23
LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL I. Percobaan : Indera Pendengaran dan Keseimbangan Nama Percobaan : 1.1 Percobaan Rine 1.2 Percobaan Webber (Tempat Sumber Bunyi) 1.3 Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran Nama Subjek Percobaan : Wiken Larasati Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal a. Tujuan Percobaan : 1.1 Untuk membuktikan bahwa transmisi melalui udara lebih baik dari pada tulang. 1.2 Untuk menentukan sumber bunyi. 1.3 Untuk memeriksa ketajaman pendengaran b. Dasar Teori : 1.1 Percobaan Rine a. Garputal kita bunyikan secara pelan lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada Nama : Wiken Larasati NPM : 17512706 Nama Asisten : 1. Yuli Rahmawati 2. Randra

Indera Pendengaran i

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL

I. Percobaan:Indera Pendengaran dan Keseimbangan

Nama Percobaan:1.1 Percobaan Rine

1.2 Percobaan Webber (Tempat Sumber Bunyi)

1.3 Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran

Nama Subjek Percobaan :Wiken LarasatiTempat Percobaan:Laboratorium Psikologi Faal

a. Tujuan Percobaan:1.1 Untuk membuktikan bahwa transmisi melalui udara lebih baik dari pada tulang.

1.2 Untuk menentukan sumber bunyi.

1.3 Untuk memeriksa ketajaman pendengaran

b. Dasar Teori:1.1 Percobaan Rine

a. Garputal kita bunyikan secara pelan lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid subjek (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah subjek tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus subjek. Tes Rinne positif jika subjek masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika subjek tidak dapat mendengarnya

b. Garpu tala kita bunyikan secara pelan lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid subjek. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada subjek apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika subjek mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika subjek mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

1.2 Percobaan Webber ( Tempat Sumber Bunyi)

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)). Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung sementara namun dapat juga menetap. Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara (noise- induced temporary threshold shift) dan perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen (noise- induced permanent threshold shift). Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea. Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut. Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.

1.3 Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran

Frekuensi suara adalah jumlah tekanan perdetik,Diukur dalam hertz (Hz). Pitch adalah persepsi yang mendekati hubungan dengan frekuensi. Hukumnya adalah semakin tinggi frekuensi, maka semakin tinggi pitch nya.c. Alat yang Digunakan: Garputala, pipa karet, arloji.d. Jalannya Percobaan: 1.1.a. Aerotymponal

Subjek diminta untuk memegang bagian bawah garputala, lalu bagian atas garputala tersebut diketukan ke kursi besi. Setelah di ketukkan ke besi, letakkan garputala ke arah belakang telinga (tidak menempel telinga) sampai gelombang atau getaran bunyi menghilang.

1.1.b. Craniotymponal

Subjek diminta untuk memegang bagian bawah garputala, lalu bagian atas garputala tersebut diketukan ke kursi besi. Setelah di ketukkan ke besi, arahkan garputala di atas kepala sampai gelombang atau getaran bunyi hilang.

1.2 Percobaan Webber (Tempat Sumber Bunyi)

Subjek mengambil pipa karet, lalu ke-2 ujung

pipa karet tersebut diarahkan ke depan

lubang telinga. Lalu rekan subjek menekan

bagian-bagian pada pipa karet (seperti bagian

kanan, kiri, tengah) sebanyak 5 kali. Ketika

rekan subjek menekan bagian-bagian pada

pipa karet tersebut, subjek diminta

untuk menebak dari manakah letak sumber

bunyi berasal. Apakah dari bagian kanan,

kiri, atau tengah.

1.3 Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran

Subjek menutup telinga kanan, lalu arloji diarahkan ke depan telinga kiri subjek.

