Upload
others
View
27
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
INTEGRITAS BIROKRAT GARIS DEPAN (STREET LEVEL BUREUCRATS)
DALAM PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH (RSUD) ANDI MAKKASAU
KOTA PAREPARE
Integrity of Street level bureucrats in the Free Healthcare Service at Andi Makkasau Regional Public Hospital of Parepare
EDYANTO
NIM.P0800210501
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
INTEGRITAS BIROKRAT GARIS DEPAN (STREET LEVEL BUREUCRATS)
DALAM PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH (RSUD) ANDI MAKKASAU
KOTA PAREPARE
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai Gelar Magister
Program Studi
Administrasi Publik
Disusun dan diajukan oleh
EDYANTO
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
TESIS
INTEGRITAS BIROKRAT GARIS DEPAN (STREET LEVEL BUREUCRATS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN GRATIS DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH (RSUD) ANDI MAKKASAU KOTA PAREPARE
Disusun dan diajukan oleh
EDYANTO Nomor Pokok. P080021O501
Telah diperiksa dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diujikan
didepan panitia Ujian Tesis
Menyetujui: Komisi Pembimbing, Ketua, Anggota, Prof. Deddy T. Tikson, P.hD Prof. Dr. Sangkala, MA.
Mengetahui
Ketua Program Studi Administrasi Publik PPs Unhas
Dr. Alwi, M.Si
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Edyanto
Nomor mahasiswa : PO8OO210501
Program studi : Administrasi Publik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2013
Yang menyatakan
Edyanto
PRAKATA
Alhamdulillah Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas ridho dan rahmat-Nya, tesis yang berjudul ”Integritas Birokrat
Garis Depan (Street Level Bureucrats) dalam Pelayanan Kesehatan Gratis
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota Parepare”
dapat terselesaikan. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang diutus oleh ALLAH SWT sebagai
uswatun hasanah dan rahmat bagi sekalian alam.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ayahanda H. Laone dan ibunda Hj. Wati yang senantiasa dan tanpa henti-
hentinya mencurahkan kasih sayang dan selalu memberikan dukungan bagi
penulis dalam menyelesaikan studi. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada zaujati tercinta Mashita basri, S.Pd.,M.Pd yang senantiasa memberi
dukungan materi dan moril kepada penulis.
Dalam penulisan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Deddy T. Tikson, P.hD. selaku Ketua Komisi Penasihat yang
telah memberikan pengarahan, bantuan dan bimbingan kepada
penulis. Semoga ALLAH SWT membalas dengan pahala kebaikan.
2. Prof. Dr. Sangkala, MA. selaku Anggota Komisi Penasihat yang telah
memberikan pengarahan, bantuan dan bimbingan kepada penulis.
3. Dr. Alwi, M.Si selaku Ketua Prodi Administrasi Publik PPs Unhas.
4. Dr. H. M. Thahir Haning, M.Si, Dr. H. Muhammad Yunus, M.Si, dan
Dr. Hj. Hasniati, M.Si selaku dosen penguji yang memberikan
masukan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.
5. Bapak dan ibu dosen yang telah menyumbangkan ilmunya kepada
penulis selama mengenyam pendidikan di bangku kuliah.
6. Kepada dr. Jamal sahil, M.Kes selaku direktur RSUD Andi Makkasau
Kota Parepare.
Akhirnya penulis menyadari bahwa terdapat begitu banyak kekurangan
dalam penyusunan tesis ini. Penulis tetap berharap bahwa karya ini bisa
bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Makassar, Juli 2013
Edyanto
ABSTRAK
EDYANTO. Integritas Birokrat Garis Depan (Street Level Bureucrats) dalam Pelayanan Kesehatan Gratis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota Parepare (dibimbing oleh Deddy T.Tikson, dan Sangkala).
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan integritas birokrat garis depan (Street level bureucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di Kota Parepare dilihat dari standard operating procedures (SOP).
Metode penelitian yang dipakai adalah metode dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Penentuan informan penelitian dilakukan secara accidental yaitu teknik penentuan informan yang dilakukan secara prinsip kebetulan, yaitu siapa saja masyarakat yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti di lapangan ditetapkan sebagai informan. Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis taksonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Integritas birokrat garis depan (street level bureucrats) dalam pelayanan pasien rawat jalan program kesehatan gratis yang dilihat berdasarkan SOP dan dihubungkan dengan prinsip-prinsip pelayanan menunjukkan sudah maksimal. Hal ini terlihat dari terlaksananya prinsip-prinsip pelayanan dengan baik, kecuali prinsip kejujuran. Prinsip kejujuran tidak terpenuhi karena pasien menganggap tidak adanya kejelasan biaya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Mengenai Integritas street level bureucrats dalam pelayanan pasien rawat inap program kesehatan gratis yang dilihat berdasarkan SOP dan dihubungkan dengan prinsip-prinsip pelayanan menunjukkan bahwa, petugas pelayanan memberikan kemudahan dalam masalah prosedur pelayanan kesehatan gratis. Petugas juga memberikan kepastian waktu dalam hal prosedur. Mengenai perilaku petugas ditemukan masih adanya tindakan diskriminasi oleh perawat terhadap para pengguna layanan kesehatan gratis. Kejujuran petugas untuk menjelaskan mengenai biaya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis adalah masalah yang dikeluhkan oleh sebagian pengguna layanan kesehatan gratis. Petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien sudah menunjukkan ketelitian. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa masih ada petugas yang tidak disiplin, petugas yang kurang ramah dan tidak sopan. Sarana dan prasarana yang diberikan oleh petugas layanan kepada pasien belum memuaskan masyarakat pengguna layanan kesehatan gratis.
Kata kunci : Integritas, Street level bureucrats, Pelayanan kesehatan gratis.
ABSTRACT
EDYANTO. Integrity of Street Level Bureucrates in Free Medical Service in General Hospital Andi Makkasau Parepare (supervised by Deddy T. Tikson and Sangkala).
This research was conducted to find out the integrity of street level bureucrates in free medical service in Parepare based on Standard Operating Procedures.
The research employed qualitative descriptive method. The data was collected through interview, observation, and document analyzing. The research applied accidental technique that is based on chance, i.e people who by chance met with researcher in the field designated as an informan. The data in this research be analyzed by using taxonomi technique.
The research result showed that the integrity of street level bureucrates in service the non stay patient of free medical program has been maximum based on standard operational procedure and services principle. It was showed by the principles of service were good except honesty principle. Honesty principle was not carried out because the patients thought that there were not good explanation about the cost. About the integrity of street level bureucrates in service the stay patient of free medical program based on standard operational procedure showed that the server gave the good service in prosedure. The server also gave the certain time in procedure. About the server behaviour showed that there was still dsicrimination by nurse to the patient of free medical services. The honesty of server to explain about the cost was the most problem complaint by the patient of free medical service. But the server has been good in accurate principle. This research also showed some server were not discipline, unfriendly, and impolite. About the tools, the patient of free medical service felt not satisfied.
Keywords : Integrity, Street level bureucrats, Free medical service.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PRAKATA iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 8
D. Kegunaan Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Pengertian Integritas 10
B. Birokrasi dan Street Level Bureucrats 13
C. Pelayanan Publik .. 25
D. Kesehatan Gratis 34
E. Kerangka Pikir 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 49
B. Pengelolaan Peran sebagai Peneliti 50
C. Lokasi Penelitian 52
D. Sumber Data 52
E. Teknik Pengumpulan Data 53
F. Informan Penelitian 56
G. Fokus Penelitian 57
H. Teknik Analisa Data 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 60
B. Penyajian Data dan Pembahasan 72
1. Gambaran integritas pelayanan pada pasien rawat jalan 72
2. Gambaran integritas pelayanan pada pasien rawat inap 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 135
B. Saran-saran 137
DAFTAR PUSTAKA 138
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman
1. Tabel Sarana dan Prasarana fisik yang ada di RSUD 66 Andi Makkasau Kota Parepare.
2. Tabel Ketenagaan RSUD Andi Makkasu Kota 69
Parepare
3. Tabel Tenaga Dokter Spesaialis pada RSUD Andi 70 Makkasau Kota Parepare
4. Tabel tingkat integritas masing-masing jenis pelayanan 134
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Alur Pelayanan Kesehatan gratis 46
2. Kerangka pikir penelitian 48
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul
1. Izin/Rekomendasi Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
2. Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Parepare
3. Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Kota Parepare
4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian pada RSUD Andi Makkasau Kota Parepare
5. Instrumen dan Pedoman Wawancara
6. Struktur Organisasi pada RSUD Andi Makkasau Kota Parepare
7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Integritas merupakan perwujudan identitas diri yang berdedikasi secara
konsisten dalam menerapkan prinsipnya, dan bertindak dengan nilai-nilai positif
yang diketahui atau dianut. Integritas merupakan inti dari perwujudan sikap dan
perilaku. Sikap dan perilaku adalah gambaran kepribadian seseorang yang
terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan
atau suatu objek. Secara lengkap sikap merupakan kecenderungan,
pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai sesuatu objek
atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari
perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Integritas bermakna konsistensi antara tindakan dan nilai. Orang yang
mempunyai integritas, hidupnya sejalan dengan nilai-nilai prinsipnya. Suatu
karakter yang tanpa memandang waktu dan tempat senantiasa menunjukkan
ketaatan dalam menjalankan kode etik dan moral, memegang prinsip, tulus,
jujur dan dapat dipercaya, disiplin, memiliki kekuatan dalam mempertahankan
keteguhan/kemantapan/kestabilan, serta konsisten dalam sikap dan
perilakunya.
Ukuran nilai dari unsur-unsur yang mendukung integritas berlaku
secara universal, dan menjadi acuan baku bagi perilaku kehidupan manusia
secara umum. Namun konsep diri terhadap nilai-nilai tersebut akan sangat
mempengaruhi manifestasi integritas seseorang. Perbedaan atas konsep nilai
itulah yang membedakan tingkat integritas seseorang dengan yang lain. Pada
organisasi swasta maupun pemerintah, integritas perlu dimiliki oleh mereka
yang terlibat di dalamnya. Tanpa integritas, sebuah institusi akan segera hancur
walau pernah berjaya sekalipun. Pimpinan yang tidak memiliki integritas, pada
waktunya akan kehilangan kepercayaan dari anak buahnya, dan dampaknya
akan kehilangan loyalitas. Secara umum, integritas menjadi landasan yang
mutlak. Institusi yang orang-orangnya tidak memiliki integritas, akan menjadi
rapuh, karena masyarakat tidak akan percaya. Pemerintah tidak lagi
mempunyai wibawa, dan akhirnya masyarakat menjadi korban. Karena sifatnya
yang konsisten maka kemampuan integritas seseorang akan semakin kuat, bila
terbangun seiring berjalannya waktu.
Asas-asas pemerintahan yang baik yang mendukung ke arah
transparansi dan akuntabilitas antara lain kepastian hukum, keadilan,
keseimbangan, keterbukaan, tidak diskriminatif, tertib penyelenggara
administrasi pemerintahan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas.
Dari semua asas tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor sumber daya
manusia aparatur yang berkualitas merupakan faktor dominan untuk
terselenggaranya kepemerintahan yang baik.
Integritas diperlukan dalam pelayanan publik, menurut Jeremy Pope
dalam Mochtar dan Halili (2009) tidak maksimalnya pelayanan publik, salah
satunya karena terjangkitnya pelayanan publik yang tidak berintegritas dan
perilaku koruptif, dalam konteks inilah menjadi relevan perbaikan pelayanan
publik, pelayanan publik yang baik menjadi salah satu jalan mencegah
terjadinya korupsi.
Integritas telah menjadi salah satu istilah penting dalam pelayanan publik
yang terus dibahas dan digunakan penerapannya di dalam birokrasi. Integritas
dalam pelayanan publik berkaitan dengan komitmen kejujuran untuk
melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Komitmen ini merupakan sistem ekstra yudisial dalam rangka
mencegah terjadinya mal administrasi di jajaran birokrasi. Menurut Dyah
Mutiarin (2012:4) integritas pelayanan publik dapat diartikan sebagai wujud
komitmen pemerintah guna memberikan layanan yang prima kepada
masyarakat dengan mengedepankan integritas dan moralitas sebagai basis
untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, integitas
pelayanan publik terkait dengan komitmen antara pemerintah sebagai provider
dengan masyarakat sebagai pengguna layanan. Mochtar dan Halili (2009), dalam
mengukur integritas dengan menggunakan standard operating prosedure
yaitu,(a) Adanya prosedur yang baik dan ditaati, (b) Terbentuknya perilaku
aparat pelayanan publik yang bertanggung jawab, (c)Tersedianya sarana dan
prasarana untuk menunjang prosedur pelayanan publik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mochtar dan Halili (2009) dengan
judul’’ Tingkat Integritas Instansi Pelayanan BPN dan SAMSAT di Provinsi DIY’’
menunjukkan tingkat integritas instansi pelayanan BPN dan SAMSAT di Provinsi DIY
belum maksimal dan ini dibuktikan dengan temuan di lapangan diantaranya seperti:
tidak adanya kejelasan SOP, masih adanya pungutan liar, masih adanya pemberian tip,
dan sering terjadi diskriminasi dalam pelayanan.
Birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup
berbagai program-program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut,
seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di
dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses
panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya
berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu
mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan
birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik). Birokrasi
merupakan kunci utama untuk melaksanakan sebuah sistem pemerintahan.
Tanpa birokrasi, tentu segala kebijakan yang dibuat oleh elit politik atau pejabat
akan mengalami kendala atau bahkan tidak dapat tereksekusi. Birokrasi dapat
didefinisikan sebagai mesin penggerak sebuah kebijakan. Artinya, segala
kebijakan yang dibuat oleh elit politik akan dieksekusi atau dijalankan melalui
birokrasi. Selain itu, birokrasi bisa dikatakan sebagai organ pelaksana dari
sebuah kebijakan.
Momentum reformasi yang ditandai dengan jatuhnya pemerintah orde
baru, sebenarnya selain dipicu oleh masalah ekonomi juga merupakan refleksi
ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Akibatnya
kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi pemerintah makin rendah. Hal ini
disinyalir antara lain karena rendahnya kualitas pelayanan birokrasi terhadap
masyarakat yang sebagian besar dilakukan oleh pegawai negeri sipil.
Rendahnya kualitas pelayanan publik ini antara lain disebabkan rendahnya
diskresi birokrasi terutama pada level birokrat garis depan (street level
bureaucrats) sehingga pelayanan yang dihasilkan kurang fleksibel, dan tidak
menjawab kebutuhan masyarakat secara riil dalam proses pemberian
pelayanan publik, aparat birokrasi di garis depan (street level bureaucrats)
seringkali dituntut dapat mengambil keputusan secara cepat, dan fleksibel (
Astuti : 2011).
Berbicara birokrasi garis depan (street level bureaucrats) merupakan
pegawai pemerintah yang memberikan layanan masyarakat secara langsung
kepada warga, dan memiliki kebijaksanaan substansial dalam pelaksanaan
pekerjaan mereka. Street level bureaucrats adalah lembaga layanan publik
yang mempekerjakan sejumlah besar tingkat birokrat garis depan. Street level
bureaucrats lebih memahami apa yang terjadi di masyarakat dalam menjalakan
tugasnya (pelaksana kebijakan garis depan). Lebih lanjut Lipsky (1980) street
level bureaucrats haruslah adil, street level bureaucrats yang adil akan
melaksanakan aturan-aturan dengan baik, dan tidak diskriminatif dalam
pelayanan. Menurut Amy dalam Nawawi (2007:187) pelayanan publik pada
street level bureucrats menjadi front deks pelayanan, artinya pelayanan pada
street level bureucrats merupakan hal yang sangat penting, dan sebagai pintu
pertama pelayanan, bahkan penentu masyarakat yang dilayani dan akhirnya
turut menentukan mutu bahkan mahal atau murahnya pelayanan.
Birokrasi sangat erat kaitannya dengan pelayanan publik, street level
bureaucrats merupakan birokrasi pada garis depan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat, khususnya dalam hal pelayanan kepada
masyarakat. Di dalam area ini, tentu para street level bureucrats harus bisa
menjaga integritasnya untuk melayani masyarakat, street level bureucrats harus
mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat karena
indikator kinerja dari street level bureucrats salah satunya ditentukan oleh
tingkat kepuasan masyarakat yang mendapatkan pelayanan dari mereka.
Salah satu kebijakan yang dibuat pemerintah untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat adalah kebijakan program pelayanan kesehatan
gratis yang merupakan bagian dari visi dan misi gubernur Sulawesi Selatan
yaitu meningkatkan kualitas pelayanan untuk pemenuhan hak dasar
masyarakat. Alokasi anggaran pelayanan kesehatan bersubsidi ini diperoleh
dari 40% APBD Provinsi dan 60% APBD Kabupaten.
Program kesehatan gratis di Sulawesi Selatan dalam implementasinya
masih banyak kekurangan, bahkan ada yang menganggap program tersebut
hanyalah komoditi politik (Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, tahun 2008 ).
Berdasarkan penelitian badan penelitian dan pengembangan daerah
(Balitbangda) Sulsel tahun 2010 program kesehatan gratis di Rumah Sakit Andi
Makkasau Parepare dinilai belum memuaskan masyarakat. Bahkan dari segi
pelayanan, program ini dianggap masih berada di bawah standar pelayanan
minimal (SPM). Para pasien kelas tiga masih mendapat diskriminasi pelayanan
dari para perawat. Pasien mengeluh tidak terlayani dengan baik dan terpaksa
harus dirujuk ke rumah sakit yang lain, adanya indikasi terjadi pungutan liar
(pungli) yang dilakukan oknum perawat terhadap pasien rawat inap kelas III.
Dari gambaran diatas dapat diketahui bahwa integritas street level bureucrats
dalam pelayanan gratis belum memuaskan, penulis mengangkat hal ini karena
belum pernah diadakan penelitian tentang integritas street level bureucrats
pelayanan kesehatan gratis. Sebenarnya sudah ada beberapa penelitian
tentang kesehatan gratis tetapi hanya berkisar tentang implementasi kesehatan
gratis, kualitas pelayanan pasien kesehatan gratis.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian berjudul:
’’Integritas Birokrat Garis Depan (Street Level Bureucrats ) dalam pelayanan
kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota
Parepare’’.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian dan kenyataan di atas, maka permasalahan pokok yang
dikaji dalam penelitian ini adalah : ’’Bagaimana Integritas Birokrat Garis Depan
(street level bureaucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota Parepare?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: Menjelaskan dan menganalisis tentang
integritas birokrat garis depan (street level bureaucrats) dalam Pelayanan
Kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Parepare.
Dalam penelitian ini, integritas diukur berdasarkan standard operating
prosedure yaitu:
a. Prosedur pelayanan
b. Perilaku aparat pelayanan
c. Sarana dan prasarana.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini juga diharapkan memiliki kegunaan :
1. Secara teoretis. Diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan
keilmuan khususnya dalam kajian integritas birokrat garis depan (street level
bureucrats). Pengembangan ilmu administrasi pada umumnya dan penelitian
dimasa depan.
2. Berdasarkan kegunaan praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi
bahan pertimbangan dan perbandingan dalam memahami integritas birokrat
garis depan (street level bureaucrats).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Integritas
Integritas penting dalam birokrasi pemerintahan, integritas merupakan
perilaku seseorang yang dilandasi oleh kejujuran, bijaksana dan bertanggung
jawab dalam melaksanakan tugas. Menurut Sonny Keraf (2010), integritas
mengharuskan adanya kemauan, tekad, dan komitmen pribadi untuk hidup
sesuai dengan keyakinan-keyakinan atau prinsip moral, orang yang punya
integritas adalah orang yang teguh dalam prinsip dan tindakannya, bersikap
jujur, bisa dipercaya. Lebih lanjut BPKP (2009), integritas adalah konsistensi
antara nilai dan tindakan, orang yang berintegritas akan bertindak konsisten
sejalan dengan nilai-nilai, kode etik, serta kebijakan organisasi dan/atau profesi,
walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukannya.
Integritas didefinisikan sebagai tindakan yang konsisten, sesuai dengan
kebijakan dan kode etik organisasi. Perbuatan yang konsisten tersebut adalah
perbuatan yang baik dan benar, yang merupakan petunjuk dari keutuhan
pribadi dan sikap yang konsisten yang juga harus transparan, akuntabel,
bertanggung jawab, dan independen. Integritas merupakan nilai yang penting
yang harus dimiliki dan dilaksanakan oleh seluruh street level bureucrats dalam
memberikan pelayanan kepada publik. Menurut D. P Simpson dalam
Haryatmoko (2011:72), integritas (integritas, -atis f, dalam bahasa Latin dari
10
kata sifat interger) artinya “tidak rusak, murni, utuh, jujur, lulus, dan dapat
dipercaya atau diandalkan, Integritas juga berarti keteguhan prinsip dan sikap
untuk tidak melakukan korupsi dan tindakan koruptif lainnya.
Integritas adalah sikap loyal kepada prinsip moral tertentu yang
diwujudkan ke dalam tindakan, Di dalam modul pakta integritas dalam Mochtar
dan Halili (2009) ada 6 cakupan integritas, yaitu;
a. Elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan atas kejujuran.
b. Tuntutan berprilaku jujur, tidak melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum, peraturan, dan etika.
c. Satunya kata dengan perbuatan baik dan bertanggung jawab.
d. Peran sikap, prilaku dan kejujuran sesuai harapan masyarakat.
e. Sikap dapat memaafkan kekhilafan yang tidak disengaja, dapat
menerima perbedaan pendapat yang jujur, namun tidak ada kompromi
bagi kecurangan dan terjadinya pelanggaran-pelanggaran prinsip.
f. Sebuah komitmen, filosofi, dan inspirasi untuk menuju kehidupan yang
lebih baik.
Integritas adalah unsur pokok etika publik. Konsep etika publik terutama
mengacu pada tuntutan integritas atau perilaku etis. Dari penjelasan etimologi,
pengertian “integritas publik” mengungkapkan kualitas utama yang diharapkan
dari pelayan publik. Integritas publik merupakan kualitas perilaku seseorang
atau organisasi yang sesuai dengan nilai nilai, standar, dan aturan moral yang
diterima oleh aggota organisasi dan masyarakat. Kesesuaian dengan standar
itu memungkinkan pelayanan publik menjadi lebih berkualitas. Menurut
Haryatmoko ( 2011:72) integritas publik dikaitkan dengan 3 kemampuan, yaitu:
a) Mampu memenuhi janji dan kewajiban yang relevan dengan situasi dan
konteks pelayanan publik.
b) Jujur dan berorientasi kemakna, artinya mampu menghubungkan visi
dengan praktik hidupnya.
c) Mampu membaca tanda-tanda zaman sehingga bisa menyingkap segi-
segi yang bermakna dari suatu kasus untuk bisa mengambil keputusan
dengan tepat. Integritas publik bukan hanya sekedar tidak korupsi atau
tidak melakukan kecurangan.
Integritas publik akan teruji ketika dihadapkan pada pilihan-pilihan
kewajiban yang saling bertentangan, tapi mampu memberi pemecahan dengan
mengesampingkan kepentingan pribadi atau kelompok. Lebih lanjut Fleishman
dalam Haryatmoko ( 2011: 73) melihat integritas sebagai kejujuran dan
kesungguhan untuk melakukan yang benar dan adil dalam setiap situasi
sehingga mempertajam keputusan dan tindakannya dalam kerangka pelayanan
publik.
