23
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai ant Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein ra Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai re tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat t disebut antibodi. Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan. Berhasil tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti ya dibentuk. Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melaan antigen yang kuat. !ntige yang kuat ialah jenis kuman ganas. "irulen yang baru untuk pertama kali diken tubuh. #arena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas. $adi, pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi%ant terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. &ubuh belum mempunyai 'pengalaman u mengatasinya.&etapi pada reaksi yang ke *, ke + dan berikutnya, tubu pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen anibod anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau ku baha anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang terpenting ialah baha dengan imunisasi, anak anda terhin dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaks terhadap benda benda asing dari luar (kuman, -irus, racun, bahan kimia) yan akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. !kan te setelah beberapa bulan%tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berku imunitas tubuh pun menurun. !gar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan ke oleh antigen, artinya anak tersebut harus mendapat suntikan%imunisasi ulangan 1 / m u n i s a s i

Imunisasi -

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaa

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi. Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan. Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk.

Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas. Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.Jadi, pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai pengalaman untuk mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.

Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda - benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak tersebut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.1.2 Tujuan

Tujuan dalam pembuatan paper ini adalah agar kita sebagai Tenaga kesehatan mengetahui apa saja Imunisasi yang ada di indonesia, bagaimana penatalaksanaan dan apa saja efek samping kalau tidak melakukan imunisasi.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Defenisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular (Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk,2001).Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu (Theophilus,2007), sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit (Theophilus,2007)Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit infeksi pada bayi, anak dan juga orang dewasa (Indiarti,2008). Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibodi-antibodi, yang dalam bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai antigen) (Riyadi, 2009)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes,2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah pemberian imunisasi BCG 1x, hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x dan campak 1x sebelum bayi berusia 1 tahun.2.2 Tujuan Pemberian ImunisasiUntuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2001). Memberikan kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus, TBC dan Hepatitis B (Depkes, 2000).Dari tujuan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemberian imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan maksud menurunkan kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.2.3 Imunisasi di Indonesia

Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah, bertanggung jawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tatacara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar / imunisasi rutin dapat diperoleh pada :

1. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin

2. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah.

3. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau rumah sakit swasta.

A. Tujuan imunisasi di Indonesiaa. Tujuan Umum Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat PD3I. b. Tujuan Khusus 1) Program Imunisasi a) Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010 b) Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005. c) Eradikasi polio pada tahun 2008. d) Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005.2) Program Imunisasi Meningitis Meningokus Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis Meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan pada calon jemaah haji.

3) Program Imunisasi Demam Kuning Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan perjalanan berasal dari atau ke negara endemis demam kuning sehingga dapat mencegah masuknya penyakit demam kuning di Indonesia.

4) Program Imunisasi Rabies

Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular rabies. B. Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan : a. Program imunisasi

Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur disebut dengan imunisasi lanjutan. Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak dan Tetanus Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus Toksoid. Pada kejadian wabah penyakit tertentu di suatu wilayah dan waktu tertentu maka Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi campak pada anak sekolah. b. Program imunisasi Meningitis Meningokus Seluruh calon/jemaah haji dan umroh, petugas Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/ debarkasi.c. Program imunisasi Demam Kuning Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi di bawah 9 bulan dan ibu hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke negara yang dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh WHO yang selalu di update).

d. Program imunisasi Rabies

Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang berindikasi rabies, terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun terakhir pernah ada kasus klinis, epidemiologis, dan laboratoris dan desa-desa sekitarnya dalam radius 10 km).2.4 Jadwal Imunisasi di puskesmas Imunisasi wajib pada bayiVAKSINPEMBERIANINTERVALUMURKET