Kemudian arloji dijauhkan dari telingan kiri

subjek sampai subjek tidak lagi dapat

mendengar suara arloji tersebut. Pada saat

subjek tidak lagi mendengar suara arloji,

subjek mengatakan STOP, lalu suruh seorang

teman untuk mengukur jarak antara telinga

kiri dengan arloji. Hal yang sama juga

dilakukan pada telinga kiri.e. Hasil Percobaan: 1.1 Percobaan Rine

Pada Aerotymponal,ketika garputala diletakkan di belakang telinga lalu dipindahkan ke depan lubang telinga, hasilnya terdengar bunyi kecil nyaring. Begitu juga pada Craniotymponal, hasil yang terjadi pada Craniotymponal terdengar bunyi kecil nyaring tapi tidak sebaik Aerotymponal.

lebih bagus mendengar dari Aerotymponal (udara)

1.2 Percobaan Webber (Tempat Sumber Bunyi)

Rekan subjek menekan pipa pada bagian

tengah, dan subjek benar menjawab.

Rekan subjek menekan pipa pada bagian

kanan, dan subjek benar menjawab.

Rekan subjek menekan pipa pada bagian kiri,

dan subjek benar menjawab.

Rekan subjek menekan pipa pada bagian

tengah, dan subjek benar menjawab.

Rekan subjek menekan pipa pada bagian

kanan, dan subjek benar menjawab.

1.3 Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran

Jarak telinga kanan: 57 cm

Jarak telinga kiri : 40 cm

Hasil Sebenarnya:

2.1 Percobaan Rine Aerotymponal : Suara nada garputala yang sudah tidak terdengar ketika ditempatkan di belakang, masih tetap terdengar ketika garputala ditempatkan di depan lubang telinga.

Craniotymponal : Suara nada garputala yang sudah tidak terdengar ketika ditempatkan di atas kepala, masih tetap terdengar ketika garputala itu di tempatkan di depan lubang telinga. Lebih bagus mendengarkan melalui Aerotmponal.

2.2 Percobaan Webber (Tempat Sumber Bunyi)

- kalau masih bisa membedakan kanan dan kiri

maka normal.

- membedakan bagian tengah cukup sulit.

2.3 Pemeriksaan Ketajaman Pendengaran

- sangat dipengaruhi oleh kebisingan

- rata-rata diatas 50 cm

- biasanya telinga kanan lebih jauh dari pada

telinga kiri, ini karena pengaruhnya pada

otak kanan dan otak kiri.

f. Kesimpulan: 1.1 Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan keseimbangan) . Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

1.2 Kalau masih bisa membedakan bunyi kanan dan kiri saat percobaan menggunakan pipa karet masih normal. Untuk membedakan bunyi pada bagian tengah memang cukup sulit. Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)). Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung sementara namun dapat juga menetap.

1.3 Jadi ketajam telinga kanan dan kiri itu berbeda

dan sangat di pengaruhi oleh kebisingang. Daftar Pustaka:Yatim, Wildan. 2003. Kamus Biologi. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.II. Percobaan:Indera Pendengaran dan Keseimbangan

Nama Percobaan:1.1 Kedudukan Kepala dan Mata Normal

1.2 Kanalis Semisirkularis Horizontal

1.3 NistagmusNama Subjek Percobaan :Wiken LarasatiTempat Percobaan:Laboratorium Psikologi Faal

a. Tujuan Percobaan:1.1 Untuk memahami bahwa cairan endolimph

dan perilimph yang terdapat pada telinga bila

bergejolak (goyang) akan menyebabkan

keseimbangan seseorang terganggu.

1.2 Untuk memahami bahwa keseimbangan yang

terganggu mudah dikembalikan seperti

sediakala.

1.3 Untuk melihat adanya nistagmus.

b. Dasar Teori:1.1 Kedudukan Kepala dan Mata NormalKeseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum. Kesulitan berjalan lurus biasa dialami, hal ini dikarenakan cairan endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak

1.2 Kanalis Semisirkularis Horizontal

Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yang membentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran, berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipat pada bagian ampula. Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan posterior bersatu membentuk krus kommune sebelum memasuki vestibulum.

1.3 NistagmusNistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam telinga.

c. Alat yang Digunakan: Individu (manusia)d. Jalannya Percobaan: 1.1. Kedudukan Kepala dan Mata Normal Praktikan diminta untuk berjalan lurus dengan mata terbuka ;

Kemudian praktikan diminta untuk kembali berjalan lurus ;

Lalu praktikan diminta berbalik arah dengan mata tertutup kemudian kepala dihentakkan ke sebelah kanan atau kiri ;

Praktikan diminta berjalan lagi dengan mata tertutup.

