Upload
nguyenkien
View
247
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI PT. PELINDO IV (PERSERO)
TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR
TAHUN 2018
DELFANI GEMELY
P1800216004
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA DI PT. PELINDO IV (PERSERO)
TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR
TAHUN 2018
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh:
DELFANI GEMELY
P1800216004
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Delfani Gemely
Nomor Pokok : P1800216004
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menyatakan denga sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan ataupun pemikiran orang
lain. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa tesis ini hasil karya orang
lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2018
Yang Menyatakan
Delfani Gemely
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti diberikan
kepada hamba-Nya. Salam dan shalawat tak lupa pula kita kirimkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Sungguh sebuah nikmat yang tak ternilai harganya manakala penulisan tesis yang
berjudul “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT.
Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar Tahun 2018 “ dapat
terselesaikan dengan baik yang sekaligus menjadi syarat untuk menyelesaikan studi
di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Konsentrasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Universitas Hasanuddin Makassar.
Hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam menyelesaikan penulisan
tesis ini, namun berkat ketabahan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak
akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Penghargaan dan terima kasih yang tak
terhingga kupersembahkan teruntuk kedua orang tua tercinta, Ayahanda Kadir
Mahmud dan Ibunda Erniwati, juga kepada saudari Delfina Gemely, S.Pd, Putri
Mayangsari, Aisy Muthmainnah dan Ramlah serta seluruh keluarga terima kasih
atas doa restu tak terhingga, pengertian, nasehat yang tiada henti dan pengorbanan
tiada akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.
Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis juga ingin
menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada ibu Dr. dr.
Syamsiar S. Russeng. Ms sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Dr. Nurhaedar
Jafar, Apt., M.Kes sebagai anggota komisi pembimbing atas bantuan dan
bimbingannya kepada penulis sejak proses awal hingga akhir penyusunan tesis ini.
Demikian pula kepada Dr. Atjo Wahyu, SKM., M.Kes, Dr. dr. Arifin Seweng, MPH
dan Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes, M.Sc.PH selaku tim penguji yang
telah memberikan masukan untuk perbaikan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. drg. H. Zulkifli Abdullah, M. Kes selaku dekan FKM Unhas, beserta
seluruh tata usaha, kemahasiswaan, akademik dan semua petugas kebersihan
FKM Unhas atas kerjasama dan bantuannya selama penulis menjalani
pendidikan di FKM Unhas.
2. Bapak dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc, Ph.D selaku ketua jurusan prodi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3. Kepada Dosen beserta staf jurusan bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
FKM Unhas yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga
kepada penulis selama masa pendidikan.
4. Kepada Dosen FKM Unhas yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang
sangat berharga kepada penulis selama masa pendidikan.
5. PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar yang telah memberikan
ijin dan bantuan kepada penulis, yang telah memberikan kontribusi kepada
penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya.
6. Para informan yang telah menyempatkan waktunya untuk melakukan
wawancara.
7. Rekan-rekan mahasiswa S2 Konsentrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang telah bersama-sama menempuh suka duka selama menjalani proses
pendidikan; Nunik Sulistyanigtyas, Anggih Tri Cahyadi, Dewi Mulfiyanti,
Rismayanti Yamin dan Abdul Hairin.
8. Kepada sahabat-sahabat saya Riski Amaliah, Citra Mentari, Ani Asriani, Dwi
Putri, dan Annisa Nurul Mukhlisa atas segala doa dan dukungannya dalam
penyelesaian tesis ini.
9. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini.
Penulis sadar bahwa tesis ni masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
besar harapan penulis kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa saran dan
kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya, hanya
kepada Allah SWT diserahkan segala amal ibadah, penulis menyadari bahwa tesis
ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun sistematika
penulisan. Olehnya itu penulis berharap kritikan dan saran dari pembaca. Dan
dengan mengharap Ridha-Nya, semoga tesis ini dapat memberikan nilai positif bagi
pembangunan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Aamiin.
Makassar, Agustus 2018
Delfani Gemely
ABSTRAK
DELFANI GEMELY. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT
Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar Tahun 2018 (dibimbing oleh Syamsiar
Russeng, dan Nurhaedar Jafar).
Kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja terjadi karena adanya sebab. Sehingga
penyebab terjadinya kecelakaan harus ditemukan agar selanjutnya tindakan korektif dan
upaya preventif dapat dilakukan untuk mencegah kecelakaan serupa tidak terulang. Studi
implementasi sendiri mencapai suatu titik “intelectual dead-end” atau “lacking in any
consensual theory” karena sulitnya mengembangkan ide untuk memajukan penelitian
implementasi utamanya pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
perusahaan, sehingga penelitian ini bertujuan untuk membangun model implementasi
tersebut.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan desain studi kasus.
Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen.
Model Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dibangun
dengan menggunakan Nvivo10 untuk menghubungkan analisis melalui pembuatan model,
bentuk model dan menghubungkan konsep dalam model melalui relationship antar variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yaitu 83% dengan tingkat penilaian implementasi baik, terdapat 137
elemen memenuhi kriteria, 28 elemen parsial dan 1 elemen tidak memenuhi kriteria.
Tebentuknya model Implementasi Keselamatan dan Kesehatan kerja di perusahaan
ditunjang oleh adanya manajemen terintegrasi, prosedur dan instruksi kerja, komitmen,
kesadaran, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pelatihan, manajemen risiko dan
tanggap darurat, komunikasi, pelaporan serta pendokumentasian dan pengendalian
dokumen. Aspek-aspek tersebut associated terhadap implementasi sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja dengan nilai rata-rata coverage informan yaitu 97%.
Kata kunci : Model Implementasi, Nvivo
ABSTRACT
DELFANI GEMELY. Implementation Occupational Health and Safety Management Systems of
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar Tahun 2018. (Supervised by Syamsiar
Russeng, dan Nurhaedar Jafar).
Work accidents and Occupational diseases occur due to a cause. Hence the cause of the accident
should be found in order to further corrective action and preventive efforts can be done to prevent
similar accidents from recurring. Implementation studies themselves reach an "intellectual dead-
end" or "lacking in any consensual theory" point because of the difficulty of developing ideas to
advance the main implementation research on the company's Occupational Safety and Health
Management System, so that this study aims to build that implementation model.
This research uses qualitative research type with case study design. qualitative data were collected
through in-depth interviews, observations, and document review. The implementation Model of The
Occupational Safety and Health Management System was building using Nvivo10 to link analysis
through modeling, modeling and linking concepts in models through relationship between variables.
The result showed that the achievement of Occupational Safety and Health Management System is
83% with appraisal level good, there were 137 elements meet criteria, 28 partial elements and 1
element does not meet the criteria. The establishment of Workplace Safety and Health
Implementation model were supported by integrated management, work procedures and
instruction, commitment, awareness, human resources, facilities and infrastructure, training, risk
management and emergency response, communications, reporting and documentation and
document control. These aspects were associated with the implementation of occupational safety
and health management system with average rate coverage of 97%.
Key word: Implementation Model, Nvivo
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ....................................................................................................................... v
ABSTRAK .........................................................................................................................
ABSTRACT.......................................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 13
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 14
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 16
A. Tinjauan Umum Tentang Implementasi ........................................... 16
1. Pengertian Implementasi ............................................................ 16
2. Teori Implementasi...................................................................... 17
3. Tujuan Implementasi ................................................................... 21
4. Pendekatan Implementasi Menurut Edward III .......................... 22
5. Dinamika yang tidak pernah selesai: Gugatan terhadap
kemandegan studi implementasi ................................................ 29
B. Tinjauan Umum Tentang Sistem Manajemen K3............................ 34
1. Pengertian Sistem Manajemen K3 ............................................. 34
2. Tujuan Sistem Manajemen K3 ................................................... 35
3. Teori Sistem Manajemen K3 ...................................................... 34
4. Sistem Manajemen K3 ................................................................ 38
5. Implementasi Sistem Manajemen K3 ......................................... 42
6. Manfaat Sistem Manajemen K3 ................................................. 47
C. Kerangka Teori ................................................................................. 51
D. Kerangka Pikir .................................................................................. 52
E. Defenisi Konsep…………………………………………….. ..53
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 55
A. Jenis Penelitian ................................................................................. 55
B. Rancangan Penelitian ...................................................................... 55
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 55
D. Informan Penelitian ........................................................................... 55
E. Sumber Data ..................................................................................... 56
F. Instrumen Penelitian…………………………………………..57
G. Pengolahan & Analisis Data ............................................................. 58
H. Teknik pemeriksaan keabsahan Data ............................................. 59
I. Tahap-tahap penelitian ..................................................................... 60
J. Jurnal penelitian yang relevan ........................................................... 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 69
A. Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................... 69
B. Karakteristik Informan....................................................................... 84
C. Hasil Penelitian ................................................................................. 85
D. Pembahasan ................................................................................... 120
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 153
A. Kesimpulan .................................................................................... 153
B. Saran ............................................................................................... 155
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Posisi Peneliti Studi Implementasi .............................................................. 32
Tabel 2.2 Reaksi lingkungan terhadap Implementasi Kebijakan ................................ 34
Tabel 3.1. Defenisi Konsep ......................................................................................... 53
Tabel 3.2. Informan Indepth Interview ........................................................................ 56
Tabel 3.3 Jurnal Relevan ............................................................................................. 62
Tabel 4.1 Fasilitas Peralatan di TPM ........................................................................... 77
Tabel 4.2 Fasilitas Pendukung di TPM ........................................................................ 77
Tabel 4.3 Karakteristik Informan .................................................................................. 93
Tabel 4.4 Penghargaan yang diterima PT. Pelindo IV .............................................. 118
Tabel 4.5 Presentase Coverage (relevance) hasil indept interview ........................ 119
Tabel 4.4 Variabel Model Implementasi SMK3 ......................................................... 150
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Diagram Perusahaan Penerima Sertifikat SMK3 .................................... 2
Gambar 1.2 Diagram Kasus Kecelakaan Kerja ............................................................ 7
Gambar 1.3 Diagram Jumlah kasus kecelakaan kerja & klaim santunan di sulawesi
maluku ........................................................................................................................... 8
Gambar 1.4 Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja TPM tahun 2016 ................................ 11
Gambar 2.1 Teori Edward III ........................................................................................ 28
Gambar 2.2 Siklus Deming .......................................................................................... 51
Gambar 2.3 Teori Modifikasi; PDCA, Tarwaka dan Edward III .................................. 52
Gambar 4.1 Logo Perusahaan..................................................................................... 71
Gambar 4.2 Model Impelementasi Sistem Manajemen K3 ...................................... 149
Gambar 4.3 Model Impelementasi SMK3 Perusahaan ............................................ 151
Gambar 4.4 Word Cloud Implementasi SMK3 .......................................................... 152
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Instrumen Penelitian......................................................................................................... Matriks Wawancara ..........................................................................................................
Dokumentasi proses penelitian ........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja melalui Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah berkembang di berbagai
negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan
keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan produktifitas
perusahaan dapat terwujud maka ditetapkan Peraturan Pemerintah yang
mengatur pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Undang-undang
Keselamatan Kerja yang berlaku tidak secara otomatis meningkatkan kondisi
di tempat kerja, disamping hukuman yang ringan bagi yang melanggar aturan.
Padahal meningkatkan standar keselamatan yang lebih baik akan
menghasilkan keuangan yang baik. Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan
sakit yang berkaitan dengan kerja merugikan ekonomi dunia, lebih dari seribu
millar dolar (850 miliar euro) di seluruh dunia, atau 20 kali jumlah bantuan
umum yang diberikan pada dunia berkembang. Di AS saja, kecelakaan kerja
merugikan pekerja puluhan miliar dolar karena meningkatnya premi asuransi,
kompensasi dan menggaji staf pengganti. Angka keselamatan dan kesehatan
kerja di perusahaan di Indonesia secara umum ternyata masih rendah.
Berdasarkan data ILO di bawah PBB, Indonesia menduduki peringkat ke-26
dari 27 negara. Hal tersebut menunjukkan, kinerja implementasi K3 di
perusahaan masih jauh dari yang diharapkan (Suardi, 2005).
Dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan maka perlunya upaya-
upaya pencegahan untuk menekan terjadinya kerugian akibat kecelakaan
kerja dan PAK di tempat kerja. Adapun upaya yang paling tepat dalam
menerapkan K3 adalah melalui kesisteman yaitu Sistem Manajemen
Keselamatan & Kesehatan Kerja. Berikut jumlah perusahaan yang telah
menerapkan SMK3 dari 26,7 juta perusahaan yang ada di Indonesia.
Jumlah Perusahaan Penerima Sertifikat SMK3 di Indonesia
Tahun 2013 – 2017
Gambar 1. 1 Diagram Perusahaan Penerima sertifikat SMK3
Sumber: Kementerian Ketenagakerjaan, 2018
Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih
banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Riset yang dilakukan
badan dunia ILO menghasilkan kesimpulan, setiap hari rata-rata 6.000 orang
meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per
tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.
Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak ketimbang wanita, karena
mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan,
kecelakaan kerja di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya
meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan seperti membongkar
zat kimia beracun (ILO, 2003).
Berdasarkan data dari the Bureau of Labor Statistics Amerika (2007
dalam Tarwaka, 2016) terdapat Kasus sekitar 5 (lima) kecelakaan dan
penyakit akibat kerja per tahun untuk setiap 100 (seratus) pekerja (5
kasus/100 pekerja) atau total sekitar 4 (empat) juta dollar pertahun.
Banyaknya jumlah pekerja yang menderita kecelakaan termasuk penderitaan
yang dialami oleh keluarga korban, patut untuk mendapatkan perhatian yang
serius dan nyata.
Menurut The Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
(2007), untuk mengurangi banyaknya korban kecelakaan kerja di industri,
maka kasus kecelakaan harus diletakkan sebagai kasus kriminal bisnis yang
harus dipertanggung jawabkan oleh pemilik dan manager perusahaan. Para
pemilik perusahaan juga harus mempunyai empati dan perhatian serius pada
setiap kejadian kecelakaan di tempat kerja. Pengusaha dengan kondisi
keselamatan yang tidak baik akan menghadapi kecelakaan kerja. Sayangnya,
masih banyak kecelakaan dan bahkan terhadap korban kecelakaan kerja. Di
balik itu juga banyak tenaga kerja yang belum mengetahui hak-haknya untuk
dapat bekerja secara selamat. Dengan sedikit gambaran tersebut, maka
implementasi keselamatan di tempat kerja menjadi hal yang sangat penting.
Menurut (Suma'mur, 2013) kecelakaan tidak terjadi kebetulan,
melainkan ada sebabnya. Oleh karena penyebabnya, sebab kecelakaan
harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif
yang ditujukan kepada penyebab itu serta upaya preventif lebih lanjut
kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali.
deLeon (1999 dalam Purwanto & Sulistyastuti, 2015) sendiri mengatakan
bahwa studi Implementasi sendiri mencapai suatu titik yang ia sebut sebagai
“intelectual dead-end” atau menyebutnya “lacking in any consensual theory”
karena sulitnya mengembangkan ide-ide untuk memajukan penelitian
implementasi. Kritik tajam tersebut disampaikan karena kegagalan para
peneliti untuk melakukan kajian implementasi untuk membangun “grand
theory” implementasi. Realitas yang ada menunjukkan bahwa para peneliti
cenderung “sibuk” dengan model mereka sendiri yang hanya berlaku dalam
ruang dan waktu yang sangat terbatas sehingga sampai saat ini masih belum
dicapai suatu kesepakatan tentang teori implementasi yang bersifat umum.
Dalam arti mampu atau dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena di
mana saja. Untuk implementasi Sistem Manajemen K3 sendiri, belum ada
kajian lebih dalam dan teori yang membahas implementasinya. Untuk Sistem
Manajemen K3 di Indonesia menggunakan PP No 50 Tahun 2012 yang terdiri
dari penetapan kebijakan, perencanaan K3, pelaksanaan/ impelemtasi K3,
pemantauan dan evaluasi kinerja serta peninjauan ulang dan peningkatan
kinerja.
Melalui pemenuhan terhadap peraturan perundangan diharapkan akan
tercapai keamanan dan keselamatan kerja untuk memberikan jaminan rasa
aman dan tentram, meningkatnya kegairahan bekerja bagi para tenaga kerja
guna mempertinggi kualitas pekerjaan, meningkatkan produksi dan
produktivitas kerja perusahaan. Namun demikian, perlu digaris bawahi bahwa
dasar pertimbangan perlindungan dan jaminan atas keselamatan kerja adalah
tidak hanya ditujukan semata untuk tenaga kerja tetapi untuk “semua orang”
yang berada di tempat kerja dan setiap sumber produksi, seperti yang
tertuang dalam ‘pertimbangan dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, sebagai berikut:
1. Bahwa “setiap tenaga kerja” berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan
hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional;
2. Bahwa “setiap orang lainnya” yang berada di tempat kerja terjamin
pula keselamatannya;
3. Bahwa setiap sumber produksi” perlu dipakai untuk dipergunakan
secara aman dan efisien;
Secara jelas dan tegas di dalam undang-undang No 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang
harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang menjalankan usaha, baik
formal maupun informal, dimanapun berada dalam upaya memberikan
perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang yang berada di
lingkungan usahanya. (Tarwaka, 2016)
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan bahwa angka
kecelakaan kerja di 2016 mengalami penurunan dibandingkan 2015. Menurut
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Tenaga
Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Maruli Apul Hasoloan, “dari data Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan menggambarkan penurunan
kecelakaan kerja dalam kurun 3 (tiga) tahun terakhir, di Indonesia kasus
kecelakaan kerja tahun 2014 mencapai 126.000 kasus, 2015 berjumlah
110.285 kasus dan 101.367 kasus di tahun 2016”. Ini berarti terjadi
penurunan angka kecelakaan kerja sebesar 8 persen.
Namun jumlah pekerja yang meninggal akibat kecelakaan kerja
meningkat tajam pada 2015, jumlah pekerja yang meninggal sebesar 530
orang. Sedangkan di 2016 sebesar 2.382 orang atau naik 349,4 persen.
Untuk meminimalisir risiko kecelakaan kerja dan timbulnya korban jiwa pada
saat bekerja, Kemnaker akan memperketat pengawasan K3 pada masing-
masing perusahaan. Pihak Kemnaker akan menggandeng BPJS
Ketenagakerjaan untuk menekan angka korban jiwa tersebut (Liputan6,
2017).
Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja di Indonesian
Tahun 2014-2017
Gambar 1.2 Diagram Kasus Kecelakaan di Indonesia
Sumber: BPJS Ketenagakerjaan, 2018
Kemudian data terbaru dikemukakan oleh Menteri Ketenagakerjaan
bapak Hanif Dhakiri, yang menyatakan bahwa angka kecelakaan kerja
menurun dari tahun ke tahun tetapi jumlah ini masih membutuhkan perhatian
serius. Untuk itu peningkatan budaya K3 masih harus dilakukan (Kementerian
Ketenagakerjaan, 2018).
Data BPJS ketenagakerjaan wilayah sulawesi dan maluku
memperlihatkan, kecelakaan kerja tiga tahun terakhir peningkatan drastis.
Pada tahun 2015 terdapat 780 kasus, 2016 turun tipis 747 kasus, namun naik
drastis pada 2017 menjadi 943 kasus. Hal ini berkolaborasi dengan jumlah
santunan yang dibayarkan. Tahun 2015 yang dibayarkan sekitar Rp.9,6
miliar, 2016 santunan naik drastis menjadi Rp. 10, 37 miliar, dan 2017 naik
drastis diangka 12,09 miliar.
Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja & Klaim Santunan
Di Sulawesi & Maluku Tahun 2015 - 2017
Gambar 1.3 Diagram Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja & Klaim
Sumber: BPJS Ketenagakerjaan, 2018
Jadi berdasarkan fakta-fakta sebagaimana dikemukakan di atas dapat
disimpulkan, perkembangan suatu bangsa, baik sekarang maupun yang akan
datang tentunya tidak bisa lepas dari peranan proses industrialisasi. Maju
mundurnya suatu industri sangat ditunjang oleh peranan tenaga kerja. Untuk
dapat membangun tenaga kerja yang produktif, sehat, dan berkualitas perlu
adanya manajemen yang baik, terutama yang terkait dengan masalah
impelemtasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Kesehatan dan
keselamtan kerja yang termasuk dalam suatu wadah hiegen perusahaan dan
kesehatan kerja (hiperkes) terkadang terlupakan oleh para pengusaha.
Padahal, K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya memajukan dan
mengembangkan proses industrialisasi, terutama dalam mewujudkan
kesejahteraan para buruh. Sacara spesifik tujuan dari Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah (Suardi, 2005):
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri,
atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan
kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, memelihara dan meningkatkan
kesehatan dan gizi para tenaga kerja, merawat dan meningkatkan
efisiensi dan daya produktifitas tenaga kerja, memberantas
kelelahan kerja dan melipat gandakan gairah serta kenikmatan
bekerja.
Lebih jauh sistem ini dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat
sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya pengotoran bahan-
bahan proses industrialisasi yang bersangkutan, dan perlindungan
masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-
produk industri. Dalam konteks ini, kiranya tidak berlebihan jika K3 dikatakan
merupakan modal utama kesejahteraan para buruh/tenaga kerja secara
keseluruhan. Selain itu, dengan implementasi K3 yang baik dan terarah
dalam suatu wadah industri tentunya akan memberikan dampak lain, salah
satunya adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Di era pasar
bebas tentu daya saing dari suatu proses industrialisasi semakin ketat dan
sangat menentukan maju tidaknya pembangunan suatu bangsa. Dalam pasar
bebas tingkat ASEAN, yang dikenal dengan istilah AFTA (ASEAN Free Trade
Area) sangat dibutuhkan peningkatan produktivitas kerja untuk dapat bersaing
dan mampu menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Untuk itu,
implementasi peraturan perundang-undangan dan pengawasan serta
perlindungan para buruh/karyawan sangat memerlukan sistem manajemen
industri yang baik dengan menerapkan K3 secara optimal. Sebab faktor
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sangat mempengaruhi terbentuknya SDM
yang terampil, profesional, dan berkualitas dari tenaga kerja itu sendiri
(Suardi, 2005).
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar merupakan
salah satu Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai jumlah pekerja
sabanyak 1.859 orang yang terdiri dari tenaga kerja shift dan nonshift. Pada
tahun 2013 PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar telah
menerima piagam penghargaan yang diberkan oleh Gubernur Sulawesi
Selatan atas upaya dan komitmennya dalam melaksanakan prinsip-prinsip
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) ke dalam manajemen
perusahaan (Gemely, 2017). Namun tetap perlu dilakukan peninjauan ulang
dan evaluasi terhadap implementasi prinsip-prinsip Manajemen Keselamatan
& Kesehatan Kerja di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar
demi terwujudnya komitmen perusahaan pada tingkat zero accident.
Jumlah Kasus Kecelakaan Kerja PT. Pelindo IV Terminal Petikemas Makassar
Tahun 2016
Sumber: Data Primer 2017
Gambar 1.4 Diagram Kasus Kecelakaan
Mengacu pada Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 87 dinyatakan bahwa; setiap perusahaan wajib
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya ketentuan
mengenai Penerapkan SMK3 diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2012 tentang implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan
Menabrak Menyenggol Menyerempet Terjatuh Terbalik Terseret Tergesek
Januari 1 1
Mei 1
September 1 1
Oktober 1
November 1 2 1
Desember 1 1 1
Kesehatan Kerja. Kewajiban sebagaimana dimaksud berlaku bagi
perusahaan:
1. Mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
2. Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi
Potensi bahaya yang dimaksud adalah yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan
penyakit akibat kerja. Dengan demikian kewajiban implementasi Sistem
Manajemen K3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan
dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan. Meskipun perusahaan
mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 (seratus) orang, tetapi apabila
tingkat risiko bahayanya besar juga berkewajiban menerapkan Sistem
Manajemen K3 di perusahaannya. Berdasarkan hal tersebut maka
implementasi Sistem Manajemen K3 bukanlah sukarela (voluntary), tetapi
keharusan yang dimandatkan oleh Peraturan Perundangan (Mandatory)
(Tarwaka, 2017).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas sehingga penulis ingin
mengkaji lebih dalam mengenai implementasi sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar dan membangun teori implementasi K3 agar tercipta
proses implementasi yang efektif dan efisien yang dapat menjelaskan
fenomena terciptanya implementasi di perusahaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang bahwa implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan & Kesehatan Kerja adalah upaya yang dilakukan oleh
perusahaan/ tempat kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Capaian Sistem Manajemen K3 dievaluasi berdasarkan
PP No 50 Tahun 2012. Sementara Implementasi Sistem Manajemen K3
tersebut paling sedikit meliputi; jaminan kemampuan, kegiatan pendukung
dan Manajemen risiko dan Manajemen Tanggap Darurat.
Data awal dan observasi di lapangan Sistem Manajemen Keselamatan
& Kesehatan kerja ditemukan beberapa kendala yaitu; belum ada hasil
evaluasi yang optimal & menyeluruh mengenai Sistem Manajemen K3 di
perusahaan. Serta perlunya studi mendalam untuk membangun model
implementasi keselamatan dan kesehatan khususnya di perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut sehingga adapun rumusan masalah dari penelitian
ini yaitu “Bagaimana Implementasi Sistem Manajemen K3 di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar Tahun 2018.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk “mengetahui proses
implementasi Sistem Manajemen K3 di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar Tahun 2018 dan membangun model implementasi
K3 yang efektif & efisien di perusahaan”.
2. Tujuan Khusus
Secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
a) Mengetahui capaian sistem manajemen K3 PT. Pelindo IV
(persero) Terminal Petikemas Makassar berdasarkan acuan PP No
50 Tahun 2012.
b) Mengetahui Aspek Struktur Birokrasi dalam Implementasi SMK3 di
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar.
c) Mengetahui Aspek Disposisi dalam Implementasi SMK3 di PT.
Pelindo IV Terminal Petikemas Makassar.
d) Mengetahui Aspek Sumber Daya dalam implementasi sistem
manajemen K3 di PT. Pelindo IV Terminal Petikemas Makassar.
e) Mengetahui Aspek Komunikasi Implementasi SMK3 di PT. Pelindo
IV Terminal Petikemas Makassar.
f) Memebangun model implementasi Sistem Manajemen K3 di
perusahaan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mengantisipasi
masalah dan kendala dalam implementasi sistem manajemen
Keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam hal
implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di
perusahaan.
3. Bagi Masyarakat/ Pekerja
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak manajemen tingkat keberhasilan implementasi sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja dan dampak positif implementasi SMK3
bagi perusahaan dan pekerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM TENTANG IMPLEMENTASI
1. Pengertian Implementasi
Mazmanian Daniel A & Paul A (1983) menjelaskan makna
implementasi ini dengan mengatakan bahwa memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan, yakni kejadian-
kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha
untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan akibat/dampak
nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Sedangkan menurut
Kasmad (2013) implementasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan atau kelompok orang baik dalam lingkungan pemerintah
maupun swasta untuk mendistribusikan keluaran kebijakan yang dilakukan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kepada
sekelompok sasaran dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha perubahan besar dan kecil yang dihasilkan oleh
keputusan kebijakan.
Menurut Hupe dan Hill, implementasi adalah melakukan,
memenuhi, memproduksi, menyelesaikan (Hill & Hupe, 2002) sedangkan
menurut Purwanto bahwa implementasi adalah kegiatan untuk
mendistribusikan keluaran kebijakan (to delive policy output) yang
dilakukan oleh aparat implementor kepada kelompok sasaran (target
group) sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan (Purwanto,
2015).
2. Model Teori Implementasi
Dalam mengkaji suatu pelaksanaan yang menyangkut kebijakan,
utamanya masalah pelayanan kesehatan lebih khusus mengenai sistem
rujukan perlu pemahaman yang mendalam dengan masalah tersebut
untuk mendapatkan justifikasi ilmiah dengan pengukuran metodologi.
Adapun beberapa teori pelaksanaan (implementation) yang menjadi
landasan teori, yaitu:
a) Model Mazmanian dan Paul A. Sabatier
Model kerangka analisis implementasi (a framework for
implementation analysis) dengan satu kerangka analisis
implementasi kebijakan yang operasional. Keunggulan model ini
adalah kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan proses
implementasi kebijakan. Menurut Mazmanian & Sebatier (1983)
ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi, yakni karakteristik dari masalah, karakteristik
kebijakan/undang-undang dan variable lingkungan (Ahmad, 2011).
Konsep yang dikembangkan dari perspektif top-down yang
bertujuan untuk menganalisa implementasi dari keputusan
kebijakan tingkat atas dengan bertanya sejauh mana tindakan
pejabat pelaksanan dan kelompok sasaran konsisten dengan
kebijakan, sejauh mana tujuan tercapai, faktor yang mempengaruhi
output dan dampak kebijakan dan bagaimana reformasi kebijakan
dari waktu ke waktu berdasarkan pengalaman.
b) Model Michael Lipsky : Street – level bureaucracy
Model implementasi ini berprespektif ‘Bottom-Up’ dimana
penekanannya mengacu pada sifat krusial peran birokrat tingkat
bawah yang digunakan sebagai justifikasi untuk strategi metodolgis
pada apa yang dikerjakan dan bukan pada masukan kebijakan.
Kemudian Lipsky menyarankan bahwa penerapan kebijakan benar-
benar pada pekerja tingkat bawah. Oleh karena itu untuk
mengendalikan mereka secara hirarki dengan pendekatan
pengamanan akuntabilitas pelaksana dan orang-orang yang terlibat
langsung di level bawah (dalam Hill, 2002).
c) Model Van Meter & Van Hom
Menurut teori Donald S. Van Meter & Carl E. Van Horm
(1978), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi, yaitu:
1) Standar dan sasaran kebijakan, harus jelas dan terukur
sehingga dapat terealisir.
2) Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan
sumber daya baik sumber daya manusia maupun
sumberdaya non-manusia.
3) Hubungan antar organisasi. Dalam banyak program,
implementasi sebuah program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi lain.
4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik
agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, yang
semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu
program.
5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup
sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi kebijakan. Disposisi implementor
ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : respon
implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan dan intensitas
disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor
d) Model Charles Jones
Charles Jones (1996) mengemukakan bahwa implementasi
kebijakan adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengoperasikan sebuah program dengan memperhatikan tiga
aktivitas utama kegiatan, yaitu:
1) Organisasi, pembentukan atau penataan kembali sumber
daya, unit-unit serta metode untuk menunjang agar program
berjalan.
2) Interpretasi, menafsirkan agar program menjadi rencana dan
pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta
dilaksanakan, dan
3) Aplikasi (penerapan), berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan rutin yang meliputi penyediaan barang dan jasa.
e) Model Grindle
Pendekatan Mirales S. Grindle terdiri bebrapa item (Grindle,
1980):
1) Content of Policy (Isi Kebijakan)
2) Interest Affected (Kepentingan-Kepentingan yang
Mempengaruhi)
3) Type of Benefits (Tipe Manfaat)
4) Extent of Change Envision (Derajat Perubahan yang Ingin
Dicapai)
5) Site of Decision Making (Letak Pengambilan Keputusan)
6) Program Implementer (Pelaksana Program)
7) Resources Committed (Sumber-Sumber Daya yang
Digunakan)
8) Context of Implementation (Lingkungan Implementasi)
9) Power, Interest, and Strategy of Actor Involved
(Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan, dan Strategi dari
Aktor yang Terlibat)
10) Institution and Regime Characteristic (Karakteristik
lembaga dan rezim yang sedang berkuasa)
11) Compliance and Responsiveness (Tingkat Kepatuhan dan
Adanya Respon dari Pelaksana)
f) Model Elmore
Model Elmore didasarkan pada jenis kebijakan publik yang
mendoring masyarakat untuk melaksanakan sendiri kebijakan,
mengikutsertakan birokrat namun hanya pada tatanan rendah
(Elmore, 1993).
g) Model Goggin, Bouwman & Lester
Model ini disebut communication model yang meletakkan
faktor komunikasi sebagai penggerak dalam implementasi
kebijakan (dalam Hill, 2002)
3. Tujuan Implemetasi
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan
yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala
kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana
tempat pelaksanaannya dimulai dan bagaimana cara yang harus
dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah
program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan
keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau
kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program
yang ditetapkan semula.
4. Pendekatan Implementasi Menurut Edward III
Dalam teori George C. Edwards III (1980), mengemukakan; “ In our
approach to the study of policy implementation, we begin in the abstract
and ask: What the are the prediction for succesful policy implementation?”
Untuk menjawab pertanyaan penting itu Edward III menawarkan dan
mempertimbangkan empat faktor dalam implementasi kebijkan publik,
yakni: komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat
variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Keempat faktor
tersebut saling berinteraksi satu sama lain, artinya tidak adanya satu
faktor, maka tiga faktor lainnya akan terpengaruh dan berdampak pada
lemahnya implementasi kebijakan publik.
a) Komunikasi.
Pesan/ informasi mengenai kebijakan dari pembuat kebijakan
kepada pelaksana kebijakan merupakan hal yang penting. Disini
terjadi transfer pengetahuan mengenai kebijakan meliputi hakikat
kebijakan, cara pelaksanaan, batasan-batasan norma, evaluasi
terhadap kebijakan dan lain sebagainya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses komunikasi adalah transmission yaitu
cara penyampaian informasi; clarity yaitu kejelasan informasi; serta
consistency yaitu konsistensi dalam penyampaian.
Dari sisi transmission, pengirim pesan terdapat beberapa “noise”
yaitu gangguan yang menimbulkan distorsi penyampaian pesan.
Akhirnya pesan yang dikirimkan oleh pembuat kebijakan
dilaksanan menyimpang dari yang diinginkan. Menurut Edward III
(1980) distorsi ini disebabkan oleh praktik komunikasi indirect, yaitu
informasi yang melewati berlapis-lapis hirarki birokrasi, persepsi
yang selektif dan ketidakmampuan para pelaksana untuk
mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan menimbulkan
hambatan dalam komunikasi. Distorsi juga bisa terjadi karena
“kehendak bebas” dari komunikasi yang sekaligus dilakukan oleh
pelaksana kebijakan. Pelaksanan kebijakan akan mempersepsi
secara selektif terhadap pesan-pesan yang dia terima. Disinilah
“kehendak bebas” dari pelaksana kebijakan berperan. Beberapa
hal yang dianggap tidak berkesusaian dengan nilai-nilai hidup yang
dianut, sadar atau tidak, akan ditolah atau diingkari. Ataupun jika
tidak bisa menolak, dia akan melaksanakan kebijakan tersebut
dengan enggan. Tentu pelaksanaan enggan atau setengah hati
akan membuat suatu kebijakan tidak tuntas.
Kesimpulannya, keberhasilan implementasi kebijakan
mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target grup) sehingga
akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan
sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui
sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan
terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
b) Sumber daya
Sumber daya yang tidak memadai berakibat tidak dilaksanakannya
program secara sempurna komponen sumber daya meliputi jumlah
staf, keahlian dari para pelaksana informasi yang relevan dan
cukup untuk mengimplementasikan kebijakan program. Sumber
daya dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting
karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-
sumber pendukungnya tidak tersedia. Alokasi dari sumber-sumber
daya yang potensial akan memberikan dampak langsung terhadap
proses implementasi. Yang termasuk sumber-sumber tersebut
antara lain staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai
keahlian serta keterampilan untuk melaksanan kebijakan, informasi
yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi,
wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan
kebijakan, adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai
untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana
prasarana.
Informasi merupakan sumberdaya penting yang kedua bagi
pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi
mengenai cara menyelesaikan kebijakan/ program serta bagi
pelaksanan harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan
dan informasi tentang data pendukung kepatuhan kepada
peraturan pemerintah dan undang-undang. Namun kenyataan di
lapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang
diperlukan para pelaksanan di lapangan. Kekurangan informasi/
pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggung jawab
atau pelaksana tidak di tempat kerja sehingga menimbulkan
inefisien. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan
organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Sumberdaya berikutnya adalah kewenangan untuk menentukan
bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk
membelanjakan/ mengatur keuangan, baik penyediaan uang,
pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Menurut Lindblom
(dalam Winarno, 2004), sebab-sebab kewenangan terdiri dari dua
hal pokok, yakni; pertama, sebagian beranggapan bahwa mereka
lebih baik jika ada seseorang yang memerintah. Kedua,
kewenangan mungkin juga ada karena adanya ancaman, terror,
dibujuk, diberi keuntungan dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan
secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan
sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan
berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya
manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya
finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi
kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal
di kertas menjadi dokumen saja.
c) Disposisi
Disposisi diterjemahkan sebagai pembawaan/ kepribadian/
pandangan/ ideologi pelaksana kebijakan publik. Dengan asumsi
bahwa semua pegawai pemerintah (pelaksana kebijakan publik)
sudah lolos seleksi kepribadian pada saat penerimaan pegawai,
maka disposisi lebih dimaksudkan sebagai ketepatan atau
kecocokan tipe/ kepribadian antara pembuat kebijakan dengan
pelaksanan kebijakan. Disposisi adalah watak dan karakteristik
yang dimiliki implementor. Apabila implementor memiliki disposisi
yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik
seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan
pembuat kebijakan. Maka proses implementasi kebijakan juga
menjadi tidak efektif. Untuk menangkap disposisi yang dimaksud
oleh Edward III, dapat di perhatikan kutipan penyataannya berikut
ini. Insentif bagi pelaksana kebijakan. Staffing the bureacucracy
menekankan pada pentingnya pembuat kebijakan untuk menyusun
atau menempatkan staf-stafnya yang “se-kubu” dalam organisasi
pelaksanan demi menjamin terlaksananya kebijakan.
d) Struktur birokrasi
Aspek keempat yang menurut Edward III mempengaruhi
implementasi kebijakan publik adalah bureaucratic structure atau
struktur birokrasi. Birokrasi yang dimaksud disini adalah
keseluruhan jajaran pemerintah, meliputi semua pejabat negara
dan pegawai berstarus pegawai negeri maupun non pegawai
negeri (pegawai tidak tetap, mitra kerja, dan lain sebagainya); serta
struktur pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat.
Salah satu hal penting dalam implementasi atau pelaksanaan
kebijakan publik oleh organisasi adalah adanya sejenis standar
operating procedures (SOP). SOP merupakan positivasi atau
pembakuan terhadap langkah-langkah dan prosedur yang harus
dikerjakan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kebijakan,
misalnya SOP pembuatan keputusan; SOP pertanggung jawaban
kegiatan; SOP pengawasan kegiatan, dan lain sebagainya. Namun
demikian tetap harus diperhatikan bahwa pada beberapa hal SOP
justru menimbulkan masalah. SOP adalah suatu standar
penyikapan secara baku yang harus dilaksanakan dalam kondisi
apapun. Kebakuan seperti ini membuat kebijakan diterapkan
secara seragam dan standar; padahal bisa jadi masing-masing
masalah yang dihadapi memiliki karakteristik berbeda. Perbedaan
karakteristik yang harusnya disikapi dengan kebijakan berbeda
pula. Selain SOP, Edward III juga mengemukakan pentingnya
memperhatikan fragmentation dalam struktur birokrasi. Menurut
Edward, Fragmentation adalah pembagian pusat koordinasi dan
pertanggungjawaban.
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu dari aspek yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya prosedur operasi yang (standar
operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi
setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang
terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan
menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks. Ini akan menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.
Gambar 2.1 Teori Edward III
Sumber: dikutip dari Kasmad, 2013
Keempat faktor diatas, dipandang mempengaruhi keberhasilan
suatu proses implementasi, namun juga adanya keterkaitan dan saling
mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dengan faktor yang lainnya.
Selain itu dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiaga
unsur penting dan mutlak dalam implementasi. Suryamadi (2005: 79)
mengemukakan ada tiga unsur penting dalam proses implementasi, yaitu:
a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan,
b. Target grup yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan
ditetapkan akan menerima manfaat dari program, perubahan atau
peningkatan,
c. Unsur pelaksana (implementor) baik organisasi atau perorangan
untuk bertanggung jawab dalam memperoleh pelaksanaan dan
pengawasan untuk bertanggung jawab dalam memperoleh
pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
5. Dinamika yang Tidak Pernah Selesai : Gugatan Terhadap
Kemandengan Studi Implementasi
Purwanto & Sulistyastuti (2015) mengemukakan bahwa studi
implementasi yang berkembang pada tahun 1970an merupakan upaya
untuk memenuhi kebutuhan guna menjawab tantangan yang sulit dipenuhi
oleh ilmu politik, yaitu; memadukan antara perspektif teoritis dan kebijakan
publik. Studi implementasi, nampaknya dipandang sebagai cara yang
ampuh untuk dapat memadukan dua perpektif tersebut yaitu dengan
menggabungkan dunia teoritis, sesuatu yang ideal tersebut harus
diwujudkan di lapangan dalam bentuk implementasi. Akan tetapi,
meskipun studi implementasi yang dilakukan oleh Generasi-III telah
memberikan banyak sumbangan dalam menjelaskan dunia teori dengan
praktis pada tahun 1990an studi implementasi mengalami gugatan karena
beberapan beberapa kelemahan yang dialaminya. Berbagai gugatan
tersebut dilakukan karena para peneliti generasi yang baru merasa
harapan untuk mengembangkan studi implementasi ke level lebih tinggi
nampaknya sulit untuk direalisasikan.
Sebagai salah satu dari penggugat tersebut adalah sebatier &
Jenkins (1993). Keduanya mengatakan bahwa sangat sedikit manfaat
yang dapat diharapkan dari studi implementasi, terutama manfaatnya
untuk memajukan penelitian dan pengajaran bidang kebijakan. Karena
kelemahan tersebut keduanya menganjurkan agar para pakar kebijakan
bergerak lebih lanjut untuk melakukan studi yang mereka sebut sebagai
“policy change & learning”, yaitu lebih focus pada bagaimana merespon
kebijakan yang gagal diimplementasikan dan bagaimana implementer
belajar dari kegagalan tersebut. Sedangkan Ingram (1990) mengatakan
bahwa studi implementasi “has yet to reach conceptual clarity”. Kritik ini
disampaikan karena selama ini para ahli memang cenderung memiliki
definisi dan pemahaman yang berbeda-beda tentang apa yang mereka
sebut implementasi. Sebagai akibatnya, para peneliti menjadi sulit untuk
melakukan akumulasi, komparasi, dan sintesis dari berbagai hasil
penelitian tersebut manakala konseptualisasi tentang apa yang disebut
sebagai implementasi antara satu peneliti berbeda dengan peneliti yang
lain.