BCG1x-0-11 bulanMinimal, tidak ada batasan maksimal

DPT3x4 Minggu (minimal)2-11 bulan-

POLIO4x4 Minggu (minimal)0-11 bulanLengkapi sebelum umur 1 thn

CAMPAK1x-9-11 bulan-

HEPATITIS B3x1 dan 6 bulan dari suntikan pertama0-11 bulan-

Bila bayi lahir di rumahUmur bayiVaksin yang diberikan

0 bulan/langsung setelah dilahirkanHepatitis B-1

1 bulanBCG, Polio-1

2 bulanDPT-1, Hep B-2, Polio-2

3 bulanDPT-2, Hep B-3, Polio-3

4 bulan9 bulanDPT-3, Polio-4Campak

2.5 Pemberian Imunisasi dan Kemasan Vaksin

Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan vaksin tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi : DPT (Diptheri, Pertusis, Tetanus), MMR (campak, gondong, campak jerman), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik). Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan proteksinya memuaskan, misalnya: 1) Vaksin BCG bersama cacar

2) Vaksin BCG bersama polio

3) Vaksin BCG bersama Hepatitis B

4) Vaksin DPT bersama BCG

5) Vaksin DPT bersama polio

6) Vaksin DPT bersama hepatitis B

7) Vaksin DPT bersama polio dan campak

8) Vaksin DPT bersama MMR

9) Vaksin campak bersama polio 1. Vaksin BCG

Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah dilemahkan.

Penyimpanan : Lemari es, suhu 2-8 C

Dosis

: 0.05 ml

Kemasan

: Ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)

Masa kadaluarsa: 1 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat

dilihat pada label)

Reaksi imunisasi : Biasanya tidak demam

Efek samping: Jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya sembuh sendiri walaupun lambat.

Kontra indikasi: Tidak ada larangan, kecuali pada anak yang

berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya

penyakit kulit berat/menahun. 2. Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan. Penyimpanan

: Lemari es, suhu 2-8 C

Dosis

: 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg

Kemasan

: Vial 5 ml

Masa kadaluarsa: Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat

dilihat pada label)

Reaksi imunisasi : Demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat

suntikan selama 1-2 hari

Efek samping

: Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat

efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur pertusisnya.

Kontra indikasi : Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit

kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan.

Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotra indikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter3. Vaksin Poliomielitis Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang mengandung virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara injeksi, (2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin), cara pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai di Indonesia.

Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20 C

Dosis

: 2 tetes mulut

Kemasan

: Vial, disertai pipet tetes

Masa kadaluarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20C

Reaksi imunisasi: Biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak - berak

ringan

Efek samping

: Hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota

gerak seperti polio sebenarnya.

Kontra indikasi : Diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan4. Vaksin Campak

Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR. Penyimpanan

: Freezer, suhu -20 C

Dosis

: Setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml

Kemasan

: Vial berisi 10 dosis vaksin yang dibeku-keringkan,

beserta pelarut 5 ml (aquadest)

Masa kadaluarsa : 2 tahun setelah tanggal pengeluaranReaksi imunisasi : Biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan. Efek samping : Sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah.

Kontra indikasi : Sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.5. Vaksin Hepatitis B

Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir. Reaksi imunisasi : Nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai

rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilan

dalam 2 hari. Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian

Kemasan : HB PID Efek samping: Selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti

Kontra indikasi : Anak yang sakit berat. 6. Vaksin DPT/ HB (COMBO)

Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang in-aktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.

Dosis

: 0.5 ml sebanyak 3 kali

Kemasan

: Vial 5 ml

Efek samping : Gejala yang bersifat sementara seoerti lemas, demam,

pembengkakan dan kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, meracau yang terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari.

Kontra indikasi: Gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir ataugejala serius keabnormalan pada saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis, hipersensitif terhadap komponen vaksin, penderia infeksi berat yang disertai kejang.

2.6 Efek Samping Imunisasi

Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi. Tetapi, orangtua masa kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si Kecil.Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya.Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi pasca-imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh tengah bekerja. Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung kematian. Realita ini, menurut Departemen Kesehatan RI disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI). Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat). Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat. Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya. Pada keadaan tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42 hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang (adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan vaksin. Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul kebetulan,".Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan, sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan."Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors)," tugas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik vaksin, maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk semua orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan bangun genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin," Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi.Sebagian besar ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI yang bisa terjadi pasca-imunisasi:

1. Reaksi Suntikan

Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.