Integritas publik diukur dari hasilnya, ketika pemerintah mampu
memberikan kualitas perbaikan dalam pelayanan publik. Menurut Dyah Mutiarin
(2012:4), integritas pelayanan publik diartikan sebagai wujud komitmen
pemerintah guna memberikan layanan yang prima kepada masyarakat dengan
mengedepankan integritas dan moralitas sebagai basis untuk mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Integritas pelayanan publik terkait
dengan komitmen antara pemerintah sebagai provider dengan masyarakat
sebagai pengguna layanan. Lebih lanjut, Mochtar dan Halili (2009), dalam
mengukur integritas yang didasarkan pada standar operasional prosedur,
digunakan indikator yaitu:
a. Adanya prosedur yang baik dan ditaati.
b.Terbentuknya perilaku aparat pelayanan publik yang bertanggung
jawab.
c.Tersedianya sarana dan prasarana untuk menunjang prosedur
pelayanan publik dan pemantapan perilaku aparat pelayanan publik.
Penilaian KPK terhadap integritas pelayanan oleh pemerintah didasarkan
pada dua variabel yakni pengalaman integritas dan potensi integritas
(KPK:2009). Pengalaman integritas diukur dengan indikator, yaitu:
a. Frekwensi pemberian gratifikasi, yaitu : Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam mengurus atau memperoleh layanan publik ditunjukkan dalam bentuk biaya-biaya tambahan (gratifikasi) yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan, berapa kali biaya tambahan diberikan dan berapa besarnya serta kapan gratifikasi tersebut diberikan.
b. Cara pandang gratifikasi, yaitu : Bagaimana masyarakat memandang korupsi di lembaga layanan publik, bagaimana masyarakat mengartikan biaya-biaya atau imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong korupsi atau tidak. Apa tujuan mereka membayar biaya tambahan tersebut, dan seberapa jauh tingkat toleransi masyarakat terhadap biaya-biaya tambahan yang harus mereka keluarkan.
Adapun potensi integritas diukur dengan indikator seperti:
a. Sistem adminstrasi, yaitu : Keterbukaan informasi dan kemudahan layanan atau kepraktisan SOP serta pemanfaatan teknologi informasi merupakan sub indikator sistem administrasi yang harus bahwa suasana/kondisi fasilitas di lingkungan unit layanan yang didatangi umumnya teratur sistem pelayanannya. dicapai dalam rangka memenuhi standar potensi integritas sektor publik.
b. Lingkungan kerja, yaitu; Lingkungan kerja memiliki potensi untuk mendorong terjadinya praktik korupsi, tidak terkecuali lingkungan kerja di sektor pelayanan publik. Berdasarkan fakta di lapangan, kebiasaan pemberian gratifikasi dan adanya keterlibatan calo akan menurunkan nilai potensi integritas secara signifikan.
c. Perilaku petugas, yaitu; hal penting dalam menilai perilaku individu dan kaitannya dengan nilai potensi integritas dalam ini, keadilan perlakuan petugas layanan terhadap pengguna layanan, ada tidaknya harapan petugas terhadap gratifikasi serta perilaku pengguna layanan sendiri pada saat mengurus dan mendapatkan layanan.
d. Upaya pencegahan korupsi, yaitu; Tingkat upaya anti korupsi dan pelayanan pengaduan atas layanan yang diberikan merupakan faktor yang bisa mencegah terjadinya korupsi.
B. Birokrasi dan Street Level Bureucrats
1. Birokrasi
Istilah birokrasi sendiri seringkali dikaitkan dengan organisasi
pemerintah. Birokrasi merupakan sistem untuk mengatur organisasi yang besar
agar diperoleh pengelolaan yang efisien, rasional, dan efektif. Birokrasi
pemerintah diartikan sebagai “officialdom” atau kerajaan pejabat. Suatu
kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat dari suatu bentuk organisasi
yang digolongkan modern. Di dalamnya terdapat tanda-tanda bahwa seseorang
mempunyai yuridiksi yang jelas dan pasti, mereka berada dalam area official
yang yurisdiktif. Di dalam yurisdiksi tersebut seseorang mempunyai tugas dan
tanggung jawab resmi (official duties) yang memperjelas batas-batas
kewenangan pekerjaannya. Mereka bekerja dalam tatanan pola hirarki sebagai
perwujudan dari tingkatan otoritas dan kekuasaannya. Mereka memperoleh gaji
berdasarkan keahlian dan kompetensinya. Selain itu, dalam kerajaan pejabat
tersebut proses komunikasinya didasarkan pada dokumen tertulis (the files).
Dalam bidang publik, konsep birokrasi dimaknai sebagai proses dan system
yang diciptakan secara rasional untuk menjamin mekanisme dan sistem kerja
yang teratur, pasti dan mudah dikendalikan.
Untuk dapat memahami birokrasi lebih jauh lagi, kita bisa mulai dari
memahami birokrasi secara bahasa. Istilah birokrasi berasal dari bahasa
Perancis, yaitu bureau yang berarti kantor atau meja tulis, dan kata Yunani,
kratein yang berarti mengatur. Dalam pengertiannya lebih luas, birokrasi
diartikan sebagai suatu tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai
tugas-tugas administratif dengan cara mengkoordinasi secara sistematis
pekerjaan dari banyak anggota organisasi. Orang-orang yang bekerja dalam
birokrasi pemerintahan bekerja secara profesional. Mereka diangkat dan diupah
untuk menduduki jabatan di lembaga pemerintahan yang telah ditetapkan
tugasnya dari atasan.
Dasar pemilihan personel birokrasi ini biasanya dilandaskan pada
keterampilan dan kepandaian yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan
tugas tertentu. Sebagaimana dapat dilihat di banyak buku mengenai birokrasi,
ciri pokok dari struktur birokrasi seperti yang diuraikan oleh Max Weber dalam
Thoha (2008) adalah bahwa birokrasi adalah sistem administrasi rutin yang
dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara tertentu,
didasarkan aturan tertulis, oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.
Dengan pengertian yang hampir sama, Rourke dalam Said (2007:2)
menyebutkan bahwa birokrasi adalah sistem administrasi dan pelaksanaan
tugas keseharian yang terstruktur dalam sistem hirarki yang jelas, dilakukan
dengan aturan tertulis (written procedures), dilakukan oleh bagian tertentu yang
terpisah dengan bagian lainnya, oleh orang-orang yang dipilih karena
kemampuan dan keahlian di bidangnya. Lebih lanjut, Said (2007:3) memberikan
batasan tentang pengertian birokrasi sebagai tata kerja pemerintahan agar
tujuan negara dapat tercapai secara efektif dan efisien. Sebagai suatu cara
atau metode, maka sikap masyarakat terhadap birokrasi haruslah objektif,
terbuka terhadap inovasi sesuai dengan kebutuhan konteks ruang dan
waktunya. Sebagai sebuah cara atau metode pengorganisasian kerja, birokrasi
tidak boleh menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Birokrasi ada untuk mencapai
tujuan bersama. Birokrasi adalah organisasi yang melayani tujuan, cara
mencapai tujuan dan cara mengkoordinasi secara sistematis. Rod Hague
dalam Said (2007:3) menyatakan bahwa birokrasi adalah institusi pemerintahan
yang melaksanakan tugas negara. Birokrasi ada karena adanya kebutuhan
akan sebuah organisasi yang dapat mengelola negara modern.
Dalam pengertian lebih luas, birokrasi pemerintah diartikan sebagai
seluruh jajaran badan-badan eksekutif sipil yang dipimpin oleh pejabat
pemerintah di bawah tingkat menteri. Tugas pokok birokrasi di sini adalah
secara profesional menindaklanjuti keputusan politik yang telah diambil
pemerintah. Birokrasi dapat dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu sebagai proses
administrasi pemerintahan, dan sebagai struktur atau fungsi yang bersifat statis,
didalamnya ada pejabat yang menjalankan struktur yang disebut sebagai
birokrat. Birokrat, pejabat dan staf administrasi selalu terkait dengan
pemerintahan.
Terdapat dua istilah yang digunakan menyebut birokrasi pemerintah
secara resmi, yaitu aparatur negara dan penyelenggara negara. Dalam
pemahaman masyarakat, birokrasi juga dapat dimaknai sebagai proses
penyelenggaraan pemerintahan dengan mengadopsi sistem tertentu dimana di
dalamnya terdapat pembagian kerja dan tugas yang jelas antar divisi, terdapat
nilai impersonal dimana orang mengikuti aturan, bukan aturan mengikuti orang,
penyusunan jabatan dan karir berdasarkan kompetensi dan bukan preferensi,
terdapatnya otoritas pengawasan dan juga terdapatnya hirarki (Said, 2007:10).
Ruang lingkup birokrasi dapat diketahui berdasarkan perbedaan tugas pokok
dan misi yang mendasari organisasi birokrasi adalah :
1. Birokrasi pemerintahan umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintahan
yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum dari tingkat pusat
sampai daerah (Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa/Kelurahan).
2. Birokrasi fungsional, yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan salah
satu bidang atau sektor yang khusus guna mencapai tujuan umum
pemerintahann.
3. Birokrasi pelayanan (Service-bureaucracy), yaitu unit organisasi yang pada
hakekatnya melaksanakan pelayanan langsung dengan masyarakat.
Termasuk dalam konsep ini apa yang disebut oleh Michael Lipsky sebagai
”street level bureaucrats”, yaitu mereka yang menjalankan tugas dan
berhubungan langsung dengan warga masyarakat.
Birokrasi selalu dikaitkan dengan tokoh Max Weber. Begitu besar
pengaruh pemikirannya, sehingga birokrasi senantiasa diasosiasikan dengan
Weber. Menurut Weber dalam Thoha (2008:17-19) birokrasi ideal yang rasional
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk keluarganya;
2. Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah dan kesamping. Konsekuensinya ada pejabat atasan dan bawahan dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil;
3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya;
4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak;
5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, yang idealnya dilakukan melalui ujian kompetitif;
6. Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan kontraknya dapat diakhiri dalam keadaan tertentu;
7. Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang objektif;
8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya;
9. Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin.
2. Street Level Bureucrats
Menurut substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi
tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting
karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang
memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu institusi
pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah.
Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan
organisasi garis terdepan (street level bureaucrats) yang berhubungan dengan
pelayanan publik. Jika non pemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai
politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun
organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain. Siapapun bentuk institusi
pelayanannya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan
dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
kepentingannya ( Agus Suryono:2002).
Konsep street level bureaucrats ini telah diperkenalkan oleh Michael
Lipsky pada tahun 1980 bahwa street level bureaucrats adalah sebagai “publik
service secara langsung” dan “pelaksana dari kebijakan penguasa”. Publik
service secara langsung artinya bahwa para birokrat ini yang memberikan
pelayanan langsung kepada para customernya (publik). Contohnya adalah
perawat, dokter-dokter praktek, polisi lalulintas, atau aparat birokrasi lainnya
yang terjun langsung kepada publik dan memberikan pelayanan sesuai dengan
permintaan publik dalam batasan aturan lembaga mereka masing-masing
(Lipsky:1980).
Lebih lengkapnya, Lipsky (1980) mendefinisikan street level bureaucrats
sebagai para pekerja pelayanan publik yang berinteraksi secara langsung
dengan warga masyarakat yang menjalankan pekerjaan mereka dan
mempunyai keleluasaan substansial dalam menjalankan tugasnya tersebut,
selanjutnya Lipsky(1980) menunjukkan bahwa street level bureucrats juga
harus dilihat sebagai bagian dari komunitas pembuatan kebijakan, karena
sebagai pemberi layanan publik, pemberi manfaat dan penjaga ketertiban
publik, birokrat garis depan ini sering menjadi kontroversi politik, biasanya
mereka dihadapkan pada tuntutan peningkatan kualitas pelayanan dari
masyarakat. Birokrat garis depan ini menjembatani aspek-aspek konstitusional
hubungan antara warga negara dengan negara (pemerintah). Ini artinya, para
birokrat garis depan memegang kunci dalam dimensi kewarganegaraan.
Birokrat garis depan merespon tekanan pekerjaan dengan sedemikian rupa,
sehingga betapapun tekanan itu dapat dipahami dan maksudnya baik, ini akan
dapat menimbulkan efek yang mencoreng citra dan kinerja pemerintah di mata
masyarakat. Jika pemerintah dipandang penting oleh warga masyarakat dan
memiliki banyak interaksi dengan ”perwakilan-perwakilannya” dan interaksi itu
mungkin menimbulkan konsekuensi penting bagi kehidupan mereka, maka
akan dibutuhkan desentralisasi kekuasaan. Lipsky (1980) merekomendasikan,
apapun manfaat ataupun kesulitannya, usulan desentralisasi ini
menitikberatkan pada perubahan fundamental dalam lingkungan kerja para
birokrat di garis depan .
Pelaksana dari kebijakan penguasa bermakna bahwa para birokrat garis
depan yang menjalankan kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa dan
mereka pula yang menguatkan kebijakan yang dikeluarkan. Di dalam kebijakan
publik itu sendiri para street level bureucrats dibolehkan untuk membuat
keputusan ad hoc dan perubahan dasar. Hal ini terjadi apabila kebijakan dari
atas mengalami kerancuan dalam penyampaiannya kepada bawahan, maka
para street level bureucrats ini diperbolehkan untuk menerjemahkan kebijakan
itu sendiri. Menurut Lipsky (1980) street level bureaucrats haruslah bersikap
adil. Street level bureaucrats yang adil akan melaksanakan pekerjaan sesuai
aturan, dan tidak melakukan diskriminasi dalam pelayanan.
Street level bureaucrats ini harus mempunyai ilmu pengetahuan yang
tinggi dalam menelaah masalah-masalah dan lebih memahami terhadap
karakteristik para pelanggan-pelanggan mereka. Dengan ini, street level
bureaucrats lebih memahami apa yang terjadi di masyarakat dalam menjalakan
tugasnya (pelaksana kebijakan) dan image dari pemerintahan tersebut
tergantung kepada cara penyampaian para birokrat garis depan (Lipsky:1980).
Street level bureaucrats menghadapi dilema antara mendapatkan pada
fokus kerja dan memenuhi tujuan organisasi. Lipsky (1980) menjelaskan apa
yang terjadi pada titik dimana kebijakan diterjemahkan dalam praktek, dan
bagaimana para street level bureucrats berperilaku di bawah kondisi dan
konteks pekerjaan mereka. Menurut Lipsky (1980) kondisi kerja street level
bureaucrats telah dikategorikan sebagai berikut:
1. Sumber daya tidak memadai dengan tugas pekerjaan yang dilakukan. 2. Permintaan untuk layanan cenderung meningkat untuk memenuhi tuntutan. 3. Tujuan harapan bagi lembaga di mana mereka bekerja cenderung
ambigu,kabur atau bertentangan.
4. Kinerja yang diarahkan kepencapaian tujuan sulit diukur.
Pelayanan publik pada street level bureucrats sesungguhnya banyak
melakukan kebijakan karena dia menjadi front deks pelayanan, artinya
pelayanan pada street level bureucrats merupakan hal yang sangat penting,
dan sebagai pintu pertama pelayanan, bahkan penentu masyarakat yang
dilayani dan akhirnya turut menentukan mutu bahkan mahal atau murahnya
pelayanan (Amy dalam Nawawi 2007:187).
3. Diskresi Street Level Bureucrats
Rendahnya kualitas pelayanan publik ini antara lain disebabkan
rendahnya diskresi birokrasi terutama pada level birokrat garis depan (street
level bureaucrats) sehingga pelayanan yang dihasilkan kurang fleksibel, dan
tidak menjawab kebutuhan masyarakat secara riil. Lebih lanjut Lipsky (1980)
menjelaskan bahwa street level bureaucrats mempraktekkan pemberian
diskresi atas dispensasi manfaat atau alokasi sanksi. Terjadi konflik antara
pembuat kebijakan dan street level bureaucrats sebagai pelaksana kebijakan.
Di satu sisi para legislator dan pembuat kebijakan lainnya berupaya
menciptakan tujuan-tujuan ideal ke dalam peraturan. Di sisi lainnya birokrat
garis depan berjalan dengan kepentingannya sendiri untuk memanfaatkan
akses langsungnya terhadap klien. Maka diskresi peraturan yang dipraktekkan
birokrat garis depan menjadi lazim.
Diskresi umumnya diartikan sebagai kemampuan administrator untuk
memilih diantara alternatif dan memutuskan bagaimana suatu kebijakan (policy)
pemerintah harus diimplementasikan dalam situasi-situasi tertentu Rourke
dalam Astuti ( 2011). Sarana ini sangat penting untuk kesuksesan pembuatan
kebijakan dan dirangkai ke dalam pembuatan konstitusi sebagai alat
penyebaran baik power (kekuasaan) dan konflik antar berbagai kepentingan,
Bryner dalam Astuti (2011). Dengan demikian diskresi jelas merupakan bagian
dari proses administratif, dan diskresi yang memadai sangat diperlukan dalam
menjalankan kegiatan masing-masing. Desentralisasi implementasi kebijakan
menuntut adanya diskresi, yaitu ruang gerak bagi individu pelaksana di
lapangan untuk memilih tindakan sendiri yang otonom dalam batas
wewenangnya apabila menghadapi situasi khusus. Dengan kata lain bahwa
suatu kebijakan tidak mungkin mampu menjawab semua persoalan akibat
adanya keterbatasan prediksi dalam perumusan kebijakan. Diskresi dilakukan
oleh pelaksana dalam bentuk memberikan kelonggaran ”pelayanan” kepada
klien atau masyarakat apabila masih sejalan dengan visi dan misi organisasi.
Diskresi dalam birokrasi meliputi serangkaian tindakan yang dilakukan pelayan
publik yang merepresentasikan adanya pelayanan berdasarkan inisiatif,
kreativitas dan kemampuan aparat secara efisien dimana tidak terlalu
bersandar pada kebijakan secara kaku.
Analisis tentang diskresi birokrasi ini masih sangat diperlukan
mengingat dalam menjalankan amanat kebijakan publik selalu diperlukan
adanya diskresi, terutama untuk pelayanan publik dimana aparat birokrasi
berhadapan langsung dengan masyarakat baik sebagai client, customer
maupun citizen yang harus dilayani dengan baik. Dalam proses pemberian
pelayanan publik, aparat birokrasi di garis depan (street level bureaucrats)
seringkali dituntut dapat mengambil keputusan secara cepat, dan fleksibel
(Astuti:2011). Kemungkinan diskresi terdapat pada pelayanan kesehatan gratis,
karena klien street level bureaucrats RSUD Andi Makkasau adalah masyarakat
yang heterogen. Pada masyarakat yang heterogen dan bervariasi dari segi,
ekonomi, pendidikan, usia, pekerjaan, jenis kelamin, strata dan lain-lain.
Dari uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa street level
bureaucrats adalah merupakan pegawai pemerintah yang memberikan layanan
masyarakat secara langsung kepada warga sebagai pintu pertama pelayanan,
bahkan penentu masyarakat yang dilayani dan turut menentukan mutu bahkan
mahal atau murahnya pelayanan.
D. Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayananan publik (publik services) oleh birokrasi publik merupakan
salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat
disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik dimaksudkan untuk
mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan
(welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998)
diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan
oleh Instansi Pemerintah di pusat, maupun di daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik memang tidak bisa terlepas dari dari konsep birokrasi.
Menurut Sinambela (2007:5) pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan
dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah serangkaian
aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan
agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum .
Pelayanan publik dalam perkembangan lebih lanjut dapat juga timbul karena
adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan organisasi. Menurut
Osborne dan Gaebler dalam Wahyu Kuncoro (2006: 36) menyatakan bahwa
tugas pelayanan publik adalah persoalan rowing, yang lebih cocok
dilaksanakan oleh swasta dan tugas pemerintah adalah steering. Untuk itu,
solusi yang tepat menurut kedua pakar tersebut adalah pelayanan publik perlu
diserahkan kepada pihak-pihak diluar pemerintah. Namun demikian,
penyelenggaraan pelayanan publik dengan model privatisasi di Indonesia
ternyata belum menghasilkan sesuatu yang menggembirakan. Pada
perjalanannya, inefektifitas kepemilikan pemerintahan atas perusahaan
penghasil barang dan jasa publik malah makin menguat. Selama ini proses
penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
masih sangat tertutup bagi partisipasi warga negara. Warga ditempatkan hanya
sebagai pengguna yang pasif dan harus menerima pelayanan publik
sebagaimana adanya. Mereka tidak memiliki hak untuk berbicara, kesulitan
mengajukan komplain, apalagi ikut memutuskan mengenai apa pelayanan yang
akan diselenggarakan, bagaimana kualitasnya, dan bagaimana pelayanan
tersebut seharusnya dilakukan. Berbagai pemikiran yang berkaitan dengan itu,
antara lain dikemukakan oleh Frederickson dalam Wahyu Kuncoro (2006),
dengan membedakan berbagai perspektif dalam mendefinisikan publik, yaitu:
1. Publik sebagai kelompok kepentingan (perspektif pluralis);
2. Publik sebagai pemilih rasional (perspektif pilihan publik);
3. Publik sebagai pihak yang diwakili (perspektif perwakilan);
4. Publik sebagai pelanggan (perspektif penerima layanan publik)
5. Publik sebagai warganegara.
Dalam perspektif pluralis, publik difahami sebagai kelompok kepentingan
sebagaimana yang dikembangkan oleh ilmuan politik. Kepentingan (interest)
publik disalurkan sedemikian rupa oleh kelompok kepentingan, baik dalam
bentuk artikulasi kepentingan maupun agregasi kepentingan. Dalam demokrasi,
sebuah atau beberapa kelompok kepentingan melakukan aliansi dengan partai
politik untuk mengartikulasikan kepentingannya.
Pemahaman publik dalam perspektif pemilih rasional dikembangkan oleh
Buchanan dan Tullock dalam Wahyu Kuncoro (2006), Mereka mengembangkan
model ekonomi untuk memformulasikan perilaku indovidu dalam sistem politik.
Salah satu karya yang menerapkan model Buchanan dan Tullock adalah Down,
pada perilaku birokrat dalam mengkalkulasi preferensi pribadinya. Teori Down
dalam Wahyu Kuncoro (2006) tentang instansi pemerintah adalah:
a. Menekankan benefit positif pada kegiatan instansi pemerintah dan mengurangi biaya.
b. Menunjukkan bahwa perluasan pelayanan instansi akan lebih memenuhi harapan dan pengiritan akan kurang memenuhi harapan.
c. Instansi lebih memberikan pelayanan pada kepentingan masyarakat dalam arti luas daripada kepentingan yang spesifik.
d. Menekankan pada efisiensi pada instansi tingkat atas. e. Menekankan pada prestasi dan kemampuan, sementara mengabaikan
kegagalan dan ketidakmampuan.
Perspektif perwakilan merupakan perspektif yang melihat publik sebagai
pihak yang diwakili oleh elected officials (politisi). Dalam perspektif ini,
kepentingan publik diasumsikan telah diwakili oleh wakilnya yang duduk di
lembaga-lembaga perwakilan. Kelemahan utama perspektif ini adalah pada
kenyataannya politisi tidak menyuarakan kepentingan publik, dan politisipun
tidak pernah melibatkan masyarakat dalam perumusan kebijakan. Sementara
perspektif pelanggan yaitu, melihat publik sebagai pelanggan (customer)
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh birokrasi publik. Lipsky (1980)
mengembangkan konsep street level bureaucrts untuk menunjukkan interaksi
yang erat antara aparat pelayanan publik dengan masyarakat yang dilayani.
Pada perspektif publik sebagai warganegara mengandung pengertian
bahwa sebagai warganegara, seseorang tidak hanya mewakili kepentingan
individu namun juga kepentingan publik. Model-model partisipasi publik dalam
pengambilan keputusan lebih banyak menerapkan perspektif ini.
2. Klasifikasi Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu: pelayanan kebutuhan dasar
dan pelayanan umum, seperti dijelaskan oleh Mahmudi (2005: 205-210).
a. Pelayanan Kebutuhan Dasar
Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah meliputi :
kesehatan, pendidikan dasar, dan bahan kebutuhan pokok masyarakat.
1. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka
kesehatan adalah hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh
Undang-Undang Dasar. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi
modal terbesar untuk mencapai kesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan
pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya
manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera (welfare society).
Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu terjadinya
kemiskinan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kesehatan masyarakat
yang rendah akan menyebabkan tingkat produktivitas rendah. Tingkat
produktivitas yang rendah lebih menyebabkan pendapatan rendah.
Pendapatan yang rendah menyebabkan terjadinya kemiskinan. Kemiskinan ini
selanjutnya menyebabkan seseorang tidak dapat menjangkau pendidikan
yang berkualitas serta membayar biaya pemeliharaan dan perawatan
kesehatan. Oleh karena kesehatan merupakan faktor utama kesejahteraan
masyarakat yang hendak diwujudkan pemerintah, maka kesehatan harus
menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan
publik. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat (right
for health) dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata,
memadai, terjangkau, dan berkualitas.
2. Pendidikan Dasar
Bentuk pelayanan dasar lainnya adalah pendidikan dasar. Sama hal nya
dengan kesehatan, pendidikan merupakan suatu bentuk investasi sumber daya
manusia. Masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh seberapa
besar perhatian pemerintah terhadap pendidikan masyarakatnya. Pelayanan
pendidikan masyarakat yang paling elementer adalah pendidikan dasar.
Idealnya pemerintah mensubsidi penuh pendidikan dasar ini sehingga tidak ada
alasan bagi oang tua untuk mampu menyekolahkan anaknya. Pemerintah
hendaknya menjamin bahwa semua anak dapat bersekolah. Untuk melakukan
hal itu diperlukan anggaran pendidikan yang besar. Dalam pemenuhan
anggaran tersebut amanat amandemen UUD 1945 telah mensyaratkan alokasi
anggaran pendidikan sebenarnya bukan biaya akan tetapi investasi jangka
panjang yang manfaatnya juga bersifat jangka panjang.
3. Bahan Kebutuhan Pokok
Selain kesehatan dan pendidikan, pemerintah juga harus memberikan
pelayanan kebutuhan dasar yang lain, yaitu bahan kebutuhan pokok.
b. Pelayanan Umum
Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi
penyedia pelayanan publik juga harus memberikan pelayanan umum kepada
masyarakatnya. Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi
dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Pelayanan administrative
b. Pelayanan Barang
c. Pelayanan Jasa.
Pelayanan publik pada dasarnya memuaskan kebutuhan masyarakat,
disamping masyarakat harus mengetahui klasifikasi pelayanan, maka
masyarakat perlu mengetahui jenis-jenis pelayanan publik, adapun jenis-jenis
pelayanan publik menurut Lembaga Administrasi Negara yang dimuat dalam
SANKRI Buku III (2004: 185) adalah :
1) Pelayanan pemerintahan adalah jenis pelayanan masyarakat yang
terkait dengan tugas-tugas umum pemerintahan, seperti pelayanan KTP,
SIM, pajak, perijinan, dan keimigrasian.
2) Pelayanan pembangunan adalah suatu jenis pelayanan masyarakat
yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk
memberikan fasilitasi kepada masyarakat dalam melakukan aktivitasnya
sebagai warga negara. Pelayanan ini meliputi penyediaan jalan-jalan,
jembatan-jembatan, pelabuhan-pelabuhan, dan lainnya.
3) Pelayanan utilitas adalah jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas
bagi masyarakat seperti penyediaan listrik air, telepon, dan transportasi
lokal.
4) Pelayanan sandang, pangan dan papan adalah jenis pelayanan yang
menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan
perumahan, seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan
perumahan murah.
5) Pelayanan kemasyarakatan adalah jenis pelayanan yang dilihat dari sifat
dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenaga
kerjaan, penjara, rumah yatim piatu, dan lainnya.
Kualitas pelayanan publik dapat tercermin dengan adanya transparansi
atau keterbukaan dan mudah diakses oleh semua masyarakat, lebih lanjut
Sinambela (2007:6) mengemukakan bahwa tujuan pelayanan publik pada
dasarnya adalah memuaskan masyarakat, untuk mencapai kepuasan itu
dituntut kualitas pelayanan publik yang tercermin dari:
1. Transparansi, adalah pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara
memadai serta mudah dimengerti. Transparansi meliputi keterbukaan
proses penyelenggaraan pelayanan publik, peraturan dan prosedur
pelayanan yang dapat dipahami, dan kemudahan untuk memperoleh
informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik.
2. Akuntabilitas, adalah pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
3. Kondisional, adalah pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan. Kemampuan pemerintah
dalam melayani masyarakat yang sesuai kondisi pemberi dan penerima
pelayanan. Kemampuan pemerintah dalam menghadapi kendala-kendala
yang terjadi dalam pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Kondisional meliputi efisien dan efektif.
4. Partisipatif, adalah pelayanan yang dapat mendorong peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. Partisipatif
dapat dilihat dari identifikasi peran masyarakat, identifikasi metode yang
dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi, mencocokan instrumen
partisipasi yang sesuai dengan peran masyarakat dalam proses
penyelenggaraan layanan publik, memilih instrumen partisipasi yang akan
digunakan, dan mengimplementasikan strategi yang dipilih.
5. Kesamaan hak, adalah pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi
dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status
sosial, dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat dengan tidak membeda-bedakan status sosial dan lainnya.
Kesamaan hak dapat dilihat dari keteguhan dan ketegasan.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, adalah pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat dapat menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban
aparatur dan penerima pelayanan. Keseimbangan hak dan kewajiban
meliputi keadilan dan kejujuran.
Pelayanan yang baik dan memuaskan yang dilakukan pemerintah
ataupun organisasi publik tentunya mengedepankan prinsip-prinsip dalam
pelayanan publik.prinsip yang harus diperhatikan bagi penyelenggaraan
pelayanan publik, yaitu meliputi: Adapun menurut Surjadi (2009: 65-66)
mengemukakan prinsip-prinsip pelayanan publik sebagai berikut:
1. Kesederhanaan yaitu, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan, meliputi persyaratan teknis dan administrative pelayanan
publik ,unit kerja /pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan
/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
3. Kepastian waktu yaitu, pelaksanaan pelayanan publik dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi yaitu, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat
dan sah.
5. Tidak diskriminatif yaitu, tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi.
6. Bertanggung jawab yaitu, pimpinan penyelenggara pelayanan publik
atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana yaitu, tersedianya sarana dan
prasarana kerja yang memadai.
8. Kemudahan akses yaitu, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan
yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kejujuran
10. Kecermatan yaitu, hati-hati, teliti, telaten.
11. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan yaitu, pemberi pelayanan
harus disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa
dihargai hak-haknya.
12. Keamanan dan kenyamanan yaitu, proses dan produk pelayanan
publik dapat memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum.
E. Kesehatan Gratis
1. Pengertian Kesehatan Gratis
Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat. Kesehatan
merupakan modal untuk bekerja dan hidup mengembangkan keturunan,
sehingga timbul keinginan yang bersumber dari kebutuhan hidup manusia .
Istilah kesehatan dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan
bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti
kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka
seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat.
Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan
nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat
manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh
tubuh pasien berfungsi secara normal.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-
lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang
konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat
dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau
ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosial budaya. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan menyatakan bahwa : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di
dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Kesehatan
menurut Depkes RI (1992), konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu
mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain.
Kesehatan gratis adalah salah satu program yang dicanangkan oleh
pemerintah daerah Provinsi dan pemerintah Daerah Kota/Kabupaten guna
membebaskan atau meringankan biaya kesehatan bagi penderita penyakit di
Sulawesi Selatan. Salah satu janji yang paling dinantikan oleh masyarakat
Sulawesi Selatan adalah tentang kesehatan gratis. Janji tersebut memang
menjadi program andalan sehingga bisa memenangkan pemilihan gubernur
sulawesi selatan periode 2008 - 2013.
Kesehatan gratis di Sulawesi Selatan merupakan program prioritas
Gubernur Sulawesi Selatan periode 2008-2013. Program ini merupakan janji
gubernur terpilih saat pilkada 2008 yang harus diimplementasikan selama
periode kepemimpinannya. Implementasi tersebut telah dituangkan dalam
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
Pelayanan Kesehatan Gratis.
Berdasarkan ketentuan Perda Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis dan Perda Nomor 13 Tahun
2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Gratis Di
Provinsi Sulsel. Pelayanan kesehatan gratis adalah semua pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya dan pelayanan kesehatan
rujukan di kelas III rumah sakit pemerintah daerah, yang tidak dipungut biaya
dan obat yang diberikan menggunakan obat generik. Program kesehatan gratis
dilaksanakan, juga bersandar pada beberapa prinsip/asas dan tujuan yang
tidak jauh berbeda dengan asas dalam penyelenggaran tertib Negara atau yang
lazim dikenal sebagai asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Asas penyelenggaraan pelayanan kesehatan gratis juga dilaksanakan
berdasarkan beberapa asas, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 Pergub
Nomor 13 Tahun 2008 yaitu:
a. Transparansi.
b. Akuntabilitas publik.
c. Team work.
d. Inovatif.
e. Cepat, cermat, dan akurat.
f. Pelayanan terstruktur dan berjenjang.
g. Kendali mutu dan kendali biaya.
2. Dasar Hukum Kesehatan Gratis
Beberapa dasar hukum yang melatarbelangi pelaksanaan program
Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan, antara lain :
1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
3. Peraturan Daerah Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja
Sama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis.
4. Pergub Sulsel Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Pelayanan Kesehatan Gratis Di Provinsi Sulsel.
3. Tata Laksana Pendanaan Pelayanan/Sasaran Kesehatan Gratis
Tata Laksana Pendanaan Pelayanan kesehatan gratis terlaksana
berdasarkan kerja sama antara pemerintah Provinsi dengan pemerintah
Kabupaten/ Kota serta pihak ketiga lainnya seperti Dinas Kesehatan dan PT.
Askes (Pasal 4 Perda Nomor 2 Tahun 2009). Dengan demikian sumber dana,
jelas berasal dari pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 29 Pergub Nomor 13 Tahun 2008, sumber dana
berasal dari bantuan pemerintah Provinsi (APBD Provinsi) dan Kabupaten/Kota
melalui APBD Kabupaten/Kota.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka dibentuk perjanjian kerjasama dalam
nota kesepahaman. Perjanjian kerja sama (MoU) antara Pemerintah Provinsi
dengan kabupaten/kota tanggal 26 Juni 2008. Isi pokok perjanjian tersebut,
menetapkan dana anggaran yang disediakan Provinsi hanya 40 % dan
Kabupaten menyediakan di kisaran 60 %.
Sasaran program pelayanan kesehatan gratis Menurut Pergub Sulsel
Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan
Kesehatan Gratis Di Provinsi Sulsel. Pada Bab II Tujuan dan Sasaran Bagian
Kedua sasaran pasal 4 adalah seluruh penduduk Sulawesi Selatan yang
mempunyai identitas (KTP/Kartu Keluarga), tidak termasuk yang sudah
mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Sasaran atau peserta yang akan
mendapatkan layanan kesehatan gratis melalui pembagian kartu anggota
dilakukan melalui pendataan sasaran, registrasi peserta, dan penetapan oleh
Bupati Atau Walikota.
Pendataan sasaran dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat Desa/
Kelurahan yang dilakukan oleh tim Desa/ Kelurahan selanjutnya dilaporkan ke
tingkat Kecamatan, untuk dilakukan rekapitulasi (Pasal 10 Pergub Nomor 13
Tahun 2008).
4. Tujuan Kesehatan Gratis
Program kesehatan gratis yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi
sulsel yang bertujuan (goal) untuk meningkatkan (improve) akses guna
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan meningkatkan
kualitas dan pemerataan untuk mendapatkan pelayanan yang meringankan
beban penduduk dalam pembiayaan pelayanan (Pasal 3 Perda Nomor 2 Tahun
2009).
Tujuan pelayanan kesehatan gratis juga diperkuat lagi dalam Pasal 2
dan Pasal 3 Pergub Nomor 13 Tahun 2008 sebagai bentuk peraturan
pelaksanaan, yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
pelaksanaan pelayanan kesehatan gratis adalah meningkatnya akses
pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh penduduk
Sulawesi Selatan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal
secara efektif dan efesien. Sementara tujuan khusus dari pelaksanaan
pelayanan kesehatan gratis adalah:
a. Membantu dan meringankan beban masyarakat dalam pembiayaan
pelayanan kesehatan.
b. Meningkatnya cakupan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas serta jaringannya di rumah sakit milik
pemerintah dan pemerintah daerah di wilayah Sulawesi Selatan.
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Sulawesi Selatan.
d. Meningkatnya pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Sulawesi Selatan.
e. Terselenggaranya pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat
dengan pola jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat di Sulawesi
Selatan.
5. Daftar Pengobatan Kesehatan Gratis
Adapun daftar pengobatan gratis yang diperoleh di Rumah Sakit Umum
Daerah Andi Makkasau, yaitu:
a. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL), dilaksanakan di Rumah Sakit melalui
poliklinik spesialis yang meliputi:
1) Konsultasi kesehatan, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh
dokter spesialis/umum.
2) Rehabilitasi medik.
3) Penunjang diagnostik, laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
4) Tindakan medis kecil dan sedang.
5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan.
6) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca
persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya.
7) Pemberian obat yang mengacu pada ketentuan (obat generik)
8) Pelayanan darah (3 bagian/kantong).
9) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.
b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan
kelas III Rumah Sakit, meliputi :
1) Akomodasi rawat inap pada kelas III.
2) Konsultasi kesehatan, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan.
3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, Patologi anatomi, radiologi
dan elektromedik.
4) Operasi sedang dan besar.
5) Pelayanan rehabilitasi medis.
6) Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU).
7) Pemberian obat mengacu ketentuan (obat generik).
8) Pelayanan darah (3 bagian/kantong).
9) Bahan dan alat kesehatan habis pakai.
10) Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit.
c. Pelayanan gawat darurat (emergency).
6. Jenis Pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung/dijamin
Pelayanan yang tidak ditanggung/dijamin melalui pelayanan kesehatan
gratis ini adalah pelayanan kesehatan yang bersifat private good, yaitu :
a. Operasi jantung
b. Kateterisasi jantung
c. Pemasangan cincin jantung
d. CT Scan
e. MRI
f. Bedah syaraf
g. Bedah plastik
h. Penyakit kelamin dan atau penyakit akibat hubungan sexual
i. Alat bantu kesehatan.
7. Tatalaksana Pelayananan Kesehatan Gratis
a. Ketentuan Umum
1. Setiap penduduk Sulawesi Selatan yang mempunyai Kartu Peserta
(tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya)
mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan dasar meliputi
pelayanan kesehatan rawat jalan (RJ) dan rawat inap (RI), serta
pelayanan kesehatan rujukan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat
inap tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.
2. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan
kesehatan berjenjang berdasarkan rujukan.
3. Pelayanan rawat jalan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan
jaringannya. Pelayanan rawat jalan lanjutan diberikan di Rumah Sakit
Pemerintah.
4. Pelayanan rawat inap diberikan di Puskesmas Perawatan dan ruang
rawat inap kelas III (tiga) di RS Pemerintah yang telah ditunjuk.
5. Pada keadaan gawat darurat (emergency) seluruh Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) milik Pemerintah wajib memberikan pelayanan kepada
seluruh penduduk Sulawesi Selatan.
6. Pelayanan obat di Puskesmas beserta jaringannya dan di Rumah Sakit
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Untuk memenuhi kebutuhan obat generik di Puskesmas dan
jaringannya, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaksanakan
pengadaan dan pendistribusiannya.
b) Untuk memenuhi kebutuhan obat dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi/Apotek Rumah Sakit bertanggungjawab
menyediakan semua obat dan bahan habis pakai untuk pelayanan
kesehatan masyarakat yang diperlukan.
c) Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan obat sebagaimana butir b di
atas maka Rumah Sakit berkewajiban memenuhi obat tersebut melalui
koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
d) Pemberian obat untuk pasien RJTP dan RJTL diberikan selama 3
(tiga) hari kecuali untuk penyakit-penyakit kronis tertentu dapat
diberikan lebih dari 3 (tiga) hari sesuai dengan kebutuhan medis.
e) Apabila terjadi peresepan obat diluar ketentuan sebagaimana butir b
di atas maka pihak RS bertanggung jawab menanggung selisih harga
tersebut.
f) Pemberian obat di RS menerapkan prinsip one day dose dispensing.
Instalasi Farmasi/Apotek Rumah Sakit dapat mengganti obat
sebagaimana butir b di atas dengan obat-obatan yang jenis dan
harganya sepadan dengan sepengetahuan dokter penulis resep.
g) Pelayanan kesehatan RJTL di Rumah Sakit, serta pelayanan RI di
Rumah Sakit yang mencakup tindakan, pelayanan obat, penunjang
diagnostik, pelayanan darah serta pelayanan lainnya dilakukan secara
terpadu sehingga biaya pelayanan kesehatan diklaimkan dan
diperhitungkan menjadi satu kesatuan sesuai dengan tarif/paket yang
berlaku pada masing-masing Kabupaten/Kota.
h) Apabila dalam proses pelayanan terdapat kondisi yang memerlukan
pelayanan khusus dengan diagnosa penyakit/prosedur yang belum
tercantum dalam ketentuan, maka Kepala Balai/Direktur Rumah Sakit
memberi keputusan tertulis untuk sahnya penggunaan pelayanan
tersebut setelah mendengarkan pertimbangan dan saran dari Komite
Medik RS yang tarifnya sesuai dengan Jenis dan Tarif Pelayanan
Kesehatan menurut peraturan yang berlaku.
i) Pada kasus-kasus dengan diagnosa sederhana, dokter yang
memeriksa harus mencantumkan nama jelas.
j) Pada kasus-kasus dengan diagnosa yang kompleks harus
dicantumkan nama dokter yang memeriksa dengan diketahui oleh
komite medik Rumah Sakit.
8. Prosedur pelayanan
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan gratis bagi
masyarakat Sulawesi Selatan, sebagai berikut :
1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke
Puskesmas dan jaringannya serta polindes/poskesdes.
2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, masyarakat harus
menunjukkan Kartu Peserta (masa transisi hanya dengan KTP/Kartu
Keluarga) sebagai penduduk Sulawesi Selatan.
3. Pelayanan kesehatan rujukan diberikan sesuai dengan indikasi medis,
maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan disertai surat rujukan dan kartu identitas yang ditunjukkan sejak
awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus
emergency
4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 di atas meliputi;
b. Pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan (spesialistik) dan Rawat Inap
Kelas III di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan milik Pemerintah
Daerah dan Pusat yang ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan.
c. Pelayanan obat-obatan dan bahan habis pakai.
d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostic.
5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di Balai Kesehatan dan
Rumah Sakit milik pemerintah, masyarakat harus menunjukkan Kartu
Peserta/identitas (KTP/Kartu Keluarga) selama masa transisi dan surat
rujukan dari Puskesmas dan selanjutnya berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di Rumah Sakit milik
pemerintah, masyarakat harus menunjukkan Kartu Peserta/identitas
(KTP/Kartu Keluarga) selama masa transisi dan surat rujukan dari
Puskesmas dan selanjutnya berhak memperoleh pelayanan rawat inap.
7. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat
darurat di Rumah Sakit peserta tidak perlu membawa/menunjukkan
surat rujukan. Bagi pasien yang tidak dirawat prosesnya sama dengan
proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap
prosesnya sama dengan proses rawat inap sebagaimana item 5 dan 6
di atas.
8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan Kartu Peserta/identitas
(KTP/Kartu Keluarga) sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan
kesehatan, maka yang bersangkutan diberi waktu maksimal 2 x 24 jam
hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut.
9. Alur Pelayanan Kesehatan gratis
F. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Mengukur integritas itu tidak mudah , karena banyak terkait dengan
perilaku. Walaupun metode pengukuran belum tentu tepat, tapi ada
batasannya, dan ini dimonitor dan ditunjukkan dari bukti perilaku sehari-hari
yang dapat dicatat dan dirasakan. Integritas pelayanan publik dapat diartikan
sebagai wujud komitmen pemerintah guna memberikan layanan yang prima
kepada masyarakat dengan mengedepankan integritas dan moralitas sebagai
basis untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Integitas pelayanan publik terkait dengan komitmen antara pemerintah sebagai
provider dengan masyarakat sebagai pengguna layanan. Integritas street level
bureucrats dalam penelitian ini diukur berdasarkan pada Standard Operating
Prosedure dengan indikator yaitu,(a) Adanya prosedur yang baik dan ditaati, (b)
Pasien datang
Loket RS
Pemeriksaan
Penunjang
Pulang
Apotek
Poliklinik
RITL
Terbentuknya perilaku aparat pelayanan publik yang bertanggung jawab,
(c)Tersedianya sarana dan prasarana untuk menunjang prosedur pelayanan
publik dan pemantapan perilaku aparat pelayanan publik. Adapun prinsip-
prinsip pelayanan publik menurut Surjadi( 2009: 65-66) yaitu, kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, kelengkapan sarana dan prasarana,
kejujuran, kecermatan, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, keamanan
dan kenyamanan.
Street level bureaucrats dalam penelitian ini yaitu birokrasi garis depan
yang menjalankan tugas berhadap-hadapan dengan masyarakat, di mana
karena peran dan kedudukannya itu, birokrasi menjadi representase
pemerintah di mata publik, dalam hal ini para pegawai dan tenaga medis
maupun non medis yang bertugas melayani masyarakat penerima layanan
kesehatan di Rumah Sakit Andi Makkasau. Pelayanan pada street level
bureucrats merupakan hal yang sangat penting, dan sebagai pintu pertama
pelayanan, bahkan penentu masyarakat yang dilayani dan akhirnya turut
menentukan mutu bahkan mahal atau murahnya pelayanan, oIehnya itu street
level bureaucrats haruslah adil dalam memberikan pelayanan dan tidak
dikriminatif. Dalam hal ini, maka petugas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
Andi Makkasau harus menunjukkan sikap adil dalam memberikan pelayanan
kepada pasien pengguna layanan kesehatan gratis.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dibuatlah sebuah kerangka
konsep yang menjadi fokus penelitian sebagai berikut :
Pelayanan kesehatan gratis
Integritas diukur dengan SOP;
1. Prosedur
pelayanan 2. Perilaku petugas 3. Sarana dan
prasarana
1. Kesederhanan 2. Kejelasan
3. Kepastian waktu
1. Tidak diskriminatif 2. Kejujuran 3. Kecermatan 4. Kedisiplinan,kesopanan,
dan keramahan
1. Kelengkapan 2. Akurasi 3. Keamanan dan
kenyamanan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk
memberikan gambaran secara jelas mengenai integritas birokrat garis depan
(street level bureucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit
Umum Andi Makkasau Kota Parepare. Dalam pendekatan kualitatif ini, peneliti
terjun langsung di Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau untuk
mendapatkan informasi secara mendalam mengenai integritas street level
bureucrats dalam pelayanan kesehatan gratis. Peneliti mengadakan
pengamatan mengenai prosedur pelayanan kesehatan gratis, mengamati
perilaku petugas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau Kota Parepare, serta mengamati sarana dan prasarana yang
diberikan kepada pasien pengguna layanan kesehatan gratis. Disamping itu,
peneliti melakukan wawancara dengan informan yang bertujuan mendapatkan
informasi mengenai integritas birokrat garis depan (street level bureucrats)
dalam pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau Kota Parepare.
49
B. Pengelolaan Peran sebagai Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara di
lokasi penelitian. Adapun peran peneliti dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengamati prosedur untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis di
Rumah Sakit Umum Andi Makkasau Kota Parepare, peneliti menuju
loket Rumah Sakit mengamati prosedur untuk mendapatkan layanan
kesehatan gratis. Peneliti hadir ditengah-tengah masyarakat yang
sedang mengurus berkas yang ingin mendapatkan layanan kesehatan
gratis, peneliti melihat bahwa persyaratan untuk mendapatkan layanan
kesehatan gratis yaitu, pasien harus menunjukkan kepada petugas di
loket Rumah Sakit yaitu, foto copy KTP dan foto copy KK serta surat
rujukan dari Puskesmas masing-masing sebanyak 3 rangkap. Adapun
bagi pasien rawat inap yang tidak melengkapi berkasnya, maka petugas
memberi jangka waktu 2 x 24 jam hari kerja untuk mengurus
kelengkapan berkasnya, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam hari
kerja berkas pasien belum lengkap, maka petugas memasukkan pasien
kedalam kategori pasien umum. Di loket Rumah Sakit, peneliti melihat
petugas memang sudah menyiapkan loket khusus untuk melayani
masyarakat yang mengurus berkas untuk mendapatkan layanan
kesehatan gratis, di depan loket terdapat papan informasi mengenai
persyaratan untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis. Selain
melakukan pengamatan di loket Rumah Sakit, peneliti juga melakukan
wawancara dengan informan mengenai prosedur mendapatkan layanan
kesehatan gratis yang dihubungkan dengan prinsip kesederhanaan,
kejelasan, dan kepastian waktu.
2. Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku petugas, peneliti
menuju ke poliklinik untuk mengadakan observasi. Disamping itu, peneliti
juga mengadakan wawancara dengan informan yang ada di poliklinik
mengenai perilaku petugas dalam memberikan pelayanan yang
dihubungkan dengan prinsip tidak diskriminatif, kejujuran, kecermatan,
kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan.
3. Selanjutnya peneliti menuju ruang rawat inap kelas III untuk mengamati
perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien
kesehatan gratis yang dihubungkan dengan prinsip tidak diskriminatif,
kejujuran, kecermatan, kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan. Peneliti
melakukan observasi ketika petugas kesehatan memberikan pelayanan
kepada pasien kesehatan gratis di ruang rawat inap kelas III. Peneliti
juga mengamati sarana dan prasarana yang diberikan petugas
pelayanan terhadap pasien kesehatan gratis, seperti bagaimana kondisi
ruangan, bangsal dan kondisi toilet. Selain melakukan pengamatan di
ruang rawat inap kelas III, peneliti juga melakukan wawancara dengan
informan yang berada di ruang rawat inap mengenai perilaku petugas
dalam memberikan pelayanan serta melakukan wawancara dengan
informan mengenai sarana dan prasarana yang diberikan oleh petugas.
Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 20 orang.
4. Peneliti juga melakukan studi dokumen yang bersumber dari dari
Peraturan Daerah Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja
Sama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis, Pergub Sulsel
Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Pelayanan Kesehatan Gratis Di Provinsi Sulsel.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Andi Makkasau kota Parepare,
pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa Rumah Sakit Andi
Makkasau adalah Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
gratis. Penelitian ini berlansung dari tanggal 12 November 2012 sampai
dengan tanggal 10 Desember 2012.
D. Sumber Data
Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber data guna
menjawab permasalahan penelitian, yaitu :
1. Data Primer, diperoleh melalui observasi dan wawancara di Rumah Sakit
Umum Daerah Andi Makkasau Kota Parepare, yaitu peneliti mengamati
prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Disamping itu,
peneliti juga mengamati perilaku petugas layanan dalam memberikan
pelayanan serta melakukan pengamatan terhadap sarana dan prasarana
yang diberikan kepada pasien layanan kesehatan gratis. Peneliti juga
mengadakan wawancara kepada informan di Rumah Sakit Andi Makkasau
Kota Parepare mengenai prosedur dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis, perilaku petugas layanan dalam memberikan pelayanan,
serta melakukan wawancara kapada informan mengenai sarana dan
prasarana yang diperoleh dari petugas pelayanan kesehatan.
2. Data Sekunder, diperoleh melalui telaah dokumentasi yang bersumber dari
Peraturan Daerah Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis, Pergub Sulsel Nomor 13
Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan
Gratis Di Provinsi Sulsel. Selain itu, peneliti juga memperoleh data dari pihak
Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Kota Parepare.
E. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian tentang integritas
garis depan (street level bureucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis yang
dilihat berdasarkan pada standar operasional prosedur, dengan indikator yaitu:
1. Prosedur pelayanan yang dihubungkan dengan kesederhanaan, kejelasan,
dan kepastian waktu.
a. Kesederhanaan merupakan prosedur pelayanan tidak berbelit-belit,
kesederhanaan diteliti dengan melakukan observasi di loket Rumah Sakit
dan melakukan wawancara dengan informan di loket Rumah Sakit.
b. Kejelasan yaitu, persyaratan teknis dan administrasi pelayanan, prinsip ini
diteliti dengan melakukan observasi di loket Rumah Sakit dan wawancara
dengan informan di loket Rumah Sakit.
c. Kepastian waktu yaitu, pelaksanaan pelayanan publik diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan, prinsip ini diperoleh dengan
melakukan observasi diloket Rumah Sakit dan wawancara dengan
informan di loket Rumah Sakit .
2. Perilaku aparat pelayanan, untuk perilaku aparat pelayanan dihubungkan
dengan prinsip tidak diskriminatif, kejujuran, kecermatan, kedisiplinan,
kesopanan, dan keramahan.
a. Tidak diskriminatif yaitu, tidak membeda-bedakan dalam memberi
pelayanan. Diteliti dengan mengadakan observasi di Poliklinik dan Ruang
rawat inap kelas III, disamping itu peneliti juga mengadakan wawancara
dengan informan di Poliklinik dan di Ruang rawat inap kelas III.
b. Kejujuran, diteliti dengan mengadakan wawancara dengan informan di
Poliklinik dan di Ruang rawat inap kelas III.
c. Kecermatan yaitu, Hati-hati, teliti dalam memberikan pelayanan, diteliti
dengan mengadakan observasi di Poliklinik dan di Ruang rawat inap
kelas III. Selain itu peneliti juga mengadakan wawancara dengan informan
di Poliklinik dan di Ruang rawat inap kelas III.
d. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan yaitu, petugas pelayanan harus
disiplin, sopan dan ramah dalam memberikan pelayanan. Diteliti dengan
melakukan observasi di Poliklinik dan di Ruang rawat inap III, peneliti juga
melakukan wawancara dengan informan di Poliklinik dan di Ruang rawat
inap kelas III.
3. Sarana dan prasarana, untuk sarana dan prasarana dihubungkan dengan
kelengkapan sarana dan prasarana, akurasi, keamanan dan kenyamanan.
a. Kelengkapan sarana dan prasarana yaitu, tersedianya sarana dan
prasarana kerja yang memadai. Diteliti dengan melakukan observasi di
Poliklinik dan di Ruang rawat inap kelas III, serta melakukan wawancara
dengan informan di Poliklinik dan di Ruang rawat inap kelas III.
b. Akurasi yaitu, produk pelayanan diterima dengan benar. Diteliti dengan
melakukan observasi di Ruang rawat inap kelas III.
c. Keamanan dan kenyamanan yaitu, produk pelayanan publik dapat
memberikan rasa aman dan nyaman. Diteliti dengan melakukan
observasi di Poliklinik dan di Ruang rawat inap kelas III, peneliti juga
melakukan wawancara dengan informan di Poliklinik dan di Ruang rawat
inap kelas III.
Selain melakukan observasi dan wawancara, peneliti juga melakukan
analisis dokumen, peneliti melakukan telaah data yang bersumber dari
Peraturan Daerah Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis, Pergub Sulsel Nomor 13 Tahun
2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Gratis Di
Provinsi Sulsel. Dari analisis dokumen, diperoleh data mengenai tujuan
pelayanan kesehatan gratis, sasaran pelayanan kesehatan gratis serta tata
laksana pelayanan kesehatan gratis.
F. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini pihak yang dijadikan informan adalah masyarakat
yang menjadi pengguna layanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum
Daerah Andi Makkasau Kota Parepare. Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan teknik accidental yaitu teknik penentuan informan
yang dilakukan secara prinsip kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti di lokasi penelitian maka itulah informan.
Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan integritas birokrat
garis depan (street level bureucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di
Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Kota Parepare, maka peneliti
melakukan wawancara dengan informan dari pasien maupun keluarga pasien
penerima layanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau Kota Parepare, informan yang diwawancarai adalah pasien yang
berada dalam keadaan sadar dan bisa diajak berkomunikasi, adapun informan
dari keluarga pasien yaitu, keluarga yang mengurus pasien dan menjaga
pasien selama perawatan.
G. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada Integritas birokrat garis depan (street level
bureaucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah
Andi Makkasau Kota Parepare yang dilihat dari Prosedur Operasional Standar
(Standard Operating Procedure), Adapun deskripsi fokus dari masing-masing
dimensi yang diteliti, adalah sebagai berikut:
1. Integritas dalam penelitian ini diukur berdasarkan pada standar operasional
prosedur dengan indikator yaitu,(a) Prosedur pelayanan, (b) Perilaku aparat
pelayanan, (c) Sarana dan prasarana pelayanan publik.
2. Menurut Surjadi (2009:65-66) mengemukakan Prinsip-prinsip pelayanan
publik sebagai berikut:
a) Kesederhanaan yaitu, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b) Kejelasan yaitu, meliputi persyaratan teknis dan administrative pelayanan
publik.
c) Kepastian waktu yaitu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d) Akurasi yaitu produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan
sah.
e) Tidak diskriminatif yaitu, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan,
gender, dan status ekonomi.
f) Kelengkapan sarana dan prasarana yaitu, tersedianya sarana &
prasarana kerja yang memadai.
g) Kejujuran.
h) Kecermatan : Hati-hati, teliti, telaten.
i) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan yaitu pemberi pelayanan harus
disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan
ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa dihargai hak-haknya.
j) Keamanan dan kenyamanan yaitu proses dan produk pelayanan publik
dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
H.Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini teknik analisis
taksonomis (taxonomis analysis), yaitu membentuk analisis yang lebih rinci dan
mendalam dalam membahas suatu tema atau pokok permasalahan. Pada
analisis ini fokus penelitian maupun pembahasan kendati diarahkan pada
bidang atau aspek tertentu, namun pendeskripsian fenomena yang menjadi
tema sentral dari permasalahan penelitian diungkap secara lebih rinci. Analisis
taksonomi ini digunakan untuk menjabarkan secara rinci mengenai integritas
street level bureucrats dalam pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit
Umum Daerah Andi Makkasau Kota Parepare yang dilihat dari Prosedur
Operasional Standar (Standard Operating Procedure).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah RSUD Andi Makkasau Parepare
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota Parepare
merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang dibangun dengan bantuan
Bank Dunia pada tahun 1985, serta mulai dioperasionalkan pada tanggal 1 Juli
1987, dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 18 Oktober 1988 oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Pada waktu itu, RSUD Andi Makkasau Kota Parepare merupakan rumah
sakit tipe Kelas C yang secara teknis administrasi maupun secara teknis
operasional bertanggung jawab kepada Walikota Parepare melalui Sekretaris
Daerah Kota Parepare, serta merupakan rumah sakit rujukan dari beberapa
kabupaten/kota disekitarnya, utamanya dari kabupaten/kota di bagian utara
Propinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Barat.
Pada tanggal 10 Januari 2005, Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau Kota Parepare telah berhasil memperoleh sertifikat akreditasi penuh
tingkat dasar oleh Tim Komite Akreditasi Rumah Sakit untuk 5 (lima) jenis
pelayanan, antara lain: pelayanan administrasi, pelayanan medis, pelayanan
gawat darurat, pelayanan keperawatan dan pelayanan rekam medis. 60
Dalam perkembangannya lebih lanjut, pada tanggal 9 Februari 2007,
RSUD Andi Makkasau Kota Parepare berhasil memperoleh sertifikat akreditasi
penuh tingkat lanjutan oleh Tim Komite Akreditasi Rumah Sakit untuk (dua
belas) jenis pelayanan, antara lain: pelayanan administrasi, pelayanan medis,
gawat darurat, keperawatan, rekam medis, bedah sentral, pelayanan perinatal,
laboratorium, radiologi, farmasi, pelayanan gizi, serta kesehatan dan
keselamatan kerja.
Tanggal 29 Juli 2008, RSUD Andi Makkasau Kota Parepare ditunjuk oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai Rumah Sakit Model
Akreditasi Indonesia dari 6 (enam) Rumah Sakit yang ditunjuk sebagai Rumah
Sakit Model Akreditasi. Dan pada tanggal 31 Oktober 2008, RSUD Andi
Makkasau Kota Parepare mendapatkan Piagam Penghargaan Citra Pelayanan
Prima dari Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Dari segi pembangunan fisik gedung, pada tahun 2000 dibangun
penambahan gedung perawatan bedah serta gedung farmasi (apotik); pada
tahun 2003 dibangun gedung pusat pelayanan jantung (Cardiac Center) Andi
Mallarangeng ; pada tahun 2005 penambahan gedung VIP Room bertingkat
dengan kapasitas 18 ruangan; tahun 2010 penambahan gedung Ruang Rawat
Inap kelas III untuk pasien miskin serta renovasi Instalasi Gawat Darurat; tahun
2011 Renovasi Gedung Laboratorium, Kamar Bersalin dan Radiologi.
Sejalan dengan perkembangan RSUD Andi Makkasau Kota Parepare
sebagai salah satu rumah sakit rujukan di Propinsi Sulawesi Selatan, maka
pada tanggal 7 Mei 2009, RSUD Andi Makkasau Kota Parepare dinaikkan
statusnya menjadi Rumah Sakit Tipe B Non Pendidikan.
Pada tanggal 3 November 2010, RSUD Andi Makkasau Kota Parepare
resmi menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(PPK-BLUD) yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota Parepare Nomor 475
Tahun 2010 Tanggal 3 November 2010.
2. Aspek Legalitas
RSUD Andi Makkasau Kota Parepare adalah Rumah Sakit Tipe B Non
Pendidikan yang telah ditingkatkan statusnya dari Tipe C ke Tipe B,
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 343/MENKES/SK/V/2009
Tanggal 7 Mei 2009.
Sifat bisnisnya adalah lembaga Non Profit yang lebih menekankan pada
aspek pelayanan sosial kepada masyarakat utamanya masyarakat yang berada
dibawah garis kemiskinan dan sekaligus sebagai salah satu rumah sakit
rujukan di Propinsi Sulawesi Selatan (Pusat Rujukan Region Utara).
3. Visi
“ Menjadi rumah sakit rujukan terbaik di Sulawesi Selatan dengan
kesejahteraan karyawan yang memadai “
Penjelasan istilah :
a. Rumah sakit rujukan terbaik di Sulawesi Selatan: Terbaik dalam kelas
yang sama (type B) dalam hal pelayanan, tingkat infrastruktur, akreditasi,
kesehatan keuangan.
b. Kesejahteraan karyawan yang memadai: Mendapatkan insentif pelayanan
kesehatan diluar gaji dan tunjangan sebesar 1 (satu) kali gaji.
4. Misi
“ Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan memuaskan
serta terjangkau dengan sentuhan kasih sayang ”
Penjelasan istilah:
a. Pelayanan kesehatan bermutu: Mengupayakan peningkatan pencapaian
tingkat Pelayanan kesehatan sesuai standar mutu dalam SPM menjadi
100% selama 5 tahun.
b. Pelayanan kesehatan yang memuaskan: Peningkatan pencapaian standar
kepuasan pelanggan menjadi 90%.
c. Pelayanan kesehatan yang terjangkau: Pengenaan tarif pelayanan
kesehatan yang dapat diterima masyarakat.
d. Pelayanan kesehatan dengan sentuhan kasih sayang: Pemberian
pelayanan dengan menerapkan konsep customer satisfaction.
5. Tugas Pokok dan Fungsi
1. Tugas Pokok RSUD Andi Makkasau:
Melaksanakan pelayanan kesehatan & penyembuhan penyakit,
pemulihan cacat badan & jiwa, serta melaksanakan pencegahan
terhadap penyakit menular.
2. Fungsi RSUD Andi Makkasau:
a. Melaksanakan pelayanan medik,
b. Melaksanakan pelayanan penunjang medik & non medik,
c. Melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan,
d. Melaksanakan pelayanan rujukan,
e. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan,
f. Melaksanakan penelitian dan pengembangan,
g. Melaksanakan pengelolaan administrasi dan keuangan.
6. Nilai-nilai Dasar
Rumah Sakit telah membangun budaya kerja yang harus dihayati dan
dilaksanakan oleh setiap insan Rumah Sakit agar pelayanan kesehatan yang
dilakukan dapat memuaskan pasien (konsumen). Ini diperkuat dengan
Keputusan Direktur Nomor 22 Tahun 2010 Tanggal 01 Mei 2010 tentang
pembentukan kelompok budaya kerja di lingkungan Badan Pelayanan
Kesehatan Daerah RSUD Andi Makkasau Kota Parepare.
Budaya kerja Rumah Sakit dapat dilaksanakan dengan memegang nilai-
nilai dasar sebagai acuan bagi RSUD Andi Makkasau Kota Parepare dalam
berperilaku yang menunjang tercapainya Visi dan Misi. Nilai dasar tersebut,
nantinya diharapkan dapat menjadi budaya organisasi di RSUD Andi
Makkasau Kota Parepare. Nilai dasar tersebut adalah:
1. Profesionalisme dalam melaksanakan tugas yaitu, keyakinan terhadap
tatanan dalam memberikan pelayanan yang berlandaskan pada kaidah
ilmiah dan kaidah profesi serta tidak bertentangan dengan norma–norma
yang berlaku di masyarakat, dengan ciri-ciri: bertanggung jawab,
inovatif, kreatif, dan optimis.
2. Kejujuran dalam bertindak yaitu, berperilaku sebagai insan yang beriman,
jujur, kerja keras, disiplin, berkomitmen, mendahulukan kepentingan
organisasi, serta mampu menjaga keseimbangan Emotional Quotion (EQ),
Intelectual Quotion (IQ), dan Spiritual Quotion (SQ).
3. Ramah dan santun dalam pelayanan yaitu, penuh empati, berpikir positif,
ikhlas, terbuka untuk pembaharuan dalam mewujudkan keberhasilan
bersama
3. Kebijakan Dasar
Adapun kebijakan dasar pada Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau yaitu:
a. Perbaikan mutu pelayanan
b. Perbaikan manajemen sumberdaya manusia
c. Penataan kelembagaan (struktur dan sistem)
d. Pemantapan nilai-nilai dasar menjadi budaya organisasi
e. Penataan sistem akuntansi keuangan
f. Pengendalian biaya dan struktur anggaran
g. Peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit
h. Perbaikan manajemen logistik medik dan non medik.
8. Lokasi
RSUD Andi Makkasau Kota Parepare berlokasi di Kelurahan Bumi
Harapan Kecamatan Bacukiki Kota Parepare, tepatnya di Jalan Nurussamawati
No. 9.
9. Sarana dan Prasarana
Sarana fisik yang ada di RSUD Andi Makkasau meliputi :
No Sarana dan prasarana
1. Lahan 44.582 m2
2. Bangunan 30.000 m2
3. Jumlah Gedung 29 buah
4. Jumlah tempat tidur 172
5. Sumber listrik PLN dan Generator
6. Sumber air PDAM
7. Pengelolaan Limbah Incenerator dan IPAL
8. Ambulance Service 8 unit
Sumber : RSUD Andi Makkasau Parepare 2012.
10. Jenis- jenis Produk Pelayanan
Adapun jenis kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pada RSUD Andi
Makkasau Kota Parepare, meliputi:
1. Pelayanan Administrasi dan Sentral Opname (Rekam Medik)
2. Pelayanan Rawat Jalan:
a. Pelayanan Medik Umum
b. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut
c. Pelayanan Medik Spesialistik, antara lain:
1) Spesialis penyakit dalam
2) Spesialis bedah
3) Spesialis kebidanan dan penyakit kandungan
4) Spesialis anak
5) Spesialis THT
6) Spesialis mata
7) Spesialis kulit dan kelamin
8) Spesialis saraf
9) Spesialis jiwa
10) Spesialis anastesi
11) Spesialis radiologi
12) Spesialis patologi klinik
13) Spesialis bedah tulang (ortopedi)
14) Spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah (sekali sebulan).
3. Pelayanan Perawatan (Rawat Inap) dengan kapasitas jumlah tempat tidur
sebanyak 172 meliputi:
a. Instalasi Rawat Darurat
b. Intensive Care Unit
c. Nicu
d. Rawat Inap Bangsal
e. Kamar Bersalin
f. Hemodialisa
g. Rawat Inap VIP
h. Cardiac Centre.
4. Pelayanan Penunjang Medik, meliputi:
a. Pelayanan Radiologi
b. Pelayanan Laboratorium
c. Pelayanan Farmasi
d. Pelayanan Gizi
e. Pelayanan Rehabilitasi Medik (Fisioterapi).
12 . Ketenagaan
Aparatur dituntut untuk memiliki kemampuan dan keahlian untuk
memahami dan menerjemahkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat kedalam
kegiatan dan program pelayanan. Untuk memberikan pelayanan publik yang
berkualitas tentu didukung oleh tenaga yang berkompeten. Adapun
Perkembangan komposisi tenaga Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau
Kota Parepare selama 5 (lima) tahun terakhir sebagai berikut:
Tabel Perkembangan Ketenagaan RSUD Andi Makkasau
NO KETENAGAAN 2007 2008 2009 2010 2011
1 Tenaga Medis :
1. Dokter Spesialis 11 19 19 22 16
2. Dokter Umum 10 12 14 14 12
3. Dokter Gigi 3 3 3 3 3
SUB TOTAL 1 24 34 36 39 31
2 Tenaga Paramedis :
1. S2 0 0 0 0 0
2. S1 Kep / Ners 4 4 8 10 12
3. S1 Kep 2 14 19 44 44
4. DIV Perawat Anastesi 0 0 0 0 1
5. DIII 94 70 95 109 110
6. D1 Bidan 2 15 16 15 7
7. SPK 37 28 19 9 10
SUB TOTAL 2 139 131 157 187 184
3 Tenaga Paramedis Non
Perawatan :
1. S2 0 0 0 0 6
2. S1 16 14 17 8 19
3. DIII 28 28 34 48 68
4. D1 3 3 3 4 4
5. SLTA / Sederajat 3 3 2 0 0
SUB TOTAL 3 50 48 56 60 93
4 Tenaga Non Medis :
1. S2 3 6 7 7 5
2. S1 14 11 11 24 17
3. DIII 1 2 1 3 5
4. SLTA / Sederajat 32 40 45 49 47
5. SMP 0 7 8 2 3
6. SD 0 10 10 10 9
7. D1 0 1 1 0 0
SUB TOTAL 4 50 77 83 95 86
JUMLAH 263 290 332 381 394
Sumber : RSUD Andi Makkasau Parepare 2012.
Adapun perincian Dokter Spesialis pada Rumah Sakit Umum
Daerah Andi Makkasau Kota Parepare untuk tahun 2011 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
NO DOKTER SPESIALIS JUMLAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Dokter Spesialis Anak
Dokter Spesialis Bedah
Dokter Spesialis Obgyn
Dokter Spesialis Interna
Dokter Spesialis Bedah Tulang
Dokter Spesialis THT
Dokter Spesialis Mata
Dokter Spesialis Kulit Kelamin
Dokter Spesialis Syaraf
Dokter Spesialis Jiwa
Dokter Spesialis Patologi Klinik
3
3
3
3
1
2
1
1
2
1
1
Jumlah Seluruh Dokter Spesialis 21
Sumber : RSUD Andi Makkasau Parepare 2012.
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa selama 5 (lima) tahun
terakhir terjadi kenaikan jumlah pegawai dari segi kuantitas, trend
meningkat setiap tahun. Hal ini disebabkan karena kebutuhan tenaga
kesehatan juga meningkat. Kekurangan tenaga tersebut dapat
diakomodir dalam penerimaan CPNSD sesuai dengan kebutuhan
ketenagaan Rumah Sakit. Selain itu penerimaan tenaga sukarela juga
dilaksanakan untuk menutupi kebutuhan tenaga yang tidak terakomodir
dalam penerimaan CPNSD. Selain itu, motivasi yang telah dilakukan
kepada pegawai/karyawan Rumah Sakit dalam usaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan antara lain setiap tahun diadakan
pemberian penghargaan kepada pegawai/karyawan yang berprestasi,
antara lain:
1. Dokter Teladan
2. Paramedis Perawatan teladan
3. Paramedis Non Perawatan teladan
4. Tenaga Administrasi teladan
5. Tenaga Kontrak teladan
6. Cleaning Service teladan
7. Sopir teladan
8. Satpam teladan
9. Ruangan terbersih.
13. KERJASAMA DENGAN PIHAK LAIN
1. Bidang Pendidikan :
a. Kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar:
dalam hal pendidikan dan praktek kerja untuk Dokter Residen
Ahli bagi dokter yang ingin mengambil dokter spesialisnya,
antara lain Dokter Residen Bedah, Obgyn, dan Orthopedi serta
bagi Dokter Coast yang ingin mengambil profesi dokternya..
b. Kerjasama dengan lembaga pendidikan lainnya seperti AKPER,
AKBID, AKFIS, ATRO, SMAK, dan lain-lain : dalam hal Praktik
Klinik Keperawatan dan Praktik Kilinik.
B. Penyajian data dan Pembahasan
Integritas pelayanan publik dapat diartikan sebagai wujud komitmen
pemerintah guna memberikan layanan yang prima kepada masyarakat dengan
mengedepankan integritas dan moralitas sebagai basis untuk mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Integitas pelayanan publik terkait
dengan komitmen antara pemerintah sebagai provider dengan masyarakat
sebagai pengguna layanan. Integritas street level bureucrats dalam penelitian
ini diukur berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan
menggunakan indikator yaitu,(a) Prosedur pelayanan (b) Perilaku petugas
pelayanan (c) sarana dan prasarana.
1. Gambaran Integritas Street Level Bureucrats pada Pelayanan Pasien
Rawat Jalan Program Kesehatan Gratis di Rumah Sakit Umum Daerah
Andi Makkasau Kota Parepare.
Pelayanan pasien rawat jalan merupakan salah satu unit kerja di Rumah
Sakit yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam
pelayanan. Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk
memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari
seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk
menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang
tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya. Untuk mendapatkan
gambaran mengenai integritas street level bureucrats dalam pelayanan pasien
kesehatan gratis rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau
Kota Parepare yang dilihat dari Standar Operating Prosedure dengan
menggunakan indikator yaitu, prosedur pelayanan, perilaku petugas
pelayanan, sarana dan prasarana. Adapun prosedur pelayanan pasien rawat
jalan program kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau
Kota Parepare, sebagai berikut:
a) Prosedur pelayanan
Sesuai dengan prosedur pelayanan, pasien yang ingin mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum Daerah Andi Makkasau
Kota Parepare harus melalui tahap demi tahap dalam pengurusan tersebut.
Adapun prosedur dalam pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum
Daerah Andi Makkasau Kota Parepare, sebagai berikut:
1. Pasien mendaftar di loket pendaftaran dengan memperlihatkan KTP dan
Kartu Keluarga serta surat rujukan dari Puskesmas. Di loket pendaftaran
pasien akan mendapatkan kwitansi daftar periksa untuk dibawa ke poliklinik.
2. Kwitansi daftar periksa dibawa pasien menuju poliklinik yang dituju. Di
poliklinik, perawat atau petugas poliklinik mencatat tentang keluhan pasien
dan pemeriksaan yang diperlukan.
3. Dokter melakukan pemeriksaan medis kepada pasien dan penulisan hasil–
hasil pemeriksaannya dan menuliskan resep obat yang diberikan kepada
pasien. Apabila selama pemeriksaan dokter diperlukan pemeriksaan
penunjang, dokter mencatat dan membuat surat pada permintaan periksa
penunjang.
4. Pasien yang mendapatkan permintaan periksa penunjang, pasien menuju ke
instalasi pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan pemeriksaan
penunjang. Hasil pemeriksaan penunjang dicatat pada data hasil periksa
penunjang.
5. Pasien yang mendapatkan resep dapat langsung pulang dan resep dapat
dilayani di Apotik rumah sakit.
Berbicara mengenai prosedur pelayanan pasien rawat jalan program
kesehatan gratis maka peneliti menggunakan prinsip kesederhanaan,
kejelasan, dan kepastian waktu.
1. Kesederhanaan
Kesederhanaan merupakan prosedur pelayanan publik yang tidak
berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. Berdasarkan hasil
observasi peneliti terhadap kesederhanaan prosedur pelayanan pasien rawat
jalan program kesehatan gratis, menunjukkan bahwa prinsip kesederhanaan
telah terpenuhi dalam pelayanan pasien rawat jalan program kesehatan gratis.
Hal ini terlihat dengan adanya petugas yang menyediakan papan informasi di
depan loket mengenai syarat administrasi untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis.
Menurut pengamatan peneliti (tanggal 12 November– 22 November
2012), petugas telah menyediakan satu loket khusus untuk melayani
masyarakat yang ingin menggunakan layanan kesehatan gratis. Dengan
adanya loket tersebut sangat memudahkan masyarakat yang ingin
menggunakan layanan kesehatan gratis, mereka tidak kesulitan lagi mencari
tempat memasukkan berkasnya.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kesederhanaan prosedur dalam
pelayanan kesehatan gratis, maka peneliti mengadakan wawancara dengan
pasien rawat jalan program kesehatan gratis.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial IR
mengemukakan bahwa:
’’ ……Dalam masalah prosedur pelayanan kesehatan di sini saya lihat
tidak berbelit-belit karena cukup datang ke loket, disitu nanti akan diminta
persyaratan administrasi oleh petugas”.(Hasil wawancara, 12 November
2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial RS mengemukakan
bahwa:
’’……cepat dilayani, tidak ada kesulitan dalam pelayanan
administrasinya”. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 orang informan, umumnya
mereka menjawab bahwa petugas memberikan kemudahan dalam masalah
prosedur pelayanan kesehatan gratis. Masyarakat pengguna layanan juga
sudah mengetahui dan memahami tata cara mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis.
2. Kejelasan
Kejelasan prosedur pelayanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah persyaratan teknis dan administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan
pelayanan rawat jalan program kesehatan gratis di RSUD Andi Makkasau Kota
Parepare. Ketentuan adanya persyaratan sebenarnya mengacu kepada
terlaksananya pencapaian ketertiban dan menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan yang secara administrasi melanggar aturan dan prosedur yang telah
ditetapkan, sehingga pasien mempunyai kepastian dan keadilan untuk
memperoleh pelayanan.
Menurut pengamatan peneliti (tanggal 12 November–22 November
2012), prosedur untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan program kesehatan
gratis di Poliklinik Rumah sakit Umum Andi Makkasau sangatlah jelas, yaitu
masyarakat yang ingin mendapatkan layanan kesehatan gratis hanya
menunjukkan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
serta surat rujukan dari Puskesmas masing-masing 3 lembar. Petugas di
bagian pendaftaran melakukan pemeriksaan kelengkapan administrasi pasien
yang mendaftar, apabila berkas pasien tidak lengkap maka petugas menyuruh
pasien untuk melengkapi berkasnya. Apabila pasien tidak bisa melengkapi
berkasnya maka petugas menawarkan berobat pasien umum/pasien membayar
obat dan alat kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial IR, mengemukakan bahwa:
’’………Persyaratannya saya kira cukup mudah dan jelas, saya hanya
diminta menunjukkan foto copy KTP dan KK serta surat rujukan dari
Puskesmas masing-masing 3 lembar”.(Hasil wawancara, 12 November
2012).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pasien rawat jalan
berinisial RS beliau mengemukakan bahwa:
” ……..Tidak susahji pengurusan berkasnya disini, karena yang dibutuhkan cuma foto copy KTP dan KK, tapi yang susah itu surat rujukan karena harus ke Puskesmas dulu mengurus surat rujukan setelah itu ke Rumah Sakit”. (Hasil wawancara, 13 November 2012)
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap10 orang informan
mengenai kejelasan prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis,
pada umumnya merasa bahwa prosedur pelayanan untuk mendapatkan
layanan kesehatan gratis di Poliklinik Rumah Sakit Umum Andi Makkasau
cukup jelas. Akan tetapi, timbul image bahwa masyarakat yang mampu juga
bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Hal ini dikarenakan
persyaratannya yang cukup mudah, hanya dengan melampirkan foto copy KTP
dan Kartu Keluarga sudah bisa menikmati pelayanan kesehatan gratis tanpa
memandang latar belakang status ekonomi. Padahal keadilan sosial tidak
hanya berkaitan dengan kita memperoleh pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan medisnya tetapi juga kewajiban membayar sesuai dengan
kemampuan ekonominya.
3. Kepastian Waktu .
Kepastian waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, jadwal
pelayanan terhadap kepada pasien yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
setempat dengan mengacu pada peraturan- peraturan yang berlaku.
Kepastian waktu merupakan penyelesaian tugas pekerjaan atau
pencapaian tingkat output yang didasari pada batas waktu yang ditentukan.
Pengertian tersebut mengandung arti bahwa setiap pelaksana tugas bidang
memiliki tanggung jawab menyelesaikan setiap tugas dengan tepat waktu, tidak
menunda sebagaimana tugas yang dibebankan tanpa harus menunggu pada
suatu kesempatan lain.
Mengenai masalah kepastian waktu dalam pelayanan kesehatan gratis,
berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12 November–22 November 2012)
menunjukkan bahwa petugas memberikan pelayanan berdasarkan jadwal
pelayanan umum yakni 6 hari kerja mulai jam 08.00 sampai jam 12.00 siang.
Petugas membuka loket pendaftaran dan melayani masyarakat mulai jam 08.00
pagi sampai dengan jam 12.00 siang. Terlihat apabila pengguna layanan
datang ke loket khusus pasien program layanan kesehatan gratis dan
membawa kelengkapan berkasnya, mereka lansung dilayani oleh petugas.
Kalau pasien tidak membawa kelengkapan administrasi, maka petugas
meminta kepada pasien untuk melengkapi berkasnya. Apabila pasien tidak
bisa melengkapi berkasnya maka petugas memasukkan pasien kedalam
kategori umum dan tidak berhak menerima layanan kesehatan gratis di Rumah
Sakit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial
IR mengemukakan bahwa :
’’………Sebetulnya tidak butuh waktu lama untuk pengurusan mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, karena para petugas akan langsung memberikan pelayanan, jika berkas telah lengkap kecuali banyak yang antri maka kita harus menunggu. (Hasil wawancara, 12 November 2012).
Hasil wawancara dengan peneliti dengan salah seorang informan RS
mengemukakan bahwa :
’’……..Saya lihat pelayanannya mulai jam 8.00 pagi, sudah ada petugas diloket untuk melayani pengurusan administrasi, kalau untuk pengurusan administrasi tidak butuh waktu lama karena petugas kalau berkas administrasi kita sudah lengkap maka mereka lansung melayani dan mengarahkan ketahap selanjutnya yang harus dilalui. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang informan
mengenai kepastian waktu dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis,
pada umumnya mereka merasa bahwa petugas memberikan kepastian waktu
dalam hal prosedur pelayanan administrasi, dengan adanya indikasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan
gratis.
(b) Perilaku aparat pelayanan publik
Mengenai perilaku petugas pelayanan kesehatan terhadap pasien
kesehatan gratis di Poliklinik Rumah Sakit Andi Makkasau Kota Parepare, maka
peneliti menggunakan prinsip tidak diskriminatif, kejujuran, kecermatan,
kedisiplinan,kesopanan, dan keramahan.
1. Tidak diskriminatif
Keadilan merupakan kualitas yang dicari dalam pelayanan kesehatan
gratis. Oleh sebab itu petugas kesehatan haruslah bersikap adil, petugas yang
adil akan melaksanakan aturan-aturan dengan baik, dan tidak diskriminatif
dalam pelayanan. Tidak disminatif dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
pemberian pelayanan yang tidak membedakan golongan maupun status
pasien, dalam hal ini petugas yang ada di Rumah Sakit Andi Makkasau harus
menunjukkan sikap adil, jangan sampai terjadi diskriminasi antara pasien
kesehatan gratis dengan pasien umum yang dilakukan oleh petugas layanan.
Keadilan yang ada dalam pelayanan publik yang berkualitas dapat dilihat dari
perlakuan yang sama yang diterima oleh masyarakat dalam praktek pelayanan
publik. Sebagai pasien berarti pengguna produk kesehatan mempunyai hak-hak
seperti: hak kenyamanan, keamanan, memilih, didengar keluhannya, informasi
yang benar dan tidak diskriminatif.
Mengenai perilaku tidak diskriminatif petugas layanan kesehatan
terhadap pasien rawat jalan, maka peneliti melakukan observasi di Poliklinik
Rumah Sakit Andi Makkasau. Berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12
November–22 November 2012), terlihat bahwa petugas pelayanan kesehatan
yang bertugas di Poliklinik sudah maksimal dalam melayani pasien kesehatan
gratis. Hal ini terlihat dari perilaku petugas yang tidak membeda-bedakan
antara pasien kesehatan gratis dengan pasien umum, pelayanan pasien
kesehatan gratis dengan pasien umum disatukan dalam satu ruangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial IR
mengemukakan bahwa:
” …….Pelayanan di poliklinik sama saja, saya lihat dokter tidak membeda-bedakan antara pasien yang bayar dan berobat gratis, dokter memeriksa dan memberikan pelayanan sesuai dengan keluhan saya ”.(Hasil wawancara, 12 November 2012).
Mengenai perilaku petugas pelayanan yang tidak diskriminasi dalam
memberikan pelayanan, informan yang diwawancarai berinisial RS
mengemukakan bahwa:
’’ …….Dokter memeriksa saya dengan ramah dan penuh senyuman meskipun saya ini pasien kesehatan gratis, sehingga saya merasa senang datang berobat disini’’. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan 10 orang informan, umumnya mereka
menjawab bahwa perilaku petugas pelayanan sudah maksimal dalam
memberikan pelayanan kepada pasien kesehatan gratis, petugas juga tidak
membeda-bedakan dengan pelayanan pasien kesehatan gratis dengan pasien
umum yang ada di Poliklinik Rumah Sakit Andi Makkasau Kota Parepare.
2. Kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu asas yang penting untuk dapat
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada dalam pelayanan kesehatan.
Berlandaskan kejujuran ini para petugas berkewajiban untuk memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, yakni sesuai standar
profesinya. Penggunaan berbagai sarana yang tersedia pada institusi
pelayanan kesehatan, hanya dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien yang
bersangkutan.
Disamping itu, berlakunya prinsip ini juga merupakan dasar bagi
terlaksananya penyampaian informasi yang benar. Kejujuran dalam
menyampaikan informasi sudah barang tentu akan sangat membantu dalam
kesembuhan pasien. Kebenaran informasi ini sangat berhubungan dengan hak
setiap manusia untuk mengetahui kebenaran. Adapun jenis pelayanan
kesehatan gratis/yang ditanggung di Rumah Sakit Umum Andi Makkasau Kota
Parepare, sebagai berikut:
a) Konsultasi kesehatan, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh
dokter spesialis/umum.
b) Rehabilitasi medik.
c) Penunjang diagnostik, laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
d) Tindakan medis kecil dan sedang.
e) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan.
f) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca
persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya.
g) Pemberian obat yang mengacu pada ketentuan (obat generik)
h) Pelayanan darah (3 bagian/kantong).
i) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.
Mengenai kejujuran petugas maka peneliti mengadakan wawancara
kepada informan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan
berinisial IR mengemukakan bahwa :
”…......Petugas tidak menjelaskan kalau ada obat yang dibeli, memang sih,,,,ada juga obat yang disiapkan oleh petugas di Apotik tetapi itu
terbatas, kalau tidak ada obatnya yang tersedia di Apotik maka saya beli diluar,disini petugas pelayanan tidak menjelaskan jenis pelayanan yang mana yang gratis sehingga saya mengira semua pelayanannya gratis termasuk saya mengira obatnya juga gratis, ternyata disuruh untuk membeli obat, katanya gratis tapi kenapa disuruh membeli obat”. (Hasil wawancara, 12 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial RS
mengemukakan bahwa :
’’………Ada juga resep obat yang diberikan oleh dokter yang tidak tersedia di Apotik Rumah Sakit dan itu dibeli di Apotik luar Rumah Sakit, sehingga saya membeli obat dengan menggunakan uang pribadi”. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, menunjukkan bahwa kejujuran
petugas untuk menjelaskan mengenai kejelasan biaya dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis adalah masalah yang dikeluhkan oleh sebagian
pengguna layanan kesehatan gratis, petugas pelayanan tidak menjelaskan
tentang jenis obat yang mana yang gratis. Para pasien mengira bahwa dengan
pelayanan kesehatan gratis, mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi, tetapi
kenyataannya mereka tetap harus mengeluarkan biaya terutama resep obat
yang dibeli.
3. Kecermatan
Mengenai kecermatan petugas sangat penting untuk diperhatikan, sebab
salah satu tolak ukur untuk menilai sebuah pelayanan adalah bagaimana
kecermatan petugas melayani pasien pengguna layanan, sebab tidak ada
seorang pun konsumen yang mau menunggu proses pelayanan berlarut-larut.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial IR mengemukakan bahwa:
’’……Iya ,dokternya cukup teliti kalau melayani’’. (Hasil wawancara, 12 November 2012)
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial RS mengemukakan bahwa:
”……..Saya setiap bulan rutin ke Rumah Sakit, dokternya memeriksa saya sesuai dengan keluhan penyakit yang saya alami, resep obat yang diberikan oleh dokter sangat membantu kesembuhan penyakit yang saya derita ”. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Dari hasil wawancara peneliti dengan pasien pengguna layanan
kesehatan gratis dapat diketahui bahwa petugas memberikan pelayanan
kepada pasien sudah menunjukkan ketelitian, kecermatan dibutuhkan dalam
pelayanan demi kepuasan pasien.
4. Kedisiplinan,Kesopanan, dan keramahan
Kedisiplinan yang dimaksud adalah kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai
ketentuan yang berlaku, sebab keberhasilan dari suatu pekerjaan sangat
ditunjang oleh proses pelaksanaan pekerjaan itu sendiri dan untuk menjamin
keberhasilan tersebut, maka setiap petugas harus menanamkan sikap disiplin
dalam dirinya, baik disiplin waktu, disiplin terhadap pekerjaan, maupun tugas
lainnya.
Niat untuk mentaati peraturan merupakan suatu atau kemauan untuk
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin
kerja ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati
peraturan. Artinya orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak
semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi
juga mempunyai kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-
peraturan organisasi.
Berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12 November–22 November
2012), terlihat petugas memberikan pelayanan yakni 6 hari kerja mulai jam
08.00 sampai jam 12.00 siang, petugas di Poliklinik datang sesuai dengan
waktu pelayanan yang dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 12.00 wita.
Untuk mengetahui mengenai kedisiplinan petugas kepada pasien kesehatan
gratis maka peneliti mengadakan wawancara kepada pengguna layanan
kesehatan gratis di Poliklinik.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial IR mengemukakan bahwa :
’’……..Yang lama itu pengurusan administrasinya karena harus antri dibagian pendaftaran, dokternya cepat datang, bahkan sudah ada diruangan pemeriksaan sebelum saya datang untuk periksa.” (Hasil wawancara, 12 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial RS
mengemukakan bahwa :
’’…….Tidak butuh waktu lama untuk menunggu dokter, dokternya datang sesuai dengan jam kantor (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Mengenai kesopanan dan keramahan petugas yang dimaksudkan
adalah sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada
pasien secara sopan, ramah serta saling menghargai dan menghormati. Sikap
dan perilaku sopan, ramah, saling menghargai dan menghormati antara
petugas layanan dan pasien adalah perwujudan hak asasi manusia. Disamping
itu, manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap interaksinya dengan orang
lain terjalin dengan baik, bukan saja faktor skill medis saja yang perlu
ditingkatkan. Namun, juga aspek psikomotorik dan penampilan pelayanan
seperti sikap yang ramah, terbuka, jujur dan tidak menuntut imbalan ketika
melayani.
Dari hasil observasi peneliti, terlihat petugas layanan dalam memberikan
pelayanan cukup sopan dan petugas layanan cenderung membantu pasien
dalam memperoleh akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial IR mengemukakan
bahwa:
’’……….Dokternya memberikan pelayanan dengan ramah, saya baru masuk didepan pintu, dokternya lansung menyambut dengan senyuman’’. (Hasil wawancara, 12 November 2012)
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial RS
mengemukakan bahwa:
’’………..Iya, petugas yang berada di ruang pemeriksaan pasien,
melakukan pemeriksaan dengan ramah”. (Hasil wawancara, 13
November 2012).
Dari hasil wawancara dilakukan peneliti terhadap 10 orang informan,
umumnya menjawab bahwa petugas layanan berlaku sopan dan ramah dalam
memberikan pelayanan. Masyarakat pengguna layanan merasa puas dengan
sikap dan perilaku petugas.
(c) Tersedianya sarana dan prasarana.
Mengenai sarana dan prasarana maka peneliti menggunakan prinsip
kelengkapan sarana dan prasarana, akurasi, keamanan dan kenyamanan.
1. Kelengkapan Sarana dan prasarana
Secara umum dalam sebuah instansi kesehatan sarana itu merupakan
salah satu bagian dari lingkungan kerja yang akan mempengaruhi mutu lama
pelayanan kesehatan yang diberikan, sarana merupakan aset sebuah
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan adanya sarana yang
lengkap, maka tenaga kesehatan akan mudah untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pemberi pelayanan kesehatan, selain itu dengan sarana
kesehatan yang memadai juga akan mempengaruhi profesional kerja tenaga
kesehatan dan mendatangkan kepuasan pada pasien yang datang untuk
berobat . Hal lain yang juga dapat disimpulkan bahwa semakin lengkap
sarana/fasilitas dalam melaksanakan pelayanan , maka akan semakin puas
pasien yang dirawat, sebaliknya semakin kurang sarana/fasilitas, maka akan
semakin kurang puas pasien terhadap pelayanan kesehatan dan akan semakin
lambat proses lama pelayanan kesehatan yang diberikan. Ruangan
pemeriksaan yang bersih akan membuat pasien merasa nyaman dan tenang.
Mengenai masalah sarana dan prasarana yang terdapat di Poliklinik
Rumah Sakit Andi Makkasau untuk pelayanan pasien kesehatan gratis,
menurut pengamatan peneliti (tanggal 12 November–22 November 2012),
terlihat sudah memadai, hal ini terlihat dari kondisi peralatan yang lengkap,
fasiltas ruang tunggu telah representatif, ruangan pengobatan yang luas, serta
ketersedian Apotik di Poliklinik.
Dari hasil wawancara dengan pasien informan berinisial IR
mengemukakan bahwa :
’’ ……..Yang saya ketahui, Rumah Sakit tipe C inilah yang lengkap
fasilitasnya, olehnya itu saya datang berobat disini”. (Hasil wawancara,
12 November 2012).
Hasil wawancara dengan informan berinisial RS mengemukakan bahwa :
’’............Saya lebih memilih berobat di Rumah Sakit daripada di Puskesmas, karena di Puskesmas itu tidak ada dokter spesialis yang ada hanya dokter umum. Sangat beda di Rumah Sakit, banyak dokter spesialis yang ditunjang dengan fasilitas yang memadai ”. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang
informan, umumnya mereka menjawab bahwa sarana dan prasarana yang
diberikan oleh petugas pelayanan di Poliklinik sudah memadai dan masyarakat
juga merasa puas.
2. Akurasi
Akurasi merupakan produk pelayanan publik diterima dengan benar,
tepat dan sah. Pelayanan kesehatan yang diberikan di Rumah Sakit sesuai
dengan prosedur dan petunjuk penyelenggaraan program kesehatan gratis.
Berdasarkan pengamatan peneliti, petugas pelayanan berusaha memberikan
produk pelayanan sesuai dengan prosedur dan petunjuk penyelenggaraan
program kesehatan gratis.
3. Keamanan dan kenyamanan
Kenyamanan yang dimaksud adalah kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapih, dan teratur, sehingga dapat memberikan rasa
nyaman kepada penerima pelayanan. Kenyamanan lingkungan pelayanan yang
demikian itu biasanya terwujud apabila tersedia fasilitas kerja dan pelayanan
yang memadai, yang pada gilirannya akan menciptakan suasana kerja dan
pelayanan secara nyaman, sehingga akan mengurangi kejenuhan dan
kebosanan, seperti fasilitas bangunan atau gedung, peralatan kerja atau ruang
kerja yang menarik dan menyenangkan dalam arti cukup arti luas dan lapang,
serta teratur dan tertata rapih. Adapun dalam masalah kenyamanan adalah
terjaminnya tingkat keamanan lingkungan ataupun sarana yang digunakan
sehingga pasien merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap
resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Di lain pihak
kondisi lingkungan yang kondusif, aman dan tenteram adalah dambaan
pemerintah dan pasien dalam mengawal keberlansungan pembangunan.
Berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12 November–22 November
2012), terlihat petugas keamanan yang senantiasa menjaga keamanan di
lingkungan Rumah Sakit. Selain itu terdapat tempat duduk di ruang tunggu
yang luas dan bersih bagi pasien yang sementara menunggu giliran untuk
diperiksa, begitu juga dengan ruang pemeriksaan pasien yang luas.
Mengenai keamanan dan kenyamanan sarana dan prasarana yang
diberikan oleh petugas pelayanan kesehatan maka peneliti mengadakan
wawancara dengan pengguna layanan kesehatan gratis.
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial IR mengemukakan
bahwa :
”……..Kalau masalah keamanan, di Rumah Sakit ini cukup aman karena ada satpam yang jaga di pintu gerbang Rumah Sakit. Di poliklinik, ruang tunggunya luas dan bersih”. (Hasil wawancara, 12 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan salah seorang informan RS
mengemukakan bahwa :
’’………Ruang untuk pemeriksaan pasien cukup luas, dilengkapi dengan AC, kalau masalah keamanan saya kira tidak ada masalah’’. (Hasil wawancara, 13 November 2012).
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang
informan, umumnya informan menjawab merasa puas dengan kondisi
keamanan dan kenyamanan di Poliklinik .
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, umumnya prinsip-
prinsip tersebut telah terpenuhi dengan baik kecuali prinsip kejujuran. Prinsip
kejujuran tidak terpenuhi karena pasien menganggap tidak adanya kejelasan
biaya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Para pasien mengira
bahwa dengan pelayanan kesehatan gratis, mereka tidak perlu mengeluarkan
biaya lagi, tetapi kenyataannya mereka tetap harus mengeluarkan biaya
terutama resep obat yang dibeli.
2. Gambaran Integritas Pelayanan Pasien Rawat inap Program Kesehatan
Gratis.
Pelayanan rawat inap adalah adalah pelayanan pasien yang perlu
menginap dengan cara menempati tempat tidur untuk keperluan observasi,
diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan,
penyakit kronis atau rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan
memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya
setiap hari. Dalam prosedur pelayanan pasien kesehatan gratis untuk pasien
rawat inap ditempatkan di ruang perawatan kelas III dan obat yang diberikan
adalah obat generik.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai integritas pelayanan petugas
terhadap pasien rawat inap program kesehatan gratis maka peneliti
menggunakan standard operating prosedure yang dilihat dari (prosedur
pelayanan, perilaku petugas, dan sarana dan prasarana) yang dihubungkan
dengan prinsip-prinsip pelayanan. Adapun pasien rawat inap program
kesehatan gratis yang diteliti adalah, pasien penyakit dalam, pasien bedah, dan
pasien ibu hamil dan anak.
a. Pasien Penyakit Dalam
Untuk meneliti gambaran integritas pelayanan petugas terhadap pasien
penyakit dalam, maka peneliti menggunakan standar operasional prosedur
yang dilihat dari (prosedur pelayanan, perilaku petugas, dan sarana dan
prasarana) yang dihubungkan dengan prinsip-prinsip pelayanan.
1) Prosedur pelayanan
Dalam hal persyaratan mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, pasien
diwajibkan taat akan prosedur yang telah ditetapkan. Adapun prosedur untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Ruang Rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Andi Makkasau Kota Parepare, sebagai berikut:
a. Pasien yang membutuhkan perawatan inap atas sesuai indikasi medis
akan mendapatkan surat perintah rawat inap dari dokter spesialis RS
atau dari UGD.
b. Surat perintah rawat inap akan ditindak lanjuti dengan mendatangi
bagian pendaftaran untuk konfirmasi ruangan sesuai hak peserta
sehingga peserta bisa langsung dirawat. Meminta foto copy KTP, kartu
keluarga, dan surat rujukan dari Puskesmas (kecuali kasus emergency).
c. Bila syarat adiminstrasi belum lengkap, keluarga/penanggung-jawab
pasien diberi waktu maksimal 2x24 jam untuk memenuhi persyaratannya
(selama pasien rawat inap). Jika tidak dipenuhi, pasien dianggap umum.
d. Seluruh berkas administrasi rawat inap yang telah rampung diberikan ke
bagian rekam medik untuk dicarikan berkas Status Pasien Rawat Inap
sesuai dengan Nomor Rekam Medik dan selanjutnya Status Pasien
Rawat Inap diantarkan oleh petugas Rekam Medis ke IGD/POLI yang
dituju.
e. Petugas Rekam Medik mencatat di buku kunjungan pasien dan memberi
tanda Rawat Inap.
f. Petugas di bagian pendaftaran menginformasikan ke bagian rawat inap
mengenai kamar yang akan dipergunakan pasien guna mempersiapkan
segala kelengkapan dan fasilitasnya.
g. Perawat mempersiapkan ruangan pasien baru. Setelah ruang rawat inap
siap, perawat memberitahu receptionist bahwa ruangan telah siap untuk
ditempati.
h. Petugas bagian pendaftaran memberitahu perawat POLI/IGD ruangan
yang telah dipersiapkan.
i. Perawat POLI/IGD mengantar pasien ke ruangan rawat inap.
Berbicara mengenai prosedur pelayanan kesehatan gratis maka peneliti
menggunakan prinsip kesederhanaan, kejelasan, dan kepastian waktu.
a. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip kesederhanaan merupakan prosedur pelayanan kesehatan gratis
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan, berbicara
masalah kesederhanaan berdasarkan hasil observasi peneliti (tanggal 12
November–22 November 2012), menunjukkan bahwa prosedur untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis tidak berbelit-belit. Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai kesederhanaan prosedur dalam pelayanan kesehatan
gratis maka peneliti mengadakan wawancara dengan informan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial ID mengemukakan bahwa:
’’ ……Waktu saya mengurus mertua disini, saya tidak mengalami
kesulitan. Langsung datang ke loket pendaftaran, disana petugas telah
menyiapkan satu loket khusus untuk pasien kesehatan gratis yang ingin
mengurus berkas”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial RM
mengemukakan bahwa:
’’……Kalau masalah prosedur mendapatkan layanan di Rumah Sakit ini
saya sudah paham dan juga cukup mudah. Saya datang saja ke loket
pendaftaran dan disana petugas meminta kelengkapan administrasi”.
(Hasil wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara dengan 10 orang informan, pada umumnya
mengatakan bahwa para petugas memberikan kemudahan dalam masalah
prosedur pelayanan kesehatan gratis. Masyarakat pengguna layanan juga
sudah mengetahui dan memahami tata cara mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis.
b. Prinsip Kejelasan
Kejelasan prosedur yang dimaksud disini adalah persyaratan teknis dan
administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan rawat inap
program kesehatan gratis.
Menurut pengamatan peneliti, prosedur untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis di Ruang rawat inap Rumah sakit Andi Makkasau, yaitu pasien
harus menunjukkan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga
(KK) serta surat rujukan dari Puskesmas. Bagi pasien yang tidak lengkap
berkasnya maka petugas akan memberikan batas waktu untuk melengkapinya.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial ID,
mengemukakan bahwa:
’’………Petugas menyuruh saya menunjukkan foto copy Kartu tanda
penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) mertua saya serta surat
rujukan dari Puskesmas masing-masing 3 lembar ”.(Hasil wawancara, 14
November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial RM,
mengemukakan bahwa:
’’...........Katanya petugas kalau mau mendapatkan pelayanan gratis
maka harus menunjukkan foto copy KTP , foto copy KK, dan juga surat
rujukan dari Puskemas”.(Hasil wawancara, 14 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan 10 orang informan mengenai kejelasan
prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, diketahui bahwa
pada umumnya pengguna layanan mengatakan prosedur mendapatkan
pelayanan kesehatan gratis sudah jelas.
c. Prinsip Kepastian Waktu
Kepastian waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Jadwal
pelayanan terhadap kepada pasien yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
setempat dengan mengacu pada peraturan- peraturan yang berlaku. Kepastian
waktu merupakan penyelesaian tugas pekerjaan atau pencapaian tingkat output
yang didasari pada batas waktu yang ditentukan. Pengertian tersebut
mengandung arti bahwa setiap pelaksana tugas bidang memiliki tanggung
jawab menyelesaikan setiap tugas dengan tepat waktu, tidak menunda
sebagaimana tugas yang dibebankan tanpa harus menunggu pada suatu
kesempatan lain. Masalah kepastian waktu dalam prosedur pelayanan
kesehatan gratis berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12 November-22
November 2012), terlihat petugas memberikan pelayanan berdasarkan jadwal
pelayanan umum yakni setiap hari selama 24 jam. Terlihat juga apabila
pengguna layanan datang ke loket rumah sakit dan membawa kelengkapan
berkas mereka langsung dilayani oleh petugas. Apabila pasien tidak membawa
kelengkapan administrasi maka petugas memberikan waktu 2 x 24 jam untuk
melengkapi berkas administrasinya. Kalau dalam jangka waktu yang ditentukan
belum mampu menunjukkan kelengkapan berkas administrasinya maka pasien
akan dimasukkan kedalam pasien kategori umum dan tidak berhak menerima
layanan kesehatan gratis di rumah sakit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial
ID mengemukakan bahwa :
’’……..Saya lihat pelayanannya selama 24 jam untuk melayani
pengurusan administrasi. Dan untuk pengurusan administrasi tidak butuh
waktu lama. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial
RM mengemukakan bahwa :
’’..........Saya kira petugas di loket pendaftaran harus konsisten dengan
waktu, karena tempat yang pertama kali didatangi adalah loket
pendaftaran untuk mengurus persyaratan administrasi”. (Hasil
wawancara, 14 November 2012).
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
diatas maka dapat diketahui bahwa petugas memberikan kepastian waktu
dalam hal prosedur pelayanan kepada pengguna layanan kesehatan gratis
dengan adanya indikasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi kerja petugas.
2) Perilaku aparat pelayanan publik
Mengenai perilaku petugas pelayanan kesehatan terhadap pasien
kesehatan gratis di Ruang Rawat inap kelas III Rumah Sakit Andi Makkasau
Kota Parepare, maka peneliti menggunakan prinsip tidak diskriminatif,
kejujuran, kecermatan, kedisiplinan,kesopanan, dan keramahan
a. Prinsip tidak diskriminatif.
Keadilan yang ada dalam pelayanan publik yang berkualitas dapat dilihat
dari perlakuan yang sama yang diterima oleh masyarakat dalam praktek
pelayanan publik. Berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12 November–22
November 2012) mengenai perilaku tidak diskriminasi petugas menunjukkan
bahwa pasien merasa belum puas atas pelayanan yang diberikan oleh petugas
yang melayani pasien kesehatan gratis. Hal ini terlihat dari dokter yang hanya
sekali-kali melakukan kunjungan pemeriksaan terhadap pasien, perawat jarang
melakukan pelayanan terhadap pasien dan yang disuruh untuk memberikan
pelayanan adalah mahasiswa yang sedang praktek. Akan tetapi perawat akan
sangat memperhatikan pelayanan pasien kalau pasien yang dirawat adalah
anggota keluarga.
Hasil wawancara dengan salah seorang informan ID mengemukakan
bahwa:
” ………Yang selalu saya lihat datang memeriksa tekanan darah, mertua
saya, hanya mahasiswa yang sedang praktek. Perawat jarang sekali
mau melayani, kalau kita minta bantuan ke perawat, yang langsung
disuruh oleh perawat hanya mahasiswa yang sedang praktek”.(Hasil
wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara dengan salah seorang informan RM mengemukakan
bahwa:
”.........Kadang-kadang dalam satu hari itu dokter tidak datang
memeriksa, mungkin banyak pasiennya yang harus ditangani di tempat
lain”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Dari hasil wawancara peneliti terhadap 10 orang informan menunjukkan
bahwa pasien tidak puas dengan perilaku petugas. Hal ini terlihat dengan
adanya tindakan diskriminasi oleh perawat terhadap pasien rawat inap
pengguna layanan kesehatan gratis. Padahal keadilan sangat penting dalam
pelayanan, sebab kecenderungan jika pasien tidak diperlakukan secara adil
akan dapat menimbulkan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang dilakukan
oleh petugas dan menimbulkan image yang tidak baik oleh masyarakat kepada
pemerintah.
b. Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu asas yang penting untuk dapat
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada dalam pelayanan kesehatan.
Berlandaskan kejujuran ini para petugas berkewajiban untuk memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, yakni sesuai standar
profesinya. Di samping itu, berlakunya prinsip ini juga merupakan dasar bagi
terlaksananya penyampaian informasi yang benar. Kejujuran dalam
menyampaikan informasi sudah barang tentu akan sangat membantu dalam
kesembuhan pasien. Kebenaran informasi ini sangat berhubungan dengan hak
setiap manusia untuk mengetahui kebenaran.
Mengenai kejujuran petugas maka peneliti mengadakan wawancara
kepada informan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang
informan berinisial ID mengemukakan bahwa:
’’...........Petugas di loket pendaftaran meminta uang kepada saya 5000
dengan alasan untuk membayar kartu jaga pasien. Saya juga beberapa
kali membeli obat diluar karena Rumah Sakit tidak menyediakan”. (Hasil
wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara dengan salah seorang informan RM mengemukakan
bahwa:
”..........Petugas tidak menjelaskan mana pelayanan yang bayar dan yang
gratis, kami mengira semua pelayanan gratis tapi ternyata harus beli
obat diluar”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara dengan 10 orang informan mengenai
kejujuran petugas menunjukkan bahwa umumnya informan mengeluhkan
tentang adanya ketidakjelasan mengenai jenis pelayanan yang gratis. Para
informan merasa tidak puas karena ternyata masih tetap mengeluarkan biaya
untuk mendapatkan pelayanan tertentu seperti beberapa jenis obat yang harus
dibayar.
c. Prinsip kecermatan
Mengenai kecermatan petugas sangat penting untuk diperhatikan, sebab
salah satu tolak ukur untuk menilai sebuah pelayanan adalah bagaimana
kecermatan petugas melayani pasien pengguna layanan, sebab tidak ada
seorang pun konsumen yang mau menunggu proses pelayanan berlarut-larut.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan ID
mengemukakan bahwa:
’’……Disini dokter maupun perawat teliti kalau melayani, hanya satu
kekurangannya, dokternya itu cuma sekali-kali memeriksa”. (Hasil
wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial RM
mengemukakan bahwa:
”…….Kalau masalah pelayanan perawat saya lihat cukup baik, tidak
pernah saya lihat melakukan kesalahan, cuma yang saya takutkan kalau
yang melayani itu mahasiswa yang sedang praktek, mereka itu kan baru
belajar”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Dari hasil wawancara peneliti dengan 10 orang informan menunjukkan
bahwa pada umumnya pasien sudah puas dengan kecermatan petugas dalam
memberikan pelayanan. Hal yang ditakutkan oleh pasien adalah pelayanan
yang dilakukan para mahasiswa yang sedang praktek.
d. Prinsip kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Setiap petugas harus menanamkan sikap disiplin dalam dirinya, baik
disiplin waktu, disiplin terhadap pekerjaan, maupun tugas lainnya. Niat untuk
mentaati peraturan merupakan suatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh
berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya
orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh
dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai
kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan
organisasi. Untuk mengetahui mengenai kedisiplinan petugas kepada pasien
kesehatan gratis maka peneliti mengadakan wawancara kepada pasien
layanan kesehatan gratis. Waktu pelayanan petugas di ruang rawat inap kelas
III terbagi atas tiga waktu yaitu pagi (07.30-14.00), sore (14.00-21.00),dan
malam (21.00-07.30). Di setiap waktu tersebut terdapat beberapa petugas yang
memberikan pelayanan secara bergantian/shift. Namun berdasarkan
pengamatan peneliti, ada beberapa petugas yang tidak disiplin. Mereka tidak
mematuhi aturan pergantian waktu jaga. Sehingga pasien merasa tidak
mendapatkan pelayanan secara maksimal karena mereka hanya dilayani oleh
para mahasiswa yang sedang praktek. Hal ini dipertegas oleh hasil wawancara
peneliti dengan beberapa informan.
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial ID
mengemukakan bahwa :
’’………. Saya lihat ada perawat yang datang tepat waktu tapi ada juga
yang datang terlambat ( Hasil wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang keluarga pasien layanan
kesehatan gratis RM mengemukakan bahwa :
”..............Istri saya minta untuk keluar hari ini tapi dokter yang
menanganinya tidak datang hari ini jadi saya tunda sampai besok lagi
mudah-mudahan dokternya datang besok”. (Hasil wawancara,14
November 2012).
Mengenai kesopanan dan keramahan petugas yang dimaksudkan
adalah sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada
pasien secara sopan, ramah serta saling menghargai dan menghormati. Sikap
dan perilaku sopan, ramah, saling menghargai dan menghormati antara
petugas layanan dan pasien adalah perwujudan hak asasi manusia. Di samping
itu, manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap interaksinya dengan orang
lain terjalin dengan baik.
Dari hasil observasi peneliti terhadap kesopanan dan keramahan
petugas, ditemukan bahwa masih ada petugas yang kurang ramah dan tidak
sopan kepada pasien rawat inap. Perilaku petugas yang kurang ramah dan
tidak sopan adalah hal yang banyak dikeluhkan oleh pasien.
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial ID
mengemukakan bahwa:
’’.........Tergantung sebetulnya kalau dapat perawat jaga yang baik maka
baik juga, karena memang ada juga saya lihat perawat yang jaga suka
marah-marah sama pasien”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial RM
mengemukakan bahwa :
’’............Memang ada juga perawat yang baik tutur katanya, ramah
terhadap pasien tapi ada juga perawat tidak punya perhatian terhadap
pasien”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, menunjukkan bahwa
memang masih ada petugas yang kurang disiplin dalam memberikan pelayanan
kepada pasien gratis. Begitu halnya dengan sikap petugas yang kurang ramah
dan tidak sopan dalam melayani pasien kesehatan gratis adalah hal yang
dikeluhkan oleh sebagian pasien.
(3) Tersedianya sarana dan prasarana.
Mengenai sarana dan prasarana maka peneliti menggunakan prinsip
kelengkapan sarana dan prasarana, akurasi, keamanan dan kenyamanan.
a. Prinsip kelengkapan sarana.
Secara umum dalam sebuah instansi kesehatan sarana itu merupakan
salah satu bagian dari lingkungan kerja yang akan mempengaruhi mutu lama
pelayanan kesehatan yang diberikan. Sarana merupakan aset sebuah
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan adanya sarana yang
lengkap, maka tenaga kesehatan akan mudah untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pemberi lama pelayanan kesehatan. Selain itu dengan
sarana kesehatan yang memadai juga akan mempengaruhi profesional kerja
tenaga kesehatan dan mendatangkan kepuasan pada pasien yang datang
untuk berobat. Hal lain yang juga dapat disimpulkan bahwa semakin lengkap
sarana/fasilitas dalam melaksanakan pelayanan, maka akan semakin puas
pasien yang dirawat, sebaliknya semakin kurang sarana/fasilitas, maka akan
semakin kurang puas pasien terhadap pelayanan kesehatan dan akan semakin
lambat proses lama pelayanan kesehatan yang diberikan. Ruangan rawat inap
yang bersih akan membuat pasien yang dirawat merasa nyaman dan tenang.
Mulai dari kebersihan tempat tidur (seprai, bantal, dan alat medis), lantai hingga
kebersihan kamar mandi/toilet harus menjadi perhatian tenaga kesehatan.
Kebersihan toilet inilah yang kadang menjadi hal vital yang kurang diperhatikan
oleh petugas, selain karena factor kemalasan, petugas kesehatan juga ada
yang merasa jijik membersihkannya padahal sebenarnya hal itu sudah
merupakan tanggung jawabnya.