Dalam kesempatan lain P.deLeon (1999) mengatakan bahwa studi
implementasi mencapai suatu titik yang ia sebut sebagai “intelectual dead-
end” atau menyebutnya “lacking in any consensual theory” karena sulitnya
mengembangkan ide-ide untuk memajukan penelitian implementasi. Kritik
tajam tersebut disampaian karena kegagalan para peneliti yang
melakukan kajian implementasi untuk membangun “grand theory”
implementasi. Realitas yang ada menunjukkan bahwa para peneliti
implementasi cenderung “sibuk” dengan model mereka sendiri yang hanya
berlaku dalam ruang dan waktu yang sangat terbatas sehingga sampai
saat ini belum dicapai suatu kesepakatan tentang teori implementasi yang
bersifat umum. Dalam arti mampu atau dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena implementasi dimana saja.
Menurut Purwanto & Sulistyastuti (2015), bahwa tidak hanya
berkaitan denagn konseptualisasi dan teori, kritik yang dilontarkan oleh
para ahli tentang studi implementasi juga berkaitan dengan epistemologi
yang dipakai dalam penelitian ini. Para pengkritik mengatakan bahwa studi
implementasi terlalu kompleks dijelasakn dengan pendekatan positivistik
(metode penelitian kuantitatif) yang mereduksi realitas implementasi
menjadi variabel-variabel dan merangkainya menjadi sebuah model.
Menurut mereka, studi implementasi seharusnya dikembangkan dengan
pendekatan yang lebih “intuistik” (kualitatif) dengan memberi ruang pada
berbagai kemungkinan untuk mengeksplorasi penjelasan terhadap
fenomena implementasi secara lebih komprehensif. Saran ini didasarkan
pada kenyataan bahwa faktor-faktor yang menjelaskan keberhasilan
implementasi sangat kompleks yang dalam logika positivistik melibatkan
berbagai level unit analisis yang berbeda-beda; organisasi, kebijakan,
individu, komunitas yang akan lebih memberi ruang bagi peneliti untuk
mengeksplorasi semua faktor tersebut dengan pendekatan lebih intuistik
daripada dengan penelitian kuantitatif yang lebih kaku.
Terlepas dari kelemahan yang masih harus dicari pemecahannya,
seperti yang disampaikan para ahli sebelumnya, para pendukung studi ini
mengatakan bahwa studi implementasi tetap diperlukan karena masih
banyaknya hambatan dalam proses implementasi. Pada akhirnya para
policy analist mengatakan bahwa penelitian tentang evaluasi dan
implementasi kebijakan tetap merupakan salah satu area penelitian yang
paling bermanfaat dalam analisa kebijakan karean kemampuannya
menghubungkan dunia teori dengan dunia realitas. Untuk itu
pengembangan studi ini diperlukan mengingat beberapa tantangan
maupun perubahan yang terjadi. Ada empat posisi peneliti dalam
pengembangan studi implementasi seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Posisi Peneliti Studi Implementasi
Kebutuhan Untuk Melakukan Modifikasi
Perlunya Studi Implementasi dilanjutkan atau tidak
Ya Tidak Ya Reformer Skeptik
Tidak Tester Terminator
Sumber: James P. Lester & Malcolm L. Goggin (1998)
James P. Lester & Malcolm L. Goggin (1998) memetakan adanya
empat tipe peneliti berdasarkan pada posisi mereka tentang perlunya studi
implementasi dilanjutkan atau tidak dan kebutuhan untuk melakukan
modifikasi dalam melaksanakan studi tersebut. Berdasarkan dua variabel
tadi maka posisi peneliti dapat dibedakan menjadi empat kategori, yaitu
reformer, tester, skeptik dan terminator.
a) Reformer, yaitu penganut pembaharuan (reformer) memiliki sikap
positif terhadap kelanjutan studi implementasi. Dan menganjurkan
perlunya dilakukan pembaharuan dalam bidang konseptual
maupun metodologi. Salah satu penganjut pembaruan tersebut
adalah Richard Matland dengan kerangka konseptual yang ia sebut
sebagai ambiguity and conflict (Matland, 1995).
b) Tester, tipe tester diikuti oleh kelompok yang merasa nyaman
dengan perkembangan studi implementasi yang ada saat ini.
Kelompok yang berada pada tipe ini hanya tertarik untuk menguji
teori-teori yang suda ada. Yaitu untuk menemukan variabel-
variable yang paling krusial dalam proses implementasi dan tidak
memberi anjuran untuk memperbaharui konsep maupun
metodologi.
c) Skeptik, yaitu kelompok yang berfikiran negatif terhadap
perkembangan studi implementasi. Kelompok ini mengatakan
bahwa studi implementasi tidak perlu dilanjutkan kecuali ada
perubahan yang significant tentang bagaimana studi implementasi
dilakukan di masa mendatang. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Peter deLeon, Helen Ingram dan lain-lain (Ingram,
Schneider & P.deleon, 2007)
d) Terminator, adalah kelompok yang berfikiran negatif terhadap
kelanjutan studi implementasi dan mengatakan bahwa tidak perlu
dilakukan upaya untuk mencari terobosan dalam bidang konsep
maupun metodologi karena studi ini pada dasarnya mandeg.
Merujuk pada pendapat Ripley (1985:134) implementasi dapat
dilihat dari dua perspektif sebagaimana ia jelaskan: “Implementation
studies have two major foci: “complience” and “what’s happening”.
Perspektif pertama (complience perspektif) memahami keberhasilan
implementasi implementasi dalam arti sempit yaitu kepatuhan para
implementer dalam melaksanakan kebijakan. Perspektif kedua, tidak
hanya memahami implementasi dari aspek aspek kepatuhan para
implementer kebijakan dalam mengikuti standart operating procedure
(SOP) semata. Namun diukur dari keberhasilan mereka dalam
merealisasikan tujuan-tujuan kebijakan yang wujud nyatanya berupa
munculnya dampak kebijakan.
Kiviniemi (1986:260) mengemukakan bahwa Interaksi dalam proses
implementasi dengan lingkungannya menghasilkan empat kategori atau
tipologi implementasi, yaitu cooperation (kerja sama), conformity
(dukungan), counter action (tindakan tandingan), dan detachment
(pemutusan hubungan). Empat tipologi implementasi tersebut merupakan
pertemuan dua variabel pokok, yaitu: pertama, persetujuan para
stakeholder terhadap isi kebijakan dan kedua, sumber daya yang dimiliki
oleh para stakeholder tersebut. Variable persetujuan terhadap kebijakan
merupakan variabel dengan skala nominal yang dibedakan menjadi dua
katogori yaitu pro-policy (mendukung) dan contra-policy (menentang).
Sedangkan variabel sumberdaya yang dimiliki oleh para stakeholder
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: strong (kuat) dan weak (lemah). Untuk
memudahkan hasil analisis, maka tipologi implementasi sebagai akibat
(hasil) interaksi antara kebijakan dengan stakeholder non-pemerintah
yang dapat digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Tipe Reaksi Lingkungan Terhadap Implementasi Kebijakan
Research of the Actor Value of The Actor
Pro-policy Contra-policy
Strong Co-operation Counter-action Weak Conformity Detachment
Sumber: Kiviniemi (1986: 260)
B. TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA
1. Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Sedangkan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif (PP No 50
Tahun 2012).
2. Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Adapun penerapan SMK3 bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegrasi.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh; serta
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien
untuk mendorong produktivitas.
3. Teori Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Gagasan tentang sistem manajemen sering digunakan dalam
proses pengambilan keputusan dalam bisnis dan tanpa sadar juga dalam
kehidupan sehari-hari, entah itu dalam pembelian peralatan, perpanjangan
bisnis atau sekadar pemilihan furnitur baru. Implementasi Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OSHMS) didasarkan
pada kriteria, standar K3 yang relevan dengan kinerja. Ini bertujuan untuk
menyediakan metode untuk menilai dan meningkatkan kinerja serta
pencegahan insiden di tempat kerja dan kecelakaan melalui pengelolaan
bahaya yang efektif dan efektif risiko di tempat kerja Ini adalah metode
logis dan bertahap untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan,
bagaimana caranya terbaik untuk melakukannya, memantau kemajuan
menuju tujuan yang telah ditetapkan, mengevaluasi seberapa baik hal itu
dilakukan dan mengidentifikasi area untuk perbaikan. Hal ini dan harus
mampu disesuaikan dengan perubahan dalam bisnis organisasi dan
persyaratan legislatif.
Gambar 2.2 Siklus Deming
Sumber: Dikutip dari ILO, 2011
Konsep proses ini didasarkan pada prinsip Deming, W. Edward
"Plan-Do-Check-Act" Siklus (PDCA), yang dirancang pada tahun 1950
(dalam ILO, 2011) untuk memantau kinerja bisnis secara terus-menerus.
Bila diterapkan pada K3, "Plan" melibatkan penetapan kebijakan K3,
termasuk perencanaan alokasi sumber daya, penyediaan keterampilan
dan pengorganisasian sistem, identifikasi bahaya dan penilaian risiko.
Langkah "Do" mengacu pada implementasi aktual dan pengoperasian.
Program K3 Langkah "Check" dikhususkan untuk mengukur aktif dan
reaktif kinerja program. Terakhir langkah "Act" menutup siklus dengan
ulasan sistem dalam konteks perbaikan terus-menerus dan dasar dari
sistem berkelanjutan (ILO, 2011).
Unsur utamanya adalah pengembangan program K3 nasional yang
harus didukung oleh otoritas tertinggi pemerintah untuk memastikan
kesadaran yang luas terhadap komitmen nasional. Implementasi sistem
manajemen dan pendekatan terpadu untuk perbaikan terus menerus
melalui:
a) Kebijakan K3 nasional disusun, diimplementasikan dan ditinjau
secara berkala oleh pejabat yang berwenang dengan berkonsultasi
dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang paling
representatif;
b) Sistem K3 nasional yang berisi infrastruktur untuk melaksanakan
peraturan nasional dan peraturan nasional dan program teknis yang
terkait dengan K3;
c) Program K3 nasional yang menentukan tujuan nasional di bawah
K3 dalam kerangka waktu tertentu, menetapkan prioritas dan
tindakan yang dikembangkan melalui analisis situasi K3 nasional
sebagaimana dirangkum oleh Profil K3 Nasional;
d) Mekanisme untuk meninjau hasil program nasional dengan tujuan
untuk menilai kemajuan dan menentukan tujuan dan tindakan baru
untuk siklus berikutnya
Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja adalah kotak
peralatan logis yang fleksibel dan dapat disesuaikan dengan ukuran dan
aktivitas organisasi dan fokus pada bahaya umum dan spesifik dan risiko
yang terkait dengan aktivitasnya. Kompleksitasnya dapat berkisar dari
kebutuhan sederhana seperti perusahaan kecil yang menjalankan proses
produk tunggal di mana bahaya dan risiko mudah diidentifikasi, hingga
industri yang memiliki potensi bahaya yang tinggi seperti seperti
pertambangan, tenaga nuklir, manufaktur kimia, atau konstruksi.
Pendekatan Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
memastikan bahwa (ILO, 2011):
1. Pelaksanaan tindakan pencegahan dan perlindungan dilakukan
secara efisien & sesuai;
2. Ditetapkan kebijakan terkait;
3. Ditetapkan komitmen;
4. Semua elemen tempat kerja untuk menilai bahaya dan risiko
dipertimbangkan, dan
5. Manajemen dan pekerja terlibat dalam proses sesuai tingkat
tanggung jawab mereka.
Selama dekade terakhir, pendekatan OSHMS telah menjadi
populer dan telah berkembang. Cara mempromosikan aplikasinya
bervariasi dari persyaratan hukum hingga penggunaan sukarela.
Pengalaman menunjukkan bahwa OSHMS adalah alat yang logis dan
berguna untuk mempromosikan kinerja K3 di tingkat organisasi. Unsur
kunci untuk keberhasilan implementasinya meliputi manajemen
penjaminan dan partisipasi aktif dalam implementasi bersama. OSHMS
dalam program K3 nasional sebagai cara untuk secara strategis
mempromosikan pengembangan mekanisme berkelanjutan untuk
perbaikan K3 dalam organisasi.
4. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti yang tertuang di
dalam pasal 6 PP No 50 tahun 2012, organisasi wajib untuk menerapkan
SMK3 yang dilakukan berdasarkan kebijakan nasional. Kebijakan nasional
tentang SMK3 dimaksud meliputi 5 (lima) prinsip dasar implementasi
Sistem Manajemen K3 yaitu, Penetapan Kebijakan, Perencanaan K3,
Pelaksanaan Rencana K3, Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 dan
Peninjauan & Peningkatan kinerja (Tarwaka, 2017).
a. Menetapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap
implementasi Sistem Manajemen K3;
1) Adanya kebijakan K3 yang dinyatakan secara tertulis dan
ditandatangani oleh pengurus yang memuat keseluruhan visi
dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan
K3, kerangka dan program kerja mencakup kegiatan
perushaan secara menyeluruh. Didalam membuat kebijakan
harus dikonsultasikan dengan perwakilan pekerja dan
disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok,
pelanggan dan kontraktor. Kebijakan perusahaan harus selalu
ditinjau ulang atau direview untuk peningkatan kinerja K3.
2) Adanya komitmen dari pucuk pimpinan (top manajement)
terhadap K3 dengan menyediakan sumber daya yang
memadai diwujudkan dalam bentuk:
a. Penempatan organisasi K3 pada posisi strategis
b. Penyediaan anggaran biaya, tenaga kerja dan sarana
pendukung lainnya dalam bidang K3
c. Menempatkan personil dengan tanggung jawab,
wewenang dan kewajiban secara jelas dalam menangani
K3;
d. Perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. Penilaian kinerja dan tindal lanjut K3.
3) Adanya tinjauan awal (Initial Review) kondisi K3 di
perusahaan, yang dilakukan dengan cara:
a. Identifikasi kondisi yang ada, selanjutnya dibandingkan
dengan ketentuan yang berlaku (pedoman Sistem
Manajemen K3) sebagai bentuk pemenuhan terhadap
peraturan perundangan (Law Enforcement)
b. Identifikasi sumber bahaya di tempat kerja;
c. Penilaian terhadap pemenuhan peraturan perundangan
dan standar K3;
d. Meninjau sebab akibat kejadian yang membahayakan,
kompensasi kecelakaan, dan gangguan yang terjadi;
e. Meninjau hasil penilaian K3 sebelumnya;
f. Menilai efisiensi dan efektifitas sumber daya yang
disediakan.
b. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran
implementasi Sistem Manajemen K3;
1) Adanya perencanaan tentang identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko.
2) Adanya pemahaman terhadap peraturan perundangan dan
persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3
3) Adanya penetapan tujuan dan sasaran kebijakan perusahaan
dalam bidang K3 yang mencakup kriteria kebijakan sebagai
berikut;
a) Dapat diukur;
b) Satuan/indikator pengukuran;
c) Sasaran pencapaian;
d) Jangka waktu pencapaian.
4) Adanya indikator kinerja K3 yang dapat diukur.
5) Adanya perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang
sedang berlangsung.
c. Menerapkan rencana K3 dengan menyatakan komitmen
perwujudan komitmen yang terdiri dari adanya jaminan
kemampuan, dilaksanakannya kegiatan pendukung dan adanya
manajemen risiko dan manajemen tanggap darurat di perusahaan.
d. Mengukur ulang secara teratur dan mengevaluasi kinerja K3 serta
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, yang mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1) Adanya inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan
dengan tujuan dan sasaran K3 di tempat kerja;
2) Adanya audit sistem manajemen K3 secara berkala untuk
mengetahui efektifitas implementasi SMK3;
3) Tindakan pencegahan dan perbaikan secara sistematik dan
efektif yang dilaksanakan oleh pihak manajemen.
e. Meninjau ulang secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan
SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja K3 yang meliputi:
1) Evaluasi terhadap implementasi kebijakan K3;
2) Tujuan, sasaran dan kinerja K3;
3) Hasil temuan audit SMK3;
4) Evaluasi efektif implementasi SMK3 dan kebutuhan untuk
mengubahnya yang disesuaikan dengan adanya:
a) Perubahan Peraturan perundangan
b) Tuntutan pihak-pihak terkait dan tuntutan pasar
c) Perubahan produk, kegiatan dan perubahan struktur
organisasi perusahaan;
d) Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
e) Pengalaman kecelakaan dan insiden di tempat kerja
f) Pelaporan serta feedback dari tenaga kerja
Secara formal, ketentuan-ketentuan pokok tentang implementasi
SMK3 di suatu perusahaan, seperti uraian di atas harus dibuktikan secara
nyata melalui pencapaian sertifikasi audit. Dengan dilaksanakannya audit,
maka akan dapat diketahui apakah implementasi SMK3 telah berfungsi
dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan dan standar
yang berlaku di bidang K3.
5. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Implementasi Keselamatan dan Kesehatan kerja yang dilakukan
oleh perusahaan harus didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3,
prasarana dan sarana (PP No 50 Tahun 2012).
a. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang yang dimaksud adalah memiliki
kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat dan
kewenangan dibidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin
kerja/operasi dan/atau surat penunjukan dari instansi berwenang.
b. Prasarana dan sarana
Adapun sarana dan prasaran yang dimaksud paling sedikit terdiri
dari organisasi/ unit yang bertanggung jawab dibidang K3,
anggaran yang memadai, prosedur operasi/kerja, informasi dan
pelaporan serta dokumentasi dan instruksi kerja.
c. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Setiap perusahaan yang melaksanakan identifikasi bahaya,
penilaian dan pengendalian risiko sedikitnya meliputi:
1) Tindakan pengendalian
Tindakan pengendalian meliputi pengendalian terhadap
kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja sekurang-
kurangnya mencakup pengendalian terhadap bahan,
peralatan, lingkungan kerja, cara kerja, sifat kerja dan proses
kerja.
2) Perancangan (design) dan rekayasa
Perancangan design dan rekayasa meliputi pengembangan,
verifikasi tinjauan ulang, validasi dan penyesuaian
berdasarkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
3) Prosedur dan instruksi kerja
Penyusunan prosedur dan instruksi kerja memperhatikan
syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja dan ditinjau
ulang apabila terjadi kecelakaan, perubahan peralatan,
perubahan proses dan/atau perubahan bahan baku serta
ditinjau ulang secara berkala.
4) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
Dalam kontrak penyerahan sebagian pelaksanaan
pekerjaan, memuat jaminan kemampuan perusahaan
penerima pekerjaan dalam memenuhi persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja.
5) Pembelian/pengadaan barang dan jasa
Dalam pembelian/pengadaan barang dan jasa perlu
memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek keselamatan
dan kesehatan kerja serta perlengkapan lembar data
keselamatan bahan.
6) Produk akhir
Produk akhir dilengkapi dengan petunjuk pengoperasian,
spesifikasi teknis, lembar data keselamatan bahan, label
dan/atau informasi keselamatan dan kesehatan kerja
lainnya.
7) Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan
bencana industri
8) Serta rencana dan pemulihan keadaan darurat
Dalam pelaksanaan identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko sedikitnya harus;
1) Menunjuk sumber daya manusia yang mempunyai
kompetensi kerja dan wewenang di bidang K3; melibatkan
seluruh pekerja/buruh; membuat petunjuk K3 yang harus
dipatuhi oleh seluruh pekerja/buruh, orang lain selain
pekerja/buruh yang berada diperusahaan dan pihak lain
terkait;
2) Membuat prosedur informasi yang memberikan jaminan
bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada semua pihak
dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan;
3) Membuat prosedur pelaporan yang terdiri dari pelaporan
terjadinya kecelakaan di tempat kerja, laporan
ketidaksesuaian terhadap peraturan perundangan dan
atau/standar, laporan kinerja K3, laporan identifikasi sumber
bahaya, dan laporan yang diwajibkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang paling sedikit
dilakukan terhadap: peraturan perundangan di bidang K3
dan standar dibidang K3, indikator kinerja, izin kerja, hasil
identifikasi, penilaian dan pengengalian risiko, kegiatan
pelatihan K3, kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan,
catatan pemantauan data, hasil pengkajian kecelakaan di
tempat kerja dan tindak lanjut, identifikasi produk termasuk
komposisinya, informasi mengenai pemasok dan kontraktor,
serta audit dan peninjauan ulang K3; mendokumentasikan
seluruh kegiatan.
Sementara Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan &
Kesehatan Kerja menurut Tarwaka (2017), yaitu dengan menerapkan
rencana K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan
mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan
dan sasaran K3. Dalam hal ini pengurus harus menunjuk personil-personil
yang mempunyai kualifikasi dengan kriteria:
1) Adanya jaminan kemampuan;
a) Sumber daya berupa; manusia, sarana dan dana.
Penyediaan sumber daya tersebut, harus dibuat prosedur
untuk memantau manfaat yang didapat dan biaya yang
dikeluarkan;
b) Sistem Manajemen K3 harus terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan secara komprehensif;
c) Pendelegasian tanggung jawab dan tanggung gugat secara
tegas sesuai penugasan masing-masing;
d) Komitmen K3 dibangun berdasarkan hasil konsultasi
dengan tenaga kerja dan pihak-pihak lain yang terkait,
sehingga semua pihak merasa ikut berpartisipasi di
dalamnya;
e) Kesadaran semua pihak untuk mendukung tujuan dan
sasaran SMK3 yang telah ditetapkan untuk meningkatkan
kinerja pencapaian K3 di tempat kerja;
f) Pelatihan harus diselenggarakan untuk meningkatkan
kompetensi kerja di dalam implementasi SMK3
2) Adanya kegiatan pendukung yang meliputi:
a) Komunikasi antara manajemen dengan tenaga kerja dan
pihak-pihak terkait
b) Pelaporan SMK3 di tempat kerja;
c) Pendokumentasian sistem dan pengendalian dokumen;
d) Pencatatan dan manajemen informasi.
3) Adanya manajemen risiko dan manajemen tanggap darurat;
yang meliputi:
a) Identifikasi sumber bahaya
b) Penilaian terhadap risiko
c) Tindakan pengendalian risiko dengan mengikuti hirarki
pengendalian risiko yang dimulai sejak tahap
perancangan dan perekayasaan;
d) Prosedur menghadapi insiden, keadaan tanggap darurat
dan pemulihan keadaan darurat
6. Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja
Adapun manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja menurut Suardi (2005), yaitu:
a. Perlindungan Karyawan
Tujuan inti penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja adalah memberi perlindungan kepada pekerja.
Bagaimanapun, pekerja adalah aset perusahaan yang harus
dipelihara dan dijaga keselamatannya. Pengaruh positif terbesar
yang dapat diraih adalah mengurangi angka kecelakaan kerja. Kita
tentu menyadari, karyawan yang terjamin keselamatan dan
kesehatannya akan bekerja lebih optimal dibandingkan karyawan
yang terancam keselamatan dan kesehatan kerjanya. Dengan
adanya jaminan keselamatan, keamanan, dan kesehatan selama
bekerja, mereka tentu akan memberikan kepuasan dan
meningkatkan loyalitas mereka terhadap persahaan.
b. Memperlihatkan Kepatuhan pada Peraturan dan Undang-undang
Banyak organisasi yang telah mematuhi peraturan
menunjukkan eksistensinya dalam beberapa tahun. Kita bisa
saksikan bagaimana pengaruh buruk yang didapat bagi
perusahaan yang melakukan pembangkangan terhadap peraturan
dan undang-undang, seperti citra buruk, tuntutan hukum dari badan
pemerintah, seringnya menghadapi permasalahan dengan tenaga
kerjanya. Semua itu tentu akan mengakibatkan kebangkrutan.
Dengan menerapkan Sistem Manajemen K3, setidaknya sebuah
perusahaan telah menunjukkan itikad baiknya dalam mematuhi
peraturan dan perundang-undangan sehingga mereka dapat
beroperasi normal tanpa menghadapi kendala dari segi
ketenagakerjaan.
c. Mengurangi Biaya
Tidak berbeda dengan falsafah dasar sistem manajemen
pada umumnya, sistem manajemen K3 juga melakukan
pencegahan terhadap ketidaksesuaian. Dengan menerapkan
sistem ini, kita dapat mencegah terjadinya kecelakaan, kerusahakn
atau sakit akibat kerja. Dengan demikian kita tidak perlu
mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian tersebut.
Memang dalam jangka pendek kita akan mengeluarkan biaya yang
cukup besar dalam menerapkan sebuah Sistem Manajemen K3.
Apalagi jika kita juga melakukan proses sertifikasi dimana setiap
enam bulannya akan dilakukan audit yang tentunya juga
merupakan biaya yang harus dibayar. Akan tetapi jika penerapan
SMK3 dilaksanakan secara efektif dan penuh komitmen, nilai uang
yang keluar tersebut jauh lebih kecil dibandingkan biaya yang
ditimbulkan akibat kecelakaan kerja. Salah satu biaya yang dapat
dikurangi dengan penerapan SMK3 adalah biaya premi asuransi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan biaya premi
asuransi jauh lebih kecil dibandingkan sebelum menerapkan SMK3.
d. Membuat Sistem Manajemen yang Efektif
Tujuan perusahaan beroperasi adalah mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini akan dapat dicapai
dengan adanya sistem manajemen perusahaan yang efektif.
Banyak variabel lain yang ikut membantu pencapaian sebuah
sistem manajemen yang efektif, disamping mutu, lingkungan,
keuangan, tekhnologi dan K3.
Salah satu bentuk nyata yang bisa kita lihat dari penerapan
SMK3 adalah adanya prosedur terdokumentasi. Dengan adanya
prosedur, maka segala aktivitas dan kegiatan yang terjadi akan
terorganisir, terarah dan berada dalam koridor yang teratur.
Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan disimpan untuk
memudahkan pembuktian dan identifikasi akar masalah
ketidaksesuaian. Persyaratan perencanaan, evaluasi dan tindak
lanjut merupakan bentuk bagaimana sistem manajemen yang
efektif. Pengendalian dan pemantauan aspek penting menjadi
penekanan dan ikut memberi nilai tambah bagi organisasi.
Penerapan SMK3 yang efektif akan mengurangi rapat-rapat yang
membahas ketidaksesuaian. Dengan adanya sisitem maka hal itu
dapat dicegah sebelumnya disamping kompetensi personel yang
semakin meningkat dalam mengetahui potensi ketidak sesuaian.
Dengan demikian organisasi dapat berkonsentrasi melakukan
peningkatan terhadap sistem manajemennya dibandingkan
melakukan perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan yang
terjadi.
e. Meningkatkan Kepercayaan dan Kepuasan Pelanggan
Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatan
kerjanya akan bekerja lebih optimal dan ini tentu akan berdampak
pada produk yang dihasilkan. Pada gilirannya ini akan
meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan ketimbang
sebelum dilakukan penerapan. Disamping itu dengan adanya
pengakuan penerapan SMK3, citra organisasi terhadap kinerjanya
akan semakin meningkat, dan tentu ini akan meningkatkan
kepercayaan pelanggan.
C. KERANGKA TEORI
Sumber daya
Struktur birokrasi
Disposisi
Komunikasi
Implementasi
2. PERENCANAAN K3
2.1 Penyusunan Rencana K3
2.2 Perpu & Persyaratan lainnya
2.3 Tujuan & sasaran
2.4 Indikator kinerja
2.5 Perencanaan awal & perencanaan
kegiatan yg akan berlangsung
3. IMPLEMENTASI K3
3.1 Jaminan Kemampuan
3.2 Kegiatan Pendukung
3.3 Manajemen Risiko &
Manajemen Tanggap
Darurat
4. PEMANTAUAN & EVALUASI KINERJA K3 4.1 Pemeriksaan, pengujian, dan
pengukuran 4.2 Audit Internal SMK3 4.3 Tindakan Perbaikan & pencegahan
5. PENINJAUAN ULANG &
PENINGKATAN KINERJA K3
1. PENETAPAN KEBIJAKAN K3
1.1 Penyusunan Kebijakan K3
1.2 Penetapan Kebijakan K3
Sumber: Data Primer, 2018
Gambar 2. 3 Teori Modifikasi; PDCA Deming (dalam ILO, 2011), Tarwaka (2017) & Implementasi (Edward III, 1950)
Jaminan Kemampuan - Sumber daya manusia
- Sarana & Prasarana
- Manajemen Terintegrasi
- Prosedur & Instruksi Kerja - Komitmen
- Kesadaran - Pelatihan
Kegiatan Pendukung
- Komunikasi
- Pelaporan
- Pendokumentasian &
pengendalian dokumen
Manajemen Risiko & Manajemen
Tanggap Darurat
I. KERANGKA PIKIR
KOMUNIKASI
SUMBER DAYA
DISPOSISI
STRUKTUR BIROKRASI
Implementasi Sistem
Manajemen K3 di PT.
Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas
Makassar
Gambar 2. Skema Kerangka Pikir Implementasi Sistem Manajemen K3 berdasarkan Teori Edward III
Sumber : Data Primer, 2018
- Sumber daya manusia
- Sarana & Prasarana
- Pelatihan
- Manajemen Risiko & Manajemen
Tanggap Darurat
- Komunikasi
- Pelaporan
- Pendokumentasian &
pengendalian dokumen
- Komitmen - Kesadaran
- Manajemen Terintrgrasi
- Prosedur & Instruksi Kerja
IMPLEMENTASI
53
E. DEFINISI KONSEP
Untuk menfocuskan penelitian ini, maka ditetapkan definisi operasional
dari variabel yang diteliti, sebagai berikut:
Tabel 3. 1 Defenisi Konsep Variabel Penelitian
VARIABEL DEFENISI KONSEP TEKNIK
PENGUMPUL
AN DATA
INDIKATOR
Aspek Struktur Birokrasi
Manajemen
Terintegrasi
Manajemen K3 terintegrasi dengan
manajemen perusahaan secara komprehensif
Wawancara
Observasi
Prosedur &
Instruksi Kerja
Adanya acuan/ pedoman dan instruksi kerja
yang memperhatikan syarat-syarat K3
Wawancara
Dokumen
Observasi
- SOP
- MSDS
- Peraturan
perundangan
Aspek Disposisi
Komitmen K3 Adanya komitmen K3 yang dinyatakan tertulis
& ditandatangani pengurus yang memuat
keseluruhan visi dan tujuan perusahaan
Wawancara
Dokumen
Kebijakan K3
perusahaan
Kesadaran Pekerja berperan aktif mendukung tercapainya
tujuan & sasaran SMK3
Wawancara
Observasi
Menggunakan APD,
bekerja sesuai SOP,
Aspek Sumber Daya
Sumber Daya
Manusia
Menempatkan personil dengan tanggung
jawab, wewenang dan kewajiban secara jelas
dalam menganani K3 yang memiliki
Kompetensi Kerja di bidang K3.
Wawancara
Dokumen
Sertifikat AK3 & Surat
Izin Kerja/ Operasi
dan/atau surat
penunjukan dari
instansi berwenang.
Sarana &
Prasarana
Terdiri dari organisasi/ unit yang bertanggung
jawab di bidang K3 & tersedia anggaran untuk
pelaksanaan
Wawancara
Observasi
P2K3, sarana &
prasarana yg
mendukung
implementasi K3
Pelatihan Adanya pelatihan yang diselenggarakan untuk
meningkatkan kompetensi kerja di bidang
implementasi Sistem Manajemen K3
Wawancara
Dokumen
Manajemen Risiko
& Manajemen
Tanggap Darurat
Adanya pelaksanaan identifikasi bahaya,
penilaian terhadap risiko & tindakan
pengendalian serta prosedur menghadapi
insiden, keadaan tanggap darurat & pemulihan
keadaan darurat.
Wawancara
Dokumen
Observasi
- HIRA
- Sesuai peraturan
perundangan
54
VARIABEL DEFENISI OPERASIONAL TEKNIK
PENGUMPUL
AN DATA
INDIKATOR
Aspek Komunikasi
Komunikasi Adanya komunikasi antara manajemen &
tenaga kerja serta pihak-pihak terkait
Wawancara
Observasi
Pelaporan Adanya pelaporan kegiatan P2K3 , termasuk
laporan kecelakaan & PAK
Wawancara
Dokumen
- Sekurang-
kurangnya 3
bulan sekali wajib
menyampaikan
laporan kegiatan
P2K3 kepada
Menaker melalui
disnaker
setempat.
Pendokumentasian
& Pengendalian
dokumen
Perusahaan mempunyai dan mengembangkan
sistem pendokumentasian yang efisien,
mudah diakses dan dipelihara sebaik-baiknya
Wawancara
Dokumen
Sumber: Data Primer, 2018
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif pada
dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan tujuan dan kegunaan
tertentu.
B. RANCANGAN PENELITIAN
Proses penelitian yang digunakan penelitian kualitatif untuk
mengetahui implementasi Sistem Manajemen K3 dengan pendekatan studi
kasus (case study), melalui studi kasus ini penelitian dilakukan secara
intensif dan mendalam sehingga menjawab mengapa keadaan itu terjadi dan
peneliti diharapkan dapat menemukan hubungan yang tadinya tidak
diharapkan. Penelitian ini merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu
objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan
menyeluruh.
C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Lokasi penelitian di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 april – 25 mei
2018.
D. INFORMAN PENELITIAN
Metode untuk mendapatkan informan indepth interview yaitu dilakukan
secara purposive sampling, dengan informan penelitian adalah pihak-pihak
yang memilki wewenang dan pengetahuan mengenai implementasi K3 di PT.
56
Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makssar. Unsur manusia sebagai
instrumen yaitu peneliti yang terlibat langsung dalam observasi partisipatif
dan unsur informan diuraikan pada tabel berkut:
Tabel 3. 1 Tabel informan indepth interview dengan prosedur purpusive sampling. Informan tersebut terlibat langsung dengan proses
Implementasi Sistem Manajemen K3 di PT. Pelindo IV Terminal
Petikemas Makassar
NO ACTIVITY ACTOR PLACE INFORMATION
1 2 3 4 5
1 Sekertaris P2K3 Informan Kantor TPM Struktur Birokrasi Disposisi
Sumber daya Komunikasi
2 Supervisi Pengamanan & K3 Informan Kantor TPM Struktur Birokrasi
Disposisi Sumber daya
Komunikasi
3 Staff Perencanaan & Operasi Informan Kantor KPO Struktur Birokrasi Disposisi
Sumber daya
Komunikasi
4 Staff SDM Informan Kantor TPM Struktur Birokrasi Disposisi
Sumber daya Komunikasi
5 Pekerja Tetap Informan Workshop Struktur Birokrasi
Disposisi Sumber daya
Komunikasi
6 Pekerja Outsourcing/kontrak Informan Kantor TPM Struktur Birokrasi Disposisi
Sumber daya Komunikasi
Sumber: Data Primer, 2018
E. SUMBER DATA
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Metode indepth interview dengan pihak-pihak yang terkait dengan
bagian yang khusus menangani program implementasi SMK3
sebanyak 6 orang informan.
57
b. Metode observasi dengan pengamatan langsung dan mengisi
lembar checklist observasi, dengan melihat implementasi SMK3 di
perusahaan.
c. Telaah dokumen, Peneliti menggunakan dokumen yang diperoleh
sebagai pelengkap data yang telah dikumpulkan melalui
wawancara dan observasi. Dokumen tersebut juga memberikan
gambaran mengenai konteks fenomena yang diteliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal, skripsi, tesis, dari data
pemerintah, peraturan dan perundangan, artikel ataupun bacaan terkait dan
mendukung penelitian yang mecakup buku-buku yang berkaitan dengan tema
penelitian baik luar maupun dalam negeri terkait pelaksanaan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini, yaitu:
1. Peneliti sebagai human instrument.
2. Panduan indepth interview yang disusun berdasarkan persyaratan SMK3.
3. Checklist observasi untuk mengetahui keadaaan sebenarnya Tentang
Implementasi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
4. Recorder sebagai alat perekam proses wawancara.
5. Kamera sebagai pengambilan gambar sebagai dokumentasi.
6. Aplikasi Nvivo 10 untuk mengolah data kualitatif
58
G. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Data yang berasal dari informan mula-mula dicatat secara langsung
oleh pewawancara. Percakapan dengan informan juga direkam atas seizin
informan. Setelah itu dibuat deskripsi masing-masing informan yang didapat.
Catatan hasil observasi di kantor Terminal Petikemas, Kantor Perencanaan
Operasional (KPO) dan daerah terbatas Terminla Petikemas serta telaah
dokumen SMK3 yang diperoleh maupun hasil rekaman disempurnakan serta
dilengkapi menjadi satu penulisannya dalam sebuah transkrip. Selanjutnya
dari transkrip tersebut dilakukan analisis data.
Dalam teknik analisa data peneliti melakukan empat tahapan Analisa
Data yaitu;
1. Reduksi Data
Peneliti melakukan proses seleksi, pefokusan, penyederhanaan, abstraksi
data yang kasar yang dilaksanakan dalam penelitian dan mengatur
sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan.
2. Penyajian Data
Peneliti menyajikan data singkat berupa suatu rakitan organisasi informasi
yang memungkinkan kesimpulan penelitian.
3. Penarikan Kesimpulan
Peneliti melakukan kegiatan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian
pada saat penelitian berakhir.
4. Membangun Model
Nvivo adalah program aplikasi komputer yang digunakan untuk
membantu peneliti mengelola dan menganalisis data. Nvivo
59
dikembangkan oleh QSR Internasional. Nvivo membantu peneliti untuk:
(Bazeley & Richards, 2000; Gibbs, 2002):
a. Menata, mengklasifikasikan, dan mengurutkan data.
b. Menelaah hubungan antar data.
c. Membuat model
d. Menghubungkan analisis dengan cara pembuatan model, bentuk
model dan menghubungkan konsep dalam model.
Setiap penelitian Nvivo akan diberi nama project. Didalam setiap project
kita dapat memasukkan berbagai data yang kita peroleh selama
penelitian, membuat analisis, membuat model, dan lainnya. Dengan
demikian semua data penelitian dapat disimpan dan dikumpulkan dalam
satu lokasi yang mudah diakses dan dikelola (Sarosa, 2012).
H. TEKNIK PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
Untuk menjamin derajat kepercayaan data yang dikumpulkan,
digunakan teknik metode triangulasi. Triangulasi merupakan pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Satori
and Komariah, 2011). Tujuan triangulasi ialah men-check kebenaran data
tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber
lain (Nasution, 1992). Untuk menjamin kepercayaan data peneliti melakukan
penelitian dengan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang
dianggap dapat menjawab pertanyaan penelitian, kemudian melakukan
observasi partisipatif dan melakukan telaah dokumen untuk melengkapi
informasi inplementasi SMK3 perusahaan.
60
I. TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Proses pelaksanaan penelitian, mulai dari judul penelitian, menentukan
fokus, observasi lapangan, pengumpulan data, dan analisa data sampai
dengan laporan hasil penelitian. Kemudian dirangkum dalam matriks jadwal
pelaksanaan penelitian. Tahapan penelitian Implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja” ini dibuat dalam bentuk matriks untuk
lebih memudahkan pembaca dan peneliti dalam tahapan penelitian. Berikut
matriks tahapan penelitian:
MATRIKS TAHAPAN PELAKSANAAN PENELITIAN
FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI & JULI
Judul Penelitian
Data Awal
Menyusun Proposal
Penelitian
Menentukan Focus
Penelitian
Studi Kepustakaan
Kerangka Pemikiran
Metode Penelitian
Penentuan Informan
Instrumen Penelitian
Ujian Proposal
Observasi Lapangan
Analisa Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan
Kesimpulan
Penulisan
Laporan
Penelitian
Presentasi
Laporan
Penelitian
Ujian Hasil
Penelitian/ pengumpulan data
Aspek I: Regulasi.
Pengumpulan Data
Primemer & Data
Sekunder
Aspek II: Struktur
Birokrasi.
Manajemen
terintegrasi,
Prosedur & Instruksi
Kerja
Aspek III : Sumber
Daya. SDM, Sarana
& Prasarana,
Pelatihan,
Manajemen Risiko
& Manajemen
Tanggap Darurat
Aspek IV :
Komunikasi,
Pelaporan,
Pendokumentasian
& Pengendalian
dokumen.
Aspek V : Disposisi.
Komitmen &
Kesadaran
Aspek VI :
Membangun Model
SMK3.
Sumber : Data Primer, 2018
Tabel 3. 3 PENELITIAN YANG RELEVAN
No Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Nujhani, J., & Julantina. I (2013) Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Persiapan Lahan Pusri Iib
Pt. Pupuk Sriwidjaja Palembang
- Kuantitatif - Metode wawancara &
kuesioner - instrument : kuesioner dengan
mengajukan pertanyaan mengenai penerapan SMK3
- Jenis pertanyaan: jenis pertanyaan tertutup untuk mempermudah responden menjawab pertanyaan dan memfokuskan jawaban yang diharapkan penulis.
- Sesuai dengan PERMENAKER No. 05/MEN/1996 pasal 3 point 1 tentang perusahaan yang wajib menerapkan SMK3, maka PT. Pupuk Sriwidjaja telah termasuk kepada perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi dengan penerapan cukup baik.
- Telah melakukan identifikasi, dokumentasi bahaya
kesemua aktifitas di area pabrik dan juga sudah mempunyai prosedur untuk mengkomunikasikan peraturan dan pedoman K3 kepada seluruh kontraktor, rekanan, tenaga kerja, melalui rapat, media elektronik maupun bulletin.
- Hasil analisis kuesioner secara keseluruhan, diperoleh rataan hitung sebesar 83.87. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan smk3 pada proyek persiapan lahan pusri
IIB adalah cukup baik.
- Sebaiknya perusahaan dapat meningkatkan pengawasan terhadap penerapan SMK3 pada proyek persiapan lahan pusri IIB agar penerapan SMK3 perusahaan dapat lebih efektif sehingga senantiasa diperoleh tempat kerja yang aman, sehat dan produktifitas dapat ditingkatkan.
- Perlu dilakukan studi kasus yang lebih mendalam mengenai pelaksanaan SMK3 di lapangan. Jumlah responden yang lebih banyak, jenis konstruksi yang lebih beragam, serta metode penilaian yang lebih objektif dapat menambah keakuratan data yang diharapkan.
Nujhani, J., & Julantina. I . 2013. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Persiapan Lahan Pusri Iib Pt. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Jurnal
Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 1, No. 1, Desember 2013
Muhammad Salafudin dkk (2013) Implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah & D.I. Yogyakarta dalam Upaya Peningkatan Mutu dan Produktivitas Kerja
- Kualitatif, pendekatan deskriptif
- Metode wawancara,
observasi, check list & observasi.
- Dimensi : Implementasi berdasarkan PER No 5/ MEN/ 1996
- Penerapan (SMK3) sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan peraturan menteri nomor PER 05/MEN/1996. Namun masih perlu diperbaiki karena masih terdapat
kekurangan, pada tahapan inspeksi dan evaluasi yg belum berjalan dengan efektif, sehingga perbaikan maupun pembenahan juga belum dapat berlangsung secara efektif.
- Tingkat kesedaran karyawan terhadap K3 relatif tinggi. Terbukti dgn pengetahuan karyawan yg baik, pelaksanaan kerja sesuai SOP dan mengetahui risiko pekerjaan jika tidak mematuhi peraturan.
- Namun untuk dampak dan implikasi SMK3 terhadap mutu
dan produktivitas kerja karyawan hanya mencapai 55%
- Perlu adanya pengawasan yang lebih baik dan berkelanjutan kaitanya dengan pemakaian alat pelindung diri agar penerapan K3 dapat berlangsung
secara efektif sehingga memberikan keaman dan kenyamanan bagi karyawan serta meningkatkan mutu dan produktivitas kerja karyawan.
- Perlu diadakan penyuluhan dan pembinaan tentang arti pentingnya pemakai alat pelindung diri yang baik dan benar disetiap melakukan pekerjaan yang berisiko terjadi kecelakaan.
- Perlunya peningkatan terhadap pelaksanaan inspeksi
dan evaluasi penerapan Sistem Manajemen K3 (SMK3) secara berkelanjutan. Seperti pengecekan kotak P3K, pengecekan alat pemadam kebakaran, pemberian rambu di area terlarang yang hanya boleh dimasuki untuk karyawan tertentu bukan umum.
Salafuddin, M. dkk.2013. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di PT PLN (Persero) Area Pengatur Distribusi Jawa Tengah & D.I. Yogyakarta dalam Upaya Peningkatan Mutu dan Produktivitas Kerja. Jurnal Teknik Elektro Vol. 5 No. 1 Januari - Juni 2013
Hasyrul Almani dkk (2013) Faktor yang berhubungan dengan persepsi karyawan unit produksi Tonasa IV terhadap penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Semen
Tonasa Tahun 2013
- Survey analitik, pendekatan cross sectional study .Sampel 60 karyawan unit produksi.
- Analisis univariat : Mendeskripsikan karakteristik responden & bivariat dengan cross tabulasi dan diuji
mengunakan chi square.
- Hasil penelitian diperoleh variabel yang berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap penerapan SMK3 di PT. Semen Tonasa adalah umur (𝜌 = 0,002), pengetahuan (𝜌 = 0,002), masa kerja (𝜌 = 0,008), dan pelatihan K3 (𝜌 = 0,008) dan variabel
- yang tidak berhubungan persepsi karyawan Unit Produksi Tonasa IV terhadap penerapan SMK3 adalah tingkat
pendidikan (𝜌 = 1,00).
- Diharapkan agar perlu adanya sosialisasi kepada seluruh karyawan tentang SMK3 dan perlu adanya pelatihan K3 yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab karywan serta pelatihan penyegaran kepada karyawan lama sehingga diharapkan mampu memiliki skill yang baik dibidangnya.
Almani, hasyrul dkk. 2013. Faktor yang berhubungan dengan persepsi karyawan unit produksi Tonasa IV terhadap penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Semen Tonasa Tahun 2013. Makassar. Bagian K3 FKM Unhas
No Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Achmad Ramadahan dkk (2012)
Penerapan SMK3 (Studi pada Proyek pembangunan Jalan Rawa Buaya, Cengkareng)
- Penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif.
- Pelaksanaan SMK3 di proyek tsb berjalan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan seperti safety morning & safety
briefing namun masih terdapat beberapa hal yg menghambat seperti kurangnya kesadaran individu akan pentingnya K3 terutama disiplin penggunaan APD, kurangnya anggaran K3, kurang tegasnya pengawasan.
- Pihak kontraktor sebagai pihak pelaksana proyek harus lebih tegas & intensif melakukan pengawasan
ke lokasi proyek agar pekerja lebih disiplin khususnya dalam menggunakan APD
- Pihak kontraktor harus meningkatkan kegiatan sosialisasi & komunikasi K3 terutama kepada para pekerja.
Ramadhan, Achmad dkk. 2012. Penerapan SMK3 (Studi pada
Proyek pembangunan Jalan Rawa Buaya, Cengkareng). Depok. Universitas Indonesia.
Alfred Billy Wuon dkk (2013) Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Pt Kerismas Witikco Makmur
- Kualitatif - Metode indepth interview
terhadap manajemen perusahaan, pemerintah setempat dan serikat pekerja
- Komitmen dan kebijakan di PT KWM Bitung belum berdasarkan Permenaker No. 05/Men/1996 Lamp. 1 Poin 1 dimana perusahaan belum menempatkan organisasi ataupun seorang ahli keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
- Perencanaan K3 di PT KWMB juga belum sesuai dengan Permenaker No. 05/Men/1996 Lamp. 1 Poin 2 dimana perusahaan belum menetapkan tujuan dan sasaran
program K3 yang terdokumentasikan, - Penerapan SMK3 diperusahaan yang sudah dilakukan
dalam perlindungan keselamatan para pekerja yaitu berupa pengadaan sejumlah alat pelindung diri sebagai upaya teknis pencegahan kecelakaan kerja,
- Pengukuran dan evaluasi SMK3 di perusahaan belum berdasarkan Permenaker NO.
- Perusahaan disarankan agar menempatkan karyawan yang kompeten dibidang K3 berdasarkan Permenaker No. 05/Men/1996 Lampiran 1 Poin 1.
- Para pekerja tetap maupun karyawan disarankan untuk lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya K3 dan mematuhi segala peraturannya.
Wuon, A dkk. 2013. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Pt Kerismas Witikco Makmur. Manado. Universitas Samratulangi.
- 05/Men/1996 atau dalam hal ini belum nampak dalam bentuk suatu pernyataan atau surat komitmen dan dokumen tentang pengukuran dan evaluasi mengenai SMK3 di perusahaan.
- Sedangkan tinjauan ulang SMK3 di PT KWMB juga belum
berdasarkan Permenaker No. 05/Men/1996, dimana perusahaan belum melakukan Audit SMK3
Yanuar Kurniawan dkk (2015) Tingkat pelaksanaan SMK3 pada
Proyek Konstruksi, studi kasus di Kota Semarang
- Kuantitatif dengan cara observasi, yang lebih cenderung pada hasil yang
deskriptif. - Sampel dilakukan secara
purposive - Instrumen penelitian
berdasarkan peraturan menteri PU No 09 tahun 2008
- Hasil penelitian adalah tingkat pelaksanaan SMK3 pada proyek konstruksi risiko tinggi sebesar 83,43%.
- Untuk hasil penelitian tingkat pelaksanaan SMK3 pada
proyek konstruksi risiko sedang sebesar 42,12%. - Adapun kelengkapan fasilitas K3 pada proyek risiko tinggi
sebesar 75%. Untuk kelengkapan fasilitas K3 pada proyek risiko sedang sebesar 30%.
- Sebaiknya ada tindakan tegas bagi siapapun yang tidak mematuhi peraturan K3 di dalam proyek tersebut untuk memberikan efek jera
- Perlu adanya peningkatan pelaksanaan SMK3 seiring dengan berkembangnya teknologi pada era modern ini.
Kurniawan, yanuar dkk . 2015. Tingkat pelaksanaan SMK3 pada Proyek Konstruksi, studi kasus di
Kota Semarang. Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Korry Apriandi , dkk (2014)
Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan OHSAS 1800:2007 pada unit spinning V PT. Sinar Pantja Djaja (PT. SPD) di Semarang Tahun 2014
- Deskriptif kualitatif - Observasi lapangan,
wawancara kepada manajer, supervisor, staf K3, ketua P2K3, dan karyawan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa: - Pelaksanaan penerapan SMK3 menurut OHSAS di PT. SPD
sebanyak 131 poin (87,3%). - Untuk poin yang belum sesuai sebanyak 10 poin (6,7%). - Dan untuk poin yang tidak sesuai sebanyak 9 poin (6%). - Sehingga, termasuk dalam kategori tingkat penilaian baik
atau setara dengan perolehan sertifikat bendera emas.
Disarankan kepada PT. SPD untuk meningkatkan
penerapan SMK3 berdasarkan
OHSAS dengan:
- wajib memiliki manual SMK3 berdasarkan OHSAS,
- wajib memiliki prosedur mengidentifikasi,
mengakses dan pemutakhiran peraturan K3,
- wajib menyediakan sumberdaya kompeten untuk
menjalankan SMK3,
- pelatihan K3 harus membedakan tanggung jawab,
kemampuan, bahasa, ketrampilan dan resiko,
- melakukan simulasi keadaan darurat api,
- memiliki data kalibrasi alat sesuai dengan peraturan.
Apriandi, Korry., dkk. 2014. Pelaksanaan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) berdasarkan OHSAS 1800:2007 pada unit spinning V PT. Sinar Pantja Djaja (PT. SPD) di Semarang Tahun 2014. Unnes Journal of Public Health. ISSN
2252-6528
Sabuaji Brastowo Suryosagoro. dkk (2012) Analisis Kondisi Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (SMK3) Pada Proyek Konstruksi Menuju Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 (Studi Kasus : Proyek Alila Suite Scbd Oleh PT. Hutama Karya (Persero)
- Metode : Analisis Evaluatif komparatif, yaitu desain/ prosedur untuk mengumpulkan analisis data secara sistematik untuk
menentukan suatu nilai atau manfaat dari suatu praktik & dibandingkan dgn hasil evaluasi sebelumnya.
- Analisis menggunakan checklist, dimana pengisiannya terlebih dahulu dilakukan
observasi dilapangan & wawancara dgn pihak yg terlibat.
- Diperoleh bahwa nilai tingkat penerapan dari PP Nomor 50 Tahun 2012 sebesar 96,39% dan digolongkan tingkat penerapan yang Memuaskan.
- Terdapat 160 kriteria yang sesuai dari total 166 kriteria yang dievaluasi. Dengan demikian, lokasi dinyatakan siap
untuk menerapkan PP Nomor 50 Tahun 2012 karena telah melebihi batas pencapaian Memuaskan yaitu 85%.
- Penelitian mengenai Sistem Manajemen K3 selanjutnya disarankan untuk dilakukan di daerah yang berbeda.
- Perbedaan pada perusahaan dan level perusahaan disarankan dilakukan.
- Perlu ditinjau hubungan SMK3 dengan aspek biaya proyek
Suryosagoro, S. dkk 2013. Analisis Kondisi Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pada Proyek Konstruksi Menuju Peraturan Pemerintah
Nomor 50 Tahun 2012 (Studi Kasus : Proyek Alila Suite Scbd Oleh PT. Hutama Karya (Persero). e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL Vol. 1 No. 4/Desember 2013/496
Wulandari, C., Wardani, Mila & Harianto, F. (2015)
Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pada Proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa Merr Surabaya
- Kualitatif - Metode wawancara &
kuesioner - Dimensi : Bertujuan untuk
mengevaluasi penerapan SMK3
- Validitas : Triangulasi, wawancara 3 orang konsultan K3 dengan orang, waktu, ruang yang berbeda hasilnya
sama.
- Kebijakan penerapan sistem manajemen K3 sudah berjalan dari awal pertama pembangunan pondasi dan diberlakukan
wajib, sehingga diberikan sanksi bagi pekerja yang tidak mematuhi penerapan SMK3.
- Kendalanya, tenaga kerja yang membandel & menyepelekan penerapan K3, sebagian besar para pekerja keberatan dalam penerapan K3 krn menganggap hal tersebut sudah biasa & mandornya kurang mendukung.
- Terjadi kecelakaan kerja seperti terkena paku, kecokrok besi & stek, korban 15 pekerja.
- Di proyek pembangunan Apartement Gunawangsa Merr sudah diterapkan SMK3 tetapi belum 100%
- Persentase tingkat pencapaian: 87,17 % - Persentase ketidaksesuaian: 12,83 %
- Menyediakan SDM dalam bidang SMK3 yang memadai sejak masa persiapan proyek.
- Melakukan evaluasi metode kerja, kemudian dikoordinasikan guna menyempurnakan manual khususnya SMK3
- Meningkatkan partisipasi dari konsultan K3 dengan cara sosialisasi dan meningkatkan
- intensitas komunikasi dengan pekerja serta mengoptimalisasikan fungsi safety di lapangan.
- Mengevaluasi pemasangan rambu-rambu serta
lokasinya kemudian dilakukan pembenahan - sesuai dengan pedoman teknis.
Wulandari, C., Wardani, Mila & Harianto, F. 2015. Evaluasi
Penerapan SMK3 pada Proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa Merr Surabaya. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan III 2015.
ISBN 978-602-98569-1-0
Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Polla, P., Mangandangi, R & Walangitan. (2015) Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pada Proyek Konstruksi
- Kuantitatif - Teknik nonprobability
sampling dengan metode convinience sampling.
- Penelitian dilakukan berdasar metode statistika
dengan batasan normal jumlah banyaknya sampel minimum 30 sampel. Untuk penelitian ini dilakukan diatas batasan normal yaitu 80 responden.
- Responden: tenaga kerja dengan status tenaga kerja sebagai mandor, kepala
tukang, & pembantu tukang
- Adanya hubungan yang kuat dan positif antara penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja.
- Dalam hal ini ditunjukan oleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,730 dan dari hasil uji F dan uji t di dapat Fhitung = 88,883 > Ftabel = 3,960. Dan t hitung = 9,428 > ttabel =
1,664620.
Melihat bahwa ternyata penerapan SMK3 lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja, dimana semakin baik manajemen K3 lingkungan diperhatikan atau diperbaiki, maka semakin baik pula produktivitas yang dihasilkan. Dengan demikian penerapan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja lingkungan hendaklah menjadi prioritas utama dalam usaha peningkatan produktivitas tenaga kerja pada proyek konstruksi
Polla, P., Mangandangi, R & Walangitan. . 2015. Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lingkungan Terhadap
Produktivitas Tenaga Kerja Pada Proyek Konstruksi. TEKNO Vol.13/No.63/Agustus 2015
M. Dimas Prawita K (2013) Pengaruh SMK3 terhadap kinerja karyawan PT. Adhi Karya
(Persero) Tbk
- Kuantitatif, metode survei - Total sampling : karyawan
divisi K3 yang berjumal 35 responden.
- Menunjukkan bahwa SMK3 memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
- Walaupun SMK3 yang ada di PT. Adhi Karya Persero Tbk dapat menghasilkan karyawan yang berkinerja baik, akan tetapi perusahaan disarankan untuk melakukan sosialisasi mengenai perencanaan &
pelaksanaan Ke perusahaan untuk mengantisipasi kecelakaan kerja.
- Baiknya perusahaan untuk melakukan SMK3 secara berkelanjutan sehingga dapat mempertahankan & meningkatkan kinerja karyawan yang lebih baik lagi.
Prawita, M. 2013. Pengaruh SMK3 terhadap kinerja karyawan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk. Depok. Universitas Indonesia, Fisip.
Prilia Relastiani (2014) Pengaruh pengetahuan K3 dan sikap terhadap kesadaran berperilaku K3 di Lab CNC dan PLC SMK 3 Yogyakarta
- Metode Expost facto - Bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pengetahuan K3 dan sikap terhadap kesadaran berperilaku K3.
- Besarnya pengaruh pengetahuan K3 terhadap kesadaran berperilaku K3 secara parsial sebesar 0,145 (14,5%) yang artinya bahwa variabel pengetahuan K3 memberikan kontribusi sebesar 14,5% terhadap kesadaran berperilaku K3, tersebar pada memahami pengertian dan tujuan K3, identifikasi faktor penyebab kecelakaan kerja, menguraikan cara pencegahan kecelakaan dan penggunaan alat pelindung diri saat bekerja. pengetahuan K3 yang luas
cenderung akan memiliki kesadaran untuk berperilaku K3 karena mengetahui resiko apa yang akan didapat apabila tidak memperhatikan K3.
- Restiani, prilia (2014). Pengaruh pengetahuan K3 dan sikap terhadap kesadaran berperilaku K3 di CNC dan PLC SMK 3 Yogyakarta. Yogyakarta. Program studi Pendidikan Mekatronika. Universitas Negeri Yogyakarta.
Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Elvira Hongadi & Maria Praptiningsih (2013)
Analisis Penerapan Program K3 pada PT. Rhodia Manyar di Gresik
- Kualitatif Studi Kasus - dimensi: Untuk
mendeskripsikan & menganalisis penerapan kebijakan reward dan punishment
- pengumpulan data: wawancara
- Pelaksanaan K3 pada PT. Rhodia Manyar dapat terlihat dari adanya aturan kesehatan dan keselamatan kerja di
perusahaan, adanya kesadaran karyawan untuk melaksanakan aturan yang ada, alat pelindung dari sudah menjadi bagian wajib dari pekerjaan karyawan.
- Perusahaan mempunyai kebijakan reward dan punishment terkait dengan penerapan K3 di perusahaan. Penentuan reward dan punishment terkait dengan K3 ini melibatkan dua divisi, yaitu divisi HSE dan divisi SDM.
- Divisi HSE bertugas untuk memberikan penilaian terhadap
praktek K3 yang sudah dilakukan oleh karyawan setiap bulan, kemudian hasil penilaian ini yang akan diserahkan kepada divisi SDM.
- Divisi SDM nantinya yang akan menentukan jenis reward dan punishment yang akan diberikan kepada karyawan.
- Pihak perusahaan perlu untuk terus meningkatkan pelaksanaan K3. Saat ini pelaksanaan K3 di PT.
Rhodia Manyar sudah cukup bagus, tetapi tetap diperlukan upaya-upaya untuk terus menyempurnakan pelaksanaan K3. Saran yang dapat diberikan kepada perusahaan untuk penyempurnaan pelaksanaan K3 yaitu berupa implementasi dari perbaikan program reward dan punishment dalam pelaksanaan K3.
- Pihak perusahaan perlu menyempurnakan alat
pelindung diri yang sudah ada, demi pelaksanaan K3 secara efektif.
- Pihak perusahaan perlu melakukan prosedur pemeriksaan kesehatan bagi calon pekerja, contohnya bagi yang buta warna, memiliki mata minus, plus ataupun silinder, mereka harus melewati prosedur pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menjadi pekerja tetap. Jika memungkinkan untuk
diperbaiki dengan memberi alat bantu baca, maka pekerja tersebut dapat diperkerjakan, pemeriksaan adanya alergi ataupun kondisi tubuh yang dapat menular (Hepatitis, HIV/AIDS).
Hongadi, Elvira., Praptiningsih, maria. 2013. Penerapan Program
Kesehatan dan keselamatan kerja pada PT. Rhodia Manyar di Gresik. Agora Vol 1 No 3 (2013)
Zulyanti, Noer. 2013
Komitmen kebijakan K3 sebagai upaya perlindungan terhadap tenaga kerja.
- Kualitatif deskriptif
- Teknik purposive sampling untuk key infoman dan 463 bagi untuk karyawan produksi
MPS KUD Tani mulyo telah berkomitmen dengan kebijakan K3
sesuai dengan Permenaker Nomor PER.05/MEN/1996. Elemen sumber daya, dengan telah menepatkan organisasi K3 (P2K3) pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan, yaitu dengan diketuai oleh direktur utama secara langsung, menyediakan sumberdaya manusia, sarana dan anggaran/dana yang diperlukan di bidang K3. Elemen komunikasi dan kepedulian, MPS KUD hendaknya perlu memperhatikan motivasi karyawan dalam berperilaku
sehingga tujuan akhir proses komunikasi dapat tercapai yaitu berperilaku aman dan dengan menerapkan sistem hadiah dan hukuman dalam penerapan K3. Elemen pelatihan dan kompetensi, MPS KUD melaksanakan pelatihan secara internal dan eksternal untuk meningkatkan kompetensi personel dalam bidang K3. Elemen tugas dan wewenang MPS KUD telah menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang jelas. Berhasil dalam
komitmennya untuk melindungi karyawannya dengan keberhasilan penerapan kebijakan K3, hal ini dapat dibuktikan dengan selalu diraihnya penghargaan zero accident sejak 2003- 2011.
- Zulyanti, noer. 2013. Komitmen
Kebijakan K3 sebagai upaya perlindungan terhadap tenaga kerja (Studi pada Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan). Program Magister Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. DIA,
Jurnal Administrasi Publik Desember 2013, Vol. 11, No. 2, Hal. 264 - 275
Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Messah, Yunita, dkk (2012) Kajian Implementasi K3 pada
Perusahaan Jasa Konstruksi di Kota Kupang
- Kuantitatif - Dimensi: Bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana penerapan SMK3 oleh kontraktor di kota kupang dan dampa yang akibatkannya.
- Acuan: Permennaker No 5 Tahun 1996
- Persentase implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada perusahaan jasa
konstruksi di Kota Kupang adalah sebesar 62,38 %. Dari persentase ini implementasi SMK3 dikategorikan kuning sesuai konsep Traffic Light System.
- Dengan tingkat kecelakaan yang berada pada kategori hijau maka dapat diketahui bahwa tingkat implementasi SMK3 Kota Kupang berada pada level 2 yaitu cukup aman.
- Berdasarkan penggolongan menurut kategori jenis perusahaan, jenis perusahaan BUMN memiliki persentase
implementasi SMK3 sebesar 87,10 % dan jenis perusahaan swasta nasional memiliki persentase 56,06 %. Hal ini disebabkan oleh kualifikasi perusahaan yaitu BUMN merupakan badan usaha milik negara sehingga menjalankan persyaratan SMK3 yang lebih baik dari swasta nasional.
- Ketentuan-kententuan SMK3 sebagian besar telah dilakukan oleh perusahaan jasa konstruksi di Kota Kupang.
10 Ketentuan yang paling banyak diterapkan oleh perusahaan jasa konstruksi adalah menetapkan kebijakan K3 (86,84 %), mengidentifikasi bahaya yang akan terjadi (84,21%), menyediakan dana untuk pelaksanaan K3 (84,21%), menentukan pengendalian resiko kecelakaan (81,58%), peraturan yang dibuat berdasarkan perundang-undangan mengenai K3 (81,58%), menyediakan fasilitas P3K dalam jumlah yang cukup (81,58%), membuat tujuan
dan sasaran yang ingin dicapai (78,95%), setiap pihak yang terlibat dalam perusahaan jasa konstruksi harus berperan dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3 (76,32%), adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas (73,68%) dan implementasi pengendalian untuk mengelola bahaya K3 (73,68%).
- Yunita, Messah, dkk. 2012. Kajian Implementasi SMK3 pada
perusahaan jasa konstruksi di kota kupang. Jurnal Teknik Sipil Vol. 1 No.4 September 2012
Peneliti & Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Saran Keterangan
Wahyu susihono, dkk. (2013)
Penerapan Sistem Manajemen K3 dan Identifikasi potensi bahaya kerja (studi kasus di PT. LTX Kota Cilegon-Banten)
- Kualitatif - Dimensi: Mengetahui nilai
risiko potensi bahaya dan kategori potensi bahaya di perusahaan serta mengetahui faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan.
- Nilai resiko potensi bahaya kerja yang dominan di PT LT, bagian fluid utility adalah 2D yang berarti tingkat
keparahan bahaya kerja kecil dan kemungkinan terjadinya potensi bahaya kerja kecil, sedangkan nilai kategori potensi bahaya kerja yang dominan adalah L yang berarti low risk atau resiko rendah sehingga perlu dikendalikan dengan prosedur rutin
- Faktor penyebab terbesar terjadinya potensi bahaya kerja adalah kondisi ruangan relatif sempit dengan jumlah mesin yang tidak sebanding dengan ukuran ruangan, suara mesin
bising, penggunaan bahan kimia berupa larutan elektrolit, penempatan Standard Operational procedure (SOP) pada empat mesin belum terpasang secara ergonomis, kondisi jalan sempit, terdapat benda asing yang menghalangi jalan, temperatur ruangan meningkat 50C dari temperatur awal 28 derajat Celsius.
- Pencapaian sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah diterapkan sudah sesuai dengan undang-
undang No.5 tahun 1970 ditunjukkan dengan perolehan penghargaan zero accident.
- Pada penelitian selanjutnya, dalam mengidentifikasi potensi bahaya kerja dilakukan dengan beberapa
metode identifikasi seperti JSA, Robinson, FMEA. - Mengidentifikasi potensi bahaya kerja dilakukan
dalam beberapa area kerja yang sering dijangkau operator atau para pekerja.
Susihono, wahyu. dkk 2013. Penerapan Sistem Manajemen
K3 dan identifikasi potensi bahaya kerja (studi kasus di PT. LTX Kota Cilegon - Banten). Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Spektrum Industri, 2013, Vol. 11, No. 2, 117 – 242. ISSN : 1963-6590
Muhammad Rizky Andriyanto. dkk (2017) Hubungan Predisposing Factor
dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja unit produksi I PT. Petrokimia Gresik
- Kuantitatif - Observasional analitik, desain
cross sectional.
- Dimensi : Mengetahui Faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD
- Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja berperilaku baik dalam menggunakan APD di tempat kerja (95%).
- Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengetahuan (p = 0,019; r = 0,346) sebagai faktor yang berhubungan signifi kan dengan perilaku penggunaan APD dan memiliki kuat hubungan rendah.
- Kesimpulan adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin baik perilakunya dalam penggunaan APD
- Perlu meningkatkan jumlah pelatihan yang berhubungan dengan K3 terutama mengenai APD secara informal, supervisor agar lebih tegas dalam
menegur atau memberi sanksi terhadap pekerja yang melanggar peraturan dengan tidak memandang tingkat pendidikan, umur, maupun masa kerja, dan perlu melakukan peningkatan pengawasan terkait K3 serta menjalin komunikasi yang baik dengan pekerja.
Andriyanto, muhammad. dkk 2017. Hubungan predisposing factor dengan perilaku
penggunaan APD pada pekerja unit produksi I PT. Petrokimia Gresik. Universitas Airlangga. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
1. Gambaran Umum dan Alur Proses Kegiatan
Terminal Petikemas merupakan pertemuan antara
angkutan laut dan angkutan darat yang menganut sistem
unitisasi (unition of cargo system), dan Petikemas (Container)
sebagai wadah/gudang. Terminal petikemas Makassar sendiri,
terletak pada koordinat 05O 08’ 00” LS dan 119O 200” BT.
Penyedia Jasa Bongkar Muat adalah perusahaan bongkar
muat yang melakukan kegiatan (stevedoring, cargodoring,
receiving/delivery) dengan menggunakan Tenaga Kerja Bongkar
Muat dan peralatan lainnya.
Petikemas yang akan diekspor berasal dari daerah
produsen atau pabrik yang terletak di darat (hinterland)
sehingga untuk memindahkan barang ini dapat menggunakan
truk Petikemas, kemudian dikirim ke Terminal sebelum dimuat
ke kapal sesuai dengan tujuannya.
a) Tata Letak Terminal Petikemas
Tata letak pada Terminal Petikemas adalah sebagai
berikut :
1) Berth Apron, tempat di mana kapal dapat bersandar
serta peralatan bongkar muat diletakkan.
2) Container Yard, sebagai tempat penumpukan
Petikemas yang akan dibawa ke dan dari kapal.
Lapangan ini berada di daratan dan permukaannya
diberi perkerasan agar dapat mendukung beban
berat dari Petikemas dan peralatan pengangkatnya.
3) Container Freight Station (CFS), sebagai tempat
bongkar muat dari dan ke Petikemas untuk muatan
less then container load cargo (LCL). Pengirim harus
membawa sendiri muatan LCL ke CFS, disini muatan
LCL dikumpulkan, diseleksi ke dan dari Petikemas
menurut alamat yang dituju. Sedangkan muatan full
container load cargo (FCL) tidak membutuhkan CFS
karena arus barang dalam bentuk Petikemas dari
pengirim sampai ke penerima.
b) Kegiatan Penanganan (Handling) Petikemas
Penanganan (handling) Petikemas di Pelabuhan
terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Mengambil Petikemas dari kapal dan meletakkannya
di bawah portal Gantry Crane.
2) Mengambil dari kapal dan langsung meletakkannya
di atas Chassis Head Truck yang sudah siap di
bawah Portal Gantry, yang akan segera
mengangkutnya keluar Pelabuhan.
3) Memindahkan Petikemas dari suatu tempat
penumpukan untuk ditumpuk di tempat lainnya di
atas Container Yard yang sama.
4) Melakukan shifting Petikemas, karena Petikemas
yang berada di tumpukan bawah akan diambil
sehingga Petikemas yang menindihnya harus
dipindahkan lebih dahulu.
5) Mengumpulkan (mempersatukan) beberapa
Petikemas dari satu shipment ke satu lokasi
penumpukan (tadinya terpencar pada beberapa
lokasi/kapling).
2. Logo Perusahaan
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar
memiliki logo perusahaan sebagai berikut:
Gambar 4.2 Logo Perusahaan
Sumber : Laporan Tahunan PT. Pelindo IV , 2016
Logo ini merupakan logo baru yang secara resmi
diluncurkan pada tahun 15 Agustus 2014 sebagai bentuk
semangat dan komitmen untuk melakukan perubahan dan
perbaikan demi menyongsong masa depan dengan
pertumbutan kinerja yang berkelanjutan. Logo PT. Pelabuhan
Indonesia IV (Persero) ini melambangkan:
a. Konsep Bentuk
Bentuk anak panah terinspirasi dari lesatan anak panah
yang mempresentasikan konsep pergerakan perusahaan
yang fokus dan dinamis dalam mencapai visi dan misinya,
anak panah yang melesat ke depan juga merupakan
stilassi dari huruf “P” dan angka “4” yang merupakan
singkatan dari PT Pelindo IV.
b. Tagline
Tagline “Lokomotif Indonesia Timur” diartikan bahwa
Pelindo IV adalah lokomotif perekonomian Indonesia
khususnya bagian timur dan salah satu penggerak
kemakmuran bangsa.
c. Kombinasi Warna
Biru menggambarkan peningkatan ekspresi verbal,
komunikasi, ekspresi artistik dan kekuatan. Biru yang kuat
(biru tua) akan merangsang pemikiran yang jernih. Biru
juga merupakan warna yang termasuk tenang dan bersifat
profesional. Efek lain warna biru adalah sebagai warna
yang melambangkan kepercayaan dan truthfulness.
Warna ini juga menyiratkan pemikiran yang serius,
integritas, ketulusan dan ketenangan. Biru juga
diasosiasikan dengan otoritas dan kesuksesan. Hijau
dikaitkan dengan dunia alam yang memberikan nuansa
membumi dan memberikan kesan segar serta ingin
menonjolkan sifat natural dan beradab dari suatu
perusahaan. Warna ini juga memiliki arti lain seperti
pertumbuhan, kesegaran dan kreativitas.
3. Visi dan Misi PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar
a. Visi Perusahaan
Menjadi perusahaan yang bernilai dan berdaya tarik
tinggi melalui proses dan pelayanan unggul dengan orang-
orang yang bahagia.
b. Misi Perusahaan
1. Menjadi Penggerak Dan Pendorong Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia Tengah Dan Timur
2. Memberikan Tingkat Kepuasan Pelanggan Yang
Tinggi
3. Tingkat Kepuasan Pelanggan Dan Keterikatan
Pegawai Terus Meningkat
4. Menjadi Mitra Usaha Yang Terpercaya Dan
Menguntungkan
5. Pertumbuhan Pendapatan Dan Laba Usaha 20%
Setiap Tahun
6. Menjadi Public Company Tahun 2018
4. Fasilitas PT. Pelabuhan Indonesia IV (PERSERO) Terminal
Petikemas Makassar
Mengenai fasilitas kepelabuhanan yang diperlukan bagi
suatu Terminal Petikemas sesuai dengan karakteristik muat
bongkar Petikemas, adalah sebagai berikut :
a. Dermaga Pelabuhan
Dermaga Pelabuhan Petikemas pada dasarnya tidak
berbeda dari Pelabuhan biasa, yaitu Dermaga beton
dengan jalur rel kereta api di bagian tepinya guna
menempatkan Container Crane yang melayani kegiatan
muat bongkar Petikemas. Sedikit perbedaan dengan
Pelabuhan konvensional terletak pada ukuran panjang
Dermaga dan kemampuan menyangga beban yang harus
lebih panjang dan lebih besar, karena kapal Petikemas
lebih panjang dan lebih tinggi bobotnya. Demikian juga
bobot Container Crane, ditambah bobot Petikemas dan
muatan di dalamnya, yang jauh lebih tinggi daripada Crane
dan muatan konvensional sehingga memerlukan lantai
Dermaga yang lebih tinggi daya dukungnya.
b. Lapangan Penumpukan Petikemas
Menyambung dan menyatu pada Dermaga
Pelabuhan, adalah lapangan penumpukan Petikemas,
Container Yard (CY). Lapangan ini diperlukan untuk
menimbun Petikemas, memparkir Trailer atau Container
Chasis dan kendaraan penghela trailer atau yang lazim
disebut Head Truck. Tempat penampungan atau
penyimpanan Petikemas kosong, demi efisiensi
penggunaan lahan Pelabuhan tidak disimpan di dalam
Pelabuhan melainkan di Depot Petikemas yang berlokasi
dekat di luar Pelabuhan agar permintaan Petikemas
kosong dapat dipenuhi.
c. Peralatan Bongkar Muat Petikemas
Alat bantu bongkar muat Petikemas secara berturut-
turut dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Container Crane (CC)
Container crane adalah suatu alat produksi yang
terlibat dalam proses penanganan bongkar muat
petikemas di pelabuhan. Fungsi alat ini adalah untuk
memindahkan petikemas dari kapal ke pelabuhan atau
sebaliknya.
2) Rubber Tyred Gantry (RTG)
Rubber Tyred Gantry merupakan alat pengatur
tumpukan Petikemas yang juga dapat digunakan untuk
memindahkan tempat tumpukan Petikemas dalam
jurusan lurus ke arah depan dan ke belakang.
Pelayanan yang dapat dikerjakan menggunakan alat ini
antara lain: mengambil Petikemas pada tumpukan
paling bawah dengan cara terlebih dahulu
memindahkan Petikemas yang menindihnya,
memindahkan (shifting) Petikemas dari satu tumpukan
ke tumpukan yang lainnya.
3) Side Loader
Kendaraan ini mirip Forklift tetapi mengangkat
dan menurunkan Petikemas dari samping, bukannya
dari depan. Side Loader digunakan untuk menurunkan
dan menaikkan Petikemas dari dan ke atas trailer atau
chasis di mana untuk keperluan tersebut trailer
atauchasis dibawa ke samping loader.
4) Top Loader
Top loader merupakan alat bongkar muat kapal seperti
forklift tetapi mempunyai kemampuan mengangkat petikemas
dan mempunyai jangkauan pengangkatan yang terbatas.
5) Reach Stacker
Reach stacker merupakan alat bongkar muat kapal yang
merupakan kombinasi antara forklift dengan mobil crane yang
dilengkapi spreader (pengangkat petikemas), sehingga mampu
mengangkat petikemas dan mempunyai jangkauan
pengangkatan yang fleksibel (bisa pendek maupun jauh) yang
tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh crane.
6) Head Truck
Head Truck adalat alat bongkar muat kapal yang
merupakan truk yang dirancang dapat menarik chassis ukuran
20 feet maupun 40 feet, mempunyai flexibilitas tinggi dalam hal
pengangkutan petikemas karena chassis dapat dilepas.
Tabel 4.1 Fasilitas Peralatan
di Terminal Petikemas Makassar Nama Alat Jumlah Unit
Gantry Crane (CC) 7 Unit
Rubber Tyred Gantry Crane (RTG) 18 Unit
Reach Stacker 2 Unit
Side Loader 1 Unit
Head Truck 34 Unit
Chasis 26 Unit
Forklift Batteray Kap. 2 T 5 Unit
Forklift Kap. 7 T 1 Unit
Forklift Kap. 32 T 1 Unit
Sumber : Laporan Tahunan PT. Pelindo IV, 2016
Tabel 4. 2 Fasilitas Pendukung di Terminal Petikemas Makassar
Fasilitas Keterangan Kedalaman Kolam -9/-12 MLWS
Panjang Dermaga 1000 Meter Lebar Dermaga 9 Meter Luas Dermaga 7.65M² Jumlah Blok Penumpukkan 13 Blok Kapasitas Row Per Blok 6 Row Per Blok Jumlah Ground Slot 2.292 Ground Slot Kapasitas Petikemas 779.275 Teus/Tahun
Gudang CFS 4.000 M² Luas Bengkel Peralatan 750 M² Reefer Plug 96 Plug Voltage Reefer Plug 380 Volt/Unit Resevoir Kapasitas 1 Ton Tangki BBM (1.400 Liter) 2 Unit Gate & Jembatan Timbang 4 Unit
Kapasitas Jembatan Timbang 60 Ton Area Parkir 50 Unit Tangki Limbah 1 Unit Mobil PMK 1 Unit Mobil Tangki 1 Unit Genset (380 KVA) 3 Unit Shuttle Bus 1 Unit CCTV 24 Jam
Produksi Bongkar Muat Minimal SLG Realisasi
26/B/C/H 29/B/C/H
Rasio Kapal di Tambatan (ET/BT) SLG Realisasi
73 % 81.66%
Sumber : Laporan Tahunan PT. Pelindo IV, 2016
5. Produk Layanan Divisi Petikemas PT. Pelabuhan Indonesia
IV (Persero) Cabang Terminal Petikemas
Terminal Petikemas Makassar merupakan salah satu inti
segmen usaha yang ada di PT Pelabuhan Indonesia IV
(Persero). Pada tanggal 1 Agustus 2007 Terminal Petikemas
Makassar telah dideklarasikan pelayanan PT Pelabuhan
Indonesia IV khususnya terkait pelayanan terhadap petikemas
seiring pertumbuhan kontainerisasi yang melalui Pelabuhan
Makassar.
Pada dasarnya, pelayanan Terminal Petikemas
Makassar berorientasi kepada beberapa kebijakan dasar yaitu:
efesiensi biaya, efektifitas waktu, dan juga kepuasan pelanggan
sebagai mana di terkandung pada visi dan misi perusahaan
dalam menghadapi dunia persaingan global yang selalu
berubah-ubah.
Dalam usahanya memberikan kepuasan kepada
pelanggan, Terminal Petikemas Makassar terus
mengembangkan kualitas pelayanan dengan menerapkan
kebijakan kualitas yaitu “Pelayanan dengan ketepatan waktu,
keamanan, dan terpercaya” dengan standar internasional.
Perkembangan kualitas pelayanan Terminal Petikemas
juga didukung oleh ketersediaan fasilitas dan peralatan yang
modern, serta sumber daya manusia dengan kualitas yang
tinggi mampu memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan
aman. Selain itu, penerapan sistem terkompoterisasi dan
berstandard internasional juga menjadi faktor kunci dalam
meningkatkan kualitas pelayanan Terminal Petikemas
Makassar
Ada beberapa produk layanan pada divisi ini antara lain :
a. Operasional Kapal meliputi:
1) Stevedoring adalah pekerjaan membongkar barang dari
kapal ke dermaga, tongkang, atau truk atau memuat
barang dari dermaga, tongkang, atau truk ke dalam kapal
sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan
menggunakan Derek kapal atau derek darat. (Permenhub,
2016).
2) Shifting Tanpa Landed (Shifting Bay to Bay) adalah
kegiatan memindahkan petikemas dari satu tempat ke
tempat lain dalam petak kapal yang sama atau ke petak
yang lain dalam kapal yang sama (tanpa landing dan
reshipping operation).
3) Shifting Dengan Landed adalah kegiatan petikemas dari
petak kapal untuk dipindahkan ke dermaga dan kemudian
dimuat/ menempatkan kembali ke kapal yang sama
4) Transhipment adalah kegiatan membongkar petikemas
alih kapal dari kapal pengangkut pertama, menyusun dan
ditumpuk di lapangan penumpukan serta memuat
petikemas alih kapal (transhipment) ke kapal pengangkut
berikutnya dengan ketentuan pekerja membongkar dan
memuat petikemas alih kapal dilaksanakan di dermaga
yang sama.
5) Buka atau Tutup Palka adalah kegiatan membuka palka
kapal ketika petikemas di dalam palka akan dibongkar,
serta menutup kembali pada saat pemuatan petikemas.
6) Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari
tali atau jala-jala (ex tackle) di demarga dan mengangkut
dari dermaga ke gudang atau lapangan penumpukan,
selanjutnya menyusun di gudang atau lapangan
penumpukan barang atau sebaliknya.
b. Operasional Lapangan meliputi :
1) Haulage atau Trucking adalah kegiatan mengangkut
petikemas dengan menggunakan trailer/chassis dari
lambung kapal ke lapangan penumpukan petikemas.
2) Lift On atau Lift Off adalah kegiatan
mengangkat/menurunkan petikemas dari chassis ke
chassis lain atau menurunkan dari chassis ke tempat
penumpukan atau sebaliknya
3) Delivery adalah kegiatan mengeluarkan petikemas dari
lapangan penumpukan petikemas untuk ditempatkan
diatas kendaraan atau truk pengguna jasa.
4) Receiving/ Delivery adalah pekerjaan memindahkan
barang dari timbunan atau tempat penumpukan di gudang
atau lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai
tersusun di atas kendaraan di pintu gudang atau lapangan
penumpukan atau sebaliknya (Permenhub, 2016).
5) Pelayanan Reefer adalah kegiatan supply aliran listrik dari
panel plugging ke petikemas berpendingin dan kegiatan
monitor suhu petikemas berpendingin tersebut.
6) Penumpukan petikemas adalah lapangan penumpukan
petikemas merupakan tempat “konsolidasi” petikemas
yang akan dibongkar atau dimuat ke kapal, dimana
container yard itu dirancang khusus dengan system
penumpukan yang diatur berdasarkan blok, row, slot, dan
tier
c. Operasi Container Freight Station (CFS) meliputi :
1) Stuffing adalah kegiatan memuat barang dari dalam
gudang (CFS) lapangan penumpukan sampai disusun ke
dalam petikemas.
2) Stripping adalah kegiatan membongkar barang dari
dalam petikemas sampai disusun kembali ke dalam
gudang penumpukan (CFS).
3) Penyewaan gudang CFS.
6. Jumlah Sumber Daya Manusia pada PT. Pelabuhan
Indonesia IV Terminal Petikemas Makassar
Untuk mendukung pengoperasian Terminal Petikemas
Makassar, telah disiapkan SDM sesuai bidangnya yang telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan khusus dengan rincian
sebagai berikut :
a. Terminal Petikemas Makassar
1) Tenaga Kerja shift : 100 orang
2) Tenaga Kerja Non shift : 64 orang +
Jumlah : 164 orang
b. Outsourcing
1) PT. Multi Prestasi (security)
Tenaga Kerja shift : 60 orang
2) PT. Bandar Mutiara Timur (Telly)
Tenaga Kerja shift : 100 orang
Tenage Kerja Non shift : 13 orang +
Jumlah : 113 orang
3) CV. Perbhakti (Cleaning Services)
Tenaga Kerja Non shift : 10 orang
4) PT. Cindy Eratma (Cleaning Services)
Tenaga Kerja Non shift : 10 orang
c. Kontrak maintenance
1) PT. Equiport Inti Indonesia
Tenaga Kerja Shift : 144 orang
Tenaga Kerja Non shift : 22 orang +
Jumlah : 166 orang
d. PT. Laut Raya
Tenaga Kerja Shift : 28 orang
Tenaga Kerja Non shift : 20 orang
Jumlah : 48 orang
e. Tenaga Kerja Bongkar Muat (Buruh)
Tenaga Kerja Shift : 150 orang
f. Stake holder (Pemakai Jasa)
Bank BRI Non Shift : 14 orang
Bank BNI Non Shift : 12 orang
Ekspedisi Non Shift : 100 orang +
Tenaga Kerja Shift :1000 orang/hari
Jumlah Tenaga Kerja di PT. Pelindo IV Terminal
Petikemas Makassar :
Tenaga Kerja Shift : 1582 orang
Tenaga Kerja Non Shift : 277 orang +
Jumlah Total : 1859 orang
B. KARAKTERISTIK INFORMAN
Berdasarkan pemilihan informan yaitu purposive sampling,
adapun karakteristik informan sebagai berikut:
Tabel 4. 3
Karakteristik Informan NO INISIAL JABATAN INFORMAN
1 MN Sekertaris P2K3 2 BM Supervisi Pengamanan & K3 3 BD SDM
4 AR Perencanaan & Operasi 5 TH Pekerja Tetap/ Teknik 6 MG Pekerja Outsourching/ kontrak
Sumber: Data Primer, Tahun 2018
Informan dalam penelitian ini adalah Sekertaris P2K3, Ketua
Supervisi Pengamanan & K3, Staff Perencanaan & Operasi, Staff
SDM dan Umum, Pekerja Tetap dari Devisi Teknik dan Pekerja Out
Sourching/ kontrak.
C. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk mengetahui
dan mengkaji implementasi Sistem Manajemen K3 di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar dan membangun model
impelentasi SMK3. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 April –
22 Mei 2018 dengan jumlah informan sebanyak 5 orang. Adapun
informasi yang peneliti peroleh dibahas setiap variabel sebagai berikut.
1. Capaian Implementasi Sistem Manajemen K3 PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar
Hasil penelitian mengenai capaian implementasi SMK3 di
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar
berdasarkan PP 50 Tahun 2012 menggunakan metode observasi,
studi dokumen serta melaksanakan wawancara dengan pihak
terkait, ke 12 elemen diuraikan sebagai berikut:
a. Elemen 1 Pembangunan dan pemeliharaan Komitmen
1) Kebijakan K3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah dapat
dikategorikan sudah sesuai, yaitu terdapat kebijakan K3
yang tertulis, bertanggal, ditandatangani oleh pengurus,
secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran serta
komitmen K3. Konsep kebijakan tertulis yang terbaru
terkait implementasi K3 di perusahaan sedang diajukan
kepada pimpinan puncak beserta komitmen untuk terus
melakukan peningkatan kinerja K3 yang berkelanjutan di
perusahaan yang disetujui oleh pimpinan puncak melalui
proses konsultasi dengan tenaga kerja dan
disebarluaskan kepada seluruh pekerja, pemakai jasa dan
tamu. Namun terkait dengan elemen kebijakan khusus
masih perlu dipelajari lebih dalam terkait apa kebijakan
khusus yang dapat diterapkan diperusahaan selain aturan
memasuki daerah terbatas di Terminal Petikemas
Makassar. Mengenai peninjauan ulang perusahaan terus
mengupayakan kinerja K3 yang baik dengan adanya
acuan yang mereka gunakan dalam pelaksanaan seperti
peraturan perundangan terkait K3 dan peraturan direksi
terkait K3 internal perusahaan.
2) Tanggung Jawab dan Wewenang untuk Bertindak
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, perusahaan
telah diberikan wewenang penuh terhadap P2K3 untuk
menjalankan program kerjanya dan telah memenuhi
peraturan perundangan bahwa di perusahaan harus
memiliki P2K3 yang diketuai oleh pimpinan puncak
perusahaan (manager perusahaan) dan memiliki
sekertaris P2K3 yang telah bersertifikat AK3 Umum dan
memiliki anggota. Setiap pimpinan unit kerja telah
mengikuti pelatihan AK3 umum dan bertanggung jawab
atas kinerja K3 pada unit kerjanya. Pelaksanaan SMK3
telah dilaksanakan dan pengurus bertanggung jawab
penuh untuk menjamin pelaksanaan SMK3 dengan
adanya Surat Perintah Tugas dan pendelegasian
tanggung jawab. Namun petugas yang bertanggung jawab
untuk penanganan keadaan darurat yang telah ditetapkan
belum diberikan pelatihan khusus dan sertifikat terkait
dengan penganggulangan keadaan darurat. Perusahaan
hanya memiliki beberapa orang petugas penanggulangan
darurat dan security juga merangkap sebagai tim quick
respon apabila terjadi keadaan darurat. Perusahaan
menerima saran-saran para ahli dibidang K3 baik dari
dalam maupun luar perusahaan. Juga menerima masukan
dari mahasiswa magang/ residensi maupun peneliti.
3) Tinjauan dan Evaluasi
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, tinjauan dan
evaluasi perusahaan terhadap implementasi SMK3
meliputi kebijakan, perencanaan, pemantauan dan
evaluasi pernah dilaksanakan atau memenuhi kriteria.
Namun untuk pendokumentasian belum sepenuhnya
terpenuhi. Hal ini disebabkan penggantian tim P2K3
dimana pada saat sebelumnya dilakukan evaluasi namun
karena penggantian ini belum sempat dilakukan
pendokumentasian secara lengkap dan menyeluruh
sebagai bentuk perencanaan tindakan manajemen bagi
tim yang baru karena harus dilakukan peninjauan awal
lagi oleh tim P2K3. Selain itu perusahaan juga melakukan
penilaian SMK3 namun sesuai dengan elemen tetap harus
menetapkan jadwal khusus untuk melaksanakan audit
internal SMK3 secara berkala untuk menilai kesesuaian
dan keefektivitasan SMK3.
4) Keterlibatan dan Konsultasi dengan Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah terpenuhi
bahwa dibentuk tim P2K3 sesuai dengan Surat Keputusan
Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi
Sulsel yang telah disahkan dan telah memiliki susunan
pengurus P2K3 yang terdiri dari pengarah yaitu Genderal
Manajer, Ketua, Wakil Ketua, Sekertaris dan Anggota.
Namun masih belum memiliki departemen sendiri dan
masih tergabung dengan devisi SMD dan umum dengan
sekertaris P2K3 yang memiliki sertifikat AK3 umum.
Kemudian telah ada keterlibatan dan konsultasi antara
P2K3 dan tenaga kerja baik yang dapat disampaikan
secara langsung kepada pihak security atau dapat
dilaporkan langsung kepada pihak P2K3. Namun terkait
kegiatan konsultasi tersebut sifatnya masih dilaksanakan
secara otodidak sehingga masih perlu dibuatkan jadwal
bagi tenaga kerja dengan wakil perusahaan yang
didokumentasikan dan hasilnya diinformasikan kepada
seluruh tenaga kerja.
b. Elemen 2 Pembuatan dan pendokumentasian Rencana
Kerja K3
1) Rencana Strategi K3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, perusahaan
telah melaksanakan identifikasi, penilaian risiko K3 melalui
kegiatan inspeksi dan pelaporan langsung kepada pihak
pengamanan dan P2K3 jika terindikasi ada keadaan yang
berbahaya. Rencana K3 sendiri dilaksanakan setelah
dilakukan tinjauan awal dan pelaksanaan evaluasi. Namun
masih perlu melengkapi dokumentasi prosedur terkait
identifikasi potensi bahaya, penelitian, dan pengendalian
risiko K3 di perusahaan.
2) Manual SMK3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar terkait manual
SMK3 telah dibuat dan dianggap memenuhi kriteria.
Selain itu perusahaan juga memiliki buku panduan K3
Terminal Petikemas Makassar bagi operator, foreman,
visitor, security dan pekerja.
3) Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lain di bidang
K3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar terkait dengan
peraturan dan perundangan dan persyaratan lain dibidang
K3 baik peraturan pemerintah dan peraturan direksi
sehingga telah memenuhi kriteria namun untuk masih
perlu melengkapi dokumen terkait prosedur tersebut.
4) Informasi K3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, informasi terkait
K3 telah disebarluaskan secara sistematis baik itu melalui
safety induction, instruksi kerja aman (SOP), informasi
langsung menggunakan pengeras suara maupun media
lain berupa poster telah disampaikan kepada pekerja,
tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok yang
memasuki area TPM.
c. Elemen Pengendalian dan Perancangan dan Peninjauan
Kontrak
1) Pengendalian Perancangan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, pekerjaan telah
dilengkapi dengan SOP dan untuk bahan kimia dilengkapi
dengan MSDS, untuk alat angkat angkut operator telah
memiliki lisensi dan surat ijin operasional dari Kementerian
Ketenagakerjaan yang masih berlaku seperti; adanya
pembinaan teknik K3 bagi semua pekerja dalam bidang
pesawat angkat angkut untuk operator K3 Keran Gantry
Kelas II, sedangkan alat secara berkala dilakukan kalibrasi
seperti; peralatan memiliki sertifikat laik pakai pesawat
angkat Container Craine dll. Namun masih perlu
melengkapi dokumen prosedur.
2) Peninjauan Kontrak
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah dipenuhi
prosedur yang terdokumentasi untuk mengidentifikasi
bahaya dan menilai risiko K3 bagi tenaga kerja, lingkungan
dan masyarakat yang digunakan saat memasok barang
dan jasa dalam kontrak. Sekarang ini pengguna jasa yaitu
Equiport yang menggunakan ISO 45001 sebagai acuan/
pedoman kerja. Namun catatan tinjauan kontrak dipelihara
dan didokumentasikan masih perlu dilengkapi.
d. Elemen Pengendalian Dokumen
1) Persetujuan, Pengeluaran dan Pengendalian Dokumen
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, persetujuan,
pengeluaran dan pengendalian dokumen telah memenuhi
kriteria. Dokumen K3 perusahaan mempunyai identifikasi
status, wewenang, tanggal pengeluaran dan tanggal
modifikasi dengan mencantumkan penerima dokumen.
Dokumen K3 yang masih diperlukan disimpan oleh
sekertaris P2K3 dan supervisi keamanan sementara
dokumen usang yang tidak digunakan lagi disingkirkan.
2) Perubahan dan Modifikasi Dokumen
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, perubahan dan
modifikasi dokumen telah memenuhi kriteria. Telah
terdapat sistem untuk membuat, menyetujui perubahan
terhadap dokumen K3, dengan menyatakan alasan
terjadinya perubahan pada pihak terkait, serta terdapat
prosedur pengendalian dokumen yang mencantumkan
status dari setiap dokumen untuk mencegah penggunaan
dokumen usang.
e. Elemen Pembelian dan Pengendalian Produk
1) Spesifikasi Pembelian Barang & Jasa
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar sebagian besar
spesifikasi pembelian barang dan jasa telah memenuhi
standar persyaratan K3 yang dievaluasi sebagai
pertimbangan dalam seleksi pembelian, telah dilakukan
konsultasi dengan tenaga kerja yang kompeten pada saat
keputusan pembelian, persyaratan K3 yang dicantumkan
dalam spesifikasi pembelian dan diinformasikan kepada
tenaga kerja, sebelum penggunaan dilakukan pelatihan
dengan memperhatikan pasokan alat pelindung diri
namun masih perlu melengkapi prosedur pembelian yang
terdokumentasi.
2) Sistem Verifikasi Barang dan Jasa yang telah dibeli
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah memenuhi
kriteria yaitu barang dan jasa yang dibeli diperiksa
kesesuaiannya dengan spesifikasi pembeli.
3) Pengendalian Barang dan Jasa yang dipasok
Pelanggan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, pengendalian
belum memenuhi kriteria dan masih perlu untuk
melengkapi catatan identifikasi potensi bahaya dan
penilaian risiko.
4) Kemampuan Telusur Produk
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, semua produk
yang digunakan dalam proses produksi dapat diidentifikasi
diseluruh tahapan produksi dan instalasi, jika terdapat
potensi masalah K3. Namun masih perlu melengkapi
dokumen prosedur penelusuran produk.
f. Elemen Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
1) Sistem Kerja
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar sebagian besar
sistem kerja aman telah dilaksanakan seperti; adanya
P2K3 yang melaksanakan inspeksi untuk mengidentifikasi
bahaya, menilai dan mengendalikan risiko, kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, terdapat sisitem
izin kerja untuk tugas berisiko tinggi, alat pelindung diri
disediakan dan telah dipastikan layak pakai sesuai
dengan standar dan dievaluasi berkala apabila terjadi
ketidak sesuaian atau perubahan pada proses kerja
namun masih perlu melengkapi prosedur dan petunjuk
kerja yang terdokumentasi.
5) Pengawasan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar dilakukan
pengawasan oleh pihak P2K3 maupun tim pengamanan
untuk menjamin setiap pekerjaan dilaksanakan dengan
aman dan mengikuti prosedur dan petunjuk kerja namun
masih perlu melengkapi laporan terkait untuk
pengawasan.
6) Seleksi dan Penempatan Personil
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, untuk seleksi
dan penempatan personil telah memenuhi kriteria.
Misalnya bagi pekerja di ketinggian /operator tidak
memiliki phobia terhadap ketinggian dan telah mengikuti
pelatihan.
7) Area Terbatas
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah ada aturan
mengenai larangan untuk tidak memasuki area bagi yang
tidak memenuhi standar area terbatas sehingga memiliki
pembatasan izin masuk yang mewajibkan visitor untuk
menggunakan APD saat memasuki area terbatas. Area
tersebut juga telah dilengkapi dengan rambu-rambu K3.
Area terbatas juga dilengkapi dengan fasilitas shuttle bus
dengan rute khusus yang dapat digunakan ketika akan
berpindah lokasi dari kantor TPM ke KPO, dermaga dan
lain-lain.
8) Pemeliharaan, Perbaikan dan Perubahan Sarana
Produksi
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, telah
dilaksanakan pemeliharaan, perbaikan dan perubahan
produksi namun perusahan masih perlu melengkapi
catatan terkait.
9) Pelayanan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, telah memenuhi
kriteria. Pelabuhan diharuskan memiliki sistem keamanan
ISPS Code sebagai jaminan keselamatan pelabuhan
dengan bendera hijau sebagai standar keamanan kapal
dapat berlabuh di dermaga. Hal ini berlaku secara
nasional dan internasional.
10) Kesiapan untuk Menangani Keadaan Darurat
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar perusahaan telah
memiliki tim quick respon dan petugas kebakaran namun
petugas penanganan keadaan darurat kebakaran ini perlu
ditetapkan dengan jumlah yang memadai kemudian perlu
diberikan pelatihan khusus penanggulangan keadaan
darurat agar dapat cepat tanggap dalam melaksanakan
tugas ketika terjadi keadaan darurat maupun bencana
alam. Untuk elemen lainnya telah memenuhi kriteria.
11) Pertolongan Pertama pada Kecelakaan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, P3K sebagian
besar telah dievaluasi dan memenuhi peraturan dan
perundangan. Berdasarkan hasil observasi ada sepuluh
(10) kotak P3K yang tersebar di berbagai lokasi
perusahaan seperti; lantai 5 (ruangan CCTV dan safety),
lantai 3 samping tangga, lantai 2 ruangan teknik, lantai 3
ruang keuangan, lantai 2 ruang SDM, lantai 1 lobi, lantai 1
ruang informasi, workshop, lantai KPO, lantai 3 planner
OCC. Setiap bulan dilakukan pengecekan terhadap
kelengkapan isi P3K dan melengkapi kembali jika
diperlukan. Untuk petugas P3K sendiri belum sepenuhnya
dilakukan pelatihan yang bersertifikat namun dalam
bentuk penyampaian dan penginformasian kepada
karyawan telah dibekali pengetahuan mengenai P3K baik
itu tentang fungsi dan adanya buku panduan P3K di dalam
box P3K.
12) Rencana & Pemulihan Keadaan Darurat
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar sebagian besar
telah memenuhi kriteria mengenai rencana dan pemulihan
keadaan darurat. Untuk karyawan yang memerlukan
pemulihan kondisi akibat kecelakaan kerja maupun PAK
akan dibawa ke rumah sakit terdekat seperti RS siloam
untuk segera mendapatkan perawatan dan pemulihan
kondisi. Sementara untuk peralatan yang mengalami
kerusakan akan segera ditangani oleh bagian teknik untuk
melakukan perbaikan maupun penggantian alat bila
diperlukan.
g. Elemen Standar Pemantauan
1) Pemeriksaan Bahaya
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, telah dilakukan
pemeriksaan/ inspeksi terhadap tempat kerja dan cara
kerja. Adapun tim patroli K3 (safety patrol) dilakukan oleh
tim P2K3 TPM yang dilaksanakan minimal 5 kali setiap
bulannya. Namun untuk pendokumentasian masih perlu
dilengkapi dengan checklist yang lengkap terkait dengan
hasil pemeriksaan/ inspeksi. Adapun yang bertanggung
jawab untuk hasil laporan inspeksi dilaporkan kepada
SDM dan umum dan teknik untuk dilakukan perbaikan
yang efektif.
2) Pemantauan/ Pengukuran Lingkungan kerja
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar sebagian besar
telah memenuhi kriteria, telah dilakukan pemantauan/
pengukuran lingkungan kerja secara teratur dan hasilnya
di dokumentasikan dan digunakan untuk pengendalian
risiko. Untuk tahun 2018 baru saja dilaksanakan
pengukuran lingkungan fisik dan sedang menunggu hasil
pemeriksaan tersebut. Namun masih perlu dilakukan
pemantauan yang lebih luas seperti ergonomi dan
psikologis karyawan.
3) Peralatan Pemeriksaan/ Inspeksi, Pengukuran dan
Pengujian
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, peralatan
pemeriksaan/ inspeksi pengukuran dan pengujian telah
memenuhi kriteria. Telah dilakukan inspeksi rutin secara
berkala dan pemeriksaan fisik lingkungan kerja terkait K3.
4) Pemantauan Kesehatan Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar masih perlu
peninjauan agar disesuaikan dengan peraturan dan
perundangan. Tenaga kerja yang mengalami accident
ataupun sakit akan langsung dibawa ke rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan penanganan. Sehingga
untuk penanganan belum dilakukan sesuai peraturan
perundangan dimana pemeriksaan harusnya dilakukan
oleh dokter pemeriksa. Adapun bentuk pencegahan
obesitas dan kesegaran jasmani secara rutin dilaksanakan
senam setiap hari jumat.
h. Elemen Pelaporan dan Perbaikan
1) Pelaporan Bahaya
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar pelaporan
bahaya bisa langsung disampaikan kepada P2K3 dan
pihak pengamanan namun apabila diperlukan bisa melalui
persuratan terlebih dahulu.
2) Pelaporan Kecelakaan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar setiap
kecelakaan kerja, PAK, kebakaran atau peledakan telah
dilaporkan setiap tiap 3 bulan sekali ke dinas
ketenagakerjaan provinsi setempat.
3) Pemeriksaan dan Pengkajian Kecelakaan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar pemeriksaan dan
pengkajian kecelakaan telah memenuhi kriteria.
Perusahaan melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh petugas
Ahli K3, kemudian dibuatkan pelaporan dan tindakan
perbaikan.
4) Penanganan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassarpenanganan
masalah K3 telah memenuhi kriteria. Apabila terjadi hal
yang urgen dapat langsung ditindak lanjuti setelah
dilaksanakan identifikasi dan pemilihan penanggulangan
yang tepat.
i. Elemen Pengelolaan Material dan Perpindahannya
1) Penanganan Secara Manual dan Mekanis
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar mengenai
penanganan secara manual sebagian besar telah
memenuhi kriteria yaitu telah terdapat prosedur untuk
mengidentifikasi potensi bahaya dan menilai risiko yang
berhubungan dengan penanganan secara manual dan
mekanis. Namun untuk CC sebaiknya dilengkapi dengan
lock pin sehingga apabila terjadi angin kencang maka
tidak terjadi pergeseran CC meskipun tidak sedang
digunakan. Khusus daerah workshop juga diperlukan
penanganan lebih lanjut agar ceceran oli dibersihkan tiap
kali terdapat ceceran untuk mencegah accident terjadi.
2) Sistem Pengangkutan, Penyimpanan dan Pembuangan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar mengenai sistem
pengangkutan, penyimpanan dan pembuangan telah
memenuhi kriteria yaitu terdapat prosedur yang menjamin
bahwa bahan disimpan dan dipindahkan dengan cara
yang aman sesuai dengan peraturan perundangan,
terdapat prosesdur yang menjelaskan persyaratan
pengendalian bahan yang dapat rusak dan kadaluarsa
sertai perusahaan telah dilengkapi dengan unit
penanganan limbah.
3) Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar sebagian besar
telah memenuhi kriteria perusahaan telah
mendokumentasikan dan menerapkan prosedur
mengenai penyimpanan, penanganan dan pemindahan
bahan kimia berbahaya sesuai dengan persyaratan
peraturan perundangan dan telah dilengkapi dengan
rambu peringatan bahaya terpasang. Namun perlu
melengkapi semua bahan kimia yang digunakan di
perusahaan dengan MSDS.
j. Elemen Pengumpulan dan Penggunaan Data
1) Catatan K3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, telah dilakukan
pengumpulan dan penggunaan data K3 namun belum
sepenuhnya implementasikan atau masih perlu dibuat
prosedur terkait catatan K3. Masih perlu dilengkapi
dengan tempat khusus untuk menyimpan dokumen
standar & pedoman teknis K3. Telah ada prosedur
mengenai penjagaan dan kerahasiaan catatan terhadap
orang yang tidak memiliki wewenang terkait dengan arsip
K3. Untuk catatan kompensasi kecelakaan dan rehabilitasi
kesehatan tenaga kerja telah bekerjasama dengan bpjs
ketenagakerjaan dan bpjs kesehatan.
2) Data dan Laporan K3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, data dan laporan
K3 yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa oleh sekertaris
P2K3 dan kantor pusat untuk dilakukan evaluasi.
k. Elemen Audit SMK3
1) Audit Internal SMK3
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, setiap tahunnya
mengirimkan laporan K3 ke kantor pusat untuk dilakukan
evaluasi untuk diberikan saran mengenai program k3 ke
depan. Namun untuk pelaksanaan audit internal SMK3
menggunakan permenaker no 5 tahun 1996 ataupun PP
no 50 tahun 2012 belum pernah dilaksanakan evaluasi.
Yang pernah dilakukan adalah audit eksternal yang
dilakukan oleh badan independen yaitu, sucofindo. Namun
untuk tingkat pencapaiannya belum didapatkan hasil
evaluasi terhadap tingkat pencapain SMK3.
l. Elemen Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan
1) Strategi Pelatihan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, elemen strategi
pelatihan sebagian besar telah memenuhi kriteria. Telah
dilakukan pelatihan AK3 Umum bagi sekertaris P2K3,
supervisi pengamanan dan perwakilan dari tiap devisi
serta edukasi K3 bagi tim pengamanan dan pekerja.
2) Pelatihan Bagi Manajemen dan Penyelia
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah ini
dilaksanakan pelatihan bagi manajemen dan penyelia. Hal
ini penting agar pimpinan mengetahui mengapa
implementasi k3 penting diterapkan di lingkungan kerja
dan landasan hukum K3.
3) Pelatihan bagi Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah diberikan
pelatihan bagi tenaga kerja baru, operator, dan materi
tambahan untuk mengingatkan kembali tentang
pentingnya sadar K3 di tempat kerja.
4) Pengenalan dan Pelatihan untuk Pengunjung dan
Kontraktor
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, bagi semua
orang yang memasuki perusahaan wajib mengikuti
taklimat (briefing) dimana TPM sendiri memilki program
safety induction yang bersifat wajib sebelum
melaksanakan kegiatan di kantor maupun di daerah
terbatas.
5) Pelatihan dan Keahlian Khusus
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar, pekerja yang mengoperasikan
alat angkat angkut baik yang merupakan alat angkat dan
pesawat angkutan diatas landasan dan diatas permukaan telah
mengikuti pelatihan khusus dan memiliki Surat Ijin
Operasional.
m. Aspek Struktrur Birokrasi
1) Prosedur & Instruksi Kerja
PT. Pelindo IV Terminal Petikemas Makassar
merupakan badan usaha milik negara yang selalu berupa
untuk mengoptimalkan implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi karyawan maupun di
lingkungan kerja. Adanya upaya perusahaan untuk selalu
berkiblat pada acuan implementasi K3 baik dari aturan
Pemerintah maupun peraturan direksi perusahaan merupakan
usaha agar setiap aktivitas di lingkungan kerja sesuai dengan
standar yang telah di tetapkan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Yang menjadi acuannya tentu adalah peraturan-
peraturan, perundang-undangan kemudian kebijakan, peraturan direksi mengenai K3 dari internal perusahaan.” (BM)
Pendapat tersebut juga dibenarkan oleh beberapa
informan lainnya. Berikut kutipan wawancaranya:
“Undang-undang di keputusan menteri dan departemen tenaga kerja dll. Kami selalu mengacu pada itu. Ada
Peraturan Direksi juga. Tetapi kita selalu berkiblat pada peraturan kementerian ketenagakerjaan”. (TH)
“Adanya Peraturan Direksi No 38 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan K3 di PT. Pelindo IV.” (BD)
Bagi pekerja yang ada di lapangan/ lingkungan kerja
juga dilengkapi dengan acuan berupa SOP saat bekerja untuk
mencegah bahaya yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja.
Berikut kutipan wawancaranya :
“Untuk pelaksanaan Sistem Manajemen k ita ada acuan terkait penerapan SMK3 misalnya; SOP yang sudah terintegrasi dengan nilai-nilai K3, kemudian
penanganan bahan berbahaya yang ditinjau dari segi peraturan yang ada.” (MN)
“Ada peraturan khusus terkait keselamatan bagi pekerja saat memasuki area terbatas seperti menggunakan rompi, helm safety, dan melintas di jalur
yang ditentukan”. (MG)
Ada pula beberapa pedoman internasional yang
digunakan, baik itu untuk penjaminan mutu maupun kualitas
lingkungan yang telah dapat berintegrasi dengan sistem
manajemen K3 perusahaan. Berikut kutipan wawancaranya:
“Untuk sekarang ini kami menerapkan standar ISO 9001;2015 dengan ISO 14001 mengenai lingkungan
yang versi terbaru. Sementara untuk standar yang di Indonesia masih mengacu pada standar SMK3 yang diterapkan di Indonesia itu sendiri.” (AR)
2) Manajemen Terintegrasi
Berdasarkan hasil wawancara informan menyatakan
bahwa manajemen K3 di perusahaan sepenuhnya telah dapat
terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang proses
kegiatan utamanya yaitu Penyedia Jasa Bongkar Muat yang
melakukan kegiatan (stevedoring, cargodoring,
receiving/delivery) dengan menggunakan Tenaga Kerja
Bongkar Muat dan peralatan lainnya. Pendapat informan
mengenai manajemen terintegrasi K3 di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar, sebagai berikut:
“Kalau masalah dengan integrasi saya rasa sudah
terintegrasi. Kalau cakupannya manajemen K3 harusnya sangat membantu”. (TH)
Juga dikuatkan dengan beberapa argumen informan lain.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Sampai saat ini Sistem Manajemen K3 sangat
terintegrasi dengan baik secara komprehensif dengan
perusahaan.” (BM)
“Sejauh ini untuk penerapan SMK3 yang ada di TPM,
sebagian besar sepenuhnya sudah terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.” (MN)
“Ya, selama ini memang kami mengusahakan bagaimana agar dapat terintegrasi dengan secara total di perusahaan mengenai SMK3 ini.” (AR)
Hal ini didukung oleh adanya unit khusus yang
bertanggung jawab terhadap implementasi K3 yaitu di bagian
SDM dan umum dan secara khusus ditangani oleh supervisi
keamanan dan K3. Berikut kutipan wawancaranya:
“Untuk PT. Pelabuhan Indonesia IV khususnya
Terminal Petikemas Makassar memang ada khusus unit menangani masalah K3 yang sudah terintegrasi antara pengamanan dan K3 dibawah devisi Sumber
Daya Manusia (SDM). Kemudian secara spesifik ditangani oleh supervisi keamanan dan K3.” (BM)
“Jadi dalam perusahaan kami ada, di masing-masing yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek K3. Jadi yang bertanggung jawab terhadap K3 secara
menyeluruh dalam perusahaan kami yaitu dalam bentuk divisi struktur SDM dan umum yang telah ditunjuk dan diberikan pelatihan bagi yang dianggap
mumpuni dan punya pengalaman kerja kemudian oleh perusahaan diberikan pelatihan Ahli K3.” (BD)
n. Disposisi Karyawan terhadap Implementasi K3
1) Kebijakan dan Komitmen Keselamatan & Kesehatan Kerja
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar
telah menetapkan kebijakan dan komitmen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di perusahaan. Hal ini dibuktikan berdasarkan
adanya komitmen tertulis yang diperbaharui dan telah diajukan
untuk ditandatangani oleh pimpinan puncak serta
disebarluaskan di tempat kerja dengan harapan komitmen
dapat menjadi indikator untuk mempertahankan penghargaan
yang telah diperoleh perusahaan dalam kategori zero accident.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Implementasi Sistem Manajemen K3 merupakan tata
kelola atau kepemimpinan yang bertindak dengan ide yang terencana, kemudian ada prinsip dan etika untuk melakukan suatu dalam mewujudkan tujuan atau
proses tindakan yang harus konsisten. Jadi dilakukan secara tertulis, kemudian ada komitmen dari pimpinan, serta dilakukan sosialisasikan kepada stake holder.
Tentu sasaran utama kita adalah setiap tahunnya mudah-mudahan kita bisa zero accident. Secara khusus bahwa kita berupaya setiap hari selalu
konsisten terhadap penerapan K3. Jangka waktu khususnya minimal dalam satu tahun zero accident.” (BM)
“Perusahaan kami sekarang sangat berkomitmen dan sangat ingin melaksanakan implementasi dari kegiatan
K3 itu sendiri bukan hanya untuk memperoleh sertifikasi. Terbukti karena dengan seringnya dilakukan pelatihan-pelatihan K3 untuk seluruh cabang di
perusahaan. Jadi implementasi SMK3 adalah suatu satuan pelaksanaan yang menitikberatkan kepada
pelaksanaan sistem itu sendiri bukan hanya berupa
aturan-aturan yang diterapkan di perusahaan tetapi lebih mengarah ke pelaksanaan peraturan itu sendiri.” (AR)
“Komitmen yang dilakukan perusahaan di bidang K3 yaitu, pihak manajemen mengadakan evaluasi dalam
pelaksanaan P2K3 itu sendiri. Implementasi menurut saya yaitu penerapan manajemen K3 yang terintegrasi pada manajemen perusahaan untuk menjamin dan
melindungi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.” (BD)
“Di perusahaan kami memang ada untuk ditujukan kepada stake holder kita dan pengunjung yang
berkunjung ke lokasi kita/ perusahaan kita. Yang menjadi indikator kita bahwa kinerja K3 kita salah satunya dari penghargaan zero accident yang
beberapa tahun berturut-turut diraih. Kemudian JKO kita yang memenuhi penerimaan zero accident yang melebihi 3 juta jam kerja. Terkait untuk penghargaan
zero accident dari disnaker itu syaratnya yaitu jam kerja orang tanpa incident yaitu sekitar 1 juta jam kerja dalam 1 tahun, sedangkan khusus untuk perusahaan kami ini
bisa lebih dari 3 juta jam kerja karena banyaknya orang-orang yang beraktifitas di area kami. Menurut saya yang dimaksud Implementasi Sistem Manajemen K3 yaitu penerapan nilai-nilai sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang diintegrasikan dengan sistem manajemen yang ada di perusahaan.” (MN)
“Kalau masalah komitmen, ini berbicara mengenai bagaimana mereka menjalankan yaa. Safety yaa..
kalau terkhusus itu seperti memakai helm, rompi, dan sepatu keselamatan di lapangan atau dimanapun di lingkungan pekerjaan tetap masih jalan selama ini.
Kalaupun untuk yang tidak memakai, itu kami tegur; jadi ada teguran dari manajemen. Kalau bicara terkait dengan implementasi berarti terkait dengan
penerapannya di lapangan yah. Saya rasa kalau terkait dengan masalah implementasi, bagaimana kita menerapkan sistem K3 itu di lapangan diseluruh bidang
perusahaan tidak hanya di lapangan tapi bagi staff juga. Karena jika hanya di laksanakan di lapangan saya rasa, yaaa memang harus dilaksanakan di lapangan
juga paling utama kan karena terkait dengan safety dll.
Tapi kalau K3 itu juga terkait dengan kesehatan di
lingkungan kerja jadi untuk masalah penerapan itu harusnya di semua lingkup pekerjaan, bahwa untuk di staff maupun di lapangan. Karena yang selama ini yang
diperhatikan di K3 ini, untuk yang di staff untuk penerapan SMK3 itu sepertinya bukan tidak jalan, tapi kurang diterapkan.” (TH)
2) Kesadaran Keselamatan & Kesehatan Kerja
Berdasarkan penelitian di Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar, ada kesadaran karyawan/ pekerja dalam
mendukung tercapainya tujuan dan sasaran K3 sesuai dengan
pekerjaan dan devisi masing-masing. Adanya komitmen
terhadap pelaksanaan Sistem Manajemen K3 di perusahaan
dianggap berkontribusi terhadap income dan produktivitas
perusahaan. Berikut kutipan wawancaranya:
“Sangat berkontribusi, jadi apabila diukur dari
implementasi K3 terhadap produksi atau penghasilan perusahaan itu sangat besar sekali. Artinya dengan adanya kepatuhan terhadap K3 mendorong tumbuhnya suatu perusahaan tentang bagaimana komitmen kita
dalam implementasi K3. Karena saya yakin dan saya sadar bahwa jika K3 di perusahaan diterapkan dengan baik tentu secara tidak langsung mendorong
pertumbuhan perusahaan.” (BM) “Itu sangat jelas bahwa peningkatan kinerja sangat
berkontribusi dalam perusahaan. Apabila pekerja-pekerja kita selamat dan sehat otomatis produktivitas akan meningkat ditandai dengan kecilnya incident dan
zero accident. Jadi kami sangat bersyukur sekali karena untuk tahun ini triwulan pertama ada sekitar 2 incident saja, mudah-mudahan kedepannya lebih
berkurang lagi.”(MN) “Iya, jadi sebagaimana bila kita baik di segi perilaku
yang namanya bisnis seperti kami. Semakin kurangnya accident yang terjadi maka semakin memberikan keuntungan bagi perusahaan kami. Ya, itu dari segi
bentuk laporan triwulan dan tahunan itulah yang
dipelajari oleh kantor pusat kami bahwa disitu
membuktikan semakin kurangnya accident maka semakin tinggi keuntungan perusahaan kami.” (BD)
Namun kesadaran karyawan mengenai pentingnya K3
diperusahaan tidak lepas dari kendala yang dihadapi
perusahaan dalam hal implementasi Sistem Manajemen K3,
dengan adanya kendala tersebut mereka berusaha berbenah
diri agar bisa lebih baik lagi untuk kedepannya. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Pasti kendala itu ada tetapi kendala itu bisa kita
tangani sepanjang ada komitmen bersama kemudian ada upaya yang kita lakukan. Kendala itu ada, apalagi di internal kita dalam penerapan K3 yaitu kearifan lokal
atau budaya kita, pemahaman K3 yang kurang. Nah itulah kendala-kendala dan tantangan kita untuk dapat memberikan pemahaman kepada mereka. Kerena
dengan kurangnya pengetahuan mereka tentang K3 berarti kurangnya sosialisasi kepada mereka sehingga itu juga bisa menjadi kendala. Untuk penyempurnaan
kedepan kita belum bisa mengevaluasi akan seperti apa. Namun semoga kedepannya bisa lebih maju.”(BM) “Kalau kendala, banyak juga terutama untuk yang stake
holder kita dan pemakai-pemakai jasa dari luar yang rata-rata tingkat pendidikannya kurang. Misalnya; supir-supir yang akan memasuki area terkadang memiliki
kurangnya kesadaran masih rendah sehingga kita terkadang masih kesulitan untuk mengarahkan. Tapi, kami selalu berusaha mengkomunikasikan ataupun
mensosialisasikan agar mereka safety saat memasuki area perusahaan kami.”(MN)
Informan pun memberikan masukan yang dapat
membantu Panitia Pembina Keselamatan & Kesehatan Kerja
demi terwujudnya K3 perusahaan dengan kinerja yang lebih
baik. Berikut kutipan wawancaranya:
“Kalau bicara kontribusi mungkin lebih ke saran yah.. kalau saran sih, sebenarnya banyak terkait SMK3 di
perusahaan ini. Salah satunya yaitu; masih ada titik-titik
tertentu yang rawan untuk terjadi kebakaran yang di alat itu misalnya yang belum tersentuh dengan APAR. Yang kedua, saya sarankan kepada manajemen untuk
melengkapi sistem pemadam api ringan yang lebih otomatis/ lebih up date. Kan sekarang itu ada yang namanya tidak perlu pakai manual lagi, tidak pakai
tenaga manusia lagi. Yang ketika ada kebakaran, dia kena panas sensornya bisa dia nyemprot sendiri. Saya harapannya seperti itu, lebih up date, lebih efisien dan
lebih kekinian.”(TH) “Salah satunya yaitu dengan mematuhi segala
peraturan-peraturan K3 berupa; rambu-rambu ataupun pemakaian alat-alat pelindung diri. Kemudian mensosialisasikan aturan-aturan K3 tersebut kepada
tenaga-tenaga kerja yang lain yang belum paham terhadap K3. Salah satu kendala terberat bagi kami yaitu; belum adanya dibentuk satu bidang khusus yang
menangani masalah K3 karena selama ini masih bergabung dengan devisi yang lain. Jadi orangnya masih mengerjakan dua pekerjaan selain K3 juga
mengerjakan pekerjaan dibidangnya masing-masing sementara di perusahaan-perusahaan yang lain K3 nya sudah berdiri sendiri. Petugasnya khusus menangani
K3.” (AR)
o. Sumber Daya Implementasi K3
1) Sumber Daya Manusia
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar
telah memilki personel khusus yang ditunjuk untuk
mendapatkan pelatihan AK3 umum seperti seperti sekertaris
P2K3, dan perwakilan pekerja dari tiap devisi. Mereka telah
diberikan delegasi khusus dalam bentuk Surat Pelaksanaan
Tugas (SPT) yang bertugas untuk mengawasi dan
menjalankan implementasi K3 di perusahaan. Untuk pekerjaan
khusus yang memerlukan Surat Izin Opersional bagi operator
telah mengikuti pelatihan khusus.
“Kami dari pihak SDM menunjuk langsung Ahli K3
umum dan sekertaris P2K3 umum. Yaitu SDM yang sudah memiliki pengalaman kerja dan dia dianggap mampu dan cakap untuk melaksanakan kegiatan
P2K3” (BD) “Iya, karena penempatan itu kita diberikan surat tugas
atau SPT kemudian ada berbentuk tim. Jadi intinya kita ditugaskan berlandaskan hal itu. Artinya ada dokumen dan pendelegasian tanggung jawab.” (BD)
“Untuk pekerja secara umum sama dengan perusahaan lain tapi yang khusus itu seperti; tenaga kerja yang
profesional, tenaga operator harus memiliki lisensi tersendiri seperti surat ijin operator itu harus ada sertifikat. Sedangkan untuk pelaksana K3 itu, minimal
Ahli K3 umum jadi kami sudah mengadakan pendidikan & pelatihan, setiap tahunnya itu seluruh cabang dipilih orang-orang yang dilatih untuk menjadi Ahli K3 umum.”
(AR) “Kalau selama ini yang saya perhatikan di sini dipilih
secara acak. Kita seperti diberi SPT (Surat Pelaksanaan Tugas) untuk mengikuti program keahlian dan K3.” (TH)
Bagi pekerja yang bertugas langsung terhadap
implementasi Sistem Manajemen K3 di perusahaan
membenarkan bahwa mereka telah mengikuti pelatihan terkait
dengan job desk mereka:
“Pelatihan yang pernah saya dapat apalagi saya
sebagai supervisi keamanan dan K3, saya telah mengikuti Ahli K3 Umum, kemudian ikut seminar-seminar K3.” (BM)
“Iya, jelas karena menurut undang-undang persyaratan bagi sekertaris P2K3 harus Ahli K3 umum. Jadi saya
sendiri sebagai sekertaris P2K3 sudah beberapa kali mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan P2K3 dan SMK3. Seperti, bimbingan-bimbingan teknis terkait
dengan K3.” (MN)
Adanya tim yang didelegasikan khusus mengenai
implementasi K3 ini telah disebarluaskan personilnya dan
diketahui oleh pekerja. Sehingga memudahkan mereka apabila
ingin melaporkan hal terkait K3. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Tahu. Kalau yang sekarang ini, di bidang K3 itu ada pak BM, pak BD, pak MN dan KL.” (MG)
2) Sarana & Prasarana K3
Sarana dan Prasarana Keselamatan dan Kesehatan
Kerja telah disiapkan anggaran khusus yang diberikan
tergantung kebutuhan K3 di tiap-tiap devisi perusahaan.
Tersedianya sarana dan prasarana sendiri telah dilakukan
pengadaan oleh perusahaan tergantung analisis kebutuha.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Ada, jadi anggaran rumah tangga kita itu perdevisi, masing-masing bidang yang terkait dengan masalah K3
seperti; kalau kita berbicara devisi tekhnik dia yang membuat rambu-rambu atau papan bicara itu kita alokasikan ke anggaran tekhnik. Kemudian untuk
perlengkapan seperti APD itu dilakukan di devisi umum.”(BD)
“Kalau untuk sarana dan prasarana terkait dengan K3 lumayan banyak, misalnya; rambu-rambu yang ada di area kita, tempat penyimpanan Bahan Kimia
Berbahaya, terkait dengan kalibrasi dan pengukuran-pengukuran terkait dengan kelembaban, kebisingan, getaran, itu kita lakukan secara rutin.” (MN)
“Misalnya prasarana yang ada di lapangan yaitu; alat-alatnya dikalibrasi secara berkala, kemudian misalnya
rambu-rambu K3 , melakukan terus yang berkaitan dengan K3 berupa informasi berupa rambu-rambu terkait dengan K3.” (BM)
“Seperti hydrant itu lengkap, di kantor maupun di
lapangan itu lengkap. Kemudian alat pemadam api ringan juga tiap bulan kami inspeksi dan tiap ekspire kami ganti. Tiap minggu ada kegiatan terkait dengan
kesehatan kerja karyawan dan lingkungan hidup, itu ada fogging setiap minggu. Ada tim khusus yang kami kontrak, perusahaan dari kalimantan jadi mereka tiap
minggu melakukan fogging untuk pencegahan perkembangbiakan nyamuk”... ...Sepatu safety, safety helmet, kami sudah dilengkapi
semua. Rompi juga ada... ..Iya, kami berkoordinasi. Setiap kegiatan apapun yang akan kami lakukan kami berkoordinasi dengan
mereka.” (TH)
Perusahaan juga telah dilengkapi dengan unit quick
respon yang dilengkapi dengan sarana & prasarana jika terjadi
keadaan darurat. Selain itu juga telah ada unit khusus untuk
penanganan limbah. Yang apabila terjadi hal yang dianggap
berbahaya dapat langsung dilaporkan pada P2K3 atau
bersurat apabila diperlukan. Berikut kutipan wawancaranya:
“Di perusahaan kami ini sudah disiapkan satuan
pengamanan yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan, aturan-aturan K3. Kemudian petugas-petugas untuk penanggulangan bencana kebakaran
dan sarana dan prasarana untuk pemadam kebakaran. Kemudian ada tempat terpisah khusus penanganan limbah...
.....Jadi memang di perusahaan kita ini dua-duanya berjalan dapat dikomunikasikan secara langsung maupun bersurat untuk hal-hal yang sifatnya prosedural
harus bersurat. Tapi hal yang sifatnya operasional bisa langsung di laporkan pada petugas K3.”(AR)
Karyawan juga membenarkan adanya Alat Pelindung Diri
yang disiapkan oleh perusahaan sebelum memasuki area
terbatas. Berikut kutipan wawancaranya:
“Yang di siapkan di perusahaan itu ada helm dan
rompi. Itu saja.”(MG)
3) Pelatihan K3
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi
mengenai adanya pelatihan yang diberikan oleh perusahaan
untuk meningkatkan kompetensi di bidang implementasi K3.
Untuk beberapa karyawan/ pekerja dipilih orang tertentu dari
tiap devisi untuk mengikuti pelatihan Ahli K3 umum yang
bertugas sebagai pengawas dan sharing knowledge mengenai
pelatihan yang telah ia dapatkan di pelatihan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Secara khusus mungkin, secara keseluruhan ke karyawan tidak, tetapi ada beberapa pegawai yang
sudah diikutkan untuk AK3 umum. Namun terkait dengan secara keseluruhan ke pegawai dimanajemen itu misalkan kita terus melakukan pemahaman atau pelatihan ke pegawai minimal dari internal kita
contohnya kita dari orang-orang yang menangani K3 misalkan di devisi yang sudah mengikuti Ahli K3 umum sharing dengan teman-teman. Jadi misalkan ada
pelatihan ke pegawai itu kita sisipkan pemahaman K3 pada mereka, minimal paham tentang K3.” (BM)
“Kalau pelatihan khusus untuk semua karyawan, sepertinya belum. Jadi dipilih secara acak, untuk mengikuti program pelatihan K3 itu dipilih secara acak
dari perusahaan dan ditunjuk langsung dan tidak semua untuk mengikuti pelatihan. Seperti ahli K3 dsb. Tidak semua” (TH)
Hal ini dibenarkan oleh karyawan di suatu devisi bahwa
ia telah mengikuti pelatihan AK3 umum:
“Ya, saya sendiri pernah mengikuti diklat untuk Ahli K3 umum tahun 2016..” (AR)
Meskipun sepenuhnya tidak diberikan pelatihan secara
menyeluruh yang dilaksanakan langsung yang bertujuan
pelatihan K3 namun setiap ada kegiatan atau pelatihan, materi
K3 diikutkan dalam event yang dilaksanakan. Dengan maksud
untuk menghemat biaya operasional dan secara tidak
langsung bisa mengedukasi karyawan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Kami di TPM sering memasukkan misalnya; ada pelatihan-pelatihan yang tidak bertujuan langsung
mengenai K3 tapi tetap kita sisipkan materi mengenai nilai-nilai K3 melalui sosialisasi pada pelatihan keamanan, pelatihan operasional. Terkait untuk tamu,
kita juga memberikan safety induction” (MN) “Dalam program pelatihan khusus, jadi strategi
perusahaan terkait dengan efisiensi anggran; dalam 1 kali penyelenggaraan terkait pelatihan untuk bidang K3 kita selipkan atau kita gabungkan dalam materi
pelatihan. Jadi dia mengikut, dalam 1 kali kita menyelenggarakan pelatihan, kita ikutkan materi K3.” (BD)
Hal ini dibenarkan oleh informan bahwa pelatihan K3
tidak dilaksanakan secara langsung namun pernah diberikan
pemaparan, pembahasan dan simulasi terkait K3. Berikut
kutipan wawancaranya:
“Kalau pelatihan belum pernah, Cuma pemaparan tentang K3 dan pembahasan tentang K3.”(MG)
“Untuk simulasi keadaan darurat.. Hal tersebut sebenarnya rutin tiap tahun kita adakan atau simulasi keadaan darurat, penanggulangan kebakaran,
penanggulangan bencana alam ada simulasinya yang diadakan tim ISPS Code..”(AR)
“.... Sering, sering kami lakukan kalau simulasi kebakaran”. (TH)
4) Manajemen Risiko & Manajemen Tanggap Darurat
Berdasarkan penelitian di Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar, untuk manajemen risiko dan manajemen
tanggap darurat telah dilakukan inspeksi dan laporan secara
rutin. Berikut kutipan wawancaranya:
“Terkait dengan identifikasi bahaya yang ada di tempat kerja kita selalu melakukan inspeksi dan laporan dari anggota apabila ada indikasi risiko di suatu lingkungan
kerja yang dilaporkan pada tim P2K3, yang kemudian kita tindak lanjuti.”(MN)
“Itu rutin, kemudian secara intensif kita lakukan berupa inspeksi baik itu dokumen, kemudian melakukan penilaian risiko. Jadi secara berkala sudah kita
lakukan.... ...Itu sudah kita lakukan, jadi secara terdokumentasi kita juga informasikan ke seluruh stake holder atau ke seluruh rekanan, baik itu ke karyawan.”(BM)
Terkait dengan keadaan darurat sudah ada tim quick
respon. Berikut kutipan wawancaranya:
...Sudah ada tim khusus tanggap darurat.(MN) Di TPM terkait dengan kondisi darurat dan insiden yang
mungkin terjadi itu sudah kita antisipasi, apabila ada suatu kejadian maka koordinasinya bisa lewat security yang memang sewaktu-waktu ada di lokasi tsb ataupun
tim P2K3. Artinya apabila ada indikasi ataupun insiden bisa langsung dilaporkan dan segera bertindak. Kemudian juga kita telah ada jalur evakuasi, apalagi
ada banyak tempat di sini yang butuh penanganan bisa langsung dibawa ke rumah sakit Angkatan Laut maupun di Stella Maris. Kemudian untuk tindakan yang
lain, misalnya antisipasi kebakaran kita juga telah
punya tim pemadam kebakaran yang apabila ada
indikasi dan kejadian langsung kita laporkan.(MN) “....Jadi tim khusus itu sudah ada, kita bentuk khusus
untuk menangani. Contoh ketika terjadi keadaan darurat, ada tim quick respon, kemudian ada tim yang tergabung dengan quick respon tersebut di setiap
devisi ada orang yang ahli. Misalnya terjadi kebakaran sudah ada yang ahli menggunakan apar. Contohnya di devisi keuangan, devisi teknik itu sudah ada yang
tergabung dengan tim quick respon.”(BM)
Tim P2K3 juga telah menginformasikan kepada karyawan
terkait dengan jalur evakuasi dan master poin ketika terjadi
keadaan darurat. Berikut kutipan wawancaranya:
“....Untuk pekerja sendiri, mereka sudah tahu dimana
titik-titik master poin di TPM. Misalnya; master poin untuk di kantor dengan adanya petunjuk yang ada di ruangan, kemudian untuk yang di lapangan sehari-
harinya kita adakan safety briefing terkait masalah K3 untuk pekerjaan kita dan master poinnya CY ada 3 titik yaitu ada di pintu 3, di tengah CY exworkshop dan
kantor pengendali operasi.”(MN)
Dan telah dibenarkan oleh karyawan mengenai adanya
jalur evakuasi dan master poin tersebut. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Ya, untuk jalur evakuasi sudah ada rambu-rambu tersendiri dan sosialisasi terhadap jalur yang ditentukan
dan titik kumpul dimana kita dapat dievakuasi.” (AR) “Itu ada, sudah lengkap tanda-tandanya; jalur evakuasi.
Di lapangan juga ada, sudah lengkap. Master point ada.”(TH)
p. Manajemen informasi & Manajemen Komunikasi
1) Komunikasi
Manajemen komunikasi PT. Pelindo IV (Persero) terkait
informasi K3 dilakukan baik secara lisan maupun tulisan.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Dilakukan secara bersurat dan penyampaian langsung.”(AR)
“Misalkan ada program K3 di perusahaan baik itu berupa aturan yang harus diikuti atau merupakan sosialisasi, kita terus lakukan informasi melalui
pengeras suara atau bisa juga melalui media dilakukannya sosialisasi.” (BM)
“Untuk proses itu, biasanya kita bisa langsung disampaikan, kemudian apabila ada hal yang perlu dilaporkan maka kita laporkan.” (MG)
“Kita mengkomunikasikan itu dalam bentuk, sebelum kita melaksanakan kegiatan atau dalam sebulan sekali kita berikan informasi kepada pekerja dan kita ingatkan
kembali pada saat awal akan bekerja. Jadi ada tim khusus yang memberikan semacam pencerahan atau pengarahan sebelum kita melakukan pekerjaan.” (BD)
“Disampaikan kepada masing-masing supervisor tiap devisi, jadi mereka yang akan menyampaikan ke bawahannya.”(TH)
Informasi dan komunikasi mengenai Keselamatan dan
Kesehatan kerja juga disampaikan kepada pengunjung yang
memasuki area terbatas. Berikut kutipan wawancaranya:
“Untuk komunikasi untuk K3 perusahaan stake holder dan tamu-tamu kita yang akan berkunjung, kita juga
lakukan safety induction ataupun vendor yang bekerja di area kita memang sudah kita arahkan untuk memenuhi syarat-syarat tentang K3 misalnya
penggunaan APD di area kita, kemudian pembatasan area juga atau pemberian rambu-rambu apabila ada pekerjaan di tempat tersebut.”(MN)
2) Pelaporan
Pelaporan rutin terkait Keselamatan dan Kesehatan kerja
telah dilaksanakan oleh P2K3, baik itu laporan rutin pertriwulan
ke dinas tenaga kerja setempat serta laporan ke kantor pusat
untuk dievaluasi. Berikut kutipan wawancaranya:
“Ya itulah tadi, yang berkaitan dgn K3 didelegasikan kepada sekertaris P2K3 umum yang membuat laporan baik itu triwulan maupun tahunan kepada induk
perusahaan kita atau kantor pusat kami. Dan dikembalikan kepada kami setelah dievaluasi dan masukan mengenai apa yang akan dilaksanakan
selanjutnya. Jadi ada evaluasi tapi dilaksanakan di kantor pusat”.(BD)
“Sudah ada, jadi untuk administrasi K3 sudah dilakukan secara baik.”(BM)
“Untuk pelaporan K3 masih terintegrasi sendiri dengan bidang SDM dan umum. Jadi semua pelaporan masih dilaksanakan di sana. Berupa dokumen-dokumen
maupun laporan-laporan lainnya.”(AR)
Namun untuk evaluasi secara menyeluruh melalui audit
internal maupun eksternal belum memilki jadwal khusus agar
bisa ditinjau secara berkala. Berikut kutipan wawancaranya:
“...Kalau di masa saya, kan saya masih baru juga menjabat sebagai sekertaris P2K3 kita belum pernah
lakukan untuk audit internal tapi untuk yang audit eksternal sebelumnya pernah dilakukan audit SMK3.”(MN)
“Belum jalan kalau yang itu, makanya kita baru mau membenahi sebenarnya. Pembenahan yang lebih
profesional, lebih terarah. Sebelumnya kan banyak program-program K3 yang belum jalan sebenarnya. Untuk sosialiasi ke teman-teman belum jalan juga. Itu
yang mau kita benahi. Namun masih terkendala dengan kesibukan di lapangan dsb yaa jadi belum sempat-sempat.”(TH)
Namun ada pula beberapa informan yang menyatakan
bahwa sudah pernah dilakukan audit untuk penilaian SMK3
perusahaan dan hasil penilaian pencapaian pernah
mendapatkan bendera perak/ dalam kategori penerapan baik.
Perbedaan pendapat ini disebabkan adanya pergantian dan
perpindahan personil sehingga ada yang pernah terlibat dan
mengetahui proses audit eksternal dan bagi personil baru tidak
terlibat dalam proses audit eksternal hal tersebut. Berikut
pernyataan informan yang mengetahui adanya audit eksternal
yang pernah dilaksanakan:
“Bukan saja pernah, tetapi kita secara rutin dan konsisten terus melakukan evaluasi. Bagaimana pun
bahwa kita juga secara rutin diaudit SMK3 nya sehingga penerapan baik itu di lapangan kita terus lakukan perbaikan. Sehingga untuk perubahan-
perubahan tentu secara konsisten selalu kami lakukan.”(BM) “... Untuk audit internal dilakukan oleh satuan auditor
kita sendiri sementara untuk ekstenal dilakukan oleh pihak disnaker, ada yang bagian K3 yang melaksanakan itu. Dan untuk mendapatkan sertifikasi
pelaksanaan audit SMK3.”(AR) “.. Ya, jadi audit internal kita tunjuk langsung vendor
yaitu sucofindo. Dan itu sudah kita lakukan per 1 semester atau pertahun.”(BD)
3) Pendokumentasian & Pengendalian Dokumen
Pendokumentasian dan pengendalian dokumen di PT.
Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar belum
sepenuhnya dilengkapi. Sehingga berkaitan dengan elemen-
elemen SMK3 yang dokumennya harus dipenuhi agar dapat
memenuhi kriteria audit. Saat ini P2K3 berfokus pada
manajemen mutu lingkungan, yaitu ISO 14001. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Ya, berdasarkan standar ISO bentuk-bentuk dan
pendokumentasian dokumen itu sudah di atur di perusahaan kami. Jadi harus mengikuti standar-standar ISO yang terbaru yang sudah dibuat.” (AR)
“Kalau dokumen kita yaitu ISO yang saya kurang tahu, itu ada sama sekertaris P2K3. Karena semua
pengarsipan kita terkait masalah ISO, keselamatan kerja. Kemudian kalau berbicara mengenai dokumen, itu setiap tahunnya kita diberikan reward oleh dinas
tenaga kerja. Selama ini kita sudah 2 tahun berturut-turut mendapatkan zero accident, kemudian penerapan SMK3. Ya 2 kategori.” (BD)
“Yang jelas untuk pendokumentasian ada aturan yang mengatur terkait hal tersebut”(MN)
“Telah dilakukan pendokumentasian.”(BM)
q. Model Sistem Manajemen K3 di Perusahaan
Implementasi Sistem Manajemen K3 yang baik tentu tidak
terlepas dari aspek-aspek yang menunjang prosesnya.
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar, perusahaan telah berhasil mendapatkan
beberapa prestesi yang terkait dengan adanya implementasi
Sistem Manajemen K3 di Perusahaan.
Tabel 4. 4
Penghargaan yang Diperoleh PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar
JENIS PENGHARGAAAN TAHUN PEMBERI
PENGHARGAAN
Prestasi Zero Accident 2011 Walikota Makassar
Penghargaan Terhadap Komitmennya Dalam 2013 Gubernur Sulawesi
Pelaksanana SMK3 Ke Dalam Manajemen
Perusahaan
Selatan
Kinerja K3 Terbaik 2017 Gubernur Sulawesi
Selatan
Prestasi Zero Accident 2018 Gubernur Sulsel
Sumber: Data Primer, Tahun 2018
Prestasi yang dicapai oleh perusahaan merupakan suatu
bentuk hasil kerja keras tim manajemen, tim P2K3 dan semua
karyawan maupun pemakai jasa dan pengunjung. Berdasarkan
hasil penelitian, variabel berkontribusi dalam rangka terciptanya
manajemen K3 yang dijalankan oleh perusahaan yang dapat
digambarkan melalui model implementasi Sistem Manajemen K3
di perusahaan. Berikut persentasi coverage/ relevance responden:
Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan nilai rata-
rata relevansi tingkat kepercayaan dengan tingkat nilai persentase
coverage (relevansi) tiap informan sebagai berikut:
Tabel 4. 5 Presentase Coverage (Relevance) Hasil Indept Interview
Responden Struktur
birokrasi
Sumber
Daya
Komunikasi Desposisi Persentase
Coverage
(%)
Responden 1 15,70 37,94 18,74 25,77 98,15
Responden 2 18,34 35,25 16,94 27,13 97,65
Responden 3 18,29 37,34 20,51 21,04 97,18
Responden 4 22,07 29,99 30,81 14,21 97,08
Responden 5 27,00 36,40 12,45 21,47 97,32
Responden 6 27,45 32,38 11,99 23,47 95,29
Nilai rata-rata 97,23
Sumber:Data Primer, Tahun 2018
Adapun nilai coverage informan di atas mencakup
persentase coverage hasil wawancara tiap variabel penelitian
dengan rata-rata tingkat kepercayaan yaitu 97,2 %.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan model SMK3
melalui pengambilan data menggunakan teknik triangulasi, maka
setiap variabel akan dibahas dan diuraikan satu persatu sebagai
berikut:
1. Capaian Implementasi SMK3 PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar
Hasil evaluasi/ penilaian implementasi SMK3 di
perusahaan PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar kemudian dilkukan analisis untuk mengetahui jumlah
kriteria yang dicapai. Adapun hasil capaian berdasarkan mengisi
ceklis Sistem Manajemen K3 PP NO 50 Tahun 2012 dengan
menentukan jumlah temuan dalam kategori yang dianggap
memenuhi kriteria, parsial maupun yang tidak memenuhi kriteria
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Tingkat keberhasilan : 𝟏𝟔𝟔 𝒌𝒓𝒊𝒕𝒆𝒓𝒊𝒂−𝒏
𝟏𝟔𝟔 𝐱 𝟏𝟎𝟎% = n%
Keterangan :
N = total jumlah temuan
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan teknik
triagulasi yaitu wawancara, observasi di lapangan dan telaah
dokumen didapatkan hasil sebagai berikut:
Diketahui :
Kriteria : 166 elemen SMK3
Memenuhi Kriteria : 137 elemen
Parsial : 28 elemen
Tidakmemenuhi : 1 elemen
Keterangan :
Tingkat penilaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai
berikut:
a. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk
tingkat penilaian penerapan kurang.
b. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84%
termasuk tingkat penilaian penerapan baik.
c. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100%
termasuk tingkat penilaian penerapan memuaskan."
Jawaban :
Tingkat keberhasilan : 𝟏𝟔𝟔 𝒌𝒓𝒊𝒕𝒆𝒓𝒊𝒂−𝟐𝟗
𝟏𝟔𝟔 𝐱 𝟏𝟎𝟎% = 83%
Interpretasi :
Berdasarkan hasil analisis diperoleh tingkat capaian
implementasi Sistem Manajemen K3 tingkat lanjutan di PT.
Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar yaitu 83%.
Untuk capaian 83% termasuk kategori tingkat penilaian
penerapan baik. Elemen yang memenuhi kriteria sebanyak 137
elemen, yang parsial sebanyak 28 elemen dan 1 elemen yang
tidak memenuhi kriteria. Dalam hal ini PT. Pelindo IV (Persero)
telah dianggap siap untuk melaksanakan SMK3 PP No 50
Tahun 2012, meskipun masih perlu melengkapi elemen yang
sifatnya masih parsial dan yang belum dilaksanakan agar dapat
memenuhi kriteria. P2K3 masih perlu melaksanakan secara
optimal prosedur pengendalian dokumen dan berkoordinasi
dengan devisi lain baik dalam hal pembelian, SOP, MSDS,
peninjauan kontrak, identifikasi bahaya dll. Hal ini bermanfaat
untuk mengoptimalkan implementasi K3 di lingkungan kerja
demi terciptanya implementasi Sistem Manajemen K3 yang
memuaskan dan bisa memberikan dampak positif bagi
perusahaan dalam hal peningkatan income, produktivitas
karyawan dan terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Pencapaian SMK3 di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas sejalan dengan penelitian Korry Apriadi (2014) yang
menunjukkan bahwa pelaksanaan SMK3 menurut OHSAS di
PT. SPD sebanyak 131 poin (87,3)%. Untuk poin yang belum
sesuai sebanyak 9 poin (6,7%) dan untuk poin yang tidak sesuai
sebanyak 9 poin (6%). Sehingga termasuk dalam kategori baik.
Disarankan kepada PT. SPD untuk meningkatkan penerapan
SMK3 berdasarkan OHSAS dengan; wajib memiliki manual
SMK3 bedasarkan OHSAS, wajib memiliki prosedur identifikasi,
mengakses dan pemutahiran peraturan K3, wajib menyediakan
sumber daya kompeten untuk menjalankan SMK3, pelatihan K3
harus membedakan tanggung jawab, kemampuan, bahasa,
keterampilan dan risiko, melakukan simulasi keadaan darurat
dan memiliki data kalibrasi alat sesuai dengan peraturan.
Kemudian dalam penelitian Sabuaji Brastowo Suryosagoro
(2012) diperoleh nilai tingkat penerapan dari PP No 50 Tahun
2012 sebesar 96,39% dan digolongkan tingkat penerapan yang
memuaskan. Terdapat 160 kriteria yang sesuai dari total kriteria
yang dievaluasi. Dengan demikian, lokasi dinyatakan siap untuk
menerapkan PP No 50 Tahun 2012 karena telah melebihi batas
pencapaian memuaskan yaitu 85%. Disarankan bagi penelitian
SMK3 selanjutnya untuk dilaksanakan di lokasi berbeda,
perbedaan pada perusahaan dan level perusahaan dan perlu
ditinjau hubungan SMK3 dengan aspek biaya.
Sementara dalam penelitian Alfred Billy Wuon (2013)
menggunakan Permenaker No 5 Tahun 1996 bahwa
pengukuran dan evaluasi SMK3 di perusahaan belum
berdasarkan Permenaker No 5 Tahun 1996 atau dalam hal ini
perusahaan telah menerapkan SMK3 yang dilakukan dalam
bentuk perlindungan keselamatan pekerja yaitu berupa
pengadaan sejumlah APD sebagai upaya teknis. Namun untuk
pengukuran dan evaluasi SMK3 di perusahaan belum
berdasarkan Permenaker No 5 Tahun 1996. Dalam hal ini
belum nampak dalam bentuk suatu pernyataan atau suatu surat
komitmen dan dokumen tentang pengukuran dan evalusi
mengenai SMK3 di perusahaan.
2. Struktur Birokrasi
a. Manajemen Terintegrasi
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar mampu menjalankan manajemen K3 yang dapat
berintegrasi dengan baik dengan perusahaan. Berdasarkan
hasil penelitian, bahwa dengan adanya program dan
manajemen K3 yang diimplementasikan di perusahaan
dapat meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan
income perusahaan. Panitia Pembina Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (P2K3) di perusahaan adalah suatu
badan yang di bentuk untuk membantu melaksanakan dan
menangani usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja
di Perusahaan. P2K3 dibentuk dalam perusahaan kerjasama
saling pengertian dan partisipasi dalam penerapan K3 yang
keanggotaannya terdiri dari unsur Senior Manager/General
Manager/Manager dan Staf. Di PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar yang menangani
implementasi K3 telah terintegrasi antara pengamanan dan
K3 di bawah naungan devisi SDM yang telah ditunjuk dan
diberikan pelatihan kepada yang dianggap mumpuni dan
mempunyai pengalaman kerja yang kemudian oleh
perusahaan diikutkan pelatihan Ahli K3 Umum. Secara
spesifik ditangani oleh supervisi keamanan dan K3.Tentunya
hal ini berhubungan langsung dengan minimnya jumlah
insiden dan PAK di tempat kerja sehingga karyawan dapat
bekerja dengan selamat dan sehat. Adanya manajemen K3
dan P2K3 di perusahaan sangat berkontribusi atas
penghargaaan zero accident yang diterima di perusahaan.
Karena itu perusahaan senantiasa berkomitmen
menjalankan Sistem Manajemen K3 agar dapat
mempertahankan prestasi tersebut.
Sejalan dengan penelitian Zulyanti (2013) yang
mengemukakan bahwa MPS KUD Tani Mulyo memiliki
kebijakan K3 yang mulai diimplementasikan secara efektif
dan terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan
sejak tanggal 12 februari 2012. Sistem Manajemen K3
adalah pola penerapan kebijakan K3 MPS KUD Tani Mulyo
yang merupakan bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan perusahaan. Kelemahan sistem manajemen
mempunyai peranan besar sebagai penyebab kecelakaan,
karena sistem manajemenlah yang mengatur unsur-unsur
produksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecelakaan
merupakan manifestasi adanya kesalahan manajemen yang
menjadi penyebab masalah dalam prosses produksi.
Hal ini didukung oleh penelitian Polla, P.,
Mangandangi, R & Walangitan (2015) bahwa adanya
hubungan yang kuat dan positif antara penerapan
manajemen K3 terhadap peningkatan produktivitas kerja.
Dalam hal ini ditunjukan oleh nilai koefisien korelasi sebesar
0,730 dan dari hasil uji F dan uji t di dapat Fhitung = 88,883
> Ftabel = 3,960. Dan t hitung = 9,428 > ttabel = 1,664620.
Melihat bahwa ternyata penerapan SMK3 lingkungan
mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan
produktivitas tenaga kerja, dimana semakin baik manajemen
K3 lingkungan diperhatikan atau diperbaiki, maka semakin
baik pula produktivitas yang dihasilkan. Dengan demikian
penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
lingkungan hendaklah menjadi prioritas utama dalam usaha
peningkatan produktivitas tenaga kerja pada proyek
konstruksi.
Manajer & supervisor harus mengetahui kewajibannya
dalam bidang K3 sesuai peraturan perundangan. Mereka
juga harus mempunyai kemampuan yang cukup untuk
menjamin bahwa tenaga kerja yang menjadi bawahannya
dapat bekerja secara aman, sarana pengendalian risiko
berfungsi dengan baik & potensi bahaya dapat dikenali
(Tarwaka, 2016). Karena itu adanya manajemen yang
terintegrasi dengan manajemen K3 sangat penting di
perusahaan.
b. Prosedur & Instruksi Kerja
Saat ini PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar menerapkan standar ISO 19001;2015 dan ISO
14001 mengenai lingkungan. Untuk skala nasional mengacu
kepada keputusan Menteri dan Departemen
Ketenagakerjaan yaitu Sistem Manajemen K3. Kemudian
untuk internal ada Peraturan Direksi No 38 Tahun 2011
tentang pedoman pelaksanaan K3 di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar. Pelaksanaan
Sistem manajemen perusahaan telah memiliki acuan terkait
implementasi SMK3. Misalnya adanya Standar Operasional
Prosedur yang telah terintegrasi dengan nilai-nilai K3 dan
penanganan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan
perundangan, peraturan khusus terkait keselamatan bahwa
semua orang saat memasuki area terbatas seperti kewajiban
menggunakan rompi, helm safety, dan wajib melintas di jalur
yang telah ditentukan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Zulyanti (2013) yang
mengemukakan bahwa komitmen atas tugas dan wewenang
yaitu dengan menempatkan personel yang mempunyai
tanggung jawab dan wewenang yang jelas dalam
penanganan keselamatan dan kesehatan kerja, dibuktikan
dengan selama pelaksanaan simulasi keadaan darurat,
setiap petugas yang terdiri dari tim balakar dan tim evakuasi
bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Sementara pada penelitian Susihono mengemukakan
bahwa tidak adanya SOP (standard operational procedure)
menyebabkan adanya potensi bahaya. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa penerapan SMK3 telah sesuai dengan
undang-Undang yang berlaku, namun nilai resiko potensi
bahaya bagian fluid utility menunjukkan tingkat keparahan
bahaya kerja kecil dan kemungkinan terjadinya potensi
bahaya kerja juga kecil, nilai kategori potensi bahaya kerja
perlu dikendalikan dengan prosedur rutin. Faktor penyebab
potensial terjadinya potensi bahaya adalah suara mesin
bising, Standard Operational procedure (SOP) belum
terpasang secara ergonomis, terdapat benda asing yang
menghalangi jalan, temperatur ruangan meningkat 50C dari
temperatur normal.
Dalam UU dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja &
orang lain yang berada di dekat saran & peralatan produksi
pada saat proses pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan &
perubahan harus mendapat jaminan keselamatan &
kesehatan kerja. Untuk itu, perusahaan harus membuat &
menetapkan prosedur kerja aman dari setiap pekerjaan yang
mempunyai potensi bahaya tinggi (Tarwaka, 2016).
3. Disposisi
a. Komitmen
Implementasi SMK3 merupakan tata kelola atau suatu
kepemimpinan yang bertindak dengan ide yang terencana,
memiliki prinsip dan etika dalam bertindak untuk
mewujudkan tujuan secara konsisten. Berdasarkan hasil
penelitian di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar telah ditetapkan kebijakan K3 dan komitmen
tertulis yang sementara diperbaharui dan telah diajukan
kepada pimpinan puncak untuk ditandatangani. Dan
komitmen K3 ini telah disebarluaskan oleh pihak P2K3 dan
devisi pengamanan yang kemudian telah diimplementasikan
di lingkungan perusahaan. Hal ini terbukti dengan adanya
penghargaan zero accident yang diperoleh. Sehingga
menjadi bentuk komitmen untuk mempertahankan prestasi
tsb. Namun untuk kebijakan khusus masih belum ditetapkan
seperti kebijakan pencegahan HIV dan lain-lain. Adapun
sasaran implementasi Sistem Manajemen K3 perusahaan
yaitu zero accident setiap tahun. Perusahaan berhasil
mendapat penghargaan zero accident yang memenuhi
standar, yaitu 3 juta jam kerja perusahaan dalam satu tahun.
Dimana standarnya yaitu 1 juta jam kerja tanpa incident.
Tingginya jam kerja yang dilaksanakan setiap tahun karena
banyaknya pengguna jasa yang dan orang-orang yang
beraktivitas di area PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar. Adapun bentuk komitmen di lapangan
atau di lingkungan kerja yaitu pekerja menggunakan helm,
rompi dan sepatu safety. Bagi yang tidak menggunakan APD
akan diberi teguran dari manajemen. Namun untuk
kedepannya sebaiknya sistem manajemen K3 tidak hanya
terfokus di lapangan namun juga implementasi K3 bagi staff.
Sehingga untuk implementasi K3 di perkantoran juga
sebaiknya ditingkatkan. Untuk mengoptimalkan kinerja K3
perusahaan melaksanakan evaluasi program P2K3. Untuk
implementasinya sendiri tentunya adanya integrasi antara
manajemen perusahaan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Komitmen perusahaan semata-mata tidak hanya untuk
mencapai sertifikasi namun juga berfokus pada peningkatan
pengetahuan karyawan dan budaya k3 di seluruh kantor
cabang perusahaan. Sehingga implementasi sistem
manajemen K3 tidak hanya terpaku pada aturan sebagai
pengawas namun lebih menitikberatkan pada kesesuaian
pelaksanaan di lapangan demi keselamatan dan kesehatan
kerja. K3 tidak dilaksanakan untuk menjamin keselamatan
dan kesejahteraan pekerja yang ada di suatu lingkungan
kerja yang dikomunikasikan/ disebarluarkan kepada seluruh
pekerja dan pengunjung di tempat kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Wulandari, C., Wardani, Mila & Harianto, F (2015) bahwa
Kebijakan penerapan sistem manajemen K3 sudah berjalan
dari awal pertama pembangunan pondasi dan diberlakukan
wajib, sehingga diberikan sanksi bagi pekerja yang tidak
mematuhi penerapan SMK3. Kendalanya, tenaga kerja yang
membandel & menyepelekan penerapan K3, sebagian besar
para pekerja keberatan dalam penerapan K3 krn
menganggap hal tersebut sudah biasa & mandornya kurang
mendukung. Sementara pada penelitian Elvira Hongadi &
Maria (2013) di PT. Rhodia Manyar telah memiliki kebijakan
khusus yang dibuat oleh perusahaan. Perusahaan
mempunyai kebijakan reward dan punishment terkait dengan
penerapan K3 di perusahaan. Penentuan reward dan
punishment terkait dengan K3 ini melibatkan dua divisi, yaitu
divisi HSE dan divisi SDM. Divisi HSE bertugas untuk
memberikan penilaian terhadap praktek K3 yang sudah
dilakukan oleh karyawan setiap bulan, kemudian hasil
penilaian ini yang akan diserahkan kepada divisi SDM.
Divisi SDM nantinya yang akan menentukan jenis reward
dan punishment yang akan diberikan kepada karyawan.
Penelitian Zulyanti (2013) mengemukakan pula bahwa MPS
KUD Tani berhasil dalam komitmennya untuk melindungi
karyawannya baik dari kecelakaan maupun penyakit akibat
kerja dengan keberhasilan penerapan kebijakan K3, hal ini
dapat dibuktikan dengan selalu diraihnya penghargaan zero
accident sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2011.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Wuon (2013)
dimana Komitmen dan kebijakan di PT KWM Bitung belum
berdasarkan Permenaker No. 05/Men/1996 Lamp. 1 Poin 1
dimana perusahaan belum menempatkan organisasi
ataupun seorang ahli keselamatan dan kesehatan kerja (K3),
Perencanaan K3 di PT KWMB juga belum sesuai dengan
Permenaker No. 05/Men/1996 Lamp. 1 Poin 2 dimana
perusahaan belum menetapkan tujuan dan sasaran program
K3 yang terdokumentasikan.
Bermakna tidaknya program K3 tergantung dari
komitmen manajemen. Suatu metode untuk menunjukkan
maksud manajemen adalah dengan mengembangkan
kebijakan K3. SMK3 memerlukan suatu kebijakan
perusahaan yang memuat pernyataan secara jelas tentang
tujuan K3 dan menunjukkan adanya komitmen untuk
peningkatan kinerja K3. Perusahaan harus membentuk tim
komunikasi kebijakan K3. Adanya bagian yang ditunjuk
untuk bertanggung jawab mengkomunikasikan kebijakan
kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan
dan pemasok. Terdapat prosedur penyampaian informasi
dari setiap kebijakan K3 yang telah ditetapkan. Perusahaan
dapat menggunakan berbagai saluran komunikasi yang
mudah diterima dan sampai kepada seluruh tenaga kerja,
tamu, kontraktor, pelanggan & pemasok. (Tarwaka, 2016).
b. Kesadaran
Karyawan PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar berpartisipasi aktif mendukung
implementasi Sistem Manajemen K3 di Perusahaan. Hal ini
berkaitan dengan kesadaran karyawan bahwa adanya
komitmen terhadap pelaksanaan K3 dapat berkontribusi
terhadap produktifitas kerja dan income perusahaan.
Berdasarkan pendapat informan bahwa apabila pekerja-
pekerja selamat dan sehat otomatis produktivitas akan
meningkat yang ditandai dengan kecilnya jumlah incident
dan PAK di tempat kerja. Namun mereka menyadari tentu
hal itu tidak terlepas dari kendala yang dihadapi misalnya
kearifan lokal dan budaya dan pemahaman yang kurang.
Sehingga P2K3 terus berupaya agar kedepannya kinerja K3
dapat lebih optimal. Di lingkungan kerja sadar K3 dapat
dilakukan dengan mematuhi segala peraturan K3 seperti;
rambu-rambu K3 di lingkungan kerja, penggunaan Alat
Pelindung diri, mensosialisasikan aturan K3 kepada tenaga
kerja. Adapun kendala yang dihadapi dalam implementasi
SMK3 karena P2K3 masih bergabung dengan devisi SDM
dan umum. Sehingga masih terjadi double job, selain
pekerjaan di SDM juga bertugas sebagai P2K3. Di
perusahaan lain devisi K3 sudah berdiri sendiri dan
petugasnya khusus menangani K3 perusahaan. Pekerja
mengharapkan bahwa terkait implementasi SMK3
diharapkan daerah rawan kebakaran yang belum dilengkapi
oleh apar segera dilengkapi dan akan dilebih baik lagi jika
menggunakan sistem pemadam yang lebih up date dan tidak
menggunakan tenaga manusia sehingga bisa lebih efisien.
Hal ini sejalan dengan penelitian Muhammad
Salafuddin (2013) mengenai SMK3 di PT. PLN (Persero)
Area Pengatur Distribusi Jawa Tengan dalam upaya
peningkatan mutu dan produktivitas didapatkan hasil bahwa;
tingkat kesadaran karyawan terhadap K3 relatif tinggi.
Terbukti dengan pengetahuan karyawan yang baik,
pelaksanaan kerja sesuai SOP dan mengetahui risiko
pekerjaan jika tidak mematuhi peraturan. Namun untuk
dampak dan implikasi SMK3 terhadap mutu dan
produktivitas kerja karyawan hanya mencapai 55%.
Sementara pada penelitian Elvira Hongadi & Maria
Praptiningsih (2013) mengemukakan bahwa Pelaksanaan
K3 pada PT. Rhodia Manyar dapat terlihat dari adanya
aturan kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan,
adanya kesadaran karyawan untuk melaksanakan aturan
yang ada, alat pelindung dari sudah menjadi bagian wajib
dari pekerjaan karyawan.
Namun tidak sejalan dengan penelitian Ramadhan
(2012) penerapan SMK3 telah berjalan namun terdapat hal
yang menghambat seperti kurangnya kesadaran individu
akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja terutama
disiplin pekerja dalam hal penggunaan Alat Pelindung Diri,
kurangnya anggaran K3, dan kurang tegasnya pengawasan
di lingkungan kerja. Karena itu peneliti menyarankan kepada
pihak kontraktor sebagai pihak pelaksana proyek harus lebih
tegas dan intensif melakukan pengawasan ke lokasi proyek
agar pekerja lebih disiplin khususnya dalam menggunakan
Alat pelindung diri saat bekerja. Selain itu kontraktor juga
sebaiknya meningkatkan sosialisasi dan komunikasi K3
terhadap pekerja.
4. Sumberdaya
a. Sumberdaya Manusia
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar telah memiliki tim P2K3 dengan sekertaris P2K3
yang telah bersertifikasi Ahli K3 umum sesuai dengan
peraturan dan perundangan. Penunjukan sekertaris P2K3
dilakukan oleh pihak SDM dan umum. Dengan kriteria yang
telah memiliki pengalaman kerja dan dianggap mampu untuk
menjalankan program P2K3 sesuai dengan peraturan dan
perundangan. Kemudian diberikan pendelegasian tanggung
jawab melalui surat tugas atau SPT yang dilanjutkan dengan
pembentukan tim P2K3. Karena lingkup kerja perusahaan
terdiri dari 5 devisi sehingga dilakukan penunjukan dan
diberikan Surat Pelaksanaan Tugas (SPT) perwakilan tiap
devisi untuk mengikuti pelatihan Ahli K3 umum agar selain
bekerja sesuai dengan job desk mereka bisa sharing
mengenai K3 kepada rekan kerja dan juga bertindak sebagai
pengawas. Kemudian untuk supervisor keamanan dan K3
juga telah mengikuti pelatihan Ahli K3 umum dan seminar-
seminar K3. Untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian
khusus seperti operator alat berat dan bekerja di ketinggian
juga telah memiliki Surat Ijin Operasional. Sehingga
perusahaan telah menempatkan pekerja dengan sumber
daya yang kompeten.
Hal ini sejalan dengan penelitian Zulyanti (2013)
Sebagai komitmennya atas ketersediaan sumber daya, MPS
KUD Tani Mulyo telah menempatkan organisasi K3 yaitu
P2K3 pada posisi yang dapat menentukan keputusan
perusahaan dan sebagai ujung tombak pelaksanaan K3 di
perusahaan, Ahli K3 yang bersertifikasi sebagai lead auditor
dalam audit internal, regu balakar dan tim evakuasi yang
berpartisipasi aktif menjalankan tugas sesuai dengan
prosedur.
Penelitian Alfred Billy Wuon (2013) mengenai
penerapan SMK3, komitmen dan kebijakan di PT. KWM
Bitung belum berdasarkan Permenaker No 05 Tahun 1996
Lampiran 1 Poin 1 dimana perusahaan belum menempatkan
organisasi ataupun seorang ahli Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3). Perusahaan disarankan agar
menempatkan karyawan yang berkompeten dibidang
keselamatan dan kesehatan kerja.
Perusahaan harus membuat profil pekerjaan atau
spesifikasi kualifikasi yang menjelaskan tentang karakteristik
umum fisik & mental karyawan untuk tiap-tiap pekerjaan.
Pemeriksaan kesehatan meliputi; aptitude test, test
kesehatan & test lain untuk penerimaan karyawan. hal-hal
yang harus dipersiapkan perusahaan, antara lain: Merekrut,
menseleksi, dan test lain untuk mengembangkan tenaga
kerja secara profesional. Membuat job description.
Mengadakan pelatihan & bimbingan kerja. Pengurus hanya
memberikan tugas kepada tenaga kerja yang mampu untuk
mengerjakan tugas-tugas secara aman & selamat.
Keterampian & training yang dimiliki tenaga kerja harus
sesuai dengan persyaratan tugas-tugasnya (Tarwaka, 2016).
b. Sarana & Prasarana
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana
terkait dengan implementasi K3. Setiap program selalu
dikoordinasikan kepada semua pekerja dan disediakan
anggaran rumah tangga setiap devisi, masing-masing bidang
terkait masalah K3. Misalnya; untuk pembuatan rambu-
rambu dibuat oleh devisi teknik maka anggarannya
dialokasikan ke devisi teknik, kemudian untuk penyediaan
APD dialokasikan ke devisi SDM dan Umum untuk
dilaksanakan pengadaan. Berdasarkan hasil observasi
adapun sarana dan prasarana yang disiapkan perusahaan
yaitu;
1) Lift sudah dilengkapi dengan peringatan tanda bahaya
apabila terjadi kebakaran untuk tidak menggunakan lift,
2) Sistem Proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan
jiwa pada bangunan sebagian sudah terpenuhi ditandai
dengan tersedianya sumber air, pompa pacu, pompa
utama, detektor asap, alarm kebakaran, mobil pemadam
kebakaran, mobil tangki penyuplai air bagi mobil
pemadam kebakaran, APAR , hydrant halaman, namun
sebagian perlengkapan hydrant sudah dalam keadaan
yang kurang baik; serta belum dilengkapi dengan
petunjuk penggunaan hydrant dan label pemeriksaan
hydrant;
3) Fasilitas K3 serta rambu-rambu sebagian sudah tersedia,
namun harus dilengkapi lagi agar bisa memenuhi
standar, khususnya di KPO belum adanya assembly
point apabila terjadi kecelakaan.
4) Kotak P3K, sudah tersedia disetiap lantai (1, 2, 3, 4 dan
5) di kantor TPM, Workshop & KPO yang telah diisi
sesuai dengan ketentuan;
5) Jalur evakuasi di kantor TPM dan KPO
6) Poster-poster kesehatan.
7) Tempat penyimpanan bahan kimia berbahaya, dan unit
penanganan limbah;
8) Penempatan dan penyediaan Alat Pemadam Api Ringan
(APAR) sudah ditempatkan sesuai ketentuan namun
belum dilengkapi dengan petunjuk cara penggunaannya;
9) Alat Pelindung Diri seperti Helm, rompi dll
Kemudian adanya fasilitas untuk pelaksanaan
kalibrasi alat dan pengukuran lingkungan fisik. Untuk
pengukuran lingkungan fisik baru saja dilaksanakan dan
sementara menunggu hasil pemeriksaan. Pelaksanaan
inspeksi untuk pemeriksaan sarana dan prasarana misalnya
apar dilakukan pemeriksaan setiap bulan jika ekspire
dilakukan penggantian. Tiap minggu ada kegiatan terkait
kesehatan kerja karyawan dan lingkungan hidup,
dilaksanakan fogging yang dilakukan oleh perusahaan yang
dikontrak berasal dari kalimantan untuk mencegah
perkembangbiakan nyamuk.
Terkait dengan tersedianya sarana dan prasarana ini
sejalan dengan penelitian Yanuar Kurniawan (2015) pada
tingkat pelaksanaan SMK3 pada proyek konstruksi adapun
kelengkapan fasilitas K3 pada proyek risiko tinggi sebesar
75%. Untuk kelengkapan fasilitas K3 pada proyek risiko
sedang sebesar 30%. Peneliti menyarankan bahwa
sebaiknya ada tindakan tegas bagi siapapun yang tidak
mematuhi peraturan K3 di dalam proyek agar memberikan
efek jera dan perlunya ada peningkatan pelaksanaan SMK3
seiring dengan berkembangnya tekhnologi pada era modern
ini. Juga dikuatkan oleh penelitian Alfred Billy Wuon (2013)
dimana penerapan SMK3 di perusahaan yang sudah
dilakukan dalam perlindungan keselamatan para pekerja
yaitu berupa pengadaan sejumlah Alat Pelindung Diri
sebagai upaya teknis pencegahan kecelakaan kerja. Pada
penelitian Zulyanti (2013) MPS KUUD Tani Mulyo sebagai
komitmennya atas ketersediaan sumber daya, mesin dan
sarana yang digunakan telah bersertifikasi untuk kelayakan
penggunaannya. MPS KUD Tani Mulyo juga memberikan
dukungan berupa penyediaan dana guna terelisasinya
program kerja tahunan K3.
Namun tidak sesuai dengan penelitian Wulandari, C.,
Wardani, Mila & Harianto, F (2015) telah dijalan Sistem
Manajemen K3 di perusahaan namun masih menemui
kendala karena tenaga kerja yang membandel dan
menyepelekan penerapan K3, sebagian besar para pekerja
keberatan dalam penerapan K3 karena menganggap hal
tersebut sudah biasa. Juga ditemui adanya pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja. Karena itu peneliti
menyarankan kepada penyelenggara agar mengadakan
pemasangan rambu-rambu serta dilokasinya dilakukan
pembenahan agar sesuai tekhnis. Jadi hal ini secara tidak
langsung berkaitan dengan pengadaan saran dan prasarana
yang perlu di lengkapi di lingkungan kerja.
c. Pelatihan
Berdasarkan hasil penelitian di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah diberikan
pelatihan bagi karyawan terkait dengan K3. Bagi sekertaris
P2K3 yang wajib bersertifikat Ahli K3 umum telah mengikuti
pelatihan sesuai dengan peraturan dan perundangan. Selain
itu bagi tenaga kerja baru diberikan informasi mengenai K3
sebelum melaksanakan pekerjaan. Untuk mengoptimalkan
jalannya pengawasan K3 di tiap devisi, maka ada perwakilan
dari tiap devisi yang mengikuti pelatihan Ahli K3 umum yang
diberikan surat perintah tugas yang kemudian bertanggung
jawab dalam hal pengawasan dan sharing knowledge bagi
rekan kerja mereka sehingga mereka paham tentang K3.
Untuk peningkatan pengetahuan mengenai K3 tetap
diberikan informasi mengenai K3 apabila ada event atau
pelatihan yang dilaksanakan perusahaan meskipun secara
umum bukan pelatihan K3 namun tetap disiisipkan materi K3
yang dilakukan melalui sosialisasi pada pelatihan keamanan,
pelatihan pekerja operasional dan safety induction bagi
visitor. Hal ini berkaitan dengan efisiensi dana operasional
dan waktu pelatihan. Untuk hal yang sifatnya keadaan
darurat, P2K3 rutin memberikan simulasi keadaan darurat
dan pelatihan bagi tim penanggulangan darurat.
Hal ini sejalan dengan penelitian Restiani Prilia (2013)
Besarnya pengaruh pengetahuan K3 terhadap kesadaran
berperilaku K3 secara parsial sebesar 0,145 (14,5%) yang
artinya bahwa variabel pengetahuan K3 memberikan
kontribusi sebesar 14,5% terhadap kesadaran berperilaku
K3, tersebar pada memahami pengertian dan tujuan K3,
identifikasi faktor penyebab kecelakaan kerja, menguraikan
cara pencegahan kecelakaan dan penggunaan alat
pelindung diri saat bekerja. pengetahuan K3 yang luas
cenderung akan memiliki kesadaran untuk berperilaku K3
karena mengetahui resiko apa yang akan didapat apabila
tidak memperhatikan K3. Sesuai dengan teori Notoatmodjo
(1997) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang (over
beaviour) karena seseorang yang berperilaku didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pernyataan tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa pelatihan K3 secara tindak
langsung berdampak positif terhadap perilaku.
Sementara pada penelitian Zulyanti (2013)
mengemukakan bahwa elemen pelatihan dan kompetensi
mengantarkan karyawan MPS KUD Tani Mulyo kearah
sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang K3.
MPS KUD Tani Mulyo berkomitmen untuk menyediakan
sumber daya yang berkompeten dalam rangkat mencapai
tujuan penerapan kebijakan K3. Hal ini dibuktikan,
perusahaan melaksanakan pelatihan untuk mengembangkan
SDM nya dalam bidang K3 baik secara internal yang
dilakukan oleh perusahaan sendiri maupun secara eksternal
dari PT. HM Sampoerna atau dengan instansi terkait dan
lembaga yang kompeten. Sedangkan pada penelitian
Andriyanto (2017) menyarankan agar karyawan diberikan
pelatihan terkait dengan K3. Berdasarkan hasil penelitian
bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin
baik perilakunya dalam penggunaan APD, sedangkan saran
untuk perusahaan adalah perlu meningkatkan jumlah
pelatihan yang berhubungan dengan K3 terutama mengenai
APD secara informal, supervisor agar lebih tegas dalam
menegur atau memberi sanksi terhadap pekerja yang
melanggar peraturan dengan tidak memandang tingkat
pendidikan, umur, maupun masa kerja, dan perlu melakukan
peningkatan pengawasan terkait K3 serta menjalin
komunikasi yang baik dengan pekerja. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa pengetahuan (p = 0,019; r = 0,346)
sebagai faktor yang berhubungan signifikan dengan perilaku
penggunaan APD dan memiliki kuat hubungan rendah.
Training yang berkaitan dengan K3 bagi tenaga kerja
baru, dimaksudkan agar mereka mempunyai kompetensi
yang diperlukan untuk dapat bekerja secara aman &
selamat. Catatan penyelenggaraan training K3 harus
diarsipkan & dipelihara, termasuk on the job training.
Berdasarkan peraturan perundangan, tugas-tugas khusus
seperti; pengoperasian boiler & bejana tekanan, crain,
kendaraan angkut berat, dll., harus dikerjakan oleh operator
yang telah mempunyai sistem untuk menjamin pemenuhan &
kepatuhan (Tarwaka, 2016).
d. Manajemen Risiko & Manajemen Tanggap Darurat
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar, P2K3 untuk pelaksanaan identifikasi bahaya telah
secara rutin dan berkala melakukan inspeksi lingkungan
kerja untuk menilai dan mengidentifikasi faktor risiko yang
dapat terjadi di lingkungan kerja dan juga dapat dalam
bentuk laporan langsung dari pekerja apabila ada indikasi
hazard di tempat kerja yang dapat dilaporkan kepada
security dan tim P2K3 agar bisa segera dilakukan
penanganan. Untuk tim tanggap daruratnya sendiri (quick
respon team) telah ada pewakilan dari tiap devisi yang telah
terlatih menggunakan apar. Misalnya dari tim quick respon
dari devisi teknik dan keuangan, namun untuk tim pemadam
kebakarannya terbatas dan terkoordinasi dengan tim
pengamanan dan K3 apabila terjadi keadaaan darurat.
Selain itu masih perlu mengikuti pelatihan khusus tim
penanggulangan darurat agar mendapat skill dan dapat
cepat dan tepat tanggap saat terjadi keadaan darurat dan
bencana. Bentuk antisipasi dan pencegahan tim P2K3 telah
disiapkan dengan tersebarnya hydrant out door, apar, kotak
P3K, jalur evakuasi dan master poin baik di lingkungan
kantor maupun daerah terbatas. Bagi pekerja sendiri telah
diinformasikan dan telah ada rambu khusus mengenai titik-
titik master poin yang ada yaitu di CY ada tiga titik yaitu di
pintu 3, di tengah CY exworkshop dan kantor PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar. Selain itu juga rutin
dilaksanakan simulasi keadaan darurat.
Pada penelitian Zulyanti (2013) menyatakan bahwa
untuk indikator bertindak jika terjadi kondisi bahaya dan
memastikan karyawan bekerja dengan benar dan aman
menunjukkan 55 % karyawan bagian GL dan PC
mengatakan paham pada indikator bertindak jika terjadi
kondisi kondisi darurat, dan 80 % lebih karyawan bagian
pack dan bandrol menyatakan paham untuk bekerja dengan
benar dan aman. Hal ini sejalan ini sejalan dengan peran
pegawas (bagian GL, PC, pack dan bandrol) yang
menunjukkan rata-rata lebih dari 70 % karyawan
menyatakan pengawas sering memberikan informasi tentang
tindakan yang harus diambil pada saat kondisi darurat dan
untuk memastitkan bekerja dengan benar dan aman.
Dengan demikian MPS KUD Tano Mulyo telah berhasil
dalam mengembangkan perilaku aman sebagai bentuk
kesadaran karyawan terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja, yang secara tidak langsung MPS KUD Tani Mulyo
telah berhasil mengkomunikasikan tujuan kebijakan K3.
Identifikasi potensi bahaya & penilaian risiko terhadap
pengelolaan material (B3, bahan mudah terbakar & meledak
dll) harus dilakukan dengan menggunakan metode &
prosedur yang tepat. Pemindahan material baik secara
manual maupun menggunakan alat bantu mekanis harus
dilakukan secara tepat sehingga risiko dari kegiatan dapat
diminimalkan. Inspeksi secara reguler akan dapat
mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi di
tempat kerja & tindakan korektif akan dapat segera dilakukan
sebelum kecelakaan atau insiden terjadi. Untuk menjamin
konsistensi & pemenuhan terhadap standar untuk
keselamatan & tanda pintu darurat, perusahaan harus
memasang sesuai ketentuan. Tanda-tanda tertentu seperti,
tanda bahaya kebakaran & peledakan, tanda kehadiran
pemaparan bahan kimia harus dinyatakan secara jelas.
5. Komunikasi
a. Komunikasi
Komunikasi antara pihak manajemen dan pihak lain di
perusahaan seperti; Bagi stake holder, visitor dan vendor
yang bekerja di area Terminal Petikemas Makassar wajib
mengikuti safety induction dan diarahkan untuk memenuhi
syarat K3 ketika memasuki area terbatas seperti
menggunakan APD dan mematuhi rambu-rambu yang ada di
lingkungan kerja. Bentuk komunikasi program K3 di
perusahaan wajib diinformasikan bagi semua karyawan dan
disosialisasikan. P2K3 memberikan informasi dan sosialisasi
melalui pengeras suara dan juga melalui media lain.
Komunikasi juga dilaksanakan secara bersurat dan
penyampaian langsung.Untuk pelaksanaannya komunikasi
program k3 dilaksanakan sebelum pelaksanaan program
dan dalam sebulan sekali juga diberikan informasi kepada
pekerja. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan kembali
sebelum melakukan pekerjaan. Jadi telah ada tim khusus
yang memberikan review tersebut. Komunikasi dapat melalui
penyampaian dari masing-masing supervisor tiap devisi,
sehingga mereka yang akan menyampaikan kepada pekerja.
Untuk komunikasi K3 dapat di lapangan kerja langsung
disampaikan kemudian apabila ada hal yang perlu di
laporkan maka dilaporkan pada P2K3. Jadi di perusahaan
komunikasi berjalan secara langsung dan bersurat untuk hal-
hal yang sifatnya operasional dapat dilaporkan langsung
kepada petugas K3.
Berdasarkan penelitian Achmad Ramadahan (2012)
pada penerapan SMK3 di proyek pembangunan jalan Rawa
Buaya bahwa pelaksanaan SMK3 di proyek tersebut berjalan
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan seperti safety
morning & safety briefing. Hal ini didukung oleh penelitian
Nujhani, J., & Julantina. I ((2013) hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa di PT. Pupuk Sriwidjja telah
menerapkan SMK3 dan sudah mempunyai prosedur untuk
mengkomunikasikan peraturan dan pedoman K3 kepada
seluruh kontraktor, rekanan, tenaga kerja, melalui rapat,
media elektronik maupun bulletin.
Namun tidak sejalan dengan hasil penelitian Zulyanti
(2013) pada elemen komunikasi MPS KUD Tani Mulyo pada
indikator penyampaian pesan/informasi mengenai tujuan
kebijakan dan beberapa istilah K3 menunjukkan lebih dari 50
% karyawan bagian giling (GL) dan push cutter (PC)
menyatakan tidak paham. Hal ini berbanding lurus dengan
peran pengaws, hasil menunjukkan lebih dari 50 %
karyawan GL dan PC menyatakan pengawas mereka tidak
pernah menyampaikan informasi mengenai adanya
kebijakan K3. Sebaliknya pada bagian pack dan bandrol,
lebih dari 50 % karyawan paham dengan tujan adanya
kebijakan K3 yang berbanding lurus dengan peran
pengawas yang menunjukkan 60 % karyawan menyatakan
pengawas mereka sering menyampaikan informasi tujuan
adanya kebijakan K3. Hal ini dikarenakan jumlah karyawan
GL dan PC yang jauh lebih banyak dari pada bagian pack
dan bandrol serta tingkat kesulitan pekerjaan dan intersitas
pekerjaan bagian GL dan PC lebih tinggi dari pada bagian
pack dan bandrol.
Metode yang efektif untuk menyebarluaskan informasi
harus dikembangkan. Ini dimaksudkan untuk 2 (dua) tujuan
yaitu tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan, & pemasok
menerima informasi K3 yang dapat dipercaya & organisasi
perusahaan dapat memenuhi peraturan perundangan. Untuk
meningkatkan kinerja K3 perusahaan, maka pengurus P2K3
harus menyelenggarakan pertemuan yang terjadwal secara
rutin. Hasil Keputusan pertemuan K3 harus segera
disebarluaskan keseluruh tenaga kerja. Cukup jelas bahwa
setiap tenaga kerja harus mengetahui anggota & pengurus
P2K3 di perusahaannya, sehingga apabila ingin
menyampaikan segala permasalahan yang berkaitan dengan
K3 maka tenaga kerja tidak akan mendapat kesulitan.
Dengan demikian susunan pengurus P2K3 terbaru harus
didokumentasikan dengan baik & diinformasikan dengan
menggunakan sistem yang tepat, seperti; memasang pada
tempat yang strategis, atau menggunakan on line sistem
yang dapat diakses oleh semua tenaga kerja. (Tarwaka,
2016).
b. Pelaporan
Proses identifikasi sumber berbahaya & penilaian
risiko diimplementasikan untuk meminimalkan risiko K3 di
tempat kerja. Laporan hasil evaluasi harus dipelihara untuk
menunjukkan bagaimana keputusan dibuat di dalam
pengendalian risiko nantinya. Untuk identifikasi sumber
bahaya & penilaian risiko harus digunakan metode yang
tepat. Pemantauan lingkungan kerja harus terjadwal &
dilakukan secara reguler untuk menjamin bahwa kondisi
lingkungan kerja sesuai dengan standar atau NAB yang
diperkenankan. Pemantauan harus dilakukan oleh orang
yang berkompeten & laporan hasilnya harus dipelihara
dengan baik. Didalam pasal 12 Permenaker No 4 Tahun
1987 dinyatakan bahwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
sekali pengurus wajib menyampaikan laporan tentang
kegiatan P2K3 kepada Menteri Tenaga Kerja melalui dinas
tenaga kerja setempat. (Tarwaka, 2016).
Berdasarkan penelitian di PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar kegiatan dan program P2K3
mengikuti peraturan dan perundangan, yaitu kewajiban untuk
melaporkan setiap triwulan terkait dengan K3 kepada dinas
tenaga kerja setempat dan laporan tahunan kepada kantor
pusat untuk dievaluasi. Program dan Implementasi K3
didelegasikan kepada sekertaris P2K3 yang membuat
laporan triwulan maupun laporan tahunan kepada kantor
pusat PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar. Dan laporan akan dikembalikan setelah
dievaluasi dan masukan mengenai apa yang akan
dilaksanakan selanjutnya.Kemudian untuk bentuk evaluasi
secara menyeluruh terkait dengan audit eksternal SMK3
pernah dilakukan oleh badan independen (Sucofindo) dan
mendapatkan bendera perak. Namun karena telah beberapa
kali pergantian personil sehingga untuk peninjauan ulang
melalui evaluasi atau audit internal untuk saat ini belum
dilaksanakan. Karena itu untuk mengetahui tingkat capaian
dan evaluasi perlu dilakukan audit internal kembali secara
berkala agar dapat mengetahui hal-hal yang perlu
ditingkatkan dalam hal implementasi SMK3 karena sifatnya
yang mandatori. PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar meskipun belum melaksanakan audit
internal namun secara rutin dan konsisten melaksanakan
evaluasi sehingga implementasi di lapangan terus dilakukan
perbaikan. Sehingga untuk perubahan-perubahan yang
sifatnya menjadi lebih baik konsisten dilakukan.
Sejalan dengan penelitian Messah yang
mengemukakan bahwa Perusahaan Jasa konstruksi di Kota
Kupang telah dilakukan audit SMK3 dengan - Persentase
implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) pada perusahaan jasa konstruksi di
Kota Kupang adalah sebesar 62,38 %. Dari persentase ini
implementasi SMK3 dikategorikan kuning sesuai konsep
Traffic Light System. Dengan tingkat kecelakaan yang
berada pada kategori hijau maka dapat diketahui bahwa
tingkat implementasi SMK3 Kota Kupang berada pada level
2 yaitu cukup aman.
c. Pendokumentasian & Pengendalian Dokumen
Perusahaan harus mempunyai & mengembangkan
sistem pendokumentasian yang efisien. Dokumen harus
mudah diakses, dan dipelihara sebaik-baiknya. Apabila
perusahaan telah melaksanakan penerapan SMK3, maka
hal yang sangat penting adalah melakukan review terhadap
efektifitas penerapannya di tempat kerja. Review tersebut
secara formal dicatat dan didokumentasikan. Hal ini
dimaksudkan agar dapat dilakukan peningkatan kinerja K3
secara berkelanjutan (Tarwaka, 2017).
Berdasarkan penelitian PT. Pelindo IV (Pesero)
Terminal Petikemas Makassar pendokumentasian dan
pengendalian dokumen lanjutan terhadap standar/ acuan
pada manual SMK3 belum sepenuhnya dilengkapi. Saat ini
perusahaaan sedang berbenah dalam hal manajemen mutu
lingkungan ISO 14001 dan kelengkapan dokumennya, yang
kurang lebih dapat terintegrasi dengan PP No 50 Tahun
2012 dalam hal penanggulangan darurat. Namun hal ini
seharusnya tidak menjadi kendala untuk menjalankan kedua
acuan dan tetap mengutamakan yang bersifat mandatory
bagi perusahaan.
Sejalan dengan penelitian Jula Nujhani, J., &
Julantina. I (2013) hasil penelitiannya mengemukakan
bahwa sesuai dengan Permenaker No. 05/MEN/1996 pasal
3 point 1 tentang perusahaan yang wajib menerapkan
SMK3, maka PT. Pupuk Sriwidjaja telah termasuk kepada
perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi dengan
penerapan cukup baik. Telah melakukan identifikasi,
dokumentasi bahaya kesemua aktifitas di area pabrik.
Namun tidak sejalan dengan hasil penelitian Wuon
(2013) Pengukuran dan evaluasi SMK3 di perusahaan belum
berdasarkan Permenaker NO. 05/Men/1996 atau dalam hal
ini belum nampak dalam bentuk suatu pernyataan atau surat
komitmen dan dokumen tentang pengukuran dan evaluasi
mengenai SMK3 di perusahaan. Dalam artian bahwa
perusahaan belum melakukan audit SMK3.
6. Model Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Perusahaan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data
menggunakan relationship Nvivo ditemukan variabel yang
associated terhadap implementasi sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Model Implementasi Sistem Manajemen K3
Sumber: Data Primer, 2018
Berdasarkan model diatas implementasi sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja associated terhadap variabel.
Sehingga dinyatakan bahwa variabel merupakan aspek yang terkait
dalam proses implementasi. Adapun aspek penunjang dalam
proses terjadinya implementasi sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja di perusahaan yaitu; adanya manajemen K3
yang terintegrasi dengan perusahaan, adanya prosedur dan
instruksi kerja, kebijakan dan komitmen perusahaan, kesadaran,
sumber daya manusia yang kompeten dibidang K3, sarana dan
prasarana, pelatihan, manajemen risiko dan manajemen tanggap
darurat, komunikasi, pelaporan serta pendokumentasian dan
pengendalian dokumen.
Adapun variabel implementasi yang associated dijelaskan
pada tabel berikut:
Tabel 4.6 Variabel Model Implementasi Sistem Manajemen K3
NO VARIABEL KETERANGAN
Aspek Struktur Birokrasi
1 Manajemen Terintegrasi Adanya manejemen K3 yang berintegrasi secara
komprehensif dengan manajemen perusahaan
membantu perusahaan agar karyawan dapat
bekerja dengan selamat dan sehat sehingga
berdampak positif bagi income perusahaan serta
produktivitas karyawan.
2 Prosedur & Instruksi Kerja Adanya acuan/ pedoman yang jelas dan
memperhatikan syarat-syarat K3, membuat
karyawan dapat bekerja dengan aman melalui
pelaksanaan kerja yang sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur.
Aspek Disposisi
3 Komitmen K3 Adanya kebijakan dan komitmen di perusahaan
membuat perusahaan memiliki sasaran dan acuan
yang yang yang jelas agar perusahaan senantiasa
menjaga komitmen terhindar dari kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja
4 Kesadaran Adanya kesadaran tiap karyawan di perusahaan
memberikan kontribusi yang besar terhadap
implementasi K3 di perusahaan sehingga
karyawan meskipun di luar pengawasan tetap
bersikap dan bertindak sadar K3.
Aspek Sarana dan Prasarana
5 Sumber daya Manusia Adanya sumber daya manusia yang kompeten di
berbagai lini kerja di perusahaan dapat
memberikan performa yang baik bagi perusahaan.
6 Sarana & Prasarana Adanya sarana dan prasarana K3 yang tersedia di
perusahaan membantu pekerjaan P2K3 dan
merupakan fasilitas keamanan & K3 yang berguna
bagi karyawan maupun perusahaan.
7 Pelatihan Adanya pelatihan yang dilaksanakan membantu
karyawan meningkatkan pengetahuan mereka di
bidang K3. Dengan pelatihan ini karyawan
mengetahui potensi hazard dan berupaya
melakukan pencegahan sebelum terjadi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
8 Manajemen Risiko & Manajemen
Tanggap darurat
Adanya manajemen risiko dan manajemen
tanggap darurat membuat perusahaan selalu siap
dan siaga terhadap situasi berbahaya dan situasi
darurat yang dapat terjadi di perusahaan.
Aspek Komunikasi
9 Komunikasi Adanya komunikasi yang berjalan lancar baik
melalui komunikasi langsung maupun melalui
persuratan membantu perusahaan untuk saling
bertukar informasi dari karyawan ke manajemen,
begitupun sebaliknya. Ini tentu memudahkan
dalam hal penyampaian ingormasi terkait K3.
NO VARIABEL KETERANGAN
10 Pelaporan Adanya pelaporan berkala yang dilaksanakan
perusahaan dapat memberikan informasi kepada
pihak karyawan dan perusahaan mengenai
evaluasi kerja dan kinerja K3.
11 Pendokumentasian & Pengedalian
Dokumen
Adanya pendokumentasian dan pengendalian
dokumen yang dipelihara dan mudah diakses
memberikan kemudahan bagi perusahaan dalam
hal pemenuhan kriteria audit dan dapat digunakan
untuk pelaksanaan identifikasi dan infestigasi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Kesimpulan : Implementasi sistem manajemen K3 di perusahaan tidak dapat berjalan lancar
tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Karena itu, perusahaan sebaiknya
memperhatikan sebelas (11) aspek tersebut diatas demi terciptanya implementasi sistem
manajemen K3 dengan kriteria yang memuaskan ( ≥85% )dan terhindar dari kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja.
Sumber: Data Primer, Tahun 2018
Berdasarkan model implementasi SMK3 tersebut diatas
dijabarkan positif impact terkait pelaksanaan SMK3 diperusahaan,
sebagai berikut:
Gambar 4. 4 Positif Impact Implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Perusahaan
Sumber : Data Primer, 2018
Berdasarkan variabel yang associated terhadap
implementasi SMK3 di perusahaan ditemukan positive impact
terhadap pelaksanaanya yaitu; terciptanya keselamatan kerja,
kesehatan kerja, peningkatan income, produktivitas kerja dan
pencapaian prestasi zero accident di perusahaan.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan Nvivo
kata yang paling sering muncul adalah sebagai berikut:
Gambar 4. 5 Word Cloud Implementasi Sistem Manajemen K3
Sumber : Data Primer, 2018
Berdasarkan word cloud di atas, dalam proses penelitian ditemukan
kata yang paling sering digunakan informan penelitian yaitu kata
perusahaan, implementasi, manajemen, pelatihan, komunikasi, kerja,
kinerja, komitmen, rabmu, sarana, dokumen, pelaporan, pekerjaan
kendala dan lain-lain.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Implementasi Sistem
Manajemen K3 PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas
Makassar , maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Diperoleh tingkat capaian implementasi Sistem Manajemen
K3 tingkat lanjutan di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar yaitu 83% dengan kategori tingkat
penilaian penerapan baik. Elemen yang memenuhi kriteria
sebanyak 137 elemen, yang parsial sebanyak 28 elemen
dan 1 elemen yang tidak memenuhi kriteria. Untuk yang
belum memenuhi kriteria agar segera diimplementasikan dan
melengkapi dokumen terkait.
2. Untuk aspek Struktur Birokrasi PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar mampu mengimpelemtasikan
sistem manajemen K3 yang dapat berintegrasi dengan
manajemen perusahaan. Hal ini terbukti dengan adanya
penghargaan zero accident yang diraih oleh perusahaan
yang secara tidak langsung berdampak positif terhadap
income perusahaan dan produktivitas kerja. Adapun acuan
perusahaan yaitu UU No 1 Tahun 1970, PP No 50 Tahun
2012 dan peraturan direksi No 38 Tahun 2011 tentang
pedoman pelaksanaan K3. Namun untuk PP No 50 Tahun
2012 agar dilaksanakan evaluasi internal dan eksternal
secara berkala.
3. Untuk aspek Disposisi PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar telah memiliki kebijakan K3 dan
komitmen tertulis yang diperbaharui dan telah diajukan
kepada pimpinan puncak. Sementara untuk karyawan, telah
memiliki kesadaran tentang pentingnya pelaksanaan K3 di
tempat kerja sehingga mereka berpatisipasi aktif dengan
menaati peraturan yang ada melalui bekerja sesuai SOP dan
penggunaan APD.
4. Untuk aspek Sumber Daya PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar telah memiliki tim P2K3
dengan sekertaris P2K3 yang telah bersertifikasi Ahli K3
umum sesuai dengan peraturan dan perundangan dan
perwakilan ahli K3 dari tiap devisi. Untuk tenaga kerja baru
telah diberikan informasi mengenai K3 sebelum bekerja
Sedangkan untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian
khusus seperti operator telah memiliki lisensi. TPM juga
telah menyiapkan sarana dan prasarana dan anggaran
khusus untuk pelaksanaan K3 di perusahaan. Untuk
keadaan darurat juga telah ada tim quick respon untuk
penanganan keadaan darurat.
5. Untuk aspek komunikasi PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar antara pihak manajemen dan pihak lain
di perusahaan dilaksanakan secara lisan maupun
persuratan. Bagi visitor wajib mengikuti safety induction
sebelum mamasuki area pabean. TPM juga secara rutin
melakukan pelaporan setiap triwulan kepada dinas tenaga
kerja dan laporan tahunan kepada kantor pusat untuk
evaluasi kinerja K3. Namun untuk pendokumentasian dan
pengendalian dokumen terkait K3 masih perlu dilengkapi
agar dapat memudahkan investigasi dan audit saat
dibutuhkan.
6. Model implementasi sistem manajemen K3 terdiri dari aspek-
aspek yang mendukung tercapainya implementasi
berdasarkan tujuan sistem manajemen K3 dengan variabel
yang sociated yaitu manajemen terintegrasi, prosedur dan
instruksi kerja, komitmen K3, kesadaran, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, pelatihan, manajemen risiko
dan manajemen tanggap darurat, komunikasi, pelaporan dan
pendokumentasian dan pengandalian dokumen.
B. SARAN
Adapun saran untuk peneliti selanjutnya:
1. Melakukan uji hubungan terhadap variabel model
implementasi sistem manajemen K3. Untuk mengetahui
apakah dalam uji statistik didapatkan nilai signifikansi
variabel terhadap implementasi sistem manajemen K3.
2. Melakukan uji seberapa besar hubungan variable.
Saran bagi perusahaan:
1. Perlunya pengawasan dan edukasi kepada seluruh
karyawan dan mitra kerja yang beraktivitas di area terbatas
agar senantiasa menaati peraturan untuk menggunakan
APD dan tidak berada di jalur lintasan dan alat yang sedang
beroperasi.
2. Pemberian punishment dan reward kepada karyawan dan
mitra kerja di lingkungan perusahaan agar budaya K3 dapat
berjalan dengan maksimal melalui peningkatan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
Aan komariah, Djam’an Satori. (2011). Metode Penelitihan Kualitatif. Bandung. Alfabeta.
Ahmad, J. (2011). Perilaku Birokrasi dan Pengambilan Keputusan (Vol. I). Gedung La Macca Lt. 1 Kampus UNM Gunung Sari Baru Jl. A.P Pettarani Makassar 90222: Badan Penerbit UNM
Almani, Hasyrul. (2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Karyawan Unit Produksi Tonasa Iv Terhadap Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Terjadi Pt. Semen Tonasa
Tahun 2013. Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Andriyanto, muhammad. (2017). Hubungan predisposing factor dengan
perilaku penggunaan APD pada pekerja unit produksi I PT. Petrokimia Gresik. Universitas Airlangga. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 1 Jan–April 2017: 37–47
Apriandi, Korry. (2014). Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Berdasarkan Ohsas 1800: 2007 Pada Unit Spinning V Pt. Sinar Pantja Djaja (Pt. Spd) Di Semarang Tahun
2014. Unnes Journal Of Public Health. Issn 2252-6528 Bazeley, P. & Richard, L. (2000). The Nvivo Qualitative Project Book.
Sage Publication. Thousand Oaks.
Bird, E. Frank, Jr Dan Germain, L.G., (1986). Practical Loss Control Leadership. Published By Institute Publishing, Devision Of International Loss Control Institute, Georgia, Usa
Blaikie, N. (2000). Designing Social Research. Polity Press, Cambridge.
Detik Finance. (2017). Ada 398 Juta Perusahaan baru di dalam 10 Tahun Terakhir. (Diupdate 27 April 2017, 14.14 WIB)
https://n.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3485474/ada-398-juta-perusahaan-baru-di-dalam-10-tahun-terakhir [diakses 23 februari 2018]
Edward III, George C. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC : Congressional Quarterly Press.
Ekonomi Kompas. (2015). BPJS, Jumlah Kecelakaan Kerja Turun.
(Diupdate 11 Juli 2015, 11.00 WIB) http://Ekonomi.Kompas.Com/Read/2015/07/11/110732626/Bpjs.Jumlah.Kecelakaan.Kerja.Turun [Diakses 09 Februari 2018, Pukul 9:48]
Elmore, R. (1993). Modelos organizacionales para el analisis de la implementacion de programas sociale. L. Aguilar, 185-249.
Fern, E. F. (2001). Advance Focus Group Research. Sage. Thousand
Oaks. Finance Detik Com. (2018). Angka Kecelakaan RI Meningkat Ke 123 Ribu
Kasus di 2017. (Diupdate 6 Februari 2018)
https://Finance.Detik.Com/Moneter/D-3853101/Angka-Kecelakaan-Kerja-Ri-Meningkat-Ke-123-Ribu-Kasus-Di-2017 [Diakses 09 Februari 2018, Pukul : 9:34]
Gemely, Delfani. (2017) Laporan Residensi Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Di Pt. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar Tahun 2017. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Goggin, Malcolm L et al, (1990). Implementation, Theory and Practice:
Toward a Third Generation, Scott, Foresmann and Company, USA. Greenbaum, T,L. (2006). Moderating Focus Groups. Sage. Thausand
Oaks.
Grindle, Merilee S, (1980). Politics and Policy Implementation in The Third World, Princnton. University Press, New Jersey.
Handoko, hani. (1999). Manajemen. Yogjakarta. BPFE-Yogjakarta
Heinrich. (1950). Industrial Accident Prevention: A Scientific Approach. Hendri. (2012). Analisis Tingkat Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perusahaan Gokpl Dalam
Menekan Angka Kecelakaan Dalam Kegiatan Eksplorasi Minyak Dan Gas Bumi. Universitas Indonesia.
Hill, Michael. & Hupe, Peter. (2002). Implementing Public Policy
:Governance In Theory and in Practice. California: Sage. Publicarion Ltd 6 Bonhill Street London EC2A 4PU : Wiley Online Library.
Hongadi, Elvira., Praptiningsih, maria. (2013). Penerapan Program
Kesehatan dan keselamatan kerja pada PT. Rhodia Manyar di Gresik. Agora Vol 1 No 3 (2013)
International Labour Organization (ILO). (2004). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Indonesia. Manila Indrawan, R. & Yaniawati R.P. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif,
kualitatif dan campuran untuk manajemen, pembangunan, dan
pendidikan, Bandung. PT. Refika Aditama Ingram, Helen, Anne L. Schneider, & Peter deLeon. (2007). “Social
Construction & Policy Design”. In theories of the Policy Process, 7th ed., ed. Paul Sebatioer. Boulde, CO: Westvies Press, 93-126.
Internasional Labour Organization. (2011). OHS Management System : A tool for Continual Improvement. ISBN 978-92-2-124740-1 (web pdf). Italy. International Training Center Of the ILO.
James A. F. Stoner, Management, Prentice/ Hall International, Inc., Englewood Cliffs, New York. (1982), hal 8.
Jones, Charles O. (1996). Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta (Public
Policy. Terjemahan Rick Ismanto). Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Kasmad. (2013). Studi Implementasi Kebijakan Publik (F. Ardlin Ed). BTN
KNPI Jl. Benua 1 A3/2 Daya Makassar: Kedai Aksara. Kiviniemi, Markku. (1986). “Public Policy and Their Targets : A Typologi of
the Concept of Implementation”. International Social Science Journal,
Vol . 38 No 2 hal 251-265. Koontz, Harold, Cyril O'donnell, And John Halff. (1976). Management: A
Systems And Contingency Analysis Of Managerial Functions.
Kurniawan, Yanuar. (2015). Tingkat Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Konstruksi, Studi Kasus Di Kota Semarang. Skripsi Teknik Sipil. Universitas
Negeri Semarang.
Leedy, P. D & Ormrod, J. E. (2005). Practical Research: Planning and
Design. 8th edn. Pearson. Upper Saddle River.
Liputan 6 [homepage on internet], Jakarta: Liputan 6 [update 2017 jan 12; cited 2018 Feb 11]. Pekerja yang Meninggal di 2016 Naik Lebih dari
300 Persen; Avaliable from: http://M.Liputan6.Com/Bisnis/Read/2825144/Pekerja-Yang-Meninggal-Di-2016-Naik-Lebih-Dari-300-Persen
Mangkuprawira, S. dan A. Vitayala Hubeis. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Bogor.
Matland, Ricard E. (1995). “Synthesizing the implementation Literature:
the Ambiguity – conflict Model of Policy Implementation. Journal of
Public Administration Research & Theory. Vol. 5, No 2: 145-174 Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier. (1983). Implementation
and Public Policy, New York: HarperCollins. Meter, Donald S. Van and Carl E Van Horn. (1978). The Policy
Implementation Process: A Conceptual Framework Administration &
Society. Sage Publication, Inc. Morgan, D.L. (1998), Planning Focus Group, vol. 2. Sage, Thousand
Oaks.
Napolitano, M., McClauley, L., Beltran, M & Philips, J. (2002). The dynamic Process of Focus Group with Migran Farmworkers : The Oregon Experience’, Journal of Immigrant Health, Vol. 4, No 4, PP.
177 – 182. Nujhani, J., & Julantina. I (2013). Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Persiapan
Lahan Pusri Iib Pt. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Vol. 1, No. 1, Desember 2013.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 05 Tahun 1996 Tentang Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 Tahun 2012 Tentang
Penerapan Sistem Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Polla, P., Mangandangi, R & Walangitan. (2015). Pengaruh Penerapan SMK3 lingkungan terhadap produktivitas tenaga kerja pada proyek konstruksi. Universitas Samratulangi. Fakultas Teknik Jurusan Sipil
Manado Prawita, Dimas. (2013). Pengaruh Penerapan SMK3 terhadap kinerja
karyawan PT. Adhi Karya Tbk. FISIP.
Priyono, M. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia (Vol. Second). Zifatama Publisher Jl. Taman Pondok Jati J 3, Taman Sidoarjo Telp/fax : 031-7871090: Zifatama Publisher.
Purwanto, Erwan & Sulistyastuti. (2015). Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia (I ED. Vol. II). Klitren Lor GK II /15 Yogjakarta: Penerbit Gava Media
Ramadan, Prilia. (2014). Pengaruh pengetahuan K3 dan sikap terhadap kesadaran berperilaku K3 di CNC dan PLC SMK 3 Yogyakarta. Yogyakarta. Program studi Pendidikan Mekatronika. Universitas
Negeri Yogyakarta.
Ramadhan, A. (2012). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja (Smk3) (Studi Pada Proyek Pembangunan Jalan Rawa Buaya, Cengkareng). Fisip. Universitas Indonesia.
Ripley, Randall, B. (1985). Policy analysis in Political Science. Chicago:
Nelson-Hall. Salafuddin, M., & Ananta, H. (2013). Implementasi Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Pt Pln (Persero) Area
Pengatur Distribusi Jawa Tengah & D.I.Yogyakarta Dalam Upaya Peningkatan Mutu Dan Produktivitas Kerja Karyawan. Teknik Elektro, Universitas Negeri Semarang. Jurnal Teknik Elektro Vol. 5 No. 1
Januari - Juni 2013 Santoso, G. (2004). Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja.
Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.
Sarosa, S. (2012). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. PT. Indeks. Kembangan-Jakarta Barat
Saunders, M., Lewis, P. & Thronhill, A. (2007). Research Methodes For
Business Students, 4th edn. FT Prentice Hall, Harlow. Sebatier, Paul A. & Hank C Jenkins-Smith, (Eds). (1993). Policy Change
and Learning. Boulder, CO: Wesrview Press.
Sindonews. (2017). Peserta Jamsostek Alami Kecelakaan. [Online]. (Diupdate Selasa, 18 Februari 2014 - 15:44 WIB) http://Ekbis.Sindonews.Com/Read/836859/34/192911-Peserta-
Jamsostek-Alami-Kecelakaan-Kerja-1392713047 [Diakses 09 Februari 2018, Pukul 10: 15]
Suardi, Rudi. (2005). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja; Panduan Penerapan berdasarkan OHSAS 18001 & Permenaker 1996. Jakarta. Penerbit PPM.
Sugiono. (2013). Metode Penelitian Manajemen, Pendekatan kuantitatif, kualitatif, kombinasi, penelitian tindakan dan penelitian evaluasi.
Alfabeta. Bandung Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Administrasi. Jl. Gegerkalong Hilir
No. 88 Bandung: Alfabeta.
Surmayadi, Nyoman.I.(2005). Efeketifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. Jakarta: Citra Utama
Suryosagoro, S. B. (2012). Analisis Kondisi Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Konstruksi Menuju Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012. E-Jurnal Matriks Teknik Sipil Vol. 1 No. 4/Desember 2013/496 , 496.
Susihono, wahyu. (2013). Penerapan Sistem Manajemen K3 dan identifikasi potensi bahaya kerja (studi kasus di PT. LTX Kota Cilegon - Banten). Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Spektrum
Industri, 2013, Vol. 11, No. 2, 117 – 242. ISSN : 1963-6590 Tando, Naomy Marie. (2013). Organisasi Dan Manjemen Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: In Media
Tarwaka. (2016). Dasar-Dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. (2017). Manajemen Dan Implementasi Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Templeton, J.F. (1994). The Focus Group: A Strategic Guide ti Organizing,
Conducting and Analyzing The Focus Group Interview. Irwin,
Chicago. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang No 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen K3
Undang-undang Republik Indonesia No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Usman, Nurdin. Konteks Implementasi Berbasis
Kurikulum,Grasindo,Jakarta, (2002) ,hal70
Weiss, Carol H. (1972). Evaluation Research: Methods for Assesing Program Effectiveness. Prentice Hall, New Jersey.
Winarno, Budi. (2004). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogjakarta:
Media Presindo Wulandari, C., Wardani, Mila & Harianto, F. (2015). Evaluasi Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada
Proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa Merr Surabaya. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi Terapan Iii 2015, Isbn 978-602-98569-1-0. Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Wuon, A. B. Analisis Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Pt Kerismas Witikco Makmur Bitung. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi
Yin, R. K. (2008). Case study Research Design and Methods (Vol 5): SAGE Publication, inc.
Yunita, Messah, dkk. (2012). Kajian Implementasi SMK3 pada perusahaan
jasa konstruksi di kota kupang. Jurnal Teknik Sipil Vol. 1 No.4 September 2012
Zulyanti, noer. (2013). Komitmen Kebijakan K3 sebagai upaya perlindungan terhadap tenaga kerja (Studi pada Mitra Produksi
Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. DIA, Jurnal Administrasi Publik Desember 2013, Vol. 11, No. 2, Hal. 264 - 275
INSTRUMEN PENELITIAN
LEMBAR PERMOHONAN KESEDIAAN
INFORMAN PENELITIAN
Nomor Informan :
Nama :
Jabatan :
Tempat Tugas :
Informan yang terhormat, saya bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Delfani Gemely
NIM : P1800216004
Adalah mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Konsentrasi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, yang akan melakukan Penelitian tentang “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar”.
Dengan ini saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar
persetujuan dan menjawab pertanyaan dalam wawancara ini.
Segala informasi yang saudara berikan saya akan pegang teguh kerahasiaannya dan akan menjadi dokumentasi ilmiah dalam penelitian ini, apabila Bapak dan Ibu perlu informasi lebih lanjut mohon
menghubungi nomor 085145085259/ email [email protected]/ FKM Unhas Jurusan K3/ Jalan Mustafa Dg Bunga No 85, Kabupaten Gowa.
Demikian atas bantuan dan partisipasi bapak & ibu saya ucapkan terima
kasih.
Makassar, 2018
Peneliti Informan
Delfani Gemely _____________________
PEDOMAN WAWANCARA
IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN &
KESEHATAN KERJA
PT. PELINDO IV (PERSERO) TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR
A. SUBJEK WAWANCARA :
B. IDENTITAS INFORMAN
Nama :
Umur :
Pendidikan terakhir :
Departemen :
Tanggal wawancara :
C. DAFTAR PERTANYAAN
1. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan Implementasi
Sistem Manajemen K3?
2. Apakah ada unit khusus yang bertanggung jawab terhadap
implementasi K3 di perusahaan?
3. Apakah sejauh ini SMK3 dapat terintegrasi secara komprehensif
dengan manajemen perusahaan?
4. Standar apa yang menjadi acuan / pedoman perusahaan dalam
pelaksaan Sistem Manajemen K3?
5. Pelatihan apa saja yang pernah anda dapatkan?
6. Apakah saja sarana & prasarana yang dipersiapkan perusahaan
untuk menjamin lancarnya implementasi K3 di perusahaan?
7. Apakah ada program pelatihan khusus bagi karyawan/pekerja
terkait dengan K3?
8. Bagaimana bentuk identifikasi bahaya & penilaian risiko di
tempat kerja?
9. Apakah keadaan darurat yg potensial telah diidentifikasi?
10. Apakah prosedur keadaan darurat telah didokumentasikan &
diinformasikan kepada seluruh orang yang ada di tempat kerja?
11. Apakah ada tim khusus jika terjadi keadaan darurat?
12. Bagaimana mekanisme komunikasi program K3 di perusahaan
ini?
13. Apakah ada manajemen khusus yang mangatur terkait sistem
pelaporan rutin K3 secara komprehensif?
14. Apakah sebelumnya pernah dilaksanakan evaluasi secara
menyeluruh terhadap kinerja implementasi K3? Seperti audit
internal maupun eksternal?
15. Bagaimana mekanisme pendokumentasian & pengendalian
dokumen terkait implementasi K3 perusahaan?
16. Bagaimana bentuk penetapan kebijakan K3 & jaminan
komitmen K3 di perusahaan ini?
17. Apa yang menjadi sasaran / indikator kinerja K3?
18. Adakah jangka waktu khusus untuk waktu pencapaian?
19. Apakah implementasi K3 di dapat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kinerja di perusahaan?
20. Apakah ada kendala yang dihadapi perusahaan dalam
implementasi K3 di perusahaan?
A. ASPEK STRUKTUR BIROKRASI
MATRIKS 1
Aspek Struktur Birokrasi, berhubungan dengan penyataan informan mengenai adanya unit khusus yang bertanggung jawab mengenai SMK3 di perusahaan dan dapat berintegrasi dengan manajemen di perusahaan melalui adanya
acuan/ pedoman dan instruksi kerja.
PERTANYAAN TENTANG: KODE
INFORMAN
DATA EMIK REDUKSI KONSEP ETIK
Unit K3 di Perusahaan MN Khusus untuk di Terminal Petikemas Makassar, yang
ditugaskan untuk menangani implementasi K3 itu
dibagian SDM umum khususnya di pengamanan dan
K3.
Di PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar yang menangani
implementasi K3 telah terintegrasi antara
pengamanan dan K3 di bawah naungan devisi
SDM yang telah ditunjuk dan diberikan
pelatihan kepada yang dianggap mumpuni
dan mempunyai pengalaman kerja yang
kemudian oleh perusahaan diikutkan
pelatihan Ahli K3 Umum. Secara spesifik
ditangani oleh supervisi keamanan dan K3.
Untuk mencegah terjadinya gangguan
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
dalam rangka peningkatan efisiensi dan
produktivitas kerja, perlu penerapan
keselamatan kerja, hiegen perusahaan dan
kesehatan kerja diperusahaan sehingga
perusahaan perlu memiliki Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
membantu pimpinan perusahaan dalam
penerapan keselamatan kerja, hiegen
perusahaan dan kesehatan kerja. Setiap
tempat kerja dengan kriteria tertentu
pengusaha atau pengurus wajib membentuk
P2K3 (Permenaker No 4 Tahun 1987)
BM Untuk PT. Pelabuhan Indonesia IV khususnya Terminal
Petikemas Makassar memang ada khusus unit
menangani masalah K3 yang sudah terintegrasi antara
pengamanan dan K3 dibawah devisi Sumber Daya
Manusia (SDM). Kemudian secara spesifik ditangani
oleh supervisi keamanan dan K3.
BD Jadi dalam perusahaan kami ada, di masing-masing
yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek K3. Jadi
yang bertanggung jawab terhadap K3 secara
menyeluruh dalam perusahaan kami yaitu dalam bentuk
divisi struktur SDM dan umum yang telah ditunjuk dan
diberikan pelatihan bagi yang dianggap mumpuni dan
punya pengalaman kerja kemudian oleh perusahaan
diberikan pelatihan Ahli K3.
Manajemen Terintegrasi MN Sejauh ini untuk penerapan SMK3 yang ada di TPM,
sebagian besar sepenuhnya sudah terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan. Menurut saya yang
dimaksud Implementasi Sistem Manajemen K3 yaitu
penerapan nilai-nilai sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang diintegrasikan dengan sistem
manajemen yang ada di perusahaan.
Implementasi SMK3 di Di PT. Pelindo IV
(Persero) Terminal Petikemas Makassar telah
dapat terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan secara komprehensif. Untuk
cakupan manajemen K3 telah sangat
membantu manajemen perusahaan.
.
Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja yaitu dengan menerapkan
rencana K3 secara efektif dengan mengembangkan emampuan dan
mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan
sasaran K3. Dalam hal ini pengurus harus
menunjuk personil-personil yang mempunyai kualifikasi dengan kriteria:Adanya jaminan
kemampuan berupa; Sistem Manajemen K3 harus terintegrasi dengan sistem manajemen
BM Sampai saat ini Sistem Manajemen K3 sangat
terintegrasi dengan baik secara komprehensif dengan
perusahaan perusahaan secara komprehensif; (Tarwaka, 2017),
Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3
yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan (Pasal 87 UU No 13 Tahun
2003)
AR Ya, selama ini memang kami mengusahakan
bagaimana agar dapat terintegrasi dengan secara total
di perusahaan mengenai SMK3 ini.
BD Iya, telah dapat terintegrasi
TH Kalau masalah dengan integrasi saya rasa sudah
terintegrasi. Kalau cakupannya manajemen K3
harusnya sangat membantu.
Prosedur dan Instruksi Kerja MN Untuk pelaksanaan Sistem Manajemen kita ada acuan
terkait penerapan SMK3 misalnya; SOP yang sudah
terintegrasi dengan nilai-nilai K3, kemudian
penanganan bahan berbahaya yang ditinjau dari segi
peraturan yang ada.
Saat ini PT. Pelindo IV (Persero) Terminal
Petikemas Makassar menerapkan standar
ISO 19001;2015 dan ISO 14001 mengenai
lingkungan. Untuk skala nasional mengacu
kepada keputusan Menteri dan Departemen
Ketenagakerjaan yaitu Sistem Manajemen K3.
Kemudian untuk internal ada Peraturan
Direksi No 38 Tahun 2011 tentang pedoman
pelaksanaan K3 di PT. Pelindo IV (Persero)
Terminal Petikemas Makassar. Pelaksanaan
Sistem manajemen perusahaan telah memiliki
acuan terkait implementasi SMK3. Misalnya
adanya Standar Operasional Prosedur yang
telah terintegrasi dengan nilai-nilai K3 dan
penanganan bahan berbahaya sesuai dengan
peraturan perundangan, peraturan khusus
terkait keselamatan saat memasuki area
terbatas seperti kewajiban menggunakan
rompi, helm safety, dan wajib melintas di jalur
yang telah ditentukan.
Terdapat prosedur yang terdokumentasi,
memperoleh, memelihara dan memahami
peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman teknis dan persyaratan lain yang
relevan di bidang K3 untuk seluruh tenaga
kerja di perusahaan (PP No 50 Tahun 2012) MG Ada peraturan khusus terkait keselamatan bagi pekerja
saat memasuki area terbatas seperti menggunakan
rompi, helm safety, dan melintas di jalur yang
ditentukan.
BM Yang menjadi acuannya tentu adalah peraturan-
peraturan, perundang-undangan kemudian kebijakan,
peraturan direksi mengenai K3 dari internal
perusahaan.
AR Untuk sekarang ini kami menerapkan standar ISO
9001;2015 dengan ISO 14001 mengenai lingkungan
yang versi terbaru. Sementara untuk standar yang di
Indonesia masih mengacu pada standar SMK3 yang
diterapkan di Indonesia itu sendiri.
BD Adanya Peraturan Direksi No 38 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan K3 di Pelindo IV.
TH Undang-undang di keputusan menteri dan departemen
tenaga kerja dll. Kami selalu mengacu pada itu. Ada
Peraturan Direksi juga. Tetapi kita selalu berkiblat pada
peraturan kementerian ketenagakerjaan.
B. ASPEK DISPOSISI Matriks 2
Aspek diposisi, terkait pernyataan informan mengenai adanya komitmen K3 yang dinyatakan tertulis dan ditandatangani oleh pimpinan puncak dan adanya kesadaran pekerja yang berperan aktif mendukung tujuan
dan sasaran SMK3
PERTANYAAN TENTANG: KODE
INFORMAN
DATA EMIK REDUKSI KONSEP ETIK
Komitmen K3
BM Implementasi Sistem Manajemen K3 merupakan tata
kelola atau kepemimpinan yang bertindak dengan ide
yang terencana, kemudian ada prinsip dan etika untuk melakukan suatu dalam mewujudkan tujuan
atau proses tindakan yang harus konsisten. Jadi dilakukan secara tertulis, kemudian ada komitmen
dari pimpinan, serta dilakukan sosialisasikan kepada stake holder. Tentu sasaran utama kita adalah setiap
tahunnya mudah-mudahan kita bisa zero accident. Secara khusus bahwa kita berupaya setiap hari selalu
konsisten terhadap penerapan K3. Jangka waktu
khususnya minimal dalam satu tahun zero accident.
Implementasi SMK3 merupakan tata kelola
atau suatu kepemimpinan yang bertindak
dengan ide yang terencana, memiliki prinsip dan etika dalam bertindak untuk mewujudkan
tujuan secara konsisten. Komitmen K3 perusahaan dibuat secara
tertulis, adanya komitmen pimpinan perusahaan dan dilakukan sosialisasi kepada
pekerja melalui stakeholder dan juga kepada visitor.
Adapun sasaran implementasi Sistem Manajemen K3 perusahaan yaitu zero accident setiap tahun. Perusahaan berhasil
mendapat penghargaan zero accident yang
memenuhi standar, yaitu 3 juta jam kerja
perusahaan dalam satu tahun. Dimana standarnya yaitu 1 juta jam kerja tanpa incident. Tingginya jam kerja yang
dilaksanakan setiap tahun karena banyaknya
pengguna jasa yang dan orang-orang yang
beraktivitas di area PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar.
Adapun bentuk komitmen di lapangan atau di lingkungan kerja yaitu pekerja menggunakan helm, rompi dan sepatu safety. Bagi yang
tidak menggunakan APD akan diberi teguran
dari manajemen. Namun sebaiknya sistem manajemen K3 tidak
hanya di lapangan namun juga implementasi K3 bagi staff. Sehingga untuk implementasi
K3 di perkantoran juga sebaiknya
ditingkatkan. Untuk mengoptimalkan kinerja K3 perusahaan
melaksanakan evaluasi program P2K3. Untuk implementasinya sendiri tentunya adanya
Setiap perusahaan wajib menerapkan
SMK3 di perusahaannya. Berlaku bagi
perusahaan yang mempekerjakan pekerja/ buruh paling sedikit 100 orang
atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi (Pasal 5 PP No 50 Tahun 2012)
Terdapat kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan ditandatangani oleh
pengurus atau pengusaha, secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3
serta komitmen terhadap peningkatan
K3 (PP No 50 Tahun 2012) Setiap tenaga kerja berhak mendapat
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional,
dan bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin
pula keselamatannya (UU No 1 Tahun
1970)
MN
Di perusahaan kami memang ada untuk ditujukan
kepada stake holder kita dan pengunjung yang
berkunjung ke lokasi kita/ perusahaan kita. Yang menjadi indikator kita bahwa kinerja K3 kita salah
satunya dari penghargaan zero accident yang beberapa tahun berturut-turut diraih.
Kemudian JKO kita yang memenuhi penerimaan zero accident yang melebihi 3 juta jam kerja. Terkait untuk
penghargaan zero accident dari disnaker itu syaratnya yaitu jam kerja orang tanpa incident yaitu
sekitar 1 juta jam kerja dalam 1 tahun, sedangkan
khusus untuk perusahaan kami ini bisa lebih dari 3 juta jam kerja karena banyaknya orang-orang yang
beraktifitas di area kami.
TH Kalau masalah komitmen, ini berbicara mengenai bagaimana mereka menjalankan yaa. Safety yaa..
kalau terkhusus itu seperti memakai helm, rompi, dan sepatu keselamatan di lapangan atau dimanapun di
lingkungan pekerjaan tetap masih jalan selama ini. Kalaupun untuk yang tidak memakai, itu kami tegur;
jadi ada teguran dari manajemen. Kalau bicara terkait dengan implementasi berarti terkait dengan
penerapannya di lapangan yah. Saya rasa kalau
terkait dengan masalah implementasi, bagaimana kita menerapkan sistem K3 itu di lapangan diseluruh
bidang perusahaan tidak hanya di lapangan tapi bagi
staff juga. Karena jika hanya di laksanakan di lapangan saya rasa, yaaa memang harus
dilaksanakan di lapangan juga paling utama kan karena terkait dengan safety dll. Tapi kalau K3 itu
juga terkait dengan kesehatan di lingkungan kerja jadi untuk masalah penerapan itu harusnya di semua
lingkup pekerjaan, bahwa untuk di staff maupun di lapangan. Karena yang selama ini yang diperhatikan
di K3 ini, untuk yang di staff untuk penerapan SMK3 itu sepertinya bukan tidak jalan, tapi kurang
diterapkan.
integrasi antara manajemen perusahaan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
dan kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Komitmen perusahaan semata-mata tidak hanya untuk mencapai sertifikasi namun juga
berfokus pada peningkatan pengetahuan karyawan dan budaya k3 di seluruh kantor
cabang perusahaan. Sehingga implementasi sistem manajemen K3 tidak hanya terpaku
pada aturan sebagai pengawas namun lebih menitikberatkan pada kesesuaian
pelaksanaan di lapangan demi keselamatan
dan kesehatan kerja. K3 tidak dilaksanakan untuk menjamin
keselamatan dan kesejahteraan pekerja yang ada di suatu lingkungan kerja yang
dikomunikasikan/ disebarluarkan kepada seluruh pekerja dan pengunjung di tempat
kerja.
BD Komitmen yang dilakukan perusahaan di bidang K3
yaitu, pihak manajemen mengadakan evaluasi dalam pelaksanaan P2K3 itu sendiri. Implementasi menurut
saya yaitu penerapan manajemen K3 yang terintegrasi pada manajemen perusahaan untuk
menjamin dan melindungi kesehatan dan keselamatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
AR Perusahaan kami sekarang sangat berkomitmen dan sangat ingin melaksanakan implementasi dari
kegiatan K3 itu sendiri bukan hanya untuk memperoleh sertifikasi. Terbukti karena dengan
seringnya dilakukan pelatihan-pelatihan K3 untuk
seluruh cabang di perusahaan. Jadi implementasi SMK3 adalah suatu satuan pelaksanaan yang
menitikberatkan kepada pelaksanaan sistem itu sendiri bukan hanya berupa aturan-aturan yang
diterapkan di perusahaan tetapi lebih mengarah ke pelaksanaan peraturan itu sendiri. Terhadap aturan
keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
MG Kalau menurut saya, kesehatan dan keselamatan kerja itu merupakan suatu bidang yang menjamin
nilai-nilai keselamatan dan bisa dibilang juga
kesejahteraan manusia yang bekerja disuatu institusi maupun di lokasi proyek. Tahu, Ada peraturan yang
terpajang dan dilapangan juga ada saya lihat himbauan mengenai masalah K3.
Kesadaran K3 BM Sangat berkontribusi, jadi apabila diukur dari
implementasi K3 terhadap produksi atau penghasilan perusahaan itu sangat besar sekali. Artinya dengan
adanya kepatuhan terhadap K3 mendorong tumbuhnya suatu perusahaan tentang bagaimana
Implementasi K3 berkontribusi terhadap produktivitas dan income perusahaan. Adanya
kepatuhan dan komitmen terhadap peraturan
dan perundangan mengenai K3 secara tidak langsung mendorong pertumbuhan
Hasil penelitian di PT. Adhi Karya
(Persero) Tbk Menunjukkan bahwa SMK3 memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. (Prawita, 2013)
komitmen kita dalam implementasi K3. Karena saya yakin dan saya sadar bahwa jika K3 di perusahaan
diterapkan dengan baik tentu secara tidak langsung
mendorong pertumbuhan perusahaan. .....Pasti kendala itu ada tetapi kendala itu bisa kita
tangani sepanjang ada komitmen bersama kemudian ada upaya yang kita lakukan. Kendala itu ada, apalagi
di internal kita dalam penerapan K3 yaitu kearifan lokal atau budaya kita, pemahaman K3 yang kurang.
Nah itulah kendala-kendala dan tantangan kita untuk dapat memberikan pemahaman kepada mereka.
Kerena dengan kurangnya pengetahuan mereka tentang K3 berarti kurangnya sosialisasi kepada
mereka sehingga itu juga bisa menjadi kendala.
Untuk penyempurnaan kedepan kita belum bisa mengevaluasi akan seperti apa. Namun semoga
kedepannya bisa lebih maju.
perusahaan. Dalam pelaksanaannya tentu ada kendala namun dengan adanya komitmen
bersama dan upaya yang dilakukan sehingga
kendala yang ada dapat teratasi. Implementasi Manajemen K3 menunjang juga
peningkatan kinerja perusahaan. Pekerja yang selamat dan sehat secara tidak langsung
meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini ditandai dengan kecilnya jumlan incident dan
penghargaan zero accident. Di triwulan pertama ada 2 accident yang terjadi,
diharapkan kedepannya tidak terjadi kecelakaan lagi.
Kendala yang dihadapi perusahaan dalam
implementasi Di lingkungan kerja sadar K3 dapat dilakukan
dengan mematuhi segala peraturan K3 seperti; rambu-rambu K3 di lingkungan kerja,
penggunaan Alat Pelindung diri, mensosialisasikan aturan K3 kepada tenaga
kerja. Adapun kendala yang dihadapi dalam
implementasi SMK3 karena P2K3 masih
bergabung dengan devisi SDM dan umum. Sehingga masih terjadi double job, selain
pekerjaan di SDM juga bertugas sebagai P2K3. Di perusahaan lain devisi K3 sudah
berdiri sendiri dan petugasnya khusus menangani K3 perusahaan.
Pelaksanaan laporan P2K3 dilaksanakan setiap tiga bulan kepada dinas
ketenagakerjaan setempat dan laporan
kepada kantor pusat untuk dievaluasi. Saran bagi perusahaan terkait implementasi
SMK3 diharapkan daerah rawan kebakaran yang belum dilengkapi oleh apar segera
dilengkapi dan akan dilebih baik lagi jika menggunakan sistem pemadam yang lebih up
date dan tidak menggunakan tenaga manusia sehingga bisa lebih efisien.
MN Itu sangat jelas bahwa peningkatan kinerja sangat berkontribusi dalam perusahaan. Apabila pekerja-
pekerja kita selamat dan sehat otomatis produktivitas akan meningkat ditandai dengan kecilnya incident
dan zero accident. Jadi kami sangat bersyukur sekali karena untuk tahun ini triwulan pertama ada sekitar 2
incident saja, mudah-mudahan kedepannya lebih
berkurang lagi..... ........Kalau kendala, banyak juga terutama untuk yang
stake holder kita dan pemakai-pemakai jasa dari luar yang rata-rata tingkat pendidikannya kurang.
Misalnya; supir-supir yang akan memasuki area terkadang memiliki kurangnya kesadaran masih
rendah sehingga kita terkadang masih kesulitan untuk mengarahkan. Tapi, kami selalu berusaha
mengkomunikasikan ataupun mensosialisasikan agar
mereka safety saat memasuki area perusahaan kami.
AR Salah satunya yaitu dengan mematuhi segala
peraturan-peraturan K3 berupa; rambu-rambu
ataupun pemakaian alat-alat pelindung diri. Kemudian mensosialisasikan aturan- aturan K3 tersebut kepada
tenaga-tenaga kerja yang lain yang belum paham terhadap K3. Salah satu kendala terberat bagi kami
yaitu; belum adanya dibentuk satu bidang khusus yang menangani masalah K3 karena selama ini
masih bergabung dengan devisi yang lain. Jadi orangnya masih mengerjakan dua pekerjaan selain
K3 juga mengerjakan pekerjaan dibidangnya masing-
masing sementara di perusahaan-perusahaan yang
lain K3 nya sudah berdiri sendiri. Petugasnya khusus menangani K3.
BD Iya, jadi sebagaimana bila kita baik di segi perilaku
yang namanya bisnis seperti kami. Semakin kurangnya accident yang terjadi maka semakin
memberikan keuntungan bagi perusahaan kami. Ya,
itu dari segi bentuk laporan triwulan dan tahunan itulah yang dipelajari oleh kantor pusat kami bahwa
disitu membuktikan semakin kurangnya accident maka semakin tinggi keuntungan perusahaan kami.
TH Kalau bicara kontribusi mungkin lebih ke saran yah..
kalau saran sih, sebenarnya banyak terkait SMK3 di perusahaan ini. Salah satunya yaitu; masih ada titik-
titik tertentu yang rawan untuk terjadi kebakaran yang di alat itu misalnya yang belum tersentuh dengan
APAR. Yang kedua, saya sarankan kepada manajemen untuk melengkapi sistem pemadam api
ringan yang lebih otomatis/ lebih up date. Kan
sekarang itu ada yang namanya tidak perlu pakai manual lagi, tidak pakai tenaga manusia lagi. Yang
ketika ada kebakaran, dia kena panas sensornya bisa dia nyemprot sendiri. Saya harapannya seperti itu,
lebih up date, lebih efisien dan lebih kekinian.
C. ASPEK SUMBER DAYA Matriks 3
Aspek sumber daya terkait dengan pernyataan informan mengenai sumber daya manusia yang kompeten di bidang K3, sarana dan prasarana, pelatihan dan manajemen risiko & tanggap darurat di PT. Pelindo IV Terminal
Petikemas Makassar
PERTANYAAN TENTANG: KODE
INFORMAN
DATA EMIK REDUKSI KONSEP ETIK
SDM MN Iya, jelas karena menurut undang-undang
persyaratan bagi sekertaris P2K3 harus Ahli
K3 umum. Jadi saya sendiri sebagai sekertaris P2K3 sudah beberapa kali
mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan P2K3 dan SMK3. Seperti, bimbingan-
bimbingan teknis terkait dengan K3.
Penunjukan sekertaris P2K3 dilakukan
oleh pihak SDM dan umum. Dengan
kriteria yang telah memiliki pengalaman kerja dan dianggap mampu untuk
menjalankan program P2K3 sesuai dengan peraturan dan perundangan.
Kemudian diberikan pendelegasian tanggung jawab melalui surat tugas atau
SPT yang dilanjutkan dengan pembentukan tim P2K3. Sekertaris P2K3
sendiri telah mengikuti pelatihan Ahli K3
umum, Sistem Manajemen K3 dan bimbingan teknis terkait K3. Kemudian
untuk supervisor keamanan dan K3 juga telah mengikuti pelatihan Ahli Ke umum
dan seminar-seminar K3. Bagi tenaga profesional yang memerlukan
kemampuan khusus seperti tenaga operator telah memiliki lisensi seperti
surat ijin operator. Sedangkan untuk
peningkatan pengetahuan setiap tahunnya disetiap cabang dipilih
perwakilan untuk mengikuti pelatihan Ahli K3 umum.
Sekertaris P2K3 ialah Ahli
Keselamatan Kerja dari Perusahaan
yang bersangkutan (Pasal 3 butir 2, Permenaker No 4 Tahun 1987)
P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari
pengusaha atau pengurus yang bersankutan (Pasal 3 butir 3,
Permenaker No 4 Tahun 1987) Setiap pesawat angkat angkut harus
dilayani oleh operator yang mempunyai
kemampuan dan memilki keterampilan khusus tentang Pesawat Angkat
Angkut (Pasal 4, Permenaker No 5 Tahun 1985)
BM Pelatihan yang pernah saya dapat apalagi saya sebagai supervisi keamanan dan K3,
saya telah mengikuti Ahli K3 Umum, kemudian ikut seminar-seminar K3.
AR Untuk pekerja secara umum sama dengan
perusahaan lain tapi yang khusus itu seperti; tenaga kerja yang profesional, tenaga
operator harus memiliki lisensi tersendiri
seperti surat ijin operator itu harus ada sertifikat. Sedangkan untuk pelaksana K3 itu,
minimal Ahli K3 umum jadi kami sudah mengadakan pendidikan & pelatihan, setiap
tahunnya itu seluruh cabang dipilih orang-orang yang dilatih untuk menjadi Ahli K3
umum.
BD Kami dari pihak SDM menunjuk langsung Ahli K3 umum dan sekertaris P2K3 umum. Yaitu
SDM yang sudah memiliki pengalaman kerja dan dia dianggap mampu dan cakap untuk
melaksanakan kegiatan P2K3....
...Iya, karena penempatan itu kita diberikan surat tugas atau SPT kemudian ada
berbentuk tim. Jadi intinya kita ditugaskan berlandaskan hal itu. Artinya ada dokumen
dan pendelegasian tanggung jawab.
TH Kalau selama ini yang saya perhatikan di sini dipilih secara acak. Kita seperti diberi SPT
(Surat Pelaksanaan Tugas) untuk mengikuti
program keahlian dan K3.
MP Tahu. Kalau yang sekarang ini, di bidang K3 itu ada pak BM, pak BD, pak MN dan KL.
Sarana & Prasarana K3 BD Ada, jadi anggaran rumah tangga kita itu
perdevisi, masing-masing bidang yang terkait dengan masalah K3 seperti; kalau kita
berbicara devisi tekhnik dia yang membuat
rambu-rambu atau papan bicara itu kita alokasikan ke anggaran tekhnik. Kemudian
untuk perlengkapan seperti APD itu dilakukan di devisi umum.
Setiap program selalu dikoordinasikan
kepada semua pekerja dan disediakan anggaran rumah tangga setiap devisi,
masing-masing bidang terkait masalah
K3. Misalnya; untuk pembuatan rambu-rambu dibuat oleh devisi teknik maka
anggarannya dialokasikan ke devisi teknik, kemudian untuk penyediaan APD
dialokasikan ke devisi SDM dan Umum untuk dilaksanakan pengadaan.
Sarana dan prasarana K3 yang ada di perusahaan misalnya; rambu-rambu
keselamatan, Sepatu safety, helm safety, dan rompi, tempat penyimpanan bahan
kimia berbahaya, kemudian adanya
fasilitas untuk pelaksanaan kalibrasi alat dan pengukuran lingkungan fisik. Untuk
pengukuran lingkungan fisik baru saja dilaksanakan dan sementara menunggu
hasil pemeriksaan. Di perusahaan telah ada unit satuan
pengamanan yang bertugas mengawasi pelaksanaan aturan-aturan K3, petugas
penanggulangan bencana kebakaran seta
sarana dan prasarana terkait seperti hydrant out door, apar, jalur evakuasi, dan
unit penanganan limbah. Pelaksanaan inspeksi untuk pemeriksaan
sarana dan prasarana misalnya apar dilakukan pemeriksaan setiap bulan jika
ekspire dilakukan penggantian. Tiap minggu ada kegiatan terkait
kesehatan kerja karyawan dan lingkungan
hidup, dilaksanakan fogging yang dilakukan oleh perusahaan yang dikontrak
berasal dari kalimantan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk.
MN Kalau untuk sarana dan prasarana terkait
dengan K3 lumayan banyak, misalnya; rambu-rambu yang ada di area kita, tempat
penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya, terkait dengan kalibrasi dan pengukuran-pengukuran
terkait dengan kelembaban, kebisingan, getaran, itu kita lakukan secara rutin.
BM Misalnya prasarana yang ada di lapangan
yaitu; alat-alatnya dikalibrasi secara berkala, kemudian misalnya rambu-rambu K3 ,
melakukan terus yang berkaitan dengan K3
berupa informasi berupa rambu-rambu terkait dengan K3.
AR Di perusahaan kami ini sudah disiapkan
satuan pengamanan yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan, aturan-aturan K3.
Kemudian petugas-petugas untuk penanggulangan bencana kebakaran dan
sarana dan prasarana untuk pemadam kebakaran. Kemudian ada tempat terpisah
khusus penanganan limbah....
TH Seperti hydrant itu lengkap, di kantor maupun di lapangan itu lengkap. Kemudian alat
pemadam api ringan juga tiap bulan kami
inspeksi dan tiap ekspire kami ganti. Tiap minggu ada kegiatan terkait dengan
kesehatan kerja karyawan dan lingkungan hidup, itu ada fogging setiap minggu. Ada tim
khusus yang kami kontrak, perusahaan dari kalimantan jadi mereka tiap minggu
melakukan fogging untuk pencegahan perkembangbiakan nyamuk...
...Sepatu safety, safety helmet, kami sudah
dilengkapi semua. Rompi juga ada... ..Iya, kami berkoordinasi. Setiap kegiatan
apapun yang akan kami lakukan kami berkoordinasi dengan mereka.
MG Yang di siapkan di perusahaan itu ada helm
dan rompi. Itu saja.
Pelatihan
MN Kami di TPM sering memasukkan misalnya; ada pelatihan-pelatihan yang tidak bertujuan
langsung mengenai K3 tapi tetap kita sisipkan
materi mengenai nilai-nilai K3 melalui sosialisasi pada pelatihan keamanan,
pelatihan operasional. Terkait untuk tamu, kita juga memberikan safety induction.
Ketika dilaksanakan pelatihan diperusahaan meskipun secara umum
bukan pelatihan K3 namun tetap
disisipkan materi mengenai nilai-nilai K3 melalui sosialisasi pada pelatihan
keamanan, pelatihan operasional dan safety induction bagi visitor.
Secara khusus telah dilaksanakan pelatihan AK3 umum kebeberapa
karyawan namun untuk keseluruhan tidak. Namun program K3 secara keseluruhan
pegawai di manajemen itu misalnya pemberian pemahaman dan
pengetahuan. Misalnya; bagi yang telah
mengikuti pelatihan AK3 di masing-masing devisi dapat sharing dengan
rekan mereka sehingga mereka juga paham tentang K3 saat bekerja.
Strategi perusahaan terkait efisiensi anggaran untuk satu kali
penyelenggaraan terkait pelatihan yang meskipun bukan secara langsung
bertujuan untuk edukasi K3 tapi tetap
disisipkan materi K3. Sedangkan bagi pekerja yang tidak
melakukan pelatihan AK3 umum tetap mendapatkan edukasi tentang K3 di
lingkungan kerja. Rutin dilaksanakan simulasi keadaan darurat. Seperti
penanggulangan kebakaran, penanggulangan bencana alam yang
dilaksanakan oleh tim ISPS Code dan
P2K3.
Dibentuk kelompok-kelompok kerja dan dilpilih dari wakil-wakil tenaga kerja
yang ditunjuk sebagai penanggung
jawab K3 di tempat kerja dan kepadanya diberikan pelatihan sesuai
dengan peraturan perundangan (PP No 50 Tahun 2012)
BM Secara khusus mungkin, secara keseluruhan
ke karyawan tidak, tetapi ada beberapa pegawai yang sudah diikutkan untuk AK3
umum. Namun terkait dengan secara keseluruhan ke pegawai dimanajemen itu
misalkan kita terus melakukan pemahaman atau pelatihan ke pegawai minimal dari
internal kita contohnya kita dari orang-orang
yang menangani K3 misalkan di devisi yang sudah mengikuti Ahli K3 umum sharing
dengan teman-teman. Jadi misalkan ada pelatihan ke pegawai itu kita sisipkan
pemahaman K3 pada mereka, minimal paham tentang K3.
AR Ya, saya sendiri pernah mengikuti diklat untuk
Ahli K3 umum tahun 2016.. Untuk simulasi keadaan darurat.. Hal tersebut
sebenarnya rutin tiap tahun kita adakan atau simulasi keadaan darurat, penanggulangan
kebakaran, penanggulangan bencana alam
ada simulasinya yang diadakan tim ISPS Code..
BD Dalam program pelatihan khusus, jadi strategi
perusahaan terkait dengan efisiensi anggran; dalam 1 kali penyelenggaraan terkait
pelatihan untuk bidang K3 kita selipkan atau kita gabungkan dalam materi pelatihan. Jadi
dia mengikut, dalam 1 kali kita menyelenggarakan pelatihan, kita ikutkan
materi K3.
TH Kalau pelatihan khusus untuk semua karyawan, sepertinya belum. Jadi dipilih
secara acak, untuk mengikuti program
pelatihan K3 itu dipilih secara acak dari perusahaan dan ditunjuk langsung dan tidak
semua untuk mengikuti pelatihan. Seperti ahli K3 dsb. Tidak semua Sering, sering kami
lakukan kalau simulasi kebakaran.
MG Kalau pelatihan belum pernah, Cuma pemaparan tentang K3 dan pembahasan
tentang K3.
Manajemen risiko dan
manajemen tanggap darurat
MN Terkait dengan identifikasi bahaya yang ada
di tempat kerja kita selalu melakukan inspeksi dan laporan dari anggota apabila ada indikasi
risiko di suatu lingkungan kerja yang dilaporkan pada tim P2K3, yang kemudian
kita tindak lanjuti... ...Sudah ada tim khusus tanggap darurat.
......Di TPM terkait dengan kondisi darurat dan insiden yang mungkin terjadi itu sudah kita
antisipasi, apabila ada suatu kejadian maka koordinasinya bisa lewat security yang
memang sewaktu-waktu ada di lokasi tsb
ataupun tim P2K3. Artinya apabila ada indikasi ataupun insiden bisa langsung
dilaporkan dan segera bertindak. Kemudian juga kita telah ada jalur evakuasi, apalagi ada
banyak tempat di sini yang butuh penanganan bisa langsung dibawa ke rumah sakit
Angkatan Laut maupun di Stella Maris. Kemudian untuk tindakan yang lain, misalnya
antisipasi kebakaran kita juga telah punya tim
pemadam kebakaran yang apabila ada indikasi dan kejadian langsung kita laporkan.
....Untuk pekerja sendiri, mereka sudah tahu dimana titik-titik master poin di TPM.
Misalnya; master poin untuk di kantor dengan adanya petunjuk yang ada di ruangan,
kemudian untuk yang di lapangan sehari-harinya kita adakan safety briefing terkait
masalah K3 untuk pekerjaan kita dan master
poinnya CY ada 3 titik yaitu ada di pintu 3, di tengah CY exworkshop dan kantor pengendali
operasi.
Pelaksanaan identifikasi bahaya secara
berkala di tempat kerja dilakukan melalui inspeksi dan laporan dari anggota apabila
ada indikasi risiko bahaya dan terjadi accident di tempat kerja yang dilaporkan
kepada security dan tim P2K3 agar bisa segera dilakukan pencegahan dan
penanggulangan. Telah ada tim tanggap darurat atau tim
pemadam kebakaran. Telah ada jalur evakuasi baik itu di
gedung kantor Terminal Petikemas dan
Kantor Perencanaan Operasional dan adanya master poin atau titik kumpul.
Apabila terjadi accident dan memerlukan penanganan khusus dapat segera dibawa
ke rumah sakit Stella Maris. Bagi pekerja sendiri telah diinformasikan
dan telah ada rambu khusus mengenai titik-titik master poin yang ada yaitu di CY
ada tiga titik yaitu di pintu 3, di tengah CY
exworkshop dan kantor PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar.
Tim quick respon telah dibentuk. Jadi ketika terjadi keadaan darurat, ada tim quick respon di setiap devisi yang telah
terlatih menggunakan apar. Misalnya dari
tim quick respon dari devisi teknik dan keuangan.
Petugas yang bertanggung jawab untuk
penanganan keadaan darurat telah ditetapkan dan mendapatkan pelatihan
(Lampiran PP No 50 Tahun 2012) Rencana strategi K3 sekurang-
kurangnya berdasarkan tinjauan awal, idenfitikasi bahaya, penilaian,
pengendalian risiko, dan peraturan perundangan serta informasi K3 lain
baik dari dalam maupun luar perusahaan (Lampiran PP No 50
Tahun 2012)
BM Itu rutin, kemudian secara intensif kita lakukan berupa inspeksi baik itu dokumen, kemudian
melakukan penilaian risiko. Jadi secara berkala sudah kita lakukan....
...Itu sudah kita lakukan, jadi secara terdokumentasi kita juga informasikan ke
seluruh stake holder atau ke seluruh rekanan,
baik itu ke karyawan. ....Jadi tim khusus itu sudah ada, kita bentuk
khusus untuk menangani. Contoh ketika
terjadi keadaan darurat, ada tim quick respon, kemudian ada tim yang tergabung dengan
quick respon tersebut di setiap devisi ada orang yang ahli. Misalnya terjadi kebakaran
sudah ada yang ahli menggunakan apar. Contohnya di devisi keuangan, devisi teknik
itu sudah ada yang tergabung dengan tim quick respon.
AR Ya, untuk jalur evakuasi sudah ada rambu-
rambu tersendiri dan sosialisasi terhadap jalur yang ditentukan dan titik kumpul dimana kita
dapat dievakuasi.
TH Itu ada, sudah lengkap tanda-tandanya; jalur evakuasi. Di lapangan juga ada, sudah
lengkap. Master point ada.
D. ASPEK KOMUNIKASI Matriks 4
Aspek komunikasi, berhubungan dengan pernyataan informan terkait dengan adanya komunikasi, pelaporan dan pengendalian dokumen K3
PERTANYAAN TENTANG: KODE
INFORMAN
DATA EMIK REDUKSI KONSEP ETIK
Mekanisme
Komunikasi
MN Untuk komunikasi untuk K3 perusahaan
stake holder dan tamu-tamu kita yang akan berkunjung, kita juga lakukan safety
induction ataupun vendor yang bekerja di area kita memang sudah kita arahkan untuk
memenuhi syarat-syarat tentang K3 misalnya penggunaan APD di area kita, kemudian
pembatasan area juga atau pemberian
rambu-rambu apabila ada pekerjaan di tempat tersebut.
Bagi stake holder, visitor dan vendor
yang bekerja di area PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar wajib mengikuti safety induction dan
diarahkan untuk memenuhi syarat K3
ketika memasuki area terbatas seperti menggunakan APD dan mematuhi
rambu-rambu yang ada di lingkungan
kerja. Bentuk komunikasi program K3 di
perusahaan wajib diinformasikan bagi semua karyawan dan disosialisasikan.
P2K3 memberikan informasi dan sosialisasi melalui pengeras suara dan
juga melalui media lain. Komunikasi juga dilaksanakan secara bersurat dan
penyampaian langsung.
Untuk pelaksanaannya komunikasi program k3 dilaksanakan sebelum
pelaksanaan program dan dalam sebulan sekali juga diberikan informasi kepada
pekerja. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan kembali sebelum
melakukan pekerjaan. Jadi telah ada tim khusus yang memberikan review
tersebut.
Komunikasi dapat melalui penyampaian dari masing-masing supervisor tiap
devisi, jadi mereka yang akan menyampaikan kepada pekerja.
Untuk komunikasi K3 dapat di lapangan kerja langsung disampaikan kemudian
apabila ada hal yang perlu di laporkan maka dilaporkan pada P2K3. Jadi di
perusahaan komunikasi berjalan secara langsung dan bersurat untuk hal-hal yang
sifatnya operasional dapat dilaporkan
Perusahaan harus membentuk tim
komunikasi kebijakan K3. Adanya bagian yang ditunjuk untuk bertanggung
jawab mengkomunikasikan kebijakan kepada tenaga kerja, tamu, kontraktor,
pelanggan dan pemasok. Terdapat prosedur penyampaian informasi dari
setiap kebijakan K3 yang telah
ditetapkan. Perusahaan dapat menggunakan berbagai saluran
komunikasi yang mudah diterima dan sampai kepada seluruh tenaga kerja,
tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok (Tarwaka, 2016)
Keterlibatandan penjadwalan konsultasi tenaga kerja dengan wakil perusahaan
didokumentasikan dan dan
disebarluaskan ke seluruh tenaga kerja (PP No 50 Tahun 2012).
BM Misalkan ada program K3 di perusahaan baik
itu berupa aturan yang harus diikuti atau merupakan sosialisasi, kita terus lakukan
informasi melalui pengeras suara atau bisa juga melalui media dilakukannya sosialisasi.
AR Dilakukan secara bersurat dan penyampaian
langsung.
BD Kita mengkomunikasikan itu dalam bentuk, sebelum kita melaksanakan kegiatan atau
dalam sebulan sekali kita berikan informasi kepada pekerja dan kita ingatkan kembali
pada saat awal akan bekerja. Jadi ada tim khusus yang memberikan semacam
pencerahan atau pengarahan sebelum kita
melakukan pekerjaan. .....Jadi memang di perusahaan kita ini dua-
duanya berjalan dapat dikomunikasikan secara langsung maupun bersurat untuk hal-
hal yang sifatnya prosedural harus bersurat. Tapi hal yang sifatnya operasional bisa
langsung di laporkan pada petugas K3.
TH Disampaikan kepada masing-masing supervisor tiap devisi, jadi mereka yang akan
menyampaikan ke bawahannya.
MG Untuk proses itu, biasanya kita bisa langsung disampaikan, kemudian apabila ada hal yang
perlu dilaporkan maka kita laporkan.
langsung kepada petugas K3.
Pelaporan K3 MN Memang kita diaturan perusahaan diwajibkan untuk melaporkan setiap kejadian yang ada
di TPM. Kemudian khusus untuk laporan rutin, per tiga bulan baik untuk ke pihak
perusahaan maupun ke dinas tenaga kerja
provinsi. ...Kalau di masa saya, kan saya masih baru
juga menjabat sebagai sekertaris P2K3 kita belum pernah lakukan untuk audit internal
tapi untuk yang audit eksternal sebelumnya pernah dilakukan audit SMK3.
Di perusahaan telah ada kewajiban untuk pelaporan K3. Untuk pelaporan rutin, per
tiga bulan perusahaan memberikan pelaporan ke pihak perusahaan maupun
laporan ke dinas tenaga kerja provinsi.
PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar secara rutin dan
konsisten melaksanakan evaluasi sehingga implementasi di lapangan terus
dilakukan perbaikan. Sehingga untuk perubahan-perubahan yang sifatnya
menjadi lebih baik konsisten dilakukan. Program dan Implementasi K3
didelegasikan kepada sekertaris P2K3
yang membuat laporan triwulan maupun laporan tahunan kepada kantor pusat PT.
Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar. Dan laporan akan
dikembalikan kepada kami setelah dievaluasi dan masukan mengenai apa
yang akan dilaksanakan selanjutnya. Untuk pelaksanaan audit SMK3 ditunjuk
sucofindo sebagai vendor.
Untuk pelaksanaan audit internal belum dilaksanakan namun untuk audit
eksternal SMK3 sebelumnya pernah dilaksanakan. Perusahaan akan
berbenah kearah yang lebih profesional dan lebih terarah. Sebelumnya untuk
program K3 ada yang belum terlaksana. Untuk pelaksanaan sosialisasi belum
optimal. Penyebabnya karena kesibukan
dan lebih focus ke lapangan jadi belum sepenuhnya terlaksana.
Sekurang-kurangnya setiap tiga bulan sekali pengurus wajib menyampaikan
laporan tentang kegiatan P2K3 kepada menteri melalui kantor departemen
tenaga kerja setempat (Pasal 12
Permenaker No 4 Tahun 1987) Laporan audit didistribusikan kepada
pengusaha atau petugas lain yang berkepentingan dan dipantau untuk
menjamin dilakukannya tindakan perbaikan (Lampiran PP No 50 Tahun
2012) BM Sudah ada, jadi untuk administrasi K3 sudah
dilakukan secara baik. ...Bukan saja pernah, tetapi kita secara rutin
dan konsisten terus melakukan evaluasi. Bagaimana pun bahwa kita juga secara rutin
diaudit SMK3 nya sehingga penerapan baik
itu di lapangan kita terus lakukan perbaikan. Sehingga untuk perubahan-perubahan tentu
secara konsisten selalu kami lakukan.
BD Ya itulah tadi, yang berkaitan dgn K3 didelegasikan kepada sekertaris P2K3 umum
yang membuat laporan baik itu triwulan maupun tahunan kepada induk perusahaan
kita atau kantor pusat kami. Dan dikembalikan kepada kami setelah dievaluasi
dan masukan mengenai apa yang akan
dilaksanakan selanjutnya. Jadi ada evaluasi tapi dilaksanakan di kantor pusat. .. Ya, jadi
audit internal kita tunjuk langsung vendor yaitu sucofindo. Dan itu sudah kita lakukan
per 1 semester atau pertahun.
TH Belum jalan kalau yang itu, makanya kita baru mau membenahi sebenarnya.
Pembenahan yang lebih profesional, lebih terarah. Sebelumnya kan banyak program-
program K3 yang belum jalan sebenarnya. Untuk sosialiasi ke teman-teman belum jalan
juga. Itu yang mau kita benahi. Namun masih
terkendala dengan kesibukan di lapangan dsb yaa jadi belum sempat-sempat.
AR Untuk pelaporan K3 masih terintegrasi
sendiri dengan bidang SDM dan umum. Jadi semua pelaporan masih dilaksanakan di
sana. Berupa dokumen-dokumen maupun
laporan-laporan lainnya. ... Untuk audit internal dilakukan oleh satuan
auditor kita sendiri sementara untuk ekstenal
dilakukan oleh pihak disnaker, ada yang bagian K3 yang melaksanakan itu. Dan untuk
mendapatkan sertifikasi pelaksanaan audit SMK3.
Pendokumentasian &
pengendalian Dokumen
BD Kalau dokumen kita yaitu ISO yang saya
kurang tahu, itu ada sama sekertaris P2K3. Karena semua pengarsipan kita terkait
masalah ISO, keselamatan kerja. Kemudian kalau berbicara mengenai dokumen, itu
setiap tahunnya kita diberikan reward oleh dinas tenaga kerja. Selama ini kita sudah 2
tahun berturut-turut mendapatkan zero
accident, kemudian penerapan SMK3. Ya 2 kategori.
Untuk dokumen ISO 19001 dan ISO
14001 dan K3 dikelola oleh sekertaris P2K3.
Untuk reward setiap PT. Pelindo IV (Persero) Terminal Petikemas Makassar telah menerima kategori zero accident
dan kategori penerapan prinsip-prinsip
K3 di perusahaan.
P2K3 mempunyai fungsi: (1)
menghimpun dan mengolah data tentang keselamatan dan kesehatan di
tempat kerja. (10) menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, hiegen
perusahaan dan kesehatan kerja. (Pasal 4 Permenaker No 4 Tahun 1987)
Apabila perusahaan telah
melaksanakan SMK3, maka hal yang sangat penting adalah melakukan
review terhadap efektifitas implementasinya di tempat kerja.
Review tersebut secara formal dicatat dan didokumentasikan. Hal ini
dimaksudkan agar dapat dilakukan peningkatan kinerja berkelanjutan
(Tarwaka, 2016)
BM Telah dilakukan pendokumentasian.
AR Ya, berdasarkan standar ISO bentuk-bentuk
dan pendokumentasian dokumen itu sudah di atur di perusahaan kami. Jadi harus
mengikuti standar-standar ISO yang terbaru yang sudah dibuat.
MN Yang jelas untuk pendokumentasian ada
aturan yang mengatur terkait hal tersebut
PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3
NO NO KRITERIA AUDIT SMK3 PENILAIAN
Keterangan Ya Parsial Tidak
1
1 Pembangunan dan Pemeliharaan Komitmen
1,1 Kebijakan K3
1.1.1 Terdapat kebijakan K3 yang tertulis bertanggal, ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus, secara jelas
menyatakan tujuan dan sasaran K3 serta komitmen terhadap peningkatan K3
1
Telah ada konsep kebijakan K3 yang
dalam proses
diajukan untuk penandatanganan.
Perlu disusun kebijakan K3
khusus misalnya; larangan
membawa minuman keras dll
2
1.1.2 Kebijakan disusun oleh pengusaha dan/atau pengurus
setelah melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja 1
3
1.1.3 Perusahaan mengkomunikasikan, kebijakan, K3 kepada
seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan, dan pemasok dengan tata cara yang tepat
1
4 1.1.4 Kebijakan khusus dibuat untuk masalah K3 yang bersifat
khusus
1
5
1.1.5 Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang
secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan
dan dalam peraturan perundang-perundangan
1
6
1,2 Tanggung Jawab dan Wewenang Untuk Bertindak Ya Parsial Tidak
1.2.1 Tanggung jawab dan wewenang untuk mengambil tindakan dan melaporkan kepada semua pihak yang terkait dalam
perusahaan di bidang K3 telah ditetapkan. 1
Jumlah petugas
keadaan darurat
perlu dilengkapi. Dan Petugas perlu
mengikuti pelatihan khusus
terkait penanggula- ngan
keadaan darurat.
7 1.2.2 Penunjukan penanggung jawab K3 harus sesuai peraturan
perundang-undangan 1
8 1.2.3 Pimpinan unit kerja dalam suatu perusahaan bertanggung
jawab atas kinerja K3 pada unit kerjanya 1
9 1.2.4 Pengusaha atau pengurus bertanggung jawab secara penuh
untuk menjamin pelaksanaan SKMK3 1
10
1.2.5 Petugas yang bertanggung jawab untuk penanganan
keadaan darurat telah ditetapkan dan mendapatkan pelatihan
1
11
1.2.6 Perusahaan mendapatkan saran-saran dari para ahli di bidang K3 yang berasal dari dalam dan/atau luar perusahaan 1
12 1.2.7 Kinerja K3 termuat dalam laporan tahunan perusahaan atau
laporan lain yang setingkat 1
13
1,3 Tinjauan dan Evaluasi Ya Parsial Tidak
1.3.1 Tinjauan terhadap penerapan SMK3 meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi telah
dilakukan, dicatat dan didokumentasikan
1
Dalam proses penyempurna-an
dokumen SMK3,
perlu peninjauan ulang secara
berkala untuk menilai SMK3
14 1.3.2 Hasil tinjauan dimasukkan dalam perencanaan tindakan
manajemen 1
15
1.3.3 Pengurus harus meninjau ulang pelaksanaan SMK3 secara berkala untuk menilai kesesuaian dan efektivitas SMK3
1
16
1,4 Keterlibatan dan Konsultasi dengan Tenaga Kerja Ya Parsial Tidak
1.4.1 Keterlibatan dan penjadwalan konsultasi tenaga kerja dengan
wakil perusahaan didokumentasikan dan disebarluaskan ke
seluruh tenaga kerja.
1
Perlunya
penjadwalan
konsultasi bagi tenaga kerja
dengan wakil perusahaan yang
didokumentasi-
17
1.4.2 Terdapat prosedur yang memudahkan konsultasi mengenai perubahan-perubahan yang mempunyai implikasi terhadap
K3 1
18 1.4.3 Perusahaan telah membentuk P2K3 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan 1
kan dan disebarluaskan ke
seluruh tenaga kerja. 19 1.4.4 Ketua P2K3 adalah pimpinan puncak atau pengurus 1
20 1.4.5 Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 sesuai dengan peraturan
perundang-undangan 1
21 1.4.6 P2K3 menitikberatkan kegiatan pada pengembangan
kebijakan dan prosedur mengendalikan risiko 1
22 1.4.7 Susunan pengurus P2K3 didokumentasikan dan
diinformasikan kepada tenaga kerja 1
23 1.4.8 P2K3 mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya
disebarluaskan di tempat kerja 1
24 1.4.9 P2K3 melaporkan kegiatannya secara teratur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan 1
25
1.4.10 Dibentuk kelompok-kelompok kerja dan dipilih dari wakil-wakil
tenaga kerja yang ditunjuk sebagai penanggung jawab K3 ditempat kerjanya dan kepadanya diberikan pelatihan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
1
26 1.4.11 Susunan kelompok-kelompok kerja yang telah terbentuk
didokumentasikan dan diinformasikan kepada tenaga kerja 1
27
2 Pembuatan dan Pendokumentasian Rencana K3
2,1 Rencana strategi K3 Ya Parsial Tidak
2.1.1 Terdapat prosedur terdokumentasi untuk identifikasi potensi bahaya, penelitian, dan pengendalian risiko K3
1
Masih perlu
melengkapi dokumentasi
prosedur tekait identifikasi potensi
bahaya, penelitian dan pengendalian
risiko K3.
28
2.1.2 Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko
K3 sebagai rencana strategi K3 dilakukan oleh petugas yang
berkompeten 1
29
2.1.3 Rencana strategi K3 sekurang-kurangnya berdasarkan tinjauan awal, identifikasi potensi bahaya, penilaian,
pengendalian risiko, dan peraturan perundang-undangan serta informasi K3 lain baik dari dalam maupun luar
perusahaan
1
30
2.1.4 Rencana strategi K3 yang telah ditetapkan digunakan untuk
mengendalikan risiko K3 dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur dan menjadi prioritas serta
menyediakan sumber daya
1
31
2.1.5 Rencana kerja dan rencana khusus yang berkaitan dengan produk, proses, proyek atau tempat kerja tertentu telah dibuat
dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur, menetapkam waktu pencapaian dan menyediakan sumber
daya
1
2.1.6 Rencana K3 diselaraskan dengan rencana sistem
manajemen perusahaan 1
32
2,2 Manual SMK3 Ya Parsial Tidak
2.2.1 Manual SMK3 meliputi kebijakan, tujuan, rencana, prosedur
SMK3, instruksi kerja, formulir, catatan dan tanggung jawab serta wewenang tanggung jawab K3 untuk semua tingkatan
dalam perusahaan
1
33 2.2.2 Terdapat manual khusus yang berkaitan dengan produk,
proses, atau tempat kerja tertentu 1
34 2.2.3 Manual SMK3 mudah didapat oleh semua personil dalam
perusahaan sesuai kebutuhan 1
35
2,3 Peraturan Perundangan dan Persyaratan lain dibidang K3 Ya Parsial Tidak
2.3.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi untuk
mengidentifikasi, memperoleh, memelihara dan memahami
peraturan perundangan-undangan, standar, pedoman teknis, dan persyaratan lain yang relevan dibidang K3 untuk seluruh
tenaga kerja di perusahaan
1
Masih perlu
melengkapi
dokumen terkait prosedur 2.3.1
36
2.3.2 Penanggung jawab untuk memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai peraturan perundang-undangan,
standar, pedoman teknis, dan persyaratan lain telah ditetapkan
1
37
2.3.3 Persyaratan pada peraturan perundang-undangan, standar,
pedoman teknis, dan persyaratan lain yang relevan di bidang K3 dimasukkan pada prosedur-prosedur dan petunjuk-
petunjuk kerja
1
38
2.3.4 Perubahan pada peraturan perundang-undangan, standar, pedoman teknis, dan persyaratan lain yang relevan dibidang
K3 digunakan untuk peninjauan prosedur-prosedur dan petunjuk-petunjuk kerja
1
39
2,4 Informasi K3 Ya Parsial Tidak
2.4.1 informasi yang dibutuhkan mengenai kegiatan K3
disebarluaskan secara sistematis kepada seluruh tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan, dan pemasok
1
40
3 Pengendalian Perancangan dan Peninjauan Kontrak
3,1 Pengendalian Perancangan Ya Parsial Tidak
3.1.1 Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan
identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko yang dilakukan pada tahap perancangan dan modifikasi
1
Perlu melengkapi semua proses
kerja berisiko dgn
HIRA, JSA atau dokumen sejenis
41
3.1.2 Prosedur, instruksi kerja dalam penggunaan produk,
pengoperasian mesin dan peralatan, instalasi, pesawat atau proses serta informasi lainnya yang berkaitan dengan K3
telah dikembangkan selama perancangan dan/atau modifikasi 1
42
3.1.3 Petugas yang berkompeten melakukan verifikasi bahwa perancangan dan/atau modofikasi memenuhi persyaratan K3
yang ditetapkan sebelum penggunaan hasil rancangan 1
43
3.1.4 Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai implikasi terhadap K3 diidentifikasikan,
didokumentasikan, ditinjau ulang dan disetujui oleh petugas
yang berwenang sebelum pelaksanaan
1
Staf teknik/ mekanik perlu
bekerjasama dgn P2K3 terkait
dokumen 3.1.4
44
3,2 Peninjauan kontrak
3.2.1 Prosedur yang terdokumentasi harus mampu mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko K3 bagi tenaga kerja, lingkungan
dan masyarakat, dimana prosedur tersebut digunakan pada
saat memasok barang dan jasa dalam suatu kontrak 1
45 3.2.2 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan pada
tinjauan kontrak oleh petugas yang berkompeten 1
46 3.2.3 kontrak ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok dapat
memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan 1
47 3.2.4 Catatan tinjauan kontrak dipelihara dan didokumentasikan
1
48
4 Pengendalian dokumen
4,1 Persetujuan, Pengeluaran, dan Pengendalian Dokumen Ya Parsial Tidak
4.1.1 Dokumen K3 Mempunyai identifikasi status, wewenang,
tanggal pengeluaran dan tanggal modifikasi 1
49 4.1.2 Penerima distribusi dokumen tercantum dalam dokumen
tersebut 1
50 4.1.3 Dokumen K3 edisi terbaru disimpan secara sistematis pada
tempat yang ditentukan 1
51
4.1.4 Dokumen usang segera disingkirkan dari penggunaannya sedangkan dokumen usang yang disimpan untuk keperluan
tertentu diberi tanda khusus 1
52
4,2 Perubahan dan Modifikasi Dokumen Ya Parsial Tidak
4.2.1 Terdapat sistem untuk membuat, menyetujui perubahan terhadap dokumen K3 1
53
4.2.2 Dalam hal ini terjadi perubahan diberikan alasan terjadinya perubahan dan tertera dalam dokumen atau lampirannya dan
menginformasikan kepada pihak terkait 1
54
4.2.3 Terdapat prosedur pengendalian dokumen atau daftar seluruh dokumen yang mencantumkan status dari setiap
dokumen tersebut, dalam upaya mencegah penggunaan dokumen yang usang
1
55
5 Pembelian dan Pengendalian Produk
5,1 Spesifikasi Pembelian Barang dan Jasa Ya Parsial Tidak
5.1.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat
menjamin bahwa spesifikasi teknik dan informasi lain yang relevan dengan K3 telah diperiksa sebelum keputusan untuk
membeli.
1
Lengkapi
dokumen terkait 5.1.1
56
5.1.2 Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kimia atau jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan
persyaratan peraturan perundang-undangan dan standar K3. 1
57
5.1.3 Konsultasi dengan tenaga kerja yang kompeten pada saat
keputusan pembelian, dilakukan untuk menetapkan persyaratan K3 yang dicantumkan dalam spesifikasi
pembelian dan diinformasikan kepada tenaga kerja yang menggunakannya.
1
58
5.1.4 Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan terhadap prosedur kerja harus dipertimbangkan
sebelum pembelian dan penggunaannya. 1
59 5.1.5 Persyaratan K3 dievaluasi dan menjadi pertimbangan dalam
seleksi pembelian. 1
60
5,2 Sistem Verifikasi Barang dan Jasa Yang Telah Dibeli Ya Parsial Tidak
5.2.1 Barang dan jasa yang dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan spesifikasi pembelian. 1
61 5,3 Pengendalian Barang dan Jasa Yang Dipasok Pelanggan Ya Parsial Tidak
62
5.3.1 Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan terlebih dahulu diidentifikasi potensi bahaya dan
dinilai risikonya dan catatan tersebut dipelihara untuk memeriksa prosedur.
1
Perlu koordinasi
KPO dgn K3 terkait 5.3.1
63
5,4 Kemampuan Telusur Produk Ya Parsial Tidak
5.4.1 Semua produk yang digunakan dalam proses produksi dapat
diidentifikasi di seluruh tahapan produksi dan instalasi, jika terdapat potensi masalah K3.
1
Perlu melengkapi
dokumen terkait 5.4.2
64
5.4.2 Terdapat prosedur yang terdokumentasi untuk penelusuran
produk yang telah terjual, jika terdapat potensi masalah K3 di
dalam penggunaannya.
1
65
6 Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3
6,1 Sistem Kerja Ya Parsial Tidak
6.1.1 Petugas yang kompeten telah mengidentifikasi bahaya, menilai dan mengendalikan risiko yang timbul dari suatu
proses kerja. 1
Perlu melengkapi dokumen terkait
dgn 6.1.3
66 6.1.2 Apabila upaya pengendalian risiko diperlukan, maka upaya
tersebut ditetapkan melalui tingkat pengendalian. 1
67
6.1.3 Terdapat prosedur atau petunjuk kerja yang terdokumentasi untuk mengendalikan risiko yang teridentifikasi dan dibuat
atas dasar masukan dari personil yang kompeten serta tenaga kerja yang terkait dan disahkan oleh orang yang
berwenang di perusahaan.
1
68
6.1.4 Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, standar
serta pedoman teknis yang relevan diperhatikan pada saat mengembangkan atau melakukan modifikasi atau petunjuk
kerja.
1
69 6.1.5 Terdapat sistem izin kerja untuk tugas berisiko tinggi. 1
70
6.1.6 Alat pelindung diri disediakan sesuai kebutuhan dan digunakan secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi
layak pakai. 1
71
6.1.7 Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak pakai sesuai dengan standar dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1
72
6.1.8 Upaya pengendalian risiko dievaluasi secara berkala apabila terjadi ketidaksesuaian atau perubahan pada proses kerja. 1
73
6,2 Pengawasan Ya Parsial Tidak
6.2.1 Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap
pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditentukan.
1
Perlu melengkapi laporan terkait
6.2.4
74 6.2.2 Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan dan
tingkat risiko tugas. 1
75 6.2.3 Pengawas/penyelia ikut serta dalam identifikasi bahaya dan
membuat upaya pengendalian.. 1
76
6.2.4 Pengawas/penyelia diikutsertakan dalam melakukan
penyelidikan dan pembuatan laporan terhadap terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta wajib
menyerahkan laporan dan saran-saran kepada pengusaha atau pengurus.
1
77 6.2.5 Pengawas/penyelia ikut serta dalam proses konsultasi 1
78
6,3 Seleksi dan Penempatan Personil Ya Parsial Tidak
6.3.1 Persyaratan tugas tertentu termasuk persyaratan kesehatan diidentifikasi dan dipakai untuk menyeleksi dan menempatkan
tenaga kerja. 1
79 6.3.2 Penugasan pekerjaan harus berdasarkan kemampuan dan
keterampilan serta kewenangan yang dimiliki. 1
80
6,4 Area Terbatas Ya Parsial Tidak
6.4.1 Pengusaha atau pengurus melakukan penilaian risiko lingkungan kerja untuk mengetahui daerah-daerah yang
memerlukan pembatasan izin masuk. 1
81 6.4.2 Terdapat pengendalian atas daerah/tempat dengan
pembatasan izin masuk. 1
82 6.4.3 Tersedianya fasilitas dan layanan di tempat kerja sesuai
dengan standar dan pedoman teknis. 1
83 6.4.4 Rambu-rambu K3 harus dipasang sesuai dengan standar dan
pedoman teknis. 1
84 6,5 Pemeliharaan, Perbaikan, dan Perubahan Sarana Produksi Ya Parsial Tidak
6.5.1 Penjadualan pemeriksaan dan pemeliharaan sarana produksi serta peralatan mencakup verifikasi alat-alat pengaman serta
persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan.
1
Perlu melengkapi
catatan terkait
elemen 6.5.2
85
6.5.2 Semua catatan yang memuat data secara rinci dari kegiatan
pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan perubahan yang
dilakukan atas sarana dan peralatan produksi harus disimpan dan dipelihara.
1
86
6.5.3 Sarana dan peralatan produksi memiliki sertifikat yang masih berlaku sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-
undangan dan standar. 1
87
6.5.4 Pemeriksaan, pemeliharaan, perawatan, perbaikan dan
setiap perubahan harus dilakukan petugas yang kompeten dan berwenang.
1
88
6.5.5 Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa Jika terjadi
perubahan terhadap sarana dan peralatan produksi, perubahan tersebut harus sesuai dengan persyaratan
peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan.
1
89
6.5.6 Terdapat prosedur permintaan pemeliharaan sarana dan peralatan produksi dengan kondisi K3 yang tidak memenuhi
persyaratan dan perlu segera diperbaiki. 1
90
6.5.7 Terdapat sistem untuk penandaan bagi peralatan yang sudah tidak aman lagi untuk digunakan atau sudah tidak digunakan. 1
91
6.5.8 Apabila diperlukan dilakukan penerapan sistem penguncian
pengoperasian (lock out system) untuk mencegah agar sarana produksi tidak dihidupkan sebelum saatnya. 1
92
6.5.9 Terdapat prosedur yang dapat menjamin keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja atau orang lain yang berada didekat
sarana dan peralatan produksi pada saat proses pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan perubahan.
1
93
6.5.10 Terdapat penanggung jawab untuk menyetujui bahwa sarana dan peralatan produksi telah aman digunakan setelah proses
pemeliharaan, perawatan, perbaikan atau perubahan. 1
94
6,6 Pelayanan Ya Parsial Tidak
6.6.1 Apabila perusahaan dikontrak untuk menyediakan pelayanan
yang tunduk pada standar dan peraturan perundang-undangan mengenai K3, maka perlu disusun prosedur untuk
menjamin bahwa pelayanan memenuhi persyaratan. 1
95
6.6.2 Apabila perusahaan diberi pelayanan melalui kontrak, dan pelayanan tunduk pada standar dan peraturan perundang-
undangan K3, maka perlu disusun prosedur untuk menjamin
bahwa pelayanan memenuhi persyaratan.
1
96
6,7 Kesiapan Untuk Menangani Keadaan Darurat Ya Parsial Tidak
6.7.1 Keadaan darurat yang potensial di dalam dan/atau di luar
tempat kerja telah diidentifikasi dan prosedur keadaan darurat telah didokumentasikan dan diinformasikan agar diketahui
oleh seluruh orang yang ada di tempat kerja.
1
97
6.7.2 Penyediaan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan hasil identifikasi dan diuji serta ditinjau secara
rutin oleh petugas yang berkompeten dan berwenang. 1
98
6.7.3 Tenaga kerja mendapat instruksi dan pelatihan mengenai prosedur keadaan darurat yang sesuai dengan tingkat risiko. 1
99
6.7.4 Petugas penanganan keadaan darurat ditetapkan dan diberikan pelatihan khusus serta diinformasikan kepada
seluruh orang yang ada di tempat kerja.
1
100
6.7.5 Instruksi/prosedur keadaan darurat dan hubungan keadaan
darurat diperlihatkan secara jelas dan menyolok serta diketahui oleh seluruh tenaga kerja di perusahaan.
1
101
6.7.6 Peralatan, dan sistem tanda bahaya keadaan darurat
disediakan, diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan, standar dan
pedoman teknis yang relevan.
1
102
6.7.7 Jenis, jumlah, penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan alat keadaan darurat telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan atau standar dan dinilai oleh petugas yang berkompeten dan berwenang.
1
103
6,8 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Ya Parsial Tidak
6.8.1 Perusahaan telah mengevaluasi alat P3K dan menjamin
bahwa sistem P3K yang ada memenuhi peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis.
1
104 6.8.2 Petugas P3K telah dilatih dan ditunjuk sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan.
1
105
6,9 Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat Ya Parsial Tidak
6.9.1 Prosedur untuk pemulihan kondisi tenaga kerja maupun
sarana dan peralatan produksi yang mengalami kerusakan telah ditetapkan dan dapat diterapkan sesegera mungkin
setelah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
1
106
7 Standar Pemantauan
7,1 Pemeriksaan Bahaya Ya Parsial Tidak
7.1.1 Pemeriksaan/inspeksi terhadap tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur. 1
107
7.1.2 Pemeriksaan/inspeksi dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten dan berwenang yang telah memperoleh
pelatihan mengenai identifikasi bahaya. 1
108 7.1.3 Pemeriksaan/inspeksi mencari masukan dari tenaga kerja
yang melakukan tugas di tempat yang diperiksa. 1
109 7.1.4 Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk
digunakan pada saat pemeriksaan/inspeksi.
1
110
7.1.5 Laporan pemeriksaan/inspeksi berisi rekomendasi untuk
tindakan perbaikan dan diajukan kepada pengurus dan P2K3
sesuai dengan kebutuhan. 1
111
7.1.6 Pengusaha atau pengurus telah menetapkan penanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil
laporan pemeriksaan/inspeksi. 1
112
7.1.7 Tindakan perbaikan dari hasil laporan pemeriksaan/inspeksi dipantau untuk menentukan efektifitasnya. 1
113
7,2 Pemantauan/Pengukuran Lingkungan Kerja Ya Parsial Tidak
7.2.1 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilaksanakan secara teratur dan hasilnya didokumentasikan, dipelihara dan
digunakan untuk penilaian dan pengendalian risiko. 1
114
7.2.2 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja meliputi faktor
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi.
1
Belum seluruhnya seperti ergonomi
dan psikologi
115
7.2.3 Pemantauan/pengukuran lingkungan kerja dilakukan oleh petugas atau pihak yang berkompeten dan berwenang dari
dalam dan/atau luar perusahaan. 1
116
7,3 Peralatan Pemeriksaan/Inspeksi, Pengukuran dan Pengujian Ya Parsial Tidak
7.3.1 Terdapat prosedur yang terdokumentasi mengenai identifikasi, kalibrasi, pemeliharaan dan penyimpanan untuk
alat pemeriksaan, ukur dan uji mengenai K3. 1
117
7.3.2 Alat dipelihara dan dikalibrasi oleh petugas atau pihak yang
berkompeten dan berwenang dari dalam dan/atau luar perusahaan.
1
118
7,4 Pemantauan Kesehatan Tenaga Kerja Ya Parsial Tidak
7.4.1 Dilakukan pemantauan kesehatan tenaga kerja yang bekerja
pada tempat kerja yang mengandung potensi bahaya tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1
Pemeriksa kesehatan harus
sesuai peraturan
& perundangan. Perlu penyediaan
yankes di lingkungan kerja.
119
7.4.2 Pengusaha atau pengurus telah melaksanakan identifikasi keadaan dimana pemeriksaan kesehatan tenaga kerja perlu
dilakukan dan telah melaksanakan sistem untuk membantu pemeriksaan ini.
1
120
7.4.3 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan oleh dokter pemeriksa yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-
undangan.
1
121 7.4.4 Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai
peraturan perundang-undangan.
1
122 7.4.5 Catatan mengenai pemantauan kesehatan tenaga kerja
dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1
123
8 Pelaporan dan Perbaikan Kekurangan
8,1 Pelaporan Bahaya Ya Parsial Tidak
8.1.1 Terdapat prosedur pelaporan bahaya yang berhubungan
dengan K3 dan prosedur ini diketahui oleh tenaga kerja. 1
124 8,2 Pelaporan Kecelakaan Ya Parsial Tidak
125
8.2.1 Terdapat prosedur terdokumentasi yang menjamin bahwa semua kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran
atau peledakan serta kejadian berbahaya lainnya di tempat
kerja dicatat dan dilaporkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1
126
8,3 Pemeriksaan dan pengkajian Kecelakaan Ya Parsial Tidak
8.3.1 Tempat kerja/perusahaan mempunyai prosedur pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. 1
127
8.3.2 Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja dilakukan oleh petugas atau Ahli K3 yang ditunjuk sesuai peraturan
perundang-undangan atau pihak lain yang berkompeten dan berwenang.
1
128
8.3.3 Laporan pemeriksaan dan pengkajian berisi tentang sebab
dan akibat serta rekomendasi/saran dan jadwal waktu pelaksanaan usaha perbaikan.
1
129
8.3.4 Penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan perbaikan
atas laporan pemeriksaan dan pengkajian telah ditetapkan. 1
130 8.3.5 Tindakan perbaikan diinformasikan kepada tenaga kerja yang
bekerja di tempat terjadinya kecelakaan. 1
131
8.3.6 Pelaksanaan tindakan perbaikan dipantau, didokumentasikan
dan diinformasikan ke seluruh tenaga kerja. 1
132
8,4 Penanganan Masalah Ya Parsial Tidak
8.4.1 Terdapat prosedur untuk menangani masalah keselamatan dan kesehatan yang timbul dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. 1
133
9 Pengelolaan Material dan Perpindahannya
9,1 Penanganan Secara Manual dan Mekanis Ya Parsial Tidak
9.1.1 Terdapat prosedur untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan
menilai risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan mekanis.
1
134 9.1.2 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilaksanakan oleh
petugas yang berkompeten dan berwenang. 1
135
9.1.3 Pengusaha atau pengurus menerapkan dan meninjau cara
pengendalian risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual atau mekanis.
1
136
9.1.4 Terdapat prosedur untuk penanganan bahan meliputi metode
pencegahan terhadap kerusakan, tumpahan dan/atau kebocoran.
1
137
9,2 Sistem Pengangkutan, Penyimpanan dan Pembuangan Ya Parsial Tidak
9.2.1 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan disimpan
dan dipindahkan dengan cara yang aman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. 1
138 9.2.2 Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan
pengendalian bahan yang dapat rusak atau kadaluarsa. 1
139
9.2.3 Terdapat prosedur yang menjamin bahwa bahan dibuang
dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. 1
140
9,3 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya (BKB) Ya Parsial Tidak
9.3.1 Perusahaan telah mendokumentasikan dan menerapkan prosedur mengenai penyimpanan, penanganan dan
pemindahan BKB sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis yang
relevan.
1
Perlu melengkapi
MSDS terkait elemen 9.3.2
141
9.3.2 Terdapat Lembar Data Keselamatan BKB (Material Safety
Data Sheets) meliputi keterangan mengenai keselamatan bahan sebagaimana diatur pada peraturan perundang-
undangan dan dengan mudah dapat diperoleh.
1
142 9.3.3 Terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian label
secara jelas pada bahan kimia berbahaya. 1
143
9.3.4 Rambu peringatan bahaya terpasang sesuai dengan persyaratan peraturan perundang-undangan dan/atau standar
yang relevan. 1
144 9.3.5 Penanganan BKB dilakukan oleh petugas yang berkompeten
dan berwenang. 1
145
10 Pengumpulan Dan Penggunaan Data
10,1 Catatan K3 Ya Parsial Tidak
10.1.1 Pengusaha atau pengurus telah mendokumentasikan dan menerapkan prosedur pelaksanaan identifikasi,
pengumpulan, pengarsipan, pemeliharaan, penyimpanan dan penggantian catatan K3.
1
Perlu melengkapi dokumen terkait
10.1.1 dan 10.1.2 146
10.1.2 Peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman teknis K3 yang relevan dipelihara pada tempat yang mudah didapat.
1
147 10.1.3 Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk
menjaga kerahasiaan catatan. 1
148 10.1.4 Catatan kompensasi kecelakaan dan rehabilitasi kesehatan
tenaga kerja dipelihara. 1
149
10,2 Data dan Laporan K3 Ya Parsial Tidak
10.2.1 Data K3 yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa. 1
150 10.2.2 Laporan rutin kinerja K3 dibuat dan disebarluaskan di dalam
tempat kerja. 1
151
11 Pemeriksaan SMK3
11,1 Audit Internal SMK3 Ya Parsial Tidak
11.1.1 Audit internal SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk memeriksa kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk
menentukan efektifitas kegiatan tersebut.
1
Perlu
melaksanakan
audit internal SMK3 terkait
elemen 11.1.1, 11.1.2, 11.1.3
152 11.1.2 Audit internal SMK3 dilakukan oleh petugas yang
independen, berkompeten dan berwenang.
1
153
11.1.3 Laporan audit didistribusikan kepada pengusaha atau pengurus dan petugas lain yang berkepentingan dan dipantau
untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.
1
154
12 Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan
12,1 Strategi Pelatihan Ya Parsial Tidak
12.1.1 Analisis kebutuhan pelatihan K3 sesuai persyaratan
peraturan perundang-undangan telah dilakukan. 1
155 12.1.2 Rencana pelatihan K3 bagi semua tingkatan telah disusun. 1
156 12.1.3 Jenis pelatihan K3 yang dilakukan harus disesuaikan dengan
kebutuhan untuk pengendalian potensi bahaya. 1
157
12.1.4 Pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang berkompeten dan berwenang sesuai peraturan perundang-
undangan. 1
158 12.1.5 Terdapat fasilitas dan sumber daya memadai untuk
pelaksanaan pelatihan yang efektif. 1
159 12.1.6 Pengusaha atau pengurus mendokumentasikan dan
menyimpan catatan seluruh pelatihan. 1
160 12.1.7 Program pelatihan ditinjau secara teratur untuk menjamin
agar tetap relevan dan efektif. 1
161
12,2 Pelatihan Bagi Manajemen dan Penyelia Ya Parsial Tidak
12.2.1 Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam pelatihan yang mencakup penjelasan tentang
kewajiban hukum dan prinsip-prinsip serta pelaksanaan K3. 1
162 12.2.2 Manajer dan pengawas/penyelia menerima pelatihan yang
sesuai dengan peran dan tanggung jawab mereka. 1
163
12,3 Pelatihan Bagi Tenaga Kerja Ya Parsial Tidak
12.3.1 Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk
tenaga kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara aman.
1
164 12.3.2 Pelatihan diberikan kepada tenaga kerja apabila di tempat
kerjanya terjadi perubahan sarana produksi atau proses. 1
165 12.3.3 Pengusaha atau pengurus memberikan pelatihan penyegaran
kepada semua tenaga kerja. 1
166
12,4 Pelatihan Pengenalan dan Pelatihan Untuk Pengunjung dan
Kontraktor Ya Parsial Tidak
12.4.1 Terdapat prosedur yang menetapkan persyaratan untuk memberikan taklimat (briefing) kepada pengunjung dan mitra
kerja guna menjamin K3. 1
167 12,5 Pelatihan Keahlian Khusus Ya Parsial Tidak
12.5.1 Perusahaan mempunyai sistem yang menjamin kepatuhan terhadap persyaratan lisensi atau kualifikasi sesuai dengan
peraturan perundangan untuk melaksanakan tugas khusus, melaksanakan pekerjaan atau mengoperasikan peralatan.
1
137 28 1 0
60,35% 16,77% 0,60% 0%
Keterangan : Tingkat penilaian penerapan SMK3 ditetapkan sebagai berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat penilaian penerapan kurang. 2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat penilaian penerapan baik.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian penerapan memuaskan.