2. Reaksi vaksin

Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat diantisipasi dengan obat penurun panas. Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.

3. Penyebab tidak diketahui

Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui" sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau Fiksi? raguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu lainnya yang tidak dilaporkan. Pada anak-anak, imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya. Jadi realitanya, tidak ada obat yang aman untuk setiap anak. Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa obat lainnya.

Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada.Yang juga kurang, adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai diwajibkan di Amerika Serikat, telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan persarafan, termasuk kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak, sindroma keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan masalah kesehatan yang menahun lainnya.

Di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah masalah medis yang terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional kedokteran, telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak kajian yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari imunisasi.

Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat :

a) BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan. Setelah 23 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut yang kecil.

b) DPT : Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri. Bila gejala diatas tidak timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan Imunisasi tidak perlu diulang.

c) POLIO : Jarang timbuk efek samping.

d) CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 410 hari sesudah penyuntikan.

e) HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.2.7 Penyakit yang di Timbulkan Pada Anak yang Tidak di ImunisasiImunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk mencegah dan menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak. Lalu mengapa kadangkala orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut? Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?

Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah untuk mencegah anak dari serangan penyakit penyakit seperti :

1. Tuberkulosis (TBC)Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).

Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.

2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati

Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen) dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B mutlak perlu.

Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B, bahkan sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang memiliki gejala kuning pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta sakit lambung-seperti maag yang tak sembuh dalam tempo enam bulan-segera periksa ke dokter.

Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan, penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan. Pada serangan tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.3. Penyakit Polio

Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.

Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan.

4. Penyakit Campak

Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.

Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.

Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.

Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjungtivitis ). 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.

Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40 Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.

Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

5. Difteri, pertusis dan tetanus

Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.

Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf.Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit ini.Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran hewan, debu, dan sebagainya. Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin (racun) yang menyerang saraf.

UNICEF (United Nations Childrens Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan. Angka kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan yang melibatkan pita suara (laring), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran pernapasan dan sangat mudah tertular.Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah.Pada tahun 2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang diakibatkan oleh pertusis.

BAB 3PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pengertian diatas dapat dimpulkan bahwa imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes,2005).

Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.3.2Saran

Kita sebagai tenaga kesehatan harus menganjurkan atau memberi info tentang pentingnya Imunisasi. Melakukan penyuluhan kedesa-desa tentang pentingnya imunisasi dan memberi tahu dampak buruk apa yang terjadi apa bila anak tidak di Imunisasi.Daftar pustaka

1. American Immunization Registry Association. (2009). Reminder/recall in Immunization Systems. Atlanta.

2. Depkes R.I. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.3. Natalia Probandari Ari. 2013 Keterampilan Imunisasi. http://fk.uns.ac.id/static/filebagian/Imunisasi.pdf. 4. Susanto, C.E. 2007. Lima Persen Kasus Kematian Balita Karena penyakit yang Bisa di Cegah. http//www.media indonesia.com. 5. Yasuda, K., et al. (2006). Immunization information sistems. Pediatrics, 118 (3), 1293 1295 6. http://www.litbang.depkes.go.id/-djunaedi/documentation/vol.32_No.2/imunisasi.pdf7. Belson, 1999. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta.

8. Depkes. RI. 2000. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Depkes RI. Jakarta.

9. Kliogman Arvin, Behriman, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol 2, Jakarta : EGC.

10. Maimunah, Siti. 2005. Kamus Lengkap Kebidanan.

11. Widayat, Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak 3 Stok 7. Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.

12. Widjaja, 2001, Mencegah dan Mengatasi Demam Pada Balita, Jakarta : Kawan Pustaka.

25 | Imunisasi