Masalah sarana dan prasarana yang terdapat di Rumah Sakit untuk
pelayanan pasien rawat inap program kesehatan gratis menurut pengamatan
peneliti (12 November-22 November 2012) kurang memadai. Hal tersebut
terlihat dari ditempatkannya pasien bertumpuk didalam satu ruangan, seprei
dan bantal yang kotor. Begitu pula dengan kondisi lantai yang kotor, ruangan
yang panas dan minim pendingin ruangan, serta toilet yang kotor dan bau yang
sangat mengganggu perawatan pasien.
Dari hasil wawancara dengan informan bernisial ID mengemukakan
bahwa :
’’........ Disini ruangannya panas, sangat mengganggu kondisi kami
sebagai penjaga pasien dan juga terhadap pasien, ditambah lagi dengan
toilet yang bau’’.(Hasil wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial RM
mengemukakan bahwa:
”.........Toiletnya tidak terawat kotor dan bau, ini sangat mengganggu
kesembuhan pasien’’.(Hasil wawancara,14 November 2012).
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang
informan menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang diberikan oleh
petugas layanan kepada pasien kesehatan gratis belum memuaskan para
pasien rawat inap program layanan kesehatan gratis.
b. Prinsip akurasi.
Akurasi merupakan produk pelayanan publik diterima dengan benar,
tepat dan sah. Sebagaimana dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan gratis
adalah semua pelayanan kesehatan dasar di kelas III rumah sakit pemerintah
daerah, yang tidak dipungut biaya dan obat yang diberikan menggunakan obat
generik. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa petugas memang sudah
menyiapkan untuk pasien rawat inap layanan kesehatan gratis yaitu ruang
perawatan kelas III.
c. Prinsip keamanan dan kenyamanan.
Kenyamanan lingkungan pelayanan yang demikian itu biasanya terwujud
apabila tersedia fasilitas kerja dan pelayanan yang memadai, yang pada
gilirannya akan menciptakan suasana kerja dan pelayanan secara nyaman,
sehingga akan mengurangi kejenuhan dan kebosanan seperti fasilitas
bangunan atau gedung, peralatan kerja atau ruang kerja yang menarik dan
menyenangkan dalam arti cukup arti luas dan lapang, serta teratur dan tertata
rapih. Di lain pihak kondisi lingkungan yang kondusif, aman dan tenteram
adalah dambaan pasien. Berdasarkan pengamatan peneliti (tanggal 12
November-22 November 2012), kenyamanan di ruang rawat inap kelas III
adalah yang dikeluhkan oleh pasien. Hal ini terlihat dari keadaan toilet di ruang
rawat inap kelas III yang kotor dan berbau, perlengkapan tempat tidur
pasien(seprei dan bantal) yang kotor, serta kondisi ruangan yang panas.
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial ID mengemukakan
bahwa :
”………Untuk masalah keamanan di Rumah Sakit ini saya rasa cukup aman, yang mengganggu kenyamanan diruang perawatan kelas III itu karna dalam satu ruangan digabung dengan beberapa pasien, di ruang kelas III ini ribut, belum lagi panas. Dan paling ribut ketika banyak penjenguk pasien”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial RM
mengemukakan bahwa :
’’............Harusnya petugas memperhatikan kebersihan toiletnya, karena
toilet yang kotor dan bau itu sangat mengganggu kenyamanan kami
(penjaga pasien) dan pasien, harusnya petugas senantiasa
membersihkan toiletnya”. (Hasil wawancara, 14 November 2012).
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti maka
diketahui bahwa kecenderungan pasien memberikan penilaian keamanan
terhadap pelayanan sudah merasa sesuai yang diharapkan oleh para
pengguna layanan kesehatan gratis. Adapun masalah kenyamanan adalah
masalah yang banyak dikeluhkan oleh pasien kesehatan gratis. Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan 10 orang informan, umumnya mereka
menjawab belum puas dengan kenyamanan di Ruang rawat inap kelas III.
b. Pasien Bedah
1) Prosedur pelayanan
Berbicara mengenai prosedur pelayanan kesehatan gratis maka peneliti
menggunakan prinsip kesederhanaan, kejelasan, dan kepastian waktu.
a. Prinsip Kesederhanaan
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kesederhanaan prosedur dalam
pelayanan kesehatan gratis maka peneliti mengadakan wawancara dengan
informan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial IS
mengemukakan bahwa:
’’ ……Kalau di loket pendaftaran itu tidak lama pengurusan berkasnya,
karna kalau sudah lengkap berkasnya petugas langsung melayani
dengan cepat”. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial HT
mengemukakan bahwa:
’’...........Saya rasa mengurus berkas tidak berbelit-belit, yang lama kalau
banyak yang antri diloket maka harus menunggu”. (Hasil wawancara, 16
November 2012).
Hasil wawancara tersebut diatas menunjukkan bahwa para petugas
memberikan kemudahan dalam masalah prosedur pelayanan kesehatan gratis
dan juga masyarakat pengguna layanan sudah mengetahui dan memahami tata
cara mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
b. Prinsip Kejelasan.
Kejelasan prosedur yang dimaksud disini adalah persyaratan teknis dan
administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di
Ruang rawat inap kelas III. Menurut pengamatan peneliti, prosedur untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Rumah sakit Andi Makkasau
sangatlah jelas, yaitu hanya dengan menunjukkan foto copy KTP dan KK serta
surat rujukan dari Puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial IS
mengemukakan bahwa:
’’………Waktu masuk pertama kali disini saya hanya diminta
menunjukkan foto copy Kartu tanda penduduk (KTP) dan Kartu keluarga
(KK) istri saya serta surat rujukan dari Puskesmas masing-masing 3
lembar ”.(Hasil wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial HT
mengemukakan bahwa:
”........Iya, yang diminta oleh petugas cuma foto copy KTP dan KK serta
surat rujukan dari Puskesmas”. Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap
informan mengenai kejelasan prosedur dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengetahui dengan
jelas prosedur dalam mendapatkan layanan kesehatan gratis.
c. Prinsip Kepastian waktu.
Kepastian waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, jadwal
pelayanan terhadap kepada pasien yang sudah ditetapkan oleh pemerintah
setempat dengan mengacu pada peraturan- peraturan yang berlaku. Kepastian
waktu merupakan penyelesaian tugas pekerjaan atau pencapaian tingkat output
yang didasari pada batas waktu yang ditentukan. Pengertian tersebut
mengandung arti bahwa setiap pelaksana tugas bidang memiliki tanggung
jawab menyelesaikan setiap tugas dengan tepat waktu, tidak menunda
sebagaimana tugas yang dibebankan tanpa harus menunggu pada suatu
kesempatan lain. Masalah kepastian waktu dalam pelayanan gratis
berdasarkan pengamatan peneliti, petugas memberikan pelayanan
berdasarkan prosedur yang pelayanan berdasarkan jadwal pelayanan umum
yakni setiap hari selama 24 jam. Terlihat apabila pengguna layanan datang ke
loket rumah sakit dan membawa kelengkapan berkas mereka langsung dilayani
oleh petugas. Kalau pasien tidak membawa kelengkapan administrasi maka
petugas memberikan waktu 2 x 24 jam untuk melengkapi berkas
administrasinya. Kalau dalam jangka waktu yang ditentukan belum mampu
menunjukkan kelengkapan berkas administrasinya maka pasien nantinya yang
dilayani dimasukkan kedalam pasien kategori umum dan tidak berhak
menerima layanan kesehatan gratis di rumah sakit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial IS
mengemukakan bahwa :
’’……..Saya lihat pelayanannya selama 24 jam untuk melayani
pengurusan administrasi. Kalau untuk pengurusan administrasi tidak
butuh waktu lama. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
”..........Saya kira bagus juga karena petugas memberi waktu untuk
melengkapi berkas bagi pasien yang berkasnya tidak lengkap.
Sebetulnya program kesehatan gratis ini sangat membantu untuk
meringankan beban kami’’. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
diatas menunjukkan bahwa petugas memberikan kepastian waktu dalam
kepada pengguna layanan kesehatan gratis. Disamping itu masyarakat juga
merasa sangat terbantu dengan program kesehatan gratis.
2) Perilaku aparat pelayanan publik
Mengenai perilaku petugas pelayanan kesehatan terhadap pasien
kesehatan gratis di Ruang Rawat Inap kelas III Rumah Sakit Andi Makkasau
Kota Parepare, maka peneliti menggunakan prinsip tidak diskriminatif,
kejujuran, kecermatan, kedisiplinan,kesopanan, dan keramahan.
a. Prinsip tidak diskriminatif
Keadilan yang ada dalam pelayanan publik yang berkualitas dapat dilihat
dari perlakuan yang sama yang diterima oleh masyarakat dalam praktek
pelayanan publik. Berdasarkan pengamatan peneliti dalam pelayanan
kesehatan gratis bahwa petugas pelayanan belum maksimal dalam melayani
pasien kesehatan gratis.
Hasil wawancara dengan salah seorang informan IS mengemukakan
bahwa:
” ……….Perawatnya jarang datang, yang sering datang memeriksa istri
saya itu hanya mahasiswa yang sedang praktek, terus terang saya takut
kalau yang memeriksa istri saya itu mahasiswa praktek”.(Hasil
wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
’’..........Perawat itu hanya datang kalau ikut serta mendampingi dokter
untuk memeriksa pasien. Kalau yang sering datang melayani pasien
hanya mahasiswa yang sedang praktek”. (Hasil wawancara, 16
November 2012).
Dari hasil observasi dan wawancara peneliti terhadap informan dapat
diketahui bahwa petugas di ruang perawatan kelas III jarang melakukan
pemeriksaan kepada pasien kesehatan gratis, padahal merupakan kewajiban
petugas untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien. Keadilan
sangat penting dalam pelayanan, sebab kecenderungan jika pasien tidak
diperlakukan secara adil akan dapat menimbulkan ketidakpuasan terhadap
pelayanan yang dilakukan oleh petugas dan menimbulkan image yang tidak
baik oleh masyarakat kepada pemerintah.
b. Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu asas yang penting untuk dapat
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada dalam pelayanan kesehatan.
Berlandaskan kejujuran ini para petugas berkewajiban untuk memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, yakni sesuai standar
profesinya. Mengenai kejujuran petugas maka peneliti mengadakan wawancara
kepada keluarga pasien.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial IS mengemukakan bahwa :
’’...........Di loket pendaftaran saya disuruh bayar 5000 katanya itu untuk
bayar kartu jaga belum lagi saya sering beli obat di Apotik pelengkap”.
(Hasil wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
’’...........Saya sudah beberapa kali beli obat di Apotik luar Rumah Sakit,
nota pembelian obat ini masih saya simpan. Mudah-mudahan uang saya
diganti karena saya kira semua pelayanannya gratis tapi ternyata harus
keluarkan biaya”.(Hasil wawancara, 16 November 2012).
Adapun kejujuran petugas untuk menjelaskan mengenai kejelasan biaya
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis adalah masalah yang
dikeluhkan oleh sebagian pengguna layanan kesehatan gratis. Dapat
dikatakan tidak memenuhi standar Integritas karena tidak adanya kejelasan
biaya yang dilakukan oleh petugas layanan terutama mengenai penjelasan
tentang jenis obat yang mana yang gratis. Berdasarkan hasil wawancara
dengan 10 orang informan, umumnya mereka mengeluhkan kejujuran petugas
dalam memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap kelas III program
kesehatan gratis.
c. Prinsip kecermatan
Mengenai kecermatan petugas sangat penting untuk diperhatikan, sebab
salah satu tolak ukur untuk menilai sebuah pelayanan adalah bagaimana
kecermatan petugas melayani pasien pengguna layanan, sebab tidak ada
seorang pun konsumen yang mau menunggu proses pelayanan berlarut-larut.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan IS
mengemukakan bahwa:
’’……Kalau dokter dan perawat yang memeriksa mereka cukup teliti
beda sekali kalau mahasiswa praktek yang memeriksa”. (Hasil
wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
”.........Iya, dokternya memang sudah profesional, tapi biasanya jarang
datang untuk memeriksa’’. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil wawancara peneliti dengan pasien pengguna layanan
kesehatan gratis dapat diketahui menunjukkan bahwa pasien merasa puas
dengan kecermatan petugas dalam melayani pasien kesehatan gratis. Namun
pasien mengeluhkan frekuensi kehadiran petugas untuk memeriksa dan
mendengarkan keluhan pasien.
d. Prinsip kedisiplinan, kesopanan dan keramahan.
Setiap petugas harus menanamkan sikap disiplin dalam dirinya, baik
disiplin waktu, disiplin terhadap pekerjaan, maupun tugas lainnya. Niat untuk
mentaati peraturan merupakan suatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh
berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya
orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh
dan taat terhadap peraturan secara kaku, tetapi juga mempunyai kehendak
(niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan organisasi. Untuk
mengetahui mengenai kedisiplinan petugas kepada pasien kesehatan gratis
maka peneliti mengadakan wawancara kepada pasien layanan kesehatan
gratis.
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial IS
mengemukakan bahwa :
’’………Ketika saya mau mengganti kantong darah istri saya, saya ke
pos piket mencari perawat ternyata saya hanya dilayani oleh mahasiswa
praktek karena perawat yang jaga sudah pulang’’. (Hasil wawancara, 16
November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
”..........Saya lihat memang ada beberapa petugas yang lebih cepat
pulang, mungkin karena ada mahasiswa praktek. (Hasil wawancara, 16
November 2012).
Mengenai kesopanan dan keramahan petugas yang dimaksudkan
adalah sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada
pasien secara sopan, ramah serta saling menghargai dan menghormati. Sikap
dan perilaku sopan, ramah, saling menghargai dan menghormati antara
petugas layanan dan pasien adalah perwujudan hak asasi manusia. Di samping
itu, manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap interaksinya dengan orang
lain terjalin dengan baik.
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial IS mengemukakan
bahwa:
’’.........Memang sih ada juga perawat yang ramah tetapi biasa juga dapat
perawat kerjanya cuma marah-marah”. (Hasil wawancara, 14 November
2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
”..........Ada juga perawat yang tidak mau memperhatikan keluhan pasien,
bahkan biasa marah-marah kalau pasien banyak keluhannya. Padahal
sebagai pasien butuh perhatian dari perawat”. (Hasil wawancara, 16
November 2012).
Dari hasil wawancara peneliti terhadap 10 orang informan mengenai
kesopanan dan keramahan petugas, umumnya mereka menjawab belum puas,
karena masih ada petugas yang kurang ramah dan tidak sopan kepada pasien
rawat inap layanan kesehatan gratis. Bahkan petugas biasanya memarahi
pasien jika terlalu banyak keluhan.
3) Tersedianya sarana dan prasarana.
Mengenai sarana dan prasarana maka peneliti menggunakan prinsip
kelengkapan sarana dan prasarana, akurasi, keamanan dan kenyamanan.
a. Prinsip kelengkapan sarana
Secara umum dalam sebuah instansi kesehatan sarana itu merupakan
salah satu bagian dari lingkungan kerja yang akan mempengaruhi mutu lama
pelayanan kesehatan yang diberikan. Sarana merupakan aset sebuah
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan adanya sarana yang
lengkap, maka tenaga kesehatan akan mudah untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pemberi pelayanan kesehatan, selain itu dengan sarana
kesehatan yang memadai juga akan mempengaruhi profesional kerja tenaga
kesehatan dan mendatangkan kepuasan pada pasien yang datang untuk
berobat. Masalah sarana dan prasarana yang terdapat di Rumah Sakit untuk
pelayanan pasien kesehatan gratis, menurut pengamatan peneliti kurang
memadai. Hal tersebut ditempatkannya pasien bertumpuk didalam satu
ruangan, kondisi ruangan yang panas yang minim pendingin ruangan, serta
toilet yang bau sangat mengganggu perawatan pasien dan juga keluarga
pasien.
Dari hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial IS
mengemukakan bahwa :
’’........Yang paling susah disini adalah air yang tidak mengalir.
Jangankan untuk mandi buang air saja susah untuk dapat air’’. (Hasil
wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
”.........Toiletnya tidak terawat kotor dan bau, lantai ruangan juga sangat
kotor’’.(Hasil wawancara,16 November 2012).
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang
informan, umumnya menjawab belum puas dengan sarana dan prasarana yang
diberikan oleh petugas layanan kesehatan.
b. Prinsip akurasi
Akurasi merupakan produk pelayanan publik diterima dengan benar,
tepat dan sah. Sebagaimana dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan gratis
adalah semua pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya dan
pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit pemerintah daerah, yang
tidak dipungut biaya dan obat yang diberikan menggunakan obat generik.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa petugas memang sudah
menyiapkan ruangan untuk pasien rawat inap program layanan kesehatan
gratis yaitu ruang perawatan kelas III.
c. Prinsip keamanan dan kenyamanan.
Kenyamanan lingkungan pelayanan yang demikian itu biasanya terwujud
apabila tersedia fasilitas kerja dan pelayanan yang memadai. Karena hal ini
akan menciptakan suasana kerja dan pelayanan yang nyaman, sehingga akan
mengurangi kejenuhan dan kebosanan seperti fasilitas, ruang kerja yang
menarik dan menyenangkan, teratur dan tertata rapih. Di lain pihak kondisi
lingkungan yang kondusif, aman dan tenteram adalah dambaan pasien.
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial IS mengemukakan
bahwa :
”………Saya kira tidak ada masalah dengan keamanannya, kalau
masalah kenyamanannya harusnya petugas memperhatikan kebersihan
lantai dan toilet”. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial HT mengemukakan
bahwa:
”.........Bagaimana mau terasa nyaman kalau toiletnya tidak terawat, kotor
dan bau, di dalam ruangan juga sangat panas”.(Hasil wawancara,16
November 2012).
Dari hasil hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti maka
diketahui bahwa kecenderungan pasien memberikan penilaian keamanan
terhadap pelayanan sudah merasa sesuai yang diharapkan oleh para
pengguna layanan kesehatan gratis. Adapun masalah kenyamanan adalah
masalah yang banyak dikeluhkan oleh pasien kesehatan gratis. Berdasarkan
wawancara peneliti dengan 10 orang informan, umumnya menjawab sudah
puas dengan keamanan di Rumah Sakit, akan tetapi lain halnya dengan
masalah kenyaman yang belum memuaskan pasien rawat inap layanan
kesehatan gratis.
c. Pasien Ibu Melahirkan dan anak
1) Prosedur pelayanan
Berbicara mengenai prosedur pelayanan kesehatan gratis maka peneliti
menggunakan prinsip kesederhanaan, kejelasan, dan kepastian waktu.
a. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip kesederhanaan dalam penelitian ini merupakan prosedur
pelayanan kesehatan gratis yang tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan
mudah dilaksanakan oleh pasien yang ingin mendapatkan layanan kesehatan
gratis. Berbicara masalah kesederhanaan berdasarkan hasil observasi peneliti
(tanggal 12 November–22 November 2012), menunjukkan bahwa prosedur
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis tidak berbelit-belit dan juga
mudah dipahami oleh pengguna layanan kesehatan gratis. Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai kesederhanaan prosedur dalam pelayanan kesehatan
gratis maka peneliti mengadakan wawancara dengan informan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial AK,
mengemukakan bahwa:
’’ ……...Prosedur pelayanan kesehatan gratis itu tidak berbelit-belit,
lancar dan cukup mudah”. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial IM, mengemukakan bahwa:
’’ ……Prosedurnya disini cukup mudah dan tidak sulit. Tidak seperti yang
saya bayangkan kalau mengurus administrasi harus bolak-balik kesana
kemari, tapi ternyata tidak”. (Hasil wawancara, 17 November 2012).
Hasil wawancara dengan 10 orang informan, pada umumnya
mengatakan bahwa para petugas memberikan kemudahan dalam masalah
prosedur pelayanan kesehatan gratis. Masyarakat pengguna layanan juga
sudah mengetahui dan memahami tata cara mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis.
b. Prinsip Kejelasan
Kejelasan prosedur yang dimaksud disini adalah persyaratan teknis dan
administrasi yang diperlukan untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis.
Menurut pengamatan peneliti, persyaratan untuk mendapatkan
pelayanan rawat inap program kesehatan gratis di Rumah sakit Andi Makkasau
sangatlah jelas, yaitu hanya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) dan Kartu Keluarga (KK) serta surat rujukan dari Puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial AK,
mengemukakan bahwa:
’’………Syarat untuk mendapat pelayanan kesehatan gratis disini hanya
dengan menunjukkan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) istri saya
dan Kartu keluarga (KK). Serta surat rujukan dari Puskesmas masing-
masing 3 lembar di loket Rumah sakit oleh petugas ”.(Hasil wawancara,
16 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah seorang informan
berinisial IM, mengemukakan bahwa:
’’………Petugas meminta saya untuk menunjukkan foto copy Kartu tanda
penduduk (KTP) dan Kartu keluarga (KK) serta surat rujukan dari
Puskesmas masing-masing 3 lembar”.(Hasil wawancara, 17 November
2012).
Dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan terhadap
prosedur pelayanan kesehatan gratis mengenai kejelasan prosedur dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, peneliti melihat adanya prosedur
yang sudah jelas.
c. Prinsip Kepastian waktu
Kepastian waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan
waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Jadwal
pelayanan terhadap pasien yang sudah ditetapkan oleh pemerintah setempat
dengan mengacu pada peraturan- peraturan yang berlaku. Kepastian waktu
merupakan penyelesaian tugas pekerjaan atau pencapaian tingkat output yang
didasari pada batas waktu yang ditentukan. Pengertian tersebut mengandung
arti bahwa setiap pelaksana tugas bidang memiliki tanggung jawab
menyelesaikan setiap tugas dengan tepat waktu, tidak menunda sebagaimana
tugas yang dibebankan tanpa harus menunggu pada suatu kesempatan lain.
Berdasarkan pengamatan peneliti tentang kepastian waktu, petugas telah
memberikan pelayanan berdasarkan prosedur yakni setiap hari selama 24 jam.
Hal ini terlihat apabila pengguna layanan datang ke loket rumah sakit dan
membawa kelengkapan berkas mereka langsung dilayani oleh petugas. Kalau
pasien tidak membawa kelengkapan administrasi maka petugas memberikan
waktu 2 x 24 jam untuk melengkapi berkas administrasinya. Kalau dalam
jangka waktu yang ditentukan belum mampu menunjukkan kelengkapan berkas
administrasinya maka pasien nantinya yang dilayani dimasukkan kedalam
pasien kategori umum dan tidak berhak menerima layanan kesehatan gratis di
rumah sakit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial AK,
mengemukakan bahwa :
’’……..Kalau untuk pengurusan administrasi tidak butuh waktu lama.
(Hasil wawancara, 16 November 2012).
Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga pasien kesehatan gratis
IM mengemukakan bahwa :
’’……..Saya lihat pelayanannya selama 24 jam untuk melayani
pengurusan administrasi. Kalau untuk pengurusan administrasi tidak
butuh waktu lama. (Hasil wawancara, 17 November 2012).
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
diatas maka dapat diketahui bahwa petugas memberikan kepastian waktu
dalam hal prosedur pelayanan kepada pengguna layanan kesehatan gratis.
2) Perilaku aparat pelayanan publik
Mengenai perilaku petugas pelayanan kesehatan terhadap pasien
kesehatan gratis di Ruang Rawat Inap kelas III Rumah Sakit Andi Makkasau
Kota Parepare, maka peneliti menggunakan prinsip tidak diskriminatif,
kejujuran, kecermatan, kedisiplinan,kesopanan, dan keramahan.
a. Prinsip tidak diskriminatif.
Keadilan yang ada dalam pelayanan publik yang berkualitas dapat dilihat
dari perlakuan yang sama yang diterima oleh masyarakat dalam praktek
pelayanan publik.
Berdasarkan pengamatan peneliti dalam pelayanan kesehatan gratis
bahwa petugas pelayanan belum maksimal dalam melayani pasien kesehatan
gratis.
Hasil wawancara dengan salah seorang keluarga pasien AK,
mengemukakan bahwa:
” ………Dokter dan perawat jarang datang memeriksa istri saya, yang
selalu datang hanyalah mahasiswa yang sedang praktek”. (Hasil
wawancara, 16 November 2012).
Hasil wawancara dengan salah seorang informan IM, mengemukakan
bahwa:
’’……..Istri saya yang dirawat disini karena melahirkan anak ke 2. Kalau
saya bandingkan saat istri saya melahirkan anak pertama di rumah sakit
Fatima sangat berbeda dengan pelayanan disini. Pelayanan di sana
sangat bagus. Mungkin karena disini menggunakan jasa pelayanan
kesehatan gratis maka pelayanan petugas tidak maksimal. Perawat juga
biasanya marah-marah dulu saat melayani pasien kalau sudah tahu
pasiennya adalah pasien kesehatan gratis. Tidak sama jika pasiennya
adalah pasien yang ada di ruang perawatan kelas II mereka umumnya
rajin untuk melayani pasien’’.(Hasil wawancara, 17 November 2012).
Dari hasil observasi dan wawancara peneliti maka dapat diketahui bahwa
perilaku petugas pelayanan belum sesuai standar integritas karena masih
adanya tindakan diskriminasi oleh perawat terhadap para pengguna layanan
kesehatan gratis, padahal keadilan sangat penting dalam pelayanan, sebab
kecenderungan jika pasien tidak diperlakukan secara adil akan dapat
menimbulkan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang dilakukan oleh petugas
dan menimbulkan image yang tidak baik oleh masyarakat kepada pemerintah.
b. Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan salah satu asas yang penting untuk dapat
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada dalam pelayanan kesehatan.
Berlandaskan kejujuran ini para petugas berkewajiban untuk memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien, yakni sesuai standar
profesinya. Mengenai kejujuran petugas maka peneliti mengadakan wawancara
kepada keluarga pasien.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan AK,
mengemukakan bahwa :
’’...........Saya membayar Rp 5000,- kepada petugas, katanya itu untuk
membayar kartu jaga pasien. Belum lagi saya beberapa kali beli obat di
apotek padahal ini kesehatan gratis apa bedanya dengan pasien umum .
(Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan informan bernisial IM mengemukakan
bahwa :
”…..…Saya kira pelayanan kesehatan gratis itu tidak bayar. Waktu mau
masuk disini saja harus bayar kartu jaga 5000 sama petugas dan juga
kenapa petugas tidak jelaskan kalau ada obat yang dibeli, memang
sih,,,,ada juga obat yang disiapkan oleh petugas tetapi itu terbatas kalau
tidak ada obatnya yang tersedia maka saya beli diluar, disini petugas
pelayanan tidak menjelaskan jenis pelayanan yang mana yang gratis
sehingga saya mengira semua pelayanannya gratis termasuk saya
mengira obatnya juga gratis tetapi ternyata disuruh untuk membeli obat,
katanya gratis tetapi kenapa disuruh membeli obat”. (Hasil wawancara,
17 November 2012).
Adapun kejujuran petugas untuk menjelaskan mengenai kejelasan biaya
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis adalah masalah yang
dikeluhkan oleh sebagian pengguna layanan kesehatan gratis, dapat dikatakan
tidak memenuhi standar Integritas karena tidak adanya kejelasan biaya yang
dilakukan oleh petugas layanan terutama mengenai penjelasan tentang jenis
obat yang mana yang gratis.
c. Prinsip kecermatan
Mengenai kecermatan petugas sangat penting untuk diperhatikan, sebab
salah satu tolak ukur untuk menilai sebuah pelayanan adalah bagaimana
kecermatan petugas melayani pasien pengguna layanan, sebab tidak ada
seorang pun konsumen yang mau menunggu proses pelayanan berlarut-larut.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan
berinisial AK, mengemukakan bahwa:
’’……Kalau dokter dan perawat itu teliti kalau memeriksa karena mereka
sudah pelajari di bangku kuliah”. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial IM, mengemukakan
bahwa :
”…….Kalau masalah pelayanan perawat saya lihat cukup baik, tidak pernah saya lihat melakukan kesalahan, cuma saya takut kalau yang melayani itu mahasiswa yang sedang praktek, mereka itu kan baru belajar”. (Hasil wawancara, 17 November 2012).
Dari hasil wawancara peneliti dengan pasien pengguna layanan
kesehatan gratis dapat diketahui bahwa petugas memberikan pelayanan
kepada pasien sudah menunjukkan ketelitian, karena kecermatan dibutuhkan
dalam pelayanan demi kepuasan pasien.
d. Prinsip kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Setiap petugas harus menanamkan sikap disiplin dalam dirinya, baik
disiplin waktu, disiplin terhadap pekerjaan, maupun tugas lainnya. Niat untuk
mentaati peraturan merupakan suatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan. Sikap dan perilaku dalam disiplin kerja ditandai oleh
berbagai inisiatif, kemauan, dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya
orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh
dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai
kehendak (niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan
organisasi. Untuk mengetahui mengenai kedisiplinan petugas kepada pasien
kesehatan gratis maka peneliti mengadakan wawancara kepada pasien
layanan kesehatan gratis.
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan berinisial AK,
mengemukakan bahwa :
’’………. Saya lihat ada perawat yang datang tepat waktu tapi ada juga yang datang terlambat (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan salah seorang informan berinisial IM,
mengemukakan bahwa :
”Sebenarnya istri saya minta untuk keluar hari ini tapi katanya dokter
yang menanganinya tidak datang hari ini jadi saya tunda sampai besok
lagi mudah-mudahan dokternya datang besok. (Hasil wawancara, 17
November 2012).
Mengenai kesopanan dan keramahan petugas yang dimaksudkan
adalah sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada
pasien secara sopan, ramah serta saling menghargai dan menghormati. Sikap
dan perilaku sopan, ramah, saling menghargai dan menghormati antara
petugas layanan dan pasien adalah perwujudan hak asasi manusia. Di samping
itu, manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap interaksinya dengan orang
lain terjalin dengan baik.
Dari hasil observasi peneliti terhadap kesopanan dan keramahan
petugas ditemukan bahwa masih ada petugas yang kurang ramah dan tidak
sopan kepada pasien terutama kepada pasien rawat inap. Perilaku petugas
yang kurang ramah dan tidak sopan adalah hal yang banyak dikeluhkan oleh
pasien.
Hasil wawancara peneliti dengan salah seorang informan AK,
mengemukakan bahwa:
’’……….Sudah satu minggu istri saya dirawat disini, hampir setiap hari
perawat yang merawat istri saya marah-marah sama saya.Tadi pagi
habis lagi marah sama saya, saya tidak tahu kenapa selalu marah-
marah, mungkin karena kami pasien kesehatan gratis’’. (Hasil
wawancara, 16 November 2012)
Dari hasil wawancara dengan keluarga pasien berinisial IM
mengemukakan bahwa :
’’.........Perawat disini ada yang marah-marah dulu sama pasien sebelum
melayani, mungkin karena mereka tahu kalau yang dilayani pasien
kesehatan gratis”. (Hasil wawancara, 17 November 2012).
Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti diatas,
diketahui bahwa memang masih ada petugas yang kurang ramah dan tidak
sopan dalam melayani pasien kesehatan gratis.
3) Tersedianya sarana dan prasarana.
Mengenai sarana dan prasarana maka peneliti menggunakan prinsip
kelengkapan sarana dan prasarana, akurasi, keamanan dan kenyamanan.
a. Prinsip kelengkapan sarana.
Secara umum dalam sebuah instansi kesehatan sarana itu merupakan
salah satu bagian dari lingkungan kerja yang akan mempengaruhi mutu lama
pelayanan kesehatan yang diberikan. Sarana merupakan aset sebuah
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan adanya sarana yang
lengkap, maka tenaga kesehatan akan mudah untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai pemberi lama pelayanan kesehatan, selain itu dengan
sarana kesehatan yang memadai juga akan mempengaruhi profesional kerja
tenaga kesehatan dan mendatangkan kepuasan pada pasien yang datang
untuk berobat.
Masalah sarana dan prasarana yang terdapat di rumah sakit untuk
pelayanan pasien kesehatan gratis, menurut pengamatan peneliti kurang
memadai. Hal tersebut terlihat dari ditempatkannya pasien bertumpuk didalam
satu ruangan, kondisi ruangan yang panas yang minim pendingin ruangan,
serta toilet yang bau sangat mengganggu perawatan pasien dan juga keluarga
pasien.
Dari hasil wawancara dengan informan bernisial AK, mengemukakan
bahwa :
’’........ Disini ruangannya panas, pasien yang bertumpuk sangat
memungkinkan terjadinya penularan penyakit antara sesama pasien,
seharusnya pasien ibu melahirkan itu dipisah dengan pasien yang
lain’’.(Hasil wawancara, 16 November 2012)
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial IM, mengemukakan
bahwa :
’’...…….Pasien ibu hamil seharusnya dipisah dengan pasien yang sakit
lainnya karena nanti takut bayinya bising dan bisa saja tertular penyakit,
seharusnya juga ada tirai tiap bangsal untuk ibu hamil”. (Hasil
wawancara, 17 November 2012).
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
diperoleh informasi sarana dan prasarana yang diberikan oleh petugas layanan
kepada pasien kesehatan gratis belum memuaskan para pengguna layanan
kesehatan gratis.
b. Prinsip akurasi.
Akurasi merupakan produk pelayanan publik diterima dengan benar,
tepat dan sah. Sebagaimana dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan gratis
adalah semua pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta
pelayanan kesehatan rujukan di kelas III rumah sakit pemerintah daerah, yang
tidak dipungut biaya dan obat yang diberikan menggunakan obat generik.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa petugas memang sudah
menyiapkan untuk pasien layanan kesehatan gratis ruang perawatan kelas III.
c. Prinsip keamanan dan kenyamanan.
Kenyamanan lingkungan pelayanan yang demikian itu biasanya terwujud
apabila tersedia fasilitas kerja dan pelayanan yang memadai. Hal ini akan
menciptakan suasana kerja dan pelayanan secara nyaman, sehingga akan
mengurangi kejenuhan dan kebosanan. Di lain pihak kondisi lingkungan yang
kondusif, aman dan tenteram adalah dambaan pasien.
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial AK, mengemukakan
bahwa :
”……… Untuk masalah keamanan di Rumah Sakit ini saya rasa cukup
aman. Tapi saya sudah mau sekali pulang dari sini, susah sekali disini, mau
tidur saja susah karena ribut, toiletnya juga tidak terawat, ditambah lagi
ruangan yang panas dan kotor”. (Hasil wawancara, 16 November 2012).
Dari hasil wawancara dengan informan berinisial IM mengemukakan
bahwa :
’’………Saya kira tidak ada dengan masalah keamanan di Rumah sakit
ini. Di Ruang perawatan kelas III ini tidak nyaman banyak sekali orang
lalu-lalang, bising , padahal sebetulnya orang sakit itu butuh ketenangan,
kalau seandainya istri saya sudah sembuh saya mau cepat-cepat keluar
dari rumah sakit ini ’’. (Hasil wawancara, 17 November 2012).
Dari hasil hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti maka
diketahui bahwa kecenderungan pasien memberikan penilaian keamanan
terhadap pelayanan sudah merasa sesuai yang diharapkan oleh para
pengguna layanan kesehatan gratis. Adapun masalah kenyamanan adalah
masalah yang banyak dikeluhkan oleh pasien kesehatan gratis.
Hasil observasi dan wawancara peneliti mengenai integritas street level
bureucrats terhadap pelayanan pasien rawat inap program kesehatan gratis
yang dilihat berdasarkan standar operasional prosedur yang dihubungkan
dengan prinsip-prinsip pelayanan, terlihat bahwa terdapat beberapa prinsip
pelayanan yang telah dilaksanakan dengan baik, diantaranya: kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, kecermatan dan keamanan. Adapun
prinsip tidak terpenuhi, diantaranya: tidak diskriminatif, kejujuran, kesopanan,
keramahan, dan kenyamanan.
Penjelasan singkatnya sebagai berikut:
1. Prinsip kesederhanaan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
terlihat petugas memberikan kemudahan dalam masalah prosedur pelayanan
kesehatan gratis. Masyarakat pengguna layanan juga sudah mengetahui dan
memahami tata cara mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.
2. Prinsip kejelasan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
mengenai kejelasan prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis,
peneliti melihat adanya prosedur yang sudah jelas.
3. Prinsip kepastian waktu
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
terlihat bahwa petugas memberikan kepastian waktu dalam hal prosedur
pelayanan kepada pengguna layanan kesehatan gratis.
4. Prinsip akurasi
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, terlihat bahwa
petugas memang sudah menyiapkan untuk pasien layanan kesehatan gratis
ruang perawatan kelas III.
5. Prinsip tidak diskriminatif.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
terlihat bahwa masih adanya tindakan diskriminasi oleh petugas pelayanan
terhadap para pengguna layanan kesehatan gratis.
6. Prinsip kelengkapan sarana
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
terlihat bahwa sarana dan prasarana yang diberikan oleh petugas layanan
kepada pasien kesehatan gratis belum memuaskan para pengguna layanan
kesehatan gratis.
7. Prinsip kejujuran
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, menunjukkan
bahwa kejujuran petugas untuk menjelaskan mengenai kejelasan biaya dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis adalah masalah yang dikeluhkan
oleh sebagian pengguna layanan kesehatan gratis.
8. Prinsip kecermatan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
terlihat bahwa petugas sudah menunjukkan ketelitian memberikan pelayanan
kepada pasien.
9. Prinsip kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
terlihat ada diantara petugas yang tidak disiplin dalam memberikan pelayanan
kepada pasien. Mengenai keramahan dan kesopanan petugas pelayanan
merupakan hal yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan hasil wawancara
diperoleh informasi bahwa masih ada petugas yang kurang ramah dan tidak
sopan dalam melayani pasien kesehatan gratis.
10. Keamanan dan kenyamanan
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti,
menunjukkan bahwa kecenderungan pasien memberikan penilaian keamanan
dalam pelayanan sudah sesuai yang diharapkan oleh para pengguna layanan
kesehatan gratis. Akan tetapi, lain halnya masalah kenyamanan adalah
masalah yang banyak dikeluhkan oleh pasien kesehatan gratis.
Tingkat integritas pada masing-masing jenis pelayanan
Jenis pelayanan
integritas
A B C D E F G H I J
1. Rawat jalan *** *** *** *** *** *** * *** *** ***
2. Penyakit dalam *** *** *** *** * * * *** * *
3. Penyakit Bedah *** *** *** *** * * * *** * *
4. Pasien ibu hamil *** *** *** *** * * * *** * *
Keterangan:
A : Kesederhanaan
B : Kejelasan
C : Kepastian waktu
D : Akurasi
E : Tidak diskriminatif
F : Kelengkapan sarana dan prasarana
G : Kejujuran
H : Kecermatan
I : Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan
J : Keamanan dan kenyamanan.
* : Rendah
** : Sedang
*** : Tinggi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan integritas birokrat
garis depan (street level bureucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di
Rumah Sakit Andi Makkasau Kota Parepare yang dilihat dari standard
operating prosedure dan dihubungkan dengan prinsip-prinsip pelayanan, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengenai prosedur dalam pelayanan pasien kesehatan gratis, baik terhadap
pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap menunjukkan bahwa petugas
pelayanan memberikan kemudahan dalam prosedur pelayanan kesehatan
gratis. Kejelasan prosedur dalam mendapatkan pelayanan kesehatan gratis
cukup jelas. Petugas juga memberikan kepastian waktu dalam hal prosedur
pelayanan kepada pengguna layanan kesehatan gratis.
2. Mengenai perilaku petugas pelayanan dalam melayani pasien kesehatan
gratis, menunjukkan bahwa perilaku petugas pelayanan terhadap pasien
rawat jalan sudah maksimal. Adapun perilaku petugas pelayanan terhadap
pasien rawat inap ditemukan masih adanya tindakan diskriminasi oleh
perawat terhadap para pengguna layanan kesehatan gratis. Kejujuran
petugas untuk menjelaskan mengenai biaya dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis adalah masalah yang dikeluhkan oleh sebagian pengguna
135
layanan kesehatan gratis. Petugas dalam memberikan pelayanan kepada
pasien sudah menunjukkan ketelitian, akan tetapi ditemukan masih ada
petugas yang tidak disiplin, petugas yang kurang ramah dan tidak sopan
dalam memberikan pelayanan.
3. Mengenai sarana dan prasarana yang diberikan oleh petugas layanan
menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang diperoleh oleh pasien rawat
jalan sudah maksimal. Akan tetapi lain halnya dengan pelayanan terhadap
pelayanan pasien rawat inap, sarana dan prasarana yang diberikan oleh
petugas belum memuaskan pasien rawat inap, kecenderungan pasien
memberikan penilaian terhadap keamanan dalam pelayanan sudah merasa
sesuai yang diharapkan oleh para pengguna layanan kesehatan gratis. Akan
tetapi lain halnya dengan masalah kenyamanan diketahui masyarakat belum
puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas pelayanan.
B. Saran-saran
Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, dapat direkomendasikan saran-
saran sebagai berikut :
1. Petugas pelayanan hendaknya menunjukkan sikap tidak diskriminasi,
kedisiplinan, kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien kesehatan gratis. Berkaitan dengan kejujuran, hendaknya
petugas pelayanan menyiapkan papan informasi yang menjelaskan tentang
jenis pelayanan yang gratis dan jenis pelayanan yang bayar.
2. Petugas pelayanan perlu memperbaiki dan melengkapi kebutuhan sarana
rawat inap seperti kelengkapan tempat tidur pasien (bantal, spray, kasur),
kebersihan ruang perawatan dan kamar mandi/WC.
3. Street level bureaucrats merupakan hal terpenting yang harus dibenahi
secara berkelanjutan mengingat merekalah aktor-aktor yang akan
berhubungan langsung dengan masyarakat. Selain itu, street level
bureucrats ini erat kaitannya dengan pelayanan publik dimana masyarakat
akan menilai sebuah pelayanan publik melalui pelayanan yang
didapatkannya dari street level bureucrats tersebut. Sudah saatnya
masyarakat menjadi orientasi utama dalam sebuah sistem birokrasi
(pelayanan terhadap masyarakat).
4. Pemerintah Kota Parepare perlu menyediakan media hubungan dengan
masyarakat agar segala informasi dan keluhan tentang pelayanan kesehatan
gratis mendapat respon yang cepat dan tepat.
5. Pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan petugas selaku pemberi
pelayanan kepada masyarakat, seperti pemberian kesejahteraan dalam
bentuk insentif tambahan. Dengan demikian pihak pemberi pelayanan dan
penerima pelayanan sama sama menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto, Agus dkk. 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Haryatmoko. 2011. Etika Publik untuk integritas Pejabat publik dan Politisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Keraf, Sonny 2010. Membangun Integritas Moral. Jakarta: Pusdiklat
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Kuncoro, Wahyu. 2006. Studi Evaluasi Pelayanan Publik dan kualitas
Pelayanan di Rumah Sakit Umum DR. Soetomo. Semarang: Universitas
Diponegoro.
(http:/ /eprints.undip.ac.id/15938/1/Wahyu_Kuncoro.pdf diunduh 5
september 2012).
Lembaga Administrasi Negara. 2009. Integritas dan Komitmen. LAN: Jakarta.
Lipsky, M. 1980. Street-Level Bureaucracy: Dillemas of the Individual in Public Services. New York: Sage Foundation.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN
Mochtar Arifin Zainal, Halili Hasrul. 2009. Tingkat Integritas Instansi Pelayanan BPN
dan SAMSAT di Provinsi DIY. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
(http://www.mimbar.hukum.ugm.ac.id/index.php/jmh/article/download/320175 diunduh 5 september 2012.)
Moleong J, Lexi. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdokarya. Mukmin, Amirul. 2010. Efektifitas Pendirian Kantor Pelayanan Perijinan
Terpadu (KPPT) Kota Batu. Malang: Universitas Brawijaya. Mutiarin, Dyah. 2012. Integritas Pelayanan Publik Dalam Percepatan
Reformasi Birokrasi di Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kutai Kartanegara). Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah . (http://dyahmutiarin.staff.umy.ac.id/files/2012/09/paper-Inspire-Dyah-Mutiarin.pdf diunduh 21 November 2012).
Nawawi, Zaidan. 2007 Analisis tentang Profesionalisme Aparatur Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah. Palembang: Universitas Sjakhyakirti.
Nurbarani, Myrna. 2009. Reformasi Birokrasi Pemerintah kota Surakarta Semarang: Universitas Diponegoro.
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 2001. Pedoman Penulisan
Tesis dan Disertasi. Makassar: UNHAS
Razak, Amran. 2010. Politik Kesehatan Gratis. Yogyakarta :Adil Media.
Said, Mas’ud. 2007. Birokrasi di Negara Birokratis. Malang: UMM Press
Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik, Teori, dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT Refika Aditama.
Sedarmayanti. 2004.Good Governance ( Kepemerintahan yang baik). Bandung: Mandar maju
Sedarmayanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung : PT. Refika Aditama.
Sinambela, Lijan Poltak. 2007. Reformasi Pelayanan Publik; Teori, Kebijakan
dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sri, Juni Astuti. 2009. Bureucratic discretion Analisis Interaksi Budaya Politik,
Struktur Birokrasi, dan budaya birokrasi pemerintah daerah. Sidoarjo:
Universitas Muhammadiyah.
Surjadi. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Bandung:PT. Refika
Aditama.
Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
_______. 2008. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta: Kencana Prenada.
Dokumen dan Peraturan Perundang-undangan:
Komisi Pemberantasan Korupsi. 2010. Integritas Sektor Publik Indonesia Tahun 2009 Fakta Korupsi dalam Layanan Publik. Jakarta: KPK.
Peraturan Daerah Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis.
Pergub Sulsel Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan
Kesehatan Gratis di Provinsi Sulsel.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen Tahun
2002.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 atas perubahan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Lampiran : Dokumentasi kegiatan penelitian
Gambar 1. Gedung Rumas Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau kota Parepare tampak dari depan.
Gambar 2. Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau kota Parepare
Gambar 3. Suasana antrian pengguna Layanan Kesehatan Gratis di loket
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota
Parepare.
Gambar 4. Peneliti bersama dengan calon informan pengguna layanan
kesehatan Gratis pada Rumah Sakit Umum Daerah(RSUD) Andi
Makkasau Kota Parepare.
Gambar 5. Tampak dari luar Ruang Perawatan kelas III bagi pasien layanan
kesehatan gratis pada RSUD Andi Makkasau Kota Parepare
Gambar 6. Suasana Ruang Perawatan Kelas III Khusus Pasien layanan
kesehatan gratis Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi
Makkasau Kota Parepare
Gambar 7. Suasana Ruang Perawatan Kelas III Khusus Pasien layanan
kesehatan gratis Pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi
Makkasau Kota Parepare