1.2 Kanalis Semisirkularis Horizontal

Praktikan diinstruksikan untuk berdiri tegak ;

Kemudian praktikan diminta untuk menundukkan kepala dan menutup mata ;

Setelah itu, praktikan diputar ke arah kanan sebanyak 3 kali ;

Kemudian praktikan diminta untuk membuka mata dan diarahkan untuk berjalan ;

Selanjutnya praktikan kembali diminta menundukkan kepala dan menutup mata lagi dan diputar kembali ke arah berlawanan (kiri) sebanyak 3 kali ;

Kemudian praktikan diminta kembali membuka mata dan diarahkan untuk berjalan lagi ;

Setelah itu, praktikan diminta merasakan perbedaan antara putaran pertama atau kedua yang membuatnya lebih pusing.

1.3 Nistagmus

Praktikan diinstruksikan untuk menunduk, kemudian tangan kanan memegang telinga dan tangan kiri memegang lutut sebelah kanan (silang) ;

Kemudian praktikan diminta untuk menutup mata ;

Setelah itu, praktikan diputar ke arah kanan sebanyak 3 kali.

Setelah diputar praktikan ditegakkan kembali dan diminta membuka matanya ;

Selanjutnya praktikan diminta merasakan apa yang terjadie. Hasil Percobaan:1.1 Kedudukan Kepala dan Mata Normal

Pada saat berjalan dengan mata terbuka, praktikan dapat berjalan lurus.

Kemudian saat praktikan diminta kembali berjalan dengan mata terbuka, masih dapat berjalan lurus.

Namun saat praktikan diminta berjalan dengan mata tertutup setelah menghentakkan kepala ke sebelah kiri maka praktikan akan berjalan miring ke sebelah kanan.

1.2 Kanalis Semisirkularis Horizontal

Pada putaran yang pertama, lebih mengalami pusing dan kesulitan untuk berjalan lurus.

Pada putaran yang kedua, lebih terasa biasa saja dan bisa berjalan lurus.

1.3 Nistagmus

Setelah melakukan putaran dengan menundukkan kepala dan mata tertutup kemudian ditegakkan kembali dan membuka mata, kepala terasa pusing dan pandangan mata menjadi kabur (kunang-kunang) dan yang dilihat menjadi berputar-putar.

Hasil Sebenarnya:2.1 Kedudukan Kepala dan Mata Normal

1. Dalam sikap tubuh biasa praktikan dapat berjalan lurus atau tidak mengalami kesulitan.

2. Tidak dapat berjalan lurus (ada kesulitan dalam berjalan), biasanya jalan ke kiri miring ke kanan, begitu pula sebaliknya.

2.2 Kanalis Semisirkularis Horizontal

Pada putaran yang pertama, lebih mengalami pusing dan kesulitan untuk berjalan lurus.

Pada putaran yang kedua, lebih terasa biasa saja dan bisa berjalan lurus.

2.3 Nistagmus

- Biasanya pandangan menjadi kabur atau

berkunang-kunang.

f. Kesimpulan: 1.1 Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian- bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam batang otak dan serebelum. Kesulitan berjalan lurus biasa dialami, hal ini dikarenakan cairan endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak. Dan pada saat percobaan kedua tidak terlalu kesulitan berjalan, karena cairan endolimph dan perilimph-nya normal kembali. Jika di putar kedua lebih pusing, maka cairan endolimp dan perilimph baru bekerja.1.2 Apabila cairan endolimph dan perilimph ternggangu atau bergejolak maka kita akan kesulitan untuk berjaalan lurus1.3 Untuk memahami cairan endolimph dan perilimph yang terdapat pada telinga bila bergejolak (goyang) akan menyebabkan keseimbangan seseorang akan terganggu; memahami bahwa keseimbangan yang terganggu mudah dikembalikan seperti sediakala; melihat adanya Nistagmus.g. Daftar Pustaka: Towle, Albert. 1989. Modern Biology. USA:

Holt, Rinehartand Winstan, Inc.Nama: Wiken Larasati

NPM: 17512706

Tanggal Pemeriksaan: 13 Juni 2013

Nama Asisten: 1. Yuli Rahmawati

2. Randra

Paraf Asisten: