sharf. Bentuk transaksi penukaran valuta asing yang biasa
31Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema
Insani Press, 2001), h. 196.
33
dilakukan bank syariah dapat dikategorikan sebagai naqdan (spot)
meskipun penyerahan dan penerimaan tersebut tidak terjadi pada waktu
transaksi diputuskan (dealing), melainkan penyelesaiannya (settlement-
nya) baru tuntas dalam 48 jam (dua hari) kerja. Fenomena transaksi ini
sudah biasa dikenal dalam dunia perdagangan internasional dan tetap
disebut transaksi valas spot antar bank. Bahkan jika kebetulan bertepatan
dengan libur akhir pekan, serah terima itu baru dapat terlaksana setelah 96
jam kerja.
Dengan demikian, hukum transaksi money exchange dalam bentuknya
yang sederhana sepanjang dilakukan secara tunai (spot) dan jual beli putus
(one shot deal) serta bukan untuk tujuan spekulatif pada prinsipnya
diperbolehkan menurut syariah Islam berdasarkan akad sharf.
D. Review Studi Terdahulu
1. Penelitian dilakukan oleh Siti Aisyah (2013) Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Transaksi Valuta
Asing/ As-Sharf Dalam Perspektif Fikih Muammalat Kontemporer Menurut
Wahbah Al-Zuhaili Dan Al-Sayyid Sabiq”. Penelitian ini membahas
mengenai alasan diperbolehkannya transaksi valuta asing/ sharf, yaitu karena
kebutuhan dimana kebutuhan ini dari skala makro yaitu untuk tujuan ekspor-
impor, bayar utang luar negeri, bayar jasa dari luar negeri. Dan analisa
34
pandangan ulama kontemporer seperti Wahbah al-Zuhaili dan al-Sayyid Sabiq
mengenai transaksi valuta asing/ As-sharf.
2. Penelitian dilakukan oleh Novia Liza (2010) Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Analisis Penggunaan
Barang Milik Negara Sebagai Underlying Asset Sukuk Negara”. Penelitian ini
membahas tentang Pemerintah menggunakan Barang Milik Negara sebagai
underlying asset SBSN adalah untuk memberikan kenyamanan bagi investor.
Dalam hal penggunaan BMN sebagai underlying asset Sukuk Negara atau
sebagai Aset SBSN maka BMN tersebut harus memenuhi syarat-syarat sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 04 / PMK.08 /2009.
3. Penenelitian dilakukan oleh Amla Eva Nadia (2009) Skripsi Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Peluang dan
Tantangan Pengembangan Produk Valas di PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk”. Penelitian ini membahas tentang Peluang transaksi valas di Bank
Muamalat adalah karena adanya permintaan dari nasabah. Sedangkan
tantangan yang dihadapi Bank Muamalat adalah ketika terjadi fluktuasi valas
yang cukup tinggi, maka kita mengambil “posisi lebar”, yaitu harga kurs yang
ditetapkan untuk nasabah menjadi mahal. Disini juga dibahas tentang
operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat dan jenis produk valas yang
berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat.
4. Penelitian dilakukan oleh Syamsul Rizal (2005) Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Valuta Asing
Menurut Hukum Ekonomi Islam”. Penelitian ini membahas tentang
pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valas, pandangan hukum
35
ekonomi Islam terhadap praktik atau oprasionalisasi valas dalam
perekonomian antar negara, dan pandangan hukum ekonomi Islam terhadap
valas.
Namun dalam penelitian ini penulis membuat sangat berbeda dengan
keempat penelitian di atas, disini penulis membahas tentang bagaimana
praktik underlying pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia.
36
BAB III
METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT
INDONESIA
A.Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan
kualitatif, yaitu salah satu jenis pendekatan penelitian dimana data-data yang
dikumpulkan bersifat deskriptif berupa data-data tertulis dari orang-orang dan
pelaku yang dapat diamati.32 Penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai
penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan
maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati orang-orang yang
diteliti.33
2. Data Penelitian
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara yang dilakukan penulis di Bank Muamalat Indonesia.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dari lembaga atau institusi
tertentu. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan data dari skripsi dan
32Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), h.3. 33Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2011), h.166.
36
37
media massa ( jurnal, internet, koran dan majalah), serta buku-buku yang
membahas masalah terkait.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian lapangan yaitu
dengan melakukan wawancara (data primer) dengan pimpinan atau staff
terkait di Bank Muamalat Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan terkait dengan underlying pada transaksi valas.
Dokumentasi (data sekunder) yaitu proses untuk memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian yang berasal dari data yang berbentuk arsip dokumen
yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia, buku-buku, majalah dan
artikel-artikel yang dimuat di internet ataupun dengan media lainnya.
4. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yaitu dengan mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun
oleh tim Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
B. Sejarah Berdiri Bank Muamalat Indonesia
PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H
atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412
H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendikiawan
38
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat terbukti dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Selanjutnya pada acara silaturahmi peringantan pendirian
tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa
Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank
Muamalat pun terimbas dampak kritis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
(NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.
Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal
yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank
(IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni
1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.
Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa
yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun
waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi
laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh
39
kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan
terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari
keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian
menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada:
1. Tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham.
2. Tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan
dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat
sedikitpun.
3. Pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas
utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru.
4. Peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat
menjadi agenda utama di tahun kedua.
5. Pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun
ketiga dan seterusnya yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat
Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan
seterusnya.
Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5juta nasabah
melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI
didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4.000 Kantor Pos Online/ SOPP di
40
seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. Bank Muamalat
Indonesia saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka
cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan
aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia
Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses lebih
dari 2.000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank
muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya
comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat
hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media
masa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari
70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun terakhir. Pengargaan
yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh
Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Institution in
Indonesia 2009 oleh Global Finance ( New York), serta sebagai The Best Islamic
FinanceHouse in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).34
C.Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia
1. Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual,
dikagumi di pasar rasional.
34Artikel diakses pada tanggal 04 Maret 2015 dari
http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat
41
2. Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan
orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi
stakeholder.35
D.Bank Muamalat Indonesia Sebagai Bank Devisa
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.36
Saat ini ada sangat banyak mata uang yang digunakan dalam transaksi valuta
asing. Akan tetapi di Bank Muamalat Indonesia hanya menggunakan 7 jenis mata
uang saja, yaitu sebagai berikut:37
1. USD ( Dollar Amerika)
2. EUR (Euro)
3. SGD ( Dollar Singapura)
4. Aus Dollar ( Dollar Australia)
5. JPY (Yen Jepang)
35Artikel diakses pada tanggal 04 Maret 2015 darihttp://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-and-misi
36http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat diakses pada tanggal 04
Maret 2015 37http://www.bankmuamalat.co.id/layanan/international-banking diakses pada tanggal
04 Maret 2015
42
6. SAR ( Riyal/ Saudi Arabia Riyal)
7. MYR ( Ringgit / Malaysia)
Dari ketujuh jenis mata uang asing tersebut yang paling sering digunakan
untuk transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah mata uang asing
USD (Dollar Amerika) dan yang kedua adalah mata uang asing EUR (EURO), hal
ini terjadi karena USD merupakan mata uang yang paling mudah digunakan
untuk bertansaksi dan dapat dengan mudah diterima secara luas oleh negara-
negara lain. Atas dasar itulah maka USD menjadi mata uang asing yang sering
digunakan di Bank Muamalat Indonesia.
E. Layanan International Banking Bank Muamalat Indonesia
Dalam upayanya memberikan layanan transaksi keuangan yang komprehensif,
Bank Muamalat Indonesia juga menyediakan jasa layanan international banking
dengan nama Muamalat Remittance iB. Muamalat Remittance iB adalah layanan
pengiriman atau penerimaan uang valas dari atau kepada pihak ketiga kepada atau
dari pemilik rekening Bank Muamalat Indonesia baik tunai maupun non tunai
dalam denominasi valuta asing. Adapun jenis mata uang asing yang dapat
ditransaksikan adalah sebagaimana disebutkan pada bagian di atas.
Benefit dari produk Muamalat Remittance iB adalah sebagai berikut:
1. Lengkap
Layanan Muamalat Remittance iB menyediakan berbagai skema pengiriman
uang yang dapat diandalkan dengan harga yang bersahabat.
43
2. Handal
Layanan Muamalat Remittance iB didukung oleh SDM dan teknologi
pendukung yang handal.
3. Nyaman
Melalui dukungan cabang dan jaringan kantor Bank Muamalat Indonesia,
nasabah penerima kiriman uang melalui layanan Muamalat Remittance iB
dapat dengan leluasa menerima uang kirimannya. ‘
4. Mudah Kemudahan transaksi anda selalu menjadi perhatian kami.38
38Artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari http://www.bankmuamalat.co.id/layanan/international-banking
44
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Implementasi Underlying di Bank Muamalat Indonesia
Sebagai bank syariah pertama di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia
tentunya senantiasa menjadi perhatian di industri keuangan Indonesia. Kepatuhan
terhadap ketentuan regulator baik Bank Indonesia maupun Dewan Syariah
Nasional menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh Bank Muamalat
Indonesia. Demikian pula halnya dengan kepatuhan terhadap ketentuan regulator
terkait praktik transaksi valuta asing yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia.
Pada bab ini akan membahas tentang praktik dan mekanisme transaksi valuta
asing di Bank Muamalat Indonesia dan dilihat sejauh mana kesesuaian antara
praktik transaksi valuta asing yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia terhadap
ketentuan Bank Indonesia yang mengaturnya.
Saat ini, bentuk transaksi valuta asing yang digunakan oleh Bank Muamalat
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Transaksi Spot yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal
transaksi.
2. Transaksi Tomorrow (TOM) yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari
kerja berikutnya atau satu hari kerja setelah tanggal transaksi.
3. Transaksi Today (TOD) yaitu penyerahan dana (value date) sama dengan
tanggal transaksi.
44
45
Dari ketiga jenis transaksi valuta asing tersebut mekanismenya sama, akan
tetapi yang membedakan hanya settlement date-nya atau tanggal penyelesaian
atau tanggal penyerahannya saja. Dan kurs yang digunakan yaitu dengan
menggunakan kurs sesuai dengan tanggal kesepakatan transaksi valuta asing
tersebut. Saat ini Bank Muamalat Indonesia sedang membuat ketentuan untuk
transaksi forward agreement yang tentunya juga harus sesuai dengan prinsip
syariah karena ada beberapa transaksi yang mengharuskan Bank Muamalat
Indonesia menggunakan jenis transaksi ini, akan tetapi hal tersebut masih dalam
proses dan dalam waktu dekat Bank Muamalat Indonesia akan me-launching
produk tersebut. Dan dari ketiga jenis transaksi valuta asing tersebut juga
digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan nasabah pada saat melakukan
transaksi. Pada fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) No. 28/III/DSN-MUI/2002 tentang jual beli mata uang (al-
sharf), membolehkan transaksi valuta asing spot ini. Karena transaksi spot
dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian
yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Dan juga
transaksi forward agreement dibolehkan untuk kebutuhan yang tidak dapat
dihindari (lil hajah).
46
B. Mekanisme dan Praktik Transaksi Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia
Transaksi valuta asing atau yang biasa disebut juga dengan foreign exchange
(forex) di Bank Muamalat Indonesia didasarkan pada kebutuhan nasabah dan
ketentuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Produk yang ada di Bank
Muamalat Indonesia yaitu: Transaksi Spot, Transaksi Tomorrow (TOM) dan
Transaksi Today (TOD), bergantung kepada kondisi dan kebutuhan nasabah.
Mekanisme transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
1. Nasabah menghubungi dealing room(treasury sales) untuk konfirmasi rate.
2. Treasury sales akan meminta rate kepada forex dealer.
3. Forex dealer akan mengecek rate ke market.
4. Forex dealer memberikan rate yang dapat diberikan kepada treasury sales,
sudah termasuk spread untuk laba Bank Muamalat Indonesia.
47
5. Treasury sales memberikan rate tersebut kepada nasabah , apabila deal, maka
transaksi tersebut dapat dijalankan. Dan nasabah wajib menjalankan transaksi
apabila sudah deal.
6. Setelah deal, forex dealer akan melakukan squaring ke market.
7. Nasabah datang ke counter untuk melakukan transaksi dengan membawa
dokumen-dokumen yang diperlukan.
8. Teller/ back office/ marketing konfirmasi transaksi nasabah ke treasury sales,
apabila sesuai maka transaksi dijalankan. Apabila berbeda, treasury sales
(dealing room) akan melakukan konfirmasi kembali kepada nasabah. Dari
teller, transaksi nasabah akan dilanjutkan ke back office.
Adapun settlement flow-nya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
1. Dari dealing room, setelah deal, middle office/ reporting membuat deal ticket
dari transaksi yang dilakukan yang dapat dilihat dari blotter.
2. Deal ticket dicek di dealing room.
48
3. Setelah deal ticket dicek di dealing room,deal ticket tersebut di sign, dan
diteruskan ke International Banking Office (IBO) dan transaksi dijalankan
atau settle disana.
Dokumen-dokumen yang diperlukan oleh nasabah pada saat melakukan
transaksi valas yaitu:
1. Untuk transaksi di bawah USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) bagi
nasabah yang akan membeli atau menjual, maka nasabah harus mengisi
surat keterangan pembelian valas.
2. Untuk transaksi di atas dari USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) bagi
nasabah yang akan membeli atau menjual, maka nasabah harus
melampirkan underlying transaksinya. Selain itu, nasabah juga harus
mengisi form pemindah bukuan/ transfer/ remittance untuk Telegraphic
Transfer, setor/ tarik untuk Bank Note, dan LOI (Letter of Idemnity).39
Jenis kegiatan transaksi yang menggunakan underlying transaksi ada
bermacam-macam. Akan tetapi kegiatan underlying transaksi yang sering
digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah kegiatan ekspor-impor barang
dan jasa. Dan kegiatan transaksi yang menggunakan underlying ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan pada transaksi valuta asing di Bank
Muamalat Indonesia, jika dibandingkan dengan sebelum diterapkannya
peraturan mengenai underlying ini. Dimana ketentuan tersebut menyatakan
bahwa pada setiap transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu
39Wawancara Pribadi dengan Amiril Zulhaj. Jakarta, 19 Januari 2015.
49
US Dollar) harus menggunakan underlying. Untuk kegiatan transaksi valuta
asing di Bank Muamalat Indonesia masih belum terlalu banyak yang
menggunakan underlying transaksi ini, karena nasabah yang dominan
melakukan transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah nasabah
retail. Dan nasabah retail ini biasanya melakukan transaksi valuta asing di
bawah USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar), yang tidak mensyaratkan
nasabah tersebut untuk menggunakan underlying.
Seiring berkembangnya transaksi valuta asing ini, maka peran Bank Indonesia
sangat diperlukan untuk mendorong pendalaman pasar valuta asing melalui
pengaturan yang komprehensif, khususnya terkait dengan transaksi valuta asing
terhadap Rupiah yang dilakukan antara Bank dengan pihak asing dan juga untuk
meminimalisir transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan
spekulatif. Mengingat hal tersebut maka Bank Indonesia menetapkan ketentuan
melalui Peraturan Bank Indonesia No. 10/28/PBI/2008. Dalam PBI No.
10/28/PBI/2008 Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD
100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau
per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying.
Bank Indonesia juga mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.
10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. Surat
Edaran ini selanjutnya mengalami perubahan pada Tahun 2013 melalui penerbitan
Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 15/33/DPM bahwa Bank Indonesia
50
menetapkan aturan tentang kedudukan underlying dalam transaksi valuta asing
oleh Bank Umum, termasuk Bank Umum berbasis syariah. Dan pada Tahun 2014
Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia No.
16/17/PBI/2014 perihal transaksi valuta asing terhadap rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing. Ketentuan tersebut juga menyatakan bahwa pada setiap
transaksi valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui
transaksi spot di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) per bulan per
Pihak Asing harus menggunakan underlying transaksi.
Dengan adanya ketentuan yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia tersebut,
maka Bank Muamalat Indonesia juga menggunakan underlying pada setiap
transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau
ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing. Ketentuan ini sudah
berlangsung sejak November Tahun 2014 lalu di Bank Muamalat Indonesia.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan oleh setiap Nasabah
atau Pihak Asing yang akan melakukan transaksi valuta asing adalah sebagai
berikut:
1. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing
kepada Bank tanpa underlying hanya dapat dilakukan paling banyak
sebesar USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan
per Nasabah atau per Pihak Asing.
2. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing
kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau
51
ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat
dilakukan dengan underlying.
3. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing
kepada Bank sebagaimana dimaksud pada no. 2 hanya dapat dilakukan
paling banyak sebesar nominal underlying transaksinya.
4. Apabila Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah
kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau
ekuivalen per bulan per Nasabah, maka nasabah tersebut wajib
melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. Dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggungjawabkan.
b. Fotocopy dokumen identitas Nasabah dan fotocopy Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP).
c. Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak
yang berwenang dari Nasabah mengenai kebenaran dokumen
underlying sebagaimana dimaksud pada huruf a dan bahwa dokumen
underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap
rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem
perbankan.
5. Begitupun dengan Pihak Asing, apabila Pihak Asing melakukan
pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank di atas USD
100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak
Asing, maka Pihak Asing wajib melampirkan dokumen sebagai berikut:
52
a. Dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggung jawabkan,
baik yang bersifat final maupun yang berupa perkiraan.
b. Dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated
dari Pihak Asing yang berisi informasi mengenai:
1. Keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2. Penggunaan dokumen Underlying Transaksi untuk pembelian
valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal
Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia.
3. Jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal penggunaan
valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan.
6. Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah kepada Bank melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD
100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak
Asing, Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan
dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated yang
menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak lebih
dari USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan
per Pihak Asing atau ekuivalennya dalam sistem perbankan di Indonesia.
Hal tersebut harus diperhatikan dan dipenuhi oleh setiap Nasabah atau Pihak
Asing yang akan melakukan transaksi valuta asing. Apabila hal tersebut
53
dilanggar, maka akan ada sanksi yang akan diberikan oleh Bank Muamalat
Indonesia. Sanksi tersebut berupa teguran atau sanksi denda yang berlaku yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Tabel Komparasi underlying antara Bank Muamalat Indonesia dengan PBI
10/28/PBI/2008 dan PBI 16/17/PBI/2014 adalah sebagai berikut:
No. Item PBI 2008 & 2014 Bank Muamalat Indonesia
1. Dokumen:
a. Underlying
b. Fotocopy NPWP
c. Materai
√
√
√
√
√
√
2. Ketentuan Nilai
Minimun
≤ USD 100,000.00
√
√
3. Ketentuan Nilai
Maksimum
> USD 100,000.00
√
√
4. Persyaratan:
a. Surat Pernyataan
b. Jumlah
√
√
√
√
54
Kebutuhan
c. Tujuan
Kebutuhan
d. Tanggal
Penggunaan
(Perkiraan)
√
√
√
√
Dengan adanya ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia pada PBI No.
10/28/PBI/2008 dan PBI No. 16/17/PBI/2014 mengenai underlying dalam
transaksi valuta asing yang mengharuskan Nasabah atau Pihak Asing untuk
menggunakan underlying untuk transaksi di atas USD 100,000.00 (seratus ribu
US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing, Bank
Muamalat Indonesia menghadapi kendala dalam mensosialisasikan ketentuan
tersebut ke cabang-cabang seluruh Indonesia termasuk cabang yang ada di luar
negeri yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, hal tersebut dapat diatasi
dengan melakukan training untuk mengenalkan ketentuan terkait dengan
underlying transaksi secara berkala.
Setelah diterapkan ketentuan tersebut Bank Muamalat Indonesia juga tidak
mengalami pengaruh yang signifikan pada transaksi valuta asing jika
dibandingkan dengan sebelum diterapkan ketentuan tersebut. Hal itu disebabkan
karena transaksi yang dilakukan adalah transaksi riil berdasarkan kebutuhan dari
55
nasabah. Nasabah yang lebih dominan dalam melakukan transaksi valuta asing di
Bank Muamalat Indonesia adalah nasabah retail, dimana nasabah tersebut
melakukan transaksi valuta asing di bawah USD 100,000.00 (seratus ribu US
Dollar). Itulah sebabnya mengapa ketentuan underlying ini tidak mengalami
pengaruh yang signifikan pada transaksi valuta asing jika dibandingkan dengan
sebelum diterapkan ketentuan tersebut di Bank Muamalat Indonesia. Dan
ketentuan underlying yang mensyaratkan bahwa dalam setiap transaksi diatas
USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) harus menggunakan underlying ini baru
diberlakukan per November Tahun 2014 di Bank Muamalat Indonesia, hal ini
terjadi karena Bank Muamalat Indonesia baru mendapatkan re-announce dari
Bank Indonesia dan Bank Indonesia juga baru benar-benar mewajibkan kembali
ketentuan tersebut.
Jenis kegiatan transaksi yang menggunakan underlying ada bermacam-
macam. Berikut adalah jenis underlying transaksi tersebut, yaitu:
1. Kegiatan ekspor-impor barang
2. Pembayaran jasa, seperti:
a) Biaya sekolah di luar negeri
b) Biaya berobat ke luar negeri
c) Biaya perjalanan ke luar negeri untuk keperluan haji dan wisata
lainnya
d) Pembayaran atas jasa konsultan luar negeri
56
e) Pembayaran yang terkait dengan pengguanaan tenaga kerja asing di
Indonesia
3. Pembayaran utang dalam valuta asing
4. Pembelian atas pembelian aset di luar negeri
5. Kegiatan usaha pedagang valuta asing non bank yang memiliki izin dari
Bank Indonesia yang masih berlaku
6. Kegiatan usaha travel agent
Dari jenis-jenis underlying transaksi yang telah disebutkan, transaksi
underlying yang paling banyak digunakan dalam transaksi valas di Bank
Muamalat Indonesia adalah transaksi untuk ekspor-impor barang dan jasa,
transaksi tersebut kurang lebih memberikan kontribusi 70% dari transaksi
valas.
Dalam kegiatan ekspor-impor barang dan jasa ini biasanya dilakukan ke
beberapa negara, akan tetapi kalau transaksi tersebut menggunakan mata uang
USD itu bukan untuk dan dari negara yang mendapatkan embargo dari ofac,
ofac (office of foreign assets control) merupakan lembaga yang berada di
bawah Departement Keuangan Amerika Serikat (AS) dan berhak
mengembargo perdagangan atas negara yang terdaftar bahkan kerja sama
dengannya. Negara-negara yang termasuk negara ofac diantaranya adalah
korea utara, iran, sudan dan masih banyak yang lainnya. Jadi, negara yang
termasuk dalam negara yang mendapatkan embargo dari ofac tidak dapat
bertransaksi dengan menggunakan USD karena negara tersebut sudah menjadi
57
black list-nya USA. Kegiatan ekspor-impor barang dan jasa ini juga biasanya
dilakukan untuk transaksi pembayaran ekspor dan impor mesin, minyak dan
gas, non minyak dan gas, jasa konsultan dan masih banyak yang lainnya.
Dalam kegiatan transaksi valuta asing yang dilakukan oleh Bank
Muamalat Indonesia di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) harus
menggunakan underlying sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila
nasabah yang melakukan transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00
(seratus ribu US Dollar) dan tidak menggunakan underlying maka nasabah
tersebut dikenakan denda sebesar 10 juta rupiah sampai dengan 10 milyar
rupiah sesuai dengan kesalahan yang dilanggar.
C. Analisis Praktik Transaksi Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia
Jika diperhatikan, penulis melihat bahwa kegiatan transaksi valuta asing di
Bank Muamalat Indonesia sudah sepenuhnya mengikuti ketentuan yang telah
diatur oleh regulator yaitu Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu pada fatwa DSN-MUI No.
28/DSN-MUI/III/2002 yang menyatakan bahwa dalam transaksi valuta asing
harus dengan tunai atau yang biasa disebut dengan spot dan juga harus
terbebas dari unsur spekulasi seperti maisir, gharar dan riba. Seperti yang
telah dijelaskan dalam fatwa DSN-MUI tersebut dalam ketentuan kedua ayat
(1) bahwasanya kegiatan transaksi valuta asing yang dibolehkan dalam prinsip
syariah yaitu hanya transaksi spot saja, dimana dalam transaksi tersebut
penyerahannya dilakukan pada saat itu juga (over the counter) atau
58
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari, dan waktu dua
hari ini dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan
merupakan transaksi internasional. Begitupun dengan transaksi yang
dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia yang menggunakan transaksi spot
dalam kegiatan transaksi valuta asing. Adapun untuk mata uang yang
digunakan di Bank Muamalat Indonesia ini ada 7 macam, yaitu: USD, EUR,
SGD, AUD, JPY, SAR dan MYR.
Mengenai regulasi yang diatur oleh Bank Indonesia dalam PBI No.
10/28/PBI/2008 dan PBI No. 16/17/PBI/2014 yang mengatur bahwa dalam
setiap pembelian transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu
US Dollar) harus menggunakan underlying, Bank Muamalat Indonesia juga
sudah mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang ada yaitu dengan
menerapkan underlying pada setiap transaksi valuta asing di atas USD
100,000.00 (seratus ribu US Dollar). Dan juga memberikan sanksi berupa
denda sebesar 10 juta rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah kepada siapapun
yang melanggar aturan tersebut.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah para trader untuk melakukan
trading atau melakukan spekulasi dalam transaksi valuta asing. Karena saat ini
sangat banyak yang melakukan trading atau spekulasi dalam transaksi valuta
asing untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, Bank Indonesia
mengeluarkan regulasi tersebut yang diharapkan dapat mengurangi spekulasi
dalam transaksi valuta asing.
59
Sejauh ini praktik transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak ada yang
melakukan spekulasi, baik itu dalam transaksi valuta asing di bawah ataupun
di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar). Karena semua harus jelas
baik itu terkait mengenai tanggal penyerahan, tujuan transaksi dan jumlah
transaksi untuk menghindari spekulasi tersebut. Hal ini terbukti bahwa sampai
saat ini Bank Muamalat Indonesia masih dipercaya sebagai bank syariah
terbesar dan juga dipercaya untuk menjadi bank devisa yang memberikan
fasilitas jasa pelayanan dalam transaksi valuta asing. Sehingga sampai dengan
saat ini Bank Muamalat Indonesia memiliki banyak nasabah baik itu eksportir
maupun importir yang masih tetap percaya dan loyal untuk melakukan
transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia.
Pada intinya, penulis melihat bahwa Bank Muamalat Indonesia ini benar-
benar menerapkan prinsip kehati-hatian yang memang sudah menjadi dasar
pada setiap bank syariah termasuk juga dalam transaksi valuta asing ini. Bank
Muamalat Indonesia melayani kebutuhan nasabah dalam transaksi valuta
asing dengan mengedepankan prinsip-prinsip Islam agar tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan dapat terbebas dari spekulasi. Dan tentunya tidak
menimbulkan risiko yang tidak diinginkan seperti misalnya risiko loss atau
risiko kerugian bagi keduabelah pihak baik itu pihak nasabah maupun Bank
Muamalat itu sendiri.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan
bahwa:
1. Implementasi underlying pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat
Indonesia, yaitu mengacu kepada peraturan yang telah ditetapkan oleh
bank sentral dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Seperti halnya pada transaksi valuta asing yang
mengharuskan untuk menggunakan underlying pada setiap transaksi di
atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan
per Nasabah atau per Pihak Asing. Dalam praktiknya, Bank Muamalat
Indonesia sudah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku yang sudah
ditetapkan oleh bank sentral dan DSN-MUI. Ketentuan tersebut telah
dilaksanakan per November Tahun 2014 lalu.
2. Jenis transaksi valuta asing yang digunakan oleh Bank Muamalat
Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Transaksi Spot: penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal
transaksi.
b. Transaksi Today (TOD): penyerahan dana (value date) sama dengan
tanggal transaksi.
60
61
c. Transaksi Tomorrow (TOM): penyerahan dana dilakukan pada hari
kerja berikutnya atau satu hari kerja setelah tanggal transaksi.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah penulis tuangkan dalam skripsi ini, penulis
mencoba memberikan beberapa saran kepada pembaca dan pihak-pihak yang
bersangkutan dalam transaksi valuta asing, agar bisa menjaga nilai-nilai yang ada
pada hukum Islam. Agar tidak terjadi spekulasi dalam transaksi valuta asing,
stabilitas nilai rupiah pun tetap terjaga. Dan juga kepada Bank Syariah yang
memfasilitasi seluruh transaksi perbankanyang mengacu pada regulasi perbankan
yang ada di Indonesia dan fatwa yang ditetapkan oleh DSN agar tetap bisa
Istiqomah dalam menjaga nilai-nilai Islam dengan tetap memegang teguh prinsip
kehati-hatian, agar perekonomian Islam di Indonesia semakin maju.
62
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000.
Suyanto, Bagong. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
Kementrian Keuangan RI. Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritas
Syariah (Efek Beragun Aset Syariah). Jakarta: Kementrian Keuangan RI, 2010.
Rohaety Eti, Tresnati Ratih. Kamus Istilah Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.
Azharuddin Lathif. Fiqh Muammalat. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005.
Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia. Bank Syari’ah:
Konsep Produk dan Implementasi Operasional. Jakarta: Djambatan, 2001.
Risk Manajemen Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko
Level-1. Jakarta: Risk Manajemen Center Indonesia, 2005.
Berlianta, Heli Charisma. Mengenal Valuta Asing. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2004.
Nurul, Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
63
Nadya, Amla Eva. “Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Ikatan Bankir Indonesia. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2014.
Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Adiwarman Karim. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers,
2011.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara.
Jakarta: Bank Indonesia, 2006.
Nani Triwahyuni. “Pelaksanaan Analisis Pemberian Kredit di PT. Bank HAGA
Cabang Semarang”. Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Semarang, 2008.
Kasmir. Manajemen Perbankan . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Wawancara:
Wawancara Pribadi dengan Amiril Zulhaj. Jakarta 19 Januari 2015.
64
Website:
Artikel diakses pada tanggal 15 November 2014 dari
http://ilmuperbankan.blogspot.com/.
Artikel diakses pada tanggal 04 Maret 2015 dari
http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat.
Artikel diakses pada tanggal 04 Maret 2015 dari
http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-and-misi
Artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari
http://www.bankmuamalat.co.id/layanan/international-banking
Diyya. Artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari https://diyya.wordpress.com.
HASIL WAWANCARA
1. Bagaimana mekanisme transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia?
Jawaban:
Transaksi forex di Bank Muamalat Indonesia didasarkan pada kebutuhan
nasabah dan ketentuan dari DSN. Produk yang ada berkisar dari Spot,
Tomorrow atau today, bergantung kepada kondisi dan kebutuhan nasabah.
Mekanisme transaksinya yaitu sebagai berikut:
a. Nasabah menghubungi dealing room (treasury sales) untuk konfirmasi
rate.
b. Treasury Sales (TS) akan meminta rate kepada forex dealer.
c. Forex dealer akan mengecek rate ke market.
d. Forex dealer memberikan rate yang dapat diberikan kepada treasury
sales, sudah termasuk spread untuk laba Bank Muamalat Indonesia.
e. Treasury sales memberikan rate tersebut kepada nasabah, apabila deal,
maka transaksi dapat dijalankan.
f. Nasabah wajib menjalankan transaksi setelah deal.
g. Setelah deal, forex dealer akan melakukan squaring ke market.
h. Nasabah datang ke counter untuk melakukan transaksi, dengan dokumen-
dokumen yang diperlukan.
i. Teller/ back office/ marketing konfirmasi transaksi nasabah, apabila sesuai
maka transaksi dijalankan. Apabila berbeda, dealing room akan
melakukan konfirmasi kembali kepada nasabah.
Adapun settlement flow nya sebagai berikut:
a. Dari teller, transaksi nasabah akan dilanjutkan ke back office. Jika transaksi
tersebut merupakan remittance, back office akan meneruskan transaksi ke
International Banking Operation (IBO).
b. Dari dealing room, setelah deal, deal ticket diteruskan ke IBO dan
transaksi dijalankan atau settle disana.
2. Apakah terdapat syarat khusus yang ditentukan oleh Bank Muamalat
Indonesia selain syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh regulator?
Jawaban:
a. Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah patuh kepada regulator,
yaitu bank sentral dan DSN. Implementasinya tentu saja mengacu kepada
peraturan yang ditetapkan oleh mereka.
b. Syarat tersebut seperti nilai maksimum transaksi tanpa underlying per
nasabah per bulan, underlying yang dapat digunakan untuk melakukan
transaksi jual beli forex, batasan transfer rupiah ke luar negeri dan lain-
lain.
3. Bagaimana upaya Bank Muamalat Indonesia dalam meminimalisir potensi
terjadinya risiko dalam transaksi valas?
Jawaban:
a. Risiko dalam transaksi valas beragam, mulai dari risiko market, risiko
counterpart, risiko operasional, dan risiko lainnya.
b. Untuk meminimalisir risiko market, Bank Muamalat Indonesia selalu
melakukan squaring atas transaksi yang dilakukan dengan nasabah,
sehingga terhindar dari fluktuasi market yang sering kali terjadi dan dapat
menimbulkan risiko loss.
c. Risiko counterpart dapat diminimalisir dengan analisa dari financial
institution division, dimana setiap counterpart Bank Muamalat Indonesia
memiliki limit transaksi maksimal.
d. Risiko dengan nasabah dapat diminimalisir dengan memonitor kebiasaan
transaksi nasabah dan jumlah dana yang dimiliki nasabah sehingga dapat
diminimalisir kemungkinan default.
4. Apakah dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian khusus untuk memenuhi
ketentuan Bank Indonesia terkait regulasi transaksi valas?
Jawaban:
Tidak ada, hanya penyesuaian terhadap produk funding dan financing
apabila terkait.
5. Apa kendala yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia terkait penerapan
ketentuan yang baru diberlakukan tentang transaksi valas oleh Bank?
Bagaimana Bank Muamalat Indonesia menyikapi kendala tersebut?
Jawaban:
Kendala yang ditemui adalah sosialisasi ke cabang-cabang seluruh
Indonesia dan Kuala Lumpur. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan
melakukan training secara berkala.
6. Apakah penerapan ketentuan mengenai transaksi valas oleh Bank
mempengaruhi volume transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia (jika
dibandingkan dengan transaksi valas sebelum ketentuan tersebut ada)? Dan
berapa persentase perubahannya?
Jawaban:
Tidak ada pengaruh signifikan dari ketentuan tersebut. Hal itu disebabkan
transaksi yang dilakukan adalah transaksi riil berdasarkan kebutuhan dari
nasabah.
7. Jenis transaksi underlying apa yang paling banyak digunakan dalam transaksi
valas di Bank Muamalat Indonesia (apakah kegiatan ekspor-impor barang,
pembayaran jasa, pembayaran utang, pembayaran asset, kegiatan usaha
dagang)? Seberapa banyak persentase transaksi yang dilakukan setiap
bulannya?
Jawaban:
a. Yang mendominasi adalah kegiatan ekspor-impor barang.
b. Transaksi tersebut kurang lebih memberikan kontribusi 70% dari transaksi
forex di Bank Muamalat Indonesia.
Fatwa MUI tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). MENIMBANG :
1. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
2. Bahwa dalam ‘urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
3. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman
MENGINGAT :
“Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: “…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
“Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri : Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)’ (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
“Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum , sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”
“Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: “(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”
“Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
“Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin A rqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
“Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf : Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
MEMPERHATIKAN :
1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKAN Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF). Pertama : Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
2. Ada kebutuhan transaks atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing 1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk
penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pem belian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2×24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi).
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 10/ 28 /PBI/2008
TENTANG
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa salah satu tugas utama Bank Indonesia adalah mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah;
b. bahwa Bank Indonesia tetap melaksanakan sistem devisa bebas
yang selama ini berlaku;
c. bahwa dalam situasi keuangan global yang bergejolak perlu upaya
untuk meminimalkan transaksi pembelian valuta asing terhadap
rupiah untuk tujuan spekulatif;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, dipandang perlu untuk mengatur
ketentuan mengenai Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah
kepada Bank dalam suatu Peraturan Bank Indonesia;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor…
-2-
Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 142, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3844);
M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PEMBELIAN
VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
Nasabah…
-3-
2. Nasabah adalah :
a. perorangan yang memiliki kewarganegaraan Indonesia; atau
b. badan usaha selain Bank yang berbadan hukum Indonesia, berdomisili di Indonesia,
dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Pihak Asing adalah :
a. warga negara asing;
b. badan hukum asing atau lembaga asing lainnya;
c. warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident)
negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia;
d. kantor Bank di luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia; atau
e. kantor perusahaan di luar negeri dari perusahaan yang berbadan hukum Indonesia.
4. Warga Negara Asing adalah orang yang memiliki kewarganegaraan selain Indonesia,
termasuk yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di Indonesia.
5. Badan Hukum Asing atau lembaga asing lainnya adalah badan hukum atau lembaga asing
yang didirikan di luar negeri .
6. Underlying transaksi adalah kegiatan yang mendasari pembelian valuta asing terhadap
rupiah.
Pasal 2
(1) Nasabah atau Pihak Asing dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah
kepada Bank.
(2) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank
diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau
per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying.
(3) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan paling banyak sebesar nominal
underlying transaksinya.
Pasal 3 …
-4-
Pasal 3
(1) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah meliputi transaksi spot, transaksi
forward, dan transaksi derivatif lainnya.
(2) Apabila Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank
diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah,
Nasabah wajib melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggungjawabkan;
b. fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP); dan
c. pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang
berwenang dari Nasabah mengenai kebenaran dokumen underlying sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk
pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying
dalam sistem perbankan di Indonesia.
Pasal 4
(1) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Pihak Asing meliputi transaksi spot
outright. Transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit
valuta asing oleh Bank.
(2) Apabila Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank
diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing,
Pihak Asing wajib melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggungjawabkan; dan
b. pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang
dari Pihak Asing atau pernyataan yang authenticated dari Pihak Asing mengenai
kebenaran dokumen underlying sebagaimana dimaksud pada huruf a dan bahwa
dokumen…
-5-
dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah
paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia.
Pasal 5
Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank tanpa
underlying hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD100.000 (seratus ribu US
Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing.
Pasal 6
Bank yang melayani pembelian valuta asing oleh Nasabah atau Pihak Asing sampai dengan
USD100.000 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, wajib meminta surat pernyataan dari Nasabah atau
dari Pihak Asing, bermaterai cukup atau pernyataan yang authenticated dari Pihak Asing
yang menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap rupiah tidak lebih dari
USD100.000 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing dari
seluruh sistem perbankan di Indonesia.
Pasal 7
Bank wajib menatausahakan dokumen underlying transaksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4.
Pasal 8
Bank bertanggungjawab terhadap kelengkapan persyaratan yang disampaikan oleh Nasabah
atau Pihak Asing.
Pasal 9
Bank dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap pelanggaran atas Pasal 2 ayat
(3), Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, dan Pasal 5.
Pasal 10…
-6-
Pasal 10
Transaksi yang sedang berjalan sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini dan belum
jatuh tempo setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, tidak tunduk pada ketentuan
dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
Pasal 11
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 November 2008, kecuali
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf c, Pasal 4 ayat
(2), dan Pasal 7 mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 November 2008
GUBERNUR BANK INDONESIA,
BOEDIONO Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 November 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 172
DPD
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR : 10/ 28 /PBI/2008
TENTANG
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK
I. UMUM
Pengaturan ini tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku
selama ini, dimana setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Ketentuan ini bukan merupakan kebijakan kontrol
devisa atau kontrol kapital yang membatasi arus modal lintas negara, melainkan
hanya mengatur tata cara perolehan devisa melalui bank dengan memenuhi
persyaratan tertentu, tanpa membatasi kebebasan pelaku ekonomi atas penggunaan
devisa yang dimiliki.
Sebagai lembaga yang memiliki tugas utama mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia berupaya meminimalkan transaksi valuta
asing terhadap rupiah yang bersifat spekulatif. Langkah kebijakan tersebut
diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas nilai rupiah sehingga memberikan
kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3…
-2-
Pasal 3
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi today dan
tomorrow. Pengertian transaksi derivatif lainnya termasuk namun tidak
terbatas pada transaksi options.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Termasuk dalam pengertian transaksi spot outright adalah transaksi
today dan tomorrow. Tidak termasuk transaksi derivatif dengan
kombinasi transaksi spot.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal underlying adalah surat berharga, maka nilai nominal
underlying yang digunakan untuk pembelian valuta asing
terhadap rupiah adalah sebesar nilai surat berharga ditambah
kupon, capital gain, dan penerimaan terkait lainnya.
Dalam hal underlying adalah pemberian kredit, maka nilai
nominal underlying yang digunakan untuk pembelian valuta
asing terhadap rupiah adalah sebesar nilai pokok ditambah bunga
dan penerimaan terkait lainnya.
Dalam hal Pihak Asing melakukan repatriasi maka berlaku
ketentuan yang mengatur mengenai penanaman modal.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 5…
-3-
Pasal 5
Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada
Bank tersebut dihitung secara gross dan bersifat kumulatif.
Contoh 1:
Apabila pada tanggal 3 Desember 2008 terdapat Nasabah A yang melakukan
pembelian valas terhadap rupiah sebesar USD50.000 (lima puluh ribu US
Dollar) kepada Bank X dan pada tanggal yang sama Nasabah tersebut juga
melakukan penjualan valas terhadap rupiah sebesar USD25.000 (dua puluh
lima ribu US Dollar), maka perhitungan jumlah pembelian valas yang telah
dilakukan oleh Nasabah A pada Bank X adalah USD50.000 (lima puluh ribu
US Dollar).
Contoh 2:
Apabila pada tanggal 3 Desember 2008 terdapat Nasabah X melakukan
pembelian valas terhadap rupiah sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu US
Dollar) kepada Bank A, kemudian pada tanggal 5 Desember 2008 Nasabah X
melakukan pembelian valas terhadap rupiah sebesar USD50.000 (lima puluh
ribu US Dollar) kepada Bank B, maka pembelian valas Nasabah X pada bulan
Desember 2008 adalah sebesar USD80.000 (delapan puluh ribu US Dollar).
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10…
-4-
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008
NOMOR 4921
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/17/PBI/2014
TENTANG
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH
ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah;
b. bahwa kestabilan nilai Rupiah yang salah satunya
dipengaruhi oleh kestabilan nilai tukar Rupiah
memerlukan dukungan pasar keuangan yang sehat
khususnya pasar valuta asing domestik untuk
menjaga kelangsungan kegiatan ekonomi nasional;
c. bahwa untuk menjaga kelangsungan kegiatan
ekonomi nasional dibutuhkan upaya pendalaman
pasar valuta asing domestik dengan memberikan
fleksibilitas bagi pelaku ekonomi, termasuk pihak
asing, dalam melakukan transaksi valuta asing
terhadap Rupiah;
d. bahwa peran Bank Indonesia diperlukan untuk
mendorong pendalaman pasar valuta asing melalui
pengaturan yang komprehensif, khususnya terkait
dengan transaksi valuta asing terhadap Rupiah yang
dilakukan antara Bank dengan pihak asing;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia
tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah
antara Bank dengan Pihak Asing;
Mengingat …
- 2 -
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3844);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG TRANSAKSI
VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK
DENGAN PIHAK ASING.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank
Umum …
- 3 -
Umum Syariah serta Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
termasuk kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri
namun tidak termasuk kantor Bank Umum dan Bank Umum Syariah
berbadan hukum Indonesia yang beroperasi di luar negeri.
2. Pihak Asing adalah:
a. warga negara asing;
b. badan hukum asing atau lembaga asing lainnya;
c. warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap
(permanent resident) negara lain dan tidak berdomisili di
Indonesia;
d. kantor Bank di luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di
Indonesia;
e. kantor perusahaan di luar negeri dari perusahaan yang berbadan
hukum Indonesia.
3. Warga negara asing adalah orang yang memiliki kewarganegaraan
selain Indonesia, termasuk yang memiliki izin menetap atau izin tinggal
di Indonesia.
4. Badan Hukum Asing atau Lembaga Asing lainnya adalah badan hukum
atau lembaga asing yang didirikan di luar negeri, namun tidak
termasuk:
a. kantor cabang Bank asing di Indonesia;
b. perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA);
c. badan hukum asing atau lembaga asing yang memiliki kegiatan
yang bersifat nirlaba.
5. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah transaksi jual beli
valuta asing terhadap Rupiah dalam bentuk:
a. transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta
today dan/atau valuta tomorrow;
b. transaksi derivatif valuta asing terhadap Rupiah yang standar
(plain vanilla) dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi
lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
6. Underlying Transaksi adalah kegiatan yang mendasari pembelian atau
penjualan valuta asing terhadap Rupiah.
7. Kredit …
- 4 -
7. Kredit atau Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga atau imbalan, termasuk:
a. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah
yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
atau
c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
8. Transfer Rupiah adalah pemindahan sejumlah dana Rupiah yang
ditujukan kepada penerima dana untuk kepentingan Bank ataupun
nasabah Bank, baik melalui setoran tunai maupun pemindahbukuan
antar rekening pada Bank yang sama atau Bank yang berbeda, yang
menyebabkan bertambahnya saldo rekening Rupiah penerima dana.
9. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi,
sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau
suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang, termasuk obligasi
yang diterbitkan oleh lembaga multilateral atau supranasional yang
seluruh dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk
kepentingan pembiayaan kegiatan ekonomi di Indonesia, termasuk
surat berharga yang berdasarkan prinsip syariah.
10. Transaksi Spot adalah transaksi jual atau beli antara valuta asing
terhadap Rupiah dengan penyerahan dananya dilakukan 2 (dua) hari
kerja setelah tanggal transaksi. Termasuk dalam pengertian Transaksi
Spot adalah transaksi dengan penyerahan valuta pada hari yang sama
(today) atau dengan penyerahan 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
transaksi (tomorrow).
11. Transaksi Derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak
atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari
nilai tukar dalam bentuk transaksi forward, swap, option valuta asing
terhadap Rupiah, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan
dengan itu.
12. Prime …
- 5 -
12. Prime Bank adalah bank yang memiliki peringkat investasi tertentu dari
lembaga pemeringkat dan total aset yang termasuk dalam 200 (dua
ratus) besar dunia berdasarkan informasi yang tercantum dalam
Banker’s Almanac.
BAB II
TRANSAKSI
Bagian Kesatu
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
Pasal 2
(1) Bank dapat melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
dengan Pihak Asing atas dasar suatu kontrak.
(2) Dalam melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib memiliki pedoman
internal tertulis.
Pasal 3
(1) Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Bank dengan
Pihak Asing di atas jumlah tertentu (threshold) wajib memiliki
Underlying Transaksi.
(2) Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
seluruh kegiatan:
a. perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri;
dan/atau
b. investasi berupa foreign direct investment, portfolio investment,
pinjaman, modal, dan investasi lainnya di dalam dan di luar
negeri.
(3) Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
termasuk:
a. penggunaan …
- 6 -
a. penggunaan Sertifikat Bank Indonesia untuk Transaksi Derivatif;
dan
b. penempatan dana pada Bank (vostro) antara lain berupa
tabungan, giro, deposito, dan Negotiable Certificate of Deposit
(NCD).
Bagian Kedua
Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing
Pasal 4
(1) Jumlah tertentu (threshold) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing
kepada Bank melalui Transaksi Spot adalah USD100,000.00 (seratus
ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau
ekuivalennya.
(2) Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melebihi nilai nominal
Underlying Transaksi.
(3) Dalam hal nilai nominal Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak dalam kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar
Amerika Serikat) maka terhadap nilai nominal Underlying Transaksi
dimaksud dapat dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan
USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat).
Bagian Ketiga
Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing
Pasal 5
(1) Jumlah tertentu (threshold) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) untuk Transaksi Derivatif jual antara Bank dengan Pihak Asing dan
Transaksi Derivatif beli antara Bank dengan Pihak Asing adalah
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) baik per transaksi
per Pihak Asing maupun per posisi (outstanding) masing-masing
Transaksi …
- 7 -
Transaksi Derivatif jual dan Transaksi Derivatif beli per Bank atau
ekuivalennya.
(2) Transaksi Derivatif jual antara Bank dengan Pihak Asing dan Transaksi
Derivatif beli antara Bank dengan Pihak Asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang melebihi nilai nominal Underlying Transaksi.
(3) Dalam hal nilai nominal Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak dalam kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar
Amerika Serikat) maka terhadap nilai nominal Underlying Transaksi
dimaksud dapat dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan
USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat).
(4) Jangka waktu Transaksi Derivatif dilarang melebihi jangka waktu
Underlying Transaksi.
Pasal 6
(1) Kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui Transaksi Spot
di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan
per Pihak Asing atau ekuivalennya tidak berlaku untuk penyelesaian
Transaksi Derivatif awal yang dilakukan melalui:
a. perpanjangan transaksi (roll over), sepanjang jangka waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka
waktu Underlying Transaksi awal;
b. percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c. pengakhiran transaksi (unwind).
(2) Kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk Transaksi Derivatif
antara Bank dengan Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat) per transaksi per Pihak Asing atau ekuivalennya
tidak berlaku untuk penyelesaian Transaksi Derivatif awal yang
dilakukan melalui:
a. perpanjangan transaksi (roll over), sepanjang jangka waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka
waktu Underlying Transaksi awal;
b. percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c. pengakhiran …
- 8 -
c. pengakhiran transaksi (unwind).
Pasal 7
Dalam hal Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif berupa investasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b maka Transaksi
Derivatif wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. terdapat realisasi investasi;
b. nilai Transaksi Derivatif untuk investasi paling banyak sebesar nilai
realisasi investasi yang tercantum dalam dokumen Underlying
Transaksi;
c. penghasilan dari investasi yang akan diterima (future income) yang
belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya, tidak dapat
digunakan sebagai Underlying Transaksi; dan
d. jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1 (satu) minggu yang
dihitung berdasarkan tanggal dimulainya Transaksi Derivatif sampai
dengan tanggal jatuh waktu Transaksi Derivatif dan paling lama sama
dengan jangka waktu investasi.
Pasal 8
(1) Persyaratan Transaksi Derivatif dengan jangka waktu paling singkat 1
(satu) minggu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d
dikecualikan untuk transaksi forward beli valuta asing terhadap
Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing dalam rangka penyelesaian
transaksi kegiatan investasi.
(2) Transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing dalam rangka penyelesaian transaksi kegiatan
investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. jangka waktu transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah
antara Bank dengan Pihak Asing sama dengan jangka waktu
penyelesaian transaksi kegiatan investasi; dan
b. tanggal …
- 9 -
b. tanggal dimulainya transaksi forward beli valuta asing terhadap
Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing maupun berakhirnya
transaksi forward beli dimaksud sama dengan tanggal dimulainya
dan berakhirnya penyelesaian transaksi kegiatan investasi.
Pasal 9
Penghasilan dari investasi meliputi penghasilan yang telah diterima dan
penghasilan yang akan diterima (future income).
Pasal 10
Dalam hal terdapat penghasilan dari investasi yang akan diterima (future
income) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang jumlah dan waktu
penerimaannya dapat dipastikan maka apabila dilakukan Transaksi
Derivatif wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi Derivatif hanya dapat dilakukan melalui transaksi forward
jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing;
b. transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi yang telah diterima
oleh Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan jangka waktu paling
singkat 1 (satu) minggu;
c. transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi yang akan diterima
(future income) oleh Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan jangka
waktu paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sesuai dengan
jangka waktu penerimaan penghasilan; dan
d. nilai transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi paling banyak
sebesar nilai penghasilan dari investasi yang tercantum dalam
dokumenUnderlying Transaksi.
Pasal …
- 10 -
Pasal 11
(1) Dalam hal penghasilan dari investasi yang akan diterima (future income)
yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c berupa dividen,
terhadap dividen dimaksud dapat dilakukan Transaksi Derivatif
sebelum adanya kepastian jumlah dan waktu penerimaan.
(2) Dalam hal Transaksi Derivatif dilakukan atas future income berupa
dividen yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Transaksi Derivatif wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi Derivatif hanya dapat dilakukan melalui transaksi
forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan
Pihak Asing;
b. nilai Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud pada huruf a
paling banyak sebesar nilai estimasi dividen yang akan diterima
Pihak Asing berdasarkan dokumen Underlying Transaksi;
c. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu dan paling
lama sampai dengan jangka waktu penerimaan dividen;
d. dalam hal selama periode Transaksi Derivatif terdapat keputusan
manajemen perusahaan yang dapat memberikan kepastian
mengenai jumlah dan waktu pembayaran dividen yang akan
diterima Pihak Asing, Bank memastikan bahwa Pihak Asing
melakukan penyesuaian atas jumlah Transaksi Derivatif Pihak
Asing menjadi paling banyak sesuai dengan jumlah dividen yang
sudah pasti akan diterima oleh Pihak Asing dan jangka waktu
Transaksi Derivatif menjadi sesuai dengan tanggal pembayaran
dividen; dan
e. Bank memastikan bahwa Pihak Asing tidak melakukan penjualan
saham yang dividennya digunakan sebagai Underlying Transaksi
dari Transaksi Derivatif sampai dengan batas waktu saham masih
memiliki hak atas dividen yang dijadikan Underlying Transaksi.
Pasal …
- 11 -
Pasal 12
Transaksi Derivatif dapat pula dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing
dalam rangka cover hedging Bank.
Bagian Keempat
Larangan Transaksi Bagi Bank
Pasal 13
Bank dilarang melakukan transaksi tertentu dengan Pihak Asing yang
meliputi:
a. pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam Rupiah dan/atau valuta
asing;
b. penempatan dalam Rupiah;
c. pembelian Surat Berharga dalam Rupiah yang diterbitkan oleh Pihak
Asing;
d. tagihan antar kantor dalam Rupiah;
e. tagihan antar kantor dalam valuta asing dalam rangka pemberian
Kredit atau Pembiayaan di luar negeri; dan
f. penyertaan modal dalam Rupiah;
Pasal 14
(1) Bank dilarang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
apabila transaksi atau potensi transaksi tersebut terkait dengan
structured product.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi Bank
sebagai penerbit structured product maupun Bank sebagai agen penjual
(selling agent) structured product.
Pasal 15
(1) Larangan terhadap pemberian Kredit atau Pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf a tidak berlaku terhadap:
a. Kredit …
- 12 -
a. Kredit atau Pembiayaan non tunai atau garansi yang terkait dengan
kegiatan investasi di Indonesia yang memenuhi persyaratan
berikut:
1. memperoleh counter guaranty (kontra garansi) dari Prime
Bank yang bukan merupakan:
a) kantor cabang Bank di luar negeri; dan
b) kantor cabang bank asing baik di dalam maupun di luar
negeri; atau
2. adanya jaminan setoran sebesar 100% (seratus persen) dari
nilai garansi yang diberikan.
b. Kredit atau Pembiayaan dalam bentuk sindikasi yang memenuhi
persyaratan berikut:
1. mengikutsertakan Prime Bank sebagai lead bank;
2. diberikan untuk pembiayaan proyek di sektor riil untuk
usaha produktif yang berada di wilayah Indonesia; dan
3. kontribusi bank asing sebagai anggota sindikasi lebih besar
dibandingkan dengan kontribusi Bank di dalam negeri.
c. kartu kredit;
d. Kredit atau Pembiayaan konsumsi yang digunakan di dalam negeri;
e. cerukan intrahari dalam Rupiah atau valuta asing yang didukung
oleh dokumen-dokumen yang bersifat authenticated yang
menunjukkan konfirmasi akan adanya dana masuk ke rekening
bersangkutan pada hari yang sama dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia;
f. cerukan dalam Rupiah atau valuta asing karena pembebanan biaya
administrasi; dan
g. pengambilalihan tagihan dari badan yang ditunjuk pemerintah
untuk mengelola aset-aset Bank dalam rangka restrukturisasi
perbankan Indonesia oleh Pihak Asing yang pembayarannya
dijamin oleh Prime Bank.
(2) Prime Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki peringkat investasi yang diberikan oleh lembaga
pemeringkat paling kurang:
1. BBB- …
- 13 -
1. BBB- dari lembaga pemeringkat Standard & Poors;
2. Baa3 dari lembaga pemeringkat Moody’s;
3. BBB- dari lembaga pemeringkat Fitch; atau
4. setara dengan angka 1, angka 2, dan/atau angka 3
berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
berdasarkan penilaian terhadap prospek usaha jangka panjang
(long term outlook) Bank tersebut; dan
b. memiliki total aset yang termasuk dalam 200 (dua ratus) besar
dunia berdasarkan informasi yang tercantum dalam Banker’s
Almanac.
Pasal 16
Larangan pembelian Surat Berharga dalam Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf c tidak berlaku terhadap:
a. pembelian Surat Berharga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor
barang dari Indonesia dan impor barang ke Indonesia serta
perdagangan dalam negeri; dan
b. pembelian bank draft dalam Rupiah yang diterbitkan oleh bank di luar
negeri untuk kepentingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di
luar negeri dan dana Rupiah tersebut diterima di dalam negeri oleh
bukan Pihak Asing.
Bagian Kelima
Transfer Rupiah
Pasal 17
Bank dilarang melakukan Transfer Rupiah ke luar negeri.
Pasal 18
(1) Bank dapat melakukan Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki
Pihak Asing dan/atau yang dimiliki secara gabungan (joint account)
antara …
- 14 -
antara Pihak Asing dengan bukan Pihak Asing pada Bank di dalam
negeri apabila:
a. nilai nominal Transfer Rupiah sampai dengan ekuivalen
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per hari per
Pihak Asing; atau
b. dilakukan antar rekening Rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing
yang sama.
(2) Dalam hal Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asing yang
berasal dari selain Transaksi Derivatif dengan nilai nominal di atas
ekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per hari
per Pihak Asing, Bank penerima Transfer Rupiah wajib memastikan
bahwa Pihak Asing memiliki Underlying Transaksi.
(3) Dalam hal Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asing
dalam rangka penyelesaian Transaksi Derivatif awal melalui:
a. perpanjangan transaksi (roll over), sepanjang jangka waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka
waktu Underlying Transaksi awal;
b. percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c. pengakhiran transaksi (unwind),
Bank tidak wajib memintaUnderlying Transaksi kepada Pihak Asing.
(4) Bank penerima dari suatu Transfer Rupiah yang ditujukan kepada
Pihak Asing wajib melakukan verifikasi terhadap status pihak penerima
dana.
BAB III
PENYELESAIAN TRANSAKSI
Pasal 19
(1) Penyelesaian Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing wajib
dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
(2) Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing
dapat dilakukan secara netting atau dengan pemindahan dana pokok
secara penuh.
(3) Penyelesaian …
- 15 -
(3) Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing yang
dapat dilakukan secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
hanya berlaku untuk perpanjangan transaksi (roll over), percepatan
penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi
(unwind).
(4) Penyelesaian untuk penyesuaian Transaksi Derivatif atas pembayaran
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d dapat
dilakukan secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Jangka waktu Transaksi Derivatif untuk penyelesaian perpanjangan
transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early
termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dalam rangka
investasi paling singkat 1 (satu) minggu yang dihitung berdasarkan
tanggal dimulainya Transaksi Derivatif sampai dengan tanggal jatuh
waktu Transaksi Derivatif, dan paling lama sama dengan jangka waktu
investasi.
Pasal 20
(1) Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing
secara netting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dengan
nilai nominal paling banyak sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat) dapat dilakukan sepanjang didukung dengan
Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif awal.
(2) Dalam hal pada saat penyelesaian Transaksi Derivatif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pihak Asing tidak dapat menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi maka penyelesaian Transaksi Derivatif
dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
BAB …
- 16 -
BAB IV
DOKUMEN TRANSAKSI
Bagian Kesatu
Jenis Dokumen Underlying Transaksi
Pasal 21
(1) Jenis dokumen Underlying Transaksi ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Penetapan jenis dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Bagian Kedua
Dokumen Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing
Pasal 22
(1) Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah kepada Bank melalui Transaksi Spot dengan nilai nominal di
atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per
Pihak Asing atau ekuivalennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan
dokumen sebagai berikut:
a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun yang
berupa perkiraan; dan
b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang
authenticated dari Pihak Asing yang berisi informasi mengenai:
1. keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
2. penggunaan dokumen Underlying Transaksi untuk pembelian
valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal
Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia.
3. jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying
Transaksi …
- 17 -
Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa
perkiraan.
(2) Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah kepada Bank melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per
Pihak Asing atau ekuivalennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1), Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan
dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated
yang menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak
lebih dari USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per
bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya dalam sistem perbankan di
Indonesia.
Bagian Ketiga
Dokumen Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing
Pasal 23
(1) Dalam hal Bank melakukan Transaksi Derivatif dengan Pihak Asing di
atas USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per transaksi
per Pihak Asing atau ekuivalennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (1), Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan
dokumen sebagai berikut:
a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun yang
berupa perkiraan; dan
b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang
authenticated dari Pihak Asing yang berisi informasi mengenai:
1. keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
2. penggunaan dokumen Underlying Transaksi untuk Transaksi
Derivatif paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi
dalam sistem perbankan di Indonesia.
3. jumlah …
- 18 -
3. jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying
Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa
perkiraan pembelian valuta asing terhadap Rupiah.
4. sumber dana, jumlah penjualan, dan tanggal tersedianya
valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan
penjualan valuta asing terhadap Rupiah.
(2) Dalam hal Pihak Asing melakukan penyelesaian Transaksi Derivatif
dengan nilai nominal paling banyak sebesar USD1,000,000.00 (satu
juta dolar Amerika Serikat) secara netting sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (1) maka Pihak Asing wajib menyampaikan
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Keempat
Dokumen Transfer Rupiah
Pasal 24
Dalam hal terdapat Transfer Rupiah kepada Pihak Asing yang berasal dari
selain Transaksi Derivatif di atas ekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat) per hari per Pihak Asing sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (2), Bank penerima Transfer Rupiah dimaksud wajib
memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen Underlying
Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bagian Kelima
Penyampaian Dokumen
Pasal 25
(1) Bank memastikan Pihak Asing menyampaikan dokumen Underlying
Transaksi dan/atau dokumen pendukung Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui Transaksi Spot sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan
Transaksi …
- 19 -
Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 pada
tanggal transaksi untuk setiap transaksi;
(2) Dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk Transaksi Spot wajib diterima oleh Bank
paling lambat pada tanggal valuta.
(3) Dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk Transaksi Derivatif wajib diterima oleh
Bank paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi.
(4) Dalam hal Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memiliki Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang
dan jasa di dalam dan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a yang memiliki tanggal jatuh waktu kurang dari
5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dokumen Underlying
Transaksi dan dokumen pendukung Transaksi Derivatif dimaksud
wajib diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal jatuh waktu.
(5) Dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung Transaksi
Derivatif sampai dengan jumlah tertentu (threshold) yang
penyelesaiannya akan dilakukan secara netting wajib diterima oleh
Bank paling lambat:
a. pada tanggal valuta dalam hal perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Spot;
b. 5 (lima) hari kerja sejak tanggal transaksi dalam hal perpanjangan
transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early
termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan
melalui Transaksi Derivatif; atau
c. pada tanggal jatuh waktu dalam hal perpanjangan transaksi (roll
over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi
Derivatif yang memiliki Underlying Transaksi berupa kegiatan
perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang
memiliki tanggal jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja.
(6) Dokumen …
- 20 -
(6) Dokumen Underlying Transaksi dalam rangka Transfer Rupiah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 wajib diterima oleh Bank paling
lambat pada saat terjadinya penambahan dana Rupiah Pihak Asing.
Pasal 26
(1) Bank dapat menerima dokumen pendukung Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang disampaikan oleh Pihak Asing secara berkala
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dokumen Underlying Transaksi bersifat final; dan
b. Bank telah mengetahui track record Pihak Asing dengan baik.
(2) Dalam hal Bank melakukan fungsi kustodian dan memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen pendukung dapat
diterima dari Pihak Asing paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun kalender.
(3) Dalam hal Bank tidak melakukan fungsi kustodian dan Pihak Asing
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen
pendukung dapat diterima paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
bulan kalender.
(4) Bank dapat menerima dokumen pendukung yang disampaikan oleh
Pihak Asing atas pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui
Transaksi Spot paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya
paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Pasal 27
(1) Bank wajib menatausahakan dokumen Underlying Transaksi dan/atau
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23,
dan Pasal 24.
(2) Penatausahaan dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
dari pedoman internal tertulis Bank dalam melakukan Transaksi
Valuta …
- 21 -
Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2).
BAB V
PELAPORAN TRANSAKSI
Pasal 28
Dalam rangka pelaporan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, Bank
berpedoman kepada ketentuan yang mengatur mengenai laporan harian
bank umum.
BAB VI
SANKSI
Pasal 29
Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(2), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (1) dikenakan sanksi administratif
berupa teguran tertulis.
Pasal 30
(1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (2), Pasal 5 ayat (4), Pasal 7, Pasal
8 ayat 2, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal
15 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat
(1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, Pasal 25 ayat (2),
Pasal 25 ayat (3), Pasal 25 ayat (4), Pasal 25 ayat (5), dan/atau Pasal
25 ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan
sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) dari nilai
nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap pelanggaran, dengan
jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(2) Perhitungan …
- 22 -
(2) Perhitungan nilai nominal transaksi yang dilanggar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. selisih antara total nilai nominal transaksi valuta asing terhadap
Rupiah dengan jumlah tertentu (threshold) kewajiban pemenuhan
Underlying Transaksi; atau
b. total nilai nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang
tidak didukung dengan Underlying Transaksi dalam hal nilai
nominal transaksi di bawah jumlah tertentu (threshold) tetapi
dilakukan netting.
(3) Penghitungan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menggunakan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(JISDOR) pada tanggal terjadinya pelanggaran.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
(1) Bank yang telah melakukan Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah
dengan Pihak Asing sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini,
tetap dapat meneruskan transaksi dimaksud sampai dengan jatuh
waktu transaksi.
(2) Transaksi Derivatif yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan
Bank Indonesia ini dan jatuh waktu setelah berlakunya Peraturan
Bank Indonesia ini, penyelesaiannya dapat dilakukan secara netting
untuk:
a. perpanjangan transaksi (roll over), sepanjang jangka waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka
waktu Underlying Transaksi awal;
b. percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c. pengakhiran transaksi (unwind).
(3) Pengaturan penyelesaian transaksi secara netting sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Peraturan Bank Indonesia ini.
BAB …
- 23 -
BAB VIII
PENUTUP
Pasal 32
Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur lebih lanjut
dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 33
Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan
Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4504);
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/10/PBI/2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 157
dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5335);
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/9/PBI/2014 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 70 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5525);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November
2014.
Agar …
- 24 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 2014
GUBERNUR BANK INDONESIA,
AGUS D. W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 213
DPM
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/17/ PBI/ 2014
TENTANG
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA
BANK DENGAN PIHAK ASING
I. UMUM
Sebagai bank sentral yang diamanatkan undang-undang untuk
mengemban tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai
Rupiah, Bank Indonesia merumuskan berbagai kebijakan yang
ditujukan bagi pencapaian tujuan tersebut termasuk upaya untuk
mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya pasar valuta
asing domestik. Pendalaman pasar valuta asing domestik merupakan
suatu langkah yang perlu dilakukan melalui pemberian panduan
transaksi yang lebih jelas dan fleksibilitas bagi pelaku ekonomi
dalam melakukan transaksi valuta asing untuk mendukung kegiatan
ekonomi nasional. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia perlu
melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan terkait dengan
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak
Domestik, melalui pengaturan yang komprehensif untuk
meminimalkan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang
bersifat spekulatif dan dengan tetap mendukung kelancaran aktivitas
di sektor riil.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kontrak” adalah konfirmasi tertulis
yang menunjukkan terjadinya transaksi yang antara lain
berupa …
- 2 -
berupa dealing conversation, SWIFT, atau konfirmasi
tertulis lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar
negeri antara lain berupa kegiatan usaha pedagang
valuta asing.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “foreign direct investment”
adalah investasi langsung Nasabah ke luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Yang dimaksud dengan “realisasi investasi” adalah
terjadinya aliran dana dari Pihak Asing untuk penyelesaian
kegiatan investasi, termasuk investasi yang dalam proses
penyelesaian.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang …
- 3 -
Yang dimaksud dengan “future income” antara lain capital
gain, dividen, kupon, dan bunga.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Penghasilan dari investasi yang telah diterima dan penghasilan
yang akan diterima antara lain capital gain, dividen, kupon, dan
bunga.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Untuk saham yang diperdagangkan di bursa saham,
yang dimaksud dengan “batas waktu saham masih
memiliki hak atas dividen” adalah cum date, yaitu
akhir periode perdagangan saham di bursa dengan hak
dividen.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan “cover hedging” adalah apabila Bank
melakukan hedging kepada Pihak Asing berupa bank di luar
negeri atas hedging yang telah dilakukan nasabah Bank kepada
Bank …
- 4 -
Bank yang bersangkutan dengan Underlying Transaksi yang
dimiliki oleh nasabah Bank dimaksud.
Pasal 13
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penempatan” adalah penanaman
dana Bank pada Bank lain dalam bentuk giro, interbank call
money, deposito berjangka, sertifikat deposito, Kredit atau
Pembiayaan, dan penanaman dana lainnya yang sejenis.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “tagihan antar kantor” adalah
semua tagihan yang dimiliki Bank terhadap kantor pusat
atau kantor cabang di luar negeri baik untuk kepentingan
Bank maupun nasabah, yaitu:
1. bagi kantor cabang bank asing di Indonesia, tagihan
adalah dari kantor cabang bank asing di Indonesia
terhadap kantor pusat dan/atau kantor cabang lain di
luar negeri;
2. bagi bank yang berkantor pusat di Indonesia, tagihan
adalah dari kantor pusat dan/atau kantor cabang di
Indonesia terhadap kantor cabang di luar negeri.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “penyertaan modal” adalah
penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada Bank
dan perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring
penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman
dalam …
- 5 -
dalam bentuk surat utang konversi (convertible bond)
dengan opsi saham (equity option) atau jenis transaksi
tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki
saham pada Bank dan/atau perusahaan yang bergerak di
bidang keuangan lainnya.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan structured product adalah produk
yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi
berbagai instrumen dengan Transaksi Derivatif valuta asing
terhadap Rupiah untuk tujuan mendapatkan tambahan
income (return enhancement) yang dapat mendorong
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk tujuan
spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai
Rupiah.
Ayat (2)
Termasuk Bank sebagai agen penjual structured product
luar negeri (offshore product) yang terkait dengan valuta
asing terhadap Rupiah.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
1. Yang dimaksud dengan “lead bank” adalah bank
yang berperan sebagai koordinator bagi anggota
sindikasi;
2. Yang dimaksud dengan “sektor riil” adalah sektor
produksi dan perdagangan barang dan jasa,
namun tidak termasuk sektor jasa keuangan
seperti kegiatan jual beli Surat Berharga.
3. Cukup jelas.
Huruf c
Termasuk …
- 6 -
Termasuk jenis kartu kredit untuk pembelian barang
produksi (procurement card).
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Kredit atau Pembiayaan
konsumsi” yaitu pemberian Kredit atau Pembiayaan
untuk keperluan konsumsi di dalam negeri dengan
cara membeli, menyewa, atau dengan cara lain,
termasuk di dalamnya Kredit atau Pembiayaan
Pemilikan Rumah, Apartemen, Ruko, dan Rukan serta
Kredit atau Pembiayaan pembelian kendaraan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan dokumen yang bersifat
authenticated adalah dokumen yang identitas pihak
pengirim, isi pesan atau perintah, serta kode rahasia
dokumen dimaksud telah disepakati para pihak
sehingga hanya dapat dikonfirmasi atau diverifikasi
oleh pihak penerima pesan atau penerima perintah
secara individual.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Ketentuan ini tunduk kepada ketentuan yang
dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang mengenai
prinsip kehati-hatian dalam rangka pembelian Kredit
atau Pembiayaan oleh Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pembelian Surat Berharga yang
berkaitan dengan kegiatan ekspor barang dari Indonesia
dan impor barang ke Indonesia” adalah pembelian Wesel
Ekspor dan Banker’s Acceptance atas dasar transaksi Letter
of Credit (L/C) maupun non-L/C.
Yang …
- 7 -
Yang dimaksud dengan “pembelian Surat Berharga yang
berkaitan dengan perdagangan dalam negeri” adalah
pembelian wesel atau Banker’s Acceptance atas dasar
transaksi Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN).
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “status pihak penerima dana”
adalah status penerima dana sebagai Pihak Asing atau
bukan Pihak Asing.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemindahan dana pokok secara
penuh” untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
adalah penyerahan dana secara riil untuk masing-masing
transaksi jual dan/atau transaksi beli valuta asing terhadap
Rupiah sebesar nilai penuh nominal transaksi atau
ekuivalennya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup …
- 8 -
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”dokumen Underlying
Transaksi yang bersifat final” adalah dokumen yang
tidak akan mengalami perubahan dalam hal jumlah
dan/atau waktu pemenuhan kebutuhannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”pernyataan yang
authenticated” adalah pernyataan yang telah
diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya secara
sistem.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”pernyataan yang authenticated”
adalah pernyataan yang telah diverifikasi atau dibuktikan
kebenarannya secara sistem.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ”dokumen Underlying
Transaksi yang bersifat final” adalah dokumen yang
tidak akan mengalami perubahan dalam hal jumlah
dan/atau waktu pemenuhan kebutuhannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”pernyataan yang
authenticated” adalah pernyataan yang telah
diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya secara
sistem.
Ayat (2)
Cukup …
- 9 -
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5582